Studi Kasus_ Blue Bird Leadership

6
1 PURNOMO PRAWIRO : Perlakukan Karyawan Sebagai " MANUSIA " Slogan “Andal” dijadikan pedoman Blue Bird dalam memberikan service kepada pelanggan. Sang CEO juga berusaha memberikan contoh yang baik kepada bawahannya. Sulit dibantah, di antara berbagai merek taksi yang beredar di wilayah Jakarta dan sekitarnya, diferensiasi taksi Blue Bird tampak begitu enonjol. Diferensiasi itu terletak pada sistem IT, database management, dan sistem renumerisasi mereka yang baik. Selain itu, dalam hal service, pengemudi Blue Bird juga terkenal lebih baik dan sopan ketimbang supir-supir taksi merek lain. “Kami memfokuskan diri pada kepuasan pelanggan terhadap semua fasilitas layanan yang ada. Diharapkan, customer yang sudah merasakan pelayanan tersebut, dikemudian hari bisa mengulanginya lagi,” kata Purnomo Prawiro, President Director Blue Bird Group (BBG). Untuk itu, menurutnya, dari tahun ke tahun pelayanan yang diberikan Blue Bird selalu meningkat. Ini disertai pula dengan tingginya keinginan dari pihak pelanggan terhadap pelayanan tersebut. Misalnya saja dengan memberikan pelayanan sebaik mungkin, bertambahnya layanan ekstra aman dan nyaman.

Transcript of Studi Kasus_ Blue Bird Leadership

Page 1: Studi Kasus_ Blue Bird Leadership

1

PURNOMO PRAWIRO : Perlakukan Karyawan Sebagai " MANUSIA "

Slogan “Andal” dijadikan pedoman Blue Bird dalam memberikan service kepada

pelanggan. Sang CEO juga berusaha memberikan contoh yang baik kepada

bawahannya.

Sulit dibantah, di antara berbagai merek taksi yang beredar di wilayah Jakarta dan

sekitarnya, diferensiasi taksi Blue Bird tampak begitu enonjol. Diferensiasi itu terletak

pada sistem IT, database management, dan sistem renumerisasi mereka yang baik.

Selain itu, dalam hal service, pengemudi Blue Bird juga terkenal lebih baik dan sopan

ketimbang supir-supir taksi merek lain.

“Kami memfokuskan diri pada kepuasan pelanggan terhadap semua fasilitas

layanan yang ada. Diharapkan, customer yang sudah merasakan pelayanan

tersebut, dikemudian hari bisa mengulanginya lagi,” kata Purnomo Prawiro,

President Director Blue Bird Group (BBG).

Untuk itu, menurutnya, dari tahun ke tahun pelayanan yang diberikan Blue Bird

selalu meningkat. Ini disertai pula dengan tingginya keinginan dari pihak pelanggan

terhadap pelayanan tersebut. Misalnya saja dengan memberikan pelayanan sebaik

mungkin, bertambahnya layanan ekstra aman dan nyaman.

Kini, seiring perjalanan waktu, slogan Andal pun mereka luncurkan. Ya, Andal

merupakan akronim dari: Aman, Nyaman, Mudah dan Personalize. Jadi, service-nya

berkembang. Tidak lagi sekadar mengemban tugas mengantarkan pelanggan dari

satu titik ke titik yang lain, tapi disesuaikan dengan permintaan customer. “Semua

pelanggan memiliki keinginan yang berbeda-beda dalam segi pelayanan yang

didapatnya. Kami berusaha memenuhinya sesuai banyaknya permintaan yang

masuk dan pertimbangan cost-nya,” imbuh Purnomo yang didampingi Noni Sri Ayati

Purnomo (Vice President Business Development) saat wawancara.

Page 2: Studi Kasus_ Blue Bird Leadership

2

Selain kemudahan mendapatkan taksi Blue Bird di ruas jalan raya, untuk

memudahkan pelanggan, perusahaan juga menempatkan armadanya di beberapa

pangkalan seperti di bandara, mal, dan hotel. Jika ingin lebih mudah lagi, pelanggan

bisa memanfaatkan fasilitas call center untuk order pemesanan taksi. Biasanya,

dalam hitungan menit mereka sudah menerima nomor taksi dan siap dijemput. “Kami

pun menyediakan credit voucher sehingga bisa memudahkan transaksi,” lanjutnya.

Menurut Purnomo, proses utama yang harus dilakukan sebelum memberikan service

kepada pelanggan adalah peranan dari manusia di perusahaan tersebut—khususnya

para pengemudi yang berjumlah kurang lebih 20.000 orang. Kemudian, berlanjut

pada infrastruktur dan sistem manajemen. Oleh karena itu, sebagai atasan yang

membawahi ribuan karyawan, ia berusaha memberikan contoh baik kepada

bawahannya. Tak perlu susah-susah, cukup memberi ucapan “Selamat pagi” atau

“Bagaimana hari ini?” kepada bawahan ketika berpapasan.

Dipaparkannya, slogan Andal tersebut harus diaplikasikan oleh karyawan BBG di

semua tingkatan. Tak terkecuali atasan dengan back office, frontliners maupun

dengan pelanggan. Jika semua karyawan—khususnya pengemudi—merasa nyaman

dalam bekerja, maka hal ini akan berdampak pada pelayanan yang diberikan kepada

pelanggan.

Purnomo mengatakan, service vision yang diterapkannya mengacu pada sistem top-

down. Artinya, service yang baik harus dimulai pada tingkatan atas yang kemudian

berlanjut ke bawah. Praktisnya, ia harus memberikan contoh kepada bawahannya:

bagaimana memberikan pelayanan yang baik. Dengan harapan, bawahannya pun

melakukan hal yang sama kepada pelanggan Blue Bird.

“Bagi customer, hal lain yang diperhatikan adalah visi dan misi yang diemban oleh

sebuah taksi itu. Kemudian berlanjut pada image sang pengemudinya, baik

keseluruhan atau perorangan,” paparnya. “Sebab, bagaimana seorang pengemudi

Page 3: Studi Kasus_ Blue Bird Leadership

3

mau memberikan service yang baik kepada customer, jika perusahaan tidak

memperlakukan pengemudi itu sebagai ‘manusia’.”

Setelah membentuk service culture di BBG, ia pun menyadari benar, tidak mudah

menyosialisasikan dan menerapkan kultur tersebut ke dalam diri setiap

karyawannya. Faktor utama yang menjadi permasalahan adalah adanya keragaman

budaya masing-masing individu. “Mereka harus merasa cocok dengan kultur yang

diterapkan di BBG. Mungkin, jika dilihat turnover tiga bulan pertama masuk, banyak

yang tidak cocok.”

Namun, Purnomo mengerahkan segala upaya untuk menerapkan kultur tersebut. Ia

beralasan, adanya suatu sistem kultur yang seragam merupakan modal bagi Blue

Bird untuk tetap bertahan di tengah maraknya serbuan kompetitor. Oleh karena itu,

service tak hanya diberikan kepada pelanggan, tetapi juga ke pengemudi. Para

pengemudi mendapat seragam, pinjaman motor, pinjaman rumah, asuransi

kesehatan, dan sarana penunjang lainnya.

Blue Bird Group juga memberikan reward khusus bagi para pengemudi. Acara

penghargaan yang diselenggarakan setiap dua bulan sekali ini dihadiri jajaran

manajemen, direktur sampai komisaris. “Reward diberikan untuk pengemudi yang

melakukan pengembalian barang milik customer yang tertinggal atau disebut

‘barket’, pengemudi dengan jumlah komplain terkecil, dan lainnya,” ujar pria

kelahiran Surabaya, 18 Oktober 1947 ini.

Untuk memonitor service yang telah diberikan oleh pengemudi, perusahaan tak perlu

bersusah payah. Teknologi IT yang canggih bisa memudahkan pengawasan dan

pengumpulan data dari tiap-tiap pengemudi. Data prestasi pengemudi pun bisa

dilihat dari banyaknya komplain yang datang dari customer. Alhasil, jika ada

pengemudi punya reputasi buruk dan dikeluarkan dari Blue Bird, maka ia tak bisa

bekerja di pool BBG manapun. “Istilahnya, jangan sampai kesalahan satu orang bisa

Page 4: Studi Kasus_ Blue Bird Leadership

4

merusak nama baik kami,” tegasnya.

Namun, untuk menjangkau pengawasan hingga ke tingkat bawah, Purnomo punya

cara tersendiri. Cukup dengan menjalankan sistem komunikasi dengan pengemudi.

Menurutnya, komunikasi ini terlihat mudah, tetapi sulit untuk dilaksanakan karena

waktu yang tersedia relatif singkat. Soalnya, para pengemudi lebih banyak

menghabiskan waktu di jalan daripada di pool.

Setiap karyawan tentu memiliki keinginan-keinginan di luar yang disediakan BBG.

Nah, untuk mengetahui informasi apa yang beredar di antara pengemudi, ia

menerapkan sistem koordinasi kelompok. “Dalam satu kelompok yang terdiri 25

anggota, saya tugaskan satu orang untuk menjadi ketua grup. Di atas ketua grup,

ada pembina. Pembina inilah yang memberikan informasi, arahan, dan teguran

kepada pengemudi tersebut,” terangnya.

Lebih lanjut, Purnomo mengatakan, adanya ketua grup dan pembina memudahkan

komunikasi antara pengemudi dengan pihak manajemen. Umumnya, tugas seperti

itu menjadi tanggung jawab manajemen. “Sifat komunikasi harus dua arah. Saya

rasa, jauh lebih mudah jika informasi dilakukan antar-pengemudi juga,” ucapnya

memberi alasan.

Tetap saja, Purnomo berpendapat bahwa membangun service quality jauh lebih sulit

dibandingkan mempertahankannya. Ini dilihat dari sifat fisiknya. Namun, untuk

mempertahankannya pun diperlukan pemikiran dan ide-ide. “Sekarang, visi dan

culture BBG sudah dipahami oleh semua karyawan termasuk pengemudi. Mereka

sadar betul akan pentingnya memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan.

Dengan demikian, ke depannya, BBG bisa tetap eksis,” katanya mengakhiri

wawancara.

Sumber: Majalah Marketing 06/ VIII/ Juni 2008