Sulfur Oksida
Transcript of Sulfur Oksida
Sulfur Oksida
A. Reaksi Pembentukan Sulfur Oksida
Polusi oleh sulfur oksida terutama disebabkan oleh dua komponen gas yang
tidak berwarna, yaitu sulfur dioksida (SO2) dan sulfur trioksida (SO3), dan
keduanya disebut sebagai SOx. Sulfur dioksida mempunyai karakteristik bau
yang tajam dan tidak terbakar di udara, sedangkan sulfur trioksida
merupakan komponen yang tidak reaktif.
Pembakaran bahan-bahan yang mengandung sulfur akan menghasilkan
kedua bentuk sulfur oksida, tetapi jumlah relative masing-masing tidak
dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang tersedia. Meskipun udara tersedia
dalam jumlah yang cukup, SO2 selalu terbentuk dalam jumlah terbesar.
Jumlah SO3 yang terbentuk dipengaruhi oleh kondisi reaksi, terutama suhu
dan bervariasi dari 1 – 10% dari total SOx.
Mekanisme pembentukan SOx dapat dituliskan dalam dua tahap reaksi
sebagai berikut:
S + O2 ↔ SO2
2SO2 + O2 ↔ 2SO3
SO3 biasanya diproduksi dalam jumlah kecil selama pambakaran. Hal ini
disebabkan oleh dua factor yang menyangkut reaksi terakhir tersebut di atas.
Factor pertama adalah kecepatan reaksi yang terjadi, dan factor kedua adalah
konsentrasi SO3 dalam campuran ekuilibrium yang dihasilkan dari rekasi
tersebut. Reaksi pembentukan SO3 berlangsung sangat lambat pada suhu
relatif rendah (misalnya pada 200oC), tetapi kecepatan reaksi meningkat
dengan kenaikan suhu. Oleh karena itu produksi SO3 dirangsang pada suhu
tinggi karena faktor kecepatan. Tetapi campuran ekuilibrium (seimbang)
yang dihasilkan pada suhu rendah mengandung persentase SO3 lebih tinggi
daripada campuran yang dihasilkan pada suhu tinggi. Jadi faktor konsentrasi
ekuilibrium merangsang produksi SO3 pada suhu lebih rendah. Jelas bahwa
kedua faktor tersebut mempunyai kecenderungan untuk menghambat satu
sama lain selama pembakaran. Pada suhu tinggi reaksi mengakibatkan
ekuilibrium tercapai dengan cepat karena kecepatan reaksi tinggi, tetapi
hanya sedikit SO3 terdapat di dalam campuran. Pada suhu rendah, reaksi
berlangsung sangat lambat sehingga kondisi ekuilibrium (sesuai dengan
konsentrasi SO3 tinggi) tidak pernah tercapai. Jadi produksi SO3 terhambat
pada zona pembakaran suhu tinggi karena kondisi ekuilibrium. Jika produk
dijauhkan dari zona tersebut dan didinginkan, kondisi ekuilibrium dapat
tercapai, tetapi kecepatan reaksi akan menghambat pembenutkan SO3 dalam
jumlah tinggi.
Adanya SO3 di udara dalam bentuk gas hanya mungkin jika konsentrasi uap
air sangat rendah. Jika usap air terdapat dalam jumlah cukup seperti
biasanya, SO3 dan air akan segera bergabung membentuk droplet asam sulfat
(H2SO4) dengan reaksi sebagai berikut:
SO3 + H2O → H2SO4
Oleh karena itu komponen yang normal terdapat di dalam atmosfer bukan
SO3 melainkan H2SO4. Tetapi jumlah H2SO4 atmosfer ternyata lebih tinggi
daripada yang dihasilkan dari emisi SO3, hal ini menunjukkan bahwa
produksi H2SO4 juga berasal dari mekanisme-mekanisme lainnya.
Setelah berada di atmosfer, sebagian SO2 akan diubah menjadi SO3
(kemudian menjadi H2SO4). Jumlah SO2 yang teroksidasi menjadi SO3
dipengaruhi oleh beberapa factor termasuk jumlah air yang tersedia,
intensitas, waktu dan distribusi spectrum sinar matahari, dan jumlah bahan
katalitik, sorptif, dan alkalin yang tersedia.
B. Sumber dan Distribusi
Sepertiga dari jumlah sulfur yang terdapat di atmosfir merupakan hasil
kegiatan manusia dan kebanyakan dalam bentuk SO2. Dua pertiga hasil
kegiatan manusia dan kebanyakan dalam bentuk SO2. Dua pertiga bagian
lagi berasal dari sumber-sumber alam seperti vulkano dan terdapat dalam
bentuk H2S dan oksida.
Masalah yang ditimbulkan oleh polutan (bahan pencemar) yang dibuat oleh
manusia adalah dalam hal distribusinya yang tidak merata sehingga
terkonsentrasi pada daerah tertentu, bukan dari jumlah keseluruhannnya.
Sedangkan polusi (pencemaran) yang berasal dari sumber alam biasanya
lebih tersebar merata. Transportasi bukan merupakan sumber utama polutan
SOx, tetapi pembakaran bahan bakar pada sumbernya merupakan sumber
utama polutan SOx, misalnya pembakaran batu arang, minyak bakar, gas,
kayu dan sebagainya. Sumber SOx yang kedua adalah dari proses-proses
industri seperti industry pemurnian petroleum, industri asam sulfat, industri
peleburan baja dan sebagainya.
Pabrik peleburan baja merupakan industri terbesar yang menghasilkan Sox.
Hal ini disebabkan berbagai elemen yang penting secara alami terdapat
dalam bentuk logam sulfida misalnya tembaga ( CuFeS2 dan Cu2S ), Zink
(ZnS), Merkuri (HgS) dan Timbal (PbS). Kerbanyakan senyawa logam
sulfida dipekatkan dan dipanggang di udara untuk mengubah sulfida menjadi
oksida yang mudah tereduksi. Selain itu, sulfur merupakan kontaminan yang
tidak dikehandaki didalam logam dan biasanya lebih mudah untuk
menghilangkan sulfur dari logam kasar daripada menghilangkannya dari
produk metal akhirnya
Dalam produksi tembaga, pemanggangan CU2S mengakibatkan
terbentuknya metal sebagai berikut:
CU2S + O2 → 2Cu + SO2
Oleh karena itu SO2 secara rutin diproduksi sebagai produk sampingan
dalam industri metal dan sebagian akan terdapat di atmosfer.
Hanya sedikit SO3 yang terdapat di atmosfer karena kecenderungan untuk
berkombinasi dengan uap air membentuk H2SO4. Pengukuran konsentrasi
H2SO4 bersama-sama dengan SO2 merupakan hal yang penting karena H2SO4
mempunyai sifat iritasi lebih kuat.
C. Pengaruh Sulfur Oksida Terhadap Lingkungan
1. Pengaruh SOx Terhadap Tanaman
Kerusakan tanaman oleh SO2 dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu
konsentrasi SO2 dan waktu kontak. Kerusakan tiba-tiba (akut) terjadi jika
terjadi kontak dengan SO2 pada konsentrasi tinggi dalam waktu sebentar,
dengan gejala beberapa bagian daun menjadi kering dan mati, dan
biasanya warnanya memucat. Kontak dengan SO2 pada konsentrasi
rendah dalam waktu lama menyebabkan kerusakan kronis, yang ditandai
dengan menguningnya warna daun karena terhambatnya mekanisme
pembentukan khlorofil.
Kerusakan akut pada tanaman disebabkan kemampuan tanaman untuk
mengubah SO2 yang diabsorbsi menjadi H2SO4, kemudian menjadi sulfat.
Garam-garam tersebut terkumpul pada ujung atau tepi daun. Sulfat yang
terbentuk pada daun berkumpul dengan sulfat yang diabsorbsi melalui
akar, dan jika diakumulasi cukup tinggi, terjadi gejala khronis yang
disertai dengan gugurnya daun.
Tanaman bervariasi dari spesies ke spesies dalam sensitivitasnya
terhadap kerusakan SO2. Meskipun dalam satu spesies, terjadi perbedaan
sensitivitas yang disebabkan oleh kondisi lingkungan seperti suhu, air
tanah, konsentrasi nutrien, dan sebagainya. SO2 mungkin juga dapat
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan yield (hasil perolehan)
tanaman tanpa menyebabkan kerusakan yang terlihat dengan mata. Uap
asam sulfat, yang merupakan bentuk lain polusi SOx, juga dapat merusak
tanaman. Bintik-bintik pada daun dapat terjadi jika droplet (tetesan) asam
kontak dengan daun yang telah basah karena embun.
2. Pengaruh SOx Terhadap Manusia
Polutan SOx mempunyai pengaruh terhadap manusia dan hewan pada
konsentrasi jauh lebih tinggi daripada yang diperlukan untuk merusak
tanaman. Kerusakan pada tanaman terjadi pada konsentrasi 0.5 ppm,
sedangkan konsentrasi yang berpengaruh terhadap manusia dapat dilihat
pada table di bawah ini:
Konsentrasi (ppm) Pengaruh
3 – 5
8 – 12
20
20
20
50 – 100
400 – 500
Jumlah terkecil yang dapat dideteksi dari baunya.
Jumlah terkecil yang segera mengakibatkan iritasi
tenggorokan.
Jumlah terkecil yang segera mengakibatkan iritasi
mata.
Jumlah terkecil yang segera mengakibatkan batuk.
Maksimum yang diperbolehkan untuk kontak
dalam waktu lama.
Maksimum yang diperbolehkan untuk kontak
dalam waktu singkat (30 menit)
Berbahaya meskipun kontak dalam waktu singkat.
* Kirk dan Othmer (1969)
Pengaruh utama polutan SOx terhadap manusia adalah iritasi system
pernafasan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa iritasi tenggorokan
terjadi pada konsentrasi SO2 sebesar 5 ppm atau lebih, bahkan pada
beberapa individu yang sensitive iritasi terjadi pada konsentrasi 1 – 2
ppm. SO2 dianggap polutan yang berbahaya bagi kesehatan terutama
terhadap orang tua dan penderita yang mengalami penyakit khronis pada
sistem pernafasan dan kardiovaskular (jantung dan pembuluh darah).
Individu dengan gejala tersebut sangat sensitif jika melakukan kontak
dengan SO2, meskipun dengan konsentrasi yang relative rendah, misalnya
0.22 ppm atau lebih.
3. Pengaruh SO3 Terhadap Bahan Lain
Kerusakan akibat polutan SO2 terhadap bahan lain terutama disebabkan
oleh asam sulfat yang diproduksi jika SO3 bereaksi dengan uap air di
atmosfer. Salah satu pengaruh SO2 terhadap bahan lain adalah terhadap
cat, dimana waktu pengeringan dan pengerasan beberapa cat meningkat
jika mengalami kontak dengan SO2. Beberapa film cat menjadi lunak dan
rapuh jika dikeringkan dengan adanya SO2.
Kecepatan korusi kebanyakan metal, terutama besi, baja dan zink,
dirangsang pada kondisi lingkungan yang terpolusi SO2. Bahan-bahan
partikel, kelembapan tinggi dan suhu juga berperanan penting dalam
proses korosi tersebut. Beberapa hal yang perlu diketahui mengenai
korosi metal adalah sebagai berikut.
a. Kecepatan korosi meningkat pada daerah industry.
b. Kecepatan korosi meningkat pada musim gugur dan salju karena
polutan partikel dan sulfur okside lebih terkonsentrasi dalam
pembakaran bahan bakar untuk pemanasan.
Konsentrasi asam sulfat dalam jumlah tinggi sebagai polutan udara dapat
menyerang berbagai bahan bangunan, terutama bahan-bahan yang
mengandung karbonat seperti marmer, batu kabur, genteng dan batu.
Karbonat di dalam bahan-bahantersebut diubah menjadi sulfat yang larut
dalam air. Bahan-bahan tersebut menjadi berlubang-lubang dan merapuh
karena sulfat yang larut dapat terbawa dengan air hujan. Reaksi yang
terjadi adalah sebagai berikut.
CaCO3 (batu kapur) + H2SO4 → CaSO4 + CO2 + H2O
Beberapa serat tekstil, terutama yang terbuat dari serat tumbuh-
tumbuhan, kehilangan kekuatannya (menjadi lapuk) jika mengalami
kontak dengan asam. Serat hewan seperti wool lebih tahan terhadap
asam. Kulit mempunyai afinitas kuat terhadap SO2, sehingga
menyababkan kehilangan kekuatannya dan mudah sobek. Kertas juga
mengabsorbsi SO2, yang kemudian dioksidasi menjadi H2SO4,
menyebabkan kertas menjadi berubah warna dan menjadi rapuh.
D. Kontrol Terhadap Polusi Sulfur Oksida
Beberapa metode yang dapat dilakukan untuk mengurangi dan mengontrol
emisi SOx adalah sebagai berikut.
1. Penggunaan bahan bakar bersulfur rendah.
2. Substitusi energy lainnya untuk bahan bakar pembakaran.
3. Penghilangan dari bahan bakar sebelum pembakaran.
4. Penghilangan SOx dari gas buangan.
Penggunaan bahan bakar bersulfur rendah mungkin dilakukan, tetapi
harganya lebih tinggi dibandingkan dengan bahan bakar bersulfur tinggi.
Sebagai contoh, penggunaan batu arang bersulfur rendah lebih mahal
daripada batu arang bersulfur tinggi karena panas yang dikandungnya lebih
rendah sehingga bahan yang digunakan harus lebih banyak jumlahnya,
akibatnya biaya transportasi juga lebih mahal.
Gas alam juga rendah dalam kandungan sulfur, tetapi persediaannya juga
terbatas dan mahal dalam transportasinya. Substitusi bahan bakar dengan
sumber energy lainnya merupakan salah satu pemecahan masalah polusi
SOx, tetapi terbatas karena sumbernya yang kurang dan teknologi yang
canggih, misalnya penggunaan tenaga hidroelektrik dan tenaga nuklear.
Penghilangan sulfur dari bahan bakar sebelum pembakaran membutuhkan
beberapa cara tergantung dari bahan bakarnya dan bentuk sulfur di
dalamnya. Sulfur terdapat dalam tiga bentuk, yaitu pirit, komponen organic
dan sulfat. Sulfat biasanya terdapat dalam jumlah kecil dan tidak
menimbulkan masalah. Sulfur organik terikat pada molekul yang merupakan
bagian dari batu arang, dan tidak dapat dihilangkan tanpa mengubah secara
kimia batu arang tersebut melalui berbagai proses seperti karbonisasi,
liquifikasi, atau gasifikasi.
Penghilangan SOx dari gas buangan merupakan salah satu cara mengatasi
polutan SOx. Salah satu caranya adalah dengan menyuntikan batu kapur ke
dalam zona pembakaran, sehingga bereaksi dengan SOx membentuk garam
sulfat sebagai berikut.
2CaCO3 + 2SO2 + O2 → 2CaSO4 + 2CO2
Efisiensi penghilangan SO2 sebanyak 90% dapat tercapai dengan melakukan
gas tersebut melalui larutan kapur. Masalah utama dalam sistem ini adalah
terbentuknya bahan buangan yang cukup tinggi dalam bentuk CaSO4 padat,
batu kapur yang tidak bereaksi dan abu, yang harus dibuang.
Lampiran:
Daftar Pustaka
Fardiaz, Srikandi. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius.
Wardhana, Wisnu Arya. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan.
Yogyakarta: Penerbit Andi Yogyakarta.
Jurnalingkungan. 2010. Sulfur Oksida. Online
(http://jurnalingkungan.wordpress.com/sulfur/, diakses 25 September
2010)