STUDI PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK ANALISA ... · fenomena yang merugikan dalam operasinal...

16
STUDI PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK ANALISA IDENTIFIKASI KAVITASI PADA PROPELER Tutug Triasniawan * ) Ir. Surjo Widodo Adji, MSc. C.Eng FIMarEST ** ) Irfan Syarif Arief, ST.,MT. ** ) * ) Mahasiswa Teknik Sistem Perkapalan FTK-ITS ** ) Dosen Teknik Sistem Perkapalan FTK-ITS Abstrak Dalam bidang rekayasa kavitasi didefinisikan sebagai proses pembentukan fase uap dari suatu cairan ketika cairan tersebut mengalami penurunan tekanan pada suhu sekeliling ( ambient temperature) yang tetap. Secara umum cairan dikatakan mengalami kavitasi jika di dalam cairan tersebut terlihat adanya gelembung yang terbentuk akibat turunnya tekanan, dalam hal ini tekanan cairan turun di bawah tekanan uap. Untuk dapat memulai timbulnya kavitasi pada tekanan sebesar sekitar tekanan uap diperlukan sejumlah gelembung kecil, disebut inti (nuclei), sering hanya dalam ukuran mikroskopis saja, yang mengandung ukuran gas permanen dan atau uap cairan yang bersangkutan. Kavitasi merupakan fenomena yang merugikan dalam operasinal kapal, karena menyebabkan banyak kerugian. Pengaruh yang merugikan tersebut berupa menurunnya efisiensi propeller, merusak material propeller, kecepatan kapal menjadi lebih rendah dan menyebabkan getaran dan bising. Oleh karena itu perlu ada kriteria sederhana yang untuk memperkirakan terjadinya kavitasi, agar dampak negatif dari kavitasi dapat dihindari. Kata kunci : Kavitasi,Propeler, Ambient temperature, Efisiensi I. PENDAHULUAN Dalam bidang rekayasa kavitasi didefinisikan sebagai proses pembentukan fase uap dari suatu cairan ketika cairan tersebut mengalami penurunan tekanan pada suhu sekeliling (ambient temperature) yang tetap. Secara umum cairan dikatakan mengalami kavitasi jika di dalam cairan tersebut terlihat adanya gelembung yang terbentuk akibat turunnya tekanan, dalam hal ini tekanan cairan turun di bawah tekanan uap. Untuk dapat memulai timbulnya kavitasi pada tekanan sebesar sekitar tekanan uap diperlukan sejumlah gelembung kecil, disebut inti (nuclei), sering hanya dalam ukuran mikroskopis saja, yang mengandung ukuran gas permanen dan atau uap cairan yang bersangkutan. Kavitasi menimbulkan kerugian pada operasional kapal, diantaranya erosi pada material propeler, berkurangnya efisiensi propeler dan menyebabkan getaran dan kebisingan. 1.1 Perumusan Masalah Tugas Akhir ini akan menganalisa beberapa permasalahan, diantaranya adalah: Bagaimana merancang perangkat lunak yang dapat mengidentifikasi kavitasi pada propeler Bagaimana mendapatkan perangkat lunak dengan akurasi tinggi Menentukan tipe propeler yang memenuhi syarat dari segi kavitasi dan efisiensi 1.2 Batasan Masalah Agar tugas akhir ini lebih fokus dan terarah, maka permasalahan yang akan dibahas dibatasi pada hal-hal berikut: Database yang digunakan adalah propeler tipe Wageningen B-series Database yang disediakan hanya propeler dengan jumlah daun 3 dan 4 Jenis kavitasi yang terjadi tidak dibahas secara detail dalam tugas akhir ini Input data virtual tidak dibahas secara mendetail Perhitungan tahanan dan pemilihan mesin tidak dibahas dalam tugas akhir ini Software ini khusus digunakan untuk kapal niaga

Transcript of STUDI PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK ANALISA ... · fenomena yang merugikan dalam operasinal...

STUDI PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK ANALISA IDENTIFIKASI

KAVITASI PADA PROPELER

Tutug Triasniawan *)

Ir. Surjo Widodo Adji, MSc. C.Eng FIMarEST **)

Irfan Syarif Arief, ST.,MT. **)

*) Mahasiswa Teknik Sistem Perkapalan FTK-ITS

**)

Dosen Teknik Sistem Perkapalan FTK-ITS

Abstrak

Dalam bidang rekayasa kavitasi didefinisikan sebagai proses pembentukan fase uap dari suatu cairan

ketika cairan tersebut mengalami penurunan tekanan pada suhu sekeliling (ambient temperature) yang

tetap. Secara umum cairan dikatakan mengalami kavitasi jika di dalam cairan tersebut terlihat adanya

gelembung yang terbentuk akibat turunnya tekanan, dalam hal ini tekanan cairan turun di bawah tekanan

uap. Untuk dapat memulai timbulnya kavitasi pada tekanan sebesar sekitar tekanan uap diperlukan

sejumlah gelembung kecil, disebut inti (nuclei), sering hanya dalam ukuran mikroskopis saja, yang

mengandung ukuran gas permanen dan atau uap cairan yang bersangkutan. Kavitasi merupakan

fenomena yang merugikan dalam operasinal kapal, karena menyebabkan banyak kerugian. Pengaruh yang

merugikan tersebut berupa menurunnya efisiensi propeller, merusak material propeller, kecepatan kapal

menjadi lebih rendah dan menyebabkan getaran dan bising. Oleh karena itu perlu ada kriteria sederhana

yang untuk memperkirakan terjadinya kavitasi, agar dampak negatif dari kavitasi dapat dihindari.

Kata kunci : Kavitasi,Propeler, Ambient temperature, Efisiensi

I. PENDAHULUAN

Dalam bidang rekayasa kavitasi didefinisikan

sebagai proses pembentukan fase uap dari suatu

cairan ketika cairan tersebut mengalami

penurunan tekanan pada suhu sekeliling (ambient

temperature) yang tetap. Secara umum cairan

dikatakan mengalami kavitasi jika di dalam cairan

tersebut terlihat adanya gelembung yang

terbentuk akibat turunnya tekanan, dalam hal ini

tekanan cairan turun di bawah tekanan uap. Untuk

dapat memulai timbulnya kavitasi pada tekanan

sebesar sekitar tekanan uap diperlukan sejumlah

gelembung kecil, disebut inti (nuclei), sering

hanya dalam ukuran mikroskopis saja, yang

mengandung ukuran gas permanen dan atau uap

cairan yang bersangkutan.

Kavitasi menimbulkan kerugian pada

operasional kapal, diantaranya erosi pada material

propeler, berkurangnya efisiensi propeler dan

menyebabkan getaran dan kebisingan.

1.1 Perumusan Masalah

Tugas Akhir ini akan menganalisa beberapa

permasalahan, diantaranya adalah:

Bagaimana merancang perangkat lunak

yang dapat mengidentifikasi kavitasi pada

propeler

Bagaimana mendapatkan perangkat lunak

dengan akurasi tinggi

Menentukan tipe propeler yang memenuhi

syarat dari segi kavitasi dan efisiensi

1.2 Batasan Masalah

Agar tugas akhir ini lebih fokus dan terarah,

maka permasalahan yang akan dibahas dibatasi

pada hal-hal berikut:

Database yang digunakan adalah propeler

tipe Wageningen B-series

Database yang disediakan hanya propeler

dengan jumlah daun 3 dan 4

Jenis kavitasi yang terjadi tidak dibahas

secara detail dalam tugas akhir ini

Input data virtual tidak dibahas secara

mendetail

Perhitungan tahanan dan pemilihan mesin

tidak dibahas dalam tugas akhir ini

Software ini khusus digunakan untuk

kapal niaga

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dalam Tugas Akhir ini

adalah:

Menciptakan perangkat lunak yang

bermanfaat untuk analisa identifikasi

kavitasi

Memodelkan perhitungan identifikasi

kavitasi pada propeler

Dapat mengetahui tipe propeler yang

akan dipilih

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan

Tugas Akhir ini antara lain:

1. Memberikan kontribusi ilmiah dalam

pengembangan perangkat lunak untuk

mengidentifikasi kavitasi

2. Sebagai referensi bagi penelitian

selanjutnya yang berkaitan dengan

kavitasi.

III. TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Propeler

Propeler merupakan jenis baling-baling yang

memberikan kekuatan dengan mengubah rotasi

gerak ke gaya dorong. Propeler terdiri dari

beberapa daun propeler dan beroperasi seperti

perputaran sekrup. Perbedaan tekanan antara

depan dan belakang permukaan berbentuk blade

yang menghasilkan akselerasi air dibelakang

propeler sehingga menghasilkan gaya dorong.

Ditafsirkan diameter baling-baling kapal harus

lebih kecil dari dua pertiga sarat buritan, yaitu

Dmaks < TA (2.1)

a. Bahan

Bahan yang sering digunakan untuk membuat

baling-baling adalah :

1. Gray cast iron

2. Carbon and low-alloy steels

3. Chromium stainless steel

4. Chromium-nickel austenitic stainless steel

5. Manganese bronze

6. Nickel-manganese bronze

7. Nickel-aluminium bronze

8. Manganese-aluminium bronze

b. Geometri

Permukaan daun baling-baling yang menghadap

ke belakang disebut sisi muka (face), atau sisi

dengan tekanan tinggi, sedangkan sisi sebaliknya

disebut punggung, atau sisi belakang (back), atau

sisi tekanan rendah (Gb.2)

Gambar 2.2. Sketsa desain propeller

II.2 Kavitasi

Dalam bidang rekayasa kavitasi didefinisikan

sebagai proses pembentukan fase uap dari suatu

cairan ketika cairan tersebut mengalami

penurunan tekanan pada suhu sekeliling (ambient

temperature) yang tetap. Secara umum cairan

dikatakan mengalami kavitasi jika di dalam cairan

tersebut terlihat adanya gelembung yang

terbentuk akibat turunnya tekanan, dalam hal ini

tekanan cairan turun di bawah tekanan uap. Untuk

dapat memulai timbulnya kavitasi pada tekanan

sebesar sekitar tekanan uap diperlukan sejumlah

gelembung kecil, disebut inti (nuclei), sering

hanya dalam ukuran mikroskopis saja, yang

mengandung ukuran gas permanen dan atau uap

cairan yang bersangkutan. Sebuah inti yang

timbul yang tumbuh dengan sangat cepat (setelah

mencapai ukuran kritisnya) mengandung zat yang

sebagian besar adalah fase uap. Waktu

berlangsung difusi tersebut sangat singkat sekali

sehingga tidak memungkinkan terjadinya

kenaikan volume gas. Berkembangnya gelembung

gas tersebut sangat tergantung pada penguapan

cairan itu sendiri proses tersebut merupakan

kavitasi yang sebenarnya dan dinamakan kavitasi

uap (vaporous cavitation). Sebagaimana

disebutkan di atas, terjadinya kavitasi demikian

itu memerlukan tekanan dibawah tekanan uap.

Akhirnya, perlu disebutkan bahwa laporan

panitia kaviasi kepada The International Towing

Tank Conferences [lihat ITTC (1933, 1934, 1935,

1937, 1949, 1953)] memberikan acuan yang

sangat berharga mengenai kavitasi.

II.3 Aliran Kavitasi

Banyak hal yang bisa menyebabkan kavitasi.

Contoh pada kehidupan sehari-hari adalah air

yang mendidih. Dalam air yang mendidih tekanan

uap naik karena kenaikan suhu air. Dalam

hidrodinamika kelautaan kavitasi umumnya

disebabkan oleh aliran. Aliran kavitasi demikian

itu merupakan aliran dua fase yang terdiri dari

cairan dan uap air itu, dan transisi fase tersebut

disebabkan karena perubahan tekanan

hidrodinamis.

Gambar 3 menunjukkan mekanisme terjadinya

kavitasi. Sebuah penampang daun atau foil udara

diletakkan pada sudut pukul yang kecil di dalam

aliran dua dimensi yang tunak tanpa kekentalan.

Gambar 2.3. Aliran dan tekanan di sekeliling foil

udara

Jauh di depan penampang ini kecepatan tunak

dan seragam tersebut dianggap Uo dan tekanan

totalnya Po. Untuk suatu garis aliran khusus teori

Bernoulli memberikan

po + = tetap (2.2)

Karena itu, di titik manapun di garis aliran

tersebut berlaku persamaan berikut ini; p1 dan U1

adalah tekanan dan kecepatan di titik itu :

p1 + = po + (2.3)

Perubahan tekanan di titik tersebut adalah

∆p = p1-po = (2.4)

Jika U1 lebih besar daripada Uo maka p1 akan

akan lebih kecil daripada po , dan ∆p akan

mempunyai harga negatif. Di suatu ttitik S di de

depan hidung (nose) penampang tersebut aliran

akan terbelah. Fluida yang mengikuti garis aliran

yang terbelah tersebut akan berputar melalui 90O,

dan kehilangan seluruh kecepatan serta

momentumnya dalam arah menurut gerakannya di

sepanjang garis aliran tersebut. Dengan demikian

di titik S (titik stagnasi) kecepatan U1 adalah nol

(0), dan

∆p = p1-po = = q (2.5)

q adalah tekanan stagnasi pada aliran tersebut

Tekanan di titik punggung daun adalah

p1 = po + = po + ∆p

(2.6)

Dengan demikian maka p1 akan menjadi nol jika

∆p = - po (2.7)

Ini berarti bahwa aliran tersebut akan patah di

titik itu, mengingat bahwa air tidak dapat

menahan tegangan. Gelembung dan rongga

kavitasi akan timbul bila

pv = po + ∆p (2.8)

pv adalah tekanan uap air pada saat air mulai

mendidih. Karena itu kavitasi akan mulai terjadi

jika

∆p > po - pv (2.9)

Atau

- = σv

(2.10) ∆p adalah perubahan tekanan dan merupakan

karakteristik geometri aliran. σv disebut angka

kavitasi uap. Dalam angka ini po adalah tekanan

statis, yaitu jumlah dari tekanan hidrostatis dan

tekanan atmosfer. Tekanan uap pv, tidak

tergantung pada suhu. Tekanan stagnasi q

terganting dari massa jenis fluida kecepatan aliran.

Angka kavitasi sebaiknya didefinisikan

sebagai rasio antara selisih tekanan sekeliling

yang absolut p dan tekanan rongga kavitasi pc

dengan tekanan dinamis aliran bebas (free stream

dynamic pressure)

σ = (2.11)

Dengan demikian maka σ adalah karakteristik

sistem cairan – gas.

II.4 Jenis - Jenis Kavitasi :

Laboratorium uji kavitasi membuat sketsa

atau memotret pola kavitasi. laboratorium

demikian itu sering pula memberikan penjelasan

mengenai hasil yang didapat berdasarkan

penglihatan mata, yaitu mengenai kavitasi uap

(cloud), busa (foam), kabut (mist), lembaran

(sheet), gelembung, buih (froth), bercak (spot),

dan garis (streak), dan sebagainya. Dari segi fisika

mengenai proses kavitasi, pembedaan kavitasi

menurut jenisnya tisak perlu. Namun demikian

pembedaan itu dalam prakteknya terdapat banyak

kegunaannya. Tidak ada standar nyata yang

dipakai dalam yang dapat dipakai untuk

menerangkan jenis kavitasi. tetapi dapat dikatakan

bahwa penjelasan mengenai bentuk kavitasi harus

mencakup keterangan mengenai baik letak,

ukuran, struktur, da dinamika kavitasi, maupun

dinamika aliran yang diacu secara benar.

a. Berdasarkan letaknya, kavitasi dapat

dibedakan menjadi:

- Ujung daun

Contoh : Kavitasi ujung (tip cavitation), yaitu

kavitasi permukaan (surface cavitation) yang

terjadi di dekat ujung daun baling-baling;

kavitasi pusaran (vortex cavitation), yaitu

kavitasi yang terjadi di dalam inti tekanan

rendah pusaran ujung (tip vortex) baling-

baling.

- Pangkal daun (Root fillet)

Contoh : Kavitasi pangkal daun (root

cavitation), yaitu kavitasi di dalam daerah

tekanan rendah di pangkal daun baling-baling.

- Celah antara daun dan tabung baling-baling

(Hub atau konis)

b. Menurut letak penampang daun baling-baling

tertentu, misalnya penampang di tengah

(midchord)

Tepi depan

Tepi ikut: dalam kaitan ini, kavitasi pusaran

ikut (trailing vortex cavitation) harus pula

disebutkan. Kavitasi ini adalah kavitasi yang

terus-menerus ada di dalam inti tekanan

rendah pusaran ikut di dalam aliran yang

meninggalkan baling-baling.

Alas

Sisi hisap (punggung): Contoh, kavitasi

punggung (back side cavitation) adalah

kavitasi yang terjadi pada punggung (sisi

hisap) daun baling-baling

Sisi tekanan (muka): Contoh, kavitasi muka

(face cavitation) adalah kavitasi pada sisi

tekanan (muka) daun baling-baling. Kavitasi

pada umumnya ditimbulkan akibat kerja

baling-baling yang sedemikian rupa hingga

sudut pukul lokal daun baling-baling itu

sangat negatif.

Antara baling-baling dan badan kapal:

Kavitasi pusaran antara baling-baling dan

badan kapal (propeller-hull vortex cavitation)

diartikan sebagai kavitasi pusaran ujung daun

baling-baling yang dalam interval tertentu

merentang hingga mencapai permukaan

badan kapal.

c. Berdasarkan struktur kavitasinya dapat

dibedakan menjadi :

Kavitasi lembaran (umumnya tipis, halus,

tembus pandang, umumnya stabil, tidak stabil

hanya di dalam medan arus ikut)

Kavitasi bercak (bentuk khusus kavitasi

lembaran ; sempit, melekat pada permukaan,

timbul pada bercak kekasaran yang terpencil

atau pada permukaan yang cacat)

Kavitasi garis (bentuk khusus kavitasi bercak;

sempit, umumnya sejajar satu sama lain dan

timbul pada bercak kekasaran yang terpencil

atau pada bagian tepi depan daun yang cacat)

Kavitasi awan (dibagian belakang atau ujung

patah kavitasi lembaran yang tidak stabil pada

di dalammedan arus ikut, massa dari rongga

transien, umumnya terkait dengan erosi)

Kavitasi gelembung

Kavitasi pusaran

d. Dinamika rongga kavitasi dapat dikategorikan

sebagai :

Tunak (atau lebih baik, kuasi tunak)

Tak tunak

Tidak menetap

Transien atau bergerak

Menempel (secara tetap atau berlangsung

dalam interval waktu, dalam bentuk kavitasi

yang mengembang sebagian atau sepenuhnya

atau sebagai sejumlah pusaran)

Bergerak mengikut (misalnya, kavitasi

pusaran)

II.5 Pengaruh Kavitasi Yang Merusak

Kerusakan akibat kavitasi dapat berupa :

Efisiensi baling-baling akan berkurang

Ini berarti dengan mesin yang sama propeler

yang mengalami kavitasi akan memberikan

kecepatan kapal yang lebih rendah. Dengan

adanya kavitasi maka baling-baling bekerja

pada fluida yang tidak homogeny tetapi di

dalam cairan yang tercampur dengan uap dan

gas, dan ini menurunkan daya propulsi.

Erosi pada bahan propeler

Erosi yang terjadi dapat dibedakan menjadi 2:

Keausan umum atau pengasaran yang meliputi

daerah yang cukup luas

Erosi cepat dan burik (pitting) pada luasan

setempat.

Erosi pada daun baling-baling menyebabkab

efisiensi baling-baing menurun.

Menyebabkan getaran dan bising

Cukup banyak pula usaha yang dilakukan

untuk mencari hubungan antara beberapa sifat

mekanis bahan baling-baling yang dapat langsung

diukur dengan kemampuan bahan tersebut dapat

menahan kerusakan akibat erosi, dengan

percobaan kavitasi, tubrukan (impingement), atau

lainnya. Dalam pelaksanaan ujiannya, erosi pada

benda uji di dalam fluida dapat ditimbulkan

dengan car a menggetarkan benda tersebut,

misalnya seperti yang diajukan dalam “Standard

Method of Vibratory Cavitation Erosion Test”.

(Metode Standar untuk Pengujian Kavitasi dengan

Gerakan) (ASTM, 1972).

Pengujian demikian dapat dilakukan di tempat

yang mempunyai fasilitas untuk foil yang

berputar, di tempat yang mempunyai apparatus

untuk diskus yang berputar (Dashnaw dan

kawan-kawan, 1980), atau di terusan aliran air

dengan sirkulasi tertutup (Hansson dan Morch,

1977). Bagian pengujian dari fasilitas inin

mempunyai alat pemegang benda uji (specimen

holder). Di alat ini benda akan diuji disisipkan

demikian rupa hingga merupaka bagian dari

dinding induk (central wall) yang mulus. Gambar

10 menunjukkan sebuah alat pemegang benda uji.

Alliran melewati ke dua sisi dinding tersebut

secara simetris. Sebuah lubang di dinding tersebut

akan menyebabkan rongga kavitasi di dekat benda

di dalam aliran menuju ke benda (upstream).

Dengan mengatur tekanan dalam tekanan kempis

dan kecepatan aliran maka rongga tersebut akan

mengempis di dekat permukaan benda uji. Salah

satu cara untuk mengkalibrasi berbagai kerusakan

akibat kavitasi adalah dengan memakai aloi nikel

yang kekuatan dan kekerasannya ditentukan lebih

dulu sebagai bahan standar. Secara umum dapat

diperhatikan bahwa semakin keras, kuat, dan kaku

(modulus besar) material itu semakin tahan

terhadap kerusakan erosi.

II.7 Kriteria Untuk Mencegah Kavitasi

Baling-baling harus sedemikian rupa sehingga

tidak terjadi kavitasi yang merusak, karena itu

perlu ada kriteria sederhana yang untuk

memperkirakan terjadinya kavitasi. Kriteria

demikian itu dapat didasarkan pada gaya dorong

propeler rata-rata tiap satuan luas proyeksi

permukaan daun propeler dalam hubungannya

dengan angka kavitasi. Untuk memperkirakan

terjadinya kavitasi, Burril (1943) memakai

koefisien τc yang didefinisikan dengan :

τc = =

(2.27)

dimana, T = gaya dorong baling-baling

AP = luas proyeksi daun

VR = kecepatan relative air pada 0.7

jari-jari ujung R

Q 0.7R = tekanan dinamis pada 0.7 jari-

jari ujung

Dalam diagram yang diberikan Burril τc

digambar berdasarkan angka kavitasi setempat

pada 0.7 jari-jari :

σ 0.7R =

(2.28)

atau

σ 0.7R =

(2.29)

dimana, PO-PV = tekanan pada garis

pusat baling-baling

PO =tekanan sekeliling

absolute (absolute

ambient pressure)

PV = tekanan uap air

n = putaran propeller

h = tingi poros dari garis

dasar

Tekanan absolute sekitar (sekeliling)nya pada

garis pusat baling-baling adalah tekanan atmosfer

ditambah dengan tekanan kolom air diatas poros

baling-baling, ini berarti

PO = atm + ρgH (2.30)

H adalah tinggi poros dari permukaan air. H

didapatkan dengan persamaan

H = T-0.35T (2.31)

atau

H = T-(D/2+0.2) (2.32)

atau

H = T - E + ζA

dimana, ρ = massa jenis

g = percepatan gravitasi

T = sarat kapal

E = tinggi letak poros dari

garis dasar

ζA = amplitude gelombang

(sekitar 0.0075L, L

adalah panjang kapal)

D = diameter propeler

Jika tekanan atmosfer sama dengan 102,3

kN/m3

(atau kPa) (tekanan atmosfer standar pada

permukaan laut) maka Po - Pv pada 150 C menjadi

Po – Pv ~ 99,6 – 10,05 (T – E + ζA) (kPa)

(2.33)

Pv pada 150 C adalah sekitar 1,7 kPa. Variasi pv

terhadap suhu ditunjukkan di Gb. 7. Kurva

tersebut dianggap berlaku untuk untuk air tawar

maupun air laut.

Kecepatan relative air pada 0,7 jari-jari ujung

adalah

VR =

(2.34)

dimana, VA = kecepatan maju baling-

baling

D = diameter baling-baling

n = laju kisaran

Luas proyeksi daun baling-baling Ap hampir

sama dengan

Ap ~ AD(1,067 – 0,229P/D)

Gambar 2.11. Kurva tekanan uap air terhadap suhu

AD adalah luas kembang daun baling-baling,

dalam perhitungan kasar luas ini dapat diganti

dengan luas bentang daun baling-baling AE.

Gambar 11 menunjukkan salah satu kurva

yang diajukan Burril (1943). Kurva tersebut

merupakan kurva “batas atas yang disarankan

untuk kapal niaga”, yaitu berarti bahwa untuk

menghindari kavitasi yang berlebihan dan erosi

dalam kondisi pelayaran rata-rata di laut maka

baling-baling kapal yang berangkutan harus

bekerja di bawah kurva tersebut.

Kriteria tersebut dapat pula dinyatakan dalam

syarat bahwa luas bentang yang diperlukan harus

tidak kurang dari

nec =

(2.35)

Ao adalah luas diskus baling-baling (=πD2/4).

Kriteria ini sangat kasar. Van Manen memakai

teori pusaran untuk menghitung seri baling-baling

berdaun dua, tiga, empat dan lima dengan

berbagai rasio luas daun dan dengan berbagai

rasio langkah ulir. Hasilnya digambar dalam

diagram (Manen, 1957b, Gb. 66 dan 67), yaitu

seperti Gb. 12. Hasil tersebut menunjukkan

ketergantungan kriteria kavitasi tersebut pada

parameter tadi, terutama langkah ulir.

III. BAB METODOLOGI

III.1 Tahap Identifikasi Awal

Tahap ini adalah tahap menentukan

rumusan dan identifikasi masalah yang

selanjutnya akan digunakan sebagai acuan untuk

menentukan metode penyelesaian yang akan

digunakan. Permasalahan yang akan dibahas

adalah bagaimana mendapatkan perangkat lunak

yang dapat mengidentifikasi kavitasi pada

propeller dengan tingkat akurasi yang baik.

III.2 Tahap Pembuatan Perangkat Lunak

Pada tahap ini akan dilakukan analisa

perancangan perangkat lunak untuk

mengidentifikasi kavitasi.

III.2.1 Penentuan parameter input

software

Pada bagian ini ditentukan data (parameter)

apa saja yang akan dijadikan input pada

software yang akan dibuat. Parameter ini

sangat penting karena mempengaruhi

program yang akan dibuat karena akan

berfungsi sebagai input awal. Data input

tersebut berupa:

Delivered horse power (DHP)

Effective horse power (EHP)

RPM mesin

Thrust deduction factor

Wake fraction

Draft (T)

Speed (Vs)

Rasio gearbox

III.2.2 Perancangan perangkat lunak

Pada bagian ini dilakukan pembuatan

perangkat lunak untuk identifikasi kavitasi

dengan memperhatikan parameter-

parameter yang akan dimasukkan sebagai

input. Pembuatan software ini terbagi

menjadi 2 yaitu database dan perhitungan

kavitasi.

III.2.2.1 Perhitungan kavitasi

Perhitungan kavitasi yang digunakan dalam

software ini sesuai dengan alur seperti

dibawah

a. Input

Dalam perhitungan kavitasi ini beberapa

parameter didapatkan dari input manual,

yaitu;

Delivered horse power (DHP)

Effective horse power (EHP)

RPM mesin

Thrust deduction factor (t)

Wake fraction (w)

Draft (T)

Speed (Vs)

Rasio gearbox

b. Menentukan harga Bp

Bp = (3.1)

c. Open water condition

Nilai Bp yang sudah didapatkan tadi

kemudian digunakan untuk mendapatkan

nilai dari 0.1739(Bp)0.5

, baru kemudian

nilai ini di-plot dalam diagram Bp–δ. Dari

pembacaan diagram ini akan didapatkan

nilai rasio pitch-diameter pada kondisi open

water (P/D)o dan advance coefficient (δo).

Dari nilai ini kita dapatkan besarnya

diameter propeler pada open water

condition dengan persamaan

Do = (3.2)

d. Behind the ship condition

Untuk mendapatkan diameter di belakang

kapal yang mana ukurannya lebih kecil

daripada diameter kondisi open water.

Glover (1992) mengekspresikan hubungan

tersebut dengan pendekatan, dengan tidak

merubah harga Bp maka (P/D)b dapat

diketahui dengan menggunakan persamaan

Db = 0.95Do (3.3)

δb = (3.4)

nilai δb ini yang kemudian digunakan untuk

mendapatkan nilai (P/D)b dan efisiensi

baling-baling.

e. Perhitungan nilai σ 0.7R

Setelah diketahui nilai (P/d)b dan

efisiensi baling-baling, langkah selanjutnya

dalam pemilihan propeller adalah

perhitungan kavitasi. Dalam perhitungan ini

pertama harus diketahui nilai Expanded

Area Ratio (EAR) atau AE/Ao, nilai ini

sudah diketahui dari masing-masing jenis

baling-baling. Kemudian kita menghitung

nilai luas diskus baling-baling (Ao) dengan

menggunakan persamaan

Ao = (3.5)

Dari nilai AE/Ao dan Ao ini kita bisa

menghitung nilai luas bentang daun baling-

baling (AE).

Untuk memperkirakan terjadinya

kavitasi, Burril (1943) memakai koefisien

τc yang didefinisikan dengan :

τc = (3.6)

=

Dalam diagram yang diberikan Burril τc

digambar berdasarkan angka kavitasi

setempat pada 0.7 jari-jari :

σ 0.7R = (3.7)

atau berdasarkan referensi lain

didapatkan dengan

σ 0.7R = (3.8)

III.2.2.2 Database

Database dalam software ini terbagi

menjadi 2 jenis, yaitu database BP-δ

diagram dan database Burril.

1) Burril diagram

Untuk mendapatkan database ini,

pembacaan dilakukan secara manual.

Pembacaan dimulai dari nilai σ0.7R

terkecil sampai nilai terbesar yang

mungkin untuk didata. Nilai σ0.7R ini

kemudian dipotongkan dengan

“ Suggested upper limit (1943) for

merchant ship propellers” kemudian

ditarik ke arah kiri untuk mendapatkan

nilai τc.

Gambar 3.1 Burril diagram

2) BP-δ diagram

Pertama yang harus dilakukan

adalah menentukan jenis propeler yang

akan digunakan, kemudian nilai

0.1739(Bp)0.5

yang didapatkan dari

perhitungan dipotongkan dengan

“optimum efficiency line”. Dari

perpotongan ini didapatkan nilai (P/D)O

dan (1/J)O, kemudian dengan nilai (1/J)b

yang didapatkan dari perhitungan kita

dapat mencari nilai (P/D)b dan efisiensi

(η) propeler pada kondisi behind the

ship. Dalam software ini disediakan

database untuk:

B3-35

B3-50

B3-65

B3-80

B4-40

B4-55

B4-70

B4-85

B4-100

Jika telah selesai semua pembacaan data

yang diperlukan untuk database, maka langkah

selanjutnya adalah memasukkan database tersebut

ke dalam software.

III.3 Tahap Akhir

Tahap ini adalah tahap validasi. Pada tahap

terakhir ini akan dilihat perbandingan output dari

software yang telah dibuat dengan perhitungan

manual untuk melihat keakuratan hasilnya.

Output dari software ini adalah:

Jenis propeler

Diameter behind the ship

Efisiensi

Apakah clearance diameter terpenuhi

Nilai τc hitungan dan τc Burril

Terjadi kavitasi atau tidak

Dalam validasi ini dapat dilihat

perbandingan hasil perhitungan pada software dan

perhitungan manual. Jika terdapat perbedaan yang

sangat besar maka harus diteliti kembali pada

persamaan-persamaan yang terdapat dalam

software, namun jika hanya terdapat perbedaan

dalam hal nilai desimal maka dapat diabaikan.

Jika tidak terdapat masalah pada validasi,

maka pembuatan software dikatakan selesai.

III.4 Flowchart Tugas Akhir

START

Perhitungan

kavitasi

0.1739(BP)^0.5

P/Db,

ηp

P/D,

1/Jo

τc (Calculated)

Kavitasi?

Manual Input

σ(0.7R)

τc Burill

Pembuatan

database

1/Jb

DHP,

RPM,w,t

etc

BP-δ Diagram Burril

Jenis Propeller

P/D,

1/Jo

P/Db,

ηp

Validasi

End

Gambar 3.3 Flowchart Pengerjaan Tugas Akhir

IV. BAB ANALISA DATA DAN

PEMBAHASAN

IV.1 Perhitungan kavitasi

IV.1.1 Input

Dalam perhitungan kavitasi ini beberapa

parameter didapatkan dari input manual, yaitu;

1. Delivered horse power (DHP)

2. Effective horse power (EHP)

3. Draft (T)

4. Wake Fraction (w)

5. Thrust Deduction Factor (t)

6. RPM mesin (Nm)

7. Rasio gearbox

8. Kecepatan kapal yang direncanakan (Vs)

IV.1.2 Menentukan harga Bp

Nilai Bp didapatkan dengan menggunakan

persamaan,

Bp =

dimana, N = putaran propeller

= Nm/rasio gearbox

P = shaft horse power

Va = Vs (1-w)

IV.1.3 Open water condition

Nilai Bp yang sudah didapatkan tadi kemudian

digunakan untuk mendapatkan nilai dari

0.1739(Bp)0.5

, baru kemudian nilai ini di-plot

dalam diagram Bp–δ. Dari pembacaan diagram

ini akan didapatkan nilai rasio pitch-diameter

pada kondisi open water (P/D)o dan advance

coefficient (δo). Dari nilai ini kita dapatkan

besarnya diameter propeler pada open water

condition dengan persamaan

Do =

IV.1.4 Behind the ship condition

Untuk mendapatkan diameter di belakang

kapal yang mana ukurannya lebih kecil daripada

diameter kondisi open water. Glover (1992)

mengekspresikan hubungan tersebut dengan

pendekatan, dengan tidak merubah harga Bp

maka (P/D)b dapat diketahui dengan

menggunakan persamaan

Db = 0.95Do

δb =

nilai δb ini yang kemudian digunakan untuk

mendapatkan nilai (P/D)b dan efisiensi baling-

baling.

IV.1.5 Perhitungan nilai σ 0.7R

Setelah diketahui nilai (P/d)b dan efisiensi

baling-baling, langkah selanjutnya dalam

pemilihan propeller adalah perhitungan kavitasi.

Dalam perhitungan ini pertama harus diketahui

nilai Expanded Area Ratio (EAR) atau AE/Ao,

nilai ini sudah diketahui dari masing-masing jenis

baling-baling. Kemudian kita menghitung nilai

luas diskus baling-baling (Ao) dengan

menggunakan persamaan

Ao =

Dari nilai AE/Ao dan Ao ini kita bisa menghitung

nilai luas bentang daun baling-baling (AE).

Untuk memperkirakan terjadinya kavitasi,

Burril (1943) memakai koefisien τc yang

didefinisikan dengan :

τc =

=

dimana, T = gaya dorong baling-baling

AP = luas proyeksi daun

VR = kecepatan relative air pada 0.7

jari-jari ujung R

q 0.7R = tekanan dinamis pada 0.7 jari-

jari ujung

IV.1.6 Pembacaan nilai τc pada diagram

Burill

Dalam diagram yang diberikan Burril τc

digambar berdasarkan angka kavitasi setempat

pada 0.7 jari-jari :

σ 0.7R =

atau berdasarkan referensi lain didapatkan

dengan

σ 0.7R =

dimana, PO-PV = tekanan pada garis pusat

baling-baling

PO =tekanan sekeliling absolute

(absolute ambient pressure)

PV = tekanan uap air

n = putaran propeller

h = tingi poros dari garis dasar

Tekanan absolute sekitar (sekeliling)nya pada

garis pusat baling-baling adalah tekanan atmosfer

ditambah dengan tekanan kolom air diatas poros

baling-baling, ini berarti

PO = atm + ρgH

H adalah tinggi poros dari permukaan air. H

didapatkan dengan persamaan

H = T-0.35T

atau

H = T-(D/2+0.2)

atau

H = T - E + ζA

dimana, ρ = massa jenis

g = percepatan gravitasi

T = sarat kapal

E = tinggi letak poros dari

garis dasar

ζA = amplitude gelombang

(sekitar 0.0075L, L

adalah panjang kapal)

D = diameter propeler

Jika tekanan atmosfer sama dengan 102,3

kN/m3

(atau kPa) (tekanan atmosfer standar pada

permukaan laut) maka Po - Pv pada 150 C menjadi

Po – Pv ~ 99,6 – 10,05 (T – E + ζA) (kPa)

Pv pada 150 C adalah sekitar 1,7 kPa. Variasi pv

terhadap suhu ditunjukkan di Gb. 7. Kurva

tersebut dianggap berlaku untuk untuk air tawar

maupun air laut.

Kecepatan relative air pada 0,7 jari-jari ujung

adalah

VR =

dimana, VA = kecepatan maju baling-

baling

D = diameter baling-baling

n = laju kisaran

Luas proyeksi daun baling-baling Ap hampir

sama dengan

AP~ AD(1,067 – 0,229P/D)

AD adalah luas kembang daun baling-baling,

dalam perhitungan ini nlai AD dapat diganti

dengan luas bentang daun baling-baling AE.

IV.2 Tampilan Software ” SMART

CAVITATION DETECTOR”

IV.2.1 ”SMART CAVITATION

DETECTOR”

Software ini diberi nama ”Smart

Cavitation Detector”. Ketika program dibuka pada

layar akan tampil view seperti pada gambar

dibawah ini:

IV.2.1.1 Main view

Gambar 4.1 Interface Smart Cavitation Detector

Pada main view tampak beberapa menu:

1. Property of ship

2. Calculate

Menu ini berfungsi mengeksekusi data-data

input yang sudah dimasukkan pada

menu ”property of ship”

3. Result

Layar ini berupa tampilan hasil perhitungan

kavitasi

4. Clear

Menu ini berfungsi menghapus semua data

pada input maupun hasil kalkulasi pada layar

result.

IV.2.1.2 Property of ship

Menu ini berisi parameter yang menjadi

input program, terdiri dari EHP, DHP, T (draft), w,

t (thrust deduction factor), rpm engine, Vs, dan

rasio gearbox. Dalam gambar dibawah

ditampilkan contoh input property of ship.

Gambar 4.2 Interface input data

IV.2.1.3 Result

Gambar 4.3 Interface result

Pada masing-masing jenis propeler akan

terlihat hasil kalkulasi berupa:

Terjadi kavitasi atau tidak

Nilai diameter propeler

Efisiensi

Nilai diameter maksimal

Apakah ”clearance” diameter terpenuhi

atau tidak

Nilai σ(0.7R)

Nilai tc hitungan maupun tc pada burill

diagram

IV.2.1.4 Masuk ke menu database

Gambar 4.4 Interface database menu

Untuk masuk ke menu database pilih

menu database, akan tampil view seperti pada

gambar dibawah:

Gambar 4.5 Interface database

IV.2.1.5 Menambah database

Software ini dilengkapi dengan

kemungkinan untuk menambah atau mengedit

database. Untuk menambah database pada layar

tampak menu ”add table”. Pada kolom ini kita

tinggal memberi nama tabel yang akan kita buat.

Pemberian nama tabel tidak dapat dilakukan

sembarangan, harus dengan pola Bx_yz. Dimana

x adalah jumlah daun propeler dan yz adalah

angka yang menunjukkan area disk ratio. Contoh

nama tabel B4_70, B3_80 dst. Yz ini akan

digunakan sebagai Ae/Ao dalan perhitungan

dalam software. Setelah diberi nama kemudian

add, maka tabel akan otomatis terbaca dalam

pilihan edit database. Tabel baru ini masih belum

terisi database (kosong), kita bisa

menambahkannya dalam menu edit tabel.

IV.2.1.6 Edit tabel

Untuk mengedit tabel pilih pada

kolom ”edit table”, akan tampak seperti pada

gambar dibawah:

Gambar 4.6 Interface edit database

Kemudian klik menu change, dapat

dilihat tampilan dibawah. Masing-masing jenis

propeler memiliki 2 tabel. Contoh B3_35 BP dan

B3_35 J. Jika yang dipilih adalah B3_35 BP maka

tabel yang tampil adalah B3_35 pada kondisi

open water, dimana (x) adalah nilai 0,1739(BP),

(y) adalah nilai P/Do dan (z) adalah nilai 1/Jo.

Jika yang dipilih adalah B3_35 J,maka yang

tampil adalah data pembacaan grafik B3_35 pada

kondisi behind the ship dengan (x) adalah 1/Jb,

(y) adalah P/Db dan (z) adalah nilai efisiensi

propeler. Contoh tabel dapat dilihat pada gambar

dibawah:

Gambar 4.7 Interface edit table database

IV.2.1.7 Edit nilai tabel

Nilai dalam tabel ini bisa ditambah,

diubah maupun dihilangkan seperti tampak dalam

menu. Jika kita pilih salah satu kemudian ”edit”

maka dibawah tabel akan tampak berapa nilai

0,1739(BP), P/Do, 1/Jo, 1/Jb, P/Db atau efisiensi

propeler. Nilai bisa kita ubah kemudian ”save”,

maka data hasil perubahan akan tersimpan dalam

database. Kita juga bisa menambah dengan ”add”

menu maupun menghilangkan nilai

dengan ”delete”.

Gambar 4.8 Interface edit, add dan delete

IV.2.2 Contoh perhitungan kavitasi

dengan ”SMART CAVITATION

DETECTOR”

a. Pada perhitungan ini data yang berfungsi

sebagai input adalah:

DHP = 8167 Hp

EHP = 5367 Hp

T = 7.5 m

w = 0.354

t = 0.18

Nm = 750

Rasio gearbox = 5.136

Vs = 15.5

Kita ambil salah satu contoh propeler

dalam hal ini adalah B3_35, dengan input di atas

didapatkan hasil sebagai berikut:

Terjadi kavitasi

Diameter propeler 5,07

Efisiensi 0,57

Nilai diameter maksimal 4,95

Clearance tidak terpenuhi

Nilai σ(0.7R) 0,37

tc hitungan 0,33 dan tc pada burill 0,17

b. Pada perhitungan kedua ini input adalah

sebagai berikut:

DHP = 3128 Hp

EHP = 1954 Hp

T = 7.5 m

w = 0.365

t = 0.25

Nm = 250

Rasio gearbox = 1,704

Vs = 13

Kita ambil contoh propeler B3_80, dengan input

di atas didapatkan hasil sebagai berikut:

Tidak terjadi kavitasi

Diameter propeler 3,89

Efisiensi 0,51

Nilai diameter maksimal 4,95

Clearance terpenuhi

Nilai σ(0.7R) 0,62

tc hitungan 0,2 dan tc pada burill 0,21

IV.3 Validasi

Pembuatan model dalam bentuk

perangkat lunak diperlukan pembanding untuk

mengetahui keakuratan software, dalam tugas

akhir ini pembanding didapatkan dengan

menggunakan perhitungan manual. Untuk

perhitungan validasi ini, diambil contoh B3-80.

Berikut adalah perhitungan lengkapnya:

IV.3.1 B3-80

Input

Dalam perhitungan validasi kedua ini input

dibedakan dengan perhitungan pertama, agar

terlihat perbedaan hasilnya. Beberapa parameter

didapatkan dari inputan manual, yaitu;

DHP = 3128 Hp

EHP = 1954 Hp

T = 7.5 m

w = 0.365

t = 0.25

Nm = 250

Rasio gearbox = 1.704

Vs = 13

Menentukan harga Bp

Nilai Bp didapatkan dengan menggunakan

persamaan,

Bp =

dimana, N = Nm/rasio gearbox

= 250/1.704

= 146.7 rpm

= 2.44 rps

Va = Vs (1-w)

= 13(1-0.365)

= 8.255 knots

= 4.246 ms-1

Sehingga Bp =

= 41.90936

Open water condition

Dari nilai Bp ini dapat kita hitung nilai

0.1739(Bp)0.5

0.1739(Bp)0.5

= 0.1739x41.90936

= 1.125784

Kemudian nilai 0.1739(Bp)0.5

ini kita plot dalam

diagram Bp–δ untuk B3-80, didapatkan nilai

(P/D)o 0.759 dan 1/Jo 2.36 . Do dihitung dengan

persamaan

Do =

Dimana, δo = (1/Jo)/0.009875

= 238.9873

Do =

= 13.446 feet

Behind the ship condition

Dari nilai Do ini didapatkan nilai Db dan δb,

Db = 0.95Do

= 0.95x13.446

= 12.7745feet

= 3.89 m

δb =

=

= 227.0379

1/Jb = 225.1139x0.009875

= 2,242

Nilai 1/Jb ini kemudian kita plot kembali ke

dalam Bp–δ diagram, sehingga didapatkan (P/D)b

0.776 dan efisiensi sebesar 0.506

Perhitungan nilai σ 0.7R

Dalam menghitung nilai σ 0.7R pertama harus

diketahui nilai AE/AO, untuk B3-80 nilai AE/AO

adalah 0.8. Kemudian dicari nilai Ao dan AE

dengan persamaan

Ao =

Ao =

= 128

AE = x Ao

= 0.8x128

= 102.5758

Dalam perhitungan kasar ini nilai Ad yang

digunakan dalam perhitungan selanjutnya dapat

digantikan dengan nilai AE ini.

Untuk memperkirakan terjadinya kavitasi,

Burril (1943) memakai koefisien τc yang

didefinisikan dengan :

τc =

=

dimana, T =

T =

= 389.6 kN

Faktor 0.5144 adalah konversi dari knot ke

ms-1

, ρ adalah massa jenis air laut.

Ap didapatkan dengan pendekatan dari Taylor,

Ap = Ad(1.067-0.22P/D)

= 10.5758(1.067-

0.22x0.776)

= 91.22026 feet2

= 8.4748 m2

VR2 = Va

2+(0.7πnD)

2

Va dalam satuan ms-1

, n adalah laju kisaran

baling-baling dalam satuan rps. Didapatkan,

VR2 = 4.246

2 +

(0.7x(3.14)x(2.44)x(3.89))2

= 456.779

Sehingga didapatkan nilai τc,

τc =

= 0.195

Pembacaan nilai τc pada diagram Burill

Dalam diagram burril, nilai τc didapatkan

dengan menghitung nilai σ 0.7R , nilai ini

kemudian dipotongkan dengan garis “ upper limit

(1943) for merchant ship propeller” atau batas

atas untuk baling-baling kapal niaga.

σ 0.7R =

dimana, h adalah tinggi poros dari permukaan air,

h = T-0.35T

=7.5-(0.35x7.5)

= 4.875 m

Sehinggga nilai σ 0.7R,

σ 0.7R =

= 0.6219

Dari nilai σ 0.7R 0.6219 dalam diagram burril

didapatkan τc sebesar 0.208, dalam contoh

perhitungan kedua ini propeller tidak

mengalami kavitasi karena nilai τc hitungan

lebih kecil daripada nilai τc Burril.

V. BAB KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan pada hasil pengujian terhadap

software pemrograman yang telah dibuat maka

dapat diperoleh beberapa kesimpulan dan saran

untuk meningkatkan kinerja dari software

analisa identifikasi kavitasi propeler ini dengan

memakai program Visual Basic

V.1 KESIMPULAN

Pembuatan software analisa identifikasi

ini memberikan hasil yang cukup

signifikan untuk menghitung kavitasi

dalam aplikasi sebenarnya

Pengembangan software identifikasi

kavitasi ini dapat bermanfaat untuk

membantu perhitungan kavitasi propeler

Dengan program ini kita dapat

mengetahui jenis propeler yang akan

dipilih dengan berdasar pada efisiensi

propeler, kavitasi, dan syarat clearance

diameter yang terpenuhi.

V.2 SARAN

Untuk lebih memperbaiki software ini

diperlukan data yang lebih detail, dalam

hal ini adalah pembacaan diagram BP-δ

maupun diagram burill. Hasil dari

pembacaan diagram ini sangat

menentukan hasil dari software terutama

diagram burill

Untuk melengkapi software ini, database

perlu ditambah dengan propeller B5, B6

dan B7

DAFTAR PUSTAKA

Harvald, Sv Aa. 1983. “Tahanan dan

Propulsi Kapal”. Airlangga University

Press. Surabaya.

Lewis, Edward. 1988. “Principle of Naval

Architecture :VolI Resistance,

Propulsion”.The Society of Naval

Architects and Marine Engineers. USA

Tupper, E. (1996). “Introduction to Naval

Architecture”. Butterworth-Heinemann

Adji, S.W. 2001. “Propulsion of Ship”.

Diktat Mata Kuliah Tahanan Kapal. JTSP

FTK-ITS. Surabaya.

Adji, S.W. 2001. “Propeller Design”. Diktat

Mata Kuliah Propulsi Kapal. JTSP FTK-

ITS. Surabaya.