tβθ è=à2 ù's? yγ uρ s9 3 yγs)n=yzetheses.uin-malang.ac.id/2513/5/07620073_ Bab_2.pdf ·...

download tβθ è=à2 ù's? yγ uρ s9 3 yγs)n=yzetheses.uin-malang.ac.id/2513/5/07620073_ Bab_2.pdf · selain itu juga mempunayi manfaat ... Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di

If you can't read please download the document

Transcript of tβθ è=à2 ù's? yγ uρ s9 3 yγs)n=yzetheses.uin-malang.ac.id/2513/5/07620073_ Bab_2.pdf ·...

  • 8

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Feses Kambing

    Kambing yang tersebar luas di daerah tropis dan subtropis memiliki

    kemampuan beradaptasi pada berbagai lingkungan dengan baik dan tersebar luas

    diberbagai wilayah di Indonesia. Kegunaan kambing biasanya diambil dagingnya,

    selain itu juga mempunayi manfaat sebagai tabungan hidup, penghasil biogas, dan

    Fesesnya dibuat pupuk kandang (Devendra dan Burns, 1994).

    Kambing merupakan ternak yang sangat bermamfaat bagi kehidupan kita.

    Yang mana dalam Al-Quran disebutkan beberapa manfaatnya kepada manusia,.

    Beberapa manfaat kambing ternak telah dijelaskan dalam beberapa ayat dalam Al-

    Quran seperti surat An-Nahl ayat 5. Dalam surat ini dijelaskan bahwa Allah telah

    menciptakan binatang ternak untuk diambil manfaatnya

    z yF{ $#u $ y s)n=yz 3 6s9 $ y ot u $ y u t =2' s? Artinya : Dan dia Telah menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada

    (bulu) yang menghangatkan dan berbagai-bagai manfaat, dan sebahagiannya kamu makan (QS : An-Nahl (16) : 5)

    Dari ayat di atas, yang mana dalam surat An-Nahl ayat 5, kita dapat

    mengambil manfaatnya seperti bulu yang bisa kita gunakan untuk menghangatkan

    dan sebagiannya kita makan. Ayat lain yang membahas tentang manfaat hewan

    adalah surat Al-Hajj ayat 28 :

  • 9

    (#y uj9 y ot s9 (# 2t u z$# ! $# 5$ r& BM t= 4n? t $ t s%y u .i y t/ y F{$# ( (#=3s $ p] (# r&u }!$ t69 $# u )x9 $#

    Artinya : Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang Telah ditentukan atas rezki yang Allah Telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir (QS: Al-Hajj ayat (22):28) .

    Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta

    kecerdasan manusia yang terus bertambah maka manusia terus menggunakan dan

    memamfaatkan hal-hal selain di atas tadi, yaitu memanfaatkan Feses hewan.

    Karena Feses hewan juga ciptaan Allah sehingga manusia harus berpikir tentang

    manfaat Feses hewan yang mengandung zat-zat hara yang bermanfaat bagi

    kehidupan manusia. Feses kambing termasuk dalam sampah organik karena

    sebagian besar tersusun oleh senyawa-senyawa organik. Bahan organik yang

    terkandung di dalam feses kambing berasal dari sisa-sisa tanaman atau bahan

    lainnya yang menyusun di dalamnya yang telah dirombak dan dihancurkan dalam

    saluran pencernaan ruminansia tersebut (Waluyo, 2009).

    Tekstur dari Feses kambing adalah sangat khas, karena berbentuk butiran-

    butiran yang agak sukar dipecah secara fisik sehingga berpengaruh terhadap

    proses dekomposisi dan proses penyediaan haranya, feses kambing juga

    mempunyai nilai C/N pada umumnya masih diatas 30, sebenarnya feses yang baik

    mempunyai rasio C/N kurang dari 20, sehingga Feses kambing akan lebih baik

    penggunaannya bila dikomposkan terlabih dahulu (Widowati et al, 2005). Feses

  • 10

    kambing mempunyai kandungan N yang tinggi dan kadar airnya rendah. Oleh

    karena itu proses pelapukannya cepat, sehingga lebih cepat matang. Keadaan

    demikian merangsang jasad renik melakukan perubahan-perubahan aktif,

    sehingga perubahan berlangsung dengan cepat (Djoehana, 1986).

    Feses kambing mempunyai kandungan bahan organik berserat berupa

    selulosa yang cukup tinggi, berdasarkan hasil analisis bahwa Feses kambing

    mengandung beberapa bahan organik penting lainnya seperti hemiselulosa, lignin,

    karbon, dan nitrogen. Secara umum pupuk kandang yang berasal dari Feses

    kambing yang telah dibuat kompos mengandung 1,85 % N, 11,3 % C/N, 1,14 %

    P, 2,49 K (Nurtjahya, 2003).

    Salah satu ternak yang cukup berpotensi sebagai sumber pupuk organik

    adalah kambing. Feses kambing mengandung bahan organik dan nitrogen

    berturut-turut 40-50% dan 1,2-2,1%. Kandungan tersebut bergantung pada bahan

    penyusun ransum, tingkat kelarutan nitrogen pakan, nilai biologis ransum dan

    kemampuan ternak untuk mencerna ransum. Produksi urin kambing dan domba

    mencapai 0,6-2,5 l/hari dengan kandungan nitrogen 0,51-0,71%. Variasi

    kandungan tersebut tergantung pada pakan yang dikonsumsi, tingkat kelarutan

    protein kasar pakan, serta kemampuan ternak untuk memanfaatkan nitrogen asal

    pakan (Nurtjahya, 2003).

    Tabel 2.1. Komposisi Pada Feses Kambing

    No Komposisi Feses Kambing 1. Kadar Air 64 %

    2. Bahan Organik 31 %

    3. Karbon 46,51 %

  • 11

    Sumber : Pinus Lingga (2001).

    Feses kambing yang tersusun dari feses, urin dan sisa pakan mengandung

    nitrogen lebih tinggi dari pada yang hanya berasal dari feses. Feses kambing

    mengandung bahan organik yang dapat menyediakan zat hara bagi tanaman

    melalui proses penguraian. Proses ini terjadi secara bertahap dengan melepaskan

    bahan organik yang sederhana untuk pertumbuhan tanaman. Feses kambing

    mengandung sedikit air sehingga mudah diurai. Penggunaan Feses ternak dalam

    bentuk kompos sebagai pupuk organik akan memperbaiki struktur dan komposisi

    hara tanah. Tanah olahan yang diberi kompos menjadi lebih gembur, mengandung

    cukup hara, serta mampu mengikat dan menyimpan air (Djoehana, 1986).

    Feses kambing dalam konsentrasi 160-170 gram perliter aquades dapat

    digunakan sebagai sumber mikroba pengganti cairan rumen. Konversi serat kasar

    pakan menjadi produk pada ruminansia yang dipelihara intensif belum optimal,

    karena hanya 10-35% energi dari serat kasar yang dapat dimanfaatkan. Kondisi ini

    terjadi karena 20% sampai 70%, selulosa tidak tercerna dan keluar bersama feses.

    Pencernaan serat kasar dalam rumen belum optimal juga dibuktikan berdasarkan

    kenyataan bahwa kadar serat kasar pada pada feses tinggi dan proses fermentasi

    tetap berlangsung (Krause et al, 2003).

    4. Posfat 0,67 %

    5. Nitrogen 1,41

    6. Kalium 0,75

    7. Rasio C/N 32,98 %

  • 12

    2.2 Bakteri Selulolitik

    Allah SWT telah menciptakan berbagai macam jenis makhluk hidup,

    sedangkan pencarian dan pemanfaatannya tergantung dari manusia. Isyarat adanya

    makhluk hidup yang lebih kecil telah difirmankan oleh Allah SWT dalam QS. Al-

    Baqarah (2) : 26.

    ) !$# tGt r& z>o W sVt $ Z |t/ $ ys $ y s% s 4 $ r' s %!$# (# t#u t n=us r& ,ys 9 $# n/ ( $ r&u t% !$# (# x2 9 )u s !#s$t y# ur& !$# #xy /

    W sVt / #Z V2 t u / # Z Wx. 4 $ t u / ) t) x9$#

    Artinya: Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu [33]. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: "Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?." Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik (QS. Al-Baqarah (2):26).

    Ibnu Katsir menafsirkan bahwa kata (yang lebih rendah dari itu),

    menunjukkan bahwa Allah SWT kuasa untuk menciptakan apa saja, yaitu

    penciptaan apapun dengan obyek apa saja, baik yang besar maupun yang lebih

    kecil. Allah SWT tidak pernah menganggap remeh sesuatu pun yang Dia ciptakan

    meskipun hal itu kecil. Orang-orang yang beriman meyakini bahwa dalam

    perumpamaan penciptaan yang dilakukan oleh Allah memiliki manfaat bagi

    kehidupan manusia (Al-Mubarok, 2006).

  • 13

    t yu / 3s9 $ N u y9 $# $ tu F{$# $ Y sd i 4 ) 9 s ;M t U 5 s)j9 3xtGt

    Artinya: Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang

    di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir. (QS. Al-Jaatsiyah 45: 13).

    Ayat di atas menunjukkan bahwa manusia dapat memanfaatkan segala

    sesuatu yang diciptakan oleh Allah SWT, termasuk bakteri untuk kemaslahatan

    kehidupan manusia. Para ahli bahasa menerangkan bahwa kata memudahkan

    atau menundukkan pada ayat di atas ialah sesuatu yang dapat kita tundukkan atau

    kita taklukkan yang berarti memudahkan (menundukkan) segala isi alam semesta

    untuk kepentingan manusia. Karena di dalam alam semesta dilangit dan dibumi,

    tidak ada sesuatu pun yang sukar untuk dipergunakan oleh manusia itu, asal saja

    ia suka menggunakan akal fikrian serta ilmu pengetahuannya dan suka

    menggusahakan untuk diambil manfaatnya, serta mengerti bagaimana

    mengembangkan kebaikan-kebaikan yang berasal dari benda tersebut (Assibai,

    1993).

    Jika dilihat dari sistem taksonomi, bakteri selulolitik merupakan makhluk

    hidup yang berada pada sistem yang paling rendah yang tidak dapat diamati.

    Sehingga jelaslah bahwa Allah SWT selain menciptakan makhluk yang dapat

    dilihat secara langsung, juga menciptakan berbagai macam jenis makhluk hidup

    yang tidak dapat dilihat secara langsung atau lebih kecil. Bakteri selulolitik adalah

  • 14

    kelompok jasad renik yang memiliki kemampuan mendegradasikan selulosa

    menjadi senyawa dengan berat molekul yang lebih kecil seperti selobiosa dan

    glukosa (Thayer, 1978).

    Bakteri selulolitik merupakan bakteri pencerna selulosa dengan produk

    akhir suksinat dan asetat. Bakteri selulolitik akan menempel pada fragmen

    substrat dan mengeluarkan enzim yang dapat memotong ikatan molekul selulosa,

    memindahkan ikatan samping, menghidrolilsis selulosa dan menghasilkan

    fragmen oligosakarida, selubiose dan disakarida yang larut. Selubiose yang

    digunakan oleh bakteri yang menghasilkannya maupun oleh mikroorganisme yang

    lain yang tidak dapat merombak selulosa (Weimer, 1996). Secara umum

    mikroorganisme yang berasosiasi dengan bakteri selulolitik tergantung pada

    karbohidrat yang terlarut (Miron dan Ghedalia, 1996).

    Bakteri selulolitik ditumbuhkan pada media agar berbasis serat sebagai

    sumber selulosa seperti CMC (Carboxymethyl cellulose). Jumlah koloni bakteri

    selulolitik menurun seiring dengan bertambahnya waktu. Perubahan media dari

    cair ke padat dengan kadar air terbatas, sekitar 20 % diduga merupakan faktor

    utama penyebab penurunan populasi bakteri, tetapi bakteri selulolitik mampu

    hidup dalam media padat walaupun dalam kepadatan rendah (Cruch, 1988).

    Enzim selulase sangat aktif memutuskan turunan selulosa yang dapat larut

    (selulosa amorf) seperti CMC (Carboxymethyl cellulose) menghasilkan

    selodekstrin, selobiosa dan glukosa. CMC-ase merupakan salah satu komponen

    kompleks enzim selulase yang menyerang secara acak bagian dalam struktur

    selulosa. Aktivitas CMC-ase pada koloni bakteri selulolitik pada media CMC-agar

  • 15

    membentuk zona bening di bawah dan sekitar koloni menunjukkan adanya

    mikroba selulolitik (Thorm et al, 1996). Bakteri perombak selulosa secara

    ekstraseluler karena selulosa tidak larut air. Mikrobia memproduksi dua tipe

    sistem kerja enzim ekstraseluler (Peres et al., 2002) :

    1. Sistem hidrolitik, yaitu dengan cara menghasilkan enzim hidrolase yang

    bekerja merombak selulosa dan hemiselulosa, dan

    2. Sistem oksidatif yag bersifat lignolitik dan sekresi lignase ekstraseluler

    dengan cara depolimerisasi lignin. Mikroba memproduksi enzim

    ekstraseluler untuk depolimerasi senyawa yang berukuran besar menjadi

    kecil dan larut dalam air (subtrat bagi bakteri)

    Pengaruh temperatur atau suhu dalam hidrolisis selulosa sangar penting.

    Hidrolisis selulosa oleh bakteri aerob memiliki sushu optimum antara 20-30C,

    sedangkan bakteri anaerob tumbuh tumbuh dengan baik pada suhu 37C. Bakteri

    selulolitik thermofilik tumbuh optimum pada suhu 50-65C (Sutedjo et al, 1991)

    Mikroorganisme pendegradasi selulosa ditemukan di berbagai ekosistem.

    Enzim selulosa dapat dihasilkan oleh berbagai bakteri dan fungi, aerob dan

    anerob, mesofil dan termofil. Fungi aerob yang dapat mendegradasi selulosa

    diantaranya adalah Trichoderma viride, Trichoderma reesi, Penicillium

    pinophilum, Sporotrichum pulvelentum, Fusarium solani, Tolaromyces emersonii,

    dan Trichoderma koningii. Hanya sedikit mikroorganisme yang digolongkan ke

    dalam kelompok seperti fungi termofilik aerobik ( Sporotrichum thermophile,

    Thermoascus aurantiacus, Chetomium thermophile, Humicola insolens), fungi

  • 16

    mesofil anaerobik (Neocallimastix frontalis, Piromonas communis, Sphaeromonas

    communis) (Bhat, and Bhat, 1997).

    Bakteri selulolitik yang menghasilkan enzim selulosa, yaitu Bakteri

    mesofilik dan termofilik aerobik (Cellumonas sp, celvibrio sp, Microbispora

    bispora, Thermomonospora sp), bakteri mesofilik dan termofilik anaerobik

    (Acentivibrio cellulolyticus, Bacteriodes cellulosolvent, Bacteriodes succinogenes,

    Ruminococcus albus, Ruminococcus flavefaciens dan Clostridium termocellum).

    Bakteri pendegradasi selulosa termofil dapat menghasilkan enzim selulase yang

    relatif stabil (tahan pada kondisi asam atau basa dan pada suhu tinggi hingga

    90C) (Bhat, and Bhat, 1997).

    Tabel 2.2. Mikroba Pendegredasi selulosa

    Organism Pendegredasi Selulosa Sumber Jumlah koloni

    Clostridium thermocellum Nonruminanl 0.16

    Ruminococcus flavefaciens Ruminal 0.08

    Fibrobacter succinogenes Ruminal 0.07

    Ruminococcus albus Ruminal 0.05

    Cellulomonas uda Nonruminanl 0.006

    Cellulomonas flavigena Nonruminanl 0.027

    White-rot fungi (5 species) Nonruminanl < 0.002

    Brown-rot fungi (8 species) Nonruminanl < 0.004

    (Weimer et al., 1999)

    Organisme dapat mendegradasi selulosa dan menjadikan selulosa sebagai

    sumber karbon tunggal yang secara ekologi menjadi sangat penting, dan sebagian

    besar proses degradasi selulosa terjadi dalam keadaan aerob. Hanya 5-10%

  • 17

    degrdasi yang berlansung secara anaerob. Bakteri selulotik yang ditemukan

    terdapat pada filum Thermotogae, Proteobacteria, Actinobacteria, Spirochaetes,

    Firmicutes, Fibrobacteres and Bacteroides. Diperkirakan 80% isolat yang

    diperoleh ditemukan pada filum Firmicutes dan Actinobacteria dan mayoritas

    bakteri pendegradasi selulotik Gram positif masuk ke dalam kelas Clostridia dan

    genus Clostridium yang termasuk ke dalam Filum Firmicutes (Levin et al., 2009).

    Peran mikrobia selulolitik menjadi penting karena dapat menjaga

    keseimbangan unsur-unsur yang ada di alam. Bakteri selulotik ditemukan di

    berbagai ekosistem. Contoh bakteri selulotik adalah Cellumonas sp, celvibrio

    sp.,Microbispora bispora, Cytophaga sp, Thermomonospora sp., Acentivibrio

    cellulolyticus, Bacteriodes cellulosolvent, Bacteriodes succinogenes,

    Ruminococcus albus, Ruminococcus flavefaciens dan Clostridium termocellum.

    (Bhat and Bhat, 997).

    Kondisi yang baik bagi pertumbuhan bakteri selulolitik tidak hanya

    bergantung pada kondisi media tersebut, tetapi kondisi pengudaraan (aerasi) juga

    sangat menentukan. suatu metode untuk memperoleh kondisi pertumbuhan yang

    ideal, yaitu menuangkan media dalam erlenmeyer atau tabung reaksi dalam

    lapisan tipis saja (tidak lebih dari 1-2 cm) kemudian menginkubasikan di atas alat

    pengocok (shaking incubator) (Weimer, 1996)

    Faktor pH medium pertumbuhan menentukan jenis mikroba selulolitik

    yang dominan. Pada medium dengan pH 6,5-7,0 populasi mikroba yang

    mendominasi adalah vibrio dan jamur. Pada medium agak asam pH 5,7-6,2

    mikroba yang dominan adalah vibrio dan Cytophaga. Pada medium asam dengan

  • 18

    pH 5,5 didominasi oleh jamur berfilamen. Pada medium sedikit basa dengan pH

    7,1-7,6 merupakan pH optimum untuk bakteri vibrio. Sedangkan Cytophaga

    membutuhkan medium dengan pH basa dalam proses degradasi selulosa

    (Alexander, 1976).

    2.3 Selulosa

    Selulosa (C6H10O5) adalah senyawa polisakarida yang paling melimpah di

    alam dan ditemukan pertama kali sekitar tahun 1838. Senyawa ini menjadi

    komponen penyusun utama bagi dinding sel tanaman (Ekawati, 2003). Selulosa

    memiliki struktur molekul linier tak bercabang dengan subunit glukosa yang

    dirangkaikan oleh ikatan - 1,4-glukosida. Masing masing molekul selulosa

    dibentuk oleh lebih dari 10000 D-glukosa sehingga berat molekulnya mencapai

    1,8. 106 D (Weimer dkk, 1996).

    Setiap molekul selulosa mengandung tiga tipe unit glukosa yaitu glukosa

    dengan ujung yang tereduksi (reducing end), glukosa yang ujungnya tidak

    Gmbar 2.1 : Struktur Selulosa

    (Thayer, 1978)

  • 19

    tereduksi (nonreducing end) dan anhydroglucopyranose.. Unit monomer

    anhydroglucopyranose adalah molekul selulosa yang mengandung 3 gugus

    hidroksil primer dan dua gugus hidroksil sekunder. Monomer nonreducing end

    mengandung empat gugus hidroksil dan monomer reducing end mengandung

    gugus hemiacetal pada penambahan tiga gugus hidriksil (Palonen, 2004).

    Selulosa merupakan penyusun dinding sel tanaman, jumlahnya berlimpah

    pada tanaman, umumnya memiliki daya cerna yang rendah dibanding bahan

    nutrien lain. Hewan ruminansia seperti sapi dan domba tidak memiliki

    kemampuan mendegradasikan selulosa. Selulosa dapat dihidrolisis dengan proses

    tertentu menjadi glukosa (Campbell, 1994).

    Selulosa adalah komponen struktural yang banyak ditemukan pada dinding

    sel tanaman terrestrial dan laut, juga diproduksi oleh beberapa tanaman laut dan

    bakteri. (Tahyer, 1978). Sellulosa adalah polisakarida yang mempunyai fungsi

    sebagai unsur struktural pada dinding sel tumbuhan tingkat tinggi. Sellulosa

    berbentuk serabut, liat, tidak larut di dalam air, dan ditemukan terutama pada

    bagian berkayu pada tumbuhan. Sellulosa adalah polisakarida terbanyak yang

    ditemukan pada tanaman.

    Selulosa adalah polimer dari glukosa, dengan rumus bangun molekulnya

    tidak bercabang dan dihubungkan oleh ikatan 1,4 - glukosida. Panjang gugus

    glukosa pada polimer selulosa adalah bervariasi antara 2.000-10.000 unit

    (Fessenden, 1978), bahkan ada yang sampai 14.000 unit glukosa (Thayer, 1978).

    Selulosa merupakan komponen yang sangat melimpah di biosfer.

    Kandungan selulosa pada dinding sel tanaman sekitar 35-50% dari berat kering

  • 20

    tanaman. Selulosa merupakan polimer glukosa dengan ikatan -1,4 glukosida

    dalam rantai lurus. Ikatan -1,4 glukosida pada serat selulosa dapat dipecah

    menjadi monomer glukosa secara enzimatis (Bhat dan Bhat, 1997).

    Tanaman menggunakan sebagian karbohidrat yang terbentuk dari fiksasi

    CO2 untuk membuat bahan organik komplek seperti selulosa, yang merupakan

    polimer dari glukosa yang tidak larut dalam air. Tanaman secara normal

    mengandung selulosa sebanyak 40-50%, komponen penyusun lainnya adalah

    lignin (20-30%) dan hemiselulosa (10-30%). Ketika tumbuhan mati secara alami

    selulosa, hemiselulosa dan lignin akan didegradasi oleh mikroorganisme tanah

    (Pelezar, 1993).

    Selulosa terdapat di alam dalam bentuk amorf dan kristalin yang bersifat

    tidak larut (Schwarz, 2001). Salah satu contoh selulosa yang dapat larut adalah

    Carboxymethyl cellulose (CMC). CMC adalah turunan dari selulosa yang

    mengikat karboksimetil (-CH2-COOH) pada gugus hidroksi glukopiranosa.

    Senyawa ini dibentuk melalui reaksi alkali dan kloroasetat (Wikipedia, 2007).

    Titik pusat pendegradasian selulosa terletak pada pecahnya ikatan 1,4 -

    glukosida. Pecahnya ikatan 1,4 - glukosida menyebabkan selulosa terhidrolisis

    menjadi senyawa yang lebih sederhana, yaitu oligosakarida (terutama selobiosa).

    Selanjutnya oligosakarida akan terhidrolisis menjadi monosakarida (terutama

    glukosa). Pemecahan ikatan 1,4 - glukosida dilakukan oleh komplek enzim

    selulase (Bondi, 1987).

    Selulosa merupakan material yang stabil di alam dan membutuhkan

    biodegradasi yang komplek sebelum dapat digunakan oleh mikroba, tumbuhan,

  • 21

    atau manusia. Dekomposisi selulosa dapat dilakukan secara proses kimia atau

    menggunakan agen mikroba. Mikroba merupakan agen yang potensial untuk

    dekomposisi selulosa. Beberapa mikroba, misalnya fungi, yeast, bakteri, dan

    kelompok actinomycetes memiliki kemamapuan selulolitik dan mampu

    mengubahnya menjadi gula yang sama (glukosa). Proses dekomposisi selulosa

    memerlukan suatu enzim yang komplek disebut dengan selulase (Palonen, 2004).

    Konversi selulosa menjadi glukosa relatif membutuhkan biaya yang lebih

    besar dibandingkan dengan konversi pati. Hal ini disebatkan karena struktur

    sekulosa lebih komplek dibadingkan dengan struktur pati, sehingga dibutuhkan

    beberapa enzim untuk dapat mendegradasi selulosa. Selain itu enzim pendegradasi

    selulosa membutuhkan membutuhkan medium yang mengandung selulosa murni

    untuk mengoktimalkan produksi enzim. Selain itu diketahui bahwa selulosa

    memiliki struktur yang beragam baik dilihat dari tingkat struktural atau

    supramelekulnya. Untuk meminimalkan biaya produksi diperlukan pengembangan

    metode konversi sellulosa menjadi glukosa. Salah satu bidang yang sering

    dijadikan studi dalam konversi sellulosa adalah mencari mikroorganisme yang

    dapat menghasilkan enzim yang lebih aktif dan efisien dalam mengkonversi

    selulosa (Walker and Wilson, 1991). Hal ini disebabkan karena adanya

    keanekaragaman yang besar pada selulosa yang terdapat di alam, sehingga

    ditemukan banyak enzim selulase yang ditemukan. Hal ini berkaitan dengan

    kecocokan antara struktur substrat dengan struktur enzim (Beguin and Aubert,

    1994).

  • 22

    2.4 Degradasi Selulosa

    Pada degradasi material lignoselulosa dengan kadar selulosa yang tinggi

    sehingga bisa dikatakan selulosa murni (dihasilkan oleh tanaman kapuk), dengan

    kadar lignin yang sangat sedikit saja proses degradasi tidak dapat dilakukan

    dengan memasukkan selulosa ke dalam sel mikroorganisme. Hal ini terjadi kerena

    ukuran selulosa yang cukup besar. Sehingga strategi yang dilakukan oleh

    mikroorganisme adalah dengan mengsekresikan enzim selulase. Hal ini dapat

    dilihat ketika melakukan isolasi protein yang terdapat pada tanah dan proses

    pengomposan, enzim selulase adalah komponen utama dari protein yang

    ditemukan (Ahmed et al., 2001).

    Untuk mengopimalkan metabolisme bakteri pendegradasi selulosa pada

    keadaan minimal nutrient, setiap bakteri mempunyai strategi yang berbeda-beda

    tergantung pada karakteristik bakteri tersebut (Jescu, 1995). Besar hasil akhir

    yang diperoleh pada proses degradasi tergantung kepada beberapa faktor yaitu pH,

    akses terhadap karbon (kecocokan konformasi enzim dengan subtrat), reaksi

    redok yang terjadi, konsentrasi produk. Dan untuk mengoktimalkan hasil yang

    diperoleh maka diperlukan pengetahun tentang genetika mikroorganisme yang

    digunakan, enzimatik, dan termodinamika dalam mekanisme aliran karbon

    (carbon flow). Detail pengetahuan mengenai hubungan antara genome content,

    gen dan produk ekpresi gen, pathway utilization, dan hasil akhir yang diperoleh

    akan sangat penting untuk diketahui dalam degradasi selulosa (Levin et al, 2009).

    Karena selulosa di alam yang bersifat berukuran besar dan tidak larut maka enzim

    selulase memerlukan perlakuan yang khusus dalam mendegradsi selulosa. Karena

  • 23

    substrat yang tidak dapat terdifusi ke dalam enzim, maka enzim selulase harus

    menjadi lebih aktif dan mendefusi ke dalam substrat (Mattinen, 1998).

    Bakteri selulotik dapat bekerja pada variasi keadaan lingkungan yang

    berbedabeda dalam mendegradasi seresah daun pada tanah (Beguin and Aubert,

    1994). Mikroba ini dapat mendegradasi melekul komplek, keadaan dimana subtrat

    tidak larut dalam air dengan menggunakan berbagai enzim melalui berbagai cara

    didalam memutuskan bagian yang berbeda di dalam substrat. Efisiensi degradasi

    kayu dengan menggunakan mikorganisme sepeti fungi filamentus, merupakan tipe

    yang mengsekresikan dan mengsinergikan aksi enzim selulase dimana bakteri

    menggunakan komplek enzim (cellulosome) yang bekerja pada permukaan

    substrat (Linder dan Teeri, 1997). Hal ini juga terjadi pada fungi anaerob dimana

    memiliki komplek seperti cellulosome dengan ukuran yang lebih besar. Kedua

    tipe enzim dapat melepaskan ikatan -1,4-glukosida dengan menggunakan enzim

    endo atau exoglukonase yang spesifik yang didasarkan atas topologi dari sisi aktif.

    Keberadaan nitrogen sangat mempengaruhi laju degradasi yang terjadi. Umumnya

    degradasi selulosa terjadi pada pH normal (Hatami et al., 2008).

    Sistem enzim selulase adalah lebih sulit dibandingkan dengan sistem

    enzim selulase fungi dan hanya sedikit yang baru diketahui dari sistem enzim

    selulase bakteri. Enzim selulase yang dihasilkan oleh Cellulomonas fimi adalah

    yang paling sering dilakukan studi. Beberapa bekteri terutama bakteri anaerob

    menghasilkan komplek multi enzim yang berukuran besar yang dikenal dengan

    cellulosome. Contoh bakteri yang memiliki cellulosome adalah Clostridium

    thermocellum (Mattinen, 1998).

  • 24

    Pada degradasi selulosa murni laju degradasi terjadi penurunan yang

    sangat besar. Penurunan ini disebabkan kerena adanya inhibitor yang sangat

    banyak jika dibandingkan pada degradasi lignoselulosa. Selobiosa adalah inhibitor

    utama dalam degradasi selulosa, oleh karena itu kehadiran enzim glukosidase

    menjadi sangat penting dalam degradasi selulosa. Hal ini karena setelah selobiosa

    diubah menjadi glulosa maka laju degradasi menjadi jauh lebih cepat. Hasil akhir

    pada degradasi lignoselulosa tergantung kepada tipe bahan mentah yang

    digunakan. Pada berbagai penelitian yang dilakukan secra intensif dilakukan maka

    diketahui bahwa tidak ada faktor yang paling signifikan pada laju hidrolisis pada

    material lignoselulosa yang berbeda. Secara umum dapat dikatakan bahwa faktor

    pembatas degradasi selulosa dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu struktur dari

    substrat, dan mekanisme dan interkasi enzim selulase.

    Gambar 2.2 : Skematis Mekanisme Degradasi Selulosa (Beguin and Aubert,1994).

  • 25

    Akses enzim selulase terhadap selulosa pada lignoselulosa menjadi yang

    penting dalam degradasi selulosa. Selulosa memiliki akses baik eksternal

    (dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran paticle) dan internal (struktur kapiler pada

    fibers). Pada lignoselulosa yang tidak dilakukan pretreatment hanya sedikit pori

    yang dapat digunakan sebagai akses enzim selulase terhadap sustrat (Palonen,

    2004). Pada pretreatment yang dilakuan untuk menghilangkan hemiselulosa

    menunjukan terjadi peningkatan pori dan terdapat permukaan spesifik. Hasil

    hidrolisis berkaitan dengan volume pori yang digunakan dalam akses enzim

    selulase (Grethlein, 1985 dalam Palonen, 2004). Pada beberapa penelitian

    diketahui bahwa pengeringan lignoselulosa menurunkan maka laju degradasi

    menjadi jauh lebih cepat. Hasil akhir pada degradasi lignoselulosa tergantung

    kepada tipe bahan mentah yang digunakan. Pada berbagai penelitian yang

    dilakukan secra intensif dilakukan maka diketahui bahwa tidak ada faktor yang

    paling signifikan pada laju hidrolisis pada material lignoselulosa yang berbeda.

    Secara umum dapat dikatakan bahwa faktor pembatas degradasi selulosa dapat

    dikelompokkan menjadi dua yaitu struktur dari substrat, dan mekanisme dan

    interkasi enzim selulase.

    Kemampuan degradasi selulosa oleh bakteri berbeda dengan kemampuan

    degradasi fungi dalam mendegradasi selulosa. Bakteri memiliki kecenderungan

    untuk mendegradasi selulosa crystalline dibandingkan dengan sisi a amorphous,

    dan kemampuan ini dimiliki oleh hampir semua bakteri pendegradasi selulosa

    baik secara aerob atau anaerob. Namun karena selulosa crystalline tidak dapat

    didegradasi oleh enzim selulase tunggal karena sifat selulosa crystalline yang

  • 26

    rigrid, maka diduga degradasi selulosa crystalline dilakukan lebih dari satu enzim

    (Mulcahy, 1996). Sedangkan fungi memiliki kecenderungan untuk mendegrdasi

    selulosa pada sisi amorphous dibandingkan dengan sisi crystalline. Ektrasellular

    endo- dan exoglucanase diproduksi oleh berbagai bakteri. Secara umum struktur

    enzim selulase bakteri memiliki kesamaaan dengan yang dhasilkan fungi. Bakteri

    mensekresikan enzim selulase sebagai enzim ekstraselluler yang bersifat soluble

    atau pada keadaan anaerobic membentuk komplek yang disebut dengan

    cellulosome yang menempel dengan permukaan sel bakteri . Cellulosome

    nampaknya mampu mendegradasi tidak hanya selulosa saja, namun semua jenis

    polisakarida termasuk berbagai jenis hemisellulosa seperti xylanases,

    mannanases, arabinofuranosides, and pectin lyases (Glazer and Nikaido, 2007).

    2.5 Carboxymethylcellulose (CMC)

    Selulosa memiliki banyak derivat yang dimanfaatkan di berbagai bidang

    kehidupan. Derivat selulosa dilakukan dengan melakukan modifikasi selulosa

    murni yang diisolasi. Derivat selulos yang sering digunakan dalam isolasi bakteri

    pendegradasi selulosa adalah Hydroxyethylcellulose (HE cellulose) dan

    Carboxymethylcellulose (CMC) (Klemm et al., 1998). Carboxymethylation

    polisakarida adalah suatu bidang penelitian yang diminati dan banyak dilakukan.

    Hal ini kerena metode ini adalah metode yang mudah dilakukan dan hasil yang

    diperoleh banyak digunakan untuk berbagai bidang kehidupan. Secara umum

    dapat dikatakan bahwa metode yang dilakukan adalah dengan menggunakan

    larutan alkali hydroxide (umunya adalah NaCl) pada polisakarida sehingga ada

  • 27

    penggantian gugus hidroksi yang terdapat pada polisarida. Jadi

    Carboxymethylation tidak terjadi hanya pada selulosa dan pati namun pada

    polisakarida yang lain (Heinze, 2005).

    Carboxymethylcellulose (CMC) pertama kali ditemukan pada tahun 1918

    dan diproduksi secara masal pertama kali pada awal 1920 oleh IG Farbenindustrie

    AG di Jerman. Namun hingga sekarang peningkatan teknologi yang digunakan

    dalam produksi masih diperbaiki, peningkatan kualitas produk, dan efisiensi

    dalam melakukan produksi (Heinze, 2005). Saat ini terdapat berbagai jenis

    kualitas CMC yang digolongkan berdasarkan kandungan pada CMC seperti yang

    tersaji pada Tabel 2.3 :

    Kelompok kualitas dari CMC

    Contoh penggunaan

    Kandungan CMC (%)

    Kandungan garam (%)

    Technical

    Ditergents, mining

    flotation

    < 75

    > 25

    Semi-purifed

    Oil and gas drilling muds

    75-85

    15-25

    Purired

    Paper coating, textile

    sizing and printing, ceramic glazing,

    oil drilling muds

    > 98

    < 2

    Extra purified

    Food, toothpate, pharmaceuticals

    > 99,5

    < 0.5

    Pada CMC ada 2 istilah yang sering digunakan yaitu Degree of

    Polimeritation (DP) dan Degree of Substitution (DS). DP menunjukkan seberapa

    panjang atau berapa monomer penyusun suatu rantai CMC. Sedangkan DS

    menunjukkan seberapa banyak gugus hidroksi pada selulosa yang diganti dengan

  • 28

    gugus lainya setiap 100 AGU (anhydroglucopyranose unit(s)), range dari DS

    adalah 0-3. Semakin rendah DS maka akan semakin mudah mikroorganisme

    mendegradasi CMC tersebut. Sehingga semakin tinggi DS maka aktifitas enzim

    hidrolisis seperti enzim selulase akan menunjukkan hasil yang semakin rendah.

    Hal ini karena semakin tinggi DS maka terjadi resistensi CMC terhadap enzim

    selulase.Namun DS yang terlalu rendah (0,4 dan 0,7) tidak efektif digunakan

    sebagai CMC, sehingga disarankan menggunakan CMC dengan DS 0,9 terutama

    pada pengukuran aktifitas enzim selulase pada bakteri (Hankin and Anagnostakis,

    1977). Disarankan untuk menggunakan CMC dengan DS 1,2 untuk mendeteksi

    enzim selulase yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang diisolasi dari tanah dan

    air selokan (Hankin et al., 1974; Hankin and Sands, 1974 dalam Hankin and

    Anagnostakis, 1977). CMC dengan DS 0,4 baik digunakan untuk mendeteksi

    enzim selulase pada beberapa fungi yang tidak dapat efektif mendegradasi CMC

    dengan DS 0,9. CMC dengan DS 0,9 dapat digunkan untuk mendeteksi secara

    efektif enzim selulase pada semua mikroorganisme. Tidak ada perbedaan yang

    nyata antara laju degradasi CMC pada media padat dengan media cair (Hankin

    and Anagnostakis, 1977). Hal ini dapat diduga karena enzim selulase disekresikan

    pada lingkungan sekitar yang mengandung selulosa.

    2.6 Enzim Selulase

    Enzim adalah substansi yang paling banyak terdapat dalam sel hidup dan

    mempunyai fungsi penting sebagai katalisator reaksi biokimia yang secara

    kolektif membentuk metabolisme perantara dari sel. Berdasarkan letak enzim

  • 29

    yang dihasilkan oleh mikroba dapat dibedakan dua macam enzim, yaitu enzim

    ekstraseluler dan intraseluler. Enzim intraseluler adalah enzim yang terletak di

    dalam sel, setelah biakan sel diperoleh maka dilakukan pemecahan sel untuk

    mengeluarkan enzim. Untuk mengekstraksi, kultur mikroba disentrifus dan

    supernatannya merupakan ekstrak kasar enzim. Enzim ekstraseluler yaitu enzim

    yang terletak di luar sel, enzim ini selama proses biosintesis menembus membran

    dan keluar dari sel mikroba. Untuk mendapatkan enzim ini tidak perlu diadakan

    pemecahan membran sel (Lehninger, 1983).

    Enzim selulase merupakan kelompok enzim hidrolitik yang memiliki

    kemampuan menghidrolisis selulosa menjadi komponen yang lebih sederhana.

    Enzim selulase memiliki peranan penting di alam yaitu dalam proses biohidrolisis.

    Selulase dipergunakan dalam ekstraksi komponen penting dari sel tanaman dan

    untuk meningkatkan nilai nutrisi pakan ternak (Palonen, 2004).

    Tiga tipe utama dari aktivitas enzimatik yang ditemukan, yaitu

    Endoglucanase atau 1,4-B-D-glucanase, termasuk 1,4-B-D-glucan-4-glucano-

    hydrolase (EC 3.2.1.4), Endoklukanse memotong secra acak pada tempat internal

    tidak beraturan dari rantai polisakarida selulosa sehingga menghasilkan

    oligosakarida dengan berbagai macam panjang dan selanjutnya ujung rantai baru.

    Exoglucanase, termasuk 1,4-B-D-glucan glucanohydrolase (juga dikenal sebagai

    cellodextrinase) (EC 3.2.1.74) dan 1,4-B-D-glucan cellobiohydrolase)

    (cellobiohydrolase) (EC 3.2.1.91). Exoglukanase bertindak untuk proses reduksi

    atau ujung reduksi dari rantai polisakarida selulosa sehingga membebaskan baik

    glukosa (glukanohydrolase) atau selebiosa (selebiohidrolase) sebagi produk

  • 30

    utama. Exoglukanase dapat berperan pada mikrokristal selulosa dengan

    melepaskan rantai selulosa dari struktur mikro Kristal, Cellobiase atau B-

    glucosidase atau B-glucosida glucohydrolase (EC. 3.2.1.21). B-Glukosidase

    menjadi cellodextrin dan selebiosa untuk dirubah menjadi glukosa (Singleton,

    2001).

    Tabel 2.4 : Jenis-jenis enzim selulase (Bhat dan Bhat, 1997)

    Jenis Enzim Kode EC

    Sinonim Mekanisme Reaksi

    Endo-(1-4) -D-selulase

    EC 3.2.1.4

    Endoselulase atau Endoglekanase

    -G-G-G-G Memutuskan ikatan secara

    acak Ekso-(1-4)- -Dselulase

    EC 3.2.1.91

    Selobiohidrolase atau

    eksoselulase

    G-G-G-G Melepaskan

    selobiosa baik yang reducing

    atau nonreducing end

    Ekso-(1-4)- -Dselulase

    EC 3.2.1.74

    Eksoglukanase atau

    glukohidrolase

    G-G-G-G Melepaskan glukosa dari non-reducing

    end - glukosidase

    EC 3.2.1.21

    Selobiose G-G, G-G-G Melepaskan glukosa dari

    selobiosa atau rantai

    cellooligosakarida pendek

    Enzim selulase dapat diisolasi dari berbagai sumber, dengan perbedaan

    karakteristik berat molekul, komposisi asam amino beserta urutannya, kapasitas

    untuk menyerap selulosa dan kemampuan untuk mendegradasi substrat tertentu.

    Beberapa enzim selulase yang berasal dari bakteri mempunyai kemampuan yang

  • 31

    lebih untuk mendegradasi selulosa secara in vivo dibandingkan dengan enzim

    selulosa yang berasal dari fungi (Aklyosov, 2004).

    2.7 Identifikasi Bakteri Menggunakan Microbact 12E

    Salah satu cara pengidentifikasian mikroorganisme yaitu dengan

    menganalisa kemampuan metabolismenya dengan menggunakan suatu metode uji

    biokimia. Uji biokimia yaitu meliputi kemampuan mikroorganisme dalam

    menggunakan berbagai jenis sumber karbon dan senyawa kimia lainnya. Uji

    biokimia yang beragam dan semakin banyak jenis senyawa pengujian maka akan

    menghasilkan pengidentifikasian yang spesifik hingga tingkat spesies (Buckle,

    dkk, 1987).

    Microbact 12E (MB12E) adalah identifikasi sistem komersial untuk

    bakteri secara umum dan bakteri Gram negatif golongan enterobacter. Tes Ini

    terdiri dari substrat sebanyak 12 biokimia yang berbeda tes ditempatkan di sumur

    microbact. Pengujian dengan menggunakan Microbact 12E akan semakin

    mempermudah metode pengidentifikasian suatu mikroorganisme. Microbact 12E

    mempunyai Sistem yang dirancang untuk mengidentifikasi bakteri dengan

    komposisi substrat dan pereaksi yang telah distandarisasi. Pengujian dengan

    Microbact 12E (MB12E) memiliki beberapa ketentuan sebelum dilakukan

    pengujian, yaitu sampel isolat yang digunakan merupakan isolat yang telah

    dimurnikan dan dilarutkan ke dalam garam fisiologis (Oxoid, 2004).

    Prinsip kerja dari Microbact 12E (MB12E) yaitu dengan mereaksikan

    suspensi isolat ke dalam sumur-sumur yang telah berisi sumber karbon dan

  • 32

    senyawa-senyawa biokimia lain yang berjumlah 12 jenis. Suspensi bakteri yang

    dilarutkan ke dalam garam fisiologis ditambahkan ke masing-masing 12 sumur uji

    biokimia yang tersedia. Setelah diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37 C

    reagen yang sesuai ditambahkan dan perubahan warna tes pada tiap sumur yang

    berbeda dicatat. Evaluasi hasil dilihat melalui sumur-sumur microbact apakah

    positif atau negatif dengan cara membandingkan dengan table warna dan hasilnya

    ditulis pada formulir Patient Record. Angka-angka oktal didapat dari penjumlahan

    reaksi positif saja,dari tiap-tiap kelompok (3 sumur didapatkan 1 angka oktal).

    Nama bakteri dilihat dengan komputer berdasarkan angka oktal yang didapat

    (Oxoid, 2004)