STUDI KOMPARATIF TENTANG KONSEP DISKON MURA>BAH{AH …
Transcript of STUDI KOMPARATIF TENTANG KONSEP DISKON MURA>BAH{AH …
ii
STUDI KOMPARATIF TENTANG KONSEP DISKON
MURA>BAH{AH ANTARA FATWA DEWAN SYARIAH
NASIONAL (DSN) MUI NOMOR 16 TAHUN 2000 DAN
PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI (PSAK) NOMOR
102
TESIS
Oleh:
NARINDRA PALITA AMNESTI
NIM 501180014
PROGRAM MAGISTER
PRODI EKONOMI SYARIAH
PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PONOROGO
2020
iii
STUDI KOMPARATIF TENTANG KONSEP DISKON
MURABAHAH ANTARA FATWA DEWAN SYARIAH
NASIONAL (DSN) MUI NOMOR 16 TAHUN 2000 DAN
PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI (PSAK)
NOMOR 102
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengomparasikan dan
mengetahui konsep diskon dalam akad mura>bah{ah dalam
transaksi Lembaga keuangan Syariah. Diskon dalam mura>bah{ah ini pada dasarnya konsep dan sistemnya sudah diatur oleh Fatwa
Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI
dan sistem akuntansi diatur oleh Pernyataan Standar Akuntansi
keuangan (PSAK). Kedua dasar hukum ini seharusnya menjadi
dasar transaksi dalam praktik lembaga keuangan Syariah.
Pembiayaan mura>bah{ah ini merupakan pembiayaan yang paling
dominan digunakan dalam transaksi lembaga keuangan Syariah.
Namun ditemukan ketidak sinkronan mengenai status diskon
dalam mura>bah{ah akan menjadi milik nasabah atau milik Bank
sehingga menimbulkan berbagai perbedaan pemahaman.
Penelitian ini menggunakan penelitian pustaka dan pendeketan
komparatif normatif kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana konsep diskon mura>bah{ah pada DSN-
MUI No 16 Tahun 2000 dan PSAK 102. Dengan adanya
penelitian ini semoga menjadi rujukan para praktisi lembaga
Keuangan Syariah dalam praktik dan sistem dalam
bermuamalah. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
DSN-MUI dan PSAK mengenai konsep diskon mura>bah{ah tidak
sepenuhnya berbeda akan tetapi terdapat harmonisasi sehingga
keduanya bisa saling melengkapi.
iv
COMPARATIVE STUDY ON THE MURA<BAH{AH
DISCOUNT CONCEPT BETWEEN NATIONAL SHARIA
COUNCIL FATWA (DSN) MUI NUMBER 16 YEAR 2000
AND ACCOUNTING STANDARD STATEMENT
(PSAK) NUMBER 102
ABSTRACT
This study purposes to compare and find out the discount
concept in the mura<bah{ah contract in Islamic financial
institution transactions. The discount in mura<bah{ah is basically
the concept and system already regulated by the National Sharia
Council Fatwa - Indonesian Ulama Council (DSN-MUI) and the
accounting system is regulated by the Statement of Financial
Accounting Standards (PSAK). These two legal bases should be
the basis for transactions in the practice of Islamic financial
institutions. Mura<bah{ah financing is the most dominant
financing used in the Islamic financial institution transaction.
However, it was found that the discrepancy in the discount status
in the mura<bah{ah will belong to the customer or the property of
the bank. So, it causes various differences in understanding. This
study used literature research and qualitative normative
comparative approach. The research objective is to find out how
the mura<bah{ah discount concept on DSN-MUI No. 16 of 2000
and PSAK 102. Hopefully, it will become a reference for
practitioners of Islamic finance in practicing and its system in
muamalah. The result of this study is the DSN-MUI and PSAK
regarding the mura<bah}ah discount concept are not completely
different but there is a harmonization so they can complement
each other
v
vi
vii
viii
ix
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembiayaan Mura<bah{ah pada Lembaga Keuangan
Syariah sering menggunakan diskon atau potongan harga
pembelian dalam skala sedikit dan banyak bahkan borongan,
sehingga barang yang akan dibeli oleh nasabah akan lebih
murah karena mendapat diskon.1Diskon berasal dari suku kata
Bahasa Inggris “discount” yang berarti potongan harga,
sedangkan diskon menurut kamus perbankan adalah potongan
yang diterima berupa pengurangan harga dari daftar harga yang
resmi. Adapun diskon dalam KBE (Kamus besar Ekonomi)
adalah pengurangan harga yang dikenakan atas sesuatu barang
atau jasa oleh pemasok kepada pelanggan.2Diskon merupakan
potongan harga yang diberikan oleh penjual kepada pembeli
1Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil (Bandung:
Pustaka Setia, 2013), 36.
2Winarno, Sigit & Ismaya, Sujana. Kamus Besar Ekonomi (Bandung: CV.
Pustaka Grafika, 2003). 157.
2
sebagai penghargaan atas aktivitas tertentu dari pembeli yang
menyenangkan bagi penjual.3
Pada dasarnya syariat Islam membolehkan adanya
diskon dalam transaksi jual beli. Diskon sah dalam syariat
apabila itu adalah karena kebaikan hati dan tanda terima kasih
penjual kepada pembeli ataupun karena alasan-alasan tertentu
selama tidak dilarang, berpedoman pada al-Qur’an dan tunduk
pada etika dalam bisnis Islam. Islam membenarkan setiap
kegiatan bertransaksi selama tidak menyakiti orang lain atau
masyarakat secara keseluruhan. Diskon sendiri dalam transaksi
jual beli dapat dikatakan sebagai strategi promosi untuk
menarik konsumen dan penjualan. Akan tetapi diskon ini bisa
menjadi tidak sah hukumnya apabila sudah mengandung unsur
ketidakpastian atau gharar dalam transaksi jual beli. Di
Indonesia, diskon dalam transaksi mura<bah{ah sudah diatur
dalam Fatwa DSN-MUI No.16/DSN-MUI/IX/2000.
Fatwa merupakan bagian produk hukum Islam yang
sudah ada semenjak masa Nabi Saw, yang kemudian menjadi
produk hukum Islam yang berkembang hingga sekarang. Fatwa-
fatwa ulama yang terhimpun dalam kitab-kitab fiqh dan
3Fandy Tjiptono, Strategi Pemasaran, Edisi III, (Yogyakarta, CV. ANDI
OFFSET, 2008), 116.
3
keputusan-keputusan lembaga fatwa merupakan bagian dari
hasil ijtihad yang bersifat kasuistik, karena merupakan respon
atau jawab terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peminta
fatwa.4
Melihat daftar istilah dalam himpunan fatwa DSN
(Dewan Syariah Nasional) dijelaskan mengenai maksud dari
mura<bah{ah adalah menjual suatu barang dengan memberikan
ketegasan harga belinya kepada pembeli dan pembeli
membayarnya dengan lebih sebagai laba. Fatwa DSN
dirumuskan guna mengatur dan menjadi pedoman. Prinsip jual
beli dengan akad mura<bah{ah diatur dalam Fatwa DSN MUI
No.04/DSN-MUI/IV/2000. Fatwa ini dikeluarkan untuk
menjadi landasan hukum diskon dalam mura<bah{ah.
Salah satu bentuk akad fiqh yang paling popular
digunakan oleh perbankan syariah adalah akad mura<bah{ah.
Sejak munculnya dalam fiqh, akad mura<bah{ah tampaknya telah
digunakan murni untuk tujuan dagang. Udovitch menyatakan
bahwa mura<bah{ah adalah suatu bentuk jual beli dengan komisi,
dimana si pembeli biasanya tidak dapat memperoleh barang
yang diinginkan kecuali lewat perantara, atau ketika si pembeli
4Badri Khaeruman, Hukum Islam dalam perubahan Sosia, (Bandung: CV.
Pustaka Setia, 2010), 103.
4
tidak mau susah-susah mendapatkanya sendiri, sehingga ia
mencari jasa seorang perantara.5 Konsep fiqh dalam mura<bah{ah,
jumhur ulama sepakat bahwa jual beli mura<bah{ah ialah jika
penjual menyebutkan harga pembelian barang kepada pembeli,
kemudian ia menyaratkan atasnya laba dalam jumlah tertentu,
dinar atau dirham.6
Menurut data pembiayaan bank syariah di Indonesia,
struktur pembiayaan yang disalurkan bank syariah masih
didominasi oleh akad mura<bah{ah, pembiayaan dengan skim
mura<bah{ah merupakan pembiayaan paling besar dalam
komposisi pembiayaan yang disalurkan bank syariah di
Indonesia.7
Jika dikaitkan dengan nilai risiko pembiayaan,
pembiayaan mura<bah{ah memiliki karakteristik risiko yang
paling rendah di antara pembiayaan-pembiayaan lainnya. Jual
beli mura<bah{ah adalah jual beli barang pada harga asal barang
ditambah keuntungan yang di sepakati penjual yang harus
5Abdullah Saeed, Islamic Banking and Interest A Study of The Prohibition of
Riba and ist Contemporery Interpretetation, Muhammad Ufuqil Mubin dkk.,
“Menyoal Bank Syariah Kriti katas Interpretasi Bunga Bank Kaum Neo-
Revitalis”, (Jakarta: Paramadina, 2004). 137.
6Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujatahid, Fiqh Para Mujtahid, penerjemah, Imam
Ghazali Said dan Achamad Zainudin, jilid 3. (Jakarta: Pustaka Amani,2007).
45.
7Wiroso, Jual Beli Murabahah (UII Press: Yogyakarta, 2005), 13.
5
diberitahukan harga produk yang ia beli dan menentukan suatu
tingkat keuntungan tambahannya.8
Misalnya, seseorang
membeli barang kemudian menjualnya kembali dengan
keuntungan tertentu. Berapa besar keuntungan tersebut dapat
dinyatakan dalam nominal rupiah tertentu atau dalam bentuk
persentase dari harga pembeliannya, misalnya 10% atau
20%.9Ketentuan-ketentuan terkait jual beli mura<bah{ah telah
diatur di Lembaga Keuangan Syariah, seperti yang digariskan
Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI Nomor 04/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Mura<bah{ah. Ketentuan tersebut
menjelaskan bahwa mura<bah{ah yaitu menjual suatu barang
dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli, dan pembeli
membayar dengan harga yang lebih yang telah disepakati
sebelumnya sebagai laba.10
Pernyataan Standar Akuntasi Keuangan (PSAK), yang
merupakan pedoman dalam melakukan transaksi akuntansi baik
dalam praktik maupun teori juga menjelaskan bahwa
8Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah: dari Teori ke Praktik, cet.
ke-1 (Jakarta: Gema Insani, 2001), 101.
9Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqh Keuangan, cet.
ke-7 (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), 113.
10Hartono Soryo pratikno, Aneka Perjanjian Jual Beli (Bandung: PT Aditya
bakti, 2012), 23.
6
mura<bah{ah adalah akad jual beli yang disepakati sebesar biaya
perolehan ditambah margin yang disepakati dan penjual harus
mengungkapkan harga perolehan kapada pembeli.11 Definisi ini
menunjukkan bahwa jual beli mura<bah{ah tidak harus dalam
bentuk pembayaran tangguh (kredit), melainkan dapat juga
dalam bentuk tunai setelah menerima barang, ataupun
ditangguhkan dengan membayar sekaligus di kemudian
hari.12Dalam transaksi mura<bah{ah telah menjadi kelaziman
apabila sebuah bank membeli suatu barang tunai, maka pihak
penjual atau supplier memberikan potongan harga atau diskon.
Penggunaan akad mura<bah{ah disini penjual wajib
memberitahu harga pokok atau harga awal barang yang dijual
tersebut kapada pembeli negosiasi yang dilakukan ini untuk
menentukan besarnya margin atau keuntungan harga barang
yang akan dijual. Standar inilah yang menyebabkan perlunya
standar khusus untuk laporan dalam keuangan atau akuntansi
dalam Bank Syariah mengingat disini Bank bertindak aktif
11Ikatan Akuntasi Indonesia, Pernyataan Standar Akuntansi.(Jakarta:
Salemba Empat, 2007), 102.
12Rizal Yaya dkk., Akuntansi Perbankan Syariah: Teori dan Praktik
Kontemporer, cet. ke-1 (Jakarta: Salemba Empat, 2013), 180.
7
sebagai penj\\\\\\\\ual atau aktif sebagai pedagang dan tidak hanya
sebagai mediator dalam transaksi.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). telah mengeluarkan
PSAK. no.102 tentang Mura<bah{ah. Peraturan PSAK Nomor
102 tentang akuntansi mura<bah{ah merupakan hak sistem
akuntansi yang melihat bagaimana proses perlakuan akuntansi
terhadap transaksi yang terjadi dimana tahapannya dimulai
dengan pengakuan dan pengukuran, pencatatan, penyajian dan
pengungkapan terhadap produk pembiyaan mura<bah{ah yang
memakai sistem jual beli dari proses transaksi antara pihak-
pihak yang terkait menjadi sistem akuntansi yang dipakai di
Lembaga keungan Syariah.
Mura<bah{ah mengatur praktik dan teori dalam
pelaksanaanya. Praktik atau teorinya akuntansi Syariah perlu
adanya standar yang digunakan kemudian standar inilah yang
digunakan untuk membantu dalam pembentukan standar
akuntansi dalam akad mura<bah{ah. Standar dalam akuntansi
tidak hanya dalam sisi akuntansi saja akan tetapi dalam sisi
agama dan Syariah juga perlukan. Standar akuntansi pada akad
Mura<bah{ah merupakan standar akuntansi yang berbasis Syariah
oleh karenany dalam praktik standar akuntansi mura<bah{ah ini
perlu memperhatikan sesuai dengan Al-Qur’an dan hadith.
8
Ketentuan-ketentuan mengenai potongan harga atau
diskon dalam mura<bah{ah, pembayaran tangguh yang terjadi
dalam transaksi mura<bah{ah dan perwakilan dalam membeli
barang mura<bah{ah ini muncul perbedaan antara Fatwa DSN
MUI Nomor 16 Tahun 2000 dan PSAK No 102 itu sendiri,
perlakuan potongan pembelian atau diskon mura<bah{ah dalam
PSAK Nomor 102 menyatakan pembelian barang setelah
terjadinya akad maka keuntungan dari diskon adalah milik
penjual. Penjual di sini adalah Bank dan bukan nasabah.
Sedangkan ketentuan dalam DSN MUI perlakuan keuntungan
potongan pembelian dalam mura<bah{ah didalam traksaksi
tersebut adalah dibagi sesuai kesepakatan yang telah disepakati
di awal perjanjian. Sedangkan dalam mura<bah{ah, perlakuan
potongan pembelian atau diskon menuntut transparansi harga
perolehan atau marjin dan kejelasan dari transksi dan potongan
pembelian dalam benuk apapun termasuk diskon keuntungan
harus menjadi milik nasabah.13
Potongan harga dapat ditawarkan karena pembayaran
dilakukan dengan cepat atau pembelian dalam partai besar.
Pemberian diskon pada nasabah yang rajin membayar cicilanya
13Kiki Pricilia Ramadhani, “Analisis Kesyari’ahan Penerapan Pembiayaan
Mur>abahah”. Jurnal Imiah. (2014).7.
9
sebelum jatuh tempo. Sebagian besar ulama melarang praktik
ini kaluar diskon tersebut dikaitkan dengan waktu pembayaran
yang dipercepat, denga alasan ada indikasi riba, dimana riba
terjadi ketika satu pihak diuntungkan dan pihak lain dirugikan.
Namun dari sebagian ulama klasik mengijinkan praktik ini,
tetapi dari kebanyakan ulama juga menolak praktik pemberian
diskon karena nasabah rajin membayar diskon dikarenakan ada
indikasi riba.14 Pemberian diskon dalam pembiayaan
mura<bah{ah merupakan suatu bentuk pemberian berupa hadiah
yaitu berupa pengurangan harga yang diberikan oleh supplier
karena pembelian suatu barang yang dilakukan Lembaga
Keuangan Syariah untuk memenuhi permintaan nasabah dalam
partai besar.
Melihat dari permasalahan di atas menarik karena
pembiayaan mura<bah{ah merupakan salah satu pembiayaan
dengan risiko rendah dan paling sering digunakan oleh lembaga
keuangan syari’ah dan dalam kasus ini terdapat perbedaan
antara Fatwa DSN MUI Nomor 16 Tahun 2000 dengan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) tentang
pernyataan mengenai diskon dalam transaksi mura<bah{ah,
14Chairuman Pasaribu, Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam
(Jakarta: Sinar Grafika,1993). 113.
10
Pembayaran tunai dan tangguh, perwakilan dalam membeli
barang mura<bah{ah, sanksi dalam mura<bah{ah. Seharusnya Fatwa
DSN MUI sejalan dengan Pernyataan Standar Akuntansi
keuangan karena kedua peraturan ini merupakan landasan dan
pedoman dalam lembaga keuangan syariah.
Penulis menggunakan tinjauan fatwa DSN MUI dan
PSAK dimana keduanya, yaitu DSN MUI sendiri dibuat
sebelumnya telah meninjau dari perspektif hukum Islam dan
kaidah-kaidah Islam yang ada sehingga terbentuklah sebuah
fatwa. Yang mana fatwa tersebut dijadikan pedoman Lembaga
Keuangan Syariah dalam praktik operasionalnya. Sedangkan
PSAK merupakan standar khusus yang harus dimilik Lembaga
Keungan Syariah dalam pelaporan dan penulisan jurnal keungan
Syariah tentang mura<bah{ah dalam Lembaga keungan Syariah.
Melihat gambaran permasalahan di atas, penulis tertarik
meneliti masalah mengenai diskon dalam mura<bah{ah khususnya
dalam Lembaga keuangan Syariah dan Bank Syariah umunya
yang menerapkan akad mura<bah{ah sebagai rujukan dan
kejelasan mengenai perlakuan diskon yang sering dijumpai
dalam bertransaksi. Kemudian sebagai masukan pada Dewan
Pengawas Syariah dalam menyusun peraturan-peraturan
11
selanjutnya dalam DSN MUI dan juga PSAK mengenai diskon
dalam akad mura<bah{ah dalam Lembaga keuangan Syariah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar. belakang di atas, maka pokok
permasalahan yang akan dikaji dalam tesis ini adalah sebagai
berikut.
1. Bagaimana konsep diskon mura<bah{ah menurut Fatwa DSN
MUI Nomor 16 Tahun 2000?
2. Bagaimana konsep diskon Mura<bah{ah menurut Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 102?
3. Apakah aplikasi diskon Mura<bah{ah pada Perbankan
Syariah sudah sesuai dengan konsep Fatwa DSN MUI
nomor 16 Tahun 2000 dan Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) Nomor 102?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada fokus masalah yang dikemukakan di
atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan bagaimana konsep diskon Mura<bah{ah
pada Fatwa DSN MUI Nomor 16 Tahun 2000 yang
sudah berlangsung selama disusun hingga saat ini
12
yang harusnya di taati oleh Lembaga keungan
syariah.
2. Mendeskripsikan bagaimana konsep diskon
Mura<bah{ah pada Pernyataan Standar akuntansi
Syariah (PSAK) Nomor 102.
3. Mengungkapkan ketentuan Diskon dalam akad
Mura<bah{ah yang sudah berjalan selama ini dalam
Lembaga keuangan Syariah umumnya bank Syariah
dalam konsep Fatwa DSN MUI Nomor 16 Tahun 2000
dan PSAK 102.
D. Kegunaan Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberi
manfaat sebagai berikut.
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberi
kontribusi khususnya bagi para pelaku Lembaga
keuangan syariah dan sumber referensi bagi kepada
peneliti lembaga keuangan syariah khususnya
Mura<bah{ah.
b. Sebagai rujukan apabila terjadinya sengketa khususnya
dalam Produk Mura<bah{ah pada masa yang akan datang.
13
2. Manfaat Praktis
a. Penelitin ini diharapkan menjadi penelitian yang berarti
dan rujukan para pelaku Bank syariah umumnya dan
Lembaga keuangan syariah yang menerapkan akad
Mura<bah{ah sebagai kejelasan menganai perlakuan
diskon yang sering di jumpai dalam bertransaksi.
b. Diharapkan menjadi masukan yang berarti kepada
Dewan Pengawas syariah dalam penyusunan peraturan-
peraturan selanjutnya dalam DSN MUI dan PSAK
mengenai diskon dalam akad Mura<bah{ah Lembaga
Keuangan Syariah.
E. Studi Penelitian Terdahulu
Telaah atau kajian pustaka sangat diperlukan untuk
menghindari duplikasi penelitian, serta untuk membedakan
dengan penelitian terdahulu. Persoalan mengenai akad
Mura<bah{ah telah banyak diteliti oleh peneliti terdahulu. Penulis
menemukan beberapa penelitian yang relevan dengan apa yang
menjadi fokus penelitian. Ada beberapa penelitian yang
menggunakan teori yang sama dengan penelitian ini.
Penulis Novalia Tri Aryanti pada tahun 2011. Penelitian
tersebut lebih ke pembahasan tentang perlakuan akuntansi
14
produk pembiayaan Mura<bah{ah dan penyesuaian PSAK No
102. Penelitian tersebut merupakan penelitian kualitatif dan
analisis yang digunakan adalah analisis prespektif. Hasil yang
didapatkan dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa
perlakuan akuntansi terhadap pembiayaan Mura<bah{ah sudah
sesuai dengan PSAK No 102. Berbeda dengan penelitian yang
dilakukan penyusun yaitu berkaitan dengan pembandingan
antara fatwa dengan PSAK No 102 tentang diskon mura<bah{ah.
15
Penulis Aninda Adhaninggar dan Syamsul Hadi dengan
jurnalnya yang berjudul “Pembandingan perlakuan Jurnal
Akuntansi dalam PSAK No.102 dengan Fatwa MUI
No.04/DSN-MUI/IV/2000”,16 penelitian ini membahas
mengenai system akuntansi dan perlakuan akuntansi dalam
pandangan PSAK dan dalam penelitian ini dijelaskan tentang
bagaimana pandangan Fatwa DSN MUI dan Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) tentang mura<bah{ah.
15Novalia Tri Aryanti, “Analisis Perlakuan Akuntansi Pembiayaan
Murabahah Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
No 102: Studi Pada BMT Sunan Kalijaga Yogyakarta”, Tesis Fakultas
Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2011).
16Aninda Andhaninggar dan Syamsul. Hadi, ”Pembandingan Perlakuan
Akuntansi PSAK No.102 dengan Fatwa MUI No 04/DSN-MUI/IV/2000”
http://Ejournal.uin-suka.ac.id/index.php, akses 2 November 2019.
15
Hasil dari penelitian tersebut mengungkapkan bagaimana
pernyataan PSAK yang mengatur tentang system akuntansi
Syariah selama ini yang sudah berlangsung. Beda dengan tema
yang diangkat oleh penulis yaitu tentang perbandingan DSN
MUI dan PSAK yang mengatur diskon dalam Mura>bah{ah.
Penulis Ita Yuliana Setia Ningsih dalam jurnalnya yang
berjudul “Perlakuan Akuntansi Mura<bah{ah berdasarkan PSAK
102 pada BMT Al- Fath”. Penelitian ini membahas tentang
bagaimana konsep akuntansi pembiayaan Mura<bah{ah serta
aplikasi penerapan PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan) 102 dalam pembiayaan Mura<bah{ah pada BMT Al-
Fath.17 Hasil dari penelitian ini adalah, beberapa sistem
akuntansi yang diterapkan oleh B<T Al-Fath dalam akad
mura>bah{ah belum sepenuhnya sesuai dengan PSAK 102.
Penulis Ana Maratun Marchumah meneliti tentang
“Analisis Pemberian Diskon Pembiayaan Mura<bah{ah di KJKS
BMT Madani Pati dalam Perspektif Fatwa DSN-MUI
No.16/DSN- MUI/IX/2000”.9
Penelitian ini membahas tentang
pemberian diskon yang diberikan KJKS BMT madani kepada
17Jurnal Ita Yuliana Setya Ningsih, “ Perlakuan akuntansi Murabahah
berdsarkan PSAk 102 pada BMT Al Fath ” http://Ejournal.uin-
suka.ac.id/index.php.
16
nasabahnya, apakah sudah sesuai dengan yang telah ditetapkan
oleh Fatwa DSN MUI atau belum.18 Hasil dari penelitian ini,
KJKS BMT Madani sudah menerapkan akad mura>bah{ah sesuai
dengan DSN MUI.
Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dibahas
sebelumnya, belum ditemukan secara spesifik membahas
tentang Analisis Diskon Mura<bah{ah studi komparatif Fatwa
DSN MUI Nomor 16 Tahun 2000 dengan PSAK 102 yang
membahas mengenai potongan pembelian atau diskon dalam
transaksi mura<bahah. Oleh karena itu penulis mencoba untuk
menyusun sebuah tulisan dalam bentuk tesis dengan judul
“Studi Komparatif Tentang Konsep Diskon
Mura<bah{ahberdasarkan Fatwa DSN MUI Nomor 16 Tahun
2000 dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
Nomor 102.”
F. Metode Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan beberapa aspek
diantaranya.
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
18Jurnal Mizani, Ana Maratun Marchumah, “Analisis Pemberian Diskon
Murabahah di KJKS Madani Sakti” diakses 3 Desember 2019.
17
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian pustaka
(library reseach) yaitu penelitian yang sumber datanya
diperoleh melalui penelitian buku-buku yang berkaitan dengan
masalah yang dibahas dalam diskon Mura<bah{ah: studi kasus
komparatif Fatwa DSN MUI Nomor 16 Tahun 2000 dengan
PSAK 102, serta literatur-literatur penunjang sebagai
pelengkap dan pembanding.19 Peneliti menggunakan
pendekatan komparatif yaitu pendekatan yang dilakukan
dengan menganalisis dan mengetahui persamaan dan
perbedaan yang ditentukan dengan pengujian secara simultan
dari dua hal atau lebih antara peraturan yang satu dengan
peraturan yang lain.20 Dalam hal ini membandingkan antara
Fatwa DSN MUI dengan Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan. Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian pustaka (library research), yaitu sumber data yang
diperoleh dari literatur atau buku- buku, jurnal, penelitian
terdahulu, serta artikel ilmiah maupun dari internet yang
sesuai dan relevan untuk dapat menjawab persoalan yang
19Aji Damanuri, Metodologi Penelitian Muamalah. (Ponorogo, STAIN PO
Press 2010), 23.
20Philip Babcock Gove, Webster Third New International dictionary
(Massachusset: G.C, Meriam Comany, 1996), 461.
18
ada di dalam penelitian. Adapun penelitian ini menggunakan
sumber data sebagai berikut:
a. Sumber Data Primer dalam peneitian ini yang menjadi
data objek penelitian adalah Fatwa Dewan Syariah
Nasional (DSN-MUI) Nomor 16 Tahun 2000 dan
Pernyataan Stardar Akuntansi Keuangan (PSAK) 102
yang menjadi regulasi objek pertama penelitian ini.
b. Sumber data Sekunder berdasarkan sumbernya, penelitian
ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari
literatur-literatur kepustakaan seperti buku-buku, jurnal
serta sumber lain yang berkaitan dengan materi pada
masalah penelitian ini. Dalam penelitian ini, data sekunder
yang dperoleh berupa Peraturan Perundang-undagan,
peraturan bank Indonesia, Peraturan atau regulasi yang
berkaitan dengan objek penelitian yang erat kaitanya
dengan sumber primer serta regulasi yang terkait dengan
Ekonomi Islam, sehingga dapat membantu menganalisis
dan memahami proses dan penelitian ini.21
21Ibid, 58.
19
2. Data dan Sumber Data Penelitian
Data ialah sekumpulan informasi yang dikumpulkan
untuk menjawab suatu permasalahan dalam suatu penelitian.
Data juga merupakan sekumpulan informasi yang dicari untuk
menjawab suatu pertanyaan. Data merupakan aspek penting
dalam penelitian karena data inilah yang dijadikan bahan
analisis atau kajian yang dilakukan. Dalam sebuah penelitian
data diklasifikasikan menjadi 2 (dua), yaitu data primer dan
data sekunder. Karena penelitian ini merupakan penelitian
kepustakaan, maka data primer merupakan data yang
diambil dari literatur atau buku yang menjadi acuan utama,
sementara itu data sekunder merupakan data tambahan dari
sumber sekunder atau kedua atau yang bukan jadi acuan utama.
Sumber data data yang bersumber dari peraturan
Fatwa DSN MUI Nomor 16.dan PSAK 102 data tambahan
yang digunakan penyusun untuk membantu penyusunan
tesis. Data tambahan tersebut berupa karya-karya ilmiah,
jurnal, internet dan bentuk tulisan lain yang berkaitan dengan
bahasan studi pada penelitian ini yaitu Fatwa DSN MUI Tahun
2000 dan Pernyataan Standar Akuntansi Keungan No 102.
20
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer yaitu data yang bersumber
dari DSN MUI dan PSAK dengan menyertakan data tambahan
atau data primer yang digunakan penyusun untuk membantu
penyusunan tesis tersebut berupa karya-karya ilmiah, jurnal,
internet dan bentuk tulisan lain yang berkaitan dengan bahasan
studi pada penelitian ini. Setelah data-data yang diperlukan
terkumpul, kemudian diklasifikasikan dan dikategorikan
sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti.
Selanjutnya dianalisis menggunakan komparasi, yaitu
membandingkan sebuah peraturan yang satu dengan yang
lainnya untuk mencari persamaan serta perbedaan tentang
permasalahan yang terkait dengan penelitian yang dibahas.
4. Teknik Pengolahan Data
Setelah memperoleh data dalam penelitian, maka
langkah selanjutnya adalah mengolah data yang terkumpul
dengan menganalisis data, mendeskripsikan data, serta
mengambil kesimpulan. Penelitian ini dianalisa secara
kualitatif dengan metode deskriptif, yaitu membuat deskripsi
secara sistematis.22
22Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian (Jakarta: CV Rajawali, 1983),
15-20.
21
Teknik pengolahan data yang digunakan penulis dalam
menysusun tesisi ini adalah:
a. Editing, yaitu pemeriksaan Kembali data-data yang
diperoleh dari buku, jurnal, majalah dan lainya secara
cermat dari segi kelengkapan, keterbacaan, kejelasan
makana, keserasian makna satu sama lain, relevansi dan
keseragaman.
b. Pengorganisaian data, yakni mengatur dan Menyusun
data-data secara sistematis dalam kerangka yang sudah
direncanakan sebelumnya, yaitu sesuai degan
permasalahanya.
5. Teknik Analisis Data
Setelah data dikumpulkan kemuadian data tersebut
diolah, ditata dan dianalisa dengan cara berfikir induktif,
metode ini digunakan utuk menganalisis data kualitatif bahwa
penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang
menghasilkan data berupa buku, naskah, catatan, atau
dokumen-dokumen. Sedangkan dalam menganalisis data
tersebut digunakan cara berpikir induktif yaitu: berangkat dari
fakta-fakta yang bersifat khusus, kemudian diteliti untuk
diambil suatu kesimpulan yang bersifat umum.
22
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode analisis isi (Content Analysis). Setelah data-
data terkumpul, kemudian diklarifikasikan dan dikategorikan
sesuai denga permasalahan yang akan diteliti. Selanjutnya
dianalisis mengunakan komparasi, yaitu membandingkan
sebuah karya yang satu dengan karya yang lainya untuk
mencari persamaan serta perbedaan tentang permasalahan
yang terkait dengan penelitian yang akan dibahas. Analisis ini
digunakan untuk mendapatkan inferensi yang valid dan dapat
diteliti ulang berdasarkan konteksnya.23 Untuk menjaga
kekeliruan proses pengkajian dan mencegah serta mengatasi
mis–informasi (Kesalahan pengertian manusiawi yang bisa
terjadi karena kekurangan penulis pustaka) maka dilakukan
pengecekan antar pustaka dan memperhatikan komentar
pembimbing.24
6. Pendekatan Penelitian25
Dalam hal pendekatan penelitian yang digunakan,
sebagai berikut:
23Krippendorff Klaus, Pengantar Teori dan Methodologi.(Jakarta: Rajawali,
1993).
24Rachman Sutanto, Dasar Ilmu Tanah. (Jakarta: Abadi, 2005).
25Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, Dualisme penelitian hukum
Normatif dan empiris. Cet 3. ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015). 185-186.
23
a. Pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif.
b. Pendekatan regulasi yang mengatur tentang aktivitas
perbankan Syariah dalam hal ini transaksi akad yaitu
diskon mura>bah{ah dalam hal ini adalah DSN MUI
Nomor 16 Tahun 2000 dan PSAK 102 yang menagtur
tentang diskon dalam mura>bah{ah.
c. Pendekatan Content Analysis, dilakukan karena
menganalisis dokumen berupa Fatwa DSN-MUI dan
PSAK dalam pernyataan dan konspe diskon dalam
mura>bah{ah.
d. Pendekatan komparatif, karena dilakukan dengan
mengadakan studi perbandingan antara Fatwa DSN
MUI dan PSAK.
e. Pendekatan konseptual dengan menelaah konsep yang
beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin yang
berkemabng dalam ilmu hukum Ekonomi Syariah.
G. Sistematika Penulisan
Pembahasan dalam Tesis ini dibagi ke dalam beberapa
bab yang masing-masing bab mempunyai sub-sub bab, dan
masing-masing bab itu saling terkait satu sama lainnya.
Sehingga membentuk rangkaian kesatuan pembahasan.
24
Bab pertama, Pendahuluan. Bab ini berfungsi sebagai
gambaran umum untuk memberi pola pemikiran bagi
keseluruhan tesis, meliputi latar belakang masalah yang
memaparkan tentang kegelisahan peneliti. Tujuan penelitian
merupakan tujuan dari perpecahan masalah. Kegunaan
penelitian merupakan dampak dari tercapainya tujuan
penelitian di mana menjelaskan tentang manfaat dari
penelitian itu sendiri.
Studi penelitian terdahulu memaparkan tentang
penelitian yang dapat menjadi rujukan penelitian ini. Metode
penelitian berisi tentang jenis penelitian, peneliti
menggunakan jenis penelitian pustaka (library Research)
dengan pendekatan penelitian kualitatif. Dalam metode
penelitian meliputi jenis penetian, data dan sumber data,
teknik pengumpulan data, pengecekan data, teknik
pengumpulan data, analisis data dan sistematika penulisan.
Bab kedua, Diskon dalam Pembiayaan
Mura>bah{ahkajian teori. Dalam setiap penelitian kualitatif ada
teori yang digunakan untuk membaca \data. Teori yang dipakai
peneliti dalam penelitian ini adalah teori diskon dan teori
mura<bahah. Dalam teori diskon meliputi pengertian diskon,
25
Macam-macam diskon, Tujuan diskon, Faktor terjadinya
diskon, Diskon dalam Islam.
Dalam teori Mura<bah{ah meliputi pengertian
mura<bahah, dasar hukum mura<bahah, rukun dan syarat
Mura<bah{ah teantang pengertian Mura<bah{ah, dasar hukum
murabahah dan terakhir pengertian diskon dalam murabahah
Bab ketiga, Diskon Mura>bah{ah dalam dewan Syariah
Nasional (DSN) MUI Nomor 16 Tahun 2000. Paparan data
(tesis) yang membahas mengenai konsep diskon Mura<bah{ah
dalam DSN MUI Nomor 16 Tahun 2000. Berkaitan gambaran
umum DSN MUI Nomor 16 Tahun 2000, narasi akademik
mengenai kemunculan diskon mura<bahah, menganalisis diskon
Mura<bah{ah perspektif menurut ulama, kemudian mengetahui
kontekstualisasi diskon mura<bah{ah.
Bab keempat, Diskon Mura>bah{ah dalam Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 102. Paparan
data (tesis) yang membahas mengenai konsep PSAK Nomor
102 peran serta fungsi dan tujuan khususnya dalam hal diskon
Mura<bah{ah dan mendeskripsikan Pernyataan Standar
Akuntansi Syariah PSAK yang mengatur tentang Akad
Mura<bah{ah, analisis mengenai konsep diskon Mura<bah{ah dan
26
konstkestual PSAK dalam akademik mengenai PSAK Nomor
102.
Bab kelima, Aplikasi Diskon Mura<bah{ah dalam
perbankan Syariah. Paparan data (tesis) yang menjelaskan
analisis aplikasi diskon Mura<bah{ah pada perbankan syariah
yang terdapat dalam Fatwa DSN MUI dan PSAK tentang
diskon dalam mura<bah{ah.
Bab keenam, bab terakhir Penutup dalam Penelitian ini
berisi jawaban dari rumusan masalah yang memaparkan
kesimpulan dan saran serta rekomendasi yang dipandang perlu
bagi penelitian selanjutnya.
BAB II
DISKON DALAM PEMBIAYAAN MURA<BAH{AH
A. Tinjauan Umum Sistem Diskon
Transaksi perdagangan melibatkan dua pihak yaitu
penjual dan pembeli yang kedua pihak ini selaku penerima dan
penjual barang yang akan menyerahkan barang dagangan.
Diawal transaksi kedua belah pihak harus melakukan transaksi
yang disepakati mengenai barang-barang yang ditransaksikan
termasuk didalamnya syarat-syarat jual beli termasuk
didalamya mengenai diskon atau potongan harga atas barang
yang akan dibeli.
1. Pengertian Diskon
Diskon dalam kamus Inggris - Indonesia berasal dari
Bahasa Inggris discount yang artinya potongan harga atau
korting (harga).1 Diskon adalah potongan harga setiap pembeli
memperoleh 15%.2 Potongan atau diskon dari sudut penjual
1Slamet Riyanto, Kamus-Inggris Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2014). 295.
2Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia Pusat Bahasa
(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), 333.
disebut potongan penjualan dari sudut pembeli disebut
potongan pembelian. Diskon merupakan potongan harga yang
diberikan oleh penjual kepada pembeli sebagai penghargaan
atas aktivitas-aktivitas tertentu yang dilakukan pembeli,
misalnya membayar tagihan lebih cepat, membeli dalam jumlah
besar.3
Diskon dalam transaksi jual beli merupakan
pengurangan dari daftar harga yang diberikan yang mana juga
mengorbankan. fungsi pemasaran.4 Diskon sering disebut
dengan korting yang berarti potongan harga yang diberikan
untuk menarik pembeli atau pelanggan sebagai daya tarik untuk
membeli dalam jumalah besar. Besaran diskon biasanya
dinyatakan dalam bentuk persentase, jarang diskon dinyatakan
dalam bentuk rupiah. Diskon diberikan pada umumnya 10%,
30%,50%, dan 70%.5
3Fandy Tjiptono, Strategi pemasaran (Yogyakarta: CV Andi Offset, 2015),
310.
4Erry Fitrya, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Diskon (Malang: NTP
Press, 2005), 891.
5Siti Rupi’ah, “Pengaruh Pemberian Diskon Terhadap Peningkatan
Penjualan”, Jurnal Syariah, Vol.10, Nomor 2 (Malang: Universitas Islam
Negeri, 2015), 33.
29
Berdasarkan pada konsep tersebut bahwa dengan
diberikannya diskon seorang pembeli pasti melakukan suatu hal
agar bisa menarik simpati orang lain yakni dapat dengan
promosi melalui mulut kemulut, atau dari orang ke media atau
juga melalui potongan harga. Diskon atau potongan harga yang
diberikan. kepada pembeli dengan. harga yang telah ditetapkan
yang biasanya diskon. diberikan pada umumnya 10%,
30%,50%, dan 70% dan .merupakan strategi dalam promosi dan
sistem diskon sering .digunakan oleh .penjual dalam
meningkatkan .penjualannya karena .dengan adanya diskon
atau potongan harga .sangat menarik minat pembeli untuk
mendapatkan barang yang dibutuhkan. Hal ini menyebabkan
penjualan. dalam. Jumlah. banyak. akan. mengurangi biaya
produksi disetiap unitnya. Manfaat bagi pembeli yaitu akan
mengurangi biaya pesanan dan membayar dengan sistem satuan
yang menajdi lebih rendah dari biasanya, akan tetapi juga
menimbulkan kerugian yaitu membengkaknya biaya
penyimpananan karena pemesanan yang meningkatkan
insventory. Dalam pemberian diskon ada untungnya bagi
konsumen yaitu diskon dapat menghasilkan nilai standar
ekonomi dengan cara menurunkan jumlah uang yang harus
dibayarkan dan konsumen tetap mendapatkan keuntungan yang
sama dari produk tersebut dan pemberian diskon, yaitu
konsumen dapat membandingkan harga yang telah didiskon.
Sistem diskon yang memotong beberapa persen dari
harga awal, sehingga harga yang ditawarkan menjadi berkurang
dari harga asli yang ditawarkan. Besar. diskon. .biasanya
dinyatakan. dalam. bentuk presentase (%). Berdasarkan konsep
di atas bahwa. diskon. adalah. pemberian potongan harga yang
diberikan penjual kepada pembeli adapun keuntungan bagi
penjual adalah dalam jumlah banyak akan menggurangi .biaya
produksi. tiap. unitnya. sedangkan bagi pembeli adalah akan
menggurangi biaya pesanan dan pembayaran harga satuan lebih
rendah dari biasanya.
Menurut Charty dalam buku yang ditulis oleh .Arif
Isnaini., mengatakan bahwa diskon. adalah pengurangan. dari
harga. daftar. yang diberikan. oleh penjual. kepada pembeli
yang mengorbankan fungsi pemasaran sehingga memebrikan
fungsi untuk dirinya sendiri.6 Menurut Sigit dalam buku yang
ditulis oleh Arif Isnaini menyebutkan diskon adalah
6Arif Isnaini, Model dan Strategi pemasaran (Makassar: NTP Press, 2005),
89.
31
pengurangan harga yang ditetapakan sebelumnya karena
pembeli telah memenuhi syarat yang telah ditetapkan.7
Somarso memberikan pengertian bahwa potongan
penjualan atau potongan tunasi (cahs discount) merupakan
potongan harga yang diberikan jikalai pembayaran dilakukan
lebih cepat dari jangka waktu kredit. Menurut Kotler diskon
adalah penyesuaian harga dasar untuk memberikan
penghargaan pada pelanggan terhadap reaksi-reaksi
teretentu/sepeti pembayaran tagihan lebih awal, volume
pembelian, dan pembeli di luar musim. Diskon atau potongan
harga menurut Mahmud Mahfoedz ialah penyesuaian harga
pokok yang dilakukan oleh perusahaan pada umumnya yang
bertujuan untuk menghargai konsumen atau respons tertentu,
misalnya pembayaran rekening tepat waktu, volume pembelian,
atau alasan sejenis lainya.8
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diambil
pengertian bahwa diskon adalah potongan yang diberikan
kepada pembeli dengan harga yang sudah ditetapkan yang
biasanya bagian dari strategi dalam promosi yang sering
7Ibid., 90.
8Henry Simamora, Akuntansi .Basis .Pengambilan .Keputusan Bisnis,
(Jakarta: Salemba Empat, 2000). 154.
digunakan oleh penjual guna meningkatkan penjualan
karenanya diskon atau potongan menarik minat pembeli untuk
memperoleh barang yang dibutuhkan.
2. Macam-macam Diskon
Menurut Mahmoedz Mahfoedz, terdapat beberapa
macam. bentuk. diskon. yaitu: 9
a. Diskon tunai
Diskon tunai ialah pengurangan harga untuk pembeli
yang segera membayar tagihanya tepat pada waktunya. Diskon
tunai baisayan ditetapkan sebagai presentase hara yang tidak
perlu dibayar. Jika faktur dibayar dalam beberapa hari, dan
jumlah penuh dibayar dalam jumlah penuh yang harus
dibayarkan melampaui periode diskon. Misalnya, “2/10, net
30,” dimana artinya bahwa pemabayaran akan jatuh tempo
dalam 30 hari tetapi pembeli dapat mengurangi 2% jika
mebayar tagihan dalam 10 hari. Sistem diskon ini diberikan
kepada pembeli yang yang memenuhi syarat tersebut. Diskon
seperti ini biasanya diterapkan dalam industru dan bertujuan
menigkatkan likuiditas penjual dan mengurangu biaya tagihan
dan biaya hutang tertagih.
9Ibid.,93-94.
33
b. Diskon kuantitas
Diskon Kuantitas atau yang biasa di sebut dengan
(quantity discount) yitu pengurangan harga bagi pembeli dalam
jumlah besar. Misalnya “$10 per unit untuk kurang dari 100
unit; $9 per unit untuk 100 unit atau lebih.” Di Amerika, diskon
kuantitas harus ditawarka sama untuk semua pelanggan dan
tidak melebihi biaya yang diperoleh penjual karena menjual
dalam jumlah yang besar. Penghematan biaya biaya yang
dimaksud meliputi biaya persediaan, mengurangi biaya
penjualan dan pengangkutan. Diskon ini dimaksudkan nantinya
dapat memberikanintensif bagi pelanggan untuk membei lebih
banyak dari seorang penjual dan tidak membeli dari banyak
sumber.
c. Diskon Fungsional (Functional Discount)
Diskon fungsional atau biasa disebut dengan diskon
perdagangan (Trade Discount), digagas olej produsen pada para
anggota saluran perdagangan jika mereka melakukan fungsi-
fungsi tertentu seperti menjual, menyimpangn dan melakukan
pencatatan.
d. Diskon Musiman (Seasonal Discount)
Diskon musiman merupakan pengurangan harga bagi
pembeli yang membeli barang atau jasa di luar musimnya.
Diskon ini memungkinkan bagi penjual untuk meningkatkan
penjual mempertahankan produksi yang lebih stabil selama
setahun. Dalam hal ini produsen banyak berperan yaitu
mengecer pada musim semi dan musim panas untuk mendorong
dilakukanya pemesanan lebih awal. Misalnya hotel, dan
perusahaan penerbangan atau transportasi musiman pada
periode-periode yang lambat penjualanya.
e. Potongan (Allowence)
Potongan yaitu pengurangan dari harga. Misalnya,
potongan tukar tambah (trade in allowance) dan potongan
promosi (propotional allowance). Potongan ini adalah
pengurangan harga yang diberikan untuk menyerahkan barang
lama ketika membeli yang baru. Biasanya potongan seperti ini
terjadi pada tukar barang bergerak misalnya tukar tambah
mobil.
f. Potongan harga
Potongan harga adalah pembayaran extra yang
dirancang untuk memeperoleh partisipasi penjual ulang
35
(reseller) dan program khusus. Potongan harga tuka tambah
(trade in allowence) diberikan kepada orang yang
mengembalikan baranag lama ketika membeli barang yang
baru. Potongan harga promosi (promoting allowance)
memberikan kepada penyalur imbalan karena berperan serta
dalam program pengiklanan dan dukungan penjuaan.10
Diskon dalam penjualan juga dapat dibagi atas dua yaitu
trade discount dan cahs discount. Trade discount adalah
potongan harga yang diberikan oleh penjual dari harga resi yang
teretera pada daftar harga atau katalog. Salah satu alas an
pemebrian potongan ini adalah pembelian dalam jumlah. Alasan
adalah bahwa harga beli dari pemasok sering berfluktuasi
sehingga harga jual harus sering disesuaikan. Agar tidak sering
mengubah daftar (katalog) harga jua maka ditetepakanlah harga
yang tinggi tetapi memberikan trade discount.
Cash discount adalah potongan yang diberikan openjual
kepada pembeli karena pembeli membayar dalam masa
potongan tunai sebagaimana teretara dalam syarat pembayaran,
misalnya syarat seperti 2/10. n/30. Syarat ini menyatakan
bahwa barang harus dibayar paling lambat 30 hari setelah
10Apri Budianto, 79.
tanggal pembelian. Jika pembeli membayar harga barang dalam
masa 10 hari terhitung sejak tanggal pembelian, maka diberi
potongan sebesar 2%. Jika lebih dari 10 hari, pemebli harus
membayar 100% dari harga barang.11
3. Tujuan Diskon
Tujuan pemberian diskon atau potongan harga
dilakukakn penjual dengan tujuan mengurangi produk yang
disimpan dan meningkatkan penjualan pada kategori produk
tertentu. Tujuan diadakanya diskon ini adalah.
a. Mendorong pembeli untuk membeli dalam jumlah yang
besar sehingga volume penjualan diharapkan bisa naik.
Potongan terhadap konsumen, terutama pola pembelian
konsumen yang selanjutnya berdampak pada volume
penjualan yang didapatkan.
b. Pembeli dipusatkan perhatianya pada penjual tersebut,
sehingga dapat menambah atau mempertahankan
pelanggan penjual yang bersangkutan.
c. Sales service yang dapat menarik terjadinya transaksi
pembelian.12
11Slamet Sugiri dan Agus Riyono, Akuntansi Pengantar 1, cet ke-1
(Yogyakarta: STIM YKPN, 2007), 210-211.
12Arif Isnaini, Model dan strategi Pemasaran (Makassar: NTP Press,2005).
89.
37
4. Faktor Terjadinya Diskon
Faktor-faktor yang menyebabkan perusahaan atau
penjual memberikan diskon.13
a. Konsumen membayar lebih cepat dari waktu yang
telah ditentukan.
b. Pembelian dalam jumlah besar.
c. Adanya pertimbangan.
Sedangkan menurut Djasmin Saladin ada beberapa alasan
perusahaan memprakarsai adanya diskon atau potongan harga.14
a. Kelebihan kapasitas.
b. Merosotnya bagian pasar akibat makin ketatnya
persaingan guna mengunggulkan pasar melalui biaya
yang lebih rendah.
B. Diskon Dalam Islam
1. Pengertian Diskon dalam Islam
Menurut Syabbul Bachri potongan harga dalam istilah
fuqaha’ dikenal dengan istilah al- naqis min al- thsaman
13Bukhrai Alma, manajemen Pemasaran Jasa (Bandung; Alfabeta, 2000).
132.
14Djasmin Saladin. Manajemen dan Pemasaran Jasa. (Bandung: Linda
karya,2003). 151.
(pengurangan harga).15 Diskon. juga disebut. dengan. istilah
khasm. Diskon dalam istilah Islam juga terdapat dalam akad
muwada‘ ah atau wadi‘ ah. Prinsip jual beli ini dari segi
perbandingan harga jual dan harga beli. Bay‘ al muwada ah
dimana penjual .melakukan .penjualan .dengan .harga yang
lebih .rendah dari .pada harga pasar .atau dengan .potongan
(discount). 16
Berikut merupakan syarat dan rukun Bay’ al- Muwada
ah akad jual beli yang yang di dalamya terdapat akad muwada
ah.17berikut syarat dan rukun bay’ al-muwada’ah.
a. Pelaku
1) Adanya penjual dan pembeli
2) Cakap hukum (berakal dan dapat membedakan)
3) Akad anak kecil atau dibawah umur yang
didampingi oleh walinya.
b. Objek harus memenuhi:
15Syabbul Bachri, Ekonomi Islam pada Bank Syariah (Jakarta: Pustaka
Setya, 2008). 45.
16Samir Abdun Nur Jaballahu, dhawabitu Tsamani wa Tathbiqtuhu fi Aqdil
Bay’ (Riyadh: Dar> Kanzu Isybiliya Lilnayiri wa tauzi’, 2005), 203.
17 Ibid., 203.
39
1) Barang yang diperjual belikan harus dapat diambil
manfaatnya. Oleh sebab itu barang yang tidak
bermafaat seperti lalat, nyamuk dan sebagainya
tidak sah diperjual belikan.
2) Barang dimiliki oleh penjual. Maksud di sini adalah
menjual benda yang belum jelas dan belum ada
seperti beurung yang terlepas dari sangkar, yang
lazimnya tidak kembali ke sangkarnya. Jika dia bisa
kembali pada malam hari, maka menurut Jumhur
Ulama tidak sah juga, kecuali lebah yang dipandang
boleh.
3) Barang dapat diserahkan tanpa tergantung dengan
kejadian tertentu di masa depan.
4) Barang dapat diketahui kuantitas dan kulitasnya
dengan jelas.
c. Ijab-qabul
1) Ijab qabul dapat dilakukan secara lisan atau tertulis.
2) Sikap rela satu sama lain antara penjual dan pembeli
terhadap barang yang dijual dan harganya. Apabila
dalam system jual beli ini terdapat unsur terpaksa
(ikrar) atau ada unsur penipuan (tadlis) atau ada ketidak
sesuaian (gharar) obyek akad maka jual beli menjadi
tidak sah karena prinsip saling ridha/rela tidal terpenuhi.
Ketentuan harga pada bay’ Muwada’ah dalam
kitab dawabithul al-tsani wa tathbiqatuhu fi aqdil bay’
disebutkan bahwa wajib tertera harga awal pada awal
pada barang yang akan didiskon. Dengan tujuan agar
pengurangan harga dapat diketahui jumlahnya.
Mengenai harga awal dari barang yang akan dikenai
diskon tidak boleh bertentangan dengan kondisi
barang yang ada. Kerena apabila bertentangan makan
termasuk ke dalam kategori riba. Rasulullah Saw, telah
memperingatkan untuk menjajakan barang dagangan
dengan memilih jenis berdasarkan kualitas dengan
menetapkan harga barang sesaui dengan kuliats
barang. Tidak boleh ada kulitas dan harga barang yang
ditutupi. Semuanya berdasarkan harga yang wajar
sesuia dengan kulitas barang.18
2. Dasar Hukum Diskon dalam Islam
Mengenai diskon atau potongan harga, para ulama
memiliki perbedaan pendapat dalam menentukan hukum diskon
dalam Islam. Ada beberapa ulama yang memperbolehkan
18Menurut Hanafi dikuti Samir Abdun Nur Jaballahu, Ibid, 203.
41
diskon namun dengan batasan-batasan tertentu dan sebagian
lainnya melarang. Diskon atau potongan harga adalah
diperbolekan selama tidak membawa kepada hal yang
diharamkan. seperti penipuan kepada konsumen menimbulkan.
mudharat kepada oranglain, dan lain sebagainya.
Istilah potongan harga atau diskon belum dikenal di
kalangan fuqaha dalam kitab-kitab mereka, akan tetapi istilah
yang dikenal mereka untuk menunjuk pengertian potongan
harga atau diskon adalah Al-hatt min al-thsaman atau yaitu
penuruan harga atau pengurangan harga. Salah satu kategori
jual beli berdasarkan prinsip perbedaan harga jual dan harga beli
adalah akad bay’ al- muwada’ah.
Bay’ Al-Muwada’ah adalah jual beli dimana penjual
melakukan penjualan dengan harga yang lebih rendah yang
lebih rendah dari pada harga pasar atau dengan potongan
(discount). Penjualan seperti ini biasanya dilakukan untuk
barang-barang atau aktiva yang memiliki pembukuan yang
sudah sangat rendah.19 bay’ al-muwada’ah sering juga disebut
dengan bay’ alwadi’ah yang secara Bahasa artinya kerugian.
Secara istilah wadi’ah berarti menjual barang dengan harga
19Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen bank Syariah (Jakarta: Pusat
Alvabeta, 2006). 27.
yang lebih rendah dari pada harga beli dan pembeli diberi tahu
tentang harga belinya.
Landasan Syariah terkait potongan harga atau diskon
terdapat dalam Al-qur’an surat al-maidah ayat 1 sebagai
berikut:20
ايها ا الذين ي منو ى ما ال النعام بهيمة لكم احلت بالعقود اوفوا ا محل ى غير عليكم يتل
يد يريد ما يحكم الل ان حرم وانتم الص
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.
Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan
dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak
menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan
haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum
menurut yang dikehendaki-Nya.”
Serta kaidah fikih yang menyatakan bahwa pada
dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada
dalil yang mengharamkannya dan dimana ada kemaslahatan
disana terdapat hukum Allah. Rukun dan syarat rukun jual beli
pada umumnya yaitu:
20 Departemen Agama RI, Al-Quran Al-Karim dan Terjemahanya
(Semarang: PT. Karya Toha Putra,2002), 156.
43
a. Pelaku transaksi (penjual dan pembeli). Pelaku adalah orang
yang diperbolehkan melakukan akad yaitu orang yang telah
baliq, berakal dan mengerti.
b. Objek transaksi. Objek transaksi merupakan barang yang
telah dimiliki sebelumnya oleh kedua belah pihak,
dibolehkan dalam agama, barang yang bisa diserahterimakan
serta diketahui oleh kedua belah pihak saat akad.
c. Akad, antara penjual dan pembeli keduanya harus saling
rela.21
Pada konsepnya diskon harus terlepas dari factor yang
diharamkan sebagai berikut.
a. Haram Dzatnya
Transaksi dianggap dilarang karena objeknya terlarang.
Misalnya Khamr, bangkai, babi, dan lainya dengan demikian
jika terjadi transaksi jual beli barang-barang haram tersebut
dengan akad secara otomatis transaksi ini menjadi haram.
b. Haram selain Dzatnya
Transaksi dilarang karena objeknya tidak diharamkan
dikarenakan melanggar prinsip “An Taradin Minkum” dan
21Mardani, Fiqih Jual Beli, cet. ke-1 (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015),
49.
Prinsip “La Tazhlimuna wa la Tuzhlamuna”.22 Dimaksud
melanggar prinsip diatantaranya antaranya.
1) Tadlis
Tadlis merupakan transaksi yang mengandung suatu hal
tidak diketahui oleh pihak (unknown to the party). Padahal
sudah ditetapkan dalam Syariah jika semua transaksi dalam
Islam harus didasarkan atas kerelaan antara kedua belah pihak.
Ada 4 hal dalam transaksi tadlis, yaitu:
a) Kuantitas mengurangi takaran.
b) Kualitas, menyembunyikan kecacatan barang
c) Harga, menggunakan ketidaktahuan pembeli akan harga
pasar.
d) Waktu, menyanggupi delivery time delivery time yang
sebenaranya tidak sanggup memenuhinya.
Dari empat bentuk tadlis di atas semuanya bersifat
melangar dan keluar dari prinsip rela sama rela. (an taradlin
minkum).23 An-Najasy dalam istilah etimogis yaitu al-Itsa>rah
yaitu menggerakkan. Sedangkan dalam terminologisnya yaitu
22Muhammad Hafiz, “Identifikasi Transaksi Terlarang,” http://belajar-
ekonomi islam.blogspot.com/2011/03/identifikasi-transaksi-terlarang.htm.
23Andi Iswandi, “Peran Etika Qur’ani terhadap sistem Ekonomi Islam”
Jurnal Al-Iqtishad, Vol. No.1. (2014) 144
45
Ketika seseorang menambah harga pada barang yang dijual. 24
Demikian juga, meninggikan harga barang untuk menunjukkan
bahwa barang tersebut "berkelas" padahal tidak demikian
realitanya, dengan harapan agar pembeli mau mengadakan
transaksi.25
2) Gharar
Secara istilah Bahasa khatar (resiko, berbahaya). Dan
taghrir berarti melibatkan diri dalam sesuatu yang gharar.
gharar mencakup dua bentuk yaitu keragu-raguan dan
kebimbangan dimana keberhasilan dari transaksi ini diragukan
dan dibimbangkan keberhasilanya.
Gharar dikategorikan dan dibatasi terhadap sesuatu
yang tidak diketahui anatar tercapai dan tidaknya suatu tujuan,
dan tidak termasuk di dalamnya hal yang majhul (tidak
diketahui).26 Sistem jual beli gharar yaitu transaksi batil
contohnya, Dari segi ketidakjelasan objek : Fisik barang tidak
jelas, misalnya, penjual berkata: "Aku menjual kepadamu
24Sugeng Wibowo, “Sejarah Ekonomi Islam Masa Kontemporer”, An-
Nisbah, Vol.III. No.1. (2016). 68-83.
25Penjelasan Taudhih Al-Ahkam, juz 4, 360.
26Ibid. Mardani, 35.
barang yang ada di dalam kotak ini dengan harga Rp. 100.000,-
” dan pembeli tidak mengetahui fisik barang yang berada di
dalam kotak tersebut.
Ketidak jelasan harga penjual tidak menentukan harga,
misalnya, penjual berkata: "Aku jual mobil ini kepadamu
dengan harga sesukamu." Lalu mereka berpisah dan harga
belum ditetapkan oleh kedua belah pihak. Pada bank
konvensional, potongan yang diterima dari pihak pemasok atau
dari pihak lain tidak perlu diberitahukan atau diserahkan ke
nasabah bahkan menjadi pendapatan bank konvensional, akan
tetapi dalam transaksi mura>bah{ah potongan harga yang
diterima oleh bank syariah dari pemasok pada prinsipnya adalah
milik nasabah sehingga mengurangi harga pokok barang yang
akan diperjual belikan kepada nasabah. Apabila potongan harga
tersebut diterima dari pemasok setelah akad mura>bah{ah
dilakukan, maka pembagian potongan harga antara bank
syariah dan pembeli, dibagi sesuai dengan kesepakatan
sehingga potongan setelah akad ini harus diperjanjikan dalam
akad mura>bah{ah.27
27Wiroso, Jual Beli Murabahah, cet. ke-1 (Yogyakarta: UII Press, 2005). 67.
47
C. Mura>bah{ah
1. Pengertian Mura>bah{ah
Mura>bah{ah adalah jual beli barang yang harga pokok
perolehanya ditambahkan keuntungan yang disepakati antara
pihak penjual dengan pihak pembeli. Perbadaan jual beli
mura>bah{ah dengan jual beli yang lain adalah penjual harus
mengungkapkankan harga awal pembelian kepada pembeli dan
disepakati kedua belah pihak. Transaksi ini dituntut penuh
kerelaan kedua belah pihak sebagai unsur yang penting dalam
transaksi dan proses akad mura>bah{ah.28
Mura>bah{ah berasal dari kata ribhu yang artinya
keuntungan, adalah tranksasi jual beli di mana bank
menyebutkan jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai
penjual dan nasabah adalah sebagai pembeli. Faqih mazhab
Hanafi (w.593/1197). Membenarkan keabsahan Mura>bah{ah
berdasarkan syarat-syarat yang penting bagi keabsahan suatu
jual beli ada dalam Murabah{a>h, dan juga karena orang
memerlukannya. Sedangkan Faqih Mazhab Syari’I, Nawawi
28Rifqi Muhammad, Akuntansi Keuangan syariah: Konsep dan Implementasi
Keuangan Syariah (Yogyakarta: P3EI Press), 41.
(w.676/1277) cukup menyatakan “Mura>bah{ah adalah boleh
tanpa ada penolakan sedikitpun).29
Akad jual beli atas barang tertentu, dimana penjual
menyebutkan dengan jelas barang yang diperjual belikan
termasuk harga pembelian barang kepada pembeli, kemudian
mensyaratkan atasnya laba atau keuntungan dalam jumlah
tertentu. Para fuqaha mendefinisikan Mura<bah{ah sebagai
penjualan barang seharga biaya atau harga pokok (cost) barang
tersebut ditambah mark up atau margin keuntungan yang telah
disepakati. Karakteristik Mura<bah{ah adalah bahwa penjual
harus memberi tahu pembeli mengenai harga pembelian produk
dan menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada
biaya (cost) tersebut.30
Para ulama membagi jual beli kepada dua jenis, yaitu
musawammah (saling tawar menawar) dan Mura>bah{ah (saling
beruntung). Mura>bah{ah secara Bahasa merupakan mashdar dari
kalimat ribhun yang artinya ziyadah (tambahan). Sedangkan
pengertian Mura>bah{ah secara istilah adalah jual beli barang
29Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah: Dalam Perspektif Kewenangan
Peradilan Agama (Jakarta: Kencana Prenada Group), 145.
30Zainul Arifin, Dasar-dasar Bank Syariah (Jakarta Pusat: Alfabeta, 2006),
27.
49
dengan harga yang dilakukan pembayaran dengan syarat-syarat
teretentu.31
Menurut para fuqaha Mura>bah{ah didefinisikan sebagai
penjualan sehari biaya/harga poko (cost) barang tersebut
ditambah mark-up atau margin keuntungan yang dispekati.
Karakteristik Mura>bah{ah adalah penjual harus memberi tahu
pembeli mengenai harga pembelian produk dan menyatakan
jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut.
Beberapa kitab fiqh menyatakan bahwa akad Mura>bah{ah adalah
salah satu pembeli mengenai harga pembeli prosuk dan
menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya
tersebut.
2. Rukun dan Syarat Mura>bah{ah
Rukun dan syarat Mura>bah{ah pada dasarnya sama
dengan jual beli biasa, seperti penjual dan pembeli melakukan
jual beli atas kehendaknya sendiri, sehat akalnya, baligh
kemudian barang yang diperjual belikan merupakan barang
yang halal, ada secara hakiki, dan dapat diserah terimakan.32
31Rozalinda, Fiqh Ekonomi Syariah (Jakarta: Rajawali Press, 2016), 83.
32Sudarsono, pokok-pokok Hukum Islam (Jakarta: Rajawalu Pers, 2016), 84.
Walaupun pada dasarnya sama namun diantara ulama
fiqh berbeda pendapat dalam menetapkan persyaratan jual-beli.
Dibawah ini akan dibahas sekilas pendapat beberapa mazhab
tentang persyaratan jaul beli tersebut.
a. Menurut ulama Hanafiyah
Persyaratan yang ditetapkan oleh ulama Hanafiyah
berkaitan dengan syarat jual beli adalah:33
1) Syarat terjadinya akad (in’iqad)
Syarat terjadinya akad merupakan syarat-
syarat yang teah ditetapkan syara’. Jika persyaratan
tidak terpenuhi, jual-beli batal. Tentang syarat ini,
ulama Hanafiyah menetapkan empat syarat, yaitu:
2) Syarat aqid (orang yang akad)
Ulama hanafiyah tidak mensyaratkan harus
baligh. Tasharuf yang boleh dilakukan oleh anak
mumayizz dan berakal secara umum terbagi tiga.
Tasharuf yang berada diantara kemanfaatan dan
kemadharatan. Yaitu aktivitas yang boleh dilakukan,
tetapi atas seizin wali, aqid harus berbulang, sehingga
tidaklah sah akad dilakukan seorang diri. Minimal
33Racmat Syafei, Fiqih Muamalah (Bandung: Pustaka Satia, 2001), 76.
51
dilakukan dua orang, yaitu pihak yang menjual dan
membeli.
3) Syarat dalam akad.
Syarat ini hanya satu, yaitu harus selesai antara
ijab dan qabul. Namun demikian, dalam ijab, ahli akad,
qabul haru sesuai dengan ijab, ijab dan qabul harus
bersatu, yakni berhubung antara ijab dan qabul
walaupun tempatnya tidak bersatu.
a) Tempat akad, harus bersatu atau berhubungan antara
ijab dan qabul.
b) Ma’qud ‘alaih (objek akad), harus ada, harta harus
kuat, tetap, dan bernilai, milik sendiri dan dapat
diserahkan.
c) Syarat pelaksanaan akad yakni benda dimiliki aqid
atau orang berkuasa untuk akad, benda tersebut
bukan milik orang lain.
4) Syarat sah akad
Syarat sah akad syarat ini terbagi atas dua bagian,
yaitu umum dan khusus. Syarat umum, merupakan syarat-
syarat yang berhubungan dengan semua bentuk jual beli
yang telah ditetapkan syara’. Sedangkan syarat khusus
merupakan syarat-syarat yang hanya ada pada barang-
barang tertentu.
5) Syarat lujum (kemestian)
Merupakan akad jual-belu harus terlepas atau
terbebas dari khiyar yang berkaitan denga kedua pihak
yang akad dan akan menyebabkan batalnya akad.
Menurut ulama Maliki Syarat-syarat yang
dikemukakan oleh ulama malikiyah yang berkenan dengan
a>qid (orang yang berakad), sighat, dan ma’qu>d alaih
yaitu:34
1) Syarat A>qid
Penjual atau pembeli, dalam hal ini tedapat tiga
syarat ditambah satu bagi penjual yakni penjual dan
pembeli harus mumayyiz, antara penjual dan pembeli
dalam keadaan sukarela atau yang dijadikan wakil dan
penjual harus sadar dan dewasa.
2) Syarat dalam shigat
34Ibid., 79.
53
Penjual dan pembeli berada pada tempat yang
sama. Pengucapan ijab dan qabul tidak terpisah dan
tidak mengandung unsur penolakan dari salah satu aqid
secara adat.
3) Syarat harga yang dihargakan
Dalam hal ini barang yang digunakan bukan
barang yang dilarang syara’. Harus suci, maka tidak
boleh menjual khamr dan barang yang dilarang oleh
syariat. Barang yang bermanfaat serta dapat diketahui
oleh kedua orang yang berakad dan dapat diserahkan.
Para ulama bersepakat sahnya akad mura>bah{ah syarat-
syarat yang harus dipenuhi yaitu:
a) Harga pokok diketahui oleh pembeli kedua jika harga
pokok tidak diketahui maka jual beli mura>bah{ah
menjadi fasid.
b) Keuntungan diketahui karena keuntungan merupakan
bagian dari harga.
c) Modal merupakan mal misliyyat (benda yang ada
perrbandingan di pasaran) seperti benda yang ditakar,
benda yang ditimnbang dan benda yang dihitung atau
sesuatu yang nilainya diketahui, misalnya dinar, dirham
atau perhiasan.
d) Mura>bah{ah tidak boleh dilakukak terhadap harta riba,
dan memunculkan riba karena dinisbahkan pada harga
pokok, seperti seorang pembeli barang yang ditakar atau
ditimbang dengan jenis yang sana maka tidak boleh
baginya untuk menjual barang tersebut secara
Murabaha>h. Dikarenakan Mura>bah{ah adalah jual beli
dengan harga pokok dan tambah laba. Semetara itu,
tambahan pada harta riba adalah riba fadhl. Bukan laba.
e) Akad jual beli yang pertama dilakukan adalah sah jika
akad jual belu pertama fasid maka Mura>bah{ah tidak
boleh dilakukakan.
Aplikasi Mura>bah{ah pada lembaga keuangan Syariah
diterapkan pada pembiayaan dalam bentuk jual beli dengan
modal pokok ditambah keuntungan yang disepakati anatar
nasabah dan bank, pada pembiayaan Mura>bah{ah ini nasabah
dan bank Syariah melakukan kesepakatan untuk melakukan
transaski pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli. Dimana
bank bersedia membiayai pengadaan barang yang dibutuhkan
nasabah dengan membeli kepada suplier dan menjual kembali
kepada nasabah ditambah dengan margin keuntungan yang
55
telah disepakati, kemudian nasabah membayar sesuai dengan
jangka waktu yang disepakati.35
3. Tujuan Mura>bah{ah
Menurut Al Marghiani, tujuan dari Mura>bah{ah adalah
untuk melindungi konsumen yang tidak berdaya terhadap tipu
muslihat para pedagang yang curang karena konsumen tersebut
tidak memili keahlian untuk dapat melakukan jual beli.
Seseorang yang tidak memiliki ketrampilan untuk melakukan
pembelian di pasar dengan cara musawammah, seharusnya
menghubungi seorang dealer. Mura>bah{ah yang dikenal
kejujuranya dan membeli barang yang dibutuhkannya dari
dealer tersebut dengan membayar harga perolehan dealer
tersebut atas barang itu ditambah dengan keuntungan. Dengan
cara seperti ini, konsumen tersebut akan terpuaskan dan
terlindungi dari kecurangan.36
Imam Ahmad lebih memilih musawamah, yaitu jual beli
biasa, karena musawamah lebih mudah daripada mura<bah{ah.
Menurut Imam Ahamad, Mura>bah{ah lebih rumit pelaksanaanya
dari pada musawamah, karena menghendaki perlunya bagi
35Rozalinda , Fikih Ekonomi Syaria (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), 85.
36Sutan Remi Sjahdeini, perbankan Syariah Produk-produk dan Aspek
Hukumnya (Jakarta: Prenamedia Group,2014), 226.
pemebeli untuk mengetahui keterangan perinci dari barang
yang akan dibeli.37
D. Diskon dalam Mura>bah{ah
Pengertian tentang diskon Mura>bah{ah diatur dalam
pernyataan standar akuntansi keuangan nomor 102 tentang
akuntansi mura>bah{ah, serta terdapat dalam fatwa Dewan
Syariah Nasional (DSN) MUI nomor 16 Tahun 2000 tentang
Diskon Murabaha>h. Diskon Mura>bah{ah menurut pernyataan
standar akuntansi keuangan (PSAK) adalah pengurangan harga
atau penerimaan dalam bentuk apapun yang diperoleh lembaga
keuangan syariah sebagai pembeli dari pemasok.38
Para ulama sepakat bahwa diskon ini menjadikan harga
lebih murah jika dilakukan sebelum akad penjualan kepada
nasabah. Kembali dalam pengertian pertama bahwa akad
Mura>bah{ah merupakan akad jual beli pada harga pembelian
ditambah keuntungan yang disepakati. Oleh karenanya
potongan harga yang diberikan dari pemasok ini merupakan
kelanjutan transaksi Mura>bah{ah dengan pesanan yang akan
37Ibid,. 227.
38Ikatan Akuntansi Indonesia, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan:
Akuntansi Murabahah (Jakarta: Graha Akuntan, 2013). 2.
57
membuat harga jual baru dari bank yang lebih rendah dari yang
diperkirakan di awal, sederhananya diskon atau potongan harga
ini adalah hak nasabah. Berdasarkan pengertian diskon
mura>bah{ah di atas, dapat diperoleh kesimpulan bahwa diskon
mura>bah{ah adalah potongan atau pengurangan harga yang
diperoleh lembaga keuangan syariah dalam transaksi jual beli
mura<bah{ah.
Kaidah fikh dalam Islam merupakan hukum yang tidak
mengikat seperti Hukum Syariah, akan tetapi fikh menjadi
landasan yang sudah disesuaikan dengan keadaan manusia pasa
saat ini. Dalam bab ini penulis menggunakan fikh sebagai teori
karena fikh merupakan hukum yang sudah di sesuaikan dengan
syariat dalam hal ini khususnya yang mengatur tentang jual
beli.
BAB III
DISKON MURA>BAH{AH DALAM DEWAN SYARIAH
NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA (DSN-MUI)
NOMOR 16 TAHUN 2000
A. Gambaran Umum Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI
Ekonomi dalam beberapa dasawarsa terakhir memiliki
pengaruh pada Umat Islam Indonesia dalam segi peningkatan
dan perkembangan, hal tersebut disebabkan karena system
ekonomi konvensional ternyata tidak dapat memenuhi harapan,
kesadaran umat untuk syariah secara kaffah (menyeluruh)
dalam berebagai aspek kehidupan ternyata juga terus
meningkat. Momerentum pergerakan ekonomi syariat dimulai
Ketika lahirnya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992.1
Sebagai bank pertama di Indonesia yang berlandaskan pada
prinsip syariah dalam kegiatan transaksinya. Kelahiran bank
syariah ini kemudian diikuti oleh bank-bank lain, baik yang
berbentuk full baranch maupun yang hanya berbentuk divisi
1PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Didirikan [ada 24 Rabius Tsani 1412 H
atau 1 Nopember 1991.
atau unit usaha Syariah, tak ketinggalan, lembaga keungan
lainya pun, seperti perusahaam Asuransi Takaful yang berdisi
pada tahun 1994 dan Lembaga investasi syariah terus
bermunculan.
Upaya menghadapi perkembangan ekonomi Syariah
yang signifikan di Indonesia, diperlukan suatu perangkat
peraturan perundang-undangan yan dapat memebrikan
kepastian hukum kepada para praktisi ekonomi Syariah dalam
menjalankan ekonomi Syariah. Di dalam konstitusi, kegiatan
ekonomi syariah secara implisiti didasarkan pada Pasal 29 ayat
(1 dan 2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indoesia
Tahun 1945 (UUD 1945).
Selain peraturan perundang-undangan tersebut di atas,
para paraktisi ekonomi Syariah, masyarakat dan pemerintah
(regulator) membutuhkan fatwa-fatwa terkait ekonomi syariah
dari para ulama atau Lembaga-lembaga atau organisasi-
organisasi Islam lainya yang berkompeten mengeluarkan
fatwa-fatwa sebagai suatu pegangan atau petunjuk untuk
melaksanakan segiatan ekonomi Syariah. Perkembangan
lembaga ekonomi Syariah yang demikian cepat harus
diimbangi dengan fatwa-fatwa ekonomi syariah yang valid dan
akurat.
1. Pengertian Fatwa
Pengertian fatwa secara etilogis berasal dari Bahasa
Arab al-fatwa. Pendapat ini hampir sama dengan manzhur kata
fatwa ini merupakan bentuk mashdar dari kata fata yaitu fatwan
yang bermakna muda, baru, penjelasan, penerangan. Pendapat
ini hamper mirip dengan pendapat al- Fayumi yang mengatakan
bahwa fatwa berasal dari kata fata artinya pemuda yang kuat.
Sehingga seorang yang mengeluarkan fatwa dikatakan mufti
karena orang tersebut diyakini memiliki kekuatan dalam
memberikan penjelasan (albahan) dan jawaban terhadap
permasalahan yang dihadapanya sebagaimana kekuatan yang
dimiliki oleh seorang yang masih muda.2
Menurut Al-Jurnani, fatwa berasal dari al-fatwa atau al-
futya, yang artinya (jawaban atas segala masalah).3 Menurut
Yusuf Qardawi, fatwa adalah menerangkan hukum syara’ dalam
suatu persoalan sebagai jawaban atas pertanyaan yang diajukan
oleh peminta fatwa (mustafi) secara perorangan atau kolektif.4
2Ma’ruf Amin, Fatwa dalam Sistem Hukum Islam, (Jakarta Elsas, 2008). 19.
3Ibid,20.
4Ibid,21.
Dari beberapa pengertian di atas, terdapat dua hal
penting, yaitu:
a. Fatwa bersifat responsif, yaitu merupakan jawaban
hukum (legal opinion) yang dikeluarkan setelah adanya
suatu pertanyaan atau permintaan fatwa (based on
demand).
b. Fatwa sebagai jawaban hukum (legal opinion) tidaklah
bersifat mengikat. Orang yang meminta fatwa
(mustafti), baik perorangan, lembaga, maupun
masyarakat luas tidak harus mengikuti isi atau hukum
yang diberikan kepadanya.
Pengertian fatwa menurut arti bahasa (lughawi) adalah
jawaban suatu kejadian (memberikan jawaban yang tegas
terhadap segala peristiwa yang terjadi dalam masyarakat) dan
penjelasan itu mengarah pada dua kepentingan, yakni
kepentingan pribadi atau kepentingan masyarakat banyak.5
Fatwa dikeluarkan baik diminta ataupun tidak, karena
itu perkembangan fatwa dalam sistem hukum Islam sangat
penting seiring dengan permasalahan sosial yang semakin hari
semakin banyak dan kompleks dibandingkan dengan
5Rohadi Abdul Fatah, Analisis Fatwa Keagamaan Dalam Fikih Islam
(Jakarta: Bumi Aksara,2006), 7.
permasalahan yang terjadi pada masa Nabi Muhammad Saw
dan para sahabat. Permasalahan yang dialami Rasulullah dan
para sahabatnya tidak serumit yang dihadapi sekarang, disisi
lain Allah SWT telah mencukupkan wahyu-Nya dan hadits
yang disampaikan Rasulullah untuk memecahkan
permasalahan-permasalahan yang ada.6
Rasulullah sebagai rasul terakhir membawa konsekuensi
bahwa aturan-aturan dan hadits yang telah berhenti ketika
Rasulullah meninggal dunia bisa digunakan untuk memecahkan
permasalahan kekinian. Konsekuensi ini merupakan tugas dan
tanggung jawab yang besar dan berat yang dipikul oleh umat
Islam, khususnya mereka yang memiliki titel sebagai Alim
Ulama. Ulama atau mujtahid atau mufti memiliki tugas untuk
mengurai ayat-ayat Al-qur’an dan hadits tidak hanya secara
kontekstual, tidak hanya dengan memahami asbab al wurud dan
asbab al nuzul, tetapi dia harus bisa mengkonstekstualkan ayat
dan hadits tersebut dengan kondisi sekarang sebagai
pengejawantahan hadits alislam shalih li kulli zaman wa makan
6Ridwan Nurdin, Kedudukan Fatwa MUI Dalam Pengembangan Ekonomi
Syariah di Indonesia, makalah disampaikan dalam diskusi dengan Tim
Penelitian, tanggal 17 Juni 2011. Diakses tanggal 2 Juli 2020. Pukul 5.56
WIB.
(Al-Qur’an dan hadits sebagai kitab suci umat Islam yang
‘diyakini’ selalu relevan disetiap zaman dan waktu).
Fungsi ulama terdapat pada berbagai profesi seperti
peradilan, maka hakimnya adalah ulama yang menjadi Qadhi
(hakim) atau ulama yang memberikan fatwa disebut Mufti.
Dalam kaitan dengan fatwa, terdapat tiga hal yang dominan,
yaitu:
1) Pihak-pihak yang berkepentingan seperti peseorangan,
masyarakat, pemerintah dan lainnya atas fatwa.
2) Masalah atau persoalan yang diperlukan ketetapan
hukumnya.
3) Para ulama yang mengerti hukum syariat, mempunyai
otoritas mengeluarkan fatwa.
2. Dasar Hukum Fatwa
Fatwa merupakan sebuah upaya ulama untuk merespon
masalah yang dihadapi masyarakat yang memerlukan
keputusan hukum. Dasar hukum fatwa adalah al-quran, hadist
dan sunnah. Penalaran yang dilakukan oleh para ulama
merupaka legal opinion. Sebagaimana dalam al-quran Surat Al-
nahl ayat 43:7
7 Departemen Agama RI, Al-Qur’an Al-Karim dan terjeahanya (Semarang,
PT.Karya Toha Putra,2002),408.
ا اليهم نوحي رجال ال قبلك من ارسلنا وما كر اهل فسـلو تعلمون ل كنتم ان الذ
“Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali
orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka;
maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai
pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.”
Al-Quran surat Al-Nahl ayat 43 tersebut di atas
merupakan aturan tentang bagaimana seseorang diperintahkan
untuk bertanya sesuatu jika tidak atau memerlukan kepastian
hukum kepada orang yang mengetahui. Kata “bertanya”
menjadi bahasa al-Quran dalam menjelaskan berbagai
persoalan.
3. Pihak-pihak Pemberi Fatwa
Beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk bisa
diangkat menjadi mufti atau pemberi fatwa, Al-Nawawi
menyebutkan bahwa.8
a. Mukallaf
b. Muslim
c. Berkepribadian kuat
d. Dapat Dipercaya
e. Suci dari sifat-sifat tercela
f. Berjiwa kuat
8Zainudin Ali, Hukum Ekonomi Syariah,(Jakarta: Sinar Grafika,2008), 1.
g. Berotak cermelang
h. Berpikiran tajam
i. Bisa melakukan istinbath hukum
j. Sehat jasmani dan rohani.
Al-nawawi juga menambahkan bahwa untuk bisa
diangkat menjadi seorang mufti mustaqil dan mufti ghair
mustaqil.9Seorang Mufti Mustaqil memiliki persyaratan
sebagai berikut.
a. Mengetahui dengan pasti dalil hukum dari kitab,
sunnah, ijma, Qiyas dan hal-hal yang berkaitan
denganya.
b. Mengetahui dalil dilalahnya dan bagaimana mengambil
hukum darinya sebagaimana yang dijelaskan dalam ilmu
ushul fiqh.
c. Mengetahui ilmu al-quran, mansuh, Nahwu, bahasa, dan
tasyrif didalamnya.
d. Mengetahu fiqh, baik masalah ushuliyah atau
furu’iyyah.
Orang yang memiliki kulifikasi demikian dia dapat
dikategorikan sebagai mufti al- muthlaq al-mustaqil yang
9Rohadi Abdul Fatah, Analisis Fatwa Keuangan dalam Fikih Islam, (Jakarta:
Bumi Aksara,2006).7.
keberadaanya merupakan fardu kifayah, karena dia bisa
melakukan istinbath hukum sendiri tanpa bersandar kepada
madzhab tertentu. Seorang mufti mustaqil juga harus
mengetahui disiplin ilmu tertentu sesuai dengan bidang fatwa.10
Jalaluddin al-Mahalli menyebutkan bahwa diantara
syarat seorang mufti adalah menguasai pendapat-pendapat dan
kaidah-kaidah dalam ushul fiqh dan fiqh, mempunyai
kelengkapan untuk melakukan ijtihad, mengetahui ilmu-ilmu
yang dibutuhkan untuk memformulasikan suatu hukum
memperlonggar dan mempermudah hukum.11
Seorang mufti dapat mengeluarkan suatu fatwa apabila
terpenuhi empat syarat mutlak, yakni (1) orang tersebut harus
dan memahami bahasa arab dengan sempurna dari segala
seginya; (2) orang tersebut mengetahui ilmu al-Quran dengan
sempurna dari segala seginya, yakni berkaitan dengan hukum-
hukum yang dibawa oleh al-Qur’an dan mengetahui secara
persis cara-cara pengambilan hukum (istinbath al-hukmi) dari
ayat-ayat tersebut.12
10Ma’ruf Amin, 36.
11Zainudin Ali, Hukum Perbankan Syariah,(Jakarta: Sinar Grafika,2008), 20.
12Muhamuda sa’diyah dan Nur Aziroh,”Fatwa Dalam Konteks Syariah yang
Sebenarnya”Jurnal Equilibrium. Vol II. No.2. (2017). 316.
Fatwa dan ijtihad memiliki hubungan keterkaitan, sebab
keduanya bakan mempengaruhi hasil ijtihad para ahli itu
sehingga lahir dalam bentuk fatwa-fatwa yang berharga untuk
kepentingan masyarakat Islam. Hakikatnya hukum yang akan
dikembnagkan itu selaras dengan masyarakat itu sendiriyang
senantiasa disesuaikan dengan kondisi masyarakat.13
Hukum Islam dalam proses sitinbath pengambilan
hukum diatur dalam suatu kajian keilmuan tersendiri dalam
ilmu hukum Islam disebut ilmu Ushul fiqh secara umum
pengertianya adalah pengertian tentang kaidah-kaidah yang
menjelaskan tetang metode pengambilan hukum.14
Ilmu ushul fiqh selalu mengembalikan dalil-dalil
hukum syara kepada Allah SWT. Sedangkan dalil-dalil yang
ada hanyalah berfungsi sebagai sarana untuk mengetahui
hukum-hukum Allah SWT.15 Dalam kaedah landasan hukum
yang dipakai dalam ilmu ushul fiqh secara urut adalah sebagai
berikut: (1) al-Quran; (2) al-Hadits; (3) Ijma adalah salah satu
dalil syara` yang memiliki tingkat kekuatan argumentasi
13Asmuni, “Aplikasi Fatwa dalam Dewan Syariag Nasional”. Jurnal
Mawarid. Vol IX. (2014).34.
14Ibid, 41.
15Multa E Siregar, “ Dewan Syariah Nasional dalam Ruang Lingkup Hukum
Nasional”. (Jakarta: Sinar Utama, 2016).11.
setingkat dibawah dalil-dalil nash al-Quran dan Hadits; (4)
Qiyas adalah menerangkan hukum sesuatu yang tidak ada
nashnya dalam al-Quran dan Hadits dengan cara
membandingkannya dengan sesuatu yang ditetapkan hukumnya
berdasarkan nash akan tetapi ada persamaan `illat-nya; (5)
Istihsan adalah penetapan hukum dari seorang mujtahid
terhadap suatu masalah yang menyimpang dari ketetapan
hukum yang diterapkan pada masalah-masalah yang serupa,
karena ada alasan yang lebih kuat yang menghendaki
dilakuakan penyimpangan itu; (6) `Urf adalah bentuk-bentuk
mu`amalah (hubungan kepentingan) yang telah menjadi adat
kebiasaan dan telah berlangsung ajeg (konstan) di tengah
masyarakat; (7) Maslahah Mursalah adalah pertimbangan
kepentingan hukum yang sifatnya hakiki yang meliputi lima
jaminan dasar, yaitu: (a) keselamatan keyakinan agama; (b)
keselamatan jiwa; (c) keselamatan akal; (d) keselamatan
keluarga dan keturunan; (e) keselamatan harta benda; (8)
Istihsab adalah dalil yang memandang tetapnya suatu perkara
selama tidak ada yang mengubahnya. Dalam pengertian bahwa
ketetapan di masa lampau, berdasarkan hukum asal, tetap terus
berlaku untuk masa sekarang dan masa akan datang; dan (9)
syari`at umat terdahulu adalah pemakain hukum syari`at umat
terdahulu selama tidak ada dalil yang me-nasakh hukum
tersebut, ataukah syari`at itu tidak bisa diambil sebagai sumber
hukum yang berdiri sendiri.16Keberadaan pihak-pihak pemberi
fatwa di Indonesia, pada awalnya abad ke-20 dikeluarkan oleh
ulama secara individu. Pada pertengahan kedua abad ke-20
beberapa fatwa mulai dikeluarkan oleh ulama secara
kelompok.17Pada perkembangan tahun berikutnya, dibentuk
majelis Ulama Indonesia. Majelis ini beranggotakan para ulama
dari berbagai kalangan, baik berkaitan dengan masalah ritual
keagamaan, pernikahan, kebudayaan, politik, ilmu pengetahuan
maupun transaksi ekonomi.18
4. Sejarah Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia
(DSN-MUI)
MUI adalah sebuah Lembaga yang mewadahi ulama
zu’ama dan cendekiawan Islam di Indonesiauntuk
membimbing, mengayomi dan membimbing serta menyatukan
gerakn Langkah umat Islam di Indonesia. MUI berdiri 7 rajab
1395 Hijriah bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta
16Ma’ruf Amin, Fatwa dalam Hukum Islam 43.
17M. Cholil Nafis, Teori Hukum Ekonomi Syariah,(Jakarta: UI Press,2011),
4.
18Ibid,6.
sebagai hasil pertemuan atau musyawarah para ulama,
cendekiawan dan zuama. Dari berbagai kalangan yaitu
Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti, Al-
Wasliyah, Math’laul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan Al
ittihadiyyah dan 4 orang ulama dari Dinas Rohani Islam, AD,
AU, AL dan Polri serta 13 orang tokoh/cendekiawan yang
merupakan tokoh perorangan.19
Dari musyawarah tersebut dihasilkan sebuah
kesepakatan untuk membentuk wadah, tempat
bermusyawarahnya para ulama dan cendekiawan muslim yang
tertuang dalam sebuah “Piagam Berdirinya MUI”, yang
ditandatangani oleh seluruh peserta musyawarah yang
kemudian disebut Musyawarah Nasional I Majelis Ulama
seluruh Indonesia.
Dikalangan. umat Islam sendiri. akibatnya .umat .Islam
dapat. terjebak. dalam. egoisme. kelompok yang berlebihan.
Oleh karena itu kehadiran DSN-MUI sangat berpengaruh dalam
social umat Islam di Indonesia.20 Pada Munas yang ke III MUI
disempurnakan menjadi: “MUI bertujuan mengamalkan ajaran
19Safar, “Lahirnya Kesejarahan MUI di Indonesia. (Jakarta: Bumi Aksara,
2009). 32.
20Ibid, 48.
Islam untuk ikut serta mewujudkan masyarakat yang aman,
damai, adil dan makmur rohaniah dan jasmaniah yang diridhoi
ole Allah SWT dalam negara Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila.21
Tugas utama MUI adalah membina dan membimbing
umat untuk meningkatkan keimanan dan mengamalkan ajaran-
ajaran agama Islam, dalam usaha untuk mewujudkan
masyarakat yang aman, adil dan makmur rohaniah dan
jasmaniah sesuai dengan Pancasila, UUD 1945 dan Garis-Garis
Besar Haluan Negara, sedangkan peran MUI sebagaimana
dirumuskan oleh Munas I dalam Pedoman Dasar Pasal 4, yaitu
berperan untuk mengeluarkan fatwa dan nasihat kepada
pemerintah dan umat Islam dalam masalah yang berhubungan
dengan masalah keagamaan dan kemaslahatan bangsa, menjaga
kesatuan umat, institusi representasi umat Islam dan sebagai
perantara yang mengharmonisasikan hubungan antara umat
beragama.22
Rencana pembentukan DSN mulai dibicarakan tahun
1990 ketika acara lokakarya dan pertemuan yang membahas
21M. Cholil Nafis, 63.
22Wisam, Rohilina dan Yusuf Wibisono.” Perbankan Syariah Menuju
Pertumbuhan Tinggi yang Berkelanjutan”. (Yogyakarta: Universitas Islam
Indoensia Press, 2011). 2.
tentang bunga bank dan pengembangan ekonomi rakyat, dan
merekomendasikan agar pemerintah memfasilitasi pendirian
bank berdasarkan prinsip syariah. Pada tahun 1997, MUI
mengadakan lokakarya ulama tentang Reksadana Syariah yang
salah satu rekomendasinya adalah pembentukan DSN. Pada
pertemuan tanggal 14 Oktober 1997, telah disepakati
pembentukan DSN. Usulan ini ditindaklanjuti sehingga
tersusunlah DSN secara resmi tahun 1998.23
5. Peran Dewan Syariah Nasional (DSN)
Tugas utama yang lembaga DSN adalah menggali dan
merumuskan nilai dan juga prinsip-prinsip hukum Islam
(Syariah) dalam bentuk yang telah di keluarkan yaitu berupa
fatwa. Fatwa yang dikeluarkan ini menjadi pedoman dalam
kegiatan ekonomi dan jugakegiatan yang berlandaskan ibadah
Syariah dan juga bermuamalah yang ada di Indonesia:24
a. Dengan berkembangnya Lembaga-lembaga keuangan
Syariah yang ada di Indonesia dan adanya Dewan
23Muhammad Abu Zahrah, “Ushul Fiqh dalam Konteks Indoensia”. (Jakarta:
Pustaka Firdaus,1999). 3.
24Dewan Syari’ah Nasional dan Dewan Pengawas Syari’ah, sumber:
www.scrib.com/doc/57565656/Makalah-Dewan-Syari’ah-Nasional-Dan-
DewanPengawas-Syari’ah.
Pengawas Syariah pada Lembaga keuangan Syariah
perlu didirikanya Dewan Pengawas Syariah.
b. Terbentukanya DSN merupakan Langkah efisiensi dan
koordinasipara ulama dalam menangani masalah dan isu
yang terjadi dengan masalah khususnya mauamalah dan
Ekonomi Syariah di Indonesia.
c. Adanya Dewan Syariah Nasional diharapkan dapat
berfungsi sekaligus mendorong penerapan ajaran
Islamdan kehidupan ekonomi.
d. Dewan Pengawas Syariah ditunjuk sebagai pihak yang
proaktif dalam menangani ekonomi Syariah.
6. Diskon Mura>bah{ahdalam Fatwa DSN MUI Nomor 2000
Adapun landasan utama yang menjadi tolok ukur DSN-
MUI dalam berfatwa adalah kaidah dasar dalam bermualamah
yakni (hukum asal dalam Muamalah adalah mubah)”. Kaidah
ini berkaitan dengan hukum segala sesuatu yang didiamkan
yaitu tidak ada dalil yang membolehkkanya. Dalam fatwa-
fatwa ekonomi Syariah DSN-MUI, kaidah tersebut selalu
dicantumkan sebagai dasar hukum dari pengambilan fatwa,
artinya dalam hal ini kaidah tersebut secara konsisten
mempengaruhi setiap pola ijtihad fatwa DSN-MUI meskipun
metode yang digunakan berbeda.25
Produk unggulan dari Lembaga Keuangan Syariah
adalah akad mura>bahah. Akad ini terbukti menjadi akad paling
sering digunakan dari semua jenis akad yang ada dalam lembaga
keuangan Syariah. Hal tersebut menunjukkan bahwa skim
mura>bah{ah sangat diminati para nasabah Ketika melakukan
kerja sama dengan Lembaga keuangan Syariah. Dominasi
pembiayaan mura>bah{ah ini di terapkan di seluruh Lembaga
keuangan Syariah di Indonesia karena memiliki pola
pembiayaan yang hampir mirip dengan kredit dalam system
konvensional. Sebenarnya pembiayaan ini adalah system
pembiyaan jual-beli yang kemudian diterapkan dalam transaksi
perbankan Syariah.26
Sistem akad fiqh mengenai akad mura>bah{ah tidaklah
mudah dan kaffah bila diterapkan dalam bertransaksi,
diperlukan keimaanan dan ketaqwaan dari para pihak yaitu
lemabaga keuangan dan nasabah. Pembiyaan Mura>bah{ah ini
kemudian membuat sikap pemerintah menegeluarkan peraturan
25Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia,( Jakarta: Kencana,
2011). 175.
26Arah Perkembangan Industri Keuangan Syariah, 2017. Depok Pos 7 Maret.
yang dikelurkan oleh Majelis Ulama Nasional agar praktik dan
system mura<bah{ah sesuai dengan prinsip Syariah, sehingga
tidak memicu munculnya ketidak nyamanan tranksi jasa
pengguna akad mura<bah{ah.
Mura>bah{{ahmerupakan akad jual beli dengan peluang
pengambilan keuntungan yang sangat menjanjikan dengan
memperhatikan penghitungan modal awal dari penjual. Poin
utama dari mura>bah{ah adalah kesepakatan keuntungan,
keterbukaan dan kejujuran menjadi syarat utama terjadinya
mura>bah{ah yang sesungguhnya, mura<bah}ah merupakan sistem
jual beli yang amanah sehingga menajadi karakteristik dari
mura>bah{ah adalah menjual harus memberi tahu pembeli tentang
harga beli awal dan menyatakan jumlah pendapatan dari
keuntungan tersebut.
Keterbukaan harga meliputi harga barang dari supplier
dan segala kekurangan barang, kondisis barang, hingga
kecatatan barang harus disampaikan dengan jujur kepada
nasabah dalam hal ini terakit dengan adanya diskon yang
didapat dari penyedia barang (supplier). Karena hal inilah
menajadikan muncunya peraturan menegani diskon dalam
mura>bah{ah yang telah diatur dalam Fatwa DSN-MUI Nomor
16/DSN-MUI/IV/2000 tentang diskon dalam mura>bah{ah.
Fatwa DSN-MUI muncul sebagai respon atas persoalan
tentang ekonomi Islam, terutama yang berkaitan dengan
Lembaga keuangan Syariah, khususnya perbankan Syariah,
mengingat sebagian besar fatwa yang dikeluarkan berkaitan
dengan persoalan sistem Syariah. Fatwa DSN-MUI menjadi
rujukan bagi Bank Indonesia untuk membuat Peraturan Bank
Indonesia (PBI) dan Dewan pengawas Syariah (DPS) yang ada
di masing-masing Lembaga keuangan Syariah.27
Diskon mura>bah{{ah dalam Fatwa DSN MUI muncul
untuk membahas konsep jual beli khususnya akad mura>bah{ah di
Lembaga keuangan Syariah. Satu fatwa memiliki keterkaitan
dengan fatwa lain karena memutuskan persoalan dalam jenis
akad memiliki keterkaitan dengan kaffahnya suatu transaksi.
Diskon dalam Mura>bah{ah memiliki ketentuan pokok sebagai
berikut:28
a. Harga (thsaman) dalam jual beli adalah suatu jumlah yang
disepakati oleh kedua belah pihak, baik sama dengan nilai
(qimah) benda yang menjadi obyek jual beli, lebih tinggi
maupun lebih rendah.
27Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1998 tentang Perbankan Syariah, 1-3.
28Fatwa DSN-MUI Nomor 16 Tahun 2000.
b. Harga dalam jual beli mura>bah{ah adalah harga beli dan
biaya yang diperlakukan ditambah keuntungan sesuai
dengan kesepakatan.
c. Jika dalam jual beli mura>bah{ah LKS mendapat diskon dari
supplier, harga sebenarnya adalah harga setelah diskon,
karena itu diskon adalah hak nasabah.
d. Jika pemberian diskon terjadi setelah akad, pembagian
diskon tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian
(persetujuan) yang dimuat dalam akad.
e. Dalam akad, pembagian diskon setelah akad hendaklah
diperjanjikan dan ditanda tangani.
Fatwa tentang diskon dalam mura>bah{ah yang diatur
dalam fatwa DSN MUI No.16/IX/2000 tentang diskon dalam
mura>bah{ah ini lahir untuk memperjelas status diskon yang
diberikan dari pihak pemasok kepada bank sebenarnya adalah
harga adalah harga setelah diskon karena diskon adalah hak
nasabah. Namun jika pemeberian diskon setalah akad,
makapem bagian diskon tersebut didiskon berdasarkan
perjanjian yang dimuat dalam akad.
B. Analisis Diskon Mura>bahah
Diskon mura>bah{ah muncul karena salah satu transaksi
pembiayaan yang ada dalam transaksi jual-beli mura>bah{ah di
Bank Syariah. Pembiayaan mura>bah{ah ini mirip dengan
pembiayaan kredit dalam bank konvensional. Dimana bank
akan mendapatkan keuntungan dari harga barang yang dijual
kepada nasabah yaitu menambahkan atau menaikkan (mark up)
sebelum menjual barang tersebut kepada nasabahnya atas dasar
cost plus profit (biaya ditambah laba). Mura>bah{ah merupakan
transaksi jual beli barang antara bank dan nasabah, barang yang
dibeli tersebut berfungsi sebagai agunan. Hal ini, nasabah
membayar barang tersebut dengan cara mencicil kepada bank
kemudian kepemilikan barang akan beralih sesuai dengan
dengan system proporsional cicilan yang telah dibayarkan.
Tambahan biaya (keuntungan) bagi bank dirundingkan dan
ditentukan di awal sebelum terjadinya transaksi antara pihak
bank dan nasabah.29
Melalui akad mura>bah{ah ini nasabah dapat memenuhi
kebutuhan atau memperoleh barang dan memiliki barang yang
dibutuhkan tanpa harus menyediakan uang tunai terlebih
dahulu. Sederhananya nasabah memperoleh pembiyaan dari
bank untuk pengadaan barang yang diinginkan. Praktik
29Adria Sutedi, Perbankan Syariah Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum, 99.
pembiayaan yang dapat dilakukan pada perbankan Syariah
yaitu nasabah mengajukan permohonan berupa pembelian
persediaan atau investasi kepada bank. Kemudian bank
membelikan barang yang diinginkan nasabah tersebut,
kemudian kembali menjual kepada nasabah tersebut ditambah
margin keuntungan.
Sudah seharusnya jika dalam transaksi mura>bah{ah ini
bank membeli barang secara tunai maka pemasok akan
memberikan potongan harga, yang menjadi permasalahan disini
apabila transaksi ini merupakan kelanjutan dari transaksi
mura>bah{ah antara nasabah dalam hal ini nasabah menjadi
pembeli kedua dan bank selaku pembeli pertama dari pemasok
atau yang biasa disebut dengan mura>bah{ah pesanan atau dalam
kaidah fiqh dikenal dengan istilah mura>bah{ah li al-amir bi
alsyira, maka diskon atau potongan harga ini menjadi hak pihak
bank atau pihak nasabah.
Diskon yang terkait dengan pembelian barang, antara
lain yaitu:30
1. Diskon dalam bentuk apapun dari pemasok atas pembelian
barang.
30Muahammad Syafi’I Antonio, “Bank Syariah dari Teoti ke Praktik (Jakarta;
Gema Insani Press, 2001). Cet-1. 235.
2. Diskon biaya asuransi dari perusahaan asuransi dalam rang
pemebelian barang.
3. Komisi dalam bentuk apapun yang terkait pembelian
barang.
4. Diskon atas pembelian barang yang diterima setelah akad
mura>bah{ah disepakati dan diperlukan sesuai dengan
kesepakatan dalam akad tersebut. Jika akad tidak mengatur
maka diskon tersebut merupakan hak penjual.31
Pada Bank konvensional, potongan yang didapatkan
dari pihak pemasok atau dari pihak yang lain selaku supplier
keuntungan atau margin yang diperoleh tidak akan di
beritahukan kepada nasabah atau pembeli dan di klaim sebagai
keuntungan atau fee pendapatan yang diterima oleh pihak bank
namun jika pada bank Syariah sudah menjadi keharusan pihak
bank memberitahukan kepada nasabah karena pada prinsipnya
keuntungan atau potongan tersebut adalah milik nasabah.
Berikut penjelasan mengenai diskon mura>bah{ah pada DSN-
MUI.
Table 3.1
Penjelasan Fatwa DSN MUI Nomor 16 Tahun 2000 mengenai
Diskon dalam Mura>bah{ah
31Sarip Muslim, Akuntansi Keuangan Syariah Teori & Praktek, 106-107.
No Fatwa DSN MUI
Tahun 2000
Penjelasan
1. Harga tsaman
dalam jual beli
adalah suatu
jumlah yang
disepakati oleh
kedua belah pihak,
baik (qimah) benda
yang menjadi
obyek jual beli,
lebih tinggi
maupun lebih
rendah.
Harga dalam jual beli adalah
harga yang telah disepakati oleh
kedua belah pihak (penjual dan
pembeli)
2. Harga dalam jual
beli mura>bah{ah
adalah harga beli
dan biaya yang
diperlukan
ditambah
euntungan sesuai
Harga dalam jual beli mura>bah{ah
adalah harga yang telah
disepakati oleh kedua belah
pihak (penjual dan pembeli)
dengan tambahan keuntungan
serta biaya operasional lainnya.
dengan
kesepakatan.
3. Jika dalam jual beli
mura>bah{ah LKS
mendapatt diskon
dari supplier, harga
sebenarnya adalah
harga setelah
diskon karena
diskon adalah hak
nasabah.
Harga yang sebenarnya adalah
harga yang telah dikurangi
dengan diskon dari supplier
karena pada hakikatnya, diskon
adalah milik nasabah.
2.
3.
4.
Jika pemberian
diskon terjadi
setelah akad,
pembagian diskon
tersebut dilakukan
berdasarkan
perjanjian
(persetujuan) yang
dimuat dalam akad.
Harga yang sebenarnya adalah
harga yang telah dikurangi
dengan diskon dari supplier,
karena pada hakikatnya, diskon
adalah milik nasabah.
5. Jika pemberian
diskon terjadi
Jika diskon diberikan setelah
akad mura>bah{ah dilakukan,
Penjelasan dalam fatwa DSN MUI tentang Diskon
Mura>bah{ah berkaitan dengan penentuan harga berdasarkan
kesepakatan kedua belah pihak, pembagian diskon yang
diperoleh dari supplier sebelum dan sesudah akad, serta diskon
sesudah akad yang harus dicantumkan dalam akad. Fatwa
memandang bahwa diskon yang didapatkan sebelum akad
adalah menjadi milik pembeli atau nasabah sedangkan diskon
yang diperoleh setelah akad, dibagi berdasarkan kesepakatan
yang termuat dalam akad. Terkait diskon yang didapatkan
setelah akad mura>bah{ah ini, dalam fatwa tidak dicantumkan
bahwasanya apabila diskon tersebut tidak diperjanjikan dalam
setelah akad,
perjanjian (per-
setujuan) yang
dimuat dalam akad.
maka pembagiannya dilakukan
berdasarkan perjanjian yang
telah disepakati kedua belah
pihak yang dimuat dalam akad.
5
. 6.
Dalam akad,
pembagian diskon
setelah akad
hendaklah
diperjanjikan dan
ditandatangani.
Pembagian diskon setelah akad
hendaknya dipenjanjikan dalam
akad dan ditandatangani.
akad, apakah diskon tersebut menjadi milik pembeli (nasabah),
penjual (bank) atau dibagi dua antara bank dan nasabah.
Apabila dikaji ulang mengenai fatwa diskon mura>bah{ah
ini bisa dikatakan kurang begitu singkron. Peraturan dalam
ketentuan umum fatwa tentang mura>bah{ah di atas dikatakan
bahwa apabila bank membeli barang yang diinginkan nasabah
dengan mengatas namakan bank sendiri, dan pembeli ini harus
sah dan bebas riba, kemudian bank menjual kembali kepada
nasabah bisa disimpulkan pihak bank selaku yang membeli atau
pembeli utama diharuskan melakukan transaksi pembelian
kepada supplier dan melakukan transaksi jual beli dengan
nasabah selaku pihak kedua. Fatwa Dewan Syariah Nasional
Ulama Indonesia menyatakan diskon dalam akad mura>bah{ah
ini, merupakan hak nasabah.
Dalam sitilah ekonomi diskon ekonomi dan bisnis juga
menjadi langkah utama pemasaran dalam menarik pelanggan.
Diskon merupakan langkah suatu perusahaan memberikan
potongan harga terhadap produk-produk yang dijual. Pada
intinya maksud dari diskon merupakan suatu langkah dalam
transaksi jual beli yang bermaksud tertentu.32
32M Cholil Nafis, Teori Hukum Ekonomi Islam, (Jakarta:Universitas
Indoensia, 2011), 70.
Apabila ditelaah kembali dari uraian diatas ketidak
susuaian ini timbul karena adanya pemahaman dari makna
diskon itu sendiri. Dilihat dari pengertian diskon dalam
mura>bah{ah fatwa DSN-MUI tentang diskon dalam
mura>bah{ahini tidak sesuai dengan kandungan pada fatwa DSN-
MUI tentang mura>bah{ah yang menjadi landasan pembiayaan
akad mura>bah{ah pada bank Syariah di Indonesia. Status diskon
untuk nasabah adalah tergantung dari bank yang bersangkutan,
apakah bank akan memberikan diskon kepada nasabah selaku
pembeli kedua atau tidak itu menjadi wewenang serta kebijakan
bank selaku pemilik penuh (al-milk at tam).
Praktik pembiayaan mura>bah{ah yang dilakukan di
Indonesia, diberi contoh misalnya seorang nasabah ingin
membeli motor, maka nasabah tersebut akan menggunakan
konsep tamwil bil mura>bah{ah dalam transaksi. Maka nasabah
datang ke bank Syariah dengan untuk mengajukan pembiayaan
berbasis mura>bahah. Disini yang digunakan adalah konsep
pembiayaan tamwil bil mura>bahah. Dengan adanya konsep ini
pembeli akhirnya menandatangai kontrak dengan bank Syariah
untuk melakukan pembelian motor. Bank akan menerbitkan
akad wakalah kepada nasabah bahwa bank menyetujui adanya
pembelian motor terhadap nasabah. Dengan akad ini bank
Syariah diaggap telah memiliki barang yang akan dijual lagi
kepada nasabah tersebut.
C. Kontekstulisasi Fatwa DSN MUI Nomor.16 Tahun 2000
Tentang Diskon Mura>bah{ah
1. Kedudukan Fatwa DSN-MUI Nomor 16 Tahun 2000
dalam Hukum Indonesia
Berdasarkan penjelasan sebelumnya telah dibahas
bahwa DSN berwenang dalam mengeluarkan fatwa ekonomi
Syariah, termasuk didalamya adalah perbankan Syariah. Fatwa
merupakan pedoman bagi Lembaga keuangan Syariah dalam
menjalankan aktivitasnya. Apabila melihat praktik yang telah
berjalan dalam kegiatan perbankan Syariah di Indonesia saat
ini, maka fatwa perbankan Syariah merupakan peraturan yang
mengikat dalam perbankan Syariah. Seharusnya, bank Syariah
harus tunduk dengan peraturan DSN MUI dalam menjalankan
aktivitas dan wajib mengikuti fatwa yang dikeluarkan DSN-
MUI. Tentunya apabila lembaga perbankan Syariah tidak
mengikuti terlebih hingga menyimpang dari fatwa DSN-MUI
dalam hal ini berhak mengusulkan kepada instansi terkait,
dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan selaku pihak yang
mengambil tindakan tegas apabila peringatan tidak diindahkan.
Menurut pasal 7 ayat (1) UU No.12 tahun 2011 tentang
pembentukan peraturan Perundang-Undangan Dasar Negara
Repubik Indonesia Tahun 1945. Berdasarkan pasal yang
tercantum menjelaskan bahwa Fatwa tidak termasuk salah satu
jenis peraturan perundang-undangan yang diatur oleh Undang-
Undang. Oleh karenanya dalam hukum positif di Indonesia
Fatwa baru bisa diimplementasikan pada lembaga perbankan
Syariah. Fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI bukanlah
hukum positif,33 sama seperti fatwa-fatwa DSN-MUI lainya
dalam bidang ekonomi, fatwa .mengenai .diskon .dalam
mura>bahah. Fatwa tenatang diskon dalam mura>bah{ah dalam hal
ini memiliki status sama dengan fatwa yang lain yaitu tidak
berkekuatan hukum positif. Sehingga ada kekuatan yang
mengikat antara fatwa DSN dengan hukum positif yang
dikeluarkan oleh Peraturan bank Indonesia.
Peraturan mengenai Diskon murabah dalam DSN-MUI
ini jika ditili kembali dari penjelasan di atas peraturan dan
komponen perumusanya telah dimusyawarahkan dan
33Zubairi Hasan, Undang-Undang Perbankan Syariah:Titik temu Hukum dan
hukum Nasional, ed.1. (Jakarta: Rejawali Pers,2009), 25.
dipertimbangkan dengan sangat matang, mengingat para ahli
sudah mengeluarkan peraturan mengenai diskon mura>bah{ah ini,
terkait dengan inovasi produk akad pembiayaan yang ada dalam
Bank Syariah, seharusnya peraturan semakin diperjelas
khususnya dalam hal ini adalah status diskon, dalam diskon
mura>bah{ah yang diataur oleh DSN-MUI ini isitilah diskon
belum begitu diperjalas, sehingga banyak pihak yang salah
dalam mengartikan stastus diskon yang terkadung dalam
peraturan DSN-MUI No. 16 Tahun 2000 ini.
Terkait dengan peraturan yang dikeluarkan tersebut,
banyak peraturan yang secara tidak langsung mengakibatkan
ketidak optimalan Bank Syariah dalam pelaksanaanya menjadi
kurang sesuai dengan Syariah. Kepakaran Anggota DSN-MUI
dalam hal syariah tidak dapat diragukan lagi, namun dalam
menetapan suatu hal DSN-MUI memiliki wewenang dalam
memanggil tenaga ahli, guna manangani isu-isu keuangan
dengan lebih professional. Bila dilihat dari perkembangan
innovasi produk perbankan di Indonesia masih berada di bawah
Malaysia dan Pakistan.
2. Kedudukan dan Fungsi Lembaga Fatwa di Beberapa
Negara34
a. National Shariah Advisor Council (NSAC) sebagai fatwa
di Malaysia.
Malaysia merupakan negara yang menduduki peringkat
diatas Indonesia dalam hal transaksi perbankan Syariah.
Dukungan pemerintah terhadap perbankan Syariah terihat
sangat besar dan sangat memberikan kesempatan bagi
perluasan bank Syariah di Malaysia. Lahirnya BIM juga disertai
pembentukan Sharia Supervirosy Council (SSC) yang tugasnya
menagwasu agar operasi BIM tidak menyimpang dari ketentuan
hukum Islam.35 Dengan semakin berkembangnya system
perbankan Islam di Malaysia, maka SSC juga di tugaskan untuk
mengawasi perbankan konvensional yang menawarkan jasa
perbankan syaria pada wal tahun 1993.
Seiring dengan berkembangnya perbankan di Malaysia
pemeruntah Malaysia mendirikan otoritas Syariah tertinggi di
Malaysia yaitu National Shariah Advisory Counchil (NSAC)
yang didikan pada tanggal 1 Mei 1997, lembaga ini berfungsi
34Fadli Muhammad, “Aplikasi Syariah dalam Praktik Ekonomi Indonesia dan
Malaysia”. Jurnal Mawarid, No. XI. Vol. 8.
35Karnaen A. Perwataatmadja dan Hendri Tanjung, Bank Syariah Teori,
Prantik, dan Perananya (Jakarta: Celestial Pusblishing, 2007). 196.
sebagai pemegang otoritas tetinggi dalam memutuskan
masalah Syariah pada lemabaga keuangan Syariah baik bank
ataupun nonbank. Dengan dibentuknya National Shariah
Advisory Counchil maka tugas Shariah Supervisory Counchil
(SSC) yang berada di lembaga-lembaga keuangan Syariah
hanya tinggal mengawasi operasi lemabag keunagn yang
diawasinya apakah sudah sesui atau tidak bertentangan dengan
pedoman dan fatwa yang dikeluarkan oleh National Shariah
Advisor council.36
Dari sejarah munculnya SSC Diawali lahirnya bank
Syariah Malaysia kemudian disusul dengan dibentuknya NSAC
adalah menunjukkan bahwa pemerintah Malaysia dalam
mebentuk dewan Syariah melalui tahapan-tahapan diawali
dengan pengawas Syariah di masing-masing lembaga lalu
dibuat dewan pengawas nasional beberapa tahun setelah
pertumbuhan dan perkebangan bank syariah di Malaysia.
Keberadaan National Shariah Advisor council (NSAC) di dalam
bank sentral akan meningkatkan respons dan efektivitas
pengambioan keputusan dan fatwa-fatwa yang berhubungan
dengan masalah-masalah Syariah yang dihadapi oleh perbankan
36Karnaen A. Perwataatmadja dan Hendur Tanjung (Bank Syariah teori,
Praktik, dan Perananya). 197.
dan asuransi Syariah. Hal ini berneda dengan Indonesia di mana
Dewan Syariah Nasional DSN-MUI merupakan Lembaga non-
pemerintah atau indevenden.
b. Shariah Board Pakistan
Otoritas Syariah tertinggu di bidangan keuangan dan
pervankan di Pakitasn bedara pada Shariah Board (Dewan
Syariah) SBP yang dibentuk dalam struktur orgabisasi State
Bank of Pakitastan. Anggota Dewan Syariah terdiri dari dua
orang ulama Syariah ternama, seorang akuntan, seorang ahli
hukum dan seorang banking, tugas dari Dewan Syariah SBP
tidak berbeda dengan tugas dewan Syariah pada umumnya,
dewan Syariah terdeiri dari 5 orang dua diantaranya erupakan
ahli Syariah, dan yang menajdi ketua dewan Syariah harus
berasal dari ahli Syariah.37 Dewan Syaruah Keberadaan SBP di
dalam bank sentral akan meningkatkan resepon efektivitas
pengambulan keputusan dan fatwa-fatwa yang berhubungan
dengan masalah-masalah Syariah yang dihadapi oleh perbankan
Syariah. Namun demikian, independensi dewan syariag ini
terabtas dan juga bukan merupakan anggota dari berbagai
disiplin ilmu.
37http://www.sbp.org.pk/departments/pdf/StrategicPalnPDF/AppendixC%2
0Shariah%20Compliance.pdf.
c. Lembaga Fatwa Mesir
Negara Mesir adalah negara pertama sebagai negara
Timur tengah yang mendirikan bank Syariah pertama kali.
Walaupun perbanan Syariah di Mesir pernah mengalami masa-
masa seram dengan terpaksanya penutupan bank Mith gamr
yang beroperasi tanpa bunga untuk menggunakan system
bunga, dan akhirnya tutup pada tahun 1968. Berkaitan dengan
Lemabga fatwa di Mesir atau Dar al-Ifta’ al-Misriyah
meruapakan lemabaga fatwa yang diakui negara dalam hal
otoriter menegani Syariah. Dismaping itu, mesir banyak mufti
pribadi, yang bukan merupakan pejabat negara.
d. Dewan Syariah di Inggris
Inggris sebaai erope yang mendobrak lahirnya
perabnkan Syariah wilayah eropa. Dengan di lahirkanya Islamic
bank of Britain (IBB) yang disokong dan dari Timur Tengan,
bank ini berdiri berdasarkan izin pedirian bank Syariah yang
dikeluarjan oleh Financial Servoce Authority (FSA) Inggris.
Kemudian disusul dididkanya ban HSBC Amanah yang
kemudian berkemabng diseluruh penjuru dunia, banyak
langskah-loagskah positf yang diterapkan pemerintah Inggris,
memalui FSA dalam mengemabangkan dan endukung
pertumbuhan bank Syariah di Negara tersebut, seperti
penghilangan pajak ganda pada produk mura>bah{ah. Dalam
pengawasan Syariah dan lemabag fatwa yang digunakan oleh
abbj Syariah diatur oleh FSA, dengan mengadopsi standar
Syariah Internasional pengemabangan bank Syariah di Inggris
melakukakn koordinasi dengan Dewan pengawas Syariah
setampat di Negara bank tersebut dibuka.
e. Uni Emirat Arab
Negara Uni Emirat Arab membuat lemabag otoritas
Syariah tertinggi yang berfungsi sebagai penetap ketentuan
Syariah dari lemabag keuangan Syariah. Lembaga ini didirikan
berdasarkan UU Federal Nomor 6 tahun 1985 Pasal 5.
Keweanangan dari Lembaga ini adalah sebagai pemegang
kekuatab Syariah tertinggu di UEA. Anggota dari Otoritas
Syariah di UEA tidak dibatasi untuk dapat menajdi dewan
pengawas syariah di Lemabaga Keuangan Islam yanga ada di
negara tersebut.38
3. Sinkronisasi Hukum Islam Tentang Diskon Mura>bah{ah
pada DSN-MUI
Sinkronisasi hukum tidak dibatasi pada hukum berupa
peraturan perundang- undangan secara formil, melainkan
38Aznan Bin Hasan, Optimal Shariah Governance in Islamic Fianance.
Ahamd Ibrahim Kulliyah of Laws international Islamic University Malaysia.
termasuk pula hukum yang lahir selain dari institusi negara
sepanjang memiliki kapasitas mengikat secara yuridis. Dalam
hal ini, fatwa DSN-MUI dikategorian sebagai produk hukum.39
Tidak jauh dengan lembaga fatwa di Indonesia yang juga
dimiliki oleh organisasi Islam teretantu, pada negara-negara
Uni emirate Arab (UES) juga banyak terdapat mufti-mufti
pribadi.
Banyaknya mufti-mufti di negara UEA
memberikan kebebasan pada masyarakat untuk mengikuti
mufti yang dia yakini, ataupun lembaga-lembaga keuangan
syaruag berhak untuk mengangkat dewan pengawas syariahnya
sendiri, tanpa ada rekomendasi dari Lembaga Fatwa Negara.
Sebenarnya, peluang untuk potifisasi40 hukum Islam di
Indonesia sudah dijamin dalam pasal 2 Aturan Peralihan UUD
’45.
39Ahyar A, Gayo dan tim 2012. Laporan akhir penelitian Hukum Tentang
Kedukan Fatwa MUI dalam Upaya mendorong pelaksanaan Ekonomi
Syariah (Portable document format), Badan Pembina: Hukum Nasional
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI.
http://www.bphn.go.id/data/documents/kedudukan_fatwa_mui_dala_upaya
mendorong_pelaksanaan_ekonomi_syariah.pdf. (diunduh tanggal 12
sepetember 2020)
40“Potifisasi” adalah pemebrlakuan hukum islam yang disahkan secara
formal konstitusional. LihatA. Qadri Azizi. Ekslektisisime hukum nasional,
Komoetensi anatara Hukum Islam dan Hukum Umum, cet1 (Yogyakarta:
Gama Media, 2002)172-173.
Hukum Muamalat yang biasa dikenal dengan hukum
Keuangan Syariah, secara umum belum dipraktikkan dan belum
menjadi adat-istiadat umat Islam. Dalam hal ini hukum
keuangan yang diparktikkan dalam lemabaga keuangan Syariah
di atur karena menyangkut hak-hak dan kepentingan banyak
pihak dan dalam skala yang lebih besar. Sehingga perbedaan
tersebut juga berimplikasi terhadap perbedaan proses
potifikasinya. Potifikasi ini lahir karena adanya gejala-gejala
insitusiaonalisasi hukum dalam keuangan Syariah atau
muamalat yang secara adat belum diparktikkan oleh seluruh
umat Islam. Dalam hal ini diskon dalam mura>bah{ah juga
menagalami pengertian yang berbeda dari mura>bah{ah awal atau
system mura>bah{ah klasik, sehingga para pihak yang serta
khususnya bank Syariah dalam hal ini semakin tenggelam
dalam praktik ekonomi umat Islam yang semakin menyimpang
dari Hukum Silam dan semakin mengkristal menjadi semacam
kebiasaan atau dalam istilah ushul fiqh, disebut dengan ‘urf
fasid. Hukum keuangan Syariah dalam hal ini muamalat lebih
menerima mengiblat pada penerapan teori Receptie41 secara
41Teori ini diprakarsai oleh Cornelis van Vollenhoven (1874-1933), Ter Haar,
dan Cristia Snouck Hurgronje (1857-1936). Teori ini lahir sebagai counter
terahdpa teori receptive in Complexu. Menurut teori ini bahwa hukum yang
beralku di masyarakat itu hukum adat, sedangkan hukum Islam hanya
totalitas. Terlepas dari pertentangan teori tersebut, tetapi
norma hukum Islam mengehendaki pemeberlakuan hukum oleh
setiap pemelukanya.
Nabi SAW sendiri telah memberikan isyarat sifat
hukum muamalat yang dinamis dan terbuka dengan
mengatakan, “kamu sekalian yang lebih mengetahui urusan
dunianya,42 kaitanya dengan fleksibelitas dalam hukum
muamalat dikenal kaidah, “semua akad muamalah itu mutlak
diperbolehkan sampai ada hukum yang melarangnya”.
Akomodasi terhadap kenyataan sosiologis umat Islam yang
berkaitan dengan hukum ekonomi Syariah sangat diperlukan
karena hal ini berdampak pada efektifitas dan respon di
masyarakat serta prospek hukum ekonomi Islam itu sendiri.
Kembali dengan akad yang terkandung dalam diskon
mura>bahah, peraturan yang rekandung dalam DSN MUI masih
terlalu sederhana dan kurangya kejelasan. Disinilah perlunya
formar hukum atau peraturan yang lebih rinci dan jelas.
menajdi pelengkap hukum Adat. Hukum Islam dapat berlaku jika diterima
msyarakat sebagai hukum Adat. Lihat Juhaya S. Praja.
42Imam Muslim, 1934. Sahih Musim Syark an-Nawai, itab fada’il” (Al-
matbah’ah al-Misriyah wa Maktabatuha, XV). 18.
BAB IV
DISKON MURABA<H{AH DALAM PERNYATAAN
STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NOMOR 102
A. Gambaran Umum Pernyataan Standar Akuntansi Syariah
1. Sejarah Munculnya Pernyataan Standar Akuntansi Syariah
di Indonesia
Tonggak sejarah perkembangan akuntansi pertama kali
merupakan masa menjelang diaktifkanya pasar modal di
Indonesia pada tahun 1973. Pada masa itu, pertama kalinya
Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) melakukan kodifikasi prinsip
dan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia. Kemudian
tonggak kedua terjadi pada tahun 1984. Pada masa itu, komite
PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan kemudian
mengkodifikasikanya dengan tujuan menyesuaikan ketentuan
akuntansi dengan perkembangan usaha. Kemudian pada tahun
1994, IAI kembali melaukan revisi total terhadap PAI 1894 dan
melaukan kodifikasi dalam buku “Standar Akuntansi Keuangan
(SAK) per 1 Oktober 1994”. Sejak tahun 1994, IAI juga telah
mengembangkan standarnya. Perkembangan selanjutnya,
terjadi perubahan dari harmonisasi ke adaptasi, kemudian
menjadi adopsi dalam rangka kovergensi dengan International
Fianacial Stadars (IFSR). Melalui perkembanganya, standar
akunatsi keuangan terus direvisi secara berkesinambungan, baik
berupa penyempurnaan maupun perubahan standar baru sejak
tahun 1994. Proses revisi telah dilakukan selama 8 kali.1
Asanya perubahan lingkungan global yang semakin
menyatukan hampir seluruh negara di dunia dalam komunitas
tunggal, yang dijembatan perkembangan teknologi komunikasi
dan informasi yang semakin murah, menuntut adanya
transaparansi di segala bidang. Standar akuntansi keuangan
yang berkualitas merupakan salah satu prasarana penting untuk
mewujudkan transaparansi tersebut.2
Untuk entitas non-pemerintah, setelah dilakukan
konvergensi dengan IFRS, ada tiga pilar akuntansi di Indonesia
yaitu, SAK (yang merupakan hasil konvergensi IFRS), SAK
1Acarya dan Diana Yumanita, Bank Syariah: Gambaran Umum, Seri
Kebanksentralan No. 14 (Jakarta: Pusat Studi dan kebanksentralan (PPSK).
3.
2Ansori, Abdul Ghofur, Pembentukan Bank Syariah Melalui Akuisisi dan
Konversi: Pendekatan Hukum Positif dan Hukum Islam (Yogyakarta: UII
Press, 2010), 40-44.
ETAP dan SAK Syariah.3 Ketiga SAK atau Standar Akuntansi
Keuangan tersebut diuraikan sebagai berikut:
1. SAK Umum (Standar Akuntansi Keuangan)
Satuan Akuntansi keuangan ini dikena di dalam praktik
sebagai SAK umum. SAK ini mulai diterapkan secara
menyeluruh pada tahun 2012. Sebanyak 58 PSAK (non Syariah)
yang diterbitkan per 1 Juli 2009 38 standar akuntansi
internasional. Sehingga menghasilkan 40 PSAK.
2. SAK ETAP (Standar Akuntansi Keuangan untuk Entitas
Tanpa Akuntabilitas Publik)
ETAP adalah entitas yang tidak memiliki akuntabilitas
yang signifikan dan mengelurkan laporan keuangan untuk
tujuan umum. SAK ETAP ini menejelaskan bahwa entitas
memiliki akuntabilitas public yang signifikan. Regulator lain
untuk tujuan penerbitan efek di pasar modal dan asset dalam
kapasitas fidusia.4Fidusia yang dimaksud sesuai dengan Pasal 1
angka 1 UU No. 42/1999 tenang jaminan Fidusia adalah
pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan
dengan ketentuan bahwa benda yang kepemilikannya dialihkan
3Transformasi,www.transformasi.net/articles/read/146/Standar-Akuntansi-
Keuangan-di-Indonesia.html
4Ibid. 34.
tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Surat Edaran
Bapepam LK No. SE-06/BL/2010 tanggal 30 Desember 2010
berisi tentang penggunaan SAK ETAP bagi entitas yang
melakukan kegiatan di pasar modal atau menghimpun dan
mengelola dana masyarakat melalui pasar modal, perusahaan
publik, dan lembaga keuangan non-bank.5
3. SAK Syariah
\SAK Syariah menjadi landasan opersional atau praktik
bagi pengguna ketika mereka melakukan transaksi yang
berbasis syariah Islam. Berdasarkan paragraf 27 KDPPLK
(Kerangka Dasar Penyusunan Dan Penyajian Laporan
Keuangan) Syariah, implementasiya harus sama dengan
paradigma dan asas transaksi Syariah harus memenuhi
karakteristik dan persyaratan antara lain:6
a) Transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling
paham dan saling ridha.
b) Prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya
halal dan baik.
5 Fandi Tjiptono, Keuangan dan ekonomi perbankan Syariah, (Yogyakarta:
Pushbilshing, 2006). 174.
6Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013).82.
c) Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan
pengukur nilai, bukan komoditas.
d) Tidak mengandung riba.
e) Tidak mengandung unsur kezaliman.
f) Tidak mengandung unsur maysir.
g) Tidak mengandung unsur gharar
h) Tidak mengandung unsur haram.
i) Tidak menagnut prinsip nilai waktu dari uang (time value
of money) karena keuntungan yang didapatkan dari usaha
terkait dengan risiko yang melekat pada kegiatan usaha
tersebut sesuai dengan prinsip no again without
accompanying risk.
j) Transaksi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang
jelas dan benar serta untuk keuntungan semua pihak lain.
SAK Syariah yang sudah diterbitkan oleh DSAK IAI
antara lain:
1) Akuntansi Perbankan Syariah (Revisi 2013), PSAK No
59.
2) Penyajian Laporan Keuangan Syariah, PSAK No101.
3) Akuntansi Mura>bahah, PSAK No 102.
4) Akuntansi Salam, PSAK No 103.
5) Akuntansi Istishna, PSAK No 104.
6) Akuntansi Mudharabah, PSAK No 105.
7) Akuntansi Musyarakah, PSAK No 106.
8) Akuntansi Ijarah, PSAK No 107.
9) Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah, PSAK No 108.
39
10) Akuntansi Zakat dan Infak/ Sedekah, PSAK 109.
11) Akuntansi Sukuk, PSAK No 110.7
Akuntansi adalah proses mengidentifikasi, mengukur,
dan melaporkan informasi ekonomi untuk membuat
pertimbangan dan mengambil keputusan yang tepat bagi
pemakai informasi tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) merupakan
dasar atau pedoman yang digunakan dalam menyusun laporan
keuangan. Baik dan buruknya perkembangan PSAK secara
otomatis akan mempengaruhi baik dan buruknya perkembangan
akuntansi, yang juga akan mempengaruhi akuntansi syariah.
Hal tersebut dikarenakan bahwa, PSAK merupakan sebuah
standar dalam penerapan akuntansi. Akuntansi mempunyai
peran penting dalam menyediakan informasi yang menyangkut
posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu
7Ibid,50.
perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai
dalam pengambilan keputusan ekonomi.8
Dalam operasionalnya perbankan sangat berkaitan erat
dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK).
Keberadaan PSAK akan mampu menghantarkan sistem
akuntansi yang baik pula, yang mana hal tersebut juga akan
mendorong pesatnya perekonomian Islam. Standar akuntansi di
Indonesia yang berprinsip bahwa akuntansi Indonesia
merupakan masalah penting dalam profesi dan semua pemakai
laporan yang memiliki kepentingan terhadapnya. Standar
Akuntansi ini akan terus berkembang dan berubah sesuai
dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat.9
Dalam penjelasan PSAK aset mura>bah{ah untuk tujuan
dijual kembali diakui sebagai persediaan sebesar biaya
perolehan, namun saat ini tidak dapat dipungkiri lagi bahwa
tidak sedikit bank yang tidak sesuai dengan PSAK dengan kata
lain bank melakukan pembiayaan dengan memberikan uang
tunai atau cash, atau bisa juga diartikan bahwa bank tidak
menyerahkan barang kepada nasabah tetapi memberikan
8M. Nur Rianto Al Arif, Pengantar Ekonomi Syariah teori dan Praktik.
(Bandung: Pustaka Setia, 2015). 356.
9Sofyan Safri Harahap, Akuntansi Islam. (Jakarta: Bumi Aksara,2004).26.
sejumlah uang kepada nasabah sebagai wakil untuk membeli
barang tersebut. Sedangkan mura>bah{ah adalah akad jual beli
barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang telah
disepakati, dengan kata lain penjual harus memberi tahu harga
produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan
sebagai tambahannya.
Akuntansi (bank) Syariah adalah akuntansi yang
berhubungan dengan aspek-aspek lingkungan. Karena syariah
mencakup seluruh aspek kehidupan umat manusia baik
ekonomi, politik dan sosial. Dengan kata lain, syariah
berhubungan dengan seluruh aspek kehidupan manusia
termasuk dalam hal akuntansi. Selain itu akuntansi syariah juga
diartikan sebagai teori yang menjelaskan bagaimana
mengalokasikan sumber-sumber yang ada secara adil. 10
2. Badan Penyusun Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
Standar Akuntansi pada umumnya disusun oleh
lembaga resmi yang diakui oleh pemerintah, profesi dan umum.
Di Indonesia yang berwenang menyusun ini adalah Dewan
Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) yang berada di bawah
naungan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Dalam penyusunan
10Andria Soemitra, Bank dan perbankan Syariah. (Jakarta; Kencana, 2009).
36.
standar akuntansi ada beberapa lembaga atau badan-badan yang
terlibat, yang salah satunya adalah: Kantor Akuntan Publik dan
Individu. Kantor Akuntan Publik (KAP) dan individu
bertanggung jawab secara independen menyatakan bahwa
laporan keuangan suatu perusahaan disajikan secara wajar dan
akurat atas seluruh aktivasinya. Kriteria wajarnya adalah
laporan keuangan yang diperiksanya sesuai dengan standar
akuntansi yang diterima oleh umum.11
Standar Profesi Akuntansi Indonesia adalah Standar
Profesional Akuntan Publik, dan Standar Akuntansi Keuangan
(SAK). Sejak berdirinya Ikatan Akuntan Indonesia pada tahun
1959 telah beberapa kali menghimpun atau menyusun dan
merevisi prinsip atau standar akuntansi keuangan tersebut.12
Dalam menyusun standar Akuntansi ini terdapat tiga
kemungkinan yakni:
a. Diserahkan sepenuhnya kepada kekuatan pasar atau
mekanisme pasar.
b. Diserahkan kepada profesi atau swasta.
c. Diserahkan kepada pemerintah
11Wiwin Yadiati,Teori Akuntansi, 31.
12Ibid. 25.
3. Dasar Hukum Dalam Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan
Prinsip umum akuntansi Syariah pada Lembaga
keungan Syariah terdapat dalam al-Qur’an dalam surat Al-
Baqarah 282 yang penjelasanya sebagai berikut.
Pertama, prinsip pertanggungjawaban. Dalam prinsip
ini terdapat konsep yang tidak asing lagi di seluruh lapisan
masyarakat, yang khususnya pada masyarakat muslim. Prinsip
ini selalu berkaitan dengan konsep amanah, dan hal tersebut
merupakan hasil transaksi antara manusia dengan sang Khaliq.
Sesuai dengan surat Al-Baqarah ayat 282:13
٢٨٢ ف ليكتب وليملل ٱلذي عليه ٱلق ولي تق ٱلل ربهۥ...
Artinya:
“Dan janganlah penulis enggan menuliskannya
sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia
menulis.”
Kedua, prinsip keadilan. Dalam konteks akuntansi,
menegaskan kata adil sebagaimana yang terdapat dalam surat
al-Baqarah ayat 282. Secara sederhana dapat berarti bahwa
13 Departemen Agama RI, Al-Qur’an Al-karim dan Terjemahanya
(Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2002), 80.
setiap transaksi yang dilakukan oleh perusahaan harus dicatat
dengan benar. Dengan demikian dalam konteks ini terdapat dua
pengertian, pertama berkaitan dengan praktik moral, yakni
kejujuran yang merupakan faktor dominan, tanpa hal tersebut
informasi akuntansi akan menyesatkan dan merugikan
masyarakat. Sebagaimana yang terdapat dalam surat al-
Baqarah ayat 282 di atas yang berbunyi:14
... نكم كاتب بٱلعدل ٢٨٢وليكتب ب ي
Artinya:
“Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menulisnya dengan adil”
Ketiga, prinsip kebenaran. Dalam surat al-Baqaraah
ayat 282 disebutkan bahwa:
... ب كاتب أن يكتب كما علمه ٱلل ٢٨٢ول ي
Artinya:
“Dan hendaklah seorang penulis diantara kamu
menuliskannya dengan benar.”
14 Departemen Agama RI, Al-Qur’an Al-Karim. 70
Dengan prinsip ini akan dapat menciptakan keadilan
dalam mengakui, mengukur dan melaporkan transaksi-transaksi
ekonomi.
4. Diskon Mura>bah{ah dalam Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan
Akad mura>bah{ah terdapat teori dan praktik dalam
penggunaanya. Pada teori dan praktinya mura>bah{ah
memerlukan standar-standar. Standar-standar itulah yang akan
membantu pembentukan standar akuntansi untuk akad
mura>bahah. Standar yang digunakan tidak hanya standar dari
sisi akuntansi saja tetapi sisi agama merupakan yang harus
diperhatikan dan dipatuhi dalam akuntansi mura>bah{ah
merupakan standar akuntansi yang berbasis syariah yang
menganut sesuai dengan syariah Islam.15
Landasan konseptual untuk akuntansi transaksi Syariah
telah disusun oleh DSAK dalam bentuk Keranga Dasar
{Penyusunan dan penyajian laporan keuangan Syariah.Ikatan
Akuntansi Syariah (IAI) telah mengatur tentang pengakuan,
pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi
15L.M Samryn, Pengantar Akuntani: Mudah membuat Jurnal dengan
Pendekatan Siklus Transakso, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012).3.
mura>bah{ahdi lemabaga keuangan Syariah dalam PSAK 102.
PSAK ini berlaku efektif mulai tanggal 1 januari 2008. Namun
IAI Kembali mengesahkan revisi pada 1 Januari 2019
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 102 mengatur tentang
ketentuan ketentuan diskon ayat 10, 11, 12, 20 dan 21 dalam
tabel sebagai berikut:16
Table 4.1
Pernyataan Standar Akuntani Keuangan Nomor 102 yang
Mengatur tentang Diskon dalam Mura>bah{ah.
Ayat
10.
Harga yang disepakati dalam mura>bah{ah adalah
jual, sedangkan biaya perolehan harus
diberitahukan. Jika penjual mendapatkan diskon
sebelum akad mura>bah{ah, maka diskon itu
merupakan hak pembeli.
Ayat
11.
Diskon yang terkait dengan pembelian barang,
antara lain meliputi:
a. Diskon dalam bentuk apapun dari pemasok atas
pembelian barang.
16Lihat Pernytaan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 102.
b. Diskon biaya asuransi dari perusahaan asuransi
dalam rangka pembelian barang.
c. Komisi dalam bentuk apapun yang diterima
terkait dengan pembelian barang.
Ayat
12.
Diskon atas pembelian barang yang diterima setelah
akad mura>bah{ah disepakati diperlakukan sesuai
dengan kesepakatan dalam akad tersebut. Jika tidak
diatur dalam akad maka diskon tersebut menjadi hak
penjual.
1. Diskon pembelian aset Mura>bah{ah diakui sebagai:
a. Pengurangan biaya asset mura>bah{ah jika terjadi sebelum
akad mura>bah{ah.
b. Kewajiban kepada pembeli, jika terjadi setelah akad
mura>bah{ah sesuai akad yang disepakati menjadi hak
pembeli.
c. Tambahan keuntungan yang diperoleh dari transaksi
mura>bahah, jika terjadi setelah akad mura>bah{ahdan
tidak diperjanjikan dalam akad.
2. Kewajiban penjual kepada pembeli atas pengembalian
diskon pembelian akan gugur pada saat yaitu:
a. Dilakukan pembayaran kepada pembeli sebesar jumlah
potongan setelah dikurangi dengan biaya
pengembalian.
b. Diganti atau dipindah sebagai dana kebajikan jika
tidak bisa dijangkau oleh penjual.
3. Diskon mura>bah{ah merupakan pengurangan harga atau
penerimaan dalam bentuk apapun yang didapatkan dari
pemasok. Mura>bah{ah merupakan akad jual belidengan harga
jual sebesar biaya perolehan ditambah keuntungan atau
margin yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan
perolehan biaya barang tersebut kepada pembeli.
4. Mura>bah{ah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau
tanpa pesanan. dalam mura>bah{ah berdasarkan pesanan,
penjual melakukan barang setalh menerima pesanan dari
pembeli.
5. Harga dalam mura>bah{ah adalah harga jual. Penjualan harus
memberitahukan biaya perolehan persediaan mura<bah{ah
kepada pembeli. Biaya perolehan persediaan mura>bah{ah
merupakan jumalah kas neto yang dikeuarkan oleh penjual
sampai dengan akad mura>bah{ah, termasuk diskon yang
diterima oleh penjual dalam bentuk apapun atas pembelian
persediaan mura>bah{ah sampai dengan terajadinya akad
mura>bah{ah.
6. Diskon atas pembelian barang yang diterima oleh penjual
setelah akad mura>bah{ah akan disepakati diperlukan sesuai
dengan kesepakatan dalam akad tersebut, jika tidak diatur
dalam akad, maka diskon tersebut menajadi hak pembeli.
7. Diskon pembelian persediaan mura>bah{ah yang terjadi
setelah akad mura>bah{ah diakui sebagai:
a. Liabilitas kepada pembeli, jika tersebut merupakan hak
pembeli sesuai yang diperjanjiakan dalam akad
mura>bah{ah.
b. Penghasilan periode berjalan, jika diskon tersebut
merupakan hak penjual sesuai yang diperjanjikan dalam
akad.
8. Diskon pembelian yang diterima setelah akad mura>bah{ah,
potongan pelunasan, dan potongan utang mura>bah{ah diakui
sebagai pengurangan beban mura>bah{ah tangguhan.
Berlakunya PSAK ini menimbulkan pertanyaan apa
acuan untuk metode pengakuan pendapatan atas keuntungan
mura>bah{ah tangguh dimana penjual tidak memiliki risiko
persediaan yang signifikan. Sejauh ini, bank masih
menggunakan sistem akuntansi PSAK yang belum terevisi,
untuk perlakuan akuntansinya sepanjang penerapanya
disesuaikan dengan prinsip, karakteristik dan istilah transaksi
Syariah. Perubahan secara prinsip pengakuan, pengukuran,
penyajian dan pengungkapan atas transaksi mura>bah{ah tidak
ada yang berubah dalam revisi PSAK 102 tersebut.
B. Analisis Diskon Mura>bah{ah dalam Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan
Akad mura>bah{ah merupakan akad yang paling sering
di gunakan dalam transaksi dan pembiayaan bank Syariah. Para
ulama sepakat bahwa diskon dari transaksi kegiatan
pembiayaan mura>bah{ah ini menjadi hak dari nasabah. Kembali
kepada definisi arti murabah yaitu jual-beli pada harga
pemebelian ditambah keuntungan yang disepakati.17
Munculnya status diskon dalam mura>bah{ah disini melahirkan
dampak dari sisi akuntansi dalam bank Syariah. Terbitnya
PSAK No. 102 ini merupakan Langkah maju khusunya bagi
Lembaga professional yang memliki otoritas untuk
menerbitkan standar akuntansi keungan bagi dunia perbankan
17Ibid, Fofyan harahap, 43.
Syariah di Indonesia. Terbitnya PSAK No.102 ini, perbankan
Syariah di Indonesia bisa menjadikan kejelasan status diskon
dalam transaksi mura>bah{ah dalam pembukaun khususnya
laporan keuangan.
Sebelum munculnya PSAK No. 102 ini perbankan
Syariah lebih banyak menggunakan standar akuntansi
konvensional dalam yang tentunya tidak pas digunakan oleh
perbankan Syariah. PSAK No. 102 ini menjadi instrument kuat
dalam mendukung keberadaan Bank Syariah di Indonesia saat
ini terlebih mendapat dukungan penuh oleh Bank Indonesia dan
DSN MUI. Demikian akuntansi Islam dalam hal ini PSAK No.
102 dapat menjadi pedoman dalam ststus diskon mura>bah{ah
dalam Perbankan Syariah dalam mendapatkan keuntungan
dengan cara yang sesuai dengan ajaran Islam dan
menjadikannya sebagai suatu kegiatan yang berdimensi ibadah.
Namun apabila pelaksanaan peraturan ini masih menggunakan
akuntansi konvensional yang berbasis nilai sekuler kapitalis
maka akan timbul ketidak susuaian antara prantik dan tujuan
pencapaian social ekonomi Syariah. Aplikasi akuntansi yang
sejalan dengan prinsi Syariah akan menjadi saran aktivitas
ibadah didasari oleh prinsip pokok ajaran Islam yang
memandang bahwa seluruh aktivitas hidup hendaknya
merupakan ibadah.18
Pernyataan standar akuntansi Keuangan (PSAK) No.
102 bagi perbankan syariah ini bersisi dan bertujuan untuk
mengatur perlakuan akuntansi dalam status diskon mura>bah{ah
(pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan) ialah
transaksi khusus yang berkaitan dengan aktivitas bank Syariah.
Penjelasan sebelumnya bahwa fatwa DSN MUI berkaitan
dengan penetuan harga berdasarkan kesepakatan kedua belah
pihak, pembagian diskon yang diperoleh dari supplier sebelum
dan sesudah akad. Fatwa memandang bahwa diskon yang
didapatkan sebelum akada adalah menajdi milik pembeli atau
nasabah sedangkan diskon yang diperoleh setelah akad, dibagi
berdasarkan kesepakatan yang termuat daam akad.
Table 4.2
18Zaidah kususmawato, Menghitung Laba perusahaan: Aplikasi Akuntans
Syariag, (Yogyakarta: Magistra Insani Press, 2005). 17.
Diskon Mura>bah{ah dalam Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan Nomor 102
No
Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan
Nomor 102
Penjelasan
1. Mura>bah{ah sebagai
akad jual beli barang
dengan menyatakan
harga perolehan dan
keuntungan (margin)
yang disepakati oleh
penjual dan pembeli.
Mura>bah{ah adalah transaksi
jual beli antara bank dan
nasabah, dimana bank
sebagai penjual yang
memenuhi kebutuhan
nasabah dan menjual
kepada nasabah dengan
menambah margin yang
telah disepakati. Akad
mura>bah{ah dapat berupa
wakalah mura>bah{ah
maupun mura>bah{ah murni.
2. Mura>bah{ah dapat
dilakukan dengan
pesanan maupun tanpa
pesanan
Bank hanya menyediakan
pembiayaan mura>bah{ah
dengan pesanan.
3. Pembayaran
mura>bah{ah dapat
dilakukan secara tunai
maupun Tangguh
Bank hanya menerapkan
pembayaran secara
tangguh.
4. Penerimaan uang
muka adalah sebagai
berikut:
a. Uang muka diakui
sebagai uanh
muka pembelian
sebesar jumlah
yang diterima.
b. Pada saat barang
jadi dibeli oleh
pembeli maka uang
muka diakui
sebagai pembayaran
piutang (merupakan
bagian pokok)
Uang diakui sejumlah yang
diterima dan diakui sebagai
pengurang piutang
5. Diskon pembelian aset
mura>bah{ah diakui
sebagai:
Diskon Mura>bah{ah diakui
sebagai:
a. Jika terjadi
sebelum akad
maka mengurangi
harga perolehan
b. Jika terjadi setelah
akad dan sesuai
kesepakatan
menjadi hak
pembeli maka
menimbulkan
kewajiaban
penjual kepada
pembeli atas
pengembalian
diskon
c. Jika terjadi setelah
akad dan sesuai
kesepakatan
menjadi hak
penjual maka
dianggap sebagai
a. Pengurangan
pendapatan atau
keuntungan jika diskon
didapatkan sebelum
akad dilakukan.
b. Merupakan hak pembeli
jika diskon didapatkan
setelah akad dilakukan
dan telah dimuat dalam
akad bahwasanya
diskon tersebut menjadi
hak pembeli.
c. Tambahan keuntungan
mura>bah{ah jika diskon
tersebut didapatkan
setelah akad
diperjanjikan dan telah
dimuat dalam akad
bahwasanya diskon
tersebut adalah milik
penjual.
keuntungan
mura>bahah
d. Jika terjadi setelah
akad dan tidak
diperjanjikan
dalam akad
menjadi hak
penjual maka
dianggap sebagai
pendapatan
operasional lain
d. Jika diskon didapatkan
setelah akad dan dalam
akad tersebut tidak
diperjanjikan apakah
diskon tersebut hak
pembeli atau penjual,
maka diskon tersebut
diakui sebagai
pendapatan operasional.
6. Keuntungan
mura>bah{ah diakui :
a. Jika akad
mura>bah{ah tidak
melebihi satu
tahun maka
keuntungan diakui
pada saat
penyerahan aset
mura>bah{ah.
Keuntungan mura>bah{ah
diakui:
a. Jika akad mura>bah{ah
tidak melebihi satu
tahun maka keuntungan
diakui pada saat
penyerahan aset
mura>bah{ah.
b. Jika akad mura>bah{ah
melebihi satu tahun
maka keuntungan
b. Jika akad
mura>bah{ah
melebihi satu
tahun maka
keuntungan
dikategorikan
berdasarkan
tingkat resikonya
yaitu: Mura>bah{ah
dengan resiko
relative kecil,
keuntungan diakui
sama dengan poin
a.Mura>bah{ah
dengan resiko
relative besar,
keuntungan diakui
secara
proporsional
dengan besaran
kas yang berhasil
ditagih dar piutang
dikategorikan
berdasarkan tingkat
resikonya yaitu:
1) Mura>bah{ah dengan
resiko relative kecil,
keuntungan diakui sama
dengan poin a.
2) Mura>bah{ah dengan
resiko relative besar,
keuntungan diakui
secara proporsional
dengan besaran kas yang
berhasil ditagih dari
piutang mura>bahah
3) Mura>bah{ah dengan
resiko cukup besar,
keuntungan diakui saat
seluruh piutang
mura>bah{ah berhasil
ditagih.
mura>bahah.
Mura>bah{ah
dengan resiko
cukup besar,
keuntungan diakui
saat seluruh
piutang
mura>bah{ah
berhasil ditagih.
7. Adalah harga jual,
sedangkan biaya
perolehan harus
diberitahukan, jika
penjual mendapatkan
diskon sebelum akad
mura>bah{ah maka
diskon itu merupakan
hak pembeli.
Harga yang disepakati
adalah harga jual,
sedangkan biaya perolehan
atau keuntungan harus
diberitahukan kepada
pembeli. Diskon yang
didapatkan sebelum akad
mura>bah{ah merupakan hak
pembeli.
8. Diskon yang terkait
pembelian barang
antara lain:
Kategori diskon dari
pemasok terkait pembelian
barang antara lain:
a. Diskon dari supplier
a. Diskon dalam
bentuk apapun dari
pemasok atas
pembelian barang.
b. Diskon biaya
asuransi dari
perusahaan
asuransi dalam
rangka pembelian
barang.
c. Komisi dalam
bentuk apapun
yang diterima
terkait pembelian
barang.
b. Potongan biaya asuransi
dari perusahaan
asuransi.
c. Komisi atau pendapatan
lainnya
9. Diskon atas pembelian
barang yang diterima
setelah akad
mura>bah{ah disepakati
diperlukan sesuai
dengan kesepakatan
Diskon yang diterima
setelah akad mura>bah{ah
dibagi berdasarkan
perjanjian yang dimuat
dalam akad, jika tidak
diatur dalam akad, maka
dalam akad tersebut.
Jika tidak diatur dalam
akad maka diskon
tersebut menjadi hak
penjual.
diskon tersebut menjadi hak
penjual.
Berdasarkan tabel diatas Diskon dalam mura>bah{ah
terkait diskon dari supplier yang diberikan kepada pembeli
berdasarkan tabel diatas ada tiga. Pertama, diskon yang
didapatkan sebelum sebelum akad dilakukakan adalah milik
pemebeli atau nasabah. Kedua, diskon yang didapat setelah
akad dan tidak diatur dala akad merupakan milik penjual.
Ketiga, diskon yang didapatkan setelah akad dan diatur dalam
akad mura>bah{ah merupakan milik nasabah atau pembeli, milik
bank atau penjual atau diskon tersebutdibagi berasama anatra
bank dan nasabah. Apabila diskon didapatkan setalah akad dan
tidak diatur dalam akad maka perlu diketahui apakah diskon
tersebutmempengaruhi hak pembeli dan harga jual barang
tersebut dalam akad tersebut apakah dalam bentuk presentase
ataukah dalam bentuk rupiah. Jika perhitungan keuntungan
tersebut dalam bentuk rupiah tidak ada masalah dalam
pembagian diskon, tetapi jika dalam bentuk presentase maka
perlu perhitungan Kembali. Contoh perhitungan diskon sebagai
berikut:
Harga perolehah Rp1000.000 dan keuntungan yang
disepakati 20%, maka nilai jualnya Rp1.200.000 tetapi setalah
akad, bank mendapatkan diskon dari supplier senilai Rp.
100.000 dan diskon tersebut telah dimuat dalam akad. Jika
diskon tersebut menjadi milik nasabah 100% maka cara
menghitungnya adalah sebagai berikut:
Biaya Perolehan: Rp 1000.000 – Rp 100.000 =
Rp 900.000
Keuntungan: Rp. 900.000 x 20% = Rp 180.000
Nilai Jual: Rp. 900.000 + Rp. 180.000 = Rp.
1.800.000
Selisih nilai jual sebelum terjadi diskon dan sesudah
diskon dengan nilai setelah adanya diskon: Rp. 1.200.000
dengan nilai jual setelah diskon Rp. 1.200.000- Rp. 180.000 =
Rp. 1.200.000. Diskon yang didapatkan nasabah yaitu Rp.
120.000. diskon Rp. 120.000 tresebut berasal dari supplier Rp.
100.000 dan tambahan Rp. 20.000 yang berasal dari penurunan
nilai margin. Selanjutnya jika diskon dibagi dua sama besar
nasabah dan penjual maka perhitungannya sebagai berikut:
Biaya perolehan Rp. 1000.000 x (Rp 100.000 x 50%)
= Rp. 950.000
Keuntungan: Rp. 950.000 x 20% = Rp. 190.000
Nilai Jual: Rp. 950.000 + Rp. 190.000 = Rp.
1.140.000
Selisih nilai dari diskon sebelum dan setelah didiskon =
Rp. 1.200.000 – Rp. 1.140.000 = Rp. 60000. Diskon Rp. 60.000
tersebut berasal dari supplier Rp. 50.000 karena telah dibagi dua
dengan penjual dan mendapatkan tambahan Rp. 10.000 yang
berasal dari penurunan nilai margin.
Jika dilihat dari pembahasan di atas, seharusnya diskon
dalam bentuk apapun dan kapanpun adalah milik nasabah dan
Bank berkewajiban memberitahukan adanya diskon dan besaran
diskon tersebut. Dalam sisi hukum muamalat atau Syariah
adanya keterbukaan dan kerelaan segala pihak merupakan dasar
dari adanya sahnya akad transaksi. Sesuai dengan Mura>bah{ah,
seharusnya diskon dalam bentuk apaun adalah miliki nasabah
atau pembeli dikarenakan diskon dalam hal ini mengurangi
biaya perolehan. Mura>bah{ah mengharuskan keterbukaan dan
tranparansi dalam penyampaian harga perolehan dan negosiasi
yang mengakibatkan selisih atas perolehan margin dan bukan
harga jual.
C. Konteksualisasi Diskon Mura>bah{ah dalam Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan Nomor 102
1. Peran Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
Nomor 102
Segala aktivitas yang dilakukan umat Muslim haruslah
mendasarinya dengan aturan yang diberikan oleh Allah SWT.
Al-qur’an melindngi kepentingan masyakarakat agar tercipta
rasa adil. Karena akuntansi betujaun untuk pertanggung
jawaban Penyusunan akuntansi Islam sangat ada kemungkinan
besar perasamaan dalam Teknik akuntansi konvensional dalam
hal Teknik dan operasionalnya. Filosofi yang membedakan
adalah substansi dari isi laporanya. Dasar hukum akuntansi
yang bersumber Al-Qur’an menjadikan akuntansi dalam hal ini
PSAK harus berbeda dengan akuntansi konvensional yang
mana PSAK harus tunduk dengan kaidah-kaidah Syariah dan di
Indonesia harus sesuia dengan prinsip Syariah oleh DSN-MUI
(Majelis Ulama Indonesia). PSAK berasal dari konsep
akuntansi yang harus dipatuhi dalam ekonomi, dalam ekonomi
Syariah hukum Syariah bukan berasal dari ciptaan manusia
akan teatpi hukum yang telah di di ciptakan Allah SWT.
Dimana pertanggung jawaban tidak hanya berupa bukti di dunia
tetapi cenderung pada akhirat.
Lembaga keuangan bank Syariah tidak jarang masih
menggunakan pernyataan standar akuntansi konvensional
sebagai acuan, PSAK dalam Lembaga keuangan Syariah sendiri
mengiblat dan berpedoman pada fatwa DSN yang dibuat oleh
MUI. Tidak jarang Bank Syariah menggunakan standar
akuntansi yang berbeda untuk menyusun laporan keuangan.
Karena bank Syariah memiliki akuntabilitas public, laporan
keuangan pun harus dibuat menggunakan PSAK konvensional.
Jika dilihat sari pernyataan sebelumnya, jika pembagian hasil
keuntungan dalam diskon mura>bah{ah kesepakatan dan
keterbukaan kepada nasabah terkait diskon dari supplier dalam
jual beli muarabahah. Hal ini perlu bekenaan kemungkinan yang
didapatkan potongan harga yang diterima setelah akad
dilakukan.
2. Diskon Mura>bah{ah dalam Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan Implementasi Hukum Islam
Sistem akuntansi dalam perbankan Syariah mura>bah{ah
bukanlah jual beli melainkan hilah denga tujuan untuk
mengambil riba. Sebagian uama berpendapat bahwa tujuan
mura>bah{ah pada awalnya adalah riba dan mengasilkan uang
sebagaimana yang dilakukan oleh bank-bank konvensional.
Gambaranya, sebagai berikut, secara hakiki, pembeli datang ke
bank untuk mendapatkan uang pinjaman dan bank tidak
membeli barang (asset) kecuali dengan maksud untuk menjau
kepada pembeli secara kredit. Yang demikian itu bukanlah
tujuan jual beli.
Kembali dengan definisi dan pengertian diskon dalam
mura>bah{ah dalam Islam dalam pengertian mura>bah{ah sendiri
adalah akad jual-beli, kalangan fuqaha mengenal istilah diskon
dengan menunjuk pengertian potongan harga atau al- hatt min
al- thaman atau al- naqs min al-thamn (penurunan harga atau
pengurangan harga)19. Salah satu kategori jual belu berdasarkan
prinsip perbedaan harga jual dan ahrga beli adalah akad bay’ al-
muwada’ah.
Bay’ al-Muwada’ah adalah jual beli dimana penjual
melakukan penjualan dengan harga yang lebih rendah daripada
harga pasar atau dengan potongan (discount).20 Bay’ al-
19Syahbul Bachri, Promosi Produk dalam Perspektif hukum Islam, Artikel
Anatlogi kajian Islam, vol, 8;1.
20Zainul Arifin. Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta: Pusat
Alvabet, 2006). 27.
muwada’ah sering juga dinamakan dengan bay’ al-wadiah yang
secara Bahasa artinya kerugian. Secara istilah, wadi’ah berarti
menjual barang dengan harga yang lebih rendah dari pada harga
beli dan diberi tahu tentang harga belinya. 21 bay’ al-wadi’ah
menurut Enang Hidayat yaitu penjual barangnya dengan harga
asal dan menyebutkan potongan harganya (diskon).22
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bay’
al-muwada’ah yang juga disebut dengan al wadi’ah adalah
transaksi jual beli yang dilakukan dengan memberikan
potongan harga yang lebih rendah dari harga pasar dengan
menyebutkan harga asal serta potongan harga dari barang
tersebut. Rukun dan syarat bay’ al-muwada’ah sama denagan
rukun dan syarat jual beli pada umunya antara lain:
a) Pelaku transaksi, yaitu penjual dan pembeli.
b) Objek transaksi, yaitu harga dan abarang,
c) Akad (transaksi)23
Syarat sahnya jual beli antara lain:
21Pengusaha Muslim, “Jual beli Amanah”
http://pengusahamuslim.com/2804-jual=beli-amanah-1491.html. Diakses 14
sepetember 2020.
22Enang Hidayat, Fiqih Jual Beli, cet ke-1 (Bandung: Kencana, 2012).102.
23Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalat, cet. Ke 1 (Jakarta;
Kencana, 2012). 102.
a) Saling rela antara kedua belah pihak.
b) Pelaku akad adalah orang yang diperbolehkan melakukan
akad, yaitu orang yang telah baliq, berakal, dan mnegertu.
Maka kad yang dilakukan oleh anak dibawah umur, orang
gila, atau idiot tidak sah kecuali denagn seizin walinya,
kecuali akad yang bernilai rendah seperti kembang gula,
korek api dan lain-lain.
c) Harta menjadi objek transaksi telah dimiliki sebelumnya
oleh kedua belah pihak. Maka, tidak sah jual beli barag
yang belum dimiliki tanpa seizin pemiliknya.
d) Objek transksi adalah barang yang diperbolehkan agama,
tidak boleh menjual barang haram seperti khamr (minuman
keras), bangkai dan lain-lain.
e) Objek transaski adalah barang yang bisa diserahterimakan.
Maka. Tidak sah mejaul mobil yang telah hilang, atau
burung di angkasa karna tidak dapat diserahterimakan.
f) Objek hedaknya diketahui oleh kedua belah pihak saat
akad.
g) Harga tersebut harus jelas saat transaksi. Maka, tidak sah
jual beli di maba penjual mengatakan “aku jual mobil ini
kepadamu dengan harga yang akan kita sepakati nanti”24.
24Ibid., 104-105.
Diskon atau potongan hrga menurut syariat islam boleh
dilakukan dalam transaksi jual beli. Diskon tersebut sah dalam
Islam apabila itu dilakukan karena keabikan hati dan tanda
terima kasih penjual kepada pembeli karena alasan-alasan
tertentu selama tidak dilarang. Hal ini sesuai dengan kaisah
fiqih yang menaytan bahwa pada dasarnya semua bentuk
muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya.
Sistem diskon boleh dilakukan terlepas dari hal-hal yang
diharamkan seperti jual beli yang terlarang karena tidak
memenuhi syarat dan rukun, bentuk jual beli yang termasuk
dalam kategori ini ialah:
1) Jual beli barang yang zatnya haram, najis atau tidak boleh
diperjual belikan.
2) Jual beli yang belum jelas. Misalnya, jual beli buah-buhan
yang belum tampak hasilnya.
3) Jual beli bersyarat. Jual beli yang ijab kabulnya dikaitkan
dengan syarat-syarat tertentu yang tidak ada kaitanya
dengan jual beli atau ada unsur-unsur yang merugikan
dialarang dalam agama.
4) Jual beli yang menimbulkan kemudharatan, kemaksiatan,
bahkan kemusyrikan yang dilarang untuk diperjual-belikan,
5) Jual beli yang dilarang karena aniaya. Misalnya menjual
anak binatang yang masig membutuhkab induknya.
6) Jual beli tanaman yang masih berada di sawah atau di
lading.
7) Jual beli buah-buahan yang masih hijau atau belum siap
panen.
8) Jual beli secara sentuh menyentuh.
9) Jual beli secara lempar-melempar.
10) Jual beli buah yang basah dengan buah yang kering. Seperti
menjual padi kering dengan bauaran padi basah sedang
ukuranya dengan ditimbang (dikilo) sehingga akan
merugikan melilik padi kering.
BAB V
APLIKASI DISKON MURA>BAH{AH DALAM
PERBANKAN SYARIAH
A. Diskon Mura>bah{ah Pada Bank Syariah
Akad mura>bah{ah menyebabkan kemunculan diskon
dalam mura>bah{ah yang diterapkan dalam pembiyaan di Bank
Syariah, yakni pembiayaan dalam bentuk jual beli barang
dengan modal pokok ditambah keuntungan yang disepakati
antara nasabah dan bank. Pada pembiayaan murabaah ini
nasabah dan bank syariah melakukan kesepakatan untuk
transaksi pembiyaan berdasarkan prinsip jual beli. Dimana bank
bersedia membiayai pengadaan barang yang dibutuhkan
nasabah dengan margin keuntungan yang telah disepakati.
Kemudian nasabah membayar sesuai dengan jangka waktu yang
disepakati.
Dilarangnya riba dan judi dalam Islam, menjadikan
aliran investasi menjadi optimal dan tersalur lancar, sementara
itu pelarangan gharar dimaksudkan untuk mengutamakan
transparansi dalam bertransaksi kegiatan operasaional lainya
dan menghindari ketidak jelasan.Telah dijelasakan sebelumnya,
bahwa diskon mura>bah{ah {adalah potongan harga yang diperoleh
dari suplier atau pemasok dalam transaksi akad mura>bahah.1
Hukum positif Indonesia sudah legal dan sah sebagai
salah satu produk akad mura>bah{ah pada Bank Syariah. Kerena
terdapat pada Undang-Undang No.21 Tahun 2008, dan
Kompilasi Hukuk Ekonomi Syariah yang dapat dikatakan
sebagai hukum positif di Indonesia.
1. Prosedur Diskon Mura>bah{ah pada Bank Syariah
Pada umumnya pembiayaan mura>bah{ah pada Bank
Syariah mendapatkan keuntungan dari harga barang yang
dinaikan karena bank membiayai pembelian barang dengan
membeli barang itu atas nama nasabahnya dan menambahkan
suatu mark up (menaikkan) sebelum menjual barang itu kepada
nasabah atas dasar cost plus profit (biaya ditambah laba).
Mura>bah{ah atau juga akad jual beli barang antara bank
dan nasabah, barang yang dibeli berfungsi sebagai agunan.
Harga barang dalam perjanjian mura>bah{ah dibayar nasabah
(pembeli) secara cicilan yang telah terbayar. Tambahan biaya
(keuntungan) bagi bank dirundingkan dan ditentukan di muka
antara bank dan nasabah. Dalam aplikasi bank Syariah, bank
1Rizal Yaya, Aji Erlangga, Ahim Abdurahman. Akuntansi Perbankan
Syariah: Teori dan Praktik Kontemporer. (Jakarta: Salemba Empat, 2016).
170.
merupakan penjual atas objek barang dan nasabah merupakan
pembeli. Bank menyediakan barang yang dibutuhkan oleh
nasabah dengan membeli barang dari supplier, kemudian
menjual kepada nasabah dengan harga lebih tinggi dibanding
yang dilakukan oleh bank syariah.2
Pada bank Syariah, mengakui piutang mura>bah{ah
sebesar harga perolehan barang mura>bah{ah ditambah margin
yang disepakati, pada saat akhir periode piutang mura>bah{ah
diakui sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan yaitu
piutang mura>bah{ah dikurang kerugian piutang mura>bah{ah.
Margin keuntungan mura>bah{ah yang ditangguhkan disajikan
sebagai pos lawan piutang mura>bah{ah. Diskon yang didapatkan
pada saat pembelian barang mura>bah{ah di Sebagian bank
Syariah masih menerapkan praktik pengurangan harga barang
tersebut tanpa ada pemisahan pencatatan dalam sisi PSAK.
Transaksi mura>bah{ah pada Bank Syariah menerapkan
mura>bah{ah bil wakalah, dalam arti bank memberi pembiyaan
mura>bah{ah dengan mewakilkan kepada nasabah untuk membeli
sendiri barang yang diinginkan oleh nasabah. Nasabah datang
mengajukan pembiayaan dengan akad mura>bahah, kemudian
2Adiwaman Karim, Bank Isam: Analisis Fiqh dan keuangan. (Jakarta: raja
Grafindo Persada,2007).113.
pihak Bank Syariah melakukan akad mura>bah{ah kemudian baru
melakukan akad wakalah dengan nasabah. Dalam artian Bank
Syariah mewakilkan kepada nasabah untuk melakukan
pembelian barang yang dibutuhkan oleh nasabah kepada
supplier, tetapi dengan masih menggunakan nama Bank Syariah
terkait.
Beberapa bank Syariah dan BPRS secara prinsip
menggunakan akad mura>bah{ah secara langsung, misalnya
nasabah datang pada Bank kemudian berniat membeli motor
dengan menggunakan akad mura>bah{ah dalam praktiknya
nasabah tersebut secara langsung tidak menerima uang dari
bank, namun setelah menyetujui perjanjian, bank dan nasabah
sama-sama datang ke dealer kemudian setelah nasabah memilih
barang yang diinginkan bank akan membayar pembelian motor
tersebut. Kemudian menandatangani akad mura>bah{ah atas
pembelian motor tersebut. Tapi apabila bank Syariah dalam
akad ini terpaksa tidak dapat mendampingi nasabah untuk
melakukan jual beli barang pada dealer, maka bank bisa
memeberikan kuasa kepada nasabah untuk melakukan
pembanyaran kepada dealer dengan opsi akad wakalah yang
telah ditanda tangani oleh Bank dan Nasabah.
Diskon mura>bah{ah yang diberikan dealer pada saat
tranksaksi antara bank dan nasabah tersebut jika diberikan dari
dealer atau pemasok maka diskon ini secara langsung akan
diberikan kepada nasabah, akan tetapi apabila diskon ini atau
fee ini dilakukan atau muncul setalah adanya akad antara
nasabah dan Bank, diskon akan menjadi hak Bank. Namun
sebelum jual beli ini berlangsung biasanya bank akan
melakukan negosiasi dan memastikan apakah harga dari
penawaran tersebut terdapat potongan atau diskon. Jikalau ada
bank akan memberikan pada nasabah dalam bentuk harga
perolehan yang turun sebesar diskon dari dealer.
Dalam fatwa DSN-MUI 04/DSN-MUI/IV/2000
tentang mura>bah{ah juga disebutkan:
”Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk
membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli
mura>bah{ahharus dilakukan setelah barang, secara prinsip
menjadi milik bank”.
Dalam transaksi ini, seyogyanya akad mura>bah{ah
dilakukan setelah akad wakalah. Adanya model atau jenis
mura>bah{ah yang seperti ini diperbolehkan dan sudah disahkan
oleh fatwa DSN-MUI tentang mura>bah{ah menjadikan banyak
Perbankan Syariah lebih cenderung mempraktikkan mura>bah{ah
model seperti ini daripada mura>bah{ah secara langsung karena
alasan dan argument bahwa hal tersebut lebih efisien dari segi
biaya dan alokasi.
Pembayaran atas transaksi akad ini dapat dilakukan
dengan cara membayar sekaligus pada saat jatuh tempo atau
melaksanakan pembayaran ansuran selama waktu yang
disepakati. Pada bank konvensional, diskon potongan yang
diterima dari pemasok atau supplier ini akan di klaim menjadi
keuntungan dan pendapatan bank, akan tetapi dalam transaksi
mura>bah{ah yang sesuai dengan syariah potongan harga yang
diterima oleh bank syariah ini seharusnya menjadi milik
nasabah kapanpun dan bagaimanapun bentuk diskon dalam
DSN MUI mengklaim bahwa diskon adalah hak dari nasabah
atau dalam praktik ini adalah sebagai pembeli, Transaksi
mura>bah{ah diatur oleh Fatwa DSN-MUI No.16/DSN-MUI
2000, PSAK 102. Peraturan Bank Indonesia, OJK. Dan
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES).3
2. Diskon Mura>bah{ah dalam Standar Otoritas Jasa Keuangan
Perbankan Syariah
Lahirnya Otoritas Jasa Keuangan, maka sama halya
dengan Lembaga independent negara setingkat kementrian
lainya. Otoritas Jasa keuagan ini diberi keleluasaan oleh
3Ibid, 34.
Undang-Undang No.21 Tahun 2011 untuk mengeluarkan segala
peraturan demi menciptakan keadilan dan stabilitas dalam
sector keuangan. Kaitanya dengan hal ini, Pertauran Jasa
Keuanga bersifat mengikat. Otoritasa jasa keuangan
mempunyai fungsi, tugas dan wewenang, pengaturan,
pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan berdasarkan
Undang-Undang No. 21 Tahun 2011.4
Standar produk Mura>bah{ah ini sebagai salah satu upaya
standarisasi produk perbankan Syariah sacara serial yang
dilakukan oleh OJK, bekerjasama dengan pelaku industry dan
Dewan Syariah Nasional serta narasi sumber lainnya. Produk
Mura>bah{ah merupakan produk pembiayaan dengan
menggunakan akad mura>bah{ah merupakan salah satu produk
yang paling banyak diterapkan dalam berbagau aktivitas
pembiyaan perbankan Syariah.5
Diskon dalam mura>bah{ah ini dibidani oleh transaki
mura>bah{ah yang ada pada lembaga keuangan Syariah sehingga
munculnya standarisasi dan dasar hukum pada status
munculnya diskon mura>bah{ah. Sehubungan dengan hal tersebut
4Undang-Undang No. 21 Tahun 2011.
dan guna meningkatkan layanan dan kualitas produk bank
Syariah serta memberikan jaminan rasa aman dan kenyamanan
dalam konteks perlindungan konsumen perbankan syariah,
dalam hal ini OJK merujuk pada fatwa DSN-MUI sebagai
pemegang konstitusi hukum syariah di Indonesia. Peraturan
tentang akad mura>bah{ah diatur pada Peraturan Otoritas Jasa
keuangan/Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK No. 36
tahun 2015) dalam mengeluarkan peraturan dimana pengakuan
keuntungan pendapatan bank Syariah dalam akad mura>bah{ah
dapat menggunakan metode anuitas atau metode proporsional
dalam artian setiap pihak pun berhak medapat haknya berupa
informasi untuk mencegah penyelewengan pengambilan
keuntungan.
Jika ditelaah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah
suatu badan independent setingkat mentri, berarti lembaga
yang memegang dirancang khusus untuk membantu pemetintah
dalam mengatur keuangan. Adapun produk hukum yang
dikeluarkan oleh OJK yang disebut dengan peraturan yang
dikeluarkan oleh pemerintah, sehingga dalam agama Islam ini
disebut dengan “Umara atau Ulil Amri”. Ulil Amri adalah
seorang atau sekelompok orang yang mengurus kepentingan-
kepentingan umat.
Ketaatan pada Ulil Amri merupakan kewajiban bagi
umat, selama tidak bertentangan dengan nash.6 oleh karena itu
salah satu produk peraturan yang dikeluarkan pemerintah/Ulil
Amri secara langsung harus tunduk kepada peraturan tersebut
selama tidak bertentangan dengan sumber ajaran agama Islam,
yakni Al-Qur’an dan Sunnah. Pada dasarnya kedudukan
Otoritas Jasa Keuangan dan peraturanya adalah suatu
kebutuhan negara dalam menyempurnakan pelayanan keuangan
bagi perusahaan keuangan dan masyarakat.
B. DSN-MUI Nomor 16 Tahun 2000 dan PSAK Nomor 102
Tentang Diskon dalam Mura>bah{ah.
Diskon dalam mura>bah{ah pada praktik perekonomian
dan regulasi yang mengatur jalanya praktik ini adalah DSN-
MUI dan PSAK, peraturan DSN-MUI harus diperhatikan lebih
lanjut secara substansional. Karena yang menjadi sumber
landasan Ekonomi Syariah tertinggi adalah DSN-MUI.
Kemudian dalam pencatatan sistem keuangan PSAK pemegang
peranan tanggungjawab tertinggi dalam praktik Bank Syariah
6Kaizal Bay, “Pengertian Ulil Amri dalam Al-Qur’an dan Implementasinya
dalam Msyarakat Muslim”, Jurnal Ushuludin, Vol XVII. No.1. (Januari
2011), 115.
khusunya dalam diskon mura>bah{ah yaitu pencatatan
keuntungan (margin) dalam Bank Syariah menjadi faktor utama
penentuan sebuah lemaga keuangan tersebut kaffah dan sesuai
dengan Syariah.
Jika lembaga yang berwenang dalam mengeluarkan
regulasi itu terdapat peraturan yang tidak sama isinya, tidak
sesuai/kontradiktif bahkan tidak saling melengkapi satu sama
lain, sehingga dapat membuat kerancuan atau pemahaman
ganda regulasi tersebut dalam mengatur aktifitas lembaga
keungan Syariah. Hal ini juga ber implikkasi pada berjalanya
aktifitas lembaga keuangan Syariah jika terjadi suatu sengketa
dan juga suatu pemahaman yang salah dalam mengartikan
diskon dalam mura>bah{ah ini. Oleh karenanya diperlukan
komparasi untuk mengetahui hal tersebut.
Dalam bab ini akan dianalisi dan dilakukan
perbandingan antara fatwa DSN-MUI Nomor 16 tahun 2000
dengan Pernyataan Standar akuntansi Keuangan (PSAK)
tentang diskon mura>bah{ah.
Table 5.1
Persamaan Pernyatan Fatwa Dan Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan7
No Fatwa DSN MUI Nomor
16 Tahun 2000
Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan
1. Pernyataan dalam fatwa
DSN MUI diterapkan
dalam ruang lingkup
hukum ekonomi Syariah
seperti perbankan
Syariah dan lemabag
keuangan Syariah lainya.
Pernyataan diterapkan
untuk perbankan Syariah,
lemabaga keuangan
Syariah dan koperasi non
bank seperti asuransi
lemabaga pembiayaan dan
BMT.
2. Penentuan harga dalam
fatwa DSN-MUI
berdasarkan hasil
kesepakatan kedua belah
pihak (penjual dan
pembeli), ditambah
dengan keuntungan
lainya.
Harga yang disepakati
adalah harga jual,
sedangkan biaya perolehan
lainya harus diberitahukan.
7Fatwa DSN-MUI Nomor 16 Tahun 2000 dan Pernyatan Standar Akuntansi
Keuangan 102.
3. Diskon yang didaptkan
dari supplier sebelum
akad dilaksanakan,
merupakan milik
nasabah atau pembeli.
Pernyataan standar
akuntasi keuangan juga
menejalskan bahwa diskon
sebelum akad merupakan
milik pembeli.
4. Tidak menjelaskan cara
menghitung diskon,
apakah diskon tersebut
mempengaruhi harga jual
atau tidak.
Pernyataan standar
akuntansi keuangan juga
tidak menjelaskan hal
tersebut.
Tabel 5.2
Perbedaan Fatwa DSN-MUI Nomor 16 Tahun 2000 dan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 102
No Fatwa DSN MUI Nomor
16 Tahun 2000
Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan
1. Pernyataan mengenai
pengertian diskon
mura>bah{ah sangat
umum.
Menjelaskan secara khusus
pngertian diskon
mura>bah{ah.
2. Diskon yang didapatkan
setelah akad tidak
dijelaskan apakah diskon
tersebut menjadi milik
nasabah atau bank.
Fatwa hanya
menjelaskan bahwa
diskon yang didaparkan
setelah akad adalah
dibagi berdasarkan
kesepakatan yang
termuat dalam akad,
PSAK menjelaskan bahwa
diskon yang didaparkan
setalah akad dan tidak
dicantumkan dalam akan
adalah milik penjual atau
Bank Syariah.
3. Pernyataan mengenai
kategori diskon dari
supplier tidak dijeaskan
dalam fatwa.
Menjelaskan kategori
diskon yang didapat dari
supplier.
4. Pengembalian diskon
pembelian tidak
dijelaskan.
Mejelaskan secara khusus
pengembalian diskon
kepada pembeli.
Berdasarkan tabel hasil perbandingan fatwa DSN-MUI
dan pernyataan Standar akuntansi keuangan di atas. Dapat
dilihat bahwasanya penjelaan diskon mura<bah{ah pada fatwa
bersifat sangat umum, sedangkan dalam pernyataan standar
akuntansi keuangan mencantumkan kemungkinan-
kemungkinan terkait diskon tersebut secara khusus. Terdapat
beberapa peraturan yang dijelaskan dalam penytaan Standar
Akuntansi Keuangan akan tetapi tidak tercantum dalam fatwa
DSN.
Penejelasan dalam fatwa DSN MUI tentang diskon
Mura<bah{ah terkait dengan penentuan harga berdasarkan
kesepakatan kedua belah pihak, pembagian diskon yang
diperoleh dari supplier sebelum dan sesudah akad, serta diskon
sesudah akad yang haris dicantumkan dalam akad. Fatwa
memandang bahwa diskon yang didapatkan sebelum akad
adalah milik pembeli atau nasabah sedangkan diskon yang
diperoleh setelaha akad, dibagi berdasarkan kesepakatan yang
termuat dalam akad. Terkait diskon yang didapatkan setalh
akad mura<bah{ah ini, dalam fatwa tidak dicantumkan bahwa
sanya apabila diskon tersebut tidak diperjanjikan dalam akad.
Apakah diskon tersebut menjadi milik pembeli (nasabah),
penjual (bank) atau dibagi dua antara bank dan nasabah.
Pernyataan Standar akuntansi keuangan tentang diskon
mura>bah{ah ini terkait dengan penentuan harga, diskon sebelum
dan sesudah akad, kategori diskon yang didapatkan dari
supplier, pengakuan tentang diskon tersebut, dan pengembalian
diskon pembelian. Pandangan PSAK tentang diskon
muerabahah terkait diskon yang didapatkan sebelum akad sama
dengan yang terdapat dalam fatwa yaitu diskon tersebut
merupakan hak nasabah, sedangkan diskon yang diperoleh
setelah akad dan tidak diperjanjikan dalam akad adalah milik
penjual. PSAK mejelaskan ketentuan terkait diskon mura>bah{ah
ini dengan mencantumkan kemungkinan-kemungkinan yang
akan terjadi, selain itu juga PSAK menjelaskan terkait diskon
mura>bah{ah secara rinci meskipun terdapat beberapa penjelasan
yang sulit dipahami.
Penjelasan terkait penentuan harga dan diskon sebelum
akad, baik fatwa maupun PSAK berpendapat sama yaitu harga
dalam jual beli meruapakan hasil kesepakatan antara Bank dan
Nasabah serta diskon yang didapatkan merupakan hak nasabah.
Diskon yang diperoleh sesudah akad dalam fatwa dijelaskan
bahwa pembagian diskon tersebut berdasarkan kesepakatan
yang termuat dalam akad sedangkan PSAK berpendapat jika
pembagian diskon tersebut tidak diatur dalam akad maka
diskon tersebut menjadi milik penjual.
Selanjutnya mengenai kategori atau jenis diskon dari
supplier, fatwa tidak mencantumkan kategori tersebut
mencakup apa saja sedangkan PSAK menjaleskan hal tersebut.
Kewajiban atas pembelian diskon terkait dalam PSAK
dijelaskan diskon tersebut diakui sebagai dana sebajikan jika
pembeli sudah tidak dapat dijangkau oleh penjual, sedangkan
dalam fatwa tidaka menjelaskan terkait pengembalian diskon
tersebut.
Perbedaan yang paling terlihat pada diskon yang
didapatkan setelah akad dilakukan. Kemungkinan pembagian
diskon dari supplier yang diberikan keapda pembeli berdsarkan
tabel diatas ada tiga. Yaitu diskon yang didapatkan sebelum
akad dilakukan dilakukan adalah milik pembeli atau nasabah.
Diskon yang didapatkan setalah akad dan diatur dalam akad
merupakan milik penjual. Diskon yang didapatkan setalah akad
dan diatur dalam akad mura>bah{ah merupakan milik nasabah
atau pembeli, mlik bank atau penjual, atau diskon tersebut
dibagi Bersama anatara bank dan nasabah.
Apabila diskon didapatkan setelah akad dan tidak diatur
dalam akad maka perlu diketahui apakan diskon tersebut
mempengaruhi hak pembeli dan harga jual barang tersebut atau
tidak. Oleh karena itu, dilihat penghitungan keuntungan yang
dipakai yang telah dijalaskan pada bab sebelumnya. Jika dilihat
dari peryataan keduanya, sebenarnya pernyatan fatwa dan
PSAK anatara keduanya sudah selesai dalam pengaturan diskon
dalam mura>bahah. Apaun penyataan yang tidak dicantumkan
atau dijelaskan pada fatwa terkait dikon dalam mura>bah{ah
kemudian dilengkapi dengan pernyataan dalam PSAK.
Jika dilihat dari pengertian mura>bah{ah yaitu jual beli
berdasarkan keuntungan yang disepakati Bersama, maka
seharusnya diskon dalam bentuk apapun dan kapanpun yang
didapatkan dari supplier adalah milik nasabah, penjual hanya
mendapatkan keuntungan berdasarkan perjanjian yang telah
disepakati Bersama. Bank dituntut untuk terbuka kepada
nasabahnya terkait diskon dari supplier dalam jual beli
mura>bah{ah ini.
Adapun jika jual beli mura>bah{ah mendapatkan diskon
dari supplier, maka penetapan harga pokok oleh Bank Syariah
untuk nasabah adalah harga setelah diskon dan bukan sebelum
diskon, karena Bank Syariah harus jujur sebagaimana ketentuan
dalam fatwa DSN-MUI 16/DSN-MUI/IX/2000 tentang
mura>bah{ah dalam penetapan putusan di bagian peratama pada
nomor enam tersebut dia atas dan fatwa tentang diskon dalam
mura>bah{ah dalam penetapan putusan di bagian pertama pada
nomor tiga yang menyatan bahwa jika daam jual beli
mura>bah{ah LKS menadapat diskon dari supplier, maka harga
sebenarnya adalah harga setelah diskon, karena diskon adalah
hak nasabah.
Aspek kejujuran adalah bukti harga dari transaksi yang
dilakukan oleh Bank Syariah dengan supplier ditunjukkan
kepada nasabah sebelum terjadinya akad mura>bah{ah, agar
nasabah tahu harga pokonya, karena akad mura>bah{ah termasuk
jual beli amanah (jujur), namun pada praktiknya masih di Bank
Syariah di Indonesia yang tdak menunjukan bukti tersebut dan
hal tersebut bertententangan dengan DSN-MUI tentang diskon
dalam mura>bah{ah.8
8Abbas Arfab, Implementasi Akad Murabahah Pada Bank Syariah, Laporan
Penelitian Kompetitif Tahun Anggaran, 2016. 41.
C. Diskon Mura>bah{ah pada Bank Syariah menurut Hukum
Islam
Diskon mura>bah{ah adalah diskon yang diberikan dari
supplier kepada pembeli atau nasabah. Dalam hal ini jika
ditelaah kembali akad mura>bah{ah adalah akad jual beli barang
sebesar harga pokok barang yang ditambah dengan margin
keuntungan yang disepakati. Berdasarkan akad jual beli
tersebut bank membeli barang yang dipesan nasabah dan
menjualnya Kembali kepada nasabah. Dalam mura>bah{ah pada
pesanan bank melaukan pembelian berdasarkan pesanan.
Praktik yang sering terjadi, pihak bank Syariah ini tidak murni
sebagai penjual barang seperti pada industri perdagangan yang
menjual barang secara langsung kepada pembeli, karena
umumnya bank Syariah (Bay’) tidak mempunyai persediaan
barang, bank juga bukan sebagai agen investasi karena tidak
menawarkan barang yang menjadi obyek jual-beli.
Diskon dalam Akad murabah ini pada jika di di
kodifikasikan pada hukum Syariah maka status diskon ini sama
dengan potongan pembelian atau penurunan harga. Yaitu salah
sau kategori jual beli beradsarkan prinsip perbedaan harga jual
dan harga beli yitu akad bay’ al- muwada’ah. Bay’ al-
muwada’ah adalah jual beli di mana penjual mealkukan
penjuala dengan harga yang lebih rendah daripada harga pasar
atau dengan potongan (discount).
Dalam sitilah ulama fikih muwada’ah adalah jual beli
dengan harga lebih rendah dari harga awal. Maknanya harga beli
dengan harga yang lebih redah dari harga beli dan hal teresebut
dikatahui oleh kedua belah pihak degan prinsip amanahbjenis
jual beli ini diperbolehkan secara syar’i. Pada konsep diskon
dalam mura>bah{ah bank selaku penjual hendaknya mejadikan
landasan amanah dan kejujuran dalam transaksi diskon ini. Pada
syarat jenis jual beli al-muwada’ah ini hanya beberapa hal
membedakan:
a. Hendaknya pembeli mengetahui harga awal (harga beli).
Sebagaimana menurut Imam Madzhab, sepakat boleh
menjual apa saja yang telah dibelikanya dengan mengambil
keuntungan asalkan dengan menjelaskan harga pembelian
dan hendaknya juga menjelaska banyaknya laba yang
dikehendaki. “misalnya dengan mengatakan, aku menjual
barang ini pada anda dengan harga sekian dan laba sekian).
Dalam hal ini, kaitanya dengan pihak Bank selaku penjual
menejelaskan pada nasabaah atau pembeli tetang barang
tersebut yaitu harga awal pembelinya kemuadia juga
menjelaskan keuntungan laba yang diambil dari transaski
dan potongan harga dari supplier.
b. Mengetahui jumlah keuntungan (yang diminta penjual).
Yaitu menegathui keuntungan yang di minta penjual
hendaknya jelas, karena kuuntungan adalah bagian dari
harga barang. Sementara mengetahui harga barang adalah
syarat sah semua jenis jual beli. Dalam hal ini bank Syariah
selaku penjual sebaiknya bertanya atau makukan survey
dengan kepada suppliyer barang untuk mengetahui tentang
harga barang sebelum adanya diskona atau potongan
pembelian. Agar lebih mudah dan terbuka dalam penulisan
margin dallam PSAK dan pembukuan akuntansi.
c. Modal yang dikeluarkan hendaknya misliyat (barang denga
memiliki varian serupa). Misalnya barang yang bida
ditakar, ditimbang dan dijual satuan dengan varian
berdekatan ini adalah syarat untuk mura>bah{ah dan
tawliyah, terlepas dari penjaulan pertama atau dengan
orang lain, juga terlepas keuntungan yang diminta serupa
dengan modal pertama atau tidak. Jika harga itu berupa
sesuatu yang tidak memiliki varian sejenis seperti barang
dagangna, maka tidak boleh dijual dengan cara mura>bah{ah.
Jika barang tersebut dijual dengan cara mura>bah{ah dari
orang yang memilikimya atau menguasainya, jika dia
menajdikan keuntungan itu suatu yang berbeda dari harga
awal dan bersifat jelas misalnya dirham dan pakaian
tertentu maka hukumnya boleh.
d. Jual beli amanah pada barang-barang ribawi hendaknya
tidak menyebabkan terjadinya riba nasiah terhadap harga
pertama. Contohnya, membeli barang yang ditimbang atau
ditajar dengan barang sejenis, maka tidak boleh
menjaualnya Kembali dengan mura>bah{ah, karena
mura>bah{ah adalah menjual dengan harga pertama dengan
ditambah keuntungan tertentu, sementara memberikan
barang tersebut tembahan adalah riba. Tapi jika barangnya
berbeda maka boleh menjualnya dengan mura>bah{ah dan
jenis lainya.
e. Transaksi yang pertaman hendaknya sah, dalam artian
disini jiak transaksi yang pertama antara supplier dan bank
Syariah tidak sah maka maka bbarang yang bersangkutan
tidak boleh dijual dengan cara mura>bah{ah.
Diskon atau potongan pembelian menurut syariat Islam
boleh dilakukan dalam transaksi jual beli, mengingat akad
mura>bah{ah adalah akad jual beli. Diskon atau potongan
pembelian ini disebut sah dalam Islam apabila itu dilakukan
karena kebaikan hati dan tanda terima kasih penjual kepada
pembeli karena alasan-alasan tertentu selama tidak dilarang
syariat. Hal ini juga sesuai dengan kaidah fikih yang
menyatakan bahwa pada dasarnya semua bentuk mualamalah
dan transaksi boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkanya.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pemabahasan pada bab terdahulu
serta tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Konsep diskon dalam mura>bah{ah pada Fatwa No.16/DSN-
MUI/IX/2000 tentang Diskon Mura>bah{ah, Fatwa
memandang bahwa diskon yang didapatkan sebelum akad
adalah menjadi milik pembeli atau nasabah sedangkan
diskon yang diperoleh setelah akad, dibagi berdasarkan
kesepakatan yang termuat dalam akad. Terkait diskon yang
didapatkan setelah akad mura>bah{ah, dalam fatwa tidak
dicantumkan apabila diskon tersebut tidak diperjanjikan
dalam akad, apakah diskon tersebut menjadi milik pembeli
(nasabah), penjual (bank) atau dibagi dua antara bank dan
nasabah.
2. Konsep diskon dalam Mura>bah{ah pada Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) memandang bahwa diskon
160
mura<bah{ah adalah milik Bank syariah. Menurut PSAK
bentuk margin yang didapat adalah hak dari bank dan
apabila transaksi yang diperjanjikan dalam transaksi diskon
Mura>bahah tidak disepakati maka keuntungan akan
menjadi hak bank, maka hal ini keluar dari konteks DSN-
MUI yang menyatakan seharusnya diskon dalam bentuk
apapun juga dan kapanpun juga adalah milik Nasabah,
karena diskon mengurangi harga perolehan karena
mura>bah{ah menuntut transparansi harga perolehan dan
negosiasi yang terjadi adalah atas besaran marjin, bukan
harga jual.
3. Implementasi diskon mura>bah{ah dalam Bank Syariah
secara garis besar Fatwa DSN-MUI dan PSAK yang
mengatur tentang diskon dalam mura<hah{ah ini terdapat
adanya harmonisasi, kenapa demikian setelah dilakukan
telaah perbandingan dan persamaan dan analisis dari DSN-
MUI dan PSAK yang mengatur tentang diskon dalam
mura>bah{ah peraturan yang tercantum dalam DSN MUI
telah dilengkapi oleh PSAK dalam perumusan dan
implementasi pengertian pada diskon dalam mura>bah{ah di
Bank Syariah. Jika dilihat kembali tentang pembagian
(margin) diskon dalam mura>bah{ah setelah terjadinya akad,
161
dalam fatwa tidak mencantumkan status keuntungan akan
diskon tersebut menjadi milik nasabah atau Bank Syariah,
namun PSAK kemudian menjelaskan tentang status diskon
tersebut milik Bank Syariah. Mengingat pengertian diskon
seperti yang dijelaskan dalam peraturan DSN-MUI dan
PSAK pelaksanaanya tidak sama dengan diskon yang
terjadi pada pertokoan atau teori diskon dalam strategi
pemasaran atau promosi. Dalam DSN-MUI dan PSAK
diskon diartikan kentungan atau potongan yang diberikan
supplier kepada pembeli dalam bentuk apapun dan
kapanpun dan statusnya adalah milik nasabah atau
pembeli.
Diskon dalam mura>bah{ah substansinya sama
dengan bay’ al-muwadi’ah maka diskon mura<bah{ah dalam
perspektif Syariah dan muamalat adalah sah dalam
persepekstif hukum Islam juga sah. Asal tidak
menimbulkan kedzaliman antar pihak, dalam artian
kerelaan para pihak khususnya nasabah sebagai pemilik sah
kentungan diskon dalam mura>bah{ah menjadi prioritas dan
bank selaku penjual wajib memberitahukan keuntungan
dan keterbukaan terkait diskon dalam mura>bah{ah.
162
B. Saran
1. Bagi stakeholder yang berwenang dalam regulasi Ekonomi
Syariah, terpenting dalam penyusunan peraturan yang
menyangkut system perekonomian dan Lembaga
keuangan, para regulator seharsnya lebih bisa membaca dan
memperkirakan peraturan yang akan muncul agar sisi
kebutuhan yang dicantumkan dalam peraturan terpenuhi.
Redaksi kata dalam penyusunan serta kejelasan status
objek dalam hal ini diskon dalam mura<bah{ah tidak
dijelaskan secara rinci sehingga menimbulkan kesalahan
dalam pemahaman.
2. DSN-MUI selaku pemegang kekuasaan Syariah dan OJK
selaku pemegang kekasaan tertinggi dalam bidang
keuangan Bank, Lembaga Keuangan dan Bank Syariah
harusnya lebih tanggap dan responsive terahadap regulasi
yang mengatur aktivitas keuangan Syariah sehingga
apabila terdapat permasalahan hukum atau permasalahan
ekonomi Syariah lainya dapat memeroleh kepastian yang
jelas. Dalam hal ini perhitungan diskon dalam mura>bah{ah
bisa diperjelas dalam PSAK sehingga menghindari
terjadinya kesalah pahaman pengambilan keuntungan pada
metode akuntansi.
163
3. Bagi akademisi dan pembaca, diharapkan adanya
penelitian berlanjut yang lebih terperinci berkenaan dengan
kegelisahan atau disharmonisasi dan kekosongan materi
hukum ekonomi Islam, karena adanya upaya tersebut dapat
meminimalisir ketidak pastian dan tumpang tindihnya
hukum. Hal ini juga dapat membawa dampak positif bagi
aktivitas Lembaga keuangan Syariah di Indonesia.
164
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an:
Departemen Agama RI. Al-Qur’an Al-Karim dan
Terjemahanya. Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2002
Jurnal Ilmiah:
Aninda Andhaninggar dan Syamsul Hadi,”Pembandingan
Perlakuan Akuntansi PSAK No.102 dengan Fatwa MUI
No 04/DSN-MUI/IV/2000” .
Aryanti, Novalia Tri Aryanti, “Analisis Perlakuan Akuntansi
Pembiayaan Murabahah Menurut Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) No 102: Studi Pada
BMT Sunan Kalijaga Yogyakarta”, Tesis Fakultas
Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
.2011.
Jurnam Mizani, Ana Maratun Marchumah,“Analisis pemberian
diskon Murabahah di KJKS Madani Sakti” diakses 3
Desember 2019.
Rupi’ah, Siti. “Pengaruh Pemberian Diskon Terhadap
Peningkatan Penjualan”, Jurnal Syariah, Vol.10, Nomor 2
Malang: Universitas Islam Negeri, 2015.
165
Saaed, Abdullah Saeed, Islamic Banking and Interest A Studyof
The Prohibition of Riba and ist Contemporery
Interpretetation, Muhammad Ufuqil Mubin dkk.,
“Menyoal Bank Syariah Kriti katas Interpretasi Bunga
Bank Kaum Neo-Revitalis”, Jakarta: Paramadina, 2004.
Yuliana, Setya Ningsih, “Perlakuan akuntansi Murabahah
berdsarkan PSAK 102 pada BMT Al Fath ”
http://Ejournal.uin-suka.ac.id/index.php.
Buku:
Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah: Dalam Perspektif
Kewenangan Peradilan Agama (Jakarta: Kencana
Prenada Group. 2004.
Abdul, Rohadi Abdul Fatah, Analisis Fatwa Keagamaan Dalam
Fikih Islam. Jakarta: Bumi Aksara,2006.
Abdun, Samir Nur Jaballahu, dhawabitu Tsamani wa
Tathbiqtuhu fi Aqdil Bay’ Riyadh: Dar>Kanzu Isybiliya
Lilnayiri wa tauzi’, 2005.
Acarya dan Diana Yumanita, Bank Syariah: Gambaran Umum,
Seri Kebank sentralan No. 14 (Jakarta: Pusat Studi dan
kebanksentralan (PSAK).
Ahyar A, Gayo dan tim 2012. Laporan akhir penelitian Hukum
Tentang Kedukan Fatwa MUI dalam Upaya mendorong
pelaksanaan Ekonomi Syariah (Portable document
format), Badan Pembina: Hukum Nasional
166
Alma, Bukhrai, manajemen Pemasaran Jasa .Bandung;
Alfabeta, 2000.
Amin, Ma’ruf Amin, Fatwa dalam Sistem Hukum Islam.Jakarta
Elsas, 2008.
Andria Soemitra, Bank dan perbankan Syariah.Jakarta;
Kencana, 2009.
Ansori, Abdul Ghofur, Pembentukan Bank Syariah Melalui Akuisisi dan Konversi: Pendekatan Hukum Positif dan Hukum Islam .Yogyakarta: UII Press, 2010.
Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syari’ah: dari Teori ke
Praktik, cet. ke-1. Jakarta: Gema Insani, 2001.
Arifin, Zainul. Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah.Jakarta:
Pusat Alvabet, 2006.
Bachri, Syabbul. Ekonomi Islam pada Bank Syariah .Jakarta:
Pustaka Setya, 2008.
Damanuri,Aji. Metodologi Penelitian Muamalah. Ponorogo,
STAIN PO Press. 2010.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia
Pusat Bahasa.Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2008.
Dewan Syari’ah Nasional dan Dewan Pengawas Syari’ah,
sumber: www.scrib.com/doc/57565656/Makalah-Dewan-Syari’ah-
Nasional-Dan-DewanPengawas-Syari’ah.
167
Fandi Tjiptono, Keuangan dan ekonomi perbankan
Syariah.Yogyakarta: Pushbilshing, 2006.
Fitriya,Erry. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Diskon.
Malang: NTP Press, 2005.
Hasan, Aznan Bin. Optimal Shariah Governance in Islamic
Fianance. Ahamd Ibrahim Kulliyah of Laws international
Islamic University Malaysia.
Hasan, Zubairi. Undang-Undang Perbankan Syariah:Titik temu
Hukum dan hukum Nasional, ed.1.Jakarta: Rejawali
Pers,2009.
Hidayat,Enang. Fiqih Jual Beli, cet ke-1 .Bandung: Kencana,
2012.
http://www.sbp.org.pk/departments/pdf/StrategicPalnPDF/AppendixC%20S
hariah%20Compliance.pdf.
Ikatan Akuntasi Indonesia, Pernyataan Standar Akuntansi
.Jakarta: Salemba Empat, 2007.
Ikatan Akuntansi Indonesia, Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan: Akuntansi Murabahah (Jakarta: Graha
Akuntan, 2013.
Isnaini, Arif , Model dan Strategi pemasaran. Makassar: NTP
Press, 2005.
Karim, Adiwarman A. Bank Islam: Analisis Fiqh
Keuangan, cet. ke-7 (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2010.
168
Khaaeruman,Badri.Hukum Islam dalam perubahan
Sosia,Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010.
Klause, Krippendorff. Pengantar Teori dan Methodologi.
Jakarta: Rajawali, 1993.
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalat, cet. Ke
1.Jakarta; Kencana, 2012.
Mardani, Fiqih Jual Beli, cet. ke-2 .Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2015.
Muhammad Hafiz, “Identifikasi Transaksi Terlarang,”
http://belajar-ekonomi
islam.blogspot.com/2011/03/identifikasi-transaksi-
terlarang.html.
Muhammad, Rifqi. Akuntansi Keuangan syariah: Konsep dan
Implementasi Keuangan Syariah (Yogyakarta: P3EI
Press.2005.
Muslim, Sarip. Akuntansi Keuangan Syariah Teori & Praktek.
Nafis, M. Cholil. Teori Hukum Ekonomi Syariah.Jakarta: UI
Press,2011.
Pasaribu, Chairuman, Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian
dalam Islam. Jakarta: Sinar Grafika,1993.
Pengusaha Muslim, “Jual beli Amanah”
http://pengusahamuslim.com/2804-jual=beli-amanah-1491.html.
169
Pertaatmadja, Karnaen A.dan Hendri Tanjung, Bank Syariah
Teori, Prantik, dan Perananya.Jakarta: Celestial
Pusblishing, 2007.
Philip, Babcock Gove, Webster Third New International
dictionary.Massachusset: G. dn C, MeriamComany, 1996.
Pratikno, Hartono Soryo, Aneka Perjanjian Jual Beli.Bandung:
PT Aditya bakti, 2012.
PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Didirikan [ada 24 Rabius
Tsani 1412 H atau 1 Nopember 1991.
Ridwan, Nurdin Kedudukan Fatwa MUI Dalam Pengembangan
Ekonomi Syariah di Indonesia, makalah disampaikan
dalam diskusi dengan Tim Penelitian, tanggal 17 Juni
2011.
Ridwan,Ahmad Hasan , Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil
Bandung: Pustaka Setia, 2013.
Riyanto,Slamet. Kamus-Inggris Indonesia .Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2014.
Rozalinda, Fikih Ekonomi Syaria . Jakarta: Rajawali Pers, 2016.
Rusyd. Ibn. Bidayatul Mujatahid, Fiqh Para Mujtahid,
Penerjemah, Imam Ghazali Said dan Achamad Zainudin,
jilid 3.Jakarta: Pustaka Amani,2007.
Saladin, Djasmin Saladin. Manajemen dan Pemasaran
Jasa.Bandung: Linda karya,2003.
170
Simamora, Henry. Akuntansi Basis Pengambilan Keputusan
Bisnis.Jakarta: Salemba Empat. 2000.
Sjahdeji, Sutan Remi Sjahdeini, perbankan Syariah Produk-
produk dan Aspek Hukumnya . Jakarta: Prenamedia
Group,2014.
Sudarsono, pokok-pokok Hukum Islam. Jakarta: Rajawalu Pers,
2016.
Sugiri, Slamet dan Agus Riyono, Akuntansi Pengantar 1, cet
ke-1. Yogyakarta: STIM YKPN, 2007.
Suryabrata, Surya. Metodologi Penelitian. Jakarta: CV
Rajawali, 1983.
Sutanto,Rachman ,Dasar Ilmu Tanah.Jakarta: Abadi, 2005.
Sutedi, Adria Sutedi, Perbankan Syariah Tinjauan dan Beberapa
Segi Hukum.
Syafei, Racmat, Fiqih Muamalah. Bandung: Pustaka Satia,
2001.
Syahbul bachri, Promosi Produk dalam Perspektif Hukum islam, Artikel Anatlogi kajian Islam, Vol. 8.
Tim DSN-MUI, Modul Pelatihan DPS Perbankan Syariag
2018.Jakarta: Dewan Syariah Nasiona-Majelis Ulama
Indonesia.
Tjiptono, Fandy, Strategi Pemasaran, Edisi III, Yogyakarta,
CV. ANDI OFFSET, 2008.
171
Transformasi,www.transformasi.net/articles/read/146/Standar-
Akuntansi-Keuangan-di-Indonesia.html.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1998 tentang Perbankan
Syariah.
Winarno, Sigit & Ismaya, Sujana. Kamus Besar Ekonomi
Bandung: CV. Pustaka Grafika, 2003.
Wiroso, Jual Beli Murabahah, cet. ke-1.Yogyakarta: UII Press,
2005.
Yaya, Rizal dkk., Akuntansi Perbankan Syariah: Teori dan
Praktik Kontemporer, cet. ke-1 Jakarta: Salemba Empat,
2013.
Zaidah kususmawato, Menghitung Laba perusahaan: Aplikasi Akuntans Syariah. Yogyakarta: Magistra Insani Press,
2005.
172
LAMPIRAN-LAMPIRAN
173
FATWA DSN-MUI NOMOR 16 TAHUN 2000
174
i