Struktur Sosial Masyarkat Desa Yogyakarta

download Struktur Sosial Masyarkat Desa Yogyakarta

of 21

Transcript of Struktur Sosial Masyarkat Desa Yogyakarta

  • 7/23/2019 Struktur Sosial Masyarkat Desa Yogyakarta

    1/21

    STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT DESA

    YOGYAKARTA

    MAKALAH

    diajukan untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester mata kuliah Landasan

    Sosiokultural yang diampu oleh Prof. Dr. H. Mustofa Kamil, M.Pd.

    Oleh

    Winda Marlina Juwita

    1402741

    PROGRAM STUDI PEDAGOGIK

    SEKOLAH PASCA SARJANA

    UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

    BANDUNG

    2015

  • 7/23/2019 Struktur Sosial Masyarkat Desa Yogyakarta

    2/21

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Latar belakang

    Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri dari perbedaan-perbedaaan

    berdasarkan ras, suku, agama, dan lain-lain. Kemajemukan ini yang juga

    membentuk masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia terbentuk melalui adanya

    integrasi nasional. Sifat-sifat masyarakat majemuk akan membentuk integrasi

    sosial. Pluralitas masyarakat yang bersifat multi-dimensional itu akan dan telah

    menimbulkan persoalan tentang bagaimana masyarakat Indonesia terintegrasi

    secara horizontal, sementara stratifikasi sosial sebagaimana yang diwujudkan oleh

    masyarakat Indonesia akan memberi bentuk pada integrasi nasional yang bersifat

    vertikal (Anon : 61). Struktur sosial masyarakat seperti halnya yang telah

    diterangkan oleh para penganut kaum konflik dan juga pendekatan fungsionalisme

    struktural menjelaskan bahwa terdapat dua sisi yang selalu melekat dalam

    masyarakat yaitu konsensus dan konflik yang tidak mungkin dapat dihindari.

    Struktur sosial masyarakat ini juga berlangsung dalam fungsi peran yang terdapat

    dalam bangsa Indonesia.

    Struktur sosial masyarakat Desa di Yogyakarta pada tahun 1950-an terbagi

    berdasarkan luas kepemilikan lahan menjadi dua golongan besar yaitu buruh tani

    dan kraton yogyakarta. Buruh tani mempunyai kedudukan sosial yang paling bawah

    dengan aktivitas ekonomi yang terbatas pada pengerahan tenaga buruh upahan

    kepada kraton yogyakarta. Beberapa diantaranya mencoba untuk melakukan

    kegiatan ekonomi lainnya namun masih terbatas pada jenis perdagangan kecil.

    Perkembangan struktur sosial masyarakat Desa di Yogyakarta saat ini masih

    mengenal adanya dua strata tersebut, namun kegiatan ekonomi yang ada telah lebih

    berkembang sehingga kesejahteraan buruh tani dapat lebih meningkat. Pola

    kemitraan yang sejajar juga telah terbentuk antara buruh tani dan pemilik tanah,

    suatu yang tidak dijumpai pada tahun 1950-an.

  • 7/23/2019 Struktur Sosial Masyarkat Desa Yogyakarta

    3/21

    Menurut Douglas (1973), mikrososiologi mempelajari situasi sedangkan

    makrososiologi mempelajari struktur. George C. Homans yang mempelajari

    mikrososiologi mengaitkan struktur dengan perilaku sosial elementer

    dalam hubungan sosial sehari-hari, sedangkan Gerhard Lenski lebih

    menekankan pada struktur masyarakat yang diarahkan oleh kecenderungan

    jangka panjang yang menandai sejarah. Talcott Parsons yang bekerja

    pada ranah makrososiologi menilai struktur sebagai kesalingterkaitan

    antar manusia dalam suatu sistem sosial. Coleman melihat struktur

    sebagai pola hubungan antar manusia dan antar kelompok manusia atau

    masyarakat. Kornblum (1988) menyatakan struktur merupakan pola

    perilaku berulang yang menciptakan hubungan antar individu dan antar

    kelompok dalam masyarakat.

    Mengacu pada pengertian struktur sosial menurut Kornblum yang

    menekankan pada pola perilaku yang berulang, maka konsep dasar dalam

    pembahasan struktur adalah adanya perilaku individu atau kelompok.

    Perilaku sendiri merupakan hasil interaksi individu dengan

    lingkungannya yang didalamnya terdapat proses komunikasi ide dan

    negosiasi.

  • 7/23/2019 Struktur Sosial Masyarkat Desa Yogyakarta

    4/21

    BAB II

    PEMBAHASAN

    A. STRUKTUR SOSIAL DALAM MASYARAKAT

    Secara umum istilah struktur dipahami sebagai susunan. Dalam Kamus Besar

    Indonesia, struktur berarti susunan, atau cara sesuatu disusun atau dibangun.

    Sedangkan struktur sosial diartikan sebagai konsep perumusan asas-asas

    hubungan antar individu dalam kehidupan masyarakat yang merupakan pedoman

    bagi tingkah laku individu. Dalam Sosiologi, struktur sosial diartikan sebagai

    pola yang mapan dari organisasi internal setiap kelompok sosial. Dalam rumusan

    ini telah tercakup pengertian mengenai karakter atau pola dari semua hubungan

    yang ada antara anggota dalam suatu kelompok maupun antar kelompok.

    Konsep struktur sosial yang menggambarkan pola hubungan antar individu

    dalam kelompok atau antar kelompok ini untuk menjelaskannya sering dikaitkan

    dengan konsep-konsep norma, status, peran, dan lembaga (tercakup pula: asosiasi

    dan organisasi). Dalam setiap lembaga, setiap anggota pasti memiliki status

    tertentu. Status ini dilekati oleh nilai tertentu yang bersumber pada nilai

    kebudayaan. Dan setiap status memiliki peran (role). Hubungan atau interaksi

    antara anggota berdasarkan status dan peran yang dimilikinya itu telah ditentukan

    dan diatur oleh kompleks norma atau peraturan yang ada.

    Struktur sosial sangat erat kaitannya dengan kebudayaan. Eratnya duafenomena ini digambarkan oleh J.B.A.F. Mayor Polak lewat pendapat bahwa

    antara kebudayaan dan struktur terdapat korelasi fungsional. Artinya, antara

    kebudayaan dan struktur dalam suatu masyarakat terjadi keadaan saling mendukung

    dan membenarkan. Ini berarti bahwa apabila terjadi perubahan dalam kebudayaan

    juga diikuti oleh perubahan dalam struktur. Demikian pula sebaliknya.

    Jadi, dapat dikatakan bahwa struktur sosial menunjukkan bahwa dalam suatu

    masyarakat terdapat unsur-unsur yang membentuk suatu kesatuan bermakna dan

  • 7/23/2019 Struktur Sosial Masyarkat Desa Yogyakarta

    5/21

    berfungsi. Unsur-unsur tersebut berkaitan satu sama lain yang disebut dengan

    system. Bentuk-bentuk struktur sosial dalam masyarakat dibagi menjadi dua, yakni

    struktur sosial vertikal dan horizontal.

    a. Struktur sosial vertikal (sering disebut sebagai stratifikasi sosial atau pelapisan

    sosial) menggambarkan kelompok-kelompok sosial dalam susunan yang

    bersifat hierarkis dan berjenjang, sehingga dalam dimensi struktur ini kita

    melihat adanya kelompok masyarakat yang berkedudukan tinggi (lapisan atas),

    sedang (lapisan menengah), dan rendah (lapisan bawah). Atau, bisa lebih

    bervariasi dari sekedar tiga lapisan ini.

    Stratifikasi sosial terbentuk dari hasil kebiasaan manusia berhubungan antara

    satu dengan yang lain secara teratur dan tersusun, baik secara perorangan

    maupun kelompok. Akan tetapi, apapun dan bagaimanapun wujudnya

    kehidupan bersama membutuhkan penataan atau organisasi. Dalam rangka

    penataan kehidupan bersama inilah akhirnya terbentuk stratifikasi sosial.

    b.

    Struktur sosial horizontal (sering disebut sebagai diferensiasi sosial), dilainpihak, menggambarkan kelompok-kelompok sosial tidak dilihat dari tinggi

    rendahnya kedudukan kelompok itu satu sama lain, melainkan lebih tertuju

    kepada variasi atau kekayaan pengelompokkan yang ada dalam suatu

    masyarakat. Sehingga lewat dimensi struktur horizontal ini yang kita lihat

    adalah kekayaan atau kompleksitas pengelompokkannya, bukan saja secara

    kuantitatif (jumlah) tetapi juga kualitatif (mutu/ kualitas).

    Diferensiasi sosial artinya perbedaan-perbedaan masyarakat atau

    penggolongan warga masyarakat secara horizontal (tidak bertingkat).

    Perwujudannya adalah penggolongan penduduk atas dasar ras, etnis, agama,

    gender, bahasa, dan sebagainya. Diferensiasi sosial menunjukkan adanya

    keanekaragaman dalam masyarakat. Suatu masyarakat yang didalamnya terdiri

    atas berbagai macam unsur, menunjukkan perbedaan tidak bertingkat

    (horizontal) yang sering disebut sebagai masyarakat majemuk. Jadi, dalam

    diferensiasi sosial tidak membahas adanya perbedaan tingkatan atau kelas-kelas

  • 7/23/2019 Struktur Sosial Masyarkat Desa Yogyakarta

    6/21

    sosial, seperti kelompok suku bangsa Jawa tidak lebih tinggi dari kelompok

    suku bangsa lainnya di Indonesia. Demikian pula tidak membedakan bahasa

    Jawa lebih tinggi dari bahasa daerah Nusantara lainnya dan sebaliknya.

    Pembahasan mengenai struktur sosial oleh Ralph Linton dikenal adanya

    dua konsep yaitu status dan peran. Status merupakan suatu kumpulan hak

    dan kewajiban, sedangkan peran adalah aspek dinamis dari sebuah

    status. Menurut Linton (1967), seseorang menjalankan peran ketika ia

    menjalankan hak dan kewajiban yang merupakan statusnya. Tipologi lain

    yang dikenalkan oleh Linton adalah pembagian status menjadi status

    yang diperoleh (ascribed status) dan status yang diraih (achieved

    status).

    Status yang diperoleh adalah status yang diberikan kepada individu

    tanpa memandang kemampuan atau perbedaan antar individu yang dibawa

    sejak lahir. Sedangkan status yang diraih didefinisikan sebagai status

    yang memerlukan kualitas tertentu. Status seperti ini tidak diberikan

    pada individu sejak ia lahir, melainkan harus diraih melalui

    persaingan atau usaha pribadi.

    Merton (1964) mempunyai pandangan yang berbeda dengan Linton. Menurut

    Merton ciri dasar dari suatu struktur sosial adalah status yang tidak

    hanya melibatkan satu peran, melainkan sejumlah peran yang saling

    terkait. Merton memperkenalkan konsep perangkat peran (role set).

    Social inequalitymerupakan konsep dasar yang menyusun pembagian suatu

    struktur sosial menjadi beberapa bagian atau lapisan yang saling

    berkait. Konsep ini memberikan gambaran bahwa dalam suatu struktur

    sosial ada ketidaksamaan posisi sosial antar individu di dalamnya.

    Terdapat tiga dimensi dimana suatu masyarakat terbagi dalam suatu

    susunan atau stratifikasi, yaitu kelas, status dan kekuasaan. Konsep

    kelas, status dan kekuasaan merupakan pandangan yang disampaikan oleh

    Max Weber (Beteille, 1970).

  • 7/23/2019 Struktur Sosial Masyarkat Desa Yogyakarta

    7/21

    Kelas dalam pandangan Weber merupakan sekelompok orang yang menempati

    kedudukan yang sama dalam proses produksi, distribusi maupun

    perdagangan. Pandangan Weber melengkapi pandangan Marx yang menyatakan

    kelas hanya didasarkan pada penguasaan modal, namun juga meliputi

    kesempatan dalam meraih keuntungan dalam pasar komoditas dan tenaga

    kerja. Keduanya menyatakan kelas sebagai kedudukan seseorang dalam

    hierarkhi ekonomi. Sedangkan status oleh Weber lebih ditekankan pada

    gaya hidup atau pola konsumsi. Namun demikian status juga dipengaruhi

    oleh banyak faktor, seperti ras, usia dan agama (Beteille, 1970).

    B. STRUKTUR MASYARAKAT DESA DI YOGYAKARTA PADA TAHUN

    1950-AN

    Kota Yogyakarta adalah kota yang hidup, terus berkembang, dan semarak sejak

    lahirnya sampai saat ini. Ditinjau dari segi kewilayahan, kota Yogyakarta juga

    mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Dari wilayah kota Yogyakarta

    lama yang diapit oleh Sungai Code dan Sungai Winanga, di antara Tugu Pal Putih

    dan Gedhong Panggung, melebar secara radial antara lain ke timur Sungai Code, ke

    utara Tugu Pal Putih, dan ke barat ke arah sungai Winanga. Letak wilayah Kota

    Yogyakarta terbentang antara 1102419 sampai 110 2853 Bujur Timur dan

    071524 sampai 07 49 26 Lintang Selatan. Secara keseluruhan kota

    Yogyakarta berada di daerah dataran lereng gunung Merapi, dengan kemiringan

    yang relatif datar (antara 0-3 %) dan pada ketinggian 114 meter di atas permukaan

    air laut. Adapun wilayah kota yang luasnya 32,50 km2 di sebelah utara dibatasi oleh

    Kabupaten Sleman, di sebelah timur dibatasi oleh Kabupaten Sleman dan Bantul,

    di sebelah selatan oleh Kabupaten Bantul dan sebelah barat oleh Kabupaten Bantul

    dan Sleman (Pemerintah Kota Yogyakarta, 2002, hlm. 3). Batas-batas kota tersebut

    sesungguhnya mengalami perubahan-perubahan sesuai dengan perkembangan

    jaman dari masa kerajaan, kolonial, kemerdekaaan dan masa-masa mutakhir.

    Kedudukan kota Yogyakarta sejak kemerdekaan hingga masa kini ialah menjadi

    Ibu Kota Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang dipimpin oleh Gubernur, dan

  • 7/23/2019 Struktur Sosial Masyarkat Desa Yogyakarta

    8/21

    masa kini dijabat oleh Sultan Hamengku Buwono X. Selain itu kota Yogyakarta

    pada masa kini juga menjadi Ibu Kota Pemerintah Kota Yogyakarta yang dipimpin

    oleh seorang Wali Kota. Wilayah Pemerintah Kota Yogyakarta terbagi atas 14

    wilayah Kecamatan, 45 Kelurahan, 617 RW (Rukun Warga) dan 2.532 RT (Rukun

    Tangga).

    Makalah ini merupakan analisis dari hasil penelitian H ten Dam pada

    tahun 1950 hingga 1954. Dalam struktur masyarakat Desa di Yogyakarta terdapat

    dua kelompok sosial yang memiliki perbedaan mendasar. Perbedaan tersebut

    terdapat pada akses terhadap faktor produksi utama dalam pertanian, yaitu tanah.

    Kelompok sosial yang terbentuk di Desa adalah kelompok buruh tani dan kelompok

    petani bebas. Selain akses terhadap tanah terdapat pula prinsip peran yang membagi

    masyarakat Desa menjadi dua kelompok sosial tersebut. Prinsip tersebut adalah

    salah satu kelompok memiliki peran sebagai "pengabdi" sedangkan kelompok

    lainnya sebagai "penguasa".

    Perbedaan akses serta prinsip peran kelompok sosial yang ada di Desa

    membawa berbagai implikasi dalam kehidupan sosial. Kedua kelompok sosial yang

    hidup bersama dalam satu tatanan masyarakat saling berinteraksi satu sama lain.

    Perbedaan satus sosial antara dua kelompok sosial tersebut membawa dampak pada

    peran masing-masing kelompok dalam kehidupan sosial dan ekonomi.

    Buruh Tani

    Makalah ini mencoba untuk mengidentifikasi jumlah buruh tani yang ada di

    Desa. Keberadaan buruh tani dapat diidentifikasi dari jumlah penduduk yang tidak

    memiliki tanah pertanian. Keterbatasan informasi menyebabkan kepemilikan tanah

    dijadikan sebagai dasar penentuan status sebagai buruh tani. Namun perlu

    ditekankan bahwa ciri terpenting dari buruh tani bukan pada kepemilikan tanah

    tetapi pada sikapnya yang menyerahkan diri kepada orang lain, dalam hal ini

    keraton Yogyakarta.

    Sebanyak 43% keluarga yang ada di Desa tidak memiliki tanah. Tempat

    kediaman buruh tani yang tidak memiliki tanah terletak pada tanah orang lain, baik

  • 7/23/2019 Struktur Sosial Masyarkat Desa Yogyakarta

    9/21

    tanah milik kerabat atau orang lain. Kompensasi yang diberikan bagi buruh tani

    yang tinggal diatas tanah milik orang lain bukan berupa uang, namun berupa peran

    dirinya sebagai "abdi".

    Dua puluh lima persen keluarga di Desa hanya memiliki tanah pekarangan

    di sekitar tempat tinggal mereka. Sedangkan 23% keluarga lainnya mempunyai

    tanah garapan dengan luas kurang dari 2,5 acre. Sebagian besar berupa tanah

    tegalan dengan produktivitas yang rendah. Letak tanah berada di lereng perbukitan

    atau di bagian desa yang jauh terpencil. Tanah pertanian tersebut tidak mencukupi

    untuk menghidupi para pemiliknya. Secara kasar terdapat 90% dari keluarga yang

    ada di Desa merupakan buruh tani.

    Untuk mengkaji struktur sosial Desa dipandang perlu untuk membagi

    kelompok buruh tani ini menjadi dua subkelompok. Subkelompok pertama adalah

    mereka yang sama sekali tidak memiliki tanah pertanian atau hanya memiliki tanah

    pekarangan saja, untuk selanjutnya disebut buruh tani. Sedangkan subkelompok

    kedua adalah mereka yang memiliki tanah pertanian dengan luasan yang sempit

    yakni kurang dari 2,5 acre. Subkelompok ini disebut dengan petani tidak tetap (part

    time farmers).

    Buruh Tani dalam Arti Sebenarnya

    Buruh tani memperoleh penghasilan dari upah bekerja pada tanah

    pertanian milik orang lain atau petani penyewa tanah. Sebagian besar

    buruh tani bekerja lepas dengan upah harian, hanya sebagian kecil yang

    bekerja untuk jangka satu tahun atau lebih. Selain dari upah sebagai

    pekerja, buruh tani juga melakukan kegiatan dagang kecil-kecilan. Ada

    juga diantaranya yang menanami lahan hutan dengan perjanjian tertentu.

    Secara stratifikasi sosial buruh tani menempati posisi paling bawah

    pada lapisan masyarakat Desa di Yogyakarta. Secara ekonomi mereka sangat

    terbatas sehingga buruh tani sering malkukan kegiatan migrasi dari

    desa ke desa lain. Tujuan utama mereka dalam bermigrasi adalah mencari

  • 7/23/2019 Struktur Sosial Masyarkat Desa Yogyakarta

    10/21

    upah paling baik. Kebiasaan migrasi ini ditengarai merupakan bagian

    dari sisa-sisa perpindahan penduduk abad 18-19.

    Kegiatan ekonomi buruh tani berkisar pada pekerjaan pertanian yang

    mereka lakukan untuk tuan tanah besar dengan upah harian. Selepas masa

    panen, buruh tani dibebaskan untuk menanami tanah pertanian tersebut

    dengan sistem bagi hasil (maro). Sewaktu senggang ketika mereka tidak

    dipekerjakan sebagai buruh, mereka melakukan usaha perdagangan

    kecil-kecilan dengan keuntungan yang kecil.

    Buruh tani yang menempati tingkatan paling rendah dalam lapisan

    masyarakat membawa konsekuensi bahwa kedudukan mereka tidak akan hilang.

    Mereka merasa tidak perlu berupaya mempertahankan kedudukannya tersebut,

    karena suatu yang mustahil mereka akan jatuh dari kedudukan sosialnya. Akibat

    dari kedudukan sosial yang mereka miliki, rasa ketenteraman yang mereka alami

    sangat berbeda dengan perasaan kaum pemilik tanah. Perasaan ini memunculkan

    nilai "nrimo ing pandum" sehingga rasa berserah diri kepada nasib sangatlah besar

    pada diri buruh tani. Keadaan ini menyebabkan timbulnya ketegangan sosial

    apabila terdapat tindakan-tindakan yang berasal dari luar untuk merubah nasib

    mereka. Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan buruh tani

    melaui pemberantasan buta huruf sama sekali tidak mempengaruhi para buruh tani.

    Kemampuan buruh tani yang hanya sebatas pada pengerahan tenaga tanpa

    dibarengi dengan kemampuan manajerial menyebabkan ketidaksiapan mereka

    dalam mengelola tanah pertanian. Kebijakan land reform tanah bekas

    perkebunan kepada para penduduk yang tidak memiliki tanah tidak

    membawa dampak terhadap peningkatan kesejahteraan mereka. Dalam waktu

    yang singkat tanah-tanah tersebut kembali dikuasai oleh sejumlah kecil

    orang sehingga buruh tani kembali pada posisi semula, sebagai kaum

    "abdi".

    Kebiasaan melakukan migrasi menyebabkan buruh tani tidak merasa

    "memiliki" desa dimana mereka tinggal. Partisipasi mereka dalam

  • 7/23/2019 Struktur Sosial Masyarkat Desa Yogyakarta

    11/21

    kegiatan sosial kemasyarakatan di tingkat desa sangat rendah. Mereka

    merasa tidak berkepentingan dengan desa. Pola pikir buruh tani hanya

    sebatas pada "besok mau makan apa?". Gagasan untuk mengajak mereka

    dalam koperasi akan sebatas pada sejauhmana koperasi dapat memenuhi

    kebutuhannya. Koperasi hanya dipandang sebagai sarana yang dapat

    memenuhi kebutuhan ekonomi mereka melalui kredit. Pengembalian kredit

    adalah persoalan nanti yang akan dipikirkan atau bahkan mungkin tidak

    terpikirkan sama sekali.

    Petani Tidak Tetap

    Bagian dari kelompok buruh tani adalah petani tidak tetap. Luas tanah

    pertanian yang mereka kuasai berkisar 1-2,5 acre namun demikian

    sebagian besar kurang dari 1,25 acre. Suatu luasan yang terbatas

    sehingga pendapatan yang mereka peroleh dari usahatani tidak mencukupi

    untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Untuk mencukupi kebutuhan keluarga,

    mereka bekerja sebagai buruh tani dan perdagangan kecil-kecilan.

    Petani jenis ini tidak memiliki akses terhadap modal sehingga mereka

    tidak dapat mengusahakan tanaman yang memerlukan modal besar seperti

    kentang dan kubis. Modal untuk melakukan usahatani mereka peroleh dari

    teman sedesa yang senasib dengannya. Sebagai gantinya, petani tidak

    tetap mengusahakan komoditas padi ladang, jagung, ketela rambat,

    bawang atau tembakau. Seperti juga dengan subkelompok buruh tani,

    petani tidak tetap sering menanam tanaman sampingan dengan cara bagi

    hasil setelah panen kentang dan kubis.

    Peran petani tidak tetap dalam masyarakat Desa di Yogyakarta adalah

    sebagai pekerja yang diupah secara harian oleh tuan tanah besar (kraton

    Yogyakarta). Pengusahaan komoditas juga terbatas pada komoditas yang tidak

    membutuhkan modal besar. Pola bagi hasil juga sering dilakukan dengan tuan tanah

    besar, walaupun pendapatan yang diperoleh sangat terbatas. Usaha perdagangan

    yang dijalankan lebih luas dan teratur dibandingkan dengan buruh tani. Terkadang

  • 7/23/2019 Struktur Sosial Masyarkat Desa Yogyakarta

    12/21

    mereka menjual hasil pertanian hingga ke Bandung dengan

    menggunakan angkutan umum, namun lebih sering dibawa sendiri dengan

    dipikul.

    Walaupun beberapa petani tidak tetap mempunyai harga diri yang lebih

    tinggi dibandingkan dengan buruh tani, namun kebanyakan sikap mental

    dan kecerdasannya serupa dengan buruh tani. Adanya sumber pendapatan

    lain diluar upah sebagai pekerja membuat petani tidak tetap sedikit

    terpengaruh dengan perubahan musim dan pasar tenaga kerja dibandingkan

    dengan buruh tani. Kondisi rumah tinggal sedikit lebih kokoh

    dibandingkan buruh tani. Pembagian ruang menjadi beberapa bagian

    menurut fungsi sudah dilakukan.

    Petani tidak tetap sebagaimana buruh tani juga tidak tersentuh oleh

    pemerintahan desa, kecuali ketika mereka melanggar hukum. Petani tidak tetap

    semakin termarginalkan seiring perkembangan jaman. Kebutuhan untuk berhutang

    di musim paceklik membuat mereka menggadaikan atau menjual tanah mereka.

    Tanah pertanian tersebut pada akhirnya tetap terkumpul pada sebagian kecil

    masyarakat Desa di Yogyakarta. Hubungan kekeluargaan pada petani tidak tetap

    sebagaimana buruh tani, tidak mampu menolong mereka memperkuat

    kedudukan sosial dan ekonomi.

    Petani Bebas

    Petani bebas merupakan sebagian kecil masyarakat Desa di Yogyakarta.

    Sebagaimana dengan kelompok buruh tani, petani bebas dibedakan menjadi

    sua subkelompok yaitu petani bebas kecil dan tuan tanah besar. Dasar

    pembagian kelompok petani bebas ini adalah luas kepemilikan tanah.

    Mereka yang memiliki tanah antara 2,5 hingga 12 acre digolongkan dalam

    petani bebas kecil.

    Petani Bebas Kecil

  • 7/23/2019 Struktur Sosial Masyarkat Desa Yogyakarta

    13/21

    Secara kasar jumlah keluarga yang termasuk dalam subkelompok petani

    bebas kecil mencapai 6-8% dari keluarga yang ada di Desa.

    Secara ekonomi kelompok ini tidak melakukan pekerjaan untuk mencari

    upah, sebaliknya mereka mempekerjakan buruh tani. Biasanya petani

    bebas kecil juga turut bekerja bersama-sama dengan buruh tani

    sekaligus mengawasi pekerjaan mereka. Selain mengerjakan tanah

    pertanian miliki mereka sendiri, terkadang mereka juga mengerjakan

    tanah pertanian milik tuan tanah besar dengan cara bagi hasil. Jenis

    tanah yang mereka kerjakan adalah tanah sawah, berbeda dengan buruh

    tani yang mengerjakan tanah tegalan.

    Akses petani bebas kecil terhadap sarana produksi sangat terbatas. Mereka

    membeli dengan harga tinggi dari tuan tanah besar. Petani tidak bebas jarang atau

    bahkan tidak pernah menggunakan bibit kentang impor, mereka mendapatkan bibit

    dari hasil panen kentang tuan tanah besar. Hubungan keluarga antara petani bebas

    kecil dan tuan tanah besar sedikit membantu dalam akses terhadap sarana produksi.

    Pengetahuan mereka berkembang dan cenderung berusaha meniru praktik pertanianyang diterapkan oleh tuan tanah besar, yang

    tentunya sesuai dengan batas kemampuan keuangan mereka.

    Perdagangan yang mereka lakukan selalu berbasis pada komoditas

    pertanian, mereka menjual sendiri hasil panen. Suatu hal yang berbeda

    dengan kegiatan perdagangan buruh tani yang menjual untuk memperoleh

    komisi atau pembayaran setelah barang yang mereka jual laku.

    Kedudukan sosial antara tuan tanah besar dan petani bebas kecil hanya

    terdapat sedikit perbedaan. Petani bebas kecil merupakan cerminan

    sejumlah kecil masyarakat Desa di Yogyakarta yang berhasil membebaskan diri

    dan meraih kekuasaan ekonomi yang lebih besar. Terdapat pula beberapa

    orang yang berhasil meraih kekuasaan ekonomi tersebut melalui cara

    "menjajah" sesamanya.

  • 7/23/2019 Struktur Sosial Masyarkat Desa Yogyakarta

    14/21

    Kepedulian petani bebas kecil terhadap pendidikan anak-anak lebih

    besar dibandingkan dengan buruh tani. Kondisi rumah tinggal mereka

    lebih tertutup rapat dan lebih besar ukurannya. Ibu biasanya tinggal

    di rumah untuk mengurus dapur dan anak-anak, beberapa diantaranya

    memiliki pembantu-pembantu untuk menolong tugas rumah tangga tersebut.

    Anak-anak petani bebeas kecil mendapatkan peran sebagai "penerima

    pengabdian", suatu hal yang berbeda dengan anak-anak buruh tani yang

    harus merawat diri mereka sendiri.

    Usaha mempersatukan kelompok buruh tani dan kelompok petani bebas

    dalam suatu kerangka organisasi bersama menimbulkan adanya ketegangan sosial.

    Ide penyatuan ini telah dilakukan dalam bentuk koperasi di Desa. Kedua kelompok

    memiliki ketidaksetaraan dalam intelektualitas dan kebudayaan. Dalam organisasi

    kepemudaan, pemuda dari kelompok petani bebas yang lebih berperan dalam

    kepemimpinan, sedangkan pemuda dari kelompok buruh tani sebatas pada anggota

    yang pasif saja.

    Anggota kelompok petani bebas kecil yang terkadang memiliki hubungan

    saudara jauh dengan tuan tanah besar mampu memainkan peranan yang

    penting dalam kehidupan masyarakat. Mereka menempati posisi yang baik

    untuk mendapatkan pengakuan dan rasa hormat dari penduduk lain. Posisi

    yang strategis tersebut merupakan wujud perjuangan mereka dalam

    mempertahankan status sosial sehingga tidak turun ke lapisan buruh

    tani.

    Ikatan keluarga memiliki peranan yang penting dalam kegiatan dan

    kesempatan ekonomi. Tanah biasanya dipindahtangankan kepada anak-anak

    sewaktu orang tua masih hidup. Bantuan modal untuk usahatani dapat

    dengan mudah diakses dari keluarga.

    Tuan Tanah Besar (kraton Yogyakarta)

    Secara kasar subkelompok tuan tanah besar hanya 1,5% dari keluarga di

    Desa. Tanah pertanian yang mereka kuasai sebagian besar adalah

  • 7/23/2019 Struktur Sosial Masyarkat Desa Yogyakarta

    15/21

    tanah subur yang produktif. Kelompok ini terdiri dari sejumlah kecil

    keluarga yang terikat dengan perkawinan. Lima keluarga tuan tanah

    besar lainnya adalah bangsawan. Penguasaan modal yang besar serta

    hubungan yang harmonis dengan tengkulak menyebabkan posisi secara

    ekonomi tuan tanah besar sangat baik. Beberapa tuan tanah besar

    memiliki tanah pertanian di luar desa. Petani bebas sedikit banyak

    telah menggunakan teknik-teknik pertanian modern. Pandangan mereka

    telah terbentang luas melewati batas desa. Kehidupan kota besar

    seperti Yogyakarta merupakan suatu yang biasa bagi mereka. Berbagai

    informasi tentang desa sedikit banyak terhimpun dari kalangan tuan

    tanah besar. Informasi yang terkadang sangat jauh dari kenyataan yang

    sebenarnya. Pemimpin desa biasanya dari kelompok petani bebas ini

    demikian pula orang-orang yang bekerja keras untuk gerakan koperasi

    desa.

    Secara ekonomi, dalam menjalankan usaha pertanian, tuan tanah besar

    menjalankan fungsi sebagai pengelola. Mereka jarang sekali mengerjakanpekerjaan kasar sendiri. Komoditas yang diusahakan adalah komoditas

    yang menjanjikan keuntungan besar walupun dengan modal yang besar.

    Beberapa tuan tanah besar berhasil merubah tegalan menjadi kebun

    buah-buahan yang terawat dengan baik. Setelah panen, tuan tanah besar

    menyerahkan pengelolaan tanah pertaniannya kepada buruh tani dengan

    cara maro. Tanah sawah yang mereka miliki disewakan atas dasar bagi

    hasil. Hasil sewa tersebut mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan

    makan sedangkan keuntungan dari usahatani kentang dan kubis mereka

    gunakan untuk memenuhi kebutuhan kemewahan, seperti membangun rumah

    atau membiayai kuliah anak-anak mereka di Bandung. Mereka juga

    menanamkan modal pada usaha dagang dan pengangkutan.

    C.

    DESA DI YOGYAKARTA SAAT INI

    Perubahan sangat pesat telah dialami oleh Desa di Yogyakarta seiring dengan

    semakin pesatnya pembangunan dan introduksi berbagai teknologi serta

  • 7/23/2019 Struktur Sosial Masyarkat Desa Yogyakarta

    16/21

    informasi. Perubahan fisik yang terjadi di Desa adalah suatu

    hal yang wajar sebagaimana yang terjadi di desa-desa lainnya terutama

    di Jawa. Semakin terbukanya akses baik berupa transportasi dan

    komunikasi mau tidak mau akan membawa berbagai dampak bagi kehidupan

    sosial pedesaan.

    Desa di Yogyakarta kini dapat dengan mudah dicapai karena kini jalan desa

    telah diaspal, suatu yang tidak ditemukan ketika H ten Dam berkunjung

    di desa ini kurang lebih 50 tahun lalu. Rumah penduduk kini semua

    telah berdinding tembok dengan lantai keramik. Kemajuan Desa

    sangat pesat, terutama sektor pertaniannya. Kini Desa tidak

    lagi sebagai desa dengan sistem pertanian tradisional yang semi

    subsisten, namun sistem pertanian saat ini telah bersifat komersial

    atau dengan kata lain telah menerapkan prinsip agribisnis.

    Tanaman yang diusahakan masih berkisar pada tanaman hortikultura

    terutama sayur mayur, namun dengan jenis tanaman yang lebih bervariasi

    dan teknologi budidaya yang jauh berbeda dari tahun 1950-an, ketika H

    ten Dam melakukan penelitain di desa ini. Desa ini memproduksi

    kentang, kubis, brokoli, cabai merah, daun bawang, seledri, dan

    berbagai jenis tomat. Ada juga paprika belanda yang gemuk dan besar

    seperti apel. Desa di Yogyakarta saat ini telah

    menjadi desa percontohan, bahkan sering disebut sebagai kampusnya para

    petani.

    Kemajuan ini tidak dapat lepas program Pusat Pelatihan Pertanian dan

    Pedesaan Swadaya (P4S) yang ada sejak tahun 1990-an. Program ini

    didirikan dan dikelola Ishak, seorang petani sayur di Desa

    yang berusia 40 tahun, setelah ia mendapat kesempatan magang

    mempelajari pertanian di Jepang. Dukungan dari berbagai pemerintah,

    pengusaha dan LSM yang bergerak di bidang pengembangan masyarakat

    pedesaan manjadikan program ini dapat berkembang dengan pesat dan

    merubah Desa di Yogyakarta.

  • 7/23/2019 Struktur Sosial Masyarkat Desa Yogyakarta

    17/21

    Sebagian besar petani telah mampu mengembangkan pertanian dengan pola

    modern mengikuti tuntutan teknologi budidaya pertanian. Selain itu,

    pasar komoditas pertanian di desa ini pun cukup berkembang. Hasil

    produksi sayur di desa ini dipasarkan ke Singapura, Taiwan, dan dalam

    waktu dekat akan diekspor ke Korea Selatan. Selain itu, ada petani

    yang menjualnya ke supermarket di Jakarta, Denpasar, Surabaya, dan

    Bandung. Sisanya untuk pasar-pasar induk di Yogyakarta.

    Struktur Sosial Masyarakat

    Perubahan struktur sosial masyarakat Desa di Yogyakarta tidak berlangsung

    secara serta merta. Seperti yang telah disampaikan di depan, tentang

    kondisi Desa di Yogyakarta pada tahun 1950-an hingga 1990-an dengan segala

    keterbatasannya. Fenomena buruh tani dan petani bebas pada tahun

    1950-an seperti yang diulas oleh H ten Dam seakan-akan melompat menuju

    "kenaikan derajat" pada saat ini. Tentu semuanya melalui proses atau

    masa transisi.

    Semakin pesatnya perkembangan pembangunan industri di perkotaan pada

    era orde baru yang memicu adanya disparitas desa-kota. Kondisi ini

    menyebabkan adanya fenomena urbanisasi besar-besaran, terlebih dengan semakin

    terdesaknya kaum buruh tani di pedesaan Jawa. Seiring dengan perkembangan

    pertanian Desa Cibodas yang telah berubah menjadi "industri pertanian", status

    buruh tani tidaklah seperti yang digambarkan oleh H ten Dam pada tahun 1950-an.

    Kesejahteraan buruh tani semakin meningkat, bahkan istilah buruh tani menjadi

    suatu yang dipaksakan apabila ingin diterapkan di Desa Cibodas saat ini. Istilah

    yang paling tepat untuk menyebut kelompok ini adalah "pegawai atau karyawan

    perkebunan".

    Banyak petani yang kini bernasib naas, hanya menjadi tukang tanam.

    Namun, di Desa Cibodas yang ada adalah petani-petani yang telah

    berhasil memperlihatkan diri sebagai petani modern yang sukses.

    Cirinya, kehidupan mereka tidak hanya berkutat di kebun. Mereka

  • 7/23/2019 Struktur Sosial Masyarkat Desa Yogyakarta

    18/21

    memiliki banyak waktu untuk membagi ilmu kepada masyarakat lain seperti

    kesenian dan kerajinan tangan agar bisa menjadi lebih maju.

    Semua dimensi ini tampak menjadi keseharian para petani di Desa. Hampir

    seluruh petani di desanya memiliki pegawai di kebun.

    Jumlah pegawainya mencapai 4 hingga 50 orang. Mereka bekerja secara

    berkelompok untuk memenuhi permintaan pasar secara berkesinambungan.

    Kesinambungan usaha yang dibangun atas dasar kerja sama ini

    mengakibatkan mereka bisa mendapatkan penghasilan Rp. 2.000.000,00 per

    bulan.

    Para petani juga bisa menabung untuk membangun rumah, juga

    menyekolahkan anak hingga ke perguruan tinggi. Rumah-rumah mereka

    umumnya bersih dan besar. Selain rumah untuk kepentingan keluarga,

    mereka juga bisa membangun rumah untuk kepentingan tamu. Petani di

    Desa tidak menghabiskan waktu mereka di kebun untuk bekerja.

  • 7/23/2019 Struktur Sosial Masyarkat Desa Yogyakarta

    19/21

    BAB III

    PENUTUP

    Struktur sosial masyarakat Desa di Yogyakarta terbagi dalam dua kelompok

    besar, yaitu kaum buruh tani dan kraton Yogyakarta. Pengelompokan tersebut

    didasarkan pada penguasaan mereka terhadap faktor produksi tanah

    pertanian. Kedua kelompok besar ini dapat dibagi lagi dalam empat

    kelompok kecil yaitu buruh tani dalam artian sebenarnya, petani tidaktetap, petani bebas kecil dan tuan tanah besar. Buruh tani, yang

    merupakan mayoritas keluarga di Desa menempati posisi yang

    paling bawah dalam pelapisan sosial, sedangkan tuan tanah besar

    menempati posisi tertinggi dalam piramida pelapisan sosial tersebut.

    Jumlah tuan tanah besar hanya sebagian kecil dari keluarga yang

    tinggal di Desa.

    Walaupun sistem stratifikasi pada masyarakat Desa di Yogyakarta

    merupakan sistem stratifikasi terbuka, gerak sosial jarang dijumpai pada

    masyarakat Desa di Yogyakarta. Kelompok petani bebas berusaha untuk selalu

    mempertahankan kedudukan mereka, sedangkan kaum buruh tani cenderung

    untuk bertahan dengan keterbatasan yang ada. Sikap "nrimo" menjadi

    kendala untuk melakukan upaya memperbaiki kesejahteraan mereka.

    Gejala tersebut kini mengalami perubahan, seiring semakin pesatnya

    perkembangan Desa di Yogyakarta oleh "industrialisasi pertanian". Walaupun

    struktur sosial yang ada masih tampak adanya stratifikasi antara buruh

    tani dan tuan tanah, tetapi pola relasi antara dua kelompok sosial ini

    mengalami banyak kemajuan. Pola relasi yang saling menguntungkan

    melalui model kelembagaan petani membawa dampak pada semakin

    sejahteranya buruh tani di Desa. Konsep buruh tani manjadi

    suatu yang dipaksakan, suatu istilah yang tepat adalah "pekerja atau

    karyawan perkebunan".

  • 7/23/2019 Struktur Sosial Masyarkat Desa Yogyakarta

    20/21

    Namun demikian seiring masuknya investasi berupa modal dan teknologi

    di Desa membawa kekhawatiran ketika suatu saat pola kemitraan

    yang ada akan berubah menjadi kapitalisme. Sesuatu yang telah menimpa

    saudara-saudara mereka yang berada di sektor industri perkotaan atau

    perkebunan besar. Semoga pola kemitraan akan dapat memperkokoh

    struktur sosial masyarakat Desa di Yogyakarta dan juga dapat ditiru oleh

    petani-petani lainnya, sehingga petani Indonesia akan semakin berdaya

    bukannya semakin tertindas oleh globalisasi dan kapitalisme.

    Kemajemukan masyarakat kota, pada satu segi dapat membuka kesempatan

    untuk saling mengenal berbagai latar belakang perbedaan masing-masing, saling

    memotivasi satu dengan lain, saling bertukar informasi dan pengetahuan serta

    kearifan yang pada gilirannya menjadikan masyarakat tersebut lebih dinamis dan

    terbuka. Namun di segi lain, masing-masing komponen masyarakat kota yang

    berbeda latar belakang itu memerlukan kemampuan penyesuaian diri satu sama lain

    untuk dapat membina keserasian sosial dalam kebersamaan dan kehidupan

    bersama.

    DAFTAR PUSTAKA

  • 7/23/2019 Struktur Sosial Masyarkat Desa Yogyakarta

    21/21

    Anon, N. D. Struktur Masyarakat Indonesia dalam Masalah Integrasi Nasional

    dalam Sistem Sosial Indonesia.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

    Beteille, Andre. 1970. Social Inequality. Penguin Education. California.

    Dam, Ten H. 1998. Social Change in Yogyakarta. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

    Douglas, Jack D. 1981. Introduction to Sociology ; Situations and

    Structures. The Free Press. New York.

    Linton, Ralph. 1967. "Status and Role" dalam Lewis A. Coser dan

    Bernard Rosenberg. Sociological Theory ; A Book of Reading. The

    Macmillan. New York.

    Merton, Robert K. 1964. Social Theory and Social Structure. The FreePress. New York.

    Pemerintah Kota Yogyakarta. 2000. Buku Saku Kota Yogyakarta 1995-1999.

    Yogyakarta : Buku Terbitan Pemerintah.