supplay maksimum rawat inap
-
Upload
norita-rachman -
Category
Documents
-
view
289 -
download
11
description
Transcript of supplay maksimum rawat inap
TUGAS EKONOMI KESEHATAN DAN EKONOMI MIKRO
“MENGHITUNG SUPPLY MAKSIMAL PELAYANAN RAWAT INAP
DI RS ISLAM SURABAYA DAN UTILIZATION FOR MEDICAL CARE”
Oleh :
1. Aulia Oktaviani
2. Elvira Yuniarti
3. Norita Rachman FR
4. Domitianus Adhio
5. Agia Tessa A
MANAJEMEN PEMASARAN DAN KEUANGAN PELAYANAN
KESEHATAN
ADMINISTRASI KEBIJAKAN KESEHATAN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2012
1
A. Menghitung Supply Maksimal Pelayanan Rawat Inap di Rumah Sakit
Islam Surabaya
1. Definisi Supply Dalam Pelayanan Kesehatan
a. Pengertian supply dan supply maksimal
Penawaran (supply) adalah sejumlah barang yang dijual atau
ditawarkan pada suatu harga dan waktu tertentu. Dalam ilmu ekonomi,
penawaran maksimal (supply maximal) menunjukkan jumlah (maksimum)
yang ingin dijual pada berbagai tingkat harga, atau berapa harga
(minimum) yang masih mendorong penjual untuk menawarkan berbagai
jumlah dari suatu barang. Titik beratnya pada kerelaan atau kesediaan
untuk menjual, bukan berapa barang yang sungguh-sungguh terjual.
Hukum penawaran adalah suatu pernyataan yang menjelaskan
tentang sifat hubungan antara harga suatu barang dan jumlah barang yang
ditawarkan para penjual. Hukum penawaran mengatakan bahwa makin
tinggi harga suatu barang, semakin banyak jumlah barang tersebut yang
akan ditawarkan oleh para penjual. Sebaliknya, makin rendah harga
suatu barang semakin sedikit jumlah barang tersebut yang ditawarkan
dengan asumsi ceteris paribus bahwa semua variabel yang sedang tidak
dibicarakan diangap tetap dan sama.
Hal mendasar dalam supply baik itu pada produk barang ataupun
jasa adalah fungsi produksi yang meliputi input (6M2T1I) dan proses.
Fungsi produksi menggambarkan hubungan antara output pada barang
ataupun jasa tersebut dengan sumber daya (input) yang digunakan untuk
memproduksinya.
b. Pengertian pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan adalah upaya, pekerjaan atau kegiatan
kesehatan yang ditujukan untuk mencapai derajat kesehatan perorangan/
masyarakat yang optimal/ setinggi-tingginya.
2
c. Supply maksimal pelayanan kesehatan
Supply maksimal pelayanan kesehatan adalah jumlah maksimal/
kemampuan maksimal/ kapasitas maksimal pelayanan yang dapat
diberikan dalam periode tertentu.
2. Faktor Yang Mempengaruhi Supply Pelayanan Kesehatan
a. Karakteristik fungsi produksi (Characteristics of production
function)
Penawaran terhadap produk atau pelayanan adalah tergantung pada
fungsi produksi. Supply pada pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh
kemampuan produksi /input yaitu 6M (man, money, material, machine,
methode, market ), 2T (time, technology), dan 1I (information).
a. Man : dokter, dokter spesialis, bidan, perawat, skm,
farmasis, tenaga administrasi, dan lain sebagainya.
b. Money : biaya operasional, biaya infestasi dan biaya lain-lain.
c. Material : berhubungan dengan logistik pelayanan
kesehatan, misalnya obat, suntik, bahan makanan, dan
lain sebagainya.
d. Methode : SOP rumah sakit, Standart Pelayanan Minimal
(SPM), dll
e. Machiene : peralatan laboratorium, peralatan unit
penunjang, incenerator, dll
f. Market : wilayah kerja pelayanan kesehatan,
segmentasi pasar, masyarakat sasaran yang dibidik
berdasarkan proses STP (segmenting, targeting dan
posisioning)
g. Teknologi : kecanggihan dan kemutakhiran teknologi
yang digunakan misalnya finger print, dan lain
sebagainya.
h. Time : waktu yang digunakan untuk pelayanan, unit pelayanan.
i. Informasi : melalui internet, pamflet dan leaflet.
3
b. Faktor Dominan Dalam Supply Pelayanan Kesehatan
Supply pelayanan kesehatan merupakan derivat dari supply
sehingga faktor yang mempengaruhi juga sama. Faktor paling dominan
yang mempengaruhi penawaran pada pelayanan kesehatan adalah man dan
machine (fasilitas medis) sedangkan 4M 2T 1i lainnya diasumsikan
terpenuhi. Sumberdaya manusia dan machine merupakan faktor terpenting
dalam pelayanan kesehatan karena:
a. Pelayanan kesehatan merupakan bisnis jasa, jadi man yang memberi
pelayanan (man sebagai pemberi jasa), seperti paramedic dan non
paramedic.
b. Man pada pelayanan kesehatan memiliki kompetensi secara khusus.
Kompetensi ini meliputi keterampilan, kemampuan yang disertai
kewenangan yang dilindungi undang-undang.
c. Fasilitas disini sebagai penunjang keberadaan sumberdaya manusia
tersebut. Jadi antara man dan machine harus selalu ada di dalam
pelayanan kesehatan.
c. Contoh Supply Dalam Pelayanan Kesehatan (keperawatan)
Pada Rumah Sakit “X” akan dilakukan perhitungan mengenai
jumlah pelayanan perawat. Jika outputnya adalah pelayanan keperawatan
tiap pasien dan input yang digunakan adalah jumlah dan jenis perawat,
alat keperawatan, maka hubungan teknis antara keduanya adalah sebagai
berikut:
Qnpc = f (RNs, LPNs, Ads, UN)
Keterangan :
Qnpc = Quantity of nursing patient care (kuantitas pelayanan
keperawatan pasien)
RNs = Registered Nurse (Perawat yang terdaftar)
LPNs = Licensed Practical Nurse (Perawat yang telah
terlisensi/tersertifikasi)
4
ADs = Nursing Aides (pembantu perawat)
UN = The type of nursing unit (Unit atau tipe perawatan)
Dari persamaan diatas dapat diketahui bahwa Qnpc adalah kuantitas
pelayanan keperawatan , RNs (jumlah perawat yang tercatat, perawat yang
mahir, sudah memiliki surat ijin praktek, sudah bisa mandiri sebagai
perawat panggilan), AD (pembantu perawat) dan LPN (perawat praktek
yang masih harus dinaungi oleh institusi), ketiga (RNs, LPNs, Ads) factor
diatas terkategori dalam MAN, sedangkan UN terkategori dalam aspek
sarana, prasarana, teknologi, material dan methode.
Karakteristik tertentu dari fungsi produksi pada sektor kesehatan
mempengaruhi biaya dan kuantitas pelayanan yang dapat disediakan.
Hubungan dari fungsi ini menyatakan bahwa antara pelayanan untuk tiap
pasien dan jenis perawat dapat digantikan dengan lainnya untuk
menghasilkan kualitas pelayanan yang sama. Tingkat penggantian tersebut
bukan berarti jenis yang satu digantikan oleh jenis yang lain. Sebagai
contoh satu LPN tidak dapat digantikan oleh satu RN, walaupun RN
memiliki skill lebih. LPN hanya dapat menggantikan beberapa tetapi tidak
semua tugas RN dapat digantikan. Tingkat penggantikan tersebut penting
untuk ditentukan karena menyediakan informasi untuk pengambilan
keputusan untuk merencanakan kombinasi tenaga yang dapat meminimkan
cost / biaya yang dikeluarkan produsen dalam memberikan pelayanan
karena pemanfaatan resources yang maksimal.
Dalam industri kesehatan terdapat legal restriction (pembatasan
legal) dalam hal tugas dari pemberi pelayanan kesehatan. Artinya
walaupun seorang perawat mampu untuk melakukan tugas tertentu dari
dokter maka perawat itu tidak boleh melakukannnya karena akan
melanggar kode etik profesi. Adanya legal restriction ini membatasi
tingkat penggantian pada fungsi produksi. Sehingga pengambil harus
memperhatikan kombinasi pemakaian input yang akan digunakan.
Karakteristik lain dari fungsi produksi yaitu tidak semua input
dapat divariasikan secara simultan pada setiap waktu. Pada waktu tertentu
5
pengambil keputusan dapat memvariasikan kombinasi input. Misalnya
dalam anaisis jangka waktu yang panjang dengan mengkombinasikan tipe
perawat (memperbanyak atau memperbaikinya) selama penggunaan yang
lebih besar dari mekanisme monitoring. Periode jangka panjang adalah
jangka waktu dimana administrator dapat memvariasikan tidak hanya
jumlah dan tipe perawat, tetapi juga ukuran dan karakteristik dari unit
keperawatan. Periode jangka pendek adalah jangka waktu dimana
administrator hanya dpat memvariasikan input , tidak dapat melakukan
perubahan pada unit keperawatan. Contoh lain yaitu dalam periode jangka
pendek, untuk menaikkan pelayanan dokter dapat dilakukan dengan
menambah jumlah jam kerja atau dengan menambah pekerja tambahan.
Pada periode jangka panjang dapat dilakukan dengan pelatihan. Perbedaan
antara analisis jangka pendek dan panjang ini penting untuk ditentukan
karena mempengaruhi penetapan biaya terendah dalam pemberian
pelayanan kesehatan.
Aspek lain dalam fungsi produksi yang perlu diperhatikan adalah
teknologi. Peran teknologi adalah dalam efisiensi yaitu memperbanyak
jumlah output/ pelayanan dari penggunaan input yang lebih sedikit. Dalam
perawatan kesehatan, teknologi dapat merubah penyakit yang awalnya
tidak bisa diobati sekarang dengan adanya kecanggihan dapat di-treatment
dengan kemungkinan sembuh yang lebih tinggi. Tetapi penggunaan
teknologi dapat meningkatkan penggunaan input. Namun dalam hal lain
teknologi dapat menurunkan penggunaan obat baru (input) yang dapat
menurunkan perawatan yang mahal.
d. Elastisitas Supply Dalam Pelayanan Kesehatan
Efisiensi ekonomis pada sisi supply dalam sektor pelayanan
kesehatan juga memiliki dampak kebijakan penting. Jika sisi supply
pelayanan kesehatan secara relatif inelastis. Kebutuhan peningkatan harga
yang besar secara relatif selalu membawa kelanjutan peningkatan pada
output pelayanan kesehatan (karena provider tidak sedang berusaha untuk
meminimalisasi biaya mereka).maka hal ini akan mempengaruhi jenis
6
redistribusi tujuan program dalam sisi demand, secara spesifik, jenis
program asuransi kesehatan nasional yang dapat diinstitusikan. Seperti
ditunjukkan pada gambar, kurva supply yang relatif inelastis, digambarkan
dengan S1, akan, dengan peningkatan demand dari D1 ke D2,
menghasilkan peningkatan harga yang lebih baik dan peningkatan
penyediaan layanan yang lebih kecil daripada jika supply pelayanan
kesehatan adalah lebih elastis. Daftar supply yang lebih elastis menjadi,
sama meningkat dalam demand, menggambarkan Q2-Q1 meningkatkan
pelayanan dengan peningkatan harga yang lebih kecil: P2 dibandingkan
dengan P1. Total biaya dalam peningkatan demand menjadi P1 xQ1 dalam
kasus yang inelastis. Versus P2 xQ2 dalam situasi jika suplai lebih elastis.
Dalam kasus terakhir, peningkatan yang lebih dalam total peningkatan
belanja akan menyebabkan peningkatan pelayanan kesehatan, mengingat
bentuknya maka akan lebih meningkatkan harga dengan cepat dengan
peningkatan pelayanan yang lebih kecil. Biaya untuk program asuransi
kesehatan nasional menjadi lebih baik dan kesediaan pelayanan.
S1 (In Elastis)
Price
P1 S2 ( Elastis)
P2
D1 D2
Q1 Q2 Q/T
Kuantitas pelayanan medis
Gambar 1. pengaruh elastisitas supplay berbeda pada kuantitas, harga, dan
biaya asuransi kesehatan nasional
7
Efisiensi ekonomi dari sisi penawaran perawatan medis akan
mempengaruhi pengambilan keputusan kita untuk jenis program asuransi
kesehatan nasional yang dikembangkan, ketika akan dilaksanakan, dan apa
yang akan menutupi. Juga akan ada efek redistributif di antara kelompok
penduduk yang berbeda dalam masyarakat tergantung pada sifat kaku
pasokan pelayanan medis. sifat kaku lebih besar akan berarti lebih
meningkatkan harga, upah, dan pendapatan dari penyedia layanan
kesehatan. Sisanya penduduk akan membiayai kenaikan tersebut dari
pendapatan mereka sendiri dan dari pajak mereka membayar untuk
mendukung program pergeseran permintaan dalam perawatan medis.
Dengan menganalisis elastisitas penyediaan pelayanan medis,
adalah mungkin untuk lebih akurat memperkirakan efek pada harga dan
pengeluaran program peningkatan permintaan dan untuk mengevaluasi
kinerja penyedia perawatan medis. Jika analisis menunjukkan bahwa
pasokan pelayanan medis hanya ditentukan oleh sifat fungsi produksi
untuk menghasilkan jasa tersebut, dan selanjutnya, bahwa penyedia sedang
berusaha untuk meminimalkan biaya mereka, maka sangat sedikit
perubahan akan mungkin untuk meningkatkan kinerja industri. Kenaikan
harga medis dan jenis output yang dihasilkan tidak dapat diubah tanpa
efek serius dan berbahaya pada industri dan pasien. Namun jika, fungsi
produksi secara artifisial dibatasi oleh batasan hukum, dan ada beberapa
insentif bagi penyedia layanan untuk meminimalkan biaya produksi
mereka, maka akan mungkin untuk meningkatkan kinerja sektor medis.
3. Cara menghitung supply maksimal pada pelayanan kesehatan
a. Rawat Inap
A. Sumber Daya
Sumber daya paling dominan pada rawat inap adalah material
(tempat tidur), Material disini adalah sarana dan prasarana yang
berhubungan dengan tempat tidur di rumah sakit. Material yang dimaksud
adalah bantal, sarung bantal, guling, sarung guling dan seprei, untuk 5M
8
2T 1i, diasumsikan sebagai faktor penunjang dan terpenuhi. Berikut
pelayanan rawat inap RS Islam Surabaya dengan jumlah tempat tidur 116
buah.
B.Supply Maximal
Perhitungan supply maximal untuk pelayanan rawat inap di RS
Islam Surabaya dengan jumlah tempat tidur sebanyak 116 buah adalah
sebagai berikut :
1.) S pasien yg dirawat = 365 hari x 1 hari x 1 16 TT
Rata-rata hari pasien yang dirawat
Apabila rata-rata hari pasien yang dirawat disamakan dengan
standart yaitu berjumlah 6 maka :
S pasien yg dirawat = 365 x 1 x 1 16
6
= 42340 / 6
= 7.056,66
= 7.057 pasien
Jadi jumlah pasien maksimal yang dirawat untuk 116 TT dalam
waktu 1 tahun adalah 7.057 pasien.
2.) S hari rawat = 365 hari x jumlah TT x 24 jam
24 jam
= 365 x 1 16 x 24
24 jam
= 42.340 hari
Jumlah hari rawat maksimal untuk 116 TT dalam waktu 1 tahun
adalah 42.340 hari.
4. Utilization for Medical Care
9
Tujuan pelayanan kesehatan adalah tercapainya derajat kesehatan
masyarakat yang memuaskan harapan dan kebutuhan derajat masyarakat
(consumer satisfaction), melalui pelayanan yang efektif oleh pemberi pelayanan
yang memuaskan harapan dan kebutuhan pemberi pelayanan (provider
satisfaction), pada institusi pelayanan yang diselenggarakan secara efisien
(institutional satisfaction).
Harapan pasien terhadap kualitas pelayanan yang mereka terima dapat
dilihat dari beberapa aspek, meliputi:
1) kemudahan mengakses atau mendapatkanPerawatan
2) tenaga kesehatan yang kompeten dan terampil
3) kebebasan memilih dokter dan rumah sakit;
4) pengobatan yang sesuai
5) penjelasan tenaga kesehatan tentang kondisi dan pengobatan/perawatan
6) penghargaan tenaga kesehatan terhadap klien
7) perhatiantenaga kesehatan
8) tenaga kesehatan yang profesional
9) perbaikan kondisi klien setelah perawatan
(Kajian Pengeluaran Publik Sektor Kesehatan Tahun 2007)
Teori Perubahan Perilaku
Perilaku adalah apa yang dilakukan oleh seseorang.
GreenCOM mengemukanan definisi, “Behavior as a single, observable action
performed by an individual”.(Perilaku,secara tunggal, adalah aksi dari seseorang
yang dapat diamati). Walaupun perilaku tersebut barangkali dilaksanakan
menurut kebiasaan (habit), tapi hal itu merupakan sebuah keputusan yang sadar.
Berbicara masalah perilaku, Ajzen dan Fishbein (1980) mengatakan bahwa
perilaku mempunyai empat elemen, yakni action, target, context and time.
Elemen action, sangat mudah dimengerti, karena berkaitan dengan apa yang
dikerjakan.
Elemen Target, merujuk kepada perorangan atau kelompok yang
dipengaruhi oleh action tersebut. Berkaitan dengan perilaku penggunaan jamban
10
saniter, adalah berkaitan dengan siapa yang melakukan perilaku tersebut: laki-laki
dewasa saja dan perempuan dewasa saja, atau orang-orang di kampung A saja
dan seterusnya, serta siapa yang terkena akibat perilaku yang tidak sehat itu.
Elemen context, merujuk kepada bagaimana action tersebut dilakukan.
Misalnya: buang air besar di kebun dan membersihkannya pakai kayu; atau buang
air besar di kebun dan bilasnya dirumah; atau buang air besar disungai tanpa cuci
tangan dengan sabun dan sebagainya.
Elemen Time, merujuk kepada kapan action tersebut dilakukan. Misalnya:
masyarakat urban biasa buang air di kanal pada malam hari; atau ada kebiasaan
buang air besar pakai kantong plastik pada pagi buta dan dilembar ke kebun dan
sebagainya.
Perumusan dengan jelas tentang 4 elemen perilaku tersebut akan sangat
membantu dalam men-spesifikasikan perilaku yang akan dirubah. Beberapa teori
perilaku akan dijelaskan sebagai berikut :
a. Theory of Planed of Behaviour (Teori Tingkah Laku yang direncanakan)
oleh Ajzen (1985,1987)
Theory of Planned Behavior (TPB) merupakan pengembangan lebih lanjut
dari TRA (Theory of Reasoned Action). Ajzen (1988) menambahkan konstruk
yang belum ada dalam TRA, yaitu kontrol perilaku yang dipersepsi (perceived
behavioral control). Konstruk ini ditambahkan dalam upaya memahami
keterbatasan yang dimiliki individu dalam rangka melakukan perilaku tertentu
(Chau dan Hu, 2002).
Dengan kata lain, dilakukan atau tidak dilakukannya suatu perilaku tidak
hanya ditentukan oleh sikap dan norma subjektif semata, tetapi juga persepsi
individu terhadap kontrol yang dapat dilakukannya yang bersumber pada
keyakinannya terhadap kontrol tersebut (control beliefs).
Model teoritik dari Teori Planned Behavior (Perilaku yang direncanakan)
mengandung berbagai variabel yaitu :
1. Latar belakang (background factors), seperti usia, jenis kelamin, suku, status
sosial ekonomi, suasana hati, sifat kepribadian, dan pengetahuan)
mempengaruhi sikap dan perilaku individu terhadap sesuatu hal. Faktor latar
11
belakang pada dasarnya adalah sifat yang hadir di dalam diri seseorang, yang
dalam model Kurt Lewin dikategorikan ke dalam aspek O (organism). Di
dalam kategori ini Ajzen memasukkan tiga faktor latar belakang, yakni
Personal, Sosial, dan Informasi. Faktor personal adalah sikap umum seseorang
terhadap sesuatu, sifat kepribadian (personality traits), nilai hidup (values),
emosi, dan kecerdasan yang dimilikinya. Faktor sosial antara lain adalah usia,
jenis kelamin (gender), etnis, pendidikan, penghasilan, dan agama. Faktor
informasi adalah pengalaman, pengetahuan dan ekspose pada media.
2. Keyakinan Perilaku atau behavioral belief yaitu hal-hal yang diyakini oleh
individu mengenai sebuah perilaku dari segi positif dan negatif, sikap terhadap
perilaku atau kecenderungan untuk bereaksi secara afektif terhadap suatu
perilaku, dalam bentuk suka atau tidak suka pada perilaku tersebut.
3. Keyakinan Normatif (Normative Beliefs), yang berkaitan langsung dengan
pengaruh lingkungan yang secara tegas dikemukakan oleh Lewin dalam Field
Theory. Pendapat Lewin ini digaris bawahi juga oleh Ajzen melalui PBT.
Menurut Ajzen, faktor lingkungan sosial khususnya orang-orang yang
berpengaruh bagi kehidupan individu (significant others) dapat mempengaruhi
keputusan individu.
4. Norma subjektif (Subjective Norm) adalah sejauh mana seseorang memiliki
motivasi untuk mengikuti pandangan orang terhadap perilaku yang akan
dilakukannya (Normative Belief). Kalau individu merasa itu adalah hak
pribadinya untuk menentukan apa yang akan dia lakukan, bukan ditentukan
oleh orang lain disekitarnya, maka dia akan mengabaikan pandangan orang
tentang perilaku yang akan dilakukannya. Fishbein & Ajzen (1975)
menggunakan istilah motivation to comply untuk menggambarkan fenomena
ini, yaitu apakah individu mematuhi pandangan orang lain yang berpengaruh
dalam hidupnya atau tidak.
5. Keyakinan bahwa suatu perilaku dapat dilaksanakan (control beliefs) diperoleh
dari berbagai hal, pertama adalah pengalaman melakukan perilaku yang sama
sebelumnya atau pengalaman yang diperoleh karena melihat orang lain
(misalnya teman, keluarga dekat) melaksanakan perilaku itu sehingga ia
12
memiliki keyakinan bahwa ia pun akan dapat melaksanakannya. Selain
pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman, keyakinan individu mengenai
suatu perilaku akan dapat dilaksanakan ditentukan juga oleh ketersediaan
waktu untuk melaksanakan perilaku tersebut, tersedianya fasilitas untuk
melaksanakannya, dan memiliki kemampuan untuk mengatasi setiap kesulitan
yang menghambat pelaksanaan perilaku.
6. Persepsi kemampuan mengontrol (Perceived Behavioral Control), yaitu
keyakinan (beliefs) bahwa individu pernah melaksanakan atau tidak pernah
melaksanakan perilaku tertentu, individu memiliki fasilitas dan waktu untuk
melakukan perilaku itu, kemudian individu melakukan estimasi atas
kemampuan dirinya apakah dia punya kemampuan atau tidak memiliki
kemampuan untuk melaksanakan perilaku itu. Ajzen menamakan kondisi ini
dengan “persepsi kemampuan mengontrol” (perceived behavioral control). Niat
untuk melakukan perilaku (Intention) adalah kecenderungan seseorang untuk
memilih melakukan atau tidak melakukan sesuatu pekerjaan. Niat ini
ditentukan oleh sejauh mana individu memiliki sikap positif pada perilaku
tertentu, dan sejauh mana kalau dia memilih untuk melakukan perilaku tertentu
itu dia mendapat dukungan dari orang-orang lain yang berpengaruh dalam
kehidupannya.
b. Health Belief Model (Model Kepercayaan Kesehatan)
Health belief Model didasarkan atas 3 faktor esensial ;
1. Kesiapan individu intuk merubah perilaku dalam rangka menghindari suatu
penyakit atau memperkecil risiko kesehatan.
2. Adanya dorongan dalam lingkungan individu yang membuatnya merubah
perilaku.
3. Perilaku itu sendiri.
Ketiga faktor diatas dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang berhubungan dengan
kepribadian dan lingkungan individu, serta pengalaman berhubungan dengan
sarana & petugas kesehatan. Health Belief Model menurut Becker (1979)
ditentukan oleh :
• Percaya bahwa mereka rentan terhadap masalah kesehatan
13
• Menganggap serius masalah
• yakin terhadap efektivitas pengobatan
• tidak mahal
• menerima anjuran untuk mengambil tindakan kesehatan
Model ini menunjukkan bahwa perilaku seseorang yang berkaitan dengan
kesehatan tergantung kepada persepsi seseorang itu terhadap empat area kritis,
yaitu:
1. Keganasan penyakit tersebut,
2. Kerentanan seseorang terhadap penyakit itu,
3. Keuntungan yang dirasakan bila melakukan perilaku yang baru dan
4. Hambatan-hambatan yang mungkin ditemui bila melakukan perilaku baru
itu.
Seseorang akan lebih mudah mengikuti anjuran untuk hidup sehat apabila:
Dia pernah merasakan atau paling kurang melihat keganasan penyakit yang akan
menyerangnya, bila ia tak mau merubah perilakunya. Dia merasakan bahwa dia
rentan terhadap penyakit tersebut. Contoh, karena yang bersangkutan selamanya
tak pernah merasakan sakit diare walaupun selalu minum air mentah, maka amat
sulit menganjurkannya untuk minum air air masak.
Menganjurkan seseorang yang sedang menderita sesuatu penyakit adalah
lebih mudah dari pada yang sedang sehat, karena akan merasakan manfaatnya bila
ia mau mengikuti anjuran kita.
Akhirnya, seseorang akan mau merubah perilakunya apabila dia tahu
bahwa dengan sumberdaya yang ada padanya dia mampu melakukan perilaku
baru tersebut. Misalnya, setelah tahu benar manfaat jamban bagi kesehatan diri
dan keluarganya, dia mempunyai uang yang cukup untuk membangun jamban
seperti yang diinginkan atau tidak sulit mendapatkan material tersebut didesanya.
c. The Precede-Proceed Framework oleh Law Green
Lawrence Green mengemukakan bahwa ada 3 faktor utama yang
berpengaruh terhadap terjadinya perilaku, yaitu :
14
1) Predisposing factors, yaitu faktor-faktor yang memberi kecenderungan
seseorang untuk berperilaku, yang mencakup pengetahuan, sikap , keyakinan
dan nilai.
2) Enabling factors atau faktor pemungkin, yaitu faktor-faktor lingkungan dan
masyarakat dari seseorang/individu yang memungkinkan atau yang hadir
sebagai hambatan dalam perubahan.
3) Reinforcing factors atau faktor pendorong, yaitu pengaruh-pengaruh positif
atau negatif dari penerimaan (adopsi) perilaku (termasuk dukungan sosial)
yang mempengaruhi keberlanjutan perilaku tersebut.
Teori ini sering dipakai sebagai pendekatan dalam penyusunan
perencanaan, yang dekenal sebagai The Precede-Proceed Framework. Menurut
teori L.Green, seseorang akan merubah perilakunya bila ia paham akan manfaat
perubahan itu bagi kesehatan diri, keluarga dan masyarakat sekitarnya; dia punya
keyakinan akan manfaat itu dan mampu mencapainya; serta sesuai dengan nilai-
nilai atau norma yang selam ini dianutnya. Yang bersangkutan juga akan bersedia
merubah perilakunya apabila tak ada hambatan dari lingkungannya. Misalnya,
anjuran kepada PSK untuk memakai kondom, dimana semua pelanggannya
menolak memakai kondom, sementara di sangat membutuhkan uang untuk hidup
sehari-harinya, adalah sangat tidakrelevan. Akhirnya, biasanya seseorang mau
merubah perilakunya bila orang-orang disekitarnya, mendukung perubahan itu.
d. Learning Theory (Teori Pembelajaran)
Theori ini menekankan bahwa dalam mempelajari sesuatu yang baru, pola
perilaku yang sangat kompleks biasanya menghendaki adanya perubahan dari
banyak perilaku-perilaku kecil yang menyusun keseluruhan perilaku yang
kompleks tersebut.
Perilaku-perilaku yang mengarah kepada perilaku tujuan utama
membutuhkan penguatan dan penegakan dengan pemberian penghargaan-
penghargaan pada pencapaian-pencapaian dari setiap bagian bila diperlukan.
Peningkatan secara bertahap, kemudian dibutuhkan dalam rangka menuju bentuk
perilaku yang diinginkan.
15
Berikutnya, tantangan akan dihadapi bila proses perubahan kearah perilaku
yang baru itu dihadapkan atau dikompetisikan dengan perilaku-perilaku lama
yang lebih dilakukan, sudah memberikan kepuasan, dan perilaku-perilaku yang
sudah menjadi kebiasaan atau adanya pengaruh lingkungan. Inilah permasalahan
yang sering kita jumpai dalam mempromosikan pemakaian jamban kepada
masyarakat. Dalam masyarakat telah mengkristal perilaku lama yang sangat
mudah dikerjakan, praktis, tak memerlukan biaya dan sudah dilakukan bertahun-
tahun, yakni buang air besar di sebarang tempat. Walapupun perilaku tersebut
kotor dan jorok, mereka telah terbiasa dengan keadaan itu dan sama sekali tak
merasa terganggu. Tidak ada pula control social yang melarang perilaku tersebut,
karena semua anggota masyarakat, termasuk para tokoh masyarakatnya pun
melakukan hal yang sama.
Upaya penguatan, menggambarkan konsekwensi-konsekwensi yang
memotivasi individu-individu untuk mau atau menolak untuk merubah
perilakunya. Sebagian besar perilaku dipelajari dan dipelihara/dipertahankan
dibawah skedul penguatan dan antisipasi future reward yang kompleks. Future
rewards atau insentives bisa berupa konsekwensi-konsekwensi fisik (seperti
menjadi lebih bersih & sehat), extrinsic rewards (seperti penerimaan
hadiah/penghargaan), dan intrinsic rewards . Penting untuk dicatat bahwa
walaupun pemberian penghargaan dari luar dapat merubah perilaku, tetapi tidak
menjamin terjadinya perubahan perilaku yang lestari dan dalam jangka panjang.
e. Trans Theoritical Model (TTM)
Menurut TTM, individu bergerak maju melalui 5 tahap tersebut diatas
dalam perjalanan mereka menuju sebuah perubahan yang bermanfaat dan lestari.
1) Pre-contemplation – belum siap untuk melakukan perilaku sehat
Pada tahap ini, orang belum ingin untuk memulai perilaku sehat dalam
waktu dekat (kira-kira dalam 6 bulan). Mereka mungkin belum menyadari
kebutuhan untuk berubah.
Strategi yang diperlukan bagi individu dalam tahapan ini antara lain:
o Belajar lebih banyak mengenai perilaku hidup sehat,
o Berpikir tentang pro/menerima terhadap perubahan perilaku mereka
16
o Merasakan emosi-emosi tentang perilaku yang negative atau perilaku sehat
dari orang lain.
2) Contemplation (perenungan) – mencapai kesiapan untuk melakukan perilaku
sehat
Pada tahap ini, seseorang/individu sedang berpikir tentang memulai
berperilaku sehat kira-kira dalam 6 bulan kedepan. Tetapi, mereka barangkali
masih berada bagian sisi bawah dari perubahan itu.
Strategi yang diperlukan bagi individu dalam tahapan ini antara lain:
o Membayangkan manfaatnya atau kenikmatannya menjadi seseorang jika
mereka sudah merubah perilaku mereka.
o Belajar lebih banyak dari orang yang berperilaku sehat
o Bekerja dalam mengurangi kontra terhadap perubahan perilaku mereka .
3) Preparation (persiapan) – siap untuk melakukan perilaku sehat
Pada tahap ini, seseorang/individu telah siap untuk memulai berperilaku
sehat dalam kira-kira 30 hari kedepan. Mereka mengambil langkah-langkah yang
diyakini dapat menolong mereka untuk membuat mereka berperilaku sehat
sebagai bagian dari kehidupan mereka. Contohnya, mereka mengatakan kepada
teman-teman dan keluarganya bahwa mereka mau berubah.
Strategi yang dibutuhkan bagi individu dalam tahapan ini antara lain:
o Mencari dukungan dari teman-teman atau guru yang mereka percayai
o Mengatakan kepada orang lain tentang rencananya untuk merubah cara dia
berperilaku
o Berpikir tentang bagaimana mereka akan rasakan jika mereka melakukan
perilaku yang baru.
4) Action – mengerjakan perilaku sehat
Pada tahap ini, orang mulai melakukan perilaku sehat, tapi mereka telah
melakukannya kurang dari 6 bulan. Ini jelas nampak pada si pelajar dan mereka
yang disekitarnya bahwa mereka sedang bergerak maju. Pelajar-pelajar itu sedang
menegakkan komitmen untuk berubah.
Strategi yang diperlukan antara lain:
17
o Men-substitusi kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan perilaku yang tidak
sehat dengan yang positif
o Menghargai dirinya sendiri untuk mengambil langkah kedepan dalam
perubahan
o Menghindari orang dan situasi yang menggoda mereka untuk mengerjakan
perilaku yang tidak sehat.
5) Maintenance – memelihara perilaku sehat
Pada tahap ini, seseorang telah (selalu) memelihara perilaku sehat untuk lebih dari
6 bulan. Hal ini penting untuk si pelajar , pada tahapan ini, untuk sadar terhadap
situasi-situasi yang mungkin menggoda mereka untuk tergelincir kembali kedalam
perilaku tidak sehat.
Strategi yang diperlukan antara lain:
o Mencari dukungan dari dan berbicara dengan orang lain yang mereka
percayai.
o Meluangkan waktu dengan orang-orang yang melakukan perilaku sehat.
o Mengingat untuk melibatkan dalam kegiatan-kegiatan alternative dari pada
dengan perilaku yang tidak sehatSeseorang/individu bergerak maju melalui
tahap-tahap tersebut dengan sangat bervariasi, maju-mundur sepanjang
continuum, dengan membutuhkan waktu yang bervariasi pula sebelum
mencapai tujuan dari tahap maintenance . Lebih baik bila digambarkan
sebagai spiral atau sirkel dari pada linier. Efisiensi seseorang untuk berubah
tergantung kepada doing the right thing (processes) at the right time
(stages).
Menurut teori ini, intervensi yang specific pada tahap kesiapan seseorang
untuk berubah adalah essential. Sebagai contoh, untuk seseorang yang belum
pada tahap kontemplasi untuk menjadi lebih aktif, pemberian semangat
melalui tahap per tahap sepanjang continuum mungkin lebih efektif dari pada
menyuruh mereka untuk bergerak langsung untuk ber-aksi.
f. Social Learning/Social Cognitive Theory
Social learning theory, yang kemudian dinamakan Social Cognitive
theory, mengusulkan bahwa perubahan perilaku dipengaruhi oleh pengaruh
18
lingkungan, factor-faktor personal dan atribut dari perilaku itu sendiri. Masing-
masing bisa mempengaruhi atau dipengaruhi oleh lainnya atau dari dua
diantaranya.
Inti ajaran dari social cognitive theory ini adalah Concept of Self
Efficacy(konsep kemanjuran diri). Seseorang harus yakin dalam dirinya sendiri
akan kemampuannya untuk melakukan perilakunya ( yaitu seseorang harus
memiliki self efficacy) dan harus merasakan suatu insentif dalam mengerjakan itu
(yaitu ekspektasi-ekspektasi positif seseorang pada saat melakukan perilaku itu,
dan harus mempertimbangkan pula ekspektasi-ekspektasi negatifnya).
Sebagai tambahan, seseorang harus menghargai hasil-hasil akhir
(outcomes) atau konsekuensi-konsekuensinya, yang dia yakini akan terjadi
sebagai hasil dari melakukan sebuah perilaku atau action tertentu/spesisifik. Hasil-
hasil akhir dimaksud barangkali bisa diklasifikasikan sebagai keuntungan jangka
pendek/ immediate benefits( seperti rasa semangat mengikuti kegiatan fisik/olah
raga, misalnya) atau keuntungan jangka panjang (seperti mengalami peningkatan
kesehatan jantung sebagai hasil dari kegiatan fisik). Self-efficacy diyakini sangat
penting dalam menentukan perubahan perilaku seseorang, karena ekspektasi
jangka panjang dari seseorang akan disaring melalui ekspektasi-ekspekatasi atau
persepsi-persepsi akan kemampuannya melakukan perilaku tersebut.
Self efficacy bisa ditingkatkan melalui berbagai cara, yaitu dengan
memberikan (1) instruksi yang jelas, (2) kesempatan untuk pengembangan
kemampuan atau pelatihan, dan (3) pemberian model tentang perilaku yang
diinginkan. Untuk bisa menjadi efektif, model harus bisa menimbulkan
kepercayaan (trust), kekaguman (admiration) dan rasa hormat (respect) dari si
observer. Tetapi, si model tidak harus, muncul untuk mewakili suatu tingkat
perilaku yang tidak mampu diwujudkan oleh si pengamat.
g. Ecological Approaches (Pendekatan Ekologi)
Satu kritik terhadap sebagian besar teori dan model perubahan perilaku
adalah bahwa teori-teori tersebut menekankan kepada proses perubahan perilaku
individual dan sedikit memberikan perhatian kepada pengaruh sosio-kultural dan
19
lingkungan fisik terhadap perilaku.Belakangan ini, interest telah dikembangkan
dalam pendekatan ekologi guna meningkatkan partisipasi didalam kegiatan fisik.
Konsep sebuah lingkungan dalam promosi kesehatan telah
didemonstrasikan dengan menggambarkan bagaimana kegiatan fisik dapat di
promosikan melalui mewujudkan dukungan-dukungan lingkungan, seperti
bersepeda santai, jalan santai ditaman, dan penghargaan-penghargaan untuk
memberikan semangat kepada kebiasaan berjalan atau bersepeda ketempat kerja.
Sebuah tema dasar dari perspektif ekologi adalah bahwa sebagian besar
intervensi yang efektif terjadi pada multiple levels (tingkatan-tingakatan ganda).
Sebuah model telah diusulkan bahwa meliputi beberapa tingkatan pengaruh
terhadap perilaku sehat, yaitu faktor intrapersonal, faktor interpersonal dan
kelompok, faktor institutional, faktor masyarakat dan kebijakan publik. Dengan
cara yang sama, model lain mempunyai tiga tingkatan (individual, organizational,
dan governmental) didalam 4 setting (sekolah, tempat kerja, institusi pelayanan
kesehatan dan masyarakat). Intervensi-intervensi yang secara bersamaan
mempengaruhi multiple levels dan multiple settings itu bisa diharapkan
mengarahkan kepada perubahan-perubahan yang lebih besar dan lestari dan
pemeliharaan promosi kebiasaan hidup sehat. Ini adalah sebuah area yang
dijanjikan untuk mendesign riset intervensi kedepan untuk mempromosikan
kegiatan-kegiatan fisik.
h. Kelman
Berkaitan dengan mengapa seseorang mau merubah perilakunya, Kelman
mengemukakan bahwa seseorang mau merubah perilakunya karena alasan-alasan
sebagai berikut :
1) Dipaksa (Coersive), karena instruksi , dipaksa atau ancaman.
2) Terpaksa (compliance), menuruti anjuran orang lain karena ingin
mendapatkan imbalan, baik berupa materi maupun non materi.
3) Karena ingin meniru atau ingin dipersamakan (identification) dengan
seseorang yang ia kagumi.
4) Karena menyadari manfaatnya (internalization)
20
Patut menjadi catatan bahwa perubahan yang paling lestari adalah apabila
seseroang menyadari benar akan manfaat perubahan perilakunya.
TINJAUAN PUSTAKA
Neila Ramdhani, 2007. Model Perilaku Penggunaan It “NR-2007”
neila.staff.ugm.ac.id/wordpress/wp-content/.../neila_buletin-tsm.pdf (sitasi
tanggal 10 April 2012)
Anonim, 2011. Teori Perubahan Perilaku Hidup Sehat.
http://labkomfkmuvri.blogspot.com/2011/06/teori-perubahan-perilaku-
hidup-sehat.html (sitasi tanggal 10 April 2012)
21