Studi Model Fisik Kolam Pengendap Sedimen Dan Peredam Gelombang Bentuk Lingkaran Di Pltgu Cilegon
-
Upload
tania-edna-bhakty-soetjipto -
Category
Documents
-
view
199 -
download
1
Transcript of Studi Model Fisik Kolam Pengendap Sedimen Dan Peredam Gelombang Bentuk Lingkaran Di Pltgu Cilegon
PIT HATHI XXVI, Banjarmasin, 23-25 Oktober 2009
1
STUDI MODEL FISIK KOLAM PENGENDAP SEDIMEN DAN PEREDAM GELOMBANG BENTUK LINGKARAN
DI PLTGU CILEGON Tania Edna Bhakty, Chairul Paotonan, Nur Yuwono, Aria Imam Ambara,
Edgaloyn, Sajiharjo, Bambang Susmono [email protected], [email protected], [email protected], [email protected],
1. Intisari PLTGU Cilegon 700 MW merupakan PTL yang vital untuk kawasan
industri Cilegon dan interkoneksi Jawa-Madura. Sistem pendingin pada PLTGU Cilegon menggunakan air laut dari Laut Jawa melalui open channel cooling water intake. Saat terjadi gelombang besar di Laut Jawa, gelombang masuk melalui intake, sampah dan sedimen tersedot masuk sampai ke pangkal intake, sehingga dapat mengganggu kinerja sistem pendingin. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan membuat Kolam Pengendap dan Peredam Gelombang. Untuk mendapatkan model kolam yang optimal, maka perlu dilakukan pengujian model fisik 3 dimensi.
Skala model pengujian kolam adalah 1:25. Pengujian dilakukan pada kondisi HWL dan LWL dengan variasi periode gelombang 1,2-1,8 detik. Dinding sisi dalam Kolam Pengendap dan Peredam Gelombang dibuat dalam 3 variasi, yaitu batu pecah, beton tegak dan beton step.
Hasil pengujian model fisik Kolam Pengendap dan Peredam Gelombang menunjukkan bahwa pada semua model dinding sisi dalam kolam, sampah dan sedimen belum bisa terkumpul pada suatu wilayah tertentu. Aliran dalam kolam lebih lambat, tetapi terdapat kecepatan aliran yang dominan pada bagian kolam yang searah dengan aliran yang keluar dari saluran hulu. Peredaman gelombang dalam cukup efektif, terutama pada perlakuan aliran dan gelombang.
2. Latar Belakang Masalah
PLTGU Cilegon 700 MW merupakan PTL yang vital untuk kawasan
industri Cilegon dan interkoneksi Jawa-Madura. Sistem pendingin pada
PLTGU Cilegon menggunakan air laut dari Laut Jawa melalui open
channel cooling water intake dengan panjang 525m dan lebar 7m yang
melewatkan debit sebesar 30,5 m3/detik. Mulut intake berupa pengantar
yang berbentuk corong dengan lebar bagian depan 16 m berada pada
kedalaman -2.5m MSL langsung menghadap ke perairan Laut Jawa (teluk
PIT HATHI XXVI, Banjarmasin, 23-25 Oktober 2009
2
Banten). Saat gelombang besar intake tersebut menghantarkan
gelombang laut masuk ke pintu pengambilan di pangkal intake.
Permasalahan lain adalah masalah sampah dan sedimen yang tersedot
masuk sampai ke pangkal intake, sehingga dapat mengganggu kinerja
sistem pendingin.
Saluran hulu
Saluran hilir
Area yang dimodelkan
KOLAM
Gambar 1. Area Intake Saluran PLTGU Cilegon yang dimodelkan
Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah
dengan pembuatan Kolam Pengendap dan Peredam Gelombang di
bagian tengah saluran intake (Gambar 1). Kolam tersebut diharapkan
mampu meredam gelombang, menahan sampah dan material sedimen
mengingat lokasi intake berdekatan dengan muara saluran drainase kota.
Perancangan dan penempatan Kolam secara optimal, akan dapat
mengatasi permasalahan gelombang, sampah dan sediemen dengan
baik.
3. Kajian Pustaka
Pada tahun 2008 telah dilakukan kajian melalui model hidraulik 2
dimensi dan telah ditemukan metode untuk mengatasi permasalahan
masuknya ombak ke dalam saluran dengan menggunakan peredam
berupa rangkaian pipa. Peredaman dengan rangkaian pipa tersebut cukup
PIT HATHI XXVI, Banjarmasin, 23-25 Oktober 2009
3
efektif mengurangi energi ombak yang masuk tetapi belum sepenuhnya
mengatasi masalah sampah. Pemasangan trash rack di depan peredam
gelombang mampu menahan sampah, tetapi menyebabkan terjadinya
kehilangan energi yang cukup besar pada aliran, sehingga apabila tidak
dipelihara secara rutin dapat mengganggu kontinuitas ketersediaan debit
air pendingin. Pemeliharaan rutin dengan alat mekanik/elektrik terkendala
ketersediaan ruang bebas di kiri-kanan saluran intake.
Meskipun terdapat solusi sementara untuk mengatasi permasalahan
peredaman gelombang dan penahan sampah di hulu saluran intake, tetapi
mengingat perkembangan kota Cilegon dan sekitarnya yang sangat pesat,
maka perlu dipikirkan selain penanganan sampah dan gangguan
gelombang yang lebih komprehensif juga permasalahan material sedimen
yang masuk ke dalam intake. Salah satu alternatif adalah dengan
pembuatan kolam pengendap sedimen dan peredam gelombang.
Penelitian yang dilakukan di laboratorium hidraulik dilakukan dengan
model 3-D, sehingga pengetahuan tentang cara perencanaan model
hidraulik sangat diperlukan dalam rangka pelaksanaan penelitian tersebut.
Berbagai permasalahan yang fenomenanya belum dapat diformulasikan
dapat dipecahkan lewat penelitian laboratorium. Penelitian-penelitian
dasar yang dilakukan di laboratorium, hasilnya (biasanya berupa formula
atau grafik) dapat dimanfaatkan untuk pemecahan masalah atau
dipergunakan untuk membantu model matematik (PLN, 2008)
4. Landasan Teori Model fisik harus dibuat berdasarkan kondisi lapangan. Model yang
digunakan harus memenuhi beberapa kriteria kesebangunan yaitu,
sebangun geometrik, sebangun kinematik, dan sebangun dinamik.
4.1. Sebangun Geometrik
Sebangun geometrik dipenuhi apabila model dan prototip mempunyai
bentuk sama tetapi berbeda ukuran, yang berarti bahwa perbandingan
PIT HATHI XXVI, Banjarmasin, 23-25 Oktober 2009
4
antara semua ukuran panjang di model dan prototip adalah sama.
Perbandingan ini disebut dengan skala geometrik model nL. Skala
geometrik model ini dapat ditulis secara matematis sebagai berikut:
nL = M
P
LL
dengan: LP = panjang (jarak) di prototip
LM = panjang (jarak) di model
Berdasarkan persamaan tersebut, skala yang lain dapat ditentukan
sebagai berikut:
Skala luas (nL2) = 2
2
)()(
M
P
LL =
m
p
AA
Skala volume (nL3) = 3
3
)()(
m
P
LL =
m
p
VV
4.2. Sebangun Kinematik
Sebangun kinematik dipenuhi apabila antara model dan prototip terjadi
kesebangunan geometrik dan perbandingan antara kecepatan dan
percepatan di dua titik yang bersesuaian pada model dan prototip untuk
bidang pengaliran adalah sama. Secara matematis ditulis sebagai berikut:
m
p
UU
)()(
1
1 = m
p
UU
)()(
2
2 m
p
aa
)()(
1
1 = m
p
aa
)()(
2
2
dengan : U = kecepatan
a = percepatan
Besaran kinematik seperti kecepatan, percepatan dan debit
dinyatakan dalam bentuk skala panjang dan waktu.
Skala kecepatan : m
p
uu
= mm
pp
TLTL
//
= T
L
nn = nu
Skala percepatan : m
p
aa
= 2
2
//
mm
pp
TLTL
= 2T
L
nn = na
Untuk skala debit : m
p
= TLTL
m
p
//
3
3
= T
L
nn 3
= nQ
PIT HATHI XXVI, Banjarmasin, 23-25 Oktober 2009
5
4.3. Sebangun Dinamik
Sebangun dinamik ini dicapai jika antara model dan prototip terjadi
kesebangunan kinematik sehingga gaya-gaya yang bekerja pada model
sebanding dan arahnya sama untuk seluruh bidang pengaliran. Yang
dimaksud dengan gaya-gaya tersebut diantaranya adalah:
Gaya inersia : Fi = m.a = ρL3(L/T2)=ρu2L2
Gaya tekanan : Fp = p.A=p.L2
Gaya berat : Fw = m.g = ρL3g
Gaya gesek : Fv = µ (U/L).L
Gaya kenyal : Fe = E.A = E.L2
Gaya tegangan muka : Fs = σ L
Apabila di prototip yang berperan adalah gaya inersia dan gaya berat
maka kesebangunan dinamik dapat ditentukan berdasarkan kriteria
kesebangunan Froude:
Fr2 = g
L
FF =
gLLu.3
22
..ρρ =
Lgu.
2
gLuFr =
Dengan demikian apabila dalam kegiatan modelisasi tersebut gaya
gravitasi dan gaya inersia sama sama memegang peranan penting dalam
permasalahan, maka rasio kedua gaya tersebut pada model dan prototip
harus sama. Kriteria ini disebut kriteria kesebangunan menurut kondisi
bilangan Froude (Kriteria sebangun Froude).
1)( 5,0 ==
L
UFr n
nn
Untuk mendapatkan kesebangunan dinamik tidak perlu semua gaya
yang ada mempunyai perbandingan yang sama, hanya dipilih gaya-gaya
yang penting dalam permasalahan saja yang diperhitungkan. Apabila
terlalu banyak gaya yang diperhatikan maka besar model harus sama
dengan prototip. Untuk menentukan skala model dalam hubungannya
PIT HATHI XXVI, Banjarmasin, 23-25 Oktober 2009
6
dengan kesebangunan dinamik, maka dipilih gaya-gaya yang penting
saja, sedangkan gaya yang tidak penting dapat diabaikan.
4.4. Kondisi Batas
Dalam pembuatan model hidraulik, suatu hal yang harus mendapat
perhatian pertama adalah penetapan kondisi batas. Kondisi batas yang
baik akan memberikan pola aliran yang mirip dengan situasi yang
sebenarnya. Kondisi batas adalah suatu kondisi atau situasi yang secara
fisik merupakan pembatas daerah yang akan dimodelkan dan membatasi
besaran masukan. Dalam hal ini, kondisi batas yang membatasi daerah
yang dimodelkan dapat disebut sebagai batas hulu (lokasi aliran yang
masuk ke model) dan kondisi batas hilir (lokasi aliran yang meninggalkan
model). Kondisi aliran, baik yang keluar maupun masuk model harus
memenuhi kriteria tertentu sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan.
Untuk kondisi batas hulu dan hilir harus memenuhi beberapa
persyaratan berikut :
a. relatif jauh dari bangunan yang akan dimodelkan agar hasil atau
keluaran tidak banyak dipengaruhi kesalahan di kondisi batas hulu,
b. kondisi batas hulu berupa laut yang mempunyai kedalaman
tertentu, gelombang rencana dan debit yang diambil (diperlukan)
untuk pendingin pembangkit listrik,
c. kondisi batas hilir menyesuaikan elevasi muka air dengan yang
terjadi di lapangan.
5. Hasil Penelitian dan Pembahasan
5.1. Dimensi Pokok Prototipe yang dimodelkan
Skala model penelitian ini disusun berdasarkan Model tak terdistorsi
dan Kesebangunan Froude. Mengingat keterbatasan ruang, wave
generator dan pompa, maka ditetapkan skala nL = 25. Adapun skala yang
lain dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Dimensi Pokok Prototipe yang dimodelkan
PIT HATHI XXVI, Banjarmasin, 23-25 Oktober 2009
7
No Besaran Skala Prototip Model 1 Lebar mulut intake/pengarah 1:25 1600 cm 64 cm 2 Lebar saluran intake 1:25 700 cm 28 cm 3 Tinggi intake 1:25 575 cm 23 cm 4 Panjang seluruh intake 1:25 52500 cm 2100 cm 5 Panjang intake yang dimodelkan 1:25 22000 cm 880 cm 6 Kedalaman aliran (HWL) 1:25 314 cm 12.56 cm 7 Kedalaman aliran (LWL) 1:25 186 cm 7.44 cm 8 Debit intake 1:3.125 30.5 m3/s 9.75 l/s 9 Kecepatan aliran (HWL) 1:5 1,38 m/s 0.28 m/s 10 Kecepatan aliran (LWL) 1:5 2.34 m/s 0.47 m/s 11 Tinggi gelombang (HWL) 1:25 2 m 8 cm. 12 Periode gelombang 1:5 6-8 s 1,2-1,6 s 13 Panjang gelombang 1:25 99.84 m 3.99 m. 14 Kolam peredam gelombang 1:25 40 x 40 m 1.6 x 1.6 m
5.2. Metode Pengujian Model
Pengukuran tinggi muka air dilakukan dengan cara membaca mistar
yang dipasang dititik-titik tertentu di saluran, sedangkan pengujian pola
aliran dilakukan dengan menggunakan tracer. Kecepatan aliran diukur
dengan pelampung, kamera dan curent meter. Tinggi gelombang diukur
dengan wave probe yang dihubungkan langsung ke komputer, sehingga
hasil pengukuran dapat langsung dibaca dari layar monitor. Titik-titik
pengukuran tinggi gelombang ditunjukkan oleh Gambar 4.
Gambar 2. Zona Pengukuran Tinggi Gelombang
5.3. Kalibrasi Model
Sebelum melakukan pengujian model, baik model eksisting maupun
model Kolam, terlebih dahulu dilakukan kalibrasi model, yaitu kalibrasi
debit, kalibrasi periode gelombang dan kalibrasi tinggi gelombang.
Zona A
Zona B
Zona C Zona E
PIT HATHI XXVI, Banjarmasin, 23-25 Oktober 2009
8
5.4. Model Eksisting
a. Elevasi Muka Air dan Kecepatan Aliran
Untuk mendapatkan gambaran tentang kinerja model pada prototipe
(kondisi eksisting), maka dilakukan pengujian aliran, gelombang serta
kombinasi aliran dan gelombang. Pengujian model dilakukan pada kondisi
HWL dan LWL dengan periode gelombang 1,2-1,8s.
Hasil pengujian pada Gambar 5 menunjukkan bahwa model saluran
eksisting secara umum menirukan kondisi prototipe. Pada kondisi HWL,
terjadi penurunan elevasi muka air di hulu yang disebabkan oleh pintu
yang diatur pada kondisi bukaan pintu sebesar LWL.
Saat muka air pada kondisi HWL dan bukaan pintu sebesar LWL,
saluran masih mampu mengalirkan debit sebesar 9,75 l/s. Jika bukaan
pintu diturunkan lagi dan berada pada posisi dibawah LWL, maka saluran
tidak mampu melewatkan debit kebutuhan.
a) Elevasi Muka Air (m)
b) Kecepatan Aliran (m/s)
Gambar 3. Saluran Eksisting
Untuk pengujian selanjutnya pada model kolam, tinggi bukaan pintu
terendah yang digunakan adalah pada posisi LWL.
b. Hasil Pengujian Gelombang
Hasil pengujian gelombang pada kondisi dengan aliran dan tanpa
aliran disajikan pada Gambar 6. Nilai rerata koefisien transmisi pada
Gambar 6 saat kondisi HWL dan LWL masing-masing adalah 0.76 dan
0.66, yang menunjukkan bahwa saluran eksisting belum mampu meredam
gelombang.
PIT HATHI XXVI, Banjarmasin, 23-25 Oktober 2009
9
Gambar 4. Peredaman Gelombang Saluran Eksisting
5.5. Perancangan simulasi model Kolam Pengendap dan Peredam Gelombang
Tampang melintang model Kolam Pengendap dan Peredam
Gelombang yang diuji disajikan pada Gambar 7. Pengujian yang
dilakukan pada model kolam adalah pengujian aliran, sampah dan
sedimen, pengujian gelombang dengan aliran dan pengujian gelombang
tanpa aliran. Pengujian model dilakukan pada kondisi HWL dan LWL
dengan periode gelombang 1,2-1,8s.
Bentuk awal Kolam Pengendap dan Peredam Gelombang adalah
seperti yang disajikan oleh foto pada Gambar 7(a),(b) dan dinamakan
sebagai Model M0. Bentuk yang demikian itu bertujuan agar aliran dalam
kolam bias berputar, sehingga sampah bisa berkumpul di tengah kolam.
Hasil pengamatan pada model menunjukkan bahwa aliran tidak berputar
dalam kolam, melainkan menyusur pada salah satu dinding kolam dan
langsung menuju saluran hilir. Bentuk dinding menonjol dan tajam di mulut
saluran hilir menyebabkan terjadinya kehilangan tenaga yang cukup
besar/vortex. Untuk menghilangkan vortex tersebut, maka bentuk mulut
saluran hilir dimodifikasi, dengan menambahkan divider. Modifikasi bentuk
dengan penambahan divider juga dilakukan pada bagian hilir saluran hulu
PIT HATHI XXVI, Banjarmasin, 23-25 Oktober 2009
10
(mulut kolam) dengan tujuan agar kecepatan aliran di dalam kolam dapat
menyebar di seluruh permukaan kolam Gambar 7(c). Model ini dinamakan
Model M1.
a) Batu Pecah
b) Beton Tegak
c) Beton Step
Gambar 5. Tampang Lintang Kolam Pengendap dan Peredam Gelombang
5.6. Hasil Pengujian Model Kolam
Pengujian pada model M0 dilakukan pada 3 macam dinding kolam.
Perbandingan kinerja model M0 ditunjukkan oleh Tabel 2.
Tabel 2. Perbandingan Kinerja Model M0
Model Parameter Pembanding
Aliran Sampah Sedimen Gelombang
M0A
a. Aliran di dalam kolam lebih lambat tetapi tidak menyebar di seluruh permukaan kolam. Aliran menyusur di salah satu dinding kolam.
b. Terjadi vortex di mulut saluran hilir c. Pada kondisi HWL profil aliran di hilir
Sampah belum bisa terkumpul di tengah kolam dan tetap
Sedimen tertahan di dalam kolam. Kajian pergerakan sedimen diamati
Peredaman gelombang paling efektif, terutama pada perlakuan aliran dan gelombang. Permasalahannya adalah dari sudut estetika kurang baik, karena sampah
Modifikasi mulut kolam
Bentuk tajam di mulut saluran hilir
PIT HATHI XXVI, Banjarmasin, 23-25 Oktober 2009
11
Model Parameter Pembanding
Aliran Sampah Sedimen Gelombang saluran masih menirukan fenomena di prototipe
d. Pada kondisi LWL, terjadi penurunan elevasi muka air yang besar di saluran hilir
mengikuti pola pergerakan aliran
melalui pendekatan kecepatan aliran di dalam kolam.
akan tersangkut dan masuk ke sela-sela batu
M0B
a. Kondisi aliran secara umum sama dengan model M0A
b. Elevasi muka air di dalam saluran lebih rendah dibandingkan elevasi muka air pada model M0A
Kondisi pergerakan sampah sama dengan Model M0A
Kondisi pergerakan sedimen sama dengan Model M0A
Peredaman gelombang kurang efektif dibandingkan dengan model M0A.
M0C
a. Kondisi aliran secara umum sama dengan model M0A
b. Elevasi muka air di dalam saluran lebih tinggi dibanding model M0B tetapi lebih rendah dari model M0A
Kondisi pergerakan sampah sama dengan Model M0A
Kondisi pergerakan sedimen sama dengan Model M0A
Peredaman gelombang lebih efektif dibanding model M0B, namun kurang efektif jika dibandingkan dengan model M0A. Dari sudut pandang estetika model ini cukup bagus.
Berdasarkan informasi pada Tabel 2, maka pengujian selanjutnya
pada model M1 adalah pengujian dengan menggunakan dinding beton
step.
a. Elevasi Muka Air Model M0 Step b. Elevasi Muka Air Model M1 Step
c. Kecepatan Aliran Model M0 Step d. Elevasi Muka Air Model M1 Step
Gambar 6. Profil Muka Air dan Kecepatan Aliran
Vortex
PIT HATHI XXVI, Banjarmasin, 23-25 Oktober 2009
12
Hasil pengujian model M1 step menunjukkan bahwa sudah tidak
terjadi kehilangan energi yang besar/vortex di hilir kolam (Gambar 8).
Elevasi muka air dan kecepatan aliran di saluran hilir (setelah kolam)
sudah menirukan fenomena yang terjadi di saluran eksisting prototipe.
Gambar 9 menunjukkan profil kecepatan aliran di saluran hulu, dalam
kolam dan saluran hilir untuk model M1 Step pada kondisi HWL.
Gambar 7. Profil Kecepatan Aliran Dalam Kolam Model M1 (HWL)
Distribusi kecepatan dalam kolam pada jalur 1 dan 3, hampir merata
mulai dasar hingga permukaan kolam, sedangkan distribusi kecepatan
pada jalur 5 mempunyai pola yang berbeda yaitu kecepatan aliran dalam
kolam berkurang cukup besar. Pola aliran yang demikian menyebabkan
sebagian besar sedimen yang masuk ke dalam kolam melalui saluran hulu
belum dapat mengendap sepenuhnya dalam kolam. Sebagian sedimen
masih ikut terbawa mengikuti pola pergerakan aliran.
a
b
Gambar 8. Pola Pergerakan Aliran dalam Kolam Model M1 Step (HWL)
Gambar 10 (a) menunjukkan pola pergerakan aliran dalam kolam
yang sebagian sudah menyebar di seluruh permukaan kolam. Gambar 10
Jalur 1
Jalur 3 Jalur 5
PIT HATHI XXVI, Banjarmasin, 23-25 Oktober 2009
13
(b) adalah pola pergerakan pelampung dalam kolam. Pelampung yang
berada di sisi terluar dari aliran yang dominan akan memutar ke arah sisi-
sisi kolam, tetapi pelampung yang berada pada posisi searah dengan arah
aliran yang dominan akan bergerak langsung menuju ke saluran hilir. Pola
pergerakan yang demikian itu serupa dengan pola pergerakan sampah
dan sedimen dalam kolam.
Hasil pengujian gelombang dengan dan tanpa aliran disajikan pada
Gambar 11.
a. Model M0 b. Model M1
Gambar 9. Hasil Pengujian Peredaman Gelombang Dinding Step
Nilai koefisien transmisi pada Gambar 11 menunjukkan bahwa kedua
model kolam cukup efektif dalam meredam gelombang, terutama pada
kondisi gelombang dengan aliran. Nilai koefisien transmisi Model M0 pada
kondisi gelombang tanpa aliran nilainya adalah 0.165-0.525, sedangkan
PIT HATHI XXVI, Banjarmasin, 23-25 Oktober 2009
14
pada kondisi gelombang dengan aliran adalah 0.059-0.275. Nilai koefisien
transmisi Model M1 pada kondisi gelombang tanpa aliran nilainya adalah
0.207-0.693, sedangkan pada kondisi gelombang dengan aliran adalah
0.133-0.781.
Secara umum, model M0 menunjukkan kinerja yang lebih baik dalam
meredam gelombang, sedangkan Model M1 menunjukkan kinerja yang
lebih baik dalam menahan sampah dan sedimen dalam kolam.
Hasil yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah perlu dipikirkan
bentuk lain dari model kolam untuk mengatasi permasalahan PLTGU
Cilegon, dimana model dapat menunjukkan kinerja yang lebih baik dalam
meredam gelombang serta menahan sampah dan sedimen.
6. Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada PT. PLN, yang telah memperkenankan pemakaian data pekerjaan ”Penelitian/Pelatihan Kajian Model Hidraulik 3-D untuk meningkatkan kinerja Intake PLTGU Cilegon”, tahun 2009.
7. Daftar Pustaka
CEM, 2001, Tha Coastal Engineering Manual, Department of The Army, US Army Corps of Engineers, Washington DC
Chow, V. T, 1998, Open Channel Hydraulics, McGraw Hill Kogakhusa Nizam, 1994, Proses Kepantaian, Program Pasca Sarjana, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta PLN (Persero) Jasa Enjiniring, 2005, General Plan and Section of CW
Intake Canal, PT. PLN (Persero) Cilegon Combined Cycle Power Plan.
PLN (Persero) Penelitian Dan Pengembangan Ketenagalistrikan, 2008, Laporan Akhir Kajian Model Hidraulik Untuk Mengatasi Masalah Intake PLTGU Cilegon (Uji Model 2-D)
Sharp, J. J., 1981, Hydraulic Modelling, Butterworth & Co., London. Shore Protection Manual, 1984, Department of The Army, US Army Corps
of Engineers, Washington DC Silvester R, Coastal Engineering 1., Elsevier Scientific Publishing
Company, Amsterdam-Oxford-New York, 1974 Triatmodjo, B., 1999, Teknik Pantai, Penerbit Beta Offset, Yogyakarta Yuwono, N., 1996, Perencanaan Model Hidraulik, Lab. Hidraulika dan
Hidrologi, PAU-IT UGM, Yogyakarta