STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C....

58
STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS KAITANNYA DENGAN KERAGAMAN MANGROVE DI DESA MUNTE KECAMATAN BONE-BONE KABUPATEN LUWU UTARA SKRIPSI RISWAN L111 09 254 PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN FAKUTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016

Transcript of STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C....

Page 1: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS KAITANNYA

DENGAN KERAGAMAN MANGROVE

DI DESA MUNTE KECAMATAN BONE-BONE KABUPATEN

LUWU UTARA

SKRIPSI

RISWAN

L111 09 254

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN

FAKUTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2016

Page 2: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

i

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS KAITANNYA

DENGAN KERAGAMAN MANGROVE

DI DESA MUNTE KECAMATAN BONE-BONE KABUPATEN

LUWU UTARA

Oleh:

RISWAN

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Program Studi Ilmu Kelautan

Fakultas Ilmu Kelautan dan PerikananUniversitas Hasanuddin

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2016

Page 3: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

ii

Abstrak

Riswan (L111 09 254). Struktur Komunitas Makrozoobentos Kaitannya

Dengan Keragaman Mangrove Di Desa Munte Kecamatan Bone-Bone

Kabupaten Luwu Utara. Dibawah Bimbingan Prof. Dr. Amran Saru,ST, M.Si

sebagai Pembimbing Utama dan Dr. Ahmad Bahar,ST, M.Si sebagai

Pembimbing Anggota.

Mangrove merupakan tumbuhan pantai yang hidupnya dipengaruhi oleh

pasang surut air laut surut air laut, dan makrozoobentos merupakan hewan yang

distribusinya dipengaruhi olehkeberadaan mangrove.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan juni 2014-september 2014 diperairan

desa Munte Kec. Bone-Bone Kab. Luwu Utara dengan tujuan untuk mengetahui

struktur komunitas makrozoobentos kaitannya dengan keragaman mangrove di desa

Munte kecamatan Bone-Bone Kabupaten Luwu Utara. Penelitian ini meliputi

penutupan mangrove, kerapatan mangrove, kepadatan makrozoobentos, salinitas,

suhu, pH, substrat, BOT, arus dan pasang surut. Hasil yang diperoleh jenis

mangrove Bruguiera sp paling banyak ditemukan pada semua stasiun dan bentos

jenis Tellina sp paling banyak ditemukan pada semua stasiun. Keberadaan bentos

jenis Tellina sp berkaitan erat dengan jenis mangrove Bruguiera sp. Hasil Analisis

data Spss menunjukan tidak adanya perbedaaan nyata antara setiap stasiun baik itu

mangrove dan makrozoobentos.

Kata Kunci : Penutupan Mangrove, Kerapatan Mangrove, Kepadatan

Makrozoobentos, One WayAnnova.

Page 4: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : Struktur Komunitas Makrozoobentos Kaitannya Dengan

Keragaman Mangrove Di Desa Munte Kecamatan Bone-Bone

Kabupaten Luwu Utara

Nama : Riswan

Stambuk : L 111 09 254

Program Study : Ilmu Kelautan

Skripsi Telah Diperiksa dan Disetujui Oleh :

Pembimbing Utama

Pembimbing Anggota

Prof.Dr. Amran Saru ST, M.Si NIP. 19670924 199503 1 001

Dr. Ahmad Bahar, ST,M.Si NIP. 19700222 199803 002

Mengetahui :

Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan,

Ketua Program Studi Ilmu Kelautan,

Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Si NIP.1961 1201 1987 03 2002

Dr. Mahatma Lanuru, ST, M.Sc NIP. 19701029 199503 1 001

Tanggal Lulus : Juni 2016

Page 5: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

iv

RIWAYAT HIDUP

Riswan, lahir di Rabangodu Kota Bima pada tanggal 26 Agustus.

Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Buah hati dari

pasangan Drs. Abdul Haris dan Nurjannah. Pada tahun 1996 Lulus

di Taman Kanak-Kanak Seruni Desa Talabiu, tahun 2002 Lulus di

SDN Inpres Talabiu Kec. Woha, tahun 2005 lulus di SMP Negeri 1

Kab. Bima, tahun 2008 Lulus di SMA Negeri 1 Kab. Bima dan pada tahun 2009

diterima di Jurusan Ilmu Kelautan melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan

Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis pernah terlibat sebagai salah satu panitia dalam

kegiatan Seminar Nasional Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Tekhnologi Kelautan

Indonesia (HIMITEKINDO). Di bidang organisasi penulis aktif di Senat Mahasiswa

Kelautan Universitas Hasanuddin (SEMA Kelautan –UH) masa kepengurusan

2010/2011 sebagai Divisi Advokasi. Selain organisasi kampus penulis juga terlibat

sebagai Voolunteer (2012/2013) di Lembaga Swadaya Masyarakat Mangrove Action

Project (MAP) Indonesia. Pada tahun 2012 penulis melaksanakan kegiatan Kuliah

Kerja Nyata Profesi di Campalagian Sulawesi Barat. Sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan penulis

menyusun skripsi dengan judul “Struktur Komunitas Makrozoobentos Kaitannya

Dengan Keragaman Mangrove Di Desa Munte Kecamatan Bone-Bone

Kabupaten Luwu Utara”.

Page 6: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena

berkah dan rahmat yang diberikan-Nya sehingga Tugas Akhir ini dapat di selesaikan

juga sesuai waktunya. Salawat serta salam juga penulis panjatkan kepada Nabi

besar Muhammad SAW yang selalu menjadi suri tauladan bagi kita semua. Syukur

Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul

Struktur Komunitas Makrozoobentos Kaitannya Dengan Keragaman Mangrove

Di Desa Munte Kecamatan Bone-Bone Kabupaten Luwu Utara, sebagai tugas

akhir untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Ilmu Kelautan Universitas

Hasanuddin.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari sepenuhnya banyak

dihadapkan dengan kendala dan tantangan, khususnya terbatasnya waktu yang

tersedia dan literature yang sulit didapatkan serta keterbatasan-keterbatasan

lainnya. Namun, semoga skripsi ini bisa memberikan manfaat bagi setiap pembaca

dan semoga dapat menjadi bahan rujukan dalam melakukan kegiatan-kegiatan

penelitian lebih lanjut.

Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan hidayah -Nya kepada kita

semua, Amin.

Makassar, Juni 2016

Penulis

Page 7: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Awal penelitian hingga penyususunan skripsi ini tidak terlepas dari peran berbagai

pihak yang sudah memberikan saran, motivasi, doa, dan bantuan materi sehingga

selesainya skripsi ini. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih

setulusnya dan pernghargaan kepada :

1. Bapak Prof,Dr. Amran Saru ST, M.Si dan Dr. Ahmad Bahar, ST,M.Si selaku

pembimbing dalam penyelesaian skripsi yang telah banyak membantu dalam

berbagai hal terlebih untuk waktu di sela-sela kesibukan yang telah diluangkan

bagi penulis untuk berkonsultasi, memberikan saran dan motivasi dalam

penyelesaian skripsi.

2. Bapak Ir. Marzuki Ukkas, DEA, Dr. Supriadi, ST,M.Si dan Prof.Dr.Ir. Rohani

Ambo Rappe, M.Si selaku dosen penguji yang telah menguji, memberikan

tanggapan, dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Khairul Amri, ST, M,Stud sebagai penasehat akademik, yang telah

banyak memberikan bimbingan dan arahan sehingga penulis dapat menjalani

perkuliahan dengan baik.

4. Dekan, Wakil Dekan, Ketua Jurusan dan para Dosen Fakultas Ilmu Kelautan dan

Perikanan, Universitas Hasanuddin, yang telah membagikan ilmu pengetahuan

dan pengalamannya kepada penulis.

5. Para staf Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP, yang telah membantu dan melayani

penulis dengan baik dan tulus.

Page 8: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

vii

6. Kedua orang tua penulis, Ayahanda tercinta Drs. Abdul Haris dan Ibunda

tercinta Nurjannah, yang selama ini membimbing, mendoakan, dan

memberikan dorongan selama masa studi.

7. Saudara-saudaraku di Koslet (2009. Terima kasih untuk kebersamaannya

selama perkuliahan, canda tawa dan hari-hari yang sunguh berkesan.

8. Untuk semua pihak yang telah membantu tapi tidak sempat disebutkan satu

persatu, terima kasih untuk segala bantuannya.

Semoga skripsi ini bisa memberikan manfaat dan Semoga Tuhan Yang Maha

Esa membalas semua bentuk kebaikan dan ketulusan yang telah diberikan oleh

semua pihak penulis.

Page 9: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

viii

DAFTAR ISI DAFTAR ISI .............................................................................................................. i

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. x

DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xii

I. PENDAHULUAN ................................................................................................. 13

A. Latar Belakang ................................................................................................ 13

B. Tujuan dan Kegunaan ..................................................................................... 14

C. Ruang Lingkup ............................................................................................... 14

II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 15

A. Mangrove ...................................................................................................... 15

1. Komposisi Jenis Mangrove ............................................................................ 15

2. Kerapatan Jenis Mangrove ............................................................................ 16

3. Struktur Komunitas Mangrove ...................................................................... 17

4. Aspek Ekologis Ekosistem Mangrove ............................................................ 17

B. Makrozoobentos ............................................................................................ 17

1. Distribusi Makrozoobentos ............................................................................. 18

2. Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E), dan Dominansi (C) ....................... 19

C. Parameter Oseanografi ................................................................................. 22

1. Salinitas ......................................................................................................... 22

2. pH .................................................................................................................. 22

3. Suhu .............................................................................................................. 22

4. Substrat ......................................................................................................... 23

5. Bahan Organik Total (BOT) ........................................................................... 23

6. Arus ............................................................................................................... 24

7. Pasang surut ................................................................................................. 24

III. METODE PENELITIAN ..................................................................................... 26

A. Waktu dan tempat ......................................................................................... 26

B. Alat dan Bahan .............................................................................................. 26

C. Prosedur Penelitian ....................................................................................... 27

1. Tahap Persiapan ........................................................................................... 27

Page 10: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

ix

2. Observasi Awal dan Penentuan Stasiun ........................................................ 28

3. Pengambilan Data ........................................................................................ 28

D. Analisis Data.................................................................................................. 33

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 37

A. Gambaran Umum Lokasi ............................................................................... 37

B. Komposisi Jenis Mangrove ............................................................................ 39

C. Penutupan Mangrove .................................................................................... 41

D. Kerapatan Mangrove ..................................................................................... 42

E. Kepadatan Makrozoobenthos ........................................................................ 43

F. Parameter Lingkungan .................................................................................. 44

1. Suhu .............................................................................................................. 44

2. Salinitas ......................................................................................................... 45

3. pH (Derajat Keasaman) ................................................................................. 45

4. Pasang surut ................................................................................................. 46

5. Arus ............................................................................................................... 46

6. Bahan Organik Total (BOT) ........................................................................... 47

7. Hubungan sedimen dengan marozoobents......................................................38

G. Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (C)

Makrozoobentos. ................................................................................................ 49

H. Analisis PCA .................................................................................................. 50

V. SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 52

A. Simpulan ......................................................................................................... 52

B. Saran .............................................................................................................. 52

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 54

LAMPIRAN .................................................................... Error! Bookmark not defined.

Page 11: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

x

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Gambar 1. Peta Penelitian perairan Desa Monte Kecamatan Bone-bone Kabupaten

Luwu Utara, Sulawesi Selatan. ........................................................... ..26

Gambar 2. Contoh tehnik pengambilan data mangrove...........................................17

Gambar 3. Contoh teknik pengambilan sampel makrozoobentos ........................... 29

Gambar 4. Komposisi jenis mangrove seluruh stasiun ........................................... 28

Gambar 5. Grafik penutupan basal mangrove ........................................................ 42

Gambar 6. Grafik kerapatan mangrove.....................................................................32

Gambar 7. Grafik total kepadatan makrozoobentos ............................................... 43

Gambar 8. Grafik pasang surut .............................................................................. 46

Gambar 9. Hubungan BOT dengan makrozoobentos...............................................38

Gambar 10. Hubungan sedimen dengan makrozoobentos......................................39

Gambar 11. Hasil analisis PCA.................................................................................41

Page 12: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

xi

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Tabel 1. Kategori indeks keanekaragaman............................................................. 20

Tabel 2. Kategori indeks keseragaman (E) (Odum, 1993). ..................................... 21

Tabel 3. Kategori indeks dominansi (C) (Odum, 1993). .......................................... 21

Tabel 4. Kriteria kandungan bahan organik dalam sedimen ................................... 23

Tabel 5. Skala Wentworth untuk mengklasifikasi partikel-partikel sedimen (Hutabarat

dan Evans, 2000). ..................................................................................... 32

Tabel 6. Krikteria penutupan dan Kerapatan mangrove .......................................... 34

Tabel 7. Parameter lingkungan ............................................................................... 44

Tabel 8. Indeks Keanekaragaman(H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) ........ 40

Page 13: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

Lampiran 1. Hasil oneway anova Kerapatan Mangrove ......................................... 48

Lampiran 2. Nilai rata-rata tinggi muka air laut (MSL) ............................................ 50

Lampiran 3. Kecepatan arus .................................................................................. 52

Lampiran 4. Analisis Jenis Sedimen ...................................................................... 54

Lampiran 5. Indeks Ekologi Makrozoobenthos di Stasiun Pengamatan ................. 55

Lampiran 6. Kerapatan Jenis Mangrove ................................................................ 56

Lampiran 7. Hasil analisis BOT...............................................................................57

Lampiran 8. Penutupan Jenis pohon Mangrove ..................................................... 58

Lampiran 9. Hasil Analisi XLstat ............................................................................ 63

Lampiran 10. Foto Kegiatan Lapangan .................................................................. 64

Lampiran 11. Spesies makrozoobentos di lokasi penelitian ..... Error! Bookmark not

defined.

Page 14: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

13

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mangrove adalah suatu komunitas tumbuhan atau suatu individu jenis

tumbuhan yang membentuk komunitas tersebut didaerah pasang surut, hutan

mangrove atau yang sering disebut hutan bakau. Hutan bakau merupakan

sebagian wilayah ekosistem pantai yang mempunyai karakter unik dan khas dan

memiliki potensi kekayaan hayati. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem

yang terdiri atas lingkungan biotik dan abiotik yang saling berinteraksi di dalam

suatu habitat mangrove (Wijayanti, 2007).

Salah satu organisme infauna di ekosistem mangrove yaitu

makrozoobenthos. Makrozoobenthos adalah organisme yang hidup di dasar

perairan (epifauna) atau di dalam substrat dasar perairan (infauna) dengan

ukuran lebih besar dari 1 mm (Odum, 1993).

Makrozoobentos memanfaatkan ekosistem mangrove sebagai habitat

utama. Struktur ekosistem mangrove yang dalam kondisi terlestarikan akan

menimbulkan rantai makanan bagi biota yang kompleks. Makrozoobentos yang

memiliki habitat pada dasar mangrove merupakan salah satu mahluk hidup yang

berhubungan langsung dengan keberadaan dan fungsi perlindungan dari

mangrove. Makrozoobentos yang terus menerus berinteraksi dengan mangrove

dan sedimen yang dibawa arus menuju lautan merupakan salah satu indikator

penting dalam menganalisa sejauh mana peranan mangrove dalam menetralisir

keadaan ekosistem disekitarnya (Kasmini, 2014).

Benthos relatif hidup menetap, sehingga baik untuk digunakan sebagai

petunjuk kualitas lingkungan, karena selalu kontak dengan limbah yang masuk

ke habitatnya. Kelompok hewan tersebut dapat lebih mencerminkan adanya

Page 15: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

14

perubahan faktor-faktor lingkungan dari waktu ke waktu (Rosenberg, 1993 dalam

Anggi, 2013).

Keberadaan hewan benthos pada suatu perairan, sangat dipengaruhi oleh

berbagai faktor lingkungan, baik biotik maupun abiotik. Faktor biotik yang

berpengaruh diantaranya adalah produsen, yang merupakan salah satu sumber

makanan bagi hewan benthos. Faktor abiotik,faktor fisika-kimia air yang meliputi:

suhu, arus, oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen terlarut (BOT) dan tipe

substrat dasar (Allard dan Moreau, 1987 dalam Ayu, 2005).

Penggunaan makrozoobenthos sebagai indikator kualitas perairan

dinyatakan dalam bentuk indeks biologi. Kemudian oleh para ahli biologi

perairan, pengetahuan ini dikembangkan, sehingga perubahan struktur dan

komposisi organisme perairan karena berubahnya kondisi habitat dapat dijadikan

indikator kualitas perairan (Rosenberg,1993 dalam Anggi, 2013).

B. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui struktur komunitas

makrozoobentos kaitannya dengan keragaman mangrove di desa Munte

Kecamatan Bone-Bone Kabupaten Luwu Utara.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi

penelitian selanjutnya yang akan melakukan penelitian struktur komunitas

makrozoobentos kaitannya dengan keragaman mangrove.

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah Penutupan Mangrove, Kerapatan

Mangrove, Kepadatan Makrozoobentos, Salinitas, Suhu, pH, Substrat, Bot, Arus

dan Pasang Surut.

Page 16: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

15

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Mangrove

Mangrove adalah suatu komunitas tumbuhan atau suatu individu jenis

tumbuhan yang membentuk komunitas tersebut di daerah pasang surut, hutan

mangrove atau yang sering disebut hutan bakau merupakan sebagian wilayah

ekosistem pantai yang mempunyai karakter unik dan khas dan memiliki potensi

kekayaan hayati. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas

lingkungan biotik dan abiotik yang saling berinteraksi di dalam suatu habitat

mangrove (Wijayanti, 2007).

Sukardjo (1996), mendefinisikan hutan mangrove sebagai sekelompok

tumbuhan yang terdiri atas berbagai macam jenis tumbuhan dari famili yang

berbeda, namun memiliki persamaan daya adaptasi morfologi dan fisiologi yang

sama terhadap habitat yang dipengaruhi oleh pasang surut.

Menurut Supriharyono (2002) mangrove memiliki fungsi Secara fisik, hutan

mangrove berfungsi untuk menjaga garis pantai agar tetap stabil, mereduksi

energi gelombang hingga 60% sehingga dapat mengurangi dampak terjadinya

tsunami, peredam angin, badai, dan pelindung abrasi. Sebagai daerah asuhan

(nursery grounds), daerah mencari makanan (feending grounds), dan daerah

pemijahan (spawning grounds) bagi berbagai jenis ikan, udang dan biota laut

lainnya.

1. Komposisi Jenis Mangrove

Komposisi hutan mangrove terdiri dari asosiasi Avicenia sp, Soneratia sp,

Rhyzopora sp, Bruguiera sp, Ceriops sp, Lumnitzera sp, dan Xylcarpus sp. Nypa

merupakan batas hutan mangrove dan hutan rawa atau hutan pantai. Susunan

Page 17: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

16

formasi dari masing-masing di atas sangat dipengaruhi oleh kadar garam yang

semakin ke darat semakin berkurang (Talib, 2008).

Jenis pohon yang berbeda membentuk zonasi vegetasi antara tempat yang

satu dengan yang lain berbeda. Zonasi adalah mintakat atau suatu daerah yang

dicirikan oeh suatu organisme atau biota yang hidupnya melimpah dan

mendominasi serta seragam pada daerah tertentu, zonasi tumbuhan mangrove

mempunyai variasi pada lokasi yang berbeda (Talib, 2008).

Hutan mangrove memiliki zona tumbuh tertentu. Pembagian zona ini di

mulai dari bagian yang paling kuat mengalami pengaruh angin dan ombak yakni

zona terdepan yang digenangi air berkadar garam tinggi dan ditumbuhi pohon

pionir (Soneratia sp). Dari depan kebelakang zona tumbuh mangrove antara lain:

1. Zona yang paling depan yakni; tumbuhan Avicenia sp (api-api) yang

berasosiasi dengan Sonneratia sp, zona ini mengahadapi ombak, tanah

berlumpur agak lembek dengan salinitas tinggi.

2. Zona Rhyzopora (mange-mange) umumnya didominasi dengan tanaman

bakau jenis Rhyzopra sp. Pada beberapa tempat berasosiasi dengan jenis

seperti Bruguiera sp (tongke).

3. Zona bruguiera, umumnya didominasi oleh tanaman bakau jenis Bruguiera

sp. Pada beberapa tempat sering dijumpai berasosiasi dengan jenis lain

seperti Ceriops tagal. Salinitas sedang.

4. Zona kering dan Nypa. Pada zona ini salinitas airnya sangat rendah dan

tanahnya keras serta kurang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Daerah

ini umumnya didominasi oleh tumbuhan Nypa (Nypa fruticans).

2. Kerapatan Jenis Mangrove

Kerapatan jenis mangrove merupakan jumlah individu mangrove yang

ditemukan dibagi dengan luas area pengamatan, yaitu 100 m2 yang merupakan

Page 18: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

17

luas dari transek yang dipergunakan. Dengan menghitung kerapatan jenis

mangrove pada masing-masing stasiun, maka akan terlihat jenis spesies-spesies

apa saja yang ditemukan pada masing-masing transek, sehingga distribusi dari

masing masing jenis dapat terlihat dengan jelas. Makin besar kerapatan suatu

jenis, makin banyak individu jenis tersebut per satuan luas (Talib, 2008).

3. Struktur Komunitas Mangrove

Struktur komunitas merupakan susunan individu-individu dari beberapa

jenis atau spesies yang terorganisir membentuk komunitas (Wirakusumah 2003)

dalam (Afnia. 2006). Dengan demikian struktur komunitas mangrove meliputi

susunan spesies-spesies mangrove yang ditemukan di suatu zona tertentu.

4. Aspek Ekologis Ekosistem Mangrove

Fungsi hutan mangrove secara ekologis diantaranya sebagai tempat

mencari makan (feeding ground), tempat memijah (spawning ground), dan

tempat berkembang biak (nursery ground) berbagai jenis ikan, udang, kerang

dan biota laut lainnya, tempat bersarang berbagai jenis satwa liar terutama

burung dan reptil. Bagi beberapa jenis burung, vegetasi mangrove dimanfaatkan

sebagai tempat istirahat, tidur bahkan bersarang. Selain itu, mangrove juga

bermanfaat bagi beberapa jenis burung migran sebagai lokasi antara (stop over

area) dan tempat mencari makan, karena ekosistem mangrove merupakan

ekosistem yang kaya sehingga dapat menjamin ketersediaan pakan selama

musim migrasi (Howes et al., 2003 dalam Heru, 2013).

A. Makrozoobentos

Salah satu organisme infauna dan epifauna di ekosistem mangrove yaitu

makrozoobentos. Makrozoobentos adalah organisme yang hidup di dasar

perairan (epifauna) atau di dalam substrat dasar perairan (infauna) dengan

ukuran lebih besar dari 1 mm (Odum, 1993).

Page 19: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

18

Bentos adalah organisme yang mendiami dasar perairan atau tinggal

dalam sedimen dasar perairan. Bentos mencakup organisme nabati yang disebut

fitobenthos dan organisme hewani yang disebut zoobentos (Odum, 1993). Ketika

air surut, organisme akan kembali ke dasar perairan untuk mencari makan.

Beberapa makrozoobentos yang umum ditemui di kawasan mangrove Indonesia

adalah makrozoobentos dari kelas Gastropoda, Bivalvia, Crustacea, dan

Polychaeta (Arief, 2003).

Makrozoobentos memiliki siklus hidup yakni hanya hidup sebagai bentos

dalam separuh saja dari fase hidupnya, misalnya pada stadia muda saja atau

sebaliknya. Pada umumnya cacing dan bivalvia hidup sebagai bentos pada

stadia dewasa, sedangkan ikan demersal hidup sebagai benthos pada stadia

larva (Nybakken, 1992).

Menurut (Knox 1986 dalam Ihlas 2001), mengklasifikasikan

makrozoobentos berdasarkan cara makannya kedalam lima kelompok yaitu :

Hewan pemangsa, hewan penggali, hewan pemakan detritus yang mengendap

dipermukaan, hewan yang menelan makanan pada dasar, hewan yang sumber

bahan makannya dari atas permukaan.

1. Distribusi Makrozoobentos

Makrozoobentos yang menetap di kawasan mangrove kebanyakan hidup

pada substrat keras sampai lumpur, beberapa makrozoobentos yang umum

ditemui di kawasan mangrove Indonesia adalah makrozoobentos dari kelas

Gastropoda, Bivalvia, Crustacea, dan Polychaeta (Arief, 2003).

Distribusi hewan makrozoobentos sangat ditentukan oleh sifat fisika, kimia

dan biologi perairan. Sifat fisika yang berpengaruh langsung terhadap hewan

makrozoobentos adalah kedalaman, kecepatan arus, kekeruhan, substrat dasar

Page 20: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

19

dan suhu perairan. Sedangkan sifat kimia yang berpengaruh langsung adalah

derajat keasaman dan kandungan oksigen terlarut (Odum, 1971).

Ditambahkan oleh (Krebs 1978) bahwa faktor biologi perairan yang

mempengaruhi komunitas hewan bentos adalah kompetisi (persaingan ruang

hidup dan makanan), predator (pemangsa) dan tingkat produktivitas primer.

Masing-masing faktor biologi tersebut dapat berdiri sendiri akan tetap ada

kalanya faktor tersebut saling berinteraksi dan bersama-sama mempengaruhi

komunitas pada suatu perairan.

2. Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E), dan Dominansi (C)

Makrozoobentos baik digunakan sebagai bioindikator disuatu perairan

karena habitat hidupnya yang relatif tetap. Perubahan kualitas air, ketersediaan

serasah dan substrat hidupnya sangat mempengaruhikelimpahan dan

keanekaragaman makrozoobentos. Kelimpahan dan keanekaragaman sangat

bergantung pada toleransi dan tingkat sensitivnya terhadap kondisi

lingkungannya. Kisaran toleransi dari makrozoobentos terhadap lingkungan

berbeda-beda (Wilhm, 1975 dalam Marsaulina, 1994) Komponen lingkungan baik

yang hidup (biotik) maupun yang tak hidup (abiotik) mempengaruhi kelimpahan

dan keanekaragaman biota air yang ada pada suatu perairan, sehingga tingginya

kelimpahan individu tiap jenis dapat dipakai untuk menilai kualitas suatu perairan.

Menurut (Ina, 1989 dalam Tenribali, 2015) mengatakan bahwa nilai indeks

keanekaragaman (H’) terbesar didapatkan jika semua individu yang diperoleh

berasal dari satu jenis atau genera yang berbeda-beda dan keanekaragaman

mempunyai nilai kecil atau sama dengan 0, jika suatu individu berasal dari satu

atau hanya beberapa jenis (Tabel 1).

Page 21: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

20

Tabel 1. Kategori indeks keanekaragaman

No Keanekaragaman (H‘) Kategori

1. H’ < 2 Rendah

2. 2 < H’ < 3,00 Sedang

3. H’ ≥ 3, 00 Tinggi

Nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener berkisar antara 0 - ~

dengan krikteria sebagai berikut:

Jika H’ < 2 : keanekaragaman genera/spesies rendah. Penyebaran jumlah

individu tiap genera/spesies rendah, kestabilan komunitas

rendah dan keadaan perairan telah tercemar.

Jika 2 < H’< 3 : keanekaragaman sedang, penyebaran jumlah individu sedang

dan kestabilan perairan telah tercemar sedang.

Jika H’> 3 : keanekaragaman tinggi, penyebaran jumlah individu tiap spesies

tiap genera tinggi, kestabilan komunitas tinggi dan perairan

belum tercemar.

Keseragaman (E) dapat menunjukan keseimbangan dalam suatu

pembagian jumlah individu tiap jenis. Keseragaman (E) mempunyai nilai yang

besar jika individu ditemukan berasal dari spesies atau genera yang berbeda-

beda, semakin kecil indeks keseragaman (E) semakin kecil pula keseragaman

jenis dalam komunitas, artinya penyebaran jumlah individu tiap jenis tidak sama,

ada kecenderungan didominasi oleh jenis tertentu. Indeks keseragaman

merupakan angka yang tidak bersatuan, besarnya berkisar 0-1. Nilai indeks

keseragaman (E) yaitu 0,75 < E < 1,00 menandakan kondisi komunitas yang

stabil. Komunitas yang stabil menandakan ekosistem tersebut mempunyai

keanekaragamn yang tinggi, tidak ada jenis yang dominan serta pembagian

jumlah individu (Odum, 1993) (Tabel 2).

Page 22: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

21

Tabel 2. Kategori indeks keseragaman (E) (Odum, 1993).

No. Keseragaman (E) Kategori

1. 0,00 < E < 0,50 Komunitas Tertekan

2. 0,50 < E < 0,75 Komunitas Labil

3. 0,75 < E < 1,00 Komunitas Stabil

Dominansi jenis organisme dalam suatu komunitas ekosistem perairan

diketahui dengan cara menghitung indeks dominansi dari organisme tersebut.

Nilai indeks dominansi berkisar antara 0 sampai dengan 1. Dimana semakin

mendekati satu maka ada organisme yang mendominasi ekosistem perairan,

sebaliknya jika mendekati nol maka tidak ada jenis organisme yang dominan

(Odum, 1993). Hubungan antara keragaman, keseragaman dan dominansi

terkait satu sama lain, dimana apabila organisme beranekaragam berarti

organisme tersebut tidak seragam dan tentu tidak ada yang mendominasi (Tabel

3).

Tabel 3. Kategori indeks dominansi (C) (Odum, 1993).

No. Dominansi (C) Kategori

1. 0,00 < C < 0,50 Rendah

2. 0,50 < C < 0,75 Sedang

3. 0,75 < C < 1,00 Tinggi

Dominansi jenis diperoleh menurut indeks dominansi Simpson, dimana

nilainya berkisar antara 0 – 1 dengan kriteria sebagai berikut (Odum, 1993):

C = ~ 0, berarti tidak ada jenis yang mendominasi atau komunitas dalam

keadaan stabil.

Page 23: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

22

C = ~1, berarti ada dominansi dari jenis tertentu atau komunitas dalam keadaan

tidak stabil.

B. Parameter Oseanografi

1. Salinitas

Salinitas dapat mempengaruhi penyebaran organisme benthos baik secara

horizintal, maupun vertikal. Secara tidak langsung mengakibatkan adanya

perubahan komposisi organisme dalam suatu ekosistem. (Odum, 1993).

Gastropoda yang bersifat mobile mempunyai kemampuan untuk bergerak

guna menghindari salinitas yang terlalu rendah, namun bivalvia yang bersifat

sessile akan mengalami kematian jika pengaruh air tawar berlangsung lama

(Effendy, 2000 dalam Syamsurisal, 2011).

Menurut Hutabarat dan Evans (1985) kisaran salinitas yang masih mampu

mendukung kehidupan organisme perairan, khususnya fauna makrobenthos

adalah 15 - 35‰.

2. pH

pH merupakan faktor pembatas bagi organisme yang hidup di suatu

perairan. Perairan dengan pH yang terlalu tinggi atau rendah akan

mempengaruhi ketahanan hidup organisme yang hidup didalamnya (Odum,

1993). Effendy (2000) menambahkan bahwa sebagian besar biota akuatik

sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai kisaran pH sekitar 7 – 8,5.

Oksigen terlarut merupakan variabel kimia yang mempunyai peran penting

sekaligus menjadi faktor pembatas bagi kehidupan biota air (Nybakken, 1988).

3. Suhu

Tiap organisme perairan mempunyai batas toleransi yang berbeda

terhadap perubahan suhu perairan bagi kehidupan dan pertumbuhan organisme

perairan. Hewan laut misalnya hidup dalam batas-batas suhu tertentu. Ada yang

Page 24: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

23

mempunyai toleransi yang besar terhadap perubahan suhu, disebut

bersifat euriterm. Ada pula yang toleransinya kecil disebut

bersifat stenoterm. Hewan yang hidup dizona pasang-surut dan sering

mengalami kekeringan mempunyai daya tahan yang besar terhadap perubahan

suhu. Kisaran suhu yang baik bagi kehidupan organisme perairan adalah antara

18-30 oC (Nontji, 2002).

4. Substrat

Substrat sangat penting bagi organisme yang hidup didasar perairan, baik

pada air yang diam maupun air mengalir. Substrat dapat digolongkan atas

substrat lumpur, substrat lumpur berpasir, dan substrat pasir. Pada umumnya

substrat dasar yang berlumpur lebih disenangi oleh bentos dari pada dasar yang

berupa pasir (Mayasari, 2011).

5. Bahan Organik Total (BOT)

Bahan organik merupakan bahan yang bersifat kompleks dan dinamis,

berasal dari sisa tanaman dan hewan yang terdapat di dalam tanah yang

mengalami perombakan.

Sedimen pasir kasar umumnya memiliki jumlah bahan organik yang sedikit

dibandingkan jenis sedimen halus, karena sedimen sedimen pasir kasar kurang

memiliki kemampuan untuk mengikat bahan organik yang lebih banyak.

Sebaliknya, jenis sedimen halus memiliki kemampuan cukup besar untuk

mengikat bahan organik. Karena bahan organik sedimen memerlukan proses

aerasi. Standar bahan organik total yang diperbolehkan agar organisme dapat

hidup berkisar 0,68 – 17 ppm (Ukkas, 2009 dalam Anggi, 2013). Menurut

Reynold (1971) mengklasifikasikan kandungan bahan organik dalam sedimen

yaitu terlihat dalam (Tabel 4).

Tabel 4. Kriteria kandungan bahan organik dalam sedimen

Page 25: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

24

No

Kandungan bahan organik (%) Kriteria

1 >35 Sangat Tinggi

2 17 – 35 Tinggi

3 7 – 17 Sedang

4 3,5 – 7 Rendah

5 < 3,5 Sangat Rendah

6. Arus

Gelombang dan arus dapat merubah struktur dan fungsi ekosistem

mangrove pada lokasi yang memiliki gelombang dan arus yang cukup besar

biasanya hutan mangrove mengalami abrasi sehingga terjadi pengurangan

luasan hutan, Gelombang dan arus juga berpengaruh langsung terhadap

distribusi spesies misalnya buah yang terbawa gelombang dan arus sampai

menemukan substrat yang sesuai untuk menancap dan akhirnya tumbuh dan

Gelombang dan arus berpengaruh tidak langsung terhadap sedimentasi pantai

dan pembentukan padatan padatan pasir di muara sungai. Terjadinya

sedimentasi dan padatan padatan pasir ini merupakan substrat yang baik untuk

menunjang pertumbuhan mangrove (Parcival and Womersley, 1975 dalam

Kusmana, 1995).

7. Pasang surut

Pasang yang terjadi di kawasan mangrove sangat menentukan zonasi

tumbuhan dan komunitas hewan yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove

(Parcival and Womersley, 1975 dalam Kusmana, 1995).

secara rinci pengaruh pasang terhadap pertumbuhan mangrove dijelaskan

sebagai berikut:

a. Lama pasang

Page 26: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

25

1) Lama terjadinya pasang di kawasan mangrove dapat mempengaruhi

perubahan salinitas air dimana salinitas akan meningkat pada saat

pasang dan sebaliknya akan menurun pada saat air laut surut

2) Perubahan salinitas yang terjadi sebagai akibat lama terjadinya pasang

merupakan faktor pembatas yang mempengaruhi distribusi spesies

secara horizontal.

3) Perpindahan massa air antara air tawar dengan air laut mempengaruhi

distribusi vertikal organisme

b. Durasi pasang

1) Struktur dan kesuburan mangrove di suatu kawasan yang memiliki jenis

pasang diurnal, semi diurnal, dan campuran akan berbeda.

2) Komposisi spesies dan distribusi areal yang digenangi berbeda. Menurut

durasi pasang atau frekuensi penggenangan. Misalnya: penggenagan

sepanjang waktu maka jenis yang dominan adalah Rhizophora mucronata

dan jenis Bruguiera serta Xylocarpus kadang kadang ada.

c. Rentang pasang (tinggi pasang)

1) Akar tunjang yang dimiliki Rhizophora mucronata menjadi lebih tinggi

pada lokasi yang memiliki pasang yang tinggi dan sebaliknya.

2) Pneumatophora Sonneratia sp menjadi lebih kuat dan panjang pada

lokasi yang memiliki pasang yang tinggi.

Page 27: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

26

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-September 2014 dengan

jangka waktu tersebut meliputi studi literatur, survey lapangan, pengambilan dan

pengolahan data. Lokasi penelitian yang bertempat di perairan Desa Munte

Kecamatan Bone-bone Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan (Gambar 1).

Identifikasi bentos dilakukan di Laboratorium Ekologi Laut, analisis bahan organik

total (BOT) serta analisis besar butir sedimen dilakukan di Laboratorium

Geomorfologi dan Manajemen Pantai, Jurusan Ilmu Kelautan, Universitas

Hasanuddin.

Gambar 1. Peta Penelitian perairan Desa Monte Kecamatan Bone-bone Kabupaten

Luwu Utara, Sulawesi Selatan.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Global Positioning

System) untuk menentukan posisi titik koordinat tiap-tiap stasiun, kantong sampel

untuk menyimpan sampel, roll meter untuk mengukur jarak tiap stasiun

Page 28: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

27

pengamatan, alat tulis menulis untuk mencatat data dan sampel yang didapat,

spidol permanen untuk pelabelan sampel, kertas label untuk menandai sampel,

sekop berukuran 20 cm x 20 cm untuk mengambil sampel makrozoobentos dan

sedimen, kamera digital untuk mendokumentasikan kegiatan penelitian, cool box

untuk menyimpan sampel yang telah diambil, jaring ukuran 0.5 cm untuk

memisahkan makrozoobentos dengan sedimen, ayakan sedimen untuk

menyaring butiran sedimen, timbangan digital untuk mengukur berat sedimen,

oven untuk mengeringkan sedimen, seive net untuk memisahkan jenis sedimen,

tanur untuk memijarkan sedimen, buku identifikasi digunakan untuk

mengidentifikasi jenis makrozoobentos.

Untuk pengukuran data oseanografi digunakan pH meter untuk mengukur

pH perairan, termometer untuk mengukur suhu perairan, handrefraktometer

untuk mengukur salinitas perairan, layang-layang arus untuk mengukur

kecepatan arus, kompas bidik untuk mengetahui arah arus, stopwatch untuk

mengukur waktu, sedangkan bahan yang digunakan yaitu alkohol 70% untuk

mengawetkan sampel makrozoobentos.

C. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dibagi ke dalam beberapa tahap yaitu tahap persiapan,

observasi awal dan penentuan stasiun, pengambilan data mangrove,

makrozoobentos serta pengukuran parameter lingkungan.

1. Tahap Persiapan

Tahap ini meliputi studi literatur dan pengumpulan data yang berhubungan

dengan penelitian, survei lapangan serta mempersiapkan alat-alat yang akan

digunakan selama penelitian di lapangan.

Page 29: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

28

2. Observasi Awal dan Penentuan Stasiun

Observasi awal dilakukan untuk mendapatkan gambaran secara

menyeluruh mengenai stasiun penelitian. Adapun metode yang digunakan di

dalam menentukan lokasi stasiun adalah “Purposive Random Sampling” yakni

lokasi stasiun yang ditentukan berdasarkan areal Mangrove yang akan diteliti.

Sedangkan setiap stasiun dilakukan pengulangan sebanyak lima kali. Masing-

masing posisi geografis stasiun direkam menggunakan GPS (Global Positioning

System).

3. Pengambilan Data

a. Mangrove

Pengambilan data mangrove dilakukan dengan membuat plot 10×10m

pada setiap stasiun dengan menggunakan transek dan dilakukan pengulangan

sebanyak 5 kali.

Gambar 2. Pengambilan data mangrove.

b. Penutupan Mangrove

Mengestimasi persentase penutupan mangrove dengan menempatkan

transek kuadran (10 m x 10 m) pada setiap titik sampling pada transek line

tersebut.

Untuk pengamatan persen penutupan mangrove dilakukan dengan

menghitung berapa persen suatu spesies menutupi areal dalam tiap sub plot

10 m

10 m 10 m

10 m

10 m

10 m

10 m

10 m

10 m

10 m

Page 30: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

29

pengamatan. Untuk komposisi jenis dilakukan dengan cara menghitung setiap

jenis spesies kemudian membandingkan seberapa persen jumlahnya terhadap

seluruh jenis mangrove. Dan untuk kerapatan mangrove dilakukan dengan cara

menghitung banyaknya individu yang terdapat dalam setiap plotnya

c. Makrozoobentos

Pengambilan sampel makrozoobentos dilakukan dengan menggunakan

skop dengan kedalaman kurang lebih 20 cm pada setiap transek berukuran 10 m

x 10 m. Dalam transek diambil sampel makrozoobentos, masing-masing diambil

pada keempat sudut transek kuadran dan pada bagian tengah transek kuadran.

Sampel yang telah diambil kemudian disaring dengan menggunakan jaring dan

organisme makrozoobentos yang tersaring diambil dan dimasukkan ke dalam

kantong sampel, dan diberi label stasiun, kemudian diberi pengawet alkohol 70

%. Identifikasi makrozoobentos dilakukan di laboratorium Biologi Laut dengan

bantuan buku identifikasi Bunjamin Dharma (1988).

Gambar 3. Contoh teknik pengambilan sampel makrozoobentos

4. Pengukuran Parameter Lingkungan

Pengukuran parameter lingkungan antara lain, pengukuran parameter fisika

(Pasang surut, arus, serta sedimen) dan parameter kimia (suhu, salinitas, pH,

10 m

10 m

Page 31: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

30

V = s / t

dan bahan organik total sedimen). Metode pengukuran parameter lingkungan

sebagai berikut:

a. Arus

Pengukuran arus dilakukan pada masing-masing stasiun pengamatan.

Pengukuran kecepatan arus dilakukan dengan menggunakan layang-layang arus

dan stopwatch. Sedangkan arah arus ditentukan dengan menggunakan kompas

bidik dengan mengamati arah datangnya arus. Kecepatan arus dihitung dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

dimana : V = Kecepatan arus (meter/detik)

s = Jarak tempuh layang-layang arus

t = Waktu (detik)

b. Suhu

Suhu diukur dengan menggunakan termometer dan dilakukan langsung

dilapangan pada stasiun pengamatan. Nilai yang ditunjukkkan oleh termometer

yang digunakan kemudian dicatat.

c. Salinitas

Pengukuran salinitas dilakukan dengan menggunakan handrefraktometer

dan dilakukan langsung pada stasiun pengamatan. Sampel air diambil, kemudian

handrefraktometer ditetesi air dan mencatat nilai salnitas yang terlihat pada

handrefraktometer.

d. Kandungan Bahan Organik Total (BOT)

Proses analisa bahan organik total (BOT) pada sampel sedimen sebagai

berikut:

Page 32: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

31

1) Cawan porselen tempat sampel dipanaskan dalam oven pada suhu 1050C

selama 1 jam, kemudian cawan kosong tersebut ditimbang sebagai berat

awal/berat cawan kosong (BCK).

2) Sampel sedimen yang sebelumnya telah dihaluskan sebanyak ± 10 gram

dimasukkan dalam cawan porselen, lalu ditimbang sebagai berat sampel

(BS).

3) Cawan porselen berisi sampel sedimen tadi dimasukkan dalam tanur dengan

suhu ± 6000C selama 3 jam, lalu didinginkan dalam desikator selama 30

menit kemudian ditimbang sebagai berat akhir/berat setelah pemijaran

(BSP).

Kandungan BOT sedimen dihitung menggunakan rumus berikut :

Kandungan bahan organik (berat BOT) = (BCK + BS) – BSP

Sedangkan persentase kandungan bahan organik total sampel sedimen

dihitung dengan rumus :

% BOT = (𝐵𝐶𝐾+𝐵𝑆)− 𝐵𝑆𝑃

𝐵𝑆 atau

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑂𝑇

𝐵𝑆× 100

Dimana: % BOT =persentase bahan organik total

BCK = berat cawan kosong (gram)

BS = berat cawan sampel awal (gram)

BSP = berat setelah pemijaran (gram)

e. pH

Pengukuran pH perairan dilakukan pada setiap stasiun pengamatan

dengan menggunakan kertas pH dan dilakukan langsung di lapangan. Sampel

yang telah diukur menggunakan kertas pH kemudian dicocokkan berdasarkan

standar warna kemudian dicatat nilainya.

Page 33: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

32

f. Sedimen

Untuk sampel sedimen dilakukan analisa butir dengan menggunakan

metode Dry Sieving berdasarkan skala Wentworth (Hutabarat dan Evans, 2000).

Metode pengayakan digunakan untuk menentukan distribusi ukuran butiran

sedimen. Skala Wentworth (Tabel 1) digunakan untuk mengklasifikasikan

sedimen menurut ukuran butirannya. Analisa sampel sedimen dengan metode

pengayakan kering untuk mengetahui ukuran butir sedimen.

Adapun prosedur pengayakan adalah sebagai berikut:

1) Sampel sedimen, dibersihkan kemudian dikeringkan agar dapat disaring.

2) Sebanyak 100 gram sampel sedimen ditimbang sebagai berat awal,

selanjutnya dimasukkan ke dalam sieve net yang telah tersusun secara

berurutan dengan ukuran >2 mm, 2-1 mm, 1-0,5 mm, 0,5-0,25 mm, 0,25-

0,125 mm, 0,125-0,625 mm, < 0,0625 mm. Kemudian mengayak sampel

sehingga didapatkan pemisahan masing-masing partikel sedimen.

3) Sampel sedimen dipisahkan dari ayakan, selanjutnya dimasukkan ke dalam

cawan petri untuk ditimbang.

4) Sampel kemudian diklasifikasi berdasarkan skala Wentworth (Tabel 2).

Tabel 5. Skala Wentworth untuk mengklasifikasi partikel-partikel sedimen (Hutabarat dan Evans, 2000).

Ukuran (mm) Keterangan

> 256 Kerakal

2 – 256 Kerikil

1 – 2 Pasir sangat kasar

0,5 – 1 Pasir kasar

0,25 – 0,5 Pasir agak kasar

0,125 – 0,25 Pasir halus

0,0625 – 0,125 Pasir sangat halus

0,0039 – 0,00625 Lanau

< 0,0039 Lempung

Untuk pengolahan data sedimen menggunakan rumus (Hariyadi, 1992 dalam

Risal, 2012).

Page 34: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

33

Menghitung % berat sedimen :

Berat Hasil Ayakan % Berat = X 100%

Berat Awal

Menghitung % berat kumulatif:

% Kumulatif = % Berat 1 + % Berat 2 + % Berat 3 +.... % Berat n

D. Analisis Data

1. Pengolahan data mangrove

Komposisi Jenis Mangrove

Untuk menghitung Komposisi jenis mangrove menggunakan rumus

(Bengen 2002 dan Kusmana 1997),

Penutupan Mangrove

Untuk menghitung Penutupan mangrove menggunakan rumus: (Amran,

2013)

dan

Dimana :

Ci = penutupan jenis (i) dalam satu unit area

A = luas total plot ( m2 )

∑C= jumlah penutupan dari semua jenis

Rci = penutupan relatif jenis i ( % )

DBH= lingkar batang ( m )

Ci = ∑BA

A

Rci =𝐶𝑖

∑𝐶

Komposisi Jenis = Jumlah Jenis

Luas Plot

Page 35: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

34

BA = 𝜋 𝐷𝐵𝐻2/4

Kerapatan Mangrove

Untuk menghitung kerapatan mangrove menggunkan rumus :

Dimana :

K = kerapatan (pohon/m2)

Ni = jumlah tegakan dari setiap jenis mangrove

A = luasan kuadrat (10 x 10 m2).

Kondisi penutupan dan kerapatan mangrove dinilai berdasarkan krikteria

baku kerusakan mangrove yang dikeluarkan dalam Kepmen LH No 201 tahun

2004 yaitu

Tabel 6. Krikteria penutupan dan Kerapatan mangrove

Krikteria Penutupan ( % ) Kerapatan ( Pohon/ha )

Baik Sangat padat ≥ 75 ≥ 1500

Sedang ≥ 50 - ≤ 75 ≥ 1000 - ≤ 1500

Rusak Jarang ≤ 50 ≤ 1000

2. Pengelolaan data makrozoobenthos

a. Kepadatan Makrozoobentos

Kepadatan individu makrozoobentos dihitung dengan menggunakan rumus

(Odum, 1971):

𝐾 =ni

A

dimana : K = Kepadatan individu (ind/m2)

ni = Jumlah individu Makrozoobentos

A = Luas transek kuadran

K = ni

A

Page 36: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

35

H’= - ∑ ( 𝑛𝑖

𝑁 ) In (

𝑛𝑖

𝑁)

E = 𝐻′

𝐼𝑛 𝑆

Untuk melihat keanekaragaman, keseragaman dan dominansi pada tiap-

tiap stasiun maka dilanjutkan dengan menghitung indeks keanekaragaman,

keseragaman dan dominansi. Adapun untuk pengolahan datanya adalah sebagai

berikut:

b. Indeks Keanekaragaman (H’)

Indeks Keanekaragaman dihitung dengan menggunakan rumus “Shannon

Index of Diversity” (Odum, 1971):

dimana : H’ = Indeks Keanekaragaman

ni = Jumlah individu setiap spesies

N = Jumlah individu seluruh spesies

c. Indeks Keseragaman (E)

Indeks Keseragaman dihitung dengan menggunakan rumus “Evenness

Index” (Odum, 1971):

dimana : E = Indeks Keseragaman

H’ = Indeks Keanekaragaman

S = Jumlah seluruh spesies

d. Indeks Dominansi (C)

Indeks Dominansi dihitung dengan menggunakan rumus “Index of

Dominance” dari Simpson (Odum, 1971):

Page 37: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

36

C = ∑ ( 𝑛𝑖

𝑁 )2

dimana: C = Indeks Dominansi

ni = Jumlah individu tiap spesies

N = Jumlah individu seluruh spesies

Page 38: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

37

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi

Lokasi Calon Kawasan Konservasi Perairan Daerah, Kabupaten Luwu

Utara berada di Kelurahan/Desa Poreang, Kecamatan Tana Lili. Kecamatan

Tana Lili merupakan kecamatan baru yang berasal dari pemekaran wilayah

Kecamatan Bone-bone. Luas wilayah Kecamatan Tana Lili adalah sebesar 14,75

Km² atau sebesar 9,87% dari luas Kecamatan Tana Lili (149,41 Km2). Desa

Poreang berbatasan langsung dengan Desa Munte dan Karondang di sebelah

barat. Sedangkan batas sebelah utara berbatasan dengan Desa Bungadidi, dan

di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Luwu Timur dan sebelah Selatan

berbatasan dengan Teluk Bone.

Sampai dengan tahun 2012, tingkat kepadatan penduduk di Desa Poreang

masih tergolong rendah. dengan luas wilayah 14,75 Km² dan jumlah penduduk

sebanyak 2150 orang, maka tingkat kepadatan penduduk di kecamatan ini hanya

sebesar 146 orang per Km². Dengan kata lain setiap Km luas wilayah di Kecamatan

Tana Lili secara rata-rata hanya didiami oleh 146 orang. Pada tahun yang sama,

jumlah penduduk laki-laki sebanyak 1085 orang dan jumlah penduduk

perempuan 1060 orang. Dengan demikian maka rasio jenis kelamin adalah sebesar

102 yang artinya dari setiap 100 penduduk perempuan terdapat 102 penduduk laki-

laki. Jumlah rumah tangga di Desa Poreang sebesar 460 keluarga, dengan rata-

rata jumlah anggota keluarga sebesar 5 orang (BPS dan Bappeda Luwu Utara,

2013).

Dari 469 KK, 113 KK sudah menempati rumah yang permanen, namun

sebagiaan besar masih bukan permanen (356 rumah). Kondisi kesehatan

lingkungan belum baik, tidak memiliki jamban sendiri, meskipun sudah terdapat

Page 39: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

38

saluran pembuangan limbah cair. Walaupun demikian, sebagian besar

penduduk masih membakar sampah rumah tangga sebagai cara pemusnahan

sampah. Ditunjang oleh kondisi alamnya yang subur, Desa Poreang

mempunyai potensi yang besar di bidang pertanian. Pengelolaan sektor

pertanian secara optimal diharapkan dapat meningkatkan pendapatan asli

daerah. Pada tahun 2012, produksi padi di kecamatan ini mencapai 847,23

ton yang dihasilkan dari lahan seluas 244,79 Ha. Selain itu produksi jagung

sebesar 10,8 ton, dari lahan seluas 8,46 Ha. Sedangkan produksi kedelai

sebesar 6,10 ton dari lahan seluas 4,1 Ha.

Untuk hasil perkebunan, berhasil diproduksi kelapa dalam sebesar 61,43

ton dari lahan kebun seluas 45,5 Ha. Untuk coklat diproduksi sebesar 138,68 ton

dari lahan seluas 193,5 Ha. Produksi perkebunan yang tinggi dihasilkan dari

kelapa sawit dengan total produksi di tahun 2012 sebesar 1.019,37 ton dari lahan

seluas 279 Ha.

Babi merupakan hewan ternak besar yang paling banyak terdapat di Desa

Poreang. Pada tahun 2012, populasi babi mencapai 249 ekor. Selain itu juga

terdapat sapi (92 ekor), kambing (52 ekor). Untuk jenis unggas yang paling

banyak terdapat adalah ayam buras dengan populasi mencapai 3.381 ekor dan

itik sebanyak 123 ekor.

Luasan tambak di Desa Poreang menempati urutan kedua terluas setelah

Desa Rampoang. Luasan tambak di Desa Poreang yaitu seluas 231 Ha. Selain

itu juga terdapat kolam ikan seluas Ha. Besarnya produksi ikan (ikan bandemg)

dari tambak di Desa Poreang yaitu sebesar 432 ton, dan ikan air tawar (ikan

mas) sebesar 2 ton. Untuk usaha penangkapan di Desa Poreang tercatat 33 unit

perahu, masing-masing 23 perahu dengan mesin tempel, dan sisanya 10 unit

tanpa mesin (BPS dan Bappeda Luwu Utara, 2013).

Page 40: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

39

B. Komposisi Jenis Mangrove

Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan 4 jenis mangrove yang tersebar

di lima stasiun seperti pada gambar 4.

87%

13%

Stasiun 1

Bruguiera sp

Soneratia sp

25%

70%

5%

Stasiun 2

Soneratia sp

Bruguiera sp

Avicenia sp

86%

11%

3%

Stasiun 3

Bruguiera sp

Soneratia sp

Rhizophora sp

Page 41: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

40

Gambar 4. Komposisi jenis mangrove seluruh stasiun

Pada gambar diatas didapatkan jenis mangrove pada lokasi penelitian,

pada stasiun 1 terdiri dua jenis yaitu Bruguiera sp dengan penutupan 87% dan

Soneratia sp dengan pentupan 13%. Stasiun 2 terdiri dari tiga jenis yaitu

Soneratia sp dengan penutupan 25%, Bruguiera sp dengan penutupan 70% dan

Avicenia sp 5%, Stasiun 3 terdiri dari tiga jenis yaitu Bruguiera sp dengan

penutupan 86%, Soneratia sp dengan penutupan 11%, Rhizophora sp dengan

penutupan 3%, Stasiun 4 terdiri dari 4 jenis yaitu Bruguiera sp dengan

penutupan 15%, Avicenia sp dengan penutupan 58%, Rhizopora sp dengan

penutupan 1%, Soneratia sp dengan penutupan 26%, serta stasiun 5 terdiri dari

dua jenis yaitu Bruguiera sp dengan penutupan 84% dan Soneratia sp dengan

penutupan 16%.

15%

58%

1%

26%

Stasiun 4

Bruguiera sp

Avicenia sp

Rhizophora sp

Soneratia sp

84%

16%

Stasiun 5

Bruguiera sp

Soneratia sp

Page 42: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

41

Bruguiera sp paling banyak ditemukan pada seluruh stasiun dikarenakan

jenis Bruguiera sp merupakan ciri dari perkembangan tahap akhir dari hutan

pantai, serta tahap awal dalam transisi menjadi tipe vegetasi daratan, dan pada

lokasi penelitian terdapat tambak dan sungai yang menyebabkan salinitas

rendah. Jenis ini toleran terhadap daerah terlindung maupun yang mendapat

sinar matahari langsung. Mereka juga tumbuh pada tepi daratan dari mangrove,

sepanjang tambak serta sungai pasang surut dan payau. Ditemukan di tepi

pantai hanya jika terjadi erosi pada lahan di hadapannya. Substrat-nya terdiri dari

lumpur, pasir dan kadang-kadang tanah gambut hitam. Kadang-kadang juga

ditemukan di pinggir sungai yang kurang terpengaruh air laut, hal tersebut

dimungkinkan karena buahnya terbawa arus air atau gelombang pasang

(Akhzan, 2014).

C. Penutupan Mangrove

Berdasarkan hasil penelitian maka didapatkan penutupan mangrove

perstasiun seperti yang ditampilkan pada (gambar 5).

Gambar 5. Grafik penutupan basal mangrove seluruh stasiun.

Penutupan basal mangrove mangrove pada semua stasiun berkisar antara

1.06% sampai 1.82%. Pada stasiun 1 penutupan basal mangrove yaitu 1.62%,

1,62 1,671,48

1,06

1,82

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

3,50

1 2 3 4 5

Pe

nu

tup

an B

asal

(C

m²/

M²)

Stasiun

Penutupan Mangrove Seluruh Stasiun

Page 43: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

42

stasiun 2 yaitu 1.67%, stasiun 3 yaitu 1.48%, stasiun 4 yaitu 1.06%, dan stasiun

5 yaitu 1.82%. Menurut Lahabu (2015), faktor – faktor yang mempengaruhi nilai

tutupan jenis ialah lingkar batang pohon dan basal area dalam satu lokasi

pengambilan sampel, yang paling berpengaruh dalam menentukan besarnya

diameter batang adalah jenis umur pohon, dengan lamanya pertumbuhan umur

suatu pohon, maka pohon tersebut akan bertambah besar, semakin besar

diameter batang pohon maka semakin besar nilai tutupan mangrove.

D. Kerapatan Mangrove

Kerapatan mangrove merupakan jumlah total tegakan dari suatu jenis

mangrove tertentu dalam suatu unit area. Dari hasil penelitian maka didapatkan

kerapatan mangrove seperti pada (gambar 6).

Gambar 6. Grafik kerapatan mangrove

Berdasarkan standar baku kerapatan mangrove yang dikeluarkan oleh

kepmen LH no. 201 tahun 2004 kondisi mangrove pada lokasi penelitian

tergolong dalam kategori baik dengan kriteria sangat padat (≥1500 pohon/ha).

Kerapatan pohon mangrove pada lokasi penelitian berkisar antara 800 – 1760

pohon/ha. Kerapatan pohon paling padat terdapat pada stasiun 4 dimana pada

800

11401340

1760

860

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

1 2 3 4 5

Kera

pata

n (

Po

ho

n/H

a)

Stasiun

Kerapatan Mangrove Seluruh Stasiun

Page 44: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

43

stasiun ini ditemukan jenis mangrove Bruguiera sp, Soneratia sp dan Avicenia

sp, dan Avicenia sp yang mendominasi ataupun yang paling banyak jumlahnya.

Hasil uji oneway anova memperlihatkan hasil yang signifikan pada beberapa

stasiun (P < 0.05) yaitu antara stasiun 1 dengan 4 dan stasiun 4 dengan 5

(lampiran 2). Semakin banyak tegakan yang diperoleh dalam stasiun maka nilai

kerapatan semakin besar.

E. Kepadatan Makrozoobenthos

Kepadatan makrozoobentos didefinisikan sebagai jumlah individu yang

terdapat di dalam sedimen per satuan luas, biasanya dalam satuan meter

kuadrat atau sentimeter kuadrat. Dari hasil penelitian maka didapatkan

kepadatan makrozoobentoz seperti (pada gambar 7).

Gambar 7. Grafik total kepadatan makrozoobentos.

Total kepadatan makrozoobentos paling banyak ditemukan pada stasiun 1

dengan nilai yaitu 205 ind/m2, dan total kepadatan makrozoobentos paling sedikit

pada stasiun 3 dengan nilai 75 ind/m2. Salah satu faktor yang mempengaruhi

rendahnya total kepadatan pada stasiun 3 yaitu memiliki jenis substrat halus,

dimana jenis substrat halus memiliki kandungan oksigen rendah. Menurut

205185

75

140

95

0

50

100

150

200

250

1 2 3 4 5Tota

l Ke

pad

atan

mak

rozo

ob

en

tos

(in

d/m

²)

Stasiun

Total kepadatan

Page 45: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

44

Hutchinson (1993) dalam Yeanny (2007) keanekaragaman makrozoobentos di

perairan juga dipengaruhi oleh jenis substrat dan kandungan organik substrat.

Derajat Keasaman (pH) sangat penting mendukung kelangsungan hidup

organisme akuatik karena pH dapat mempengaruhi jenis dan susunan zat dalam

lingkungan perairan dan tersedianya unsur hara serta toksisitas unsur renik.

Sastrawijaya (1991) dalam Yeanny (2007) kondisi perairan yang sangat asam

atau basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan

menyebabkan terganggunya metabolisme dan respirasi, dimana pH yang rendah

menyebabkan mobilitas kelangsungan hidup organisme perairan.

F. Parameter Lingkungan

Parameter lingkungan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi

karakterisitik di dalam suatu ekosistem. Adapun parameter lingkungan

terukurdalam penelitian ini dapat dilihat pada (tabel 8).

Tabel 7. Parameter lingkungan

No Parameter

Lingkungan

Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV Stasiun V

Kisaran Kisaran Kisaran Kisaran Kisaran

1 suhu (°C ) 30.9-30.6 31-30.9 29-27.1 28.3-28.1 30.6-30.4

Rata-rata 30.75 30.95 28.05 28.2 30.5

2 Salinitas (‰) 24-22 26-25 15 15-13 28-26

Rata-rata 23 25.5 15 14 27

3 pH 6.4-5.53 5.58-5.22 6.01-5.08 6-5.36 6.38–6.07

Rata-rata 5.96 5.4 5.54 5.68 6.22

4 BOT (%) 1.93-1.44 3.79-1.90 5.57-3.56 2.25-1.55 2.27-1.76

Rata-rata 1.68 1.90 12.81 4.57 2.02

1. Suhu

Dari hasil penelitian diperoleh suhu dari stasiun penelitian yaitu berkisar

antara 30,95 – 28,2°C. Dimana suhu terendah terdapat pada Stasiun 4, yaitu

28,2°C, sedangkan suhu tertinggi terdapat pada Stasiun 2, yaitu 30,95°C. Nilai

rata-rata suhu yang didapatkan dari semua stasiun yaitu 29,69°C.

Page 46: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

45

Nilai suhu pada lokasi penelitian masih berada pada kisaran optimum untuk

pertumbuhan mangrove dan makrozoobenthos. Menurut Ihlas (2001) dalam

Syamsurizal (2011) bahwa suhu yang ditolerir oleh makrozoobenthos dalam

hidup dan kehidupannya berkisar antara 25˚C - 53˚C. nilai kisaran ini mampu

mendukung hidup yang layak dalam ekosistem dimana mereka hidup.

2. Salinitas

Dari hasil penelitian diperoleh pengukuran salinitas berada pada kisaran 15

– 28o/oo, salinitas terendah terdapat pada stasiun 4 yaitu 14 ‰ dan salinitas

tertinggi terdapat pada stasiun 5 yaitu 27 ‰ , nilai rata-rata salinitas pada semua

stasiun yaitu 20,9‰. Menurut Khow (2002) dalam Mardi (2014) mengatakan

bahwa masing-masing jenis mangrove memiliki toleransi yang berbeda terhadap

tingginya salinitas lingkungan, batas ambang toleransi tumbuhan mangrove

diperkirakan mencapai batas 90‰, kadar salinitas disekitar hutan mangrove

tergantung dari bertambahnya volume air tawar yang mengalir dari sungai dan

salinitas tertinggi terjadi pada musim kemarau.

Menurut Hubarat dan Evans (1985) dalam Syamsurizal (2011) kisaran

salinitas yang masih mampu mendukung kehidupan organisme perairan,

khususnya fauna makrozoobenthos adalah 15 - 35‰.

3. pH (Derajat Keasaman)

Tingkat keasaman yang diperoleh pada stasiun penelitian berkisar 5,4 –

6,22, tingkat keasaman terendah pada stasiun 2 yaitu 5,4 dan tingkat keasaman

tertinggi pada stasiun 5 yaitu 6,22. Nilai rata-rata pH pada semua stasiun yaitu

5,76. Menurut Odum (1994) dalam Simamora (2009) kehidupan organisme

akuatik toleran pada kisaran nilai pH yang netral. pH yang ideal bagi organisme

akuatik pada umumnya terdapat antara 7 – 8,5. Kondisi perairan yang bersifat

Page 47: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

46

sangat asam maupun sangat basa akan menyebabkan kelangsungan hidup

organisme karena akan menyebabkan terjadinya metabolisme dan respirasi.

4. Pasang surut

Pasang surut merupakan gerakan naik turunnya permukaan air laut yang

berlangsung secara periodik dan disebabkan gaya tarik benda-benda astronomis

dan gaya sentrifugal bumi. Pasang surut yang didapatkan pada lokasi peneltian

dapat dilihat pada (gambar 8).

Gambar 8. Grafik pasang surut

Berdasarkan hasil pengamatan pada lokasi penelitian didapatkan nilai

rata-rata tinggi muka air laut yaitu 68 cm (lampiran 2). Sementara itu pada grafik

pasang surut diatas dapat diketahui tipe pasang surut pada lokasi penelitian yaitu

tipe pasang surut semi diurnal yang artinya dalam satu hari terjadi dua kali

pasang dan dua kali surut.

5. Arus

Kecepatan arus di lokasi penelitian berkisar antara 0,6 – 1,2 m/det dengan

rata-rata sebesar 1,0 m/det (Lampiran 3). Kecepatan arus secara tak langsung

akan memepengaruhi substrat dasar perairan. Menurut Hasmawati (2001) dalam

0

50

100

150

200

250

15

:00

17

:00

19

:00

21

:00

23

:00

01

:00

03

:00

05

:00

07

:00

09

:00

11

:00

13

:00

15

:00

17

:00

19

:00

21

:00

23

:00

01

:00

03

:00

05

:00

Cm

Waktu

Page 48: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

47

Iman (2014) Berdasarkan kecepatannya maka arus dapat dikelompokkan

menjadi arus sangat cepat (> 1 m/dt), arus cepat (0,5 – 1 m/dt), arus sedang (0,1

– 0,5 m/dt), dan arus lambat (< 0,1 m/dt). Dari pengelompokkan tersebut

didapatkan bahwa kondisi arus dilokasi penelitian masuk dalam kategori cepat,

hal ini disebabkan karena banyaknya terumbu karang yang rusak atau hancur

sehingga tidak mampu menghalangi pergerakan arus (Mason, 1981).

6. Hubungan Bahan Organik Total (BOT) Dengan Makrozoobentos

Pada stasiun 3 dengan nilai BOT 12.81 ditemukan 41 jenis

makrozoobentos, stasiun ini merupakan stasiun dengan nilai BOT dan jumlah

jenis makrozoobentos tertinggi. Pada stasiun 1 dengan nilai BOT 1.6 ditemukan

15 jenis makrozoobentos, stasiun ini merupakan stasiun dengan nilai BOT dan

jumlah jenis makrozoobentos terendah. Pada stasiun 2 dengan nilai BOT 1.9

ditemukan 28 jenis makrozoobentos. Pada stasiun 4 dengan nilai BOT 4.57

ditemukan 38 jenis makrozoobentos. Sedangkan pada stasiun 5 dengan nilai

BOT 2.02 ditemukan 17 jenis makrozoobentos (Gambar 9).

Gambar 9. Hubungan BOT dengan jumlah jenis makrozoobentos

Berdasarkan hasil analisis dan grafik di atas, ditemukan bahwa semakin

tinggi nilai BOT, maka jumlah jenis makrozoobentos yang ditemukan juga

1

2

34

5

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

1,6 1,9 12,81 4,57 2,02

Ju

mla

h J

en

is M

akro

zo

ob

en

tos

BOT

Page 49: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

48

semakin tinggi. Menurut (Zulkifli 1988) yang menyatakan bahwa kelimpahan

makrozoobentos erat kaitannya dengan ketersedian bahan organik yang

terkandung dalam substrat.

7. Hubungan Sedimen Dengan Makrozoobentos

Pada stasiun 3 dengan jenis sedimen pasir halus ditemukan 41 jenis

makrozoobentos, stasiun ini merupakan stasiun dengan nilai besar butir sedimen

terkecil yaitu 0.19 mm dan jumlah jenis makrozoobentos tertinggi.

Pada stasiun 5 dengan jenis sedimen pasir sedang ditemukan 17 jenis

makrozoobentos, stasiun ini merupakan stasiun dengan nilai besar butir

sedimen terbesar yaitu 0.37 mm. hal ini hampir sama dengan stasiun 1, dimana

pada stasiun ini jenis sedimennya yaitu pasir sedang dengan nilai besar butir

0.29 mm dan ditemukan 15 jenis makrozoobentos.

Pada stasiun 2 dengan jenis sedimen pasir sedang ditemukan 28 jenis

makrozoobentos, stasiun ini memiliki nilai besar butir sedimen yaitu 0.26 mm.

Sedangkan pada stasiun 4 jenis sedimen pasir sedang ditemukan 38 jenis

makrozoobentos, stasiun ini memiliki nilai besar butir sedimen 0.19 (Gambar 10).

Gambar 10. Hubungan sedimen dengan jumah jenis makrozoobentos

1

2

34

5

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

0,29 0,26 0,19 0,19 0,37

Ju

mla

h J

en

is M

akzo

ob

en

tos

Sedimen

Page 50: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

49

Berdasarkan hasil analisis dan grafik diatas ditemukan bahwa besar butir

sedimen mempengaruhi jumlah jenis makrozobentos. Dimana semakin kecil

besar butir sedimen, maka jumlah jenis makrozoobentos semakin banyak.

Menurut (Rafni 2004) hai ini dsebabkan karena sedimen berlumpur lebih

mengikat bahan organik dengan teksturnya yang padat dan cenderung halus,

sedangkan tekstur sedimen berpasir cenderung tidak mengikat begitu banyak

bahan organik karena teksturnya yang kasar dan bersifat terpisah-pisah.

G. Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi

(C) Makrozoobentos.

Nillai indeks ekologi (indeks Keanekaragaman H’, Keseragaman E, dan

Dominansi C) secara umum untuk semua stasiun pengamatan disajikan dalam

bentuk (Tabel 10).

Tabel 8. Indeks Keanekaragaman(H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (C)

Stasiun Keanekaragaman (H') Keseragaman (E) Dominansi (C)

1 2.036 0.819 0.175

2 2.705 0.936 0.078

3 1.622 0.833 0.253

4 2.552 0.942 0.089

5 1.882 0.905 0.033

Indeks keanekaragaman (H’) makrozoobentos pada lokasi penelitian

tergolong rendah sampai sedang dimana pada stasiun 3 dan 5 indeks

keanekaragaman masuk dalam kategori rendah sedangkan pada stasiun 1, 2

dan 4 indekas keanekaragaman masuk dalam kategori sedang.

Menurut Odum (1993) Indeks keseragaman (E) pada lokasi penelitian

memperlihatkan bahwa pada semua stasiun keseragaman (E) makrozoobentos

berada pada komunitas stabil.

Menurut Odum (1993) Indeks dominansi (C) pada lokasi penelitian

memperlihatkan untuk stasiun 1,2,3,4 dan 5 masuk dalam kategori rendah.

Page 51: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

50

H. Analisis PCA

Untuk melihat hubungan komposisi jenis mangrove, kerapatan mangrove,

kepadatan makrozoobentos serta faktor oseanografi, maka dilakukan anilisis

PCA sperti yang ditampilkan pada (gambar 9).

Gambar 11. Hasil Analisis PCA

Hasil PCA memperlihatkan adanya 4 kelompok yang terbentuk yaitu

kelompok pertama pada stasiun 2 dicirikan oleh suhu, salinitas dan bivalvia,

dimana bivalvia yang diperoleh pada stasiun ini yaitu 16 ind/cm2. Bivalvia mampu

tolenasi terhadap suhu antara 25˚C - 28˚C, Menurut (Islami, 2013) bivalvia juga

mampu mempertahankan hidup pada kisaran salinitas 30‰ - 33‰. Menurut

(Dibyowati, 2009) Kelas bivalvia mampu hidup pada substrat pasir halus sampai

sedang, bivalvia berlimpah di lingkungan dengan substrat berpasir karena

anggota ini mampu menggali liang di dalam pasir dan diantara butiran pasir.

Kelompok kedua pada stasiun 1 dan 5 dicirikan oleh substrat dan pH, dimana

substrat yang diperoleh pada stasiun ini yaitu jenis substrat pasir sedang dan

pasir halus. Kelompok ketiga pada stasiun 3 dicirikan oleh polycaeta, BOT dan

1

2

3

4

5

Bivalvia

Gastropoda

Polychaeta

Kerapatan

Komposisi Suhu

Salinitas

pH

BOT

Arus

Substrat

-4

-3

-2

-1

0

1

2

3

4

5

-6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6

F2 (

18

.34

%)

F1 (63.94 %)

Biplot (axes F1 and F2: 82.28 %)

Page 52: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

51

arus, dimana polycaeta yang diperoleh pada stasiun ini yaitu 6 ind/cm2 dan BOT

yang diperoleh yaitu 12.81 %.Menurut (Ukkas, 2009 dalam Anggi, 2013) Standar

bahan organik total yang diperbolehkan agar organisme dapat hidup berkisar

0,68 – 17 ppm. Kelompok 4 pada stasiun 4 dicirikan oleh gastropoda dan

Kerapatan mangrove, dimana gastropada yang diperoleh yaitu 10 ind/cm2 dan

kerapatan mangrove yang diperoleh 8800 pohon/Ha.

Page 53: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

52

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari perolehan data dan hasil pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Di Desa Munte Kec. Bone-Bone ditemukan 4 jenis mangrove, yaitu Bruguiera

sp, Soneratia sp, Avicenia sp, dan Rhyzopora sp. Kerapatan jenis mangrove

tertinggi terdapat pada stasiun 4 yaitu 1760 (pohon/Ha) dengan 3 jenis

mangrove yang ditemukan. Dan penutupan mangrove pada semua stasiun

masuk dalam kategori rusak dengan penutupan jarang.

2. Ditemukan 3 kelas makrozoobenthos pada daerah mangrove, yaitu Bivalvia,

Gastropoda dan Polycaeta. Makrozoobentos yang paling banyak ditemukan

berasal dari kelas Bivalvia yang terdapat pada stasiun 1 dengan jenis Tellina

ramies dan Tellina sp. Dan Gastropoda yang paling banyak terdapat pada

stasiun 2 dengan jenis Ceritium sp, Chliton sp, Notocholis venestula, Nerita

sp, Chliton ovalaniense, Cerithium uberneum, Nassarius sp, dan Hebra sp.

3. Struktur komunitas mangrove yang memiliki kerapatan ≥ 1500 (Pohon/ha)

masuk dalam kategori sangat padat ditemukan jenis makrozoobenthos

Tellina ramies, Tellina sp, Strombus sp, Polycaeta, Phasianella sp, Tellina

radiata, Cerithium uberneum, Natica sp, dan Morulla sp.

4. Kepadatan makrozoobentos yang tinggi terdapat pada stasiun 1 dengan jenis

yang ditemukan Tellina ramies, Tellina sp, Granulifusus sp, Polycaeta,

Vexillum sp, Risssoina sp, dan Cerithium uberneum.

B. Saran

Untuk mendapatkan informasi yang lebih luas mengenai Makrozoobentos

dan Mangrove, sebaiknya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai

Page 54: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

53

Struktur Komunitas Makrozoobentos Kaitannya Dengan Keragaman Mangrove Di

Desa Munte Kecamatan Bone-Bone Kabupaten Luwu Utara.

Page 55: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

54

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad. 2013. Sebaran dan keanekaragaman ikan target pada kondisi dan

topografi terumbu karang di pulau samatellulompo kabupaten pangkep.

Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan. FIKP.Universitas Hasanuddin.

Makassar.

Andi. 2002. 10 Model Penelitian dan Pengolahnnya dengan SPSS 14. Edisi IV. ANDI OFFSET. Yogyakarta. WAHANA KOMPUTER. Semarang.

Amran. S., 2013. Mengungkap Potensi Emas Hijau Di Wilayah Pesisir.

Masagena Press. Makassar. Arief, A. M. P., 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Penerbit

Kanisius. Yogyakarta. Ayu, P.R. dkk. 2005. Kajian Distribusi Dan Keberadaan Makrobenthos Dalam

Hubungannya Dengan Suhu Di Aliran Sungai Air Panas Cangar Kota Batu. Fakultas sains dan teknologi. Universitas Airlangga. Surabaya.

Bunjamin D. (1988), Siput dan Kerang Indonesia, Penerbit Erlangga. Jakarta. Dibyowati,A. 2009.Keanekaragaman Molusca (BIvalvia dan Gastropoda) Di

Sepanjang Pantai Carita,Pandeglang,Banten.FMIPA.IPB.Bogor. Flazia.A.N. 2006. Struktur Komunitas Mangrove dan Implikasinya pada Kegiatan

Rehabilitasi di Pesisir Brebes, Jawa Tengah. Departemen Sumber Daya Peraiaran.FPIK.IPB.Jawa Tengah.

Howes,J.,D.Bakewell,&Y.R.Noor.(2003).Panduan Studi Burung Pantai, Bogor:

Wetlands International-Indonesia Programme. Hsuan K. 1978. Orders and Families of Malayan Seed Plants. Singapore

University Press. Hubarat,S dan evans,S, 1985. Pengantar oseanografi. Penerbit UI – press.

Jakarta. Ihlas. 2001. Struktur Komunitas Makrozoobentos Pada Ekosistem Hutan

Mangrove di Pulau Sarapa Kecamatan Liukang Tupabiring Kabupaten Pangkep. Sulawesi Selatan.

Iman, N.A. 2014. Kesesuaian lahan untuk perencanaan rehabilitasi mangrove

dengan pendekatan analisis elevasi di kuri caddi, kabupaten maros. Skipsi. Jurusan Ilmu Kelautan. FIKP. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Irawan B. 2004b. Keanekaragaman Jenis Lamun dan Vegetasi Mangrove di

Wilayah Pesisir Propinsi Gorontalo. Laporan Survey Tematik Wilayah Pesisir Propinsi Gorontalo.

Page 56: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

55

Islami,M.M. 2013. Pengaruh Suhu dan Salinitas Terhadap Bivalvia. Oseana.UPT Balai Konservasi Biota Laut Ambon,LIPI, Vol XXXVIII, No 2.

Kasmini, Lili. 2014. Identifikasi Populasi Makrozoobentos Di Kawasan Ekosistem

Mangrove Desa Ladong Aceh Besar. STIKIP Bina Bangsa Getsempena. Banda Aceh.

Krebs, C. J.1978. A review of Chitty's hypothesis of population regulation.

Canadian Journal of Zoology 56: 2463-2480. Kusmana, C. S. Takeda, and H. Watanabe. 1995. Litter Production of Mangrove

Forest in East Sumatera. Lahabu, Y. 2015. Kondisi ekologi mangrove di pulau Mantehage Kecamatan Wori

Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal pesisir dan laut tropis, vol 2 nomor 1.

Mardi. 2014. Keterkaitan Struktur Vegetasi Mangrove Dengan Keasaman Dan

Bahan Organik Total Sedimen Pada Kawasan Suaka Margasatwa Mampie Di Kecamatan Wonomulyo Kabupaten Polewali Mandar.Skirpsi. Jurusan Imun Kelautan. FIKP. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Marpaung. F.A.A. 2013. Keanekaragaman Makrozoobenthos Di Ekosistem

Mangrove Silvofishery Dan Mangrove Alami Kawasan Ekowisata Pantai Boe Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar.Skripsi.Universitas Hasanuddin. Makassar.

Mayasari, I. 2011. Keanekaragaman Makrozoobentos di Ekosistem Mangrove

Iboih Sabang Provinsi Aceh. Skripsi. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala.

Marsulina, L. 1994. Keberadaan dan Keanekaragaman Makrozoobentos di

Sungai Semayang Kecamatan Sunggal. Medan:Karya Tulis. Lembaga Penelitian Universitas Sumatra Utara.

Mason, C. F., 1981. Biology of freshwater Pollution. Scientic and technical.

Longman Singapure Publisher Ptc. Ltd. Singapore. Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan. Noor YL,Khazali M dan Suryadipura INN. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove

di Indonesia. Bogor : Wetland International – Indonesia Programme. Nybakken, J.W., 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia

Pustaka Utama. Jakarta. Indonesia. Odum, E. P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Diterjemahkan oleh T.

Samingan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 697 hal.Odum,E.P., 1971, Fundamental Of Ecology, Third Edition. Sounder Company.Toronto.

Odum, E. P. 1994. Dasar-dasar ekologi. Edisi ketiga. Gadjah mada university

press. Yogyakarta.

Page 57: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

56

Rafni, R. 2004. Kajian Kapasitas Asimilasi Beban Pencemar di Perairan Teluk Jobokuto Kabupaten Jepara Jawa Tengah. Sekolah Pasca Sarjana. InstitutPertanian Bogor. Bogor.

Resh, V. H. and D. M. Rosenberg. 1993. Freshwater Biomonitoring and Benthic

Macroinvertebrates. Chapman and Hall. New York. London. Risal, M. 2012. Analisis Kondisi Dan Keragaman Lamun Pada Beberapa Pulau

Di Kota Makassar.Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan. FIKP. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Setiawan. H.2013. Status ekologi hutan mangrove pada berbagai Tingkat

ketebalan (ecological status of mangrove forest at various thickness levels.Jurnal.Vol 2. No 2. Makassar.

Soemartini. 2008. Principal Component Analysis (PCA) sebagai Salah Satu

Metode untuk Mengatasi Masalah Multikolinieritas.Jurusan Statistika. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Padjajaran. Bandung.

Soepardi. 1986. Sifat dan ciri tanah. Modul pembelajaran. Institute pertanian

bogor. Bogor. Sukardjo, S. 1996. Gambaran umum ekologi mangrove di Indonesia Lokakarya

Strategi Nasional Pengelolaan Hutan Mangrove di Indonesia. Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi lahan, Departemen Kehutanan, Jakarta: 26 hal.

Supriharyono, 2002., pelestarian dan pengelolaan sumber daya alam di wilayah

pesisir tropis. Cetakan ke-2. Gramedia pustaka utama. Jakarta. Simamora, R. D. 2009. Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai

Padang Kota Tebing Tinggi.Skripsi. Departemen Biologi. FMIPA. Universitas Sumatra Utara. Medan.

Syamsurisal. 2011. Studi Beberapa Indeks Komunitas Makrozoobenthos Di

Hutan Mangrove Kelurahan Coppo Kabupaten Barru.Skripsi. MSP. FIKP. Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang.

Yeanny, S.M.2007. Keanekaragaman Makrozoobentos di Muara Sungai

Belawan. Jurnal Biologi Sumatra, No 2 Vol 2, Hal 37-41. Medan. Talib, F. M., 2008. Struktur Dan Pola Zonasi (Sebaran) Mangrove Serta

Makrozoobenthos Yang Berkoeksistensi, Di Desa Tanah Merah Dan Oebelo Kecil Kabupaten Kupang.Skripsi. Program studi ilmu dan teknologi kelautan Fakultas perikanan dan ilmu kelautan Institut pertanian bogor. IPB. Bogor.

Tenribali. 2015. Distribusi makrozoobentos kaitannya dengan struktur komunitas

lamun di daerah kawasan konservasi laut daerah (kkld) kec. Bone-bone. Kab. Luwu utara. Skripsi. Jurusan ilmu Kelautan.FIKP.Universitas Hasanuddin. Makassar.

Page 58: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS  · PDF fileDr. Mahatma Lanuru, ... KATA PENGANTAR ... C. Parameter Oseanografi

57

Tomlinson. 1986. The Botany of Mangrove. Cambridge University Press. Wijayanti, T,. 2007. Konservasi Hutan Mangrove Sebagai Wisata Pendidikan.

Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan vol. 1 Edisi Khusus.

Zulkifli. 1988. Pelimbahan Bahan Organik dan Hubungannya dengan Komunitas Bivalva di Muka Perairan Muara Sungai Angke Jakarta. Thesis Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. 106 halaman.