Syirkah (Prinsip Bagi Hasil) Pada Pembiayaan Di Bank Syariah BAB III
Syirkah (Prinsip Bagi Hasil) Pada Pembiayaan Di Bank Syariah BAB I
-
Upload
erik-angga-purnama -
Category
Documents
-
view
8.939 -
download
2
description
Transcript of Syirkah (Prinsip Bagi Hasil) Pada Pembiayaan Di Bank Syariah BAB I
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah dan Rumusannya
Didalam perekonomian suatu negara salah satu lembaga keuangan yang
mempunyai nilai strategis adalah lembaga keuangan bank. Lembaga tersebut
dimaksudkan sebagai perantara antara pihak-pihak yang mempunyai kelebihan
dana dengan pihak-pihak yang kekurangan dana. Lembaga keuangan bank
bergerak dalam kegiatan perkreditan, dan berbagai jasa yang diberikan bank
melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem
pembayaran bagi semua faktor perekonomian.1
Syariah Islam sebagai suatu syariah yang dibawa oleh rasul terakhir,
mempunyai keunikan tersendiri. Syariah ini bukan saja menyeluruh atau
komprehensif tetapi juga universal. Karakter istimewa ini diperlukan sebab tidak
akan ada syariah lain yang datang untuk menyempurnakannya. Syariah Islam
merangkum seluruh aspek kehidupan, baik ritual (ibadah) maupun sosial
(muamalah) dan dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat sampai hari
akhir nanti. 2
Kebangkitan kembali nilai-nilai fundamental telah melahirkan Islamisasi
sektor finansial dengan fokus bank bebas bunga (Free interest banking) atau
1Mohammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya, Jakarta, 1993, h. 1.
2Muhammad Syafi I Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta, 2001, h. 4.
2
secara luas dikenal dengan bank Islam (Islamic Banking).3 Secara umum
pengertian Bank Islam (Islamic Banking) adalah bank yang pengoperasiannya
disesuaikan dengan prinsip syariah Islam.4
Undang-undang Perbankan Indonesia, yakni Undang-undang No 7
Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
No. 10 Tahun 1998 (selanjutnya untuk kepentingan tulisan ini disingkat UUP),
telah memberikan pengakuan terhadap keberadaan prinsip syariah dalam dunia
perbankan Indonesia dengan membedakan bank berdasarkan kegiatan usahanya
menjadi dua, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
dan bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (13) UUP memberikan batasan
pengertian prinsip syariah sebagai aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam
antara Bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan
kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah,
antara lain, pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah),
pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli
barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang
modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya
pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak Bank oleh
pihak lain (ijarah wa iqtina).
3Muhammad, Bank Syari ah Problem Dan Prospek Perkembangan di Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2005, h. 73
4Peri Umar Farouk, Sejarah Perkembangan Hukum Perbankan Syariah Di Indonesia , http://omperi.wikidot.com/sejarah-hukum-perbankan-syariah-di-indonesia
3
Menurut Muhammad Budi Setiawan, prinsip-prinsip Islam dalam
muamalah yang harus diperhatikan oleh pelaku investasi syariah (pihak terkait)
adalah:5
1. Tidak mencari rizki pada hal yang haram, baik dari segi zatnya maupun cara
mendapatkannya, serta tidak menggunakannya untuk hal-hal yang haram.
2. Tidak mendzalimi dan tidak didzalimi.
3. Keadilan pendistribusian kemakmuran.
4. Transaksi dilakukan atas dasar ridha sama ridha.
5. Tidak ada unsur riba, maysir (perjudian/spekulasi), dan gharar
(ketidakjelasan/samar-samar).
Fungsi Bank Syariah secara garis besar tidak berbeda dengan bank
konvensional, yakni sebagai lembaga intermediasi (intermediary institution) yang
mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut
kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan.6
Perbedaan pokoknya terletak dalam jenis keuntungan yang diambil bank dari
transaksi-transaksi yang dilakukannya. Bank Syariah melakukan kegiatan
usahanya tidak berdasarkan bunga (interest fee), tetapi berdasarkan pada prinsip
syariah yaitu prinsip pembagian keuntungan dan kerugian (profit and loss
sharing atau PLS).7
5Muhammad Budi Setiawan, Pengantar Manajemen Investasi (Manajemen Investasi Syariah Bag. 1) , http://cakwawan.wordpress.com/2007/11/24/manajemen-investasi-syariah-bagian-1/
6Sutan Remi Syahdeni, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1999, h. 1.
7Ibid.
4
Ide dasar adanya bank syariah ini adalah upaya untuk menangkal sistem
ribawi yang ada pada bank-bank konvensional sebagaimana kita saksikan dewasa
ini. Sebab dalam perspektif Islam terhadap persoalan ini sudah jelas, yaitu Allah
dengan jelas dan tegas mengharamkan riba.8
Keinginan ini dilandasi oleh suatu kesadaran untuk menerapkan Islam
secara utuh dan total sebagaimana ditegaskan Allah SWT dalam surah AL-
Baqarah ayat 208: Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam
Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu .9
Ayat tersebut dengan tegas mengingatkan bahwa selama kita
menerapkan Islam secara parsial, kita akan mengalami keterpurukan duniawi dan
kerugian ukhrowi. Hal ini sangat jelas karena Islam hanya diwujudkan dalam
bentuk ritualisme ibadah.
Keputusan konferensi negara-negara Islam sedunia, yang
diselenggarakan di Malaysia pada 21 s.d 27 April 1969 yang dihadiri oleh 18
negara peserta menjadi embrio berdirinya bank Islam pada tingkat intenasional.
Dengan hasil kesepakatan sebagai berikut:10
1. Tiap keuntungan haruslah tunduk kepada hukum untung dan rugi. Jika tidak
demikian, maka hal itu termasuk riba, dan riba itu sedikit atau banyak
hukumnya haram.
2. Diusulkan supaya dibentuk suatu bank Islam yang bersih dari sistem riba
dalam waktu secepat mungkin.
8Dalam Al-Qur an surat Al Baqarah ayat 278-279 9Dalam Al-Qur an surat Al Baqarah ayat 208 10Sutan Remi Syahdeni, op.cit., h. 5.
5
3. Sementara bank Islam belum berdiri, bank bank yang menerapkan sistem
bunga masih diperbolehkan untuk beroperasi hanya apabila memang benar-
benar dalam keadaan darurat.
Secara umum dapat dikatakan bahwa syariah menghendaki kegiatan
ekonomi yang halal, baik produk yang menjadi objek, cara perolehannya, maupun
cara penggunaannya. Selain itu, prinsip investasi syariah juga harus dilakukan
tanpa paksaan (ridha), adil dan transaksinya berpijak pada kegiatan produksi dan
jasa yang tidak dilarang oleh Islam, termasuk bebas manipulasi dan spekulasi.11
Secara kelembagaan yang merupakan Bank Islam pertama adalah Myt-
Ghamr Local Saving Bank. Didirikan di Mesir pada tahun 1963, dengan bantuan
permodalan dari Raja Faisal Arab Saudi dan merupakan binaan dari Prof. Dr.
Abdul Aziz Ahmad El Nagar. Myt-Ghamr Bank dianggap berhasil memadukan
manajemen perbankan Jerman dengan prinsip muamalah Islam dengan
menerjemahkannya dalam produk-produk bank yang sesuai untuk daerah
pedesaan yang sebagian besar orientasinya adalah industri pertanian . Namun
karena persoalan politik, pada tahun 1967 Bank Islam Myt-Ghamr ditutup.
Kemudian pada tahun 1971 di Mesir berhasil didirikan kembali Bank Islam
dengan nama Nasser Social Bank, hanya tujuannya lebih bersifat sosial daripada
komersil.12
Rintisan praktek perbankan Islam di Indonesia sendiri dimulai pada awal
periode 1980-an, melalui diskusi-diskusi bertemakan bank Islam sebagai pilar
ekonomi Islam. Tokoh-tokoh yang terlibat dalam pengkajian tersebut, untuk
11Muhammad Budi Setiawan, loc.cit. 12Ibid.
6
menyebut beberapa, di antaranya adalah Karnaen A Perwataatmadja, M Dawam
Rahardjo, AM Saefuddin, dan M Amien Azis.13 Akan tetapi prakarsa lebih khusus
untuk mendirikan bank Islam di Indonesia baru dilakukan pada tahun 1990,
dengan dilaksanakannya Musyawarah Nasional IV Majelis Ulama Indonesia
dengan hasil pembentukan Tim Perbankan MUI. Dari hasil pendekatan serta
konsultasi yang dilakukan Tim Perbankan MUI tersebut kemudian didirikan Bank
Muamalat Indonesia pada tanggal 1 November 1991.14
Disamping dilibatkannya Hukum Islam dan pembebasan transaksi dari
mekanisme bunga (interest free), posisi unik lainnya dari bank syariah
dibandingkan dengan bank konvensional adalah diperbolehkannya bank syariah
melakukan kegiatan-kegiatan usaha yang bersifat multi-finance. Dengan kata lain
suatu bank syariah bukan saja dapat memberikan jasa-jasa suatu bank konvesional
melainkan juga dapat memberikan jasa-jasa yang tidak dapat diberikan suatu bank
konvesional karena jasa-jasa tersebut biasanya diberikan oleh lembaga
pembiayaan nonbank.15
Para ulama telah merumuskan suatu kaidah dalam syariat, yang disebut
dengan dua hukum asal, yakni hukum asal ibadat dan hukum asal muamalat.
Hukum asal ibadat menyatakan bahwa segala sesuatunya dilarang dikerjakan,
kecuali yang ada petunjuknya dalam Qur an atau sunnah. Karena itu, masalah-
masalah ibadat sudah diatur rinci tata caranya, sehingga tidak diperbolehkan lagi
melakukan penambahan dan atau perubahan (bid ah). Sedangkan hukum asal
muamalat menyatakan bahwa segala sesuatunya diperbolehkan, kecuali ada
13Peri Umar Farouk, loc.cit. 14Muhammad Syafi i Antonio, op.cit. h 25 15Sutan Remi Syahdeni, op.cit., h 2.
7
larangan dalam Qur an atau sunnah. Jadi sesungguhnya terdapat lapangan yang
luas sekali dalam bidang muamalah. Yang perlu dilakukan hanyalah
mengidentifikasikan hal-hal yang dilarang (haram), kemudian menghindarinya.
Selain yang haram-haram tersebut, kita boleh melakukan apa saja, menambah,
menciptakan, mengembangkan, dan lain-lain, harus ada kreatifitas (baca:ijtihad)
yang dilakukan oleh ulama karena diperlukan perangkat ilmu-ilmu tertentu dalam
ijtihad dibidang muamalah. Kreatifitas inilah yang akan terus-menerus
mengakomodasi perubahan-perubahan dalam berbagai bidang yang terjadi di
masyarakat.16
Sifat muamalah ini dimungkinkan karena Islam mengenal hal yang
diistilahkan sebagai tsawabit wa mutaghayiyirat (principles and variables).
Dalam sektor ekonomi, misalnya, yang merupakan prinsip adalah larangan riba,
sistem bagi hasil, pengambilan keuntungan, pengenaan zakat, dan lain-lain.
Adapun contoh variabel adalah instrumen-instrumen untuk melaksanakan prinsip-
prinsip tersebut. Diantaranya adalah penerapan asas mudharabah dalam investasi
atau aplikasi prinsip jual beli dalam modal kerja.17
Sebagaimana telah disampaikan di depan, ide dasar pengembangan
prinsip syariah pada perbankan didasari keinginan umat muslim untuk menjadi
muslim yang kaffah. Dengan benar-benar menjalankan syariah Islam secara
konsisten (istiqomah) dalam setiap aspek kehidupannya, terlebih dengan hal-hal
yang berkaitan dengan muamalah. Hal ini tentunya didasarkan adanya doktrin
dalam syariah islam yang mengatakan bahwa bunga bank adalah haram karena
16Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analis Fiqih dan Keuangan, Raja Grafindo Persada, Jakarta 2006, h. 9.
17Muhammad Syafi I Antonio, op.cit., h. 5.
8
termasuk riba.18 Sehinggga pengkajian mengenai riba sendiri dalam syariah dan
mengapa bunga bank termasuk riba ketika melakukan pembahasan mengenai
perbankan syariah perlu dilakukan.
Didalam Al Qur an term riba dapat dipahami dalam delapan macam arti
yaitu pertumbuhan (growing), peningkatan (increasing), bertambah (swelling),
meningkat (rising), menjadi besar (being big), dan besar (great), dan juga
digunakan dalam pengertian bukit kecil (hillock), walaupun istilah riba tampak
dalam beberpa makna, namun dapat diambil satu pengertian umum yaitu
meningkat (increase) baik yang menyangkut kualitas maupun kuantitas.19
Melihat gagasannya yang ingin membebaskan diri dari mekanisme
bunga, pembentukan bank Islam mula-mula banyak menimbulkan keraguan. Hal
tersebut muncul mengingat anggapan bahwa sistem perbankan bebas bunga
adalah sesuatu yang mustahil dan tidak lazim, sehingga timbul pula pertanyaan
tentang bagaimana nantinya Bank Islam tersebut akan membiayai operasinya.20
Disinilah PLS masuk, menggantikan sistem bunga dengan sistem profit and loss
sharing (bagi untung dan rugi) sebagai metode alokasi sumber daya.21
Pada dasarnya dalam prinsip bagi hasil ada empat akad utama yaitu al
musyarakah, al mudharabah, al muzara ah dan al musaqah. Tetapi yang
18Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 1 tahun 2004 tentang bunga (intersat/fa idah).
19Abdullah Saeed, Islamic Banking and Interest a Study of The Prohibition of Riba and Contempory Intrepretation, E.J BRIIL-NEWYORK-KOLN, 1996, h.10.
20Sutan Remi Syahdeni, op.cit., h. 6. 21Abdullah Saeed, op.cit., h. 90.
9
diaplikasikan sementara ini masih terbatas pada 2 yaitu al musyarakah dan al
mudharabah.22
Al mudharabah adalah akad kerjasama antara dua pihak dimana pihak
pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lain
(mudharib) menjadi pengelola, dimana keuntungan usaha dibagi dalam bentuk
prosentase (nisbah) sesuai kesepakatan, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh
pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola, apabila
kerugian itu diakibatkan oleh kelalaian si pengelola maka si pengelola harus
bertanggung jawab atas kerugian tersebut.23
Sedangkan pengertian al-musyarakah adalah akad kerja sama antara dua
pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak
memberikan kontribusi (amal dan expertise) dengan kesepakatan bahwa
keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.24
Al-mudharabah dibedakan dalam mudharabah muthlaqah dan
mudharabah muqayyadah. Mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerjasama
antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak
dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis. Sedangkan
mudharabah muqayyadah (restricted mudharabah / specified mudharabah)
mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu dan tempat usaha.25
22Trisadini Prasastinah Usanti, Perkuliahan Hukum Perbankan Syariah, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, (selanjutnya disingkat Trisadini Prasastinah Usanti I), 14 April 2008.
23Muhammad Syafi I Antonio, op.cit., h. 95 24Ibid, h. 90. 25Trisadini Prasastinah Usanti I, loc.cit.
10
Prinsip bagi hasil dalam bank syariah diterapkan pada simpanan nasabah
dan pembiayaan syariah. Pada simpanan nasabah berlaku mudharabah muthlaqah
dengan tujuan agar bank mempunyai keleluasaan dalam melakukan pengelolaan
dana. Sedangkan, pada pembiayaan syariah diterapkan mudharabah muqayyadah
yang bertujuan agar bank dapat menerapkan prinsip kehati-hatian bank
sebagaimana diatur dalam pasal 2 UUP terhadap calon pengelola dana.26 Hal ini
karena dana yang dipergunakan oleh bank syariah dalam menyalurkan dana pada
pembiayaan sebagian besar berasal dari dana simpanan nasabah.27
Setiap pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah tidak lepas dari
risiko yang timbul. Jaminan merupakan hal penting untuk diperhitungkan bagi
bank sebagai sumber pelunasan bilamana nasabah mengalami kegagalan
pembiayaan syariah. Hal ini berkaitan juga dengan perwujudan mengenai rambu-
rambu kesehatan sebagaimana diatur dalam pasal 8 jo pasal 29 UUP.28
Walaupun pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah yang
berdasarkan prinsip bagi hasil, bank tidak diperkenankan meminta jaminan
apapun dari nasabah yang bersangkutan yang bertujuan untuk menjamin modal
(dari bank yang di berikan kepada nasabah), dalam hal terjadi kerugian dimana
kerugian itu tidak diakibatkan kelalaian pengelola dana (mudharib).29
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang diuraikan, maka rumusan
masalah yang dikemukakan dalam penulisan skripsi ini sebagai berikut :
26Ibid. 27Trisadini Prasastinah Usanti, Penanganan Pembiayaan Bermasalah di Bank
Syariah , Juridika, Vol. 19 No.1, Januari-Pebruari 2004, (selanjutnya disingkat Trisadini Prasastinah Usanti II), h. 39.
28Trisadini Prasastinah Usanti I, loc.cit. 29Ibid.
11
a. Karakteristik Syirkah (prinsip bagi hasil)
b. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
2. Penjelasan Judul
Skripsi ini berjudul Syirkah (Prinsip Bagi Hasil) Pada Pembiayaan
di Bank Syariah . Untuk mendapatkan pemahaman yang menyeluruh maka
sebelumnya judul ini akan dibahas berdasarkan pengistilahan kata ataupun frase
pembentuk kalimatnya. Unsur-unsur tersebut secara terperinci dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. Syirkah (Prinsip bagi hasil) adalah bentuk dari pengaturan perjanjian
kerjasama antara dua pihak atau lebih, yang memperkenankan mereka untuk
bekerja sama sesuai dengan kemampuan yang dimiliki dalam berinvestasi,
dengan didasari kesepakatan bahwa di dalam usaha tersebut jika mendapat
keuntungan akan dibagi kedua pihak sesuai nisbah kesepakatan di awal
perjanjian, dan begitu pula bila usaha mengalami kerugian akan ditanggung
bersama sesuai porsi masing-masing (berbagi dalam untung dan rugi).
Sebagaimana diungkapkan oleh Humayon A. Dar dan John R. Presley30:
Profit and Loss Sharing is a contractual arrangement between two or
more transacting parties, which allows them to pool their resources to
invest in a project to share in profit and loss .
Prinsip Bagi Hasil adalah perjanjian kontraktual antara dua orang atau
lebih, yang memperbolehkan mereka untuk menempatkan sumber daya
30Humayon A. Dar dan John R. Presley, Lack of Profit Loss Sharing in Islamic Banking: Management and Control Imbalances , Economic Research Paper No. 00/24, Loughborough University, 2000
12
mereka untuk diinvestasikan dalam sebuah proyek untuk berbagi dalam
keuntungan dan kerugian .
b. Pembiayaan, yang dimaksud dengan pembiayaan dalam judul skripsi ini
merujuk pada pembiayaan berdasarkan prinsip syariah sebagaimana diatur
dalam pasal 1 ayat (12) UUP sehingga pembiayaan dalam judul ini memiliki
pengertian Penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan
tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil .
c. Bank syariah, yang dimaksud dengan bank syariah dalam judul skripsi ini
merujuk pada pasal 1 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia No. 6/24/PBI/2005
sehingga bank syariah dalam judul ini memiliki pengertian bank umum yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
Sehingga pengertian secara menyeluruh dari judul skripsi ini adalah
Syirkah (Prinsip Bagi Hasil) Pada Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah di
Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usahanya Berdasarkan Prinsip
Syariah .
3. Alasan Pemilihan Judul
Pemilihan judul Syirkah (Prinsip Bagi Hasil) Pada Pembiayaan di
Bank Syariah didasari atas pemikiran bahwa penulis ingin membahas tentang
karakteristik prinsip bagi hasil (Profit and Lost Sharing Principle) dan
penerapannya pada pembiayaan di bank syariah. Karena penerapan prinsip bagi
13
hasil apabila dibandingkan dengan penggunaan prinsip bunga yang ada selama ini
memiliki perbedaan yang signifikan. Salah satunya yaitu menyangkut resiko yang
timbul dari penerapan prinsip itu sendiri. Hal ini dikarenakan dalam penerapan
prinsip bagi hasil pada pembiayaan di bank syariah menggunakan konsep
hubungan kemitraan dalam melakukan investasi. Sehingga kesepakatan untuk
berbagi dalam untung dan rugi harus menjadi landasan filosofis dilakukannya
kerjasama tersebut. Selain itu juga, adanya perbedaan antara prinsip dasar
pembiayaan syariah yang melarang digunakannya agunan dengan aplikasi pada
perbankan syariah di Indonesia yang memperbolehkan digunakannya agunan.
4. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah :
a. Mencari dan menganalisa karakteristik prinsip bagi hasil (Profit and Loss
Sharing Principle)
b. Memberikan jawaban dan pemahaman terhadap permasalahan hukum
mengenai pembiayaan dengan prinsip bagi hasil di bank syariah.
5. Metode Penelitian
a. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang digunakan dalam skripsi ini adalah pendekatan
peraturan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual
(conceptual approach), maksudnya bahwa segala permasalahan dibahas dan
dianalisa berdasarkan konsep teori dan peraturan-peraturan yang berlaku.
14
b. Bahan Hukum
Bahan Hukum yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini meliputi bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder. Adapun bahan hukum primer
merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas.
Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan
resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan, putusan-putusan
hakim dan penelusuran norma hukum yang berkaitan dengan perbankan
syariah dan prinsip bagi hasil di Indonesia antara lain :
1. Al Quran, Hadist
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
3. Burgerlijk Wetboek (BW).
4. Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
5. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas
Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah.
6. Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana
diubah dengan Undang-undang No.3 tahun 2006 tentang Perubahan Atas
Undang-undang nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
7. Undang-undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa.
8. Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum
Berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana diubah dengan Peraturan Bank
15
Indonesia Nomor 7/35/PBI/2005 tentang Perubahan atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip
Syariah.
9. Peraturan Bank Indonesia, Nomor 8/21/PBI/2006 tentang Penilaian
Kualitas Aktiva Produktif Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan
Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
10. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005 tentang Akad
Perhimpunan Dan Penyaluran Dana Bagi Bank Yang Melaksanakan
Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
11. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 07/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh).
12. Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 1 tahun 2004 tentang
bunga (interestt/fa idah).
Sedangkan bahan-bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang
hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang
hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum,
dan komentar-komentar atas putusan pengadilan. Diperoleh melalui studi
pustaka serta literatur-literatur pendukung yang terkait dengan pokok bahasan,
antara lain:
1. Buku-buku yang berkaitan
2. Jurnal Hukum
3. Kamus Hukum
4. Artikel yang telah ada sebelumnya
16
5. Makalah yang berkaitan dengan penelitian ini.
c. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum
Prosedur pengumpulan bahan hukum pada skripsi ini menggunakan bebarapa
cara antara lain:
1. Melakukan Studi Kepustakaan yaitu membaca buku-buku hukum, hasil
karya tulis ilmiah, hasil-hasil penelitian dan makalah.
2. Mengidentifikasi peraturan perundang-undangan yang berhubungan
dengan permasalahan.
3. Bahan hukum yang diperoleh dari hasil membaca kemudian
diklasifikasikan berdasarkan kategori tertentu yang disusun secara
sistematis dan berurutan disesuaikan dengan pokok masalah yang akan
dibahas dalam tiap-tiap bab.
4. Wawancara
d. Analisa Hukum
Bahan hukum dianalisa dengan menggunakan Conceptual Analisis yakni
dengan menganalisa isi peraturan perundang-undangan sebagai hal umum
kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Setelah itu dianalisa secara
kualitatif yaitu berdasarkan isi dari peraturan perundang-undangan digunakan
untuk manjawab permasalahan yang diajukan sehingga memperoleh suatu
kesimpulan sebagai upaya pemecahan masalah.
17
6. Pertanggungjawaban Sistematika Penulisan
Penulisan Skripsi ini ditulis dengan suatu sistematika yang lazim
digunakan dalam penulisan karya tulis ilmiah, sehingga diharapkan akan lebih
memudahkan bagi pembaca untuk memahaminya.
Sistematika skripsi ini terdiri dari 4 (empat) bab dimana masing-masing
bab terdiri dari beberapa sub bab. Penulisan skripsi ini dimulai dengan Bab I,
yaitu pendahuluan. Dalam bab in dikemukakan dan dijelaskan garis-garis besar
materi yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini. Diawali dengan latar
belakang dan rumusan permasalahan dari skripsi ini. Penjelasan judul dan alasan
pemilihan judul menjadi sub bab berikutnya. Kemudian akan dilanjutkan dengan
penjelasan tujuan dari penulisan skripsi ini, metode yang dipergunakan dalam
penulisan skripsi ini, yang terdiri dari pendekatan masalah, sumber bahan hukum,
prosedur pengumpulan bahan hukum, pengolahan bahan hukum, analisis bahan
hukum, dan bab ini akan diakhiri dengan pembahasan sistematika dari skripsi ini.
Bab II akan menguraikan jawaban terhadap permasalahan yang pertama
yaitu membahas karakteristik prinsip bagi hasil. Dengan melakukan analisis dan
memahami prinsip bagi hasil (Profit and Loss Sharing Principle) sebagai salah
satu prinsip syariah. Dimulai dengan pengkajian pengertian riba dan
diklasifikasikannya riba sebagai hal yang diharamkan, bunga bank dan
penggolongannya kedalam riba, serta karakteristik prinsip bagi hasil.
Dalam Bab III diuraikan tentang jawaban permasalahan yang kedua
yaitu pembahasan mengenai pembiayaan dengan prinsip bagi hasil. Pada bab ini
dikupas mengenai aplikasi pembiayaan dengan prinsip bagi hasil dalam perbankan
18
syariah. Meliputi pemberian pembiayaan dengan prinsip bagi hasil, metode
perhitungan bagi hasil, fungsi agunan pada pembiayaan dengan prinsip bagi hasil,
pembiayaan bermasalah dan upaya penanganan pembiayaan bermasalah.
Bab IV merupakan bagian penutup dikemukakan kesimpulan dari
semua permasalahan yang dibahas pada Bab II dan Bab III. Kesimpulan yang
didapat akan disusun secara sistematis dan obyektif, sehingga akan didapat
konklusi yang utuh, singkat, padat, dan obyektif. Saran diajukan guna
memberikan sumbangan pemikiran kedepannya untuk menjawab permasalahan
yang terjadi.