Studi perilaku memilih kajian lsi

24
EDISI 06 - Oktober 2007 LINGKARAN SURVEI INDONESIA Kajian Bulanan www.lsi.co.id Preferensi dan Peta Dukungan Pemilih pada Partai Politik Peta mutakhir dukungan pemilih pada partai politik. Hlm. 1 Partai Politik dan Peta Studi Perilaku Pemilih di Indonesia Faktor apa saja yang menyebabkan pemilih cenderung memilih sebuah partai? Hlm. 13 T ULISAN ini mengulas kondisi terakhir peta dukungan pemilih pada partai politik. Sebagian besar data dalam tulisan ini didasarkan pada survei nasional yang dilakukan oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pada bulan September 2007. Jika Pemilu dilaksanakan hari ini (Bulan September 2007, saat wawancara lapangan diselenggarakan), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) diperkirakan akan menempati posisi pertama. Tetapi perolehan suara PDIP ini tidak banyak berbeda dengan suara Partai Golkar, di urutan kedua. Waktu dua tahun hingga 2009, sangat mungkin bisa mengubah komposisi peringkat dukungan pada partai ini. Di tempat tiga sampai enam, masing-masing ditempati partai- partai: Demokrat, PKS, PKB, PAN, dan PPP. Perlu dicatat, perolehan suara PKS, PKB, PAN, PPP masih berada dalam batas margin of error survei ini. Partai-partai bisa dibagi ke dalam tiga kelompok. Kelompok pertama, partai papan atas (Golkar, PDIP dan Demokrat). Kedua, partai papan menengah (PKS, PKB, PAN, PPP). Ketiga, partai papan bawah (di luar partai tersebut). Jika dibandingkan hasil survei September 2007 ini dengan perolehan suara Pemilu 2004, tampak tidak ada perubahan yang berarti. Suara partai relatif stabil. Yang agak mengejutkan barangkali hanyalah suara untuk Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Kedua partai ini saat survei dilakukan memperoleh kenaikan suara yang signifikan. Partai Demokrat melejit menjadi partai papan atas. Jika dibandingkan hasil survei bulan September 2007 ini dengan survei sebelumnya, ada perkembangan yang menarik. Suara untuk partai-partai kategori “menengah “ (PKB, PPP, PAN, dan PKS) tampak stabil. Sementara suara untuk partai-partai “atas” (PDIP, Golkar dan Demokrat) berfluktuasi dari satu waktu ke waktu lain. Di tahun 2006, posisi Partai Demokrat sempat naik tetapi turun di tahun 2007. Posisi satu dan dua dari satu waktu ke waktu lain tampak diperebutkan oleh PDIP dan Golkar. Preferensi dan Peta Dukungan Pemilih Pada Partai Politik

Transcript of Studi perilaku memilih kajian lsi

Page 1: Studi  perilaku memilih kajian lsi

EDISI 06 - Oktober 2007

LINGKARAN SURVEI INDONESIAKajian Bulanan

www.lsi.co.id

Preferensi dan PetaDukungan Pemilih padaPartai PolitikPeta mutakhir dukungan

pemilih pada partai politik.

Hlm. 1

Partai Politik dan PetaStudi Perilaku Pemilih diIndonesiaFaktor apa saja yang

menyebabkan pemilih

cenderung memilih sebuah

partai?

Hlm. 13

TULISAN ini mengulas kondisi terakhir peta dukungan pemilihpada partai politik. Sebagian besar data dalam tulisan inididasarkan pada survei nasional yang dilakukan oleh

Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pada bulan September 2007. JikaPemilu dilaksanakan hari ini (Bulan September 2007, saatwawancara lapangan diselenggarakan), Partai Demokrasi IndonesiaPerjuangan (PDIP) diperkirakan akan menempati posisi pertama.Tetapi perolehan suara PDIP ini tidak banyak berbeda dengan suaraPartai Golkar, di urutan kedua. Waktu dua tahun hingga 2009, sangatmungkin bisa mengubah komposisi peringkat dukungan pada partaiini. Di tempat tiga sampai enam, masing-masing ditempati partai-partai: Demokrat, PKS, PKB, PAN, dan PPP. Perlu dicatat,perolehan suara PKS, PKB, PAN, PPP masih berada dalam batasmargin of error survei ini. Partai-partai bisa dibagi ke dalam tigakelompok. Kelompok pertama, partai papan atas (Golkar, PDIP danDemokrat). Kedua, partai papan menengah (PKS, PKB, PAN, PPP).Ketiga, partai papan bawah (di luar partai tersebut). Jika dibandingkanhasil survei September 2007 ini dengan perolehan suara Pemilu2004, tampak tidak ada perubahan yang berarti. Suara partai relatifstabil. Yang agak mengejutkan barangkali hanyalah suara untukPartai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Kedua partaiini saat survei dilakukan memperoleh kenaikan suara yang signifikan.Partai Demokrat melejit menjadi partai papan atas. Jika dibandingkanhasil survei bulan September 2007 ini dengan survei sebelumnya,ada perkembangan yang menarik. Suara untuk partai-partai kategori“menengah “ (PKB, PPP, PAN, dan PKS) tampak stabil. Sementarasuara untuk partai-partai “atas” (PDIP, Golkar dan Demokrat)berfluktuasi dari satu waktu ke waktu lain. Di tahun 2006, posisiPartai Demokrat sempat naik tetapi turun di tahun 2007. Posisisatu dan dua dari satu waktu ke waktu lain tampak diperebutkanoleh PDIP dan Golkar.

Preferensi dan Peta Dukungan PemilihPada Partai Politik

Page 2: Studi  perilaku memilih kajian lsi

2 LINGKARAN SURVEI INDONESIA

PEMILU Legislatif kurang dua tahun lagi dari saat ini.Masing-masing partai sudah mulai pasang strategi gunamendulang dukungan sebanyak-banyaknya pada Pemilu2009—mulai dari penjaringan kandidat anggota legislatif,kunjungan ke daerah-daerah hingga koalisi antar partai.Sejumlah partai besar juga telah menyatakan keyakinan-nya akan memenangkan Pemilu tahun 2009 mendatang.Tulisan ini secara singkat akan mengulas kondisi terakhirpeta dukungan pemilih pada partai politik. Sebagian besardata dalam tulisan ini didasarkan pada survei nasionalyang dilakukan oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI)pada bulan September 2007.

Persepsi Umum Atas Partai PolitikPublik Indonesia bersikap skeptis terhadap partai politik.Sebagian besar (58.3%) publik kurang atau tidak puasdengan kerja partai politik selama ini. Hanya 25.5% sajayang mengatakan sangat atau cukup puas. Ada sejumlahalasan yang dikemukakan oleh publik yang puas dan tidakpuas. Mereka yang puas dengan kerja partai politiksebagian besar (32.6%) mengajukan argumentasi partaitelah memperjuangkan kepentingan rakyat. Sementaramereka yang tidak puas mengajukan argumentasisebaliknya—partai selama ini tidak memperjuangkankepentingan rakyat. (Grafik 1)

Publik menilai secara negatif sosok partai politik. Seba-gian besar (74.1%) misalnya menyatakan partai hanyamementingkan kepentingan sendiri, tidak mementingkankepentingan rakyat. Publik sebagian besar (73.2%) jugamenyatakan keputusan yang dibuat partai seringkali tidakmemperhatikan kepentingan rakyat. (Grafik 2)

Masih buruknya citra partai politik di mata publik tidak bisadilepaskan dari banyaknya pemberitaan negatif mengenaipartai politik di media massa. Berita-berita itu sedikitbanyak bisa mempengaruhi penilaian publik—meskiperlu penelitian lebih dalam untuk melihat kaitan antarapemberitaan itu dengan citra partai politik. Tabel 2 menun-jukkan penilaian publik atas partai yang paling dipandangbisa memenuhi harapan pemilih dan penilaian pemilihatas kerja partai dalam sejumlah bidang.

Ada sejumlah kemungkinan mengapa publik menilaisecara negatif partai politik. Pertama, publik kurangpercaya terhadap kerja Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).Wakil partai di lembaga legislatif (DPR) adalah per-panjangan tangan partai politik. Anggota legislatif jugamenjadi representasi dari citra partai politik di matamasyarakat. Karena masyarakat bisa menilai langsungperilaku dan tindakan anggota legislatif (melalui mediamassa). Publik kurang percaya anggota DPR benar-benarakan memperjuangkan kepentingan rakyat. (Grafik 2).

Sangat puas/

cukup puas

Kurang puas/

tidak puassama sekali

Tidak tahu/

tidak jawab

25.5%

30.4%

58.3%55.5%

16.2%14.1%

Maret 2006

September 2007

Q: Secara umum bagaimana Ibu / Bapak menilai kerja partai politik selama ini? Apakah sangat puas, cukup puas, kurang puasatau tidak puas sama sekali?Sumber : Survei Lingkaran Survei Indonesia (Maret 2006 dan September 2007). Keterangan: populasi survei nasional,menyertakan semua provinsi di Indonesia. Sampel diambil dengan teknik Multistage Random Sampling, dengan jumlah sampel1.200 orang responden. Sampling error plus minus 3.5% pada tingkat kepercayaan 95%.

Grafik 1. Kepuasan atas Kinerja Partai Politik

Page 3: Studi  perilaku memilih kajian lsi

3KAJIAN BULANAN

Alasan sangat puas/Cukup puas Persen

Partai telah memperjuangkan kepentingan rakyat 32.6%

Indonesia masih belajar demokrasi, sehingga wajar peran partai belum maksimal 19.5%

Fungsi partai telah berjalan 16.6%

Lainnya 4.8%

Tidak tahu / tidak jawab 26.4%

Alasan kurang puas/Tidak puas sama sekali Persen

Partai tidak memperjuangkan kepentingan rakyat 41.2%

Kerja partai tidak dirasakan oleh masyarakat 27.7%

Fungsi partai tidak berjalan 14.3%

Lainnya 3.5%

Tidak tahu / tidak jawab 13.3%

Sumber : Survei Lingkaran Survei Indonesia (April 2006)

Tabel 1. Alasan Puas/Tidak Puas dengan Kinerja Partai

26.8%25.9%

73.2%74.1%

Partai politik pada umumnya hanya memikirkan

kepentingan mereka masing-masing, tidak banyak

memikirkan rakyat yang memilih mereka dalam

pemilihan umum.

Keputusan-keputusan yang dibuat partai sering

dibuat tanpa memperhatikan keinginan rakyat yang

mendukungnya.

Sangat setuju/setuju Tidak setuju/sangat tidak setuju

Sumber: Survei Lingkaran Survei Indonesia (Maret 2006)

Grafik 2. Pandangan Tentang Partai Politik

Page 4: Studi  perilaku memilih kajian lsi

4 LINGKARAN SURVEI INDONESIA

Partai Paling Paling paling Palingsungguh- sungguh- sedikit konsekuensungguh sungguh orang- menepatimemberantas memper- orangnya janjikorupsi juangkan terlibat selama(%) keinginan dalam kampanye

rakyat (%) korupsi (%) (%)

Partai Persatuan Pembangunan 2.4 2.7 3.1 3.1

Partai Demokrat 31.0 20.9 17.8 19.7

Partai Amanat Nasional 3.2 2.1 3.5 2.5

Partai Kebangkitan Bangsa 8.3 4.7 8.2 3.9

Partai Keadilan Sejahtera 15.3 13.5 21.2 13.1

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 9.2 19.8 10.8 17.9

Partai Golongan Karya 12.2 18.6 11.8 17.9

Partai lain 4.5 3.0 4.4 3.2

Tidak mau menjawab karena rahasia 12.2 13.0 17.4 17.0

Tidak mau jawab tanpa alasan 1.7 1.7 1.8 1.7

Q1: Di antara partai-partai berikut, menurut ibu/bapak secara umum mana yang paling sungguh-sungguh memberantas korupsi dipartai dan pemerintahan?; Q2: Di antara partai-partai berikut, menurut ibu/bapak secara umum mana yang paling sungguh-sungguhmemperjuangkan keinginan rakyat?; Q3: Di antara partai-partai berikut, menurut ibu/bapak secara umum mana yang tidak atau palingsedikit orang-orangnya terlibat dalam korupsi?; Q4: Di antara partai-partai berikut, menurut ibu/bapak secara umum mana yang palingkonsekuen menepati janji selama kampanye? Sumber : Survei Lingkaran Survei Indonesia (Maret 2006)

Tabel 2. Pandangan Kinerja Partai Politik

42.7%

Sangat percaya/

cukup percaya

Maret 2006 September 2007

51.7%

44.2%

35.1%

13.1% 13.2%

Kurang percaya/

Tidak percayasama sekali

Tidak tahu/

tidak jawab

Q: Seberapa Ibu / Bapak percaya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memperjuangkan kepentingan rakyat. Apakah sangat percaya,cukup percaya, kurang percaya atau sangat tidak percaya sama sekali?Sumber : Survei Lingkaran Survei Indonesia (Maret 2006 dan September 2007)

Grafik 3. Tingkat Kepercayaan pada DPR

Page 5: Studi  perilaku memilih kajian lsi

5KAJIAN BULANAN

Publik juga menilai kerja anggota legislatif kurang baik.Tidak mengherankan jikalau pandangan ini jugamenyebabkan penilaian atas partai politik juga buruk(Lihat Grafik 4).

Dukungan Atas PartaiJika Pemilu dilaksanakan hari ini (Bulan September 2007,saat wawancara lapangan dilakukan), Partai DemokrasiIndonesia Perjuangan (PDIP) diperkirakan akan menem-pati posisi pertama. Tetapi perolehan suara PDIP ini tidakbanyak berbeda dengan suara Partai Golkar, di urutankedua. Waktu dua tahun hingga 2009, sangat mungkinbisa mengubah komposisi peringkat dukungan padapartai ini. Di tempat tiga sampai enam, masing-masingditempati partai-partai: Demokrat, PKS, PKB, PAN, danPPP. Perlu dicatat, perolehan suara PKS, PKB, PAN, PPPmasih berada dalam batas margin of error survei ini.Karena itu urutan partai ini bisa saling bertukar antarasatu partai dengan partai lain.

Dari survei ini terlihat, partai-partai bisa dibagi ke dalamtiga kelompok. Kelompok pertama, partai papan atas(Golkar, PDIP dan Demokrat). Kedua, partai papanmenengah (PKS, PKB, PAN, PPP). Ketiga, partai papanbawah (di luar partai di atas). Jika dibandingkan hasilsurvei September 2007 ini dengan perolehan suaraPemilu 2004, tampak tidak ada perubahan yang berarti.Suara partai relatif stabil. Yang agak mengejutkanbarangkali hanyalah suara untuk Partai Demokrat danPartai Keadilan Sejehtera (PKS). Kedua partai ini saat

survei dilakukan memperoleh kenaikan suara yangsignifikan. Partai Demokrat melejit menjadi partai papanatas.

Grafik 6 menunjukkan dinamika suara partai dalam 1tahun terakhir ini. Dari grafik ini terlihat, suara untuk partai-partai kategori “menengah “ (PKB, PPP, PAN, dan PKS)tampak stabil. Sementara suara untuk partai-partai “atas”(PDIP, Golkar dan Demokrat) berfluktuasi dari satu waktuke waktu lain. Di tahun 2006, posisi Partai Demokratsempat naik tetapi turun di tahun 2007. Posisi satu dandua dari satu waktu ke waktu lain tampak diperebutkanoleh PDIP dan Golkar.

Yang menarik untuk dilihat adalah peluang partai-partaibaru dalam Pemilu. Hingga saat ini tercatat tidak kurang27 partai politik baru mendaftar di Departemen Hukumdan HAM (Kompas, 26 September 2006). Survei yangdilakukan oleh LSI ini menunjukkan partai politik baru itumasih perlu bekerja keras agar bisa mendapatkandukungan pemilih pada Pemilu 2009. Salah satuhambatan dari partai baru itu adalah masih minimnyapengetahuan pemilih pada kehadiran partai itu. Elit partaiperlu bekerja keras agar partai dikenal oleh pemilih. Tabel4 menunjukkan perbandingan pengenalan dan dukunganpartai lama dan baru.

Ada sejumlah alasan yang dipakai oleh pemilih ketikamemilih suatu partai. Secara umum, alasan yang dipakaiuntuk memilih partai tersebut bisa dibagi ke dalam tiga

43.3%

Sangat baik/baik

Maret 2006

September 2007

48.7%

Buruk/sangat buruk Tidak tahu/tidak jawab

38.0%

31.6%

18.7%19.7%

Q: Menurut ibu/bapak sudah seberapa baik atau seberapa buruk kerja Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam menjalankan tugasnyaselama ini. Apakah sangat baik, baik, buruk atau sangat buruk?Sumber : Survei Lingkaran Survei Indonesia (Maret 2006 dan September 2007)

Grafik 4. Penilaian Kinerja DPR

Page 6: Studi  perilaku memilih kajian lsi

6 LINGKARAN SURVEI INDONESIA

21.5%Tidak tahu/rahasia/belummemutuskan/tidak jawab

Lainnya

Golkar

PDIP

PKS

PKB

PAN

Demokrat

PPP

2.6%

20.5%

24.3%

5.7%

6.8%

3.0%

10.5%

5.1%

Q: Jika Pemilu Legislatif dilakukan hari ini, dan diikuti oleh 24 PARTAI POLITIK. Partai mana yang akan Ibu / Bapak pilih dari partai berikut?Keterangan: populasi survei nasional, menyertakan semua provinsi di Indonesia. Sampel diambil dengan teknik Multistage RandomSampling, dengan jumlah sampel 1.200 orang responden. Sampling error plus minus 3.5% pada tingkat kepercayaan 95%.Sumber : Lingkaran Survei Indonesia (September 2007)

Grafik 5. Preferensi Pemilih

Partai Politik Pemilu 2004 Rangking Pemilu hari ini Rangking

(KPU) (September 2007)

Partai Golongan Karya 21.58% 1 20.5 2

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) 18.53% 2 24.3 1

Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 10.57% 3 6.8 4 -7

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 8.15% 4 5.1 4 -7

Partai Demokrat 7.45% 5 10.5 3

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 7.34% 6 5.7 4 -7

Partai Amanat Nasional (PAN) 6.44% 7 3.0 4 -7

Sumber : Survei Lingkaran Survei Indonesia (September 2007)

Tabel 3. Perbandingan Hasil Pemilu 2004 dan Survei September 2007

Page 7: Studi  perilaku memilih kajian lsi

7KAJIAN BULANAN

12.8%

x

x

x

19.5%

20.7%

25.7%

22.6%

16.5%

24.3%

20.5%

10.5%

6.8%

5.7%

5.1%

3%2.6%

3.6%3.1%

5.7%5.4%

15.6%15.6%

PDIP

Demokrat x

PKS

PPP PAN

GOLKAR

PKB

LAINNYA

Maret 2006 Agustus 2006 Maret 2007 September 2007

Keterangan: Data mengenai preferensi pemilih ini diolah dari survei yang dilakukan oleh Lingkaran Survei Indonesia. Semua surveidilakukan dengan menggunakan metode penarikan sampel yang sama, yakni Multistage Random Sampling. Jumlah sampel untuk semuasurvei sama, yakni antara 1.000-1.200 orang responden (dengan sampling error plus minus 3.5% pada tingkat kepercayaan 95%).Wawancara dilakukan secara langsung (face to face interview). Di luar kesalahan dalam penarikan sampel, dimungkinkan adanyakesalahan non sampling.Sumber: Survei Nasional Lingkaran Survei Indonesia (Maret 2006, Agustus 2006, Maret 2007, dan September 2007)

Grafik 6. Trend Dukungan Pada Partai Politik

Page 8: Studi  perilaku memilih kajian lsi

8 LINGKARAN SURVEI INDONESIA

PARTAI Pengenalan Dukungan / Preferensi

Maret 2007 (%) Maret 2007 (%) Sept 2007 (%)

Partai Lama

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 94.0 3.3 5.0

Partai Demokrat (PD) 94.0 15.6 10.5

Partai Amanat Nasional (PAN) 94.6 3.1 2.9

Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 94.3 4.7 6.6

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 86.7 5.5 5.7

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) 96.6 22.1 24.7

Partai Golongan Karya 96.5 17.0 19.4

Partai Baru

Partai Demokrasi Pembaruan (PDP) 25.7 0.1 0.1

Partai Hati Nurani Rakyat (HANURA) 18.0 0.1 0.9

Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) 25.2 0.1 0.1

Partai Matahari Bangsa (PMB) 18.9 0.1 0.1

Partai Negara Kesatuan Republik Indonesia (PNKRI) 20.4 0.2 0.1

Partai Republikku 11.7 0.1 0.1

Partai Solidaritas Nasional (PSN) 19.3 0.1 0.1

Tidak Menjawab ( tidak menjawab

atau tidak mau menjawab dengan alasan

rahasia / belum memutuskan) - 24.6 21.5

Q: Apakah Ibu /Bapak pernah mendengar nama partai…….? Jika Pemilu Legislatif dilakukan hari ini, dan diikuti oleh 31 PARTAI POLITIK.Partai mana yang akan Ibu / Bapak pilih dari partai berikut?Sumber : Survei nasional LSI (Maret 2007 dan September 2007)

kategori. Pertama, alasan kemampuan partai dalammemecahkan masalah (misalnya kemampuan partaidalam mengatasi masalah ekonomi, memberantaskorupsi dan sebagainya). Kedua, alasan yang sifatnyasosiologis (misalnya kesamaan daerah, suku bangsa,kesamaan agama dan ideologi dan sebagainya). Ketiga,alasan psikologis (suka dengan pemimpinnya, terbiasamemilih partai tersebut dan sebagainya). Grafik 7menunjukkan alasan yang dipakai oleh responden ketikamemilih partai adalah alasan kemampuan / kompetensipartai.

Alasan yang dipakai oleh pemilih dari masing-masingpartai berbeda.Tabel 5 menunjukkan alasan memilihpartai PPP, Demokrat, PAN, PKB, PKS, PDIP, dan Golkar.PPP dipilih karena partai Islam. Alasan yang miripdisampaikan oleh pemilih PKB. Hanya untuk partai ini,dalam jumlah cukup besar (27.5%) menyatakan sudahterbiasa memilih partai PKB. Sementara Partai Demokratdipilih lebih karena alasan kompetensi partai dalam

menyelesaikan masalah. Yang menarik dari data iniadalah untuk partai-partai lama (Golkar dan PDIP) alasanyang dikemukakan oleh pemilih adalah sudah terbiasamemilih partai tersebut.

Karakteristik Pemilih PartaiIndonesia adalah wilayah yang sangat luas dan beragam.Partai yang akan memenangkan Pemilu secara teoritisadalah partai yang bisa menjangkau wilayah Indonesiayang luas dan bisa mencakup masyarakat Indonesia yangberagam. Partai yang hanya kuat di pulau tertentu ataukelompok masyarakat tertentu misalnya, dipastikan akansulit memenangkan Pemilu. Kita bisa melihat partai-partaimana saja yang punya basis pemilih yang beragam—dengan jalan membandingkan karakteristik pemilih partaidengan karakteristik penduduk Indonesia (data BadanPusat Statistik/BPS). Tabel 6 menunjukkan karakteristikpemilih dari 7 partai (PPP, Demokrat, PAN, PKB, PKS, PDIPdan Golkar) dan perbandingan dengan karakter pemilihIndonesia secara umum.

Tabel 4. Perbandingan Pengenalan dan Dukungan Partai Lama dan Baru

Page 9: Studi  perilaku memilih kajian lsi

9KAJIAN BULANAN

ALASAN MEMILIH PARTAI PPP (%) Demokrat (%) PAN (%) PKB (%) PKS (%) PDIP (%) Golkar (%)

Mampu mengatasi masalah ekonomi 9.1 15.0 9.5 5.0 7.9 27.6 38.9

Mampu menciptakan keamanan / ketertiban 4.5 14.0 14.3 5.0 0.0 3.4 13.0

Mampu memberantas korupsi / KKN 9.1 15.9 0.0 0.0 23.7 2.3 2.8

Partai Islam 54.5 0.0 9.5 35.0 10.5 0.0 0.9

Partai nasionalis 0.0 2.8 0.0 2.5 0.0 2.3 1.9

Suka visi dan misi partai 4.5 12.1 42.9 12.5 44.7 19.5 9.3

Kesamaan daerah / suku bangsa 4.5 0.0 0.0 2.5 0.0 1.1 1.9

Yakin partai tersebut akan menang 0.0 3.7 0.0 0.0 0.0 5.7 4.6

Ikut orang lain 0.0 5.6 4.8 2.5 0.0 2.3 0.9

Partai pluralis 0.0 2.8 4.8 0.0 0.0 0.0 0.0

Suka dengan pemimpinnya 0.0 19.6 0.0 2.5 7.9 13.8 0.0

Sudah terbiasa memilih partai tersebut 4.5 4.7 4.8 27.5 2.6 14.9 24.1

Lain-lain 0.0 2.8 9.5 2.5 2.6 4.6 1.9

TOTAL 100 100 100 100 100 100 100

Sumber : Survei Lingkaran Survei Indonesia (Maret 2006)

Tabel 5. Alasan memilih Partai Menurut Partai Politik

Keterangan: populasi survei nasional, menyertakan semua provinsi di Indonesia. Sampel diambil dengan teknik Multistage RandomSampling, dengan jumlah sampel 1.200 orang responden. Sampling error plus minus 3.5% pada tingkat kepercayaan 95%.Sumber : Survei Lingkaran Survei Indonesia (Maret 2006).

Tidak tahu/tidak jawab

Lain-lain

Terbiasa memilih partai tersebut

Suka dengan pemimpinnya

Partai nasionalis

Ikut orang lain

Yakin partai tersebut menang

Kesamaan daerah/suku bangsa

Suka visi/misi partai

Partai pluralis

Partai Islam

Mampu memberantas KKN

Mampu menciptakan keamanan/ketertiban

Mampu mengatasi masalah ekonomi

13.6

4.5

10

6.5

0.8

2.2

2.4

1.0

13.9

2.1

7.4

6.5

7.1

22.1

Grafik 7. Alasan Memilih Partai

Page 10: Studi  perilaku memilih kajian lsi

10 LINGKARAN SURVEI INDONESIA

Dari tabel 6 ini terlihat, PDIP, Demokrat dan Golkar adalahpartai yang bisa mewakili keragaman masyarakatIndonesia. Ini bisa dilihat dari proporsi pemilih PDIP,Demokrat dan Golkar yang tersebar secara merata disemua lapisan. Indonesia adalah negara dengan masya-rakat yang majemuk, realitas kemajemukan ini berhasildiakomodasi oleh PDIP, Demokrat dan Golkar, terlihatdari miripnya komposisi demografis pemilih PDIP, Demo-krat dan Golkar dibandingkan dengan data populasi BPS.Partai-partai ini bisa disebut sebagai miniatur Indonesia,mengingat pemilihnya yang tersebar secara merata kesemua lapisan. Partai tidak hanya kuat di satu segmen,tetapi kuat secara merata. Yang menarik adalah Partai

Demokrat. Sebagai partai yang baru sekali ikut Pemilu(Tahun 2004), partai ini mendapat dukungan yang cukupmerata. Ini terlihat dari karakteristik pemilih PartaiDemokrat yang tidak bias kepada salah satu segmensaja. Pemilih Partai Demokrat relatif tersebar ke semuasegmen pemilih.

Dilihat dari karakteristik pemilih, hanya Golkar, PDIP danDemokrat yang mempunyai keistimewaan lebih. Partailain hanya kuat di salah satu segmen saja. Misalnya PartaiKebangkitan Bangsa. Meski mengikrarkan diri sebagaipartai terbuka dan pluralis, partai ini relatif hanyamendapatkan dukungan dari pemilih Islam. Hal yang

KATEGORI PPP Demokrat PAN PKB PKS PDIP Golkar SENSUS BPS

(%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) ( 2000 ) (%)

DESA - KOTA

Desa 80.3 52.0 30.6 59.3 38.2 59.3 64.9 58

Kota 19.7 48.0 69.4 40.7 61.8 40.7 35.1 42

JENIS KELAMIN

Laki-laki 42.6 59.2 50.0 43.2 67.6 52.8 46.9 50

Perempuan 57.4 40.8 50.0 56.8 32.4 47.2 53.1 50

PENDIDIKAN

Lulus SD atau Dibawahnya 63.3 32.8 34.3 60.5 14.9 53.4 49.6 60

Tamat SLTP/sederajat 21.7 23.2 11.4 21.0 22.4 24.8 21.3 19

Tamat SLTA/sederajat 13.3 38.4 37.1 14.8 41.8 17.9 22.5 18

Pernah Kuliah atau Diatasnya 1.7 5.6 17.1 3.7 20.9 3.8 6.6 4

UMUR

19 Tahun atau Dibawahnya 3.4 7.3 0.0 5.0 3.0 3.5 3.4 5

20-29 Tahun 17.2 21.0 17.1 10.0 27.3 16.8 20.7 25

30-39 Tahun 29.3 23.4 45.7 21.3 30.3 29.0 24.5 22

40-49 Tahun 25.9 27.4 20.0 28.8 24.2 25.2 21.1 17

50 Tahun atau Diatasnya 24.1 21.0 17.1 35.0 15.2 25.5 30.4 20

PENDAPATAN

Di bawah 400 ribu 64.4 32.5 25.0 50.0 18.2 41.8 34.4 42

400-999 ribu 27.1 34.1 36.1 35.0 42.4 40.0 37.7 38

1 juta atau lebih 8.5 33.3 38.9 15.0 39.4 18.2 27.9 20

AGAMA

Islam 93.3 77.4 97.2 98.8 94.0 81.0 82.8 87

Kristen Protestan / Katolik 3.3 19.4 2.8 1.3 6.0 15.9 11.9 10

Hindu 3.3 0.8 0.0 0.0 0.0 2.8 4.9 2

Budha 0.0 2.4 0.0 0.0 0.0 0.0 0.4 1

Q: Jika Pemilu Legislatif dilakukan hari ini, dan diikuti oleh 24 PARTAI POLITIK. Partai mana yang akan Ibu / Bapak pilih dari partai berikut?Sumber : Survei Lingkaran Survei Indonesia (September, 2007)

Tabel 6. Karakteristik Pemilih Partai

Page 11: Studi  perilaku memilih kajian lsi

11KAJIAN BULANAN

Sumber : Survei Lingkaran Survei Indonesia (September, 2007)

sama juga untuk Partai Persatuan Pembangunan (PPP).Partai ini hanya mendapat dukungan dari pemilih Islam.Di samping itu kalau dilihat dari pendidikan, pemilih PPPbias ke kelompok pemilih berpendidikan rendah. Pemilihyang berpendidikan tinggi enggan untuk memilih PPP.

Karakter pemilih PPP tampak berbeda tajam denganpemilih PKS—meski kedua partai ini sama-sama punyabasis di kalangan pemilih beragama Islam. Jikalaupemilih PPP bias pada kelompok pemilih berpendidikanrendah, PKS sebaliknya. Pemilih PKS justru sebagianbesar berasal dari pemilih berpendidikan menengah dantinggi. Jika dibandingkan karakter pemilih PKS denganpopulasi Indonesia (BPS) tampak terjadinya ketimpangantersebut. Populasi masyarakat pemilih Indonesia yangberpendidikan tinggi hanya 4%. Sementara pemilih PKSyang berpendidikan tinggi sebesar 20.9%. Hal yang samajuga terjadi pada Partai Amanat Nasional (PAN). Karakter

Partai Lulus SD/ Tamat SLTP/ Tamat SLTA/ Pernah Kuliah/

di bawahnya (%) sederajat (%) sederajat (%) di atasnya (%)

PPP 6.4 5.0 3.0 1.4

Demokrat 6.9 11.2 18.0 9.6

PAN 2.0 1.5 4.9 8.2

PKB 8.3 6.6 4.5 4.1

PKS 1.7 5.8 10.5 19.2

PDIP 26.3 27.8 19.5 15.1

Golkar 20.5 20.1 20.6 21.9

Lainnya 27.8 22.0 19.1 20.5

Sumber : Survei Lingkaran Survei Indonesia (September, 2007)

pemilih PAN bias pada kelompok pemilih berpendidikanmenengah dan tinggi. Hanya 34.4% pemilih PAN yangberpendidikan rendah, padahal masyarakat Indonesiayang berpendidikan rendah berjumlah 60%.

Basis Kekuatan PartaiBagaimana basis kekuatan masing-masing partai politik?Tabel 7 menunjukkan basis kekuatan partai menurutwilayah. Dari tabel tersebut terlihat, pulau Jawa dan luarJawa akan menjadi wilayah dengan persaingan yangketat. PDIP dan Golkar relatif kuat baik di wilayah Jawaataupun luar Jawa. Sementara PKB hanya kuat di wilayahJawa. Yang menarik adalah PKS dan PPP, dimana basispemilih PKS dan PPP selain di Jawa juga cukup kuat diwilayah luar Jawa.

Dilihat dari pendidikan, PDIP dan Golkar unggul ataspartai-partai lain. Yang menarik dari survei ini, PDIP kuatdi kalangan pemilih berpendidikan rendah danmenengah. Sebaliknya, PKS, Demokrat dan PAN cukupkuat di kalangan pemilih berpendidikan tinggi. Secaraumum, hanya PDIP dan Golkar yang pemilihnya tersebarmerata ke semua lapisan masyarakat (Lihat Tabel 8).

Pola basis kekuatan partai menurut pendidikan di atashampir mirip dengan pendapatan. Kekuatan PDIP danGolkar tersebar di semua lapisan ekonomi. Pemilih PDIPdan Golkar tersebar baik mereka yang berpendapatantinggi, menengah ataupun rendah. Dari total pemilihberpendapatan rendah, PDIP mendapat 26.5% suara danGolkar mendapat 18.7% suara. Sementara dari totalpemilih berpendapatan menengah (sedang), PDIP danGolkar masing-masing mendapat 25% dan 20.2% suarapemilih. Sedangkan dari pemilih berpendapatan tinggi,Partai Golkar mendapat 25.4% suara dan PDIP 19.4%

Tabel 8. Basis Dukungan Partai Berdasar Pendidikan

Partai Jawa (%) Luar Jawa (%)

PPP 5.3 4.8

Demokrat 7.4 14.8

PAN 3.6 2.2

PKB 11.0 3.08

PKS 5.9 5.4

PDIP 27.6 19.8

Golkar 5.9 27.0

Lainnya 23.4 25.0

Tabel 7. Basis Dukungan Partai Berdasar Wilayah

Page 12: Studi  perilaku memilih kajian lsi

12 LINGKARAN SURVEI INDONESIA

Partai Di bawah 400 ribu (%) 400-999 ribu (%) 1 juta/lebih (%)

PPP 8.5 3.5 1.9

Demokrat 8.9 9.2 15.3

PAN 2.0 2.9 5.2

PKB 8.9 6.1 4.5

PKS 2.7 6.1 9.7

PDIP 26.5 25.0 19.4

Golkar 18.7 20.2 25.4

Lainnya 23.8 27.0 18.7

Sumber : Survei Lingkaran Survei Indonesia (September, 2007)

Partai 19 tahun/ 20-29 tahun (%) 30-39 tahun (%) 40-49 tahun (%) 50 tahun/

dibawahnya (%) diatasnya (%)

PPP 4.8 4.8 5.4 5.1 4.6

Demokrat 21.4 12.5 9.2 11.6 8.6

PAN 0 2.9 5.1 2.4 2.0

PKB 9.5 3.8 5.4 7.9 9.2

PKS 4.8 8.7 6.3 5.5 3.3

PDIP 23.8 23.1 26.3 24.7 24.0

Golkar 19.0 23.6 18.4 17.1 23.7

Lainnya 16.7 20.7 23.8 25.7 24.7

Sumber : Survei Lingkaran Survei Indonesia (September, 2007)

suara (Lihat Tabel 9). Data ini menunjukkan hanya Golkardan PDIP yang mendapat dukungan relatif merata disemua lapisan masyarakat.

Bagaimana dengan umur? Untuk pemilih berusia muda,Demokrat, Golkar dan PDIP menjadi pilihan utama.Sementara di kalangan pemilih berusia tua, Golkar danPDIP bersaing memperebutkan dukungan (Tabel 10).

KesimpulanHingga saat ini peta dukungan partai politik masihdiwarnai oleh partai-partai lama, yang berkiprah padaPemilu Legislatif 2004. Tetapi, masih ada waktu 2 tahundari sekarang, sebelum Pemilu 2009. Masing-masingpartai mempunyai keempatan untuk mendapat dukunganpemilih. Kesempatan ini dimungkinkan karena duaalasan. Pertama, kedekatan dan identifikasi pemilih padapartai (Party ID) di Indonesia relatif kecil—jika diban-dingkan dengan pemilih di Amerika dan Eropa. Ini artinya,hanya sedikit pemilih yang punya kedekatan emosional

sangat / cukup dekat dengan partai. Pemilih bisaberpindah atau berubah pilihan. Kedua, survei yangdilakukan oleh sejumlah lembaga juga menunjukkanloyalitas pemilih yang tidak tinggi. Hanya sekitar separohpemilih yang mengatakan akan memilih kembali partaiyang sudah dipilih pada Pemilu 2004—karena berbagaialasan misalnya sudah terbiasa memilih partai tersebut,puas dengan kerja partai dan sebagainya. Ini artinya masihcukup banyak pemilih yang bisa dipengaruhi untukberubah. Masing-masing partai mempunyai kesempatanyang sama untuk bersaing memperebutkan pemilih.

Pemilu tahun 2009 nanti, kemungkinan akan diikuti olehpartai-partai baru. Tantangan terbesar dari partai baruadalah pengenalan pemilih. Di tengah banyaknya partai,pemilih harus disadarkan adanya keberadaan partai baru.Butuh kerja keras dan sosialisasi besar-besaran agarnama partai dikenal oleh pemilih (Eriyanto / Sukanta /Eka Kusmayadi).

Tabel 9. Basis Dukungan Partai Berdasar Pendapatan

Tabel 10. Basis Dukungan Partai Berdasar Kelompok Umur

Page 13: Studi  perilaku memilih kajian lsi

13KAJIAN BULANAN

MENGAPA pemilih memilih partai A dan bukan partai B? Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan pemilih lebih cenderungmemilih partai tertentu dibandingkan dengan partai lain? Apakah

pilihan seseorang pada suatu partai cenderung tetap ataukah bisa berubahdari satu waktu ke waktu lain? Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah salahsatu isu penting dari studi perilaku pemilih (voter behavior). Di sejumlahnegara (terutama Amerika) kajian mengenai alasan dan faktor yangmenyebabkan seseorang memilih suatu partai, sangat banyak. Sayangnyakajian demikian ini kurang begitu berkembang di Indonesia. Tulisan danpenelitian mengenai partai politik selama ini lebih banyak diwarnai olehstudi kelembagaan (institusi) dari pada perilaku pemilih.

Saat ini telah ada upaya rintisan untuk menjelaskan perilaku pemilih diIndonesia. Ada sejumlah studi penting yang berusaha menerangkan mengapaseseorang memilih suatu partai tertentu dan bukan partai lain. Studi mengenaiperilaku pemilih di Indonesia masih relatif baru. Karena itu, teori yang dipakai,konsep pengukuran belum kokoh seperti halnya di Amerika. Satu penelitiankerap menggunakan konsep dan pengukuran yang berbeda. Bahkanbeberapa studi kerap kali bertentangan hasil dan kesimpulannya satu samalain. Perbedaan semacam ini belum dipastikan, karena minimnya studimengenai perilaku pemilih ini. Satu temuan misalnya belum diverifikasi kebe-narannya oleh studi-studi lain. Perlu ada penelitian lebih lanjut dan lebihbanyak (intensif) sehingga akan ditemukan faktor apa yang paling dominanyang bisa menjelaskan perilaku pemilih di Indonesia. Tulisan ini akanmereview studi mengenai perilaku pemilih (terutama pilihan terhadap partaipolitik) yang ada di Indonesia hingga saat ini. Apa saja hambatan-hambatanstudi mengenai perilaku pemilih di Indonesia.

Partai Politik danPeta Studi Perilaku Pemilih di Indonesia

STUDI perilaku pemilih berkembang pesat dengan modeldan pendekatan yang canggih di negara-negara Barat.Sayangnya studi ini relatif baru dan belum berkembangdi Indonesia. Paling tidak ada dua alasan kenapa studimengenai perilaku pemilih ini kurang mendapat tempatdi Indonesia. Pertama, Pemilihan Umum dalam kurunwaktu lama, terutama masa Orde Baru tidak sungguh-sungguh menjadi tempat dimana pemilih mengekspre-sikan dan menentukan pilihan. Kebijakan fusi partaipolitik, penerapan massa mengambang, pemberlakuansteril politik di kalangan pemiih desa semuanya berakibatpada perilaku pemilih yang tidak alami. Ini belum ditam-

bah dengan politik uang, keharusan mencoblos partaitertentu (Golkar bagi anggota pegawai negeri). Kondisitersebut menyebabkan banyak ahli tidak tertarik melaku-kan penelitian mengenai perilaku pemilih. Perilakupemilih tidak bisa diteliti mengingat sedemikian besarsuara yang diberikan pemilih tidak berdasar pilihan sung-guh-sungguh. Seseorang mencoblos partai A bukankarena ia suka partai tersebut, tetapi karena disuruh olehatasan atau keharusan dari instansi dimana ia bekerja.

Alasan kedua, absennya studi survei pendapat umumdalam kurun waktu lama. Kebijakan kontrol politik Orde

Page 14: Studi  perilaku memilih kajian lsi

14 LINGKARAN SURVEI INDONESIA

Baru itu juga dikenakan terhadap penelitian yang inginmengukur dan menggali pendapat umum. Penelitiansemacam ini bisa dilarang dan dituduh subversif dalamkerangka negara Orde Baru. Penelitian mengenai Pemilulalu banyak diarahkan pada studi mengenai lembagapolitik atau budaya politik. Tidak banyak studi denganfokus pada pemilih (voter).

Setelah tahun 1988, dengan tumbangnya Orde Baru danhapusnya berbagai kebijakan represif, seharusnya studimengenai perilaku pemilih ini mulai mendapat perhatian.Mulai muncul berbagai kajian yang berusaha menjelas-kan alasan seseorang memilih partai. Faktor-faktor apayang mempengaruhi pilihan seseorang pada partai politik.Tulisan ini berusaha memetakan studi mengenai perilakupemilih. Pembahasan akan dikaitkan dengan model-model teori perilaku pemilih yang banyak dibahas dalamliteratur, yakni model sosilogis, model psikologis, danmodel pilihan rasional /ekonomi-politik. Tulisan ini me-ngembangkan temuan-temuan dalam studi Qodari (2007).

Studi Perilaku PemilihAda banyak studi mengenai Pemilu di Indonesia, tetapisebagian besar menyoroti aspek instutusi atau prosesPemilu—seperti kajian mengenai partai politik, dinamikaPemilu, konflik di dalam partai politik, konflik Pemilu dansebagainya. Jarang penelitian yang memusatkan per-hatian pada pemilih, seperti apa alasan seseorang memi-lih partai politik, faktor apa yang menjelaskan ia memilihpartai tertentu dibanding partai lain, dan sebagainya. Pada-hal, penelitian dari sisi pemilih ini justru sangat penting.

Hingga saat ini, paling tidak terdapat enam studi pentingmengenai perilaku pemilih di Indonesia (lihat Tabel 1).Semua studi ini melihat pemilih pada titik sentral danmenjelaskan faktor dan alasan pemilih memilih partaipolitik tertentu. Penelitian pertama yang bisa dikategorikansebagai studi perilaku pemilih adalah studi Gaffar (1992).

Gaffar berupaya menjelaskan mengenai perilaku memilihdi kalangan masyarakat Jawa. Mengapa masyarakat me-milih partai politik tertentu dalam Pemilu Orde Baru. Faktorapa yang menyebabkan seseorang memilih Golkar, PartaiPersatuan Pembangunan (PPP) dan Partai DemokrasiIndonesia (PDI). Studi selanjutnya dilakukan olehMallarangeng (1997). Studi ini berusaha mejelaskan faktoryang mempengaruhi pilihan seseorang pada partai politikdi masa Orde Baru—Pemilu 1977, 1982, 1987, dan 1992.Penelitian yang dilakukan oleh Gaffar (1992) dan Malla-rangeng (1997) ini menarik karena konteks Pemilu yangditeliti adalah Pemilu di masa Orde Baru. Kebanyakanahli dan pengamat tidak tertarik menyelidiki perilakupemilih karena menganggap pilihan seseorang padapartai di masa Orde Baru tidaklah alamiah, sebaliknyatelah dikendalikan lewat sistem yang represif. Pemilu OrdeBaru juga secara sengaja dirancang untuk memenangkanpartai tertentu. Baik Gaffar (1992) ataupun Mallarangeng(1997) berargumentasi studi mengenai perilaku pemilihtetap penting dilakukan justru untuk membuktikan apakahsistem hegemonik Orde Baru bekerja secara maksimal.

Studi mengenai perilaku pemilih mulai marak dilakukanpasca tumbangnya Orde Baru. Pemilu 1999 adalah Pemi-lu pertama setelah Pemilu 1955 yang dilakukan secarademokratis. Pemilih mempunyai otonomi untuk menen-tukan partai apa yang didukung. Studi mengenai perilakupemilih menjadi relevan untuk dilakukan. Studi King(2003), Ananta (et.al, 2004) dan Liddle dan Mujani (2000)adalah salah satu contoh dari penelitian mengenaiperilaku pemilih yang menggunakan objek Pemilu tahun1999. King (2003) berusaha melihat apakah ada persa-maan pilihan antara pemilih tahun 1955 dengan pemilihpada Pemilu 2004. Fakta-fakta empiris yang diajukan olehKing ini menunjukkan adanya suatu kontinuitas, korelasisignifikan antara daerah-daerah pendukung partai-partaitertentu pada tahun 1955 dan daerah-daerah pendukungpartai-partai tertentu pada 1999. King berusaha untuk

Tabel 1: Studi Perilaku Pemilih Yang Pernah Dilakukan

Studi Objek Pemilu Metode

Gaffar (1992) 1987 Survei

Mallarangeng (1997) 1977, 1982, 1987, 1992 Data agregat

Ananta (et.al, 2004) 1999 Data agregat

King (2003) 1999 Data agregat

Liddle dan Mujani (2000) 1999 Survei

Liddle dan Mujani (2007) 2004 Survei

Keterangan : di luar enam studi mengenai perilaku pemilih ini, kemungkinan banyak studi lain dalam penelitian di kampus (skripsi, thesisataupun disertasi). Meski demikian, enam studi inilah yang hingga saat ini kerap disebut, dan banyak dikutip untuk menjelaskan polaperilaku pemilih di Indonesia.

Page 15: Studi  perilaku memilih kajian lsi

15KAJIAN BULANAN

menjelaskan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhipilihan pemilih pada suatu partai politik. Analisis King inididasarkan pada hasil Pemilu 1999. King mengembang-kan suatu model yang disebut sebagai konteks sosio-ekonomik. Dengan kata lain, King ingin menguji apakahkonteks sosial ekonomi punya pengaruh terhadap pilihanseseorang terhadap partai politik. Ananta (et.al, 2004)mengembangkan lebih lanjut studi dan temuan King(2003). Ananta menggunakan data-data yang lebih baru.

Studi ekstensif mengenai perilaku pemilih dilakukan olehLiddle dan Mujani (2000, 2007). Studi ini menggunakankonsep mutakhir mengenai perilaku pemilih yang biasadilakukan di Amerika. Studi ini juga menggunakan metodesurvei dengan populasi nasional, sehingga hasilnyarepresentatif dan bisa mewakili pendapat dari seluruhmasyarakat Indonesia.

Dari studi-studi mengenai perilaku pemilih tersebut,sebenarnya bisa dikelompokkan ke dalam dua kategoribesar: studi yang menggunakan data agregat dan studimenggunakan survei (lihat Qodari, 2007).

Pertama, studi menggunakan hasil survei. Studi ini meng-gunakan survei sebagai metode pokok untuk mengetahuiperilaku pemilih. Pemilih ditanya lewat serangkaian perta-nyaan yang diturunkan dari variabel-variabel penelitian.Studi Gaffar (1992) dan Liddle dan Mujani (2000, 2007)termasuk dalam kategori ini. Di sini peneliti menanyakanlangsung kepada pemilih alasan memilih partai politikdan menguji semua aspek dan variabel yang bisa menje-laskan pilihan seseorang pada partai politik tertentu.

Kelebihan dari studi menggunakan survei terletak padakemungkinan eksplorasi penelitian yang dalam. Penelitibisa merancang desain yang kompleks dan menurun-kannya ke dalam sejumlah indikator dan pertanyaan.Peneliti bisa menguji semua aspek dan variabel. Tetapikelemahan dari studi ini terletak pada tingkat representasidata. Apakah hasil survei bisa mewakili (representasi)suara pemilih Indonesia. Apakah peneliti telah menerap-kan penerikan sampel yang tepat sehingga hasil sampelitu bisa dianggap mewakili populasi. Di sini peneliti harusmenyusun desain dan penarikan sampel yang bisamemastikan keragaman pemilih terwakili dalam sampel.Dalam konteks ini, studi Liddle dan Mujani (2000, 2007)dengan populasi nasional lebih representatif dibanding-kan dengan studi Gaffar (1992) yang memakai kasus tigadesa di sebuah kabupaten di Yogyakarta.

Kedua, studi yang memanfaatkan data agregat. Sesuainamanya, studi ini memanfaatkan data agregat yangdikumpulkan oleh badan-badan statistik—misalnya datamengenai hasil Pemilu, data penduduk (agama, pendi-

dikan, pekerjaan dan sebagainya) yang disediakan olehBadan Pusat Statistik. Studi Mallarangeng (1997), King(2003) dan Ananta (et.al, 2004) masuk dalam kategori ini.Di sini, data diambil bukan dengan wawancara langsungkepada pemilih, tetapi dari data statistik yang tersedia.Peneliti tidak membuat survei untuk menanyakan pilihanpartai, atau pekerjaan seorang pemilih, tetapi meman-faatkan data agregat mengenai hasil Pemilu dan datakependudukan. Umumnya, basis data yang dipakai ada-lah data di tingkat kabupaten / kota. Data yang dianalisiskarena itu sesuai dengan jumlah kabupaten / kota.

Studi menggunakan data agregat ini mempunyai kelebihandan kelemahan (Qodari, 2007). Kelebihan terletak padatingkat representasi data, karena data bisa menyertakansemua wilayah (kabupaten / kota) yang ada di Indonesia.Kelebihan lain, karena menggunakan data agregat (yangnotabene adalah data sensus), data juga terhindar darikesalahan seperti yang terjadi pada sampel survei (praktistidak ada sampling error dan non sampling error).

Sementara kelemahan dari studi menggunakan dataagregat terletak pada “kualitas” dari data itu sendiri.Mengapa? Karena peneliti pada dasarnya hanya tinggalmenggunakan data yang tersedia. Jika kualitas data ituburuk bisa dipastikan, hasil dari analisis juga buruk. Kele-mahan lain terletak pada “keterbatasan “data. Perilakupemilih adalah bidang yang kompleks terkait denganberbagai aspek sosial, politik dan budaya. Peneliti mem-punyai keterbatasan untuk mengeksplorasi berbagaiaspek itu karena tidak semua data tersedia. Bagaima-napun data agregat (data sensus) yang dipakai hanyamenyediakan informasi berupa karakter sosiologis. Studidemikian tidak bisa menjangkau pengukuran yang bersifatpsikologis atau pendekatan ekonomi politik. Karena datamengenai orientasi partai, orientasi isu, kedekatan partai(Party ID), persepsi terhadap partai dan seterusnya hanyabisa diperoleh lewat wawancara dengan pemilih (Qodari,2007). Dan metode yang yang bisa menjangkau untukkeperluan tersebut adalah survei.

Sebagaimana terlihat dalam pembahasan selanjutnya,pilihan data yang dipakai (apakah memakai survei ataukahdata agregat) akan menentukan variabel apa yang bisadiuji dan kemungkinan perbedaan hasil penelitian.

Model SosiologisModel Sosiologis adalah model paling awal dalam tradisistudi perilaku memilih. Model ini dikembangkan denganasumsi bahwa perilaku memilih ditentukan oleh karak-teristik sosiologis para pemilih, terutama kelas sosial,agama, dan kelompok etnik/kedaerahan. Seorang pemilihmemilih partai tertentu karena adanya kesamaan antarakarakteristik sosiologis pemilih dengan karakteristik

Page 16: Studi  perilaku memilih kajian lsi

16 LINGKARAN SURVEI INDONESIA

sosiologis partai tersebut. Seorang pemilih dengan latarbelakang kelas sosial bawah (dilihat dari jenis pekerjaan,tingkat pendidikan, pendapatan, dan kesadaran akanposisi kelas sosial) cenderung akan memilih partai politikyang dipandang memperjuangkan perbaikan kelas sosialmereka. Atau yang beragama Islam, memilih partai Islamatau partai yang memperjuangkan kepentingan Islam.

Faktor sosiologis yang dipercaya penting mempengaruhikeputusan memilih sebuah partai politik adalah agama.Sebuah partai politik yang punya platform kegamaan yangrelatif sama dengan karakteristik kebergamaan pemilihcenderung akan didukung oleh pemilih tersebut. Terkaitdengan masalah kelas sosial dan sentimen kegamaan,aspek kedaerahan juga dipercaya sebagai faktor sosio-logis yang mempengaruhi perilaku pemilih. Partai politikyang punya asal-usul atau keterikatan dengan daerah ter-tentu cenderung akan didukung oleh pemilih dari daerahbersangkutan. Walapun dilihat dari etnik berbeda, seo-rang calon pejabat publik yang tinggal, atau biasamemperjuangkan kepentingan daerah tertentu, cende-rung didukung oleh pemilih dari daerah bersangkutan.

Tabel 2 menyajikan ringkasan variabel sosiologis apayang diteliti oleh sejumlah studi perilaku pemilih. Daritabel ini terlihat, tidak semua studi menguji semuavariabel sosiologis. Di sini terlihat ada perbedaan antarapenelitian yang menggunakan data hasil survei (Gaffar,1992; Liddle dan Mujani, 2000; Liddle dan Mujani, 2007)dengan penelitian yang menggunakan data agregat(Mallarangeng, 1997; King, 2003; Ananta, et.al, 2004).Penelitian yang menggunakan data hasil survei bisamenguji semua variabel sosiologis, karena pada dasar-

nya penelitian ini secara langsung menanyakan kepadasampel responden pemilih. Responden bisa ditanyakansejumlah aspek, mulai dari agama hingga kelas sosial.

Tidak demikian halnya dengan penelitian menggunakandata agregat. Penelitian menggunakan data agregatsangat tergantung kepada ketersediaan data. Sebagaimisal, penelitian yang menggunakan data sensus BadanPusat Statistik sebelum tahun 2000 (Mallarangeng, 1997;King, 2003), tidak bisa menguji variabel suku (etnis). Halini karena data mengenai etnis baru ditanyakan dalamsensus BPS tahun 2000. Sebelumnya, BPS tidak pernahmenanyakan masalah etnis ini pada sensus penduduk.

Variabel sosiologis mana yang punya pengaruh terhadappilihan seseorang pada partai politik? Tabel 3 menyajikanringkasan hasil sejumlah studi perilaku pemilih. Yangmenarik dari data ini adalah, masing-masing studi kerapmenampilkan hasil yang berbeda satu sama lain. Darisemua variabel sosiologis yang dikaji oleh studi perilakupemilih, hanya variabel kelas sosial saja yang mengha-silkan temuan sama. Di semua studi, kelas sosial bukanpenjelas penting dalam menentukan perilaku memilihseseorang. Seseorang yang berada di kelas atas misal-nya, tidak mempunyai pilihan partai yang berbeda denganpemilih yang berada di kelas bawah. Ada sejumlahpenjelasan, mengapa variabel kelas sosial ini tidak men-jelaskan perilaku pemilih. Pertama, tidak ada partai diIndonesia yang mengidentifikasi sebagai partai kelastertentu. Partai di Indonesia memposisikan sebagai partaisemua golongan dan kelas yang ada dalam masyarakat.Kedua, bersamaan dengan itu kesadaran kelas dikalangan pemilih di Indonesia juga tidak ada.

Tabel 2. Variabel Sosiologis dalam Sejumlah Studi Perilaku Pemilih

Studi Perilaku Pemilih

Variabel yang Diteliti Mallara Gaffar Liddle & King Ananta Liddle &ngeng (1992) Mujani (2003) (et.al, Mujani

(1997) (2000) 2004) (2007)

Agama - - x x x x

Orientasi agama (santri-abangan) x x x - - x

Jenis Kelamin - - x - - x

Umur - - x - - x

Etnis - - x - x x

Urbanisasi ( desa kota) x - x x x x

Kelas sosial x x x x - x

Pendidikan - x - x x

Keterangan: (-) tidak diteliti; (x) diteliti atau dikaji oleh studi

Page 17: Studi  perilaku memilih kajian lsi

17KAJIAN BULANAN

Di luar variabel kelas sosial, masing-masing studimenghasilkan temuan yang bertentangan. Variabelsosiologis yang dipandang punya dampak kuat dalammempengaruhi perilaku pemilih di satu studi, di studi lainjustru tidak ditemukan punya dampak kuat terhadapperilaku pemilih. Variabel agama dan orientasi agamamisalnya. Dalam studi Mallarangeng (1997), Gaffar(1992), King (2003) dan Ananta (et.al, 2004) , variabel iniadalah salah satu penjelas penting dalam menerangkanperilaku pemilih. Pemilih yang beragama Islam cenderungmemilih partai Islam. Demikian juga kecenderunganorientasi agama. Pemilih santri cenderung akan memilihpartai Islam. Sementara pemilih yang beragama nonIslam cenderung untuk memilih partai nasionalis. Hasiltemuan studi ini dipatahkan oleh studi yang dilakukanoleh Liddle dan Mujani (2000, 2007). Dalam penelitianLiddle dan Mujani (2000, 2007), agama dan orientasiberagama memang menjelaskan pilihan seseorang padapartai politik. Tetapi pengaruh variabel ini lemah, tidaksekuat yang digambarkan dalam studi Mallarangeng(1997), Gaffar (1992), King (2003) dan Ananta (et.al, 2004).

Perbedaan lain bisa dilihat pada variabel etnis (suku).Studi yang dilakukan oleh Ananta et.al (2004) menunjukkanetnis adalah salah satu penjelas dalam perilaku pemilihdi Indonesia. Ada partai yang diidentikkan sebagai Jawadan partai luar Jawa. Penelitian Ananta (et.al) menun-jukkan hubungan positif yang kuat pada etnis Jawa terda-pat pada PKB dan PDIP. Ini mengukuhkan pandanganbahwa kedua partai ini memang partai Jawa. Wilayah yangbanyak suku Jawa-nya punya kecenderungan untukmemilih kedua partai. Sebaliknya, PPP dan Golkar punyahubungan negatif dengan suku Jawa. Ini juga mengu-kuhkan kedua partai ini sebagai partai yang selama ini

dikenal sebagai partai non Jawa (lihat Qodari, 2007).Sementara studi yang dilakukan Liddle dan Mujani (2000,2007) menunjukkan variabel etnis bukanlah penjelas pen-ting dalam menerangkan perilaku pemilih di Indonesia.

Di mana letak sumber perbedaan hasil ini? Menurutpenulis, salah satu sumber perbedaan itu adalah metodeyang dipakai. Penelitian yang menggunakan data hasilsurvei (Liddle dan Mujani, 2000; 2007) menghasilkantemuan variabel sosiologis kurang berperan dalammenjelaskan perilaku pemilih. Dari sejumlah variabelsosiologis, hanya agama saja yang punya peran dalammenjelaskan perilaku pemilih pada partai—itu pun lemah.Sementara studi yang menggunakan data agregat (Malla-rangeng, 1997; King, 2003; Ananta, et.al, 2004) mengha-silkan temuan variabel sosiologis (seperti etnis, desa-kota, dan agama) adalah penjelas penting dalam mene-rangkan mengapa pemilih memilih partai tertentu.

Salah satu aspek menarik adalah membandingkan hasilstudi Gaffar (1992) dengan studi Liddle dan Mujani (2000;2007). Meski kedua studi sama-sama berangkat dari hasilsurvei, hasil dari studi tersebut berbeda. Dalam hal orien-tasi agama misalnya. Studi Gaffar (1992) menunjukkanada hubungan kuat antara orientasi agama pemilihdengan partai yang dipilih. Pemilih dengan latar belakangsantri, punya kecenderungan untuk memilih partai Islam(dalam hal ini PPP). Sementara pemilih dengan latarbelakang abangan, cenderung memilih partai sekuler(dalam hal ini PDI). Sementara studi Liddle dan Mujani(2000; 2007) menemukan memang ada hubungan antaraorientasi agama seorang pemilih dengan partai yangdipilih. Tetapi pengaruh orientasi agama itu tidak lah kuat,tidak sebesar yang dinyatakan oleh Gaffar (1992).

Tabel 3: Hasil Uji Variabel Sosiologis Dalam Sejumlah Studi Perilaku Pemilih

Studi Perilaku Pemilih

Variabel yang Diteliti Mallara- Gaffar Liddle & King Ananta Liddle &ngeng (1992) Mujani (2003) (et.al, Mujani

(1997) (2000) 2004) (2007)

Agama - - Lemah Kuat Kuat Lemah

Orientasi agama (santri-abangan) Kuat Kuat Lemah - - Lemah

Jenis Kelamin - - Tidak - - Tidak

Umur - - Tidak - - Tidak

Etnis - - Tidak - Kuat Tidak

Urbanisasi ( desa kota) Kuat - Tidak Kuat Kuat Tidak

Kelas sosial Lemah Tidak Tidak Lemah - Tidak

Pendidikan - Tidak - Kuat Tidak

Page 18: Studi  perilaku memilih kajian lsi

18 LINGKARAN SURVEI INDONESIA

Perbedaan ini kemungkinan karena penarikan sampelsurvei yang berbeda di antara kedua studi. Studi Gaffar(1992) didasarkan pada survei di Kecamatan Brobanti(berada di Kabupaten Kulonprogo Yogyakarta). Ada tigadesa yang menjadi studi kasus dari penelitian Gaffar, yaitudesa Sukaramai, Sukadamai dan Sukamulya. Ketiga desatersebut diambil oleh Gaffar dengan alasan (judgment)tertentu—ada desa yang punya karakteristik sebagai desa“santri” (dan secara tradisi PPP selalu menang di desaini), dan ada desa yang punya karakteristik sebagai desa“abangan”. Pemilihan desa sampel dengan karakteristiktertentu ini, karena Gaffar (1992) ingin menguji sejauhmana teori Greetz mengenai pembilahan masyarakat Jawaberlaku dalam ranah politik. Sementara penarikan sampelyang dilakukan oleh Liddle dan Mujani (2000; 2007)berbeda. Liddle dan Mujani (2000; 2007) menarik sampelpopulasi Indonesia secara representatif. Studi ini tidaksecara spesifik menyoroti masyarakat Jawa, dan tidakberpretensi juga menguji secara spesifik teori Greetz.

Model PsikologisKalau faktor sosilogis menekankan pentingnya latarbelakang sosiologis pemilih, maka model psikologismemberikan perhatian kepada aspek psikologis pemilih.Pilihan seseorang terhadap partai tertentu bukan hanyakarena partai mempunyai kesamaan latar belakangdengan pemilih, tetapi juga secara psikologis dekatdengan pemilih. Aspek sosiologis dan psikologis inisaling berkaitan. Faktor-faktor sosiologis tersebut tidaklangsung mempengaruhi keputusan untuk memilih, tapidiperantarai oleh persepsi dan sikap, baik terhadap faktorsosiologis tersebut maupun terhadap partai politik.

Salah satu variabel penting dari model psikologis iniadalah identifikasi seseorang terhadap partai (partisan-ship/Party ID). Identifikasi Partai adalah perasaanketerlibatan dan memiliki yang terdapat dalam diri sese-orang terhadap sebuah partai politik. Sehingga, ini bisadikatakan sebagai sikap dan perasaan psikologis yangterdapat di dalam diri seseorang. Kedekatan ini umumnyaterbangun dalam proses yang panjang. Identitas partaipolitik (Party ID) ini yang memperantarai faktor-faktorsosiologis dengan opini dan sikap terhadap partai politik.Beberapa ahli berpendapat, identifikasi partai /partisan-

ship ini lebih sebagai faktor jangka panjang dari padafaktor jangka pendek. Dee Allspot dan Herbet F. Weisbergmisalnya berpendapat, untuk jangka waktu lama parti-sanship ini tidak berubah. Jika evaluasi terhadap partaibisa cepat berubah, sebaliknya partisanship umumnyalebih lama membekas dalam diri pemilih.1 William G.Jacoby mengatakan, partisanship merupakan dasar bagiindividu untuk melakukan penilaian terhadap isu yangdiusung oleh partai. Menurut Jacoby, partisanship tersebutmengarahkan pemilih untuk bagaimana menilai isu yangditawarkan oleh suatu partai. Individu membangun kesa-daran suatu partai sebagai hasil dari proses sosialisasi.Kesadaran itu yang dipakai untuk memahami peristiwadalam kerangka atau bingkai yang dipunyai individu.2

Sosialisasi politik di lingkungan keluarga, di tempat kerja,dan di lingkungan masyarakat di mana seseorang ber-tempat tinggal membantu proses pembentukan identitaspartai ini. Kebiasaan membicarakan masalah publikdalam keluarga, di tempat kerja, dan di lingkungan masya-rakat sekitar di mana seseorang tinggal, akan membantuseseorang terlibat dengan masalah-masalah publik.Dalam lingkungan keluarga dan masyarakat di manasebuah partai politik disikapi secara positif akan menum-buhkan sikap positif juga terhadap partai tersebut. Orangtua pendukung partai politik tertentu akan cenderungmenumbuhkan sikap partisan pada anggota keluarga lainsesuai dengan sikap partisan orang tua tersebut.

Partisanship ini bisa diukur dengan jalan menanyakankepada pemilih kedekatan terhadap partai tertentu. Bisajuga dengan menanyakan kepada pemilih sejumlahpilihan jawaban yang menunjuk kepada kedekatankepada partai tertentu. Sejumlah studi mengenai perilakupemilih di Amerika menemukan, pemilih umumnya akanmenjawab tidak ada pilihan atau tidak dekat dengan partaitertentu, ketika ditanyakan kepada mereka seberapa dekatia dengan partai. Tetapi dengan menanyakan kepadamereka sejumlah item pertanyaan yang mengorekpengetahuan tentang partai bisa diketahui tingkat parti-sanship seseorang terhadap partai politik.3 Di negara-negara demokrasi baru, umumnya tingkat partisanshiptidak besar. Pergantian sistem Pemilu atau perubahanpartai politik dan pemimpin politik misalnya berpengaruh

1 Dee Allspot dan Herbet F. Weisberg, “ Measuring Change in Party Identification in an Election Campaign,” American Journal ofPolitical Science, Vol. 29, No. 1, 1984, terutama hal. 996-997.

2 Dalam bahasa Jacoby dikatakan demikian:” Intense partisanship leads to a greater reliance on the party as a normative standard forguiding personal political orientations. In other words, a party’s issue stands should have a greater impact on the attitude of peoplewho are closely tied to their party.” Lihat William G. Jacoby, “ The Impact of Part Identification on Issue Attitudes,” American Journalof Political Science, Vol. 32, No. 1, 1986, terutama hal. 644.

3 Arthur H.Miller dan Martin P. Wattenberg, “Measuring Party Identification: Independent or No Partisan Preference?”,” AmericanJournal of Political Science, Vol. 27, No. 1, 1983, hal. 106-121. Pembahasan teoritis mengenai pengukuran partisanship lihat“Question Form and Context Effect in the Measurement of partisanship: Experimental Test of the Artifact Hypothesis,” AmericanPolitical Science Review, Vol. 88, No.4, 1994, hal. 945-958.

Page 19: Studi  perilaku memilih kajian lsi

19KAJIAN BULANAN

terhadap tumbuh dan berkembangnya partisanship. Iniagak berbeda dengan negara yang relatif stabil dan lamasistem demokrasi. Sistem yang relatif stabil, polarekruitmen pemimpin politik yang teratur pada gilirannyajuga meningkatkan partisanship pemilih.4

Studi perilaku pemilih di Indonesia juga menggunakankonsep identifikasi partai (Party ID). Yang perlu dicatat,model psikologi dari perilaku pemilih tidak mungkindilakukan dalam studi yang menggunakan data agregat.Karena model ini membutuhkan data mengenai persepsidan kedekatan seseorang pada partai politik, orientasipada partai, isu dan kandidat—sesuatu yang hanya mung-kin diperoleh dengan wawancara langsung denganpemilih. Studi perilaku pemilih dengan data survei yangdilakukan oleh Gaffar (1992) dan Liddle dan Mujani (2000,2007) juga menggunakan atau menguji faktor identifikasipartai (Party ID).

Yang menarik, sejumlah penelitian mengenai perilakupemilih menggunakan variabel yang “khas” Indonesia.Gaffar (1992) menggunakan variabel bapakisme (patronklien), sementara Liddle dan Mujani (2000, 2007) menggu-nakan variabel kepemimpinan ( leadership) untukmenjelaskan perilaku pemilih.

Patron klien bisa didefinisikan sebagai hubungan antaraseseorang dengan orang yang dihormati. Aspek patronklien ini mungkin khas Indonesia dan dunia ketiga, dantidak ditemukan dalam pengukuran perilaku pemilih diBarat. Di Indonesia atau dunia ketiga lainnya, pendapatseseorang dipengaruhi oleh pemuka pendapat (opinionleader) yakni orang yang dihormati dan dimintai pendapatuntuk masalah-masalah politik. Menurut Gaffar (1992),keputusan individu untuk mendukung partai tertentu

dipengaruhi oleh interaksi mereka dengan pemimpinyang dihormati oleh seseorang. Pemimpin ini bisa berupapemimpin formal (pejabat atau perangkat desa), bisa jugapemimpin informal (ulama atau tokoh masyarakat).

Sementara kepemimpinan (leadership) adalah penilaiandan kedekatan terhadap tokoh-tokoh yang dikaitkandengan partai. Liddle dan Mujani (2000, 2007) menya-takan kepemimpinan / ketokohan (leadership) adalahvariabel penting dalam menjelaskan perilaku pemilih diIndonesia. Ketokohan bisa menarik massa pemilih partaipolitik agar memilih partai dimana tokoh itu berada.Seseorang memilih Partai Demokrasi Indonesia Per-juangan (PDIP) bukan hanya karena partai, tetapi karenaada tokoh Megawati. Penilaian dan kedekatan padaMegawati bisa mendorong pemilih untuk memilih PDIP.

Baik studi Gaffar (1992) maupun Liddle dan Mujani (2000,2007) menunjukkan identifikasi partai (Party ID) merupakanvariabel penting dalam menjelaskan pilihan partaipemilih. Ada hubungan yang kuat antara identifikasi partaidengan partai pilihan, baik pada Pemilu 1999 maupun2004. Pemilih yang mengidentifikasi dirinya dengan suatupartai politik, cenderung untuk memilih partai tersebut.

Penelitian Liddle dan Mujani (2000, 2007) menunjukkankepemimpinan (ketertarikan dan evaluasi terhadap tokoh)adalah variabel penting yang menjelaskan pilihan partaipemilih. Dalam penelitian tersebut, aspek ketokohan inimenjelaskan sekitar 71% variasi atas pilihan partai politik.

Bagaimana dengan patron klien? Hasil penelitian Gaffar(1992) menunjukkan ada hubungan yang kuat antaraidentifikasi seseorang dengan tokoh dan pilihan partai.Keputusan individu untuk mendukung partai tertentu dipe-

Tabel 4: Variabel Psikologis Dalam Sejumlah Studi Perilaku Pemilih

Studi Perilaku Pemilih

Variabel yang Diteliti Mallara- Gaffar Liddle & King Ananta Liddle &ngeng (1992) Mujani (2003) (et.al, Mujani

(1997) (2000) 2004) (2007)

Identifikasi partai - x x - - x

Patron klien - x - - - -

Kepemimpinan (ketertarikan dan

evaluasi terhadap tokoh) - - x - - x

Keterangan: (-) tidak diteliti; (x) diteliti atau dikaji oleh studi

4 Masalah partisanship di negara demokrasi baru, lihat Samuel H. Barnes, Peter McDonough dan Antonio Lopez Pina, “The Developmentof Partisanship in New Democracies: The Case of Spain”, American Journal of Political Science, 1986, hal. 695-719.

Page 20: Studi  perilaku memilih kajian lsi

20 LINGKARAN SURVEI INDONESIA

ngaruhi oleh interaksi mereka dengan pemimpin yangada di desa tersebut. Masing-masing pemimpin memilikikonstituen sosial dan politik sendiri berdasarkan orientasisosio relijius. Pemimpin abangan berhubungan denganmasyarakat abangan karena mereka memiliki norma-norma dan nilai-nilai bersama yaitu Javanisme, semen-tara pemimpin santri dihubungkan dengan masyarakatsantri Islam. Pemimpin dari kedua komunitas tersebutdapat menjadi pemimpin formal dan informal. Hipotesisyang diuji dalam penelitian Gaffar (1992), adalah ketikapemimpin informal sangat berpengaruh dan mampumenghadapi pemimpin formal yang biasanya mendukungpartai pemerintah, partai oposisi akan menjadi pemenangdalam pemilu. Dan begitu sebaliknya, ketika peran yangdominan dari pemimpin formal tidak tertandingi, partaipemerintah akan menjadi pemenang dalam pemilu.Hipotesis ini teruji dalam sampel desa yang diteliti olehGaffar (1992).5

Model Ekonomi PolitikModel rasional/ ekonomi politik menekankan kepadapenilaian rasional pemilih. Kenapa partai A lebih dipilihdibandingkan dengan partai B, disebabkan oleh pertim-bangan tertentu. Karena itu, model rasional ini menem-patkan pentingnya evaluasi pemilih terhadap partai yangbersaing dalam Pemilu. Sejumlah studi mengenaiperilaku pemilih menampatkan isu ekonomi sebagaimasalah penting bagi pemilih. Partai mana yang diang-gap mampu menyelesaikan masalah ekonomi lebihmungkin dijadikan pilihan oleh pemilih. Pilihan terhadappartai politik dalam model ini bukan hanya masalahpsikologis dan partisanship tapi merupakan pertim-bangan rasional: Bagaimana seseorang memposisikandirinya terhadap isu tertentu, dan bagaimana partai dan

calon menyikapi isu-isu tersebut. Pertemuan antara posisiatau preferensi atas isu seorang pemilih dengan posisiatas isu yang sama dari calon atau partai polit ikmenentukan perilaku memilih seseorang.

Teori tentang ekonomi politik ini diadaptasi dari lapanganekonomi. Ahli politik mengadaptasi teori tersebut untukmenjelaskan perilaku pemilih dengan memperhitungkanapa dampak yang bisa dirasakan langsung oleh pemilihdi masa datang kalau ia memilih partai tertentu. Sepertidalam lapangan ekonomi, pilihan seseorang atas kandi-dat tertentu didasarkan pada penilaian terhadap masalalu dan penilaian atas kondisi ekonomi di masa datang.6

Disini, pilihan seseorang atas kandidat tertentu didasar-kan pada pertimbangan rasional terutama kemampuandalam mengatasi dan menangani masalah ekonomi.7

Studi yang dilakukan Michael Alvarez dan Nagler menun-jukkan bagaimana retrospektif dan prospective ini berpe-ran dalam menjelaskan kemenangan Bill Clinton sebagaipresiden Amerika tahun 1992. Pertumbuhan ekonomiyang mandek di era George Bush dan harapan akankondisi ekonomi lebih baik bila Clinton sebagai presidenturut berperan dalam dukungan pemilih terhadap Clinton.8

Model ekonomi politik ini banyak dipakai dalam studiperilaku pemilih di sejumlah negara. Tetapi di Indonesia,studi dengan menggunakan pendekatan ini kurangmendapat perhatian. Tabel 6 menunjukkan variabelekonomi politik yang dikaji dalam sejumlah studi perilakupemilih di Indonesia. Penelitian dengan menggunakandata survei umumnya menurunkan model ekonomi politikini dengan sejumlah pertanyaan berupa evaluasi pemilihatas kondisi nasional, penilaian atas kompetensi partaipolitik dalam menyelesaikan masalah bangsa, dan

5 Responden yang terhubung dengan petugas desa akan lebih memilih partai pemerintah (Golkar) dan mereka yang terhubungdengan pemimpin relijius akan memilih partai Islam (PPP). Sekitar 68% dari responden yang terhubung dengan aparat desa akanmemilih Golkar, dan 53% dari mereka yang terkait dengan pemimpin relijius memilih partai Islam (PPP). Sekitar 86% dari respondenabangan yang terkait dengan petugas desa memilih Golkar, dan hampir setengah dari komunitas santri dalam kategori yang samamemilih PPP. Yang paling penting, 59% dari santri yang terhubung dengan pemimpin relijius memilih PPP. Pada tingkat pedesaan,hubungan antara dua variabel tersebut semakin jelas. Di Sukamulya yang memiliki pemimpin informal yang sangat berpengaruh, 71% dari santri yang memiliki hubungan dengan pemimpin Islam mendukung partai Islam (PPP). Partai pemerintah tidak pernah bisamelakukan penetrasi ke kelompok santri di desa ini, sehingga Golkar tidak pernah menang di desa ini. Di dua desa lainnya yangmemiliki pemimpin formal yang kuat yang mendukung Golkar, partai oposisi tidak pernah menang. Di Sukaramai, sebagai contoh,61% santri yang memiliki hubungan dengan pemimpin relijius memilih Golkar, dan di Sukadamai 72 % santri yang memilikihubungan dengan pemimpin relijius mendukung partai Islam. Di desa ini sekitar 63% dari santri yang memiliki kaitan denganpetugas desa memilih Golkar.

6 Dalam bahasa Helmut Norpoth dikatakan demikian: Instead of portraying the electorate as a rational god of vengeance and reward,the prospective theory claims that voters make political decisions based on their assesments of future conditions. The scholarly brieffor prospective nehaviour describes the mass public as quite sophisticated, knowledgeable, and farsighted.” Lihat Helmut Norpoth, “Presidents and the Prospective Voter,” The Journal of Politics, Vol. 58, No.3, 1996, hal. 777.

7 “Economic forecast become extensions of partisan evaluations of the president’s capability; as such, they obsure the reality of currenteconomic conditions, and the presence of economic trends,”. Lihat Pamela Johnston Conover , Stanley Feldman dan KathleenKnight, “ The Personal Underpinnings of Economic Forecast,” American Journal of Political Science, Vol. 31, 1987, hal. 578.

8 Michael Alvarez dan Jonathan Nagler,” Economic, Issues and the Perot Candidacy: Voter Choice in the 1992 Presidential Election,”American Journal of Political Science, Vo. 39, No.3, 1995, hal. 714-744.

Page 21: Studi  perilaku memilih kajian lsi

21KAJIAN BULANAN

sebagainya. Sementara penelitian dengan menggunakandata agregat, umumnya menurunkan model ekonomipolitik ini dengan melihat “derajat kemajuan” suatu wila-yah. Apakah wilayah yang lebih maju mempunyai polayang berbeda dengan wilayah yang tidak maju dalam halpartai yang banyak dipilih di wilayah tersebut. Sejumlahstudi menurunkan “derajat kemajuan” suatu wilayah inidengan sejumlah ukuran—mulai dari prosentase melekhuruf, aktivitas pembangunan (misalnya prosentase desayang telah memiliki Sekolah Dasar atau fasiltaskesehatan, jalan raya dan sebagainya).

Ada dua masalah penelitian yang menggunakan dataagregat. Pertama, apakah data yang tersedia bisa menje-laskan variabel dalam ekonomi politik yang abstrak.Penelitian dengan menggunakan survei tidak akanmengalami kesulitan karena peneliti tinggal menurunkanke dalam pertanyaan yang sesuai. Sementara penelitiandengan menggunakan data agregat harus menyesuaikankonsep yang abtrak itu dengan data yang tersedia.

Variabel “evaluasi kinerja partai” atau “evaluasi kemam-puan partai dalam menyelesaikan masalah” tidakmungkin tersedia dalam data-data agregat. Kedua, modelekonomi politik mengasumsikan adanya penilaian ataupertimbangan rasional dari pemilih. Asumsi ini sulit dite-rapkan dalam penelit ian yang menggunakan dataagregat. Karena penelitian dengan menggunakan dataini tidak mendasarkan diri pada data hasil persepsipemilih. Misalnya variabel “evaluasi kinerja pemerintah”.Penelitian dengan menggunakan data agregat umumnyamengukur kinerja pemerintah dengan melihat tingkatanaktivitas yang dilakukan oleh pemerintah—misalnyaberapa Proporsi PAD (Pendapatan Asli Daerah) dalamAPBD, proporsi dana pendidikan dalam APBD dan seba-gainya. Meski ukuran-ukuran ini menunjukkan tingkatanaktivitas kinerja pemerintah, tetapi tidak secara persismenggambarkan evaluasi terhadap kinerja pemerintah.Bisa jadi suatu wilayah sangat maju dan banyak hal telahdilakukan oleh pemerintah daerah, tetapi pemilih tetapmemberikan evaluasi buruk terhadap kinerja pemerintah

Tabel 5: Hasil Uji Variabel Psikologis Dalam Sejumlah Studi Perilaku Pemilih

Studi Perilaku Pemilih

Variabel yang Diteliti Mallara- Gaffar Liddle & King Ananta Liddle &ngeng (1992) Mujani (2003) (et.al, Mujani

(1997) (2000) 2004) (2007)

Identifikasi partai - x x - - x

Identifikasi partai - Kuat Kuat - - Kuat

Patron klien - Kuat - - - -

Kepemimpinan (ketertarikan

dan evaluasi terhadap tokoh) - - Kuat - - Kuat

Tabel 6: Variabel Ekonomi Politik Dalam Sejumlah Studi Perilaku Pemilih

Studi Perilaku Pemilih

Variabel yang Diteliti Mallara- Gaffar Liddle & King Ananta Liddle &ngeng (1992) Mujani (2003) (et.al, Mujani

(1997) (2000) 2004) (2007)

Evaluasi keadaan ekonomi - - x - - x

Kinerja pemerintah - - x - - -

Melek huruf - - - x - -

Pembangunan - - - x - -

Aktivitas pemerintah x - - x - -

Kemiskinan - - - - x -

Keterangan: (-) tidak diteliti; (x) diteliti atau dikaji oleh studi

Page 22: Studi  perilaku memilih kajian lsi

22 LINGKARAN SURVEI INDONESIA

daerah. Evaluasi pemilih bisa independen tidak tergan-tung kepada kemajuan yang telah dicapai suatu wilayah.

Tabel 7 menyajikan data seberapa berpengaruh variabel-variabel ekonomi politik dalam perilaku pemilih terhadappartai di sejumlah studi / penelitian. Dari tabel ini terlihat,variabel ekonomi politik umumnya punya dampak dalammempengaruhi pilihan seseorang. Penelitian Liddle danMujani (2000, 2007) menguji variabel evaluasi pemilihterhadap kondisi ekonomi. Hasilnya, aspek evaluasi terha-dap kondisi ekonomi ini belum menjadi variabel pentingyang menentukan pilihan seseorang pada pilihan partai.

Sementara studi yang dilakukan oleh King (2003), Anantaet.al (2004) dan Mallarengeng (1997), menunjukkan hasilberbeda. Mallarengeng (1997) menunjukkan adahubungan antara aktivitas dan kegiatan pemerintahdengan dukungan pada partai pemerintah. Semakinbanyak aktivitas pemerintah di daerah itu, partai-partaipemerintah akan semakin punya kesempatan untukmenang. Sementara studi King (2003) dan Ananta et.al(2004) menunjukkan hal yang berbeda. Hanya perludicatat, masing-masing peneliti menggunakan peng-ukuran yang berbeda, sehingga satu penelitian denganpenelitian lain kadang tidak bisa diperbandingkan secaralangsung. Jika Mallarengeng (1997) dan King (2003)menggunakan variabel aktivitas/ kehadiran pemerintah,Ananta et.al (2004) menggunakan variabel kemiskinan—proporsi penduduk miskin di suatu wilayah.

Kesimpulan dan Tantangan Masa DepanStudi mengenai perilaku pemilih di Indonesia masih relatifbaru. Karena itu, teori yang dipakai, konsep pengukuranbelum kokoh seperti halnya di Amerika. Satu penelitiankerap menggunakan konsep dan pengukuran yang ber-beda. Bahkan beberapa studi kerap kali bertentanganhasil dan kesimpulannya satu sama lain. Perbedaan

semacam ini belum dipastikan, karena minimnya studimengenai perilaku pemilih ini. Satu temuan misalnyabelum diverifikasi kebenarannya oleh studi-studi lain.

Tantangan studi perilaku pemilih di Indonesia adalah padaketersediaan data. Idealnya, studi perilaku pemilihmenggunakan data hasil survei. Sayangnya, melakukansurvei di Indonesia sangat mahal—akibat luasnya wilayahIndonesia. Ini menyebabkan studi perilaku pemilih kurangmenarik minat peneliti. Peneliti perlu punya sumber danayang cukup besar untuk menjalankan studi perilakupemilih. Peneliti yang terbatas dana penelitian, umumnyamengambil jalan “pintas” dengan melakukan penelitianperilaku pemilih di wilayah-wilayah kasus tertentu—sehingga hasilnya tidak bisa ditarik untuk menggam-barkan pola perilaku pemilih di Indonesia.

Masalah ini sebenarnya bisa diatasi jika ada data hasilsurvei periodik yang dibuat oleh lembaga atau konsorsiumyang hasilnya bisa diakses oleh masyarakat luas. Dataini dikumpulkan dalam skala nasional dan dilakukansecara periodik. Misalnya dalam bidang ekonomi. Risetdan kajian ekonomi sangat terbantu dengan data-dataBadan Pusat Statistik (BPS) mengenai indikator-indikatorekonomi—seperti inflasi, pertumbungan ekonomi dandata lain. Data-data ini sangat berguna misalnya melihatberbagai variabel yang mempengaruhi inflasi, variabelyang mempengaruhi pertumbuhan dan sebagainya. Risetbidang sosial juga sangat terbantu dengan adanya data-data agregat mengenai sosial yang dibuat oleh BPS —misalnya lewat survei ketenagakerjaan, indikator sosialdan sebagainya. Tetapi data indikator mengenai perilakupemilih tidak ada di Indonesia.

Di Amerika misalnya, data mengenai perilaku pemilih(terutama yang berhubungan dengan voting behavior)dikumpulkan secara periodik, dalam National Election

Tabel 7. Hasil Uji Variabel Ekonomi Politik Dalam Sejumlah Studi Perilaku Pemilih

Studi Perilaku Pemilih

Variabel yang Diteliti Mallara- Gaffar Liddle & King Ananta Liddle &ngeng (1992) Mujani (2003) (et.al, Mujani

(1997) (2000) 2004) (2007)

Evaluasi keadaan ekonomi - - Tidak - - Tidak

Kinerja pemerintah - - Tidak - -

Melek huruf - - - Kuat - -

Pembangunan - - - Tidak - -

Aktivitas pemerintah Kuat - - Tidak - -

Kemiskinan - - - - Tidak -

Page 23: Studi  perilaku memilih kajian lsi

23KAJIAN BULANAN

Studies ( bisa dilihat di www.umich.edu/~nes/). Ini adalahkonsorsium sejumlah universitas besar di Amerika, mem-buat survei periodik secara nasional dengan melibatkansampel dalam jumlah besar. Hasil survei bisa diaksesoleh semua orang. Riset mengenai voting behavior initelah dilakukan sejak 1948 dan dilakukan secara periodik.Berbagai data mengenai preferensi, sosialiasi, partisipasipolitik dan berbagai data lain mengenai voting behaviortersedia. Sudah ratusan riset dan buku dibuat menggu-nakan data National Election Studies (NES) tersebut. Adabanyak indikator politik yang disurvei—dari partisipasipolitik, sosialisasi politik dan berbagai data lain. Dataseperti berapa banyak orang yang mengunjungi pejabat,berapa banyak orang membicarakan masalah politik,kepercayaan kepada lembaga negara dan berbagai datalain, tersedia dalam NES tersebut.

Ini sangat memudahkan perkembangan studi mengenaiperilaku pemilih. Peneliti tidak perlu membuat surveidengan biaya mahal, tetapi cukup memanfaatkan datahasil survei itu. Di banyak negara, ada konsorsium sepertiNES ini yang membuat survei secara periodik, dan hasil-nya bisa diakses secara luas. Misalnya di Inggris, dikenalsebagai British National Election Studies (www.

essex.ac.uk/bes/). Di Kanada dikenal sebagai CanadianNational Election Studies (www. ces-eec.umontreal.ca).Di New Zaeland dikenal sebagai New Zaeland NationalElection Studies (www. nzes.org). Dan banyak lagi. DiIndonesia, (sayangnya) data-data semacam ini tidaktersedia.

Tantangan lain berkaitan dengan “standarisasi” metodeyang dipakai dalam studi perilaku pemilih. Masing-masingstudi menggunakan metode (penarikan sampel dan perta-nyaan) yang berbeda. Hasilnya kerap membingungkan.Perbedaan hasil satu penelitian dengan penelitian lainkemungkinan bukan karena perubahan dinamika penda-pat masyarakat, tetapi karena masing-masing penelitianmenggunakan metode yang berbeda. Di Amerika, indi-kator dan pengukuran sosial dibuat seragam dan terstan-dar lewat World Value Surveys ( bisa dilihat di www.-worldvaluessurvey.org). Artinya, jika sebuah lembaga inginmengukur sosialisasi atau komunikasi politik, ia bisamengacu pada ukuran yang standar. Sehingga nantinyabisa dipastikan, apakah perubahan pendapat karena per-geseran pendapat masyarakat ataukah karena instrumenyang dipakai berbeda. Standar semacam ini belum adadi Indonesia. (Eriyanto)

Daftar PustakaAnanta, Aris, Evi Nurvidya Arifin dan Leo Suryadinata, Indonesian Electoral Behavior: A Statistical Perspective, Indonesia’s

Population Series No. 7, Singapore, Institute of Southeast Asian Studies, 2004.Evans, Kevin R., The History of Political Parties and General Election in Indonesia, Jakarta, Aries Consultancies, 2003.Gaffar, Afan, Javanese Voters: A Case Study of Election Under a Hegemonic Party System, Yogyakarta, Gadjah mada

University Press, 1992King, Dwight Y, Half-Haltered Reform: Electoral Institution and the Struggle for Democracy in Indonesia, Wesport,

Connecticut, Praeger, 2001.Liddle, R. William, Pemilu-Pemilu Orde Baru: Pasang Surut Kekuasaan Politik, Jakarta, LP3ES, 1992.Liddle, R. William dan Saiful Mujani, The Power of Leadership: Explaining Voting Behavior in the New Indonesian

Democracy, Laporan penelitian, 2003.—————————-, (b)”Politik Aliran Memudar, Kepemimpinan Nasional Menentukan Pilihan Partai Politik”, Kompas,

1 September 2000.—————————-, Party and Religion: Explaining Voting Behavior in Indonesia, Laporan penelitian, 2007.—————————- (b), Islamist Parties and Democracy : The Indonesian Case, Laporan penelitian belum

dipublikasikan, 2007.Mallarangeng, Andi, Contextual Analysis on Indonesian Electoral Behavior, Disertasi doktoral pada Departement of

Political Science, Northern Illinois University, 1997.Mujani, Saiful, “Perubahan Signifikansi Politik Aliran”, Kompas, 21 Maret 2004—————————- (b), “ Arah Baru Perilaku Pemilih Kita”, Tempo, 20-26 September 2004.—————————- , “ De-Aliranisasi Politik”, Kompas, 24 April 2001.—————————- ,” Pemilu 2004 dan Fenomena Muslim Demokrat”, Tempo, 21 Desember 2003.—————————- dan R. William Liddle, “Politics, Islam and Public Opinion”, Journal of Democracy, Vol. 15, No. 1,

2004.Qodari, Muhammad, “Split Ticket-Voting dan Perilaku Pemilih di Indonesia”, Manuskrip Penelitian, 2007.

Page 24: Studi  perilaku memilih kajian lsi

24 LINGKARAN SURVEI INDONESIA

PEMIMPIN UMUM

Denny JA

REDAKSI

Eriyanto (Ketua)

Widdi Aswindi

Eka Kusmayadi

Sukanta, Setia Dharma

Arman Salam

Redaktur Tamu: Bagus Sartono & Ahmad Nyarwi

LINGKARAN SURVEI INDONESIA (LSI)

Jl. Raya Venesia EB 1, Kompleks Bukit Gading Mediterania

Kelapa Gading, Jakarta Utara

Telp (021) 4514701, 4514704, Fax (021) 45858035, 4587336

www.lsi.co.id

Kajian bulanan ini diterbitkan tiap awal bulan, berisi tentang analisis fenomena sosial politik di Indonesia

berdasarkan database dan survei yang dilakukan oleh Lingkaran Survei Indonesia. Diperbolehkan memperbanyak

atau mengutip bagian dari kajian bulanan ini, dengan menyebut sumber tulisan. Untuk permintaan berlangganan

(gratis) kajian bulanan ini, bisa menghubungi Ika Pratiwi (email: [email protected]). Lingkaran Survei

Indonesia (LSI) adalah perusahaan profesional yang mengkhususkan diri pada kegiatan riset opini publik—baik

survei politik (nasional, lokal) maupun survei untuk kalangan bisnis. Selain riset, LSI juga konsultan politik bagi

kepala daerah, partai politik ataupun politisi.