Surimi_Hans Christian P S_13.70.0013_E5_UNIKA SOEGIJAPRANATA
-
Upload
praktikumhasillaut -
Category
Documents
-
view
10 -
download
0
description
Transcript of Surimi_Hans Christian P S_13.70.0013_E5_UNIKA SOEGIJAPRANATA
Acara I
SURIMI
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
TEKNOLOGI HASIL LAUT
Disusun Oleh:
Nama : Hans Christian P.S.
NIM : 13.70.0013
Kelompok : E5
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2015
1
1. MATERI METODE
1.1. Materi
1.1.1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah freezer, pisau, kain saring,
penggiling daging, milimeter blok, timbangan analitik, plastik, dan texture analyzer.
1.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah daging ikan bawal, garam, gula
pasir, es batu, dan polifosfat.
1.2. METODE
Ikan bawal dicuci bersih dengan air
mengalir
Daging ikan difilllet dengan cara dibuang bagian
kepala, sirip, ekor, sisik, isi perut, dan kulitnya.
Bagian daging putihnya diambil sebanyak 100 gram.
2
Daging ikan digiling hingga halus, selama penggilingan dapat
ditambahkan es batu untuk menjaga suhu rendah.
Daging ikan dicuci dengan air es sebanyak 3 kali lalu disaring dengan
menggunakan kain saring.
Daging ikan ditambahkan dengan sukrosa sebanyak 2,5% (kelompok 1, 2);
5% (kelompok 3, 4, 5), garam sebanyak 2,5% (kelompok 1, 2, 3, 4, 5), dan
polifosfat sebanyak 0,1% (kelompok 1); 0,3% (kelompok 2, 3); 0,5%
(kelompok 4, 5).
Plastik diikat dan ditaruh di dalam loyang untuk
kemudian dibekukan dalam freezer selama 1 malam.
3
Setelah dithawing, surimi diuji kualitas sensorisnya
yang meliputi kekenyalan dan aroma.
Surimi diukur tingkat kekerasannya dengan
menggunakan texture analyzer.
Surimi dipress dengan
menggunakan presser.
4
Surimi diukur WHCnya dengan menggunakan milimeter blok
untuk kemudian dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Luas atas =1
3a (h0 + 4h1 + 2h2 + 4h3 + ⋯ + hn)
Luas bawah =1
3a (h0 + 4h1 + 2h2 + 4h3 + ⋯ + hn)
Luas area basah = Luas atas − Luas bawah
mg H2O =Luas area basah − 8,0
0,0948
5
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan surimi berdasarkan uji hardness, WHC dan uji sensori dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengamatan Surimi
Kel. Perlakuan Hardness
(gf)
WHC
(mg H2O)
Sensori
Kekenyalan Aroma
1 Sukrosa 2,5% + garam 2,5%
+ polifosfat 0,1% 106,73 268087,13 ++ + +
2 Sukrosa 2,5% + garam 2,5%
+ polifosfat 0,3% 110,22 332457,81 ++ + + +
3 Sukrosa 5% + garam 2,5% +
polifosfat 0,3% 152,62 290357,43 ++ + + +
4 Sukrosa 5% + garam 2,5% +
polifosfat 0,5% 91,879 277594,52 ++ + + +
5 Sukrosa 5% + garam 2,5% +
polifosfat 0,5% 123,41 327271,52 + + ++ +
Keterangan :
Kekenyalan Aroma
+ : tidak kenyal + : tidak amis
+ + : kenyal + + : amis
+ + + : sangat kenyal + + + : sangat amis
Berdasarkan tabel di atas, didapati data berupa hardness, water holding capacity
(WHC), aroma, dan kekenyalan dari surimi tiap kelompok yang berbeda – beda. Pada
kelompok E1, fillet ikan bawal ditambahkan sukrosa dan garam 2,5%, serta polifosfat
sebesar 0,1%. Hardness yang dihasilkan dari surimi tersebut adalah 106,73 gf. Water
holding capacity surimi kelompok E1 adalah 268087,13 mg. Pada kelompok E2, fillet
ikan bawal ditambahkan sukrosa dan garam 2,5%; serta polifosfatnya sebesar 0,3%.
Hardness surimi tersebut adalah 110,22 gf dan water holding capacitynya 332457,81
mg. Pada kelompok E3, fillet ikan bawal diberikan penambahan sukrosa 5%, garam
2,5%; dan polifosfat yang ditambahkan sebesar 0,3%. Hardness dari surimi tersebut
adalah 156,62 gf dan water holding capacitynya 290357,43 mg. Fillet ikan bawal
kelompok E4 diberikan penambahan sukrosa 5%, garam 2,5%; dan polifosfat sebanyak
0,5%. Hardness dari surimi tersebut adalah 91,879 gf dan water holding capacitynya
277594,43 mg. Pada kelompok E5, fillet ikan bawal diberikan penambahan sukrosa 5%,
garam 2,5%; serta polifosfatnya sebesar 0,5%. Hardness surimi tersebut adalah 123,41
gf dan water holding capacitynya 327271,52 mg. Pada pengujian sensoris, aroma yang
dihasilkan dari surimi kelompok E1, E3, dan E4 adalah amis, sedangkan untuk
6
kelompok E2 dan E5 sangat amis. Pada parameter kekenyalan surimi dari kelompok E1,
E2, dan E5 adalah kenyal, sedangkan untuk kelompok E3 dan E4 adalah sangat kenyal.
7
3. PEMBAHASAN
Surimi merupakan produk olahan yang diproduksi dari lumatan daging ikan yang dicuci
(leaching) berulang-ulang, ditambahkan bahan food additive, pengepresan, pengepakan,
dan pembekuan. Surimi memiliki tekstur elastis dan kenyal, hal ini disebabkan karena
surimi mengandung konsentrasi protein miofibril yang sangat tinggi (Tanaka,2001).
Suzuki (1981) menambahkan bahwa surimi terbagi menjadi 2 kelompok yaitu, yaitu
mu-en surimi (tanpa penambahan garam) dan ka-en surimi (dengan penambahan garam
dalam konsentrasi tertentu). Selain 2 jenis tersebut yang umum ditemui tersebut,
terdapat pula surimi na-na yang merupakan surimi mentah dan tidak mengalami
pembekuan.
Peranginangin et al., (1999) mengatakan bahwa ikan yang digunakan untuk pembuatan
surimi sebaiknya memiliki daging berwarna putih, tidak berbau amis dan lumpur, serta
mempunyai kemampuan untuk membentuk gel yang baik. Surimi yang dihasilkan
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Selain jenis ikan yang digunakan, cara pengeringan
yang digunakan akan menimbulkan karakteristik surimi yang berbeda pula. Kesegaran
dari ikan yang digunakan akan berpengaruh terhadap elastisitas surimi yang dihasilkan.
Semakin segar ikan maka elastisitasnya akan semakin tinggi. Ikan yang memiliki
elastisitas rendah biasanya ditingkatkan dengan menambahkan daging ikan jenis yang
lain, diberikan penambahan gula, pati, atau protein nabati (Santana et al., 2012). pH
ikan yang paling baik untuk pembuatan surimi adalah 6,5 hingga 7. Ikan yang
digunakan untuk membuat surimi sebaiknya memiliki lemak yang rendah. Ikan yang
memiliki kandungan lemak tinggi juga dapat digunakan, namun harus mengalami
proses pengekstrakan lemak terlebih dahulu. Lemak akan mempengaruhi daya gelatinasi
dan menyebabkan produk surimi cepat mengalami ketengikan (Koswara et al., 2001).
Pada praktikum surimi kloter E, ikan yang digunakan adalah ikan bawal. Supriatna
(1998) mengatakan bahwa dalam 100 gram ikan bawal, 96 kkal energi, 0 gram
karbohidrat, 1,7 gram lemak, 150 mg fosfor, 20 mg kalsium, 19 gram protein, dan 2 mg
zat besi. Jika dibandingkan antara data dan teori yang ada, penggunaan ikan bawal
untuk bahan baku pembuatan surimi sudah sesuai dengan teori dari Peranginangin et al.,
(1999); Koswara et al., (2001); dan Supriatna (1998) .
8
Pada pembuatan surimi ini terdapat beberapa langkah kerja yaitu, mula – mula ikan
bawal dicuci lalu dipisahkan dagingnya dari kepala, sirip, kulit, sisik, ekor, tulang, dan
isi perutnya. Setelah itu, daging ikan bawal diambil sebanyak 100 gram dan dihaluskan
menggunakan blender. Ketika daging diblender, perlu ditambahkan es batu untuk
menjaga suhu tetap rendah. Selanjutnya, daging ikan yang telah halus lalu dicuci dengan
air es sebanyak 3 kali. Setelah itu, daging ikan tersebut disaring dengan kain saring.
Pemprosesan daging ikan bawal dilakukan dalam kondisi dingin dikarenakan
kandungan protein larut air pada ikan yang hilang ketika dicuci akan berakibat pada
karakteristik kekuatan gel yang terbentuk. Air yang digunakan untuk mencucisebisa
mungkin berada dalam range 10-15ºC, sehingga tidak terlalu banyak protein larut air
yang terbuang agar kekuatan gel yang terbentuk dalam kondisi yang baik (Schwarz &
Lee,1988).
Setelah melalui tahap pencucian, daging ikan selanjutnya diberi perlakuan yang
berbeda-beda antar kelompok. Pada kelompok E1 dan E2 diberi penambahan sukrosa
dengan konsentrasi 2,5%, sedangkan untuk kelompok E3, E4, dan E5 ditambahkan
sukrosa dengan konsentrasi 5%. Selain ditambahkan sukrosa, ditambahkan pula garam
sebanyak 2,5% untuk semua kelompok, dan polifosfat sebanyak 0,1% (kelompok E1);
0,3% (kelompok E2 dan E3); dan 0,5% (kelompok E4 dan E5). Sukrosa merupakan
bahan cryoprotectant yang berguna untuk memperlambat proses denaturasi protein
ketika disimpan dalam suhu beku. Cryoprotectant akan mengikat air oleh ikatan
hidrogen sehingga dapat menghindari proses kondensasi (Santana et al., 2012). Kadar
sukrosa yang digunakan dalam praktikum kali ini (2,5% dan 5%) juga sesuai dengan
teori dari Parvathy dan George (2011) yang menyebutkan bahwa tingkat penambahan
sukrosa pada kisaran 4% akan membuat surimi yang dihasilkan diterima oleh panelis
dalam aspek flavor, elastisitas, dan tingkat kemanisan dari surimi. Ditjen Perikanan
Tangkap (1990), mengatakan bahwa garam yang ditambahkan dalam pembuatan surimi
bertujuan untuk mempercepat keluarnya air dalam daging ikan yang telah digiling.
Garam dapat melepaskan miosin pada serat ikan sehingga dapat membentuk gel yang
kuat dan juga memperbaiki cita rasa serta aroma dari surimi (Tan et al., 1988).
Sedangkan untuk penambahan polifosfat menurut Toyoda et al., (1992), bertujuan untuk
9
membantu melepaskan aktomiosin dan berikatan dalam miosin. Banyaknya kadar
polifosfat yang ditambahkan akan mempengaruhi tekstur dari surimi (meningkatkan
kelembutan dan elastisitas). Penambahan polifosfat dapat menyebabkan surimi tahan
disimpan selama lebih dari satu tahun (Lee, 1984). Menurut Winarno et al., (1980)
ditambahkannya bahan – bahan seperti sukrosa, garam, dan polifosfat akan
memperbaiki kualitas dari surimi yang diproduksi.
Langkah selanjutnya adalah daging ikan diaduk hingga rata lalu dimasukkan ke dalam
wadah (kantong plastik). Selanjutnya, daging ikan dibekukan dalam freezer selama 1
malam. Penyimpanan dalam freezer akan membuat kualitas dari surimi yang telah
dibuat tetap terjaga dan tidak mudah rusak akibat aktivitas mikroba (Winarno,1993).
Sedangkan tujuan dari pengemasan adalah untuk melindungi surimi dari oksidasi yang
mungkin terjadi akibat kontak dengan udara. Berikutnya, surimi dithawing kemudian
diuji hardness dengan alat Texture Analyzer, WHC menggunakan bantuan milimeter
blok, serta kualitas sensoris (kekenyalan dan aroma) yang diuji oleh seorang panelis.
Pada tabel hasil pengamatan didapati beberapa data yang meliputi hardness, WHC,
serta penilaian sensoris yang meliputi kekenyalan dan aroma. Didapati pada parameter
hardness tertinggi didapat oleh kelompok E3 dengan perlakuan penambahan 5%
sukrosa; 2,5% garam; dan 0,3% polifosfat. Sementara itu, kelompok E4 dengan
perlakuan penambahan 5% sukrosa; 2,5% garam; dan 0,5% polifosfat mendapat nilai
hardness terkecil. Menurut pendapat Peranginangin et al., (1999), jumlah polifosfat
yang ditambahkan akan mempengaruhi nilai hardness surimi yang dihasilkan. Semakin
tinggi kadar polifosfat yang ditambahkan maka tingkat elastisitas surimi akan semakin
baik. Dengan kata lain, semakin tinggi polifosfat yang ditambahkan maka tingkat
hardness akan semakin rendah. Toyoda et al., (1992) menambahkan jika polifosfat yang
ditambahkan dalam pembuatan surimi akan membuat surimi bertekstur lembut dan tidak
keras. Dengan membandingkan data hasil pengamatan dengan teori, maka didapati data
yang tidak sesuai dengan teori. Seharusnya kelompok E1 yang mempunyai kadar
polifosfat terendahlah yang mempunyai tingkat hardness tertinggi. Adanya perbedaan
antara teori dengan hasil pengamatan dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut
Ozogul et al. (2005), keragaman komposisi asam lemak ikan yang digunakan antar
10
kelompok dapat berbeda yang berakibat dengan perbedaan data hardness yang ada.
Kong et al. (2001) menambahkan bahwa kadar pati dalam olahan surimi juga dapat
mempengaruhi elastisitas surimi yang dihasilkan. Pati memiliki sifat pengembangan
atau gelatinisasi yang ditimbulkan pada produk surimi.
Pada parameter WHC (water holding capacity) yang diuji didapati bahwa kelompok E2
memiliki nilai tertinggi, sedangkan kelompok E1 memiliki nilai WHC terendah.
Menurut Fennema (1985) sukrosa yang merupakan bahan cryoprotectant dapat
meningkatkan tegangan permukaan dan mencegah keluarnya air dalam pembuatan
surimi. Dengan bertambahnya kadar sukrosa maka nilai WHC akan semakin meningkat
pula. Huda et al., (2011) menambahkan bahwa denaturasi myofibril protein akan
memperkecil nilai WHC. Bahan – bahan seperti sukrosa dapat mencegah terjadinya
denaturasi protein myofibril tersebut. Data hasil pengamatan yang didapat tidak sesuai
dengan teori tersebut dimana nilai WHC tertinggi dan terendah didapat pada sampel
surimi dengan kadar sukrosa yang sama. Perbedaan dengan teori dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti kekuatan pengepresan yang berbeda antar kelompok dan
ketidaktelitian dalam mengukur surimi di milimeterblok.
Pada tabel pengamatan parameter kekenyalan didapati surimi kelompok E1, E2, dan E5
memiliki karakteristik kenyal, sedangkan surimi kelompok E3 dan E4 sangat kenyal.
Data tabel hasil pengamatan tersebut kurang sesuai dengan teori. Seperti yang telah ada
pada penjelasan Toyoda et al., (1992) diatas, seharusnya kelompok E5 juga memilki
tekstur yang sangat kenyal. Hal tersebut dikarenakan menurut teori yang ada, semakin
tinggi konsentrasi polifosfat yang ditambahkan maka akan semakin tinggi pula
elastisitas atau kekenyalan dari surimi yang dihasilkan. Selain itu, menurut Nopianti et
al., (2012) pH pada kandungan surimi juga dapat memepengaruhi kekenyalan gel
dimana semakin rendah pH maka karakteristik kekuatan surimi yang dihasilkan akan
semakin rendah. Sedangkan untuk parameter aroma didapati surimi kelompok E1, E3,
dan E4 memiliki aroma amis, sementara itu surimi kelompok E2 dan E5 memiliki
aroma sangat amis. Menurut teori dari Peranginangin et al., (1999) aroma dari surimi
berkaitan dengan jenis ikan yang digunakan. Apabila daging ikan yang digunakan tidak
terlalu amis, maka surimi yang dihasilkan juga beraroma tidak terlalu amis pula. Faktor
lain yang dapat mempengaruhi aroma amis dari surimi yang dihasilkan adalah proses
11
pencucian ikan. Pencucian ikan bertujuan agar dapat menghilangkan bau amis yang
dipengaruhi oleh kandungan trimetilamin (Tanaka, 2001). Menurut Piotrowicz dan
Mellado (2015) salah satu cara untuk mendapatkan surimi dengan aroma yang lebih
baik dapat dilakukan dengan pencucian ikan menambahkan komponen alkali, sodium
klorida, dan sodium bikarbonat dalam air.
12
4. KESIMPULAN
Surimi merupakan salah satu produk olahan setengah jadi yang telah mengalami
proses pencucian (leaching) secara berulang-ulang, penambahan bahan tambahan
(food additive), pengepresan, pengepakan, dan pembekuan.
Ikan bawal memiliki karakteristik yang sesuai untuk bahan baku surimi karena
dagingnya berwarna putih dan memiliki kandungan lemak rendah.
Sukrosa merupakan bahan cryoprotectant yang digunakan untuk mencegah
terjadinya denaturasi protein pada surimi dan dapat meningkatkan daya ikat air.
Nilai WHC dari surimi dipengaruhi oleh tingkat sukrosa yang ditambahkan.
Garam ditambahkan untuk melepas miosin pada serat ikan sehingga didapatkan
surimi dengan gel yang kuat dan memiliki cita rasa dan aroma yang baik.
Polifosfat berguna untuk meningkatkan kelembutan dan sifat elastisitas dari surimi
Semakin tinggi kadar polifosfat yang ditambahkan, maka akan membuat surimi
memiliki nilai hardness yang rendah, semakin kenyal, dan nilai WHC yang
meningkat.
Semarang, 31 Oktober 2015
Praktikan, Asisten Dosen
- Yusdhika Bayu S.
Hans Christian P.S.
13.70.0013
13
5. DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Perikanan. (1990). Buku Pedoman Pengenalan Sumber Perikanan
Laut. Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian. Jakarta.
Fennema, O.R. (1985). Food Chemistry-Second Edition, Revised and Expanded. New
York: Marcel Dekker, Inc.
Huda N., Leng O.H., dan Nopianti R. (2011).Cryoprotective Effects of Different Levels
of Polydextrose in Threadfin Bream Surimi During Frozen Storage. Journal of
Fisheries and Aquatic Science 6 (4):404-416. Malaysia.
Kong, C. S., Y. Tashiro, and H. Ogawa. (2001). Elastic Modulus of Surimi Protein and
Starch in Fish-Meat Gel with Added Starch Pregelatinized at 2 Temperatures.
Journal of Food Science Vol 66 No 8.
Koswara S.; Hariyadi P.; & Purnomo E.H. (2001). Tekno Pangan dan Agroindustri. UI
Press. Jakarta.
Lee CM. (1984). Surimi process technology. Journal Food Technology 38 (11) : 69-80.
Nopianti R., Huda N., Fazilah A., Ismail N., dan Easa A.M.(2012). Effect of Different
Types of Low Sweetness Sugar on Physicochemical Properties of Threadfin
Bream Surimi (Nemipterus spp.) During Frozen Storage. International Food
Research Journal 19 (3): 1011-1021. Malaysia.
Ozogul, Y.; F. Ozogul; & I.A. Olgunoglu. (2005). Fatty acid profile and mineral content
of the wild snail (Helix pomatia) from the region of the south of the Turkey.
European Food Research and Technology; 221(3-4):547-549.
Parvathy U dan Sajan G.(2011). Influence of Cryoprotectant Levels on Storage Stability
of Surimi From Nemipterus Japonicus and Quality of Surimi-Based Products.
Association of Food Sciencetist & Technologists. Food Sci Technol 51(5):982–
987.India.
Peranginangin R, Wibowo S, Nuri Y, dan Fawza. (1999). Teknologi Pengolahan
Surimi. Jakarta: Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi Balai Penelitian
Perikanan Laut.
Piotrowicz, I. B. B. dan Mellado, M. M. S.(2015). Chemical, Technological and
Nutritional Quality of Sausage Processed with Surimi. International Food
Research Journal 22(5): 2103-2110. Brazil.
14
Santana P., Huda N., dan Yang T.A. (2012). Technology for Production of Surimi
Powder and Potential of Applications. International Food Research Journal
19(4): 1313-1323. Malaysia.
Schwarz M.D. & Lee C.M. (1988). Comparison of the thermostability of redhake and
alaska pollack surimi during processing. Journal of Food Science; 53(5):1347-
1351.
Supriatna. (1998). Pengaruh Kadar Asam Lemak Omega 3 yang Berbeda pada Kadar
Asam Lemak Omega 6 Tetap dalam Pakan terhadap Pertumbuhan Ikan Bawal
Air Tawar Colossoma macropomum Cuvier. Program Paska Sarjana IPB.
Bogor.
Suzuki, T. (1981). Fish and Krill Protein : Processing Technology. London: Applied
Science Publ Ltd.
Tan SM, Ng MC, Fujiwara T, Kok KH, and Hasegawa H. (1988). Handbook on the
Processing of Frozen Surimi and Fish Jelly Products in Southeast Asia. Marine
Fisheries. Research Department-South East Asia Fisheries Development Center.
Singapore.
Tanaka, M. (2001). Surimi and Surimi Products. Department of Food Science and
Technology. Jepang
Toyoda, K., Shiraishi, T., Yoshioka, H., Yamada, T., Ichinose, Y. and Oku, H. (1992)
Regulation of Polyphosphoinositide Metabolism in Peaplasma Membrane by
Elicitor and Suppressor from a Pea Pathogen, Mycosphaerella pinodes. Plant
Cell Physiol. 33: 445-452.
Winarno F.G. (1993). Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Winarno F.G.; Fardiaz S.; & Fardiaz D. (1980). Pengantar Teknologi Pangan. PT.
Gramedia. Jakarta.
15
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
Rumus:
LA =1
3× (a) × (h0 + 4(h1) + 2(h2) + 4(h3) + hn)
LB =1
3× (a) × (h0 + 4(h1) + 2(h2) + 4(h3) + hn)
Larea basah = LA − LB
Mg H2O=Larea basah- 8,0
0,0948
Kelompok E1
LA =1
3× (46) × (116 + 4(188) + 2(204) + 4(196) + 110)
LA = 33273,33
LB =1
3× (46) × (116 + 4(35) + 2(13) + 4(30) + 110)
LB = 7850,67
Larea basah = 33273,33 − 7850,67 = 25422,66
Mg H2O=25422,66-8,0
0,0948=268087,13
Kelompok E2
LA =1
3× (48,5) × (120 + 4(227) + 2(238) + 4(225) + 102)
LA = 40513,67
LB =1
3× (48,5) × (120 + 4(33) + 2(19) + 4(41) + 102)
LB = 8988,67
Larea basah = 40513,67 − 8988,67 = 31525
Mg H2O=31525-8,0
0,0948=332457,81
16
Kelompok E3
LA =1
3× (50) × (126 + 4(199) + 2(207) + 4(202) + 93)
LA = 37284,079
LB =1
3× (50) × (126 + 4(36) + 2(33) + 4(39) + 93)
LB = 9750,195
Larea basah = 37284,079 − 9750,195 = 27533,884
Mg H2O=27533,884-8,0
0,0948=290357,43
Kelompok E4
LA =1
3× (49) × (104 + 4(183) + 2(188) + 4(176) + 103)
LA = 32970,27
LB =1
3× (49) × (104 + 4(19) + 2(10) + 4(26) + 103)
LB = 6646,31
Larea basah = 32970,27 − 6646,31 = 26323,96
Mg H2O=26323,96-8,0
0,0948=277594,52
Kelompok E5
LA =1
3× (50) × (82 + 4(204) + 2(222) + 4(203) + 76)
LA = 37166,67
LB =1
3× (50) × (82 + 4(21) + 2(15) + 4(24) + 76)
LB = 6133,33
Larea basah = 37166,67 − 6133,33 = 31033,34
Mg H2O=31033,34-8,0
0,0948=327271,52
17
6.2. Laporan Sementara
6.3. Diagram Alir
6.4. Abstrak Jurnal