Studi Pengaruh Kemiringan Lereng Terhadap Laju Infiltrasi

13
Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p.242-254 © Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya JTRESDA Journal homepage: https://jtresda.ub.ac.id/ *Penulis korespendensi: [email protected] Studi Pengaruh Kemiringan Lereng Terhadap Laju Infiltrasi Nila Putri Gading Qur’ani 1* , Donny Harisuseno 1 , Jadfan Sidqi Fidari 1 1 Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya, Jalan MT. Haryono No. 167, Malang, 65145, INDONESIA *Korespondensi Email: [email protected] Abstract: The Lesti sub-watershed is one of the Malang Regency's sub- watersheds that is experiencing infiltration. The slope component, for example, has an impact on infiltration during the process. Because land with different slopes has different infiltration rates, this is the case. The purpose of this study is to determine how much the slope affects the infiltration rate. In practice, a Double Ring Infiltrometer is used to collect data for this inquiry in infiltration rate values and test time. The data was calculated using the Horton technique to obtain the cumulative infiltration rate value, which was then used to construct a map of the infiltration rate distribution, according to US laws. Soil conservation is a major concern. The infiltration is classified according to the map. The findings of this research are based on US rules. Soil Conservation provides a value of 1,208,474 (Very Fast) on a slope of 0-8%, which is higher than the slope of 8-23%, which creates a value of 213,789 (Fast). Dulbahri also found that slopes of 0-8% have a high infiltration rate, while slopes of 8-23% have a moderate infiltration rate. As a result, it can be detrimental. Keywords: Double Ring Infiltrometer, Horton's Method, Infiltration, Slope Abstrak: Sub DAS Lesti merupakan salah satu sub das di Kabupaten Malang yang mengalami proses Infiltrasi. Dalam prosesnya, infiltrasi dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah faktor kemiringan lereng. Hal ini dikarenakan lahan dengan kemiringan lereng yang berbeda akan menghasilkan nilai laju infiltrasi yang berbeda pula. Maka dari itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebarapa besar pengaruh kemiringan lereng terhadap laju infiltrasi Di Sub DAS Lesti. Dalam pelaksanaannya, penelitian ini menggunakan alat Double Ring Infiltrometer untuk menghasilkan data berupa nilai laju infiltrasi dan waktu uji. Data dihitung menggunakan metode Horton untuk mendapatkan nilai laju infiltrasi kumulatif yang digunakan untuk pembuatan peta persebaran laju infiltrasi sesuai ketentuan US. Soil Conservation. Dari peta tersebut, di dapatkan klasifikasi laju infiltrasi yang akan dibandingkan dengan ketentuan

Transcript of Studi Pengaruh Kemiringan Lereng Terhadap Laju Infiltrasi

Page 1: Studi Pengaruh Kemiringan Lereng Terhadap Laju Infiltrasi

Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p.242-254

© Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya

JTRESDA

Journal homepage: https://jtresda.ub.ac.id/

*Penulis korespendensi: [email protected]

Studi Pengaruh Kemiringan Lereng Terhadap

Laju Infiltrasi Nila Putri Gading Qur’ani1*, Donny Harisuseno1, Jadfan Sidqi

Fidari1 1Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya, Jalan

MT. Haryono No. 167, Malang, 65145, INDONESIA

*Korespondensi Email: [email protected]

Abstract: The Lesti sub-watershed is one of the Malang Regency's sub-

watersheds that is experiencing infiltration. The slope component, for

example, has an impact on infiltration during the process. Because land with

different slopes has different infiltration rates, this is the case. The purpose

of this study is to determine how much the slope affects the infiltration rate.

In practice, a Double Ring Infiltrometer is used to collect data for this

inquiry in infiltration rate values and test time. The data was calculated using

the Horton technique to obtain the cumulative infiltration rate value, which

was then used to construct a map of the infiltration rate distribution,

according to US laws. Soil conservation is a major concern. The infiltration

is classified according to the map. The findings of this research are based on

US rules. Soil Conservation provides a value of 1,208,474 (Very Fast) on a

slope of 0-8%, which is higher than the slope of 8-23%, which creates a

value of 213,789 (Fast). Dulbahri also found that slopes of 0-8% have a high

infiltration rate, while slopes of 8-23% have a moderate infiltration rate. As

a result, it can be detrimental.

Keywords: Double Ring Infiltrometer, Horton's Method, Infiltration,

Slope

Abstrak: Sub DAS Lesti merupakan salah satu sub das di Kabupaten

Malang yang mengalami proses Infiltrasi. Dalam prosesnya, infiltrasi

dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah faktor kemiringan

lereng. Hal ini dikarenakan lahan dengan kemiringan lereng yang berbeda

akan menghasilkan nilai laju infiltrasi yang berbeda pula. Maka dari itu

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebarapa besar pengaruh

kemiringan lereng terhadap laju infiltrasi Di Sub DAS Lesti. Dalam

pelaksanaannya, penelitian ini menggunakan alat Double Ring Infiltrometer

untuk menghasilkan data berupa nilai laju infiltrasi dan waktu uji. Data

dihitung menggunakan metode Horton untuk mendapatkan nilai laju

infiltrasi kumulatif yang digunakan untuk pembuatan peta persebaran laju

infiltrasi sesuai ketentuan US. Soil Conservation. Dari peta tersebut, di

dapatkan klasifikasi laju infiltrasi yang akan dibandingkan dengan ketentuan

Page 2: Studi Pengaruh Kemiringan Lereng Terhadap Laju Infiltrasi

Qur’ani, N.P.G., et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 242-254

243

dari Dulbahri. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah berdasarkan

ketentuan US. Soil Conservation, pada kemiringan 0-8% menghasilkan nilai

1.208,474 (Sangat cepat) lebih besar dibanding dengan kemiringan 8%-23%

yang memiliki nilai 213,789 (Cepat). Selain itu, Dulbahri menetapkan

bahwa kemiringan 0-8% memiliki tingkat infiltrasi tinggi, sedangkan di

kemiringan 8%-23% memiliki tingkat infiltrasi sedang. Maka dari itu dapat

disimpulkan bahwa kemiringan lereng Di Sub DAS Lesti sangat

berpengaruh pada nilai laju infiltrasi yang di dapatkan.

Kata kunci: Double Ring Infiltrometer, Infiltrasi, Kemiringan Lereng,

Metode Horton

1. Pendahuluan

Perubahan tata guna lahan pada setiap tahun telah mengalami banyak dampak yang

ditimbulkan. Dampak yang terjadi sangat mempengaruhi pada komponen alam seperti flora

dan fauna, tanah, udara dan sumber daya air pada suatu DAS (Daerah Aliran Sungai).

Berbicara mengenai konteks sumber daya air, perubahan tata guna lahan mengakibatkan

suatu lahan menjadi kritis. Akibat dari kritisnya suatu lahan menyebabkan daya resap air

menjadi menurun, sehingga jumlah air yang terdapat di dalam tanah ikut berkurang [1].

Dilihat dari kondisi hidrologis, Kabupaten Malang termasuk dalam kawasan DAS

Brantas bagian hulu. Suatu DAS Brantas memiliki enam sub das yang salah satunya yaitu

Sub DAS Lesti. Sub DAS Lesti merupakan sub daerah aliran sungai yang mengaliri air di

beberapa kecamatan diantara lainnya yaitu Kecamatan dampit, Sumbermanjing Wetan,

Poncokusumo, Wajak dan lainnya [2]. Sub DAS Lesti juga berfungsi untuk menerima,

meresap dan mengalirkan air hujan melalui cabang aliran sungai. Proses meresapnya air

hujan ke dalam tanah dinamakan dengan proses infiltrasi.

Infiltrasi merupakan proses masuknya aliran air secara vertikal ke dalam tanah melalui

pori-pori tanah. Sebagai bagian dari proses dalam siklus hidrologi, infiltrasi tampaknya

memainkan peran penting dalam konsep neraca air khususnya dalam transformasi hujan

menjadi limpasan [3][4]. Konsep infiltrasi dalam hidrologi sangat erat kaitannya dengan

upaya meminimalkan limpasan di lahan [5]. Model infiltrasi di dasarkan pada persamaan

aliran melalui media berpori yang umumnya akan direplikasikan dalam model curah hujan

dan limpasan. Infiltrasi adalah bagian yang hilang pada aliran limpasan yang terjadi,

sehingga kerugian karena proses infiltrasi perlu dinilai. Infiltrasi tergantung pada kedua

peristiwa dan properti. Perbedaan masing-masing model infiltrasi dibuat dari beberapa

formula disebabkan oleh peristiwa dan sifat tanah [6]. Di dalam proses infiltrasi terdapat

dua parameter penting yaitu kapasitas infiltrasi dan laju infiltrasi [7]. Kapasitas infiltrasi

adalah kapasitas aliran yang dapat ditahan dalam lapisan tanah pada waktu tertentu.

Kapasitas infiltrasi terjadi ketika intensitas hujan melebihi kemampuan tanah untuk

meresap air hujan. Kapasitas infiltrasi maksimum tanah mempunyai besar yang tetap

selama waktu kosentrasi. Sedangkan laju infiltrasi berkaitan dengan banyaknya air per

satuan waktu yang masuk melalui permukaan tanah. Kapasitas infiltrasi dan laju infiltrasi

dinyatakan dalam satuan mm/jam atau cm/jam [8].

Page 3: Studi Pengaruh Kemiringan Lereng Terhadap Laju Infiltrasi

Qur’ani, N.P.G., et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 242-254

244

Berdasarkan penelitian Sigit yang menyatakan bahwa kemampuan infiltrasi dapat

dilihat berdasarkan 5 karateristik DAS yang salah satunya yaitu faktor kemiringan lereng

[9]. Dari penelitian tersebut di dapatkan kesimpulan bahwa kemiringan lereng suatu lahan

dapat mempengaruhi ketersediaan air yang ada di dalam tanah. Sama seperti yang di

sampaikan oleh Dulbahri yang mengatakan bahwa semakin curam kemiringan lereng maka

akan semakin rendah tingkat infiltrasi. Maka dari itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui seberapa besar pengaruh kemiringan lereng terhadap laju infiltrasi di Sub DAS

Lesti. Hal ini dapat dilihat dari peta persebaran laju infiltrasi yang memiliki klasifikasi laju

infiltrasi berdasarkan US. Soil Conservation yang kemudian dibandingkan dengan

ketentuan dari Dulbahri. Dalam menentukan laju infiltrasi ini dapat menggunakan beberapa

model. Penggunaan model ini bertujuan guna memprediksi nilai laju infiltrasi di suatu

lahan. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan model Horton.

2. Bahan dan Metode

2.1 Bahan

2.1.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Juli sampai selesai. Lokasi penelitian berada

pada Sub DAS Lesti yang terletak di Kabupaten Malang, tepatnya di kecamatan Dampit,

Wajak dan Sumbermanjing Wetan. Gambar 1 menunjukkan peta lokasi Sub DAS Lesti.

Gambar 1: Peta Lokasi Sub DAS Lesti

2.1.2 Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Double Ring Infiltrometer, GPS,

penggaris, papan dada dan alat tulis, balok kayu, palu batu/ martil, Waterpass, matras,

ember, gayung, jirigen, tandon, corong dan cangkul. Selain itu, bahan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah Peta Tutupan Lahan, Peta Jenis Tanah dan Peta Kemiringan

Lereng Sub DAS Lesti.

Page 4: Studi Pengaruh Kemiringan Lereng Terhadap Laju Infiltrasi

Qur’ani, N.P.G., et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 242-254

245

2.1.3 Data Penelitian

Pengumpulan data yang dilakukan berupa data primer dan data sekunder. Data primer

didapat dari penelitian langsung di lapangan dan data sekunder didapat dari data penelitian

Mahasiswa S3 yang sedang menempuh Disertasi. Data yang diperlukan antara lain:

1. Data Primer:

- Data laju infiltrasi awal (f0)

- Data laju infiltrasi tetap atau konstan (fc)

2. Data Sekunder:

- Data Peta Administrasi Sub DAS Lesti

- Data Peta Jenis Tanah Sub DAS Lesti

- Data Peta Kemiringan Lereng Sub DAS Lesti

- Data Peta Tutupan Lahan Sub DAS Lesti

Alat bantu yang digunakan dalam studi ini antara lain:

- Perangkat lunak Microsoft Excel sebagai alat utama dalam analisis metode Horton

- Perangkat lunak ArcGIS 10.4.1 untuk pembuatan peta persebaran laju infiltrasi

2.2 Metode

Metode dalam penelitian ini dimulai dari survei hasil lapangan yang menghasilkan nilai

laju infiltrasi dan waktu uji. Dari data tersebut dilanjutkan dengan membuat grafik

kapasitas infiltrasi. Selanjutnya yaitu menghitung nilai log (f-fc) untuk mendapatkan nilai

k (konstanta jenis tanah). Nilai k tersebut kemudian dimasukkan dalam rumus Horton. Hasil

akhir dari perhitungan Horton ini menghasilkan nilai laju infiltrasi kumulatif. Nilai laju

infiltrasi kumulatif ini berfungsi untuk membuat peta persebaran laju infiltrasi melalui

aplikasi ArcGIS berdasarkan ketentuan dari US. Soil Conservation. Dari peta tersebut

didapatkan klasifikasi laju infiltrasi yang kemudian dibandingkan dengan ketentuan dari

Dulbahri yaitu tabel hubungan kemiringan lereng dengan tingkat infiltrasi. Sehingga bisa

disimpulkan besar pengaruh kemiringan lereng terhadap laju infiltrasi di Sub DAS Lesti.

2.3 Persamaan

2.3.1 Regresi Linier Sederhana

Persamaan regresi linier sederhana merupakan suatu model persamaan yang

menggambarkan hubungan satu variabel bebas/ predictor (X) dengan satu variabel tak

bebas/ response (Y) yang biasanya digambarkan dengan garis lurus [10]. Regresi linier

sederhana atau sering disingkat SLR (Simple Linier Regression) juga merupakan salah satu

metode statistik yang dipergunakan dalam produksi untuk melakukan peramalan ataupun

prediksi tentang karateristik kualitas maupun kuantitas. Persamaan regresi linier sederhana

secara matematik diekspresikan oleh :

𝑌 = 𝑎 + 𝑏𝑋 Pers. 1

dengan:

Y = variabel response/ variabel akibat

a = konstanta (intersep), perpotongan dengan sumbu vertikal

b = koefisien regresi (kemiringan)

X = variabel bebas/ predictor

Page 5: Studi Pengaruh Kemiringan Lereng Terhadap Laju Infiltrasi

Qur’ani, N.P.G., et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 242-254

246

2.3.2 Model Horton

Model Horton merupakan salah satu model infiltrasi yang terkenal di bidang hidrologi.

Model Horton adalah metode pengolahan data infiltrasi yang parameternya di dapat

langsung dari lapangan [11]. Model Horton dinyatakan secara matematis sebagai berikut :

𝑓 = 𝑓𝑐 + (𝑓0 − 𝑓𝑐)𝑒−𝑘𝑡 Pers. 2

dengan:

f = laju infiltrasi (mm/jam)

fo = laju Infiltrasi awal (mm/jam)

fc = laju Infiltrasi akhir/ setelah konstan (mm/jam)

e = bilangan dasar logaritma Naperian (2,718)

k = konstanta untuk jenis tanah {-1/(m log 2,718)}

t = waktu yang dihitung dari mulainya hujan (jam)

Setelah mengetahui laju infiltrasi pada saat waktu konstan dihitung, selanjutnya

menghitung volume total laju infiltrasi. Volume total laju infiltrasi adalah integral dari laju

infiltrasi. Rumus yang digunakan yaitu :

𝐹(𝑡) = 𝑓𝑐. 𝑡 +1

𝑘(𝑓0 − 𝑓𝑐)(1 − 𝑒−𝑘𝑡) Pers. 3

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Hasil Analisa Titik Survei di Lapangan

Kendala yang terjadi pada saat survei dilapangan diantara lainnya yaitu medan pada titik

yang akan diteliti terlalu curam dan tidak dapat ditempuh dengan kendaraan, media tanah

terlalu gembur sehingga terkadang mengalami kebocoran pada saat pengukuran, dan

minimnya ketersediaan air di daerah sekitar. Maka dari itu, dalam menentukan titik lokasi

penelitian perlu meninjau beberapa hal supaya dapat dijangkau dan dipilih yang paling

dekat dengan titik survei perencanaan.

3.2 Hasil Analisa Infiltrasi di Lapangan

Dalam penelitian infiltrasi ini menggunakan alat yang bernama Double Ring

Infiltrometer yang dapat dilihat pada Gambar 2. Double Ring Infiltrometer adalah suatu

alat dalam penelitian yang digunakan untuk mengukur laju infiltrasi pada kondisi tanah.

Double Ring Infiltrometer memiliki dua bagian yaitu ring dalam dan ring luar. Keduanya

memiliki tinggi 40 cm, namun memiliki diameter yang berbeda. Untuk diameter ring dalam

yaitu 30 cm dan ring luar berdiameter 60 cm. Pemasangan alat Double Ring Infiltrometer

yakni dengan menancapkan alat double ring ke dalam tanah. Mulanya dalam pemilihan

lokasi berada pada koordinat yang telah ditentukan. Ketika sudah dilapangan, alat tersebut

harus ditempatkan pada kondisi tanah yang datar. Kemudian lokasi harus dibersihkan dari

rumput dan tanaman agar tidak mengganggu pada proses pengukuran. Karena itu dapat

mempengaruhi laju infiltrasi pada saat penelitian. Selanjutnya, letakkan ring bagian dalam

pada permukaan tanah. Langkah berikutnya, letakkan balok kayu diatas alat kemudian

Page 6: Studi Pengaruh Kemiringan Lereng Terhadap Laju Infiltrasi

Qur’ani, N.P.G., et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 242-254

247

pukul dengan palu. Lakukan pukalan berulang kali sampai alat turun kurang lebih 5-10 cm.

Kemudian letakkan ring bagian luar pada permukaan tanah simetris terhadap ring bagian

dalam. Lakukan hal yang sama seperti ring dalam sebelumnya yaitu memukul alat tersebut

sedalam 5-10 cm dengan menggunakan balok kayu dan palu hingga tinggi pada ring dalam

dan ring luar sama dan sejajar. Fungsi dari kayu ini adalah membantu penurunan alat agar

turun secara bersamaan.

Gambar 2: Double Ring Infiltrometer

Cara kerja alat Double Ring Infiltrometer adalah terletak pada bagian dalamnya. Namun

pada awalnya, ring luar diberi air terlebih dahulu. Air tersebut mengisi ring luar setinggi

30 cm. Selanjutnya tunggu air dalam keadaan konstan, jikalau air tersebut berkurang karena

meresap kedalam tanah terlalu banyak, maka isi lagi dengan air tersebut hingga mencapai

kondisi konstan. Setelah air pada ring luar mencapai kondisi konstan, maka lakukan

pengisian air pada bagian ring dalam yang telah diberi kantong plastik terlebih dahulu

dengan ketinggian yang sama yaitu setinggi 30 cm. Setelah air tersebut sudah mencapai 30

cm, maka kantong plastik di robek dan air tersebut telah memenuhi bagian ring dalam.

Fungsi kantong plastik ini yaitu pada saat melakukan pengisian air, air yang akan meresap

kedalam tanah diusahakan turun secara bersamaan. Karena, jika ring bagian dalam tidak

diberi kantong plastik, maka pada saat melakukan pengisian, air yang sudah meresap

kedalam tanah terlebih dahulu tidak tercatat penurunannya. Hal ini juga bergantung juga

pada jenis tanah yang terkadang membutuhkan sedikit atau banyaknya air.

Gambar 3: Kondisi tanah setelah pengukuran laju infiltrasi

Page 7: Studi Pengaruh Kemiringan Lereng Terhadap Laju Infiltrasi

Qur’ani, N.P.G., et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 242-254

248

Setelah kantong plastik di robek, maka segera lakukan pengamatan pada penurunan air.

Catat penurunan air bagian ring dalam sesuai Standart Nasional Indonesia (SNI). Selang

waktu yang ditentukan, umumnya tiap 1 menit pada 10 menit pertama, tiap 2 menit pada

menit ke 10 sampai dengan menit ke 30, tiap 5 menit sampai dengan 10 menit pada menit

ke 30 sampai dengan menit ke 60. Selanjutnya, tiap 15 menit sampai dengan 30 menit

sampai diperoleh laju yang relatif konstan. Kondisi air pada ring bagian luar tidak boleh

sampai habis. Bila air tinggal sedikit maka tambahkan air sampai mencapai batas dari

permukaan ring dalam. Namun jika air pada bagian ring dalam tinggal sedikit, maka

lakukan pengisian ulang dan catat pertambahan airnya. Fungsi air pada bagian ring luar

adalah menjaga aliran air ring bagian dalam bergerak vertikal ke bawah sehingga tidak

menyebar secara lateral. Setelah air pada bagian ring dalam mengalami penurunan laju

infiltrasi yang sama yaitu dalam kondisi konstan, artinya pengamatan telah selesai

dilaksanakan. Gambar 3 menyajikan hasil akhir dari salah satu pengamatan laju infiltrasi

di lapangan.

3.3 Perhitungan Nilai Laju Infiltrasi

Data yang diperoleh pada saat pengukuran adalah besarnya penurunan laju infiltrasi.

Tabel 1 menunjukkan contoh dari salah satu data yang diperoleh dari titik 39 yang berlokasi

di Desa Klepu, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang dan memiliki

koordinat 112° 43' 29.6753" E ; 8° 15' 09.1894" S. Titik 39 ini memiliki jenis tanah regosol

pada kemiringan >23% di lahan pertanian.

Tabel 1: Hasil Perhitungan Kapasitas Infiltrasi di Titik 39

No t uji

(menit)

t uji

(jam)

Selisih

t (jam)

H air

(cm)

H air sebelum

pengisian

(cm)

H air sesudah

pengisian

(cm)

Selisih

Turun

(cm)

Selisih

Turun

(mm)

F duga

(mm/jam)

Dalam Dalam Dalam Dalam Dalam Dalam

Start 0 19.5

1 1 0.017 0.017 18.0 0 0 1.5 15 900

2 2 0.033 0.017 16.8 0 0 1.2 12 720

3 3 0.050 0.017 15.8 0 0 1.0 10 600

4 4 0.067 0.017 15.0 0 0 0.8 8 480

5 5 0.083 0.017 14.3 0 0 0.7 7 420

6 6 0.100 0.017 13.7 0 0 0.6 6 360

7 7 0.117 0.017 13.1 0 0 0.6 6 360

8 8 0.133 0.017 12.5 0 0 0.6 6 360

9 9 0.150 0.017 12.0 0 0 0.5 5 300

10 10 0.167 0.017 11.6 0 0 0.4 4 240

11 12 0.200 0.033 10.9 0 0 0.7 7 210

12 14 0.233 0.033 10.2 0 0 0.7 7 210

13 16 0.267 0.033 9.5 0 0 0.7 7 210

14 18 0.300 0.033 8.8 0 0 0.7 7 210

15 20 0.333 0.033 8.2 0 0 0.6 6 180

16 22 0.367 0.033 7.6 0 0 0.6 6 180

17 24 0.400 0.033 7.0 0 0 0.6 6 180

18 26 0.433 0.033 6.4 0 0 0.6 6 180

19 28 0.467 0.033 5.8 0 0 0.6 6 180

20 30 0.500 0.033 5.2 0 0 0.6 6 180

Page 8: Studi Pengaruh Kemiringan Lereng Terhadap Laju Infiltrasi

Qur’ani, N.P.G., et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 242-254

249

3.3.1 Kapasitas Infiltrasi

Berdasarkan tabel hasil data pengukuran laju infiltrasi di lapangan seperti yang terdapat

di atas, maka dapat dilihat kurva kapasitas infiltrasi pada Gambar 4 sebagai berikut:

Gambar 4: Kurva Kapasitas Infiltrasi di Titik 39

Dari gambar 4, dapat diketahui nilai laju infiltrasi awal (f0) dan nilai laju infiltrasi

konstan (fc) pada titik penelitian 39. Nilai laju infiltrasi awal (f0) pada titik penelitian 39

adalah 900 mm/jam dan nilai laju infiltrasi konstan (fc) adalah 180 mm/jam.

3.3.2 Perhitungan Nilai k (Konstanta Jenis Tanah)

Setelah diketahui parameter kapasitas infiltrasi, maka selanjutnya menghitung nilai k

(konstanta jenis tanah). Tabel 2 menyajikan hasil perhitungan log dari kapasitas infiltrasi.

Tabel 2: Perhitungan Parameter di Titik 39

Waktu (jam) f (mm/jam) fc f-fc log (f-fc)

0

0.017 900 180 720 2.86

0.033 720 180 540 2.73

0.05 600 180 420 2.62

0.067 480 180 300 2.48

0.083 420 180 240 2.38

0.1 360 180 180 2.26

0.117 360 180 180 2.26

0.133 360 180 180 2.26

0.15 300 180 120 2.08

0.167 240 180 60 1.78

0.2 210 180 30 1.48

0.233 210 180 30 1.48

0.267 210 180 30 1.48

0.3 210 180 30 1.48

0.333 180 180 0

0.367 180 180 0

0.4 180 180 0

0.433 180 180 0

0.467 180 180 0

0.5 180 180 0

Setelah menghitung parameter infiltrasi, kemudian membuat kurva dengan persamaan

linier regresi 𝑦 = 𝑚𝑋 + 𝑐 dan 𝑋 = log (𝑓 − 𝑓𝑐) sehingga dari grafik tersebut nilai k bisa

0

200

400

600

800

1000

0.0 0.2 0.4 0.6

f duga

(mm

/jam

)

t (jam)

Page 9: Studi Pengaruh Kemiringan Lereng Terhadap Laju Infiltrasi

Qur’ani, N.P.G., et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 242-254

250

dihitung. Kurva persamaan linier regresi yang digunakan untuk mencari nilai m dapat

dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5: Kurva Persamaan Linier Regresi di Titik 39

Dari persamaan tersebut didapatkan nilai m adalah -0,1705. Maka nilai m dimasukkan

ke persamaan 𝑘 =−1

0,434(−0,1705) dan di dapat nilai k = 13,514.

3.3.3 Perhitungan Nilai Laju Infiltrasi Dengan Metode Horton

Setelah mendapatkan nilai k (konstanta Jenis Tanah), selanjutnya yaitu memasukkan

nilai k tersebut kedalam rumus Horton untuk mendapatkan nilai laju infiltrasi kumulatif.

Berikut ini adalah hasil perhitungan Horton di titik 39 yang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3: Perhitungan Titik 39 Dengan Metode Horton

No t uji

(jam) f pengukuran (mm/jam) f horton (mm/jam)

Ft

(mm/jam)

Start 0

1 0.017 900 754.810 13.744

2 0.033 720 638.899 25.321

3 0.050 600 546.361 35.168

4 0.067 480 472.483 43.635

5 0.083 420 413.503 50.999

6 0.100 360 366.417 57.484

7 0.117 360 328.825 63.265

8 0.133 360 298.814 68.486

9 0.150 300 274.855 73.259

10 0.167 240 255.727 77.674

11 0.200 210 228.266 85.706

12 0.233 210 210.763 93.002

13 0.267 210 199.607 99.827

14 0.300 210 192.497 106.353

15 0.333 180 187.965 112.688

16 0.367 180 185.076 118.902

17 0.400 180 183.236 125.038

18 0.433 180 182.062 131.125

19 0.467 180 181.314 137.181

20 0.500 180 180.838 143.216

Dari nilai laju infiltrasi kumulatif pada masing-masing titik survei, maka bisa dimasukkan

pada ArcGIS untuk pembuatan peta persebaran laju infiltrasi di Sub DAS Lesti.

y = -0.1705x + 0.4975

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0 1 2 3

Wak

tu(j

am)

Log (f-fc)

Page 10: Studi Pengaruh Kemiringan Lereng Terhadap Laju Infiltrasi

Qur’ani, N.P.G., et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 242-254

251

Gambar 6: Peta Persebaran Laju Infiltrasi Sub DAS Lesti

Gambar 6 menunjukkan bahwa, ada empat warna yang berbeda. Warna merah

menunjukkan bahwa daerah tersebut memiliki klasifikasi laju infiltrasi sedang (53-63

mm/jam). Warna biru dengan wilayah yang memiliki klasifikasi agak cepat (64-127

mm/jam). Warna hijau, menunjukkan bahwa daerah tersebut memiliki klasifikasi laju

infiltrasi cepat (128-254 mm/jam). Sedang warna oranye menunjukkan bahwa daerah

tersebut memiliki klasifikasi laju infiltrasi sangat cepat (> 254 mm/jam).

Setelah mendapatkan peta persebaran laju infiltrasi, selanjutnya overlay beberapa peta

yang diantaranya yaitu peta kemiringan lereng, peta jenis tanah, peta tutupan lahan dan peta

persebaran laju infiltrasi. Peta ini bertujuan untuk menunjukkan pada masing-masing titik

tersebut memiliki kemiringan lereng, jenis tanah, tutupan lahan dan laju infiltrasi yang

berbeda-beda. Berikut adalah hasil overlay peta kemiringan lereng, jenis tanah, tutupan

lahan dan peta persebaran laju infiltrasi di Sub DAS Lesti , ditunjukkan pada Gambar 7.

Gambar 7: Peta Overlay Persebaran Laju Infiltrasi Sub DAS Lesti

Page 11: Studi Pengaruh Kemiringan Lereng Terhadap Laju Infiltrasi

Qur’ani, N.P.G., et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 242-254

252

3.4 Klasifikasi Persebaran Laju Infiltrasi Berdasarkan Kemiringan Lereng

Kemiringan lereng merupakan salah satu parameter yang dijadikan untuk mengetahui

seberapa besar pengaruh kemiringan lereng terhadap laju infiltrasi. Hubungan kemiringan

lereng dan tingkat infiltrasi ini telah di teliti oleh Dulbahri, seperti pada Tabel 4.

Tabel 4: Hubungan Kemiringan Lereng Dengan Infiltrasi

Kelas Lereng (%) Tingkat

Infiltrasi

1 0-8 Tinggi

2 8-23 Sedang

3 > 23 Rendah

Dalam menentukan seberapa besar pengaruh kemiringan lereng terhadap laju infiltrasi

Di Sub DAS Lesti dapat dilihat pada tabel pembagian titik berdasarkan kemiringan lereng

yang sama. Berikut ini adalah tabel perbandingan kemiringan lereng dengan laju infiltrasi

di kemiringan 0-8% Di Sub DAS Lesti yang dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5: Data kemiringan lereng 0-8%

Titik

Survey

Kelerengan

(%)

Nilai Infiltrasi

Kumulatif (mm/jam)

Klasifikasi U.S Soil

Conservation

Klasifikasi

Dulbahri

31 0-8% 94.431 Agak Cepat Tinggi

27 0-8% 145.182 Cepat Tinggi

45 0-8% 1208.474 Sangat Cepat Tinggi

1 0-8% 132.498 Cepat Tinggi

12 0-8% 131.662 Cepat Tinggi

6 0-8% 172.577 Cepat Tinggi

34 0-8% 101.263 Agak Cepat Tinggi

3 0-8% 102.914 Agak Cepat Tinggi

Tabel 5 menjelaskan bahwa berdasarkan ketentuan Dulbahri kemiringan 0-8% tingkat

infiltrasi yang di dapat “tinggi”. Sedang keadaan di lapangan pada Sub DAS Lesti

(Ketentuan US. Soil Conservation) memperoleh klasifikasi agak cepat, cepat & sangat cepat.

Tabel 6: Data kemiringan lereng 8-23%

Titik

Survey

Kelerengan

(%)

Nilai Infiltrasi

Kumulatif (mm/jam)

Klasifikasi U.S Soil

Conservation

Klasifikasi

Dulbahri

11 8-23% 213.789 Cepat Sedang

35 8-23% 72.466 Agak Cepat Sedang

39 8-23% 143.216 Cepat Sedang

17 8-23% 201.729 Cepat Sedang

19 8-23% 53.839 Sedang Sedang

29 8-23% 130.204 Cepat Sedang

5 8-23% 88.661 Agak Cepat Sedang

48 8-23% 144.729 Cepat Sedang

7 8-23% 62.152 Sedang Sedang

Sedangkan di kemiringan 8% - 23% pada Tabel 6, hasil yang di dapatkan dari tabel

tersebut yaitu memiliki klasifikasi sedang pada ketentuan Dulbahri. Namun pada kondisi

Page 12: Studi Pengaruh Kemiringan Lereng Terhadap Laju Infiltrasi

Qur’ani, N.P.G., et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 242-254

253

lapangan Di Sub DAS Lesti (Ketentuan US. Soil Conservation) mendapatkan klasifikasi

sedang, agak cepat dan cepat.

3.5 Pengkajian Pengaruh Kemiringan Lereng Terhadap Laju Infiltrasi

Hasil analisa yang pertama dapat dilihat dari ketentuan US. Soil Conservation. Pada

kemiringan lereng 0-8% ini memiliki nilai infiltrasi terbesar yaitu 1.208,474 (Sangat cepat)

dan nilai infiltrasi yang terkecil yaitu 94,431 (Agak cepat). Sedangkan pada kemiringan

lereng 8% -23% memiliki nilai infiltrasi terbesar yaitu 213,789 (Cepat) dan nilai infiltrasi

yang terkecil yaitu 53,839 (Sedang). Selanjutnya adalah hasil analisa yang kedua yaitu dari

ketentuan Dulbahri. Pada kemiringan lereng 0-8% memiliki tingkat infiltrasi yang tinggi,

sedangkan pada kemiringan lereng 8% -23% memiliki tingkat infiltrasi yang sedang.

Dilihat dari perbandingan kedua ketentuan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa

kemiringan lereng 0-8% sama-sama memiliki klasifikasi dan nilai infiltrasi yang besar

dibanding dengan klasifikasi dan nilai infiltrasi pada kemiringan lereng 8% - 23%. Hal ini

sama seperti yang dikatakan oleh Dulbahri yang menyatakan bahwa semakin rendah

kemiringan lereng maka akan semakin tinggi nilai infiltrasi yang di dapatkan. Maka dari

itu dapat disimpulkan bahwa, kemiringan lereng Di Sub DAS Lesti sangat berpengaruh

pada nilai laju infiltrasi yang di dapatkan.

4. Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah untuk menentukan nilai laju infiltrasi dapat

menggunakan model Horton. Hasil pengukuran nilai laju infiltrasi dengan metode horton

pada titik 39 di waktu uji jam 0,5 jam adalah 180,838 mm/jam dan mempunyai nilai laju

infiltrasi kumulatif sebesar 143,216 mm/jam. Masing-masing nilai laju infiltrasi kumulatif

dari 17 titik penelitian ini diproses pada ArcGIS untuk pembuatan peta persebaran laju

infiltrasi dengan ketentuan dari US. Soil Conservation. Dari peta tersebut didapat

klasifikasi laju infiltrasi yang kemudian dibandingkan dengan ketentuan Dulbahri.

Dari hasil perbandingan tersebut diketahui bahwa pada ketentuan US. Soil Conservation

di kemiringan 0-8% memiliki klasifikasi dan nilai infiltrasi yang lebih besar dibanding

dengan kemiringan 8% - 23%. Nilai tersebut yaitu 1.208,474 (Sangat cepat) > 213,789

(Cepat). Sama hal nya dari ketentuan Dulbahri, pada kemiringan lereng 0-8% memiliki

tingkat infiltrasi tinggi dibanding dengan kemiringan 8% - 23% yang memiliki tingkat

infiltrasi sedang. Hal ini sama seperti yang dikatakan oleh Dulbahri (1992) yang

menyatakan bahwa semakin rendah kemiringan lereng maka akan semakin tinggi nilai

infiltrasi yang di dapatkan. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa, kemiringan lereng Di

Sub DAS Lesti sangat berpengaruh pada nilai laju infiltrasi yang di dapatkan.

Ucapan Terima kasih

Terima kasih kepada Ibu Indah Kusuma Hidayati, ST., MT dan Ibu Lufi Suryaningtyas,

ST., MT selaku pemilik dan pembimbing lapangan serta penyediaan alat-alat yang

digunakan dalam penelitian. Terima kasih juga atas bimbingan, ilmu, ide dan pengarahan

terkait cara kerja alat-alat di lapangan serta selalu memberikan informasi data ketika terjadi

kendala di lapangan.

Page 13: Studi Pengaruh Kemiringan Lereng Terhadap Laju Infiltrasi

Qur’ani, N.P.G., et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 2 No. 1 (2022) p. 242-254

254

Daftar Pustaka

[1] P. M. C. Simbolon, “Peningkatan Laju Infiltrasi Dengan Menggunakan Teknologi

Rooter System Pada Lahan Rawan Banjir Di Daerah Kwala Bekala, Medan Johor,

Kota Medan,” 2019.

[2] S. Sarwanto, A. S. Karuniasa, M. Pambudi, and Moersidik, “Keterkaitan Perilaku

Masyarakat Dengan Penggunaan Lahan dan Erosivitas Limpasan Permukaan di Sub

DAS Lesti, Kab. Malang,” J. Penelit. Pengelolaan Drh. Aliran Sungai, vol. 4, no.

2, pp. 155–172, 2020.

[3] D. Harisuseno and E. N. Cahya, “Determination of soil infiltration rate equation

based on soil properties using multiple linear regression,” J. Water L. Dev., vol. 47,

no. 1, pp. 77–88, 2020.

[4] D. Harisuseno and M. Bisri, “Limpasan Permukaan Secara Keruangan (Spatial

Runoff),” Malang: UB Press, 2017.

[5] D. Harisuseno, M. Bisri, and A. Yudono, “Runoff Modelling for Simulating

Inundation in Urban Area as a Result of,” vol. 2, no. 1, pp. 22–27, 2012.

[6] D. N. Khaerudin, A. Suharyanto, D. Harisuseno, N. Env, and P. Tech, “Infiltration

Rate for Rainfall and Runoff Process with Bulk Density Soil and Slope Variation in

Laboratory Experiment Key Words :,” 2017.

[7] M. David, “Analisis Laju Infiltrasi Pada Tutupan Lahan Perkebunan Dan Hutan

Tanam Industri (HTI) Di Daerah Aliran Sungai Siak,” vol. 164, no. 7, pp. 96–99,

2007.

[8] D. Harisuseno, D. N. Khaeruddin, and R. Haribowo, “Time of concentration based

infiltration under different soil density , water content , and slope during a steady

rainfall,” 2019.

[9] A. Marchianti, E. Nurus Sakinah, and N. et al. Diniyah, “Digital Repository

Universitas Jember Digital Repository Universitas Jember,” 2017.

[10] J. Fisika, F. Matematika, D. Ilmu, P. Alam, and U. Udayana, Regresi linier

sederhana. 2016.

[11] S. D. Hawari, “Analisis Tingkat Laju Infiltrasi Pada Sub Daerah Aliran Sungai

(DAS) Kampar Outlet Rimbo Panjang,” vol. 7, pp. 1–9, 2020.