Sunset Policy versus Tax Amnesty

download Sunset Policy versus Tax Amnesty

of 16

description

Descriptive comparison between sunset policy which is implemented in Indonesia in 2005 and the most notably tax amnesty in Tax Policy.

Transcript of Sunset Policy versus Tax Amnesty

  • 1

  • 2

    SEJARAH SUNSET POLICY

    Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 s.t.t.d.d. Undang-Undang Nomor 28 Tahun

    2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) memberikan kewenangan

    kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk menghimpun data perpajakan dan mewajibkan

    instansi pemerintah, lembaga, asosiasi dan pihak lainnya untuk memberikan data kepada

    Direktorat Jenderal Pajak. Ketentuan ini memungkinkan Direktorat Jenderal Pajak

    mengetahui ketidakbenaran pemenuhan kewajiban perpajakan yang telah dilaksanakan oleh

    masyarakat. Untuk menghindari masyarakat dari pengenaan sanksi perpajakan yang timbul

    apabila masyarakat tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya secara benar, Direktorat

    Jendral Pajak (DJP) di tahun 2008 ini memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada

    masyarakat untuk memulai memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela dan

    melaksanakannya dengan benar. Sehingga Direktorat Jendral Pajak (DJP) membuat suatu

    kebijakan yang hanya berlaku dalam satu tahun, yaitu mulai dari 1 Janurai 2008 sampai 31

    Desember 2008 yang disebut dengan Sunset Policy.

    Dengan pertimbangan animo masyarakat yang cenderung ramai memanfaatkan

    Sunset Policy pada akhir tahun 2008, maka Direktur jendral Pajak mengeluarkan kebijakan

    perpanjangan yaitu sampai 28 Februari 2009 untuk Wajib Pajak Pribadi dan 31 Maret 2009

    untuk Wajib Pajak Badan. Sunset Policy adalah kebijakan pemberian fasilitas perpajakan,

    yang berlaku hanya di tahun 2008, dalam bentuk penghapusan sanksi administrasi

    perpajakan berupa bunga yang diatur.

    DEFINISI SUNSET POLICY

    Sunset Policy adalah kebijakan pemberian fasilitas perpajakan, yang berlaku hanya

    di tahun 2008, dalam bentuk penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga yang

    diatur dalam Pasal 37A UU KUP. Pihak-pihak yang dapat memanfaatkan Sunset Policy

    adalah:

    1. Orang Pribadi yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), yang dalam

    tahun 2008 secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dan

    menyampaikan SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak 2007 dan tahun-tahun pajak

    sebelumnya paling lambat 31 Maret 2009.

    2. Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan yang telah memiliki NPWP sebelum tahun 2008,

    yang menyampaikan pembetulan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2006 dan tahun-tahun

  • 3

    pajak sebelumnya untuk melaporkan penghasilan yang belum diperhitungkan dalam

    pelaporan SPT Tahunan PPh yang telah disampai kan.

    Kebijakan Sunset Policy bersifat khusus yang hanya berlaku dalam jangka waktu

    terbatas, sehingga beberapa ketentuan umum KUP tidak berlaku. Ketentuan umum yang

    tidak berlaku tersebut seperti Undang-Undang KUP Pasal 8 ayat 1 yaitu :

    Pembatasan jangka waktu 2 (dua) tahun untuk pembetulan SPT tahun PPh

    Persyaratan belum dilakukan pemeriksaan

    Yang menjadi konsep dasar sunset policy adalah prinsip Self Assessment, yaitu

    Wajib Pajak mendaftarkan diri, menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan

    sendiri pajak yang terutang. Dengan kata lain pemerintah dalam hal ini aparat pajak tidak

    lagi menetapkan jumlah pajak terutang, tetapi berfungsi untuk melakukan pembinaan,

    sosialisasi, penelitian dan pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan. Hal ini

    dimaksudkan agar dapat menggerakkan peran serta semua lapisan subjek pajak dalam

    meningkatkan penerimaan dalam negeri. Untuk itu Wajib Pajak diberi kemudahan-

    kemudahan dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Sunset Policy di sini hadir sebagai

    fasilitas/kemudahan yang diberikan kepada Wajib Pajak/Subjek Pajak untuk memenuhi

    kewajiban perpajakannya.

    DASAR HUKUM PELAKSANAAN SUNSET POLICY

    Peraturan yang menjadi landasan hukum sunset policy, antara lain:

    1. Pasal 37 A Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007

    2. Pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007

    3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66/PMK.03/2008 stdd PMK Nomor

    12/PMK.03/2009 tentang Tata Cara Penyampaian atau Pembetulan Surat

    Pemberitahuan, dan Persyaratan Wajib Pajak Yang Dapat Diberikan Penghapusan

    Sanksi Administrasi Dalam Rangka Penerapan Pasal 37A UU Nomor 6 Tahun 1983

    tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali

    diubah terakhir dengan UU Nomor 28 Tahun 2007

    4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 27/PJ/2008 stdd Perdirjen 13/PJ/2009

    tentang Tata Cara Penyampaian, Pengadministrasian, serta Penghapusan Sanksi

    Administrasi Sehubungan dengan Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak

    Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Untuk Tahun Pajak 2007 dan Sebelumnya,

  • 4

    dan Sehubungan dengan Pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak

    Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi atau Wajib Pajak Badan Untuk Tahun Pajak

    Sebelum Tahun Pajak 2007

    5. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-33/PJ/2008 tentang Tata Cara

    Pemberian NPWP, Penerimaan dan Pengolahan SPT Tahunan PPh, Penghapusan

    Sanksi Administrasi, Penghentian Pemeriksaan, dan Pengadministrasian Laporan

    Terkait dengan Pelaksanaan Pasal 37A Undang-Undang Ketentuan Umum Dan Tata

    Cara Perpajakan

    6. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-34/PJ/2008 tentang Penegasan

    Pelaksanaan Pasal 37A Undang-Undang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan

    Beserta Ketentuan Pelaksanaannya

    TEKNIS SUNSET POLICY

    Ketentuan sunset policytercantum dalam Undang-undang KUP Nomor 28 Tahun

    2007 Pasal 37A, perubahan ketiga atas undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang

    Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang ketentuan pelaksanaannya diatur dalam

    Peraturan Menteri Keungan Nomor 66/PMK.03/2008, dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak

    Nomor 27/PJ/2008 sebagai mana telah diubah dengan peraturan Direktur Jenderal Pajak

    Nomor 30/PJ/2008, serta Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-33/PJ/2008

    tanggal 27 Juni 2008.

    Ketentuan Sunset Policy bagi Wajib Pajak Baru dan Wajib Pajak Lama

    Dalam Undang-undang KUP Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 37A Sunset Policy bisa

    dimanfaatkan oleh Wajib Pajak baru dan Wajib Pajak lama. Adapun ketentuan bagi

    Wajib Pajak tersebut yaitu:

    A. Wajib Pajak Baru.

    Wajib Pajak Orang Pribadi yang memperoleh NPWP secara sukarela dalam

    tahun 2008 (Wajib Pajak baru) yang memanfaatkan fasilitas sunset policy diberikan

    penegasan lebih lanjut yaitu sebagai berikut :

    1. Wajib Pajak Baru yang menyampaikan SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak 2007

    atau tahun pajak dan sebelumnya dalam kurun waktu mulai tanggal 1 Januari

    2008 sampai dengan 31 Maret 2009 diberikan fasilitas Sunset Policy.

  • 5

    2. Wajib Pajak Baru yang membetulkan SPT Tahun PPh untuk tahun pajak 2007

    atau tahun pajak 2007 dan sebelumnya dalam kurun waktu mulai tanggal 1

    Januari 2008 sampai dengan 30 juni 2008 diberikan fasilitas sunset policy.

    3. Wajib Pajak Baru yang membetulkan SPT tahunan PPh untuk tahun pajak 2007

    atau tahun pajak 2007 dan sebelumnya dalam kurun waktu mulai tanggal 1 Juli

    2008 sampai dengan 31 Desember 2008, diberikan fasilitas sunset policy atas

    pembetulan yang pertama kali. Namun, apabila pembetulan SPT Tahunan PPh

    dilakukan terhadap SPT Tahunan PPh (SPT Lama) yang telah disampaikan dalam

    kurun waktu mulai tanggal 1 Juli 2008 sampai dengan 31 desember 2008,

    Pembetulan SPT, Tahunan PPh tersebut tidak memperoleh fasilitas sunset policy.

    B. Wajib Pajak Lama

    Wajib Pajak yang telah memiliki NPWP sebelum tanggal 1 Januari 2008

    (Wajib Pajak Lama) yang memanfaatkan sunset policy diberikan penegasan, yaitu:

    1. Wajib Pajak Lama yang menyampaikan SPT Tahunan PPh Wajib pajak badan

    atau Wajib Pajak Orang Pribadi untuk tahun pajak 2006 dan/atau tahun-tahun

    pajak sebelumnya dalam kurun waktu mulai tanggal 1 Januari 2008 sampai

    dengan 31 Desember 2008 yang menyatakan kurang bayar dan sekarang di

    perpanjang sampai dengan 26 Februari 2009, diberikan fasilitas sunset policy.

    2. Wajib Pajak Lama yang membetulkan SPT Tahunan PPh WP badan atau WP

    orang pribadi untuk tahun pajak 2006 dan/atau tahun-tahun pajak sebelumnya

    dalam kurun waktu mulai tanggal 1 Januari 2008 sampai dengan 31 Juni 2008

    menyatakan kurang bayar, diberikan fasilitas sunset policy.

    3. Wajib Pajak lama yang membetulkan SPT Tahunan WP badan atau WP orang

    pribadi untuk tahun pajak 2006 dan/atau tahun-tahun pajak sebelumnya dalam

    kurun waktu mulai tanggal 1 Juli 2008 sampai dengan 31 desember 2008,

    pembetulan SPT Tahunan PPh tersebut tidak memperoleh fasilitas sunset policy.

    Ketentuan Sunset Policy bagi WP Sedang Dilakukan Pemeriksaan

    Wajib Pajak memberitahukan ke KPP domisili dalam waktu paling lama tanggal

    22 Agustus 2008 atau paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah SP3 diperlihatkan kepada

    wajib pajak. Dalam hal Wajib Pajak yang diperiksa untuk seluruh jenis pajak (all taxes)

    membetulkan SPT Tahunan PPh WP Badan atau WP Orang Pribadi, dan SPT untuk jenis

  • 6

    pajak lainnya tidak ada yang menyatakan lebih bayar, pemeriksaan untuk jenis pajak

    tersebut dihentikan, kecuali :

    A. Jika Pajak Penghasilan WP Badan atau WP Orang Pribadi yang terutang

    berdasarkan temuan pemeriksaan yang didukung oleh bukti yang akurat/konkrit

    (bukan hasil ekualisasi, pengujian arus piutang, pengujian arus utang dan

    sebagaimya). Sampai dengan saat Wajib Pajak membetukan SPT Tahunan PPh

    WP Badan atau WP Orang Pribadi lebih besar daripada Pajak Penghasilan yang

    terutang menurut pembetulan SPT Tahunan WP Badan atau WP orang pribadi,

    maka pemeriksaan dilanjutkan setelah mendapat persetujuan dari atasan langsung

    kepada Unit Pelaksanaan Pemeriksaan; atau

    B. Jika terdapat indikasi tindak pidana di bidang perpajakan, maka pemeriksaan

    tersebut ditindaklanjuti dengan mengusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan.

    Temuan pemeriksaan tersebut hanya menyangkut temuan pemeriksaan

    yang terkait dengan pemeriksaan atas SPT Tahunan PPh WP Badan atau WP

    Orang Pribadi. Dengan demikian, temuan pemeriksaan atas pemeriksaan untuk

    jenis pajak lainnya tidak dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk

    melanjutkan pemeriksaan. Usulan pemeriksaan bukti permulaan dilakukan

    dengan tetap memperhatikan kebijakan Pemeriksaan Bukti Permulaan.

    Dalam hal SPT Tahunan PPh WP Badan atau WP Orang Pribadi sedang

    dilakukan pemeriksaan, tetapi SPT untuk jenis pajak lainnya tidak diperiksa, dan

    Wajib Pajak manfaatkan sunset policy, pemeriksaan tersebut dihentikan dengan

    memperhatikan ketentuan sebagaimana dalam huruf (A), sedangkan dalam hal

    SPT Tahunan PPh WP badan atau WP Orang Pribadi tidak sedang dilakukan

    pemeriksaan tetapi SPT untuk jenis pajak lainnya sedang diperiksa, dan Wajib

    Pajak memanfaatkan sunset policy, pemeriksaan ditindaklanjuti sebagai berikut.

    1. Jika terdapat pemeriksaan atas SPT jenis pajak lainnya yang menyatakan lebih

    bayar (misalnya SPT Masa PPN lebih bayar), pemeriksaan atas SPT lebih

    bayar tersebut dilanjutkan tanpa dilakukan dengan pembetulan SPT Tahunan

    PPh WP badan atau WP Orang Pribadi.

    2. Jika terdapat pemeriksaan atas SPT jenis pajak lainnya yang menyatakan tidak

    lebih bayar, pemeriksaan untuk jenis pajak lainnya tersebut dihentikan,

    kecuali:

  • 7

    a. Terdapat indikasi pidana di bidang perpajakan, maka pemeriksaan

    tersebut ditindaklanjuti dengan mengusulkan Pemeriksaan Bukti

    Permulaan; atau

    b. Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) terkait dengan

    pemeriksaan atau SPT jenis pajak lainnya telah disampaikan kepada

    Wajib Pajak, maka pemeriksaan tetap dilanjutkan sampai dengan

    penerbitan laporan Hasil Pemeriksaan dan Nota Penghitungan.

    Untuk pemeriksaan bukti permulaan dilakukan dengan tetap

    memperhatikan kebijakan Pemeriksaan Bukti Permulaan

    APAKAH SUNSET POLICY TERMASUK DALAM KATEGORI TAX AMNESTY?

    Pada saat menjalankan kampanye kebijakan Sunset Policy kepada para pengusaha di

    Jakarta, Dirjen Pajak Darmin Nasution mengungkapkan bahwa Sunset Policy bukan

    merupakan pengampunan pajak (tax amnesty), karena jaminan dan kepastian pengampunan

    pajak lebih tinggi, serta wajib pajak sudah pasti tidak akan diperiksa, sedangkan Sunset

    Policy hanya berupa penghapusan sanksi pajak. Terkait pengampunan pajak (Hutagaol,

    John, 2007, 27) menyatakan bahwa:

    Pengampunan Pajak (tax amnesty) merupakan kebijakan pemerintah di bidang perpajakan yang memberikan penghapusan pajak yang seharusnya terutang dengan membayar tebusan dalam jumlah tertentu yang bertujuan untuk memberikan tambahan penerimaan pajak dan kesempatan bagi Wajib Pajak yang tidak patuh (tax evaders) menjadi Wajib Pajak yang patuh (honest taxpayers) sehingga diharapkan akan mendorong peningkatan kepatuhan sukarela Wajib Pajak (taxpayers voluntary compliance) di masa yang akan datang.

    Dari pengertian pengampunan pajak tersebut dapat disimpulkan bahwa

    pengampunan pajak cakupannya lebih luas dibandingkan dengan Sunset Policy, karena

    Sunset Policy hanya terkait dengan penghapusan sanksi administrasi perpajakan saja. Dalam

    menjalankan kebijakan pengampunan pajak di banyak negara, sering mengalami kegagalan

    karena pemerintah tidak memiliki kesiapan yang matang baik persiapan, pelaksanaan

    maupun pascapelaksanaan tax amnesty, hal ini dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran

    pemerintah dalam menjalankan kebijakan Sunset Policy. Kegiatan pasca kebijakan Sunset

    Policy yang dicanangkan oleh pemerintah adalah law enforcement dan pembinaan kepada

    Wajib Pajak.

  • 8

    ISU TERKINI: PEMBERLAKUAN KEMBALI SUNSET POLICY,

    EFEKTIFKAH?

    Demi upaya menggenjot penerimaan pajak Direktorat Jenderal Pajak ingin kembali

    memberlakukan Sunset Policy yang pernah diluncurkan pada tahun 2008. Berbagai

    pertanyaan hadir seputar apakah kebijakan Direktur Jenderal Pajak ini mampu menjadi

    solusi bagi terciptanya peningkatan penerimaan pajak sekaligus meningkatkan kepatuhan

    Wajib Pajak. Atas hal tersebut, kami dari kelompok 6 akan memberikan analisis kami

    seputar efektivitas Sunset Policy yang akan kami paparkan dalam beberapa argumentasi

    berikut ini.

    1. Tinjauan atas Pengaruh Sunset Policy terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

    Studi Kasus pada Kanwil DJP Jawa Timur (Jatim) I Tahun 2008

    Untuk mengetahui hal ini, perlu ditinjau pengalaman pada saat menerapkan

    Sunset Policy tahun 2008, yaitu tentang bagaimana tingkat kepatuhan Wajib Pajak

    sebelum menerapkan Sunset Policy tahun 2008, setelah menerapkannya, dan apa upaya

    Direktorat Jenderal Pajak dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak pasca Sunset

    Policy 2008. Berdasarkan beberapa pengujian terdahulu yang telah dilakukan, di

    antaranya melalui studi kasus pada beberapa Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Wilayah

    Pajak, ditemukan bahwa Sunset Policy mampu meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak

    secara signifikan. Hal tersebut digambarkan melalui peningkatan jumlah Wajib Pajak

    terdaftar baik Orang Pribadi maupun Badan. Tidak hanya itu, peningkatan kepatuhan

    juga diukur dari peningkatan jumlah SPT yang dilaporkan oleh Wajib Pajak selama

    periode Sunset Policy.

    Sebagai contoh adalah studi kasus di Kanwil DJP Jatim I. Berdasarkan penelitian

    yang dilakukan oleh Mira Novana Ardani (2010), terdapat penambahan jumlah Wajib

    Pajak dan jumlah SPT yang dilaporkan sebagai dampak Sunset Policy yang telah

    dilaksanakan pada tahun 2008, yaitu sebagai berikut.

  • 9

    Berdasarkan tabel tersebut di atas, tampak bahwa terdapat peningkatan jumlah

    Wajib Pajak yang signifikan sebagai dampak dari Sunset Policy 2008. Wajib Pajak OP

    pada Kanwil Jatim I meningkat sejumlah 18,454 Wajib Pajak, sementara Wajib Pajak

    Badan meningkat sebesar 2,632 Wajib Pajak. Tidak hanya itu, Sunset Policy 2008 juga

    mampu menghadirkan peningkatan jumlah SPT sebesar 90,818 SPT. Berdasarkan data

    tersebut, tampak bahwa pengaruh Sunset Policy 2008 terhadap peningkatan tingkat

    kepatuhan Wajib Pajak yang diukur melalui peningkatan jumlah Wajib Pajak terdaftar

    dan SPT yang dilaporkan adalah cukup besar. Untuk itu, dapat disimpulkan bahwa

    Sunset Policy mempunyai dampak yang cukup signifikan untuk meningkatkan

    voluntary complience (kepatuhan sukarela).

    Permasalahan yang timbul kemudian adalah apakah peningkatan kepatuhan

    Wajib Pajak sebagai dampak dari Sunset Policy ini mampu dipertahankan di masa-masa

    setelah setelah periode Sunset Policy? Berdasarkan penelitian yang sama, ditemukan

    data bahwa ternyata Sunset Policy turut mempengaruhi tingkat kepatuhan pasca-Sunset

    Policy. Hal ini terbukti antara lain dengan peningkatan jumlah Wajib Pajak yang apabila

    dibandingkan dengan jumlah sebelum diberlakukannya Sunset Policy. Di samping itu

    jumlah Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang diterbitkan juga mengalami penurunan

    dibandingkan dengan jumlah SKP sebelum diberlakukannya Sunset Policy. Jumlah SKP

    yang telah diterbitkan setelah berlakunya Sunset Policy adalah sebagai berikut.

    Tahun 2007 : 54.089 SKP : Rp165.625.101.112,-

    Tahun 2008 : 8.929 SKP : Rp59.568.920.530,-

    Tahun 2009 : 15730 SKP : Rp70.317.075,-

    Sayangnya, peningkatan kepatuhan efek dari Sunset Policy ini tidak berlangsung

    lama. Di atas tahun 2010, posisi kepatuhan Wajib Pajak kembali rendah, bahkan

  • 10

    menjadi lebih rendah dibandingkan sebelum Sunset Policy dilaksanakan. Ada begitu

    banyak Wajib Pajak yang mendaftarkan diri pada saat Sunset Policy menjadi pasif dan

    tidak lagi melaksanakan kewajiban perpajakannya. Hal ini mengindikasikan bahwa,

    secara jangka pendek, Sunset Policy memang mampu meningkatkan tingkat kepatuhan

    Subjek Pajak/Wajib Pajak, namun demikian secara jangka panjang, kebijakan ini

    berpotensi menjadi bumerang pada tingkat kepatuhan tersebut.

    Tinjauan atas Pengaruh Sunset Policy terhadap Penerimaan Pajak

    Studi Kasus Pada Wilayah DI Yogyakarta (DIY) Tahun 2008

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dahliana Hasan (2008) dengan ruang

    lingkup KPP yang ada di wilayah DIY pada 2008 menunjukkan bahwa sedikitnya

    sunset policy telah mampu menjadi salah satu sarana peningkatan penerimaan pajak,

    walaupuan pada akhirnya masih belum menunjukkan hasil yang optimal. berikut

    ilustrasi tabel yang kami kutip:

  • 11

    Sebagaimana kita ketahui bahwa di tahun 2008 lalu merupakan tahun dimana

    subprime mortage crisis melanda Amerika yang menyebabkan munculnya krisis global.

    Hal itulah yang menjelaskan mengapa justru penerimaan pajak KPP Pratama

    Yogyakarta dan KPP Pratama Sleman justru menunjukkan grafik menurun (walaupun

    notabene data tersebut belum data akhir tahun 2008). Namun berdasarkan narasumber

    langsung dari kedua KPP tersebut diketahui bahwa sumbangsih Wajib Pajak yang

    memanfaatkan Sunset Policy memang nyata adanya dan mampu menopang penerimaan

    KPP tersebut di tengah ancaman anjloknya penerimaan pajak karena krisis global.

    Sebaliknya di KPP Bantul yang justru menikmati penerimaan yang berlipat-lipat

    dibanding tahun sebelumnya, walaupun secara de facto bukan seluruhnya karena

    pelaksanaan Sunset Policy namun disadari berkat penerapan program itu membuat ada

    beberapa Wajib Pajak dengan tunggakan besar yang melunasi tunggakan-tunggakan

    terdahulu dengan nilai yang cukup material sehingga secara otomatis membantu

    peningkatan penerimaan KPP Pratama Bantul pada tahun 2008 itu sendiri.

    Kurang optimalnya penerimaan pajak yang diharapkan sebagai dampak

    pelaksanaan Sunset Policy ini ditengarai karena sosialisasi yang dilakukan belum gencar

    dan menyeluruh dan belum mampu meyakinkan masyarakat mengenai benefit yang bisa

    mereka terima sebagai fasilitas secara tidak langsung ketika mereka turut andil dalam

    program ini. Selain itu, menurut penelitian ini juga kurang optimalnya penerimaan pajak

    dari Sunset Policy ini juga setidaknya dipengaruhi oleh budaya masyarakat yang

    menjadi Wajib Pajak di KPP wilayah DIY yang baru menggunakan fasilitas Sunset

    Policy ini ketika menjelang program ini akan berakhir.

    Tinjauan atas Pemanfaatan Sunset Policy oleh Subjek Pajak/Wajib Pajak

    Ada cukup banyak penelitian yang mencoba menemukan pengaruh penerapan

    Sunpol ini terhadap sisi WP utamanya terkait upaya peningkatan kesadaran membayar

    atau melapor pajak sesuai dengan ketentuan formal yang berlaku. Pada kesempatan kali

    ini, kami tidak mempunyai kesempatan langsung untuk melakukan penelitian sendiri

    mengenai hal itu, untuk itu kami akan coba mengutip 2 hasil penelitian yang bisa

    menggambarkan tinjauan Sunpol ini terhadap sisi Wajib Pajak.

    1. Menurut Priyo Ari Hadi sebagimana penelitian yang dilakukannya pada 167

    responden di Kota Salatiga pada tahun 2009 menghasilkan kesimpulan-kesimpulan

    sebagai berikut:

  • 12

    - Sunset Policy dapat meningkatkan kesadaran wajib pajak untuk membayar

    pajak;

    - Sunset Policy mempengaruhi secara positif pengetahuan dan pemahaman

    wajib pajak akan peraturan perpajakan; dan

    - Sunset Policy mempengaruhi secara positif faktor persepsi yang baik akan

    efektifitas sistem perpajakan yang ada.

    2. Sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Soraya pada tahun 2010

    dengan objek KPP Pratama Cilandak menghasilkan kesimpulan-kesimpulan berikut

    ini:

    - penerapan sunset policy di KPP Jakarta Cilandak sudah cukup menurut

    persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi;

    - kepatuhan formal Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Jakarta Cilandak cukup

    tinggi; dan

    - penerapan kebijakan sunset policy memberikan pengaruh terhadap kepatuhan

    formal wajib pajak pada KPP Jakarta Cilandak sebesar 49,3%. Sedangkan

    sisanya yaitu sebesar 50,7% dijelaskan variabel lain di luar variabel penerapan

    kebijakan sunset policy, seperti kemauan Wajib Pajak itu sendiri, compliance

    cost, kejelasan peraturan perpajakan, dan sikap dari aparat pajak.

    Di samping dua hal tersebut di atas, dalam tesisnya, Mira Novana Ardani (2010)

    menjelaskan bahwa terdapat keraguan-keraguan dari sisi Wajib Pajak yang membuat

    sebagian besar dari Wajib Pajak enggan memanfaatkan fasilitas Sunset Policy ini.

    Keraguan-keraguan tersebut antara lain:

    1. Wajib Pajak masih menunggu dikeluarkannya kebijakan Pengampunan Pajak (Tax

    Amnesty), karena jaminan dan kepastian Pengampunan Pajak lebih tinggi daripada

    Sunset Policy. Pada kebijakan Pengampunan Pajak Wajib Pajak sudah pasti tidak

    akan diperiksa, sementara itu Sunset Policy hanya memberikan penghapusan sanksi

    pajak jika Wajib Pajak memperbaiki surat pemberitahuan tahunannya. Padahal

    menurut Dirjen Pajak dalam kondisi saat ini, pengampunan pajak tidak

    dimungkinkan karena membutuhkan pembahasan mendalam atas kategori

    pengampunannya, terutama untuk pidana pajak. Kebijakan ini juga sangat sensitif

    dan kental muatan politisnya sehingga sulit diterapkan di Indonesia pada saat itu.

    2. Adanya kekhawatiran masyarakat bahwa Sunset Policy tidak memberikan kepastian

    hukum. Hal ini berkenaan dengan adanya anggapan bahwa apabila pemerintahan

  • 13

    berganti maka bisa saja ketentuan Pasal 37A UU KUP tersebut dicabut dan Wajib

    Pajak bisa diperiksa lagi atas data yang sudah dilaporkan. Kekhawatiran ini

    seharusnya tidak perlu terjadi, karena kalaupun nanti dibuat Undang-undang Pajak

    baru, sesuai dengan asas hukumnya Undang-undang tidak boleh berlaku surut

    (retroaktif).Oleh karena itu, kebijakan Sunset Policy merupakan kebijakan yang

    sudah final. Wajib Pajak tidak perlu khawatir akan diperiksa lagi. Dengan kata lain,

    kebijakan Sunset Policy yang dilandasi ketentuan Pasal 37A UU Nomor 28/2007

    tersebut sudah mempunyai kekuatan hukum yang pasti, di samping itu kebijakan ini

    juga sangat legitimate karena telah melalui proses diskusi cukup panjang dan

    persetujuan DPR., pelaksanaannya pun dikawal dengan sejumlah peraturan Menteri

    Keuangan dan Peraturan Dirjen Pajak yang telah diterbitkan guna memberi kepastian

    bagi Wajib Pajak. Jelas sekali Sunset Policy 2008 ditempatkan pada posisi sangat

    strategis dan serius dilaksanakan oleh pemerintah. Hal itu juga menjamin bahwa

    seandainya terjadi pergantian pejabat sekalipun, tidak akan mengubah garis

    kebijakan yang telah ditetapkan.

    3. Adanya kekhawatiran dari Wajib Pajak bahwa Sunset Policy adalah jebakan dari

    Pemerintah, sehingga kemudian Wajib Pajak akan lebih mudah untuk diperiksa

    karena datanya sudah terkumpul dengan baik. Sebenarnya kebijakan Sunset

    Policymerupakan bentuk kepercayaan Direktorat Jenderal Pajak terhadap Wajib

    Pajak, sehingga pemerintah sama sekali tidak bermaksud untuk menjebak Wajib

    Pajak karena ketentuan/peraturan perundang-undangan perpajakan dibuat untuk

    memberikan kepastian hukum dan kemudahan bagi Wajib Pajak dalam

    melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Yang terpenting adalah Wajib

    Pajak harus jujur dan benar dalam mengisidan melaporkan SPT atau Pembetulan

    SPT. Perlu pula diingat bahwa Direktorat Jenderal Pajak tidak dapat menggunakan

    data dan/atau informasi yang terdapatdalam SPT Tahunan PPh yang disampaikan

    oleh Wajib Pajak dalam rangka memanfaatkan fasilitas Sunset Policytersebut untuk

    menerbitkan Ketetapan Pajak atas jenis pajak lainnya. Jadi, Wajib Pajak pada

    dasarnya akan dilindungi sepanjang WajibPajak telah membetulkan SPT Tahunan

    PPh, dan menyampaikan SPT Tahunan PPhsesuai keadaan yang sebenarnya.

    4. Adanya pengaruh atas anggapan yang pesimistis dari beberapa kalangan terhadap

    kebijakan Sunset Policy. Ekonom Iman Sugema misalnya, justru menanggapi miring

    kebijakan tersebut. Direktur International Center for Applied Finance and Economics

  • 14

    (Inter-CAFE) Institut Pertanian Bogor ini mengatakan, tanpa pengawasan ketat,

    Sunset Policy hanya menimbulkan masalah. Menurutnya, petugas pajak tetap harus

    bisa menelaah laporan yang diberikan Wajib Pajak dengan baik. Jika

    disalahgunakan, maka kejahatan perpajakan akan lebih sulit terdeteksi, Serupa

    dengan Iman, Guru Besar Hukum Keuangan Negara Universitas Indonesia, Arifin

    Soeria Atmadja mengatakan kebijakan ini rawan disalahgunakan oleh para Wajib

    Pajak besar. Selain itu, sistem ini diragukan keefektifannya dalam menjaring Wajib

    Pajak besar, karena kesadaran hukum Wajib Pajak dan aparat pajak di Indonesia

    masih rendah.

    Keraguan-keraguan yang timbul di atas pada dasarnya adalah dampak dari

    kurang gencarnya kegiatan sosialisasi dari Direktorat Jenderal Pajak terkait Sunset

    Policy ini. Informasi mengenai Sunset Policy tidak terdistribusi dengan baik dan

    lengkap ke seluruh lapisan Wajib Pajak di seluruh negeri. Akibatnya ada begitu banyak

    Wajib Pajak yang tidak mengetahui apa itu Sunset Policy dan bagaimana cara

    pemanfaatan Sunset Policy bisa menguntungkan mereka.

    Lalu, untuk menjawab pertanyaan apakah kebijakan Sunset Policy efektif untuk

    diterapkan kembali saat ini, kami tidak sependapat dengan hal tersebut. Ada dua alasan yang

    menjadi dasar ketidaksetujuan kami:

    1. Sunset Policy tidak sustainable secara jangka panjang

    Hal ini sebenarnya telah digambarkan sebelumnya bahwa Sunset Policy memang

    memiliki dampak yang fantastis secara jangka pendek, namun demikian secara jangka

    panjang masih dalam tanda tanya besar. Tingkat kepatuhan mungkin dapat ditingkatkan

    secara instan dalam wujud semakin banyak Wajib Pajak yang mendaftarkan diri dan

    melaporkan SPT-nya, namun sekali lagi hal tersebut hanya sementara. Di masa depan

    ketika telah lewat periode Sunset, Wajib Pajak tersebut akan pasif kembali. Tanpa law

    enforcement dan sosialisasi yang memadai dan menyeluruh, tingkat kepatuhan Wajib

    Pajak ini akan jatuh kembali.

    2. Adanya kekhawatiran bahwa Sunset Policy hanya akan dimanfaatkan oleh Wajib Pajak

    besar

    Alasan ini terus menjadi buah bibir seputar Sunset Policy. Banyak pihak yang

    beranggapan bahwa Sunset Policy nantinya hanya akan dimanfaatkan oleh Wajib Pajak

    besar. Sementara Wajib Pajak kecil yang sesungguhnya merupakan target utama dari

  • 15

    kebijakan ini justru tidak tersentuh. Hal ini serupa dengan pernyataan Arifin Soeria

    Atmaja, Guru Besar Hukum Keuangan Negara Universitas Indonesia yang

    mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kemungkinan disalahgunakannya fasilitas

    ini oleh Wajib Pajak besar dan kegagalan fasilitas ini dalam menjaring Wajib Pajak

    menengah ke bawah.

    SIMPULAN

    Berdasarkan pemaparan kami tersebut, kami menyimpulkan hal-hal berikut ini.

    1. Sunset Policy adalah kebijakan pemberian fasilitas perpajakan, yang berlaku hanya di

    tahun 2008, dalam bentuk penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga

    sebagaimana diatur dalam Pasal 37A UU KUP;

    2. Sunset Policy bukan merupakan bagian dari Tax Amnesty. Sunset Policy berada pada

    lingkup yang sangat kecil, yaitu hanya meliputi penghapusan sanksi administrasi,

    sementara Tax Amnesty berada pada lingkup yang jauh lebih luas, meliputi

    pengampunan atas seluruh kewajiban perpajakan, baik dalam bentuk pokok pajak,

    maupun sanksi atas pajak yang terutang.

    3. Berdasarkan sejumlah penelitian yang telah dilakukan, Sunset Policy berkorelasi positif

    terhadap peningkatan tingkat kepatuhan Wajib Pajak serta penerimaan pajak negara. Ini

    dibuktikan oleh banyak success story yang dirasakan oleh kantor pelayanan pajak di

    seluruh pelosok negeri terkait penerapan kebijakan Sunset Policy ini. Hanya saja dampak

    yang ditimbulkan ini hanya bersifat jangka pendek, dan secara jangka panjang kebijakan

    ini gagal dalam mempertahankan tingkat kepatuhan Wajib Pajak untuk tetap tinggi.

    4. Sesungguhnya Sunset Policy ini memiliki banyak keuntungan yang dapat dimanfaatkan

    oleh Wajib Pajak/Subjek Pajak. Hanya saja, karena minimnya sosialisasi, fasilitas ini

    tidak dimanfaatkan oleh masyarakat secara maksimal. Akibatnya, muncul berbagai

    macam keraguan yang seharusnya tidak terjadi apabila proses sosialisasi dapat berjalan

    optimal.

  • 16

    REFERENSI

    Ardani, Mira Novana. 2010. Pengaruh Kebijakan Sunset Policy Terhadap Kepatuhan Wajib

    Pajak (Studi Kasus Di Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur I Surabaya).

    Semarang: Universitas Diponegoro.

    Booklet Direktorat Jenderal Pajak. Seputar Sunset Policy.

    Direktorat Jenderal Pajak. 2008. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor 34/PJ/2008

    tentang Penegasan Pelaksanaan Pasal 37A Undang-Undang Ketentuan Umum dan

    Tata Cara Perpajakan Beserta Ketentuan Pelaksanaannya.

    Karim, Azizah. 2010. Persepsi Wajib Pajak Terhadap Penghapusan Sanksi Administrasi

    Berupa Bunga pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Ilir Barat di Palembang. Dimuat

    dalam Majalah Ilmiah Volume 11 No.3, 2010.

    Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan

    Umum dan Tata Cara Perpajakan. Jakarta: Sekretariat Negara.

    Soraya. 2010. Penerapan Sunset Policy dalam Meningkatkan Kepatuhan Formal Wajib

    Pajak Orang Pribadi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Cilandak.

    Bandung: Universitas Komputer Indonesia.

    Winastyo, Ehrmons F.P. 2010. Efektivitas Sunset Policy dalam Meningkatkan Tingkat

    Kepatuhan Wajib Pajak dan Penerimaan Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama

    Jakarta Sawah Besar Dua. Jakarta: Universitas Indonesia.