Studi Cost Benefit Tata Kelola Sampah di Darat dan di Laut · penerapan konsep MRF pada sebuah moda...

6
1 AbstrakTempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo merupakan satu-satunya tempat pemrosesan akhir sampah Kota Surabaya dengan luas wilayah 34,7 ha. Kapasitas eksisting TPA saat ini hanya bisa menampung sampah maksimal 1.200 ton/hari. Data jumlah penduduk Surabaya pada tahun 2012 mencapai 3,1 juta jiwa dan diproyeksikan akan mencapai 3,6 juta jiwa pada tahun 2022. Dengan begitu pada tahun 2012-2012 akan terjadi peningkatan pertumbuhan penduduk sebesar 16,6%. Hal ini menyebabkan perkiraan umur operasional TPA tidak akan lebih lama dari umur perencanaannya. Sebagai solusi untuk mengantisipasi keterbatasan lahan dan kapasitas TPA adalah dengan menggunakan Material Recovery Facilities (MRF) Apung. MRF Apung merupakan penerapan konsep MRF pada sebuah moda apung yang beroperasi di laut dengan radius pengolahan yang diijinkan dalam MARPOL 73/78 Annex V. Untuk mengetahui dampak dari pengoperasian dari MRF Apung dalam penelitian ini digunakan metode Cost Benefit Analysis. Dimana setiap komponen biaya dan manfaatnya dihitung baik internal maupun eksternal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa total biaya yang diperlukan dalam pengolahan sampah di laut (MRF Apung) adalah sebesar 542,2 milyar rupiah. Manfaat dari konsep pengolahan sampah di laut adalah sebesar 54,7 milyar rupiah. Berdasarkan analisis biaya dan manfaat menunjukkan hasil dimana rasio B/C sebesar 0,10 yang berarti konsep MRF Apung tidak layak untuk dilaksanakan pada saat harga tanah masih senilai 1.5 juta rupiah per m 2 . Namun pada saat harga tanah telah mencapai 13,9 juta rupiah per m 2 yang diestimasikan pada tahun 2021, maka alternatif pengolahan sampah dengan menggunakan MRF Apung akan layak dijalankan. Kata KunciSampah Kota, Kapasitas TPA, MRF Apung, Cost Benefit Analysis I. PENDAHULUAN ONDISI TPA di Surabaya ini sudah mengalami keterbatasan kapasitas sehingga tidak mampu lagi menampung sampah yang dihasilkan di kota Surabaya. TPA Benowo merupakan satu satunya tempat pemrosesan akhir sampah Kota Surabaya dengan luas area 34,7 ha [1]. Kapasitas eksisting TPA saat ini hanya bisa menampung sampah maksimal 1.200 ton/hari. Data jumlah penduduk Surabaya pada tahun 2012 mencapai 3,1 juta jiwa dan diproyeksikan akan mencapai 3,6 juta jiwa pada tahun 2022 [2]. Dengan begitu pada tahun 2012-2012 akan terjadi peningkatan pertumbuhan penduduk sebesar 16,6%. Hal ini akan berdampak pada produksi jumlah sampah yang semakin meningkat. Sehingga akan menyebabkan perkiraan umur operasional TPA tidak akan lebih lama dari umur perencanaannya. Di TPA inilah sampah yang ditampung kemudian diolah secara land disposal (penyingkiran dan pemusnahan limbah ke dalam tanah). Namun sistem land disposal ini terdapat dampak pencemaran air tanah. Sehingga sistem pengolahan tersebut tidak baik untuk diterapkan secara terus menerus di kota Surabaya. Untuk membantu kinerja TPA Benowo, maka volume sampah yang masuk harus dikurangi. Pengurangan jumlah volume sampah yang masuk dapat dilakukan dengan adanya Material Recovery Facilities (MRF). MRF ini pada dasarnya berfungsi untuk mengurangi volume sampah yang masuk ke TPA dengan cara sampah tersebut diolah sehingga memilikki nilai yang lebih tinggi dari asalnya. Adanya MRF di darat memiliki masalah yang sama dengan adanya TPA di darat dari aspek lingkungan, sosial, dan faktor pembebasan lahan yang sukar didapat [3]. Hal ini memunculkan inovasi untuk mengintegrasikan MRF di atas kapal sehingga dampak sosial dan keterbatasan lahan dapat dikurangi. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian terhadap tata kelola sampah antara di darat dengan di laut. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui strategis kedepan nilai tambah atau seberapa besar biaya dan manfaat sesungguhnya yang dihasilkan dari dua pengelolaan tersebut. II. METODE PENELITIAN Metode pengumpulan data dalam penelitian adalah metode pengumpulan data secara langsung (primer), dan tidak langsung (sekunder). Pengumpulan data ini dilakukan dengan mengambil data terkait dengan permasalahan dalam penelitian. Tahap perhitungan dalam penelian ini adalah perhitungan setiap komponen yang berhubungan dengan biaya dan manfaat baik internal maupun eksternal dari pengoperasian pengolahan sampah apung. Tahap analisis dalam penelian ini meliputi analisis mengenai perbandingan manfaat dan biaya dari pengoperasian pengolah sampah apung. Dari analisis ini akan dihasilkan seberapa besar nilai rasio dari manfaat yang didapat dibanding biaya yang dikeluarkan. Studi Cost Benefit Tata Kelola Sampah di Darat dan di Laut Danang M. Pratomo, Firmanto Hadi, S.T., M.Sc. dan Siti Dwi Lazuardi, S.T Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail: [email protected] K

Transcript of Studi Cost Benefit Tata Kelola Sampah di Darat dan di Laut · penerapan konsep MRF pada sebuah moda...

Page 1: Studi Cost Benefit Tata Kelola Sampah di Darat dan di Laut · penerapan konsep MRF pada sebuah moda apung yang beroperasi di laut dengan radius pengolahan yang diijinkan dalam . MARPOL

1

Abstrak—Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo

merupakan satu-satunya tempat pemrosesan akhir sampah Kota

Surabaya dengan luas wilayah 34,7 ha. Kapasitas eksisting TPA

saat ini hanya bisa menampung sampah maksimal 1.200 ton/hari.

Data jumlah penduduk Surabaya pada tahun 2012 mencapai 3,1

juta jiwa dan diproyeksikan akan mencapai 3,6 juta jiwa pada

tahun 2022. Dengan begitu pada tahun 2012-2012 akan terjadi

peningkatan pertumbuhan penduduk sebesar 16,6%. Hal ini

menyebabkan perkiraan umur operasional TPA tidak akan lebih

lama dari umur perencanaannya. Sebagai solusi untuk

mengantisipasi keterbatasan lahan dan kapasitas TPA adalah

dengan menggunakan Material Recovery Facilities (MRF) Apung.

MRF Apung merupakan penerapan konsep MRF pada sebuah

moda apung yang beroperasi di laut dengan radius pengolahan

yang diijinkan dalam MARPOL 73/78 Annex V. Untuk

mengetahui dampak dari pengoperasian dari MRF Apung dalam

penelitian ini digunakan metode Cost – Benefit Analysis. Dimana

setiap komponen biaya dan manfaatnya dihitung baik internal

maupun eksternal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa total biaya yang

diperlukan dalam pengolahan sampah di laut (MRF Apung)

adalah sebesar 542,2 milyar rupiah. Manfaat dari konsep

pengolahan sampah di laut adalah sebesar 54,7 milyar rupiah.

Berdasarkan analisis biaya dan manfaat menunjukkan hasil

dimana rasio B/C sebesar 0,10 yang berarti konsep MRF Apung

tidak layak untuk dilaksanakan pada saat harga tanah masih

senilai 1.5 juta rupiah per m2. Namun pada saat harga tanah

telah mencapai 13,9 juta rupiah per m2 yang diestimasikan pada

tahun 2021, maka alternatif pengolahan sampah dengan

menggunakan MRF Apung akan layak dijalankan.

Kata Kunci—Sampah Kota, Kapasitas TPA, MRF Apung,

Cost Benefit Analysis

I. PENDAHULUAN

ONDISI TPA di Surabaya ini sudah mengalami

keterbatasan kapasitas sehingga tidak mampu lagi

menampung sampah yang dihasilkan di kota Surabaya. TPA

Benowo merupakan satu satunya tempat pemrosesan akhir

sampah Kota Surabaya dengan luas area 34,7 ha [1].

Kapasitas eksisting TPA saat ini hanya bisa menampung

sampah maksimal 1.200 ton/hari. Data jumlah penduduk

Surabaya pada tahun 2012 mencapai 3,1 juta jiwa dan

diproyeksikan akan mencapai 3,6 juta jiwa pada tahun 2022

[2]. Dengan begitu pada tahun 2012-2012 akan terjadi

peningkatan pertumbuhan penduduk sebesar 16,6%. Hal ini

akan berdampak pada produksi jumlah sampah yang semakin

meningkat. Sehingga akan menyebabkan perkiraan umur

operasional TPA tidak akan lebih lama dari umur

perencanaannya. Di TPA inilah sampah yang ditampung

kemudian diolah secara land disposal (penyingkiran dan

pemusnahan limbah ke dalam tanah). Namun sistem land

disposal ini terdapat dampak pencemaran air tanah. Sehingga

sistem pengolahan tersebut tidak baik untuk diterapkan secara

terus menerus di kota Surabaya.

Untuk membantu kinerja TPA Benowo, maka volume

sampah yang masuk harus dikurangi. Pengurangan jumlah

volume sampah yang masuk dapat dilakukan dengan adanya

Material Recovery Facilities (MRF). MRF ini pada dasarnya

berfungsi untuk mengurangi volume sampah yang masuk ke

TPA dengan cara sampah tersebut diolah sehingga memilikki

nilai yang lebih tinggi dari asalnya. Adanya MRF di darat

memiliki masalah yang sama dengan adanya TPA di darat dari

aspek lingkungan, sosial, dan faktor pembebasan lahan yang

sukar didapat [3]. Hal ini memunculkan inovasi untuk

mengintegrasikan MRF di atas kapal sehingga dampak sosial

dan keterbatasan lahan dapat dikurangi.

Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian terhadap tata

kelola sampah antara di darat dengan di laut. Hal ini

dimaksudkan untuk mengetahui strategis kedepan nilai

tambah atau seberapa besar biaya dan manfaat sesungguhnya

yang dihasilkan dari dua pengelolaan tersebut.

II. METODE PENELITIAN

Metode pengumpulan data dalam penelitian adalah metode

pengumpulan data secara langsung (primer), dan tidak

langsung (sekunder). Pengumpulan data ini dilakukan dengan

mengambil data terkait dengan permasalahan dalam

penelitian.

Tahap perhitungan dalam penelian ini adalah perhitungan

setiap komponen yang berhubungan dengan biaya dan

manfaat baik internal maupun eksternal dari pengoperasian

pengolahan sampah apung.

Tahap analisis dalam penelian ini meliputi analisis

mengenai perbandingan manfaat dan biaya dari pengoperasian

pengolah sampah apung. Dari analisis ini akan dihasilkan

seberapa besar nilai rasio dari manfaat yang didapat dibanding

biaya yang dikeluarkan.

Studi Cost Benefit Tata Kelola Sampah di Darat

dan di Laut

Danang M. Pratomo, Firmanto Hadi, S.T., M.Sc. dan Siti Dwi Lazuardi, S.T

Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia

e-mail: [email protected]

K

Page 2: Studi Cost Benefit Tata Kelola Sampah di Darat dan di Laut · penerapan konsep MRF pada sebuah moda apung yang beroperasi di laut dengan radius pengolahan yang diijinkan dalam . MARPOL

2

III. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Jenis Sampah yang Diolah

Jenis sampah yang akan ditangani MRF Apung nantinya

merujuk pada komposisi sampah di kota Surabaya. Komposisi

terbanyak sampah berada pada jenis sampah basah.

Sedangkan untuk sampah kering yang masih bisa

dimanfaatkan seperti kertas, plastik, alumunium dan kaca akan

dikirim ke MRF untuk dipilah dan diolah. Sampah yang

memiliki nilai jual rendah seperti kain dan logam yang tidak

dapat diproses kembali akan ditransfer ke TPA.

Gambar 1 adalah persentase jumlah sampah yang diolah

dari total keseluruhan sampah yang masuk.

91,43%

8,57%

Jumlah Sampah yang Diolah Tidak Diolah

Gambar. 2. Persentase Komposisi Sampah yang diolah MRF Apung

B. Jenis Pengolahan Sampah

Proses pengolahan sampah yang dilakukan di dalam MRF

dibagi menjadi dua jenis yaitu pengolahan sampah basah dan

sampah kering dengan terlebih dahulu melewati proses

pemilihan. Salah satu fokus utama untuk mereduksi jumlah

sampah di dalam MRF adalah dengan jalan pengolahan

sampah basah yang efektif. Karena sampah basah memiliki

porsi paling besar dalam komposisi sampah kota Surabaya.

Gambar 3 menunjukkan skema mekanisme pengolahan di

MRF Apung. Secara rinci pengolahan MRF terdiri dari:

a. Pengolahan sampah basah menjadi briket

b. Pengolahan kertas menjadi bal

c. Pengolahan plastik menjadi bal

d. Pengolahan alumunium menjadi bal

e. Pengolahan kaca menjadi bal

f. Pengolahan kayu, kulit, residu kertas, residu plastik,

residu alumunium, residu kaca menjadi briket

Gambar. 3. Skema Mekanisme Pengolahan Sampah

C. Radius Pengolahan yang Diijinkan

Peletakan lokasi area pengolahan merujuk pada aturan

MARPOL 73/78 Annex V yakni minimal 12 nautical mil dari

pantai terdekat. Pengolahan sampah dilakukan di area pada

lokasi antara pulau Jawa dan di selatan pulau Madura dimana

titik penempatan terlebih dahulu sudah diukur jarak miniman

yang diijinkan dari pantai-pantai terdekat sehingga didapat

lokasi seperti pada gambar berikut:

Gambar. 4. Lokasi untuk Area Pengolahan Sampah yang Dipilih

D. Konsep MRF Apung

Konsep operasi MRF Apung ini dimulai dari sampah rumah

tangga dari masing-masing kecamatan kota Surabaya diangkut

menggunakan gerobak sampah menuju ke TPS. Dari tiap TPS

di Surabaya, sampah diangkut dengan Compactor Truck

menuju Depo Transfer. Sedangkang sampah lama dari TPA

diangkut menggunakan Dump Trailer Truck. Selanjutnya

sampah yang tekumpul di Depo Transfer akan dipindahkan di

tongkang pengangkut sampah menuju MRF Apung di area

pengolahan. Setelah sampah diproses menjadi produk dan

residu, tongkang pengangkut produk akan mengangkut hasil

olahan dan tongkang pengangkut sampah mengangkut residu

yanh akan dibawa ke depo. Dari depo residu akan dibawa lagi

ke TPA dengan menggunakan truk. Gambar 5 menunjukkan

konsep operasi pengolahan sampah apung.

Page 3: Studi Cost Benefit Tata Kelola Sampah di Darat dan di Laut · penerapan konsep MRF pada sebuah moda apung yang beroperasi di laut dengan radius pengolahan yang diijinkan dalam . MARPOL

3

TPA

Sampah Lama

Depo TransferMRF Apung

Sampah

Produk/Residu

Sampah Rumah

Tangga

Sampah

Baru

INPUT

PROSES

BalResidu

OUTPUT

Briket16

Gambar. 5. Konsep Operasi Pengolahan

E. Perhitungan Operasional MRF Apung

Perhitungan operasional MRF Apung meliputi jumlah

sampah yang diolah (Tabel 1), perhitungan operasional moda

laut (Table 2) dan perhitungan operasional moda darat (Tabel

3).

Tabel. 1. Jumlah Sampah yang Diolah

Jumlah Sampah yang Diolah

Total Ton Sampah yang dikelola (net) 1.337 ton/hari

Densitas 300 kg/m3

Total Volume Sampah yang dikelola (net) 4.458 m3/hari

Tabel. 2. Perhitungan Operasional Moda Laut

Tabel. 3. Perhitungan Moda Darat

Moda Darat

Truk Pengangkut sampah TPA + Residu

Onhire 345 hari

Ritasi per hari 5 rit/hari

Ritasi per tahun 1725 rit/tahun

Kapasitas Angkut 30 ton

Kapasitas angkut/tahun 103.500 ton/tahun

Muatan terangkut/tahun 101.506 ton/tahun

Unit Truck 2 unit

Utilisasi 98% %

F. Perhitungan Biaya MRF Apung

Dalam perhitungan biaya dan manfaat MRF Apung

meliputi internal maupun eksternal. Terlebih dahulu dilakukan

perhitungan biaya internal MRF Apung yang meiliputi biaya

depo transfer, biaya trucking, biaya pengapalan, biaya MRF

Apung dan biaya eksternal meliputi biaya emisi TPA, biaya

ketidaknyamanan, dan biaya emisi pengangkutan.

1) Biaya Depo Transfer

Biaya pembangunan depo transfer dapat dibagi menjadi 2

jenis, yaitu:

a) Biaya modal

Biaya modal mencakup biaya pembangunan depo transfer,

pembangunan dermaga untuk sandar kapal, dan alat bongkar

muat.

b) Biaya operasional

Biaya operasional depo adalah biaya rumah tangga depo

yang mencakup biaya penggunaan air, listrik, telepon, dan

biaya gaji pegawai depo.

Gambar 1 menunjukkan grafik total biaya depo transfer.

Gambar. 1. Grafik Total Biaya Operasional Depo Transfer

2) Biaya Trucking

Biaya sewa truk bisa dikategorikan menjadi 2, yaitu:

a) Biaya sewa

Biaya sewa ini adalah biaya untuk menyewa truk atau

disebut trucking yang digunakan untuk pengangkutan sampah

TPA dan residu.

b) Biaya perjalanan

Biaya perjalanan yaitu biaya bahan bakar yang ditanggung

pihak penyewa. Biaya bahan bakar dihitung dengan

memperhitungkan konsumsi bahan bakar truk ketika

beroperasi.

c) Biaya operasional

Biaya operasional kapal terdiri dari biaya gaji sopir dan

crew yang mengoperasikan truk, dan biaya perawatan truk.

Gambar 2 yang menunjukkan grafik total biaya trucking.

Kapal Tongkang

Sampah+Residu

Pengolah

Apung

Tongkang

Produk

Keterangan

Jumlah armada 1 1 1 unit

Kapasitas

muatan

2.000 2.700 2.000 ton

Docking 20 20 20 hari

Onhire 345 345 345 hari

Roundtrip 344 345 416 kali/th

Muatan

(diangkut)

559.923 720.37

3

191.809 ton/th

Jumlah sampah

(diangkut)

418.923 418.92

3

418.923 ton/th

Kapasitas

(angkut)

688.324 720.37

3

831.927 ton/th

Utilisasi 61% 58% 50% %

Page 4: Studi Cost Benefit Tata Kelola Sampah di Darat dan di Laut · penerapan konsep MRF pada sebuah moda apung yang beroperasi di laut dengan radius pengolahan yang diijinkan dalam . MARPOL

4

Gambar. 2. Grafik Total Biaya Trucking

Pada tahun 2022 grafik total biaya trucking menunjukkan

kenaikan yang signifikan, hal ini disebabkan adanya

penambahan armada dari sebelumya tahun 2012-2021

berjumlah 2 unit bertambah menjadi 3 unit di tahun 2022

untuk menangani jumlah sampah yang semakin meningkat.

3) Biaya Shipment (Pengapalan)

Biaya pengapalan digolongkan menjadi 4 biaya [4], yaitu:

1. Biaya sewa

2. Biaya operasional

3. Biaya pelayaran

4. Biaya bongkar muat

Dalam perencanaan Pengolah Sampah Apung ini, biaya

bongkar muat tidak termasuk dalam komponen biaya. Hal

tersebut disebabkan karena kapal melakukan aktivitas bongkar

di terminal milik sendiri sehingga tidak ada biaya bongkar

muat. Gambar 3 menunjukkan perhitungan biaya pengapalan.

Pada grafik tersebut memperlihatkan tren biaya yang menurun

setiap tahunnya, hal ini disebabkan jumlah sampah yang

semakin meningkat berdampak pada waktu roundtrip yang

bertambah sehingga jumlah roundtrip per tahun menjadi lebih

sedikit.

Gambar. 3. Biaya Pengapalan

4) Biaya MRF Apung

Biaya MRF Apung dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:

1. Biaya modal MRF Apung

2. Biaya operasional MRF Apung

3. Biaya produksi MRF Apung

Gambar 4 menunjukkan grafik total biaya MRF Apung.

Gambar. 4. Total Biaya MRF Apung

5) Biaya Emisi TPA

Sampah yang ditimbun setiap harinya di TPA menjadi salah

satu penyebab dari timbulnya polusi udara yaitu dengan

terlepasnya metana dari proses anaerobik ke udara.

Emisi metana yang ditimbulkan dari penimbunan sampah di

TPA dapat dihitung dengan metode yang terdapat pada Clean

Development Mechanism (CDM) [5]. Gambar 5 menunjukkan

perhitungan biaya emisi TPA.

Gambar. 5. Biaya Emisi TPA

6) Biaya Dampak Ketidaknyamanan

Dampak Ketidaknyamanan (Disamenity Impact) yang

dimaksud adalah ketidaknyamanan yang berhubungan dengan

keberadaan maupun pengoperasian dari TPA. Istilah

ketidaknyamanyan meliputi dampak seperti kebisingan, debu

sampah, bau, adanya hama, gangguan visual, persepsi risiko

terhadap kesehatan manusia karena letaknya dekat dengan

TPA [6]. Gambar 6 menunjukkan perhitungan biaya

ketidaknyamanan.

Gambar. 6. Biaya Dampak Ketidaknyamanan

7) Biaya Emisi Pengangkutan

Page 5: Studi Cost Benefit Tata Kelola Sampah di Darat dan di Laut · penerapan konsep MRF pada sebuah moda apung yang beroperasi di laut dengan radius pengolahan yang diijinkan dalam . MARPOL

5

Banyaknya emisi karbon dapat dihitung menggunakan

perhitungan Energi Panas/Satuan berat bahan bakar dan

Kandungan CO2/ Satuan energi. Sehingga didapatkan 1 Liter

solar menghasilkan 2848,32 gram CO2, 1 Liter MFO

menghasilkan 3253,453 gram CO2 [7]. Gambar 7

menunjukkan perhitungan biaya emisi pengangkutan. Pada

tahun 2022 grafik menunjukkan kenaikan yang signifikan, hal

ini disebabkan adanya penambahan armada darat dari 2

menjadi 3 unit sehingga jumlah emisi yang dihasilkan

semakin meningkat.

Gambar. 7. Biaya Emisi Pengangkutan

8) Asumsi-Asumsi Pokok

Asumsi-asumsi pokok yang digunakan dalam perhitungan

Ini disajikan dalam Tabel 4.

Tabel. 4. Asumsi-Asumsi Pokok

Item Nilai Satuan

Onhire MRF Apung 345 Tahun

Umur Operasional MRF

Apung

10 Tahun

Provision 65.000 Rp/orang/hari

Harga MFO 8.360 Rp/liter

Harga MDO 9.955 Rp/liter

Harga Air Tawar 12.000 Rp/m3

Tingkat suku bunga 10,50 %

Skema pinjaman 100 %

Lama angsuran 10 Tahun

9) Manfaat MRF Apung

1. Penghematan Biaya Kebutuhan Lahan

Penghematan kebutuhan lahan dihitung dari selisih antara

lahan yang dibutuhkan dalam pengelolaan sampah di darat

dibandingkan dengan kebutuhan lahan setalah menggunakan

MRF Apung. Gambar 8 menunjukkan grafik total manafaat

penghematan dari kebutuhan lahan. Pada tahun awal grafik

manfaat penghematan menunjukkan nilai negatif hal ini

dikarenakan kebutuhan awal lahan untuk membangun depo

transfer.

Gambar. 8. Grafik Penghematan Biaya Kebutuhan Lahan

2. Penghematan Biaya Dampak Kesehatan

Penghematan biaya dampak kesehatan dapat dihitung

dengan total biaya dampak kesehatan dengan memakai konsep

kondisi eksisting dikurangi biaya dampak kesehatan setelah

pengoperasian MRF Apung. Biaya dampak kesehatan dapat

dihitung dengan mengalikan jumlah kasus penyakit akibat

penimbunan sampah di TPA dengan Tarif Indonesian - Case

Based Groups (Tarif INA – CBGs). Tarif INA – CBGs adalah

besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada

Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan atas paket layanan yang

didasarkan kepada pengelompokan diagnosis penyakit [8].

Gambar 9 menunjukkan perhitungan penghematan biaya

dampak kesehatan.

Gambar. 9. Grafik Penghematan Biaya Dampak Kesehatan

3. Penambahan Nilai Sampah

Penambahan nilai sampah setelah diolah didapat dengan

memvaluasi nilai produk hasil olahan sampah menurut jenis

produk dan harga yang ada di pasaran. Dengan menggunakan

harga komponen sampah kering yang dapat didaur ulang yang

berlaku di Kota Surabaya, nilai ekonomi sampah di Kota

Surabaya dapat diperkirakan. Estimasi nilai jual jenis sampah

kering, yang terdiri atas plastik, kertas, kaca/gelas, dan logam

sebesar Rp. 337.050.000/hari.

Untuk mengetahui nilai tambah sampah setelah melalui

proses pengolahan di MRF Apung yaitu dengan mengalikan

total berat masing-masing jenis produk olahan dengan

estimasi nilai jual jenis sampah. Khusus briket jenis biobriket

harga yang ada di pasaran adalah 3000 rupiah per kilogram.

Gambar 10 menunjukkan hasil perhitungan nilai tambah

sampah setelah diolah di MRF Apung.

Page 6: Studi Cost Benefit Tata Kelola Sampah di Darat dan di Laut · penerapan konsep MRF pada sebuah moda apung yang beroperasi di laut dengan radius pengolahan yang diijinkan dalam . MARPOL

6

Gambar. 10. Grafik Penambahan Nilai Sampah

4. Benefit Cost Ratio

Berdasarkan hasil perhitungan manfaat MRF Apung

didapatkan total manfaat sebesar Rp. 54,7 milyar/tahun.

Sedangkan hasil perhitungan biaya MRF Apung didapatkan

total biaya sebesar Rp 542,2 milyar/tahun.

Setelah didapat hasil perhitungan dari masing-masing

komponen manfaat dan biaya maka langkah terakhir dari

analisis ini adalah menentukan nilai benefit – cost ratio

(BCR), dimana dari perhitungan sebelumnya seluruh analisis

diekivalenkan ke dalam nilai sekarang(present value) tahun

2013 dengan tingkat suku bunga sebesar 10,50%, inflasi

diabaikan dan 10 tahun umur perencanaan operasional

sehingga diperoleh nilai rasio B/C sebesar 0,10. Karena nilai

BCR < 1 maka bisa disimpulkan bahwa MRF Apung tidak

layak dijalankan untuk saat ini.

5. Analisis Sensitivitas

Analisis sensisitivitas dilakukan untuk mengetahui variable

yang mempengaruhi biaya operasional pengelolaan sampah di

darat dengan di laut. Variable yang berpengaruh pada biaya

operasional kedua pengelolaan sampah tersebut adalah harga

tanah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 11.

Gambar. 11. Grafik Hubungan Harga Tanah terhadap Biaya Pengelolaan

Sampah Berdasarkan grafik tersebut dapat diketahui bahwa biaya

pengelolaan sampah di laut pada awalnya akan lebih besar

dibanding dengan pengelolaan sampah di darat pada kondisi

eksisitng. Namun pada saat harga tanah mencapai 13,9 juta

rupiah per m2 (tahun 2021), maka alternatif pengolahan

sampah dengan menggunakan MRF Apung akan layak

dijalankan.

IV. KESIMPULAN

Pengoperasian pengelolaan sampah yang mengintegrasikan

MRF dengan kapal atau disebut MRF Apung dapat diterapkan

sebagai salah satu solusi penanganan sampah perkotaan di

Surabaya. Teknologi yang digunakan bertujuan mereduksi

jumlah sampah dengan cara diolah sebelum dibuang ke tempat

pembuangan akhir (TPA), sehingga dapat mengurangi

kebutuhan lahan, dampak lingkungan dan sosial.

Berdasarkan analisis biaya dan manfaat menunjukkan

hasil dimanan rasio B/C sebesar 0,10 yang berarti konsep

MRF Apung tidak layak untuk dilaksanakan pada saat harga

tanah masih senilai 1.5 juta rupiah per m2. Namun pada saat

harga tanah telah mencapai 13,9 juta rupiah per m2 yang

diestimasikan pada tahun 2021, maka alternatif pengolahan

sampah dengan menggunakan MRF Apung akan layak

dijalankan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak yang telah

membantu proses penelitian ini. Kepada Allah SWT, kepada

keluarga, kepada Dosen pembimbing 1 (Firmanto Hadi, ST.,

M.Sc.) dan Dosen pembimbing 2 (Siti Dwi Lazuardi S.T.),

Dosen dan Karyawan Jurusan Teknik Perkapalan dan Jurusan

Transportasi Laut, teman-teman Laksamana P-49 serta Dinas

Kependudukan dan Catatan Sipil Surabaya, Dinas Kebersihan

dan Pertamanan Surabaya dan UPTD TPA Benowo atas

semua bantuan dan dukungan yang diberikan terkait

penyelesaian artikel ilmiah ini.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Kelompok Kerja Sanitasi Kota Surabaya. 2011. Memorandum Program

Sektor Sanitasi Kota Surabaya 2011. Surabaya: Kelompok Kerja

Sanitasi Kota Surabaya.

[2] Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surabaya, “Proyeksi

Kependudukan Kota Surabaya,” Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil

Kota Surabaya, Surabaya, 2012.

[3] Muafaq, “Desain Konseptual Sistem Pengolah Sampah Apung,” ITS,

Surabaya, 2014

[4] Wijnolst, N., & Wergeland, T. . 1997. Shipping. Netherlands: Delft

University Press

[5] Shailesh, “How do Municipal Solid Waste Disposal Sites Emit

Methane?,” 27 Februari 2013. [Online]. Available:

http://greencleanguide.com/2013/02/27/how-municipal-solid-waste-

disposal-sites-emit-methane/.

[6] G. Turner, D. Handley, J. Newcombe dan E. Ozdemiroglu, “Valuation of

the external costs and benefits to health and environment of waste

management options,” Defra, London, 2004.

[7] A. E. Prasetyo, “Analisis Pemindahan Moda Angkutan Barang di Jalan

Raya Pantura Pulau Jawa : Studi Kasus Koridor Surabaya – Jakarta,”

ITS, Surabaya, 2013.

[8] Menteri Kesehatan Republik Indonesia, “Peraturan Mentri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2013,” Menteri Kesehatan

Republik Indonesia, Jakarta, 2013.