swamedikasi
-
Upload
sandy-agustian -
Category
Documents
-
view
459 -
download
11
description
Transcript of swamedikasi
LAPORAN ELEKTIF
PERILAKU SWAMEDIKASI MASYARAKAT TANON DALAM
PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti
Program Pendidikan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Di Puskesmas Tanon I
oleh :
Arlinda Kusumawati
07711074
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PUSKESMAS TANON I SRAGEN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2013
2
PERILAKU SWAMEDIKASI MASYARAKAT TANON DALAM PENGGUNAAN ANTIBIOTIK
Arlinda Kusumawati
ABSTRAK
Latar belakang : Pengobatan sendiri adalah upaya yang dilakukan dengan tujuan mengobati diri sendiri menggunakan obat, obat tradisional, maupun cara lain tanpa nasehat dari tenaga kesehatan. Salah satu obat yang sering digunakan untuk swamedikasi di masyarakat adalah antibiotik, antibiotik adalah agen yang digunakan untuk mencegah maupun mangobati suatu infeksi yang disebabkan oleh bakteri.Tujuan : Mengetahui perilaku swamedikasi masyarakat Tanon dalam penggunaan antibiotik.Metode : Merupakan penelitian yang dilaksanakan dengan metode survai data primer yang dikumpulkan secara potong lintang/ cross sectional dengan menggunakan kuisioner. Dilaksanakan di beberapa apotek di kecamatan Tanon, kabupaten Sragen pada 27 Mei- 31 Mei 2013. Keseluruhan proses perhitungan statistika dilakukan dengan menggunakan program SPSS (Statistical and Service Solution) for Window Penilaian perilaku didasarkan pada tepat indikasi, tepat dosis, dan tepat durasi pengobatan.Hasil : Sebanyak 52 sampel diwawancarai dalam penelitian ini, sebagian besar responden memilih amoxicilin sebagai pengobatan swamedikasi yaitu sebesar 65,4%, ketepatan indikasi dalam penggunaan swamedikasi antibiotik sebesar 42,3%, ketepatan dosis sebesar 73,1%, ketepatan durasi hanya sebesar 30,8%. Banyaknya masyarakat yang melakukan swamedikasi antibiotik namun tidak sampai tuntas dalam pengobatan dengan antibiotik, dapat menyebabkan tingginya resiko terjadinya resistensi terhadap antibiotik.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perilaku tindakan pengobatan
sendiri yang dianjurkan pemerintah
pada masyarakat Indonesia harus
didasarkan pada ketepatan golongan,
ketepatan obat, ketepatan dosis serta
lama penggunaan obat yang terbatas
(Ditjen POM, 2007). Namun WHO
menyebutkan penggunaan obat di
masyarakat secara rasional didasarkan
pada aspek klinik, kebutuhan setiap
individu, serta kecukupan period time
serta harga yang cukup terjangkau. Hal
tersebut fokus kepada 4 aspek penting
dalam pengobatan yang rasional yakni
ketepatan obat, ketepatan dosis,
ketepatan lama pengobatan dan
ketepatan biaya (WHO, 2006).
Dalam penatalaksanaan
penyakit infeksi bakterial, tindakan
utama yang sering dilakukan adalah
dengan memberikan antibiotik.
Menurut Undang Undang No. 149
tahun 1949 antibiotik termasuk dalam
daftar G atau Gevaarlijk yang berarti
merupakan obat keras, dan hanya
dapat diperoleh dengan menyertakan
resep dokter atau tanggung jawab
pihak yang memiliki kewenangan
medis. Dengan meningkatnya
penggunaan antibiotik di masyarakarat
yang semakin meluas menimbulkan
kemungkinan peningkatan terjadinya
resistensi. Pal dan Vila (2010)
menunjukkan besarnya kejadian
resistensi terhadap antibakteri
disejumlah negara berpendapatan
rendah, termasuk Indonesia. Beberapa
bakteri penyebab diare seperti Shigella
flexneri dan Shigella dysentriae
ditemukan telah resisten terhadap
antibiotik seperti ampicilin,
kloramfenikol, tetrasiklin, dan
kotrimoksazol. Selain itu
Campylobacter spp juga ditemukan
resisten terhadap tetrasiklin, ampicilin
dan ciprofloxacim. Resistensi terhadap
bakteri merupakan masalah kesehatan
yang besar bagi suatu negara bahkan
seluruh dunia karena dapat
meningkatkan angka kematian.
(WHO,2006)
Penelitian yang telah dilakukan
di Yogyakarta menunjukkan
pembelian antibiotik tanpa resep di
apotek (7%). Amoksisilin merupakan
antibiotik swamedikasi yang paling
banyak dibeli yaitu sebesar (77%), dan
sisanya antara lain ampisilin,
tetrasiklin dan ciprofloxacim. Rata-rata
antibiotik tersebut digunakan untuk
mengobati gejal batuk, flu, demam,
sakit tenggorokan, sakit kepala, serta
gejala ringan lainnya dengan lama
penggunaan sebagian besar kurang
dari lima hari. ( Widayati et al¸2011)
Penyedia obat yang melayani
pembelian antibiotika secara bebas
mendorong perilaku swamedikasi
terhadap antibiotika. Penyalahgunaan
4
antibiotika yang dilakukan masyarakat
seperti dosis yang berlebihan,
penghentian pengobatan secara tiba-
tiba, penggunaan sisa antibiotik, serta
penggunaan antibiotik dalam jangka
waktu tidak tepat. Masyarakat juga
beralasan merasa diuntungkan dapat
menghemat waktu dan uang, dalam
membeli antibiotika tanpa resep dokter
( Widayati et al, 2010)
Banyaknya pembelian
antibiotika tanpa resep dokter untuk
mengatasi berbagai keluhan yang ada
di masyarakat merupakan faktor yang
melatarbelakangi peneliti untuk
mengangkat penelitian tentang “
Perilaku Swamedikasi Masyarakat
Tanon dalam Penggunaan Antibiotika”
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah pada penelitian ini
adalah, bagaimana gambaran perilaku
swamedikasi yang dilakukan
masyarakat Tanon dalam penggunaan
antibiotika yang dibeli di apotek. Pada
penelitian ini gambaran perilaku
disesuaikan atas ketepatan indikasi,
ketepatan dosis dan ketepatan durasi
pengobatan dalam pembelian
antibiotika.
C. Tujuan Penelitian
Untuk menegetahui gambaran perilaku
swamedikasi yang dilakukan
masyarakat di kecamatan Tanon.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perilaku Pengobatan Sendiri
Secara umum, pengertian
pengobatan sendiri adalah upaya yang
dilakukan dengan tujuan mengobati
diri sendiri menggunakan obat, obat
tradisional, maupun cara lain tanpa
nasehat dari tenaga kesehatan.
Pengobatan sendiri merupakan suatu
upaya mencapai kesehatan bagi semua
yang memungkinkan masyarakat dapat
tetap hidup produktif secara sosial
maupun ekonomi. (Supardi,2005).
Sedangkan pengertian lainnya,
pengobatan sendiri merupakan
penggunaan obat oleh masyarakat
untuk tujuan sakit yang ringan (minor
illnesses), tanpa melalui resep maupun
intervensi dokter. ( Susi et all, 2008).
Perilaku pengobatan sendiri dengan
memakai obat bebas dan bebas
terbatas merupakan salah satu dari
perilaku kesehatan. ( Saputro, 2009).
Tujuan dari pengobatan sendiri
yaitu untuk peningkatan, mengobati
sakit ringan, serta pengobatan rutin
penyakit yang kronis setalah
mendapatkan perawatan dokter.
Sedangkan peran dari pengobatan
sendiri yaitu untuk meredakan secara
cepat dan efektif keluhan yang tidak
membutuhkan konsultasi medis,
mengurangi beban pelayanan
kesehatan berkaitan dengan
terbatasnya sumber daya dan tenaga,
serta meningkatkan keterjangkauan
masyarakat yang jauh dari tempat
pelayanan kesehatan. ( Supardi, 2001)
Keuntungan dari pengobatan
sendiri, yaitu aman apabila digunakan
sesuai dengan petunjuk ( efek samping
yang mungkin ditimbulkan), efektif
untuk meredakan keluhan karena 80%
sakit bersifat sembuh sendiri tanpa
intervensi tenaga kesehatan, dapat
menghemat waktu karena tidak perlu
berkunjung ke fasilitas/profesi
kesehatan, biaya pembelian obat yang
relative lebih murah dibandingkan
dengan biaya pelayanan
kesehatan, ,serta rasa puas karena
berperan aktif dalam pengambilan
keputusan pengobatan. ( Supardi,
2001)
Pengobatan sendiri juga
memiliki kekurangan, antara lain
penggunaan obat yang tidak sesuai
dengan aturan dapat membahayakan
kesehatan, jika salah menggunakan
obat akan memiliki dampak
pemborosan biaya dan waktu,
kemungkinan dapat terjadi reaksi obat
yang tidak diinginkan, seperti
sensitivitas, efek samping maupun
resistensi, penggunaan obat yang tidak
tepat akibat minimnya informasi dari
iklan obat, tidak efektif akibat salah
diagnosis dan pemilihan obat, serta
sulit bertindak objektif karena hanya
dipengaruhi oleh penggunaan obat di
masa lalu dan lingkungan sosial dalam
pemilihan obat. ( Supardi, 2001)
Upaya masyarakat dalam
melakukan pengobatan sendiri dinilai
bagaikan pedang bermata dua apabila
tidak dilakukan dengan tepat. Di satu
6
sisi meringankan beban pelayanan di
instansi kesehatan, namun di sisi lain
penggunaan obat tanpa pengetahuan
yang memadai akan menimbulkan hal-
hal yang tidak diinginkan dan
membahayakan apabila obat yang
digunakan adalah obat yang termasuk
dalam daftar G (obat keras) seperti
antibiotika, antihipertensi, hormon,
dan antidiabetes. Dianjurkan untuk
pemakaian antibiotika tidak
menggunakannya dalam pengobatan
sendiri, karena pemakaian antibiotika
dalam jangka waktu yang lama, tidak
tepat dengan dosis yang rendah, sudah
rusak maupun kadaluwarsa, dapat
menimbulkan terjadinya resistensi atau
superinfeksi atau bahkan timbulnya
alergi maupun syok anafilaksis pada
individu tertentu.
B. Antibiotik
Antibiotik adalah agen yang
digunakan untuk mencegah maupun
mengobati suatu infeksi yang
disebabkan oleh bakteri. (Mitrea,
2008). Namun, istilah antibiotik
sebenarnya mengacu pada suatu zat
kimia yang dihasilkan oleh suatu
macam organisme ( khusunya
dihasilkan oleh fungi) atau dihasilkan
secara sintetik yang dapat menghambat
maupun membunuh organisme lain.
( Neal, 2006)
Antibiotika dapat digolongkan
berdasarkan struktur ataupun
berdasarkan target kerjanya pada sel,
yakni broad spectrum merupakan
antibiotika yang mempunyai
kemampuan membunuh
mikroorganisme dari berbagai spesies,
sedangkan narrow spectrum
merupakan antibiotika yang hanya
mampu membunuh mikroorganisme
secara spesifik. ( Bezoen et al, 2000).
Pada sebagian besar
penggunaan antibiotika harus
mempunyai aktifitas spektrum yang
luas, antibiotika harus dapat
menghambat dan membunuh
pertumbuhan bakteri dari spesies yang
berbeda. Antibiotika spektrum luas
berguna karena adanya gejala atau
symptom yang sama yang disebabkan
oleh bakteri dari spesies yang berbeda.
( Nhiem et al ,2005). Namun,
antibiotika spectrum luas juga
mempunyai kekurangan, yaitu tidak
hanya menyerang bakteri pathogen
tetapi juga mengurangi jumlah
mikroflora yang ada di usus. (Focosi,
2005). Antibiotika yang digunakan
harus mampu mencapai bagian tubuh
yang terserang infeksi.
Penelitian yang telah dilakukan
pada tahun 2003, kejadian resistensi
terhadap tetrasiklin dan penicillin
terhadap bakteri pathogen penyebab
diare dan Neisseria gonorrhoeae di
Indonesia hamper mencapai 100%.
( Hadi et al, 2008). Resistensi terhadap
antibiotik bisa didapat maupun
bawaan. Resistensi bawaan
menyebabkan semua spesies bakteri
bisa resisten terhadap suatu antibiotika
sebelum bakteri kontak dengan
antibiotika tersebut. Sedangkan
resisten didapat merupakan hal yang
serius secara klinis, dimana bakteri
yang dulu pernah sensitive terhadap
suatu antibiotika kini menjadi resisten.
Penggunaan antibiotika yang
terlalu sering pada suatu komunitas
dapat memicu terjadinya suatu
resistensi bakteri yang didapat
terhadap suatu antibiotika.( Guillemot,
2009). Faktor-faktor yang
memudahkan berkembangnya
resistensi di klinik antara lain:
a. Penggunaan antibiotik yang
irasional
b. Penggunaan antibiotik baru
yang berlebihan
c. Penggunaan antibiotik yang
terlalu sering
d. Penggunaan antibiotik untuk
jangka waktu yang lama
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan
menggunakan metode survai data
primer yang dikumpulakan secara
potong lintang / cross sectional dengan
menggunakan kuisioner.
A. Tempat dan waktu penelitian
Penelitian di beberapa apotek
yang berada di kecamatan Tanon,
kabupaten Sragen. Penelitian
dilaksanakan selama 5 hari, yaitu dari
hari Senin, 27 Mei 2013 sampai
dengan 31 Mei 2013.
8
B. Populasi
Populasi dalam penelitian ini
adalah pasien yang pada tanggal 27
Mei 2013 – 31 Mei 2013 datang ke
apotek wilayah kecamatan Tanon,
kabupaten Sragen. Populasi dalam
penelitian ini adalah sebanyak 52
orang.
Obyek penelitian ini ditentukan
berdasarkan kriteria inklusi, yaitu:
a. Pengunjung yang pada tanggal 27
Mei 2013 – 31 Mei 2013 datang ke
apotek wilayah kecamatan Tanon,
kabupaten Sragen.
b. Pasien yang membeli/menggunakan
antibiotik untuk pengobatan
swamedikasi.
c. Pasien yang akan mendapat terapi
antibiotik, dapat responden dapat
juga orang lain.
Kriteria ekslusi :
a. Menolak ikut dalam penelitian
C. Pengumpulan Data
Pengumpulan data diperoleh
dengan wawancara secara langsung
dengan pengunjung apotek yang
menggunakan antibiotik untuk
pengobatan swamedikasi, dan
wawancara dibantu dengan
menggunakan kuisioner.
D. Analisa Data
Data yang diperoleh dari
wawancara dan dibantu alat kuisioner,
yaitu berupa karakteristik responden
dan perilaku dalam pengobatan
dianalisa secara diskriptif dalam
bentuk prosentase. Keseluruhan proses
perhitungan statistika dilakukan
dengan menggunakan program SPSS
( Statistical Product and Service
Solution) for Window. Penilaian
perilaku didasarkan pada tepat
indikasi, tepat dosis, dan tepat durasi
pengobatan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Dari hasil penelitian yang
dilakukan pada 27 Mei 2013 sampai
dengan 31 Mei 2013 didapatkan
sampel sebanyak 52 orang. Hasil
distribusi karakteristik responden
penelitian Perilaku Swamedikasi
Masyarakat Tanon dalam Penggunaan
Antibiotika dikelompokkan
berdasarkan usia, tingkat pendidikan
dan jenis kelamin. Berdasarkan usia,
peneliti mengelompokkan menjadi 5
kelompok, yaitu usia 0-11 tahun
sebanyak 0 responden (0%), usia 12-
25 tahun sebanyak 8 responden (15%),
usia 26-45 tahun sebanyak 24
responden (46%), 46-65 tahun
sebanyak 19 responden (37%), dan
usia > 65 tahun sebanyak 1 responden
(2%). Usia yang paling banyak
menjadi responden pada penelitian ini
yaitu kelompok usia 26-45 tahun yaitu
sebanyak 24 responden atau 46%.
Karakteristik reponden
berdasarkan tingkat pendidikan
dikelompokkan menjadi 5 kelompok,
yaitu tidak sekolah sebanyak 6
responden (11%), SD sebanyak 28
responden (54%), SMP sebanyak 15
responden (29%), SMA sebanyak 2
reponden (4%), sarjana sebanyak 1
responden (2%). Tingkat pendidikan
SD merupakan yang paling banyak
menjadi responden dalam penelitian
ini, yaitu sebanyak 28 atau 54%.
Karakterisitik berdasarkan jenis
kelamin dikelompokkan menjadi 2
kelompok, yaitu jenis kelamin laki-laki
sebanyak 30 responden (58%), dan
jenis kelamin perempuan sebanyak 22
responden (42%). Jenis kelamin laki-
laki merupakan jenis kelamin yang
paling banyak menjadi responden
dalam penelitian ini.
Distribusi berdasarkan
pemilihan antibiotik berdasarkan jenis
didapatkan 5 jenis antibiotik yang
dibeli masyarakat untuk swamedikasi,
antibiotik yang paling banyak dibeli
yaitu amoxicilin sebanyak 34 orang
(65%), menyusul ciprofloxacim
sebanyak 13 orang (25%), antibiotik
cefadroxil dibeli oleh 3 orang (5,8%),
antibiotik ampicilin dibeli 1 orang
(1,9%), dan antibiotik tetrasiklin
sebanyak 1 orang (1,9%).
Distribusi mengenai
swamedikasi antibiotik berdasarkan
perolehan info tentang antibiotik,
sebanyak 35 orang (67,3%)
mengetahui antibiotik dari dokter
tanpa periksa terlebih dahulu sebelum
membeli antibiotik pada saat penelitian
ini berlangsung, sebanyak 15 orang
(28,8%) mengetahui antibiotik dengan
bertanya kepada petugas antibiotik,
sebanyak 2 orang (3,8%) mengetahui
antibiotik dengan memperoleh
10
informasi dari orang lain. Sebagian
besar responden mengetahui informasi
mengenai antibiotik dari dokter yang
dulu pernah memberikan resep ketika
periksa sebelumnya, kemudian obat
tersebut disimpan dan dibeli kembali
jika sudah habis tanpa periksa kontrol
terlebih dahulu.
Distribusi berdasarkan alasan
pemakaian antibiotik tanpa
menggunakan resep dokter, antibiotik
yang mudah didapat menjadi alasan
sebanyak 15 orang (28,8%), antibiotik
yang bisa dibeli dengan harga murah
tanpa harus periksa ke dokter terlebih
dahulu menjadi alasan sebanyak 32
orang (61,5%), dan sebanyak 5 orang
(9,6%) mempunyai alasan
menggunakan antibiotik tanpa resep
dokter karena sudah mengetahui
antibiotik yang biasa dipakai jika
keluhan muncul.
Penggunaan antibiotika
berdasarkan keluhan, ISPA merupakan
keluhan yang paling banyak pada
pengguna antibiotik swamedikasi yaitu
sebanyak 40 orang (76,9%), keluhan
infeksi telinga sebanyak 3 orang
(5,8%), sedangkan infeksi gigi
dikeluhkan oleh 9 orang (17,3%).
Distribusi berdasarkan tepat
indikasi, pembeli antibiotik yang tepat
indikasi sebanyak 22 orang (42,3%),
sedangkan pembeli yang tidak tepat
indikasi sebanyak 30 orang ( 57,7%)
dan merupakan yang terbanyak dalam
penelitian ini.
Distribusi berdasarkan
penggunaan tepat dosis, sebanyak 38
orang (73,1%) menggunakan antibiotik
dengan dosis yang tepat, sedangkan 14
orang ( 26,9%) menggunakan
antibiotik dengan dosis yang tidak
tepat.
Distribusi berdasarkan interval
yang tepat, sebanyak 38 orang (73,1%)
menggunakan antibiotik dengan
interval yang tepat, sedangkan
sebanyak 14 orang (26,9%)
menggunakan antibiotik dengan
interval yang tidak tepat.
Distribusi berdasarkan durasi
yang tepat, sebanyak 16 orang (30,8%)
menggunakan antibiotik dengan durasi
yang tepat, namun sebagian besar
pembeli menggunakan antibiotika
dengan durasi yang tidak tepat yaitu
sebanyak 36 orang ( 69,2%).
Distribusi berdasarkan mutu
antibiotik, yaitu apakah antibiotik yang
dibeli sudah kadaluarsa atau belum,
keseluruhan antibiotik yaitu dari 52
orang (100%) pembeli merupakan
antibitotik dengan mutu terjamin.
Pengetahuan mengenai efek
samping antibiotik, sebanyak 8 orang
(15,4%) mengetahui efek samping
pada penggunaan antibiotik,
sedangkan sebagian besar pembeli
yaitu 44 orang ( 84,6%) tidak
mengetahui efek samping dari
penggunaan antibiotik.
Distribusi berdasarkan harga
yang terjangkau, sebanyak 50 orang
(96,2%) mengaku harga antibiotik
yang dibeli terjangkau dan tidak
membebani, sedangkan sebanyak 2
orang (3,8%) mengaku harga
antibiotik yang dibeli masih dirasa
membebani atau tidak terjangkau.
Distribusi berdasarkan
pengetahuan pembeli mengenai
kontraindikasi penggunaan antibiotik,
sebanyak 6 orang (11,5%) mengetahui
kontraindikasi dalam pemakaian
antibiotik, sedangkan kebanyakan
pembeli yaitu sebanyak 46 orang
(88,5%) tidak mengetahui
kontraindikasi penggunaan antibiotika.
B. Pembahasan
Dari hasil penelitian diatas,
dapat diketahui mengenai perilaku
masyarakat Tanon dalam penggunaan
antibiotik sebagai swamedikasi,
amoxicilin merupakan antibiotik yang
paling banyak digunakan dalam
swamedikasi. Berdasarkan perolehan
info tentang antibiotik, sebagian besar
masyarakat swamedikasi mengetahui
antibiotik yang dibeli dari dokter yang
pernah dikunjungi sewaktu periksa
sebelumnya, perilaku masyarakat yang
terus menggunakan antibiotik yang
diresepkan dokter terdahulu tanpa
kontrol kembali ketika keluhan mereka
muncul, merupakan alasan yang paling
banyak dipaparkan oleh pembeli
mengapa mereka berswamedikasi
antibiotik. Dengan cara menyimpan
bungkus antibiotik yang telah habis
digunakan waktu dahulu, kemudian
membelinya kembali ke apotek dengan
12
membawa bungkus bekas tersebut.
Dengan hal seperti itu, pembeli
berpikiran bahwa mereka bisa
menghemat biaya dan waktu untuk
tidak perlu datang atau kontrol ke
dokter dengan memperoleh obat yang
sama ketika keluhan mereka muncul
kembali.
Keluhan yang paling banyak
ditemui pada pengguna antibiotik
swamedikasi yaitu keluhan ISPA
( Infeksi Saluran Pernapasan Akut),
sebagian besar pembeli mengeluhkan
batuk, pilek, hidung tersumbat, nyeri
telan dan nyeri tenggorokan. Hal ini
sesuai dengan data sekunder yang
diperoleh dari Puskesmas Tanon I
bahwa ISPA non-pneumonia
merupakan penyakit yang paling
banyak dikeluhkan oleh pasien.
Sedangkan ketepatan penggunaan
antibiotik berdasarkan indikasi, masih
belum bisa terpenuhi oleh separuh
lebih dari pembeli antibiotik untuk
swamedikasi, karena tidak semua
penyakit harus diobati menggunakan
antibiotik. Hal ini akan menjadi sia-sia
jika penyebab penyakit tersebut
bukanlah karena bakteri, selain sia-sia
juga akan meningkatkan resiko
resisten terhadap antibiotik yang
digunakan.
Ketepatan dosis dan interval
(jarak konsumsi antar antibiotik) juga
sudah tepat pada sebagian besar
pengguna swamedikasi, yaitu sebesar
73,1%. Dosis yang dimaksud yakni
ketepatan berdasarkan mg/kgBB/hari.
Pengguna swamedikasi menggunakan
dosis sama persis seperti dosis yang
dianjurkan dokter sewaktu periksa
terdahulu. Tetapi untuk masalah durasi
atau lamanya pemakaian antibiotik,
sebanyak 69,2% tidak tepat durasi. Hal
ini yang menyebabkan
meningkatkannya kejadian resistensi
antibiotik karena penggunaannya yang
tidak tuntas. Antibiotik yang
seharusnya dikonsumsi minimal
selama 3 hari, namun banyak
pengguna yang mengaku akan berhenti
mengkonsumsi jika keluhan yang ada
sudah mereda ataupun membaik.
Kemudian sisa dari antibiotik yang
dibeli disimpan untuk digunakan di
kemudian hari.
Mutu antibiotik yang dibeli di
apotek 100% memenuhi, mutu yang
dimaksud disini adalah antibiotik yang
dibeli tidaklah kadaluarsa. Sehingga
tidak membahayakan kepada
pengguna. Untuk pengetahuan
mengenai efek samping, sebesar
84,6% pembeli tidak mengetahui efek
samping yang dapat diakibatkan oleh
penggunaan antibiotik. Efek samping
yang paling sering ditemukan adalah
reaksi alergi, seperti rasa gatal,
peradangan atau ruam, yang
menyebabkan adanya pembengkakan,
gangguan pencernaan seperti diare,
muntah, sakit perut, dan efek samping
terbesar adalah gangguan pada fungsi
hepar dan ginjal.
Antibiotik dengan harga
terjangkau sebesar 96,2% diakui oleh
pembeli, hal ini yang menyebabkan
pembeli begitu mudahnya dapat
membeli antibiotik tanpa ada beban
biaya. Sedangkan sebesar 88,5%
pengguna antibiotik swamedikasi tidak
mengetahui kontraindikasi pemakaian
antibiotik tersebut, padahal ini hal
yang penting untuk diketahui karena
jika mengkonsumsi dalam keadaan
tidak aman akan dapat menyebabkan
dampak yang berbahaya bagi dirinya
sendiri.
KESIMPULAN
Masih banyak masyarakat
Tanon yang melakukan swamedikasi
antibiotik, hal ini dapat menyebabkan
resiko terjadinya resistensi terhadap
antibiotik. Kesadaran masyarakat
Tanon yang harus ditingkatkan bahwa
penggunaan obat secara bebas
sangatlah berbahaya, terutama
antibiotik termasuk dalam daftar obat
G (Gevaarlijk) yang berarti merupakan
obat keras dan hanya dapat diperoleh
menggunakan resep dokter.
DAFTAR PUSTAKA
Bezoen, A., W. Vanharen, and J.C.
hanekamp. 2000. Emergency of
debate AGPs and public health.
Human health and antibiotic
growth promoters (AGPs),
reassesing the risk, Heidelberg
Appeal Nederland Foundation.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat
dan Makanan. 2007. Kompendia
14
Obat Bebas, ed 2. Departemen
Kesehatan RI, Jakarta
Focosi D. 2005. Antimicrobial for
bacteria. Http:
//focosi.altervista.org/ [ 3 June
2013]
Guillemot, Didier. 2009. Antibiotic use
in humans and bacterial
resistance. Current Opinion in
Microbiology.
Mitre, LS. 2008. Pharmacology
Canada : Natural Medicine Books.
Hal: 53
Neal, Michael J. 2006. Medical
Pharmacology At a Glance.
Edisi 5. Penerbit Erlangga h.81
Nhiem DV. 2005. Analysis of
tetracycline residues in marketed
pork in Hanoi, Vietnam. Chiang
Mai: Chiang Mai University and
Freie University Berlin.
Saputro S. 2009. Pola Pemilihan Obat
Sakit Maag pada Konsumen
yang Datang di Apotek di
Kecamatan Delanggu. Surakarta:
Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Supardi S. 2005. Pengobatan Sendiri
di Masyarakat dan Masalahnya.
Jakarta: Pusat Penelitian dan
Pengembangan farmasi badan
Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Departemen
Kesehatan RI
Supardi S. Notosiswoyo M. 2005.
Pengobatan sendiri Sakit Kepala,
Deman, Batuk dan Pilek pada
masyarakat di Desa Ciwalen
Kecamatan Warungkondang
Kabupaten Cianjur Jawa Barat,
Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Depkes
RI
Susi AK. Yayi SP. Riswaka S. 2008.
Perilaku Pengobatan Sendiri
yang Rasional pada Masyarakat
Kecamatan Depok dan
cangkringan Kabupaten Sleman.
Majalah Farmasi Indonesia.
U. Hadi, DO. Deurink, Es. Lestari, NJ.
Nagelkerke, S. Werter, et al.
2008. Survey of antibiotic use of
individual visiting public
healthcare facilities in Indonesia.
Available from:
https://openaccess.leidenuniv.nl/
bitstream/handle/1887/13821/03.
pdf;jsessioni
d=DBED9A1D38747EBF2D64
A500F2183E37?sequence=8.
Widayati Aris et al. 2011. Studied Self
Medication eith Antibiotic in
Yogyakarta City Indonesia. A
total of 559 questonairres were
analyzed ( respone rate : 90%)
World Health Organization, Regional
Office for South East Asia 2006.
The Role of Education in The
Rational Use of Medicines,
SEARO Technical Publication
Series No. $%, New Delhi
16
LAMPIRAN
KUISIONER
No :
Tempat pengambilan data
Nama Apotek :
Nama APA :
Data Responden
Nama :
Usia :
Alamat:
Pendidikan :
Subjek Penelitian
Subjek adalah pasien yang akan mendapat terapi, dapat responden dapat juga orang lain
Umur subjek :
Alamat :
Jenis kelamin : laki - laki perempuan
Antibiotika yang dibeli
Hanya antibiotika yang ditujukan untuk digunakan oleh subjek
No. Nama Antibiotika Dosis Jumlah (butir)
Keluhan pasien
Tanggal munculnya gejala___________________atau______________hari
1. ISPA
2. Diare
3. Infeksi telinga
4. ISK
5. Infeksi gigi
6. Infeksi pada kulit
7. Lain-lain, sebutkan
Informasi mengenai pemakaian antibiotik didapat dari:
1. Dokter, dengan periksa terlebih dahulu
2. Dokter, tanpa periksa
3. Petugas apotek
4. Orang lain
5. Lainnya, sebutkan _____________________
Jika jawaban pertanyaan diatas selain no.1, mengapa Anda membeli antibiotika tanpa
resep dokter?
18
1. Lebih mudah untuk didapat
2. Lebih murah tanpa harus pergi ke dokter
3. Sudah tahu antibiotika yang biasa dipakai
4. Lainnya, sebutkan _____________________
Penilaian perilaku
No. Penilaian Ya Tidak1 Diberikan sesuai dengan indikasi penyakit, yaitu
didasarkan atas keluhan indivual dan hasil
pemeriksaan fisik yang akurat
2 Diberikan dengan dosis yang tepat, yaitu
memperhitungkan umur, berat badan, dan
kronologis penyakit
3 Cara pemberian dengan interval waktu pemberian
yang tepat, yaitu jarak minum obat sesuai dengan
aturan pemakaian yang telah ditentukan.
4 Lama pemberian yang tepat
5 Obat yang diberikan efektif dengan mutu terjamin
(tidak kedaluarsa)
6 Mengetahui efek samping obat
7 Harga terjangkau
8 Mengetahui kontraindikasi penggunaan antibiotika
FOTO KEGIATAN
Meminta ijin dengan apoteker untuk melakukan survey
20
Wawancara dengan responden
PENGOLAHAN DATA
antibiotik
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid amoxicilin 34 65.4 65.4 65.4
ciprofloxacin 13 25.0 25.0 90.4
cefadroxil 3 5.8 5.8 96.2
ampicilin 1 1.9 1.9 98.1
tetrasiklin 1 1.9 1.9 100.0
Total 52 100.0 100.0
info_antibiotik
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid dokter tanpa periksa 35 67.3 67.3 67.3
petugas apotek 15 28.8 28.8 96.2
orang lain 2 3.8 3.8 100.0
Total 52 100.0 100.0
alasan_tanpa_resep
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid mudah didapat 15 28.8 28.8 28.8
murah tanpa hrs periksa 32 61.5 61.5 90.4
tahu yg biasa dipakai 5 9.6 9.6 100.0
Total 52 100.0 100.0
22
info_antibiotik
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid dokter tanpa periksa 35 67.3 67.3 67.3
petugas apotek 15 28.8 28.8 96.2
orang lain 2 3.8 3.8 100.0
keluhan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ISPA 40 76.9 76.9 76.9
infeksi telinga 3 5.8 5.8 82.7
infeksi gigi 9 17.3 17.3 100.0
Total 52 100.0 100.0
indikasi_tepat
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ya 22 42.3 42.3 42.3
tidak 30 57.7 57.7 100.0
Total 52 100.0 100.0
dosis_tepat
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
info_antibiotik
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid dokter tanpa periksa 35 67.3 67.3 67.3
petugas apotek 15 28.8 28.8 96.2
orang lain 2 3.8 3.8 100.0
Valid ya 38 73.1 73.1 73.1
tidak 14 26.9 26.9 100.0
Total 52 100.0 100.0
interval_tepat
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ya 38 73.1 73.1 73.1
tidak 14 26.9 26.9 100.0
Total 52 100.0 100.0
durasi_tepat
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ya 16 30.8 30.8 30.8
tidak 36 69.2 69.2 100.0
Total 52 100.0 100.0
mutu_terjamin
24
info_antibiotik
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid dokter tanpa periksa 35 67.3 67.3 67.3
petugas apotek 15 28.8 28.8 96.2
orang lain 2 3.8 3.8 100.0
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ya 52 100.0 100.0 100.0
tahu_efeksamping
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ya 8 15.4 15.4 15.4
tidak 44 84.6 84.6 100.0
Total 52 100.0 100.0
harga_terjangkau
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ya 50 96.2 96.2 96.2
tidak 2 3.8 3.8 100.0
Total 52 100.0 100.0
tahu_kontraindikasi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ya 6 11.5 11.5 11.5
tidak 46 88.5 88.5 100.0
Total 52 100.0 100.0
26
JADWAL PROGRAM ELEKTIF
Hari, tanggal Pukul Kegiatan Senin, 27 Mei 2013 08.00-12.00 Permohonan ijin kepada
apoteker serta berdiskusi mengenai perilaku swamedikasi yang kebanyakan dilakukan masyarakat
Selasa, 28 Mei 201 08.00-15.00 Melakukan survei dan wawancara terhadap masyarakat tanon yang melakukan swamedikasi antibiotik
Rabu, 29 Mei 2013 08.00-15.00 Melakukan survei dan wawancara terhadap masyarakat tanon yang melakukan swamedikasi antibiotik
Kamis, 30 Mei 2013 08.00-15.00 Melakukan survei dan wawancara terhadap masyarakat tanon yang melakukan swamedikasi antibiotik
Jumat, 31 Mei 2013 08.00-13.00
14.00-16.00
Melakukan survei dan wawancara terhadap masyarakat tanon yang melakukan swamedikasi antibiotik.Merancang produk elektif dan mempersiapkan bahan untuk sosialisasi
Sabtu, 1 Juni 2013 08.00-15.00 Membagikan folder kepada masyarakat