Sumur Minyak Tua Dan Potensi Wisata Migas

download Sumur Minyak Tua Dan Potensi Wisata Migas

of 5

description

potensi bojonegoro

Transcript of Sumur Minyak Tua Dan Potensi Wisata Migas

Sumur Minyak Tua dan Potensi Wisata Migas

A. SEJARAH SUMUR TUA WONOCOLOPada awalnya, keberadaan minyak Bojonegoro pertama kali ditemukan oleh seorang sarjana bernamaAdrian Stooppada tahun1893di Ledok, Desa Wonocolo yang berbatasan dengan Cepu, Jawa Tengah. Pada tahun 1893, Adrian Stoop mendirikan perusahaan migas pertama di Indonesia yang bernamaDortdtsche Petroleum Maatschappij(DPM). Sumur minyak di Desa Wonocolo pertama kali dibor pada tahun 1894, jumlah sumur saat itu adalah 227 buah dengan kedalaman 50 784 meter, bahkan ada yang mencapai 1000 meter. Diperkirakan pada waktu itu disana sini terdapat rembessan rembesan minyak yang dapat dimanfaatkan masyarakat untuk lampu penerangan, setelah mereka olah dengan cara-cara yang amat sederhana. Pada tahun 1920 produksi lapangan kwangen (Dandangilo, Wonocolo) mencapai tingkat produksi tertinggi hingga 79.886 M3/tahun. Enam tahun kemudian yaitu pada bulan Februari 1929 hasil lapangan minyak tersebut merosok tajam, sehingga sumur-sumur yang sudah tidak produktif harus ditutup, meskipun produksi berkala masih berjalan sampai tahun 1938.Pada tahun 1942 sebagian besar sumur-sumur telah ditutup dan pengawasan eksploitasnya diserahkan kepada Administrasi Lapangan Kewangen. (sumber : 100 tahun perminyakan, 1993) .Pada tahun 2006 masyarakat sekitar mulai menambang sisa-sisa minyak di sumur tua peninggalan Belanda tersebut. (sumber: Blok Bojonegoro, edisi: April 2015)

B. PERMINYAKAN DI BOJONEGORODiluar sumur minyak tua atau tradisional, bojonegoro memiliki sejumlah sumber minyak, yakni :1. Lapangan Sukowati di Kecamatan Kapas dan kota Bojonegoro, dengan operator JOB P-PEJ (Joint Operating Body Pertamina Petrochina East Java) dapat menghasilkan 20.000 30.000 BPH (Barel Per Hari)2. Lapangan Banyuurip Blok Cepu Kecamatan Gayam, Ngasem dan Kalitidu yang dikelola oleh EMCL (ExxonMobile Cepu Limited). Memiliki hasil olahan lain yang berada di Lapangan Kedung Keris, Sukoharjo Kec. Kalitidu, Lapangan Alas Tua Barat Kec. Ngasem dan Lapangan Alas Tua Timur Desa Ngunut. EMCL dapat menghasilkan 80.000 BPH tetapi saat semuanya berproduksi dapat mencapai puncak produksi hingga 165.000 BPH dan ini merupakan penghasil terbesar migas yang ada di jawa timur.3. Lapangan Tiung Biru yang dikelola oleh Pertamina Eksplorasi dan Produksi (PEP) di Kecamatan Tambakrejo dan Purwosari dapat memproduksi 1.500 BPHTerdapat 222 sumur minyak tua yang ada di Bojonegoro yang sudah diberproduksi sejak zaman kolonial Belanda, namun tidak semua sumur tua tersebut masih aktif. Dari data yang dihimpun oleh Blok Bojonegoro menyebutkan hanya 48 diantara 222 sumur minyak tua yang sampai sekarang masih aktif. Ke-48 sumur tersebut berada di Desa Wonocolo, Hargomulyo dan Beji, semuanya masuk wilayah Kedewan. (sumber:Blok Bojonegoro, edisi januari 2013)Lapangan Minyak tua di Wonocolo ini dioperasikan oleh masyarakat sekitar yang memproduksikan sumur sumur tua milik Pertamina dan Humpuss yang sudah tidak ekonomis lagi. Artinya sumur tersebut sudah tidak banyak mengandung HC (Hidrokarbon) dalam hal ini kandungan light oil (minyak ringan) -nya sudah tipis. Masyarakat ini tidak membor sumur baru lagi akan tetapi mereka hanya memproduksikan dan menyulingnya saja. Menara pemboran (rig) dibuat dari kayu yang menyerupai susunan api unggun besar. Tempat pengolahan minyak atau refinery nya saja hanya menerapkan sistem subag (sawah di bali) yang dibuat bertingkat dari atas ke bawah dan minyak mengalir secara otomatis dari atas ke bawah.Minyak yang dihasilkan oleh sumur-sumur tersebut didominasi oleh heavy oil (minyak berat) yang kita kenal sebagai solar. Mereka mempunyai tempat pemasaran tersendiri dengan sistem bagi hasil tradisional. Pasar merekapun berada di bis-bis Ngawi dan Sragen. Di daerah lain minyak mereka tidak laku karena proses pengolahannya tidak baik (kualitas yang dihasilkan tidak memenuhi standar) dan akan merusak mesin jika dipakai. kebanyakan pasar mereka adalah bis-bis tua dan alat-alat pertanian di dua daerah tersebut.Pemrosesan produksi minyak mentah ("crude oil") dari sumur minyak tua itu, dilakukan secara tradisional dengan cara dibakar. Sebelumnya, minyak mentah yang ditambang dari sumur minyak dimasukkan ke dalam drum yang di timbun di dalam tanah.Dengan sebuah pipa besi, hasil pembakaran minyak mentah tersebut, disalurkan kemudian ditampung menjadi minyak hasil sulingan dan dibakar sekitar tiga jam, baru kemudian minyak hasil sulingan keluar melalui pipa. Menurut seorang pengolah minyak hasil sulingan dari satu drum minyak mentah atau sekitar 200 liter minyak yang pertama keluar berwarna putih yang dianggap premium sebanyak 10 liter. Secara beruntun keluar minyak tanah dan solar, dengan komposisi separuh-paruh dan di dalam drum masih tersisa sekitar 20 liter residu. Hasil sulingan itulah yang kemudian dibeli pedagang engkrek untuk dipasarkan ke berbagai daerah di Jatim dan Jateng.Hasil minyak sulingan berupa solar cukup laris dipasaran, sebab tidak hanya dimanfaatkan untuk bahan bakar industri dan mesin diesel pompa air, juga dimanfaatkan untuk kendaraan bermotor.Satu sumur minyak tua yang bagus mampu menghasilkan 3 sampai 4 barel per hari(BPH). 1 barel minyak itu setara dengan 159 liter. Produksi dari sumur minyak tua yang ada langsung disetor Pusat Penampungan Produksi (PPP) yang dikelola PT Pertamina Eksplorasi dan Produksi (PEP) Asset 4 Field Cepu melalui Koperasi Unit Desa (KUD) dalam bentuk minyak mentah. Sebagian lainnya dijual dalam bentuk minyak mentah yang telah disuling secara tradisional dan sederhana menjadi solar. (sumber:Blok Bojonegoro, edisi April 2015).

C. Sumur Tua Wonocolo Berpotensi Sebagai Tempat Wisata BojonegoroLadang minyak tua yang ada di Wonocolo, atau tepatnya di desa Wonocolo, Kecamatan Kedewan, kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur adalah satu-satunya desa di Indonesia dan mungkin di dunia yang masyarakatnya melakukan eksplorasi minyak bumi secara tradisional. Beberapa sumur tua peninggalan Belanda di Desa Wonocolo berpotensi menjadi tempat wisata karena usianya yang sudah terbilang sangat tua dan bahkan menjadi sumur minyak tertua di Indonesia dan bersejarah. Sebab, sejak jaman penjajahan Belanda sumur tersebut sudah berproduksi. Per sumurnya memiliki kedalamannya antara 1.000 sampai 1.500 meter dan memiliki casing yang beraneka ragam.Sumur minyak tua yang sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda tersebut dikelola oleh masyarakat setempat. Pengelolaan sumur minyak tua menggunakan alat-alat tradisional. Setiap satu sumur dikelola 20-30 orang penambang. Selain menghasilkan minyak, letaknya yang berada di tengah perbukitan di kawasan hutan juga menyimpan potensi wisata yang menakjubkan. Selain dari potensi alamnya, nilai sejarahnya juga sangat kuat. Potensi tersebut mulai dilirik oleh wisatawan luar untuk belajar menambang minyak secara tradisonal. Sehingga, jika sumur minyak Tua akan diangkat sebagai lokasi wisata karena nilai sejarahnya maka harus digali lebih dalam lagi bagaimana pengunjung datang memang mendapat ilmu baru. Karena sayang apabila sumur tua yang dikelola secara tradisional hanya dimanfaatkan potensi minyaknya saja. Apalagi pekerja tambang minyak tradisional ini hanya dapat memproduksi minyak sekitar 10 drum/harinya atau sekitar 1000 BPH. Sementara, jika nilai tawar yang dikelola adalah wisata alamnya maka harus ada revitalisasi terlebih dahulu. Selain itu, memberikan pelatihan kepada masyarakat agar bisa terbuka kepada pendatang. Diharapkan, lokasi tersebut dapat menarik wisatawan luar daerah sehingga ada pemasukan baik pajak maupun sektor lainnya, selain itu warga sekitar juga bisa mencari keuntungan di sekitar lokasi.Seorang penambang tua mengatakan bahwa di tahun 2014 banyak sekali investor-investor dari kota besar seperti Jakarta, Semarang, Surabaya dan Kudus dan kota-kota besar lainnya di Indoesia. Bahkan sempat ada investor dari Jepang yang masuk ke Desa Wonocolo, kabarnya investor dari Jepang sempat merugi karena sumur minyak yang ia beli kandungan dan produksi minyaknya sedikit.

D. Pengakuan Keberadaan Sumur TuaKeberadaan sumur tua telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengusahaan Pertambangan Minyak Bumi pada Sumur Tua. Selain itu dalam pasal 3 ayat 3 UUD 1945 menyebut bahwa bumi, air dan kekayaan alam didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Oleh karena itu potensi migas yang ada di Desa Wonocolo endingnya adalah unutk kemakmuran rakyat. Dengan demikian untuk potensi wisata sumur tua sudah tidak perlu diragukan lagi keberadaannya selain menyimpan sejarah yang kuat, sumur tua ini mampu menjadi salah satu objek wisata yang nantinya akan dicari oleh wisatawan luar untuk berkunjung ke Bojonegoro.

E. Lokasi Sumur TuaUntuk Menuju Objek Wisata ini dapat melalui beberapa jalur, antara lain:a. Dari Jalur Surabaya/ Bojonegoro Kota menggunakan Kendaraan Umum/ Pribadi menuju jalur/ arah Cepu/ Ngawi berhenti di Kecamatan Kalitidu.b. Dari Jalur Cepu/ Ngawi menggunakan Kendaraan Umum/ Pribadi menuju Jalur Surabaya/ Bojonegoro Kota, berhenti di Kecamatan Kalitidu.

F. Cara saya mengenalkan penambangan minyak tradisionalBelum banyak orang pribumi dan masyarakat Bojonegoro yang mengenal tentang penambangan minyak tradisonal di Kecamatan Wonocolo, hal ini karena kurangnya informasi dan terbatasnya media yang tidak selalu mengekspose objek wisata yang berada ditengah hutan dan jauh dari kota, padahal meskipun demikian wisata yang satu ini mempunyai daya tarik sendiri dalam memuaskan wisatawan yang berkenjung.Sebagai finalis Kange Yune Bojonegoro 2015 saya akan mengenalkan kepada masyarakat tentang keindahan dan pesona wisata yang mempunyai potensi penambangan minyak tertua di Indonesia yang dilakukan secara tradisonal, saya akan memulai mengajak berbagai organisasi dikalangan sekolah (SMA/MA) dan universitas yang ada di Kabupaten Bojonegoro dengan mengadakan event yang bertujuan untuk mengenalkan wisata Bojonegoro, karena pada umumnya remaja saat ini sangat tertarik dengan wisata alam selain itu kita bisa belajar bersama bagaimana cara menambang minyak secara tradisional serta puncak event tersebut adalah memasang papan himbauan agar penambang ataupun wisatawan tetap menjaga kesebersihan dan lebih peduli terhadap kesehatan karena yang kita tau bahwa selama kegiatan penambangan tradisional para penambang enggan untuk menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) padahal hal tersebut sangat penting kita lakukan saat berada dilokasi yang bau minyaknya sangat menyengat. Setelah event kita lakukan selanjutnya kita akan mengekspose wisata penambangan tua tersebut diberbagai media sosial karena melalui media sosial kita secara tidak langsung turut mengekplore Bojonegoro dan melalui media sosial pula orang lain yang belum pernah berkunjung ke penambangan minyak tua akan tertarik untuk mengunjunginya.Begitulan cara saya untuk menarik minat masyarakat agar berkunjung ke wisata sumur minyak tua.