STUDI PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK ANALISA ... · fenomena yang merugikan dalam operasinal...
-
Upload
dangkhuong -
Category
Documents
-
view
230 -
download
0
Transcript of STUDI PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK ANALISA ... · fenomena yang merugikan dalam operasinal...
STUDI PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK ANALISA IDENTIFIKASI
KAVITASI PADA PROPELER
Tutug Triasniawan *)
Ir. Surjo Widodo Adji, MSc. C.Eng FIMarEST **)
Irfan Syarif Arief, ST.,MT. **)
*) Mahasiswa Teknik Sistem Perkapalan FTK-ITS
**)
Dosen Teknik Sistem Perkapalan FTK-ITS
Abstrak
Dalam bidang rekayasa kavitasi didefinisikan sebagai proses pembentukan fase uap dari suatu cairan
ketika cairan tersebut mengalami penurunan tekanan pada suhu sekeliling (ambient temperature) yang
tetap. Secara umum cairan dikatakan mengalami kavitasi jika di dalam cairan tersebut terlihat adanya
gelembung yang terbentuk akibat turunnya tekanan, dalam hal ini tekanan cairan turun di bawah tekanan
uap. Untuk dapat memulai timbulnya kavitasi pada tekanan sebesar sekitar tekanan uap diperlukan
sejumlah gelembung kecil, disebut inti (nuclei), sering hanya dalam ukuran mikroskopis saja, yang
mengandung ukuran gas permanen dan atau uap cairan yang bersangkutan. Kavitasi merupakan
fenomena yang merugikan dalam operasinal kapal, karena menyebabkan banyak kerugian. Pengaruh yang
merugikan tersebut berupa menurunnya efisiensi propeller, merusak material propeller, kecepatan kapal
menjadi lebih rendah dan menyebabkan getaran dan bising. Oleh karena itu perlu ada kriteria sederhana
yang untuk memperkirakan terjadinya kavitasi, agar dampak negatif dari kavitasi dapat dihindari.
Kata kunci : Kavitasi,Propeler, Ambient temperature, Efisiensi
I. PENDAHULUAN
Dalam bidang rekayasa kavitasi didefinisikan
sebagai proses pembentukan fase uap dari suatu
cairan ketika cairan tersebut mengalami
penurunan tekanan pada suhu sekeliling (ambient
temperature) yang tetap. Secara umum cairan
dikatakan mengalami kavitasi jika di dalam cairan
tersebut terlihat adanya gelembung yang
terbentuk akibat turunnya tekanan, dalam hal ini
tekanan cairan turun di bawah tekanan uap. Untuk
dapat memulai timbulnya kavitasi pada tekanan
sebesar sekitar tekanan uap diperlukan sejumlah
gelembung kecil, disebut inti (nuclei), sering
hanya dalam ukuran mikroskopis saja, yang
mengandung ukuran gas permanen dan atau uap
cairan yang bersangkutan.
Kavitasi menimbulkan kerugian pada
operasional kapal, diantaranya erosi pada material
propeler, berkurangnya efisiensi propeler dan
menyebabkan getaran dan kebisingan.
1.1 Perumusan Masalah
Tugas Akhir ini akan menganalisa beberapa
permasalahan, diantaranya adalah:
Bagaimana merancang perangkat lunak
yang dapat mengidentifikasi kavitasi pada
propeler
Bagaimana mendapatkan perangkat lunak
dengan akurasi tinggi
Menentukan tipe propeler yang memenuhi
syarat dari segi kavitasi dan efisiensi
1.2 Batasan Masalah
Agar tugas akhir ini lebih fokus dan terarah,
maka permasalahan yang akan dibahas dibatasi
pada hal-hal berikut:
Database yang digunakan adalah propeler
tipe Wageningen B-series
Database yang disediakan hanya propeler
dengan jumlah daun 3 dan 4
Jenis kavitasi yang terjadi tidak dibahas
secara detail dalam tugas akhir ini
Input data virtual tidak dibahas secara
mendetail
Perhitungan tahanan dan pemilihan mesin
tidak dibahas dalam tugas akhir ini
Software ini khusus digunakan untuk
kapal niaga
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dalam Tugas Akhir ini
adalah:
Menciptakan perangkat lunak yang
bermanfaat untuk analisa identifikasi
kavitasi
Memodelkan perhitungan identifikasi
kavitasi pada propeler
Dapat mengetahui tipe propeler yang
akan dipilih
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan
Tugas Akhir ini antara lain:
1. Memberikan kontribusi ilmiah dalam
pengembangan perangkat lunak untuk
mengidentifikasi kavitasi
2. Sebagai referensi bagi penelitian
selanjutnya yang berkaitan dengan
kavitasi.
III. TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Propeler
Propeler merupakan jenis baling-baling yang
memberikan kekuatan dengan mengubah rotasi
gerak ke gaya dorong. Propeler terdiri dari
beberapa daun propeler dan beroperasi seperti
perputaran sekrup. Perbedaan tekanan antara
depan dan belakang permukaan berbentuk blade
yang menghasilkan akselerasi air dibelakang
propeler sehingga menghasilkan gaya dorong.
Ditafsirkan diameter baling-baling kapal harus
lebih kecil dari dua pertiga sarat buritan, yaitu
Dmaks < TA (2.1)
a. Bahan
Bahan yang sering digunakan untuk membuat
baling-baling adalah :
1. Gray cast iron
2. Carbon and low-alloy steels
3. Chromium stainless steel
4. Chromium-nickel austenitic stainless steel
5. Manganese bronze
6. Nickel-manganese bronze
7. Nickel-aluminium bronze
8. Manganese-aluminium bronze
b. Geometri
Permukaan daun baling-baling yang menghadap
ke belakang disebut sisi muka (face), atau sisi
dengan tekanan tinggi, sedangkan sisi sebaliknya
disebut punggung, atau sisi belakang (back), atau
sisi tekanan rendah (Gb.2)
Gambar 2.2. Sketsa desain propeller
II.2 Kavitasi
Dalam bidang rekayasa kavitasi didefinisikan
sebagai proses pembentukan fase uap dari suatu
cairan ketika cairan tersebut mengalami
penurunan tekanan pada suhu sekeliling (ambient
temperature) yang tetap. Secara umum cairan
dikatakan mengalami kavitasi jika di dalam cairan
tersebut terlihat adanya gelembung yang
terbentuk akibat turunnya tekanan, dalam hal ini
tekanan cairan turun di bawah tekanan uap. Untuk
dapat memulai timbulnya kavitasi pada tekanan
sebesar sekitar tekanan uap diperlukan sejumlah
gelembung kecil, disebut inti (nuclei), sering
hanya dalam ukuran mikroskopis saja, yang
mengandung ukuran gas permanen dan atau uap
cairan yang bersangkutan. Sebuah inti yang
timbul yang tumbuh dengan sangat cepat (setelah
mencapai ukuran kritisnya) mengandung zat yang
sebagian besar adalah fase uap. Waktu
berlangsung difusi tersebut sangat singkat sekali
sehingga tidak memungkinkan terjadinya
kenaikan volume gas. Berkembangnya gelembung
gas tersebut sangat tergantung pada penguapan
cairan itu sendiri proses tersebut merupakan
kavitasi yang sebenarnya dan dinamakan kavitasi
uap (vaporous cavitation). Sebagaimana
disebutkan di atas, terjadinya kavitasi demikian
itu memerlukan tekanan dibawah tekanan uap.
Akhirnya, perlu disebutkan bahwa laporan
panitia kaviasi kepada The International Towing
Tank Conferences [lihat ITTC (1933, 1934, 1935,
1937, 1949, 1953)] memberikan acuan yang
sangat berharga mengenai kavitasi.
II.3 Aliran Kavitasi
Banyak hal yang bisa menyebabkan kavitasi.
Contoh pada kehidupan sehari-hari adalah air
yang mendidih. Dalam air yang mendidih tekanan
uap naik karena kenaikan suhu air. Dalam
hidrodinamika kelautaan kavitasi umumnya
disebabkan oleh aliran. Aliran kavitasi demikian
itu merupakan aliran dua fase yang terdiri dari
cairan dan uap air itu, dan transisi fase tersebut
disebabkan karena perubahan tekanan
hidrodinamis.
Gambar 3 menunjukkan mekanisme terjadinya
kavitasi. Sebuah penampang daun atau foil udara
diletakkan pada sudut pukul yang kecil di dalam
aliran dua dimensi yang tunak tanpa kekentalan.
Gambar 2.3. Aliran dan tekanan di sekeliling foil
udara
Jauh di depan penampang ini kecepatan tunak
dan seragam tersebut dianggap Uo dan tekanan
totalnya Po. Untuk suatu garis aliran khusus teori
Bernoulli memberikan
po + = tetap (2.2)
Karena itu, di titik manapun di garis aliran
tersebut berlaku persamaan berikut ini; p1 dan U1
adalah tekanan dan kecepatan di titik itu :
p1 + = po + (2.3)
Perubahan tekanan di titik tersebut adalah
∆p = p1-po = (2.4)
Jika U1 lebih besar daripada Uo maka p1 akan
akan lebih kecil daripada po , dan ∆p akan
mempunyai harga negatif. Di suatu ttitik S di de
depan hidung (nose) penampang tersebut aliran
akan terbelah. Fluida yang mengikuti garis aliran
yang terbelah tersebut akan berputar melalui 90O,
dan kehilangan seluruh kecepatan serta
momentumnya dalam arah menurut gerakannya di
sepanjang garis aliran tersebut. Dengan demikian
di titik S (titik stagnasi) kecepatan U1 adalah nol
(0), dan
∆p = p1-po = = q (2.5)
q adalah tekanan stagnasi pada aliran tersebut
Tekanan di titik punggung daun adalah
p1 = po + = po + ∆p
(2.6)
Dengan demikian maka p1 akan menjadi nol jika
∆p = - po (2.7)
Ini berarti bahwa aliran tersebut akan patah di
titik itu, mengingat bahwa air tidak dapat
menahan tegangan. Gelembung dan rongga
kavitasi akan timbul bila
pv = po + ∆p (2.8)
pv adalah tekanan uap air pada saat air mulai
mendidih. Karena itu kavitasi akan mulai terjadi
jika
∆p > po - pv (2.9)
Atau
- = σv
(2.10) ∆p adalah perubahan tekanan dan merupakan
karakteristik geometri aliran. σv disebut angka
kavitasi uap. Dalam angka ini po adalah tekanan
statis, yaitu jumlah dari tekanan hidrostatis dan
tekanan atmosfer. Tekanan uap pv, tidak
tergantung pada suhu. Tekanan stagnasi q
terganting dari massa jenis fluida kecepatan aliran.
Angka kavitasi sebaiknya didefinisikan
sebagai rasio antara selisih tekanan sekeliling
yang absolut p dan tekanan rongga kavitasi pc
dengan tekanan dinamis aliran bebas (free stream
dynamic pressure)
σ = (2.11)
Dengan demikian maka σ adalah karakteristik
sistem cairan – gas.
II.4 Jenis - Jenis Kavitasi :
Laboratorium uji kavitasi membuat sketsa
atau memotret pola kavitasi. laboratorium
demikian itu sering pula memberikan penjelasan
mengenai hasil yang didapat berdasarkan
penglihatan mata, yaitu mengenai kavitasi uap
(cloud), busa (foam), kabut (mist), lembaran
(sheet), gelembung, buih (froth), bercak (spot),
dan garis (streak), dan sebagainya. Dari segi fisika
mengenai proses kavitasi, pembedaan kavitasi
menurut jenisnya tisak perlu. Namun demikian
pembedaan itu dalam prakteknya terdapat banyak
kegunaannya. Tidak ada standar nyata yang
dipakai dalam yang dapat dipakai untuk
menerangkan jenis kavitasi. tetapi dapat dikatakan
bahwa penjelasan mengenai bentuk kavitasi harus
mencakup keterangan mengenai baik letak,
ukuran, struktur, da dinamika kavitasi, maupun
dinamika aliran yang diacu secara benar.
a. Berdasarkan letaknya, kavitasi dapat
dibedakan menjadi:
- Ujung daun
Contoh : Kavitasi ujung (tip cavitation), yaitu
kavitasi permukaan (surface cavitation) yang
terjadi di dekat ujung daun baling-baling;
kavitasi pusaran (vortex cavitation), yaitu
kavitasi yang terjadi di dalam inti tekanan
rendah pusaran ujung (tip vortex) baling-
baling.
- Pangkal daun (Root fillet)
Contoh : Kavitasi pangkal daun (root
cavitation), yaitu kavitasi di dalam daerah
tekanan rendah di pangkal daun baling-baling.
- Celah antara daun dan tabung baling-baling
(Hub atau konis)
b. Menurut letak penampang daun baling-baling
tertentu, misalnya penampang di tengah
(midchord)
Tepi depan
Tepi ikut: dalam kaitan ini, kavitasi pusaran
ikut (trailing vortex cavitation) harus pula
disebutkan. Kavitasi ini adalah kavitasi yang
terus-menerus ada di dalam inti tekanan
rendah pusaran ikut di dalam aliran yang
meninggalkan baling-baling.
Alas
Sisi hisap (punggung): Contoh, kavitasi
punggung (back side cavitation) adalah
kavitasi yang terjadi pada punggung (sisi
hisap) daun baling-baling
Sisi tekanan (muka): Contoh, kavitasi muka
(face cavitation) adalah kavitasi pada sisi
tekanan (muka) daun baling-baling. Kavitasi
pada umumnya ditimbulkan akibat kerja
baling-baling yang sedemikian rupa hingga
sudut pukul lokal daun baling-baling itu
sangat negatif.
Antara baling-baling dan badan kapal:
Kavitasi pusaran antara baling-baling dan
badan kapal (propeller-hull vortex cavitation)
diartikan sebagai kavitasi pusaran ujung daun
baling-baling yang dalam interval tertentu
merentang hingga mencapai permukaan
badan kapal.
c. Berdasarkan struktur kavitasinya dapat
dibedakan menjadi :
Kavitasi lembaran (umumnya tipis, halus,
tembus pandang, umumnya stabil, tidak stabil
hanya di dalam medan arus ikut)
Kavitasi bercak (bentuk khusus kavitasi
lembaran ; sempit, melekat pada permukaan,
timbul pada bercak kekasaran yang terpencil
atau pada permukaan yang cacat)
Kavitasi garis (bentuk khusus kavitasi bercak;
sempit, umumnya sejajar satu sama lain dan
timbul pada bercak kekasaran yang terpencil
atau pada bagian tepi depan daun yang cacat)
Kavitasi awan (dibagian belakang atau ujung
patah kavitasi lembaran yang tidak stabil pada
di dalammedan arus ikut, massa dari rongga
transien, umumnya terkait dengan erosi)
Kavitasi gelembung
Kavitasi pusaran
d. Dinamika rongga kavitasi dapat dikategorikan
sebagai :
Tunak (atau lebih baik, kuasi tunak)
Tak tunak
Tidak menetap
Transien atau bergerak
Menempel (secara tetap atau berlangsung
dalam interval waktu, dalam bentuk kavitasi
yang mengembang sebagian atau sepenuhnya
atau sebagai sejumlah pusaran)
Bergerak mengikut (misalnya, kavitasi
pusaran)
II.5 Pengaruh Kavitasi Yang Merusak
Kerusakan akibat kavitasi dapat berupa :
Efisiensi baling-baling akan berkurang
Ini berarti dengan mesin yang sama propeler
yang mengalami kavitasi akan memberikan
kecepatan kapal yang lebih rendah. Dengan
adanya kavitasi maka baling-baling bekerja
pada fluida yang tidak homogeny tetapi di
dalam cairan yang tercampur dengan uap dan
gas, dan ini menurunkan daya propulsi.
Erosi pada bahan propeler
Erosi yang terjadi dapat dibedakan menjadi 2:
Keausan umum atau pengasaran yang meliputi
daerah yang cukup luas
Erosi cepat dan burik (pitting) pada luasan
setempat.
Erosi pada daun baling-baling menyebabkab
efisiensi baling-baing menurun.
Menyebabkan getaran dan bising
Cukup banyak pula usaha yang dilakukan
untuk mencari hubungan antara beberapa sifat
mekanis bahan baling-baling yang dapat langsung
diukur dengan kemampuan bahan tersebut dapat
menahan kerusakan akibat erosi, dengan
percobaan kavitasi, tubrukan (impingement), atau
lainnya. Dalam pelaksanaan ujiannya, erosi pada
benda uji di dalam fluida dapat ditimbulkan
dengan car a menggetarkan benda tersebut,
misalnya seperti yang diajukan dalam “Standard
Method of Vibratory Cavitation Erosion Test”.
(Metode Standar untuk Pengujian Kavitasi dengan
Gerakan) (ASTM, 1972).
Pengujian demikian dapat dilakukan di tempat
yang mempunyai fasilitas untuk foil yang
berputar, di tempat yang mempunyai apparatus
untuk diskus yang berputar (Dashnaw dan
kawan-kawan, 1980), atau di terusan aliran air
dengan sirkulasi tertutup (Hansson dan Morch,
1977). Bagian pengujian dari fasilitas inin
mempunyai alat pemegang benda uji (specimen
holder). Di alat ini benda akan diuji disisipkan
demikian rupa hingga merupaka bagian dari
dinding induk (central wall) yang mulus. Gambar
10 menunjukkan sebuah alat pemegang benda uji.
Alliran melewati ke dua sisi dinding tersebut
secara simetris. Sebuah lubang di dinding tersebut
akan menyebabkan rongga kavitasi di dekat benda
di dalam aliran menuju ke benda (upstream).
Dengan mengatur tekanan dalam tekanan kempis
dan kecepatan aliran maka rongga tersebut akan
mengempis di dekat permukaan benda uji. Salah
satu cara untuk mengkalibrasi berbagai kerusakan
akibat kavitasi adalah dengan memakai aloi nikel
yang kekuatan dan kekerasannya ditentukan lebih
dulu sebagai bahan standar. Secara umum dapat
diperhatikan bahwa semakin keras, kuat, dan kaku
(modulus besar) material itu semakin tahan
terhadap kerusakan erosi.
II.7 Kriteria Untuk Mencegah Kavitasi
Baling-baling harus sedemikian rupa sehingga
tidak terjadi kavitasi yang merusak, karena itu
perlu ada kriteria sederhana yang untuk
memperkirakan terjadinya kavitasi. Kriteria
demikian itu dapat didasarkan pada gaya dorong
propeler rata-rata tiap satuan luas proyeksi
permukaan daun propeler dalam hubungannya
dengan angka kavitasi. Untuk memperkirakan
terjadinya kavitasi, Burril (1943) memakai
koefisien τc yang didefinisikan dengan :
τc = =
(2.27)
dimana, T = gaya dorong baling-baling
AP = luas proyeksi daun
VR = kecepatan relative air pada 0.7
jari-jari ujung R
Q 0.7R = tekanan dinamis pada 0.7 jari-
jari ujung
Dalam diagram yang diberikan Burril τc
digambar berdasarkan angka kavitasi setempat
pada 0.7 jari-jari :
σ 0.7R =
(2.28)
atau
σ 0.7R =
(2.29)
dimana, PO-PV = tekanan pada garis
pusat baling-baling
PO =tekanan sekeliling
absolute (absolute
ambient pressure)
PV = tekanan uap air
n = putaran propeller
h = tingi poros dari garis
dasar
Tekanan absolute sekitar (sekeliling)nya pada
garis pusat baling-baling adalah tekanan atmosfer
ditambah dengan tekanan kolom air diatas poros
baling-baling, ini berarti
PO = atm + ρgH (2.30)
H adalah tinggi poros dari permukaan air. H
didapatkan dengan persamaan
H = T-0.35T (2.31)
atau
H = T-(D/2+0.2) (2.32)
atau
H = T - E + ζA
dimana, ρ = massa jenis
g = percepatan gravitasi
T = sarat kapal
E = tinggi letak poros dari
garis dasar
ζA = amplitude gelombang
(sekitar 0.0075L, L
adalah panjang kapal)
D = diameter propeler
Jika tekanan atmosfer sama dengan 102,3
kN/m3
(atau kPa) (tekanan atmosfer standar pada
permukaan laut) maka Po - Pv pada 150 C menjadi
Po – Pv ~ 99,6 – 10,05 (T – E + ζA) (kPa)
(2.33)
Pv pada 150 C adalah sekitar 1,7 kPa. Variasi pv
terhadap suhu ditunjukkan di Gb. 7. Kurva
tersebut dianggap berlaku untuk untuk air tawar
maupun air laut.
Kecepatan relative air pada 0,7 jari-jari ujung
adalah
VR =
(2.34)
dimana, VA = kecepatan maju baling-
baling
D = diameter baling-baling
n = laju kisaran
Luas proyeksi daun baling-baling Ap hampir
sama dengan
Ap ~ AD(1,067 – 0,229P/D)
Gambar 2.11. Kurva tekanan uap air terhadap suhu
AD adalah luas kembang daun baling-baling,
dalam perhitungan kasar luas ini dapat diganti
dengan luas bentang daun baling-baling AE.
Gambar 11 menunjukkan salah satu kurva
yang diajukan Burril (1943). Kurva tersebut
merupakan kurva “batas atas yang disarankan
untuk kapal niaga”, yaitu berarti bahwa untuk
menghindari kavitasi yang berlebihan dan erosi
dalam kondisi pelayaran rata-rata di laut maka
baling-baling kapal yang berangkutan harus
bekerja di bawah kurva tersebut.
Kriteria tersebut dapat pula dinyatakan dalam
syarat bahwa luas bentang yang diperlukan harus
tidak kurang dari
nec =
(2.35)
Ao adalah luas diskus baling-baling (=πD2/4).
Kriteria ini sangat kasar. Van Manen memakai
teori pusaran untuk menghitung seri baling-baling
berdaun dua, tiga, empat dan lima dengan
berbagai rasio luas daun dan dengan berbagai
rasio langkah ulir. Hasilnya digambar dalam
diagram (Manen, 1957b, Gb. 66 dan 67), yaitu
seperti Gb. 12. Hasil tersebut menunjukkan
ketergantungan kriteria kavitasi tersebut pada
parameter tadi, terutama langkah ulir.
III. BAB METODOLOGI
III.1 Tahap Identifikasi Awal
Tahap ini adalah tahap menentukan
rumusan dan identifikasi masalah yang
selanjutnya akan digunakan sebagai acuan untuk
menentukan metode penyelesaian yang akan
digunakan. Permasalahan yang akan dibahas
adalah bagaimana mendapatkan perangkat lunak
yang dapat mengidentifikasi kavitasi pada
propeller dengan tingkat akurasi yang baik.
III.2 Tahap Pembuatan Perangkat Lunak
Pada tahap ini akan dilakukan analisa
perancangan perangkat lunak untuk
mengidentifikasi kavitasi.
III.2.1 Penentuan parameter input
software
Pada bagian ini ditentukan data (parameter)
apa saja yang akan dijadikan input pada
software yang akan dibuat. Parameter ini
sangat penting karena mempengaruhi
program yang akan dibuat karena akan
berfungsi sebagai input awal. Data input
tersebut berupa:
Delivered horse power (DHP)
Effective horse power (EHP)
RPM mesin
Thrust deduction factor
Wake fraction
Draft (T)
Speed (Vs)
Rasio gearbox
III.2.2 Perancangan perangkat lunak
Pada bagian ini dilakukan pembuatan
perangkat lunak untuk identifikasi kavitasi
dengan memperhatikan parameter-
parameter yang akan dimasukkan sebagai
input. Pembuatan software ini terbagi
menjadi 2 yaitu database dan perhitungan
kavitasi.
III.2.2.1 Perhitungan kavitasi
Perhitungan kavitasi yang digunakan dalam
software ini sesuai dengan alur seperti
dibawah
a. Input
Dalam perhitungan kavitasi ini beberapa
parameter didapatkan dari input manual,
yaitu;
Delivered horse power (DHP)
Effective horse power (EHP)
RPM mesin
Thrust deduction factor (t)
Wake fraction (w)
Draft (T)
Speed (Vs)
Rasio gearbox
b. Menentukan harga Bp
Bp = (3.1)
c. Open water condition
Nilai Bp yang sudah didapatkan tadi
kemudian digunakan untuk mendapatkan
nilai dari 0.1739(Bp)0.5
, baru kemudian
nilai ini di-plot dalam diagram Bp–δ. Dari
pembacaan diagram ini akan didapatkan
nilai rasio pitch-diameter pada kondisi open
water (P/D)o dan advance coefficient (δo).
Dari nilai ini kita dapatkan besarnya
diameter propeler pada open water
condition dengan persamaan
Do = (3.2)
d. Behind the ship condition
Untuk mendapatkan diameter di belakang
kapal yang mana ukurannya lebih kecil
daripada diameter kondisi open water.
Glover (1992) mengekspresikan hubungan
tersebut dengan pendekatan, dengan tidak
merubah harga Bp maka (P/D)b dapat
diketahui dengan menggunakan persamaan
Db = 0.95Do (3.3)
δb = (3.4)
nilai δb ini yang kemudian digunakan untuk
mendapatkan nilai (P/D)b dan efisiensi
baling-baling.
e. Perhitungan nilai σ 0.7R
Setelah diketahui nilai (P/d)b dan
efisiensi baling-baling, langkah selanjutnya
dalam pemilihan propeller adalah
perhitungan kavitasi. Dalam perhitungan ini
pertama harus diketahui nilai Expanded
Area Ratio (EAR) atau AE/Ao, nilai ini
sudah diketahui dari masing-masing jenis
baling-baling. Kemudian kita menghitung
nilai luas diskus baling-baling (Ao) dengan
menggunakan persamaan
Ao = (3.5)
Dari nilai AE/Ao dan Ao ini kita bisa
menghitung nilai luas bentang daun baling-
baling (AE).
Untuk memperkirakan terjadinya
kavitasi, Burril (1943) memakai koefisien
τc yang didefinisikan dengan :
τc = (3.6)
=
Dalam diagram yang diberikan Burril τc
digambar berdasarkan angka kavitasi
setempat pada 0.7 jari-jari :
σ 0.7R = (3.7)
atau berdasarkan referensi lain
didapatkan dengan
σ 0.7R = (3.8)
III.2.2.2 Database
Database dalam software ini terbagi
menjadi 2 jenis, yaitu database BP-δ
diagram dan database Burril.
1) Burril diagram
Untuk mendapatkan database ini,
pembacaan dilakukan secara manual.
Pembacaan dimulai dari nilai σ0.7R
terkecil sampai nilai terbesar yang
mungkin untuk didata. Nilai σ0.7R ini
kemudian dipotongkan dengan
“ Suggested upper limit (1943) for
merchant ship propellers” kemudian
ditarik ke arah kiri untuk mendapatkan
nilai τc.
Gambar 3.1 Burril diagram
2) BP-δ diagram
Pertama yang harus dilakukan
adalah menentukan jenis propeler yang
akan digunakan, kemudian nilai
0.1739(Bp)0.5
yang didapatkan dari
perhitungan dipotongkan dengan
“optimum efficiency line”. Dari
perpotongan ini didapatkan nilai (P/D)O
dan (1/J)O, kemudian dengan nilai (1/J)b
yang didapatkan dari perhitungan kita
dapat mencari nilai (P/D)b dan efisiensi
(η) propeler pada kondisi behind the
ship. Dalam software ini disediakan
database untuk:
B3-35
B3-50
B3-65
B3-80
B4-40
B4-55
B4-70
B4-85
B4-100
Jika telah selesai semua pembacaan data
yang diperlukan untuk database, maka langkah
selanjutnya adalah memasukkan database tersebut
ke dalam software.
III.3 Tahap Akhir
Tahap ini adalah tahap validasi. Pada tahap
terakhir ini akan dilihat perbandingan output dari
software yang telah dibuat dengan perhitungan
manual untuk melihat keakuratan hasilnya.
Output dari software ini adalah:
Jenis propeler
Diameter behind the ship
Efisiensi
Apakah clearance diameter terpenuhi
Nilai τc hitungan dan τc Burril
Terjadi kavitasi atau tidak
Dalam validasi ini dapat dilihat
perbandingan hasil perhitungan pada software dan
perhitungan manual. Jika terdapat perbedaan yang
sangat besar maka harus diteliti kembali pada
persamaan-persamaan yang terdapat dalam
software, namun jika hanya terdapat perbedaan
dalam hal nilai desimal maka dapat diabaikan.
Jika tidak terdapat masalah pada validasi,
maka pembuatan software dikatakan selesai.
III.4 Flowchart Tugas Akhir
START
Perhitungan
kavitasi
0.1739(BP)^0.5
P/Db,
ηp
P/D,
1/Jo
τc (Calculated)
Kavitasi?
Manual Input
σ(0.7R)
τc Burill
Pembuatan
database
1/Jb
DHP,
RPM,w,t
etc
BP-δ Diagram Burril
Jenis Propeller
P/D,
1/Jo
P/Db,
ηp
Validasi
End
Gambar 3.3 Flowchart Pengerjaan Tugas Akhir
IV. BAB ANALISA DATA DAN
PEMBAHASAN
IV.1 Perhitungan kavitasi
IV.1.1 Input
Dalam perhitungan kavitasi ini beberapa
parameter didapatkan dari input manual, yaitu;
1. Delivered horse power (DHP)
2. Effective horse power (EHP)
3. Draft (T)
4. Wake Fraction (w)
5. Thrust Deduction Factor (t)
6. RPM mesin (Nm)
7. Rasio gearbox
8. Kecepatan kapal yang direncanakan (Vs)
IV.1.2 Menentukan harga Bp
Nilai Bp didapatkan dengan menggunakan
persamaan,
Bp =
dimana, N = putaran propeller
= Nm/rasio gearbox
P = shaft horse power
Va = Vs (1-w)
IV.1.3 Open water condition
Nilai Bp yang sudah didapatkan tadi kemudian
digunakan untuk mendapatkan nilai dari
0.1739(Bp)0.5
, baru kemudian nilai ini di-plot
dalam diagram Bp–δ. Dari pembacaan diagram
ini akan didapatkan nilai rasio pitch-diameter
pada kondisi open water (P/D)o dan advance
coefficient (δo). Dari nilai ini kita dapatkan
besarnya diameter propeler pada open water
condition dengan persamaan
Do =
IV.1.4 Behind the ship condition
Untuk mendapatkan diameter di belakang
kapal yang mana ukurannya lebih kecil daripada
diameter kondisi open water. Glover (1992)
mengekspresikan hubungan tersebut dengan
pendekatan, dengan tidak merubah harga Bp
maka (P/D)b dapat diketahui dengan
menggunakan persamaan
Db = 0.95Do
δb =
nilai δb ini yang kemudian digunakan untuk
mendapatkan nilai (P/D)b dan efisiensi baling-
baling.
IV.1.5 Perhitungan nilai σ 0.7R
Setelah diketahui nilai (P/d)b dan efisiensi
baling-baling, langkah selanjutnya dalam
pemilihan propeller adalah perhitungan kavitasi.
Dalam perhitungan ini pertama harus diketahui
nilai Expanded Area Ratio (EAR) atau AE/Ao,
nilai ini sudah diketahui dari masing-masing jenis
baling-baling. Kemudian kita menghitung nilai
luas diskus baling-baling (Ao) dengan
menggunakan persamaan
Ao =
Dari nilai AE/Ao dan Ao ini kita bisa menghitung
nilai luas bentang daun baling-baling (AE).
Untuk memperkirakan terjadinya kavitasi,
Burril (1943) memakai koefisien τc yang
didefinisikan dengan :
τc =
=
dimana, T = gaya dorong baling-baling
AP = luas proyeksi daun
VR = kecepatan relative air pada 0.7
jari-jari ujung R
q 0.7R = tekanan dinamis pada 0.7 jari-
jari ujung
IV.1.6 Pembacaan nilai τc pada diagram
Burill
Dalam diagram yang diberikan Burril τc
digambar berdasarkan angka kavitasi setempat
pada 0.7 jari-jari :
σ 0.7R =
atau berdasarkan referensi lain didapatkan
dengan
σ 0.7R =
dimana, PO-PV = tekanan pada garis pusat
baling-baling
PO =tekanan sekeliling absolute
(absolute ambient pressure)
PV = tekanan uap air
n = putaran propeller
h = tingi poros dari garis dasar
Tekanan absolute sekitar (sekeliling)nya pada
garis pusat baling-baling adalah tekanan atmosfer
ditambah dengan tekanan kolom air diatas poros
baling-baling, ini berarti
PO = atm + ρgH
H adalah tinggi poros dari permukaan air. H
didapatkan dengan persamaan
H = T-0.35T
atau
H = T-(D/2+0.2)
atau
H = T - E + ζA
dimana, ρ = massa jenis
g = percepatan gravitasi
T = sarat kapal
E = tinggi letak poros dari
garis dasar
ζA = amplitude gelombang
(sekitar 0.0075L, L
adalah panjang kapal)
D = diameter propeler
Jika tekanan atmosfer sama dengan 102,3
kN/m3
(atau kPa) (tekanan atmosfer standar pada
permukaan laut) maka Po - Pv pada 150 C menjadi
Po – Pv ~ 99,6 – 10,05 (T – E + ζA) (kPa)
Pv pada 150 C adalah sekitar 1,7 kPa. Variasi pv
terhadap suhu ditunjukkan di Gb. 7. Kurva
tersebut dianggap berlaku untuk untuk air tawar
maupun air laut.
Kecepatan relative air pada 0,7 jari-jari ujung
adalah
VR =
dimana, VA = kecepatan maju baling-
baling
D = diameter baling-baling
n = laju kisaran
Luas proyeksi daun baling-baling Ap hampir
sama dengan
AP~ AD(1,067 – 0,229P/D)
AD adalah luas kembang daun baling-baling,
dalam perhitungan ini nlai AD dapat diganti
dengan luas bentang daun baling-baling AE.
IV.2 Tampilan Software ” SMART
CAVITATION DETECTOR”
IV.2.1 ”SMART CAVITATION
DETECTOR”
Software ini diberi nama ”Smart
Cavitation Detector”. Ketika program dibuka pada
layar akan tampil view seperti pada gambar
dibawah ini:
IV.2.1.1 Main view
Gambar 4.1 Interface Smart Cavitation Detector
Pada main view tampak beberapa menu:
1. Property of ship
2. Calculate
Menu ini berfungsi mengeksekusi data-data
input yang sudah dimasukkan pada
menu ”property of ship”
3. Result
Layar ini berupa tampilan hasil perhitungan
kavitasi
4. Clear
Menu ini berfungsi menghapus semua data
pada input maupun hasil kalkulasi pada layar
result.
IV.2.1.2 Property of ship
Menu ini berisi parameter yang menjadi
input program, terdiri dari EHP, DHP, T (draft), w,
t (thrust deduction factor), rpm engine, Vs, dan
rasio gearbox. Dalam gambar dibawah
ditampilkan contoh input property of ship.
Gambar 4.2 Interface input data
IV.2.1.3 Result
Gambar 4.3 Interface result
Pada masing-masing jenis propeler akan
terlihat hasil kalkulasi berupa:
Terjadi kavitasi atau tidak
Nilai diameter propeler
Efisiensi
Nilai diameter maksimal
Apakah ”clearance” diameter terpenuhi
atau tidak
Nilai σ(0.7R)
Nilai tc hitungan maupun tc pada burill
diagram
IV.2.1.4 Masuk ke menu database
Gambar 4.4 Interface database menu
Untuk masuk ke menu database pilih
menu database, akan tampil view seperti pada
gambar dibawah:
Gambar 4.5 Interface database
IV.2.1.5 Menambah database
Software ini dilengkapi dengan
kemungkinan untuk menambah atau mengedit
database. Untuk menambah database pada layar
tampak menu ”add table”. Pada kolom ini kita
tinggal memberi nama tabel yang akan kita buat.
Pemberian nama tabel tidak dapat dilakukan
sembarangan, harus dengan pola Bx_yz. Dimana
x adalah jumlah daun propeler dan yz adalah
angka yang menunjukkan area disk ratio. Contoh
nama tabel B4_70, B3_80 dst. Yz ini akan
digunakan sebagai Ae/Ao dalan perhitungan
dalam software. Setelah diberi nama kemudian
add, maka tabel akan otomatis terbaca dalam
pilihan edit database. Tabel baru ini masih belum
terisi database (kosong), kita bisa
menambahkannya dalam menu edit tabel.
IV.2.1.6 Edit tabel
Untuk mengedit tabel pilih pada
kolom ”edit table”, akan tampak seperti pada
gambar dibawah:
Gambar 4.6 Interface edit database
Kemudian klik menu change, dapat
dilihat tampilan dibawah. Masing-masing jenis
propeler memiliki 2 tabel. Contoh B3_35 BP dan
B3_35 J. Jika yang dipilih adalah B3_35 BP maka
tabel yang tampil adalah B3_35 pada kondisi
open water, dimana (x) adalah nilai 0,1739(BP),
(y) adalah nilai P/Do dan (z) adalah nilai 1/Jo.
Jika yang dipilih adalah B3_35 J,maka yang
tampil adalah data pembacaan grafik B3_35 pada
kondisi behind the ship dengan (x) adalah 1/Jb,
(y) adalah P/Db dan (z) adalah nilai efisiensi
propeler. Contoh tabel dapat dilihat pada gambar
dibawah:
Gambar 4.7 Interface edit table database
IV.2.1.7 Edit nilai tabel
Nilai dalam tabel ini bisa ditambah,
diubah maupun dihilangkan seperti tampak dalam
menu. Jika kita pilih salah satu kemudian ”edit”
maka dibawah tabel akan tampak berapa nilai
0,1739(BP), P/Do, 1/Jo, 1/Jb, P/Db atau efisiensi
propeler. Nilai bisa kita ubah kemudian ”save”,
maka data hasil perubahan akan tersimpan dalam
database. Kita juga bisa menambah dengan ”add”
menu maupun menghilangkan nilai
dengan ”delete”.
Gambar 4.8 Interface edit, add dan delete
IV.2.2 Contoh perhitungan kavitasi
dengan ”SMART CAVITATION
DETECTOR”
a. Pada perhitungan ini data yang berfungsi
sebagai input adalah:
DHP = 8167 Hp
EHP = 5367 Hp
T = 7.5 m
w = 0.354
t = 0.18
Nm = 750
Rasio gearbox = 5.136
Vs = 15.5
Kita ambil salah satu contoh propeler
dalam hal ini adalah B3_35, dengan input di atas
didapatkan hasil sebagai berikut:
Terjadi kavitasi
Diameter propeler 5,07
Efisiensi 0,57
Nilai diameter maksimal 4,95
Clearance tidak terpenuhi
Nilai σ(0.7R) 0,37
tc hitungan 0,33 dan tc pada burill 0,17
b. Pada perhitungan kedua ini input adalah
sebagai berikut:
DHP = 3128 Hp
EHP = 1954 Hp
T = 7.5 m
w = 0.365
t = 0.25
Nm = 250
Rasio gearbox = 1,704
Vs = 13
Kita ambil contoh propeler B3_80, dengan input
di atas didapatkan hasil sebagai berikut:
Tidak terjadi kavitasi
Diameter propeler 3,89
Efisiensi 0,51
Nilai diameter maksimal 4,95
Clearance terpenuhi
Nilai σ(0.7R) 0,62
tc hitungan 0,2 dan tc pada burill 0,21
IV.3 Validasi
Pembuatan model dalam bentuk
perangkat lunak diperlukan pembanding untuk
mengetahui keakuratan software, dalam tugas
akhir ini pembanding didapatkan dengan
menggunakan perhitungan manual. Untuk
perhitungan validasi ini, diambil contoh B3-80.
Berikut adalah perhitungan lengkapnya:
IV.3.1 B3-80
Input
Dalam perhitungan validasi kedua ini input
dibedakan dengan perhitungan pertama, agar
terlihat perbedaan hasilnya. Beberapa parameter
didapatkan dari inputan manual, yaitu;
DHP = 3128 Hp
EHP = 1954 Hp
T = 7.5 m
w = 0.365
t = 0.25
Nm = 250
Rasio gearbox = 1.704
Vs = 13
Menentukan harga Bp
Nilai Bp didapatkan dengan menggunakan
persamaan,
Bp =
dimana, N = Nm/rasio gearbox
= 250/1.704
= 146.7 rpm
= 2.44 rps
Va = Vs (1-w)
= 13(1-0.365)
= 8.255 knots
= 4.246 ms-1
Sehingga Bp =
= 41.90936
Open water condition
Dari nilai Bp ini dapat kita hitung nilai
0.1739(Bp)0.5
0.1739(Bp)0.5
= 0.1739x41.90936
= 1.125784
Kemudian nilai 0.1739(Bp)0.5
ini kita plot dalam
diagram Bp–δ untuk B3-80, didapatkan nilai
(P/D)o 0.759 dan 1/Jo 2.36 . Do dihitung dengan
persamaan
Do =
Dimana, δo = (1/Jo)/0.009875
= 238.9873
Do =
= 13.446 feet
Behind the ship condition
Dari nilai Do ini didapatkan nilai Db dan δb,
Db = 0.95Do
= 0.95x13.446
= 12.7745feet
= 3.89 m
δb =
=
= 227.0379
1/Jb = 225.1139x0.009875
= 2,242
Nilai 1/Jb ini kemudian kita plot kembali ke
dalam Bp–δ diagram, sehingga didapatkan (P/D)b
0.776 dan efisiensi sebesar 0.506
Perhitungan nilai σ 0.7R
Dalam menghitung nilai σ 0.7R pertama harus
diketahui nilai AE/AO, untuk B3-80 nilai AE/AO
adalah 0.8. Kemudian dicari nilai Ao dan AE
dengan persamaan
Ao =
Ao =
= 128
AE = x Ao
= 0.8x128
= 102.5758
Dalam perhitungan kasar ini nilai Ad yang
digunakan dalam perhitungan selanjutnya dapat
digantikan dengan nilai AE ini.
Untuk memperkirakan terjadinya kavitasi,
Burril (1943) memakai koefisien τc yang
didefinisikan dengan :
τc =
=
dimana, T =
T =
= 389.6 kN
Faktor 0.5144 adalah konversi dari knot ke
ms-1
, ρ adalah massa jenis air laut.
Ap didapatkan dengan pendekatan dari Taylor,
Ap = Ad(1.067-0.22P/D)
= 10.5758(1.067-
0.22x0.776)
= 91.22026 feet2
= 8.4748 m2
VR2 = Va
2+(0.7πnD)
2
Va dalam satuan ms-1
, n adalah laju kisaran
baling-baling dalam satuan rps. Didapatkan,
VR2 = 4.246
2 +
(0.7x(3.14)x(2.44)x(3.89))2
= 456.779
Sehingga didapatkan nilai τc,
τc =
= 0.195
Pembacaan nilai τc pada diagram Burill
Dalam diagram burril, nilai τc didapatkan
dengan menghitung nilai σ 0.7R , nilai ini
kemudian dipotongkan dengan garis “ upper limit
(1943) for merchant ship propeller” atau batas
atas untuk baling-baling kapal niaga.
σ 0.7R =
dimana, h adalah tinggi poros dari permukaan air,
h = T-0.35T
=7.5-(0.35x7.5)
= 4.875 m
Sehinggga nilai σ 0.7R,
σ 0.7R =
= 0.6219
Dari nilai σ 0.7R 0.6219 dalam diagram burril
didapatkan τc sebesar 0.208, dalam contoh
perhitungan kedua ini propeller tidak
mengalami kavitasi karena nilai τc hitungan
lebih kecil daripada nilai τc Burril.
V. BAB KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan pada hasil pengujian terhadap
software pemrograman yang telah dibuat maka
dapat diperoleh beberapa kesimpulan dan saran
untuk meningkatkan kinerja dari software
analisa identifikasi kavitasi propeler ini dengan
memakai program Visual Basic
V.1 KESIMPULAN
Pembuatan software analisa identifikasi
ini memberikan hasil yang cukup
signifikan untuk menghitung kavitasi
dalam aplikasi sebenarnya
Pengembangan software identifikasi
kavitasi ini dapat bermanfaat untuk
membantu perhitungan kavitasi propeler
Dengan program ini kita dapat
mengetahui jenis propeler yang akan
dipilih dengan berdasar pada efisiensi
propeler, kavitasi, dan syarat clearance
diameter yang terpenuhi.
V.2 SARAN
Untuk lebih memperbaiki software ini
diperlukan data yang lebih detail, dalam
hal ini adalah pembacaan diagram BP-δ
maupun diagram burill. Hasil dari
pembacaan diagram ini sangat
menentukan hasil dari software terutama
diagram burill
Untuk melengkapi software ini, database
perlu ditambah dengan propeller B5, B6
dan B7
DAFTAR PUSTAKA
Harvald, Sv Aa. 1983. “Tahanan dan
Propulsi Kapal”. Airlangga University
Press. Surabaya.
Lewis, Edward. 1988. “Principle of Naval
Architecture :VolI Resistance,
Propulsion”.The Society of Naval
Architects and Marine Engineers. USA
Tupper, E. (1996). “Introduction to Naval
Architecture”. Butterworth-Heinemann
Adji, S.W. 2001. “Propulsion of Ship”.
Diktat Mata Kuliah Tahanan Kapal. JTSP
FTK-ITS. Surabaya.
Adji, S.W. 2001. “Propeller Design”. Diktat
Mata Kuliah Propulsi Kapal. JTSP FTK-
ITS. Surabaya.