Suplementasi Selenium Print
-
Upload
chairul-adilla-ardy -
Category
Documents
-
view
42 -
download
0
description
Transcript of Suplementasi Selenium Print
BAB I
PENDAHULUAN
Preeklampsia merupakan komplikasi sistemik dan serius dari
kehamilan yang mempengaruhi 2% sampai 7% dari seluruh kehamilan. Ia
adalah penyebab utama dari mortalitas dan morbiditas maternal dan
perinatal baik di dunia barat maupun di negara berkembang.1 Gangguan
kehamilan ini ditandai dengan hipertensi, proteinuria, dan edema, dan
mempengaruhi beberapa organ termasuk hati, ginjal, otak, dan sistem
pembekuan darah. Terlepas dari tingkat keparahan dan prevalensi
preeklampsia, etiologi pasti dari gangguan ini masih belum diketahui,
meskipun gangguan perfusi plasenta telah diusulkan sebagai faktor
utama. Kurangnya perfusi plasenta dan iskemia dapat menyebabkan
produksi berlebihan dari spesies oksigen reaktif dan lipid peroksida, yang
menghasilkan stres oksidatif. Berdasarkan pada hipotesis oksidatif
preeklampsia, suplementasi dengan antioksidan mungkin membantu
mencegah preeklampsia. Salah satu antioksidan yang paling penting
dalam tubuh adalah mineral selenium, yang merupakan komponen
penting dari sejumlah selenoenzim antioksidan seperti glutation
peroksidase dan thioredoksin reduktase. Selain itu, selenium memiliki sifat
anti-inflamasi, yang dikerahkan melalui sejumlah mekanisme.2
Selenium merupakan elemen mikro yang penting untuk biologi
manusia dan kesehatan. Semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa
mineral ini memainkan peran penting dalam pertumbuhan dan reproduksi
normal pada hewan dan manusia, dan suplementasi selenium saat ini
1
direkomendasikan sebagai bagian dari kebijakan kesehatan masyarakat di
wilayah geografis dengan defisiensi selenium berat dalam tanah.3
Di banyak negara, asupan selenium dari makanan menurun di
bawah asupan gizi yang direkomendasikan dan tidak memadai untuk
mendukung ekspresi yang maksimal dari selenoenzim. Sejumlah laporan
yang melibatkan defisiensi selenium dalam beberapa komplikasi
reproduksi dan obstetri termasuk infertilitas pria dan wanita, keguguran,
preeklampsia, pertumbuhan janin terhambat, persalinan prematur,
diabetes gestasional, dan kolestasis obstetri. Saat ini, tidak ada informasi
yang memadai dari studi intervensi kecil yang tersedia untuk
menginformasikan strategi kesehatan masyarakat. Uji coba intervensi
yang lebih besar diperlukan untuk memperkuat atau menyangkal peran
menguntungkan dari suplementasi selenium pada gangguan kesehatan
reproduksi.3
Sejumlah penelitian telah melaporkan penurunan dalam status
selenium selama kehamilan. Selain itu, beberapa penelitian observasional
telah melaporkan penurunan lebih lanjut dalam status selenium pada
wanita dengan preeklampsia dibandingkan dengan wanita hamil non-
preeklampsia. Namun, tidak ada penelitian klinis yang cukup
mengevaluasi efektivitas suplementasi selenium dalam pencegahan
preeklampsia.2
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. PREEKLAMPSIA
2.1.1. Definisi
Gangguan hipertensi dalam kehamilan lainnya adalah hipertensi
yang sudah ada sebelumnya dan hipertensi gestasional. Pre-eklampsia
umumnya didefinisikan sebagai hipertensi baru (tekanan darah diastolik ≥
90 mmHg) dan proteinuria bermakna (≥ 300 mg dalam 24 jam) pada atau
setelah 20 minggu kehamilan.4
2.1.2. Epidemiologi dan Faktor Risiko
Frekuensi preeklampsia berkisar antara 2% - 7% pada wanita
nulipara yang sehat. Pada wanita ini, penyakit ini sebagian besar ringan,
onset sebagian besar dekat dengan aterm atau intrapartum (75% kasus),
dan hanya menghasilkan peningkatan risiko luaran yang merugikan yang
dapat diabaikan bagi kehamilan. Sebaliknya, frekuensi dan keparahan
penyakit jauh lebih tinggi pada wanita dengan kehamilan multifetal,
hipertensi kronis, preeklampsia sebelumnya, diabetes mellitus preges-
tational, dan trombofilia yang telah ada.1
Beberapa faktor risiko telah diidentifikasi dengan peningkatan risiko
preeklampsia. Umumnya, preeklampsia dianggap sebagai penyakit
kehamilan pertama. Risiko meningkat pada mereka yang telah membatasi
paparan sperma oleh pasangan yang sama sebelum konsepsi. Efek
protektif dari paparan sperma jangka panjang oleh pasangan yang sama
3
dapat menjelaskan risiko tinggi preeklampsia pada wanita yang lebih
muda dari 20 tahun. Abortus sebelumnya (spontan atau diinduksi) atau
kehamilan yang sehat dengan pasangan yang sama dikaitkan dengan
penurunan risiko preeklampsia, meskipun efek protektif ini hilang
dengan perubahan pasangan. Penelitian di Skandinavia dan Amerika
Serikat telah menegaskan pentingnya faktor paternal.1
Tabel 1. Faktor risiko preeklampsia1
FAKTOR RISIKO YANG BEHUBUNGAN DENGAN PASANGAN
Paparan sperma yang terbatas
Primipaternitas
Kehamilan setelah inseminasi donor, donasi oosit, donasi embrio
Efek protektif dari pasangan berubah dalam kasus kehamilan preeklampsia sebelumnya
Faktor risiko terkait ibu atau kehamilan
Usia ibu yang ekstrim
Kehamilan multifetal
Preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
Hipertensi kronis atau penyakit ginjal
Penyakit rematik
Berat lahir ibu yang rendah
Obesitas dan resistensi insulin
Diabetes mellitus pregestasional
Infeksi ibu
4
Trombofilia yang telah ada
Gen ibu yang rentan
Riwayat keluarga dengan preeklampsia
Merokok (menurunkan risiko)
Degenerasi hidropik dari plasenta
2.1.3. Patogenesis
Meskipun penyebab preeklampsia sebagian besar masih tidak
diketahui, hipotesis yang terkenal sangat bergantung pada fungsi plasenta
yang terganggu pada awal kehamilan.5
Gambar: Kemungkinan proses patofisiologi dalam preeklampsia
AV = villus penahan. COE = rongga selomik. CY = sitotrofoblas. DB = desidua
basalis. DC = desidua kapsularis. DP = desidua parietalis. EN = endotelium. ET =
trofoblas ekstravili. FB = pembuluh darah janin. FV = villus yang terapung. GL =
kelenjar. IS = ruang intervili. JZ = zona junctional miometrium. MB = darah ibu,
yang meninggalkan ruang intervili dengan berbagai komponen seperti faktor
5
antiangiogenik. MV = vena ibu. SA = arteri spiralis. SM = otot polos. ST = stroma.
SY = sinsitiotrofoblas. TM = tunika media. UC = rongga uterus. sFlt-1 = bentuk
terlarut dari reseptor vascular endothelial growth factor.5
Gangguan remodeling dari arteri spiralis terutama dianggap sebagai
gangguan awal, tapi belum tentu sebagai gangguan utama, yang
menyebabkan preeklampsia. remodeling adalah proses bertahap di mana
langkah desidua pertama harus dimulai disekitar implantasi. Gangguan
pada tahap ini dapat meningkatkan risiko preeklampsia, dan mungkin
menjelaskan insiden yang lebih tinggi pada wanita dengan subfertil yang
tidak dapat dijelaskan atau abortus berulang. Perubahan vaskular desidua
juga timbul pada miometrium dalam (zona junctional), diikuti dengan invasi
trofoblas dengan remodeling terkait. Interaksi HLA-C, HLA-E, dan HLA-G
trofoblas dengan sel natural killer uterus atau sel dendritik, atau keduanya,
dianggap penting dalam regulasi invasi, dan beberapa kombinasi HLA-C
dan killer cell isoform imunoglobulin-like receptor menjadi predisposisi pre-
eklampsia.5,6
Aliran intervili tampaknya dimulai pada 7-8 minggu kehamilan oleh
tampilan yang menghubungkan saluran antara arteri spiralis dan lakuna di
dinding blastosit yang terimplantasi. Masuknya trofoblas dini dapat
melindungi embrio terhadap konsentrasi oksigen yang tinggi. Peneliti telah
mendalilkan bahwa kehilangan dini dari invasi ini bisa mengakibatkan
abortus, atau, tergantung pada waktu, preeklampsia. Secara bertahap
invasi diselesaikan dengan migrasi intravaskular dari trofoblas. Aliran
intervili diperkirakan mulai di daerah lateral, sedangkan invasi trofoblas
6
dan deplugging dari outlet arteri spiralis dimulai di sentral dan menyebar
ke perifer. Onset perifer dari aliran intervili harusnya menghasilkan stres
oksidatif lokal yang tinggi, yang mengarah pada regresi vilus dan
pembentukan chorion leave. Insufisiensi dari penyebaran ke lateral dari
invasi endovaskular oleh karena itu dapat mengakibatkan regresi korionik
yang luas dan plasenta yang kecil, yang berkontribusi terhadap restriksi
pertumbuhan intrauterin, pre-eklampsia onset dini, atau keduanya.5,7
Invasi trofoblas dan remodeling arteri spiralis pada kurva oksigen
plasenta Jauniaux menunjukkan bahwa remodeling desidua pada desidua
dan zona junctional miometrium terjadi selama kenaikan tajam dari
oksigen plasenta (10-12 minggu), sedangkan pada 10 minggu beberapa
arteri desidua sudah terisi dengan trofoblas endovaskular secara
keseluruhan.8 Gangguan aliran plasenta dapat dideteksi paling cepat 12
minggu pada wanita yang kemudian mengalami preeklampsia. Invasi
dalam dari segmen arteri miometrium muncul setelah kenaikan tajam
oksigen plasenta pada 15 minggu dan seterusnya, dan karena itu dapat
dipicu oleh peningkatan aliran. Dengan demikian, gangguan invasi arteri
spiralis miometrium pada pre eklampsia dapat timbul dari gangguan aliran
maternal. Karena arteri spiralis miometrium memiliki lapisan muskular dan
elastis yang lebih jelas dibandingkan pembuluh darah desidua, kegagalan
remodeling pada tahap ini mengarah pada berkurangnya airan arteri
uteroplasenta dan episode perfusi plasenta yang tidak teratur. Hipoksia
atau episode reoksigenasi tersebut dalam beberapa kasus menghasilkan
spesies oksigen reaktif, yang mengarah pada stres oksidatif plasenta dan
7
disfungsi plasenta, dengan stres retikulum endoplasma dan gangguan
sintesis protein.9,10,11
Stres oksidatif memainkan peran penting dalam disfungsi sel
endotel, yang memulai perjalanan yang berprogresi dengan sendirinya
dan manifestasi klinis dari preeklampsia termasuk hipertensi, proteinuria,
dan edema. Oleh karena itu, preeklampsia dapat dianggap sebagai
keadaan stres oksidatif, dan pada kenyataannya, beberapa bukti
mendukung hipotesis oksidatif dari preeklampsia. Menurut laporan
sebelumnya, ada peningkatan status peroksidasi lipid pada wanita
preeklampsia, sedangkan sistem pertahanan antioksidan endogen seperti
superoksida dismutase dan glutation peroksidase terkuras pada subyek
ini.2
Dipercaya bahwa penyebab yang tidak dapat diidentifikasi dari
tahap pertama pre-eklampsia (plasenta) dapat termasuk respon imun ibu
terhadap trofoblas yang berlebihan atau atipikal, dan gangguan
desidualisasi atau kegagalan pengkondisian uterus dengan tepat. Jadi,
pre-eklampsia adalah penyakit kegagalan interaksi antara dua organisme
yang berbeda secara genetik. Dengan demikian, hipotesis konflik maternal
fetus Haig mungkin relevan.5,12,13
Tahap kedua dari penyakit sistemik ibu terkait dengan aktivasi
endotel yang berlebihan dan status hiperinflamasi generalisata
dibandingkan dengan kehamilan biasa. Episode hipoksia plasenta atau
reperfusi menghasilkan stres oksidatif, selanjutnya apoptosis dan
gangguan nekrotik arsitektur syncytial, dan melepaskan berbagai
8
komponen dari ruang intervili ke dalam sirkulasi ibu, yang merangsang
produksi dari sitokin inflamasi.14 Debris trofoblas bioaktif yang beredar
termasuk membran mikropartikel sinsitiotrofoblas dan kelebihan faktor
antiangiogenik yang berasal dari sinsitiotrofoblas, seperti endoglin terlarut
dan reseptor vascular endothelial growth factor (VEGF) (sFlt-1).
Peningkatan produksi faktor anti angiogenik oleh trofoblas juga baru-baru
ini ditunjukkan pada kehamilan mola, gangguan yang diketahui menjadi
predisposisi bagi wanita untuk mengalami pre-eklampsia. Respon
inflamasi sistemik yang berlebihan pada pre-eklampsia menghasilkan
disfungsi endotel dan peningkatan reaktivitas vaskular terkait, yang
mendahului timbulnya gejala klinis penyakit. Hilangnya integritas endotel
berkontribusi terhadap gangguan homoeostasis natrium-volume dan
pembalikan dari banyak perubahan kardiovaskular (misalnya, peningkatan
curah jantung dan volume intravaskular) yang menyertai kehamilan
normal. Jadi, preeklampsia adalah status output yang rendah, resistensi
yang tinggi dengan penurunan aktivitas aldosteron dan renin.5,15,16
Mekanisme yang menghubungkan antara tahap 1 dan 2 dapat
berbeda untuk beberapa fenotip preeklampsia, termasuk hemolisis,
peningkatan enzim hati, dan trombosit yang rendah dari sindrom (HELLP),
dan kadang-kadang bervariasi di antara individu. Apakah preeklampsia
akan menjadi onset dini (sering dipersulit oleh restriksi pertumbuhan
intrauterin) atau lambat dapat bergantung pada apakah plasenta dalam
tahap 1 menjadi kecil secara fenotip karena ketidakseimbangan
angiogenik yang lebih besar. Plasentasi yang buruk tidak harus dianggap
9
sebagai penyebab preeklampsia, karena tidak semua kehamilan tersebut
memiliki luaran yang buruk, melainkan sebagai faktor predisposisi yang
kuat. Dengan adanya plasenta dengan ukuran yang tepat untuk usia
kehamilan, predisposisi gangguan kardiovaskular dan sindrom metabolik
juga dapat memicu kaskade inflamasi plasenta dan sistemik dan stres
oksidatif, sehingga terjadi preeklampsia onset lambat (juga disebut
preeklampsia maternal). Pandangan ini diperkuat oleh temuan morfologi
vilus normal pada pre-eklampsia onset lambat, berbeda dengan pre-
eklampsia onset dini, meskipun tidak ada data yang tampaknya tersedia
untuk placental bed.17,18
Meskipun interaksi antara genetik ibu dan faktor konstitusional
dengan faktor lingkungan berkontribusi pada tahap kedua, faktor-faktor
seperti ini saat ini diduga memiliki efek pada tahap pertama penyakit.
Penurunan antioksidan dan aktivitas biotransformasi fase I dan fase II
dalam darah ibu dan desidua serta jaringan plasenta dapat berkontribusi
terhadap peningkatan risiko preeklampsia. Efek protektif merokok
terhadap pre-eklampsia dapat menghasilkan efek karbon monoksida yang
menguntungkan pada invasi trofoblas dan remodeling arteri spiralis,
peningkatan aliran darah plasenta tahap 1, dan penurunan respon
inflamasi tahap 2. Penurunan pelepasan sFlt-1 dari plasenta kemungkinan
terkait dengan efek protektif ini.5
10
2. 2. SELENIUM
2.2.1. Sejarah
Selenium pertama kali ditemukan pada tahun 1817 oleh Jöns
Jakob Berzelius saat menyelidiki bahan kimia yang bertanggung jawab
untuk wabah penyakit di kalangan pekerja pabrik asam sulfat di Swedia.
Produk lokal mengandung kontaminan yang ia beri nama Selēnē, dewi
bulan Yunani. Pada tahun 1957, Klaus Schwarz dan Foltz membuktikan
bahwa selenium merupakan nutrisi penting yang diperlukan untuk
pertumbuhan normal dan reproduksi pada hewan.3
2.2.2. Farmakokinetik
Selenium makanan, yang awalnya diambil dari tanah dan
terkonsentrasi dalam tanaman, diabsorpsi dalam usus kecil dan tergabung
dalam protein oleh mekanisme kompleks yang tetap tidak jelas. Selenit
(SeO32-; bentuk anorganik dari selenium) melintasi membran plasma dan
bereaksi dengan tiol sitoplasma dalam jalur reduksi; ini membentuk
selenid, yang kemudian termetilasi, yang menghasilkan derivatif selenium
termetilasi yang diekskresikan ke dalam urin, udara yang dihembuskan
melalui paru-paru, dan feses (Gambar 1). Proporsi asupan selenium yang
diekskresikan seperti ini tergantung pada asupan makanan; ketika asupan
tinggi, ekskresi urin juga akan tinggi dan begitu juga sebaliknya.3
Selenium disimpan dalam jaringan dalam berbagai densitas: 30%
di hati, 30% di otot, 15% di ginjal, 10% dalam plasma, dan 15% sisanya di
dalam organ lainnya. Konsentrasi selenium bebas paling besar dalam
11
korteks ginjal dan kelenjar hipofisis, diikuti oleh kelenjar tiroid, adrenal,
testis, ovarium, hati, limpa, dan korteks serebri.3,19
Gambar 1. Diagram ini menggambarkan bagaimana selenoprotein dapat diproduksi
dalam tubuh dari berbagai sumber selenium. Glutation (GSH) dianggap sebagai
komponen utama dari jalur metabolisme selenium, yang berperan pada bagian
pertama dari serangkaian reaksi reduksi yang mengkonversi selenit menjadi
hidrogen selenid (H2Se), yang dianggap sebagai prekursor untuk mensuplai
selenium dalam bentuk aktif untuk sintesis selenoprotein. Metabolisme lebih lanjut
dari H2Se melibatkan metilasi sekuensial menjadi metilselenid (CH3SeH),
dimetilselenid ([CH3] 2Se), ion trimetilselenonium ((CH3)3Se+).3
Konsentrasi selenium biasanya terukur dalam plasma, serum,
whole blood, cairan ketuban, dan urin serta rambut dan kuku (yang
mencerminkan cadangan selenium jangka panjang). Metode utama yang
12
digunakan yaitu spektrometri absorpsi atomik; namun, baru-baru ini
spektrometri massa plasma induktif telah digunakan, yang telah
meningkatkan batas deteksi menjadi 0.055 μg / L.3
Tabel 2. Selenoprotein mamalia yang diketahui melaksanakan fungsi selenium3
Selenoprotein, yang dikode oleh 25 gen selenoprotein pada
manusia (Tabel 2), mengerahkan beberapa aksi pada fungsi endokrin,
imunitas, dan inflamasi.20,21,22 Yang penting untuk reproduksi dan
kehamilan adalah 6 antioksidan glutation peroksidase (GPxs), yang
13
memainkan peran penting dalam mengurangi hidrogen peroksida (H2O2)
dan lipid peroksida menjadi produk yang tidak berbahaya (air dan alkohol;
Gambar 2), sehingga meredam propagasi spesies oksigen reaktif (ROS)
yang merusak. Sebagai antioksidan, GPxs membantu menjaga integritas
membran, melindungi produksi prostasiklin, dan membatasi penyebaran
kerusakan oksidatif dari lipid, lipoprotein, dan asam deoksiribonukleat
(DNA).3
Gambar 2. Superoksida dapat dihasilkan oleh enzim khusus, seperti xantin oxidase
atau nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oxidase (NADPH) oksidase atau
sebagai produk sampingan dari metabolisme sel, terutama rantai transpor elektron
mitokondria. Superoksida dismutase (SOD) kemudian mengubah superoksida (O2-)
menjadi hidrogen peroksida (H2O2), yang harus dikeluarkan dengan cepat dari
14
sistem. Ini umumnya dicapai dengan katalase atau peroksidase, seperti GPxs
tergantung selenium, yang menggunakan glutation tereduksi (GSH) sebagai donor
elektron.3
2.2.3. Sumber Selenium
Makanan nabati adalah sumber makanan utama dari selenium di
sebagian besar negara. Gandum adalah akumulator selenium yang paling
efisien dari sereal yang umum dan merupakan 1 dari sumber selenium
yang paling penting untuk manusia. Kandungan dalam makanan
tergantung pada kandungan selenium dalam tanah di mana tanaman
tumbuh atau hewan tumbuh. Sebagai contoh, kandungan selenium dalam
tanah di dataran tinggi Nebraska utara dan Dakota sangat tinggi, dan
penduduk memiliki asupan selenium tertinggi di Amerika Serikat. Makanan
lain cukup berkontribusi dalam asupan selenium di Eropa utara, terutama
daging, unggas, dan ikan (totalnya sekitar 36% di Inggris). Dengan
demikian, telah diprediksi bahwa vegetarian atau vegan beresiko spesifik
untuk defisiensi selenium, tetapi klaim ini tidak sepenuhnya terbukti.3,23
Penggabungan selenium ke dalam tanaman, dan kemudian ke
dalam jaringan hewan, tergantung tidak hanya pada kandungan selenium
tanah atau geokimia tetapi juga pH tanah, curah hujan, kontur tanah, dan
penggunaan pupuk tinggi sulfur. Beberapa bakteri dapat mengkonversi
bentuk tak terlarut selenium menjadi bentuk terlarut, yang kemudian dapat
diambil oleh tanaman. Selenium cenderung terkonsentrasi dalam tanah
dari daerah kering di dunia, dimana tanah biasanya lebih basa; pada
tanah asam dengan aerasi yang buruk, selenium relatif tidak tersedia
15
untuk tanaman karena ia terutama dijumpai sebagai kompleks selenit tak
terlarut. Namun, di daerah-daerah yang lebih basah, hujan melarutkan
selenium dari tanah.3
2.2.4. Defisiensi Selenium
Defisiensi selenium sebagaimana yang dinilai oleh asupan diet dan
/ atau konsentrasi selenium darah telah diidentifikasi pada orang yang
tinggal di wilayah geografis yang terkenal akan kadar selenium tanah yang
rendah, seperti daerah vulkanik. Penyakit defisiensi selenium manusia
telah dikenali di Cina dan Tibet. Penyakit Keshan, suatu kardiomiopati
endemis reversibel, ditandai dengan nekrosis miokard fokal yang sering
dikaitkan dengan infiltrat inflamasi dan kalsifikasi.3,24
Gangguan ini secara eksklusif endemis di daerah pedesaan yang
kekurangan selenium di Cina dan suplementasi dengan tablet selenium
(seperti Natrium Selenit) dalam kehamilan menyediakan perlindungan
yang sangat efektif terhadap perkembangannya pada perempuan yang
rentan, baik selama kehamilan ataupun selama kehidupan mereka.25,26
Asupan selenium makanan di sebagian besar Eropa jauh lebih rendah
daripada di Amerika Serikat, terutama karena tanah Eropa menyediakan
sumber selenium yang buruk.22,27
Penilaian kebutuhan, kecukupan, dan asupan selenium telah
ditinjau sebelumnya secara rinci dan diringkas dalam Tabel 3.22,27 Asupan
selenium rata-rata berada pada atau di atas asupan makanan yang
direkomendasikan di Amerika Serikat (60-220 μg / hari) atau Kanada (50-
16
200 μg / hari).28 Namun, defisiensi selenium sedang, yang berkaitan
dengan pola makan yang buruk, telah dijelaskan di Amerika Serikat di
antara orang yang miskin dan obesitas, dimana tinjauan baru-baru ini
secara prospektif menghubungkannya dengan penyakit kardiovaskular
dan disfungsi imunitas.29 Di Inggris, asupan selenium makanan umumnya
di bawah referensi asupan gizi (30-40 μg / hari).30
Tabel 3. Kebutuhan asupan mikronutrien unuk selenium3
2.2.5. Toksisitas Selenium
Juga ada risiko kesehatan sedang sampai tinggi dari toksisitas
selenium, yang pertama kali ditemukan pada hewan yang merumput di
daerah dengan kandungan selenium yang tinggi dalam tanah. Toksisitas
selenium kronis pada manusia menyebabkan selenosis, kondisi yang
ditandai dengan kerapuhan atau kehilangan rambut dan kuku, gangguan
pencernaan, ruam, napas berbau bawang putih, dan kelainan sistem
saraf.3
17
Di Cina, telah dilaporkan bahwa selenosis terjadi dengan
peningkatan frekuensi pada orang yang mengkonsumsi selenium dengan
kadar di atas 850 μg / hari. Institute of Medicine (Amerika Serikat) telah
menetapkan batas atas asupan yang dapat ditoleransi untuk selenium
sebesar 400 μg / hari untuk orang dewasa untuk mencegah risiko
mengembangkan selenosis. European Commission dan World Health
Organization telah mengusulkan batas atas harian yang lebih rendah yaitu
300 μg / hari untuk dewasa.31
2.2.6. Tes Biokimia untuk Status Gizi dari Selenium
Konsentrasi selenium darah umumnya dianggap sebagai ukuran
yang berguna dari status selenium dan asupannya, tetapi jaringan lain
seperti rambut dan kuku juga digunakan. Selenium plasma atau serum
mencerminkan status jangka pendek, dan selenium eritrosit mencermin-
kan status jangka panjang, karena penggabungan selenium selama
sintesis dari sel-sel ini. Bagaimanapun tidak ada rentang normal referensi
yang diterima karena variasi dalam status selenium dari satu negara ke
negara lain. Kuku jari kaki sering digunakan sebagai ukuran status
selenium jangka panjang. Selenium rambut telah terkait dengan asupan
selenium jangka panjang, tapi shampoo yang mengandung selenium
membatasi kesesuaian sampel rambut. Ekskresi urin harian sangat erat
kaitannya dengan selenium plasma dan asupan makanan pada populasi
dengan selenium yang rendah, sehingga dapat digunakan untuk menilai
status selenium yang mencerminkan asupan makanan baru-baru ini. Studi
18
keseimbangan menunjukkan bahwa pada berbagai rentang asupan,
ekskresi urin menyumbang 50-60% dari jumlah total yang diekskresikan,
dan karena itu, total asupan makanan dapat diperkirakan sebagai dua kali
dari ekskresi urin harian.22,32
Konsentrasi jaringan dapat menyesatkan sebagai ukuran status
selenium, karena mereka tidak secara akurat mencerminkan aktivitas
fungsional, yang dapat bervariasi menurut bentuk selenium yang tertelan.
Jika selenometionin adalah bentuk diet utama, maka kandungan jaringan
mungkin tinggi karena ia secara nonspesifik tergabung ke dalam protein
sebagai selenometionin di tempat metionin. Dalam komponen darah,
selenium dari bentuk organik tetapi tidak bentuk anorganik, tergabung
secara nonspesifik ke dalam hemoglobin dalam eritrosit dan ke dalam
albumin dalam plasma. Ukuran sejati dari status selenium harus
mencerminkan jumlah selenium yang tersedia untuk aktivitas
selenoprotein fungsional. Pengukuran setiap selenoprotein oleh karena itu
menyediakan informasi yang lebih akurat dan berguna daripada total
selenium saja. Bahkan kemudian, penentuan konsentrasi dari hanya satu
selenoprotein mungkin tidak cukup dan menyesatkan karena hirarki dari
pentingnya selenoprotein.22
Hubungan erat antara aktivitas GPx plasma (GPx3) dan sel darah
merah GPx (GPx1) dengan total konsentrasi selenium berguna untuk
penilaian pada orang dengan status yang relatif rendah, tetapi tidak ketika
aktivitas maksimal enzim tercapai pada kadar selenium darah di atas 1,27
mmol / l (100 mg / l). Selain itu, seringkali sulit untuk membandingkan
19
hasil dari laboratorium yang berbeda karena variasi dalam metodologi.
GPx juga digunakan untuk menilai pengaruh suplementasi dengan
berbagai bentuk selenium, tapi, sekali lagi, hanya merespon subyek
dengan status selenium yang rendah. Selain itu, tingkat respon tergantung
pada tingkat awal aktivitas. Di sisi lain, GPx trombosit tampaknya menjadi
indikator yang lebih sensitif dari peningkatan asupan selenium, yang
menunjukkan peningkatan aktivitas dalam waktu 1-2 minggu dari saat
memulai suplementasi. Ini mungkin terkait dengan masa hidup yang lebih
pendek dari trombosit yaitu 8-14 hari, dibandingkan dengan 120 hari untuk
eritrosit. Karena berbeda dari GPx plasma dan eritrosit, tampaknya ada
perbedaan dalam bioavailabilitas dari bentuk selenium yang berbeda
untuk GPx trombosit. Selenat anorganik atau selenit menghasilkan respon
yang lebih cepat daripada ragi tinggi selenium dan mendatar pada tingkat
aktivitas yang lebih tinggi. Dengan demikian, modifikasi aktivitas GPx
trombosit tergantung pada bentuk kimia dari suplemen selenium, dan
karena itu aktivitas GPx trombosit tampaknya lebih sensitif terhadap
bahan bentuk kimia dari selenium yang diberikan daripada GPx eritrosit
atau plasma.22
Baru-baru ini, pengukuran selenoprotein P telah terbukti menjadi
penanda biokimia yang berharga untuk status selenium, dan ada potensi
untuk pengukuran enzim lainnya sebagai penanda fungsional. Brown dkk
telah menggunakan PHGPx (GPx4) serta GPx1 untuk mengevaluasi efek
dari suplementasi selenium pada sel darah. Peneliti lain telah
menyarankan bahwa rasio tiroksin (T4) terhadap tri-iodotironin (T3) dalam
20
plasma dapat memberikan indikasi aktivitas IDI dalam jaringan yang tidak
dapat diakses. Perlu untuk diketahui bahwa kesimpulan yang ditarik dari
pengukuran satu selenoprotein mungkin tidak berlaku secara seragam
untuk semua fungsi biologis terkait selenium karena perbedaan respon
dari jaringan dan selenoprotein untuk berbagai kadar selenium. Defisiensi
selenium menyebabkan penurunan kadar selenoprotein, tapi ada
penggabungan preferensial dari selenium dalam beberapa selenoprotein.
Belum ditetapkan bagaimana pengukuran satu selenoprotein berhubung-
an dengan fungsi biokimia lainnya. Kita boleh menyimpulkan bahwa
kemungkinan tidak akan ada indikator tunggal dari status selenium
fungsional, melainkan serangkaian penanda yang berlaku untuk masalah-
masalah tertentu yang terkait dengan status selenium yang suboptimal.
Saat ini, selenium plasma atau serum masih menjadi ukuran status
selenium yang disukai untuk perbandingan di antara negara.22
2. 3. SELENIUM DAN KEHAMILAN NORMAL
Janin yang tumbuh membutuhkan selenium. Selenium
ditransportasikan melintasi plasenta dengan difusi pasif mengikuti gradien
konsentrasi. Konsentrasi selenium desidua lebih tinggi dari endometrium,
sedangkan konsentrasi selenium vena umbilikalis lebih rendah daripada
ibu. Di negara-negara seperti Polandia dan Yugoslavia dimana kadar
selenium tanah dan asupan diet rendah, konsentrasi selenium ibu dan
aktivitas GPx menurun selama kehamilan, yang terendah pada saat
persalinan dibandingkan dengan kontrol hamil. Sebaliknya, di daerah
21
dengan kandungan selenium tanah yang sangat tinggi (misalnya, Dakota
Selatan dan Spanyol Selatan), akan dijumpai bahwa tidak ada
kecenderungan kehamilan dalam konsentrasi selenium serum.3,33
2.3.1. Efek Suplementasi Selenium Pada Kehamilan
Selenium tampaknya merupakan unsur integral untuk fungsi
reproduksi normal. Pada manusia, beberapa penelitian telah menunjukkan
bahwa defisiensi Se terkait dengan luaran kehamilan yang buruk,
keguguran, persalinan preterm. Bahkan, suplementasi prenatal dan
postnatal penting untuk fungsi sistem antioksidan yang memadai pada
bayi, yang sudah diberikan pada waktu kelahiran setelah suplai prenatal
dan bertahan setelah beberapa hari pertama kehidupan bayi dari
suplementasi postnatal dalam susu ibu. Beberapa penyakit neonatus
(khususnya pada bayi prematur) dipercaya disebabkan oleh oksigen
radikal bebas, termasuk displasia bronkopulmonal, retinopati prematu-
ritas, necrotizing enterocolitis, paten duktus arteriosus, dan ensefalopati
hipoksik-iskemik.34
Pentingnya Se dalam kehamilan telah ditunjukkan pada manusia,
dimana wanita yang menderita preeklampsia mengalami penurunan kadar
Se dalam darah vena umbilikalis dibandingkan dengan kehamilan normal.
penelitian lain juga telah menunjukkan penurunan Se serum atau kuku jari
kaki ibu pada wanita preeklampsia.34
Mengenai efek suplementasi Se pada perkembangan plasenta,
jaringan kotiledon tampaknya lebih rentan dengan jumlah Se yang lebih
22
besar daripada jaringan karunkular. Bahkan, telah ditunjukkan bahwa ada
peningkatan proliferasi seluler dan konsentrasi DNA dalam jaringan
kotiledon, tapi tidak ada efek pada jumlah plasentom, berat massa dan
karunkular. Menariknya, jumlah yang tinggi dari Se tidak menurunkan
proliferasi jaringan plasenta.34
Selain itu, suplementasi Se mempengaruhi perkembangan janin
seperti yang ditunjukkan dengan Se supranutrisi ibu pada domba betina
selama pertengahan kehamilan dan akhir kehamilan yang menyebabkan
peningkatan massa janin dan berat jantung, paru, limpa, visera total dan
usus besar yang lebih besar dibandingkan dengan janin yang
disuplementasi dengan adekuat. Efek Se pada massa tubuh janin lebih
jelas pada domba yang dikenakan restriksi nutrisi, yang menyarankan
bahwa Se dapat menyediakan efek terpisah pada massa tubuh janin,
meskipun dengan jumlah nutrisi yang rendah.34
Asupan Se makanan tampaknya memiliki manfaat tambahan pada
differensiasi dan fungsi imun neonatus, karena pada neonatus yang
dirawat oleh ibu yang diberi makanan rendah Se, persentase sel T
sitotoksik CD8, sel T CD2, sel panB dan sel NK menurun. Se ibu dan
makanan juga mempengaruhi status antioksidan dalam testis bayi.34
2. 4. SUPLEMENTASI SELENIUM DAN INSIDEN PREEKLAMPSIA
23
Preeklampsia (hipertensi proteinuriK de novo) diperkirakan terjadi
pada sekitar 3% dari seluruh kehamilan dan penyebab utama mortalitas
dan morbiditas maternal dan perinatal;1,5 bersama-sama dengan
gangguan hipertensif dalam kehamilan lainnya, preeklampsia bertanggung
jawab untuk sekitar 60.000 kematian ibu setiap tahun dan meningkatkan
kematian perinatal 5 kali lipat.35 Stres oksidatif plasenta dan sistemik ibu
adalah komponen dari sindrom dan berkontribusi terhadap aktivasi
inflamasi sistemik generalisata ibu. Iskemia plasenta-cedera reperfusi
telah terlibat dalam produksi ROS yang berlebihan, yang menyebabkan
pelepasan faktor plasenta yang memediasi respon inflamasi.3,36
Telah ada banyak minat dalam penggunaan suplementasi
antioksidan sebagai strategi pencegahan terhadap preeklampsia. Namun,
hasil dari percobaan pada efikasi penggunaan suplementasi vitamin C dan
vitamin E pada ibu hamil berisiko tinggi belum menjanjikan. Oleh karena
itu, berdasarkan pada temuan saat ini, suplementasi dengan vitamin C
dan E tidak direkomendasikan sebagai bagian dari praktek klinis untuk
mengurangi risiko preeklampsia.2
Selenium merupakan elemen mikro yang penting yang dijumpai
dalam sistem biologis sebagai komponen selenoprotein seperti sebagai
glutation peroksidase dan thioredoksin reduktase, dan terlibat dalam
proteksi antioksidan dan efek antiinflamasi. Dalam kasus defisiensi
selenium, suplementasi dengan selenium dikaitkan dengan peningkatan
aktivitas enzimatik antioksidan dan penurunan peroksidasi lipid.
Konsentrasi selenium dalam darah dan plasma secara signifikan menurun
24
selama kehamilan dibandingkan dengan konsentrasi pra-kehamilan atau
tanpa kehamilan, dan penurunan ini progresif dengan berlanjutnya
kehamilan. Selanjutnya, penelitian epidemiologi telah menunjukkan bahwa
status selenium pada pasien preeklampsia secara signifikan menurun baik
dalam spesimen serum dan kuku. Seperti yang diperkirakan, aktivitas
glutation peroksidase juga menurun pada preeklampsia sebagai fungsi
dari penipisan selenium. Meskipun dengan temuan ini, sedikit uji coba
klinis yang menyelidiki efikasi suplementasi selenium dalam mencegah
insidensi preeklampsia.37,2
Mengingat hubungan antara stres oksidatif dan prevalensi status
selenium makanan yang rendah di seluruh dunia, beberapa penelitian
menunjukkan bahwa defisiensi selenium mungkin berhubungan dengan
preeklampsia. Apresiasi terbaru bahwa interaksi nutrien-gen mungkin
memainkan peran utama dalam manifestasi penyakit herediter bisa
relevan dengan hubungan antara status selenium dan preeklampsia.38
Beberapa gen yang mengkode selenoprotein menunjukkan
polimorfisme fungsional. Contohnya termasuk GPx3, polimorfisme
fungsional yang menurunkan aktivasi transkripsi, ekspresi gen, dan
aktivitas protein plasma.39,40 Polimorfisme nukleotida tunggal dalam regio
untraslated 3’ dari gen GPx4 (GPx4c718t) mempengaruhi konsentrasi dan
aktivitas protein GPx tetapi juga memiliki efek yang berbeda pada GPx3
dan GPx1 ketika suplementasi selenium dihentikan, meskipun ini perlu
diselidiki dalam kaitannya dengan preeklampsia.41
25
Selenoprotein S (juga dikenal sebagai SEPS1 atau VIMP), yang
mengandung residu Sec pada situs aktifnya, merupakan protein
antiinflamasi yang bekerja terutama untuk membatasi konsekuensi
kerusakan dari stress retikulum endoplasma. Ia baru-baru ini telah
disarankan dapat berkontribusi untuk perkembangan preeklampsia.42
Varian polimorfik dalam lokus SEPS1 telah dikaitkan dengan peningkatan
morbiditas penyakit kardiovaskular pada wanita Finlandia dan
polimorfisme promotor 105G>A terkait dengan berkurangnya fungsi telah
didefinisikan dan terkait secara signifikan tetapi tidak kuat dengan
preeklampsia.3,43
Preeklampsia memiliki komponen familial. Prevalensi yang tinggi
dari polimorfisme ini bisa, bersama-sama dengan defisiensi selenium,
menjadi penentu utama dari gangguan pertahanan antioksidan dalam
gangguan ini, melalui perubahan aktivitas selenoprotein, dan dengan
demikian berkontribusi terhadap perkembangan penyakit melalui jalur
nutrigenomik.3,44
Di Inggris, di mana asupan selenium dari makanan rendah, telah
dilaporkan konsentrasi selenium yang berkurang pada kehamilan
preeklampsia dalam serum dari ibu dan janin serta dalam cairan ketuban
dan dalam kuku jari kaki bila dibandingkan dengan kontrol hamil
normal.33,45,46 Mistry HD dkk melakukan pengukuran konsentrasi selenium,
ekspresi, dan tingkat aktivitas glutation peroksidase dan penanda stres
oksidatif yang dilakukan pada sampel darah ibu dan vena umbilikalis atau
plasenta dari 27 wanita hamil normal, 25 preeklampsia, dan 22 wanita
26
sehat yang tidak hamil dengan usia yang sesuai. Hasil penelitian ini
mengungkapkan penurunan yang sangat signifikan dalam konsentrasi
serum selenium dan aktivitas peroksidase glutation plasma pada
kehamilan dibandingkan dengan kontrol tidak hamil. Selain itu, tingkat
tersebut jauh menurun pada ibu dan bayi preeklampsia dibandingkan
dengan kehamilan normal. Selenium vena umbilikalis sangat rendah. Ibu
dan bayi mengalami peningkatan kadar penanda stres oksidatif secara
signifikan pada kelompok preeklampsia. Aktivitas glutation peroksidase
plasenta dan pewarnaan imunohistokimia juga berkurang pada plasenta
preeklampsia. Stres oksidatif yang terkait dengan preeklampsia mungkin
diakibatkan dari berkurangnya jalur pertahanan antioksidan khusus yang
melibatkan glutation peroksidase, yang mungkin terkait dengan
berkurangnya ketersediaan selenium. Glutation peroksidase tereduksi
dapat dikaitkan dengan peningkatan generasi peroksida lipid toksik yang
berkontribusi terhadap disfungsi endotel dan hipertensi pada
preeklampsia.33
Atamer dkk meneliti perubahan dalam aktivitas enzim superoksida
dismutase (SOD) eritrosit, glutation peroksidase (GSH-Px) plasenta, dan
menganalisis kadar selenium (Se) serum dan glutation plasenta (GSH).
Penelitian cross-sectional prospektif yang terdiri dari 32 wanita hamil
preeklampsia (PE), 25 hamil tidak hamil (NP), 28 wanita sehat hamil (HP)
dilakukan. Kadar lipid peroksida serum dan plasenta, aktivitas SOD,
tingkat GSH plasenta, dan aktivitas GSH-Px plasenta diukur dengan
metode spektrofotometri. Kadar Se serum diukur dengan spektrofotometri
27
absorpsi atom. Kadar Se serum jelas lebih rendah pada wanita PE
dibandingkan dengan wanita HP dan wanita NP. Aktivitas GSH-Px
plasenta juga lebih rendah pada wanita PE dibandingkan dengan wanita
HP. Pada wanita preeklampsia aktivitas SOD eritrosit secara nyata
menurun dibandingkan dengan wanita HP dan wanita NP. Kadar GSH
plasenta menurun dibandingkan dengan wanita HP.45
Selain itu, Rayman MP juga menentukan apakah status selenium
yang rendah dikaitkan dengan risiko yang lebih besar dari terjadinya
preeklampsia. 53 pasien preeklampsia dan 53 kontrol hamil dengan usia
yang sesuai di Rumah Sakit John Radcliffe, Oxford, memberikan
potongan kuku jari kaki mereka (yang ditetapkan 3-12 bulan sebelumnya)
untuk penentuan selenium dengan analisis aktivasi neutron. Karakteristik
klinis
perempuan dan bayi mereka dicatat. Median konsentrasi selenium kuku
pada subyek preeklampsia secara signifikan lebih rendah daripada
kelompok kontrol mereka. Selenium kuku di tertil bawah dikaitkan dengan
4,4 kali lipat insiden yang lebih besar dari preeklampsia. Dalam kelompok
preeklampsia, status selenium yang rendah secara bermakna dikaitkan
dengan ekspresi yang lebih berat dari penyakit, yang diukur dengan
persalinan sebelum 32 minggu. Penelitian mereka menimbulkan
pertanyaan apakah peningkatan kecil dalam asupan selenium dapat
membantu mencegah preeklampsia pada wanita yang rentan.46
Sebaliknya, lainnya telah menunjukkan tidak ada perbedaan, dan
dalam 1 penelitian dari Amerika Serikat, konsentrasi yang lebih tinggi dari
28
selenium serum telah dilaporkan pada wanita dengan preeklampsia.
Namun, yang dilaporkan kekurangan sensitivitas dari alat uji yang
digunakan, atau ketergantungan dari kandungan leukosit selenium ibu
dalam estimasi status selenium dapat mengacaukan interpretasi dari
penelitian ini.3
Aktivitas GPx pada ibu dan plasma tali pusat juga telah terbukti
lebih rendah pada kehamilan preeklampsia. Beberapa penelitian
retrospektif dari Turki, Amerika Serikat, dan Australia pada plasma ibu
atau jaringan plasenta yang dikumpulkan dari kehamilan normal dan
preeklampsia melaporkan penurunan aktivitas GPx pada preeklamp-
sia.45,37 Satu kelompok baru-baru ini melakukan penelitian cross-sectional
retrospektif di Inggris pada 25 wanita dengan preeklampsia dan 27 kontrol
sehat serta darah tali pusat dan jaringan plasenta dikumpulkan segera
setelah persalinan. Total aktivitas GPx dalam plasma dan dalam jaringan
plasenta secara signifikan berkurang pada preeklampsia. Penelitian
proskpektif dan longitudinal selanjutnya diperlukan untuk menjelaskan
hubungan ‘penyebab atau efek’.33
Jika defisiensi selenium dikonfirmasi pada wanita yang menderita
preeklampsia dan ini terus dihubungkan dengan ketidakcukupan GPx, uji
coba suplementasi selenium dengan kekuatan yang cukup pada
kehamilan mungkin bermanfaat dalam pencegahan atau perbaikan
preeklampsia.3
Beberapa penelitian kecil telah berusaha untuk menilai pengaruh
suplementasi selenium terhadap insiden gangguan hipertensi terkait
29
kehamilan. Beijing memiliki insiden yang tinggi dari defisiensi selenium
dan hipertensi yang diinduksi kehamilan (PIH). Seratus wanita dengan
faktor risiko yang diketahui untuk PIH diacak untuk menerima selenium
(100 μg / hari) atau plasebo selama 6-8 minggu selama kehamilan.
Selenium serum ibu dan umbilikal meningkat secara signifikan, dan
insiden PIH dilaporkan menurun.3
RCT prospektif, tersamar ganda, dan terkontrol plasebo yang
sangat kecil lainnya di Indonesia juga melaporkan tingkat yang lebih
rendah dari preeklampsia dan / atau PIH pada wanita yang berada pada
peningkatan risiko untuk mengembangkan kondisi ini setelah
suplementasi dengan berbagai antioksidan dan kofaktor termasuk
selenium (100 μg). Tidak ada satupun penelitian yang menangani peran
suplementasi terhadap insiden preeklampsia.3
Rayman dkk dalam penelitian terbarunya berhipotesis bahwa
peningkatan kecil dalam asupan Se pada wanita hamil Inggris dengan
status Se yang memadai akan melindungi terhadap risiko pre-eklampsia,
sebagaimana dinilai oleh biomarker pre-eklampsia. Dalam uji coba pilot
double-blind terkontrol plasebo mereka mengacak 230 wanita hamil
primipara untuk menerima Se (60 mg / hari, sebagai ragi yang diperkaya
Se) atau terapi plasebo pada 12-14 minggu kehamilan sampai melahirkan.
Konsentrasi Se darah diukur pada awal dan 35 minggu, dan konsentrasi
selenoprotein P plasma (SEPP1) pada 35 minggu. Ukuran luaran primer
dari penelitian ini adalah soluble vascular endothelial growth factor
receptor-1 (-sFlt 1) serum, faktor anti-angiogenik yang terkait dengan
30
risiko pre-eklampsia. Komponen serum / plasma lainnya yang berkaitan
dengan risiko preeklampsia juga diukur. Antara 12 dan 35 minggu,
konsentrasi Se darah meningkat secara signifikan pada kelompok yang
diterapi dengan Se tetapi menurun secara signifikan pada kelompok
plasebo. Pada 35 minggu, konsentrasi Se darah dan SEPP1 plasma
diamati secara signifikan lebih tinggi pada kelompok yang diterapi dengan
Se dibandingkan dengan kelompok plasebo. Sejalan dengan hipotesis
mereka, konsentrasi-sFlt 1 secara signifikan lebih rendah pada 35 minggu
pada kelompok yang diterapi dengan Se dibandingkan dengan peserta
kelompok plasebo dalam kuartil terendah dari status Se pada awalnya.
Temuan bahwa suplementasi Se memiliki potensi untuk mengurangi risiko
pre-eklampsia pada wanita hamil dengan status Se yang rendah perlu
divalidasi dalam uji coba dengan kekuatan yang memadai.47
Tara dkk menyelidiki suplementasi selenium pada wanita Iran pada
trimester pertama mereka (100 μg selenium per hari) dalam RCT pilot
kecil. Sebanyak 166 wanita hamil primigravida, yang berada pada
trimester pertama kehamilan, secara acak menerima 100 mg selenium (n
= 83; dropout, n = 22) atau plasebo (n = 83; dropout, n = 19) per hari
sampai melahirkan. Insiden preeklampsia, konsentrasi selenium serum,
profil lipid dan status protein C-reaktif sensitivitas tinggi dievaluasi pada
awal dan pada akhir penelitian. Suplementasi dengan selenium tidak
dikaitkan dengan efek samping mayor yang dilaporkan dan dikaitkan
dengan peningkatan yang signifikan dalam rata-rata konsentrasi selenium
serum pada aterm. Sebaliknya, rata-rata konsentrasi selenium serum
31
tetap tidak berubah pada kelompok kontrol. Insiden preeklampsia lebih
rendah pada kelompok selenium (n = 0) dibandingkan dengan kelompok
kontrol (n = 3), meskipun ini tidak signifikan secara statistik. Setelah
pengobatan, tekanan darah sistolik dan diastolik, kolesterol total serum,
trigliserida, kolesterol LDL dan HDL, dan protein C-reaktif sensitivitas
tinggi secara signifikan meningkat pada kedua kelompok dibandingkan
dengan kadar sebelum terapi. Temuan kami menunjukkan bahwa
suplementasi selenium pada wanita hamil dapat dikaitkan dengan
frekuensi yang lebih rendah dari preeklampsia. 2
Pada penelitian Vanderlelie didapatkan peningkatan konsentrasi
selenium plasma berkorelasi dengan penurunan insidensi
preeklamsia(pearson’s r=-0,604, p<0.001).Negara dengan tingkat
selenium plasma/serum >95 dianggap sebagai asupan selenium adequat
dan ditemukan penurunan insidensi preeklampsia pada negera tersebut
(p=0,0007).Penurunan insidensi preeklampsi yang signifikan ditemukan
berkorelasi dengan peningkatan konsentrasi selenium plasma/serum di
New Zealand (p=0,0003) & Finlandia (0,0028).48
Dari penelitian Ghaemi et al, dari 650 perempuan Iran yang diteliti
didapatkan 76 perempuan yang di dalam darahnya terdapat selenium dan
dari kelompak perempuan tersebut dibagi menjadi 38 orang dengan
preeklamsia dan 38 orang dengan kehamilan normal. Konsentrasi
selenium pada wanita preeklamsia lebih rendah dibanding dengan wanita
pada kehamilan normal (70,63 ± 21,41 dibanding 82,03 ± 15,54, p-0,05)
32
Wanita dengan kadar selenium dibatas bawah normal < 62,2 berkaitan
dengan peningkatan resiko preeklamsia pada kehamilan.49
Kadar selenium yang berkurang pada sirkulasi maternal mungkin
menjadi faktor yang berkontribusi pada mekanisme patofisiologi yang
berkaitan dengan preeklamsia dan pemberian suplemen selenium dapat
memberikan keberhasilan klinis yang baik.49
Rayman membuat hipotesis bahwa dengan meningkatkan asupan
selenium pada wanita hamil dengan status selenium yang inadekuat,
dapat mengurangkan resiko eklampsia pada penelitian double blind,
placebo control, pilot trail , 230 wanita hamil primipara telah diacak untuk
pengobatan selenium ( 60mg/hari) dan pengobatan placebo dari usia
gestasi 12-14 minggu persalinan. Konsentrasi selenium pada sel darah
telah diukur pada awal penelitian dan usia kehamilan 35 minggu .Plasma
selenoprotein P (SEPP1) diukur pada usia kehamilan 35 minggu.47
Parameter pengukuran pada penelitian ini merupakan serum soluble
vascular endothelial growth factor receptor -1 (sFLT-1), faktor antiangionik
yang berkaitan dengan resiko preeklamsia. Komponen serum /plasma
yang lain berkaitan dengan resiko preeklamsia ikut diperiksa. Diantara
usia kehamilan 12 hingga 35 minggu konsentrasi selenium pada sel darah
meningkat secara signifikan pada kelompok dengan pengobatan selenium
namun menurun pada kelompok dengan pengobatan plasebo. 47
Pada usia gestasi 35 minggu ditemukan peningkatan signifikan,
konsentrasi selenium sel darah merah dan plasma SEPP1 pada kelompok
33
dengan pengobatan selenium dibanding dengan kelompok pengobatan
plasebo.Seiring dengan hipotesis ditemukan konsentrasi sFLT1 lebih
rendah pada usia gestasi 35 minggu pada kelompok pengobatan selenium
dibanding kelompok dengan pengobatan.47
Tidak ada konsensus saat ini mengenai suplemen selenium yang
optimal untuk digunakan dalam suplementasi klinis karena bioavailabilitas
dan efeknya pada ekspresi dari berbagai selenoprotein tergantung pada
bentuk produk selenium yang digunakan. Sebuah RCT kecil berbasis di
Inggris pada suplementasi selenium (selenium dalam kehamilan; Systolic
Blood Pressure Intervention Trial) sedang berlangsung. Meskipun tidak
berkekuatan untuk menunjukkan manfaat klinis, Penelitian ini dirancang
untuk menilai dampak suplemetasi selenium pada biomarker terkait
preeklampsia. Jika berhasil, RCT multicenter yang lebih besar yang
berkekuatan untuk mendeteksi perbedaan tingkat preeklampsia akan
dibutuhkan untuk menilai manfaat klinis potensial.3,27
Defisiensi aktivitas antioksidan tertentu yang terkait dengan
mikronutrien seperti Selenium dan Zinc dapat menghasilkan luaran
kehamilan yang buruk, termasuk preeklampsia. Reddy dkk membuktikan
bahwa defisiensi Selenium & Zinc sebagai faktor penyumbang untuk
timbulnya preeklampsia. Rata-rata kadar Se dan Zn serum dan jaringan
ditemukan berkurang secara signifikan dalam kasus preeklampsia
dibandingkan dengan kontrol. Mereka menyimpulkan bahwa suplementasi
selenium dan zinc baik sendiri atau dalam kombinasi dengan
suplementasi multi-nutrien umumnya dapat memiliki dampak yang
34
signifikan tidak hanya pada insiden preeklampsia, tetapi juga dapat
menunda onset dan keparahan penyakit, mengatasi stres oksidatif
plasenta dan membeli waktu yang berharga untuk perkembangan janin
sebelum persalinan.50
Stres oksidatif adalah gambaran kunci dalam patogenesis
preeklampsia dan antioksidan telah diusulkan sebagai terapi potensial
dalam pengobatan komplikasi penting dari kehamilan. Didalam satu
laporan oleh Watson dkk, suplementasi selenium digunakan untuk up-
regulasi antioksidan enzim glutation peroksidase dan thioredoksin
reduktase dan efek protektif yang dilakukannya pada metabolisme sel
selama stres oksidatif diteliti. Sel trofoblas Bewo dan Jeg-3 yang
disuplementasi dengan bentuk organik dan anorganik dari selenium dan 3
bentuk peroksida dalam berbagai dosis digunakan untuk menghasilkan
stres oksidatif. Thioredoksin reduktase dan aktivitas glutation peroksidase
diekspresikan dengan maksimal setelah suplementasi dengan 100 nM
NaSe dan 500 nM SeMetionin. Penggunaan H2O2 dalam kisaran 200-400
mM selama 24 jam menghasilkan inhibisi aktivitas selular yang signifikan,
suatu efek yang dinegasikan oleh suplementasi Se. Konsentrasi Tert-butil
H2O2 dan cumene H2O2 antara 30 dan 50 um secara serupa menghambat
aktivitas selular dan ini dapat dibalikkan secara signifikan oleh
suplementasi Se. Auranofin, inhibitor spesifik thioredoksin reduktase dan
glutation peroksidase digunakan untuk membuktikan bahwa efek protektif
yang dihasilkan oleh suplementasi Se disebabkan oleh up-regulasi enzim
ini. Studi ini memberikan bukti langsung bahwa suplementasi selenium
35
dapat meng-up-regulasi sistem antioksidan endogen dan melindungi sel-
sel trofoblas dari stres oksidatif. Ini mungkin menginformasikan pengem-
bangan terapi di masa depan untuk pre-eklampsia dan menekankan
pentingnya adekuasi selenium selama kehamilan.51
36
BAB III
KESIMPULAN
Selenium merupakan elemen mikro yang penting yang dijumpai
dalam sistem biologis sebagai komponen selenoprotein seperti sebagai
glutation peroksidase dan thioredoksin reduktase, dan terlibat dalam
proteksi antioksidan dan efek antiinflamasi. Konsentrasi selenium dalam
darah dan plasma secara signifikan menurun selama kehamilan
dibandingkan dengan konsentrasi pra-kehamilan atau tanpa kehamilan,
dan penurunan ini progresif dengan berlanjutnya kehamilan.
Dalam kasus defisiensi selenium, suplementasi dengan selenium
dikaitkan dengan peningkatan aktivitas enzimatik antioksidan dan
penurunan peroksidasi lipid. Mengingat hubungan antara stres oksidatif
dan prevalensi status selenium makanan yang rendah di seluruh dunia,
defisiensi selenium mungkin berhubungan dengan preeklampsia.
Aktivitas GPx pada ibu dan plasma tali pusat juga telah terbukti
lebih rendah pada kehamilan preeklampsia. Jika defisiensi selenium
dikonfirmasi pada wanita yang menderita preeklampsia dan ini terus
dihubungkan dengan ketidakcukupan GPx, uji coba suplementasi
selenium dengan kekuatan yang cukup pada kehamilan mungkin
bermanfaat dalam pencegahan atau perbaikan preeklampsia.
Suplementasi selenium pada wanita hamil dapat dikaitkan dengan
frekuensi yang lebih rendah dari preeklampsia. Temuan bahwa
37
suplementasi Se memiliki potensi untuk mengurangi risiko pre-eklampsia
pada wanita hamil dengan status Se yang rendah perlu divalidasi dalam
uji coba dengan kekuatan yang memadai.
38
DAFTAR PUSTAKA
1. Sibai B, Dekker G, Kupferminc M. Pre-eclampsia. Lancet
2005;365:785-99
2. Tara F, Maamouri G, Rayman MP, et al. Selenium supplementation
and the incidence of preeclampsia in pregnant Iranian women: a
randomized, double-blind, placebo-controlled pilot trial. Taiwan J
Obstet Gynecol 2010;49: 181-7.
3. Mistry HD, et al. Selenium in reproductive health. American Journal of
Obstetrics & Gynecology 2012; 21-30
4. Milne F, Redman C, Walker J, et al. The pre-eclampsia community
guideline (PRECOG): how to screen for and detect onset of
preeclampsia in the community. BMJ 2005; 330: 576–80.
5. Steegers EA, Von Dadelszen P, Duvekot JJ, Pijnenborg R. Pre-
eclampsia. Lancet 2010; 376:631-44
6. Ng EH, Chan CC, Tang OS, Yeung WS, Ho PC. The role of
endometrial and subendometrial vascularity measured by three-
dimensional power Doppler ultrasound in the prediction of pregnancy
during frozen-thawed embryo transfer cycles. Hum Reprod 2006; 21:
1612–17.
7. Burton GJ, Jauniaux E. Placental oxidative stress: from miscarriage to
preeclampsia. J Soc Gynecol Investig 2004; 11: 342–52
39
8. Jauniaux E, Watson AL, Hempstock J, Bao YP, Skepper JN, Burton
GJ. Onset of maternal arterial blood fl ow and placental oxidative
stress. A possible factor in human early pregnancy failure. Am J Pathol
2000; 157: 2111–22
9. Plasencia W, Maiz N, Bonino S, Kaihura C, Nicolaides KH. Uterine
artery Doppler at 11 + 0 to 13 + 6 weeks in the prediction of pre-
eclampsia. Ultrasound Obstet Gynecol 2007; 30: 742–49
10.Burton GJ. Oxygen, the Janus gas; its eff ects on human placental
development and function. J Anat 2009; 215: 27–35.
11.Burton GJ, Yung HW, Cindrova-Davies T, Charnock-Jones DS.
Placental endoplasmic reticulum stress and oxidative stress in the
pathophysiology of unexplained intrauterine growth restriction and
early onset preeclampsia. Placenta 2009; 30 (suppl A): 43–48
12.Jauniaux E, Poston L, Burton GJ. Placental-related diseases of
pregnancy: Involvement of oxidative stress and implications in human
evolution. Hum Reprod Update 2006; 12: 747–55.
13.Brosens JJ, Parker MG, McIndoe A, Pijnenborg R, Brosens IA. A role
for menstruation in preconditioning the uterus for successful
pregnancy. Am J Obstet Gynecol 2009; 200: 615
14.Huppertz B. Placental origins of preeclampsia: challenging the current
hypothesis. Hypertension 2008; 51: 970–75.
15.Myers J, Mires G, Macleod M, Baker P. In preeclampsia, the circulating
factors capable of altering in vitro endothelial function precede clinical
disease. Hypertension 2005; 45: 258–63.
40
16. Irani RA, Xia Y. The functional role of the renin-angiotensin system in
pregnancy and preeclampsia. Placenta 2008; 29: 763–71.
17.Wikstrom AK, Larsson A, Akerud H, Olovsson M. Increased circulating
levels of the antiangiogenic factor endostatin in early-onset but not
late-onset preeclampsia. Reprod Sci 2009; 16: 995–1000.
18.Roberts JM, Hubel CA. The two stage model of preeclampsia:
variations on the theme. Placenta 2009; 30 (suppl A): 32–37
19.Kohrle J, Jakob F, Contempre B, Dumont JE. Selenium, the thyroid,
and the endocrine system. Endocr Rev 2005;26:944-84.
20.Kryukov GV, Castellano S, Novoselov SV, et al. Characterization of
mammalian selenoproteomes. Science 2003;300:1439-43
21.Beckett GJ, Arthur JR. Selenium and endocrine systems. J Endocrinol
2005;184:455-65.
22.Thomson CD. Assessment of requirements for selenium and adequacy
of selenium status: a review. Eur J Clin Nutr 2004;58:391-402
23.Rayman MP. The importance of selenium to human health. Lancet
2000;356:233-41
24.Moreno-Reyes R, Mathieu F, Boelaert M, et al. Selenium and iodine
supplementation of rural Tibetan children affected by Kashin-Beck
osteoarthropathy. Am J Clin Nutr 2003;78: 137-44.
25.Beck MA, Levander OA, Handy J. Selenium deficiency and viral
infection. J Nutr 2003; 133:1463S-7S
26.Moore MA, Wander RC, Xia YM, Du SH, Butler JA, Whanger PD.
Selenium supplementation of Chinese women with habitually low
41
selenium intake increases plasma selenium, plasma glutathione
peroxidase activity, and milk selenium, but not milk glutathione
peroxidase activity. J Nutr Biochem 2000;11:341-7.
27.Rayman MP. Food-chain selenium and human health: emphasis on
intake. Br J Nutr 2008;100:254-68
28.Chun OK, Floegel A, Chung SJ, Chung CE, Song WO, Koo SI.
Estimation of antioxidant in takes from diet and supplements in US
adults. J Nutr 2010;140:317-24.
29.McCann JC, Ames BN. Adaptive dysfunction of selenoproteins from
the perspective of the triage theory: why modest selenium deficiency
may increase risk of diseases of aging. FASEB J 2011;25:1793-814
30.Jackson MJ, Broome CS, McArdle F. Marginal dietary selenium intakes
in the UK: are there functional consequences? J Nutr 2003;
133:1557S-9S.
31.European Commission Health and Consumer Protection Directorate.
Opinion of the Scientific Committee on Food on the tolerable upper
intake level of selenium: SCF/CS/NUT/UPPLEV/25 Final 2000.
32.Mannisto S, Alfthan G, Virtanen M, Kataja V, Uusitupa M & Pietinen P:
Toenail selenium and breast cancerFa case–control study in Finland.
Eur. J. Clin. Nutr. 2000; 54, 98–103.
33.Mistry HD, Wilson V, Ramsay MM, Symonds ME, Broughton Pipkin F.
Reduced selenium concentrations and glutathione peroxidase activity
in pre-eclamptic pregnancies. Hypertension 2008;52:881-8.
42
34.Palmieri C, Szarek J. Effect of maternal selenium supplementation on
pregnancy in humans and livestock. J. elementol 2011; 16(1):143-156
35.Broughton Pipkin F. Risk factors for preeclampsia. N Engl J Med
2001;344:925-6
36.Hung TH, Burton GJ. Hypoxia and reoxygenation: a possible
mechanism for placental oxidative stress in preeclampsia. Taiwan J
Obstet Gynecol 2006;45:189-200
37.Vanderlelie J, Venardos K, Clifton VL, Gude NM, Clarke FM, Perkins
AV. Increased biological oxidation and reduced anti-oxidant enzyme
activity in pre-eclamptic placentae. Placenta 2005;26:53-8.
38.Hesketh J. Nutrigenomics and selenium: gene expression patterns,
physiological targets, and genetics. Annu Rev Nutr 2008;28: 157-77
39.Voetsch B, Jin RC, Bierl C, et al. Promoter polymorphisms in the
plasma glutathione peroxidase (GPx-3) gene: a novel risk factor for
arterial ischemic stroke among young adults and children. Stroke
2007;38:41-9.
40.Voetsch B, Jin RC, Bierl C, et al. Role of promoter polymorphisms in
the plasma glutathione peroxidase (GPx-3) gene as a risk factor for
cerebral venous thrombosis. Stroke 2007; 39:303-7.
41.Meplan C, Crosley LK, Nicol F, et al. Functional effects of a common
single-nucleotide polymorphism (GPX4c718t) in the glutathione
peroxidase 4 gene: interaction with sex. Am J Clin Nutr 2008;87:1019-
27
43
42.Burton GJ, Yung HW, Cindrova-Davies T, Charnock-Jones DS.
Placental endoplasmic reticulum stress and oxidative stress in the
pathophysiology of unexplained intrauterine growth restriction and
early onset preeclampsia. Placenta 2009;30(Suppl A):S43-8.
43.Moses EK, Johnson MP, Tommerdal L, et al. Genetic association of
preeclampsia to the inflammatory response gene SEPS1. Am J Obstet
Gynecol 2008;198:336.e1-5.
44.Chappell S, Morgan L. Searching for genetic clues to the causes of
pre-eclampsia. Clin Sci (Lond) 2006;110:443-58
45.Atamer Y, Kocyigit Y, Yokus B, Atamer A, Erden AC.Lipid peroxidation,
antioxidant defense, status of trace metals and leptin levels in
preeclampsia. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol 2005;119:60-6.
46.Rayman MP, Bode P, Redman CW. Low selenium status is associated
with the occurrence of the pregnancy disease preeclampsia in women
from the United Kingdom. Am J Obstet Gynecol 2003;189:1343-9.
47.Rayman MP, et al. Effect of selenium on markers of risk of pre-
eclampsia in UK pregnant women: a randomised, controlled pilot trial.
British Journal of Nutrition (2014), 112, 99–111
48.Vanderlelie, Selenium and preclampsia : A global perspective, An
International Journal of Womens Cardiovaskular Health 1 (2011) 213-
224.
49.Seyede Zahra Ghaemi, A prospective Study of Selenium
Concentration and Risk of Preeclampsia in Pregnant Iranian Women :
44
a Nested Case-Control Study, Biol Trace Elem Res (2013) 152:174-
179
50.Reddy KH, et al. Role of Micronutrients -“Selenium & Zinc” in
Preeclampsia. JMSCR 2015; 3(4): 5276-5291
51.Watson M, et al. Selenium supplementation protects trophoblast cells
from oxidative stress. Placenta 2012; 1012-1019
45