STUDI KARAKTERISTIK CURAH HUJAN PEMICU … · Analisis data curah hujan menunjukkan bahwa gerakan...

12
Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology) Vol. 21 No. 1 April 2011: 1 12 1 STUDI KARAKTERISTIK CURAH HUJAN PEMICU GERAKAN TANAH DI DAERAH CIBEBER, CIANJUR SELATAN JAWA BARAT Dwi Sarah dan Eko Soebowo Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI Jl. Sangkuriang, Kompleks LIPI, Bandung.40135 Sari Pengetahuan tentang karakter curah hujan pemicu gerakan tanah sangat diperlukan dalam pengembangan sistem mitigasi bencana gerakan tanah. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan karakter curah hujan pemicu gerakan tanah di daerah Cibeber, Cianjur Selatan. Investigasi geoteknik, serta pemetaan geologi dan topografi dilakukan pada lokasi gerakan tanah. Hasil investigasi geoteknik menunjukkan bahwa gerakan tanah tipe luncuran terjadi pada bidang gelincir tufa lanauan pada kedalaman dangkal antara 2,5- 4,5 m. Analisis kestabilan lereng menerus menunjukkan bahwa curah hujan sebesar 291 mm diperlukan untuk menghasilkan kenaikan tekanan air pori pemicu ketidakstabilan lereng. Analisis data curah hujan menunjukkan bahwa gerakan tanah pada lereng disebabkan oleh total curah hujan menerus selama 22 hari. Dengan demikian, total curah hujan menerus merupakan faktor penyebab terjadinya longsoran lereng. Kata kunci: mitigasi gerakan tanah, curah hujan, tekanan air pori. Abstract Knowledge of the characteristic of landslide triggering rainfall is required to develop landslide mitigation system. The aim of this research is to determine the characteristic of landslide triggering rainfall in Cibeber area, South Cianjur. Geotechnical investigation, geological and topographical mapping were conducted in the landslide locations. Geotechnical investigation indicated that sliding surface occurred at silty tuff stratum at shallow depth of 2.5 4.5 m. Infinite slope stability analysis showed that rainfall of 291mm is needed to increase critical pore water pressure which triggered landslide. Rainfall datum analysis points that landslide occurred due to cumulative 22 days continuous rainfall. Therefore, cumulative continuous rainfall was the cause of landslide in this area. Keywords: landslide mitigation, rainfall, pore water pressure. PENDAHULUAN Wilayah Jawa Barat adalah salah satu kawasan di Indonesia yang rentan terhadap bencana gerakan tanah. Kerentanan ini disebabkan oleh faktor kondisi batuan yang lemah akibat pelapukan, adanya jalur patahan, kondisi morfologi perbukitan dengan lereng-lereng yang relatif curam (kemiringan lebih dari 25 o ), penggunaan lahan yang di luar kontrol dan curah hujan yang tinggi pada bulan-bulan basah (mencapai 100mm/hari) (Tohari drr., 2004). Kerawanan bahaya gerakan tanah di daerah ini semakin meningkat beberapa tahun belakangan ini seiring dengan pertumbuhan penduduk yang semakin pesat, pembangunan sarana pemukiman, transportasi, dan sarana-sarana lainnya di daerah- daerah perbukitan rawan longsor. Penelitian-penelitian sebelumnya mengenai gerakan tanah di Indonesia memfokuskan pada pemahaman mekanisme proses gerakan tanah (Anwar drr., 2003; Soebowo drr., 2003) dan pemetaan daerah rawan gerakan tanah (Sampurno, 1976; Suranta dan Djaja, 2002). Karakter curah hujan sebagai salah satu faktor pemicu gerakan tanah belum dikaji secara komprehensif. Penentuan karakter curah hujan pemicu gerakan tanah ini penting sebagai masukan pengembangan sistem peringatan dini bahaya gerakan tanah dalam upaya mitigasi bencana gerakan tanah. Penelitian- penelitian terdahulu di negara subtropis menunjukkan bahwa penentuan karakter hujan pemicu gerakan tanah memerlukan pengetahuan terpadu mengenai kondisi geologi, iklim, topografi, hidrologi, sifat tanah, dan ketebalan tanah (Wieczorek, 1987; Keefer drr., 1987; Reneau dan Dietrich, 1987, Sammori drr., 1996). Karakter curah hujan pemicu gerakan tanah juga sangat spesifik untuk setiap lokasi, bergantung kepada respon hidrologi lereng (Johnson dan Sitar, 1990; Tohari, 2002), dan kondisi tekanan air pori serta kadar air tanah sebelum hujan dengan intensitas lebat terjadi (Tsaparas drr., 2000; Tohari, 2002). Daerah Cianjur Selatan adalah salah satu daerah di Jawa Barat yang sering mengalami

Transcript of STUDI KARAKTERISTIK CURAH HUJAN PEMICU … · Analisis data curah hujan menunjukkan bahwa gerakan...

Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)

Vol. 21 No. 1 April 2011: 1 – 12

1

STUDI KARAKTERISTIK CURAH HUJAN PEMICU GERAKAN TANAH

DI DAERAH CIBEBER, CIANJUR SELATAN JAWA BARAT

Dwi Sarah dan Eko Soebowo

Pusat Penelitian Geoteknologi – LIPI

Jl. Sangkuriang, Kompleks LIPI, Bandung.40135

Sari

Pengetahuan tentang karakter curah hujan pemicu gerakan tanah sangat diperlukan dalam pengembangan

sistem mitigasi bencana gerakan tanah. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan karakter curah hujan

pemicu gerakan tanah di daerah Cibeber, Cianjur Selatan. Investigasi geoteknik, serta pemetaan geologi dan

topografi dilakukan pada lokasi gerakan tanah. Hasil investigasi geoteknik menunjukkan bahwa gerakan tanah

tipe luncuran terjadi pada bidang gelincir tufa lanauan pada kedalaman dangkal antara 2,5- 4,5 m. Analisis

kestabilan lereng menerus menunjukkan bahwa curah hujan sebesar 291 mm diperlukan untuk menghasilkan

kenaikan tekanan air pori pemicu ketidakstabilan lereng. Analisis data curah hujan menunjukkan bahwa

gerakan tanah pada lereng disebabkan oleh total curah hujan menerus selama 22 hari. Dengan demikian, total

curah hujan menerus merupakan faktor penyebab terjadinya longsoran lereng.

Kata kunci: mitigasi gerakan tanah, curah hujan, tekanan air pori.

Abstract

Knowledge of the characteristic of landslide triggering rainfall is required to develop landslide mitigation

system. The aim of this research is to determine the characteristic of landslide triggering rainfall in Cibeber

area, South Cianjur. Geotechnical investigation, geological and topographical mapping were conducted in

the landslide locations. Geotechnical investigation indicated that sliding surface occurred at silty tuff stratum

at shallow depth of 2.5 – 4.5 m. Infinite slope stability analysis showed that rainfall of 291mm is needed to

increase critical pore water pressure which triggered landslide. Rainfall datum analysis points that landslide

occurred due to cumulative 22 days continuous rainfall. Therefore, cumulative continuous rainfall was the

cause of landslide in this area.

Keywords: landslide mitigation, rainfall, pore water pressure.

PENDAHULUAN

Wilayah Jawa Barat adalah salah satu

kawasan di Indonesia yang rentan terhadap

bencana gerakan tanah. Kerentanan ini

disebabkan oleh faktor kondisi batuan yang lemah

akibat pelapukan, adanya jalur patahan, kondisi

morfologi perbukitan dengan lereng-lereng yang

relatif curam (kemiringan lebih dari 25o),

penggunaan lahan yang di luar kontrol dan curah

hujan yang tinggi pada bulan-bulan basah

(mencapai 100mm/hari) (Tohari drr., 2004).

Kerawanan bahaya gerakan tanah di daerah ini

semakin meningkat beberapa tahun belakangan ini

seiring dengan pertumbuhan penduduk yang

semakin pesat, pembangunan sarana pemukiman,

transportasi, dan sarana-sarana lainnya di daerah-

daerah perbukitan rawan longsor.

Penelitian-penelitian sebelumnya mengenai

gerakan tanah di Indonesia memfokuskan pada

pemahaman mekanisme proses gerakan tanah

(Anwar drr., 2003; Soebowo drr., 2003) dan

pemetaan daerah rawan gerakan tanah (Sampurno,

1976; Suranta dan Djaja, 2002). Karakter curah

hujan sebagai salah satu faktor pemicu gerakan

tanah belum dikaji secara komprehensif.

Penentuan karakter curah hujan pemicu gerakan

tanah ini penting sebagai masukan pengembangan

sistem peringatan dini bahaya gerakan tanah

dalam upaya mitigasi bencana gerakan tanah.

Penelitian- penelitian terdahulu di negara

subtropis menunjukkan bahwa penentuan karakter

hujan pemicu gerakan tanah memerlukan

pengetahuan terpadu mengenai kondisi geologi,

iklim, topografi, hidrologi, sifat tanah, dan

ketebalan tanah (Wieczorek, 1987; Keefer drr.,

1987; Reneau dan Dietrich, 1987, Sammori drr.,

1996). Karakter curah hujan pemicu gerakan tanah

juga sangat spesifik untuk setiap lokasi,

bergantung kepada respon hidrologi lereng

(Johnson dan Sitar, 1990; Tohari, 2002), dan

kondisi tekanan air pori serta kadar air tanah

sebelum hujan dengan intensitas lebat terjadi

(Tsaparas drr., 2000; Tohari, 2002).

Daerah Cianjur Selatan adalah salah satu

daerah di Jawa Barat yang sering mengalami

Studi Karakteristik Curah Hujan Pemicu Gerakan Tanah Di Daerah Cibeber, Cianjur Selatan Jawa Barat

(Dwi Sarah dan Eko Soebowo)

2

bencana gerakan tanah dan memiliki tingkat

kerentanan gerakan tanah menengah sampai tinggi

(Sampurno, 1976; Pusat Vulkanologi dan Mitigasi

Bencana, 2006). Tulisan ini menyajikan penelitian

gerakan tanah yang terjadi di ruas jalan raya

Cianjur – Sindangbarang, Km 18 dan 21, Dusun

Selagedang dan Dusun Cicadas, Cibeber, Cianjur

Selatan. Gerakan tanah ini terjadi pada bulan

Desember 2004 yang menyebabkan terputusnya

jalur transportasi jalan Cianjur – Sindangbarang

selama 3 hari. Penelitian bertujuan untuk

menentukan karakter curah hujan pemicu gerakan

tanah di daerah Cianjur Selatan sebagai basis data

dalam pengembangan sistem peringatan dini

bahaya gerakan tanah di Jawa Barat. Kejadian

gerakan tanah pada tanggal 22 Desember 2004

diambil sebagai tipikal kejadian gerakan tanah di

daerah studi. Pemetaan geologi lokal, investigasi

geoteknik, analisis tekanan air pori kritikal dan

analisis infiltrasi air hujan dilakukan untuk

menentukan karakter curah hujan pemicu gerakan

tanah di daerah penelitian.

GEOLOGI DAN HIDROLOGI

Geologi Daerah Cibeber

Tataan fisiografi daerah Cibeber, Cianjur

Selatan dan sekitarnya merupakan daerah transisi

Zona Bogor dan Pegunungan Selatan (van

Bemmelen, 1949, Sampurno, 1976). Zona ini

mempunyai ciri geologi dengan seri mulai batuan

endapan marin Tersier, endapan produk vulkanik,

hingga endapan aluvium. Daerah ini sebagian

besar telah mengalami perlipatan agak kuat

dengan kemiringan sudut perlapisan mencapai

lebih > 250, dan di beberapa tempat terpotong oleh

patahan mendatar, naik, dan normal/turun.

Stratigrafi daerah Cibeber, Cianjur Selatan,

dimulai dari Formasi Citarum yang terdiri atas

batupasir, tufa pasiran, napal, breksi, dan di

beberapa tempat dijumpai perulangan batupasir,

batulempung dan napal. Di atasnya diendapkan

secara tidak selaras batugamping dari Formasi

Rajamandala. Pada daerah ini di beberapa lokasi

dijumpai intrusi andesit yang menerobos batuan

sedimen dan adanya aliran lava. Selanjutnya

sedimen Kuarter menindih tidak selaras endapan

permukaan atau aluvium yang terdiri atas

lempung, lanau, pasir, kerikil, dan kerakal yang

dijumpai pada lembah-lembah sungai

(Sudjatmiko, 1992 dan Koesmono drr., 1996,

Gambar 1). Daerah endapan vulkanik muda ini

mempunyai sifat koheren, berpori, dan lulus air.

Kondisi Hidrologi Daerah Cibeber

Berdasarkan data pengamatan curah hujan

di stasiun Bendungan Cipadang selama 16 tahun

(1989- 2004), jumlah rata-rata curah hujan

tahunan adalah sebesar 1937 mm.

Curah hujan tinggi cenderung terjadi

selama bulan Oktober hingga April (Gambar 2).

Intensitas hujan bulanan berkisar antara 135 – 236

mm/bulan dengan rata- rata hujan 12 - 15

mm/hari.

Gambar 1. Peta geologi daerah Cibeber Cianjur Selatan, Jawa Barat.

Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)

Vol. 21 No. 1 April 2011: 1 – 12

3

0

100

200

300

400

500

600

700

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Bulan

To

tal

Hu

jan

(m

m)

1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2001 2002 2003 2004

Gambar 2. Curah hujan bulanan selama periode 1989-2004 berdasarkan data stasiun Bendungan

Cipadang, Cibeber.

METODOLOGI

Investigasi geoteknik dilakukan untuk

memperoleh data karakteristik fisik dan

keteknikan tanah bawah permukaan yang

diperlukan dalam analisis kestabilan lereng dan

infiltrasi. Investigasi geoteknik terdiri atas

pemetaan geologi lokal, pemboran teknik, uji

sondir, uji infiltrasi, dan pengujian laboratorium

percontoh - percontoh tanah. Investigasi dilakukan

di dua lokasi longsoran, yaitu KM18, Dusun

Selagedang dan KM 21, Dusun Cicadas. Dari

pemetaan geologi dan topografi lokal, pemboran

teknik, dan uji sondir didapatkan profil

penampang geoteknik gerakan tanah. Uji infiltrasi

lapangan dilakukan menggunakan alat double ring

infiltrometer untuk mengestimasi nilai

konduktivitas hidrolik tanah dekat permukaan.

Nilai konduktivitas hidrolik lapangan (Kfs)

dihitung dengan menggunakan rumus sebagai

berikut:

2

i

ifs

r

QK

(1)

Qi adalah laju infiltrasi pada keadaan tetap

(m/detik) dan ri adalah adalah jari- jari cincin

dalam infiltrometer (m).

Pengujian laboratorium bertujuan untuk

mendapatkan data tentang jenis, sifat fisik dan

keteknikan tanah yang didapat dari percontoh

tanah terganggu dan tak terganggu. Untuk

mengetahui karakteristik hujan pemicu gerakan

tanah, dilakukan analisis sebagai berikut:

1. Analisis Tekanan Air Pori Kritikal

Analisis ini dilakukan dengan pendekatan analisis

kestabilan lereng menerus untuk menentukan nilai

tekanan air pori kritikal (uwc) yang dibutuhkan

untuk menyebabkan ketidakstabilan lereng

berdasarkan rumus sebagai berikut (Keefer drr.,

1987):

'

''

tan

sintancoscos

Zcuwc

(2)

c’ adalah kohesi efektif (kPa), adalah

kemiringan lereng (o), ’ adalah sudut geser

dalam efektif (o), Z adalah ketebalan tanah (m),

dan adalah berat isi asli (kN/m3)

2. Analisis Volume Air Hujan Kritikal

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui volume

air kritikal, Qc, yang dapat disimpan dalam tanah

sehingga mencapai kejenuhan total sebelum

tekanan air pori tanah naik ke uwc. Volume air

kritikal, Qc, dihitung dengan menggunakan rumus

sebagai berikut (Keefer drr., 1987):

Qc = (Uwc x neff ) / γw (3)

dimana neff adalah porositas efektif dan γw adalah

berat isi air (kN/m3). Porositas efektif merupakan

perbedaan antara porositas total n dan kapasitas

lapangan volumetrik max sebagai berikut:

max nneff (4)

Studi Karakteristik Curah Hujan Pemicu Gerakan Tanah Di Daerah Cibeber, Cianjur Selatan Jawa Barat

(Dwi Sarah dan Eko Soebowo)

4

3. Analisis Hubungan Intensitas dan Durasi Hujan

Pemicu Gerakan Tanah

Untuk mengetahui intensitas dan durasi

hujan pemicu gerakan tanah maka dilakukan pula

analisis menggunakan pula metode Pradel dan

Raad (1993) yang didasarkan pada model infiltrasi

Green-Ampt (1911). Metode ini mensyaratkan

bahwa penjenuhan lereng tanah hingga kedalaman

kritikal (Z) dipenuhi oleh hujan dengan intensitas

yang lebih besar dari laju infiltrasi tanah (vi) dan

durasi yang lama. Berdasarkan metode ini, durasi

hujan yang diperlukan untuk menjenuhkan tanah

(Tw) dan laju infiltrasi air hujan (vi) dapat dihitung

dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

S

ZSSZ

K

nT

fs

eff

w ln

(5)

Z

ZSKv fsi

(6)

S adalah tekanan air pori negatif tanah (soil

suction)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Gerakan Tanah

Pengamatan geologi menunjukkan bahwa

gerakan tanah terjadi pada lapisan tufa lanauan

yang di bagian dasarnya berupa breksi vulkanik

tufaan dari Formasi Citarum (Gambar 3). Batuan

breksi vulkanik ini berwarna coklat kekuningan,

butiran terdiri atas fragmen batuan beku, pasir,

kuarsa sedikit, tertanam dalam massa dasar/matrik

pasir tufaan, berukuran mulai 2 mm hingga > 5

mm, bentuk butiran menyudut tanggung hingga

menyudut, terpilah sedang dan agak kompak

hingga lepas-lepas atau kurang kompak.

Pada bagian lereng zona gerakan tanah ini

tampak rekahan-rekahan yang akan meluncur

mengikuti kemiringan lereng membentuk tapal

kuda dan di beberapa tempat muncul rembesan air.

Hasil penyelidikan terhadap muka air tanah dan

rembesan air menunjukkan bahwa sebaran air

tanah dijumpai pada kedalaman bervariasi mulai

dari kedalaman 0,8 - 2 m, juga ditemukan jejak

rembesan air, terutama di bagian tebing hingga

badan jalan yang melewati rekahan-rekahan.

Gerakan tanah ini mempunyai luas kurang lebih

0,5 hingga 1 ha, yang menunjukkan jenis

luncuran. Gerakan tanah memotong badan jalan

hingga ke lembah sungai. Pola aliran sungai yang

ada pada lembah gerakan tanah ini

memperlihatkan orde ke-3 dari induknya Sungai

Cisokan dan Citarum.

Faktor hidrologi lereng mempunyai

peranan dalam mengontrol jumlah air hujan yang

meresap ke dalam tanah dan kenaikan tekanan air

pori di dalam lereng. Pada daerah-daerah lereng

yang terbentuk dari materi lulus air, curah hujan

dengan intensitas yang tinggi diperlukan untuk

menaikkan tekanan air pori tanah, sedangkan pada

lereng tanah kurang lulus air, diperlukan curah

hujan dengan durasi yang cukup lama untuk

meningkatkan tekanan air pori tanah.

Profil Gerakan Tanah di KM 18 Dusun

Selagedang

Pola topografi gerakan tanah di lokasi ini pada

bagian bagian puncak dan mahkota longsoran di

sisi bagian timur kemiringan lereng mencapai

kurang lebih 40o menerus hingga memotong badan

jalan hingga lembah sungai. Arah luncuran zona

gerakan tanah U 285o – 290

o T dengan

kemiringan lereng antara 25o – 40

o. Dimensi

zona gerakan tanah ini dicirikan dengan lebar

kurang lebih 40 m, panjang 80 m dan tinggi

mencapai kurang lebih 30 m (Gambar 4).

Zona gelinciran gerakan tanah berada pada

zona transisi lapisan tufa pasiran dan tufa lanauan

yang bagian dasarnya berupa breksi vulkanik.

Zona gelinciran berada pada kedalaman mulai –

2,6 hingga – 4,5 m dengan kemiringan lereng

sekitar 38o (Gambar 5).

Profil Gerakan Tanah di KM 21 Dusun

Cicadas

Morfologi daerah gerakan tanah ini berupa

perbukitan tinggi yang memperlihatkan bentuk

lereng agak curam di bagian puncak hingga bagian

kaki lereng. Lokasi gerakan tanah berada pada

ketinggian antara 880 hingga 920 m dari

permukaan laut. Pola topografi gerakan tanah di

bagian puncak sisi timur jalan mempunyai

kemiringan lereng antara 30o – 35

o. Arah zona

longsoran berkisar U 240o – 245

o T dengan

kemiringan lereng mulai 30o – 40

o. Dimensi zona

longsoran dicirikan dengan lebar ± 40 m, panjang

± 80 m, dan tinggi ± 30 m (Gambar 6).

Zona gelinciran gerakan tanah di daerah ini

pada zona transisi lempung, lanau pasiran yang

bagian dasarnya berupa breksi vulkanik. Zona

gelinciran berada pada kedalaman mulai – 2,5

hingga – 4,5 m dengan kemiringan lereng sekitar

24o (Gambar 7).

Hasil Pengujian Infiltrasi Lapangan

Grafik hasil uji infiltrasi pada dua titik di

lokasi Dusun Selagedang dan Dusun Cicadas

disajikan pada Gambar 8 dan 9.

Nilai konduktivitas hidrolik lapangan tanah

dekat permukaan pada lokasi gerakan tanah dapat

dilihat pada Tabel 1.

Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)

Vol. 21 No. 1 April 2011: 1 – 12

5

Gambar 3. Lapukan batuan breksi vulkanik pada longsoran di Dusun Selagedang, Cibeber

Gambar 4. Peta Topografi lokal daerah gerakan tanah km 18 Dusun Selagedang.

Tabel 1.Konduktivitas hidrolik lapangan

No. Lokasi Konduktivitas hidrolik lapangan

(cm/detik)

1. Dusun Selagedang 1,8x10-4

2. Dusun Cicadas 2,08x10-5

Studi Karakteristik Curah Hujan Pemicu Gerakan Tanah Di Daerah Cibeber, Cianjur Selatan Jawa Barat

(Dwi Sarah dan Eko Soebowo)

6

Gambar 5. Penampang geologi gerakan tanah KM 18 Dusun Selagedang berdasarkan data bor tangan dan uji

sondir.

Gambar 6. Peta Topografi lokasi daerah gerakan tanah km. 21 Dusun Cicadas.

Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)

Vol. 21 No. 1 April 2011: 1 – 12

7

Gambar 7. Penampang geologi gerakan tanah Km.21 Dusun Cicadas berdasarkan data bor dan uji sondir.

0

0.001

0.002

0.003

0.004

0.005

0.006

0.007

0.008

0.009

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000

Waktu (detik)

Laju

In

filt

rasi (c

m/d

eti

k)

Gambar 8. Laju infiltrasi tanah pada lokasi sumur

uji Selagedang

0

0.0001

0.0002

0.0003

0.0004

0.0005

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500

Waktu (detik)

La

ju in

filt

ras

i (c

m/d

eti

k)

Gambar 9. Laju infiltrasi tanah pada lokasi sumur

uji Cicadas

Nilai-nilai konduktivitas hidrolik lapangan

di Tabel 1 menunjukkan bahwa lapisan tanah di

Dusun Selagedang lebih lulus air dari pada lapisan

tanah di Dusun Cicadas. Hal tersebut di atas

mengindikasikan bahwa lapisan tanah di

Selagedang cenderung lebih mudah longsor.

Hasil Pengujian Laboratorium

Pengujian laboratorium dilakukan pada

beberapa percontoh tanah dari pemboran teknik

dan percontoh tabung pada lokasi gerakan tanah

untuk menentukan karakteristik sifat keteknikan

tanah tersebut. Uji laboratorium meliputi

pengujian kadar air, batas- batas Atterberg, gradasi

partikel tanah, dan kuat geser triaksial

terkonsolidasi tak teralirkan.

Hasil pengujian laboratorium dapat dilihat

pada Tabel 2. Kadar air tanah asli di dekat

permukaan (kedalaman 1- 3 m) pada semua lokasi

bor memperlihatkan kisaran harga antara 32%

hingga 65%. Hal ini mengindikasikan bahwa

terdapat sumber-sumber soil moisture pada

kedalaman lapisan tanah tersebut. Analisis besar

butir dan batas-batas Atterberg memperlihatkan

bahwa distribusi fraksi lempung-lanau adalah 11 --

35 %, dan batas cair berkisar antara 40 –110 %.

Studi Karakteristik Curah Hujan Pemicu Gerakan Tanah Di Daerah Cibeber, Cianjur Selatan Jawa Barat

(Dwi Sarah dan Eko Soebowo)

8

Tabel 2. Hasil pengujian laboratorium percontoh – percontoh tanah daerah Cibeber Cianjur Selatan

Sumber : Laboratorium Mekanika Tanah dan Batuan Geoteknologi LIPI

Tit

ik B

or

Ked

ala

man

(m

)

Kad

ar A

ir (

%)

Berat

Jen

is

Ukuran Butir (%) Batas-Batas Atterberg (%)

Bata

s S

usu

t

(%)

Berat

Isi T

ota

l,

t ,

(kg

/m3 )

Berat

Isi

Ker

ing

t ,

(kg

/m3 )

Porosi

tas

( n

) ,(%

)

Deraja

t K

eje

nu

han

Sr

(%)

Kad

ar a

ir V

olu

metr

ik

Koh

esi

Efe

kti

f

c',

(k

g/c

m2)

Su

du

t G

ese

r

Dala

m E

fek

tif

(' o

)

Kerik

il

Pasi

r

Lan

au

Lem

pu

ng

Bata

s C

air

(%)

Bata

s P

last

is

(%)

Ind

ek

s

Pla

stis

itas

(%)

Selagedang

CBR 01-01 0-40 46,83 2,85 22 28 39 11 63,770 42,015 21,685 29,659 1,147 0,771 72,810 51,831 0,373

CBR 01-01 80-120 65,76 2,83 2 28 54 16 106,10 55,210 50,895 34,648 -

CBR 01-01 200-240 40,21 2,65 16 34 42 8

CBR 01-02 0-40 50,33 2,6575 - - - - 79,022 41,14 37,88 20,503

CBR 01-02 80-120 54,61 2,616 2 30 54 14 68,100 39,973 28,125 27,404 1,439 0,921 66,822 77,577 0,528

CBR 01-02 240-280 47,73 2,6078 3 48 38 11 56,780 44,874 11,906 37,552 0,0386 43,042

CBR 01-02 400-440 57,02 2,8777 - - - - 67,950 44,170 23,780 30,590

CBR 01-03 0-40 36,22 2,8421 - - - - 53,970 35,790 18,175 33,619 1,518 0,999 64,390 80,643 0,514

CBR 01-03 120-160 35,7 2,9089 - - - - 51,550 33,326 18,224 25,983 0,1425 30

CBR 01-03 320-360 24,71 2,8526 44 26 24 6 43,800 22,095 21,705 23,918

Cicadas

CCD 02-01 0-40 48,08 2,8786 39 17 35 9 60,960 48,268 12,674 29,754 1,520 0,983 65,613 81,794 0,537

CCD 02-01 40-80 40,89 2,6795 21 31 40 8 62,500 40,866 21,634 29,304

CCD 02-01 80-120 31,91 2,7521 - - - -

CCD 02-01 200-240 42,26 2,2564 - - - - 63,350 42,877 20,473 33,932 0,049 45,92

CCD 02-01 240-280 40,39 2,7868 6 23 52 9 47,980 39,830 8,150 34,683

CCD 02-02 0-40 61,39 2,7803 - - - - 77,900 51,671 26,299 28,119 1,228 0,862 68,928 58,391 0,402

CCD 02-02 80-120 61,88 2,7977 - - - - 67,750 43,382 24,384 34,827 0,0291 24,77

CCD 02-02 280-320 36,77 2,6756 - - - - 53,980 39,831 14,149 30,782

CCD 02-02 320-360 40,8 2,7737 - - - - 73,150 39,640 33,510 21,146

CCD 02-02 360-400 37,97 2,6266 16 15 74 11 71,200 39,967 31,233 35,634

CCD 02-03 0-40 63,53 2,7303 - - - - 112,1 59,549 52,555 30,307 1,236 0,765 72,223 65,157 0,470

CCD 02-03 120-160 56,06 2,7675 - - - - 94,3 57,387 36,913 53,441

Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)

Vol. 21 No. 1 April 2011: 1 – 12

9

Dengan demikian, satuan lempung-lanau dapat

dikelompokkan sebagai lempung dengan

plastisitas tinggi. Sementara hasil pengujian kuat

geser triaksial pada percontoh tanah - tanah

lapukan menunjukkan bahwa tanah tufa lanauan

memiliki nilai kohesi efektif (c’) tanah yang kecil

dan sudut geser efektif (φ’) yang cukup besar.

Analisis Curah Hujan Pemicu Gerakan Tanah

Analisis curah hujan pemicu gerakan tanah

dilakukan menggunakan metode Pradel dan Raad

(1993) untuk mendapatkan:

1. tekanan air pori kritikal, uwc dengan

menggunakan rumus (2)

2. volume air kritikal, Qc dengan menggunakan

rumus (3).

3. nilai laju infiltrasi air hujan, vi dan durasi

hujan yang diperlukan untuk menjenuhkan

tanah Tw dengan menggunakan rumus (6).

Pada analisis ini diasumsikan bahwa lapisan

tanah tufa pasiran atau tufa lanauan homogen dan

isotropik, dan lapisan tanah tufa lanauan teguh

bertindak sebagai lapisan tidak lulus air. Untuk

keperluan analisis ini, digunakan data geoteknik

untuk setiap penampang lereng sebagaimana

disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Data untuk Analisis Hujan Pemicu

Gerakan Tanah di lokasi Penelitian.

Parameter Lereng

Selagedang

Lereng

Cicadas

Z (m) 3,80 2,50

Kf (m/jam) 6,48 x 10-2 7,49 x 10-3

S (kPa) 20 20

c’ (kPa) 4,22 2,91

’ (o) 30 30

(kPa) 15,18 15,20

(o) 38 24

s 0,38 0,40

o 0,35 0,38

neff 0,15 0,25

Tabel 4 menyajikan hasil analisis untuk setiap

penampang lereng. Analisis empirik tekanan air

pori kritis menunjukkan bahwa tekanan air pori

sebesar 11,52 kPa menyebabkan keruntuhan tanah

setebal 3,8 m untuk penampang lereng Selagedang

dan tekanan air pori 7,42 kPa menyebabkan

keruntuhan tanah setebal 2,5 m pada penampang

lereng Cicadas.

Analisis hujan pemicu gerakan tanah

menunjukkan bahwa laju infiltrasi air hujan yang

dapat menjenuhkan lereng Selagedang adalah

40,59 mm/jam dengan durasi 7,43 jam, dan untuk

lereng Cicadas 6,74 mm/jam dengan durasi 48,18

jam. Untuk dapat memicu gerakan tanah,

intensitas curah hujan harus lebih besar atau sama

dengan laju infiltrasi air hujan (vi), dan curah

hujan harus berdurasi lebih atau sama dengan nilai

Tw. Tanah lapukan pada lereng Selagedang lebih

lulus air dibandingkan lereng Cicadas, sehingga

intensitas hujan yang tinggi dengan durasi lebih

singkat dapat memicu gerakan tanah. Sementara

diperlukan durasi hujan yang lebih lama dengan

intensitas lebih kecil untuk memicu gerakan tanah

di Dusun Cicadas yang kurang lulus air.

Perbandingan antara data curah hujan

harian yang menyebabkan gerakan tanah pada

lereng – lereng tanah di Cibeber (Gambar 11)

dengan hasil analisis (Tabel 4) menunjukkan

bahwa hasil analisis memberikan nilai intensitas

hujan yang lebih besar dari intensitas harian di

lokasi penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa

gerakan tanah pada lereng tidak terasosiasi oleh

curah hujan tunggal pada kejadian longsoran

tanggal 22 Desember 2004, tetapi lebih cenderung

disebabkan oleh total air hujan selama 22 hari (1

Desember 2004-22 Desember 2004) yang

mencapai 291 mm (Gambar 10).

Tabel 4. Hasil Analisis Hujan Pemicu Gerakan Tanah pada Lereng di Lokasi Penelitian

Penampang

lereng

uwc (kPa) Qc (mm) Tw (jam) vi (mm/jam)

Selagedang 11,52 176,43 7,43 40,59

Cicadas 7,42 189,28 48.18 6,74

Studi Karakteristik Curah Hujan Pemicu Gerakan Tanah Di Daerah Cibeber, Cianjur Selatan Jawa Barat

(Dwi Sarah dan Eko Soebowo)

10

Gambar 10. Curah hujan harian pada bulan Desember 2004 sebagai pemicu gerakan tanah di daerah

Cibeber (Stasiun Bendungan Cipadang, Cibeber).

Selain itu, karakteristik curah hujan pemicu

gerakan tanah di lokasi penelitian dicirikan oleh

hujan dengan intensitas ringan hingga sedang yang

turun selama beberapa hari dan kemudian diikuti

oleh hujan dengan intensitas lebat. Curah hujan

dengan intensitas ringan ini berkontribusi terhadap

kenaikan tekanan air pori saat hujan turun dengan

intensitas lebat.

Hasil penelitian tentang curah hujan

pemicu gerakan tanah oleh Tohari drr., (2005)

pada kejadian gerakan tanah di Cikijing,

Majalengka pada tanggal 3 Januari 2004 pada

lereng tanah lapukan breksi vulkanik

menunjukkan bahwa hujan pemicu gerakan tanah

di lokasi penelitian memiliki nilai kritikal

minimum intensitas sebesar 22 mm/jam dengan

durasi minimum sebesar 22 jam, yang dicirikan

oleh total hujan sebesar 428,56 mm yang dapat

dihasilkan oleh hujan selama 23 hari. Sementara

pada kejadian gerakan tanah pada tanggal 20

Januari 2004 pada lereng tufa pasiran dan lapukan

breksi di Cikadu, Purwakarta, hasil penelitian

Soebowo drr., (2005) menunjukkan bahwa

kejadian tersebut dicirikan oleh nilai kritikal

minimum intensitas hujan sebesar 125,69

mm/jam dengan durasi 3 jam 18 menit. Nilai- nilai

kritikal hujan pemicu gerakan tanah yang berbeda

di berbagai tempat menunjukkan bahwa

karakteristik hujan pemicu gerakan tanah sangat

variatif dan spesifik untuk masing- masing lokasi.

Geometri lereng, geologi daerah setempat, sifat

fisik dan mekanik tanah, serta respons hidrologis

tanah sangat mempengaruhi karakter curah hujan

pemicu gerakan tanah.

KESIMPULAN

Gerakan tanah di daerah Cibeber ini terjadi

pada lapisan tufa lanauan yang bagian dasarnya

ditempati oleh breksi vulkanik. Sering nampak

zona rekahan-rekahan disertai rembesan air.

Gerakan tanah merupakan tipe luncuran dengan

zona gelinciran yang dangkal < 4,5 m yang

terletak pada zona transisi tufa lanau dengan

lapukan breksi vulkanik. Curah hujan pemicu

gerakan tanah di lokasi penelitian dicirikan oleh

total hujan sebesar 291 mm yang dapat dihasilkan

oleh hujan selama 22 hari. Hasil analisis

menunjukkan bahwa hujan pemicu gerakan tanah

di lokasi penelitian memiliki nilai kritikal

minimum intensitas sebesar 40,59 mm/jam dengan

durasi minimum sebesar 7,43 jam untuk lokasi

Selagedang dan intensitas 6,74 mm/jam selama

48,18 jam untuk daerah Cicadas.

Total hujan =291 mm

Buletin Geologi Tata Lingkungan (Bulletin of Environmental Geology)

Vol. 21 No. 1 April 2011: 1 – 12

11

Ucapan Terima Kasih : ditujukan kepada Kepala

Pusat Sumber Daya Geologi yang telah memberi

kesempatan kepada kami dari LIPI untuk mengisi

BGTL pada edisi ini.

ACUAN

-----------------, 2006. Prakiraan Potensi Longsor di

Jawa Barat, Pusat Vulkanologi dan

Mitigasi Bencana Geologi,

(www.portal.vsi.esdm.go.id).

Anwar, H.Z., Sutanto, E.S., Praptisih dan

Rukmana, I. 2003. Model mitigasi

Bencana Gerakan Tanah di Daerah

Tropis: studi kasus di daerah

Sambeng, Kebumen. (Laporan

Penelitian) Pusat Penelitian

Geoteknologi, Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia.

Green, W.H., Ampt, G.A., 1911. Studies on soil

physics: 1. The flow of air and water

through soils. Journal of Agricultural

Sciences 4 (1), 1– 24.

Johnson, K.A.dan Sitar, N., 1990. Hydrologic

Condition Leading to Debris-Flow

Inititation, Canadian Geotechnical

Journal 27 : 789-801

Keefer, D. K., Wilson, R.C., Mark,R.K,

Brabb,E.E., Brown,W.M.III, Ellen,S.D.,

Harp,E.L., Wieczorek,G.F., Alger,C.S.,

and Zatkin,R.S., 1987. Real-Time

Landslide Warning During Heavy

Rainfall, Science 238: 921-925.

Koesmono,M, Kusnama, Suwarna, N, 1996. Peta

geologi lembar Sindangbarang dan

Bandarwaru, Jawa Barat, Pusat

Penelitian dan Pengembangan Geologi,

Departemen Pertambangan dan Energi,

Bandung.

Pradel, D. and Raad, G., 1993. Effect of

Permeability on Surficial Stability of

Homogenous Slopes, Journal of

Geotechnical Engineering, 119 ( 2): 315-

332.

Reneau, S.L., and Dietrich, W.E., 1987. The

Importance of Hollows in Debris Flow

Studies: Examples from Marin County,

California, Debris Flows/ Avalanches:

Process, Recognition, and Mitigation,

Review in Engineering Geology VII: 165-

180.

Sammori, T., Okura, Y., Ochiai, H., and Kitahara,

H., 1996. Seepage Process in Sloping

Sand Layers and Mechanism of

Landslide-Effects of soil thickness on

landslide initiation by laboratory and

numerical. Proc. 7th Intern. Symp. On

Landslides, Balkema, Rotterdam, The

Netherlands, 1351-1356.

Sampurno, 1976. Geologi Daerah Longsor Jawa

Barat, Geologi Indonesia 3(1): 45-52

Suranta dan Djaja, 2002. Analisis Kerentanan

Gerakan Tanah dengan Menggunakan

Remote Sensing dan Geographic

Information System Daerah Ampelgading

Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Prosiding Seminar Nasional SLOPE

2002, Bandung, 27 April 2002, 49-57.

Sudjatmiko, 1992. Peta geologi lembar Cianjur,

Jawa, Pusat Penelitian dan

Pengembangan Geologi, Departemen

Pertambangan dan Energi, Bandung.

Soebowo, E., Anwar, H.Z., Siswandi, U dan

Rukmana, I. 2003. Model mitigasi

Bencana Gerakan Tanah di Daerah

Tropis: studi kasus di daerah

Kedungrong, Kulon Progo. (Laporan

Penelitian) Pusat Penelitian

Geoteknologi, Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia.

Soebowo, E., Wibowo,S., Sutanto, E.S., Sukaca

danWidodo. 2005. Mitigasi Bahaya

Gerakan Tanah di Daerah Tropis:

Analisis Empirik Karakter Hujan Pemicu

Longsoran di Daerah Cikadu, Sukatani,

Purwakarta. (Laporan Penelitian) Pusat

Penelitian Geoteknologi, Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia.

Tohari, A., 2002. Shear strength behaviour and

hydrologic response of residual soil slope

to rainfall. (Doctorate Dissertation).

Faculty of Civil Engineering, Okayama

University.

Tohari, A., Wibowo, S. dan Sudaryanto. 2004.

Model Mitigasi Gerakan Tanah di

Daerah Tropis: Penentuan Empirik

Karakter Curah Hujan Pemicu Gerakan

Tanah di Daerah Malangbong,

Studi Karakteristik Curah Hujan Pemicu Gerakan Tanah Di Daerah Cibeber, Cianjur Selatan Jawa Barat

(Dwi Sarah dan Eko Soebowo)

12

Kabupaten Garut. (Laporan Penelitian)

Pusat Penelitian Geoteknologi, Lembaga

Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Tohari, A.,Sarah, D. dan Sumarnadi, E.T. 2005.

Mitigasi Bahaya Gerakan Tanah di

Daerah Tropis: Penelitian Karakter

Curah Hujan Pemicu Gerakan Tanah di

Daerah Cikijing, Kabupaten Majalengka.

. (Laporan Penelitian) Pusat Penelitian

Geoteknologi, Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia.

Tsaparas, I,. Toll, D.G., dan Rahardjo, H., 2000.

Influence of rainfall sequences on the

seepage conditions within a slope: A

parametric study. Proceedings The Asian

Conference on Unsaturated Soils,

UNSAT-ASIA 2000. Singapore, 18-19

May 2000.

Wiezoreck, G.F., 1987. Effect of Rainfall Intensity

and Duration on Debris Flows in Central

Santa Cruz Mountains, California, Debris

Flows/ Avalanches: Process, Recognition,

and Mitigation, Review in Engineering

Geology VII: 93-104

Van Bemmelen, 1949. The Geology of Indonesia,

Vol.1A, Second Edition, Martinus

Nijhoff, The Hague, Netherlands, page

545-658.