STUD! KADAR TP, SGOT DAN SGPT DALAM KAITANNYA DENGAN … · kadar tp, sgot dan sgpt dalam kaitannya...
-
Upload
vuongkhuong -
Category
Documents
-
view
234 -
download
0
Transcript of STUD! KADAR TP, SGOT DAN SGPT DALAM KAITANNYA DENGAN … · kadar tp, sgot dan sgpt dalam kaitannya...
STUD! KADAR TP, SGOT DAN SGPT DALAM KAITANNYA DENGAN
PENENTUAN FUNGSI HATI PADA SAPI P.O.
SKRIPSI
Oleh
REDNA AURORET CHAIRIL
B.161063
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGaR
1 9 S 5
JUDUL SI<RIPSI
NAMA MAHASISWA
NOMOR POI<OI<
STUOI I<ADAR l1P, SGOlT & S{5Pl' DALAMi
I<AITANNYA DENGAN PENENTUAN FUN~SI
HATl PADA SAPl P.O.
REDNA AURORET CHAIRIL
B 16.1063
MENY.ETUJUI
DOSEN PEMBIMBING
(OR. DRH. AISYAH GIRINDRA )
:.5' f..epfA...--64 IfS> TANGGAL
OAFTAR GAMBAR
GambaI' no Tei< 5 Halaman
1 Skema penguraian hemoglobin 10
2 Ikterus prehepatik 12
3 Ikterus post hepatik 13
4 Ikterus hepatoselluler 15
-8-
Secara umum hati mengemban 3 (tiga) mac am aktivitas
(Girindra, 1984), yaitu :
a. Aktivitas mengeksresi dan mensekresi.
b. Aktivitas metabolik.
c. Aktivitas mendetoksikasi.
Coles (1980), membagi kriteria test fungsi hati se -
suai dengan fungsi hati yang diselidiki. Test fungsi hati
tersebut dikatagorikan menu rut :
a. Test utama yang bergantung pada sekresi dan eks
resi hati, misalnya pigmen-pigmen empedu.
b. Test yang bergantung pada fungsi biokimia yang;
spesifik seperti test metabolisma protein, test
metabolisma lemak.
c. Test yang bergantung pada pengukuran aktivitas
enzim serum, misalnya pengukuran kadar enzim
Transaminase, alkalin fosfatase atau enzim lainnya.
2.2 Metabolisma pigmen empedu.
Sekresi empedu termasuk fungsi hati yang penting.
Bilirubin dikeluarkan dari empedu dan didalam usus dipecah
oleh bakteri menjadi sterkobilinogen. Sebagian sterkobili
nogen diserap kembali dan masuk kedalam ali ran porta yang
disebut sirkulasi enterohepatik pigmen empedu (~irindra,
1984). Empedu yang disekresikan kedalam usus sekitar 90 % diserap kemba1i kedalam a1iran porta (Doxey, 1971).
-9-
Bilirubin terbentuk dari hem dan sebagai hasil inter
medier dari perubahan tersebut adalah biliverdin. Hem yang
dipergunakan untuk membentuk bilirubin berasal dari pemeca
han eritrosit yang akan menghasilkan hemoglobin.
Hemoglobin kemudian akan dihancurkan didalam tubuh, bagian
protein-globin dapat dipakai kembali, baik sebagai protein
maupun dalam bentuk asam-asam aminonya. Skema penguraian
hemoglobin dapat dilihat pada gambar 1.
Selanjutnya hem yang dihasilkan dipergunakan untuk
membentuk pigmen empedu atau bilirubin.
Didalam ali ran darah bilirubin berikatan dengan albumin
serum. Tiap molekul albumin memiliki satu tempat dengan
affinitas tinggi dan satu tempat dengan affinitas rendah
untuk bilirubin. Dalam bentuk bilirubin-albumin ini dialir
kan kedalam hati. Bilirubin-albumin tidak larut dalam air
oleh karena itu tidak terdapat didalam urin/air kemih.
Ikatan bilirubin-albumin ini disebut bilirubin babas.
Ikatan bilirubin-albumin satelah sampai dihati dipecah,
kemudian bilirubin berikatan dengan asam glukoronida. Ben
tuk ikatan ini disebut bilirubin bereaksi langsung. Dengan
penambahan gugus polar pada bilirubin, hati mengubah biliru
bin menjadi bentuk yang larut didalam air atau polaritas
bilirubin dicapai dengan konjugasi (Harper, et .al, 1979).
Dalam kaadaan fisiologis pada hakakatnya semua biliru
yang dikeluarkan kedalam empedu adalah bilirubin yang telah
mengalami konjugasi, kemudian ikatan ini masuk kedalam
-12-
kadar bilirubin yang tidak terkonjugasi atau bilirubin
indirek atau bilirubin bebas didalam serum, Selain itu
terdapat pula kenaikan kadar urobilinogen dan sterkobilin.
Karena penyebab ikterus prehepatik adalah hemolisis,
maka akan terdapat tanda-tanda anemia juga kulit serta
mukosa penderita akan tampak kuning muda.
Gambar 2.
.,' .
Ikterus prehepatik.
Disarikan dari Kaneko dan Cornelius (1971).
BILIRUBIN DIGLUCURONIDE
51
URE 1[ R
URO[)IL -HS,LIRU8tN INOGEN GLUCUROIHDES
. 't UROBILINOGEN I Co ~ terra i,. STERCOBIL"'OGE It
STERCOBILIN
-13-
2.3.2 Ikterus post hepatik.
Ikterus tipe ini ditandai dengan reaksi van den Bergh
langsung (direk) oleh bilirubin diglukoronida serum, seba-
gai akibat terjadinya bendungan dalam saluran empedu sehing-
ga empedu dan bilirubin yang sudah mengalami konjugasi tidak
dapat dialirkan kedalam usus halus. Akibatnya terjadi ke -
naikan kadar bilirubin terkonjugasi (bilirubin direk/bili -
rubin bereaksi langsung) dan bilirubin didalam air kemih,
tetapi tidak dijumpai urobilinogen dan sterkobilin.
Biasanya kulit dan mukosa terutama sklera mata penderi-
ta tampak kuning tUa atau kuning kehijau-hijauan. Karena
didalam tinja tidak ada sterkobilin, maka tinja akan tampak
pucat seperti dempul. Ikterus post hepatik disebut juga
sebagai ikterus obstruktif.
Gambar 3.
--Ikterus post hepatik.
Oisarikan dari Kaneko dan Cornelius (1971).
i.i ri<{) IQ~ I u rriu m . --------,
Porlol vein
Ureler
Bilirubin glucuronides
Claycolored stools
-16-
mUkoprotein dihasilkan didalam hati (Wilkes, rt aI, 1981).
Perubahan protein plasma tidak selalu spesifik untuk
menggambarkan kondisi utama suatu penyakit. Walaupun da
pat dipakai sebagai prognosa maupun diagnosa suatu penya
ki t.
Perubahan total protein plasma sebagian besar selalu
disebabkan oleh penurunan kuantitas albumin yang disertai
hyperglobulinemia yang terbatas. Meningkatnya kadar glo
bulin adalah sebagai respon terhadap stimulasi antigen
oleh penyakit infeksi dan penyakit suppuratif. Kejadian
ini tidak dapat mempertahankan konsentrasi total protein
plasma yang kemudian berlanjut menjadi hypoproteinemia.
2.5 Enzim serum.
6ila terdapat kelainan hati, maka dapat dilihat kadar
enzim didalam serum/plasma berubah. Menurut Todd dan San
ford (1974), enzim-enzim serum dapat disusun menjadi 4 (em
pat) katagori menurut perubahan-perubahan kadar didalam
plasma
a. Disebabkan karena gangguan. eksresi empedu pada
ikterus obstruktif, misalnya alkalin fosfatase.
b. Kerusakan sel parenkhim hati akibat nekrosis
atau perubahan permeabilitas membran hati, sehing
ga enzim terlepas bebas, misalnya glutamat piru-
-22-
Empat buah tabung reaksi disediakan masing-masing
untuk sampel (tabung reaksi 1), blanko sampel (tabung -
reaksi 2), standard (tabung reaksi 3), blanko standard
(tabung reaksi 4). Kedalam tabung reaksi 1 dimasukkan
serum/plasma sampel sebanyak 0,1 ml dan reagens biuret
5,0 ml. Kedalam tabung reaksi 2 dimasukkan serum/plas
ma sampel sebanyak 0,1 ml dan reagens pembanding 5,0 ml.
5edangkan kedalam tabung reaksi 3 dimasukkan serum stan
dard 0,1 ml dan reagens biuret 5,0 ml. Selanjutnya ke
dalam tabung reaksi 4 dimasukkan serum standard 0,1 ml
dan reagens pembanding 5,0 mI.
Setelah itu keempat tabung reaksi diatos dihomogenkan,
dan kemudian dibiarkan selama 30 menit pada suhu kamar.
Absorbance sampel dan standard reagens biuret diukur,
juga absorbance dari blanko terhadap air dengan memper
gunakan spektrofotometer.
Maksimum absorbance 545 nm.
Filter antara 530 dan 565 nm.
Blanko hanya diperlukan bila serumnya hemolisa, icteric
dan keruh, atau untuk serum standard. Hanya satu stan
dard yang diperlukan untuk setiap satu seri test. Ka
lau setelah beberapa kali pengulangan diperoleh hasil
absorbance standard yang dipercaya, maka pemakaian stan
dard selanjutnya dapat diabaikan.
-25-
selama 30 menit. Kedalam kedua tabung tersebut dltambah
kan pereaksi warna masing-masing 0,5 mI. Lalu kedalam
tabung reaksi 2 dimasukkan s~rum 0,2 ml, dihomogenkan
dan kedua tabung reaksi tersebut dibiarkan pada 15 - 25
o C selama 20 menit. 0,4 N larutan NaoH dimasukkan ke-
dalam kedua tabung. reaksi yang ada lalu setelah 5 - 30
menit diukur absorbance dari sampel terhadap blanko
dan panjang gelombang yang dipergunakan adalah 500 -
560 nm.
Nilai dari absorbance sampel dibaca dari kurva kalibrasi
dalam U/l. Kurva kalibrasi dibuat dengan cara mencampuE.
kan larutan standard dan larutan buffer substrat dengan
perbandingan volume sebagai berikut :
Nomor tabung Larutan Larutan Metoda UV reaksi standard buffer
(ml) (ml) (U/I)
1. .0,00 1,00 ° 2. 0,05 0,95 9
3. 0,10 0,90 21
4. 0,15 0,~5 36
5. 0,20 0,80 60
6. 0,25 0,75 95
-34-
Tabel 2~ Perbandingan kadar total protein, total albumin
dan total globulin pada infeksi oleh Fasciola -
hepatica (disarikan dari Anderson et aI, 1977). --
Waktu infeksi (minggu)
° 6 12 17 23
To tal pro tein, Infeksi 5,33 6,75 6,74 6,06 6,40
(gram %) I<ontrol 5,68 7,18 6,49 5,96 5,76
Total albumin Infeksi 2,51 2,70 2,69 2,54 2,46
(gram %) I<on trol 2,59 3,27 3,24 3,16 2,73
Total globulin Infeksi 2,82 4,05 4,04 3,52 3,95
(gI'am %) 1<0ntI'ol 3,09 3,92 3,25 2,80 3,04