Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

65
PERBANDINGAN SISTEM PEMERINTAHAN ISLAM DAN DEMOKRASI INDONESIA Disusun Oleh BAYU ENDRAGUPTA (Staf Administrasi PTA.Palu) BAB I PENDAHULUAN A. Demokrasi dan Partisipasi Politik Demokrasi adalah satu konsep tentang bentuk bernegara dari sistem liberalisme, yang merupakan suatu sistem hak turut menentukan secara politik, yang memungkinkan setiap warga negara mempunyai pengaruh kepada keputusan - keputusan politik. 1 Setiap masyarakat, bangsa dan negara dapat berbeda pandang dalam melihat dan mengamalkan partisipasi politik. Masyarakat sangat bergantung pada latar belakang budaya, agama, pendidikan dan sosial ekonomi masyarakatnya. Partispasi politik yang tinggi, tidak selamanya baik untuk demokrasi. Oleh karena itu, cara melaksanakan partisipasi politik dan kualitas partisipasi itu sendiri amat penting, sehingga tujuannya untuk mempengaruhi berbagai keputusan politik dapat terwujud. Demokrasi sebagai sebuah sistem untuk membentuk pemerintahan, adalah suatu sistem yang rumit dan mahal. Maka berbagai pemikiran mengenai demokrasi dan kekuasaan tidak bisa dilakukan dengan sederhana. Oleh karena itu, sistem demokrasi tidak sepatutnya sama persis di setiap negara. Setiap negara bisa mengembangkan sebuah sistem demokrasi yang sesuai dengan budaya, agama dan sosio ekonomi masyarakatnya. Ragam demokrasi banyak, tidak ada satupun kesimpulan yang dapat mencakup untuk semua. Yang perlu diperhatikan, dalam mengamalkan demokrasi, jangan sampai syarat - syarat minimal demokrasi tidak dijalankan seperti partisipasi politik yang otonom, pemilu yang demokratis, kebebasan berpendapat, berkumpul, dan berserikat. Maka, arti demokrasi dapat 1 Eberhard Puntsch, Politik dan Martabat Manusia, Occasional Papers and Documents, Friedrich-Naumann-Stiftung, Jakarta, 1998, hal. 26.

Transcript of Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

Page 1: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

PERBANDINGAN SISTEM PEMERINTAHAN ISLAM DAN

DEMOKRASI INDONESIA

Disusun Oleh BAYU ENDRAGUPTA

(Staf Administrasi PTA.Palu)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Demokrasi dan Partisipasi Politik

Demokrasi adalah satu konsep tentang bentuk bernegara dari sistem

liberalisme, yang merupakan suatu sistem hak turut menentukan secara politik,

yang memungkinkan setiap warga negara mempunyai pengaruh kepada keputusan

- keputusan politik.1

Setiap masyarakat, bangsa dan negara dapat berbeda pandang dalam

melihat dan mengamalkan partisipasi politik. Masyarakat sangat bergantung pada

latar belakang budaya, agama, pendidikan dan sosial ekonomi masyarakatnya.

Partispasi politik yang tinggi, tidak selamanya baik untuk demokrasi. Oleh karena

itu, cara melaksanakan partisipasi politik dan kualitas partisipasi itu sendiri amat

penting, sehingga tujuannya untuk mempengaruhi berbagai keputusan politik

dapat terwujud.

Demokrasi sebagai sebuah sistem untuk membentuk pemerintahan, adalah

suatu sistem yang rumit dan mahal. Maka berbagai pemikiran mengenai

demokrasi dan kekuasaan tidak bisa dilakukan dengan sederhana. Oleh karena itu,

sistem demokrasi tidak sepatutnya sama persis di setiap negara. Setiap negara bisa

mengembangkan sebuah sistem demokrasi yang sesuai dengan budaya, agama dan

sosio ekonomi masyarakatnya. Ragam demokrasi banyak, tidak ada satupun

kesimpulan yang dapat mencakup untuk semua. Yang perlu diperhatikan, dalam

mengamalkan demokrasi, jangan sampai syarat - syarat minimal demokrasi tidak

dijalankan seperti partisipasi politik yang otonom, pemilu yang demokratis,

kebebasan berpendapat, berkumpul, dan berserikat. Maka, arti demokrasi dapat

1 Eberhard Puntsch, Politik dan Martabat Manusia, Occasional Papers and Documents,

Friedrich-Naumann-Stiftung, Jakarta, 1998, hal. 26.

Page 2: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

merujuk kepada dua kata dalam bahasa Yunani yaitu “demos” (rakyat) dan

“kratein” (pemerintahan). Secara umum berarti ‘pemerintahan oleh rakyat’, yaitu

satu sistem pemerintahan yang bertanggungjawab kepada rakyat melalui wakil -

wakil mereka yang dipilih dalam pemilihan umum, karena kegiatan pemerintah di

lapangan umum dan pemerintahan.2

Unsur yang amat penting dalam partisipasi politik ialah para anggota

masyarakat ikut serta secara sukarela untuk menyeleksi para calon pemimpin

langsung ataupun tidak langsung, terlibat dalam pembuatan kebijakan publik, dan

sebagainya.

Tetapi walaupun banyak negara yang berpindah ke sistem pemerintahan

demokrasi, tidak demikian dengan negara Muslim, Belum ada negara Islam

demokrasi yang dapat dijadikan model negara demokrasi, tidak juga Indonesia

atau bisa disebut belum, karena Indonesia sebenarnya juga bukan negara Islam,

tetapi negara yang penduduknya mayoritas Muslim.

Sekarang Indonesia telah memakai sistem demokrasi seutuhnya, atau

disebut dengan Demokrasi Pancasila. Setelah menjalani sistem pemerintahan

demokrasi terpimpin pada masa Orde Lama dan sistem pemerintahan yang

otoriter pada rezim Orde Baru Presiden Soeharto, Indonesia merasa terlahir

kembali dan memiliki jiwa yang baru yang berasal dari reformasi.

Disini timbul permasalahan, Indonesia sebagai negara yang berpenduduk

Muslim terbesar di dunia, menganut sistem pemerintahan demokrasi, yang jelas -

jelas berasal dari dunia barat. Timbul pertentangan, apakah Islam yang dianut

sebagian besar penduduk Indonesia kompatibel dan sejalan dengan demokrasi?.

B. Demokrasi dalam Islam

Demokrasi sering diartikan sebagai penghargaan terhadap hak - hak asasi

manusia, partisipasi dalam pengambilan keputusan dan persamaan hak di depan

hukum. Dari sini kemudian muncul idiom-idiom demokrasi, seperti egalite

(persamaan), equality (keadilan), liberty (kebebasan), human right (hak asasi

manusia) dan lain - lain.

2 C. Schmitter and Terry Lynn Karl, “What Democary is Philippe … and is not”. Dalam

Journal of Democarcy, Vol. 2, No. 3 (summer 1991), hal. 20.

Page 3: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

Dalam tradisi Barat, demokrasi didasarkan pada penekanan bahwa rakyat

seharusnya menjadi “pemerintah” bagi dirinya sendiri dan wakil rakyat

seharusnya menjadi pengendali yang bertanggung jawab atas tugasnya. Karena

alasan inilah maka lembaga legislatif di dunia Barat menganggap sebagai pioner

dan garda depan demokrasi. Lembaga legislatif benar - benar menjadi wakil

rakyat dan berfungsi sebagai agen rakyat yang aspiratif dan distributif.

Keberadaan wakil rakyat didasarkan atas pertimbangan, bahwa tidak mungkin

semua rakyat dalam suatu negara mengambil keputusan karena jumlahnya yang

terlalu besar. Oleh sebab itu kemudian dibentuk dewan perwakilan. Di sini lantas

prinsip amanah dan tanggung jawab (credible and accoOntable) menjadi

keharusan bagi setiap anggota dewan. Sehingga jika ada tindakan pemerintah

yang cenderung mengabaikan hak - hak sipil dan hak politik rakyat, maka harus

segera ditegur. Itulah perlunya perwakilan rakyat yang kuat untuk menjadi

penyeimbang dan kontrol pemerintah.

Secara normatif, Islam menekankan pentingnya ditegakkan amar ma’ruf

nahi munkar bagi semua orang, baik sebagai individu, anggota masyarakat

maupun sebagai pemimpin negara. Doktrin tersebut merupakan prinsip Islam

yang harus ditegakkan dimana pun dan kapan saja, supaya terwujud masyarakat

yang aman dan sejahtera.

Jika dilihat basis empiriknya, menurut Aswab Mahasin (1993:30), agama

dan demokrasi memang berbeda. Agama berasal dari wahyu sementara demokrasi

berasal dari pergumulan pemikiran manusia. Dengan demikian agama memiliki

dialeketikanya sendiri. Namun begitu menurut Mahasin, tidak ada halangan bagi

agama untuk berdampingan dengan demokrasi.

Membedah wacana Islam dan demokrasi tentu saja tidak bisa lepas dari

panggung pergulatan politik, negara, kekuasaan dan pemerintahan di satu sisi,

serta relasi antara Islam dengan entitas lain di luar Islam, pada sisi yang lain.

Islam yang dimaksudkan bukanlah sebuah basis nilai dan ajaran yang sama dan

tunggal. Islam hanya bisa dilihat dan dirasakan dari ekspresi para pemeluknya.

Justeru karena Islam hanya bisa dilihat dan dirasakan dari ekspresi para

pemeluknya, maka Islam pun sudah pasti berwajah banyak. Jika Islam berwajah

Page 4: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

banyak, maka ekspresi politik Islam pun, tentu saja, amat beragam. Islam kadang

sejalan dengan demokrasi, tapi kadang juga berseberangan.

Setidaknya terdapat tiga pandangan tentang Islam dan demokrasi yaitu.

1. Pertama, Islam dan demokrasi adalah dua sistem politik yang berbeda. Islam

tidak bisa disubodinatkan dengan demokrasi karena Islam merupakan sistem

politik yang mandiri (self suffcient). Dalam bahasa politik muslim, Islam

sebagai agama yang kaffaah (sempurna) tidak saja mengatur persoalan

keimanan (akidah) dan ibadah, melainkan mengatur segala aspek kehidupan

umat manusia termasuk aspek kehidupan bernegara;

2. Kedua, Islam berbeda dengan demokrasi jika demokrasi didefinisikan secara

procedural seperti dipahami dan dipraktikkan di negara - negara Barat.

Kelompok kedua ini menyetujui adanya prinsip - prinsip demokrasi dalam

Islam. Tetapi, mengakui adanya perbedaan antara Islam dan demokrasi. Bagi

kelompok ini, Islam merupakan sistem politik demokratis kalau demokrasi

didefinisikan secara substantif, yaitu kedaulatan di tangan rakyat dan negara

merupakan terjemahan dari kedaulatan rakyat ini;

3. Ketiga, Islam adalah sistem nilai yang membenarkan dan mendukung sisstem

politik demokrasi seperti yang diperaktikkan negara-negara maju. Islam di

dalam dirinya demokratis tidak hanya karena prinsip syura (musyawarah),

tetapi juga karena adanya konsep ijtihad dan ijma (konsensus). Di Indonesia

pandangan ketiga ini lebih dominan karena demokrasi sudah menjadi bagian

integral sistem pemerintahan Indonesia dan negara-negara muslim lainnya.

Islam dan demokrasi.

Sebenarnya ada beberapa prinsip Islam yang sesuai dengan demokrasi,

yaitu.

1. Syura (Musyawarah)

Musyawarah dijelaskan dalam QS.42:28, yang berisi perintah kepada para

pemimpin dalam kedudukan apapun untuk menyelesaikan urusan mereka yang

dipimpinnya dengan cara bermusyawarah.

Page 5: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

2. Keadilan

Artinya dalam menegakkan hukum termasuk rekrutmen dalam berbagai

jabatan pemerintahan harus dilakukan secara adil dan bijaksana. Tidak boleh

kolusi dan nepotis. Arti pentingnya penegakan keadilan dalam sebuah

pemerintahan ini ditegaskan oleh Allah S.W.T. dalam beberapa ayat-Nya,

antara lain dalam surat an-Nahl:90; as-Syura:15; al-Maidah:8; An-Nisa’:58.

Prinsip keadilan dalam sebuah negara memang sangat diperlukan, sehingga

ada ungkapan yang “ekstrim” berbunyi “Negara yang berkeadilan akan lestari

kendati ia negara kafir, sebaliknya negara yang zalim akan hancur meski

mengatasnamakan Islam”.

3. Kesejajaran (Al-MuS.A.W.ah)

Artinya tidak ada pihak yang merasa lebih tinggi dari yang lain sehingga dapat

memaksakan kehendaknya. Penguasa tidak bisa memaksakan kehendaknya

terhadap rakyat, berlaku otoriter dan eksploitatif. Kesejajaran ini penting

dalam suatu pemerintahan demi menghindari dari hegemoni penguasa atas

rakyat. Ayat Al-Qur’an yang sering digunakan adalah QS. Al-Hujurat ayat 13.

4. Kebebasan Untuk Hidup

Ini dijelaskan pada QS.17:33 dan QS.5:52 yang menyebutkan bahwa manusia

mempunyai kemuliaan dan martabat yang tinggi dibandingkan mahluk yang

lain, sehingga manusia diberi kebebasan unuk hidup dan merasakan

kenikmatan dalam kehidupannya.

5. Prinsip Persamaan

Dijelaskan pada QS.49:13 yaitu pada dasarnya semua manusia itu sama,

karena semuanya adalah hamba Allah, yang membedakan manusia dengan

manusia lainnya adalah ketakwaannya kepada Allah S.W.T..

6. Kebebasan Menyatakan Pendapat

Al-Qur’an memerintahkan kepada manusia agar mau dan berani menggunakan

akal pikiran mereka untuk menyatakan pendapat yang benar dan dipenuhi rasa

tanggung jawab.

Page 6: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

7. Kebebasan Beragama

Allah secara tegas telah memberikan kebebasan kepada manusia untuk

menganut dan menjalankan agama yang diyakini kebenarannya, sehingga tak

seorangpun dapat dibenarkan memaksa orang lain untuk masuk Islam.

Perintah ini terdapat dalam QS.2:256, QS.88:22, dan QS.50:45.

Inilah yang menjadi dasar seseorang yang menyatakan bahwa Islam

sejalan dan kompatibel dengan demokrasi. Tetapi ada pula prinsip - prinsip Islam

yang bertentangan dengan prinsip - prinsip demokrasi, yaitu.

1. Perbedaan sumber

Demokrasi bersumber dari pikiran atau akal manusia, sedangkan Islam berasal

dari wahyu Allah S.W.T. yang disampaikan kepada Nabi Muhammad S.A.W..

2. Perbedaan derajat antara Muslim dan Non-Muslim

Dalam Islam derajat orang Muslim lebih tinggi daripada Non-Muslim,

sedangkan pada demokrasi derajat orang Muslim dan Non-Muslim sama.

Dalam masalah inilah sepertinya Islam tidak menghormati prinsip

kesetaraan. Saat Indonesia ditetapkan sebagai negara demokrasi dulunya, tidak

ada pertanyaan yang diajukan maupun pertimbangan tentang apakah Islam

kompatibel dengan demokrasi.

Suara demokrasi lebih disuarakan karena didorong kebutuhan untuk

memiliki lebih banyak ruang dan lebih banyak pendapat bagi masyarakat dan

orang - orang yang berada di non negara, jadi bukan oleh nilai-nilai agamanya.

Para sarjana Islam berpendapat bahwa konsep demokrasi dalam Islam

adalah “syura” yang disebutkan dalam Al-Qur’an yang artinya “Dan

bermusyawarahlah mereka dalam suatu perkara”.3 Selain itu, ada pula ayat lain

yang menyebut. “Dan orang - orang yang suka mematuhi seruan Tuhannya,

mengerjakan sholat, menyelesaikan setiap persoalan antara sesamanya secara

3 Ayat Al-Qur’an tentang “syura” terdapat dalam Surat ke 3 Al-Imran ayat 159.

Page 7: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

bermusyawarah”.4 Pada umumnya, sarjana Islam menafsirkan kata “syura” adalah

secara harfiah yaitu “musyawarah”.

Akan tetapi, Abu Bakar Ba’asyir menafsirkan kata “syura” sebagai sebuah

konsep Ilahi yang diturunkan untuk mengatur manusia dalam menjalankan

kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan. Menurut beliau, dalam konsep syura,

kedaulatan (kekuasaan) tertinggi dalam membuat Undang - Undang adalah hak

Allah.

Javid Iqbal menyatakan bahwa kedaulatan dan kekuataan absolut adalah

hak Allah semata, oleh karena itu ia mengakui supremasi hukum Islam. Namun, ia

menerima metode demokrasi sepanjang pemilihan mengenai kepemimpinan Islam

dan amalan syari’ah diperhatikan.5 Menurut Abu Bakar Ba’asyir, konsep “syura”

mengandung prinsip - prinsip kebebasan (al-hurriyah), kesamaan (al-muS.A.W.a),

toleransi (al-tasamuh), keadilan (al’adalah), dan kebenaran (al-shidq) adalah wajib

hukumnya untuk diamalkan, tidak sama dengan prinsip - prinsip demokrasi yang

banyak diamalkan sekarang ini.6

Prinsip kebebasan misalnya, menurut Abu Bakar Ba’asyir adalah kebebasan yang

menjamin dan melindungi agama, hak - hak manusia serta makhluk lain. A. Brohi

menjelaskan pentingnya kebebasan berpikir dan berpendapat dijamin dalam

melaksanakan “syura”, seperti dikemukakan.

“… setiap pemerintah wajib meminta pendapat rakyat mengenai persoalan -

persoalan penting baik melalui parlemen maupun referendum, shura (syura)

hanya bererti jika ada kebebasan berfikir dan berpendapat. Jika kebebasan

berfikir dan berpendapat ditekan atau dibatasi dengan berbagai cara dan

rakyat dipaksa untuk berfikir dan berbicara hanya dalam cara yang

dikehendaki penguasa, shura atau musyawarah dengan rakyat menjadi tidak

berarti.”7

4 Pada Surah ke 42 Asy-Syura ayat 38, Allah menegaskan yang artinya “Dan mereka

yang suka mematuhi seruan Tuhannya, mengerjakan shalat, menyelesaikan setiap persoalan antara

sesamanya secara bermusyawarah, menafkahkan sebahagian rezeki yang Allah telah berikan

kepadanya”. 5 Abu Bakar Ba’asyir, Demokrasi dan Islam di Solo dalam Era Reformais, Wawancara,

Markaz besar Polis Republik Indonesia, Jakarta, 2004. 6 Javid Iqbal, “Democracy and the Modern State”, dalam John L. Esposito (pnyt.), Voice

of Resurgent Islam, Oxford University Press, New York, 1984, hal. 257. 7 Abu Bakar Ba’asyir, Demokrasi dan Islam di Solo dalam Era Reformais, Wawancara,

Markaz besar Polis Republik Indonesia, Jakarta, 2004.

Page 8: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

Musyawarah yang dilandasi kebebasan berpikir dan berpendapat, yang

dipandu oleh wahyu Ilahi belum menjadi budaya dalam masyarakat. Kendati pun

praktik musyawarah sejak lama telah diamalkan, tetapi tidak berkait dengan

dengan konsep ”syura” dalam Islam, walau pun prinsip semacam itu secara luas

telah diterima oleh masyarakat Islam. Deklarasi Universal Hak - Hak Asasi

Manusia dalam Islam, telah diterima oleh Dewan Islam Eropa yang didirikan di

London pada 1965 dan mempunyai status peninjau dalam Organisasi Konperensi

Islam (OKI) yang menyatakan bahwa suatu masyarakat Islam yang benar harus

menerima prinsip musyawarah.8

Afan Gaffar berpendapat bahwa Islam sangat percaya pada demokrasi,

karena hal itu merupakan salah satu ajaran politik Islam.9 Wa amruhum syura

bainahum,10

segala permasalahan hendaknya dimusyawarahkan secara bersama,

merupakan ekspresi demokrasi dalam Islam. Perintah untuk melaksanakan

musyawarah telah ditegaskan dalam Al-Qur’an. Hal seperti itu menurutnya, telah

diamalkan pada jaman Nabi Muhammad S.A.W. serta jaman Khulafa Al-

Rasyidin.

Islam juga sangat jelas mengutamakan prinsip - prinsip persamaan

(egalitarian) yang sudah tentu amat dekat dengan wajah demokrasi, prinsip -

prinsip persamaan ini banyak ditemukan di dalam Al-Qur’an maupun Hadist Nabi

Muhammad S.A.W. seperti penciptaan lelaki dan perempuan yang berbangsa -

bangsa dan bersuku - suku untuk saling mengenal, akan tetapi yang paling mulia

diantara mereka ialah yang lebih bertakwa.11

8 L. Fitzgerald, The Justice God Wants: Islam and Human Rights, North Blackburn, 1993,

hlm. 29. 9 Afan Gaffar, Islam dan Demokrasi: Pengalaman Empirik yang Terbatas, hlm. 346.

10 Al-Qur’an, surah ke 3 Al-Imran ayat 159. Allah memerintahkan untuk melaksanakan

musyawarah. ”Oleh karena rahmat Allah-lah engkau bersikap lemah lembut terhadap mereka.

Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati bengis, tentulah mereka akan menjauhkan diri dari

padamu. Karena itu maafkanlah mereka mohonkanlah amounan bagi mereka dan

bermusyawarahlah dengan mereka dalam beberapa urusan perang dan kemasyarakatan. Bila

engkau telah mempunyai tekad yang bulat, bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah

mencintai orang - orang yang bertawakal kepada-Nya”. Selanjutnya, dalam surat ke 42 Asy-

Syura, ayat 38, Allah berfirman: ”Dan mereka yang suka mematuhi seruan Tuhannya,

mengerjakan sholat, menyelesaikan setiap persoalan antara sesamanya secara bermusyawarah”. 11 Al-Qur’an, Surah ke 2 al-Baqarah ayat 136. Artinya: “Katakanlah hai orang - orang

yang beriman “Kami beriman kepada Allah dan wahyu yang diturunkannya kepada kami, dan

wahyu yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub dan anak cucunya, begitu juga yang

Page 9: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

Di samping itu, perintah zakat juga merupakan perwujudan dari praktik

demokrasi, karena orang miskin yang marjinal secara ekonomi dan tidak punya,

dibantu dengan tidak membeda - bedakan diantara mereka. Di dalam Al-Qur’an

banyak sekali ayat yang menyebut ”kerjakanlah sholat dan tunaikan zakat”.12

Begitu juga sholat jama’ah adalah manifestasi dari demokrasi yang tidak

membeda - bedakan siapa yang datang lebih dahulu boleh duduk di barisan paling

depan. Demikian pula halnya dalam ibadah haji, semua sama kedudukannya

dalam menjalankan rukun haji dan wajib haji, pakaiannya putih - putih dan tidak

berjahit serta sama bentuknya yang lazim disebut pakaian ihram, tidak membeda -

bedakan siapa pun kecuali derajat taqwanya.

Sukarno, Presiden Republik Indonesia pertama, pernah berkata.

“ajaran - ajaran Islam banyak menunjukkan hal - hal yang berkaitan dengan

kehidupan yang demokratis. Islam adalah satu - satunya agama yang memiliki

prinsip kesamarataan. Kesamarataan dalam hak dan kewajiban yang

menuntut terbinanya kehidupan yang demokratis. Dalam suasana demokrasi

itulah api Islam dapat bernyala dan gemilang kehidupan berpikir dapat

berkembang. Kreativitas bermunculan dan pemikir - pemikir agama lahir.”13

Praktik politik yang mengaitkan Islam dengan memilih partai Islam yang

diwujudkan dalam pemilu, hanya sebagian kecil masyarakat yang

mengamalkannya. Kalangan santri yang terbagi ke dalam aliran modern dan

konservatif, baik dari kalangan Muhammadiyah maupun Nahdlatul Ulama, tidak

semuanya menganut budaya politik Islam yang otomatis memilih partai politik

Islam.

Mungkin hal itu menjadi pertimbangan Amien Rais, mantan Ketua Umum

Pengurus Pusat Muhammadiyah, dan Abdurrahman Wahid, mantan Ketua Umum

Pengurus Besar Nahdatul Ulama, di awal reformasi 1998, keduanya mendirikan

diturunkan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya, kami

tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan kami, adalah orang - orang yang

menyerahkan diri kepada-Nya”. 12

Dalam surah ke 2 Al-Baqarah ayat 43, Allah menyuruh untuk melaksanakan sholat dan

menunaikan zakat. Perintah tersebut dapat dimaknai, pentingnya selalu memelihara hubungan

dengan Allah, yang diwujudkan dalam bentuk sholat, dan perintah menunaikan zakat, dapat juga

dimaknai untuk selalu peduli terhadap sesama manusia yang kurang beruntung dalam hidup ini,

dan zakat dapat dimaknai sebagai wujud pembangunan demokrasi ekonomi. 13

Badri Yatim, Soekarno, Islam dan Nasionalisme Rekonstruksi Pemikiran Islam-

Nasionalis, Inti Sarana Aksara, Jakarta, 1985, hlm. 122.

Page 10: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

partai politik, mereka mendirikan partai politik sekuler bukan partai politik Islam.

Amien Rais mendirikan Partai Amanat Nasional (PAN) dan Abdurrahman Wahid

mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), yang kedua - duanya adalah partai

sekular (secular party).

1. Persamaan Islam dan Demokrasi

Dhiyauddin ar Rais mengatakan, ada beberapa persamaan yang

mempertemukan Islam dan demokrasi. Namun, perbedaannya lebih banyak.

Persamaannya jika demokrasi diartikan sebagai sistem yang diikuti asas

pemisahan kekuasaan, itu pun sudah ada di dalam Islam. Kekuasaan legislatif

sebagai sistem terpenting dalam sistem demokrasi diberikan penuh kepada rakyat

sebagai satu kesatuan dan terpisah dari kekuasaan Imam atau Presiden. Pembuatan

Undang - Undang atau hukum didasarkan pada Al-Quran dan Hadist, ijma atau

ijtihad. Dengan demikian, pembuatan Undang - Undang terpisah dari Imam,

bahkan kedudukannya lebih tinggi dari Imam. Adapun Imam harus menaatinya

dan terikat Undang - Undang. Pada hakikatnya, Imamah (kepemimpinan) ada di

kekuasaan eksekutif yang memiliki kewenangan independen karena pengambilan

keputusan tidak boleh didasarkan pada pendapat atau keputusan penguasa atau

presiden, melainkan berdasarkan pada hukum - hukum syariat atau perintah Allah

S.W.T.

Demokrasi seperti definisi Abraham Lincoln, dari rakyat dan untuk rakyat

pengertian itu pun ada di dalam sistem negara Islam dengan pengecualian bahwa

rakyat harus memahami Islam secara komprehensif.

Demokrasi adalah adanya dasar - dasar politik atau sosial tertentu

(misalnya, asas persamaan di hadapan Undang - Undang, kebebasan berpikir dan

berkeyakinan, realisasi keadilan sosial, atau memberikan jaminan hak - hak

tertentu, seperti hak hidup dan bebas mendapat pekerjaan). Semua hak tersebut

dijamin dalam Islam.

2. Perbedaan Islam dan Demokrasi

Demokrasi yang sudah populer di Barat, definisi bangsa atau umat dibatasi

batas wilayah, iklim, darah, suku bangsa, bahasa dan adat - adat yang mengkristal.

Dengan kata lain, demokrasi selalu diiringi pemikiran nasionalisme atau

Page 11: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

rasialisme yang digiring tendensi fanatisme. Adapun menurut Islam, umat tidak

terikat batas wilayah atau batasan lainnya. Ikatan yang hakiki di dalam Islam

adalah ikatan akidah, pemikiran dan perasaan. Siapa pun yang mengikuti Islam, ia

masuk salah satu negara Islam terlepas dari jenis, warna kulit, negara, bahasa atau

batasan lain. Dengan demikian, pandangan Islam sangat manusiawi dan bersifat

internasional.

Tujuan - tujuan demokrasi modern Barat atau demokrasi yang ada pada

tiap masa adalah tujuan - tujuan yang bersifat duniawi dan material. Jadi,

demokrasi ditujukan hanya untuk kesejahteraan umat (rakyat) atau bangsa dengan

upaya pemenuhan kebutuhan dunia yang ditempuh melalui pembangunan,

peningkatan kekayaan atau gaji. Adapun demokrasi Islam selain mencakup

pemenuhan kebutuhan duniawi (materi) mempunyai tujuan spiritual yang lebih

utama dan fundamental.

Kedaulatan umat (rakyat) menurut demokrasi Barat adalah sebuah

kemutlakan. Jadi, rakyat adalah pemegang kekuasaan tertinggi tanpa peduli

kebodohan, kezaliman atau kemaksiatannya. Namun dalam Islam, kedaulatan

rakyat tidak mutlak, melainkan terikat dengan ketentuan - ketentuan syariat

sehingga rakyat tidak dapat bertindak melebihi batasan - batasan syariat, Al-Quran

dan As-Sunnah tanpa mendapat sanksi.

3. Pandangan Ulama tentang Demokrasi

Menurut Yusuf Al-Qardhawi, substasi demokrasi sejalan dengan Islam.

Hal ini bisa dilihat dari beberapa hal. misalnya.

a. Dalam demokrasi proses pemilihan melibatkkan banyak orang untuk

mengangkat seorang kandidat yang berhak memimpin dan mengurus keadaan

mereka. Tentu saja, mereka tidak boleh akan memilih sesuatu yang tidak

mereka sukai. Demikian juga dengan Islam. Islam menolak seseorang menjadi

imam shalat yang tidak disukai oleh makmum dibelakangnya;

b. Usaha setiap rakyat untuk meluruskan penguasa yang tiran juga sejalan

dengan Islam. Bahkan amar makruf dan nahi mungkar serta memberikan

nasihat kepada pemimpin adalah bagian dari ajaran Islam;

Page 12: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

c. Pemilihan umum termasuk jenis pemberian saksi. Karena itu, barangsiapa

yang tidak menggunakan hak pilihnya sehingga kandidat yang mestinya layak

dipilih menjadi kalah dan suara mayoritas jatuh kepada kandidat yang

sebenarnya tidak layak, berarti telah menyalahi perintah Allah untuk

memberikan kesaksian pada saat dibutuhkan;

d. Penetapan hukum yang berdasarkan suara mayoritas juga tidak bertentangan

dengan prinsip Islam. Contohnya dalam sikap Umar yang tergabung dalam

syura. Mereka ditunjuk Umar sebagai kandidat khalifah dan sekaligus memilih

salah seorang di antara mereka untuk menjadi khalifah berdasarkan suara

terbanyak. Sementara, lainnya yang tidak terpilih harus tunduk dan patuh. Jika

suara yang keluar tiga lawan tiga, mereka harus memilih seseorang yang

diunggulkan dari luar mereka. Yaitu Abdullah ibn Umar. Contoh lain adalah

penggunaan pendapat jumhur ulama dalam masalah khilafiyah. Tentu saja,

suara mayoritas yang diambil ini adalah selama tidak bertentangan dengan

nash syariat secara tegas;

e. Juga kebebasan pers dan kebebasan mengeluarkan pendapat, serta otoritas

pengadilan merupakan sejumlah hal dalam demokrasi yang sejalan dengan

Islam.

Menurut Salim Ali Al-Bahna, demokrasi mengandung sisi yang baik yang

tidak bertentangan dengan Islam dan memuat sisi negatif yang bertentangan

dengan Islam. Sisi baik demokrasi adalah adanya kedaulatan rakyat selama tidak

bertentangan dengan Islam. Sementara, sisi buruknya adalah penggunaan hak

legislatif secara bebas yang bisa mengarah pada sikap menghalalkan yang haram

dan menghalalkan yang haram. Karena itu, beliau menawarkan adanya Islamisasi

sebagai berikut.

a. Menetapkan tanggung jawab setiap individu di hadapan Allah;

b. Wakil rakyat harus berakhlak Islam dalam musyawarah dan tugas - tugas

lainnya;

c. Mayoritas bukan ukuran mutlak dalam kasus yang hukumnya tidak ditemukan

dalam Al-Quran dan Sunnah (An-Nisa : 59) dan (Al-Ahzab : 36);

Page 13: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

d. Komitmen terhadap Islam terkait dengan persyaratan jabatan sehingga hanya

yang bermoral yang duduk di parlemen.

C. Hubungan Islam dan Negara

Saat membincangkan Islam dan negara, terutama hubungan antara umat

Islam dengan pemerintah, karena sejak Indonesia merdeka, hal ini selalu

mengalami masalah. Negara Indonesia dengan sistem pemerintahannya adalah

wujud sebagai satu organisasi yang besar dan mempunyai struktur yang rumit.

Walau pun Indonesia adalah negara sekuler, tetapi dalam amalan agama tidak

dipisahkan secara seratus persen dengan urusan negara. Masalah perkawinan,

warisan, haji, wakaf, pendidikan agama dan sebagainya, masih diurus oleh negara

melalui Departemen Agama.

Muhammad Arkoun, salah seorang sarjana Islam terkemuka menyebut,

usaha Nabi Muhammad S.A.W. membangun negara Madinah mengenal

pendelegasian wewenang (authority). Kekuasaan yang dibangun dalam negara

Madinah, tidak memusat pada tangan satu orang seperti pada sistem diktatorial

atau kerajaan, melainkan kepada golonagn masyarakat melalui musyawarah dan

kehidupan berkonstitusi. Artinya, sumber wewenang dan kekuasaan tidak pada

keinginan dan keputusan lisan pribadi, tetapi pada suatu dokumen tertulis yang

prinsip - prinsipnya disepakati bersama. Kewujudan terpenting dari sistem sosial

politik eksperimen negara Madinah itu ialah dokumen yang termasyhur, ”Piagam

Madinah” (Mitsaq Al-Madinah), yang kemudian dikenal sebagai “Konstitusi

Madinah”. Kejayaan yang dicapai pada masa Rasulullah S.A.W., kemudian

dilanjutkan oleh para sahabat Nabi yang empat, yang sering disebut Khulafa’ al-

Rasyidin sesudah beliau wafat.

Sejarah Nabi Muhammad S.A.W dalam membangun negara Madinah,

telah menjadi inspirasi yang terus - menerus hidup dalam pikiran, perasan dan cita

- cita para tokoh dan pemuda Islam untuk membangun Indonesia seperti negara

Madinah Al-Munawwarah.

Hubungan antara umat Islam dengan pemerintah sepanjang sejarah

Indonesia, umumnya selalu mengalami hubungan yang kurang harmonis.

Page 14: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

Penyebab utamanya adalah masalah ideologi yang tidak pernah selesai

dibincangkan dan diterima oleh semua pihak.

Pada masa pemerintahan Presiden Sukarno, timbul pemberontakan Darul

Islam/Tentera Islam Indonesia (DI/TII) di Sulawesi yang dipimpin oleh Kahar

Muzakkar. Begitu pula pemberontakan di Aceh yang dipimpin Daud Beureuh, di

Jawa Barat dipimpin Kartosuwiryo dan lain - lain.

Walaupun begitu, di bidang politik nampak di permukaan berjalan baik

dan harmonis. Dalam sejarah disebutkan bahwa Mohammad Natsir dari Partai

Majelis Syura Muslimin Indonesia (MASYUMI), dapat bekerja sama dengan

Presiden Sukarno dari Partai Nasional Indonesia (PNI) dan bahkan Mohammad

Natsir pernah dilantik menjadi Perdana Menteri. Akan tetapi, hubungan itu

bagaikan api dalam sekam, karena Partai Masyumi mencita - citakan mendirikan

negara Islam yang demokratis.

Hubungan itu mengalami masa yang amat buruk setelah Presiden Sukarno

mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang membubarkan Parlemen dan

Majelis Konstituante hasil pemilu 1955. Majelis konstituante adalah satu majelis

yang dipilih para anggotanya bersamaan dengan pemilu legislatif (parlemen)

untuk menyusun konstitusi baru bagi Indonesia.

Hubungan antara pemerintah dengan golongan Islam bertambah buruk

setelah Presiden Sukarno membubarkan Partai Majelis Syura Muslimin Indonesia

(Parti Masyumi) dan Partai Sosialis Indonesia (PSI).

Untuk meredakan situasi, Presiden Sukarno memerintahkan penahanan

para tokoh politik termasuk tokoh - tokoh Islam seperti Mohammad Natsir, Buya

Hamka, Kasman Singodimedjo dan lain - lain. Keadaan ini berlangsung sampai

akhirnya terjadi pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) 1965, yang

kemudian Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) yang seluruh

anggotanya dilantik Presiden Sukarno, memberhentikan Soekarno sebagai

Presiden Republik Indonesia yang dianggap bertanggung jawab terjadinya

pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Setelah runtuh kekuasaan Presiden Sukarno dan digantikan oleh Presiden

Soeharto yang menandai lahirnya Orde Baru, maka pada awalnya, hubungan

Page 15: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

antara umat Islam dengan pemerintah berjalan baik dan harmonis. Namun, setelah

Soeharto melakukan konsolidasi politik dan menyelenggarakan pemilu 1971,

hubungan tersebut mulai buruk. Tentara (ABRI) yang tampil ke panggung

kekuasaan curiga terhadap umat Islam yang mengembangkan politik Islam,

sehingga dilakukan berbagai upaya sistematik untuk mengetepikan peranan para

tokoh Islam di pentas politik.

Pada waktu diadakan pemilihan umum pertama di era pemerintahan Orde

Baru 1971, Parmusi berusaha memanfaatkan ikatan emosional umat Islam dengan

partai Masyumi melalui penggalangan massa dengan mencalonkan para mantan

tokoh Masyumi sebagai calon anggota parlemen dalam pemilu 1971. Selain itu,

menggunakan mereka untuk aktif dalam kampanye pemilu sebagai pengumpul

suara (vote getter). Kebijakan pimpinan Parmusi itu tidak diterima oleh

pemerintahan Soeharto, sehingga sejumlah calon anggota parlemen yang menjadi

pengumpul suara (vote getter) dan calon anggota parlemen dibatalkan namanya

oleh Lembaga Pemilihan Umum (LPU) yang dikuasai pemerintah dan mereka

tidak dibolehkan menjadi juru kampanye.

Dalam Sidang Umum MPR 1973, Kyai Bisri Syamsuri dan Kyai Wahid

Hasyim dari Nahdlatul Ulama dan kawan - kawan yang tergabung dalam Partai -

Partai Islam, melakukan protes dengan keluar meninggalkan sidang (walk out)

sehubungan adanya kebijakan pemerintah untuk mengakui aliran kepercayaan.

Protes dari umat Islam dilakukan pula diluar parlemen, yang diikuti para pemuda

dan tokoh Islam.

Protes tersebut tidak menjadikan pemerintahan Soeharto surut dari

tujuannya untuk mengakui secara nyata (de facto) terhadap “Aliran Kepercayaan”.

Dalam penyusunan Undang - Undang Perkawinan 1974, diakui keberadaan Aliran

Kepercayaan, dengan menetapkan dalam pasal 1 ayat 2 bahwa.

“Perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum masing - masing agama

dan kepercayaannya itu.”

Akibat dari kebjiakan itu, telah menimbulkan ketegangan yang amat tinggi

di kalangan masyarakat, yang puncaknya ialah pada waktu Sidang Umum Majelis

Permusyawaratan Rakyat (MPR) 1978. Salah satu agenda politik yang bersifat

Page 16: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

kontroversi dari pemerintah yang ditentang oleh umat Islam yaitu rencana

pemerintah memasukkan “Aliran Kepercayaan” ke dalam Garis - Garis Besar

Haluan Negara (GBHN) yang dirumuskan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat

(MPR) pada 1973 yang berbunyi sebagai berikut.

1. Atas dasar kepercayaan Bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Mahaesa

maka perikehidupan beragama dan perikehidupan berkepercayaan terhadap

Tuhan Yang Maha Esa didasarkan atas kebebasan menghayati dan

mengamalkan Ketuhanan Yang Maha Esa sesuai dengan falsafah Pancasila.

2. Pembangunan Agama dan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa

ditujukan untuk pembinaan suasana hidup rukun di antara sesama umat

beragama sesama penganut Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan

antara sesama umat beragama dan semua penganut Kepercayaan terhadap

Tuhan Yang Maha Esa serta meningkatkan amal dalam bersama - sama

membangun masyarakat.14

Kebijakan pemerintahan Soeharto memasukkan “Aliran Kepercayaan” ke

dalam GBHN, telah membangkitkan protes umat Islam yang dilakukan para

pemuda Islam. Penentangan itu dilakukan melalui demonstrasi di DPR Jakarta.

Alasannya, mereka tidak setuju kebijakan pemerintah untuk mengakui Aliran

Kepercayaan yang terpisah dari agama, karena dapat berarti sebagai meletakkan

“Aliran Kepercayaan” sejajar dengan agama, yang tujuannya bersifat politik, yaitu

untuk melemahkan umat Islam dengan memisahkan kaum dari agamanya (Islam).

Pentangan keras dari umat Islam, dibalas dengan menahan para

demonstran, dengan memenjarakan mereka tanpa melalui proses pengadilan,

bahkan pada tahun 1984 Presiden Soeharto, menetapkan bahwa semua partai

politik dan organisasi kemasyarakatan mesti mengadopsi Pancasila sebagai dasar

ideologinya (ideological basis).15

14

Garis - Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1973, di mana MPR yang dikuasai oleh

para penyokong rezim Soeharto berjaya memasukkan aliran kepercayaan ke dalam GBHN, yang

mendapat reaksi keras dari umat Islam. 15

Mark R. Woodward (pnyt.). 1996 dalam Democracy and Islam Neo Modernismnist,

dalam “The Response of Neo Modernity to Consepts of Democracy in Indonesia”, my

document/website/democracy and islam neo-modernists in Indonesia.htm. dan Memahami

semangat baru Islam Indonesia: percakapan dengan Abdurrahman Wahid, dalam Jalan Baru Islam

Page 17: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

Pemerintahan Presiden Soeharto membuat berbagai kebijakan semacam

itu, karena mengetahui bahwa sebagian umat Islam, tidak pernah berhenti bercita -

cita, berpikir dan berjuang untuk mewujudkan negara Islam seperti yang pernah

dibangun dan dikembangkan oleh Nabi Muhammad S.A.W. di Madinah. Untuk

menghentikan cita - cita itu, maka pemerintahan Soeharto melakukan beberapa

langkah politik yang keras diantaranya.

1. Memberantas orang - orang Islam yang mencoba mempersoalkan Pancasila

dan menggantinya dengan ideologi lain melalui penahanan dan penyiksaan di

penjara;

2. Menutup karir politik bagi mereka yang digolongkan ekstrim kanan (Islam

garis keras) melalui pengujian ideologi yang dilakukan tentara bagi setiap

calon anggota parlemen, calon tentara dan polisi, calon pegawai pemerintah,

calon pegawai badan usaha milik Negara (BUMN) dan lain - lain;

3. Melemahkan partai politik Islam melalui campur tangan pemerintah dalam

penetapan pimpinan partai Islam;

4. Membesarkan ekonomi kaum non pribumi terutama Cina dan agama lain, agar

terjadi “balance of power” antara umat Islam yang majoritas dengan umat lain

yang minoritas, sehingga walau pun umat Islam majoritas jumlahnya, tetapi

minoritas dalam bidang ekonomi.

Oleh karena berbagai kebijakan politik pemerintahan Soeharto dianggap

merugikan umat Islam, maka sekitar 1970-an sampai 1980-an, muncul sejumlah

kasus keganasan seperti Komando Jihad, Teror Warman, Pembajakan pesawat

terbang Garuda dan lainnya. Berbagai kejadian itu, ada yang mengatakan sengaja

diciptakan pemerintah untuk merusak nama baik umat Islam dan ada pula yang

berpendapat bahwa itu merupakan reaksi dari sikap tidak adil pemerintah terhadap

umat Islam, sehingga tumbuh penentangan keras kepada pemerintahan Soeharto.

Hubungan yang selalu kurang harmonis antara sebagian umat Islam

dengan pemerintah, walau pun penyebabnya adalah masalah ideologi, tetapi jika

budaya politik yang demokratis diamalkan oleh pemerintahan Presiden Sukarno

memetakan Paradigma Mutakhir Islam Indonesia, Bandung, Penerbit Mizan, hal. 146. dan Adam

Schwarsz, A Nation in Waiting Indonesia’s Search for Stability, Allen and Unwin, 1994.

Page 18: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

dan Presiden Soeharto, maka tidak akan terjadi berbagai persoalan besar yang

merusak hubungan antara sebagian besar umat Islam dengan pemerintah, karena

segala persoalan yang dihadapi dapat dimusyawarahkan dengan baik, karena pada

dasarnya masyarakat dapat menerima perbedaan, asalkan dibicarakan melalui

forum musyawarah yang bebas, adil dan jujur.

Sekitar 1990-an Presiden Soeharto, mulai mendekati umat Islam yang

ditandai antara lain beliau dan keluarganya ke Mekah untuk menunaikan ibadah

haji, kemudian menyetujui pendirian Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia

(ICMI). Kemudian meprakarsai pendirian Bank Islam yang disebut Bank

Muamalat Indonesia (BMI), pengumpulan dana dari pegawai negeri untuk

membangun masjid di seluruh Indonesia melalui Yayasan Amal Bakti Muslim

Pancasila, dan berbagai langkah pragmatis yang dilakukan pemerintah. Hubungan

harmonis itu, terus berlanjut setelah Soeharto berhenti 21 Mei 1998 sebagai

Presiden Republik Indonesia, yang digantikan oleh BJ. Habibie.

Reformasi politik 1998 yang digerakan kaum muda dan disponsori oleh

kekuatan global, telah membawa angin kebebasan dan demokrasi. Dampaknya,

dalam masa sepuluh tahun sejak reformasi, telah terjadi pergantian kekuasaan

selama lima kali, yaitu dari Soeharto kepada BJ. Habibie, kemudian ke

Abdurrahman Wahid kepada Megawati Sukarnoputri dan sekarang Susilo

Bambang Yudhoyono yang dipilih langsung oleh rakyat Indonesia.

Walaupun pada saat ini, hubungan pemerintah dengan umat Islam berjalan

baik, tetapi persoalan ideologi yang belum tuntas bagi sebagian umat Islam, tetap

menjadi “batu sandungan” yang berpotensi melahirkan ketegangan dan

menciptakan ketidakstabilan politik dan keamanan. Ini karena ketegangan itu

bersifat “laten”, yang sewaktu - waktu dapat memunculkan kekacauan yang tidak

ada akhirnya, datang dan tenggelam kemudian muncul lagi.

Untuk menyelesaikan masalah ideologi negara yang masih terus

dipersoalkan dan sewaktu - waktu bisa melahirkan ketegangan baru antara

sebagian umat Islam dengan pemerintah, maka partisipasi politik dan praktik

demokrasi perlu terus dipelihara kualitasnya dan dilakukan secara

berkesinambungan.

Page 19: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

BAB II

PEMERINTAHAN KHALIFAH ISLAM

Bisakah Islam bertemu dengan demokrasi barat?. Apakah mereka sejalan?.

Atau apakah demokrasi barat mengambil konsep dari Islam?. Atau sebaliknya

Islam mengambil nilai - nilai demokrasi yang telah berkembang di Yunani?. Atau

konsep nilai Islam telah berubah karena jaman sudah berubah pula dan karena saat

ini penduduk dunia semakin banyak hingga dibutuhkanlah sebuah sistem yang

berguna untuk menyederhanakan dalam sistem pemerintahan, makanya kaum

muslim bersedia menerima konsep demokrasi barat sebagai jalan keluar yang

modern?.

Ada satu pertanyaan yang membuat berfikir berkali - kali bagi penulis,

kenapa barat (Amerika dan sekutunya) selalu mengirimkan pasukan perangnya

bila ada suatu negara menolak sistem demokrasi barat? dan kenapa Amerika dan

sekutunya tidak merasa perlu mengirimkan pasukan senjata perangnya bila suatu

negara muslim sudah mengadopsi sistem demokrasi barat dalam

pemerintahannya?. Apakah demokrasi itu merupakan cara hidup kaum barat? dan

bila ada Negara muslim memakai sistem tersebut, kaum barat sudah merasakan

negara muslim demokrasi tersebut sudah sama dengan mereka?. Jadi tidak perlu

berperang?.

A. Analisis Pemikir Islam

Berikut beberapa analisis pemikir Islam, semoga hal - hal tersebut terurai

sedikit demi sedikit kenapa kita harus selalu memegang harta termahal kita yaitu

Islam.

1. Abul Ala Maududi

Abul Ala Maududi dalam bukunya Human Right in Islam, menjelaskan

perbedaan mendasar antar keduanya, Islam dan demokrasi barat. Dan ternyata

tidak terdapat irisan dan titik singgung antar kedua sistem tersebut. Singkatnya,

tidak ada penyandingan yang layak antar kedua sistem tersebut, tidak ada Islam

demokrasi.

Page 20: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

Demokrasi barat didasarkan atas kedaulatan rakyat. Sedang Islam,

kedaulatan hanya ada di tangan Allah dan manusia/masyarakat hanyalah khalifah

- khalifah atau wakil - wakilnya.

Demokrasi barat, masyarakatlah yang membuat hukum - hukum mereka

sendiri. Sedang Islam, masyarakatnya harus tunduk pada hukum - hukum Allah

(syariat Allah) yang diberikannya melalui rasulnya.

Demokrasi barat, pemerintah memenuhi apapun kehendak rakyat. Sedang

Islam, pemerintah dan rakyat yang membentuk pemerintahan, kedua - duanya

harus memenuhi kehendak dan tujuan Allah.

Demokrasi Barat adalah semacam wewenang mutlak yang menjalankan

kekuasaan - kekuasaannya dengan cara bebas dan tidak terkontrol. Sedang Islam,

adalah kepatuhan kepada hukum Allah dan melaksanakan wewenangnya sesuai

dengan perintah - perintah Allah dan dalam batas - batas yang telah digariskan

olehnya.

2. Muhammad Assad

Untuk melengkapi pemahaman demokrasi barat, menurut Muhammad

Assad, dalam bukunya Minhaj Al Islam fi al Hukumi, konsep demokrasi asli yang

dimiliki oleh bangsa yunani, Negara penemu sistem demokrasi berawal. Bagi

bangsa yunani (kuno), istilah pemerintahan dari rakyat untuk rakyat, yang

merupakan inti dari demokrasi, dimaksudkan sebagai suatu pemerintahan

oligarchis, suatu pemerintahan yang dipegang oleh elite tertentu yang tidak

mencakup seluruh rakyat. Di dalam negara - negara yang pernah ada pada masa

mereka, istilah rakyat berarti warga negara sejati yang merupakan penduduk yang

dilahirkan secara merdeka yang lazimnya jumlahnya tidak lebih dari sepersepuluh

jumlah penduduk yang ada. Sedangkan sisanya yang Sembilan puluh persen itu

terdiri dari budak - budak dan hamba yang tidak diberi kesempatan melakukan

aktifitas apapun selain pekerjaan - pekerjaan fisik yang kasar dan mereka,

sekalipun tetap diwajibkan berpartisipasi dalam pertahanan negara, sama sekali

tidak diberi hak dalam hal kewarganegaraan. Hanya warga negara sejati itu (yang

hanya 10%) sajalah yang memegang hak kebebasan aktif maupun pasif, yang

dengan demikian seluruh kekuasaan politik berpusat sepenuhnya ditangan mereka.

Page 21: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

Sebuah sistem yang katanya menuntut persamaan, hak asasi manusia, tapi

nyatanya persamaan dan hak asasi manusia itu semu dan hanya berlaku bagi

warga negara khusus antara mereka saja. Sistem yang berlaku bila hanya

kelompok yang mereka setujui saja yang memenangi pemilihan umum dan tidak

berlaku bila kelompok Islam yang memenangi pemilihan rakyat, lihatlah FIS di

Aljazair, lihatlah Hamas di Palestina. Sistem demokrasi adalah sebuah sistem jadi

jadian mereka, jebakan politik, sistem yang menuruti sekehendak hawa nafsu dan

syahwat kelompok borjuis saja dan tidak berlaku bagi yang mereka anggap

sebagai musuh bersama mereka.

B. Sistem Pemerintahan Islam ialah Khilafah

Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslimin di

dunia untuk menegakkan syari'at Islam dan mengembang dakwah Islam ke

segenap penjuru dunia. Kata lain dari Khilafah adalah Imamah. Imamah dan

Khilafah mempunyai makna yang sama. Bahkan banyak hadis sahih yang

menunjukkan bahwa dua kata ini memiliki konotasi yang sama. Tidak ada satu

nash syara pun yang menunjukkan adanya konotasi yang berbeda, baik di dalam

Al-Quran maupun As-Sunnah. Mendirikan Khilafah adalah fardhu bagi setiap

Muslim di seluruh dunia. Melaksanakan penegakannya adalah tidak ubah seperti

melaksanakan kefardhuan yang lain, yang telah difardhukan oleh Allah S.W.T.

bagi kaum Muslimin. Tuntutannya bersifat jazm (pasti), dimana tidak ada lagi

pilihan atau penundaan dalam rangka menegakkannya. Mengabaikan

pelaksanaannya merupakan kemaksiatan yang paling besar, dimana Allah S.W.T

akan mengazab pelakunya dengan azab yang amat pedih.

Hisyam Bin Urwah meriwayatkan dari Abi Salih dari Abu Hurairah,

bahwa Rasulullah S.A.W. bersabda.

"Setelahku akan ada para pemimpin diantara kalian. Maka ada yang baik

kemudian berlalu dengan kebaikannya. Begitu pula ada yang jahat kemudian

berlalu dengan kejahatannya. Maka dengar dan taatilah (perintah dan

larangan) mereka, bila sesuai dengan kebenaran. Bila mereka berbuat baik,

maka itu menjadi hak kalian (untuk mendapatkan kebaikannya). Dan apabila

mereka berbuat jahat, maka itu adalah hak dan sekaligus kewajiban kalian

(untuk mengingatkannya)".

Page 22: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

Imam Muslim meriwayatkan dari Al A'raj dari Abu Hurairah dari Nabi

S.A.W. bersabda.

�� ْاِ�َ��ُم ُ���ٌ� ُ�َ��َ�ُ� ِ�ْ� َوَراِ ِ� َو ُ��َ�� ِ��َ�� ِإ"Sesungguhnya imam itu adalah laksana perisai, dimana orang - orang akan

berperang dibelakangnya dan menjadikannya sebagai pelindung".

Hadist - hadist diatas antara lain merupakan ikhbar (pemberitahuan) dari

Rasulullah S.A.W. bahwa akan ada para penguasa yang memerintah kaum

Muslimin dan bahwa seorang Khalifah adalah laksana perisai. Sabda Rasulullah

S.A.W. bahwa "seorang imam itu laksana perisai" menunjukkan pemberitahuan

tentang adanya makna yang membawa fungsi tertentu dari keberadaan seorang

imam dan ini merupakan suatu thalab (tuntutan). Ini kerana setiap pemberitahuan

yang berasal dari Allah S.W.T. dan RasulNya, apabila ia mengandungi celaan

(adz-dzam) maka yang dimaksud adalah tuntutan untuk meninggalkan (thalabu at-

tarki) atau merupakan larangan (nahyi) dan apabila ia mengandungi pujian (al-

madhu) maka yang dimaksud adalah tuntutan untuk melakukan perbuatan (thalab

al-fi'li). Dan apabila pelaksanaan perbuatan yang dituntut itu menyebabkan

tegaknya hukum syara, atau jika ditinggalkan mengakibatkan terabainya hukum

syara, maka tuntutan untuk melaksanakan perbuatan itu bererti bersifat tegas

(thalab jazim) yaitu bermaksud wajib melaksanakannya.

Dalam hadist - hadist ini juga disebutkan bahwa yang memimpin dan

mengatur kaum Muslimin adalah para Khalifah dan bukan yang lainnya. Ini

menunjukkan tuntutan untuk mendirikan Khilafah. Salah satu hadist tersebut ada

yang menjelaskan keharaman kaum Muslimin keluar (memberontak) dari

penguasa. Semuanya ini menegaskan bahwa kegiatan mendirikan pemerintahan

bagi kaum Muslimin statusnya adalah wajib. Selain itu, Rasulullah S.A.W. telah

memerintahkan kaum Muslimin untuk mentaati para Khalifah dan memerangi

orang yang ingin merebut kekuasaan mereka. Perintah Rasul ini adalah perintah

untuk mengangkat seorang Khalifah dan memelihara kekhilafahannya dengan

cara memerangi orang - orang yang ingin merebutnya.

Jadi, perintah mentaati imam (Khalifah) berarti pula perintah mewujudkan

sistem kekhilafahannya. Sedangkan perintah memerangi orang yang merebutnya

Page 23: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

merupakan indikasi (qarinah) yang menegaskan secara pasti akan kewajiban

melestarikan adanya pemimpin yang tunggal (Khalifah) di tengah - tengah kaum

Muslimin.

C. Peradaban Islam pada Masa Khulafaur Rasyidin

Pemerintah politik masa khulafar rosyidin di masa Abu bakar, Umar,

Usman dan Ali sudah pasti berbeda setiap memegang kepimpinannya, pada masa

Khulafar Rasydin prinsip musyawarah, pemerintahan yang dilaksanakanya

merupakan realisasi dan dari pada penerapan ajaran Al-Quran dan sunah rasul.

Pemahaman dan penafsiran terhadap pemerintahan Khulafar Rasyidin dan sistem

pendidikanya. Sistem pemerintahan yang diwariskan oleh pendahulunya yang

dapat menambah wawasan pembaca tentang pemerintahan yang pernah

dipraktekan dan diterapkan dalam dunia Islam hingga saat ini.

Umat Islam seharusnya merasa bangga, karena dalam sejarah hanya umat

Islamlah yang telah dapat menguasai sepertiga dari dunia. Semua ini tidak terlepas

dari kesungguhan umat Islam dalam menaklukan serta menda`wahkan ajaran

Islam keberbagai penjuru. Mulai dari jaman rasul hingga pada jaman khulafa ar-

Rasyidun.

Pembunuhan khlifah Usman secara zalim ketika itu diakibatkan fitnah

yang dibangkitkan oleh Abd Allah ibn Saba. Beliau seorang Yahudi dari Yaman

yang berpura - pura mengaku Islam dan mencetuskan fitnah terhadap Khalifah

Usman. Fitnahnya sampai sekarang masih dipercayai oleh golongan Syi’ah. Dan

khalifah yang lainya pun juga demikian.

Salah satu hasutannya adalah dengan mengatakan bahwa Nabi Muhammad

S.A.W. telah mewasiatkan yang akan menjadi pengganti beliau adalah Ali. Abd

Allah ibn Saba menuduh bahwa Usman telah berlaku zalim karena tidak

mematuhi wasiat Nabi S.A.W., dikarenakan mengangkat dirinya sebagai khalifah,

bukannya Ali. Abd Allah ibn Saba mengapi - apikan masyarakat untuk bangkit

dan mencerca pemimpin - pemimpin mereka yaitu Usman dan para gubernurnya.

Cerita tentang keburukan Usman dan para gubernurnya semakin meluas sehingga

tersebar ke wilayah lain.

Page 24: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

Nabi Muhammad S.A.W. tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang

akan menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau

wafat. Beliau tampaknya menyerahkan total persoalan tersebut kepada kaum

muslimin sendiri untuk menentukanya. Tidak lama setelah beliau wafat, dan

belum lagi jenazah beliau di makamkan, para sejumlah tokoh muhajirin dan

anshar berkumpul dibalai kota Sa’idah, kota Madinah. guna merundingkan siapa

yang akan menjadi pemimpin pemerintahan untuk menggantikan beliau. Dengan

semangat ukhuwah yang tinggi, akhirnya Abu Bakar ash shiddiq lah yang terpilih

untuk menjadi pemimpin menggantikan rasulullah S.A.W.

Sepeninggal rasulullah, empat orang pengganti beliau adalah pemimpin

yang adil dan benar. Mereka menyelamatkan dan mengembangkan dasar- dasar

tradisi dari sang guru agung bagi kemajuan Islam dan ummatnya. Oleh karena itu,

gelar khulafaur rasyidin yang mendapat bimbingan di jalan lurus diberikan kepada

mereka. Yaitu Abu Bakar Ash- Shiddiq, Umar bin Khoththab, Usman bin Affan,

serta Ali bin Abi Thalib.

1. Pemerintahan Abu Bakar Ash- Shiddiq (11-13 H/632-634 M)

Abu Bakar lahir pada tahun 573 M dari sebuah keluarga terhormat. Abu

Bakar adalah nama gelar yang diberikan oleh kaum muslim kepadanya. Nama

aslinya adalah Abdullah abu quhafah. Lalu ia mendapat gelar Ash-Shiddiq setelah

masuk Islam karena ia dengan segera membenarkan nabi dalam berbagai

peristiwa, terutama isra’ wal mi’raj.

Sebagai seorang pemimpin umat Islam setelah rasul. Abu Bakar disebut

khalifah rasulillah (pengganti rasul) yang dalam perkembanganya disebut khalifah

saja. Sedangkan pengertian dari khalifah adalah seorang pemimpin yang diangkat

setelah nabi wafat untuk menggantikan beliau melanjutkan tugas - tugas sebagai

pemimpin agama dan kepala pemerintahan. Dalam hal ini perlu dijelaskan bahwa

sesungguhnya kedudukan nabi tidak bisa digantikan. Karena tidak ada seorangpun

yang menerima ajaran tuhan setelah nabi Muhammad S.A.W. Sebagai penyampai

wahyu yang diturunkan dan sebagai utusan tuhan yang tidak dapat diambil alih

oleh seorngpun. Menggantikan rasul hanyalah perjuangan nabi.

Page 25: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

Hal menarik dari Abu Bakar adalah pidato yang disampaikan sehari

setelah pengangkatanya, menegaskan totalitas kepribadian dan komitmen abu

Bakar terhadap nilai - nilai Islam dan strategi meraih keberhasilan tertinggi bagi

umat sepeninggal rasulullah S.A.W.. Dibawah ini adalah kutipan dari pidato Abu

Bakar.

“Wahai manusia! Aku telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu,

padahal aku bukanlah orang yang terbaik diantaramu. Maka jikalau aku

dapat menunaikan tugasku dengan baik, bantulah (ikutlah) aku, tetapi jika

aku berlaku salah, maka luruskanlah……..”

Pada masa awal pemerintahannya, khalifah Abu Bakar telah dihadapkan

pada tiga peristiwa penting yang memerlukan solusi segera. Pertama adalah orang

yang murtad, kedua adalah munculnya nabi - nabi palsu dan ketiga, orang yang

enggan membayar zakat.

Pada waktu kepemimpinan Abu Bakar terjadi beberapa masalah bagi

masyarakat muslim. Beberapa orang arab yang masih lemah imannya, justru

menyatakan murtad. Mereka melepaskan diri kesetiaan dengan menolak memberi

baiat kepada khalifah yang baru dan bahkan menentang agama Islam.

Dengan adanya pembangkangan orang arab tersebut, khalifah dengan

tegas melancarkan operasi pembersihan terhadap mereka. Mula - mula hal itu

dimaksudkan sebagai tekanan untuk mengajak mereka kembali kejalan yang

benar, lalu berkembang menjadi perang merebut kemenangan. Tindakan

pembersihan juga dilakukan untuk menumpas nabi - nabi palsu dan orang - orang

yang enggan membayar zakat.

Dengan berbagai permasalahan tersebut, maka khalifah Abu Bakar

mengirimkan pasukan untuk menumpas para pemberontak di Yamamah. Dengan

operasi penumpasan yang dipimpin oleh panglima perang Khalid Bin Walid telah

gugur sebanyak 73 (tujuh puluh tiga) orang sahabat dekat Rasulullah. Dan para

penghafal Al-Qur’an. Kenyataan ini menyebabkan umat Islam telah kehilangan

sebagian para penghafal Al-Qur’an. Dan jika hal ini tidak diperhatikan, maka

lama kelamaan sahabat - sahabat penghafal Al-Qur’an akan habis dan akhirnya

akan terjadi perselisihan di kalangan umat Islam tentang kitab suci mereka. Oleh

karena itu sahabat Umar Bin Khathab mengusulkan kepada khalifah supaya

Page 26: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

segera mengumpulkan ayat - ayat suci Al-Qur’an dari hafalan - hafalan para

sahabat Nabi penghafal Al-Qur’an yang masih tersisa.

Khalifah Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun tiga bulan sebelas

hari. Pada tahun 634 M ia meninggal. Masa sesingkat itu habis untuk

menyelesaikan masalah atau persoalan dalam negeri terutama tantangan yang

ditimbulkan oleh suku bangsa arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintah

Madinah. Tampaknya, kekuasaan yang dijalankan oleh khalifah Abu Bakar,

sebagaimana Rasulullah, bersifat sentral. Kekuasaan legislative, eksekutif, dan

yudikatif terpusat di tangan khalifah. Dan dalam pemerintahanya pula sang

khalifah Abu Bakar selalu mengajak para sahabat - sahabatnya untuk

bermusyawarah dalam menjalankan roda kepemerintahannya, juga dalam

menjalankan hukum.

Selain keberhasilanya menegakan kekuatan hukum dan politik Islam,

banyak pula yang dicapai pada masa kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq,

seperti.

1. Perbaikan sosial kemasyarakatan;

2. Pengumpulan ayat - ayat Al-Qur’an;

3. Perluasan dan penyebaran agama Islam.

Selain itu, terdapat usaha lain yang dilakukan oleh khalifah Abu Bakar

dalam upaya pencapian kebesaran peradapan Islam, misal perluasan wilayah

Islam ke luar jazirah arab. Perluasan dan penyebaran agama Islam tersebut mulai

dilakukan khalifah Abu Bakar ke wilayah irak, Persia dan syiria.

Setelah memulihkan keadaan atau ketertiban di dalam negeri, Abu Bakar

lalu mengalihkan perhatiannya untuk memperkuat perbatasan dengan wilayah

Persia dan bizantium, yang pada akhirnya menjurus kepada peperangan. Melawan

dua kekaisaran itu. Yaitu kekaisaran Romawi dan kekaisaran syiria. Dengan

mengirimkan pasukan secara besar - besaran untuk melawan mereka. Yang mana

tentara Islam pada waktu itu dipimpin oleh Musanna dan Kholid bin Walid untuk

datang ke Irak dan menaklukan Hirah. Sedangkan yang ke syiria, suatu Negara di

sebelah utara arab yang dikuasai oleh bangsa romawi timur (Bizantium) Abu

Bakar mengutus empat panglima, yaiti Abu Ubaidah, Yazid bin Abi sufyan, Amr

Page 27: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

bin Ash dan syurahbil. Ekspedisi ke syiria ini memang sangat besar artinya dalam

konstalasi politik umat Islam karena daerah protektorat itu merupakan front

terdepan wilayah kekuasaan Islam dengan Romawi timur.

Faktor penting lainnya dari pengiriman pasukan besar - besaran ke syiria

ini adalah dipimpin oleh empat panglima dan karena umat Islam arab memandang

syiria sebagai bagian integral dari semenanjung arab. Negeri itu didiami oleh suku

bangsa arab yang berbicara menggunakan bahasa arab. Dengan demikian baik

untuk keamanan umat Islam (arab) maupun untuk pertalian nasional dengan orang

- orang syiria adalah sangat penting bagi kaum muslimin (arab). Ketika pasukan

Islam sedang mengancam Palestina, Iraq dan kerajaan Hirah dan telah meraih

beberapa kemenangan yang dapat memberikan kepada mereka beberapa

kemungkinan besar bagi keberhasilan selanjutnya, khalifah Abu Bakar meninggal

dunia pada usia 63 tahun hari senin, 23 agustus 624 M setelah lebih kurang 15

hari terbaring ditempat tidur.

a. Perekonomian pada masa Abu Bakar

Kebijakan umum khalifah Abu Bakar Ash- Shiddiq dibidang ekonomi

antara lain adalah.

1) Menegakan hukum dengan memerangi mereka yang tidak mau membayar

zakat;

2) Tidak menjadikan ahli badar (orang - orang yang berjihad pada perang badar)

sebagai pejabat negara;

3) Tidak mengistimewakan ahli badar dalam pembagian kekayaan negara

4) Mengelolah barang tambang (rikaz) yang terdiri dari emas, perak, perunggu,

besi dan baja sehingga menjadi sumber pendapatan negara;

5) Menetapkan gaji pegawai berdasarkan karakteristik daerah kekuasaan masing

- masing;

6) Tidak merubah kebijakan Rasululah S.A.W. dalam masalah jizyah.

Sebagaimana Rasululah S.A.W. Abu Bakar RA tidak membuat ketentuan

khusus tentang jenis dan kadar jizyah, maka pada masanya, jizyah dapat

berupa emas, perhiasan, pakaian, kambing, onta atau benda benda lainya.

Page 28: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

Dalam usahanya meningkatkan kesejatrahan masyarakat, khalifah abu

Bakar RA melaksanakan kebijakan ekonomi sebagaimana yang dilakukan

Rasululah S.A.W. Beliau memperhatikan akurasi penghitungan Zakat. Hasil

penghitungan zakat dijadiakn sebagai pendapatan negara yang disimpan dalam

Baitul Mal dan langsung didistribusikan seluruhnya pada kaum muslimin.

b. Wafatnya khalifah Abu Bakar RA.

Al-Waqidi dan Al-Hakim meriwayatkan dari Aisyah, ia berkata.

”Awal sakit ayahku ialah pada saat beliau mandi pada hari senin tanggal 7

jumadil akhir. Kemudian ia merasa kedinginan seharian. Beliau terkena

demam selama 15 hari yang membuatnya tidak bisa menghadiri shalat

jamaah. Ayahku meninggal pada malam selasa tanggal 22 jumadil akhir,

akhir tahun ke 13 H dalam usia 63 tahun”

Menjelang ajalnya menurut Ibnu Asaikar dari Yasir bin Hamzah, Abu

Bakar RA., berkata.

”Sesungguhnya saya telah mewasiatkan sesutu tentang penggantiku, apakah

kalian rela dengan apa yang aku lakukan?, orang - orang itu berkata, kami

rela kecuali yang engkau tentukan sebagai penggantimu adalah Umar!,

khalifah Abu Bakar berkata, Ya, Dia memeng Umar”

Dengan demikian, khalifah Abu Bakar RA. wafat dengan mewasiatkan

pengangkatan Umar sebagai penggantinya.

2. Umar Bin Khathab (13-23 H/634-644 M)

Umar bin Khathab lahir pada tahun 513 M. nama lengkapnya adalah Umar

bin Khathab bi Nufail. Ayahnya bernama Nufail Ibnu Abdul uzza al-Quraisyi dan

berasal dari suku bani Adi. Sedangkan ibunya bernama Hantamah binti Hasyim

Ibnu Mughirah Ibnu Abdillah. Silsilahnya berhubungan dengan Nabi Muhammad

S.A.W. pada generasi kedelapan yaitu Fihr. Umar dilahirkan di makkah empat

tahun sebelum kelahiran Nabi S.A.W. Ia adalah seorang yang berbudi luhur, fasih,

dan adil serta pemberani.

Ternyata waktu dua tahun belumlah cukup untuk menciptakan stabilitas

keamanan. Maka Khalifah Abu Bakar menunjuk Umar untuk menggantikanya.

Page 29: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

Penunjukan itu dimaksudkan untuk mencegah terjadinya perselisihan dikalangan

umat Islam. Setelah Umar menjadi khalifah, ia berkata kepada umatnya.

“Orang - orang arab seperti halnya seekor Onta yang keras kepala dan ini

akan bertalian dengan pengendara dimana jalan yang akan dilalui, dengan

nama Allah S.W.T., begitulah aku akan menunjukan kepada kamu kejalan

yang harus engkau lalui”

Meskipun pengangkatan Umar sebagai Khalifah itu merupakan fenomena

yang baru, tetapi harus tetap dicatat bahwa proses peralihan kepemimpinan tetap

dalam bentuk musyawarah. Yaitu berupa usulan atau rekomendasi dari Abu Bakar

yang diserahkan kepada persetujuan umat Islam. Pada awalnya terdapat berbagai

keberatan mengenai pengangkatan Umar. Sahabat thalhah misalnya, segera

menemui Abu Bakar untuk menyampaikan rasa kecewanya itu. Namun karena

Umar adalah orang yang tepat untuk menduduki kursi kekhalifahan, maka

pengangkatan Umar mendapat persetujuan dan baiat dari semua masyarakat

Islam. Umar bin Khathab menyebut dirinya “Khalifah Khalifati Rasulillah”

(pengganti dari pengganti rasululah). Ia juga mendapat gelar Amir al-Mukminin

(komandan orang - orang beriman) sehubungan dengan penaklukan - penaklukan

yang berlangsung pada masa pemerintahanya.

Di jaman Umar gelombang ekspansi perluasan wilyah pertama terjadi, ibu

kota Syiria, Damaskus, jatuh pada tahun 635 M dan setahun kemudian setelah

tentara bizantium kalah dipertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syiria jatuh ke

bawah kekuasaan Islam.

Karena perluasan wilayah terjadi sangat cepat, Umar pada waktu itu

sesegera mungkin menyusun dan mengatur administrasi negara dengan

mencontoh administrasi yang sudah berkenbang terutama di Persia. Administrasi

pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah provinsi, yaitu Makkah, Madinah,

Syiria, Jazirah Arab, Basrah, Kuffah, Palestina dan Mesir.

Dengan meluasnya wilayah Islam sampai keluar jazirah Arab, penguasa

memikirkan pendidikan di daerah - daerah diluar jazirah Arab karena bangsa -

bangsa tersebut memiliki adaptaso dan kebudayaan yang berbeda dengan Islam.

Untuk itu, khalifah Umar memerintahkan kepada para panglima yang berhasil

menguasai suatu kota, hendaknya mereka mendirikan masjid sebagai tempat

Page 30: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

ibadah dan pendidikan. Maka khalifah Umar pun mengangkat dan menunjuk guru

- guru untuk tiap - tiap daerah yang ditaklikan, yang bertugas mengajarkan isi

kandungan Al-Qur’an dan ajaran Islam kepada penduduk yang baru masuk Islam.

Karena Negara Islam sudah menyebar luas keluar jazirah Arab, maka

pusat pendidikan bukan saja di Madinah tetapi tersebar juga di kota - kota besar

lainya. Pada waktu itu juga, sarana - sarana pendidikan yang berbentuk halaqoh

telah tumbuh dengan baik. Menurut sebagian riwayat bahwa khuttab sebagai

lembaga pendidikan untuk mengajarkan membaca Al-Qur’an dan pokok - pokok

agama Islam telah tumbuh pada masa khulafa’ Al-Rasyidin.

Pada masa khulafa’ Al-Rasyidin sebenarnya sudah ada tingkat

pengaajaran. Hampir seperti masa sekarang, tingkat pertama ialah kuttab, yaitu

tempat anak - anak belajar menulis dan membaca atau menghafal Al-Qur’an serta

belajar pokok - pokok agama Islam. Setelah tamat Al-Qur’an, mereka meneruskan

pelajaran ke masjid. Pelajaran di masjid ini terdiri dari tingkat menengah dan

tingkat tinggi.

Keberhasilan pasukan Islam dalam penaklukan Suriah di masa khalifah

Umar tidak lepas dari rentetan penaklukan pada masa sebelumnya. Dari suriah,

pasukan kaum muslimin melanjutkan langkah ke mesir dan membuat kemenangan

- kemenangan di wilayah Afrika utara.

Umar memerintah selama sepuluh tahun (13-23 H/634-644 M). masa

jabatanya berakhir dengan kematian. Ia dibunuh oleh seorang budak dari Persia

bernama Abu Lu’lu’a yang secara tiba - tiba menyerang dengan tikaman pisau

tajam kearah khalifah yang hendak mendirikan sholat Subuh yang telah ditunggu

oleh jamaahnya di masjid nabawi di pagi buta itu. Umar terluka parah, dari

pembaringanya ia mengangkat syura’ yang akan memilih penerus tongkat

kekhalifahan Umar. Umar wafat tiga hari setelah penikaman atas dirinya yaitu 1

muharram 23 H/ 644M. Untuk menentukan penggantinya, Umar tidak menempuh

jalan yang dilakukan oleh Abu Bakar. Ia menunjuk enam orang sahabat dan

meminta kepada mereka untuk memilih salah satu dari mereka untuk menjadi

khalifah menggantikan Umar. Enam orang tersebut adalah Usman, Ali, Thalhah,

Zubair, Sa’ad ibn Abi Waqas dan Abdurrahman bin ‘Auf.

Page 31: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

Pusat kekuasaan di madinah mengalami perkembangan yang sangat pesat,

Khalifah Umar telah berhasil membuat dasar - dasar bagi suatu pemerintahan

yang handal untuk melayani tuntutan masyarakat baru yang terus berkembang.

Umar mendirikan beberapa dewan, membangun baitul mal, mencetak uang,

membentuk kesatuan tentara untuk melindungi daerah tapal batas, mengatur gaji,

mengangkat para hakim dan menyelenggarakan “Hisbah”. Umar juga meletakkan

prinsip - prinsip demokratis dalam pemerintahannya dengan membangun jaringan

pemerintahan sipil yang sempurna. Khalifah Umar dikenal bukan saja pandai

menciptakan peraturan - peraturan baru, ia juga memperbaiki dan mengkaji ulang

terhadap kebijaksanaan yang telah ada jika itu diperlukan demi tercapainya

kemaslahatan umat Islam.

a. Pendirian lembaga Baitul Mal

Dalam catatan sejarah, pembangunan institusi Baitul Mal dilatarbelakangi

oleh kedatangan Abu Hurairah yang ketika itu menjabat sebagai Gubernur

Bahrain dengan membawa harta hasil pengumpulan pajak al-kharaj sebesar

500.000,- Dirham. Hal ini terjadi pada tahun 16 H. oleh karena jumlah tersebut

sangat besar, khalifah Umar mengambil inisiatif memanggil dan mengajak

bermusyawarah para sahabat terkemuka tentang penggunaan dana Baitul Mal

tersebut. Setelah melalui diskusi yang cukup panjang, Khalifah Umar

memutuskan untuk tidak mendistribusikan harta Baitul Mal, tetapi disimpan

sebagai cadangan, baik untuk keperluan darurat, pembayaran gaji para tentara

maupun berbagai kebutuhan umat lainnya.

Untuk mendistribusikan harta Baitul Mal, Khalifah Umar bin Al-Khattab

mendirikan beberapa departemen yang dianggap perlu, seperti.

1) Departemen Pelayanan Militer

Departemen ini berfungsi untuk mendistribusikan dana bantuan kepada orang

- orang yang terlibat dalam peperangan.

2) Departemen Kehakiman dan Eksekutif

Bertanggung jawab atas pembayaran gaji para hakim dan pejabat eksekutif.

3) Departemen Pendidikan dan Pengembangan Islam

Page 32: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

Departemen ini mendistribusikan bantuan dana bagi penyebar dan

pengembang ajaran Islam beserta keluarganya, seperti guru dan juru dakwah.

4) Departemen Jaminan Sosial

Berfungsi untuk mendistribusikan dana bantuan kepada seluruh fakir miskin

dan orang - orang yang menderita.

b. Kepemilikan Tanah

Selama pemerintahan Khalifah Umar, wilayah kekuasaan Islam semakin

luas seiring dengan banyaknya daerah - daerah yang berhasil ditaklukkan, baik

melalui peperangan maupun secara damai. Hal ini menimbulkan berbagai

permasalahan baru. Pertanyaan yang paling mendasar dan utama adalah kebijakan

apa yang akan diterapkan negara terhadap kepemilikan tanah - tanah yang berhasil

ditaklukkan tersebut.

c. Zakat

Pada masa Rasulullah S.A.W. jumlah kuda di Arab masih sangat sedikit,

terutama kuda yang dimiliki oleh kaum Muslimin karena digunakan untuk

kebutuhan pribadi dan jihad. di Hudaybiyah mereka mempunyai sekitar dua ratus

kuda. Karena zakat dibebankan terhadap barang - barang yang memiliki

produktivitas, seorang budak atau seekor kuda yang dimiliki kaum Muslimin

ketika itu tidak dikenakan zakat.

d. Sedekah dari non-Muslim

Tidak ada ahli kitab yang membayar sedekah atas ternaknya kecuali orang

Kristen. Bani Taghlib yang keseluruhan kekayaannya terdiri dari hewan ternak.

Mereka membayar dua kali lipat dari yang dibayar kaum Muslimin. Bani Taghlib

merupakan suku Arab Kristen yang gigih dalam peperangan. Umar mengenakan

jizyah kepada mereka, tetapi mereka terlalu gengsi sehingga menolak membayar

jizyah dan malah membayar sedekah.

3. Usman Bin Affan (23-36 H/644-656 M)

Kekhalifahan yang ketiga adalah Usman bin Affan. Nama lengkapnya

ialah Usman bin Affan bin Abil Ash bin Umayyah dari suku quraisy. Usman

dilahirkan pada tahun 573 M. Usman memeluk Islam karena ajakan Abu Bakar,

Page 33: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

dan menjadi salah satu sahabat terdekat Nabi S.A.W. Usman adalah orang yang

kaya namun ia berlaku selayaknya orang yang tidak punya dan kekayaanya

sebagian besar digunakan untuk kepentingan Islam, sehingga Usman mendapat

gelar Zunnurain artinya yang memiliki dua cahaya, karena menikahi dua putri

Nabi S.A.W. secara berurutan setelah salah satu meninggal.

Seperti halnya Umar, Usman diangkat menjadi khalifah melalui proses

pemilihan bedanya, Umar ditunjuk secara langsung sedangkan Usman diangkat

dengan penunjukan tidak langsung, yaitu melewati badan syura’ yang dibentuk

oleh Umar menjelang wafatnya Khalifah Umar membentuk sebuah komisi yang

terdiri dari enam orang calon. Dengan perintah memilih salah seorang dari mereka

untuk diangkat menjadi seorang khalifah. Wal hasil Usmanlah yang terpilih untuk

menjadi khalifah selanjutnya untuk menggantikan Umar. Pada masa awal - awal

pemerintahanya, Usman melanjutkan sukses para pendahulunya, terutama dalam

perluasan wilayah kekuasaan Islam. Sedangkan tempat - tempat strategis yang

sudah dikuasai seperti Mesir dan Irak terus dilindungi dan dikembangkan dengan

melakukan serangkaian ekspedisi militer yang terencana secara cermat di semua

lini.

Karya monumental Usman lain yang dipersembahkan kepada umat Islam

adalah penyusunan kitab suci Al-Qur’an. Maksud dari penyusunan itu ialah untuk

mengakhiri perbedaan - perbedaan serius dalam bacaan Al-Qur’an. Yang pada

waktu itu diketuai oleh Zaid bin Tsabit, sedangkan yang mengumpukan tulisan -

tulisan Al-Qur’an adalah dari Habsyah, salah seorang istri Nabi S.A.W. Kemudian

dewan itu membuat beberapa salinan naskah Al-Qur’an untuk disebarkan ke

berbagai daerah atau wilayah kegubernuran sebagai pedoman yang benar untuk

masa selanjutnnya.

Setelah melewati beberapa kemajuan, pada paruh terakhir masa

kekuasaanya, Usman menghadapi berbagai pemberontakan dan penbangkangan di

dalam negeri yang dilakukan oleh orang - orang yang kecewa terhada tabiat

khalifah dan beberapa kebijakan pemerintahannya. Situasi politik di akhir

pemerinthan Usman benar - benar semakin mencekam. Bahkan juga berbagai

usaha yang bertujuan baik dan mempunyai alasan kuat untuk kemaslahatan umat

Page 34: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

disalahpahami dan melahirkan perlawanan dari masyarakat. Dan bahkan

masyarakat mengecam Usman serta menuduh bahwa Usman tidak mempunyai

otoritas untuk menerapkan isi Al-Qur’an yang dibukukan itu. Dengan kata lain

mereka mendakwa Usman secara tidak benar telah menggunakan kekuasaan

keagamaan yang tidak dimilikinya.

Dengan berbagai kecaman dari masyarakatnya itu, Usman telah berupaya

untuk membela diri dan melakukan tindakan politis sebatas kemampuanya.

Tentang pemborosan uang misalnya, memang benar jika dikatakan bahwa Usman

membantu para saudaranya, namun Usman membantu itu tidak mengambil uang

dari kas Negara, melainkan dari uang pribadinya sendiri. Bahkan Usman tidak

mengambil gaji yang menjadi haknya. Justu Usman jatuh miskin ketika ia

menjabat sebagai khalifah karena hartanya dipergunakan untuk membantu

saudaranya. Selain itu juga waktu habis untuk mengurusi umatnya. Dalam hal ini

Usman berkata.

“Pada saat pencapaianku menjadi khalifah, aku adalah pemilik kambing dan

Onta yang paling banyak di Arab. Hari ini aku tidak memiliki kambing atau

Onta kecuali yang digunakan untuk ibadah haji. Tentang penyokong mereka,

aku memberikan kepada mereka apapun yang dapat aku berikan dari milik

pribadiku. Tentang harta kekayaan Negara, aku menganggapnya tidak halal

(haram) baik bagi diriku sendiri maupaun orang lain. Aku tidak mengambil

apapun dari kekayaan Negara, apa yang aku makan adalah hasil dari

nafkahku sendiri”

Pemberontakan demi pemberontakan terus terjadi dan menyeluruh. Rakyat

bangkit menentang Gubernur yang diangkat oleh khalifah menggantikan Amr bin

Ash karena konflik soal pembagian ghanimah Pemberontakan itu berhasil

mengusir Gubernur yang diangkat oleh khalifah. Kemudian mereka pergi secara

berramai - ramai menuju kota Madinah, di tengah perjalanan, pemberontak dari

basrah bertemu dengan pemberontak dari kuffah dan mereka pun bergabung untuk

menyampaikan keluhan mereka. Kemudian khalifah pun menuruti mereka,

akhirnya mereka pulang ke daerahnya masing - masing, akan tetapi ditengah

perjalanan mereka menemukan surat yang dibawa oleh utusan khusus yang

menerangkan para wakil itu harus dibunuh setelah sampai di Mesir. Menurut

mereka, surat itu ditulis oleh Marwan bin Hakam, sekretaris khalifah, sehingga

Page 35: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

mereka meminta supaya Marwan diserahkan. Namun khalifah tidak mengizinkan.

Sedangkan Ali ingin menyelesaikan masalah ini dengan damai tetapi mereka tidak

menerimanya. Kemudian mereka mengepung rumah khalifah dan membunuhnya,

ketika khalifah sedang membaca Al-Qur’an pada tahun 53 H/17 juni 656 M.

Selain peristiwa politik diatas, juga akan dibahas mengenai pelaksanaan

pendidikan Islam. Pelaksanaan pendidikan pada masa ini tidak jauh berbeda

dengan masa - masa sebelunya. Pendidikan pada masa ini hanya melanjutkan apa

yang telah ada. Usaha kongkrit dalam bidang pendidikan Islam belum

dikembangkan pada masa khalifah Usman. Karena Usman sudaah merasa puas

terhadap pendidikan Islam yang telah berjalan pada masa - masa sebelumnya.

Namun yang penting untuk dicatat, suatu prestasi yang gemilang telah dicapai

pada masa pemerintahan khalifah ketiga ini. Yaitu usaha pembukuan kitab suci

Al-Qur’an yang mempunyai pengaruh yang luar biasa bagi pendidikan Islam.

a. Perluasan Islam dimasa Usman bin Affan

Masa pemerintahan khallifah Usman tidak terputus dengan rangkaian

penaklukan yang dilakukan kaum Muslimin pada masa pemerintahan khalifah

Umar. Ketika itu Armenia, Afrika, dan Cyprus telah dikuasai. Kaum muslimin

terus memperkokoh kekuatan di Persia yang telah takluk di tangan mereka

sebelumnya. Perluasan itu meliputi bagian pesisir pantai atau kelautan, karena

pada saat itu kaum muslimin telah memiliki armada laut.

Pada pemerintahan Usman negeri Tabaristan berhasil ditaklukan oleh

Sa`id bin Ash. Dikatakan, bahwa tentara Islam dalam penaklukan ini telah

meyertakan Al-Hasan dan Al-Husain, kedua putra Ali, begitu pula Abdullah bin

Al-Abbas, Amr bin Ash dan zubair bin Awwam. Pada masa pemerintahan Usman

pun kaum muslimin berhasil memaksa raja Jurjun untuk memohon berdamai dari

Sa`ad bin Ash dan untk ini ia bersedia menyerahkan upeti senilai 200.000 Dirham

setiap tahun kepadanya.

Termasuk juga menumpas pendurhakaan dan pemberontakan yang terjadi

di beberapa negeri yang telah masuk kebawah kekuasaan Islam di jaman Umar.

Pendurhakaaan itu ditimbulkan oleh pendukung - pendukung pemerintah yang

lama atau dengan kata lain pemerintahan sebelum daerah itu berada dalam

Page 36: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

kekuasaan Islam, mereka hendak mengembalikan kekuasaannya. Daerah tersebut

antara lain adalah Khurasan dan Iskandariah.

Pada tahun 25 H. penguasa di Iskandariyah mengingkari perjanjiaan

dengan Islam, karena mereka dihasut oleh bangsa Romawi yang menjanjikan

mereka bermacam - macam janji yang muluk - muluk. Maka Usman

memerintahkan gubernur Amru bin Ash yang ketika itu menjabat sebagi penguasa

di Mesir untuk memerangi Iskandariyah, sehingga akhirnya penguasanya

mengutus dutanya untuk membuat perjanjian dan kembali tunduk kepada kerajaan

Islam di Madinah.

Pada tahun 31 H penduduk Khurasan mendurhaka sehingga Usman

mengirim Abdullah bin Amir, gubernur Basrah, bersama sejumlah besar tentara

untuk menaklukkan kembali mereka. Terjadilah perang antara tentara Islam

dengan penduduk Merw, Naisabur, Nama, Hirang, Fusang, Bigdis, Merw As-

Syahijan dan lain - lain dari penduduk wilayah Khurasan. Dalam perang ini kaum

muslimin berhasil menaklukan kembali wilayah Khurasan. Secara singkat daerah

- daerah selain dari dua ini yang telah dikuasai pada masa Usman adalah

Azerbaijan, Arminiyah, Sabur, Afrika Selatan, Undulus (Spain), Cyprus, Persia

dan Tabristan. Menurut para ahli sejarah mereka berpendapat bahwa jaman

pemerintahan khalifah Usman bin Affan sebagai Jaman keemasan dimana tentara

Islam mendapat kemenangan yang luar biasa, satu demi satu dan mereka dapat

menguasai banyak dari negeri - negeri yang dahulunya berada dibawah kekuasaan

Romawi Persia dan juga Turki. Secara singkat umat Islam pada saat itu telah

sampai pada puncak kekuasaan dan kekuatan dibidang kemiliteran, yang tidak

diraih oleh jaman - jaman sesudahnya.

b. Awal terjadinya fitnah dan pembunuhan Usman

1) Penyebab timbulnya fitnah

Pembahasan mengenai sebab - sebab timbulnya fitnah sebagaimana

dikemukakan dalam buku - buku sejarah dari berbagai sumber tanpa melihat benar

atau setidaknya tak dapat mejelaskan dinamika peristiwa - peristiwa yang terjadi,

atau menjelaskan sebab - sebab esensial di balik fitnah. Berikut ini dikemukakan

secara garis besar sebab - sebab munculnya fitnah.

Page 37: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

Pada masa Usman ada orang - orang yang murka kepadanya. Karena

Usman suka memperhatikan dan mengontrol mereka, baik sahabat atau bukan

sahabat. Usman meminta pertanggung jawaban atas pekerjaan mereka dan

menanyai mereka mengenai masalah tersebut. Orang - orang yang tidak suka

kepada Usman ada juga dari kalangan borjuis. Sebab, pada masa Usman aneka

bentuk hura - hura telah menjalar. Lalu Usman mengasingankan mereka ke luar

Madinah dan terputus sama sekali dengan kehidupan Madinah, sehingga membuat

mereka murka kepadanya.

Ada juga orang - orang yang tidak senang kepda Usman dari orang - orang

juhud dan wara` yang melihat harta dan kekayaan sudah memperdaya kaum

muslimin, akibat penaklukan - penaklukan perang, sehingga melupakan mereka

dari akhirat, selain itu melimpahnya harta rampasan perang juga telah melahirkan

kecenderungan hidup bersenang - senang bukan hanya di kalangan prajurit yang

baru memeluk Islam, tetapi juga di kalangan sebagian sahabat - sahabat nabi yang

pada umumnya diberi jabatan terhormat dalam dinas kemiliteran.

Diantara mereka juga ada pegawai - pegawai yang diberhentikan dari

jabatannya seperti Amru bin Ash, sehingga tersingung pada Usman. Begitu juga

kebencian mulai tersebar kesejumlah orang yang cemburu pada bani Umayyah

yang mendapatkan posisi bagus, sehingga mereka itu dendam pada Usman karena

menggunakan kaum kerabatnya. Selain kebijakan politik, kebijakan keagamaan

dan ijtihad Khalifah dalam beberapa kasus hukum ibadah juga menimbulkan

reaksi negatif yang keras.

Sesungguhnya pertama kali munculnya pembicaraan orang tentang Usman

secara terang - terangan bahwa selama masa kepemimpinannya ia melakukan

shalat secara lengkap (tidak qasar) di Mina, (saat ibadah haji), (perkataan Ibn

Abbas ini merujuk kepada cara shalat di waktu safar seperti haji. Rasulullah

menetapkan bahwa orang yang bepergian melakukan shalat dengan cara di qasar,

yaitu meringkas jumlah rakaat shalat dari empat menjadi dua - dua).

mendahulukan khutbah sebelum shalat ied, mengizinkan orang membayar zakat

sendiri - sendiri, memberikan sebagian tanah sitaan (negara) kepada sahabat

dekatnya, mempersatukan umat Islam dengan satu mushaf Al-Qur’an,

Page 38: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

menentukan kawasan lahan terlindung, menghadiahkan pemberian dari bait al-mal

kepada keluarga dekatnya.

2) Terbunuhnya khalifah Usman

Semua faktor antagonisme yang berakumulasi dalam rentan waktu yang

cukup lama. Kemudian mengkristal menjadi pembangkangan terhadap khalifah

dan para pejabatnya. Dimulai dengan membangun jaringan oposisi yang bersifat

kritis terhadap kebijakan - kebijakan khalifah yang dipandang nepotis dan boros

dalam penggunaan uang negara, sampai akhirnya jadi gerakan ”pressure group”

yang menuntut paksa aga khalifah Usman bersedia meletaka jabatannya. Beberapa

kali delegasi kaum penentang datang menemui khalifah untuk menyampaikan

aspirasi politilk mereka, tetapi tampaknya tidak ada perubahan kebijakan yang

dapat memuaskan hati mereka, sehingga bertambah tahun kecaman mereka

semakin meningkat.

Tahun 35 H. merupakan puncak kematangan rencana kaum penentang

untuk memaksa khalifah mundur dari jabatannya atau memecat pejabat yang

berasal dari sukunya kemudian mengubah kebijakan pendistribusian kekayaan

negara lebih berpihak kepada masyarakat miskin. Yang pada dasarnya ini

hanyalah taktik mereka untuk menjatuhkan Usman, adapun mengenai pemberian

kepada mereka (pejabat pemerintahan dalam hal ini lebih banyak dari

keluarganya), Usman memberi dari hartanya sendiri, bukan menggunakan harta

kaum muslimin untuk kepentingan saya atau kepentingan siapapun. Usman telah

memberikan tunjangan yang menyenangkan dalam jumlah besar dari pangkal

hartanya sendiri sejak masa Rasulullah S.A.W, masa Abu Bakar dan masa Umar.

Setelah terjadi beberapa insiden yang benar - benar mengancam

keselamatn jiwa khalifah karena keberingasan para pendemonstran, maka dengan

bantuan Ali, Kalifah Usman berhasil meyakinkan mereka bahwa beliau bersedia

mengabulkan tuntunan mereka selain mengundurkan diri. Yaitu merubah

kebijakan serta mengadakan penggantian para pejabat yang tidak disukai rakyat,

termasuk mengganti Gubernur Mesir, Abdullah bin Sa’an bin Abi Sarah dengan

Muhammad bin Abu Bakar. Keputusan itu untuk sementara memberikan rasa lega

kepada rombongan penentang dia memberi optimisme pulihnya kedamaian.

Page 39: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

Karena itu pula mereka bersedia membubarkan diri untuk kemudian pulang ke

negeri asal mereka. Tetapi sejarah berbicara lain, selang beberapa hari rombongan

demonstran dari Mesir meninggalkan Madinah, mereka kembali lagi dengan

membawa kemarahan yang meluap - luap. Kini di tangan mereka ada sebuah surat

rahasia yang dirampas dari seorang budak Usman yang sedang berlari kencang

menuju Mesir. Isi surat yang bersetempelkan Khalifah Usman memerintahkan

kepada Gubernur Mesir agar menangkap dan membunuh para pemberontak yang

dipimpin Muhammad bin Abi Bakar. Ali bin Abi Thalib mencoba mengklarifikasi

surat itu kepada Usman. Dengan bersumpah atas nama Allah Usman menolak

telah menulis maupun mengirim surat tersebut. Beliau bahkan menantang agar

dibawakan bukti dan dua orang saksi atas tuduhan penulisan surat itu. Kini Usman

dihadapkan kepada dua tuntutan dari para demonstran segera mengundurkan diri

atau menyerahkan Marwan bin al Hakam, sekretaris Khalifah yang juga

keponakan kepada mereka untuk diminta pertanggung jawabannya tentang surat

itu. Namun Usman bersikukuh pasa pendiriannya tidak akan mengundurkan diri

dan tidak menyerahkan Marwan kepada mereka. Setelah tiga hari tiga malam

ultimatum para perusuh tidak digubris oleh Usman, beberapa penjaga berhasil

menerobos barisan penjaga gedung Usman dari atap rumah bagian samping lalu

membunuh Usman yang ketika itu sedang membaca Al-Qur’an.

Terbunuhnya Khalifah Usman di tangan para demonstran menyisakan

banyak teka - teki sejarah yang tak kunjung terjawab secara memuaskan.

Terutama mengenai surat rahasia itu, siapa sebenarnya yang paling mungkin

menulisnya?. Demikian juga mengenai orang yang paling bertanggung jawab

sebagai eksekutor dalam pembunuhan Usman, sehingga lebih pantas untuk di

Qishas kepadanya?. Kemudian, mungkinkah ada aktor intelektual yang bekerja

secara sistematis di belakang layar dari jaringan gerakan pembangkangan terhadap

Khalifah Usman itu, sebagaimana disebut - sebut adanya tokoh misterius

Abdullah bin Saba, seorang Yahudi yang kemudian berpura - pura masuk Islam

dan kemudian membawa paham - paham aneh ke tubuh Umat?.

Usman menjabat sebagai khalifah selama dua belas tahun. Tidak ada

sesuatu yang dapat dijadikan celah untuk mendendamnya. Beliau bahkan lebih di

Page 40: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

cintai oleh orang - orang Qurais ketimbang Umar. Karena Umar bersikap keras

terhadap mereka, sedangkan Usman bersikap lemah lembut dan selalu menjalin

hubungan dengan mereka. Akan tetapi, masyarakat mulai berubah sikap tatkala

Usman lebih mengutamakan kerabatnya dalam pemerintahanya. Kebijakan ini

dilakukan Usman atas pertimbangan silaturrahim yang merupakan salah satu

perintah Allah S.W.T.. Namun atas kebijakan itulah yang menyebabkan

pembunuhannya.

4. Ali bin Abi Thalib (36-41 H/656-661 M)

Setelah khalifah Usman wafat, masyarakat secara beramai - ramai memilih

Ali ibn Abi Thalib untuk menjadi Khalifah pada waktu itu. Dengan begitu, Ali

menjadi khalifah keempat dari kekhalifahan Islam. Ali merupakan keponakan

sekaligus menantu Nabi S.A.W. Ali adalah putra dari Abi Thalib bin Abdul

Muthalib. Ia adalah sepupu Nabi yang telah ikut sejak bahaya kelaparan

mengancam kota makkah.

Setelah bencana terjadi, Nabi Muhammad S.A.W. memohon kepada

pamannya yang lain, agar Ibnu Abdul Mutahlib membantu saudaranya yang

sedang terkena musibah. Akhirnya Abbas setuju dan mengambil Ja’far Ibnu Abi

Thalib untuk diasuh, sementara Nabi mengambil Ali bin Abi Thalib untuk

diasuhnya juga. Dengan demikian, Ali bin Abi Thalib tumbuh menjadi anak yang

baik dan cerdas dibawah asuhan Rasulullah S.A.W. Rasulullah S.A.W. selalu

memberi kasih sayang yang besar kepadanya, sebagaimana yang diberikan kepada

anak - anaknya.

Ali adalah orang yang memiliki banyak kelebihan. Selain itu ia adalah

pemegang kekuasaan. Beberapa hari setelah pembunuhan Usman, stabilitas

keamanan kota Madinah menjadi rawan. Galiqi bin Harb memegang kekuasaan

ibu kota Islam itu selama kurang lebih lima hari sampai terpilihnya khalifah yang

baru kemudian Ali bin Abi Thalib tampil menggantikan Usman. Dan mendapat

dukungan dari sejumlah kaum muslimin.

Kota Madinah pada waktu sedang kosong, para sahabat banyak yang

sedang berkunjung ke wilayah - wilayah yang baru ditaklukan. Hanya beberapa

Page 41: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

sahabat yang masih ada di Madinah. Antara lain Thalhah bin Ubaidillah dan

zubair bin Awwam.

Tugas pertama yang dilakukan oleh khalifah Ali adalah menghidupkan cita

- cita Abu Bakar, Ali untuk menarik kembali semua tanah dan hibah yang telah

dibagikan Usman kepada kaum kerabatnya ke dalam kepemilikan Negara. Ali

juga mengganti Gubernur yang tidak disenangi oleh rakyat.

Oposisi terhadap khalifah secara terang - terangan dimulai oleh Aisyah,

Thalhah dan zubair. Mereka memiliki alasan tersendiri. Mereka menuntut Ali

untuk menghukum para pembunuh Usman. Akan tetapi tuntutan mereka tidak

mungkin dikabulkan oleh Ali.

Pertama, karena tugas utama yang mendesak dilakukan dalam situasi kritis

yang penuh intimidasi seperti saat itu ialah memulihkan ketertiban dan

mengonsolidasikan kedudukan kekhalifahan. Kedua, menghukum para pembunuh

bukanlah perkara yang mudah. Khalifah Usman tidak dibunuh oleh hanya satu

orang, melainkan banyah orang dari Mesir, Irak dan arab secara langsung terlibat

pembunuhan itu.

Sebenarnya khalifah Ali ingin menghindari pertikaian atau peperangan.

Ali mengirim surat kepada Thalhah dan Zubair agar keduanya mau berunding

untuk menyelesaikan perkara itu secara damai. Namun, ajakan tersebut ditolak.

Dan akhirnya pertempuran dahsyat pun terjadi. Perang ini dikenal dengan perang

“jamal (Onta)” karena ‘Aisyah dalam pertempuran itu menunggangi Onta. Ali

berhasil mengalahkan mereka. Zubair dan Thalhah terbunuh ketika mereka

hendak melarikan diri, sedangkan Aisyah ditawan dan dikirim kembali ke

Madinah.

Bersamaan dengan itu, kebijakan - kebijakan Ali juga menimbulkan

perlawanan dari para Gubernur di Damaskus, Mu’awiyah yang didukung bekas

pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan. Setelah Ali

berhasil mengalahkan Zubair dan kawan - Kawan, Ali kemudian bergerak ke

Kuffah menuju Damaskus dengan sejumlah tentaranya. Pasukannya bertemu

dengan pasukan mu’awayah di siffin. Dan pertempuran pun terjadi di daerah ini.

Yang kemudian kita kenal dengan peristiwa perang siffin. Peperangan ini diakhiri

Page 42: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

dengan Arbitrase, tetapi hal itu tidak menyelesaikan masalah. Malah

menimbulkan pihak ketiga. Yaitu Al-Khawarij yaitu orang yang keluar dari

golongan Ali. Dengan munculnya kelompok Al- Khawarij, menjadikan tentara Ali

semakin lemah. Sementara posisi Mu’awayah semakin kuat. Dan pada tanggal 20

Ramadhan 40 H (660 M) Ali terbunuh oleh salah seorang dari golongan khawarij.

Dalam suatu kisah diceritakan bahwa kematian khalifah diakibatkan oleh

pukulan pedang beracun Abdurrahman Ibn Muljam, sebagaimana yang dijelaskan

oleh Philip K. Hitty dalam bukunya, bahwa.

“Pada tanggal 24 januari 661 M., ketika Ali sedang dalam perjalanan menuju

masjid kuffah ia terkena hantaman pedang beracun di dahinya. Pedang yang

mengenai otaknya tersebut diayunkan oleh seorang pengikut khawarij, Abd

Ar-Rahman Ibn Muljam, yang ingin membalas dendam atas kematian

keluarga seorang wanita temannya yang terbunuh di Nahrawan“

Tempat terpencil di kuffah yang menjadi makam Ali, kini masyhad Ali di

Najaf, berkembang menjadi salah satu pusat ziarah terbesar dalam agama Islam.

Sebelum Khalifah Ali bin Abi Tholib meninggal dunia, beliau masih sempat

berwasiat kepada kedua putera beliau, yaitu Hasan dan husain sebagai berikut.

a. Hendaklah kamu bertaqwa kepada Allah;

b. Jangan kamu pentingkan dunia dan jangan kamu tangisi apa yang hilang di

dunia ini;

c. Kasihanilah dan bantulah anak yatim;

d. Bantulah orang yang teraniaya;

e. Berkatalah yang haq walaupun sebagai akibatnya, kamu akan mendapatkan

celaan;

f. Beramallah menurut Al-Qur’an;

g. Kerjakan Sholat pada waktunya;

h. Bayarlah zakat bilamana datang waktunya;

i. Berwudhulah dengan sempurna karena tidak sah sholat tanpa berwudhu;

j. Hendaklah engkau selalu meminta ampun kepada Allah S.W.T.;

k. Tahanlah amarahmu;

l. Hendaklah hubungkan kasih sayang/silaturrohmi;

m. Ajarkan kaum Muslimin beragama;

Page 43: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

Kedudukan Ali sebagai khalifah kemudian dijabat oleh anaknya. Yaitu

Hasan dalam beberapa bulan. Karena Hasan lemah dalam pemerintahanya,

sedangkan Mu’awiyah semakin kuat, maka pada akhirnya Hasan membuat

perjanjian damai. Yang mana perjanjian ini dapat mempersatukan umat Islam

dalam satu pemerintahan politik. Dengan ini, Mu’awiyahlah yang menjadi

penguasa absolute dalam Islam. Maka pada tahun 41 H/661 M dengan persatuan

tersebut dikenal dengan tahun jamaah (am-Jamaah). Dengan demikian berakhirlah

yang disebut dengan masa Khulafaur Rasyidin. Dan dimulailah kekuasaan bani

umayyah dalam sejarah politik Islam.

Page 44: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

BAB III

PERBANDINGAN SISTEM PEMERINTAHAN ISLAM DAN

DEMOKRASI INDONESIA

A. Sistem Pemerintahan/Politik Islam

1. Definisi Sistem Pemerintahan Islam

Sistem pemerintahan Islam adalah sistem yang menjelaskan bentuk, sifat,

dasar, pilar, struktur, asas yang menjadi landasan, pemikiran, konsep serta standar

- standar yang dipergunakan untuk melayani kepentingan umat, serta Undang -

Undang dasar dan perundangan - undangan yang diberlakukan.

Inilah sistem yang khas dan unik bagi sebuah Negara yang unik, yang

berbeda dengan semua sistem pemerintahan manapun yang ada di dunia dengan

perbedaan yang mendasar. Baik dari segi asas yang dipergunakan sebagai

landasan sistem tersebut, atau dari segi pemikiran, konsep serta standar yang

dipergunakan untuk melayani kepentingan umat, atau dari segi bentuk yang

terlukis dari sana, maupun Undang - Undang dasar serta perundangan - undangan

yang diberlakukanya.

Sistem pemerintahan Islam adalah sistem pemerintahan yang

menggunakan Al-Quran dan Sunnah sebagai rujukan dalam semua aspek hidup,

seperti dasar Undang - Undang, mahkamah perundangan, pendidikan, dakwah dan

perhubungan, kebajikan, ekonomi, sosial, kebudayaan dan penulisan, kesehatan,

pertanian, sains dan teknologi, penerangan dan peternakan. Dasar negaranya

adalah Al-Quran dan Sunnah. Para pemimpin dan pegawai - pegawai

pemerintahannya adalah orang - orang baik, bertanggung jawab, jujur, amanah,

adil, paham Islam, berakhlak mulia dan bertakwa. Untuk lebih jelas kita

memahami tentang sistem pemerintahan Islam sebagaimana penjelasan isi

dibawah ini.

2. Perbedaan Sistem Pemerintahan Islam dengan Sistem Pemerintahan

Lain

a. Pemerintahan Islam bukan Monarchi

Sistem pemerintahan Islam tidak berbentuk monarchi. Bahkan, Islam tidak

mengakui sistem monarchi, maupun yang sejenis dengan sistem monarchi. Kalau

Page 45: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

sistem monarchi, pemerintahannya menerapkan sistem waris (putra mahkota),

dimana singgasana kerajaan akan diwarisi oleh seorang putra mahkota dari orang

tuanya, seperti kalau mereka mewariskan harta warisan. Sedangkan sistem

pemerintahan Islam tidak mengenal sistem waris. Namun, pemerintahan akan

dipegang oleh orang yang dibai'at oleh umat yang bebas memilih.

b. Pemerintahan Islam bukan Republik

Sistem pemerintahan Islam juga bukan sistem republik. Dimana sistem

republik berdiri diatas pilar sistem demokrasi, yang kedaulatannya jelas di tangan

rakyat. Rakyatlah yang memiliki hak untuk memerintah serta membuat aturan,

termasuk rakyatlah yang kemudian memiliki hak untuk menentukan seseorang

untuk menjadi penguasa dan sekaligus hak untuk memecatnya. Rakyat juga

berhak membuat aturan berupa Undang - Undang dasar serta perundang -

undangan, termasuk berhak menghapus, mengganti serta merubahnya.16

Sementara sistem pemerintahan Islam berdiri di atas pilar akidah Islam,

serta hukum - hukum syara. Dimana kedaulatannya di tangan syara, bukan di

tangan umat. Dalam hal ini, baik umat maupun khalifah tidak berhak membuat

aturan sendiri. Karena yang berhak membuat aturan adalah Allah SWT. semata.

Sedangkan khalifah hanya memiliki hak untuk mengadopsi hukum - hukum untuk

dijadikan sebagai Undang - Undang dasar serta perundang - undangan dari

kitabullah dan sunah Rasul-Nya. Begitu pula umat tidak berhak untuk memecat

khalifah.

c. Pemerintahan Islam bukan Kekaisaran

Sistem pemerintahan Islam juga bukan sistem kekaisaran, bahkan sistem

kekaisaran jauh sekali dari ajaran Islam. Sebab wilayah yang diperintah dengan

sistem Islam sekalipun ras dan sukunya berbeda serta sentralisasi pada pemerintah

pusat, dalam masalah pemerintahan tidak sama dengan wilayah yang diperintah

dengan sistem kekaisaran. Bahkan, berbeda jauh dengan sistem kekaisaran, sebab

sistem ini tidak menganggap sama antara ras satu dengan yang lain dalam hal

16

H. Madjid H. Abdulah, Pemikiran Islam Kontemporer di Indonesia “Mencari Format

Studi Islam di Perguruan Tinggi Agama Islam”, Pustaka Pelajar, Yogyakarta 2005, hal. 208-210.

Page 46: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

pemberlakuan hukum di dalam wilayah kekaisaran. Dimana sistem ini telah

memberikan keistimewaan dalam bidang pemerintahan, keuangan dan ekonomi di

wilayah pusat.

d. Pemerintahan Islam bukan Federasi

Sistem pemerintahan Islam juga bukan sistem federasi, yang membagi

wilayah - wilayahnya dalam otonominya sendiri-sendiri, dan bersatu dalam

pemerintahan secara umum. Tetapi sistem pemerintahan Islam adalah sistem

kesatuan. Yang mecakup seluruh negeri seperti Marakis di bagian barat dan

Khurasan di bagian timur. Seperti halnya yang dinamakan dengan mudiriyatul

fuyum ketika ibu kota Islam berada di Kairo. Harta kekayaan seluruh wilayah

negera Islam dianggap satu. Begitu pula anggaran belanjanya akan diberikan

secara sama untuk kepentingan seluruh rakyat, tanpa melihat daerahnya.

e. Tanggapan Kelompok

Setelah kelompok berdiskusi mengenai pemerintahan Islam, maka

kelompok lebih menyetujui bentuk pemerintahan yang cocok untuk Negara

Indonesia adalah pemerintahan Republik. Kelompok kurang setuju apabila bentuk

pemerintahan Islam yaitu syariat Islam diterapkan di Indonesia. Karena Negara

Indonesia bukanlah negara agama dan bukan hanya dimiliki oleh satu agama yaitu

Islam. Indonesia adalah negara yang memiliki beragam kepercayaan (agama) atau

disebut juga pluralistik. Selain itu, kita juga harus melihat kebelakang yaitu latar

belakang sejarah Indonesia.

Orang - orang yang memperjuangkan bangsa Indonesia dari penjajahan

bukan hanya orang yang beragama Islam saja. Melainkan dari berbagai latar

belakang agama seperti Kristen juga ikut ambil bagian dalam mempertahankan

dan memperjuangkan serta membela bangsa Indonesia menjadi bangsa yang

bersatu dan berdaulat, sehingga akhirnya bangsa Indonesia dapat merdeka. Oleh

karena itu, bentuk pemerintahan Negara Indonesia yang lebih cocok yaitu sistem

Republik dan UUD 1945, yang memberi kebebasan beragama. Apabila hukum

atau syariat Islam diterapkan sebagai sistem pemerintahan bangsa Indonesia,

maka tidak tertutup kemungkinan beberapa tahun kedepan bangsa Indonesia akan

Page 47: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

menjadi Negara Islam. Hal ini yang kami khawatirkan akan terjadi. Oleh karena

itu, kami sangat setuju bahwa piagam Jakarta dihapuskan. Namun demikian, kita

juga dapat melihat bahwa Nangroh Aceh Darussalam menerapkan hukum Islam di

Jakarta tersebut. Hal ini terjadi karena Aceh merupakan daerah istimewa sehingga

dapat menerapkan hukum Islam di daerah tersebut dan hukum Islam tersebut

hanya berlaku bagi mereka yang mendiami Daerah Istimewa Aceh Darussalam.

B. Bentuk Pemerintahan Islam

1. Kedaulatan di tangan syara (As siyadah li as syar’i)

Pilar yang pertama ialah kedaulatan di tangan syara. Pilar ini memiliki

fakta, yaitu berasal dari kata as siyadah atau kedaulatan. Dimana kata as siyadah

atau kedaulatan tersebut memiliki bukti, bahwa kedaulatan tersebut adalah di

tangan syara dan bukan di tangan umat, untuk lebih jelasnya mengenai syara dapat

kita lihat sebagaimana di bawah ini17

.

a. Asasnya adalah hukum syara;

b. Mempunyai kedudukan yang sama dihadapan hukum syara tanpa

membedakan penguasa (khalifah) maupun rakyat (umat);

c. Ketaatan kepada khalifah terikat dengan ketentuan hukum syara, bukan

ketaatan secara mutlak;

d. Wajib mengembalikan masalah kepada hukum syara apabila berlaku

perselisihan antara umat dengan khalifah;

e. Wajib ada kontrol yang dilakukan oleh jamaah Islam;

f. Adanya pengadilan yang berfungsi untuk menghilangkan penyimpangan

terhadap hukum syara yaitu mahkamah mazalim;

g. Mengangkat senjata untuk mengambil alih kekuasaan apabila khalifah

menyimpang dari hukum syara. Pengangkat senjata tidak dihukum sebagai

tindakan pembangkang.

Dalil kedaulatan ditangan Syara.

“Hai orang yang beriman, taatlah Allah dan taatlah Rasul-Nya, dan ulil amri

(penguasa) diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang

17

Taqiyuddin Op.cit, hal. 49

Page 48: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

sesuatu, maka kembalilah ia kepada Allah(Al Quran) dan rasul (sunnahnya),

jika kalian benar - benar beriman kepada Allah dan hari kemudian” (Surah

An Nisa, 59)

2. Kekuasaan Ditangan umat (as sulthan lil ummah)

Adapun pilar kedua, yaitu kekuasaan di tangan umat, diambil dari fakta

bahwa syara telah menjadi pengangkatan khalifah oleh umat, dimana seorang

khalifah hanya memiliki kekuasaan melalui bai’at. Dalil bahwa syara telah

menjadi pengangkatan khalifah oleh umat adalah tegas sekali terdapat dalam

hadist - hadist tentang bai’at18

. Lebih rincinya penjelasan mengenai hal diatas

tertera dibawah ini.

a. Tidak ada kekuasaan yang diperolehi oleh seorang muslim kecuali diberikan

oleh umat. Dengan cara bai’at itu, hukum fardhu untuk mengangkat khalifah.

Hukum fardhu ain untuk mentaati khalifah;

b. Umat mempunyai hak untuk mengangkat khalifah dengan redha (rela) seperti

Muawiyah yang mulanya diambil dengan paksa dari khalifah Ali bin Abu

talib;

c. Pemerintahan Islam tidak berbentuk kerajaan yang diperoleh dengan warisan.

Kuasa ditangan umat kepada khalifah secara bai’at perlu diserahkan kepada

umatnya juga.

d. Meskipun umat berhak mengangkat penguasa namun kedudukannya bukan

sebagai mustajir (majikan) dan khalifah bukan sebagai ajir (buruh).tidak

seperti sistem demokrasi, rakyat (majikan) memilih/mengangkat pemimpin

(buruh), rakyat pengubah Undang - Undang dan pemimpin melaksanakan

Undang - Undang tersebut. Sistem penafsiran Islam tidak seperti itu. Tak sama

langsung. Khalifah bertindak tegas terhadap rakyat/umat jika berlaku

penyelewengan dari hukum syara.

e. Umat berhak syura (berbincang/bersuara) dengan khalifah, meskipun tidak

mempunyai hak untuk melucutkan jabatan khalifah.

18

Taqiyuddin op.cit, hal. 50-51.

Page 49: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

f. Khalifah adalah pelayan umat dengan memenuhi maslahat mereka dan

mencegah mudarat yang menimpa mereka. Diantara salah satu dalil kekuasaan

ditangan umat. Dari Nafi’ berkata, Abdullah bin Umar berkata kepadaku,

“Siapa saja yang melepaskan tangan dari ketaatan kepada Alllah, ia akan

bertemu dengan Allah di hari kiamat tanpa hujjah dan siapa saja mati

sedangkan diatas pundaknya (bahunya) tidak ada bai’at, maka ia mati seperti

mati jahiliyah” (HR Muslim)

3. Pengangkat satu khalifah untuk seluruh muslimin hukumnya wajib

(wujub nashbi al khalifah al-wahid lil muslimin)

Pilar yang ketiga adalah mengangkat satu khalifah hukumnya fardlu bagi

seluruh kaum muslimin. Dimana hukum fardlu tersebut sebenarnya telah

ditetapkan di dalam hadits19

.

a. Khalifah

Khalifah - Khalifah adalah individu yang mewakili umat dalam urusan

pemerintahan dan kekuasaan serta dalam menerapkan hukum syara. Oleh sebab

Islam telah menjadikan pemerintahan dan kekuasaan tersebut milik umat, dalam

hal ini, umat mewakilkan kepada seseorang untuk melaksanakan urusan tersebut

sebagai wakilnya. Bahkan Allah juga telah mewajibkan kepada umat untuk

menerapkan hukum syara secara keseluruhannya. Dengan demikian, Khalifah

adalah orang yang diangkat oleh umat Islam untuk menerapkan hukum Allah

secara kaffah. Oleh karena itu juga, tidak ada seorang Khalifah pun yang akan

terlantik kecuali setelah dibai’at oleh umat. Bai’at yang dilakukan oleh umatlah

yang akan menjadikan seseorang itu sebagai wakil umat sekaligus sebagai seorang

Khalifah.

Pengangkatan seorang Khalifah oleh umat dengan bai’at berarti umat telah

memberikan kekuasaan (untuk memerintah) kepada Khalifah dan umat wajib

mentaatinya selama mana dia (Khalifah) menerapkan hukum syara Orang yang

memimpin urusan kaum Muslimin tidak boleh disebut Khalifah kecuali setelah ia

dibai’at oleh ahlu halli wal aqdi yang ada di kalangan umat dengan bai’at in’iqad

(bai’at pengangkatan) yang sah dari segi syara, yaitu ia mesti dilakukan dengan

19

Taqiyuddin op.cit, hal. 53.

Page 50: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

redha dan kebebasan memilih (tidak dipaksa) serta calon Khalifah tersebut

memenuhi syarat - syarat in’iqad. Syarat in’iqad Khalifah ada tujuh yaitu dia

mestilah seorang Muslim, lelaki, baligh, berakal, adil, merdeka dan mampu.

Selain tujuh syarat ini, terdapat juga syarat afdhaliyyah (keutamaan) yang

didukung oleh nas - nas sahih ataupun rentetan dari nas-nas sahih. Sebagai contoh,

Khalifah itu harus dari kalangan Quraisy, seorang mujtahid, pemberani, seorang

politikus yang ulung, pakar perang dan sebagainya. Walau yang berhak yang

menjadi khafilah adalah kaum laki - laki kita tidak pungkiri seorang khafilah ada

dari kaum perempuan sebagai pemimpin pemerintahan. Hal ini didasarkan bahwa

paham Islam ada yang memberi peluang untuk itu yaitu perempuan adalah

pemimpin pemerintahan bukan pemimpin agama.20

Khalifah tidak periodik. Dia tetap Khalifah selama dia mampu memikul

tanggungjawab khalifah dan selama mana dia menerapkan hukum Allah. Tidak

sama seperti Sistem Demokrasi yang menetapkan masa jabatan, karena dianggap

salah satu implikasi yang menggugat kestabilan Negara.

b. Khalifah Islam wajib hanya ada satu

Tidak boleh ada lebih dari satu khalifah dalam satu zaman seperti pada

zaman Abbasiyah adalah kesalahan yang tidak dijadikan sebagai dasar hukum

syara.

c. Bentuk negara kekhalifahan Islam adalah berbentuk kesatuan

Hanya dibenarkan ada satu ketua negara (khalifah), satu Undang - Undang

dan hanya satu.

d. Sistem pemerintahan khalifah Islam mengikut sistem pusat

Pemerintahan merupakan kuasa khalifah dan kekuasaan dalam satu negara

adalah tunggal. Dalam dunia ini hanya ada satu negara Islam sahaja.

e. Khalifah adalah negara.

Ahli politik barat mendefinisikan negara adalah kumpulan daripada

wilayah, rakyat dan pemerintahan. Islam menggambarkan negara sebagai

20

Said Al-Afghani, Pemimpin Wanita di Kancah Politik, Pustaka Pelajar, Jakarta, 2001,

hal. 7.

Page 51: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

kekuasaan kerana wilayah Islam sentiasa berkembang. Dalil mengenai tajuk

diatas, dari Adi Said Al Khudri dari Nabi S.A.W. bersabda.

“Apabila dibai’at dua khalifah,maka bunuhlah yang terakhirnya dari

keduanya” (HR. Muslim)

4. Khalifah mempunyai hak untuk mengambil dan menetapkan hukum

syara untuk menjadi Undang - Undang (lil Khalifah wahdah haq at

tabanni)

Pilar yang keempat adalah, bahwa hanya khalifah yang berhak melakukan

tabanni (adopsi) terhadap hukum - hukum syara. Pilar ini ditetapkan berdasarkan

dalil ijma sahabat. Ijma, sahabat telah menetapkan bahwa hanya khalifah yang

berhak untuk mengadopsi hukum - hukum syara21

. Selain hal ini kita juga dapat

melihat penjelasan mengenai hak - hak seorang khalifah dibawah ini.

a. Mengambil dan menetapkan hukum mestilah terikat dengan hukum syara.

Hanya menggunakan Al Quran,Al hadis, Ijmak sahabat dan Qisas sebagai

landasannya;

b. Untuk menghilangkan perselisihan ditengah masyarakat;

c. Kepimpinan secara tunggal, tidak ada lembaga lain sebanding dengan

kekuasaan khalifah;

d. Tidak ada hak membuat Undang - Undang kecuali khalifah, termasuk majelis

umat tidak berhak membuat Undang - Undang dan tidak ada lembaga legislatif

didalam khalifah. Tidak ada konsep pengasingan kuasa seperti legislatif,

eksekutif dan judikatif. Hanya khalifah yang memiliki hak. Dalil ini diambil

dalil ijimak sahabat. Berdasarkan Ijimak Sahabat ini diambil kaidah ushul

fiqih sangat popular.

“Perintah Imam (khalifah) menghilang perselisihan” “Perintah

Imam(khalifah) harus dilaksanakan”

5. Landasan Politik di Masa Rasulullah

Langkah - langkah Rasulullah dalam memimpin masyarakat setelah

hijrahnya ke Madinah, juga beberapa kejadian sebelumnya, menegaskan bahwa

21

Taqiyuddin op.cit, hal. 54.

Page 52: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

Rasulullah adalah kepala sebuah masyarakat dalam apa yang disebut sekarang

sebagai negara. Beberapa bukti bisa disebut, diantaranya.

a. Bai’at Aqabah

Pada tahun kesebelas kenabian, enam orang dari suku Khajraz di Yathrib

bertemu dengan Rasululah di Aqabah, Mina. Mereka datang untuk berhaji.

Sebagai hasil perjumpaan itu, mereka semua masuk Islam. Dan mereka berjanji

akan mengajak penduduk Yathrib untuk masuk Islam pula. Pada musim haji

berikutnya, dua belas laki - laki penduduk Yathrib menemui Nabi di tempat yang

sama, Aqabah. Mereka, selain masuk Islam, juga mengucapkan janji setia (bai’at)

kepada Nabi untuk tidak menyekutukan Allah, tidak mencuri, tidak berzina, tidak

berdusta, serta tidak mengkhianati Nabi. Inilah Bai’at Aqabah Pertama. Kemudian

pada musim haji berikutnya sebanyak tujuh puluh lima penduduk Yathrib yang

sudah masuk Islam berkunjung ke Mekkah. Nabi menjumpai mereka di Aqabah.

Di tempat itu mereka mengucapkan bai’at juga, yang isinya sama dengan bai’at

yang pertama, hanya saja pada yang kedua ini ada isyarat jihad. Mereka berjanji

akan membela Nabi sebagaimana membela anak istri mereka, bai’at ini dikenal

dengan Bai’at Aqabah Kedua.

Kedua bai’at ini menurut Munawir Sadjali (Islam dan Tata Negara, 1993)

merupakan batu pertama bangunan negara Islam. Bai’at tersebut merupakan janji

setia beberapa penduduk Yathrib kepada Rasulullah, yang merupakan bukti

pengakuan atas Muhammad sebagai pemimpin, bukan hanya sebagai Rasul, sebab

pengakuan sebagai Rasulullah tidak melalui bai’at melainkan melalui syahadat.

Dengan dua bai’at ini Rasulullah telah memiliki pendukung yang terbukti sangat

berperan dalam tegaknya negara Islam yang pertama di Madinah. Atas dasar

bai’at ini pula Rasulullah meminta para sahabat untuk hijrah ke Yathrib, dan

beberapa waktu kemudian Rasulullah sendiri ikut Hijrah bergabung dengan

mereka.

b. Piagam Madinah

Umat Islam memulai hidup bernegara setelah Rasulullah hijrah ke Yathrib,

yang kemudian berubah menjadi Madinah. Di Madinahlah untuk pertama kali

lahir satu komunitas Islam yang bebas dan merdeka dibawah pimpinan Nabi

Page 53: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

Muhammad, Penduduk Madinah ada tiga golongan. Pertama kaum muslimin yang

terdiri dari kaum Muhajirin dan Anshar dan ini adalah kelompok mayoritas.

Kedua, kaum musyrikin, yaitu orang - orang suku Aus dan Kharaj yang belum

masuk Islam, kelompok ini minoritas. Ketiga, kaum Yahudi yang terdiri dari

empat kelompok. Satu kelompok tinggal di dalam kota Madinah, yaitu Banu

Qunaiqa. Tiga kelompok lainnya tinggal diluar kota Madinah, yaitu Banu Nadlir,

Banu Quaraizhah, dan Yahudi Khibar. Jadi Madinah adalah masyarakat majemuk.

Setelah sekitar dua tahun berhijrah Rasulullah memaklumkan satu piagam yang

mengatur hubungan antar komunitas yang ada di Madinah, yang dikenal dengan

Piagam (Watsiqah) Madinah.Inilah yang dianggap sebagai konstitusi negara

tertulis pertama di dunia. Piadam Madinah ini adalah konstitusi negara yang

berasaskan Islam dan disusun sesuai dengan syariat Islam.

c. Peran Sebagai Kepala Negara

1) Dalam negeri

Sebagai Kepala Negara, Rasulullah sadar betul akan arti pengembangan

sumber daya manusia dan yang utama sehingga didapatkan manusia yang tangguh

adalah penanaman aqidah dan ketaatan kepada Syariat Islam. Di sinilah

Rasulullah, sesuai dengan misi kerasulannya memberikan perhatiaan utama.

Melanjutkan apa yang telah beliau ajarkan kepada para sahabat di Mekkah, di

Madinah Rasul terus melakukan pembinaan seiring dengan turunnya wahyu.

Rasul membangun masjid yang dijadikan sebagai sentra pembinaan umat. Di

berbagai bidang kehidupan Rasulullah melakukan pengaturan sesuai dengan

petunjuk dari Allah SWT. Di bidang pemerintahan, sebagai kepala pemerintahan

Rasulullah mengangkat beberapa sahabat untuk menjalankan beberapa fungsi

yang diperlukan agar manajemen pengaturan masyarakat berjalan dengan baik.

Rasul mengangkat Abu Bakar dan Umar bin Khattab sebagai wajir. Juga

mengangkat beberapa sahabat yang lain sebagai pemimpin wilayah Islam,

diantaranya Muadz Bin Jabal sebagai wali sekaligus qadhi di Yaman.

2) Luar Negeri

Sebagai Kepala Negara, Rasulullah melaksanakan hubungan dengan

negara - negara lain. Menurut Tahir Azhari (Negara Hukum, 1992) Rasulullah

Page 54: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

mengirimkan sekitar 30 buah surat kepada kepala negara lain, diantaranya kepada

Al Muqauqis Penguasa Mesir, Kisra Penguasa Persia dan Kaisar Heraclius,

Penguasa Tinggi Romawi di Palestina. Nabi mengajak mereka masuk Islam,

sehingga politik luar negeri negara Islam adalah dakwah semata, bila mereka tidak

bersedia masuk Islam maka diminta untuk tunduk, dan bila tidak mau juga maka

barulah negara tersebut diperangi.

d. Hubungan Rakyat dan Negara

1) Peran Rakyat

Dalam Islam sesungguhnya tidak ada dikotomi antara rakyat dengan

negara, karena negara didirikan justru untuk kepentingan mengatur kehidupan

rakyat dengan syariat Islam. Kepentingan tersebut yaitu tegaknya syariat Islam

secara keseluruhan di segala lapangan kehidupan.22

Dalam hubungan antara

rakyat dan negara akan dihasilkan hubungan yang sinergis bila keduanya memiliki

kesamaan pandangan tentang tiga hal (Taqiyyudin An Nabhani, Sistem

Pemerintahan Islam, 1997), pertama asas pembangunan peradaban (asas al

Hadlarah) adalah aqidah Islam, kedua tolok ukur perbuatan (miqyas al ‘amal)

adalah perintah dan larangan Allah, ketiga makna kebahagiaan (ma’na sa’adah)

dalam kehidupan adalah mendapatkan ridha Allah. Ketiga hal tersebut ada pada

masa Rasulllah. Piagam Madinah dibuat dengan asas Islam serta syariat Islam

sebagai tolok ukur perbuatan.

Adapun peran rakyat dalam negara Islam ada tiga, pertama melaksanakan

syariat Islam yang wajib ia laksanakan, ini adalah pilar utama tegaknya syariat

Islam, yaitu kesediaan masing - masing individu tanpa pengawasan orang lain

karena dorongan taqwa semata, untuk taat pada aturan Islam, kedua, mengawasi

pelaksanaan syariat Islam oleh negara dan jalannya penyelenggaraan negara,

ketiga, rakyat berperan sebagai penopang kekuatan negara secara fisik maupun

intelektual, agar menjadi negara yang maju, kuat, disegani di tengah - tengah

percaturan dunia. Di sinilah potensi umat Islam dikerahkan demi kejayaan Islam

(izzul Islam wa al Muslimin).

22

H. Akhmad Wardi Muslik, Hukum Pidana Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hal. 4.

Page 55: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

2) Aspirasi Rakyat

Dalam persoalaan hukum syara, kaum muslimin bersikan sami’ na wa

atha’na. Persis sebagaimana ajaran al Qur’an, kaum muslimin wajib

melaksanakan apa saja yang telah ditetapkan dan meninggalkan yang dilarang.

Dalam masalah ini Kepala Negara Islam menetapkan keputusannya berdasarkan

kekuatan dalil, bukan musyawarah, atau bila hukumnya sudah jelas maka tinggal

melaksanakannya saja. Menjadi aspirasi rakyat dalam masalah tasyri’ untuk

mengetahui hukum syara atas berbagai masalah dan terikat selalu dengannya

setiap waktu. Menjadi aspirasi mereka juga agar seluruh rakyat taat kepada

syariat, dan negara melaksanakan kewajiban syaranya dengan sebaik-baiknya.

Rakyat akan bertindak apabila terjadi penyimpangan.

Diluar masalah tasyri’, Rasulullah membuka pintu musyawarah. Dalam

musyawarah kada Rasulullah mengambil suara terbanyak, kadang pula

mengambil pendapat yang benar karena pendapat tersebut keluar dari seorang

yang ahli dalam masalah yang dihadapi. Dan para sahabat pun tidak segan-segan

mengemukakan pendapatnya kepada Rasulullah, setelah mereka menanyakan

terlebih dahulu apakah hal ini wahyu dari Allah atau pendapat Rasul sendiri.

3) Penegakkan Hukum

Hukum Islam ditegakkan atas semua warga, termasuk non muslim di luar

perkara ibadah dan aqidah. Tidak ada pengecualian dan dispensasi. Tidak ada

grasi, banding, ataupun kasasi. Tiap keputusan Qadhi adalah hukum syara yang

harus dieksekusi. Peradilan berjalan secara bebas dari pengaruh kekuasaan atau

siapapun.

Kalau teori sosial, khusunya kritikal teori, selalu melihat hubungan teori

sosial dan praktik politik, dibalik pemikiran apa pun dari mereka, pada hakikatnya

termuat pandangan mengenai praktik politik. Demikianlah setiap pemikiran Islam

pun, pada hakikatnya baik secara implisit maupun eksplisit mempunyai

kandungan politik tertentu. Hubungan antara sebuah refleksi pemikiran kesilamam

Page 56: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

demgan praltol politik inilah yang lain dilihat untuk memperjelas spektrum

pemikiran cendikiawan “neo-modernis”23

.

Sifat religius syariah dan fokusnya pada pengaturan hubungan antara

Tuhan dan manusia mungkin satu - satunya lasan utama bertahan dan

berkembangnya pegadilan - pengadilan sekular yang berfungsi memutuskan

perkara-perkara praktis alam pelaksanaan peradilan dan pemerintahan secara

umum. Aspek lain dari sejarah hukum masyarakat Islam yang diasosiasikan

dengan sifar religius syariah adalah perkembangan fatwa (ifta).

Umum diketahui bahwa Islam merupakan agama monoteistik yanhg

disebarkan Nabi Muhammad Saw. Antara 610-632 Masehi manakala beliau

menyampaikan Al-Quran dan menguraikan makna - makna dan aplikasi-aplikasi

secara terperinci melalui apa yang kemudian diknal sebagai Sunnah Nabi,

merupakan dasar dari pengertian istilah Islam dan konsep - konsep turunan serta

ajektiva yang digunakan, khususnya di kalangan umat Islam. Al-Quran dan

Sunnah Nabi adalah sumber rukum iman yang dijunjung tinggi oleh individu-

individu Muslim, sumber praktik - praktik ritual yang mesti mereka jalankan,

serta ajaran - ajaran moral dan etika yang mereka hormati. Al-Quran dan Sunnah

Nabi juga adlaah pedoman bagi umat Islam dalam mengembangkan hubungan2

sosialdan politik, serya mengembangkan norma - norma dan institusi hukumnya.

Islam dalam artian pokok ajaran ini adalah tentang bagaimana mewujudkan

kekuatan yang membebaskan dari sebuah kesaksian yang hidup dan proaktif akan

Tuhan yang Maha Esa, Mahakuasa dan Mahaada (tauhid).24

4) Peranan militer

pemerintahan Islam bukan pemerintahan militer. Oleh karena itu, militer

dalam daulah Islam bukan untuk melayani dan mengendalikan urusan-urusan

rakyat. Artinya adalah bahwa militer tidak identik dengan kekuasaan, sekalipun

adanya militer, pembentukannya, pengaturan serta penyiapannya hanya bias

diwujudkan dengan adanya kekuasaan. Militer meruipakan gambaran kekuataan

fisik, yang tercermin dalam angkatan bersenjata termasuk di dalamnya polisi.

23

Rachman, Op. cit., hal. 352. 24

Abdullahi Ahmed An-Na’im, Islam dan Negara Sekular, Mizam Media Utama,

Bandung, 2007, hal. 26.

Page 57: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

Dimana penguasa akan mempergunakan untuk menerapkan hukum-hukum syara,

serta untuk menekan tindakan para pelaku criminal dan orang-orang fasik. Militer

juga bias dipergunakan untuk memaksa orang-orang yang keluar dari kekuasaan

daulah Islam serta menyeret para pembangkang25

.

5) Melakukan koreksi kepada penguasa

Islam wajib memerangi penguasa yang jelas - jelas kafir sebagaimana

perintah ketaatan di atas telah dikecualikan dari satu hal, yaitu dari perintah untuk

melakukan kemaksiatan, maka demikian halnya keharaman untuk memisahkan

diri dari kekuasaan seorang penguasa, serta mengankat senjata dalam rangka

menentangnya juga dikecualikan dari suatu hal, yaitu adanya kekufuran yang

nyata. Kalau kekufuran yang nyata itu benar - benar telah nampak maka wajib

diperangi26

.

6) Mendirikan partai politik

Untuk melakukan koreksi terhadap penguasa yang telah diperintahkan

allah atas kaum muslimin, esensinya merupakan tugas individu sebagai pribadi

serta tugas jamaah dan partai sebagai kelompok. Allah S.W.T. telah memerintah

berdakwa kepada Islam dan serta mengoreksi kepada para penguasa, maka Allah

juga memerintah mereka untuk mendirikan partai politik diantara mereka, yang

berdiri sebagai sebuah kelompok dakwa yang menyeru kepada kebaikan atau

kepada Islam27

.

C. Kegagalan Demokrasi Indonesia

Apabila kita melihat gelombang demokrasi di Indonesia, sebagian

pendapat terutama negara - negara tetangga seperti Malayasia ada yang

mengatakan bahwa demokrasi di Indonesia dapat dijadikan teladan untuk negara -

negara di kawasan Asia. Pri Sulisto mengatakan, keberhasilan Indonesia dalam

bidang demokrasi bisa menjadi contoh bagi negara - negara di kawasan Asia yang

hingga saat ini beberapa diantaranya masih diperintah dengan ”tangan besi”.

25 Taqiyuddin Op.cit, hal. 343. 26

Taqiyuddin Op.cit, hal. 347. 27

Taqiyuddin Op.cit, hal. 355.

Page 58: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

Indonesia juga bisa menjadi contoh, bahwa pembangunan sistem demokrasi dapat

berjalan seiring dengan upaya pembangunan ekonomi. Beliau menilai,

keberhasilan Indonesia dalam bidang demokrasi yang tidak banyak disadari itu,

membuat pihak luar termasuk Asosiasi Internasional Konsultan Politik (IAPC),

membuka mata bangsa Indonesia, bahwa keberhasilan tersebut merupakan sebuah

prestasi yang luar biasa. Prestasi tersebut juga menjadikan Indonesia sangat

berpotensi mengantar datangnya suatu era baru di Asia yang demokratis dan

makmur .

Namun dalam pelaksanaannya dilapangan substansi dan tujuan dari

demokrasi di Indonesia bisa dikatakan belum terwujud. Kita rasakan sekarang

masih banyak warga negara kita yang sampai saat ini masih berada dalam angka

kemiskinan, masih ada kasus anak - anak yang terlantar, tidak bisa melanjutkan

sekolah karena tidak adanya biaya. Padahal seperti yang tercantum dalam

Konstitusi kita pasal 34 sudah sangat jelas disana disebutkan bahwa negara

menjamin akan kemakmuran rakyatnya. Namun yang terjadi justru sebaiknya

hanya orang - orang tertentu saja yang dapat menikmati kekayaan Indonesia. Dan

ini apakah konsep demokrasi kita yang kurang tepat atau justru kita sendirilah

yang tidak memahami hakikat dari demokrasi itu sendiri. Semboyan demokrasi

yang selalu mendengung ditelinga kita bahwa kekuasaan berada ditangan rakyat

kini sebaliknya kekuasaan benar - benar berada ditangan wakil rakyat.

Indonesia tengah dilanda berbagai masalah yang kompleks. Sistem

demokrasi yang seyogyanya menghasilkan masyarakat yang bebas dan sejahtera,

tidak terlihat hasilnya, malah kenyataannya bertolak belakang. Berikut ini adalah

beberapa fenomena kegagalan demokrasi di Indonesia.

1. Presiden tidak cukup kuat untuk menjalankan kebijakannya. Presiden dipilih

langsung oleh rakyat. Ini membuat posisi presiden presiden kuat dalam ati

sulit untuk digulingkan. Namun, di parlemen tidak terdapat partai yang

dominan, termasuk partai yang mengusung pemerintah. Ditambah lagi peran

lagislatif yang besar pasca reformasi ini dalam menentukan banyak kebijakan

presiden. Dalam memberhentikan menteri misalnya, Presiden sulit untuk

memberhentikan menteri karena partai yang “mengutus” menteri tersebut akan

Page 59: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

menarik dukungannya dari pemerintah dan tentunya akan semakin

memperlemah pemerintah. Hal ini membuat presiden sulit mengambil langkah

kebijakannya dan mudah ”disetir” oleh partai;

2. Rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat justru ditengah kebebasan

demokrasi. Tingkat kesejahteraan menurun setelah reformasi, yang justru saat

itulah dimulainya kebebasan berekspresi, berpendapat dan lain - lain. Ini aneh

mengingat sebenarnya tujuan dari politik adalah kesejahteraan. Demokrasi

atau sistem politik lainnya hanyalah sebuah alat. Begitu pula dengan

kebebasan dalam alam demokrasi, hanyalah alat untuk mencapai

kesejahteraan;

3. Tidak berjalannya fungsi partai politik. Fungsi partai politik yang diantaranya

yaitu penyalur aspirasi rakyat, pemusatan kepentingan - kepentingan yang

sama dan sarana pendidikan politik masyarakat. Selama ini dapat dikatakan

ketiganya tidak berjalan. Partai politik lebih mementingkan kekuasaan

daripada aspirasi rakyat. Fungsi partai politik sebagai pemusatan kepentingan

- kepentingan yang sama pun tidak berjalan mengingat tidak adanya partai

politik yang konsisten dengan ideologinya. Kita melihat partai mengambil

suara dari masyarakat bukan dengan pencerdasan terhadap visi, program

partai, atau kaderisasi. Melainkan dengan uang, artis, kaos, yang sama sekali

tidak mencerdaskan malah membodohi masyarakat;

4. Ketidakstabilan kepemimpinan nasional. Jika kita cermati, semua pemimpin

bangsa ini mulai dari Soekarno sampai Gus Dur, tidak ada yang

kepemimpinannya berakhir dengan bahagia. Semua berakhir tragis alias

diturunkan. Ini sebenarnya merupakan dampak dari tidak adanya pendidikan

politik bagi masyarakat. Budaya masyarakat Indonesia tentang pemimpinnya

adalah mengharapkan hadirnya “Ratu Adil” yang akan menyelesaikan semua

masalah mereka. Ini bodoh. Masyarakat tidak diajari bagaimana

merasionalisasikan harapan-harapan mereka. Mereka tidak diajarkan tentang

proses dalam merealisasikan harapan dan tujuan nasional.

Hal ini diperburuk dengan sistem pemilihan pemimpin yang ada sekarang

(setelah otonomi), termasuk pemilihan kepala daerah yang menghabiskan

Page 60: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

biaya yang mahal. Calon pemimpin yang berkualitas namun tidak berduit akan

kalah populer dengan calon yang tidak berkualitas namun memiliki uang yang

cukup untuk kampanye besar-besaran, memasang foto wajah mereka besar-

besar di setiap perempatan. Masyarakat yang tidak terdidik tidak dapat

memilih pemimpin berdasarkan value;

5. Birokrasi yang politis, KKN dan berbelit - belit. Birokrasi semasa orde baru

sangat politis. Setiap PNS itu KORPRI dan wadah KORPRI adalah

GOLKAR. Jadi sama saja dengan PNS itu GOLKAR. Ini berbahaya karena

birokrasi merupakan wilayah eksekusi kebijakan. Jika birokrasi tidak netral,

maka jika suatu saat partai lain yang memegang pucuk kebijakan, maka dia

akan sulit dalam menjalankan kebijakannya karena birokrasi yang seharusnya

menjalankan kebijakan tersebut memihak pada partai lain. Aknibatnya

kebijakan tinggal kebijakan dan tidak terlaksana. Leibih parahnya, ini dapat

memicu reformasi birokrasi besar - besaran setiap kali ada pergantian

kepemimpinan dan tentunya ini bukanlah hal yang baik untuk stabilitas

pemerintahan. Maka seharusnya birokrasi itu netral.

Banyak sekali kasus KKN dalam birokrasi. Contoh kecil adalah pungli, suap,

dll. Ini menjadi bahaya laten karena menimbulkan ketidakpercayaan yang akut

dari masyarakat kepada pemerintah. Selain itu berdampak pula pada iklim

investasi. Investor tidak berminat untuk berinvestasi karena adanya

kapitalisasi birokrasi.

Hal diatas mendorong pada birokrasi yang tidak rasional. Kinerja menjadi

tidak professional, urusan dipersulit dan sebagainya. Prinsip yang digunakan

adalah “jika bisa dipersulit, buat apa dipermudah”;

6. Banyaknya ancaman separatisme. Misalnya Aceh, Papua, RMS dan lain - lain.

Ini merupakan dampak dari dianaktirikannya daerah - daerah tersebut semasa

orde baru, yang tentunya adalah kesalahan pemerintah dalam “mengurus

anak”. Tentunya ini membuat ketahanan nasional Indonesia menjadi lemah,

mudah diadu domba, terkurasnya energi bangsa ini, dan mudah dipengaruhi

kepentingan asing.

Page 61: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

Sejak Pemilu 1999, secara formal Indonesia telah menempuh rute

demokrasi dalam perjalanan politiknya sebagai bangsa menuju masa depan

dimana, semua hak asasi dari semua dimajukan dan dilindungi.

Jika rute ini bisa ditempuh dengan sukses, Indonesia akan menjadi negara

demokrasi terbesar ketiga di dunia setelah AS dan India, negara berpenduduk

muslim terbesar di dunia. Tetapi jika pilihan untuk menempuh demokrasi ini

gagal, maka kegagalannya akan menjadi kegagalan keempat dalam pengalaman

sejarahnya sejak 1945. Seperti diketahui, kegagalan pertama terjadi pada 1959

ketika demokrasi liberal diganti menjadi demokrasi terpimpin. Kegagalan kedua

terjadi pada 1965/66 dengan dimusnahkannya gerakan kiri dan demokrasi

kerakyatannya. Dan kegagalan ketiga adalah pupusnya upaya-upaya kelas

menengah liberal pada awal 1970an untuk meliberalisasi politik Orde Baru yang

diikuti oleh pelembagaan sistem politik otoritarian hingga 1998.

Pengalaman selama lima tahun terakhir ini memperlihatkan beberapa

gejala bahwa ternyata demokrasi liberal pasca reformasi tidak berhasil

menanggulangi masalah-masalah kritis yang dihadapi bangsa, bahkan cenderung

mengidap potensi - potensi kegagalan.

Institusi - institusi demokrasi telah dikuasai (kembali) oleh kalangan elite,

sementara para aktivis pro demokrasi yang dulu merebutnya dari Orde Baru tetap

berada pada posisi marginal. Demokrasi liberal ternyata hanya menguntungkan

kalangan elite dan menjadi suatu bentuk demokrasi elitis untuk tidak

menyebutnya oligarki liberal.

Korupsi terus tidak tertanggulangi, bahkan makin merajalela sampai ke

tingkat lokal. Sementara desentralisasi berpotensi menyebabkan munculnya

kekuasaan bos lokal yang pada gilirannya berpotensi menjadi kaki tangan

berbagai kekuatan sentralistis yang berada di Jakarta, Tokyo, New York, London

dan pusat - pusat kekuasaan ekonomi politik.

Depolitisasi masyarakat sipil masih terus berlangsung dengan menguatnya

suasana anti politik yang terus meluas. Partisipasi memang tumbuh subur, tetapi

perluasan partisipasi tampaknya tidak berbanding lurus dengan perubahan

Page 62: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

hubungan - hubungan kekuasaan yang memungkinkan rakyat banyak menikmati

sumber - sumber daya politik dan ekonomi.

Kegagalan demokrasi tampaknya juga disebabkan karena faktor lain, yaitu

bahwa para aktor pro demokrasi tidak cukup punya akses, kemauan dan kapasitas

untuk mengendalikan (controle) proses pengambilan keputusan yang menyangkut

kepentingan mereka. Mereka terus berada di barisan anti negara, diluar sistem,

diluar struktur. Urusan demokrasi bagaimanapun masih dipahami oleh para aktivis

sebagai urusan pergantian rezim, padahal agenda demokratisasi memerlukan

energi lebih besar untuk rekonstruksi negara dan masyarakat.

Soemardjan menyatakan bahwa konsep primus inter pares (yang utama

dari yang lain) yang disiratkan Demokrasi Terpimpin sejatinya lebih cocok untuk

Indonesia. Perjalanan sejarah telah memperlihatkan bahwa kedua solusi terhadap

"penyakit" demokrasi kepartaian sama - sama gagal. Hanya, patut dipertanyakan

apakah kegagalan tersebut terletak pada konsep atau pelaksanaan. Kalau gagal,

perlu ditinjau kembali konsep demokrasi yang lebih tepat konsep Soekarno atau

Hatta. Namun, bila gagal dalam pelaksanaan, juga patut ditanyakan mengapa

pelaksanaannya menyimpang.

Singkat kata, tampaknya memang perlu refleksi serius lagi tentang haluan

politik kita. Hanya dengan begitu bangsa ini memiliki pegangan arah politik yang

mau ditempuh. Sebab tanpa kompas, jelas bangsa berjalan dalam ketidakpastian

arah.

Page 63: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sistem pemerintahan Islam adalah sistem pemerintahan yang

menggunakan Al-Quran dan Sunnah sebagai rujukan dalam semua aspek hidup,

seperti dasar undang-undang, mahkamah perundangan, pendidikan, dakwah dan

perhubungan, kebajikan, ekonomi, sosial, kebudayaan dan penulisan, kesehatan,

pertanian, sain dan teknologi, penerangan dan peternakan. Dasar negaranya adalah

Al-Quran dan Sunnah. Para pemimpin dan pegawai - pegawai pemerintahannya

adalah orang - orang jujur, amanah, adil, faham Islam, berakhlak mulia dan

bertakwa.

Islam dan demokrasi adalah dua sistem politik yang berbeda. Islam tidak

bisa disubordinatkan dengan demokrasi karena Islam merupakan sistem politik

yang mandiri (self suffcient). Dalam bahasa politik muslim, Islam sebagai agama

yang kaffaah (sempurna) tidak saja mengatur persoalan keimanan (akidah) dan

ibadah, melainkan mengatur segala aspek kehidupan umat manusia termasuk

aspek kehidupan bernegara.

Islam berbeda dengan demokrasi jika demokrasi didefinisikan secara

procedural seperti dipahami dan dipraktikkan di negara - negara Barat. Kelompok

kedua ini menyetujui adanya prinsip - prinsip demokrasi dalam Islam. Tetapi,

mengakui adanya perbedaan antara Islam dan demokrasi. Bagi kelompok ini,

Islam merupakan sistem politik demokratis kalau demokrasi didefinisikan secara

substantif, yakni kedaulatan di tangan rakyat dan negara merupakan terjemahan

dari kedaulatan rakyat ini.

Islam adalah sistem nilai yang membenarkan dan mendukung sistem

politik demokrasi seperti yang diperaktikkan negara - negara maju. Islam di dalam

dirinya demokratis tidak hanya karena prinsip syura (musyawarah), tetapi juga

karena adanya konsep ijtihad dan ijma (konsensus). Di Indonesia pandangan

ketiga ini lebih dominan karena demokrasi sudah menjadi bagian integral sistem

pemerintahan Indonesia dan negara - negara muslim lainnya.

Page 64: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

B. Kata Penutup

Karya tulis ini didedikasikan kepada Bapak SAFAAT atas gagasan, ide

dan bimbingannyalah yang membuat penulis dapat menuangkannya dalam sebuah

karya sederhana ini.

Penulisan karya tulis ini masih banyak kekurangan dan jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu saran dan kritik dan saran yang bersifat

membangun sangat diharapkan guna kesempurnaan karya tulis ini.

Akhir kata semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi penulis

khususnya dan pembaca pada umumnya.

Page 65: Studi Perbandingan Pemerintahan Islam Dan Demokrasi

DAFTAR PUSTAKA

Abudin, Nata, 2001, Ilmu kalam Filsafat dan Tasawuf, PT. Raja Grafindo

Persada, Jakarta.

Al-Afghani, Said, 2001, Pemimpin Wanita di Kancah Politik, Pustaka Pelajar,

Jakarta.

Amin, Samsul, Munir, Sejarah Peradapan Islam, Amzah, Jakarta, 2010.

An-Nabhani, Taqiyuddin, 1997, Sistem Pemerintahan Islam, Bangil.

An-Na’im, Ahmed, Abdullahi, 2007, Islam dan Negara Sekular, Mizam Media

Utama, Bandung.

Choirun, Niswah, 2010, Sejarah Pendidikan Islam, Rafah Press, Palembang.

Dedi, Supriady, 2008, Sejarah Peradapan Islam, Pustaka Setia, Bandung.

Dharwis, KH. Ellysa, 2001, Agama Demokrasi dan Keadilan, Gramedia Pustaka

Utama, Jakarta.

Effendy, Bahtiar, 2009, Islam and Democracy in Indonesia Prospects and

Challenges.

http://ummahonline.wordpress.com/2008/01/29/Islam-dan-demokrasi.

http://www.ahmadheryawan.com/opini-media/sosial-politik.

http://www.ditpertais.net/jurnal/vol62003k.asp.

http://www.zulkieflimansyah.com/in/kompatibilitas-Islam-dan-demokrasi.html.

Madjid, Abdullah, 2005, Pemikiran Islam Kontemporer di Indonesia “Mencari

Format Studi Islam di Perguruan Tinggi Agama Islam”, Pustaka

Pelajaran, Yogyakarta.

Mnawar, Budhy, Rachman, 2004, Islam Pluralis, PT. RajaGrafindo Persada,

Jakarta.

Murodi, 2002, Sejarah Kebudayaan Islam, PT. Karya Toha Putra, Semarang.

Muslik, Wardi, Akhmad, 2003, Hukum Pidana Islam, Sinar Grafika, Jakarta.

Wahyuddin dkk, Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi, Grasindo,

Jakarta.

Yatim Badri, 2010, Sejarah Peradapan Islam, Rajawali Pers, Jakarta.