STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS … · STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS,...

32
STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS PAKAN, DAN KECERNAAN NUTRIEN SERTA RISIKO TOKSISITAS LANTADEN PADA BADAK JAWA DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON Abstrak Badak jawa (Rhinoceros sondaicus) merupakan satwa langka yang hanya terdapat di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten Indonesia. Kondisi habitat yang ada saat ini diduga mengalami perubahan perlahan akibat suksesi alami yang berakibat pada berubahnya struktur vegetasi yang ada. Sebagai hewan herbivora yang sangat bergantung pada tumbuhan sebagai sumber makanannya, maka kualitas nutrisi tumbuhan pakan serta kualitas asupan pakan menjadi bagian yang penting untuk dipantau dalam populasi saat ini. Penelitian ini bertujuan untuk dapat memetakan pola pergerakan badak di habitatnya dan mengukur palatabilitas, kualitas pakan, kecernaan, serta asupan nutrien dan lantaden (toksin) dari badak yang diikuti. Parameter yang dicatat terdiri dari: jalur lintasan badak (trajektori)beserta korelasinya dengan keragaman pakan, dan jumlah kubangan. Palatabilitas, kualitas pakan, risiko toksisitas dari konsumsi Lantana camara, kecernaan nutrien, dan juga ketersediaan garam. Palatabilitas ditentukan dengan memilih lima jenis pakan dengan jumlah ragutan terbanyak dari setiap badak. Analisis proksimat digunakan untuk mengukur kualitas nutrien pakan, dan jumlah asupan nutrien.Toksin lantaden dihitung dengan mengalikan hasil perhitungan jumlah ragutan (dalam gram) dengan kadar lantaden dari studi literatur. Kandungan garam diukur dari tanah kubangan dengan metode titrimetri,sementaraAcid insoluble ash (AIA) digunakan untuk mengukur tingkat kecernaan bahan kering (BK). Hasil pengamatan menunjukkan korelasi yang kuat antara ruang jelajah dengan keragaman jenis pakan serta jumlah kubangan. Hasil pengamatan palatabilitas dan analisis proksimat menunjukkan keragaman jenis pakan, identifikasi jenis pakan dengan kualitas nutrien tinggi, dan indikasi rendahnya kadar air, nutrien, energi dari pakan pada bulan-bulan dengan jumlah kejadian hujan yang rendah (kering) di bulan Oktober 2009 dan Maret 2010. Kadar asupan lantaden berada pada tingkat yang relatif rendah (23.63 mg/ekor/hari). Upaya untuk memperbaiki kondisi ini dapat dilakukan dengan pengkayaan jumlah tumbuhan pakan yang mengandung kualitas nutrien tinggi yang antara lain terdiri dari: Moringa citrifolia, Callicarpa longifolia, Chisocheton microcarphus, (protein tinggi); Alstonia angustiloba, Callicarpa longifolia, Macaranga spp, (lemak tinggi); Derris thyorsifolia, Pterospermum javanicum, Percampyulus glances, (energy tinggi); Paederia scandens, Alstonia scholaris, Costus speciosus (kandungan air tinggi).Tumbuhan-tumbuhan ini idealnya ditanam dalam kerapatan 15 tumbuhan per hektar (untuk jenis pohon) sampai kerapatan 5,406 tumbuhan per hektar (untuk jenis semai) untuk memastikan ketersediaan yang seimbang. Kata kunci: badak jawa, palatabilitas, nutrien, kecernaan

Transcript of STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS … · STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS,...

Page 1: STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS … · STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS PAKAN, DAN ... air, nutrien, energi dari pakan pada bulan-bulan dengan jumlah

STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS PAKAN, DAN

KECERNAAN NUTRIEN SERTA RISIKO TOKSISITAS LANTADEN PADA

BADAK JAWA DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

Abstrak

Badak jawa (Rhinoceros sondaicus) merupakan satwa langka yang hanya terdapat di

Taman Nasional Ujung Kulon, Banten Indonesia. Kondisi habitat yang ada saat ini

diduga mengalami perubahan perlahan akibat suksesi alami yang berakibat pada

berubahnya struktur vegetasi yang ada. Sebagai hewan herbivora yang sangat

bergantung pada tumbuhan sebagai sumber makanannya, maka kualitas nutrisi

tumbuhan pakan serta kualitas asupan pakan menjadi bagian yang penting untuk

dipantau dalam populasi saat ini. Penelitian ini bertujuan untuk dapat memetakan

pola pergerakan badak di habitatnya dan mengukur palatabilitas, kualitas pakan,

kecernaan, serta asupan nutrien dan lantaden (toksin) dari badak yang diikuti.

Parameter yang dicatat terdiri dari: jalur lintasan badak (trajektori)beserta korelasinya

dengan keragaman pakan, dan jumlah kubangan. Palatabilitas, kualitas pakan, risiko

toksisitas dari konsumsi Lantana camara, kecernaan nutrien, dan juga ketersediaan

garam. Palatabilitas ditentukan dengan memilih lima jenis pakan dengan jumlah

ragutan terbanyak dari setiap badak. Analisis proksimat digunakan untuk mengukur

kualitas nutrien pakan, dan jumlah asupan nutrien.Toksin lantaden dihitung dengan

mengalikan hasil perhitungan jumlah ragutan (dalam gram) dengan kadar lantaden

dari studi literatur. Kandungan garam diukur dari tanah kubangan dengan metode

titrimetri,sementaraAcid insoluble ash (AIA) digunakan untuk mengukur tingkat

kecernaan bahan kering (BK). Hasil pengamatan menunjukkan korelasi yang kuat

antara ruang jelajah dengan keragaman jenis pakan serta jumlah kubangan. Hasil

pengamatan palatabilitas dan analisis proksimat menunjukkan keragaman jenis pakan,

identifikasi jenis pakan dengan kualitas nutrien tinggi, dan indikasi rendahnya kadar

air, nutrien, energi dari pakan pada bulan-bulan dengan jumlah kejadian hujan yang

rendah (kering) di bulan Oktober 2009 dan Maret 2010. Kadar asupan lantaden berada

pada tingkat yang relatif rendah (23.63 mg/ekor/hari). Upaya untuk memperbaiki

kondisi ini dapat dilakukan dengan pengkayaan jumlah tumbuhan pakan yang

mengandung kualitas nutrien tinggi yang antara lain terdiri dari: Moringa citrifolia,

Callicarpa longifolia, Chisocheton microcarphus, (protein tinggi); Alstonia

angustiloba, Callicarpa longifolia, Macaranga spp, (lemak tinggi); Derris

thyorsifolia, Pterospermum javanicum, Percampyulus glances, (energy tinggi);

Paederia scandens, Alstonia scholaris, Costus speciosus (kandungan air

tinggi).Tumbuhan-tumbuhan ini idealnya ditanam dalam kerapatan 15 tumbuhan per

hektar (untuk jenis pohon) sampai kerapatan 5,406 tumbuhan per hektar (untuk jenis

semai) untuk memastikan ketersediaan yang seimbang.

Kata kunci: badak jawa, palatabilitas, nutrien, kecernaan

Page 2: STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS … · STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS PAKAN, DAN ... air, nutrien, energi dari pakan pada bulan-bulan dengan jumlah

48

Study of movement, palatability, feed quality , nutrient digestibility, and risk of

lantadene toxicity in Javan rhinoceros in Ujung Kulon National Park

Abstract

Javan rhinoceros (Rhinoceros sondaicus) is a critically endangered species

living in Ujung Kulon National Park, Banten Indonesia. The condition of the current

habitat is predicted to undergo gradual changes due to natural succession that affects

the structures of vegetations. This species is a large herbivore that relies on the feed

plant type as the source of food, so the quality of these plants, as well as the nutrient

intake become a crucial factor determining the well being of the animal and nutrition

status needs to be included as part of the population monitoring. This research is

designed for mapping the movement patterns (trajectory) and their correlation with

feed diversity and the abundance of the wallow holes. This research also measured

feed palatability, feed quality, nutrient digestibility, the risk of toxin intake from

Lantana camara consumption, as well as NaCl availability. Palatability was

determined by selecting the five feed plants with the highest amount of consumption

from each rhino based on the estimation of browse marks. Proximate analysis was

done to determine the nutrient quality form each feed plant. Lantadene toxin intake

was calculated by multiplying the calculated feed intake (in gram) with toxin contents

based on references. NaCl content was determined using tirimetric method done on

mud samples from wallow sites, while acid insolubel ash (AIA) is used as indicator in

measuring the digestibility. The result showed that feed plants with high palatability

(most liked), identification of feed plants with high nutritional values, and there was

an indication of low water, nutrien, and energy intake at certain times during months

with low rain occurences (dry) in October 2009 and March 2010. Lantaden toxin

intake was relatively small to cause clinical implications to the rhino (23.63 mg/day).

The possible intervention to overcome the situation is to enhance the feed availability

as well as to improve feed quality by replenishing high quality feed plants consisting

of: Moringa citrifolia, Callicarpa longifolia, Chisocheton microcarphus, (high

protein); Alstonia angustiloba, Callicarpa longifolia, Macaranga spp, (high fat);

Derris thyorsifolia, Pterospermum javanicum, Percampyulus glances, (high energy);

Paederia scandens, Alstonia scholaris, Costus speciosus (high water). These plants

should ideally be planted in the density of: 15 plants per hectare (tree forms) to 5,406

plants per hectara (seedling forms) to ensure availability of these plants for the

rhinoceros.

Key words: Javan rhinoceros, palatability, nutrients, digestibility

Page 3: STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS … · STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS PAKAN, DAN ... air, nutrien, energi dari pakan pada bulan-bulan dengan jumlah

49

Pendahuluan

Dari seluruh habitat badak yang ada di dunia, Taman Nasional Ujung Kulon

merupakan satu-satunya habitat yang dihuni oleh badak jawa. Walaupun kondisi

ekosistem di Taman Nasional ini bukanlah kondisi yang paling ideal bagi badak jawa

karena kondisi vegetasi yang berubah (suksesi) dan juga kondisi ketersediaan air yang

sangat terbatas di musim kering,dengan demikian, faktor nutrisi merupakan faktor

penting yang perlu dipelajari dari badak jawa. Nutrisi merupakan faktor penentu dari

kemampuan hewan untuk bertahan hidup, beradaptasi, serta bertahan terhadap

cekaman yang muncul dalam kehidupan sehari-hari.

Pengamatan pada badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) yang dilakukan

oleh Mundiany et al.(2005) menunjukkan bahwa konsumsi berat kering harian setiap

ekor badak berada pada angka 3-4% dari berat badannya dengan kecernaan bahan

kering mencapai 57.49% sampai 80.45%.Badak sumatera menyukai 37 jenis pakan

yang tersedia secara alami di hutan yang antara lain terdiri dari: cakar elang

(Gardenia tubifera), soka merah (Psychotria angulata), sulangkar (Leea sambucina),

waru (Hibiscus tiliaceus), dan kasapan (Croton caudatus). Tumbuhan sulangkar dan

waru merupakan jenis tumbuhan yang juga disukai oleh badak jawa.

Dengan jumlah populasi yang kecil yaitu dalam kisaran 32-47 ekor (Hariyadi

et al. 2011), kemampuan badak jawa untuk bertahan hidup, beradaptasi, mentolerir

cekaman, serta pada akhirnya kemampuan untuk bertahan terhadap penyakit menjadi

faktor yang sangat penting dalam menentukan kemampuan spesies ini untuk terus

bertahan hidup dan bertahan dari kepunahan. Terlebih lagi, faktor nutrisi merupakan

faktor yang sangat penting dalam proses perkembang biakan yang kemampuannya

ditentukan oleh kemampuan sistem tubuh untuk mensintesis hormon reproduksi

(hormon steroid) yang bahan dasarnya diperoleh dari asupan nutrien seperti glukosa

dan asam lemak (Koolman & Röhm, 2001).

Permasalahan yang dihadapai dalam pengelolaan badak jawa adalah

kurangnya data dan informasi mengenai kondisi habitat serta implikasinya pada status

nutrisi pada badak jawa. Rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam kajian nutrisi dan

kecernaan ini memberikan tambahan informasi yang antara lain terdiri dari: pola

pergerakan badak yang dicatat oleh pengamat yang mengikuti pergerakan badak dari

hari ke hari, keragaman pakan dari setiap ekor badak, dan persentase asupan nutrien

dari setiap ekor badak. Informasi ini merupakan basis yang digunakan sebagai

Page 4: STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS … · STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS PAKAN, DAN ... air, nutrien, energi dari pakan pada bulan-bulan dengan jumlah

50

landasan dan acuan dalam merancang kajian-kajian dan analisis dalam bab-bab

selanjutnya. Palatabilitias, pendugaan jumlah asupan, dan identifikasi antinutrisi

(toksin) merupakan informasi kunci yang dihasilkan dalam kajian penelitian ini.

Tujuan Penelitian

Status nutrisi merupakan kunci keberlangsungan hidup badak jawa di Taman

Nasional Ujung Kulon, namun ironisnya perangkat dan protokol pemantauan yang

memungkinkan pihak pengelola untuk mendapatkan informasi terkait status nutrisi ini

belum tersedia. Mempertimbangkan adanya kebutuhan untuk mengembangkan suatu

protokol pemantauan status nutrisi secara intensif yang dapat diterapkan untuk satwa

langka seperti badak jawa, maka penelitian ini bertujuan untuk menyusun protokol

pemantauan yang memberikan informasi mengenai:

1. Pola pergerakan, ruang jelajah, dan lintasan badak di habitatnya

(trajektori) sebagai basis dari pengamatan asupan pakan yang terjadi di

alam.

2. Keragaman pakan yang digemari (palatabilitas) badak obyek penelitian ini

3. Kualitas dan kuantitas asupan nutrien yang didapat badak jawa

4. Kecernaan bahan kering pakan

5. Ketersediaan garam di lokasi kubangan

6. Risiko toksisitas tumbuhan Lantana camara

Penelitian ini dirancang untuk menguji hipotesis bahwa kondisi habitat di Taman

Nasional Ujung Kulon merupakan daerah dengan daya dukung yang kurang memadai

bagi badak jawa.

Page 5: STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS … · STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS PAKAN, DAN ... air, nutrien, energi dari pakan pada bulan-bulan dengan jumlah

51

Bahan dan Metode

Penelitian di Taman Nasional Ujung Kulon dilakukan untuk mempelajari:

komposisi pakan, palatabilitas, konsumsi, dan kecernaan tiga individu badak jawa

(Individu kode: 12, 13, dan 18) berkelamin jantan yang diikuti secara intensif selama

6 hari setiap bulannya dalam periode pengamatan bulan Oktober 2009 sampai April

2010. Penelitian ini menggunakan badak jantan sebagai sampel dengan pertimbangan

sebagai berikut:

1. Badak jantan memiliki pola ruang jelajah yang relatif konsisten sepanjang

waktu dibandingkan betina karena tidak dipengaruhi oleh masa

kebuntingan dan pengasuhan anak (White et al. 2007),maka pola

pergerakan dan profil diet setiap ekor badak yang diamati merupakan satu

hal yang dapat mewakili kondisi normal.

2. Badak jantan memiliki jumlah lebih banyak dibanding badak betina

dengan rasio 3:2 yaitu 16 jantan dan 11 betina (Hariyadi et al. 2011),

sehingga peluang untuk menemukan badak jantan akan lebih tinggi

dibandingkan dengan peluang untuk menemukan badak betina.

3. Badak yang dipilih dalam penelitian ini memiliki ruang jelajah yang datar

dan memungkinkan pengumpulan feses untuk analisis AIA.

Ruang Jelajah Badak Jawa

Tiga individu badak jawa jantan dewasa yang dipilih sebagai contoh dalam

penelitian ini sudah tercatat melalui kegiatan video trap WWF Indonesia periode

April 2008 – Juni 2009 dan setiap individu mewakili daerah konsentrasi yang berbeda

di semenanjung Taman Nasional Ujung Kulon. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Sriyanto et al. (1995), individu 12 mewakili daerah konsentrasi 3

dengan kepadatan tinggi di area selatan, individu 18 mewakili daerah konsentrasi 1

dengan kepadatan sedang di area barat, sementara individu 13 mewakili daerah

konsentrasi 4 dengan kepadatan rendah di area utara. Ketiga daerah ini memiliki

struktur vegetasi dengan kepadatan tumbuhan yang berbeda (7.000 – 17.000

individu/ha untuk tumbuhan bawah; 5.200 – 8.400 individu/ha tumbuhan semai; 650-

1.200 individu/ha tumbuhan pancang; 80-180 individu/ha untuk tumbuhan tiang; dan

Page 6: STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS … · STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS PAKAN, DAN ... air, nutrien, energi dari pakan pada bulan-bulan dengan jumlah

52

70-50 individu/ha untuk tumbuhan pohon) seperti ditampilkan pada Tabel 2 yang

disusun berdasarkan analisis vegetasi yang dilakukan oleh Rahmat et al.(2007).

Ketiga individu badak jantan yang digunakan sebagai contoh dalam penelitian ini

ditampilkan dalam Gambar 8. Rahmat et al. (2007) mencatat 231 jenis tumbuhan di

ruang jelajah badak, dan 184 diantaranya (80%) merupakan tumbuhan makanan

badak jawa.

Tabel 2. Jenis vegetasi tumbuhan paling dominan di lokasi ruang jelajah badak jawa.

Badak Vegetasi dominan

Bawah Semai Pancang Tiang Pohon

12 Donax canaeformis Leea sambucina Arenga obtusifolia Arenga obtusifolia Hibiscus tiliaceus

13 D melanochaetis Leea sambucina E polyantha Ardisia humilis B arborescens

18 D melanochaetis E polycntha Ardisia humilis Cerbera manghas Vitex pubescens

Sumber: Rahmat et al. (2007)

Informasi lintasan badak didapatkan dengan cara mengikuti setiap badak

secara langsung di jalur lintasan masing-masing yang telah diidentifikasi sebelumnya.

Untuk menghindari cekaman terhadap badak akibat keberadaan pengamat yang terlalu

dekat dengan badak, maka pengamat mengikuti pergerakan badak dalam jarak yang

cukup jauh yaitu sekitar 24-30 jam di belakang badak yang diikuti. Jarak ini

menempatkan pengamat dalam jarak yang relatif aman dan tidak dapat terdeteksi oleh

badak baik melalui penciuman, pendengaran, maupun penglihatan. Lokasi terjadinya

kontak visual pertama dengan badak dan verifikasi atas identitas badak (kode

individu: 12, 3, dan 18) didefinisikan sebagai titik awal. Pengambilan data

pengamatan dilakukan mulai dari titik awal ini yang kemudian dilanjutkan dengan

penelusuran jejak selama 1-3 bulan (minimal enam hari intensif setiap bulannya)

mengikuti ruang jelajah masing-masing badak. Titik akhir pengamatan didefinisikan

sebagai lokasi yang sama yaitu sampai badak kembali ke titik awal sehingga saat

dipetakan lintasan badak tersebut membentuk suatu lingkaran yang realatif tertutup

(temu gelang).

Page 7: STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS … · STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS PAKAN, DAN ... air, nutrien, energi dari pakan pada bulan-bulan dengan jumlah

53

A

B

C

Gambar 8. Tiga ekor badak jantan yang dipilih sebagai obyek penelitian: badak

nomor 12 (A), nomor 13(B), dan nomor 18(C). Foto: Balai Taman

Nasional Ujung Kulon-WWF Indonesia (2010)

Informasi koordinat temuan jejak dan trajektori badak direkam dalam alat GPS

(Global Positioning system) Garmin 76CSX dan kemudian diterjemahkan ke dalam

peta digital untuk menggambarkan ruang jelajah badak secara visual, serta

memastikan bahwa badak telah diikuti secara penuh sampai kembali ke titik awal

(temu gelang) selama 7 bulan pengamatan dari bulan Oktober 2009 sampai bulan

April 2010. Luas ruang jelajah dan jarak tempuh yang ditunjukkan oleh ketiga ekor

badak sampel dibandingkan dengan pola asupan serta nutrisi untuk mendapatkan

korelasi antara keempat parameter di atas.

Page 8: STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS … · STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS PAKAN, DAN ... air, nutrien, energi dari pakan pada bulan-bulan dengan jumlah

54

Palatabilitas

Palatabilitas ditentukan dengan memilih jenis tumbuhan pakan dengan

kuantitas terbanyak berdasarkan estimasi ragutan di lokasi tempat makan badak

(rumpang). Lima jenis tumbuhan pakan dengan jumlah ragutan terbanyak dari setiap

ekor badak dikategorikan sebagai tumbuhan dengan palatabilitas tinggi, dan

penggabungan dari tumbuhan palatabilitas tinggi dari setiap ekor badak digabungkan

untuk mewakili palatabilitas dari sampel populasi badak yang diamati dalam

penelitian ini.

Data dikumpulkan dengan cara mengikuti lintasan, mengidentifikasi rumpang

(lahan pakan), mengidentifikasi bekas ragutan untuk memastikan aktifitas makan,

mencatat, dan menimbang bekas makan (feeding marks). Pengamatan seperti ini

mengikuti metode yang pernah dilakukan Birkett & Stevens-Wood (2005) untuk

memberikan informasi tentang komposisi pakan kesukaan dari tiap individu. Gambar

9 menunjukkan kondisi lahan pakan badak yang ada di ekosistem Taman Nasional

Ujung Kulon.

A

B

Gambar 9. Kondisi lahan pakan badak (rumpang) dengan perbandingan tinggi

tumbuhan pakan dan manusia (A) serta kondisi rumpang yang relatif

terbuka dibandingkan areal pepohonan di sekitarnya (B). Foto:

RSetiawan – WWF Indonesia (2009).

Page 9: STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS … · STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS PAKAN, DAN ... air, nutrien, energi dari pakan pada bulan-bulan dengan jumlah

55

Tiga kelompok pengamat yang masing-masing terdiri dari lima orang

mencatat jenis tumbuhan yang dimakan oleh badak dan mengukur (dengan

pendugaan) banyaknya tumbuhan pakan yang dikonsumsi oleh badak-badak tersebut.

Pendugaan ini dilakukan dengan memperkirakan banyaknya tumbuhan yang dimakan

badak dan menimbang tumbuhan tersebut untuk menduga berat pakan yang dimakan

oleh masing-masing badak dalam periode pengamatan. Bekas ragutan badak dapat

dibedakan dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi hewan besar selain badak yang memiliki perilaku makan

mirip dengan badak Jawa. Salah satu hewan ini adalah banteng (Bos

javanicus) yang juga menjelajahi daerah badak dan memakan beberapa

jenis tumbuhan yang sama dengan badak. Membedakan bekas ragutan

badak dengan bekas ragutan hewan lain. Bekas ragutan badak memiliki

karakteristik berupa potongan dahan dan ranting yang mirip seperti

pemotongan dengan menggunakan gunting tumpul. Hal ini terjadi karena

karakteristik anatomi rahang dan perilaku makan badak yang

menggunakan bibir atas (prehensil) untuk menggenggam dahan dan

ranting serta memangkas dahan dan ranting tersebut dengan menggunakan

gigi seri yang berada di rahang bawahnya.

2. Mengikuti pergerakan badak berdasarkan lokasi pakan dan bekas ragutan

untuk mendapatkan informasi mengenai ruang jelajah yang digunakan

setiap ekor badak.

3. Identifikasi dan pendugaan jumlah tumbuhan yang diragut dilakukan

dengan mengamati bekas ragutan, mengambil sebagian tumbuhan dari

ranting lain (sampel) untuk menyamai dengan bekas ragutan, dan

menimbang sampel tersebut dalam keadaan segar, kering jemur, dan

kering akhir.

Kualitas Pakan

Sampel tumbuhan pakan yang telah diidentifikasi dan dipilih kemudiandikirim

ke laboratorium Balai Penelitian Ternak (Balitnak) di Ciawi, Bogor untuk menjalani

analisis proksimat untuk mendapatkan data kandungan air, protein dan lemak dari

setiap jenis tumbuhan pakan. Sampel tumbuhan pakan juga dianalisis dengan bom

kalorimeter untuk mengukur energi yang terkandung.

Page 10: STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS … · STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS PAKAN, DAN ... air, nutrien, energi dari pakan pada bulan-bulan dengan jumlah

56

Asupan nutrien dihitung berdasarkan konsumsi kering (KBK) yang dikalikan

dengan jumlah nutrien (protein dan lemak) dan energi hasil dari analisis

proksimat.Asupan nutrien ini disajikan dalam satuan g/hari bagi setiap individu,

sementara asupan energi disajikan dalam satuan kilokalori (kkal) per hari untuk setiap

ekor badak. Informasi tersebut merupakan basis yang digunakan dalam analisis

nutrien dan perbandingan dengan hewan model pada penelitian berikutnya.

Penghitungan kadar air dari tumbuhan pakan (dalam persen) dilakukan dengan

menghitung selisih berat segar dengan berat kering jemur serta menghitung persen

penyusutan yang terjadi untuk menentukan kadar air. Pengukuran berat kering akhir

sampel tumbuhan pakan dilakukan di laboratorium Balitnak Ciawi dan berat kering

akhir ini didapatkan setelah pengeringan dalam oven dengan suhu 105o C sampai

mencapai berat konstan.

Total kadar air tumbuhan pakan kemudian dihitung berdasarkan penjumlahan

dari kadar air antara berat segar dengan berat kering jemur dengan kadar air yang

terukur dari berat kering akhir hasil analisis laboratorium menggunakan metode

gravimetri.

Konsumsi Pakan

Pengamatan dilakukan dengan mengidentifikasi jenis tumbuhan pakan serta

memastikan adanya bekas ragutan. Badak jawa meragut tumbuhan pakan dengan cara

memegang ranting tumbuhan tersebut dengan bibir atas (prehensil) dan kemudian

memotong/memangkas bagian ranting tersebut dengan gigi insisor bawah yang

memiliki bagian tajam. Cara pemangkasan tumbuhan seperti ini memberikan tanda

bekas ragutan yang memiliki ciri sebagai berikut:

1. Tumbuhan menunjukkan adanya bagian yang lebih pendek dibanding

dengan bagian tumbuhan lainnya

2. Dahan atau ranting yang dipangkas menunjukkan adanya bekas potongan

yang halus seperti digunting.

Pendugaan jumlah dan jenistumbuhan yang dikonsumsi oleh badak dilakukan

dengan cara memotong bagian dahan ataupun ranting dari tumbuhan yang sama

sampai kira-kira ke titik bekas ragutan berada. Bagian tumbuhan ini kemudian

ditimbang untuk mendapatkan berat segar dari bagian dahan dan ranting tersebut.

Prosedur ini dilakukan pada bagian tumbuhan lainnya yang menunjukkan adanya

Page 11: STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS … · STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS PAKAN, DAN ... air, nutrien, energi dari pakan pada bulan-bulan dengan jumlah

57

bekas ragutan. Total jumlah dahan dan ranting yang ditimbang ini merupakan

estimasi dari jumlah asupan pakan badak dari satu lokasi rumpang (areal pakan).

Pengamat memperhatikan dan memperkirakan usia bekas ragutan yang ada

pada tumbuhan tersebut untuk memastikan bahwa ragutan tersebut merupakan bekas

aktifitas makan yang dilakukan dalam periode pengamatan (maksimum 30 jam yang

lalu) dan bukan merupakan bekas aktifitas makan yang dilakukan oleh badak di luar

periode waktu ini.

Kuantitas asupan berupa konsumsi bahan kering (KBK) ditentukan dengan

menggunakan referensi literatur. Dengan mengacu kepada informasi konsumsi berat

kering pada badak india menurut Clauss et al. (2005) yang berada pada rentang 0.8-

1.3% dari berat badan per hari, maka konsumsi berat kering (KBK) harian pada

badak jawa diasumsikan berada pada tingkat 1% dari berat badan yang merupakan

nilai tengah dalam rentang tersebut. Berat badan badak dalam penelitian ini

diestimasi berdasarkan ukuran jejak yang dibandingkan dengan estimasi usia dan

berat berdasarkan tabel regresi yang disusun oleh Purchase (2007) dan ditentukan

sebagai berikut:

• Badak 12 (dewasa tua>65-70 bulan): 1,000 kg

• Badak 13 (dewasa sekitar >50 tahun): 1,000 kg

• Badak 18 (muda>25 bulan): 700 kg

Langkah-langkah ini menghasilkan informasi mengenai komposisi jenis

tumbuhan yang dikonsumsi, pendugaan jumlah pakan segar dan bahan kering yang

dikonsumsi (dalam kg). Berikut ini metode uji yang digunakan dalam analisis

proksimat untuk mengukur: kadar air (gravimetrik), nutrien protein (Kjeldahl) dan

lemak (ekstraksi dengan sokslet), energi, serat kasar, kalsium, fosfor, AIA, dan tannin

dari sampel pakan yang telah dikeringkan.

Page 12: STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS … · STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS PAKAN, DAN ... air, nutrien, energi dari pakan pada bulan-bulan dengan jumlah

58

Metode Uji

Air : IKM 01 (gravimetri)

Protein : IKM 02 (Kjelhdahl destruksi – autoanalisis)

Lemak : IKM 03 (gravimetri dan ekstraksi dengan soxlet)

Energi : IKM 04 (bomb kalorimeter )

Serat Kasar : IKM 05 (ekstraksi asam dan basa)

Abu : IKM 06 (gravimetri)

Ca : IKM 09 (AAS )

P : IKM 10 (spektrofotometri )

AIA : (gravimetri )

Tanin : (Spektrofotometri )

Kecernaan

Pengukuran kecernaan dilakukan dengan metode Van Keulen dan Young

(1977) penghitungan koefisien penyerapan (persen kecernaan) dilakukan dengan

mengukur selisih kandungan AIA (acid insoluble ash) pada asupan pakan dengan

feses. Hal ini sangat cocok untuk diterapkan dalam penelitian satwa liar seperti badak

jawa yang hanya dapat dipelajari di habitat alaminya sehingga metode penghitungan

koefisien kecernaan berdasarkan koleksi feses total (total fecal collection) hampir

tidak mungkin untuk dilakukan.

Pengambilan feses dilakukan dengan tata cara pengambilan yang menjamin

tersedianya sampel feses segar lengkap dengan informasi pendukung yang diperlukan

sebagaimana yang telah dilakukan oleh Fernando et al. (2004). Prosedur

pengumpulan sampel terdiri dari kegiatan-kegiatan di bawah ini:

1. Mencari dan menemukan feses badak jawa yang terbaru atau sesegar

mungkin, dengan cara menyusuri jejak badak terbaru (usia jejak di bawah

tiga hari). Usia jejak dikenali dengan memperhatikan keutuhan jejak,

kesegaran tanah, adanya sisa-sisa daun, dan keberadaan jamur yang tumbuh

di dalam jejak. Usia jejak yang segar biasanya memiliki bentuk yang utuh

sebagaimana ditampilkan dalam Gambar 10 dan tidak terdapat sisa daun

(serasah) ataupun jamur.

2. Memperhatikan letak feses serta memastikan bahwa sampel feses tersebut

tidak berada di aliran air sungai/terapung dikubangan. Perlu dipastikan juga

bahwa gumpalan feses (boli) yang ditemukan berada dalam kondisi utuh

tidak rusak akibat hujan.

Page 13: STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS … · STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS PAKAN, DAN ... air, nutrien, energi dari pakan pada bulan-bulan dengan jumlah

59

3. Pengambilan sampel feses dilakukan dengan mengambil beberapa boli feses

dan menyimpannya dalam kantong plastik bersegel (plastik klip)

4. Peneliti mengisi lembar data informasi mengenai temuan contoh feses yang

meliputi; tanggal, waktu, koordinat posisi, lokasi, tipe vegetasi dominan,

temuan tapak dan arahnya

5. Peneliti mencatat informasi detil tentang sampel feses tersebut yang terdiri

dari: kondisi feses (letaknya ternaung atau daerah terbuka, apakah dekat

aliran sungai, keadaan kering atau basah, prakiraan usia, jumlah boli dalam

satu tumpukan, apakah tersebar atau mengumpul, adanya dekomposer, bau

dan rata-rata diameter boli) juga perlu diketahui prakiraan jarak dari feses

sebelumnya, dari aliran sungai, dari kubangan dan dari transek.

6. Peneliti juga mencatat informasi lain seperti: tapak satwa lainnya, adanya

tumpukan feses yang berdekatan tetapi berbeda ukuran, dan lain sebagainya

Gambar 10. Contoh jejak badak yang relatif segar. Badak berada di lokasi ini 12

jam sebelum jejak ditemukan. Foto: Ahariyadi-WWF Indonesia (2007)

Feses badak ditemukan dalam bentuk tumpukan yang terdiri dari beberapa

gumpalan feses berbentuk bola (boli), dan kesegaran feses tersebut dapat ditentukan

dari warna, kelembaban, serta keberadaan serangga yang mengelilinginya. Feses

segar biasanya berwarna coklat kehijauan dengan kelembaban permukaan yang khas

karena masih mengandung lapisan lendir (tidak lebih dari satu jam sejak ekskresi),

serta masih banyak dikelilingi serangga lalat. Dua buah boli dari setiap tumpukan

Page 14: STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS … · STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS PAKAN, DAN ... air, nutrien, energi dari pakan pada bulan-bulan dengan jumlah

60

segar diambil sebagai sampel untuk analisis. Sampel ini kemudian ditimbang untuk

mendapatkan berat feses segar.

Keseluruhan sampel feses yang diekskresikan setiap hari oleh individu badak

dalam penelitian ini dikumpulkan dan ditimbang dalam keadaan basah untuk

mendapatkan berat feses segar, dan kemudian dikeringkan dengan menjemurnya di

udara terbuka sampai sampel dapat dilihat lebih kering. Sampel feses tersebut

kemudian ditimbang kembali untuk mendapatkan berat feses kering udara.

Sampel feses untuk mengukur pengeringan diambil dengan cara memilih

tumpukan boli yang relatif paling segar dan utuh dengan memperoleh kualitas sampel

feses yang baik. Maksimal 10% dari jumlah feses yang ada dalam tumpukan tersebut

diambil secara manual, dan sisa tumpukan feses dibiarkan berada di lokasi tersebut

agar tidak mempengaruhi fungsi tumpukan feses dalam penandaaan ruang jelajah

yang dilakukan oleh badak. Penghitungan penyusutan berat kering sampel feses dan

tumbuhan pakan dilakukan dengan menimbang berat basah di lapangan, berat kering

udara setelah mengalami penjemuran di bawah sinar matahari sampai berat menjadi

konstan, dan berat kering akhir setelah mengalami pengeringan dengan oven bersuhu

105o sampai mencapai berat konstan. Dalam kondisi ini sampel siap dianalisis lebih

lanjut di laboratorium untuk pengukuran AIA dari feses dalam kondisi kering akhir.

Hal yang sama juga dilakukan terhadap sampel tumbuhan pakan yang diragut

oleh badak untuk mendapatkan pengukuran AIA dari masing-masing jenis tumbuhan

pakan tersebut.

Metode AIA (Acid Insoluble Ash) Menurut Van Keulen & Young (1977)

Pengukuran AIA dilakukan dengan menggunakan 2 g sampel (pakan dan/atau

feses) yang diabukan pada suhu 600oC. Lalu abu dimasukkan dalam piala gelas dan

ditambah 25 ml HCl 2N dan dididihkan hingga volume awal menjadi kira-kira

setengahnya. Abu disaring ke dalam Crucible (yang sudah diketahui bobotnya).

Endapan dicuci dengan air suling panas (85-100oC) sampai bebas asam. Hasil

saringan diabukan lagi dan kemudian berat abu yang tidak larut dalam asam hasil

proses ini ditimbang dan dihitung dengan menggunakan rumus yang berlaku untuk

feses dan pakan sebagai berikut:

Persen AIA = berat abu yang tidak larut dalam asam x 100%

Berat sampel

Page 15: STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS … · STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS PAKAN, DAN ... air, nutrien, energi dari pakan pada bulan-bulan dengan jumlah

61

Sementara dengan banyaknya AIA pada fese, maka penghitungan kecernaan berat

kering dilakukan dengan menggunakan rumus:

AIA feses – AIA pakan yang dikonsumsi x 100%

AIA feses

Analisis AIA ini dikoreksi dengan menggunakan faktor koreksi sebesar 10%

seperti yang digunakan dalam beberapa analisis kecernaan menggunakan metode AIA

(Mainka et al. 1989; Sims et al. 2007). Faktor koreksi ini perlu digunakan dalam

menghitung kecernaan berat kering mengingat adanya variasai akibat proses dehidrasi

saat konversi dari asupan segar menjadi asupan kering (Sims et al. 2007). Mainka et

al. (1989) menggunakan angka 10% sebagai faktor koreksi untuk memperhitungkan

dehidrasi.

Risiko Toksisitas dari Konsumsi Lantana camara

Kandungan antinutrisi lantaden dalam setiap gram kering tumbuhan Lantana

camara dihitung berdasarakan informasi yang disampaikan oleh Sharma et al.(2000)

yang mengidentifikasi adanya lantaden dari berat kering tumbuhan Lantana camara.

Kandungan lantaden dalam tumbuhan Lantana kering didefinisikan sebagai jumlah

lantaden yang telah diukur dalam studi laboratorium yaitu: 1,930.4 mg/100g Lantana

kering. Penghitungan asupan lantaden dilakukan dengan mengukur berat kering

konsumsi harian Lantana camara pada setiap ekor badak dan mengalikan jumlah

tersebut dengan kandungan Lantaden. Perhitungan tersebut dikompilasi dalam rumus

sebagai berikut:

Asupan lantanden = konsumsi bahan kering x kandungan lantaden

(mg/ekor/hari) (gram kering/ekor/hari) (mg/100g)

100

Ketersediaan Garam

Empat kubangan di wilayah jelajah ketiga ekor badak dipilih berdasarkan

status kubangan yang merupakan kubangan aktif (masih digunakan oleh badak paling

tidak dalam 1 bulan terakhir). Untuk memastikan ketersediaan kandungan mineral

NaCl dalam tanah di sekitar kubangan, maka sampel tanah dari beberapa kubangan di

wilayah jelajah ketiga ekor badak tersebut dikumpulkan dengan menggunakan pipa

Page 16: STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS … · STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS PAKAN, DAN ... air, nutrien, energi dari pakan pada bulan-bulan dengan jumlah

62

PVC berukuran diameter 1.75 cm (0.5 inci) yang ditancapkan sedalam 10 sentimeter

ke dalam lumpur di tepi kubangan. Lumpur yang mengisi pipa tersebut didorong

keluar dan dikumpulkan dalam kantong plastik untuk dianalisis lebih lanjut dengan

metode titrimetrik di laboratorium SUCOFINDO Cilegon Banten.

Analisis Data

Data disajikan secara deskriptif dan korelasi antara jarak tempuh dengan keragaman

pakan yang tersedia dianalisis menggunakan koefisien korelasi Pearson.

Page 17: STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS … · STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS PAKAN, DAN ... air, nutrien, energi dari pakan pada bulan-bulan dengan jumlah

63

Hasil dan Pembahasan

Karakteristik Ruang Jelajah Badak Jawa

Penyusuran jejak dengan mengikuti jalur lintasan badak (trajektori)

menunjukkan bahwa ketiga badak jantan yang dipilih sebagai obyek penelitian

memiliki jarak dan ruang jelajah yang berbeda. Perbedaan ini disebabkan adanya

perbedaan ketersediaan pakan, air, dan kubangan. Bentuk ruang jelajah dari masing-

masing badak disajikan dalam Gambar 11. Hubungan antara luas ruang jelajah

dengan kondisi habitat ini dipertegas dengan adanya korelasi positif yang kuat (R=

0.9971) antara luas ruang jelajah badak dalam hektar dengan keragaman asupan pakan

(jumlah pakan yang dimakan) serta korelasi positif yang kuat pula (R = 0.9998) antara

luas ruang jelajah tersebut dengan jumlah kubangan yang digunakan (15 kubangan di

wilayah badak nomor 12; 25 kubangan di wilayah badak nomor 18; 33 kubangan di

wilayah badak nomor 13). Dari data yang ada dapat dilihat bahwa individu 12 yang

berada pada daerah yang memiliki kepadatan populasi tinggi di daerah selatan

semenanjung memiliki ruang jelajah yang lebih sempit (169 ha), sementara individu

13 dan 18 yang masing-masing berada di daerah dengan kepadatan populasi rendah

dan sedang memiliki ruang jelajah yang lebih luas (974 ha dan 631 ha).

Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa pada area dengan konsentrasi

kepadatan tinggi di area selatan (individu no 12) badak cenderung memiliki ruang

jelajah yang kecil, sementara pada area dengan konsentrasi kepadatan rendah di utara

(individu 13) badak menunjukkan ruang jelajah yang relatif besar. Berdasarkan

catatan ini dapat dilihat adanya indikasi bahwa tingkat kepadatan populasi (kualitatif)

memiliki korelasi negatif dengan luasnya ruang jelajah.

Dinerstein (2003) mencatat dari spesies badak di India dan Nepal (Rhinoceros

unicornis) bahwa badak jantan cenderung untuk memiliki ruang jelajah yang tidak

saling bersinggungan dengan pejantan lainnya. Sebaliknya, badak betina

menunjukkan persinggungan yang cukup besar dengan badak jantan. Dinerstein

(2003) juga mencatat bahwa ruang jelajah badak cenderung berubah menjadi lebih

besar pada musim kering dan berubah menjadi lebih sempit di musim hujan.

Berdasarkan informasi ini, maka pada kondisi badak jawa dalam penelitian ini ada

dua faktor yang mempengaruhi ruang jelajah badak yaitu faktor teritorial dan faktor

ketersediaan sumber daya pakan, dan kemungkinan situasi yang terjadi pada badak

jawa:

Page 18: STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS … · STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS PAKAN, DAN ... air, nutrien, energi dari pakan pada bulan-bulan dengan jumlah

64

1. Faktor teritorial: Badak jantan cenderung mempertahankan ruang

jelajahnya sehingga di daerah dengan populasi padat (dan kemungkinan

ada kehadiran badak jantan lainnya) badak memperkecil luas ruang

jelajahnya walaupun persinggungan antara ruang jelajah dua ekor badak

atau lebih sangat mungkin untuk terjadi.

2. Faktor ketersediaan sumber daya: daerah tersebut memiliki kelimpahan

dalam ketersediaan pakan, kubangan, air, dan/atau mineral yang memadai

sehingga badak tidak perlu memiliki ruang jelajah yang luas dan

memungkinkan lebih banyak individu badak yang dapat mendiami suatu

lokasi.

Berdasarkan informasi perilaku dari kamera video otomatis dapat dilihat

bahwa, selain pada musim kawin, badak hampir tidak pernah menunjukkan interaksi

negatif (agresi) sesama spesies, bahkan beberapa data menunjukkan bahwa interaksi

positif terjadi antara dua individu dewasa. Berdasarkan pengamatan bahwa perbedaan

luas ruang jelajah kemungkinan besar diakibatkan oleh faktor yang disajikan pada

butir 2 di atas. Faktor habitat yang menentukan luasnya ruang jelajah dan bukan

faktor perilaku. Rangkuman luas ruang jelajah dan jarak tempuh badak dalam

penelitian ini disajikan dalam Tabel 3. Analisis korelasi menggunakan koefisien

Pearson menunjukkan bahwa ruang jelajah berkorelasi positif kuat dengan keragaman

pakan (R= 0.9971) dan juga dengan jumlah kubangan (R=0.9998).

Tabel 3. Rangkuman luas ruang jelajah dan jarak tempuh tiap ekor badak

Badak no Luas ruang jelajah (ha) Total Jarak tempuh (km)

12 169 26.40

13 974 45.93

18 631 44.70

Page 19: STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS … · STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS PAKAN, DAN ... air, nutrien, energi dari pakan pada bulan-bulan dengan jumlah

65

A

B

C

Gambar 11. Pola lintasan badak no 13 di Utara (A), badak 18 di Barat (B), dan

badak no 12 di Selatan (C) beserta aktifitas dari masing-masing badak

sebagaimana tercatat dalam survei lapangan.

Page 20: STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS … · STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS PAKAN, DAN ... air, nutrien, energi dari pakan pada bulan-bulan dengan jumlah

66

Palatabilitas dan Keragaman Pakan

Beberapa contoh tumbuhan pakan badak jawa ditampilkan dalam Gambar 12

untuk menunjukkan jenis tumbuhan pakan berupa tumbuhan semak dengan daun

lebar.Kompilasi catatan tumbuhan pakan yang dikomsumsi oleh badak selama masa

pengamatan terdiri dari 108 jenis tumbuhan, dan 94 dari 108 jenis tumbuhan ini

dipilih sebagai perwakilan dari jenis tumbuhan pakan tersebut untuk menjalani

analisis proksimat di Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi, Bogor. Hasil analisis

proksimat tumbuhan pakan ini disajikan dalam Lampiran 2. Selain ruang jelajah yang

berbeda, setiap badak menunjukkan variasi palatabilitas jenis pakan yang berbeda-

beda pula sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 4. Perbandingan jenis tumbuhan

palatabilitas tinggi dengan data kelimpahan pakan yang dikumpulkan oleh Rahmat et

al. (2007) menunjukkan adanya indikasi keterkaitan antara tingkat palatabilitas

tumbuhan pakan dengan kelimpahannya di lokasi tersebut. Tumbuhan dengan

palatabilitas tinggi biasanya secara proporsional memiliki kelimpahan yang tinggi di

lokasi tersebut.

A B C

Gambar 12. Beberapa contoh tumbuhan pakan badak Jawa yang tercatat dalam

pengamatan di lapangan. Foto di atas menunjukkan jenis tumbuhan

tepus: Amomum sp (A), Rotan: Calamus sp (B), dan Mara: Mallotus

floribundus (C). Foto: Rsetiawan – WWF Indonesia (2009)

Page 21: STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS … · STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS PAKAN, DAN ... air, nutrien, energi dari pakan pada bulan-bulan dengan jumlah

67

Tabel 4. Badak jawa, lokasi, dan jenis pakan dengan palatabilitas tertinggi

(persentase konsumsi basah rata-rata per hari) selama pengamatan bulan

Oktober 2009 sampai April 2010.

Badak no Blok Palatabilitas tertinggi

12 B52 Leea sambucina, Dracontomelon puberulum,

Amomum megalocheilos, Spondias pinnata

13 B55 Zanthoxylum rhetsa, Lantana camara

18 B20 Diospyros macrophylla, Ficus hispida

Keterangan: Nama lokal disajikan dalam Tabel 5

Jenis-jenis tumbuhan yang memiliki palatabilitas tinggi memiliki kadar lemak

yang rendah (1.49-4.45%) dan energi yang memadai antara 3,521 – 4,151 kkal/kg.

Kadar lemak yang rendah merupakan faktor yang perlu diperhatikan mengingat lemak

adalah bahan baku dalam sintesa hormon steroid yang berperan penting dalam siklus

reproduksi badak jantan maupun betina (Koolman & Röhm 2001).

Kualitas dan Kuantitas Asupan Nutrien

Analisis proksimat menunjukkan kandungan air, nutrien (protein dan lemak),

serta energi dari masing-masing tumbuhan pakan dengan palatabilitas tinggi seperti

yang ditampilkan pada Tabel 5. Untuk melakukan penghitungan konsumsi bahan

kering (KBK) yang besarnya 1% BB dari setiap ekor badak.

Tabel 5. Komposisi nutrien dan energi dari tumbuhan pakan yang disukai badak jawa

(palatabilitas tinggi).

Tumbuhan pakan Rataan

Konsumsi

segar

(g/hr)

Air

(%)

Protein

(%)

Lemak

(%)

Energi

(kkal/kg) Nama Ilmiah Nama lokal

Leea sambucina Sulangkar 1,232.86 8.93 5.60 3.07 3,607

Dracontomelon p Dahu 66.09 10.51 9.84 1.49 3,906 Amomum

megalocheilos Tepus 845.50 9.58 10.24 1.63 4,151

Spondias pinnata Kedondong 257.73 9.42 9.16 2,62 3,005

Zanthoxylum

rhetsa

Kitanah 164.31 16.33 17.11 1.94 3,667

Diospyros

macrophylla Kicalung 70.71 9.85 10.96 1.96 4,098

Ficus hispida Bisoro 1,217.55 13.11 11.84 1.97 2,721

Lantana camara Cente 344.85 8.37 7.67 4.11 4,004

Keterangan: Kadar air merupakan kadar yang diukur setelah sampel tumbuhan

dikeringkan. Kadar air dalam tumbuhan segar memiliki angka 60-80%

lebih tinggi dibanding angka dalam tabel ini.

Page 22: STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS … · STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS PAKAN, DAN ... air, nutrien, energi dari pakan pada bulan-bulan dengan jumlah

68

Identifikasi Tumbuhan Pakan dengan Kualitas Nutrisi Tinggi

Identifikasi tumbuhan pakan dengan kualitas nutrisi yang tinggi dilakukan dengan

memilih jenis-jenis tumbuhan pakan dengan kandungan nutrien dan energi yang

paling tinggi berdasarkan data dari analisis proksimat. Jenis-jenis tumbuhan pakan ini

ditampilkan dalam Tabel 6 di bawah ini.

Tabel 6. Daftar tumbuhan pakan dengan kandungan air, nutrien dan energi tertinggi

Nama Ilmiah Nama Lokal Air

g/100g

Protein

g/100g

Lemak

g/100g

Energi

kkal/kg

Moringa citrifolia Cangkudu 7.38 23.39 6.30 4,460

Callicarpa longifolia Areuy

Katumpang 8.76 23.61 6.69 4,110

Chisocheton

microcarphus

Kilangir 8.65 20.64 6.00 4,656

Alstonia angustiloba Lame Peucang 8.26 17.11 8.61 4,358

Callicarpa longifolia Areuy

katumpang 8.76 23.61 6.69 4,110

Macaranga spp Mara 13.38 10.78 6.78 3,901

Derris thyorsifolia Areuy Kawao 7.12 15.22 2.83 4,718

Pterospermum

javanicum

Bayur 6.94 12.36 2.06 4,678

Percampyulus glances Geureung 8.56 16.37 2.49 4,702

Paederia scandens Areuy kipuak 55.17 4.97 0.95 1,951

Alstonia scholaris Lame koneng 61.08 3.83 2.18 2,090

Costus speciosus Pacing 45.86 5.30 0.57 2,247

Keterangan: Kadar air merupakan kadar yang diukur setelah sampel tumbuhan

dikeringkan. Kadar air dalam tumbuhan segar memiliki angka 60-80%

lebih tinggi dibanding angka dalam tabel ini.

Bila informasi pada Tabel 4 (palatabilitas pakan) dan informasi pada Tabel 6

(pakan dengan kualitas nutrisi tinggi) dibandingkan, maka dapat dilihat bahwa hanya

jenis tumbuhan pakan Zanthoxylum rhetsa (kitanah) yang merupakan tumbuhan

pakan dengan palatabilitas tinggi sekaligus juga tumbuhan dengan kandungan protein

tinggi setara dengan kandungan protein pada Alstonia angustiloba (lame peucang).

Fakta ini menunjukkan bahwa tumbuhan dengan kualitas yang paling baik belum

tentu merupakan makanan yang paling banyak dimakan oleh badak jawa. Hal

tersebut tergantung pada struktur vegetasi dengan ketersediaan pakan (kepadatan

tumbuhan pakn) dengan kualitas nutrisi yang baik ini. Dengan mengacu pada

kerapatan tumbuhan pakan yang disukai oleh badak jawa berdasarkan Rahmat et al.

Page 23: STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS … · STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS PAKAN, DAN ... air, nutrien, energi dari pakan pada bulan-bulan dengan jumlah

69

(2007), maka kerapatan masing-masing tumbuhan pakan berkualitas baik dalam Tabel

6 idealnya tersedia dalam kerapatan: 5,406 individu/ha (jenis tumbuhan bawah); 2,222

individu/ha untuk jenis semai ; 268 individu/ha untuk jenis pancang ; 32 individu/ha

untuk jenis tiang ; dan 15 individu per hektar untuk jenis pohon.

Konsumsi bahan kering berbanding lurus dengan asupan air, nutrien (lemak

dan protein), serta energi. Data asupan harian dari komponen-komponen yang terdiri

dari air, nutrien (protein & lemak), serta energi disajikan dalam Tabel 7. Data dari

Tabel ini menunjukkan bahwa ada fluktuasi asupan harian yang menyebabkan asupan

air, nutrient, dan energi tidak selalu tersedia dalam jumlah yang besar sepanjang

tahun.

Asupan air dari pakan berada pada tingkat yang rendah pada bulan November

(setelah musim kering di bulan Oktober); asupan protein menunjukkan titik terendah

di bulan Oktober (musim kering); asupan lemak menunjukkan titik terendah pada

bulan-bulan Oktober, November, Februari, Maret; dan asupan energi dapat dilihat ada

pada tingkat terendah pada bulan Desember. Fakta ini menunjukkan bahwa populasi

badak jawa menghadapi waktu-waktu tertentu saat terjadi keterbatasan air, nutrien,

dan energi.

Kompilasi perhitungan total konsumsi air, nutrien, serta energi dari setiap

badak sampel penelitian ini disajikan dalam Tabel 8. Analisis deskriptif pada rataan

asupan bahan kering harian pada ketiga ekor badak menunjukkan adanya perbedaan

antara badak 18 dengan kedua ekor badak lainnya (badak 12 dan 13). Hal ini

disebabkan karena perbedaan bobot tubuh antara badak dewasa (badak 12 dan badak

13) dengan badak muda (badak 18) yang memiliki bobot badan lebih kecil.

Page 24: STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS … · STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS PAKAN, DAN ... air, nutrien, energi dari pakan pada bulan-bulan dengan jumlah

70

Tabel 7. Data asupan nutrisi harian badak jawa

Individu Bulan

Asupan Harian (g/ek/h)

Air Protein Lemak Energi (Kal/ek/h)

BADAK 12 Oktober

6,817.47

803.37

249.00

36,698.43

November

6,782.38

1,132.47

238.38

38,123.76

Desember

3,271.27

1,061.48

277.83

38,065.81

Januari

3,843.73

1,333.57

288.78

37,306.61

Februari

6,214.17

1,257.08

246.22

39,878.90

Maret

3,271.98

1,169.00

280.77

40,064.76

April

4,910.03

1,124.94

287.25

33,491.94

BADAK 13 Oktober

5,220.71

1,161.44

297.52

37,160.07

November

3,067.49

1,215.83

353.37

38,026.67

Desember

19,869.04

1,099.87

290.81

35,909.84

Januari

31,633.70

966.16

266.54

37,338.69

Februari

18,155.98

1,045.49

273.25

35,470.19

Maret

3,537.91

1,052.38

255.36

35,800.96

April

7,470.35

1,243.47

351.06

36,922.17

BADAK 18 Oktober

3,535.39

754.34

166.89

25,669.98

November

1,173.19

764.45

186.49

25,266.01

Desember

12,813.47

767.19

175.48

11,096.92

Januari

7,023.90

796.14

179.01

22,607.03

Februari

8,394.51

792.38

181.89

22,716.09

Maret

3,741.64

696.49

170.48

23,755.24

April

1,209.83

695.29

214.81

26,226.10

Keterangan: data diambil pada tahun 2009-2010

Pada bulan-bulan dengan jumlah kejadian hujan yang rendah (Oktober-

Desember dan Maret-April) nampak jumlah konsumsi air asal pakan yang rendah,

kecuali pada badak no 12 yang menunjukkan konsumsi air yang tetap rendah di bulan

Desember dan Januari. Analisis regresi pada data di atas menunjukkan adanya

korelasi (koefisien Pearson = 0.87) dan hubungan linear positif (R2 = 0.76) antara

rata-rata kejadian hujan per bulan dengan kadar air pada tumbuhan pakan. Hasil

analisis ini menunjukkan adanya kecenderungan jumlah kandungan air asal pakan

yang dipengaruhi oleh curah hujan.

Page 25: STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS … · STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS PAKAN, DAN ... air, nutrien, energi dari pakan pada bulan-bulan dengan jumlah

71

Tabel 8. Rataan asupan air, protein, lemak, dan energi per ekor per hari pada tiga

ekor badak yang diamati dalam penelitian.

Kode

Badak

Air

(g/ek/h)

Protein

(g/ek/h)

Lemak

(g/ek/h)

Energi

(kkal/ek/h)

12 5,015.86 1,125.99 266.89 37,661.46

13 12,707.88 1,112.09 298.27 36,661.23

18 5,413.13 752.33 182.15 22,476.77

Kecernaan

Perhitungan kecernaan berat kering (BK) menggunakan metode Van Keulen

(1977) menunjukkan bahwa tingkat kecernaan pada sistem digesti badak yang diamati

dalam penelitian ini berada pada rentang 77% sampai 91% dengan rata-rata 83%dan

rentang kecernaan terkoreksi pada 69.3%-81.9% sebagaimana ditampilkan dalam

Tabel 8. Rentang ini cukup besar bila dibandingkan dengan rentang kecernaan pada

badak lain berdasarkan literatur. Perbedaan kecernaan ini menunjukkan adanya suatu

implikasi yang terjadi akibatperbedaan kondisi ketersediaan pakan yang dihadapi oleh

badak di habitat alaminya. Pagan et al. (1998) menunjukkan adanya perubahan

persen kecernaan akibat perbedaan diet dan tingkat aktifitas pada kuda, hewan yang

memiliki anatomi dan sistem pencernaan yang sama dengan badak. Perbedaan pakan

yang tersedia bagi badak serta perbedaan tingkat aktifitas yang dilakukan masing-

masing badak dapat menyebabkan perbedaan dan rentang kecernaan seperti ini.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecernaan pakan terdiri dari: umur, kualitas

pakan, status hewan, jumlah konsumsi dan laju pakan (McDonald, 2002).

Tabel 9. Persen kecernaan berat kering dari tiga ekor badak dengan koreksi 10%

menurut Mainka et al.(1989)

Kode Badak

AIA Pakan AIA Feses % kecernaan %

kecernaan

terkoreksi

12 18.68 216.92 91% 81.9%

13 201.11 881.48 77% 69.3%

18 216.19 1,007.22 79% 71.1%

Tabel 9 menunjukkan bahwa individu badak nomor 12 tersebut memiliki

tingkat kecernaan pakan yang paling tinggi disertai dengan jumlah palatabilitas pakan

terbanyak berdasarkan informasi dari Tabel 4. Badak 12 yang merupakan badak

Page 26: STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS … · STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS PAKAN, DAN ... air, nutrien, energi dari pakan pada bulan-bulan dengan jumlah

72

dewasa tua dengan ruang jelajah terkecil memiliki palatabilitas jenis pakan yang lebih

beragam dibandingkan dengan badak 13 dan badak 18. Selain faktor kondisi habitat,

kecernaan juga dipengaruhi faktor usia, fisiologi, dan juga genetika dari hewan yang

diamati.

Kecernaan terkoreksi yang dihitung dengan metode AIA dalam penelitian ini

(69.3%-81.9%) dapat dibandingkan dengan kecernaan pada badak sumatra (Koleksi

total): 57.49% - 80.45% (Mundiany et al. 2005), dan perbandingan ini menunjukkan

bahwa ada kemiripan dalam hal kecernaan berdasarkan kedua metode ini yaitu pada

pada rentang kecernaan berat kering 69.3%-80.45%. Informasi ini menunjukkan

kemungkinan adanya kompatibilitas antara kedua metode (AIA dan koleksi total)

dalam menghitung kecernaan pada badak. Kecernaan pada badak jawa berada pada

rentang yang sebanding dengan perhitungan kecernaan pada badak Sumatra

menggunakan koleksi total. Fakta ini menunjukkan bahwa perhitungan kecernaan

menggunakan metode AIA adalah kompatibel dengan perhitungan kecernaan

menggunakan metode koleksi total.Pengukuran dengan metode AIA biasanya

mempunyai nilai lebih tinggi dibandingkan dengan metode koleksi total, hal ini

disebabkan saat pengambilan sampel feses secara kualitatif.

Kajian RisikoToksisitas Lantaden

Berdasarkan jumlah asupan Lantana camara yang tercatat di lapangan,

estimasi asupan lantaden perhari pada ketiga ekor badak dalam penelitian ini disajikan

dalam Tabel 10 di bawah ini. Rataan asupan Lantana camara dari Tabel 10 ini

menunjukkan bahwa badak mengkonsumsi lantana kering: 122.43 g/ekor/hari atau

setara dengan asupan lantaden sebesar rataan 23.63 g/ek/hari. McSweeney & Pass

(1983) menunjukkan bahwa jumlah asupan Lantana camara dengan dosis 4g/kg berat

badan yang setara dengan konsumsi Lantana kering sebanyak 4,000 g/ek/hari pada

badak berbobot 1 ton (dosis lantanden 772.16 g/ek/hari) akan menyebabkan

kerusakan pada hati yang ditunjukkan dengan gejala klinis berupa ruminal stasis

seperti yang terjadi pada domba. Asupan yang terjadi pada badak masih lebih kecil

dibandingkan dengan dosis ini.

Page 27: STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS … · STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS PAKAN, DAN ... air, nutrien, energi dari pakan pada bulan-bulan dengan jumlah

73

Tabel 10. Estimasi penghitungan asupan antinutrisi lantaden harian melalui konsumsi

tumbuhan Lantana camara pada badak jawa (g/ek/h)

Badak no Rataan konsumsi

Lantana

harian(g/ek/h)

Konsumsi Lantaden

harian(g/ek/h)

12 28.00 5.41

13 286.27 55.26

18 53.02 10.23

Tabel 10 menunjukkan bahwa badak jawa juga nampaknya menghadapi risiko

dari konsumsi toksin lantaden di daerah-daerah tertentu di mana tumbuhan pakan

badak banyak didominasi oleh jenis Lantana camara. Badak nomor 13 menunjukkan

jumlah asupan tumbuhan Lantana sp dan juga toksin lantaden yang lebih tinggi

dibandingkan dengan kedua ekor badak lainnya dalam penelitian ini. Hal tersebut

menunjukkan bahwa individu badak nomor 13 tersebut memiliki ruang jelajah dengan

dominasi tumbuhan Lantana sp yang tumbuh di areal pakan yang dikunjunginya.

McFadyen (1998) menunjukkan bahwa pengendalian tumbuhan Lantana sp dapat

dilakukan secara mekanis dan biologis, dan dapat menjadi bagian dari pengelolaan

habitat badak berbasis nutrisi dan kesehatan.

Ketersediaan Garam dan Air di Lokasi Kubangan

Analisis kandungan NaCl dalam tanah disajikan dalam box plot pada Gambar

13. Diagram ini menunjukkan bahwa lokasi 1 dan 2 (blok Cikeusik dan Cigenter)

tempat individu 12 dan 18 masing-masing berada memiliki kadar NaCl yang tinggi

dan kemungkinan besar menarik bagi badak sebagaimana dijelaskan oleh Rahmat et

al. (2007). Nilai tengah kandungan NaCl berada dalam kisaran 5-60 ppm dengan

beberapa pengecualian lokasi di muara cigenter (lokasi 2) yang memiliki outlier

kandungan NaCl yang sangat tinggi. Tingginya kadar garam ini dapat disebabkan

oleh lokasi daerah tersebut yang berada di daerah pasang surut yang terkadang

terendam oleh air laut saat pasang. Air laut yang menggenangi lokasi ini

menyebabkan kadar garam di daerah ini menjadi relatif lebih tinggi dibandingkan

dengan lokasi ataupun daerah lainnya. Ketersediaan garam seperti ini akan membantu

proses absorpsi nutrien (termasuk glukosa) dari saluran cerna ke dalam darah.

Efisiensi absorpsi seperti ini akan membantu proses penyediaan energi dalam kondisi

cekaman ataupun meningkatkan kemampuan badak dalam mempertahankan

homeostasis.

Page 28: STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS … · STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS PAKAN, DAN ... air, nutrien, energi dari pakan pada bulan-bulan dengan jumlah

74

Gambar 13.Rentang kandungan NaCl dalam tanah di empat lokasi kubangan yang

berada dalam lingkup ruang jelajah tiga ekor badak jawa yang diamati

dalam penelitian.

Page 29: STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS … · STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS PAKAN, DAN ... air, nutrien, energi dari pakan pada bulan-bulan dengan jumlah

75

Simpulan dan Saran

Simpulan

1. Metode penyusuran lintasan (trajektori) merupakan suatu cara yang memiliki

peluang keberhasilan tinggi dan berpotensi untuk diterapkan sebagai prosedur

pemantauan kualitas nutrisi yang dapat diterapkan untuk pemantauan

kecukupan nutrisi badak di habitat alaminya.

2. Hasil analisis komposisi pakan di lapangan menunjukkan bahwa pakan yang

memiliki palatabilitas tinggi terdiri dari: Leea sambucina (Sulangkar),

Dracontomelon puberulum (Dahu), Amomum megalocheilos (Tepus),

Spondias pinnata (Tepus), Zanthoxylum rhetsa (Kitanah), Diospyros

macrophylla (Kicalung), dan Ficus hispida (Bisoro).

3. Badak 12 menghuni daerah dengan keragaman pakan yang cukup tinggi

dengan kualitas pakan yang relatif tinggi protein dan energi. Hal ini

menunjukkan struktur vegetasi yang memadai di ruang jelajah badak 12,

sehingga hewan ini tidak memerlukan ruang jelajah yang besar.

4. Jenis pakan ideal yang kaya nutrisi (protein dan lemak) serta energi bagi badak

jawa terdiri dari tumbuhan: Moringa citrifolia, Callicarpa longifolia,

Chisocheton microcarphus, (protein tinggi); Alstonia angustiloba, Callicarpa

longifolia, Macaranga spp, (lemak tinggi); Derris thyorsifolia, Pterospermum

javanicum, Percampyulus glances, (energi tinggi); Paederia scandens,

Alstonia scholaris, Costus speciosus (kandungan air tinggi).

5. Ada indikasi kualitas air, nutrien, dan energi yang kurang memadai pada

waktu-waktu tertentu (periode kering Oktober-November 2009 dan Februari-

Maret 2010), terutama kandungan protein dan lemak yang rendah pada

tumbuhan dengan palatabilitas tinggi. Defisit nutrien lemak akan

mempengaruhi proses sintesa hormon steroid yang berfungsi dalam siklus

reproduksi. Secara keseluruhan konsumsi nutrien badak jawa masih memenuhi

kebutuhan untuk bertahan hidup dengan tingkat kecernaan yang tinggi.

6. Perbandingan hasil berdasarkan metode AIA dan koleksi total ini

menunjukkan bahwa metode AIA sedikit lebih tinggi bila dibandingkan

dengan metode koleksi total dan dapat digunakan dalam menghitung

kecernaan pada satwa liar dimana metode koleksi total tidak dapat dilakukan.

Page 30: STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS … · STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS PAKAN, DAN ... air, nutrien, energi dari pakan pada bulan-bulan dengan jumlah

76

7. Asupan toksin lantaden melalui konsumsi Lantana camara yang terjadi pada

badak jawa tidak akan menimbulkan dampak pada kesehatan karena

jumlahnya yang sangat kecil (23.63 mg/ek/hari) atau 2.36 x 10-7

% dari berat

badan badak.

8. Kebiasaan menjilat lumpur (salt licking) merupakan upaya untuk memenuhi

kebutuhan garam, karena ada kandungan garam yang memadai pada lumpur

dan tanah di sekitar kubangan.

Saran

1. Perlu pengkajian potensi persemaiantumbuhan pakan bernutrisi tinggi untuk

dikembangkan sebagai bagian dari upaya pengkayaan habitat badak jawa.

2. Dengan berpedoman pada hasil analisis vegetasi yang dilakukan oleh Rahmat

et al. (2007), optimalisasi habitat badak di Taman Nasional Ujung Kulon perlu

dilakukan dengan memperluas sebaran dan memperbanyak ketersediaan

tumbuhan (sebutkan 5 terbaik) dengan formulasi kerapatan: 5,406 individu/ha

(jenis tumbuhan bawah) ; 2,222 individu/ha untuk jenis semai ; 268

individu/ha untuk jenis pancang ; 32 individu/ha untuk jenis tiang ; dan 15

individu per hektar untuk jenis pohon.

Page 31: STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS … · STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS PAKAN, DAN ... air, nutrien, energi dari pakan pada bulan-bulan dengan jumlah

77

Daftar Pustaka

Birkett A, Stevens-Wood B,. 2005. Effect of low rainfall and browsing by large

herbivores on an enclosed savannah habitat in Kenya. African journal of

ecology 43: 123-130

Clauss M, et al. 2005. Studies on digestive physiology and feed digestibilities in

captive Indian rhinoceros (Rhinoceros unicornis). Journal of Animal

Physiology and Animal Nutrition 89 (2005) 229–237

Dinerstein E, 2003. The return of the unicorns. The natural history and conservation

of the greater one-horned rhinoceros. Columbia Universtiy Press, New york

Fernando P, Polet G, Foead N. Ng L. Melnick DJM. 2004. Mitochondrial DNA

analysis of the critically endangered Javan Rhinoceros. PHKA-WWF-Columbia

University

Hariyadi ARS, et al. 2011. Estimating the population structure of the Javan rhino

(Rhinoceros sondaicus) in Ujung Kulon National Park using the mark-recapture

method based on camera and video trap identification. Pachyderm no 49: 90-99

Koolman J, Rohm KH, Wanandi SI[ed], Sadikin M [ed]. 2001. Atlas berwarna dan

teks Biokimia. Cetakan I. Penerbit Hipokrates, Jakarta

Mainka SA, Zhao GL, Li M, 1989. Utilization of a bamboo, sugar cane, and gruel diet

by two juvenile giant pandas (Ailuropoda melanoleuca). Journal of zoo and

wildlife medicine 20:39-44

McFadyen REC,. 1998. Biological control of weeds. Annual review of entomology

43:369-393

McSweeney CS, Pass MA,. 1983. The mechanism of ruminal stasis in Lantana-

poisoned sheep. Quarterly journal of experimental physiology 68: 301-313

Mundiany L, Agil M, Astuti DA,. 2005. Studi Kasus: Estimasi Gambaran Nutrien

pada Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) Jantan di Suaka Rhino

Sumatera Taman Nasional Way Kambas. [Skripsi] Institut Pertanian Bogor

Pagan JD, et al. 1998. Exercise affects digestibility and rate of passage of all-forage

and mixed diets in throroughbred horses. American society for nutritional

sciences. J. Nutr. 128: 2704S-2707S

Purchase D,. 2007. Using spoor to determine the age and weight of subadult black

rhinoceroses (Diceros bicornis L). South African Journal of Wildlife Research

37(1): 96-100

Page 32: STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS … · STUDI POLA PERGERAKAN, PALATABILITAS, KUALITAS PAKAN, DAN ... air, nutrien, energi dari pakan pada bulan-bulan dengan jumlah

78

Rahmat UM, Santosa Y, Kartono AP,. 2007. Analisis Tipologi Habitat Preferensial

bagi Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus, Desmarest 1822) di Taman Nasional

Ujung Kulon. Institut Pertanian Bogor

Sharma OP, Singh A, Sharma S,. 2000. Levels of lantadene, bioactive pentacyclic

triterpenoids, in young and mature leaves of Lantana camara var acuelata.

Fitoterapia 71(5):487-491

Sims JA, et al. 2007. Determination of bamboo-diet digestibility and fecal output by

giant pandas. Ursus 18(1): 38-45

Sriyanto A, et al. 1995. A Current status of the Javan Rhino population in Ujung

Kulon National Park. Javan Rhino Colloquium

VanKeulen J, Young, BA. 1977. Evaluation of Acid Insoluble Ash as a Natural

Marker in Ruminant digestibility Studies. Journal of Animal Science vol 44 no:

2. 282-287

White AM, Swaisgood RR, Czekala N,. 2007. Ranging patterns in white rhinoceros,

Ceratotherium simum simum: implications for mating strategies. Animal

behaviour (74): 349-356