STUDI OPTIMASI DEASIN PEREKAHAN HIDRAULIK...
Transcript of STUDI OPTIMASI DEASIN PEREKAHAN HIDRAULIK...
STUDI OPTIMASI DEASIN PEREKAHAN HIDRAULIK PADA RESERVOIR
BATUAN PASIR DENGAN TENAGA DORONG AIR DARI BAWAH
TUGAS AKHIR
Oleh:
PRISILA ADISTY ALAMANDA
NIM : 12206023
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar
SARJANA TEKNIK
pada Program Studi Teknik Perminyakan
PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN
FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2010
STUDI OPTIMASI DESAIN PEREKAHAN HIDRAULIK PADA RESERVOIR
BATUAN PASIR DENGAN TENAGA DORONG AIR DARI BAWAH
Tugas Akhir
Oleh:
PRISILA ADISTY ALAMANDA
NIM 12206023
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar
SARJANA TEKNIK
pada Program Studi Teknik Perminyakan
Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan
Institut Teknologi Bandung
Disetujui oleh:
Dosen Pembimbing Tugas Akhir,
Dr. Ir. Taufan Marhaendrajana
NIP 132045673
Prisila Adisty Alamanda, 12206023, Sem II 2009/2010 1
STUDI OPTIMASI DESAIN PEREKAHAN HIDRAULIK PADA RESERVOIR BATUAN PASIR DENGAN
TENAGA DORONG AIR DARI BAWAH
Prisila Adisty Alamanda*
Dr.Ir.Taufan Marhaendrajana**
Sari
Banyak metode yang telah diterapkan untuk dapat memperoleh minyak dengan jumlah maksimal dari suatu resevoir,
salah satunya adalah perekahan buatan hidraulik. Tujuan dari perekahan buatan hidraulik adalah meningkatkan
produktivitas sumur atau formasi. Sebelum melakukan perekahan buatan hidraulik, ada beberapa parameter yang harus
didesain terlebih dahulu. Parameter yang harus diperhatikan dalam mendesain, yaitu arah rekahan, panjang rekahan,
lebar rekahan, tinggi rekahan, dan lainnya. Parameter – parameter teknis dalam desain perekahan buatan tersebut
bergantung pada properti reservoir. Misalnya, arah rekahan dari rekahan buatan tegak lurus dengan nilai stress terkecil
suatu reservoir, tinggi rekahan harus memperhatikan tinggi reservoir apakah dibatasi zona shale atau adanya zona air.
Reservoir yang ditinjau dalam studi ini adalah reservoir minyak dengan batuan pasir dengan gaya dorong air dari bagian
bawah reservoir. Studi ini kemudian dilakukan dengan menggunakan simulator unutk memodelkan reservoir. Model
reservoir tanpa rekahan buatan dijadikan kasus dasar sehingga dapat dibandingkan dengan model reservoir setelah ada
rekahan buatan.
Studi ini bertujuan untuk meninjau pengaruh dari zona air yang terdapat di bawah reservoir terhadap desain perekahan
buatan hidraulik. Nilai perbandingan indeks produktivitas dan jumlah produksi minyak kumulatif suatu kasus rekahan
dengan kasus dasar dianalisa sehingga dapat diketahui desain perekahan buatan yang paling baik diterapkan dari model
reservoir yang digunakan. Hasil akhir dari studi ini adalah suatu analisa hasil perekahan buatan hidraulik dengan desain
panjang dan tinggi rekahan yang bervariasi pada reservoir bertenaga dorong air dari bawah reservoir.
Kata kunci : perekahan buatan, reservoir bertenaga dorong air, desain perekahan, indeks produktivitas
Abstract
Many methods can be applied to obtain the maximum amount of oil from resevoir, one of which is hydraulic fracturing.
The purpose of hydraulic fracturing is to increase the productivity of the well / formation. Prior to hydraulic fracturing,
there are several parameters that must be designed first. Parameters to be considered in the design are the direction of
fracture, fracture length, fracture width, height of fracture, and others. Technical parameters in a hydraulic fracturing
design is dependent on reservoir properties. For example, the direction of fracture have to perpendicular to the least
principal stress of a reservoir, the fracture height must consider whether there is shale zone or the water zone.
Reservoirs are reviewed in this study is the oil reservoir with a sandstone with bottom water drive. Reservoir model
without fracture made the basic case that can be compared with the existing reservoir model after the hydraulic fracture.
This study was conducted using simulators to be able to model and know the results that will be analyzed further.
This study aimed to evaluate the influence of the water zone located beneath the reservoir of the hydraulic fracturing
design. Comparative value of productivity index and cumulative oil production with a base case of fracture cases
analyzed so that can know the hydraulic fracturing design best applied from a reservoir model is used. The final results
of this study is an analysis of hydraulic fracturing design is influenced by bottom water drive.
Keywords : hydraulic fracture, bottom water drive reservoir, fracture design, productivity index
* Mahasiwa Program Studi Teknik Perminyakan ITB
** Dosen Pembimbing Program Studi Teknik Perminyakan ITB
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan berjalannya waktu, permintaan akan
energi fosil, yaitu minyak dan gas, terus bertambah
karena perkembangan teknologi di dunia yang
memerlukan energi. Karena hal tersebut, metode –
metode yang digunakan untuk memperoleh minyak
dengan optimal terus berkembang, salah satunya adalah
perekahan buatan hidraulik yang dikenal dengan
sebutan hydraulic fracture. Hydraulic fracture bukan
suatu hal baru dalam dunia perminyakan. Operasi
hydraulic fracture pertama kali dilakukan pada tahun
1947 pada lapangan gas Hugoton di Kansas karena
Prisila Adisty Alamanda, 12206023, Sem II 2009/2010 2
reservoir tersebut memiliki kemampuan mengalirkan
fluida yang rendah.
Hydraulic fracture adalah suatu proses perekahan
batuan pada suatu lapisan formasi dengan cara
memompakan fluida perekah dengan tekanan tinggi
sehingga dapat merekahkan batuan formasi. Rekahan
yang terbentuk selanjutnya ditahan oleh propan agar
tidak menutup kembali. Rekahan yang dihasilkan dari
hydraulic fracture menambahkan jalur alir dari
reservoir menuju sumur atau biasa disebut menambah
jari – jari sumur efektif. Karena hal tersebut, hydraulic
fracture sering dilakukan pada reservoir dengan
permeabilitas yang tergolong rendah sampai menengah
( low – moderate permeability ).
Pemilihan kandidat reservoir untuk hydraulic fracture
harus diperhatikan karena akan mempengaruhi desain
rekahan. Seperti yang telah disebutkan, hydraulic
fracture biasa dilakukan pada reservoir dengan
permeabilitas rendah sampai menengah. Namun tidak
menutup kemungkinan hydraulic fracture dilakukan
pada reservoir dengan permeabilitas yang tinggi. Hal
ini telah cukup banyak dilakukan saat ini dan
menghasilkan hasil yang baik. Beberapa jenis reservoir
jarang dijadikan kandidat hydraulic fracture, salah
satunya adalah reservoir yang dibatasi oleh zona air1
karena menghindari adanya penembusan rekahan ke
dalam zona air sehingga meningkatkan produksi air
dibandingkan produksi minyak. Hal inilah yang
melatarbelakangi studi ini. Perlu dilakukan studi untuk
melihat apakah operasi hydraulic fracture pada
reservoir dengan dibatasi zona air dan bertenaga
dorong air tersebut selalu menambahkan produksi air
dibandingkan produksi minyak.
Metode perbandingan produktivitas sesudah dilakukan
hydraulic fracture dengan sebelum hydraulic fracture
atau disebut productivity index ratio banyak digunakan
untuk mengevaluasi hasil dari hydraulic fracture yang
telah dilakukan pada suatu reservoir. Jika nilai
perbandingannya 1, maka hydraulic fracture tidak
menghasilkan dampak yang baik pada produktivitas
formasi. Selain itu, metode perbandingan jumlah
produksi minyak kumulatif yang didapat juga dapat
dianalisa.
1.2 Tujuan
Tujuan studi ini adalah menganalisa hasil hydraulic
fracture pada reservoir bottom water drive dari variasi
nilai desain hydraulic fracture pada panjang dan tinggi
rekahan. Hasil studi ini adalah analisa productivity
index ratio dan perbandingan jumlah produksi minyak
kumulatif dari reservoir dengan hydraulic fracture
berbagai macam panjang dan tinggi rekahan dengan
reservoir tanpa hydraulic fracture dan analisa jumlah
produksi minyak kumulatif yang dihasilkan setelah
reservoir dilakukan hydraulic fracture. Hasil studi ini
kemudian dianalisa dan dipaparkan pada penulisan ini.
II. TEORI DASAR
Hydraulic fracture adalah salah satu teknik stimulasi
sumur yang bertujuan utama untuk meningkatkan jari –
jari sumur efektif dengan cara membuat rekahan pada
formasi dengan panjang tertentu dimana konduktivitas
nya lebih besar dibandingkan konduktivitas formasi2.
Rekahan pada batuan dibuat dengan cara memompakan
fluida perekah dengan tekanan tinggi melalui sumur
menuju formasi sehingga dapat merekahkan batuan
formasi. Rekahan yang terbentuk selanjutnya ditahan
oleh propan agar tidak menutup kembali. Arah rekahan
dari hydraulic fracture umumnya tegak lurus dengan
arah stress terkecil dari suatu formasi. Karena itu, arah
rekahan hydraulic fracture bergantung pada mekanika
batuan, kedalaman, dan tekanan overbuden formasi.
Rekahan vertikal akan terbentuk jika arah stress
terkecil horizontal. Model rekahan ini umum terjadi
karena stress pada arah vertikal pada suatu formasi
umumnya besar akibat overburden pressure3.
Sebaliknya, rekahan horizontal terbentuk jika stress
terkecil berarah vertikal. Biasanya rekahan horizontal
terjadi pada kedalaman dangkal, yaitu kurang dari 3000
ft3.
Sebelum melakukan hydraulic fracture, perlu
dilakukan desain terlebih dahulu. Beberapa hal yang
harus dilakukan adalah pemilihan fluida perekah,
propan, penentuan tekanan injeksi, penentuan model
rekahan, dan penentuan geometri rekahan. Setelah
seluruh parameter telah di disain, kemudian dilakukan
analisa peramalan produksi dan juga keekonomian.
Parameter – parameter disain yang disebutkan di atas
selain bergantung pada mekanika batuan, kedalaman,
dan tekanan overburden formasi, bergantung pula pada
ketebalan formasi, tekanan reservoir, properti reservoir,
dan properti fluida.
Terdapat dua tipe model 2 dimensi dari lebar rekahan
yang dihasilkan hydraulic fracture, yaitu PKN (
Perkins Kern Nordgren ) dan KGD ( Krhistianovic
Gerrtsma de Kerk ). Pada model PKN, lebar rekahan
dimodelkan berbentuk elips setinggi rekahan,
sedangkan pada model KGD, lebar rekahan
dimodelkan konstan sepanjang tinggi rekahan. Gambar
dari kedua model tersebut dicantumkan pada gambar 4
dan gambar 5. Banyak teori yang berkembang
mengenai pemilihan kedua model tersebut. Menurut
referensi2, solusi pada model PKN valid jika setengah
panjang rekahan tiga kali lebih besar dari tinggi
rekahan. Untuk model KGD, tinggi rekahan lebih baik
bernilai lebih dibandingkan dengan setengah panjang
rekahan.
Terdapat dua mekanisme yang terjadi pada rekahan
yang telah dihasilkan hydraulic fracture, yaitu
menerima fluida dari formasi dan mentransport fluida
tersebut ke lubang sumur. Efisiensi dari mekanisme
pertama bergantung pada panjang dan tinggi rekahan,
sedangkan mekanime kedua bergantung pada
permebilitas rekahan. Kedua efisiensi tersebut dapat
Prisila Adisty Alamanda, 12206023, Sem II 2009/2010 3
dianalisa dengan variabel yang dikenal dengan
konduksivitas rekahan tak berdimensi2 ( dimensionless
fracture conductivity, FCD ).
𝐹𝐶𝐷 =𝑘𝑓 .𝑤
𝑘 .𝑋𝑓..................................................................(1)
Nilai FCD ini dapat pula dianalisa untuk memperkirakan
geometri rekahan dan permeabilitas rekahan. Jika
permeabilitas reservoir besar, yang secara alami
mengarah pada konduktivitas rendah, nilai
permeabilitas rekahan dan lebar rekahan harus
diperhatikan agar menghasilkan FCD yang baik. Pada
reservoir dengan permeabilitas rendah, nilai yang harus
diperhatikan adalah panjang rekahan. Pada grafik yang
dihasilkan Cinco-Ley dan Samaniego2, pada gambar 6,
nilai FCD > 100 tidak menghasilkan perubahan yang
signifikan lagi pada nilai Sf+ln(Xf/rw) sehingga perlu
diketahui apakah desain telah menghasilkan nilai FCD
yang optimal.
Indeks produktivitas (PI) adalah suatu nilai yang
menunjukkan kemampuan reservoir mengalirkan fulida
ke lubang sumur untuk diproduksikan ke permukaan.
Nilai PI dilihat saat aliran telah mencapai periode
pseudo-steady state. Hal ini dikarenakan pada periode
ini, aliran fluida dalam reservoir sudah stabil dan dapat
menunjukkan kemampuan reservoir. Nilai PI akan
berubah jika pada suatu reservoir dilakukan hydraulic
fracture. Hal ini dikarenakan rekahan yang dihasilkan
hydraulic fracture membuat jalur alir baru pada
formasi untuk jalannya fluida menuju lubang sumur.
Untuk mengetahui efek hydraulic fracture terhadap
produksivitas suatu formasi, nilai PI setelah hydraulic
fracture dapat dibandingkan dengan PI sebelum
hydraulic fracture, dikenal dengan sebutan productivity
index ratio. Persamaan – persamaan untuk mengetahui
productivity index ratio telah dikemukakan oleh Cinco-
Ley4, Prats
4, dan juga Mcguire-Sikora
4 dengan
berbagai asumsi dan model aliran. Selain dengan
persamaan – persamaan tersebut, rasio indeks
produktivitas dapat dihasilkan dari cara yang lebih
sederhana yaitu dengan langsung membandingkan nilai
PI sesudah hydraulic fracture dengan sebelum
perekahan, dengan rumus PI di bawah ini.
𝑃𝐼 = 𝑞
𝑃𝑟−𝑃𝑤𝑓..............................................................(2)
𝑃𝐼 𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜 = 𝑃𝐼 𝑎𝑓𝑡𝑒𝑟
𝑃𝐼 𝑏𝑒𝑓𝑜𝑟𝑒 .............................(3)
Menurut teori, reservoir dengan tenaga dorong air
memiliki faktor perolehan minyak 20 – 35%. Jika air
masuk ke dalam reservoir, water influx, air akan
memberikan efek mempertahankan tekanan reservoir
dan akibatnya akan mempertahankan laju produksi.
Setelah lama reservoir tersebut diproduksi, air dapat
mencapai sumur dan mencapai lubang perforasi yang
disebut fenomena water coning. Dalam hal ini,
perbandingan air yang terproduksi dengan minyak
terproduksi akan meningkat. Keberadaan aquifer dapat
pada sekeliling reservoir ( edge water ) atau di bawah
reservoir ( bottom water ).
III. METODOLOGI
Tahapan pertama yang dilakukan dalam studi ini
adalah pembuatan model reservoir dengan
menggunakan simulator numerikal. Model reservoir
dalam studi ada dua, yaitu model reservoir tanpa ada
rekahan yang digunakan sebegai kasus dasar (base
case), dan model reservoir yang terdapat rekahan. Data
– data yang digunakan dalam pemodelan ini
merupakan data sintetik. Setelah bentuk dan data
reservoir dimasukkan ke dalam simulator, kemudian
model tersebut dijalankan selama waktu produksi
tertentu untuk melihat apakah terjadi eror atau tidak
selama selang waktu produksi tersebut. Jika tidak
terjadi eror, maka model tersebut dapat digunakan
lebih lanjut.
Setelah model reservoir terbentuk, tahapan selanjutnya
adalah mencari productivity index dari masing –
masing kasus. Kemudian productivity index dari kasus
reservoir yang direkahkan dengan berbagai macam
panjang dan tinggi dibandingkan dengan productivity
index kasus dasar. Selain productivty index, jumlah
kumulatif produksi minyak juga dicari. Keseluruhan
hasil perhitungan kemudian dianalisa.
3.1 Pemodelan Reservoir
Terdapat dua model reservoir dalam studi ini, yaitu
model reservoir tanpa rekahan yang dijadikan kasus
dasar (base case) dan model reservoir dengan rekahan
dengan berbgai macam panjang dan tinggi rekahan.
Pertama akan dibahas mengenai model reservoir kasus
dasar, kemudian model reservoir dengan rekahan.
Model reservoir kasus dasar yang digunakan dalam
studi ini menggunakan grid kartesian dengan arah
sumbu x dan y sebesar 1850 ft dan sumbu z sebesar
250 ft. Batas atas reservoir terdapat pada kedalaman
6000 ft dan terdapat batas minyak dan air (water oil
contact, WOC) pada kedalaman 6200 ft. Model
reservoir ini kemudian terbagi menjadi 37 blok dalam
arah x dengan ukuran masing – masing grid 50 ft, 39
blok dalam arah y dengan masing – masing grid
bernilai 47.4358 ft, serta 5 blok dalam arah z dengan
masing – masing grid bernilai 50 ft. Sumur pada model
reservoir kasus dasar ditempatkan di tengah reservoir,
yaitu pada koordinat (19,20) dalam arah x dan y.
Perforasi dilakukan pada keempat lapisan di atas
WOC. Hal ini dilakukan untuk melihat kondisi
terburuk air masuk ke dalam lubang sumur.
Pemodelan aquifer pada model reservoir kasus dasar
dilakukan dengan cara yang sangat sederhana. Lapisan
dibawah kontak minyak dan air diperbesar volumenya
seratus kali volume lapisan lainnya. Model zona air
Prisila Adisty Alamanda, 12206023, Sem II 2009/2010 4
dalam model reservoir ini terdapat di bawah reservoir
(bottom water).
Setelah membuat konstruksi model reservoir kasus
dasar, nilai – nilai properti reservoir dan fluida
dimasukkan ke dalam simulator. Properti batuan,
kecuali permeabilitas vertikal, dan properti fluida pada
model reservoir ini dianggap homogen. Nilai
permeabilitas vertikal yang dimasukkan ke dalam
simulator bernilai sepersepuluh dari nilai permebilitas
horizontal karena pada arah vertikal terdapat efek
tekanan overburden. Batuan pada model reservoir ini
merupakan batuan pasir dan bersifat water-wet. Fluida
yang terkandung dalam reservoir adalah minyak dan
air, tidak ada gas. Karakteristik reservoir serta
karakteristik fluida ditampilkan dalam tabel 1 dan tabel
2.
Model reservoir yang terdapat rekahan hampir
memiliki data yang sama dengan reservoir kasus dasar.
Pemodelan rekahan pada reservoir dibentuk secara
eksplisit dengan membuat grid kecil pada ordinat j.
Pembagian blok pada ordinat j tidak lagi bernilai sama
keseluruhannya. Pada j=19 dan j=21, ukuran grid
sebesar 25 ft. Sedangkan pada j=20, ukuran grid
sebesar 0.02ft. Grid kecil inilah yang memodelkan
lebar rekahan pada reservoir ini. Grid ini kemudian
dijadikan sektor yang berbeda dengan sektor reservoir
secara menyeluruh karena akan memiliki nilai
permeabilitas yang berbeda. Nilai permeabilitas
rekahan dalam ordinat horizontal sebesar 100 darcy,
sedangkan dalam ordinat vertikal sebesar 10 darcy.
Nilai ini diambil dari nilai tengah permeabilitas propan
yang berkisar 10 – 1000 darcy1.
Geometri dari rekahan yang dimodelkan memiliki nilai
panjang dan tinggi rekahan yang berbeda – beda,
namun lebar rekahan dibuat tetap, yaitu 0.02 ft.
Panjang rekahan yang dibuat pada model ini antara 150
– 1850 ft dengan selang 100 ft. Sedangkan tinggi
rekahan yang dibuat pada model ini sebesar 50 – 200 ft
dengan selang 50 ft. Berbagai nilai panjang dan tinggi
rekahan tersebut bertujuan untuk mengetahui desain
yang optimal untuk model reservoir ini.
3.2 Analisa Productivity index ratio dan Produksi
Kumulatif Minyak
Setelah seluruh model reservoir dijalankan dalam
selang waktu produksi 12 tahun, kemudian ditentukan
nilai productivity index masing – masing model. Nilai
PI diambil pada saat kondisi aliran telah mencapai
pseudo-steady state. Kondisi pseudo-steady state dapat
dilihat dari grafik dPwf/dT yang konstan terhadap
waktu. PI dipilih pada kondisi awal grafik dPwf/dT
mulai stabil. PI yang telah didapat kemudian
dibandingkan dengan PI kasus dasar yang
menghasilkan productivity index ratio.
Selain productivity index ratio, jumlah produksi
kumulatif minyak dianalisa pula dari berbagai macam
kasus. Analisa ini dilakukan dengan melihat jumlah
produksi kumulatif minyak terhadap waktu. Metode ini
merupakan cara untuk melihat kenaikan produksi dari
berbagai desain rekahan yang diterapkan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Nilai perbandingan indeks produktivitas dalam studi ini
menghasilkan nilai yang lebih dari satu. Artinya,
adanya rekahan, yang merepresentasikan hydraulic
fracture dalam reservoir tersebut membahkan indeks
produksitvitas reservoir. Jika melihat grafik PI rasio
pada gambar, nilai PI rasio tidak selalu naik seiring
dengan bertambahnya besar geometri rekahan, yaitu
pada panjang dan tinggi rekahan. Terdapat desain
rekahan yang menghasilkan PI optimal dari
keseluruhan desain yang diterapkan. Nilai PI rasio
yang terbesar adalah 1.842118, yaitu pada panjang
rekahan 450 ft dan tinggi rekahan 150 ft.
Serupa dengan analisa PI rasio, jumlah produksi
kumulatif yang dihasilkan dari variasi pertambahan
nilai tinggi tidak naik terus. Pada suatu saat, jumlah
produksi minyak kumulatif akan turun bahkan lebih
kecil dibandingkan kasus dasar. Untuk pertambahan
panjang, jumlah produksi minyak kumulatif terus
bertambah, namun pertambahannya tidak signifikan
lagi setelah panjang 750 ft. Jumlah produksi minyak
kumulatif terbesar pada akhir periode produksi senilai
3.51 x 106 bbl pada desain rekahan dengan panjang
1850 ft dengan tinggi 100 ft. Kenaikan ini sekitar 3 x
105 bbl dari kasus dasar.
4.1 Perbandingan Productivty Index Ratio
Dilihat dari hasil grafik, seiring dengan bertambahnya
panjang rekahan, yaitu dari 150 ft – 1850 ft, nilai PI
rasio akan naik sampai pada panjang rekahan 450 ft
kemudian turun cukup drastis pada penambahan
panjang menjadi 550 ft. Setelah turun, nilai PI rasio
akan mendekati tetap perubahannya dengan
bertambahnya panjang rekahan. Hasil ini ditunjukkan
untuk setiap pertambahan panjang pada setiap tinggi
rekahan. Untuk lebih jelasnya dapat melihat pada
gambar 8.
Pada variasi ketinggian rekahan, yaitu dari 50 ft – 200
ft, nilai PI rasio naik terus sampai pada ketinggian 150
ft. Setelah itu, nilai PI rasio akan turun jika dilakukan
perekahan dengan ketinggian rekahan 200 ft.
Jika dilihat dari rumus PI, parameter yang
mempengaruhi nilai PI pada persamaan (2) adalah laju
dan tekanan alir lubang sumur (bottom hole pressure,
Pwf), karena pada Pr digunakan nilai tekanan
reservoir awal dan tetep. Setelah dianalisa, laju minyak
dari variasi panjang rekahan naik namun tidak terlalu
besar. Selain itu, nilai Pwf juga naik lalu turun pada
rekahan yang lebih panjang dari 450 ft. Untuk lebih
Prisila Adisty Alamanda, 12206023, Sem II 2009/2010 5
mudahnya, dapat ditinjau pada variasi panjang dengan
ketinggian tetap yaitu pada tinggi 50 ft. Pada kasus ini,
nilai PI rasio naik sampai pada puncak untuk panjang
rekahan 450 ft. Setelah itu, nilai PI rasio akan turun
dan tetap. Hal ini serupa dengan kenaikan nilai pada
Pwf nya. Nilai Pwf akan naik sampai pada ketinggian
rekah 450 ft, lalu turun panjang 550 ft dan tetap samapi
panjang rekahan 1850 ft. Karena Pwf berkelakuan
seperti itu maka nilai PI rasio akan turun untuk rekahan
lebih panjang dari 450 ft karena menghasilkan delta P
yang lebih besar.
4.2 Jumlah Produksi Minyak Kumulatif
Jumlah produksi minyak kumulatif yang dihasilkan
pada model reservoir tanpa rekahan adalah 3.21 x 106
bbl. Nilai ini bertambah pada model reservoir yang
dibuatkan rekahan, namun ada suatu kondisi yang
menyebabkan nilai ini turun. Dari variasi ketinggian
rekahan, jumlah produksi minyak kumulatif yang lebih
kecil dibandingkan dengan kasus dasarnya terjadi pada
rekahan yang didisain dengan ketinggian 200 ft. Hal ini
dapat dilihat dari gambar 11 sampai 13 yang
merupakan contoh dari beberapa panjang. Penulis
mengambil hanya beberapa contoh saja karena semua
grafik memiliki tren yang sama. Kuat alasan penyebab
hal ini terjadi adalah ketinggian rekahan mencapai
kontak air dan minyak sehingga batas atas zona air
terkena rekahan yang menyebabkan air banyak
terproduksi. Pada disain tinggi rekahan 50 – 100 ft,
jumlah produksi minyak kumulatif terus bertambah.
Pada tinggi rekahan 150 ft, jumlah ini berkurang
namun tidak lebih kecil dari kasus dasar. Pertambahan
jumlah produksi minyak kumulatif pada variasi
ketinggian dapat dilihat pada tabel. Hasil ini
menunjukkan bahwa disain tinggi rekahan
mempengaruhi jumlah minyak yang dapat diperoleh.
Dari variasi panjang rekahan, jumlah produksi minyak
kumulatif bertambah ±10000 – 20000 bbl pada variasi
panjang rekahan 150 – 750 ft. Pertambahan ini bukan
merupakan pertambahan dari kasus dasar, namun
pertambahan pada variasi panjang rekahan. Setelah
panjang rekahan melebihi 750 ft, pertambahan panjang
rekahan tidak menambahkan jumlah produksi minyak
secara signifikan. Hasil jumlah produksi minyak
kumulatif dengan variasi panjang rekahan tidak
menaikkan jumlah produksi sebesar jumlah produksi
yang dihasilkan pada disain dengan variasi tinggi
rekahan. Namun panjang rekahan tetap berpengaruh
pada jumlah produksi minyak yang diperoleh.
Perbandingan jumlah produksi minyak kumulatif yang
diperoleh dari hasil adanya rekahan dapat dilihat pula
dari nilai rasio Np, yaitu perbandingan jumlah produksi
minyak kumulatif setelah rekahan dengan sebelum
rekahan. Rasio Np akan naik dengan pertambahan
panjang namun tidak signifikan. Untuk hasil variasi
nilai ketinggian, perbedaan nilai rasio Np dapat terlihat
sangat signifikan. Rasio Np tertinggi didapat pada
ketinggian rekahan 100 ft. Hasil analisa ini dapat lebih
mudah dilihat dengan memperhatikan gambar 10.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1.Hydraulic fracture dapat meningkatkan productivity
index dan jumlah produksi minyak kumulatif dari
suatu reservoir yang bertenaga dorong air dari bwah
dengan syarat harus memperhatikan desain rekahan,
seperti panjang dan tinggi rekahan.
2.Tinggi rekahan dalam disain hydraulic fracture pada
reservoir bottom water drive merupakan paramter
yang sangat menentukan keberhasilan hydraulic
fracture.
5.2 Saran
1.Perlu dilakukan studi yang lebih mendalam dalam
optimasi desain hydraulic fracture dengan
mempertimbangkan parameter desain hydraulic
fracture lainnya dan properti reservoir.
V. Daftar Simbol
PI = proctivity index
Q = laju alir minyak, STB
Pr = tekanan reservoir, psi
Pwf = tekanan alir dasar sumur, psi
PIafter = productivity index setelah perekahan
PIbefore = productivity index sebelum perekahan
FCD = dimensionless fracture conductivity
k = permeabilitas reservoir, mD
kf = permeabilitas rekahan, mD
w = lebar rekahan, ft
Xf = setengah panjang rekahan, ft
VI. DAFTAR PUSTAKA
1.Salem, Adel : Course Material Petroleum Production
Engineering 2, Suez Canal University, 2009/2010.
Prisila Adisty Alamanda, 12206023, Sem II 2009/2010 6
2.Guo, Boyun., Lyons, William C. dan Ghalambor, Ali
: Petroleum Production Engineering – A Computer
Assisted Approach, Elsevier Science & Technology
Books, 2007.
3.Schlumberger : Introduction to Stimulation, Kellyvile
Training Centre.
4.Valko,P.P : Short Course Hydraulic Fracturing,
Texas A&M University, 2005.
Prisila Adisty Alamanda, 12206023, Sem II 2009/2010 7
Tabel 1. Properti Reservoir
Parameter Nilai
Porositas, % 25
Permeabilitas, mD 50
Permeabilitas vertikal, mD 5
Tekanan Awal, psi 4000
Temperatur, °F 220
Tekanan gelembung, psi 1000
Tabel 2. Properti Fluida
Tabel 3. Hasil Perhitungan Simulasi Model
Parameter Nilai
Jumlah minyak awal, MMSTB 23.97
Jumlah air awal, MMSTB 7431.7
Jumlah gas awal, BSCF 3.2557
Volume pori berisi hidrokarbon, M RBBL 24674
Tabel 4. Hasil Perhitungan PI Rasio
Parameter Nilai
°API 50
SG Gas 0.65
Kompresibilitas air, psi-1
3.5E-06
Prisila Adisty Alamanda, 12206023, Sem II 2009/2010 8
Tabel 5. Hasil Jumlah Produksi Minyak Kumulatif Akhir Produksi dan Rasio
Prisila Adisty Alamanda, 12206023, Sem II 2009/2010 9
Gambar 1. Model Reservoir Kasus Dasar
Gambar 2. Contoh Model Reservoir dengan Rekahan Penampang Samping
Gambar 3. Contoh Model Reservoir dengan Rekahan Penampang Atas
Prisila Adisty Alamanda, 12206023, Sem II 2009/2010 10
Gambar 4. Model dua dimensi PKN
Gambar 5. Model dua dimensi KGD
Prisila Adisty Alamanda, 12206023, Sem II 2009/2010 11
Gambar 6. Grafik dimensionless fracture conductivity Cinco-Ley
Gambar 7. Optimasi Desain Perekahan Hidraulik
Prisila Adisty Alamanda, 12206023, Sem II 2009/2010 12
Gambar 8. PI Rasio versus Fracture Length
Gambar 9. PI Rasio versus Fracture Height
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
1.8
2
0 500 1000 1500 2000
PI R
atio
Length ( ft )
PI Ratio vs Length
H = 50
H = 100
H = 150
H = 200
1
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
1.7
1.8
1.9
2
0 50 100 150 200 250
PI R
atio
heiight (ft))
PI Ratio vs Height
L = 150 ft
L = 250 ft
L = 350 ft
L = 450 ft
L = 550 ft
L = 650 ft
L = 750 ft
L = 850 ft
L = 950 ft
L = 1050 ft
L = 1150 ft
L = 1250 ft
L = 1350 ft
Prisila Adisty Alamanda, 12206023, Sem II 2009/2010 13
Gambar 10. Np Rasio versus Length
Gambar 11. Jumlah Produksi Minyak Kumulatif pada Panjang Rekahan 150 ft
0.96
0.98
1
1.02
1.04
1.06
1.08
1.1
1.12
0 500 1000 1500 2000
Np
aft
er /
Np
bef
ore
Length ( ft )
Np Ratio vs Length
H = 50 ft
H = 100 ft
H = 150 ft
H = 200 ft
Prisila Adisty Alamanda, 12206023, Sem II 2009/2010 14
Gambar 12. Jumlah Produksi Minyak Kumulatif pada Panjang Rekahan 250 ft
Gambar 13. Jumlah Produksi Minyak Kumulatif pada Panjang Rekahan 450 ft