Struma Fix New

59
LAPORAN KASUS STRUMA Pembimbing dr. Setianingsih, Sp.Rad dr. Ardhiana Kasaba, Sp.Rad Disusun Oleh : Aqidatul Izzah 201410401011033 Nadia Aprilia Fitriana 201410401011041 Lisa Lailatannur 201410401011049 SMF RADIOLOGI RSU HAJI SURABAYA

description

struma

Transcript of Struma Fix New

LAPORAN KASUSSTRUMA

Pembimbingdr. Setianingsih, Sp.Raddr. Ardhiana Kasaba, Sp.RadDisusun Oleh :Aqidatul Izzah

201410401011033

Nadia Aprilia Fitriana201410401011041Lisa Lailatannur

201410401011049SMF RADIOLOGI RSU HAJI SURABAYA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2014

Laporan kasus dengan judul Struma telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan Dokter Muda di bagian Ilmu Radiologi.

Surabaya, Juli 2014Pembimbing 1

Pembimbing 2dr. Setianingsih, Sp.Rad

dr. Ardhiana Kasaba, Sp.RadDAFTAR ISI

Halaman Judul ...................................................................................................

1Lembar Pengesahan ...........................................................................................

2

Daftar Isi ............................................................................................................

3

Daftar Gambar ...................................................................................................

4

Kata Pengantar ..................................................................................................

5

Bab 1 Pendahuluan ............................................................................................

6

Bab 2 Presentasi Kasus ......................................................................................

7

2.1Identitas Pasien ....................................................................................7

2.2Anamnesis ...........................................................................................7

2.3Pemeriksaan Fisik ................................................................................8

2.4Pemeriksaan Penunjang ....................................................................... 9Bab 3 Tinjauan Pustaka ......................................................................................18

3.1Anatomi dan Fisiologi Tiroid ..............................................................18

3.2Patofisiologi Struma............................................................................. 19

3.3Manifestasi Klinis................................................................................. 20

3.4Diagnosis.............................................................................................. 20

3.5Penatalaksanaan.................................................................................... 34

3.6Komplikasi............................................................................................ 35

3.7Prognosis............................................................................................... 35Bab 4 Analisis Kasus ..........................................................................................36Bab 5 Kesimpulan................................................................................................ 38Daftar Pustaka ....................................................................................................39DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1Anatomi Tiroid.............................................................................

18Gambar 3.2Proyeksi Foto Thorax....................................................................23Gambar 3.3Foto Thorax Normal ...................................................................

24Gambar 3.4Struma Retrosternal ....................................................................

27Gambar 3.5Struma Retrosternal.....................................................................

28Gambar 3.6Struma yang Mengakibatkan Penyempitan Trakea.....................

28Gambar 3.7USG Tiroid Normal (Transversal)...............................................

30Gambar 3.8USG Tiroid Normal (Longitudinal)............................................

30Gambar 3.9USG Membedakan Massa Kistik dan Solid................................30Gambar 4.0Struma Multinodusa....................................................................33KATA PENGANTARAssalamualaikum Wr.Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis telah menyelesaikan penulisan laporan kasus dengan judul Struma.Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan pada program pendidikan profesi dokter pada Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang yang dilaksanakan di RSU Haji Surabaya.

Ucapan terima kasih dokter pembimbing dan semua pihak terkait yang telah membantu terselesaikannya laporan kasus ini.

Tulisan laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan kerendahan hati, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya dan mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga tulisan laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Wassalamu alaikum Wr. Wb.

Surabaya, Juli 2014

BAB 1PENDAHULUAN

Struma atau goiter adalah pembesaran kelenjar tiroid yang disebabkan oleh banyak hal dan dapat berkaitan dengan keluaran hormon tiroid yang menurun, meningkat (goiter toksik), atau normal (goiter non toksik) (Price, 2006). Struma dapat diklasifikasikan berdasarkan fisiologis yaitu termasuk di dalamnya eutirodisme, hipotiroidisme, dan hipertiroidisme. Berdasarkan morfologi dibedakan atas struma hyperplastica diffusa, struma colloides diffusa dan struma nodular serta berdasarkan klinis dibedakan atas struma toksik dan struma non toksik. Goiter non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid yang berbatas jelas, tanpa gejala-gejala hipertiroid (Poerwadi et al, 2008).

Struma dapat meluas sampai ke mediastinum anterior superior, terutama pada bentuk nodulus yang disebut struma retrosternum. Umumnya, struma retrosternum ini tidak turun naik pada gerakan gerakan menelan karena aperture toraks terlalu sempit. Seringkali struma ini berlangsung lama dan bersifat asimtomatik, sampai terjadi penekanan pada organ atau struktur sekitarnya (de Jong, 2011).Goiter non toksik biasanya terjadi pada wanita berusia lanjut (de Jong, 2011). Di daerah endemik struma, 20% dari populasi berusia lebih dari 70 tahun mengalami struma retrosternal.

Penyebab struma disebabkan karena gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tiroid. Hal tersebut bisa disebabkan karena defisiensi iodium, kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesis hormon tiroid, penghambatan sintesis hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak, dan kacang kedelai), penghambatan sintesis hormon oleh obat-obatan (misalnya: tiokarbamid, sulfonilurea, dan litium) (Brunicardi et al, 2010).

BAB 2PRESENTASI KASUS2.1 Identitas Pasien

Nama

: Ny. Giyem

Usia

: 63 tahunJenis kelamin: Perempuan

Alamat: Jalan Kedungsroko Gang 6 No.20 Surabaya

Pendidikan: SMA

Pekerjaan: Penjual kue

Agama: IslamSuku

: Jawa

Tanggal : 17 Juli 20142.2 Anamnesis

2.2.1 Keluhan utama : nyeri perut

2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke Poli Penyakit Dalam RSU Haji Surabaya dengan keluhan nyeri pada seluruh bagian perut, keluhan dirasakan sejak 3 hari yang lalu, pasien juga mengeluhkan tidak bisa buang air besar dan pada saat mengejan mengeluarkan darah 1cc berwarna merah segar. Pasien juga sering merasa pusing dan mengeluhkan berat badannya dalam seminggu turun 6 kg. Pasien sempat mendapatkan perawatan inap di RSU Haji Surabaya. Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik ditemukan bahwa terdapat adanya benjolan di leher sebelah kiri. Pasien menyangkal adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, tangan yang gemetar, suara hilang, sering merasa lapar, keringat dingin, dan nyeri telan.2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien memiliki penyakit hipertensi namun tidak rutin minum obat antihipertensi.

Pasien memiliki riwayat gastritis.

Pasien menyangkal adanya penyakit DM.

2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat hipertensi (+) pada ibu pasien

Tidak terdapat riwayat DM.

Tidak terdapat riwayat TB.

Tidak terdapat riwayat asma.

Tidak terdapat riwayat tumor.

2.2.5 Riwayat Penyakit Sosial:

Saat memasak jarang menggunakan garam beryodium karena

suami mengalami hipertensi dan mempunyai riwayat penyakit

jantung.

Jarang berolahraga

Senang makan sayuran mentah.

Anak pasien merokok sehari 2 pak.

2.3 Pemeriksaan Fisik :

2.3.1 Status Present: Keadaan Umum : Cukup

Kesadaran : Compos mentis

GCS : 456

Vital Sign : a. TD : 140/90 mmHg

b. Nadi : 92 x/min

c. Temp : 37,5 C

d. RR : 21x/min

2.3.2 Kepala : A/I/C/D: -/-/-/-2.3.3 Leher :

Inspeksi : benjolan (-), pembesaran kgb(-)

Palpasi : deviasi trakea (-), massa di bagian sinistra dengan

konsistensi kenyal, mobile, diameter 5cm, nyeri (-).

2.3.4 Thorax : Paru :

a. Inspeksi : bentuk dada normal, pola pernapasan reguler, retraksi dinding dada (-), tidak tampak adanya

massa.

b. Palpasi : ekspansi dinding dada simetris, stem fremitus

meningkat, tidak teraba adanya massa

c. Perkusi : redup pada lapang paru sinistra

d. Auskultasi : suara vesikular kiri menurun, Rh(-)/(-), Wh (-)/(-)

Jantung :

a. Inspeksi : vuosure cardiaq(-), iktus tidak tampak. b. Palpasi : iktus teraba. c. Perkusi : batas jantung kanan batas jantung kiri dbn. d. Auskultasi: terdengar suara jantung tambahan (murmur+)2.3.5 Abdomen : Inspeksi : dalam batas normal Auskultasi : bising usus (+) normal Palpasi : supel, nyeri tekan (-) Perkusi : timpani2.3.6 Ekstremitas : edema (-) 2.4 Pemeriksaan Penunjang :

- Pemeriksaan Darah Hasil Laboratorium : BUN 13 mg/dl, creatinin serum 0,7 mg/dl Foto thorax AP

Deskripsi :

Foto thorax AP

Cor : ukuran dan bentuk kesan normal

Pulmo : terdapat pemadatan pada daerah paratrakea dextra dan sinistra dengan kanan lebih berat. Sinus costofrenikus dextra dan sinistra : tajam

Tulang : os clavicula, os scapula, vertebrae thoracalis I-IV, costae dalam batas normal.

Soft tissue : dalam batas normalKesimpulan : terdapat massa pada daerah paratrakea dextra dan sinistra

Foto thorax lateral

Deskripsi :

Foto thorax lateral

Tampak pembesaran kedua hilus

Tampak dilatasi pembuluh darah

Tidak ada pendorongan trakeaKesimpulan : usulan MSCT thorax dengan kontras. MSCT Thorax.

PRE KONTRAS

POST KONTRAS

Deskripsi :

MSCT scan thorax irisan tranversal, sagital, axial, tanpa dan dengan kontras : tampak massa solid di bagian tepi. Dengan bagian cairan kental di bagian tengah daerah retrosternal kanan kiri dengan batas atas yang naik menyambung ke daerah thyroid kanan kiri. Massa berada posterior dari aorta. Tak tampak infiltrasi massa ke organ sekitar, baik trachea, batas tegas. Setelah pemberian kontras tampak enhance ringan pada bagian solid massa. Ukuran 8,39 cm x 8,7 x 5,74 cm di bagian retrosternal kanan, dan diameter 4 cm di bagian retrosternal kiri. Kalsifikasi massa positif. Tak tampak bayangan massa pada paru kanan kiri.

Tak tampak infiltrat pada paru kanan kiri.

Dinding thorax normal.

Jantung normal.

Mediastinum normal.

Trachea di tengah, carina, mean bronchus kanan kiri terbuka.

Tak tampak pembesaran kelenjar regional/sub carina.

Tak tampak adanya destruksi tulang.

Tak tampak adanya efusi pleura, hemithorax kanan kiri normal.

Tak tampak vaskularisasi normal.

Kesimpulan : retrosternal koloid goiter.Konfirmasi USG : struma multinodusa bilateral. USG tiroid

Kesimpulan : struma multinodusa bilateral.BAB 3TINJAUAN PUSTAKA3.1 Anatomi dan Fisiologi Tiroid

Gambar 3.1 Anatomi TiroidKelenjar tiroid pada umumnya terdiri dari 2 lobus yang terletak di sisi trakea yang dihubungkan oleh ismus. Lobus yang terletak di sebelah lateral trakea tepat dibawah laring dan dihubungkan dengan jembatan jaringan tiroid, disebut isthmus, yang terlentang pada permukaan anterior trakea. Setiap lobus mendapat perdarahan dari arteri tiroidea superior di pole atas bagian medial yang berasal dari arteri karotis eksterna dan arteri tiroidea inferior di bagian tengah postero-lateral, yang merupakan cabang arteri subklavia. Sedangan darah balik yang menuju vena jugularis interna melalui 3 jalur dari pole atas, tengah dan bawah. Aliran limfe terutama ke node sentral (Pasaribu ET, 2006). Secara mikroskopik, tiroid terutama terdiri atas folikel steroid, yang masing-masing menyimpan materi koloid dibagian pusatnya. Folikel memproduksi, menyimpan, dan mensekresi kedua hormone utama T3 (triodotironin) dan T4 (tiroksin). Jika kelenjar secara aktif mengandung folikel yang besar, yang masing-masing mempunyai jumlah koloid yang disimpan dalam jumlah besar sel-selnya, sel-sel parafolikular mensekresi hormon kalsitonin. Hormon ini dan dua hormon lainnya mempengaruhi metabolisme kalsium (Brunicardi et al, 2010).Fungsi utama hormon tiroid T3 dan T4 adalah mengendalikan aktivitas metabolik seluler. Kedua hormon ini bekerja sebagai alat pacu umum dengan mempercepat proses metabolisme. Efeknya pada kecepatan metabolisme sering ditimbulkan oleh peningkatan kadar enzim-enzim spesifik yang turut berperan dalam konsumsi oksigen, dan oleh perubahan sifat responsif jaringan terhadap hormon yang lain. Hormon tiroid mempengaruhi replikasi sel dan sangat penting bagi perkembangan otak. Adanya hormon tiroid dalam jumlah yang adekuat juga diperlukan untuk pertumbuhan normal. Melalui efeknya yang luas terhadap metabolisme seluler, hormon tiroid mempengaruhi setiap sistem organ yang penting. Kelenjar tiroid berfungsi untuk mempertahankan tingkat metabolisme di berbagai jaringan agar optimal sehingga mereka berfungsi normal. Hormon tiroid merangsang konsumsi O2 pada sebagian besar sel di tubuh, membantu mengatur metabolisme lemak dan karbohidrat, dan penting untuk pertumbuhan dan pematangan normal. Hormon-hormon tiroid memiliki efek pada pertumbuhan sel, perkembangan, dan metabolisme energi. Efek-efek ini bersifat genomik, melalui pengaturan ekspresi gen, dan yang tidak bersifat genomik, melalui efek langsung pada sitosol sel, membran sel, dan mitokondria. Hormon tiroid juga merangsang pertumbuhan somatis dan berperan dalam perkembangan normal sistem saraf pusat. Hormon ini tidak esensial bagi kehidupan, tetapi ketiadaannya menyebabkan perlambatan perkembangan mental dan fisik, berkurangnya daya tahan tubuh terhadap dingin, serta pada anak-anak timbul retardasi mental dan dwarfisme. Sebaliknya, sekresi tiroid yang berlebihan menyebabkan badan menjadi kurus, gelisah, takikardia, tremor, dan kelebihan pembentukan panas.3.2 Patofisiologi Struma

Yodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hormon tiroid. Bahan yang mengandung yodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tiroid. Dalam kelenjar, yodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormone (TSH) kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diiodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul triiodotironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi TSH dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang triiodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan, dan metabolisme tiroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hipofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid (Brunicardi et al, 2010).

3.3 Manifestasi Klinis

Keluhan pasien pada umumnya hanya terdapat benjolan pada leher bagian depan atau bawah. Struma yang besar dapat memberikan gejala penekanan pada trakea (sesak napas) atau pada esophagus (disfagia). Gejala penekanan ini dapat juga oleh tiroiditis kronis karena konsistensinya yang keras. Keganasan tiroid yang infiltrasi nervus rekurens menyebabkan terjadi suara parau. Kadang-kadang penderita datang karena ada benjolan pada leher sebelah lateral atas yang ternyata metastase karsinoma tiroid pada kelenjar getah bening, sedangkan tumor primer sendiri ukurannya masih kecil atau penderita datang karena benjolan di tulang kepala atau tulang lain yang ternyata suatu metastase karsinoma tiroid dalam tulang (Poerwadi et al, 2008).

3.4 Diagnosis

1. Anamnesis

Perlu ditanyakan apakah pasien berasal dari daerah endemis dan banyak tetangga yang sakit seperti pasien (struma endemik). Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami rasa sakit leher bagian depan bawah disertai peningkatan suhu tubuh (tiroiditis kronik). Apakah terdapat keluarga yang meninggal akibat penyakit yang sama dengan penderita (karsinoma tiroid tipe nodular). Kecurigaan kemungkinan karsinoma tiroid harus dipikirkan bila pasien pernah mendapat radioterapi daerah kepala leher pada waktu anak-anak, usia di bawah 12 tahun atau usia di aats 50 tahun, dan pertumbuhan struma yang cepat (Poerwadi et al, 2008).2. Pemeriksaan fisik

a. Inspeksi : tampak suatu benjolan pada leher pada bagian depan bawah yang bergerak ke atas pada waktu pasien menelan ludah. Apakah terdapat hiperemi dan ulserasi. Apakah terdapat benjolan lain di leher yang kemungkinan metastase pada kelenjar getah bening.

b. Palpasi : yang harus diperhatikan adalah lokalisasi benjolan terhadap trakea (mengenai lobus kiri, kanan, atau keduanya), ukuran (diameter terbesar benjolan, nyatakan dalam sentimeter), konsistensi, mobilitas, infiltrasi terhadap kulit atau jaringan sekitar, apakah batas bawah benjolan dapat diraba (bila tidak teraba mungkin ada bagian yang masuk ke retrosternal), pembesaran kelenjar getah bening di leher (Poerwadi et al, 2008).

3. Pemeriksaan penunjang

a. Tes Fungsi Tiroid

Tes fungsi tiroid bertujuan untuk membantu menentukan status tiroid. Tes T4 digunakan untuk menentukan suatu hipotiroidisme atau hipertiroidisme, menentukanmaintenance dose tiroid pada hipotiroidisme dan memonitor hasil pengobatan antitiroid pada hipertiroidisme. Tes T3 digunakan untuk mendiagnosis hipertiroidisme dengan kadar T4 normal .

TSHs (Thyroid Stimulating Hormon sensitive) adalah tes TSH generasi ke tiga yang dapat mendeteksi TSH pada kadar yang sangat rendah sehingga dapat digunakan sebagai pemeriksaan tunggal dalam menentukan status tiroid dan dilanjutkan dengan tes FT4 hanya bila dijumpai TSHs yang abnormal. FT4 lebih sensitif daripada FT3 dan lebih banyak digunakan untuk konfirmasi hipotiroidisme setelah dilakukan tes TSHs .

TesThyroid Releasing Hormone (TRH) digunakan untuk mengukur respons hipofisis terhadap rangsangan TRH, yaitu dengan menentukan kadar TSH serum sebelum dan sesudah pemberian TRH eksogen. Pada hipertiroidisme klinis atau subklinis tidak tampak peningkatan TSH setelah pemberian TRH. Sebaliknya bila pasien eutiroid atau sumbu hipotalamus-hipofisis masih intak, maka hipofisis akan memberikan respons yang adekuat terhadap rangsangan TRH. Tes TRH yang normal menyingkirkan diagnosis hipertiroidisme.

Tes TRH hanya dilakukan pada pasien yang dicurigai hipertiroidisme sedangkan kadar FT4 dan FT3 masih normal atau untuk mengevaluasi kadar TSH yang rendah atau tidak terdeteksi dengan atau tanpa hiper/hipotiroidisme yang penyebabnya tidak diketahui .

b. X-foto toraks.

Dalam pembuatan foto rontgen toraks, biasanya dibuat dengan arah postero-anterior (PA). Dalam proyeksi PA, bagian depan pasien dihadapkan ke kaset film, dan tabung sinar X diatur letaknya 2-4 m di belakang pasien. Radiografer memusatkan berkas sinar X ke vertebra T4 dan meminta pasien meletakkan pergelangan tangannya pada pinggul untuk menggeser skapula ke lateral sehingga tidak menutupi lapang paru. Pemeriksaan foto dada yang ideal adalah foto PA tegak dan lateral kiri yang diperoleh saat inspirasi penuh. Proyeksi lainnya meliputi ekspirasi supinasi, lordotik, lordotik terbalik, penetrasi atau lateral dekubitus (Briggs G, 2013).

Gambar 3.2 Proyeksi Foto ToraksAgar distorsi dan magnifikansi yang diperoleh menjadi sekecil mungkin, maka jarak antara tabung dan film harus 1,80 meter dan foto dibuat sewaktu penderita sedang dalam bernapas dalam (inspirasi). Tekanan listrik yang biasanya digunakan antara 60-90 KV; semakin tinggi semakin baik, karena ini mengurangi kontras hitam putih, Beberapa proyeksi istimewa diperlukan untuk melihat lebih jelas daerah-daerah yang tersembunyi pada proyeksi-proyeksi biasa, proyeksi miring (oblique) dibuat dengan sudut kira-kira 45o dan diberi nama menurut bagian dada yang letaknya terdekat pada filmdan terjauh dari tabung roentgen; misalnya right anterior oblique (RAO) berarti penderita berdiri dengan bagian kanan dada depan bersentuhan dengan kaset film pada sudut 45o dan bagian kiri dada belakang (punggung kiri) terletak dekat dekat pada tabung. Proyeksi istimewa lain yang juga sering dibuat ialah proyeksi lordotik puncak paru dengan arah sinar antero-posterior (AP). Proyeksi ini dikerjakan untuk menyelidiki sarang-sarang yang terletak di puncak paru (apeks), yang pada proyeksi postero-anterior (PA) biasa umumnya tersembunyi di belakang klavikula dan kosta 1. Kadang perlu dibuat foto dalam posisi berbaring untuk meneliti lebih lanjut letak dan sifat cairan yang berkumpul dalam kavitas, rongga plura, atau sela pleura interlobaris (Rasad S, 2011) .

Gambar 3.3 Foto Toraks normalRongga toraks diisi oleh bangunan-bangunan yang densitasnya satu sama lain sangat berbeda, yaitu densitas tinggi yang tinggi dari jaringan lunak terhadap densitas yang rendah dari udara. Di sebelah bawah rongga toraks dibatasi oleh kedua diafragma; di tengah-tengahnya tampak bayangan padat yang disebabkan oleh mediastinum, jantung, pembuluh-pembuluh darah besar, akar paru, trakea, dan bronki yang besar (Rasad S, 2011). Sepertiga jantung terletak di sebelah kanan garis tengah dan dua pertiganya terletak di sebelah kiri; apeks jantung menunjuk kearah bawah dan keluar sehingga menghasilkan bentuk yang khas (Briggs G, 2013). Toraks terbagi dua oleh mediastinum di tengah-tengah. Di sebelah kanan kiri dan kanan mediastinum terdapat paru-paru yang berisi udara, yang karenanya relatif radiolusen (hitam) bila dibandingkan mediastinum, dinding toraks dan bagian atas abdomen (putih). Bayangan-bayangan pada paru disebabkan oleh bangunan-banguna vaskular, limfatik, bronkial, dan endothelial, dikelilingi oleh udara. Di bagian tengah terlihat bayangan hilus paru, yang kiri terletak lebih tinggi sedikit daripada yang kanan. Bayangan hilus ini terutama dibentuk oleh arteri pulmonalis, tetapi secara anatomis juga terdiri dari vena pulmonalis, bronki besar, dan kelenjar-kelenjar limfe hilus peribronkial. Dari akar ini tampak memancar ke segala jurusan di perifer bayangan-bayangan linier, yang lumennya semakin sempit bila semakin jauh dari hilus serta semakin dekat ke perifer. Bayangan tersebut sangat jelas dan menonjol di daerah parakardial kanan dan disebabkan oleh beberapa vena pulmonalis yang besar. Foto toraks pada orang dewasa memperlihatkan jantung, paru-paru, diafragma, sinus costofrenikus, tulang (costae, klavikula, kedua belah skapula, vertebra servikal dan torakal ), dan jaringan lunak dinding toraks (Rasad S, 2011).

Sternum biasanya tidak terlihat jelas pada foto PA karena adanya superposisi dengan vertebra torakal. Untuk menyelidiki sternum, lebih baik dibuat foto lateral. Semua kosta hampir serupa bentuknya. Bagian kosta yang terletak paling anterior dan berhubungan dengan sternum pada orang muda masih merupakan tulang rawan (kartilago) sehingga tidak terlihat pada foto rontgen. Tetapi dengan meningkatnya umur dan juga beberapa keadaan lain, sebagian kartilago ini mengapur dan mengakibatkan bayangan-bayangan dengan densitas tinggi, berbintik-bintik secara tidak teratur. Sela-sela interkostal diberi angka menurut kosta di sebelah atasnya. Kosta yang terletak di bawah diafragma tidak terlihat sejelas kosta yang di atas diafragma karena lebih tingginya densitas alat-alat abdomen (Rasad S, 2011).

Jaringan lunak dinding toraks, baik yang terletak di sebelah depan maupun belakang, mungkin merupakan bayangan luas yang menyelubungi isi toraks (Rasad S, 2011). Ketebalan jaringan lunak di dinding dada bervariasi menurut ukuran badan pasien. Pada pasien perempuan, proyeksi payudara meningkatkan densitas di atas zona inferior paru (Briggs G, 2013).

Tujuan dibuatnya foto lateral adalah memperlihatkan sisi lain dari sebuah struktur tiga dimensi (contoh, melihat bagian paru yang yang berada di bawah apeks diafragmatik) dan membantu menentukan lokasi dan mendiagnosis kelainan yang terlihat pada foto frontal. Yang dilaporkan dari hasil foto lateral antara lain trakea, densitas hilar dan arteri pulmonalis utama, jantung dan pembuluh besar, diafragma dan di bawahnya, fisuura pleura (ruang retrosternal, ruang retrokardiak, sudut kostofrenikus posterior), vertebra torakal, kosta, dan jaringan lunak (Briggs G, 2013).Jaringan tiroid yang membesar di rongga toraks diberi nama sesuai tempat anatominya diantaranya yaitu substernal, retrosternal, dan mediastinal.

Gambar 3.4 Struma Retrosternal

Gambar diatas menggambarkan bahwa tampak pemadatan pada daerah paratrakea dextra disertai dengan deviasi trakea ke arah sinistra.c. MSCT

MSCT adalah teknik diagnostik non-invasif yang menyajikan lebih banyak informasi daripada radiograf standard tetapi mempergunakan radiasi lebih banyak. Berkas sinar X yang sempit, terkolimasi, dan bergerak melingkar ditransmisikan melintasi tubuh ke satu cincin detektor sehingga menghasilkan citra potongan melintang tubuh. Densitas berbagai volume kecil (voksel) di dalam tubuh dapat dihitung dari berbagai proyeksi dengan komputer (Briggs G, 2013).

MSCT pada leher bisa membantu menentukan apakah ada kelainan pada trakea jika terjadi suatu deviasi yang terjadi akibat suatu struma dan letak kelainan tersebut. MSCT dengan menggunakan iodine kontras bisa memicu terjadinya tirotoksikosis pada orang dengan nontoksik yang tersembunyi (Jod-Basedow effect).

Gambar 3.5 Struma RetrosternalStruma retrosternal harus diselidiki dengan MSCT untuk menilai tingkat ekstensi ke dada dan untuk menentukan penyempitan dan pergeseran trakea.

Gambar 3.6 Struma yang Mengakibatkan Penyempitan Trakead. USG tiroid

USG adalah teknik diagnostik non-invasif yang menggunakan gelombang suara dengan frekuensi di atas rentang pendengaran manusia. Gelombang ultrasound dihasilkan oleh kristal piezoelektrik di dalam probe transduser, yang juga mendeteksi sinyal yang kembali. Sinyal eko ini lalu dikonversikan menjadi sinyal listrik dan kemudian diproses menjadi gambaran hitam putih (Briggs G, 2013). Umumnya tidak dilakukan persiapan khusus, pemeriksaan dilakukan pada pasien dengan posisi supine serta bahu diganjal sehingga diperoleh ekstensi lehe yang maksimal. Pemeriksaan dilakukan dengan posisi transduser adalah tranversal mulai dari pole bawah digeser ke arah ceohalad sampai pole atas, sehingga seluruh tiroid dapat dinilai. USG cepat dan cukup akurat dapat membedakan lesi kistik dan lesi solid. USG dengan lebih mudah dapat menentukan apakah lesi di tiroid itu tunggal atau lebih dari satu.Peranan pemeriksaan USG pada tonjolan tiroid adalah dengan cepat dapat menentukan apakah tonjolan tersebut di luar atau di dalam tiroid, dapat membedakan lesi kistik dari lesi solid, dapat mengetahui apakah tonjolan tersebut tunggal atau lebih dari satu, dapat membantu penilaian respon pengobatan pada terapi supresi, sebagai pemeriksaan penyaring terhadap golongan risiko tinggi untuk menemukan keganasan tiroid (Rasad S, 2011).

Gambar 3.7 USG Tiroid Normal (Tranversal)

Gambar 3.8 USG Tiroid Normal (Longitudinal)

Gambar 3.9 USG Membedakan Massa Kistik dan SolidDalam keadaan normal, kelenjar tiroid tidak terlihat dan hampir tidak teraba, tetapi bila membesar, suatu benjolan (nodul) dapat diraba dengan mudah. Benjolan ini merupakan salah satu bentuk kelainan pada kelenjar tiroid. Namun tidak semua kelainan pada kelenjar tiroid berupa nodul yang tampak secara klinis, sehingga diperlukan suatu pemeriksaan penunjang untuk mengidentifikasi dan mendiagnosis kelainan lainnya, yaitu dengan pemeriksaan ultrasonografi (USG) pada tiroid. Ultrasonografi adalah cara yang paling umum dan paling berguna untuk mencitrakan kelenjar tiroid dan patologinya, seperti diakui dalam pedoman untuk mengelola kelainan tiroid yang diterbitkan oleh American Thyroid Association. Selain memfasilitasi diagnosis nodul yang tampak secara klinis, meluasnya penggunaan ultrasonografi telah berhasil mengungkap banyak nodul tiroid yang tidak tampak secara klinis (mayoritas jinak). Meluasnya penggunaan USG dalam teknik diagnostik patologi kelenjar tiroid juga didukung oleh beberapa kelebihannya, antara lain pemeriksaan yang non-invasif, tidak menggunakan sinar pengion, sehingga dapat digunakan berulang-ulang, tidak menimbulkan rasa sakit pada penderita, pemeriksaannya relatif cepat dan mudah, serta sensitivitas tinggi untuk nodul. Selain itu, penggunaan USG saat ini, tidak hanya untuk diagnosis, tetapi juga sebagai alat bantu pemeriksaan penunjang lainnya (fine-needle aspiration biopsy) dan dalam tindak lanjut pengobatan baik farmakologis dan bedah tiroid. Meskipun USG dapat menyediakan petunjuk penting mengenai sifat lesi tiroid, tetapi tetap mengalami kesulitan dalam membedakan lesi jinak dan ganas (spesifisitas USG yang buruk untuk pemeriksaan kanker), sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang lainnya untuk membandingkan hasil pemeriksaan USG. Metode pencitraan lain tersebut antara lain computerized tomography (CT) dan magnetic resonance imaging (MRI), yang lebih mahal dan tidak efisien dalam mendeteksi lesi kecil daripada USG. Sehingga penggunaan yang efektif dari metode pencitraan ini adalah saat USG tidak memadai untuk menjelaskan suatu masalah klinis.

Pada saat ini, USG berguna untuk mengetahui gambaran nodul yang dominan dalam struma. USG dapat mengidentifikasi satu wilayah dalam tiroid dengan pola echo berbeda dari tiroid, terutama jika wilayah ini dikelilingi oleh plak sonoleucent tidak lengkap dan tidak teratur, memiliki mikrokalsifikasi atau pemeriksaan Doppler mengungkapkan vaskularitas internal. Kegunaan lain dari sonografi pada pasien berhubungan dengan tiroid meliputi diferensiasi tiroid, pembesaran dari jaringan adiposa atau otot, mengidentifikasi massa yang dan asimetris, melihat perubahan volume dalam respon terhadap terapi penekan dengan hormon tiroid .

Gambar 4.0 struma multinodular

Gambar di atas menjelaskan bahwa terdapat massa kompleks besar (8 x 6 cm.), kistik dan padat, di lobus kanan tiroid membesar. Pada lobus kiri, tiroid tidak membesar, dan terdapat nodul. e. Pemeriksaan sidik tiroid

Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi, dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi Nal peroral dan setelah 24 jam secara fotografik ditentukan konsentrasi yodium radioaktif yang ditangkap oleh tiroid. Dari hasil sidik tiroid dibedakan 3 bentuk : Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya. Hal ini menunjukkan sekitarnya.

Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih. Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya.Ini berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.

f. Biopsi Aspirasi Jarum Halus (Fine Needle Aspiration/FNA)

Mempergunakan jarum suntik no. 22-27. Pada kista dapat juga dihisap cairan secukupnya, sehingga dapat mengecilkan nodul Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi jarum halus tidak nyeri, hampir tidak menyababkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberika hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat, teknik biopsi kurang benar, pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah interpretasi oleh ahli sitologi.3.5 Penatalaksanaan

1. Operasi

Indikasi operasi pada struma ialah jika curiga ganas, terjadi penekanan, dan kosmetik. Tindakan operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang terkena. Bila hanya satu sisi saja dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan bila kedua lobus terkena dilakukan subtotal tiroidektomi (Poerwadi et al, 2008). Jika terdapat struma retrosternal dapat dilakukan insisi di leher dan tidak memerlukan torakotomi karena perdarahan berpangkal pada pembuluh di leher. Jika letaknya dorsal di arteri subklavia, pembedahan dilakukan dengan cara torakotomi (de Jong, 2011). Tiroidektomi harus dilakukan pada semua pasien dengan struma retrosternal. Rekomendasi ini didasarkan pada risiko obstruksi jalan napas dan keganasan. Tiroidektomi adalah pengangkatan sebagian atau semua kelenjar tiroid. Klasifikasi dari tiroidektomi adalah total tiroidektomi dan subtotal tiroidektomi (Gruendemann, 2006). Tiroidektomi total yaitu mengangkat seluruh kelenjar tiroid. Pasien yang menjalani tindakan ini harus mendapat terapi hormon pengganti yang besar dosisnya beragam pada setiap individu dan dapat dipengaruhi oleh usia, pekerjaan, dan aktivitas. Tiroidektomi subtotal yaitu mengangkat sebagian kelenjar tiroid. Lobus kiri atau kanan yang mengalami pembesaran diangkat dan diharapkan kelenjar yang masih tersisa masih dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan hormon-hormon tiroid sehingga tidak diperlukan terapi penggantian hormone (Rumahorbo, 1999)

2. Radioeterapi

Radioterapi diberikan pada keganasan tiroid yang inoperable, kontraindiaksi operasi, ada residu tumor setelah operasi, dan metastase yang non resektable. Radioterapi yang diberikan antara lain :

a. Radioterapi internal : untuk karsinoma tiroid diferensiasi baik (papiler/folikuler/campuran). Dosis sebesar 100-150 mCi, dapat diulang tiap 3 bulan bila pada scan masih terdapat sisa tumor.

b. Radioterapi eksterna : untuk karsinoma tiroid diferensiasi jelek (undif. Ca). Dosis sebesar 5000-6000 rad dalam waktu 6 minggu (Poerwadi et al, 2008).

3.6 Komplikasi Perdarahan. Terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara.

Trauma pada nervus laryngeus recurrens.

Sepsis yang meluas ke mediastinum.

Hipotiroidisme pasca bedah akibat terangkatnya kelenjar para tiroid.

Trakeumalasia (melunaknya trakea) (Mansjoer A et al, 2001).

3.7 PrognosisDubia et bonam (Mansjoer A et al, 2001).BAB 4ANALISIS KASUSPada pasien ini, penulis mendiagnosis pasien menderita multinodular goiter dengan letak retrosternal berdasarkan :

1. Anamnesis

Pada saat pasien memasak jarang menggunakan garam beryodium karena suami mengalami hipertensi. Yodium merupakan bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hormon tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi TSH dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang triiodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif. Karena kekurangan yodium, untuk mengimbangi kekurangan tersebut kelenjar tiroid bekerja lebih aktif dan folikel-folikel tiroid semakin membesar. Pasien senang memakan sayuran mentah. Sayuran mentah bisa berupa kobis, lobak, sawi putih, dan ketela pohon. Sayuran tersebut mengandung zat goitrogenik, yaitu zat yang dapat menghambat pengambilan yodium oleh kelenjar tiroid, sehingga konsentrasi yodium dalam kelenjar tiroid menjadi rendah. Zat tersebut dapat bekerja dengan menghambat pengambilan yodium oleh kelenjar tiroid dan menghalangi pembentukan ikatan organik antara yodium dan thyroxin untuk menjadi hormin tiroid. Anak pasien merokok 1 hari 2 pak. Asap rokok dapat menghambat masuknya yodium dalam folikel kelenjar tiroid. Pasien tidak mengeluh tangan gemetar, sering merasa lapar, dan keringat dingin. Dengan tidak ada keluhan tersebut, maka pasien bisa disimpulkan tidak mengalami goiter toksik karena tidak ada peningkatan hormon tiroid. Fungsi utama hormon tiroid T3 dan T4 adalah mengendalikan aktivitas metabolik seluler. Kedua hormon ini bekerja sebagai alat pacu umum dengan mempercepat proses metabolisme. Sekresi tiroid yang berlebihan menyebabkan badan menjadi kurus, gelisah, takikardia, tremor, dan kelebihan pembentukan panas.

Pasien tidak mengeluh adanya sesak napas menunjukkan bahwa struma tidak memberikan penekanan pada trakea. Pasien tidak mengeluh adanya nyeri telan menunjukkan bahwa struma tidak memberikan penekanan pada esophagus. Pasien tidak mengeluh adanya suara parau atau hilang menunjukkan bahwa struma tidak menginfiltrasi nervus recurrent laryngeus.2. Pemeriksaan Fisik

Leher

Inspeksi : benjolan (-), pembesaran KGB (-)

Palpasi : deviasi trakea (-), terdapat masa pada bagian sinistra dengan

konsistensi kenyal, mobile, diameter 5cm dan nyeri (-).

Thorax

Inspeksi : bentuk dada normal, pola pernafasan regular, retraksi

dinding dada(-) dan massa(-)

Palpasi : ekspansi dinding dada simetris, strem fremitus

meningkat, tidak teraba adanya massa.

Perkusi : redup pada lapang paru sinistra.

Auskultasi : suara nafas kiri menurun, Rh(-)/(-), Wh (-)/(-)

2. Pemeriksaan Penunjang

a. X-Ray Thorax AP/lateral dengan hasil tampak massa pada paratrakea dextra dan sinistra.b. MSCT thorax dengan hasil retrosternal koloid goiter.c. USG kelenjar tiroid dengan hasil struma multinodusa bilateral,BAB 5

KESIMPULAN

Dari hasil anamnesis didapatkan bahwa pasien mengalami nyeri perut sejak 3 hari yang lalu, mengeluh susah buang air besar lalu saat mengejan mengeluarkan darah 1cc, dan pasien mengalami pusing terus menerus serta berat badan yang menurun. Pada pemeriksaan fisik pada palpasi leher didapatkan massa dengan konsistensi kenyal, mobile dengan diameter 5 cm, pada palpasi paru adanya stem fremitus yang meningkat, perkusi terdengar suara redup pada lapang paru sinistra sedangkan auskultasi suara versikular kiri yang menurun. Setelah dilakukan pemeriksaan penunjang foto thorax AP pada bagian pulmo terdapat pemadatan pada daerah paratrakea dextra dan sinistra dengan kanan lebih berat. Sedangkan pada foto thorax lateral tampak pembesaran kedua hilus dan dilatasi pembuluh darah. Berdasarkan data klinis anamesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang didapatkan bahwa pasien mengalami struma retrosternal.DAFTAR PUSTAKABriggs G, 2013, Buku Saku Foto Roentgen dada, Jakarta : FU UI, pp. 1-66.Brunicardi JH, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Matthews JB.Thyroid, Parathyroid, and Adrenal in Schwartz Principles of Surgery 9 th ed, The McGrawHill Companies, 00. 38.De Jong, 2011, Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3, Sjamsuhidajat R (ed), Jakarta : EGC, pp. 808-809Gruendemann B, 2006, Buku Ajar Keperawatan Perioperatif, Jakarta : EGC, pp 113. Hardy RG, 2009, Management of Retrosternal Goitres, Ann R Coll Surg Engl 91(1), pp. 811.

http://www.thoracicmedicine.org/article.asp?issn=1817-1737;year=2012;volume=7;issue=2;spage=57;epage=60;aulast=Khairyhttp://www.ultrasound-images.com/thyroid.htmhttp://www.ultrasoundpaedia.com/normal-thyroid/http://flylib.com/books/en/3.98.1.173/1/http://www.endocrinesurgery.net.au/retrosternal-goitre/Mansjoer A et al, 2001, Struma Nodusa Non Toksik., Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi III Media Esculapius. FKUI, Jakarta.

Pasaribu ET, 2006, Pembedahan pada Kelenjar Tiroid, Suplemen, Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 No. 3.Poerwadi, Hariastawa A, Gunawan K, 2008, Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Bedah Edisi III, Surabaya : RSUD dr. Soetomo, pp. 48-51.

Price S, Willson L, 2006, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Vol 2, Jakarta : EGC, pp. 1235.

Rasad R, 2011, Radiologi Diagnostik Edisi Kedua, Jakarta : FK UI, pp. 85-99LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

Struma