Studi Mengenai Komposisi Sampah Perkotaan
Transcript of Studi Mengenai Komposisi Sampah Perkotaan
Studi Mengenai Komposisi Sampah Perkotaan di
Negara-negara Berkembang
Oleh Sigit Setiyo Pramono
Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Universitas Gunadarma
Abstraks Sampah perkotaan merupakan permasalahan yang dihadapi kota-kota besar di negara-negara berkembang. Persoalaan sampah yang dihadapi tidak saja persoalan teknis saja, tetapi banyak aspek lainnya, misalnya aspek sosial dan budaya. Keengganan masyarakat untuk memisahkan sampah menjadi persoalan tersendiri. Selain itu komposisi sampah yang menjadi data penting untuk pengelolaan sampah tidak pernah digunakan. Pengelola sampah lebih senang mengandalkan sistem kumpul-angkut-buang, walaupun sistem tersebut memiliki dampak lingkungan yang besar. Komposisi sampah di negara-negara berkembang sangat dominan jenis sampah organik, sedangkan untuk negara-negara berkembang lebih didominansi oleh sampah kertas. Kondisi tersebut terlihat bahwa negara berkembang harus merancang sistem pengelolaan sampah berbasiskan sistem pengomposan. Sistem pengelolaan tersebut bukan merupakan sistem yang tetap dan tidak berubah, melainkan sistem tersebut dapat berubah, jika komposisi sampah berubah menuju pada satu jenis material sampah tertentu. Sehingga sistem harus disesuaikan. Kata Kunci: Sampah organik, kertas, negara berkembang, negara maju, komposisi sampah 1. Latar Belakang Sampah perkotaan merupakan salah satu permasalahan kompleks yang dihadapi oleh
negara-negara berkembang. Kota-kota besar bahkan ibukota negara dari seluruh negara
berkembang mengalami persoalan yang sama, yaitu pengelolaan sampah. Sistem
pengumpulan yang tidak tuntas, kurangnya alat angkut sampah, kurangnya fasilitas-fasilitas
pendukung dan terbatasnya kapasitas Tempat Pengolahan Akhir Sampah (TPA) menjadi
permasalahan yang khas. Permasalahan sampah tidak hanya bersifat teknis, tetapi
menyangkut pada aspek-aspek lain khususnya sosial dan budaya. Pandangan masyarakat di
negara-negara tersebut masih menganggap bahwa sampah merupakan barang yang tidak
mempunyai nilai, sehingga mereka dapat memperlakukan menurut pengertian mereka
sendiri.
Kebiasaan dan perilaku masyarakat juga terbawa dalam aktivitas membuang sampah.
Sampah yang dibuang dibiarkan tercampur dan tidak ada usaha apapun untuk memisahkan
antara sampah organik dan sampah non organik. Kondisi sampah yang tercampur tersebut
sangat menyulitkan bagi pemerintah dan pihak-pihak yang berkepentingan untuk
memisahkan sampah dan melakukan proses daur ulang, sehingga banyak material yang
seharusnya dapat didaur ulang tetapi terlanjur diangkut dan ditimbun di areal TPA.
Permasalahan lain, banyak pengelola sampah perkotaan tidak mengetahui komposisi
sampah yang ditimbulkan oleh penduduknya. Kondisi tersebut membuat para pengelola
sampah tetap mempertahankan sistem kumpul-angkut-buang. Padahal sistem tersebut
sangat mahal dan mempunyai dampak lingkungan yang sangat besar. komposisi sampah
tidak dipandang sebagai sesuatu yang penting dalam pengelolaan sampah, sehingga
permasalahan tidak kunjung selesai.
Pada paper ini bertujuan untuk mengetahui ciri khas komposisi sampah secara umum di
negara-negara berkembang, jenis material sampah mana yang menonjol dan bagaimana jika
dibandingkan dengan komposisi sampah negara-negara maju. Manfaat dari paper ini untuk
memberikan pengetahuan mengenai komposisi sampah secara umum di negara-negara
berkembang dan negara-negara maju.
Studi mengenai komposisi sampah di negara-negara berkembang akan diambil dari negara
berikut ini:
a. India di Kota New delhi, Callcuta, Madras dan Bombay
b. Filipina di Kota Metro Manila, Cagayan de Oro dan Llingan
c. Indonesia di Kota Jakarta, Bandung dan Surabaya
d. China di Kota Beijing, Shanghai dan Wuhan
e. Sri Langka di Kota Colombo, Kandy dan Galle
Untuk komposisi sampah di negara-negara maju sebagai perbandingan dengan negara-
negara berkembang, meliputi Norwegia, Amerika Serikat, Swiss, Perancis dan Jepang.
2. Kondisi Sosial dan Budaya Kondisi sosial dan budaya menjadi faktor yang sangat penting untuk mengahui kebiasaan
dan perilaku masyarakat negara tersebut dalam pengelolaan sampah. Selain itu, pola
konsumtif masyarakat dan gaya hidup masyarakat juga akan mempengaruhi besarnya
timbulan sampah dan komposisi sampah yang dimiliki.
Negara-negara berkembang umumnya memandang sampah sebagai barang sudah tidak
berguna dan tidak mereka inginkan, sehingga tindakan yang mereka lakukan adalah
membuangnya. Persoalan muncul ketika setiap orang memperlakukan sampah sesuai
dengan pemahaman mereka masing-masing, misalnya dengan meninggalkan atau
membuang sampah di sembarang tempat yang mengakibatkan lingkungan menjadi kotor dan
kumuh. Sebagian lagi membuang sampah ke selokan atau sungai, yang mengakibatkan
pendangkalan dan penyumbatan saluran, yang merupakan salah satu penyebab banjir dan
genangan di daerah perkotaan. Sementara kebiasaan untuk memilah sampah belum banyak
dilakukan, karena mereka tidak mengerti bagaimana cara pengelolaan sampah yang benar
dan baik.
Masyarakat India lebih menyukai membuang sampah di sungai, lahan kosong dan tepi jalan
daripada berjalan 100 meter ke Tempat Penampungan Sampah Sementara (TPS) dari
rumahnya. Masyarakat India tidak setuju untuk memisahkan sampah, karena membutuhkan
banyak waktu dan merupakan pekerjaan kotor (Pune,1994). Untuk masyarakat Indonesia,
khususnya masyarakat Kota Depok, 21,74% tidak melakukan pemisahan sampah dan hanya
8,22% masyarakat yang membawa sampahnya ke TPS (Pramono, 2004).
3. Gross National Product (GNP) Negara-negara Berkembang GNP Negara-negara berkembang masih dibawah US$ 1100. Pada tinjauan studi dalam
paper ini negara Filipina menpunyai GNP tertinggi dibanding dengan Negara-negara
berkembang lainnya. Sedangkan GNP terkecil adalah negara India dengan US$ 340. GNP
ini sangat menentukan tingkat timbulan sampah pada suatu negara. Semakin tinggi GNP,
jumlah penduduk, pola hidup dan tingkat konsumtif di suatu negara akan memberikan
dampak terhadap timbulan sampah dan komposisi sampah perkotaan.
Tabel 1 Gross National Produk (GNP) negara-negara Berkembang
Negara
Populasi Penduduk
(1995)
GNP Per kapita (1995)
Indonesia 193,3 980Filipina 68,6 1050India 929,4 340China 1200,2 620Sri Langka 18,1 700
Sumber: Bank Dunia (1997) dan PBB (1995)
4. Tingkat Konsumtif Negara-negara Berkembang Tingkat konsumtif sangat mempengaruhi timbulan sampah pada suatu wilayah. Pada
pembahasan ini diambil contoh penjualan Coca-cola di negara-negara berkembang. Negara
Filipina memiliki tingkat konsumsi cukup tinggi untuk produk ini dibanding dengan negara-
negara lainnya. Sedangkan India mempunyai tingkat konsumsi paling rendah.
Tabel 2 Tingkat Konsumsi Produk Coca-cola dan Populasi Pasar
Negara Populasi (1996)
Konsumsi per kapita
China 1,234 5India 953 3Indonesia 201 9Filipina 69 117Sri Langka 5 t.a.d
Sumber: Perusahaan Coca-cola, 1997
5.Timbulan Sampah Negara-negara Berkembang Tingkat timbulan sampah di Negara-negara berkembang rata-rata masih dibawah negara-
negara berkembang. Timbulan sampah sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan suatu
negara dan pola konsumtif, selain jumlah penduduk. Negara-negara berkembang mempunyai
pendapatan nasional masih dibawah negara-negara maju, sehingga jumlah timbulan sampah
masih dibawah negara-negara maju. Rata-rata jumlah timbulan sampah sebesar 0,63
Kg/kap/hari dan jumlah penduduk sebesar 5.404.250 dari 5 (lima) negara berkembang. Kota
Surabaya (Indonesia) menduduki tingkat timbulan sampah tertinggi dibanding dengan
negara-negara berkembang lainnya, bahkan hampir menyamai tingkat timbulan sampah di
negara-negara maju. Detailnya dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3 Timbulan Sampah di Negara-negara Berkembang
Negara Kota Tahun Populasi Generation Rate (Kg/kap/hari)
ChinaBeijing 1991 11.157.000 0,88Shanghai 1993 8.206.000 0,6Wuhan 1993 6.800.000 0,6
IndiaNew Delhi 1995 8.412.000 0,48Bombay 1995 12.288.000 0,44Calcutta 1995 9.643.000 0,38Madras 1995 4.753.000 0,66
Sri LangkaColombo 1994 615.000 0,98Kandy 1994 104.000 0,58Galle 1994 109.000 0,65
FilipinaMetro Manila 1995 9.452.000 0,53Lligan 1995 273.000 0,38Cagayan de Oro 1995 428.000 0,54
IndonesiaJakarta 1993 9.160.000 0,66Bandung 1993 2.368.000 0,71Surabaya 1993 2.700.000 1,08
Sumber: Bank Dunia, 1999
Negara-negara maju memiliki timbulan sampah rata-rata 1.38 Kg/kap/hari dengan rata-rata
jumlah penduduk 49.439.286 dari lima negara maju. Kondisi tersebut sangat wajar, karena
pendapatan masyarakat di negara tersebut cukup tinggi dibanding dengan negara
berkembang. Dari perbandingan 5 negara maju, negara Amerika Serikat memiliki timbulan
sampah tertinggi sebesar 2 Kg/kap/hari. Sedangkan Swiss memiliki timbulan sampah paling
sedikit yaitu 1,1 Kg/kap/hari dibandingkan dengan negara-negara maju lainnya.
Tabel 4 Tingkat Timbulan Sampah di Negara-negara Maju
Negara Kota Tahun Populasi
Generation Rate
(Kg/kap/hari)Jepang
Tokyo 1993 8.022.000 1,5Yokohama 1993 3.300.000 1,2Nagoya 1993 2.153.000 1,16
Perancis1992 58.100.000 1,29
Norwegia1992 4.400.000 1,4
Amerika Serikat1992 263.100.000 2
Swiss1992 7.000.000 1,1
Sumber: Bank Dunia, 1999
6.Komposisi Sampah Perkotaan Komposisi sampah perkotaan menjadi sangat penting dalam strategi pengelolaan sampah.
Komposisi menjadi dasar untuk strategi pengelolaan sampah dengan sistem daur ulang dan
pengomposan. Begitu pula, komposisi sampah menjadi sangat penting bagi proses
pengangkutan sampah. Sampah organik dapat langsung ke tempat pengomposan dan
sampah non organik langsung ke tempat dilakukan daur ulang.
Melihat komposisi sampah di negara-negara berkembang, sampah organik sangat dominan
dibandingkan dengan jenis sampah lainnya. Sri Langka dan Indonesia memiliki komposisi
sampah organik yang cukup besar dibanding negara-negara lainnya, yaitu diatas 70%.
Sedangkan China memiliki sampah organik yang paling sedikit yaitu sebesar 35,8%. Jumlah
sampah kertas terbesar dimiliki oleh Filipina. Banyaknya sampah kertas sering menunjukkan
negara tersebut mempunyai budaya membaca dan menulis yang baik.
Tabel 5 Komposisi Sampah Perkotaan di negara-negara berkembang
Komponen Indonesia Filipina China India Sri LangkaPopulasi tahun 1995 (juta) 68,4 37,2 363,7 249,1 4,1Tahun 1993 1995 1991-1995 1995 1993-1994Sampah organik 70,2 41,6 35,8 41,8 76,4Kertas 10,9 19,5 3,7 5,7 10,6Plastik 8,7 13,8 3,8 3,9 5,7Gelas 1,7 2,5 2 2,1 1,3Besi 1,8 4,8 0,3 1,9 1,3Lainnya 6,2 17,9 54,8 44,6 4,7
Sumber: Bank Dunia, 1999
Keterangan: Komposisi sampah dalam persen Indonesia berdasarkan Kota Jakarta, Bandung dan Surabaya Filipina berdasarkan Kota Metro Manila, Batangas, Olongapo dan Bagulo China berdasarkan Quijing, Gulin, Dalian, Wuhan, Beijing, Huangshi, Xiangfan dan Yichang India berdasarkan 23 kota besar. Sri Langka berdasarkan Kota Colombo, Kandy dan Galle
Komposisi sampah di negara-negara maju sangat berbeda dengan negara-negara
berkembang. Kondisi tersebut dilihat dari jumlah sampah kertas lebih besar dibandingkan
dengan sampah organik. Jepang merupakan negara yang memiliki jumlah sampah kertas
paling besar, sedangkan Swiss merupakan negara yang memiliki jumlah sampah paling
sedikit dibandingkan negara-negara maju lainnya. Untuk jumlah sampah organik, negara
Swiss memiliki jumlah sampah yang cukup besar dan Norwegia merupakan negara paling
sedikit menghasilkan sampah organik.
Tabel 6 Komposisi Sampah di Negara-negara Maju
Komponen Amerika Serikat Jepang Perancis Norwegia SwissSampah organik 23 26 25 18 27Kertas 38 46 30 31 28Plastik 9 9 10 6 15Gelas 7 7 12 4 3Besi 8 8 6 5Lainnya 16 12 17 36 24
3
Sumber: OECD (1995), Bank Dunia (1997) dan PBB (1995)
Data-data pada Tabel 5 dan 6 dapat ditarik garis benang merah untuk negara-negara
berkembang memiliki rata-rata produksi sampah organik sebanyak 53,16% dan jumlah
sampah kertas sebanyak 10,08%. Untuk negara-negara maju memiliki rata-rata produksi
sampah organik sebanyak 23,8% dan non organik sebanyak 34,6%.
7. Kecenderungan Pola Perubahan Komposisi Sampah Komposisi sampah mengalami perubahan setiap tahunnya. Perubahan tersebut diakibatkan
adanya pola hidup masyarakat, pertumbuhan ekonomi, dan sebagainya. Perubahan
komposisi sampah tersebut juga memberikan dampak terhadap strategi pengelolaan sampah
perkotaan. Misalnya untuk komposisi sampah perkotaan yang didominansi oleh sampah
organik, pola pengelolaan sampah haruslah berdasarkan sistem pengomposan, tetapi jika
sampah mengalami perubahan komposisi dari sampah organik ke jenis material sampah
kertas. Maka sistem pengelolaan sampah harus berubah dari sistem pengomposan ke sistem
daur ulang kertas. Jadi dapat disimpulkan sistem pengelolaan sampah perkotaan tidak
bersifat tetap, tetapi berdasarkan komposisi sampah perkotaan yang dimiliki.
Tabel 7 Komposisi Sampah Perkotaan di Kota Bandung (Indonesia)
1978 1985 1988 1994
1 Sampah Organik 80,45 77 73,35 63,562 Kertas 7,5 7,96 9,74 10,423 Tekstil 1 0,96 0,45 0,954 Plastik/Karet 0,23 0,79 0,43 1,455 Pecah belah 1,93 1,14 1,32 1,76 Logam 3,69 8,82 8,56 9,767 Lain-lain 5,23 3,41 6,14 12,16
No. Komponen Tahun
Sumber: Pengelolaan Sampah Kota Bandung 1998/1999 ; Kolanus (2000)
Pada Tabel 7 menunjukkan perubahan komposisi sampah di Kota Bandung (Indonesia).
Pada tahun 1978, komposisi sampah di Kota Bandung didominansi oleh sampah organik.
Sampah organik mendominansi sebesar 80,45%, sedangkan sampah hanya sebesar 7,5%.
Perkembangan 16 tahun kemudian, produksi sampah kertas berkembang terus dari 7,5% ke
10,42% pada tahun 1994. Rata-rata perkembangan produksi material sampah kertas di Kota
Bandung sebsar 11,43% per tahunnya. Kondisi tersebut sangat positif, karena masyarakat
Kota Bandung menunjukan adanya budaya menulis dan membaca.
8. Kesimpulan Seluruh uraian-uraian sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa negara-negara
berkembang memiliki ciri khas dalam timbulan dan komposisi sampah. Tingkat timbulan
sampah untuk negara-negara berkembang kurang lebih 0,63 Kg/kap/hari. Kondisi tersebut
masih dibawah negara-negara maju dengan rata-rata timbulan sampah sebesar 1,38
Kg/kap/hari. Komposisi sampah negara-negara berkembang banyak didominansi oleh jenis
sampah organik dibanding dengan jenis sampah lainnya. Rata-rata jenis material sampah
organik yang diproduksi oleh negara-negara berkembang adalah 53,16%. Negara-negara
maju lebih banyak didominansi oleh jenis material sampah kertas, rata-rata jumlah sampah
kertas yang dihasilkan sebesar 34,6% lebih besar dari sampah organik yaitu 23,8%.
Tingkat timbulan dan komposisi sampah pertahunnya mengalami perubahan. Perubahan-
perubahan tersebut sangat tergantung terhadap pola hidup masyarakat dan tingkat
pendapatan masyarakat. Timbulan dan komposisi sampah yang berubah-berubah
memberikan dampak terhadap strategi pengelolaan sampah. Jika sampah lebih banyak
didominansi oleh sampah organik, maka strategi pengelolaan sampah berbasiskan sistem
pengomposan. Apabila, sampah non organik yang lebih dominansi, maka pengelolaan
sampah perkotaan banyak ditekankan pada sistem daur ulang.
Daftar Pustaka Hoornweg, D., 1999, What a Waste: Solid Waste Management In Asia, Urban Development Sector Unit Bank Dunia, Washington
Kolanus, B.D., 2000, Kajian Terhadap Sistem Pengangkutan Sampah PD Kebersihan Kota Bandung, Tesis Magister Teknik Sipil, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung Pramono, Sigit, S., 2004, Studi Rendahnya Partisipasi Publik dalam Pengelolaan Sampah, Universitas Gunadarma, Jakarta
Pramono, Sigit, S., 2004, Studi mengenai Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah, Universitas Gunadarma, Jakarta
Triweko, R, W., 2004, Paradigma Baru dalam Pengelolaan Sampah Perkotaan di Indonesia, handout Seminar Strategi Pengelolaan Sampah Perkotaan Universitas Gunadarma, Jakarta
Van de Klundert, A., 2002, Urban Infrastructure Management, Lecture Note: IHE Delf, Delf