Studi Risiko Kerentanan Tanah Akibat Soil Liquefaction...

6
1 AbstrakWilayah pesisir kota Pacitan merupakan daerah rawan gempa karena dilalui oleh Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia. Berdasarkan hasil boring test di 5 titik yang telah dilakukan, bahwa kondisi tanah di lokasi studi sebagian besar adalah tanah berpasir yang berpotensi terjadi soil liquefaction. Potensi soil liquefaction dievaluasi berdasarkan nilai SF (Safety Factor) yang merupakan perbandingan antara CSR (Cyclic Stress Ratio) dengan CRR (Cyclic Resistance Ratio). Untuk penilaian risiko dilakukan dengan menggunakan metode probabilitas likuifaksi dan nilai LPI (Liquefaction Potential Index). Hasil analisis yang didapatkan bahwa lokasi yang memungkinkan terjadi fenomena soil liquefaction di wilayah pesisir kota Pacitan yaitu di daerah sisi barat daya Bagak, daerah sisi tenggara Bagak, daerah Sidorejo, daerah sisi barat laut Sidorejo, daerah sisi barat Kali Muso, daerah sisi timur Kali Muso, daerah sisi barat daya Kali Teleng, daerah Sidoharjo, daerah sisi barat laut Pleren, daerah Ngampel, daerah sisi utara Kali Muso, daerah Selare, daerah sisi timur Sidosari, daerah Plosomakmur, daerah sisi barat Plosorejo, daerah sisi timur Plosorejo, daerah sisi barat laut Selare, daerah Kradenan, daerah sisi timur Sidorukun, daerah sisi timur Baleharjo, daerah Sundeng, daerah Betulo, daerah Purwoharjo, dan daerah sisi timur laut Kuwarasan. Untuk tingkat risiko yang dihadapi akibat terjadinya soil liquefaction yaitu daerah dengan kategori risiko “Sangat Tinggi” terjadi di daerah sisi barat Kali Muso, daerah sisi barat daya Kali Teleng, daerah Sidoharjo, daerah sisi barat laut Pleren, daerah Ngampel, daerah Selare, daerah Plosomakmur, daerah sisi barat Plosorejo, daerah sisi barat laut Selare, dan daerah Sundeng. Sedangkan daerah dengan kategori risiko “Rendah” terjadi di daerah sisi tenggara Bagak, daerah Sidorejo, daerah sisi barat laut Sidorejo, dan daerah sisi timur Sidorukun. Kata kunci: Soil liquefaction, Gempa bumi, Risiko, Probabilitas likuifaksi, LPI (Liquefaction Potential Index). I. PENDAHULUAN ndonesia berada pada jalur 3 lempeng besar dunia, yaitu Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik. Akibat pergerakan lempeng-lempeng tersebut menyebabkan Indonesia rawan terjadi gempa bumi. Untuk memperjelas gambaran peta tektonik Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1: Gambar 1. Tektonik Indonesia, Pertemuan Lempeng Indo-Australia, Pasifik, dan Eurasia di Indonesia [1] Salah satu dampak dari terjadinya gempa bumi adalah fenomena soil liquefaction. Para ahli menyebutkan bahwa soil liquefaction menjadi penyebab utama kerusakan parah yang terjadi di wilayah Kobe, Jepang pada tahun 1996 dan di wilayah Alaska, Amerika pada tahun 1964 setelah terjadinya gempa bumi [2] . Salah satu wilayah di Indonesia yang berisiko mendapat ancaman gempa bumi adalah Pacitan. Untuk memperjelas gambaran wilayah kota Pacitan dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini: Gambar 2. Pesisir kota Pacitan [3] Permasalahan yang dibahas pada Tugas Akhir ini adalah: 1. Di lokasi mana yang memungkinkan terjadi fenomena soil liquefaction di wilayah pesisir kota Pacitan? 2. Berapa tingkat risiko yang dihadapi akibat terjadinya soil liquefaction karena gempa bumi? II. URAIAN PENELITIAN A. Soil Liquefaction Seed et al (1982) mendefinisikan soil liquefaction merupakan proses perubahan kondisi tanah pasir yang jenuh air menjadi cair, akibat meningkatnya tekanan air pori yang nilainya menjadi sama dengan tegangan total oleh sebab terjadinya beban siklik, sehingga tegangan efektif tanah menjadi nol. Studi Risiko Kerentanan Tanah Akibat Soil Liquefaction Karena Gempa Bumi Di Wilayah Pesisir Kota Pacitan Dicky Nanda Warriessandy, Wahyudi, dan Kriyo Sambodho Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail: [email protected] I

Transcript of Studi Risiko Kerentanan Tanah Akibat Soil Liquefaction...

1

Abstrak—Wilayah pesisir kota Pacitan merupakan

daerah rawan gempa karena dilalui oleh Lempeng

Indo-Australia dan Lempeng Eurasia. Berdasarkan

hasil boring test di 5 titik yang telah dilakukan, bahwa

kondisi tanah di lokasi studi sebagian besar adalah

tanah berpasir yang berpotensi terjadi soil liquefaction.

Potensi soil liquefaction dievaluasi berdasarkan nilai

SF (Safety Factor) yang merupakan perbandingan

antara CSR (Cyclic Stress Ratio) dengan CRR (Cyclic

Resistance Ratio). Untuk penilaian risiko dilakukan

dengan menggunakan metode probabilitas likuifaksi

dan nilai LPI (Liquefaction Potential Index). Hasil

analisis yang didapatkan bahwa lokasi yang

memungkinkan terjadi fenomena soil liquefaction di

wilayah pesisir kota Pacitan yaitu di daerah sisi barat

daya Bagak, daerah sisi tenggara Bagak, daerah

Sidorejo, daerah sisi barat laut Sidorejo, daerah sisi

barat Kali Muso, daerah sisi timur Kali Muso, daerah

sisi barat daya Kali Teleng, daerah Sidoharjo, daerah

sisi barat laut Pleren, daerah Ngampel, daerah sisi

utara Kali Muso, daerah Selare, daerah sisi timur

Sidosari, daerah Plosomakmur, daerah sisi barat

Plosorejo, daerah sisi timur Plosorejo, daerah sisi barat

laut Selare, daerah Kradenan, daerah sisi timur

Sidorukun, daerah sisi timur Baleharjo, daerah

Sundeng, daerah Betulo, daerah Purwoharjo, dan

daerah sisi timur laut Kuwarasan. Untuk tingkat risiko

yang dihadapi akibat terjadinya soil liquefaction yaitu

daerah dengan kategori risiko “Sangat Tinggi” terjadi

di daerah sisi barat Kali Muso, daerah sisi barat daya

Kali Teleng, daerah Sidoharjo, daerah sisi barat laut

Pleren, daerah Ngampel, daerah Selare, daerah

Plosomakmur, daerah sisi barat Plosorejo, daerah sisi

barat laut Selare, dan daerah Sundeng. Sedangkan

daerah dengan kategori risiko “Rendah” terjadi di

daerah sisi tenggara Bagak, daerah Sidorejo, daerah

sisi barat laut Sidorejo, dan daerah sisi timur

Sidorukun.

Kata kunci: Soil liquefaction, Gempa bumi, Risiko,

Probabilitas likuifaksi, LPI (Liquefaction Potential

Index).

I. PENDAHULUAN

ndonesia berada pada jalur 3 lempeng besar dunia, yaitu

Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan

Lempeng Pasifik. Akibat pergerakan lempeng-lempeng

tersebut menyebabkan Indonesia rawan terjadi gempa

bumi.

Untuk memperjelas gambaran peta tektonik Indonesia

dapat dilihat pada Gambar 1:

Gambar 1. Tektonik Indonesia, Pertemuan Lempeng

Indo-Australia, Pasifik, dan Eurasia di Indonesia [1]

Salah satu dampak dari terjadinya gempa bumi adalah

fenomena soil liquefaction. Para ahli menyebutkan bahwa

soil liquefaction menjadi penyebab utama kerusakan parah

yang terjadi di wilayah Kobe, Jepang pada tahun 1996 dan

di wilayah Alaska, Amerika pada tahun 1964 setelah

terjadinya gempa bumi [2].

Salah satu wilayah di Indonesia yang berisiko mendapat

ancaman gempa bumi adalah Pacitan. Untuk memperjelas

gambaran wilayah kota Pacitan dapat dilihat pada Gambar

2 berikut ini:

Gambar 2. Pesisir kota Pacitan [3]

Permasalahan yang dibahas pada Tugas Akhir ini

adalah:

1. Di lokasi mana yang memungkinkan terjadi fenomena

soil liquefaction di wilayah pesisir kota Pacitan?

2. Berapa tingkat risiko yang dihadapi akibat terjadinya

soil liquefaction karena gempa bumi?

II. URAIAN PENELITIAN

A. Soil Liquefaction

Seed et al (1982) mendefinisikan soil liquefaction

merupakan proses perubahan kondisi tanah pasir yang

jenuh air menjadi cair, akibat meningkatnya tekanan air

pori yang nilainya menjadi sama dengan tegangan total

oleh sebab terjadinya beban siklik, sehingga tegangan

efektif tanah menjadi nol.

Studi Risiko Kerentanan Tanah Akibat Soil Liquefaction Karena

Gempa Bumi Di Wilayah Pesisir Kota Pacitan

Dicky Nanda Warriessandy, Wahyudi, dan Kriyo Sambodho

Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia

e-mail: [email protected]

I

2

Untuk mempermudah gambaran terjadinya fenomena

soil liquefaction dapat dilihat pada Gambar 3:

Gambar 3. Kondisi tanah sebelum dan setelah terjadi

gempa [4]

B. Pengaruh Ukuran Butir Tanah Terhadap Soil

Liquefaction

Berikut adalah grafik liquefable soil pada Gambar 4

yang menunjukkan pengaruh dari ukuran butiran tanah

terhadap liquefaction. Soil liquefaction hanya terjadi pada

butiran tanah berpasir. Ukuran butiran tanah yang seragam

dengan 0,2 mm ≤ D50 ≤ 0,4 mm sensitif terhadap

liquefaction.

Gambar 4. Potensi soil liquefaction berdasarkan diameter

butiran tanah [5]

C. Metode Untuk Mengevaluasi Terjadinya Soil

Liquefaction Akibat Gempa Bumi Berdasarkan Data

CPT (Cone Penetration Test)

Pada dasarnya analisis potensi soil liquefaction

dilakukan dengan mencari dua parameter utama yaitu CSR

(Cyclic Stress Ratio) yang merupakan tegangan geser

siklik yang terjadi akibat gempa dibagi dengan tegangan

efektif lain, dan CRR (Cyclic Ressistance Ratio) yang

merupakan ketahanan tanah untuk menahan soil

liquefaction.

Nilai CSR dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut [6]:

CSR = 𝜏𝑐𝑦𝑐

𝜎′ = 0.65

𝜎

𝜎′ 𝛼𝑚𝑎𝑥

𝑔 𝑟𝑑 (1)

dengan,

σ = tegangan vertikal total (kN/m²)

σ’ = tegangan vertikal efektif (kN/m²)

αmax = percepatan gempa maksimum di permukaan

tanah (m/s2)

g = percepatan gravitasi bumi (m/s2)

rd = faktor reduksi terhadap tegangan

Rasio antara tegangan total dengan tegangan efektif

dihitung dengan persamaan-persamaan yang ada di dalam

teori Mekanika Tanah [7]:

𝜎 = 𝐻𝛾𝑤 + 𝐻𝐴 + 𝐻 𝛾𝑠𝑎𝑡 (2)

dengan,

σ = tegangan vertikal total (kN/m2)

γw = berat volume air (9,8 kN/m3)

γsat = berat volume tanah jenuh air (kN/m3)

H = tinggi muka air diukur dari permukaan tanah

(m)

HA = jarak titik yang ditinjau dengan muka air (m)

Berat volume tanah jenuh air dihitung dengan

persamaan:

γsat

= Gs +e γw

1 +e (3)

dengan,

Gs = berat spesifik butiran

e = void ratio (angka pori)

γw = berat volume air (9,8 kN/m3)

Tegangan efektif tanah dihitung menggunakan

persamaan:

𝜎′ = 𝜎 – 𝑢 (4)

dengan,

u = tekanan air pori tanah yang dihitung dengan

persamaan:

𝑢 = 𝐻𝐴 𝛾𝑤 (5)

dengan,

HA = jarak titik yang ditinjau dengan muka air (m)

Nilai percepatan gempa maksimum di permukaan tanah

(amax) dihitung dengan menggunakan persamaan [8]:

𝐿𝑜𝑔 𝑃𝐺𝐴 = −1.02 + 0.249𝑀𝑤 − log 𝑟 − 0.00255𝑟 (6)

dengan,

r = jarak episentrum (km)

Mw = magnitude gempa (SR)

Koefisien reduksi kedalaman (rd) dihitung berdasarkan

persamaan [6]:

rd = 1 – 0,00765z, untuk z ≤ 9,15 m (7)

rd = 1,174 – 0,0267z, untuk 9,15 m < z ≤ 23 m (8)

rd = 0,744 – 0,008z, untuk 23 m < z < 30 m (9)

rd = 0,5 untuk z > 30 m (10)

dengan,

rd = faktor reduksi terhadap tegangan

z = kedalaman tanah (m)

Pada dasarnya rumus CSR tersebut berlaku untuk gempa

dengan magnitude sama dengan 7,5. Sedangkan untuk

gempa dengan magnitude tidak sama dengan 7,5

menggunakan faktor koreksi MSF (Magnitude Scalling

Factor) terhadap persamaan CSR menjadi sebagai berikut [9]:

CSR = 0,65 𝜎

𝜎′ 𝛼𝑚𝑎𝑥

𝑔 𝑟𝑑

𝑀𝑆𝐹 (11)

Untuk gempa dengan magnitude lebih besar dari 7,5,

NCEER merekomendasikan menggunakan persamaan

MSF sebagai berikut [10]:

MSF = 102,24

𝑀𝑤2,56 (12)

Dan untuk gempa dengan magnitude lebih kecil dari 7,5,

menggunakan persamaan MSF sebagai berikut [10]:

3

MSF = (𝑀𝑊

7,5)−3,3 (13)

Dengan Mw adalah magnitude gempa.

Nilai CRR dihitung dengan persamaan berikut [11]:

CRR = 0,058 exp[0,02qc1N] (14)

dengan,

qc1N = normalisasi tahanan CPT (kPa)

dimana,

𝑞c1N = CQ (𝑞c

𝑃a) (15)

dimana,

CQ = (𝑃a

𝜎′)n (16)

dengan,

CQ = faktor normalisasi tahanan CPT (kPa)

qc = tekanan konus (kPa)

Pa = 100 kPa (1 atm untuk tekanan yang sama yang

digunakan oleh 𝜎’)

σ’ = tegangan vertikal efektif (kPa)

n = nilai eksponen untuk berbagai macam tipe

tanah, untuk clean sand 0,5, silty sand 0,5 – 1,

dan clay 1

Pada analisis soil liquefaction akibat gempa, safety

factor dapat ditentukan setelah didapatkan nilai CSR dan

CRR. NCEER (1996) mendefinisikan faktor keamanan

terhadap bahaya likuifaksi dapat dinyatakan sebagai

berikut [12]:

SF = 𝐶𝑅𝑅

𝐶𝑆𝑅 , SF ≤ 1 (17)

Jika SF (Safety Factor) lebih kecil atau sama dengan

satu (SF ≤ 1) maka terjadi soil liquefaction dan jika SF

lebih besar satu (SF > 1) maka tidak terjadi soil

liquefaction [13].

Dalam lingkup matematika, risiko dapat dihitung dengan

menggunakan rumus [14]:

Risiko = Frekuensi x Konsekuensi (18)

dengan,

Risiko = Kemungkinan bahaya yang dapat terjadi

akibat sebuah peristiwa yang sedang

berlangsung atau kejadian yang akan

datang.

Frekuensi = Kemungkinan terjadinya peristiwa per

satuan waktu, biasanya dalam satu

tahun.

Konsekuensi = Seberapa besar tingkat kerusakan yang

diakibatkan karena adanya bahaya.

Frekuensi kejadian dilakukan dengan menggunakan

metode probabilitas likuifaksi, yaitu dengan cara

mengaplikasikan nilai SF (Safety Factor) pada persamaan

PL (The Probability of Liquefaction) [15]:

PL = 1

1+ (𝑆𝐹/0.96)4.5 (19)

dengan,

SF = Safety Factor

Chen dan Juang (2000) memberikan klasifikasi

kemungkinan likuifaksi yang dapat diaplikasikan dengan

menggunakan nilai PL (The Probability of Liquefaction)

yang dapat dilihat pada Tabel 1 [15]:

Tabel 1. Klasifikasi probabilitas likuifaksi [15]

Probabilitas Deskripsi (kemungkinan likuifaksi)

0.85 ≤ PL < 1.00 Hampir pasti likuifaksi

0.65 ≤ PL < 0.85 Sangat mungkin

0.35 ≤ PL < 0.65 Mungkin

0.15 ≤ PL < 0.35 Tidak mungkin

0.00 ≤ PL < 0.15 Hampir pasti tidak likuifaksi

Konsekuensi yang mungkin terjadi bila terjadi soil

liquefaction yg disebabkan oleh gempa adalah terjadinya

kerusakan pada pondasi tanah. Persamaan yang dapat

digunakan untuk mengestimasi hal tersebut adalah dengan

menggunakan persamaan LPI (Liquefaction Potential

Index), yaitu suatu indeks yang digunakan untuk

mengestimasi potensi likuifaksi yang dapat menyebabkan

kerusakan pondasi tanah. LPI (Liquefaction Potential

Index) diusulkan pertama kali oleh Iwasaki et al. (1982)

dan divariasi oleh Sonmez (2003) yang dirumuskan pada

persamaan berikut [16]:

LPI = 𝐹 𝑖 . 𝑊 𝑖 . 𝐻𝑖𝑛

𝑖=1 (20)

dengan,

F(i) = SF (Safety Factor), yaitu F(i) = 1 – SF untuk SF

< 1, F(i) = 0 untuk SF ≥ 1

W(i) = fungsi bobot berdasarkan kedalaman, yaitu

W(i) = 10 – 0.5zi untuk 0 ≤ zi ≤ 20 m, W(i) = 0

untuk zi ≥ 20 m

zi = kedalaman titik tengah pada lapisan tanah (m)

Hi = selisih ketebalan antar lapisan tanah yg

terlikuifaksi (m)

n = kedalaman tanah

Untuk mengaplikasikan nilai LPI, Iwasaki (1982)

mengusulkan klasifikasi risiko kerusakan dan potensi

mengalami likuifaksi yang divariasi oleh Sonmez (2003)

yang dapat dilihat pada Tabel 2 [16]:

Tabel 2. Klasifikasi potensi likuifaksi [16]

LPI Kategori potensi likuifaksi

0 Tidak likuifaksi

0 < LPI ≤ 2 Rendah

2 < LPI ≤ 5 Menengah

5 < LPI ≤ 15 Tinggi

15 > LPI Sangat tinggi

Untuk melakukan evaluasi risiko, diperlukan matriks

risiko untuk mengkorelasikan frekuensi kejadian dan

konsekuensi kejadian yang dapat dilihat pada Gambar 5:

Gambar 5. Matriks Risiko

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Soil Liquefaction Berdasarkan Probabilitas

Magnitude Gempa dan Probabilitas Percepatan

Gempa

4

Berikut adalah data percepatan gempa (αmax) dari peta

zona seismik yang dikeluarkan oleh PU (Kementerian

Pekerjaan Umum) 2010 yang ditunjukkan pada Gambar 7:

Gambar 7. Peta zona seismik PU (Kementerian Pekerjaan

Umum) 2010 [17]

Pada Gambar 7 menunjukkan bahwa data percepatan

gempa (αmax) tersebut untuk probabilitas terlampaui

sebesar 2% dalam 50 tahun, yang artinya persentase

tersebut cukup besar untuk probabilitas dalam 50 tahun ke

depan. Percepatan gempa (αmax) di wilayah Pacitan dan

sekitarnya adalah sebesar 0,3g.

Dari data percepatan gempa yang didapatkan dari peta

zona seismik dari PU yaitu sebesar 0,3g dan probabilitas

gempa yang didapatkan dari simulasi monte carlo, dari

1000 kejadian gempa diambil nilai magnitude gempa yang

maksimum yaitu sebesar 0,65, maka selanjutnya dilakukan

analisis soil liquefaction pada semua titik lokasi studi yang

dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9:

Gambar 8. Grafik SF yang terjadi soil liquefaction pada

titik S-11, S-12, S-13, S-17, S-19, S-20, S-21, dan S-22

Gambar 9. Grafik SF yang terjadi soil liquefaction pada

titik S-23, S-24, S-25, S-26, S-27, S-28, S-29, S-30, S-31,

S-32, S-34, S-35, S-36, S-37, S-39, dan S-40

5

C. Peta Lokasi yang Berpotensi Terjadi Soil Liquefaction

Berikut adalah gambar pemetaan lokasi yang berpotensi

terjadi soil liquefaction yang dapat dilihat pada Gambar 9:

Gambar 9. Peta Lokasi yang Berpotensi Terjadi Soil

Liquefaction

Pada Gambar 9 menunjukkan bahwa lokasi yang

berwarna merah adalah lokasi yang berpotensi terjadi soil

liquefaction yaitu pada magnitude gempa 6,5 SR dengan

percepatan gempa 0,3g. Dengan demikian, setelah

dilakukan pemetaan tersebut dapat dijadikan antisipasi

terhadap bahaya yang akan timbul jika terjadi soil

liquefaction pada lokasi yang ditinjau.

D. Perkiraan Frekuensi

Hasil perhitungan PL (The Probability of Liquefaction)

dan klasifikasi probabilitas likuifaksi dapat dilihat pada

Tabel 3:

Tabel 3. Perhitungan PL (The Probability of

Liquefaction) dan klasifikasi probabilitas likuifaksi di

wilayah pesisir kota Pacitan

E. Perkiraan Konsekuensi

Hasil perhitungan nilai LPI (Liquefaction Potential

Index) dan klasifikasi risiko kerusakan tanah dapat dilihat

pada Tabel 4:

Tabel 4. Perhitungan LPI (Liquefaction Potential

Index) dan klasifikasi risiko kerusakan di wilayah

pesisir kota Pacitan

F. Evaluasi Risiko

Setelah didapatkan nilai frekuensi kejadian dan

konsekuensi kejadian, maka selanjutnya dapat dilakukan

evaluasi risiko dengan menggunakan matriks risiko seperti

pada Gambar 5. Hasil klasifikasi risiko dapat dilihat pada

Tabel 5:

Tabel 5. Klasifikasi risiko kerentanan tanah akibat soil

liquefaction karena gempa bumi di wilayah pesisir kota

Pacitan

G. Pemetaan Risiko (Risk Mapping)

Setelah dilakukan klasifikasi tingkat risiko, selanjutnya

dapat dibuat pemetaan risiko (risk mapping) dengan

menggunakan software Surfer 10 untuk mengetahui daerah

Likuifaksi

6

mana yang memiliki tingkat risiko yang paling tinggi

sampai tingkat risiko yang paling rendah dengan

menambahkan data penelitian Ariantini (2011). Hasil

pemetaan risiko (risk mapping) di wilayah pesisir kota

Pacitan dapat dilihat pada Gambar 11:

Gambar 11 Peta Risiko wilayah pesisir kota Pacitan

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah dilakukan analisis dan pembahasan, maka dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Lokasi yang memungkinkan terjadi fenomena soil

liquefaction di wilayah pesisir kota Pacitan yaitu di

daerah sisi barat daya Bagak, daerah sisi tenggara

Bagak, daerah Sidorejo, daerah sisi barat laut Sidorejo,

daerah sisi barat Kali Muso, daerah sisi timur Kali

Muso, daerah sisi barat daya Kali Teleng, daerah

Sidoharjo, daerah sisi barat laut Pleren, daerah

Ngampel, daerah sisi utara Kali Muso, daerah Selare,

daerah sisi timur Sidosari, daerah Plosomakmur, daerah

sisi barat Plosorejo, daerah sisi timur Plosorejo, daerah

sisi barat laut Selare, daerah Kradenan, daerah sisi

timur Sidorukun, daerah sisi timur Baleharjo, daerah

Sundeng, daerah Betulo, daerah Purwoharjo, dan

daerah sisi timur laut Kuwarasan.

2. Tingkat risiko yang dihadapi akibat terjadinya soil

liquefaction karena gempa bumi di wilayah pesisir kota

Pacitan yaitu daerah dengan kategori risiko “Sangat

Tinggi” terjadi di daerah sisi barat Kali Muso, daerah

sisi barat daya Kali Teleng, daerah Sidoharjo, daerah

sisi barat laut Pleren, daerah Ngampel, daerah Selare,

daerah Plosomakmur, daerah sisi barat Plosorejo,

daerah sisi barat laut Selare, dan daerah Sundeng.

Untuk daerah dengan kategori risiko “Tinggi” terjadi di

daerah sisi barat daya Bagak, daerah sisi utara Kali

Muso, daerah sisi timur Sidosari, daerah sisi timur

Plosorejo, daerah sisi timur Baleharjo, daerah Betulo,

daerah Purwoharjo, dan daerah sisi timur laut

Kuwarasan. Untuk daerah dengan kategori risiko

“Sedang” hanya terjadi di daerah sisi timur Kali Muso

dan daerah Kradenan. Untuk daerah dengan kategori

risiko “Rendah” terjadi di daerah sisi tenggara Bagak,

daerah Sidorejo, daerah sisi barat laut Sidorejo, dan

daerah sisi timur Sidorukun. Sedangkan daerah dengan

kategori risiko “Sangat Rendah” terjadi di daerah sisi

timur Ploso, daerah ploso, daerah sisi barat daya

Sidoharjo, daerah sisi timur Pleren, daerah selatan

Sidomakmur, dan daerah utara Sidorukun.

B. Saran

Saran untuk penelitian selanjutnya adalah dapat

dilakukan penelitian tentang mitigasi atau penanggulangan

bencana penyebab terjadinya fenomena soil liquefaction

karena gempa bumi di wilayah pesisir kota Pacitan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak

yang telah membantu sehingga penelitian ini dapat

terselesaikan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Palmadi, E., 2011, Potensi Bencana Geologi di Provinsi

Banten, http://pertambangan-

geologi.blogspot.com/2011/04/potensi-bencana-geologi-di-

provinsi.html, diakses pada tanggal 4 September 2013.

[2] The Japanese Geotechnical Society, 1988, Remedial Measures

Againts Soil Liquefaction, A. A. Balkema, Rotterdam,

Netherlands.

[3] Google Satellite, 2013, Pesisir Pacitan, diakses pada tanggal 4

September 2013.

[4] Watkins, A., 2000, Environmental Geology,

http://geology.isu.edu/wapi/envgeo/EG5_earthqks/eg_mod5.ht

m, diakses pada tanggal 4 September 2013.

[5] Oka, F, 1995, Soil Mechanics Lecture, Morikita Publishing

Company, Tokyo, Japan (in Japanese).

[6] Seed, H. B., and Idriss, I. M., 1971, “Simplified Procedure for

Evaluating Soil Liquefaction Potential”, Journal of Soil

Mechanics and Foundation Division, ASCE, Vol. 97, No.

SM9, hal. 1249-1273.

[7] Das, B. M., Endah, N., dan Mochtar, I. B., 1998, Mekanika

Tanah, Jilid 1, Fakultas Teknik Sipil, Institut Teknologi

Sepuluh Nopember, Surabaya.

[8] Boore, D. M. and Joyner, W. B., 1981, “Peak Horizontal

Acceleration And Velocity From Strongmotion Records

Including Records From The 1979 Imperial Valley,

California, Earthquake”, Bulletin of the Seismological Society

of America, Vol. 71, No. 6, pp. 2011-2038.

[9] Seed, H. B, and Idriss, I. M., 1982, “Ground Motions and Soil

Liquefaction During Earthquakes”, Earthquake Engineering

Research Institute Monograph, Oakland, Calif.

[10] Crespellani, T., et al., 2003, “CPT-based liquefaction hazard

maps for an Italian coastal area”, Dipartimento di Ingegneria

Civile, Universita di Firenze, Firenze, Italy.

[11] Chih-Sheng Ku et al., 2004, “Evaluation of soil liquefaction in

the Chi-Chi, Taiwan Earthquake using CPT”, Soil and

Dynamics and Earthquake Engineering, 24 (2004) 659-673.

[12] National Center for Earthquake Engineering Research, 1996,

Liquefaction Potential And Post-Liquefaction Settlement of

Saturated Clean Sands and Effect of Geofiber Reinforcement,

University of Alaska Fairbanks, Alaska.

[13] Jha, S. K., and Kiichi Suzuki., 2008, “Reability Analysis of

Soil Liquefaction Based on Standard Penetration Test”,

Computer and Geotechnics, 36 (2009), 589-596.

[14] American Bureau of Shipping, 2003, Risk Evaluations For the

Classification of Marine-Related Facilities, Houston, USA.

[15] Hannich, D., et al., 2007, “Liquefaction Probability In

Bucharest And Influencing Factors”, International Symposium

on Strong Vrancea Earthquakes and Risk Mitigation,

Bucharest, Romania.

[16] Sonmez, H., et al., 2008, “Liquefaction severity map for

Aksaray city center (Central Anatolia, Turkey)”, Department

of Geological Engineering, Applied Geology Division,

Aksaray University, Aksaray, Turkey.

[17] Rovicky, 2010, Peta Zonasi Gempa 2010,

http://rovicky.wordpress.com/2010/07/19/peta-zonasi-gempa-

2010/, diakses pada tanggal 4 September 2013.