Syariah

29
MODUL V S Y A R I A H Artinya: Untuk tiap-tiap umat di antara kamu Kami jadikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat saja, tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebaikan. Hanya kepada Allahlah kembali kamu semuanya, lalu diberikan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan itu (QS. Al-Maidah, 5:48). 1 A. ARTI DAN RUANG LINGKUP SYARIAH syariah atau syariat menurut asal katanya berarti jalan, yaitu jalan yang harus ditempuh seorang muslim. Menurut istilah, syariat berarti aturan atau undang- undang yang diturunkan Allah untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, mengatur hubungan sesama manusia dan hubungan antar manusia dengan alam semesta. Sesuai dengan pengertian di atas, syariah mencakup semua aspek kehidupan manusia sebagai individu, warga masyarakat sebagai subyek alam semesta. Syariah mengatur hidup manusia sebagai individu, yaitu hamba Allah yang harus taat, tunduk, dan patuh kepada Allah. Ketaatan, ketundukan, dan kepatuhan kepada Allah dibuktikan

Transcript of Syariah

Page 1: Syariah

MODUL V

S Y A R I A H

Artinya: Untuk tiap-tiap umat di antara kamu Kami jadikan aturan dan jalan

yang terang. Sekiranya Allah menghendaki niscaya kamu dijadikan-

Nya satu umat saja, tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap

pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat

kebaikan. Hanya kepada Allahlah kembali kamu semuanya, lalu

diberikan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan itu (QS. Al-

Maidah, 5:48).1

A. ARTI DAN RUANG LINGKUP SYARIAH

syariah atau syariat menurut asal katanya berarti jalan, yaitu jalan yang

harus ditempuh seorang muslim.

Menurut istilah, syariat berarti aturan atau undang-undang yang

diturunkan Allah untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya,

mengatur hubungan sesama manusia dan hubungan antar manusia dengan

alam semesta.

Sesuai dengan pengertian di atas, syariah mencakup semua aspek

kehidupan manusia sebagai individu, warga masyarakat sebagai subyek alam

semesta.

Syariah mengatur hidup manusia sebagai individu, yaitu hamba Allah

yang harus taat, tunduk, dan patuh kepada Allah. Ketaatan, ketundukan, dan

kepatuhan kepada Allah dibuktikan dalam bentuk pelaksanaan ibadah yang tata

caranya diatur sedemikian rupa oleh syariat Islam. Esensi ibadah adalah

penghambaan diri secara total kepada Allah sebagai pengakuan akan

kelemahan dan kebatasan manusia di hadapan kemahakuasaan Allah.

Page 2: Syariah

Syariat Islam mengatur pula tata hubungan antara seseorang dengan

dirinya sendiri untuk mewujudkan sosok individu yang saleh. Kesalehan individu

ini mencerminkan sosok pribadi muslim yang paripurna.

Islam mengakui manusia sebagai makhluk sosial karena itu syariah

mengatur tata hubungan antara manusia dengan manusia dalam bentuk

muamalah sehingga terwujud kesalehan sosial. Kesalehan sosial merupakan

bentuk hubungan yang harmonis antara individu dangan lingkungan sosialnya

sehingga dapat dilahirkan bentuk masyarakat yang marhamah atau masyarakat

yang saling memberikan perhatian dan kepedulian antara anggota masyarakat

lainnya yang dilandasi oleh rasa kasih sayang. Dalam hubungan dengan alam,

syariat Islam meliputi aturan dalam mewujudkan hubungan yang harmonis antara

manusia dengan alam dan mendorong untuk saling memberi manfaat sehingga

terwujud lingkungan alam yang makmur dan lestari.

Demikian Allah menurunkan syariat Islam kepada manusia dengan

lengkap dengan hakekat manusia sebagai makhluk Allah yang paling sempurna.

Syariat ini diturunkan kepada manusia untuk dilaksanakan dalam kehidupan di

dunia demi mencapai kebahagian yang hakiki di dunia dan akhirat.

B. PRINSIP-PRINSIP DAN TUJUAN SYARIAH ISLAM

1. Prinsip-Prinsip Syariah Islam

Prinsip-prinsip adalah landasan yang menjadi titik tolak atau pedoman

pemikiran kefilsafatan dan pembinaan syariah Islam. Prinsip-prinsip itu

adalah :

a. Mengesakan Allah, semua manusia dikumpulkan dibawah panji-

panji atau ketetapan yang sama yaitu : La Illaha Ilallah (Q.S. Ali

Imran (3) : 64);

b. Keadilan bagi manusia, baik terhadap dirinya sendiri, maupun

terhadap orang lain (Q.S. An-Nisa’ (4) : 135, Al-Maidah (5) : 8’ Al-

An’am (6) : 152, Al-Hujarat (49) : 9);

c. Persamaan (al-musawah) di antara umat manusia, persamaan di

antara umat Islam. Tidak ada perbedaan antara orang Arab dan

‘Ajam, antara manusia yang berkulit putih dan hitam, yang

membedakan hanyalah takwanya (Q.S. Al-Hujarat (49) : 13, Al-

Isra (17) : 70);

2

Page 3: Syariah

d. Kemerdekaan dan kebebasan (al-hurriyah), meliputi kebebasan

berbuat dan bertindak, kebebasan pribadi dalam batas-batas

yang dibenarkan oleh hukum (Q.S. Al-Baqarah (2) : 256, Al-

Kafirun (109) : 5, Al-Kahfi (18) : 29);

e. Amar ma’ruf nahi munkar, yaitu memerintahkan untuk berbuat

yang baik, benar, sesuai dengan kemaslahatan manusia, diridhoi

oleh Allah dan memerintahkan untuk menjauhi perbuatan yang

buruk, tidak benar, merugikan umat manusia, bertentangan

dengan perintah Allah (Q.S. Ali Imran (3) :110);

f. Tolong-menolong (Ta’awun), yaitu tolong menolong, saling

membantu antara sesama manusia sesuai dengan prinsip tauhid,

dalam kebaikan dan taqwa kepada Allah SWT, bukan tolong

menolong dalam dosa dan permusuhan (Q.S. Al-Maidah (5) : 2,

Al-Mujadilah (58) : 9);

g. Toleransi (tasamuh), sikap saling menghormati, untuk

menciptakan kerukunan dan kedamaian antar sesama manusia

(Q.S. Al-Mumtahanah (60) : 8-9);

h. Musyawarah dalam memecahkan masalah kehidupan (Q.S. Ali

Imran (3) : 159, Asy-Syura’ (42) :38);

i. Jalan tengah (ausath, wasathan), dalam segala hal atau

keseimbangan (Q.S. Al-Baqarah (2) :143);

j. Ditujukan kepada manusia yang berakal (Q.S. Al-Hasyr (59) : 2,

Al-Baqarah (2) : 75, Al-An’am (6) : 32 & 119);

2. Tujuan Syariah Islam

Allah SWT menurunkan syariat Islam untuk mengatur kehidupan

manusia, baik selaku pribadi maupun selaku anggota masyarakat. Hal ini

berbeda dengan konsep di luar Islam yang hanya ditujukan untuk

mengatur kehidupan manusia selaku anggota masyarakat.

Hukum Islam melarang perbuatan yang pada dasarnya merusak

kehidupan manusia, sekalipun perbuatan itu disenangi oleh manusia atau

sekalipun umpamanya perbuatan itu dilakukan hanya oleh seseorang

tanpa merugikan orang lain, seperti seseorang minum-minuman yang

memabukan (khamr). Dalam pandangan Islam perbuatan orang itu tetap

dilarang, karena dapat merusak akalnya yang seharusnya dipelihara,

walaupun ia membeli minuman tersebut dengan uangnya sendiri dan

3

Page 4: Syariah

diminum dirumahnya tanpa mengganggu orang lain. Demikian juga

perbuatan hubungan seksual di luar nikah (zina), perbuatan tersebut

mutlak dilarang siapapun yang melakukannya itu dengan suka sama

suka, tanpa paksaan dan tidak merugikan orang lain.

Dengan demikian Islam adalah agama yang memberi pedoman

hidup kepada manusia secara menyeluruh, meliputi segala aspek

kehidupannya menuju tercapainya kebahagiaan hidup rohani dan

jasmani, baik dalam kehidupan individunya, maupun dalam kehidupan

masyarakatnya. Secara umum, tujuan pencipta hukum (Syari’) dalam

menetapkan hukum-hukumnya adalah untuk kemaslahatan dan

kepentingan serta kebahagiaan di dunia fana (sementara) ini, maupun

kebahagiaan di akhirat yang baqa (kekal). Tujuan hukum Islam yang

demikian itu dapat kita tangkap antara lain dari firman Allah SWT dalam

Q.S. Al-Anbiya (21) : 107 dan Al-Baqarah (2) : 201-202.

Tujuan Syariah Islam (maqashid a-syari’ah) sebagaimana

diuraikan di atas, dapat dirinci kepada lima tujuan yang disebut al-

maqashid al-khamsa atau al-kulliyat al-khamsa.

Pertama : memelihara agama (hifdz al-din). Agama adalah

sesuatu yang harus dimiliki oleh manusia supaya martabatnya dapat

terangkat lebih tinggi dari martabat mahkluk lain, untuk memenuhi hajat

jiwanya. Pangkuan iman, pengucapan dua kalimat syahadat,

pelakasanaan ibadah shalat, puasa, haji dst, dan mempertahankan

kesucian agama, merupakan bagian dari aplikasi memelihara agama.

Kedua : memelihara jiwa (hifdz al-nafs). Untuk tujuan memelihara

jiwa islam melarang pembunuhan, penganiayaan dan pelaku

pembunuhan atau penganiayaan tersebut diancam dengan hukum

qishash.

Ketiga : memlihara akal (hifdz al-‘aql). Yang membedakan

manusia dengan mahkluk lain, adalah pertama : manusia telah dijadikan

dalam bentuk yang paling baik, dibandingkan mahkluk lain, kedua :

manusia dianugerahi akal. Oleh karena itu akal perlu dipelihara dan yang

merusak akal perlu dilarang. Aplikasi pemeliharaan akal ini antara lain

larangan minuman khamr (minuman keras) dan minuman lain yag dapat

merusak akal, serta obat-obat berbahaya lainnya (narkoba), karena

khamr dan narkoba tersebut dapat merusak dan menghilangkan fungsi

akal manusia dan bahkan dapat mematikan.

4

Page 5: Syariah

Keempat : memelihara keturunan (hafidz al-nasl). Untuk

memelihara kesucian keturunan, maka Islam mengatur tata cara

pernikahan dan melarang perzinahan serta perbuatan lain yang

mengarah kepada perzinahan tersebut.

Kelima : memelihara harta benda dan kehormatan (hafidz al-

mawa al’irdh). Aplikasi pemeliharaan harta antara lain pengakuan hak

pribadi, pengaturan mu’amalat seperti jual-beli, sewa menyewa, gadai

dsb. Pengharaman riba, larangan penipuan, larangan pencuri dsb.

Selanjutnya aplikasi pemeliharaan kehormatan nampak dalam larangan

menghina orang lain, gunjing dan fitnah.

Azhar Basyir merinci tujuan hukum Islam itu kepada tiga kelompok

besar yaitu ‘pendidikan pribadi, menegakkan keadilan dan memelihara

kebaikan hidup’.2

Islam mendidik pribadi-pribadi agar maenjadi sumber kebaikan

bagi masyarakatnya, tidak menjadi sumber keburukan yang akan

merugikan orang lain. Pendidikan pribadi diwujudkan dalam syari’at

ibadah seperti shalat, puasa, zakat dan haji. Ibadah tersebut disyari’atkan

guna mensucikan jiwa dan sekaligus memperkokoh hubungan

kemasyarakatan.

Islam mengajarkan agar dalam hidup bermasyarakat ditegakkan

keadilan dan ihsan. Keadilan yang harus ditegakkan mancakup keadilan

terhadap diri pribadi, keadilan hukum, keadialan sosial.

Ibnu Qayyim merumuskan tujuan hukum Islam tersebut sebagai

berikut : ‘Syarikat bersendi dan berasas atas hikmat dan kemaslahatan

manusia dalam hidupnya di dunia dan akhirat. Syari’at adalah keadilan,

rahmat (kasih sayang), kemaslahatan dan kebijaksanaan sepenuhnya.

Setiap persoalan yang keluar, menyimpang dari keadilan menuju

penganiayaan, keluar (menyimpang) dari kasih sayang menuju

sebaliknya, keluar (menyimpang) dari kemaslahatan menuju

kemanfasadatan (kerusakan), keluar (menyimpang) dari kebijaksanaan

menuju kesia-siaan, bukanlah termasuk syari’at. Syari’at adalah keadilan

Allah di tengah hamba-hambaNya, kasih sayang Allah di antara makhluk-

makhluk-Nya.’ 3

Dengan demikian maka jelaslah bahwa tujuan diturunkannya

syari’at (hukum) Islam adalah untuk kepentingan, kebahagiaan,

5

Page 6: Syariah

kesejahteraan dan keselamatan umat manusia di dunia dan di akhirat

kelak.

Manusia yang melaksanakan agama dengan benar, ia akan

merasakan kebahagiaan dalam hidupnya, demikian juga sebaliknya,

apabila manusia tidak melaksanakan petunjuk Allah sebagaimana

terdapat dalam wahyu-Nya, maka ia tidak akan merasakan kebahagiaan,

baik dalam kehidupan di dunia maupun kehidupan di akhirat kelak.

C. SYARI’AH: APLIKASI dan HIKMAHNYA

Syariah secara garis besar dibagi kepada ; ibadah dan muamalah.

Ibadah artinya menghambakan diri kepada Allah. Ibadah merupakan tugas hidup

manusia di dunia, karena itu manusia yang beribadah kepada Allah disebut

“Abdullah” atau hamba Allah. Hidup seorang hamba tidak memiliki alternatif lain

selain taat, patuh dan berserah diri kepada Allah. Karena itu yang menjadi inti

dari ibadah adalah ketaatan, kepatuhan dan penyerahan diri secara total kepada

Allah SWT. Kedudukan ibadah di dalam Islam menempati posisi yang paling

utama dan menjadi titik sentral dari sejumlah aktifitas muslim. Seluruh kegiatan

muslim pada dasarnya merupakan bentuk ibadah kepada Allah, sehingga apa

saja yang dilakukannya memiliki nilai ganda, yaitu nilai material dan nilai spiritual.

Nilai material adalah imbalan nyata yang diterima di dunia, sedangkan nilai

spiritual ialah ibadah yang hasilnya akan diterima di akhirat. Aktifitas yang

bermakna ganda inilah yang disebut amal shaleh.

1. IBADAH

Ibadah terdiri dari ibadah khusus atau ibadah mahdah dan ibadah

umum atau ibadah ghairu mahdah. Ibadah khusus adalah bentuk ibadah

langsung kepada Allah yang tata cara pelaksanaanya telah diatur dan

ditetapkan oleh Allah atau dicontohkan oleh Rasulullah. Karena itu

pelaksanaan ibadah ini sangat ketat, yaitu harus sesuai dengan contoh

Rasulullah. Penambahan dan pengurangan dari contoh yang telah ditetapkan

disebut bid’ah, yang menjadikan ibadah itu batal dan tidak sah.

Ibadah baik umum maupun khusus merupakan konsekuensi dan

implementasi dari keimanan terhadap Allah SWT yang tercantum dalam dua

kalimat syahadat, yaitu “Asyhadu allaa ilaha illallahu, wa asyhadu anna

Muhammadar Rasulullah”. Syahadat pertama mengandung arti “tiada Tuhan

yang patut diibadahi selain Allah”, artinya segala bentuk ibadah hanya

6

Page 7: Syariah

ditujukan kepada Allah saja. Oleh karena tugas hidup manusia di dunia ialah

untuk beribadah, maka segala sesuatu yang dilakukan manusia adalah

ibadah.

Syahadat kedua mengandung arti pengakuan terhadap Kerasulan

Muhammad SAW yang bertugas memberikan contoh nyata kepada manusia

dalam melaksanakan kehendak Allah. Dalam kaitan ibadah (khusus) berarti

bentuk-bentuk dan tata cara pelaksanaan ibadah yang dikehendaki Allah telah

dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

a. Thaharah

Thaharah berasal dari kata tahara artinya suci dan bersih, yaitu kondisi

seseorang yang bersih dari najis dan hadast. Najis adalah kotoran yang

mewajibkan seorang muslim untuk menyucikan diri dari dan kepada apa yang

dikenainya. Sedangkan hadast adalah suatu kondisi dimana seseorang yang

memilikinya wajib wudu atau mandi.

Taharah merupakan masalah yang sangat penting dalam agama Islam

dan menjadi syarat seseorang yang hendak berhubungan dengan Allah

melalui shalat, tawaf dan sebagainya. Sarana yang digunakan untuk bersuci

adalah air, tanah atau yang memiliki sifat yang membersihkan.

Bentuk-bentuk taharah antara lain :

1) Menghilangkan najis

Yang termasuk benda najis adalah bangkai, darah, daging babi,

muntah, kencing dan kotoran manusia atau binatang. Apabila benda-

benda najis tersebut di atas kena badan atau tempat yang hendak

digunakan sholat, terlebih dahulu harus dihilangkan dengan cara

menghilangkan najis tersebut dengan air sehingga hilang bau, rasa

maupun warnanya.

2) Menghilangkan hadast

Hadast terdiri dari hadast kecil dan hadast besar. Hadast kecil

dihilangkan dengan wudu’, sedangkan hadast besar dihilangkan dengan

mandi (janabat).

Wudhu adalah bersuci dengan air mengenai muka, dua tangan dan

dua kaki untuk menghilangkan hadast kecil. Wudu merupakan syarat bagi

orang yang hendak mengerjakan sholat.

7

Page 8: Syariah

Hadast besar adalah hadast yang disebabkan kerana seseorang

telah melakukan senggama keluar air mani (baik ketika sadar maupun

mimpi), setelah terputus dari haid dan nifas serta habis melahirkan.

Hadast besar dihilangkan dengan mandi janabat, caranya berniat dan

sekurang-kurangnya meratakan air ke seluruh permukaan kulit.

Apabila tidak air atau karena darurat, seperti sakit atau di perjalanan,

wudu atau mandi bias digantikan dengan tayamum atau menyapu muka

dan dua tangan menggunakan tanah.

Taharah dalam ajaran Islam merupakan bagian dari pelaksanaan

ibadah kepada Allah. Setiap muslim diwajibkan sholat lima waktu sehari

semalam dan sebelum melaksanakannya disyariatkan bersuci terlebih

dahulu. Hal ini membuktikan bahwa ajaran Islam sangat memperhatikan

dan mendorong umat Islam untuk membiasakan diri hidup bersih, indah

dan sehat. Karena itu kehidupan umat Islam adalah kehidupan yang suci

dan bersih.

Di samping sebagai suatu kewajiban, taharah juga melambangkan

tuntunan Islam untuk memelihara kesucian diri dari segala kotoran dan

dosa. Allah yang Maha Suci hanya dapat didekati oleh orang-orang yang

suci, baik suci fisik dari kotoran maupun suci jiwa dari dosa.

a. Shalat dan Hikmahnya

Menurut bahasa, shalat berarti doa, sedangkan menurut Istilah adalah

bentuk ibadah yang terdiri atas gerakan-gerakan dan ucapan-ucapan yang

dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam dengan syarat-

syarat tertentu.

Shalat yang diwajibkan bagi setiap muslim adalah shalat lima waktu

yang terdiri atas Zuhur empat rakaat, Ashar empat rakaat, Maghrib tiga

rakaat, Isya empat rakaat, dan Subuh dua rakaat. Shalat dalam agama Islam

menempati tempat yang paling tinggi diantara ibadah-ibadah lainnya bahkan

Nabi menempatkannya sebagai tiang agama.

Amal seorang muslim yang pertama kali diperhitungkan di akhirat

adalah shalat dan amal lainnya akan memiliki makna atau sangat tergantung

kepada shalatnya.

Shalat merupakan satu-satunya kewajiban muslim yang tidak pernah

gugur sepanjang akalnya sehat. Karena itu Nabi mengajarkan shalat tidak

8

Page 9: Syariah

hanya dalam kondisi biasa, tetapi juga shalat dalam kondisi sakit, di

perjalanan bahkan sholat dalam kondisi ketakutan atau perang.

Shalat bagi orang yang sedang berada dalam perjalanan dilakukan

dengan cara jamak (menghimpun dua shalat dalam satu waktu) dan qashar

(meringkas shalat yang empat rakaat menjadi dua rakaat). Shalat yang biasa

dijamak adalah Zuhur dengan Ashar dan Maghrib dengan Isya. Apabila Shalat

Zuhur dengan Ashar disatukan dan dilakukan pada waktu Zuhur disebut

jamak taqdim dan apabila dilakukan pada waktu Ashar disebut jamak takhir.

Sedangkan shalat yang biasa diqashar adalah shalat yang empat rakaat, yaitu

Zuhur, Ashar, dan Isya. Melaksanakan shalat jamak bisanya dilakukan juga

dengan mengqasharnya sehingga shalat yang empat rakaat diringkas menjadi

dua rakaat.

Shalat bagi orang sakit dilakukan dengan cara duduk atau berbaring

sesuai dengan kemampuannya. Rukuk dilakukan dengan merendahkan

badan ke depan dan sujud dilakukan lebih rendah dari rukuknya.

Shalat dalam kendaraan dilakukan dengan cara duduk di atas kendaraan.

Rukuk dan Sujud dilakukan sebagaimana yang dilakukan pada orang sakit.

Apabila arah kiblat diketahui, maka pada saat takbiratul ihram badan dan

kedua tangan dihadapkan ke arah kiblat, selanjutnya menghadap kemana

saja arah kendaraan melaju. Apabila arah kiblat tidak diketahui shalat dapat

menghadap kemana saja kendaraan mengarah.

Adanya keringanan dalam melaksanakn shalat sebagaimana

dijelaskan di atas membuktikan bahwa Islam tidak kaku menerapkan

hukumnya, tetapi disesuaikan dengan batas kemampuan yang dimiliki

penganutnya.

Di samping shalat lima waktu, setiap muslim wajib pula melaksanakan

Shalat Jumat, yaitu sholat berjamaah yang dilakukan pada waktu Zuhur hari

Jumat dua rakaat yang didahului dengan khutbah. Shalat Jumat merupakan

ibadah mingguan.

Di samping shalat wajib terdapat pula shalat-shalat sunat, antara lain

shalat Rawatib, Dhuha, Tahajud dan sebagainya. Shalat-shalat sunat

merupakan ibadah yang dianjurkan dalam rangka meningkatkan dan

menambah pengalaman agama dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Shalat lima waktu sebagai bentuk ibadah harian di samping sebagai bentuk

penghambaan seorang muslim kepada Allah, di dalamnya terkandung hikmah

yang dalam. Shalat yang telah ditentukan waktu dan tata caranya

9

Page 10: Syariah

mengandung makna pembinaan disiplin terhadap waktu dan tugas sehingga

seorang muslim terbiasa hidup teratur dan tertib.

Waktu shalat yang lima waktu sehari semalam merupakan saat-saat

yang tepat bagi seorang muslim untuk melakukan evaluasi diri, sehingga

tindakannya dapat diawasi dan dievaluasi secara rutin dan teratur. Oleh

karena itu, seorang muslim yang melaksakan shalat dengan konsisten akan

dapat menjaga dan memelihara kehidupannya setiap hari. Dengan demikian,

misi shalat akan dibawa ke dalam kehidupan di luar shalat dan kehidupan di

luar shalat akan dievaluasi pada waktu shalat. Karena itu shalat yang

dilakukan lima kali sehari semalam akan dapat mencegah orang dari

perbuatan dosa dan kemungkaran.

b. Zakat dan Hikmahnya

Dalam hubungan dengan pemilikan harta benda dalam ajaran Islam

dikenal dengan kewajiban membayar zakat. Menurut asal katanya Zakat

berarti tambah, bersih, suci, sedangkan menurut terminology syariat, zakat

adalah mengeluarkan sebagian harta kepada mereka yang telah ditetapkan

menurut syariat.

Mengeluarkan zakat hukumnya wajib bagi orang yang mempunyai

harta yang telah mencapai nisab atau ketentuan minimal pemilikan harta kena

zakat. Harta yang wajib dizakati, nisab dan zakatnya dapat dilihat pada tabel

berikut ini :

Jenis Harta : Binatang Ternak

NAMA NISAB ZAKATNYA

Unta

Sapi / Kerbau

Kambing

5 ekor

30 ekor

40 ekor

1 ekor kambing umur 2 tahun lebih

1 anak sapi umur 2 tahun lebih

1 ekor kambing / biri-biri umur 2

tahun lebih

Jenis Harta : Emas dan Perak

NAMA NISAB ZAKATNYA

Emas

Perak

93,6 gram

624 gram

2,5 %

2,5 %

10

Page 11: Syariah

Jenis Harta : Buah-buahan

NAMA NISAB ZAKATNYA

Kurma

Anggur

930

930

10 %

10 %

Adapun harta yang diperoleh dari perniagaan atau perdagangan

zakatnya sebesar 2,5 %, demikian pula harta yang diperoleh melalui kegiatan

profesi, seperti dokter, pengacara, dan sebagainya.

Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, miskin,

pengurus zakat, para mualaf yang baru dibina jiwanya ke arah Islam, untuk

memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang untuk jalan Allah, dan

orang-orang yang sedang dalam perjalanan.

Demikian itu adalah ketetapan yang diwajibkan Allah dan Allah Maha

Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS : At Taubah, 9 : 60) 4

Di samping itu ibadah zakat mendidik orang untuk membersihkan jiwanya dari

sifat kikir, tamak, sombong dan angkuh karena kekayaannya, menumbuhkan

sifat perhatian dan peduli terhadap orang yang lemah dan miskin.

Dari segi penerima zakat (mustahiq), zakat memberikan harapan dan

optimisme. Mereka memiliki harapan untuk dapat menyambung hidupnya dan

mengubah nasibnya, sekaligus menghilangkan sifat iri, dengki, dan

kecemburuan kepada orang-orang kaya sehingga kesenjangan antara kaya

dan miskin dapat diperkecil bahkan mungkin dihilangkan.

Syariat Islam tentang zakat mendorong adanya pemerataan pendapatan dan

pemilikian harta di kalangan masyarakat muslim, menghilangkan monopoli

dan penumpukan harta pada sebagian masyarakat. Selanjutnya mendorong

lahirnya sistem ekonomi yang berdasarkan kerja sama dan tolong-menolong.

c. Puasa dan Hikmahnya

11

Page 12: Syariah

Ibadah ritual wajib yang dilakukan setahun sekali adalah puasa pada

bulan Ramadhan. Puasa adalah menahan makan dan minum serta yang

membatalkannya sejak terbit fajar sampai terbenam matahari.

Puasa pada dasarnya merupakan proses latihan menuju tingkat ketakwaan

terhadap Allah SWT.

Di samping puasa wajib, terdapat pula ibadah puasa yang hukumnya

sunat, yaitu puasa Senin-Kamis, puasa pada hari Arafah, yaitu tanggal 9

Dzulhijjah, puasa Asyura, yaitu tanggal 10 Muharram, puasa enam hari bulan

Syawal dan puasa tiga hari tiap bulan pada tanggal 13, 14, dan 15.

Sedangkan hari-hari yang diharamkan puasa adalah hari Idul Fitri dan

Idul Adha serta hari tasyriq, yaitu tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.

Puasa merupakan ibadah ritual yang memiliki makna yang dalam. Ia

merupakan wahana latihan mengendalikan nafsu dan menahan keinginan-

keinginan untuk melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah.

Ibadah puasa menguji kekuatan iman seseorang seberapa jauh

imannya mampu membendung keinginan-keinginan dan dorongan-dorongan

nafsu yang mengajak untuk melakukan perbuatan yang dilarang Allah.

Seseorang berpuasa tidak diawasi oleh siapa pun selain Allah, dapatkah ia

terus menghadirkan dirinya dalam pengawasan Allah dan terus malaksanakan

pusanya atau sebaliknya karena tidak ada orang lain ia batalkan puasa dan

berpura-pura puasa. Itu semua merupakan ujian keimanan seseorang.

Ibadah puasa berfungsi pula sebagai wahana memupuk dan melatih

rasa kepedulian dan perhatian terhadap sesama. Dengan ibadah puasa orang

dapat merasakan penderitaan orang yang kekurangan pangan sehingga lahir

sikap peduli terhadap orang-orang yang lemah. Dengan puasa seorang

muslim dilatih untuk dapat membatasi dan mengendalikan nafsu terhadap

makanan dan minuman serta dorongan seksual yang biasanya menjadi sebab

terjadinya pelanggaran.

Puasa memiliki fungsi pula dalam pembinaan pribadi terutama melatih

sifat sabar dan menahan derita. Dua sifat yang sangat diperlukan dalam

perjuangan hidup di dunia.

d. Ibadah Haji dan Hikmahnya

Ibadah haji adalah berkunjung ke Baitullah (Ka’bah) untuk melakukan

wukuf, tawaf dan amalan lainnya pada masa tertentu demi memenuhi

panggilan Allah SWT dan mengharap ridhaNya.

12

Page 13: Syariah

Ibadah haji hukumnya wajib bagi orang yang mampu dan mencukupi syarat-

syaratnya. Ibadah haji yang wajib hanya satu kali seumur hidup, sedangkan

melaksanakan ibadah haji yang kedua dan seterusnya hukumnya sunat.

Waktu malaksanakan haji dimulai dari tanggal 1 Syawal sampai terbit fajar

tanggal 10 Dzulhijjah.

Melaksanakan ibadah haji dapat dilakukan dengan salah satu dari tiga

cara, yaitu ifrad, tamattu, dan qiran.

Ifrad adalah mengerjakan ibadah haji terlebih dahulu, baru

mengerjakan umrah. Apabila cara ini dilakukan, maka orang yang

melaksanakannya tidak wajib membayar dam, yaitu meneyembelih hewan.

Tamattu ialah mengerjakan umrah lebih dahulu, baru mengerjakan

haji. Cara ini mewajibkan orang yang malakukannya untuk membayar dam.

Qiran adalah mengerjakan haji dan umrah di dalam satu niat dan satu

pekerjaan sekaligus. Cara ini juga mewajibkan orang yang melakukannya

untuk membayar dam.

Dalam ibadah haji terdapat rukun dan wajib haji. Rukun haji adalah

sesuatu yang tidak bisa ditinggalkan dalam pelaksanaan ibadah haji. Jika

rukun haji tidak dipenuhi maka ibadah hajinya tidak sah.

Selanjutnya, dari pelaksanaan rukun dan wajib haji dapat dipetik

hikmah / makna-makna yang bermanfaat dan memiliki nilai-nilai kerohanian.

Kesemuanya itu pada akhirnya mengantarkan jamaah haji hidup dengan

pengalaman dan pengamalan kemanusiaan universal.5 Secara sepintas

beberapa hal berkaitan dengan hikmah ibadah haji :

1) Ibadah haji dimulai dengan niat sambil

menanggalkan pakaian biasa dan mengenakan pakaian ihram. Pakaian

menurut kenyataannya dan menurut Al Quran berfungsi antara lain sebagai

pembeda antara seseorang atau sekelompok dengan lainnya. Pembedaan

tersebut dapat membawa kepada perbedaan status sosial, ekonomi atau

profesi.

Di miqat, dengan mengenakan dua helai pakaian berwarna putih-putih

yang akan membalut tubuh ketika mengakhiri perjalanan hidup di dunia,

seorang yang melaksanakan ibadah haji akan atau seharusnya dipengaruhi

oleh pakaian ini. Seharusnya ia merasakan kelamahan serta keterbatasan

dan pertanggungjawaban yang akan ditunaikannya kelak di hadapan Tuhan

Yang Maha Kuasa, yang di sisi-Nya tiada perbedaan antara seseorang

dengan yang lain kecuali atas dasar pengabdian kepada-Nya.

13

Page 14: Syariah

Dengan dikenakannya pakaian Ihram, maka sejumlah larangan harus

diindahkan oleh pelaku ibadah haji.

Jangan sakiti binatang, jangan membunuh, jangan menumpahkan

darah, jangan mencabut pepohonan. Karena, manusia berfungsi memelihara

makhluk-makhluk Tuhan serta memberinya kesempatan seluas mungkin

untuk mencapai tujuan penciptaannya. Dilarang juga menggunakan wangi-

wangian, bercumbu atau kawin, dan berhias supaya setiap peserta haji

menyadari bahwa manusia bukan materi semata, bukan pula birahi, dan

bahwa hiasan yang dinilai Tuhan adalah hiasan ruhani. Dilarang pula

menggunting rambut dan kuku supaya masing-masing menyadari jati dirinya

dan menghadap kepada Tuhan sebagaimana adanya.

Ka’bah yang dikunjungi mengandung pelajaran yang amat berharga

dari segi kemanusiaan. Di sana, misalnya, ada Hijr Ismail yang arti

harfiahnya “pangkuan Ismail”. Disanalah Ismail putr aIbrahim, pembangun

ka’bah ini, berada dalam pangkuan ibunya yang bernama Hajar, seorang

wanita hitam, miskin, bahkan budak, yang konon kuburannya pun berada di

tempat itu. Namun demikian, budak ini ditempatkan Tuhan di sana untuk

menjadi pelajaran bahwa Allah SWT memberikan kedudukan untuk

seseorang bukan karena keturunan atau status sosialnya, tetapi karena

kedekatannya kepada Allah SWT dan usahanya untuk hijrah dari kejahatan

menuju kebaikan, dari keterbelakangan menuju peradaban.

Setelah selesai melakukan tawaf membuat pelakunya larut dan

berbaur bersama manusia-manusia yang lain, serta memberi kesan

kebersamaan menuju satu tujuan yang sama yakni berada dalam lingkungan

Allah SWT.

Sa’i mengingatkan kita kepada pengalaman Siti Hajar dan anaknya

ketika mencari air. Keyakinan wanita ini akan kebesaran dan

kamahakuasaan Allah sedemikian kokoh yang terbukti jauh sebelum

peristiwa pencarian itu. Ketika ia bersedia ditinggal bersama anaknya di

suatu lembah yang tandus. Keyakinannya yang begitu kuat tidak

menjadikannya berpangku tangan dengan hanya menunggu turunnya hujan

dari langit. Tetapi, ia berusaha dan berusaha mondar-mandir berkali-kali

demi mencari kehidupan. Siti Hajar memulai usahanya dari bukit shafa (yang

arti harfiahnya kesucian dan ketegaran), sabagi lambang bahwa untuk

mencapai hidup harus dengan usaha yang dimulai dengan kesucian dan

ketegaran dan harus diakhiri di Marwa yang berarti “ideal manusia”, sikap

14

Page 15: Syariah

menghargai, bermurah hati, dan memaafkan orang lain. Adakah makna yang

lebih agung berkaitan dengan pengamalan kemanusiaan dalam mencari

kehidupan duniawi melebihi makna-makna yang digambarkan di atas.

Kalau tawaf menggambarkan larut dan meleburnya manusia dalam

hadirat Ilahi, maka sa’i menggambarkan usaha manusia mencari hidup, yang

dilakukan begitu selesai tawaf agar melambangkan bahwa kehidupan di

dunia dan akhirat merupakan satu kesatuan dan keterpaduan.

Dengan tawaf disadarilah tujuan hidup manusia dan setelah

kesadaran itu, dimulai sa’i yang menggambarkan bahwa tugas manusia ialah

berupaya maksimal. Hasil usaha pasti akan diperoleh baik melalui usahanya

maupun melalui anugerah Tuhan, seperti yang dialami oleh Siti Hajar

bersama putranya, Ismail dengan ditemukannya air zam-zam itu. Namun

perlu dicatat bahwa Allah itu baru datang setelah upaya maksimal manusia.

Di Arafah, padang yang luas lagi gersang itu, seluruh jamaah wukuf

(berhenti) sampai terbenamnya matahari. Disanalah mereka seharusnya

menemukan ma’rifah pengetahuan sejati tentang dirinya, akhir perjalanan

hidupnya, serta di sana pula ia menyadari langkah-langkahnya selama ini. Di

sana pula ia menyadari bahwa betapa besar dan agung Tuhan yang kepada-

Nya bersembah seluruh makhluk, sebagaimana diperagakan secara miniatur

di padang tersebut. Kesadaran-kesadaran itulah yang mengantarkannya di

Padang Arafah untuk menjadi ‘arif (sadar) dan mengetahui.

Menurut Ibnu Sina, apabila kearifan telah menghiasi diri seseorang,

maka anda akan menemukan orang itu selalu gembira, banyak senyum

karena hatinya telah gembira sejak ia mengenal-Nya. Dimana-mana ia

melihat satu saja, melihat yang Maha Suci itu. Semua makhluk

dipandangnya sama (karena memang semua sama, sama membutuhkan-

Nya). Ia tidak akan mengintip kelemahan atau mencari-cari kesalahan orang

lain. Ia tidak akan cepat tersinggung walau melihat yang mungkar sekali pun.

Karena jiwanya selalu diliputi oleh rahmat dan kasih sayang.

Dari Arafah, para jamaah ke Mudzdalifah untuk mengumpulkan

senjata dalam menghadapi musuh utama yaitu setan. Kemudian,

melanjutkan perjalanan ke Mina dan disanalah para jamaah haji

melampiaskan kebencian dan kemarahan mereka masing-masing terhadap

musuh yang selama ini menjadi penyebab segala kegiatan yang dialaminya.

Baru dikumpulkan di tengah malam sebagai lambang bahwa musuh tidak

boleh mengetahui siasat dan senjata kita.

15

Page 16: Syariah

Demikian, ibadah haji merupakan kumpulan symbol-simbol yang

sangat indah. Apabila dihayati dan diamalkan secara baik dan benar, maka

pasti akan mengantarkan setiap pelakunya ke dalam lingkungan Ilahi yang

benar sebagaimana dikehendaki oleh penciptanya, Allah SWT.

2. MU’AMALAH

Muamalah artinya saling berusaha. Muamalah dalam syariat Islam berisi

pengaturan hubungan antar manusia, baik dalam kaitan perdata maupun

pidana. Dilihat dari klasifikasi hukum, muamalah mencakup hal-hal berikut :

a. Hukum Keluarga (ahkaam ql-ahwal al-syakhsiyyah), yaitu hukum-hukum

yang mengatur tentang hak dan kewajiban suami, istri dan anak. Hukum

ini dimaksudkan untuk memelihara dan membangun keluarga sebagai

unit masyarakat terkecil.

b. Hukum Perdata dan Bisnis (al-ahkam al-maliyah), yaitu hukum tentang

perbuatan usaha perorangan seperti jual beli (al-bai wal ijarah),

pegadaian (rahn), penanggungan (kafalah), persyarikatan (syirkah), utang

piutang (udayanah), perjanjian (uqud). Hukum perdata ini dimaksudkan

untuk mengatur orang dalam kaitannya dengan kekayaan dan

pemeliharaan hak-haknya.

c. Hukum Pidana (al-ahkam al-jinayah),

yaitu hukum yang bertalian dengan tindak kejahatan dan sanksi-

sanksinya. Adanya hukum ini untuk memelihara ketentraman hidup

manusia dan harta kekayaanya, kehormatannya dan hak-haknya, serta

membatasi hubungan antara pelaku tindak kejahatan dengan korban dan

masyarakat.

d. Hukum Acara (al-ahkam al-murafaah), yaitu hukum yang berhubungan

dengan peradilan (al-qada), persaksian (al-syahadah), dan sumpah (al-

yamin). Hukum ini dimaksudkan untuk mengatur proses peradilan guna

merealisasikan keadilan antara manusia.

e. Hukum Perundang-undangan (al-ahkam al-dusturiyah), yaitu hukum yang

berhubungan dengan perundang-undangan untuk membatasi hubungan

hakim dan terhukum serta menetapkan hak-hak perorangan dan

kelompok.

f. Hukum-hukum Kenegaraan (al-ahkam al-dauliyah), yaitu hukum yang

berkaitan dengan hubungan kelompok masyarakat di dalam negara dan

hubungan antar negara. Dimaksudkan dengan hukum ini adalah untuk

16

Page 17: Syariah

membatasi hubungan antar negara dalam masa damai, dan masa

perang, serta membatasi hubungan antara umat Islam dengan yang lain

di dalam negara.

g. Hukum Ekonomi dan Keuangan (al-ahkam al-iqtishadiyah waal-maliyah),

yaitu hukum yang berhubungan dengan hak fakir miskin di dalam harta

orang kaya, mengatur sumber-sumber pendapatan dan masalah

pembelanjaan negara. Dimaksudkan dengan hukum ini adalah untuk

mengatur hubungan ekonomi antara orang kaya (agniya), dengan orang

fakir miskin dan antara hak-hak keuangan negara dengan perseorangan.

Hukum-hukum di atas ada yang ditetapkan atau dirujukkan secara

eksplisit dalam firman Allah dan ada pula yang ditetapkan melalui sunnah

Rasul. Hubungan antar manusia dalam masyarakat selalu berkembang dari

waktu ke waktu seiring dengan dinamika masyarakat. Karena itu syariat Islam

dalam muamalah tidak mengatur secara rinci jenis dan bentuknya, tetapi

meletakkan prinsip-prinsip dasar yang dijadikan acuan dasar peraturan.

Selanjutnya umat Islam dapat menetapkan rincian hukum yang dapat

dikembangkan sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat.

Oleh karena itu rincian syariat menjadi temporal dan local sifatnya. Hal ini

menunjukkan bahwa muamalah dalam syariat Islam tidak kaku, tetapi bersifat

fleksibel. Karena sifat muamalah yang demikian itu, maka syariat Islam dapat

terus-menerus memberikan dasar spiritual bagi umat Islam dalam

menyongsong setiap perubahan yang terjadi di masyarakat, terutama dalam

kaitan ekonomi, politik, budaya, dan sejenisnya.

Sebagian dari persoalan muamalah telah dirumuskan dan dikodifikasi

oleh para ulama yang dapat dilihat pada kitab-kitab fikih. Tetapi masyarakat

dengan segala aspeknya terus berkembang, maka banyak hal baru yang

belum terkodifikasikan, seperti sistem perbankan, sistem perdagangan bursa

efek, dan sebagainya. Kendatipun demikian syariat Islam membedakan dasar-

dasar nilai dan etika dalam menyikapi fenomena-fenomena baru tersebut.

Syariat Islam dalam muamalat senantiasa mendorong penyebaran

manfaat bagi semua pihak, menghindari saling merugikan, mencegah

perselisihan dan kewenangan dari pihak yang kuat terhadap pihak-pihak yang

lemah. Dengan dikembangkannya muamalah berdasarkan syariat Islam akan

lahir masyarakat marhamah, yaitu masyarakat yang penuh rahmat.

3. SISTEM KEWARISAN ISLAM

17

Page 18: Syariah

Dalam kaitan pengelolaan harta, syariat Islam mengatur pula tata cara

dan ketentuan pembagian harta yang ditinggalkan orang meninggal dunia

yang disebut hukum waris. Hukum ketententuan hak-hak waris terdapat pada

QS an-Nisa (4): 7, 11, 12 dan 176. Hukum waris berlaku karena adanya

orang yang meninggal dunia (pewaris), meninggalkan harta benda dan ahli

waris.

Pewaris adalah orang meninggal dunia yang meninggalkan harta dan

ahli waris. Hak orang yang meninggal terhadap hartanya telah hilang dan

selanjutnya harta diserahkan kepada aturan Allah, yaitu melalui hukum

pewarisan Islam. Hal lain yang masih harus ditunaikan dari orang yang

meninggal dunia adalah wasiatnya, yaitu janji ketika masih hidup untuk

memberikan sebagian hartanya kepada pihak lain. Hak wasiat ini juga dibatasi

oleh Syariat Islam, yaitu jumlahnya tidak boleh melampaui 1/3 dari jumlah

harta yang ditinggalkan dan wasiat itu tidak boleh kepada ahli waris.

Adapun harta yang ditinggalkan sebelum diatur berdasarkan hukum waris,

terlebih dahulu ditentukan bahwa harta tersebut betul-betul milik orang yang

meninggal dunia, bukan harta kerja sama atau harta bersama antara dirinya

dengan isteri / suaminya. Dari harta milik pribadinya, dibayarkan terlebih

dahulu biaya perawatan dan penguburan jenazahnya dan jika memiliki utang

dibayarkan terlebih dahulu untuk melunasi utang dan memenuhi wasiatnya.

Seseorang menjadi ahli waris disebabkan oleh adanya pernikahan, hubungan

darah atau kekerabatan.

Ahli waris yang disebabkan oleh proses pernikahan adalah suami dan

isteri yang apabila salah seorang meninggal lebih dulu yang lain mendapatkan

harta warisan.

Ahli waris yang disebabkan oleh hubungan darah atau kekerabatan

adalah anak kandung, cucu dan seterusnya ke bawah, bapak, kakek dan

seterusnya ke atas, serta saudara-saudara dan seterusnya ke samping.

Hak pewarisan bisa gugur disebabkan karena ahli waris yang menjadi

sebab meninggalnya pewaris dan ahli waris yang murtad. Pembunuhan yang

dilakukan ahli waris kepada pewarisnya menyebabkan gugurnya hukum

pewarisan baik karena hubungan darah maupun pernikahan. Karena

pembunuhan merupakan dosa besar yang sangat dibenci Allah apa lagi

pengalihan harta secara paksa melalui pembunuhan.

Ahli waris yang murtad atau pindah agama menyebabkan hilangnya

hak waris mewarisi, karena dalam ajaran Islam hubungan agama jauh lebih

18

Page 19: Syariah

utama dari hubungan darah. Di samping itu, di antara ahli waris terdapat pula

kelompok yang dapat menghalangi (hijab) ahli waris lain sehingga ahli waris

itu berkurang bagiannya atau sama sekali tidak memperoleh bagian. Hijab

ada dua macam, yaitu hijab hirman dan hijab nuqsan. Hijab hirman adalah

menghalangi sama sekali sehingga ahli waris lain tidak mendapatkan bagian.

Misalnya, cucu adalah ahli waris dari kakeknya, tetapi karena kakek

meninggalkan anak laki-laki, maka cucu tidak memperoleh bagian.

Sedangkan hijab nuqsan adalah manghalangi ahli waris lain, sehingga ahli

waris lain itu berkurang bagiannya. Misalnya, suami memperoleh separoh

harta peninggalan isterinya, tetapi karena isterinya itu memiliki anak, maka

bagiannya berkurang menjadi seperempat.

Adanya hijab karena sistem pewarisan Islam menganut prinsip yang

paling dekat kekerabatannya lebih utama memperoleh bagian. Pembagian

harta pusaka bagi ahli waris laki-laki dan perempuan diatur berdasarkan asas

keseimbangan antara hak dan tanggung jawab, bukan atas dasar kesamaan

status kekerabatan. Karena itu pemahaman tentang sistem kewarisan Islam

tidak bias dilepaskan dari hak dan kewajiban suami isteri dalam sistem

keluarga Islam. Laki-laki dalam keluarga adalah kepala dan penanggung

jawab keluarga, karena itu suamilah yang wajib menafkahi isteri dan anak-

anaknya. Sedangkan perempuan atau isteri tidak diwajibkan untuk menafkahi

suaminya. Oleh karena itu laki-laki layak memperoleh lebih besar dari

perempuan dilihat dari tanggung jawabnya terhadap keluarganya.

Sistem kewarisan diatur dan diterapkan dalam ajaran Islam untuk

melindungi keluarga dari perselisihan dan perpecahan serta menjamin hak-

hak anggota keluarga atas harta yang ditinggalkan. Dengan demikian hak-hak

pemilikan atas harta pusaka dapat diserahkan kepada ahli warisnya secara

adil.

DAFTAR KUTIPAN

1Departemen Haji dan Wakaf Saudi Arabia, Al-Qur’an wa

Tarjamatu ma’aniyatu ila Lughati al-Indunisiya, ( Medinah Munawwarah:

khadim al-Haramain asy-Syarifain, Tahun 1411 H ), h. 168

19

Page 20: Syariah

2H. Suparman Usman, Hukum Islam, ( Jakarta: Gaya Media

Pratama, 2001), h. 67

3Ibid, hal 68

4Departemen Haji dan Wakaf Saudi Arabia, Op. Cit., h. 288

5M. Quraish Shihab, Membumikan Al Quran, (Bandung: Penerbit

Mizan, 2004 ), Cet. Ke-2, h. 147

2

3

4

5

20