STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi...

53
STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI PULAU SIBERUT, SUMATERA BARAT ASTRIDA RM SIGIRO DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Transcript of STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi...

Page 1: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN

DI PULAU SIBERUT, SUMATERA BARAT

ASTRIDA RM SIGIRO

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

Page 2: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan
Page 3: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Struktur Tegakan dan

Regenerasi Alami Hutan di Pulau Siberut, Sumatera Barat adalah benar karya

saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk

apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian

akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2013

Astrida RM Sigiro

NIM E14080013

Page 4: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan
Page 5: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

ABSTRAK

ASTRIDA RM SIGIRO. Struktur Tegakan dan Regenerasi Alami Hutan di Pulau

Siberut, Sumatera Barat. Dibimbing oleh TEDDY RUSOLONO.

Model struktur tegakan penting menduga dimensi tegakan hutan karena

dapat mengurangi pekerjaan di lapangan. Tujuan penelitian ini adalah menentukan

persamaan umum struktur tegakan, status keanekaragaman jenis, dan kemampuan

regenerasi alami hutan primer dan berbagai hutan bekas penebangan. Data

dikumpulkan dari tegakan hutan yang mewakili kondisi hutan primer dan berbagai

kondisi hutan bekas penebangan (1 tahun, 4 tahun, dan 20 tahun). Setiap kondisi

tegakan dibuat petak ukur berbentuk jalur 20 m x 500 m (1 hektar), masing-

masing tiga petak ukur dan dilakukan identifikasi jenis pohon, pengukuran pohon

berdiameter ≥10 cm, pengukuran tingkat permudaan, dan pemetaan struktur

tegakan vertikal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model famili sebaran

eksponensial negatif adalah model terbaik untuk menerangkan struktur tegakan di

kondisi hutan primer maupun berbagai kondisi hutan bekas penebangan. Model

famili sebaran tersebut dapat digunakan untuk keperluan penaksiran sebaran

diameter pohon jenis dipterocarpaceae, non-dipterocarpaceae, dan seluruh jenis.

Nilai indeks biodiversitas adalah tinggi (2,94-3,87 dengan indeks Shannon dan

0,027- 0,122 dengan indeks Simpson) yang menunjukkan tingkat keanekaragaman

jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa

jenis.

Kata kunci : Indeks biodiversitas, model famili sebaran

ABSTRACT

ASTRIDA RM SIGIRO. Stand Structure Model and Natural Forest Regeneration

in Siberut Island, West Sumatra. Guided by TEDDY RUSOLONO.

Stand structure model is important to estimate the dimensions of forest

because it can reduce work in the field. The purpose of this study was to

determine the general equation stand structure, the status of biodiversity, and the

ability of natural regeneration in virgin forest and other former logged over

forests. Data was collected from forest stands represent virgin forest and various

stand conditions after logging (1 year, 4 years, and 20 years). For each stand

condition, plot lines 20 m x 500 m (1 ha) was made, each of the three plots and

then identified tree species, measuring tree diameter ≥ 10 cm, measuring the level

of regeneration, and mapping of the vertical stand structure. The result of research

shows that negative exponential distribution model is the best model to describe

stand structure in the virgin forest condition as well as in many former logged

forest conditions. Family distribution model can be used for assessment of tree

diameter distribution in various diameter class of dipterocarp, non-dipterocarp,

and all species. Biodiversity index value is high (2,94 to 3,87 with index of

Shannon and 0,027 to 0,122 with indeks of Simpson) that indicates the level of

species diversity in the study area is high and the dominance is centered on a

couple of species.

Keywords : Biodiversity index, family distribution model

Page 6: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan
Page 7: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Manajemen Hutan

STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN

DI PULAU SIBERUT, SUMATERA BARAT

ASTRIDA RM SIGIRO

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

Page 8: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan
Page 9: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

Judul Skripsi : Struktur Tegakan dan Regenerasi Alami Hutan di Pulau Siberut,

Sumatera Barat

Nama : Astrida RM Sigiro

NIM : E14080013

Disetujui oleh

Dr Ir Teddy Rusolono, MS

Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Didik Suharjito, MS

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Page 10: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan
Page 11: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang

telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil

diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan

Mei 2012 ini adalah “Struktur tegakan dan regenerasi alami hutan di Pulau

Siberut, Sumatera Barat”.

Penulis tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak dalam

proses keberhasilan penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis

mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr Ir Teddy Rusolono, MS selaku

pembimbing penulis yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan, dan saran

sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Terimakasih juga kepada pihak PT. Salaki

Summa Sejahtera beserta karyawannya yang telah membantu selama

pengumpulan data di lapangan. Disamping itu, ungkapan terimakasih juga

disampaikan kepada mama papa tercinta dan adik-adik tersayang atas dukungan,

kasih sayang, dan doanya. Dan terimakasih kepada teman-teman seperjuangan

Manajemen Hutan angkatan 45 yang berjuang bersama dengan penulis dalam

memperoleh gelar sarjana, serta semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan

satu per satu, yang membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam

penyusunan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2013

Astrida R.M Sigiro

Page 12: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan
Page 13: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL v

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 1

TINJAUAN PUSTAKA 2

Model Struktur Tegakan 2 Metode Kemungkinan Maksimum 4

Kegunaan Model Struktur Tegakan 4 Regenerasi Alami Hutan Alam 5 Stratifikasi Tajuk 7

METODE 8

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 8 Metode Pengambilan Data 8 Analisis Data 9

Struktur Tegakan 9 Potensi Regenerasi Alami Vegetasi 10 Stratifikasi Tajuk 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Struktur Tegakan 11 Kerapatan Tegakan Menurut Kelas Diameter Pohon 11 Distribusi Diameter Pohon Menggunakan Pendekatan Model

Famili Sebaran 12 Distribusi diameter pohon menggunakan model eksponensial

negatif 16 Uji Kesesuaian Model terhadap Data 20 Uji Perbedaan Kerapatan Model antara Hutan Primer dan Hutan

Bekas Penebangan 20 Analisis Komunitas Tumbuhan 22

Jumlah Jenis Tumbuhan 22 Tingkat Dominansi Jenis 23 Biodiversitas Jenis 27

Stratifikasi Tajuk 28

SIMPULAN DAN SARAN 34

DAFTAR PUSTAKA 35

RIWAYAT HIDUP 37

Page 14: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan
Page 15: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

vi

DAFTAR TABEL

1 Nilai kemungkinan maksimum model famili sebaran eksponensial,

gamma, lognormal, dan weibul 13

2 Model persamaan Meyer hutan primer dan bekas penebangan

beserta nilai R2 16

3 Hasil uji X2 menggunakan model eksponensial negatif dengan

famili sebaran 20

4 Hasil uji beda untuk data berpasangan antara kerapatan dugaan

hutan primer dan hutan bekas penebangan 21

5 Jumlah jenis pada berbagai tingkat permudaan di hutan primer dan

hutan bekas penebangan 22

6 Kerapatan individu pohon per hektar pada tingkat permudaan di

hutan primer dan hutan bekas penebangan 23

7 Jenis dominan untuk semua tingkat permudaan di hutan primer 25

8 Jenis dominan untuk semua tingkat permudaan vegetasi di hutan

bekas tebangan 20 tahun 25

9 Jenis dominan untuk semua tingkat permudaan di hutan bekas

tebangan 4 tahun 26

10 Jenis dominan untuk semua tingkat permudaan vegetasi di hutan

bekas tebangan 1 tahun 26

11 Indeks Dominansi (C) dan Indeks Keanekaragaman (H) pada hutan

primer dan hutan bekas tebangan 27

Page 16: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

vii

DAFTAR GAMBAR

1 Kerapatan pohon pada hutan primer dan hutan bekas tebangan

berdasarkan kelompok seluruh jenis (A) dan kelompok

dipterocarpaceae (B) 11

2 Kerapatan aktual dan dugaan berdasarkan model famili sebaran

kelompok seluruh jenis di hutan primer (A), LOA 20 tahun (B),

LOA 4 tahun (C), dan LOA 1 tahun (D) 14

3 Kerapatan aktual dan dugaan berdasarkan model famili sebaran

kelompok dipterocarpaceae di hutan primer (A), LOA 20 tahun (B),

LOA 4 tahun (C), dan LOA 1 tahun (D) 15

4 Kerapatan aktual dan dugaan berdasarkan persamaan Meyer

kelompok seluruh jenis di hutan primer (A), LOA 20 tahun (B),

LOA 4 tahun (C), dan LOA 1 tahun (D) 17

5 Kerapatan aktual dan dugaan berdasarkan persamaan Meyer

kelompok dipterocarpaceae di hutan primer (A), LOA 20 tahun (B),

LOA 4 tahun (C), dan LOA 1 tahun (D) 18

6 Perbedaan kerapatan berdasarkan persamaan Meyer di hutan

primer, LOA 20 tahun, LOA 4 tahun, dan LOA 1 tahun 21

7 Profil tegakan hutan primer tampak secara spasial (A) dan secara

vertikal (B) 30

8 Profil tegakan hutan bekas penebangan 20 tahun tampak secara

spasial (A) dan secara vertikal (B) 31

9 Profil tegakan hutan bekas penebangan 4 tahun tampak secara

spasial (A) dan secara vertikal (B 32

10 Profil tegakan hutan bekas penebangan 1 tahun tampak secara

spasial (A) dan secara vertikal (B) 33

Page 17: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pulau Siberut tergolong ekosistem yang memiliki kekayaan dan keunikan

flora fauna tersendiri dan memiliki banyak species pohon bernilai komersil.

Padahal kawasan ini merupakan pulau kecil yang terpencil dari habitat induknya.

Banyak pengusaha hutan yang tertarik memanfaatkan kekayaan hasil hutan Pulau

Siberut, khususnya dengan melakukan penebangan untuk memperoleh kayunya.

Namun, kegiatan tersebut menimbulkan banyak perubahan pada ekosistem hutan.

Diantaranya yaitu perubahan komposisi jenis, keterbukaan kanopi, gangguan

terhadap tanah dan air, kerusakan tegakan tinggal, serta kerusakan regenerasinya.

Perubahan yang terjadi akan memperlihatkan perbedaan struktur dan komposisi

jenis antara hutan yang belum ada campur tangan manusia di dalamnya dengan

hutan yang telah dimanfaatkan hasilnya. Sangat menarik untuk mengetahui

perbedaan perubahan struktur tegakan yang terjadi di ekosistem pulau Siberut

dengan hutan yang bukan merupakan ekosistem pulau.

Perbedaan struktur tegakan dapat dilihat melalui model distribusi diameter

tegakan yang dapat memprediksikan kerapatan pohon. Model distribusi diameter

tegakan dapat dicobakan pada berbagai bentuk persamaan. Menurut Davis et al.

(2001), suatu model pernah dicobakan oleh Meyer pada tahun 1952 untuk

menggambarkan pola struktur tegakan hutan tidak seumur dengan menggunakan

persamaan regresi (N=ke-aD

). Model ini menjelaskan bahwa jumlah pohon

semakin berkurang pada kelas diameter yang semakin besar. Selain persamaan

regresi, berbagai model famili sebaran juga dapat digunakan untuk memperoleh

gambaran mengenai struktur tegakan. Berbagai model famili sebaran peluang

yang pernah dicobakan diantaranya adalah famili sebaran eksponensial negatif,

lognormal, gamma, dan weibul. Selain struktur tegakan, mengetahui perubahan

komposisi tegakan juga penting karena dapat memberikan gambaran mengenai

kondisi tegakan. Pengamatan terhadap tingkat permudaan khususnya dapat

memberikan dugaan potensi regenerasi hutan di waktu yang akan datang yaitu

dengan analisis berbagai parameter. Oleh karena itu, perlu diketahui data dan

informasi tentang ekologi generasi tumbuhan dan dinamikanya dari waktu ke

waktu.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan persamaan umum struktur

tegakan, menentukan status keanekaragaman jenis, dan menerangkan kemampuan

regenerasi alami pada kondisi hutan primer dan berbagai kondisi hutan bekas

penebangan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menilai sejauh

mana dampak kegiatan pemanenan kayu terhadap perubahan struktur tegakan,

tingkat biodiversitas, dan kemampuan regenerasi alami. Penilaian ini dapat

dijadikan sebagai tolak ukur memperbaiki sistem pemanenan dan tindakan

silvikultur yang dilakukan di hutan PT. Salaki Summa Sejahtera.

Page 18: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

2

TINJAUAN PUSTAKA

Model Struktur Tegakan

Model merupakan representasi penyederhanaan dari beberapa aspek di

dunia nyata. Jenis model yang biasa digunakan di bidang sains didefenisikan

sebagai representasi dari sebuah penyederhanaan sistem dengan hipotesis yang

mendeskripsikan dan menjelaskan sistem tersebut yang biasanya dinyatakan

secara matematis (Botkin 1993). Sedangkan Bertault et al. (1998) mendefenisikan

pemodelan sebagai suatu metode untuk menyajikan data secara teoritis.

Pemodelan tidak bersifat nyata melainkan hanya representasi tertentu dari

kenyataan. Model di bidang kehutanan digunakan untuk menentukan distribusi

diameter untuk memberikan informasi mengenai struktur tegakan, struktur umur,

stabilitas tegakan, dan lain-lain, dan juga memungkinkan dalam perencanaan

perlakuan silvikultur. Dalam hal ini model hanya digunakan sebagai alat untuk

mengembangkan diskusi mengenai distribusi diameter pohon.

Struktur tegakan dibagi menjadi dua macam yaitu struktur tegakan vertikal

dan struktur tegakan horizontal. Struktur tegakan vertikal adalah sebaran individu

tumbuhan dalam berbagai lapisan tajuk (Richards 1966 dalam Saputro 2001).

Sedangkan struktur tegakan horizontal menurut Suhendang 1995 dalam Saputro

2001, merupakan sebaran jumlah pohon per satuan luas dalam berbagai kelas

diameternya. Dalam penelitian ini, struktur tegakan yang dimaksud adalah

struktur tegakan horizontal yang biasanya disebut sebagai struktur tegakan saja.

Diameter pohon merupakan faktor penting dalam pemanenan karena

penting dalam menentukan jenis mesin yang akan digunakan dan bagaimana

teknik yang harus dilakukan selama penebangan dan pengangkutan kayu (Varela

et al. 2008). Pengukuran diameter yang paling umum dilakukan pada bidang

kehutanan adalah pada batang utama pohon yang berdiri. Pengukuran diameter

penting karena merupakan salah satu dimensi pohon yang secara langsung dapat

diukur untuk mengukur luas penampang, luas permukaan, dan volume pohon

(Husch et al. 2003). Dalam mengukur diameter, yang lazim dipilih adalah

diameter setinggi dada karena pengukurannya paling mudah dan mempunyai

korelasi yang kuat dengan peubah lain yang penting seperti luas bidang dasar dan

volume batang. International Union of Forestry Research Organization (IUFRO)

dalam Avery (1994) merekomendasikan untuk menggunakan simbol d untuk

menyatakan diameter setinggi dada yang akan diterapkan dalam persamaan.

Namun, dalam kebanyakan buku simbol dbh kadang-kadang digunakan untuk

menyatakan diameter tersebut.

Kajian mengenai model distribusi diameter pohon adalah kajian mengenai

struktur tegakan secara horizontal dari tegakan pohon. Hal ini dapat diketahui

dengan mengkaji sebaran diameter dari setiap individu pohon yang ditemukan di

dalam petak pengamatan (Wiharto et al. 2008). Berbagai model mengenai

distribusi diameter pohon telah digunakan pada berbagai penelitian di bidang

kehutanan. Beberapa penelitian di berbagai hutan dengan fungsi kepekatan

peluang untuk memodelkan distribusi diameter pohon telah dilakukan oleh Kilkki

et al. (1989) menggunakan distribusi Weibull; Tewari and Gadow (1999)

menggunakan distribusi SBB; dan Varela et al. (2008) menggunakan distribusi

Page 19: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

3

Beta. Pada hutan alam Liresara di Iran, Sheykholeslami et al. (2011) mempelajari

distribusi pohon pada kelas diameter menggunakan beberapa jenis model famili

distribusi yaitu distribusi Normal, Log-normal, Eksponensial, Gamma, dan

Weibull. Hasil uji Chi-square dan Kolmogrov-Smirnov menunjukkan bahwa

hanya distribusi Lognormal yang dapat menentukan distribusi diameter pohon.

Sedangkan Mohammad et al. (2009) dalam Sheykholeslami et al. (2011) meneliti

sebaran diameter setinggi dada pada tegakan tidak seumur menggunakan tiga

model distribusi yaitu distribusi Eksponensial, Gamma, dan Log-normal. Hasil tes

menunjukkan bahwa distribusi Eksponensial tidak dapat menentukan distribusi

diameter pohon dan antara dua distribusi yang lain, distribusi Gamma adalah

model yang paling tepat digunakan.

Setidaknya ada terdapat 15 jenis model famili distribusi yang telah

diketahui untuk memodelkan distribusi diameter tegakan (Nasoetion 1984 dalam

Patrycia 2009). Dalam penelitian ini, model famili distribusi dengan 4 model yaitu

distribusi Weibull (dua parameter), Gamma (dua parameter), Eksponensial negatif

(satu parameter), dan Lognormal (dua parameter) akan digunakan dan diuji pada

data diameter setinggi dada dan masing-masing nilainya diperkirakan.

Distribusi Eksponensial Negatif

Variabel acak X memiliki model distribusi eksponensial (atau eksponensial

negatif) jika fungsi kepekatan probabilitinya berbentuk :

Px(x) = σ-1

exp − 𝑥−𝜃

𝜎 , x > θ; σ > 0

Distribusi eksponensial adalah tipe khusus dari distribusi Gamma dengan

parameter bentuk σ = 1 dan parameter skala θ > 0.

Asosiasi matematika dengan distribusi eksponensial dinyatakan oleh Johnson et

al. (1993) merupakan kesederhanaan alam, sehingga memungkinkan untuk

mendapatkan formula eksplisit dengan nilai-nilai fungsi dasar tanpa masalah yang

cukup sulit.

Distribusi Lognormal

Jika terdapat nilai sebesar θ seperti pada Z = log (X-θ) yang menyebar

normal, maka distribusi dari X dikatakan lognormal. Sebaran lognormal memiliki

2 parameter dan 3 parameter. Yang membedakan keduanya adalah parameter θ.

Dalam distribusi lognormal dengan 2 parameter, nilai θ dianggap bernilai 0

sedangkan yang lainnya tidak. Dalam berbagai aplikasi, yang sering digunakan

adalah famili pertama dimana θ dianggap 0 sehingga nilai x (peubah bebas)

dikatakan sebagai variabel acak positif. Fungsi kepekatan density untuk variabel x

dinyatakan dalam bentuk (Johnson et al. 1993) :

Px(x) = 𝛿[ 𝑥 − 𝜃 2𝜋]−1exp[−1

2{𝑦 + 𝛿 log 𝑥 − 𝜃 }2], x > θ.

Distribusi lognormal kadang-kadang disebut juga sebagai distribusi

antilognormal. Parameter θ dikenal dengan sebutan parameter skala dan σ adalah

parameter bentuk. Peubah acak x dinotasikan dengan X-log(θ,σ).

Distribusi Weibull

Distribusi Weibull merupakan distribusi kontinu dengan parameter bentuk

c dan parameter skala b. Fungsi kepekatan probabilitas dari model Weibull

dengan dua parameter untuk variabel acak X, menggunakan persamaan Dubey

(1967) dalam Bailey et al. (1973) adalah :

𝑓 𝑥 = (𝑐/𝑏)(𝑥/𝑏)𝑐−1 exp{− 𝑥/𝑏)𝑐 ; 𝑥 ≥ 0, 𝑏 > 0, 𝑐 > 0.

Page 20: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

4

Pada beberapa persamaan umum, kadang-kadang parameter ε0 dimasukkan ke

dalam fungsi kepekatan probabilitas dengan nilai parameter c (>0), b (>0), dan ε0.

Fungsi kepekatan probability dari model Weibull dengan variabel acak X

dinyatakan sebagai (Johnson et al. 1993) :

𝑓 𝑥 = (𝑐/𝑏) ((𝑥 − 휀0)/𝑏)𝑐−1 exp{−((𝑥 − ε0)/𝑏)𝑐} ; x > ε0

Fungsi distribusi Weibull akan mengalami penurunan ketika parameter bentuk

c<1; akan konstan ketika c=1 (model distribusi Weibull akan menjadi sebaran

eksponensial); dan akan meningkat ketika c>1.

Distribusi Gamma

Sebuah variabel acak X memiliki model distribusi Gamma jika fungsi

kepekatan probability-nya berbentuk :

𝑃𝑥 𝑥 = (𝑥 − 𝑦)𝛼−1exp[−(𝑥 − 𝑦)/𝛽]

𝛽𝛼Γ(α),

dengan: α > 0, β > 0, x > y.

Jika y = 0 maka model distribusi Gamma yang merupakan distribusi probabilitas

kontinu akan memiliki dua parameter saja yaitu parameter skala α dan parameter

bentuk β. Pada saat α < 1 maka model distribusi Weibull akan menjadi distribusi

eksponensial. Jika α bernilai positif maka model akan menjadi distribusi Erlang

(Johnson et al. 1993).

Metode Kemungkinan Maksimum

Metode kemungkinan maksimum adalah salah satu cara yang dapat

ditempuh dalam penyusunan penduga titik parameter suatu model sebaran. Cara

ini dilakukan dengan memakai fungsi kemungkinan (L), yaitu fungsi kepekatan

bersama dari sekumpulan data pengamatan. Penduga titik dari parameter (θ) untuk

sebaran tertentu diperoleh dengan memilih penduga parameter (θ) yang

menyebabkan L mencapai nilai maksimum. Penggunaan metode kemungkinan

maksimum dalam pemilihan model telah dilakukan oleh Siswadi (1981) dalam

Suhendang (1985) yaitu dalam memilih famili sebaran weibull, lognormal, dan

gamma untuk contoh tersensor (censored samples). Suhendang (1985) juga

menggunakan metode ini dalam pemilihan famili sebaran gamma, eksponensial

negatif, lognormal, dan weibull sebagai model penduga bagi struktur tegakan

hutan alam hujan tropika dataran rendah. Kaidah dalam penentuan model yang

terbaik dari beberapa pilihan famili sebaran adalah dengan memilih famili sebaran

yang memiliki nilai L tertinggi. Misalkan x1, x2, x3, … , xn adalah data

pengamatan yang bebas dan identik satu sama lain yang diambil dari populasi

yang menyebar tertentu, tetapi tidak diketahui sebarannya. Maka penduga fungsi

kemungkinan maksimum dari sekumpulan data yang menyebar menurut famili

sebaran tertentu dan fungsi kepekatan f(x, θj) dibatasi dengan Lj = πtj = f(x,θj),

dimana θj adalah penduga titik dari parameter θj.

Kegunaan Model Struktur Tegakan

Model struktur tegakan digunakan untuk menduga dimensi tegakan hutan

seperti kerapatan pohon pada setiap kelas diameter, luas bidang dasar tegakan,

Page 21: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

5

maupun volume tegakan. Menurut Suhendang (1985) dengan melakukan

pendugaan terhadap dimensi tegakan terdapat keuntungan tersendiri, yaitu dalam

hal pengukuran dimensi pohon. Pengukuran tanpa memakai model distribusi

diameter dalam seluruh areal petak contoh setiap pohon harus diukur diameter

pohon dan frekuensinya. Tetapi apabila menggunakan model distribusi diameter

hanya diperlukan beberapa petak contoh saja. Penggunaaan model ini dapat

mengurangi volume pekerjaan sehingga lebih menghemat biaya, waktu, dan

tenaga, serta meningkatkan tingkat kepraktisan data.

Bentuk struktur tegakan horizontal hutan alam pada umumnya mengikuti

persamaan ekponensial negatif atau berbentuk huruf J terbalik, dengan model

umumnya, yaitu N = N0e-kd

, dimana N = kerapatan pohon per satuan luas, d =

diameter pohon, dan N0 dan k = parameter (Adianti 2011). Beberapa penerapan

penggunaan model distribusi diameter tegakan yang mungkin dapat

dikembangkan diantaranya:

Menentukan kerapatan tegakan

Kerapatan pohon adalah banyaknya pohon yang terdapat pada satuan luas

tertentu dan seringkali disebut dengan kerapatan pohon per hektar (Suhendang

1985). Pada umumnya hutan-hutan berbeda dalam hal jumlah pohon dan volume

per-hektar, luas bidang dasar dan kriteria lainnya. Perbedaan antara tegakan yang

rapat dan jarang, lebih mudah dilihat bila menggunakan kriteria pembukaan

tajuknya. Sedangkan kerapatan berdasarkan volume, luas bidang dasar, dan

jumlah batang per-hektar dapat diketahui melalui pengukuran (Departemen

Kehutanan 1992).

Menurut Sheykholeslami (2011) distribusi diameter pohon dapat

digunakan untuk menunjukkan apakah kerapatan pohon-pohon yang lebih kecil

sudah cukup untuk menggantikan jumlah populasi pohon-pohon besar dan untuk

membantu mengevaluasi potensi kelestarian hutan. Model distribusi dapat dipakai

untuk menduga kerapatan pohon pada berbagai kelas diameternya apabila model

struktur tegakan beserta parameternya dan jumlah pohon total diketahui

(Suhendang 1985). Jika kerapatan pohon total dinyatakan dengan N, sedang

model distribusi tegakan disandikan dengan f(x), dimana x adalah diameter (cm),

maka kerapatan pohon pada kelas diameter ke-i dengan diameter tengah xi adalah

sebagai berikut:

𝑁1 = 𝑓 𝑥 𝑑𝑥𝑥𝑖+

𝑘2

𝑥𝑖−𝑘2

𝑁 = 𝑃(𝑥1 −𝑘

2≤ 𝑥 ≤ 𝑥1 +

𝑘

2)(𝑁)

k adalah selang kelas diameter (Prihanto 1987 dalam Adianti 2011).

Regenerasi Alami Hutan Alam

Proses regenerasi alami dalam hutan dapat terjadi setelah ada cahaya yang

masuk ke permukaan tanah. Terciptanya sebuah celah (gap) atau bukaan hutan

yang terjadi karena tumbangnya atau matinya sebatang pohon besar merupakan

permulaan terjadinya regenerasi atau permudaan Richards (1964) dalam Wibowo

(2002). Direktoral Jendral Pengusahaan Hutan (1990) dalam Utami (2007)

membedakan permudaan tegakan suatu jenis ke dalam empat stadium

pertumbuhan, sebagai berikut:

Page 22: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

6

1. Seedling (semai) adalah permudaan yang tingginya kurang dari 1,5 m

2. Sapling (pancang) adalah permudaan yang berukuran tinggi lebih dari 1,5 m

dengan diameter kurang dari 10 cm

3. Pole (tiang) adalah pohon muda yang berdiameter 10-19 cm

4. Tree (pohon) adalah pohon dewasa dengan diameter minimal 20 cm.

Whitemore (1984) dalam Wibowo (2002) mengemukakan bahwa siklus

pertumbuhan dalam rangka regenerasi pohon di hutan hujan tropika dapat dibagi

kedalam tiga fase, yaitu fase celah, fase pengembangan dan fase tua. Fase celah

mengandung ukuran semai dan pancang, fase pengembangan terdiri dari tiang dan

pohon muda sedangkan fase tua terdiri dari pohon-pohon besar dan tua. Suatu

komunitas atau ekosistem hutan yang terbentuk secara alami akan memiliki

estetika alami dan cirri-ciri khas spesies setempat yang pada umumnya lebih

mampu beradaptasi terhadap kondisi tempat tumbuhnya dibandingkan dengan

spesies-spesies tumbuhan asing (exotic). Oleh karena itu, keberadaan anakan

spesies pohon dalam hutan akan mencerminkan kemampuan hutan untuk

beregenerasi, sedangkan banyaknya spesies pohon akan mencerminkan potensi

keanekaragaman hayati sekaligus potensi plasma nutfah dalam kawasan hutan

(Indriyanto 2006). Untuk mengetahui kondisi komunitas hutan harus dilakukan

survey vegetasi dengan menggunakan salah satu dari beberapa metode

pengambilan contoh untuk analisis komunitas tumbuhan. Kemudian, kondisi

komunitas tumbuhan hutan dapat dideskripsikan berdasarkan parameter yang

diperlukan dan dianalisis untuk menginterpretasikan perubahan yang terjadi.

Menurut Gopal dan Bhardwaj (1979) dalam Indriyanto (2006), untuk kepentingan

deskripsi suatu komunitas tumbuhan diperlukan minimal 3 macam parameter

kuantitatif antara lain: densitas, frekuensi, dan dominansi.

Densitas

Densitas populasi adalah besarnya populasi dalam suatu unit ruang yang

pada umumnya dinyatakan sebagai jumlah individu-individu dalam setiap unit

luas atau volume (Gopal dan Bhardwaj 1979 dalam Indriyanto 2006). Densitas

populasi disebut juga sebagai kerapatan atau kepadatan populasi. Indriyanto

(2006) berpendapat bahwa densitas populasi sering dipakai untuk mengetahui

perubahan yang terjadi dalam populasi pada saat tertentu. Perubahan yang

dimaksud adalah berkurang atau bertambahnya jumlah individu dalam setiap unit

luas atau volume.

Frekuensi

Di dalam ekologi, frekuensi dipergunakan untuk menyatakan proporsi

antara jumlah sample yang berisi suatu spesies tertentu terhadap jumlah total

sample. Sesungguhnya frekuensi dapat menggambarkan tingkat penyebaran

spesies dalam habitat yang dipelajari meskipun belum dapat menggambarkan

tentang pola penyebarannya (Indriyanto 2006). Wyatt-Smith (1963) dalam

Wibowo (2002) berpendapat bahwa ketersediaan permudaan pohon komersial

dinilai mencukupi apabila nilai frekuensi relatif dalam plot contoh yang diambil

sebesar 40% untuk stadium semai, 60% untuk stadium pancang, dan 75% untuk

stadium tiang.

Dominansi

Spesies tetumbuhan yang dominan dalam komunitas dapat diketahui

dengan mengukur dominansi tersebut. Ukuran dominansi dapat dinyatakan

Page 23: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

7

dengan beberapa parameter antara lain biomassa, penutupan tajuk, luas basal area,

indeks nilai penting, dan perbandingan nilai penting (summed dominance ratio).

Studi kondisi vegetasi hutan selain bertujuan untuk mengetahui potensi spesies

tumbuhan penyusun vegetasi hutan, juga sangat penting untuk memantau proses

regenerasi hutan secara alami, memantau perubahan yang terjadi pada struktur

vegetasi hutan, dan mengamati tingkat kerusakan hutan (Indriyanto 2006).

Stratifikasi Tajuk

Stratifikasi atau pelapisan tajuk merupakan susunan tetumbuhan secara

vertical di dalam suatu komunitas tumbuhan atau ekosistem hutan. Tiap lapisan

dalam stratifikasi disebut stratun atau strata (Indriyanto 2006). Selanjutnya

dikatakan bahwa stratifikasi terjadi karena dua hal penting yang dimiliki atau

dialami oleh tetumbuhan dalam persekutuan hidupnya dengan tetumbuhan

lainnya, yaitu sebagai berikut:

1. Akibat persaingan antar tumbuhan sehingga muncullah spesies pohon yang

mampu bersaing, memiliki pertumbuhan kuat, dan menjadi spesies yang

dominan dan lebih berkuasa disbanding spesies lainnya.

2. Akibat sifat toleransi spesies pohon terhadap intensitas radiasi matahari.

Pernyataan di atas didukung oleh Onrizal (2008) yang menyatakan bahwa

ciri utama hutan hujan tropika adalah adanya lapisan-lapisan tajuk pohon

(stratifikasi) yang terjadi karena perbedaan tinggi pohon/tumbuhan. Stratifikasi

terbentuk melalui mekanisme persaingan dan pergantian tumbuhan yang

merupakan bukti adanya dinamika masyarakat tumbuh-tumbuhan. Akibat

persaingan, jenis-jenis tertentu lebih berkuasa (dominan) daripada jenis yang lain.

Pohon-pohon dominan dari lapisan teratas mengalahkan atau menguasai pohon-

pohon yang lebih rendah. Menurut Soerianegara dan Indrawan (1998), hutan

hujan tropika bisa memiliki lima lapisan (stratum) tajuk, yaitu lapisan A, B, C, D,

dan E. Lapisan A, B, dan C merupakan lapisan tajuk dari tingkat pohon, lapisan D

merupakan lapisan perdu dan semak, sedangkan lapisan E adalah lapisan tumbuh-

tumbuhan penutup tanah (ground cover).

Lapisan A yaitu lapisan teratas, tinggi total pohon >30 m, tajuk

diskontinyu (tersebar), pohon tinggi, lurus dan batang bebas cabang tinggi, dan

pada umumnya jenis semi-toleran. Lapisan B yaitu lapisan kedua, tinggi total

pohon 20-30 m, tajuk kontinyu (rapat), pohon banyak cabang, batang bebas

cabang tidak terlalu tinggi, dan jenis toleran. Lapisan C yaitu lapisan ketiga, tinggi

total pohon 4-20 m, tajuk kontinyu (rapat), rendah, kecil, dan banyak cabang.

Lapisan D yaitu tumbuhan berupa perdu dan semak, tinggi 1-4 m. Sedangkan

lapisan E yaitu tumbuhan penutup tanah dan tinggi 0-1 m. Lebih lanjut dikatakan

bahwa batas tinggi lapisan tersebut berbeda-beda tergantung pada tempat tumbuh

dan komposisi hutan. Antara lapisan A dan lapisan B jelas dapat dibedakan

berdasarkan kekontinyuan tajuk, lapisan B dan lapisan C kurang jelas yang hanya

dapat dibedakan berdasarkan tinggi pohon. Tidak semua hutan mempunyai ketiga

lapisan di atas, ada yang hanya mempunyai lapisan A-B atau A-C saja.

Page 24: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

8

METODE

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Berdasarkan pembagian wilayah administrasi pemerintahan, areal kerja

IUPHHK PT. Salaki Summa Sejahtera terletak di dalam wilayah Kecamatan

Siberut Utara dan Siberut Barat, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Provinsi

Sumatera Barat. Secara geografis terletak pada 00°95’ sampai 01°15’ Lintang

Selatan dan 98°40’ sampai 99°15’ Bujur Timur. Areal kerja termasuk ke dalam

fungsi hutan Produksi Tetap dengan luas total sebesar 48.420 hektar dan

ketinggian tempat berkisar dari 50 sampai 340 m dpl. Jenis tanah yang

mendominasi pada areal ini adaa tiga jenis tanah yakni tanah podsolik merah

kuning, tanah latosol, dan tanah alluvial (PT. Salaki Summa Sejahtera 2008).

PT. Salaki Summa Sejahtera beriklim basah (tipe A) yaitu iklim tropis

dengan curah hujan tanpa bulan kering (< 60 mm) merata sepanjang tahun. Data

dari stasiun Metereologi Sicincin-Padang Pariaman diperoleh nilai Intensitas

Hujan adalah 18,24 mm/hh, curah hujan rata-rata adalah sebesar 386,21 mm/bulan

dengan tingkat minimum yang terjadi pada bulan Juni (269,4 mm/bulan) dan

maksimum pada bulan November (478,3 mm/bulan). Jenis yang telah ditemukan

di areal ini ada sebanyak 143 jenis dan dikelompokkan menjadi empat yakni

kelompok meranti, rimba campuran, kayu indah, dan kayu dilindungi (PT. Salaki

Summa Sejahtera 2008)

Metode Pengambilan Data

Pengambilan sampel data dilakukan di areal kerja PT. Salaki Summa

Sejahtera, Pulau Siberut, Sumatera Barat pada bulan Mei 2012. Sampel data

diambil dari hutan primer dan berbagai kondisi hutan bekas penebangan (20

tahun, 4 tahun, dan 1 tahun). Masing-masing kondisi hutan dibuat petak ukur

berbentuk jalur ukuran 20 m x 500 m (1 hektar) dengan 3 kali ulangan. Penentuan

arah jalur tegak lurus kontur dan peletakannya dengan cara pusposive sampling

(ditentukan secara subjektif berdasarkan karakteristik tertentu). Setiap jalur dibagi

menjadi 25 petak berukuran 20 m x 20 m dan didalamnya dibuat petak kecil

berukuran 2 m x 2 m untuk pengamatan semai dan 5 m x 5 m untuk pengamatan

pancang, sedangkan tingkat tiang dan pohon dilakukan pada petak ukur tersebut.

Kegiatan risalah tegakan tinggal menggunakan metode kombinasi yaitu metode

garis berpetak untuk pengamatan vegetasi berupa semai dan pancang, sedangkan

metode jalur untuk pengamatan vegetasi tingkat tiang dan pohon. Data yang

dikumpulkan berupa nama dan jumlah spesies, serta diameter khusus tingkat tiang

dan pohon (Φ ≥ 10 cm). Pengenalan jenis vegetasi yang ditemukan di lapangan

terlebih dahulu menggunakan nama lokal dengan bantuan pengenal jenis pohon,

sedangkan nama botani diidentifikasi di Bagian Botani Pusat Penelitian dan

Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor.

Pengambilan data untuk keperluan stratifikasi tajuk dilakukan dengan

mengukur proyeksi tajuk ke tanah pada empat arah yang berbeda-beda yaitu tajuk

terpanjang dan terpendek. Plot pengamatan untuk masing-masing kondisi hutan

dibuat dengan ukuran 20 m x 120 m. Data yang diambil pada semua pohon

Page 25: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

9

berdiameter ≥10 cm adalah posisi (koordinat) pohon dalam plot yang diukur dari

arah yang sama dan berurutan dengan mengukur jarak dari titik awal pengukuran

ke masing-masing pohon (lebar jalur pengamatan sebagai sumbu-x dan panjang

jalur sebagai sumbu-y), tinggi total dan tinggi bebas cabang, diameter pohon

setinggi dada, panjang tajuk pohon yang diukur dari batang sampai tepat di bawah

ujung tajuk pohon, serta arah condong pohon. Penggambaran sketsa dari bentuk

percabangan utama dan sketsa masing-masing pohon dilakukan di lapangan.

Analisis Data

Struktur Tegakan

Analisis data dilakukan untuk memperoleh persamaan umum struktur

tegakan. Hal yang lebih dulu harus dilakukan adalah mengklasifikasikan data ke

dalam kelompok berdasarkan pertimbangan jenis dominan dan komersil baik

komposisi maupun eksploitasi yaitu kelompok dipterocarpaceae, kelompok non-

dipterocarpaceae, dan kelompok seluruh jenis. Hal ini dilakukan untuk

mengetahui perbandingan distribusi diameter pohon pada masing-masing

kelompok. Selanjutnya, diameter pohon dikelompokkan ke dalam kelas diameter

dengan interval 10 cm. Kelas diameter terendah dimulai dari 10-20 cm dan

tertinggi adalah 160-170 cm. Data pengukuran dipetakan pada koordinat salib

sumbu dengan kelas diameter sebagai absis (sumbu-x) dan jumlah pohon per

hektar sebagai ordinat (sumbu-y) dengan tujuan memperoleh gambaran bentuk

sebaran jumlah pohon pada berbagai kelas diameter. Penggambaran dilakukan

untuk setiap petak contoh.

Tahapan berikutnya yaitu mencari model struktur tegakan yang sesuai

menggunakan 2 pendekatan:

1. Persamaan regresi

Pendugaan struktur tegakan menggunakan pendekatan persamaan regresi.

Menurut Davis et al. (2001), persamaan regresi pertama kali dicobakan oleh

Meyer (1952) dalam menduga struktur tegakan hutan tidak seumur. Bentuk

persamaan yang digunakan adalah:

N = k.e-aD

keterangan:

N = jumlah pohon per kelas diameter

e = bilangan Napier (2,7183)

a = konstanta (penurunan jumlah pohon setiap kenaikan diameter pohon)

D = diameter pohon

Bentuk persamaan ini jika ditransformasikan ke dalam bentuk linear akan

menjadi: ln N = ln k – aD, yang identik dengan model umum regresi sederhana

yaitu: Y = b0 + b1X.

2. Model famili sebaran

Pendugaan model struktur tegakan menggunakan model famili sebaran

dilakukan dengan menggunakan metode kemungkinan maksimum (maximum

likelihood). Model yang dicobakan pada penelitian ini antara lain famili sebaran

eksponensial negatif, gamma, lognormal, dan weibull. Semua model tersebut

dicobakan sebagai model penduga bagi sebaran diameter tegakan. Ada beberapa

tahapan yang harus dilakukan sehingga diperoleh suatu model famili sebaran

Page 26: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

10

terbaik yaitu menduga titik parameter masing-masing model famili sebaran yang

dipilih, mencari nilai fungsi kemungkinan maksimum berdasarkan parameter yang

telah diperoleh, serta menentukan model terbaik berdasarkan fungsi kemungkinan

maksimum tertinggi. Tahapan tersebut dilakukan pada keempat model

menggunakan aplikasi komputer dengan bantuan software MATLAB.

Model sebaran diameter yang telah diperoleh digunakan menduga

kerapatan tegakan melalui persamaan berikut:

𝑁(𝑎 ,𝑏) = 𝑓 𝑥 𝑑𝑥𝑥𝑏

𝑥𝑎

𝑁

Persamaan tersebut dapat juga ditulis dalam bentuk :

𝑁(𝑎 ,𝑏) = 𝑃 𝑥𝑎 ≤ 𝑥 ≤ 𝑥𝑏 𝑁

keterangan:

N(a,b) = kerapatan pohon dugaan pada selang diameter xa sampai xb

N = kerapatan pohon total dari hasil pengamatan

f(x) = fungsi kepekatan famili sebaran terpilih

Potensi Regenerasi Alami Vegetasi

Gambaran tentang sifat dominansi jenis, keanekaragaman, dan potensi

regenerasi alami tegakan dianalisis menggunakan parameter kuantitatif, meliputi

kerapatan, frekuensi, dan dominansi. Penjumlahan kerapatan relatif dan frekuensi

relatif menghasilkan Indeks Nilai Penting (INP) untuk semai dan pancang,

sedangkan jika dijumlahkan lagi dengan dominansi relatif akan menghasilkan INP

untuk tiang dan pohon. INP digunakan untuk analisis selanjutnya yakni untuk

memperoleh tingkat keanekaragaman dengan Indeks Shannon dan untuk

memperoleh tingkat dominansi (penguasaan) komunitas tumbuhan dengan Indeks

Simpson, menggunakan persamaan berikut:

Indeks Shannon atau Shannon index of general diversity (Odum 1993):

H = − ∑ ni

N log

ni

N

Indeks Simpson atau Simpson index of dominance (Odum 1993):

ID = ni

N

2

keterangan:

ni = INP spesies ke-i

N = Total INP

Stratifikasi Tajuk

Stratifikasi tajuk disajikan dalam suatu diagram atau gambar yang

menggambarkan proyeksi tegakan dari atas (proyeksi tajuk-tajuk pada lantai

hutan) dan proyeksi tegakan dari muka atau samping menggunakan aplikasi

komputer dengan bantuan software SLIM. Parameter yang digunakan untuk

menunjukkan stratifikasi tajuk adalah jenis pohon, posisi/letak pohon, tinggi total

dan tinggi bebas cabang, diameter setinggi dada, bentuk dan ukuran proyeksi

tajuk dari lantai hutan, serta arah condong pohon. Output yang dihasilkan mampu

menunjukkan perbedaan gambaran mengenai sebaran individu pohon pada hutan

primer dan berbagai hutan bekas penebangan (20 tahun, 4 tahun, dan 1 tahun).

Page 27: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

11

HASIL DAN PEMBAHASAN

Struktur Tegakan

Kerapatan Tegakan Menurut Kelas Diameter Pohon

Kerapatan tegakan menyatakan banyaknya individu pohon dalam suatu

tegakan per satuan luas sehingga dapat menggambarkan kondisi tegakan hutan.

Pada penelitian ini, jumlah individu pohon tersebar tidak merata pada setiap kelas

diameter, semakin berkurang bahkan tidak ada sama sekali hingga ke kelas

diameter terbesar, dan penurunannya terjadi secara seragam (Gambar 1A). Total

individu terbanyak ditemukan di hutan primer yaitu 266 individu/ha, di hutan

bekas penebangan 20 tahun sebanyak 260 individu/ha, di LOA 1 tahun sebanyak

208 individu/ha, dan yang paling sedikit terdapat di LOA 4 tahun yaitu 200

individu/ha yang tersebar pada berbagai kelas diameter. Hal ini mengindikasikan

bahwa kegiatan pemanenan hutan telah mempengaruhi perubahan struktur

tegakan hutan sehingga menunjukkan perbedaan jumlah individu antara hutan

primer dengan berbagai hutan bekas penebangan.

Gambar 1 Kerapatan pohon pada hutan primer dan hutan

bekas tebangan berdasarkan kelompok seluruh

jenis (A) dan kelompok dipterocarpaceae (B)

0

20

40

60

80

100

120

140

160

10-20 20-30 30-40 40-50 50-60 60-70 70-80 80-90 > 90

H. Primer

LOA 20 tahun

LOA 4 tahun

LOA 1 tahun

Poh

on

/ h

a

Kelas Diameter (cm)A

0

20

40

60

80

100

120

140

160

10-20 20-30 30-40 40-50 50-60 60-70 70-80 80-90 > 90

H. Primer

LOA 20 tahun

LOA 4 tahun

LOA 1 tahun

Poh

on

/ h

a

Kelas Diameter (cm)B

Page 28: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

12

Hutan bekas penebangan sama-sama terganggu akibat pemanenan hutan,

namun kondisi struktur tegakannya berbeda dan tidak selalu sama meskipun

berada di tempat yang sama. Samsoedin dan Heriyanto (2010) menyatakan jumlah

batang per hektar di hutan bekas penebangan dipengaruhi oleh jumlah tegakan

awal sebelum ditebang, intensitas penebangan yaitu jumlah pohon yang ditebang

dalam kurun waktu tertentu. Sedangkan Ewusie (1980) dalam Samsoedin dan

Heriyanto (2010) menyatakan bahwa sebaran individu pohon pada berbagai kelas

diameter bervariasi akibat adanya perbedaan kemampuan pohon dalam

memanfaatkan sumberdaya, diantaranya yaitu energi matahari, unsur hara/mineral

air, serta sifat kompetisi. Pernyataan ini mendukung perbedaan kondisi struktur

tegakan yang terjadi antara hutan bekas penebangan 20 tahun, 4 tahun, dan 1

tahun.

Kelompok dipterocarpaceae (Gambar 1B), terdapat individu pohon yang

hampir ada di semua kelas diameter bahkan hingga > 90 cm. Namun, jumlah

individu yang mendominasi hanya pada kelas diameter 10-20 cm saja. Pada kelas

diameter 20-30 cm mulai terlihat kurva perlahan-lahan menurun hingga terletak

pada posisi paling bawah mulai dari kelas diameter 50-60 cm. Kurva kelompok

dipterocarpaceae menunjukkan penurunan yang tidak konsisten yaitu kurva yang

kadang-kadang naik turun dan terlihat lebih jelas pada kurva hutan bekas

penebangan. Ada pohon-pohon tertentu yang tidak dapat ditebang di lapangan

karena faktor-faktor yang tidak memungkinkan untuk ditebang pada saat

dilakukan kegiatan pemanenan kayu. Salah satu faktor adalah topografi dan

kemiringan lereng. Pada saat topografi tidak mendukung, maka pohon dengan

diameter tertentu yang seharusnya ditebang akan diabaikan dan dibiarkan hidup

sehingga pohon-pohon pada kelas diameter tertentu memiliki jumlah individu

yang lebih banyak.

Jenis yang paling banyak ditemukan di areal hutan primer dan hutan bekas

penebangan adalah jenis yang berasal dari kelompok non-dipterocarpaceae. Jenis

kelompok ini tidak semua dapat dipanen. Jenis yang dipanen adalah jenis komersil

dan yang berasal dari kelompok dipterocarpaceae dengan diameter > 50 cm. Ada

perbedaan kerapatan pohon pada diameter pohon terkecil hingga terbesar. Terlihat

bahwa semakin besar diameter suatu pohon, maka semakin sedikit jumlah

individu pohon pada areal hutan tertentu yang menurun secara eksponensial. Hal

ini menunjukkan bahwa populasi pohon di areal hutan tersebut terdiri atas

berbagai kelas diameter dengan didominasi oleh pohon berdiameter kecil

sehingga dapat menjaga kelestariannya di masa yang akan datang karena memiliki

regenerasi yang tinggi.

Distribusi Diameter Pohon Menggunakan Pendekatan Model Famili Sebaran

Model famili sebaran terbaik diperoleh berdasarkan kemungkinan

maksimum tertinggi dengan nilai parameter masing-masing fungsi sebaran harus

diketahui lebih dahulu. Parameter yang diperoleh melalui model famili sebaran

dalam penelitian ini menunjukkan nilai yang hampir sama di semua kondisi hutan.

Model famili sebaran eksponensial menghasilkan satu parameter saja sedangkan

model famili sebaran lainnya menghasilkan dua parameter. Model terbaik dilihat

dari nilai kemungkinan maksimum tertinggi seperti yang telah disajikan pada

Tabel 1. Pada kelompok seluruh jenis, nilai kemungkinan maksimum pada urutan

tertinggi hingga terendah adalah berturut-turut dimiliki oleh model famili sebaran

Page 29: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

13

eksponensial negatif, lognormal, gamma, dan weibull. Hal yang sama ditunjukkan

oleh kelompok dipterocarpaceae dan non-dipterocarpaceae bahwa nilai

kemungkinan maksimum tertinggi tetap diduduki oleh model eksponensial

negatif. Dengan demikian, model tersebut dapat dikatakan sebagai penduga

terbaik yang dapat menggambarkan struktur tegakan hutan primer maupun hutan

bekas penebangan di areal PT. Salaki Summa Sejahtera. Sedangkan model-model

yang lainnya kurang tepat untuk menggambarkan struktur tegakan tersebut.

Model famili sebaran terpilih diterapkan dalam menduga kerapatan

tegakan (pohon/ha). Hasil perhitungan kerapatan dengan menggunakan model

eksponensial negatif disajikan untuk kelompok seluruh jenis (Gambar 2) dan

kelompok dipterocarpaceae (Gambar 3). Distribusi diameter pohon (> 10 cm) di

hutan primer maupun hutan bekas penebangan menunjukkan bentuk yang sama

yaitu huruf “J” terbalik dengan jumlah pohon per satuan luas semakin berkurang

dengan bertambahnya kelas diameter pohon. Hal ini dikarenakan semakin besar

pohon maka semakin luas ruang yang dibutuhkan pohon untuk tumbuh. Pada

kelompok seluruh jenis jumlah pohon aktual yang dijumpai di lapangan mulai

menurun secara ekstrim pada kelas diameter 20-30 cm hingga pada kelas diameter

> 50 cm jumlah pohon semakin sedikit dan selanjutnya menjadi semakin datar

pada kelompok diameter yang lebih besar. Hal ini terjadi untuk kelompok seluruh

jenis, kelompok dipterocarpaceae, dan kelompok non-dipterocarpaceae. Patrycia

(2010) menyatakan individu pohon yang tumbuh pada masa awal pertumbuhan

cukup banyak dan seiring berjalannya waktu energi yang diperlukan untuk

pertumbuhan semakin besar karena persaingan antar individu untuk mendapatkan

sinar matahari, air, mineral, dan pertahanan terhadap gangguan luar seperti hama

dan penyakit. Persaingan seperti ini akan terus berlanjut dan terjadilah proses

seleksi alam, yaitu kematian pada individu yang tidak dapat bersaing. Secara

alami persaingan ini akan mengakibatkan pengurangan jumlah individu yang

bertahan hidup pada setiap tingkat kelas diameter.

Tabel 1 Nilai kemungkinan maksimum model famili sebaran eksponensial,

gamma, lognormal, dan weibull

Kelompok Kondisi

hutan

Kemungkinan maksimum

Eksponensial

negatif Gamma Lognormal Weibul

Model

Terpilih

Seluruh jenis

Hutan primer -1,80E+03 -6,57E+03 -4.81E+03 -7.36E+04 Eksponensial

LOA 20 -1,79E+03 -6,53E+03 -4.73E+03 -7.24E+04 Eksponensial

LOA 4 -1,31E+03 -4,71E+03 -3.57E+03 -5.27E+04 Eksponensial

LOA 1 -1,38E+03 -5,08E+03 -3.72E+03 -5.52E+04 Eksponensial

Dipterocarpaceae

Hutan primer -538,29 -1,07E+03 -1.34E+03 -1.86E+04 Eksponensial

LOA 20 -633,32 -1,23E+03 -1.54E+03 -2.23E+04 Eksponensial

LOA 4 -449,54 -883,3921 -1.15E+03 -1.56E+04 Eksponensial

LOA 1 -507,65 -1,05E+03 -1.32E+03 -1.79E+04 Eksponensial

Non

dipterocarpacea

Hutan primer -852,61 -4059,1 -2429 -34024 Eksponensial

LOA 20 -1124,60 -5244,3 -45882 -45882 Eksponensial

LOA 4 -1245,90 -5900,7 -3490.8 -51034 Eksponensial

LOA 1 -868,11 -4284,7 -4059.1 -34004 Eksponensial

Page 30: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

14

Gambar 2 Kerapatan aktual dan dugaan berdasarkan model famili sebaran

kelompok seluruh jenis di hutan primer (A), LOA 20 tahun (B),

LOA 4 tahun (C), dan LOA 1 tahun (D)

0

20

40

60

80

100

120

140

160

0 50 100 150 200

Poh

on

/ h

a

Diameter (cm)

Kerapatan

dugaan

Kerapatan

aktual

A

0

20

40

60

80

100

120

140

160

0 50 100 150 200

Poh

on

/ h

a

Diameter (cm)

Kerapatan

dugaan

Kerapatan

aktual

B

0

20

40

60

80

100

120

140

160

0 50 100 150 200

Poh

on

/ h

a

Diameter (cm)

Kerapatan

dugaan

Kerapatan

aktual

C

0

20

40

60

80

100

120

140

160

0 50 100 150 200

Poh

on

/ h

a

Diameter (cm)

Kerapatan

dugaan

Kerapatan

aktual

D

Page 31: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

15

Gambar 3 Kerapatan aktual dan dugaan berdasarkan model famili sebaran

kelompok dipterocarpaceae di hutan primer (A), LOA 20 tahun

(B), LOA 4 tahun (C), dan LOA 1 tahun (D)

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

0 50 100 150 200

Poh

on

/ h

a

Diameter (cm)

Kerapatan

dugaan

Kerapatan

aktual

A

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

0 50 100 150 200

Poh

on

/ h

a

Diameter (cm)

Kerapatan

dugaan

Kerapatan

aktual

B

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

0 50 100 150 200

Poh

on

/ h

a

Diameter (cm)

Kerapatan

aktual

Kerapatan

dugaan

C

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

0 50 100 150 200

Poh

on

/ h

a

Diameter (cm)

Kerapatan

dugaan

Kerapatan

aktual

D

Page 32: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

16

Distribusi diameter pohon menggunakan model eksponensial negatif

Tingkat kerapatan dan ketersediaan tegakan setiap tingkat permudaan

dapat dilihat dari distribusi jumlah individu pohon pada setiap kelas diameter

dalam tegakan hutan. Penelitian ini dicobakan juga suatu model yang disusun

dengan menggunakan fungsi eksponensial negatif. Model ini cukup baik dalam

menjelaskan hubungan diameter pohon dengan jumlah pohon per hektar. Kondisi

hutan pada masa sekarang ini akan menunjukkan perbedaan pada masa yang akan

datang di areal yang sama karena pertumbuhan pohon-pohon yang terjadi dari

waktu ke waktu tidak sama meskipun areal tersebut belum diganggu. Perbedaan

akan terlihat lebih nyata pada areal hutan sebelum dan setelah diganggu, dalam

hal ini adanya penebangan. Berdasarkan model yang diperoleh dengan

mentransformasikan persamaan eksponensial negatif ke dalam persamaan regresi

linier, perbedaan model antara hutan primer dan hutan bekas penebangan

disajikan pada Tabel 2.

Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa model distribusi diameter yang

diperoleh pada kelompok seluruh jenis menghasilkan nilai R2 berkisar antara

71%-85%. Pada saat dilakukan pengelompokan data ke dalam kelas diameter

tertentu, nilai R2 yang diperoleh berbeda. Kelompok dipterocarpaceae nilai R

2

lebih rendah yaitu berkisar antara 52%-66%, sedangkan pada kelompok non-

dipterocarpaceae menghasilkan R2 paling besar yaitu berkisar antara 77%-91%.

Namun, secara keseluruhan semua model tersebut memiliki nilai R2 yang cukup

besar. Hal ini menunjukkan bahwa model-model yang diperoleh tersebut layak

dijadikan sebagai penduga model bagi distribusi diameter pohon. Model yang

menggambarkan distribusi diameter pohon di hutan alam dan hutan bekas

penebangan berdasarkan model yang dihasilkan, disajikan pada Gambar 4 dan

Gambar 5.

Tabel 2 Model persamaan Meyer hutan primer dan bekas

penebangan beserta nilai R2

Kelompok Kondisi Hutan Persamaan Meyer R2

Seluruh Jenis

Hutan Primer N = 82,8294 e-0,03597D

75%

LOA 20 tahun N = 99,5590 e-0,03695D

82%

LOA 4 tahun N = 87,5590 e-0,04131D

85%

LOA 1 tahun N = 55,8605 e-0,03213D

71%

Dipterocarpaceae

Hutan Primer N = 15,1637 e-0,02120D

61%

LOA 20 tahun N = 20,1238 e-002170D

64%

LOA 4 tahun N = 17,1101 e-0,02570D

66%

LOA 1 tahun N = 13,6813 e-0,02120D

52%

Non

dipterocarpaceae

Hutan Primer N = 173,545 e-0,05861D

91%

LOA 20 tahun N = 145,270 e-0,06047D

81%

LOA 4 tahun N = 107,569 e-0,05812D

80%

LOA 1 tahun N = 63,1695 e-0,04263D

77%

N = kerapatan pohon (N/ha)

D = diameter pohon (cm)

Page 33: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

17

Gambar 4 Kerapatan aktual dan dugaan berdasarkan persamaan Meyer

kelompok seluruh jenis di hutan primer (A), LOA 20 tahun (B),

LOA 4 tahun (C), dan LOA 1 tahun (D)

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

N dugaan

N aktual

Ker

apat

an (

ind

/ha)

Diameter (cm)A

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

N dugaan

N aktual

Ker

apat

an (

ind

/ha)

Diameter (cm)B

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

N dugaan

N aktual

Ker

apat

an (

ind

/ha)

Diameter (cm)C

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

N dugaan

N aktual

Ker

apat

an (

ind

/ha)

Diameter (cm)D

Page 34: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

18

Gambar 5 Kerapatan aktual dan dugaan berdasarkan persamaan Meyer

kelompok dipterocarpaceae di hutan primer (A), LOA 20 tahun

(B), LOA 4 tahun (C), dan LOA 1 tahun (D)

0

10

20

30

40

50

60

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

N dugaan

N aktual

Ker

apat

an (

ind

/ha)

Diameter (cm)A

0

10

20

30

40

50

60

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

N dugaan

N aktual

Ker

apat

an (

ind

/ha)

Diameter (cm)B

0

10

20

30

40

50

60

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

N dugaan

N aktual

Ker

apat

an (

ind

/ha)

Diameter (cm)C

0

10

20

30

40

50

60

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

N dugaan

N aktual

Ker

apat

an (

ind

/ha)

Diameter (cm)D

Page 35: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

19

Kelompok dipterocarpaceae merupakan kelompok dengan jumlah pohon

paling sedikit bila dibandingkan dengan kelompok non-dipterocarpaceae.

Kerapatan tertinggi pada kelompok dipterocarpaceae hanya sekitar 40 individu

pohon sedangkan pada kelompok non-dipterocarpaceae sekitar 140 individu

pohon (total individu seluruh jenis dikurangi dipterocarpaceae). Hal ini

menunjukkan kondisi yang sebenarnya di areal hutan PT. Salaki Summa Sejahtera

yaitu bahwa jarang ditemukan pohon-pohon berdiameter besar terutama pada

areal hutan bekas tebangan dan jarang juga ditemukan jenis dipterocarpaceae bila

dibandingkan kelompok non-dipterocarpaceae. Salah satu faktor yang

mempengaruhi kondisi tersebut yaitu bahwa pohon-pohon yang ditebang di areal

PT. Salaki Summa Sejahtera adalah pohon berdiameter > 50 cm yang berasal dari

kelompok dipterocarpaceae. Jenis yang paling banyak ditebang dari kelompok ini

adalah keruing (Dipterocarpus) dan meranti (Shorea).

Secara umum, sebaran diameter yang dihasilkan melalui model famili

sebaran terbaik yang sudah dibahas sebelumnya menunjukkan bentuk yang sama

bila dibandingkan dengan grafik yang dihasilkan menggunakan model

eksponensial negatif dengan persamaan Meyer. Namun, dapat dilihat bahwa yang

membedakan keduanya adalah nilai kerapatan dugaan yang dihasilkan. Jika

menggunakan model terpilih, nilai dugaan kerapatan pohon kelompok seluruh

jenis menggunakan model famili sebaran terbaik pada kelas diameter 10-20 cm

hutan primer maupun hutan bekas penebangan berkisar antara 45-58 individu

pohon sedangkan pada jika menggunakan persamaan regresi linier nilai dugaan

yang diperoleh untuk kelas diameter yang sama pada hutan primer dan hutan

bekas tebangan berkisar antara 34-57 individu pohon. Nilai dugaan ini sangat

berbeda jauh dengan nilai aktual yang diperoleh di lapangan yaitu berkisar antara

111-144 individu pohon pada kelas diameter yang sama. Nilai dugaan yang

mendekati nilai aktual terjadi pada saat diameter > 30 cm.

Grafik memperlihatkan bahwa model eksponensial negatif pada

persamaan Meyer maupun pada model famili sebaran terlihat kurang cocok dalam

menduga kerapatan pohon berdiameter kecil khususnya diameter 10-20 cm, tetapi

lebih cocok digunakan menduga kerapatan tegakan dengan diameter yang besar

(>40 cm). Hal ini terjadi karena model eksponensial negatif merupakan suatu

model yang menunjukkan hubungan variabel bukan linier, padahal analisis data

yang dilakukan adalah bahwa model tersebut ditransformasikan ke dalam bentuk

yang linier. Supranto (2001) menyatakan bahwa diagram pencar dari hubungan

yang linier akan menunjukkan suatu pola yang dapat didekati dengan garis lurus,

sedangkan yang bukan linier harus didekati dengan garis lengkung, misalnya

dengan menggunakan fungsi parabola, eksponensial, atau logaritma. Selanjutnya

dikatakan ada bentuk-bentuk hubungan fungsional yang bukan linier namun dapat

ditransformasikan menjadi linier dan ada juga yang tidak dapat. Salah satu bentuk

yang sapat digunakan adalah yang diterapkan pada penelitian ini yaitu bentuk

N=k.e-aD

yang dapat ditransformasikan menjadi bentuk linier ln N = ln k-aD. Hal

tersebut mempengaruhi bentuk kurva yang akan dihasilkan dalam menduga nilai-

nilai tertentu.

Page 36: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

20

Tabel 3 Hasil uji Khi-kuadrat menggunakan model

eksponensial negatif dengan famili sebaran

Kondisi hutan X

2 hitung

X2 tabel

Seluruh Jenis Dipterocarpaceae

Hutan Primer 69,3185 12,488*

24,9958 LOA 20 tahun 71,4141 12,458*

LOA 4 tahun 51,6834 14,257*

LOA 1 tahun 60,1564 34,364

X2 tabel dengan α = 0,05 dan db = 15

* = tidak berbeda nyata (X2 hitung < X

2 tabel)

Uji Kesesuaian Model terhadap Data

Model eksponensial yang dihasilkan berdasarkan famili sebaran maupun

berdasarkan persamaan Meyer diharapkan dapat menjelaskan data yang diperoleh

di lapangan. Untuk mengetahui kesesuaian model terhadap data, maka dilakukan

uji Khi-kuadrat (Uji X2). Kelompok dipterocarpaceae menunjukkan bahwa nilai

X2

hitung < X2 tabel(0,05) seperti yang disajikan pada Tabel 3 kecuali pada hutan

bekas penebangan 1 tahun. Hal ini berarti bahwa hipotesis (H0) diterima yakni

kerapatan dugaan sama dengan kerapatan aktual atau terdapat kesesuaian antara

model dengan data. Hasil struktur tegakan dengan model famili sebaran

eksponensial negatif memberikan hasil dugaan yang tidak berbeda nyata dengan

data yang sebenarnya pada tingkat kepercayaan 95%. Dengan demikian, model-

model yang dihasilkan mampu menjelaskan struktur tegakan pada berbagai

kondisi tegakannya baik di hutan primer maupun di hutan bekas penebangan

kecuali hutan bekas penebangan 1 tahun.

Hal yang berbeda ditunjukkan pada kelompok seluruh jenis, yakni bahwa

X2 hitung > X

2 tabel (0,05) pada berbagai kondisi hutan. Dengan kata lain, hasil uji

Khi-kuadrat pada hutan primer serta hutan bekas penebangan 20 tahun, 4 tahun

dan 1 tahun pada kelompok seluruh jenis, termasuk hutan bekas penebangan 1

tahun pada kelompok dipterocarpaceae menolak hipotesis H0 dan menerima H1

yakni kerapatan dugaan tidak sama dengan kerapatan aktual di lapangan. Hal ini

berarti bahwa model eksponensial negatif pada kelompok seluruh jenis di hutan

tersebut kurang sesuai dalam menduga kerapatan pohon.

Uji Perbedaan Kerapatan Model antara Hutan Primer dan Hutan Bekas

Penebangan

Kegiatan penebangan kayu menyebabkan pohon-pohon dengan diameter

tertentu akan rusak dan bahkan mati. Kerusakan pohon tertentu akan

menimbulkan perbedaan struktur tegakan pohon antara hutan yang belum

dilakukan penebangan dengan hutan pasca penebangan. Perbedaan tersebut

disajikan pada Gambar 6 yang memberikan gambaran bahwa kerapatan yang

tersebar pada berbagai kelas diameter akan berbeda antara kedua kondisi hutan

tersebut. Pada gambar dapat dilihat bahwa grafik kerapatan dugaan hutan primer

berada di atas grafik berbagai kondisi hutan bekas penebangan. Namun, grafik

hutan bekas penebangan hampir sama dengan hutan primer. Hal ini berarti bahwa

hampir tidak ada perbedaan antara hutan bekas penebangan 20 tahun dengan

Page 37: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

21

Gambar 6 Perbedaan kerapatan berdasarkan persamaan Meyer di hutan

primer, LOA 20 tahun, LOA 4 tahun, dan LOA 1 tahun

0

20

40

60

80

100

0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165

Po

ho

n /

ha

Diameter (cm)

Hutan primer

LOA 20 tahun

LOA 4 tahun

LOA 1 tahun

hutan primer. Sedangkan perbedaan tampak lebih jelas pada hutan bekas

penebangan 4 tahun dan 1 tahun.

Perbedaan kerapatan dugaan dengan model tersebut dapat disajikan secara

statistik dengan melakukan uji-t data berpasangan (paired t test) seperti yang telah

disajikan pada Tabel 4. Hasil uji menunjukkan bahwa korelasi antara kerapatan

dugaan antara hutan primer dengan berbagai hutan bekas penebangan adalah 1,00

yang berarti bahwa hubungan antara keduanya adalah kuat dan signifikan. Pada

Tabel 4 memperlihatkan hasil t hitung dan p value pada masing-masing hubungan

data berpasangan. Hubungan antara kerapatan dugaan hutan primer dengan LOA

20 tahun memiliki hubungan yang tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan

95%. Hal ini dapat dilihat dari nilai t hitung < t tabel dan p value > α (0,05) yang

berarti bahwa hipotesis 0 (H0) diterima yakni bahwa kondisi kerapatan hutan

sebelum dan pasca penebangan 20 tahun adalah sama (tidak berbeda).

Kesimpulan yang berbeda ditunjukkan oleh hubungan antara hutan primer

dengan hutan bekas penebangan 4 tahun ataupun 1 tahun karena nilai t hitung > t

tabel sehingga Ho ditolak dan H1 diterima, artinya bahwa kerapatan hutan

sebelum dilakukan penebangan dengan kerapatan hutan pasca penebangan 4 tahun

dan 1 tahun adalah berbeda. Kondisi ini sekaligus mengindikasikan bahwa

penebangan yang dilakukan di areal hutan tersebut memang memberikan

kontribusi terhadap kerapatan pohon. Namun, diduga bahwa dalam beberapa

tahun yang akan datang, hutan pasca penebangan 4 tahun dan 1 tahun akan

mampu menyerupai kondisi kerapatan hutan primer.

Tabel 4 Hasil uji beda untuk data berpasangan antara kerapatan

dugaan hutan primer dan hutan bekas penebangan

Hubungan antar kondisi hutan t-hitung p value t-tabel

Hutan primer - LOA 20 tahun 1,046* 0,312

1,7531 Hutan primer - LOA 4 tahun 3,101 0,007

Hutan primer - LOA 1 tahun 3,02 0,009

t tabel dengan α = 0,05

* = tidak berbeda nyata (p < 0,05 atau t hitung < t tabel)

Page 38: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

22

Analisis Komunitas Tumbuhan

Jumlah Jenis Tumbuhan

Jumlah total jenis pohon yang diperoleh di seluruah areal hutan penelitian

ada sebanyak 149 jenis dari 38 famili dengan 40 jenis tidak teridentifikasi

sehingga hanya menggunakan nama lokal saja. Jenis yang paling banyak

ditemukan berasal dari famili Euphorbiaceae, Dipterocarpaceae, Flacourtiaceae,

Moraceae, dan Dilleniaceae. Terdapat perbedaan jumlah jenis pada hutan primer

dan hutan bekas penebangan. Jumlah jenis terbanyak dimiliki oleh hutan bekas

penebangan 20 tahun dengan total sebanyak 118 jenis, sedangkan jumlah jenis

terendah dimiliki oleh hutan bekas penebangan 4 tahun dengan total sebanyak 87

jenis. Pada hutan primer, jumlah jenis pohon yang ditemukan ada sebanyak 105

jenis dan pada hutan bekas tebangan 1 tahun ada sebanyak 98 jenis dan masing-

masing proporsi jumlah jenis di setiap tingkat permudaan masing-masing kondisi

hutan disajikan pada Tabel 5. Ada jenis pohon yang ditemukan di hutan primer

tetapi tidak ditemukan di hutan bekas penebangan dan sebaliknya ada juga jenis

yang ditemukan di hutan bekas penebangan tetapi tidak ditemukan di hutan

primer. Misalnya jenis Aporusa prainiana, Barringtonia rubra, Cryptocarya

ferrea, Eurycoma longifolia, dan Pouteria firma ditemukan di hutan bekas

penebangan 20 tahun, 4 tahun, dan 1 tahun tetapi tidak ditemukan di hutan primer.

Ada juga jenis yang ditemukan di salah satu areal hutan bekas penebangan tetapi

di hutan bekas penebangan lainnya tidak ditemukan, misalnya jenis Aporusa sp.

Calophyllum sp., dan Horsfieldia irya ada di hutan bekas penebangan 1 tahun dan

20 tahun tetapi tidak ada di hutan hutan bekas penebangan 4 tahun. Hal ini

mengidentifikasikan bahwa kegiatan pemanenan hutan turut memberikan

pengaruh terhadap komposisi jenis di areal hutan bekas penebangan. Jumlah jenis

yang ditemukan di setiap tahun tebang bervariasi tergantung dari tingkat

kerusakan yang terjadi akibat pemanenan kayu yang dilakukan dan proses suksesi

yang terjadi pada masing-masing areal hutan.

Perbedaan jenis bukan hanya terjadi antara hutan primer dan hutan bekas

penebangan, tetapi juga terjadi antara tingkat permudaan pada kondisi hutan yang

sama. Misalnya di hutan primer jenis Archidendron jiringa, Cananga odorata,

dan Leea indica hanya ditemukan pada tingkat semai saja. Ada juga jenis

Artocarpus sp., Lithocarpus sp., dan Memecylon costatum ditemukan di tingkat

tiang dan pohon tetapi tidak ditemukan di tingkat anakan. Hal yang sama juga

terjadi di hutan bekas penebangan. Misalnya pada LOA 4 tahun, jenis

Tabel 5 Jumlah jenis pada berbagai tingkat permudaan di hutan

primer dan hutan bekas penebangan

Tingkat

permudaan

Jumlah jenis pada kondisi hutan

Hutan primer Hutan bekas tebangan

LOA 20 tahun LOA 4 tahun LOA 1 tahun

Semai 65 64 55 51

Pancang 52 66 65 62

Tiang 67 87 43 50

Pohon 66 70 41 48

Page 39: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

23

Campnosperma macrophylla, Cryptocarya ferrea, dan Leea indica ditemukan

pada tingkat anakan tetapi tidak ditemukan di tingkat tiang dan pohon. Kondisi

seperti ini menunjukkan bahwa jenis-jenis tertentu mati pada saat ingin mencapai

tingkat tiang sehingga tidak sempat tumbuh hingga ke tingkat pohon. Menurut

Richard (1975) dalam Handayani (2002) jenis pohon yang mempunyai tingkat

permudaan tetapi pada tingkat tiang dan pohon tidak terdapat lagi disebabkan oleh

beberapa faktor diantaranya adalah daya tahan terhadap cahaya matahari, pola

penyebaran biji, daya tumbuh jenis tertentu serta adanya kompetisi antar individu

baik dalam satu jenis maupun antar jenis yang berbeda. Dan sebaliknya ada jenis

yang memiliki tingkat pohon tetapi tidak memiliki tingkat permudaan. Hal ini

biasanya terjadi pada ekosistem yang telah mencapai kondisi klimaks, didominasi

oleh pohon-pohon besar sehingga ruang tumbuh dalam ekosistem tersebut

semakin kecil. Setyawan et al. (2005) mengatakan bahwa pada kondisi klimaks

biasanya bibit pohon akan mulai mati pada saat mencapai umur anak pohon,

mengingat pada kondisi ini kompetisi dengan tumbuhan dewasa, khususnya untuk

memperebutkan ruang dan cahaya matahari.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, kerapatan pada hutan primer dan

hutan bekas penebangan disajikan di Tabel 6. Kerapatan vegetasi tingkat semai

lebih tinggi dibandingkan kerapatan tingkat pancang dan semakin rendah hingga

ke tingkat pohon. Hal ini mengindikasikan bahwa proses regenerasi pada areal

hutan tersebut berjalan dengan baik. Indriyanto (2006) menyatakan bahwa

berjalan atau tidaknya proses regenerasi tegakan hutan dicerminkan oleh kondisi

anakan pohon yang ada dalam kawasan hutan. Lebih lanjut dikatakan bahwa

keberadaan anakan spesies pohon dalam hutan akan mencerminkan kemampuan

hutan untuk beregenerasi, sedangkan banyaknya spesies pohon akan

mencerminkan potensi keanekaragaman hayati sekaligus potensi plasma nutfah

dalam kawasan hutan.

Tingkat Dominansi Jenis

Spesies tumbuhan dominan dalam komunitas tumbuhan yang diteliti

dideskripsikan menggunakan Indeks Nilai Penting (INP) yaitu besaran yang

menunjukkan kedudukan suatu jenis terhadap jenis lain dalam suatu komunitas.

Makin besar INP suatu jenis, maka peranannya dalam komunitas tersebut semakin

penting (Muhdi 2009). Nilai penting setiap 10 (sepuluh) spesies untuk setiap

tingkat permudaan di hutan primer dan berbagai hutan bekas penebangan

disajikan pada Tabel 7, Tabel 8, Tabel 9, dan Tabel 10. Nilai penting tersebut

menunjukkan bahwa jenis vegetasi dominan tidak pernah sama antara hutan

Tabel 6 Kerapatan individu pohon per hektar pada tingkat permudaan di hutan

primer dan hutan bekas penebangan

Tingkat

permudaan

Hutan primer Hutan bekas tebangan

LOA 20 tahun LOA 4 tahun LOA 1 tahun

SJ DP SJ DP SJ DP SJ DP

Semai 15.900 4.067 14.033 2.367 13.200 3.267 20.433 5.633

Pancang 1.077 288 2.677 699 1.323 277 1.088 357

Tiang 144 28 140 28 111 27 116 41

Pohon 122 41 120 51 89 34 92 32

SJ : Seluruh jenis

DP : Dipterocarpaceae

Page 40: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

24

primer dan hutan bekas penebangan. Misalnya, di hutan primer jenis Gardenia sp.

dan Shorea ovalis merupakan jenis yang dominan pada tingkat semai dan

pancang. Namun jenis tersebut bukan merupakan tumbuhan dominan di hutan

bekas penebangan pada tingkat pertumbuhan yang sama. Nilai penting jenis

tersebut berubah secara signifikan. Perubahan ini terjadi akibat adanya kegiatan

penebangan kayu yang dilakukan di areal tersebut yang menyebabkan kerusakan

tumbuhan lain disekitarnya sehingga jumlah individu jenis tertentu dapat menjadi

berkurang. Muhdi (2009) menyatakan bahwa berkurangnya individu dalam suatu

jenis atau hilangnya jumlah jenis dalam pemanenan menyebabkan bergesernya

nilai INP jenis tersebut. Terdapat juga jenis lain yang dominan pada tingkat

anakan tetapi tidak dominan sama sekali pada tingkat tiang maupun pohon di

kondisi hutan yang sama. Misalnya, pada hutan primer jenis Gardenia sp. dan

Shorea ovalis dominan pada tingkat semai dan pancang. Namun, jenis ini tidak

dominan di hutan bekas penebangan bahkan tidak termasuk peringkat sepuluh

dominan pada tingkat tiang dan pohon. Perubahan-perubahan nilai INP suatu jenis

dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah individu suatu jenis atau hilangnya

jenis dalam suatu komunitas tumbuhan.

Secara umum jenis yang memiliki nilai penting tertinggi pada hutan

primer ataupun hutan bekas tebangan adalah jenis Dipterocarpus hasseltii,

terutama pada tingkat permudaan tiang dan pohon menduduki peringkat pertama

untuk semua kondisi hutan, yang berarti merupakan tumbuhan dominan. Namun,

ada kalanya Dipterocarpaceae hasseltii bukan merupakan nilai penting tertinggi

pada tingkat semai dan pancang. Kondisi ini menunjukkan bahwa tingkat

regenerasi alami jenis tersebut sangat rendah. Menurut Jamili et al. (2009),

rendahnya tingkat regenerasi secara alami spesies tertentu, secara teoritis

menunjukkan bahwa populasi spesies tersebut berada dalam fase degradasi dan

dapat mengancam kelestariannya pada masa yang akan datang. Dikatakan lebih

lanjut bahwa jumlah semai yang sangat terbatas tidak akan mencukupi dalam

menggantikan pohon induk yang mengalami kematian, baik karena usia tua,

penyakit, atau faktor lain.

Sepuluh jenis dominan yang disajikan memiliki nilai penting akumulatif

yang cukup besar yaitu berkisar antara 81%-130% untuk tingkat pertumbuhan

semai dan pancang, dan berkisar antara 142%-215% untuk tingkat tiang dan

pohon. Nilai penting ini bahkan melebihi setengah dari total INP maksimum

masing-masing tingkat pertumbuhan yakni 200% untuk tingkat semai dan

pancang serta 300% untuk tingkat tiang dan pohon. Hal ini menunjukkan bahwa

sepuluh jenis tersebut merupakan tumbuhan yang dominan berperan penting

dalam komunitas tumbuhan. Sepuluh jenis tersebut belum mencakup seluruh jenis

yang ada di areal hutan yang diteliti, masih terdapat beberapa jenis yang diperoleh

dan tidak semuanya memiliki nilai penting tinggi. Vegetasi yang memiliki nilai

penting sangat rendah dapat disebabkan oleh penyebarannya yang terbatas

dan/atau nilai penutupannya yang kecil sehingga pengaruhnya terhadap ekosistem

relatif dapat diabaikan (Setyawan et al. 2005). Jenis anakan yang memiliki indeks

nilai penting tertentu yang ditemukan pada masa sekarang di suatu areal akan

menentukan jenis yang akan ditemui di tempat tersebut pada masa yang akan

datang. Spesies yang memiliki nilai penting anakan yang hampir sama dengan

nilai penting induknya maka diduga jenis ini mampu mempertahankan

kelestariannya dalam jangka waktu yang lebih lama.

Page 41: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

25

Tabel 7 Jenis dominan untuk semua tingkat permudaan di hutan primer

No Semai Pancang Tiang Pohon

Nama Jenis INP(%) Nama Jenis INP(%) Nama Jenis INP(%) Nama Jenis INP(%)

1 Gardenia sp. 19,16 Shorea ovalis 20,47 Dipterocarpus hasseltii 41,97 Dipterocarpus hasseltii 80,91

2 Dipterocarpus elongatus 18,73 Dipterocarpus elongatus 17,04 Artocarpus rigidus 26,41 Hydnocarpus merrillianus 28,23

3 Ficus lepicarpa 17,48 Ptycopyxis sp. 10,01 Hydnocarpus woodii 24,79 Dipterocarpus elongatus 19,87

4 Dillenia excelsa 15,59 Hydnocarpus woodii 9,51 Glochidion capitatum 16,05 Baccaurea deflexa 11,06

5 Dipterocarpus hasseltii 13,68 Dipterocarpus hasseltii 8,03 Cleistanthus sp. 15,73 Cleistanthus sp. 11,03

6 Cleistanthus myrianthus 7,80 Dillenia indica 8,03 Baccaurea deflexa 14,98 Shorea pauciflora 8,14

7 Glochidion capitatum 7,37 Pternandra coerulescens 6,72 Hydnocarpus merrillianus 12,34 Palaquium obovatum 7,57

8 Fagraea fragran 7,19 Artocarpus elasticus 6,22 Palaquium obovatum 12,23 Glochidion capitatum 7,23

9 Shorea ovalis 6,74 Dillenia excelsa 6,22 Mallotus subpeltatus 8,89 Syzygium glomerata 6,90

10 Ptycopyxis sp. 6,32 Cleistanthus myrianthus 5,90 Homalium grandiflorum 8,72 Mallotus subpeltatus 6,70

Jumlah INP 120,07

98,14

182,12

187,65

Tabel 8 Jenis dominan untuk semua tingkat permudaan vegetasi di hutan bekas tebangan 20 tahun

No Semai Pancang Tiang Pohon

Nama Jenis INP(%) Nama Jenis INP(%) Nama Jenis INP(%) Nama Jenis INP(%)

1 Palaquium obovatum 15,02 Dipterocarpus elongatus 24,91 Dipterocarpus hasseltii 28,99 Dipterocarpus hasseltii 97,35

2 Dipterocarpus elongatus 14,56 Cleistanthus laevis 13,58 Cleistanthus sp. 20,24 Dipterocarpus elongatus 19,27

3 Gardenia sp. 13,84 Pouteria firma Bachni 10,02 Hydnocarpus woodii 14,07 Cleistanthus sp. 17,16

4 Shorea pauciflora 9,70 Shorea pauciflora 9,42 Baccaurea deflexa 12,64 Hydnocarpus merrillianus 14,62

5 Barringtonia rubra 8,28 Cleistanthus sp. 9,14 Ptemandra coerulescens 11,45 Shorea pauciflora 13,07

6 Cleistanthus laevis 8,28 Baccaurea deflexa 8,10 Hydnocarpus merrillianus 11,37 Baccaurea deflexa 6,68

7 Ficus lepicarpa 8,16 Glochidion capitatum 5,97 Cleistanthus laevis 11,14 Dillenia indica 5,98

8 Cleistanthus sp. 7,45 Ardisia attenuata, 5,88 Macaranga trichocarpa 11,09 Strombosia javanica 5,92

9 Mallotus subpeltatus 7,10 Mallotus subpeltatus 5,49 Homalium grandiflorum 10,89 Artocarpus integer 5,73

10 Pouteria firma 6,27 Cryptocarpa sp. 4,98 Myristica sp. 10,26 Syzygium glomerata 5,58

Jumlah INP 98,66

97,50

142,14

191,35

Page 42: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

26

Tabel 9 Jenis dominan untuk semua tingkat permudaan di hutan bekas tebangan 4 tahun

Semai Pancang Tiang Pohon

No Nama Jenis INP(%) Nama Jenis INP(%) Nama Jenis INP(%) Nama Jenis INP(%)

1 Dipterocarpus hasseltii 20,37 Macaranga trichocarpa 15,30 Dipterocarpus hasseltii 46,69 Dipterocarpus hasseltii 75,07

2 Tombou-tombou 18,23 Dipterocarpus elongatus 8,56 Glochidion capitatum 31,73 Hydnocarpus merrillianus 23,51

3 Shorea ovalis 16,17 Campnosperma macrophylla 8,53 Artocarpus rigidus 22,72 Dipterocarpus elongatus 22,32

4 Gardenia sp. 15,04 Dillenia excels 7,90 Myristica sp. 20,02 Shorea ovalis Blume 17,71

5 Glochidion capitatum 11,80 Dipterocarpus hasseltii 7,87 Dipterocarpus elongatus 15,96 Mallotus subpeltatus 17,22

6 Ficus lepicarpa 9,66 Shorea pauciflora 7,23 Mallotus subpeltatus 15,67 Glochidion capitatum 13,99

7 Ardisia attenuata 8,65 Mallotus subpeltatus 7,21 Hydnocarpus woodii 15,01 Cleistanthus sp. 13,94

8 Macaranga trichocarpa 7,06 Shorea ovalis 6,72 Cleistanthus sp. 13,56 Myristica sp. 12,79

9 Nephelium glabrum 6,30 Hydnocarpus merrillianus 6,72 Artocarpus integer 10,31 Shorea pauciflora 9,54

10 Dillenia excelsa 5,54 Baccaurea deflexa 5,57 Macaranga trichocarpa 10,10 Artocarpus integer 9,44

Jumlah INP 118,82

81,61

201,76

215,52

Tabel 10 Jenis dominan untuk semua tingkat permudaan vegetasi di hutan bekas tebangan 1 tahun

Semai Pancang Tiang Pohon

No Nama Jenis INP(%) Nama Jenis INP(%) Nama Jenis INP(%) Nama Jenis INP(%)

1 Dipterocarpus hasseltii 24,93 Dipterocarpus elongatus 12,27 Dipterocarpus hasseltii 77,16 Dipterocarpus hasseltii 92,92

2 Gardenia sp. 20,20 Ficus lepicarpa 10,03 Homalium grandiflorum 21,01 Hydnocarpus merrillianus 35,32

3 Ficus lepicarpa 20,16 Dipterocarpus hasseltii 10,03 Artocarpus rigidus 20,01 Cryptocarpa sp. 13,80

4 Shorea ovalis 15,64 Dillenia indica 9,15 Hydnocarpus woodii 18,01 Myristica sp. 12,16

5 Glochidion capitatum 13,65 Shorea ovalis 8,30 Cleistanthus sp. 17,88 Artocarpus integer 10,50

6 Macaranga trichocarpa 11,29 Shorea pauciflora 7,94 Hydnocarpus merrillianus 16,17 Palaquium obovatum 8,55

7 Tombou-tombou 6,64 Ptycopyxis sp. 7,43 Glochidion capitatum 15,86 Baccaurea deflexa 8,20

8 Dipterocarpus elongatus 6,58 Gardenia sp. 6,57 Myristica sp. 9,70 Mallotus subpeltatus 7,43

9 Dillenia excelsa 5,71 Hydnocarpus merrillianus 5,87 Mallotus subpeltatus 7,39 Dillenia indica 7,37

10 Ardisia attenuata 5,55 Homalium grandiflorum 5,52 Baccaurea deflexa 6,87 Cleistanthus sp. 6,91

Jumlah INP 130,36

83,10

210,06

203,15

Page 43: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

27

Biodiversitas Jenis

Biodiversitas jenis menunjukkan suatu tingkat kekayaan dan

keanekaragaman jenis dalam suatu hutan. Tingkat biodiversitas dalam penelitian

ini dapat digambarkan berdasarkan indeks dominansi (index of dominance).

Penguasaan atau dominansi spesies dalam suatu komunitas bisa terpusat pada satu

spesies, beberapa spesies, atau pada banyak spesies yang dapat diperkirakan dari

tinggi rendahnya indeks dominansi (Indriyanto 2006). Nilai dominansi diperoleh

berdasarkan indeks Simpson (Odum 1993). Selain dari indeks dominansi,

biodiversitas jenis juga dapat digambarkan melalui indeks keanekaragaman jenis

(H’) yakni kemampuan suatu komunitas untuk menjaga dirinya tetap stabil

meskipun ada gangguan terhadap komponen-komponenya (Soegianto 1994 dalam

Indriyanto 2006). Tingkat keanekaragaman jenis ditentukan dengan indeks

Shannon (Shannon Index of General Diversity) (Odum 1993). Indeks dominanasi

dan indeks keanekaragaman pada petak contoh yang diamati di hutan primer dan

hutan bekas tebangan ditunjukkan pada Tabel 11.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, nilai indeks dominansi (C) yang

diperoleh antara hutan primer dan hutan bekas tebangan yang tidak berbeda jauh,

namun menunjukkan nilai yang kecil (< 1) yaitu berkisar 0,027-0,122. Menurut

Indriyanto (2006) indeks dominansi maksimum adalah satu yang berarti

dominansi (penguasaan) terdapat pada satu spesies. Dari hasil yang diperoleh,

berarti menunjukkan bahwa pada semua tingkat permudaan baik di hutan primer

maupun hutan bekas penebangan, tegakan tidak dikuasai oleh satu jenis saja tetapi

dominansi jenisnya tersebar pada beberapa jenis. Rendahnya nilai C ini terjadi

karena terdapat banyak jumlah jenis dalam areal hutan tersebut sedangkan nilai

INP masing-masing spesies hampir seragam, hanya beberapa saja yang memiliki

INP tinggi. Semakin tinggi keragaman jenis dalam suatu areal hutan akan

menurunkan nilai C sehingga terjadi pemusatan pada beberapa jenis. Sedangkan

semakin rendah keragaman jenis suatu areal hutan akan meningkatkan nilai C

sehingga terpusat pada satu jenis saja.

Hasil juga memberikan nilai keanekaragaman pengamatan indeks

keanekaragaman. Berdasarkan analisis data diketahui bahwa untuk tingkat semai

dan pancang nilai H’ berkisar antara 3,27-3,85, sedangkan untuk tingkat tiang dan

pohon berkisar antara 2,94-3,87. Desmuk (1986) dalam Kabelen dan Warpur

(2009) mengatakan bahwa keanekaragaman jenis tinggi apabila indeks

keanekaragamannya (H’) lebih besar dari 2,5 dan keanekaragaman jenis rendah

bila indeks keanekaragamannya (H’) kurang dari 2,5. Berdasarkan kriteria

Tabel 11 Indeks Dominansi (C) dan Indeks Keanekaragaman (H’) pada hutan

primer dan hutan bekas tebangan

Tipe Hutan Indeks Dominansi (C) Indeks Keanekaragaman (H')

a b c d a b c d

Hutan Primer 0,047 0,037 0,052 0,096 3,52 3,62 3,46 3,23

LOA 20 tahun 0,034 0,039 0,033 0,122 3,72 3,68 3,87 3,15

LOA 4 tahun 0,047 0,027 0,064 0,093 3,43 3,85 3,14 2,97

LOA 1 tahun 0,058 0,027 0,094 0,122 3,27 3,84 3,05 2,94

a = semai, b = pancang, c = tiang , d = pohon

Page 44: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

28

tersebut, maka nilai indeks keanekaragaman yang diperoleh dalam penelitian ini

tergolong tinggi. Kategori tinggi ini mengidentifikasikan bahwa areal hutan

tersebut memiliki keanekaragaman yang banyak. Meskipun sama-sama tinggi,

namun terdapat perbedaan indeks keanekaragaman antara hutan primer dengan

hutan bekas penebangan. Hal tersebut lebih jelas terlihat pada tingkat pohon

bahwa hutan yang baru dilakukan penebangan yakni keanekaragaman jenis di

LOA 1 tahun < LOA 4 tahun < LOA 20 tahun < hutan primer. Kondisi seperti ini

menunjukkan bahwa kegiatan penebangan turut berpengaruh terhadap

keanekaragaman hutan. Kegiatan penebangan di Pulau Siberut dilakukan terutama

pada pohon-pohon berdiameter > 50 cm sehingga keanekaragaman pada tingkat

permudaan pohon lebih rendah dibanding keanekaragaman tingkat anakan.

Nilai yang diperoleh tersebut di atas tergolong masih tinggi jika

dibandingkan dengan keanekaragaman di tempat lain. Penelitian yang dilakukan

oleh Muhdi (2009) di areal PT Suka Jaya Makmur, Ketapang memperoleh nilai

keanekaragaman di areal bekas penebangan berkisar 2,14-2,87 dan di hutan

primer berkisar 2,15-3,07. Kabelen dan Warpur (2009) juga melakukan penelitian

yang sama di hutan Kabupaten Sarmi, Papua yang memperoleh nilai

keanekaragaman 2,73 pada tingkat pohon dan 1,91 pada tingkat sapihan.

Meskipun Pulau Siberut merupakan pulau kecil yang terisolasi dari pulau

induknya, ekosistem dalam pulau tersebut tetap memiliki keanekaragaman hutan

yang tinggi. Tinggi rendahnya keanekaragaman hutan dipengaruhi oleh banyak

faktor, salah satunya yaitu faktor tanah dan iklim.

Jika diperhatikan bahwa terdapat cukup banyak jenis yang ditemukan di

areal hutan primer maupun hutan bekas tebangan. Ada beberapa jenis yang

memiliki nilai penting tinggi dan ada juga yang memiliki nilai penting hampir

sama antara jenis yang satu dengan jenis yang lainnya. Sularso (1996) dalam

Muhdi (2009) mengatakan bahwa indeks nilai penting (INP) masing-masing jenis

berkaitan erat dengan indeks keanekaragaman jenis dalam petak. Diduga bahwa

faktor iklim juga mempunyai pengaruh besar terhadap tingginya keanekaragaman

jenis tumbuhan terutama sinar matahari, suhu, angin, kelembapan udara, dan

curah hujan.

Stratifikasi Tajuk

Perubahan pada hutan yang telah mengalami gangguan fisik akibat

kegiatan penebangan bukan hanya ditunjukkan oleh perbedaan struktur maupun

komposisi tegakan, tetapi dapat juga ditunjukkan oleh perbedaan stratifikasi tajuk

pada tegakan hutan tersebut. Pada penelitian ini, disajikan perbedaan secara visual

stratifikasi tajuk baik tampak spasial maupun tampak vertikal dari strata tingkat

tiang dan pohon. Pohon-pohon pada hutan primer maupun hutan bekas

penebangan tidak terdistribusi merata. Hal ini dapat terlihat pada hutan primer

(Gambar 7), hutan bekas penebangan 20 tahun (Gambar 8), hutan bekas

penebangan 4 tahun (Gambar 9), dan hutan bekas penebangan 1 tahun (Gambar

10) bahwa ada areal tertentu tidak ditumbuhi oleh pohon dan ada yang ditumbuhi

oleh banyak pohon sehingga ada garis-garis pada gambar tampak spasial terlihat

kosong dan ada yang terlihat menumpuk.

Tinggi total pohon pada areal hutan primer berkisar antara 5-37 m. Hanya

ada sedikit pohon yang berada pada starata A (Tt > 30 m) yang berasal dari

Page 45: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

29

kelompok dipterocarpaceae dan non dipterocarpaceae, diantaranya jenis

Dipterocarpus elongatus, Shorea paucifloria, Evodia latifolia dan Artocarpus

rigidus. Pada hutan bekas penebangan 20 tahun, tinggi toatal pohon berkisar

antara 6-51 m. Pohon-pohon yang berada pada strata A di areal ini lebih banyak

jika dibandingkan dengan hutan primer. Pada hutan bekas penebangan 4 tahun,

tinggi total berkisar antara 5-37 m. Pohon yang berada pada strata A hanya sedikit

yakni 7 pohon, dan pada hutan bekas penebangan 1 tahun memiliki tinggi total

berkisar 4–36 m dengan jumlah pohon pada strata A ada sebanyak 4 pohon.

Secara umum, jenis pohon yang berada pada strata B (Tt 20-30 m) berasal dari

kelompok dipterocarpaceae dan non-dipterocarpaceae. Jenis dipterocarpaceae

tidak selalu berada pada strata A, tetapi menyebar pada strata B dan C juga. Pada

strata C (Tt 4-20 m) didominasi oleh kelompok non-dipterocarpaceae.

Perbedaan strata tajuk di hutan primer maupun di hutan bekas penebangan

dipengaruhi oleh beberapa faktor. Diantaranya yaitu persaingan antar tumbuhan

sehingga muncul spesies pohon yang mampu bersaing, memiliki pertumbuhan

kuat, dan menjadi spesies yang dominan dan lebih berkuasa disbanding spesies

lainnya, serta adanya sifat toleransi spesies pohon terhadap intensitas radiasi

matahari (Indriyanto 2006).

Page 46: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

30

A

Keterangan: kelompok non-dipterocarpaceae

kelompok dipterocarpaceae

B

Gambar 7 Profil tegakan hutan primer tampak secara spasial (A) dan secara

vertikal (B)

Page 47: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

31

A

Keterangan: kelompok non-dipterocarpaceae

kelompok dipterocarpaceae

B

Gambar 8 Profil tegakan hutan bekas penebangan 20 tahun tampak secara

spasial (A) dan secara vertikal (B)

Page 48: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

32

Keterangan: kelompok non-dipterocarpaceae

kelompok dipterocarpaceae

B

Gambar 9 Profil tegakan hutan bekas penebangan 4 tahun tampak secara spasial

(A) dan secara vertikal (B)

A

Page 49: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

33

A

Keterangan: kelompok non-dipterocarpaceae

kelompok dipterocarpaceae

B

Gambar 10 Profil tegakan hutan bekas penebangan 1 tahun tampak secara spasial

(A) dan secara vertikal (B)

Page 50: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

34

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dalam menentukan

struktur tegakan dan regenerasi alami hutan di Pulau Siberut, maka dapat

disimpulkan beberapa hal yaitu bahwa model yang sesuai untuk memperoleh

gambaran mengenai distribusi diameter pohon di hutan primer dan hutan bekas

penebangan adalah model eksponensial negatif yang ditunjukkan oleh kurva

menyerupai huruf “J” terbalik. Kurva ini identik dengan persamaan Meyer, yang

jumlah individu pohon semakin berkurang dengan bertambahnya diameter pohon.

Tingkat biodiversitas di hutan bekas penebangan hampir sama dengan hutan

primer yaitu bahwa keduanya sama-sama tinggi yakni H’ > 2,5 untuk tingkat

permudaan semai hingga pohon. Dominansi spesies yang terdapat di hutan ini

tersebar pada beberapa jenis (C < 1). Kemampuan regenerasi alami di Pulau

Siberut tergolong tinggi karena jumlah individu vegetasi di tingkat semai >

tingkat pancang > tingkat tiang > tingkat pohon dan diduga dalam beberapa waktu

yang akan datang, hutan bekas penebangan akan mampu menyerupai hutan

primer.

Saran

Kesimpulan di atas memberikan gambaran mengenai struktur tegakan

hutan primer dan hutan bekas tebangan. Namun, keadaan hutan primer yang

diteliti merupakan hutan sisa. Untuk mengetahui perbandingannya dengan

struktur tegakan hutan yang bukan sisa maka perlu dilakukan penelitian yang

sama di Taman Nasional yang masih tetap terjaga kelestariannya. Selain itu, perlu

dilakukan identifikasi jenis vegetasi di Pulau Siberut sehingga diketahui jenis-

jenis apa saja yang dimiliki oleh ekosistem tumbuhan di Pulau Siberut.

Page 51: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

35

DAFTAR PUSTAKA

Adianti M. 2011. Studi model struktur tegakan hutan tanaman Pinus Merkusii

Jungh Et De Vriese tanpa penjarangan di Hutan Pendidikan Gunung Walat

[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Avery TE, Burkhart HE. 1994. Forest Measurements 4th

ed. New York (US):

McGraw-Hill.

Bailey RL, Dell R. 1973. Quantifying diameter distributions with the Weibull

function. Forest Sci. 19(2): 97-104.

Bertault JG. 1998. Silvicultural Research in A Lowland Mixed Dipterocarp Forest

of East Kalimantan: The Contribution of STREK Project. Kadir K,

Silitonga T, editor. Jakarta (ID): INHUTANI I.

Botkin DB. 1993. Forest Dynamics: An Ecological Model. New York (US):

Oxford University Pr.

Davis LS, Johnson KN, Bettinger PS, Howard TE. 2001. Forest Management: to

Sustain Ecological, Economic, and Social Values. 4th ed. New York (US):

McGraw-Hill.

Departemen Kehutanan. 1992. Manual Kehutanan. Jakarta (ID): Departemen

Kehutanan RI.

Husch B, Beers TW, Kershaw JA. 2003. Forest Mensuration. 4th ed. New Jersey

(US): John Wiley.

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta (ID): Bumi Aksara.

Jamili, Setiadi D, Qayim I, Guhardja E. 2009. Struktur dan komposisi mangrove

di Pulau Kaledupa Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara.

Biodiversity, 14(4):36-45.

Johnson NL, Kotz S, Balakrishnan N. 1993. Continuous Univariate Distributions.

2nd ed. Volume 1. New York (US): John Wiley.

Kabelen F, Warpur M. 2009. Struktur, komposisi jenis pohon dan nilai ekologi

vegetasi kawasan hutan di Kampung Sewan Distrik Sarmi, Kabupaten

Sarmi. J Biologi Papua, 1(2):72-80.

Kilkki P, Maltamo M, Mykkӓnen R, Pӓivinen R. 1989. Use of the Weibull

function in estimating the basal area dbh-distribution. Silva Fennica,

23(4):311-318.

Muhdi. 2009. Struktur dan komposisi jenis permudaan hutan alam tropika akibat

pemanenan kayu dengan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia.

J Bionatura. 11(1):68-79.

Odum EP. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Ed ke-3. Samingan T, penerjemah.

Yogyakarta (ID): UGM Pr.

Onrizal. 2008. Petunjuk Praktikum Ekologi Hutan. Medan (ID): Faperta USU.

Patrycia R. 2009. Model struktur tegakan pasca penebangan pada sistem

silvikultur tebang pilih tanam jalur (studi kasus di PT. Erna Djuliawati,

Kalimantan Tengah) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Saputro MAH. 2001. Penyusunan model simulasi dinamika struktur tegakan hutan

bekas tebangan (Studi Kasus pada PUP di HPH PT. Sumalindo Lestari

Jaya II Kalimantan Timur) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Page 52: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

36

Samsoedin I, Heriyanto NM. 2010. Struktur dan komposisi hutan pamah bekas

tebangan ilegal di kelompok hutan Sei Lepan, Sei Serdang, Taman

Nasional Gunung Leuser, Sumatera Utara. J Penelitian Hutan dan

Konservasi Alam. 7(3):299-314.

Setyawan AD, Indrowuryatno, Wiryanto, Winarto K, Susilowati A. 2005.

Tumbuhan mangrove di pesisir Jawa Tengah: 2. Komposisi dan struktur

vegetasi. Biodiversitas. 6(3):194-198.

Sheykholeslami A, Pasha K, Kia LA. 2011. A study of tree distribution in

diameter classes in natural forests of Iran (case study: Liresara Forest).

Annals of Biological Research. 2(5):283-290.

Soerianegara I, Indrawan A. 1998. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor (ID): Fahutan

IPB.

Suhendang E. 1985. Studi model struktur tegakan hutan alam hujan dataran

rendah di Bengkunat Propinsi DT I Lampung [tesis]. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

Supranto J. 2001. Statistik: Teori dan Aplikasi. Ed ke-6. Jakarta (ID): Erlangga.

Tewari VP, Gadow KV. 1999. Modelling the relationship between tree diameters

and heights using SBB distribution. Elsevier Science. 119:171-176.

Utami SD. 2007. Analisis komposisi jenis dan struktur tegakan di hutan bekas

tebangan dan hutan primer di areal IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja

Timber Kalimantan Tengah [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Varela JJG, Alboreca AR, Khouri EA, Anta MB. 2008. Modelling diameter

distributions of birch (Betula alba L.) and pedunculate oak (Quercus robur

L.) stands in Northwest Spain with the beta distribution. Investigacion

Agrarian: Sistemas y Recursos Forestales. 17(3):271-278.

Wibowo H. 2002. Analisis struktur dan komposisi tegakan hutan alam tanah

kering bekas tebangan, studi kasus di petak RIL (Reduce Impact Logging)

HPH PT. Sumalindo Lestari Jaya II, Site Long Bagun Kalimantan Timur

[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Wiharto M, Kusmana C, Prasetyo LB, Partomihardjo T. 2008. Distribusi kelas

diameter pohon pada berbagai tipe vegetasi di Gunung Salak. Bogor (ID).

JIPI. 13(2): 95-102.

Page 53: STRUKTUR TEGAKAN DAN REGENERASI ALAMI HUTAN DI … · jenis di areal penelitian tergolong tinggi dan dominansi terpusat pada berberapa jenis. ... terhadap tanah dan air, kerusakan

37

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Parapat Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara

pada tanggal 16 Desember 1990 sebagai anak pertama dari lima orang bersaudara,

pasangan Bapak Biston Sigiro dan Ibu Dermin Simbolon. Pada tahun 2008

penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Girsang Sipangan Bolon dan

pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB),

Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan melalui jalur Undangan

Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah melakukan Praktek

Pengenalan Ekosisitem Hutan di Pangandaran-Gunung Sawal tahun 2010 dan

Praktek Pengelolaan Hutan tahun 2011 di Hutan Pendidikan Gunung Walat.

Penulis juga pernah melakukan Praktek Kerja Lapang di PT. Salaki Summa

Sejahtera Pulau Siberut, Sumatera Barat pada tahun 2012. Penulis juga aktif di

organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan (BEM-E) sebagai

anggota Divisi Kewirausahaan periode 2009-2010 dan sebagai Bendahara periode

2010-2011 serta aktif menjadi Asisiten Praktikum Inventarisasi Hutan tahun 2011,

Asisten Praktikum Silvikultur tahun 2011 dan tahun 2012, Asisten Praktikum

Pengelolaan Hutan tahun 2012, dan Asisten Praktikum Analisis Biaya tahun 2012

di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Selain itu, penulis juga pernah

mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa di bidang Penelitian (PKM-P) dan

mendapat hibah dari DIKTI pada tahun 2010/2011.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada

Program Studi Manajemen Hutan IPB, penulis menyusun skripsi dengan judul

“Struktur Tegakan dan Regenerasi Alami Hutan di Pulau Siberut, Sumatera

Barat” dibawah bimbingan Dr Ir Teddy Rusolono, MS.