Systemic Lupus Erytematosus

37
Systemic lupus erytematosus (SLE) atau lupus eritematosus sistemik (LES) adalah penyakit radang atau inflamasi multisistem yang penyebabnya diduga karena adanya perubahan sistem imun (Albar, 2003). SLE termasuk penyakit collagen- vascular yaitu suatu kelompok penyakit yang melibatkan sistem muskuloskeletal, kulit, dan pembuluh darah yang mempunyai banyak manifestasi klinik sehingga diperlukan pengobatan yang kompleks. read more>>> B. Epidemiologi SLE lebih sering ditemukan pada ras-ras tertentu seperti bangsa Afrika – Amerika, Cina, dan mungkin juga Filipina. Di Amerika, prevalensi SLE kira-kira 1 kasus per 2000 populasi dan insiden berkisar 1 kasus per 10.000 populasi (Bartels, 2006). Prevalensi penderita SLE di Cina adalah 1 :1000 (Isenberg and Horsfall,1998). Meskipun bangsa Afrika yang hidup di Amerika mempunyai prevalensi yang tinggi terhadap SLE, penyakit ini ternyata sangat jarang ditemukan pada orang kulit hitam yang hidup di Afrika. Di Inggris, SLE mempunyai prevalensi 12 kasus per 100.000 populasi, sedangkan di Swedia 39 kasus per 100.000 populasi. Di New Zealand, prevalensi penyakit ini pada Polynesian sebanyak 50 kasus per 100.000 populasi dan hanya 14,6 kasus per 100.000 populasi pada orang kulit putih (Bartels, 2006). Di Indonesia sendiri jumlah penderita SLE secara tepat belum diketahui tetapi diperkirakan sama dengan jumlah penderita SLE di Amerika yaitu 1.500.000 orang (Yayasan Lupus Indonesia). Berdasarkan hasil survey, data morbiditas penderita SLE di RSU Dr. Soetomo Surabaya

description

SLE

Transcript of Systemic Lupus Erytematosus

Page 1: Systemic Lupus Erytematosus

Systemic lupus erytematosus (SLE) atau lupus eritematosus sistemik (LES)

adalah penyakit radang atau inflamasi multisistem yang penyebabnya diduga karena

adanya perubahan sistem imun (Albar, 2003). SLE termasuk penyakit collagen-

vascular yaitu suatu kelompok penyakit yang melibatkan sistem muskuloskeletal, kulit,

dan pembuluh darah yang mempunyai banyak manifestasi klinik sehingga diperlukan

pengobatan yang kompleks.

read more>>>

 B.     Epidemiologi

SLE lebih sering ditemukan pada ras-ras tertentu seperti bangsa Afrika –

Amerika, Cina, dan mungkin juga Filipina. Di Amerika, prevalensi SLE kira-kira 1

kasus per 2000 populasi dan insiden berkisar 1 kasus per 10.000 populasi (Bartels,

2006). Prevalensi penderita SLE di Cina adalah 1 :1000 (Isenberg and Horsfall,1998).

Meskipun bangsa Afrika yang hidup di Amerika mempunyai prevalensi yang tinggi

terhadap SLE, penyakit ini ternyata sangat jarang ditemukan pada orang kulit hitam 

yang hidup di Afrika.  Di Inggris, SLE mempunyai prevalensi 12 kasus  per 100.000

populasi, sedangkan di Swedia 39 kasus per 100.000 populasi. Di New Zealand,

prevalensi penyakit ini pada Polynesian sebanyak 50 kasus per 100.000 populasi dan

hanya 14,6 kasus per 100.000 populasi pada orang kulit putih (Bartels, 2006). Di

Indonesia sendiri jumlah penderita SLE secara tepat belum diketahui tetapi

diperkirakan sama dengan jumlah penderita SLE di Amerika yaitu 1.500.000 orang

(Yayasan Lupus Indonesia). Berdasarkan hasil survey, data morbiditas penderita SLE

di RSU Dr. Soetomo Surabaya selama tahun 2005 sebanyak 81 orang dan prevalensi

penyakit ini menempati urutan keempat setelah osteoartritis, reumatoid artritis, dan

low back pain. Di RSU Dr. Saiful Anwar Malang, penderita SLE pada bulan Januari

sampai dengan Agustus 2006 ada 14 orang dengan 1 orang meninggal dunia.

C.    Etiologi

Penyebab lupus eritematosus masih belum diketahui. Ada sedikit keraguan bahwa

penyakit ini diperantarai oleh respons imun abnormal yang berkaitan dengan adanya

berbagai antibodi dan kompleks imun di dalam plasma yang menyebabkan efek-efek

patologik yang terlihat pada lupus eritematosus. Penyebab respons ini banyak diyakini

akibat autoimun, meskipun terdapat bukti adanya pengaruh virus dan genetik.

Page 2: Systemic Lupus Erytematosus

1.      Asal Autoimun : Terdapat bukti yang dianggap benar bahwa SLE merupakan

penyakit autohipersensitivitas (autoimun) tipe III. Pembbentukan antibodi antinuklear

(ANA) penting dalam pathogenesis penyakit. Berbagai antibodi antinuklear terdapat di

dalam serum seluruh pasien SLE dan ini dapat diperiksa serta dicirikan dengan teknik

pemeriksaaan imunologik. Adanya antibodi terhadap DNA untai ganda sangat spesifik

untuk SLE, sementara antibodi DNA untai tunggal, RNA, dan nucleoprotein juga

ditemukan pada penyakit jaringan ikat lain.

Kompleks imun yang terbentuk di antara antibodi antinuklear dan antigen nuclear

dapat dideteksi di dalam serum dan di tempat aktivitas penyakit pada dinding

pembuluh darah kecil, kulit dan membrane basalais glomerulus. Penimbunan kompleks

imun di dalam jaringan mengaktivasi komplemen dan menyebabkan peradangan

melalui reaksi hipersensitivitas tipe III. Kadar komplemen serum sering menurun pada

fase aktif SLE.

Banyak juga ditemukan autoantibodi selain antibodi antinuklear pada SLE.

Autoantibodi ini meliputi (1) faktor rheumatoid (20-30%); (2) antibodi yang

memberikan reaksi positif palsu pada tes serologik untuk sifilis; (3) antibodi terhadap

protein koagulasi plasma, paling sering faktor VIII, mengakibatkan diathesis

perdarahan; dan (4) antibodi terhadap antigen eritrosit, leukosit, dan trombosit, yang

mungkin menyebabkan destruksi imun pada sel-sel ini di dalam sirkulasi perifer.

2.      Lupus Diinduksi – Obat : SLE diketahui dicetuskan oleh obat-obetan, seperti

hidralazin (obat antihipertensi) dan prokainamid (digunakan untuk mengontrol

aritmia jantung). Penyakit diinduksi - obat ini dapat mirip dengan SLE idiopatik

(termasuk adanya antibodi antinuklear), tetapi penyakit ginjal jarang dijumpai. Putus

obat sering menyebabkan membaliknya dari penyakit dan hilangnya antibodi

antinuklear secara bertahap.

3.      Berasal dari Virus : Agen infeksius – terutama virus – diduga menyebabkan lupus

eritematosus, tetapi tidak satu pun agen infeksius diisolasi secara konsisten dari

jaringan pasien.

4.      Faktor Genetik : Predisposisi genetik SLE diduga karena tingginya indeks klinis SLE

pada kembar monozigot dan meningkatnya frekuensi penyakit pada kerabat tingkat

pertama. HL – DR2 lebih sering ditemukan pada SLE, memperkuat dugaan bahwa gen

yang menyebabkan respons imun dapat merupakan predisposisi berkembangnya

autoreaktivitas terhadap antigen nucleus. Terjadinya SLE pada pasien yang mengalami

Page 3: Systemic Lupus Erytematosus

defisiensi faktor komplemen dini yang diwariskan (C1, C2, dan C4) juga menarik,

karena gen C2 dan C4 berkaitan erat dengan daerah HLA – DR.

Tabel 1. Antibodi pada SLE dan penyakit jaringan ikat lainAntibodi Insidensi Antigen Makna Klinis

Antibodi antinuklear1

Anti-DNA 70% DNA Anti-DNA untai-ganda adalah spesifik untuk SLE; anti-DNA untai-tunggal tidak spesifik

Anti-Sm 30% Ribonukleoprotein (Ag Smith) Spesifik untuk SLEAnti-RNP 40% Ribonukleprotein Titer tinggi pada penyakit

jaringan ikat campuranAnti-histon 70% Histon Positif pada 95% kasus SLE

yang diinduksi obatAnti-Ro(SS-A) 30% Ribonukleprotein Berkaitan dengan sindrom

Sjögren dan nefritisAnti-LA(SS-B) 10% Ribonukleprotein Berkaitan dengan sindrom

SjögrenAnti-sentromer <5% Sentromer Berkaitan dengan sindrom

CRESTAnti-Sci 70 <5% Topoisomerase DNA Berkaitan dengan sklerosis

sistemikAnti-Jo 1 <5% tRNA sintetase Berkaitan dengan

polimiositisAntibodi lainAntikardiopilin 50% Fosfolipid Berkaitan dengan thrombosis,

aborsi spontan; antkoagulan lupus; VDRL positif palsu

Antieritrosit 60% Antigen permukaan eritrosit Hemolisis (jarang)Antitrombosit ? Antigen permukaan trombosit TrombositopeniaAntilimfosit 70% Antigen permukaan limfe (?) disfungsi sel TAntineuronal 60% Antigen permukaan neuron (?) Lupus system syaraf pusat

1Uji negative untuk antibodi antinuklear membuat diagnosis SLE menjadi tidak mungkin ditegakkan karena hasilnya positif pada 95% pasien

D.    Patofisiologi

Adanya satu atau beberapa faktor pemicu yang mempunyai prediposisi genetic

akan menghasilkan tenaga pendorong abnormal terhadap sel T CD4+, mengakibatkan

hilangnya toleransi sel T terhadap self-antigen. Sebagai akibatnya muncullah sel T

autoreaktif yang akan menyebabkan induksi serta ekspansi sel B, baik yang

memproduksi auto antibody maupun yang berupa sel memori. Ujud pemicu ini masih

Page 4: Systemic Lupus Erytematosus

belum jelas. Sebagian dari yang diduga termasuk didalamnya ialah hormon seks, sinar

ultraviolet dan berbagai macam infeksi.

Pada SLE, antibodi yang berbentuk ditunjukkan terhadap antigen yang

terutama terletak pada nukleoplasma. Antigen sasaran ini meliputi DNA, protein histon

dan non-histon. Kebanyakan di antaranya dalam keadaan alamiah terdapat dalam

bentuk agregat protein dan atau kompleks protein-RNA yang disebut partikel

ribonukleoprotein (RNA). Cirri khas autoantigen ini ialah bahwa mereka tidak tissue-

spesific dan merupakan komponen integral semua jenis sel.

Antibodi ini secara bersama-sama disebut ANA (anti-nuclear antibody). Dengan

antigennya yang spesifik, ANA membentuk komplek imun yang beredar dalam

sirkulasi. Kompleks imun ini akan mengendap pada berbagai macam organ dengan

akibat terjadinya fiksasi komplemen pada organ tersebut. Peristiwa ini menyebabkan

aktivasi komplemen yang menghasilkan subtansi penyebab timbulnya reaksi radang.

Bagian yang penting dalam patogenesis ini ialah terganggunya mekanisme

regulasi yang dalam keadaan normal mencegah automunitas patologis pada individu

yang resisten.

Onset penyakit dapat spontan atau didahului oleh faktor presipitasi seperti

kontak dengan sinar matahari, infeksi virus/bakteri, obat misalnya golongan sulfa,

penghentian kehamilan dan trauma fisis/psikis. Setiap serangan biasanya disertai gejala

umum yang jelas seperti demam, malaise, kelemahan, nafsu makan berkurang, berat

badan menurun dan iritabilitas. Yang paling menonjol ialah demam, kadang-kadang

disertai menggigil.

Page 5: Systemic Lupus Erytematosus

Gejala yang paling sering pada SLE

pada system musculoskeletal, berupa arthritis atau artralgia (93%) dan acapkali

mendahului gejala-gejala lainnya. Yang paling sering terkena adalah sendi

interfalangeal proksimal diikuti oleh lutut, pergelangan tangan, metakarpofalangeal,

siku dan pergelangan kaki, sering terkena adalah kaput femoris.

Page 6: Systemic Lupus Erytematosus

E.     Manifestasi Klinik

Gambaran klinis yang muncul pada penyakit SLE diantaranya adalah:

         Artralgia

         Artritis (sinovitis)

         Pembengkakan sendi

         Nyeri tekan

         Rasa nyeri ketika bergerak

         Rasa kaku pada pagi hari.

Page 7: Systemic Lupus Erytematosus

F.     Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosis dapat sulit ditegakkan dan dibutuhkan waktu beberapa bulan untuk

membuat diagnosis yang akurat berdasarkan gejala.

Ada beberapa pemeriksaan yang berguna untuk menegakkan diagnosis, meliputi

adanya autoantibody tertentu dalam darah. Antibody antinuclear (ANA) adalah

autoantibody yang paling sering ditemukan, dengan sebagian besar pasien SLE

menunjukkan hasil pemeriksaan positif terhadap ANA. Beberapa obat, infeksi, dan

penyakit lain juga menyebabkan hasil ANA positif. Oleh sebab itu, jenis antibody yang

spesifik terhadap SLE perlu diperiksa, yang meliputi:

         Antibody anti – DNA

         Antibody anti – SM

         Antibody anti – RNP

         Antibody anti – Ro

         Antibody anti – La

Tidak semua individu yang mengalami SLE akan menunjukkan hasil pemeriksaan

positif. Pemeriksaan lain yang berguna dijelaskan dalam tabel di bawah ini.

Pemeriksaan Diagnostik HasilLED Meningkat sebagai respons fase akut dan adanya inflamasiKadar komplemen Menurun pada penyakit aktifHitung darah lengkap Hitung hemoglobin dan trombosit rendahUrinalisis Proteinuria dan hematuriaBiopsy kulit Perubahan histology yang sesuai dengan lupusANA Positif pada sebagian besar kasusAutoantibody lain :anti – DNA, anti – SM, anti – RNP, anti – Ro, dan anti – La

Hasil bervariasi pada individu

G.    Penatalaksanaan

Pengobatan medis SLE bergantung pada gejala individual. SLE tidak dapat

disembuhkan sehingga penatalaksanaan berfokus pada penekanan aktivitas penyakit.

Analgesic NSAID berguna dalam mengendalikan gejala. Saat pasien mengalami gejala

penyakit yang parah, steroid, DMARD, dan obat sitotoksik diberikan dengan

pemantauan gejala dan respons yang saksama, yang dapat atau tidak memerlukan

rawat inap.

Perawat menemukan pasien SLE pada berbagai are klinik karena sifat penyakit

yang homogeny. Hal ini meliputi area praktik keperawatan reumatologi, pengobatan

Page 8: Systemic Lupus Erytematosus

umum, dermatologi, ortopedik, dan neurologi. Pada setiap area asuhan pasien, terdapat

tiga komponen asuhan keperawatan yang utama.

1.      Pemantauan aktivitas penyakit dilakukan dengan menggunakan instrument yang valid,

seperti hitung nyeri tekan dan bengkak sendi (Thompson & Kirwan, 1995) dan

kuesioner pengkajian kesehatan (Fries et al, 1980). Hal ini member indikasi yang

berguna mengenai pemburukan atau kekambuhan gejala.

2.      Edukasi sangat penting pada semua penyakit jangka panjang. Pasien yang menyadari

hubungan antara stress dan serangan aktivitas penyakit akan mampu mengoptimalkan

prospek kesehatan mereka. Advis tentang keseimbangan antara aktivitas dan periode

istirahat, pentingnya latihan, dan mengetahui tanda peringatan serangan, seperti

peningkatan keletihan, nyeri, ruam, demam, sakit kepala, atau pusing, penting dalam

membantu pasien mengembangkan strategi koping dan menjamin masalah

diperhatikan dengan baik.

3.      Dukungan psikologis merupakan kebutuhan utama bagi pasien SLE. Perawat dapat

member dukungan dan dorongan serta, setelah pelatihan, dapat menggunakan

ketrampilan konseling ahli. Pemberdayaan pasien, keluarga, dan pemberi asuhan

memungkinkan kepatuhan dan kendali personal yang lebih baik terhadap gaya hidup

dan penatalaksanaan regimen bagi mereka.

H.    KomplikasiKomplikasi lupus eritematosus sistemik

1. Serangan pada Ginjal

a)      Kelainan ginjal ringan (infeksi ginjal)

b)      Kelainan ginjal berat (gagal ginjal)

c)      Kebocoran ginjal (protein terbuang secara berlebihan melalui urin).

2. Serangan pada Jantung dan Paru

a)      Pleuritis

b)      Pericarditis

c)      Efusi pleura

d)     Efusi pericard

e)      Radang otot jantung atau Miocarditis

f)       Gagal jantung

g)      Perdarahan paru (batuk darah).

3. Serangan Sistem Saraf

Page 9: Systemic Lupus Erytematosus

a)      Sistem saraf pusat

         Cognitive dysfunction

         Sakit kepala pada lupus

         Sindrom anti-phospholipid

         Sindrom otak

         Fibromyalgia.

b)      Sistem saraf tepi

         Mati rasa atau kesemutan di lengan dan kaki

c)      Sistem saraf otonom

         Gangguan suplai darah ke otak dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak, dapat

menyebabkan kematian sel-sel otak dan kerusakan otak yang sifatnya permanen

(stroke). Stroke dapat menimbulkan pengaruh sistem saraf otonom.

4. Serangan pada Kulit

         Lesi parut berbentuk koin pada daerah kulit yang terkena langsung cahaya disebut lesi

diskoid

         Ciri-ciri lesi spesifik ditemukan oleh Sonthiemer dan Gilliam pada akhir 70-an :

a)      Berparut, berwarna merah (erythematosus), berbentuk koin sangat sensitif terhadap

sengatan matahari. Jenis lesi ini berupa lupus kult subakut/cutaneus lupus subacute.

Kadang menyerupai luka psoriasis atau lesi tidak berparut berbentuk koin.

b)      Lesi dapat terjadi di wajah dengan pola kupu-kupu atau dapat mencakup area yang

luas di bagian tubuh

c)      Lesi non spesifik

- Rambut rontok (alopecia)

- Vaskullitis : berupa garis kecil warna merah pada ujung lipatan kuku dan ujung jari.

Selain itu, bisa berupa benjolan merah di kaki yang dapat menjadi borok (7).

- Fotosensitivitas : pipi menjadi kemerahan jika terkena matahari dan kadang di sertai

pusing.

5. Serangan pada Sendi dan Otot

- Radang sendi pada lupus

- Radang otot pada lupus

6. Serangan pada Mata

7. Serangan pada Darah

         Anemia

         Trombositopenia

Page 10: Systemic Lupus Erytematosus

         Gangguan pembekuan

         Limfositopenia

8. Serangan pada Hati

Page 11: Systemic Lupus Erytematosus

DAFTAR PUSTAKA

Chandrasoma, Parakrama. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi / penulis, Parakrama

Chandarsoma, Clive R. Taylor; alih bahasa, Roem Soedoko … [et al] ; editor edisi

bahasa Indonesia, Dewi Asih Mahanani … [et al]. edisi 2. Jakarta : EGC

http://nursingbegin.com/askep-sle/, dikutip pada tanggal 7 Maret 2012

http://susenbopeas.blogspot.com/2009/08/lupus-eritematosus-sistemik.html, dikutip tanggal 8

Maret 2012

Joe. 2009. Systemic lupus erytematosus (SLE) atau lupus eritematosus sistemik (LES).

http://perawattegal.wordpress.com/2009/09/01/systemic-lupus-erytematosus-sle-atau-

lupus-eritematosus-sistemik-les/, dikutip tanggal 3 Maret 2012

Kneale, Julia D. 2011. Keperawatan Ortopedik & Trauma/ editor Julia D Kneale, Ptere S.

Davis; alih bahasa, Egi Komara Yudha …[et al]; editor edisi bahasa Indonesia, Tuti

Hadiningsih, Sari Isnaeni, Ni Putu Indri Mahayuni. Edisi 2. Jakarta : EGC

Manifestasi Neurologik pada Lupus Eritematosus Sistemik. Available at :

http//www.tempo.co.id/medika/arsip

Odapus, Orang dengan Penderita Lupus. Available at : http//www.indosiar.com

Reaksi: 

0 komentar:

Poskan Komentar

Posting Lama Beranda

Minggu, 18 Maret 2012

Systemic Lupus Erythematosus

5:22:00 PM Diposkan oleh Anisa Tri Utami

A.    Definisi

Systemic lupus erytematosus (SLE) atau lupus eritematosus sistemik (LES)

adalah penyakit radang atau inflamasi multisistem yang penyebabnya diduga karena

adanya perubahan sistem imun (Albar, 2003). SLE termasuk penyakit collagen-

vascular yaitu suatu kelompok penyakit yang melibatkan sistem muskuloskeletal, kulit,

dan pembuluh darah yang mempunyai banyak manifestasi klinik sehingga diperlukan

pengobatan yang kompleks.

Page 12: Systemic Lupus Erytematosus

read more>>>

 B.     Epidemiologi

SLE lebih sering ditemukan pada ras-ras tertentu seperti bangsa Afrika –

Amerika, Cina, dan mungkin juga Filipina. Di Amerika, prevalensi SLE kira-kira 1

kasus per 2000 populasi dan insiden berkisar 1 kasus per 10.000 populasi (Bartels,

2006). Prevalensi penderita SLE di Cina adalah 1 :1000 (Isenberg and Horsfall,1998).

Meskipun bangsa Afrika yang hidup di Amerika mempunyai prevalensi yang tinggi

terhadap SLE, penyakit ini ternyata sangat jarang ditemukan pada orang kulit hitam 

yang hidup di Afrika.  Di Inggris, SLE mempunyai prevalensi 12 kasus  per 100.000

populasi, sedangkan di Swedia 39 kasus per 100.000 populasi. Di New Zealand,

prevalensi penyakit ini pada Polynesian sebanyak 50 kasus per 100.000 populasi dan

hanya 14,6 kasus per 100.000 populasi pada orang kulit putih (Bartels, 2006). Di

Indonesia sendiri jumlah penderita SLE secara tepat belum diketahui tetapi

diperkirakan sama dengan jumlah penderita SLE di Amerika yaitu 1.500.000 orang

(Yayasan Lupus Indonesia). Berdasarkan hasil survey, data morbiditas penderita SLE

di RSU Dr. Soetomo Surabaya selama tahun 2005 sebanyak 81 orang dan prevalensi

penyakit ini menempati urutan keempat setelah osteoartritis, reumatoid artritis, dan

low back pain. Di RSU Dr. Saiful Anwar Malang, penderita SLE pada bulan Januari

sampai dengan Agustus 2006 ada 14 orang dengan 1 orang meninggal dunia.

C.    Etiologi

Penyebab lupus eritematosus masih belum diketahui. Ada sedikit keraguan bahwa

penyakit ini diperantarai oleh respons imun abnormal yang berkaitan dengan adanya

berbagai antibodi dan kompleks imun di dalam plasma yang menyebabkan efek-efek

patologik yang terlihat pada lupus eritematosus. Penyebab respons ini banyak diyakini

akibat autoimun, meskipun terdapat bukti adanya pengaruh virus dan genetik.

1.      Asal Autoimun : Terdapat bukti yang dianggap benar bahwa SLE merupakan

penyakit autohipersensitivitas (autoimun) tipe III. Pembbentukan antibodi antinuklear

(ANA) penting dalam pathogenesis penyakit. Berbagai antibodi antinuklear terdapat di

dalam serum seluruh pasien SLE dan ini dapat diperiksa serta dicirikan dengan teknik

pemeriksaaan imunologik. Adanya antibodi terhadap DNA untai ganda sangat spesifik

untuk SLE, sementara antibodi DNA untai tunggal, RNA, dan nucleoprotein juga

ditemukan pada penyakit jaringan ikat lain.

Page 13: Systemic Lupus Erytematosus

Kompleks imun yang terbentuk di antara antibodi antinuklear dan antigen nuclear

dapat dideteksi di dalam serum dan di tempat aktivitas penyakit pada dinding

pembuluh darah kecil, kulit dan membrane basalais glomerulus. Penimbunan kompleks

imun di dalam jaringan mengaktivasi komplemen dan menyebabkan peradangan

melalui reaksi hipersensitivitas tipe III. Kadar komplemen serum sering menurun pada

fase aktif SLE.

Banyak juga ditemukan autoantibodi selain antibodi antinuklear pada SLE.

Autoantibodi ini meliputi (1) faktor rheumatoid (20-30%); (2) antibodi yang

memberikan reaksi positif palsu pada tes serologik untuk sifilis; (3) antibodi terhadap

protein koagulasi plasma, paling sering faktor VIII, mengakibatkan diathesis

perdarahan; dan (4) antibodi terhadap antigen eritrosit, leukosit, dan trombosit, yang

mungkin menyebabkan destruksi imun pada sel-sel ini di dalam sirkulasi perifer.

2.      Lupus Diinduksi – Obat : SLE diketahui dicetuskan oleh obat-obetan, seperti

hidralazin (obat antihipertensi) dan prokainamid (digunakan untuk mengontrol

aritmia jantung). Penyakit diinduksi - obat ini dapat mirip dengan SLE idiopatik

(termasuk adanya antibodi antinuklear), tetapi penyakit ginjal jarang dijumpai. Putus

obat sering menyebabkan membaliknya dari penyakit dan hilangnya antibodi

antinuklear secara bertahap.

3.      Berasal dari Virus : Agen infeksius – terutama virus – diduga menyebabkan lupus

eritematosus, tetapi tidak satu pun agen infeksius diisolasi secara konsisten dari

jaringan pasien.

4.      Faktor Genetik : Predisposisi genetik SLE diduga karena tingginya indeks klinis SLE

pada kembar monozigot dan meningkatnya frekuensi penyakit pada kerabat tingkat

pertama. HL – DR2 lebih sering ditemukan pada SLE, memperkuat dugaan bahwa gen

yang menyebabkan respons imun dapat merupakan predisposisi berkembangnya

autoreaktivitas terhadap antigen nucleus. Terjadinya SLE pada pasien yang mengalami

defisiensi faktor komplemen dini yang diwariskan (C1, C2, dan C4) juga menarik,

karena gen C2 dan C4 berkaitan erat dengan daerah HLA – DR.

Tabel 1. Antibodi pada SLE dan penyakit jaringan ikat lainAntibodi Insidensi Antigen Makna Klinis

Antibodi antinuklear1

Anti-DNA 70% DNA Anti-DNA untai-ganda adalah spesifik untuk SLE; anti-DNA untai-tunggal tidak

Page 14: Systemic Lupus Erytematosus

spesifikAnti-Sm 30% Ribonukleoprotein (Ag Smith) Spesifik untuk SLEAnti-RNP 40% Ribonukleprotein Titer tinggi pada penyakit

jaringan ikat campuranAnti-histon 70% Histon Positif pada 95% kasus SLE

yang diinduksi obatAnti-Ro(SS-A) 30% Ribonukleprotein Berkaitan dengan sindrom

Sjögren dan nefritisAnti-LA(SS-B) 10% Ribonukleprotein Berkaitan dengan sindrom

SjögrenAnti-sentromer <5% Sentromer Berkaitan dengan sindrom

CRESTAnti-Sci 70 <5% Topoisomerase DNA Berkaitan dengan sklerosis

sistemikAnti-Jo 1 <5% tRNA sintetase Berkaitan dengan

polimiositisAntibodi lainAntikardiopilin 50% Fosfolipid Berkaitan dengan thrombosis,

aborsi spontan; antkoagulan lupus; VDRL positif palsu

Antieritrosit 60% Antigen permukaan eritrosit Hemolisis (jarang)Antitrombosit ? Antigen permukaan trombosit TrombositopeniaAntilimfosit 70% Antigen permukaan limfe (?) disfungsi sel TAntineuronal 60% Antigen permukaan neuron (?) Lupus system syaraf pusat

1Uji negative untuk antibodi antinuklear membuat diagnosis SLE menjadi tidak mungkin ditegakkan karena hasilnya positif pada 95% pasien

D.    Patofisiologi

Adanya satu atau beberapa faktor pemicu yang mempunyai prediposisi genetic

akan menghasilkan tenaga pendorong abnormal terhadap sel T CD4+, mengakibatkan

hilangnya toleransi sel T terhadap self-antigen. Sebagai akibatnya muncullah sel T

autoreaktif yang akan menyebabkan induksi serta ekspansi sel B, baik yang

memproduksi auto antibody maupun yang berupa sel memori. Ujud pemicu ini masih

belum jelas. Sebagian dari yang diduga termasuk didalamnya ialah hormon seks, sinar

ultraviolet dan berbagai macam infeksi.

Pada SLE, antibodi yang berbentuk ditunjukkan terhadap antigen yang

terutama terletak pada nukleoplasma. Antigen sasaran ini meliputi DNA, protein histon

dan non-histon. Kebanyakan di antaranya dalam keadaan alamiah terdapat dalam

bentuk agregat protein dan atau kompleks protein-RNA yang disebut partikel

ribonukleoprotein (RNA). Cirri khas autoantigen ini ialah bahwa mereka tidak tissue-

spesific dan merupakan komponen integral semua jenis sel.

Page 15: Systemic Lupus Erytematosus

Antibodi ini secara bersama-sama disebut ANA (anti-nuclear antibody). Dengan

antigennya yang spesifik, ANA membentuk komplek imun yang beredar dalam

sirkulasi. Kompleks imun ini akan mengendap pada berbagai macam organ dengan

akibat terjadinya fiksasi komplemen pada organ tersebut. Peristiwa ini menyebabkan

aktivasi komplemen yang menghasilkan subtansi penyebab timbulnya reaksi radang.

Bagian yang penting dalam patogenesis ini ialah terganggunya mekanisme

regulasi yang dalam keadaan normal mencegah automunitas patologis pada individu

yang resisten.

Onset penyakit dapat spontan atau didahului oleh faktor presipitasi seperti

kontak dengan sinar matahari, infeksi virus/bakteri, obat misalnya golongan sulfa,

penghentian kehamilan dan trauma fisis/psikis. Setiap serangan biasanya disertai gejala

umum yang jelas seperti demam, malaise, kelemahan, nafsu makan berkurang, berat

badan menurun dan iritabilitas. Yang paling menonjol ialah demam, kadang-kadang

disertai menggigil.

Gejala yang paling sering pada SLE

pada system musculoskeletal, berupa arthritis atau artralgia (93%) dan acapkali

mendahului gejala-gejala lainnya. Yang paling sering terkena adalah sendi

interfalangeal proksimal diikuti oleh lutut, pergelangan tangan, metakarpofalangeal,

siku dan pergelangan kaki, sering terkena adalah kaput femoris.

Page 16: Systemic Lupus Erytematosus

E.     Manifestasi Klinik

Gambaran klinis yang muncul pada penyakit SLE diantaranya adalah:

         Artralgia

         Artritis (sinovitis)

         Pembengkakan sendi

         Nyeri tekan

         Rasa nyeri ketika bergerak

         Rasa kaku pada pagi hari.

Page 17: Systemic Lupus Erytematosus

F.     Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosis dapat sulit ditegakkan dan dibutuhkan waktu beberapa bulan untuk

membuat diagnosis yang akurat berdasarkan gejala.

Ada beberapa pemeriksaan yang berguna untuk menegakkan diagnosis, meliputi

adanya autoantibody tertentu dalam darah. Antibody antinuclear (ANA) adalah

autoantibody yang paling sering ditemukan, dengan sebagian besar pasien SLE

menunjukkan hasil pemeriksaan positif terhadap ANA. Beberapa obat, infeksi, dan

penyakit lain juga menyebabkan hasil ANA positif. Oleh sebab itu, jenis antibody yang

spesifik terhadap SLE perlu diperiksa, yang meliputi:

         Antibody anti – DNA

         Antibody anti – SM

         Antibody anti – RNP

         Antibody anti – Ro

         Antibody anti – La

Tidak semua individu yang mengalami SLE akan menunjukkan hasil pemeriksaan

positif. Pemeriksaan lain yang berguna dijelaskan dalam tabel di bawah ini.

Pemeriksaan Diagnostik HasilLED Meningkat sebagai respons fase akut dan adanya inflamasiKadar komplemen Menurun pada penyakit aktifHitung darah lengkap Hitung hemoglobin dan trombosit rendahUrinalisis Proteinuria dan hematuriaBiopsy kulit Perubahan histology yang sesuai dengan lupusANA Positif pada sebagian besar kasusAutoantibody lain :anti – DNA, anti – SM, anti – RNP, anti – Ro, dan anti – La

Hasil bervariasi pada individu

G.    Penatalaksanaan

Pengobatan medis SLE bergantung pada gejala individual. SLE tidak dapat

disembuhkan sehingga penatalaksanaan berfokus pada penekanan aktivitas penyakit.

Analgesic NSAID berguna dalam mengendalikan gejala. Saat pasien mengalami gejala

penyakit yang parah, steroid, DMARD, dan obat sitotoksik diberikan dengan

pemantauan gejala dan respons yang saksama, yang dapat atau tidak memerlukan

rawat inap.

Perawat menemukan pasien SLE pada berbagai are klinik karena sifat penyakit

yang homogeny. Hal ini meliputi area praktik keperawatan reumatologi, pengobatan

Page 18: Systemic Lupus Erytematosus

umum, dermatologi, ortopedik, dan neurologi. Pada setiap area asuhan pasien, terdapat

tiga komponen asuhan keperawatan yang utama.

1.      Pemantauan aktivitas penyakit dilakukan dengan menggunakan instrument yang valid,

seperti hitung nyeri tekan dan bengkak sendi (Thompson & Kirwan, 1995) dan

kuesioner pengkajian kesehatan (Fries et al, 1980). Hal ini member indikasi yang

berguna mengenai pemburukan atau kekambuhan gejala.

2.      Edukasi sangat penting pada semua penyakit jangka panjang. Pasien yang menyadari

hubungan antara stress dan serangan aktivitas penyakit akan mampu mengoptimalkan

prospek kesehatan mereka. Advis tentang keseimbangan antara aktivitas dan periode

istirahat, pentingnya latihan, dan mengetahui tanda peringatan serangan, seperti

peningkatan keletihan, nyeri, ruam, demam, sakit kepala, atau pusing, penting dalam

membantu pasien mengembangkan strategi koping dan menjamin masalah

diperhatikan dengan baik.

3.      Dukungan psikologis merupakan kebutuhan utama bagi pasien SLE. Perawat dapat

member dukungan dan dorongan serta, setelah pelatihan, dapat menggunakan

ketrampilan konseling ahli. Pemberdayaan pasien, keluarga, dan pemberi asuhan

memungkinkan kepatuhan dan kendali personal yang lebih baik terhadap gaya hidup

dan penatalaksanaan regimen bagi mereka.

H.    KomplikasiKomplikasi lupus eritematosus sistemik

1. Serangan pada Ginjal

a)      Kelainan ginjal ringan (infeksi ginjal)

b)      Kelainan ginjal berat (gagal ginjal)

c)      Kebocoran ginjal (protein terbuang secara berlebihan melalui urin).

2. Serangan pada Jantung dan Paru

a)      Pleuritis

b)      Pericarditis

c)      Efusi pleura

d)     Efusi pericard

e)      Radang otot jantung atau Miocarditis

f)       Gagal jantung

g)      Perdarahan paru (batuk darah).

3. Serangan Sistem Saraf

Page 19: Systemic Lupus Erytematosus

a)      Sistem saraf pusat

         Cognitive dysfunction

         Sakit kepala pada lupus

         Sindrom anti-phospholipid

         Sindrom otak

         Fibromyalgia.

b)      Sistem saraf tepi

         Mati rasa atau kesemutan di lengan dan kaki

c)      Sistem saraf otonom

         Gangguan suplai darah ke otak dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak, dapat

menyebabkan kematian sel-sel otak dan kerusakan otak yang sifatnya permanen

(stroke). Stroke dapat menimbulkan pengaruh sistem saraf otonom.

4. Serangan pada Kulit

         Lesi parut berbentuk koin pada daerah kulit yang terkena langsung cahaya disebut lesi

diskoid

         Ciri-ciri lesi spesifik ditemukan oleh Sonthiemer dan Gilliam pada akhir 70-an :

a)      Berparut, berwarna merah (erythematosus), berbentuk koin sangat sensitif terhadap

sengatan matahari. Jenis lesi ini berupa lupus kult subakut/cutaneus lupus subacute.

Kadang menyerupai luka psoriasis atau lesi tidak berparut berbentuk koin.

b)      Lesi dapat terjadi di wajah dengan pola kupu-kupu atau dapat mencakup area yang

luas di bagian tubuh

c)      Lesi non spesifik

- Rambut rontok (alopecia)

- Vaskullitis : berupa garis kecil warna merah pada ujung lipatan kuku dan ujung jari.

Selain itu, bisa berupa benjolan merah di kaki yang dapat menjadi borok (7).

- Fotosensitivitas : pipi menjadi kemerahan jika terkena matahari dan kadang di sertai

pusing.

5. Serangan pada Sendi dan Otot

- Radang sendi pada lupus

- Radang otot pada lupus

6. Serangan pada Mata

7. Serangan pada Darah

         Anemia

         Trombositopenia

Page 20: Systemic Lupus Erytematosus

         Gangguan pembekuan

         Limfositopenia

8. Serangan pada Hati

Page 21: Systemic Lupus Erytematosus

DAFTAR PUSTAKA

Chandrasoma, Parakrama. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi / penulis, Parakrama

Chandarsoma, Clive R. Taylor; alih bahasa, Roem Soedoko … [et al] ; editor edisi

bahasa Indonesia, Dewi Asih Mahanani … [et al]. edisi 2. Jakarta : EGC

http://nursingbegin.com/askep-sle/, dikutip pada tanggal 7 Maret 2012

http://susenbopeas.blogspot.com/2009/08/lupus-eritematosus-sistemik.html, dikutip tanggal 8

Maret 2012

Joe. 2009. Systemic lupus erytematosus (SLE) atau lupus eritematosus sistemik (LES).

http://perawattegal.wordpress.com/2009/09/01/systemic-lupus-erytematosus-sle-atau-

lupus-eritematosus-sistemik-les/, dikutip tanggal 3 Maret 2012

Kneale, Julia D. 2011. Keperawatan Ortopedik & Trauma/ editor Julia D Kneale, Ptere S.

Davis; alih bahasa, Egi Komara Yudha …[et al]; editor edisi bahasa Indonesia, Tuti

Hadiningsih, Sari Isnaeni, Ni Putu Indri Mahayuni. Edisi 2. Jakarta : EGC

Manifestasi Neurologik pada Lupus Eritematosus Sistemik. Available at :

http//www.tempo.co.id/medika/arsip

Odapus, Orang dengan Penderita Lupus. Available at : http//www.indosiar.com

Page 22: Systemic Lupus Erytematosus

Systemic lupus erytematosus (SLE) atau lupus eritematosus sistemik (LES) adalah penyakit radang atau inflamasi multisistem yang penyebabnya diduga karena adanya perubahan sistem imun. SLE termasuk penyakitcollagen-vascular yaitu suatu kelompok penyakit yang melibatkan sistem muskuloskeletal, kulit, dan pembuluh darah yang mempunyai banyak manifestasi klinik sehingga diperlukan pengobatan yang kompleks.B.     EpidemiologiSLE lebih sering ditemukan pada ras-ras tertentu seperti bangsa Afrika – Amerika, Cina, dan mungkin juga Filipina. Di Amerika, prevalensi SLE kira-kira 1 kasus per 2000 populasi dan insiden berkisar 1 kasus per 10.000 populasi. Prevalensi penderita SLE di Cina adalah 1 :1000). Meskipun bangsa Afrika yang hidup di Amerika mempunyai prevalensi yang tinggi terhadap SLE, penyakit ini ternyata sangat jarang ditemukan pada orang kulit hitam  yang hidup di Afrika.  Di Inggris, SLE mempunyai prevalensi 12 kasus  per 100.000 populasi, sedangkan di Swedia 39 kasus per 100.000 populasi. Di New Zealand, prevalensi penyakit ini pada Polynesiansebanyak 50 kasus per 100.000 populasi dan hanya 14,6 kasus per 100.000 populasi pada orang kulit putih. Di Indonesia sendiri jumlah penderita SLE secara tepat belum diketahui tetapi diperkirakan sama dengan jumlah penderita SLE di Amerika yaitu 1.500.000 orang (Yayasan Lupus Indonesia). Berdasarkan hasil survey, data morbiditas penderita SLE di RSU Dr. Soetomo Surabaya selama tahun 2005 sebanyak 81 orang dan prevalensi penyakit ini menempati urutan keempat setelah osteoartritis, reumatoid artritis, dan low back pain. Di RSU Dr. Saiful Anwar Malang, penderita SLE pada bulan Januari sampai dengan Agustus 2006 ada 14 orang dengan 1 orang meninggal dunia.C.    EtiologiPenyebab lupus eritematosus masih belum diketahui, namun terdapat banyak bukti bahwa Sistemik lupus erythematosus (SLE) bersifat multifaktor, mencakup :a. Genetikb. Infeksic. Lingkungand. Stresse. Cahaya mataharif. Faktor Resiko : hormon; imunitas; obatAda sedikit keraguan bahwa penyakit ini diperantarai oleh respons imun abnormal yang berkaitan dengan adanya berbagai antibodi dan kompleks imun di dalam plasma yang menyebabkan efek-efek patologik yang terlihat pada lupus eritematosus. Penyebab respons ini banyak diyakini akibat autoimun, meskipun terdapat bukti adanya pengaruh virus dan genetik.1.      Asal Autoimun : Terdapat bukti yang dianggap benar bahwa SLE merupakan penyakit autohipersensitivitas (autoimun) tipe III. Pembbentukan antibodi antinuklear (ANA) penting dalam pathogenesis penyakit. Berbagai antibodi antinuklear terdapat di dalam serum seluruh pasien SLE dan ini dapat diperiksa serta dicirikan dengan teknik pemeriksaaan imunologik. Adanya antibodi terhadap DNA untai ganda sangat spesifik untuk SLE, sementara antibodi DNA untai tunggal, RNA, dan nucleoprotein juga ditemukan pada penyakit jaringan ikat lain.Kompleks imun yang terbentuk di antara antibodi antinuklear dan antigen nuclear dapat dideteksi di dalam serum dan di tempat aktivitas penyakit pada dinding pembuluh darah kecil, kulit dan membrane basalais glomerulus. Penimbunan kompleks imun di dalam jaringan mengaktivasi komplemen dan menyebabkan peradangan melalui reaksi hipersensitivitas tipe III. Kadar komplemen serum sering menurun pada fase aktif SLE.Banyak juga ditemukan autoantibodi selain antibodi antinuklear pada SLE. Autoantibodi ini meliputi (1) faktor rheumatoid (20-30%); (2) antibodi yang memberikan reaksi positif palsu pada tes serologik untuk sifilis; (3) antibodi terhadap protein koagulasi plasma, paling sering faktor VIII, mengakibatkan diathesis perdarahan; dan (4) antibodi terhadap antigen eritrosit,

Page 23: Systemic Lupus Erytematosus

leukosit, dan trombosit, yang mungkin menyebabkan destruksi imun pada sel-sel ini di dalam sirkulasi perifer.2.      Lupus Diinduksi – Obat : SLE diketahui dicetuskan oleh obat-obetan, seperti hidralazin (obat antihipertensi) dan prokainamid (digunakan untuk mengontrol aritmia jantung). Penyakit diinduksi – obat ini dapat mirip dengan SLE idiopatik (termasuk adanya antibodi antinuklear), tetapi penyakit ginjal jarang dijumpai. Putus obat sering menyebabkan membaliknya dari penyakit dan hilangnya antibodi antinuklear secara bertahap.3.      Berasal dari Virus : Agen infeksius – terutama virus – diduga menyebabkan lupus eritematosus, tetapi tidak satu pun agen infeksius diisolasi secara konsisten dari jaringan pasien.4.      Faktor Genetik : Predisposisi genetik SLE diduga karena tingginya indeks klinis SLE pada kembar monozigot dan meningkatnya frekuensi penyakit pada kerabat tingkat pertama. HL – DR2 lebih sering ditemukan pada SLE, memperkuat dugaan bahwa gen yang menyebabkan respons imun dapat merupakan predisposisi berkembangnya autoreaktivitas terhadap antigen nucleus. Terjadinya SLE pada pasien yang mengalami defisiensi faktor komplemen dini yang diwariskan (C1, C2, dan C4) juga menarik, karena gen C2 dan C4 berkaitan erat dengan daerah HLA – DR.

Tabel  Antibodi pada SLE dan penyakit jaringan ikat lainAntibodi Insidensi Antigen Makna Klinis

Antibodi antinuklear1

Anti-DNA 70% DNA Anti-DNA untai-ganda adalah spesifik untuk SLE; anti-DNA untai-tunggal tidak spesifik

Anti-Sm 30% Ribonukleoprotein (Ag Smith)

Spesifik untuk SLE

Anti-RNP 40% Ribonukleprotein Titer tinggi pada penyakit jaringan ikat campuran

Anti-histon 70% Histon Positif pada 95% kasus SLE yang diinduksi obat

Anti-Ro(SS-A) 30% Ribonukleprotein Berkaitan dengan sindrom Sjögren dan nefritis

Anti-LA(SS-B) 10% Ribonukleprotein Berkaitan dengan sindrom Sjögren

Anti-sentromer <5% Sentromer Berkaitan dengan sindrom CREST

Anti-Sci 70 <5% Topoisomerase DNA Berkaitan dengan sklerosis sistemik

Anti-Jo 1 <5% tRNA sintetase Berkaitan dengan polimiositis

Antibodi lainAntikardiopilin 50% Fosfolipid Berkaitan dengan

thrombosis, aborsi spontan; antkoagulan lupus; VDRL positif palsu

Antieritrosit 60% Antigen permukaan eritrosit Hemolisis (jarang)

Page 24: Systemic Lupus Erytematosus

Antitrombosit ? Antigen permukaan trombosit TrombositopeniaAntilimfosit 70% Antigen permukaan limfe (?) disfungsi sel TAntineuronal 60% Antigen permukaan neuron (?) Lupus system syaraf

pusat1Uji negative untuk antibodi antinuklear membuat diagnosis SLE menjadi tidak mungkin ditegakkan karena hasilnya positif pada 95% pasienD.    PatofisiologiPenyakit sistemik lupus eritematosus ( SLE ) tampaknya terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan auto anti bodi yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal ( sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif ) dan lingkungan ( cahaya matahari, luka bakar termal ). Obat-obat tertentu seperti hidralasin ( Apresoline , prokainamid ( Pronestyl ), isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan disamping makanan kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE akibat senyawa kimia atau obat-obatan.Pada sistemik lupus eritematosus, peningkatan produksi auto anti bodi diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-Supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya merangsang anti bodi tambahan, dan siklus tersebut berulang kembali.Adanya satu atau beberapa faktor pemicu yang mempunyai prediposisi genetic akan menghasilkan tenaga pendorong abnormal terhadap sel T CD4+, mengakibatkan hilangnya toleransi sel T terhadap self-antigen. Sebagai akibatnya muncullah sel T autoreaktif yang akan menyebabkan induksi serta ekspansi sel B, baik yang memproduksi auto antibody maupun yang berupa sel memori. Ujud pemicu ini masih belum jelas. Sebagian dari yang diduga termasuk didalamnya ialah hormon seks, sinar ultraviolet dan berbagai macam infeksi.Pada SLE, antibodi yang berbentuk ditunjukkan terhadap antigen yang terutama terletak pada nukleoplasma. Antigen sasaran ini meliputi DNA, protein histon dan non-histon. Kebanyakan di antaranya dalam keadaan alamiah terdapat dalam bentuk agregat protein dan atau kompleks protein-RNA yang disebut partikel ribonukleoprotein (RNA). Cirri khas autoantigen ini ialah bahwa mereka tidak tissue-spesific dan merupakan komponen integral semua jenis sel.Antibodi ini secara bersama-sama disebut ANA (anti-nuclear antibody). Dengan antigennya yang spesifik, ANA membentuk komplek imun yang beredar dalam sirkulasi. Kompleks imun ini akan mengendap pada berbagai macam organ dengan akibat terjadinya fiksasi komplemen pada organ tersebut. Peristiwa ini menyebabkan aktivasi komplemen yang menghasilkan subtansi penyebab timbulnya reaksi radang.Bagian yang penting dalam patogenesis ini ialah terganggunya mekanisme regulasi yang dalam keadaan normal mencegah automunitas patologis pada individu yang resisten.Onset penyakit dapat spontan atau didahului oleh faktor presipitasi seperti kontak dengan sinar matahari, infeksi virus/bakteri, obat misalnya golongan sulfa, penghentian kehamilan dan trauma fisis/psikis. Setiap serangan biasanya disertai gejala umum yang jelas seperti demam, malaise, kelemahan, nafsu makan berkurang, berat badan menurun dan iritabilitas. Yang paling menonjol ialah demam, kadang-kadang disertai menggigil.Gejala yang paling sering pada SLE pada system musculoskeletal, berupa arthritis atau artralgia (93%) dan acapkali mendahului gejala-gejala lainnya. Yang paling sering terkena adalah sendi interfalangeal proksimal diikuti oleh lutut, pergelangan tangan, metakarpofalangeal, siku dan pergelangan kaki, sering terkena adalah kaput femoris.E.     Manifestasi Klinik

Page 25: Systemic Lupus Erytematosus

Keluhan utama dan pertama sistemik lupus eritematosus (SLE) adalah artralgia, dapat juga timbul artritis nonerosif pada dua atau lebih sendi perifer. Pasien mengeluh lemas, lesu dan capek sehingga menghalanginya beraktivitas. Demam pegal linu seluruh tubuh, nyeri otot dan penurunan berat badan terdapat kelainan kulit spesifik berupa bercak malar menyerupai kupu-kupu dimuka dan eritema umum yang menonjol. Terdapat kelainan kulit menahun berupa bercak diskoid yang bermula sebagai eritema papul atau plak bersisik. Dapat pula terjadi kelaian darah berupa anemia hemoditik, kelainan ginjal, pneumonitis, kelainan jantung, gastrointestinal, gangguan saraf dan kelainan psikatrik.Gambaran klinis yang muncul pada penyakit SLE diantaranya adalah:·         Artralgia·         Artritis (sinovitis)·         Pembengkakan sendi·         Nyeri tekan·         Rasa nyeri ketika bergerak·         Rasa kaku pada pagi hari.F.     Pemeriksaan DiagnostikDiagnosis dapat sulit ditegakkan dan dibutuhkan waktu beberapa bulan untuk membuat diagnosis yang akurat berdasarkan gejala.Ada beberapa pemeriksaan yang berguna untuk menegakkan diagnosis, meliputi adanya autoantibody tertentu dalam darah. Antibody antinuclear (ANA) adalah autoantibody yang paling sering ditemukan, dengan sebagian besar pasien SLE menunjukkan hasil pemeriksaan positif terhadap ANA. Beberapa obat, infeksi, dan penyakit lain juga menyebabkan hasil ANA positif. Oleh sebab itu, jenis antibody yang spesifik terhadap SLE perlu diperiksa, yang meliputi:·         Antibody anti – DNA·         Antibody anti – SM·         Antibody anti – RNP·         Antibody anti – Ro·         Antibody anti – LaTidak semua individu yang mengalami SLE akan menunjukkan hasil pemeriksaan positif. Pemeriksaan lain yang berguna dijelaskan dalam tabel di bawah ini.

Pemeriksaan Diagnostik HasilLED Meningkat sebagai respons fase akut dan adanya

inflamasiKadar komplemen Menurun pada penyakit aktifHitung darah lengkap Hitung hemoglobin dan trombosit rendahUrinalisis Proteinuria dan hematuriaBiopsy kulit Perubahan histology yang sesuai dengan lupusANA Positif pada sebagian besar kasusAutoantibody lain :anti – DNA, anti – SM, anti – RNP, anti – Ro, dan anti – La

Hasil bervariasi pada individu

G.    PenatalaksanaanPengobatan medis SLE bergantung pada gejala individual. SLE tidak dapat disembuhkan sehingga penatalaksanaan berfokus pada penekanan aktivitas penyakit. Analgesic NSAID berguna dalam mengendalikan gejala. Saat pasien mengalami gejala penyakit yang parah, steroid, DMARD, dan obat sitotoksik diberikan dengan pemantauan gejala dan respons yang saksama, yang dapat atau tidak memerlukan rawat inap. ml pada tiap lesi.

Page 26: Systemic Lupus Erytematosus

Bercak kemerahan kecil biasanya berhasil diobati dengan krim kortikosteroid. Bercak lebih besar resisten, kadang memerlukan pengobatan selama beberapa bulan dengan kortikosteroid per-oral (ditelan) atau dengan obat imunosupresan seperti digunakan untuk mengobati lupus eritematosus sistemik. Krim steroid yang kuat sebaliknya dioleskan pada bercak kulit sebanyak 1-2 kali/hari. Sampai bercak menghilang jika bercak sudah mulai kurang bisa digunakan krim steroid yang lebih ringan.Salep cortison yang dioleskan pada lesi sering kali dapat memperbaiki keadaan dan memperlambat perkembangan penyakit. Suntikan cortison yang dioleskan pada dalam lesi juga bisa mengobati keadaan ini dan bisanya lebih efektif dari pada salep.Lupus discoid tidak disebabkan oleh malaria, tetapi obat anti malaria ( cloroquine, hydroxcloroquine ) memiliki daya anti peradangan yang ampuh bagi sebagian besar kasus lupus discoid.H.    KomplikasiKomplikasi lupus eritematosus sistemik1. Serangan pada Ginjala)      Kelainan ginjal ringan (infeksi ginjal)b)      Kelainan ginjal berat (gagal ginjal)c)      Kebocoran ginjal (protein terbuang secara berlebihan melalui urin).2. Serangan pada Jantung dan Parua)      Pleuritisb)      Pericarditisc)      Efusi pleurad)     Efusi pericarde)      Radang otot jantung atau Miocarditisf)       Gagal jantungg)      Perdarahan paru (batuk darah).3. Serangan Sistem Sarafa)      Sistem saraf pusat·         Cognitive dysfunction·         Sakit kepala pada lupus·         Sindrom anti-phospholipid·         Sindrom otak·         Fibromyalgia.b)      Sistem saraf tepi·         Mati rasa atau kesemutan di lengan dan kakic)      Sistem saraf otonom·         Gangguan suplai darah ke otak dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak, dapat menyebabkan kematian sel-sel otak dan kerusakan otak yang sifatnya permanen (stroke). Stroke dapat menimbulkan pengaruh sistem saraf otonom.4. Serangan pada Kulit·         Lesi parut berbentuk koin pada daerah kulit yang terkena langsung cahaya disebut lesi diskoid·         Ciri-ciri lesi spesifik ditemukan oleh Sonthiemer dan Gilliam pada akhir 70-an :a)      Berparut, berwarna merah (erythematosus), berbentuk koin sangat sensitif terhadap sengatan matahari. Jenis lesi ini berupa lupus kult subakut/cutaneus lupus subacute. Kadang menyerupai luka psoriasis atau lesi tidak berparut berbentuk koin.b)      Lesi dapat terjadi di wajah dengan pola kupu-kupu atau dapat mencakup area yang luas di bagian tubuhc)      Lesi non spesifik- Rambut rontok (alopecia)

Page 27: Systemic Lupus Erytematosus

- Vaskullitis : berupa garis kecil warna merah pada ujung lipatan kuku dan ujung jari. Selain itu, bisa berupa benjolan merah di kaki yang dapat menjadi borok.- Fotosensitivitas : pipi menjadi kemerahan jika terkena matahari dan kadang di sertai pusing.5. Serangan pada Sendi dan Otot- Radang sendi pada lupus- Radang otot pada lupus6. Serangan pada Mata7. Serangan pada Darah·         Anemia·         Trombositopenia·         Gangguan pembekuan·         Limfositopenia8. Serangan pada Hati