STUDI EKSPERIMEN LENTUR DAN DEFLEKSI BALOK BETON...
Transcript of STUDI EKSPERIMEN LENTUR DAN DEFLEKSI BALOK BETON...
STUDI EKSPERIMEN LENTUR DAN DEFLEKSI BALOK BETON
DENGAN TULANGAN PUNTIR PLAT BAJA SEGI EMPAT
UKURAN 3 x 15 x 1000 MM
SKRIPSI
diajukan dalam rangka penyelesaian studi strata 1
untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
pada Universitas Negeri Semarang
oleh
Imam Prasetyo
5113415013
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2020
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Nama : Imam Prasetyo
NIM : 5113415013
Program Studi : Teknik Sipil S1
Judul : Studi Eksperimen Lentur dan Defleksi Balok Beton dengan
Tulangan Puntir Plat Baja Segi Empat dengan Ukuran
3 x 15 x 1000 mm.
Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia Ujian
Skripsi Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri
Semarang.
Semarang, 30 Oktober 2019
Dosen Pembimbing,
Drs. Henry Apriyatno, M.T.
NIP. 195904091987021001
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi dengan judul “Studi Eksperimen Lentur dan Defleksi Balok Beton dengan Tulangan
Puntir Plat Baja Segi Empat dengan Ukuran 3 x 15 x 1000 mm” telah dipertahankan di depan
sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang pada Tanggal
Oleh:
Nama : Imam Prasetyo
NIM : 5113415013
Program Studi : Teknik Sipil S1
Panitia:
Ketua Panitia Sekretaris
Aris Widodo, S.Pd., M. T. Dr. Rini Kusumawardani, S.T., M.T., M. Sc.
NIP.197102071999031001 NIP. 197809212005012001
Penguji 1 Penguji 2 Penguji 3
Karuniadi Satrijo U. S.T. Arie Taveriyanto, S.T., M.T. Drs. Henry Apriyatno, M.T.
NIP. 197103141999031001 NIP. 196507222001121001 NIP. 1959040919887021001
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Teknik UNNES
Dr. Nur Qudus, M.T., IPM.
NIP. 196911301994031001
iv
LEMBAR KEASLIAN KARYA ILMIAH
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan
gelar akademik (sarjana, megister, dan/atau doktor), baik di Universitas
negeri Semarang maupun di perguruan tinggi lain.
2. Penulisan karya ilmiah ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian
saya sendiri, tanpa ada bantuan pihak lain, kecuali arahan Pembimbing dan
Tim penguji.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis
atau dipublikasikan oleh orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas
dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama
pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya dan apabila dikemudian
hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini,
maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar
yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai norma
yang berlaku di perguruan tinggi ini.
Semarang, 31 Oktober 2019
Yang membuat pernyataan,
Imam Prasetyo
NIM 5113415013
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto :
Kebahagiaan adalah kesetiaan,
setia atas indahnya merasa cukup,
setia atas indahnya berbagi,
setia atas indahnya ketulusan berbuat baik
-Tere Liye, Moga Bunda Disayang Allah-
Persembahan :
Kupersembahkan karya ini kepada
Yang selalu berdoa dengan tulus ikhlas demi kesuksesan dan kebahagiaan saya,
Ibu, Bapak dan Adek-adek
Yang mengapit selalu membersamai dalam setiap langkah selama saya belajar,
Teman –teman civilian
Yang dengan penuh ketekunan membimbing dan memberikan pengajaran dengan
baik, guru-guruku tersayang
Terima kasih karena kalian tak pernah pergi
vi
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang
berjudul “Studi Eksperimen Lentur dan Defleksi Balok Beton dengan Tulangan
Puntir Plat Baja Segi Empat dengan Ukuran 3 x 15 x 1000 mm”. Skripsi ini
disusun sebagai salah satu persyaratan meraih gelar Sarjana Teknik pada Program
Studi Teknik Sipil S1 Universitas Negeri Semarang. Shalawat dan salam
disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, mudah-mudahan kita semua
mendapatkan syafaat Nya di yaumil akhir nanti, Aamiin.
Penyelesaian karya tulis ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena
itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih serta
penghargaan kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, Rektor Universitas Negeri Semarang
atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menempuh studi di
Universitas Negeri Semarang;
2. Dr. Nur Qudus, M.T., Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri
Semarang;
3. Aris Widodo, S.Pd. M.T., Ketua Jurusan Teknik Sipil Universitas Negeri
Semarang;
4. Dr.Rini Kusumawardani, S,Pd., M.T., M.Sc. Koordinator Program studi
Teknik Sipil, Dosen Wali Teknik Sipil 2015;
5. Drs. Henry Apriyatno, M. T. Dosen Pembimbing yang selalu memberikan
masukan dan arahan dari awal kuliah sampai akhir skripsi ini;
6. Karuniadi Satrijo Utomo. S.T., M.T., sebagai dosen penguji I yang telah
memberi masukan yang sangat berharga berupa saran, ralat, perbaikan,
pertanyaan, komentar, tanggapan, menambah bobot dan kualitas skripsi
ini;
7. Arie Taveriyanto, S.T., M.T., sebagai dosen penguji II yang telah
memberi masukan yang sangat berharga berupa saran, ralat, perbaikan,
vii
pertanyaan, komentar, tanggapan, menambah bobot dan kualitas skripsi
ini;
8. Semua dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri
Semarang yang telah memberi bekal pengetahuan yang berharga.
9. Segenap pengurus dan staff administrasi Fakultas Teknik Universitas
Negeri Semarang yang membantu dalam proses administras;.
10. Sahabat-sahabatku keluarga besar Teknik Sipil angkatan 2015 yang tak
bisa terucapkan satu persatu. Terima kasih telah banyak membantu baik
berupa semangat, do’a, ataupun bentuk bantuan lainnya, dan telah mengisi
perjalanan perkuliahan di Jurusan Teknik Sipil Universitas Negeri
Semarang menjadi lebih berwarna dan bermakna;
11. Berbagai pihak yang telah memberi bantuan untuk skripsi ini yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca guna
kebaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat bagi penulis pada khususnya, dan bagi semua pihak yang berkepentingan
pada umumnya.
Semarang, 5 Desember 2019
Penulis
viii
ABSTRAK
Imam Prasetyo. 2019. Studi Eksperimen Lentur dan Defleksi Balok Beton
dengan Tulangan Puntir Plat Baja Segi Empat dengan Ukuran 3 x15 x 1000 mm.
Jurusan Teknik Sipil. Fakultas Teknik. Universitas Negeri Semarang.
Kata kunci: Lentur, Defleksi, Tulangan Puntir Plat Baja Segi Empat, Interlocking
Balok beton bertulang merupakan struktur komposit dengan fumgsi untuk
menahan beban defleksi dan lentur yang dipengaruhi oleh mutu beton dan bentuk
permukaan tulangan. Plat baja polos jika dipuntir akan menghasilkan tulangan
spiral yang memiliki permukaan deform yang diharapkan dapat meningkatkan
defleksi dan lentur balok beton bertulang. Ketika balok beton mengalami lentur,
akan terjadi defleksi atau lendutan pada balok yang mengubah kekuatan lentur.
Salah satu faktor yang mempengarui besarnya kapasitas lentur balok adalah
mekanisme bond antara tulangan dengan matriks beton dimana mekanisme bond
terbentuk dari adanya adhesi, friksi dan interlocking. Penggunaan tulangan plat
baja yang dipuntir pada penelitian bertujuan untuk meningkatkan kapasitas
interlocking antara tulangan dengan matriks beton untuk memperkecil terjadinya
bondslip, sehingga memperkecil defleksi dan lentur.
Metode yang digunakan pada penelitian meliputi pengujian kuat tekan
beton dan kuat tarik belah beton pada sampel beton silinder berukuran 150 mm x
300 mm, pengujian kuat tarik plat baja dengan ukuran 3 mm x 15 mm x 400 mm,
pengujian pull out dengan plat baja ukuran 3 mm x 15 mm x 1000 mm yang
dipuntir 0, 3, 4, 5, dan 6 kali yang ditanam pada silinder beton dengan panjang
penyaluran 300 mm, dan pengujian lentur murni pada balok beton bertulang
berukuran 100 mm x 150 mm x 1000 mm dengan masing-masimg balok
menggunakan 2 buah tulangan puntir plat baja segi empat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, tegangan baja sebesar 400 MPa
dengan regangan sebesar 7,8 %, kuat tekan beton sebesar 16 MPa, kuat geser
beton sebesar 1,7636 MPa. Uji pull out P = c . As . fv dengan nilai c berpengaruh
signifikan terhadap interlocking yaitu sebesar 69,1% dimana nilai c untuk masing-
masing jumlah puntiran 0x, 3x, 4x, 5x, dan 6x adalah 1 ; 1,01 ; 1,03 ; 1,05 ; 1,07.
sedangkan 30,9 % dipengaruhi oleh faktor lain seperti adhesi, friksi, dan kualitas
beton. Hasil pengujian defleksi menunjukkan bahwa defleksi hasil uji kurang dari
defleksi hasil perhitungan secara analitis. Sedangkan besar kapasitas momen hasil
uji lebih besar dari kapasitas momen hasil perhitungan analitis dan terus
bertambah seiring dengan pertambahan jumlah puntiran pada plat.
Simpulan dari penelitian bahwa variabel jumlah puntiran pada plat baja
segi empat sebagai tulangan berpengaruh signifikan terhadap kapasitas
interlocking, momen, dan lentur balok. Penggunaan tulangan puntir plat baja segi
empat dapat meningkatkan kapasitas momen dan interloking balok namun
mengurangi defleksi.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...........................................................................................i
PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................................ii
PENGESAHAN ..................................................................................................iii
PERNYATAAN KEASLIAN .............................................................................iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ......................................................................v
PRAKATA ..........................................................................................................vi
ABSTRAK ..........................................................................................................viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................xii
DAFTAR TABEL ...............................................................................................xiii
DAFTAR GRAFIK .............................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah ..........................................................................5
1.3 Batasan Masalah ................................................................................5
1.4 Rumusan Masalah ..............................................................................6
1.5 Tujuan Penelitian ...............................................................................6
1.6 Manfaat Penelitan ..............................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori ..................................................................................8
2.1.1 Pengertian Beton ......................................................................8
2.1.2 Pengertian Beton Bertulang .....................................................8
2.1.3 Bahan Penyusun Beton Bertulang ............................................10
2.1.4 Kuat Tekan Beton ....................................................................21
2.1.5 Kuat Tarik Belah Beton ............................................................22
2.1.6 Defleksi Pada Balok .................................................................23
x
2.1.7 Teganagan Lekat ......................................................................26
2.2 Dasar-Dasar Perencanaan Beton Bertulang .......................................32
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian ..............................................................................35
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................35
3.3 Teknik Pengumpulan Data ................................................................36
3.3.1 Pengujian Kuat Tarik Baja............................................................36
3.32 Pengujian Kuat Tekan Beton.........................................................36
3.3.3 Pengujian Kuat Tarik Belah.........................................................37
3.3.4 Pengujian Kuat Lekat Beton..... ...................................................38
3.3.5 Pengujian Lentur Balok Beton ....................................................38
3.4 Bahan dan Peralatan Penelitian .........................................................40
3.4.1 Bahan ........................................................................................40
3.4.2 Peralatan ...................................................................................40
3.5 Benda Uji ...........................................................................................43
3.6 Standar Penelitian ..............................................................................43
3.7 Metode Pengujian ..............................................................................44
3.7.1 Pengujian Kuat Tarik Baja .......................................................44
3.7.2 Pengujian Slump .......................................................................45
3.7.3 Pengujian Kuat Tekan Beton ...................................................47
3.7.4 Pengujian Tarik Belah Beton ...................................................48
3.7.5 Pengujian Pembebanan 2 Titik .................................................48
3.7.6 Pengujian Cabut (Pull Out) ......................................................49
3.8 Pelaksanaan Pembuatan Benda Uji ...................................................50
3.8.1 Pembuatan Benda Uji ...............................................................50
3.8.1.1 Pembuatan Tulangan ...........................................................50
3.8.1.2 Pembuatan Balok Beton Bertulang .....................................51
3.8.2 Perawatan Benda Uji ................................................................55
3.9 Analisis Uji F dengan Metode Anova ...............................................56
xi
3.10 Alur Penelitian ...................................................................................58
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Data ...................................................................................59
4.2 Analisis Data .....................................................................................59
4.2.1 Hasil Pengujian Kuat Tarik Plat Baja ......................................59
4.2.2 Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton ..........................................63
4.2.3 Hasil Pengujian Kuat Tarik Belah Beton .................................63
4.2.4 Hasil Pengujian Pull Out ..........................................................64
4.2.5 Analisis Perencanaan Struktur Balok .......................................72
4.2.6 Hasil Pengujian Defleksi Balok Beton Bertulang ....................79
4.2.7 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Nilai Koefisien C ...................85
4.3 Pembahasan .......................................................................................87
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan ............................................................................................89
5.2 Saran ..................................................................................................91
DAFTAR PUTAKA ...........................................................................................92
LAMPIRAN ........................................................................................................94
DOKUMENTASI............. ..................................................................................129
xii
DAFTAR GAMBAR
2.1 Proses Pembuatan Semen Portland ...........................................................12
2.2 Grafik Hubungan Antara Regangan dengan Tegangan Baja ....................19
2.3 Mekanisme Defleksi pada Balok ..............................................................23
2.4 Mekanisme Perpidahan gaya oleh Bond pada Tulangan Ulir ..................29
2.5 Penyaluran Tulangan Plat .........................................................................32
xiii
DAFTAR TABEL
2.1 Jenis Agregat Berdasarkan Kepadatannya ................................................18
4.1 Hasil Pengujian Tarik Plat Baja Laboratorium BP2 .................................59
4.2 Hasil Pengujian Tarik Plat Baja Lab. Struktur dan Bahan .......................61
4.3 Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton ...........................................................63
4.4 Hasil Pengujian Kuat Tarik Belah Beton ..................................................64
4.5 Hasil Pengujian Pull Out ..........................................................................66
4.6 Hasil Pengujian Momen ...........................................................................74
4.7 Hasil Analisis Kapasitas Momen Balok ...................................................75
4.8 Hasil Pengujian Defleksi Balok ................................................................80
4.9 Hasil Perhitungan Nilai C Berdasarkan Uji Defleksi ...............................81
4.10 Hasil Rekapitulasi Perhitungan Nilai Koefisien C ...................................85
4.11 Pengaplikasian Koefisien C pada Rumus Interlocking ............................88
xiv
DAFTAR GRAFIK
4.1 Tegangan dan Regangan Uji Kuat Tarik Plat Baja Sampel 1 ...................62
4.2 Tegangan dan Regangan Uji Kuat Tarik Plat Baja Sampel 2 ...................62
4.3 Kolinear Hasil Uji Cabut ..........................................................................66
4.4 Perbandingan Interlocking ........................................................................66
4.5 Perbandingan Nilai C Berdasarkan Pengujian Pull Out ...........................67
4.6 Perbandingan Kapasitas Momen ..............................................................76
4.7 Perbandingan Nilai C Berdasarkan Uji Momen .......................................76
4.8 Perbandingan Besar Defleksi Balok .........................................................81
4.9 Perbandingan Nilai Koefisien C Berdasarkan Uji Defleksi .....................82
4.10 Perbandingan Nilai Koefisien C ...............................................................86
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Usulan Dosbing ..........................................................................94
Lampiran 2 SK Pembimbing Skripsi .............................................................95
Lampiran 3 Surat Ijin Menggunakan Laboratorium ......................................96
Lampiran 4 Sertifikat Hasil Uji Kuat Tarik Plat Baja Laboratorium BP2....97
Lampiran 5 Tabel Hasil Perhitungan Momen dan Defleksi Balok Secara
Analitis .......................................................................................100
Lampiran 6 Tabel Hasil Uji Pull Out .............................................................101
Lampiran 7 Grafik Hasil Uji Pull Out ............................................................106
Lampiran 8 Hasil Uji Defleksi Balok Dengan Tulangan Plat Baja
0 Puntiran ....................................................................................109
Lampiran 9 Hasil Uji Defleksi Balok Dengan Tulangan Plat Baja
3 Puntiran ....................................................................................113
Lampiran 10 Hasil Uji Defleksi Balok Dengan Tulangan Plat Baja
4 Puntiran ....................................................................................117
Lampiran 11 Hasil Uji Defleksi Balok Dengan Tulangan Plat Baja
5 Puntiran ....................................................................................121
Lampiran 12 Hasil Uji Defleksi Balok Dengan Tulangan Plat Baja
6 Puntiran ....................................................................................125
Lampiran 13 Dokumentasi ...............................................................................129
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sekarang ini beton merupakan material yang banyak digunakan dalam
bidang konstruksi. Beberapa alasan yang mendasari enggunaan material ini
adalah karena bahan dasar pembuatnya sangat mudah didapatkan di sekitar
kita, kekuatan tekannya besar dan pembuatannya mudah dan tanpa
memerlukan teknologi tinggi. Beton mempunyai kuat tekan yang tinggi tetapi
kekuatan tariknya rendah sehingga diberikan plat baja tulangan untuk
memperbaiki kuat tarik beton tersebut tetapi masih sering muncul retak -
retak halus di dekat tulangan. Dengan sebuah rancangan khusus, kuat tarik
beton dapat di tingkatkan dengan penambahan bahan tambah, salah satunya
dengan serat baja. Pada saat ini telah banyak dilakukan pengembangan beton
dengan menggunakan serat baja untuk memperbaiki sifat tarik beton.
Dikarenakan beton normal mempunyai kekuatan tarik yang rendah maka
banyak penelitian yang dilakukan untuk memperbaiki kuat tariknya
yaitu dengan beton bertulang. Beton bertulang adalah beton yang ditambah
dengan bahan tambah tulangan baja disebut beton bertulang, karena ditambah
tulangan baja maka menjadi komposit yang terdiri dari beton dan tulangan
baja. Pada penelitian ini baja yang digunakan adalah pelat baja dengan ukuran
100x1.5x0.3 cm yang di puntir.
2
Beton bertulang merupakan gabungan antara beton dan tulangan.
Keunggulan beton bertulang sebagai elemen struktur didapat karena
penggabungan dua material yaitu; beton yang memiliki ketahanan dan kuat
tekan yang cukup baik, serta baja yang memiliki kuat tarik dan duktilitas yang
besar. Aksi komposit dari dua material tersebut dapat terjadi jika transfer
beban antara kedua material tersebut sempuna. Transfer beban tersebut di
berikan oleh rekatan antara baja dan beton pada permukaan tulangan dimana
terjadi pertemuan antara baja dan beton. Sehingga, untuk menjamin elemen
beton bertulang bekerja dengan baik, maka gaya rekatan yang dimiliki oleh
tulangan harus sama atau lebih besar dari transfer beban yang terjadi diantara
kedua material tersebut.
Kuat lekat beton dengan tulangan dipengaruhi oleh mutu beton, bentuk
permukaan tulangan dan faktor air semen pada beton. Kuat lekat beton yang
dipengaruhi oleh bentuk permukaan tulangan berhubungan dengan luas
penampang tulangan yang diselimuti oleh beton. Hal ini berdasarkan pada
beberapa sumber peraturaan beton yang menyebutkan bahwa bond antara
beton dan tulangan ditentukan oleh luas permukaan tulangan dan faktor akar
kuadrat kuat tekan beton dimana semakin besar diameter tulangan semakin
besar pula luas selimut tulangan dan semakin besar bidang lekat antara baja
dengan beton.
3
Menurut Azizinamini dkk (1993) dan Mac Gregor (1992) menyebutkan
bahwa mekanisme bond antara beton dengan tulangan terdiri atas adhesi
(ikatan kimiawi antara air dengan semen), friksi (gaya permukaan tulangan
akibat gerak relatif), dan interlocking. Mekanisme interlocking terbentuk
karena adanya interaksi antara ulir (rib) tulangan dengan matriks beton
disekitarnya. Mekanisme ini sangat bergantung pada kekuatan material
beton, geometri tulangan dan diameter tulangan.
Pada umumnya tulangan polos tidak dianjurkan pada proses pengerjaan
konstruksi dikarenakan bond antara beton dan tulangan hanya dibentuk oleh
mekanisme adhesi dan mekanisme friksi. Adhesi dan frriksi bekerja
bersamaan pada proses pembebanan awal hingga mencapai beban
maksimum. Setelah adhesi rusak maka pembebanan hanya bergantung pada
friksi dan berangsur angsur turun akibat berkurangnya bidang kontak antara
beton dan tulangan akibat slip dan pengaruh dari adanya pengecilan
diameter tulangan akibat poisson’s ratio. Oleh karena itu, sangat dianjurkan
digunakannya tulangan ulir dalam dunia konstruksi dikarenakan mekanisme
bond pada tulangan ulir dibentuk oleh adhesi, friksi, dan interlocking antara
ulir tulangan dengan beton.
Nuroji (2014) mengatakan bahwa kontribusi terbesar dalam
pembentukan bond antara beton dan tulangan didominasi oleh interlocking
antara ulir tulangan dengan matriks beton disekitarnya, sedangkan pengaruh
adhesi dan friksi relatif lebih kecil dibandingkan interlocking, (ACI 1992),
(CEB 1982). Hal itu yang melatar belakangi peneliti untuk melakukan
4
penelitian dengan melakukan inovasi tulangan berbentuk spiral hasil
deformasi plat baja segi empat puntir yang memiliki geometri lebih baik
dalam kontribusi mekanisme interlocking pada bond struktur beton
bertulang.
Akan tetapi, mutu tulangan yang dihasilkan oleh puntiran pada plat baja
segi empat belum dapat diketahui karena telah terdeformasi. Oleh karena itu
peneliti ingin mengkaji lebih dalam terkait kekuatan tarik tulangan spiral
plat baja segi empat terdeformasi untuk mengetahui besarnya kekuatan tarik
agar tulangan dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
5
5
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasakan latar belakang masalah diatas, maka masalah-masalah yang
ada dapat di identifikasi sebagai berikut :
1. Tulangan plat baja yang dipuntir berbentuk spiral belum dikembangan
pada struktur beton bertulang meskipun diperkirakan memiliki geometri
lebih baik dalam mekanisme interlocking pada bond struktur beton
bertulang.
2. Tulangan plat baja yang dipuntir berbentuk spiral belum dapat diketahui
besar kuat tariknya sehingga perlu dilakukan pengujian tarik.
3. Jumlah puntiran mempengaruhi mekanisme interlocking dan
mempengaruhi luas bidang lekat antara tulangan dengan beton untuk
menahan slip.
4. Belum dapat diketahui berapa jumlah puntiran efektif untuk
mendapatkan tulangan yang menghasilkan lendutan terkecil akibat
pembebanan.
1.3 Batasan Masalah
Dari sejumlah masalah yang teridentifikasi, tidak semuanya dapat diteliti
karena adanya keterbatasan, maka penelitian dibatasi pada permasalahan:
1. Pengujian hanya dilakukan untuk mengetahui besarnya lendutan pada
balok beton bertulang dengan tulangan segi empat yang dipuntir dan
besarnya interlocking tulangan terhadap beton.
6
2. Uji tarik plat baja dilakukan sesuai SNI 07 – 2529 – 1991 dan SNI 07-
0408-1989 dengan benda uji menggunakan tulangan spiral hasil
pemuntiran plat baja segi empat.
3. Ukuran plat baja ditentukan yakni memiliki ketebalan 3 mm dan lebar 15
mm dengan panjang 1 meter. Jumlah puntiran ditentukan yaitu 0x, 3x,
4x, 5x, dan 6x puntiran dimana satu puntiran sebesar 360˚.
4. Kualitas beton ditentukan yaitu beton struktur dengan kuat tekan sebesar
20 MPa.
5. Pengujian defleksi balok beton sesuai dengan SNI 4431 : 2011.
6. Pengujian kuat lekat tulangan sesuai dengan SKSNI T15-1991-03.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan, rumusan masalah
yang dapat diambil adalah berapakah kapasitas lentur atau lendutan balok
beton dan besarnya interlocking antara tulangan plat baja segi empat ukuran
3 x 15 x 1000 mm yang di puntir 0x, 3x, 4x, 5x, dan 6x dengan beton?
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan yang hendak dicapai dalam
penelitian adalah untuk mengetahui kapasitas lentur atau lendutan balok
beton dan besarnya interlocking antara tulangan plat baja segi empat ukuran
3 x 15 x 1000 mm yang di puntir 0x, 3x, 4x, 5x, dan 6x dengan beton.
1.6 Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang
bermanfaat. Kegunaan atau manfaat dari penelitian dibagi menjadi
7
kegunaan teoritis dan praktis:
1. Manfaat Teoritis
a. Sebagai suatu karya ilmiah, Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan
pada khususnya dan masyarakat pada umumnya mengenai plat
baja segi empat yang dipuntir (spiral) sebagai tulangan beton.
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman untuk
kegiatan penelitian yang sejenis.
2. Manfaat Praktis
Meningkatkan pengetahuan pembaca tentang kapasitas lentur dan
defleksi balok beton bertulang dengan plat baja puntir (spiral), baik
untuk diteliti maupun digunakan masyarakat secara umum.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Beton
Beton adalah campuran antara semen, agregat halus, agregat kasar,
dan air, dengan atau tanpa bahan campuran tambahan yang membentuk
massa padat. Dalam pengertian umum beton berarti campuran bahan
bangunan berupa pasir dan kerikil atau koral kemudian diikat semen
bercampur air. Sifat beton berubah karena sifat semen, agregat dan air,
maupun perbandingan pencampurannya. Untuk mendapatkan beton
optimum pada penggunaan yang khas, perlu dipilih bahan yang sesuai
dan dicampur secara tepat.
2.1.2 Pengertian Beton Bertulang
Beton bertulang adalah suatu bahan material yang terbuat dari beton
dan baja tulangan. Kombinasi dari kedua material tersebut menghasilkan
bahan bangunan yang mempunyai sifat-sifat yang baik dari masing-
masing bahan bangunan tersebut.
Beton mempunyai sifat yang bagus, yaitu mempunya kapasitas tekan
yang tinggi. Akan tetapi, beton juga mempunyai sifat yang buruk, yaitu
lemah jika dibebani tarik. Sedangkan baja tulangan mempunyai kapasitas
yang tinggi terhadap beban tarik, tetapi mempunyai kapasitas tekan yang
rendah karena bentuknya yang langsing (akan mudah mengalami tekuk
9
terhadap beban tekan). Namun, dengan menempatkan tulangan dibagian
beton yang mengalami tegangan tarik akan mengeliminasi kekurangan
dari beton terhadap beban tarik.
Demikian juga bila baja tulangan ditaruh dibagian beton yang
mengalami tekan, beton disekeliling tulangan bersama-sama tulangan
sengkan akan mencegah tulangan mengalami tekuk. Demikianlah
penjelasan tentang mengapa kombinasi dari kedua bahan bangunan ini
menghasil bahan bangunan baru yang memiliki sifat-sifat yang lebih baik
dibanding sifat-sifat dari masing-masih bahan tersebut sebelum
digabungkan. Berikut kita akan paparkan sesuatu yang berhubungan
dengan bahan bangunan beton dan tulangan baja.
Beton adalah bahan bangunan yang terbuat dari semen (Portland
cement atau semen hidrolik lainnya), pasir atau agregat halus, kerikil atau
agregate kasar, air dan dengan atau tanpa bahan tambahan. Kekuatan
tekan beton yang digunakan untuk perencanaan ditentukan berdasarkan
kekuatan tekan beton pada umur 28 hari. Meskipun sekarang kita dapat
menghasilkan beton dengan kekuatan tekan lebih 100 MPa, kekuatan
tekan beton yang umum digunakan dalam perencanaan berkisar antara 20
– 40 MPa. Seperti diterangkan sebelumnya, beton mempunyai kekuatan
tekan yang tinggi akan tetapi mempunyai kekuatan tarik yang rendah,
hanya berkisar antara 8% sampai 15% dari kekuatan tekannya. Untuk
mengatasi kelemahan dari bahan beton inilah maka ditemukan bahan
10
bangunan baru dengan menambahkan baja tulangan untuk memperkuat
terutama bagian beton yang mengalami tarik.
Baja tulangan yang digunakan untuk perencanaan harus mengunakan
baja tulangan ulir/sirip (deformed bar). Sedangkan tulangan polos (plain
bar) hanya dapat digunakan untuk tulangan spiral dan tendon, kecuali
untuk kasus-kasus tertentu.
2.1.3 Bahan Penyusun Beton Bertulang
1. Semen
Semen adalah bahan organik yang mengeras pada percampuran
dengan air atau larutan garam. Jenis-jenis semen menurut BPS adalah
:
Semen abu atau semen portland adalah bubuk/bulk berwarna abu
kebiru-biruan, dibentuk dari bahan utama batu kapur/gamping
berkadar kalsium tinggi yang diolah dalam tanur yang bersuhu dan
bertekanan tinggi. Semen ini biasa digunakan sebagai perekat
untuk memplester. Semen ini berdasarkan prosentase kandungan
penyusunannya terdiri dari 5 (lima) tipe, yaitu tipe I sd. V.
Semen putih (gray cement) adalah semen yang lebih murni dari
semen abu dan digunakan untuk pekerjaan penyelesaian (finishing),
seperti sebagai filler atau pengisi. Semen jenis ini dibuat dari bahan
utama kalsit (calcite) limestone murni.
11
Oil well cement atau semen sumur minyak adalah semen khusus
yang digunakan dalam proses pengeboran minyak bumi atau gas
alam, baik di darat maupun di lepas pantai.
Mixed & fly ash cement adalah campuran semen abu dengan
Pozzolan buatan (fly ash). Pozzolan buatan (fly ash) merupakan
hasil sampingan dari pembakaran batubara yang mengandung
amorphous silika, aluminium oksida, besi oksida dan oksida
lainnya dalam berbagai variasi jumlah. Semen ini digunakan
sebagai campuran untuk membuat beton, sehingga menjadi lebih
keras.
Semen yang biasa digunakan pada teknik sipil adalah semen
portland. Semen portland adalah bahan pengikat hidrolis berupa
bubuk halus yang dihasilkan dengan cara menghaluskan clinker
(bahan ini terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat
hidrolis) dengan batu gips sebagai tambahan.
Bahan pembuat semen portland terdiri dari 4 kelompok bahan
mentah yaitu :
Kelompok calcareous ‣ Oksida kapur
Kelompok siliceous ‣ Oksida silika
Kelompok argillacous ‣ Oksida alumina
Kelompok ferriferous ‣ Oksida besi
12
Semen portland dibuat dari 4 bahan di atas, dipilih secara selektif
dan proses dikontrol secara ketat. Setelah pembakaran ditambah
dengan gypsum untuk mengatur waktu set (setting time) mortar atau
beton.
Untuk membuat 1 ton semen portland diperlukan bahan dasar
kurang lebih:
1,3 ton batu kapur (limestone) / kapur (chalk): CaCO3
0,3 ton pasir silica / tanah liat : SiO2&Al2O3
0,03 ton pasir / kerak besi : Fe2O3
0,04 ton gypsum : CaSO4 . H2O
Batu kapur meliputi semua jenis batuan karbonat yang terutama
mengandung kalsium, kadang sedikit magnesium. Marls (campuran
dari tanah liat, pasir dan batu kapur dengan proporsi yang bervariasi,
sering terdapat pecahan cangkang kerang) dan batuan yang berasal
dari tanaman dan binatang. Tanah liat dan shale harus ditambahkan
jikan alumina dan silica yang ada dalam batu kapur masih belum
cukup jumlahnya.
13
Berikut langkah atau proses pembuatan semen portland :
Gambar 2.2 Proses Pembuatan Semen Portland
Semen portland mempunyai empat senyawa kimia utama yaitu
Trikalsium Silikat (C3S), Dikalsium Silikat (C2S), Trikalsium
Aluminat (C3A), dan Tetrakalsium Aluminoferrit (C4AF). Ketika air
ditambahkan ke dalam capuran semen, proses kimiawi yang
disebabkan oleh hidrasi akan berlangsung. Senyawa kimia dalam
semen akan bereaksi dengan air dan membentuk komponen baru.
Mekanisme hidrasi semen ada dua yaitu mekanisme larutan dan
mekanisme padat. Pada mekanisme larutan, zat yang direksikan larut
dan menghasilkan ion dalam larutan. Ion-ion ini kemudian akan
bergabung sehingga menghasilkan zat yang menggumpal (flocculate).
Pada semen, karena daya larut senyawa yang ada kecil maka hidrolisis
lebih dominan daripada larutan.
14
Pengikatan (set) adalah perubahan dari bentuk cair menjadi bentuk
padat tetapi masih belum mempunyai kekuatan. Pengikatan ini terjadi
akibat reaksi hidrasi yang terjadi pada permukaan butir semen,
terutama butir trikalsium aluminat dengan permukaan agregat dan
tulangan. Dengan penambahan gypsum, waktu pengikatan dapat diatur
karena gypsum memodifikasi hidrasi awal. Pengerasan (hardening)
adalah pertumbuhan kekuatan dari beton setelah bentuknya menjadi
padat.
Terdapat 5 jenis semen portland yang diklasifikasikan oleh ASTM
(American Standard for Testing Material) yaitu :
Tipe I adalah semen portland untuk tujuan umum. Jenis ini paling
banyak diproduksi karena digunakan untuk hamper semua jenis
konstruksi.
Tipe II adalah semen portland modifikasi, adalah tipe yang sifatnya
setengah tipe IV dan setengan tipe V (moderate). Belakangan lebih
banyak diproduksi sebagai pengganti tipe IV.
Tipe III adalah semen portland dengan kekuatan awal tinggi.
Kekuatan 28 hari umumnya dapat dicapai dalam 1 minggu. Semen
jenis ini umum dipakai ketika acuan harus di bongkar secepat
mungkin atau ketika struktur harus dapat cepat dipakai.
Tipe IV adalah semen portland dengan panas hidrasi rendah, yang
dipakai untuk kondisi dimana kecepatan dan jumlah panas yang
timbul harus minimum.
15
Tipe V adalah semen portland tahan sulfat, yang umumnya dipakai di
daerah di mana tanah atau airnya memiliki kandungan sulfat yang
tinggi.
Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk menyimpan
semen dengan benar. Semen harus tetap kering karena udara yang
lembab bisa menimbulkan bahaya yang sama dengan bilamana semen
terkena air. Semen yang disimpan secara kedap air dapat bertahan
dalam waktu yang sangat lama. Semen dalam kantong (sak) harus
disimpan di dalam gudang. Lantai gudang harus kering dan kedap air.
Tumpukan semen tidak boleh menempel pada dinding dan usahakan
untuk menumpuknya lebih dari 8 susun.sebaiknya diberi penutup dari
lembaran plastic. Perlu diperhatikan urutan penumpukan. Pakailah
terlebih dahulu semen yang masuk dalam tumpukan paling awal.
2. Agregat
Agregat adalah butiran mineral yang berfungsi sebagai bahan
pengisi dalam campuran mortar (aduk) dan beton. Agregat diperoleh
dari sumber daya alam yang telah mengalami pengecilan ukuran
secara alamiah melalui proses pelapukan dan aberasi yang
berlangsung lama. Atau agregat dapat juga diperoleh dengan memecah
batuaninduk yang lebih besar. Agregat halus untuk beton adalah
agregat berupa pasir alam sebagai hasil disintegrasi alami dari batu-
batuan atau berupa pasir buatan yang dihasilkan oleh alat-alat
pemecah batu dan mempunyai ukuran butir 5 mm. Agregat kasar
16
untuk beton adalah agregat berupa kerikil kecil sebagai hasil
disintegrasi alami dari batu-batuan atau berupa batu pecah yang
diperoleh dari pemecahan batu, memiliki ukuran butir antara 5-40
mm. Besar butir maksimum yang diizinkan tergantung pada maksud
pemakaian. Jenis-jenis agregat dapat dilkasifikasikan menurut kriteria
dibawah ini:
a. Ukuran dan produksi
Perbedaan antara agregat kasar dan halus adalah ayakan 5 mm atau
3/16’. Agregat halus adalah agregat yang lebih kecil dari ukuran 5
mm dan agregat kasar adalah agregat dengan ukuran lebih besar
dari 5 mm. agregat dapat diambil dari batuan alam ukuran kecil
ataupun batu alam besar yang dipecah.
b. Kepadatan
Pengelompokan umum dapat dilihat pada table berikut :
Tabel 2.1 Jenis agegat berdasarkan kepadatannya
Jenis Kepadatan (kg/m3)
Ringan 300 – 1800
Sedang 2400 – 3000
Berat > 4000
c. Petrologi
Klasifikasi menurut BS 812 yang membaginya ke dalam kelompok
Artifisial, Basalt, Flint, Gabbro, Gritstone, Hornfels, batu kapur,
Prophyry, Quartzite, dan Schist.
17
Umumnya terdapat ketentuan pendistribusian ukuran agregat dalam
proses pembetonanatau biasa disebut dengan gradasi agregat. Dulu
dianggap bahwa gradasi terbaik adalah yang tersusun sepadat
mungkin, dengan rongga udara mendekati nol. Asumsinya adalah
bahwa gradasi yang semakin padat (udara minimum memerlukan
semen yang minimum) akan menghasilkan beton yang lebih baik dan
lebih ekonomis.
Sementara itu gradasi agregat dibagi menjadi dua yaitu gradasi
agregat halus dan gradasi agregat kasar. Gradasi agregat halus lebih
menentukan kelecakan (workability) dari pada gradasi pada agregat
kasar karena mortar berfungsi sebagai pelumas sedangkan sedangkan
agergat kasar hanya mengisi ruang saja. Gradasi agregat kasar untuk
ukuran maksimum tertentu dapat divariasi tanpa berpengaruh besar
pada kebutuhan semen dan air yang baik. Makin besar diameter
mkasimum semakin ekonomis. Salain itu, British Standard
mensyaratkan gradasi agregat gabungan, yaituuntuk diameter
maksimum 10, 20, dan 40 mm.
Hati hati memilih persentase pasir (agregat halus) terhadap total
agregat. Terlalu sedikit pasir dapat menghasilkan beton yang segresi
atau keropos karena kelebihan agregat kasar. Apabila jumlah agregat
halus terlalu sedikit maka campuran beton akan disebut undersanded.
Pastanya tidak cukup untuk mengisi ruang-ruang kosong sehingga
campuran akan mudah untuk terpisah (segregate) dan sukar untuk
18
dikerjakan. Sebaliknya jika jumlah agregat halus terlalu banyak maka
maka campuran disebut oversanded. Campuran memang kohesif,
tetapi mungkin tidak terlalu kecak. Ia membutuhkan air yang lebih
banyak sehingga lebih mahal karena membutuhkan semen yang lebih
banyak juga untuk faktor air semen yang sama.
Selain ukuran gradasi, penting juga mempelajari bentuk dan tekstur
permukaan butir. Ada bermacam-macam bentuk butir agregat. Salah
satu klasifikasi adalah angular – subangular – subrounded – rounded –
well rounded. Angular berarti tidak ada keausan, sedangkan well
rounded berarti bulat, wajah aslinya sudah tidak kelihatan lagi. Selain
itu ada bentuk bentuk pipih (flacky), memanjang (elongated), dan
pipih memanjang (flacky & elongated). Batu pecah berbentuk angular,
sedangkan kerikil dari sungai berbentuk bulat dan kadang pipih.
Bentuk akan memengaruhi kelecakan (workability) dan kekuatan
beton.
Secara umum bentuk agregat terbaik untuk kelecakan adalah yang
berbentuk bulat, sedangkan untuk kekuatan yang tinggi adalah yang
angular, karena memiliki luas permukaan lebih besar. Bentuk yang
pipih dan memanjang kurang baik karena sulit untuk dipadatkan.
Tekstur permukaan butiran pun perlu diperhatikan karena karena
permukaan agregat yang kasar memiliki lekatan lebih baik dari pada
permukaan agregat yang halus dan licin.
19
3. Tulangan
Beton tidak dapat menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu tanpa
mengalami retak-retak. Untuk itu, agar beton dapat bekerja dengan
baik dalam suatu sistem struktur, perlu dibantu dengan memberinya
perkuatan penulangan yang terutama akan mengemban tugas menahan
gaya tarik yang akan timbul di dalam sistem struktur. Setiap struktur
beton bertulang harus diusahakan supaya tulangan baja dan beton
dapat mengalami deformasi secara bersamaan dengan maksud agar
terdapat ikatan dan lekatan yang kuat di antara baja tulangan
dengan beton. Menurut Park dan Paulay (1975) model kurva
tegangan-regangan baja dapat menggunakan kurva komplit, dimana
kurva ini merupakan bentuk sesungguhnya kurva tegangan-regangan
hasil pengujian tulangan baja. Kurva tegangan-regangan dalam
menerima gaya tarik tersebut ditunjukkan pada Gambar 4
20
Berdasarkan Gambar 1, terdapat tiga kondisi yaitu ketika tegangan
baja mulai meningkat sampai mengalami leleh, daerah AB s y ,
keadaan pasca baja leleh, daerah BC y s sh dan kondisi baja
sudah mengalami strain harderning, daerah CD sh s su .
Setelah melewati titik D maka baja tulangan sudah putus.
4. Faktor Air Semen
Pengertian umum faktor air semen adalah rasio perbandingan
jumlah air yang di tambahkan pada campuran beton. Semen yang
digunakan untuk bahan beton adalah semen PPC, berupa semen
hidrolik yang berfungsi sebagai bahan perekat penyusun beton.
Dengan jenis semen tersebut diperlukan air guna berlangsungnya
reaksi kimiawi pada proses hidrasi. Air yang digunakan untuk
membuat beton harus bersih, tidak boleh mengandung asam, minyak,
alkali, garam-garam, zat organic atau bahan bahann lain yang bersifat
merusak beton dan baja tulangan. Nilai banding berat air semen dan
semen untuk satu adukan beton dinamakan water cement ratio (WCR)
atau faktor air semen (FAS). Agar terjadi proses hidrasi yang
sempurna dalam adukan beton, pada umumnya dipakai nilai FAS 0,4-
0,6 tergantung mutu beton yang ingin dicapai.
Semakin rendah nilai FAS maka semakin tinggi kuat tekan
betonnya. Hal ini dikarenakan air yang terlalu banyak pada campuran
beton akan menguap seiring dengan berlangsungnya proses hidrasi
dan meninggalkan pori ketika beton telah kering. Tjokrodimulyo
21
(1995) mengatakan bahwa adanya pori sebanyak 5% dapat
mengurangi kuat tekan beton hingga 35%. Dan pori sebanyak 10%
dan pengurai kuat tekan beton sebanyak 60%. Namun pada
kenyataanya jika nilai FAS kurang dalam pengadukan, beton akan
sangat sulit untuk dipadatkan. Dengan demikian ada suatu nilai FAS
tertentu yang dapat menghasilkan kuat tekan beton maksimum.
Faktor air semen berpengaruh besar terhadap sifat kelecakan
(workability). Kelecakan adalah kemudahan mengerjakan beton,
dimana menuang (placing) dan memadatkan (compacting) tidak
menyebabkan munculnya efek negatif berupa pemisahan
(segregation) dan pendarahan (bleeding). Segregation adalah
peristiwa memisahnya agregat kasar dari mortar akibat kekurangan air
atau faktor air semen yang terlalu rendah. Sedangkan bleeding adalah
fenomena adukan yang tidak stabil dimana jumlah air terlalu banyak
dan terpisah dari benda padat kemudian naik ke permukaan.
Ada 3 pengertian disini, yaitu kompaktibilitas, mobilitas dan
stabilitas. Berikut penjelasannya:
a. Kompaktibilitas
Yaitu kemudahan untuk mengeluarkan udara dan pemadatan pada
beton segar.
22
b. Mobilitas
Yaitu kemudahan mengisi ruang dan membungkus tulangan. Beton
dengan mobilitas yang baik umumnya beton mempunyai
kompaktibilitas yang baik pula.
c. Stabilitas
Yaitu kemampuan beton untuk tetap menjadi massa homogen tanpa
mengalami pemisahan.
2.1.4 Kuat Tekan Beton
Kuat tekan beton merupakan kemampuan beton untuk menerima gaya
tekan persatuan luas. Penentuan kuat tekan beton menggunakan sampel
uji berbentuk silinder dengan alat tekan dan uji ASTM (American
Sosciety for Testing Materials) pada umur 28 hari. Pengujian
dilaksanakan dengan menggunakan sampel uji berupa silinder beton
berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm mendapat tekanan beban sebesar P
sampai runtuh.
ζc = P/A
dengan :
ζc = tegangan tekan beton MPa
P = besar beban tekan N
A = luas penampang beton mm2
Beban P juga mengakibatkan bentuk fisik silinder beton berubah
menjadi lebih pendek, sehingga timbul regangan tekan pada beton (ζc’)
23
sebesar perpendekan beton (L) dibagi dengan tinggi awal silinder beton
(L0), ditulis dengan rumus:
ζc’ = L/L0
dengan :
ζc’ = regangan tekan beton
L = perpendekan beton mm
L0 = tinggi awal silinder mm
2.1.5 Kuat Tarik Belah Beton
Pengunjian tarik belah beton menggunakan benda uji berbentuk
silinder. kekuatan tarik belah beton relatif rendah, kira-kira 10% sampai
15 % dari kekuatan tekan beton. Kekuatan ini lebih sulit untuk diukur
dan hasilnya berbeda-beda dari satu bahan percobaan ke bahan percobaan
lain dibandingkan untuk silinder tekan.
Kuat tarik belah beton terbagi atas 2 kondisi yaitu tarik belah yang
dilakukan dengan split cylinder test dan tarik lentur kekuatan tarik beton
akibat momen (modulus of rupture). Rumus yang digunakan untuk
perhitungan kuat tarik belah beton adalah :
fct = 2P/π.d.l
dimana :
fct = kuat tarik belah MPa
P = beban pada waktu belah N
d = diameter benda uji silinder mm
l = panjang benda uji silinder mm
24
2.1.6 Defleksi (Lendutan) pada Balok Beton Bertulang
Defleksi atau lendutan adalah perubahan bentuk pada balok dalam
arah y akibat adanya pembebanan vertikal yang diberikan pada balok
atau batang (http://en.wikipedia.org/wiki/Deflection_engineering).
Deformasi pada balok secara sangat mudah dapat dijelaskan berdasarkan
bentuk fisik balok dari posisinya sebelum mengalami pembebanan.
Defleksi diukur dari permukaan netral awal ke posisi netral setelah
terjadi deformasi. Konfigurasi yang diasumsikan dengan deformasi
permukaan netral dikenal dengan kurva elastisitas.
Gambar 2.4 Mekanisme defleksi pada balok beton
Jarak perpindahan y didefinisikan sebagai defleksi balok. Dalam
penerapannya, kadang kita harus menentukan defleksi pada setiap nilai x
disebanjang bentang balok. Hubungan ini dapat ditulis dalam bentuk
persamaan yang sering disebut dengan persamanan defleksi kurva (kurva
elastis) dari balok.
Sistem struktur yang di letakan horizontal dan yang terutama di
peruntukkan memikul beban lateral, yaitu beban yang bekerja tegak lurus
sumbu aksial batang (Binsar Hariandja, 1996). Beban semacam ini
25
khususnya muncul sebagai beban gravitasi, seperti misalnya bobot
sendiri, beban hidup vertikal, beban keran (crane) dan lain-lain. Sumbu
sebuah batang akan terdeteksi dari kedudukannya semula bila benda
dibawah pengaruh gaya terpakai. Dengan kata lain suatu batang akan
mengalami pembebanan transversal baik itu beban terpusat maupun
terbagi merata akan mengalami defleksi.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya defleksi pada
balok diantaranya:
a. Kekakuan balok
Semakin kaku suatu batang maka besarnya defleksi balok semakin
kecil.
b. Besar kecil gaya yang diberikan
Besar kecilnya gaya yang diberikan pada balok terutama kaya vertikal
berbanding lurus dengan besarnya defleksi yang terjadi pada balok.
Dengan kata lain, semakin besar beban yang diberikan pada balok
maka defleksinya akan semakin besar.
c. Jenis tumpuan
Jumlah reaksi dan arah pada setiap jenis tumpuan berbeda beda. Oleh
karena itu, besarnya defleksi pada penggunaan tumpuan yang berbeda
beda tidaklah sama. Semakin banyak reaksi dari tumpuan yang
melawan gaya dari beban maka defleksi yang terjadi pada tumpuan rol
lebih besar dari tumpuan pin (sendi) dan defleksi yang terjadi pada
tumpuan pin lebih besar dari tuumpuan jepit.
26
d. Jenis beban yang terjadi pada batang
Beban terdistribusi merata dengan beban titik memiliki kurva defleksi
yang berbeda. Pada beban terdistribusi merata slope yang terjadi pada
bagian batang yang paling dekat lebih besar dari slope titik. Hal ini
dikarenakan sepanjang batang mengalami beban sedangkan pada
beban titik hanya terjadi pada beban titik tertentu saja (Binsar
Hariandja 1996).
Lendutan terjadi pada dinding beton bertulang pada saat mencapai
kekuatan batas dapat dikontribusikan oleh lendutan akibat lentur, geser,
dan bond slip. Bond slip terjadi ketika hilangnya ikatan antara beton dan
baja tulangan, menyebabkan disribusi tegangan menjadi terganggu. Hal
ini menghasilkan lendutan tambahan pada dinding beton bertulang.
2.1.7 Tegangan Lekat
Salah satu persyaratan dasar dalam konstruksi beton bertulang adalah
lekatan (bond), lekatan disini adalah hubungan kerja sama antara baja
tulangan dengan beton disekelilingnya. Agar beton bertulang dapat
berfungsi dengan baik sebagai bahan komposit, dimana batang baja
tulangan saling bekerja sama sepenuhnya dengan beton. Untuk menjamin
hal ini diperlukan adanya lekatan yang baik antara beton dengan tulangan
yang pada akhirnya akan menghindarkan dari terjadinya slip antara
tulangan dengan beton di sekelilingnya.
Park dan Paulay (1975) menjelaskan bahwa tegangan lekatan (bond
stress) adalah tegangan geser pada permukaan beton, tempat terjadinya
27
transfer beban antara baja tulangan dan beton disekelilingnya sehingga
memodifikasi tegangan baja tulangan. Lekatan ini disalurkan secara
efektif dan memungkinkan dua buah material membentuk sebuah
struktur komposit.
Pada umumnya penggunaan tulangan pokok pada struktur beton
bertulang adalah untuk mengganti kapasitas tarik dari material beton
yang sangat lemah. Tegangan tarik yang terjadi pada beton selanjutnya
disalurkan ke tulangan melalui mekanisme bond sehingga kedua material
tersebut yaitu beton dan tulangan dapat bekerja sama menjadi satu
kesatuan material komposit (Nuroji, 2004).
Menurut Azizanamini dkk (1993) dan Mac Gregor (1992)
menjelaskan bahwa mekanisme bond antara beton dan tulangan terdiri
dari 3 mekanisme
1. Adhesi
Adhesi merupakan ikatan kimiawi yang tebentuk pada seluruh bidang
kontak antara beton dan tulangan akibat adanya proses reaksi
pengerasan antara semen dengan air.
2. Friksi
Mekanisme ini terbentuk karena adanya permukaan yang tidak rata
dan tidak beraturan pada bidang kontak antara beton dengan tulangan
sehingga mampu menahan gaya geser atau slip.
28
3. Interlocking
Mekanisme ini terbentuk karena adanya interaksi antara ulir (rib)
tulangan dengan matriks betob disekitarnya. Mekanisme ini sangat
bergantung pada kekuatan material beton, geometri tulangan, dan
diameter tulangan.
Pada tulangan polos, bond antara beton dan tulangan hanya dibentuk
oleh adhesi dan friksi semata. Pada pembebanan awal adhesi dan friksi
bekerja bersama sama sampai mencapai beban maksimum. Setelah
adhesi rusak, bond antara beton dan tulangan hanya dipikul oleh friksi.
Kapasitas bond kemudian berangsur angsur turun seiring dengan
berkurangnya bidang kontak antara beton dan tulangan akibat slip. Pada
kasus dimana tulangan mencapai leleh adhesi dan friksi dapat hilang
secara cepat, hal ini dikarenakan adanya pengaruh dari pengecilan
diameter tulangan akibat poisson,s ratio. Atas dasar alasan ini maka
tulangan polos pada umumnya tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai
tulangan pokok.
Berbeda dengan mekanisme bond pada tulangan polos, mekanisme
bond pada tulangan ulir dibentuk oleh adhesi, friksi dan interlocking
antara ulir tulangan dan matriks beton sekitarnya. Bahkan kontribusi
terbesar dalam pembentukan bond antara beton dan tulangan didominasi
oleh interlocking antara ulir tulangan dengan matriks beton disekitarnya,
sedangkan pengaruh adhesi dan friksi relatif kecil disbanding
interlocking.
29
Sementara itu Lundgren (1999) mengatakan bahwa ketika gaya
ditransfer dari tulangan ke beton oleh bond menimbulkan tegangan-
tegangan miring akibat bearing action. Tegangan miring ini mempunyai
komponen radial yang menyatakan normal stress atau splitting stress.
Gambar 2.5 Mekanisme perpindahan gaya oleh bond pada tulangan ulir
Gambar di atas menggambarkan mekanisme penyaluran gaya dari
tulangan ke beton, mekanisme ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
Gaya tarik P yang bekerja pada tulangan disalurkan ke beton melalui
ulir-ulir tulangan sehingga beton di depan ulir mengalami tegangan
tekan p seperti ditunjukan dalam gambar (a). tegangan tekan beton di
depan ulir harus mampu menahan dua komponen tegangan arah
longitudinal h dan tegangan arah radial v.
Akibat dari desakan tegangan arah radial v seperti terlihat pada
gambar (b), beton mengalami tegangan tarik pada arah keliling.
30
Jika tegangan tarik pada arah keliling telah melampaui kapasitas
tegangan tarik beton maka akan terjadi retak radial dan jika retak
radial terus berkembang maka akan mengakibatkan splitting failure
pada beton.
Splitting failure umumnya terjadi karena ketebalan cover beton tidak
sukup untuk menahan tegangan tarik keliling. Adanya retak radial atau
splitting failure mengakibatkan menurunnya kapasitas interlocking antara
ulir tulangan dan matriks beton disekitarnyayang secara keseluruhan juga
berakibat pada menurunnya bond antara beton da tulangan.
ACI dan SKSNI menganggap bahwa tegangan lekat (bond stress) antara
beton dan tulangan bekerja secara merata sepanjang penyaluran, dimana
panjang penyaluran adalah panjang tulangan tertanam minimum yang
diperlukan untuk menahan gaya tarik dari baja tulangan hingga mencapai
leleh.
Untuk mencari besarnya interlocking yang dapat diketahui dengan
melakukan pengujian cabut dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Jika luas permukaan nominal plat polos segi empat adalah As=2(t+b) Ld
sehingga kuat interlocking plat polos adalah :
1. Gaya plat polos yang dapat dipikul akibat geser (adhesi dan friksi)
F = As . fv
2. Tegangan geser silinder beton sebagai kuat lekat tulangan terhadap beton
Fv = (0,30√fc)
31
dimana
fv = Tegangan geeser yang disumbangkan beton (MPa)
berperan sebagai kuat lekat tulangan terhadap beton
fc = Kuat tekan beton yang diisyaratkan (MPa)
Ld = Kedalaman tanam tulangan (tinggi silinder beton 30 cm)
L Wahyudi, 1999, 168
3. Sehingga kuat interlocking plat polos
F = As . Fv
dimana As luas selimut tulangan polos As = 2 (t+b) Ld
4. Kuat interlocking tulangan spiral sebesar
F = Ass . Fv
Ass = Luas slug tulangan segi empat dipuntir / tulangan segi empat
= c . As = c . 2 (t+b) Ld
c = Konstanta yang belum diketahui / dicari dari hasil penelitian
Fv = Tegangan geser beton
Jika tegangan geser beton Fv = (0,30√fc) sama dengan tegangan
interlocking tulangan spiral adalah :
5. F = c . As . Fv = c . 2 (t+b) Ld . 0,30√fc
atau
( )
32
(a) (b)
Gambar 2.6. Penyaluran tulangan plat sebelum (a) dan sesudah dilakukan
pemuntiran (b)
2.2 Dasar-Dasar Perencanaan Beton Bertulang
Asumsi dasar untuk perencanaan beton bertulang adalah bahwa sama
sekali tidak boleh terjadi slip pada tulangan terhadap beton disekitarnya.
Dengan kata lain, tulangan dan beton sebaiknya tetap bersatu atau melekat
sehingga mereka akan bekerja sebagai satu kesatuan. Jika tidak ada lekatan
antara kedua material ini dan jika tulangan tidak diangkur pada ujungnya,
tulangan akan menarik beton. Akibatnya, balok beton akan bekerja seperti
beton tidak bertulang dan mengalami runtuhan mendadak segera setelah
beton retak.
Sangat jelas bahwa besar tegangan lekatan dalam balok beton bertulang
akan berubah ketika momen lentur balok berubah. Semakin tinggi tingkat
perubahan momen lentur (terjadi pada lokasi dengan geser yang tinggi) akan
33
semakin besar pula tingkat perubahan tarik tulangan dan demikian pula
tegangan lekatan.
Hal yang mungkin belum terlalu jelas adalah fakta bahwa tegangan
lekatan juga dipengaruhi secara drastis oleh perkembangan retak tarik dalam
beton. Pada titik dimana retak terjadi, seluruh tarik longitudinal akan
ditahan oleh tulangan. Pada jarak yang pendek di sepanjang tulangan pada
sebuah titik jauh dari retak., tarik longitudinal akan ditahan oleh tulangan
dan beton yang tidak retak. Pada jarak yang pendek ini bisa terjadi
perubahan tarik tulangan yang besar akibat beton yang tak retak yang
sekarang menerima tarik. Jadi tegangan lekatan pada beton disekitarnya,
dimana besarnya sama dengan nol pada daerah retak, akan berubah secara
drastis dalam jarak yang pendek ketika tarik dalam tulangan berubah.
Berikut adalah ketentuan-ketentuan dalam perhitungan perencanaan
beton bertulang berdasarkan SKSNI T15-1991-03:
1. Secara umum ukuran balok cukup diperkirakan dengan h = 1/10 l atau
1/15 l. Nilai ini berlaku untuk balok yang kedua tepinya ditumpu bebas
dan besarnya 1/10 l (hmin adalah 1/16 l atau 1/21 l, bergantung pada fy).
Sedangkan untuk balok yang kedua ujungnya menerus pada tumpuan
berlaku 1/15 l (hmin adalah 1/21 l atau 1/28 l ).
2. Pemilihan lebar balok sangat tergantung pada besarnya gaya lintang.
Yaitu sebesar b = 1/2 sampai 2/3 h.
3. Analisis momen lentur murni pada balok beton bertulang disebabkan
karena adanya pembebanan langsung berupa beban terpusat.
34
Gambar 2.7 Penggambaran momen yang terjadi akibat pembebanan
Berikut langkah-langkah perhitungannya :
1. Tentukan syarat batas dan panjang bentang.
Meliputi : Mutu beton f’c
Mutu baja fy
Dimensi balok ( lebar (b) dan tinggi (h))
2. Perhitungkan beban beban yang ditumpu oleh balok
WU = 1,2 WD + 1,6 WL
Dimana WD merupakan berat mati dari balok sendiri (atau
penambahan lain)
WL merupakan berat beban hidup yang ditentukan
3. Perhitungan tulangan
Perhitungan tulangan di pengaruhi oleh :
a. Tinggi balok (h)
b. Tebal penutup beton (p)
c. Taksiran diameter tulangan utama ϕp
a
35
d. Diameter sengkang yang diambil ϕs
Kemudian menghitung tinggi efektinya dengan rumus :
d = h - p - ϕs - 1/2 . ϕp
Momen lapangan diperoleh dengan rumus:
ML = P . a
Dari nilai ML yang diperoleh kita dapat nilai ρ berdasarkan pada 5.2a
“Buku Grafik dan Tabel Perencanaan Beton Bertulang” dimana:
ρmin < ρl < ρmax
Nilai ρmin dan ρmax dapat dilihat pada tabel berikut:
Sedangkan besarnya defleksi maksimum balok beton dapat dihitung
dengan rumus:
( )
Dimana P : Besar Pembebanan
a : jarak tumpuan dengan titik pembebanan
E : modulus elastisitas baja
I : momen inersia balok
L : panjang bentang balok
ρmin ρmax ρmin ρmax ρmin ρmax ρmin ρmax ρmin ρmax
240 (2400) 0,0025 0,0242 0,0029 0,0323 0,0032 0,0404 0,0035 0,0484 0,0038 0,0538
400 (4000) 0,0015 0,0122 0,0017 0,0163 0,0019 0,0203 0,0021 0,0244 0,0023 0,0271
35 (350)
f ’c Mpa (kg/cm2)
15 (150) 20 (200) 25 (250) 30 (300)f y Mpa
(kg/cm2)
89
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan pada hasil analisis kuat lekat tulangan dengan panjang
penyaluran 30 cm dan defleksi balok beton bertulang dengan dimensi
panjang 1 meter lebar 10 cm dan tinggi 15 cm dengan menggunakan plat
baja tebal 3 mm lebar 15 mm panjang 1 meter dipuntir sebanyak 0x, 3x, 4x,
5x, dan 6 x dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Untuk hasil kuat tarik plat baja memiliki kuat tarik rata-rata sebesar
385,18 MPa.
2. Beton yang digunakan pada penelitian ini menggunakan ready mix
dengan kuat tekan rata-rata sebesar 16,563 MPa sehingga memenuhi
kekuatan tekan yanng digunakan sebesar 16 MPa.
3. Untuk hasil pengujian kuat lekat beton dengan tulangan menunjukkan
bahwa semakin banyak jumlah puntiran maka semakin besar juga
kapasitas interlocking dan tegangan lekat antara tulangan dengan matriks
beton. Hal ini dapat diketahui pula dengan semakin besarnya nilai
koefisien c sebanding dengan semakin banyaknya jumlah pemuntiran.
4. Hasil pengujian defleksi balok menunjukkan bahwa semakin banyak
jumlah pemuntiran maka kuat tekan balok terhadap defleksi semakin
besar. Hal ini dapat diketahui besarnya kuat tekan balok dengan tulangan
6 puntiran mencapai batas tekan ultimate sebesar 3200 kg. Dari seluruh
sampel yang diuji menunjukkan bahwa besarnya defleksi lebih kecil dari
90
besarnya defleksi hasil perhitungan analisis. Sementara itu, berdasarkan
ketentuan nilai daktalitas balok beton bertulang, dengan adanya
pertambahan jumlah pemuntiran menyebabkan peningkatan kekakuan
balok sehingga struktur balok semakin getas.
5. Perhitungan nilai koefisien C hasill uji pull out yang di analisis dengan
metode anova menunjukkan bahwa jumlah pemuntiran berpengaruh
signifikan terhadap nilai C. Dengan melakukan analisis perbandingan
terhadap nilai C hasil perhitungan momen dan defleksi menunjukkan hal
yang serupa. Hal ini menunjukkan bahwa nilai C hasil penelitian dapat
dipertanggung jawabkan.
6. Dapat ditentukan bahwa besar interlocking tulangan dengan matriks
beton dengan tulangan plat baja yang dipuntir dapat dihitung dengan
rumus berikut:
Jumlah
Pemuntiran
C
Rumus Interlocking
F = C . As . Fv = C . 2(t+b) Ld . Fv
0 1,00 F0 = As . Fv = 2(t+b) Ld . Fv
3 1,01 F3 = 1,04 As . Fv = 2,26(t+b) Ld . Fv
4 1,03 F4 = 1,11 As . Fv = 2,48(t+b) Ld . Fv
5 1,05 F5 = 1,24As . Fv = 2,72(t+b) Ld . Fv
6 1,07 F6 = 1,32As . Fv = 3,06(t+b) Ld . Fv
91
5.2 Saran
1. Menjadikan acuan penelitian ini untuk penelitian selanjutnya mengenai
perihal kuat lekat dan defleksi balok beton bertulang.
2. Dalam pelaksanaan penelitian kuat tarik plat baja yang telah dipuntir
ditemukan kesulitan berupa ketidaktersediaan dan kemampuan alat uji
sehingga perlu adanya pengembangan lebih lanjut untuk meningkatkan
hasil penelitian yang lebih relevan.
3. Dalam perhitungan tegangan dan regangan dapat dikembangkan dengan
menggunakan software abacus dan finite element
4. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan sehingga mampu menghasilkan
data yang lebih aktual.
92
DAFTAR PUSTAKA
Bali, Ika, Sadikin, 2017. Prediksi Lendutan Akibat Bond Slip Pada Dinding Beton
Bertulang. Fast – Jurnal Sains dan Teknologi Vol. 1 No. 1, November 2017 ISSN
2598-9596.
Dipohusodo, Istimawan, 1996. Struktur Beton Bertulang. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Gideon Kusuma & W.C. Vis. 1993. Dasar-Dasar Perencanaan Beton Bertulang.
Jakarta : Penerbit Erlangga.
Joseph e. Bowles, 1980. STRUKTUR STEEL DESIGN, McGraw-Hill Book
Company, Inc.
Langi, William, Ellen J. Kummat, Hieryco Manalip, 2018. Tegangan Lekat
Antara Baja dan Beton dengan Mutu Beton 40-70 MPa. Jurnal Sipil Statik Vol.6
No.11 November 2018 (995-1002) ISSN: 2337-6732.
Nawi, E. 1990. Beton Bertulang. Jakarta : Erlangga.
Nuroji, 2004. Studi Eksperimental Lekatan Antara Beton dan Tulangan pada
Beton Mutu Tinggi. Pengajar Jurusan Teknik Sipil Universitas Diponegoro
Volume 12, No. 3, Edisi XXX Oktober 2004.
Pratikto, 2009, DIKTAT KONSTRUKSI BETON I, Politeknik Negeri Jakarta.
Sezen, Halil, Jack P. Moehle, 2003. Bond-Slip Behavior Of Reinforced Concrete
Members, Civil & Environmental Engineering & Geodetic Science, The Ohio
State University 470 Hitchcock Hall, 2070 Neil Ave., Columbus, OH 43210-1275
USA
SKSNI T15-1991-03. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan
Gedung. Jakarta : Departemen Pekerjaan Umum.
SNI 07-0408-1989. Cara Uji Tarik Logam. PUSLITBANG-Badan Standarisasi
Nasional.
93
SNI 2493-2011. Tata Cara Pembuatan dan Perawatan Benda Uji Beton di
Laboratorium. PUSLITBANG-Badan Standarisasi Nasional.
SNI 4431-2011. Cara Uji kuat Lentur Beton Normal dengan Dua Titik
Pembebanan. PUSLITBANG-Badan Standarisasi Nasional.
SNI 2847-2013. Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung.
PUSLITBANG-Badan Standarisasi Nasional.
Sugupta Dewa P.G., Putu Deskarta, Adi Janitra Suardian, 2012. Studi Eksperimen
Atas Kekuatan Penghubung Geser Tipe Lekatan Dari Tulangan Baja Lunak
Berbentuk Spiral, Jurnal Ilmiah Teknik Sipil Vol. 16, No. 1, Januari 2012
Wahyudi, L. Rahim, Syahril A. 1999. Struktur beton Bertulang Standar Baru SNI
T-15-1991-03. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.