swamedikasi

38
LAPORAN ELEKTIF PERILAKU SWAMEDIKASI MASYARAKAT TANON DALAM PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti Program Pendidikan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Di Puskesmas Tanon I oleh : Arlinda Kusumawati 07711074 KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

description

swamedikasi

Transcript of swamedikasi

Page 1: swamedikasi

LAPORAN ELEKTIF

PERILAKU SWAMEDIKASI MASYARAKAT TANON DALAM

PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti

Program Pendidikan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat

Di Puskesmas Tanon I

oleh :

Arlinda Kusumawati

07711074

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

PUSKESMAS TANON I SRAGEN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

2013

Page 2: swamedikasi

2

PERILAKU SWAMEDIKASI MASYARAKAT TANON DALAM PENGGUNAAN ANTIBIOTIK

Arlinda Kusumawati

ABSTRAK

Latar belakang : Pengobatan sendiri adalah upaya yang dilakukan dengan tujuan mengobati diri sendiri menggunakan obat, obat tradisional, maupun cara lain tanpa nasehat dari tenaga kesehatan. Salah satu obat yang sering digunakan untuk swamedikasi di masyarakat adalah antibiotik, antibiotik adalah agen yang digunakan untuk mencegah maupun mangobati suatu infeksi yang disebabkan oleh bakteri.Tujuan : Mengetahui perilaku swamedikasi masyarakat Tanon dalam penggunaan antibiotik.Metode : Merupakan penelitian yang dilaksanakan dengan metode survai data primer yang dikumpulkan secara potong lintang/ cross sectional dengan menggunakan kuisioner. Dilaksanakan di beberapa apotek di kecamatan Tanon, kabupaten Sragen pada 27 Mei- 31 Mei 2013. Keseluruhan proses perhitungan statistika dilakukan dengan menggunakan program SPSS (Statistical and Service Solution) for Window Penilaian perilaku didasarkan pada tepat indikasi, tepat dosis, dan tepat durasi pengobatan.Hasil : Sebanyak 52 sampel diwawancarai dalam penelitian ini, sebagian besar responden memilih amoxicilin sebagai pengobatan swamedikasi yaitu sebesar 65,4%, ketepatan indikasi dalam penggunaan swamedikasi antibiotik sebesar 42,3%, ketepatan dosis sebesar 73,1%, ketepatan durasi hanya sebesar 30,8%. Banyaknya masyarakat yang melakukan swamedikasi antibiotik namun tidak sampai tuntas dalam pengobatan dengan antibiotik, dapat menyebabkan tingginya resiko terjadinya resistensi terhadap antibiotik.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perilaku tindakan pengobatan

sendiri yang dianjurkan pemerintah

pada masyarakat Indonesia harus

didasarkan pada ketepatan golongan,

ketepatan obat, ketepatan dosis serta

lama penggunaan obat yang terbatas

(Ditjen POM, 2007). Namun WHO

menyebutkan penggunaan obat di

masyarakat secara rasional didasarkan

pada aspek klinik, kebutuhan setiap

individu, serta kecukupan period time

serta harga yang cukup terjangkau. Hal

tersebut fokus kepada 4 aspek penting

Page 3: swamedikasi

dalam pengobatan yang rasional yakni

ketepatan obat, ketepatan dosis,

ketepatan lama pengobatan dan

ketepatan biaya (WHO, 2006).

Dalam penatalaksanaan

penyakit infeksi bakterial, tindakan

utama yang sering dilakukan adalah

dengan memberikan antibiotik.

Menurut Undang Undang No. 149

tahun 1949 antibiotik termasuk dalam

daftar G atau Gevaarlijk yang berarti

merupakan obat keras, dan hanya

dapat diperoleh dengan menyertakan

resep dokter atau tanggung jawab

pihak yang memiliki kewenangan

medis. Dengan meningkatnya

penggunaan antibiotik di masyarakarat

yang semakin meluas menimbulkan

kemungkinan peningkatan terjadinya

resistensi. Pal dan Vila (2010)

menunjukkan besarnya kejadian

resistensi terhadap antibakteri

disejumlah negara berpendapatan

rendah, termasuk Indonesia. Beberapa

bakteri penyebab diare seperti Shigella

flexneri dan Shigella dysentriae

ditemukan telah resisten terhadap

antibiotik seperti ampicilin,

kloramfenikol, tetrasiklin, dan

kotrimoksazol. Selain itu

Campylobacter spp juga ditemukan

resisten terhadap tetrasiklin, ampicilin

dan ciprofloxacim. Resistensi terhadap

bakteri merupakan masalah kesehatan

yang besar bagi suatu negara bahkan

seluruh dunia karena dapat

meningkatkan angka kematian.

(WHO,2006)

Penelitian yang telah dilakukan

di Yogyakarta menunjukkan

pembelian antibiotik tanpa resep di

apotek (7%). Amoksisilin merupakan

antibiotik swamedikasi yang paling

banyak dibeli yaitu sebesar (77%), dan

sisanya antara lain ampisilin,

tetrasiklin dan ciprofloxacim. Rata-rata

antibiotik tersebut digunakan untuk

mengobati gejal batuk, flu, demam,

sakit tenggorokan, sakit kepala, serta

gejala ringan lainnya dengan lama

penggunaan sebagian besar kurang

dari lima hari. ( Widayati et al¸2011)

Penyedia obat yang melayani

pembelian antibiotika secara bebas

mendorong perilaku swamedikasi

terhadap antibiotika. Penyalahgunaan

Page 4: swamedikasi

4

antibiotika yang dilakukan masyarakat

seperti dosis yang berlebihan,

penghentian pengobatan secara tiba-

tiba, penggunaan sisa antibiotik, serta

penggunaan antibiotik dalam jangka

waktu tidak tepat. Masyarakat juga

beralasan merasa diuntungkan dapat

menghemat waktu dan uang, dalam

membeli antibiotika tanpa resep dokter

( Widayati et al, 2010)

Banyaknya pembelian

antibiotika tanpa resep dokter untuk

mengatasi berbagai keluhan yang ada

di masyarakat merupakan faktor yang

melatarbelakangi peneliti untuk

mengangkat penelitian tentang “

Perilaku Swamedikasi Masyarakat

Tanon dalam Penggunaan Antibiotika”

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah pada penelitian ini

adalah, bagaimana gambaran perilaku

swamedikasi yang dilakukan

masyarakat Tanon dalam penggunaan

antibiotika yang dibeli di apotek. Pada

penelitian ini gambaran perilaku

disesuaikan atas ketepatan indikasi,

ketepatan dosis dan ketepatan durasi

pengobatan dalam pembelian

antibiotika.

C. Tujuan Penelitian

Untuk menegetahui gambaran perilaku

swamedikasi yang dilakukan

masyarakat di kecamatan Tanon.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku Pengobatan Sendiri

Secara umum, pengertian

pengobatan sendiri adalah upaya yang

dilakukan dengan tujuan mengobati

diri sendiri menggunakan obat, obat

tradisional, maupun cara lain tanpa

nasehat dari tenaga kesehatan.

Pengobatan sendiri merupakan suatu

upaya mencapai kesehatan bagi semua

yang memungkinkan masyarakat dapat

tetap hidup produktif secara sosial

maupun ekonomi. (Supardi,2005).

Sedangkan pengertian lainnya,

pengobatan sendiri merupakan

penggunaan obat oleh masyarakat

untuk tujuan sakit yang ringan (minor

illnesses), tanpa melalui resep maupun

intervensi dokter. ( Susi et all, 2008).

Page 5: swamedikasi

Perilaku pengobatan sendiri dengan

memakai obat bebas dan bebas

terbatas merupakan salah satu dari

perilaku kesehatan. ( Saputro, 2009).

Tujuan dari pengobatan sendiri

yaitu untuk peningkatan, mengobati

sakit ringan, serta pengobatan rutin

penyakit yang kronis setalah

mendapatkan perawatan dokter.

Sedangkan peran dari pengobatan

sendiri yaitu untuk meredakan secara

cepat dan efektif keluhan yang tidak

membutuhkan konsultasi medis,

mengurangi beban pelayanan

kesehatan berkaitan dengan

terbatasnya sumber daya dan tenaga,

serta meningkatkan keterjangkauan

masyarakat yang jauh dari tempat

pelayanan kesehatan. ( Supardi, 2001)

Keuntungan dari pengobatan

sendiri, yaitu aman apabila digunakan

sesuai dengan petunjuk ( efek samping

yang mungkin ditimbulkan), efektif

untuk meredakan keluhan karena 80%

sakit bersifat sembuh sendiri tanpa

intervensi tenaga kesehatan, dapat

menghemat waktu karena tidak perlu

berkunjung ke fasilitas/profesi

kesehatan, biaya pembelian obat yang

relative lebih murah dibandingkan

dengan biaya pelayanan

kesehatan, ,serta rasa puas karena

berperan aktif dalam pengambilan

keputusan pengobatan. ( Supardi,

2001)

Pengobatan sendiri juga

memiliki kekurangan, antara lain

penggunaan obat yang tidak sesuai

dengan aturan dapat membahayakan

kesehatan, jika salah menggunakan

obat akan memiliki dampak

pemborosan biaya dan waktu,

kemungkinan dapat terjadi reaksi obat

yang tidak diinginkan, seperti

sensitivitas, efek samping maupun

resistensi, penggunaan obat yang tidak

tepat akibat minimnya informasi dari

iklan obat, tidak efektif akibat salah

diagnosis dan pemilihan obat, serta

sulit bertindak objektif karena hanya

dipengaruhi oleh penggunaan obat di

masa lalu dan lingkungan sosial dalam

pemilihan obat. ( Supardi, 2001)

Upaya masyarakat dalam

melakukan pengobatan sendiri dinilai

bagaikan pedang bermata dua apabila

tidak dilakukan dengan tepat. Di satu

Page 6: swamedikasi

6

sisi meringankan beban pelayanan di

instansi kesehatan, namun di sisi lain

penggunaan obat tanpa pengetahuan

yang memadai akan menimbulkan hal-

hal yang tidak diinginkan dan

membahayakan apabila obat yang

digunakan adalah obat yang termasuk

dalam daftar G (obat keras) seperti

antibiotika, antihipertensi, hormon,

dan antidiabetes. Dianjurkan untuk

pemakaian antibiotika tidak

menggunakannya dalam pengobatan

sendiri, karena pemakaian antibiotika

dalam jangka waktu yang lama, tidak

tepat dengan dosis yang rendah, sudah

rusak maupun kadaluwarsa, dapat

menimbulkan terjadinya resistensi atau

superinfeksi atau bahkan timbulnya

alergi maupun syok anafilaksis pada

individu tertentu.

B. Antibiotik

Antibiotik adalah agen yang

digunakan untuk mencegah maupun

mengobati suatu infeksi yang

disebabkan oleh bakteri. (Mitrea,

2008). Namun, istilah antibiotik

sebenarnya mengacu pada suatu zat

kimia yang dihasilkan oleh suatu

macam organisme ( khusunya

dihasilkan oleh fungi) atau dihasilkan

secara sintetik yang dapat menghambat

maupun membunuh organisme lain.

( Neal, 2006)

Antibiotika dapat digolongkan

berdasarkan struktur ataupun

berdasarkan target kerjanya pada sel,

yakni broad spectrum merupakan

antibiotika yang mempunyai

kemampuan membunuh

mikroorganisme dari berbagai spesies,

sedangkan narrow spectrum

merupakan antibiotika yang hanya

mampu membunuh mikroorganisme

secara spesifik. ( Bezoen et al, 2000).

Pada sebagian besar

penggunaan antibiotika harus

mempunyai aktifitas spektrum yang

luas, antibiotika harus dapat

menghambat dan membunuh

pertumbuhan bakteri dari spesies yang

berbeda. Antibiotika spektrum luas

berguna karena adanya gejala atau

symptom yang sama yang disebabkan

oleh bakteri dari spesies yang berbeda.

( Nhiem et al ,2005). Namun,

antibiotika spectrum luas juga

Page 7: swamedikasi

mempunyai kekurangan, yaitu tidak

hanya menyerang bakteri pathogen

tetapi juga mengurangi jumlah

mikroflora yang ada di usus. (Focosi,

2005). Antibiotika yang digunakan

harus mampu mencapai bagian tubuh

yang terserang infeksi.

Penelitian yang telah dilakukan

pada tahun 2003, kejadian resistensi

terhadap tetrasiklin dan penicillin

terhadap bakteri pathogen penyebab

diare dan Neisseria gonorrhoeae di

Indonesia hamper mencapai 100%.

( Hadi et al, 2008). Resistensi terhadap

antibiotik bisa didapat maupun

bawaan. Resistensi bawaan

menyebabkan semua spesies bakteri

bisa resisten terhadap suatu antibiotika

sebelum bakteri kontak dengan

antibiotika tersebut. Sedangkan

resisten didapat merupakan hal yang

serius secara klinis, dimana bakteri

yang dulu pernah sensitive terhadap

suatu antibiotika kini menjadi resisten.

Penggunaan antibiotika yang

terlalu sering pada suatu komunitas

dapat memicu terjadinya suatu

resistensi bakteri yang didapat

terhadap suatu antibiotika.( Guillemot,

2009). Faktor-faktor yang

memudahkan berkembangnya

resistensi di klinik antara lain:

a. Penggunaan antibiotik yang

irasional

b. Penggunaan antibiotik baru

yang berlebihan

c. Penggunaan antibiotik yang

terlalu sering

d. Penggunaan antibiotik untuk

jangka waktu yang lama

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan

menggunakan metode survai data

primer yang dikumpulakan secara

potong lintang / cross sectional dengan

menggunakan kuisioner.

A. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian di beberapa apotek

yang berada di kecamatan Tanon,

kabupaten Sragen. Penelitian

dilaksanakan selama 5 hari, yaitu dari

hari Senin, 27 Mei 2013 sampai

dengan 31 Mei 2013.

Page 8: swamedikasi

8

B. Populasi

Populasi dalam penelitian ini

adalah pasien yang pada tanggal 27

Mei 2013 – 31 Mei 2013 datang ke

apotek wilayah kecamatan Tanon,

kabupaten Sragen. Populasi dalam

penelitian ini adalah sebanyak 52

orang.

Obyek penelitian ini ditentukan

berdasarkan kriteria inklusi, yaitu:

a. Pengunjung yang pada tanggal 27

Mei 2013 – 31 Mei 2013 datang ke

apotek wilayah kecamatan Tanon,

kabupaten Sragen.

b. Pasien yang membeli/menggunakan

antibiotik untuk pengobatan

swamedikasi.

c. Pasien yang akan mendapat terapi

antibiotik, dapat responden dapat

juga orang lain.

Kriteria ekslusi :

a. Menolak ikut dalam penelitian

C. Pengumpulan Data

Pengumpulan data diperoleh

dengan wawancara secara langsung

dengan pengunjung apotek yang

menggunakan antibiotik untuk

pengobatan swamedikasi, dan

wawancara dibantu dengan

menggunakan kuisioner.

D. Analisa Data

Data yang diperoleh dari

wawancara dan dibantu alat kuisioner,

yaitu berupa karakteristik responden

dan perilaku dalam pengobatan

dianalisa secara diskriptif dalam

bentuk prosentase. Keseluruhan proses

perhitungan statistika dilakukan

dengan menggunakan program SPSS

( Statistical Product and Service

Solution) for Window. Penilaian

perilaku didasarkan pada tepat

indikasi, tepat dosis, dan tepat durasi

pengobatan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Dari hasil penelitian yang

dilakukan pada 27 Mei 2013 sampai

dengan 31 Mei 2013 didapatkan

sampel sebanyak 52 orang. Hasil

distribusi karakteristik responden

penelitian Perilaku Swamedikasi

Masyarakat Tanon dalam Penggunaan

Antibiotika dikelompokkan

berdasarkan usia, tingkat pendidikan

Page 9: swamedikasi

dan jenis kelamin. Berdasarkan usia,

peneliti mengelompokkan menjadi 5

kelompok, yaitu usia 0-11 tahun

sebanyak 0 responden (0%), usia 12-

25 tahun sebanyak 8 responden (15%),

usia 26-45 tahun sebanyak 24

responden (46%), 46-65 tahun

sebanyak 19 responden (37%), dan

usia > 65 tahun sebanyak 1 responden

(2%). Usia yang paling banyak

menjadi responden pada penelitian ini

yaitu kelompok usia 26-45 tahun yaitu

sebanyak 24 responden atau 46%.

Karakteristik reponden

berdasarkan tingkat pendidikan

dikelompokkan menjadi 5 kelompok,

yaitu tidak sekolah sebanyak 6

responden (11%), SD sebanyak 28

responden (54%), SMP sebanyak 15

responden (29%), SMA sebanyak 2

reponden (4%), sarjana sebanyak 1

responden (2%). Tingkat pendidikan

SD merupakan yang paling banyak

menjadi responden dalam penelitian

ini, yaitu sebanyak 28 atau 54%.

Karakterisitik berdasarkan jenis

kelamin dikelompokkan menjadi 2

kelompok, yaitu jenis kelamin laki-laki

sebanyak 30 responden (58%), dan

jenis kelamin perempuan sebanyak 22

responden (42%). Jenis kelamin laki-

laki merupakan jenis kelamin yang

paling banyak menjadi responden

dalam penelitian ini.

Distribusi berdasarkan

pemilihan antibiotik berdasarkan jenis

didapatkan 5 jenis antibiotik yang

dibeli masyarakat untuk swamedikasi,

antibiotik yang paling banyak dibeli

yaitu amoxicilin sebanyak 34 orang

(65%), menyusul ciprofloxacim

sebanyak 13 orang (25%), antibiotik

cefadroxil dibeli oleh 3 orang (5,8%),

antibiotik ampicilin dibeli 1 orang

(1,9%), dan antibiotik tetrasiklin

sebanyak 1 orang (1,9%).

Distribusi mengenai

swamedikasi antibiotik berdasarkan

perolehan info tentang antibiotik,

sebanyak 35 orang (67,3%)

mengetahui antibiotik dari dokter

tanpa periksa terlebih dahulu sebelum

membeli antibiotik pada saat penelitian

ini berlangsung, sebanyak 15 orang

(28,8%) mengetahui antibiotik dengan

bertanya kepada petugas antibiotik,

sebanyak 2 orang (3,8%) mengetahui

antibiotik dengan memperoleh

Page 10: swamedikasi

10

informasi dari orang lain. Sebagian

besar responden mengetahui informasi

mengenai antibiotik dari dokter yang

dulu pernah memberikan resep ketika

periksa sebelumnya, kemudian obat

tersebut disimpan dan dibeli kembali

jika sudah habis tanpa periksa kontrol

terlebih dahulu.

Distribusi berdasarkan alasan

pemakaian antibiotik tanpa

menggunakan resep dokter, antibiotik

yang mudah didapat menjadi alasan

sebanyak 15 orang (28,8%), antibiotik

yang bisa dibeli dengan harga murah

tanpa harus periksa ke dokter terlebih

dahulu menjadi alasan sebanyak 32

orang (61,5%), dan sebanyak 5 orang

(9,6%) mempunyai alasan

menggunakan antibiotik tanpa resep

dokter karena sudah mengetahui

antibiotik yang biasa dipakai jika

keluhan muncul.

Penggunaan antibiotika

berdasarkan keluhan, ISPA merupakan

keluhan yang paling banyak pada

pengguna antibiotik swamedikasi yaitu

sebanyak 40 orang (76,9%), keluhan

infeksi telinga sebanyak 3 orang

(5,8%), sedangkan infeksi gigi

dikeluhkan oleh 9 orang (17,3%).

Distribusi berdasarkan tepat

indikasi, pembeli antibiotik yang tepat

indikasi sebanyak 22 orang (42,3%),

sedangkan pembeli yang tidak tepat

indikasi sebanyak 30 orang ( 57,7%)

dan merupakan yang terbanyak dalam

penelitian ini.

Distribusi berdasarkan

penggunaan tepat dosis, sebanyak 38

orang (73,1%) menggunakan antibiotik

dengan dosis yang tepat, sedangkan 14

orang ( 26,9%) menggunakan

antibiotik dengan dosis yang tidak

tepat.

Distribusi berdasarkan interval

yang tepat, sebanyak 38 orang (73,1%)

menggunakan antibiotik dengan

interval yang tepat, sedangkan

sebanyak 14 orang (26,9%)

menggunakan antibiotik dengan

interval yang tidak tepat.

Distribusi berdasarkan durasi

yang tepat, sebanyak 16 orang (30,8%)

menggunakan antibiotik dengan durasi

yang tepat, namun sebagian besar

pembeli menggunakan antibiotika

Page 11: swamedikasi

dengan durasi yang tidak tepat yaitu

sebanyak 36 orang ( 69,2%).

Distribusi berdasarkan mutu

antibiotik, yaitu apakah antibiotik yang

dibeli sudah kadaluarsa atau belum,

keseluruhan antibiotik yaitu dari 52

orang (100%) pembeli merupakan

antibitotik dengan mutu terjamin.

Pengetahuan mengenai efek

samping antibiotik, sebanyak 8 orang

(15,4%) mengetahui efek samping

pada penggunaan antibiotik,

sedangkan sebagian besar pembeli

yaitu 44 orang ( 84,6%) tidak

mengetahui efek samping dari

penggunaan antibiotik.

Distribusi berdasarkan harga

yang terjangkau, sebanyak 50 orang

(96,2%) mengaku harga antibiotik

yang dibeli terjangkau dan tidak

membebani, sedangkan sebanyak 2

orang (3,8%) mengaku harga

antibiotik yang dibeli masih dirasa

membebani atau tidak terjangkau.

Distribusi berdasarkan

pengetahuan pembeli mengenai

kontraindikasi penggunaan antibiotik,

sebanyak 6 orang (11,5%) mengetahui

kontraindikasi dalam pemakaian

antibiotik, sedangkan kebanyakan

pembeli yaitu sebanyak 46 orang

(88,5%) tidak mengetahui

kontraindikasi penggunaan antibiotika.

B. Pembahasan

Dari hasil penelitian diatas,

dapat diketahui mengenai perilaku

masyarakat Tanon dalam penggunaan

antibiotik sebagai swamedikasi,

amoxicilin merupakan antibiotik yang

paling banyak digunakan dalam

swamedikasi. Berdasarkan perolehan

info tentang antibiotik, sebagian besar

masyarakat swamedikasi mengetahui

antibiotik yang dibeli dari dokter yang

pernah dikunjungi sewaktu periksa

sebelumnya, perilaku masyarakat yang

terus menggunakan antibiotik yang

diresepkan dokter terdahulu tanpa

kontrol kembali ketika keluhan mereka

muncul, merupakan alasan yang paling

banyak dipaparkan oleh pembeli

mengapa mereka berswamedikasi

antibiotik. Dengan cara menyimpan

bungkus antibiotik yang telah habis

digunakan waktu dahulu, kemudian

membelinya kembali ke apotek dengan

Page 12: swamedikasi

12

membawa bungkus bekas tersebut.

Dengan hal seperti itu, pembeli

berpikiran bahwa mereka bisa

menghemat biaya dan waktu untuk

tidak perlu datang atau kontrol ke

dokter dengan memperoleh obat yang

sama ketika keluhan mereka muncul

kembali.

Keluhan yang paling banyak

ditemui pada pengguna antibiotik

swamedikasi yaitu keluhan ISPA

( Infeksi Saluran Pernapasan Akut),

sebagian besar pembeli mengeluhkan

batuk, pilek, hidung tersumbat, nyeri

telan dan nyeri tenggorokan. Hal ini

sesuai dengan data sekunder yang

diperoleh dari Puskesmas Tanon I

bahwa ISPA non-pneumonia

merupakan penyakit yang paling

banyak dikeluhkan oleh pasien.

Sedangkan ketepatan penggunaan

antibiotik berdasarkan indikasi, masih

belum bisa terpenuhi oleh separuh

lebih dari pembeli antibiotik untuk

swamedikasi, karena tidak semua

penyakit harus diobati menggunakan

antibiotik. Hal ini akan menjadi sia-sia

jika penyebab penyakit tersebut

bukanlah karena bakteri, selain sia-sia

juga akan meningkatkan resiko

resisten terhadap antibiotik yang

digunakan.

Ketepatan dosis dan interval

(jarak konsumsi antar antibiotik) juga

sudah tepat pada sebagian besar

pengguna swamedikasi, yaitu sebesar

73,1%. Dosis yang dimaksud yakni

ketepatan berdasarkan mg/kgBB/hari.

Pengguna swamedikasi menggunakan

dosis sama persis seperti dosis yang

dianjurkan dokter sewaktu periksa

terdahulu. Tetapi untuk masalah durasi

atau lamanya pemakaian antibiotik,

sebanyak 69,2% tidak tepat durasi. Hal

ini yang menyebabkan

meningkatkannya kejadian resistensi

antibiotik karena penggunaannya yang

tidak tuntas. Antibiotik yang

seharusnya dikonsumsi minimal

selama 3 hari, namun banyak

pengguna yang mengaku akan berhenti

mengkonsumsi jika keluhan yang ada

sudah mereda ataupun membaik.

Kemudian sisa dari antibiotik yang

dibeli disimpan untuk digunakan di

kemudian hari.

Mutu antibiotik yang dibeli di

apotek 100% memenuhi, mutu yang

Page 13: swamedikasi

dimaksud disini adalah antibiotik yang

dibeli tidaklah kadaluarsa. Sehingga

tidak membahayakan kepada

pengguna. Untuk pengetahuan

mengenai efek samping, sebesar

84,6% pembeli tidak mengetahui efek

samping yang dapat diakibatkan oleh

penggunaan antibiotik. Efek samping

yang paling sering ditemukan adalah

reaksi alergi, seperti rasa gatal,

peradangan atau ruam, yang

menyebabkan adanya pembengkakan,

gangguan pencernaan seperti diare,

muntah, sakit perut, dan efek samping

terbesar adalah gangguan pada fungsi

hepar dan ginjal.

Antibiotik dengan harga

terjangkau sebesar 96,2% diakui oleh

pembeli, hal ini yang menyebabkan

pembeli begitu mudahnya dapat

membeli antibiotik tanpa ada beban

biaya. Sedangkan sebesar 88,5%

pengguna antibiotik swamedikasi tidak

mengetahui kontraindikasi pemakaian

antibiotik tersebut, padahal ini hal

yang penting untuk diketahui karena

jika mengkonsumsi dalam keadaan

tidak aman akan dapat menyebabkan

dampak yang berbahaya bagi dirinya

sendiri.

KESIMPULAN

Masih banyak masyarakat

Tanon yang melakukan swamedikasi

antibiotik, hal ini dapat menyebabkan

resiko terjadinya resistensi terhadap

antibiotik. Kesadaran masyarakat

Tanon yang harus ditingkatkan bahwa

penggunaan obat secara bebas

sangatlah berbahaya, terutama

antibiotik termasuk dalam daftar obat

G (Gevaarlijk) yang berarti merupakan

obat keras dan hanya dapat diperoleh

menggunakan resep dokter.

DAFTAR PUSTAKA

Bezoen, A., W. Vanharen, and J.C.

hanekamp. 2000. Emergency of

debate AGPs and public health.

Human health and antibiotic

growth promoters (AGPs),

reassesing the risk, Heidelberg

Appeal Nederland Foundation.

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat

dan Makanan. 2007. Kompendia

Page 14: swamedikasi

14

Obat Bebas, ed 2. Departemen

Kesehatan RI, Jakarta

Focosi D. 2005. Antimicrobial for

bacteria. Http:

//focosi.altervista.org/ [ 3 June

2013]

Guillemot, Didier. 2009. Antibiotic use

in humans and bacterial

resistance. Current Opinion in

Microbiology.

Mitre, LS. 2008. Pharmacology

Canada : Natural Medicine Books.

Hal: 53

Neal, Michael J. 2006. Medical

Pharmacology At a Glance.

Edisi 5. Penerbit Erlangga h.81

Nhiem DV. 2005. Analysis of

tetracycline residues in marketed

pork in Hanoi, Vietnam. Chiang

Mai: Chiang Mai University and

Freie University Berlin.

Saputro S. 2009. Pola Pemilihan Obat

Sakit Maag pada Konsumen

yang Datang di Apotek di

Kecamatan Delanggu. Surakarta:

Fakultas Farmasi Universitas

Muhammadiyah Surakarta

Supardi S. 2005. Pengobatan Sendiri

di Masyarakat dan Masalahnya.

Jakarta: Pusat Penelitian dan

Pengembangan farmasi badan

Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan Departemen

Kesehatan RI

Supardi S. Notosiswoyo M. 2005.

Pengobatan sendiri Sakit Kepala,

Deman, Batuk dan Pilek pada

masyarakat di Desa Ciwalen

Kecamatan Warungkondang

Kabupaten Cianjur Jawa Barat,

Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan Depkes

RI

Susi AK. Yayi SP. Riswaka S. 2008.

Perilaku Pengobatan Sendiri

yang Rasional pada Masyarakat

Kecamatan Depok dan

cangkringan Kabupaten Sleman.

Majalah Farmasi Indonesia.

Page 15: swamedikasi

U. Hadi, DO. Deurink, Es. Lestari, NJ.

Nagelkerke, S. Werter, et al.

2008. Survey of antibiotic use of

individual visiting public

healthcare facilities in Indonesia.

Available from:

https://openaccess.leidenuniv.nl/

bitstream/handle/1887/13821/03.

pdf;jsessioni

d=DBED9A1D38747EBF2D64

A500F2183E37?sequence=8.

Widayati Aris et al. 2011. Studied Self

Medication eith Antibiotic in

Yogyakarta City Indonesia. A

total of 559 questonairres were

analyzed ( respone rate : 90%)

World Health Organization, Regional

Office for South East Asia 2006.

The Role of Education in The

Rational Use of Medicines,

SEARO Technical Publication

Series No. $%, New Delhi

Page 16: swamedikasi

16

LAMPIRAN

KUISIONER

No :

Tempat pengambilan data

Nama Apotek :

Nama APA :

Data Responden

Nama :

Usia :

Alamat:

Pendidikan :

Subjek Penelitian

Subjek adalah pasien yang akan mendapat terapi, dapat responden dapat juga orang lain

Umur subjek :

Alamat :

Jenis kelamin : laki - laki perempuan

Page 17: swamedikasi

Antibiotika yang dibeli

Hanya antibiotika yang ditujukan untuk digunakan oleh subjek

No. Nama Antibiotika Dosis Jumlah (butir)

Keluhan pasien

Tanggal munculnya gejala___________________atau______________hari

1. ISPA

2. Diare

3. Infeksi telinga

4. ISK

5. Infeksi gigi

6. Infeksi pada kulit

7. Lain-lain, sebutkan

Informasi mengenai pemakaian antibiotik didapat dari:

1. Dokter, dengan periksa terlebih dahulu

2. Dokter, tanpa periksa

3. Petugas apotek

4. Orang lain

5. Lainnya, sebutkan _____________________

Jika jawaban pertanyaan diatas selain no.1, mengapa Anda membeli antibiotika tanpa

resep dokter?

Page 18: swamedikasi

18

1. Lebih mudah untuk didapat

2. Lebih murah tanpa harus pergi ke dokter

3. Sudah tahu antibiotika yang biasa dipakai

4. Lainnya, sebutkan _____________________

Penilaian perilaku

No. Penilaian Ya Tidak1 Diberikan sesuai dengan indikasi penyakit, yaitu

didasarkan atas keluhan indivual dan hasil

pemeriksaan fisik yang akurat

2 Diberikan dengan dosis yang tepat, yaitu

memperhitungkan umur, berat badan, dan

kronologis penyakit

3 Cara pemberian dengan interval waktu pemberian

yang tepat, yaitu jarak minum obat sesuai dengan

aturan pemakaian yang telah ditentukan.

4 Lama pemberian yang tepat

5 Obat yang diberikan efektif dengan mutu terjamin

(tidak kedaluarsa)

6 Mengetahui efek samping obat

7 Harga terjangkau

8 Mengetahui kontraindikasi penggunaan antibiotika

FOTO KEGIATAN

Page 19: swamedikasi

Meminta ijin dengan apoteker untuk melakukan survey

Page 20: swamedikasi

20

Wawancara dengan responden

PENGOLAHAN DATA

Page 21: swamedikasi

antibiotik

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid amoxicilin 34 65.4 65.4 65.4

ciprofloxacin 13 25.0 25.0 90.4

cefadroxil 3 5.8 5.8 96.2

ampicilin 1 1.9 1.9 98.1

tetrasiklin 1 1.9 1.9 100.0

Total 52 100.0 100.0

info_antibiotik

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid dokter tanpa periksa 35 67.3 67.3 67.3

petugas apotek 15 28.8 28.8 96.2

orang lain 2 3.8 3.8 100.0

Total 52 100.0 100.0

alasan_tanpa_resep

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid mudah didapat 15 28.8 28.8 28.8

murah tanpa hrs periksa 32 61.5 61.5 90.4

tahu yg biasa dipakai 5 9.6 9.6 100.0

Total 52 100.0 100.0

Page 22: swamedikasi

22

info_antibiotik

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid dokter tanpa periksa 35 67.3 67.3 67.3

petugas apotek 15 28.8 28.8 96.2

orang lain 2 3.8 3.8 100.0

keluhan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid ISPA 40 76.9 76.9 76.9

infeksi telinga 3 5.8 5.8 82.7

infeksi gigi 9 17.3 17.3 100.0

Total 52 100.0 100.0

indikasi_tepat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid ya 22 42.3 42.3 42.3

tidak 30 57.7 57.7 100.0

Total 52 100.0 100.0

dosis_tepat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Page 23: swamedikasi

info_antibiotik

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid dokter tanpa periksa 35 67.3 67.3 67.3

petugas apotek 15 28.8 28.8 96.2

orang lain 2 3.8 3.8 100.0

Valid ya 38 73.1 73.1 73.1

tidak 14 26.9 26.9 100.0

Total 52 100.0 100.0

interval_tepat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid ya 38 73.1 73.1 73.1

tidak 14 26.9 26.9 100.0

Total 52 100.0 100.0

durasi_tepat

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid ya 16 30.8 30.8 30.8

tidak 36 69.2 69.2 100.0

Total 52 100.0 100.0

mutu_terjamin

Page 24: swamedikasi

24

info_antibiotik

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid dokter tanpa periksa 35 67.3 67.3 67.3

petugas apotek 15 28.8 28.8 96.2

orang lain 2 3.8 3.8 100.0

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid ya 52 100.0 100.0 100.0

tahu_efeksamping

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid ya 8 15.4 15.4 15.4

tidak 44 84.6 84.6 100.0

Total 52 100.0 100.0

harga_terjangkau

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid ya 50 96.2 96.2 96.2

tidak 2 3.8 3.8 100.0

Total 52 100.0 100.0

Page 25: swamedikasi

tahu_kontraindikasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid ya 6 11.5 11.5 11.5

tidak 46 88.5 88.5 100.0

Total 52 100.0 100.0

Page 26: swamedikasi

26

JADWAL PROGRAM ELEKTIF

Hari, tanggal Pukul Kegiatan Senin, 27 Mei 2013 08.00-12.00 Permohonan ijin kepada

apoteker serta berdiskusi mengenai perilaku swamedikasi yang kebanyakan dilakukan masyarakat

Selasa, 28 Mei 201 08.00-15.00 Melakukan survei dan wawancara terhadap masyarakat tanon yang melakukan swamedikasi antibiotik

Rabu, 29 Mei 2013 08.00-15.00 Melakukan survei dan wawancara terhadap masyarakat tanon yang melakukan swamedikasi antibiotik

Kamis, 30 Mei 2013 08.00-15.00 Melakukan survei dan wawancara terhadap masyarakat tanon yang melakukan swamedikasi antibiotik

Jumat, 31 Mei 2013 08.00-13.00

14.00-16.00

Melakukan survei dan wawancara terhadap masyarakat tanon yang melakukan swamedikasi antibiotik.Merancang produk elektif dan mempersiapkan bahan untuk sosialisasi

Sabtu, 1 Juni 2013 08.00-15.00 Membagikan folder kepada masyarakat