SYIFA OCTA.pdf

319
 i UJI EFEKTIVITAS DAN FOTOSTABILITAS KRIM EKSTRAK ETANOL 70 % TEH HITAM (Came ll i a sinens is  L.) SEBAGAI TABIR SURYA SECARA I N VITRO  Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Far.) Oleh : Syifa Octa Maulidia NIM : 106102003375 PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M

Transcript of SYIFA OCTA.pdf

Page 1: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 1/319

i

UJI EFEKTIVITAS DAN FOTOSTABILITAS KRIM EKSTRAK

ETANOL 70 % TEH HITAM (Camell ia sinensis  L.) SEBAGAI TABIR

SURYA SECARA I N VITRO  

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Farmasi (S.Far.)

Oleh :

Syifa Octa Maulidia

NIM : 106102003375

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H/2010 M

Page 2: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 2/319

ii

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

NAMA : SYIFA OCTA MAULIDIA

NIM : 106102003375

JUDUL : UJI EFEKTIVITAS DAN FOTOSTABILITAS KRIM

EKSTRAK ETANOL 70 % TEH HITAM (Camell ia sinensis  

L.) SEBAGAI TABIR SURYA SECARA I N VITRO  

Disetujui oleh:

Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Farida Sulistiawati, M.Si., Apt Yuni Anggraeni S.Si., Apt

NIP: 150377443 NIP: 198310282009012008 

Mengetahui,

Ketua Program Studi Farmasi FKIK

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Drs, M. Yanis Musdja M.Sc., Apt

NIP: 1956010619851010001

Page 3: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 3/319

iii

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul

PEMANFAATAN SELULOSA BAKTERI –  PVA HASIL IRADIASI

(HIDROGEL) SEBAGAI MATRIKS TOPENG MASKER WAJAH

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan dihadapan tim penguji oleh

Syifa Octa Maulidia

NIM: 106102003375

Menyetujui,

Pembimbing:

1.  Pembimbing I Farida Sulistiawati, M.Si., Apt ........................ 

2.  Pembimbing II Yuni Anggraeni S.Si., Apt. ........................ 

Penguji:

1.  Ketua Penguji Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc., Apt. ........................ 

2.  Anggota Penguji I Eka Putri, M.Si, Apt. ........................ 

3.  Anggota Penguji II Ofa Suzanti betha, M.Si., Apt ........................ 

4.  Anggota Penguji III Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc., Apt. ........................ 

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu KesehatanUIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Prof. DR. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp. And

Tanggal lulus : 26 Agustus 2010

Page 4: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 4/319

iv

LEMBAR PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-

BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN

SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI

ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Agustus 2010

Syifa Octa Maulidia

106102003375

Page 5: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 5/319

v

ABSTRAK

Judul : Uji Efektifitas dan Fotostabilitas Krim Ekstrak Etanol 70 % Teh

Hitam (Camell ia sinensis  L.) Sebagai Tabir Surya Secara In Vitro  

Sediaan tabir surya adalah sediaan kosmetika yang formulasinya

mengandung zat aktif yang dapat membaurkan, menyerap atau

memantulkan secara efektif cahaya matahari terutama daerah emisi

gelombang ultraviolet dan inframerah. Salah satu bahan alam yang

memiliki potensi sebagai tabir surya adalah teh hitam (Camellia

 sinensis  L.) dengan kandungan senyawa flavonoid yang diduga

mampu mengabsorbsi sinar UV. Pada penelitian ini, ekstrak etanol 70

% teh hitam (Camellia sinensis  L.) diformulasikan dengan variasi

konsentrasi (1 %, 2 %, dan 3 %) kedalam sediaan topikal (krim).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat krim ekstrak etanol70 % teh hitam (Camellia sinensis  L.) yang baik dan stabil serta

menguji efektivitas dan fotostabilitas sediaan krim ekstrak etanol 70 %

teh hitam (Camellia sinensis L.) sebagai tabir surya. Hasil penelitian

ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70 % teh hitam (Camellia

 sinensis  L.) memiliki panjang gelombang 293,4 nm dan mempunyai

efektivitas sebagai tabir surya yang termasuk dalam kategori proteksi

ultra. Ekstrak etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.) juga dapat

dibuat menjadi sediaan yang baik dan stabil. Dari ketiga variasi

konsentrasi ekstrak etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.) yang

dibuat dalam sediaan krim memiliki efektivitas sebagai tabir suryadengan menunjukkan kategori sebagai sunblock pada daerah eritema,

dengan nilai fotostabilitas formula uji (3 %) yang aktivitasnya hampir

sama dengan formula kontrol positif.

Kata kunci : Teh Hitam (Camellia sinensis  L.), krim, efektivitas dan

fotostabilitas tabir surya.

Page 6: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 6/319

vi

ABSTRACT

Title : Effectiveness and Photostability Cream 70 % Ethanol Extract of

Black Tea (Camell ia sinensis  L.) As Sunscreen In Vitro

Sunscreen formulation is the preparation of cosmetics that contain

active substances that can confound, effectively absorb or reflect

sunlight, especially the emission of ultraviolet and infrared waves. One

of the natural ingredients that have potential as a sunscreen is black tea

(Camellia sinensis  L.) by flavonoid content that allegedly able to

absorb UV light. In this study, 70% ethanol extract of black tea

(Camellia sinensis L.) is formulated with various concentrations (1%,

2% and 3%) to a topical preparation (cream). The purpose of this

research is to make cream of 70% ethanol extract of black tea(Camellia sinensis  L.) is good and stable as well as test the

effectiveness and dosage photostability cream 70% ethanol extract of

 black tea (Camellia sinensis  L.) as a sunscreen. The results of this

study showed that 70% ethanol extract of black tea (Camellia sinensis 

L.) has a wavelength of 293.4 nm and has effectiveness as a sunscreen

that includes in the category of ultra protection. 70% ethanol extract of

 black tea (Camellia sinensis  L.) can also be made into a good and

stable supply. Of the three variations of the concentration of 70%

ethanol extract of black tea (Camellia sinensis  L.) are made in the

cream has effectiveness as a sunscreen by showing the category as asunblock on the area erythema, with a value photostability test formula

(3%) whose activity is similar to the formula positive control.

Keywords: Black Tea (Camellia sinensis  L.), cream, sunscreen

effectiveness and photostability.

Page 7: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 7/319

vii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim  

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas segala

rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan

skripsi dengan judul “Uji Efek tivitas dan Fotostabilitas Krim Ekstrak Etanol 70 %

Teh Hitam Camellia sinensis L. sebagai Tabir Surya secara In Vitro”. Skripsi ini

disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikan

tingkat Strata 1 (S1) pada Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari, keberhasilan penulisan skripsi ini adalah karena

karunia Allah SWT dan dorongan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena

itu pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1.  Prof. DR (hc). dr. M. K Tadjudin, Sp. And. Selaku dekan Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2.  Drs. M Yanis Musdja, M.Sc, Apt. Selaku ketua Program Studi Jurusan

Farmasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. 

Ibu Farida Sulistiawati, M.Si., Apt dan Ibu Yuni Anggraeni S.Si., Apt selaku

 pembimbing yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan serta

membimbing penulis sampai terselesaikannya skripsi ini.

4.  Ayahanda Zaenal Abidin dan Ibunda Ucih Hamidah, beserta keluarga terkasih

yang selalu dengan ikhlas dan setia memberikan semangat dan dukungan, baik

secara moril maupun materil dan juga untaian do’a yang selalu di panjatkan

dalam setiap langkah yang penulis lakukan.

Page 8: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 8/319

viii

5.  Bapak/Ibu Dosen dan Staff Akademika Program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

memberikan ilmu dan bantuannya kepada penulis.

6.  Aji Muhammad Tsabbit Imani yang telah banyak membantu, memberikan

semangat serta menemani baik suka maupun duka selama penelitian.

7. 

Teman-teman Farmasi angkatan 2006 dan semua pihak yang tidak dapat

disebutkan satu persatu yang turut membantu penulis selama ini. Semoga

silaturahmi kita bisa tetap terjaga.

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa masih banyak

kekurangan dan keterbatasan dalam penyusunan skripsi ini. Kritik dan saran yang

 bersifat membangun dari pembaca sangat diharapkan guna kesempurnaan dalam

 penulisan skripsi ini. Besar harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk

 pengembangan ilmu pengetahuan di masa sekarang dan yang akan datang.

Jakarta, Agustus 2010

Penulis

Page 9: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 9/319

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN ......................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... iv

ABSTRAK ..................................................................................................... v

ABSTRACK .................................................................................................. vi

KATAPENGANTAR .................................................................................... vii

DAFTAR ISI .................................................................................................. ix

DAFTAR TABEL ......................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 11.1 Latar Belakang ......................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah ................................................................. 3

1.3 

Hipotesis ................................................................................... 3

1.4 Tujuan Penelitian ..................................................................... 4

1.5 

Manfaat Penelitian ................................................................... 4 

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 5 2.1 Teh Hitam (Camellia sinensis, L) ............................................ 5

2.1.1 Klasifikasi ....................................................................... 5

2.1.2 Nama Daerah ................................................................... 5

2.1.3 Deskripsi ......................................................................... 5

2.1.4 Kandungan Kimia ........................................................... 8

2.1.5 Senyawa Flavonoid ......................................................... 8

2.1.6 Khasiat............................................................................ 10

2.2 Ekstraksi ................................................................................... 10

2.2.1 Proses Pembuatan Ekstrak .............................................. 11

2.2.2 Ekstraksi Dengan Menggunakan Pelarut ........................ 12

2.3 Kulit ......................................................................................... 14

2.3.1 Struktur Kulit .................................................................. 152.3.2 Fisiologi Kulit ................................................................. 17

2.4 Sinar Matahari Dan Melanogenesis ......................................... 18

2.5 Sediaan Krim Tabir surya ........................................................ 20

2.5.1 Sediaan Tabir Surya ........................................................ 20

2.5.2 Sediaan Krim ................................................................... 22

2.5.3 Penentuan Efektivitas Sediaan Tabir Surya............. ....... 24

2.6 Spektrofotometri UV-Vis ......................................................... 26

BAB III KERANGKA KONSEP .............................................................. 28

Page 10: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 10/319

x

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ................................................ 29 4.1 Tempat Dan Waktu Penelitian ................................................ 29

4.1.1 Tempat Penelitian ........................................................... 29

4.1.2 Waktu Penelitian ............................................................ 29

4.2 Bahan Dan Alat ........................................................................ 29

4.2.1 Bahan .............................................................................. 29

4.2.2 Alat ................................................................................. 30

4.3 Prosedur Kerja .......................................................................... 30

4.3.1 Pengumpulan Bahan Dan Determinasi ........................... 30

4.3.2 Penapisan Fitokimia ........................................................ 30

4.3.3 Pembuatan Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam

(Camellia sinensis L.) ..................................................... 33

4.3.4 Pemeriksaan Karakteristik Ekstrak ................................. 33

4.3.5 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum ................... 354.3.6 Formulasi Krim ............................................................... 35

4.3.7 Pembuatan Sediaan Krim Ekstrak Etanol 70 %

Teh Hitam (Camellia sinensis L.) ................................... 36

4.3.8 Evaluasi Sediaan Krim Tabir surya................................. 36

4.3.9 Uji Fotostabilitas Krim Tabir Surya ................................ 38

4.3.10 Pengolahan Data .......................................................... 38

4.3.11 Uji Efektivitas Krim Tabir Surya ................................ 39

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................... 405.1 Hasil Penelitian ....................................................................... 40

5.1.1 Pengumpulan Bahan Dan Determinasi .......................... 405.1.2 Penapisan Fitokimia ....................................................... 40

5.1.3 Ekstraksi Serbuk Teh Hitam .......................................... 40

5.1.4 Karakterisasi Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam .............. 41

5.1.5 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum .................. 41

5.1.6 Evaluasi Krim ................................................................. 41

5.1.7 Uji Fotostabilitas Krim ................................................... 46

5.1.8 Uji Efektivitas Krim ....................................................... 47

5.2 Pembahasan ............................................................................. 47

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 556.1 Kesimpulan ............................................................................. 55

6.2 Saran ........................................................................................ 55

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 57

LAMPIRAN ..................... .............................................................................. 61 

Page 11: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 11/319

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Transmisi Eritema Dan Pigmentasi Sediaan Tabir Surya ............. 25

Tabel 2. Kategori Penilaian Tabir Surya ...................................................... 26

Tabel 3. Formula Krim Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam

(Camellia sinensis L.) .................................................................... 35

Tabel 4. Hasil Penapisan Fitokimia ............................................................. 40

Tabel 5. Hasil Karakterisasi Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam

(Camellia sinensis L.) .................................................................... 41

Tabel 6. Hasil Pemeriksaan Organoleptis ................................................... 42

Tabel 7. Hasil Pemeriksaan Homogenitas ................................................... 42

Tabel 8. Hasil Pemeriksaan Sentrifugasi ..................................................... 42

Tabel 9. Hasil Pemeriksaan pH ................................................................... 43Tabel 10. Hasil Pemeriksaan Viskositas (Cp) ............................................... 43

Tabel 11. Hasil Pemeriksaan Organoleptis Cycling Test ............................... 44

Tabel 12. Hasil Pemeriksaan Homogenitas Cycling Test .............................. 44

Tabel 13. Hasil Pemeriksaan Sentrifugasi Cycling Test ................................ 44

Tabel 14. Hasil Pemeriksaan pH Cycling Test .............................................. 45

Tabel 15. Hasil Pemeriksaan Viskositas (Cp) Cycling Test .......................... 45

Tabel 16. Hasil Pengukuran Perubahan Serapan Krim Sebelum dan

Sesudah Beberapa Waktu Penyinaran dengan Sinar UV 366 nm .. 46

Tabel 17. Uji Efektivitas Tabir Surya Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam ........ 47

Tabel 18. Uji Efektivitas Krim Tabir Surya ................................................... 47Tabel 19. Perhitungan Uji Efektivitas Ekstrak Etanol 70 %

Teh Hitam Konsentrasi 40 ppm ..................................................... 77

Tabel 20. Perhitungan Uji Efektivitas Ekstrak Etanol 70 %

Teh Hitam Konsentrasi 60 ppm ..................................................... 79

Tabel 21. Perhitungan Uji Efektivitas Ekstrak Etanol 70 %

Teh Hitam Konsentrasi 80 ppm .................................................. 80

Tabel 22. Perhitungan Uji Efektivitas Ekstrak Etanol 70 %

Teh Hitam Konsentrasi 100 ppm ................................................... 81

Tabel 23. Perhitungan Uji Efektivitas Ekstrak Etanol 70 %

Teh Hitam Konsentrasi 120 ppm ................................................... 82

Tabel 24. Perhitungan Uji Efektivitas Krim Formula KN (kontrol negatif) .. 83Tabel 25. Perhitungan Uji Efektivitas Krim Formula KP benzofenon-3

(kontrol positif) ............................................................................ 84

Tabel 26. Perhitungan Uji Efektivitas Krim Tabir Surya Ekstrak

Etanol 70 % Teh Hitam Konsentrasi 1 % (KrT 1 %) ..................... 85

Tabel 27. Perhitungan Uji Efektivitas Krim Tabir Surya Ekstrak

Etanol 70 % Teh Hitam Konsentrasi 2 % (KrT2 %) ...................... 86

Tabel 28. Perhitungan Uji Efektivitas Krim Tabir Surya Ekstrak

Etanol 70 % Teh Hitam Konsentrasi 3 % (KrT 3 %) ..................... 87

Page 12: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 12/319

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur Kimia Flavonoid .......................................................... 9

Gambar 2. Penampang Kulit ......................................................................... 14

Gambar 3. Kurva Hubungan Antara pH dengan Waktu Penyimpanan ........ 43

Gambar 4. Kurva Hubungan Antara Viskositas dengan Waktu

Penyimpanan .............................................................................. 43

Gambar 5. Kurva Hubungan Antara pH dengan Satabilitas

Penyimpanan Cycling test  ........................................................... 45

Gambar 6. Kurva Hubungan Antara Viskositas dengan Stabilitas

Penyimpanan Cycling Test  .......................................................... 45

Gambar 7. Kurva Hubungan antara Absorbansi dengan

Lamanya Waktu Paparan Sinar UV 366 nm ............................... 46Gambar 8. Tanaman Teh (Camellia sinensis L.)......................................... 62

Gambar 9. Serbuk Teh Hitam (Camellia sinensis L.) ................................. 62

Gambar 10. Maserasi Serbuk Teh Hitam (Camellia sinensis L.) ................... 62

Gambar 11. Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam (Camellia sinensis L.) ............ 62

Gambar 12. Formula Krim Minggu ke- 0 ....................................................... 68

Gambar 13. Formula Krim minggu ke- 1 ....................................................... 68

Gambar 14. Formula Krim Minggu ke- 2 ....................................................... 69

Gambar 15. Formula Krim Minggu ke- 3 ....................................................... 69

Gambar 16. Formula Krim Minggu ke- 4…………………………………... 70

Gambar 17. Sentrifugasi Minggu ke- 0 .......................................................... 70Gambar 18. Sentrifugasi Minggu ke-4 ........................................................... 70

Gambar 19. Formula Krim Sebelum Cycling Test  ......................................... 71

Gambar 20. Formula Krim Sesudah Cycling Test   ........................................ 71

Gambar 21. Uji Homogenitas Sebelum Cycling Test   .................................... 71

Gambar 22. Uji Homogenitas Sesudah Cycling Test  ...................................... 71

Gambar 23. Uji Sentrifugasi Sebelum Cycling Test  ....................................... 71

Gambar 24. Uji Sentrifugasi Sesudah Cycling Test ........................................ 71

Gambar 25. Hasil Penapisan Fitokimia Simplisia .................................... .. 88

Gambar 26. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Teh Hitam........................... 88

Gambar 27. Viskometer Brookfield ………………………………………... 89

Gambar 28. pH Meter...................................................................................... 89Gambar 29. Spektrofotometer UV-Vis ........................................................... 89

Gambar 30. Oven ..... .................................................................................... 89

Gambar 31. Alat Centrifuge.................................................................... 89

Gambar 32. UV 366 nm .................................................................................. 89 

Page 13: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 13/319

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Tanaman dan Serbuk Teh (Camellia sinensis L.) .................. 62

Lampiran 2. Hasil Determinasi Tanaman Teh (Camellia sinensis L.) ......... 63

Lampiran 3. Alur Penelitian ........................................................................ 64

Lampiran 4. Hasil Scanning Panjang Gelombang Maksimum Ekstrak

Etanol 70 % Teh Hitam (Camellia sinensis L.) ....................... 66

Lampiran 5. Perhitungan Karakteristik Ekstrak ............................................ 67

Lampiran 6. Gambar Formula Krim............................................................. 68

Lampiran 7. Hasil Statistik Aktivitas Krim Ekstrak Etanol 70 %

Teh Hitam sebagai Tabir Surya ................................................ 72

Lampiran 8. Hasil Uji Efektifitas Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam

sebagai Tabir Surya…………………………………………... 77Lampiran 9. Hasil Uji Efektifitas Krim Ekstrak Etanol 70 %

Teh Hitam sebagai Tabir Surya ................................................ 83

Lampiran 10. Hasil Penapisan Fitokimia Serbuk Simplisia dan Ekstrak ....... 88

Lampiran 11. Alat ......................................................................................... 89

Page 14: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 14/319

BAB I

PENDAHULUAN 

1.1  Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara tropis, di mana pengaruh sinar

matahari sangat besar terhadap kehidupan makhluk hidup. Sinar matahari

memberikan efek yang menguntungkan yaitu dapat mencegah atau

mengobati gangguan pada tulang dengan cara mengaktifkan provitamin D3 

(7-dehidrokolesterol) yang terdapat pada epidermis kulit menjadi vitamin

D3. Namun pemaparan sinar matahari yang berlebihan juga dapat

menimbulkan efek yang merugikan terutama terhadap kulit dikarenakan

sinar ultraviolet yang terkandung di dalamnya dapat menyebabkan eritema

dan pigmentasi kulit, percepatan penuaan kulit, bahkan dapat menimbulkan

kanker (Harry, 1975).

Besarnya radiasi yang mengenai kulit tergantung pada jarak antara

suatu tempat dengan garis khatulistiwa, kelembaban udara, musim,

ketinggian tempat dan jam waktu setempat. Semakin dekat jarak antara

suatu tempat dengan garis khatulistiwa, maka akan semakin besar radiasi

sinar ultraviolet yang mengenai kulit. Intensitas radiasi UV tertinggi adalah

 pukul 10.00-16.00 waktu setempat, yaitu ketika orang sedang aktif di luar

rumah sehingga kulit perlu dilindungi dari bahaya sinar UV matahari

(Shaath. Nadim, 2005).

Salah satu upaya untuk menghindari kontak langsung dengan sinar

matahari yaitu dengan menggunakan pelindung berupa bahan tabir surya

yang diformulasikan dalam sediaan kosmetik baik yang berbentuk krim, gel,

Page 15: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 15/319

maupun lotion. Sediaan tabir surya adalah sediaan kosmetik yang digunakan

 pada permukaan kulit yang bekerja antara lain dengan menyerap,

menghamburkan, atau memantulkan sinar ultraviolet (Depkes RI, 1985 ).

Sebagian besar bahan-bahan untuk tabir surya merupakan bahan

sintetik misalnya PABA ( Para Amino Benzoic Acid ) yang sangat populer di

negara-negara barat karena efektif menyerap sinar UV-B dan cepat

mencokelatkan kulit. Tetapi untuk kulit Asia atau Indonesia, tabir surya

yang mengandung PABA tidak cocok dan tidak aman karena cepat

mencokelatkan kulit dan bersifat photosensitizer  (Diana, 2006). Oleh karena

itu, penting dilakukan suatu penelitian untuk mencari senyawa aktif yang

 berasal dari alam yang dapat berguna sebagai tabir surya, salah satunya yaitu

dengan memanfaatkan dan meneliti teh hitam sebagai tanaman perdu yang

diharapkan dapat berpotensi sebagai bahan kosmetik khususnya sebagai

 bahan tabir surya.

Teh hitam (Camellia sinensis L.) merupakan salah satu perdu atau

 pohon kecil yang berasal dari daratan Asia Tenggara namun sekarang telah

dibudidayakan di seluruh dunia, baik di daerah tropis maupun subtropis.

Tanaman ini biasanya dipangkas bila dibudidayakan untuk dipanen daunnya.

Di Indonesia sendiri teh hitam dimanfaatkan sebagai tanaman yang berguna

sebagai antidiare, namun belakangan ini teh hitam telah dimanfaatkan untuk

mengobati penyakit asma, penyakit jantung koroner, diabetes, dan

antioksidan. Diketahui juga bahwa pada penelitian sebelumnya ekstrak air

teh hitam yang dibuat sediaan gel dapat berpotensi sebagai tabir surya

(Turkoglu. Cigirgil, 2007).

Page 16: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 16/319

Dalam penelitian ini, sediaan tabir surya dari teh hitam dibuat dalam

sediaan krim. Pemilihan krim sebagai bentuk sediaan tabir surya karena

krim merupakan sediaan yang memiliki keuntungan berupa nilai estetikanya

yang cukup tinggi dan tingkat kenyamanan dalam penggunaannya yang

cukup baik, disamping itu sediaan krim ini merupakan sediaan yang mudah

di cuci, bersifat tidak lengket, memberikan efek melembabkan pada kulit

serta memiliki kemampuan penyebaran yang baik. Karena dalam penelitian

ini sediaan tabir surya dibuat dalam bentuk sediaan krim yang menggunakan

air lebih sedikit maka ekstrak yang digunakan adalah ekstrak etanol 70 %

teh hitam. Oleh karena itu sediaan krim ektrak etanol 70 % teh hitam ini

 perlu diteliti efektivitas, fotostabilitas, dan stabilitas fisiknya agar diperoleh

sediaan yang baik.

1.2 

Perumusan Masalah

1.  Apakah ekstrak etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.) dapat

dibuat dalam sediaan krim yang baik dan stabil?

2.  Bagaimana efektivitas dan fotostabilitas sediaan krim ekstrak etanol 70

% teh hitam sebagai sediaan tabir surya?

1.3  Hipotesis

Ekstrak etanol 70 % teh hitam  (Camellia sinensis L.) dapat dibuat

menjadi sediaan krim tabir surya yang baik dan stabil dengan efektivitas dan

fotostabilitas tabir surya yang belum diketahui.

Page 17: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 17/319

1.4  Tujuan Penelitian

1.  Menentukan efektivitas dan fotostabilitas tabir surya sediaan krim

ekstrak etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.)

2.  Membuat sediaan krim tabir surya ekstrak etanol 70 % teh hitam 

(Camellia sinensis L.) yang memiliki aktivitas sebagai tabir surya yang

memberikan penampilan sediaan yang baik dan stabil.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah dapat memberikan informasi

tentang efektivitas dan fotostabilitas dari krim ekstrak etanol 70 % teh hitam

(Camellia sinensis  L.) sebagai tabir surya dan formulasi krim dari ekstrak

etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.) dengan menggunakan variasi

konsentrasi ekstrak.

Page 18: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 18/319

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teh Hitam (Camelli a sinensis  L.) 

2.1.1 Klasifikasi (Sulistyowati, 2004)

Teh hitam (Camellia sinensis L.) diklasifikasikan sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Sub Kelas : Dialypetalae

Ordo (bangsa) : Guttiferales (Clusiales)

Familia (suku) : Camelliaceae (Theaceae)

Genus (marga) : Camellia

Spesies (jenis) : Camellia sinensis L.

Varietas : Assamica

2.1.2 Nama daerah

Enteh (sunda)

2.1.3 Deskripsi

Camellia sinensis  L.  berasal dari daratan Asia Selatan dan

Tenggara,  namun sekarang telah dibudidayakan di seluruh dunia, baik

daerah tropis maupun subtropis. Tumbuhan ini merupakan  perdu atau

 pohon kecil yang biasanya dipangkas bila dibudidayakan untuk dipanen

daunnya.

Camellia sinensis L.  memiliki akar tunggang yang kuat. Bunganya

kuning-putih berdiameter 2,5 – 4 cm dengan 7 hingga 8 petal. Daunnya

Page 19: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 19/319

memiliki panjang 4 – 15 cm dan lebar 2 – 5 cm. Daun-daun itu mempunyai

rambut-rambut pendek putih di bagian bawah daun. Daun muda memiliki

warna lebih terang, sedangkan daun tua berwarna lebih gelap. Daun

dengan umur yang berbeda menghasilkan kualitas teh yang berbeda-beda,

hal tersebut dikarenakan komposisi kimianya yang berbeda. Biasanya,

 pucuk dan dua hingga tiga daun pertama dipanen untuk pemrosesan.

Biasanya pemetikan dengan tangan (manual) ini diulang setiap dua

minggu.

Berdasarkan penanganan pasca panen, teh dibagi menjadi 3 (tiga)

macam yaitu (Sulistyowati, 2004)

1)  Teh Hijau

Teh hijau diperoleh tanpa proses fermentasi. Daun teh

dilayukan dengan panas sehingga terjadi inaktivasi enzim. Pemanasan

ini dilakukan dengan dua cara yaitu dengan udara kering dan

 pemanasan basah dengan uap panas ( steam). Pada pemanasan kering

dilakukan pada suhu 100-200 °C sedangkan pemanasan basah dengan

menggunakan mesin ( steamer ) suhunya sekitar 220-300 °C. Proses

 pemanasan udara kering pada daun teh akan memberikan aroma dan

rasa yang lebih kuat dibandingkan dengan pemberian uap panas

( steam). Namun keuntungan dengan cara pemberian uap panas adalah

warna teh dan seduhannya akan lebih hijau terang.

2) 

Teh hitam

Teh hitam diperoleh melalui proses fermentasi. Daun teh segar

dilayukan terlebih dahulu pada palung pelayu, kemudian digiling

Page 20: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 20/319

sehingga sel-sel daun rusak. Selanjutnya dilakukan fermentasi pada

suhu sekitar 19-26 °C dengan kelembaban sekitar 90-98 %. Lamanya

fermentasi sangat menentukan kualitas hasil akhir, biasanya dilakukan

selama 60-100 menit. Apabila proses fermentasi telah selesai,

dilakukan pengeringan yang bertujuan untuk menghentikan proses

oksidasi enzimatis yang terjadi pada saat fermentasi serta membuat teh

tahan lama dalam penyimpanan. Pengeringan dilakukan selama 13-18

menit sampai kadar air teh kering mencapai 2,5-3,5 %. 

3)  Teh putih

Untuk membuat teh putih diperlukan daun teh yang paling

muda, yang masih dipenuhi bulu putih pendek atau bulu halus.

Pemasakannya mengalami 2 tahap, yaitu penguapan dan pengeringan

tidak ada proses pelayuan dan penggilingan. Daun teh yang telah

dibersihkan kemudian dipanaskan pada suhu 160-240 °C selama 3-7

menit untuk inaktivasi enzim, selanjutnya digulung dan dikeringkan.

Tampilan teh putih hampir tidak berubah, yaitu berwarna putih

keperakan. Ketika diseduh akan berwarna kuning pucat dengan aroma

lembut dan segar. Ada juga jenis teh yang disebut dengan Teh olong,

yaitu teh yang diproses hampir sama seperti teh putih yaitu melalui

 proses semi fermentasi. Selain itu teh jenis ini juga dibuat dengan

 bahan baku khusus, yaitu varietas tertentu yang memberikan aroma

khusus.

Page 21: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 21/319

2.1.4 Kandungan kimia (Anonim, 2010) 

Daun teh hitam (Camellia sinensis  L.) mengandung senyawa

 bioaktif polifenol yang terdiri dari senyawa flavonoid, tannin (3,57 %),

kafein (7,56 %), theobromin (0,69 %), theopilin (0,25 %), asam galat (1,15

%), asam klorogenat (0,21 %), gula (6,85 %), pektin (0,16 %),

 polisakarida (4,17 %), asam oksalat (1,50 %), asam malonat (0,02 %),

asam suksinat (0,09 %), asam malat (0,31 %), asam sitrat (0,84 %), lipid

(4,79 %), peptida (5,99 %), asam fenalat dan asam amino (3,03 %). Juga

mengandung vitamin B1, B2, C, E, dan K. Serta kaya mineral kalium

(potassium) (4,83 %) dan mineral lain (4,70 %). Senyawa katekin yang

 berada dalam senyawa flavonoid mengandung: epikatekin (EC) (1,21 %),

epikatekin galat (ECG) (3,86 %), epigalo katekin (EGC) (1,09 %), epigalo

katekin galat (EGCG) (4,63 %), theaflavin (2,62 %), thearubigin (35,90

%), dan quercetin.

2.1.5 Senyawa flavonoid

Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari C6-C3-C6  dan

umumnya terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida. Bagi tumbuhan

flavonoid ini dapat berguna sebagai senyawa yang dapat menarik

serangga, yang membantu dalam proses penyerbukan dan dapat berguna

sebagai senyawa yang dapat menarik perhatian binatang untuk membantu

 penyebaran biji (Harborne, 1987). Sedangkan untuk manusia dalam dosis

kecil flavonoid ini dapat bekerja sebagai stimulan pada jantung, kemudian

 pada jenis flavon yang terhidroksilasi dapat bekerja sebagai diuretik dan

dapat bekerja sebagai antioksidan pada lemak (Sirait. Midian, 2007)

Page 22: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 22/319

Gambar 1. Struktur Kimia Flavonoid

Dalam tumbuhan, aglikon flavonoid (yaitu flavonoid tanpa gula

terikat) terdapat dalam berbagai bentuk struktur. Semuanya mengandung

15 atom karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun dalam konfigurasi

yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang

dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga. Flavonoid merupakan

kandungan senyawa khas pada tumbuhan hijau dengan mengecualikan

alga. Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan

termasuk daun, akar, kayu, kulit, bunga, dan biji (Markham, 1988).

Aglikon dari flavonoid adalah polifenol dan karena itu mempunyai

sifat kimia senyawa fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut

dalam basa dan ketika ditambahkan basa atau ammonia warnanya akan

 berubah. Tetapi bila senyawa ini terlalu lama di dalam basa akan

menyebabkan banyak senyawa flavonoid yang terurai. Flavonoid

merupakan senyawa yang bersifat polar. Hal ini disebabkan karena adanya

gula yang terikat pada flavonoid yang cenderung menyebabkan flavonoid

mudah larut dalam air sehingga flavonoid ini dapat diekstraksi dengan

etanol 70 % dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak dikocok

dengan petroleum eter. Senyawa ini merupakan senyawa yang

Page 23: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 23/319

10 

mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi dan dapat menunjukan

 pita spektrum kuat pada spektrum UV dan spektrum tampak (Harborne,

1987 dan Markham, 1988).

2.1.6 Khasiat 

Daun teh hitam berkhasiat sebagai obat antara lain untuk

mengobati penyakit asma, angina pektoris, penyakit vaskuler perifer,

 penyakit jantung koroner, diare, disentri, diabetes, antibakteri, antioksidan,

antikanker, dan antimutagenik. Selain itu, juga telah diketahui dapat

digunakan sebagai tabir surya (Cheryl, 2002). 

2.2  Ekstraksi (Depkes RI, 2000) 

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat

larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair.

Simplisia yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan

senyawa yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein, dan lain-

lain. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat

digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alakaloid, flavonoid, dan

lain-lain. Struktur kimia yang yang berbeda-beda akan mempengaruhi

kelarutan serta stabilitas senyawa-senyawa tersebut terhadap pemanasan,

udara, cahaya, logam berat, dan derajat keasaman. Dengan diketahuinya

senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan

 pelarut dan cara ekstraksi yang tepat.

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi

senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan

 pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan

Page 24: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 24/319

11 

dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga

memenuhi baku yang ditetapkan.

2.2.1 

Proses pembuatan ekstrak (Depkes RI, 2000) 

1)  Pembuatan serbuk simplisia dan klasifikasinya

Proses awal pembuatan ekstrak adalah tahapan pembuatan serbuk

simplisia kering (penyerbukan). Dari simplisia dibuat serbuk simplisia

dengan peralatan tertentu sampai derajat kehalusan tertentu. Proses ini

dapat mempengaruhi mutu ekstrak. Makin halus serbuk simplisia,

 proses ekstraksi makin efektif dan makin efisien, namun makin halus

serbuk, maka akan makin rumit secara teknologi peralatan untuk

tahapan filtrasi.

2)  Cairan pelarut

Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang

 baik (optimal) untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang

aktif, dengan demikian senyawa tersebut dapat terpisahkan dari bahan

dan dari senyawa kandungan lainnya, serta ekstrak hanya mengandung

sebagian besar senyawa kandungan yang diinginkan. Dalam hal

ekstrak total, maka cairan pelarut dipilih yang melarutkan hampir

semua metabolit sekunder yang terkandung. Faktor utama untuk

 pertimbangan pada pemilihan cairan penyari antara lain: selektivitas,

kemudahan bekerja dan proses dengan cairan tersebut, ekonomis,

ramah lingkungan, dan keamanan.

Page 25: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 25/319

12 

3)  Separasi dan pemurnian

Tujuan dari tahapan ini adalah menghilangkan (memisahkan) senyawa

yang tidak dikehendaki semaksimal mungkin tanpa berpengaruh pada

senyawa kandungan yang dikehendaki, sehingga diperoleh ekstrak

yang lebih murni. Proses-proses pada tahapan ini adalah pengendapan,

 pemisahan dua cairan tidak bercampur, sentrifugasi, dekantasi, filtrasi

serta proses adsorpsi dan penukar ion.

4)  Pemekatan atau penguapan (vaporasi dan evaporasi)

Pemekatan berarti jumlah parsial senyawa terlarut ( solute)  secara

 penguapan pelarut tidak sampai menjadi kering, melainkan ekstrak

hanya menjadi kental atau pekat.

5)  Randemen

Randemen adalah perbandingan antara ekstrak yang diperoleh dengan

simplisia kering.

2.2.2 Ekstraksi dengan menggunakan pelarut (Depkes RI, 2000) 

1)  Cara dingin

1.  Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan

menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau

 pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Cara ini dapat

menarik zat-zat berkhasiat yang tahan pemanasan maupun yang

tidak tahan pemanasan.

Page 26: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 26/319

13 

2.  Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru

sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan

 pada temperatur ruangan. Ekstraksi ini membutuhkan pelarut yang

lebih banyak.

2)  Cara panas

1. 

Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur

titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas

yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya

dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali

sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

2.  Soxhlet

Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu

 baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi

ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan

adanya pendinginan balik.

3.  Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan

kontinyu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur

ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur

40-50 oC.

Page 27: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 27/319

14 

4.  Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur

 penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih,

temperatur terukur 96-98 oC) selama waktu tertentu (15-20 menit).

5.  Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan

temperatur sampai titik didih air.

2.3. Kulit (Djuanda, 2007)

Gambar 2. Penampang Kulit (Graaff dkk, 2001).

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya

dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2  dengan

 berat kira-kira 15 % dari berat badan. Kulit ini sangat kompleks, elastis dan

sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung

 pada lokasi tubuh. Warna kulit berbeda-beda, dari kulit yang berwarna

Page 28: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 28/319

15 

terang ( fair skin) pirang, dan hitam, warna merah muda pada telapak kaki

dan tangan bayi, serta warna hitam kecoklatan pada genitalia orang dewasa.

2.3.1 Struktur kulit (Iswari, 2007) 

Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu:

1.  Lapisan epidermis, lapisan ini terdiri atas  stratum corneum,  stratum

lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale.

a. 

Stratum corneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit yang paling

luar dan terdiri atas beberapa lapisan sel-sel gepeng yang mati,

tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin

(zat tanduk). Secara alami, sel-sel yang sudah mati di permukaan

kulit akan melepaskan diri untuk berdegenerasi. Permukaan

 stratum corneum dilapisi oleh suatu lapisan pelindung lembab tipis

yang bersifat asam disebut Mantel Asam Kulit.

 b. 

Stratum lusidum (daerah sawar/lapisan jernih) terdapat langsung di

 bawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel gepeng tanpa inti

dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut

eleidin. Lapisan tersebut tampak jelas di telapak tangan dan kaki.

c.  Stratum granulosum  (lapisan keratohialin/lapisan seperti butir)

merupakan 2 atau 3 lapis sel gepeng dengan sitoplasma berbutir

kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas

keratohialin. 

d. 

Stratum spinosum  (stratum malphigi/lapisan sel duri) atau disebut

 pula prikle cell layer  (lapisan akanta) terdiri atas beberapa lapis sel

yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karena

Page 29: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 29/319

16 

adanya proses mitosis. Di antara sel-sel spinosum terdapat pula sel

langerhans. Sel-sel stratum spinosum banyak mengandung

glikogen.

e.  Stratum germinativum  (lapisan sel basal)  terdiri atas sel-sel

 berbentuk kubus (kolumnar) yang tersusun vertikal pada

 perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar ( palisade). Di

dalam  stratum germinativum  terdapat sel-sel melanosit, yaitu sel-

sel yang tidak mengalami keratinisasi dan fungsinya hanya

membentuk pigmen melanin dan memberikannya kepada sel-sel

keratinosit melalui dendritnya.

2.  Lapisan dermis adalah lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih

tebal daripada epidermis. Lapisan ini terbentuk oleh lapisan elastis dan

fibrosa padat dengan elemen selular, kelenjar dan folikel rambut.

Secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yaitu: 

a.   Pars papilare,  yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi

ujung serabut saraf dan pembuluh darah. 

 b.   Pars retikulare,  yaitu bagian bawah dermis yang berhubungan

dengan subkutis, bagian ini terdiri dari serabut-serabut penunjang

misalnya serabut kolagen, elastin, dan retikulin. 

3.  Lapisan subkutis (hypodermis) merupakan kelanjutan dermis, terdiri

atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel lemak

merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir karena

sitoplasma lemak yang bertambah. Lapisan sel-sel lemak disebut

 panikulus adipose  yang berfungsi sebagai cadangan makanan. Di

Page 30: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 30/319

17 

dalam lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan

getah bening. 

2.3.2 

Fisiologi kulit (Iswari, 2007) 

Fungsi Kulit antara lain:

1.  Proteksi, kulit ini akan menjaga bagian dalam tubuh terhadap

gangguan fisis atau mekanis. Serabut elastis yang terdapat pada dermis

serta jaringan lemak subkutan berfungsi mencegah trauma mekanik

langsung terhadap interior tubuh. Lapisan tanduk dan mantel lemak

kulit menjaga kadar air tubuh dengan cara mencegah keluarnya air dari

dalam tubuh dan mencegah penguapan air, dapat berfungsi sebagai

 barier terhadap racun dari luar. Selain itu, mantel asam dapat berfungsi

untuk mencegah pertumbuhan bakteri di kulit.

2.  Absorpsi, beberapa bahan dapat diabsorpsi kulit masuk ke dalam tubuh

melalui dua jalur yaitu melalui epidermis dan melalui kelenjar sebasea.

Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2, dan uap air memungkinkan kulit

ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan absorpsi

kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi kelembaban, dan

metabolisme.

3. 

Ekskresi, kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak

 berguna lagi atau sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea,

asam urat, dan ammonia.

4. 

Persepsi sensoris, kulit bertanggung jawab sebagai indera terhadap

rangsangan dari luar berupa tekanan, raba, suhu, dan nyeri melalui

 beberapa reseptor seperti benda meissner , diskus markell   dan

Page 31: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 31/319

18 

korpuskulum golgi  sebagai reseptor raba, korpuskulum pacini  sebagai

reseptor tekanan, korpuskulum ruffini  dan benda krauss  sebagai

reseptor suhu dan nervus end plate sebagai reseptor nyeri. Rangsangan

dari luar diterima oleh reseptor-reseptor tersebut dan diteruskan ke

sistem saraf pusat dan selanjutnya diinterpretasi oleh korteks serebri.

5. 

Pengaturan suhu tubuh, kulit melakukan peranan ini dengan cara

mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh

darah kulit. Pada saat temperatur badan menurun terjadi vasokonstriksi

sedangkan pada saat temperatur badan meningkat terjadi vasodilatasi

untuk meningkatkan pembuangan panas.

6.  Pembentukan pigmen, sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak di

lapisan basal. Jumlah, tipe, ukuran, dan distribusi pigmen melanin

akan menentukan variasi warna kulit sesorang.

7. 

Keratinisasi, proses keratinisasi ini berlangsung secara normal kira-

kira selama 14-21 hari dan memberikan perlindungan kulit terhadap

infeksi secara mekanis fisiologik.

2.4  Sinar Matahari dan Melanogenesis

Penyinaran matahari mempunyai dua efek, baik yang

menguntungkan maupun yang merugikan. Sinar ultraviolet merupakan

 bagian dari sinar matahari yang bertanggung jawab terhadap efek yang

merugikan tersebut. Kerusakan kulit akibat sinar ultraviolet antara lain

tergantung dari frekuensi dan lamanya sinar matahari mengenai kulit,

intensitas sinar matahari, serta sensitivitas seseorang. Efek nyata penyinaran

Page 32: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 32/319

19 

matahari, pertama-tama ialah kemerahan pada kulit (eritema) yang diikuti

oleh warna cokelat kemerahan. Pada dasarnya, timbul warna cokelat

kemerahan yang merupakan reaksi perlindungan terhadap kerusakan akibat

sinar ultraviolet (Balsam, 1972)

Kulit yang terpapar oleh sinar matahari selama 6-20 jam akan

menghasilkan eritema yang cepat atau lambat menimbulkan pencokelatan

kulit (tanning ). Tanning   cepat tampak jelas 1 jam setelah kulit terpapar

matahari dan kemudian akan hilang kembali dalam waktu 4 jam. Hal ini

mungkin disebabkan oleh reaksi oksidasi dari radikal bebas  semiquinon 

yang tidak stabil di dalam melanin. Di sini tidak tampak adanya

 pembentukan melanosom baru. Tanning   lambat terjadi 48-72 jam setelah

kulit terpapar sinar matahari dengan panjang gelombang 320-500 nm.

Reaksi serupa terjadi pada  sunburn  (290-320 nm). Hal ini disebabkan oleh

 pembentukan melanosom-melanosom baru secara perlahan, dan baru terlihat

dalam waktu 72 jam.

Sinar ultraviolet gelombang agak panjang serta sinar yang dapat

dilihat, antara 320-700 nm, merupakan penyebab melanogenesis, tetapi

gelombang-gelombang lebih pendek (290-320 nm) masih merupakan

inisiator paling efektif untuk melanogenesis (Iswari, 2007). 

Berdasarkan panjang gelombang dan efek fisiologisnya, sinar

ultraviolet dibedakan menjadi 3 bagian: (Depkes RI, 1985)

1. 

UV-A ialah sinar dengan panjang gelombang antara 400-315 nm dengan

efektivitas tertinggi pada 340 nm, dapat menyebabkan warna coklat pada

kulit tanpa menimbulkan kemerahan.

Page 33: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 33/319

20 

2.  UV-B ialah sinar dengan panjang gelombang antara 315- 280 nm dengan

efektivitas tertinggi pada 297,6 nm, merupakan daerah eritemogenik

yang dapat menimbulkan sengatan surya sehingga terjadi reaksi

 pembentukan melanin awal.

3.  UV-C ialah sinar dengan panjang gelombang dibawah 280 nm, dapat

merusak jaringan kulit, tetapi sebagian besar telah tersaring oleh lapisan

ozon dalam atmosfer.

Secara alamiah kulit juga mempunyai mekanisme perlindungan

terhadap sengatan surya ialah dengan penebalan stratum korneum dan

 pigmentasi kulit. Perlindungan terhadap sengatan surya ini disebabkan oleh

 peningkatan jumlah melanin dalam epidermis. Butir melanin yang terbentuk

dalam sel basal kulit setelah penyinaran ultraviolet-B akan berpindah ke

stratum korneum di permukaan kulit, kemudian teroksidasi oleh sinar

ultraviolet-A. Jika kulit mengelupas, butir melanin akan lepas, sehingga

kulit kehilangan pelindung terhadap sinar matahari (Depkes RI, 1985).

2.5 Sediaan Krim Tabir Surya

2.5.1 Sediaan tabir surya

Sediaan tabir surya adalah suatu sediaan kosmetika yang

digunakan untuk membaurkan atau menyerap secara efektif cahaya

matahari, terutama daerah emisi gelombang ultraviolet dan inframerah,

sehingga dapat mencegah terjadinya gangguan kulit karena cahaya

matahari (Depkes RI, 1985). Berdasarkan pada mekanisme aksinya, tabir

surya dapat dibagi menjadi tabir surya kimiawi yang mampu mengubah

Page 34: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 34/319

21 

 panjang gelombang berenergi tinggi menjadi energi yang rendah dan tabir

surya fisik yang disamping mampu mengabsorpsi sinar ultraviolet dapat

 juga mampu memantulkan sinar ultraviolet (Depkes RI, 2000).

Penyinaran ultraviolet dengan panjang gelombang di atas 330 nm

dapat menyebabkan kulit menjadi kecoklatan. Eritema timbul bersamaan

dengan warna coklat. Pada panjang gelombang antara 334,2 – 366,3 nm

efektif dalam pembentukan warna coklat dengan sedikit eritema. Pada

 penyinaran dengan panjang gelombang 250 – 270 nm, akan timbul eritema

yang ringan, yang menghilang dalam beberapa hari tanpa menimbulkan

warna kecoklatan. Penyinaran dengan panjang gelombang kurang dari 320

nm dapat menyebabkan eritema, sedangkan dengan panjang gelombang

antara 300 – 420 nm dapat menyebakan pembentukan pigmen (Depkes RI,

1985).

Syarat-syarat bagi preparat sediaan tabir surya ( sunscreen) adalah

enak dan mudah dipakai, jumlah yang menempel mencukupi kebutuhan,

 bahan aktif dan bahan dasar mudah tercampur, dan bahan dasar harus

dapat mempertahankan kelembutan dan kelembaban kulit (Iswari, 2007). 

Syarat-syarat bagi bahan aktif untuk preparat tabir surya antara

lain: (Iswari, 2007)

1) Efektif menyerap radiasi UV-B tanpa perubahan kimiawi, karena jika

tidak demikian akan mengurangi efisiensi, bahkan menjadi toksik atau

menimbulkan iritasi

2) Meneruskan UV-A untuk mendapatkan tanning   (untuk kulit orang

Eropa)

Page 35: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 35/319

22 

3) Stabil, yaitu tahan keringat dan tidak menguap

4) Mempunyai daya larut yang cukup untuk mempermudah formulasinya

5) Tidak berbau atau boleh berbau ringan

6) Tidak toksik, tidak mengiritasi dan tidak menyebabkan sensitisasi

Bentuk-bentuk preparat tabir surya ( sunscreen) dapat berupa:  (Iswari,

2007)

1. 

Preparat anhydrous (preparat yang berdasar minyak), keuntungan dari

 preparat ini adalah daya tahanya terhadap air, sehingga tidak terganggu

oleh perspirasi dan air kolam renang atau laut.

2.  Emulsi (non-minyak O/W, semi minyak dual emulsion, dan lemak

W/O). semi minyak dual emulsion dan lemak W/O digunakan sebagai

dasar preparat tabir surya. Yang kandungan lemaknya tinggi tampak

mirip minyak, sedangkan yang bukan minyak mirip preparat yang

 berbahan air. Keuntungan dari preparat emulsi ini adalah

 penampakannya yang menarik, serta konsistensinya yang

menyenangkan sehingga memudahkan untuk pemakaian.

3.  Preparat tanpa lemak ( greaseless preparation), keuntungan dari

 preparat ini adalah tidak berlemak dan tidak lengket, sehingga lebih

menyenangkan untuk dipakai, akan tetapi kekurangannya adalah

mudah larut dalam air.

2.5.2 Sediaan krim

Krim (cremores) adalah bentuk sediaan setengah padat

mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam

 bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan

Page 36: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 36/319

23 

untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair

diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air.

Sekarang ini batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri

dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam lemak

atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan

lebih ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika (Depkes RI,

1995).

Krim merupakan salah satu bentuk emulsi semisolid yang

digunakan secara topikal. Emulsi adalah suatu sistem yang tidak stabil

terdiri dari dua fase tidak dapat bercampur satu dengan lainnya, yaitu fase

hidrofil dan lipofil (Ansel, 1989).

Berdasarkan tipe emulsinya, krim terbagi atas dua tipe yaitu 

(Depkes RI, 1995)

1. 

Krim minyak-air (M/A)

Bila fase lipofil terdispersi dalam fase hidrofil maka sistem ini disebut

emulsi minyak dalam air. Krim M/A sering disebut sebagai “vanishing

krim” karena sifatnya yang bila di oleskan pada kulit dapat menghilang

dari permukaan dan akan memberikan efek pendinginan pada kulit, hal

ini terjadi karena air sebagai fasa kontinyu akan menguap dan akan

meningkatkan konsentrasi zat larut air pada lapisan yang melekat.

2. 

Tipe emulsi air-minyak (A/M)

Bila fase hidrofil terdispersi dalam fase lipofil maka sistem ini disebut

emulsi air dalam minyak. Konsistensi krim A/M dapat bervariasi dan

tergantung pada komposisi fase minyak, fase air dan campuran zat

Page 37: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 37/319

24 

 pengemulsi yang dipakai. Perbandingan relatif kedua fase dan sifat

fase masing-masing zat menunjukkan pengaruh yang nyata.

Sediaan kosmetik yang stabil adalah suatu sediaan yang masih

 berada dalam batas yang dapat diterima selama periode waktu

 penyimpanan dan penggunaan, dimana sifat dan karakteristiknya sama

dengan yang dimilikinya pada saat dibuat.

Evaluasi stabilitas fisik krim antara lain:

1.  Stabilitas penyimpanan pada suhu ruang (28±2 °C). Evaluasi ini

 bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya ketidakstabilan dari

sediaan yang disimpan hanya pada satu tempat yaitu pada suhu ruang

(28±2 °C). Jika hasil menunjukan tidak ada tanda ketidakstabilan maka

dapat disimpulkan bahwa sediaan tersebut stabil pada suhu ruang.

2.  Cycling test . Cycling test   merupakan evaluasi dari efek pengaruh

 penggunaan suhu yang bervariasi. Evaluasi ini juga merupakan

simulasi perjalanan suatu sediaan farmasi pada saat di distribusikan, di

mana sediaan akan berada pada suatu tempat yang berbeda, dan tempat

tersebut dapat memiliki kondisi/suhu yang berbeda. Evaluasi dilakukan

sebanyak 3 siklus, 1 siklus terdiri dari 2 hari  pada suhu dingin (2-4 °C)

dan di ikuti 2 hari pada suhu panas (40 °C) (Sarfaraz, 2004).

2.5.3 Penentuan efektivitas sediaan tabir surya (Balsam, 1972)

Efektivitas dari sediaan tabir surya dapat ditentukan dengan metode

 penentuan persen eritema dan persen pigmentasi. Ekstrak yang diperoleh

dan sediaan yang dibuat diukur absorbansinya pada panjang gelombang

292,5-372,5 nm. Dari nilai serapan yang diperoleh dihitung nilai serapan

Page 38: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 38/319

25 

dan nilai persen transmitannya dengan rumus A = - log T. Nilai transmisi

eritema dihitung dengan cara mengalikan nilai transmisi (T) dengan faktor

efektivitas eritema (Fe) pada panjang gelombang 292,5-372,5 nm. Nilai

transmisi pigmentasi dihitung dengan cara mengalikan nilai transmisi (T)

dengan faktor efektivitas pigmentasi (Fp) pada panjang gelombang 292,5-

372,5 nm. Selanjutnya nilai persen transmisi eritema dihitung dengan

rumus: 

% Te = 

∑  

% Tp =∑

∑  

Keterangan :

% Te = Nilai persen transmisi eritema

% Tp = Nilai persen transmisi pigmentasi

Ee = ∑  

Ep = ∑  

Berikut ini merupakan nilai dari fluks eritema (Fe) dan fluks

 pigmentasi (Fp) untuk sediaan tabir surya. 

Tabel 1. Transmisi Eritema dan Pigmentasi Sediaan Tabir Surya

Rentang Panjang Gelombang (nm) Fluks Eritema

290 –  295

295 –  300

300 –  305

305 –  310

310 –  315

315 –  320

Rentang total eritema, 290 – 

320 nm

0,1105

0,6720

1,0000

0,2008

0,1364

0,1125

2,2322 (76,3 %)

Page 39: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 39/319

26 

Suatu tabir surya mendapatkan kategori penilaian sebagai berikut:

Tabel 2. Kategori Penilaian Tabir Surya

% Te % Tp Kategori penilaian tabir surya

< 11 – 6

6 – 12

10-18

3 – 4042 – 86

45 – 86

45 – 86

SunblockProteksi ultra

Suntan

Fast tanning

2.6 Spektrofotometer UV- Vis

Spektrofotometer UV-Vis adalah analisis spektroskopik yang

memakai sumber radiasi elektromagnetik ultra violet dekat (190-380 nm)

dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen

spektrofotometer. Spektrofotometer UV-Vis melibatkan energi elektronik

yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometer

UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan

kualitatif (Silverstein, 1986).

Rentang Panjang Gelombang (nm) Fluks Pigmentasi

320 –  325

325 –  330

330 –  335335 –  340

340 –  345

345 –  350

350 –  355

355 –  360

360 –  365

365 –  370

370 –  375

0,1079

0,1020

0,09360,0798

0,0669

0,0570

0,0488

0,0456

0,0356

0,0310

0,0260

Rentang total pigmentasi, 320 – 

375 nm 0,6942 (23,7 %)Fluks Total Pigmentasi, 290 – 375 nm 2,9264 (100 %)

Page 40: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 40/319

27 

Spektrofotometer UV-Vis yang merupakan korelasi absorban

(sebagai ordinat) dan panjang gelombang (sebagai absis) tidak merupakan

garis spektrum akan tetapi merupakan pita spektrum. Terbentuknya pita

spektrum UV-Vis tersebut disebabkan oleh transisi energi yang tidak

sejenis dan terjadinya eksitasi elektronik lebih dari satu macam pada gugus

molekul yang kompleks. Analisis dengan spektrofotometer UV-Vis selalu

melibatkan pembacaan absorbansi radiasi elektromagnetik oleh molekul

atau radiasi elektromagnetik yang diteruskan. Absorpsi direkam sebagai

absorbansi (Mulja dan Suharman, 1995).

Dalam analisis kuantitatif pada spektrofotometri UV-Vis ini

didasarkan pada hukum Lambert-Beer, yang menyatakan bahwa fraksi

 penyerapan sinar tidak tergantung dari intensitas sumber cahaya dan

kemudian menyatakan bahwa penyerapan sebanding dengan jumlah

molekul yang diserap. Dari hukum Lambert-Beer dapat diketahui

hubungan antara transmitan, tebal cuplikan, dan konsentrasi.

T =

 

 A = - Log T

 A = Log

 

Keterangan :

T = Transmitan

A = Absorbansi

I = Intensitas radiasi yang diteruskan

Io = Intensitas radiasi yang dating

Page 41: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 41/319

28 

BAB III

KERANGKA KONSEP

Latar belakang teh hitam

Pengumpulan bahan dan

 pembuatan simplisia

Serbuk simplisia teh hitam

Pembuatan ekstrak etanol teh hitam

Ektrak etanol 70 %

teh hitam

Penapisan fitokimia

Penapisan fitokimia

dan karakterisasi

ekstrak

Penentuan panjang gelombang

maksimum ekstrak

Pembuatan krim ekstrak etanol 70 %

teh hitam (Camellia sinensis L.)

Evaluasi sediaan krim

ekstrak etanol 70 % teh 

hitam

Uji fotostabilitas dan efektivitas tabir surya krim

ekstrak etanol 70 % teh hitam

1. Stabilitas

 penyimpanan suhu

ruang (28±2 °C)

2. Cycling test

Uji efektivitas krim tabir surya

Penentuan kategori

tabir surya

Uji fotostabilitas krim

tabir sur a

Page 42: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 42/319

29 

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian

4.1.1 Tempat penelitian

Laboratorium Teknologi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Pusat Laboratorium

Terpadu (PLT) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4.1.2 Waktu penelitian

Penelitian ini berlangsung dalam waktu 3 bulan, terhitung dari

 bulan Maret 2010 sampai dengan Juni 2010.

4.2. Bahan dan Alat

4.2.1 Bahan

Simplisia daun teh hitam (Camellia sinensis L.), air suling, etanol

70 % (Brataco), etanol 95 % (Brataco), asam stearat (Brataco), setil

alkohol (Brataco), vaselin album (Brataco), adeps lanae (Brataco), oleum

olivae (Brataco), dimetikon (Brataco), metil paraben (Brataco),

trietanolamin (TEA) (Brataco), propilenglikol (Brataco), benzofenon-3

(PT. Martina Berto), pereaksi dragendorf, pereaksi Mayer, amil alkohol,

serbuk Magnesium (Mg), asam klorida, besi (III) klorida, gelatin 1 %,

natrium hidroksida, pereaksi Lieberman-Buchard, kloralhidrat,

isopropanol.

Page 43: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 43/319

30 

4.2.2 Alat

Alat-alat yang digunakan antara lain: neraca analitik digital

(Wigger Hausser), hot plate, oven, tanur, lumpang, alu, rotavapor,

 piknometer, spektrofotometer UV-Vis (Perkin Elmer), lampu UV (Camag

UV-Cabinet), viskometer Brookfield, kaca objek, pH meter (Mettler-

Toledo), erlenmeyer, gelas ukur, pipet tetes, ependorf, batang pengaduk,

cawan penguap, cawan porselen, termometer, sentrifugator (Sorvall

Fresco).

4.3.  Prosedur Kerja

4.3.1  Pengumpulan bahan dan determinasi

Bahan yang digunakan untuk penelitian adalah teh hitam (Camellia

 sinensis  L.) diperoleh dari Perkebunan Teh Gunung Mas Bogor (PT.

Perkebunan Nusantara VIII) yang telah mengalami proses fermentasi

hingga menjadi teh hitam.  Determinasi bahan  dilakukan di Herbarium

Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi, LIPI, Cibinong untuk memastikan

kebenaran simplisia.

4.3.2 Penapisan fitokimia (Farnswoth, 1969) 

1) 

Identifikasi golongan alkaloid

Sebanyak 5 gram serbuk simplisia dilembabkan dengan 5 ml

ammoniak 25 % digerus dalam mortir, kemudian ditambahkan 20 ml

kloroform dan digerus kembali dengan kuat, campuran tersebut

disaring dengan kertas saring, filtrat berupa larutan organik diambil

(sebagai larutan A). Larutan A (10 ml) diekstraksi dengan 10 ml

Page 44: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 44/319

31 

larutan HCl 1:10 dengan pengocokan dalam tabung reaksi, diambil

larutan bagian atasnya (larutan B). Larutam A diteteskan beberapa

tetes pada kertas saring dan disemprot atau ditetesi dengan pereaksi

Dragendorff, terbentuk warna merah atau jingga pada kertas saring

menunjukkan adanya senyawa alkaloid. Larutan B dibagi dalam 2

tabung reaksi, ditambahkan masing-masing pereaksi Dragendorff dan

 pereaksi Mayer, terbentuk endapan merah bata dengan pereaksi

Dragendorff atau endapan putih dengan pereaksi Mayer menunjukkan

adanya senyawa alkaloid.

2)  Identifikasi golongan flavonoid

Sebanyak 10 gram serbuk simplisia ditambah 100 ml air panas,

dan didihkan selama 5 menit dan disaring. Diambil 5 ml filtratnya

(dalam tabung reaksi), ditambahkan serbuk Mg secukupnya dan 1 ml

asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, kocok kuat, dan biarkan

memisah. Terbentuknya warna merah, kuning, atau jingga pada lapisan

amil alkohol menunjukkan adanya flavonoid.

3)  Identikasi golongan saponin

Serbuk simplisia dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambah

10 ml air panas. Setelah dingin dikocok kuat secara vertikal selama 10

detik. Terbentuknya busa yang stabil, menunjukkan adanya saponin,

 bila ditambahkan 1 tetes HCl 1 % busa tetap stabil.

4)  Identifikasi golongan tanin

Sebanyak 10 gram serbuk simplisia ditambah 10 ml air,

dididihkan selama 15 menit, setelah dingin kemudian disaring dengan

kertas saring. Filtrat ditambah 1-2 tetes FeCl3  1 %. Terbentuknya

Page 45: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 45/319

32 

warna biru, hijau, atau hitam menunjukkan adanya senyawa golongan

tanin.

5) 

Identifikasi steroid/triterpenoid

Sebanyak 5 gram serbuk simplisia dimaserasi dalam 20 ml

eter selama 2 jam kemudian disaring. Diuapkan dalam cawan penguap

sampai kering. Ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes

asam sulfat pekat ke dalam residu. Terbetuknya warna hijau atau

merah menunjukkan adanya steroid/triterpenoid.

6)  Identifikasi golongan kuinon

Sebanyak 1 gram serbuk simplisia dipanaskan dalam air

selama 5 menit, disaring. Sebanyak 5 ml filtat ditambah beberapa tetes

larutan NaOH 1 N. Terbentuknya warna merah menunjukkan adanya

kuinon.

7)  Identifikasi golongan minyak atsiri

Sebanyak 2 gram serbuk simplisia dimasukkan ke dalam tabung

reaksi (volume 20 ml), tambahkan 10 ml pelarut petroleum eter. Pada

mulut tabung dipasang corong yang diberi lapisan kapas yang telah

dibasahi dengan air, kemudian disaring dengan kertas saring. Filtrat

yang diperoleh diuapkan pada cawan penguap, selanjutnya residu

dilarutkan dengan pelarut etanol 95 % sebanyak 5 ml lalu disaring

dengan kertas saring. Filtratnya diuapkan dengan cawan penguap,

residu yang berbau aromatik menunjukkan adanya senyawa golongan

minyak atsiri.

Page 46: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 46/319

33 

4.3.3 Pembuatan ekstrak etanol 70 % teh hitam (Camell ia sinensis  L.)

Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara maserasi. Serbuk

simplisia teh hitam (Camellia sinensis L.) ditimbang sebanyak 500 gram,

kemudian dimasukkan ke dalam erlemenyer, ditambahkan pelarut etanol

70 % sampai serbuk simplisia terendam. Pelarut dilebihkan setinggi

kurang lebih 2,5 cm di atas permukaan serbuk (Harbone, 1987). Proses

maserasi ini dilakukan selama 5x24 jam sambil diaduk. Lalu disaring

menggunakan kapas untuk menyaring ampas. Proses ini dilakukan

 berulang-ulang hingga tidak ada lagi senyawa yang terekstrak yang

ditandai dengan warna pelarut yang jernih atau hampir tidak berwarna.

Filtrat yang diperoleh dikumpulkan, kemudian disaring dengan

menggunakan kertas saring dan diuapkan pelarutnya dengan menggunakan

vakum rotavapor pada suhu 40-50 °C hingga diperoleh ekstrak kental

etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.)

4.3.4  Pemeriksaan karakterisasi ekstrak

A.  Parameter spesifik ekstrak

1)  Identitas

Pengujian ini dilakukan untuk mencari identitas yang

spesifik dari ekstrak yang diuji. Pengujian ini meliputi dari

 pendeskripsian dari nama ekstrak (nama latin tumbuhan, bagian

tumbuhan yang digunakan, nama Indonesia tumbuhan dan senyawa

identitas yang dapat dijadikan sebagai petunjuk dengan metode

tertentu).

Page 47: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 47/319

34 

2)  Organoleptik

Pengujian ini dilakukan dengan meggunakan panca indera

untuk mendeskripsikan dari bentuk, warna, bau, dan rasa.

3)  Pemeriksaan keasaman dan kebasaan/pH

Cara : pH ekstrak teh hitam diukur dengan pH meter yang telah

dikalibrasi dengan dapar standar pH 4 dan pH 7.

B.  Parameter non spesifik ekstrak (Depkes RI, 2000)

1)  Pemeriksaan susut pengeringan

Penetapan susut pengeringan dilakukan dengan metode

gravimetri. Krus tertutup bersih dan kering ditimbang sebagai berat

kosong (a), krus tersebut dimasukkan ekstrak dan ditimbang (b)

dan dipanaskan pada suhu 105 0C selama 30 menit dan ditimbang

(c). Pemanasan dilakukan sampai diperoleh bobot yang tetap.

% Kadar air :

   

2)  Pemeriksaan kadar abu

Krus tertutup bersih dan kering ditimbang sebagai berat

kosong (a), sebanyak 2 gram ekstrak (b) dimasukan ke dalam krus

yang sudah ditara, kemudian dipijarkan di dalam tanur pada suhu

700 0C sampai menjadi abu, didinginkan dan ditimbang hingga

diperoleh bobot yang tetap atau stabil (c).

% Kadar abu =

   

Page 48: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 48/319

35 

3)  Randemen Ekstrak  

Randemen ekstrak etanol dihitung dengan membandingkan

 berat awal simplisia dan berat akhir ekstrak yang dihasilkan.

% Randemen ekstrak :

   

4.3.5 Penentuan panjang gelombang maksimum

Panjang gelombang ditentukan pada konsentrasi 100 ppm ekstrak

etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.) yang di larutkan dalam etanol

95 %. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang UV yaitu 200 – 400

nm (Hasil absorbansi dapat dilihat pada lampiran 4).

4.3.6 Formulasi Krim

Tabel 3. Formula Krim Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam (Camellia

sinensis  L.)

Bahan

Formula (%)

KN KP KrT 1 % KrT 2 % KrT 3 %

Ekstrak daun teh hitam

Asam stearat

Setil Alkohol

Vaselin album

Adeps lanae

Oleum olivae

 Nipagin

Trietanolamin

Propilenglikol

Dimetikon

Benzofenon-3

Aquadest ad

-

15

1

4

0,5

4

0,1

1,2

7

1

-

100

-

15

1

4

0,5

4

0,1

1,2

7

1

3

100

1

15

1

4

0,5

4

0,1

1,2

7

1

-

100

2

15

1

4

0,5

4

0,1

1,2

7

1

-

100

3

15

1

4

0,5

4

0,1

1,2

7

1

-

100

Keterangan: (KN) Kontrol negatif (krim tanpa ekstrak dan tanpa

 benzofenon-3), (KP) Kontrol positif (krim mengandung

 benzofenon-3), (KrT 1 %) Krim teh 1 %, (KrT 2 %) Krim

teh 2 %, (KrT 3 %) Krim teh 3 %.

Page 49: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 49/319

36 

4.3.7 Pembuatan sediaan krim ekstrak etanol 70 % teh hitam (Camellia

sinensis  L.)

a. 

Fase minyak (asam stearat, setil alkohol, vaselin album, oleum olivae,

 benzofenon-3 dan adeps lanae) dipanaskan hingga temperatur 70 oC

(campuran pertama)

 b.  Fase air (trietanolamin, metil paraben, dimetikon dan propilenglikol)

masing-masing dilarutkan dalam air panas (campuran kedua).

c.  Campuran kedua (fasa air) sedikit demi sedikit dimasukkan ke dalam

campuran pertama (fase minyak) pada suhu 70 oC sambil terus diaduk.

Setelah tercampur lalu digerus dalam lumpang yang telah dipanaskan

sampai terbentuk massa krim. Penggerusan dilakukan hingga mencapai

suhu kamar. Setelah dingin ekstrak etanol 70 % daun teh hitam

dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam basis sambil terus diaduk

hingga homogen.

4.3.8 Evaluasi sediaan krim tabir surya

1)  Pengamatan organoleptis

 pengamatan organoleptis dapat dinilai dari tekstur sediaan yang

stabil meliputi perubahan warna dan bau krim. Pengamatan dilakukan

terhadap krim yang baru dibuat dan yang telah disimpan.

2) 

Homogenitas

Pengujian homogenitas ini dilakukan dengan cara mengoleskan

krim yang telah dibuat pada kaca objek, kemudian dikatupkan dengan

kaca objek yang lainnya dan dilihat apakah basis tersebut homogen

dan apakah permukaannya halus merata. Pengukuran dilakukan pada

krim yang yang baru dibuat dan yang telah disimpan.

Page 50: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 50/319

37 

3)  Pengukuran pH

Krim dimasukkan ke dalam wadah, lalu diukur pHnya dengan

 pH meter yang sebelumnya telah dikalibrasi dengan dapar standar (pH

4 dan pH 7). Pengukuran dilakukan pada krim yang baru dibuat dan

krim telah disimpan.

4)  Uji viskositas

Penentuan viskositas sediaan krim dilakukan dengan

menggunakan alat viskometer Brookfield digital dengan

menggunakan spindel R6 dan dengan kecepatan putar sebesar 12

rpm. Penentuan viskositas ini bertujuan untuk mengetahui adanya

 perubahan kekentalan pada tiap formula krim. Pembacaan hasil

viskositas dalam Cp. Pengukuran dilakukan pada krim yang baru

dibuat dan krim yang telah disimpan.

5) 

Sentrifugasi.

Pengujian dilakukan dengan cara memasukan sediaan krim

kedalam tabung sentrifugasi, kemudian diputar pada 2.000-3.000

rpm selama 30 menit, kemudian diamati perubahan fisiknya apakah

terjadi pemisahan. Pengukuran dilakukan pada krim yang baru dibuat

dan yang telah disimpan.

6)  Uji stabilitas penyimpanan

Krim disimpan selama 4 minggu pada temperatur ruang

(28±2 °C). Kemudian dievaluasi setiap minggunya meliputi

organoleptis, homogenitas, viskositas, dan pH.

Page 51: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 51/319

38 

7)  Evaluasi Cycling test  

Sediaan diletakkan pada suhu 2-4 °C selama 2 hari

dilanjutkan dengan meletakkan sediaan pada suhu 40 °C selama 2

hari (1 siklus) pemeriksaan dilakukan sebanyak 3 siklus dan diamati

terjadinya perubahan fisik dari sediaan krim pada sebelum cycling

test  dan sesudah cycling test .

4.3.9 Uji fotostabilitas krim tabir surya (Nining, 2005)

1)  Pengukuran serapan awal krim.

Setiap formula ditimbang sebanyak 0,3 gram kemudian

dilarutkan dalam 30 ml etanol 95 % dan diukur serapannya dengan

spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum yang telah

diperoleh (293,4 nm)

2)  Pengukuran perubahan serapan krim setelah beberapa waktu

penyinaran dengan sinar UV.

Setiap formula ditimbang 0,3 gram selanjutnya dioleskan

secara merata pada kaca objek dan disinari dengan UV pada panjang

gelombang 366 nm. Lama sinar bervariasi selama 30, 60, 90, dan 120

menit. Kemudian krim yang telah dipaparkan dilarutkan dalam 30 ml

etanol 95 % dan diukur serapannya dengan spektrofotometer pada

 panjang gelombang yang telah diperoleh (293,4 nm).

4.3.10 Pengolahan data

Hasil percobaan dihitung dan diolah secara statistik. Data uji

fotostabilitas krim dibuat antara absorbansi terhadap lamanya waktu

 paparan sinar UV 366 nm (menit) dan dianalisis dengan metode Analisia

Varian satu arah (ANAVA).

Page 52: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 52/319

39 

4.3.11 Uji efektivitas krim kabir surya

1) Uji efektivitas tabir surya ekstrak etanol 70 % teh hitam

Dibuat larutan induk ekstrak etanol 70 % teh hitam dalam

etanol 95 % dengan konsentrasi 500 ppm. Dari larutan induk tersebut

dibuat seri larutan dengan konsentrasi 40, 60, 80, 100, dan 120 ppm

yang diukur serapannya setiap 5 nm pada rentang panjang gelombang

292,5-372,5 nm. Dan dihitung % Te dan % Tp.

2) Uji efektivitas krim tabir surya

Setiap formula ditimbang 1,25 gram dilarutkan dalam etanol 95

% sampai 25 mL. Kemudian diambil 5 mL larutan, diencerkan dengan

etanol 95 % hingga 25 mL. Masing-masing larutan diamati

serapannya setiap 5 nm pada rentang panjang gelombang eritema dan

 pigmentasi yaitu pada panjang gelombang 292,5-372,5 nm, kemudian

dihitung % Te dan % Tp, berdasarkan rumus:

% Te = ∑

∑  

% Tp =∑

∑  

Keterangan:

% Te = Nilai persen transmisi eritema

% Tp = Nilai persen transmisi pigmentasi

Ee = ∑  

Ep = ∑  

Serta menentukan kategori tabir surya yang diperoleh dari nilai

% Te dan % Tp.

Page 53: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 53/319

40 

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1 Pengumpulan bahan dan determinasi

Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah teh hitam yang

diperoleh dari Perkebunan Teh Gunung Mas Bogor (PT. Perkebunan

 Nusantara VIII).

Determinasi tanaman dilakukan di Herbarium Bogoriense, Pusat

Penelitian Biologi LIPI Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Hasil determinasi

menunjukan bahwa tanaman ini adalah daun teh (Camellia sinensis  L.)

suku Theaceae.

5.1.2 Penapisan fitokimia

Tabel 4. Hasil Penapisan Fitokimia

Golongan Hasil penapisan

simplisia

Hasil penapisan

ekstrak

Alkaloid

Flavonoid

Tanin

Saponin

Steroid/Triterpenoid

Minyak Atsiri

Kuinon

+

+

+

+

-

-

+

+

+

+

+

-

-

+

Keterangan: (+) Menunjukan reaksi positif, (-) Menunjukan reaksi

negatif

5.1.3 Ekstraksi serbuk teh hitam

Hasil ekstraksi dari 500 gram serbuk simplisia kering teh hitam

(Camellia sinensis L.) diperoleh ekstrak kental berwarna hitam sebanyak

164 gram dengan rendemen ekstrak 32,8 %. Perhitungan randemen dapat

dilihat pada lampiran 5.

Page 54: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 54/319

41 

5.1.4 Karakterisasi ekstrak etenol 70 % teh hitam

Tabel 5. Hasil Karakterisasi Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam

Jenis Karakterisasi Hasil

Parameter Spesifik: 

Identitas 

 Nama Identitas 

 Nama latin tumbuhan 

Bagian tumbuhan yang digunakan 

 Nama Indonesia tumbuhan 

Organoleptik  

Bentuk  

Warna 

Bau 

Rasa 

 pH 

Bobot Jenis 

Ekstrak kental etanol 70 % teh hitam

Camellia sinensis L. 

Daun

Enteh / teh

Kental

Hitam

Khas (tajam)

Pahit

5,62

0,874 gram/ml 

Parameter Non Spesifik  

Kadar Abu 

Susut pengeringan 

Rendemen 

0,36 %

6,21 % 

32,8 %

Hasil perhitungan karakterisasi ekstrak dapat dilihat pada lampiran 5.

5.1.5 Penentuan panjang gelombang maksimum

Panjang gelombang maksimum ekstrak etanol 70 % teh hitam

(Camellia sinensis L.) yaitu 293,4 nm. Hasil dapat dilihat pada lampiran 4.

5.1.6 Evaluasi krim

1) Uji stabilitas penyimpanan

Stabilitas krim disimpan pada suhu ruang (28±2 °C) selama 4

minggu. Kemudian dievaluasi setiap minggunya meliputi organoleptis,

homogenitas, viskositas, dan pH.

Page 55: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 55/319

42 

Tabel 6. Hasil Pemeriksaan Organoleptis

Formula

Minggu ke-

0 1 2 3 4

KN Warna putih;

 bau oleum

Rosae

Warna putih;

 bau oleum

rosae

Warna putih;

 bau oleum

rosae

Warna putih;

 bau oleum

rosae

Warna putih;

 bau oleum

rosae

KP Warna putih;

 bau oleum

rosae

Warna putih;

 bau oleum

rosae

Warna putih;

 bau oleum

rosae

Warna putih;

 bau oleum

rosae

Warna putih;

 bau oleum

rosae

KrT

1 %

Warna cokelat

muda; bau

oleum rosae

Warna cokelat

muda; bau

oleum rosae

Warna cokelat

muda; bau

oleum rosae

Warna cokelat

muda; bau

oleum rosae

Warna cokelat

muda; bau

oleum rosae

KrT

2 %

Warna cokelat

muda; bau

oleum rosae 

Warna cokelat

muda; bau

oleum rosae 

Warna cokelat

muda; bau

oleum rosae 

Warna cokelat

muda; bau

oleum rosae 

Warna cokelat

muda; bau

oleum rosae KrT

3 %

Warna

cokelat; bau

oleum rosae

Warna

cokelat; bau

oleumrosae

Warna

cokelat; bau

oleum rosae

Warna

cokelat; bau

oleum rosae

Warna cokelat;

 bau oleum

rosae 

Keterangan: (KN) Kontrol negatif, (KP) Kontrol positif, (KrT 1 %) Krim teh 1

%, (KrT 2 %) Krim teh 2 %, (KrT 3 %) Krim teh 3 %.

Tabel 7. Hasil Pemeriksaan Homogenitas

Formula Minggu ke-

0 1 2 3 4KN

KP

KrT 1 %

KrT 2 %

KrT 3 %

homogen

homogen

homogen

homogen

homogen

homogen

homogen

homogen

homogen

homogen

homogen

homogen

homogen

homogen

homogen

homogen

homogen

homogen

homogen

homogen

homogen

homogen

homogen

homogen

homogen

Tabel 8. Hasil Pemeriksaan Sentrifugasi

FormulaMinggu ke-

0 4

KN

KP

KrT 1 %

KrT 2 %

KrT 3 %

Tidak memisah

Tidak memisah 

Tidak memisah 

Tidak memisah 

Tidak memisah

Tidak memisah 

Tidak memisah 

Tidak memisah 

Tidak memisah 

Tidak memisah 

Page 56: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 56/319

43 

Tabel 9. Hasil Pemeriksaan pH

Formula Minggu ke-

0 1 2 3 4

KNKP

KrT 1 %

KrT 2 %

KrT 3 %

7,437,50

7,35

7,40

7,39

7,387,46

7,30

7,28

7,21

7,307,22

7,19

7,11

7,18

7,247,01

7,15

7,06

7,11

7,137,00

7,04

6,86

6,94

Gambar 3. Kurva Hubungan antara pH dengan Waktu Penyimpanan

Tabel 10. Hasil Pemeriksaan Viskositas (Cp)

Formula Minggu ke-

0 1 2 3 4

KN

KP

KrT 1 %

KrT 2 %

KrT 3%

34600

43800

42400

46200

40100

36100

47400

44800

46800

44100

41400

49300

48300

47800

49200

47200

51200

50400

49800

52100

52200

51800

57200

53600

60700

Gambar 4. Kurva Hubungan antara Viskositas dengan Waktu

Penyimpanan

0

20000

40000

60000

80000

0 1 2 3 4

   v   i   s    k   o   s   i   t   a   s    (   c   p    )

Minggu ke-

KN KP KrT 1 % KrT 2% KT 3 %

6,4

6,6

6,8

7

7,2

7,4

7,6

0 1 2 3 4

p

H

 

Minggu ke-

KN KP KrT 1 % KrT 2% KrT 3 %

Page 57: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 57/319

44 

2) Evaluasi Cycli ng Test  

Pemeriksaan dilakukan sebanyak 3 siklus dan diamati

terjadinya perubahan fisik dari sediaan krim pada sebelum cycling test  

dan sesudah cycling test .

Tabel 11. Hasil Pemeriksaan Organoleptis

Formula Organoleptis

Sebelum cycling test   Sesudah cycling test  

KN Warna putih;

 bau oleum rosae

Warna putih;

 bau oleum rosae 

KP Warna putih;

 bau oleum rosae 

Warna putih;

 bau oleum rosae KrT 1 % Warna cokelat muda;

 bau oleum rosae

Warna cokelat muda;

 bau oleum rosae 

KrT 2 % Warna cokelat muda;

 bau oleum rosae 

Warna cokelat muda;

 bau oleum rosae 

KrT 3 % Warna cokelat;

 bau oleum rosae 

Warna cokelat;

 bau oleum rosae 

Keterangan: (KN) Kontrol negatif, (KP) Kontrol positif, (KrT 1%) Krim

teh 1 %, (KrT 2 %) Krim teh 2 %, (KrT 3 %) Krim teh 3 %.

Tabel 12. Hasil Pemeriksaan Homogenitas

Formula Homogenitas

Sebelum cycling test   Sesudah cycling test  

KN

KP

KrT 1 %

KrT 2 %

KrT 3 %

homogen 

homogen 

homogen 

homogen 

homogen 

homogen 

homogen 

homogen 

homogen 

homogen 

Tabel 13. Hasil Pemeriksaan Sentrifugasi

Formula Sentrifugasi

Sebelum cycling test   Sesudah cycling test  

KN

KP

KrT 1 %

KrT 2 %

KrT 3 %

Tidak memisah

Tidak memisah 

Tidak memisah 

Tidak memisah 

Tidak memisah

Tidak memisah 

Tidak memisah 

Tidak memisah 

Tidak memisah 

Tidak memisah 

Page 58: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 58/319

45 

Tabel 14. Hasil Pemeriksaan pH 

Formula pH

Sebelum cycling test   Sesudah cycling test  

KNKP

KrT 1 %

KrT 2 %

KrT 3 %

7,307,52

7,28

7,33

7,41

7,247,47

7,16

7,21

7,23

Gambar 5. Kurva Hubungan antara pH dengan Stabilitas

Penyimpanan Cycli ng Test .

Tabel 15. Hasil Pemeriksaan Viskositas

Formula ViskositasSebelum cycling test   Sesudah cycling test  

KN

KP

KT 1 %

KT 2 %

KT 3 %

36900

44200

36500

32500

33900

38100

45400

39200

34500

36600

Gambar 6. Kurva Hubungan antara Viskositas dengan Stabilitas

Penyimpanan pada Cycli ng Test  

6,8

7

7,2

7,4

7,6

sebelum sesudah

   p   H 

SiklusKN KP KrT 1 % KrT 2% KrT 3 %

0

10000

20000

30000

40000

50000

sebelum sesudah

   V   i   s    k   o   s   i   t   a   s    (   c   p    )

 Siklus

FN FP KT 1 % KT 2% KT 3 %

Page 59: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 59/319

46 

5.1.7 Uji fotostabilitas krim

Tabel 16. Hasil Pengukuran Perubahan Serapan Krim Sebelum dan

Sesudah Beberapa Waktu Penyinaran dengan Sinar UV

366 nm.

Formula

Absorban rata-

rata sebelum

penyinaran *

(0 menit)

Absorban rata-rata setelah penyinaran*

30 menit 60 menit 90 menit 120 menit

KN

KP 3 %

KrT 1 %

KrT 2 %

KrT 3 %

0,2522

1,9222

0,7514

0,7844

0,8443

0,2203

1,8272

0,6685

0,7026

0,7591

0,1937

1,7526

0,6202

0,6601

0,7029

0,1372

1,6845

0,5771

0,6066

0,6408

0,1267

1,5949

0,5015

0,5544

0,5941

* Pengukuran dilakukan dengan spektrofotometer pada panjang

gelombang maksimum 293,4 nm dengan tiga kali pengukuran

Keterangan: (KN) Kontrol negatif (krim tanpa ekstrak dan tanpa

 benzofenon-3), (KP) Kontrol positif (krim mengandung

 benzofenon-3), (KrT 1 %) Krim teh 1 %, (KrT 2 %) Krim

teh 2 %, (KrT 3 %) Krim teh 3 %.

Gambar 7. Kurva Hubungan antara Absorbansi dengan Lamanya

Waktu Paparan Sinar UV 366 nm

0

0,5

1

1,5

2

2,5

0 30 60 90 120

   A    b   s   o   r    b   a   n   s   i

Waktu (menit)

KN KP KrT 1 % KrT 2 % KrT 3 %

Page 60: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 60/319

47 

5.1.8 Uji efektivitas krim

Tabel 17. Uji Efektivitas Tabir Surya Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam(Data dapat dilihat pada lampiran 7)

Konsentrasi

(ppm)

Ee Ep % Te % Tp Kategori Penilaian

Aktivitas

40

60

80

100

120

5,5424

4,2507

4,0064

3,7672

3,5195

2,6084

2,0116

1,6484

1,5653

1,5299

2,4829

1,9042

1,7948

1,6876

1,5766

3,7574

2,8977

2,3746

2,2548

2,2038

Proteksi ultra

Proteksi ultra

Proteksi ultra

Proteksi ultra

Proteksi ultra

Tabel 18. Uji Efektivitas Krim Tabir Surya

Formula Ee Ep % Te % Tp Kategori Penilaian

Aktivitas

KP

KrT 1 %

KrT 2 %

KrT 3 %

0,0877

1,5510

0,9187

0,7161

0,0589

0,8536

0,5383

0,3143

0,0392

0,6948

0,4115

0,3208

0,0848

1,1229

0,7754

0,4527

Sunblock eritema

Sunblock eritema

Sunblock eritema

Sunblock eritema

Keterangan:

% Te =∑

∑  

% Tp = ∑

∑  

Ee = ∑  

Ep = ∑  

5.2 Pembahasan

Determinasi bahan dilakukan di Herbarium Pusat Penelitian Biologi

LIPI Cibinong-Bogor dan menunjukan bahwa tumbuhan yang digunakan

sebagai bahan baku adalah daun teh (Camellia sinensis L.) yang termasuk

dalam suku Camelliaceae (Theaceae) dengan marga Camellia.

Page 61: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 61/319

48 

Proses pembuatan ekstrak dilakukan dengan metode maserasi dengan

menggunakan etanol 70 % yang telah didestilasi sebelumnya. Penggunaan

metode maserasi merupakan metode yang cukup efektif dalam

mengekstraksi suatu simplisia, keuntungan menggunakan metode ini adalah

dapat terhindar dari kerusakan senyawa aktif yang terkandung dalam suatu

simplisia yang mungkin diakibatkan oleh faktor suhu. Akan tetapi dalam

menggunakan metode ini ternyata masih banyak kekurangan di antaranya

yaitu membutuhkan waktu yang cukup lama dan membutuhkan pelarut yang

cukup banyak.

Proses maserasi dilakukan sebanyak 5x24 jam dengan sesekali

 pengocokan dan penggunaan pelarut yang baru hingga tidak ada lagi

senyawa yang terekstrak yang ditandai dengan warna pelarut yang jernih

atau hampir tidak berwarna. Tujuan penggunaan pelarut etanol 70 % ini

adalah untuk menarik senyawa metabolit sekunder dalam simplisia. Ekstrak

cair yang telah diperoleh kemudian dipekatkan dengan menggunakan

 penguap vakum putar (rotavapor ) pada suhu 40-50 °C sampai diperoleh

ekstrak yang kental. Suhu 40-50 °C merupakan suhu optimum untuk bisa

menguapkan pelarut etanol, karena jika kurang dari suhu tersebut dapat

menjadikan proses evaporasi semakin lama, dan jika suhu yang digunakan

lebih dari suhu tersebut dikhawatirkan akan terjadi bumping sehingga proses

evaporasi tidak maksimal dan tidak efektif. Dari hasil proses ekstraksi yang

dilakukan diperoleh ekstrak kental etanol yang berwarna hitam sebesar 164

gram dengan randemen 32,8 % dari berat kering simplisia teh hitam

(Camellia sinensis L.)

Page 62: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 62/319

49 

Pada penelitian sebelumnya telah terbukti bahwa ekstrak air teh

hitam yang dibuat sediaan gel dapat berpotensi sebagai tabir surya

(Turkoglu. Cigirgil, 2007). Karena dalam penelitian ini sediaan tabir surya

dibuat dalam bentuk sediaan krim yang menggunakan air lebih sedikit maka

ekstrak yang digunakan adalah ekstrak etanol 70 % teh hitam. Krim

merupakan sediaan yang memiliki keuntungan berupa nilai estetikanya yang

cukup tinggi dan tingkat kenyamanan dalam penggunaannya yang cukup

 baik. Di samping itu, sediaan krim ini merupakan sediaan yang mudah

dicuci, bersifat tidak lengket, memberikan efek melembabkan kulit, serta

memiliki kemampuan penyebaran yang baik (Ansel, 1989).

Formula krim yang dibuat dibedakan berdasarkan variasi konsentrasi

ekstrak yang digunakan yang terbagi dalam tiga konsentrasi yaitu 1 %, 2 %,

dan 3 %. Konsentrasi ekstrak yang digunakan ini diambil berdasarkan

konsentrasi yang digunakan dalam penentuan panjang gelombang

maksimum ekstrak. Formula krim juga dibuat tanpa menggunakan ekstrak

sebagai kontrol negatif dan menggunakan benzofenon-3 3 % sebagai kontrol

 positif. Pembuatan formula kontrol negatif untuk melihat perbedaan antara

formula krim yang menggunakan ekstrak dan tidak. Sedangkan pembuatan

formula kontrol positif untuk melihat perbedaan efektivitasnya sebagai tabir

surya yang dibandingkan dengan yang menggunakan ekstrak dalam formula

krim ini.

Evaluasi stabilitas fisik sediaan krim dalam penelitian ini dilakukan

dengan 2 metode uji. Pertama, menggunakan evaluasi krim berdasarkan uji

stabilitas penyimpanan pada suhu ruang (28±2 °C) selama 4 minggu.

Page 63: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 63/319

50 

Kedua, evaluasi krim berdasarkan metode uji dipercepat (Cycling test ). 

Cycling test  merupakan simulasi perjalanan suatu sediaan farmasi pada saat

di distribusikan, di mana sediaan akan berada pada suatu tempat yang

 berbeda, dan tempat tersebut dapat memiliki kondisi/suhu yang berbeda

(Sarfaraz, 2004).

Dari hasil pemeriksaan organoleptis dan sentrifugasi baik pada uji

stabilitas penyimpanan suhu ruang (28±2 °C) maupun pada uji cycling test ,

kelima formula (KN, KP, KT 1 %, KT 2 % dan KT 3 %) krim tidak

mengalami perubahan warna, bau, dan homogenitas. Hal tersebut

menunjukan bahwa kelima formula krim memiliki penampilan yang baik

dan memiliki kestabilan yang baik pula.

Uji derajat keasaman atau kebasaan (pH) merupakan parameter

fisikokimia yang harus dilakukan pada pengujian sediaan topikal (dermal ),

karena pH sediaan dapat mempengaruhi efektivitas, stabilitas, dan

kenyamanan penggunaan sediaan pada kulit. Apabila sediaan bersifat basa

(tidak masuk dalam rentang pH kulit 4,5-6,5) akan mengakibatkan kulit

terasa licin, cepat kering, dan dikhawatirkan akan mempengaruhi elastisitas

kulit, namun apabila sediaan bersifat asam dengan rentang pH di bawah

rentang pH kulit akan mengakibatkan kulit mudah teriritasi (Iswari, 2007).

Dari hasil pengamatan pH baik pada uji stabilitas penyimpanan suhu ruang

maupun pada uji cycling test   menunjukkan nilai pH yang tinggi. Hal ini

disebabkan oleh salah satu basis krim yang memiliki nilai pH lebih tinggi.

Salah satu basis krim tersebut adalah trietanolamin (TEA) yang memiliki

gugus amin yang bersifat basa, dan tidak dipengaruhi oleh ekstrak etanol

Page 64: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 64/319

51 

70% teh hitam. Perbedaan pH sediaan dapat mempengaruhi efektivitas, jika

 pH basa menyebabkan pergeseran batokromik sedangkan jika pH asam

terjadi pergeseran hipsokromik (Nadim, 1990). Pergeseran panjang

gelombang maksimum menyebabkan perubahan kemampuan menyerap UV

sehingga mempengaruhi efektivitasnya. Dalam penelitian ini perbedaan pH

sediaan tidak menyebabkan perbedaan efektivitas tabir surya yang

 bermakna. Hal ini disebabkan pada rentang pH tersebut belum terjadi

 pergeseran panjang gelombang maksimum. Sebab pergeseran panjang

gelombang maksimum terjadi apabila pH sediaan di atas 9 atau di bawah 4

(Nadim, 1990). Hasil uji pH pada kedua evaluasi stabilitas fisik ini juga

mengalami penurunan. Hal ini belum diketahui penyebabnya, namun

mungkin hal tersebut disebabkan wadah yang tidak kedap udara sehingga

CO2  dapat masuk ke dalam wadah, dan gas CO2  bereaksi dengan air

sehingga menyebabkan turunnya nilai pH.

Pemeriksaan viskositas krim baik berdasarkan uji stabilitas

 penyimpanan pada suhu ruang maupun uji cycling test   dilakukan dengan

menggunakan viskometer Brookfield pada kecepatan 12 rpm, dengan

spindel no. 6. Kelima formula mengalami peningkatan nilai viskositas. Hal

ini disebabkan oleh berkurangnya kadar air pada sediaan. Viskositas sediaan

setengah padat juga bisa meningkat dengan meningkatnya umur sediaan

(Lachman, 1994).

Uji fotostabilitas sediaan tabir surya ini dilakukan dengan cara

mengukur serapan yang dimiliki kelima formula krim baik sebelum maupun

sesudah pemaparan dengan sinar UV. Hasil pengukuran tersebut

Page 65: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 65/319

52 

menunjukkan bahwa serapan sediaan mengalami penurunan yang dimulai

 pada menit ke-30 sampai dengan menit ke-120 (dapat dilihat pada tabel 16).

Hal ini mungkin disebabkan oleh konsentrasi ekstrak etanol 70 % teh hitam

sebagai bahan pelindung dari sinar UV yang semakin kecil karena

mengalami kerusakan dengan adanya pengaruh penyinaran. Sesuai dengan

data uji fotostabilitas bahwa semakin lama waktu penyinaran, ekstrak etanol

70 % teh hitam yang rusak semakin meningkat sehingga tidak bisa lagi

secara optimal melindungi kulit (Iswari, 2007). 

Data yang diperoleh dianalisa secara statistik dengan perangkat

lunak SPSS 17.0 menggunakan metode analisa varian satu arah (ANOVA)

(Lampiran 7).  Metode ini digunakan untuk melihat adanya kesamaan atau

 perbedaan rata-rata penurunan persentase aktivitas krim tabir surya pada

setiap formula. Untuk analisa data menggunakan metode ANOVA terlebih

dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas, hal ini bertujuan untuk

mengetahui homogenitas dan distribusi data yang normal atau tidak. Dari

hasil uji tersebut dapat dilihat bahwa data pada menit ke-0, 30, 60, 90, dan

120 terdistribusi normal dan data pada menit ke-0, 30, 60, 90, dan 120 menit

 juga terlihat homogen karena tidak memiliki perbedaan yang bermakna (p ≥

0,05). Terhadap seluruh formula yang tidak memiliki perbedaan secara

 bermakna dilanjutkan uji beda nyata terkecil (BNT) dengan metode LSD,

untuk menentukan formula mana yang memberikan nilai yang tidak berbeda

secara bermakna dengan formula lainnya. Dari data hasil uji BNT tersebut

diketahui bahwa pada menit ke-0, 30, 60, 90, dan 120 formula uji (1 % dan 2

%) dan kontrol negatif (KN) tidak mempunyai efek yang hampir sama

Page 66: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 66/319

53 

dengan kontrol positif (KP), hal ini dibuktikan dengan adanya perbedaan

yang bermakna dengan k ontrol positif (p ≤ 0,05). Pada menit ke-0, 30, 60,

90, dan 120 formula uji (1 %, 2 %, dan 3 %) dan kontrol positif (KP) tidak

mempunyai efek yang hampir sama dengan kontrol negatif (KN), hal ini

dibuktikan dengan adanya perbedaan yang bermakna dengan kontrol negatif

(p ≤ 0,05). Sedangkan pada menit ke-0, 30, 60, 90, dan 120 formula uji (3

%) mempunyai efek yang hampir sama dengan kontrol positif (KP), hal ini

dibuktikan dengan tidak adanya perbedaan yang bermakna dengan kontrol

 positif (p ≥ 0,05).

Efektivitas krim tabir surya dilihat berdasarkan nilai persen transmisi

eritema (% Te) dan persen transmisi pigmentasi (% Tp). Serapan dari

masing-masing formula diukur setiap 5 nm pada rentang panjang gelombang

292,5-372,5 nm, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui efektivitas

 perlindungan yang diberikan dan untuk mengetahui kategori perlindungan

yang diberikan oleh sediaan tabir surya.

Berdasarkan hasil pengukuran absorbansi dan perhitungan, baik nilai

 persen transmisi eritema maupun persen transmisi pigmentasi mengalami

 perubahan. Semakin besarnya konsentrasi ekstrak etanol 70 % teh hitam

yang ditambahkan ke dalam sediaan maka % Te yang dihasilkan semakin

kecil. Hal ini disebabkan karena kemampuan untuk menyerap sinar UV yang

menjadi besar sehingga sinar UV yang dapat diteruskan ke permukaan kulit

semakin kecil.

Dari hasil perhitungan persen transmisi eritema dan persen transmisi

 pigmentasi seluruh formula uji (KrT 1 %, KrT 2 %, dan KrT 3 %) berturut-

Page 67: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 67/319

54 

turut memiliki nilai % Te 0,6948; 0,4115; dan 0,3208, sedangkan % Tp

1,1229; 0,7754; dan 0,4527. Dari data nilai % Te dan % Tp tersebut, ketiga

formula krim termasuk tabir surya dengan kategori penilaian sebagai

 sunblock (Balsam,1972). Karena syarat nilai persen transmisi eritama untuk

 sunblock   (% Te<1) dan persen transmisi pigmentasi (% Tp 3-40) sehingga

semua formula uji hanya memenuhi pada % Te saja (% Te < 1), artinya

sediaan krim yang mengandung ekstrak etanol 70 % teh hitam hanya mampu

menahan kulit agar tidak terjadi eritema/kemerahan bukan menahan

 pigmentasi. Hal ini mungkin disebabkan karena pada formula krim yang

mengandung ekstrak etanol 70 % teh hitam memiliki daya serap pada UV B

Zheng, 2008 ) dan diketahui bahwa UV B menyebabkan efek eritema pada

kulit. Dengan adanya ekstrak etanol 70 % teh hitam tersebut maka sinar UV

B akan terserap sehingga efek eritemanya menurun.

Page 68: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 68/319

55 

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1  Kesimpulan 

1. Ekstrak etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.) dapat dibuat

menjadi sediaan krim yang baik dan stabil dengan menggunakan variasi

konsentrasi ekstrak (1 %, 2 %, dan 3 %). 

2. Krim ekstrak etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.) mempunyai

efektivitas sebagai tabir surya, dengan ditunjukkan pada panjang

gelombang ekstrak yang termasuk dalam daerah UV-B, yaitu 293,4 nm

yang dikategorikan sebagai  sunblock  pada daerah eritema.  Sediaan ini

 juga memiliki nilai fotostabilitas yang dapat dilihat dari hasil statistik,

dimana formula uji (3 %) memiliki aktivitas yang hampir sama dengan

formula kontrol positif.

6.2 Saran

Diperlukan penelitian lanjutan mengenai:

1. 

Uji fotostabilitas untuk pemaparan dengan sinar UV sebaiknya

menggunakan sinar UV utuh/ sinar UV yang sesuai dengan UV

sebenarnya agar hasil yang diperoleh lebih akurat.

2.  Evaluasi stabilitas fisik nilai pH krim belum sesuai dengan pH kulit

maka perlu dilakukan pengurangan penggunaan basa (trietanolamin)

dalam formulasi krim untuk mendapatkan krim yang lebih baik.

3.  Dilakukan uji efektivitas tabir surya pada konsentrasi ideal dengan

metode in vivo. 

Page 69: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 69/319

56 

4.  Ekstrak etanol 70 % teh hitam mempunyai serapan panjang gelombang

maksimum pada 293,4 nm yang merupakan daerah UV B, maka perlu

dilakukan kombinasi dengan bahan aktif yang mampu menyerap sinar

UV A untuk menghasilkan sediaan tabir surya yang efektif sebagai

 pelindung yang baik terhadap UV A dan UV B.

Page 70: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 70/319

57 

Page 71: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 71/319

58 

Page 72: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 72/319

59 

Page 73: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 73/319

60 

Page 74: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 74/319

57

DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. 1993. Farmasetika. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.

Hal 49, 115, 118-120.

Anief, Moh. 1997.  Formulasi Obat Topikal dengan Dasar Penyakit Kulit .Gadjah Mada University Press : Yogyakarta. Hal 1-2, 7-8, 58.

Anonim. 2007. http://www.kalbe.co.id/?mn=news&tipe=articles.  Diakses

tanggal 10 januari 2009 pukul 19.30.

Anonim. 2010. http://reshaardianto.ac.id/2010/02/04/kandungan-teh-hitam/. 

Diakses tanggal 25 februari 2010 pukul 11.45

Ansel, Howard C. 1989.  Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat .

Penerjemah Farida Ibrahim. UI Press : Jakarta. Hal 376, 380, 513.

Astuti, Fitria. 2005. Analisis Kimia Teh Hitam Berdasarkan standar Nasional

 Indonesia 01-1902-1995.  Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam. Skripsi Universitas Indonesia, Depok

Balsam, MS. And Sagarin E. 1972. Cosmetic Science and Technology. 2nd 

 ed .

John Willey and Sons Inc, New York. Hal. 197-291

Departemen Kesehatan RI. 1978.  Farmakope Indonesia Edisi III . Direktorat

Jendral Pengawasan Obat dan Makanan : Jakarta. Hal 9

Departemen Kesehatan RI. 1985. Cara Pembuatan Simplisia. Direktorat

Jendral Pengawasan Obat dan Makanan : Jakarta. Hal 122-123.

Departemen Kesehatan RI. 1985.  Formularium Kosmetika Indonesia.Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan : Jakarta. Hal 22,

30, 32.

Departemen Kesehatan RI. 1993.  Kodeks Kosmetika Indonesia. Direktorat

Jendral Pengawasan Obat dan Makanan : Jakarta. Hal 52, 246, 481-

483, 247, 406, 489.

Departemen Kesehatan RI. 1995.  Farmakope Indonesia Edisi IV . Direktorat

Jendral Pengawasan Obat dan Makanan : Jakarta. Hal 6, 1030

Departemen Kesehatan RI. 2000.  Parameter Standar Umum Ekstrak

Tumbuhan Obat. Direktorat Pengawasan Obat Tradisional : Jakarta.

Hal 1, 9-12.

Page 75: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 75/319

58

Diana. Zoe Draelos, Thaman. Lauren. A, 2006. Cosmetic Formulation of skin

Care Product . Taylor and Francis Group. Hal. 3-8

Djuanda, adhi. Hamzah, mochtar. Dan Aisyah, siti, 2007.  Ilmu Penyakit Kulitdan Kelamin. Edisi. V , FKUI, Jakatra. Hal. 3-8

Farnsworth, N.R. 1969. Biological and Phytochemical Screening of Plants. journal pharmaceutical science. Hal 255 –  265

Graaff, Kent M Van De & R Ward Rhees. 2001. Scauhm’s Easy Outlines

 Human Anatomy and Physiology. McGraw-Hill : New York. Hal 29.

G.M.,Rahma. Tabir Surya.  Diambil dari URL:

http://rgmaisyah.files.wordpress.com/2009/04/tabir-surya.pdf. Diakses tanggal 6 Februari 2010, pukul 10.45 WIB

Gumilar, Laras. 2004. Skripsi :  Penentuan Efektivitas Krim Ekstrak Etanol Daun Singkong (Manihot utillisima Pohl) Secara In-Vitro Sebagai

Tabir Surya, Bandung.

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern MenganalisisTumbuhan. Penerbit ITB : Bandung. Hal 6-7.

Harry, R.G. 1975. The Principles and Practice of Industrial Pharmacy, 2nd  ed. Leo and Febiger : Philadelphia. Hal 417, 427-428.

Indah Firdausi, Nur. 2009.  Isolasi Senyawa Etil Para Metoksi Sinamat

(Epms) Dari Rimpang Kencur Sebagai Bahan Tabir Surya Pada Industri Kosmetik.  Karya Ilmiah, Jurusan Kimia, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri

Malang. Diambil dari URL: http://darsono-sigit.um.ac.idwp-

contentuploads200911nur-indah-firdausi.pdf.  Diakses tanggal 5Februari 2010, pukul 14.22 WIB

Iswari Trangono. Retno, Latifah. Fatma, 2007.  Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik . PT. Gramedia, Jakarta. Hal. 12, 26-30, 48,

81-86.

Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL. 1994. Teori dan Praktek Farmasi

 Industri II Edisi Ketiga. Alih bahasa Suyatmi S. UI Press : Jakarta.

Hal 1042, 1051, 1064, 1087.

Levin, Cheryl BA; Howard Maibach, MD. 2002.  Explorationof“Alternative”

and “Natural” Drugs in Dermatology. University of California – San

Francisco Medical Center.

Page 76: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 76/319

59

Markham, K.R,. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid, Terjemahan

 Kosasih Padmawinata, Penerbit ITB Bandung, Bandung. Hal. 1-10,

15

Martin A, Swarbick J, Cammarat A. 1993.  Farmasi Fisik Jilid II Edisi

 Ketiga. Penerjemah Yoshita. UI Press : Jakarta. Hal 766, 827-843,1023-1026, 1100-1101.

Mitsui, T.Phd. . 1997.  New Cosmetics Science. Elseveir. Amsterdam. Hal.

341-351.

Mulja, M dan Suharman, 1995.  Analisis Instrumental . Airlangga Univ Press.

Surabaya. Hal. 26-60

 Niazi, Sarfaraz K. 2004. Pharmaceutical Manufacturing Formulations

Semisolid Products Volume 4. CRC Press. New York Washington,

D.C.

Oen, L.H, Dr, dkk. 1986.  Dasar-Dasar Kosmetologi Kedokteran. Cermin

Dunia Kedokteran No 41. Penerbit : Pusat Penelitian dan

Pengembangan PT. Kalbe Farma.

Outeahealing. 2007. Kandungan Teh Hitam. (online)

http://outeahealing.wordpress.com/2007/11/17/kandungan-tehhitam/, diakses tanggal 9 November 2009

Shaath, nadim. 2005. Sunscreen; Regulation and Commercial Development .

3rd

 ed. Taylor and Francis Group. New york.

Silverstein, Bassler and Morrill. 1986.  Penyidikan Spektrometrik Senyawa

Organik , Edisi ke- 4. Erlangga. Jakarta. Hal. 305

Sirait. Midian, 2007.  Penentun Fitokimia Dalam Farmasi,  Penerbit ITB

Bandung. Hal. 129

Sugihartini. Nining, Marchaban, Prammono. Suwidjiyo, 2005. Jurnal;

 Pengaruh penambahan fraksi etanol dari infusa daun  ( Plantago

 Major   L.) terhadap efektivitas oktil Metoksinamat sebagai bahanaktiv tabir surya, Majalah Farmasi Indonesia. Hal 130-135.

XQ Zheng, J Jin. 2008.  Effect ultraviolet B irradiation on accumulation of

catechins intes (Camellia sinensis (L) O. Kuntze). African JournalBiotechnology, vol 7. China. Diakses tanggal 25 Juni 2010 pukul

14,15 wib

Page 77: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 77/319

60

Tuminah, Sulistyowati. 2004. Teh [(Camellia sinensis ). K. var. Assamica

(Mast)] sebagai Salah Satu Sumber Antioksidan, Cermin Dunia

Kedokteran. Jakarta

Turkoglu, M. Cigirgil, N. 2007. Jurnal;  Evaluation of black tea gel and its

 protection potential against UV , International Journal of CosmeticScience, vol 29. Istanbul, Turkey. Hal 437-442. Diakses tanggal 15Mei 2010 pukul 17,32 WIB

Underwood, JCE. 2004. General and Systematic Pathology Fourth Edition.

Churcill Livingstone. Hal 697.

Voigt, Rudolf. 1995.  Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Penerjemah

Dr.rer.nat. Soendani Noerono Soewandhi, Apt. Dan Dr. Mathilda B.Widianto, Apt., Jurusan Farmasi FMIPA ITB, Penyunting Prof. Dr.

Moch. Samhoedi Reksohadiprodjo, Apt., Fakultas Farmasi UGM.

Gajah Mada University Press : Yogyakarta. Hal 434-436, 564.

Wade A, Waller PJ. 1994.  Handbook of Pharmaceutical Excipients Second

 Edition. The Pharmaceutical Press : London. Hal 262, 310, 337, 407,

411, 494, 538, 558.

Page 78: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 78/319

61

Page 79: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 79/319

UJI EFEKTIVITAS DAN FOTOSTABILITAS KRIM EKSTRAK ETANOL 70 %

TEH HITAM (Camelli a sinensis  L.) SEBAGAI TABIR SURYA SECARA IN VI TRO  

SYIFA OCTA MAULIDIA 

NIM : 106102003375 

PROGRAM STUDI FARMASI 

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN 

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH 

JAKARTA 

Page 80: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 80/319

Latar Belakang

< 1% radiasi

sinar matahari ke

 bumi adalah UV

B

Penting untuk

 pembentukan

Vitamin D

Dampak negatif

Kemerahan, noda

hitam, penuaan dini,

kekeringan, keriput

dan sampai kanker

kulit

Intensitas cahaya

meningkat

Akibat Global warmingPenting adanya pelindung

(Tabir Surya)

Camellia

 sinensis L.

Di lakukan

 penelitian

Page 81: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 81/319

Perumusan Masalah1. Apakah ekstrak etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.)

dapat dibuat dalam sediaan krim yang baik dan stabil?

2. Bagaimana efektivitas dan fotostabilitas sediaan krim ekstraketanol 70 % teh hitam sebagai sediaan tabir surya?

Hipotesis

Ekstrak etanol 70 % teh hitam  (Camellia sinensis  L.)dapat dibuat menjadi sediaan krim tabir surya yang baik

dan stabil dengan efektivitas dan fotostabilitas tabir surya

yang belum diketahui.

Page 82: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 82/319

Tujuan 1. Menentukan efektivitas dan fotostabilitas tabir surya sediaan krim

ekstrak etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.)

2. Membuat sediaan krim tabir surya ekstrak etanol 70 % teh hitam 

(Camellia sinensis  L.) yang memiliki aktivitas sebagai tabirsurya yang memberikan penampilan sediaan yang baik danstabil.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah dapat memberikan

informasi tentang efektivitas dan fotostabilitas dari krimekstrak etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.) sebagaitabir surya dan formulasi krim dari ekstrak etanol 70 % tehhitam (Camellia sinensis  L.) dengan menggunakan variasikonsentrasi ekstrak.

Page 83: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 83/319

TanamanTeh hitam (Camellia sinensis L.)

Divisi : SpermatophytaSub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Sub Kelas : Dialypetalae

Ordo (bangsa) : Guttiferales (Clusiales)

Familia (suku) : Camelliaceae (Theaceae)

Genus (marga) : CamelliaSpesies (jenis) : Camellia sinensis L.

Varietas : Assamica

 Nama daerah : Enteh (sunda)

Page 84: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 84/319

Deskripsi

Camellia sinensis  L. memiliki akar tunggang yang kuat.Bunganya kuning-putih berdiameter 2,5 – 4 cm dengan 7hingga 8 petal. Daunnya memiliki panjang 4 – 15 cm danlebar 2 – 5 cm. Daun-daun itu mempunyai rambut-rambut pendek putih di bagian bawah daun. Daun muda memilikiwarna lebih terang, sedangkan daun tua berwarna lebihgelap.

Khasiat

Daun teh hitam berkhasiat sebagai obat antara lain untukmengobati penyakit asma, angina pektoris, penyakitvaskuler perifer, penyakit jantung koroner, diare, disentri,diabetes, antibakteri, antioksidan, antikanker, danantimutagenik.

Page 85: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 85/319

 Kerangka Konsep

Latar belakang teh hitam

Serbuk simplisia teh hitam

Pembuatan ekstrak

etanol teh hitam

Penapisan fitokimia

dan Karakterisasi

ekstrak

Penentuan panjang gelombang maksimum ekstrak etanol 70 % teh hitam

Evaluasi krim ekstrak etanol

70 % teh hitam

Stabilitas penyimpanan

pada suhu ruang (28±2

°C) dan cycling test

Uji

fotostabilitas

Uji efektivitas krim

tabir surya

Penentuan

kategori tabir

surya

Penapisan

fitokimia

Pembuatan

krim tabir surya

Page 86: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 86/319

Hasil Penelitian

Hasil penapisan fitokimia simplisia dan ekstrak

Golongan Hasil penapisan

simplisia 

Hasil penapisan

ekstrak  

Alkaloid 

Flavonoid 

Tanin 

Saponin 

Steroid/Triterpenoid 

Minyak Atsiri 

Kuinon 

Page 87: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 87/319

Hasil karakterisasi ekstrak etenol 70 % teh hitam

Jenis Karakterisasi Hasil

Parameter Spesifik:

Identitas

 Nama Identitas

 Nama latin tumbuhan

Bagian tumbuhan yang digunakan

 Nama Indonesia tumbuhan

Organoleptik

Bentuk

Warna

Bau

Rasa

 pH

Bobot Jenis

Camellia sinensis

Camellia sinensis L.

Daun

Enteh / teh

Kental

Hitam

Khas (tajam)

Pahit

5,62

0,874 gram/ml

Parameter Non Spesifik

Kadar Abu

Susut pengeringan

Rendemen

0,36 %

6,21 %

32,8 %

Page 88: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 88/319

Hasil Scanning Panjang Gelombang Maksimum Ekstrak Etanol 70% Teh Hitam

(Camellia sinensis, L) Pada Konsentrasi 100 ppm

Page 89: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 89/319

Evaluasi krim ekstrak etanol 70 % teh hitam sebagai tabir surya pada

suhu ruang (28±2 °C) selama 4 minggu

• Organoleptis

Formula 

Organoleptis minggu ke- 

0  1  2  3  4 

KN  Warna putih; bau

oleum rosae 

Warna putih; bau

oleum rosae 

Warna putih; bau

oleum rosae 

Warna putih; bau

oleum rosae 

Warna putih; bau

oleum rosae 

KP  Warna putih; bau

oleum rosae 

Warna putih; bau

oleum rosae 

Warna putih; bau

oleum rosae 

Warna putih; bau

oleum rosae 

Warna putih; bau

oleum rosae 

KrT 

1 % Warna cokelat

muda; bau oleum

rosae 

Warna cokelatmuda; bau oleum

rosae 

Warna cokelatmuda; bau oleum

rosae 

Warna cokelatmuda; bau oleum

rosae 

Warna cokelatmuda; bau oleum

rosae 

KrT 

2 % 

Warna cokelat

muda; bau oleum

rosae 

Warna cokelat

muda; bau oleum

rosae 

Warna cokelat

muda; bau oleum

rosae 

Warna cokelat

muda; bau oleum

rosae 

Warna cokelat

muda; bau oleum

rosae 

KrT 

3 % 

Warna cokelat;

 bau oleum rosae 

Warna cokelat;

 bau oleumrosae 

Warna cokelat;

 bau oleum rosae 

Warna cokelat;

 bau oleum rosae 

Warna cokelat;

 bau oleum rosae 

Page 90: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 90/319

• Homogenitas

Formula  Homogenitas minggu ke- 

0  1  2  3  4 

KN 

KP 

KrT 1 % 

KrT 2 % 

KrT 3 % 

homogen 

homogen 

homogen 

homogen 

homogen 

homogen 

homogen 

homogen 

homogen 

homogen 

homogen 

homogen 

homogen 

homogen 

homogen 

homogen 

homogen 

homogen 

homogen 

homogen 

homogen 

homogen 

homogen 

homogen 

homogen 

Page 91: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 91/319

• Sentrifugasi

Formula 

Sentrifugasi minggu ke- 

0  4 

KN 

KP 

KrT 1 % 

KrT 2 % 

KrT 3 % 

Tidak memisah 

Tidak memisah 

Tidak memisah 

Tidak memisah 

Tidak memisah 

Tidak memisah 

Tidak memisah 

Tidak memisah 

Tidak memisah 

Tidak memisah 

Page 92: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 92/319

•  pHFormula  pH minggu ke- 

0  1  2  3  4 

KN 

KP 

KrT 1 % 

KrT 2 % 

KrT 3 % 

7,43 

7,50 

7,35 

7,40 

7,39 

7,38 

7,46 

7,30 

7,28 

7,21 

7,30 

7,22 

7,19 

7,11 

7,18 

7,24 

7,01 

7,15 

7,06 

7,11 

7,13 

7,00 

7,04 

6,86 

6,94 

6,4

6,6

6,8

7

7,2

7,4

7,6

0 1 2 3 4

p

H

 

Minggu ke-

KN KP KrT 1 % KrT 2% KrT 3 %

Page 93: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 93/319

• Viskositas

Formula  Viskositas (cp )minggu ke- 

0  1  2  3  4 

KN 

KP 

KrT 1 % 

KrT 2 % 

KrT 3% 

34600 

43800 

42400 

46200 

40100 

36100 

47400 

44800 

46800 

44100 

41400 

49300 

48300 

47800 

49200 

47200 

51200 

50400 

49800 

52100 

52200 

51800 

57200 

53600 

60700 

0

10000

20000

30000

4000050000

60000

70000

0 1 2 3 4

   v   i   s    k   o   s   i   t   a   s    (   c   p

    )

Minggu ke-

KN KP KrT 1 % KrT 2% KT 3 %

Page 94: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 94/319

Evaluasi cycling test krim ekstrak etanol 70 % teh hitam

sebagai tabir surya

• Organoleptis

Formula  Organoleptis 

Sebelum cycling test   Sesudah cycling test  

KN  Warna putih; 

 bau oleum rosae 

Warna putih; 

 bau oleum rosae 

KP  Warna putih; 

 bau oleum rosae 

Warna putih; 

 bau oleum rosae 

KrT 1 %  Warna cokelat muda; 

 bau oleum rosae 

Warna cokelat muda; 

 bau oleum rosae 

KrT 2 %  Warna cokelat muda; 

 bau oleum rosae 

Warna cokelat muda; 

 bau oleum rosae 

KrT 3 %  Warna cokelat; 

 bau oleum rosae 

Warna cokelat; 

 bau oleum rosae 

Page 95: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 95/319

• Homogenitas

Formula  Homogenitas 

Sebelum cycling test   Sesudah cycling test  

KN 

KP 

KrT 1 % 

KrT 2 % 

KrT 3 % 

homogen 

homogen 

homogen 

homogen 

homogen 

homogen 

homogen 

homogen 

homogen 

homogen 

Page 96: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 96/319

• Sentrifugasi

Formula  Sentrifugasi

Sebelum cycling test   Sesudah cycling test  

KN 

KP 

KrT 1 % 

KrT 2 % 

KrT 3 % 

Tidak memisah 

Tidak memisah 

Tidak memisah 

Tidak memisah 

Tidak memisah 

Tidak memisah 

Tidak memisah 

Tidak memisah 

Tidak memisah 

Tidak memisah 

Page 97: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 97/319

•  pH

Formula  pH 

Sebelum cycling test   Sesudah cycling test  

KN 

KP 

KrT 1 % 

KrT 2 % 

KrT 3 % 

7,30 

7,52 

7,28 

7,33 

7,41 

7,24 

7,47 

7,16 

7,21 

7,23 

6,9

7

7,1

7,2

7,3

7,4

7,5

7,6

sebelum sesudah

   p   H 

Siklus

KN KP KrT 1 % KrT 2% KrT 3 %

Page 98: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 98/319

• Viskositas

Formula  Viskositas

Sebelum cycling test   Sesudah cycling test  

KN 

KP 

KT 1 % 

KT 2 % 

KT 3 % 

36900 

44200 

36500 

32500 

33900 

38100 

45400 

39200 

34500 

36600 

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

35000

40000

45000

50000

sebelum sesudah

   V   i   s    k   o   s   i   t   a   s    (   c   p

    )

 Siklus

FN FP KT 1 % KT 2% KT 3 %

Page 99: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 99/319

Hasil Pengukuran Perubahan Serapan Krim Sebelum dan

Sesudah Beberapa Waktu Penyinaran dengan Sinar UV 366 nm.

Formula 

Absorban rata-

rata sebelum

penyinaran * (0 menit) 

Absorban rata-rata setelah penyinaran* 

30 menit  60 menit  90 menit  120 menit 

KN 

KP 3 % 

KrT 1 % 

KrT 2 % 

KrT 3 % 

0,2522 

1,9222 

0,7514 

0,7844 

0,8443 

0,2203 

1,8272 

0,6685 

0,7026 

0,7591 

0,1937 

1,7526 

0,6202 

0,6601 

0,7029 

0,1372 

1,6845 

0,5771 

0,6066 

0,6408 

0,1267 

1,5949 

0,5015 

0,5544 

0,5941 

Page 100: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 100/319

Kurva Hubungan antara Absorbansi dengan

Lamanya Waktu Paparan Sinar UV 366 nm 

0

0,5

1

1,5

2

2,5

0 30 60 90 120

   A    b   s   o   r    b   a   n   s   i

Waktu (menit)

KN KP KrT 1 % KrT 2 % KrT 3 %

Page 101: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 101/319

Uji Efektivitas Tabir Surya Ekstrak Etanol 70 % Teh

Hitam

Konsent

rasi

(ppm) 

Ee  Ep  % Te  % Tp  Kategori Penilaian

Aktivitas 

40

60

80100

120

5,5424

4,2507

4,00643,7672

3,5195

2,6084

2,0116

1,64841,5653

1,5299

2,4829

1,9042

1,79481,6876

1,5766

3,7574

2,8977

2,37462,2548

2,2038

Proteksi ultra

Proteksi ultra

Proteksi ultraProteksi ultra

Proteksi ultra

Page 102: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 102/319

Uji Efektivitas Krim Tabir Surya

Formula  Ee  Ep  % Te  % Tp  Kategori Penilaian

Aktivitas 

KP 

KrT 1 % 

KrT 2 % 

KrT 3 % 

0,0877 

1,5510 

0,9187 

0,7161 

0,0589 

0,8536 

0,5383 

0,3143 

0,0392 

0,6948 

0,4115 

0,3208 

0,0848 

1,1229 

0,7754 

0,4527 

Sunblock eritema 

Sunblock eritema 

Sunblock eritema 

Sunblock eritema 

Page 103: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 103/319

TERIMAKASIH

Page 104: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 104/319

Page 105: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 105/319

Proses Pembuatan Teh Hitam

Daun teh segar

Dilayukan

Digiling

Fermentasi pada suhu19-26 °C dengan

kelembaban sekitar 90-

98 % . Selama 60-100

menit

Dikeringkan selama

13-18 menit. Sampai

kadar air 2,5-3,5 %

Page 106: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 106/319

Pembuatan ekstrak etanol 70 % teh hitam

500 gram Serbuk teh

hitam (Camellia

sinensis L.)

Diamaserasi dengan

7 L etanol 70 %

Maserat cair serbuk teh

hitam

Penapisan

fitokimia serbuk

simpllisia

Di evaporasi dengan

vakum rotavapor

Ekstrak etanol 70 %

teh hitam

Disaring dengan kapas dan

kertas saring

Penapisan fitokimia

dan karakterisasi

ekstrak

Page 107: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 107/319

Penentuan panjang gelombang maksimum

Ekstrak etanol 70 % teh hitam

100 ppm dalam etanol 95 %

Di ukur pada panjang

gelombang 200-400 nm dengan

spektrofotometer

Diperoleh panjang

gelombang maksimum

ekstrak etanol 70 % teh

hitam

Page 108: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 108/319

Pembuatan sediaan krim

Fase minyak (asam stearat, setil

alkohol, vaselin album, oleum olivae,

benzofenon-3 dan adeps lanae)

Fase air (trietanolamin, metil

paraben, dimetikon dan

propilenglikol)

Fase air di masukkan sedikit

demi sedikit ke dalam fase

minyak pada suhu 70 °C

Di gerus dalam lumpang yang

telah dipanaskan sampaiterbentuk masa krim

Di masukkan ekstrak etanol

70 % teh hitam, sambil

terus diaduk.

Page 109: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 109/319

Uji fotostabilitas krim tabir surya

• Pengukuran serapan awal krim

Setaiap formula

ditimbang 0,3 gram

Dilarutkan dalam etanol 95 %

Diukur serapannya dengan

spektrofotometer UV-Vis pada panjang

gelombang 293,4 nm

Page 110: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 110/319

• Pengukuran serapan krim setelah beberapa

waktu penyinaran dengan sinar UV 366 nm

Setiap formula ditimbang

0,3 gram

Dioleskan secara merata

pada kaca objek

Disinari dengan lampu UV 366

nm

Lama penyinaran

bervariasi selama 30,

60, 90, dan 120 menit

Perubahan serapan yang terjadi

setelah penyinaran diukur

dengan spektro UV-Vis pada

panjang gelombang 293,4

Page 111: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 111/319

Uji efektivitas ekstrak etanol 70 % teh hitam

Larutan induk ekstrak etanol 70 % teh

hitam dalam etanol 95 % degan

konsentrasi 500 ppm

Dibuat seri larutan dengan konsentrasi

40, 60, 80, 100, dan 120 ppm

Diukur serapannya setiap 5 nm pada

rentang panjang gelombang 292,5-

372,5 nm

Dihitung % Te dan % Tp

Page 112: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 112/319

Uji efektivitas krim tabir surya

Setiap formula ditimbang 1,25 gram

Dilarutkan dalam etanol 95 % sampai 25 ml

Diambil 5 ml larutan, kemudian diencerkan dengan etanol 95 %

Dari nilai serapan yang diperoleh dihitung intensitas

transmitansinya (T) dengan rumus T= 10− 

Diukur serapannya setiap 5 nm pada rentang panjang gelombang 292,5-372,5 nm

Nilai fluks eritema yang diteruskan oleh bahan tabir surya (Ee)

dihitung dengan cara mengalikan nilai transmisi (T) dengan

fluks eritema (Fe) pada panjang gelombang 292-317 nm

Nilai fluks pigmentasi (Ep) dihitung dengan cara mengalikan nilai transmisi

(T) dengan fluks pigmentasi (Fp) pada panjang gelombang 322-372 nm

Selanjutnya dihitung denga rumus:

% Te = 

  % Tp =

 

Page 113: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 113/319

• Randemen ekstrak  

Berat total ekstrak : 164 gram 

Berat simplisia kering : 500 g 

% Randemen ekstrak = ℎ

  × 100 % 

= 164 x 100% 

500 

= 32,8% 

Page 114: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 114/319

• Bobot jenis ekstrak teh hitam 

Berat piknometer kosong (w1) : 16,233 g

Berat piknometer + air (w2) : 40,772 gBerat piknometer + ekstrak (w3): 37,683 g

Bobot jenis =3−

2−  × 1 /ml 

= 37,683  –  16,233 × 1 /ml

40,772  –  16,233 

= 0,874 gram/ml 

Page 115: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 115/319

• Susut pengeringan 

Berat cawan (a) : 23,150 g 

Berat cawan + ekstrak awal (b) : 24,147 g Berat cawan + ekstrak akhir (c) : 24,085g 

% susut pengeringan :−

−  × 100 % 

: 24,147  –  24,085 x 100 % 

24,147  –  23,150 

: 6,21 % 

Page 116: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 116/319

• Kadar abu

Berat cawan (a) : 25,752 g

Berat ekstrak (b) : 3,009 g Berat ekstrak akhir (c) : 25,763 g

% Kadar Abu :−

  × 100% 

: 25,763  –  25,752 x 100% 

3,009

: 0.365 % 

Page 117: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 117/319

Exploration of “Alternative” and “Natural”Drugs in Dermatology

Cheryl Levin, BA; Howard Maibach, MD

Objective: To review some of thepromising natural rem-edies within dermatology to explore their potential clini-cal benefit in supplementing conventional drugs.

Data Sources: MEDLINE searches from January 1966throughOctober 2000 andScience Citation Index searchesfrom January 1974 through October 2000 were con-ducted.

Study Selection: Primary importance was given to invivo and in vitro controlled studies, the results of whichencourage further exploration.

Data Extraction: The controls used, the statistical ap-proach to analysis, and the validity of the experimentalmethod analyzed were considered particularly impor-

tant. Data were independently extracted by multiple ob-servers.

Data Synthesis: Natural remedies seem promising intreating a wide variety of dermatologic disorders, includ-ing inflammation, phototoxicity, psoriasis, atopic der-matitis, alopecia areata, and poison oak.

Conclusions: The alternative medicationspresented seempromising, althoughtheir true effects are unknown.Manyof the presented studies do not allow deduction of clini-cal effects. Further experimentation must be performedto assess clinical benefit.

 Arch Dermatol. 2002;138:207-211

RECENTLY, ALTERNATIVE rem-edies have been investi-gated to supplement tradi-tional drugs. We performeda literature search to high-

light recently reported medicaments. Em-phasis was placed on studies that fol-lowed the evidence-based dermatologyguidelines.1,2

RESULTS

Alternative medications and their poten-tial clinical uses from human studies andanimal and in vitro studies3-24 are summa-rized in the Table.

TEA EXTRACTS

Ultraviolet solar radiation may induce a va-riety of adverse effects in humans, includ-

ing melanoma,25 photoaging of theskin,26,27

sunburn,28 and immunosuppression.29,30

Protection against UV-induced skin dam-ageincludes avoidanceof sunexposure,ap-plication of sunscreens, low-fat diets,31,32

and pharmacologic intervention with reti-noids.33 More recently, green tea extractshave been reported to be beneficialin treat-ing UV-induced photodamage.

In a study byElmets et al,6 1% to10%green tea polyphenolic (GTP) fraction-

sin ethanol and water vehicle wereapplied onto the backs of 6 volunteers.Thirty minutes after GTP application,patients were exposed to twice the mini-mal erythema dose of UV radiation from asolar simulator. Theminimalerythemadosewas determined for each patient by expos-ing skin to graded doses of UV radiationfrom the solar simulator. Green tea ex-tracts resulted in a dose-dependent reduc-tion of UV-induced erythema as measuredby chromatometry and visual evaluation.

The (-)-epigallocatechin-3-gallate and(-)-epicatechin-3-gallate polphenolicfractions were most effective, whilethe (-)-epigallocatechin (EGC) and(-)-epicatechin fractions had little effect.Histologic examination showed a de-

crease in sunburn cells in GTP-treatedskin. Epidermal Langerhans cells, the an-tigen-presenting cells involved in the skinimmune response, were significantly pro-tected against UV damage. Finally, GTPfractions reduced UV-induced mutationsin DNA, as detected by means of a phos-phorus 32 postlabeling technique. Spec-trophotometric analysis indicated that GTPfractions did not absorb UV-B light, im-plying a mechanism of action different

See also pages 232 and 251

STUDY 

From the University of California–San FranciscoMedical Center.

(REPRINTED) ARCH DERMATOL/ VOL 138, FEB 2002 WWW.ARCHDERMATOL.COM207

©2002 American Medical Association. All rights reserved. on May 5, 2010www.archdermatol.comDownloaded from 

Page 118: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 118/319

from that of sunscreens. This study demonstrates the po-tential benefit of GTP extracts in preventing UV-induced immunosuppression and erythema.

The use of GTP extracts was also found to be ben-eficial in treating UV-inducedimmunosuppressionin mice.TheGTP extracts, fruitsand vegetables, andquercetin andchrysin significantly prevented the UV-induced suppres-sion of contact hypersensitivity to picryl chloride whencompared with irradiated, untreated control (P.05). In-creased ear thickness measurements were used to evalu-

ate the response. The GTP was administered in concen-trations of 0.1% and0.01%.17 Green tea extractshave beenbeneficial in preventing early signs of photochemical dam-age to mouse and human skin treated with psoralen–UV-A therapy. Psoralen–UV-A, a treatment for psoriasis,increases the patient’s risk of developing melanoma andsquamous cell carcinoma. Pretreatment and posttreat-ment with thegreenteaextractsin mouse andhuman skinsignificantly decreased markers of this photochemicaldamage,namely hyperplasia and hyperkeratosis, c-fos andp53, and erythema, (P.05), when compared with ve-hicle controls (water given before and after treatment).34

The effects of green tea on skin are further discussed byKatiyar et al.35

Oral and topical standardized black tea extracts alsodecreasedphotochemical damageto the skin. In onestudy,standardized black tea extracts significantly reduced ery-thema and skinfold thickness associated with UV-B–induced carcinogenesis in cultured keratinocytes andmouseandhuman skin (P.05). In topically treated mice,a 64% reduction in severity of erythema and a 50%decrease in skinfold thickness were observed whencompared with vehicle control. A decrease in the expres-sion of c-fos, c-jun, and p53 in mouse skin and keratino-cytes pretreated with standardized black tea extracts wasalso noted. This study indicates that when green tea isoxidized to black tea, the extracts remain beneficial inpreventing the early signs of UV-B–induced phototoxic

effects, namely, sunburn and skin thickness.18

OTHER HERBS

Tea produced from the leaves of the  Eucommia ulmoidesOLIVER tree (EUOL) is commonly consumed in China,Korea, and Japan. Geniposidic acid, a main componentof EUOL, seems beneficial in improving some of the signsof aging in model rats. Falsely aged model rats fed a dietconsisting of a 2.4% water-soluble methanol extract of EUOL had a statistically significant increased stratum

corneum turnover rate compared with rats fed a com-parable diet without the EUOL. In a similar experiment,rats fed geniposidic acid also had improved stratumcorneumturnover. With aging, the stratum corneum turn-over rate decreases, suggesting that EUOL and, specifi-cally, geniposidic acid may alter the aging process.22

Benzoyl peroxide (BPO) is a free radical–generatingcompound and strong oxidizer. It is commonly used as apolymerization initiator,36 an additive in cosmetics,37 and

a bleaching agent for flour andcheese.38

Spearmint mayab-rogate the effects of BPO-induced tumor promotion.In a recent study, pretreatment with spearmint

(Mentha spicata) induced a statistically significant de-crease in the BPO oxidative damage, toxic effects, and cel-lular hyperproliferation in adult female albino mice whencompared with the BPO-treated control group. Topicalspearmint extracts salvaged the levels of antioxidantenzymesglutathioneperoxidase,glutathionereductase, glu-tathione S-transferase, andcatalase that arereduced by BPOtreatment alone. The BPO-elevated microsomal lipid per-oxidation and hydrogen peroxide generation were signifi-cantly reduced with spearmint pretreatment. Further-more, spearmint significantly decreasedmarkers for cellular

DNAsynthesis, namelyornithine decarboxylaseactivityandthymidine uptake,as compared with BPO treatment alone.Analysis was performed on excised mouse skin.20

HYDROXYACIDS

Topical -lipohydroxyacid (-LHA), a derivative of sali-cylic acid, improved some of the manifestations of ag-ing in women by inducing a statistically significant epi-dermal thickening and dendrocytic hyperplasia. Both theyounger and elder populations exhibited improvement,but the changes were more diverse in the older women. When compared with placebo, 6% of the young and 16%of the elderly population experienced increased filag-

grin layer thickness. Further studies are needed to un-derstand the mechanism of hydroxyacid action and,thereby, their full effect on aging skin.7

ESSENTIAL FATTY ACIDS

Patients with atopicdermatitis (AD) are thought to have areduced rate of conversion from linoleic acid to -linole-nic acid (GLA), dihomo--linolenic acid, or arachidonicacid as compared with healthy subjects.39-42 ReplacementofGLA, inthe form ofprimroseoil or borageoil, may there-fore benefit in the treatment of these patients.

In fact, more than 20 randomized controlled studiesassessing theeffects ofGLAhavebeenperformed,with most

studies indicating an improved epidermal barrier on GLAapplication.8,9,40,43-49 In one recent study, topical applica-tion of 20% evening primrose oil caused a statistically sig-nificant stabilizing effect on the epidermal barrier in pa-tients with AD as evaluated by transepidermal water lossand stratum corneum hydration. When compared withplacebo, the water-in-oil emulsion of primrose oil provedeffective, whereas the amphiphilic emulsion did not, em-phasizing the importance of the vehicle.9 In addition, bor-age oil, which contains a large quantity of GLA, improvedpruritus, erythema, vesiculation, and oozing in atopic pa-

METHODS

MEDLINE searches from January 1966 through Oc-tober 2000 andScience Citation Index searches from

 Jan uar y 197 4 thr oug h Oct obe r 200 0 wer e con -ducted. Boolean searches relating to skin, allopathicremedies, herbal extracts, glycolic acid, and vita-mins were conducted. Specific diseases and thera-

pies were searched as title words or key words.

(REPRINTED) ARCH DERMATOL/ VOL 138, FEB 2002 WWW.ARCHDERMATOL.COM208

©2002 American Medical Association. All rights reserved. on May 5, 2010www.archdermatol.comDownloaded from 

Page 119: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 119/319

tients when compared with placebo-treated patients(P.05). Patients were given 40 drops of borage oil twice

daily for 12 weeks; dermatologists and patients visuallyassessed the signs.8

In contrast, 2 important studies did not observe asignificant clinical effect of GLA on AD compared withplacebo. In studies by Bamford et al10 and Berth-Jones andGraham-Brown,11 evening primrose oil capsulesdidnot im-prove erythema, excoriation, and lichenification clinicalscores, as evaluated by dermatologists and patients.

Meta-analysis of all previous randomized placebo-controlled studies indicated a significant difference be-tween treatmentandplacebogroups.12,13 Critics ofthemeta-

analysis claim that it included unpublished trials andinadequate baseline data in terms of disease severity.11 Ap-

parent differences in response between placebo and treat-ment groups may result from a greater severity at base-line in subjects receiving active treatment.11,50 Treatmentof AD with GLA remains controversial.

ESSENTIAL OILS

Other essential oils have been investigated in treating IgE-mediatedallergic reactionsas well as alopecia areata. Miceand rats pretreated with lavender oil inhibited mast celldegranulation, indicating that the oil could inhibit im-

Alternative Medications and Their Potential Clinical Uses*

Therapy Potential Benefit Experimental Results Source, y

Human Studies

Ascorbic acid Prevent nitrate tolerance Potentiated vasodilatory/conductivity responsesprovoked by glycerol trinitrate

Bassenge et al,3 1998†

Ascorbic acid andvitamin E

Reduce sunburn reaction Increased median minimal erythema dose intreated patients

Eberlein-Konig et al,4 1998‡

Decrease UV-induced erythema Decreased dermal blood flow, chromatometry, and

visual grade

Dreher et al,5 1998‡

Green tea extract Prevent UVII and erythema Reduced chromatometry, improved visually andhistologically

Elmets et al,6 2001‡

-Lipohydroxyacid Improve signs of aging Induced epidermal thickening and dendrocytichyperplasia

Avila-Camacho et al,7 1998‡

Borage oil (with GLA) Treat AD Improved pruritus, erythema, vesiculation, andoozing in patients with AD

Adreassi et al,8 1997‡

Primrose oil (with GLA) Treat AD Stabilized epidermal barrier—increased TEWL andstratum corneum hydration in patients with AD

Gehring et al,9 1999

No significant effect on patients with AD Bamford et al,10 1985; Berth-Jonesand Graham-Brown,11 1993‡

GLA Treat AD Meta-analysis—GLA significantly improved AD Morse et al,12 1989; Stewart et al,13

1991

Aromatherapy Treat alopecia areata Improved visual score of disease Hay et al,14 1998‡

Quaternium-18 bentonite Prevent poison ivy or poison oak Reduced or prevented reaction to urushiol asevaluated visually

Marks et al,15 1995†

Homeopathic gels Reduce inflammation Decreased LDF (ie, decreased vasodilatory

response) after methyl nicotinate application

Handschuh and Debray,16 1999‡

Animal and In Vitro Studies

Flavonoids/green teaextracts

Counteract UVII Prevented UVII of contact hypersensitivity to picrylchloride

Steerenberg et al,17 1998†

Black tea extract Decrease early symptoms ofUV-B−induced phototoxic effects

Decreased erythema, skinfold thickness, expressionof c-jun, c-fos, and p53 in mice, human skin, andkeratinocytes

Zhao et al,18 1999‡

Ascorbic acid Decrease early symptoms ofUV-B−induced phototoxic effects

Decreased UV-B−induced tumor formation, skinthickness, and ODC in mice

Kobayashi et al,19 1998†

Mentha spicata 

(spearmint)Prevent oxidative stress Pretreatment decreased benzoyl peroxide oxidative

damage, toxic effects, and hyperproliferation inadult female albino mice

Saleem et al,20 2000†

Vitamin E combination§ Treat genital herpes simplex virus Reduced lesion development, duration, and severityin guinea pigs and mice

Sheridan et al,21 1997†

GA, Eucommia ulmoides 

OLIVER treeImprove signs of aging Increased stratum corneum turnover rate in rats

fed GALi et al,22 1999‡

Capsular polysaccharidesof cyanobacteria

Anti-inflammatory agents Inhibited the croton oil−induced edema in malealbino mice

Garbacki et al,23 2000†

Lavender oil Inhibit immediate-type allergicreactions

Inhibited mast cell degranulation in mice and rats;prevented histamine and TNF- release fromperitoneal mast cells

Kim and Cho,24 1999‡

*UVII indicates UV-induced immunosuppression; GLA, -linolenic acid; AD, atopic dermatitis; TEWL, transepidermal water loss; LDF, laser Doppler flowmetry; ODC,ornithine decarboxylase; GA, geniposidic acid; and TNF-, tumor necrosis factor .

†Compared with untreated control.‡Compared with placebo.§Vitamin E, sodium pyruvate, membrane-stabilizing fatty acid.At lease 1 strain of cyanobacteria had an opposite effect, increasing inflammation.

(REPRINTED) ARCH DERMATOL/ VOL 138, FEB 2002 WWW.ARCHDERMATOL.COM209

©2002 American Medical Association. All rights reserved. on May 5, 2010www.archdermatol.comDownloaded from 

Page 120: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 120/319

mediate-type allergic reactions. Topical and intrader-mal lavender oil inhibited the ear swelling response inmice and passive cutaneous anaphylaxis in ratswhen com-pared with isotonic sodium chloride solution controltreat-ment (P.05). Peritoneal mast cells were also inhibitedfrom releasing histamine or tumor necrosis factor   invitro when lavender oil was applied.24

Alopecia areata was treated with 7 months of aro-matherapy. A mixture of thyme, rosemary, lavender, and

cedarwood essential oils in jojoba and grape seed car-rier oils massaged into patients’ scalps significantly im-proved the alopecia when compared with the carrier oilsalone. The efficacy of the treatment was evaluated at ini-tial assessment and 3 and 7 months after treatment bydermatologists’ visual scoring of photographs and a com-puterized analysis of traced areas of alopecia.14 This studydid not mention disease duration before aromatherapytreatment. Half of patients with recent-onset alopecia ar-eata have remission within 1 year, which could accountfor the aromatherapy’s putatively beneficial results.51

ASCORBIC ACID AND VITAMIN E

The hydrophobic ascorbic acid and lipophilic vitamin Ehavefound increasing use in dermatologictreatment. Sev-eral studies investigated the effects of both ascorbic acidand vitamin E against oxidative stress. In mice, acute andchronic UV-B–inducedphotodamage was significantly de-creased with intraperitoneal postadministration of mag-nesium-L-ascorbyl phosphate (MAP), a precursor to ascor-bic acid (P.05). Compared with irradiated, untreatedmice, MAP-treated mice had a 60% decrease in UV-B–induced tumor formation, a 50% decrease in skin thick-ness, and a 55% decrease in ornithine decarboxylase, amarker for DNA synthesis. In addition, on acute expo-sure to UV-B irradiation,MAPpreventedincreasesof lipidperoxidation in skin and sialic acid in serum. The MAP

produced an immediate and transient increase in vitaminC in the serum, skin, and liver, indicating its conversionin those tissues.19 The effect of topical application of MAPin reducing UV-B photodamage is unknown. The clinicalsignificance of this study remains uncertain.

Oral ingestion of ascorbic acid (2000 mg/d) and vi-tamin E (1000 IU/d) reduced the sunburn reaction in hu-man subjects. The volunteers’ threshold dose for elicitingsunburn andtheir cutaneous blood flow of skin irradiatedwith incrementalUV doses weredeterminedbeforeand af-ter 8 days of treatment. A statistically significant differ-ence was observed in the median minimal erythema doseof ascorbic acid– and vitamin E–treated patients as com-pared with placebo-treated patients. The former minimal

erythema dose increased 17%; the latter declined 14%.4

Topical pretreatment in humans with a combina-tion of ascorbic acid, vitamin E, and melatonin provideda statistically significant enhanced photoprotection againstUV-induced erythema. Dermal blood flow, visual grade,and chromatometry measures decreased with the com-binedtreatment,as well as with each treatmentalone,whencompared with placebo-treated skin. The effect of the com-bined treatment was more pronounced.5

Ascorbic acid and vitamin E have also provedbenefi-cial in treating other conditions. Nitrate tolerance de-

scribes a developed tolerance to the vasodilatory effects of nitrate,dueto both neurohormonal counterregulation andenhanced response to vasoconstrictor agonists.52 Oral ad-ministrationof two500-mg ascorbicacidcapsulesdailyalongwith glycerol trinitrate for 3 days prevented nitrate toler-ancein healthy volunteers taking transdermal glycerol tri-nitrate. With those taking ascorbic acid, the vasodilatoryand conductivity responses evoked by glycerol trinitratewere potentiated throughout the 3-day period (24.5% in-

crease vs control), while in those taking glycerol trinitratealone, the responses slowly declined (8.2% increase vscontrol).3 This observed effect was statistically significant.

A combination of vitamin E, sodium pyruvate, andmembrane-stabilizing fatty acids induced a statisticallysignificant decrease in the lesion development, dura-tion, and severity of genital herpes simplex virus whenapplied after infection to guinea pigs and mice. The com-bined treatment yielded a 36% decrease in lesion sever-ity score in guinea pigs and a 33% decrease in lesion sizein hairless mice when compared with no treatment.21

MISCELLANEOUS

Quaternium-18 bentonite, an organoclay used in cosmet-ics to thicken or stabilize the products, has been investi-gated for its ability to prevent poison ivy or poison oakcontact dermatitis reactions in humans. Pretreatment with5% quaternium-18 bentonite lotion on the forearm of pa-tientswith allergic contact dermatitis to poison oak or poi-son ivy significantly reduced or prevented a severe reac-tion to urushiol, the allergenicresin of both plants.Trainedtechnicians blinded to the treated area visually evaluatedthereactions. Statisticalsignificance wasfound when treatedtest sites were compared with untreated controls.15

Pretreatment with diluted homeopathic gels effec-tively decreased the inflammation caused by methyl nico-tinate in humans. The vasodilatory response to methyl

nicotinate was measured by laser Doppler velocimetry.This measure was significantly reduced when the skinwas pretreated with Urtica urens,  Apis mellifica,  Bella-donna, or Pulsatilla aqueous gels as compared with ve-hicle control.16 It is important to note that methyl nico-tinate inflammation is primarily a pharmacologic effectand has few immunologic implications, thereby mini-mizing the clinical significance of this study.

Capsular polysaccharidesfromvarious strains of cya-nobacteria were found to have anti-inflammatory effectson adult albino male mice. Six-hour application of hydro-philic extracts of capsular polysaccharides subsequent tocroton oil–induced dermatitis caused a statistically sig-nificant reduction in the mouse ear edema when com-

pared with croton oil inflammation without treatment.Some strains were not effective, and at least 1 other strainof capsular polysaccharides significantly increased theedema after crotonoil application by about29%. Themosteffective inflammation-reducing strains decreased theedema by as much as 56%, were dose-dependent, andwerecomposed primarily of neutral sugars, uronic acids, andproteins. The inflammation-increasing extract containeda monosaccharide composition (glucose and mannose)similar to those of extracts that most significantly de-creased dermatitis.23

(REPRINTED) ARCH DERMATOL/ VOL 138, FEB 2002 WWW.ARCHDERMATOL.COM210

©2002 American Medical Association. All rights reserved. on May 5, 2010www.archdermatol.comDownloaded from 

Page 121: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 121/319

COMMENT

The sampling of investigative medications presented bythis review seems promising, although their true effectsare unknown. Caution must be used when animal stud-iesare interpreted. In addition,experimental design, suchas sample size, drug concentration, method of exposureto the medicine, and analytic techniques, may greatly in-fluence a study’s outcome. Further exploration of these

medicationsunderdifferentexperimentalconditions wouldbetter estimate their true clinical benefit. Certainly, thelower cost, wide accessibility, and possible clinical im-provementwith many of these newer unconventional rem-edies has encouraged their continued research. It re-mainsto beseen which, ifany, providea more advantageoustherapeutic ratio than standard agents. These observa-tions presumably are valid, thoughtful, and correct; as inthe case of most pharmacologic arenas, the final arbiter isthe patient.Alas, these patient truths are unfortunately notas hard a science as most physicians would like.

 Accepted for publication July 31, 2001.Corresponding author: Howard Maibach, MD,

Department of Dermatology, UCSF Medical Center, 90Medical Center Way, Room 110, San Francisco, CA 94143(e-mail: [email protected]).

REFERENCES

1. BigbyM. Evidence-basedmedicinein dermatology.DermatolClin . 2000;18:261-276.2. Bashir S, Maibach H. Evidence Based Dermatology . Toronto, Ontario: BC Dek-

ker. In press.3. BassengeE, Fink N,Skatchkov M,FinkB. Dietary supplement with vitamin C pre-

vents nitrate tolerance. J Clin Invest . 1998;102:67-71.4. Eberlein-KonigB, PlaczekM, PrzybillaB. Protectiveeffectagainst sunburnof com-

bined systemic ascorbic acid (vitamin C) and d --tocopherol (vitamin E). J Am Acad Dermatol . 1998;38:45-48.

5. Dreher F, Gabard B, Schwindt D, Maibach H. Topical melatonin in combinationwith vitamins E andC protects skin from ultraviolet-induced erythema:a human

study in vivo.  Br J Dermatol . 1998;139:332-339.6. ElmetsC, SinghD, TubesingK, MatsuiM, Katiyar S,Mukhtar H.Cutaneous pho-toprotection from ultraviolet injury by green tea polyphenols. J Am Acad Der- matol . 2001;44:425-432.

7. Avila-Camacho M, Montastier C, PerardGE. Histometricassessment of the age-relatedskin responseto 2-hydroxy-5-octanoylbenzoic acid. SkinPharmacolAppl Skin Physiol . 1998;11:52-56.

8. Andreassi M, Forleo P, Lorio AD, Masci S, Abate G, Amerio P. Efficacy of -lino-lenic acidin thetreatmentof patientswith atopic dermatitis. JIntMedRes . 1997;25:266-274.

9. Gehring W, Bopp R, Rippke F, Gloor M. Effect of topically applied evening prim-rose oil on epidermal barrier function in atopic dermatitis as a function of ve-hicle. Drug Res . 1999;49:635-642.

10. Bamford J, Gibson R, Reiner C. Atopic eczema unresponsive to evening prim-rose oil (linoleic and -linolenic acids). J Am Acad Dermatol . 1985;13:959-965.

11. Berth-Jones J, Graham-Brown R. Placebo-controlled trial of essential fatty acidsupplementation in atopic dermatitis. Lancet . 1993;341:1557-1560.

12. Morse PH, Horrobin DF, Manku MS, et al. Meta-analysis of placebo-controlledstudies of the efficacy of Epogam in the treatment of atopic eczema.  Br J Der- matol . 1989;121:75-90.

13. Stewart J, Morse P, Moss M, et al. Treatment of severe and moderately severeatopic dermatitiswith evening primrose oil (Epogam). J NutrMed . 1991;2:9-15.

14. Hay I, Jamieson M, Ormerod A. Randomized trial of aromatherapy: successfultreatment for alopecia areata. Arch Dermatol . 1998;134:1349-1352.

15. Marks J, Fowler J, Sherertz E, Rietschel R. Prevention of poison ivy and poisonoak allergic contact dermatitis by quaternium-18 bentonite. J Am Acad Derma- tol . 1995;33:212-216.

16. Handschuh J, Debray M. Modification of cutaneous blood flow by skin applica-tion of homeopathic anti-inflammatory gels.  STP Pharma Sci . 1999;9:219-222.

17. Steerenberg P, Garseen J, Dortant P, et al. Protection of UV-induced suppres-sion of skin contact hypersensitivity.  Photochem Photobiol . 1998;67:456-461.

18. Zhao J, Jin X, Yaping E, Zheng ZS, Zhang YJ, Athar M. Photoprotective effect ofblack tea extracts against UVB-induced phototoxicity in skin.  Photochem Pho- tobiol . 1999;70:637-644.

19. Kobayashi S, Takehana M, Kanke M, Itoh S, Ogata E. Postadministration pro-tective effect of magnesium-L-ascorbyl-phosphate on the development of UVB-induced cutaneous damage in mice.  Photochem Photobiol . 1998;67:669-675.

20. Saleem M, Alam A, Sultana S. Attenuation of benzoyl peroxide–mediated cuta-neous oxidativestress and hyperproliferativeresponseby the prophylactic treat-ment of mice with spearmint (Mentha spicata ).  Food Chem Toxicol . 2000;38:939-948.

21. Sheridan J, Kern E, Martin A, Booth A. Evaluation of antioxidant healing formu-lations in topical therapy of experimental cutaneous and genital herpes simplexvirus infections. Antiviral Res . 1997;36:157-166.

22. LiY, Metori K,KoikeK, CheQ-M,Takahashi S. Improvement inthe turnover rateof the stratum corneum in false aged model rats by the administration of geni-posidic acid in Eucommia ulmoides OLIVER leaf. Biol Pharm Bull . 1999;22:582-

585.23. Garbacki N, Gloaguen V, Damas J, Hoffmann L, Tits M, Angenot L. Inhibition of

croton-oil induced oedema in mice ear skin by capsular polysaccharides fromcyanobacteria. Arch Pharmacol . 2000;361:460-464.

24. KimH-M, Cho S-H.Lavenderoil inhibitsimmediate-type allergicreactionin miceand rats. J Pharm Pharmacol . 1999;51:221-226.

25. Koh H, Kligler B, Lew P. Sunlight and cutaneous malignant melanoma: evidencefor and against causation.  Photochem Photobiol . 1990;51:765-779.

26. Wenk J, Brenneisen P, Meewes C, et al. UV-induced oxidative stress and pho-toaging. Curr Probl Dermatol . 2001;29:83-94.

27. Krutmann J. Ultraviolet A radiation–induced biological effects in human skin.J Dermatol Sci . 2000;23(suppl 1):S22-S26.

28. Biesalski H, Obermueller-Jevic U. UV light, beta-carotene and human skin—beneficial and potentially harmful effects.   Arch Biochem Biophys . 2001;389:1-6.

29. Hart P, Grimbaldeston M, Finlay-Jones J. Sunlight, immunosuppression and skincancer:roleof histamine andmast cells.ClinExp Pharmacol Physiol . 2001;28:1-8.

30. Gil E, Kim T. UV-induced immune suppression and sunscreen. Photodermatol Photoimmunol Photomed . 2000;16:101-110.

31. Hakim I, HarrisR, Ritenbaugh C.Fat intakeand risk of squamous cell carcinomaof the skin. Nutr Cancer . 2000;36:155-162.32. Black H. Influence of dietary factors on actinically-induced skin cancer. Mutat 

Res . 1998;422:185-190.33. DiGiovanna J. Retinoid chemoprevention in patients at high risk for skin cancer.

Med Pediatr Oncol . 2001;36:564-567.34. Zhao JF, Zhang YJ, Jin XH, et al. Green tea protects against psoralen plus ultra-

violet A–induced photochemical damage to skin.  J Invest Dermatol. 1999;113:1070-1075.

35. Katiyar S, Ahmad N, Muhktar H. Green tea and skin. Arch Dermatol . 2000;136:989-994.

36. Kadoma Y, Fujisawa S. Kinetic evaluation of reactivity of bisphenol A derivativesas radical scavengers for methacrylate polymerization.  Biomaterials . 2000;21:2125-2130.

37. Pierard G,Pierard-FranchimontC, GoffinV. Digital imageanalysis of microcom-edones. Dermatology . 1995;190:99-103.

38. Karasz A, Decocco F, Maxstadt J. Gaschromatographic measurements of benzoylperoxide in (as benzoic acid) cheese. J Assoc Anal Chem . 1974;57:706-709.

39. Biagi P, Hrelia S, Celadon M, et al. Erythrocyte membrane fatty acid composi-

tion in children with atopic dermatitis compared to age-matched controls.  Acta Paediatr . 1993;82:789-790.40. Schalin-KarrilaM, Mattila L,Jansen C,Uotila P.Eveningprimroseoilin thetreat-

ment of atopic eczema: effect of clinical status, plasma phospholipid fatty acidsand circulating blood prostaglandins. Br J Dermatol . 1987;117:11-19.

41. Oliwiecki S, Burton J, Elles K, Horrobin D. Levels of essential and other fatty ac-idsin plasmaand redcellphospholipids from normalcontrolsand patients withatopic eczema. Acta Derm Venereol . 1991;71:224-228.

42. Wright S, Sanders T. Adipose tissue essential fatty acids in the plasma phos-pholipids of patients with atopic eczema.  Br J Dermatol . 1991;110:643-648.

43. Lovell C, Burton J, Horrobin D. Treatment of atopic eczema with evening prim-rose oil [letter]. Lancet . 1981;1:278.

44. Wright S, Burton J. Oralevening-primrose-seed oilimproves atopic eczema. Lan- cet . 1982;2:1120-1122.

45. Bordoni A, Biagi P, Masi M, et al. Evening primrose oil (Efamol) in the treatmentof children with atopic eczema.  Drugs Exp Clin Res . 1988;14:291-297.

46. BiagiP, Bordoni A,Hrelia S, et al.The effectof -linolenicacid on clinical status,redcellfatty acidcomposition andmembranemicroviscosityin infantswith atopicdermatitis. Drugs Exp Clin Res . 1994;20:77-84.

47. Biagi PL, Bordoni A, Masi M, Ricci G, Fanelli C, Patrizi A, Ceccolini E. A long-term study on theuse of evening primrose oil(Efamol)in atopicchildren. Drugs Exp Clin Res . 1988;14:285-290.

48. Guenther L, Wexler D. Efamol in the treatment of atopic dermatitis [letter]. J Am Acad Dematol . 1987;17:860.

49. Humphreys F, Symons H, Brown H, Duff G, Hunter J. The effects of -linolenicacidon adult atopic eczema andpremenstrualexacerbationof eczema. EurJ Der- matol . 1994;4:598-603.

50. Horrobin D, Stewart C. Evening primrose oiland eczema. Lancet . 1990;335:864-865.

51. Kalish R. Randomized trial of aromatherapy: successful treatment for alopeciaareata. Arch Dermatol . 1999;135:602-603.

52. Munzel T, Giaid A, Kurz S, Stewart D, Harrison D. Evidence for a role of endo-thelin 1 and protein kinase C in nitroglycerin tolerance. ProcNatl AcadSciU S A.1995;92:5244-5248.

(REPRINTED) ARCH DERMATOL/ VOL 138, FEB 2002 WWW.ARCHDERMATOL.COM211

©2002 American Medical Association. All rights reserved. on May 5, 2010www.archdermatol.comDownloaded from 

Page 122: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 122/319

http://www.kalbe.co.id/cdk 

ISSN : 0125 913X

2004

144. THT

Page 123: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 123/319

 

http. www.kalbe.co.id/cdk

International Standard Serial Number: 0125 – 913X

2004

144 THT  

Daftar isi :

2. Editorial

4. English Summary

Artikel

5. Rinitis Atrofi – Rizalina Arwinati Asnir

8. Papiloma Laring pada Anak   – Bambang Supriyatno, Lia Amalia 

11. Kista Duktus Tiroglosus – Hafni  13. Rinoskleroma – Delfitri Munir, Rizalina A Asnir, Firmansyah

16. Kanker Nasofaring - Epidemiologi dan Pengobatan Mutakhir   – R.

 Susworo

20. Pola Sensitivitas Kuman dari Isolat Hasil Usap Tenggorok Penderita

Tonsilofaringitis Akut terhadap Beberapa Antimikroba Betalaktamdi Puskesmas Jakarta Pusat  – Retno Gitawati, Ani Isnawati  

24. Pengaruh Kebisingan terhadap Kesehatan Tenaga Kerja   – Novi

 Arifiani29. Program Konservasi Pendengaran di Tempat Kerja  – Ambar W.

 Roestam Keterangan Gambar Sampul :

 Jaras sistim pendengaran manusia

 sumber: http://ivertigo.net 13

35. Perawatan Mandiri Pasca Trakeostomi  – HR Krisnabudhi

41. Vertigo: Aspek Neurologi  – Budi Riyanto Wreksoatmodjo 

47. Terapi Akupunktur untuk Vertigo  – Prasti Pirawati, L. Yvonne

 Siboe 

52. Teh [Camellia sinensis O.K. var. Assamica (Mast)] sebagai Salah

satu Sumber Antioksidan – Sulistyowati Tuminah

55. Hasil Pemeriksaan Uji Hemaglutinasi pada Penderita Tersangka

Demam Berdarah Dengue di Jakarta Tahun 2001  – Enny Muchlastriningsih, Sri Susilowati, Diana Hutauruk

57. Produk Baru

58. Kapsul

59. Informatika Kedokteran

60. Kegiatan Ilmiah

62. Abstrak

64. RPPIK

Page 124: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 124/319

 

EEDDIITTOORRIIAALL 

Cermin Dunia Kedokteran kali ini terbit dengan topik bahasan

masalah telinga, hidung dan tenggorokan. Beberapa penyakit seperti

rinitis atrofi dan papiloma laring dapat anda jumpai; selain masalah pengaruh lingkungan – dalam hal ini kebisingan terhadap fungsi

 pendengaran khususnya.

Tidak ketinggalan pula artikel mengenai kanker nasofaring dan perawatan trakeostomi – yang perlu diperhatikan, baik oleh tenaga medis

maupun keluarga pasien.

 Artikel mengenai vertigo juga ikut melengkapi edisi iniSelamat membaca, komentar dan kritik sejawat sekalian tetap kami

nantikan

Redaksi

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 20042

Page 125: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 125/319

 

2 4

International Standard Serial Number: 0125 - 913X

KETUA PENGARAHProf. Dr. Oen L.H. MSc 

REDAKSI KEHORMATAN 

PEMIMPIN UMUMDr. Erik Tapan

KETUA PENYUNTING 

Dr. Budi Riyanto W.

- Prof. DR. Sumarmo Poorwo SoedarmoStaf Ahli Menteri Kesehatan Departemen Kesehatan RI Jakarta 

- Prof. Dr. R Budhi DarmojoGuru Besar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang 

PELAKSANA 

Sriwidodo WS.

- -

TATA USAHA 

- Dodi Sumarna- Djuni Pristiyanto

Prof. Drg. Siti Wuryan A Prayitno, SKM,

MScD, PhD.Bagian Periodontologi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Jakarta 

Prof. DR. Hendro Kusnoto, Drg, SpOrt.Laboratorium Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti Jakarta 

ALAMAT REDAKSI Majalah Cermin Dunia Kedokteran, Gedung Enseval Jl. Letjen. Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta 10510, P.O. Box 3117 JKT. Tlp. 021 - 4208171

E-mail : [email protected]

http: //www.kalbe.co.id/cdk  

- DR. Arini SetiawatiBagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta 

NOMOR IJIN 

151/SK/DITJEN PPG/STT/1976 

Tanggal 3 Juli 1976 

DEWAN REDAKSI 

PENERBIT 

Grup PT. Kalbe Farma Tbk. - -

PENCETAK  PT. Temprint 

Dr. Boenjamin Setiawan Ph.D Prof. Dr. Sjahbanar Soebianto

Zahir MSc.

http://www.kalbe.co.id/cdk

PETUNJUK UNTUK PENULIS

Cermin Dunia Kedokteran menerima naskah yang membahas berbagaiaspek kesehatan, kedokteran dan farmasi, juga hasil penelitian di bidang-

 bidang tersebut. Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang khusus untuk

diterbitkan oleh Cermin Dunia Kedokteran; bila pernah dibahas atau dibacakan

dalam suatu pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan mengenai nama,

tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris; bila menggunakan

 bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang

 berlaku. Istilah medis sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa Indonesia

yang baku, atau diberi padanannya dalam bahasa Indonesia. Redaksi berhak

mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Setiap naskah harus disertaidengan abstrak dalam bahasa Indonesia. Untuk memudahkan para pembaca

yang tidak berbahasa Indonesia lebih baik bila disertai juga dengan abstrak

dalam bahasa Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak membuat sendiri abstrak

 berbahasa Inggris untuk karangan tersebut. Naskah diketik dengan spasi ganda di atas kertas putih berukuran kuarto/

folio, satu muka, dengan menyisakan cukup ruangan di kanan kirinya, lebih

disukai bila panjangnya kira-kira 6 - 10 halaman kuarto disertai/atau dalam

 bentuk disket program MS Word. Nama (para) pengarang ditulis lengkap,

disertai keterangan lembaga/fakultas/institut tempat bekerjanya. Tabel/skema/

grafik/ilustrasi yang melengkapi naskah dibuat sejelas-jelasnya dengan tintahitam agar dapat langsung direproduksi, diberi nomor sesuai dengan urutan

 pemunculannya dalam naskah dan disertai keterangan yang jelas. Bila terpisah

dalam lembar lain, hendaknya ditandai untuk menghindari kemungkinan ter-

tukar. Kepustakaan diberi nomor urut sesuai dengan pemunculannya dalamnaskah; disusun menurut ketentuan dalam Cummulated Index Medicus dan/

atau Uniform Requirement for Manuscripts Submitted to Biomedical Journals

(Ann Intern Med 1979; 90 : 95-9).

Contoh :1. Basmajian JV, Kirby RL.Medical Rehabilitation. 1st ed. Baltimore, London:

William and Wilkins, 1984; Hal 174-9.

2. Weinstein L, Swartz MN. Pathogenetic properties of invading micro-

organisms. Dalam: Sodeman WA Jr. Sodeman WA, eds. Pathologic physio-

logy: Mechanism of diseases. Philadelphia: WB Saunders, 1974;457-72.3. Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasan filariasis di Indonesia. Cermin

Dunia Kedokt. 1990; 64: 7-10.

Bila pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh atau lebih,

sebutkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk. Naskah dikirimkan ke alamat : Redaksi Cermin Dunia Kedokteran, Gedung

Enseval, Jl. Letjen Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta 10510 P.O.

Box 3117 JKT. Tlp. (021) 4208171. E-mail : [email protected]

Pengarang yang naskahnya telah disetujui untuk diterbitkan, akan diberitahu

secara tertulis.

 Naskah yang tidak dapat diterbitkan hanya dikembalikan bila disertaidengan amplop beralamat (pengarang) lengkap dengan perangko yang cukup.

 

Tulisan dalam majalah ini merupakan pandangan/pendapat masing-masing penulis dan

tidak selalu merupakan pandangan atau kebijakan instansi/lembaga/bagian tempat kerja

 si penulis.

Page 126: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 126/319

 

 English Summary

LARYNGEAL PAPILLOMA IN CHILD-

REN

Bambang Supriyatno Lia Amalia

Dept of Child Health Faculty of

Medicine University of Indonesia

Jakarta Indonesia

Laryngeal papilloma is a be-

nign tumor frequently found in

children. It is caused by strains of

human papilloma virus (HPV)

family.

Practically all patients with

laryngeal papilloma present withhoarseness or a weak voice;

chronic cough, paroxysms of

chocking; recurrent respiratory

infections also may occur. Partial

airway obstruction may manifest

as stridor or chest retractions.

Diagnosis can be confirmed using

a flexible fiberoptic laryngoscope

to visualize the larynx. Papillomata

have a characteristic wart-like

appearance, and tend to be

concentrated on the free margins

of true vocal folds, particularly atthe anterior commissure.

The mainstay of treatment is

surgical ablation. The role of

medications such as alpha-

interferon, acyclovir, ribavirin, and

retinoic acid are still debatable.

Cermin Dunia Kedokt.2004: 144; 8-10

bso laa 

RHINOSCLEROMA

Delfitri Munir Rizalina A Asnir Fir-

mansyah

Dept. of ENT Adam Malik General

Hospital Medan North Sumatra

Indonesia

Rhinoscleroma is an endemic

disease; in Indonesia it is found in

North Sulawesi, North Sumatera

and Bali.

There is still no accurate and

successful management method

for this problem .

Cermin Dunia Kedokt.2004; 144; 13-15

dmr raa fih 

Fate is distinghished but an expensive tutor(Goethe)

ACUPUNCTURE FOR VERTIGO

Prasti Pirawati L. Yvonne Siboe

Dept. of Acupuncture Dr. Cipto

Mangunkusumo General Hospital

Jakarta Indonesia

 Vertigo is a common com-

plaint, referred to dizziness or a

sense of imbalance, can be due

to vestibular system disorder. The

symptoms may cause anxiety

and disturb the patient’s social

life.

Conventional treatment is still

not satisfactory.

This is a report of a 50 year-

old female with vertigo, treated

 with acupuncture and showed

good improvement.

Cermin Dunia Kedokt.2004; 144; 47-51

ppi lys

 

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 20044

Page 127: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 127/319

 

Artikel

TINJAUAN KEPUSTAKAAN 

Rinitis trofi

Rizalina Arwinati Asnir

 Bagian/SMF Telinga Hidung dan Tenggorokan-KL Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara/

 Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik, Medan

ABSTRAK

Rinitis atrofi sering ditemukan pada masyarakat dengan sosial ekonomi rendah,

lingkungan yang buruk dan di negara yang sedang berkembang. Etiologi dan

 patogenesis rinitis atrofi sampai saat ini belum dapat diterangkan secara jelas, sehingga pengobatannya belum ada yang baku.

Kata kunci : rinitis atrofi, sosial ekonomi rendah.

PENDAHULUAN

Rinitis atrofi adalah penyakit infeksi hidung kronik, yangditandai adanya atrofi progresif pada mukosa dan tulang konka

dan pembentukan krusta.1-11  Secara klinis, mukosa hidung

menghasilkan sekret yang kental dan cepat mengering, sehing-

ga terbentuk krusta yang berbau busuk.1-9  Penyakit ini lebihsering mengenai wanita,1-5,7,11-15 terutama pada usia pubertas.1-

4,7,11,13 

Sering ditemukan pada masyarakat dengan tingkat sosial

ekonomi rendah dan di lingkungan yang buruk 1-3,11-14  dan dinegara sedang berkembang.12,16 

Etiologi dan patogenesis rinitis atrofi sampai sekarang

 belum dapat diterangkan dengan memuaskan.1-5,7,9,10,14-16 Oleh karena etiologinya belum pasti, maka pengobatannya

 belum ada yang baku. Pengobatan ditujukan untuk menghilang-

kan faktor penyebab dan untuk menghilangkan gejala.1,2,4,11,17 

Pengobatan dapat diberikan secara konservatif atau jika

tidak menolong, dilakukan operasi .1-5,11-15 

SINONIM : Ozaena, rinitis fetida, rinitis krustosa.20 

KEKERAPAN Beberapa kepustakaan menuliskan bahwa rinitis atrofi

lebih sering mengenai wanita,1-5,7,11-15  terutama pada usia

 pubertas.1-4,7,11,13 Baser dkk mendapatkan 10 wanita dan 5 pria,8

dan Jiang dkk mendapatkan 15 wanita dan 12 pria.9  Samiadi

mendapatkan 4 penderita wanita dan 3 pria.20

Tetapi dari segi umur, beberapa penulis mendapatkan hasil

yang berbeda. Baser dkk mendapatkan umur antara 26-50tahun,8 Jiang dkk berkisar 13-68 tahun9, Samiadi mendapatkan

umur antara 15-49 tahun.20 

Penyakit ini sering ditemukan di kalangan masyarakat

dengan tingkat sosial ekonomi rendah dan lingkungan yang buruk 1-3,11-14  dan di negara sedang berkembang.12,16  Di RS H

Adam Malik dari Januari 1999 sampai Desember 2000

ditemukan 6 penderita rinitis atrofi, 4 wanita dan 2 pria, umur

 berkisar dari 10-37 tahun.

ETIOLOGI Etiologi rinitis atrofi sampai sekarang belum dapat di-

terangkan dengan memuaskan.1-5,7,9,10,14-16 Beberapa teori yang

dikemukakan antara lain :

1) Infeksi kronik spesifik 1-4, 7,9,11,12,17 

Terutama kuman  Klebsiella ozaena. Kuman ini meng-

hentikan aktifitas sillia normal pada mukosa hidung manusia.

Kuman lain adalah Stafilokokus, Streptokokus dan  Pseudo-monas aeruginosa, Kokobasilus, Bacillus mucosus, Diphteroid

bacilli, Cocobacillus foetidus ozaena

2) Defisiensi Fe1-4,7,12, vitamin A1,2,5,7,11 3) Sinusitis kronik 1,2,5,12,16,18 

5) Ketidakseimbangan hormon estrogen1-5,7,11 

6) Penyakit kolagen yang termasuk penyakit autoimun1-4,7,5,7

7) Teori mekanik dari Zaufal4,5 

8) Ketidakseimbangan otonom 4,7,12,17 

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 5

Page 128: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 128/319

9) Variasi dari  Reflex Sympathetic Dystrophy Syndrome 

(RSDS)4,5,17 10) Herediter 5,7,17 

11) Supurasi di hidung dan sinus paranasal5,16 

12) Golongan darah.Selain faktor-faktor di atas, rinitis atrofi juga bisa di-

golongkan atas : rinitis atrofi primer yang penyebabnya tidak

diketahui4,10  dan rinitis atrofi sekunder, akibat trauma hidung

(operasi besar pada hidung atau radioterapi) dan infeksi hidungkronik yang disebabkan oleh sifilis, lepra, midline granuloma,rinoskleroma dan tbc.

PATOLOGI DAN PATOGENESIS Beberapa penulis menyatakan adanya metaplasi epitel

kolumnar bersilia menjadi epitel skuamous atau atro-

fik,3,4,5,9,11,12,15,16,19 dan fibrosis dari tunika propria.3,4,12, terdapat pengurangan kelenjar alveolar baik dalam jumlah dan ukur-

an3,4,11  dan adanya endarteritis dan periarteritis pada arteriole

terminal.3,13  ;oleh karena itu secara patologi, rinitis atrofi bisa

dibagi menjadi dua:3,4,21 

Tipe I : adanya endarteritis dan periarteritis pada arteriole

terminal akibat infeksi kronik; membaik dengan efekvasodilator dari terapi estrogen.

Tipe II : terdapat vasodilatasi kapiler, yang bertambah jelek

dengan terapi estrogen.Sebagian besar kasus merupakan tipe I. Endarteritis di arteriole

akan menyebabkan berkurangnya aliran darah ke mukosa. Juga

akan ditemui infiltrasi sel bulat di submukosa.Taylor dan Young mendapatkan sel endotel berreaksi

 positif dengan fosfatase alkali yang menunjukkan adanya

absorbsi tulang yang aktif.3,4 

Atrofi epitel bersilia dan kelenjar seromusinus menyebab-

kan pembentukan krusta tebal yang melekat.10,11

 Atrofi konkamenyebabkan saluran nafas jadi lapang.10,11 

Ini juga dihubungkan dengan teori proses autoimun; Dobbie

mendeteksi adanya antibodi yang berlawanan dengan surfaktan protein A. Defisiensi surfaktan merupakan penyebab utama

menurunnya resistensi hidung terhadap infeksi.

Fungsi surfaktan yang abnormal menyebabkan pengurang-an efisiensi mucus clearance dan mempunyai pengaruh kurang

 baik terhadap frekuensi gerakan silia. Ini akan menyebabkan

 bertumpuknya lendir dan juga diperberat dengan keringnya

mukosa hidung dan hilangnya silia. Mukus akan mengering

 bersamaan dengan terkelupasnya sel epitel, membentuk krustayang merupakan medium yang sangat baik untuk pertumbuhan

kuman.7

GEJALA KLINIS DAN PEMERIKSAAN 

Keluhan biasanya berupa : hidung tersumbat, gangguan penciuman (anosmi), ingus kental berwarna hijau, adanya

krusta (kerak) berwarna hijau, sakit kepala, epistaksis danhidung terasa kering.1-5,10-12 

Pada pemeriksaan ditemui : rongga hidung dipenuhi krusta

hijau, kadang-kadang kuning atau hitam; jika krusta diangkat,

terlihat rongga hidung sangat lapang, atrofi konka, sekret

 purulen dan berwarna hijau, mukosa hidung tipis dan kering.Bisa juga ditemui ulat/telur larva (karena bau busuk yang

timbul).

Sutomo dan Samsudin membagi ozaena secara klinikdalam tiga tingkat21 :

a. Tingkat I : Atrofi mukosa hidung, mukosa tampak

kemerahan dan berlendir, krusta sedikit. b. Tingkat II : Atrofi mukosa hidung makin jelas, mukosa

makin kering, warna makin pudar, krusta banyak, keluhan

anosmia belum jelas.

c. Tingkat III : Atrofi berat mukosa dan tulang sehinggakonka tampak sebagai garis, rongga hidung tampak lebar se-kali, dapat ditemukan krusta di nasofaring, terdapat anosmia

yang jelas.

DIAGNOSIS Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan : anamnesis,

 pemeriksaan darah rutin, rontgen foto sinus paranasal, peme-riksaan Fe serum, Mantoux test, pemeriksaan histopatologi dan

test serologi (VDRL test dan Wasserman test) untuk menying-

kirkan sifilis.1,2,9,11

Diagnosis Banding

Rinitis kronik tbc, rinitis kronik lepra, rinitis kronik sifilisdan rinitis sika.21 

KOMPLIKASI4,8,11

Dapat berupa: perforasi septum, faringitis, sinusitis, miasis

hidung, hidung pelana.

PENATALAKSANAAN Tujuan pengobatan adalah: menghilangkan faktor etiologi

dan menghilangkan gejala. Pengobatan dapat diberikan secara

konservatif atau kalau tidak menolong dilakukan operasi.1,2 

Konservatif

1) Antibiotik spektrum luas sesuai uji resistensi kuman,

dengan dosis adekuat sampai tanda-tanda infeksi hilang.1,2

Qizilbash dan Darf melaporkan hasil yang baik pada peng-

obatan dengan Rifampicin oral 600 mg 1 x sehari selama 12

minggu.3 2) Obat cuci hidung, untuk membersihkan rongga hidung

dari krusta dan sekret dan menghilangkan bau.

Antara lain :

a. Betadin solution dalam 100 ml air hangat atau

 b. Campuran : NaCl

 NH4Cl

 NaHCO3 aaa 9

Aqua ad 300 c

1 sendok makan dicampur 9 sendok makan air hangatc. Larutan garam dapur

d. Campuran : Na bikarbonat 28,4 g

 Na diborat 28,4 g

 NaCl 56,7 g dicampur 280 ml air hangat

Larutan dihirup ke dalam rongga hidung dan dikeluarkan lagi

dengan menghembuskan kuat-kuat, air yang masuk ke naso-faring dikeluarkan melalui mulut, dilakukan dua kali sehari.

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 20046

Page 129: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 129/319

3) Obat tetes hidung , setelah krusta diangkat, diberi antara

lain : glukosa 25% dalam gliserin untuk membasahi mukosa,oestradiol dalam minyak Arachis 10.000 U / ml, kemisetin anti

ozaena solution dan streptomisin 1 g + NaCl 30 ml. diberikan

tiga kali sehari masing-masing tiga tetes.4) Vitamin A 3 x 10.000 U selama 2 minggu

5) Preparat Fe

6) Selain itu bila ada sinusitis, diobati sampai tuntas1-5,11-14

Sinha, Sardana dan Rjvanski melaporkan ekstrak plasentamanusia secara sistemik memberikan 80% perbaikan dalam 2tahun dan injeksi ekstrak plasenta submukosa intranasal

memberikan 93,3% perbaikan pada periode waktu yang sama.  

Ini membantu regenerasi epitel dan jaringan kelenjar.3 Samiadi dalam laporannya memberikan : trisulfa 3 x 2

tablet sehari selama 2 minggu, natrium bikarbonat, cuci hidung

dengan Na Cl fisiologis 3 x sehari, kontrol darah dan urineseminggu sekali untuk melihat efek samping obat, pembersihan

hidung di klinik tiap 2 minggu sekali, cuci hidung diteruskan

sampai 2-3 bulan kemudian dan didapatkan hasil yang me-

muaskan pada 6 dari 7 penderita.21

OPERASITujuan operasi antara lain untuk: menyempitkan rongga

hidung yang lapang, mengurangi pengeringan dan pembentuk-

an krusta dan mengistirahatkan mukosa sehingga memungkin-kan terjadinya regenerasi.

Beberapa teknik operasi yang dilakukan antara lain :

1) Young's operationPenutupan total rongga hidung dengan  flap. Sinha me-

laporkan hasil yang baik dengan penutupan lubang hidung

sebagian atau seluruhnya dengan menjahit salah satu hidung

 bergantian masing-masing selama periode tiga tahun.

2)  Modified Young's operationPenutupan lubang  hidung dengan meninggalkan 3 mm

yang terbuka.

3)  Lautenschlager operationDengan memobilisasi dinding medial antrum dan bagian

dari etmoid, kemudian dipindahkan ke lubang hidung.

4) Implantasi submukosa dengan tulang rawan, tulang,dermofit, bahan sintetis seperti Teflon, campuran Triosite dan

 Fibrin Glue.

5) Transplantasi duktus parotis ke dalam sinus maksila

(Wittmack's operation) dengan tujuan membasahi mukosa

hidung.4,5,10-14,23 Mewengkang N melaporkan operasi penutupan koana

menggunakan flap faring pada penderita ozaena anak berhasil

dengan memuaskan.22 

PROGNOSISDengan operasi diharapkan perbaikan mukosa dan keadaan

 penyakitnya.5 

KESIMPULAN

Rinitis atrofi adalah penyakit infeksi hidung kronik, yang

ditandai adanya atrofi progresif mukosa dan tulang konkadisertai pembentukan krusta.

Etiologi dan patogenesis rinitis atrofi sampai sekarang

 belum dapat diterangkan dengan memuaskan.Oleh karena etiologinya belum pasti, maka pengobatannya

 belum ada yang baku. Pengobatan ditujukan untuk menghilang-

kan faktor penyebab dan untuk menghilangkan gejala.  Peng-obatan dapat diberikan secara konservatif atau operatif. 

KEPUSTAKAAN

1. Soetjipto D, Mangunkusumo E. Hidung . Dalam : Buku Ajar IlmuPenyakit Telinga Hidung Tenggorok . Edisi ke 3. Jakarta : FKUI, 1997;

91-3, 113-4.

2. Mangunkusumo E. Rinitis Atrofi. Dalam : Penatalaksanaan Penyakit dan

Kelainan Telinga Hidung Tenggorok. Jakarta : FKUI, 1992; 90-2.3. Weir N, Wood DG. Infective Rhinitis and Sinusitis. Dalam : Scott-

Brown's Otolaryngology. 6th  ed. Oxford : Butterworth - Heinemann,1997; 4/8/26-7.

4. Ramalingam KK, Sreeramamoorthy B. A Short Practice of

Otolaryngology. Madras : All India Publisher, 1993; 202-5.

5. Kumar S. Fundamental of Ear,Nose & Throat Diseases and Head - NeckSurgery. Calcutta : The New Book Stall, 1996; 218-21.

6. Lobo CJ, Hartley C, Farrington WT. Closure of the Nasal Vestibule in

Atrophic Rhinitis-A new non surgical technique. J Laryngol Otol 1998;112 : 543-6.

7. Sayed RH, Elhamd KA, Kader MA. Study of Surfactant Level in Cases of

Primary Atrophic Rhinitis. J Laryngol Otol 2000; 114 : 254-9.

8. Baser B, Grewal DS, Hiranandani NL. Management of Saddle Nose

Deformity in Atrophic Rhinitis. J Laryngol Otol 1990 ; 104 : 404-7.

9. Jiang R,Hsu C,Chen C. Endoscopic Sinus Surgery and PostoperativeIntravenous Aminoglycoside in the Atrophic Rhinitis. Am J Rhinol 1998 ;

12 : 325-33.

10. Groves J,Gray RF.A Synopsis of Otolaryngology. 4th  Bristol:Wright,

1985; 193-411.11. Maqbool M. Textbook of Ear, Nose and Throat Diseases. 6th ed New

Delhi : Jaypee Brothers, 1993; 264-7.12. Massegur H.Atrophic Rhinitis-Pathology, Etiology and Management.

Dalam : XVI Congress of Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery.

Sydney, 1997; 1403-6.

13. Maran AGD. Disease of the Nose, Throat and Ear. Singapore : PGPublishing, 1992; 40-1.

14. Colman BH. Disease of the Nose, Throat and Ear and Head and Neck.

14th ed Singapore : ELBS, 1987; 26-7.

15. Becker W, Naumann HH, Pfaltz CR. Ear, Nose and Throat Diseases. A

Pocket Reference. 2nd ed. New York : Georg Thieme Verlag, 1994; 218-9.16. Hagrass, Gamea AM, Sherief SG.Radiological and Endoscopic Study of

the Sinus Maxilla in Primary Atrophic Rhinitis.J Laryngol Otol 1992

;106: 702-3.

17. Bertrand B, Doyen A, Elloy P. Triosite Implants and Fibrin Glue in theTreatment of Atrophic Rhinitis:Technique and Results. Laryngoscope

1996; 106 : 652-7.

18. Ballenger JJ. Penyakit Telinga ,Hidung, Tenggorok , Kepala dan Leher.

Edisi 13. Jilid 1. Alih Bahasa : Staf Ahli Bag. THT FKUI. Jakarta : Bina

Rupa Aksara, 1994; 1-4, 10-5, 229.

19. Hilger PA. Hidung : Anatomi dan Fisiologi Terapan. Dalam : Boies (ed),Buku Ajar Penyakit THT.Edisi 6, Alih Bahasa : Wijaya, C. Jakarta: EGC,

1996; 173-82, 221-2.20. Samiadi D. Laporan Penanggulangan Beberapa Kasus Rinitis Atrofi.

Dalam : Kumpulan Naskah Ilmiah Konas VII Perhati. Ujung Pandang,1986; 549-55.

21. Mewengkang N, Samsudin, Sutomo. Penutupan Koana dengan Flap

Faring pada Penderita Ozaena Anak. Dalam : Kumpulan Naskah Ilmiah

Konas VII Perhati. Ujung Pandang: 1986; 576-80.

22. Naumann HH. Head and Neck Surgery. Indication, Technique, Pitfalls.Vol.1. New York : Georg Thieme Publishers, 1980; 349-51, 381-2.

23. Montgomery WW. Surgery of the Upper Respiratory System. 3rd 

Baltimore : Williams & Wilkins, 1996; 492, 499.

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 7

Page 130: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 130/319

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Papiloma Laring pada nak

Bambang Supriyatno, Lia Amalia

 Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

ABSTRAK

Papiloma laring merupakan tumor jinak proliferatif yang sering dijumpai di

saluran nafas anak; dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas yang dapat meng-

akibatkan kematian.

Etiologi pasti papiloma laring tidak diketahui; diduga berhubungan dengan infeksihuman papiloma virus  (HPV) tipe 6 dan 11. Beberapa keadaan diduga berperan

sebagai faktor predisposisi seperti keadaan ekonomi rendah, higiene yang buruk,infeksi saluran nafas kronik, kelainan imunologis, dan terdapatnya kondiloma akumi-

nata pada ibu. Manifestasi klinis awal biasanya berupa suara serak sampai afonia serta

suara tangisan yang abnormal. Papiloma laring pada anak dapat menyebar ke trakea

dan bahkan sampai ke paru-paru. Diagnosis papiloma laring ditegakkan berdasarkananamnesis yang teliti, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan laringoskopi langsung. Pada

laringoskopi langsung dapat terlihat gambaran tumor menyerupai kembang kol, ber-

warna kemerahan, rapuh, mudah berdarah, dan pertumbuhannya eksofilik. Tatalaksana-

nya berupa tindakan bedah dikombinasikan dengan fotodinamik; obat-obatan (medi-

kamentosa) kurang berperan. Komplikasi yang mungkin timbul adalah sumbatan jalannafas serta penyebaran ke paru-paru. Prognosis kurang baik dalam hal rekurensi; pada

anak angka rekurensi (kekambuhan) masih cukup tinggi.

Kata kunci : papiloma laring, anak, rekurensi

PENDAHULUAN

Papiloma laring merupakan tumor jinak proliferatif yang

sering dijumpai pada saluran napas anak. Papiloma laring pertama kali dikenal sebagai kutil di tenggorok (warts in thethroat ) oleh Donalus pada abad ke-17. Mc Kenzie memper-

kenalkan nama papiloma laring pada abad ke-19.1 

Papiloma merupakan neoplasma laring jinak pada anak

tetapi dapat juga terjadi pada dewasa. Papiloma laring padaanak dapat menjadi masalah jika menyumbat jalan napas.

Selain itu papiloma laring mempunyai kemampuan untuk

tumbuh kembali setelah pengangkatan dan meluas ke strukturtrakeobronkial.

Infeksi Human Papilloma Virus (HPV)  pada saluran napas

merupakan penyebab potensial papiloma laring. Mc Kenzie

membedakan penyakit ini dari tumor lain secara klinis danmenggunakan istilah “papiloma”.2,3 

Papiloma merupakan jenis tumor yang berkembang de-

ngan cepat, walaupun tidak ganas. Tumor ini dapat menyebar

ke rongga mulut, hidung, trakea dan paru, tetapi lokasi ter-

sering adalah laring.4,5 Terdapat dua jenis papiloma laring; salah satu adalah papi-

loma laring juvenilis yang biasanya multipel dan cenderung

agresif. Yang lain adalah  papiloma laring senilis yang soliterdan kurang agresif tetapi dapat berkembang menjadi ganas.

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 8

Page 131: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 131/319

INSIDENS

Papiloma laring lebih sering dijumpai pada anak, 80% pada kelompok usia di bawah 7 tahun.6 Agung7 melaporkan 7

kasus antara 1970-1976, 6 di antaranya di bawah 12 tahun.

Sedangkan di Bagian THT RSCM ditemukan 14 kasus antara1993-1997 dengan usia antara 2,5-18 tahun.

ETIOLOGI

Etiologi papiloma laring tidak diketahui dengan pasti.Diduga Human  Papilloma Virus (HPV)  tipe 6 dan 11 berperan

terhadap terjadinya papiloma laring. Diduga ada hubungan an-tara infeksi HPV genital pada ibu hamil dan papiloma laring

 pada anak.8,9 Hal ini terbukti dengan adanya HPV tipe 6 dan 11 pada kondiloma genital. Walaupun penemuan di atas menun-

 jukkan peran infeksi virus pada papiloma laring, tetapi ada

faktor lain yang berperan., mengingat papiloma laring dapat

menghilang spontan saat pubertas.Teori yang melibatkan faktor hormonal sebagai salah satu

 penyebab pertama kali dikemukakan oleh Holinger.10 

Terdapat beberapa faktor predisposisi papiloma laring

yaitu sosial ekonomi rendah dan higiene yang buruk, infeksi

saluran napas kronik, dan kelainan imunologis.3,11-13

 

HISTOPATOLOGI

Gambaran makroskopik papiloma laring berupa lesi ekso-fitik, seperti kembang kol, berwarna abu-abu atau kemerahan

dan mudah berdarah. Tipe lesi ini bersifat agresif dan mudah

kambuh, tetapi dapat hilang sama sekali secara spontan. 10 

Gambaran mikroskopik menunjukkan kelompok stroma jaringan ikat dan pembuluh darah seperti jari-jari yang dilapisi

lapisan sel epitel skuamosa dengan permukaan keratotik atau

 parakeratotik. Kadang-kadang muncul gambaran sel yang ber-

mitosis.10 

MANIFESTASI KLINIS

Pada awalnya adalah gangguan fonasi berupa suara serak

sampai afonia dan suara tangisan abnormal pada anak. Bila

 papiloma cukup besar dapat menyebabkan gangguan

 pernapasan berupa batuk, sesak, dan stridor inspirasi.Penyebaran ke trakea dan bronkus jarang ditemukan, tetapi

dapat terjadi pada pasien dengan riwayat ekstirpasi papiloma

atau riwayat trakeostomi sebelumnya, yang menimbulkan

sumbatan saluran napas atau penyakit parenkim paru. 14-16 

Sumbatan saluran napas atas dapat dibagi menjadi 4derajat berdasarkan kriteria Jackson. Jackson I ditandai dengan

sesak, stridor inspirasi ringan, retraksi suprasternal, tanpa

sianosis. Jackson II adalah gejala sesuai Jackson I tetapi lebih

 berat yaitu disertai retraksi supra dan infraklavikula, sianosisringan, dan pasien tampak mulai gelisah. Jackson III  adalah

Jackson II yang bertambah berat disertai retraksi interkostal,

epigastrium, dan sianosis lebih jelas, sedangkan Jackson IV ditandai dengan gejala Jackson III disertai wajah yang tampak

tegang, dan terkadang gagal napas.7,11

DIAGNOSIS

Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis yang teliti,

 pemeriksaan fisis, dengan laringoskopi langsung atau tak lang-

sung serta dibuktikan dengan pemeriksaan histopatologis.Pada anamnesis jika terdapat suara serak dan suara

tangisan yang abnormal pada anak dengan atau tanpa riwayat

infeksi yang telah diobati tetapi tidak ada perubahan, maka perlu dicurigai suatu papiloma laring. Biasanya terdapat stridor

inspirasi dan pada pemeriksaan laringoskopi langsung tampak

gambaran tumor yang menyerupai kembang kol, kemerahan,

rapuh, dan mudah berdarah, serta pertumbuhannya eksofilik.Penyebaran ke trakea dan paru dapat diidentifikasi melalui

foto toraks dan CT Scan. Pada foto toraks dapat terlihat

gambaran kavitas.17 

Diagnosis banding

Diagnosis sulit terutama pada fase awal. Sering disalah

diagnosis dengan laringo-trakeo-bronkitis, asma bronkial, la-

ringomalasea, paralisis pita suara, nodul pita suara atau kistalaring kongenital. Diagnosis harus dikonfirmasi dengan la-

ringoskopi langsung dan biopsi.15 

PENATALAKSANAANAda beberapa perangkat dalam tatalaksana papiloma

laring, semuanya mempunyai prinsip sama yaitu mengangkat

 papiloma dan menghindari rekurensi.Umumnya terapi dapat dikategorikan sebagai berikut :

a. Bedah

Terapi bedah harus berdasarkan prinsip pemeliharaan

 jaringan normal untuk mencegah penyulit seperti stenosislaring. Prosedur bedah ditujukan untuk menghilangkan papi-

loma dan/atau memperbaiki dan mempertahankan jalan napas.Beberapa teknik yang digunakan antara lain: trakeostomi,

laringofissure, mikrolaringoskopi langsung, mikrolaringoskopi

dan ekstirpasi dengan forseps, mikrokauter, mikrolaringoskopi

dengan diatermi, mikrolaringoskopi dengan ultrasonografi,kriosurgeri, carbondioxide laser   surgery.17,18 Pada kasus papi-loma laring yang berulang, terapi bedah pilihan adalah peng-

angkatan tumor dengan laser CO2.

 b. Medikamentosa

Pemberian obat (medikamentosa) pernah dilaporkan baikdigunakan secara sendiri maupun bersama-sama dengan tin-

dakan bedah. Obat yang digunakan antara lain antivirus, hor-

mon (dietilstilbestrol), steroid, dan podofilin topikal. Terapimedikamentosa ini tidak terlalu bermanfaat.18-20

c. Imunologis

Terapi imunologi untuk papiloma laring umumnya hanya

suportif menggunakan interferon.18

d. Terapi fotodinamik

Terapi ini merupakan satu dari perangkat terbaru dalamtatalaksana papilomatosis laring rekuren.14  Terapi ini meng-

gunakan dihematoporphyrin ether  (DHE) yang tadinya dikem-

 bangkan untuk terapi kanker. Jika diaktivasi dengan cahayadengan panjang gelombang yang sesuai (630 nm), DHE meng-

hasilkan agen sitotoksik yang secara selektif menghancurkansel-sel yang mengandung substansi tersebut. Basheda dkk.

melaporkan bahwa terapi fotodinamik efektif menghilangkan

lesi endobronkial, tetapi tidak untuk lesi parenkim.

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 9

Page 132: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 132/319

KOMPLIKASI

Pada umumnya papiloma laring pada anak dapat sembuhspontan ketika pubertas; tetapi dapat meluas ke trakea, bronkus,

dan paru, diduga akibat tindakan trakeostomi, ekstirpasi yang

tidak sempurna.13  Meskipun jarang, radiasi diduga menjadifaktor yang mengubah papiloma laring menjadi ganas.

PROGNOSISPrognosis papiloma laring umumnya baik. Angka re-

kurensi (berulang) dapat mencapai 40%. Sampai saat ini belum

diketahui secara pasti faktor-faktor yang mempengaruhi re-

kurensi pada papiloma.16 Diagnosis dini dan penanganan yangtepat diduga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap

rekurensi. Penyebab kematian biasanya karena penyebaran ke

 paru. 

KEPUSTAKAAN

1. Harley C, Hamilton, Birzgalis AR. Recurrent respiratory papillomatosis.

The Manchester experience 1974-1992. Laryngol and Otol 1994;

108:226-9.2. Kohlmoos HW. Papilloma of the larynx in children. Arch Otolaryngol

1995; 11:242-52.

3. Elo J, Hidvigi J, Bajtai A. Papova viruses and recurrent laryngeal

 papillomata. Arch Otolaryngol 1995; 115:322-5.4. Erisen L, Fagan JJ, Myers EN. Late recurrences of laryngeal papillo-

matosis. Arch Otolaryngol Head Neck Surg 1996; 122:942-4.5. Kashima H, Mounts P, Leventhal B. Sites of predilection in recurrent

respiratory papillomatosis. Ann Otol Rhinol Laryngol 1993; 102:580-3.

6. Steinberg BM, Topp WC, Schneider PS, et al. Laryngeal papillomavirus

infection during clinical remission, N Engl J Med 1983; 308:1261-4.

7. Agung IB, Losin. Pengelolaan papiloma laring di Bagian THT FK-UGM.

Laporan pendahuluan KONAS PERHATI V Semarang, 1977; .h.669-75.

8. Smith EM, Pignatari SSN, Gray SD. Human papillomavirus infection in

 papillomas and nondisease respiratory sites of patients with recurrentrespiratory papillomatosis using the polymerase chain reaction. Arch

Otolaryngol Head Neck Surg 1993; 119:554-7.

9. Derkay CS. Task force on recurrent respiratory papillomas. A preliminary

study. Arch Otolaryngol Head Neck Surg 1995; 121:1386-91.

10. Abramson AL, Steinberg BM, Winkler B. Laryngeal papillomatosis:clinical histopathologic and molecular studies. Laryngoscope 1987;

97:678-85.11. Yasin AR. Penelitian pendahuluan pada papiloma laring. Skripsi. THT

FKUI, 1982.12. Mulloly VM, Abramson AL, Steinberg BM. Clinical effect of alpha

interferon dose variation on laryngeal papillomas. Laryngoscope 1998;

98:1324-9.

13. Bashida SG, Mehta AC, de Boer G, Orlowski JP. Endobronchial and parenchymal juvenile laryngotracheobronchial papillomatosis effect of

 photodynamic therapy. Chest 1991; 100:1458-64.14. Shikowitz MJ. Comparison of pulsed and continuous wave light in

 photodynamic therapy of papillomas: An experimental study.

Laryngoscope 1992; 102:300-10.

15. Ossof RH, Werkheven JA, Dere H. Soft tissue complication of lasersurgery for reccurent papillomatosis. Laryngoscope 1991; 101:1162-6.

16. Rimell EM, Shoemaker DL, Pou AM. Pediatric respiratory

 papillomatosis. Prognostic role of viral typing and cofactors. Laryngos-

cope 1997; 107:915-47.

17. White A, Haliwell M, Fairman DH. Ultrasonic treatment of laryngeal papillomata. Bristol General Hospital. h.249-60.

18. Haglund S, Lundwuist P, Cantell K. Interferon therapy in juvenile

laryngeal papillomatosis. Arch Otolaryngol 1981; 107:327-32

19. Green GE, Bauman NM, Smith RJH. Pathogenesis and treatment of juvenile onset recurrent respiratory papillomatosis. Otolaryngol Clin N

Am 2000; 33:187-207.

20. Derkay CS, Darrow DH. Recurrent respiratory papillomatosis of the

larynx. Current Diagnosis and Treatment. Otolaryngol Clin N Am 2000;

33:1-12.

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 10

Page 133: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 133/319

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Kista uktus Tiroglosus

Hafni

 Bagian/ SMF Telinga Hidung dan Tenggorokan-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik, Medan

ABSTRAK

Kista duktus tiroglosus merupakan 70 % dari kasus kista yang ada di leher. Kista

ini lebih sering terjadi pada anak. Penatalaksanaan kista duktus tiroglosus bertujuanuntuk memperkecil angka kekambuhan yaitu dengan mengangkat kista beserta

duktusnya.

Kata kunci : Kista duktus tiroglosus, kekambuhan

PENDAHULUAN Kista duktus tiroglosus merupakan kista yang terbentuk

dari duktus tiroglosus yang menetap sepanjang alur penurunan

kelenjar tiroid, yaitu dari foramen sekum sampai kelenjar tiroid

 bagian superior di depan trakea.1-11 Kista ini merupakan 70%dari kasus kista yang ada di leher.4,5 

Kista ini biasanya terletak di garis median leher, dapat

ditemukan di mana saja antara pangkal lidah dan batas atas

kelenjar tiroid.4-10,12

Penatalaksanaan kista duktus tiroglosus yang banyak

dilakukan saat ini bertujuan untuk memperkecil angka

kekambuhan, yaitu dengan mengangkat kista beserta duktus-

nya, bagian tengah korpus hiod, traktus yang menghubungkan

kista dengan foramen saekum serta mengangkat otot lidah disekitarnya, seperti yang dilakukan Sistrunk pada tahun

1920.1,3,4,5,9,10,13 

KEKERAPAN

Beberapa penulis menyatakan bahwa kasus ini merupakan

kasus terbanyak dari massa non neoplastik di leher, merupakan

40% dari tumor primer di leher.1,13,14  Ada penulis yang

menyatakan hampir 70% dari seluruh kista di leher adalah kistaduktus tiroglosus.5,6 

Kasus ini lebih sering terjadi pada anak-anak,10,14  walau- pun dapat ditemukan di semua usia.4,9,10,12  Predileksi umur

terbanyak antara umur 0 – 20 tahun yaitu 52%, umur sampai 5

tahun terdapat 38%.4,11  Sistrunk (1920) melaporkan 31 kasus

dari + 86.000 pasien anak.3  Tidak terdapat perbedaan risiko

terjadinya kista berdasarkan jenis kelamin dan umur yang bisadidapat dari lahir sampai 70 tahun, rata-rata pada usia 5,5

tahun.3,5

Penulis lain mengatakan predileksi usia kurang dari 10

tahun sebesar 31,5%, pada dekade ke dua 20,4%, dekade ketiga 13,5% dan usia lebih dari 30 tahun sebesar 34,6%. 1,5 

Waddell mendapatkan 28 kasus kista duktus tiroglosus secara

histologik dari 61 pasien yang diduga menderita kistatersebut.12  Tri D dkk melaporkan 8 kasus kista duktus

tiroglosus dari 1983-1985 di RS Kariadi Semarang.11

PATOGENESIS Terdapat dua teori yang dapat menyebabkan terjadinya

kista duktus tiroglosus :

1) infeksi tenggorok berulang akan merangsang sisa epitel

traktus, sehingga mengalami degenerasi kistik.

2) sumbatan duktus tiroglosus akan mengakibatkan terjadinya penumpukan sekret sehingga membentuk kista.

Teori lain mengatakan mengingat duktus tiroglosusterletak di antara beberapa kelenjar limfe di leher, jika sering

terjadi peradangan, maka epitel duktus juga ikut meradang,

sehingga terbentuklah kista.1

LOKASI 

Kista duktus tiroglosus dapat tumbuh di mana saja di garistengah leher, sepanjang jalur bebas duktus tiroglosus mulai dari

dasar lidah sampai ismus tiroid.11 

Lokasi yang sering adalah1,5 :- intra lingual : 2,1%

- suprahioid : 24,1%

- tirohioid : 60,9%- suprasternal : 12,9%

Sedangkan Ward4  mendapatkan dari 72 pasien dengan kista

duktus tiroglosus, lokasinya terdapat di:

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 11

Page 134: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 134/319

- submental : 2

- suprahioid : 18- transhioid : 2

- infrahioid : 43

- suprasternal : 3Hanlon mendapatkan 1 kasus kista duktus tiroglosus yang

lokasinya jauh ke lateral.8 

GEJALA KLINIKKeluhan yang sering terjadi adalah adanya benjolan di

garis tengah leher, dapat di atas atau di bawah tulang hioid.

Benjolan membesar dan tidak menimbulkan rasa tertekan di

tempat timbulnya kista.Konsistensi massa teraba kistik, berbatas tegas, bulat,

mudah digerakkan, tidak nyeri, warna sama dengan kulit

sekitarnya dan bergerak saat menelan atau menjulurkanlidah.1,6,7,10  Diameter kista berkisar antara 2-4 cm, kadang-

kadang lebih besar.9 

Bila terinfeksi, benjolan akan terasa nyeri. Pasien me-

ngeluh nyeri saat menelan dan kulit di atasnya berwarna merah.

DIAGNOSISDiagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinik; yang

harus dipikirkan pada setiap benjolan di garis tengah leher.

Untuk fistula, diagnosis dapat ditegakkan menggunakansuntikan cairan radioopak ke dalam saluran yang dicurigai dan

dilakukan foto Rontgen.2,6,11 

Diagnosis Banding 1. Lingual tiroid 3. Kista brankial

2. Kista dermoid 4. Lipoma1,11 

PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan kista duktus tiroglosus bervariasi dan

 banyak macamnya, antara lain insisi dan drainase, aspirasi perkutan, eksisi sederhana, reseksi dan injeksi dengan bahan

sklerotik. Dengan cara-cara tersebut angka kekambuhan

dilaporkan antara 60-100%. Schlange (1893) melakukan eksisidengan mengambil korpus hioid dan kista beserta duktus-

duktusnya;dengan cara ini angka kekambuhan menjadi 20%.11 

Sistrunk (1920) memperkenalkan teknik baru berdasarkan

embriologi, yaitu kista beserta duktusnya, korpus hioid, traktus

yang menghubungkan kista dengan foramen sekum serta ototlidah sekitarnya kurang lebih 1 cm diangkat. Cara ini dapat

menurunkan angka kekambuhan menjadi 2-4 %.5,11

Cara Sistrunk :

1) Penderita dengan anestesi umum dengan tube endotrakeaterpasang, posisi terlentang, kepala dan leher hiperekstensi.

2) Dibuat irisan melintang antara tulang hioid dan kartilagotiroid sepanjang empat sentimeter. Bila ada fistula, irisan ber-

 bentuk elips megelilingi lubang fistula.

3) Irisan diperdalam melewati jaringan lemak dan fasia; fasia

yang lebih dalam digenggam dengan klem, dibuat irisan me-

manjang di garis media. Otot sternohioid ditarik ke lateraluntuk melihat kista di bawahnya.

4) Kista dipisahkan dari jaringan sekitarnya, sampai tulang

hioid. Korpus hioid dipotong satu sentimeter.5) Pemisahan diteruskan mengikuti jalannya duktus ke

foramen sekum. Duktus beserta otot berpenampang setengah

sentimeter diangkat. Foramen sekum dijahit, otot lidah yanglonggar dijahit, dipasang drain dan irisan kulit ditutup

kembali.5,11 

KOMPLIKASIFistel duktus tiroglosus dapat timbul spontan atau sekunder

akibat trauma, infeksi atau operasi yang tidak adekuat. Kejadi-

an fistel ini antara 15-34%.5 

KESIMPULAN

Kista duktus tiroglosus merupakan kista yang terbentuk

dari duktus tiroglosus yang tetap ada sepanjang alur penurunankelenjar tiroid. Kista ini merupakan 70% dari kasus kista yang

ada di leher. Biasanya terletak di garis median leher yang dapat

ditemukan di mana saja antara pangkal lidah dan batas atas

kelenjar tiroid.

Kasus ini lebih sering terjadi pada anak-anak, walaupun

dapat ditemukan pada semua usia. Penatalaksanaan kista duk-tus tiroglosus dengan cara Sistrunk yang sudah banyak dilaku-

kan saat ini bertujuan untuk memperkecil angka kekambuhan.

KEPUSTAKAAN

1. Maran AGD. Benign diseases of the neck. Dalam : Scott-Brown’sOtolaryngology. 6th ed. Oxford : Butterworth - Heinemann, 1997; 5/16/1-

4.

2. Ballenger JJ. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher.

Edisi 13. Jilid 1. Alih Bahasa : Staf Pengajar Bag. THT FKUI. Jakarta :

Bina Rupa Aksara, 1994; 295-6, 381-2.

3. Cohen JI. Massa Jinak Leher. Dalam Boies. Buku Ajar Penyakit THT.Edisi 6, Alih Bahasa : Wijaya C. Jakarta : EGC, 1996; 415-21.

4. Karmody CS. Developmental Anomalies of the Neck. Dalam: Pediatric

Otolaryngology. 2nd  ed. Bluestone CD, Stool SE, Scheetz MD (eds.).

Philadelphia : WB Saunders Co, 1990; 1313-14.5. Sobol M. Benign Tumors. Dalam : Comprehensive Management of Head

and Neck Tumors. Vol. 2. Thawley S, Panje WR (eds.). Philadelphia :

WB Saunders Co, 1987; 1362-69.

6. Montgomery WW. Surgery of the Upper Respiratory System. 2nd ed. Vol.

II. Philadelphia : Lea & Febiger, 1989; 88.7. Colman BH. Disease of Nose, Throat and Ear and Head and Neck, A

Handbook for Students and Practitioners. 14 th  ed. Singapore : ELBS,

1987; 183.

8. O’Hanlon DM, Walsh N, Corry J et al. Aberrant thyroglossal cyst. J.Laryngol. Otol. 1994; 108 : 1105-7.

9. Pincu RL. Congenital Neck Masses and Cysts. Dalam : Head and Neck

Surgery - Otolaryngology. Vol. 1. Bailey JB, Johnson JT, Kohut RI et al.

Philadelphia : JB Lippincott Co, 19; 755.

10. Ellis PDM. Branchial cleft anomalies, thyroglossal cysts and fistulae.

Dalam : Scott-Brown’s Otolaryngology. 6th

  ed. Oxford: Butterworth –Heinemann, 1997; 6/30/8-12.

11. Damijanti T, Suparjadi S, Samsudin. Tata Laksana Kiste Duktus

Tiroglosus di UPF THT RSDK Semarang Th. 1983 - 1985. Dalam :

Kumpulan Naskah Konas VI Perhati. Ujung Pandang. 1986; 760-7.

12. Waddell A, Saleh H, Robertson N et al. Thyroglossal duct remnants. J.Laryngol. Otol. 2000; 114: 128-9.

13. Urben SL, Ransom ER. Fusion of the thyroid interval in a patient with a

thyroglossal duct cyst. Otolaryngol. Head and Neck Surg. 120 (5): 757-9.

14. Greinwald JH, Leichtman LG, Simko MEJ. Hereditary Thyroglossal DuctCyst. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 1996; 122: 1094-6.

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 200412

Page 135: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 135/319

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

inoskleroma

Delfitri Munir, Rizalina A Asnir, Firmansyah

 Bagian/ SMF Telinga Hidung dan Tenggorokan-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik, Medan

ABSTRAK

Rinoskleroma merupakan penyakit endemik, di Indonesia terutama di SulawesiUtara, Sumatera Utara dan Bali.

Belum ada cara penanggulangan yang tepat dan memuaskan untuk penyakit ini

sampai sekarang.

PENDAHULUAN

Rinoskleroma adalah penyakit yang jarang di Amerika

Serikat dan Inggris, tapi endemik di beberapa negara di Asia,

Amerika, Eropa dan Afrika.1-7

Di Indonesia, rinoskleroma telah dilaporkan sejak sebelum

 perang dunia ke dua. Kasus pertama ditemukan oleh Snigders

dan Stoll (1918) di Sumatera Utara.2  Dilaporkan banyakterdapat di Sulawesi Utara, Sumatera Utara dan Bali.1,8

Pengobatan meliputi medikamentosa, radiasi dan pem-

 bedahan, namun sampai sekarang belum ada cara tepat yang

memberikan hasil memuaskan.6,8 

Rinoskleroma adalah penyakit menahun granulomatosayang bersifat progresif, mengenai traktus respiratorius bagian

atas terutama hidung. Penyakit ini ditandai dengan penyempit-

an rongga hidung sampai penyumbatan oleh suatu jaringangranulomatosa yang keras serta dapat meluas ke nasofaring,

orofaring, subglotis, trakea dan bronkus.

Rinoskleroma disebabkan oleh bacilus gram negatif

(Klebsiella rhinoscleromatis).1,8-10

Penyakit ini pertama kali digambarkan oleh Von Hebra(1870). Mikulitz menemukan sel-sel yang dianggap khas untuk

 penyakit ini dan Von Frisch menemukan basil jenis Klebsiella

yang dianggap sebagai penyebab penyakit ini.2,8,9

Infeksi biasanya dimulai dari bagian anterior hidung se- bagai plak submukosa yang lembut, meluas secara bertahap

menjadi nodul padat yang tidak sensitif, dan dalam beberapa

tahun akan mengisi dan menyumbat hidung. Bila tidak diterapiakan meluas ke bibir atas dan hidung bawah sehingga me-

nimbulkan deformitas yang luas.8,10

 Diagnosis berdasarkan perjalanan klinis dan pemeriksaan

 patologi spesimen yang memperlihatkan sel-sel Mikulicz yang

khas dan bakteri berbentuk batang dalam sitoplasma.5,7

INSIDEN

Rinoskleroma dapat mengenai semua usia, tetapi sering pada dewasa muda.1,2,9 Kebanyakan penderita ditemukan pada

dekade dua dan tiga. Penyakit ini sering dijumpai pada sosial

ekonomi yang rendah, lingkungan hidup yang tidak sehat dan

gizi yang jelek.1,2  Belinoff melaporkan 94,5 % terdapat pada

golongan pekerja kasar seperti petani.8 Fisher menyatakan tidakada perbedaan yang nyata antara laki-laki dan perempuan.8,9,11

Penyakit ini merupakan penyakit endemik di Polandia,

Cekoslovakia, Rumania, Rusia, Ukraina, Guatemala, Salvador,Kolumbia, Mesir, Uganda, Nigeria, India, Philipina dan

Indonesia.2-4,7,9,11,13-16 

Di Indonesia banyak terdapat di Sulawesi Utara, Sumatera

Utara dan Bali.1,8

 

ETIOLOGI

Rinoskleroma disebabkan oleh Klebsiela rhinoskleromatis

yang merupakan basil Gram negatif.1-16 Penyakit ini juga di-

hubungkan dengan AIDS dan defisiensi sel T.2,7 

HISTOPATOLOGI

Penyakit rinoskleroma adalah penyakit radang menahungranulomatosa dari submukosa dengan gambaran histo-

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 13

Page 136: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 136/319

 patologis yang khas, berupa hiperplasi dan hipertrofi epitel

 permukaan, jaringan ikat di bawah epitel berbentuk trabekuladan di infiltrasi oleh sel-sel besar dengan vakuola pada

sitoplasma. Sel-sel ini mempunyai inti di tepi dan di dalam

vakuola terdapat banyak basil berbentuk batang yang kemudiandikenal sebagai basil dari Von Frisch. Di samping itu terdapat

 pula sebukan sel-sel plasma, limfosit dan histiosit.

Sel-sel besar dengan vakuola dan basil-basil tersebut

kemudian dikenal dengan sel-sel dari Mikulicz. Sel-sel inimenurut Fischer dan Hoffman penting dalam menegakkandiagnosis penyakit rinoskleroma. Toppozada mengemukakan

 bahwa sel ini berasal dari sel-sel plasma yang banyak terdapat

 pada penyakit ini.9

Secara histopatologis penyakit ini terdiri dari tiga stadia;

yang menunjukkan gambaran khas adalah stadium granu-

lomatosa2,9,12 1. Stadium kataral/ atropik

Metaplasi skuamosa dan infiltrasi subepitel nonspesifik

dari sel PMN dengan jaringan granulasi.

2. Stadium granulomatosa

Gambaran diagnostik ditemukan pada stadium ini berupa

sel radang kronik,  Russel body, hiperplasi pseudo epitelioma-tosa, histiosit besar bervakuola yang mengandung  Klebsiella

rhinoskleromatis (Mikulicz sel).

3. Stadium sklerotikFibrosis yang luas, yang menyebabkan stenosis dan kelain-

an bentuk.

GEJALA KLINIS

Gejala tergantung pada area, perluasan dan lamanya

 penyakit.1 

Di hidung dapat dibedakan menjadi tiga stadium1,2,8-11,14

- Stadium I (Kataralis, Atrofi, Eksudasi)

Ditemukan pada usia sekolah. Gambaran penyakit pada

stadium ini tidak khas, sering seperti rinitis biasa.Dimulai dengan cairan hidung encer, sakit kepala,

sumbatan hidung yang berkepanjangan, kemudian diikuti

cairan mukopurulen berbau busuk; dapat terjadi gangguan penciuman.

- Stadium II (Granulomatous, Infiltratif, Noduler)

Ditandai dengan hilangnya gejala rinitis. Terjadi pertum-

 buhan yang disebut nodular submucous infiltration di mukosa

hidung yang tampak sebagai tuberkel di permukaan hidung.Lama-lama tuberkel ini bergabung menjadi satu massa noduler

yang sangat besar, mudah berdarah, kemerahan, tertutup

mukosa dengan konsistensi padat seperti tulang rawan.

Kemudian terjadi invasi, dapat ke arah posterior (nasofaring)

maupun ke depan (nares anterior).- Stadium III (Skleromatous, Stenosis, Sikatrik)

Massa secara perlahan-lahan menjadi avaskuler dan terjadifibronisasi yang diikuti oleh adhesi struktur jaringan lunak,

kontraksi jaringan yang akhirnya membentuk jaringan parut

dan penyempitan jalan nafas.

Pada stadium ini sel-sel Mikulicz sulit ditemukan.

Proses yang sama dapat terjadi pada mulut, faring, laring,trakea dan bronkus.

Keluhan penderita sesuai dengan stadiumnya.

Pada stadium I, hanya pilek yang tidak mau sembuhdengan pengobatan biasa. Lebih lanjut rongga hidung mulai

dipenuhi krusta yang menyebabkan hidung tersumbat dan

 berbau busuk serta mukosa hidung menjadi kemerahan.Pada stadium II, di samping keluhan hidung tersumbat

 juga sering terjadi perdarahan dari hidung. Pada stadium ini

 biasanya penyakit mudah dikenali. Dari pemeriksaan, kavum

nasi dipenuhi oleh jaringan yang mudah berdarah, kemerahan,konsistensi padat, permukaan licin tanpa ulkus. Pada stadiumini penyakit mudah meluas sampai ke traktus respiratorius

 bagian bawah.

Stadium III adalah stadium yang sudah tenang dengankeluhan dan gejala dari sisa kelainan yang menetap akibat

 proses sikatrisasi dan kontraksi konsentrik jaringan granu-

lomatosa yang mengeras.1,6,8,11 

DIAGNOSIS

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pe-

meriksaan fisik yang meliputi : rinoskopi anterior/posterior,

laringoskopi indirek/direk dan bronkoskopi, ditambah dengan pemeriksaan penunjang seperti radiologi, bakteriologi,

histopatologi, serologi (test komplemen fiksasi, test aglutinasi)

dan imunokimia.1,2,7,810,14,15 

Diagnosis Banding2,7,13,15

1. Proses infeksi granulomatosaa. Bakteri : Tuberkulosis, Sifilis, Lepra

 b. Jamur : Histoplasmosis, Blastomikosis, Sporotrikosis,

Koksidioidomikosis

c. Parasit : Leismaniasis mukokutaneus

2. Sarkoidosis3. Wegener granulomatosis

PENATALAKSANAAN

Meliputi : medikamentosa, radiasi dan tindakan bedah;

namun sampai sekarang belum ada cara yang tepat dan

memuaskan.6,8

1. Medikamentosa

Antibiotik sangat berguna jika hasil kultur positif, tetapi

kurang berharga pada stadium sklerotik.

Antibiotik yang dapat digunakan antara lain:

- Streptomisin : 0,5-1 g/ hari- Tetrasiklin : 1-2 g/ hari

- Rifampisin 450 mg/ hari

- Khloramphenikol, Siprofloksasin, Klofazimin1,2,7-

10,11,13-15 

Terapi antibiotik diberikan selama 4-6 minggu dan dilanjutkansampai dua kali hasil pemeriksaan kultur negatif.8

Rolland menggunakan kombinasi Streptomisin dan Tetra-siklin dengan hasil yang memuaskan.9

Steroid dapat diberikan untuk mencegah sikatrik pada

stadium granulomatosa.3,10 

2. Radiasi

Terapi radiasi pernah diberikan oleh Massod, tetapi hasilnya belum memuaskan.8,11 

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 200414

Page 137: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 137/319

3. Dilatasi

Cara dilatasi dapat dicoba untuk melebarkan kavum nasidan nasofaring terutama bila belum terjadi sumbatan total.1,9

4. Pembedahan

Tindakan ini dilakukan pada jaringan skleroma yang ter- batas di dalam rongga hidung, sehingga pengangkatan dapat

dikerjakan dengan mudah secara intranasal. Jika terjadi

sumbatan jalan nafas (seperti pada skleroma laring) harus

dilakukan trakeostomi.1,4,7,9,10,13,14,16

 

KOMPLIKASI

Komplikasi dapat timbul akibat perluasan penyakit ke :

1. Organ sekitar hidung :- Sinus paranasal

- Saluran lakrimal (dakrioskleroma)

- Orbita : proptosis, kebutaan- Telinga bagian tengah (otoskleroma)

- Palatum mole, uvula, orofaring

2. Laring, sering timbul di daerah subglotik yang meng-

akibatkan kesukaran bernafas, asfiksia dan kematian.

3. Saluran nafas bawah: sumbatan trakeobronkial, atelektasis

 paru.4. Intrakranial

Di samping akibat perluasan penyakit, komplikasi dapat

 juga timbul berupa perdarahan (pada stadium granulomatosa)dan berdegenerasi maligna.1 

KEPUSTAKAAN

1. Pranowo S, Ahmad M, Wiratno dkk. Rinoskleroma di RS. Dr. Kariadi

Semarang. Dalam Kumpulan naskah lengkap ilmiah KONAS VII

PERHATI. Surabaya, Agustus. 1983; h 457-66.

2. http//www.atlases.muni.ce/atl-en/sect-sect-58/html.

3. Hilger PA. Penyakit hidung. Dalam Boies (ed). Buku Ajar penyakit THT.

Ed VI. EGC. Jakarta, 1997. h 210.

4. Yigla M, Ben-izhak O, Oren I et al. Laryngotracheobronchialinvolvement in a patient with nonendemic rhinoscleroma. Chest. June

2000. http//www.afip.org/departements/endocrine/case/dec00/december2

htm.

5. Wilson WR, Montgomery WW. Infectious disease of the paranasal

sinuses. In: Otolaringology. Vol III. Ed III. USA: WB Saunders Co.1991; p. 1851-52.

6. Balenger JJ. Granuloma kronis pada muka, hidung, faring dan telinga.Dalam: Penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Jilid I. ed

13. Binarupa Aksara. Jakarta, 1994; h 368-70.7. Groves C. Department of pathology. Vol 17. No 4. January. 1998.

http//www.162.129.103.32/micro/v17n04.htm.

8. Suardana W, Masna PW, Tjekeg M dkk. Beberapa aspek penyakit

rinoskleroma di bagian THT FK UNUD/ RSUP Sanglah Denpasar.Dalam : Kumpulan Naskah KONAS VI PERHATI. Medan, Juli. 1980; h

128-34.

9. Desasouza S, Chitale A. Scleroma. In XVI World Congress of

Otorhinolaringology head and neck surgery. Vol 1. Monduzzi. Sydney:

March. 1997; p. 603-7.

10. Ramalingam KK, Sreemamoorthy B. Infections of the nose. In A ShortPractice of Otolaryngology. ed I India: All India Publishers. 1993; p. 208-

9.

11. Wein N. Infective rhinitis and sinusitis. In Scott-Brown’s Otolaryngol-

ogy. Vol IV. Ed VI. Butterworth-Heinemann. Great Britain: 1997; h

4/8/34-3512. Rhinoscleroma http//www.thedoctorsdoctor.com/diseases/rhinoscleroma.

htm

13. Colman BH. Diseases of the nasal cavity. In: Diseases of the nose, throat

and ear and head and neck. ed IV. Longman Singapore Publ. 1990; p. 40.14. Fried MP, Shapiro J. Acute and chronic laryngeal infections. In

Otolaryngology. Vol III. Ed III. USA: WB Saunders Co. 1991; h 2245-

56.

15. Becker W, Nauman HH, Pfaltz CR. Ear, nose and throat diseases. Ed II.

 New York: Thieme medical publishers inc. 1993; p. 206-7.

16. Maran AGD. Benign Tumours and Granulomas in Nose, Throat and Ear.Ed X. PG Publishing. 1990; p. 61.

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 15

Page 138: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 138/319

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Kanker Nasofaring

pidemiologi dan

Pengobatan Mutakhir

R. Susworo

Guru Besar dan Spesialis Radiologi (Konsultan) Radioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/

 Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

PENDAHULUAN

Telah diketahui sejauh ini bahwa proses terjadinya

 penyakit kanker berlangsung dalam tahapan tahapan yangdisebut sebagai mekanisme karsinogenesis. Bermula dariterjadinya defek atau kesalahan letak susunan DNA dalam sel

manusia yang mengakibatkan tidak terkontrolnya mekanisme

 pertumbuhan sel. Sel akan tumbuh tidak normal dan

 berlebihan. Berbagai faktor telah diketahui atau dicurigaisebagai penyebab terjadinya kekacauan struktur ini. Antara lain

disebutkan faktor makanan, seperti konsumsi lemak yangterlalu tinggi, pola hidup, seperti perokok berat, faktor

eksternal seperti sinar ultraviolet dan sinar radioaktif, pajanan

 pada bahan kimia atau oleh virus. Berbagai kekacauan struktur

ini telah dapat diidentifikasi oleh para pakar, misalnya kelainan

 pada struktur gen  BRCA1  dan  BRCA2  selalu diasosiasikan

dengan kanker payudara atau indung telur (ovarium), atau genHLA A2B46 pada pasien kanker nasofaring. Perubahan genetik

ini mengakibatkan proliferasi sel sel kanker secara tidak

terkontrol. Beberapa perubahan genetik ini sebagian besarakibat mutasi, putusnya kromosom (chromosome breaks) dan

delesi pada sel sel somatik. Sebagian lagi bersifat diturunkan

Adakalanya manifestasi kanker ini memerlukan pula pemicu,terutama pada kelainan struktur gen yang diturunkan.

KANKER NASOFARING (KNF)

 Nasofaring merupakan bagian nasal dari faring yang

terletak posterior dari kavum nasi dan di atas bagian bebas darilangit langit lunak. Yang disebut KNF adalah kanker yang

terjadi di selaput lendir daerah ini, tepatnya pada cekungan

Rosenmuelleri dan tempat bermuaranya saluran Eustachii yangmenghubungkan liang telinga tengah dengan ruang faring.

Angka kejadian KNF di Indonesia cukup tinggi, yakni 4,7

kasus baru per tahun per 100.000 penduduk 1. Catatan dari berbagai rumah sakit menunjukkan bahwa KNF menduduki

urutan ke empat setelah kanker leher rahim, kanker payudara

dan kanker kulit. Tetapi seluruh bagian THT (telinga hidung

dan tenggorokan) di Indonesia sepakat mendudukan KNF pada

 peringkat pertama penyakit kanker pada daerah ini. Dijumpai

lebih banyak pada pria daripada wanita dengan perbandingan

2-3 orang pria dibandingkan 1 wanita.

Apabila kita melihat distribusi penyakit ini di seluruhdunia, maka KNF paling banyak dijumpai pada ras Mongol, disamping Mediteranian, dan beberapa ras di Afrika bagian utara.

Di Hongkong tercatat sebanyak 24 pasien KNF per tahun per

100.000 penduduk, sedangkan angka rata rata di Cina bagian

selatan berkisar antara 20 per 100.000.2  Bandingkan dengannegara Eropa atau Amerika Utara yang mempunyai angka

kejadian 1 per 100.000 penduduk per tahun.3

Sekalipun termasuk ras Mongoloid, bangsa Korea, Jepang

dan Tiongkok sebelah utara tidak banyak yang dijumpai

mengidap penyakit ini. Berbagai studi epidemilogik mengenai

angka kejadian ini telah dipublikasikan di berbagai jurnal.

Salah satunya yang menarik adalah penelitian mengenai angka

kejadian KNF pada para migran dari daratan Tiongkok yangtelah bermukim secara turun temurun di China town (pecinan)

di San Fransisco Amerika Serikat. Terdapat perbedaan yang

 bermakna dalam terjadinya KNF antara para migran daridaratan Tiongkok ini dengan penduduk di sekitarnya yang

terdiri atas orang kulit putih (Caucasians), kulit hitam dan

 Hispanics, dimana kelompok Tionghoa menunjukkan angkakejadian yang lebih tinggi. Sebaliknya, apabila orang Tionghoa

migran ini dibandingkan dengan para kerabatnya yang masih

tinggal di daratan Tiongkok maka terdapat penurunan yang

 bermakna dalam hal terjadinya KNF pada kelompok migran

tersebut. Jadi kesimpulan yang dapat ditarik adalah, bahwakelompok migran masih mengandung gen yang ‘memudahkan’

untuk terjadinya KNF, tetapi karena pola makan dan pola hidup

selama di perantauan berubah maka faktor yang selama inidianggap sebagai pemicu tidak ada lagi maka kanker ini pun

tidak tumbuh. Untuk diketahui bahwa penduduk di provinsi

Guang Dong ini hampir setiap hari mengkonsumsi ikan yangdiawetkan (diasap, diasin), bahkan konon kabarnya seorang

 bayi yang baru selesai disapih, sebagai makanan pengganti

susu ibu adalah nasi yang dicampur ikan asin ini. Di dalam ikan

yang diawetkan dijumpai substansi yang bernama nitrosamine 

yang terbukti bersifat karsinogen bagi hewan percobaan.

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 16 

Page 139: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 139/319

Dijumpai pula kenaikan angka kejadian ini pada

komunitas orang perahu (boat people) yang menggunakan kayusebagai bahan bakar untuk memasak. Hal ini tampak mencolok

 pada saat terjadi pelarian besar besaran orang Vietnam dari

negaranya.Bukti epidemiologik lain adalah angka kejadian kanker ini

di Singapura. Persentase terbesar yang dikenai adalah masya-

rakat keturunan Tionghoa (18,5 per 100.000 penduduk), disusul

oleh keturunan Melayu (6,5 per 100.000) dan terakhir adalahketurunan Hindustan (0,5 per 100.000).

4

Dijumpainya  Epstein-Barr Virus (EBV),  (yang dinamai

sesuai dengan penemunya, Epstein dan Barr pada limfoma

Burkitt pada 1960), pada hampir semua kasus KNF telahmengaitkan terjadinya kanker ini dengan keberadaan virus

tersebut. Pada 1966, seorang peneliti menjumpai peningkatan

titer antibodi terhadap EBV pada KNF serta titer antibodi IgGterhadap EBV, capsid antigen dan early antigen. Kenaikan titer

ini sejalan pula dengan tingginya stadium penyakit. Namun

virus ini juga acapkali dijumpai pada beberapa penyakit

keganasan lainnya bahkan dapat pula dijumpai menginfeksi

orang normal tanpa menimbulkan manifestasi penyakit. Jadi

adanya virus ini tanpa faktor pemicu lain tidak cukup untukmenimbulkan proses keganasan.

Berbeda halnya dengan jenis kanker kepala dan leher lain,

KNF tidak pernah dihubungkan dengan kebiasaan merokok danminum alkohol tetapi lebih dikaitkan dengan virus Epstein

Barr, predisposisi genetik dan pola makan tertentu. Adanya

hubungan antara faktor kebiasaan makan dengan terjadinyaKNF dipelajari oleh Ho dkk. Ditemukan kasus KNF dalam

 jumlah yang tinggi pada mereka yang gemar mengkonsumsi

ikan asin yang dimasak dengan gaya Kanton (Cantonese-style

 salted fish). Risiko terjadinya KNF sangat berkaitan dengan

lamanya mereka mengkonsumsi makanan ini. Di beberapa bagian negeri Cina makanan ini mulai digunakan sebagai

 pengganti air susu ibu pada saat menyapih.5 

Peneliti lainnya mencoba menghubungkannya denganmakanan yang diawetkan menggunakan garam lainnya seperti

udang asin, telur asin. Penyebab lain yang dicurigai adalah

 pajanan di tempat kerja seperti formaldehid, debu kayu sertaasap kayu bakar.

Belakangan ini penelitian dilakukan terhadap pengobatan

alami (Chinese herbal medicine= CHB). Hildesheim dkk

memperoleh hubungan yang erat antara terjadinya KNF, infeksi

EBV dan penggunaan CHB6.

GEJALA KLINIS KNF

Karena  tidak ada gejala spesifik yang dijumpai pada

 penderita KNF, terlebih pada stadium dini, banyak kasus yang

terlambat didiagnosis. Berbeda halnya dengan kanker leherrahim dan kanker payudara yang masing-masing dapat

terdeteksi dengan metode pemeriksaan sitopatologikPapanicolaou dan mamografi; sampai saat ini belum ada

metode penyaring yang paling efektif untuk deteksi dini KNF.

Pemeriksaan titer antibodi IgA terhadap antigen yang

diproduksi oleh virus Epstein Barr ternyata hanya bernilai

untuk mengevaluasi respons dan kemungkinan terjadinyakekambuhan.

Pada awalnya pasien mengeluh pilek pilek biasa, kadang

kadang disertai dengan rasa tidak nyaman di telinga, pendengaran sedikit menurun serta mendesing. Lendir dari

hidung dapat disertai dengan perdarahan yang berulang. Pada

keadaan lanjut hidung akan menjadi mampet sebelah ataukeduanya. Penjalaran tumor ke selaput lendir hidung dapat

mencederai dinding pembuluh darah daerah ini dan tentunya

akan terjadi perdarahan dari hidung (mimisan). Keluhan telinga

dapat diterangkan sebagai akibat penyumbatan muara saluranEustachii yang berfungsi menyeimbangkan tekanan dalamruang telinga tengah dan udara luar. Pembesaran kelenjar leher

merupakan pertanda penyebaran KNF ke daerah ini yang tidak

 jarang didiagnosis sebagai tuberkulosis kelenjar. Pemberian pengobatan terhadap pembesaran kelenjar yang dianggap tbc

tanpa pemeriksaan yang benar tentunya akan sangat merugikan

 penderita secara moril maupun materiil mengingat pengobatantbc memerlukan waktu yang lama. Manakala pasien merasa

 bahwa kelenjar leher menjadi makin besar, maka dapat

dipastikan bahwa penyakitnya telah menjadi kian lanjut.

Keterlambatan diagnosis lain yang pernah terjadi adalah karena

kegagalan mencari penyebab keluhan sakit kepala yang terus

menerus. Kegagalan tersebut terjadi antara lain karena pemeriksaan CT scan / MRI   dilakukan hanya pada jaringan

otak saja, padahal nyeri kepala yang timbul dapat merupakan

akibat desakan tulang dasar tengkorak oleh tumor. Yangselanjutnya terjadi biasanya pasien ini akan memperoleh

 pengobatan nyeri kepala dalam jangka panjang dan

 pemeriksaan berulang ulang terhadap otaknya sampai akhirnyamuncul salah satu gejala akibat KNF.

Selain mendesak dasar tengkorak KNF juga seringkali

menyerang saraf pusat yang keluar dari otak. Saraf yang paling

sering dikenai adalah saraf penggerak bola mata, akibatnya

terjadi kelumpuhan bola mata yang mengakibatkan pasienmengeluh penglihatan ganda (diplopia) dan pada pemeriksaan

tampak bola mata yang juling. Selain gangguan motorik,

keluhan sensorik yang sering timbul adalah rasa baal di wajah.Untuk menegakkan diagnosis, selain gambaran keluhan

dan gejala seperti yang diuraikan di atas juga diperlukan

 pemeriksaan klinis dengan melihat secara langsung dindingnasofaring dengan alat endoskopi, CT scan atau  MRI  

nasofaring dan sekitarnya serta pemeriksaan laboratorium.

Diagnosis pasti adalah pemeriksaan histopatologik jaringan

nasofaring. Sedangkan pemeriksaan lain, seperti foto paru,

USG hati, pemindaian tulang dengan radioisotop (bone

 scanning ) dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan adanya

metastasis di organ-organ tersebut. Adanya metastasis dimana-

 pun akan mengubah stadium penyakit dan mempunyai

konskuensi terhadap tujuan pengobatan.

PENGOBATAN

Sampai dengan saat ini dasar pengobatan KNF yangmasih terbatas pada daerah kepala dan leher adalah terapi

radiasi. Kombinasi pengobatan dengan khemoterapi diperlukan

apabila kanker sudah tumbuh sedemikian besarnya sehingga

menyulitkan tindakan radioterapi. Di samping itu pemberian

khemoterapi diharapkan dapat meningkatkan kepekaan jaringan tumor terhadap radiasi serta membunuh sel sel kanker

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 17 

Page 140: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 140/319

yang sudah berada di luar jangkauan radioterapi.

Radioterapi dilakukan dengan radiasi eksterna, dapatmenggunakan pesawat kobalt (Co60) atau dengan akselerator

linier ( Linear Accelerator   atau  Linac). Radiasi ini ditujukan

 pada kanker primer di daerah nasofaring dan ruang parafaringeal serta pada daerah aliran getah bening leher atas,

 bawah serta klavikula. Radiasi daerah getah bening ini tetap

dilakukan sebagai tindakan preventif sekalipun tidak dijumpai

 pembesaran kelenjar.Metode brakhiterapi, yakni dengan memasukkan sumber

radiasi ke dalam rongga nasofaring saat ini banyak digunakan

guna memberikan dosis maksimal pada tumor primer tetapi

tidak menimbulkan cedera yang serius pada jaringan sehat disekitarnya. Kombinasi ini diberikan pada kasus kasus yang

telah memperoleh dosis radiasi eksterna maksimum tetapi

masih dijumpai sisa jaringan kanker atau pada kasus kambuhlokal.

Perkembangan teknologi pada dasawarsa terakhir telah

memungkinkan pemberian radiasi yang sangat terbatas pada

daerah nasofaring dengan menimbulkan efek samping sesedikit

mungkin. Metode yang disebut sebagai  IMRT (Intensified

 Modulated Radiation Therapy) telah digunakan di beberapanegara maju. Bahkan saat ini Malaysia dan Filipina telah

memilikinya.

Penatalaksanaan pembedahan tidak mempunyai peranan pada KNF mengingat lokasi tumor yang melekat erat pada

mukosa dasar tengkorak.

EFEK SAMPING PENGOBATAN

Radiasi pada daerah kepala dan leher khususnya

nasofaring mau tidak mau akan mengikutsertakan sebagian

 besar mukosa mulut dan kelenjar parotis. Akibatnya dalam

keadaan akut akan terjadi efek samping pada mukosa mulut berupa mukositis yang dirasa pasien sebagai nyeri telan, mulut

kering dan hilangnya cita rasa (taste). Keadaan ini seringkali

diperparah oleh timbulnya infeksi jamur pada mukosa lidahserta palatum. Setelah radiasi selesai maka efek samping akut

di atas akan menghilang dengan pengobatan simptomatik.

Akibat kelenjar parotis terkena radiasi dosis tinggi terjadilahdisfungsi berupa menurunnya alir saliva yang akan diikuti

dengan kekeringan pada mukosa mulut ( xerostomia). Bila

saliva yang mempunyai fungsi antara lain mempertahankan pHmulut di angka netral dan ikut serta dalam membersihkan sisa

sisa makanan ini berkurang, karies gigi akan lebih mudah

terjadi.Untuk menghindari efek samping semaksimal mungkin

maka sebelum dan selama pengobatan, bahkan setelah selesai

terapi, pasien akan selalu diawasi oleh dokter. Perawatan

sebelum radiasi adalah dengan membenahi gigi geligi,memberikan informasi kepada pasien mengenai metode

 pembersihan ruang mulut dan gigi secara benar.

PENUTUP

Sekalipun KNF tidak selalu memberikan gejala yang

spesifik, dianjurkan untuk tidak meremehkan gejala gejala

seperti yang diutarakan di atas. Berkonsultasi ke dokterkeluarga atau langsung ke dokter spesialis THT merupakan

tindakan yang tepat.

Pengobatan radiasi, terutama pada kasus dini, pada

umumnya akan memberikan hasil pengobatan yang

memuaskan. Namun radiasi pada kasus lanjutpun dapat

memberikan hasil pengobatan paliatif yang cukup baiksehingga diperoleh kualitas hidup pasien yang baik pula.

(Lihat lampiran/ halaman 19).

KEPUSTAKAAN

1. Soetjipto D, Fachrudin D, Syafril A. Nasopharyngeal carcinoma in Dr.Cipto Mangunkusumo General Hospital. In : Tjokronagoro A, Himawan

S, Yusuf A, Azis MF, Susworo, Djakaria M. (Eds). Cancer in Asia and

Pacfic. YKI. Jakarta Indonesia 1988; p. 471–86.

2. Yu MC, Henderson BE. Nasopharyngeal cancer. In: Schottenfeld D andFraumeni JF (eds). Cancer epidemiology and prevention. 2nd. ed. N.

York: Oxford University Press, 1996; p. 603 –18.

3. Parkin DM, Pisani P, Ferlay J. Estimates of the world-wide incidence of

25 major cancers in 1990. Int J Cancer; 1990; 80: 827–41.

4. Parkin DM, Whelan SL, Ferlay J, Raymond L, Young J. CancerIncidence in Five Continents. Vol. 7, Lyon, France : IARC Scient. Publ.

 No. 143. IARC Press, 1997.

5. Yu MC, Ho JHC, Ross RK, Henderson BE. NPC in Chinese – Salted fish

or inhaled smoke? Prev Med. 1981; 10: 15-24.

6. Hildesheim A et al. Herbal medicine use, Epstein Barr virus, and risk of

nasopharyngeal carcinoma. Cancer Res. 1992; 52: 3048 –51.

The flame of glory is the torch of the mind

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 18

Page 141: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 141/319

 

LAMPIRAN :

Gambar 1. Pasien dengan pembesaran kelenjar getah bening leher yangternyata merupakan metastasis dari KNF Gambar 2. Alat Radiasi Eksterna (Linear Accelerator) 

Gambar 3. Masker yang digunakan oleh setiap pasien kanker kepala-leher yang sedang memperoleh radiasi.

Alat bantu ini berguna untuk fiksasi kepala.

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 19

Page 142: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 142/319

HASIL PENELITIAN

Pola Sensitivitas Kuman

dari Isolat Hasil Usap Tenggorok

Penderita Tonsilofaringitis kut

terhadap Beberapa ntimikroba

Betalaktam di Puskesmas

Jakarta Pusat

Retno Gitawati, Ani Isnawati

 Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi dan Obat Tradisional

 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

ABSTRAK

Penyakit infeksi masih merupakan penyakit utama di Indonesia, terutama infeksisaluran pernafasan akut (ISPA) baik infeksi saluran pernafasan atas maupun infeksisaluran pernafasan bawah. Terapi antimikroba digunakan bila infeksi disebabkan oleh bakteri (kuman); salah satu mikroba terpilih adalah antimikroba golongan betalaktam.Untuk mengetahui sensitivitas kuman isolat usap tenggorok terhadap antimikroba betalaktam, dilakukan penelitian “Pola sensitivitas kuman hasil usap tenggorok penderita tonsilo-faringitis akut terhadap Antimikroba Betalaktam di PuskesmasJakarta Pusat”.

Metoda penelitian cross-sectional , dilakukan terhadap 83 pasien tonsilo-faringitisakut pengunjung dua puskesmas di Jakarta Pusat pada bulan September 1999 sampai bulan Nopember 1999. Pemeriksaan isolat dan sensitivitas kuman terhadap anti-mikroba dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi FK-UI.

Ditemukan 132 kuman yang terdiri dari 12 spesies. Lima spesies terbanyak adalah:

Streptococcus viridans  54,2%,  Branhamella catarrhalis  22,9 %, Streptococcus β-hemolyticus  6,11%, Streptococcus pneumoniae  3,82% dan Streptococcus non-

hemolyticus 3,82%. Penurunan sensitivitas kuman-kuman Streptococcus viridans,

 Branhamella catarrhalis, Streptococcus β-hemolyticus, Streptococcus pneumoniae danStreptococcus nonhemolyticus terutama terhadap antimikroba Cephradin berturut–turutadalah 73,3 %; 53,52%; 87,5%; 40% dan 80%. Penurunan sensitivitas kuman

 Branhamella catarrhalis terhadap Antimikroba Penisilin G adalah 30%, sedangkankuman Streptococcus pneumoniae dan  Klebsiella pneumoniae terhadap antimikrobaCeftriaxone 20%.

Total resistensi tertinggi kuman-kuman usap tenggorok adalah terhadapCephradin, yakni sebesar 68.04%.

Kata kunci : Tonsilo-faringitis, Betalaktam, Streptococcus sp, B.catarrhalis

PENDAHULUAN

Penyakit infeksi masih merupakan penyakit utama di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia; terutamainfeksi pernapasan akut (ISPA), baik infeksi saluran per-

napasan atas maupun bagian bawah. Hasil Survei KesehatanRumah Tangga (SKRT) tahun 1997 menunjukkan bahwa prevalensi ISPA untuk usia 0-4 tahun 47,1 %, usia 5-15 tahun29,5 % dan dewasa 23,8 %. serta lebih dari 50% penyebabnya

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 20

Page 143: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 143/319

adalah virus(1). Infeksi sekunder bakterial pada ISPA dapatterjadi akibat komplikasi terutama pada anak dan usia lanjut,dan memerlukan terapi antimikroba. Beberapa kuman pe-nyebab komplikasi infeksi ISPA yang pernah diisolasi dariusap tenggorok antara lain Streptococcus, Staphylococcus,

 Klebsiella, Branhamella, Pseudomonas, Escherichia, Proteus, dan  Haemophillus(2), dan untuk mengatasinya seringkali di-gunakan antimikroba golongan betalaktam, makrolida, dan

kotrimoksazol(4)

.Antimikroba golongan betalaktam, yakni golongan

 penisilin dan sefalosporin, termasuk jenis antimikroba yangdiduga paling banyak diberikan untuk infeksi saluran napas,dan sejauh ini belum banyak diketahui status sensitivitasnya,khususnya terhadap kuman penyebab ISPA.

Untuk maksud tersebut telah dilakukan uji sensitivitaskuman yang diisolasi dari usap tenggorok penderita ISPA,terhadap antimikroba golongan betalaktam.

BAHAN DAN CARA

Desain uji adalah studi kasus cross sectional , dengansampel usap tenggorok penderita infeksi tonsilofaringitis yang

 berobat di dua puskesmas di wilayah Jakarta Pusat, yangmemiliki angka kesakitan ISPA tertinggi di wilayah tersebut pada triwulan pertama tahun 1999. Jumlah subyek sebanyak 83 penderita, dengan rentang usia antara 5 – 65 tahun, danmemenuhi kriteria inklusi sebagai penderita tonsilofaringitisakut dengan gejala klinik: demam tinggi sampai 400C, sakitmenelan, tonsil membesar dan merah dengan tanda-tandadetritus, batuk, hiperemis, kadang-kadang disertai folikel bereksudat. Semua subyek telah menyatakan kesediaannyamengikuti penelitian ini dengan menandatangani informed

consent , dan belum pernah mendapatkan antibiotika selamasakit.

Spesimen usap tenggorok dikumpulkan dalam media

transport dan dilakukan uji sensitivitas di Laboratorium Mikro- biologi FK-UI. Kultur dan isolasi kuman dilakukan denganmenggunakan media perbenihan agar darah dan agar coklat pada suhu 370C selama 24 jam. Identifikasi dilakukan berdasar-kan morfologi koloni, sifat hemolisis agar darah, fermentasikarbohidrat, dan uji-uji khusus lainnya. Kuman hasil isolasidiuji sensitivitasnya dengan metoda cakram Kirby-Bauer padamedia Mueller-Hinton, terhadap beberapa antimikroba golong-an betalaktam, yakni dengan mengukur zona hambatan.

HASIL

Sejumlah 132 kuman yang terdiri atas 12 spesies Gram

 positif dan Gram negatif berhasil diisolasi dan diidentifikasidari 83 sampel usap tenggorok penderita tonsilofaringistis,(Tabel 1).

Enam jenis kuman terbanyak yang berhasil diisolasi darispesimen usap tenggorok berturut-turut adalah: Streptococcus

viridans (54.2%), Branhamella catarrhalis (22.9%),

Streptococcus β-haemolyticus (6.11%), Streptococcus

 pneumoniae (3.82%), Streptococcus non-haemolyticus

(3.82%) dan  Klebsiella pneumoniae (3.05%). Isolat-isolatkuman yang didapat tersebut kemudian diuji sensitivitasnya

terhadap antimikroba betalaktam, dan hasilnya menunjukkan profil resistensi (Tabel 2). 

Tabel 1. Frekuensi distribusi jenis kuman dari 83 spesimen usap

tenggorok

No. Jenis (spesies) kuman Jumlah (%)

1. Streptococcus viridans 71 (54.2)

2.  Branhamella catarrhalis 30 (22.9)3. Streptococcus β-haemolyticus 8 (6.11)

4. Streptococcus pneumoniae 5 (3.82)5. Streptococcus non-haemolyticus 5 (3.82)6. Klebsiella pneumoniae 4 (3.05)7.  Acinobacter spp. 2 (1.53)8. Yeast (ragi) 2 (1.53)9. Staphylococcus aureus 2 (1.53)

10.  Alkaligenes dispar 1 (0.76)11.  Pseudomonas aeruginosa 1 (0.76)12. Staphylococcus epidermidis 1 (0.76)

Jumlah 132 (100)

Terhadap hasil uji sensitivitas berbagai spesies kuman ter-

hadap antimikroba betalaktam di atas dapat dilakukan peng-hitungan total resistensi antimikroba (Soebandrio 2000),dengan cara atau rumus sebagai berikut:

% R total antimikroba “A” = (% kuman “X” x % Rantimikroba “A” terhadap kuman “X”)/100 + (% kuman“Y” x % R antimikroba “A” terhadap kuman “Y”)/100 +(% kuman “Z” x % R antimikroba “A” terhadap kuman“Z”)/100.

(R = resistensi)

Hasil penghitungan total resistensi berbagai kumantersebut di atas terhadap antimikroba betalaktam (Tabel 3).

Tabel 3  menunjukkan total resistensi tertinggi kuman-kuman usap tenggorok adalah terhadap antimikroba Cefradin,yakni sebesar 68.04%, sedangkan terhadap Penisilin-G danamoksisilin total resistensi kuman relatif rendah, berturut-turut9.93% dan 5.35%.

Sebagian besar kuman Gram positif dan negatif dari isolatusap tenggorok tersebut masih cukup sensitif terhadapantimikroba betalaktam, kecuali terhadap Cefradin.

DISKUSI

Hasil usap tenggorok mendapatkan 12 jenis kuman yangmencakup kuman gram negatif dan kuman gram positif.

Kuman yang terbanyak ditemukan adalah S. viridans  sebanyak54.2 %; berbeda dengan yang dilaporkan Sugito(8)  yaitusebanyak 25 % dan Hartono(9)  mendapatkan kuman tersebut31,43 % pada penderita infeksi saluran pernafasan atas. Untukkuman S. B hemolyticus diperoleh 6,4 % , hampir sama denganyang ditemukan Suprihati dkk (6)  sebanyak 4,46 %, tetapi berbeda dengan yang ditemukan oleh Sugito(8) sebanyak 25 %dan mirip dengan yang ditemukan Hartono(9) 25,71 %. Kumanini merupakan kuman yang dicurigai sebagai penyebabendokarditis.

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004  21

Page 144: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 144/319

Tabel 2. Profil resistensi isolat kuman usap tenggorok terhadap antimikroba betalaktam

% resistensi antimikroba

Isolat kuman

%

Isolat kuman PeG Amx Sulb Cefoti Ceftri Cefota Cefpi Cefep Cefrad

S. viridans 54.2 2.82 2.82 0 1.41 4.23 4.23 0 0 73.33

 B. catarrhalis 22.9 30.0 0 0 0 3.33 3.33 3.33 0 53.52

S. β-haemolyticus 6.11 0 0 0 0 0 0 0 0 87.5

S. pneumoniae 3.82 0 0 0 0 20.0 20.0 0 0 40.0

S. non-haemolyticus 3.82 0 0 0 0 0 0 0 0 80.0

 K. pneumoniae 3.05 0 0 0 0 20 0 0 0 100 Acinobacter spp. 1.53 0 0 0 0 50 0 0 0 0

Yeast (ragi) 1.53 100 100 100 100 100 100 100 100 100

S. aureus 1.53 0 50 0 0 0 0 0 0 0

 Alkaligenes spp. 0.76 0 100 100 0 0 0 0 0 100

 P. aeruginosa 0.76 0 100 0 100 0 0 0 0 100

S. epidermidis 0.76 0 0 0 0 0 0 0 0 0

 Keterangan: PeG= Penisilin-G; Amx = Amoksisilin; ; Sulb = Sulbenislin; Cefoti = Cefotiam; Ceftri = Ceftriakson; Cefota = Cefotaksim; Cefpi = Cefpirome; Cefep =

Cefepime; Cefrad = Cefradin.

Tabel 3. Total resistensi isolat kuman usap tenggorok terhadap

antimikroba betalaktam

No. Antimikroba % total resistensi

1. Cefradin 68.042. Penisilin-G 9.933. Ceftriakson 6.874. Cefotaksim 5.575. Amoksisilin 5.356. Cefotiam 3.057. Cefpirome 2.52

8. Sulbenisilin 2.299. Cefepime 1.53

Total resistensi tertinggi kuman isolat tenggorok adalahterhadap Cefradin sebesar 68,04 %, diikuti oleh Penicillin Gdan Ceftriakson. Antimikroba Cefradin merupakan antimikrobagolongan sefalosporin generasi I dan banyak digunakan secaraoral untuk penderita infeksi saluran pernafasan sehingga

mungkin sudah banyak terjadi resistensi. Penulisan resep olehdokter umum di United Kingdom (UK)  tahun 1998(10)  untukinfeksi saluran pernafasan adalah antimikroba penisilinspektrum luas sebanyak 53,2 %, makrolid 15 %, penisilinspektrum sedang dan sempit 13,0 %, sefalosporin 7,7 %.

Tahun 1997 pasar dunia antibiotik mencapai US $ 12miliar dengan jumlah peresepan 818 juta untuk infeksi saluran pernafasan akut dan sebagian besar antibiotik yang digunakandi rumah sakit berturut - turut adalah Golongan B Laktam,Makrolid dan Fluorokuinolon. Di Indonesia untuk infeksi pernafasan akut (tonsilitis dan faringitis) sebagai standar pengobatan di puskesmas penisilin G masih merupakan pilihanke empat setelah eritromisin, amoksisilin dan ampisilin(2).

Resistensi kuman S.viridans dan S. aureus terhadap Penisilin Gdari hasil penelitian Josodiwondo (1996) sebesar 3,7 % dan96,8 % sedangkan dari penelitian Trihendrokesowo dkk (1986)sebesar 3,2 % dan 66,7 %; tidak jauh berbeda dengan resistensikuman S.viridans  yang diperoleh penelitian ini yaitu 2,82 %,namun berbeda dengan hasil resistensi kuman S. aureus 0 %.Golongan penisilin masih cukup ampuh untuk mengatasi bakteri gram positif, tetapi akhir-akhir ini banyak dilaporkan bakteri yang resisten terhadap antimikroba golongan penisilin bahkan juga terhadap golongan sefalosporin, karena mampu

menghasilkan enzim betalaktamase. Untuk mengatasi bakterigram negatif tampaknya penisilin, bahkan sefalosporin sudah berkurang kemampuannya, kecuali sefalosporin generasi ke

tiga(11,12).

 .Penggunaan yang tidak rasional misalnya pemakaian berlebihan akan mempercepat resistensi, selain itu dapat terjadiresistensi silang antar golongan maupun dalam satu golongan.Test kepekaan tidak selalu akurat untuk memprediksi ke-sembuhan; sering tidak ada korelasi antara konsentrasi ham-batminimum (MIC) kuman dan kesembuhan. Hasil pengamatanmenunjukkan bahwa 81 % penderita sembuh jika terinfeksi bakteri yang sensitif, akan tetapi 9 % penderita meninggaldunia; sedangkan bila terinfeksi bakteri yang resisten dapatmenaikkan rata-rata kematian sebesar 17 % (p< 0,05 )(10).

KESIMPULAN

Ditemukan 132 kuman terdiri dari 12 spesies, lima kumanterbanyak adalah : Streptococcus viridans 54,2%, Branhamella

catarrhalis  22,9 %, Streptococcus β-hemolyticus  6,11%,Streptococcus pneumoniae  3,82% dan Streptococcus non-

hemolyticus 3,82%. Penurunan sensitivitas kuman-kumanStreptococcus terjadi terhadap antimikroba Cephradin berturut– turut adalah 46,48%; 26,67%; 12,5%; 60% dan 20%. Penurun-an sensitivitas kuman  Branhamella catarrhalis terhadapPenisilin G adalah 70%, sedangkan kuman Streptococcus

 pneumoniae terhadap antimikroba Ceftriaxone 80%.Total resistensi tertinggi kuman-kuman usap tenggorok

adalah terhadap Cephradin, yakni sebesar 68.04%.

KEPUSTAKAAN

1. Abdoerachman H, Fachrudin D., Infeksi Campuran Aerob dan Anaerobdi Bidang THT. MKI 4 (2/3): 56-60.

2. Dirjen Binkesmas. Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas Berdasar-kan Gejala, Departemen Kesehatan R I. 1996.

3. Josodiwondo S. Perkembangan Kepekaan Kuman terhadap AntimikrobaSaat Ini. MKI 1996; 46(9): 467-76.

4. Dwiprahasta I. Inappropriate use of antibiotics in treatment of acuterespiratory infections for the under five children among general

 practitioners. Berkala Ilmu Kedokteran 1997 .5. Trihendrokesowo dkk. Macam Kuman (dari pelbagai bahan pemeriksaan

di Yogyakarta) dan Pola Kepekaannya terhadap Beberapa Antibiotik.MKI 1987; 2 (1): 6-12.

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 22

Page 145: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 145/319

6. Suprihati. Faktor Resiko Streptococcus hemolitikus  Beta Grup A padaPenderita Saluran Nafas Atas di RSUP Dr. Kariadi Semarang. BagKedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran UNDIP. Laporan penelitian1998.

7. Herman MJ. Antibiotik Beta Laktam. Jakarta, Yayasan Penerbit IkatanDokter Indonesia, 1994.

8. Sugito, Tarigan HMM, Nukman R. Epidemiologi dan Etiologi InfeksiSaluran Pernafasan Akut. Dalam Buku Kumpulan Makalah PertemuanIlmiah Konperensi Kerja Nasional V IDPI, Surakarta,1988.

9. Hartono TE, Wibisono MY, Rai IB, Idajadi A. Pola bakteriologi Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Orang Dewasa. Dalam Buku

Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah Konperensi Kerja Nasional VIDPI , Surakarta , 1988.

10. Jones A. Antimicrobial Pharmacodynamics in Respiratory TractInfection: New Approach in Determining Patient Response to AntibioticTherapy, Med Progr January 2003,

11. Sirot S, Sirot J, Saulnier P. Resistance to Betalactams in Entero- bacteriaceae, distribution of phenotypes related to beta lactamase production. J Internat Med Res 1986; 14:193-9.

12. Slombe B. Beta Lactamase, Occurrence and Classsification. In : RolinsonGN, Watson A, (eds). Augmentin Clavulanate Pontetiated Amoxycillin.

Amsterdam : Excerpta Medica 1980; 6-17.

KALENDER KEGIATAN ILMIAH PERIODE JULI-SEPTEMBER 2004

Bulan Tanggal Kegiatan Tempat dan Sekretariat

10

Telemedicine Network in Indonesia, How is theBenefit for Family Doctors

Lt. 5, Gedung AR Fachruddin, Kampus TerpaduUniversitas Muhammadiyah, Ringroad SelatanYogyakarta Telp. : 0274-37430, Faks. : 0274-37430Website: http://telmed.fkumy.net

10-11The First Indonesian Symposium on InterventionalPediatric Cardiology

Hotel Planet Holiday, BatamTelp. : 0778-7024522, Fax : 0778-421352E-mail : [email protected]

12-14

Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Kedokteran Anak

IDAI

Hotel Planet Holiday, Batam

Telp. : (021)-3148610, Fax : (021)-3913982Website : www.idai.or.id

13-15

PIT XIV POGI : " Meningkatkan ProfesionalismeBerlandaskan Etika Melalui Kerjasama Antar PusatPendidikan Obstetri dan Ginekologi dalam Era PasarBebas "

Hotel Horison, BandungTelp. : 022-2039086 / 2035042, Fax : 022-2035042E-mail : [email protected] website : www.obgyn-bandung.org

16Mekanisme Molekuler Patogenesis Virus RNA danPerannya Dalam Perkembangan Bioteknologi

KPP Bioteknologi ITB, BandungTelp. : 022-2534115, Fax : 022-2511612E-mail : [email protected], [email protected]

16-18Simposium Pendekatan Holistik PenyakitKardiovaskular III & KARIMUN III

Hotel Sahid Jaya, JakartaTelp. : 021-31934636, Fax : 021-3161467

Juli

31-1/8Konker PGI-PEGI-PPHI Hotel Sheraton Mustika, Yogyakarta

Telp. : 0274-587555, Fax : 0274-565639E-mail: [email protected]

6-8PIT IX Ilmu Penyakit Dalam Hotel Sahid Jaya, Jakarta

Telp. : 021-330956, Fax : 021-3914830

Website : www.interna.or.id

11-13Pelatihan Asuhan Nutrisi pada Diabetes Jakarta, Telp. : 021-3928658,3907703, Fax : 021-3928659

E-mail : [email protected]

13-1511th International Symposium on Shock and CriticalCare : New Insight in Diagnosis, Management andTherapy in Critical Care Medicine

Bali International Convention CenterTelp. : 021-5684085 ext. 1242, Fax : 021-56961530E-mail: [email protected]

Agustus

28Seminar Sehari Kedokteran Kesehatan Kerja: Peran K3dalam Meningkatkan Perlindungan Pekerja danProduktivitas Kerja

Karawaci, TangerangTelp.: 021-79184052Website: http://www.idki.or.id

17-18

The 6th Int. Meeting on Respiratory Care Ind. (RespinaV)

Jakarta Convention CentreTelp. : 021-4786 4646, Fax : 021-4786 6543Email : [email protected] : www.respina.com/index.php

25-26

5 Tahun Pertemuan Ilmiah Berkala Ilmu PenyakitDalam (PIB V IPD) FK Unand

Hotel Bumi Minang, PadangTelp. : 0751-37771, Fax : 0751-37771Email: [email protected] : www.internafkunand.or.id

26-29

Recent Advances and Challenges in EndoscopicSurgery in Asia Pacific

Hotel Grand Hyatt, BaliTelp. : 021-4532202, 6685070, 6685006Fax : 021-4535833, 6684878Email : [email protected],[email protected] : www.pluit-hospital.co.id

September

30-3/102nd Indonesia - International Symposium on InfectionControl

Bali, Telp. : 021-3919653, Fax : 021-3919653Email: [email protected] 

Informasi terkini, detail dan lengkap (jadwal acara/pembicara) bisa diakses di http://www.kalbe.co.id/calendar>>Complete

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004  23

Page 146: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 146/319

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Pengaruh Kebisingan

terhadap Kesehatan Tenaga KerjaNovi Arifiani

Subdepartemen Kedokteran Okupasi, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

PENDAHULUANSuara yang dihasilkan oleh suatu sumber bunyi bagi

seseorang atau sebagian orang merupakan suara yangdisenangi, namun bagi beberapa orang lainnya justru dianggap

sangat mengganggu. Secara definisi, suara yang tidak

dikehendaki itu dapat dikatakan sebagai bising.Bising yang di

dengar sehari-hari berasal dari banyak sumber baik dekatmaupun jauh.

Kemajuan peradaban telah menggeser perkembangan

industri ke arah penggunaan mesin-mesin, alat-alat transportasi

 berat, dan lain sebagainya. Akibatnya kebisingan makin

dirasakan mengganggu dan dapat memberikan dampak padakesehatan.

Biaya yang harus ditanggung akibat kebisingan ini sangat besar. Misalnya, bila terjadi di tempat-tempat bisnis dan pendidikan, maka bising dapat mengganggu komunikasi yang

 berakibat menurunnya kualitas bisnis dan pendidikan. Trauma

akustik ataupun gangguan pendengaran lain yang timbul akibat

 bising di tempat kerja, gangguan sistemik yang timbul akibatkebisingan, penurunan kemampuan kerja, bila dihitung

kerugiannya secara nominal dapat mencapai milyaran rupiah.

Untuk itu, tenaga kesehatan perlu mengenali pengaruh bising

terhadap kesehatan tenaga kerja, melakukan deteksi dini dan pengendalian bising di tempat kerja. Pembahasan pada tulisan

ini hanya akan dibatasi pada efek kebisingan terhadap

kesehatan terutama kemampuan pendengaran, cara mendeteksigangguan pendengaran akibat kebisingan, serta tatalaksana

gangguan pendengaran akibat kebisingan.

ANATOMI DAN FISIOLOGI PENDENGARAN

Sebelumnya akan dibahas secara singkat anatomi dan

fisiologi pendengaran.

Anatomi Telinga Secara anatomi, telinga dapat dibagi menjadi tiga yaitu

telinga luar, tengah, dan dalam. Telinga luar berfungsi

mengumpulkan suara dan mengubahnya menjadi energi getaransampai ke gendang telinga. Telinga tengah menghubungkan

gendang telinga sampai ke kanalis semisirkularis yang berisicairan. Di telinga tengah ini, gelombang getaran yang

dihasilkan tadi diteruskan melewati tulang-tulang pendengaran

sampai ke cairan di kanalis semisirkularis; adanya ligamen

antar tulang mengamplifikasi getaran yang dihasilkan darigendang telinga.

Telinga dalam merupakan tempat ujung-ujung saraf

 pendengaran yang akan menghantarkan rangsangan suara

tersebut ke pusat pendengaran di otak manusia.

Konduksi Tulang

Konduksi tulang adalah konduksi energi akustik olehtulang-tulang tengkorak ke dalam telinga tengah, sehinggagetaran yang terjadi di tulang tengkorak dapat dikenali oleh

telinga manusia sebagai suatu gelombang suara. Jadi segala

sesuatu yang menggetarkan tubuh dan tulang-tulang tengkorak

dapat menimbulkan konduksi tulang ini. Secara umum tekanansuara di udara harus mencapai lebih dari 60 dB untuk

menimbulkan efek konduksi tulang ini. Hal ini perlu diketahui,

karena pemakaian sumbat telinga tidak menghilangkan sumber

suara yang berasal dari jalur ini.

Respon auditorik

Jangkauan tekanan dan frekuensi suara yang dapatditerima oleh telinga manusia sebagai suatu informasi yang

 berguna, sangat luas. Suara yang nyaman diterima oleh telinga

kita bervariasi tekanannya sesuai dengan frekuensi suara yang

digunakan, namun suara yang tidak menyenangkan atau yang bahkan menimbulkan nyeri adalah suara-suara dengan tekanan

tinggi, biasanya di atas 120 dB.

Ambang pendengaran untuk suara tertentu adalah tekanan

suara minimum yang masih dapat membangkitkan sensasi

auditorik. Nilai ambang tersebut tergantung pada karakteristiksuara (dalam hal ini frekuensi), cara yang digunakan untuk

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 24

Page 147: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 147/319

mendengar suara tersebut ( melalui earphone, pengeras suara,

dsb), dan pada titik mana suara itu diukur ( saat mau masuk keliang telinga, di udara terbuka, dsb).

Ambang pendengaran minimum (APM) merupakan nilai

ambang tekanan suara yang masih dapat didengar oleh seorangyang masih muda dan memiliki pendengaran normal, diukur di

udara terbuka setinggi kepala pendengar tanpa adanya

 pendengar. Nilai ini penting dalam pengukuran di lapangan,

karena bising akan mempengaruhi banyak orang dengan banyak variasi. Pendengaran dengan kedua telinga lebih rendah2 sampai 3 dB.

Jika seseorang terpajan pada suara di atas nilai kritis

tertentu kemudian dipindahkan dari sumber suara tersebut,maka nilai ambang pendengaran orang tersebut akan

meningkat; dengan kata lain, pendengaran orang tersebut

 berkurang. Jika pendengaran kembali normal dalam waktusingkat, maka pergeseran nilai ambang ini terjadi sementara.

Fenomena ini dinamakan kelelahan auditorik.

Kekuatan suara

Kekuatan suara adalah suatu perasaan subjektif yangdirasakan seseorang sehingga dia dapat mengatakan kuat atau

lemahnya suara yang didengar. Kekuatan suara sangat

dipengaruhi oleh tingkat tekanan suara yang keluar daristimulus suara, dan juga sedikit dipengaruhi oleh frekuensi dan

 bentuk gelombang suara.

Pengukuran kekuatan suara secara umum dapat dilakukan

dengan cara : 1) pengukuran subyektif dengan menanyakan

suara yang didengar oleh sekelompok orang yang memiliki pendengaran normal dan yang dijadikan patokan adalah suara

dengan frekuensi murni 1000 Hz, 2). Dengan menghitung

menggunakan pita suara 2 atau 3 band , 3). Mengukur denganalat yang dapat menggambarkan respon telinga terhadap suara

yang didengar.

 MaskingKarakteristik lain yang cukup penting dalam menilai

intensitas suara adalah masking .  Masking   adalah suatu proses

di mana ambang pendengaran seseorang meningkat dengan

adanya suara lain. Suatu suara masking   dapat didengar bilanilai ambang suara utama melampaui juga nilai ambang untuk

suara masking  tersebut.

Sensitivitas Pendengaran

Kemampuan telinga untuk mengolah informasi akustiksangat tergantung pada kemampuan untuk mengenali

 perbedaan yang terjadi pada stimulus akustik. Pemahaman

 percakapan dan identifikasi suara-suara tertentu, atau suatualunan musik tertentu merupakan suatu proses harmonis di

dalam otak manusia yang mengolah informasi auditorik

 berdasarkan frekuensi, amplitudo, dan waktu yang didengar

untuk masing-masing rangsangan auditorik tersebut.Pebedaan kecil tekanan suara akan didengar oleh telinga

sebagai kuat atau lemahnya suara. Makin tinggi tekanan udara,

makin kecil perbedaan yang dapat dideteksi oleh telinga

manusia. Perbedaan minimum yang dapat dibedakan padafrekuensi suara yang sama tergantung pada frekuensi suara

tersebut, nilai ambang di atasnya, dan durasi.

Lokalisasi Sumber Bunyi

Telinga mampu melokalisasi sumber suara/bunyi.Kemampuan ini merupakan kerja sama kedua telinga karena

didasarkan atas perbedaan tekanan suara yang diterima oleh

masing-masing telinga, serta perbedaan saat diterimanyagelombang suara di kedua telinga. Kemampuan telinga untuk

membedakan sumber suara yang berjalan horizontal lebih baik

daripada kemampuannya untuk membedakan sumber suara

yang vertikal. Kemampuan ini penting untuk memilih suarayang ingin didengarkan dengan mengacuhkan suara yang tidakingin didengarkan.

GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT BISING

Dasar menentukan suatu gangguan pendengaran akibat

kebisingan adalah adanya pergeseran ambang pendengaran,

yaitu selisih antara ambang pendengaran pada pengukuransebelumnya dengan ambang pendengaran setelah adanya

 pajanan bising (satuan yang dipakai adalah desibel (dB)).

Pegeseran ambang pendengaran ini dapat berlangsung

sementara namun dapat juga menetap.

Efek bising terhadap pendengaran dapat dibagi menjadi

tiga kelompok, yaitu trauma akustik, perubahan ambang pendengaran akibat bising yang berlangsung sementara (noise-

induced temporary threshold shift) dan perubahan ambang

 pendengaran akibat bising yang berlangsung permanen (noise-induced permanent threshold shift).

Pajanan bising intensitas tinggi secara berulang dapat

menimbulkan kerusakan sel-sel rambut organ Corti di telingadalam. Kerusakan dapat terlokalisasi di beberapa tempat di

cochlea atau di seluruh sel rambut di cochlea.

Pada trauma akustik, cedera cochlea terjadi akibat

rangsangan fisik berlebihan berupa getaran yang sangat besar

sehingga merusak sel-sel rambut. Namun pada pajanan berulang kerusakan bukan hanya semata-mata akibat proses

fisika semata, namun juga proses kimiawi berupa rangsang

metabolik yang secara berlebihan merangsang sel-sel tersebut.Akibat rangsangan ini dapat terjadi disfungsi sel-sel rambut

yang mengakibatkan gangguan ambang pendengaran sementara

atau justru kerusakan sel-sel rambut yang mengakibatkangangguan ambang pendengaran yang permanen.

Trauma Akustik

Pada trauma akustik terjadi kerusakan organik telingaakibat adanya energi suara yang sangat besar. Efek ini terjadi

akibat dilampauinya kemampuan fisiologis telinga dalam

sehingga terjadi gangguan kemampuan meneruskan getaran ke

organ Corti. Kerusakan dapat berupa pecahnya gendang

telinga, kerusakan tulang-tulang pendengaran, atau kerusakan

langsung organ Corti. Penderita biasanya tidak sulit untukmenentukan saat terjadinya trauma yang menyebabkan

kehilangan pendengaran.

 Noise-Induced Temporary Threshold Shift

Pada keadaan ini terjadi kenaikan nilai ambang

 pendengaran secara sementara setelah adanya pajanan terhadapsuara dan bersifat reversibel. Untuk menghindari kelelahan

auditorik, maka ambang pendengaran diukur kembali 2 menit

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 25

Page 148: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 148/319

setelah pajanan suara. Faktor-faktor yang mempengaruhi

terjadinya pergeseran nilai ambang pendengaran ini adalahlevel   suara, durasi pajanan, frekuensi yang diuji, spektrum

suara, dan pola pajanan temporal, serta faktor-faktor lain

seperti usia, jenis kelamin, status kesehatan, obat-obatan(beberapa obat dapat bersifat ototoksik sehingga menimbulkan

kerusakan permanen), dan keadaan pendengaran sebelum

 pajanan.

 Noise-Induced Permanent Threshold Shift

Data yang mendukung adanya pergeseran nilai ambang

 pendengaran permanen didapatkan dari laporan-laporan dari

 pekerja di industri karena tidak mungkin melakukaneksperimen pada manusia. Dari data observasi di lingkungan

industri, faktor-faktor yang mempengaruhi respon pendengaran

terhadap bising di lingkungan kerja adalah tekanan suara diudara, durasi total pajanan, spektrum bising, alat transmisi ke

telinga, serta kerentanan individu terhadap kehilangan

 pendengaran akibat bising.

Memeriksa pendengaran

Gangguan pendengaran yang terjadi akibat bising ini berupa tuli saraf koklea dan biasanya mengenai kedua telinga.

Pada anamnesis biasanya mula-mula pekerja mengalami

kesulitan berbicara di lingkungan yang bising, jika berbicara biasanya mendekatkan telinga ke orang yang berbicara,

 berbicara dengan suara menggumam, biasanya marah atau

merasa keberatan jika orang berbicara tidak jelas, dan seringtimbul tinitus. Biasanya pada proses yang berlangsung

 perlahan-lahan ini, kesulitan komunikasi kurang dirasakan oleh

 pekerja bersangkutan; untuk itu informasi mengenai kendala

komunikasi perlu juga ditanyakan pada pekerja lain atau pada

 pihak keluarga.Pada pemeriksaan fisik, tidak tampak kelainan anatomis

telinga luar sampai gendang telinga. Pemeriksaan telinga,

hidung, dan tenggorokan perlu dilakukan secara lengkap danseksama untuk menyingkirkan penyebab kelainan organik yang

menimbulkan gangguan pendengaran seperti infeksi telinga,

trauma telinga karena agen fisik lainnya, gangguan telingakarena agen toksik dan alergi. Selain itu pemeriksaan saraf

 pusat perlu dilakukan untuk menyingkirkan adanya masalah di

susunan saraf pusat yang (dapat) menggangggu pendengaran.

Pemeriksaan dengan garpu tala (Rinne, Weber, dan

Schwabach) akan menunjukkan suatu keadaan tuli saraf: TesRinne menunjukkan hasil positif, pemeriksaan Weber

menunjukkan adanya lateralisasi ke arah telinga dengan

 pendengaran yang lebih baik, sedangkan pemeriksaan

Schwabach memendek.

Untuk menilai ambang pendengaran, dilakukan pemeriksaan audiometri. Pemeriksaan ini terdiri atas 2 grafik

yaitu frekuensi (pada axis horizontal) dan intensitas (pada axisvertikal). Pada skala frekuensi, untuk program pemeliharaan

 pendengaran (hearing conservation program) pada umumnya

diwajibkan memeriksa nilai ambang pendengaran untuk

frekuensi 500, 1000, 2000, 3000, 4000, dan 6000 Hz. Bila

sudah terjadi kerusakan, untuk masalah kompensasi makadilakukan pengukuran pada frekuensi 8000 Hz karena ini

merupakan frekuensi kritis yang menunjukkan adanya

kemungkinan hubungan gangguan pendengaran dengan pekerjaan; tanpa memeriksa frekuensi 8000 Hz ini, sulit sekali

membedakan apakah gangguan pendengaran yang terjadi

akibat kebisingan atau karena sebab yang lain.Pemeriksaan audiometri ini tidak secara akurat

menentukan derajat sebenarnya dari gangguan pendengaran

yang terjadi. Banyak faktor yang mempengaruhi seperti

lingkungan tempat dilakukannya pemeriksaan, tingkat pergeseran ambang pendengaran sementara setelah pajananterhadap bising di luar pekerjaan, serta dapat pula

 permasalahan kompensasi membuat pekerja seolah-olah

menderita gangguan pendengaran permanen.Prosedur pemeriksaan lain untuk menilai gangguan

 pendengaran adalah  speech audiometry,  pengukuran

impedance, tes rekruitmen, bahkan perlu juga dilakukan pemeriksaan gangguan pendengaran fungsional bila dicurigai

adanya faktor psikogenik.

Untuk itu pemeriksaan gangguan pendengaran pada

 pekerja perlu dilakukan dengan cara seksama dan hati-hati

untuk menghindari kesalahan dalam memberikan kompoensasi.

EFEK FISIOLOGIS KEBISINGAN

Efek fisiologis kebisingan terhadap kesehatan manusia

dapat dibedakan dalam efek jangka pendek dan efek jangka panjang. Namun perlu diingat, bahwa keadaan bising di

lingkungan seringkali disertai dengan faktor lainnya, seperti

faktor fisika lain berupa panas, getaran, dan sebagainya; tidak jarang disertai juga dengan adanya faktor kimia dan biologis;

mustahil untuk mengisolasi kebisingan sebagai satu-satunya

faktor risiko.

Efek jangka pendek berlangsung sampai beberapa menit

setelah pajanan terjadi, sedangkan efek jangka panjang terjadisampai beberapa jam, hari ataupun lebih lama. Efek jangka

 panjang dapat terjadi akibat efek kumulatif dari stimulus yang

 berulang.

Efek jangka pendek

Efek jangka pendek yang terjadi dapat berupa refleks otot-otot berupa kontraksi otot-otot, refleks pernapasan berupa

takipneu, dan respon sistim kardiovaskuler berupa takikardia,

meningkatnya tekanan darah, dan sebagainya. Namun dapat

 pula terjadi respon pupil mata berupa miosis, respon

gastrointestinal yang dapat berupa gangguan dismotilitassampai timbulnya keluhan dispepsia, serta dapat terjadi

 pecahnya organ-organ tubuh selain gendang telinga (yang

 paling rentan adalah paru-paru).

Efek jangka panjangEfek jangka panjang terjadi akibat adanya pengaruh

hormonal. Efek ini dapat berupa gangguan homeostasis tubuhkarena hilangnya keseimbangan simpatis dan parasimpatis

yang secara klinis dapat berupa keluhan psikosomatik akibat

gangguan saraf otonom, serta aktivasi hormon kelenjar adrenal

seperti hipertensi, disritmia jantung, dan sebagainya. Secara

sederhana, berikut ini respon tubuh terhadap adanya kebisingan(Gambar 1).

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 26 

Page 149: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 149/319

 

ambar 1. Ikhtisar Reaksi Tubuh terhadap Bising

EBISINGAN DAN KEMAMPUAN KERJAda umumnya

terja

suara berulang, suara di atas

95

ENATALAKSANAAN TULI AKIBAT BISING

ama dan

utam

Bila sudah terjadi gangguan pendengaran yang meng-

akiba

 yang mengalami tuli total bilateral dapatdiper 

OMPENSASI TERHADAP KETULIAN PEKERJA

ondisi medis, dan permasalahan hukum

haru

kinan

adan

ndengaran harus dikenali secara

dini.

singkirkan dengan melaku-

kan

G

 

K Gangguan terhadap kemampuan kerja pa

di karena meningkatnya kewaspadaan umum akibatrangsangan terus menerus pada susunan saraf pusat. Pada

awalnya sulit dibedakan dengan gangguan emosional yang

timbul akibat bising; namun pada pemeriksaan efisiensi kerja

terlihat pengaruh yang cukup bermakna. Namun tetap perluhati-hati untuk melakukan interpretasi penelitian tentang

kemampuan atau performa kerja.

Suara yang asing, interupsi

dB adalah beberapa keadaan kebisingan yang dapatmempengaruhi kemampuan bekerja. Namun penelitian efek

kebisingan terhadap kemampuan kerja masih perlu dilakukan

dengan seksama, terutama pada lingkungan industri.

P

Pencegahan merupakan penatalaksanaan pert

a pada kebisingan di lingkungan pekerja. Pelaksanaan

 program pemeliharaan pendengaran (hearing programconservation) merupakan upaya pencegahan primer yang dapat

dilakukan di tempat kerja. Survei kebisingan di tempat kerja

harus memperhatikan teknik  sampling   agar pemeriksaan

tingkat kebisingan dapat memberikan gambaran keadaan yang

terjadi; pemeriksaan audiometri berkala juga merupakan upaya

deteksi dini pula. Penggunaan alat pelindung telinga, peng-awasan dan pengendalian administrasi merupakan upaya

 penatalaksanaan lain yang dapat dilakukan oleh dokter dan

tenaga kesehatan di lingkungan kerja.  Hearing conservation program tidak akan dibicarakan secara mendalam pada tulisan

ini.

Bising

Reaksi Stres Umum

akibat Kenaikan

Adrenalin dan

 Noradrenalin

Kenaikan

Tekanan Darah

Respon

Vegetatif 

Peningkatan

Kebutuhan Oksigen

Peningkatan

Agregasi

Trombosit

Kerusakan

Dinding Arteri

TrombosisArterio-

sklerotik 

Oklusi A.

Koroner 

Oklusi Arteri

Lainnya

Iskemaia

Jantung

Infark

MiokardStroke

tkan gangguan komunikasi maka dapat dipikirkan peng-gunaan alat bentu dengar. Jika pendengaran sudah sedemikian

 buruknya sehingga komunikasi sangat sulit maka perlu

dilakukan psikoterapi lebih intensif agar pekerja dapat

menerima keadaannya. Jika dipergunakan alat bantu dengar, perlu dilakukan latihan pendengaran agar pekerja dapat

menggunakan sisa pendengaran dengan alat bantu dengar

secara efisien dibantu dengan membaca ucapan bibir, mimikdan gerakan anggota badan serta bahasa isyarat untuk dapat

 berkomunikasi. Selain itu, penderita tuli akibat bising ini juga

sulit mendengar suaranya sendiri sehingga diperlukan rehabili-

tasi suara agar dapat mengendalikan volume, tinggi rendah dan

irama percakapan.

Pada penderitatimbangkan pemasangan implan koklea.

AKIBAT BISING

Faktor akustik, k 

s diperhatikan dalam menetapkan hubungan kausal antara pajanan bising dan terjadinya gangguan pendengaran. Perlu

ketelitian dan kehati-hatian dalam melakukan pemeriksaan

ganggguan pendengaran pada pekerja untuk menghindari permasalahan kompensasi yang timbul di kemudian hari.

Hal yang perlu diingat dalam menentukan kemung

ya hubungan kausatif antara gangguan pendengaran dan

 bising di tempat kerja adalah 1). Benar telah terjadi kehilanganatau gangguan pendengaran dan 2). Dan gangguan

 pendengaran tersebut memang berasal dari pajanan bising di

tempat kerja yang berlebihan.

Tanda-tanda gangguan pe

 Pemeriksaan audiometri dilakukan untuk menilai derajatdan tipe gangguan pendengaran yang terjadi. Pemeriksaan ini

 bersifat subyektif, untuk itu perlu dilakukan oleh teknisi yang

terlatih dan dokter harus melakukan supervisi terhadap pemeriksaan tersebut. Pemeriksaan audiometri pra kerja

merupakan suatu keharusan untuk mendapatkan data awal

kondisi pendengaran tenaga kerja.Diagnosis banding lainnya di

 pemeriksaan fisik yang seksama. Dalam laporan pe-meriksaan fisik harus tercantum identitas yang jelas (termasuk

saat pemeriksaan dan dokter yang melakukan pemeriksaan),

keluhan utama, gangguan pendengaran yang saat ini terjadi,riwayat pekerjaan, riwayat pelatihan militer, riwayat penyakit

dahulu, riwayat keluarga. Riwayat pekerjaan dilakukan dengan

menanyakan nama pekerjaan, jenis pekerjaan yang dilakukan(beserta tanggal atau waktu bekerja), durasi masing-masing

 pekerjaan, tanggal bekerja dan umur saat itu, kondisi geografis

dan lokasi fisik pekerjaan, barang atau jasa yang dihasilkan,

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 27 

Page 150: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 150/319

 penggunaan alat pelindung diri, sumber suara atau kebisingan

yang ada di pekerjaan (baik yang dahulu maupun saat ini).Pemeriksaan fisik mendalam yang harus dilakukan

adala

eriksaan luar terhadap tanda-tanda jejas atau jaringan

ang telinga,

taus

murni untuk memeriksa

 bicaraan dan diskriminasi

s rekrutmenan pemeriksaan terhadap pekerja dan

ling

h:

1. Pemsikatrik yang menggambarkan adanya malfungsi.

2. Pemeriksaan otoskop untuk menilai gend

adakah tanda-tanda abnormalitas

3. Pemeriksaan refleks kedua ma4. Menilai ada atau tidaknya nistagm5. Pemeriksaan dengan garpu tala

6. Pemeriksaan audiometri nada

hantaran udara dan hantaran tulang7. Uji kemampuan menangkap pem

suara

8. TeSesudah dilakuk 

kungan kerja maka dapat ditentukan apakah gangguan

 pendengaran akibat pekerjaan ataukah sebab yang lain. Bila

terjadi akibat pajanan bising berlebihan di tempat kerja, harus

dilakukan perhitungan formulasi gangguan pendengaran untuk

memberikan kompensasi yang sesuai dengan kondisi pekerjatersebut. Setiap pekerja harus dievaluasi secara individual.

Kompensasi diberikan sesuai dengan ketentuan hukum yang

 berbeda di masing-masing negara. Pada tulisan ini tidak akandibahas mengenai perhitungan kompensasi.

KESIMPULAN

Kebisingan di tempat kerja dapat menimbulkan gangguan pendengaran dan gangguan sistemik yang dalam jangka waktu

 panjang dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan

 penurunan produktivitas tenaga kerja. Oleh karena itu perludilakukan pemantauan dan deteksi dini untuk pencegahan

karena kerugian yang harus dibayarkan akibat kebisingan ini

cukup besar.

Pemeriksaan gangguan pendengaran harus dilakukansecara teliti, cermat, dan hati-hati untuk menghindari kesalahan

 prosedur dalam memberikan kompensasi kepada tenaga kerja.

KEPUSTAKAAN

1. Harris CM (ed). Handbook of Noise Control. 2nd ed. McGraw-Hill Book

Comp. New York : 1979.2. Nilland J. Zenz C. Occupational Hearing Loss, Noise, dan Hearing

Conservation. In : Zenz C. (chief ed). Dickerson OB. Horvarth EP.

Occupational Medicine. 3rd ed. Mosby. St. Louis : 1994

3. Soepardi ES. Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok Kepala Leher. Edisi 5. Fakultas Kedokteran UniversitasIndonesia. Jakarta : 2001

4. Department for Environment, Food and Rural Affair. Noise and Nuisance

Policy : Health Effect Based Noise Assasment Methods : A review and

Feasibility Study September 1998. In ; http://www.defra.gov.uk/environment/noise/health/page05.htm. February 6th, 2004.

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 28

Page 151: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 151/319

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Program onservasi Pendengaran

di Tempat erja

 Ambar W. Roestam

Subbagian Kedokteran Kerja, Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

PENDAHULUAN

Di negara-negara industri, bising merupakan masalahutama kesehatan kerja. Menurut WHO (1995), diperkirakan

hampir 14% dari total tenaga kerja negara industri terpapar

 bising melebihi 90dB di tempat kerjanya. Diperkirakan lebihdari 20 juta orang di Amerika terpapar bising 85 dB atau lebih.

Waugh dan Forcier mendapat data bahwa perusahaan kecil

sekitar Sydney mempunyai tingkat kebisingan 87 dB. DiQuebec-Canada, Frechet mendapatkan data bahwa 55% daerah

industri mempunyai tingkat kebisingan di atas 85 dB dan

menurut survei prevalensi NIHL ( Noise Induced Hearing Loss)

atau TAB (Tuli Akibat Bising) bervariasi antara 40 – 50%.

Di Indonesia, di pabrik peleburan besi baja prevalensi NIHL 31,55% pada tingkat paparan kebisingan 85 - 105 dB

(Sundari,1997). Di perusahaan  plywood   di Tangerang, prevalensi NIHL 31,81% dengan paparan kebisingan 86.1 –108.2 dB (Lusianawaty). Penelitian Zuldidzaan (1995) pada

awak pesawat helikopter TNI AU dan AD mendapatkan

 paparan bising antara 86 – 117 dB dengan prevalensi NIHL27,16 %.

Penelitian pada pengemudi bajaj (Kertadikara, 1997)

mendapatkan bahwa mereka terpapar bising antara 97 – 101 dB

dengan 50% NIHL. Ini diperkuat dengan penelitian Yenni

Basiruddin yang mendapatkan tingkat kebisingan dan getar pada pengemudi bajaj melebihi nilai ambang batas. Pada

 pengukuran bising didapatkan rerata intensitas bising bajaj 91

dB (64 dB - 96 dB), rerata akselerasi getar 4.2m/dt 2. Pada

kelompok ini pengemudi yang mengalami gangguan kese-imbangan dan pendengaran sebesar 27,43%, gangguan pen-

dengaran saja 17,14% dan gangguan keseimbangan saja

27,71%; jumlah seluruh gangguan mencapai 72,28% dari 350 pengemudi bajaj yang diperiksa.

Gambaran di atas memperlihatkan bahwa paparan di atas

85 dB dapat menimbulkan NIHL atau ketulian. Selain itu

kebisingan juga dapat menimbulkan keluhan non-pendengaran

seperti susah tidur, mudah emosi, dan gangguan konsentrasiyang dapat menimbulkan kecelakaan kerja.

Pencegahan dampak buruk kebisingan memerlukan per-

hatian dan dukungan semua jajaran di tempat kerja, dari jajarantertinggi sampai tenaga kerja pelaksana. Penerapan program

konservasi pendengaran di tempat kerja bermanfaat untuk

mencegah gangguan pendengaran akibat paparan bising.

Apa yang disebut kebisingan

Frekuensi suara bising biasanya terdiri dari campuransejumlah gelombang suara dengan berbagai frekuensi atau

disebut juga spektrum frekuensi suara. Nada kebisingan dengan

demikian sangat ditentukan oleh jenis-jenis frekuensi yang ada.

Berdasarkan sifatnya bising dapat dibedakan menjadi :

1. Bising kontinu dengan spektrum frekuensi luas 

Bising jenis ini merupakan bising yang relatif tetap dalam batas amplitudo kurang lebih 5dB untuk periode 0.5 detik berturut-turut. Contoh: dalam kokpit pesawat helikopter, ger-

gaji sirkuler, suara katup mesin gas, kipas angin, suara dapur

 pijar, dsb.

2. Bising kontinu dengan spektrum frekuensi sempit

Bising ini relatif tetap dan hanya pada frekuensi tertentu

saja (misal 5000, 1000 atau 4000 Hz), misalnya suara gergaji

sirkuler, suara katup gas.

3. Bising terputus-putus Bising jenis ini sering disebut juga intermittent noise, yaitu

kebisingan tidak berlangsung terus menerus, melainkan ada periode relatif tenang. Contoh kebisingan ini adalah suara lalu

lintas, kebisingan di lapangan terbang dll

4. Bising impulsif

Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan suara

melebihi 40 dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya me-

ngejutkan pendengarnya. Contoh bising impulsif misalnya

suara ledakan mercon, tembakan, meriam dll.

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 29

Page 152: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 152/319

5. Bising impulsif berulang-ulang

Sama seperti bising impulsif, tetapi terjadi berulang-ulangmisalnya pada mesin tempa.

Bising yang dianggap lebih sering merusak pendengaran

adalah bising yang bersifat kontinu, terutama yang memilikis pektrum frekuensi lebar dan intensitas yang tinggi.

Untuk melindungi pendengaran manusia (pekerja) dari

 pengaruh buruk kebisingan, Organisasi Pekerja Internasional

/ILO (International Labour Organization) telah mengeluarkanketentuan jam kerja yang diperkenankan, yang dikaitkandengan tingkat intensitas kebisingan lingkungan kerja sebagai

 berikut (Tabel 1). 

Tabel 1. Batasan waktu dan Pajanan kebisingan

Intensitas suara (dB)

OSHA IndonesiaJam kerja terpapar

90 85 8

92 6

95 88 4

100 91 2

105 94 1110 97 0.5

115 100 0.25 atau kurang

Di Indonesia, intensitas bising di tempat kerja yang

diperkenankan adalah 85 dB untuk waktu kerja 8 jam perhari,seperti yang diatur dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja

no SE.01/Men/1978 tentang Nilai Ambang Batas (NAB) untuk

kebisingan di tempat kerja.

PENGARUH BISING TERHADAP KESEHATAN

TENAGA KERJABising menyebabkan berbagai gangguan pada tenaga kerja,

seperti gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan

komunikasi dan ketulian.

1 .  Gangguan fisiologis 

Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu,

apalagi bila terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba.

Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah (±  10mmHg), peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer

terutama pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucatdan gangguan sensoris.

2. Gangguan psikologis Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman,

kurang konsentrasi, susah tidur, cepat marah. Bila kebisinganditerima dalam waktu lama dapat menyebabkan penyakit

 psikosomatik berupa gastritis, stres, kelelahan, dan lain-lain.

3.  Gangguan komunikasi 

Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect

(bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas) atau gangguan

kejelasan suara. Komunikasi pembicaraan harus dilakukandengan cara berteriak. Gangguan ini bisa menyebabkan ter-

ganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya

kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya;

gangguan komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan

keselamatan tenaga kerja.

4.  Gangguan keseimbangan 

Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan

 berjalan di ruang angkasa atau melayang, yang dapat me-nimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala pusing (vertigo)

atau mual-mual.

5.  Efek pada pendengaran Efek pada pendengaran adalah gangguan paling serius

karena dapat menyebabkan ketulian. Ketulian bersifat

 progresif. Pada awalnya bersifat sementara dan akan segera

 pulih kembali bila menghindar dari sumber bising; namun bilaterus menerus bekerja di tempat bising, daya dengar akan

hilang secara menetap dan tidak akan pulih kembali.

Ketulian akibat pengaruh bising ini dikelompokkan sbb:

• Temporary Threshold Shift = Noise-induced TemporaryThreshold Shift = auditory fatigue = TTS 

- non-patologis- bersifat sementara

- waktu pemulihan bervariasi

- reversible/bisa kembali normalPenderita TTS ini bila diberi cukup istirahat, daya

dengarnya akan pulih sempurna. Untuk suara yang lebih besar

dari 85 dB dibutuhkan waktu bebas paparan atau istirahat 3-7

hari.Bila waktu istirahat tidak cukup dan tenaga kerja kembali

terpapar bising semula, dan keadaan ini berlangsung terus

menerus maka ketulian sementara akan bertambah setiap hari-

kemudian menjadi ketulian menetap.Untuk mendiagnosis TTS perlu dilakukan dua kali

audiometri yaitu sebelum dan sesudah tenaga kerja terpapar

 bising. Sebelumnya tenaga kerja dijauhkan dari tempat bisingsekurangnya 14 jam. 

•  Permanent Threshold Shift (PTS) = Tuli menetap- patologis

- menetap

PTS terjadi karena paparan yang lama dan terus menerus.

Ketulian ini disebut tuli perseptif atau tuli sensorineural.Penurunan daya dengar terjadi perlahan dan bertahap sebagai

 berikut :

a. Tahap 1 : timbul setelah 10-20 hari terpapar bising, tenagakerja mengeluh telinganya berbunyi pada setiap akhir waktu

kerja.

 b. Tahap 2 : keluhan telinga berbunyi secara intermiten,

sedangkan keluhan subjektif lainnya menghilang. Tahap ini

 berlangsung berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. 

c. Tahap 3 : tenaga kerja sudah mulai merasa terjadi

gangguan pendengaran seperti tidak mendengar detak jam,tidak mendengar percakapan terutama bila ada suara lain. 

d. Tahap 4 : gangguan pendengaran bertambah jelas dan

mulai sulit berkomunikasi. Pada tahap ini nilai ambang

 pendengaran menurun dan tidak akan kembali ke nilai ambangsemula meskipun diberi istirahat yang cukup. 

• Tuli karena Trauma akustik

Perubahan pendengaran terjadi secara tiba-tiba, karena suaraimpulsif dengan intensitas tinggi, seperti letusan, ledakan dan

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 200430

Page 153: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 153/319

lainnya. Diagnosis mudah dibuat karena penderita dapat

mengatakan dengan tepat terjadinya ketulian. Tuli ini biasanya bersifat akut, tinitus, cepat sembuh secara parsial atau komplit.

AKIBAT KETULIAN TERHADAP AKTIVITAS

SEBAGAI TENAGA KERJA

Akibat ketulian terhadap aktivitas sebagai tenaga kerja

dibedakan atas :

1. Hearing ImpairmentDidefinisikan sebagai kerusakan fisik telinga baik yang

irreversible (NIHL/PTS) maupun yang reversible (TTS)

 2. Hearing DisabilityDidefinisikan sebagai kesulitan mendengarkan akibat

hearing impairment, misalnya :

a. Problem komunikasi di tempat kerja

 b. Problem dalam mendengarkan musikc. Problem mencari arah/asal suarad. Problem membedakan suara

Secara ringkas dapat dikatakan efek hearing impairment  terhadap disability  berbeda pada setiap individu, tergantung

fungsi psikologis dan aktivitas sosial yang bersangkutan.

 3. HandicapKetidakmampuan atau keterbatasan seseorang untuk

melakukan suatu tugas yang normal dan berguna baginya.Menurut WHO diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Orientation handicap  (ketidakmampuan/keterbatasan dalam

mengikuti pembicaraan) b. Physical independence handicap  (ketidakmampuan/ keter-

 batasan untuk mandiri)c. Occupational handicap  (ketidakmampuan/keterbatasan

dalam bekerja dan memilih karir)d. Economic self-sufficiency handicap

e. Social integration handicap (ketidakmampuan/ keterbatasan

dalam melakukan aktivitas normal harian, seperti respons

terhadap alarm atau pesan lisanf.  Inability to cope with occupational requirement   (ketidak-

mampuan/keterbatasan yang mengakibatkan berkurangnya

 penghasilan)

Kebisingan sangat merugikan tenaga kerja, terutama bila

sampai NIHL dan juga merugikan perusahaan karena  per-

 formance  tenaga kerja yang menurun, biaya kesehatan yangmembengkak serta kompensasi bila NIHL karena pekerjaan;

oleh karena itu pencegahan terhadap gangguan pendengaran ini

 perlu diprioritaskan. Program pencegahan ini dikenal dengan

istilah Program Konservasi Pendengaran.

PROGRAM PENCEGAHAN/ PROGRAM KONSERVASI

PENDENGARAN

Program pencegahan yang dapat dilakukan meliputi hal-

hal berikut (NIOSH, 1996):

1.  Monitoring paparan bising2. Kontrol engineering dan administrasi

3. Evaluasi audiometer

4. Penggunaan Alat Pelindung Diri (PPE)

5. Pendidikan dan Motivasi6. Evaluasi Program

7. Audit Program

Manfaat utama program ini adalah mencegah kehilangan pendengaran akibat kerja; kehilangan pendengaran akan me-

ngurangi kualitas hidup seseorang dalam pekerjaannya.

Hubungan antara tenaga kerja dengan pengusaha akan lebih

 baik, angka turn-over  karena lingkungan kerja akan rendah.1. Bagi pengusaha

Taat hukum, hubungan baik dengan karyawan, menunjuk-

kan itikad baik, meningkatkan produktivitas, mengurangi angka

kecelakaan, mengurangi angka kesakitan, mengurangi lost day dan menaikkan kepuasan karyawan.

2. Bagi karyawan

Mencegah ketulian; ketulian akibat bising tidak terasa(tanpa sakit), bersifat menetap (irreversible). Serta bisa

mengurangi stres.

Untuk melaksanakan program ini diperlukan  hal-hal

sebagai berikut :

1. Dukungan manajemen

2. Berupa policy statement3.  Integrated  dengan program K3

4. Ada penanggung jawab program yang ditunjuk resmi

Penanggung jawab bekerja sama dengan manajemen dankaryawan membuat  Hearing Lost Prevention Plan and Policy.

Manajemen dan karyawan konsisten melaksanakan program.

5. SOP dari setiap langkah dalam plan & policy harus jelas6. Kontraktor dan vendor   harus taat pada  plan & policy 

tersebut.

Dalam menyusun program konservasi pendengaran ini

 perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain:

1. Berpedoman bahwa pekerja tetap sehat dalam lingkungan bising.

2. Dilaksanakan oleh semua jajaran, dari pimpinan tertinggi

sampai pekerja pelaksana. Komitmen pimpinan dan pekerjasangat penting.

3. Mengurangi dosis paparan kebisingan dengan memper-

hatikan tiga unsur :a. Sumber: mengurangi intensitas kebisingan (disain akustik,menggunakan mesin/alat yang kurang bising dan mengubah

metode proses).  b. Media: mengurangi transmisi kebisingan  (menjauhkan

sumber bising dari pekerja, mengaborsi dan me-ngurangi

 pantulan kebisingan secara akustik pada dinding, langit-langitdan lantai, menutup sumber kebisingan dengan barrier. c. Tenaga kerja: mengurangi penerimaan bising  ( peng-

gunaan alat pelindung diri, ruang isolasi. rotasi kerja, jadwal

kerja , dan lain-lain). 4. Mempertimbangkan kelayakan teknis dan ekonomis.

5. Utamakan pencegahan bukan pengobatan, proaktif bukanreaktif, kesejahteraan bukan santunan.

6. NAB bukanlah garis pemisah antara sakit dan sehat,

namun merupakan pedoman. Penilaian dilakukan dengan

memantau kebisingan lingkungan dan kesehatan pendengaran

tenaga kerja (IDKI, 1994).Program selengkapnya adalah sebagai berikut :

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 31

Page 154: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 154/319

I.  MONITORING PAPARAN BISING

Tujuan monitoring  paparan bising, yang sering jugadisebut survei bising, bertujuan untuk :

1. Memperoleh informasi spesifik tentang tingkat kebisingan

yang ada pada setiap tempat kerja.2. Menetapkan tempat-tempat yang akan diharuskan meng-

gunakan APD.

3. Menetapkan pekerja yang harus (compulsory) menjalani

 pemeriksaan audiometri secara periodik.4. Menetapkan kontrol bising (baik administratif maupun

teknis).

5. Menilai apakah perusahaan telah memenuhi persyaratan

UU yang berlaku.Prinsip monitoring paparan bising :

Pengukuran dilakukan oleh pegawai yang mempunyai kualifi-

kasi sebagai berikut :1. SOP pengukuran harus ada dan jelas.

2. Hasil dikomunikasikan pada manajemen dan pegawai,

- paling lama dalam waktu 2 minggu

- untuk Jamsostek di Indonesia : 2 x 24 jam

Ada 2 macam monitoring paparan bising :

1. Monitoring pendahuluan Pengukuran bising pendahuluan untuk menentukan masa-

lah yang potensial berbahaya untuk pendengaran, berdasarkan

lokasi tempat kerja. Survei ini dilaksanakan jika terdapatkesulitan dalam berkomunikasi, adanya keluhan pekerja bahwa

telinga berdengung setelah bekerja. 

2.  Monitoring bising terperinciDilakukan berdasarkan hasil monitoring  bising penda-

huluan, dengan menetapkan lokasi khusus yang memerlukan

 penelitian lebih lanjut. Pemeriksaan dilakukan secara terperinci

di setiap lokasi.  Monitoring bising terperinci dilakukan dalam

tiga tahap :a. Pengukuran lingkungan kerja   slow response  dengan

skala A (dB).

Buat gambar peta bising (luas < = 93 meter). Bila hasillebih dari 80 dB maka lingkungan tersebut cukup aman untuk

 bekerja, sedangkan bila antara 80 – 92 dB perlu pengukuran

dan tindakan lebih lanjut (skala b).

 b. Pengukuran di tempat kerja (<85 dB)Dilakukan dengan skala B (intensitas bunyi) , pengukuran

dengan peta, ukur tempat dan ruang kerja, ukur maximun dan

minimumnya., bila lebih dari 85 dB, lakukan tahap selanjutnya

c. Lamanya paparan (jumlah jam terpapar)

Buat logbook untuk setiap orang berdasarkan  job

classification, catat lamanya terpapar (sekarang digunakan

audiometer).

II. KONTROL - engineering dan administratif

Kontrol engineering  ditujukan pada sumber bising dansebaran bising; contohnya :

1. Pemeliharaan mesin (maintenance) yaitu mengganti,

mengencangkan bagian mesin yang longgar, memberi pelumas

secara teratur, dan lain-lain.

2. Mengganti mesin bising tinggi ke yang bisingnya kurang.3. Mengurangi vibrasi atau getaran dengan cara mengurangi

tenaga mesin, kecepatan putaran atau isolasi.

4. Mengubah proses kerja misal kompresi diganti dengan pukulan.

5. Mengurangi transmisi bising yang dihasilkan benda padat

dengan menggunakan lantai berpegas, menyerap suara padadinding dan langit-langit kerja.

6. Mengurangi turbulensi udara dan mengurangi tekanan

udara.

7. Melakukan isolasi operator dalam ruang yang relatif kedapsuara.

Pengendalian administratif dilakukan dengan cara :

1. Mengatur jadual produksi

2. Rotasi tenaga kerja3. Penjadualan pengoperasian mesin

4. Transfer pekerja dengan keluhan pendengaran

5. Mengikuti peraturan

III. EVALUASI AUDIOMETRI Pengukuran audiometrik sebaiknya dilakukan pada :

1. Pre-employment

2. Penempatan ke tempat bising

3. Setiap tahun, bila bising > 85 dB4. Saat pindah tugas keluar dari tempat bising

5. Saat pensiun/purna tugas

Tipe audiogram :1. Pre-employment/preplacement/Baseline

2. Annual monitoring

3. Exit

Policy mengenai audiogram :

1. Base line atau data dasar :

- dalam 6 bulan mulai bekerja di tempat bising (85 d βA)- untuk baseline  14 jam bebas bising, atau menggunakan

APD

2. Annual audiogram 

Bagi yang TWA > 85 dBA3. Evaluasi :

- setiap tahun dibandingkan dengan base-line 

- bila STS (Significant Threshold Shift)  > 10 dB (rata-rata pada 2000-3000-4000 Hz), maka disebut + (positif)

Bila STS (+) maka yang dilakukan adalah :

- periksa dokter

- periksa tempat kerja

- periksa data kalibrasi alat- komunikasikan dengan karyawan tersebut

- jika karena penyakit, konsulkan ke dokter THT

- periksa ulang dalam waktu 1 (satu) tahunBila STS (+) karena pekerjaannya :

- Bila belum menggunakan APD, diharuskan memakai

- Bila sudah memakai, beri petunjuk ulang- Komunikasikan dengan pegawai dan atasan secara tertulis

- Bila perlu, konsul THT

Lakukan revisi baseline, bila STS persisten atau membaik

IV. PENGGUNAAN APD

Beberapa faktor yang mempengaruhi penggunaan alat

 pelindung telinga :

1. Kecocokan; alat pelindung telinga tidak akan memberikan

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 200432

Page 155: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 155/319

 perlindungan bila tidak dapat menutupi liang telinga rapat-

rapat.2.

3.

2.

3.

 Nyaman dipakai; tenaga kerja tidak akan menggunakan

APD ini bila tidak nyaman dipakai.

Penyuluhan khusus, terutama tentang cara memakai danmerawat APD tersebut.

Jenis-jenis alat pelindung telinga :

1. Sumbat telinga  (earplugs/insert device/aural insert

 protector )Dimasukkan ke dalam liang telinga sampai menutup rapat

sehingga suara tidak mencapai membran timpani.

Beberapa tipe sumbat telinga :

a. formable type

b. custom-molded type

c. premolded type

Sumbat telinga bisa mengurangi bising s/d 30 dB lebih.Tutup telinga  (earmuff/protective caps/circumaural

 protectors)

Menutupi seluruh telinga eksternal dan dipergunakan

untuk mengurangi bising s/d 40- 50 dB frekuensi 100 – 8000

Hz.

Helmet/  enclosureMenutupi seluruh kepala dan digunakan untuk mengurangi

maksimum 35 dBA pada 250 Hz sampai 50 d β pada frekuensitinggi

Pemilihan alat pelindung telinga :1.  Earplug bila bising antara 85 – 200 dBA

2.  Earmuff  bila di atas 100 dBA

3. Kemudahan pemakaian, biaya, kemudahan membersihkan

dan kenyamanan

Pedoman yang sering digunakan adalah sebagai berikut :

TWA/dBA Pemakaian APD Pemilihan APD

< 85 Tidak wajib/perlu Bebas memilih

85 – 89 Optional Bebas memilih

90 – 94 Wajib Bebas memilih95 – 99 Wajib Pilihan terbatas

> 100 Wajib Pilihan sangat terbatas

APD ini harus tersedia di tempat kerja tanpa harus

membebani pekerja dari segi biaya, perusahaan harus me-

nyediakan APD ini. Cara terbaik sebenarnya bukan peng-gunaan APD tetapi pengendalian secara teknis pada sumber

suara.

V. PENDIDIKAN DAN MOTIVASI

Program pendidikan dan motivasi menekankan bahwa

 program konservasi pendengaran sangat bermanfaat untukmelindungi pendengaran tenaga kerja, dan mendeteksi per-ubahan ambang pendengaran akibat paparan bising. Tujuan

 pendidikan adalah untuk menekankan keuntungan tenaga kerja

 jika mereka memelihara pendengaran dan kualitas hidupnya.Lebih lanjut penyuluhan tentang hasil audiogram mereka,

sehingga tenaga kerja termotivasi untuk berpartisipasi me-

lindungi pendengarannya sendiri. Juga melalui penyuluhan

diharapkan tenaga kerja mengetahui alasan melindungi telingaserta cara penggunaan alat pelindung telinga.

VI. EVALUASI PROGRAM

Evaluasi program ditujukan untuk mengevaluasi hasil program-program konservasi, dengan sasaran :

1. Review program dari sisi pelaksanaan serta kualitasnya,

misalnya pelatihan dan penyuluhan, kesertaan supervisor dalam

 program, pemeriksaan masing-masing area untuk meyakinkan

apakah semua komponen program telah dilaksanakan.2. Hasil pengukuran kebisingan, identifikasikan apakah ada

daerah lain yang perlu dikontrol lebih lanjut.3. Kontrol engineering dan administratif.

4. Hasil pemantauan audiometrik dan pencatatannya; ban-

dingkan data audiogram dengan baseline  untuk mengukur

keberhasilan pelaksanaan program.

5. APD yang digunakan.

VII. PROGRAM AUDIT

1.

2.

Audit Eksternal, dapat dilakukan program audit oleh pihakluar untuk mengetahui cost-effectiveness  dan cost-benefit   dari

 program konservasi pendengaran. 

QQ program (Quality Qontrol Program) dilakukan secara

internal, terus menerus untuk menilai efektivitas programkonservasi pendengaran. 

PENUTUP

Mengingat kebisingan dan tuli akibat bising bisa dicegahdengan program konservasi pendengaran, perusahaan sangat

dianjurkan untuk menerapkan program konservasi. Tidak saja

untuk melindungi pekerja, keuntungan utama perusahaanadalah mendapatkan karyawan yang produktif dan sehat.

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 33

Page 156: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 156/319

 

Redaksi Mengucapkan Selamat

atas diselenggarakannya :

Telemedicine Network in ndonesia

di Yogyakarta, 10 Juli 2004

 Website : http://telmed.fkumy.net

Redaksi CDK  

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 200434

Page 157: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 157/319

PRAKTIS

Perawatan andiri

Pasca Trakeostomi

HR Krisnabudhi]

 Rumah Sakit Bina Husada Cibinong, Bogor, Jawa Barat

PENDAHULUAN

Trakeostomi ialah operasi membuat jalan udara melalui

leher langsung ke trakea untuk mengatasi asfiksi apabila ada

gangguan lalulintas udara pernapasan. Trakeostomi

diindikasikan untuk membebaskan obstruksi jalan napas bagian

atas, melindungi trakea serta cabang-cabangnya terhadapaspirasi dan tertimbunnya discharge bronkus, serta pengobatan

terhadap penyakit (keadaan) yang mengakibatkan insufisiensi

respirasi.Perawatan pasca trakeostomi besar pengaruhnya terhadap

kesuksesan tindakan dan tujuan akhir trakeostomi. Perawatan

 pasca trakeostomi yang baik meliputi pengisapan discharge,

 pemeriksaan periodik kanul dalam, humidifikasi buatan, perawatan luka operasi di stoma, pencegahan infeksi sekunder

dan jika memakai kanul dengan balon (cuff) yang high volume-

low pressure cuff .

Perawatan kanul trakea di rumah sakit dilakukan oleh

 paramedis yang terlatih dan mengetahui komplikasitrakeostomi(1), yang dapat disebabkan oleh alatnya sendiri maupun

akibat perubahan anatomis dan fisiologis jalan napas pascatrakeostomi.

Pasca trakeostomi kadang-kadang penderita pulang

dengan kanul trakea masih terpasang. Selama di rumah

 penderita harus dapat memeliharanya agar jalan napas tetaplancar dan tidak terjadi komplikasi akibat kanul trakea.

Untuk itu penderita harus mengetahui cara mengganti dan

membersihkan kanul trakea serta tersedianya alat-alat yang

diperlukan(2).

Berdasarkan permasalahan tersebut, akan diuraikancara perawatan mandiri pasca trakeostomi oleh penderita(3),

 petunjuk dokter atau paramedis yang perlu diberikan kepada penderita, cara membersihkan kanul dalam, mengganti kanultrakeostomi dan membersihkan discharge yang terjadi. Mudah-

mudahan informasi yang didapat dari kepustakaan ini berguna

untuk mengelola pasien pasca trakeostomi di rumah.

TRAKEOSTOMI

Istilah trakeotomi dan trakeostomi dengan maksudmembuat hubungan antara leher bagian anterior dengan lumen

trakea, sering saling tertukar. Definisi yang tepat untuktrakeotomi ialah membuat insisi pada trakea, sedang

trakeostomi ialah membuat stoma pada trakea.

PERUBAHAN-PERUBAHAN FISIOLOGIS AKIBAT

TRAKEOSTOMI

Di samping efek pada laring yang menyebabkan penderita

tidak dapat berbicara, trakeostomi juga meniadakan proses

 pemanasan dan pelembaban udara inspirasi. Perubahan inimenyebabkan gagalnya silia mukosa bronkus mengeluarkan

 partikel-partikel tertentu dari paru.  Discharge  trakea berkurang

dan menjadi kental, akhirnya terjadi metaplasia skuamosa pada

epitel trakea.

Trakeostomi memintas laring dan saluran napas bagianatas, karena itu mengurangi tahanan terhadap aliran udara,

terutama bila telah terjadi proses patologik yang menyebabkan penyempitan di daerah glotis. Trakeostomi mengurangi ruang

mati (dead space)  anatomik sampai 100 ml. Hal ini sangat penting bagi penderita dengan tidal volume  yang sangat

terbatas.

Trakeostomi dapat mengganggu gerakan pengangkatanlaring pada waktu menelan. Keadaan ini menyebabkan

 penderita enggan menelan dan sering tersedak karena aspirasi

ludah ke dalam laring dan trakea. Trakeostomi meniadakan

mekanisme filtrasi saluran napas bagian superior, mengurangiefektifitas refleks batuk, dan mengganggu gerakan penutupan

glotis hingga sering terjadi aspirasi ludah.

Bila digunakan kanul trakea yang memakai balon, tekanan balon pada dinding lateral trakea dapat menyebabkan hipoksi

epitel mukosa trakea. Epitel ini mudah terinfeksi hingga terjadi

erosi mukosa trakea.Bartlett dkk menyatakan dari hasil penyelidikannya bahwa

 pada trakea yang normal tidak terdapat bakteri. Pada discharge trakea penderita dengan trakeostomi sering ditemukan berbagai

koloni bakteri, yang sering ialah Pseudomonas aeruginosa 

dan kokus gram positif (4). Selanjutnya dikatakan, tidak adakorelasi antara bakteri dan flora saluran napas bagian atas

dengan bakteri dan flora trakea penderita; bakteri dan flora di

dalam trakea penderita berasal dari sumber-sumber lain, bukandari saluran napas bagian atas.

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 35

Page 158: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 158/319

PERAWATAN PASCA TRAKEOSTOMI

Adanya kanul di dalam trakea yang merupakan bendaasing akan merangsang pengeluaran discharge.  Discharge  ini

akan keluar bila penderita batuk, pada saat dilakukan

 pengisapan atau pada saat penggantian kanul.Pengeluaran discharge  dengan jalan membatukkan pada

 penderita dengan trakeostomi tidak seefektif pada orang

normal, karena penderita tidak dapat menutup glotis untuk

menghimpun tekanan yang tinggi(5)

, sehingga perlu dilakukan pengisapan. Beberapa jam pertama pasca bedah, dilakukan pengisapan discharge  tiap 15 menit, selanjutnya tergantung

 pada banyaknya discharge dan keadaan penderita. Pengisapandischarge  dilakukan dengan kateter pengisap yang steril dandisposable. Pada saat pengisap dimasukkan ke dalam trakea,

 jangan diberi tekanan negatif , begitu pula antara

 pengisapan harus diberi periode istirahat agar udara paru tidakterlalu banyak terisap, dengan demikian residual volume tidak

 banyak berkurang. Setelah ujung pengisap sampai di bronkus,

dilakukan pengisapan perlahan-lahan sambil memutar kanul

 pengisap. Jika kanul trakea mempunyai kanul dalam, kanul

dalamnya dikeluarkan terlebih dahulu. Kanul dalam ini harus

sering diangkat dan dibersihkan.Lore (1973) menganjurkan memakai pengisap terkecil yang

dapat melakukan pengisapan dengan adekuat, sedang

Feldman dan Crawley (1971) memakai kateter pengisap sterildan non traumatik yang penampangnya kurang dari separuh

 penampang trakea.

Sebelum melakukan pengisapan, sebaiknya penderitadiberi oksigen selama 2-3 menit. Bila didapatkan sekret yang

kental, teteskan larutan garam fisiologis terlebih dahulu.

Dengan adanya trakeostomi, fungsi humidifikasi yang

sebelumnya dilakukan oleh saluran napas bagian atas

menghilang. Untuk itu menggantikannya perlu dilakukanhumidifikasi buatan.

Cara-cara untuk humidifikasi udara inspirasi di antaranya

ialah:a). Condensor humidifier . Alat ini dipasang pada kanul

trakea. Pada waktu ekspirasi, uap air mengembun pada

lempeng-lempeng metal dari kondensor. Kekurangan alat ini

ialah jika terjadi penimbunan discharge  pada alat tersebutfungsinya akan berkurang. Alat ini harus diganti setiap 3 jam.

 b). Dengan melewatkan udara inspirasi melalui reservoir

 berisi air yang secara teratur dipanaskan dengan termostat. Alat

ini relatif lebih efisien. Bila penderita bernafas spontan,

campuran gas ditiupkan melalui suatu T-piece  atau melaluikotak plastik yang dilubangi.

c). Dengan menambahkan tetesan-tetesan air yang halus pada udara

inspirasi. Efektifitas tetesan ini tergantung pada jumlah tetesan dan

kelembaban relatif udara inspirasi. d). Secara sederhana humidifikasi dapat dikerjakan dengan

menaruh lembaran kasa yang telah dibasahi di depan mulutkanul. Kasa tersebut diikatkan pada leher dan harus diganti

sesering mungkin.

Bila kanul terbuat dari polivinil klorida atau dari silikon,

kanul ini diganti setiap 7 hari atau lebih cepat, karena lumennya

akan mengecil oleh timbunan krusta dan discharge.Sebelum mengangkat kanul, trakea dan daerah faring

diisap terlebih dahulu, setelah itu balon dikempiskan kemudian

kanul diangkat dan stoma dibersihkan dengan cepat. Kanul baru dipasang dengan mengarahkan ujungnya ke arah posterior

lebih dahulu kemudian ke arah kaudal. Kesalahan memasang

kanul dapat berakibat kanul terletak di dalam mediastinum.Bila diduga akan terjadi kesulitan pada pemasangan kanul

kembali, siapkan alat-alat untuk resusitasi, laringoskop dan

PET (pipa endo trakeal). Setelah penggantian kanul dilakukan

auskultasi paru untuk menyakini bahwa kedua paru samamengembang.

Bila digunakan kanul memakai balon (cuff), sebaiknya

dipilih balon yang bervolume besar dan bertekanan rendah.

Balon diisi dengan udara secukupnya agar menempel rapat pada dinding trakea, dan jumlah udara yang dimasukkan

dicatat.

Jika balon terlalu banyak diisi udara akan terjadi hal-halsebagai berikut: a). Iskemia dan nekrosis mukosa trakea. b).

 Nekrosis cincin-cincin tulang rawan trakea. c). Herniasi balon

 pada ujung kanul akan menyumbat jalan napas. d). Akan timbul

gangguan saat menelan.

Luka operasi pada stoma bila bersih cukup ditutup dengan

kasa steril, tetapi luka terinfeksi perlu dikultur dan uji kepekaandan diberikan antibiotika yang sesuai.

Akhirnya penderita diajari untuk merawat diri sendiri.

PERAWATAN MANDIRI PASCA TRAKEOSTOMI

Pasca trakeostomi penderita akan diberi petunjuk oleh

dokter atau paramedis perihal perawatan kanul trakeostomi.Petunjuk untuk penderita ini tergantung pada keadaan

 penderita saat dari rumah sakit.

Petunjuk umum

Belajarlah merawat sendiri kanul trakeostomi atastanggung jawab sendiri. Jika tergantung pada seseorang saat

melakukan hal itu, mungkin akan bermasalah. Peralatan

hendaknya tersedia setiap saat melakukan perawatan kanul;lakukan setiap hari seperti menyikat gigi atau menyisir rambut.

Kulit sekitar kanul dipelihara kebersihannya dengan air

sabun, menggunakan lap atau kasa perban. Krusta diangkat

dengan kapas aplikator yang dimasukkan ke dalam perhidrol.Pastikan tidak ada air memasuki stoma, dan hati-hati

membersihkan kulit di sekitar kanul.

Jika mengalami kesulitan bernapas atau pernapasan

menjadi berbunyi, mungkin telah terdapat krusta atau mukus di

dalam kanul. Angkatlah kanul dalam dan bersihkan.Jika ditemukan krusta dari mukus tebal yang sering

terbentuk di dalam kanul, paling baik membersihkannya

dengan memakai kasa basah di atas kanul. Jika udara rumah

kering, mungkin diperlukan pelembab (bukan vaporizer ).

Membersihkan kanul dalamAlat yang perlu disediakan ialah botol kecil, kasa perban,

 penjepit, panci bergagang, saringan, dan cairan penggosok

 perak.

Cara membersihkan kanul dalam, sebagai berikut: 1).

Buatlah larutan sabun di dalam botol. 2). Angkat kanul dalamdengan cara pertama-tama putar kait kecil pengunci kanul

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 200436 

Page 159: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 159/319

dalam dan kemudian tarik kanul dalam ke luar. 3). Cuci kanul

dalam dengan air dingin dan kemudian rendam untuk beberapamenit di dalam cairan sabun. 4). Bersihkan bagian dalam kanul

dalam dengan kasa yang salah satu ujungnya diikatkan pada

suatu tempat (Gb. 1). Gunakan penjepit untuk membantumenarik kasa melalui kanul. Tarik kanul dalam ke belakang, ke

depan dan seterusnya sekeliling kasa yang diikatkan sampai

 bagian dalam kanul dalam bersih. 5). Setelah kanul dalam

 bersih, cuci dengan baik memakai air dingin yang mengalir. 6).Jika kanul dari perak telah memudar, rendam di dalam cairan

 pembersih perak untuk beberapa menit, kemudian

 bersihkan dan cuci. 7). Goyangkan kanul dalam untuk

mengangkat tetesan air. Masukkan kanul dalam ke tempatnyadan putar kait kecil pengunci untuk mengunci pada tempatnya.

8). Minimal sekali sehari didihkan kanul dalam setelah

dibersihkan.

Gambar 1. Pembersihan kanul dalam

Merebus kanul dalam

Tahapan untuk merebus kanul dalam ialah : 1). Tempatkan

kanul dalam bersih pada saringan dan tempatkan saringan pada panci bergagang (Gb.2a). 2). Isi panci dengan air

secukupnya untuk merendam kanul dalam (Gb. 2b). 3). Setelah

air mendidih, didihkan kanul dalam selama 5 menit. 4). Angkatsaringan dari panci bergagang, tuangkan air dari panci, dan

tempatkan kembali saringan dalam panci. 5). Biarkan kanul

dalam dingin untuk beberapa menit sebelum dimasukkan ke

dalam kanul luar (Gb. 2).

Gambar 2. Cara sterilisasi kanul dalam

Logam bahan pada kanul perak sangat lunak, oleh karena

itu dapat tergores atau bengkok dengan mudah, oleh karena itu

tidak boleh dicoba untuk digores; krusta dapat diangkat dengan

merendamnya. Tidak boleh digunakan penggosok kasar untukmembersihkan kanul dalam. Biasanya, kanul dalam dan luar

dibuat secara spesifik agar cocok satu dengan yang lain, bahkan

kanul dalam tidak akan saling tertukar dengan yang lain. Kanul

 plastik dapat dibersihkan dan dididihkan dengan cara yangsama seperti halnya kanul perak.

Cara mengganti kanul trakeostomiPetunjuk khusus dari dokter dan perawat diperlukan

sebelum penderita mengganti kanul trakeostominya. Adanya

lubang pada anterior leher yang secara langsung berhubungandengan trakea, menyebabkan kanul trakeostomi dapat

dimasukkan dengan mudah.

Untuk mengangkat kanul trakeostomi, pita trakeostomidibuka lebih dahulu, pelindung atau permukaan lempeng kanul

trakeostomi dipegang dengan ibu jari dan jari telunjuk,

kemudian ditarik ke arah anterior dan posterior. Kanul harus bersih dengan pita trakeostomi telah terpasang, dan siap untuk

dimasukkan sebelum pengangkatan kanul trakeostomi. Salep

dioleskan sangat tipis pada permukaan luar kanul trakeostomiuntuk mempermudah memasukkannya. Pita trakeostomi yang

digunakan pada kanul dapat satu atau dua untai (Gb. 3).

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 37 

Page 160: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 160/319

 

Gambar 3. Cara penggantian kanul trakeostomi

Pada saat memasukkan kanul trakeostomi, penderita

melihatnya melalui cermin dan pegang tiap sisi lempeng permukaan kanul dengan ibu jari dan jari telunjuk. Kanul

trakeostomi akan meluncur ke dalam dengan tekanan ke arah

dalam secara halus. Di samping itu, hal yang penting ialah bahwa kanul dimasukkan segera setelah kotoran yang melekat

 pada kanul dibersihkan.

Setelah kanul trakeostomi terpasang di tempatnya dan pita

trakeostomi diikat, tempatkan kasa di atas kanul.

Cara menghisap

Banyaknya discharge  mukus bervariasi. Mukus ini

akan meningkat jumlahnya jika penderita dingin, jika udaradalam rumah kering, atau jika kanul teriritasi. Penghisapan

mungkin diperlukan untuk mengontrol mukus.

Mesin penghisap yang mudah dibawa dapat dipinjam dari

rumah sakit dengan petunjuk penggunaannya. Kateter karettidak boleh dimasukkan sampai melewati ujung dalam kanul

trakeostomi, kecuali jika ada instruksi khusus untuk

melakukannya dari dokter. Jika mesin penghisap tidak didapat,semprit steril atau kateter yang dapat dibeli di toko obat atau

apotik bisa digunakan sebagai penghisap.

Cara melakukan : 1). Siapkan alat-alat. 2). Pegang kateter

dengan salah satu tangan dan balon karet pada semprit dengantangan yang lain. 3). Tekan balon karet sebelum kateter

dimasukkan ke dalam kanul trakeostomi, untuk mengeluarkan

udara di dalamnya. 4). Lepaskan balon karet, mukus akanterhisap ke dalam kateter dan semprit. 5). Bersihkan alat-alat

dengan air sabun. Peralatan tersebut sering dididihkan untuk

memelihara kebersihannya (Gb.4).

4” X 4 “

gauze pad

Gambar 4. Cara penghisapan discharge

Cara membuat kain alas di dada

Penderita mungkin perlu memakai kain kasa alas di dada di

 bawah kanul trakeostomi, khususnya bila terdapat drainasesekitar kanul. Gb. 5  dan 6 menunjukkan cara membuat dan

menggunakan alas di dada. Alas dada dari kasa trakeostomisteril mungkin tersedia dari pusat sterilisasi rumah sakit.

Cara membuat alas dada untuk dipakai di bawah kanul

trakeostomi ialah sebagai berikut : 1). Potong satu lembar kasa

membentuk segi empat dengan ukuran 16 x 17 inci. 2). Lipat 1inci pada tepi atas dan bawah. 3). Lipat 4 inci kasa pada tiap

sisi. 4). Lipat 2 kali untuk mengurangi lebar menjadi 4 inci.

Tempatkan 2 buah pita yang panjangnya 5 inci atau kasa yang

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 200438 

Page 161: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 161/319

dipotong tepi lipatan pada bagian tepi atas separuh lipatan

kasa dan setik silang bagian atas untuk mengkokohkan pita pada tempatnya. 5). Pakaikan kasa trakeostomi alas dada,

masukkan pita atau tali pengikat pada tepi bagian atas dari

 bawah pita trakeostomi alas dada tiap sisi kanul trakeostomi. 6).Lipat tali pengikat atau pita dari alas dada di atas pita

trakeostomi dan lipat kasa ke atas. Pastikan tali pengikat pada

 permukaan depan alas dada dengan peniti kecil yang aman

(Gb.5).

Gambar 5. Cara membuat alas trakeostomi

Cara lain untuk membuat alas dada trakeostomi lebih

mudah tetapi sedikit lebih mahal.Sebuah kasa 4 x 4 atau dua buah kasa 2 x 2 diperlukan

untuk tiap alas dada. 1). kasa 4 x 4 inci. 2). kasa 4 x 4 inciyang tidak terlipat. 3). kasa 2 x 2 inci telah dibuat denganmelipat kasa dua kali. Jika kasa tidak terlipat, panjangnya 6 inci.

Dua kasa tidak terlipat 2 x 2 inci dipakaikan. Satu tiap tepi dari

kasa terbuka 4x 4 inci. 4). Kasa 2x2 inci telah disetik padatempat dan dimasukkan di bawah pita trakeostomi pada tiap sisi

kanul trakeostomi. Kasa 2 x 2 inci kemudian dilipat ke bawah di

atas pita trakeostomi. 5). Kasa 4 x 4 inci telah dilipat ke atas. Kasa

2 x 2 inci dapat dipeniti di bagian dalam (Gb. 6).

Gambar 6. Cara lain membuat alas dada dipakai di bawah kanul

trakeostomi

RINGKASANTrakeostomi ialah operasi membuat jalan udara melalui

leher langsung ke trakea untuk mengatasi afiksi jika ada gangguan

lalulintas udara pernafasan. Perawatan pasca trakeostomi besar

 pengaruhnya terhadap keberhasilan tujuan akhir trakeostomi.

Pasca trakeostomi kadang-kadang penderita pulang dari

rumah sakit dengan kanul trakea masih terpasang. Selama dirumah penderita harus dapat memelihara kanul trakea. Dokter atau

 paramedis perawatan harus memberikan petunjuk perihal perawatan kanul trakea. Petunjuk ini tergantung pada keadaan

 penderita saat pulang dari rumah sakit. Perawatan trakeostomi

mandiri meliputi petunjuk umum, cara membersihkan kanul

trakea, merebus kanul dalam, mengganti kanul, menghisap

discharge, dan cara membuat kain alas dada untuk trakeostomi.

KEPUSTAKAAN

1. Adams GL, Boies LR, Paparella MM. Tracheostomy. In :Boies's

Fundamentals of Otolaryngology. A Textbook of ear, nose and throat

diseases, 5th ed. Tokyo : Igaku Shoin Ltd., 1978 ; 705-17.

2. Bireell JF, Me Dowall GD, Me Klay K, Me Kailum JR, Maran AGD.Tracheostomy. In : Logan Turner's Diseases of the nose, throat and ear.

5th ed. Bristol : John Wright and Sons Ltd, 1977 ; 1567-73.

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 39

Page 162: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 162/319

3. Conway WA, Victor LD, Magilligon DJ, Fujita S, Zorick FJ, Roth T.

Adverse effects of tracheostomy for sleep apnea. JAMA 1981; 246 : 347-

50.

4. Davies J. Embriology and anatomy of the larynx, respiratory apparatus ,diaphragma and esophagus. In: Paparella, Shumrick (eds). Otolaryngo-

logy. Vol. 1. Basic sciences and related disciplines. Philadelphia : WB

Saunders Co, 1973.

5. Evans JNG, Tood GB. Laryngo-tracheoplasty. J Laryngol Otol 1974 ; 88 :

589-97.6. Feldman SA, Crawley BE. Tracheostomy and artificial ventilation in the

treatment of respiratory failure, 2nd 

 ed. London : Edward Arnold Ltd,1971 : 31-61.

7. Galood HD, Toledo PS. Comparison of five type of tracheostomy tubes inthe intubated trachea. Ann Otol 1978 ; 87 : 99-108.

8. Lee KJ. The Otolaryngology board. A preparation guide. New York :

Medical Examination Publ. Co. Inc, 1973 : 170-96.

9. Lore JM. An atlas of head and neck surgery. Vol II, 2nd  ed. Philadelphia :WB Saunders Co. 1973 ; 688-708.

10. Lulenski GC. Long term tracheal dimensions after flap tracheostomy.

Arch Otolaryng 1981 ; 107 : 114-6.

11. Lulenski GC, Batsakis JC. Tracheal incision as a contributing factor to

tracheal stenosis. An experimental study, Ann Otol 1975 ; 84 : 781-6.

12. Montgomery WW. Silicone tracheal canula. Ann Otol 1980; 89 : 521-8.

13. Montgomery WW. Manual for care of Montgomery silicone tracheal T-

tube. Ann Otol 1980; 89 (suppl 73): 1-7.

14. Natvig K, Olving JH. Tracheal changes in relation to differenttracheostomy technique (An experimental study on rabbits). J Laryngol

Otol 1981; 95: 61-8.

15. Paparella MM, Shumrick DA, (eds). Otolaryngology, vol I. Basic sciences and related

disciplines. Philadelphia: WB Saunders, 1973.

16. Putney FJ. Complications and postoperative care after tracheostomy. ArchOtolaryngol. 1955; 62 : 272-6.

17. Shapiro RS, Martin WM. Long custom made plastic tracheostomy tube insevere tracheomalacia. Laryngoscope 1981; 91: 355-61.

18. Steel PM, Evans CC. Physiology of the larynx and tracheobronchial tree.In : Ballantyne, Grooves, (eds). Scott-Brown's diseases of the ear, nose

and throat.. 4th  ed. Vol I. Basic sciences. London : Butterworths, 1979 ;

433-75.

19. Wright D. Tracheostomy and laryngotomy. In: Ballantyne J, (ed).Operative Surgery. Fundamental international techniques. Nose and

throat. 3rd  ed. London : Butterworths, 1976 ; 242-8.

20. Siregar Z. Krikotirotomi. Skripsi di Bagian THT/RSCM. 19 September

1981.

Redaksi Mengucapkan Selamat

atas diselenggarakannya :

PIT XIV POGI 

“Meningkatkan Profesionalisme Berlandaskan Etika Melalui

Kerjasama ntar Pusat Pendidikan Obstetri dan Ginekologi

dalam Era Pasar Bebas”,

Bandung, 13 – 15 Juli 2004

 Website : http://www.obgyn-bandung.org

Redaksi CDK

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 200440

Page 163: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 163/319

 

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Vertigo Aspek Neurologi

Budi Riyanto Wreksoatmodjo

 Rumah Sakit Marzuki Mahdi, Bogor, Indonesia

PENDAHULUAN

Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam

 praktek; yang sering digambarkan sebagai rasa berputar, rasaoleng, tak stabil (giddiness, unsteadiness)  atau rasa pusing

(dizziness); deskripsi keluhan tersebut penting diketahui agartidak dikacaukan dengan nyeri kepala atau sefalgi, terutamakarena di kalangan awam kedua istilah tersebut (pusing dan

nyeri kepala) sering digunakan secara bergantian.

Vertigo – berasal dari bahasa Latin vertere  yang artinya

memutar – merujuk pada sensasi berputar sehingga meng-ganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan

oleh gangguan pada sistim keseimbangan.

SISTIM KESEIMBANGANManusia, karena berjalan dengan kedua tungkainya, relatif

Gambar 1. Bagan Sistim Keseimbangan Manusia 

kurang stabil dibandingkan dengan makhluk lain yang berjalan

dengan empat kaki, sehingga lebih memerlukan informasi

 posisi tubuh relatif terhadap lingkungan, selain itu diper-lukan juga informasi gerakan agar dapat terus beradaptasi

dengan perubahan sekelilingnya.Informasi tersebut diperoleh dari sistim keseimbangan

tubuh yang melibatkan kanalis semisirkularis sebagai reseptor,

serta sistim vestibuler dan serebelum sebagai pengolah infor-

masinya; selain itu fungsi penglihatan dan proprioseptif juga

 berperan dalam memberikan informasi rasa sikap dan gerakanggota tubuh.

Sistim tersebut saling berhubungan dan mempengaruhi

untuk selanjutnya diolah di susunan saraf pusat (Gb.1) .

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 41

Page 164: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 164/319

PATOFISIOLOGI

Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alatkeseimbangan tubuh yang mengakibatkan ketidakcocokan

antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa yang

dipersepsi oleh susunan saraf pusat.

Cermin Dunia Kedokt 42

 

eran No. 144, 2004

Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian

tersebut :

1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)

Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularissehingga fungsinya terganggu; akibatnya akan timbul vertigo,

nistagmus, mual dan muntah.

2. Teori konflik sensorikMenurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik

yang berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara

mata/visus, vestibulum dan proprioseptik, atau ketidak-seimbangan/asimetri masukan sensorik dari sisi kiri dan kanan.

Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan

sensorik di sentral sehingga timbul respons yang dapat berupa

nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan

(gangguan vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar

(yang berasal dari sensasi kortikal).Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih

menekankan gangguan proses pengolahan sentral sebagai

 penyebab.3. Teori neural mismatch 

Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik;

menurut teori ini otak mempunyai memori/ingatan tentang polagerakan tertentu; sehingga jika pada suatu saat dirasakan

gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah

tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom.(Gb.2)

Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-

ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala.

Gambar 2. Skema teori Neural Mismatch

4. Teori otonomik

Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf

otonom sebaga usaha adaptasi gerakan/perubahan posisi; gejalaklinis timbul jika sistim simpatis terlalu dominan, sebaliknya

hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan (Gb. 3). 

5. Teori neurohumoralDi antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin

(Kohl) dan terori serotonin (Lucat) yang masing-masing

menekankan peranan neurotransmiter tertentu dalam mem-

 pengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya

gejala vertigo.

 Normal Motion Sickness Adapted   

Gambar 3. Keseimbangan Sistim Simpatis dan Parasimpatis

Keterangan :

SYM : Sympathic Nervous System, PAR : Parasympathic Nervous System

6. Teori sinap

Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang

meninjau peranan neurotransmisi dan perubahan-perubahan

 biomolekuler yang terjadi pada proses adaptasi, belajar dandaya ingat.

Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan memicusekresi CRF (corticotropin releasing factor); peningkatan

kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf

simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi

 berupa meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik.

Teori ini dapat menerangkan gejala penyerta yang seringtimbul berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo

akibat aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala

mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat

dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis.

TATALAKSANA PENDERITA VERTIGO 

Seperti diuraikan di atas vertigo bukan suatu penyakittersendiri, melainkan gejala dari penyakit yang letak lesi dan

 penyebabnya berbeda-beda. (Skema)  Oleh karena itu, pada

setiap penderita vertigo harus dilakukan anamnesis dan

 pemeriksaan yang cermat dan terarah untuk menentukan bentuk vertigo, letak lesi dan penyebabnya.

Skema Klasifikasi Vertigo

Mismatch Signal

 Neural

Store

Comparator

Unit

Sensory input (Rangsangan gerakan)

SYMPAR 

SYM

PAR SYM

PAR 

Psikogenik Sindrom Fobia

Sentral

Patologik Vertigo

BPPH

Perifer

Fisiologik Ketinggian,

Mabuk Udara

Meniere

Infeksi TraumaIskemi

Page 165: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 165/319

ANAMNESIS

Pertama-tama ditanyakan bentuk vertigonya: melayang,goyang, berputar, tujuh keliling, rasa naik perahu dan

sebagainya.

Perlu diketahui juga keadaan yang memprovokasitimbulnya vertigo: perubahan posisi kepala dan tubuh,

keletihan, ketegangan.

Profil waktu: apakah timbulnya akut atau perlahan-lahan,

hilang timbul, paroksimal, kronik, progresif atau membaik.Beberapa penyakit tertentu mempunyai profil waktu yangkarakteristik (Gambar 4)(6, 7). 

Apakah juga ada gangguan pendengaran yang biasanya

menyertai/ditemukan pada lesi alat vestibuler atau n.vestibularis.

Penggunaan obat-obatan seperti streptomisin, kanamisin,

salisilat, antimalaria dan lain-lain yang diketahuiototoksik/vestibulotoksik dan adanya penyakit sistemik seperti

anemi, penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru

 juga perlu ditanyakan. Juga kemungkinan trauma akustik.

Gambar 4. Profil waktu serangan Vertigo pada beberapa penyakit

PEMERIKSAAN FISIKDitujukan untuk meneliti faktor-faktor penyebab, baik

kelainan sistemik, otologik atau neurologik – vestibuler atau

serebeler; dapat berupa pemeriksaan fungsi pendengaran dan

keseimbangan, gerak bola mata/nistagmus dan fungsi

serebelum.Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo adalah untuk

menentukan penyebab; apakah akibat kelainan sentral – yang

 berkaitan dengan kelainan susunan saraf pusat – korteksserebri, serebelum,batang otak, atau berkaitan dengan sistim

vestibuler/otologik; selain itu harus dipertimbangkan pula

faktor psikologik/psikiatrik yang dapat mendasari keluhan

vertigo tersebut.Faktor sistemik yang juga harus dipikirkan/dicari antara

lain aritmi jantung, hipertensi, hipotensi, gagal jantung

kongestif, anemi, hipoglikemi.

Dalam menghadapi kasus vertigo, pertama-tama harusditentukan bentuk vertigonya, lalu letak lesi dan kemudian

 penyebabnya, agar dapat diberikan terapi kausal yang tepat dan

terapi simtomatik yang sesuai.

Pemeriksaan Fisik Umum

Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab

sistemik; tekanan darah diukur dalam posisi berbaring,dudukdan berdiri; bising karotis, irama (denyut jantung) dan pulsasinadi perifer juga perlu diperiksa.

Pemeriksaan Neurologis

Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian

khusus pada:

1. Fungsi vestibuler/serebeler

a. Uji Romberg (Gb. 5) : penderita berdiri dengan keduakaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua mata terbuka

kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30

detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapatmenentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya

atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata

tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah

kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan penderitatetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita

akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata

tertutup.

Gambar 5. Uji Romberg

 b. Tandem Gait: penderita berjalan lurus dengan tumit kaki

kiri/kanan diletakkan pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti

 berganti.Pada kelainan vestibuler perjalanannya akan menyimpang, dan

 pada kelainan serebeler penderita akan cenderung jatuh.

c. Uji Unterberger.Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan

 jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin

selama satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita

akan menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan sepertiorang melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah

lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi

lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai

nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 43

Page 166: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 166/319

 

Gambar 6. Uji Unterberger

d. Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany)(Gb. 7) 

Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan,

 penderita disuruh mengangkat lengannya ke atas, kemudian

diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Halini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup.

Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan

lengan penderita ke arah lesi.

Gambar 7. Uji Tunjuk Barany 

e. Uji Babinsky-Weil (Gb. 8)

Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima

langkah ke depan dan lima langkah ke belakang seamasetengah menit; jika ada gangguan vestibuler unilateral, pasien

akan berjalan dengan arah berbentuk bintang.

Gambar 8. Uji Babinsky Weil

Pemeriksaan Khusus Oto-Neurologis(8,9)

Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak

lesinya di sentral atau perifer.

1. Fungsi Vestibuler

a. Uji Dix Hallpike (Gb. 9) 

Perhatikan adanya nistagmus; lakukan uji ini ke kanan dan kiri

Ke ala utar ke sam in 

Secara cepat gerakkan pasien ke belakang (dari posisi duduk ke

 posisi terlentang)

Kepala harus menggantung ke bawah dari meja periksa

Gambar 9. Uji Dix-Hallpike

44 Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004

Page 167: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 167/319

Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaring-

kan ke belakang dengan cepat, sehingga kepalanya meng-gantung 45º di bawah garis horisontal, kemudian kepalanya

dimiringkan 45º ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul

dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini dapatdibedakan apakah lesinya perifer atau sentral.

Perifer (benign positional vertigo): vertigo dan nistagmus

timbul setelah periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu

kurang dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tesdiulang-ulang beberapa kali ( fatigue).Sentral: tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo ber-

langsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap

seperti semula (non-fatigue). b. Tes Kalori

Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30º, sehingga

kanalis semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Keduatelinga diirigasi bergantian dengan air dingin (30ºC) dan air

hangat (44ºC) masing-masing selama 40 detik dan jarak setiap

irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul dihitung lamanya sejak

 permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus tersebut (normal

90-150 detik).

Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional preponderance  ke kiri atau ke kanan.Canal

 paresis  ialah jika abnormalitas ditemukan di satu telinga, baik

setelah rangsang air hangat maupun air dingin, sedangkandirectional preponderance  ialah jika abnormalitas ditemukan

 pada arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga. 

Canal paresis menunjukkan lesi perifer di labirin atau n.VIII, sedangkan directional preponderance menunjukkan lesi

sentral.

c. Elektronistagmogram

Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan

tujuan untuk merekam gerakan mata pada nistagmus, dengandemikian nistagmus tersebut dapat dianalisis secara kuantitatif.

 2. Fungsi Pendengaran

a. Tes garpu tala

Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan

tuli perseptif, dengan tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach.

Pada tuli konduktif tes Rinne negatif, Weber lateralisasike sisi yang tuli, dan Schwabach memendek.

 b. Audiometri

Ada beberapa macam pemeriksaan audiometri seperti Loudness Balance Test, SISI, Bekesy Audiometry, Tone Decay.

Pemeriksaan saraf-saraf otak lain meliputi: acies visus,kampus visus, okulomotor, sensorik wajah, otot wajah,

 pendengaran, dan fungsi menelan. Juga fungsi motorik

(kelumpuhan ekstremitas),fungsi sensorik (hipestesi, parestesi)

dan serebeler (tremor, gangguan cara berjalan).

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium rutin atas darah dan urin, dan pemeriksaan lain sesuai indikasi.

2. Foto Rontgen tengkorak, leher, Stenvers (pada neurinoma

akustik).3. Neurofisiologi:Elektroensefalografi(EEG),Elektromiografi

(EMG), Brainstem Auditory Evoked Pontential (BAEP). 

4. Pencitraan: CT Scan, Arteriografi,  Magnetic Resonance

 Imaging (MRI).

TERAPI

Tujuan pengobatan vertigo, selain kausal (jika ditemukan penyebabnya), ialah untuk memperbaiki ketidak seimbangan

vestibuler melalui modulasi transmisi saraf; umumnya

digunakan obat yang bersifat antikolinergik. (Tabel 3).

Tabel 3. Obat-obatan yang digunakan pada terapi simptomatik vertigo

(sedatif vestibuler)

Nama Generik Nama

Dagang

Lama

Kerja

(jam)

Dosisi Dewasa Tingkat

Sedasi

Rute

Lain

Cyclizine Marezine 4 - 6 50 mg 4 dd + imDimenhydrinate Dramamine 4 - 6 25-50 mg 4 dd ++ im,iv,recDiphen-

hydramine

Benadryl 4 - 6 25-50 mg 4 dd ++

Meclizine Bonine,

Antivert

12-24 12,5-25 mg

2-3 dd

+ im, iv

Promethazine Phenergan,Avopreg

4 - 6 25 mg 4 dd ++ -

Scopolamine Transderm

Scop

72 0,5 mg 1 dd + im,iv,rec

Holopon - 0,5 mg 3 dd +

Hydroxyzine Iterax,

Bestalin

4 - 6 25-100 mg 3 dd ++ sc, iv

Ephedrine 4 – 6 25 mg 4 dd 0Cinnarizine Stugeron 25-50 mg 3 dd + im

Flunarizine Sibelium 5 mg 2 dd + imHyoscine Buscopan 10-20 mg 3-4 dd 0 -Betahistin Hyscopan 6-12 mg 3 dd 0 -

Merislon6 mg

8-16 mg 3 dd 0 -

Betaserc8 mg

-

Selain itu dapat dicoba metode Brandt-Daroff sebagai upaya

desensitisasi reseptor semisirkularis (Gambar 9).

Gambar 9.

Pasien duduk tegak di tepi tempat tidur dengan tungkai

tergantung; lalu tutup kedua mata dan berbaring dengan cepatke salah satu sisi tubuh, tahan selama 30 detik, kemudianduduk tegak kembali. Setelah 30 detik baringkan tubuh dengan

cara yang sama ke sisi lain, tahan selama 30 detik, kemudian

duduk tegak kembali.

Latihan ini dilakukan berulang (lima kali berturut-turut) pada pagi dan petang hari sampai tidak timbul vertigo lagi.

Latihan lain yang dapat dicoba ialah latihan visual-vestibular;

 berupa gerakan mata melirik ke atas, bawah, kiri dan kanan me

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 45

Page 168: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 168/319

ngikuti gerak obyek yang makin lama makin cepat; kemudian

diikuti dengan gerakan fleksi–ekstensi kepala berulang denganmata tertutup, yang makin lama makin cepat.

Terapi kausal tergantung pada penyebab yang (mungkin)

ditemukan.Beberapa penyebab vertigo yang sering ditemukan antara

lain:

Benign paroxysmal positional vertigoDianggap merupakan penyebab tersering vertigo;

umumnya hilang sendiri (self limiting)  dalam 4 sampai 6

minggu.

Saat ini dikaitkan dengan kondisi otoconia (butir kalsium

di dalam kanalis semisirkularis) yang tidak stabil.Terapi fisik dan manuver Brandt-Daroff dianggap lebih

efektif daripada medikamentosa.

Penyakit Meniere

Dianggap disebabkan oleh pelebaran dan ruptur periodik

kompartemen endolimfatik di telinga dalam; selain vertigo, biasanya disertai juga dengan tinitus dan gangguan pen-

dengaran.Belum ada pengobatan yang terbukti efektif; terapi

 profilaktik juga belum memuaskan; tetapi 60-80 % akan remisi

spontan.Dapat dicoba pengggunaan vasodilator, diuretik ringan

 bersama diet rendah garam; kadang-kadang dilakukan tindakan

operatif berupa dekompresi ruangan endolimfatik dan pe-

motongan n.vestibularis.Pada kasus berat atau jika sudah tuli berat, dapat dilakukan

labirintektomi atau merusak saraf dengan instilasiaminoglikosid ke telinga dalam (ototoksik lokal).

Pencegahan antara lain dapat dicoba dengan menghindari

kafein, berhenti merokok, membatasi asupan garam.

Obat diuretik ringan atau antagonis kalsium dapatmeringankan gejala.

Simtomatik dapat diberi obat supresan vestibluer.

Neuritis vestibularis

Merupakan penyakit yang self limiting, diduga disebabkanoleh infeksi virus; jika disertai gangguan pendengaran disebut

labirintitis.

Sekitar 50% pasien akan sembuh dalam dua bulan.Di awal sakit, pasien dianjurkan istirahat di tempat tidur,

diberi obat supresan vestibuler dan anti emetik. Mobilisasi dini

dianjurkan untuk merangsang mekanisme kompensasi sentral.

Vertigo akibat obat

Beberapa obat ototoksik dapat menyebabkan vertigo yangdisertai tinitus dan hilangnya pendengaran.Obat-obat itu antara

lain aminoglikosid, diuretik loop, antiinflamasi nonsteroid,

derivat kina atau antineoplasitik yang mengandung platina..Streptomisin lebih bersifat vestibulotoksik, demikian juga

gentamisin; sedangkan kanamisin, amikasin dan netilmisin

lebih bersifat ototoksik.

Antimikroba lain yang dikaitkan dengan gejala vestibulerantara lain sulfonamid, asam nalidiksat, metronidaziol danminosiklin.

Terapi berupa penghentian obat bersangkutan dan terapi

fisik; penggunaan obat supresan vestibuler tidak dianjurkankarena jusrtru menghambat pemulihan fungsi vestibluer.

Obat penyekat alfa adrenergik, vasodilator dan

antiparkinson dapat menimbulkan keluhan rasa melayang yangdapat dikacaukan dengan vertigo.

RINGKASAN

Vertigo merupakan keluhan yang dapat dijumpai dalam

 praktek, umumnya disebabkan oleh kelainan /gangguan fungsialat-alat keseimbangan, bisa alat dan saraf vestibuler, koor-

dinasi gerak bola mata (di batang otak) atau serebeler.

Penatalaksanaan berupa anamnesis yang teliti untukmengungkapkan jenis vertigo dan kemungkinan penyebabnya;

terapi dapat menggunakan obat dan/atau manuver-manuver

tertentu untuk melatih alat vestibuler dan/atau menyingkirkanotoconia ke tempat yang stabil; selain pengobatan kausal jika

 penyebabnya dapat ditemukan dan diobati.

KEPUSTAKAAN

1. Andradi S. Aspek Neurologi dari Vertigo. Monograf. tanpa tahun,2. Harahap TP, Syeban ZS. Vertigo ditinjau dari segi neurologik.

Monograf, tanpa tahun.3. Joesoef AA. Tinjauan umum mengenai vertigo. Dalam: Joesoef AA,

Kusumastuti K.(eds.). Neurootologi klinis:Vertigo. Kelompok Studi

Vertigo Perdossi, 2002. hal.xiii-xxviii.

4. Makalah lengkap Simposium dan Pelatihan Neurotologi. 24 Juli 2001

5. Mengenal Pusing dalam Praktek Umum. Seri edukasi, Duphar, tanpatahun.

6. Sedjawidada R. Patofisiologi Tinitus dan Vertigo. Dalam: Simposium

Tinitus dan Vertigo. Perhimpunan Ahli Telinga Hidung dan Tenggorok

Indonesia cabang DKI Jakarta, 14 Desember 1991.

7. Vertigo. Patofisiologi, Diagnosis dan Terapi. Kelompok Studi Vertigo,

Perdossi,1999. 

Every true genius must be natural or it is none(Schiller)

46 Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004

Page 169: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 169/319

 

PRESENTASI KASUS

Terapi kupunktur

untuk Vertigo

Prasti Pirawati, L. Yvonne Siboe

 Departemen Akupunktur Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo,

 Jakarta

ABSTRAK

Vertigo merupakan kasus yang sering terjadi, tergolong sebagai salah satu bentuk

gangguan keseimbangan atau gangguan orientasi ruangan. Gejalanya menyebabkan pasien takut dan cemas, dan sangat mengganggu aktivitas sehari-hari. Pengobatan

vertigo secara konvensional dengan obat-obatan kadang-kadang kurang berhasil.Berikut dilaporkan kasus vertigo pada seorang wanita 50 tahun, diterapi dengan

akupunktur dan menunjukkan hasil memuaskan.

PENDAHULUAN

Vertigo dapat digolongkan sebagai salah satu bentuk

gangguan keseimbangan atau gangguan orientasi di ruangan (1) 

Istilah yang sering digunakan oleh awam adalah: puyeng,

sempoyongan, mumet, pusing, pening, tujuh keliling, rasa

mengambang, kepala terasa enteng, rasa melayang (1).Vertigo perlu dipahami karena merupakan keluhan nomer

tiga paling sering dikemukakan oleh penderita yang datang ke

 praktek umum, bahkan orang tua usia sekitar 75 tahun, 50 %

datang ke dokter dengan keluhan vertigo(2) .

DEFINISI

Perkataan vertigo berasal dari bahasa Yunani vertere yangartinya memutar (2).

Pengertian vertigo adalah : sensasi gerakan atau rasa gerak

dari tubuh atau lingkungan sekitarnya, dapat disertai gejala

lain, terutama dari jaringan otonomik akibat gangguan alatkeseimbangan tubuh (2).

Vertigo mungkin bukan hanya terdiri dari satu gejala pusingsaja, melainkan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari

gejala somatik (nistagmus, unstable), otonomik (pucat, peluhdingin, mual, muntah) dan pusing (2). 

KLASIFIKASI

Berdasarkan gejala klinisnya, vertigo dapat dibagi atas

 beberapa kelompok (2):

1. Vertigo paroksismal

2. Vertigo kronis3. Vertigo yang serangannya mendadak/akut, kemudian

 berangsur-angsur mengurang.

Vertigo paroksismal

Yaitu vertigo yang serangannya datang mendadak, ber-langsung beberapa menit atau hari, kemudian menghilang

sempurna; tetapi suatu ketika serangan tersebut dapat muncul

lagi. Di antara serangan, penderita sama sekali bebas keluhan.

Vertigo jenis ini dibedakan menjadi :1. Yang disertai keluhan telinga :

Termasuk kelompok ini adalah : Morbus Meniere,

Arakhnoiditis pontoserebelaris, Sindrom Lermoyes,Sindrom Cogan, tumor fossa cranii posterior, kelainan

gigi/ odontogen.

2. Yang tanpa disertai keluhan telinga; termasuk di sini

adalah :Serangan iskemi sepintas arteria vertebrobasilaris, Epilepsi,

Migren ekuivalen, Vertigo pada anak (Vertigo deL’enfance), Labirin picu (trigger labyrinth). 

3. Yang timbulnya dipengaruhi oleh perubahan posisi, ter-masuk di sini adalah :

- Vertigo posisional paroksismal laten,

- Vertigo posisional paroksismal benigna.

Vertigo kronis

Yaitu vertigo yang menetap, keluhannya konstan tanpa

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004  47 

Page 170: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 170/319

serangan akut, dibedakan menjadi:

1. Yang disertai keluhan telinga :Otitis media kronika, meningitis Tb, labirintitis kronis, Lues

serebri, lesi labirin akibat bahan ototoksik, tumor

serebelopontin.2. Tanpa keluhan telinga :

Kontusio serebri, ensefalitis pontis, sindrom pasca komosio,

 pelagra, siringobulbi, hipoglikemi, sklerosis multipel,

kelainan okuler, intoksikasi obat, kelainan psikis, kelainankardiovaskuler, kelainan endokrin.

3. Vertigo yang dipengaruhi posisi :

- Hipotensi ortostatik

- Vertigo servikalis.

Vertigo yang serangannya mendadak/akut, berangsur-

angsur mereda , dibedakan menjadi :

1. Disertai keluhan telinga :

Trauma labirin, herpes zoster otikus, labirintitis akuta, perdarahan labirin, neuritis n.VIII, cedera pada auditiva

interna/arteria vestibulokoklearis.

2. Tanpa keluhan telinga : Neuronitis vestibularis, sindrom arteria vestibularis anterior,

ensefalitis vestibularis, vertigo epidemika, sklerosis multi-

 pleks, hematobulbi, sumbatan arteria serebeli inferior posterior.

Ada pula yang membagi vertigo menjadi(3) :

1. Vertigo Vestibuler: akibat kelainan sistem vestibuler.

2. Vertigo Non Vestibuler: akibat kelainan sistem somato-

sensorik dan visual.

ETIOLOGI

1. Penyakit Sistem Vestibuler Perifer :a. Telinga bagian luar : serumen, benda asing.

 b. Telinga bagian tengah: retraksi membran timpani,

otitis media purulenta akuta, otitis media dengan efusi,

labirintitis, kolesteatoma, rudapaksa dengan per-darahan.

c. Telinga bagian dalam: labirintitis akuta toksika,

trauma, serangan vaskular, alergi, hidrops labirin

(morbus Meniere ), mabuk gerakan, vertigo postural.d. Nervus VIII. : infeksi, trauma, tumor.

e. Inti Vestibularis: infeksi, trauma, perdarahan, trombo-

sis arteria serebeli posterior inferior, tumor, sklerosis

multipleks.2. Penyakit SSP :

a. Hipoksia – Iskemia otak. : Hipertensi kronis, arterios-

klerosis, anemia, hipertensi kardiovaskular, fibrilasi

atrium paroksismal, stenosis dan insufisiensi aorta,

sindrom sinus karotis, sinkop, hipotensi ortostatik, blok jantung.

 b. Infeksi : meningitis, ensefalitis, abses, lues.

c. Trauma kepala/ labirin.d. Tumor.

e. Migren.

f. Epilepsi.

3. Kelainan endokrin: hipotiroid, hipoglikemi, hipopara-tiroid, tumor medula adrenal, keadaan menstruasi-hamil-

menopause.

4. Kelainan psikiatrik: depresi, neurosa cemas, sindrom

hiperventilasi, fobia.5. Kelainan mata: kelainan proprioseptik.

6. Intoksikasi.

PATOFISIOLOGI

Vertigo timbul jika terdapat ketidakcocokan informasi

aferen yang disampaikan ke pusat kesadaran. Susunan aferen

yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan vestibuler ataukeseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikanimpulsnya ke pusat keseimbangan.

Susunan lain yang berperan ialah sistem optik dan pro-

 prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularisdengan nuklei N. III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis,

dan vestibulospinalis.

Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akanditangkap oleh reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik;

reseptor vestibuler memberikan kontribusi paling besar, yaitu

lebih dari 50 % disusul kemudian reseptor visual dan yang

 paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik .(2). 

Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di

 pusat integrasi alat keseimbangan tubuh berasal dari reseptorvestibuler, visual dan proprioseptik kanan dan kiri akan

diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan

wajar, akan diproses lebih lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata dan penggerak tubuh dalam

keadaan bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi

kepala dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitar.Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral

dalam kondisi tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada rangsang

gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses pengolahan

informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan

gejala otonom; di samping itu, respons penyesuaian ototmenjadi tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal yang

dapat berupa nistagmus, unsteadiness,  ataksia saat berdiri/

 berjalan dan gejala lainnya.

DIAGNOSIS

1. Anamnesis.2. Pemeriksaan fisik :

- Pemeriksaan mata

- Pemeriksaan alat keseimbangan tubuh

- Pemeriksaan neurologik

- Pemeriksaan otologik- Pemeriksaan fisik umum.

3. Pemeriksaan khusus :

- ENG

- Audiometri dan BAEP

- Psikiatrik4. Pemeriksaan tambahan :

- Laboratorium- Radiologik dan Imaging

- EEG, EMG, dan EKG.

TERAPI

Terdiri dari :1. Terapi kausal

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 48

Page 171: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 171/319

2. Terapi simtomatik

3. Terapi rehabilitatif

TINJAUAN MENURUT ILMU AKUPUNKTUR

Menurut Ilmu Akupunktur, vertigo termasuk golonganXuan Yun (pusing = dizziness), disebabkan oleh hiperaktivitas

Yang Hati, sehingga mengganggu telinga; atau karena

akumulasi reak di Jiao–tengah sehingga menyumbat naiknya

Qi ke telinga(4)

.

Gejala Klinis(4,5 )

 

Perasaan berputar yang kadang-kadang disertai gejala

sehubungan dengan reak dan lembab yaitu mual, muntah, rasakepala berat, nafsu makan turun, lelah, lidah pucat dengan

selaput putih lengket, nadi lembut atau seperti senar dan halus.

Jika disebabkan oleh naiknya Yang Hati dan berkurang-nya Yin Ginjal timbul gejala-gejala: puyeng (dizziness), nyeri

kepala, penglihatan kabur, tinitus, mulut pahit, mata merah,

mudah tersinggung, gelisah, lidah merah dengan selaput tipis,

nadi senar dan seperti benang.

Etiologi & Patofisiologi

( 6 , 7 , 8 )

 1. Hiperaktifitas Yang Hati

Disebabkan oleh stagnasi Qi Hati, sehingga menimbulkan

api Hati dan angin Hati berlebihan yang naik mengganggu Qidi dalam kepala, sehingga timbul puyeng (pusing). Hiper-

aktifitas Yang Hati lama-kelamaan bisa mengakibatkan

defisiensi Yin Hati..2. Defisiensi Qi dan darah

Disebabkan oleh perdarahan kronis atau gangguan pen-

cernaan sehingga Limpa dan Lambung lemah menyebabkan

 pembentukan Qi dan darah kurang, kulit pucat, pusing dan

 penglihatan kabur.3. Defisiensi Cing Ginjal.

Akan mengakibatkan gangguan telinga, otak, dan organ-

organ lain, terutama Hati, Limpa-Lambung, dan Jantung,sehingga timbul gejala vertigo.

4. Stagnasi lembab di Jiao-tengah.

Lemahnya Limpa dan Lambung menyebabkan terbentuk-nya reak dan lembab yang menyumbat di Jiao tengah sehingga

Qi terhambat untuk naik/turun, mengakibatkan vertigo.

Terapi(4,5,6 )

 

1. Jika akibat Hiperaktifitas Yang Hati, prinsip terapinya :Menenangkan Yang Hati, menguatkan Yin Hati,

menghilangkan angin dalam, mengurangi kelebihan api Hati,

melancarkan Qi Hati.

Titik-titiknya : Baihui (GV 20) atau Fengchi (GB 20),

Xingjian (LR 2), Qiuxu (GB 40), Taichong (LR 3).2. Jika karena Defisiensi Qi dan darah, prinsip terapinya :

Memelihara Qi dan darah dengan menguatkan Limpa, jikaQi dan darah tidak bisa naik ke kepala, maka Jantung dan

Limpa dikuatkan.

Titik-titiknya : Hegu (LI 4), Sanyinjiao (SP 6), Shenmen

(HT 7).

3. Jika akibat defisiensi Cing Ginjal, prinsip terapinya :Menguatkan Ginjal

Titik-titiknya : Guanyuan ( CV 4 ), Taixi ( KI 3 ), Shenshu

( UB 23 ), Fuliu ( KI 7 ).4. Jika akibat stagnasi lembab di Jiao-tengah, prinsipnya :

Menguatkan Limpa, menyeimbangkan Lambung, meng-

hilangkan lembab dan menghilangkan reak, sehingga me-lancarkan Qi dalam Limpa-Lambung.

Titik-titiknya : Pishu ( UB 20 ), Yinlingquan ( SP 9 ),

Fenglong ( ST 40 ).

KASUS

I. Identitas penderita

 Nama : Ny. YR

Umur : 50 thJenis kelamin : perempuan

Agama : Islam

Status perkawinan : menikahPekerjaan : PNS (Fisioterapis)

Berobat tanggal : 4 September 2003

II. Anamnesis

Keluhan utama : kepala terasa muter sejak 1 bulanKeluhan tambahan : mual .

Perjalanan penyakit :

- Kira-kira 1 bulan yang lalu pasien merasa leher sebelahkanan sakit; lama-kelamaan menjalar ke lengan kanan.

Setelah berobat ke fisioterapi, membaik.

- Dua minggu kemudian, pasien tiba-tiba merasa seperti "ada

sesuatu" yang naik; kemudian merasa seperti mabuk dan

mual. Muntah tidak ada.- Paisen berobat ke IRM; pada Rö tulang leher, ada

 penyempitan di C 4-5.

- Diberi obat antalgin dan obat untuk vertigo; karena tidakada perubahan, dirujuk ke bagian Saraf, diberi: Ibuprofen,

Betaserc®, Clobazam, Neurodex®.

- Seminggu kemudian kambuh lebih parah; pasien merasa

ada "sesuatu" yang naik sampai ke leher, kepala terasa berat, dan berputar; disertai mual dan muntah. Pasien minta

dirujuk ke bagian Akupunktur.

- Tiga bulan sebelumnya pasien beberapa kali mengalami

gejala-gejala awal serupa (ada "sesuatu" yang naik) tapi

hanya sebentar dan tidak sampai berputar.- Riwayat trauma kepala pada tahun 2000, tetapi tetap sadar,

tidak disertai pusing atau gejala lain.

- Riwayat penyakit serupa dalam keluarga (-).- Riwayat infeksi telinga (-).

III. Status Presens

Keadaan Umum: compos mentis, tekanan darah 110/70mmHg, nadi: 72 X/menit, pernafasan 20 X/menit, afebris.

Pemeriksaan fisik dan neurologik dalam batas normal.

IV. Pemeriksaan penunjang

Ro Cervical (25/8/03): Spondyloarthrosis C 4-5 kanan dan

kiri, Intervertebra C 6-7 kanan.

Laboratorium (5/9/03): Hb: 12, Leukosit : 5200, diff: -/4/-

/6/28/2, trombosit: 255.000, LED: 20, gula darah N / 2 jam

PP: 92 / 103; Kholesterol Total, HDL / LDL: 284 / 49 / 200mg/dl, Trigliserid: 174 mg/dl, As. Urat: 3 mg/dl

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004  49

Page 172: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 172/319

 

V. Pemeriksaan Akupunktur

1. Pengamatan ( Wang ) :

a. Sen : semangat : baik; ekspresi umum : baik; sinar

mata: bersinar; kesadaran : baik. b. Se : warna kulit: tak tampak kelainan; ekspresi wajah

: bersinar segar.

c. Sing Tay : bentuk tubuh: sedang; jika berjalan pelan-

 pelan, seperti robot karena takut menoleh; posisi tubuh: t.a.k.; kulit tubuh: normal; keringat biasa; mata,telinga, hidung : t.a.k.

d. Pemeriksaan Lidah :

- otot lidah : merah muda, kebasahan sedang, pergerakan normal.

- selaput lidah : putih, tipis, bersih.

2.

3.

4.

5.

Pendengaran dan Penciuman (Wen) :a. Pendengaran : suara bicara : biasa, suara nafas:

normal; suara batuk, cekutan, bertahak: tak terdengar.

 b. Penciuman : hawa mulut: tak tercium, bau keringat:

tak tercium; bau reak, air seni, tinja: tak diperiksa

Anamnesis (Wun) :

Keluhan utama dan riwayat perjalanan penyakit samaseperti di atas.

Pertanyaan khusus :

a. Suka panas / dingin : lebih suka dingin b. Keadaan berkeringat : normal

c. Rasa kepala : berputar; tubuh , anggota gerak : tak ada

keluhand. Buang Air Besar: sekali sehari, konsistensi baik

Buang Air Kecil : frekuensi 7-10 kali, banyak, jernih

e. Kebiasaan makan, minum: nafsu makan baik,

kesukaan akan rasa: tak spesifik

f. Dada : tak ada keluhan; perut : kadang-kadang mual, perih terutama kalau terlambat makan

g. Pendengaran: tak ada keluhan

h. Rasa haus: tak ada .i. Penyakit yang pernah diderita: trauma kepala tetapi

tetap sadar, Ro kepala t.a.k.

 j. Keadaan haid : 4 bulan ini mulai tak teratur, lama haid1 minggu, jumlah darah lebih sedikit dari sebelumnya,

dismenorrhea (-), leukorrhea (-).

Perabaan (Cie) :

a. Perabaan lokal: tidak ada nyeri tekan atau ketegangan

otot. b. Suhu tubuh: normal

c. Pemeriksaan nadi :

kiri kanan

dangkal dalam dangkal dalam

cun 5 5 5 5kuan 5 4 5 5

ce 5 5 5 5Pemeriksaan khusus terhadap organ Cang Fu :

a. Lambung : jika perut kosong perih, mual.

 b. Limpa : nafsu makan menurun, perut kembung,

 bertahak

c. Hati : kepala muter, gangguan haid.d. Organ Cang Fu lain : tak ada kelainan.

VI. Resume

Seorang perempuan umur 50 tahun datang dengan keluhan

utama kepala terasa berputar disertai mual.. Satu bulan

sebelumnya merasa leher sisi kanan sakit, menjalar ke lengankanan. Setelah fisioterapi, membaik. Dua minggu kemudian

 pasien merasa seperti mabuk, mual, tidak muntah, didahului

oleh rasa seperti ada "sesuatu" yang naik ke atas. Pasien

 berobat ke IRM, diberi antalgin dan obat vertigo; pada Rötulang leher ternyata ada penyempitan di C 4-5. Karena tak ada

 perubahan, pasien dirujuk ke bagian Saraf, diberi Ibuprofen,

Betaserc®, Clobazam, Neurodex®, tetapi tetap belum ada

 perbaikan. Satu minggu kemudian kambuh lebih parah, dan pasien minta dirujuk ke bag. Akupunktur.

Tiga bulan sebelumnya beberapa kali mengalami gejala-

gejala seperti ada "sesuatu" yang naik ke atas, tapi hanyasebentar dan tidak sampai berputar.

Riwayat trauma kepala pada tahun 2000, tetap sadar, Ro

kepala t.a.k.

Pada pemeriksaan akupunktur didapatkan :

1. Wang :

- Sen : baik- Se : normal, bersinar

- Sing Tay : kalau berjalan pelan-pelan, seperti robot,

takut menengok.- Lidah : normal.

2. Wen : tak ada kelainan

3. Wun : lebih suka dingin, rasa kepala berputar, perut kalauterlambat makan sering mual, perih. Haid selama 4 bulan

ini mulai tak teratur, darah haid lebih sedikit.

4. Cie: kuan kiri dalam

Pada pemeriksaan organ Cang Fu ada kelainan pada organ

Lambung, Limpa, Hati.

VII. Diagnosis Kerja

Kedokteran Umum : Vertigo

Akupunktur : Kepala terasa berputar karena Yang se hati palsu

akibat Si Hati.

VIII. Pengobatan

1. Alat : jarum

2. Titik yang dipakai dan alasan pemakaiannya :a. Fengchi ( GB 20) : untuk mengusir angin

 b. Hegu ( LI 4 ): membuang angin, penenang

c. Taichong ( LR 3 ): menormalkan Hati, penenang.

d. Zhongwan ( CV 12 ) : menguatkan lambung, me-

lancarkan Qi lambunge. Fenglong ( ST 40 ): menghilangkan lembab

f. Sanyinjiao ( SP 6 ): menguatkan Limpag. Neiguan (PC 6): mengatasi mual

3. Frekwensi : dua kali seminggu, 1 seri 12 kali.

4. Manipulasi: penguatan, selama 15 menit.

IX. Prognosis

Dubia ad bonam

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 50

Page 173: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 173/319

XI. Anjuran

1. Berobat akupunktur rutin2. Pemeriksaan : CT, MRI

3. Konsul THT, Mata.

XII. Follow up 

Tanggal 8/9/03 : Muter (+/-), mual (+/-),pasien masih minum

obat dari bag. Saraf

Tanggal 11/9/03 : Muter (-), mual (+/-), nyeri kepala sebelahkanan (berdenyut ). pasien sudah tidak minum obat-obatan.Ditambah akupunktur titik Zulinqi ( GB 41 ) kanan.

Tanggal 15/9/03 : Muter (-), nyeri kepala (-), obat (-).

Tanggal 18/9/03 : Tak ada keluhan, pasien merasa sembuh.

DISKUSI

Pada pasien ini , gejala-gejala vertigo disebabkan karenadefisiensi Yin Hati. Hal ini dapat dilihat dari gejala-gejala

 berupa haid tak teratur dalam 4 bulan ini, darah haid lebih

sedikit, nadi Hati lemah. Defisiensi Yin Hati ini mengakibatkan

muncul gejala-gejala Yang Se Hati palsu yaitu kepala berputar

(akibat angin Hati). Hal ini kemudian mengakibatkan gangguan

 pada Limpa dan Lambung dan terbentuknya lembab/reaksehingga menimbulkan gejala-gejala mual, lambung perih dan

 perut kembung, sering bertahak.

Yin Si Hati ini mungkin disebabkan karena Ginjal yang mulaimelemah, mengingat pasien sudah berumur 50 tahun, dan haid

tak teratur mungkin merupakan gejala pra-menopause.

Setelah diterapi dua kali dengan prinsip terapi meng-

hilangkan angin, menenangkan pasien, menguatkan Yin Hati,menghilangkan lembab, memperbaiki Limpa dan me-

nyeimbangkan Lambung, serta simtomatis mengurangi mual,

 pasien merasa ada perbaikan dan pemakaian obat dihentikan.Sampai terapi ke lima pasien sudah merasa sembuh, tak ada

keluhan. Karena takut ditusuk dan tak tahan sakit, pasien tidak

melanjutkan pengobatan akupunkturnya. Sampai saat laporan

dibuat tidak ada keluhan dan tetap melakukan aktivitas seperti biasa.

KEPUSTAKAAN

1. Lumbantobing S M. Vertigo Tujuh Keliling. Balai Penerbit FKUI.Jakarta; 1996.

2. Nurimaba N, Joesoef A A, Andradi S. Vertigo, Patofisiologi, Diagnosis

dan Terapi. Cetakan pertama. Kelompok Studi Vertigo, PERDOSSI.

Jakarta; 1999.

3. Andradi S. Diagnosa Klinis & Terapi Vertigo. Bagian NeurologiFKUI/RSCM. Jakarta.

4. Yin G, Liu Z . Advance Modern Chinese Acupuncture Therapy. First ed.

Beijing: New World Press. 2000.

5. O’Connor J, Bensky D. Acupuncture A Comprehensive Text. Chicago:

Eastland Press. 1981.6. Huaitang S. Acupuncture and Moxibustion Treatment of Vertigo ( 2 ).

Internat. J. Clin. Acupunc. 1993 : 4 ( 4 ) : 391 –5.

7. Kiswojo, Kusuma A. Teori dan Praktek Ilmu Akupunktur. Jakarta: PT

Gramedia., 1978.8. Kang L S,. Pengobatan Vertigo dengan Akupunktur.

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004  51

Page 174: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 174/319

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Teh [Cam e l l ia s i n e n s i s O .K . v a r . A s s am i c a Ma s t )] 

sebagai Salah Satu Sumber

ntioksidan

Sulistyowati Tuminah

 Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departeman Kesahatan RI, Jakarta

ABSTRAK

Teh adalah salah satu bahan minuman alami yang sangat populer di masyarakat.

Kandungan flavonoid dalam teh merupakan antioksidan yang bersifat antikarsinogenik,

kariostatik serta hipokolesterolemik. Beberapa peneliti lain juga menyebutkan bahwa

teh dapat bekerja sebagai hipoglikemik dan menghambat aterosklerosis.

PENDAHULUAN

Transisi nutrisi yang terjadi saat ini, dari makanan yang

 banyak mengandung serat ke makanan yang banyakmengandung lemak menyebabkan transisi epidemiologi, dari

 penyakit infeksi dan kurang gizi menjadi penyakit degeneratif

seperti penyakit jantung, kanker. Transisi nutrisi jugadihubungkan dengan prevalensi obesitas, terutama obesitas

kanak-kanak serta non-insulin dependent diabetes mellitus.1 

Obesitas juga berkaitan dengan angka kematian yang tinggiakibat penyakit jantung koroner dan stroke.2 

Di masa sekarang, dengan harga obat-obatan yang mahal,

anjuran Departemen Kesehatan untuk back to nature (kembali

ke obat tradisional) adalah tepat. Juga karena bahannya mudah

didapat, murah (terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat)dan dapat dibuat oleh semua orang.

Teh merupakan bahan minuman yang secara universal

dikonsumsi di banyak negara serta di berbagai lapisanmasyarakat. Teh hitam diproduksi oleh lebih dari 75% negara

di dunia, sedangkan teh hijau di produksi kurang lebih di 22%

negara di dunia.3 Selain itu di negara-negara Barat, lebih dari

setengah asupan flavonoid berasal dari teh hitam.4 

KLASIFIKASI

Di zaman dahulu, genus Camellia  dibedakan menjadi

 beberapa spesies teh yaitu  sinensis, assamica, irrawadiensis.

Sejak tahun 1958 semua teh dikenal sebagai suatu spesiestunggal Camellia sinensis  dengan beberapa varietas khusus,

yaitu sinensis, assamica dan irrawadiensis.3 

Menurut Graham HN (1984); Van Steenis CGGJ (1987)dan Tjitrosoepomo G (1989), tanaman teh Camellia sinensis

O.K.Var.assamica (Mast) diklasifikasikan sebagai berikut(3,5,6):

Divisi : Spermatophyta (tumbuhan biji)

Sub divisi : Angiospermae (tumbuhan biji terbuka)

Kelas : Dicotyledoneae (tumbuhan biji belah)Sub Kelas : Dialypetalae

Ordo (bangsa) : Guttiferales (Clusiales) 

Familia (suku) : Camelliaceae (Theaceae) Genus (marga) : Camellia

Spesies (jenis) : Camellia sinensis 

Varietas : Assamica3,5,6 

MACAM-MACAM TEH 

Berdasarkan penanganan pasca panen, teh dibagi menjadi

3 (tiga) macam(3), yaitu :

1. Teh Hijau

Teh hijau diperoleh tanpa proses fermentasi; daun teh

diperlakukan dengan panas sehingga terjadi inaktivasi enzim.Pemanasan ini dilakukan dengan dua cara yaitu dengan udara

kering dan pemanasan basah dengan uap panas (steam). Pada

 pemanasan dengan suhu 85°C selama 3 menit, aktivitas enzim polifenol oksidase tinggal 5,49%. Pemanggangan (pan firing) 

secara tradisional dilakukan pada suhu 100-200 °C sedangkan pemanggangan dengan mesin suhunya sekitar 220-300°C.

Pemanggangan daun teh akan memberikan aroma dan  flavor  yang lebih kuat dibandingkan dengan pemberian uap panas.

Keuntungan dengan cara pemberian uap panas, adalah warna

teh dan seduhannya akan lebih hijau terang.7

2. Teh hitam

Teh hitam diperoleh melalui proses fermentasi. Dalam hal

ini fermentasi tidak menggunakan mikrobia sebagai sumber

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 52

Page 175: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 175/319

enzim, melainkan dilakukan oleh enzim polifenol oksidase

yang terdapat di dalam daun teh itu sendiri. Pada proses ini,katekin (flavanol) mengalami oksidasi dan akan menghasilkan

thearubigin. Caranya adalah sebagai berikut : daun teh segar

dilayukan terlebih dahulu pada palung pelayu, kemudiandigiling sehingga sel-sel daun rusak. Selanjutnya dilakukan

fermentasi pada suhu sekitar 22-28°C dengan kelembabansekitar 90%. Lamanya fermentasi sangat menentukan kualitas

hasil akhir; biasanya dilakukan selama 2-4 jam. Apabila prosesfermentasi telah selesai, dilakukan pengeringan sampai kadar

air teh kering mencapai 4-6%.7

3. Teh oolong

Teh oolong diproses secara semi fermentasi dan dibuat

dengan bahan baku khusus, yaitu varietas tertentu yangmemberikan aroma khusus. Daun teh dilayukan lebih dahulu,

kemudian dipanaskan pada suhu 160-240°C selama 3-7 menituntuk inaktivasi enzim, selanjutnya digulung dan dikeringkan.7 

KOMPONEN THE (3)

Komponen dari dua macam teh yang paling banyak

digunakan (teh hijau dan teh hitam) adalah sebagai berikut(tabel 1 dan 2) :

Tabel 1. Komposisi teh hijau(3) 

No. Komponen % Berat kering

1. Kafein 7,43

2. (−) Epicatechin 1,98

3. (−) Epicatechin gallat 5,20

4. (−) Epigallocatechin 8,42

5. (−) Epigallocatechin gallat 20,29

6. Flavonol 2,23

7. Theanin 4,70

8. Asam glutamat 0,509. Asam aspartat 0.50

10. Arginin 0,74

11. Asam amino lain 0,7412. Gula 6,68

13. Bhn yg dpt mengendapkan alkohol 12,13

14. Kalium (potassium) 3,96

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

Penelitian di Barat dilakukan untuk mengetahui aktivitas

antioksidan dari 8 macam produk teh hitam yang populer

secara komersial dengan memasukkan 0,5 g daun teh ke dalam25 ml air mendidih, kemudian diaduk selama 3 menit. Rata-rata

aktivitas antioksidan larutan yang dihasilkan adalah 8.477

µmol/l (kisaran 4.275-12.110 µmol/l); dibandingkan denganaktivitas antioksidan serum yang berkisar antara 350-550

µmol/l, berarti konsentrasi teh yang umum dikonsumsi

mempunyai sifat antioksidan yang kuat secara in vitro4.Selanjutnya diteliti pengaruh infus 500 ml teh yang biasa

digunakan untuk makan pagi di Inggris (1 g/100 ml) terhadap

status antioksidan serum pada 10 sukarelawan yang sehat (5

laki-laki, 5 wanita; usia rata-rata 21,1 tahun; indeks massa

tubuh: 24,0). Setelah 4 jam berpuasa, sebuah kanula intravena

dipasang pada masing-masing sukarelawan/wati, kemudiandiinfuskan teh tanpa susu selama lebih dari 20 menit pada saat

makan siang. Aktivitas antioksidan serum rata-rata pada awal

 percobaan 430 µmol/l; setelah 60; 120; 180 menit pemberian

teh adalah rata-rata 434; 447 dan 439 µmol/l (tidak ada perubahan yang berarti/signifikan). Hasil tersebut menunjukkan

 bahwa pemberian teh dengan jumlah besar dalam waktu

singkat mempunyai sedikit pengaruh jangka pendek terhadapaktivitas antioksidan serum, berbeda dengan hasil penelitian

mengenai pengaruh flavonoid anggur merah. Penelitian ini

tidak meneliti kemungkinan pengaruh minum teh kumulatif

 jangka panjang terhadap status antioksidan.4 Daya antioksidan komponen katekin berbeda-beda.

Epikatekin galat mempunyai daya antioksidan sebesar 4,93;

epigalo katekin galat sebesar 4,75; epigalo katekin 3,82;

epikatekin daya antioksidannya sebesar 2,50 dan untuk katekin

daya antioksidannya sebesar 2,40. Daya antioksidan komponenkatekin tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan vitamin

C ataupun β-karoten.7 

Tabel 2. Komposisi teh hitam(3) 

No. Komponen % Berat kering

1. Kafein 7,56

2. Theobromin 0,693. Theofilin 0,25

4. (−) Epicatechin 1,21

5. (−) Epicatechin gallat 3,86

6. (−) Epigallocatechin 1,09

7. (−) Epigallocatechin gallat 4,63

8. Glikosida flavonol Trace

9. Bisflavanol Trace

10. Asam Theaflavat Trace11. Theaflavin 2,62

12. Thearubigen 35,90

13. Asam gallat 1,15

14. Asam klorogenat 0,21

15. Gula 6,8516. Pektin 0,16

17. Polisakarida 4,17

18. Asam oksalat 1,50

19. Asam malonat 0,0220. Asam suksinat 0,09

21. Asam malat 0,31

22. Asam akonitat 0,01

23. Asam sitrat 0,8424. Lipid 4,79

25. Kalium (potassium) 4,8326. Mineral lain 4.70

27. Peptida 5.99

28. Theanin 3,57

29. Asam amino lain 3,0330. Aroma 0,01

KHASIAT TEH

Salah satu zat antioksidan non nutrien yang terkandungdalam teh, yaitu catechin (katekin) dapat menyimpan ataumeningkatkan asam askorbat pada beberapa proses meta-

 bolisme.3,8  Studi epidemiologi menunjukkan bahwa konsumsi

teh hijau berbanding terbalik dengan kadar serum kolesteroltotal (TC) dan low density lipoprotein  (LDL-C), tetapi tidak

terhadap trigliserida (TG) dan high density lipoprotein  (HDL-

C).9,10 

Teh efektif mencegah virus influensa A dan B selamamasa kontak yang pendek.11  Selain itu diet fluorin yang

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004  53

Page 176: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 176/319

terkandung dalam daun teh (Camellia sinensis) dapat berfungsi

kariostatik pada tikus Wistar.12 Penelitian menggunakan mencit dengan ekstrak teh hijau

ternyata tidak hanya menurunkan jumlah tumor kulit, tetapi

 juga secara substansial memperkecil ukuran tumor.13 Beberapa penelitian lain menggunakan teh menunjukkan

 bahwa senyawa polifenol antioksidan (seperti katekin dan

flavonol) yang terkandung dalam teh mempunyai sifat

antikarsinogenik pada hewan dan manusia, termasuk padawanita post menopause.

14-18  Diperkirakan, flavonoid sebagai

antioksidan berperan dalam mengurangi OH•, O2•− , dan radikal

 peroksil.19  Selain itu pada wanita post menopause, flavonoiddapat bersifat estrogenik yang menghambat oksidasi LDL,

melindungi endotel dari berbagai luka yang disebabkan oleh

radikal bebas serta mencegah aterosklerosis yang dapatmenyumbat lumen arteri.20,21 

Dirghantara (1994) melakukan penelitian mengenai efek

sari seduhan teh hijau terhadap kadar kolesterol dan trigliserida

tikus putih yang diberi diet kuning telur serta sukrosa. Ternyatasari seduhan teh hijau 10x dosis manusia (0,54 g /200

g.bb/hari) menghasilkan efek penurunan kadar kolesterol total,

kolesterol LDL, trigliserida dan berat badan yang bermaknadengan kontrol perlakuan (P <  0,05).22  Sutarmaji (1994)

meneliti pengaruh sari seduhan teh hijau terhadap kadar

glukosa darah tikus normal yang diberi diet glukosa. Hasilnyadiketahui bahwa sari seduhan teh hijau 25x dosis manusia (1,35

g/200 g BB/hari) menunjukkan efek hipoglikemik pada tikus

30 dan 60 menit setelah perlakuan.23Teh juga mencegah lukaskorbut dan mengurangi plak aterosklerosis pada hewan yang

diberi diet aterogenik. 3 

Selain itu sifat menguntungkan dari teh adalah

kemampuannya menghambat perkembangan leukemia setelah

terpapar radiasi; menghambat mutagen yang disebabkan oleh pembentukan nitrosamin dari metilurea. Teh juga telah diuji

teratogenik, hasilnya tidak ditemukan baik teratogen maupun

embriotoksik. Pada keadaan yang tidak normal seperti pasientalasemia, teh juga digunakan untuk mengurangi penyerapan

 besi non-heme dan menghambat hemokromatosis.3 

Mengenai kemungkinan hambatan penyerapan besi oleh

teh, hal ini dapat dijelaskan, bahwa besi yang diabsorbsimanusia terdiri dari dua jenis, yaitu besi heme (yang terikat

 pada molekul hemoglobin) dan besi non-heme (yang tidak

terikat pada molekul hemoglobin). Tumbuh-tumbuhan

diketahui sebagai sumber besi yang baik, tetapi berjenis

nonheme yang penyerapannya oleh manusia sangat sedikit,sebaliknya besi heme dari daging merah sangat banyak tersedia

dan lebih mudah diserap. Substansi seperti tanin (dari teh),

makanan berserat dan mengandung fitat menghambat

 penyerapan besi non-heme, tetapi manusia masih bisamendapatkan besi heme dari daging merah. Selain itu,

konsumsi vitamin C juga dapat meningkatkan penyerapan besinon-heme.24

PENUTUP

Dari uraian di atas tampak banyak sekali khasiat teh, baik

teh hitam maupun teh hijau. Yang perlu dilakukan selanjutnyaadalah mengembangkan penelitian-penelitian lebih jauh

mengenai manfaat minuman teh bagi kesehatan, terutama yang

 berkaitan untuk penyakit degeneratif selain kanker.

KEPUSTAKAAN

1. Drewnowski A, Popkin BM. The Nutrition Transition : New Trends inthe Global Diet. Nutr Rev. 1997; 55(2) : 31-43.

2. Weststrate JA, Van Het Hof KH, Van den Berg H, et al. A comparison of

effect of free access to reduce fat products or their full fat equivalents on

food intake, body weight, blood lipids and fat-soluble antioxidant levels

and haemostasis variables. Eur J Clin Nutr. 1998; 52 : 389-95.

3. Graham HN. Tea : The Plant and Its Manufacture : Chemistry andConsumption of the Beverage. In Liss AR. The Methylxanthine

Beverages and Foods : Chemistry, Consumption, and Health Effects.

Prog Clin Biol Rev. 1984 : 29-74.

4. Maxwell S, Thorpe G. Tea flavonoids have little short term impact onserum antioxidant activity. BMJ (27 July) [Medline] 1996; 313 : 229.

5. Van Steenis CGGJ. Flora untuk Sekolah di Indonesia (terjemahan) PT.

Pradnya Paramita. Jakarta. cet ke-4. 1987 ; 1-495.

6. Tjitrosoepomo G. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). UGM Press.

Yogyakarta. cet ke-2. 1989 ; 1-477.7. Astuti M. Potensi Antioksidan pada Teh. Kumpulan makalah : Radikal

Bebas dan Antioksidan dalam Kesehatan : Dasar, Aplikasi dan

Pemanfaatan Bahan Alam. Bag. Biokimia FKUI. Jakarta. 2001 : 1-15.

8. Langseth L. Oxidants, Antioxidants, and Disease Prevention. ILSI

European Monograph Series. Brussel: 1995 ; 1-24.9. Kono S, Shinchi K, Ikeda N, Yanai F, Imanishi K. Green Tea

Consumption and Serum Lipid Profiles : A Cross Sectional Study in

 Northern Kyushu, Japan. Preventive Medicine 1992; 21 : 526-31.

10. Kono S, Shinchi K, Wakabayashi K, et al. Relation of Green Tea

Consumption to Serum Lipids and Lipoprotein in Japanesse Men. JEpidemiol. 1996; 6 (3) : 128-33.

11. Nakayama M, Toda M, Okubo S, Shimamura T. Inhibition of Influenza

Virus Infection by Tea. Letters in Applied Microbiology. 1990; 11 : 38-

40.

12. Gershon-Cohen J, McClendon JF. Fluorine in Tea and Caries in Rats. Nature 1954; 173 : 304-312.

13. Zhi YW, Mou TH, Ferraro T, et al. Inhibitory Effect of Green Tea in the

Drinking Water on Tumorigenesis by Ultraviolet Light ang 12-O-

Tetradecanoylphorbol-13-Acetate in the Skin os SKH-1 Mice. CancerResearch 1992; 52 : 1162-70.

14. Imai K, Suga K, Nakachi K. Cancer Prevention Effects of Drinking

Green Tea among a Japanesse Population. Preventive Medicine. 1997; 26(6) : 769-75.

15. Goldbohm RA, Hertog MG, Brants HA, Van-Popel-G, Van-den Brandt – 

PA. Consumption of Black Tea and Cancer Risk : A Prospective CohortStudy. J Nat’l Cancer Inst. 1996; 88 (2) : 93-100.

16. Zheng W, Doyle TJ, Kushi LH, Sellers TA, Hong CP, Folsom AR. Tea

Consumption and Cancer Incidence in a Prospective Cohort Study of

Postmenopausal Women. Am J Epidemiol. 1996; 144 (2) : 175-82.17. Blot WJ, McLaughin JK, Chow WH. Cancer Rates among Drinkers of

Black Tea. Crit Rev Food Sci Nutr. 1997; 37 (8) : 739-60.

18. Yang CS, Lee MJ, Chen L, Yang GY. Polyphenols as Inhibitors of

Carcinogenesis. Environ Health Perspect. 1997 : 105 suppl 4 : 971-76.

19. Tuminah S. Radikal Bebas dan Antioksidan – Kaitannya dengan Nutrisidan Penyakit Kronis. Cermin Dunia Kedokt. 2000; 128: 49-51.

20. Baraas F, Jufri M. Antologi Rehal Kolesterol dan Aterosklerosis. Prima

Kardia Pers. Jakarta. cet ke-1. 1997 : 82-3.

21. Baraas F, Jufri M. Antioksidan dan Penyakit Jantung. Prima Kardia Pers.Jakarta. cet ke-1. 1999 : 11-2.

22. Dirghantara E. Efek sari seduhan daun teh hijau (Camellia sinensis (L)

O. Kuntze) terhadap kadar kolesterol dan trigliserida tikus putih yang

diberi diet kuning telur dan sukrosa [abstrak]. FMIPA UI. Jakarta. 1994.23. Sutarmaji A. Pengaruh sari seduhan teh hijau terhadap kadar glukosa

darah tikus normal yang diberi diet glukosa [abstrak]. FMIPA UI. Jakarta.1994.

24. Nair MK. Iron absorption and its implications in the control of iron

deficiency anemia. Nutrition News. National Institute of Nutrition.

Hyderabad. 1999; 20 (2) : 1-6.

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 54

Page 177: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 177/319

HASIL PENELITIAN

Hasil Pemeriksaan

Uji Hemaglutinasi pada Penderita

Tersangka Demam Berdarah Dengue

di Jakarta tahun 2 1

Enny Muchlastriningsih, Sri Susilowati, Diana Hutauruk

 Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit

 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

PENDAHULUAN

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) mulai

 berjangkit di Indonesia sejak tahun 1968 dimulai dari Jakartadan Surabaya, sejak itu penyakit DBD merupakan masalah

kesehatan di Indonesia dengan jumlah kasus dan jumlah

kematian yang terus meningkat serta wilayah penyebarannyayang makin meluas. Tahun 1968 hanya 2 Daerah Tingkat (Dati)

Il yang terkena dengan 58 kasus dan 24 kematian tetapi pada

tahun 1999 Dati II yang terkena sebanyak 203 dengan 9.871

kasus dan 1.414 kematian(1).

Faktor- faktor yang diduga dapat mempengaruhi peningkatan kasus DBD di Indonesia ialah(2):

(a) Pertumbuhan penduduk yang tinggi(b) Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali(c) Tidak adanya kontrol vektor yang efektif di daerah

endemis

(d) Meningkatnya arus dan sarana transportasi.

Daerah Khusus lbukota (DKI) Jakarta merupakan salah satudaerah endemis DBD di Indonesia dengan jumlah kasus pada

tahun 1997 sebanyak 5190 dengan 49kematian, tahun 1998

15422 kasus dengan 133 kematian, dan tahun 1999 3751 kasus

dengan 42 kematian(3).

Uji Hemaglutinasi Inhibisi (uji HI) merupakan GoldStandard  untuk pemeriksaan serologi pada penderita tersangka

DBD (Tatalaksana DBD di Indonesia, 2001) ;pada penelitian

ini semua serum responden diperiksa dengan menggunakan ujiHI.

Tujuan penelitian ini secara umum ialah untuk memberi

gambaran penyakit DBD di Jakarta tahun 2000 dari penderitayang dirawat di rumah sakit dan sampel darahnya diperiksa di

laboratorium Pusat Pemberantasan Penyakit Balitbangkes.

Tujuan khususnya ialah:

(a) Mengetahui distribusi penderita tersangka DBD

 berdasarkan umur dan jenis kelamin(b) Mengetahui hasil uji HI pada penderita tersebut

(c) Mengetahui distribusi penderita dengan kriteria positif

hasil uji HI

(d) Mengetahui distribusi penderita dengan kriteria positifhasiI uji HI berdasarkan golongan usia

(e) Mencari hubungan antara derajat penyakit DBD dengan

hasil uji HI positif

METODOLOGI

Disain penelitian: potong lintang (cross sectional) dengan

sampel : penderita tersangka DBD yang dirawat di rumah sakit

selama periode Januari - April 2001. Kriteria inklusi : penderita berumur minimal 15 tahun, demam akut 2-7 hari, dirawat di

rumah sakit, dan mengisi informed consent .Penderita diambil darahnya untuk pemeriksaan

laboratorium di rumah sakit maupun untuk pemeriksaan uji HI.

Uji HI dikerjakan menggunakan metode Clarke & Cassals 

dengan modifikasi mikrotiter (4)  dengan menggunakan antigen

Dengue-2. Sebelum uji HI sampel terlebih dahulu mendapat Kaolin treatment  untuk menghilangkan non specific inhibitor .

Konfirmasi hasil uji HI sesuai dengan kriteria WHO.

HASIL DAN DISKUSI

Responden yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 369

orang tetapi yang dapat diolah datanya hanya 187 orang

(50,68%) karena Uji HI memerlukan sampel darah akut (A) dankonvalesen (K) sedangkan 182 orang (49,32%) lainnya tidak

dapat diambil sampel darah konvalesennya karena :

(a) Penderita tidak mau diambil darahnya lagi dengan alasansudah banyak diambil darahnya

(b) Penderita tidak sempat diambil darahnya oleh petugas

karena sudah terlanjur pulang.

Responden berumur antara 15 tahun sampai 65 tahun

terbanyak di bawah 30 tahun (82,89%) dengan rata-rata umur penderita 25 tahun, (Tabel 1).

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004  55

Page 178: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 178/319

Tabel 1. Distribusi Penderita tersangka DBD menurut Golongan Umur

dan Jenis Kelamin

Umur

(tahun)

Laki-laki

(N)

Perempuan

(N)Total %

15- 25 25 50 26,74

20- 30 29 59 31,55

25- 18 9 27 1,44

30- 11 8 19 10,16

35- 6 6 12 6,42

40- 4 3 7 3,7445- 2 4 6 3,21

50- 0 1 1 0,53

55- 0 1 1 0,5360- 1 1 2 1,07

65- 1 2 3 1,61

Jumlah 98 89 187 100,00

Pada penelitian ini perbandingan penderita laki-laki dan

 perempuan hampir sama yaitu 98 : 89 (1,1:1); karena jumlah

responden laki-laki lebih banyak kelihatannya jumlah penderita

laki-laki lebih besar.

Tabel 2. Distribusi Hasil Uji HI pada Penderita Tersangka DBD

Hasil Uji HI Jumlah (N) %

Positif 96 51,3

 Negatif 91 48,7

Total 187 100,0

Tabel 2  memperlihatkan penderita dan hasil uji HI nyayaitu 51,3% positif dan 48,7% negatif. Hasil ini tidak jauh

 berbeda dengan penelitian sebelumnya yang berkisar antara

30% - 50%, yaitu: tahun 1994: 34,5% ; tahun 1995: 50,19%;

tahun 1996: 32,82%; tahun 1997: 34,21%; tahun 1998:36,24%(5).

Keadaan tersebut mungkin disebabkan:(a) Kurang cermat mendiagnosis penyakit DBD

(b) Tidak mau ambil risiko penderita DBD terlewatkan tanpa

 pengobatan yang dianjurkan

(c) Pengambilan sampel yang kurang tepat baik cara, waktu

maupun penyimpanannya(d) Cara pengerjaan uji yang kurang memperhatikan

 prinsip-prinsip yang telah ditetapkan.

Tabel 3. Distribusi Penderita Tersangka DBD dengan Kriteria Uji HI

positif

Kriteria Uji HI Positif Jumlah (N) %

Positif primer 21 21,9

Positif sekunder 64 66,7

Presumtif positif 11 11,4

Total 96 100,0

Penderita terutama dengan infeksi sekunder (tabel 3) ; ini

mendukung hipotesis infeksi sekunder pada patogenesis DBD

yang banyak dianut, tetapi adanya penderita dengan infeksi

 primer dan presumtif juga membenarkan hipotesis virulensivirus.

Pada tabet 4 terlihat penderita infeksi primer dapat

ditemukan pada usia lanjut (golongan umur 65 tahun) meskipun pada usia yang lebih muda lebih banyak terjadi; infeksi

sekunder terjadi pada golongan umur paling tua 45 tahun, dan

untuk presumtif ditemukan paling tua pada golongan umur 55tahun, ini menunjukkan bahwa penderita DBD memang sudah

 bergeser ke umur yang lebih tua.

Tabel 4. Distribusi Hasil Uji HI Positif pada Penderita Tersangka DBDberdasarkan Umur.

Kriteria hasil uji HI positifGolongan

umur (th) Positif primer Positif sekunder Presumtif positifTotal

15- 8 18 2 2820- 4 17 5 26

25- 5 12 2 19

30- 1 8 1 10

35- 0 3 0 3

40- 1 2 0 345- 0 4 0 4

50- 0 0 0 0

55- 0 0 1 1

60- 0 0 0 065- 2 0 0 2

Total 21 64 11 96

Pada penelitian ini penderita DBD derajat (grade)  I

sebanyak 55,7% dan derajat II sebanyak 44,3%; tidakdidapatkan adanya hubungan linier antara derajat penyakit

DBD dengan hasil uji HI positif (p = 0,6849).

KESIMPULAN

Ternyata tidak semua penderita tersangka DBD dapat

diperiksa uji HI karena berbagai kendala.

Jumlah penderita laki-laki dan perempuan sebanding; hasiluji HI positif sebesar 51,3% dengan kriteria positif sekunder

yang terbanyak meskipun ditemukan infeksi primer pada

 penderita lanjut usia; penderita berada pada derajat I dan II, dantidak ada hubungan linier antara derajat penyakit DBD denganhasil uji I-II yang positif.

UCAPAN TERIMA KASIH

 Ditujukan kepada Kapuslitbang Pemberantasan Penyakit Badan

 Litbangkes, Pimpinan dan Staf RS Persahabatan, Pimpinan dan Staf RS Pasar Rebo, dan semua pihak yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini.

KEPUSTAKAAN

l . Profil Kesehatan Indonesia 1999. Departernen Kesehatan RI 2000.Jakarta.

2. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue. Direktorat Jenderal PPM&PLP

Departemen Kesehatan RI. 2001.

3. Data Kasus DBD 1999. Sub.Dit. Surveilans Dit.Jen. PPM&PLPDepartemen Kesehatan RI. 2000.

4. Clarke DH, Cassals J. Techniques for Haemagglutinatuon and

Haemagglutination Inhibition with Arthropod-borne Viruses. Am. J. Trop.

Med. Hyg. 1958; 7: 561.

5. Muchlastriningsih E et al. Hasil Pemeriksaan Laboratorium PenderitaTersangka DBD di Jakarta tahun 1998. Berita Epidemiologi, Desember

1999.

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 56 

Page 179: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 179/319

 

Produk Baru

Hemapo 

Erythropoietin Syringe 2000 IU, 3000 IU, 10.000 IU in 1 mL

KOMPOSISI

Setiap mL larutan berisi:

Epoetin alfa (recombinant human erythropoietin)  2000 IU,3000 IU dan 10.000 IU.

INDIKASI

Pengobatan anemia yang disebabkan gagal ginjal kronik  

(renal anemia) pada pasien dengan dialisis dan non dialisis.

KONTRA INDIKASI• Hipertensi berat yang tidak terkontrol.

• Hipersensitif terhadap produk yang berasal dari selmamalia.

• Hipersensitif terhadap human albumin.

INTERAKSI

Tidak diketahui adanya interaksi klinis yang signifikan,tetapi efek erythropoietin dapat dipotensiasi oleh agen

hematinik, seperti: FeSO4.

EFEK SAMPING

• Hipertensi

• Peningkatan jumlah platelet  • Lain-lain yang jarang terjadi yaitu rash, pruritus danurtikaria; sakit kepala, artralgia, mual, edema,  fatigue, diare,

muntah ataupun reaksi di tempat injeksi.

DOSIS dan CARA PEMBERIAN

Pengobatan anemia pada pasien Gagal Ginjal Kronik:

Larutan dapat diberikan secara IV atau SC.

 Fase Koreksi:

Dosis awal untuk pasien hemodialisis adalah 100-150

IU/kg/minggu yang terbagi dalam 2-3 kali pemberian. Jika peningkatan hematokrit tidak sesuai dengan yang diharapkan

(<0.5%/minggu), dapat dilakukan penyesuaian dosis setelah 4

minggu pengobatan dengan meningkatkan dosis 15-30 IU/

kg/minggu, tetapi tidak lebih dari 30 IU/kg/minggu. Dosisuntuk pasien non dialisis: 100 IU/kg/minggu yang terbagi

dalam 3 kali pemberian.

 Fase Pemberian:

Untuk mempertahankan kadar hematokrit 30%-35%,sebaiknya diberikan dosis 50-150 IU/kg/minggu yang terbagi

dalam 2-3 kali pemberian (dosis dikurangi menjadi 2/3 dosis

semula). Sebaiknya kadar hematokrit dipantau setiap 2-4minggu sehingga penyesuaian dosis dapat dilakukan secara

 berkala untuk mempertahankan kadar Hematokrit yang opti-

mum dan mencegah erithropoiesis yang terlalu cepat.

Pada umumnya terapi Erythropoietin adalah terapi jangka panjang, meskipun dapat dihentikan setiap saat.

Dosis untuk pasien gagal ginjal kronis non dialisis

sebaiknya dipertimbangkan secara individual.

PENYIMPANAN

Simpan dalam lemari es, suhu 2-8°C. terlindung daricahaya. Jangan dibekukan dan dikocok.

KEMASAN

Box isi  pre-filled syringe  2000 IU/mL, 3000 IU/mL dan

1000 IU/mL.

Reference:Bei Jing XieHe Hospital, 1998, Clinical Trial III Report of rhEPOInjection 

Marketing Office

PT. KALBE FARMA Tbk.

Gedung Enseval, Jl. Letjend. Suprapto, Jakarta 10510

PO Box 3105 JAK, Jakarta – Indonesia

Tlp.: (021) 428 73888-89, Fax. : (021) 428 73680

Website : http://www.kalbe.co.id

Hotline service (bebas pulsa): 0-800-123-0-123, Senin – Jumat (07.00-15.30)

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 57 

Page 180: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 180/319

 

psul

Klasifikasi derajat gangguan pendengaran (ASHA, 1990). 

Brainstem auditory evoked potential (BAEP) pada dewasa normal.

Elektrode diletakkan di vertex dan mastoid ipsilateral.

Sumber: http://ivertigo.net./hearing/hrexam.html 

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 200458 

Page 181: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 181/319

 

INFORMATIKA KEDOKTERAN

PENGANTAR

 Medical informatics is located at the intersection of

information technology and the different disciplines ofmedicine and healthcare. 

 Medical Informatics  atau Informatika Kedokteran adalahilmu yang mempelajari suatu bidang yang terbentuk pada

 perpotongan ilmu kedokteran/kesehatan dan Teknologi

Informatik (Information Technology).  Dalam perbincangan penulis dengan pakar Informatika Kedokteran dari Malaysia, dr

HM Goh, disebutkan bahwa istilah-istilah seperti ’Informatika

Kedokteran’ ’Informatika Kesehatan’ maupun ’e-health’  

sebenarnya mempunyai arti yang kurang lebih sama. Secara

rinci perkembangan nama / ilmu tersebut bisa dibaca padaulasan di bawah ini:

Berawal pada tahun 1970-an

Istilah medical informatics diketahui berasal dari istilah bahasa Perancis informatique médicale. Sebelum tahun 1970-

an istilah yang dipergunakan bermacam-macam seperti:

medical computer science, medical information science,computer in medicine, health informatics, dan beberapa istilah

yang spesifik seperti nursing informatics, dental informatics,

dll.

Pengistilahan ini sama dengan pemberian istilah di bidang-

 bidang lain di luar kesehatan, seperti: computer science,

information processing , dan informatics, dan beberapa areayang lebih spesifik, contohnya: computational physics,

computational linguistics, atau artificial intelligence.Jika mengikuti perkembangan bidang informatika, maka

secara terperinci masih bisa dibagi lagi atas: ilmu komputer

yang fundamental, informatika yang berorientasi pada aplikasi,dan informatika terapan. Demikian pula jika kita ingin

membagi bidang-bidang dalam informatika kedokteran.

Dua definisi

Dari pelbagai penjelasan mengenai Informatika

Kedokteran, penulis melihat ada pendapat dua pakarinformatika kedokteran yang cukup diakui banyak orang,

yakni: Shortlife EH dan Van Bemmel JH. Mereka men-definisikan sebagai berikut:

(1) Ilmu Informatika Kedokteran adalah ilmu yang

menggunakan alat-alat sistem analitik untuk membangun

 prosedur-prosedur (algoritma-algoritma) demi kepentinganmanagement , proses kontrol, pengambilan keputusan dan

analisis keilmuan dari Ilmu Kedokteran.

(2) Informatika Kedokteran terdiri dari aspek-aspek teori dan

 praktis dari proses informasi dan komunikasi, ber-

landaskan pengetahuan dan pengalaman yang didasarkan

 pada proses-proses yang terjadi pada pelayanan kedokteran

dan kesehatan.

Dalam praktek sehari-hari

Dalam kehidupan sehari-hari penerapan Informatika

Kedokteran bisa dilihat seperti:

1. Proses pengolahan data

Data adalah tulang punggung proses informatika

selanjutnya. Dalam bidang ini dipelajari bagaimanamemperoleh dan mengeluarkan data, merawat data, dll.

Kesemuanya dibutuhkan agar pengambilan keputusan

manusia bisa dipercepat.

2. Telekomunikasi

Masuk dalam bidang ini adalah teleconsultation,

teleradiologi, telekardiologi, dan tele-tele yang lain

3. Medical Imaging

Yang masuk dalam area ini seperti: ultrasound , radiologi,

kedokteran nuklir, dll

4. Sistem Informasi

Terdapat dua pembagian besar sistem informasi yaitu (1)

yang berfokus pada pasien dan (2) yang berfokus pada

keperawatan

5. Web dan internet

Perkembangan dunia telekomunikasi begitu cepat. Saat ini

aplikasi yang berbasis web  sudah mulai digemari karenalebih mudah digunakan dari manapun dan kapan saja.

Sebaliknya, sifat website  pun sudah mulai berubah. Jikadahulu hanya bersifat satu arah (broadcast ), misalnya

menginformasikan jam praktek dokter, artikel kesehatan,

dll. kemudian berkembang menjadi bersifat interaktif (dua

arah), seperti: tanya jawab, dll. Akhir-akhir ini, aktivitas di

website bisa dijadikan sebagai salah satu alat untuk proses bisnis, seperti: proses pendaftaran pasien, melihat rekam

medik dll.

Aspek-aspek lain yang berperan

Aspek-aspek lain yang tidak bisa dianggap enteng adalah:

Interaksi manusia dan komputer, Biaya dan keuntungan sistem

informasi, aspek keamanan dan legalitas, dll.

(Dr. Erik Tapan MHA) 

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 59

Page 182: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 182/319

 

Kegiatan Ilmiah

Simposium Awam "Hindari Anemia Saat Cuci Darah", Hotel

Acasia, 18 April 2004

Salah satu penyebab makin banyaknya jumlah penderita gagalginjal adalah pola hidup modern, seperti maraknya mengkonsumsialkohol, menghisap rokok, dan sebagainya. Di samping itu hal-hal lainyang juga menjadi dasar penyebab penyakit ini adalah adanya

 penyakit immunologi, batu ginjal, dan infeksi. Demikian dikatakan dr.J.Pudji Rahardjo, Sp.PD-KGH, dari Rumah Sakit CiptoMangunkusumo Jakarta beberapa waktu lalu. (tampak dalam foto dr.

 Pudji Rahardjo, SpPD-KGH, narasumber simposium berkenanmenyumbangkan suara emasnya)

 Laporan lengkap dari simposium, bisa diakses di

http://www.kalbe.co.id/seminar. Pada topik yang diberi tanda

 Breaking News, berarti peserta simposium bisa memperoleh

berita dalam bentuk cetak (print) bersamaan dengan acara diStand Kalbe Farma, dan bisa langsung diakses pada homepage

 Kalbe Farma 

Seminar Mengenal & Mengatasi Demam Berdarah, RSIA

HERMINA Daan Mogot - Jakarta, 20 Maret 2004

Sampai dengan tanggal 15 Maret 2004, di DKI terdapat penderitaDBD yang masih dirawat di RS sejumlah 2.043 orang. Untuk itu kita

 jangan sampai lengah. Demikian terungkap dalam Seminar Awam"Mengenal & Mengatasi Demam Berdarah Dengue, Sabtu 20 Maret2004 di RSIA Hermina Daan Mogot Jakarta. Acara tersebutmenampilkan pembicara tunggal Sri Kusumo Amdani, dokter spesialis

anak yang berpraktek di rumah sakit ibu dan anak tersebut.

Siang Klinik : Demensia dan Penatalaksanaannya, RS Mitra

International, 25 Maret 2004

Demensia atau yang orang awam sering sebut 'pikun' ternyata bukan hanya merupakan masalah yang sederhana, hal ini jelas terlihatdalam kehidupan sehari-hari bahwa penderita demensia, ternyata

 bukan hanya mengalami penurunan fungsi kognitif saja, melainkan

 juga mempunyai hambatan dalam membina hubungannya denganlingkungan sekitarnya. Dengan kata lain penyakit ini tidak hanya

merugikan diri penderita sendiri tetapi juga orang lain yang berada disekelilingnya, sehingga dapat dirasakan bahwa hal ini akan menjadisuatu problem yang sangat kompleks di masa yang akan datang.

eHealth Asia 2004, Kuala Lumpur, 6 - 8 April 2004

Bertempat di Grand Plaza Park Royal Kuala Lumpur, hari iniDato' Dr Abdul Gani Che Din, mewakili Mentri Kesehatan Malaysia

Tan Sri Datu Dr.Hj. Mohammad Taha bin Arif, membuka acara e-Health Asia 2004. Dalam sambutan tertulisnya, mentri menyatakan

 bahwa untuk mencapai tujuan kesehatan bersama hendaknya dipanduoleh prinsip sistem kesehatan yang mantap di masa depan, di samping

hasil dari sistem kesehatan yang juga harus terfokus.

APAMI Board Meeting, Kuala Lumpur, 6 April 2004

Pada malam hari, 6 April 2004, setelah menyelesaikan acarailmiah, diadakan APAMI Board Meeting atau acara organisasi dariAsia Pasific Association of Medical Informatics. Wakil dari Indonesia,

Erik Tapan, mempresentasikan perkembangan bidang tersebut diIndonesia. Presentasi dimulai dari Medical Record Elektronik RSPertamina Jaya Jakarta, Tele-education kesehatan via satellite, Studiomini Jakarta Eye Center, Tele-radiologi Pantai Indah Kapuk, dan

Portal Kedokteran www.kalbe.co.id, yang di klik rata-rata 2.000 kali per hari.

Simposium Awam "Hindari Anemia Saat Cuci Darah", Hotel

Acasia, 18 April 2004

Salah satu penyebab makin banyaknya jumlah penderita gagal

ginjal adalah pola hidup modern, seperti maraknya mengkonsumsialkohol, menghisap rokok, dan sebagainya. Di samping itu hal-hal lainyang juga menjadi dasar penyebab penyakit ini adalah adanya

 penyakit immunologi, batu ginjal, dan infeksi. Demikian dikatakan dr.

J.Pudji Rahardjo, Sp.PD-KGH, dari Rumah Sakit CiptoMangunkusumo Jakarta beberapa waktu lalu.

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 60

Page 183: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 183/319

 

Simposium Neurologi Untuk Masyarakat Umum, Balai

Kemanunggalan TNI-Rakyat Makassar, 18 Januari 2004

Pada tanggal 18 Januari 2004, Bagian/UP Neurologi FK

UNHAS/RS Dr. Wahidin Sudirohusodo bekerjasama denganPerhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) cabangMakassar telah menyelenggarakan simpoisum neurologi untuk

masyarakat umum dengan topik ”Pengenalan dini gejala/gangguansaraf”. Tujuan dilaksanakannya simposium ini adalah untukmencegah/menurunkan kecacatan dan kematina akibat penyakit saraf.

Acara yang dilaksanakan di Balai Kemanunggalan TNI-RakyatMakassar dimulai pukul 09.00 WITA diikuti oleh sekitar 1100 orang

 peserta. Asal peserta sangat beragam dari masyarakat umum sampaimasyarakat yang bergerak di bidang kesehatan, mahasiswa baikkedokteran maupun keperawatan.( foto diambil saat Session Mari

Tanya Ahli, dari kiri ke kanan: dr. K. Ed. Sie, SpS(K), Prof. dr. Danial Abadi, SPS(K), dr. Amiruddin Aliah, SpS(K), MM dan Prof. dr. Arifin Limoa, SpS(K)). 

Seminar IT PERMAPKIN, Jakarta, 27 - 28 April 2004

Komputerisasi dalam "bisnis" layanan kesehatan, seharusnya

sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan "proses bisnis"nya. Demikian dikatakan dr. Prabowo Soemarto dalam SeminarIT dari PB PERMAPKIN (Perhimpunan Manager PelayananKesehatan) yang berlangsung selama dua hari di Jakarta. Sebabnya,lanjut Konsultan Management dari Layanan Kesehatan Cuma-cuma

Dompet Dhuafa Republika tersebut, karena proses bisnis layananankesehatan termasuk hal yang kompleks, mengingat sangat beragamnya

latar belakang profesi yang menjalankannya.

4th Congress of Asian Pasific Society of Atherosclerosis and

Vascular Disease (APSAVD) 2004, Bali International Convention

Center, 6-9 Mei 2004

Dalam waktu 10 tahun ke depan seorang penderita kencing manisatau diabetes mellitus diperkirakan akan menderita penyakit jantung

koroner (CHD/Coronary Heart Disease). Oleh karena itu penyakit DMsaat ini telah dimasukan sebagai penyakit kardiovaskular berdasarkanguideline terbaru DM. Demikian salah satu yang ditekankan Prof. Dr.H. Slamet Suyono, SpPD, KE dari Pusat Diabetes dan Lipid FKUI

Jakarta pada acara 4th Congress of Asian Pasific Society ofAtherosclerosis and Vascular Disease (APSAVD) di Bali InternationalConvention Center beberapa waktu lalu.

5th Jakarta Antimicrobial Update 2004, Hotel Borobudur

Jakarta, 8-9 Mei 2004

 Nutrisi enteral atau peroral sangat penting untuk saluran cerna,karena dapat mencegah atrofi villi usus, tetap menjaga kelangsungan

fungsi usus, enterosit dan kolonosit. Nutrisi enteral lebih ungguldibandingkan parenteral dalam mempertahankan fungsigastrointestinal, dan berperan sebagai nutrisi pokok atau suplemendalam memperbaiki status nutrisi pasien yang dirawat di bidang ilmu

 penyakit dalam atau perawatan intensif

National Obesity Symposium III, Hotel Shangri La Jakarta, 15-16

Mei 2004

Hasil riset terbaru dari Himpunan Studi Obesitas Indonesia(HISOBI) yang melibatkan lebih dari enam ribu orang, membuktikan

 bahwa prevalensi obesitas semakin meningkat. Dibandingkan dengandata WKNPG tahun 1998, angka kejadian penyakit ini pada pria

melonjak hingga mencapai 9,16 % (WKNPG : 2,5 %) dan wanita11,02 % (WKNPG : 5,9 %). Oleh karena itu obesitas menjadi masalahepidemik yang global, tak hanya di Indonesia saja namun di seluruhdunia.

ASEAN Pharmaceutical Industry Congress, Jakarta, 23 - 25 Mei

2004

Bertempat di Hotel Gran Melia Jakarta, Minggu 23 Mei 2004

diadakan acara pembukaan eksebisi dari ASEAN PharmaceuticalIndustry Congres I. Acara yang dihadiri oleh kurang lebih 400 peserta

dari ASEAN ini berlangsung selama 3 hari dan diikuti oleh kuranglebih 40 industri farmasi dari dalam dan luar negeri, termasuk dari

Kalbe Group.

Seminar Ilmiah Kongres ARSSI I, Jakarta, 24 Mei 2004

Tuntutan terhadap dokter / rumah sakit bukan hal yang luar biasalagi saat ini. Menurut Budi Sampurna, dokter forensik dari FakultasKedokteran Universitas Indonesia, kasus tuntutan di rumah sakit

umumnya diartikan sebagai tuntutan hukum yang diakibatkan olehketidakpuasan pasien. Hal tersebut dipaparkan dokter ahli hukumtersebut sewaktu menjadi pembicara di sesi ilmiah dalam rangkaKongres Asosiasi RS Swasta Indonesia (ARSSI) yang pertama di

Jakarta, 24 Mei 2004.

Seminar Integrated Hospital Marketing, Jakarta, 25 - 26 Mei 2004

Sebagian besar rumah sakit di Indonesia belum mempergunakanRiset Marketing dalam menjalankan usahanya. Demikian dijelaskanHandi Irawan, dalam acara seminar Vi tahun 2004 dengan judul

"Integrated Hospital Marketing" yang diselenggarakan PerhimpunanManager Pelayanan Kesehatan Indonesia (PERMAPKIN), di Jakartaselama 2 hari, 25 - 26 Mei 2004.

Simposium Hematologi-Onkologi Medik Berkesinambungan XI,

Hotel Mandarin Oriental - Jakarta, 29 Mei 2004

Terapi biologi sebagai bagian dari kemoterapi telah berkembang pesat dari terapi konvensional yang sebelumnya berbasis kemoterapi,radiasi dan operasi, menjadi terapi yang bersifat spesifik. Spesifik

yang dimaksud adalah dengan mencegah pertumbuhan dan perkembangan khusus sel kanker, sehingga diharapkan terapi akanlebih tepat sasaran dengan efek samping lebih ringan serta kualitashidup pasien yang meningkat.Demikian dikatakan Prof. Dr. Zubairi Djorban, Sp.PD, KHOM dalam

sambutannya pada acara Simposium Hematologi-Onkologi MedikBerkesinambungan XI beberapa waktu lalu di Jakarta.

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004  61

Page 184: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 184/319

  BSTR K

KELAINAN KORTEKS PADA

ADHDPenelitian menggunakan MRI dan

teknik komputasi terhadap korteks

serebri 27 anak dan remaja penderita

ADHD dibandingkan dengan 46kontrol, menunjukkan bahwa morfologi

abnormal ditemukan di korteks frontal,

selain itu didapatkan ukuran yang lebih

kecil di daerah inferior dan korteks

 prefrontal dorsal bilateral; juga dikorteks temporal anterior bilateral.

Peningkatan nyata substansia grisea

sebaliknya didapatkan di sebagian besar korteks temporal superior dan

 parietal inferior bilateral.

Daerah frontal, temporal dan parietal merupakan korteks asosiasi

heteromodal yang berkaitan dengan

fungsi perhatian (attention) dan inhibisi

tingkah laku (behavioral inhibition).

 Lancet 2003; 362: 1699-707

brw

SICK BUILDING SYNDROME

Sick building syndrome  (sindrom

gedung sakit) merupakan masalah yang belum sepenuhnya dipahami.

Sekelompok peneliti di Montreal,

Kanada mencoba menyelidikinya pada

771 pekerja kantor; sistem ventilasiruang kerja mereka disinari dengan

UVGI (ultraviolet germicidal

irradiation)  selama 4 minggu, kemu-

dian dimatikan selama 12 minggu;

siklus ini dilakukan sebanyak 3 kali,selama 48 minggu. Pengoperasian

UVGI menurunkan konsentrasi mikro-

 ba dan endotoksin di permukaan sistimventilasi sampai 99% (95%CI 67 –

100).

Ternyata penggunaan UVGI

dikaitkan dengan penurunan gejala berkait dengan pekerjaan secara umum

(OD 0.8; 95%CI 0.7 – 0.99) juga terha-

dap keluhan respirasi (0.6; 0.4-0.9) dan

keluhan mukosal (0.7; 0.5 – 0.8).

Penurunan keluhan mukosal terutamadi kalangan pekerja atopik (0.6; 0.5 –

0.8) dan bukan perokok (0.7; 0.5 – 0.9).

Penggunaan UVGI juga menurunkankeluhan respirasi (0.4; 0.2 – 0.9) dankeluhan muskuloskeletal (0.5; 0.3 –

0.9) di kalangan bukan perokok.

 Lancet 2003; 362: 1785-91

brw 

ALAS TIDUR KERAS UNTUK

NYERI PINGGANG BAWAH

Kebanyakan dokter menganjurkantidur di alas yang keras untuk meng-

atasi keluhan nyeri pinggang bawah.Para peneliti di Spanyol menilai

313 dewasa dengan nyeri pinggang

 bawah kronis nonspesifik; 158 dimintatidur di alas dengan derajat kekerasan

5.6, sedangkan 155 lainnya tidur di alas

dengan derajat kekerasan 2.3; skalakekerasan kasur berkisar dari 1.0

(paling keras) sampai 10.0 (paling

empuk). Setelah 90 hari merekadievaluasi; ternyata mereka yang tidur

di alas medium (5.6) lebih banyak yang

 berkurang rasa nyerinya, baik di tempat

tidur (odds ratio  2.36; 95%CI: 1.13 –4.93) maupun saat bangkit (1.93; 0.97

 – 3.86) dan lebih rendah disabilitasnya

(2.10; 1.24 – 3.56) dibandingkan de-

ngan yang tidur di alas keras. Selama periode studi, mereka yang tidur di alas

medium juga lebih sedikit merasa nyeri

di siang hari (p=0.059), nyeri saat ber-

 baring (p=0.064) dan nyeri saat bangkitdari tempat tidur (p=0.008) diban-

dingkan dengan mereka yang tidur di

alas keras.

Sayangnya dalam studi ini posisi

tidur tidak ikut diperhitungkan, karenaternyata mereka yang tidur di alas

medium lebih banyak yang mengambil

 posisi  fetal (56% di awal percobaan,65% di akhir percobaan) dibandingkan

dengan mereka yang tidur di alas keras

(54% dan 59%).

 Lancet 2003; 362: 1599-604

brw 

PENGUKURAN ULTRASONO-

GRAFI UNTUK  MENILAI RISIKOFRAKTUR

Risiko fraktur dicoba dinilai

melalui pemeriksaan ultrasonografiterhadap tulang kalkaneus; penelitian

ini dilakukan atas 14 824 pria dan

wanita 42-82 tahun di Norfolk,

sepanjang tahun 1997-2000; mereka di

amati selama rata-rata 1.9 ± 0.7 tahun.Selama masa itu terjadi 121 fraktur, 31

di antaranya fraktur femur.

Ternyata populasi yang mem- punyai distribusi BUA (broadband

ultrasound attenuation)  kalkaneus di

kisaran 10% terendah, risiko frakturnya4.44 kali (95%CI: 2.24 – 8.89;

 p<0.0001) dibandingkan dengan

 populasi yang di kisaran 30% tertinggi.

Pengurangan 1 SD dari BUA (20

db/MHz) dihubungkan dengan risikofraktur relatif 1.95 (95%CI: 1.50 –

2.52, p<0.0001) tidak tergantung usia,

sex, tinggi badan, berat badan,

kebiasaan merokok ataupun riwayatfraktur sebelumnya.

Pemeriksaan kuantitatif ultrasono-

grafi terhadap kalkaneus agaknya dapatmeramalkan risiko fraktur baik di

kalangan pria maupun wanita.

 Lancet 2004;363:197-202

brw

METILPRDENISOLON UNTUK

SINDROM GUILLAIN BARRE

 Dutch GBS study group 

mengadakan penelitian acak buta-ganda dengan kontrol plasebo untuk

menilai manfaat penambahan metil-

 prednisolon terhadap pengobatan

imunoglobulin pada sindrom Guillain-Barre.

Sejumlah 233 pasien mendapat

0.4 g IVIg/kg.bb/hari selama 5 hari;

116 di antaranya juga diberi 500 mg.

metilprednisolon/hari iv dalam 48 jamsetelah pemberian IVIg pertama, 117

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 62

Page 185: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 185/319

 

BSTR K

sisanya mendapat plasebo.Analisis atas data dari 225 pasien

menunjukkan bahwa skor disabilitas

membaik satu tingkat atau lebih pada

68% (76 dari 112) pasien kelompokmetilprednisolon dan pada 56% (63

dari 113) pasien kontrol. (OR 1.68;

95%CI: 0.97-2.88; p=0.06). Setelah

 penyesuaian data terhadap usia dan

tingkat penyakit saat masuk, OR=1.89(95%CI: 1.07-3.35; p=0.003).

Efek samping tidak berbeda

 bermakna di antara dua kelompoktersebut.

Ternyata penambahan metilpred-

nisolon tidak memperbaiki hasil pengobatan sindrom Guiilain/Barre.

 Lancet 2004;363:192-6

brw 

EFEK SAMPING TRIMETOPRIM-

KOTRIMOKSAZOL

Telah dilaporkan satu kasus

wanita 63 tahun yang mendapat 20mg/kg.bb trimetoprim, 100 mg/kg.bb

sulfametoksazol iv dan 2 g. seftriakson

iv dua kali sehari untuk infeksi

 Nocardia; setelah 4 hari pengobatan pasien tersebut mengalami gerakan

involunter di kepala dan keempat

ekstremitasnya, berupa mioklonus

multifokal dan asterixis bilateral.

Pemeriksaan MRI hasilnya tidakspesifik, dan pasien menolak punksi

lumbal.

Terapi trimetoprim-sulfametok-sazol dihentikan, keesokan harinya

gerakan involunter berkurang dan

hilang sama sekali setelah 4 hari,

Kejadian ini sebelumnya pernahdilaporkan pada 1 kasus anak.

 N Engl J Med 2004;350:88-9

brw 

ASPIRIN UNTUK POLISITEMIAVERA

Aspirin ternyata juga bermanafat

untuk mencegah komplikasi trombosis

di kalangan pasien polisitemia vera.Para peneliti di Italia memberikan 100

mg aspirin/hari pada 253 pasien

 polisitemia vera, dibandingkan dengan

265 pasien yang diberi plasebo.

Pemantauan dilakukan setelah 12, 24,36, 48 dan 60 bulan kemudian.

Di akhir percobaan, risiko infark

miokard non fatal, stroke non fatal ataukematian akibat kardiovaskuler lebih

rendah di kelompok aspirin (RR 0.41;

95%CI 0.15 – 1.15; p=0.09); demikian juga risiko infark miokard non fatal,

 stroke  non fatal, emboli paru,

trombosis vena atau kematian akibat

kardiovaskuler (RR 0.40; 95%CI 0.18

 – 0.91; p=0.03). Kematian, baikkeseluruhan ataupun oleh sebab kardio-

vaskular lain tidak berbeda bermakna.

Efek samping perdarahan tidak berbeda

 bermakna (RR 1.62; 95%CI 0.27-9.71).

 N Engl J Med 2004;350:114-24

brw 

EFEK LATIHAN TERHDAP KE-

TAHANAN JANTUNG

Kelompok peneliti di Inggris me-

lakukan metaanalisis atas 9 percobaan

yang seluruhnya melibatkan 801 pasien

 – 395 menjalani latihan, 406 sebagaikontrol.

Ternyata selama periode  follow-

up  rata-rata selama 705 ±  729 haritercatat 88 (22%) kematian di

kelompok latihan dan 105 (16%) di

kelompok kontrol.

Latihan secara bermakna menu-runkan mortalitas (hazard ratio  0.65;

95%CI 0.46 – 0.92; logrank x2  5.9;

 p=0.015)

Kematian dan perawatan ru-

mahsakit juga lebih sedikit di kalanganlatihan (0.72; 0.56-0.93; 6.4; p=0.011).

Program latihan yang dijalani berupa bersepeda, jalan kaki, aerobikdan kalistenik yang bervariasi di antara

 percobaan-percobaan tersebut.

 BMJ 2004;328:189-92

brw 

MENCEGAH EKSASERBASI

ASMA

Suatu studi dilakukan untuk

menilai manfaat penggandaan dosis

inhalasi kortikosteroid dalam upaya

mencegah peningkatan dosis predni-solon oral.

Sejumlah 390 penderita asma pengguna kortikosteroid inhalasi yang

 berisiko eksaserbasi dipantau gejala

asma dan morning peak flownya

selama sampai 12 bulan. Saat gejalanyamulai memburuk, 192 menggandakan

dosisnya, sedangkan 198 lainnya tidak

(kedua kelompok menggunakan

inhaler yang serupa)

Setelah 12 bulan, data diolah dari207 (53%) peserta; 110 di kelompok

studi dan 97 di kelompok plasebo;ternyata 46 menggunakan prednisolon

tambahan - 22 (11%) dari kelompok

studi dan 24 (12%) dari kelompok

 plasebo membutuhkan prednisolontambahan untuk mengatasi gejala

asmanya.

 Risk ratio  penggunaan predni-

solon 0.95 (95%CI 0.55-1.64, p=0.8)

Para peneliti berkesimpulan bahwa menggandakan dosis inhalasi

tidak mencegah perburukan gajala

asma (yang diukur dari kebutuhan prednisolon oral)

 Lancet 2004;363:271-5

brw

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 63

Page 186: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 186/319

 

Ruang

Penyegar dan Penambah

Ilmu Kedokteran

 Dapatkah saudara menjawab

 pertanyaan-pertanyaan di bawah ini?

1. Kuman yang dikaitkan dengan rinitis atrofi:

a) Streptococcus pneumoniae

b) Pneumococcusc) Klebsiella pneumoniae

d) Klebsiella ozeanaee) Klebsiella rhinoscleromatis

2. Defisiensi yang dikaitkan dengan rinitis atrofi :

a) Defisiensi vitamin B

b) Defisiensi vitamin C

c) Defisiensi vitamin Dd) Defisiensi Zn

e) Defisiensi Fe

3. Kista duktus tiroglosus paling sering ditemukan di

a) Submental

b) Intralingual

c) Suprahioid

d) Transhioid

e) Infrahioid

4. Yang tidak benar mengenai papiloma laring;

a) Tumor jinakb) Tidak pernah mematikan

c) Berhubungan dengan HIV

d) Gejalanya awalnya sesake) Sering rekuren

5. Rinoskleroma dikaitkan dengan :a) Streptococcus pneumoniae

b) Pneumococcus

c) Klebsiella pneumoniaed) Klebsiella ozeanae

e) Klebsiella rhinoscleromatis 

6. Bakteri yang paling sering menginfeksi trakeostomi:

a) Streptococcus pneumoniaeb) Pneumococcus

c) Klebsiella

d) Pseudomonas

e) Staphylococcus

7. Kanker nasofaring terutama didapatkan di kalangan:a) Mongoloidb) Kaukasian

c)  Negroid

d) Hispanik

e) India

8. Pemakaian sumbat telinga tidak berguna jika intensitas

suara di atas:

a) 20 dBb) 40 dB

c) 60 dB

d) 80 dB

e) 100 dB

9. Nyeri timbul jika intensitas suara melebihi ;

a) 100 dB

b) 120 dB

c) 140 dB

d) 160 dB

e) 180 dB

10. Yang termasuk penyebab sentral pada vertigo ;

a) Gangguan peredaran darah otak

b) Trauma vestibulerc) Penyakit Meniere

d) Vertigo posisional benigna

e)  Neuronitis vestibularis

JAWABAN RPPIK :

1. D 2. E 3. E 4. B 5. E

6. D 7. A 8. C 9. B 10. A

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 200464

Page 187: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 187/319

62

Lampiran 1. Tanaman dan Serbuk Teh Hitam (Camell ia sinensis  L.)

Gambar 8. Tanaman Teh (Camellia

 sinensis L.)

Gambar 9. Serbuk Teh Hitam

(Camellia sinensis L.)

ambar 10.Maserasi Serbuk Teh Hitam

(Camellia sinensis L.)

Gambar 11. Ekstrak Etanol 70 %

Teh Hitam (Camellia

 sinensis L.)

Page 188: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 188/319

63

Lampiran 2. Hasil Determinasi Tanaman Teh (Camell ia sinensis  L.)

Page 189: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 189/319

64

Lampiran 3. Alur Penelitian

Latar belakang teh hitam

Pengumpulan bahan dan pembuatan simplisia

Teh hitam di duga

memiliki senyawa bioaktif yang dapat

dimanfaatkan

sebagai bahan tabirsur a.

Maserasi dengan etanol 70 %

Evaporasi

Serbuk simplisia teh hitam

Eksrtak Etanol teh hitam

Standarisasi Ekstrak

Parameter Non S esifikParameter S esifik

1. Kadar Abu

2. Randemen

3. Susut pengeringan

1. Identitas Ekstrak

2. Organoleptis Ekstrak

3. pH

4. bobot jenis

5. Penapisan Fitokimia

ekstrak

Penapisan Fitokimia

Page 190: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 190/319

65

Pembuatan Krim Ekstrak Etanol 70%

Teh Hitam (Camellia sinensi L.)

Evaluasi Sediaan Krim

Ekstrak Etanol 70 % Teh

Hitam

Uji fotostabilitas dan efektivitas Krim

tabir surya

1. Uji stabilitas

 penyimpanan pada

suhu ruang (28±2°C)

2. Cycling test  

Uji efektivitas krim tabir surya

Pengukuran

serapan awal krim(tanpa mengandung

ekstrak) secara

Spektrofotometer

UV-Vis pada

 panjang gelombang

yang telah di

 peroleh

Pengukuran

 perubahan serapankrim setelah

 beberapa waktu

 penyinaran(mengandung

ekstrak) secara

Spektrofotometer

UV-Vis pada

 panjang gelombang

yang telah di

 peroleh

Penentuan

efektifitas tabir

surya ekstrak

etanol teh hitam(Camellia sinensis 

L.) secara

spektrofotometer

UV-Vis

Penentuan

efektifitas krim

tabir surya teh

hitam (Camellia

 sinensis L.)

secara

spektrofotometer

UV-Vis

Diperoleh nilai

%Te & %Tp

Diperoleh nilai

%Te & %Tp

Penentuan kategori

tabir surya

Uji fotostabilitas krim tabir surya

Penentuan panjang gelombang

maksimum ekstrak

Page 191: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 191/319

66

Spectrum Name: C:\UVWINLAB\DATA\TEH.SP

Description: Lamda maks ekstrak etanol teh hitam 100 ppm

Date Created: Mon Apr 14:04:45 2010 

Instrument Model: Lambda 25 

Time: 2:21:50 AM Date: 12/4/2010 

200  220  240  260  280  300  320  340  360  380  400.0 0.00 

0.1 

0.3 

0.5 

0.7 

0.9 

1.1 

1.3 

1.5 

1.7 

1.9 

2.1 

2.3 

2.5 

nm 

 A

293.46 

260.47 

238.24 

229.33 

Lampiran 4. Hasil Scanning Panjang Gelombang Maksimum Ekstrak

Etanol 70 % Teh Hitam (Camellia sinensis   L.) Pada

Konsentrasi 100 ppm

Abscissa Ordinate Type

293,46 0,825 Peak

238,24 0,490 Base

Page 192: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 192/319

67

Lampiran 5. Perhitungan Karakteristik Ekstrak

1.  Randemen ekstrak

Berat total ekstrak : 164 gramBerat simplisia kering : 500 g

% Randemen ekstrak =

   

= 164 x 100%

500

= 32,8%

2.  Bobot jenis ekstrak teh hitam

Berat piknometer kosong (w1) : 16,233 g

Berat piknometer + air (w2) : 40,772 g

Berat piknometer + ekstrak (w3) : 37,683 g

Bobot jenis =

  ml 

= 37,683 –  16,233 ml 40,772 –  16,233

= 0,874 gram/ml

3.  Kadar abuBerat cawan (a) : 25,752 g

Berat ekstrak (b) : 3,009 g

Berat ekstrak akhir (c) : 25,763 g

% Kadar Abu =

   

= 25,763 –  25,752 x 100%

3,009

= 0.365 %

4.  Susut pengeringan

Berat cawan (a) : 23,150 g

Berat cawan + ekstrak awal (b) : 24,147 g

Berat cawan + ekstrak akhir (c) : 24,085g

% Kadar air =

   

= 24,147 –  24,085 x 100 %

24,147 –  23,150

= 6,21 %

Page 193: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 193/319

68

Lampiran 6. Gambar Formula Krim

1.  Uji Stabilitas Penyimpanan Suhu Ruang (28±2 °C)

KN KP 

KrT 1 % KrT 2 % KrT 3 %

Gambar 12. Formula Krim Minggu ke- 0

KN KP 

KrT 1 % KrT 2 % KrT 3 %

Gambar 13. Formula Krim minggu ke- 1

Page 194: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 194/319

69

KN KP

KrT 1 % KrT 2 % KrT 3 %

Gambar 14. Formula Krim Minggu ke- 2

KN KP 

KrT 1 % KrT 2 % KrT 3 %

Gambar 15. Formula Krim Minggu ke- 3

Page 195: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 195/319

70

KN KP

KrT 1 % KrT 2 % KrT 3 %

Gambar 16. Formula Krim Minggu ke- 4

Gambar 17. Sentrifugasi Minggu ke- 0 Gambar 18. Sentrifugasi Minggu ke-4 

Page 196: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 196/319

71

2.  Uji Sebelum dan Sesudah Cycli ng Test .

Gambar 19. Formula Krim SebelumCycling Test  

Gambar 20. Formula Krim SesudahCycling Test  

Gambar 21. Uji Homogenitas Sebelum

Cycling Test  

Gambar 22. Uji Homogenitas Sesudah

Cycling Test  

Gambar 23. Uji Sentrifugasi Sebelum

Cycling Test  

Gambar 24. Uji Sentrifugasi Sesudah

Cycling Test  

Page 197: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 197/319

72

Lampiran 7. Hasil Statistik Aktivitas Krim Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam

sebagai Tabir Surya

1. Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Tujuan : Untuk melihat aktivitas krim tabir surya terdistribusi normal atau

tidak

Hipotesis :

Ho : Data aktivitas krim tabir surya terdistribusi normal

Ha : Data aktivitas krim tabir surya tidak terdistribusi normal

Pengambilan keputusan :

Jika nilai signifikan ≥ 0,05, maka Ho diterima 

Jika nilai signifikan ≤ 0,05, maka Ho ditolak  

NPar TestsDescriptive Statistics 

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

absorbansi0 15 .730920 .2108132 .3125 .9616

absorbansi30 15 .642480 .1421973 .3721 .8620absorbansi60 15 .538560 .1678628 .2292 .8829

absorbansi90 15 .548573 .1896068 .1462 .8226

absorbansi120 15 .436333 .1400081 .1150 .6260

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test 

absorbansi0 absorbansi30 absorbansi60 absorbansi90 absorbansi120

N 15 15 15 15 15

NormalParameters

a,,b 

Mean .730920 .642480 .538560 .548573 .436333

Std. Deviation .2108132 .1421973 .1678628 .1896068 .1400081

MostExtremeDifferences

 Absolute .265 .241 .156 .249 .162

Positive .152 .132 .143 .169 .088

Negative -.265 -.241 -.156 -.249 -.162

Kolmogorov-Smirnov Z 1.028 .933 .605 .966 .628

 Asymp. Sig. (2-tailed) .241 .348 .857 .308 .825

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Keputusan : Data aktivitas seluruh krim tabir surya terdistribusi secara normal.

Page 198: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 198/319

73

2. Uji Homogenitas Levene

Tujuan : Untuk melihat aktivitas uji krim tabir surya homogen atau tidak

Hipotesis :

Ho : Aktivitas krim tabir surya bervariasi homogen

Ha : Aktivitas krim tabir surya tidak bervariasi homogen

Pengambilan keputusan :

Jika nilai signifikan ≥ 0,05, maka Ho diterima 

Jika nilai signifikan ≤ 0,05, maka Ho ditolak  

Test of Homogeneity of Variances

LeveneStatistic df1 df2 Sig.

absorbansi0 2.989 4 10 .073

absorbansi30 2.557 4 10 .104

absorbansi60 3.128 4 10 .065

absorbansi90 4.090 4 10 .052

absorbansi120 .976 4 10 .463

Keputusan: Uji homogenitas aktivitas krim tabir surya bervariasi homogen

ANOVA 

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

absorbansi0 Between Groups .589 4 .147 43.696 .000

Within Groups .034 10 .003

Total .622 14

absorbansi30 Between Groups .235 4 .059 12.183 .001

Within Groups .048 10 .005

Total .283 14

absorbansi60 Between Groups .321 4 .080 10.854 .001

Within Groups .074 10 .007

Total .394 14

absorbansi90 Between Groups .411 4 .103 11.079 .001

Within Groups .093 10 .009

Total .503 14

absorbansi120 Between Groups .219 4 .055 9.881 .002

Within Groups .055 10 .006

Total .274 14

Page 199: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 199/319

74

4. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT)

Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan aktivitas krim tabir

surya secara bermakna pada setiap formula

Hipotesis :

Ho : Aktivitas krim tabir surya tidak berbeda secara bermakna

Ha : Aktivitas krim tabir surya berbeda secara bermakna

Pengambilan keputusan :

Jika nilai signifikan ≥ 0,05, maka Ho diterima 

Jika nilai signifikan ≤ 0,05, maka Ho ditolak  

Multiple Comparisons 

LSD

DependentVariable (I) konsentrasi (J) konsentrasi

Mean Difference(I-J) Std. Error Sig.

95% ConfidenceInterval

LowerBound

UpperBound

absorbansi0 kontrol negatif kontrol positif -.5700333 .0473790 .000 -.675600 -.464466

formula 1% -.3992333 .0473790 .005 -.504800 -.293666

formula 2% -.4322000 .0473790 .016 -.537767 -.326633

formula 3% -.4921333 .0473790 .131 -.597700 -.386566

kontrol positif kontrol negatif .5700333 .0473790 .000 .464466 .675600

formula 1% .1708000 .0473790 .000 .065233 .276367

formula 2% .1378333 .0473790 .000 .032266 .243400

formula 3% .0779000 .0473790 .020 -.027667 .183467

formula 1% kontrol negatif .3992333 .0473790 .000 .293666 .504800

kontrol positif -.1708000 .0473790 .005 -.276367 -.065233

formula 2% -.0329667 .0473790 .502 -.138534 .072600

formula 3% -.0929000 .0473790 .078 -.198467 .012667

formula 2% kontrol negatif .4322000 .0473790 .000 .326633 .537767

kontrol positif -.1378333 .0473790 .016 -.243400 -.032266

formula 1% .0329667 .0473790 .502 -.072600 .138534

formula 3% -.0599333 .0473790 .235 -.165500 .045634

formula 3% kontrol negatif .4921333 .0473790 .000 .386566 .597700

kontrol positif -.0779000 .0473790 .131 -.183467 .027667

formula 1% .0929000 .0473790 .078 -.012667 .198467

formula 2% .0599333 .0473790 .235 -.045634 .165500

absorbansi30 kontrol negatif kontrol positif -.3516000 .0566864 .000 -.477905 -.225295

formula 1% -.2581000 .0566864 .001 -.384405 -.131795

formula 2% -.1822667 .0566864 .009 -.308572 -.055962

formula 3% -.3186000 .0566864 .000 -.444905 -.192295

Page 200: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 200/319

75

kontrol positif kontrol negatif .3516000 .0566864 .000 .225295 .477905

formula 1% .0935000*  .0566864 .000 -.032805 .219805

formula 2% .1693333 .0566864 .000 .043028 .295638

formula 3% .0330000 .0566864 .013 -.093305 .159305

formula 1% kontrol negatif .2581000 .0566864 .001 .131795 .384405

kontrol positif -.0935000 .0566864 .130 -.219805 .032805

formula 2% .0758333 .0566864 .211 -.050472 .202138

formula 3% -.0605000 .0566864 .311 -.186805 .065805

formula 2% kontrol negatif .1822667 .0566864 .009 .055962 .308572

kontrol positif -.1693333 .0566864 .014 -.295638 -.043028

formula 1% -.0758333 .0566864 .211 -.202138 .050472

formula 3% -.1363333 .0566864 .037 -.262638 -.010028

formula 3% kontrol negatif .3186000 .0566864 .000 .192295 .444905

kontrol positif -.0330000 .0566864 .573 -.159305 .093305

formula 1% .0605000 .0566864 .311 -.065805 .186805formula 2% .1363333 .0566864 .037 .010028 .262638

absorbansi60 kontrol negatif kontrol positif -.4489667 .0701685 .000 -.605312 -.292622

formula 1% -.2065333 .0701685 .015 -.362878 -.050188

formula 2% -.2664000 .0701685 .004 -.422745 -.110055

formula 3% -.3025667 .0701685 .002 -.458912 -.146222

kontrol positif kontrol negatif .4489667 .0701685 .000 .292622 .605312

formula 1% .2424333 .0701685 .000 .086088 .398778

formula 2% .1825667 .0701685 .000 .026222 .338912

formula 3% .0664000 .0701685 .044 -.009945 .302745

formula 1% kontrol negatif .2065333 .0701685 .015 .050188 .362878

kontrol positif -.2424333 .0701685 .006 -.398778 -.086088

formula 2% -.0598667 .0701685 .414 -.216212 .096478

formula 3% -.0960333 .0701685 .201 -.252378 .060312

formula 2% kontrol negatif .2664000 .0701685 .004 .110055 .422745

kontrol positif -.1825667 .0701685 .026 -.338912 -.026222

formula 1% .0598667 .0701685 .414 -.096478 .216212

formula 3% -.0361667 .0701685 .617 -.192512 .120178

formula 3% kontrol negatif .3025667 .0701685 .002 .146222 .458912

kontrol positif -.1464000 .0701685 .064 -.302745 .009945

formula 1% .0960333 .0701685 .201 -.060312 .252378

formula 2% .0361667 .0701685 .617 -.120178 .192512

absorbansi90 kontrol negatif kontrol positif -.4672667 .0785970 .000 -.642392 -.292142

formula 1% -.3499000 .0785970 .001 -.525025 -.174775

formula 2% -.3760667 .0785970 .001 -.551192 -.200942

formula 3% -.4136333 .0785970 .000 -.588758 -.238508

kontrol positif kontrol negatif .4672667 .0785970 .000 .292142 .642392

formula 1% .1173667*  .0785970 .000 -.057758 .292492

formula 2% .0912000*  .0785970 .000 -.083925 .266325

formula 3% .0536333 .0785970 .010 -.121492 .228758

formula 1% kontrol negatif .3499000 .0785970 .001 .174775 .525025

kontrol positif -.1173667 .0785970 .166 -.292492 .057758

Page 201: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 201/319

76

Keputusan : Aktivitas krim tabir surya seluruh formula uji berbeda secara

 bermakna dengan kontrol negatif dan kontrol positif (P < 0,05).

Kesimpulan uji statistik :

1.  Formula uji (1 % dan 2 %) dan kontrol negatif memiliki perbedaan secara

 bermakna dengan kontrol positif, artinya aktivitas dari formula uji (1 dan 2

%) tidak sebanding atau berbeda dengan kontrol positif.

2.  Formula uji (1 %, 2 %, dan 3 %) dan kontrol positif memiliki perbedaan

secara bermakna dengan kontrol negatif, artinya aktivitas dari formula uji

(1 %, 2 %, dan 3 %) dan kontrol positif berbeda dengan kontrol negatif.

3.  Formula uji (3 %) tidak memiliki perbedaan secara bermakna dengan

control positif, artinya kontrol positif memiliki aktivitas yang hampir sama

dengan formula uji 3 %.

formula 2% -.0261667 .0785970 .746 -.201292 .148958

formula 3% -.0637333 .0785970 .436 -.238858 .111392

formula 2% kontrol negatif .3760667 .0785970 .001 .200942 .551192

kontrol positif -.0912000 .0785970 .273 -.266325 .083925

formula 1% .0261667 .0785970 .746 -.148958 .201292

formula 3% -.0375667 .0785970 .643 -.212692 .137558

formula 3% kontrol negatif .4136333 .0785970 .000 .238508 .588758

kontrol positif -.0536333 .0785970 .510 -.228758 .121492

formula 1% .0637333 .0785970 .436 -.111392 .238858

formula 2% .0375667 .0785970 .643 -.137558 .212692

absorbansi120 kontrol negatif kontrol positif -.2681333 .0607810 .000 -.403562 -.132705

formula 1% -.2547333 .0607810 .002 -.390162 -.119305

formula 2% -.1677000 .0607810 .020 -.303129 -.032271

formula 3% -.3574333 .0607810 .000 -.492862 -.222005

kontrol positif kontrol negatif .2681333 .0607810 .001 .132705 .403562formula 1% .0134000*  .0607810 .000 -.122029 .148829

formula 2% .1004333*  .0607810 .000 -.034995 .235862

formula 3% -.0893000 .0607810 .033 -.224729 .046129

formula 1% kontrol negatif .2547333 .0607810 .002 .119305 .390162

kontrol positif -.0134000 .0607810 .830 -.148829 .122029

formula 2% .0870333 .0607810 .183 -.048395 .222462

formula 3% -.1027000 .0607810 .122 -.238129 .032729

formula 2% kontrol negatif .1677000 .0607810 .020 .032271 .303129

kontrol positif -.1004333 .0607810 .129 -.235862 .034995

formula 1% -.0870333 .0607810 .183 -.222462 .048395

formula 3% -.1897333 .0607810 .011 -.325162 -.054305

formula 3% kontrol negatif .3574333 .0607810 .000 .222005 .492862

kontrol positif .0893000 .0607810 .173 -.046129 .224729

formula 1% .1027000 .0607810 .122 -.032729 .238129

formula 2% .1897333 .0607810 .011 .054305 .325162

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Page 202: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 202/319

77

Lampiran 8. Hasil Uji Efektifitas Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam sebagai

Tabir Surya

Tabel 19. Perhitungan Uji Efektivitas Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam Konsentrasi

40 ppm

λ (nm)  A % T Fe Ee (% T x Fe) Ep (% T x Fp)

292,5

297,5

302,5

307,5

312,5

3,17,5

1,6212

1,6128

1,5873

1,5736

1,5661

1,5372

2,3922

2,4389

2,5864

2,6693

2,7158

2,9026

0,1105

0,6720

1,0000

0,2008

0,1364

0,1125

0,2643

1,6389

2,5864

0,5359

0,3704

0,3265

-

-

-

-

-

-

Fp

322,5

327,5

332,5

337,5

342,5

347,5

352,5

357,5

362,5

367,5

372,5

1,5018

1,4822

1,4630

1,4521

1,4227

1,4198

1,3821

1,3316

1,3211

1,3201

1,3147

3,1492

3,2946

3,4435

3,5310

3,7783

3,8036

4,1486

4,6601

4,7742

4,7852

4,8451

0,1079

0,1020

0,0936

0,0798

0,0669

0,0570

0,0488

0,0456

0,0356

0,0310

0,0260

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

0,3398

0,3360

0,3223

0,2818

0,2527

0,2168

0,2024

0,2125

0,1699

0,1483

0,1259

∑ = 5,5424 ∑ = 2,6084

% Te = ∑

∑   % Tp =

∑  

=

  =

 

= 2,4829 %  = 3,7574 % 

Page 203: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 203/319

78

LANJUTAN

Contoh perhitungan persen transmisi dan eritema:

   Nilai transmisi eritema: A = -log T

% T =  x 100 %

= 2,3922

Dimana: A = nilai serapan pada panjang gelombang 292,5 nm

   Nilai fluks eritema: Ee = % T x Fe

Ee = 2,3922 x 0,1105

= 0,2643

Dimana Fe = nilai fluks eritema pada panjang gelombang 290-295 nm

(dilihat pada tabel 1)

  % transmisi eritema (% Te) = ∑ Ee / ∑ Fe 

= 5,5424 / 2,2322

= 2,4829 %

Keterangan:

∑ Ee : Jumlah nilai fluks eritema yang diteruskan oleh tabir surya

∑ Fe  : Fluks eritema pada rentang total eritema 290-320 nm (dilihat

 pada tabel 1)

Selanjutnya untuk perhitungan persen transmisi pigmentasi dihitung

dengan cara yang sama.

Page 204: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 204/319

79

Tabel 20. Perhitungan Uji Efektivitas Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam Konsentrasi

60 ppm

λ (nm)  A % T Fe Ee (% T x Fe) Ep (% T x Fp)

292,5

297,5

302,5

307,5

312,5

317,5

1,7311

1,7302

1,7289

1,7066

1,6821

1,6534

1,8574

1,8612

1,8668

1,9652

2,0792

2,2212

0,1105

0,6720

1,0000

0,2008

0,1364

0,1125

0,2052

1,2507

1,8668

0,3946

0,2836

0,2498

-

-

-

-

-

-

Fp

322,5

327,5

332,5

337,5

342,5

347,5

352,5

357,5

362,5

367,5

372,5

2,3834

2,4311

2,6779

2,9053

2,9861

3,0782

3,0896

3,3729

3,4914

3,7792

3,9646

0,0454

0,0488

0,0510

0,0511

0,0546

0,1271

0,1371

0,1503

0,1544

0,1598

0,2167

0,1079

0,1020

0,0936

0,0798

0,0669

0,0570

0,0488

0,0456

0,0356

0,0310

0,0260

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

0,2571

0,2479

0,2506

0,2318

0,1998

0,1754

0,1507

0,1538

0,1243

0,1171

0,1031

∑ = 4,2507 ∑ = 2,0116

% Te  = 

∑   % Tp =

∑  

=

  =

 

= 1,9042 % = 2,8977 %

Page 205: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 205/319

80

Tabel 21. Perhitungan Uji Efektivitas Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam Konsentrasi

80 ppm

λ (nm)  A % T Fe Ee (% T x Fe) Ep (% T x Fp)

292,5

297,5

302,5

307,5

312,5

317,5

1,7642

1,7616

1,7439

1,7394

1,7144

1,7085

1,7211

1,7314

1,8034

1,8222

1,9302

1,9566

0,1105

0,6720

1,0000

0,2008

0,1364

0,1125

0,1902

1,1635

1,8034

0,3659

0,2633

0,2201

-

-

-

-

-

-

Fp

322,5

327,5

332,5

337,5

342,5

347,5

352,5

357,5

362,5

367,5

372,5

1,6885

1,6720

1,6662

1,6538

1,6340

1,6026

1,5844

1,5677

1,5423

1,5019

1,4922

2,0488

2,1281

2,1567

2,2192

2,3227

2,4969

2,6037

2,7058

2,8688

3,1485

3,2196

0,1079

0,1020

0,0936

0,0798

0,0669

0,0570

0,0488

0,0456

0,0356

0,0310

0,0260

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

0,2210

0,2170

0,2018

0,1771

0,1554

0,1423

0,1271

0,1234

0,1021

0,0976

0,0837

∑ = 4,0064 ∑ = 1,6485

% Te = 

∑   % Tp =

∑  

=

  =

 

= 1,7948 %  = 2,3746 % 

Page 206: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 206/319

81

Tabel 22. Perhitungan Uji Efektivitas Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam Konsentrasi

100 ppm

λ (nm)  A % T Fe Ee (% T x Fe) Ep (% T x Fp)

292,5

297,5

302,5

307,5

312,5

317,5

1,7976

1,7941

1,7758

1,7534

1,7227

1,7024

1,5937

1,6066

1,6757

1,7644

1,8936

1,9842

0,1105

0,6720

1,0000

0,2008

0,1364

0,1125

0,1761

1,0796

1,6757

0,3543

0,2583

0,2232

-

-

-

-

-

-

Fp

322,5

327,5

332,5

337,5

342,5

347,5

352,5

357,5

362,5

367,5

372,5

1,6821

1,6693

1,6477

1,6128

1,6094

1,5838

1,5421

1,5223

1,4813

1,4772

1,4421

2,0792

2,1414

2,2506

2,4389

2,4581

2,6073

2,8701

3,0040

3,3014

3,3327

3,6132

0,1079

0,1020

0,0936

0,0798

0,0669

0,0570

0,0488

0,0456

0,0356

0,0310

0,0260

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

0,2243

0,2184

0,0234

0,1946

0,1644

0,1486

0,1400

0,1369

0,1175

0,1033

0,0939

∑ = 3,7672 ∑ = 1,6484

% Te = 

∑   % Tp =

∑  

=

  =

 

= 1,6876 %  = 2,2548 %

Page 207: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 207/319

82

Tabel 23. Perhitungan Uji Efektivitas Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam Konsentrasi

120 ppm

λ (nm)  A % T Fe Ee (% T x Fe) Ep (% T x Fp)

292,5

297,5

302,5

307,5

312,5

317,5

1,8173

1,8124

1,8096

1,7878

1,7632

1,7429

1,5230

1,5403

1,5502

1,6300

1,7250

1,8076

0,1105

0,6720

1,0000

0,2008

0,1364

0,1125

0,1683

1,0351

1,5502

0,3273

0,2353

0,2033

-

-

-

-

-

-

Fp

322,5

327,5

332,5

337,5

342,5

347,5

352,5

357,5

362,5

367,5

372,5

1,6885

1,6832

1,6821

1,6709

1,6722

1,6547

1,6330

1,6228

1,6113

1,5821

1,5447

2,0488

2,0739

2,0792

2,1335

2,1271

2,2146

2,3281

2,3834

2,4474

2,6176

2,8529

0,1079

0,1020

0,0936

0,0798

0,0669

0,0570

0,0488

0,0456

0,0356

0,0310

0,0260

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

0,2210

0,2115

0,1941

0,1702

0,1423

0,1262

0,1136

0,1087

0,0871

0,0811

0,0741

∑ = 3,5195 ∑ = 1,5299

% Te = 

∑   % Tp =

∑  

=

  =

 

= 1,5766 % = 2,2038 %

Page 208: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 208/319

83

Lampiran 9. Hasil Uji Efektifitas Krim Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam

sebagai Tabir Surya

Tabel 24. Perhitungan Efektivitas Krim Formula KN (kontrol negatif)

λ (nm)  A % T Fe Ee (% T x Fe) Ep (% T x Fp)

292,5

297,5

302,5

307,5

312,5

3,17,5

0,3670

0,3614

0,3278

0,2994

0,2762

0,2422

42,9536

43,5111

47,0110

50,1880

52,9419

57,2532

0,1105

0,6720

1,0000

0,2008

0,1364

0,1125

4,7464

29,2395

47,0110

10,0777

7,2213

6,4409

-

-

-

-

-

-

Fp

322,5

327,5

332,5

337,5

342,5

347,5

352,5

357,5

362,5

367,5

372,5

0,2116

0,1907

0,1777

0,1629

0,1448

0,1421

0,1139

0,1114

0,1102

0,1094

0,1065

61,4327

64,4614

66,4202

68,7726

71,6473

72,0941

76,9307

77,3749

77,5889

77,7320

78,2528

0,1079

0,1020

0,0936

0,0798

0,0669

0,0570

0,0488

0,0456

0,0356

0,0310

0,0260

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

6,6286

6,5751

6,2169

5,4840

4,7932

4,1093

3,7542

3,5283

2,7621

2,4097

2,0346

∑ = 104,7368 ∑ = 48,2960

% Te = ∑

∑   % Tp =

∑  

=

  =

 

= 46,9208 % = 69,5707 %

Page 209: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 209/319

84

Tabel 25. Perhitungan Uji Efektivitas Krim Formula KP benzofenon-3 (kontrol

 positif)

λ (nm)  A % T Fe Ee (% T x Fe) Ep (% T x Fp)

292,5

297,5

302,5

307,5

312,5

317,5

3,4280

3,4246

3,4019

3,3927

3,3721

3,3717

0,0373

0,0376

0,0396

0,0405

0,0424

0,0425

0,1105

0,6720

1,0000

0,2008

0,1364

0,1125

0,0041

0,0253

0,0396

0,0081

0,0058

0,0048

-

-

-

-

-

-

Fp

322,5

327,5

332,5

337,5

342,5

347,5

352,5

357,5

362,5

367,5

372,5

3,3425

3,3110

3,2925

3,2911

3,2626

2,8958

2,8774

2,8231

2,8114

2,7963

2,6642

0,0454

0,0488

0,0510

0,0511

0,0546

0,1271

0,1371

0,1503

0,1544

0,1598

0,2167

0,1079

0,1020

0,0936

0,0798

0,0669

0,0570

0,0488

0,0456

0,0356

0,0310

0,0260

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

0,0049

0,0049

0,0047

0,0041

0,0036

0,0072

0,0067

0,0068

0,0055

0,0049

0,0056

∑ = 0,08877 ∑ = 0,0589

% Te = 

∑   % Tp =

∑  

=

  =

 

= 0,0392 % = 0,0848 %

Page 210: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 210/319

85

Tabel 26. Perhitungan Uji Efektivitas Krim Tabir Surya Ekstrak Etanol 70 % Teh

Hitam Konsentrasi 1 % (KrT 1 %)

λ (nm)  A % T Fe Ee (% T x Fe) Ep (% T x Fp)

292,5

297,5

302,5

307,5

312,5

317,5

2,2240

2,1774

2,1535

2,1362

2,1226

2,1124

0,5970

0,6646

0,7022

0,7308

0,7540

0,7719

0,1105

0,6720

1,0000

0,2008

0,1364

0,1125

0,6759

0,4466

0,7022

0,1467

0,1028

0,0868

-

-

-

-

-

-

Fp

322,5

327,5

332,5

337,5

342,5

347,5

352,5

357,5

362,5

367,5

372,5

1,9992

1,9954

1,9721

1,9562

1,9060

1,8719

1,8640

1,8401

1,8269

1,7313

1,7011

0,9775

0,8035

0,1262

0,8255

0,8381

0,8521

0,8654

0,8768

0,8867

0,8949

0,9038

0,1079

0,1020

0,0936

0,0798

0,0669

0,0570

0,0488

0,0456

0,0356

0,0310

0,0260

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

0,1081

0,1031

0,0998

0,0883

0,0830

0,0765

0,0667

0,0659

0,0530

0,0575

0,0517

∑ = 1,5510 ∑ = 0,8536

% Te = 

∑   % Tp =

∑  

=

  =

 

= 0,6948 % = 1,1229 %

Page 211: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 211/319

86

Tabel 27. Perhitungan Uji Efektivitas Krim Tabir Surya Ekstrak Etanol 70 % Teh

Hitam Konsentrasi 2 % (KrT2 %)

λ (nm)  A % T Fe Ee (% T x Fe) Ep (% T x Fp)

292,5

297,5

302,5

307,5

312,5

317,5

2,4318

2,4157

2,3824

2,3612

2,3384

2,2997

0,3699

0,3824

0,4146

0,4353

0,4587

0,5015

0,1105

0,6720

1,0000

0,2008

0,1364

0,1125

0,0408

0,2569

0,4146

0,0874

0,0626

0,0564

-

-

-

-

-

-

Fp

322,5

327,5

332,5

337,5

342,5

347,5

352,5

357,5

362,5

367,5

372,5

2,2661

2,2536

2,2181

2,1719

2,1482

2,0938

2,0722

2,0614

1,9828

1,7746

1,7218

0,5419

0,5577

0,6052

0,6731

0,7109

0,8057

0,8468

0,8682

1,0404

1,6803

1,8976

0,1079

0,1020

0,0936

0,0798

0,0669

0,0570

0,0488

0,0456

0,0356

0,0310

0,0260

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

0,0585

0,0568

0,0566

0,0537

0,0475

0,0459

0,0413

0,0396

0,0370

0,0521

0,0493

∑ = 0,9187 ∑ = 0,5383

% Te =  ∑

∑   % Tp = ∑

∑  

=

  =

 

= 0,4115 % = 0,7754 %

Page 212: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 212/319

87

Tabel 28. Perhitungan Uji Efektivitas Krim Tabir Surya Ekstrak Etanol 70 % Teh

Hitam Konsentrasi 3 % (KrT 3 %)

λ (nm)  A % T Fe Ee (% T x Fe) Ep (% T x Fp)

292,5

297,5

302,5

307,5

312,5

317,5

2,5317

2,5094

2,4928

2,4816

2,4611

2,4394

0,2939

0,3094

0,3215

0,3299

0,3458

0,3636

0,1105

0,6720

1,0000

0,2008

0,1364

0,1125

0,0325

0,2079

0,3215

0,0662

0,0471

0,0409

-

-

-

-

-

-

Fp

322,5

327,5

332,5

337,5

342,5

347,5

352,5

357,5

362,5

367,5

372,5

2,4261

2,4019

2,3996

2,3727

2,3564

2,3019

2,3001

2,2846

2,2442

2,2006

2,1911

0,3749

0,3963

0,3985

0,4239

0,4401

0,4989

0,5010

0,5193

0,5699

0,6301

0,6440

0,1079

0,1020

0,0936

0,0798

0,0669

0,0570

0,0488

0,0456

0,0356

0,0310

0,0260

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

0,0404

0,0404

0,0373

0,0338

0,0294

0,0284

0,0244

0,0237

0,0203

0,0195

0,0167

∑ = 0,7161 ∑ = 0,3143

% Te = 

∑   % Tp =

∑  

=

  =

 

= 0,3208 % = 0,4527 %

Page 213: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 213/319

88

Lampiran 10. Hasil Penapisan Fitokimia Serbuk Simplisia dan Ekstrak

Alkaloid  Flavonoid Saponin

Gambar 25. Hasil Penapisan Fitokimia Simplisia 

Alkaloid  Flavonoid  Saponin

Gambar 26. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak

Tanin Minyak atsiri  Kuinon Steroid/Triterpenoid

Tanin Minyak atsiri  Kuinon Steroid/Triterpenoid

Page 214: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 214/319

89

Lampiran 11. Alat 

Gambar 27. Viskometer Brookfield Gambar 28. pH Meter  

Gambar 29. Spektrofotometer UV-Vis Gambar 30. Oven 

Gambar 31. Alat Centrifuge Gambar 32. UV 366 nm

Page 215: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 215/319

90

Page 216: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 216/319

Nining Sugihartini

Majalah Farmasi Indonesia, 16 (3), 2005   130

Pengaruh penambahan fraksi etanol dariinfusa daun P l an t a g o m a j o r    L. terhadap

efektivitas oktil metoksisinamat sebagai bahanaktif tabir surya

The influence of ethanol fractions of infusa of P la n t a g o m a j o r

L. leaves in effectivity of octyl methoxycinnamate as activeingredient of sunscreen

Nining Sugihartini 1) , Marchaban 2)  dan Suwidjiyo Pramono 2)

1) Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan,2) Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada

Abstrak

Oktil metoksisinamat merupakan bahan aktif tabir surya yang setelahmendapat paparan cahaya matahari mengalami degradasi sehinggapenggunaannya sebagai tabir surya menjadi kurang efektif. Antioksidanmemiliki potensi sebagai fotoprotektor. Flavonoid yang terkandung dalamfraksi etanol daun Plantago major   L. memiliki potensi sebagai antioksidan.Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh penambahan fraksi etanoldaun Plantago major   L. terhadap efektivitas oktil metoksisinamat sebagaibahan aktif sediaan tabir surya.

Pada penelitian ini digunakan dua formula. Formula I mengandung oktil

metoksisinamat dan formula II mengandung campuran oktil metoksisinamatdengan fraksi etanol daun Plantago major  L. (1:1). Kedua formula dipaparkancahaya matahari selama 5 jam (pukul 09.00-14.00 WIB). Penentuan efektivitasoktil metoksisinamat sebagai tabir surya ditentukan berdasarkan persen

transmisi eritema dan persen transmisi pigmentasi pada masing-masingformula sebelum dan sesudah pemaparan dengan cahaya matahari selama 5 jam. Analisis data secara statistik dilakukan dengan Student t test  pada taraf

kepercayaan 95%.Penambahan fraksi etanol daun Plantago major , L. menurunkan nilai

persen transmisi eritema setelah perlakuan pemaparan dengan cahayamatahari selama 5 jam (p<0,05). Fraksi etanol tersebut juga menurunkansecara bermakna persen transmisi pigmentasi baik sebelum atau sesudahpemaparan dengan cahaya matahari (p<0,05). Lebih jauh, karena fraksi

etanol daun Plantago major , L. mempunyai serapan maksimum pada 331.8yang merupakan daerah UVA, kombinasinya dengan oktil metoksisinamatmenghasilkan sediaan tabir surya yang efektif sebagai pelindung baikterhadap UVA maupun UVB. Kata kunci : oktil metoksisinamat, fraksi etanol daun Plantago major  L., tabir surya.

Abstract

Octyl methoxycinnamate is an active ingredient of that is degraded bysolar irradiation resulting it usage as sunscreen becomes less effective. Anantioxidant has capability as a photo-protector. Flavonoid in the ethanolicfraction of Plantago major , L. leaves is reported to have an antioxidant. Thisresearch was aimed to examine the influence of the addition of the ethanolic

fraction of Plantago major , L. leaves to the effectiveness of octylmethoxycinnamate as a sunscreen.

Majalah Farmasi Indonesia, 16 (3), 130 – 135, 2005 

Page 217: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 217/319

Pengaruh penambahan fraksi etanol..........

Majalah Farmasi Indonesia, 16 (3), 2005   131

In this research, two formulas were prepared. Formula I containedoctyl methoxycinnamate per se and formula II contained a mixture (1:1) ofoctyl methoxycinnamate and ethanolic fraction of Plantago major , L. leaves.Both formulas were exposed to the sun light for 5 hours (09.00-14.00 WIB)

in which samples were taken every hour. The effectiveness of octylmethoxycinnamate was calculated based on the percentage of erythematransmission and the percentage of pigmentation transmission, prior andafter the irradiation by the sun light for 5 hours. The statistical data analysiswas performed based on the Student t test with a confidence level of 95%.

The addition of the ethanol fraction of Plantago major , L. leavessignificantly reduced the percentage of the erythema transmission after solarirradiation (p<0.05).The ethanol fraction also significantly reduced thepercentage of pigmentation transmission prior and after solar irradiation(p<0.05). Furthermore, as the ethanol fraction had the maximum absorptionat 331.8 nm, that is in the UVA spectrum, its combination with octylmethoxycinnamate resulted in a sun screen formulation that protect fromUVA as well as UVB Key words: octyl methoxycinnamate, ethanol fraction of Plantago major , L. leaves,

sunscreen.

Pendahuluan Tabir surya digunakan untuk melindungi

kulit dari paparan cahaya matahari langsung.Berdasarkan penelitian Diffey (2001), 90%pengguna tabir surya bertujuan untuk menurun-kan resiko terjadinya kanker kulit. Hasil peneli-tian Green dkk. (1999) menyatakan bahwapenggunaan tabir surya setiap hari tenyata dapatmenurunkan probabilitas terjadinya kankerkulit.

Banyak bahan yang dapat dipergunakansebagai tabir surya, salah satu diantaranya

adalah oktil metoksisinamat. Mekanisme kerjabahan ini secara kimiawi adalah denganmengabsorbsi sinar ultra violet (UV) sehinggamenghambat penetrasi sinar UV ke dalamlapisan epidermis kulit.

Penelitian Astuti (1997) menunjukkanbahwa paparan cahaya matahari ternyata dapatmenurunkan kadar oktil metoksisinamat dalamsediaan. Hal ini disebabkan karena oktilmetoksisinamat mengalami reduksi oleh cahayamatahari. Hasil degradasi tersebut ternyata tidaklagi bersifat sebagai tabir surya.

Black (1990) menyatakan bahwa antiok-

sidan memiliki potensi sebagai fotoprotektor.Cahaya UV dapat memacu pembentukansejumlah senyawa reaktif atau radikal bebaspada kulit. Senyawa dengan kemampuanantioksidan atau penangkap radikal bebas dapatberkompetisi dengan molekul target danmengurangi atau mengacaukan efek yangmerugikan.

 Antioksidan alami banyak terkandungdalam tumbuhan misalnya vitamin E, vitaminC, beta karoten dan flavonoid. Oleh karena itu,tumbuhan dapat dipergunakan sebagai sumberantioksidan (Kikuzaki dan Nakatani, 1993; AlSaikhan dkk., 1995). Hertiani (2000) melapor-kan bahwa flavonoid daun Plantago major , Lternyata aktif sebagai antioksidan dan memilikipotensi lebih besar dari kuersetin yaitu sebesar

41,08 ± 4,96%. Penelitian ini mengkaji penggunaan

fraksi etanol infusa daun Plantago major , L

(untuk selanjutnya disebut fraksi etanol)terhadap efektivitas oktil metoksisinamat. Hasilpenelitian ini diharapkan akan sangat berman-faat dalam memformulasi sediaan tabir suryamenggunakan bahan aktif oktil metoksisinamatdengan memanfaatkan bahan antioksidan alamidari daun Plantago major , L sehingga dapatmeningkatkan efektivitas oktil metoksisinamat.

MetodologiBahan

Oktil metoksisinamat (PT. Vitapharm,Surabaya), silika gel G, aquades dan aquabides(kualitas farmasi). Metanol dan etanol (p.a E.Merck),

kertas saring Whatman 40. Daun Plantago major   L.(dari Tawangmangu) yang dipanen pada bulan April2003.

Alat

Spektrofotometer uv-1601PC (Shimadzu, Japan), neraca analitik AR2140 Ohaus (New York),penyaring Whatman 0,45 µm nylon, ultrasonic LC304 (Jerman), alat pembuat lapis tipis.

Page 218: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 218/319

Nining Sugihartini

Majalah Farmasi Indonesia, 16 (3), 2005   132

Jalannya PenelitianPembuatan fraksi etanol daun P l a n t a g o

m a j o r   L.

Serbuk daun Plantago major   L. kering

diinfundasi selama 15 menit pada suhu 900

  Ckemudian diserkai panas. Filtrat diuapkan di ataspenangas air sampai kental kemudian ditambahkanetanol berkali-kali sehingga larutan etanol terakhirtidak berwarna lagi kemudian disentrifugasi dengankecepatan 2500 rpm. Filtrat dievaporasi sampaihampir kering (selanjutnya disebut fraksi etanol).

Pembuatan formula sediaan.

Formula I, oktil metoksisinamat ditimbangsebanyak satu g, dimasukkan ke dalam Erlenmeyerbertutup yang sudah ditara, kemudian 15 g silika gelG dimasukkan, dan ditambahkan air suling 30 mlkemudian ditimbang. Lapisan lempeng kaca ukuran5 x 20 cm yang diketahui beratnya disiapkan

sebanyak 10 lempeng, dan diletakkan di ataspembuat lapis tipis. Formula segera dikocok kuatdan cepat kemudian diratakan di atas lempeng kacadengan ketebalan 0,25 mm. Dalam keadaan basahmasing-masing lempeng ditimbang dan disimpanditempat yang terlindung dari cahaya.

Formula II, oktil metoksisinamat dan fraksietanol daun Plantago major   L. ditimbang masing-masing sebanyak satu g lalu dimasukkan ke dalamErlenmeyer bertutup yang sudah ditara, kemudian15 g silika gel G dimasukkan dan ditambah air suling30 ml kemudian ditimbang. Lapisan lempeng kacaukuran 5 x 20 cm yang diketahui beratnya disiapkansebanyak 10 lempeng dan diletakkan di atas

pembuat lapis tipis. Formula segera dikocok kuatdan cepat kemudian diratakan di atas lempeng kacadengan ketebalan 0,25 mm. Dalam keadaan basahmasing-masing lempeng ditimbang dan disimpanditempat yang terlindung dari cahaya.

Penyinaran sampel

Masing-masing formula (18 sampel) diletak-kan pada rak atau tempat yang sesuai, diberiperlakuan dengan disinari langsung di tempatterbuka pada sinar matahari, dengan interval waktusatu jam, dimulai dari pukul 09.00-14.00 WIB. Untukpembanding masing-masing formula (6 lempeng)diperlakukan tanpa penyinaran (0 jam). Setiap

interval waktu masing-masing formula diambil

dan disimpan ditempat terlindung dari cahayamatahari.

Penentuan efektivitas oktil metoksisinamat

Sampel yang sudah mengalami penyinaran (5jam) dan tanpa penyinaran ( 0 jam ) belum diukurserapannya dengan spektrofotometer pada panjanggelombang 292,5 – 372,5 nm. Dari nilai serapanyang diperoleh dihitung nilai serapan untuk 1 g/l

dan T (%) 1 g/l dengan rumus A= - log T. Nilaitransmisi eritema dihitung dengan cara mengalikannilai transmisi (T) dengan faktor efektivitas eritema(Fe) pada panjang gelombang 292,5-372,5 nm. Nilai

transmisi pigmentasi dihitung dengan caramengalikan nilai transmisi (T) dengan faktorefektivitas pigmentasi (Fp) pada panjang gelombang292,5-372,5 nm. Selanjutnya nilai persen transmisi

eritema dihitung dengan rumus=Σ TxFe/ ΣFe dannilai persen transmisi pigmentasi dihitung dengan

rumus=Σ TxFe/ ΣFe (Cumpelik, 1972).

Hasil Dan PembahasanEfektivitas oktil metoksisinamat dilihat

berdasarkan nilai persen transmisi eritema danpersen transmisi pigmentasi yang ada. Pengaruhpenambahan fraksi etanol terhadap efektivitas

oktil metoksisinamat dilihat berdasarkan peru-bahan nilai persen transmisi eritema danpigmentasi antara formula I dan II baik yangbelum mengalami perlakuan penyinaran atau-pun yang sudah mengalami perlakuan penyinar-an yang dalam hal ini dipakai penyinaran selama5 jam.

Nilai persen transmisi eritema danpersen transmisi pigmentasi pada formula I danII baik yang belum mengalami penyinaran (0)maupun yang sudah (5) disajikan pada Tabel I.

Berdasarkan hasil perhitungan terlihatbahwa baik nilai persen transmisi eritema mau-

pun persen transmsisi pigmentasi mengalamiperubahan setelah penambahan fraksi etanolmaupun dengan perlakuan penyinaran. Untukmelihat ada tidaknya perbedaan yang signifikanmaka dilakukan uji-t dengan taraf kepercayaan95%. Hasil perhitungan uji-t (Tabel II).

Pada nilai persen transmisi eritematerlihat bahwa dengan perlakuan penyinaranternyata memberikan nilai yang berbeda secarabermakna (p < 0,05) baik pada formula Idan II. Pada formula I sebelum penyinaran nilaitransmisi eritema sebesar 3,84 x 10-9  (4,10x10-9 )dan setelah mendapatkan penyinaran 5 jammenjadi 4,13 x 10-5  (1,16x10-5 ), sedangkan padaformula II sebelum penyinaran nilai transmisieritema sebesar 2,71x10-13  (3,82x10-13 ) dansetelah mendapatkan penyinaran selama 5 jammenjadi 4,79x10-7  (7,36x10-8 ). Berdasarkan datatersebut terlihat bahwa setelah perlakuanpenyinaran selama 5 jam nilai persen transmisieritema meningkat secara bermakna (p < 0,05).Hal ini kemungkinan disebabkan kadar oktil

Page 219: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 219/319

Pengaruh penambahan fraksi etanol..........

Majalah Farmasi Indonesia, 16 (3), 2005   133

metoksisinamat sebagai bahan pelindung darimatahari semakin kecil karena mengalamidegradasi. Hal ini sesuai dengan data pada

analisis fotostabilitas dengan adanya pengaruhpenyinaran. Semakin lama waktu penyinaran,oktil metoksisinamat yang terdegradasi semakinmeningkat sehingga tidak bisa lagi secaraoptimal melindungi kulit. Semakin kecilnyakadar oktil metoksisinamat maka kemampuanuntuk menyerap cahaya matahari menjadimenurun dan semakin besar energi matahariyang dapat diteruskan ke permukaan kulit. Akibatnya kulit menjadi lebih mudah meng-alami eritema karena sengatan cahaya matahari.

Pengaruh penambahan fraksi etanol padanilai persen transmisi eritema dapat dilihat pada

perbandingan persen transmisi eritema antaraformula I.0 dengan II.0 dan juga antara I.5dengan II.5. Pada perbandingan formula I.0dengan II.0 ternyata tidak berbeda secara ber-makna (p > 0,05) antara sebelum penambahandan sesudah penambahan fraksi etanol. Hal inikemungkinan disebabkan karena keduanyabelum mengalami perlakuan penyinaran

sehingga pengaruh adanya penambahan fraksietanol belum terlihat, sedangkan pada perban-dingan formula I.5 dan II.5 yang sudah

mengalami perlakuan penyinaran selama 5 jamternyata menunjukkan adanya perbedaan yangbermakna (p < 0,05). Nilai % transmisi eritemapada formula I.5 sebesar 4,13x10-5  (1,16x10-5 ), 

sedangkan pada formula II.5 (ada penambahanfraksi etanol) ternyata memberikan nilai yanglebih kecil yaitu sebesar 4,79x10-7  (7,36x10-8 ).Ini berarti dengan penambahan fraksi etanoldapat menurunkan terjadinya eritema. Meski-pun pada analisis kuantitatif peningkatan kadaroktil metoksisinamat setelah penambahan fraksietanol tidak memberikan peningkatan yangbermakna namun kemungkinan peningkatan

kadar tersebut dapat membantu menurunkanterjadinya eritema. Kemungkinan lainnya adalahflavonoid dalam fraksi etanol yang telahterbukti mempunyai aktivitas sebagai antiok-sidan dapat bersaing dengan senyawa yangdirusak oleh cahaya matahari. Hal iniberdasarkan pada pernyataan Black (1990)bahwa cahaya matahari dapat menyebabkan

 Tabel I. Nilai persen transmisi eritema dan persen transmisi pigmentasi pada Formula I dan II baik yangbelum mengalami penyinaran (0) maupun yang sudah (5)

Formula % Transmisi eritema % Transmisi pigmentasi

I.0 3,84 x 10-9  (4,10x10-9 ) 12,08 (1,66)I.5 4,13 x 10-5  (1,16x10-5 ) 7,32 (0,81)II.0 2,71 x 10-13  (3,82x10-13 5,18 (1,14)II.5 4,79 x 10-7  (7,36x10-8 2,9 (0,06)

Keterangan :I.0 = Formula I tanpa perlakuan penyinaranI.5 = Formula I dengan penyinaran 5 jamII.0 = Formula II tanpa perlakuan penyinaranII.5 = Formula II dengan penyinaran 5 Angka dalam kurung menunjukkan standar deviasi 

 Tabel II. Hasil uji-t antar formula dan perlakuan penyinaran

Formula Perbedaan % Transmisi eritema

Perbedaan % Transmisi

 pigmentasiI.0 dengan I.5 Berbeda bermakna Berbeda bermakna

II.0 dengan II.5 Berbeda bermakna Tidak berbeda bermaknaI.0 dengan II.0 Tidak berbeda bermakna Berbeda bermaknaI.5 dengan II.5 Berbeda bermakna Berbeda bermakna

Keterangan :I.0 = Formula I tanpa perlakuan penyinaranI.5 = Formula I dengan penyinaran 5 jamII.0 = Formula II tanpa perlakuan penyinaranII.5 = Formula II dengan penyinaran 5 jam 

Page 220: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 220/319

Nining Sugihartini

Majalah Farmasi Indonesia, 16 (3), 2005   134

terbentuknya senyawa reaktif atau radikal bebasdan antioksidan dapat bersaing dengan molekultarget sehingga kerusakan yang terjadi dapat

dikurangi.Lebih jauh diketahui bahwa fraksi etanolyang mengandung flavonoid memberikanserapan pada panjang gelombang 331,8 nmyang merupakan daerah spektra UV A sehinggapenambahan fraksi etanol diduga mempunyaiefek protektan terhadap UV A. Dewasa inidisadari bahwa perlindungan terhadap UV Asangat penting terutama terkait dengankemungkinan terjadinya neoplasia, penuaankulit dan perubahan imunologi pada kulit.Diketahui bahwa untuk memberikan efek yangsama dengan UV B dibutuhkan 1000 kali lebihbanyak foton UV A namun UV A lebih mudahmenembus atmosfer, sekitar 10-100 kali lebihbanyak UV A diterima bumi dibandingkan UVB. Hal ini menyebabkan pengaruh UV Amenjadi faktor yang sangat penting terhadaperitema dan kerusakan kulit karena cahayamatahari (Harber dkk., 1990).

Pengaruh penambahan fraksi etanol ter-hadap nilai persen transmisi pigmentasi dapatdilihat pada perbandingan formula I.0 denganII.0 dan formula I.5 dengan II.5. Nilai persentransmisi pigmentasi formula I.0 sebesar 12,08(1,66) sedangkan pada formula II.0 sebesar 5,18(1,14). Pada formula II.0 nilai persen transmisipigmentasi menurun (p < 0,05). Hal inikemungkinan disebabkan karena pada formulaII.0 terdapat fraksi etanol yang memiliki dayaserap pada daerah UV A. Diketahui bahwacahaya UV A menyebabkan efek pigmentasipada kulit. Dengan adanya fraksi etanoltersebut maka cahaya UV A akan terserapsehingga efek pigmentasinya menurun. Demi-kian juga setelah kedua formula mengalamipenyinaran dengan cahaya matahari selama 5

jam. Nilai persen transmisi pigmentasi padaformula I.5 sebesar 7,32 (0,81) sedangkan padaformula II.5 sebesar 2,9 (0,06). Nilai persen

transmisi pigmentasi menurun pada formulaII.5 (p < 0,05). Hal ini kemungkinan jugadisebabkan karena keberadaan fraksi etanolyang mampu menyerap pada daerah cahaya UV A sehingga nilai persen transmisi pigmentasinyamenurun.

Pengaruh penyinaran selama 5 jamterhadap nilai persen transmisi pigmentasi padaformula I dan II ternyata menyebabkan penuru-nan secara bermakna pada formula I (p < 0,05)dan tidak bermakna pada formula II (p > 0,05).Hal ini merupakan hal yang menguntungkankarena kulit menjadi tidak cepat berwarnasetelah terkena paparan cahaya matahari. Padaformula II terdapat fraksi etanol daun Plantagomajor   L. Berdasarkan data tersebut makinmemperkuat dugaan bahwa fraksi etanol daunPlantago major   L. memang memiliki potensisebagai fotoprotektor terhadap UV A.

KesimpulanPenambahan fraksi etanol daun Plantago

major , L. menurunkan nilai persen transmisieritema khususnya setelah perlakuan pemapar-an dengan cahaya matahari selama 5 jam(p<0,05). Fraksi etanol tersebut juga menurun-kan secara bermakna persen transmisipigmentasi baik sebelum atau sesudah pema-paran dengan cahaya matahari (p<0,05). Lebihjauh, karena fraksi etanol daun Plantago major , L.mempunyai serapan maksimum pada 331.8yang merupakan daerah UVA, kombinasinyadengan oktil metoksisinamat menghasilkansediaan tabir surya yang efektif sebagaipelindung baik terhadap UVA maupun UVB. 

Daftar Pustaka

 Al-Saikhan, M.S., Howard, L.R., and Miller Jr., J.C., 1995, Antioxidant Activity and Total Phenolicsin Different Genotypes of Potato ( Solanum tuberosum  L.), J. Food Sci ., 60(2), 341-342.

 Astuti, R., 1997, Fotostabilitas Oktilmetoksisinamat dan Pengaruhnya terhadap Fotostabilitas Triptofan, Tesis , Program Pascasarajana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Black, H.S., 1990, Antioxidant and Carotenoids as Potential Photoprotectants dalam Nicholas, J.Ldan Nadim, A S. (Eds.,) Sunscreens Development, Evaluation and Regulatory Aspects , 267-273, Vol. 10, Marcel Dekker Inc., New York.

Diffey, B., 2001, Sunscreen isn’t Enough, J. Photochem. Photobiol., 64, 105-108.

Page 221: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 221/319

Pengaruh penambahan fraksi etanol..........

Majalah Farmasi Indonesia, 16 (3), 2005   135

Green, A., Williams, G., and Neale, R., 1999, Does Daily Use of Sunscreen or β-caroteneSupplements Prevent Skin Cancer in Healthy Adults?, Lancet , 354, 723-729.

Harber, L.C., DeLeo, V.A., and Prystowsky, J.H., 1990, Intrinsic and Extrinsic Photoprotection

 Against UVB and UVA Radiation dalam Lowe, N.J and Shaath, N.A. (Eds.),Sunscreens Development, Evaluation and Regulatory Aspects , 367, Marcel Dekker, Inc., New York.

Hertiani, T., 2000, Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid Antioksidan dari Daun Plantago majorL , Thesis , Program Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Kikuzaki, H. and Nakatani, N., 1993, Antioxidant Effect of Some Ginger Constituent,  J. Food Sci .,58(6) 1407-1408.

Page 222: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 222/319

Fitokimia herba konyal

Di Indonesia jenis-jenis Passiflora yang ada lebih dikenal dengan buahnya yang bisa dimakan

dan memiliki rasa dan aroma yang lezat ( Passiflora edulis Sims, Passiflora foelidal, Passiflora

laurifolia L dan lain-lain). Pemakaian dalam pengobatan hanya sebagai eksfektoran (buahPassiflora foetida L), antelmintik (daun Passiflora lautiflora L) dan obat raja singa serta kencing

nanah (daun Passiflora quadrangularis L) (1).

 Passiflora yang dikenal dengan sebutan "Passion Flower" atau "Mararuja" mempunyai sejarah

yang panjang dan beraneka ragam sebagai sedatif alami. Ibu-ibu di Brasilia memanfaatkan

keefektifannya yang menenangkan anak-anak hiperaktif dan mempunyai kemampuan membantu

mengatasi kekejangan dengan secangkir teh mararuja atau dua gelas jusnya. Mararujamenimbulkan rasa kantuk yang alami "natural sleepiness", tanpa menyebabkan depresi sistem

saraf dan karena itu digunakan untuk semua jenis insomnia. Penderita di bawah pengaruhnya

akan terpelihara ketenangan dan kemampuan berfikir, berbicara, bergerak, sehingga akhirnya

tertidur. Pada penggunaan berlanjut, tidak ada kontraindikasi karena toksik dan adiktif (2).

Di Jerman telah dibuat obat atau ekstrak herba Passiflora incarnata L. sebagai sedatif dan perbaikan kardiotonik seperti Plantival, sanadarmin, sedinfant, krauter-dragees dan lain-lain (5)

Marga Passiflora yang berkerabat dengan Caricaceae, suku pepaya diketahui mengandungalkaloid, fenol, tanin dan senyawa sianogenik, flavonoid glikosida telah ditemukan pada

 beberapa jenis Passiflora ini, beberapa diantaranya diidentifikasi sebagai flavonoid dengan ikatan

C-glikosida (2, 3, 4).

Telaah fitokimia ini dilakukan untuk meneliti kandungan kimia herba Passiflora edulis Sims,

yang satu marga dengan Passiflora incarneta L. dan banyak ditemukan di Jawa Barat sehinggahasilnya bisa dikembangkan lebih lanjut.

TINJAUAN PUSTAKA 

Tinjauan Botani Tinjauan botani meliputi aspek klasifikasi tumbuhan, nama daerah, ekologi dan penyebaran,

morfologi tumbuhan, serta khasiat dan kegunaannya.

Klasifikasi Tumbuhan Klasifikasi tumbuhan Passiflora edulis Sims, adalah:

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : MagnoliopsidaAnak kelas : Dilleniidae

Bangsa : Violales

Suku : PassifloraceaeMarga : Passiflora

Jenis : Passiflora edulis Sims (6)

Nama Daerah 

Page 223: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 223/319

 Nama daerah Passiflora edulis Sims adalah : buah negeri (Jawa), paksi (Sunda), konyal, areuy

 pasi, buah monyet (1, 7, 8).

Jenis Passiflora lain 

Jenis Passiflora lain yang dikenal di Indonesia antara lain adalah Passiflora foelida L. dengannama daerah gegombo (Aceh), lemanas (Palembang), remugak (Lampung), kaceprek, pacean,

 permot, rajutan (Sunda), ceplukan blungsun (Jawa). Passiflora laurifolia L. dengan nama daerah

 buah susu, markisa leutik (Sunda); Passiflora mixtra L.F. dengan nama daerah tidak diketahui;Passiflora nilida H.B.le. yang tidak memiliki nama daerah, dan Passiflora guandrangularis L.

dengan nama daerah markisa (Indonesia), prubis (Palembang), erbis, markusa (Sunda), belewa

(Sumatra timur) (1,7).

Jenis lain yang ada di dunia adalah Passiflora alata, Passiflora coccinea, Passiflora incarnata,

Passiflora ligularis, Passiflora maliformis, Passiflora mollissima dan lain-lain.

Morfologi Tumbuhan 

Passiflora edulis Sims merupakan terna merambat sedikit berkayu kuat tapi berumur pendek (5-7tahun), dengan panjang lebih dari 15 m. Tangkainya gundul, berakar dan berwarna hijau.

Memiliki sulur aksilar, berpilin, bergulung lebih panjang dari daunnya.

Daun mempunyai Stipula dan petiolus: stipula lanseolatus, panjang 1 cm, petiolus dengan panjang 2-5 cm, bagian atas beralur, memiliki dua kelenjar bundar pada puncaknya. Daun muda

tidak berlobus, selanjutnya jadi bentuk palmatus dengan tiga lobus, dasar daun kordalus: lobus

ovalus oblong, 10-15 cm x 12-25 cm, akuminatus, tepinya bergerigi dengan ujung berkelenjar.

Bunga tunggal, aksilar, berbau harum, indah, dengan diameter 7,5-10 cm, pedunkulustriangularis, panjang 2-5 cm, dekat apeks, berdaun tiga, braktea ovalus-oblong menjalar, bagian

 bawah kuning kehijauan, bagian atas putih bagian tepi dengan lebih dari empat kelenjar, apeksdengan bagian seperti dua, lima petal, bebas, putih dan tipis, berselang-seling dengan lobus

kaliks. Korong terdiri dari dua barisan terluar berombak, benang tersebar, panjang 2-3 cm

 berwarna putih dengan dasar ungu, dan tiga barisan lebih dalam berupa papilla pendek berujungungu. Stamen berjumlah lima, filamen bersatu dalam pipa melingkar ginotor kira-kira 1 cm dan

kemudian terbagi dengan luas 1 cm. Antena besar, ovarium ginofor, ovoid, satu lokular dengan

tiga plasenta palietal. Stilus berjumlah tiga, horizontal, klavatus, dengan alur longitudinal,

 panjang 1 cm stigma reniform atau condiform dengan diameter 0,5 cm.

Buah bulat atau ovoid, 4-12 cm x 4-7 cm, ungu tua atau kuning jernih eksokarp keras dan tipis,mesokarp kehijauan, endokarp putih. Berbiji banyak berikat pada dinding ovarium, dilengkapioleh aroma daging buah yang kekuningan atau yang banyak mengandung air yang dapat

dimakan; rasanya kuat, biji hitam dan bergigi tiga pada dasarnya (8).

Ekologi dan Penyebaran 

Page 224: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 224/319

Terna merambat ini berasal dari selatan dan tumbuh di tepi hutan hujan dan di Asia Tenggara

tumbuh di daerah dengan curah hujan tahunan 2000-3000 mm. Di Indonesia Passiflora edulis

Sims ini tidak banyak dibudidayakan, tetapi banyak ditemukan di Jawa Barat pada ketinggianantara 1300-1700 m diatas permukaan laut di banyak tempat dan tumbuh liar dalam jumlah

 besar.

Di dalam jurang-jurang gunung Cikuray, Papandayan, dan Malabar permukaan tanah yang luas

telah dirimbuni dengan batang-batangnya yang tumbuh saling merapat. Penduduk

menganggapnya sebagai tumbuhan hutan dan berpuas hati dengan buah yang didapat merekakumpulkan di hutan itu. Passiflora ini tumbuh paling baik di Jawa Barat pada 400 kali dan lebih.

Perkembangbiakan dengan biji atau stek dan tumbuh cepat. Tumbuhan ini berbunga beberapa

kali dalam setahun dan selalu berbuah, yang terbanyak pada bulan Desember, Januari dan Juni

(7).

Khasiat dan Penggunaan 

Sampai saat ini yang biasa dimanfaatkan dari Passiflora edulis ini adalah buahnya yang bisadimakan dalam keadaan segar atau diambil daging buahnya yang bisa dimakan dalam keadaan

segar atau diambil daging buahnya dan diawetkan dengan pemanasan atau pendinginan. Jus buahini memiliki rasa yang unik, kuat dan asam. Jenis produk yang bisa diperoleh antara lain es krim,

serat, nektar, jus, konsentrat, perasan, selai dan jelly (8).

Di Indonesia Passiflora edulis Sims hanya dimanfaatkan buahnya. Di Brazil selain sebagai

makanan juga dimanfaatkan sebagai sedatif. Sedangkan di Peru digunakan sebagai makanan dan

untuk infeksi saluran kencing (2).

Kandungan Kimia 

Passaiflora edulis Sims, mengandung flavonoid, alkaloid, niacin, riboflavin, tiamin, asam

askorbat, ? - karoten, asam sitrat, asam malat, etil butilat, etil kaproat, n-heksil butirat, n-heksilhaproat, kalsium, besi, fosfor, kalium, natrium, pekilin-metil estrase fenolase (2).

Tinjauan Kimia 

Flavonoid 

Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar yang terdapat dalam semua

tumbuhan berpembuluh. Semua flavonoid, menurut strukturnya merupakan turunan senyawainduk flavon yang mempunyai sejumlah sifat yang sama. Dalam tumbuhan, aglikon flavonoid

terdapat dalam berbagai bentuk struktur. Semuanya mengandung atom karbon dalam intidasarnya yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6, yaitu dua cincin aromatik yangdihubungkan oleh satuan tiga karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga.

Semua varian flavonoid saling berkaitan karena alur biosintesis yang sama, yang memasukkan

 pra zat dari alur sikimat dan alur asetat-malonat. Flavonoid dalam tumbuhan umumnya terikatsebagai glikosida, baik O-glikosida maupun C-glikosida (9, 10).

Page 225: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 225/319

Flavonoid yang dilaporkan terdapat pada Passifora edulis Sims, adalah 6-C-C6-deo lingkik

spiranosil J-3, 4, 5, 7-tetra hidroksiflavon atau disebut juga 6-c-husnovosiluteolin dengan

struktur sebagai berikut:

gbr1 Gambar 1.1. Struktur kuinovosilukolin (2)

Steroid dan Triterpenoid 

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dansecara biosintesis dirumuskan dari hidrokarbon C30 asiklin, yaitu skualena. Senyawa ini

 berstruktur siklin dan nisbi rumit, kebanyakan berupa alcohol, aldehida atau asam karbohidrat.

Senyawa ini tidak berwarna, berbentuk kristal, sering bertitik leleh tinggi dan aktif optik pada

umumnya sukar dicirikan karena tak ada kereaktifan kimianya. Uji yang banyak digunakan

adalah reaksi Lieberman-Burchard yang dengan kebanyakan triterpena dan sterol memberikanwarna hijau-biru. Triterpena dapat dipilih menjadi sekurang-kurangnya empat golongan

senyawa: triterpena sebenarnya, steroid, saiconon dan glikosida jantung. Kedua golongan

terakhir sebenarnya triterpena atau seteroid yang terdapat sebagai glikosida (10).

Passiflora edulis Sims dilaporkan mengandung triterpenoid yang disebut passiflorin atau asam

 passiflorat dengan struktur sebagai berikut:

Gambar 1.2: Struktur asam passiflorat (2)

Alkaloid 

Tidak ada istilah alkaloid yang memuaskan, tetapi umumnya alkaloid ini mencakup senyawa

 bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid sering kali beracun bagi manusia dengan bahaya yang

mempunyai aktivitas fisiologi yang menonjol sehingga digunakan secara luas dalam pengobatan.

Alkaloid biasanya tak berwarna, seringkali bersifat aktif optik kebanyakan berbentuk kristal padasuhu kamar. Prazat alkaloid yang paling umum adalah asam amino, meskipun sebenarnya

 biosintesis kebanyakan asam amino lebih rumit. Secara kimia alkaloid merupakan suatu

golongan heterogen. Banyak alkaloid bersifat terpenoid dan beberapa diantaranya dari segi

 biosintesis merupakan terpenoid termodifikasi alkaloid lain terutama berupa senyawa atomatikdengan gugus basa sebagai rantai samping (10).

Passiflora edulis Sims dilaporkan ini dengan alkaloid hormon yang memiliki struktur sebagai berikut:

Gambar 13: Struktur harmin (11)

Metode Ekstraksi 

Ekstraksi adalah proses penarikan komponen/zat aktif suatu simplisia dengan menggunakan

 pelarut tertentu. Pemikiran metode ekstraksi senyawa bukan atom dipergunakan oleh beberapafaktor, yaitu sifat jaringan tanaman, sifat kandungan zat aktif serta kelarutan dalam pelarut yang

digunakan. Prinsip ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar dan senyawa

non polar dalam senyawa non polar. Secara umum ekstraksi dilakukan secara berturut-turut

Page 226: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 226/319

mulai dengan pelarut non polar (n-heksan) lalu pelarut yang kepolarannya menengah (diklor

metan atau etilasetat) kemudian pelarut yang bersifat polar (metanol atau etanol) (10).

Ekstraksi digolongkan ke dalam dua bagian besar berdasarkan bentuk fase yang diekstraksi yaitu

ekstraksi cair-cair dan ekstraksi cair padat, ekstraksi cair padat terdiri dari beberapa cara yaitu

maserasi, perkolasi dan ekstraksi sinambung.

Ekstraksi Sinambung 

Ekstrasksi sinambung dilakukan dengan menggunakan alat Soxhlet. Pelarut penyair yang

ditempatkan di dalam labu akan menguap ketika dipanaskan, melewati pipa samping alat Soxhletdan mengalami pendinginan saat melewati kondensor. Pelarut yang telah berkondensasi tersebut

akan jatuh pada bagian dalam alat Soxhlet yang bersimplisia dibungkus kertas saring dan

menyisiknya hingga mencapai bagian atas tabung sifon. Seharusnya seluruh bagian linarut

tersebut akan tertarik dan ditampung pada labu tempat pelarut awal. Proses ini berlangsung terusmenerus sampai diperloleh hasil ekstraksi yang dikehendaki.

Keuntungan ekstraksi sinambung adalah pelarut yang digunakan lebih sedikit dan pelarut murnisehingga dapat menyaring senyawa dalam simplisia lebih banyak dalam waktu lebih singkat

dibandingkan dengan maserasi atau perkolasi. Kerugian cara ini adalah tidak dapat digunakan

untuk senyawa-senyawa termolabil (10).

Ekstraksi Cair-cair 

Ekstraksi cair-cair juga diperlukan untuk mengekstraksi senyawa glikosida untuk umumnya

 polar (aglikon yang berikatan dengan gula monosakarida dan disakarida). Ekstraksi cair-cair

untuk glikosida biasanya dilakukan terhadap ekstrak etanol atau metanol awal. Ekstrak awal ini

dilarutkan dalam air kemudian diekstraksi dengan etilasetat dan n-butanol. Glikosida terdapatdalam fase etilasetat atau n-butanol.

Selain itu ekstraksi cair-cair dilakukan terhadap reaksi awal untuk menghilangkan lemak dan

ekstrak tersebut jika bagian tumbuhan yang diekstraksi belum dihilangkan lemaknya pada

ekstrak awal.

Metode Pemisahan 

Prinsip dari pemisahan adalah adanya perbedaan sifat fisik dan kimia dari senyawa yaitu

kecendrungan dari molekul untuk melarut dalam cairan (kelarutan), kecenderungan molekul

untuk menguap (keatsirian), kecenderungan molekul untuk melekat pada permukaan serbuklabus (adsorpsi, penserapan).

Salah satu cara pemisahan adalah kromatografi cair vakum, kromatografi cair vakum adalahkromatografi kolom yang dipercepat dan bekerja pada kondisi vakum. Alat yang digunakan

terdiri dari corong G-3, sumbat karet, pengisap yang dihubungkan dengan pompa vakum serta

wadah penampung fraksi. Corong G-3 diisi adsorben sampai setinggi 2,5 cm, kemudian diketuk-ketuk dengan batang pengaduk bersalut dilarutkan dalam pelarut organik yang cocok, kemudian

Page 227: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 227/319

ke dalam larutan ekstrak tersebut ditambahkan adsorben dengan bobot sama dengan bobot

ekstrak. Campuran ini digenis sampai homogen, dikeringkan dan dimasukkan ke dalam corong

G-3 kemudian diratakan. Permukaan lapisan adsorben ditutup dengan kertas saring. Elusi diawalidengan pelarut non polar dilarutkan dengan kombinasi pelarut dengan polaritas meningkat.

Jumlah pelarut yang digunakan setiap kali elusi adalah sebagai berikut: untuk bobot ekstrak

sampai lima gram diperlukan 25 ml pelarut, untuk 10-30 g ekstrak diperlukan 50 ml pelarut.Dalam hal ini diameter corong dipilih sedemikian rupa sehingga lapisan ekstrak dipermukaankolom setipis mungkin dan rata. Masing-masing pelarut dituangkan ke permukaan kolom

kemudian dihisapkan pompa vakum. Masing-masing ekstrak ditampung dalam wadah terpisah

sehingga menghasilkan sejumlah fraksi (13).

Cara lain yang dapat dipakai untuk pemisahan adalah ekstraksi cair-cair, kromatografi kolom,

kromatografi lapis tipis dan kromatografi kertas.

Metode Isolasi dan Pemurnian 

Isolasi dan pemurnian dapat dilakukan dengan kromatografi lapis tipis atau kromatografi kertas preparatif dengan pengembangan yang dapat memisahkan komponen paling baik.

Kromatografi Lapis Tipis Preparatif  

Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fitokimia. Lapisan yang memisahkan terdiriatas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam,

atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak

atau pita (awal), kemudian pelat dimasukkan di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak). Pemisahan terjadi selama perambatan kapiler

(pengembangan) dan selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan (14).

Keuntungan kromatografi lapis tipis adalah dapat memisahkan senyawa yang sangat berbeda

seperti senyawa organik alam dan senyawa organik sintesis, kompleks organik dan anorganikserta ion anorganik dalam waktu singkat menggunakan alat yang tidak terlalu mahal. Metode ini

kepekaannya cukup tinggi dengan jumlah cuplikan beberapa mikrogram. Kelebihan metode ini

 jika dibandingkan dengan kromatografi kertas adalah dapat digunakan pereaksi asam sulfat pekat

yang bersifat korosif, kelemahannya adalah harga Rf yang tidak tetap (10, 15).

Kromatografi Kertas Preparatif  

Kromatografi kertas dapat digunakan terutama untuk kandungan tumbuhan yang mudah larut

dalam air, satu keuntungan utama kromatografi kertas ialah kemudahan dan kesederhanaannya pada pelaksanaan pemisahan, yaitu hanya pada lembaran kertas saring yang berlaku sebagaimedium pemisahan dan penyangga. Untuk kromatografi kertas preparatif diperlukan kertas yang

lebih besar dari pada untuk analisis. Keuntungan yaitu beban langan bilangan Rf yang besar

sehingga pengukuran Rf merupakan parameter yang berharga dalam memaparkan senyawatumbuhan baru, kromatografi kertas biasanya melibatkan kromatografi pembagian asam

 penyerapan (10).

Page 228: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 228/319

Metode Karakterisasi Isolat 

Isolat murni yang diperoleh ditentukan dahulu golongannya dengan cara kromatografi lapis tipisatau kromatografi kertas dan kemudian diklasifikasi menggunakan pereaksi penampak bercak

yang sesuai. Selanjutnya isolat dikarakterisasi secara spektrofotometri ulatraviolet dan

spektofotometri infa merah untuk flavonoid dipakai pereaksi geser.

Spektrofotometri Ultraviolet 

Spektrofotometri ultraviolet adalah pengukuran absorpsi radiasi elektromagnetik suatu senyawa

di daerah ultraviolet (200-350 nm). Gugusan atom mengabsorpsi sinar ultraviolet adalah guguskromofor yang mempunyai ikatan kovalen tak jenuh. Absorpsi radiasi dipengaruhi oleh organ

gugus fungsi lain dalam molekul gugus tersebut adalah gugus auksokrom. Bila gugus auksokrom

diikat oleh gugus kromofor maka intensitas absorpsi radiasi akan meningkat.

Alat spektrofotometri ultraviolet terdiri atas sumber radiasi, monokromotor, wadah sampel,

detektor dan rekorder. Sumber radiasi untuk pengukuran di daerah ultraviolet adalah lampudeuterium. Monokromotor berpungsi untuk memperoleh radiasi monokromatis dari sumberradiasi polikromatis. Sampel yang akan dianalisis ditempatkan dalam suatu selatan kuvet

 berbentuk kotak persegi panjang atau silinder kemudian kuvet ini ditempatkan dalam wadah

sampel yang terdapat pada alat spektrofotometer. Detektor berfungsi sebagai petunjuk adanyaradiasi yang ditransmisikan oleh sampel dan mengukur intensitas radiasi tersebut. Rekorder

dapat menggambarkan secara otomatis kurva serapan pada kertas rekorder.

Pelarut yang biasa digunakan dalam spektrofotometer ultraviolet adalah etanol 95% karenakebanyakan senyawa larut dalam pelarut ini. Pelarut lain yang dapat dipakai adalah air, metanol,

n-heksan, eter minyak bumi dan eter (10).

Spektroskopi serapan ultraviolet dan serapan tampak merupakan cara yang paling berguna untuk

menganalisis flavonoid. Cara ini digunakan untuk membantu mengidentifikasi jenis flavonoiddan memecahkan pola oksigenasi. Disamping itu, kedudukan gugus hidroksil fenol bebas pada

inti flavonoid dapat ditentukan dengan menambahkan pereaksi geser ke dalam larutan cuplikan

dan diamati pergeseran puncak serapan yang terjadi sehingga secara tidak langsung cara ini

 berguna untuk memecahkan kedudukan gula atau metil yang berikat pada salah satu gugushidroksi fenol. Spektrum flavonoid biasanya ditentukan dalam pelarut metanol atau etanol,

meskipun perlu diingat bahwa spektrum yang dihasilkan dalam etanol kurang memuaskan (9).

Spektrofotometri Infra merah 

Rahasia alam banyak mengandung molekul organik yang menunjukkan absorpsi infra merah.Spektrofotometri infra merah sangat sesuai untuk identifikasi gugus fungsi dalam molekul.

Dalam hal pengkonformasian struktur suatu zat, spektrum infra merah sering digunakan yaitu

dengan membersihkan spektrum zat yang dianalisis dengan spektrum zat pembanding.

Page 229: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 229/319

Spektrum infra merah senyawa tumbuhan dapat diukur dengan spektrofotometer infra merah

yang terekam secara otomatis dalam bentuk larutan, bentuk gerusan dalam minyak nujol atau

dalam bentuk padatan dicampur dengan kalium bromida.

Banyak gugus fungsi dapat diidentifikasikan dengan menggunakan frekuensi getaran yang

terlihat mengakibatkan spektrofotometri infra merah merupakan cara paling sederhana dandiandalkan untuk menentukan golongan senyawa (10).

Pemeriksaan Mikroskopik  

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk kering dan sayatan melintang herba segerdengan menggunakan mikroskop. Pelarut yang digunakan adalah air dan kloralhidrat.

Penetapan Kadar Abu Total 

Dua sampai tiga gram serbuk yang telah digerus ditimbang dan dimasukkan ke dalam krus

 platina atau silikat yang telah dipijar dan ditata, kemudian diratakan. Harus dipisahkan perlahan-lahan sampai orang habis, pemisahan dilakuan pada suhu 450o C kemudian didinginkan danditimbang. Kadar abu dihitung terhadap simplisia yang telah dikeringkan di udara.

Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam

Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu total dididihkan dalam 25 mL air selama limamenit, bagian yang tidak larut asam disaring dengan penyaring kaca masir atau kertas saring

 bebas abu lalu dicuci dengan air panas dan dipijar hingga bobot tetap dalam arus yang telahdipijar dan ditata. Kadar abu tidak larut asam dihitung dalam b/b persen terhadap bahan yang

telah dikeringkan.

Penetapan Kadar Abu Larut Air 

Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu total dididihkan dalam 25 mL air selama lima

menit. Bagian yang tidak larut disaring melalui kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas.Residu dan kertas saring bebas abu dipijarkan sampai bobot tetap. Kadar sesuai dengan jumlah

abu yang larut dalam air dihitung dalam persen b/b terhadap bahan kering.

Penetapan Kadar Sari Larut Air 

Serbuk dikeringkan di udara kemudian dimaserasi selama 24 jam dengan 100 mL air kloroform

menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama enam jam pertama kemudiandibiarkan selama 18 jam. Kemudian saring, filtrat sejumlah 20 ml diuapkan sampai kering dalam

cawan dangkal berdasar rata yang telah ditata, residu dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobottetap. Kadar sari larut air dihitung dalam persen sari yang larut dalam air terhadap bahan yang

telah dikeringkan di udara.

Penetapan Kadar Sari Larut Etanol 

Page 230: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 230/319

Cara sama dengan penetapan kadar air larut air tetapi digunakan pelarut etanol 95%.

Penetapan Kadar Air 

Penetapan kadar air dilakukan dengan cara penyulingan menurut prosedur yang

direkomendasikan oleh "World Health Organization" (WHO), ke dalam labu yang tidak dicucidengan air dan telah dikeringkan, tuangkan 200 mL toluen dan dua ml air. Kemudian disuling

selama dua jam, setelah itu dibiarkan dingin selama 30 menit dan volume air dibaca dengan

ketatapan 0,05 mL. Sejumlah 25 gram serbuk dimasukkan ke dalam labu lalu dipanaskan secara perlahan-lahan selama 15 menit. Setelah toluen mulai mendidih, kecepatan penyulingan mulai

diatur lebih kurang dua tetes tiap detik, sehingga sebagian besar air tersuling.

Kemudian kecepatan penyulingan dinaikkan hingga empat tetes tiap detik. Setelah semua air

tersuling, bagian dalam pendingin dicuci dengan toluen penyulingan dilarutkan selama limamenit. Tabung penerima dibiarkan mendingin sampai suhu kamar dan diusahakan tidak ada air

yang melekat pada tabung penerima. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air

dibaca kadar air dihitung dalam persen (%).n1 = volume air hasil penyulingan pertama (mL); n =

volume air hasil penyulingan kedua (mL) (17).

Penetapan Susut Pengeringan 

Susut pengeringan adalah kadar bagian suatu zat yang menguap. Penetapannya adalah sebagai berikut: sebanyak satu sampai dua gram bahan ditimbang dalam krus porselen bertutup yangsebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105oC selama 30 menit dan tidak ditata. Bahan dalam

harus diratakan hingga merupakan bagian setebal 5-10 mm, kemudian dimasukkan ke dalam

lemari pengering, tutup dibuka, dikeringkan berserta tutup harus pada suhu 105oC hingga bobottetap. Krus harus segera ditutup jika lemari pengering dibuka, krus dimasukan ke dalam

eksikator dan dibiarkan menjadi dingin sama dengan temperatur kamar.

Pemeriksaan Kualitatif Beberapa Unsur Anorganik  

Pemeriksaan ini dilakukan terhadap ekstrak serbuk simplisia dalam air babas mineral dengan

spektrometer serapan atom. Unsur-unsur kimia yang ditentukan adalah kinin, natrium, kalsium,

magnesium, besi, tembaga dan seng.

Penapisan Fitokimia 

Penapisan fitokimia meliputi pemeriksaan terhadap adanya alkaloid, flavonoid, saponin, tanin,kuinon, steroid dan triterpenoid.

Alkaloid 

Sebanyak dua gram serbuk bahan dilembabkan dalam amnonia 25%, lalu digerus dalam mortir.Kemudian ditambah 20 mL kloroform dan digerus kuat-kuat. Campuran disaring dan difiltrat

digunakan untuk percobaan (larutan A). Larutan A diteteskan pada kertas saring dan kemudian

diberi pereaksi drageadorff. Warna jingga yang timbul pada kertas saring menunjukkan alkaloid positif.

Page 231: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 231/319

Larutan A diekstraksi dua kali dengan asam klorida 10% untuk larutan (larutan B). Masing-

masing 5 mL larutan B dalam tabung reaksi diuji dengan pereaksi Mayer positif bila endapan

 putih yang terbentuk bertahan selama 15 menit. Dan positif pada uji dengan pereaksi dragendorff bila terbentuk endapan merah bata yang bertahan selama 15 menit.

Flavonoid 

Sebanyak satu gram bahan ditambah 100 mL air panas, didihkan selama 15 menit, kemudiandisaring. Filtrat (larutan C) juga digunakan untuk percobaan saponin, tanin dan kuinon. LarutanC sebanyak lima ml ditambah serbuk magnesium, dua ml alkohol, asam klorida (1:1) dan amil

alkohol, dikocok kuat-kuat dan kemudian dibiarkan memisah.

Saponin 

Sebanyak 10 mL larutan C dalam tabung reaksi dikocok vertikal selama 10 detik, kemudiandidihkan selama 10 menit.

Tanin 

Sebanyak masing-masing lima ml larutan C dimasukkan ke dalam dua tabung reaksi. Tabung pertama ditambah dengan larutan besi (14) klorida 1% akan menunjukkan warna hijau violet bila

 bahan mengandung tanin. Tabung kedua ditambah dengan larutan glatin akan menunjukkan

warna hijau violet bila bahan mengandung tanin. Untuk membedakan tanin kahekat dan taningalat, larutan C ditambah dengan pereaksi Steasny L formaldehid 3%-asam klorida (2:1) dan

dipanaskan dalam panas air 90oC. Terbentuknya filtrat dipisahkan dan dijenuhkan dengan

natrium asetat. Pada penambahan larutan besi (III) klorida 1% akan terbentuk warna biru tinta

atau hitam menunjukkan adanya tanin galat.

Kuinon 

Ke dalam lima ml larutan C ditambahkan beberapa bekas larutan natrium hidroksida IN.

Sterol/Terpenoid 

Sebanyak satu gram serbuk bahan dimaserasi dengan 20 ml eter selama dua jam kemudiandisaring. Filtrat sebanyak lima ml diuapkan dalam cawan penguap. Ke dalam residu ditambahkan

dua tetes asam asetat anhidrat, kemudian ditambahkan satu tetes asam sulfat pekat.

Ekstraksi dan Pemeriksaan Ekstrak  

Ekstraksi dilakukan untuk menarik komponen kimia dalam simplisia. Metode ekstraksi yang

digunakan adalah ekstraksi sinambung dengan alat soxhlet berturut-turut menggunakan pelarut

n-heksan, etil asetat dan etanol.

Ekstrak n-heksan selanjutnya diperiksa dengan kromatografi lapis tipis dengan pengembang n-

heksan; etil asetat (8:2) dan penampak bercak asam sulfat 10% dalam metanol.

Page 232: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 232/319

Ekstrak n-heksan, etil asetat dan etanol juga diperiksa kandungan flavonoidnya dengan

kromatografi kertas dua dimensi, dengan pengembang pertama t-butanol; asam asetat; air (3:1:1)

dan pengembang kedua asam asetat 15% dengan penampak bercah uap amonia dan alumunium(III) klorida 5% dalam etanol UV366. Ekstrak n-heksan menunjukkan hasil negatif, sedangkan

ekstrak etil asetat memberikan enam bercak dengan fluonensi biru muda, kuning terang, hijau

muda dan kuning kehijauan. Ekstrak etanol memberikan dua becak berfluoresensi biru dankuning kehijauan.

Fraksinasi dan Pemeriksaan Fraksi 

Ekstrak n-heksan Fraksinasi ekstrak n-heksan dilakukan dengan kromatografi cair vakum dengan pelarut berturut-

turut dari non polar sampai polar yang diperoleh dari campuran n-heksan - etol asetat dalam

 berbagai perbandingan. Hasil dipantau dengan kromatografi lapis tipis silika gel GF254.Pengembang n-heksan, etil asetat (8:2) dan diamati di bawah sinar ultraviolet. Kemudian

 penampak bercak asam sulfat 10% dalam metanol dan digosongkan. Pola kromatografi yang

diperoleh menunjukkan adanya bercak kuning yang terpisah cukup baik dari fraksi n-heksan; etil

asetat (9:1) (8:2) dan (7:3) yang berwarna biru ungu setelah disemprot.Ekstrak Etil Asetat 

Ekstrak etil asetat difraksinasi dengan metode Charanx-Paris sehingga diperoleh fraksi eter (F1),fraksi etil asetat (F2), fraksin-butanol (F3) dan fraksi air (F4). Tiap-tiap fraksi diperiksa dengan

kromatografi kertas, pengembang n-butanol: asam asetat: air (4:1:5) dan asam asetat 5% dengan

 penampak bercak uap amoniak dan alumunium (III) klorida 5% dalam etanol dibawah UV366.

Isolasi, Pemurnian dan Karakterisasi Isolat 

Senyawa dari Ekstrak n-heksan 

Fraksi n-heksan: etil asetat (9:1) memberikan jumlah bercak sedikit sehingga dipilih untukdipisahkan lebih lanjut. Pemisahan dilakukan dengan kromatografi lapis tipis preparatif, pengembang n-heksan: etil asetat (19:1) dan diperoleh enam pita. Dari keenam pita ini, ternyata

 pita berwarna kuning yang memberikan warna biru ungu dengan asam sulfat 10% yang

diharapkan telah murni harus dipreparatif lagi karena pada saat diperiksa dengan UV254 terlihat pemadaman diatas dan dibawah pita tersebut. Pita kuning ini kemudian dipreparatif lagi dengan

 pengembang n-heksan: etil asetat (7:3) hasilnya dikromatografi lapis tipis dua dimensi dengan

 pengembang pertama n-heksan: etil asetat (7:3) dan pengembang kedua n-heksan dihasilkan satu

 becak berwarna kuning yang menjadi biru ungu dengan asam sulfat 10%.Ko-kromatografi dengan pembanding ?-karoten memberikan Rf yang hampir sama. Isolat A ini

kemudian diukur dengan spektrofotometer ultraviolet dan diperoleh data dengan dua puncak

 pada 448 dan 472 nm dalam pelarut n-heksan. Spektrum infra merah isolat ini menunjukkankemiripan dengan ?-karoten pustaka (19).

Senyawa dari Ekstrak Etilasetat 

Fraksi F2 yang memunculkan frekuensi paling kuat dipreparatif dengan kertas whatman 3 dan pengembang asam asetat 15%. Kelima isolat hasil preparatif kemudian diperiksa dengan

kromatografi kertas dua dimensi dengan pengembang pertama n-butanol: asam asetat: air (4:1:5),

Page 233: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 233/319

 pengembang kedua asam asetat 15%. Isolat B, B2 dan B4, menunjukkan bercak tunggal,

sedangkan isolat B3 dan B5, menunjukkan dua bercak isolat B2 yang berfrekuensi kuning terang

dan isolat B4 yang berfrekuensi kuning muda dipilih untuk dikarakterisasi lebih lanjut denganspektrofotometri ultraviolet.

Hasil spektrofotometri ultraviolet isolat B2 dalam metanol memberikan dua puncak utama pada panjang gelombang 269 dan sekitar 320-340 nm. Penambahan natrium hidroksida 2 M

memberikan pergeseran pita sekitar 53-73 nm dan pembentukan pita pada panjang gelombang

328 nm, dan tidak ada perubahan setelah lima menit. Penambahan alumunium (III) klorida danasam klorida hanya menurunkan intensitas, sedangkan penambahan natrium asetat dan asam

 borat hanya sedikit menaikkan intensitas.

Isolat B4 dengan spektrofotometer ultraviolet menghasilkan dua puncak utama pada 267 dan 340nm. Penambahan natrium hidroksida 2 M menunjukkan pergeseran 6 nm pada pita n dan 55 nm

 pada pita 1. Sedangkan penambahan alumunium (III) klorida dan asam klorida serta natrium

asetat dan asam borat tidak memungkinkan pergeseran berarti.

Analisis glikosida terhadap isolat B2 dan B4 dilakukan dengan cara hidrolisis asam, yaitu dengan

melarutkan isolat dalam 5 ml asam klorida 2 N: metanol (1:1) dan dipanaskan pada pemanas airselama 60 menit kemudian diuapkan sampai kering. Sisa dilarutkan sempurna dalam sesedikit

mungkin pelarut metanol : air (1:1) dan dikromatografi dan kertas whatman 1.

Pengembang asetat 15%, penampak bercak alumunium (III) klorida disamping bahan awal untukmencegah terjadinya hidrolisis (9) diperoleh data bahwa isolat B2 mengalami hidrolisis

dilanjutkan dengan Rf yang lebih kecil daripada sebelum hidrolisis. Bercak yang berfluoresensi

kuning terang sebelum hidrolisis menjadi samar setelah hidrolisis. Sedangkan isolat B4 tidak

mengalami perubahan. Isi hidrolisis kedua isolat kemudian dikromatografi dengan pengembangIsolat B2M menghasilkan becak kuning redup dan isolat B4 hanya bercak coklat redup.

Untuk analisis lebih hemat, gula dan aglikan dipisahkan dengan cara menguapkan larutan etanol:air sampai volumenya tinggal sedikit dan dilakukan ekstraksi beberapa kali dengan etil asetat

(dengan cara mengocok kuat-kuat dalam tabung reaksi) aglikon berada dalam fraksi etil asetat

dan gula dalam fraksi air. Gula dalam fraksi air ini ditentukan jenisnya dengan kromatografikertas dengan pengembang n-butanol: asam asetat: air (4:1:5) dan penampak bercak ? naftol,

gula pembanding glukosa, galaktosa, ramnosa, xilosa dan arabinosa (9). Diperoleh data bahwa

 jenis gula pada isolat B2 adalah ramnosa dengan gula isolat B4 tidak dapat dipecahkan. Masing-

masing isolat juga diperiksa dengan pereaksi Molisch, isolat B2 dan B4 memberikan cincinmerahnya pada perbatasan air dan asam sulfat tetapi pada violet B4 agak tipis.

DAFTAR PUSTAKA 

1. Kasahara, S. and S. Hemmi, "Medicinal Herb Index in Indonesia", PT. Eisai Indonesia,Jakarta, 1995, 48.

2. Lutomshi, J., et al, "Pharmacochemical Investigation on Raw Materials of Passiflora Edulis

 Forma Flavicarpa" , Planta Med., 27 (3), 1975,222,-225.3. Bruneton, J., "Pharmacognosy Phtochemistry Medical Plants" , Technique & Documentation-

Page 234: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 234/319

Lavoister.

4. Duke, J.A., "Handbook of Medicinal Herb" , CRC Press Inc., Boca Raton, 1985, 347, 362.

5. Wichtl, M., "Herbal Drugs and Phytopharmaceutical" , Medpharm Sientific Publ., Stuttgart,1994, 363-365.

6. Basuki, U.A., "Sistemik  Tumbuhan Tinggi", Pusat Antar Universitas, Bidang Ilmu Hayati,

ITB, Bandung, 1991, 89 dan 266-268.7. Heyne, K., "Tumbuhan Berguna Indonesia" , Jil. II, terjemahan Badan Litbang KehutananJakarta, Yayasan Santana Warna Jaya, Jakarta, 1987, 1456-1459.

8. Verheij, E.W.M and R.E. Coronel (Eds.), "Plant Resources of South East Asia, Edible Fruits

and Nuts" , Prosea Foundation, Bogor, 1991/1992, 244-248.9. Markham. K.R., "Cara Mengindentifikasi Flavonoid" , terjemahan K. Radmawinata,

Penerbit ITB, Bandung, 1988, 1-117.

10. Harborne. I.B., "Metode Fitokimia" , terjemahan K. Radmawinata dan I. Soediso, penerbit

ITB, Bandung, 1987, 69-94, 142-158, 234-238. 11. Buckingham. J., et al (eds), "Dictionary of Natural Product", Chapman and Hall, London, 1994, 1352, 3863, 4453.

12. Bombardelli. E., et al., "Passiflorine a new Glycoside from Passiflora Edulis" ,

Phytochemistry 14, 1975, 2661-2665.13. Soediro. I., dkk., "Kromatograf  i Cepat Sebagai Cara  Fraksinasi Ekstrak Tanaman", Acta

Pharmaceutica Indonesia, XI (1), 1986, 28-30.

14. Stahl, E., "Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopik ", terjemahan K.

Radmawinata dan I. Soediso, penerbit ITB, Bandung, 1985, 3-18.15. Gritten, R.J., J.M. Bobbit, and A.E. Schwarling, "Pengantar Kromatografi" , terjemahan

K. Radmawinata dan I. Soediso, penerbit ITB, Bandung, 1991, 5-9.

16. Ditjen POM, Depkes RI, "Cara Pembuatan Simplisia" , Depkes RI, Jakarta, 1985, 26.17. Ditjen POM Depkes RI, "Materia Medica Indonesia", Jil.V, Depkes RI, Jakarta, 1989, 51-

541.

18. Farnsworth. N.R., "Biological and Phytochemical Screaning of Plants" , J. Pharm, SCI., 55

(3), 1996, 243-65.19. Pouchert, C.J., "The Aldrich Library of Infrated Spectra" , 2nd ed., Aldrich Chemical co.

Inc., Milwaukee, 1978, 37.

20. Fleming, I. and H.D. William, "Spectoscope Methods in Organic Chemistry" , Mc Graw HillBook, London, 1989, 29-36.

21. Mabry, T.J., K.R. Marhham and M.B. Thomas, "The Systematic Identification of Flavonoid"

, Springer-Verlog Inc., New York, 1970, 43-45, 55, 71, 98, 99.22. Depkes RI, "Farmakope Indonesia" , ed 3, Depkes RI, Jakarta, 1976, 807, 817, 840.

Page 235: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 235/319

KARYA ILMIAH

ISOLASI SENYAWA ETIL PARA METOKSI SINAMAT (EPMS) DARI RIMPANG

KENCUR SEBAGAI BAHAN TABIR SURYA PADA INDUSTRI KOSMETIK

Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Praktikum Kimia Fisika

yang dibina oleh Bapak Darsono Sigit

Oleh:

 Nur Indah Firdausi

Off A / 107331407298

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN KIMIA

 November 2009

Page 236: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 236/319

I.  Judul: Isolasi Senyawa Etil Para Metoksi Sinamat (EPMS) dari Rimpang Kencur sebagai

Bahan Tabir Surya pada Industri Kosmetik

II. Data/Fakta

Fakta yang ada berkaitan dengan senyawa etil para metoksi sinamat dalam rimpang

kencur antara lain:

1.  Kandungan senyawa kimia dari rimpang kencur (menurut J.J. Afriastini, 1990) antara lain

minyak atsiri berupa sineol sebanyak 0.02%, asam metil kanil, pentadekana, ester etil

sinamat, asam sinamat, borneol, kamfena, paraeumarina, asam anisat, alkaloid, gom

mineral sebanyak 13.7% dan pati 4.14%. Kandungan minyak atsiri dalam rimpang kencur

yaitu 2-4% yang terdiri dari etil sinamat, etil p-metoksisinamat, p-metoksi stirena, n-

 pentadekana, borneol, kamfen, 3,7,7-trimetil bisiklo [4,1,0] hept-3-ena

2.  Isolasi Etil p-metoksisinamat (EPMS) dapat dilakukan dengan berbagai pelarut karena

struktur senyawa EPMS terdiri dari gugus polar dan nonpolar sehingga agar lebih efektif

maka perlu dilakukan pemilihan pelarut untuk mengekstraknya. Pelarut yang digunakan

dalam karya ilmiah ini adalah heksana, etil asetat, alkohol dan aquades. Selain faktor

 pelarut, suhu juga berpengaruh terhadap proses pelarutan karenanya dilakukan pula

optimasi suhu pada proses isolasi dengan pelarut yang telah terpilih.

III.  Masalah / Kesenjangan

1.  Pelarut apa yang sesuai untuk proses ekstraksi dalam isolasi EPMS dari rimpang kencur

agar menghasilkan persen isolat tertinggi?

2.  Pada suhu berapa proses isolasi EPMS dengan pelarut terpilih yang menghasilkan persen

isolat tertinggi?

IV.  Solusi

A. 

Dasar Teori

Kencur ( Kaempferia galanga) termasuk suku tumbuhan  Zingiberaceae dan digolongkan

sebagai tanaman jenis empon-empon yang mempunyai daging buah paling lunak dan tidak

 berserat. Kencur merupakan tanaman kecil yang tumbuh subur di daerah dataran rendah atau

 pegunungan yang tanahnya gembur dan tidak terlalu banyak air. Daging buah kencur berwarna

Page 237: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 237/319

 putih dan kulit luarnya berwarna coklat. Jumlah daun kencur tidak lebih dari 2-3 lembar dengan

susunan berhadapan. Tanaman ini banyak digunakan sebagai bahan baku obat tradisional (jamu),

fitofarmaka, industri kosmetika, penyedap makanan dan minuman, rempah, serta bahan

campuran saus rokok pada industri rokok kretek.

Rimpang kencur mempunyai aroma yang spesifik. Di dalam rimpang kencur terdapat

 banyak zat yang dapat dimanfaatkan, salah satunya adalah kandungan minyak atsiri sebesar 2-

4% yang terdiri dari etil sinamat, etil p-metoksisinamat, p-metoksi stirena, n-pentadekana,

 borneol, kamfen, 3,7,7-trimetil bisiklo [4,1,0] hept-3-ena.

Etil p-metoksisinamat (EPMS) adalah salah satu senyawa hasil isolasi rimpang kencur

(Kaempferia Galanga) yang merupakan bahan dasar senyawa tabir surya yaitu pelindung kulit

dari sengatan sinar matahari. EPMS mengandung senyawa aktif yang ditambahkan pada lotion 

kulit ataupun pada bedak setelah mengalami sedikit modifikasi yaitu perpanjangan rantai dimana

etil dari ester ini digantikan oleh oktil, etil heksil, atau heptil melalui transesterifikasi maupun

esterifikasi bertahap. Modifikasi yang dilakukan diharapkan mengurangi kepolaran EPMS

sehingga kelarutannya dalam air berkurang dan hal itu merupakan salah satu syarat senyawa

sebagai tabir surya. Selain untuk mengurangi tingkat bahaya terhadap kulit, EPMS (bila

terhidrolisa) akan melepaskan etanol yang bersifat karsinogenik terhadap kulit sedangkan hasil

modifikasinya akan melepaskan alkohol dengan rantai lebih panjang yang tidak berbahaya.

EPMS termasuk dalam golongan senyawa ester yang mengandung cincin benzena dan

gugus metoksi yang bersifat nonpolar dan juga gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat

sedikit polar sehingga dalam ekstraksinya dapat menggunakan pelarut-pelarut yang mempunyai

variasi kepolaran yaitu etanol, etil asetat, metanol, air, dan heksana.

Kelarutan suatu zat padat dan zat cair pada suatu pelarut akan meningkat seiring dengan

kenaikan suhu bila proses pelarutannya adalah endoterm, sedangkan untuk proses pelarutan yang

 bersifat eksoterm pemanasan justru menurunkan harga kelarutan zat. Fenomena yang kedua ini

 jarang dijumpai di alam yang umum adalah proses pelarutan yang bersifat endoterm yaitu

memerlukan kalor. Beberapa zat dalam larutan akan rusak atau terurai dam menguap dengan

 pemanasan sehingga suhu ekstraksi harus diperhatikan agar senyawa yang diharapkan tidak

rusak.

Dalam ekstraksi suatu senyawa yang harus diperhatikan adalah kepolaran antara pelarut

dengan senyawa yang diekstrak, keduanya harus memiliki kepolaran yang sama atau mendekati

Page 238: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 238/319

sama. EPMS adalah suatu ester yang mengandung cincin benzena dan gugus metoksi yang

 bersifat non polar dan mengandung gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat agak polar

menyebabkan senyawa ini mampu larut dalam beberapa pelarut dengan kepolaran bervariasi,

dimana dalam eksperimen ini dicoba heksana, etil asetat, alkohol dan air dalam pencarian pelarut

yang tepat.

Selain pelarut, suhu juga ikut berpengaruh terhadap proses ekstraksi suatu bahan, dimana

hampir semua zat padat dan zat cair kelarutannya dalam pelarut akan meningkat dengan

kenaikan suhu. Beberapa senyawa akan rusak atau terurai dengan kenaikan suhu sehingga tidak

mungkin suhu dinaikkan terus selama proses ekstraksi karena itu perlu diketahui suhu optimum

untuk proses ekstraksi EPMS ini dengan pelarut yang sesuai yaitu pelarut yang diperoleh dari

optimasi pelarut sebelumnya.

Tabir surya adalah suatu senyawa yang digunakan untuk menyerap secara efektif sinar

matahari terutama daerah emisi gelombang UV sehingga dapat mencegah gangguan pada kulit

akibat pancaran secara langsung sinar UV tersebut (Kreps,1972). Secara alamiah kulit manusia

telah mempunyai sistem perlindungan terhadap sinar UV yaitu penebalan  stratum corneum,

 pembentukan melanin, dan juga pengeluaran keringat. Namun pada penyinaran yang berlebihan

sistem pertahanan alamiah ini tidak mencukupi lagi sehingga menyebabkan beberapa gangguan

 pada kulit, karena itu diperlukanlah senyawa tabir surya untuk melindungi kulit dari radiasi UV

secara langsung.

Sinar matahari yang membahayakan kulit adalah radiasi ultraviolet dimana sinar ini

dibedakan menjadi tiga, yaitu sinar ultraviolet A (UV-A), UV-B dan UV-C yang ketiganya

mempunyai panjang gelombang dan efek radiasi yang berbeda. Sinar UV-A dengan panjang

gelombang 320-400 nm mempunyai efek penyinaran, dimana timbul pigmentasi yang

menyebabkan kulit berwarna coklat kemerahan. Sinar UV-B dengan panjang gelombang 290-

320nm memiliki efek penyinaran, dimana dapat mengakibatkan kanker kulit bila terlalu lama

terkena radiasi. Sedangkan Sinar UV-C dengan panjang gelombang 200-290nm yang tertahan

 pada lapisan atmosfer paling atas dari bumi dan tidak sempat masuk ke bumi karena adanya

lapisan ozon, efek penyinarannya paling kuat karena energi radiasinya paling tinggi diantara

ketiganya yaitu dapat menyebabkan kanker kulit dengan penyinaran yang tidak lama (Hery,

1982).

Page 239: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 239/319

Senyawa tabir surya ada dua macam yaitu senyawa yang melindungi secara fisik dan

senyawa yang menyerap secara kimia. Adapun senyawa yang melindungi secara fisik contohnya

adalah senyawa titanium oksida, petroleum merah, dan seng oksida, sedangkan senyawa yang

menyerap secara kimia contohnya adalah turunan asam p-aminobenzoat, turunan ester p-

metoksisinamat, dan oksibenzena.

Ciri senyawa tabir surya yang menyerap secara kimia adalah mempunyai inti benzena

yang tersubstitusi pada posisi orto maupun para yang terkonjugasi dengan gugus karbonil.

Senyawa-senyawa demikian diantaranya adalah turunan asam para amino benzoat (PABA),

turunan salisilat, turunan antranilat, turunan benzofenon, turunan kamfer dan senyawa-senyawa

turunan sinamat. Senyawa turunan sinamat yang telah digunakan sebagai tabir surya antara lain

adalah oktil sinamat, etil4-isopropil sinamat, dietanolamin p-metoksisinamat, dan isoamil p-

metoksisinamat. Selain itu sebagai senyawa tabir surya juga masih harus memenuhi persyaratan

yaitu senyawa tersebut tidak atau sukar larut dalam air. Beberapa turunan sinamat yang

memenuhi persyaratan ini diantaranya oktil p-metoksisinamat, isoamil p-metoksisinamat,

sikloheksil p-metoksisinamat, 2-etoksi etil p-metoksisinamat, dietanolamin p-metoksisinamat

dan turunan-turunan lain dari sinamat yang mempunyai rantai panjang dan sistem ikatan rangkap

terkonjugasi yang akan mengalami resonansi selama terkena pancaran sinar UV.

B.  Prosedur

Cara yang digunakan untuk menentukan suhu yang dapat menghasilkan isolasi senyawa

etil p-metoksi sinamat ( EPMS ) yang optimal dari rimpang kencur antara lain maeserasi yang

diikuti dengan perkolasi. Setelah didapatkan perkolat selanjutnya dipekatkan dengan rotary

vacuum evaporator , selanjutnya dikristalkan dan direkristalisasi. Untuk lebih memperjelas

 prosedur yang digunakan, cara di atas kami uraikan sebagai berikut.

Rimpang kencur dicuci dengan air hingga bersih, ditiriskan lalu diiris-iris tipis agar

mudah kering. Selanjutnya dikeringkan dengan sinar matahari tidak langsung, setelah kering

dihaluskan menjadi serbuk dan direndam dalam perkolator dengan pelarut selama 24 jam. Cairan

 perkolat ditampung dalam erlenmeyer dan residu direndam lagi sampai beberapa kali hingga

diperoleh perkolat yang warnanya kuning pucat dengan total perkolat 5 liter tiap kg serbuk.

Perkolat selanjutnya dipekatkan dengan rotary vacuum evaporator   hingga diperoleh larutan

 pekat yang selanjutnya didinginkan dalam penangas es hingga terbentuk kristal. Kristal yang

Page 240: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 240/319

didapat masih kotor dan dicuci dengan pelarut sedikit saja lalu direkristalisasi dengan metanol

hingga didapat kristal jarum yang tidak berwarna. Isolasi dengan proses ekstraksi di atas

dilakukan menggunakan beberapa pelarut yaitu etanol, etil asetat, air dan hexana untuk

mendapatkan pelarut paling sesuai yaitu pelarut yang mampu mengekstrak EPMS terbanyak

dalam berat bahan yang sama dan volume pelarut sama. Setelah diperoleh pelarut yang sesuai

selanjutnya dilakukan isolasi dengan ekstraksi menggunakan pelarut tersebut pada berbagai suhu

yaitu suhu kamar (30oC), 50

oC, 70

oC, dan 90

oC. Untuk mempertahankan suhu digunakan

waterbath  dan agar rendaman tidak kehilangan pelarut maka diusahakan tutup yang

memungkinkan pelarut yang menguap akan masuk dalam rendaman kembali.

Instrumen penelitian melipuli peralatan isolasi yaitu seperangkat alat perkolasi berupa

 peralatan gelas, alat pemekat berupa Rotary Vacum Evaporator , peralatan gelas untuk kristalisasi

dan rekristalisasi, instrumen pengukur Titik leleh dan dilanjutkan dengan instrumen analisis yaitu

UV-Vis, GC-MS, IR dan NMR.

Data Instrumen senyawa hasil isolasi dibuat tabel dan dibandingkan dengan data

instrumen senyawa EPMS murni sebagai pembanding. Data pada optimasi jenis pelarut berupa

massa hasil isolasi yang diperoleh untuk tiap jenis pelarut dihitung persentasenya dengan rumus.

Hasil persentase tertinggi menunjukkan proses ekstraksi untuk senyawa EPMS paling sesuai

artinya pelarut tersebut mengekstrak EPMS paling sempurna karena mempunyai kepolaran yang

 paling mendekati kepolaran EPMS itu sendiri. Hasil dari optimasi ini didapatkan pelarut

optimum dan selanjutnya digunakan untuk optimasi suhu.

Data pada optimasi suhu dengan menggunakan pelarut terpilih berupa massa hasil isolasi

 juga dihitung persentasenya dengan rumus. Hasil persentase tertinggi menunjukkan bahwa pada

suhu tersebut senyawa EPMS terekstrak dengan sempurna, senyawa tidak terurai dan tidak rusak

 pada suhu tersebut. Hasil dari optimasi ini diperoleh suhu optimum proses ekstraksi EPMS

dengan pelarut terpilih.

Untuk menafsirkan data instrumen EPMS senyawa hasil isolasi dibandingkan dengan

senyawa EPMS murni. Data titik leleh senyawa dikatakan identik bila range titik leleh keduanya

sama atau berbeda 0,5-1oC. Data IR senyawa dikatakan identik bila serapan-serapan pada

wilayah panjang gelombang yang sama terhadap sinar infra merah. Data NMR suatu senyawa

dikatakan identik bila menghasilkan spektogram yang sama. Data MS suatu senyawa dikatakan

Page 241: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 241/319

identik bila pola fragmentasi keduanya sama. Data UV-Vis senyawa dikatakan identik bila

keduanya mempunyai serapan pada wilayah panjang gelombang yang sama.

V.  Daftar Pustaka

AfriastinI, JJ. 1990. Bertanam Kencur . Jakarta: PT. Penebar Swadaya.

Ahira, Anne. _____. Manfaat Kencur untuk Obat, (Online), (http:/www.AsianBrain.com,

diakses 7 November 2009).

Maghfiroh, Yuliatul. 2009. Kencur Kaya Manfaat , (Online), (http://www.google.com,

diakses 7 November 2009).

Rostiana, dkk. 2005. Budidaya Tanaman Kencur , (Online), (http://www.balittro.go.id, 

diakses 7 November 2009).

Sumari. 2003. Petunjuk Praktikum Kimia Fisika. Malang: FMIPA Universitas Negeri

Malang.

Taufikurohmah, Titik. 2008. Pemilihan Pelarut dan Optimasi Suhu pada Isolasi Senyawa

 Etil Para Metoksi Sinamat (EPMS) dari Rimpang Kencur sebagai Bahan Tabir

Surya pada Industri Kosmetik , (Online), (http://www.google.com, diakses 7

 November 2009).

Page 242: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 242/319

TEKNOLOGI KOSMETIK

PHARMDR. JOSHITA.D, MS, PHDDRA JUHEINI, MSi

Page 243: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 243/319

I. PENDAHULUAN

• Pengertian dan Tujuan

•  Anatomi dan ung!i "u#it, Ram$ut, "u%u

• "#a!ii%a!i Umum

• "ara%teri!ti% dan jaminan mutu

• Pro!e! &engem$angan

• Latar $e#a%ang !ain!, te%no#ogi dan ma!a

de&an %o!meti%a 

Page 244: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 244/319

PEN'ERTIAN "OSMETI"A

• PEN'ERTIAN ( Sediaan)&aduan $a*an +ang

!ia& diguna%an &ada $agian #uar $adane&idermi!, ram$ut, %u%u, $i$ir -organ %e#amin

#uar, gigi dan rongga mu#ut untu% (

mem$er!i*%an, menam$a* da+a tari%,

mengu$a* &enam&i#an, me#indungi !u&a+a

da#am %eadaan $ai%, mem&er$ai%i $au $adanteta&i tida% dima%!ud%an untu% mengo$ati atau

men+em$u*%an &en+a%it S" MEN"ES no

/01)/22/

Page 245: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 245/319

TUJUAN "OSMETI"A

• DAHULU ( /.Me#indungi tu$u* dari a#am &ana! 3 !inar mata*ari 3 ter$a%ar, dingin 3 %e%eringan,

irita!i 3 gigitan n+amu%.4. Tujuan Re#igiu! ( 5au dari %a+u tertentu 36endana 3 mengu!ir ma*#u% *a#u!

• SE"ARAN' ( Per!ona# *+giene, mening%at%anda+a tari%7ma%e u&, mening%at%an %e&er6a+aan

diri-%etenangan,me#indungi %u#it7ram$ut7 dari u8+g meru!a%, &o#utan dan a%tor #ing%ungan #ain,meng*indari &enuaan

• Se6ara umum ( mem$antu manu!ia untu%meni%mati *idu& +ang #e$i* $ermanaat

Page 246: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 246/319

 ANATOMI DAN 9UN'SI "ULIT,

RAM5UT, "U"U

•  Anatomi %u#it

• "eratini!a!i

• Se# !e$a6eou!, !e$um, %eringat,

&engua&an

• 9ung!i %u#it,:arna,%e#ainan %u#it

•  A6ne, aging, &ro!e! &igmenta!i

Page 247: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 247/319

"LASI9I"ASI "OSMETI"( "ULIT

• SKIN CARE COSMETICS

• "o!meti% &em$er!i*( %rim dan $u!a &em$er!i* mu%a

• "o!meti%a %onditioner ( #otion, %rim ma!age

• "o!meti%a &e#indung( %rim dan #otion &e#em$a$

• MAKE UP COSMETICS

• "o!meti%a da!ar( oundation, $eda%

• Ma%e u& ( #i&!ti%, $#u!*er, e+e!*ado:, e+e#iner 

• Pera:atan %u%u ( 6at %u%u, &em$er!i* 6at %u%u

• BODY COSMETICS• Sa$un mandi &adat76air, &er#eng%a&an mandi

• Sun6are! dan !untan(%rim !un!6reen, !un oi#

•  Anti&er!&irant - deodoran(deodorant !&ra+7!ti6%7ro## on

• 5#ea6*ing,De&i#ator+

• In!e6t re&e##ent

Page 248: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 248/319

"OSMETI"A PERA;ATAN

RAM5UT, "ULIT "EPALA,

MULUT, 9RA'RANS• Pem$er!i* ram$ut• Pera:atan ram$ut

• Hair !t+#ing

• Pengeriting ram$ut

• Pe:arna ram$ut

• Penum$u* ram$ut, Toni%

• Pera:atan %u#it %e&a#a

• Pa!ta gigi, mout* :a!*

• Perume, eau de 6o#ogne

Page 249: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 249/319

KARAKTERISTIK MUTU KOSMETIK:men6a&ai

%e&ua!an %on!umen +ang terdiri dari de!ign,

manua%tur,!a#e!. Per!+aratan %ua#ita! da!ar

me#i&uti !aet+,!ta$i#it+,ei6a6+,u!a$i#it+

• Safety(td% ada irita!i %u#it,!en!iti8ita!%u#it,to%!i!ita! ora#,$er6am&ur dgn $a*an#ain,tida% $er$a*a+a

• Stability(!ta$i# t*d &eru$a*anmutu,:arna,$au,%ontamina!i $a%teri

• Efficacy(ee% me#em$a$%an,me#indungi t*d

u8,mem$er!i*%an,me:arnai• Usability(feeling  !en!i$i#it+,moi!turi<ing,

!moot*ne!!, kemudahan menggunakan $entu%,u%uran,$o$ot,%om&o!i!i, &enam&i#an,&orta$i#it+, preference$au,:arna,de!ign

Page 250: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 250/319

Jai!a! "t" #$seti#a( jaminan mutu &rodu%

untu% men6a&ai %e&er6a+aan dan %e&ua!an

%on!umen mutu men6a&ai #ongterm u!age(

 jaminan !aet+,!ta$i#it+, ei6a6+, u!a$i#it+

• Safety:uji %eamanan,&at6* te!t,uji ra6un #ogam

$erat

• Stability:uji %e!ta$i#an :arna, otore!i!ten,

$au,uji t*d &ana! dan #em$a$, &enga:etan,

%e!ta$i#an <at a%ti,%e!ta$i#an i!i%o7%imia• Usability:Uji %e$ergunaan %Sen!or+ te!t,

&engu%uran i!i%o%imiareo#ogi

• Efficacy:uji ei%a!i untu% !etia& &rodu%

Page 251: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 251/319

JAMINAN MUTU KEMASAN KOSMETIKA

• Jaminan &er#indungan i!i uji &er#indungan t*d

6a*a+a, &ermea$i#ita!, &er#indungan $au

• Jaminan %e6o6o%an $a*an uji %eta*anan %imia,t*d mata*ari, uji anti %oro!i

• Jaminan %eamanan $a*an $a*an +ang

memer#u%an &er*atian(orma#in,!tandar

%eamanan(De&%e!,uji %onirma!i %eamana

• Jaminan ung!it*d manu!ia,ung!i i!i%

• "eamanan &enggunaan #ing%ungan,metode

• Jaminan Di!&o!a$i#it+ muda* di$uang,aman

dimu!na*%an

Page 252: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 252/319

5AHAN PEM5ANTU DAN

PEN'EMAS DALAM "OSMETI"• 5a*an Min+a%)#ema%

• Sura%tan ( emu#gator, !u!&ending agent,!ta$i#i<er • Hume%tan• Po#imer • U= a$!or$en•  Antio%!idan• Se>ue!tering agent d##• 5a*an &e:arna• Pengema! &rimer dan !e%under

Page 253: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 253/319

5AHAN MIN?A")LEMA"

• K$&$!e! "taa ( Trig#i!erida a!am #ema% dan g#i!erin

• Min+a% dan #ema%(o#i8e,6ame##ia,ma6ademia,6a!tor oi#!• ;a@ e!ter( 6arnau$a,6ande#i##a,jojo$a,$ee!,#ano#in

• Hidro%ar$on(&ara.#i>,&ara.!o#id,&etro#atum,6ere!in,mi%r o%ri!ta#in :a@,!>ua#ane

•  A!am #ema% tinggi ( a!am #aurat, miri!tat, &a#mitat,!tearat,i!o!tearat

•  A#%o*o# $ermata$at tinggi(6et+#,!tear+#,i!o!tear+#,o6t+#• E!ter(i!o&ro&i#miri!tat,47o6t+#dode6+#miri!tat,6et+#47

eti#*e%!anoat,dii!o!teari#ma#eat

• Si#i%on(dimeti#&o#i!i#o%!an,meti#eni#&o#i!i#o%!an,

Page 254: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 254/319

SUR9AE ATI=E A'ENT

•  Anioni%(!a$un,a#%i#!u#at,&o#io%!ieti#ena#%i#e

ter!u#at,a6+#7N7meti#taurat, a#%i#etero!at,garam a!am N7a6+#amino

• "ationi%(a#%i#trimeti#amonium%#orid,dia#%i#m

eti#amonium%#orid,$en<a#%onium%#orid

•  Amoteri%• Nonioni%

Page 255: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 255/319

HUME"TAN

• '#i!erin

• Pro&i#eng#i%o#

• 5uti#eng#i%o#

• Po#ieti#eng#i%o#

• Sor$ito#

• Sodium #a%tat• Sodium&iro#idon%ar$o%!i#at

• Sodium *ia#uronat

Page 256: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 256/319

POLIMER 3 $a*an +ang da&at mening%at%an

8i!%o!ita! a!e air 3 t*i6%ening agent, i#m

ormer, re!inou! &o:der 

• Pen!ta$i# emu#!i o):3 mening%at%an8i!%o!ita a!e #uar 3 mem$entu% !u!&en!i

%o#oida# da#am air 3 mem$entu% %o#oid

&e#indung di !e%itar g#o$u# 3 mening%at%an

%e!ta$i#an

• Se# emu#!iier! ( meti#!e#u#o!a, !odium

a#ginate, gum ara$

• Sto%e! ( 8 B 4gr 4C7Co ) 2

Page 257: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 257/319

"e#om&o%n+a

• =egeta$#e mu6in! ( gum traga%an, gum %ara+a, gum

ara$ a%a!ia, >uin6e mu6i#ago, mar!* ma##o:, ant*angum

•  A#ginate (!odium a#ginate 3 #e!! !ti6%+ d& traga%an dangum.Ditam$a* garam a &d &H 07F #e$i*mengenta#%an.arrageenan dan agar4 ma!u% %e#om&o%ini, agar4 *am&ir tida% diguna%an di %o!meti% teta&i diindu!tri ma%anan

• Turunan !e#u#o!e dan !en+a:a !ejeni! ( meti# !e#u#o!e,M, Na M.Siat i!i% dan %imian+a teta&, da&atdi$uat da#am air dingin, td% menjadi terermenta!i, dan*an+a !edi%it mmenjadi media &ertum$u*an $a%teri dan

 jamur. Rea%!in+a netra#. 5er$agai grade G 5MG8i!%o!ita

Page 258: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 258/319

#anjutan

• Protein dan &rodu% degrada!i (ge#atin.=i!%o!ita! $ergantung &ada !u*u dan &H

• 'e# anorgani%(%o#oida# a#umunium !i#i%at,

$entonit, 8eegum G !tru%tur %ri!ta#• 'il '$(e(s. 5a*an &o#imer !inteti% ( P=A,

P=P, &o#ia%ri#at,rea%!i netra#, tida% mengirita!i%u#it.Eti#en o%!id 5M tinggi(Po#+o@ re!in /.ar$o&o# 20 /)&o#i%ar$o%!imeti#en8i!%o!ita!n+a B 0 gum traga%an B 4,F M

*ig* grade• ;ater !o#u$#e i#m ormer ( &o#ieti#eng#i%o# 5Mtinggi,da&at diguna%an juga da#am emu#!i o):,tt& #e$i* $an+a% diguna%an da#am !ediaan non#ema%

Page 259: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 259/319

U= A5SOR5ENT

• Turunan 5en<o&*enon

• Turunan P7amino$en<oate

• Turunan Met*o@+6innamat

• Turunan A!am Sa#i!i#at

• Lain7#ain

Page 260: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 260/319

 ANTIOIDANT

• Terutama untu% men6ega* %etengi%an 3

ada 4 ti&e tengi% ( o%!idati dan %eton

• "eton ( terjadi &d a!am #ema% dgn , /0,

*a!i# %erja mo#d! a!&ergi#um dan

&eni!i#ium dgn adan+a #em$a$ dan $a*an

nitrogen mem$entu% %eton, $aun+a %*a!dan muda* didete%!i !e6ara %imia.D&t

di6ega* dengan &enga:et

Page 261: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 261/319

#anjutan

• "etengi%an o%!idati ( a!am #ema% td%

 jenu* men+e$a$%an mo#e%u# a!am #ema%!&#itting &ada titi% dou$#e #in%age.Ha!i#n+a

a#de*id +ang $aun+a tida% ena% dan irita!i

&ada %u#it %rn #ema% tengi%. Pro!e!

o%!idati di!e$a$%an o%!igen atmo!er 3%onta% #ema% dengan udara

Page 262: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 262/319

9a%tor +ang mem&er6e&at

terjadin+a %etengi%an

• adan+a #ogam $erat !&t 9e, u, o, Mn,

Sn, Ni 3 !emua +ang da&at meng%ata#i!o%!ida!i

• Pengaru* 6a*a+a

•  Adan+a !ejum#a* %e6i# #ema% tengi%

•  Adan+a a!am #ema% $e$a!•  Adan+a air dan en<im tertentu +angmeng*idro#i!i! g#i!erida

• Di!im&an di tem&at &ana!

Page 263: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 263/319

Meng*indar%an

• ega* a%tor t!$ di ata!

• 'una%an antio%!idan (ND'A, eti#ga#at,

5HA,5HT,di*idro>uer6etin, dii!oeugeno#,

amina4, to%oero#, di*idro6*roman

Page 264: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 264/319

SEUESTERIN' A'ENTS

• Sodium edetat EDTA

• P*o!&*ori6 a6id

• itri6 a6id

•  A!6or$i6 a6id

• Su66ini6 a6id

• '#u6oni6 a6id• Sodium &o#+&*o!&*ate

• Sodium meta&*o!&*ate

Page 265: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 265/319

5AHAN LAIN

• 5a*an Pe:arna

• 5a*an Pengema!( &rimer, !e%under 

Page 266: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 266/319

"ERUSA"AN DAN STA5ILITAS

PRODU"

• Jeni! %eru!a%an !ediaan %o!meti%a

• Uji !ta$i#ita 

Page 267: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 267/319

"OSMETI"A MEDI" DAN 5AHAN

 A"TI9 "OSMETI"A• =itamin

• Hormon• Kat &emuti*

• Ta$ir mata*ari

•  Anti ageing

•  Antio%!idan

• Radi6a# !6a8enger 

• Serum &rotein(&rotein, &e&ton, &e&tide, a!amamino

• 5a*an7$a*an #ain(deodorant, anti&er!&irant,antiin#ama!i, a!tringen!, rerigeran, anti*i!tamin

Page 268: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 268/319

=itamin

• Li*at OHP

Page 269: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 269/319

HORMON

• 9o#i6#e Hormone E!trogen da#am do!i!

tinggi !e$agai anti jera:at ( E!tradio# dane!tern+a !&t e!tron, etini# e!tradio#

•  Adreno orti6a# Hormone AH

mem&er$ai%i %u#it u!ia 01 t*n $erung!i

!e$agai antiin#ama!i, &emuti* %u#it (orti!one, *idro%orti!on, dan e!tern+a !&t

&redni!on, &redni!o#on

Page 270: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 270/319

TA5IR MATAHARI7U=

 A5SOR5ENT

• Sinar U= 4217011 nm

• Diguna%an untu% menga$!or$ !inar U= &d&anjang ge#om$ang 4217011 nm untu%

meng*indari %eru!a%an %u#it terma!u% er+t*ema,

!un$urn,!untan,&remature aging juga %eru!a%an

&re&arat %o!meti%a itu !endiri dan :ada*

• Non to%!i%, menga$!or$!i U= da#am range#ua!,tida% ru!a% %rn U= dan &ana!, $er6am&ur

dengan $a*an #ain

• Li*at ta$e#

Page 271: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 271/319

Kat Pemuti*

• Li*at OHP

Page 272: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 272/319

PROSES MANU9A"TUR DAN

PEN'EM5AN'AN INDUSTRI

"OSMETI"A

• 9ormu#a!i ( %on!e&, %ajian &u!ta%a danin&ut mar%et, tria# #a$oratorium

• Uji !ta$i#ita a:a# dan uji a&#i%a!i

• Identii%a!i &era#atan +ang di&er#u%an

• S6a#e u&• Ri!et &engem$angan &rodu% 

Page 273: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 273/319

RISET PEN'EM5AN'AN

PRODU" 

• Pengem$angan ormu#a

• Pengem$angan $a*an a%ti $aru, $a*an

&em$antu $aru

• Pengem$angan $entu% !ediaan $aru

• Pengem$angan &ro!e! manua%tur

Page 274: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 274/319

9ORMULASI

• Mengingat $a*an7$a*an $a%u dan

&era#atan +ang ada, !erta %eter$ata!an:a%tu, !edang%an !uatu &rodu%!i

%o!meti%a *aru! !egera di&rodu%!i untu%

mengejar mu!im, tren, e!+en dan #ain7

#ain, ma%a %ita *aru! &andai memi#i*ormu#a!i agar %o!meti%a itu da&at !egera

di&rodu%!i dan da&at memenu*i ma%!ud7

ma%!ud tertentu.

Page 275: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 275/319

TAHAPAN 9ORMULASI

• In&ut %on!e&,%ajian &u!ta%a,&ermintaan

&a!ar,&er6o$aan di #a$

• Uji %#ini! !eder*ana)uji a&#i%a!i

• Uji %eamanan ormu#a dan $a*an $a%u

irita!i ormu#a)$a*an $a%u

• Uji !ta$i#ita !%a#a #a$

Page 276: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 276/319

UJI STA5ILITA A;AL, UJI

 APLI"ASI, UJI E9I"ASI• Uji !ta$i#ita a:a# dari ormu#a +ang di$uat !%a#a

#a$• Uji a&#i%a!i uji %#ini% !eder*ana(

 perabaan/feeling !en!i$i#it+, moi!turi<ing,!moot*ne!!, kemudahan digunakan $entu%,u%uran, $o$ot, %om&o!i!i, &enam&i#an,

 preferensi $au, :arna, de!ign

• Uji ei%a!i( ee% me#em$a$%an, ee% me#indungiter*ada& !inar u8, ee% mem$er!i*%an, ee%&e:arnaan

Page 277: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 277/319

IDENTI9I"ASI PERALATAN ?AN'

DIPERLU"AN

• Mi@ing ) Emu#!ii6ation Tan%!.

• Di!&er!ing ) 'rinding Mi##!.

• Homogeni<er!.

• 9i##ing E>ui&ment.

Page 278: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 278/319

SALE UP

• Pem$e!aran &rodu%!i dari laboratory size

batches ( ±5 kg) atau clinical batches !am&ai4F %g, %e pilot plant batches 4F7411 %g

umumn+a di!e$ut !e$agai scale-up ormu#a!i

atau &rodu%!i.

• Untu% &rodu%!i %o!meti%a +ang ma!i* $aru,

scale-up da&at diram&ung%an da#am dua a!e (• Pem$uatan Clinical Batches

• Pem$uatan Pilot Plant Batches

Page 279: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 279/319

LINIAL 5ATH( 4F "'

• Penga#aman &ertama dengan batches u%uran aga%

$e!ar umumn+a ditemui di!ini. Ma%a di!aran%an agarormu#ator dari &rodu% itu *adir men+a%!i%an &em$uatanclinical batch ter!e$ut untu% meng*indari terjadin+a!e!uatu &ro$#ema +ang mung%in tim$u# a%i$at tida%ter!edian+a metoda &em$uatan +ang %urang terin6i.

• Sete#a* $e$era&a clinical batches $er*a!i# dengan!u%!e! di$uat, ma%a !uatu metoda &em$uatan

umumn+a !uda* $i!a ditu#i!%an di da#am !uatu ormattertu#i! +ang da&at dengan muda* di#anjut%an %e&rodu%!i Pilot Plant Batches.

Page 280: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 280/319

PILOT PLANT 5ATH(4F7411 "'• U"!ya )isa(a!#a! "!"t# ela!*"t#a! &eb"ata! batches #e )ala fase

 pilot plant batches sebel" "lai )ila#"#a!!ya test #eaa!a!#li!is fase III "!t"# e!*ai! a+a( test #li!is i" )i*ala!#a! )e!+a! &($)"# ,asilet$)e &eb"ata! &ili,a! te(a#,i(-NDA. Keb"t",a! &($)"#si "!t"# tes #li!isfase III )ei#ia! ""!ya eb"t",#a! batc,es "#"(a! a+a# besa( %/00 #+1.

• Pe!elitia! te(,a)a& &($)"#si Pilot Plant  *"+a )iseb"t seba+ai &e!elitia!&e(#eba!+a! &($ses % process development 1 ya!+ )ia)a#a! "!t"# e!*a2ab

&e(ta!yaa!3&e(ta!yaa! &$#$# be(i#"t )a! "!t"# e!+i)e!tifi#asi la!+#a,3la!+#a, i!ti )ala &($ses &eb"ata! ya!+ &e(l" )isa,#a! ata" sebali#!ya)it$la# :

• S")a, )a&at#a, f$("lasi it" )i(e&($)"#si ebesa( %scale-up14• A&a#a, et$)a &($)"#si it" ses"ai "!t"# #ea&"a! &($)"#si ya!+

)i,a(a&#a! )a! )e!+a! &e(alata! ya!+ a)a4• A&a#a, )i&e(l"#a! &e(alata! ba(" ata" &ab(i# &eb"at ya!+ #eti+a4• A&a#a, la!+#a,3la!+#a, &$#$# &($ses &eb"ata! tela, te(i)e!tifi#asi4• A&a#a, st")i "!t"# 5ali)asi tela, )i)esai! )e!+a! bai#4• Pe!elitia! te(,a)a& &($)"#si pilot plant  &e(l" )ia(a,#a! "!t"# )a&at e!*a2ab

&e(ta!yaa!3&e(ta!yaa! te(seb"t seca(a e"as#a!. Ji#a tib"l &e(ta!yaa!6 yaata" ti)a# &($)"# it" fle#sibel "!t"# )i&($)"#si6 a#a sebai#!ya )i&($)"#sisa*a )e!+a! e!++"!a#a! &e(lata! )a! "#"(a! batc, ya!+ a#a! )i&a#ai seca(a("ti! *i#a &($)"# it" !a!ti!ya )i&asa(#a!.

• K"li!asi )a(i #e+iata! scale-up biasa!ya be("&a &($)"#si ya!+ e"as#a!)a(i f$("lasi )ia#s") )ala be!t"# s"at" 7Production DemonstrationBatch8 ya!+ #e")ia! )i+"!a#a! "!t"# e!+isi #eb"t",a! s"at" 7PackagingDemontration Run” 6 ya!+ be(a#,i( &a)a &($)"# a#,i( bese(ta &e!+easa!!ya.

• St")i 5ali)asi biasa!ya )i*ala!#a! selaa &eb"ata! “ProductionDemonstratioin Batch”  )a! “Packaging Demonstration Run”.

Page 281: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 281/319

PRODUTION 5ATH( F117F111 "'

 A#at4 +ang diguna%an

Mi9i!+-E"lsificati$! Ta!#s.

• Tang%i7tang%i &en6am&ur atau&engemu#!i ini $er%i!ar dari tang%i7tang%isimple open acketed  dengan%emam&uan men6am&ur !am&ai %etang%i7tang%i +ang #e$i* rumit +ang da&at

men+edia%an %emam&uan hight speedand s!eep paddle, counter mo"ing paddles, homogenizing heads,%emam&uan &eng*am&aan, dan ji%a&er#u, tutu& ra&at $uat mem$eri tem&at%e&ada ga! murni.

Page 282: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 282/319

#anjutan

Dis&e(si!+-G(i!)i!+ Mills.•  A#at7a#at &endi!&er!i atau &enggi#ing ini

$er%i!ar mu#ai dari colloid mills dan blendertype homogenizer  +ang !eder*ana untu%mem$entu% #a&i!an ti&i! $a*an7$a*an $a%utertentu !am&ai %e a#at hight suction/sheare#uipment  +ang diguna%an untu%mendi!&er!i%an gums dan gelling agent  

#ainn+a %e da#am !uatu $at6*. Pera#atan7&era#atan ini menjamin ter$entu%n+a #a&i!an$a*an $a%u +ang !eragam, !e*ingga da&atdi*a!i#%an &rodu% +ang *omogen, $e$a! darigum&a#an7gum&a#an.

Page 283: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 283/319

#anjutan

$$+e!i;e( .• Umumn+a di&er#u%an ji%a &em$entu%an !uatu emu#!i

memer#u%an a#at &engadu% me%ani! $er%e6e&atantinggi untu% mem&ero#e* &engurangan u%urange#em$ung7ge#em$ung udara +ang memadai dengan*a!i# a%*ir $eru&a &er$ai%an &roi# da#am e!teti%a&rodu% atau !ta$i#ita! &rodu%.

• Homogeni<er! *an+a memi#i%i !atu emulsifying head  atau di#eng%a&i dengan t!o-stage emulsification head ,

*ead +ang &ertama meng*a!i#%an emu#!i +ang %a!ar,!edang%an *ead +ang %edua di&er#u%an untu%meng*a!i#%an emu#!i +ang *a#u!.

• Homogeni<er! da&at juga diguna%an untu% ormu#a!i7ormu#a!i nonemu#!i.

Page 284: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 284/319

#anjutan

'illi!+ E<"i&e!t.

• Sete#a* di&rodu%!i, ma%a &rodu% *aru! $i!a

di&om&a dari %a:a!an &rodu%!i %e %a:a!an&engi!ian, ji%a &er#u. Pera#atan &engi!ian

da&at $er%i!ar mu#ai dari me!in7me!in +ang

!eder*ana dan dija#an%an dengan tangan,

+ang *an+a $i!a mengi!i !uatu jum#a* +ang

diingin%an, !am&ai %e me!in7me!in otomati!$er%e6e&atan tinggi +ang da&at mengi!i,

me#i&at dan menje&it tutu& !erta menera%%an

6a& +ang di&er#u%an

Page 285: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 285/319

PROSES DAN TUJUANN?A=. Pe!ca&"(a! (Mixing

• ;a#au&un &en6am&uran dua $a*an !e&inta! #a#unam&a% !e$agai *a# !eder*ana !aja, teta&i tida%

demi%ian da#am %en+ataann+a, +ang !ering !angat%om&#e%! atau rumit.

• Menurut Lin /20, men6am&ur $a*an7$a*an dida#am !atu $at6* !e!unggu*n+a untu% men6a&ai$an+a% tujuan, mi!a#n+a untu% !uatu emu#!i, tujuan7tujuan dari &en6am&uran itu antara #ain (

• /. Men6am&ur 6airan76airan +ang !u#it ter6am&ur.

• Mem&er6e&at &emana!an $a*an7$a*an di da#am%ete#.

• Pe#arutan #ema%7#ema% dan $a*an7$a*an #ainn+a.

• Emu#!ii%a!i atau di!&er!i.

• Penda*u#uan &endinginan.

Page 286: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 286/319

#anjutan/. Pe$&aa! (PumpingA)a )"a *e!is &$&a ya!+ )i+"!a#a! )i )ala &($)"#si

#$eti#a6 yait" :• Positive displacement pump.

• !entri"ugal pumps.• Positive displacement pump be#e(*a )e!+a! e!a(i# cai(a!#e )ala s"at" ($!++a6 #e")ia! e!)esa#!ya #el"a( &a)asisi ya!+ lai!. C$!t$, ya!+ &ali!+ "" a)ala, diaphragma

 pumps6 gear pumps )a! mono pumps.• P$&a se!t(if"+al %centri"ugal pumps be(be)a )a(i ti&e

 positive displacement pumps iala, ba,2a &$&a se!t(if"+albe(sa!)a( &a)a #$!5e(si s"at" #e#"ata! se!t(if"+al )a!b"#a!!ya &a)a #e#"ata! li!ea(6 e!*a)i s"at" te#a!a!. Pa)a

&$&a se!t(if"+al6 cai(a! )ias"##a! )i titi# &"sat )a(is"at" &($&ele( ya!+ be(&"ta( ce&at.• Dala e$&a cai(a! #$seti#a6 &e(l" )i#eta,"i sifat3sifat

cai(a! te(seb"t6 sebab &$&a ya!+ te(lal" se&it ata" te(lal"ce&at )a&at e("ba, e"lsi6 e&e(a!+#a& ")a(a6 )ll.Kece&ata! *a!+a! sa&ai ele2ati titi# &e("ba,a! )a(i a("slai!a( e!*a)i a("s t"(b"le!si.

Page 287: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 287/319

#anjutan>. Pei!)a,a! Pa!as (#eat $rans"er• Da#am $an+a% &ro!e! &em$uatan %o!meti%a, $a*an

$a%u !ering *aru! di&ana!%an !am&ai %e !u*u 171o, di6am&ur, dan %emudian didingin%an !am&ai!e%itar 1701o !e$e#um &rodu% a%*ir da&at di&om&adan di!im&an. "arenan+a, di da#am &a$ri% %o!meti%a,ei!ien!i &eminda*an &ana! meru&a%an !uatu a%tor+ang !angat &enting +ang *aru! di&er*itung%an da#amde!ign.

• ;a#au&un %e$an+a%an &rodu% di&ana!%an dandidingin%an di da#am tan%i $e!ar 8at dengan di$eri

ua& &ana! atau ja6%et air &ana! di!e%e#i#ingn+a, dimana ei!ien!i !angat tergantung &ada &en6am&uran$a*an, namun ada !ejum#a* &emi!a* %*u!u! +ang$i!a diguna%an di da#am &ro!e! &em$uatan %o!meti%a,mi!a#n+a +ang &a#ing umum +ang dinama%an !e$agai=otator

Page 288: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 288/319

#anjutan?. 'ilt(asi

• Umumn+a, i#tra!i di da#am &rodu%!i %o!meti%a *an+adi&er#u%an da#am memurni%an air #eiding dan untu%

&enjerni*an #otion !e&erti #otion untu% 6u%ur, *air toni6,d##. Di mana $a*an7$a*an $a%u untu% &rodu%7&rodu% ini !ering $eri!i%an !ejum#a* %e6i# %ontaminan+ang a%an mengganggu &enam&i#an &rodu% a%*ir ji%atida% di*i#ang%an.

•  A#at i#ter +ang &a#ing !ering diguna%an ada#a* filter press +ang dide!ain %*u!u! untu% memi#tra!i 6airan

+ang mengandung !edi%it $a*an7$a*an &adat +ang&er#u di&i!a*%an. 5eta&a&un untu% &ro!e!&enjerni*an, +aitu ji%a %andungan $a*an %ontaminan+ang *aru! di*i#ang%an !edi%it !e%a#i, diguna%an!ejeni! candle filter Q !ete#a* &enam$a*an !ejum#a*%e6i# i#ter a6id.

Page 289: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 289/319

#anjutan@. Pe!+isia! (%illing.• Cai(a!. "o!meti%a da#am $entu% 6airan da&at dii!i%an

%e %ema!an dengan 6ara !eder*ana mengguna%anda+a tari% $umi gra8ita!i. ara ini !eder*ana dan!ering dianjur%an, terutama untu% !*am&o dandeterjen +ang a%an $er$u!a ji%a dengante%anan.Teta&i 6ara &engi!ian +ang #e$i* 6e&at dan#e$i* ra&i ia#a* dengan mengguna%an !i!tem 8a%um&ada $oto#7$oto# +ang $erderet7deret.

• C(eas. Pengi!ian da#am %eadaan dingin ia#a*mema%ai filteram typeQ, di mana 6ream dima!u%%an

%e da#am tu$e !i#indri! dengan $antuan !uatu plunger Q. 5entu% *aru! $u#at agar tida% ada udaraterje$a%. Pengi!ian da#am %eadaan dingin ada#a*mura* dan $er!i*. Pengi!ian da#am %eadaan &ana!#e$i* rumit, teta&i &ada e!en!ian+a miri& &engi!iandengan 6airan, $ai% +ang !i!tem gra8ita!i atau !i!tem8a%um.

Page 290: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 290/319

Peb"ata! P($)"#3P($)"# K,"s"s 

=. Cai(a!• Peb"ata! &($)"# #$seti#a cai( e!ca#"& &ela("ta! ata"

)is&e(si ya!+ bai#6 se(ta &e!*e(!i,a!. L$ti$! )ala al#$,$l3ai()a&at )ib"at )e!+a! )"a ca(a6 yait" :

• De!+a! e!+a)"# ba,a!3ba,a! )i )ala ca&"(a! ai( )a! al#$,$l)e!+a! #$!se!t(asi ya!+ saa se&e(i )ia#s")#a! )ala &($)"#a#,i( sa&ai la("ta! )ia#s") te(be!t"#.

• De!+a! ela("t#a! ba,a!3ba,a! )i )ala al#$,$l #$!se!t(asiti!++i6 #e")ia! la("ta! i!i )ie!ce(#a! )e!+a! ai( sabil )ia)"#sa&ai #$!se!t(asi ya!+ )ia#s").

• Ca(a ya!+ a!a&"! ya!+ )i+"!a#a!6 &e!+a)"#a! )a&at )i*ala!#a!e!ta, )e!+a! ea#ai &($&elle( ya!+ )i+e(a##a! list(i# ya!+ )a&at)ite&el#a! )i sisi ta!#i6 ata" ea#ai &e!+a)"# &e(a!e! *i#a&($)"#si it" besa(3besa(a!. A+a( &e!ca&"(a! a#sialefisie!si!ya6 ta!#i sebai#!ya b"!)a( )a! te(b"at )a(i !i#el "(!i6al"i!i"6 M$!el ata" stai!less steel.

• U!t"# se*"la, &($)"# #$seti#a cai(6 &ela("ta! te(lebi, )"l"&a(f" ata" ba,a! ya!+ be(i!ya# )i )ala &ela("t ya!+ c$c$#6"!+#i! )i&e(l"#a!. I!i ""!ya te(*a)i )ala &eb"ata!s,a&$$.

• Ka(e!a #e*e(!i,a! s"at" l$ti$! sa!+at6 a#a &e!ti!+ ba,2a#easa!!ya *"+a ,a("s *e(!i,. U!t"# it" &e(l" &e!c"cia! )e!+a!")a(a be(te#a!a! ata" )e!+a! ai( &a!as ya!+ )ii#"ti )e!+a!&ebilasa! )a! &e!+e(i!+a!

Page 291: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 291/319

#anjutan/. Gel• Produ% %o!meti%a da#am $entu% ge# da&at $er%i!ar

mu#ai dari #otion +ang %enta# !e&erti mi!a#n+a roll-ballantiperspirant  !am&ai %e ge# t*i@otro&i% +ang !angat

%enta# dan tida% $i!a menga#ir, +ang da&at diguna%an!e$agai %o!meti%a hairdressing  dan hair setting .

• Lotion %enta# #e$i* muda* di$uatn+a, +aitu denganmenam$a*%an !edi%it demi !edi%it ge##ant &adat %eda#am a!e 6air +ang diadu% teru! meneru! dengan6e&at mema%ai &ro&e##er +ang digera%%an tur$in.

• 'e# %enta# +ang tida% $i!a menga#ir 6ara

&em$uatann+a #e$i* !u#it, %arena &ada &rodu%a%*irn+a udara tida% $i!a me#ari%an diri dari da#amn+a!e&erti &ada #otion %enta#. 'e# %enta# *aru! di$uatda#am ruang tan&a udara atau &er#u diada%an &ro!e!&em$uangan udara +ang rumit. Pema%aian 6ar$o@+78in+# &o#+mer! mi!a#n+a %ar$o&o# mem&ermuda*&enge#uaran udara dari da#am ge#.

Page 292: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 292/319

#anjutan>. Mic($3e"lsi.• "arena mi%roemu#!i ter$entu% me#a#ui !i!tem +ang

!&ontan, &em$uatann+a 6u%u& dengan a#at &en6am&ur+ang !eder*ana, tida% memer#u%an a#at &en6am&ur rumit+ang $er%e6e&atan tinggi.

• Meru&a%an &ra%te% umum da#am &em$uatan mi%roemu#!iuntu% menam$a*%an !edi%it demi !edi%it a!e min+a%dengan !u*u !e%itar 1O %e da#am a!e air da#am !u*u!eru&a, di $a:a* &engadu%an +ang &e#an. Untu%!ementara &rodu% di&erta*an%an &ada !u*u di ata!setting point Q n+a agar udara nai% dan %e#uar. Ini $erarti

$a*:a &i&a7&i&a dan a#at &engi!i &er#u di&ana!%an denganair &ana! atau ua& $er6am&ur air.

• Henda%n+a *ati7*ati da#am memi#i* &era#atan untu%mem$uat mi%roemu#!i, %arena %otoran *a#u!, !e&ertimi!a#n+a ion7ion #ogam, da&at mengeru*%an &enam&i#an&rodu%.

Page 293: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 293/319

#anjutan

?. E"lsi.

• "arena $egitu $an+a% jeni! &rodu% emu#!i di &a!aran,$ai% da#am %o!meti%a mau&un to#ietrie!, ma%a tida%mung%in a%an merin6i &em$uatann+a ma!ing7ma!ing.Teta&i mengingat &er#un+a menentu%an !iat7!iat&rodu% a%*ir dari emu#!i, ma%a &er#u di$i6ara%ana%tor7a%torn+a +ang ter&enting. 5ia!an+a !e#a#uter6a%u& tiga &ro!e! da#am &em$uatann+a +aitu (

• Emu#!ii%a!i a:a#.• Pendinginan.

• Homogeni!a!i.

Page 294: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 294/319

Lanjutan Emu#!ia. E"lsifi#asi a2al.• A)a se*"la, fa#t$( &e!ti!+ )i )ala e"lsifi#asi a2al6 yait"

te&e(at"(6 i!te!sitas )a! laa &e!ca&"(a!6 se(ta #ete(at"(a!)a! #ece&ata! &e!aba,a! fase3fase.

• E"lsifi#asi a2al biasa!ya )i*ala!#a! &a)a s"," ya!+ lebi, ti!++i

"!t"# e!*ai! ba,2a #e)"a fase se(ta ,asil e"lsi c"#"& $bil+e(a#!ya se2a#t" )ia)"#. I!te!sitas )a! laa &e!+a)"#a!te(+a!t"!+ &a)a efisie!si )is&e(si )a(i e"lsifat$(.

• Seca(a ""6 a)a )"a ca(a &e!aba,a! ba,a!3ba,a!. Ya!+&e(taa6 &e!aba,a! fase3fase ya!+ )ala be!t"# )is&e(si #e)ala fase ya!+ )ala be!t"# ,$$+e!. Ya!+ #e)"a a)ala,#ebali#a!!ya. Ya!+ &e(taa !a&a# lebi, alaia,6 teta&i ya!+#e)"a6 )ia!a a)a i!fe(si fase6 ebe(i#a! #e"!t"!+a! ya!+ lebi,besa( *i#a ti)a# te(se)ia alat &e!+a)"# ya!+ ea)ai.

• U!t"# e"lsi O- ya!+ lebi, #e!tal6 se&e(ti isal!ya 5a!is,i!+

c(ea6 sebai#!ya *a!+#a 2a#t" &e!+a)"#a! )e!+a! #ece&ata!ti!++i si!+#at sa*a "!t"# e!ce+a, as"#!ya ")a(a. Setela,e"lsi a2al te(be!t"#6 #ece&ata! &e!+a)"#a! )it"("!#a!6 )a!s"," )it"("!#a! sa&ai se#ita( @0OC )a! 2a#t" it" &a(f")itaba,#a!. E"lsi -O )i#e(*a#a! )e!+a! ca(a ya!+ saa6,a!ya la("ta! )ala ai( )ias"##a! #e )ala fase lea# se)i#it)ei se)i#it.

• M"!+#i! ca(a &eb"ata! e"lsi te(bai# iala, )e!+a! e!"a!+#a!se(e!ta# &($&$(si ya!+ saa #e)"a fase &a)a setia& 2a#t" #e)ala i9e( ya!+ be(&"ta( te("s6 se,i!++a te("s e!e("s te(be!t"#

Page 295: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 295/319

Lanjutan Emu#!ib. Pe!)i!+i!a!• Me!)i!+i!#a! e"lsi e("&a#a! s"at" &($ses ya!+ sa!+at

&e!ti!+6 te("taa )ala &($)"# ya!+ be(isi#a! ba,a!3ba,a!i(i& lilli! %7&ax-like81 ya!+ be(,a(+a. Selaa &e!)i!+i!a!biasa!ya e"lsi )ia)"# te("s "!t"# e!+"(a!+i laa!ya&($ses se(ta "!t"# e!+,asil#a! &($)"# ya!+ ,$$+e!.

c. $$+e!isasi.• Pa)a s"," ya!+ ti!++i #eba!ya#a! e"lsi ti)a# stabil )a!

selaa &e!)i!+i!a! )ala batc, te(be!t"# b"ti(a!3b"ti(a!e"lsi. Ata" &a)a &($)"# ya!+ eili#i fase i!ya# )e!+a!titi# lele, ti!++i6 &a)a &e!)i!+i!a! te(*a)i &e!+e(asa!&($)"#. Ka(e!a!ya )i&e(l"#a! &e!ca&"(a! %mixing 1taba,a! "!t"# e&e($le, &($)"# se&e(ti ya!+)ii!+i!#a!.

• Pe!ca&"(a! taba,a! i!i )a&at be(5a(iasi "lai )a(i&ele2ata! &($)"# elal"i &$&a be(+i( be(&"ta( )e!+a!te#a!a! (e!)a, )a(i bela#a!+6 isal!ya @0 &si+6 ata"&e!+,a!c"(a! a+(e+at3a+(e+at #(istal lili!6 ata" &ele2ata!#at"b ,$$+e!i;e( )e!+a! te#a!a! ti!++i @000 &si+. P($sesi!i )ibe(i !aa ,$$+e!isasi

Page 296: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 296/319

#anjutan

@. Pasta.

• Pasta6 te("taa &asta +i+i6 ""!ya )a&at )ib"at )e!+a!e!aba,#a! #$&$!e!3#$&$!e! &a)at ya!+ "!+#i!

s")a, )ica&"( sebel"!ya6 #e )ala #$&$!e!3#$&$!e! cai(6 )i a!a "!+#i! te(as"# ba,a!3ba,a!ya!+ la("t )ala ai(. Pe!ca&"(a! )a&at )i )ala i9e(te(b"#a ata" i9e( 5a#". Mi9i!+ )ala #ea)aa! &a!as6)ii#"ti )e!+a! &e!)i!+i!a! ea#ai alat $tat$( ata"et$)a se("&a lai!!ya *"+a )a&at )ila#"#a!.

• S"at" et$)a alte(!atif &e!yia&a! &asta ya!+ te(b"at )a(i&$2)e( &a)at )i )ala s"at" cai(a! iala, elal"i&e!ca&"(a! a2al ya!+ #asa( )a! ele2at#a! ca&"(a! i!i

elal"i s"at" 7triple roller mill 86 #e")ia! )i )ala i9e(se&e(ti it" e!+alai be(ba+ai &e!e#a!a! )a! &e"ta(a!sa&ai te(be!t"# &asta ya!+ )ii!+i!#a!.

• $riple roller mill  se(i!+ )i+"!a#a! )i )ala &eb"ata!&(e&a(at a#e3"& )ia!a &i+e! 2a(!a &e(l" )i)is&e(si#a!)i )ala ca&"(a! 2a9 ata" i!ya#.

Page 297: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 297/319

#anjutan. Sti#• Li&sti#. Pa)a ""!ya &eb"ata! li&sti# eli&"ti > ta,a& :• Pe!yia&a! ca&"(a! #$&$!e!6 yait" ca&"(a! i!ya#3

i!ya#6 ca&"(a! ;at3;at 2a(!a )a! ca&"(a! 2a9.

• Pe!ca&"(a! se"a it" "!t"# ebe!t"# assa li&sti#.• Pe!ceta#a! assa li&sti# e!*a)i bata!+a!3bata!+a! li&sti#.• It"la, )asa( )a(i &eb"ata! li&sti#6 ya!+ (i!cia!!ya a#a!

te(lal" be(#e&a!*a!+a! "!t"# )i"(ai#a! )i si!i.

• De$)$(a!t sti#. A+a# be(be)a ca(a &eb"ata!!ya )a(i&a)ali&sti# #a(e!a e("&a#a! +el sab"! )a! &eb"ata!!ya i(i&)e!+a! &eb"ata! e"lsi6 s"at" fase i!ya# %fatty aci)1

)ia)"##a! #e )ala s"at" fase la("ta! )ala ai( &a)a s","se#ita( 0OC. Gel &a!as ya!+ te(be!t"# )iisi#a! #e )alaceta#a! &a)a s"," se#ita( 03@OC )a! )ibia(#a! ea)at.

Page 298: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 298/319

#anjutan

. P$2)e( 

• Pen6am&uran &o:der $ia!an+a dija#an%an di da#am!uatu :ada* !emi $undar +ang di#eng%a&i dengan

!uatu &engadu% !&ira# +ang &adan+a dua &itamen+e$a$%an 6am&uran itu $ergera% da#am dua ra*+ang $er$eda !e*ingga terjadi tu$ru%an7tu$ru%an.

• Mi@er ti&e ini !angat $ai% untu% garam mandi dan$a*an7$a*an %ri!ta# #ainn+a dan !angat #ua!diguna%an untu% &em$uatan face po!der .

• 5eta&a&un, &enga#aman menunju%an $a*:a di!&er!i

+ang #e$i* $ai% dengan re!i%o &e#u%aan %u#it +ang#e$i* %e6i# a%i$at %a!arn+a $utiran7$utiran da&atdi6a&ai ji%a 6am&uran $u$u% itu a%*irn+a di&u#8eri!a!idan digi#ing di da#am !uatu ball mill  atau di&er$ai%idengan 6ara #ainn+a.

Page 299: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 299/319

#anjutan

. P$a)e )a! B(illia!ti! Pa)at.

• Produ% dari ti&e ini muda* di$uat *an+a dengan

men6am&ur $a*an7$a*an di da#am !uatu :ada*&e#e$ur di !u*u tertentu, $a*an7$a*an +ang titi%#e#e*n+a tinggi, !e&erti #i#in mung%in memer#u%an&e#e#e*an &enda*u#uan &ada !u*u +ang #e$i* tinggi dida#am &ot e#e%tri!.

• Pro!e! &engi!ian ma#a* #e$i* rumit %arena mu#a7mu#a&er#u didingin%an !e$e#um &enutu&an &ermu%aan&omade dengan &#a!ti% &enutu& lidding  dan&er*atian +ang *ati7*ati di&er#u%an $ai% ter*ada& !u*u%eti%a &engi!ian, mau&un %e6e&atan &endinginan ji%aingin di*indari terjadin+a rongga7rongga $eri!i udara.

Page 300: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 300/319

KONTROL KUALITAS %')*+$, !$R*1"!+si "taa )a(i #$!t($l #"alitas %'ualit/ !ontrol  ata" 'ualit/ )ssurance1 a)ala, e!*ai! a+a( &e("sa,aa! ee!",i sta!)a(te(ti!++i )ala setia& fase )a(i &($)"#si!ya. 'a#t$(3fa#t$( ya!+te(ca#"& )ala #$!t($l #"alitas a)ala, :

Pe(s$!alia.

'asilitas.

S&esifi#asi P($)"#."!+si #$!t($l #"alitas6 a!ta(a lai! :

K$!t($l )i )ala &($sesi!+ %+n Process !ontrol 1.

Testi!+ s&esifi#asi ba,a! ba#" %Ra& Material 0peci"ication $esting 1.

Testi!+ s&esifi#asi &($)"# %Product 0peci"ication $esting 1.

Pe!+a2asa! 'asilitas Pe!yi&a!a! )a! Dist(ib"si %0torage andDistribution %acilities !ontrol 1

Pe!+a2asa! te&at ya!+ "!+#i! seba+ai &($)"se! &i,a# #eti+aya!+ &$te!sial %0ite +nspection o" Potential $hird Part/ Manu"acture1.

Pe!+a2asa! te(,a)a& #$!tai!asi i#($bi$l$+is (Microbiological0urveillance1.

Ke"!+#i!a! e&e(&a!*a!+ ta!++al #a)al"2a(sa &($)"# %Product1xpiration Dating 1xtension1.

e!ta!+ 2ualit/ control  i!i lebi, s&esifi# )ibica(a#a! )ala Ca(aPeb"ata! K$seti#a Ya!+ Bai# %CPKB1.

Page 301: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 301/319

Teh Hitam dan Antioksidan

Dadan ROHDIANA

Peneliti Muda di Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung

Mobile: +628170232473 Email:!ohdiana"#ahoo$%om

&atu da!i se'ian ban#a' hasil !iset 'esehatan #ang (aling mena!i' 

se'a!ang ini adalah bidang nut!ien antio'sidan$ Mes'i antio'sidan me!u(a'an

to(i' #ang sedang hangat dibi%a!a'an) (emahaman a'an a(a sesungguhn#a

antio'sidan itu dinilai masih sangat !endah$ *e!dasa!'an su!e# #ang dila'u'an

melalui tele(on) lebih da!i setengah o!ang ,me!i'a (e!nah mendenga! istilah

antio'sidan$ ,'an teta(i 'eban#a'an da!i me!e'a tida' (aham bena! mengenai

be!bagai -at gi-i #ang te!masu' antio'sidan$

Radikal Bebas Sebagai Sumber Masalah

*e!bagai (e!bin%angan mengenai antio'sidan mau tida' mau ha!us

men#e!ta'an (en.elasan mengenai o'sidan te!masu' didalamn#a adalah !adi'al

bebas$ /adi'al bebas a%a('ali di.um(ai dalam bentu' o'sigen #ang !ea'ti$

Mole'ul #ang sangat !ea'ti ini) .i'a tida' 'endali'an da(at me!usa' tubuh dan

be!(e!an te!hada( timbuln#a be!bagai (en#a'it$ /adi'al bebas a'an mengambil

ele't!on da!i mole'ul lain$ al ini da(at men#ebab'an (embentu'an !adi'al

bebas #ang ba!u #ang a'an men%u!i ele't!on da!i mole'ul lainn#a$ ,'ibatn#a)

!ea'si be!antai ini a'an te!us be!lan.ut la#a'n#a bola sal.u #ang te!us be!guli!$

*ebe!a(a !adi'al bebas da(at be!ea'si dengan st!u'tu! sel$ *ila !ea'si ini te!us

be!lan.ut be!(otensi menga'ibat'an 'e!usa'an langsung atau 'e!usa'an .ang'a

(an.ang$

Page 302: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 302/319

*e!dasa!'an sumbe!n#a) !adi'al bebas da(at be!asal da!i tubuh)

ling'ungan) dan !adi'al bebas lainn#a$ &e.atin#a) tubuh menghasil'an !adi'al

bebas sebagai hasil (!oses metabolisme$ lah !aga) (en#a'it) dan (engobatan

te!tentu be!(eluang mening'at'an .umlah !adi'al bebas dalam tubuh$

 ,da'alan#a tubuh dengan senga.a menghasil'an !adi'al bebas sebagai a'ibat

da!i !es(on sistem 'e'ebalan tubuh$ &e!buan ba'te!i dan mi'!oo!ganisme

ine'sius lainn#a a'an dihambat oleh sel da!ah (utih 'husus mengguna'an

!adi'al bebas #ang be!asal da!i o'sigen untu' membunuh sen#aa (otensial

(en#ebab ine'si$ Pada 'asus isolasi ini tubuh ha!us be!te!ima'asih (ada si

musuh) !adi'al bebas #ang telah be!.asa melindungi tubuh da!i musuh #ang

lain$ ,'an teta(i) .i'a !adi'al bebasn#a te!lalu be!lebihan dan tida' sesuai

dengan sistem 'eseimbangan dalam tubuh) ma'a !adi'al bebas a'an be!ubah

men.adi soso' #ang mena'ut'an$ /adi'al bebas ini a'an mendo!ong

menu!unn#a a'!editas 'esehatan tubuh$

5ing'ungan me!u(a'an salah satu sumbe! !adi'al bebas$ /a%un #ang

be!asal da!i ling'ungan) bai' itu alami mau(un buatan) 'e!a('ali be!(eluang

men.adi !adi'al bebas atau %i'al ba'al lahi!n#a !adi'al bebas$ Polusi uda!a)

sam(ah be!a%un) dan (estisida be!(e!an menghanta!'an !adi'al bebas se(e!ti

nit!ogen dio'sida 'e dalam tubuh$ Tida' sedi'it o!ang memasu'an !adi'al bebas

'e dalam tubuh melalui 'ebiasaann#a$ &etia( isa(an !o'o' dan tegu'an al'ohol

mengandung .utaan bah'an mung'in mil#a!an !adi'al bebas$

ilua! tubuh dan ling'ungann#a) !adi'al bebas da(at dibentu' da!i !adi'al

bebas lainn#a sebagai a'ibat !ea'si be!antai #ang tida' te!'endali$ ntu' 'embali

menstabil'an ele't!onn#a) !adi'al bebas be!ea'si dengan mole'ul #ang te!de'at

Page 303: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 303/319

dengann#a di dalam tubuh$ &etelah !ea'si ini) 'edua mole'ul diatas men.adi

tida' seimbang$ Ka!ena salah satu ele't!onn#a telah diambil) ma'a te!bentu'lah

!adi'al bebas #ang ba!u) dan a'an be!inte!a'si dengan mole'ul lainn#a aga!

muatann#a stabil) begitu sete!usn#a$ /ea'si be!antai !adi'al bebas ini

be!langsung demi'ian %e(at dalam hitungan deti'$ *ila hal ini te!us be!lan.ut

tan(a ada u(a#a untu' mengendali'ann#a) ma'a 'e!usa'an mole'ul sel tubuh

men.adi demi'ian sulit te!hinda!'an$ *e!i'utn#a) !adi'al bebas a'an me!usa' 

tubuh #ang menga!ah 'e(ada lusinan (en#a'it dan (!oses (enuaan dini$ Kasus

#ang umum te!.adi) !adi'al bebas a'an membentu' 55 'oleste!ol sebagai

taha(an aal (ada (en#a'it .antung$ Pe!usa'an , #ang disebab'an oleh

!adi'al bebas da(at mendo!ong te!.adin#a 'an'e!$ P!otein (ada 'ulit #ang !usa' 

oleh !adi'al bebas a'an te!lihat be!'e!ut atau 'e!i(ut$ ianta!a se'ian ban#a')

!adi'al bebas #ang (aling be!baha#a adalah ion su(e!o'sida) #ang te!bentu' da!i

o'sigen) dan !adi'al ion hid!o'sil) #ang te!bentu' da!i hid!ogen (e!o'sida$

isam(ing su(e!o'sida dan hid!o'sil) o'sigen tunggal atau atom o'sigen #ang

tida' be!i'atan dengan mole'ul o'sigen diatomi' me!u(a'an !adi'al bebas

(e!usa' #ang tida' boleh di(andang lemah$

Teh Hitam dan Antioksidan

&e%a!a sede!hana antio'sidan din#ata'an sebagai sen#aa #ang mam(u

menghambat atau men%egah te!.adin#a o'sidasi$ ,ntio'sidan memili'i

'emam(uan dalam membe!i'an ele't!on) mengi'at dan menga'hi!i !ea'si

be!antai !adi'al bebas #ang memati'an$ ,ntio'sidan #ang di(a'ai 'emudian

didau! ulang oleh antio'sidan lain untu' men%egahn#a men.adi !adi'al bebas

9bagi di!in#a sendi!i atau teta( dalam bentu' te!sebut teta(i dengan st!u'tu!

Page 304: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 304/319

#ang tida' da(at me!usa' mole'ul lainn#a$ &alah satu antio'sidan #ang 'ini

tengah menda(at (e!hatian #ang sangat luas dalam be!bagai (enelitian adalah

thealain teh hitam$

Mes'i tida' se(o(ule! nene' mo#angn#a 9'ate'in) thealain #ang

te!da(at dalam teh hitam sudah ban#a' di(ela.a!i oleh se.umlah (eneliti$

*ebe!a(a hasil !iset men#ata'an baha a'tiitas antio'sidan thealain seta!a

bah'an tida' sedi'it #ang men#ata'an baha thealain lebih (otensial da!i(ada

'ate'in$ asilhasil (enelitan te!sebut tida'lah menge!an'an mengingat se%a!a

st!u'tu! thealain lebih men.an.i'an da!i (ada 'ate'in$ al ini bisa dilihat da!i

sebe!a(a ban#a' gugus hid!o'si 9 #ang dimili'in#a$ Gugus hid!o'si ini da(at

be!ungsi sebagai anti!adi'al bebas atau antio'sidan$ &ema'in ban#a' gugus

hid!o'si suatu sen#aa) ma'a 'emam(uann#a sebagai sen#aa antio'sidan

sema'in bai'$

Thealain me!u(a'an antio'sidan alami #ang sangat (otensial$

Kemam(uann#a sebagai (enang'a( !adi'al bebas sudah tida' da(at di(ung'i!i

lagi 'esahihann#a$ Ee'tiitas thealain mening'at melalui (!oses este!ii'asi

dengan gallate dan este! digallate$

Thealain mem(un#ai teta(an la.u (enang'a(an !adi'al su(e!o'sida

lebih tinggi dibanding'an dengan dengan EG;G 9E(igallo %ate%hin gallate #ang

selama ini sea'an diangga( sebagai !a.an#a (olienol teh$ Teta(an la.u

thealain adalah 1 < 107 =M& sedang'an teta(an la.u EG;G adalah 1 < 10> =M&$

Thealain .uga mam(u men%egah te!.adin#a o'sidasi li(id atau memotong

!ea'si be!antai o'sidasi li(id lebih ee'ti da!i (ada EG;G$ isam(ing itu)

thealain da(at mening'at'an antio'sidan alami #ang te!da(at dalam tubuh

Page 305: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 305/319

se(e!ti glutathione&t!anse!ase 9G&T) glutanthione (e!o'sidase 9GP?)

dismutase su(e!o'sida 9& dan %atalase 9;,T #ang #ang dise!tai dengan

menu!unn#a ting'at o'sidasi li(id$

Publi'asi lain men#ta'an baha a'tiitas antio'sidan thealain adalah

lebih 'uat da!i(ada to%o(he!ol 9itamin E dan (!o(il galat 9PG di dalam

sistim e!it!osit 'elin%i$ 5ebih lan.ut (ubli'asi te!sebut mene!ang'an baha

a'tiitas thealains lebih ee'ti dibanding glutation 9G&) 59+as%o!bi% ,%id

9,s,) dlto%o(he!ol) but#l hid!o'sitoluena 9*T) dan but#l h#d!o<#anisole

9*, (ada (e!%obaan (e!o'sidasi hati ti'us #ang diindu'si oleh te!tbut#l

hid!o(e!o'sida 9*P$

Kemam(uan thealain sebagai antio'sidan te!n#ata tida' %u'u( sam(ai

disitu$ ,'tiitasn#a sebagai antio'sidan dalam menghambat o'sidasi 55 95o

ensit# 5i(o(!otein(un te!n#ata menun.u''an hal #ang mena'.ub'an$ @ang

and 5i dalam !eien#a #ang be!.udul /esea!%h (!og!ess on (!o(e!t# and

a((li%ation o thealain #ang dimuat dalam ,!i%an Aou!nal o *iote%h tahun

2006 men#ata'an baha 'emam(uan (enghambatan o'sidasi 55 da!i TB3C

EG;G C EG; C ,sam Gali'$ asil (enelitian ini senada dengan (enelitian #ang

di'emu'a'an oleh &un d'' dalam sebuah ma'alah be!.udul G!een tea) bla%' tea

and %olo!e%tal %an%e! !is': a meta anal#sis o e(idemiologi% studies #ang

dite!bit'an oleh salah satu .u!nal (a(an atas dunia) ;a!%inogenesis (ada tahun

2006 lalu$ alam (enelitian te!sebut di'emu'a'an baha TB3 C E;G C EG;G C

TB2* C TB2, C TB1 E; C EG; dalam menghambat te!.adin#a o'idasi 55 (ada

manusia$

Page 306: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 306/319

Mengingat thealain me!u(a'an sen#aa 'imia #ang sangat (otensial)

se.umlah (e!usahaan teh dunia telah mulai men.adi'an thealain sebagai salah

satu (!odu' andalann#a se!ta telah mem(aten'ann#a$ &alah satu (aten te!'ini

#ang be!isi (!oses (embuatan thealain adalah Paten & o 7)1>7)4D3 *2 #ang

dite!bit'an oleh &PT (ada tanggal 2 Aanua!i 2007$

Tulisan ini tentun#a tida' mung'in %u'u( untu' mengise!t semua

'ehebatan thealain$ &etida'n#a datadata hasil (enelitian #ang te!te!a diatas

di(andang %u'u( untu' menambah 'e#a'inan 'ita a'an manaat #ang

dite!bit'an oleh thealain dan teh hitam$ Pandangan mas#a!a'at #ang menilai

thealain dan teh hitam sebagai minuman ine!io! ha!us mulai dilu!us'an$

Ken#ataan #ang mene!ang'an baha thealain me!u(a'an (olienol teh hitam

#ang (atut diunggul'an bu'an se'eda! isa(an .em(ol bela'a$

Page 307: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 307/319

ilmu kedokteran adalah sumber inspirasi | Kandungan Teh HitamCopyright Resha Ardianto [email protected]

http://reshaardianto.student.umm.ac.id/2010/02/04/kandungan-teh-hitam/

Kandungan Teh Hitam

Daun teh hitam unggulan mengandung senyawa bioaktif polyfenol yang mengandung senyawa

flavonoid, tannin, kafein dan asam fenalat. Teh hitam juga mengandung vitamin B1, B2, C, E dan

K serta kaya mineral fluor, mangan, kalsium, potassium dan kalium. Senyawa katekin yang beradadalam senyawa flavonoid mengandung : Epikatekin (EC), Epikatekin Galat (ECG), Epigalo Katekin

(EGC), Epigalo Katekin Galat (EGCG) dan Quercetin (Soraya, Noni.2007).

Secara spesifik komposisi teh hitam sebagai berikut :

 

No Komposisi % Berat Kering

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

page 1 / 13

Kafein

Theobromin

Theofilin

(-) Epicatechin

(-) Epicatechin gallat

(-) Epigallocatechin

(-) Epigallocatechin

gallat

Glikosida Flavonol

Bisflavonol

Asam Theaflavat

Theaflavin

7,56

0,69

0,25

1,21

3,86

1,09

4,63

Masih

Diteliti

Masih

Diteliti

MasihDiteliti

 

Page 308: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 308/319

ilmu kedokteran adalah sumber inspirasi | Kandungan Teh HitamCopyright Resha Ardianto [email protected]

http://reshaardianto.student.umm.ac.id/2010/02/04/kandungan-teh-hitam/

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

page 2 / 13

Thearubigen

Asam Gallat

Asam Klorogenat

Gula

Pektin

Polisakarida

Asam Oksalat

Asam Malonat

Asam Suksinat

Asam Malat

Asam Akonitat

Asam Sitrat

Lipid

Kalium (Potassium)

Mineral Lain

Peptida

2,62

35,90

1,15

0,21

6,85

0,16

4,17

1,50

0,02

0,09

0,31

0,01

0,84

4,79

4,83

4,70

(Soraya, Noni.2007).

Page 309: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 309/319

ilmu kedokteran adalah sumber inspirasi | Kandungan Teh HitamCopyright Resha Ardianto [email protected]

http://reshaardianto.student.umm.ac.id/2010/02/04/kandungan-teh-hitam/

28

29

30

Theanin

Asam Amino Lain

Aroma

5,99

3,57

3,03

0,01

Fungsi dari komposisi teh hitam diatas :

- Katekin (polifenol)

page 3 / 13

Page 310: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 310/319

ilmu kedokteran adalah sumber inspirasi | Kandungan Teh HitamCopyright Resha Ardianto [email protected]

http://reshaardianto.student.umm.ac.id/2010/02/04/kandungan-teh-hitam/

Teh sebagian besar mengandung ikatan biokimia yang disebut polifenol, termasuk di dalamnya

adalah flavonoid. Flavonoid merupakan suatu kelompok antioksidan yang secara alamiah terdapat

pada sayur-sayuran, buah-buahan, dan minuman, seperti teh dan anggur. Pada tanaman, flavonoid

memberikan perlindungan terhadap adanya stress lingkungan, sinar ultra violet, serangga,

page 4 / 13

Page 311: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 311/319

ilmu kedokteran adalah sumber inspirasi | Kandungan Teh HitamCopyright Resha Ardianto [email protected]

http://reshaardianto.student.umm.ac.id/2010/02/04/kandungan-teh-hitam/

jamur, virus, dan bakteri, disamping sebagai pengendali hormon dan enzim inhibitor

(penghambat) (Soraya, Noni.2007).

page 5 / 13

Page 312: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 312/319

ilmu kedokteran adalah sumber inspirasi | Kandungan Teh HitamCopyright Resha Ardianto [email protected]

http://reshaardianto.student.umm.ac.id/2010/02/04/kandungan-teh-hitam/

Epigalokatekin galat dan kuersetin merupakan antioksidan kuat dengan kekuatan 100 kali dan 25

kali lebih tinggi daripada vitamin C dan vitamin E. Polifenol bermanfaat untuk mencegah

radikal bebas yang dapat merusak DNA dan menghentikan perkembangbiakan sel-sel liar (kanker).

Pada teh hitam dan teh oolong, katekin diubah menjadi theaflavin dan thearubigins (Soraya,

page 6 / 13

Page 313: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 313/319

ilmu kedokteran adalah sumber inspirasi | Kandungan Teh HitamCopyright Resha Ardianto [email protected]

http://reshaardianto.student.umm.ac.id/2010/02/04/kandungan-teh-hitam/

Noni.2007).

page 7 / 13

Page 314: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 314/319

ilmu kedokteran adalah sumber inspirasi | Kandungan Teh HitamCopyright Resha Ardianto [email protected]

http://reshaardianto.student.umm.ac.id/2010/02/04/kandungan-teh-hitam/

Selain itu katekin memiliki fungsi untuk menghambat aktivitas lipolisis dari lipase gastrik

dan lipase pankreas sehingga pencernaan lemak dihambat, dan tidak dapat diserap oleh usus

halus, sehingga zat tersebut dikeluarkan bersama feses (Anonim, 2009).

page 8 / 13

Page 315: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 315/319

ilmu kedokteran adalah sumber inspirasi | Kandungan Teh HitamCopyright Resha Ardianto [email protected]

http://reshaardianto.student.umm.ac.id/2010/02/04/kandungan-teh-hitam/

- Flavonol

page 9 / 13

Page 316: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 316/319

ilmu kedokteran adalah sumber inspirasi | Kandungan Teh HitamCopyright Resha Ardianto [email protected]

http://reshaardianto.student.umm.ac.id/2010/02/04/kandungan-teh-hitam/

Flavonol pada teh meliputi mono, di, dan triglokosid yang terdiri dari glikon, kaemferol,

kuersetin, dan mirisertin (Soraya, Noni.2007). Flavonoid mempunyai sifat sebagai antioksidan

sehingga dapat melindungi kerusakan sel-sel pankreas dari radikal bebas (Agrawal).

page 10 / 13

Page 317: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 317/319

ilmu kedokteran adalah sumber inspirasi | Kandungan Teh HitamCopyright Resha Ardianto [email protected]

http://reshaardianto.student.umm.ac.id/2010/02/04/kandungan-teh-hitam/

- · Theaflavin

page 11 / 13

Page 318: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 318/319

ilmu kedokteran adalah sumber inspirasi | Kandungan Teh HitamCopyright Resha Ardianto [email protected]

http://reshaardianto.student.umm.ac.id/2010/02/04/kandungan-teh-hitam/

Theaflavin adalah senyawa yang mampu melawan penyakit degeneratif. Theaflavin berfungsi

sebagai antioksidan, antikanker, antimutagenik, antidiabetes, dan anti penyakit lainya

(Soraya, Noni.2007). Theaflavin merupakan antioksidan alami yang sangat potensial. Selain itu,

jumlah senyawa theaflavin dalam teh hitam cukup berarti (Soraya, Noni.2007). Theaflavin

page 12 / 13

Page 319: SYIFA OCTA.pdf

7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf

http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 319/319