Supermasi edisi oktober

4
Di tempat latihan, Putri tak pernah terlihat kehabisan stamina hanya pada hari selasa, bukan karena jadwal Pak Reza sebagai pelatihnya, bukan pula pada hari selasa, Zidane, penghuni rumah tetangga sanggar tari telah pulang lebih awal sehingga selalu memergokinya datang dan mengintipnya saat latihan, entah hingga empat minggu latihannya berjalan, tak ada seorangpun dari teman berlatihnya mengetahui penyebab kelebihan semangat Putri pada hari Selasa itu. Oktober 2014 Edisi 2 PUTRI BERLATIH TARI Putri datang di sanggar tepat pukul empat sore, raut mukanya mendung dan terlihat sembap seperti baru saja menangis, hal ini tak mengganggu keseriusannya dalam berlatih dengan Kak Ratih, sehingga mengurungkan niat Kak Ratih untuk mempertanyakan penyebab kemurungan wajah Putri, toh hampir setiap hari memang beginilah raut mimik wajahnya. Beberapa saat setelah Putri datang, seorang lelaki tua melintas di depan sanggar dengan tongkat menopang tubuh ringkihnya. Jum'at, Minggu ke-4 Sanggar Tari Kak Ratih hari ini kedatangan murid baru, namanya Putri, dengan masih malu-malu ia memperkenalkan diri di depan murid-murid Kak Ratih yang lain sebelum latihan dimulai, hanya dengan nama saja, lalu ia terdiam seribu bahasa, kalau saja Irma tak menanyakan dimana rumahnya dan mengapa dia memilih Sanggar Tari Kak Ratih sebagai tempat berlatihnya. Sayangnya Putri enggan menjawab panjang lebar, ia hanya menjawab rumahnya di Perumahan Mutiara Asri, dan dia ingin berlatih disini karena paling dekat dari rumah. Menangkap gelagat canggung dari kekikukan Putri yang memang memiliki sosok yang pendiam, Kak Ratih segera mengakhiri perkenalan Putri dan segera mempersilakannya bergabung bersama teman-teman yang lain dan memulai latihannya. Beberapa saat setelah Putri mulai berlatih, seorang lelaki tua melintas di depan sanggar dengan tongkat menopang tubuh ringkihnya. Selasa, Minggu ke-5 Jadwal latihan Putri di sanggar tari Kak Ratih hanya tiga hari sekali, yakni selasa, jum'at, dan minggu. Namun pada hari minggu, Putri selalu datang terlambat dengan wajah kucel dan letih, seakan baru saja melakukan pekerjaan yang sangat berat dan menguras tenaga, namun hal ini tidak diperpanjang oleh Kak Ratih maupun teman- temannya sebagai masalah di hadapan Putri, melihat pribadi Putri yang sangat pendiam dan tertutup Beberapa saat sebelum Putri datang, seorang lelaki tua melintas di depan sanggar dengan tongkat menopang tubuh ringkihnya. Sore ini bukan hanya Putri, Kak Ratih, Irma, dan teman-teman sanggar Putri yang lain sangat sumringah pada sore hari ini, tidak dengan satu alasan yang sama, namun rona kebahagiaan itu terpancar dari semua wajah yang hadir di ruang latihan. Latihan hari itu berjalan lancar dan semua kembali pulang dengan kebahagiaan masing-masing. Namun tak ada yang tahu bahwa petang itu merupakan kebahagiaan terakhir milik Putri dan akan terenggut selamanya darinya, tepat sepulang dari Sanggar Tari Kak Ratih, terhitung tepat sebulan dia berlatih balet disana. Jum’at, Minggu ke-5 Jarum pendek jam dinding sanggar telah melewati angka tiga namun batang hidung Putri tak juga hadir di ruangan ini, Irma mulai sibuk menekan-nekan tombol di ponselnya, dan Kak Ratih terlihat mondar- mandir di tepi jendela sembari mengedarkan pandangan ke luar jendela, sedang teman-teman lainnya telah melakukan pemanasan bahkan beberapa dari mereka telah mulai berlatih sendiri. Seorang lelaki tua melintas di depan sanggar dengan tongkat menopang tubuh ringkihnya. Hingga Kak Ratih mengakhiri latihan sore itu, Putri tak juga datang, mata Irma mulai berkaca-kaca sambil menerawang memandang langit dari jendela di ruangan itu, dan pertemuan hari itu pun selesai begitu saja. Minggu, Minggu ke-6 Sanggar Tari terlihat lengang sore itu, tak ada seorang pun datang, bukan Putri, Irma, juga Kak Ratih dan murid-murid lainnya, angin berhembus kencang sehingga membuka pintu sanggar yang tak terkunci, tepat ketika seorang lelaki tua berjalan melintas di depan sanggar, sejenak ia berhenti di depan pintu yang terbuka, lalu memandang tongkat yang menopang tubuh rentanya, kemudian dengan tertatih ia melanjutkan langkahnya menjauhi sanggar itu. Tak jauh dari gedung sanggar itu, bocah kecil berteriak menjajakan surat kabar yang menumpuk di tangannya, Koran, Koran, berita hangat, Seorang gadis bisu ditemukan tewas dengan luka lebam di sekujur tubuhnya, diduga ia dibunuh kakeknya sendiri.(Din) Selasa, Minggu ke-1 Cerpen Oktober 2014 Edisi 2 REFLEKSI 28 OKTOBER: SUMPAH (SERAPAH) PEMUDA Program Kreativitas Mahasiswa, Ajang Gengsi Tahunankah? PKM Bukan Soal Gengsi PIMNAS Cerpen : PUTRI BERLATIH TARI Renungan : Apakah Kebenaran itu?

description

Silahkan dinikmati :)

Transcript of Supermasi edisi oktober

Page 1: Supermasi edisi oktober

Di tempat latihan, Putri tak pernah terlihat kehabisan stamina hanya

pada hari selasa, bukan karena jadwal Pak Reza sebagai pelatihnya,

bukan pula pada hari selasa, Zidane, penghuni rumah tetangga

sanggar tari telah pulang lebih awal sehingga selalu memergokinya

datang dan mengintipnya saat latihan, entah hingga empat minggu

latihannya berjalan, tak ada seorangpun dari teman berlatihnya

mengetahui penyebab kelebihan semangat Putri pada hari Selasa itu.

Oktober 2014

Edisi 2

PUTRI BERLATIH TARI

Putri datang di sanggar tepat pukul empat sore, raut mukanya

mendung dan terlihat sembap seperti baru saja menangis, hal ini

tak mengganggu keseriusannya dalam berlatih dengan Kak Ratih,

sehingga mengurungkan niat Kak Ratih untuk mempertanyakan

penyebab kemurungan wajah Putri, toh hampir setiap hari memang

beginilah raut mimik wajahnya. Beberapa saat setelah Putri datang,

seorang lelaki tua melintas di depan sanggar dengan tongkat

menopang tubuh ringkihnya.

Jum'at, Minggu ke-4

Sanggar Tari Kak Ratih hari ini kedatangan murid baru, namanya

Putri, dengan masih malu-malu ia memperkenalkan diri di depan

murid-murid Kak Ratih yang lain sebelum latihan dimulai, hanya

dengan nama saja, lalu ia terdiam seribu bahasa, kalau saja Irma tak

menanyakan dimana rumahnya dan mengapa dia memilih Sanggar

Tari Kak Ratih sebagai tempat berlatihnya. Sayangnya Putri enggan

menjawab panjang lebar, ia hanya menjawab rumahnya di

Perumahan Mutiara Asri, dan dia ingin berlatih disini karena paling

dekat dari rumah. Menangkap gelagat canggung dari kekikukan

Putri yang memang memiliki sosok yang pendiam, Kak Ratih segera

mengakhiri perkenalan Putri dan segera mempersilakannya

bergabung bersama teman-teman yang lain dan memulai

latihannya. Beberapa saat setelah Putri mulai berlatih, seorang

lelaki tua melintas di depan sanggar dengan tongkat menopang

tubuh ringkihnya.

Selasa, Minggu ke-5

Jadwal latihan Putri di sanggar tari Kak Ratih hanya tiga hari sekali,

yakni selasa, jum'at, dan minggu. Namun pada hari minggu, Putri

selalu datang terlambat dengan wajah kucel dan letih, seakan baru

saja melakukan pekerjaan yang sangat berat dan menguras tenaga,

namun hal ini tidak diperpanjang oleh Kak Ratih maupun teman-

temannya sebagai masalah di hadapan Putri, melihat pribadi Putri

yang sangat pendiam dan tertutup

Beberapa saat sebelum Putri datang, seorang lelaki tua melintas di

depan sanggar dengan tongkat menopang tubuh ringkihnya. Sore ini

bukan hanya Putri, Kak Ratih, Irma, dan teman-teman sanggar Putri

yang lain sangat sumringah pada sore hari ini, tidak dengan satu

alasan yang sama, namun rona kebahagiaan itu terpancar dari semua

wajah yang hadir di ruang latihan. Latihan hari itu berjalan lancar dan

semua kembali pulang dengan kebahagiaan masing-masing. Namun

tak ada yang tahu bahwa petang itu merupakan kebahagiaan terakhir

milik Putri dan akan terenggut selamanya darinya, tepat sepulang dari

Sanggar Tari Kak Ratih, terhitung tepat sebulan dia berlatih balet disana.

Jum’at, Minggu ke-5

Jarum pendek jam dinding sanggar telah melewati angka tiga namun

batang hidung Putri tak juga hadir di ruangan ini, Irma mulai sibuk

menekan-nekan tombol di ponselnya, dan Kak Ratih terlihat mondar-

mandir di tepi jendela sembari mengedarkan pandangan ke luar jendela,

sedang teman-teman lainnya telah melakukan pemanasan bahkan

beberapa dari mereka telah mulai berlatih sendiri. Seorang lelaki tua

melintas di depan sanggar dengan tongkat menopang tubuh ringkihnya.

Hingga Kak Ratih mengakhiri latihan sore itu, Putri tak juga datang,

mata Irma mulai berkaca-kaca sambil menerawang memandang langit

dari jendela di ruangan itu, dan pertemuan hari itu pun selesai begitu

saja.

Minggu, Minggu ke-6

Sanggar Tari terlihat lengang sore itu, tak ada seorang pun datang,

bukan Putri, Irma, juga Kak Ratih dan murid-murid lainnya, angin

berhembus kencang sehingga membuka pintu sanggar yang tak

terkunci, tepat ketika seorang lelaki tua berjalan melintas di depan

sanggar, sejenak ia berhenti di depan pintu yang terbuka, lalu

memandang tongkat yang menopang tubuh rentanya, kemudian

dengan tertatih ia melanjutkan langkahnya menjauhi sanggar itu.

Tak jauh dari gedung sanggar itu, bocah kecil berteriak menjajakan

surat kabar yang menumpuk di tangannya, Koran, Koran, berita

hangat, Seorang gadis bisu ditemukan tewas dengan luka lebam di

sekujur tubuhnya, diduga ia dibunuh kakeknya sendiri.(Din)

Selasa, Minggu ke-1

Cerpen

Oktober 2014

Edisi 2

REFLEKSI 28 OKTOBER: SUMPAH (SERAPAH) PEMUDA

Program Kreativitas Mahasiswa,Ajang Gengsi Tahunankah?

PKM Bukan Soal Gengsi PIMNAS

Cerpen :PUTRI BERLATIH TARIRenungan :Apakah Kebenaran itu?

Page 2: Supermasi edisi oktober

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan karunia-

Nya akal ini bekerja, tangan ini bergerak, mata ini tak henti mengeja,

untuk menghimpun pengetahuan yang terserak. Tanpa restu dan

takdir-Nya, buletin Supermasi edisi ke-2 ini takkan lahir ke bumi dan

hadir di hadapan anda.

Menginjak pertengahan semester, mahasiswa ITS sedang disibukkan

dengan aktivitas evaluasi tengah semester, berbagai ujian praktikum,

ataupun pengumpulan berbagai macam tugas yang menumpuk

namun hal ini tak menyurutkan semangat mereka dalam menggali

lebih banyak wawasan yang ada dan menatap lebih tajam pada hal-

hal yang melintas di sekeliling mereka.

Hal ini dibuktikan pada suguhan yang tersaji dalam buletin

SUPERMASI edisi ke-2 ini, kami memberikan porsi kajian tentang

kritisasi terhadap program yang sudah menjadi rutinitas tahunan

kampus perjuangan ini, rupanya program ini memiliki banyak sekali

kepelikan yang tidak diketahui sebagian besar mahasiswa, baik

mereka para aktor dari PKM itu sendiri ataupun tidak.

Beberapa kritikan pedas dan teguran bertubi-tubi terdengar hilirmudik di telinga mereka yang berkecimpung dalam program ini, tapiapakah semua memahami tujuan asal dan dampak yang terjadi daridiadakannya program ini pada mahasiswa-mahasiswa se-Indonesia.

Selain mengkritisi gerakan keilmiahan mahasiswa yang diadakan oleh

DIKTI ini, buletin karya Lembaga Pers Mahasiswa 1.0 ini juga memuat

tentang refleksi Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober dan sebagai

muatan sastra, kami sajikan secarik cerpen dengan judul “Putri

berlatih tari”.

Sebagai pelengkap dari edisi kali ini, kami juga menyajikan sedikit

ulasan tentang renungan, dalam edisi kali ini kami mengangkat tema

kebenaran, mengingat keadaan saat ini, baik dalam kampus, luar

kampus, bahkan dalam negeri ini, hampir rata-rata mengandung titik-

titik yang rawan dan patut diselidiki kebenarannya.

Edisi 2 Edisi 2Oktober 2014 Oktober 2014

REFLEKSI 28 OKTOBER: SUMPAH (SERAPAH) PEMUDA

Mushonnifun Faiz SugihartantoMahasiswa Teknik Industri 2012

Pada tanggal 28 Oktober 2014 kemarin, bangsa kitamemperingati Hari Sumpah Pemuda. Terhitung 86 tahunsejak sumpah tersebut dikumandangkan oleh parapemuda Indonesia, tentu bukanlah waktu yang singkat,apalagi bagi para pemuda Indonesia masa lalu dan masakini. Sosok yang dianggap sebagai ujung tombak dariperjuangan bangsa, terutama pemuda dalam usiaemasnya kala menapaki sebuah fase yang denganbangga mereka menyebut diri mereka sebagai“Mahasiswa”.

Ketika mencoba merefleksikan sumpah pemuda, dalamdunia yang katanya merupakanagen perubahan, namunnyatanya kini sumpah pemuda hanya teronggok dantersimpan rapi dalam buku sejarah. Bahkan mungkin sajanaskah dalam buku pelajaran tersebut sudah menjadi“sampah” manakala diloakkan demi satu dua lembaruang yang nilainya tak sebanding dengan isi naskahsumpah pemuda. Maka tidaklah kaget ketika sumpahpemuda kini hanyalah tinggal sejarah tanpa ada gerakanimplementasi yang nyata. Peran fungsi mahasiswa bukanlagi menjadi hal yang nyata, namun hanyalah disandangsebagai status belaka. Agent of Change, Moral Force,Social Control, dan Iron Stock bahkan banyak darimahasiswa yang sekedar tahu artinya saja tidak, lantasbagaimana mau mengimplementasikannya.

Begitulah kondisi pemuda saat ini, manakala globalisasimenyerang kian hari kian dahsyat dan para pemuda punterperangkap dalam budaya hedonisme dan sifat apatisme.Pendidikan yang ditempuh tidak lagi berdasaran nilai-nilaiyang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara yangmengedepankan pembangunan karakter, namun justrukian hari kian terkotak-kotak dengan sistem persekolahanyang dahulu dicetuskan oleh belanda manakala menjajahIndonesia. Hasilnya pemuda tidak lagi dibuat kritisterhadap permasalahan yang ada. Mereka hanya menjadiobjek korban kebiadaban sistem pendidikan yangmenuntut penguasaan pengetahuan, dan terus dicekokioleh hal-hal baru sampai-sampai melupakan nilai-nilailuhur bangsa sendiri.

Bukan hal mustahil apabila suatu saat nanti bangsa ini akanjatuh pada lubang keapatisan terhadap hal-hal yang berbauisu kebangsaan, serta berbagai gejolak politik di negaranya.Bahkanpemuda hari ini hanyalah dijadikan sebuah tamengd a n t i d a k m a m p u b e r t a n y a t e n t a n g a p a y a n gdiperjuangkannya.

Generasi pemuda yang dilahirkan saat ini berasal daripendidikan kapitalisme demokrasi liberal yang dikemasdengan cant ik o leh pendidikan pancas i la dankewarganegaraan, sehingga seolah-olah nasionalisme itukian hari kian bertambah, namun nyatanya yang terjadiadalah kebobrokan. Maka tidaklah kaget ketika output daripendidikan tersebut adalah generasi yang hedonis, apatis,apolitis, egois, mentalitas tempe, dan sifat hina lainnya yangsemakin menjauhkan pemuda dari statusnya sendiri sebagaiagen perubahan.

Kita masih ingat bahwasanya dari sumpah pemuda makalahirlah berbagai pergerakan yang menjadi tinta emassejarah Indonesia. Mulai dari peristiwa Kemerdekaan RI yangdiawali dengan aksi nekat para pemuda menculik BungKarno dan Bung Hatta, peristiwa heroik 10 Nopember diSurabaya, pemberanatasan gerakan revolusioner 30September oleh PKI, penggulingan rezim orde lama, sampaipuncaknya adalah aksi mahasiswa dalam menggulingkanrezim orde baru menuju era reformasi. Maka sampai di situsajalah mereka layak menyandang “sumpah pemuda”.

Namun fenomena yang terjadi saat ini pemuda pandaibersumpah serapah. Mengkritik habis-habisan sekitarnyatanpa memperhatikan diri. Pandai dalam beretorika sembarimengabaikan integritas diri. Yang terjadi bukan perubahannamun justru pergolakan, dan aksi anarkis yang semakinmenunjukkan kerusakan moral pemuda. Padahal saat inibegitu digaung-gaungkan, bahwa pemuda hari ini pemimpinmasa depan. Indonesia yang katanya pada tahun 2030 akanmendapatkan hadiah besar yang bernama “BonusDemografi”, seharusnya perlu dikaji kembali. Berbekalsumpah serapah saat ini lalu mau dibawa ke manakahIndonesia di tahun 2030 nanti? Maka hal yang terjadi bukanlagi sebuah “bonus”, namun “bom” , bahkan itu akanmenjadi bom waktu tersendiri manakala penduduk usiamuda akan menghasilkan ledakan yang maha dahsyatsehingga justru membuat bangsa Indonesia bukan dalamkejayaannya, namun justru jatuh ke titik terendahnya.

Sudah saatnya pemuda Indonesia kini berhentimengeluarkan sumpah serapah terhadap negeri ini. Sudahsaatnya pemuda Indonesia kini berhenti beretorika. Yangterpenting adalah kesadaran masing-masing pemudanyauntuk kembali kepada karakter bangsa.

1 6

Opini

Ambillah posisi paling nyaman dan selamat menikmati sajian kata

demi kalimat dalam carikan kertas kami, perlu diingat kembali, apa

yang tertulis di kertas ini telah berdasarkan penelusuran yang detail,

wawancara pada pihak terkait, dan pembuktian yang valid. Selamat

menikmati.

Page 3: Supermasi edisi oktober

Edisi 2 Edisi 2Oktober 2014 Oktober 2014

3 4

Program Kreativitas Mahasiswa,Ajang Gengsi Tahunankah?

Program Kreativitas Mahasiswa atau

lebih dikenal PKM sebuah program yang

sudah berlangsung selama 27 tahun.

Awalnya program ini didedikasikan untuk

menghubungkan antara dunia perkuliahan

dengan masyarakat yang selama ini masih

nampak terdapat kesenjangan antara teori

dan praktek. Dengan mengusung konsep

kompetis i , PKM diharapkan bisa

membangkitkan semangat para mahasiswa

dan Perguruan Tinggi dalam melakukan

implementasi keilmuan. Namun pada masa

ini, konsep yang dibuat oleh Direktorat

Jendral Perguruan Tinggi (DIKTI) menjadi

senjata makan tuan.

Tujuan awal PKM mulai terpinggirkan oleh

hingar bingar Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional

(dibaca: PIMNAS). Orientasi program kreativitas

mahasiswa itu sendiri perlahan mulai bergeser,

dari semula yang berorientasikan asas

kebermanfaatan perlahan berubah menjadi

ajang kompetisi semata. Tentunya hal tersebut

melibatkan hampir seluruh perguruan tinggi di

Indonesia. Gelar yang diraih dalam PIMNAS

akan menjadi bargaining position sendiri bagi

perguruan tinggi yang meraihnya.

Pada tahun pendanaan 2014 saja lebih dari 10000

pendaftar proposal PKM dan hanya 440 proposal

yang dinyatakan masuk PIMNAS. Meskipun event

sebesar ini terus terjadi tiap tahunnya, namun

tidak banyak hasil konkrit dari output yang

dihasilkan dari program mahasiswa tersebut

secara berkelanjutan. Setelah PIMNAS berakhir,

banyak dari hasil karya tersebut tidak dilanjutkan.

Padahal jika untuk satu program terdanai saja

bisa mencapai 10 juta rupiah. Maka apabila tahun

2014 terdapat 440 proposal yang berhasil lolos ke

PIMNAS, maka ada sekitar 4,4 milliar untuk ide

peserta di PIMNAS saja, belum tim PKM yang

tidak lolos PIMNAS namun terdanai yang jumlah

bisa mencapai ribuan.

Setiap Perguruan tinggi mencoba memberikan

karya terbaiknya dalam ajang tersebut. Setiap

perguruan berbondong-bondong mengirimkan

ratusan hingga ribuan proposal setiap tahunnya

ke DIKTI, namum nyatanya keberlanjutan dari

PKM-PKM yang memenangkan medali tersebut

pun masih diragukan bahkan dipertanyakan.

Kondisi tersebut tidak jauh berbeda dengan ITS,

dalam 3 tahun berturut-turut ini ITS berada di

posisi 3 besar dalam PIMNAS. Bahkan pernah

membawa pulang piala Adikarta Kertawidjaja

pada tahun 2013 lalu. Lebih dari 500 proposal

diajukan ITS kepada DIKTI setiap tahunnya, namun

kuantitas tidak selalu selaras dengan kualitas. ITS

sendiri telah mencanangkan program 2000

proposal tahun ini.

Tidak jarang meskipun telah didanai oleh DIKTI,

banyak proposa l PKM mahas iswa yang

d ige l embungkan dananyadan me lakukan

pembuatan nota-nota palsu untuk mengakali

pendanaan PKM. Hal tersebut diperparah dengan

pengawasan birokrasi yang minim sehingga

membuat praktek tersebut selalu terjadi setiap

tahunnya. Monev atau monitoring dan evaluasi yang

seharusnya jadi bahan evaluasi bertahap

dilaksanakan hanya diawal dan sangat dekat

dengan PIMNAS sedangkan dipertengahan tidak

ada pengawasan yang jelas terhadap mahasiswa.

Dengan mekanisme yang demikian, tidak

mengherankan apabila PKM sulit untuk menuju

program yang sustainable. Selama mindset setiap

perguruan tinggi masih menjadikan PKM menjadi

adu gengsi dalam PIMNAS, maka selama itu pula

keberlanjutan PKM hanya sebatas PIMNAS

berlangsung, kemudian akan menghilang ditelan

pengumuman pendanaan PKM.(Sit/Nrl)

Artikel

Kenalkah kamu dengan kebenaran? Atau pernahkah kamu berjumpa kesalahan?

Lihatlah sekelilingmu, mampukah kau tunjukkan padaku, manakah kebenaran dan

manakah kesalahan, sungguh sejauh ini aku masih sangat kesulitan merabanya, iya,

merabanya. Untuk merabanya saja aku tak kuasa melakukannya dengan teliti, apalagi

hanya dengan melihatnya. Aku tak yakin mampu melihat apa itu kebenaran dan mana

itu kesalahan.

Beberapa waktu yang lalu, aku mengunjungi seseorang, yang dianggap pandai di

kalangannya, lalu ku bertanya padanya, apa itu kebenaran, dan manakah dari isi dunia

ini yang termasuk dalam kategori kebenaran, jawaban dia, kebeneran itu ketika kamu

ini, ketika kamu itu, kamu lakukan ini, kamu lakukan itu. aku terhenyak, sejenak

mencoba mencerna jawabannya. Jika memang kebenaran memiliki jika, lalu apakah

kebenaran itu bersyarat.

Kebenaran datang dan pergi, dijunjung juga diinjak, ditunggu juga ditinggal lari,

bayangkan jika kau berada pada posisinya, kau harus datang dimanapun dan

kapanpun, tapi seketika pula kau dihempaskan dicabut paksa harga dirimu, dan

mereka akan tertawa puas mencibir kepergianmu, kau tak lagi punya kedudukan,

mahkota dan singgasanamu hancur dimakan keegoisan dan keserakahan.

Pernahkah kau bayangkan, tentang jutaan siswa begitu bersemangat menuju

gedung yang dikenalkan pada mereka bernama sekolah, semata-mata untuk

mencari kebenaran, namun setelah mereka beranjak dewasa, kebenaran itu

sengaja dihilangkan dari pandangan bahkan pemikiran mereka. Lalu apa kau

sempat berpikir, pada mereka yang kehidupannya terselinap dari roda satu ke

roda lainnya, menjulurkan tangan ke dalam saku juga tas sesamanya, demi

membasahi kerongkongan dan ususnya, apakah mereka sempat bertemu dengan

kebenaran, ataukah mereka tak mengerti apa sejatinya kebenaran itu.

Tak perlu kau susah payah mencari apa itu kebenaran, atau dimana dia berada,

cukup kau buka mata lebar, singkirkan semua yang menjadi penghalang, tataplah

dunia, ia menyimpan sejuta kebenaran, ia menunjukkan sekian kesalahan,

bukankah tanpa kesalahan kau takkan mengetahui apa itu kebenaran.(is)

Renungan

Apakah Kebenaran itu?

Page 4: Supermasi edisi oktober

Edisi 2 Edisi 2Oktober 2014 Oktober 2014

085645567107

25

PKM Bukan Soal Gengsi PIMNAS

Pimnas 2014 telah berlalu, sedangkan pengumpulan

proposal keilmiahan ke DIKTI untuk PKM 2015 baru saja

dilaksanakan. PKM tiap tahun tidak pernah sepi dari

antusiasme mahasiswa untuk mengikuti. Hal tersebut

lebih-lebih banyak terjadi di beberapa perguruan tinggi

yang telah “langganan” juara pada PIMNAS. Urgensitas

dari PKM sendiri sebenarnya berorientasi pada

menampung kreativitas mahasiswa sehingga ide dari

mahasiswa-mahasiswa tersebut dapat terbantu

terlaksana dengan system pendanaan yang dilakukan

DIKTI. Namun, pada kenyataannya PKM menjadi ajang

tahunan perguruan tinggi untuk berkompetisi dalam

PIMNAS. Tidak salah memang apabila ketika suatu

perguruan tinggi mencoba untuk menjadi yang terbaik

dalam kompetisi tingkat nasional tersebut, mengingat

PIMNAS melibatkan seluruh perguruan tinggi di

Indonesia. Namun, ketika tujuan awal dari PKM sendiri

tercederai, hal tersebut yang membuat orientasi dari

PKM sendiri tiap tahun semakin berubah.

Tidak terkecuali ITS yang tiap tahun selalu masuk ke

dalam 3 besar PIMNAS selama 3 tahun terakhir. Tahun

2014 ini, ITS gagal menjaga gelar juara tahun lalu, tahun

ini UGM lah yang Berjaya merebut piala Adikarta

Kertawidjaja. ITS berhasil menyabet 4 medali emas, 6

medali perak, dan 4 medali perunggu untuk kategori

presentasi dan 1 medali emas, 2 medali perak, dan 3

medali perunggu untuk kategori poster. Jumlah itu turun

dari tahun kemarin sebanyak 8 medali emas.

Dari BEM ITS sendiri telah menurunkan target PKM

untuk dikirimkan ke DIKTI, “Kalau tahun-tahun lalu kita

kejar jumlah, tahun ini kita kejar jumlah tapi tidak kejar

banyak-banyak, tahun lalu 5000 sekarang 2000, tapi

harus kualitas yes.” Ujar Adhika, Menristek BEM ITS

13/14. Untuk tahun 2014 sendiri, tercatat ada 10 tim

yang tidak menyelesaikan PKM-nya meskipun telah

terdanai, itu berarti menurut kalkulasi ada sekitar 120

juta rupiah uang yang terbengkalai. Angka tersebut naik

sebanyak 5 tim dari tahun kemarin. Untuk sanksi sendiri

sebenarnya adalah penghapusan nilai SKEM untuk

mahasiswa yang tidak menjalankan PKM-nya, namun

pada kenyataannya tidak dilaksanakan.

Untuk keberlanjutan PKM sendiri setelah PIMNAS

berakhir juga harusnya menjadi salah satu fokusan yang

harus dijalankan. Mengingat besarnya dana yang

dikeluarkan oleh DIKTI kepada mahasiswa untuk gagasan-

gagasan tersebut. Namun pada kenyataannya, sudut

pandang dari mahasiswa sendiri masih menganggap

bahwa PKM adalah soal PIMNAS. Aspek kebermanfaatan

yang seharusnya dijalankan, bahkan telah dijadikan

tujuan dari proposal PKM mereka seringkali terbengkalai

ketika PIMNAS berakhir. Dan kemudian untuk tahun

depan, mereka kembali membuat proposal PKM, begitu

seterusnya. Dari BEM ITS sendiri sebenarnya telah

memfasilitasi untuk keberlanjutan PKM-PKM yang telah

terdanai sehingga dapat sustainable.

BEM ITS telah mencanangkan program PKM

Development Project yang mana nantinya membantu

para mahasiswa untuk terus melanjutkan PKM-PKM-nya

pasca PIMNAS berakhir. Namun minat dari mahasiswalah

yang sangat kecil. Adhika menuturkan bahwa yang

berminat dalam program tersebut hanya 2 orang.

Padahal telah dilakukan promosi ke jurusan-jurusan.

Dari ratusan mahasiswa ITS yang terdanai PKM-nya,

hanya 2 yang benar-benar berminat mengikuti program

tersebut untuk keberlanjutan PKM-nya. Bahkan dari

pihak LPPM ITS pun siap untuk hibah kompentensi yang

bernilai sampai ratusan juta, namun lagi-lagi dari

mahasiswa yang kurang motivasinya untuk menjalankan

PKM secara sustain.

Setiap tahun DIKTI harus mengeluarkan dana ratusan

miliar untuk keberlangsungan PKM ini sendiri, dan sejauh

ini PKM hanyalah dipandang soal PIMNAS, walaupun

tidak menutup kemungkinan masih ada beberapa

mahasiswa yang memiliki niatan yang tulus untuk

mengerjakan PKM berdasarkan tujuan awalnya. Namun,

jika dilihat kembali dapat dihitung berapa jumlah dari

mereka. Seharusnya dana yang bias dimanfaatkan untuk

pembangunan tersebut kemudian menjadi dana-dana

untuk onani semata perguruan tinggi di seluruh Indonesia.

Piala Adikarta Kertawidjaja benar-benar telah menjadi

magis adanya ketertarikan mahasiswa mengikutinya.

(Sit/Nrl/Ald)

SELAMATdan

SUKSESAtas pelantikan PRESIDEN BEM ITS 2014/2015

M. IMRAN FAJRI

Artikel

Kami segenap keluarga besarLembaga Pers Mahasiswa 1.0 ITS

Mengucapkan

Semoga amanah dan tanggung jawabdalam setiap langkah dan tanggung jawabnya

Info