(Studi Kasus di Desa Kalirejo Lampung Tengah)repository.radenintan.ac.id/3478/1/SKRIPSI.pdf ·...
Transcript of (Studi Kasus di Desa Kalirejo Lampung Tengah)repository.radenintan.ac.id/3478/1/SKRIPSI.pdf ·...
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG KAFA’AH PROFESI
SEBAGAI KRITERIA DALAM PERNIKAHAN
(Studi Kasus di Desa Kalirejo Lampung Tengah)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas
Dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum (S.H)
Oleh :
SUPRATNA SARI
NPM 1421010017
Program Studi : Jurusan Al-Ahwal As-Syakhsiyyah
Pembimbing I : Drs. Haryanto H., M.H.
Pembimbing II : Dra. Firdaweri, M.H.I
FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
TAHUN 1439 H / 2018 M
ABSTRAK
Menurut hadis rasul, kriteria yang harus diutamakan dalam memilih calon
pasangan adalah agama dan didalam UUD perkawinan pasal 2 mengsyaratkan
perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaan. Sedangkan di desa Kalirejo Lampung Tengah jika
menentukan calon pasangan suami atau istri harus dengan kafa‟ah profesi.
Kafa‟ah profesi adalah kesetaraan profesi antara calon suami dan istri guna untuk
menyelaraskan tingkat perekonomian, agar meminimalisir tingkat percekcokan
didalam rumah tangga. Oleh sebab itu membuat penulis tertarik untuk
memecahkan masalah yang ada di desa Kalirejo Lampung Tengah.
Berdasarkan latar belakang diatas terdapat rumusan masalah yaitu
mengapa kafa‟ah profesi sebagai kriteria dalam pernikahan menurut persepsi
masyarakat desa Kalirejo Lampung Tengah dan bagaimana kafa‟ah profesi
sebagai kriteria dalam pernikahan menurut perspektif hukum Islam.
Tujuan penelitian ini, untuk mengetahui mengapa kafa‟ah profesi sebagai
kriteria dalam pernikahan menurut persepsi masyarakat desa Kalirejo Lampung
Tengah dan untuk mengetahui bagaimana kafa‟ah profesi sebagai kriteria dalam
pernikahan menurut perspektif hukum Islam. Jenis penelitian ini adalah penelitian
lapangan (field research), Metode pengumpulan data adalah dengan melakukan
interview dengan narasumber. Observasi dilapangan adalah mencocokan dengan
data interview dengan keadaan yang sebenernya yang terjadi di desa tersebut.
Dokumentasi berupa catatan kondisi penduduk, guna memenuhi kelengkapan
data yang tidak diperoleh dari tekhnik observasi dan wawancara. Untuk
menganalisis data digunakan metode kualitatif yaitu dengan memaparkan secara
jelas mengenai kafa‟ah profesi sebagai kriteria dalam pernikahan persepsi
masyarakat didesa Kalirejo Lampung Tengah dan kafa‟ah profesi sebagai kriteria
dalam pernikahan perspektif hukum Islam. Sehingga dapat ditarik kesimpulan
sebagai jawaban dalam penelitian ini.
Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan bahwa didesa Kalirejo Lampung
Tengah kriteria kafa‟ah profesi dalam pernikahan menjadi kriteria utama
dibandingkan dengan kafa‟ah agama. Menurut masyarakat tersebut kriteria
kafa‟ah setelah profesi yaitu agama, pendidikan, keturunan, dan terbebas dari
cacat fisik. Masyarakat tersebut berpandangan bahwa jika menikah tidak kafa‟ah
profesi maka tidak harmonis didalam rumah tangga, dan anak yang akan menikah
tidak dengan kafa‟ah profesi maka akan menimbulkan perkawinan tidak dapat
dilangsungkan. Sedangkan didalam hukum Islam kriteria kafa‟ah didalam
pernikahan tidak demikian, kafa‟ah agama yang harusnya diutamakan. Menurut
peneliti yang diperkuat dengan data-data pernikahan di KUA, pandangan
masyarakat desa kalirejo lampung tengah kurang memahami dalam mempraktikan
kafa‟ah pernikahan, karena didalam hukum Islam kafa‟ah agama yang harus
diutamakan. Seharusnya masyarakat tersebut jika ingin memilih calon pasangan
suami-istri berdasarkan ajaran hukum Islam dengan demikian akan membawa
hubungan rumah tangga yang harmonis dan di ridhoi Allah.
MOTTO
سهى قال ل اهلل صه اهلل عهي بي زس ان ع سيسة زضي اهلل ع أبي كح: ع ح
سأة نأزبع ا : ان نحسب ا، ان ا , ن ان ا , نج حسبج يداك , ندي يخفق)فاظفس براث اندي
يع بقيت انسبعت (عهي
Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam bersabda: "Perempuan itu dinikahi karena empat hal, yaitu: harta,
keturunan, kecantikan, dan agamanya. Dapatkanlah wanita yang taat beragama,
engkau akan berbahagia." Muttafaq Alaih dan Imam tujuh.1
1 Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulughul Maram, Cet. Ke- 1, (Jakarta : Gema Insani, 2013), h.
208.
PERSEMBAHAN
Yang utama dari segalanya.....
Sembah sujud serta syukur kepada Allah SWT, taburan cinta dan kasih
sayangmu telah memberikanku kekuatan, membekali ku dengan ilmu serta
memperkenalkanku dengan cinta. Atas karunia serta kemudahan yang engkau
berikan akhirnya skripsi yang sederhana ini dapat terselesaikan. Sholawat dan
salam selalu terlimpahkan kepada rosulullah Muhammad SAW.
Perjuangan merupakan pengalaman yang berharga yang dapat menjadikan
kita manusia yang berkualitas. Skripsi ini kupersembahkan untuk orang-orang
yang selalu mendukung terselesainya karya ini, di antaranya:
1. Kepada kedua orang tua tercinta, Bapak Suroto dan Ibu Misnawati yang
selalu memberi motivasi yang sangat besar untuk menggapai
keberhasilanku dan dengan sabar melimpahi aku dengan do‟a dan kasih
sayang, serta nasihat yang menjadikan jembatan perjalanan hidupku.
2. Teruntuk tante Siti Fatonah dan paman Eko Pamuji yang selalu memberi
motivasi dan semangat agar terselesainya skripsi ini.
RIWAYAT HIDUP
Supratna Sari dilahirkan di Bandar Sari, pada tanggal 9 Mei 1995, anak
pertama dari pasangan Bapak Suroto dan Ibu Misnawati.
Jenjang Pendidikan Penulis Yaitu:
1. TK Ma‟arif Badar Sari Kab. Lampung Tengah tamat pada tahun 2005
2. Sekolah Dasar Negri 1 Kalirejo Kab. Lampung Tengah tamat pada tahun
2007
3. SMP Islam Kalirejo Kab. Lamung Tengah tamat pada tahun 2010
4. MAS Diniyyah Putri Lampung 2014.
Kemudian penulis melanjutkan studi ke Universitas Islam Negri Raden
Intan Lampung pada Fakultas Syari‟ah jurusan Al-Ahwal As-Syakhsiyyah.
Bandar Lampung, 5 februari 2018
Yang Membuat
Supratna Sari
KATA PENGANTAR
د ا يح او سيد سهى عه خيس األ صه اناسهاو ا ت االي ع خا ب ع د اهلل انر ا انح
ايا بع عي اج صحب دعه ان
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan karunia berupa ilmu pengetahuan, kesehatan, dan petunjuk,
sehingga skripsi yang berjudul “Perspektif Hukum Islam Tentang Kafa‟ah Dalam
Kriteria Pernikahan (Studi Kasus di Desa Kalirejo Lampung Tengah), dapat
diselesaikan dengan baik. Sholawat serta salam disampaikan kepada Nabi
Muhammad SAW., para sahabat dan pengikutnya yang setia.
Skripsi ini merupakan bagian dari persyaratan untuk menyelesaikan studi
program strata satu (S-1), pada Fakultas Syari‟ah UIN Raden Intan Lampung,
guna memperoleh Sarjana Hukum (S.H) dalam bidang ilmu syari‟ah. Atas
bantuan semua pihak dalam proses penyelesaian skripsi ini tak lupa di haturkan
terimakasih sedalam-dalamnya kepada:
1. Prof. Dr. Moh. Mukri, M.Ag. selaku Rektor UIN Raden Intan Lampung.
2. Dr. Alamsyah, S. Ag., M. Ag. selaku Dekan Fakultas Syari‟ah serta para wakil
Dekan di lingkungn Fakultas Syari‟ah UIN Raden Intan Lampung.
3. Marwin, S.H., M.H. selaku ketua Jurusan Al-Ahwal As-Syakhsiyyah Fakultas
Syaria‟ah UIN Raden Intan Lampung.
4. Drs. H. Haryanto H., M.H. selaku pembimbing I, dan Dra. Firdaweri., M.H.I.
selaku pembimbing II, yang telah menyediakan waktu dan pikirannya untuk
memberikan bimbingan dan arahan bagi tersuusunnya skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen serta para staf/ karyawan Fakultas Syari‟ah UIN Raden
Intan Lampung yang telah membimbing dan membantu penulis selama mengikuti
perkuliahan.
6. Segenap guruku di SD, SMP dan MAS yang telah memberi dan mengajarkan
ilmu kepadaku dengan penuh kasih sayang.
7. Segenap narasumber yang telah memberikan waktu, dan informasi, sehingga
data yang diperoleh digunakan untuk melengkapi isi dalam skripsi.
8. Ayah dan Ibu, keluarga besarku, yang senantiasa medo‟akan, membantu, serta
memberikan dukungan dalam upaya menyelesaikan skripsi ini.
9. Pimpinan dan karyawan Perpustakaan Fakultas Syari‟ah, juga Perpustakaan
Universitas yang telah memberikan informasi, data, refrensi, dan lain-lain.
10. Semua kawan-kawan penulis baik dilingkungan kampus maupun luar kampus
yang telah memberikan waktu untuk berbagi rasa suka dan duka selama ini.
11. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung yang telah
membantu baik moral maupun materiil.
Semoga Allah senantiasa membalas segala kebaikan dan ketulusan yang
telah diberikan. Pada akhirnya penulis menyadari bahwa hasil penelitian dan
tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan yang dimiliki. Untuk itu kepada para
pembaca kiranya dapat memberi masukan dan saran-saran, guna memperbaiki
tulisan ini. Diharapkan betapa pun kecilnya karya tulis (hasil penelitian) ini dapat
menjadikan sumbangan yang cukup berarti dalam pengembangan ilmu
pengetahuan.
Bandar Lampung, 20 Februari 2018
Penulis,
Supratna Sari
NPM. 1421010017
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING.............................................................................. ii
PENGESAHAN .......................................................................................................... iii
MOTTO ...................................................................................................................... iv
PERSEMBAHAN ....................................................................................................... v
RIWAYAT HIDUP .................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ................................................................................................ vii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................... x
BAB I: PENDAHULUAN
A. Penegasan Judul ............................................................................................. 1
B. Alasan Memilih Judul ..................................................................................... 3
C. Latar Belakang Masalah ................................................................................. 4
D. Rumusan Masalah ........................................................................................... 10
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .................................................................... 10
F. Metode Penelitian ........................................................................................... 11
BAB. II. KAFA’AH MENURUT HUKUM ISLAM
A. Pengertian Kafa‟ah dan Kafa‟ah Profesi ........................................................ 17
B. Dasar Hukum Kafa‟ah dan Kafa‟ah Profesi ................................................... 22
C. Kriteria-kriteria Kafa‟ah Menurut Pendapat Para Ulama .............................. 28
D. Waktu Berlakuya Kafa‟ah ............................................................................. 37
E. Urgensi Kafa‟ah ............................................................................................. 39
BAB. III. KAFA’AH PROFESI MENURUT MASYARAKAT
A. Sejarah Desa Kalirejo Kecamatan Kalirejo Kabupaten Lampung
Tengah ......................................................................................................... 51
B. Keadaan Geografis Desa Kalirejo Kecamatan Kalirejo Kabupaten
Lampung Tengah ......................................................................................... 52
C. Kondisi Demografis Desa Kalirejo Kecamatan Kalirejo Kabupaten
lampung Tengah ........................................................................................... 54
D. Kondisi Sosial Masyarakat Desa Kalirejo Lampung Tengah ....................... 58
E. Pemahaman Kafa‟ah Profesi Pada Masyarakat di Desa Kalirejo
Kecamatan Kalirejo Kabupaten Lampung Tengah....................................... 59
F. Pemahaman Para Tokoh Tentang Kafa‟ah Profesi Sebagai Kriteria
Dalam Pernikahan ......................................................................................... 77
G. Data-data pernikahan kafa‟ah profesi
BAB. IV. ANALISIS DATA KAFA’AH PROFESI
A. Kafa‟ah Profesi Sebagai Kriteria Dalam Pernikahan Menurut Persepsi
Masyarakat di Desa Kalirejo Lampung Tengah? ......................................... 80
B. Kafa‟ah Profesi Sebagai Kriteria Dalam Pernikahan Menurut
Perspektif Hukum Islam ............................................................................... 82
BAB. V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................................... 87
B. Saran ............................................................................................................. 88
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Penegasan Judul
Untuk menghindari kesalah pahaman dalam memahami judul skripsi ini, perlu
kiranya penulis menjelaskan istilah-istilah yang terkandung pada skripsi ini,
“PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG KAFA’AH PROFESI
SEBAGAI KRITERIA DALAM PERNIKAHAN (Studi Kasus di Desa
Kalirejo Lampung Tengah)”. Adapun istilah-istilah yang perlu penulis jelaskan
adalah sebagai b erikut:
1. Perspektif Hukum Islam adalah
a. Perspektif yaitu sudut pandang atau pandangan.2 Cara melukiskan suatu
benda pada permukaan yang mendatr sebagaimana yang terlihat oleh
mata dengan tig dimensi (panjang, lebar, dan tingginya) sudut pandang
atau pandangan.3
2. Hukum Islam yaitu hukum mengenai norma-norma agama Islam yang
mengatur prikehidupan manusia.4 Hukum Islam juga bisa disebut
seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan sunnah Rosul tentang
tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini berlaku dan
mengikat untuk semua umat yang beragama Islam.5 Jadi perspektif hukum
2Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Besar Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern
English Press, 1991), h. 1062 3 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke-3,
(Surabaya: Arkola), h. 864 4 Peter Salim dan Yenny Salim Ibid, h. 890
5H. Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h.
12
Islam yaitu suatu telaah terhadap kafa‟ah, bukan hanya dari segi agama
yang menjadi poin utama saja kriteria dalam pernikahan, tetapi sudah
meelebihi itu, yakni kafa‟ah profesi
3. Kafa‟ah Profesi
a. Kafa‟ah menurut bahasa yaitu kesastraan, sedangkan kata kufu‟ berarti
sesuatu atau seorang yang setara atau sepadan dengan sesuatu atau
seorang lainya. Adapun yang dimaksud dalam hal perkawinan adalah
sepadannya seorang suami dengan istrinya dalam kedudukan,
pendidikan, kekayaan, status sosial, dan sebagainya.6 Sedangkan
para fuqaha mendefinisikan kafa‟ah adalah sebandingnya antara seorang
laki-laki dengan seorang wanita yang dinikahinya dalam beberapa hal
tertentu7
b. Profesi ialah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian
tertentu.8 Hirfah [الحرفة] atau Profesi disebut juga dengan Shina‟ah
.yang artinya yaitu Pekerjaan [صناعة]9 Maksudnya dalam tatanan sosial di
masyarakat, profesi menjadi hal terpenting yang membentuk status sosial
seseorang, misalnya seorang pegawai negri lebih terhormat didalam
masyarakat dibandingkan dengan seseorang yang berprofesi sebagai
petugas keamanan kompleks.
6Muhammad Baqir Al-Habsyi, Fiqih Praktis Menurut Al-Quran, As-Sunah, dan Pendapat
Para Ulama,(Bandung: Mizan Anggota IKAPI, 2002), h.48 7Al-Hamdani, Risalah An-Nikah, (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), h. 45
8Peter Salim dan Yenny Salim, Op.cit. h. 1992
9H. Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wa
Dzurriyyah, 2010), h. 222
Jadi menurut peneliti kafa‟ah profesi adalah kesetaraan profesi antara calon
suami dan istri guna untuk menyelaraskan tingkat perekonomian didalam rumah
tangga, agar tidak terjadi kesenjangan didalam perekonomian keluarga.
4. Kriteria dalam penikahan adalah ukuran yang menjadi dasar penilaian atau
penetapan sesuatu.10
Jadi menurut peneliti kriteria dalam pernikahan itu berarti ukuran yang
menjadi dasar penilaian tertentu dalam suatu pernikahan yang bertujuan untuk
mendapatkan yang sesuai dengan yang diinginkan.
Berdasarkan penjelasan judul tersebut, skripsi ini bermaksud untuk
menjelaskan tentang kafa‟ah profesi sebagai kriteria dalam pernikahan menurut
sudut pandangan masyarakat desa Kalirejo Lampung Tengah, bila disorot dari
kacamata hukum islam.
B. Alasan memilih judul
Ada beberapa alasan yang mendorong penulis untuk memilih judul skripsi
ini:
1. Secara Obyektif
a. Kafa‟ah profesi adalah kesepadanan profesi, memang dalam tatanan
sosial, profesi sebagai instrumen yang dapat membentuk status sosial
seseorang. Seorang juragan jauh lebih terpandang dibanding
pedagang pasar biasa.
10
Peter Salim dan Yenny Salim, Op.Cit.h. 150.
b. Secara Obyektif, pada masyarakat desa Kalirejo Lampung Tengah
mereka menganggap dengan adanya kafa‟ah profesi dapat menjamin
kesejahteraan dan meminimalisir percekcokan didalam keluarga.
c. Persoalan ini merupakan persoalan aktual dan kebanyakan
masyarakat lebih mementingkan materi sehingga terjadinya
pernikahan dengan kafa‟ah profesi, namun hal tersebut bertentangan
dengan ajaran hukum Islam.
2. Secara Subyektif
a. Sudah banyak skripsi yang membahas tentang kafa‟ah secara umum
namun, disini penulis ingin meneliti secara spesifik lagi mengenai
kafa‟ah profesi.
b. Referensi yang terkait dengan penelitian ini cukup menunjang
penulis,sehingga dapat mempermudah dalam menyelesaikan skripsi ini.
c. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini sesuai dengan studi ilmu
penulis pelajari selama di Fakultas Syari‟ah yaitu Program Studi Al-
Ahwal Asy-Syakhsiyyah.
C. Latar Belakang Masalah
Sebagaimana dalam memilih istri, Islam membimbing agar memilih wanita
yang memiliki kriteria sifat-sifat tertentu dan menganjurkan bagi yang ingin
menikahinya agar sifat-sifat inilah yang menjadi pusat perhatiannya. Demikian
juga dalam memilih pasang suami, Islam menganjurkan yang beragama dan
berakhlak yang baik. Islam juga menganjurkan kepada keluarga wanita agar
mengutamakan pemuda yang melamar putrinya yang memiliki agama.11
Sebuah hadis nabi dari Al- Bukhori dan Al-Muslim menyatakan:
سهى قال ل اهلل صه اهلل عهي بي زس ان ع سيسة زضي اهلل ع أبي كح ): ع ح
سأة نأزبع ا : ان نحسب ا، ان ا , ن ان ا , نج حسبج يداك , ندي (فاظفس براث اندي
يع بقيت انسبعت يخفق عهي
Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam bersabda: "Perempuan itu dinikahi karena empat hal, yaitu: harta,
keturunan, kecantikan, dan agamanya. Dapatkanlah wanita yang taat beragama,
engkau akan berbahagia." Muttafaq Alaihi dan tujuh imam.12
Hadis diatas mengisyaratkan bahwa dalam memilih pasangan, kriteria yang
utama adalah agama dalam arti akhlaq dan kejiwaannya. Mengingat bahwa
perkawinan adalah salah satu bagian terpenting dalam menciptakan keluarga dan
masyarakat yang dirihoi Allah SWT, maka dalam memilih calon suami dan istri,
islam menganjurkan agar mendasar segala sesuatunya atas norma agama,
sehingga pendamping hidupnya mempunyai akhlak atau moral yang terpuji.
Meskipun terdapat 4 kriteria namun tidaklah dijadikan sumber keutamaan dalam
mencari pasangan hidup.
11
Abdul Aziz Muhammad Azzam, abdul Wahab Sayyed Hawwan, FiqihMunakahat,
terjemah Abdul Majid Khon, (Jakarta: Kresindo Mediacita, 2009), h.56 12
Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulughul Maram, Cet. Ke- 1, ( Jakarta : Gema Insani, 2013),
Hal. 208.
Melihat arti umum hadist di atas, manusia sama derajatnya, hanya agama
yang di landasi dengan ketaqwaanlah yang membedakan manusia satu dengan
yang lainnya, bukan kebangsawanan dan kebangsaan ataupun kecantikan. Dalam
masalah perkawinan yang termasuk sunnah Nabi dalam membina rumah tangga
sejahtera itu faktor agama yang seharusnya menjadi titik beratnya, untuk
mendapatkan derajat berbahagia dalam rumah tangga.13
Resiko menikahi
seseorang yang kurang ilmu agama, nanti setelah menikah yang niatnya ingin
mewarnai kehidupan kita dengan ketaatan tetapi ujung-ujungnya kita yang
terwarnai, karena agama adalah poin utama untuk mecapai kebahagiaan di dalam
rumah tangga.
Kafa‟ah merupakan salah satu proses menuju perkawinan, Kafa‟ah dalam
perkawinan merupakan faktor yang dapat mendorong terciptanya kebahagiaan
suami dan istri14
dan lebih menjamin keselamatan perempuan dari kegagalan atau
kegoncangan rumah tangga, kafa‟ah dianjurkan oleh Islam dalam memilih calon
suami atau istri, tetapi tidak menentukan sah atau tidaknya perkawinan. Dengan
adanya kafa‟ah dalam perkawinan maka akan memudahkan dua insan yang akan
hidup bersama membangun rumah tangga yang harmonis. meskipun kafa‟ah itu
disyariatkan atau diatur didalam perkawinan Islam, namun dalil yang
mengharuskan tidak ada yang jelas dan hal ini yang menjadi pembicaraan
13
Abdul Rahman Ghazali, Fiqih Munakahat, cet. 1, ( Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2003), h. 101-102 14
Tihami dan Sohari Sahrani, Op. Cit, h. 57
dikalangan ulama baik mengenai kedudukan didalam perkawinan, maupun kriteria
apa yang digunakan dalam penentuan kafa‟ah itu. 15
Para fuqoha berpendapat tentang kafa‟ah sebagai syarat sah nikah. Ada
yang berpendapat sebagai syarat sah dan ada pula yang mengatakan tidak sebagai
syarat sah , Imam Ahmad berpendapat bahwa kafa‟ah adalah `salah satu syarat
sah nikah, akan tetapi para ulama lain menyatakan bahwa kafa‟ah adalah hak
seorang perempuan dan wali nikahnya.16
Kafa‟ah adalah hak bagi wanita dan walinya, karena suatu perkawinan yang
tidak seimbang, serasi akan menimbulkan problema berkelanjutan, dan besar
kemungkinan menyebabkan terjadinya perceraian oleh karena itu, boleh
dibatalkan.17
Kafa‟ah dalam pernikahan menurut hukum Islam yaitu keseimbangan
dan keserasian antara calon suami dan istri masing-masing calon tidak merasa
berat untuk melangsungkan pernikahan.18
Desa Kalirejo Lampung Tengah merupakan sebuah Desa yang terletak di
kecamatan Kalirejo Kabupaten Lampung Tengah yang terdiri dari berbagai suku
dan agama yang sebagaian besar masyarakatnya bersuku jawa, lampung dan
sunda, ada juga yang bersuku batak. Meskipun demikian, kehidupan sosial
masyarakat di desa tersebut rukun dan saling tolong menolong, keadaan ekonomi
masyarakat setempat rata-rata berada pada ekonomi menengah. Dikatakan
15
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Di Indonesia Antara Fiqih Munakahat dan
Undang-Undang Perkawinan, Cet. Ke- 1, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 140 16
Abd Rahman Al-Jaziri, Fiqh „ala Madzhab al- arba‟ah, cet. Ke-1, (Beirut: Daral-
‟Ilmiyyah, 1990), h.53-59 17
Muhammad Bagir Al-Habsyi,Op. Cit, h. 54 18
Abdul Rahman Ghazaly, Fikih Munakahat Seri Buku Daras, cet. III, (Jakarta: Pustaka
Kencana, 2003), h. 96
masyarakat lapisan menengah karena hal ini peneliti dapatkan dari hasil
wawancara pada masyarakat di Desa Kalirejo.
Masyarakat di Desa Kalirejo Kecamatan Kalirejo Kabupaten Lampung
Tengah mayoritas mata pencaharianya berasal dari hasil petani, pedagang dan
PNS, di Desa Kalirejo Lampung Tengah pada tahap perkenalan antara calon
suami dan istri, calon istri menilai terlebih dahulu apa profesi calon suami tersebut
setara atau tidak dengannya.
Kafa‟ah profesi yang dipahami oleh masyarakat di Desa Kalirejo adalah
mereka menganggap bahwa kafa‟ah profesi itu sebagai penilaian, tingkat tinggi
atau rendahnya perekonomian seseorang, sebab dengan perekonomian yang
tinggi maka dalam rumah tangga akan terhindar dari perselisihan karena
terpenuhinya nafkah dengan baik. Jika profesi seorang tersebut cukup memenuhi
kriteria maka menurut masyarakat setempat sudah mampu menghidupi keluarga
yang akan dibangun setelah akad pernikahan berlangsung.
Sehingga masyarakat mengubah pola pikir tentang kafa‟ah profesi itu
sendiri. Saat ini ada kecenderungan dikalangan umat Islam untuk
memprioritaskan kafa‟ah profesi kedalam kriteria pernikahan, prilaku ini karena
pengaruhnya di zaman modern sekarang, yang mana tingkat kebutuhan lebih
tinggi. Pola pikir seperti ini telah menggeser nilai dan komitmen umat Islam
terhadap kriteria yang sebenarnya dalam pernikahan. Padahal Islam tidak
menjadikan kafa‟ah profesi sebagai prioritas utama dalam menentukan kriteria
pernikahan.
Adapun beberapa pendapat masyarakat di Desa Kalirejo Kabupaten
Lampung Tengah mengenai kafa‟ah profesi. Dari hasil wawancara yang
dilakukan dengan bapak suep pada tanggal 20 Oktober 2017 di Desa Kalirejo Kec.
Kalirejo Kab. Lampung Tengah, profesi seorang laki-laki harus setara dengan
perempuan yang akan dinikahinya atau bahkan jika profesi laki-laki tidak setara
dengan perempuan yang akan di nikahinya, maka harus setara dengan pekerjaan
orangtua perempuan dan mereka beranggapan bahwa kesetaraan profesi itu sangat
penting untuk menentukan tingkat perekonomian didalam rumah tangga.19
Ada juga yang mengatakan bahwa kafa‟ah profesi itu poin utama dalam
memilih calon pasangan suami-istri, jika tidak ada kesetaraan profesi maka tidak
dapat diberlangsungkannya pernikahan tersebut. 20
Setelah mendengar keterangan
responden tersebut, dapat menjadi indikasi bahwa pemahaman mereka sangat
minim mengenai kri teria kafa‟ah dalam pernikahan menurut hukum Islam.
Kafa‟ah profesi yang di perioritaskan sebagai kriteria dalam pernikahan, dan
hal itu harus diketahui oleh masyarakat secara jelas, supaya masyarakat tidak
salah paham dalam mengartikan kafa‟ah profesi, khususnya masyarakat di Desa
Kalirejo Kecamatan Kalirejo Kabupaten Lampung Tengah. Sehingga kafa‟ah
profesi tidak dijadikanya ukuran utama dalam kriteria pernikahan.
Dari pembahasan diatas bertolak belakang antara praktik dan teori hukum
islam dalam menentukan calon pasangan suami istri. Berdasarkan hasil
19 Wawancara Dengan Bapak Suep di Desa Kalirejo Lampung Tengah, 20 Oktober 2017. 20
Wawancara Dengan Bapak Herman di Desa Kalirejo Lampung Tengah, 20 Oktober
2017
pengamatan dari peneliti, ada beberapa pernikahan yang memprioritaskan kafa‟ah
profesi sebagai kriteria dalam pernikahan, dan tidak dapat berlangsungnya
pernikahan, jika profesi tersebut tidak sesuai dengan kriteria yang diinginkan oleh
masyarakat setempat. Hal ini bertentangan dengan anjuran hukum Islam.
Oleh sebab itu membuat penulis terbesit untuk memecahkan masalah
melalui penulisan karya ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul:
“PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG KAFA’AH PROFESI
SEBAGAI KRITERIA DALAM PERNIKAHAN (Studi Kasus di Desa
Kalirejo Lampung Tengah)”.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat diambil suatu rumusan
masalah yaitu:
1. Mengapa kafa‟ah profesi sebagai kriteria dalam pernikahan menurut
persepsi masyarakat di desa Kalirejo Lampung Tengah?
2. Bagaimana kafa‟ah profesi sebagai kriteria dalam pernikahan menurut
perspektif hukum Islam?
E. Tujuan Penelitian dan Kegunaan
1. Tujuan
a. Untuk menjelaskan kepada masyarakat mengenai kriteria kafa‟ah.
Sehingga masyarakat tidak mengutamakan kafa‟ah profesi dalam
pernikahan. Dan tidak salah dalam memahami kafa‟ah pernikahan.
b. Untuk menjelaskan kafa‟ah profesi sebagai kriteria dalam
pernikahan menurut perspektif hukum Islam.
2. Kegunaan
a. Secara teoritis penelitian ini adalah untuk mengembangkan kajian
tentang kafa‟ah yang sering menjadi perbincangan dalam
masyarakat dan untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan,
khususnya di perpustakaan UIN Raden Intan Lampung mengenai
kafa‟ah profesi dalam pernikahan.
b. Secara praktis, diharapkan penelitian ini dapat menjadi landasan
pemikiran yang positif dan dapat berguna untuk memberi
sumbangan yang berarti bagi masyarakat pada umumnya dan
khususnya bagi para pihak-pihak yang terkait mengutamakan
kafa‟ah profesi dalam pernikahan
F. Metode Penelitian
Untuk menghadapi permasalahan yang telah dirumuskan diatas, perlu
memakai beberapa metode yaitu:
1. Jenis dan Sifat Penelitian
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research).
Penelitian lapangan merupakan penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan
data dan informasi yang diperoleh langsung dari responden. Selain itu penulis
juga menggunakan penelitian ini berjenis penelitian pustaka (library research).
Untuk mendapatkan data-data yang akan digunakan sebagai alat bantu penelitian,
penelitian juga menggunakan penelitian pustaka (library research) merupakan
metode pengumpulan data berdasarkan buku-buku, literatur-literatur yang
berkaitan dengan kafa‟ah profesi secara teoritis.21
b. Sifat Penelitian
Penelitian deskriptif analitik yakni penelitian yang berusaha menjelaskan
dan menggambarkan secara tepat mengenai data yang diperoleh di lapangan,
menyajikan data dan menganalisis data yang diperoleh serta menginterprestasi.22
2. Sumber Data
Data adalah korelasi fakta-fakta atau nilai-nilai numerik (angka), sedangkan
sumber data adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. Baik secara kuesioner
atau wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut
responden, yaitu orang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti,
baik tertulis maupun lisan.23
sumber data yang digunakan adalah:
a. Data Primer
Sumber Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya,
baik melalui wawancara, laporan atau dalam bentuk dokumen kemudian diolah
oleh peneliti.24
Berupa Informasi-informasi hasil dari wawancara dengan
masyarakat mengenai praktik kafa‟ah profesi sebagai kriteria dalam pernikahan.
21
Kartini Kartono, Pengantar Me,todologi Riset Sosial, (Bandung: CV. Mandiri, cet ke-
VII, 1996), h, 81 22
Ibid, h. 44 23
Suharsimi Harikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi IV,
(Jakarta: Rineka Cipta, 1998), h. 114 24
Kartini Kartono, Op.Cit, h.97
b. Data Sekunder
Data Sekunder terbagi dua bagian yaitu: bahan hukum sekunder dan bahan
hukum primer. Bahan hukum sekunder yaitu data yang menjelaskan bahan hukum
primer, seperti buku-buku ilmiah, hasil penelitian dan karya ilmiah.25
Bahan
hukum primer yaitu buku-buku tentang kafa‟ah, Fiqih Munakahat, Fiqih sunnah,
pendapat para pakar yang sesuai dengan tema penelitian, dll.
3. Tekhnik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data dari sumber penulis menggunakan teknik
pengumpulan data sebagai berikut:
a. Tekhnik Pengumpulan Data Pustaka
Studi pustaka adalah pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang
berasal dari berbagai literatur dan buku-buku yang berkaitan dengan objek
penelitian.
b. Tekhnik Pengumpulan Data Lapangan
1). Observasi
Observasi adalah alat pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
mengamati dan mencatat secara sistematis gejala-gejala yang
diselidiki.26
Penulis melakukan observasi dan mengamati gejala sosial
yang ada di masyarakat sebagai bahan penunjang dalam penelitian.
25
Ibid, h. 107 26
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, cet ke-XV, 2002), h. 70
2). Wawancara
Wawancara adalah cara mengumpulkan data dimana pewawancara
(peneliti) dalam mengumpulkan data mengajukan suatu pertanyaan
kepada yang diwawancarai.27
3). Dokumentasi
Dokumentasi berupa catatan-catatan tentang kondisi penduduk di
kantor kelurahan, kondisi demografi penduduk. Dokumen merupakan
pelengkap dari penggunaan metode wawancara dalam penelitian
kualitatif.28
Penulis menggunakan tekhnik ini guna untuk memenuhi
kelengkapan-kelengkapan data yang tidak diperoleh dari tekhnik
observasi dan wawancara.
4. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi adalah wilayah generasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
mempelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.29
b. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari
semua yang ada pada populasi karena adanya keterbatasan tenaga, waktu, maka
27
Ibid, h. 194 28
Ibid, h. 194-197 29
S. Nasution, Meode Research, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 86
peneliti menggunakan sampel yang benar-benar representatif untuk dapat
mewakili populasi.30
Dalam hal menentukan sampel, penulis menggunakan purposive sampling,
yaitu sampel bertujuan dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan
didasarkan atas strata, random, atau daerah tetapi didasarkan dan disesuaikan
dengan kriteria-kriteria tertentu yang diterapkan berdasarkan tujuan tertentu. 31
Sampel yang termasuk kriteria-kriteria tertentu yang diterapkan berdasarkan
tujuan penelitian. Adapun sampel yang menjadi narasumber penelitian dipilih
beberapa dari kepala keluarga yang menjadikan kafa‟ah profesi didalam kriteria
pernikahanya.
5. Tekhnik Pengolahan Data
Setelah data terkumpul, tahap selanjutnya adalah mengelola data tersebut
dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Data (editing), yaitu memeriksa ulang kesesuaian dengan
permasalahan yang akan diteliti setelah semua data terkumpul.
b. Penandaan Data (coding) yaitu memberi catatan data yang
menyatakan jenis dan sumber data baik bersumber dari Al-Qur‟an dan
Hadits atau buku-buku literatur lainnya yang relevan dengan judul
penelitian.
30
Ibid, h. 88 31
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Cet.Ke-8, (Jakarta:
Rineka Cipta, 1991), h. 206
c. Rekontruksi data (recontructing)yaitu menyusun ulang data secara
teratur, berurutan, logis sehingga mudah dipahami dan
diinerprestasikan.
d. Sistematika Data (sistemazing) yaitu menempatkan data menurut
kerangka sistematika bahasan berdasarkan urutan masalah.32
6. Analisis Data
Analisis data adalah proses dan menyusun secara sistematis data yang
diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara
menyusun pola, memilih mana yang penting dan harus dipelajari, membuat
kesimpulan sehingga mudah dipahami diri sendiri maupun orang lain.33
Data yang
dianalisis tersebut bersifat kualitatif yaitu metode untuk menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang dijadikan
penelitian.
Adapun penalaran yang akan digunakan penulis adalah deduktif-induktif.
Deduktif adalah paragraf yang kalimat utamanya berada diawal paragraf. Induktif
adalah penalaran yang benar dari sebuah hal khusus sampai pada suatu
kesimpulan umum yang bersifat khusus.34
32
Ibid, h. 107 33
Ibid, h.335 34
Cholid Narbuto dan Abu Achmad, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara,
2002), h. 70
BAB II
KAFA’AH MENURUT HUKUM ISLAM
A. Pengertian Kafa’ah dan Kafa’ah Profesi
1. Kafa’ah
Kafa‟ah berasal dari bahasa Arab dari kata ءاكف berarti sama atau sepadan,
kesamaan, sejodoh. Kata ini merupakan kata yang terpakai dalam bahasa Arab
dan terdapat dalam Al-quran dengan arti “sama” atau setara.35
Dalam istilah fiqih, “sejodoh” disebut dengan “kafa‟ah”, artinya ialah sama,
serupa, seimbang, atau serasi. Kufu‟ berarti sesuatu atau seorang yang setara atau
sepadan dengan sesuatu atau seseorang lainya.36
Sedangkan maksud kufu‟atau
kafa‟ah dalam perkawinan, menurut istilah hukum islam yaitu keseimbangan dan
keserasian antara calon istri dan suami sehingga masing-masing calon tidak
merasa berat untuk melangsungkan perkawinan.37
Laki-laki sebanding dengan
calon istrinya, sama kedudukan, sebanding dalam tingkata sosial dan derajat
dalam akhlak serta kekayaan.
Maksud dari kafa‟ah dalam perkawinan adalah bahwa suami harus se-kufu‟
bagi istrinya, artinya dia memiliki kedudukan yang sama dan sepadan dengan
istrinya dalam hal tingkat sosial, moral, dan ekonomi. Karena tidak diragukan lagi
35
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan di Indonesia, Cetakan II, (Jakarta: Kencana,
2007), h. 140 36
Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fiqih Praktis Menurut Al-Quran As-Sunnah dan
Pendapat Para Ulama, ( Bandung: Mizan, 2002), h. 48 37
Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, (Jakarta: PT. Raja Garindo Persada,
2010), h. 56
bahwa semakin kedudukan laki-laki dengan kedudukan perempuan, maka
keberhasilan hidup suami-istri semakin terjamin dan semakin terpelihara dari
kegagalan.38
Al-kafa‟ah menurut syari‟at ialah kesetaraan diantara suami istri untuk
menolak aib dalam perkara-perkara yang khusus, yang menurut ulama-ulama
madzhab Maliki yaitu agama dan keadaan (al-haal), yakni terbebas dari cacat
yang mengharuskan khiyar (pilihan) untuknya. Sedangkan menurut jumhur
(mayoritas ulama) ialah agama, nasab, kemerdekaan dan pekerjaan. Ulama-ulama
madzhab Hanafi dan ulama-ulama madzhab Hanbali menambahkan dengan
kekayaan atau harta.39
Kesetaraan yang perlu dimiliki oleh calon suami dan istri agar dihasilkan
keserasian hubungan suamu istri secara mantap dalam rangka menghindarkan
celaan dalam permasalahan-permasalahan tertentu.40
Istilah kafa‟ah dibahas
ulama fikih dalam masalah perkawinan ketika membicarakan jodoh seorang
wanita.41
Dalam ajaran Islam, kesepadanan yang harus dikejar oleh kedua calon suami-
istri adalah kesepadanan dalam agama. Karena agama merupakan penentu
stabilitas rumah tangga. Percuma saja, tampan dan cantik jika kehidupannya
38
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 3, terjemah Ahmad Dzulfikar, Muhammad Khoyrurrijal,
(Depok: Keira Publishing, 2015), h. 301 39
Abu Hafash Usamah bin Kamal bin „Abdir Razzaq, Panduan Lengkap Nikah Dari”A”
Sampai “Z”,terjemah Ahmad Saikhu, Cet. V, (Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2016), h. 175 40
M. Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam, (Jakarta: Perdana
Media, 2003), h.33 41
Abdul Aziz Dahlan (et al.), ensiklopedi hukum islam/editor, Cet. I, (Jakarta: ichtiar
Baru Van Hoeve, 1996), h 845
kurang bermoral. Kaya raya jika kehidupanya penuh dengan pemborosan dan
dikuasai oleh hawa nafsu, semua itu akan sirna. Karena kesepadanan diutamakan
agamanya. Orang Islam diharamkan menikah dengan orang musyrik dan ahli kitab
yang juga telah musyrik. Apalagi jika seorang muslim menikah secara tidak
bermoral, misalnya menjdi homoseksual dan lesbian. Semua itu perbuatan yang
menyimpang dari prinsip kesepadanan.
Apabila pernikahan yang dilakukan antara dua calon pasangan suami-istri
tidak memerhatikan prinsip kesepadanan, rumah tangganya akan mengalami
kesulitan untuk saling beradaptasi. Sehingga secara psikologis, keduanya akan
terganggu. Misalnya, suaminya anak konglomerat dan istrinya anak orang
melarat. Kemungkinan besar jika terjadi konflik, pihak istri yang miskin akan
mudah terhinkan oleh pihak suaminya. Demikian pula sebaliknya, oleh karena itu,
prinsip kesepadanan dilaksanakan untuk dijadikan patokan dalam membentuk
rumah tangga yang sakinah, mawaddah, wa-rahmah. 42
Tekanan dalam hal kafa‟ah adalah keseimbangan, keharmonisan, dan
keserasian, terutama dalam hal agama, yaitu akhlak dan ibadah. Sebab, jika
kafa‟ah diartikan persamaan dalam hal harta atau kebangsawanan, maka akan
terbentuk kasta, sedangkan manusia disisi Allah adalah sama, hanya ketaqwaan
saja yang membedakan.43
Kafa‟ah adalah hak bagi wanita dan walinya, karena
suatu perkawinan yang tidak seimbang, serasi akan menimbulkan problema
42
Beni Ahmad Saebani, Fiqih Munakahat (Buku II),Cet. Ke-IV (Bandung: Pustaka Setia,
2001), h. 200 43
Tihamni, Sohari Sahrani, Op,Cit. h.
berkelanjutan, dan besar kemungkinan menyebabkan terjadinya perceraian oleh
karena itu, boleh dibatalkan.44
Para fuqoha berpendapat tentang kafa‟ah sebagai syarat sah nikah. Ada yang
berpendapat sebagai syarat sah dan ada pula yang mengatakan tidak sebagai syarat
sah , Imam Ahmad berpendapat bahwa kafa‟ah adalah salah satu syarat sah nikah,
akan tetapi para ulama lain menyatakan bahwa kafa‟ah adalah hak seorang
perempuan dan wali nikahnya.45
Menurut Hasan Basri, al-Tsauri dan al-Kharhi, bahwa kafa‟ah bukanlah
merupakan syarat asal, bukan syarat sah suatu pernikahan, dan bukan pula syarat
lazim. Menurut mereka sahnya suatu perkawinan tidak ditentukan oleh apakah
pernikahan itu dilangsungkan antara orang yang seketu atau tidak. Mereka
berpedoman pada hadist Nabi yang menyatakan:
انا با نخق شط انا حد، نا فضم نعس بي عه اعج ان ا اسيت كا س ا س س زا )ان
(اب داد
Manusia itu sama seperti gigi sisir yang satu, tidak ada kelebihan bagi orang
Arab atas orang Arab „Ajam (bukan Arab), kecuali dengan takwa.46
2. Kafa’ah Profesi
Kafa‟ah menurut bahasa yaitu kesastraan, sedangkan kata kufu‟ berarti
sesuatu atau seorang yang setara atau sepadan dengan sesuatu atau seorang lainya.
44
Muhammad Bagir Al-Habsyi,Op. Cit, h. 54 45
Abd Rahman Al-Jaziri, Fiqh „ala Madzaahib al- arba‟ah, cet. Ke-1, (Beirut:
Daral‟Ilmiyyah, 1990), h.53-59 46
Timhani dan Sohari Sahrani, Op, Cit,h. 60
Adapun yang dimaksud dalam hal perkawinan adalah sepadannya seorang suami
dengan istrinya dalam kedudukan, pendidikan, kekayaan, status sosial, dan
sebagainya.47
Sedangkan para fuqaha mendefinisikan kafa‟ah adalah sebandingnya
antara seorang laki-laki dengan seorang wanita yang dinikahinya dalam beberapa
hal tertentu48
Profesi ialah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian tertentu.49
Hirfah [الحرفة] atau Profesi disebut juga dengan Shina‟ah [صناعة] yang artinya
yaitu Pekerjaan.50
Maksudnya dalam tatanan sosial di masyarakat, profesi menjadi
hal terpenting yang membentuk status sosial seseorang, misalnya seorang pegawai
negri lebih terhormat didalam masyarakat dibandingkan dengan seseorang yang
berprofesi sebagai petugas keamanan kompleks.
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan pengertian profesi adalah
bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan, dan
sebagainya) tertentu.51
Jadi kafa‟ah profesi adalah kesetaraan profesi antara calon suami dan istri
guna untuk menyelaraskan tingkat perekonomian didalam rumah tangga, agar
tidak terjadi kesenjangan didalam pemenuhan hak dan kewajiban suami istri.
47
Muhammad Baqir Al-Habsyi, Fiqih Praktis Menurut Al-Quran, As-Sunah, dan
Pendapat Para Ulama,(Bandung: Mizan Anggota IKAPI, 2002), h.48 48
Al-Hamdani, Risalah An-Nikah, (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), h. 45 49
Peter Salim dan Yenny Salim, Op.cit. h. 1992 50
H. Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wa
Dzurriyyah, 2010), h. 222 51
Supardi, Etika & Tanggungjawab Profesi Hukum di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,
2006), h. 16
B. Dasar Hukum Kafa’ah
1. Dasar hukum kafa’ah
Allah berfirman dalam Al-Qur‟an :
Apakah orang-orang beriman itu sama dengan orang-orang yang fasik?
mereka tidak sama.
Dari ayat diatas maka dapat di tafsirkan sebagai berikut, Allah Subhaanahu
wa Ta'aala mengingatkan kepada akal apa yang terpendam di dalamnya, yaitu
berbedanya orang mukmin dengan orang kafir. Yang mengisi hatinya dengan
keimanan, anggota badannya tunduk kepada syariatnya, imannya menghendaki
adanya pengaruh dan konsekwensi, yaitu meninggalkan kemurkaan Allah yang
keberadaannya merugikan keimanan. Yang mengosongkan hatinya dari keimanan,
di dalamnya tidak terdapat pendorong dari sisi agama, sehingga anggota badannya
segera mengerjakan kebodohan dan kezaliman, seperti dosa dan maksiat, dan
keluar dengan kefasikannya dari ketaatan kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala.
Apakah orang ini sama dengan orang mukmin? Baik secara akal maupun syara‟,
sebagaimana tidak sama antara malam dengan siang, cahaya dengan kegelapan.52
Perkawinan dalam Islam tidaklah semata-mata sebagai hubungan keperdataan
biasa, akan tetapi ia mempunyai nilai ibadah, yang mana dengan mengerti tentang
agama dengan baik maka tahu mana yang baik dan buruk sehingga didalam
52 M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah, Vol. II, (Jakarta: Lentera Hati, 2000), h. 398
kehidupnya akan terjaga dari keridhoan Allah swt. Islam juga mengajarkan
beberapa prinsip pendahuluan dalam perkawinan. Salah satu persoalan yang
terkait dengan persoalan pernikahan adalah kafa‟ah atau kufu‟.
Kafa‟ah dalam sebuah pernikahan adalah keserasian calon suami dan istri,
seperti dalam hal agama. Allah berfirman dalam Al-Qur‟an:
.... .....
....Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah
orang yang paling taqwa diantara kamu...(QS. Al-Hujurat: 13)
Dari ayat diatas maka dapat di tafsirkan sebagai berikut, Surat Al Hujurat ayat
13 adalah ayat yang diturunkah oleh Allah subhanahu wa ta‟ala yang menegaskan
persamaan kedudukan manusia. Dalam ayat itu, yang menjadi pembeda bukanlah
tingkat kekayaan, suku bangsa, melainkan tingkat ketakwaan yang diwujudkan
dari baiknya hubungan manusia itu kepada Tuhannya dan kepada sesamanya.53
Ayat Al-Qur‟an diatas menerangkan bahwa manusia pada dasarnya adalah
sama nilai kemanusiaan dan deskriminasi suku bangsa, geografis, dan tradisi. Dan
dalam memilih pasangan hidup berumah tangga yang dilihat bukan karena
kecantikannya, hartanya dan profesi atau jabatanya karena yang paling utama
adalah agamanya. Di dalam Islam tidak ada perbedaan dalam memilih pasangan
dalam perkawinan, kecuali yang dilihat hanya ketakwaan nya terhadap Allah.
Allah berfirman di dalam Al-Qur‟an:
53 M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah, Vol. II (Jakarta: Lentera Hati, 2000), h. 259
wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang
keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik
adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk wanita-
wanita yang baik (pula).....(QS. An-Nur: 26)
Jangan takut jika ingin menikah apabila tidak betercukupan, Allah akan
memberi kemampuan kepada mu dengan karunia-nya. Jadi jika ingin menikah
dengan calon pasangan yang belum mendapat pekerjaan yang tetap, insyallah jika
ada kemauan untuk berusaha Allah akan memberikan jalan. Seperti firman Allah
dalam Al-Qur‟an:
Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang
yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-
hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan
mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha
mengetahui. (QS. An-Nur: 32)
Dari ayat diatas dapat ditafsirkan sebagai berikut, hendaklah laki-laki yang
belum menikah atau tidak beristri atau wanita-wanita yang tidak bersuami,
dibantu agar mereka dapat menikah. Lafaz shalih di ayat tersebut bisa diartikan
yang baik agamanya, dan bisa juga diartikan yang layak. Jika diartikan yang baik
agamanya, maka berarti majikan diperintahkan menikahkan hamba sahaya yang
saleh laki-laki maupun perempuan sebagai balasan terhadap kesalehannya, dan
lagi karena orang yang tidak saleh karena berzina dilarang menikahkannya,
sehingga maknanya menguatkan apa yang disebutkan di awal surah, yaitu
menikahi laki-laki pezina dan perempuan pezina diharamkan sampai ia bertobat.
Bisa juga diartikan dengan yang layak menikah lagi butuh kepadanya dari
kalangan hamba sahaya laki-laki dan perempuan.
Makna ini diperkuat oleh keterangan bahwa sayyid (majikan) tidak
diperintahkan menikahkan budaknya sebelum ia butuh menikah. Kedua makna ini
tidaklah begitu jauh, wallahu a‟lam. Oleh karena itu, anggapan bahwa apabila
menikah seseorang dapat menjadi miskin karena banyak tanggungan tidaklah
benar. Dalam ayat ini terdapat anjuran menikah dan janji Allah akan memberikan
kecukupan kepada mereka yang menikah untuk menjaga dirinya. Dia mengetahui
siapa yang berhak mendapat karunia agama maupun dunia atau salah satunya dan
siapa yang tidak, sehingga Dia berikan masing-masingnya sesuai ilmu-Nya dan
hikmah-Nya
Semua orang Islam asalkan tidak berzina berhak kawin dengan wanita
muslimah asal tidak tergolong perempuan lacur. Dan semua orang Islam
bersaudara. Laki-laki muslim yang fasik, betapa pun tingkat kefasikannya, selama
ia bukan pezina. Kufu‟bagi perempuan muslim yang fasik, selama ia bukan
pezina.54
Firman Allah dalam Al-Qur‟an:
laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina,
atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini
melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian
itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin. (QS. An-Nur: 3)
Laki-laki yang berzina tidak menikahi, melainkan perempuan yang berzina
atau perempuan yang musyrik dan perempuan yang berzina tidak dikawini
melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki yang musyrik, pasangan yang
cocok buat masing-masingnya sebagaimana yang telah disebutkan tadi (dan yang
demikian itu diharamkan) menikahi perempuan-perempuan yang berzina (atas
orang-orang Mukmin) yang terpilih. Ayat ini diturunkan tatkala orang-orang
miskin dari kalangan sahabat Muhajirin berniat untuk mengawini para pelacur
orang-orang musyrik, karena mereka orang kaya-kaya. Kaum Muhajirin yang
miskin menyangka kekayaan yang dimilikinya itu akan dapat menanggung nafkah
mereka. Karena itu dikatakan, bahwa pengharaman ini khusus bagi para sahabat
54
Abu Hafash Usamah bin Kamal bin „Abdir Razzaq,Op. Cit, h. 301
Muhajirin yang miskin tadi. Tetapi menurut pendapat yang lain mengatakan
pengharaman ini bersifat umum dan menyeluruh.55
Dari pengertian diatas dapat dijadikan dasar bahwa pentingnya kafa‟ah dalam
sebuah pernikahan adalah:
a) Agar tidak menyesal dikemudian hari
b) Terwujudnya keluarga sakinah, mawaddah, dan rahmah
c) Untuk mencapai keberhasilan membangun sebuah rumah tangga
2. Dasar hukum kafa’ah profesi
Apabila seorang istri adalah putri seorang pengusaha besar tidak dianggap
sepadan dengannya putra seorang pengusaha kecil. Yang dijadikan tolak ukur
dalam menerima apakah seorang pengusaha besar atau pengusaha kecil adalah
sesuai tradisi.56
ل اهلل زس س أ ع اب ى أكفاء : قال. و.صع انيبعض ان ى أكفاء بعض، انعسب بعض
حجاياكبعض، إالحائ ا أ ن حا حى، اب كس اسخ نى يسى، زا اد ف اس ا نحا كى ا ز
قطع د ي جبم بس يعاذب د انبزازع د ع شا
Dari Ibnu Umar bahwa sesungguhnya Rasulullah Sallallahu „Alaihi
Wasallam bersabda : “ Orang arab satu dengan lainnya sekufu‟. Satu kabilah
55 Al-Shabuni, Muhammad Ali, Tafsir Ayat Al-Ahkam min Al-Qur‟an Al-Karim, (Beirut:
Dar Ibn Abbud, 2004), h. 294 56
Ukasyah Abdulmanan Athibi, Wanita Mengapa Merosot Akhlaknya, terjemah, Chairul
Halim, Cet. I, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), h. 188
sekufu‟ dengan kabilah yang sama, kecuali tukang jahit atau bekam. )HR: al-
Hakim).57
Menurut Syaikh Muhammad Syaltut selain berbagai aspek yang sangat
dipentingkan agama Islam dalam pembinaan keluarga, seperti pengenalan dan
penelitian tentang kepribadian masing-masing calon suami dan istri, serta kerelaan
mereka sepenuhnya, maka hal lain yang harus juga terpenuhi yang pada galibnya
juga amat berpengaruh dalam kerukunan dan keserasian dalam keluarga, serta
menyebabkan kemudahan dalam bermusyawarah dan bermufakat antara suami
istri adalah kesepadanan si suami dengan istrinya dalam sifat-sifat kebaikan dan
keutamaan yang biasanya merupakan kebanggaan manusia dalam kehidupan
sosial mereka. Yang demikian itu demi kebaikan dan kepentingan si istri dan
keluarga.58
Dengan melihat tingkat perekonomian seseorang setidaknya kita bisa
melihat tinggi atau rendhnya tingkat perekonomian pada dirinya.
C. Kriteria-kriteria Kafa’ah Menurut Pendapat Para Ulama
Mayoritas Ulama sepakat menempatkan (diyanah) agama sebagai kriteria
kafa‟ah.Konsensus itu didasarkan pada surah As-Sajadah: 18
Apakah orang-orang beriman itu sama dengan orang-orang yang fasik?
mereka tidak sama.
57
Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulughul Maram, Cet. Ke- 1, ( Jakarta : Gema Insani, 2013),
h. 115-116 58
Muhammad Bagir Al-Habsyi, Op.Cit., h.52
Ayat yang menerangkan mengenai kadar kemuliaan seseorang hanyalah
ditinjau dari sisi ketaqwaanya saja. Tetapi dalam ketentuan lain para ulama‟
berbeda persepsi dalam menentukan kriteria kafa‟ah. Berikut pendapat para
ulama:
Menurut Ulama Hanafiyah menyatakan bahwa dasar kafa‟ah adalah:
a). Nasab:
Yaitu keturunan atau kebangsaan. Orang Arab adalah kufu‟antara satu
dengan yang lainya. Begitu pula halnya dengan orang Quraisy sesama Quraisy
lainnya.Karena itu orang yang bukan Arab tidak se-kufu‟ dengan perempuan
Arab. Orang Arab tetapi bukan dari golongan Quraisy, tidak se-kufu‟ dengan
perempuan Quraisy lainnya.
b). Islam
Yaitu silsilah kerabatnya banyak yang beragama Islam. Dengan Islam maka
orang kufu‟ dengan yang lain. Ini berlaku bagi orang-orang bukan Arab,
adapun dikalangan orang-orang Arab tidak berlaku. Sebab orang ini merasa se-
kufu‟dengan ketinggian nasab dan mereka merasa tidak akan berharga dengan
Islam.59
c). Hirfah (Profesi)
Menurut urf (adat), pekerjaan rendahan tidaklah se-kufu‟ dengan orang
yang mempunyai pekerjaan lebih tinggi darinya. Karena pada hakikatnya
pekerjaan itu menggambarkan kehinaan diri, seperti: tukang sapu, pengembala,
tukam ketam (cantuk) dan penjaga. Para penjaga kamar mandi tidaklah se-
59
Abdurrahman Al-Jaziri, Fiqh „ala Madzaahib al- arba‟ah , Loc.Cit., h.732
kufu‟ dengan anak perempuan dari tukang jahit, dan para penjahit tidak se-
kufu‟ dengan para pedagang dan penjual kain, sedangkan para pedagang dan
penjual kain tidaklah se-kufu‟ dengan anak perempuan dari orang alim dan
anak perempuan dari penghulu. Hal ini dari pandangan urf (adat).60
Madzhab Hanafi memandang penting aplikasi kafa‟ah dalam perkawinan.
Kafa‟ah menurut mereka merupakan upaya untuk mengantisipasi terjadinya aib
dalam keluarga. Menurut madzhab Hanafi, se-kufu‟adalah suatu hal yang harus
dipertimbangkan dalam memulai suatu pernikhanan demi tetap (lazimnya)
sebuah pernikahan, bukan demi sahnya sebuah pernikahan.
Perempuan mana saja yang menikahi lelaki yang tidak se-kufu‟dengan tanpa
seizin walinya, maka si wali berhak untuk memisahkan keduanya, karena wali
itu diperhitungkan (haknya untuk memisahkan) dengan tidak adanya kekufuan.
Namun nikah itu sendiri tetap berlangsung dengan sah menurut zhahiri riwayat.
Adapun hukum-hukum pernikahan seperti waris dan thalak pun tetap berlaku
sampai qodhi memisahkan diantara pasangan itu. Pemisahan yang dilakukan
oleh wali itu sendiri bukanlah thalak, akan tetapi hanya sekedar fasakh.
Kemudian jika si suami (yang tidak se-kufu‟) itu telah terlanjur menggauli
si perempuan, maka perempuan itu berhak untuk mendapatkan mahar. Namun
jika belum, maka si perempuan itu tidak berhak mendapatkan mahar. Kerelaan
sebagian wali, menurut pendapat Abu Hanifah dan sahabatnya, Muhammad,
adalah sama seperti kerelaan seluruh wali. Dengan demikian tidak boleh bagi
60
Ahmad Bin „Umar Ad-Dairabi, Fiqih Nikah, terjemah Heri Purnomo, Saiful Hadi, Cet.I
(Jakarta: Mustaqim, 2003), h. 200
salah seorang wali untuk mempertotonkan keduanya setelah adanya kerelaan
itu, kecuali ia memang wali yang paling dekat. Abu Yusuf berkata, jika
sebagian wali telah ridha (rela), maka tidaklah gugur hak orang yang
semisalnya, karena masalah itu merupakan hak seluruh wali. Dengan demikian
hak tersebut tidak bisa gugur, kecuali dengan kerelaan seluruh wali.
Se-kufu‟ menurut nasab juga dipertimbangkan dalam msyarakat Arab,
bukan masyarakat ajam. Karena orang-orang Ajam itu menyia-nyiakan nasab
mereka. Dengan demikian Quraisy adalah saling se-kufu‟ antara qabilah yang
satu dengan qabilah yang lain.
Dalam masalah se-kufu‟ yang terkait dengan orang non Arab ini perlu
diperhitungkan pula faktor keislamam dan kemerdekaan. Dengan demikian
orang yang masuk Islam dengan kemauan sendiri, atau dimerdekakan maka ia
tidak se-kufu‟ dengan oranag yang mempunyai satu ayah (orang tua) dalam
keislamam dan kemerdekaan. Orang yang mempunyai satu ayah dalam
keIslaman dan kemerdekaan, tidaklah se-kufu‟ dengan orang yang mempunyai
dua orang ayah dalam keIslaman dan kemerdekaan.
Selain keIslaman dan kemerdekaan, dipertimbangkan pula kekufu‟an
masalah sikap keagamaan, baik Arab maupun non Arab. Demikian, orang fasiq
tidak se-kufu‟ dengan orang yang sholeh, ataupun anak perempuan dari orang
sholeh.
Selain hal itu, kufu‟ yang perlu dipertimbangkan lagi yaitu profesi
seseorang. Karena masalah profesi ini sering dijadikan kebanggaan. Sebagai
contoh tukang tenun, tukang besi dan tukang sol itu tidaklah se-kufu‟ dengan
posisi penjual minyak wangi (penjual obat) dan penjual kain. Adapun penual
minyak wangi dan penjual kain itu se-kufu‟. Orang non Arab yang alim itu se-
kufu‟ dengan orang Arab yang bodoh karena kemuliaan karena ilmu itu bisa
menandingi kemuliaan karena nasab. 61
Apabila seorang istri adalah putri seorang pengusaha besar tidak dianggap
sepadan dengannya putra seorang pengusaha kecil. Yang dijadikan tolak ukur
dalam menentukan apakah seseorang pengusaha besar atau pengusaha kecil
adalah tradisi setempat.62
Sebab adakalanya pekerjaan terhormat pada suatu
tempat, kemungkinan satu ketika dipandang tidak terhormat disuatu tempat
dan masa yang lain. Mereka yang menganggap ukuran kufu‟berdasarkan
pekerjaan adalah suatu hadist:63
ل اهلل زس س أ ع اب ى أكفاء : قال ملسو هيلع هللا ىلصع انيبعض ان ى أكفاء بعض، انعسب بعض
حجاياكبعض، إالحائ ا أ حا حى، اب كس اسخ نى يسى، زا اد ف اس ا نحا كى ا ز
قطع د ي جبم بس يعاذب د انبزازع د ع شا ن
Dari Ibnu Umar bahwa sesungguhnya Rasulullah Sallallahu „Alaihi
Wasallam bersabda : “ Orang arab satu dengan lainnya sekufu‟. Satu kabilah
sekufu‟ dengan kabilah yang sama, kecuali tukang jahit atau bekam. )HR: al-
Hakim).64
61
Ahmad bin Umar Ad-Dairabi, Fikih Nikah, terjemahan Heri Purnomo, Saiful Hadi,
(Jakarta: Mustaqim, 003), h. 202 62
Ukasyah Abdulmanan Athibi, Op. Cit., h. 188 63
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Cet. V, (Bandung: Alma‟arif, 1994), h. 45 64
Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulugh‟ul Maram, Op. Cit, h. 115-116
d). Kemerdekaan dirinya
Lelaki budak tidaklah se-kufu‟ dengan wanita merdeka asli (tidak pernah
menjadi budak), atau budak wanita yang telah dimerdekakan, atau budak
Mudba‟adh (setengah budak). Karena perempuan itu akan mendapat aib
dengan bersuamikan budak dan ia juga akan mengalami kesulitan ketika sang
suami (yang budak itu) harus memberikan nafkah untuknya.
Budak lelaki yang dimerdekakan tidaklah se-kufu‟dengan wanita merdeka
yang asli (tidak pernah menjadi budak). Lain halnya dengan budak wanita yang
telah dimerdekakan (maka ia se-kufu‟). Demikian juga tidak se-kufu‟ budak
yang mampu memerdekakan dirinya sendiri dengan budak yang dimerdekakan
oleh ayahnya. Tidak pula se-kufu‟ orang salah satu moyangnya atau bapaknya
sendiri pernah merasakan perbudakan dengan orang yang salah satu
mooyangnya tidak pernah merasakan perbudakan atau hanya “ayah jauh”-nya
saja yang pernah merasakan perbudakan, sementara tidak ada jejak bahwa
ibunya pernah merasakan perbudakan. Budak muba‟adh laki-laki adalah se-
kufu‟dengan budak muba‟adh perempuan jika kemerdekaannya itu bisa
bertambah atau tetap konsisten. Sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Al-
Khothib dan juga yang lainnya.65
e). Diyanah
Diyanah yaitu tingkat kualitas keberagamaanya dalam Islam
65
Ahmad bin „Umar Ad-Dairabi, Fikih Nikah , terjemah Heri Purnomo, Saiful Hadi,
(Jakarta: Mustaqim, 2003 ), h. 202
Apakah orang-orang beriman itu sama dengan orang-orang yang fasik?
mereka tidak sama (As-Sajadah: 18).66
f). Kekayaan
Para ulam madzhab Syafi‟i berbeda pendapat tentang perlunya kespadanan
dalam hal kekayaan. Sebagian mereka tidak menganggapnya, mengingat
bahwa harat dapat saja datang dan pergi sewaktu-waktu, dan tidak pula
dijadikan dasar kebanggaan bagi orang-orang yang berkribadian tinggi. Akan
tetapi, sebagian yang lain sama seperti ulama madzhab Hanafi dan Ahmad bin
Hanbal menganggap hal itu perlu.67
Golongan Hanafi mengaggap bahwa ukuran kekayaan di sini yaitu
memiliki harta untuk membayar mahar dan nafkah. Bagi orang yang tidak
memiliki harta membayar mahar dan nafkah, atau salah satu diantaranya, maka
dianggap tidak se-kufu‟. Dan yang dimaksud dengan kekayaan untuk
membayar mahar yaitu sejumlah uang yang dapat dibayar dengan tunai dari
mahar yang diminta. Sedangkan untuk pembayaran yang lain menurut
kebiasaan dilakukan dengan angsuran kemudian.68
Dari Abu Yusuf, bahwa ia menilai kufu‟ itu dari kesanggupan memberi
nafkah bukan mahar, karena dalam urusan mahar biasanya orang sering
mengada-ada.Dan seorang laki-laki dianggap mamppu memberikan nafkah
dengan melihat kekayaan ayahnya. Tentang harta, jadi ukuran kufu‟, juga
menjadi ukuran Ahmad, atau pendapat Ahmad. Karena jika perempuan yang
66
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqih Munakahat
Dan Undang-undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 142 67
Muhammad Bagir Al-Hasby, Op.Cit., h. 51 68
Ibid, h. 46
kaya bila berada ditangan suami yang melarat akan mengalami bahaya, sebab
suami menjadi susah dalam memenuhi nafkahnya dan jaminan anak-anaknya.
Masyarakat juga mengaggap kefakiran sebagai kekurangan.Masyarakat
mengaggap kekayaan merupakan suatu kehormatan sebagaiman keturunan,
bahkan nilainya lebih tinggi.69
1. Menurut Ulama Malikiyyah, menyatakan bahwa dasar kafa‟ah adalah:
a). Diyannah
Dalam hal ini kedua calon mempelai harus beragaa islam dan tidak fasiq.70
b). Terbebas dari Cacat
Murid-murid Syafi‟i dan riwayat Ibnu Nashr dari Malik, bahwa salah satu
dari kufu‟ ialah terbebas dari cacat. Bagi laki-laki yang mempunyai cacat
jasmani yang mencolok, ia tidak se-kufu‟ dengan perempuan yang sehat dan
normal. Adapun cacat yang dimaksud adalah meliputi semua bentuk cacat baik
fisik maupun psikis yang meliputi penyakit gila, buta, kusta.71
Madzhab Maliki berpendapat se-kufu‟ yang dapat menjadikan sahnya
pernikahan dalam pandangan mereka adalah agama dan kondisi. Yang
dimaksud dengan agama disini adalah berpegang teguh kepada agama. Artinya
bukan orang yang fasiq. Sedangkan yang dimaksud dengan kondisi disini
adalah selamat (terhindar) dari cacat-cacat yang dapat menyebabkan sang
suami melakukan khiyar, bukan cacat-cacat keji (perbuatan).
69
Ibid, h. 47 70
Abd Rahman Al-Jaziri, Fiqh „ala Madzaahib al- arba‟ah, Loc. Cit., h. 734 71
Ibid, h. 58
2. Menurut ulama Syafi‟iyah menyatakan bahwa unsur kafa‟ah adalah:
a). Nasab
Tidakalah diamakan se-kufu‟ bila pernikahan orang bangsawan Arab
dengan rakyat jelata atau sebaliknya.
b). Diyannah
Tidak se-kufu‟ orang Islam menikah dengan yang bukan Islam.Sepatutnya
perempuan sederajat dengan laki-laki untuk menjaga kehormatan dan
kesuciannya. Maka perempuan yang baik sederajat dengan laki-laki yang baik
dan tidak sederajat dengan laki-laki fasik (pezina, judi mabuk, dll) perempuan
yang fasik sederajat dengan lelaki yang fasik.72
c). Kemerdekaan Dirinya
Tidak se-kufu‟ bagi mereka yang merdeka menikah dengan budak.
d). Hirfah (profesi)
Laki-laki yang mata pencahariannya rendah, seperti tukang sapu jalanan,
penjaga pintu, dan sebagainya tidak sederajat dengan perempuan yang
pekerjaan ayahnya lebih mulia. Seperti tukang jahit atau tukang listrik, tidak
sederajat dengan perempuan anak saudagar. Dan anak saudagar tidak sederajat
dengan perempuan anak ulama dan anak hakim.73
Adapun mengenai kekayaan tidak termasuk kriteria pernikahan. Karena
itu, lelaki miskin sederajat dengan perempuan kaya. Menurut imam Syafi‟i
juga, kriteria pernikahan itu di perhitukan dari pihak perempuan.Adapun laki-
72
Abd Rahman Al-Jaziri, Fiqh „ala Madzaahib al- arba‟ah, h. 734 73
Ibnu Mas‟ud, Fikih Madzhab Syafi‟i, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), h. 262
laki boleh menikahi yang tidak sederajat dengan dia, kepada pembantu maupun
perempuan budak. Begitu menurut imam Syafi‟i.
As-Syafi‟i berpendapat bahwa mencegah perkawinan adalah hak para wali
di saat perkawinan. Imam Ahmad dalam salah satu riwayatnya mengatakan
bahwa penceghan itu adalah hak para wali, apabila mereka tidak suka maka
wali berhak mengajukan fasakh.74
Kafa‟ah dinilai pada waktu terjadinya akad
nikah. Apabila berubah sesudah terjadinya maka tidak mempebgaruhi akad,
karena syarat akad diteliti pada waktu akad. Apabila seorang pada waktu akad
mempunyai pencaharian yang terhormat, mampu memberi belanja, tau
orangnya sholeh, kemudian berubah menjadi hina, tidak sanggup memberi
nafkah atau fasiq terhadap perintah Allah dan semuanya itu terjadi setelah
pernikahan maka kadnya tetap berlaku. Karena masa selalu berubah dan orang
tidak selamanya tetap keadaanya, pihak perempuan supaya menerima keadaan
itu supaya sabar dan taqwa adalah sebaik-baiknya perkara.75
3. Menurut Ulama Hanabilah menyatakan bahwa yang menjadi dasar kafa‟ah
adalah:76
a). Agama
Keagamaan yang dimaksud adalah ketaatan masing-masing calon mepelai
dalam persepsi madzhab hanabilah, perempuan yang baik-baik (menjaga diri
dari kehormatanya) hanya sejodoh dengan laki-laki yang baik pula. Dan
74
Alhamdan, Op.Cit., h. 105 75
Ibid, h. 105-106 76
Iffatin Nur, Pembaharuan Konsep Keseppadanan Kualitas (kafa‟ah) dalam Al-Qur‟an
dan Hadis, Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam,Vol. 6 No..2, (Desember 2012), h. 425
wanita fasiq itu hanya sejodoh dengan laki-laki fasiq juga. Laki-laki fasiq itu
tidak se-kufu‟ dengan perempuan baik-baki. Hal demikian karena orang fasiq
dinilai hina.Ditolak persaksian dan kesaksiannya, tidak bisa dipertanggung
jawabkan diri dan hartanya. Disamping itu orang fasiq tersebut memiliki nilai
rendah dimata Allah dan dihadapan manusia dan sedikit anugrah yang
diberikan didunia maupun diakhirat.
b). Nasab
Yang dimaksud nasab ialah kebangsaan atau keturunan yaitu tingkat-
tingkat kedudukan atau status sosial dalam masyarakat. Dalam persepsi
madzhab Hanabilah sama dengan madzhab-madzhab lainnya bahwa suku
Quraysi hanya kufu‟ dengan Quraisy termasuk kufu‟ dengan Bani Mutholib
bin Bani Hasyim. Hal itu karena masyarakat dikalangan suku Quraisy dan
sebangsanya sangat memperhtikan masalah kebangsaan nasab dibandingkan
suku lain. Orang Arab (bukan Quraisy) hanya kufu‟ dengan orang Arab (bukan
Quraisy). Sedangkan perempuan „Ajam (bukanArab) hanya sejodoh dengan
laki-laki yang bukan Arab.
c). Kemerdekaan diri
Kemerdekaan termasuk salah satu kriteria dalam kafa‟ah. Sedemikian itu
dibuktikan oleh Nabi Muhammad saw, ketika beliau meberikan pilihan kepada
sahabat Barirah ketika ditawari seorang budak, sekalipun pada akhirnya mau
dikawinkan oleh seorang budak. Itupun karena kerelaan dan keikhlasan
Barirah. Seorang budak tidak se-kufu‟ dengan seorang yang merdeka. Hal itu
karena kekurangan yang dimiliki oleh budak. Banyak pengaruh dan bahayanya
sangat jelas. Disampping itu budak masih terikat dengan tuannya, juga seorang
budak tidak berhak menafkahkan apa yang dimiliki orang lain, termasuk pada
anaknya sedemikian itu, bila disandarkan pada diri seorang budak adalah
seperti tidak adanya. Justru karean itula madzhab ini berpandangan bahwa
seorang budak tidak kufu‟ dengan seorang yang merdeka.
d). Pekerjaan
Seorang wanita dengan latar belakang keluarga yang memiliki pekerjaan
terhormat, tidak kufu‟ dengan laki-laki yang pekerjaanya sebagai buruh kasar.
Orang-orang yang memiliki pekerjaan menganggap sebagai sesuatu yang
kurang apabila anak perempuanya dijodohkan dengan laki-laki yang memiliki
pekerjaan kasar. Menganggap suatu kekurangan dalam hal keturunan.
Melihat betapa pentingnya masalah tingakat kekayaan dari seorang
memelai laki-laki dan tingkat kemampuan dalam mencari harta, maka
persoalan itu menjadi kafa‟ah sebagaimana keturunan. Adapun kekayaan
yang menajadi perhatian dalam kaitanya dengan kafa‟ah adalah sekedar bisa
untuk memberi nafkah, sesuai dengan kewajiban dan kemampuannya untuk
membayar mas kawin.
Idealnya, kufu‟ dalam hal pekerjaan itu adalah pedagang kawin dengan
pedagang, buruh dengan buruh, pegawai dengan pegawai, pengusaha dengan
pengusaha dan sebagainya. Harta kekayaan merupakan ukuran kufu‟. Sebab
jika wanita kaya bila dalam kekuasaan suami melarat, akan mengalami
bahaya. Seorang suami akan menjadi sulit dalam memenuhi nafkah anak-
anaknya. Disamping itu masyarakat menganggapp bahwa kekayaan
merupakan suatu kehormatan sebagaimana keturunan, bahkan ada yang
menilainya lebih tinggi. Menurut madzhab Hanbali se-kufu‟ adalah merupakan
persyaratan bagi sahnya perkawinan. Ke-kufu‟an adalah erat kaitanya dengan
masalah agama. Dengan demikian tidak boleh hukumnya menikahkan
perempuan yang memelihara diri dari zina dengan seorang laki-laki yang suka
melakukan kekejian, yaitu orang yang fasiq baik dalam ucapan, perbuatan,
keyakinan atau sederajat, yakni nasab.
Berikut tabel mengenai kriteria kafa‟ah menurut Imam Madzhab:
NO. Hanafi Maliki Syafi’i Hanbali
1. Nasab Agama Nasab Agama
2. Islam Terbebas Cacat Islam Profesi
3. Profesi Kemerdekaan Kemerdekaan
4. Kemerdekaan Profesi Kekayaan
5. Diyanah Nasab
6. Kekayaan
D. Waktu Berlakuya Kafa’ah
Waktu yang di tetapkan untuk menentukan calon mempelai telah se-kufu‟
atau belum. Itu letaknya pada waktu akan dilaksanakan akad nikah. Menurut Al-
Hamdani berlakunya kafa‟ah yaitu dinilai pada waktu terjadinya akad, karena
syarat akan diteliti pada waktu akad. Oleh sebab itu apabila seseorang pada waktu
akad mempunyai matapencaharian terhormat, mampu memberi nafkah atau
orangnya soleh, kemudian berubah menjadi hina, tidak sanggup memberi nafkah
dan semua itu terjadi ketika setelah berlangsung dilangsungkan perkawinan, maka
akadnya tetap berlaku.77
Untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan sesudah
dilangsungkan perkawinan, maka pihak yang mempunyai hak dalam hal kafa‟ah
menyatakan pendapatnya kedua mempelai pada saat akad nikah. Daan sebaliknya
perstujuan tentang kafa‟ah ini dicatat oleh pihak-pihak yang berhak, sehingga
dapat dijadikan sebagai alat bukti seandainya ada pihak yang menggugat nanti.
Hal ini mengandung hikmah bahwa suatu perkawinan harus lebih diteliti terlebih
dahulu agar tidak ada penyeleaian dikemudian hari dalam perkawinan.
Dalam fiqih Sunnah dijelaskan bahwa ukuran kufu‟ diukur ketika
berlangsungnya akad nikah. Jika setelah akad nikah terdapat kekurangan-
kekurangan, hal tersebut tidaklah mengganggu dan tidak membatalkan sedikitpun
apa yang sudah terjadi, serta tidak mempengaruhi hukum akad nikahnya. 78
Jika pada waktu berlakunya akad nikah, suami memiliki pekerjaan kasar,
tidak mampu memberikan nafkah atau setelah nikah berbuat durhaka kepada
Allah, maka akad nikahnya tetap sah seperti sebelumnya. Memang masa itu
berbolak-balik dan manusia tidak selamanya langgeng keadaanya dalam satu sifat
saja. Karena itu istri harus dapat menerima kenyataannya, berabar dan bertaqwa
kepada Allah, karena sabar dan taqwa kepada Allah watak orang-orang yang
besar.
77
Al-Hamdani, Risalah Nikah, Loc, Cit, h. 105 78
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jilid 3, Loc, Cit, h. 38
E. Urgensi Kafa’ah
Islam tidak menetapkan bahwa seorang laki-laki hanya boleh kawin dengan
perempuan yang sama kedudukannya, orang miskin tidak boleh kawin dengan
orang kaya, orang Arab tidak boleh kawin dengan orang Indonesia, pedagang
tidak boleh kawin dengan karyawan, si pulan tidak boleh kawin dengan polanah,
Islam tidak mengajarkan demikian.79
Adanya kafa‟ah dalam perkawinan di maksudkan sebagai upaya untuk
menghindari terjadinya krisis rumah tangga. Keberadaanya dipandang sebagai
aktualisasi nilai-nilai dan tujuan perkawinan. Dengan adanya kafa‟ah dalam
perkawinan diharapkan masing-masing calon mampu mendapatkan keserasian dan
keharmonisan. Berdasarkan konsep kafa‟ah seorang calon mempelai berhak
menentukan pasangan hidupnya dengan mempertimbangkan segi agama,
keturunan, harta, pekerjaan, maupun kriteria lainnya. Berbagai pertimbangan
terhadap masalah-masalah tersebut dimaksudkan agar supaya dalam kehidupan
berumah tangga tidak didapati ketimpangan dan ketidak cocokan.
Selain itu, secara psikologis seorang yang mendapat pasangan sesuai dengan
keinginannya akan sangat membantu dalam proses sosialisasi menuju tercapainya
kebahagiaan keluarga. Proses mencari jodoh sendiri merupakan setengah
suksesnya perkawinan. Walaupun keberadaan kafa‟ah sangat di perlukan dalam
kehidupan perkawinan. 80
79
Alhamdani, Risalah Nikah (Hukum Perkawinan Islam), Cet. III, (Jakarta: Pustaka
Amani, 1989), h.98 80
Nasarudin Latif, Ilmu Perkawinan: Problematika Seputar Keluarga dan Rumah
Tangga,(Bandung: Pustaka Hidayah, 2001), h. 19
Kafa‟ah dianjurkan dalam memilih calon suami dan istri, tetapi tidak
menentukan sah atau tidaknya dalam perkawinan. Karena jika perkawinan tidak
seimbang antara suami dan istri akan menimbulkan problem yang berkelanjutan
dan besarnya kemungkinan akan terjadinya perceraian.81
Jumhur ulama termasuk Malikiyah, Syafi‟iyah, dan Hanafiyah dan satu
riwayat dari Imam Ahmad berpendapat bahwa kafa‟ah itu tidak termasuk syarat
dalam pernikahan dalam arti kafa‟ah itu hanya semata keutamaan, dan sah
pernikahan antara orang yang tidak se-kufu‟ Adapula sebagian ulama termasuk
satu riwayat ari Ahmad bahwa kafa‟ah itu termasuk syarat sah perkawinan,
artinya tidak sah perkawinan antara laki-laki dan perempuan yang tidak se-kufu‟.82
Ulama Mutaakhirin mengatakan bahwa kafa‟ah merupakan syarat sah suatu
perkawinan dlam hal-hal sebagai berikut:83
a. Apabila seorang dewasa (baligh, berakal) menikahkan dirinya sendiri
dengan seorang yang tidak se-kufu‟ dengannya, atau dalam perkawinan ada
unsur penipuan, maka wali (ayah, kakek), berhak untuk tidak menyetujui
perkawinan tersebut sebelu berlangsung akad.
b. Apabila seorang wanita tidak dapat bertindak atas nama hukum seperti anak
kecil, atau orang gila, yang dinikahkan oleh walinya dengan seseorang yang
tidak se-kufu‟, maka perkawinan itu fasid (rusak). Sebab, menikahkan
81
Abdul Mujib, Kamus Istilah Fiqih, cet. II, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), h. 147 82
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan di Indonesia, h. 141 83
M. Ali Hasan, Hidup Berumah Tangga dalam Islam, Cet. II, (Jakarta: Siraja, 2006), h.
36-37
wanita itu dengan orang yang tidak se-kufu‟ tidak membawa kemaslahatan
sama sekali.
c. Jika seorang bapak atau anak laki-laki yang dikena buruk dalam memilih,
mengawinkan seorang perempuan yang tidak memiliki kemampuan atau
kurang kemampuannya, dengan seorang laki-laki yang tidak setara atau
dengan tipuan yang besar, maka fuqoha sepakat bahwa pernikahan ini tidak
sah.
Dalam ajaran Islam, kesepadanan yang harus dikejar oleh kedua calon suami
istri ialah kesepadana dalam agama. Agama merupakan penentu stabilitas rumah
tangga. Karena kesepadanan diutamakan agamanya, orang Islam diharamkan
menikah dengan orang musyrik dan ahli kitab yang juga telah musyrik, apalagi
jika seorang muslim menikah secara tidak normal, misalnya menjadi homoseksual
atau lesbian. Semua itu merupakan perbuatan yang menyimpang dari prinsip
kesepadanan. Apabila pernikahan yang dilakukan oleh dua calon pasangan suami
istri tidak memperhatiakan prinsip kesepadaan, rumah tangganya akan mengalami
kesulitan untuk saling beradaptasi, sehingga secara psikologis keduanya akan
terganggu.84
Menurut jumhur ulama keharmonisan dan kebahagiaan dalam satu rumah
tangga sangat ditentukan oleh keharmonisan pasangan tersebut. Bila terjadi
ketidak cocokan antara suami dan istri tidak hanya berdampak buruk terhadap
keduanya, tetapi juga keada besan dan keluarga lainnya. Jika dilihat dalam
masyarakat, adakalnya suami atau istri membangkitkan-bangkitkan mengenai
84
Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat 2, (Bandung: Pustaka etia, 2001), h. 200
status sosial, asal keturunan dan sebagainya yang mengakibatkan suami atau istri
tersinggung dn terhina (hilang harga diri). Sebagai akibatnya lebih lanjut, dapat
menjuus kepada perceraian. Andai kata tidak terjadi perceraian sudah dapat
dibayangkan bahwa di antara suami dan istri itu ada uang jiwanya tertekan.
Dampak lebih lanjut bermuara kepada anak dan keluarga lainya.85
Penentuan ukuran kufu‟ ialah oleh laki-laki bukan perempuan. Laki-laki yang
dikenai persyaratan itu hendaknya ia kufu‟ dan setaraf dengan perempuannya, dan
bukan sebaliknya, yaitu perempuannya yang harus kufu‟ dengan laki-laki.
Alasannya yaitu istri yang kedudukanna biasanya ia mersa „aib baik secara pribadi
maupun walinya bilamana ia kawin dengan laki-laki yang tidak se-kufu‟. Tetapi
laki-laki yang terpandang tidak dianggap „aib jika istrinya itu berada di bawah
derajatnya, alasanya Nabi SAW, adalah seorang yang tak ada bandingnya dalam
masalah kedudukannya, namun beliau menikahi perempuan-perempuan suku
Arab, bahkan dengan Shafiyyah binti Huyiyi. Seorang perempuan Yahudi yang
telah masuk Islam.86
Kebanyakan ahli fiqih berpendapat bahwa kufu‟ adalah hak bagi perempuan
dan walinya jadi seorang wali tak boleh mengawinkan perempuan dengan lelaki
yang tak se-kufu‟ dengannya, kecuali dengan ridhanya dan ridha segenap walinya.
Sebab mengawinkan perempuan dengan laki-laki yang tidak kufu‟ berarti
memberi „aib kepada keluarganya. Karena itulah hukumnya tidak boleh kecuali
para wali ridha. Jika para wali dan anak perempuannya ridha maka ia boleh
85
Ali Hasan, Op. Cit., h. 35 86
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 7, (Bandung: PT. Alma‟arif, 1993), h. 47-48
dikawinkan, sebab para wali berhak menghalangi kawinnya perempuan dengan
laki-laki yang tidak kufu‟. Jadi kalau mereka semua sudah setuju maka hilanglah
halangannya.87
Walaupun keberadaan kafa‟ah sangat diperlukan dalam kehidupan
perkawinan, namun dikalangan ulama berbeda pendapat baik mengenai
keberadaanya maupun kriteria-kriteria yang di jadikan ukurannya.
Tidak boleh hukumnya menikahkan anak perempuan pedagang kain dengan
tukang ketam atau dengan orang kaya. Hal itu dilakukan dengan pertimbangan
segala hal yang harus diberikan kepadanya. Dan tiaak boleh juga menikahkan
perempuan kaya dengan orang yang miskin, karena perempuan itu akan
mengalami kesulitan dan penderitaan degan kemiskinan si suami lantaran ketidak
mampuan si suami memberikan nafkah terhadap istrinya dan juga anak-anaknya.
Karena bagaimana pun kemiskinan adalah merupakan suatu kekurangan menurut
pandangan umum (urf) masyarakat yang saling mengunggulkan masalah itu,
sebagaimana halnya mereka saling mengunggulkan dalam masalah nasab. Hanya
saja, masalah se-kufu‟ ini dianggap berlaku untuk kaum lelaki, bukan kaum
perempuan, karena seorang anak itu akan dinyatakan mulia bedasarkan kemuliaan
ayahnya, bukan ibunya.
Hanafi, Syafi‟i, dan Hambali sepakat bahwa kesepadanan itu meliputi Islam,
merdeka, keahlian dan nasab. Tetapi mereka berbeda pendapat dalam hal harta
dan kelapangan hidup. Hanafi dan hambali menganggapnya sebagai syarat, tetapi
87
Ibid, h. 49
Syafi‟i tidak. Sedangkan Imamiyah dan Maliki tidak memandang keharusan
adanya kesepadanan kecuali dalam hal agama.88
Ibnu Qoyyim memiliki pendapat mengenai kafa‟ah yaitu bahwasanya hukum
dari Rasulullah SAW tentang kafa‟ah maksudnya ialah agama dn kesempurnaan
budi pekerti, seorang muslimah jangan dikawinkan dengan laki-laki kafir,
perempuan yang tidak pernah zina jangan dikawinkan dengan laki-laki jahat. Al-
Qur‟an dan sunnah tidak menyebut-nyebut kafa‟ah selain agama. Al-Qur‟an
mengharamkan seorang perempuan muslimah dikawinkan dengan laki-laki yang
jahat, suka berzina. Al-Qur‟an tidak menyinggung-nyinggung tentang nasab,
perusahaan, kekayaan, pekerjaan, karena itu seorang budak boleh saja kawin
dengan wanita bangsawan kaya, apabila si budak memang Islam dan baik budi
pekertinya. Seorang bukan dari keturunan Quraisy dapat saja menikah dengan
wanita Quraisy. Seorang yang bukan dari keluarga Hasyim dapat kawin dengan
keluarga Hasyim, orang miskin boleh saja kawin degan orang kaya.89
Mengenai harta dan pekerjan, tidaklah menjadi perhatian agama, perhatikan
ayat dibawah ini:
فعس ان نأي ج ناحز يسد ي ا فعس حس ااانساء نحس ج نا حز
أفضم داء ذاث دي نايت س عه اندي ج حز نك حطغي ا ان اي
Janganlah kamu mengawini para wanita karena kecantikanny, karena boleh
jadi kecantikannya itu menjerumuskan mereka kedalam kebinasaan, dan janganlah
88
Muhammad Jawad Mughniyyah, Fikih lima Madzhab, (Jakarta: Lentera, 2009), h. 349-
340. 89
Alhamdani, Risalah Nikah (Hukum Perkawinan Islam), h. 109
kamu mengawini mereka karena banyak harta, boleh jadi harta-hartanya itu akan
mendorong mereka membuat kecurangan (kedzaliman). Akan tetapi kawinilah
mereka karena taat kepada agama dan baik budi pekerti, sesungguhnya budak
wanita yang taat kepada agama adalah lebih utama.90
Dalam Islam, calon pasangan hidup yang baik adalah yang taat beragama
karena ajaran agama yang di dalamnya terkandung ajaran akhlak dan budi pekerti
akan menuntun manusia kepada kebahagiaan, keselamatan, dan ketenangan yang
menjadi tujuan pernikahan yang ideal. Oleh sebab itu, Islam menganjurkan agar
segala sesuatu dalam memilih calon pasangan ini didasarkan pada norma agama
sehingga nantinya pendamping hidup mempunyai akhlak atau moral yang terpuji.
Lantaran itulah, sebelum melangsungkan pernikahan, agama Islam memberikan
arahan kepada calon suami atau istri dalam menetapkan pilihan pasangan hidup
masing-masing.
Hal ini dilakukan agar kedua calon tersebut kelak dalam mengarungi
bahterarah tangga dapat hidup secara damai dan kekal, bahu membahu dan saling
tolong-menolong dalam jalinan kerjasama yang baik, sehingga hidup harmonis
sesuai dengan prinsip pernikahan, yakni untuk selama hidup bukan untuk
sementara waktu.91
Oleh sebab itu se-kufu‟ dalam segala hal bukan keharusan, kecuali
merupakan, adat istiadat atau „urf yang telah dikenal manusia dan telah menjadi
90
M. Hasbi Asidiqy, Fiqih Islam, (Jakarta: Gema Insani, 1989). h. 102 91
Dedi Junaedi, Keluarga Sakinah (Pembinaan dan Pelestariannya), Cet. I, (Jakarta: CV.
Akademika, 2007), h.45-46
tradisi atau kebiasaan suatu daerah yang dipraktikkan secara turun-temurun92
. Jika
diterapkan secara ketat se-kufu‟ dalam segala hal. Maka hubungan antar suku
bangsa yang seagama sulit diwujudkan, yang menonjol adalah rasa kesukaran.
Sebaliknya dengan memperketat dari sisi agama akan berdampak positif bagi
perkembangan agama itu sendiri. 93
Masalah kafa‟ah pada dasarnya terletak pada faktor agama. Sebab dengan
agama siapapun dan dari keturunan sehebat dan sekaya apa pun akan menjadi
satu, yakni menjadi orang yang bertaqwa. Atas hal ini, adalah logis dan empiris
bahwa agama adalah diatas segalanya. Faktor agama adalah abadi dan langgeng
sebagai tali perekat mahligai rumah tangga sampai akhir hayat. Sementara faktor
lainnya hancur dan tak abadi.
Tidak dipungkiri sebagai makhluk ciptaan Allah ingin memiliki rasa
kemewahan, tetapi yang dibawa sampai akhirat yaitu iman dan taqwa. Oleh sebab
itu pilihlah calon pasangan suami atau istri dengan cara yang telah di syariatkan
oleh ajaran Islam agar selamat dunia dan akhirat
92
Rachmat Syafe‟i, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), h.128 93
Yaswirman,Hukum Keluarga: Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat dalam
Masyarakat Materilineal Minangkabau , (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 201
BAB III
KAFA’AH PROFESI MENURUT MASYARAKAT
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Sejarah Desa Kalirejo Lampung Tengah
Pada pertengahan tahun 1950, sekitar 12 orang data dari Lampung Selatan
bersama dengan Bapak Karto Sentono, mereka tinggal didekat Sungai Way
Wayah (sekarang lokasi air bersih), pada saat itu keadaan masih berupa hutan.
Mereka membuka lahan tersebut untuk pertama kalinya dan kemudian diberi
nama Umbul Pring, dan setahun kemudian diberi nama Umbul Kali Wayah.
Pada waktu itu semua peraturan dan berbagai hal yang terjadi harus melapor
Kesira Marga Anak Tuha (sebutan pemimpin waktu dulu). Karena semakin
banyaknya warga yang datang, merekapun memperluas daerah pemukiman
dengan membuka lahan sekitar 300 Ha.
Pada tahun 1953 kampung ini telah memenuhi syarat untuk menjadi sebuah
perkampungan, dan singkatnya kampung ini diresmikan oleh Bapak Syahri Jaya
Diwirya (Bupati Tingkat II Lampung Tengah) dan sekaligus kampung ini diberi
nama kampung Kalirejo yang memiliki makna kampung yang makmur (Rejo) dan
terus berkembang hingga saat ini.
Pada waktu itu Bapak Karto Sentono dilantik menjadi Kepala Kampung
Kalirejo, sebagai Cariknya adalah Bapak San Mukri, sebagai Polisi Kampungnya
adalah Bapak Abdul Rahman, sebagai kebayannya (kadus) adalah Bapak Udo
Prayitno, dan sebagai kamituannya adalah Bapak Rono Rejo.
Pada tanggal 07 April 1954 berdirilah sebuah pasar yang digunakan sebagai
sarana kepentingan sehari-hari dan sekarang Inpres. Pada tahun 1956 datanglah
seorang petugas dari tingakat II Lampung Tengah untuk mengatur Wilayah
administrasi, Kecamatan Kalirejo yang berkedudukan Asisten Wedana yaitu
Bapak Sumadi Sidharto.
Pada tahun 1969 mulailah pemekaran antara Kampung Kalirejo dan
Kampung Kalidadi dan masing-masing kampung tersebutpun telah dikepalai oleh
seorang kepala kampung. Dengan semakin pesatnya perkembangan kampung
tersebut, akhirnya Kampung Kalirejo pun dijadikan sebagai Ibu kota Kecamatan
Kalirejo.
Saat ini Kecamatan Kalirejo terdiri atas 16 Kampung yaitu : Kalirejo,
Kaliwungu, Sridadi, Poncowarno, Srimulyo, Waya Krui, Sri Waylangsep,
Watuagung, Balairejo, Kalidadi, Sri Basuki, Sukosari, Sinarsari, Agung Timur,
Sinarrejo, Sripurnomo.
B. Keadaan Geografis Desa Kalirejo Lampung Tengah
1. Batas Wilayah Kampung
Desa Kalirejo Kecamatan Kalirejo merupakan Desa atau Kelurahan dengan
kondisi yang secara fisik dapat dikatakan tertata rapi dan dengan kondisi jalan
yang hampir semuanya diaspal. Desa Kalirejo memili luas wilayah sekitar 500 Ha
dengan ketinggian 125 m dari permukaan air laut. Dengan perbatasan sebagai
berikut:
1) Sebelah utara berbatasan dengan Desa Kaliwugu
2) Sebelah timur berbatasan dengan Desa Balairejo
3) Sebelah selatan berbatan dengan Desa Way Krui
4) Sebelah barat berbatasan dengan Desa Kalidadi
Penggunaan tanah Desa Kalirejo dikelilingi oleh perkebunan dan pesawahan,
hal ini dimanfaatkan oleh masyarakat untuk bercocok tanam. Saat ini jumlah
sebagian besar sudah dijadikan pemukiman warga, pembangunan masjid, sekolah
dan bangunan lainnya. Hanya 35% tanah yang masih kosong.
2. Luas Wilayah Kampung
Berikut adalah luas wilayah kampung kalirejo:
a. Tadahan Hujan (sawah) : 40 Ha
b. Sawah teririgrasi tekhnis : 75 Ha
c. Ladang/Tegalan : 215 Ha
d. Lahan Pemukiman : 560 Ha
e. Perkebunan Rakyat : 60 Ha
3. Orbitrasi
Berikut adalah orbitrasi Kampung Kalirejo:
a. Jarak Ibu kota kecamatan terdekat : 0 km
b. Lama jarak tempuh ke ibu kota kecamatan : 50 km
c. Jarak ke ibu kota kabupaten : 60 km
d. Lama jarak tempuh ke ibu kota kabupaten : +
_ 2 jam
C. Kondisi Demografis Desa Kalirejo Lampung Tengah
1. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin
Berikut adalah perkiraan jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin
Desa Kalirejo:
Tabel. 1
Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan Kepala Keluarga Jumlah Penduduk
4.640 7.655 2.212 12. 295
Sumber: Dokumentasi Desa Kalirejo Lampung Tengah94
2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan
Berikut adalah perkiraan jumlah penduduk berdasarkan pendidikan
Desa Kalirejo:
Tabel. 2
Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan
SD/MI SLTPP/MTs SMA/SMK S1/Diploma Putus
Sekolah
Buta
Huruf
1.110 2.720 4.910 2.998 537 20
Sumber: Dokumentasi Desa Kalirejo Lampung Tengah95
94
Dokumentasi, Desa Kalirejo Lampung Tengah 95 Dokumentasi, Desa Kalirejo Lampung Tengah
3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Keagamaan
Berikut adalah perkiraan jumlah penduduk berdasarkan keagamaan
Desa Kalirejo:
Tabel. 3
Jumlah Penduduk Berdasarkan Keagamaan
Islam Khatolik Kristen Hindu
5.699 1.363 3.252 1.981
Sumber: Dokumentasi Desa Kalirejo Lampung Tengah96
4. Data Mata Pencaharian Penduduk
Berikut adalah perkiraan jumlah penduduk berdasarkan mata
pencaharian Desa Kalirejo:
Tabel. 4
Mata Pencaharian Penduduk
Pedagang PNS Petani Buruh
5.510 3.160 915 2.710
Sumber: Dokumentasi Desa Kalirejo Lampung Tengah97
96 Dokumentasi, Desa Kalirejo Lampung Tengah 97
Dokumentasi, Desa Kalirejo Lampung Tengah
D. Sarana Prasarana Fasilitas Umum
1) Kelurahan Desa
2) Gedung Pendidikan
3) Puskesmas
4) Rumah Sakit
5) Pondok Pesantren
6) Masjid / Tempat Ibadah
E. Organisasi/ Struktur Pemerintahan Desa Kalirejo
DATA PERANGKAT DESA KALIREJO KECAMATAN KALIREJO
KABUPATEN LAMPUNG TENGAH
NO. JABATAN NAMA
1 Kepala Desa M. Khozin
2 Sekertaris Desa Nanang Kosim
3 Kaur Pemerintah Ery Rudistira
4 Kaur Pembangunan Nur Hojin
5 Kaur Umum Anggun Prasetyo
6 Kaur Kesta Nani Lailatul Khoiriyah
7 Kaur Kuangan Mahmun
8 Kadus I. A Mudzakir
9 Kadus I. B Mujio
10 Kadus II. A Ahmad Khomsin
11 Kadus II. B Kerodin
12 Kadus II. C Ahmad Budiman
13 Kadus III. A Sudiyono
14 Kadus III. B Holid
15 Kadus III. C Mawahir
16 Kadus IV. A Reno Renaldi
17 Kadus IV. B Very Rosadi
18 Kadus IV. C Muhlasin
19 Kadus V. A Arif Triyono
20 Kadus V. B Dwi Sutarta
21 Kadus V. C Ahmad Munir
DATA KEPENDUDUKAN DESA KALIREJO
AGUSTUS - DESEMBER 2017
NO. DUSUN JUMLAH KK JUMLAH JIWA
LAKI-LAKI PEREMPUAN
1 I. A 360 605 584
2 I. B 116 160 543
3 II. A 484 953 878
4 II. B 115 145 502
5 II. C 124 146 603
6 III. A 294 604 552
7 III. B 125 175 452
8 III. C 117 174 503
9 IV. A 290 549 524
10 IV. B 209 379 398
11 IV. C 128 158 510
12 V. A 386 641 673
13 V. B 126 162 505
14 V. C 116 160 515
15 V. D 83 177 138
JUMLAH 2.212 4.640 7.655
DAFTAR NAMA-NAMA KEPALA DESA YANG MENJABAT DI DESA
KALIREJO KECAMATAN KALIREJO KABUPATEN
LAMPUNG TENGAH
NO NAMA TAHUN JABATAN
1. Karto Sentono 1953 – 1968
2. Surat 1969 – 1971
3. Subli Husni 1972 – 1989
4. Sumani 1990 – 1992
22 Kadus V. D Daiman
5. Yusin 1999 – 2014
6. M. Khozin 2014 – Sekarang
D. Data-data Pertahun Pernikahan Kafa’ah Profesi
NO. Tahun Kafa‟ah
Profesi
Tidak
kafa‟ah
profesi
Jumlah Seluruhnya
1. 2010 185 129 314
2. 2011 395 176 571
3. 2012 248 241 489
4. 2013 366 325 691
5. 2014 239 221 450
6 2015 253 142 395
jumlah 1.686 1.234 2.910
E. Kondisi Sosial Masyarakat Desa Kalirejo Lampung Tengah
Masyarakat Desa Kalirejo Lampung Tengah agama yang dianutnya adalah
mayoritas agama Islam. adanya fasilitas masjid-masjid dan mushola yang terawat,
adanya tempat-tempat untuk pengajian bagi masyarakat setempat baik itu untuk
bapak-bapak ataupun ibu-ibu. kehidupan sosial masyarakat di desa tersebut rukun
dan saling tolong menolong.
Keadaan ekonomi masyarakat setempat rata-rata berada pada perekonomian
menengah. Dikatakan masyarakat lapisan menengah karena hal ini peneliti
dapatkan dari hasil wawancara pada masyarakat Desa Kalirejo. Masyarakat di
Desa Kalirejo Kecamatan Kalirejo Kabupaten Lampung Tengah rata-rata
mengenyam pendidikan di bangku SMA dan matapencaharianya berasal dari hasil
PNS, pedagang, dan petani.
Di desa Kalirejo Lampung Tengah Terdapat tiga pamong masyarakat di
daerah ini, yaitu kepala lingkungan, RT, dan agama. Ketiga pamong ini masih
menjadi panutan bagi masyarakatnya. Bila terdapat masalah internal wilayah,
maka ketiga pamong tersebut yang akan membantu menyelesaikan permasalahan
tersebut.
Pola pengambil keputusan, masyarakat di daerah ini masih menggunakan
prinsip musyawarah. Kegiatan kumpul warga dilakukan setiap bulan dan
tempatnya bergantian setiap rumah-rumah warga, guna untuk sekedar sharing
maupun mengambil keputusan terkait masalah internal.
F. Pandangan Masyarakat di Desa Kalirejo Lampung Tengah Tentang
Kafa’ah Profesi.
Perihal kafa‟ah profesi dalam masyarakat Desa Kalirejo sebenarnya menjadi
permasalahan yang mendasar dalam suatu pernikahan karena mayoritas
masyarakat di desa itu lebih mementingkan profesi sebagai tolak ukur yang
berkaitan dengan pemilihan pasangan, dan agama yang di nomor sekiankan
setelah profesi, serta hal-hal yang berkaitan dengan pernikahan tersebut.
Bapak Bambang sudah menikah selama 16 tahun dan mempunyai 2 orang
anak yang masih duduk di bangku SD dan SMP. Profesinya yaitu sebagai guru
dan istrinya berprofesi sebagai guru. Keadaan hubungan didalam rumah tangga
beliau layak pada umumnya, kadang terdapat percekcokan kadang damai, yang
melatar belakangi percekcokan karena hal kecil tentang perbedaan pendapat.
Yang menjadi prioritas sebagai wali kepada calon menantu yaitu harus seprofesi,
seagama, seketurunan, sependidikan, jika tidak terpenuhi terutama dalam hal
seprofesi maka pernikahan anaknya tidak mendapat restu (tidak dilangsungkan).
Menurut bapak Bambang selaku masyarakat beliau belum pernah mendengar
istilah kafa‟ah, namun menurutnya kesetraan dalam perkawinan sangat
diperlukan, pernikahan yang tidak kafa‟ah dipandangnya kurang baik, adapun
faktor-faktor yang sangat berpengaruh dalam mewujudkan keluarga harmonis
faktor utama yang mempengaruhi yaitu profesi (pekerjaan), karena profesi
seorang itu sangat penting untuk mendapatkan penghasilan, dengan adanya
profesi yang setara maka perekonomian didalam rumah tangga akan terkontrol
dengan baik, dan faktor lainya seperti kesetaraan agama. Tidak selamanya
didalam rumah tangga itu tidak ada percekcokan, penjelasan yang tadi hanya
sebagai faktor untuk memperkecil kesenjangan98
Bapak Burhan sudah menikah selama 20 tahun dan dikaruniai 4 anak yang
masih duduk di bangku SD, SMP, SMA, dan ada yang belum sekolah. Profesinya
yaitu PNS dan istrinya berprofesi sebagai PNS. Keadaan didalam rumah tangga
beliau tentram, nyaman, tetapi kadangkala di suatu hubungan suami-istri pasti
terdapat selisih pendapat karena dua insan tidak bisa disatukan dalam 1 pemikiran.
Yang menjadi prioritas sebagai wali kepada calon menantu yaitu harus seprofesi,
seagama, seketurunan, sependidikan, jika tidak terpenuhi terutama dalam hal
seprofesi maka pernikahan anaknya tidak mendapat restu (tidak dilangsungkan).
98
Hasil Wawancara dengan bapak Bambang, tanggal 24 November 2017
Berdasarkan wawancara dengan bapak Burhan selaku masyarakat di Desa
Kalirejo Kecamatan Kalirejo Kabupaten Lampung Tengah bahwa beliau
mengatakan pernah mendengar istilah kafa‟ah itu dianggap sangat diperlukan
karena untuk menunjang keharmonisan didalam rumah tangga, menurutnya
pernikahan yang tidak kafa‟ah itu tidak baik dan tidak menimbulkan manfaat,
baik bagi kehidupan rumah tangga dan lebih banyak mudharat nya.99
Karena
menurut beliau kesetaraan antara suami istri sangat dibutuhkan dan sangat
diperlukan terutama dari faktor yang kedua yakni pekerjaan/profesi, kemapanan
seorang bisa dilihat dari profesi yang ia miliki. Untuk menujang perekonomian
dalam menciptakan keluarga yang sejahtera dan bahagia. Selain itu faktor agama
(ketaqwaan), karena bila suami istri beda keyakinan maka selain dilarang oleh
agama, perbedaan keyakinan akan menimbulkan kemudharatan. Faktor-faktor
diatas guna untuk meminimalisir adanya ketidak serasian yang menyebabkan
perbedaan pendapat bukan menghilangkan.
Ibu Saraswati menikah selama 25 tahun dan mempunyai 3 anak yang masih
duduk di bangku kuliah dan 2 anaknya berprofesi sebagai guru dan pegawai bank.
Ibu saraswati berprofesi sebagai guru dan suami berprofesi sebagai guru. Kata
beliau Hubungan antara suami didalam rumah tangga tidak ada masalah, namun
ada saatnya ketika berpendapat mengenai suatu hal, suami dan saya
mengemukakan pendapat yang berbeda akan tetapi tidak sampai berhujung ke
tingkat serius. Jika anaknya akan menikah nanti yang menjadi prioritas sebagai
wali menilai calon menantu yaitu harus seprofesi, seagama, seketurunan,
99
Hasil Wawancara dengan bapak Burhan, tanggal 24 November 2017
sependidikan, jika tidak terpenuhi terutama dalam hal seprofesi maka pernikahan
anaknya tidak mendapat restu (tidak dilangsungkan). Menurut Ibu Saraswati,
Mengatakan bahwa beliau belum pernah mendengar istilah kafa‟ah sebelumnya,
namun beliau tidak menyangkal bahwa, kesetaraan dalam pernikahan sangatlah
penting karena menyangkut faktor keharmonisan dalam rumah tangga dan
(kesetaraan) itu berbeda dengan (sama) khususnya kesetaraan profesi, saya
berpandangan bahwa calon suami harus setara dengan profesi saya atau lebih
tinggi tingkatanya, karena suami yang akan menafkahi keluarga.. Menurut beliau
pernikahan yang tidak kafa‟ah dipandang kurang baik, karena kesamaan latar
belakang dapat menunjang keharmonisan didalam rumah tangga. Adapun faktor
yang mempengaruhi terwujudnya keluarga yang harmonis yaitu kesetaraan tingkat
profesi (pekerjaan) dalam pernikahan dianggap perlu karena dengan profesi yang
tinggi tingkatanya maka bisa diperkirakan pendapatan keuangan yang diperoleh
lebih tinggi pula, Sehingga didalam rumah tangga akan berpengaruh kepada
perekonomian akan terkondisi. Faktor lainnya seperti berasal dari keluarga baik-
baik, dan se-agama. Dengan demikian dapat meminimalisir percekcokan antara
keduanya100
Ibu Anita menikah selama 30 tahun dan memiliki 4 anak yang sudah
berprofesi, 2 orang sebagai perawat, 1 orang sebagai guru, dan 1 orang kuliah.
Beliau memiliki profesi sebagai dosen dan suami berprofesi sebagai dosen. Kata
beliau keadaan hubungan didalam rumah tangga harmonis, karena memang
kondisi perekonomian yang seimbang antara suami dan saya, jadi kami mampu
100
Hasil wawancara dengan Ibu Saraswati, tanggal 25 November 2017
memenuhi kebutuhan seperti terpenuhinya sandang, pangan, papan. Beliau
mengatakan jikalau anaknya akan menikah dengan calon yang tidak setara
profesinya, sedangkan anak nya sudah disekolahkan tinggi, dan mendapat calon
yang tidak setara dengan profesi yang diperoleh anaknya maka tidak
diperkenankan berlangsungnya pernikahan. Disamping itu calon suami tersebut
harus tau tentang agama Islam meskipun sedikit pengetahuannya dan cukup
akhlaqnya. Menurut Ibu Anita, beliau belum pernah mendengar tentang istilah
kafa‟ah, yang beliau tahu tentang kesetaraan yang perlu dipertimbangkan didalam
memilih pasangan calon suami-istri, karena kesataraan dalam berumah tangga
sangatlah penting. Yang harus diperhatikan yaitu kesetaraan profesi, pendidikan
dan agama. Tujuanya agar terciptanya keharmonisan rumah tangga, begitu pula
untuk meminimalisir percekcokan dalam perekonomian yang didapatkan.101
Ibu Nur Marela menikah selama 19 tahun dan memiliki 2 anak yang masih
duduk di bangku SMP dan SMA. Beliau berprofesi sebagai guru dan suami
berprofesi sebagai TNI. Kondisi hubungan suami istri didalam rumah tangga
sangat harmonis, meskipun terdapat perbedaan sedikit namun tidak menyebabkan
pertengkaran yang hebat. Jika anaknya akan menikah nanti yang menjadi prioritas
sebagai wali menilai calon menantu yaitu harus seprofesi, seagama, seketurunan,
jika tidak terpenuhi terutama dalam hal seprofesi maka pernikahan anaknya tidak
mendapat restu (tidak dilangsungkan). Menurut ibu Nur Marela beliau belum
pernah mendengar istilah Kafa‟ah. Namun menurut beliau kesetaraan dalam
pernikahan sangatlah penting karena menyangkut faktor keharmonisan dalam
101
Hasil Wawancara dengan Ibu Anita, Tanggal 25 November 2017
rumah tangga dan (kesetaraan) itu berbeda dengan (sama) khususnya kesetaraan
profesi, saya berpandangan bahwa calon suami harus setara dengan profesi saya
atau lebih tinggi tingkatanya, karena suami yang akan menafkahi keluarga. Hal
yang menjadikan kesetaraan dalam rumah tangga menurut beliau yaitu harus
adanya kesetaraan pekerjaan, dan agama. Menurutnya pekerjaan yang setara lah
antara calon suami-istri yang dianjurkan, meskipun tidak sama namun setara,
contoh: guru dengan pegawai bank. Dan disamping kesepadanan pekerjaan yaitu
agama dari calon pasangan, karena jika beda agama maka tidak diperbolehkan
oleh hukum Islam, dan terdapat banyak ketimpangan dalam menjalankan
kehidupan sehari-hari. Jika terpenuhinya kafa‟ah maka akan memperkecil
perbedaan dan kesenjangan didalam rumah tangga102
Ibu Rohayati menikah selama 27 tahun dan memiliki 3 anak yang masih
SMA, 1 orang kuliah, 1 orang guru. Beliau berprofesi sebagai petani dan suami
berprofesi sebagai petani . Beliau mengatakan bahwa keadaan hubungan didalam
rumah tangga kami damai, tentram, tidak terlalu risau dengan perekonomian
keluarga karena memang tujuan dari kesetaraan profesi dapat menyeimbangkan
tingakat perekonomian antara suami-istri dan sama-sama mengerti bagaimana
penghasilannya. Jika anaknya akan menikah nanti, yang menjadi prioritas sebagai
wali menilai calon menantu yaitu harus seprofesi, seagama, seketurunan,
sependidikan, jika tidak terpenuhi terutama dalam hal seprofesi maka pernikahan
anaknya tidak mendapat restu (tidak dilangsungkan). Menurut ibu Rohayati beliau
mengatakan belum pernah mendengar tentang istilah kafa‟ah. Namun menurutnya
102
Hasil Wawancara dengan Ibu Nur Marela, Tanggal 26 November 2017
kesetaraan didalam rumah tangga itu penting dan harus ada. Karena dari situlah
keserasian keharmonisan yang timbul didalam rumah tangga, meskipun tidak
selamanya begitu, ada saatnya pertengkaran didalam rumah tangga namun tidak
sampai ke hal yang fatal, anggap sebagai bumbu-bumbu didalam rumah tangga.
Hal yang diperlukan didalam kesetaraan rumah tangga yang harmonis yaitu
agama dan pekerjaan. Yang diprioritaskan yaitu selain agama pekerjaan yang
setara antara calon pasangan, karena dengan adanya kesetaraan profesi didalam
pekerjaan maka penghasilan dari pekerjaan tersebut seimbang, bahkan jikalau
calon suami yang lebih tinggi tingkat penghasilanya maka akan lebih baik,
sehingga didalam rumah tangga istri bukan sebagai tulang punggung keluarga.
Jikalau penghasilan istri lebih besar dari suami maka suamilah yang seakan-akan
menjadi bawahan istri. Sedangkan hakikat suami itu menjadi tulang punggung
keluarga, memberi nafkah keluarga, istri hanyalah membantu meringankan beban
suami dari penghasilannya. Jika terpenuhinya kafa‟ah maka akan memperkecil
kesenjangan didalam rumah tangga.103
Ibu Ayu Perdana Wati menikah selama 17 tahun dan memiliki 2 anak yang
masih duduk dibangku SD dan SMP. Beliau berprofesi di dinas kesehatan dan
suami berprofesi dosen. hubungan rumah tangga yang di bangun dari awal hingga
sekarang cukup amat tentram dan damai. Jika anaknya akan menikah nanti, yang
menjadi prioritas sebagai wali menilai calon menantu yaitu harus seprofesi,
seagama, sependidikan, dan tidak cacat fisik, jika tidak terpenuhi terutama dalam
hal seprofesi maka pernikahan anaknya tidak mendapat restu (tidak
103
Hasil Wawancara dengan Ibu Rohayati , Tanggal 26 November 2017
dilangsungkan), jika pekerjaan suami tidak sebanding maka perekonomian
keluarga tidak seimbang dengan kebutuhan, disitulah terjadinya percekcokan
maka harus setara bahkan lebih bagus lebih tinggi profesinya. Beliau belum
pernah mendengar istilah kafa‟ah sebelumnya, kesetaraan itu penting sekali,
namun menurutnya kesetaraan yang diperlukan dalam sebuah perkawinan hanya
dari segi profesi dan keagamaan. Karena profesi seseorang dapat berpengaruh
besar terhadap perekonomian didalam keluarga. Jika tidak setara profesi antara
suami istri maka akan ada kesenjangan didalam rumah tangga. Terutama apabila
profesi suami lebih rendah dari istri, pasti akan terdapat ketidak seimbangan
perekonomian, dan akan menyebabkan percekcokan di dalam rumah tangga.
Dengan adanya kesetaraan maka akan memperkecil tingkat perbedaan pendapat
didalam rumah tangga. Kesepadanan agama penting karena dengan satu
keyakinan maka akan meminimalisir tingkat perbedaan khususnya keyakinan.104
Ibu Julia Fitri menikah selama 13 tahun dan mempunyai 1 anak yang masih
duduk di bangku TK. Profesi beliau adalah penjahit (mempunyai 2 cabang) dan
suami berprofesi sebagai pedagang baju (dipasar). Kondisi hubungan suami istri
didalam rumah tangga sangat harmonis, meskipun terdapat perbedaan sedikit
namun tidak menyebabkan pertengkaran yang hebat. Pastinya penilaian seorang
orang tua kepada calon menantu yng pertama seprofesi, se iman, keturunan baik-
baik. Menurut ibu Julia Fitri, beliau mengatakan bahwa belum pernah mendengar
tentang kafa‟ah, kesetaraan menurutnya sangatlah perlu diterapkan, namun
menurutnya kesetaraan yang perlu diprioritaskan oleh pasangan yang hendak
104
Hasil Wawancara dengan Ibu Ayu Perdanawati, tanggal 26 November 2017
menikah yaitu kesetaaraan profesi yang mana dengan profesi tersebut dapat
diukur seberapa mapan untuk melangkah kejenjang pernikahan. Jika belum
mempunyai profesi yang setara maka kecil kemungkinan terjadinya keharmonisan
dalam rumah tangga. Faktor lainnya yaitu adanya kesetaraan agama, pendidikan,
keturunan. Karena kita harus melihat bibit, bebet, bobot, dari calon tersebut. Jika
terpenuhinya kafa‟ah maka akan memperkecil perbedaan didalam rumah
tangga.105
Bapak Suparman menikah selama 22 tahun dan memiliki 3 anak, 1 anak masih
SD, 1 anak SMP dan 1 anak Kuliah. Beliau berprofesi sebagai pedagang toko
sembaki dan istri pedagang makanan. Didalam keluarga hubunganya sangat baik,
harmonis, karena didalam keluarga saya, persoalan perekonomian sudah cukup
memenuhi kebutuhan. jika tidak terpenuhi terutama dalam hal seprofesi maka
pernikahan anaknya tidak mendapat restu (tidak dilangsungkan), jika pekerjaan
suami tidak sebanding maka perekonomian keluarga tidak seimbang dengan
kebutuhan, disitulah terjadinya percekcokan maka harus setara bahkan lebih bagus
lebih tinggi profesinya. Menurut beliau belum pernah mendengar tentang kafa‟ah.
Namun menurutnya kesetaraan itu diharus dalam pernikahan, yang harus setara
antara suami-istri dalam hal agama, profesi, pendidikan, namun lebih
memprioritaskan profesi dengan profesi yang bagus terdapat pada calon pasangan
tersebut maka perekonomian didalam rumah tangga tepenuhi dan tidak ada
kesenjangan didalam rumah tangga. faktor-faktor tersebut guna untuk mencapai
keluarga yang harmonis. meskipun hal tersebut tidak menghilangkan perselisihan
105
Hasil Wawancara dengan Ibu Julia Fitri, Tanggal 26 November 2017
didalam rumah tangga namun meminimalisir percekcokan didalam rumah
tangga.106
Ibu Umi Marhamah menikah selama 19 tahun dan mempunyai 2 anak, 1 anak
masih balita dan 1 anak SD. Profesi beliau adalah sebagai petani dan suami
sebagai petani. Kondisi hubungan suami istri didalam rumah tangga sangat
harmonis, meskipun terdapat perbedaan sedikit namun tidak menyebabkan
pertengkaran yang hebat. Menurut ibu Umi Marhamah, ia mengatakan bahwa
belum pernah mendengar istilah kafa‟ah sebelumnya, kesetaraan sangat penting.
Namun menurutnya kesetaraan yang harus di utamakan adalah profesi, karena
dengan tingkat profesi yang setara maka perekonomian didalam rumah tangga pun
baik. Faktor lainya yaitu kesetaraan agama. Meskipun nanti setelah menikah
dengan yang setara profesi tidak selamanya mendapat keharmonisan dalam rumah
tangga, namun memperkecil tingkat kesenjangan dalam rumah tangga.107
Ibu Dewi menikah selama 20 tahun dan memiliki 2 anak yang masih duduk di
bangku SMP dan SMA. beliau berprofesi sebagai guru dan suami berprofesi
sebagai TNI. Didalam keluarga hubunganya sangat baik, harmonis, karena
didalam keluarga saya, persoalan perekonomian sudah cukup memenuhi
kebutuhan. Menurut beliau bahwa ia mengatakan belum pernah mendengar
kafa‟ah, namun menurutnya kesetaraan itu penting, dan yang harus di miliki oleh
kedua calon pasangan yakni agama, profesi, pendidikan, dan keturunan. Kata
orang jawa bilang harus melihat bibit, bebet, bobotnya, Tujuan dari kafa‟ah
106
Hasil Wawancara dengan Bapak Suparman, Tanggal 27 November 2017 107
Hasil Wawancara dengan Ibu Umi Marhamah, Tanggal 27 November 2017
profesi untuk meminimalisir kesenjangan dalam rumah tangga. Faktor-faktor
teresebut guna untuk menyatukan dua orang yang berbeda watak dan sifatnya
pasti terdapat perbedaan dalam suatu hal dan memperkecil perbedaan dan
percekcokan didalam rumah tangga108
Ibu Rini menikah selama 18 tahun dan memiliki 3 anak yang masih duduk
di bangku SMP dan SMA. Beliau berprofesi sebagai pedagang rumah makanan
dan suami berprofesi sebagai pedagang baju (mempunyai cabang). Beliau
mengatakan bahwa rumah tangga yang di bangun dari tahun 2001 sampai
mempunyai 3 orang anak sangatlah harmonis karena keadaan perekonomian yang
terkontrol dengan baik, dengan adanya kesetaraan profesi maka akan menjamin
perekonomian didalam rumah tangga. Jika anaknya akan menikah nanti, yang
menjadi prioritas sebagai wali menilai calon menantu yaitu harus seprofesi,
seagama, sependidikan, dan tidak cacat fisik, jika tidak terpenuhi terutama dalam
hal seprofesi maka pernikahan anaknya tidak mendapat restu (tidak
dilangsungkan), jika pekerjaan suami tidak sebanding maka perekonomian
keluarga tidak seimbang dengan kebutuhan, disitulah terjadinya percekcokan
maka harus setara bahkan lebih bagus lebih tinggi profesinya. Beliau belum
mengerti istilah kafa‟ah didalam pernikahan, namun Faktor yang harus dipenuhi
guna untuk mencapai keluarga harmonis adalah dari faktor profesi, agama dan
pendidikan, tidak cacat fisik. Tujuan dari terlaksananya menikah dengan
kesepadanan profesi dapat menyeimbangkan tingkat perekonomian didalam
108
Hasil Wawancara dengan Ibu Dewi, Tanggal 27 November 2017
rumah tangga, meskipun begitu tidak menghilangkan namun meminimalisir
percekcokan didalam rumah tangga.109
Ibu Fatma wati menikah selama 20 tahun dan memiliki 4 anak . Beliau
berprofesi sebagai guru dan suami berprofesi sebagai pegawai bank . Beliau
menyatakan bahwa menikah dengan pasangan yang sepadan persoalan ekonomi
didalam rumah tangga dapat terkontrol dengan baik, dan hubungan suami-istri
tidak begitu mempermasalahkan tentang keuangan keluarga. Karena pada
umumnya percekcokan hubungan suami-istri dikarenakan perekonomian yang
tidak mencukupi. Jika anaknya akan menikah nanti, yang menjadi prioritas
sebagai wali menilai calon menantu yaitu harus seprofesi, seagama, sependidikan,
dan tidak cacat fisik, jika tidak terpenuhi terutama dalam hal seprofesi maka
pernikahan anaknya tidak mendapat restu (tidak dilangsungkan), jika pekerjaan
suami tidak sebanding maka perekonomian keluarga tidak seimbang dengan
kebutuhan, disitulah terjadinya percekcokan maka harus setara bahkan lebih bagus
lebih tinggi profesinya. Beliau tidak mengerti istilah kafa‟ah dalam pernikahan,
namun kesepadanan didalam pernikahan guna untuk mencapai keharmonisan
yaitu kesepadanan profesi yang paling utama karena dengan adanya kesepadanan
profesi maka akan menjamin perekonomian didalam keluarga, selain itu
kesepadanan keturunan, agama, pendidikan. kesepadanan profesi sangatlah
penting bagi keberlangsungan didalam rumah tangga. Tujuannya agar Meskipun
109 Hasil Wawancara dengan Ibu Rini, Tanggal 30 Desember 2017
demikian faktor-faktor tersebut hanya untuk meminimalisir percekcokan didalam
hubungan rumah tangga.110
Ibu wahyuni menikah selama 25 tahun dan memiliki 4 anak, 1 orang belum
sekolah, 2 orang SD dan 1 orang kuliah . Beliau berprofesi sebagai pedagang mas
dan suami berprofesi sebagai pedagang mas. Beliau menyatakan bahwa menikah
dengan pasangan yang sepadan persoalan tentang ekonomi akan terkendali. Jika
anaknya akan menikah nanti, yang menjadi prioritas sebagai wali menilai calon
menantu yaitu harus seprofesi, seagama, sependidikan, dan tidak cacat fisik, jika
tidak terpenuhi terutama dalam hal seprofesi maka pernikahan anaknya tidak
mendapat restu (tidak dilangsungkan), jika pekerjaan suami tidak sebanding maka
perekonomian keluarga tidak seimbang dengan kebutuhan, disitulah terjadinya
percekcokan maka harus setara bahkan lebih bagus lebih tinggi profesinya. Ibu
wahyuni belum pernah mendengar istilah kafa‟ah, namun menurut beliau
kesepadanan profesi sangat dianjurkan, karena akan menunjaga perekonomian dan
status sosial di masyarakat. Faktor yang mempengaruhi menurut beliau ada 3
faktor yaitu profesi, agama dan terbebas dari cacat. Kafa‟ah profesi sangat
dianjurkan, Tujuannya guna untuk menyeimbangkan perekonomian antara suami-
istri sehingga sangat berpengaruh didalam rumah tangga. Meskipun demikian
hanya untuk meminimalisir percekcokan.111
Ibu Sulistia menikah selama 21 tahun dan memiliki 2 anak yang masih duduk
di bangku TK dan SD. Beliau berprofesi sebagai pedagang baju (butik) dan suami
110
Hasil Wawancara dengan Ibu Fatma Wati, Tanggal 1 Desember 2017 111
Hasil Wawancara dengan Ibu Wahyuni, Tanggal 1Desember 2017
berprofesi sebagai pedagang baju (dipasar). Beliau menyatakan bahwa menikah
dengan pasangan yang sepadan tentram, terutama sekali pada faktor
perekonomian yang sangat diperhatikan benar di dalam rumah tangga. Jika
anaknya akan menikah nanti, yang menjadi prioritas sebagai wali menilai calon
menantu yaitu harus seprofesi, seagama, sependidikan, dan tidak cacat fisik, jika
tidak terpenuhi terutama dalam hal seprofesi maka pernikahan anaknya tidak
mendapat restu (tidak dilangsungkan), jika pekerjaan suami tidak sebanding maka
perekonomian keluarga tidak seimbang dengan kebutuhan, disitulah terjadinya
percekcokan maka harus setara bahkan lebih bagus lebih tinggi profesinya. Ibu
Sulistia belum pernah mendengar istilah kafa‟ah, namun menurut beliau
kesepadanan profesi sangat dianjurkan, karena berpengaruh besar pada rumah
tangga. Faktor yang mempengaruhi menurut beliau ada 4 faktor yaitu profesi,
agama dan terbebas dari cacat, pendidikan. Kafa‟ah profesi sangat dianjurkan,
Tujuannya guna untuk menyeimbangkan perekonomian antara suami-istri
sehingga sangat berpengaruh didalam rumah tangga. Meskipun demikian hanya
untuk meminimalisir percekcokan. 112
Bapak Budi menikah selama 23 tahun dan memiliki 3 anak yang sudah duduk
di bangku SD, SMA dan 1 orang berprofesi sebagai diklinik kesehatan. Profesi
beliau yaitu perawat dan istrinya berprofesi sebagai perawat. Menurut beliau
setelah menikah dengan sepadan tingkat profesinya persoalan ekonomi didalam
rumah tangga tidak begitu dirumitkan, begitu pula dengan status sosial di
masyarakat akan di pandang baik. Jika anaknya akan menikah nanti, yang menjadi
112 Hasil Wawancara dengan Ibu Sulistia, Tanggal 2 Desember 2017
prioritas sebagai wali menilai calon menantu yaitu harus seprofesi, seagama,
sependidikan, dan keturunan, jika tidak terpenuhi terutama dalam hal seprofesi
maka pernikahan anaknya tidak mendapat restu (tidak dilangsungkan), jika
pekerjaan suami tidak sebanding maka perekonomian keluarga tidak seimbang
dengan kebutuhan, disitulah terjadinya percekcokan maka harus setara bahkan
lebih bagus lebih tinggi profesinya Beliau belum mengerti istilah kafa‟ah dalam
pernikahan, menurut beliau kesepadanan profesi didalam pernikahan sangatlah
penting untuk melihat seberapa mapan pasangan tersebut. Faktor-faktor yang
mempengaruhi keharmonisan didalam rumah tangga yakni profesi, agama,
pendidikan, keturunan. Tujuan terlaksananya kesepadanan profesi dapat
memperkecil permasalahan didalam perekonomian keluarga. Dengan demikian
akan meminimalisir tingkat percekcokan didalam rumah tangga.113
Bapak Junaidi menikah selama 16 tahun dan memiliki 2 anak. Profesi beliau
yaitu pedagang makanan dan istrinya berprofesi sebagai pedagang makanan.
Menurut beliau setelah menikah dengan sepadan tingkat profesinya persoalan
ekonomi didalam rumah tangga terkontrol dengan baik. Jika anaknya akan
menikah nanti, yang menjadi prioritas sebagai wali menilai calon menantu yaitu
harus seprofesi, seagama, sependidikan, keturunan, dan tidak cacat fisik, jika tidak
terpenuhi terutama dalam hal seprofesi maka pernikahan anaknya tidak mendapat
restu (tidak dilangsungkan), jika pekerjaan suami tidak sebanding maka
perekonomian keluarga tidak seimbang dengan kebutuhan, disitulah terjadinya
percekcokan maka harus setara bahkan lebih bagus lebih tinggi profesinya. Beliau
113 Hasil Wawancara dengan Bapak Budi, Tanggal 2 Desember 2017
belum mengerti istilah kafa‟ah dalam pernikahan, menurut beliau kesepadanan
profesi didalam pernikahan sangatlah penting untuk melihat seberapa mapan
pasangan tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi keharmonisan didalam
rumah tangga yakni profesi, agama, pendidikan, keturunan, terbebas dari cacat
fisik. Tujuan terlaksananya kesepadanan profesi dapat memperkecil permasalahan
didalam perekonomian keluarga. Dengan demikian akan meminimalisir tingkat
percekcokan didalam rumah tangga.114
Ibu Nur Kartika menikah selama 25 tahun dan mempunyai 3 anak. Ibu
saraswati berprofesi sebagai guru dan suami berprofesi sebagai guru. Kata beliau
hubungan antara suami didalam rumah tangga tidak ada masalah, namun ada
saatnya ketika berpendapat mengenai suatu hal, suami dan saya mengemukakan
pendapat yang berbeda akan tetapi tidak sampai berhujung ke tingkat serius.
Menurut ibu Nur Kartika, Mengatakan bahwa beliau belum pernah mendengar
istilah kafa‟ah sebelumnya, namun beliau tidak menyangkal bahwa kasetaraan
dalam perkawinan diperlukan. Menurut beliau pernikahan yang tidak kafa‟ah
dipandang kurang baik, karena kesamaan latar belakang dapat menunjang
keharmonisan didalam rumah tangga. Adapun faktor yang mempengaruhi
terwujudnya keluarga yang harmonis yaitu kesetaraan tingkat profesi (pekerjaan)
dalam pernikahan dianggap perlu karena dengan profesi yang tinggi tingkatanya
maka bisa diperkirakan pendapatan keuangan yang diperoleh lebih tinggi pula,
Sehingga didalam rumah tangga akan berpengaruh kepada perekonomian akan
114 Hasil Wawancara dengan Bapak Junaidi, Tanggal 2 Desember 2017
terkondisi. Faktor lainnya seperti berasal dari keluarga baik-baik, dan se-agama.
Dengan demikian dapat meminimalisir percekcokan didalam keluarga. 115
Ibu Laela ningrum menikah selama 17 tahun dan memiliki 1 anak masih
duduk di bangku SMP. Beliau berprofesi sebagai guru dan suami berprofesi
sebagai PNS. Kata beliau hubungan rumah tangga yang di bangun dari awal
hingga sekarang cukup amat tentram dan damai. Jika anaknya akan menikah
nanti, yang menjadi prioritas sebagai wali menilai calon menantu yaitu harus
seprofesi, seagama, sependidikan, dan tidak cacat fisik, jika tidak terpenuhi
terutama dalam hal seprofesi maka pernikahan anaknya tidak mendapat restu
(tidak dilangsungkan), jika pekerjaan suami tidak sebanding maka perekonomian
keluarga tidak seimbang dengan kebutuhan, disitulah terjadinya percekcokan
maka harus setara bahkan lebih bagus lebih tinggi profesinya. Beliau belum
pernah mendengar istilah kafa‟ah dalam pernikahan. Kafa‟ah profesi sangat di
anjurkan bagi calon pasangan yang ingin menikah karena dengan adanya
kesetaraan profesi maka tingkat status sosial di pandang sama seimbang dengan
pasangan tersebut. Faktor-faktor yang mendukung terjadinya keharmonisan
didalam keluarga adalah kesetaraan profesi yang utama kemudian agama,
keturunan, terbebas dari cacat, dan keturunan baik-baik. Tujuan kafa‟ah profesi
yaitu guna untuk menyeimbangkan tingkat penghasilan dan sangat berpengaruh
didalam hubungan rumah tangga. Meskipun demikian hal tersebut hanya untuk
115 Hasil Wawancara dengan Ibu Nur Kartika, Tanggal 3 Desember 2017
meminimalisir kesenjangan didalam hubungan yang bermula dari perekonomian
keluarga. 116
Ibu Desi menikah selama 25 tahun dan memiliki 5 anak, 2 orang blm sekolah,
2 orang SMP dan 1 orang kuliah. Beliau berprofesi sebagai dosen dan suami
berprofesi sebagai dosen. Beliau mengatakan bahwa keadaan hubungan didalam
rumah tangga kami damai, tentram, tidak terlalu risau dengan perekonomian
keluarga. Jika anaknya akan menikah nanti, yang menjadi prioritas sebagai wali
menilai calon menantu yaitu harus seprofesi, seagama, sependidikan, dan tidak
cacat fisik, jika tidak terpenuhi terutama dalam hal seprofesi maka pernikahan
anaknya tidak mendapat restu (tidak dilangsungkan), jika pekerjaan suami tidak
sebanding maka perekonomian keluarga tidak seimbang dengan kebutuhan,
disitulah terjadinya percekcokan maka harus setara bahkan lebih bagus lebih
tinggi profesinyaMenurut ibu Desi beliau mengatakan belum pernah mendengar
tentang istilah kafa‟ah. Namun menurutnya kesetaraan didalam rumah tangga itu
penting dan harus ada. Karena dari situlah keserasian keharmonisan yang timbul
didalam rumah tangga, meskipun tidak selamanya begitu, ada saatnya
pertengkaran didalam rumah tangga namun tidak sampai ke hal yang fatal. tujuan
dari kesetaraan profesi dapat menyeimbangkan tingakat perekonomian antara
suami dan istri. Hal yang diperlukan didalam kesetaraan rumah tangga yang
harmonis yaitu pekerjaan, agama, pendidikan. Yang diprioritaskan yaitu pekerjaan
yang setara antara calon pasangan, karena dengan adanya kesetaraan profesi
didalam pekerjaan maka penghasilan dari pekerjaan tersebut seimbang, sehingga
116 Hasil Wawancara dengan Ibu Laela Ningrum, Tanggal 3 Desember 2017
didalam rumah tangga istri bukan sebagai tulang punggung keluarga. Jikalau
penghasilan istri lebih besar dari suami maka suamilah yang seakan-akan menjadi
bawahan istri. Sedangkan hakikat suami itu menjadi tulang punggung keluarga,
memberi nafkah keluarga, istri hanyalah membantu meringankan beban suami
dari penghasilannya. Jika terpenuhinya kafa‟ah maka akan memperkecil
kesenjangan didalam rumah tangga.117
Ibu Dewi Saptiani sudah 14 tahun menikah dan memiliki 1 orang anak yang
masih duduk di bangku SD. Profesi yang dimiliki ibu septi hidayati yaitu
wiraswasta dan suami berprofesi sebagai sales kopi. Selama 14 tahun pernikahan
kami, alhamdulillah masih tetap bertahan meskipun didalam hubungan rumah
tangga terdapat perselisihan baik itu dalam mengasuh anak, perekonomian, namun
perselisihan itu semua tidak sampai kejenjang serius dan masih bisa terkontrol.
Menurut ibu Dewi Septiani beliau mengatakan belum pernah mendengar istilah
kafa‟ah, namun kesetaraan didalam pernikahan yaitu harus se-agama se-iman, dan
baik dari keturunannya. Kafa‟ah didalam pernikahan sangat penting agar
mempermudah membangun keluarga yang harmonis.118
Ibu wiwik sri lestari sudah menikah selama 16 tahun dan mempunyai 2 orang
anak dan masih sekolah di bangku SD dan SMP. Beliau berprofesi sebagai IRT
dan profesi suami yaitu wiraswasta. Hubungan didalam rumah tangga yang
dibangun cukup lama ini sangatlah harmonis, namun wajar jika didalam rumah
tangga terdapat perbedaan pendapat atau perselisihan yang menimbulkan
perdebatan namun tidak sampai kejenjang perceraian. Menurut beliau belum
117
Hasil Wawancara dengan Ibu Desi, Tanggal 3 Desember 2017 118
Hasil Wawawncara dengan Ibu Dewi Septiani, Tanggal 3 Desember 2017
pernah mendengar istilah kafa‟ah. Namun kesepadanan didalam perkawinan itu
sangat penting. Faktor-faktor yyang mempengaruhi keharmonisan didalam rumah
tangga yaitu se-agama, keturunan yang baik-baik.119
Ibu Nur Anis Triani menikah selama 10 tahun dan mempunyai 1 anak. Ibu
saraswati berprofesi sebagai wiraswasta dan suami berprofesi sebagai wiraswasta.
Hubungan didalam rumah tangga kami, ketika berpendapat mengenai suatu hal,
suami dan saya mengemukakan pendapat yang berbeda terutama sekali dalam hal
perekonomian keluarga dan sampai berhujung ke tingkat perceraian. Menurut
beliau, mengatakan bahwa beliau belum pernah mendengar istilah kafa‟ah
sebelumnya, namun beliau tidak menyangkal bahwa kasetaraan dalam perkawinan
diperlukan. Menurut beliau pernikahan yang tidak kafa‟ah dipandang kurang baik,
karena kesamaan latar belakang dapat menunjang keharmonisan didalam rumah
tangga. Adapun faktor yang mempengaruhi terwujudnya keluarga yang harmonis
yaitu kesetaraan agama, keturunan.120
Ibu Yuita Anggraini menikah selama 15 tahun dan memiliki 2 anak yang
masih duduk di bangku TK dan SMP. Beliau berprofesi sebagai pedagang baju
(butik) dan profesi suami yaitu wiraswasta. jika pekerjaan suami tidak sebanding
maka perekonomian keluarga tidak seimbang dengan kebutuhan, disitulah
terjadinya percekcokan yang menimbulkan perceraian. belum pernah mendengar
istilah kafa‟ah, Faktor yang mempengaruhi menurut beliau ada 3 faktor yaitu
agama dan terbebas dari cacat, pendidikan, profesi. Kafa‟ah profesi sangat
119
Hasil Wawawncara dengan Ibu Wiwik sri lestari, Tanggal 4 Desember 2017 120
Hasil Wawancara dengan Ibu Nur Anis Triani, Tanggal 4 Desember 2017
dianjurkan, Tujuannya guna untuk menyeimbangkan perekonomian antara suami-
istri sehingga sangat berpengaruh didalam perekonomian keluarga. 121
G. Pendapat Para tokoh dan Tokoh Masyarakat tentang Kafa’ah Profesi
Bapak fauzi selaku tokoh agama yang ada di Desa Kalirejo Lampun Tengah
beliau menjelaskan atau memaparkan tentang kafa‟ah atau kesepadanan di dalam
pernikahan bahwa kafa‟ah yang diajarkan oleh hukum Islam yaitu kafa‟ah agama.
Seperti hadis rasul, Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu
'alaihi wa Sallam bersabda: "Perempuan itu dinikahi karena empat hal, yaitu:
harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya. Dapatkanlah wanita yang taat
beragama, engkau akan berbahagia." Muttafaq Alaihi dan Lima imam. Sebab
dengan agama, tidak hanya membersamai hidup didunia tapi akan berkekalan
didalam surga-Nya dalam kebahagiaan tanpa batas. Boleh memasukan kriteria
kafa‟ah profesi dalam pernikahan namun tidak untuk diprioritaskan.122
Bapak M. Khozin selaku Kepala Desa Kalirejo Lampung Tengah beliau
tidak mengerti istilah kafa‟ah, namun beliau menjelaskan tentang kesepadanan
dalam pernikahan bahwa sangat di perlukan kafa‟ah didalam pernikahan. karena
hal tersebut adalah salah satu faktor yang dapat mendorong terciptanya keluarga
sakinah, mawaddah, warahmah. Tetapi kita sebagai umat Islam harus
mendahulukan kesetaraan agama, kemudian melihat bibit bebet bobot seseorang.
Dengan adanya kafa‟ah dalam pernikahan akan memperkecil perbedaan latar
121 Hasil Wawancara dengan Ibu Yunita Anggraini, Tanggal 4 Desember 2017 122
Hasil Wawancara dengan Bapak Fauzi selaku tokoh agama, tanggal 27 November
2017
belakang calon pasangan suami-istri. Dengan demikian akan terciptanya keluarga
yang harmonis serta bahagia dunia dan akhirat, amiin Insya-Allah. 123
Bapak Ahmad selaku RT di Desa Kalirejo Lampung Tengah. Beliau tidak
mengerti tentang istilah kafa‟ah, namun yang ia paham adalah kesetaraan dalam
pernikahan. Pendapat beliau yang mengatakan bahwa kesetaraan agamalah yang
sangat diperlukan. Dengan tidak menghilangkan faktor kesetaraan profesi, dan
keturunan, dengan demikian didalam rumah tangga akan terjalin dengan
harmonis. meskipun faktor-faktor tadi sudah terpenuhi untuk mencapai
keharmonisan, tapi tidak menutup kemungkinan terdapat percekcokan didalam
rumah tangga yang tidak sampai kejenjang serius.124
Bapak Hamid selaku Kepala lingkungan di Desa Kalirejo Lampung
Tengah. Beliau tidak mengerti istilah kafa‟ah, namun yang beliau paham adalah
kesetaraan didalam rumah tangga yang harus ada didalam kriteria memilih calon
pasangan suami-istri. Kesetaraan yang diutamakan yaitu dari faktor agama dan
faktor lainya seperti profesi, keturunan, dan pendidikan, itu bukan menjadi
prioritas didalam memilih calon pasangan suami-istri namun tetap perlu di
pertimbangkan, mengapa tidak boleh menjadi poin utama karena yang demikian
itu tidak kekal. Dengan ilmu agama yang baik maka akan selamat dunia dan
123
Hasil Wawancara dengan Bapak M. Khozin selaku Kepala Desa, Tanggal 28
November 2017 124
Hasil Wawancara dengan Bapak Ahmad selaku RT, Tanggal 28 November 2017
akhirat serta bisa saling mengingatkan antara suami-istri dalam hal ibadah dan
membangun rumah tangga Islami.125
Bapak Udin selaku Kepala Dusun I, beliau tidak mengerti istilah kafa‟ah
namun beliau mengerti tentang kesepadanan didalam pernikahan. kata beliau
faktor kesepadanan yang harus diutamakan didalam pernikahan adalah agama
dengan agama yang menjadi dasar dalam sebuah pernikahan maka suami atau istri
tidak akan melakukan semena-mena terhadap pasanganya, karena meraka
mengerti hukum-hukum didalam hubungan rumah tangga maupun kerabat, baik
itu kepada pasangan, anak-anak, mertua dan sanak sodara. Namun jika faktor lain
yang menjadi poin utama seperti profesi maka tidak akan menjamin profesi itu
dimilikinya sampai akhir hayat, karena manusia hidup seperti roda berputar.126
125 Hasil Wawancara dengan Bapak Hamid selaku Kepala Lingkungan, Tanggal 28
November 2017 126
Hasil Wawancara dengan Bapak Udin selaku Kepala Dusun I, Tanggal 29 November
2017
BAB IV
ANALISIS DATA TENTANG KAFA’AH PROFESI
Setelah mengkaji data-data yang terkumpul, baik data kepustakaan maupun
data hasil wawancara pada masyarakat dalam bab-bab terdahulu, maka dapat
dianalisa permasalahan yang timbul dalam kaitannya dengan pembahasan skripsi
ini yaitu: Perspektif Hukum Islam Tentang Kafa‟ah Profesi Sebagai Kriteria
Dalam Pernikahan, sebagai berikut:
A. Kafa’ah Profesi Sebagai Kriteria dalam Pernikahan Menurut Persepsi
Masyarakat yang ada di Desa Kalirejo.
Menurut persepsi masyarakat desa Kalirejo Lampung Tengah tentang
pemahaman mereka terhadap kafa‟ah, dimana masyarakat lebih memahami
dengan artian kesetaraan profesi antara calon suami dan istri, kesetaraan yang
dimaksud yaitu seimbang, sepadan. Menurut masyarakat, kafa‟ah sangat penting
bagi calon pasangan yang akan melangsungkan sebuah pernikahan. Masyarakat
menganggap bahwa konsep kafa‟ah sangat diperlukan agar dapat terciptanya
rumah tangga yang harmonis, namun kafa‟ah profesi seseoranglah yang sangat
diprioritaskan disamping agama, pendidikan, keturunan, dan terbebas dari cacat.
Menurut masyarakat desa Kalirejo Lampung Tengah. Jika tidak setara
kafa‟ah profesi antara calon pasangan maka menimbulkan perkawinan tidak dapat
dilangsungkan dan pasangan sudah menikah tidak kafa‟ah profesi terjadi ketidak
harmonisan didalam hubungan antar suami-istri, dalam artian sering terjadinya
percekcokan yang dilatar belakangi perekonomian keluarga.
Keharmonisan yang terdapat didesa Kalirejo Lampung Tengah dikarenakan
adanya kesetaraan profesi, pendidikan, agama, keturunan yang setara antara calon
pasangan suami-istri. Kafa‟ah membawa pengaruh yang positif membentuk
keluarga sakinah dan dapat menjaga agar tidak terjadi keretakan dalam keluarga.
Selain itu, kafa‟ah juga dapat mencegah terjadinya pertengkaran disebabkan
perbedaan pendapat, Sehingga rasa sayang, cinta dan suasana kehangatan dengan
pasangnya masih tetap ada di dalam diri masyarakat setempat.
Tidak dipungkiri bahwa setiap pasangan akan mengalami pertengkaran
karena perkawinan merupakan pertemuan dua insan yang belum pernah hidup
bersama, maka apabila seorang menikah dengan orang lain mengakibatkan
gesekan-gesekan yang menimbulkan pecekcokan. Meskipun pertengkaran sering
terjadi di dalam keluarga, itu merupakan bumbu dari kehidupan berkeluarga.
Sebagian besar masyarakat menganggap pernikahan yang memiliki
kesetaraan profesi itu sangat penting. Terutama bagi masyarakat yang akan
memilih calon pasangan hidup yang hendak melangsungkan pernikahan agar pada
nantinya lebih mudah untuk mewujudkan keluarga yang harmonis.
Mengenai kafa‟ah-kafa‟ah yang dianggap penting oleh masyarakat desa
Kalirejo Lampung Tengah yaitu lebih kepada kesetaraan profesi, karena profesi
penting untuk dipertimbangkan dalam memilih calon pasangan hidup agar lebih
mudah untuk membentuk keluarga yang harmonis, dengan profesi yang setara
maka meminimalisir kesenjangan dalam perekonomian keluarga. Ada beberapa
pandangan masyarakat yang memahami dan mempraktikan kafa‟ah profesi itu
tidak (sama) antara suami-istri namun diartikan dengan keseimbangan,
kesepadanan, kesetaraan. Salah satu contoh: guru dengan TNI, profesi memang
tidak sama namun terdapat kesetaraan, kesepadanan dalam jenjang karir.
Begitupun penilaian orang tua terhadap anak-anaknya yang sudah akan
menginjak ke jenjang pernikahan, yang sangat di perioritaskan kepada calon
menantu yaitu dari faktor profesi. Faktor kafa‟ah agama, keturunan, pendidikan,
dan terbebas dari cacat fisik dinomer sekiankan setelah profesi namun faktor yang
tidak diprioritaskan tersebut tetap menjadi pertimbangan didalam pemilihan calon.
Jika tidak terpenuhi hal tersebut maka tidak mendapat restu (tidak dapat
dilangsungkan) pernikahan.
Sebagian masyarakat desa kalirejo tingkat perceraian berasal dari
perekonomian yang tidak mencukupi kebutuhan didalam rumah tangga serta
keegoisan pasangan.
Namun menurut para tokoh didesa kalirejo lampung tengah seperti tokoh
agama, kepala desa, kepala lingkungan, RT, dan Kepala Dusun 1, lebih condong
kepada kesetaraan agama yang lebih diutamakan dalam memilih calon
pendamping, bukan profesi.
B. Kafa’ah Profesi Sebagai Kriteria dalam Pernikahan Menurut Perspektif
Hukum Islam
Khufu‟ berarti sesuatu yanng setara atau orang yang setara atau sepadan
dengan sesuatu atau seorang lainnya. Sedangkan maksud khufu‟ atau kafa‟ah
dalam perkawinan, menurut istilah hukum Islam yaitu keseimbangan dan
keserasian antara calon istri dan suami sehingga masing-masing calon tidak
merasa berat untuk melngsungkan perkawinan. Laki-laki sebanding dengan calon
istrinya, sama dalam kedudukan, sebanding dalam tingkat sosial, dan derajat
dalam akhlak serta kekayaan, dan diartikan pula sebagai kesetaraan yang perlu
dimiliki oleh calon suamidan calon istri agar dihasilkan keserasian hubungan
suami istri secara mantap dalam rangka menghindarkan celah dalam
permasalahan-permasalahan tertentu.
Kafa‟ah dalam hukum Islam dibahas ulama ushul fikih dalam masalah
perkwinan, ketika membicarakan jodoh seorang perempuan. Adapun tekanan
dalam hal kafa‟ah adalah keseimbangan, keharmonisan, dan keserasian, terutama
dalam hal agama, yaitu akhlak dan ibadah. Sebab, jika kafa‟ah diartikan
persamaan dalam harta atau kebangsawanan, maka akan berarti terbentuknya
kasta, sedangkan manusia disisi Allah swt adalah sama. Hanya ketaqwaannyalah
yang membedakannya.
Kafa‟ah dianjurkan oleh Islam dalam memilih calon suami atau istri, tetapi
tidak menentukan sah atau tidaknya perkawinan, hanya merupakan faktor untuk
dapat mendorong terciptanya kebahagiaan suami dan istri dan lebih menjamin
keselamatan perempuan dari kegagalan atau kegoncangan rumah tangga. Karena
kafa‟ah menjadi penting dalam rangka membina keserasian kehidupan suami istri
dan kehidupan sosial.
Islam tidak menjadikan perbedaan kedudukan, harta, pendidikan, maupun
fisik sebagai penghalang dalam pernikahan, sebab yang menjadi ukuran dalam
Islam adalah agamanya. Selain berbagai aspek yang sangat dianjurkan oleh Islam
dalam membina keluarga, seperti pengenalan dan penelitian tentang kepribadian
masing-masing calon suami dan istri, serta kerelaan mereka sepenuhnya. Maka
ada hal lain yang harus terpenuhi yang juga sangat berpengaruh sebagai
kerukunan dalam keluarga, serta menimbulkan kemudahan dalam masyarakat dan
bermufakat antara suami dan istri adalah kesepadanan suami dengan istrinya
dalam sifat-sifat kebaikan dan keutamaan yang biasanya merupakan kebanggaan
manusia dalam kehidupan sosial mereka, dan yang demikian itu demi kebaikan
dan kepentingan si sitri dan keluarga. Karena keharmonisan dan kebahagiaan
dalam satu rumah tangga sangat ditentukan oleh keharmonisan pasangan tersebut.
Bila terjadi ketidak cocokan antara suami dan istri tidak hanya berdampak buruk
terhadap keduanya, tetapi juga kepada besan dan keluarga lainnya.
Terpenuhinya kafa‟ah (kesetaraan) merupakan persyaratan bagi calon suami
saja tidak bagi calon istri. Dengan kata lain, seorang calon suami harus memiliki
kesepadanan dengan calon istrinya dalam sifat-sifat yang biasanya diperhitungkan
dalam pergaulan sosial. Akan tetapi, hal itu tidak harus terpenuhi dalam diri istri,
karena wanitalah yang dijadikan patokan apakah pria jodonya itu se-kufu‟
dengannya atau tidak. Persoalan kafa‟ah adalah persoalan perempuan dan
walinya. Kesetaraan tersebut tidak boleh dilepaskan dari sifat-sifat tertentu yang
biasanya menimbulkan kebanggaan dan kemuliaan yang berlaku disetiap tempat
dan zaman. Jika pada suatu masa, misalnya ilmu pengetahuan menjadi
kebanggaan dan kemuliaan seseorang, maka laki-laki yang tidak berilmu
pengetahuan dapat dianggap tidak se-kufu‟ bagi perempuan yang berpendidikan
tinggi, karena dikhawatirkan si perempuan mungkin saja melecehkan suaminya
yang tidak berpendidikan itu disetiap kali terjadi pertengkaran diantara mereka.
Dan yang demikian itu pasti berakibat buruk bagi kelangsungan kehidupan
perkawinan mereka. Sebaliknya, apabila masalah kekayaan harta, ketinggian
kedudukan, dan kemurnian nasab sudah tidak lagi menjadi sumber kebanggaan
dan kemuliaan disuatu masa dan tempat, maka dengan sendirinya persyaratan di
atas akan gugur dengan seendirinya Dan semuanya itu pada akhirnya akan
bergantung pada kerelaan si perempuan itu sendiri serta para anggota keluarganya.
Kafa‟ah dinilai pada waktu terjadinya akad, apabila berubah sesudah
terjadinya akad maka tidak mempengaruhi akad, karena syarat akad diteliti pada
waktu akad. Apabila seseorang pada waktu akad mempunyai profesi yang
terhormat, dan mempunyai banyak uang sehingga mampu memberikan uang
belanja atau orangnya sholeh, kemudian berubah menjadi hina, tidak sanggup
memberi nafkah atau fasiq terhadap perintah Allah dan semuanya itu terjadi
setelah pernikahan maka akadnya tetap berlaku. Karena masa selalu berubah dan
orang tidak selamanya tetap keadaanya, pihak perempuan supaya menerima itu
dengan sabar dan taqwa, karena itu adalah sebaik-baiknya perkara.
Adat, tradisi dan kekuasaan biasanya memiliki pengaruh yang lebih kuat dan
besar terhadap istri. Jika suaminya tidak setara dengannya, ikatan hubungan suami
istri biasnya tidak bisa berlanjut. Ikatan rasa kasih diantara keduanya dapat
terlepas. Suami yang merupakan penopang rumah tangga tidak memiliki
penghargaan dan perhatian seperti itu juga wali perempuan, mereka merasa
enggan untuk berbesanan dengan orang yang tidak sesuai dengan mereka dalam
agama, kehormatan, dan nasab mereka karena mereka merasa terhina dengan hal
itu. Dengan demikian, ikatan besanan akan terlepas dan menjadi rapuh sehingga
membuat tujuan sosial dan hasil yang dituju dari perkawinan tidak akan terwujud.
Seharusnya seseorang yang akan menikah tidak harus melihat apakah
pasangannya tersebut dari golongan bangsawan atau bukan, seorang yang kaya
atau bukan, karena yang paling mulia disisi Allah swt adalah yang paling
bertaqwa. Tingkatan-tingkatan tersebut adalah suatu pengelompokan yang tidak
seharusnya dipergunakan sebagai dasar, yang mesti dijadikan sebagai dasar adalah
agama dan akhlaknya.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyusun dapat menyimpulkan dari data yang terkumpul sebagai jawaban
dari pokok masalah yang diungkapkan pada bab sebelumnya sebagai berikut:
1. Menurut masyarakat Desa Kalirejo mengenai kafa‟ah profesi dalam
kriteria pernikahan ternyata masyarakat Desa Kalirejo lebih mengutamakan
kafa‟ah profesi dari pada agama, karena dengan adanya kafa‟ah profesi akan
meminimalisir percekcokan dalam hubungan rumah tangga, menurut masyarakat
tersebut pada umumnya percekcokan berawal dari perekonomian yang tidak
mencukupi kebutuhan didalam keluarga.
2. Menurut hukum Islam kafa‟ah adalah keseimbangan, keharmonisan, dan
keserasian, terutama dalam hal agama yaitu akhlak dan ibadah. Sebab jika kafa‟ah
diartikan persamaan dalam harta atau kebangsawanan, maka akan berarti
terbentuknya kasta sedangkan disisi Allah swt adalah sama. Hanya ketaqwaanlah
yang membedakan. karena Islam tidak menjadikan perbedaan kedudukan, harta,
pendidikan, maupun fisik sebagai penghalang dalam pernikahan, yang menjadi
ukuran dalam Islam adalah agamanya.
B. Saran-saran
1. Kepada masyarakat hendaknya memahami makna kafa‟ah tersebut secara
mendetail sehingga tidak salah faham dalam mengaplikasikanya.
2. Kepada calon pengantin dan wali atau orang tua sebaiknya:
a). mempertimbangkan aspek kafa‟ah yang mampu membantu terciptanya
keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah tanpa melebihkan aspek
diluar agama. Sehingga tidak terjadi kesenjangan sosial dimasyarakat.
b). Perlu adanya pengkajian tentang kafa‟ah yang sesuai dengan
perkembangan zaman modern seperti sekarang ini serta tidak terlepas dari
Maqosidu Syariah. Sehingga penerapan kafa‟ah yang berdasarkan hukum
perkawinan Islam relevan dengan hukum yang berkembang saat ini.
3. Kepada para ulama agar memberi pencerahan baik berupa ceramah atau
pengajian mengenai perkawinan secara umum dan khusus mengenai kriteria
dalam memilih calon pasangan suami atau istri. Agar masyarakat tidak terus-
menerus melakukan perbuatan yang menyimpang dari ajaran hukum Islam.
.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur‟an dan Terjemahannya, cet. 2, Jakarta: Wali, 2010
Abd Rahman Al-Jaziri, Fiqh „ala Madzaahib al- arba‟ah, cet. Ke-1, Beirut:
Dar al ‟Ilmiyyah, 1990
Abdul Aziz Dahlan (et al.), ensiklopedi hukum islam/editor, Cet. I, Jakarta:
ichtiar Baru Van Hoeve, 1996
Abdul Aziz Muhammad Azzam, abdul Wahab Sayyed Hawwan, Fiqih
Munakahat, terjemah Abdul Majid Khon, Jakarta: Kresindo Mediacita,
2009
Abdul Mujib, Kamus Istilah Fiqih, cet. II, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994
Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, cet. 4, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2010
Abu Hafash Usamah bin Kamal bin „Abdir Razzaq, Panduan Lengkap Nikah
Dari”A” Sampai “Z”, terjemah Ahmad Saikhu, Cet. V, Jakarta: Pustaka
Ibnu Katsir, 2016
Ahmad Bin „Umar Ad-Dairabi, Fiqih Nikah, terjemah Heri Purnomo, Saiful
Hadi, Cet. Ke-I, Jakarta: Mustaqim, 2003
Al-Hamdani, Risalah An-Nikah, Jakarta: Pustaka Amani, 2002
--------, Risalah Nikah (Hukum Perkawinan Islam), Cet. ke- III, Jakarta:
Pustaka Amani, 1989
Al-Shabuni, Muhammad Ali, Tafsir Ayat Al-Ahkam min Al-Qur‟an Al-Karim,
Beirut: Dar Ibn Abbud, 2004
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan di Indonesia, Cetakan II, Jakarta:
Kencana, 2007
Beni Ahmad Saebani, Fiqih Munakahat (Buku II), Cet. Ke-IV Bandung:
Pustaka Setia, 2001
Cholid Narbuto dan Abu Achmad, Metodologi Penelitian, Jakarta: Bumi
Aksara, 2002
Dedi Junaedi, Keluarga Sakinah (Pembinaan dan Pelestariannya), Cet. I,
Jakarta: CV. Akademika, 2007
H. Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1997
H. Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wa
Dzurriyyah, 2010
Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulughul Maram, Cet. Ke- 1, Jakarta : Gema Insani,
2013
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Cet. Ke-1, Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2016
Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Bandung: CV. Mandiri,
cet ke-VII, 1996
M. Ali Hasan, Hidup Berumah Tangga dalam Islam, Cet. II, Jakarta: Siraja,
2006
Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fiqih Praktis Menurut Al-Quran As-Sunnah dan
Pendapat Para Ulama, Bandung: Mizan, 2002
Muhammad Fu‟ad Abdul Baqi, Shahih Bukhari Muslim, (Jakarta: Insan Kamil,
2010), h. 334
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Madzhab, Cet-27, Jakarta: Lentera,
2011
M. Hasbi Asidiqy, Fiqih Islam, Jakarta: Gema Insani, 1989
Nasarudin Latif, Ilmu Perkawinan: Problematika Seputar Keluarga dan
Rumah Tangga, Bandung: Pustaka Hidayah, 2001
Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Besar Indonesia Kontemporer, Jakarta:
Modern English Press, 1991
M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah, Vol. II, Jakarta: Lentera Hati, 2000
Rachmat Syafe‟i, Ilmu Ushul Fiqih, Bandung: Pustaka Setia, 2010
S. Nasution, Meode Research, Jakarta: Bumi Aksara, 2011
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 7, Bandung: PT. Alma‟arif, 1993
-------, Fiqih Sunnah 3, terjemah Ahmad Dzulfikar, Muhammad Khoyrurrijal,
Depok: Keira Publishing, 2015
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, cet ke-XV, Bandung: Alfabeta,
2002
Suharsimi Harikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi
Revisi IV, Jakarta: Rineka Cipta, 1991
Supardi, Etika & Tanggungjawab Profesi Hukum di Indonesia, Jakarta: Sinar
Grafika, 2006
Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, Cet. Ke-V, Jakarta: pustaka Al-Kautsar,
2006
Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, cet. ke-3, Jakarta: Rajawali pers,
2013
-------, Fikih Munakahat, Jakarta: PT. Raja Garindo Persada, 2010
Ukasyah Abdulmanan Athibi, Wanita Mengapa Merosot Akhlaknya, terjemah,
Chairul Halim, Cet. I, Jakarta: Gema Insani Press, 1998
Yaswirman, Hukum Keluarga: Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan
Adat dalam Masyarakat Materilineal Minangkabau , Jakarta: Rajawali
Pers, 2013