STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

59
STRUKTUR PENGELOLA JURNAL KARYA APARATUR PENANGGUNG JAWAB Kepala BPSDM PIMPINAN REDAKSI Dr. Suparman, A.Ks, S.Pd.I. M.Si DEWAN REDAKSI Drs. Armon Yornis ANGGOTA REDAKSI R. Santoso, M.Pd Salmah, SE, MM Mohammad Zainuri, S.ST, MP SEKRETARIAT Anahartini Ropani Putri, SE, MM ANGGOTA SEKRETARIAT Yon Azhari, S.Pi Santi Novita, SE Rendra, S.Sos R. Indrianto Putra Amrizal Salmiati Alamat : BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA Jalan Ronggowarsito No. 14 Telp. (0761) 28997 Fax. (0761) 28997 Email : [email protected] Website : http://bpsdm.riau.go.id Pekanbaru - Riau PENGANTAR REDAKSI Syukur Alhamdulillah kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya, atas segala nikmat dan hidayahnya yang diberikan kepada kita. Hanya dengan kekuasaanNya Jurnal Karya Aparatur ini dapat diterbitkan. Pada edisi kali ini kami memuat 6 buah karya tulis ilmiah. Dimana artikel ini memuat masalah yang berkaitan dengan peningkatan kompetensi ASN melalui Pendidikan dan Pelatihan yang ada pada Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Provinsi Riau. Semoga Jurnal Karya Aparatur ini memberikan bermanfaat bagi pembaca. Tersusunnya Jurnal Karya Aparatur edisi kali ini, semoga dapat memberikan manfaat dan memperluas wawasan berkonstitusi. Demi peningkatan kualitas Jurnal Karya Aparatur, kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan sebagai upaya perbaikan dan pembaharuan. Pekanbaru, Desember 2020 REDAKSI 1. Jurnal Karya Ilmiah diterbitkan 2 (dua) kali dalam setahun pada bulan Juni dan Desember. Namun pada tahun 2017 dan 2018 hanya bisa diterbitkan sekali yakni pada Edisi II bulan Desember. 2. Untuk pernerbitan Jurnal Karya Ilmiah Edisi I tahun 2020 yang seharusnya diterbitkan pada bulan Juni namun dikarenakan kondisi Covid 19 sehingga Jurnal dimaksud diterbitkan pada bulan Juli 2020.

Transcript of STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

Page 1: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

STRUKTUR PENGELOLA

JURNAL KARYA APARATUR

PENANGGUNG JAWAB

Kepala BPSDM

PIMPINAN REDAKSI

Dr. Suparman, A.Ks, S.Pd.I. M.Si

DEWAN REDAKSI

Drs. Armon Yornis

ANGGOTA REDAKSI

R. Santoso, M.Pd

Salmah, SE, MM

Mohammad Zainuri, S.ST, MP

SEKRETARIAT

Anahartini Ropani Putri, SE, MM

ANGGOTA SEKRETARIAT

Yon Azhari, S.Pi

Santi Novita, SE

Rendra, S.Sos

R. Indrianto Putra

Amrizal

Salmiati

Alamat :

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER

DAYA MANUSIA

Jalan Ronggowarsito No. 14

Telp. (0761) 28997

Fax. (0761) 28997

Email : [email protected]

Website : http://bpsdm.riau.go.id

Pekanbaru - Riau

PENGANTAR REDAKSI

Syukur Alhamdulillah kita panjatkan

kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan

karunia-Nya, atas segala nikmat dan hidayahnya

yang diberikan kepada kita. Hanya dengan

kekuasaanNya Jurnal Karya Aparatur ini dapat

diterbitkan.

Pada edisi kali ini kami memuat 6 buah

karya tulis ilmiah. Dimana artikel ini memuat

masalah yang berkaitan dengan peningkatan

kompetensi ASN melalui Pendidikan dan

Pelatihan yang ada pada Badan Pengembangan

Sumber Daya Manusia Provinsi Riau. Semoga

Jurnal Karya Aparatur ini memberikan

bermanfaat bagi pembaca.

Tersusunnya Jurnal Karya Aparatur edisi

kali ini, semoga dapat memberikan manfaat dan

memperluas wawasan berkonstitusi. Demi

peningkatan kualitas Jurnal Karya Aparatur,

kritik dan saran yang konstruktif sangat kami

harapkan sebagai upaya perbaikan dan

pembaharuan.

Pekanbaru, Desember 2020

REDAKSI

1. Jurnal Karya Ilmiah diterbitkan 2 (dua) kali

dalam setahun pada bulan Juni dan

Desember. Namun pada tahun 2017 dan

2018 hanya bisa diterbitkan sekali yakni

pada Edisi II bulan Desember.

2. Untuk pernerbitan Jurnal Karya Ilmiah Edisi

I tahun 2020 yang seharusnya diterbitkan

pada bulan Juni namun dikarenakan

kondisi Covid 19 sehingga Jurnal dimaksud

diterbitkan pada bulan Juli 2020.

Page 2: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …
Page 3: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

1

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Peningkatan Peran Mentor Terhadap Keberhasilan Aktualisasi

Peserta Latsar CPNS Golongan III di Badan Pengembangan

Sumber Daya Manusia Provinsi Riau

H. Suryani, SP., MM

Widyaiswara Ahli Madya

BPSDM Provinsi Riau

[email protected]

Abstrak

Penelitian ini menganalisis Peningkatan Peran Mentor terhadap Keberhasilan Aktualisasi Peserta

Latsar CPNS Golongan III yang diselenggarakan oleh Badan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia

Provinsi Riau. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Tujuan dari

penelitian ini untuk mengetahui bagaimana Meningkatkan Kompetensi dan Pemahaman Mentor agar

mampu bekerja profesional dalam pendampingan peserta selama habituasi. Adapun aspek Peningkatan

Kompetensi dan Pemahaman Mentor yang dilihat adalah Belum Optimalnya Peran Mentor, meliputi:

Pelaksanaan Mentoring kepada peserta, dengan indikator: a). Kurangnya Kompetensi Mentor terhadap

Tugas Fungsi dan Perannya; b). Mentor belum memahami kedudukannya dalam Penyelenggraan

Latsar; c). Belum Optimalnya hubungan Mentor dengan Peserta Latsar dalam hal pendampingan.

Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 27 (dua puluh tujuh) orang. Hasil Penelitian ini

menunjukkan sebanyak 9 orang peserta dengan persentase sebesar 33,33% menyatakan Sangat Setuju,

12 orang peserta dengan persentase sebesar 43,52%, menyatakan Setuju dan 5 orang peserta dengan

persentase sebesar 18,52% menyatakan Kurang Setuju, sedangkan 1 orang peserta dengan persentase

sebesar 4,63% menyatakan Tidak Setuju.

Kata Kunci : Kompetensi, Peran Mentor, Pendidikan dan Pelatihan Dasar Calon PNS Golongan

III, Pembimbingan dan Pendampingan.

Abstract

This study analyzed the Increased Role of Mentors on the Success of Actualization of CPNS Class III

Latsar Participants organized by the Human Resources Empowerment Agency of Riau Province. This

research uses qualitative methods with a descriptive approach. The purpose of this study was to find out

how to improve mentors' competence and understanding in order to be able to work professionally in

mentoring participants during habituation. As for the aspects of Increasing Mentors' Competence and

Understanding, what is seen is that the Mentor's Role is Not Optimal, including: Implementation of

Mentoring to participants, with indicators: a) Lack of Competence of Mentors in their Tasks, Functions

and Roles; b). The mentor does not yet understand his position in the Latsar Management; c). The

relationship between Mentors and Latsar Participants has not been optimal in terms of mentoring. The

number of respondents in this study were 27 (twenty seven) people. The results of this study showed as

many as 9 participants with a percentage of 33.33% stated Strongly Agree, 12 participants with a

percentage of 43.52%, stated Agree and 5 participants with a percentage of 18.52% stated Disagree,

while 1 person participants with a percentage of 4.63% expressed Disagree

Keyword : Competence, Role of Mentors, Basic Education and Training of CPNS Class III, Mentoring

Page 4: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

2

PENDAHULUAN

Undang-Undang No. 5 Tahun 2014

tentang Aparatur Sipil Negara mengamanatkan

Instansi Pemerintah untuk wajib memberikan

Pendidikan dan Pelatihan terintegrasi bagi

Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) selama 1

(satu) tahun masa percobaan. Tujuan dari

pelatihan terintegrasi ini adalah untuk

membangun integritas moral, kejujuran,

semangat dan motivasi nasionalisme dan

kebangsaan, karakter kepribadian yang unggul

dan bertanggung jawab, dan memperkuat

profesionalisme serta kompetensi bidang.

Dengan demikian UU ASN mengedepankan

penguatan nilai-nilai dan pembangunan

karakter dalam mencetak PNS, sejalan dengan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 11 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas

PP 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai

Negeri Sipil . Dimana Pengembangan

Kompetensi dapat dilaksanakan dalam bentuk

Pendidikan, dan/atau Pelatihan. Berpedoman

pada Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan yang

tertuang dalam Peraturan Kepala Lembaga

Adminitrasi Negara Nomor 21 Tahun 2016

tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan

Dasar Calon PNS Golongan III dan Nomor 22

Tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan

Pelatihan Dasar Calon PNS Golongan I dan II.

Pelatihan ini memadukan pembelajaran klasikal

dan non klasikal di tempat Pelatihan serta di

tempat kerja, yang memungkinkan peserta

mampu untuk menginternalisasi, menerapkan

dan mengaktualisasikan, serta membuat

menjadi kebiasaan (habituasi), dan merasakan

manfaatnya, sehingga terpatri dalam dirinya

sebagai karakter PNS profesional.

Kemudian dalam tahapan dan seluruh

proses pelaksaan Pelatihan Dasar bagi Calon

PNS dimana tahapan ataupun proses yang tidak

dapat ditinggalkan justru menjadi penting

karena dapat menjadi alat ukur melihat

kemampuan peserta didik dalam memahami

materi-materi ajar yang telah disampaikan oleh

Tim Pengajar (Widyaiswara) serta untuk dapat

mewujudkan PNS yang memiliki Kinerja dan

Integritas kerja yang memadai adalah

Pelaksanaan Pembimbingan oleh Mentor, baik

pembimbingan pada saat menentukan Isu,

Seminar Rancangan Aktualisasi, Masa

Habituasi maupun Seminar Laporan Aktualisasi

Nilai-Nilai Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil.

Selanjutnya berdasarkan Perkalan

Nomor 12 Tahun 2018, Mentor adalah atasan

langsung peserta atau pegawai ASN lainnya

yang di tunjuk oleh PPK (Pejabat Pembina

Kepegawaian) instansi asal peserta sebagai

pembimbing yang memiliki kompetensi dalam

memberikan dukungan, bimbingan dan

masukkan serta berbagai pengalaman

keberhasilan/kegagalan peserta untuk

melakukan pembelajaran agenda habituasi dan

pembelajaran penguatan kompetensi teknis

bidang tugas.

Menurut Michael Shenkman (2010:65)

Mentoring adalah satu hubungan yang dibangun

atas dasar kepercayaan dan hubungan dua arah,

dimana mentor memiliki kepentingan untuk

membantu mencapaikan tujuan. Sejalan dengan

itu, Mentoring adalah sebuah proses

pembelajaran dalam bentuk hubungan saling

mendukung dan pengawasan, diantara dua

orang atau lebih dimana seseorang dianggap

memiliki kemahiran dan kemampuan lebih dari

yang lain yang disebut Mentor, secara tidak

langsung menjadi model, guru, sponsor,

konsultan yang berperan sebagai pendorong

bagi peserta didik yang disebut Mentee dalam

rangka menstranfer ilmu pengetahuan dan

pemikiran agar kemampuan mentee menjadi

lebih berkembang. Disamping itu juga

Mentoring merupakan seseorang pemberi

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 5: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

3

Tantangan, Motivasi dan Inspriasi (Suparman,

dalam Webinar Pengembangan Kompetensi

ASN melalui Mentoring, 5 Juni 2020).

Oleh karenanya, salah satu upaya untuk

dapat mengembangkan sumber daya manusia

adalah dengan kegiatan mentoring, dimana

berdasarkan pengalaman selama ini, bahwa

berbagai kegiatan Pendidikan dan Pelatihan

Formal tidak selalu disertai dengan ilmu dan

pengetahuan yang cukup dalam hal

meningkatkan kemampuan sumber daya

manusia yang ada dalam suatu organisaasi.

Dengan demikian maka mentoring dan

coaching adalah cara yang efektif membantu

mengembangkan sumber daya manusia yang

dimiliki organisasi, bisa dalam bentuk

p e m b i m b i n g a n , p e n d a m p i n g a n , d a n

pencerahan.

Saat ini masih jelas terlihat bahwa

mentor belum sesungguhnya memahami

kedudukannya dalam melakukan mentoring,

terutama dalam hal pendampingan dan

pembimbingan bawahan pada saat mengikuti

pelatihan dasar Calon PNS, penjelasan ini dapat

dibuktikan bahwa adanya perasaan segan yang

berlebihan dari peserta ketika berlangsungnya

kegiatan mentoring akibat mentor tidak

sesungguhnya membuka diri sebagai

pendamping dan pembimbing. Disisi lain

kurangnya kompetensi mentor dalam

melaksanakan tugas, fungsi perannya sebagai

mentor, sehingg belum optimalnya hubungan

mentor dengan peseta didik daam rangka

pendampingan dan pembimbingan.

Menjawab tantangan dari beban tugas

mentor selaku atasan langsung dari peserta

Pelatihan Dasar Calon PNS dimaksud, dan

dalam rangka meningkatkan peran mentor

terhadap keberhasilan agar peserta latsar dapat

mengaktualisasi nilai-nilai dasar Calon PNS

dengan baik dan benar, tentu saja perlu adanya

kajian-kajian dalam rangka menggali sehingga

dapat mewujudkan kompetensi mentor pada

saat melakukan mentoring sesuai dengan

harapan yang pada akhirnya dapat melahirkan

PNS yang Berkualitas dan Berkinerja Tinggi.

METODE

Pendekatan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Data

dikumpulkan melalui penyebaran angket

kepada seluruh responden. Penelitian ini

menggunakan metode deskriptif dengan

menggunakan pendekatan kualitatif tanpa

adanya perhitungan statistik dan pengujian

hipotesis. Populasi penelitian ini adalah Alumni

peserta Latsar pada tahun 2019 yang berjumlah

sebanyak 27 orang dan wawancara mendalam

kepada Mentor. Metode pengambilan sampel

dengan teknik sampling jenuh.

Tempat penelitian ini adalah di Badan

Pengembangan Sumber Daya Manusia Provinsi

Riau. Dalam penelitian ini yang akan di analisis

adalah Peningkatan Peran Mentor terhadap

Keberhasilan Aktualisasi Peserta Latsar CPNS

Golongan III, dengan indikator: a). Kurangnya

Kompetensi Mentor terhadap Tugas Fungsi dan

Perannya; b). Mentor belum memahami

kedudukannya dalam Penyelenggraan Latsar;

c). Belum Optimalnya hubungan Mentor

dengan Peserta Latsar dalam hal pendampingan.

Untuk penelitian ini instrumen yang

dipakai berupa kuesioner dengan skala Likert.

Menurut Sekaran dalam Riyanto (2017)

menjelaskan bahwa skala Likert didesain untuk

menelaah seberapa kuat subjek setuju atau tidak

setuju dengan pernyataan pada skala 4 titik

dengan susunan sebagai berikut: Sangat Setuju

dengan skor 4, Setuju dengan skor 3, Kurang

Setuju dengan skor 2, Tidak Setuju dengan skor

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 6: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

4

1. Analisis data dilaksanakan dengan

menghitung jumlah penilaian yang diberikan

oleh peserta, kemudian diinterpretasikan dan di

sajikan dalam bentuk tabel dan diagram.

HASIL

Berdasarkan hasil analisis data kualitatif

dapat diketahui skor persepsi dalam bentuk

persentase yakni Peningkatan Peran Mentor

terhadap Keberhasilan Aktualisasi Peserta

Latsar Golongan III di Badan Sumber Daya

Manusia Provinsi Riau, dengan demikian maka

persentase kriteria persepsi peningkatan peran

mentor dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 1. Hasil Perhitungan Data Responden

Tabel 2. Persentase Frekuensi

Berdasarkan tabel 1 yaitu Hasil

Perhitungan Data Respoden dan tabel 2

Persentase Frekuensi pilihan responden

kategorisasi persepsi dalam peningkatan peran

mentor di atas, maka dapat digambarkan dalam

diagram berikut.

Gambar 1. Diagram Persentase Skor

Diagram diatas menggambarkan

persepsi responden dalam suatu harapan bahwa

peningkatan peran mentor dalam rangka

mewujudkan aktualisasi peserta didik untuk

dapat menjadikan PNS yang berkualitas dan

berkinerja tinggi sangat besar sekali, hal ini

dapat dilihat dari sebaran keinginan responden

yang menyatakan setuju dan sangat setuju

dengan persentase angka yang pantastis, yaitu

44% dan 33% dari perolehan maksimal yakni

100%, sedangkan yang merasa kompetensi

mentor telah cukup bahkan tidak setuju peran

mentor itu untuk ditingkatkan yaitu masing-

masing dengan persentase hanya 18% dan 5 %,

hal ini jelas bahwa dari besaran persentse pilihan

responden maka mutlak meyatakan bahwa

peningkatan peran mentor tersebut perlu untuk

ditingkatkan.

PEMBAHASAN

Peran mentor sebagai atasan langsung

peserta Latsar Calon PNS bermakna positif

untuk dapat memberi kemudahan peserta dalam

menyelesaikan tugas-tugas kediklatan antara

lain yaitu; a). Menetapkan Isu, b). Menyusun

dan menyelesaikan Rancangan Aktualisasi

Nilai-Nilai Dasar PNS, c). Pendampingan pada

saat Seminar Rancangan Aktualisasi Nilai-Nilai

Dasa r PNS, d ) . Pendampingan dan

No. Jawaban Jumlah Jawaban

Persentase (%)

1. Sangat Setuju 288 33,33

2. Setuju 282 43,52

3. Kurang Setuju 80 18,52

4. Tidak Setuju 10 4,63

Jumlah 660 100

Kategori Frekuensi (Responden)

Persentase (%)

Sangat Setuju 9 33,33

Setuju 12 43,52

Kurang Setuju 5 18,52

Tidak Setuju 1 4,63

Total 27 100

Keterangan : Angka Pembulatan

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 7: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

5

Pembimbingan pada Masa Habituasi, e).

Persiapan Seminar Evaluasi Laporan

Aktua l i sas i Ni la i -Ni la i Dasar PNS,

Pendampingan pada saat Seminar Evaluasi

Laporan Aktualisasi Nilai-Nilai Dasar PNS, f).

Membentuk Alumni Latsar sebagai PNS

seutuhnya yang Berkulitas dan Berkinerja

Tinggi.

Oktaviani Satyaningtyas , 2018

(www.ruangkerja.id), Peran Mentor dalam

Membangun Karier dan Meningkatkan Jabatan

adalah: a). Carilah mentor yang tepat, b).

Perhatikan Sikap Anda saat mentorship, c).

Mentor membantu anda untuk mencapai tujuan

dalam karier, d). Mentor membuka peluang

karier yang lebih besar, e). Mentor sangat

berperan sebagai penasehat.

Sejalan dengan pendapat diatas bahwa

mentor sebagai atasan langsung memiliki

keunggulan tersendiri, hal ini dikarenakan

pendampingan dan pembimbingan atau

kegiatan mentoring yang dilakukannya dapat

terfokus pada tujuan dan sasaran organisasi

yang ingin dicapai bersama, dapat mewujudkan

kondisi dan situasi yang nyaman karna sudah

saling mengenal dengan demikian akan saling

membantu serta menampilkan peran,

Mendorong keinginan memperlihatkan kinerja

yang baik karna selain mentor juga sebagai

atasan langsung yang dapat menilai kinerja

bawahan.

Namun harapan-harapan yang sebutkan

di atas, tidak akan terwujud jika peningkatan

peran mentor dalam hal pembimbingan dan

pendampingan peserta Latsar terlebih untuk

men jad i mah i r dan t e rb i a sa da l am

mengakutalisasikan Nilai-Nilai Dasar Calon

PNS dan PNS seutuhnya dahulu untuk

ditingkatkan pada lingkungan kerja, selain dari

itu mentor juga akan tergagap ketika melakukan

kegiatan mentoring jika tidak dibekali dengan

pengetahuan tentang apa yang akan

dibimbingnya.

Oleh karena itu ada beberapa solusi dan

alternatif yang dapat disarankan sehingga

mentor dalam melakukan kegiatan mentoring

bisa berhasil dan berdaya guna, yaitu:

1. Sosialisasi Peran Mentor

Sosialisasi peran mentor ini dimaksudkan

agar para mentor mengetahui fungsinya

sebagai mentor, kedudukannya sebagai

mentor bahkan kewajibannya sebagai

mentor, sehingga dalam melakukan

mentoring mewujudkan sosok pendamping

dan pembimbing yang dapat memberikan

kemudahan bagi peserta Latsar untuk

mencapai tujuan dan sasaran pembelajaran,

penyelesaian tugas bahkan penerapan nilai-

nilai dasar PNS sebagai alumni diklat

nantinya.

2. Workshop Peningkatan Kompetensi

Mentor

Workshop Peningkatan Kompetensi Mentor

dimaksudkan agar para mentor sebelum

melaksanakan kegiatan mentoring dimana

mentor telah memahami apa yang akan

mereka lakukan pada saat melakukan

kegiatan mentoring nantinya, dan telah

memi l i k i kompe tens i da l am ha l

pendampingan dan pembimbingan,

misalnya adalah dalam penerapan nilai-nilai

dasar PNS yang lebih menekankan kepada

membangun integrits, moral, kejujuran,

karakter kepribadian, tanggungjawab, etika,

profesional, kompetensi bidang, semangat

dan motivasi nasionalisme dan kebangsaan.

Selanjutnya diharapankan setelah mendapat

workshop peningkatan kompetensi mentor

tersebut bahwa mentor diharapkan dapat

memahami Paradigma Aktualisasi yaitu

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 8: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

6

menterjemahkan teori ke dalam praktek,

mengubah konsep menjadi konstruktif serta

gagasan sebagai kegiatan (realita).

3. Tersedianya Buku Panduan Mentoring

Buku Pedoman Mentoring ini dimaksudkan

sebagai bahan referensi dan bahan bacaan

b a g i m e n t o r u n t u k m e l a k u k a n

pendampingan dan pembimbingan.

Ketiga item diatas cukup kuat untuk

meningkatkan peran mentor sehingga memiliki

kemampuan dan kompetnsi dalam hal

pembimbingan dan pendampingan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dan

pembahasan, dapat ditarik kesimpulan bahwa

besar keinginan dan harapan peserta

didik/peserta Latsar Calon PNS memiliki

mentor atau satasan langsung ketika melakukan

pendampingan dan pembimbingan telah

memiliki kompetensi yang memadai terutama

pendampingaan dan pembimbingan pada saat

dilaksanakannya Seminaar Rancangan, Masa

Habiatuasi dan Seminar Laporan Aktualisasi

Nilai-Nilai Dasar Calon PNS.

Selanjutnya upaya untuk dapat

menjadikan mentor tersebut memiliki

kompetensi yang memadai, maka melalui

Peningkatan Peran Mentor ada beberapa hal

yang perlu dilakukan, yaitu; a). Sosialisasi Peran

Mentor, b).Workshop Peningkatan Kompetensi

Mentor dan c). Membekali Mentor dengan Buku

Pedoman Mentoring. Ketiga item tersebut di

atas cukup dapat meningkatkan peran mentor,

sehingga mentor sebagai atasan langsung

peserta dapat memberikan kemudahan bagi

peserta dalam mengikuti dan menyelesaikan

proses kediklatan dengan baik, bahkan secara

tidak langsung dapat mewujudkan ASN yang

Berkualitas dan Berkinerja Tinggi sesuai

harapan bangsa.

DAFTAR PUSTAKA

Michael Shenkman (2010:65), Leader

Mentoring. “Menemukan, Menginspirasi

dan mengembangkan Pemimpin Besar

dalam perusahaan”. Penerbit, PT.

Mandiriabadi. Jakarta.

Otaviani Satyaningsityas, 2018. Peran Mantor

d a l a m M e m b a n g u n K a r i e r d a n

Meningkatkan Jabatan. www.ruangkerja.id

Pemerintah Republik Indonesia, (2014),

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014

tentang Aparatur Sipil Negara, Sekretariat

Republik Indonesia, Jakarta.

Pemerintah Republik Indonesia (2017),

Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun

2017 tentang Manajemen PNS, Sekretariat

Republik Indonesia, Jakarta.

Lembaga Adminitrasi Negara, (2016)

Peraturan Lembaga Adminitrasi Negara

Nomor 21 Tahun 2016 Tentang Pedoman

Penyelenggaraan Pelatihan Dasar Calon

PNS Golongan III. Jakarta. Lembaga

Administrasi Negara.

Lembaga Adminitrasi Negara, (2016)

Peraturan Lembaga Adminitrasi Negara

N o m o r 2 2 Ta h u n 2 0 1 6 t e n t a n g

Penyelenggaraan Pelatihan Dasar Calon

PNS Golongan I dan II. Jakarta. Lembaga

Administrasi Negara.

Lembaga Adminitrasi Negara, (2018)

Peraturan Kepala Lembaga Adminitrasi

Negara Nomor 12 Tahun 2018 tentang

Pelatihan Dasar Pegawi Negeri Sipil.

Jakarta.

Suparman. (2020). Webinar. Pengembangan

Kompetensi ASN melalui Mentoring.

Pekanbaru. Badan Pengembangan

Sumber Daya Manusia Provinsi Riau.

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 9: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

7

Literasi dan Kendala Tata Kelola Keuangan Desa di Provinsi Riau

(Suatu Studi Ethnografis)

Ayub Khan

Widyaiswara Ahli Madya

[email protected]

Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Provinsi Riau.

Abstrak

Studi ini bertujuan untuk mengetahui kendala terhadap Tata Kelola Keuangan Pemerintahan

Desa setelah alokasi dana desa direalisasikan oleh pemerintah pusat melalui kepala desa, melalui

pendekatan Ethnografis untuk mendapatkan informasi yang aktual atau nyata dan akrual atau suatu

basis akutansi , dimana transaksi ekonomi atau peristiwa akutansi diakui, dicatat dan disajikan dalam

laporan keuangan berdasarkan pengaruh transaksi pada saat terjadinya transaksi tersebut, tanpa

memperhatikan waktu kas diterima atau di bayarkan, dan relevan dalam mendeteksi kinerja keuangan

desa.Hasil observasi studi dinyatakan bahwa, literasi, kemampuan dan keterampilan individu dalam

membaca, menulis, berbicara, menghitung, berbahasa dan memecahkan masalah pada tingkat

keahlian tertentu yang di perlukan dalam kehidupan sehari-hari dalam Tata Kelola Keuangan Desa

mampu mendorong terhadap Kinerja Keuangan Desa, dan Akuntabilitas Keuangan Desa juga

mendorong terhadap outcome Keuangan Desa, karena dengan Permendagri Nomor 20 Tahun 2018,

ternyata secara proporsional dapat mendukung laju pertumbuhan Kinerja Keuangan Desa, serta dapat

mengantisipasi berbagai kendala yang dihadapinya di dalam komunitas masyarakat desa.

Kata kunci : Akuntabilitas, Kinerja, Literasi, Pemerintahan, Tata kelola keuangan desa.

Abstract

This study aims to examine the security of Village Government Financial Governance after the

allocation of village funds is realized by the central government through the village head, through an

Ethnographic approach to obtain actual or real information and accruals or an accounting basis,

where economic transactions or accounting events are found, and presented in financial reports based

on the effect of transactions at the time of the transaction, regardless of the time received or paid, and

relevant in the village performance report.The results of written study observations show that, Literacy

- the ability and individual skills in reading, writing, speaking, counting, language and problem solving

at a certain level of expertise required in daily life in Village Financial Governance is able to encourage

Village Financial Performance and Financial Accountability. The village also encourages Village

Financial Results, because with Permendagri Number. 20/2018, it turns out that it can proportionally

support the growth rate of Village Financial Performance, and can anticipate the various features it

faces in the village community.

Keyword : Accountability, performance, literacy, governance, village finance

T

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 10: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

8

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Literasi Keuangan

Desa

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014

tentang Pemerintahan Desa, telah menempatkan

desa sebagai ujung tombak pembangunan dalam

rangka peningkatan ekonomi dan kesejahteraan

masyarakat di Indonesia.

Fenomena yang memotivasi peneliti

untuk melakukan kajian adalah melihat adanya

beberapa isu yang terjadi pada Sistem Akuntansi

Keuangan Desa (SIAKAD) pasca implementasi

Undang undang Nomor 6 Tahun 2014 dan

Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 yang

diperbaharuhi melalui Permendagri Nomor 20

tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan

Desa.

Kebijakan pembaharuan dalam sistem

penata-usahaan keuangan desa menunjukkan

terjadinya Tata Kelola Keuangan Desa yang

ditandai dengan fluktuasi serapan anggaran

yang tidak proporsional diseluruh desa di

Provinsi Riau. Informasi ini disajikan melalui

Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dan

Laporan Perubahan Sisa Anggaran Lebih (SAL)

pada pemerintahan Desa selama periode 2017

sampai dengan 2019.

Menurut Permendagri Nomor 56 Tahun

2015, Provinsi Riau dengan luas wilayah

87,023,66 (Km), Jumlah Penduduk 5.870.774

(jiwa) terdiri 10 Kabupaten, 2 Kota, 163

Kecamatan, 243 Kelurahan, 1592 Desa, sebagai

daftar tabel berikut :

No. Kabupaten/Kota Ibukota Kecamatan Kelurahan Desa Luas Wilayah

Penduduk

1. Kampar Bangkinang 21 8 242 10.983,47 722.441

2. Indragiri Hulu Rengat 14 16 178 7.723,80 416.582

3. Indragiri Hilir Tembilahan 20 39 198 12.614,78 61.493

4. Bengkalis Bengkalis 8 19 136 6.975,41 552.431

5. Pelalawan Pangkalan Kerinci

12 14 14 12.758,45 360.804

6. Rokan Hulu Pasir Pangaraian

16 6 139 7.588,13 557.660

7. Rokan Hilir Bagan Siapiapi

15 25 159 8.881,59 626.082

8. Siak Siak Sri Indrapura

14 9 122 8.275,18 407.312

9. Kuantan Singingi Taluk Kuantan

15 11 218 5.259,36 323.047

10. Kep. Meranti Tebing Tinggi

9 5 96 3.707,84 203.833

11. Kota Pekanbaru Pekanbaru 12 58 - 632,27 855.819

12. Kota Dumai Dumai 7 33 - 1.623,38 264.270

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 11: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

9

Anggaran 2015 sampai 2018, Provinsi

Riau sudah mendapatkan alokasi dana desa

bersumber dari APBN sebesar Rp3.976.203.459

Tahun 2019 pagu dana desa dari APBN di

Provinsi Riau sebesar Rp1.436.685.874 yang

diterima oleh 1.591 desa dari 10 Kabupaten.

Pemanfaatan ini lebih diarahkan untuk

meningkatkan porsi pemberdayaan masyarakat

dengan meningkatkan perekonomian desa

melalui optimalisasi peran BUMDes.

Memperhatikan adanya potensi

anggaran yang relatif besar ini, penulis

termotivasi untuk melakukan kajian terhadap

l apo ran r ea l i s a s i s e r apan angga ran

pemerintahan daerah/desa yang masih rata-rata

antara 75% hingga 85%. Realisasi serapan

anggaran yang belum proporsional, dapat

memproyeksikan tingkat pertumbuhan ekonomi

desa yang lambat. Dalam kurun waktu antara

2017 sampai dengan tahun 2019 menunjukkan

prevalensi sistem akuntansi pemerintahan desa

yang berfluktuasi.

Determinasi yang memiliki tren

terhadap Prevalensi Sistem Akuntansi

Keuangan Pemerintahan Desa, disebabkan

lemahnya implementasi Pedoman Umum

Sistem Akuntansi Pemerintahan (PUSAP) yang

ditetapkan melalui PMK Nomor 238 Tahun

2011. Di samping itu, terdapat juga masalah Tata

Kelola Keuangan Daerah / Desa yang juga

masih lemah, karena pemerintahan desa belum

s e p e n u h n y a m e n g i m p l e m e n t a s i k a n

Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang

Pengelolaan Keuangan Desa.

Faktor-faktor lain yang memiliki peran

penting dalam tata kelola keuangan desa adalah

lemahnya Sumber Daya Manusia di desa yang

memahami Sistem Akuntansi Pemerintah

berbasis aktual berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010, yang efektif

berlaku sejak 1 Januari 2015. Pemerintah

Kabupaten/Kota yang memiliki peran penting

dalam sistem pengawasan masih belum efektif,

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang

Nomor 6 Tahun 2014 pasal 115. Optimalisasi

Sistem Pengawasan Internal yang kurang

efektif, mengakibatkan desa belum mampu

menyajikan Laporan Pertanggung-jawaban

Keuangan Desa secara transparan, kredibel dan

akuntabel.

Informasi anggaran selama periode

2017 – 2019 menunjukkan tren yang meningkat

walaupun masih relatif lambat dibandingkan

dengan laju pertumbuhan ekonomi nasional.

Sebagai informasi penting dalam proses

pertumbuhan ekonomi pedesaan ditunjukkan

melalui Laporan Realisasi Anggaran Alokasi

Dana Desa berikut ini.

Laporan Realisasi Alokasi Dana Desa

selama periode 2017-2019 sebagai berikut :

Sumber : Realisasi Alokasi Dana Desa Kemenkeu,

Kanwil DJPB Provinsi Riau-2019.

2. Tujuan Literasi ;

a. Meningkatkan kemampuan Aparatur

Desa dalam Tata Kelola Keuangan Desa,

b. Meningkatkan kemampuan aparatur

Keuangan Desa dalam Penyusunan

L a p o r a n P e r t a n g g u n g j a w a b a n

Keuangan,

c. Menstandarisasikan Sistem Akuntansi

Pemerintahan Desa,

d. Meningkatkan ketrampilan Aparatur

Desa dalam penyusunan RKPD dan

RPJMD,

e. Meningkatkan kemampuan aparatur

keuangan desa dalam optimalisasi

Tahun Anggaran ADD (rata-rata) dalam jutaan

Realisasi ADD (%)

2017 Rp 1.325.401.153 77%

2018 Rp 1.225.401.153 86%

2019 Rp 1.436.685.874 87%

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 12: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

10

anggaran Dana Desa.

f. Membimbing aparatur desa dalam

membentuk BUMDES /BUMDESMA

un tuk menun jang pen ingka tan

Pendapatan Asli Desa (PADes).

3. Sistematika Literasi

a. Pendahuluan

b. Literasi Tata Kelola Keuangan Desa

(Permendagri 20/2018),

c. Kendala Tata Kelola Keuangan Desa,

d. Pembinaan Bumdes/Bumdesma.

e. Simpulan dan saran.

II. METODE PENELITIAN

Penelitian Mengenai Literasi Dan

Kedala Tata Kelola Keuangan Desa Di Provinsi

Riau ( Suatu Studi Ethnografis ) ini merupakan

jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan

pendekatan etnografi. Spradley (1997)

mengemukakan bahwa etnografi merupakan

pekerjaan mendeskripsikan kebudayaan.

Tujuan utama aktivitas ini adalah memahami

suatu pandangan hidup dari sudut pandang

penduduk asli. Dalam penelitian etnografi,

seorang peneliti tinggal dan hidup bersama

dengan masyarakat yang ditelitinya. Penelitian

etnografi melibatkan aktivitas belajar mengenai

dunia orang yang telah belajar melihat,

mendengar, berbicara, berpikir, dan bertindak

dengan cara-cara yang berbeda. Tidak hanya

mempelajari masyarakat, lebih dari itu etnografi

berarti belajar dari masyarakat. Lokasi

penelitian adalah di Provinsi Riau.

Alasan penulis memilih lokasi tersebut

karena melihat fakta bahwa masih banyak

literasi kendala tata kelola keuangan desa yang

di alami masyarakat di daerah tersebut. Masih

banyaknya desa belum mampu menyajikan

Laporan Pertanggungjawaban Keuangan Desa

secara transparan, kredibel, dan akuntabel. Oleh

karena itu penulis merasa tertarik untuk meneliti

fenomena ini. Ada dua sumber data penting yang

akan dijadikan sasaran dalam pencarian

informasi dan yang akan dimanfaatkan dalam

penelitian ini untuk mendapatkan data. Kedua

sumber data tersebut ialah:

(a) Data Primer ;

Menurut Sugiyono (2013:27). metode

pengumpulan data adalah : “Metode

pengumpulan data adalah Penelitian lapangan

(Field Research), dilakukan dengan cara

mengadakan peninjauan langsung pada instansi

yang menjadi objek untuk mendapatkan data

primer dan sekunder”. Dalam penelitian ini data

primer didapat dari wawancara terhadap

informan yang dianggap mengetahui informasi

dan masalah yang diteliti secara mendalam dan

dapat dipercaya untuk menjadi sumber data

yang valid.

Selain itu, data primer dalam penelitian

ini juga digali melalui observasi atau

pengamatan langsung terhadap peristiwa atau

objek yang terkait dengan tujuan penelitian

yaitu tentang Literasi dan Kendala Tata Kelola

Keuangan Desa di Provinsi Riau

(b) Data Sekunder ;

Data sekunder merupakan data yang

diperoleh secara tidak langsung dan sering

disebut metode penggunaan dokumen, karena

dalam hal ini peneliti tidak secara langsung

mendapatkan data dari informan atau individu

tetapi memanfaatkan data yang telah dihasilkan

atau diolah oleh pihak lain. Dalam penelitian ini,

data sekunder diperoleh melalui buku-buku,

kepustakaan, majalah/jurnal, dokumen, arsip

serta sumber-sumber dari internet yang

menyediakan banyak data sekunder.

Pengambilan sampel yang digunakan

yaitu purposive sampling. Patton (1984)

menyatakan bahwa yang dimaksud dengan

purposive sampling adalah peneliti cenderung

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 13: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

memilih informan yang dianggap tahu dan dapat

dipercaya untuk menjadi sumber data yang

mantap dan mengetahui masalahnya secara

dalam (Sutopo, 1988:21-22).

Untuk memperolah data, dalam

penelitian ini penulis teknik observasi adalah

teknik pengumpulan data yang bersifat non

verbal.

Untuk va l id i tas da ta , pene l i t i

menggunakan dua macam triangulasi untuk

mendapatkan data yang valid, yakni triangulasi

data dan triangulasi metode. Dalam triangulasi

data, data yang sejenis atau sama akan lebih

mantap kebenarannya bila digali dari beberapa

sumber data yang berbeda. Data yang telah

diperoleh dari sumber yang satu, bisa teruji

kebenarannya bila dibandingkan dengan data

sejenis yang diperoleh dari sumber lain yang

berbeda. Sementara, triangulasi metode

dilakukan dengan menggunakan metode atau

teknik pengumpulan data yang berbeda, untuk

mendapatkan data yang sama atau sejenis.

Adapaun metode atau teknik pengumpulan data

yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

teknik wawancara mendalam (in-depth

interviewing) semi-terstruktur dan teknik

observasi secara langsung. Teknik analisis data

yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

analisis data model interaktif, dengan teknik ini

setelah data terkumpul dilakukan analisa

melalui tiga komponen yaitu reduksi data,

penyajian data, dan penarikan kesimpulan

dengan verifikasinya.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengelolaan Keuangan Desa adalah

keseluruhan kegiatan yang meliputi peren-

canaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,

dan pertanggungjawaban keuangan desa.

Penyelenggaraan kewenangan Desa

berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal

berskala Desa didanai oleh APBDesa.

Penyelenggaraan kewenangan lokal berskala

desa selain didanai oleh APBDesa, juga dapat

didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja

negara dan anggaran pendapatan dan belanja

daerah.

Penyelenggaraan kewenangan desa yang

ditugaskan oleh Pemerintah didanai oleh

anggaran pendapatan dan belanja negara. Dana

anggaran pendapatan dan belanja negara

d ia lokas ikan pada bag ian anggaran

kementerian/lembaga dan disalurkan melalui

satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota.

Penyelenggaraan kewenangan desa yang

ditugaskan oleh pemerintah daerah didanai oleh

anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Seluruh pendapatan desa diterima dan

disalurkan melalui rekening kas Desa dan

penggunaannya ditetapkan dalam APBDesa.

Pencairan dana dalam rekening kas desa

ditandatangani oleh Kepala Desa dan Bendahara

Desa. Pengelolaan keuangan Desa meliputi:

a) perencanaan;

b) pelaksanaan;

c) penatausahaan;

d) pelaporan; dan

e) pertanggungjawaban.

Kepala Desa adalah pemegang

kekuasaan pengelolaan keuangan desa. Dalam

melaksanakan kekuasaan pengelolaan

keuangan Desa, kepala Desa menguasakan

sebagian kekuasaannya kepada perangkat Desa.

1. Pelaporan

Formulir/Daftar yang dipergunakan :

1. Laporan semester pertama

2. Laporan semester akhir tahun

3. Laporan semester pertama berupa

laporan realisasi APBDesa.

2. Pelaksana/Unit kerja yang terlibat

1. Bendahara Desa

11

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 14: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

12

2. Sekretaris Desa

3. Kepala Desa

4. Camat atau sebutan lain

5. Bupati/Walikota

Tahapan Pelaksanaan :

Kepala Desa menyampaikan laporan

realisasi pelaksanaan APBDesa kepada

Bupati/Walikota berupa:

1. Laporan semester pertama, (formulir) ;

2. Laporan semester akhir tahun,

(formulir): dan

3. Laporan semester pertama berupa

laporan realisasi APBDesa, (formulir).

e. Sebagaian besar aparatur Desa belum

Laporan realisasi pelaksanaan APBDesa

disampaikan paling lambat pada akhir bulan Juli

tahun berjalan. Laporan semester akhir tahun

disampaikan paling lambat pada akhir bulan

Januari tahun berikutnya.

Berbagai kendala yang dihadapi para

aparatur desa antara lain :

a. Implementasi Peraturan Pemerintah

Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar

Akuntansi Pemerintah berbasis akrual,

belum optimal,

b. Penatausahaan Keuangan Desa belum

mengimplementasikan secara penuh

sesuai Pedoman Umum Sistem

Akuntansi Pemerintahan, diatur melalui

PMK Nomor. 238 Tahun 2011,

c. Tata Kelola Keuangan Desa belum

sepenuhnya berdasarkan Permendagri

Nomor 20 Tahun 2018,

d. Kapabilitas SDM bidang Akuntansi

Pemerintahan masih sangat terbatas,

sehingga memerlukan peran stakeholder

lembaga praktisi dan akedimisi di

Provinsi Riau untuk memberikan

sosialisasi dan pembinaan dalam Sistem

Akuntansi Pemerintahan.

memahami tentang :

1) Permendagri Nomor 111 Tahun 2014

tentang Pedoman Teknis Peraturan di

Desa;

2) Permendagri Nomor 112 Tahun 2014

tentang Pemilihan Kepala Desa;

3) Permendagri Nomor 113 Tahun 2014

tentang Pengelolaan Keuangan Desa;

4) Permendagri Nomor 114 Tahun 2014

tentang Pedoman Pembangunan Desa;

5) Permendagri Nomor 39 Tahun 2015 jo

Nomor 56 Tahun 2015 tentang Kode dan

D a t a W i l a y a h A d m i n i s t r a s i

Pemerintahan

6) Permendagri Nomor 81 Tahun 2015

tentang Evaluasi Perkembangan Desa

Dan Kelurahan.

7) Permendagri Nomor 82 Tahun 2015

t e n t a n g P e n g a n g k a t a n d a n

Pemberhentian Kepala Desa;

8) Permendagri Nomor 83 Tahun 2015

t e n t a n g P e n g a n g k a t a n d a n

Pemberhentian Perangkat Desa;

9) Permendagri Nomor 84 Tahun 2015

tentang SOTK Pemerintah Desa;

Pemberian Dana Desa kepada setiap

desa merupakan salah satu bentuk desentralisasi

agar setiap desa dapat menggunakan dana sesuai

dengan kebutuhan desa itu sendiri dan

memberikan dampak positif secara langsung

(Atmadja & Saputra, 2017). Laporan keuangan

adalah bentuk pertanggungjawaban atas dana

yang telah digunakan. Laporan Realisasi

Anggaran untuk dana desa yang telah diberikan

adalah salah satu output yang wajib

dilaksanakan setiap desa (Karismawati, 2015).

Penggunaan teknologi dalam akuntansi adalah

salah satu tantangan yang dihadapi desa saat ini

khususnya pada aparatur desa bagian keuangan

sebagai Sumber Daya Manusia yang harus

memiliki kemampuan baik dasar akuntansi

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 15: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

maupun kemampuan dalam menggunakan

teknologi atau aplikasi untuk membuat Laporan

Keuangan (Jamaluddin, 2018). Sarana yang ada

di Desa hanya memiliki satu unit PC bahkan

kadang tidak ada, dimana prosesor yang

digunakan sangat tertinggal sehingga untuk

menjalankan aplikasi tidak dapat digunakan.

Tinjauan hasil pada kegiatan pengabdian tidak

maksimal dikarenakan keterbatasan sarana

tersebut. Keadaan lainnya yang membuat

kurang maksimalnya hasil yang ingin dicapai

adalah telah adanya aplikasi akuntansi untuk

membuat Laporan Keuangan Dana Desa yang

telah diberikan oleh pihak inspektorat.

Kenyataan di lapangan yang terlihat adalah

aplikasi yang telah diberikan tersebut juga tidak

dapat dijalankan oleh aparatur desa. Hal ini

menimbulkan pertanyaan mengenai Laporan

Realisasi Anggaran Dana Desa yang secara rutin

dikeluarkan pihak pemerintah desa setiap

tahunnya. Alhasil, segala bentuk pertanggung

jawaban dari penggunaan dana desa tersebut

memiliki campur tangan dari pihak-pihak yang

sebenarnya tidak berwenang dan di luar batas.

Masyarakat yang seharusnya terlibat dalam

perencanaan pembangunan dengan dana desa

yang nantinya juga akan berdampak positif pada

tahap pelaksanaan akan menjadi nilai tambah

(Darwis & Zulfan, 2018).

Dengan banyaknya kelemahan-

kelemahan desa dalam melakukan pertanggung

jawaban laporan, diharapkan pemerintah pusat

dapat membantu dengan memperbanyak

pelatihan-pelatihan mengenai pelaporan.

Khususnya kepada bagian keuangan sebagai

Sumber Daya Manusia yang harus memiliki

kemampuan baik. Dengan demikikian

diharapkan setelah adanya pelatihan ataupun

p e m b i n a a n k h u s u s s e h i n g g a d a p a t

meningkatkan kinerja desa. Selain itu juga

aparatus pemerintahan desa juga diwajibkan

memahami Permendagri yang berhubungan

dengan pengelolaan desa.

IV. KESIMPULAN DAN

REKOMENDASI

Ÿ Keuangan Desa adalah semua hak dan

kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan

uang serta segala sesuatu berupa uang dan

barang yang berhubungan dengan

pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.

Ÿ Pengelolaan Keuangan Desa adalah

keseluruhan kegiatan yang meliputi

perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan,

pelaporan, dan pertanggungjawaban

keuangan desa.

Ÿ Proses Pelaporan dimulai dari membuat

Laporan semester pertama, Laporan

semester akhir tahun, laporan realisasi

APBDesa dan diakhiri dengan penyampaian

l a p o r a n - l a p o r a n t e r s e b u t k e p a d a

Bupati/Walikota melalui Camat.

Daftar Pustaka

Atmadja, A. T., & Saputra, A. K. (2017).

Pencegahan Fraud dalam Pengelolaan

Keuangan Desa. Jurnal Ilmiah Akuntansi

dan Bisnis, 1(2), 7-16. Dipetik 4 7, 2019,

dari http://ojs.unud.ac.id/index.php/jiab/

article/view/24995

Darwis, R. S., & Zulfan, I. (2018).

PENINGKATAN KAPASITAS TOKOH

M A S Y A R A K A T D A L A M

P E R E N C A N A A N PA RT I S I PAT I F

PEMBANGUNAN DESA KONDANG

JAJAR, KECAMATAN CIJULANG,

K A B U PAT E N PA N G A N D A R A N .

Dharmakarya,7(4). https://doi.org/10.

24198/DHARMAKARYA.V7I4.14465

Jamaluddin, Y. (2018). KEBERLANJUTAN

K E B I J A K A N D A N A D E S A D I

INDONESIA. Dipetik 4 7, 2019, dari http://

13

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 16: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

ejournal.radenintan.ac.id/index.php/tapis/a

rticle/view/2900/2086

Karismawati, N. P. (2015). PEMBERIAN

DANA DESA KEPADA DESA ADAT DI

BALI. Dipetik 8 14, 2019, dari http://ojs.

unud.ac.id/index.php/jmhu/article/downloa

d/18061/11728

Perpres Nomor 11 Tahun 2015 tentang

Kemendagri

1) Permendagri Nomor 111 Tahun 2014

tentang Pedoman Teknis Peraturan di Desa;

2) Permendagri Nomor 112 Tahun 2014

tentang Pemilihan Kepala Desa;

3) Permendagri Nomor 113 Tahun 2014

tentang Pengelolaan Keuangan Desa;

4) Permendagri Nomor 114 Tahun 2014

tentang Pedoman Pembangunan Desa;

5) Permendagri Nomor 39 Tahun 2015 jo

Nomor 56 Tahun 2015 tentang Kode dan

Data Wilayah Administrasi Pemerintahan

6) Permendagri Nomor 81 Tahun 2015 tentang

Evaluasi Perkembangan Desa Dan

Kelurahan.

7) Permendagri Nomor 82 Tahun 2015 tentang

Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala

Desa;

8) Permendagri Nomor 83 Tahun 2015 tentang

Pengangkatan dan Pemberhent ian

Perangkat Desa;

9) Permendagri Nomor 84 Tahun 2015 tentang

SOTK Pemerintah Desa;

10) Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik

Indonesia Nomor 20 Tahun 2018 tentang

Pengelolaan Keuangan Desa

Spradley, James P. 1997. Metode Etnografi.

Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya

Sutopo. 2002. Metode Penelitian Kualitatif.

Surakarta: Sebelas Maret University Press

Perpres Nomor 12 Tahun 2015 tentang

Kemen DESA PDTT

1) PermenDes PDTT Nomor 1 Tahun 2015

t e n t a n g P e d o m a n K e w e n a n g a n

Berdasarkan Hak Asal Usul dan

Kewenangan Lokal Berskala Desa

2) PermenDes PDTT Nomor 2 Tahun 2015

tentang Peraturan Menter i Desa ,

Pembangunan Daerah Tertinggal, dan

Transmigrasi Nomor 2 Tahun 2015 tentang

Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme

Pengambilan Keputusan Musyawarah

Desa;

3) PermenDes PDTT Nomor 3 Tahun 2015

tentang Pendampingan Desa;

4) PermenDes PDTT Nomor 4 Tahun 2015

tentang Pendirian, Pengurusan dan

Pengelolaan dan Pembubaran Badan Usaha

Milik Desa;

5) PermenDes PDTT Nomor 5 Tahun 2015 jo

21 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas

Penggunaan Dana Desa Tahun 2015 jo

PermenDes PDTT Nomor 21 Tahun 2015

tentang Penetapan Prioritas Penggunaan

Dana Desa Tahun 2016.

6) Otonomi Desa, Prof. Drs. HAW Wijaya,

PT.Raja Grafindo Persada Jakarta,2005.

7) Pertumbuhan dan Penyelenggaraan

Pemerintahan Desa, Dr. Hanif Nurcholis,

M.Si, Erlangga- Jakarta 2011.

8) Memaham Ilmu Pemerintahan, Suatu

K a j i a n , T e o r i , K o n s e p , d a n

Pembangunaannya, Muhadam Labolo,

PT.Raja Grafindo Persada-Jakarta-2007.

9) Silabus Hukum Pemerintahan Desa

Semester VII- Fakultas Hukum Universitas

Lancang Kuning Pekanbaru - Riau, 2017-

2019.

14

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 17: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

15

Effectiveness of Online Learning at BPSDM Riau Province Era New Normal

Efektifitas Pembelajaran Daring di BPSDM Provinsi Riau Era New Normal

H. Andry Sukarmen, SE., MP

Widyaiswara Ahli Madya

[email protected]

Abstrak

Pandemi Covid-19 berasal dari Wuhan Cina merubah proses pembelajaran, saat ini dilakukan

adaptasi kehidupan baru (new normal) dengan merubah pembelajaran dari klasikal menjadi

pembelajaran jarak jauh (PJJ)/Distance learning/daring. BPSDM Provinsi Riau melaksanakan

program kediklatan dengan PJJ yaitu Pelatihan Dasar (Latsar) CPNS, Pelatihan Kepemimpinan

Pengawas dan Pelatihan Kepemimpinan Administrator. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-

kualitatif dengan mewawancarai sebanyak 10 orang dengan penyiapan panduan wawancara yang

berkaitan dengan efektifitas PJJ era new normal, sedangkan teknik pengumpulan data dan informasi

memakai penelitian Snow ball. Hasil penelitian akan mengetahui permasalahan dalam tata kelola PJJ

dari aspek teknis maupun administrasi, serta kegunaan data dan informasi untuk melakukan efisiensi

PJJ. Aspek yang mendukung PJJ yaitu struktur organisasi yang efisien, dukungan kepegawaian

termasuk tenaga pengajar, ketersediaan sarana dan prasarana, serta pelaksanaan program pelatihan.

Sebanyak 23 orang Widyaiswara diketahui bahwa sebanyak 3 orang (13,04 %) sudah mahir

menggunakan komputer/laptop, 17 orang (73.92 %) bisa menggunakan komputer/laptop dengan fitur

standar, dan 3 orang (13,04 %) belum bisa menggunakan komputer/laptop. Hal ini berpengaruh pada

efektifitas pembelajaran daring, terutama pada pelatihan kompetensi PNS minimal 20 jam pelajaran.

Kata kunci : Efektifitas, Pembelajaran Daring, New Normal

Abstract

The Covid-19 pandemic originating in Wuhan China has changed the learning process,

currently adapting to a new life (new normal) is being carried out by changing learning from classical

to distance learning (PJJ) / Distance learning / online. BPSDM Riau Province carries out training

programs with PJJ, namely CPNS Basic Training, Supervisory Leadership Training and Administrator

Leadership Training. This study used a descriptive-qualitative method by interviewing as many as 10

people with the preparation of interview guides related to the effectiveness of PJJ in the new normal

era, while data and information collection techniques used Snow ball research. The results of the

research will find out the problems in PJJ governance from technical and administrative aspects, as

well as the use of data and information to make PJJ efficiency. Aspects that support PJJ are an efficient

organizational structure, staffing support including teaching staff, availability of facilities and

infrastructure, and implementation of training programs. As many as 23 lecturers, it is known that as

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 18: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

16

I. PENDAHULUAN

Dalam RPJMN ke IV tahun 2020-2024

menyatakan bahwa Agenda Pembangunan

Pemerintahaan Presiden Joko Widodo yang

menyangkut dengan peningkatan Sumber Daya

Manusia tercantum pada tema 3 yaitu

meningkatkan SDM berkualitas dan berdaya

saing, serta pada tema ke 4 yaitu revolusi mental

dan pembangunan kebudayaan . Ha l

disampaikan oleh Bapak Dr. Muhamad Taufik,

DEA selaku Deputi Kebijakan Pengembangan

Kompetensi LAN RI pada saat acara

pembukaan koordinasi, sinkronisasi dan

evaluasi pengembangan kompetensi manajerial

tahun 2020 BPSDM Provinsi Riau melalui

Zoom Cloud Meeting pada tanggal 25

November 2020.

Dalam meningkatkan SDM berkualitas

dan berdaya saing dapat di dilihat dari prioritas

kerja pemerintah tahun 2019-2020 yaitu

pembangunan SDM yang terdiri: 1) menjamin

kesehatan ibu hamil dan anak usia sekolah; dan

2) meningkatkan kualitas pendidikan akan

manajemen talenta. Pelaksanaan peningkatan

kualitas pendidikan dilakukan secara nyata

dengan pemberlakuan kebijakan sektor

pendidikan melalui program dan kegiatan

dengan dukungan anggaran sesuai dengan

kebutuhannya.

Pemerintah terus berupaya untuk

melaksanakan seluruh kebijakan sesuai dengan

RPJMN 2019-2024, namun pada awal tahun

2020 kondisi dunia berubah total dengan adanya

Pandemi Covid-19 yang disinyalir berasal dari

Wuhan Cina. Indonesia menjadi terdampak

secara langsung dimulai pada bulan Maret 2020,

sehingga tatanan kehidupan berubah. Perubahan

ini terjadi dengan penularan virus Covid-19

pada lingkup sektor kesehatan, selanjutnya

berpengaruh ke seluruh aspek kehidupan seperti

ekonomi, sosial, keuangan dan lain sebagainya,

terutama pada aspek pendidikan.

Sampai saat ini belum ada satu negara

pun yang sudah mengklaim menemukan

antivirus covid-19 ini termasuk Indonesia.

Dengan berbagai pertimbangan maka

Pemerintah mengambil langkah-langkah

terbaiknya yaitu menerapkan kebijakan New

Normal di masa pandemi covid-19. Tujuannya

adalah penurunan penularan covid-19, ekonomi

bangkit, kegiatan sosial kemasyarakatan

berjalan sebagaimana mestinya, dan akhirnya

dapat mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Menurut Ibrahim (2000), menyebutkan:

Hasil perkembangan ilmu pengetahuan

memberitahukan kepada kita tentang

bagaimana cara hidup sehat dan panjang usia.

Untuk itulah Pemerintah mengambil sikap

untuk hidup sehat meskipun dimasa pandemi

covid-19 saat ini.

Adapun maksud new normal adalah

perubahan perilaku untuk tetap menjalankan

aktivitas normal namun dengan ditambah

menerapkan protokol kesehatan guna mencegah

terjadinya penularan covid-19. Dilihat dari data

tentang kondisi penyebaran covid-19 dan orang

many as 3 people (13.04%) are already proficient in using computers / laptops, 17 people (73.92%) can

use computers / laptops with standard features, and 3 people (13.04%) cannot use computers. / laptop.

This affects the effectiveness of online learning, especially in civil servant competency training, which

is conducted for a minimum of 20 hours of lessons.

Keyword : Effectiveness, Online Learning, New Normal

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 19: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

17

yang terdampak semakin meningkat. Adapun

jumlah terpapar covid-19 di Indonesia update

tanggal 24 November 2020 sudah menyebar di

34 Provinsi dan 505 Kabupaten/Kota seluruh

Indonesia. Untuk jumlah terkonfirmasi

sebanyak 506.302 orang, sembuh 425.313

orang dan 16.111 orang meninggal.

Tuntutan cara kerja ASN di era new

normal adalah : 1) Literasi digital (Digital

literacy); 2) Pola pikir tangkas (Agile mindset);

3) Kesehatan dan keseimbangan hidup (Health

and life balance); 4) Metode kerja yang

terintegrasi dan fleksibel (Integrated and

flexible working methode); dan 5) Lebih sedikit

untuk lebih banyak (Less for more). Inilah

tantangan akibat pandemi covid-19 sehingga

ASN berkewajiban melakukannya seluruh

tugasnya agar mencapai kinerja terbaik.

Bagi BPSDM Provinsi Riau telah

melaksanakan kebijakan tersebut dalam

kehidupan adaptasi baru (new normal) dengan

melaksanakan protokol kesehatan 3 M

(memakai masker, mencuci tangan dan menjaga

jarak) dalam bekerja, dan bahkan memberikan

fasilitas bekerja di rumah bagi ASN yang telah

berumur 55 tahun keatas.

Dalam pelaksanaan program juga sudah

menerapkan pembelajaran jarak jauh (PJJ)

sesuai dengan Surat Edaran Lembaga

Administrasi Negara (LAN) RI Nomor.10/K.1/

HKM.02.3/2020 tentang Panduan Teknis

Penyelenggaraan Pelatihan Dalam Masa

Pandemi Coronavirus Disease (Covid-19).

Adapun pelaksanan program kediklatan yang

dilakukan dengan PJJ (distance learning) yaitu

Pelatihan Dasar (Latsar) CPNS Pemerintah

Kabupaten Kepulauan Meranti 1 (satu)

angkatan, Pelatihan Kepemimpinan Pengawas

sebanyak 1 (satu) angkatan, Pelatihan

Kepemimpinan Pengawas sebanyak 1 (satu)

a n g k a t a n , P e l a t i h a n K e p e m i m p i n a n

Administrator sebanyak 1 (satu) Angkatan.

Pelaksanaan PJJ ini dilaksanakan tidak di kelas,

dan pembelajaran yang dilaksanakan dengan

tanpa kontak fisik secara langsung antara tenaga

pengajar (Widyaiswara) dengan peserta. Hal ini

sesuai dengan petunjuk LAN RI bahwa sistem

pendidikan pada pelat ihan ini t idak

mempersyaratkan adanya tenaga pengajar di

tempat peserta, namun dilakukan pertemuan

secara virtual melalui aplikasi Zoom Cloud

Meeting (ZCM), Google Classroom (GCR) dan

aplikasi lain yang mendukung PJJ. Namun

sudah efektifkah pelaksanaan PJJ di BPSDM

Provinsi Riau ?

II. METODE PENELITIAN

Dalam penulisan artikel berjudul

Efektifitas Pembelajaran Daring di BPSDM

Provinsi Riau Era New Normal menggunakan

me tode desk r ip t i f -kua l i t a t i f dengan

mewawancarai sebanyak 10 (sepuluh) orang

dengan penyiapan panduan wawancara yang

berkaitan dengan efektifitas PJJ era new normal,

sedangkan teknik pengumpulan data dan

informasi memakai penelitian Snow ball yang

merupakan salah satu teknik dalam penelitian

kualitatif yang digunakan untuk mendapatkan

informasi penelitian melalui pemberian

referensi secara bergulir, serta melakukan

observasi.

Penelitian ini menggunakan literasi dari

Sugiyono (2014) bahwa metode penelitian

kualitatif merupakan jenis penelitian yang

berlandaskan pada realitas, digunakan pada

kondisi objek yang alamiah, serta peneliti adalah

s e b a g a i i n s t r u m e n k u n c i , t e k n i k

pengelompokan data dilakukan secara tringulasi

(gabungan), analisis data bersifat induktif,

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 20: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

18

dan hasi l peneli t ian kuali tat if lebih

menekankan realitas nyata dari pada penalaran.

Penulis mewawancarai 10 (sepuluh)

orang yang mengetahui dan mengelola

kediklatan di BPSDM Provinsi Riau yaitu 9

(Sembi lan) orang Pengelo la Dikla t ,

Widyaiswara, Anggota Komite Penjamin Mutu

BPSDM Provinsi Riau dan 1 (satu) orang

alumni pelatihan, dan memberikan informasi

dan data yang dapat diolah menjadi bahan

tulisan ini

Adapun waktu penelitian ini

dilakukan pada kurun waktu tanggal 9 Maret s/d

9 September 2020, bertempat di BPSDM

Provinsi Riau. Hasil olah data dan informasi

dianalisis menjadi suatu tulisan yang diharapkan

menjadi gagasan dan inovasi untuk pengelolaan

kediklatan dengan PJJ (distance learning) atau

sering disebut dengan daring agar dapat berjalan

dengan semestinya.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam metode penelitian menggunakan

wawancara terhadap pengelola kediklatan di

BPSDM Provinsi Riau dengan memakai teknik

pengumpulan data dan informasi memakai

penelitian Snow ball dan observasi, maka

didapat hasil bahwa: 1) Mendapatkan

permasalahan dalam tata kelola PJJ; 2)

Memperoleh data dan informasi tentang

pengelolaan PJJ dari aspek teknis maupun

administrasi; dan 3) Kegunaan data dan

informasi untuk melakukan efisiensi PJJ.

Dalam analisis data dan informasi

tersebut dihubungkan dengan kerangka

pemikiran yang telah dikemukakan, kemudian

dihubungkan pula dengan pokok permasalahan

yang akan dianalisis. Data dan informasi ini

selanjutnya akan diolah dan dipaparkan secara

deskriptif dengan menggunakan Logical

Framework Analysis (LFA) atau Kerangka

Kerja Logis tentang identifikasi, penyiapan

disain program dalam suatu sistematika dan

kaitan yang masuk akal, penilaian disain

program, monitoring dan evaluasi kemajuan

(progress) serta kinerja (performance) program

Pembelajaran Daring di BPSDM Provinsi Riau

Era New Normal.

Dengan hasil penelitian ini maka penulis

menindaklanjuti dengan tulisan agar

permasalahan tentang tata kelola PJJ di BPSDM

Provinsi Riau dapat terlaksana dengan baik

sesuai dengan pedoman yang telah diberikan

oleh LAN RI. Pelaksanaan PJJ ini dimaksudkan

se l a in un tuk men ingka tkan inovas i

pembelajaran menggunakan teknologi

informasi juga dapat mengefisiensikan

anggaran pelaksanaan kediklatan sehingga

tujuan kediklatan dapat tercapai sesuai dengan

kurikulum, pada akhirnya akan terwujud

efektifitas Pembelajaran Daring di BPSDM

Provinsi Riau Era New Normal.

Sebagai perangkat daerah lingkup

P e m e r i n t a h P r o v i n s i R i a u B a d a n

Pengembangan Sumber Daya Manusia

(BPSDM) Provinsi Riau dipimpin oleh seorang

Kepala Badan yang berkedudukan di bawah dan

bertanggungjawab kepada Gubernur Riau

melalui Sekretaris Daerah Provinsi Riau.

BPSDM Provinsi Riau mempunyai tugas

membantu Gubernur Riau melaksanakan fungsi

penunjang Urusan Pemerintahan yang menjadi

kewenangan Daerah. Kepala BPSDM Provinsi

Riau dibantu oleh Sekretaris, Kepala Bidang

dan Jabatan Fungsional Widyaiswara dan

Jabatan Fungsional Perencana Program.

Adanya fungsi Pendidikan dan Pelatihan

Aparatur, didasarkan pada Peraturan Gubernur

Riau Nomor 95 Tahun 2016 tentang Kedudukan,

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 21: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

19

Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi serta

Tata Kerja Badan Pengembangan Sumber Daya

Manusia Provinsi Riau, bahwa dalam

menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi

BPSDM Provinsi Riau memiliki kelompok

Jabatan Fungsional Widyaisawara yang

merupakan jabatan fungsional yang harus ada

pada lembaga pendidikan dan pelatihan

pemerintah.

Saat melaksanakan fungsi dan tugasnya,

maka BPSDM Provinsi Riau didukung dengan

beberapa aspek yaitu:

1. Struktur Organisasi

Untuk struktur organisasi BPSDM

Provinsi Riau terdapat 21 (dua puluh satu)

jabatan struktural/eselon yaitu: a) Eselon II a

sebanyak 1 (satu) Jabatan; b) Eselon III a

sebanyak 5 (lima) Jabatan; dan c) Eselon IV a

sebanyak 21 (dua puluh satu) Jabatan, UPT, 24

orang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan 1

orang Jabatan Fungsional Perencana Program.

Dilihat dari struktur organisasinya

menunjukkan miskin struktur dan kaya fungsi,

sehingga struktur organisasi akan dapat

mengelola tugas pokok dan fungsinya

sehngga kinerja yang diharapkan oleh Gubernur

selaku Kepala Daerah dapat tercapai.

2. Kepegawaian

Mengacu pada Peraturan Menteri

Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi Nomor 22 Tahun 2014 tentang Jabatan

Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya,

Widyaisawara berkedudukan sebagai pejabat

fungsional bidang kediklatan pada Lembaga

Diklat Pemerintah. Adapun tugas pokok

Widyaisawara adalah mendidik, mengajar, dan

melatih (Dikjartih) PNS, evaluasi dan

pengembangan diklat pada Lembaga Diklat

Pemerintah.

Jumlah PNS sebanyak 105 orang sangat

membantu untuk terselenggaranya Diklat dan

akan memperlancar pelaksanaan tugas

Widyaiswara, untuk perbandingan jumlah

Widyaiswara dibandingkan dengan jumlah PNS

di BPSDM Provinsi Riau yaitu 1:4, artinya 1

orang Widyaiswara dibantu oleh 4 orang PNS.

Kondisi PNS tersebut bila dilihat dari

pangkat dan golongan, maka ada sebanyak 87

orang memiliki golongan III dan IV, dan

sebanyak 18 orang memiliki golongan I dan II.

Hal ini sangat membantu Widyaiswara dalam

pelaksanaan tugasnya, karena sebanyak 82,86 %

memiliki pangkat dan golongan III dan IV

artinya mereka ini memiliki pengalaman dan

kompetensi yang memadai dalam melayani

Widyaiswara, sehingga pelaksanaan tugas-tugas

kewidyaiswaraan akan semakin mudah dan

lancar. Demikian pula dengan latar belakang

Pendidikan bahwa sebanyak 83 orang atau 79,04

% lulusan Perguruan tinggi, dan telah mengikuti

Pelatihan Penjenjangan 63 orang, semakin

tinggi latar belakang Pendidikan PNS maka

akan berbanding lurus dengan kemampuan

dalam menyelesaikan tugasnya dalam melayani

Widyaiswara, sehingga latar belakang

Pendidikan akan sangat mendukung dan

memperlancar pelaksanaan tugas Widyaiswara.

Dari data yang diperoleh tahun 2020 ini, bahwa

jumlah Widyaiswara sebanyak 23 orang yang

terdiri dari laki-laki sebanyak 20 orang dan

perempuan sebanyak 3 orang, dengan

komposisi jabatan yaitu Widyaiswara Ahli

Utama, Widyaiswara Ahli Madya dan

Widyaiswara Ahli Muda, dengan menduduki

Pangkat, Gol./Ruang mulai dari Pembina, IV/a

sampai Pembina Utama Madya, IV/d.

Dari kepangkatan ini maka Widyaiswara

memiliki komposisi yang seimbang, karena

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 22: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

20

klasifikasi Widyaiswara dari pangkat/golongan

IV/a – IV/c sebanyak 16 orang atau 69,57 % dan

pangkat/golongan IV/d – IV/e sebanyak 7 orang

atau 30,43 %, hal ini menunjukkan bahwa

kompetensi dan tingkat pengalamannya sangat

memadai untuk melaksanakan tugas Dikjartih,

sehingga para Widyaiswara akan dapat

menerapkan metode pembelajaran andragogi

pada peserta Diklat dengan berbagi pengalaman

yang solutif dari pengalaman pribadinya.

Untuk pola rekrutmen Widyaiswara

dilakukan melalui pola Pendidikan dan Latihan

Calon Widyaiswara (Diklat Calon Widyaiswara

/Cawid) dan Pola Inpassing dari Pejabat

Struktural, hal ini ditunjukkan dengan jumlah

Widyaiswara dari pola rekruitmen Diklat

Calon Widyaiswara/Cawid sebanyak 15 orang

atau 65,22 %, sedangkan rekruitmen Pola

Inpassing sebanyak 8 orang atau 34,78 %. Hal

ini menunjukkan bahwa faktor rekruitmen

menjadi pendukung untuk penilaian kualitas

Widyaiswara secara keseluruhan, bahwa

rekruitmen pola Diklat Calon Widyaiswara/

Cawid lebih unggul dalam metodologi, variasi

dan inovasi pembelajaran, sedangkan

rekruitmen Pola Inpassing akan lebih unggul

pada pemecahan masalah (problem solving)

yang solutif karena didukung faktor pengalaman

sewaktu memanggu jabatan struktural, karena

f a k t o r p e n g a l a m a n m a s i n g - m a s i n g

Widyaiswara berbeda-beda.

Kemampuan Widyaiswara dalam

menggunakan teknologi multimedia dalam

proses belajar mengajar masih terbatas.

Meskipun banyak yang sudah menggunakan

namun sebatas teknologi sederhana seperti

bahan presentasi dengan menggunakan power

point. Itupun masih digunakan secara standar

dan mereka belum mampu memanfaatkan fitur-

fitur baru. Hal ini menyebabkan proses

pembelajaran tidak menarik dan berpotensi

membuat peserta pelatihan bosan dan tidak

termotivasi.

Sejalan dengan itu bahwa faktor umur

Widyaiswara juga berpengaruh pada

kemampuan menggunakan teknologi

multimedia. Dari data yang diperoleh umur

Widyaiswara berkisar antara 48 sampai dengan

63 tahun. Dalam menuju era Revolusi Industri

4.0 dengan mudah untuk mengkategorikan

Widyaiswara yang memahami teknologi

informasi, sehingga dalam pelaksanaan tugas

Dikjartih Widyaisawara sudah banyak yang

telah mengetahui teknologi multimedia dengan

menggunakan internet (Wifi) yang telah tersedia

di BPSDM Provinsi Riau, meskipun hanya

sebatas mengoperasionalkan komputer dengan

fitur-fitur standar dalam penampilan bahan

presentasi menggunakan power point, termasuk

belum mampu menghasilkan fitur-fitur baru

berupa fitur animasi dan template yang menarik

dan bervariasi. Pada akhirnya menyebabkan

proses pembelajaran tidak menarik dan

berpotensi membuat peserta pelatihan bosan

dan tidak termotivasi.

Pada saat ini kategori Widyaiswara yang

berumur lebih dari 50 tahun sebanyak 16 orang

atau 78, 26 % dan dianggap masih menggunakan

fitur-fitur standar, sedangkan Widyaiswara yang

berumur kurang dari 50 tahun sebanyak 7 orang

atau 21, 74 % sebahagian kecil sudah paham

dengan teknologi multimedia dan sebahagian

besar telah menggunakan fitur-fitur dan aplikasi

yang menarik dan bervariasi, sehingga

berpengaruh pada proses kediklatan terutama

pada penyusunan rencana pembelajaran yang

variatif dan inovatif menggunakan teknologi

multimedia, untuk itu Widyaiswara ini

disenangi oleh peserta Diklat karena proses

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 23: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

21

pembelajaran menarik dan berpotensi membuat

peserta pelatihan tidak bosan dan termotivasi

untuk lebih fokus dan aktif dalam proses

pembelajaran.

3. Sarana dan Prasarana

Secara umum sarana dan prasarana

digunakan antara lain untuk melaksanakan tugas

pokok Widyaisawara adalah mendidik,

mengajar, dan melatih (Dikjartih) PNS, evaluasi

dan pengembangan diklat, serta menunjang

kegiatan ketatausahaan atau administrasi

perkantoran, pembinaan dan pelayanan dalam

upaya peningkatan kualitas kinerja sumber daya

manusia/aparatur sipil negara serta penunjang

pelaksanaan program dan kegiatan BPSDM

Provinsi Riau.

Sarana dan prasarana yang dimiliki

BPSDM Provinsi Riau saat ini mengacu pada

standar yang telah ditetapkan pada Peraturan

Gubernur Riau Nomor 140 Tahun 2015 tentang

Standarisasi Sarana dan Prasarana Kerja di

Lingkungan Pemerintah Provinsi Riau. Sarana

prasarana yang dimiliki BPSDM Provinsi Riau

adalah sarana prasarana eks Unit Pelaksana

Teknis (UPT) Pendidikan dan Pelatihan pada

Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan

Daerah (BKP2D) Provinsi Riau yang

merupakan unit kerja eselon III. Saat ini

BPSDM Provinsi Riau merupakan perangkat

daerah eselon II yang memiliki 5 (lima) eselon

III dan 15 (lima belas) eselon IV. Terkait dengan

Sarana Gedung, maka terdapat 1 (satu) unit

Gedung digunakan oleh UPT Uji Kompetensi

Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi

Riau dengan status pinjam pakai.

Untuk melihat kondisi eksisting dan

gambaran prasarana dan sarana yang dimiliki

dan dikuasai untuk mendukung pelaksanaan

tugas pokok dan fungsi serta pelayanan di

BPSDM Provinsi Riau yaitu Gedung Kantor

yang terletak di Jln. Ronggowarsito No. 14 2Pekanbaru dengan luas tanah sebesar 27.330 m .

Adapun prasarana yang dimiliki terdiri dari: 1)

Ruang Kepala Badan; 2) Ruang Sekretariat; 3)

Ruang Sekretaris; 4) Ruang Bidang Sertifikasi,

Kompetensi dan Penjamin Mutu; 5) Ruang

Bidang Pengembangan Kompetensi Manajerial;

6) Ruang Bidang Pengembangan Kompetensi

Teknis Inti dan Pengembangan Integritas; 7)

Ruang Bidang Pengembangan Kompetensi

Teknis Umum dan Fungsional; 8) Ruang Kelas I

(Kuantan); 9) Ruang Kelas II (Bengkalis); 10)

Asrama Rokan (A) kapasitas 10 kamar; 11)

Asrama Kampar (B) kapasitas 14 kamar; 12)

Asrama Indragiri (C) kapasitas 14 kamar; 13)

Asrama Siak (D) kapasitas 15 kamar; 14)

Asrama Peserta; 15) Aula Balai Tuah Karya

Abdi Negara; 16) Ruang Rapat Meranti; 17)

Ruang Widyaiswara; 18) Ruang Komite

Penjamin Mutu BPSDM; 19) Ruang makan

Cempaka; 20) Rumah Dinas; 21) Ruang

Kesehatan; 22) Ruang Perpustakaan; 23)

Mushola Al-Aqsa; dan 24) Sarana Olah Raga.

Sarana dan prasarana diatas, sudah

dianggap memadai untuk melaksanakan

pelatihan di BPSDM Provinsi Riau. Namun

dalam melaksanakan pembelajaran yang

inovatif menuju era revolusi industri 4.0 masih

memerlukan dukungan sarana dan prasarana

menggunakan Teknologi Informasi. Adapun

sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam

mendukung menuju era revolusi industri 4.0

yaitu: 1) Ruang komputer; 2) Komputer/Laptop;

3) Fasilitas pembelajaran dengan pemanfaatan

teknologi informasi: aplikasi e-learning, video

conference atau teknologi informasi lainnya

sesuai kebutuhan pembelajaran; 4) Ruang

Multimedia dan perangkatnya; dan 5) Perangkat

Sistem Manajemen Pembelajaran (Learning

Management System).

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 24: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

22

Tersedianya sarana dan prasarana

diatas, menjadikan Widyaiswara akan bekerja

secara baik dengan memanfaatkan media

yang ada dalam rangka inovasi pembelajaran

daring menuju era revolusi industri 4.0.

Pemanfaatan media dilengkapi dengan

perangkat teknologi informasi multimedia akan

dapat meningkatkan kemampuan dan inovasi

pembelajaran, sehingga seorang Widyaiswara

menjadi digital minded.

Dalam mengimplementasikan Peraturan

Pemerintah No. 17 Tahun 2020 tentang

Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 11

Tahun 2017 tentang Manajemen PNS, maka

BPSDM Provinsi Riau dalam pengelolaannya

m e n e r a p k a n m e t o d e p e n g e m b a n g a n

kompetensi secara terintegrasi, bahwa

pengembangan kompetensi bagi setiap PNS

dilakukan paling sedikit 20 jam pelajaran

melalui pendekatan sistem pembangunan

terintegrasi (Corporate University). Adapun

konsep Corpu ASN adalah metode

pembelajaran bagi ASN yang memadukan

pendekatan klasikal dan non klasikal di

tempat kerja untuk mendukung pencapaian

strategi organisasi dan kebijakan nasional.

Sedangkan metode pembelajaran: 1) Formal

learning: 10% terdiri dari: a) Training; a) Self-

study; 2) Social learning: 20% terdiri dari: a)

Feedback; b) Coaching; c) Mentoring; dan 3)

Experiential social learning: 70% terdiri dari: a)

Project assignment; b) Special assignment; c)

On the job teaching; d) On the job training; e)

Task force Assignment; dan f) Rotation.

Untuk metode pembelajaran Social

learning dan Experiential social learning fokus

pada non training Development Program.

Upaya peningkatan kompetensi bagi

PNS, dilaksanakan untuk seluruh jumlah PNS di

Provinsi Riau sebanyak 16.220 (data BKD

Provinsi Riau per April 2019) serta jumlah PNS

dari Pemerintah Kabupaten/Kota se Provinsi

Riau sebanyak 73.147 orang (data tahun 2018),

sehingga kebijakan yang terbaik dengan

melaksanakan konsep Corpu ASN.

M e n g u t i p p o r t a l g u r u b e r b a g i

Kemendikbud oleh Wuryanto Puji Siswoyo

mengatakan: Pembelajaran daring dapat

memanfaatkan teknologi sebagai media.

Pembelajaran daring menurut The Report of the

Commission on Technology and Adult Learning

(2001) dalam Bonk Curtis J. (2002, hlm. 29)

defines e-learning as “instructional content or

learning experiences delivered or enabled by

electronic technology”. Oleh karena itu,

pembelajaran daring memerlukan siswa dan

guru berkomunikasi secara interaktif dengan

memanfaatkan teknologi informasi dan

komunikasi, seperti media komputer/gawai

dengan internet, telepon atau faks. Pemanfaatan

media ini bergantung pada struktur materi

pembelajaran dan tipe-tipe komunikasi yang

diperlukan.

4. Program Pelatihan

BPSDM Provinsi Riau tahun 2020 ini

telah melaksanakan dengan PJJ yaitu: 1)

Pelatihan Dasar (Latsar) CPNS Pemerintah

Kabupaten Kepulauan Meranti 1 (satu)

Angkatan; 2) Pelatihan Kepemimpinan

Pengawas di lingkungan Pemerintah Provinsi

Riau sebanyak 1 (satu) Angkatan; dan 3)

Pelatihan Kepemimpinan Administrator di

lingkungan Pemerintah sebanyak 1 (satu)

Angkatan.

Fokus dalam PJJ ini adalah kemampuan

Widyaiswara dalam menggunakan teknologi

multimedia dalam proses pembelajaran. Untuk

Widyaiswara di BPSDM Provinsi Riau masih

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 25: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

terbatas kemampuannya dalam menggunakan

tekno log i mul t imedia da lam proses

pembelajaran, akan tetapi sudah banyak juga

Widyaiswara yang menggunakan teknologi

multimedia, namun hanya sebatas teknologi

multimedia yang sederhana saja seperti dalam

penyampaian bahan presentasi dengan

menggunakan power point secara standar, dan

belum mampu memanfaatkan fitur-fitur baru,

apalagi yang tersambung dengan web.

Kondisi ini disebabkan faktor umur

Widyaiswara berkisar antara 48 sampai dengan

63 tahun atau tidak masuk kategori kaum

milenial, karena menuju era Revolusi Industri

4.0 Widyaiswara wajib memahami teknologi

multimedia, untuk mendukung pelaksanaan

tugas Dikjartih. Apabila proses pembelajaran

dilakukan dengan menggunakan teknologi

multimedia menggunakan fitur-fitur atau

template yang menarik dan berbagai aplikasi

pembelajaran terbaru berupa animasi, maka

peserta Diklat akan termotivasi untuk aktif,

tidak bosan dan akan menyenangkan.

Dilihat dari kemampuan Widyaiswara

BPSDM Provinsi Riau dalam menggunakan

teknologi digital saat ini dapat menggambarkan

hasil output penyelesaian tugasnya. Dari 23

orang Widyaiswara diperoleh data melalui

observasi di lapangan, bahwa sebanyak 3 orang

(13,04 %) sudah mahir menggunakan

komputer/laptop, 17 orang (73.92 %) bisa

menggunakan komputer/laptop dengan fitur

standar, dan 3 orang (13,04 %) belum bisa

menggunakan komputer/laptop.

Untuk mengetahui produktifitas hasil

kerja Widyaiswara yang di atas, maka 3 orang

yang sudah mahir menggunakan komputer/

laptop akan menghasilkan variasi pembelajaran

menarik dengan inovasi. Sebagai contoh sudah

dapat menayangkan bahan tayangan yang

menarik, membuat dan mengedit video dan

menayangkannya sendiri, menayangkan materi

faktual dan update yang di-browsing dari internet

yang tersambung dengan wifi dan menggunakan

audio visual serta video conference. Untuk itu

dapat dikatakan Widyaiswara ini dapat

dikategorikan mampu menggunakan komputer/

laptop yang tersambung dengan TI secara online

sehingga dapat menghasilkan pembelajaran

secara kreatif/unik dan inovatif.

Sedangkan 17 orang Widyaiswara hanya

mampu menggunakan komputer/laptop dengan

fitur standar, dengan hasilnya bahan tayang

standar yaitu hanya dapat meng-copy untuk

menampilkan gambar/foto dan video. Selain itu

masih belum mampu menghasilkan bahan tayang

animasi dan bergerak.

Untuk 3 orang Widyaiswara belum bisa

menggunakan komputer/laptop, masih sebatas

hanya bisa menghidupkan dan mematikan

komputer/laptop, untuk menggunakan untuk

keperluan pengetikan dan pembuatan bahan

tayang masih meminta bantuan orang lain.

Dalam PJJ (Distance Learning) setiap

Widyaiswara wajib menyiapkan bahan persiapan

mengajar sesuai dengan spesialisasinya. Untuk

itu ketertiban dalam penyerahan bahan persiapan

mengajar ini menjadi bagian penting dari proses

pembelajaran antara lain Rancang Bangun

Pembelajaran Mata Diklat (RBPMD) dan

Rencana Pembelajaran, Bahan Tayang, Video

Instruksi Belajar, Tugas Learning Jurnal, Tugas

Merancang Nilai Dasar ANEKA (bagi Latsar

CPNS) dan T ugas Pembahasan Kasus.

Widyaiswara yang sudah mahir akan

menggunakan teknologi multimedia sebagai

media pembelajaran untuk memvariasikan

metode dan teknik pembelajaran seperti

23

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 26: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

penggunaan Google Classroom (GCR) dalam

penyampaian materi dan bahan tayang,

pemberian tugas dan penyampaian evaluasi atau

penilaiannya, sedangkan untuk video

conference menggunakan aplikasi Zoom Cloud

Meeting (ZCR), Webex dan Lark. Untuk pre-

test dan post-test menggunakan aplikasi Quizizz

atau Kahoot, menunjuk peserta dalam diskusi

menggunakan apl ikasi roul lete , saat

brainstorming menggunakan aplikasi Jam

Board atau Mentimeter, dan banyak lagi aplikasi

yang digunakan. Selain itu membuat sendiri

video pembelajaran dengan menggunakan

aplikasi Movavi, Filmora, Adobe Primier yang

diupload ke Link Youtube, dan men-download

video dari Youtube. Ada lagi untuk aplikasi

Corel Draw dan Photoshop membuat gambar

serta aplikasi Canva untuk membuat gambar

dan video.

Menurut Purwanto (2000), bahwa

inovasi tak akan pernah berhenti karena manusia

menginginkannya, dan sebagai individu,

manusia selalu mencari ide, cara dan objek-

objek baru yang dapat memenuhi mutu

kehidupannya. Untuk itu Widyaiswara agar

terus melakukan inovasi PJJ agar dapat proses

belajar mengajar yang menarik bagi peserta

Diklat. Namun menurut Prof. Johanes Basuki,

(2018), mengatakan: Intinya, pernyataan

tersebut dapat dimaknai bahwa pada hakekatnya

“Inovasi dapat meliputi penciptaan kembali atau

adaptasi dari suatu inovasi di lokasi lain, konteks

pada periode waktu”.

Dari kondisi diatas, maka Widyaiswara

yang belum memiliki kemampuan dan inovasi

dalam teknologi pembelajaran pada PJJ

(distance learning) disebabkan oleh berbagai

faktor antara lain: 1) Belum lengkapnya sarana

dan prasarana yang mendukung terhadap

teknologi pembelajaran yang inovatif menuju

Era Revolusi Industri 4.0 seperti penggunaan

komputer/laptop yang didukung dengan

teknologi informasi berbasis web atau

tersambung dengan jaringan wifi; 2) Belum

semua Widyaiswara telah mendapatkan

pengembangan kompetensi di dalam

mengembangkan kemampuan e-trainer atau

secara daring dalam merancang inovasi

pembelajaran menuju era Revolusi Industri 4.0;

3) Rendahnya kemauan Widyaiswara

dalam merancang pembelajaran yang inovatif,

terutama dalam menyusun RBPMB/RP secara

daring, namum belum dijadikan sebagai

pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran; 4)

Kurangnya diskusi dan interaksi sesama

Widyaiswara untuk meningkatkan pengetahuan

dan ketrampilan dalam PJJ terutama pada

Widyaiswara pengampu materi dengan agenda

yang sama; dan 5) Rendahnya pengawasan dari

penyelenggara dalam memantau Widyaiswara

apakah proses pembelajaran sesuai dengan

rancangan yang disusun atau tidak. Hampir

seluruh Widyaiswara BPSDM Provinsi Riau

terlambat menyampaikan persiapan atau

p e r e n c a n a a n p e m b e l a j a r a n s e b e l u m

melaksanakan proses pembelajaran.

Dalam Buku Modul Pe la t ihan

Kewidyaiswaraan berjenjang Tingkat Tinggi

Inovasi Sistem Diklat disebut menurut pendapat

Michael Armstrong (2007) dalam pada Mata

Pelatihan Inovasi Sistem Diklat menyebutkan:

sumber daya manusia (SDM) sebagai “an

organization's most valued assets–the people

working there, who individually and collectively

contribute to the achievement of its objectives”.

Dengan posisinya sebagai aset, maka tentunya

sumber daya manusia merupakan modal

organisasi. Segala pengeluaran untuk

24

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 27: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

meningkatkan kompetensi ASN seharusnya

dianggap sebagai investasi, yang pada

gilirannya akan mengembalikan hasil yang

berlimpah. Oleh karena itu dalam manajemen

sumber daya manusia, maka sumber daya

manusia ditetapkan sebagai aset organisasi yang

sangat berharga dalam berbagai literatur.

Secara umum Widyaiswara itu masih

bisa untuk meningkatkan kemampuan dalam

teknologi pembelajaran pada PJJ (distance

learning) menuju era Revolusi Industri 4.0. Hal

ini disampaikan oleh Deputi Kebijakan

Pengembangan Kompetensi ASN LAN RI,

bahwa Widyaiswara pada era new normal ini

wajib memiliki kemampuan penguasaan 1)

Digital literasi (Digital literacy); 2) Sosial

literasi (Social literacy); 3) Penyelesaian

masalah (Problem solving) diantaranya

Kreatifitas (Creativity), Berfikir kritis (Critical

Thinking), Kolaborasi (Collaboration) dan

Komunikasi (Communication).

Pada akhirnya, Pembelajaran Daring di

BPSDM Provinsi Riau Era New Normal

dirasakan masih belum efektif, untuk itu perlu

dilakukan: 1) Melengkapi sarana dan prasarana

yang terkait dengan teknologi multimedia; 2)

Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan baik

Widyaiswara maupun penyelenggara terutama

Personal in Charge (PIC) dalam penggunaan

teknologi multimedia; 3) Community of practice

yaitu metode pembelajaran dengan cara berbagi

pengalaman dan pengetahuan dari kelompok

profesi, dilakukan dengan memanfaatkan

talenta yang dimiliki komunitas widyaiswara

(LAN RI, 2019); 4) Membuat Rumah Cerdas

Widyaiswara; dan 5) Memberikan penghargaan

(reward) dan sanksi (punishment) dari pimpinan

apabila tidak sesuai dengan kinerja atau

melanggar aturan/ketentuan, termasuk

pelanggaran etika profesi.

BPSDM Provinsi Riau dapat lebih

efektif melaksanakan pembelajaran daring di

era new normal dengan meningkatkan

kemampuan Widyaiswara menggunakan

komputer berbasis teknologi multimedia (web)

akan lebih cepat dan bervariasi dalam membuat

persiapan bahan mengajar sesuai dengan

kebutuhan peserta Diklat. Begitu pula dalam

proses pembelajarannya dapat menampilkan

media pembelajaran yang variatif, inovatif dan

pada akhirnya peserta Diklat dalam suasana

yang senang, gembira dan tidak monoton.

IV. REKOMENDASI

Rekomendasi untuk efekt i f i tas

pembelajaran daring di BPSDM Provinsi Riau

era new normal antara lain:

1. Membentuk Komunitas Belajar/

Community of Practices/Networking

yaitu metode pembelajaran dengan cara

berbagi pengalaman dan pengetahuan

d a r i k e l o m p o k p r o f e s i , d a n

pembelajaran ini dilakukan di tempat

kerja secara klasikan maupun daring;

2. Membentuk Coaching Clinic yaitu

melatih, mengarahkan, memotivasi,

mendampingi, memberdayakan, dan

memaksimalkan;

3. M e l a k u k a n M e n t o r i n g y a i t u

pembimbingan untuk peningkatan

kinerja melalui transfer pengetahuan,

pengalaman dan keterampilan dari

orang yang lebih berpengalaman pada

bidang yang sama; dan

4. Mengoptimalkan Laboratorium Inovasi

y a i t u m e n e l u r k a n p e m i k i r a n

pembaharuan/inovatif secara esensial

yang harus dilakukan untuk upaya

meningkatkan mutu kediklatan.

25

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 28: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

V. DAFTAR PUSTAKA

1. Prof. Dr. H. Afifudin, M.M. (2017).

Dasar-Dasar Manajemen. Bandung:

Alfa Beta.

2. Ibrahim, M.Sc. (2000). Inovasi

Pendidikan. Jakarta. Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan.

3. Sugiyono. (2014). Metode Penelitian

Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfa

Beta.

4. Lembaga Administrasi Negara. (2015).

P a n d u a n P e n y e l e n g g a r a a n

Laboratorium Inovasi Administrasi

Negara. Jakarta: LAN.

5. Lembaga Administrasi Negara. (2016).

Modul Diklat Kewidyaiswaraan

Berjenjang Tingkat Tinggi, Inovasi

Sistem Diklat. Jakarta: LAN.

26

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 29: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

27

Tingkat Penerapan Materi Pelatihan Dasar Fungsional bagi Penyuluh

Pertanian Ahli di Provinsi Riau

Harmet

Widyaiswara Ahli Madya

UPT Pelatihan dan Penyuluh Pertanian, Dinas PTPH Provinsi Riau

[email protected]

Abstrak

Keberhasilan dari suatu pelatihan dapat diindikasikan melalui peningkatan pengetahuan, sikap,

dan kemampuan dari peserta pelatihan. Hal ini dapat dilihat dari penerapan materi pelatihan di

lapangan. Rumusan masalah dari penelitian ini adalah "Bagaimana tingkat penerapan materi pelatihan

di lapangan setelah mengikuti pelatihan?". Sementara tujuan dari penelitian ini adalah untuk

menganalisa tingkat penerapan materi pelatihan di lapangan setelah mengikuti pelatihan. Penelitian

dilaksanakan pada suatu Pelatihan Dasar Fungsional yang ditujukan untuk Penyuluh Pertanian Ahli di

Provinsi Riau. Responden pada penelitian ini merupakan para Penyuluh Pertanian Provinsi Riau yang

telah mengikuti Pelatihan Dasar, serta Atasan dan Rekan Kerja dari Penyuluh Pertanian Ahli. Teknik

pengumpulan data dilakukan menggunakan aplikasi Google Form, wawancara, dan studi pustaka.

Teknik statistik yang digunakan dalam bentuk persentase. Hasil dari penelitian yaitu tingkat penerapan

materi Pelatihan Dasar Fungsional bagi Penyuluh Pertanian Ahli Angkatan VI Tahun 2018 di UPT

Balai Pelatihan Penyuluh Pertanian Provinsi Riau yang sudah diterapkan di lapangan oleh Penyuluh

Pertanian Ahli sebesar 9131 (Tinggi).

Kata Kunci : Penerapan Materi dan Pelatihan

Abstract

The success of a training is indicated by changing the knowledge, attitudes and skills of the

trainees. This can be seen from the application of the training material in the field. The formulation of

this research problem are. How is the level of application of training materials in the field after

participating in training,. While the purpose of the research is : To know the level of application of

training materials in the field after participating in training. The research was carried out in a

Functional Basic Training for Expert Agriculture Instructors in Riau Province. Respondents are Expert

Agriculture Instructors who have participated in training, their Supervisors and their Co-Workers.

Data collection techniques are using the Google form application, Interview by phone and study of

literature. The statistical technique use is in the form of a percentage. The results are The level of

application of Functional Basic Training materials for Agricultural Extension Of Force VI Experts in

2018 at upt Agricultural Extension Training Center of Riau Province has been applied in the field by the

Average Expert Agricultural Extension of 91.31 (High).

Keywords : Application of Material and Training

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 30: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

28

1. PENDAHULUAN

Keberhasilan dalam suatu organisasi

mencapai tujuannya dipengaruhi oleh peran

penting dari sumber daya manusia (SDM).

Kualitas sumberdaya manusia tak kalah penting

dalam memberi dukungan dalam pelaksaaan

pekerjaan dalam mencapai keberhasilan. Hal

inilah yang mendasari bahwa peningkatan

kemampuan sumber daya khususnya Aparatur

Sipil Negara (ASN) perlu dilakukan secara terus

menerus karena kualitas sumberdaya manusia

menjadi isu strategis yang digunakan untuk

mencapai keberhasilan.

Peningkatan kualitas SDM oleh,

Pemerintah Provinsi Riau melalui Visi

Gubernur dan Wakil Gubernur Riau Tahun

2019-2024 yaitu: Terwujudnya Riau yang

Berdaya saing, Sejahtera, Bermartabat dan

Unggul di Indonesia (Riau Bersatu). Salah satu

misinya adalah Mewujudkan sumber daya

manusia yang Beriman, Berkualitas, dan

Berdaya Saing Melalui Pembangunan Manusia

Seutuhnya.

Pembangunan SDM Dinas Pangan,

Tanaman Pangan dan Hortikultura pada

umumnya dan khususnya Penyuluh Pertanian di

Provinsi Riau merupakan salah satu tugas dari

Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan

Hortikultura (Dinas PTPH) Provinsi Riau,

dengan Unit Pelaksana Teknisnya Balai

Pelatihan Penyuluh Pertanian (UPT-BPPP)

Provinsi Riau yang bertanggung jawab

melakukan pelatihan bagi Penyuluh Pertanian

dan stakeholder di bidang pertanian.

Berdasarkan Peraturan Gubernur Riau

(2017), tentang Pembentukan Unit Pelaksana

Teknis Pada Dinas Tanaman Pangan

Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Riau.

UPT-BPPP Provinsi Riau mengemban tugas

untuk melaksanakan sebagian kegiatan Teknis

Operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang

Dinas PTPH di Bidang Pelatihan Penyuluh

Pertanian. Sedangkan jenis-jenis pelatihan yang

dilaksanakan berupa a). Pelatihan teknis

pertanian, b) Pelatihan fungsional pertanian c)

Pelatihan admnistrasi dan manajemen.

Beberapa pelatihan yang telah dilakukan

oleh UPT-BPPP Provinsi Riau terhadap

Penyuluh Pertanian adalah Pelatihan Teknis

Pertanian, Pelatihan Dasar Fungsional Bagi

Penyuluh Pertanian Terampil dan Pelatihan

Dasar Fungsional Bagi Penyuluh Pertanian

Ahli. Untuk hal tersebut dipandang perlu

memberikan pembekalan kepada Penyuluh

Pertanian Ahli dalam bentuk suatu pelatihan.

Sejalan dengan kebijakan pemerintah

tersebut, maka dalam melakukan peningkatan

kemampuan Penyuluh Pertanian sesuai

kompetensi jabatan, Kementerian Pertanian

selaku pembina wajib melaksanakan pelatihan

fungsional bagi Penyuluh Pertanian. Hal ini

t e l a h d i a m a n a t k a n p a d a M e n t e r i

Pendayagunaan Aparatur Negara (2008), bahwa

PNS yang akan/setelah menduduki jabatan

fungsional Penyuluh Pertanian harus mengikuti

Diklat Dasar: Terampil, Alih Kelompok dan

Ahli.

Sebagai bahan tindak lanjut dari

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur

Negara, maka Balai Pelatihan Pertanian (BPP)

Jambi sebagai salah satu UPT Badan

Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian

bekerjasama dengan UPT-BPPP Provinsi Riau.

Kerjasama dalam penyelenggaraan Pelatihan

Dasar Fungsional Bagi Penyuluh Pertanian Ahli

Angkatan VI yang diperuntukan bagi Tenaga

Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian

(THL-TBPP). Tujuan dari pelaksanan pelatihan

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 31: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

29

ini adalah untuk meningkatkan kompetensi

peserta sebagai penyuluh pertanian dan

memenuhi salah satu persyaratan untuk

menduduki Jabatan Fungsional Penyuluh

Pertanian Ahli.

Suatu program pelatihan umumnya

diselenggarakan secara bertahap meliputi: 1).

Tahapan perencanan dimulai dengan perumusan

kebutuhan pelatihan, penyusunan kurikulum

dan silabus; penentuan metodologi; penyusunan

bahan pelatihan; penentuan jumlah jam berlatih;

pemilihan pola pelatihan; penetapan ketenagaan

pelatihan; dan penyediaan prasarana dan sarana

pelatihan. 2). Tahapan pelaksanaan pelatihan

meliputi kegiatan persiapan pelatihan;

rekrutmen peserta; kepanitiaan; tempat pelak-

sanaan; sertifikasi; evaluasi penyelengaraan

pelatihan; dan pelaporan pelatihan. 3). Evaluasi

pasca pelatihan yang dilakukan dalam menilai

hasil Pelatihan dengan beberapa paramater yaitu

tingkat efektivitas dan penerapan hasil berlatih

pada organisasi/ lingkungan kerja atau usaha

Penyuluh Pertanian (Kementerian Pertanian,

2018).

Ada beberapa jenis atau model evaluasi

dalam kediklatan, salah satunya mengacu pada

four level training evaluation oleh Kirkpatrick,

D dan Kirkpatrick, J. yaitu evaluasi reaksi

(Evaluating Reaction), evaluasi pembelajaran

(Evaluating Learning), evaluasi pada prilaku

(Evaluating Behavior) dan evaluasi hasil

(Evaluating Results) (Kirkpatrick J dan

Kirkpatrick D, 2006).

Pelatihan Dasar Fungsional Bagi

Penyuluh Pertanian Ahli Angkatan VI untuk

tahapan perencanaan dan tahapan pelaksanaan

telah dilaksana-kan pada Tahun 2018. Dalam

penyelengaraan pelatihan tersebut juga telah

dilakukan evaluasi reaksi dan evaluasi

pembelajaran. Menurut BPP Jambi (2018) rata-

rata rekapitulasi evaluasi kepuasan peserta

aparatur terhadap penyelenggaraan pelatihan

sebesar 4,57 (Sangat Baik). Sedangkan evaluasi

pembelajaran dengan nilai Pre Test sebesar

57,20 sedangkan nilai Post Test sebesar 79,47.

Terjadi peningkatan kemampuan Penyuluh

Pertanian sebesar 38.93 (Cukup). Selanjutnya

Hasil rekapitulasi Pemahaman Materi dengan

nilai rata-rata 3,7 (Menguasai). Sedangkan

Evaluasi prilaku dan hasil belum dilakukan.

Beberapa hasil penelitian yang terkait

dengan Pelatihan Dasar Fungsional dan

Penerapannya yaitu: Hasil penelitian

menyatakan bahwa dilaksanakannya pelatihan

dasar fungsional bagi penyuluh pertanian efektif

dalam menunjang pelaksanaan tugas dari

peserta pasca pelatihan (Wahyudi dan Adhi,

2019) . Sela jutnya Andayani (2018) ,

membuktikan bahwa tingkat penerapan materi

yang dilakukan oleh Penyuluh Pertanian rata-

rata mencapai 4,02 atau setara dengan 80,40 %

dan kebermanfaatan materi pelatihan rata-rata

mencapai 4,02 atau setara dengan 80,40 %.

Sedangkan untuk Pelatihan Dasar

Fungsional bagi Penyuluh Pertanian Ahli

Angkatan VI Tahun Anggaran 2018 di UPT

BPPP Provinsi Riau belum diketahui Tingkat

Penerapan Materi Pelatihan tersebut di atas,

sehingga bagaimana tingkat penerapan dari

materi pelatihan setelah mengikuti pelatihan

belum diketahui. Untuk itu pentingnya

dilakukan Penelitian untuk mengetahui Tingkat

Penerapan Materi pelatihan bagi Penyuluh

Pertanian. Hasil Penelitian ini selanjutnya dapat

dijadikan dasar bagi penyelenggara pelatihan

dalam memperbaiki pelaksanaan pelatihan.

Memperhatikan latar belakang di atas

dapat diciptakan suatu rumusan masalah sebagai

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 32: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

30

berikut: Bagaimana tingkat penerapan materi

pelatihan di lapangan setelah mengikuti

pelatihan?. Selanjutnya juga Tujuan Penelitian

adalah untuk menganalisa tingkat penerapan

materi pelatihan di lapangan setelah mengikuti

pelatihan.

2. METODE

Penelitian dilaksanakan pada bulan

Februari sampai April 2020 di Provinsi Riau.

Populasi pada penelitian ini merupakan

para Penyuluh Pertanian Provinsi Riau yang

telah ikut pada Pelatihan Dasar Fungsional

Penyuluh Pertanian Ahli Angkatan VI ProvinsI

Riau Tahun 2018. Kuesioner dikirim kepada

semua populasi sebanyak 30 orang.

Selain Penyuluh Pertanian, yang

menjadi responden dalam penelitian ini juga

Atasan Penyuluh Pertanian. Responden

selanjutnya adalah Rekan Kerja Penyuluh

Pertanian, yang sama-sama mengikuti pelatihan

Dasar Fungsional Bagi Penyuluh Pertanian Ahli

Angkatan VI Tahun 2018, yang sama-sama

berada pada Balai Penyuluhan Pertanian yang

sama.

Tekn ik pengumpulan da ta a ) .

Menggunakan kuesioner dengan mengunakan

Aplikasi Google Form. b). Wawancara dan

c).Studi pustaka.

Jenis dan sumber data meliputi 1). Data

primer dari kuesioner 2).Data sekunder.

Sedangkan teknik statistik yang digunakan

dalam penelitian ini adalah persentase. Berikut

rumus yang digunakan (Munggaran, 2012) :

Dimana :

A = Persentase

f = Frekuensi dari setiap jawaban yang

dipilih

n = Jumlah

100% = Konstanta

Kemudian persentase yang didapat

ditunjukkan ke dalam kategori berikut:

Tabel 1. Kategori Persentase

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Penerapan Mater i Pers iapan

Penyuluhan Pertanian

Hasil penelitian terhadap penerapan

materi Pelatihan Dasar Fungsional bagi

Penyuluh Pertanian Ahli di Provinsi Riau. Dapat

dilihat pada Gambar 1 di bawah ini:

Gb. 1 : Tingkat penerapan materi pelatihan kegiatan persiapan penyuluhan Pertanian.

Tingkat penerapan materi pelatihan

terlihat bahwa hampir semua materi pelatihan

pada bahagian kegiatan persiapan penyuluh

pertanian sudah diterapkan oleh Penyuluh

Pertanian di wilayah kerjanya. Kegiatan yang

fP = --------- x 100 %

n

No. Persentase Kategori

1. < 33 % Rendah

2. 33 - 66 % Sedang

3. > 66 % Tinggi

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 33: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

31

sudah diterapkan oleh Penyuluh Pertanian

hingga 100 % (Tinggi) yaitu Melakukan

Identifikasi Potensi Wilayah (IPW), Menyusun

Programa Penyuluhan Pertanian, Menyusun

Rencana Kerja Tahunan Penyuluh Pertanian

(RKTPP).

Hasil responden dari Penyuluh

Pertanian didukung oleh Atasan Penyuluh

Pertanian yang menyatakan bahwa Penyuluh

Pertanian sudah menerapkan materi pelatihan

yaitu: 1).Melakukan IPW, 2).Menyusun

Programa Penyuluhan Pertanian, 3).Menyusun

RKTPP sebesar 100 % (Tinggi).

Selanjutnya Rekan Kerja Penyuluh

Pertanian juga mendukung pernyataan

Penyuluh Pertanian. Dimana Penyuluh

Pertanian telah menerapkan materi pelatihan

yaitu 1). Melakukan IPW, 2). Menyusun

Program Penyuluhan Pertanian, 3). Menyusun

RKTPP sebesar 97,22 %. (Tinggi).

Penyuluh Pertanian sudah menerapkan

materi di atas sebanyak 100 % (Tinggi) dengan

beberapa alasan: 1).Adanya tambahan

pengetahuan, keterampilan yang baru selama

pelatihan 2). Adanya dorongan atau keinginan

untuk menjadi penyuluh yang lebih baik, 3).

Lebih terarah dalam menyiapkan materi yang

akan disampaikan, 4). Pelatihan dapat merubah

cara kerja yang sebelumnya menjadi lebih baik.

Selanjutnya atasan penyuluh pertanian

juga memberikan beberapa alasan terkait

motivasi kerja penyuluh 1). Semangat kerja

meningkat, 2). Penambahan ilmu pengetahuan

dapat lebih mudah dalam penyuluhan dan

menambahkan percaya diri 3). Disiplin bekerja

meningkat 4). Materi pelatihan sesuai dengan

kondisi lapangan.

Menurut Rekan Kerja Penyuluh bahwa

tingginya tingkat penerapan materi pelatihan

dikarenakan 1).Meningkatnya kemampuan dan

keterampilan penyuluh, 2).Meningkatnya

kualitas kerja 3).Mempermudah penyuluhan

dilapangan, dan 4).Merupakan tugas pokok

seorang penyuluh.

b. Penerapan Materi Pelaksanaan

Penyuluhan Pertanian

Pada grafik di Gambar 2, terlihat rata-

rata 97,33 % (Tinggi), Penyuluh Pertanian

sudah menerapkan materi pelatihan berupa:

1).Menyusun Materi Penyuluhan Pertanian,

2).Melakukan kunjungan tatap muka, 3).

Menumbuhkan a tau mengembangkan

kelembagaan kelompok tani, 4).Penggunaan

media dalam melakukan penyuluhan pertanian

dan 5).Penggunaan beberapa metoda dalam

penyuluhan.

Gb. 2 Tingkat penerapan materi pelatihan kegiatan pelaksanaan penyuluhan Pertanian

Hasil dari responden Atasan Penyuluh

Pertanian menyatakan bahwa rata-rata sebesar

91,11 % (Tinggi) sudah menerapkan materi

pelatihan berupa 1).Menyusun materi

Penyuluhan Pertanian, 2) .Melakukan

kunjungan tatap muka sana pada petani

perorangan/kelompok tani, 3).Penumbuhan

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 34: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

32

atau pengembangan kelembagaan kelompok

tani, 4).Pengunaan media dalam melakukan

penyuluhan pertanian dan 5).Penggunaan

beberapa metoda dalam penyuluhan.

Selanjutnya menurut Atasan Penyuluh

Pertanian belum diterapkannya materi

Penumbuhan atau pengembangan kelembagaan

kelompok tani sebesar 11,11 % dikarenakan

1).Penyuluh Pertanian baru mutasi dari

Kecamatan lain, 2).Tidak ingin/termotivasi

untuk menerapkan. 3).Sibuk dengan tugas lain

di kantor. Sedangkan belum diterapkannya

penggunaan beberapa media dalam penyuluhan

sebesar 13,59 % (Rendah) disebabkan oleh :

1).Karena baru mutasi, 2).Tidak tersedianya

dana, sarana, prasarana yang tidak memadai,

3).Situasi tidak kondusif, Begitu juga dengan

belum diterapkannya penggunaan beberapa

metoda dalam penyuluhan sebesar 7,41 %

dikarenakan 1).Tidak termotivasi dalam

menerapkan dan 2).Tidak ada bimbingan

lanjutan.

Hasil Responden Rekan Kerja Penyuluh

Pertanian menyatakan dari materi 1).Melakukan

kunjungan tatap muka pada petani perorangan/

kelompok tani, 2). Pengunaan media dalam

melakukan penyuluhan pertanian dan

3).Penggunaan beberapa metoda dalam

penyuluhan, sudah diterapkan 100 %.

Sedangkan untuk materi 1). Menyusun Materi

Penyuluhan Pertanian, dan 2). Penumbuhan atau

pengembangan kelembagaan kelompok tani

rata-rata sebesar 91, 67 %.

c. P e n e r a p a n M a t e r i E v a l u a s i

Pelaksanaan dan Evaluasi Dampak

Pada Gambar 3 di bawah ini, untuk

materi pelatihan 1).Melaksanakan evaluasi

pelaksanaan penyuluhan dan 2).Melaksanakan

evaluasi dampak pelaksanaan penyuluhan baru

diterapkan oleh responden Penyuluh Pertanian

rata-rata sebesar 73,34 % (Tinggi).

Penyuluh Pertanian yang menyatakan

belum menerapkan evaluasi pelaksanaan

penyuluhan dan evaluasi dampak pelaksanaan

penyuluhan rata-rata sebesar 26,66 % (Rendah).

Alasan Penyuluh Pertanian yang belum

melaksanakan kedua kegiatan karena 1).Kurang

memahami materi pelatihan, 2).Kurangnya

keterampilan, 3).Situasi yang tidak kondusif, 4).

Sarana dan prasarana yang kurang lengkap, 5).

Tidak tersedia dana, 6).Pindah tempat tugas 7).

Tidak adanya bimbingan lanjutan. 8).Sibuk

dengan tugas kegiatan.

Gb. 3 Tingkat penerapan materi pelatihan Evaluasi dan Evaluasi dampak pelaksanaan penyuluhan

Selanjutnya menurut Atasan Penyuluh

Pertanian pada kegiatan Evaluasi pelaksanaan

penyuluhan dan Evaluasi Dampak pelaksana

Penyuluhan yang belum menerapkan sebesar

31,48 % (Rendah). Hal ini juga didukung alasan

Atasan Penyuluh Pertanian yang mirip dengan

responden Penyuluh Pertanian yaitu : 1).Kurang

memahami materi pelatihan, 2).Kurang

pengetahuan dan kurangnya keterampilan,

3).Situasi tidak kondusif, 4).Sarana dan

prasarana tidak lengkap, 5).Sibuk dengan tugas

lain di kantor 6).Tidak ada bimbingan lanjutan

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 35: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

33

Menurut Rekan Kerja Penyuluh

Pertanian pada kegiatan Evaluasi pelaksanaan

penyuluhan dan evaluasi dampak pelaksanaan

penyuluhan pertanian, Penyuluh Pertanian

sudah menerapkan rata-rata sebesar 70,84 %.

Kegiatan evaluasi pelaksanaan penyuluhan

dan evaluasi dampak pelaksanaan penyuluhan

yang belum diterapkan, menurut Rekan Kerja

Penyuluh Pertanian sebesar 29,16 %. Hal ini

disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan

keterampilan, tidak adanya bimbingan lanjutan

serta sarana dan prasarana yang tidak memadai

Bila dihubungkan dengan Evaluasi Level I

dan II selama Penyuluh Pertanian mengikuti

pelatihan terlihat hasil evaluasi yang baik.

Menurut (Balai Pelatihan Pertanian Jambi,

2018) rata-rata rekapitulasi evaluasi kepuasan

peserta aparatur terhadap penyelenggaraan

pelatihan sebesar 4,57 (Sangat Baik). Evaluasi

pembelajaran dengan nilai Pre Test rata-rata

sebesar 57,20 sedangkan nilai Post Test rata-rata

sebesar 79,47. Terjadi peningkatan kemampuan

Penyuluh Pertanian sebesar 38.93 (Cukup).

Selanjutnya hasil rekapitulasi penguasaan/

pemahaman materi dengan nilai rata-rata 3,7

(Menguasai).

Menurut Isralasmadi et al., (2018),

Penyuluhan Pertanian pasca diklat menerapkan

materi pelatihan setelah kembali ke tempat

asalnya pada skor 3,03 atau “Menerapkan

Cukup Lengkap” .

Menuru t Ki rkpa t r ick , D. , dan

Kirkpatrick, J. (2006) juga terdapat empat

kondisi yang diperlukan untuk bisa

mengimplementasikan transformasi perilaku

tersebut, yaitu keinginan dari dalam diri

individu untuk berubah atau bertransformasi;

individu tersebut tahu apa yang harus dikerjakan

dan cara mengerjakannya; individu harus

dan cara mengerjakannya; individu harus

bertugas dilingkungan penugasan yang tepat;

serta karena individu tersebut berubah maka ia

harus memperoleh penghargaan. Pelatihan

dapat memberikan keadaan pertama dan kedua

yang mendukung perubahan sikap sesuai

dengan maksud dari pelatihan dengan

memberikan pelajaran terkait pengetahuan,

keterampilan, ataupun sikap. Namun pada hal

ketiga yaitu lingkungan kondisi penugasan yang

tepat, hal tersebut bersangkutan dengan personil

setempat seperti atasan dan lingkungan peserta

tersebut

Secara keseluruhan materi pelatihan inti

telah diterapkan di lapangan oleh Penyuluh

Pertanian dengan rata-rata 93,33 % (Tinggi)

menurut Penyuluh Pertanian, rata-rata sebesar

89,26 % (Tinggi) menurut Atasan Penyuluh

Pertanian, dan 91,33 (Tinggi) menurut rekan

kerja penyuluh pertanian. Bila kita ambil rata-

rata keseluruhan maka materi pelatihan dasar

fungsional yang sudah diterapkan dilapangan

sebesar 91,31 (Tinggi).

4. KESIMPULAN

Tingkat penerapan materi Pelatihan

Dasar Fungsional bagi Penyuluh Pertanian Ahli

Angkatan VI Tahun 2018 di UPT Balai Pelatihan

Penyuluh Pertanian Provinsi Riau sudah

diterapkan dilapangan oleh Penyuluh Pertanian

Ahli rata-rata sebesar 91,31 (Tinggi).

DAFTAR PUSTAKA

Andayani, S. (2018). Analisis Tingkat

Penerapan Materi Pelatihan Bagi Alumni

Diklat Dasar Fungsional Penyuluh

Pertanian Terampil di Dinas Pertanian

Kab.Cirebon. Jurnal Agrisistem: Seri Sosek

dan Penyuluhan, 14(2), 115-124.

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 36: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

34

Balai Pelatihan Pertanian Jambi. (2018).

Laporan Pelatihan Dasar Fungsional Bagi

Penyuluh Pertanian Ahli Angkatan VI

Tahun 2018 (Kerjasama Balai Pelatihan

Pertanian Jambi dan UPT Balai Pelatihan

Penyuluh Pertanian Provinsi Riau).

Gubernur Riau. (2017). Peraturan Gubernur

Riau Nomor 71 Tahun 2017 Tentang

Pembentukan Unit Pelaksanaan Teknis

pada Dinas Tanaman Pangan Hortikultura

dan Perkebunan Provinsi Riau.

Isralasmadi, Natawidjaja, R., dan Hapsari, H.

(2018). Analisis Penyelenggaraan Diklat

Pertanian di Balai Pelatihan Pertanian

Jambi Analysis Of Agricultural Training at

Jambi Agricultural Training Center. Jurnal

Penyuluhan Pertanian.

Kementerian Pertanian (2018), Peraturan

Menteri Pertanian Republik Indonesia

Nomor 37 Tahun 2018 Tentang Pedoman

Pelatihan Pertanian

Kirkpatrick, D., dan Kirkpatrick, J. (2006).

Evaluating training programs: The four

levels. Berrett-Koehler Publishers

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara.

(2008). Peraturan Menteri PAN RI Nomor 2

Tahun 2008 Tentang Jabatan Fungsional

Penyuluh Pertanian dan Angka Kreditnya.

Munggaran, R. D. (2012). Pemanfaat- an Open

Source Software Pendidikan Oleh

Mahasiswa Dalam Rangka Implementasi

Undang- Undang No. 19 Tahun 2002

Tentang Hak Cipta. In Universitas

Pendidikan Indonesia. https://doi.org/

10.1111/j.1365-2486.2005.00955.x

Wahyudi, S., dan Adhi, R. K. (2019). Efektifitas

Pelatihan Dasar Fungsional Penyuluh

Pertanian Ahli Di Balai Besar Pelatihan

Pertanian Binuang Tahun 2018. Jurnal

Ilmiah Hijau Cendekia. https://doi.org/10.

32503/hijau.v4i1

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 37: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

Strategi Pembelajaran Inkuiri Melalui Permainan Setatak

Suparman

[email protected]

Abstrak

Kata Kunci: Strategi, Inkuiri, Setatak

Abstract

Keyword : Strategy, Inquiry, Setatak

Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia

Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan sebuah strategi pembelajaran inkuiri melalui

permainan setatak. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kepustakaan (library research)

dengan menggunakan berbagai literatur yang berkaitan dengan variabel penelitian. Data dikumpulkan

melalui buku bacaan yang ada dan didukung dengan dokumentasi, wawancara dan pengamatan

terhadap suatu kejadian atau fenomena penelitian. Setelah data terkumpul dianalisis dengan display,

reduksi dan konklusi. Permainan setatak dapat dijadikan seabagai sebuah strategi pembelajaran inkuiri

yang sangat menarik yang berbasisikan kearifan lokal (local wisdom).

This study aims to formulate an inquiry learning strategy through setatak games. This study

uses a library research approach using a variety of literature related to research variables. Data were

collected through existing reading books and supported by documentation, interviews and

observations of an event or research phenomenon. After the data collected were analyzed by display,

reduction and conclusion. Strict games can be used as a very interesting inquiry learning strategy

based on local wisdom.

PENDAHULUAN

P a r a a h l i s e c a r a g a r i s b e s a r

membagi/mengelompokkan komponen strategi

pembelajaraan terdiri dari komponen urutan/

tahapan pembelajaran, komponen metode

pembelajaran, komponen media yang

digunakan, komponen waktu tatap muka dan

komponen pengelolaan kelas. Komponen

strategi pembelajaran yang pertama yaitu

komponen urutan/tahapan pembelajaran, terdiri

dari sub komponen tahapan pendahuluan, sub

komponen tahapan penyajian dan sub

komponen tahapan penutup. Agar widyaiswara

berhasil dalam melaksanakan setiap tahapan

strategi pembelajaran maka widyaiswara

diharapkan dapat memperhatikan dan

melaksanakan hal-hal yang harus dilaksanakan

pada tahapan tersebut, sehingga kegiatan

pembelajaran dapat berhasil sebagaimana yang

diharapkan.

Untuk mencapai kompetensi tersebut,

sorang widyaiswara diharapkan memiliki

berbagai model pembelajaran orang dewasa

yang dapat disesuaikan dengan komponen-

35

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 38: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

36

komponen strategi pembelajaran. Berdasarkan

hasil penelitian terdahulu bahwa aktifitas siswa

dalam pembelajaran dengan menerapkan model

pembelajaan inkuiri di kelas eksperimen jauh

lebih baik. Perbandingan menunjukkan bahwa

persentase rata-rata setiap petemuan dalam

kegiatan belajar mengajar dalam model

pembelajaran inkuiri lebih baik dibanding

m o d e l p e m b e l a j a r a n k o n v e n s i o n a l

(Buditjahjanto, 2013). Demikian juga menurut

Kris t ianingsih (2010) , bahwa model

pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan

prestasi belajar.

Model pembelajaran inkuiri juga dapat

meningkatkan kemampuan perserta diklat.

Bahwa pembelajaran menggunakan model

inkuiri dan metode eksperimen dapat

meningkatkan baik kemampuan kognitif peserta

didik. Hal tersebut dikarenakan proses

pembelajaran yang dilakukan membuat siswa

lebih mudah untuk mengerti mengenai konsep

yang dipelajari dan keterampilan siswa pun

dapat mengembangkan kemampuannya untuk

melakukan percobaan karena belajaran

menggunakan model inkuiri dengan metode

eksperimen membuat pelajaran menarik bagi

peserta (Anam, 2015).

Banyak penelitian yang mengkaji model

pembelajaran inkuiri sebagai suatu model

pembelajaran yang dapat mengembangkan

kreativitas peserta (Tjahjanti, 2013).

Khanafiyah (2010), fokus pada pengaruh model

pembelajarn inkuiri terhadap prestasi belajar

(Anam, 2015).

Kata "strategi" adalah turunan dari kata

dalam bahasa Yunani, stratēgos. Adapun

stratēgos dapat diterjemahkan sebagai

'komandan militer' pada zaman demokrasi

Athena. Strategi adalah pendekatan secara

keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan

gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah

aktivitas dalam kurun waktu tertentu.Sterategi

pembelajaran merupakan rencana tindakan

(rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan

metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/

kekuatan dalam pembelajaran. Strategi disusun

untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah

dari semua keputusan penyusunan strategi

adalah pencapaian tujuan.

Dalam dunia pendidikan, strategi

diartikan sebagai perencanaan yang berisi

tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk

mencapai tujuan pendidikan tertentu (Sanjaya,

2007). Sementara itu, Kemp (Sanjaya, 2008)

mengemukakan bahwa strategi pembelajaran

adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus

dikerjakan guru dan siswa agar tujuan

pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan

efisien. Selanjutnya, dengan mengutip

pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008)

menyebu tkan bahwa da lam s t r a t eg i

pembelajaran terkandung makna perencanaan.

Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih

bersifat konseptual tentang keputusan-

keputusan yang akan diambil dalam suatu

pelaksanaan pembelajaran.

Dari penger t ian di a tas dapat

disimpulkan bahwa strategi pembelajaran

merupakan suatu rencana tindakan (rangkaian

kegiatan) yang termasuk juga penggunaan

metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/

kekuatan dalam pembelajaran. Ini berarti bahwa

di dalam penyusunan suatu strategi baru sampai

pada proses penyusunan rencana kerja belum

sampai pada tindakan. Strategi disusun untuk

mencapai tujuan tertentu, artinya disini bahwa

arah dari semua keputusan penyusunan strategi

adalah pencapaian tujuan, sehingga penyusunan

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 39: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

37

langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan

berbagai faslitas dan sumber belajar semuanya

diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan.

Namun sebelumnya perlu dirumuskan suatu

tujuan yang jelas yang dapat diukur

keberhasilannya.

Dari batasan di atas, dapat digambarkan

bahwa ada empat pokok masalah yang sangat

penting yang dapat dan harus dijadikan sebagai

pedoman dalam pelaksanaan kegiatan belajar

mengajar agar dapat berhasil sesuai dengan

yang diharapkan.

Menurut Chauhan yang dikutip oleh

Abdul Aziz Wahab (2009) mengatakan bahwa

model adalah suatu perencanaan pengajaran

yang menggambaarkan proses belajar mengajar

untuk mencapai tujuan perubahan perilaku

peserta didik. Istilah inkuiri berasal dari Bahasa

Inggris, yaitu inquiry yang berarti pertanyaan

atau penyelidikan. Pembelajaran inkuiri adalah

suatu rangkaian kegiatan belajar yang

melibatkan secara maksimal seluruh

kemampuan siswa untuk mencari dan

menyelidiki secara sistem atis, kritis, logis,

analitis, sehingga siswa dapat merumuskan

sendiri penemuannya dengan penuh percaya

diri.

Berdasarkan beberapa definisi di atas,

dapat di simpulkan bahwa pendekatan inkuiri

sebagai suatu model pembelajaran yang terpusat

pada peserta diklat, yang mana peserta diklat

didorong untuk terlibat langsung dalam

melakukan inkuiri, yaitu bertanya, merumuskan

permasalahan, melakukan eksperimen,

mengumpulkan dan menganalisis data, menarik

kesimpulan, berdiskusi dan berkomunikasi.

Dengan demikian, peserta diklat menjadi lebih

aktif dan fasi l i tator hanya berusaha

membimbing, melatih dan membiasakan

peserta diklat untuk terampil berfikir (minds-on

activities), karena mereka mengalami

keterlibatan secara mental dan terampil secara

fisik (hands-on activities) seperti terampil

merangkai alat percobaan dan sebagainya.

Pelatihan dan pembiasaan peserta didik untuk

terampil berfikir dan terampil secara fisik

tersebut merupakan syarat mutlak untuk

mencapai tujuan pembelajaran yang lebih besar

yaitu tercapainya keterampilan proses ilmiah,

sekaligus sikap ilmiah disamping penguasaan

konsep, prinsip, hukum, dan teori.

Pembelajaran inkuiri adalah rangkaian

kegiatan pembelajaran yang menekankan pada

proses berpikir secara kritis dan analitis untuk

mencari dan menemukan sendiri jawaban dari

sua tu masa lah yang d ipe r t anyakan .

Pembelajaran inkuiri di bangun dengan asumsi

bahwa sejak lahir manusia memiliki dorongan

untuk menemukan sendiri pengetahuannya.

Rasa ingin tahu tentang keadaan alam di

sekelilingnya tersebut merupakan kodrat sejak

ia lahir ke dunia, melalui indra penglihatan,

indra pendengaran, dan indra-indra yang

lainnya. Keingintahuan manusia terus menerus

be rkembang h ingga dewasa dengan

menggunakan o tak dan p ik i r annya .

Pengetahuan yang dimilikinya akan menjadi

b e r m a k n a m a n a k a l a d i d a s a r i o l e h

keingintahuan tersebut (Sanjaya, 2006).

Untuk melaksanakan inkuiri secara

maksimal hal-hal yang perlu diperhatikan

adalah, Pertama, Aspek sosial di dalam kelas

dan suasana terbuka yang mengundang siswa

berdiskusi. Hal ini menuntut adanya suasana

bebas (permisif) di kelas, siswa tidak merasakan

a d a n y a t e k a n a n / h a m b a t a n u n t u k

mengemukakan pendapatnya. Kedua, Inkuiri

berfokus hipotesis. Siswa perlu menyadari

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 40: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

38

bahwa pada dasarnya semua pengetahuan

bersifat tentatif. Tidak ada kebenaran yang

bersifat mutlak, kebenaran selalu bersifat

sementara. Apabila pengetahuan dipandang

sebagai hipotesis, maka kegiatan belajar

berkisar sekitar pengujian hipotesis dengan

pengajuan berbagai informasi yang relevan.

Inkuiri bersifat open ended jika ada berbagai

kesimpulan yang berbeda dari peserta masing-

masing dengan argumen yang benar. Ketiga,

Penggunaan fakta sebagai evidensi. Di dalam

kelas dibicarakan validitas dan reliabilitas

tentang fakta sebagaimana dituntut dalam

pengujian hipotesis pada umumnya (Trianto,

2007).

Untuk mencapai kompetensi tersebut,

seorang widyaiswara diharapkan memiliki

berbagai model pembelajaran orang dewasa

yang dapat disesuaikan dengan kompenen-

komponen strategi pembelajaran yang memiliki

metode dan teknik yang bervariasi .

Widyaiswara sebagai fasilitator harus mampu

untuk menerapkan dan mengembangkan

kreativitas dan inovasi untuk menemukan

berbagai metode dan teknik pembelajaran yang

sesuai dengan materi yang diajarkan. Dalam

kaitan dengan pengembangan dan inovasi

teknik pembelajaran dapat dilakukan dengan

berbegai pendekatan dan sumber. Satu diantara

sumber teknik pembelajaran dapat berupa

permainan rakyat yang syarat dengan

pembentukan nilai-nilai karakter.

Permainan rakyat merupakan bagian

dan tradisi lisan, pada hakikatnya sama dengan

permainan tradisional. Permainan rakyat adalah

permainan yang dimainkan secara tradisional

yang dimiliki oleh suatu komunal, yang

diwariskan dari generasi ke generasi secara

lisan. Permainan rakyat dimainkan dengan

metode yang sederhana, misalnya berdasarkan

gerak tubuh seperti lari dan lompat, atau

berdasarkan kegiatan sosial sederhana seperti

kejar-kejaran, sembunyi-sembunyian, dan

berkelahi-kelahian, a tau berdasarkan

matematika dasar dan kecekatan tangan seperti

menghitung dan melemparkan batu sembunyi

tangan. Semua diekspresikan melalui gerakan

fisik, nyayian, dialog, tebak-tebakan, adu

kecermatan dalam penghitungan, ketepatan

menjawab pertanyaan, belajar komunikasi dan

sebagainya.

Pada beberapa jenis tertentu, permainan

rakyat dapat digolongkan sebagai permainan

sakral yang menggunakan kekuatan magis.

Permainan biasanya dimainkan untuk mengisi

waktu senggang yang bisa dilihat berdasarkan

harian, mingguan, dan musiman. Permainan

harian dilaksanakan hampir setiap hari dan

biasanya permainan-permainan ringan yang

tidak membutuhkan peralatan khusus.

Mingguan dilaksanakan pada hari-hari pekan

(pasar), karena pada hari ini teman sebaya

banyak berkumpul. Sedangkan musiman

dilaksanakan mengikuti musim-musim tertentu

misalnya musim menugal, menuai, musim

hujan, dan lain-lain.

Berdasarkan sifat permainan, maka

permainan rakyat dapat dibagi menjadi dua

golongan besar, yaitu permainan untuk bermain

(play) dan permainan untuk bertanding (game).

Perbedaan dari keduanya, bahwa yang pertama

lebih bersifat mengisi waktu senggang atau

rekreasi atau yang kedua dilaksanakan dengan

metode pertandingan. Di dalam pelaksanaannya

setiap pemain mendapatkan peran-peran

tertentu yang diputuskan melalui suten. Dikenal

beberapa suten sperti suten daun, suten gunting,

suten gajah dan lain sebagainya. Suten

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 41: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

39

dilakukan oleh dua orang pemain menggunakan

jari tangan sebagai media permainan. Dalam

melakukan ini , tangan atau jari- jari

diumpamakan sebagai daun, tangan terganggam

sebagai batu, dan telunjuk sebagai duri atau lidi.

Kedua orang pemain itu mengeluarkan

tangannya secara serempak dengan memilih

salah satu dari tiga perumpamaan jari tangan

yang telah disepakati. Sutem bukanlah inti

permainan tetapi awal permainan untuk

menentukan peran-peran yang harus dilakukan

oleh setiap pemain. Cara ini dirasakan adil.

Siapapun t idak akan menolak kalau

mendapatkan peran yang lebih berat, karena

permainan tidak tergantung pada besar kecilnya

tubuh, bentuk perawakan, air muka, maupun

sifat-sifat dan watak pribadi, tetapi tergantung

dalam menang kalahnya suten. Setelah masing-

m a s i n g p e m a i n m e m p u n y a i p e r a n ,

permainanpun dimulai. Hampir seluruh

permainan rakyat juga memiliki penerapan

nilai-nilai kepemimpinan. Mempersiapkan

seseorang menjadi pemimpin yang dapat

dihandalkan.

Namun pada kenyataannya, permainan

rakyat belum digunakan secara maksimal dalam

menenentukan strategi pemberlajaran,

khususnya pada sistem kediklatan. Untuk itu

penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dengan rumusan masalah bagaimana strategi

pembelajaran melalui permainan setatak ?

METODE

Penelitian ini dilakukan dengan

pendekatan Studi Kepustakaan (Library

Research). Dimana kajian dilakukan dengan

menggunakan analisis melalui berbagai literatur

yang terkait dengan variabel penelitian. Data

dan informasi dikumpulkan melalui studi

kepustakaan dan didukung dengan data

sekunder melalui dokumentasi, wawancara, dan

pengamatan. Setelah data dikumpulkan, data

dianalisis menggunakan teknik display, reduksi,

dan diakhiri dengan konklusi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Permainan rakyat mungkin sudah lama

redup karena anak-anak beralih pada permainan

elektronik yang lebih canggih. Namun perlu

disadari, bahwa permainan modern saat ini

mengakibatkan dampak negatif yang cukup

berpengaruh bagi anak-anak. Seperti, dengan

adanya perkembangan teknologi dari waktu ke

waktu yang menyebabkan pembaharuan terus-

menerus pada permainan, menyebabkan

kecenderungan anak-anak menuntut edisi

terbaru dari permainan yang dimiliki. Di

samping itu, hal ini juga menunjukkan bahwa

permainan modern saat ini tidak dapat

menanamkan kesan positif yang baik sehingga

dapat diingat sepanjang masa.

Setatak adalah permainan tradisional

anak-anak yang masih berkembang di Provinsi

Riau dan sekitarnya. Setatak dimainkan anak-

anak untuk menghibur diri mengisi waktu luang.

Permainan ini dimainkan tidak ada kaitannya

dengan adat istiadat setempat dan tidak ada

kaitannya dengan suatu kepercayaan agama.

Setatak ini hanya sebagai hiburan dan penyalur

kreativitas anak-anak.

Mengenai latar belakang sosial budaya

permainan ini, dalam pelaksanaannya dapat

dimainkan oleh siapa saja, dengan tidak

membeda-bedakan kelas atau kelompok

masyarakat. Anak-anak orang kaya, anak-anak

orang miskin, ataupun anak-anak keturunan

bangsawan, anak orang kebanyakan menjadi

satu dalam kelompok bermain. Di dalam

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 42: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

40

permainan, masing-masing berusaha lebih

kreatif, lebih cekatan, dan lebih mahir dari

teman-teman bermainnya. Namun demikian,

semua pelaku permainan tersebut tampak patuh

pada peraturan permainan yang sudah

ditentukan sebelumnya.

Menurut keterangan yang diperolah,

permainan tersebut bernama "DORI" bukan

"STATAK" seperti sekarang, tetap bentuk atau

pe ra tu ran pe rmainannya sama sa ja .

Diperkirakan, permainan setatak mulai tumbuh

dan berkembang di daerah in sekitar 1930-an.

Permainan ini menjadi sangat berkembang

sekitar tahun 1950-an. Biasanya pesertanya

terdiri dari 2-6 orang yang berusia 6-12 tahun.

Permainan ini dimankan oleh laki laki dan

perempuan. Tetapi pencampuran anak-anak

yang sudah agak remaja segan memainkannya,

karena dipandang tak pantas lagi meloncat di

muka umum. Karena itulah permainan setatak

tidak pernah dimainkan oleh para remaja dari

dulu sampai sekarang.

Hal yang diperlukan dalam melakukan

hal ini, yaitu lapangan tempat bermain, sebelum

permainan dimulai anak-anak biasanya

bersama-sama menggaris tanah untuk membuat

lapangan permainannya. Kemudian ucak

(gacuk), digunakan sebagai penikam setatak,

alat ni biasanya dibuat sendiri oleh anak-anak

dengan mengasah dan membulatkan pecahan

piring atau pecahan tempayan. Dibuat

sedemikian rupa sehingga kelihatan cantik dan

tidak membahayakan penggunanya. Ucak

dibuat kira-kira sebesar 22/7x6 cm.

a. Melewati lapangan permainan setatak

dengan melompat hanya menggunakan

satu kaki dan tangan tidak boleh

menyentuh garis setatak.

Cara Pemakaiannya

1. Lapangan

b. Melewati lapangan dari 1-9 disebut naik

dan nomor 9-1 disebut turun.

c. Petak yang terdapat ucak di dalamnya

baik punya sendiri maupun punya lawan

tidak boleh diinjak. Petak itu harus

dilompati atau dilewati saja.

d. Sehabis satu ronde putaran permainan,

pemain mengambil bintang, petak yang

sudah dibubuh bintang, boleh diinjak

dua kaki oleh pemiliknya dan tidak

boleh disentuh lagi oleh pihak pemain

lainnya.

2. Ucak

a. Ucak dipegang denngan jari kelingking

dan jari tengah, ditopang oleh telunjuk,

kemudian dihimpit dengan jari induk.

Supaya jalan ucak terarah, ia dilemapar

dengan putaran keluar mengikuti arah

jarum jam.

b. Sebelum memulai bermain ucak

diletakkan pada petak 1. Petak yang

berisi ucak lawan, boleh kita tikam juga.

c. Waktu mengambil bintang, ucak

dilempar ke belakang menuju petak

bintang yakni 6,7,8,9,5,4,2,1, dan

tempat bintang.

Urutan Permainan

1. Ucak tikam pada petak 1, loncat sebelah kaki.

a. Naik

Petak satu yang berisi ucak dilangkah,

loncat kepetak 2, turun 2 kaki pada petak

3 dan 4, loncat ke petak 5, ke petak 6,

ke petak 7, ke petak 8, dan turun 2 kaki

pada petak 9.

b. Turun

Dari petak 9 loncat sebelah kaki ke petak

5, turun dua kaki pada petak 3 dan 4,

loncat ke petak 2, dan dari sini

mengambil ucak di petak 1. Kemudian

petak 1 dilangkahi dan turun.

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 43: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

41

2. Ucak tikam pada petak 2, loncat sebelah kaki.

a. Naik

Jika pada petak satu masih ada ucak

lawan, maka langkahi petak 1 dan 2.

Turun dua kaki pada petak 3 dan 4,

lompat ke petak 8 dan turun dua kaki

pada petak 9.

b. Turun

Dari petak 9 lompat ke petak 5 dan turun

ke petak 3 dan 4. Dari sini ambil ucak di

petak 2 dan jika ada ucak lawan pada

petak 1, langsung lompat melangkahi

petak 1 dan 2 lalu turun.

3. Begitu seterusnya sampai ucak kita

menempati petak paling atas, yaitu petak 9.

Nantinya ketika ada ucak pada suatu petak

jangan di pijak. Setelah itu lanjut ke tahap

berikutnya.

4. Putih

Ucak diletakkan di telapak tangan, sorong

tangan agak ke depan pas arah pinggang

ataupun dada dan loncat sebelah kaki.

a. Naik

Langkahi petak yang tidak ada ucak

sampai petak yang paling atas lalu di

petak paling atas, ucak di telapak tangan

d i l ambungkan t ingkop dengan

belakang telapak tangan (punggung

tangan).

b. Turun

Dari petak paling atas, sambil

menggenggam ucak lompat sampai ke

petak paling bawah lalu lompat keluar

dan turun. Kemudian tingkop ucak 5 kali

dengan melambungkan ucak di

belakang telapak tangan dan ditangkap

dengan telapak tangan.

5. Tangan

Ucak diletakkan pada lengan yang

ditelentangkan, pas pada siku. Ajukan

tangan ke muka ke samping lalu loncat

sebelah kaki.

a. Naik

Langkai petak yang tidak ada ucak

sampai petak yang paling atas

b. Turun

Dari petak paling atas lompat sampai ke

petak paling bawah lalu melompat

keluar dan turun. Setelah turun, turunkan

ucak pada tangan dan sambut dengan

telapak tangan itu juga. Jangan sampai

jatuh.

6. Kepala

Letakkan ucak di kepala, berjalan biasa

melewati lapangan.

a. Naik

Berjalan dari petak terbawah yang

tidak ada ucak sampai ke petak teratas.

b. Turun

Dari petak paling atas jalan ke petak

paling bawah dan keluar. Setelah keluar

jatuhkan ucak dari kepala dan sambut

dengan tangan.

7. Genggong

Ucak diletakkan pada punggung kaki kanan

dan melompat dengan kaki kiri.

a. Naik

Lompat dari petak paling bawah ke

petak paling atas yang tidak ada ucaknya

dengan kaki kanan tetap tergantung dan

tidak boleh menyentuh lapangan.

b. Turun

Dari petak paling atas lompat sampai ke

petak paling bawak melewati petak-

petak yang tidak ada ucaknya.

Kemudian lompat keluar, lalu ucak yang

di punggung kaki dilambung dan

ditangkap dengan tangan kanan.

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 44: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

42

\8. Raun

Ucak diletakkan pada telapak tangan,

dengan kaki kanan seperti genggong tak

boleh menyentuh tanah, lompat dengan kaki

sebelah kiri.

a. Naik

Lompat dari petak palng bawah sampai

ke petak paling atas umpamanya petak 9

yang tidak ada ucaknya. Dari petak

paling atas, ucak tikam pada petak

b i n t a n g s a m p a i m a s u k . M a t a

dipejamkan, cari petak 6 dengan diraba

menggunakan kaki kiri, cari petak 7 raba

ke belakang, cari petak 8 diraba dengan

kaki kanan. Ketika mencari itu terus

bertanya, "pijak?" jika dijawab oleh

lawan "tidak", berarti terus. Jika dijawab

"pijak", berarti mati. Ketika dijawab

tidak, maka ketika itu dua kaki berhenti

pada petak paling atas umpamanya petak

9, dan berkata "NIS".

b. Turun

Setelah berkata NIS tadi, dengan mata

terpicing berjalan menjajab-jajab

sampai ke petak paling bawah yang tidak

ada ucaknya sambil bertanya ketika

memijak setiap petak "pijak atau tidak",

dan jika dijawab tidak maka jalan terus

lalu keluar dari lapangan. Jika dijawab

pijak oleh lawan maka berarti mati.

9. Meraba-raba Ucak di Petak Bintang

Dengan mata terpejam membelakangi petak

bintang, sampai duduk mencangkung tangan

meraba untuk mengambil ucak pada petak

bintang. Setelah dapat, ucak dilambung dan

disambut dengan belakang telapak tangan.

Dan sambil membelakangi arena permainan

mengambil ancang-ancang untuk menkam

bintang.

10.Ambil Bintang

Bintang merupakan biji kemenangan dari

pemain setatak. Kegunaan bintang bagi

pemain sebagai tempat berhenti, bisa dipijak

dengan dua kaki, dan tidak boleh dipijak

oleh lawan.

Aturan Permainan

1. Tukar membawa pada lawan berikutnya:

a. Bila seseorang pembawa terdahulu mati.

b. Bila pembawa terdahulu gagal

mendapat bintang.

c. Bila pembawa terdahulu te lah

memperoleh bintang.

2. Pemain dianggap gagal:

a. Bila dalam melompat menyentuh garis.

b. Bila dalam pelaksanaan tingkop,

langkap, dan genggong ucak terjatuh.

c. Bila tak dapat menangkap ucak ketika

dilambung.

3. Meneruskan permainan selanjutnya:

a. Mulai dari nomor kegagalan pemain

waktu ia mati.

b. Jika ia mulai setelah dapat bintang waktu

ia membawa sebelumnya, mulai lagi

dari awal hingga mengambil bntang lagi.

c. Bila gagal pada pengembalian bintang,

untuk meneruskan permainan kelak

hanya pada saat mengambil bintang saja.

4. Ucak diletakkan terus pada petak 1 jika

seseorang belum pernah membwa sama

sekali dan letakkan pada petak dimana

peman gagal untuk diteruskan nantinya.

5. Setiap petak yang masih terdapat ucak baik

milik sendiri maupun milik lawan, tidak

boleh dipijak.

6. Menentukan kalah menang, ialah setelah

selesa bertanding dengan membandingkan

banyak bintang yang diperoleh.

Permainan tradsional setatak ini masih

bisa kita jumpai meskipun banyak anak-anak

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 45: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

43

sekarang menggunakan gadget tetapi masih

dimainkan, dibandingkan dengan permainan

tradisional lainnya yang sudah jarang dijumpai.

Ketika zaman Belanda, permainan ini

dimainkan dengan anak-anak dan diawasi oleh

guru kelasnya. Sekarang permainan ini sering

dimainkan di sore hari dan ketika di sekolah

tanpa perlu diawasi oleh guru kelas.

Faktor yang disenangi anak-anak hingga

sekarang masih bisa kita jumpai anak-anak

bermain statak karena kesederhanaan alat,

tempat bermain, dan jumlah teman bermainnya

yang minimal dimainkan oleh dua orang, dan

bisa dmainkan kapan saja diinginkan. faktor

gerak, kelincahan, dan keterampilannya pun

menjadi daya tarik tersendiri bagi anak-anak.

Pada umumnya orang tua zaman dahulu

tidak begitu memperhatikan pertumbuhan dan

perkembangan permainan ini. Mereka hanya

merasa senang dan puas melihat anak-anak

mereka bisa bermain dengan temannya, asalkan

mereka tidak berkelahi dan berbahaya. Tetapi

sekarang menurut pandangan orang tua,

permainan itu dianggap bermanfaat dan banyak

nilai-nilai yang bisa dipetik dari permainan

tersebut, yaitu nilai kebersamaan dalam

bersosialisasi, melatih keterampilan, sportifitas,

dan kesabaran dalam menunggu giliran serta

secara fisik menguatkan otot kaki dan

berolahraga.

Setiap permainan rakyat mengandung

nilai-nilai yang baik misalnya pada permainan

setatak ini, banyak nilai yang diajarkan seperti

nilai kebersamaan dalam bersosialisasi, melatih

keterampilan, sportifitas, dan kesabaran dalam

menunggu giliran serta secara fisik menguatkan

otot kaki dan berolahraga. Pengalaman dan nilai

dari permainan rakyat akan dirasakan dan

dibawa seumur hidup. Berbeda dengan

permainan game online zaman sekarang yang

sangat minim akan nilai yang terkandung dan

tidak bisa mengajarkan nilai kehidupan yakni

kesadaran akan diri sendiri, alam, dan sang

pencipta. Maka dari itu kita harus melestarikan

permainan-permainan tradisional dan jangan

melarang anak-anak untuk memainkannya.

Sebuah permainan disamping memiliki

nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, namun

juga memiliki makna strategi dan teknik dalam

menanamkan nilai-nilai dan pengetahuan

kepada masyarakat. Sebagaimana disampaikan

para ahli bahwa proses pembelajaran bukan

hanya ditentukan oleh jenis materi yang yang

akan disampaikan namun juga sangat ditentukan

oleh bentuk metode dan teknik yang digunakan

agar seluruh materi yang disampaikan dapat

disreap oleh peserta dengan baik sesuai dengan

tujuan suatu unit pembelajaran. Seorang

fasilitator dalam hal ini adalah widyaiswara

harus mampu menggunakan berbagai metode

dan teknik dalam proses pembelajaran

sebagaimana pada pendekatan pembelajaran

Andragogi (pendekatan pembelajaran orang

dewasa). Profesionalitas widyaiswara dalam

memilih dan menentukan teknik dalam proses

pembelajaran yang sesuai dengan materi yang

akan disampaikan sangat dibutuhkan. Untuk

mencapai tujuan tersebut diperlukan

kemampuan seoarng widyaiswara untuk lebih

keratif dan inovatif dalam merancang teknik

pembelajaran dalam era 4.0 ini. Sehingga

pembelajaran dapat dicapai dengan sangat

menyenangkan (happy leader).

Dalam merancang inovasi dalam

pembelajaran baik berupa metode, teknik, dan

pendekatan lainnya dapat bersumber dari

berbagai pengalaman dan permainan rakyat

yang dapat ditinjau secara ilmiah. Permainan

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 46: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

44

rakyat yang sarat dengan nilai-nilai dan

merupakan suatu aktivitas dalam menanamkan

nilai dan pengetahuan sebagai sebuah kearifna

lokal yang sudah berabad-abad dapat dijadikan

sebagai sumber dalam penyusunan teknik

pembelajaran di dalam kelas, khususnya pada

pelatihan yang bersifat klasikal dalam

kompetensi ASN.

Salah satu permainan yang hampir setiap

orang dapat mengetahuinya adalah permainan

“Setatak” yang mungkin pada berbagai daerah

memiliki sebutan yang berbeda. Permainan

setatak ini dapat dijadikan sebagai media dan

metode dalam proses pembelajaran yang

bersifat atau bertujuan membentuk kompetensi

menganalisis berbagai isu dalam menghasilkan

sebuah ide atau solusi dalam mengatasi berbagai

permasalahan yang dihadapi. Permainan setatak

ini dikemas dengan sebutan nama “Setatak

Method” dengan 9 langkah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi isu yang ada baik isu pada

tingkat global, regional, nasional maupun

instansional.

Pada langkah ke petak 1, dilakukan

identifikasi isu lingkungan strategis. Dalam

pencapaian visi dan misi serta tujuan

organisasi diperlukan identifikasi berbagai

isu lingkungan strategis. Identifikasi ruang

lingkup lingkungan strategis (Lingstra)

dimulai dari pemahaman potret Lingstra

tingkat global; Lingstra tingkat Regional

Asia Pasifik; dan Lingstra tingkat nasional

baik terkait dengan kondisi lingkungan

maupun tantangan yang mungkin terjadi.

2. Menentukan faktor kunci keberhasilan pada

set iap faktor yang mempengaruhi

pencapaian tujuan.

Berdasarkan identifikasi isu lingkup

lingkungan strategis, selanjutnya melompat

ke petak 2, yaitu menentukan faktor kunci

secara eksternal berupa peluang dan

ancaman dari luar, yang dimiliki organisasi

serta kelemahan dan ancaman.

3. Menganalisis strategi yang tepat dengan

menggunakan pendekatan SWOT.

Setelah menentukan faktor kunci,

selanjutnya melompat ke petak 3, yaitu

menganalisis strategi. Analisis SWOT

adalah suatu bentuk analisis di dalam suatu

organisasi yang secara sistematis dapat

membantu organisasi dalam penyusunan

suatu rencana kerja yang matang untuk

mencapai tujuan, baik itu tujuan jangka

pendek maupun tujuan jangka panjang.

Analisis ini dapat menggambarkan bentuk

analisa situasi dan juga kondisi yang bersifat

deskriptif dengan memberi gambaran ideal

y a n g i n g i n d i c a p a i . A n a l i s a i n i

menempatkan situasi dan juga kondisi

organisasi sebagai faktor masukan, lalu

kemudian dikelompokkan menurut

kontribusinya masingmasing. Satu hal yang

perlu diingat oleh para pengguna analisa ini,

bahwa analisa SWOT ini semata-mata

sebagai suatu analisa yang ditujukan untuk

menggambarkan situasi yang sedang

dihadapi, dan bukan sebuah alat analisa ajaib

yang mampu memberikan jalan keluar yang

bagi permasalahan yang sedang dihadapi.

Berdasarkan data kekuatan, kelemahan,

kesempatan dan ancaman yang ada. Anda

dapat melakukan pendekatan strategi

sebagai berikut :

a. Strengths – Opportunities : Menggunaan

kekuatan-kekuatan yang ada untuk

menciptakan kesempatan-kesempatan.

b. Strengths – Threats : Menggunakan

kekuatan-kekuatan untuk menghindari

dan mengeliminir ancaman-ancaman

yang ada.

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 47: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

45

e. Weaknesses – Opportuni t ies :

Menghilangkan kelemahan-kelemahan

y a n g a d a u n t u k m e n c i p t a k a n

kesempatan-kesempatan.

d. Weaknesses – Threats : Menghilangkan

k e l e m a h a n - k e l e m a h a n a g a r

menghindari ancaman-ancaman.

4. Menentukan prioritas strategi yang akan

digunakan dalam mencapai tujuan.

Berdasarkan hasil analisis menggunakan

pendekatan SWOT maka melompat ke petak

4, dengan penentuan prioritas strategi dan

program dengan berbagai teknik analisis.

Salah satunya dapat dipakai adalah Cost

Benefits Analysis dan Cost Effectiveness

Analysis mempunyai kesamaan dalam

perbandingan biaya dan manfaat dalam

analisisnya. Hanya saja, jika cost benefits

analysis menghitung manfaat yang

diperoleh dalam bentuk uang. Sedangkan

dalam cost effectiveness analysis, manfaat

tidak dihitung dalam bentuk uang. Bagi cost

effectiveness, hal yang paling penting dari

manfaat adalah efektifitas dari kebijakan/

proyek yang dijalankan. Atau dapat juga

menggunakan metode tapisan Mc. Namara

dengan kriteria efektivitas, kemudahan dan

biaya.

5. Mengidentifikasi masalah yang dihadapi

dalam mengimplementasikan strategi yang

digunakan.

Dalam mengimplementasikan strategi yang

priori tas berdasarkan kri teria dan

pendekatan yang telah ditentukan, maka

langkah selanjutnya adalah melompat ke

petak 5, dimana mengidentifikasi berbagai

permasalahan yang dihadapi. Implementasi

strategi program prioritas tidak dapat

berjalan dengan baik tanpa mengidentifikasi

masalah. Permasalahan dapat terjadi pada

berbagai faktor, seperti; kebijakan, sumber

daya manusia, sarana prasarana, sumber

anggaran, program kegiatan, dan sebagai-

nya. Sehingga kita dapat menentukan solusi

penyelesaiannya dengan baik.

6. Menentukan prioritas masalah yang akan

atasi dalam melakdsanakan strategi.

Dari berbagai permasalahan tersebut, maka

dilanjutkan dengan langkah melompat ke

petak 6 yaitu; menentukan prioritas

masalahan yang menjadi fokus perhatian.

Hal ini dilakukan mengiungat ketrbatasan

sumber daya yang dimiliki, Sehingga kita

dapat menenetukan prioritas masalah

dengan menggunakan berbagai pendekatan

atau pisau analisis. Satu diantaranya adalah

Analysis Urgency, Seriousness, Growth

(USG). Urgency, Seriousness, Growth

(USG) adalah salah satu alat untuk

menyusun urutan prioritas isu yang harus

diselesaikan. Caranya dengan menentukan

t i ngka t u rgens i , kese r iu san , dan

perkembangan isu dengan menentukan skala

nilai 1 – 5 atau 1 – 10. Isu yang memiliki total

skor tertinggi merupakan isu prioritas.

Untuk lebih jelasnya, pengertian urgency,

seriousness, dan growth dapat diuraikan

sebagai berikut:

a. Urgency

Seberapa mendesak isu tersebut harus

dibahas dikaitkan dengan waktu yang

tersedia serta seberapa keras tekanan

waktu tersebut untuk memecahkan

masalah yang menyebabkan isu tadi.

b. Seriousness

Seberapa serius isu tersebut perlu

dibahas dikaitkan dengan akibat yang

timbul dengan penundaan pemecahan

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 48: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

masalah yang menimbulkan isu tersebut

atau akibat yang menimbulkan masalah-

masalah lain kalau masalah penyebab

isu tidak dipecahkan. Perlu dimengerti

bahwa dalam keadaan yang sama, suatu

masalah yang dapat menimbulkan

masalah lain adalah lebih serius bila

dibandingkan dengan suatu masalah lain

yang berdiri sendiri.

c. Growth

Seberapa besa r kemungk inan-

kemungkinan isu tersebut menjadi

berkembang dikaitkan kemungkinan

masalah penyebab isu akan makin

memburuk kalau dibiarkan.

Metode USG merupakan salah satu cara

menetapkan urutan prioritas masalah dengan

metode teknik scoring. Proses untuk metode

USG dilaksanakan dengan memperhatikan

urgensi dari masalah, keseriusan masalah

yang dihadapi, serta kemungkinan berkem-

bangnya masalah tersebut semakin besar.

7. Menemukan solusi penyelesian masalah

sebagai sebuah iniovasi dalam mencapai

tujuan.

Selanjutnya melangkah ke petak 7, dimana

peserta menyusun rangkaian solusi yang

diberikan sebagai sebuah inovasi dalam

penyelesian masalah yang dihadapi dalam

pencapaian tujuan organisasi. Inovasi dapat

dilakukan dengan berbagai teknik, antara

lain dapat berupa belanja inovasi, analisis

morfologi, dan template berpikir kreatif.

a. Belanja Inovasi

Inovasi bukanlah sesuatu yang baru di

atas bumi. Sudah banyak inovasi yang

telah dilakukan sebelumnya untuk

meningkatkan kualitas dan kuantitas

penyelenggaraan pelatihan. Inovasi-

inovasi tersebut dilaksanakan oleh

pmpinan lembaga pelatihan, staf, atau

pegawai lembaga pelatihan, bahkan oleh

widyaiswara atau tenaga pengajar.

Inovasi-inovasi mereka yang telah

didokumentasikan bisa saja telah ditulis

dan dibukukan. Buku ini dapat ditemui

di berbagai toko buku, atau tersimpan

dalam berbagai perpustakaan. Bahkan

ada inovasi yang sudah diupload,

sehingga dapat dicari untuk diunduh.

Seorang widyaiswara dapat menemukan

ide atau gagasan berinovasi dengan

menggunakan inovasi yang telah ada.

Teknik seperti ini disebut belanja

i n o v a s i . W i d y a i s w a r a d a p a t

”membeli” inovasi yang menurutnya

dapat menyelesaikan permasalahan

yang dihadapi oleh suatu lembaga

pelatihan.

b. Template Berpikir Kreatif

Para pakar telah mengetahui cara kerja

otak manusia untuk menghasilkan ide-

ide kreatif. Hal ini disebut dengan teknik

berpikir kreatif, yang kemudian menjadi

template atau pola. beberapa teknik

b e r p i k i r k r e a t i f y a n g s e r i n g

dipergunakan untuk menghasilkan ide-

ide kreatif antara lain; teknik inversi,

teknik integrasi, teknik ekstensi, teknik

adisi, teknik substraksi, teknik translasi

dan teknik eksegerasi.

c. Analisis Morfologi

Template berpikir kreatif yang lain

adalah analisis morfologi. Template ini

adalah cara praktis mendapat ide atau

gagasan baru dengan mencampur unsur-

unsur pelatihan secara acak, sehingga

menghasilkan ide yang baru.

46

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 49: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

47

8. Menyusun rencana aksi penyelesaian

masalah

Tahap berikut melompat ke petak 8, yaitu

menyusun rencana aksi, sebagai wujud dari

implementasi inovasi. Dalam Panduan

Inovasi Laboratorium Administrasi Negara,

penciptaan pertama suatu inovasi disebut

tahap design ini juga bersifat teknis, yaitu

bagaimana menuangkan ide inovasi ke

dalam suatu rancangan rencana aksi yang

detail. Oleh karena itu, desain inovasi sangat

penting karena akan mendetailkan langkah-

langkah mewujudkan ide inovasi yang sudah

diperoleh.

Penyusunan sebuah rencana aksi diperlukan

dalam merencanakan inovasi yang yang

ingin diimplementasikan. Rencana aksi

inovasi mengandung beberapa unsur yang

kami rangkum dalam akronim ASKABB

(Apa, Siapa, Kapan, Apa, Bagaimana, dan

Berapa) sebagai berikut:

a. Apa saja langkah/kegiatan yang harus

dilakukan untuk mewujudkan kondisi

yang diharapkan;

b. Siapa dan/atau dengan siapa langkah/

kegiatan tersebut dilaksanakan;

c. Kapan langkah/kegiatan tersebut

dilaksanakan;

d. Apa produk atau output pada setiap

langkah/kegiatan tersebut;

e. Bagaimana cara atau metode yang

digunakan untuk menghasilkan output

suatu kegiatan;

f. Berapa biaya yang diperlukan untuk

melaksanakan kegiatan/ langkah

tersebut dan dari manakah sumbernya.

Terdapat 5 tahap dalam pengelompokkan

kegiatan/ aktivitas dalam pelaksanaan ide

inovasi yakni (a) Perancangan Inovasi, (b)

Pembuatan Inovasi, (c) Uji coba Inovasi, (d)

Implementasi Inovasi , hingga (e)

Monitoring dan Evaluasi Inovasi. Kegiatan

yang masuk pada tahap Perancangan berisi

berbagai kegiatan/aktivitas administratif

dan perencanaan awal sebelum inovasi

tersebut dibuat. Selanjutnya, kegiatan yang

masuk tahap Pembuatan Inovasi berisikan

kegiatan/aktivitas guna membentuk produk,

sistem, atau mekanisme kerja inovasi.

Kemudian pada tahap Uji coba dipaparkan

s e g a l a k e g i a t a n / a k t i v i t a s t e r k a i t

pengujicobaan inovasi terbatas pada

beberapa lokus atau daerah terpilih. Tahap

Implementasi berisikan kegiatan/aktivitas

dalam mengimplementasikan produk

inovasi pada seluruh area atau masyarakat

penerima layanan. Sedangkan pada tahap

monitoring dan evaluasi berisikan

kegia tan/akt iv i tas yang berfungs i

m e m o n i t o r i n g d a n m e n g e v a l u a s i

pelaksanaan inovasi.

9. Mengident i f ikasi hambatan dalam

melaksanakan rencana aksi yang telah

disusun.

Pada tahap akhir, yaitu lompat ke petak 9,

dimana mengidentifikasi berbagai hambatan

atau kendala dalam mengimplementasikan

inovasi. Kita harus menyadari akan

menghadapi kendala dalam implemen-

tasinya. Paling tidak terdapat tiga kendala

utama, yaitu kendala teknis dan kendala

adaptif serta gabungan keduanya.

Kerapkali kita mendengar kegagalan suatu

inovasi. Kegagalan ini bukan mustahil

terjadi pada inovasi sistem pembelajaran

pelatihan. Padahal, ketika merancang

inovasi tersebut, kalkulasi keberhasilan

implementasi inovasi sudah dilaksanakan.

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 50: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

Di atas kertas, implementasi inovasi proses

pembelajaran sudah berhasil. Tapi pada saat

diimplementasikan, fakta berbicara lain.

Inovasi tersebut gagal.

Kendala teknis terjadi manakala suatu

inovasi membutuhkan dukungan teknis

seperti pengetahuan, sarana prasarana,

termasuk anggaran. Pengetahuan tentang

pelatihan tentu sudah banyak dan telah

terkodifikasi dengan baik dalam bentuk

buku, jurnal, makalah, bahkan melalui bahan

ajar. Karena sudah terkodifikasi dengan

baik, maka mudah dapat diakses dan

dipergunakan untuk menjalankan inovasi.

Namun, inovasi adalah sesuatu yang baru.

Karena kebaruannya, inovasi seringkali

mengalami kekurangan bahkan ketiadaan

pengetahuan. Belum banyak konsep dan

teori yang membahas inovasi tersebut.

Dalam konteks seperti ini, maka seorang

inovator juga dituntut untuk 'menciptakan'

pengetahuannya sendiri. Dengan demikian,

peran inovator juga dapat bertambah

menjadi seorang ilmuwan, yang melalui

inovasinya mereka mampu menciptakan

pengetahuannya sendiri.

KESIMPULAN

D a l a m m e l a k s a n a k a n s t r a t e g i

pembelajaran inkuiri dapat dilakukan melalui

permaianan setatak dalam rangka menemukan

inovasi sebagai solusi dari berbagai

permasalahan yang ada. Permainan setatak

u n t u k m e n e m u k a n i n o v a s i d e n g a n

menggunakan 9 (Sembilan) langkah.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Anam, R. S. 2015. Efektivitas dan Pengaruh

Model Pembelajaran Inkuiri Pada

Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar.

Mimbar Sekolah Dasar , 88.

Arikunto.S. 1992. Prosedur Penelitian: Suatu

Pendekatan Praktek. Edisi Revisi. Rineka

Ciptra, Jakarta.

Buditjahjanto, D. S. 2013. Pengaruh Metode

Pembelajaran Inkuiri Terhadap Ketuntasan

Hasil Belajar Siswa di SMK 3 Buduran

Sidoarjo. Jurnal Pendkan Teknik Elektroid ,

308.

Djamarah. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta :

Rineka Cipta.

Gulo, W. 2002. Strategi Belajar Mengajar.

Jakarta PT Gramedia Widiasarana

Indonesia

Gulo, W. 2005, Strategi Belajar Mengajar,

Jakarta, Grasindo

Hamdayama, J. 2016. Metodologi Pengajaran.

Jakarta: PT. Bumi Aksara.

John Dewey, 1983, Logic The Theory of

Incuiry, New York, Henry Holt and

Company .

Joyce, B Weil dan Shower B. 2000. Models of

Teaching Fourth Edition Massa Chusettes:

Allyn and Bacon Publising Company.

Kristanto, E. Y. 2015. Pengaruh Model

Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap

Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil

Belajar IPA Siswa Kelas VII SMP. Malang:

Universitas Negeri Malang.

Kristianingsih, D.D. 2010, Peningkatan Hasil

Belajar Melalui Model Pembelajaran

Inkuiri Dengan Metode Pictorial Riddle,

Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia,

Universitas Negeri Semarang.

Indonesia

48

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 51: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

49

Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) kerjasama

dengan Dinas Kebudayaan Riau, Dinas

Pendidikan Riau dan Bank Riau Kepri.

2018. Pendidikan Budaya Melayu Riau (

Buku Sumber Pegangan Guru). Pekanbaru.

Maridi. W.S. 2013. Penerapan Pembelajaran

Inkuiri Terbimbing Terhadap Keterampilan

Proses Sains Dasar Pada Pembelajaran

Biologi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 7

Surakrta. Jurnal Pendidikan Biologi

Volume 5 Nomor 1.

Megasari. Embung. 2018. Profil La BerZO-

Laman Bermain Zaman Old.

Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatrur

Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 22

Tahun 2014, tentang Jabatan Fungsional

Widyaiswara dan Angka Kreditnya.

Rahman, Elmust. 2008. Atlas Kebudayaan

Melayu Riau Tahap II. Riau: P2KK

Universitas Riau.

S.Khanafiyah, D. K. 2010. Peningkatan Hasil

Belajar Melalui Model Pembelajaran

Inkuiri Dengan Metode Pictorial Riddle

Pada Pokok Bahasan Alat-Alat Optik di

SMP. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia ,

13.

Sanjaya, Wina. 2006, Strategi Pembelajaran

Berorientasi Standar Proses Pendidikan,

Jakarta : Kencana.

Sanjaya,Wina. 2011. Strategi Pembelajaran

Berorientasi Standar Proses Pendidikan,

Jakarta: Kencana Prenada Media.

Senjaya, Wina . 2008. Strategi Pembelajaran;

Berorientasi Standar Proses Pendidikan.

Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Setiawan, D. 2013. Pengaruh Metode

Pembelajaran Inkuiri Terhadap Ketuntasan

Hasil Belajar. Universitas Surabaya: Jurnal

Pendidikan Teknik Elektro.

Sri Ratna Dewei, 2011. Penggunaan Permainan

Tradisional Yeye Dalam Pemahaman

Konsep Perkalian Untuk Siswa Sekolah

Dasar. Prosiding Konferensi Nasional

Matematika XVII - 2014 11 - 14 Juni 2014,

ITS, Surabaya.

Strategi Pembelajaran, www.ndhiroszt

.multiply. com , tanggal 22 Nopember 2017

Sucipto, Toto, dkk,. 2003. Kebudayaan

Masyarakat Lampung di Kabupaten

Lampung Timur. Bandung: Balai Kajian

Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung.

Tangkas, I Made. 2012. Pengaruh Implementasi

Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing

terhadap Kemampuan pemahaman konsep

dan Keterampilan proses sains siswa kelas

X SMAN 3 Amlapura . Program

Pascasarjana Universitas Pendidikan

Ganesha.

Trianto. 2007. Mengembangkan Model

Pembelajaran Tematik. Surabaya: Prestasi

Pustaka.

Ulfa Indra Yuni, 2015. Permainan Statak, Warta

Sejarah, Jumat, 29 Mei 2015

Undang Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang

Aparatur Sipil Negara

Wahab, Abdul Aziz. 2007. Metode dan Model-

Model Mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial

(IPS). Bandung : Alfabeta.

Wena, M. 2016. Strategi Pembelajaran Inovatif

Kontenporer: Suatu Tinjauan Konseptual

Operasional. Jakarta: PT. Bumi Aksara

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

Page 52: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

Rekonseptualisasi Pendidikan Hukum dalam Sistem Pendidikan Nasional

Oleh 1Ahmad Iffan

2Mustafid

Abstrak

Abstract

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional merupakan payung hukum dalam

penyelenggaraan pendidikan di Indonesia yang perubahannya mengikuti kebijakan pemerintah,

begitupun pendidikan hukum yang berada di Indonesia telah mengalami perubahan pada beberapa

periode. Pada penelitian ini akan mengkaji terkait hal-hal apa saja yang menjadikan konsep pendidikan

hukum belum sesuai dengan ekspektasi masyarakat dan rekonseptualisasi apa saja yang harus

diterapkan pada sistem pendidikan nasional agar pendidikan hukum mengalami perubahan kualitas

yang baik. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dan sumber data yang

digunakan adalah data sekunder sedangkan teknik penelitian pengumpulan data yang digunakan adalah

teknik penelitian kepustakaan (library research). Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk

memberikan rekonseptualisasi pendidikan hukum di Indonesia.

Kata Kunci : Pendidikan Hukum, Rekonseptualisasi, Sistem Pendidikan Nasional

The Law on the national education system is the legal umbrella for the implementation of

education in Indonesia, whose changes follow government policies, as well as legal education in

Indonesia that has undergone changes in several periods. This research will examine related things that

make the concept of legal education not in accordance with public expectations and what

reconceptualization should be applied to the national education system so that legal education

experiences changes in good quality. The research method used is normative juridical research and the

data source used is secondary data, while the data collection research technique used is library

research techniques. The purpose of this study is to provide a reconceptualization of legal education in

Indonesia.

Keywords: Legal Education, Reconceptualization, National Education System

1 Dosen Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Padang, email: [email protected] 2 Dosen Tetap Program Studi Ekonomi Syariah, STAI Al-Azhar Pekanbaru, email: [email protected]

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

50

Page 53: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

1. PENDAHULUAN

Sistem pendidikan di Indonesia selalu

mengalami perubahan sesuai dengan kebijakan

pemerintah yang berkuasa pada masanya.

Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah

merupakan dasar utama dalam penyelenggaraan

pendidikan secara nasional, hal ini merupakan

perintah Undang Undang Dasar bahwa Negara

Republik Indonesia merupakan Negara hukum

dan segala sesuatu haruslah sesuai dengan

hukum sebagai norma dasar masyarakat.

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional

Nomor 20 tahun 2003 yang merupakan dasar

utama dalam pengaturan sistem pendidikan di

Indonesia, mulai dari tingkat pendidikan paling

bawah hingga pasca sarjana, maka sudah

seharusnya sistem pendidikan Indonesia

mengalami penyempurnaan dan disesuaikan

dengan zaman.

UU Sistem Pendidikan Nasional yang di

dalam undang-undang ini memberikan arti

bahwa suatu penyelenggaraan pendidikan wajib

memegang beberapa prinsip, yakni pendidikan

diselenggarakan secara demokratis dan

berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan

menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai

keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan

bangsa dengan satu kesatuan yang sistemik

dengan sistem terbuka dan multimakna. Selain

itu dalam penyelenggaraan juga harus dalam

suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan

peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat

dengan memberi keteladanan, membangun

kemauan, dan mengembangkan kreativitas

peserta didik dalam proses pembelajaran

melalui mengembangkan budaya membaca,

menulis, dan berhitung bagi segenap warga

masyarakat memberdayakan semua komponen

masyarakat melalui peran serta dalam

penyelenggaraan dan pengendalian mutu 3layanan penddikan .

UU Pendidikan Nasional seyogyanya

harus mengakomodir seluruh jenis pendidikan

yang ada di Indonesia dan melakukan perubahan

untuk perbaikan secara berkala agar suatu

sistem dapat baik dalam pelaksanannya.

Pendidikan hukum merupakan salah satu

cabang ilmu pendidikan yang terdapat dalam

sistem pendidikan nasional kendatipun tidak

tersirat secara langsung, karena tidaklah boleh

suatu sistem hanya bersifat otonom terhadap

suatu ilmu pengetahuan ataupun pendidikan

tertentu tanpa menghiraukan cabang ilmu

pendidikan lainnya.

Pendidikan hukum yang berada di

Indonesia telah mengalami perubahan pada

beberapa periode, dimulai dari masa

kependudukan kolonial Belanda yang bermula

dari pendidikan menengah setingkat Sekolah

Lanjutan Tingkat Atas dengan didirikan

Rechtsschool pada tahun 1908 dan Pada tahun

1924 level pendidikan tinggi ditingkatkan

menjadi Universitas, hal ini ditandai oleh 4

berdirinya Rechtshogeschool . Dari beberapa

perubahan yang terjadi masih belum terdapat

kekhususan pendidikan hukum menjadi sebuah

norma dasar untuk pengembangan hukum

secara nasional, hal ini dapat dilihat yang masih

terjadi ketidak sepakatan antara organisasi yang

menaungi profesi hukum secara nasional

bahkan para akademisi pun masih terjadi

perdebatan terkait konsep pendidikan hukum

yang dapat diterapkan secara nasional.

3 "UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional – Referensi HAM". referensi.elsam.or.id, Diakses tanggal 6 Desember 2020.4 Hikmahanto Juwana, Reformasi Pendidikan Hukum Di Indonesia, Jurnal Hukum dan Pembangunan, Tahun Ke-35 No. I, Januari- Maret 2005, hlm.1

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

51

Page 54: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

Sampai saat sekarang masih belum jelas

bagaimana kedudukan pendidikan hukum

dalam sistem hukum pendidikan nasional,

beberapa ahli menggambarkan pendidikan

hukum sebagai institusi pendidikan hukum, atau

sebuah model pembejalaran dan terdapat juga

sebuah profesi. Berbagai bentuk representatif

pendidikan hukum di Indonesia digambarkan

dengan berbagai bentuk sistem yang ada, hal ini

tidakpun menjadikan pendidikan hukum

menjadi satu kesatuan dengan sistem

pendidikan. Hal ini merupakan salah satu alasan

bahwa penegakan hukum di Indonesia menjadi

memprihatinkan karena bermula dari

pendidikannya yang belum jelas dan tidak

dikontrol, seperti maraknya pembangunan

institusi pendidikan hukum yang terkadang

tidak terakreditasi bahkan tidak sah secara

sistem pendidikan nasional.

Penjelasan semu yang dihadirkan dalam

pendidikan hukum tidak hanya berdampak pada

penegakan hukum nasional tetapi juga pada

kesadaran masyarakat terhadap kepatuhan

hukum. Karena sinergitas pendidikan hukum

dengan lembaga pendidikan, masyarakat, dan

keluarga secara berkesinambungan akan

mampu menumbuhkan dan mengembangkan

kesadaran hukum dalam diri masing-masing

anggota masyarakat. Adanya kesadaran hukum

ini selanjutnya akan menumbuhkan ketaatan

masyarakat pada semua norma, termasuk norma

hukum, yang berlaku di masyarakat dan negara.

Ketaatan masyarakat kepada norma-norma,

termasuk norma hukum yang berlaku,

merupakan salah satu ciri warga negara yang 5baik . Oleh karena itu perlu untuk mengkaji

lebih dalam terkait konsep pendidikan hukum

dengan melakukan rekonseptual isas i

pendidikan hukum terhadap sistem pendidikan

nasional.

II. METODE

Metode penelitian yang digunakan

adalah penelitian yuridis normatif. Penelitian

yuridis normatif merupakan penelitian

kepustakaan atau studi dokumen, yaitu

penelitian yang dilakukan atau ditujukan pada

peraturan-peraturan yang tertulis atau penelitian

yang didasarkan pada data sekunder. Adapun

sifat dari penelitian ini adalah deskriptif yaitu

penelitian yang bertujuan untuk mengetahui

analisis pendidikan hukum dan pengaturan

sistem pendidikan nasional. Sumber data yang

digunakan adalah data sekunder yaitu data-data

yang diperoleh dari bahan-bahan perpustakaan

seperti buku-buku, jurnal, artikel dan informasi

dari website atau data yang diperoleh oleh

peneliti secara tidak langsung dari objeknya

tetapi dari sumber lain baik lisan maupun 6

tulisan . Bahan informasi dapat merupakan

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder 7

dan bahan hukum tersier .

Teknik penelitian pengumpulan data

yang digunakan adalah teknik penelitian 8kepustakaan (library research) , yaitu penelitian

untuk memperoleh data dengan membaca buku

dan teori yang relevansinya dengan masalah 9yang akan dibahas pada penulisan ini . Analisa

data yang digunakan dengan melakukan

5 Sumaryati, Urgensi Pendidikan Hukum Dalam Mewujudkan Kesadaran Hukum Masyarakat.

6 Suratman & Philips Dillah, Metode Penelitian Hukum, ALFABETA, Bandung: 2013, hlm. 51.7 Sulistyowati Irianto dan Sidharta, Metode Penelitian Hukum: Kontelasi dan Refleksi, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011, cet ke-2, hlm. 1768 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum , Edisi revisi, Kencana, Jakarta, 2013, hlm.479 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hlm. 17

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

52

Page 55: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

penyusunan terhadap data yang diperoleh untuk

mendapatkan suatu kesimpulan dalam

menganalisis terhadap penulisan ini, penulis

menggunakan analisis kualitatif, yaitu

pengelompokan data menurut aspek-aspek yang

diteliti, diambil suatu kesimpulan dengan atau 10tanpa menggunakan angka-angka statistik .

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sistem Pendidikan Nasional telah diatur

secara lengkap dalam hukum negara, akan tetapi

belum terimplementasi dengan baik dan sesuai

secara penuh. Realitanya, perkembangan

pendidikan seringkali dipengaruhi oleh

perkembangan politik kekuasaan, dan sudah

menjadi kebiasaan yang melembaga ketika

bergantinya kekuasaan, berganti pula sistem

atau kebijakan dalam pendidikan, baik aturan,

kurikulum maupun hal-hal lain yang berkaitan

dengan pendidikan, sehingga proses belajar

mengajar maupun hasil proses tersebut belum

bisa menghasilkan sesuai dengan yang

diharapkan dan yang dicita-citakan, serta tujuan

pendidikan belum bisa dicapai secara 11

maksimal . Dengan inkonsistensi pemerintah

dalam menerapkan model sistem pendidikan

nasional yang sama maka sering sekali banyak

hal yang dikorbankan seperti pelaksanaan Ujian

Nasional yang silih berganti penetapan

statusnya.

UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem

Pendidikan Nasional dan UU Nomor 14 tahun

2005 tentang Guru dan Dosen. Pada pasal 31

ayat 1 sampai dengan ayat 5 UU Nomor 20 tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 12menyebutkan sebagai berikut:

1. Se t i ap warga negara be rhak

mendapatkan pendidikan

2. Setiap warga negara wajib mengikuti

pendidikan dasar dan pemerintah wajib

membiayainya

3. Pemerintah mengusahakan dan

menyelengggarakan satu sistem

p e n d i d i k a n n a s i o n a l , y a n g

meningkatkan keimanan & ketakwaan

serta akhlak mulia dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, yang

diatur dengan undang-undang.

4. Negara memprioritaskan anggaran

pendidikan sekurang-kurangnya dua

puluh persen dari anggaran pendapatan

dan belanja negara serta dari anggaran

pendapatan dan belanja daerah untuk

memenuhi kebutuhan penyelenggaraan

pendidikan nasional.

5. P e m e r i n t a h m e m a j u k a n i l m u

pengetahuan dan teknologi dengan

menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan

persatuan bangsa untuk kemajuan

peradaban serta kesejahteraan umat

manusia.

Ketidakjelasan pendidikan hukum

mengakibatkan pada banyaknya interpretasi

terkait pelaksanaan pendidikan hukum di

Indonesia, untuk merubah konsep pemikiran

pendidikan hukum dalam sistem pendidikan

nasional memerlukan beberapa tahapan-tahapan

yang hal ini dapat dikategorisasi sebagai

perubahan konsep pendidikan hukum. Para ahli

memberikan tujuan dari pendidikan hukum

nasional seperti Soetandyo bahwa tujuan

10 Lihat Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007, hlm. 511 Muntoha, Pendidikan Dalam Perspektif Hukum (Antara Harapan Dan Realitas), Jurnal Madaniyah, Volume 1 Edisi X Januari 2016, hlm.1

12 Ibid, hlm.92

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

53

Page 56: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

pendidikan hukum ‘bukan suatu proses yang

otonom’, melainkan: “Suatu proses yang

tertuntut secara fungsional mengikuti

perkembangan politik, khususnya politik yang

yang bersangkut-paut dengan kebijakan dan

upaya pemerintah untuk mendayagunakan

hukum guna meraih tujuan-tujuan yang tak

selamanya berada di ranah hukum dan/atau 13ranah keadilan." Dengan ketidakjelasan dalam

pendidikan hukum menghasilkan persoalan

internal pada sistem pendidikan nasional, Prof.

Hikmahanto Juwana memberikan alasan terkait

tujuan pendidikan hukum tidak terlihat secara

signifikan pada lulusan yang dihasilkan oleh 14

fakultas hukum, yaitu :

1. Kurikulum inti pendidikan hukum yang

berlaku sejak masa pemerintahan

kolonial hingga sekarang masih berlaku.

2. Mayoritas substansi mata kuliah dalam

kurikulum inti dan metode pengajaran

tidak berubah secara mendasar sejak

masa pemerintahan Kolonial hingga

sekarang. Substansi mata kuliah dan

metode pengajaran telah terlanggengkan

karena faktor pengajar. Pengajar resisten

berubah meskipun tujuan pendidikan

hukum telah berubah.

3. Pelanggengan juga terjadi karena sistem

rekrutmen pengajar.

4. Mayoritas lulusan fakultas hukum

cenderung menginginkan tipe lulusan

yang tahu peraturan perundang -

undangan, bukan yang tahu hukum

dalam pengertian yang luas. Hukum

telah direduksi menjadi peraturan

perundang-undangan.

5. Persepsi masyarakat telah berakibat pula

pada keseragaman lulusan yang

dihasilkan oleh fakultas hukum.

Masyarakat men-stereotip-kan lulusan

fakultas hukum sebagai sangat

legalistik, pandai menghafal dan taat

pada doktrin. Akibatnya penyelenggara

pendidikan hukum, para pengajar

maupun mahasiswa tidak mempunyai

pilihan selain ikut dengan stereotip yang

dipersepsikan oleh masyarakat.

Seca ra s ingka t dapa t d i ambi l

kesimpulan bahwa tujuan dasar dari pendidikan

hukum pada institusi pendidikan hukum tidak

membawa pengaruh dan dampak yang

signifikan terhadap lulusan yang diharapkan

oleh masyarakat. Ketika kebutuhan masyarakat

bahwa anak hukum dapat menyelesaikan

persoalan hukum berskala kecil di tengah-

tengah masyarakat tidak dapat diselesaikan

dengan baik bahkan cenderung mengalihkan

pertolongan tersebut dengan alasan bukan

spesialisasi pendidikan mahasiswa tersebut.

Artinya secara tekstual maupun kontekstual

bahwa produk yang dihasilkan oleh pendidikan

hukum belum efektif dan efisien terhadap orang

yang menamatkan pendidikan hukum di

perguruan tinggi.

Hal ini pun tidak dapat dijadikan bahwa

pendidikan hukum tidak bermanfaat sama sekali

karena konsep pendidikan hukum kita yang

tidak jelas mengakibatkan jurusan hukum

kebanyakan pilihan berawal dari kebingunan

dan ketidaktahuan untuk memilih jurusan yang

diinginkan. Dari ketidakpastian pendidikan

13 Soetandyo Wignjosoebroto, "Perkembangan Hukum Nasional dan Pendidikan Hukum di Indonesia pada Era Pascakolonial," dapat diakses di <http://www.huma.or.id/ documentl/OI_analisa hukumiPerkembangan Hukum Nasional & Pendidikan Hukum Oi Indonesia Pada Era Pascakolonial_ Soetandyo.pdf>, dapat dilihat juga pada Hikmahanto Juwana Dalam Reformasi Pendidikan Hukum Di Indonesia, hlm.3. 14Hikmahanto Juwana, Op Cit, hlm.7

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

54

Page 57: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

hukum di Indonesia mengakibatkan kualitas

penegakan hukum yang munurun sehingga

keadilanpun menjadi langka untuk masyarakat,

karena ketidak siapan mahasiswa hukum untuk

terjun ke masyarakat menjadikan kekecewaan

dan menurunkan pandangan terhadap orang-

orang hukum.

Beberapa hal yang dapat dijadikan

sebagai ke lemahan penyelenggaraan 15pendidikan hukum adalah:

1. Tidak adanya Pembedaan Tegas antara

Pendidikan Hukum Akademis dan

Profesi.

2. Kelemahan Sislem Kredit Semester

3. Kurang Diperhatikannya Infrastruktur

Pendukung

4. Kuatnya lntervensi Pembuat Kurikulum

Faktor-faktor di atas merupakan

persoalan mendasar yang masih dialami hingga

saat sekarang ini, seperti tidak ada kejelasan

terkait pendidikan hukum untuk akademisi dan

praktisi hukum sedangkan dua profesi ini

merupakan hal yang berbeda dan terdapat jauh

prinsip dan norma-norma pelaksanaannya.

Ketika akademisi hukum hanya diharuskan

untuk melanjutkan studi strata II sedangkan

praktisi cukup menempuh pendidikan S1

menjadikan para mahasiswa yang akan memilih

akademisi ataupun praktisi untuk mengulang

dari awal kembali. Artinya ilmu dan

pengetahuan yang diperoleh pada jenjang S1

perlu untuk direvisi kembali, bahkan dalam hal

praktisi juga menghindari penerapan idealisme

akademisi karena memang sistem praktisi yang

cukup jauh berbeda dengan prinsip di

akademisi.

Begitupun halnya dengan kelemahan

kredit semester yang hanya memakan waktu

panjang tanpa mengasah kemampuan sofskill

dibidang hukum, juga ketidak tersediaan

infrastruktur dan kuatnya intervensi menjadikan

pendidikan hukum yang menghasilkan

akademisi dan praktisi menjadi lemah dan tidak

berkualitas. Maka konsep pendidikan hukum

haruslah mengalami perubahan yang signifikan,

tidak hanya mengatur persolan SKS persemester

tetapi juga mengatur pasca pendidikan hukum

tersebut telah selesai dilaksanakan. Konsep

pendidikan hukum saat sekarang merupakan

konsep yang ambigu dengan berbagai

kelemahan yang ada pada sistem pendidikan

tersebut. Oleh karena itu perlu melakukan

rekonseptualisasi pendidikan hukum di

Indonesia dengan dimulai pada :

1. Menjadikan ilmu Kewarganegaraan

sebagai pelajaran pokok dan utama di

Jurusan Sosial ataupun Science.

2. Setiap perguruan tinggi haruslah

memiliki standarisasi untuk menerima

mahasiswa hukum yang berkompeten

seperti wawancara dan public speaking

yang baik.

3. Melakukan seleksi ketat terhadap setiap

yang akan menjadi mahasiswa hukum

s e b a g a i m a n a s u l i t n y a m a s u k

kedokteran.

4. M e l a k u k a n r e f o r m a s i k o n s e p

pendidikan hukum di perguruan tinggi

dengan memberikan porsi terbanyak

untuk praktek di lapangan dan

meminimalisir teori di kelas, seperti

teori hanya satu tahun dan selebihnya

diarahkan untuk bekerja part time di

institusi-institusi hukum di Indonesia,

maka materi yang satu tahun tadi adalah

materi-materi persiapan praktek

lapangan.15 Ibid, hlm. 8

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

55

Page 58: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

5. Sedangkan yang berkeinginan untuk

menjadi dosen maka wajib diarahkan

untuk menulis, mengajar di kampus-

kampus menjadi asisten dan membuat

bahan ajar dengan materi yang di dapat

secara berkala.

6. Setiap selesai pendidikan hukum yang

dilewati maka pemerintah menyediakan

wadah untuk langsung mempraktekkan

ilmu hukum yang telah diperoleh secara

teori dan praktek di lapangan.

7. Setelah menjadi praktisi hukumpun

haruslah ada konsep pendidikan hukum

perspektif karir praktisi hukum. Seperti

bahwa hakim adalah profesi yang mulia

maka seharusnya yang bisa menjadi

hakim adalah para jaksa, pengacara

ataupun akademisi hukum yang telah

puluhan tahun menempuh dunia hukum

secara akademisi ataupun praktisi.

8. Karir yang jelas terhadap praktisi hukum

menjadikan efektifitas dan efisiensi

jejak karir hukum yang diperkuat

dengan pendidikan hukum.

Adapun Prof. Hikmahanto Juwana juga

memberikan konsep pendidikan hukum

kedepannya agar profesionalitas akademisi dan

praktisi hukum semakin menjadi lebih baik

secara kuliatas dan seimbang dari aspek

kuantitas, yaitu :

1. Menetralkan Tujuan Pendidikan

Hukum

2. Pemisahan Tegas antara Pendidikan

hukum Akademis dan Profesi (Praktisi)

3. Kurikulum Berbasis Kornpetensi

4. Pendidikan Pasca.

Perubahan sistem ini tidak akan mampu

terlaksana apabila hanya pihak-pihak yang

berkeinginan untuk berubah saja yang

melakukannya tetapi harus disokong dengan

kebijakan dan kerjasama pemerintah terkait

pelaksanaan pendidikan hukum. Pendidikan

hukum bukan hanya sekedar formalitas

pelengkap sistem pendidikan nasional karena

tanpa pendidikan hukum yang baik maka tujuan

negara yang berkeadilan tidak akan pernah

tercapai. Seperti negara-negara maju di Eropa

ataupun Amerika yang memberikan privilege

terhadap hukum dan pendidikannya.

IV. KESIMPULAN

Perubahan sistem pendidikan akan

selalu mengalami perkembangan, maka dalam

melakukan reformasi terhadap pendidikan

hukum diperlukan rekonseptualisasi terhadap

pendidikan hukum nasional, memberikan

membatasan yang jelas terhadap pendidikan

hukum akademisi dan praktisi juga membentuk

jenjang karir praktisi hukum yang baik dan

terstruktur. Memperkuat berbagai aspek dalam

pendidikan hukum seperti kurikulum,

kewajiban SKS perubahan jam belajar dan

sistem belajar. Memperkuat sistem pendidikan

hukum tidak hanya akan berdampak pada

pembelajaran hukum tetapi juga kepada kualitas

penegakan hukum dan kepatuhan masyarakat

akan hukum.

V. REKOMENDASI

1. Membentuk aturan khusus terkait

pendidikan hukum dalam sistem

pendidikan nasional.

2. Memisahkan pendidikan hukum untuk

akademisi dan pendidikan hukum untuk

praktisi.

3. Merumuskan aturan terkait jenjang karir

praktisi hukum menjadi lebih terstruktur

antar seluruh penegak hukum yang

diatur UU.

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

56

Page 59: STRUKTUR PENGELOLA PENGANTAR REDAKSI JURNAL KARYA …

4. Menjadikan status pendidikan hukum

sama seperti pendidikan kedokteran,

seperti selektif dalam menerima

mahasiswa, memperbanyak jam praktik

dan perkuliahan.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Hikmahanto Juwana, Reformasi Pendidikan

Hukum Di Indonesia, Jurnal Hukum dan

Pembangunan, Tahun Ke-35 No. I, Januari-

Maret 2005.

Lihat Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian

Kual i ta t i f , Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2007.

Muntoha, Pendidikan Dalam Perspektif Hukum

(Antara Harapan Dan Realitas), Jurnal

Madaniyah, Volume 1 Edisi X Januari 2016.

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum ,

Edisi revisi, Kencana, Jakarta, 2013.

Sumaryati, Urgensi Pendidikan Hukum Dalam

M e w u j u d k a n K e s a d a r a n H u k u m

Masyarakat.

Suratman & Philips Dillah, Metode Penelitian

Hukum, ALFABETA, Bandung: 2013.

Sulistyowati Irianto dan Sidharta, Metode

Penelitian Hukum: Kontelasi dan Refleksi,

Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia,

2011, cet ke-2.

Soetandyo Wignjosoebroto, "Perkembangan

Hukum Nasional dan Pendidikan Hukum di

Indonesia pada Era Pascakolonial," dapat

diakses di <http://www.huma.or.id/

d o c u m e n t l / O I _ a n a l i s a h u k u m i

Perkembangan Hukum Nasional &

Pendidikan Hukum Oi Indonesia Pada Era

Pascakolonial_ Soetandyo.pdf>,

Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang

Sistem Pendidikan Nasional – Referensi

HAM. referensi.elsam.or.id, Diakses

tanggal 06 Desember 2020.

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum,

Jakarta: Sinar Grafika, 2010.

JURNALKARYA APARATUR

Volume : 04 TAHUN : 2020Nomor : 02

57