Surveilans Maret 14

34
Surveilans di Puskesmas (Diskusi) Disusun Oleh : Ayu Zahera Adnan (0918011035) Elis Sri Alawiyah (0918011041) Nora Ramkita (0918011013) Rizqa Atina Mira H. (0918011134) Raden Dicky Wirawan L. (0918011070)

Transcript of Surveilans Maret 14

Page 1: Surveilans Maret 14

Surveilans di Puskesmas

(Diskusi)

Disusun Oleh :

Ayu Zahera Adnan (0918011035)

Elis Sri Alawiyah (0918011041)

Nora Ramkita (0918011013)

Rizqa Atina Mira H. (0918011134)

Raden Dicky Wirawan L. (0918011070)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2014

Page 2: Surveilans Maret 14

BAB I

PENDAHULUAN

Tujuan nasional bangsa Indonesia seperti yang termaktub dalam Pembukaan Undang-

Undang Dasar 1945, adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan

ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan

keadilan sosial.

Untuk tercapainya tujuan pembangunan nasional tersebut dibutuhkan antara lain

tersedianya sumber daya manusia yang tangguh, mandiri serta berkualitas. Data United

Nation Development Program (UNDP) menunjukkan Indonesia berada di urutan ke 106 dari

176 negara dengan tingkat pendidikan, pendapatan serta kesehatan penduduk Indonesia yang

memang belum memuaskan.

Menyadari bahwa tercapainya tujuan pembangunan nasional merupakan kehendak

dari seluruh rakyat Indonesia, dan dalam rangka menghadapi makin ketatnya persaingan

bebas pada era globalisasi, upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan.

Dalam hal ini peranan keberhasilan pembangunan kesehatan sangat menentukan.

Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, yang

pada hakekatnya merupakan upaya penyelenggaraan kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk

mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat

kesehatan yang optimal. Namun, masalah pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini

semakin kompleks. Penyakit infeksi dan menular masih memerlukan perhatian besar dan

sementara itu telah terjadi peningkatan penyakit-penyakit tidak menular seperti penyakit

karena perilaku tidak sehat serta penyakit degeneratif.

Untuk mewujudkan visi Indonesia sehat dan tercapainya tujuan nasional

pembangunan kesehatan serta terwujudnya tujuan pembangunan kesehatan daerah yang

spesifik dan lokal yang memerlukan penerapan konsep pengambilan keputusan berdasarkan

fakta, maka diselenggarakan sistem surveilans epidemiologi kesehatan yang handal, sehingga

Page 3: Surveilans Maret 14

para manajer kesehatan dapat mengambil keputusan program yang berhasil guna (efektif)

serta berdaya guna (efisien) sesuai dengan masalah yang dihadapi.

Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan pemahaman dan pelaksanaan yang

konsisten pada pelaksanaan program surveilans, terutama pada tingkat pelayanan kesehatan

yang terdekat dengan masyarakat, Puskesmas, agar dapat meningkatkan derajat kesehatan

individu, keluarga dan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas hingga dan masyarakat

Indonesia.

Page 4: Surveilans Maret 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Surveillans adalah proses pengamatan secara teratur dan terus menerus terhadap

semua aspek penyakit tertentu, baik keadaan maupun penyebarannya dalam suatu

masyarakat tertentu untuk kepentingan pencegahan dan penanggulangan. Surveilans

kesehatan masyarakat adalah pengumpulan, analisis, dan analisis data secara terus-

menerus dan sistematis yang kemudian didiseminasikan (disebarluaskan) kepada pihak-

pihak yang bertanggungjawab dalam pencegahan penyakit dan masalah kesehatan

lainnya (DCP2, 2008).

Surveilans memantau terus-menerus kejadian dan kecenderungan penyakit,

mendeteksi dan memprediksi outbreak pada populasi, mengamati faktor-faktor yang

mempengaruhi kejadian penyakit, seperti perubahan-perubahan biologis pada agen,

vektor, dan reservoir. Selanjutnya surveilans menghubungkan informasi tersebut kepada

pembuat keputusan agar dapat dilakukan langkah-langkah pencegahan dan pengendalian

penyakit (Last, 2001). Kadang digunakan istilah surveilans epidemiologi. Baik surveilans

kesehatan masyarakat maupun surveilans epidemiologi hakikatnya sama saja, sebab

menggunakan metode yang sama, dan tujuan epidemiologi adalah untuk mengendalikan

masalah kesehatan masyarakat, sehingga epidemiologi dikenal sebagai sains inti

kesehatan masyarakat (core science of public health).

Surveilans berbeda dengan pemantauan (monitoring) biasa. Surveilans dilakukan

secara terus menerus tanpa terputus (kontinu), sedang pemantauan dilakukan intermiten

atau episodik. Dengan mengamati secara terus-menerus dan sistematis maka perubahan-

perubahan kecenderungan penyakit dan faktor yang mempengaruhinya dapat diamati

atau diantisipasi, sehingga dapat dilakukan langkah-langkah investigasi dan

pengendalian penyakit dengan tepat.

Page 5: Surveilans Maret 14

B. Tujuan

Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat waktu tentang masalah

kesehatan populasi, sehingga penyakit dan faktor risiko dapat dideteksi dini dan dapat

dilakukan respons pelayanan kesehatan dengan lebih efektif. Tujuan khusus surveilans:

(1) Memonitor kecenderungan (trends) penyakit;

(2) Mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk mendeteksi dini

outbreak;

(3) Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit (disease burden) pada

populasi;

(4) Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan, implementasi,

monitoring, dan evaluasi program kesehatan;

(5) Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan;

(6) Mengidentifikasi kebutuhan riset.

Berikut ini merupakan contoh penggunaan surveilans untuk mendeteksi outbreak

disentri. Grafik yang menghubungkan periode waktu pada sumbu X dengan insidensi

kasus penyakit pada sumbu Y dapat digunakan untuk memonitor dan mendeteksi

outbreak. Kecurigaan outbreak terjadi pada kuartal ke 4 tahun 2008, ketika insidensi

mencapai 3 kali rata-rata per kuartal.

Surveilans dapat juga digunakan untuk memantau efektivitas program kesehatan.

Contoh penggunaan surveilans untuk memonitor performa dan efektivitas program

pengendalian TB dengan statistik deskriptif sederhana surveilans mampu memberikan

informasi tentang kinerja program TB yang meningkat dari tahun ke tahun, baik jumlah

kasus TB yang dideteksi, ketuntasan pengobatan kasus, maupun kesembuhan kasus.

Page 6: Surveilans Maret 14

Perhatikan pula peran penting data time-series dalam analisis data surveilans yang

dikumpulkan dari waktu ke waktu dengan interval sama.

Menurut McNabb et al (2002), surveilans berperan dalam mendeteksi KLB, letusan,

wabah (epidemi), memonitor kecenderungan penyakit endemic, evaluasi intervensi, memonitor

kemajuan pengendalian, memonitor kinerja program, prediksi KLB, letusan, wabah (epidemi),

dan memperkirakan dampak masa datang dari penyakit (Last J.M, 2001).

C. Komponen Surveilans

Komponen-komponen kegiatan surveilans menurut Depkes. RI, (2004b) seperti dibawah

ini:

1) Pengumpulan data, data yang dikumpulkan adalah data epidemiologi yang jelas, tepat

dan ada hubungannya dengan penyakit yang bersangkutan. Tujuan dari pengumpulan

data epidemiologi adalah: untuk menentukan kelompok populasi yang mempunyai

resiko terbesar terhadap serangan penyakit; untuk menentukan reservoir dari infeksi;

untuk menentukan jenis dari penyebab penyakit dan karakteristiknya; untuk

memastikan keadaan yang dapat menyebabkan berlangsungnya transmisi penyakit;

untuk mencatat penyakit secara keseluruhan; untuk memastikan sifat dasar suatu

wabah, sumbernya, cara penularannya dan seberapa jauh penyebarannya.

2) Kompilasi, analisis dan interpretasi data. Data yang terkumpul selanjutnya

dikompilasi, dianalisis berdasarkan orang, tempat dan waktu. Analisa dapat berupa

teks tabel, grafik dan spot map sehingga mudah dibaca dan merupakan informasi yang

akurat. Dari hasil analisis dan interpretasi selanjutnya dibuat saran bagaimana

menentukan tindakan dalam menghadapi masalah yang baru.

Page 7: Surveilans Maret 14

3) Penyebaran hasil analisis dan hasil interpretasi data. Hasil analisis dan interpretasi

data digunakan untuk unit-unit kesehatan setempat guna menentukan tindak lanjut dan

disebarluaskan ke unit terkait antara lain berupa laporan kepada  atasan atau kepada

lintas sektor yang terkait sebagai informasi lebih lanjut.

Komponen-komponen dalam pelaksanaan sistem surveilans menurut WHO (1999)

adalah sebagai berikut:

a. Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan komponen yang sangat penting karena kualitas

informasi yang diperoleh sangat ditentukan oleh kualitas data yang

dikumpulkan. Data yang dikumpulkan harus jelas, tepat dan ada hubungannya

dengan penyakit yang bersangkutan. Oleh karena itu untuk dapat menjalankan

surveilans yang baik pengumpulan data harus dilaksanakan secara teratur dan

terus-menerus.

Tujuan pengumpulan data:

1. Menentukan kelompok atau golongan populasi yang mempunyai resiko

terbesar terkena penyakit seperti jenis kelamin, umur, suku, pekerjaan dan

lain-lain.

2. Menentukan jenis agent atau penyebab penyakit dan karakteristiknya.

3. Menentukan  reservoir infeksinya

4. Memastikan keadaan yang menyebabkan kelangsungan transmisi penyakit.

5. Mencatat kejadian penyakit, terutama pada kejadian luar biasa.

Sumber data yang dikumpulkan barlainan untuk tiap jenis penyakit. Sumber data

sistem surveilans terdiri dari 10 elemen yaitu:

1) Pencatatan kematian

2) Laporan penyakit, merupakan elemen yang terpenting dalam surveilans. Data

yang diperlukan : nama penderita, umur, jenis kelamin, alamat, diagnosis dan

tanggal mulai sakit.

3) Laporan kejadian luar biasa atau wabah.

4) Hasil pemeriksaan laboratorium.

5) Penyelidikan peristiwa penyakit menular.

6) Penyidikan kejadian luar biasa atau wabah.

7) Survey : memerlukan tenaga, biaya dan fasilitas.

Page 8: Surveilans Maret 14

8) Penyelidikan tentang distribusi vektor dan reservoir penyakit pada hewan.

9) Data penggunaan obat-obatan, serum dan vaksin.

10) Data kependudukan dan lingkungan.

b. Pengolahan, analisa dan interpretasi data

Data yang terkumpul segera diolah, dianalisa dan sekaligus diinterpretasikan

berdasarkan waktu, tempat dan orang, kemudian disajikan dalam bentuk teks,

tabel, spot map dan lain-lain agar bisa menjawab masalah-masalah yang ada,

sehingga segera dilakukan tindakan yang cepat dan tepat. Berdasarkan hasil analisa

dan interpretasi data, dibuat tanggapan dan saran-saran dalam menentukan

tindakan pemecahan masalah yang ada.

c. Penyebarluasan Informasi dan umpan balik.

Hasil analisa dan interpretasi data selain terutama dipakai sendiri oleh

unit kesehatan setempat untuk keperluan penentuan tindak lanjut, juga untuk

disebarkluaskan dengan jalan dilaporkan kepada atasan sehagai infomasi lebih

lanjut, dikirimkan sebagai umpan balik (feed back) kepada unit kesehatan

pemberi laporan.

Umpan balik atau pengiriman informasi kembali kepada sumber-sumber

data (pelapor) mengenai arti data yang telah diberikan dan kegunaannya setelah

diolah, merupakan suatu tindakan yang penting, selain tindakan  follow up.

Page 9: Surveilans Maret 14

D. Jenis-jenis Surveilans

Dikenal beberapa jenis surveilans:

(1) Surveilans individu

Surveilans individu (individual surveillance) mendeteksi dan memonitor

individu-individu yang mengalami kontak dengan penyakit serius, misalnya pes,

cacar, tuberkulosis, tifus, demam kuning, sifilis. Surveilans individu memungkinkan

dilakukannya isolasi institusional segera terhadap kontak, sehingga penyakit yang

dicurigai dapat dikendalikan. Sebagai contoh, karantina merupakan isolasi

institusional yang membatasi gerak dan aktivitas orang-orang atau binatang yang

sehat tetapi telah terpapar oleh suatu kasus penyakit menular selama periode menular.

Tujuan karantina adalah mencegah transmisi penyakit selama masa inkubasi

seandainya terjadi infeksi (Last JM, 2001).

Isolasi institusional pernah digunakan kembali ketika timbul AIDS 1980an dan

SARS. Dikenal dua jenis karantina: (1) Karantina total; (2) Karantina parsial.

Karantina total membatasi kebebasan gerak semua orang yang terpapar penyakit

menular selama masa inkubasi, untuk mencegah kontak dengan orang yang tak

terpapar. Karantina parsial membatasi kebebasan gerak kontak secara selektif,

berdasarkan perbedaan tingkat kerawanan dan tingkat bahaya transmisi penyakit.

Contoh, anak sekolah diliburkan untuk mencegah penularan penyakit campak, sedang

orang dewasa diperkenankan terus bekerja. Satuan tentara yang ditugaskan pada pos

tertentu dicutikan, sedang di pospos lainnya tetap bekerja.

Dewasa ini karantina diterapkan secara terbatas, sehubungan dengan masalah

legal, politis, etika, moral, dan filosofi tentang legitimasi, akseptabilitas, dan

efektivitas langkah-langkah pembatasan tersebut untuk mencapai tujuan kesehatan

masyarakat (Bensimon dan Upshur, 2007).

(2) Surveilans penyakit;

Surveilans penyakit (disease surveillance) melakukan pengawasan terus-

menerus terhadap distribusi dan kecenderungan insidensi penyakit, melalui

Page 10: Surveilans Maret 14

pengumpulan sistematis, konsolidasi, evaluasi terhadap laporan-laporan penyakit dan

kematian, serta data relevan lainnya. Jadi fokus perhatian surveilans penyakit adalah

penyakit, bukan individu. Di banyak negara, pendekatan surveilans penyakit biasanya

didukung melalui program vertikal (pusat-daerah). Contoh, program surveilans

tuberkulosis, program surveilans malaria.

Beberapa dari sistem surveilans vertikal dapat berfungsi efektif, tetapi tidak

sedikit yang tidak terpelihara dengan baik dan akhirnya kolaps, karena pemerintah

kekurangan biaya. Banyak program surveilans penyakit vertikal yang berlangsung

paralel antara satu penyakit dengan penyakit lainnya, menggunakan fungsi penunjang

masing-masing, mengeluarkan biaya untuk sumberdaya masing-masing, dan

memberikan informasi duplikatif, sehingga mengakibatkan inefisiensi

(3) Surveilans sindromik;

Syndromic surveillance (multiple disease surveillance) melakukan pengawasan

terus-menerus terhadap sindroma (kumpulan gejala) penyakit, bukan masing-masing

penyakit. Surveilans sindromik mengandalkan deteksi indikator-indikator kesehatan

individual maupun populasi yang bisa diamati sebelum konfirmasi diagnosis.

Surveilans sindromik mengamati indikator-indikator individu sakit, seperti pola

perilaku, gejala-gejala, tanda, atau temuan laboratorium, yang dapat ditelusuri dari

aneka sumber, sebelum diperoleh konfirmasi laboratorium tentang suatu penyakit.

Surveilans sindromik dapat dikembangkan pada level lokal, regional, maupun

nasional. Sebagai contoh, Centers for Disease Control and Prevention (CDC)

menerapkan kegiatan surveilans sindromik berskala nasional terhadap penyakit-

penyakit yang mirip influenza (flu-like illnesses) berdasarkan laporan berkala praktik

dokter di AS. Dalam surveilans tersebut, para dokter yang berpartisipasi melakukan

skrining pasien berdasarkan definisi kasus sederhana (demam dan batuk atau sakit

tenggorok) dan membuat laporan mingguan tentang jumlah kasus, jumlah kunjungan

menurut kelompok umur dan jenis kelamin, dan jumlah total kasus yang teramati.

Surveilans tersebut berguna untuk memonitor aneka penyakit yang menyerupai

influenza, termasuk flu burung, dan antraks, sehingga dapat memberikan peringatan

dini dan dapat digunakan sebagai instrumen untuk memonitor krisis yang tengah

berlangsung (Mandl et al., 2004; Sloan et al., 2006).

Page 11: Surveilans Maret 14

Suatu sistem yang mengandalkan laporan semua kasus penyakit tertentu dari

fasilitas kesehatan, laboratorium, atau anggota komunitas, pada lokasi tertentu,

disebut surveilans sentinel. Pelaporan sampel melalui sistem surveilans sentinel

merupakan cara yang baik untuk memonitor masalah kesehatan dengan

menggunakan sumber daya yang terbatas (DCP2, 2008).

(4) Surveilans Berbasis Laboratorium;

Surveilans berbasis laboratorium digunakan untuk mendeteksi dan menonitor

penyakit infeksi. Sebagai contoh, pada penyakit yang ditularkan melalui makanan

seperti salmonellosis, penggunaan sebuah laboratorium sentral untuk mendeteksi

strain bakteri tertentu memungkinkan deteksi outbreak penyakit dengan lebih segera

dan lengkap daripada sistem yang mengandalkan pelaporan sindroma dari klinik-

klinik (DCP2, 2008)

(5) Surveilans terpadu;

Surveilans terpadu (integrated surveillance) menata dan memadukan semua

kegiatan surveilans di suatu wilayah yuridiksi (negara/ provinsi/ kabupaten/ kota)

sebagai sebuah pelayanan publik bersama. Surveilans terpadu menggunakan struktur,

proses, dan personalia yang sama, melakukan fungsi mengumpulkan informasi yang

diperlukan untuk tujuan pengendalian penyakit. Kendatipun pendekatan surveilans

terpadu tetap memperhatikan perbedaan kebutuhan data khusus penyakitpenyakit

tertentu (WHO, 2002; Sloan et al., 2006).

Karakteristik pendekatan surveilans terpadu: (a) Memandang surveilans sebagai

pelayanan bersama (common services); (b) Menggunakan pendekatan solusi

majemuk; (c) Menggunakan pendekatan fungsional, bukan struktural; (d) Melakukan

sinergi antara fungsi inti surveilans (yakni, pengumpulan, pelaporan, analisis data,

tanggapan) dan fungsi pendukung surveilans (yakni, pelatihan dan supervisi,

penguatan laboratorium, komunikasi, manajemen sumber daya); (e) Mendekatkan

fungsi surveilans dengan pengendalian penyakit. Meskipun menggunakan

pendekatan terpadu, surveilans terpadu tetap memandang penyakit yang berbeda

memiliki kebutuhan surveilans yang berbeda (WHO, 2002)

Page 12: Surveilans Maret 14

(6) Surveilans kesehatan masyarakat global.

Perdagangan dan perjalanan internasional di abad modern, migrasi manusia dan

binatang serta organisme, memudahkan transmisi penyakit infeksi lintas negara.

Konsekunsinya, masalah-masalah yang dihadapi negara-negara berkembang dan

negara maju di dunia makin serupa dan bergayut. Timbulnya epidemi global

(pandemi) khususnya menuntut dikembangkannya jejaring yang terpadu di seluruh

dunia, yang manyatukan para praktisi kesehatan, peneliti, pemerintah, dan organisasi

internasional untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan surveilans yang melintasi

batas-batas negara. Ancaman aneka penyakit menular merebak pada skala global,

baik penyakit-penyakit lama yang muncul kembali (re-emerging diseases), maupun

penyakit-penyakit yang baru muncul (new emerging diseases), seperti HIV/AIDS, flu

burung, dan SARS. Agenda surveilans global yang komprehensif melibatkan aktor-

aktor baru, termasuk pemangku kepentingan pertahanan keamanan dan ekonomi

(DCP2, 2008).

E. Manajemen Surveilans

Surveilans mencakup dua fungsi manajemen :

(1) Fungsi inti;

Fungsi inti (core activities) mencakup kegiatan surveilans dan langkah-langkah

intervensi kesehatan masyarakat. Kegiatan surveilans mencakup deteksi, pencatatan,

pelaporan data, analisis data, konfirmasi epidemiologis maupun laboratoris, umpan-

balik (feedback). Langkah intervensi kesehatan masyarakat mencakup respons segera

(epidemic type response) dan respons terencana (management type response).

(2) Fungsi pendukung.

Fungsi pendukung (support activities) mencakup pelatihan, supervisi, penyediaan

sumber daya manusia dan laboratorium, manajemen sumber daya, dan komunikasi

(McNabb et al., 2002).

Hakikatnya tujuan surveilans adalah memandu intervensi kesehatan. Karena itu

sifat dari masalah kesehatan masyarakat menentukan desain dan implementasi sistem

Page 13: Surveilans Maret 14

surveilans. Sebagai contoh, jika tujuannya mencegah penyebaran penyakit infeksi akut,

misalnya SARS, maka manajer program kesehatan perlu melakukan intervensi kesehatan

dengan segera. Karena itu dibutuhkan suatu sistem surveilans yang dapat memberikan

informasi peringatan dini dari klinik dan laboratorium.

Sebaliknya penyakit kronis dan perilaku terkait kesehatan, seperti kebiasaan

merokok, berubah dengan lebih lambat. Para manajer program kesehatan hanya perlu

memonitor perubahan-perubahan sekali setahun atau lebih jarang dari itu. Sebagai

contoh, sistem surveilans yang menilai dampai program pengendalian tuberkulosis

mungkin hanya perlu memberikan informasi sekali setahun atau lima tahun, tergantung

prevalensi. Informasi yang diperlukan bisa diperoleh dari survei rumah tangga.

F. Pendekatan Surveilans

Pendekatan surveilans dapat dibagi menjadi dua jenis:

1. Surveilans pasif.

Surveilans pasif memantau penyakit secara pasif, dengan menggunakan data

penyakit yang harus dilaporkan (reportable diseases) yang tersedia di fasilitas

pelayanan kesehatan. Kelebihan surveilans pasif, relatif murah dan mudah untuk

dilakukan. Negara-negara anggota WHO diwajibkan melaporkan sejumlah penyakit

infeksi yang harus dilaporkan, sehingga dengan surveilans pasif dapat dilakukan

analisis perbandingan penyakit internasional. Kekurangan surveilans pasif adalah

kurang sensitif dalam mendeteksi kecenderungan penyakit. Data yang dihasilkan

cenderung under-reported, karena tidak semua kasus datang ke fasilitas pelayanan

kesehatan formal. Selain itu, tingkat pelaporan dan kelengkapan laporan biasanya

rendah, karena waktu petugas terbagi dengan tanggungjawab utama memberikan

pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan masing-masing. Untuk mengatasi

problem tersebut, instrumen pelaporan perlu dibuat sederhana dan ringkas.

2. Surveilans aktif.

Surveilans aktif menggunakan petugas khusus surveilans untuk kunjungan

berkala ke lapangan, desa-desa, tempat praktik pribadi dokter dan tenaga medis

lainnya, puskesmas, klinik, dan rumah sakit, dengan tujuan mengidentifikasi kasus

Page 14: Surveilans Maret 14

baru penyakit atau kematian, disebut penemuan kasus (case finding), dan konfirmasi

laporan kasus indeks. Kelebihan surveilans aktif, lebih akurat daripada surveilans

pasif, sebab dilakukan oleh petugas yang memang dipekerjakan untuk menjalankan

tanggungjawab itu. Selain itu, surveilans aktif dapat mengidentifikasi outbreak lokal.

Kelemahan surveilans aktif, lebih mahal dan lebih sulit untuk dilakukan daripada

surveilans pasif.

Sistem surveilans dapat diperluas pada level komunitas, disebut community

surveilance. Dalam community surveilance, informasi dikumpulkan langsung dari

komunitas oleh kader kesehatan, sehingga memerlukan pelatihan diagnosis kasus

bagi kader kesehatan. Definisi kasus yang sensitif dapat membantu para kader

kesehatan mengenali dan merujuk kasus mungkin (probable cases) ke fasilitas

kesehatan tingkat pertama. Petugas kesehatan di tingkat lebih tinggi dilatih

menggunakan definsi kasus lebih spesifik, yang memerlukan konfirmasi

laboratorium. Community surveilans mengurangi kemungkinan negatif palsu.

G. Karakteristik Surveilans Efektif

1. Kecepatan

Informasi yang diperoleh dengan cepat (rapid) dan tepat waktu (timely)

memungkinkan tindakan segera untuk mengatasi masalah yang diidentifikasi.

Investigasi lanjut hanya dilakukan jika diperlukan informasi tertentu dengan lebih

mendalam.

Kecepatan surveilans dapat ditingkatkan melalui sejumlah cara: (1)

Melakukan analisis sedekat mungkin dengan pelapor data primer, untuk mengurangi

“lag” (beda waktu) yang terlalu panjang antara laporan dan tanggapan; (2)

Melembagakan pelaporan wajib untuk sejumlah penyakit tertentu (notifiable

diseases); (3) Mengikutsertakan sektor swasta melalui peraturan perundangan; (4)

Melakukan fasilitasi agar keputusan diambil dengan cepat menggunakan hasil

surveilans; (5) Mengimplementasikan sistem umpan balik tunggal, teratur, dua-arah

dan segera.

Page 15: Surveilans Maret 14

2. Akurasi

Surveilans yang efektif memiliki sensitivitas tinggi, yakni sekecil mungkin

terjadi hasil negatif palsu. Aspek akurasi lainnya adalah spesifisitas, yakni sejauh

mana terjadi hasil positif palsu. Pada umumnya laporan kasus dari masyarakat awam

menghasilkan “false alarm” (peringatan palsu). Karena itu sistem surveilans perlu

mengecek kebenaran laporan awam ke lapangan, untuk mengkonfirmasi apakah

memang tengah terjadi peningkatan kasus/ outbreak.

Akurasi surveilans dipengarui beberapa faktor : (1) kemampuan petugas; (2)

infrastruktur laboratorium. Surveilans membutuhkan pelatihan petugas. Contoh, para

ahli madya epidemiologi perlu dilatih tentang dasar laboratorium, sedang teknisi

laboratorium dilatih tentang prinsip epidemiologi, sehingga kedua pihak memahami

kebutuhan surveilans. Surveilans memerlukan peralatan laboratorium standar di

setiap tingkat operasi untuk meningkatkan kemampuan konfirmasi kasus.

3. Standar, seragam, reliabel, kontinu

Definisi kasus, alat ukur, maupun prosedur yang standar penting dalam sistem

surveilans agar diperoleh informasi yang konsisten. Sistem surveilans yang efektif

mengukur secara kontinu sepanjang waktu, bukannya intermiten atau sporadis,

tentang insidensi kasus penyakit untuk mendeteksi kecenderungan. Pelaporan rutin

data penyakit yang harus dilaporkan (reportable diseases) dilakukan seminggu sekali

4. Representatif dan lengkap

Sistem surveilans diharapkan memonitor situasi yang sesungguhnya terjadi pada

populasi. Konsekuensinya, data yang dikumpulkan perlu representatif dan lengkap.

Keterwakilan, cakupan, dan kelengkapan data surveilans dapat menemui kendala jika

penggunaan kapasitas tenaga petugas telah melampaui batas, khususnya ketika waktu

petugas surveilans terbagi antara tugas surveilans dan tugas pemberian pelayanan

kesehatan lainnya.

5. Sederhana, fleksibel, dan akseptabel

Sistem surveilans yang efektif perlu sederhana dan praktis, baik dalam organisasi,

struktur, maupun operasi. Data yang dikumpulkan harus relevan dan terfokus. Format

pelaporan fleksibel, bagian yang sudah tidak berguna dibuang. Sistem surveilans

Page 16: Surveilans Maret 14

yang buruk biasanya terjebak untuk menambah sasaran baru tanpa membuang

sasaran lama yang sudah tidak berguna, dengan akibat membebani pengumpul data.

Sistem surveilans harus dapat diterima oleh petugas surveilans, sumber data, otoritas

terkait surveilans, maupun pemangku surveilans lainnya. Untuk memelihara

komitmen perlu pembaruan kesepakatan para pemangku secara berkala pada setiap

level operasi

6. Penggunaan (uptake)

Manfaat sistem surveilans ditentukan oleh sejauh mana informasi surveilans

digunakan oleh pembuat kebijakan, pengambil keputusan, maupun pemangku

surveilans pada berbagai level. Rendahnya penggunaan data surveilans merupakan

masalah di banyak negara berkembang dan beberapa negara maju. Salah satu cara

mengatasi problem ini adalah membangun network dan komunikasi yang baik antara

peneliti, pembuat kebijakan, dan pengambil keputusan (Kasjono, 2009).

Page 17: Surveilans Maret 14

BAB III

ANALISIS KASUS

Derajat kesehatan suatu negara, propinsi atau kota/kabupaten dapat diukur melalui angka

mortalitas, angka morbiditas, ataupun status gizi masyarakat di wilayah tersebut. Untuk

mendapatkan angka-angka tersebut demi mendapatkan informasi tepat waktu tentang

masalah kesehatan populasi, sehingga penyakit dan faktor risiko dapat dideteksi dini dan

dapat dilakukan respons pelayanan kesehatan dengan lebih efektif, Puskesmas rawat inap

Kota Karang melakukan surveilans yang salah satunya pada penyakit-penyakit menular yang

terjadi di wilayah kerja Puskesmas Kota Karang.

1. Malaria

Tahun 2009 kasus malaria klinis sebanyak 618 kasus terdiri dari Kelurahan

Kota Karang sebanya 554 kasus, Kelurahan Negeri Olok Gading sebanyak 21 kasus

dan Kelurahan Kuripan sebayak 43 kasus. Sedangkan pada tahun 2010 kasus malaria

klinis sebanyak 864 kasus terdiri dari 660 kasus dari Kelurahan Kota Karang, 87

kasus dari Kelurahan N. Olok Gading dan 117 kasus dari Kelurahan Kuripan. Pada

tahun 2011 malaria klinis sebanyak 800 kasus.

2009 2010 20110

100

200

300

400

500

600

700

800

900

1000

618

864800

TREND PENYAKIT MALARIA PUSKESMAS KOTA KARANG TAHUN

2009 - 2011

Jumlah

Page 18: Surveilans Maret 14

Pendataan didapatkan secara pasif melalui data pasien yang berkunjung pada

puskesmas. Diagnosa malaria ditegakkan secara klinis, tidak melalui pemeriksaan

laboratorium.

Upaya pencegahan yang telah dilakukan adalah penyuluhan untuk pemakaian

kelambu berinsektisida kepada seluruh warga.

2. Demam Berdarah Dengue

Pada tahun 2009 kasus DBD ditemukan sebanyak 2 kasus terjadi di Kelurahan

Kota Karang pada bulan Januari dan bulan Mei. Sedangkan pada tahun 2010 kasus

DBD ditemukan sebanyak 6 kasus terjadi di kelurahan Kuripan sebanyak 3 kasus,

Kelurahan Kota Karang 1 kasus, Kelurahan Negeri Olok Gading 2 kasus. Kasus

meninggal dunia 1 kasus di kelurahan Kuripan. Pada tahun 2011 kasus DBD

ditemukan sebanyak 15 kasus dan 1 orang meninggal.

2009 2010 20110

2

4

6

8

10

12

14

16

2

6

15

01 1

TREND PENYAKIT DBD PUSKESMAS KOTA KARANG TAHUN 2009 - 2011

KasusMeninggal

Pendataan didapatkan secara pasif melalui data pasien yang berkunjung pada

puskesmas. Diagnosa malaria ditegakkan secara klinis, dan melalui pemeriksaan

laboratorium.

Upaya penanggulangan yang telah dilakukan adalah Pemberantasan Sarang

Nyamuk dengan melaksanakan : Pemantauan Jentik Berkala yang dilaksanakan 3

Page 19: Surveilans Maret 14

bulan sekali oleh kader jumantik, Penyemprotan/fogging, dan penyuluhan tentang

PHBS yaitu pola hidup bersih dan sehat.

3. Diare

Pada tahun 2009 jumlah penderita diare pada semua umur adalah 1458 orang,

sedangkan pada tahun 2010 jumlah penderita diare pada semua umur adalah 1710

orang. Pada tahun 2011 terjadi penurunan kasus jumlah penderita diare pada semua

umur sebanyak 1221 orang.

2009 2010 20110

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1800

1458

1710

1221

TREND PENYAKIT DIARE PUSKESMAS KOTA KARANG TAHUN 2009 - 2011

Kasus

Pendataan didapatkan secara pasif melalui data pasien yang berkunjung pada

puskesmas. Diagnosa malaria ditegakkan secara klinis, dan tidak melalui pemeriksaan

laboratorium.

Upaya yang telah dilakukan adalah dengan memberikan penyuluhan pada ibu-

ibu di posyandu, puskeskel maupun klinik sanitasi di Puskesmas Rawat Inap Kota

Karang.

4. Campak

Pada tahun 2009 penyakit campak ditemukan sebanyak 5 kasus, sedangkan

tahun 2010 ditemukan sebanyak 3 kasus dan pada tahun 2011 tidak ditemukan adanya

kasus penyakit campak.

Page 20: Surveilans Maret 14

2009 2010 20110

1

2

3

4

5

6

5

3

0

TREND PENYAKIT CAMPAK PUSKESMAS KOTA KARANG TAHUN

2009 - 2011

Kasus

5. TB paru

Jumlah kasus TB paru pada tahun 2009 pada 4 kelurahan wilayah kerja

Puskesmas Kota Karang adalah 43 orang dengan jumlah kasus yang sembuh 34 orang.

Pada tahun 2010 jumlah kasus TB paru meningkat sebanyak 56 orang, dengan jumlah

kasus sembuh 37 orang. Sedangkan tahun 2011 jumlah kasus TB paru sebanyak

64orag dengan jumlah kasus sembuh sebanyak 32 orang.

2009 2010 20110

10

20

30

40

50

60

70

43

56

64

3437

32

TREND PENYAKIT TB PARU PUSKESMAS KOTA KARANG TAHUN

2009 - 2011

JumlahSembuh

Page 21: Surveilans Maret 14

Pendataan didapatkan secara aktif melalui home visite dimana petugas

puskesmas melalui kader-kader kesehatan melakukan kunjungan ke rumah-rumah

warga. Diagnosa TB paru ditegakkan secara klinis, dan pemeriksaan laboratorium.

Upaya penanggulangan yang telah dilakukan oleh Puskesmas Kota Karang

yaitu dengan pemantauan penderita TB dengan home visite, dan pemeriksaan pada

kecurigaan kasus TB pada orang-orang terdekat penderita TB.

6. ISPA

Keseluruhan kasus ISPA pada tahun 2009 ada 1878 kasus, sedangkan pada

tahun 2010 ada sebanyak 1653 kasus, dan pada tahun 2011 kasus ISPA seluruhnya

ada 1885 kasus. Kasus pneumonia pada tahun 2009 ada 170 orang, sedangkan pada

tahun 2010 ada 145 orang, dan kasus pneumonia pada tahun 2011 sebanyak 101

kasus.

2009 2010 20110

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1800

2000 1878

1653

1885

70 45 101

TREND PENYAKIT ISPA/PNEUMONIA PUSKESMAS KOTA KARANG TAHUN 2009 -

2011

Kasus ISPAKasus Pneumonia

Pendataan didapatkan secara pasif melalui data pasien yang berkunjung pada

puskesmas. Diagnosa malaria ditegakkan secara klinis, dan tidak melalui pemeriksaan

laboratorium.

Upaya yang telah dilakukan adalah dengan memberikan penyuluhan pada ibu-

ibu di posyandu, puskeskel maupun klinik sanitasi di Puskesmas Rawat Inap Kota

Karang.

Page 22: Surveilans Maret 14

BAB IV

KESIMPULAN

1. Surveillans adalah proses pengamatan secara teratur dan terus menerus terhadap

semua aspek penyakit tertentu, baik keadaan maupun penyebarannya dalam suatu

masyarakat tertentu untuk kepentingan pencegahan dan penanggulangan.

2. Surveilans bertujuan umum memberikan informasi tepat waktu tentang masalah

kesehatan populasi, sehingga penyakit dan faktor risiko dapat dideteksi dini dan dapat

dilakukan respons pelayanan kesehatan dengan lebih efektif.

3. Komponen Surveilans terdiri atas pengumpulan data; pengolahan, analisa, dan

interpretasi data; dan penyebarluasan serta umpan balik

4. Surveilans yang efektif memiliki karakteristik cepat, akurat, ttandar, seragam, reliabel,

kontinu, representatif dan lengkap, sederhana, fleksibel, dan akseptabel, serta

memiliki daya guna tinggi.

5. Puskesmas rawat inap Kota Karang melaksanakan surveilans, khususnya pada

penyakit-penyakit menular yang terjadi di wilayah kerja Puskesmas Kota Karang.

Page 23: Surveilans Maret 14

DAFTAR PUSTAKA

Bensimon CM, Upshur REG . 2007. Evidence and effectiveness in decisionmaking for

quarantine. Am J Public Health.

DCP2. 2008. Public health surveillance. The best weapon to avert epidemics. Disease

Control Priority Project.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004b). Kepmenkes tentang Pedoman

Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan Penyakit Menular dan

Tidak Menular Terpadu. Depkes RI.

Kasjono, Heru S. 2009. Intisari Epidemiologi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Last, JM. 2001. A dictionary of epidemiology. New York: Oxford University Press, Inc.

Mandl KD, Overhage M, Wagner MM, Lober WB, Sebastiani P, Mostahari F, Pavlin JA,

Gesteland PH, Treadwell T, Koski E, Hutwagner L, Buckeridge DL , Aller RD,

Grannis S. 2004. Implementing syndromic surveillance: A practical guide informed by

the early experience. J Am Med Inform Assoc.

McNabb SJN, Chungong S, Ryan M, Wuhib T, Nsubuga P, Alemu W, Karande-Kulis V,

Rodier G. 2002. Conceptual framework of public health surveillance and action and its

application in health sector reform. BMC Public Health.

Sloan PD, MacFarqubar JK, Sickbert-Bennett E, Mitchell CM, Akers R, Weber DJ, Howard

K. 2006. Syndromic surveillance for emerging infections in office practice using billing

data. Ann Fam Med 2006;4:351-358

WHO. 1999. WHO Recommended Surveillance Standards, The united Kingdom of Great

Britain

WHO. 2002. An integrated approach to communicable disease surveillance. Weekly

epidemiological record.