Syahadat Dari Negeri Sutra

16

Transcript of Syahadat Dari Negeri Sutra

Page 1: Syahadat Dari Negeri Sutra
Page 2: Syahadat Dari Negeri Sutra

Syahadat dari Negeri Sutra

1

Page 3: Syahadat Dari Negeri Sutra

Fitri Nurhati

2

Jaminan KepuasanApabila Anda mendapatkan buku ini dalam keadaan cacat produksi (di luar kesengajaan kami), seperti halaman kosong atau terbalik, silakan ditukar di toko tempat Anda membeli atau langsung kepada kami dan kami akan menggantinya segera dengan buku yang bagus.

Page 4: Syahadat Dari Negeri Sutra

Syahadat dari Negeri Sutra

3

Page 5: Syahadat Dari Negeri Sutra

Fitri Nurhati

4

SYAHADAT DARI NEGERI SUTRA

Fitri Nurhati

Editor@rinalubis_stoneTata SampulFerdikaTata isiEndangPracetakAntini, Dwi, YantoCetakan PertamaSeptember 2012

PenerbitDIVA Press(Anggota IKAPI)Sampangan Gg. Perkutut No.325-BJl. Wonosari, BaturetnoBanguntapan JogjakartaTelp: (0274) 4353776, 7418727Fax: (0274) 4353776Email: [email protected]: www.blogdivapress.comWebsite: www.divapress-online.com

Sumber Gambar Cover: www.inmagine.com

Page 6: Syahadat Dari Negeri Sutra

Syahadat dari Negeri Sutra

5

Tidak akan pernah ada hari bila gelaptak pernah menyapa bumi

Tidak akan pernah ada tahun bila musimtak pernah berganti

Tidak akan pernah ada kelahiran bila luka itutak pernah terjadi

Manusia hanya mengikuti takdir dan sedikit pun tak akan pernah dapat mengubah ketetapan-NyaDan benarkah buah dari kesabaran itu lebih

manis daripada madu?Sesungguhnya, penyimpan energi yang sangat

besar itu bernama: kerin duan

Page 7: Syahadat Dari Negeri Sutra

Fitri Nurhati

6

Page 8: Syahadat Dari Negeri Sutra

Syahadat dari Negeri Sutra

7

Daftar Isi

Daftar Isi .................................................... 7

1 Sebuah Negeri di Seberang ................... 92 Nona Besar .......................................... 163 Sebuah Tragedi ..................................... 354 Hari Ulang Tahun ................................ 485 Di Tepian Danau .................................. 676 Hari-Hari Terakhir ............................... 807 Perjalanan ke Barat............................... 1008 Di Bawah Rintik Hujan ........................ 1099 Tatapan Nenek Yi ................................ 12010 Bunga Teratai ....................................... 13011 Pertemuan ............................................ 14312 Sebuah Pintu ........................................ 15713 Kejujuran Itu Ternyata Sangat Pahit ..... 18014 Dalam Dekapan Ibu ............................. 19715 Janji Setia ............................................. 21516 Menikah ............................................... 224

Page 9: Syahadat Dari Negeri Sutra

Fitri Nurhati

8

17 Teratai Kedua ....................................... 23618 Merahnya Senja .................................... 24719 Ketika Tugas Itu Telah Usai .................. 26120 Selembut Sutra ..................................... 273

Daftar Pustaka ........................................... 289Tentang Penulis .......................................... 291

Page 10: Syahadat Dari Negeri Sutra

Syahadat dari Negeri Sutra

9

Mata lelaki itu masih lekat memandang laut lepas. Riak air dan gugusan pulau-pulau yang

terbentang di hadapannya tampak terapung-apung. Ia mendesah perlahan, menghembuskan napas kerinduan akan kampung halamannya yang terbentang jauh di seberang. Tanah yang menjadi saksi masa kecilnya yang riang di antara pegunungan dan sungai-sungai yang mengalirkan air jernih dengan aroma khas. Ia tak akan pernah bisa melupakan keindahan tanah itu, karena di sanalah sejarah hidupnya terukir dan tertanam kuat di dinding hatinya. Namun, di tanah itu pula ia harus melipat lembar-lembar indah masa kecilnya, meninggalkan harapan-harapannya, hingga akhirnya terdampar di sebuah pulau kecil bernama Batam.

Lelaki itu tersadar dari lamunannya ketika sebuah salam menyapanya disusul sebuah tepukan lembut yang mendarat di bahunya. Ia segera memalingkan

1Sebuah Negeri di Seberang

Page 11: Syahadat Dari Negeri Sutra

Fitri Nurhati

10

wajahnya. Seraut wajah tenang dengan segurat senyum mengembang tiba-tiba hadir di hadapannya.

“Wa’alaikum salam…,” jawab lelaki itu agak tergagap.

“Sudah lama me nunggu ya? Maaf, tadi saya ada keperluan se dikit.”

“Tidak apa-apa, Paman.”

“Kalau begitu ayo kita segera berangkat!” “Baik, Paman.”“Oh ya, tadi bibimu dan Zainab sudah pergi

duluan,” kata lelaki yang dipanggil Paman itu seraya menatap lekat wajah lelaki di hadapannya. “Yusuf, kau baik-baik saja ‘kan? Ada sesuatu yang kau pikirkan?”

Lelaki yang dipanggil Yusuf itu menggeleng cepat, berusaha menepis kecemasan di wajah sang Paman.

“Benar? Tidak ada apa-apa? Tapi mengapa wajahmu murung seperti itu?”

“Tadi malam aku tidak bisa tidur, jadi kepalaku agak pusing. Tapi aku benar-benar tidak apa-apa, Paman. Aku baik-baik saja.”

“Baiklah kalau begitu, kita segera berangkat!”Sambil memaksakan seulas senyum, Yusuf bergegas

mengikuti langkah lelaki paruh baya yang telah

Lelaki itu tersadar dari lamunannya

ketika sebuah salam menyapanya disusul

sebuah tepukan lembut yang mendarat di bahunya. Ia segera

memalingkanwajahnya.

Page 12: Syahadat Dari Negeri Sutra

Syahadat dari Negeri Sutra

11

mendahului di depannya. Sebentar kemudian, kedua lelaki itu telah berlalu dari pantai dengan sebuah mobil putih yang membawa mereka.

***

Mata sipit lelaki itu tak berkedip menatap raut di depannya.

“Mengapa kau menatapku seperti itu? Ada apa denganmu, Yusuf? Sejak kedatanganmu bersama Paman Asrul tadi, wajahmu tampak muram.”

“Tidak apa-apa, Kak.”“Yusuf, kau tidak bisa membohongiku. Ayo,

katakanlah!” “Kak…, aku pasti akan merasa kehilangan.”Lelaki yang dipanggil Kakak itu tertawa kecil.

“Yusuf…, Yusuf…, kau ini seperti anak kecil saja. Aku ‘kan pergi bukan untuk selamanya. Setelah urusanku selesai, aku akan segera kembali. Insya Allah.”

“Ya, Kak Jian Li benar. Mungkin aku terlalu terbawa perasaanku.” Yusuf menghela napas panjang sebelum melanjutkan kalimatnya. “Bila teringat tempat itu, mendadak hatiku gelisah. Aku masih takut untuk pergi ke sana namun aku juga tak bisa memungkiri kalau sebenarnya hati ini juga rindu untuk kembali ke sana.”

“Yusuf, aku mengerti perasaanmu. Kerinduan pada tanah air, negeri di mana kita lahir dan dibesarkan itu adalah sesuatu yang wajar. Aku juga memiliki perasaan

Page 13: Syahadat Dari Negeri Sutra

Fitri Nurhati

12

seperti yang kau rasakan. Namun jangan sampai perasaan itu membuat kita hanyut sehingga kita lupa akan tujuan kita yang sebenarnya. Yusuf, suatu saat nanti aku juga ingin mengajakmu ke sana.”

Kedua lelaki itu terdiam sejenak. Masing-masing larut dalam arus pikiran yang terus berputar-putar di kepala mereka. Ada seonggok batu besar yang seolah-olah mengganjal dada Yusuf, membuat napasnya terasa sesak dan berat. Berkali-kali ia menghela napas panjang. Wang Jian Li menepuk lembut bahu Yusuf yang membuat senyum lelaki itu kembali mengembang walau masih terkesan dipaksakan.

“Sudahlah, Yusuf, tenangkanlah hatimu. Berdoalah agar Allah senantiasa menguatkan hati dan imanmu. Ingat, aku pergi bukan untuk selamanya, aku juga bukan pergi untuk kembali menetap di sana. Walau aku lahir dan besar di sana, tapi aku sudah memutuskan untuk melewati sisa hidupku di tanah ini bersama kalian. Di sini aku punya keluarga yang akan selalu menantiku. Aku sangat mencintai negeri ini, terlebih ada kalian di sini, saudara-saudaraku. Aku telah menemukan kehidupan yang damai dan tenang di sini. Memang kuakui, nanti saat aku menginjakkan kakiku kembali ke sana, aku pasti akan merasakan adanya getar kerinduan akan masa laluku, namun aku tetap tak pernah akan bisa kembali pada masa laluku. Masa depanku adalah di sini, Yusuf, bersama kalian.”

Page 14: Syahadat Dari Negeri Sutra

Syahadat dari Negeri Sutra

13

“Astaghfirullah.” Yusuf tertunduk, matanya berkaca-kaca mendengar penuturan lelaki yang sudah dianggap-nya seperti kakaknya sendiri itu. Perlahan ia meraih tubuh Wang Jian Li dan memeluknya erat, merasakan saat-saat terakhir sebelum lelaki itu terbang ke Cina. Lama sekali mereka berpelukan hingga sebuah suara menyadarkan mereka.

“Hei, kalian ini apa-apaan?! Yusuf, janganlah kau perberat langkah kakakmu. Kita harus segera berangkat ke bandara!”

“Oh, Paman Asrul. Maaf…,” jawab keduanya hampir serempak.

“Ayo kita berangkat! Mobilnya sudah siap dari tadi.”

Tak berapa lama, kedua lelaki itu pun bergegas mengikuti langkah Paman Asrul. Sebuah mobil yang akan membawa mereka ke bandara telah menanti mereka di halaman. Beberapa orang wanita tampak mengikuti dari belakang, mereka tidak ikut masuk ke dalam mobil, hanya beberapa orang lelaki saja yang mengantar keberangkatan mereka sampai ke bandara.

“Kak Jian Li, cepatlah kembali.”

Sudahlah, Yusuf, tenangkanlah hatimu.

Berdoalah agar Allah senantiasa

menguatkan hati dan imanmu. Ingat, aku pergi bukan untuk

selamanya, aku juga bukan pergi untuk

kembali menetap di sana.”

Page 15: Syahadat Dari Negeri Sutra

Fitri Nurhati

14

“Tentu saja. Aku tidak mungkin melupakan kalian.”

Sebelum masuk ke pintu mobil yang telah terbuka, Wang Jian Li berpesan pada istrinya, “Istriku, aku berangkat dulu. Tolong jaga Ibu baik-baik, juga anak kita.”

“Ya, insya Allah. Aku akan menjaga mereka dengan baik. Bang, hati-hatilah. Cepatlah kembali, kami semua menantimu.”

Suasana menit-menit akhir sebelum keberangkatan Wang Jian Li menyisakan beberapa pasang mata yang diselimuti keharuan, tatapan yang menyiratkan rasa kehilangan, sekaligus tatapan yang memancarkan sejuta harapan agar mereka dapat bersua kembali. Tak berapa lama kemudian, mobil pun melaju perlahan, diiringi lambaian beberapa wanita yang melepas kepergian Wang Jian Li.

***

Pesawat yang membawa terbang Wang Jian Li baru saja lepas landas dari Bandara Hang Nadim, Batam. Deru mesin pesawat yang memekakkan telinga itu berangsur-angsur memudar seiring dengan sosok burung raksasa itu yang terlihat semakin mengecil di angkasa dan menghilang di balik mega.

Ekor mata sipit Yusuf masih lekat menatap noktah di mana pesawat itu tepat hilang dari pandangan mata. Ia menghela napas panjang. Sudut hatinya menyimpan

Page 16: Syahadat Dari Negeri Sutra

Syahadat dari Negeri Sutra

15

sebuah pertanyaan besar. Kapan pesawat itu akan membawa terbang dirinya ke negeri itu, negeri yang dirindukan Wang Jian Li dan juga dirinya.

***