STRUKTUR KOMUNITAS ECHINODERMATA DI DAERAH … · 3 Parameter Fisik-Kimia Perairan 6 4 Parameter...
Transcript of STRUKTUR KOMUNITAS ECHINODERMATA DI DAERAH … · 3 Parameter Fisik-Kimia Perairan 6 4 Parameter...
STRUKTUR KOMUNITAS ECHINODERMATA DI DAERAH
BUDIDAYA KARANG HIAS PULAU PANGGANG,
KEPULAUAN SERIBU
DEAN NURFAJRIAH
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Struktur Komunitas
Echinodermata di Daerah Budidaya Karang Hias Pulau Panggang, Kepulauan
Seribu” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014
Dean Nurfajriah
NIM C54100015
ABSTRAK
DEAN NURFAJRIAH. Struktur Komunitas Echinodermata di Daerah Budidaya
Karang Hias Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir.
DIETRIECH G. BENGEN, DEA dan BEGINER SUBHAN, S.Pi, M.Si.
Echinodermata merupakan hewan yang sering dijumpai pada perairan
intertidal terutama pada ekosistem terumbu. Filum ini terdiri dari 6.000 spesies,
semuanya hidup di laut. Ciri-ciri yang menonjol adalah kulit yang berduri dan
simetri radial. Filum ini dibagi dalam lima kelas, yaitu Crinoideaea, Asteroidea,
Ophiuroidea, Echinoidea, dan Holothuroidea. Dilakukannya penelitian ini untuk
mengetahui struktur dan sebaran komunitas jenis dari filum Echinodermata di
daerah budidaya karang hias serta mengkaji asosiasi dari komunitas
Echinodermata terhadap karakteristik habitat. Metode peneltian dilakukan dengan
menggunakan metode modifikasi dari belt transek dengan menggunakan GPS
untuk tracking area budidaya karang hias. Penelitian ini berhasil menemukan 12
jenis Echinodermata di daerah budidaya karang hias Pulau Panggang. Jenis yang
ditemukan umumnya tersebar di tiga stasiun penelitian. Jumlah jenis tertinggi
berasal dari kelas Echinoidea. Jenis yang dominan ditemukan di semua stasiun
penelitian adalah Diadema setosum. Secara umum keanekaragaman jenis
Echinodermata di daearah budidaya karang hias Pulau Panggang berada dalam
kondisi rendah. Kecenderungan Echinodermata menempati daerah budidaya
karang hias dapat disebabkan oleh faktor ketersediaan makanan maupun
perlindungan yang diberikan oleh habitat tersebut.
Kata Kunci : Echinodermata, Keanekaragaman, Pulau Pangang
ABSTRACT
DEAN NURFAJRIAH. Community Structure of Echinoderms in Artificial Coral
Transplantation at Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Supervised by Prof. Dr. Ir.
DIETRIECH G. BENGEN, DEA dan BEGINER SUBHAN, S.Pi, M.Si.
Echinoderm is the animal commonly seen in intertidal zone, especially coral
reef ecosystem. This phylum consists of 6.000 species, all of them live in the sea.
The main characteristics are spiny-skinned and radial symmetry. Echinoderms
consist of five classes, Crinoideaea, Ateroidea, Ophiuroidea, Echinoidea, and
Holothuroidea. The aim of this research is to find out structure and community
distribution of Echinoderms in artificial coral cultivation and to study association
of Echinoderms community to habitat characteristic. Belt transect modified by
GPS to track used to sample Echinoderms individu. The result shows that 12
species of Echinoderms are found study area, which spread out in three research
station. The highest member of Echinoderm from are dominated by Echinoidea.
Diadema setosum is commonly found in each station. In general, biodiversity of
Echinoderms in this area is poor. Echinoderms prefer lives in artificial coral
cultivation area. It is predicted food availability and protection that is given from
its habitat.
Key words: Echinoderms, biodiversity, Pulau Panggang
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan kan
STRUKTUR KOMUNITAS ECHINODERMATA DI DAERAH
BUDIDAYA KARANG HIAS PULAU PANGGANG,
KEPULAUAN SERIBU
DEAN NURFAJRIAH
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Struktur Komunitas Echinodermata di Daerah Budidaya Karang
Hias Pulau Panggang, Kepulauan Seribu
Nama : Dean Nurfajriah
NIM : C54100015
Disetujui oleh
Prof. Dr. Ir. Dietriech G. Bengen, DEA
Pembimbing I
Beginer Subhan S.Pi, M.Si.
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir I Wayan Nurjaya, MSc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Maret 2014 ini ialah struktur
komunitas, dengan judul Struktur Komunitas Echinodermata di Daerah Budidaya
Karang Hias Pulau Panggang, Kepulauan Seribu.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-
besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Dietriech G. Bengen, DEA selaku dosen pembimbing pertama
dan Beginer Subhan S.Pi, M.Si. selaku dosen pembimbing kedua yang telah
memberikan bimbingan, arahan, dan nasihat kepada penulis dalam
pelaksanaan dan penyusunan skripsi.
2. Dr. Hawis H Madduppa SPi, MSi selaku dosen penguji ujian skripsi yang telah
memberikan arahan, saran, dan nasihat. 3. Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, MSc selaku Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi
Kelautan. Dr. Ir. Henry M Manik, ST selaku ketua komisi pendidikan dan
seluruh staf Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan.
4. Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNKpS) yang telah memberikan izin
untuk melakukan penelitian di daerah budidaya karang hias.
5. Kedua orang tua H. Ade Fahruroji (Bapak) dan Hj. Aan Nuryamah (Mamah),
Nufa Febriany dan Julio O. Shavenza (kakak) serta Nada Syifa (adik) atas
dukungan doa, perhatian, dan kasih sayangnya.
6. Faishal Isra Naufal atas dukungan dan perhatiannya, serta Rahmadimi,
Yuliyana M. dan Galang Laila atas bantuannya selama penelitian dan
penyusunan skripsi.
7. Keluarga ITK 47 atas segala dukungan, bantuan, dan kebersamaannya selama
masa studi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga
segala bentuk kritik dan saran penulis harapkan untuk menjadi bahan evaluasi diri.
Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, November 2014
Dean Nurfajriah
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
METODE 2
Waktu dan Lokasi Penelitian 2
Alat dan Bahan 5
Prosedur Penelitian 5
Pengukuran Karakteristik Habitat 5
Analisis Data 6
Hubungan Antara Echinodermata dengan Karakteristik Habitat 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 8
Karakteristik Habitat 8
Struktur Komunitas 10
Keanekaragaman Jenis 10
Kepadatan Jenis 12
Indeks Komunitas 13
Hubungan Antara Echinodermta dengan Karakteristik Habitat 15
SIMPULAN DAN SARAN 16
Simpulan 16
Saran 16
DAFTAR PUSTAKA 16
LAMPIRAN 18
RIWAYAT HIDUP 25
DAFTAR TABEL
1 Posisi Geografis dan Luasan Lokasi Pengambilan data Echinodermata 4 2 Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Penelitian 5 3 Parameter Fisik-Kimia Perairan 6 4 Parameter Fisik-Kimia Substrat Dasar 6 5 Karakteristik fisik – kimia Perairan di Lokasi Penelitian 8 6 Karakteristik Fisik-Kimia Substrat Dasar di Lokasi Penelitian 10 7 Kepadatan Jenis Echinodermata pada Setiap Stasiun TB=Transplantasi
Baik, TR=Transplantasi Rusak dan NT=Non Transplantasi 12
DAFTAR GAMBAR
1 Peta Lokasi Penelitian 3 2 Lokasi Penelitian di (a) Transplantasi baik, (b) Transplantasi rusak, dan
(c) Non transplantasi 4 3 Keanekaragaman Jenis Echinodermata di lokasi TB=Transplantasi Baik,
TR=Transplantasi Rusak, dan NT=Non Transplantasi 11 4 Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominasi (D)
Echinodermata pada lokasi TB=Transplantasi Baik, TR=Transplantasi
Rusak, dan NT=Non Transplantasi 13 5 Grafik Analisis Koresponden antara Echinodermata dengan Stasiun
Pengamatan pada Dimensi/Sumbu 1 dan 2. TB=Transplantasi Baik,
TR=Transplantasi Rusak, NT= Non Transplantasi, A= Linckia
laevigata, B= Linckia multiflora, C= Echinaster luzonicus, D= Culcita
novaeguineae, E= Acanthaster planci, F= Euapta Goddefroyi, G=
Comanthus benneti, H= Colobometra perspinosa, I= Mespilia globulus,
J= Diadema setasum, K= Echinothrix diadema, dan L= Echinometrix
mathei 15
DAFTAR LAMPIRAN
1 Dokumentasi Jenis-jenis Echinodermata di Lokasi Penelitian 18
2 Dokumentasi Jenis-jenis Karang Transplantasi 19
3 Hasil Perhitungan Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E), dan
Dominasi (C) di Lokasi Penelitian 20
4 Kepadatan 23
5 Analisis Koresponden (CA) Echinodermata terhadap Stasiun Penelitian
dengan menggunakan Software SAS 24
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Echinodermata merupakan hewan yang sering dijumpai pada perairan
intertidal terutama pada ekosistem terumbu. Filum ini terdiri dari 6.000 spesies,
semuanya hidup di laut. Ciri-ciri yang menonjol adalah kulit yang berduri dan
simetri radial, suatu yang paling menarik adalah sistem pembuluh airnya. Air laut
dimasukkan ke dalam sistem saluran dan digunakan untuk menjulurkan kaki
tabung yang berjumlah banyak. Struktur kaki tabung ini mempunyai penghisap di
ujungnya dan membantu hewan melekat di permukaan yang keras. Filum ini
dibagi dalam lima kelas. Kelas Crinoideaea lebih menyerupai tumbuhan, dan
banyak diantaranya bersifat sesil. Kelas Asteroidea (bintang laut) mampu
bergerak kemana-mana dengan bantuan kaki tabungnya tetapi sangat perlahan.
Tubuh bintang laut terdiri atas cawan sentral yang berisi mulut dan dikelilingi
oleh lima lengan. Kelas Ophiuroidea berbeda dengan bintang laut karena
mempunyai lengan yang kurus dan panjang yang jelas berbeda dengan cawan
sentral dan dapat bergerak sangat cepat. Kelas Echinoidea mempunyai kerangka
berongga yang kaku mirip kotak. Pada kerangka ini terdapat duri-duri, beberapa
bulu babi memiliki duri sangat panjang. Kelas Holothuroidea mempunyai kulit
keras (bukan berduri), tidak berlengan dan hampir tidak berangka (Lariman, 2011).
Menurut Yusron (2006), Secara ekologi fauna Echinodermata berperan sangat
penting dalam ekosistem terumbu karang, terutama dalam rantai makanan (food
chain), karena biota tersebut umumnya sebagai pemakan detritus dan predator.
Kondisi terumbu karang di Indonesia sudah mulai terancam yang
disebabkan oleh berbagai penyebab salah satunya adalah adanya pemanfaatan
yang berlebihan yang dilakukan oleh manusia untuk kepentingan ekonomi karena
terumbu karang memiliki nilai jual yang sangat tinggi. Oleh karena itu, perlu
adanya upaya untuk melindungi ekosistem terumbu karang yang masih ada. Salah
satunya adalah teknik transplantasi karang. Menurut Harriot dan Fisk (1988),
transplantasi karang adalah suatu metode penanaman dan penumbuhan suatu
koloni karang dengan metode fragmentasi. Koloni tersebut diambil dari suatu
induk koloni tertentu. Transplantasi karang bertujuan untuk mempercepat
regenerasi dari terumbu karang yang telah mengalami kerusakan, atau sebagai
cara untuk memperbaiki daerah terumbu karang. Transplantasi karang secara
umum berhasil dengan tingkat kelangsungan hidup sebesar 50% sampai dengan
100%.
Pembuatan bidang terumbu baru di daerah yang rusak dengan transplantasi
karang, menunjukkan peningkatan habitat biota laut termasuk echinodermata.
Karena echinodermata merupakan salah satu komponen penting dalam hal
keanekaragaman fauna di daerah terumbu karang. Hal ini karena terumbu karang
berperan sebagai tempat berlindung dan sumber pakan bagi fauna echinodermata.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui informasi mengenai sebaran
komunitas serta keanekaragaman echinodermata di Kepulauaan Seribu terutama
di daerah transplantasi di Pulau Panggang. Dalam proporsi kelimpahan
makrobenthos di Kepulauan Seribu, fauna echinodermata menempati urutan
ketiga, yaitu mencapai 0,68% (Estradivari et al., 2007). Penelitian serupa juga
1
2
dilakukan diantaranya oleh Aziz (1981) yang mengidentifikasi sebanyak 16 jenis
bintang laut (Asteroidea) ditemukan di Kepulauan Seribu. Penelitian bintang laut
jenis pemakan polip karang Achantaster planci di Kepulauan Seribu sudah
dilaporkan pada tahun 1969 oleh Aziz (1995) dengan kepadatan jenis berkisar 5–7
ind/2000m2, kemudian pada tahun 1977 dengan kepadatan 4–23 ind/m
2. Pada
penelitian tahun-tahun berikutnya tingkat kepadatan bintang laut pemakan karang
ini dilaporkan mengalami peningkatan yaitu mencapai 44–52 ind/400m2 tahun
1981 (Darsono, 1988). Pada tahun 1968-an, sebelum Kepulauan Seribu ditetapkan
sebagai Taman Nasional Laut, terjadi eksploitasi terhadap echinodermata
kelompok teripang (Holothuroidea) baik untuk dikonsumsi maupun untuk dijual.
Penelitian yang dilakukan oleh Panggabean (1987) menunjukkan bahwa sebagian
besar lokasi sudah menunjukkan adanya indikasi penurunan produksi teripang
akibat adanya penangkapan yang berlebih.
Selama ini, penelitian Echinodermata yang ada di Indonesia umumnya
merupakan hasil penelitian keragaman dan densitas yang dilakukan di daerah
terumbu karang maupun daerah lamun. Penelitian itupun umumnya mengacu pada
metode umum, yakni dengan menggunakan transek kuadran seluas 1 m2. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menyediakan informasi dasar seperti rekaman species
list Echinodermata di daerah budidaya karang hias di Pulau Panggang, kondisi terkini
daerah budidaya karang hias di Pulau Panggang, posisi kecenderungan keberadaan
tiap jenis Echinodermata pada tiap habitat, serta memberikan dasar pemahaman
tentang komunitas Echinodermata dan hubungannya dengan lingkungannya.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengetahui struktur dan sebaran komunitas jenis
dari filum Echinodermata di daerah budidaya karang hias di Pulau Panggang
bagian Selatan, serta mengkaji asosiasi dari komunitas Echinodermata tersebut
terhadap karakteristik habitat di lokasi transplantasi dan non-transplantasi di Pulau
Panggang bagian Selatan, Kepulauan Seribu.
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di daerah budidaya karang hias di Pulau Panggang
bagian Selatan, Kepulauan Seribu pada tanggal 14 dan 15 Maret 2014. Peta lokasi
pengamatan dapat dilihat pada Gambar 1.
3
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian terbagi menjadi tiga stasiun yang berbeda yaitu stasiun
transplantasi baik, stasiun transplantasi rusak dan stasiun non-transplantasi. Setiap
stasiun dilakukan empat kali pengambian data dengan luas daerah pengamatan
berbeda pada setiap titiknya. Stasiun transplantasi baik merupakan stasiun
pengamatan dimana terdapat kerangka transplantasi dan pertumbuhan karang
yang masih baik. Metode transplantasi yang terdapat pada lokasi ini adalah
perpaduan antara metode jaring substrat dan rangka. Rangka berbentuk siku
dengan ukuran 100 cm x 80 cm dan diberi cat agar tidak mengakibatkan
pencemaran. Rangka transplantasi diletakkan di dasar perairan dangkal yang
kedalamannya berkisar antara 1 hingga 1,5 meter. Stasiun ini ditetapkan secara
acak dan berjarak kurang lebih 1 km dari garis pantai Pulau Panggang.
Stasiun transplantasi rusak merupakan stasiun pengamatan dimana kerangka
transplantasi sudah rusak dan hancur dan dibiarkan begitu saja oleh nelayan
karang hias. Stasiun non-transplantasi merupakan daerah yang tidak terdapat rak
transplantasi dan merupakan jarak antara rak transplantasi satu dengan rak
transplantasi lainnya. Dibawah ini merupakan gambar dari ketiga lokasi penelitian.
P. Panggang
4
(a) (b)
(c)
Gambar 2. Lokasi Penelitian di (a) Transplantasi baik, (b) Transplantasi rusak,
dan (c) Non transplantasi
Pengamatan dilakukan dengan menggunakan metode modifikasi dari belt
transek, dimana modifikasi ini dilakukan dengan cara tracking area budidaya
karang hias dengan menggunakan GPS. Pengambilan data echinodermata
dilakukan dengan jarak pandang 2 meter kiri dan 2 meter kanan. Posisi geosrafis
dan luasan area pengamatan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Posisi Geografis dan Luasan Lokasi Pengambilan data Echinodermata
No. Lokasi Koordinat Luasan
(m2)
Rata-
Rata
(m2) S E
1 Transplantasi baik 1 5º44’52.82” 106
º35’48.44” 47
235 2 Transplantasi baik 2 5
º44’52.68” 106
º35’49.31” 109,52
3 Transplantasi baik 3 5º44’52.94” 106
º35’55.68” 691,28
4 Transplantasi baik 4 5º44’52.83” 106
º35’59.19” 92,64
5 Transplantasi Rusak 1 5º44’50.10” 106
º35’39.68” 419,8
402,45 6 Transplantasi Rusak 2 5
º44’51.50” 106
º35’44.88” 241,64
7 Transplantasi Rusak 3 5º44’52.12” 106
º35’45.72” 129,44
8 Transplantasi Rusak 4 5º44’53.12” 106
º35’53.19” 818,92
5
9 Nontransplantasi 1 5º44’47.84” 106
º35’38,46” 497,48
358,03 10 Nontransplantasi 2 5
º44’49.96” 106
º35’39.78” 175,88
11 Nontransplantasi 3 5º44’52.10” 106
º35’45.70” 675,64
12 Nontransplantasi 4 5º44’52.77” 106
º35’46.09” 83,12
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam menunjang pengamatan
echinodermata dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Penelitian
Nama Alat Spesifikasi Keterangan
Garmin GPS Garmin etrex 10 Perekam posisi geografis
Kamera underwater Canon G12 Alat Dokumentasi
Alat tulis Pensil 2 B Alat bantu penulisan
Kertas Newtop Ukuran A4, 3 Lembar Media Penulisan
Alat Dasar Selam Amscud Alat Bantu Pengamatan
Refraktometer Tradisional Hand Held Pengukuran salinitas (ppm)
pH meter Water checker digital
H18915
Pengukuran pH dan suhu
perairan
DO meter Do meter Lutron 5510 Mengukur DO (mg/L)
ArcGIS Software ArcGIS 10 Membuat hasil tracking
dalam peta
Kertas label Secukupnya Label
Laptop Acer Pengolahan data
Prosedur Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, dilakukan survey terlebih dahulu untuk
mengetahui gambaran umum kondisi fisik wilayah dan menentukan lokasi
penelitian dengan menggunakan metode observasi renang bebas “free swimming
observation” (Kenchington, 1978). Pengambilan data echinodermata dilakukan
pada tiap stasiun pengamatan, dengan mencatat keberadaan echinodermata dilihat
dari kelas dan jenisnya. Pengambilan data dilakukan dengan cara mengambil
gambar kemudian hasilnya diidentifikasi dari kelas hingga jenis dari filum
echinodermata dengan berpedoman pada buku identifikasi Coral Reef Press
(Colin dan Arneson, 1995).
Pengukuran Karakteristik Habitat
Parameter Fisik – Kimia Perairan
Pengukuran parameter fisik dan kimia perairan dilakukan untuk mengetahui
kondisi air yang baik untuk habitat echinodermata. Pengukuran kualitas air
dilakukan pada tiga stasiun yaitu pada stasiun transplantasi terumbu karang baik,
6
transplantasi terumbu karang rusak, dan non transplantasi. Variabel kualitas air
yang diukur serta alat dan metode yang digunakan untuk pengukuran dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Parameter Fisik-Kimia Perairan
Parameter Satuan Alat dan Metode
Suhu oC Termometer Hg
Salinitas ‰ Hand Refractometer
Oksigen Terlarut ppm DO meter
pH (derajat keafsaman) - pH meter
Amonia - -
Pengukuran Parameter Fisik – Kimia Substrat Dasar
Pengambilan contoh substrat bertujuan untuk mengetahui kandungan di
dalam substrat tersebut. Pengambilan contoh substrat dilakukan pada tiga stasiun
yaitu pada stasiun transplantasi terumbu karang baik, transplantasi terumbu
karang rusak, dan non transplantasi. Analisis substrat dilakukan di Laboratorium
Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Substrat yang diambil dari lokasi penelitian di analisis untuk mengetahui
kandungannya. Kandungan yang dianalisis berupa fraksi substrat (pasir, dan
lumpur), kandungan C organik dan Nitrat seperti terlihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Parameter Fisik-Kimia Substrat Dasar
Variabel Satuan Alat/Metode
Fraksi substrat % Ayakan Bertingkat
Corganik % Buret, Titrasi
Nitrat ppm Metode Kjeldahl
Analisis Data
Kepadatan
Kepadatan merupakan jumlah jenis individu dibagi dengan luas total area
pengamatan (English et al., 1994) dengan menggunakan rumus berikut :
................ (1)
Keterangan :
Di : Kepadatan individu jenis ke-i (ind/m2)
ni : Jumlah individu jenis ke-i yang diperoleh
A : Luas total area pengamatan
7
Keanekaragaman (H’)
Indeks keanekaragaman (H‟) digunakan untuk mendapatkan gambaran
populasi organisme secara matematis agar mempermudah analisis informasi-
informasi jumlah individu masing- masing jenis ikan dalam suatu komunitas habitat
ikan (Odum, 1994). Keanekaragaman jenis echinodermata ditentukan dengan
Indeks Shannon-Wienner berikut:
................ (2)
Keterangan:
H’ : Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner
S : Jumlah spesies echinodermata
Pi : Jumlah individu spesies ke-i per jumlah individu total (ni/N)
Indeks Keseragaman (E)
Keseragaman dapat dikatakan sebagai keseimbangan, yaitu menggambarkan
ukuran jumlah individu tiap jenis dalam suatu komunitas. Untuk menghitung
keseragaman jenis dapat dihitung menggunakan rumus Evenness yaitu:
................ (3)
Keterangan:
E : Indeks keseragaman
H’ : Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner
H max : Keanekaragaman spesies maksimum (log S)
S : Jumlah jenis
Indeks Dominasi (D)
Indeks dominasi digunakan untuk penentuan ada atau tidaknya jenis yang
mendominasi habitat perairan. Indeks dominasi ditentukan dengan indeks
Simpson berdasarkan rumus :
................ (4)
Keterangan :
C : Indeks dominasi
nᵢ : Jumlah individu pada jenis ke-i
N : Jumlah total individu dari semua jenis
Nilai indeks dominasi (C) berkisar antara 0 sampai 1, jika nilai C mendekati
0 berarti bahwa tidak ada jenis yang mendominasi dan sebaliknya apabila nilai C
mendekati 1 salah satu jenis yang mendominasi (Odum, 1994).
∑ l
a
∑
8
Hubungan Antara Echinodermata dengan Karakteristik Habitat
Adanya interaksi suatu organisme dengan karakteristik habitat tertentu dapat
dipakai sebagai indikasi hadir tidaknya organisme tersebut pada suatu tempat dengan
kepadatan yang tertentu pula. Evaluasi keterkaitan antara komunitas terumbu karang
dan echinodermata di lokasi penelitian dilakukan dengan menggunakan Analisis
Koresponden (Correspondence Analysis) (Bengen, 2000), yang didasarkan pada
matriks data i baris (jenis echinodermata) dan j kolom (jenis terumbu karang) dimana
jenis ke-i echinodermata untuk terumbu karang ke-j terdapat pada baris ke-i dan
kolom ke-j. Matriks datanya merupakan tabel kontigensi jenis echinodermata vs
terumbu karang.
Analisis Koresponden ini tidak menghasilkan dua grafik yang independen tapi
hanya satu grafik unik dimana baris dan kolom dipresentasekan pada grafik yang
sama. Pengerjaan analisis koresponden menggunakan software SAS (Mattjik dan
Sumertajaya, 2011).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Habitat
Pengamatan karakteristik habitat dilakukan dengan mengukur parameter
fisik-kimia perairan dan substrat dasar. Secara umum, kondisi lingkungan perairan
masih mendukung terhadap kehidupan dan pertumbuhan karang hias dan biota bentik
seperti Echinodermata. Hasil pengamatan dan pengukuran nilai parameter fisik dan
kimia perairan yang tercatat di ketiga stasiun pengamatan di Pulau Panggang
bagian Selatan tidak memiliki kisaran perbedaan yang cukup signifikan, hal ini
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Karakteristik fisik – kimia Perairan di Lokasi Penelitian
Parameter Fisik Kimia Nama Lokasi
Transplantasi
Baik
Transplantasi
Rusak
Non
Transplantasi
Suhu (°C) 29,1 29,1 28,7
Salinitas (‰) 33 33 32
pH 7,2 7,5 7,2
DO (mg/l) 7,8 7,7 7,7
Amonia (mg/l) 0,1866 0,2585 0,2504
Hasil pengukuran suhu perairan di ketiga stasiun pengamatan berkisar
antara 28,7-29,1oC, kisaran suhu tersebut memiliki kisaran yang tidak jauh
berbeda. Menurut Effendi (2003), Peningkatan suhu perairan menyebabkan
peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air, sehingga
konsumsi oksigen menjadi lebih tinggi. Menurut Nybakken (1988), terumbu
karang dapat berkembang optimal pada suhu 25oC hingga 30
oC, namun menurut
9
Castro dan Huber (2003) kisaran suhu 30oC hingga 35
oC dapat ditoleransi oleh
terumbu karang. Sedangkan menurut Aziz (1987), suhu optimal bagi pertumbuhan
biota echinodermata berkisar antara 27-30oC. Oleh karena itu, suhu perairan di ketiga
stasiun pengamatan dapat dikatakan optimal bagi pertumbuhan biota echinodermata. Salinitas di ketiga lokasi penelitian memperlihatkan kisaran rata-rata antara
32-33 ppt. Kisaran salinitas tersebut masih tergolong normal, karena kisaran salinitas
yang masih mendukung kehidupan organisme perairan khususnya fauna
makrobenthos termasuk echinodermata adalah 15-35 ppt (Hutabarat dan
Evans,1985). Selain suhu, salinitas juga merupakan faktor abiotik yang sangat
menentukan penyebaran biota laut. Perairan dengan salinitas lebih rendah atau
lebih tinggi dari pada pergoyangan normal air laut merupakan faktor penghambat
(limiting factor) untuk penyebaran biota laut tertentu (Aziz, 1994). Salinitas dapat
mempengaruhi penyebaran organisme benthos baik secara horizontal, maupun
vertikal. Secara tidak langsung mengakibatkan adanya perubahan komposisi
organisme dalam suatu ekosistem (Odum, 1994).
Nilai parameter derajat keasaman (pH) didapat dari ketiga lokasi penelitian
adalah 7,2 dan 7,5. Nilai tersebut menunjukkan kisaran nilai yang optimal untuk
kelangsungan hidup biota. Menurut Zamani dan Maduppa (2011), kisaran pH
yang optimal untuk terumbu karang adalah 7-8,5. pH merupakan faktor pembatas
bagi organisme yang hidup di suatu perairan, perairan dengan pH yang terlalu
tinggi atau rendah akan mempengaruhi ketahanan hidup organisme yang hidup
didalamnya (Odum, 1994).
Kandungan oksigen terlarut (DO) yang terukur adalah 7,8 mg/l pada stasiun
transplantasi baik, 7,7 mg/l transplantasi rusak dan non transplantasi. Menurut
Effendi (2003), kandungan oksigen terlarut dengan nilai lebih dari 5 mg/l dapat
dikatakan baik untuk organisme laut. Karena kandungan oksigen terlarut yang
tinggi dapat memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme perairan untuk
melakukan proses metabolisme dan resporasi.
Kandungan amonia pada lokasi transplantasi baik adalah 0,1866 mg/l,
transplantasi rusak 0,2585 mg/l dan non transplantasi 0,2504 mg/l. Kadar amonia
pada perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mg/liter. Jika kadar amonia bebas lebih
dari 0,2 mg/liter, perairan bersifat toksik bagi beberapa biota laut. Kadar amonia
bebas yang terlalu tinggi dapat mengganggu proses pengikatan oksigen oleh darah
dan pada akhirnya dapat meningkatkan sifokasi pada beberapa biota laut. Berbeda
dengan biota echinodermata yang memiliki toleransi terhadap kadar amonia dan
bahkan dapat dijadikan sebagai bahan indikator lingkungan. Salah satu biota yang
dijadikan indikator lingkungan adalah jenis Diadema setosum.
Menurut Sugiarto dan Supardi (1995), populasi bulu babi Diadema setosum
semakin menonjol di Pulau-pulau Seribu bagian Selatan, dimana kondisi terumbu
karangnya kurang baik. Selain itu, di daerah Atlantik barat bulu babi jenis
Diadema antillarum juga memperlihatkan pertumbuhan populasi yang mencolok
di daerah yang tercemar limbah organik. Kadar amonia dari lokasi pengambilan
data lebih dari 0,1 mg/l. Hal tersebut dapat disebabkan oleh masukan limbah rumah
tangga dari Pulau Panggang dan cemaran dari aktivitas kapal nelayan. Hasil pengukuran beberapa paramater fisik dan kimia substrat dasar yang
meliputi fraksi sedimen, C organik dan nitrat disajikan pada Tabel 6.
10
Tabel 6. Karakteristik Fisik-Kimia Substrat Dasar di Lokasi Penelitian
Nama Lokasi Fraksi
Walkey &
Black NO3
Pasir Lumpur C-Org (ppm)
(%) (%)
Transplantasi baik 84,3 15,7 0,67 7,96
Transplantasi rusak 95,2 4,8 0,86 11,47
Non transplantasi 98,2 1,8 1,04 4,46
Fraksi substrat yang dihasilkan ada dua yaitu pasir dan lumpur. Fraksi pasir
mendominasi dari ketiga stasiun diikuti oleh fraksi lumpur yang nilainya lebih
kecil. Fraksi pasir tertinggi terdapat pada stasiun non transplantasi yaitu sebesar
98,2% dan terendah terdapat pada stasiun transplantasi baik yaitu 84,3%
sedangkan pada tranplantasi rusak nilai fraksi pasir sebesar 95,2%. Fraksi lumpur
pada transplantasi baik sebesar 15,7% transplantasi rusak sebesar 4,8% dan non
transplantasi sebesar 1,8%. Penyebaran makrobenthos dapat dengan jelas berkorelasi
dengan tipe substrat. Secara umum, biota laut seperti echinodermata menyukai
substrat yang agak keras dimana substrat campuran terutama terdiri dari campuran
pasir dan pecahan karang. Salah satu contoh, bulu babi biasanya menempati substrat
berupa lamun dan karang. Substrat dasar atau tekstur tanah merupakan komponen
penting bagi kehidupan organisme. Substrat di dasar perairan akan menentukan
kelimpahan dan komposisi jenis dari hewan bentos (Odum, 1994). Hasil dari analisis substrat kandungan C-organik adalah 0,67% pada
transplantasi baik, 0,86% pada transplantasi rusak dan 1,04% pada non
transplantasi. Kandungan C-organik tertinggi terdapat pada lokasi non
transplantasi hal ini dikarenakan substrat pada lokasi tersebut merupakan
campuran pasir dan pecahan karang mati. C-organik di perairan berasal dari
tumbuhan atau biota akuatik, baik yang hidup atau mati dan menjadi detritus.
Mikroba memanfaatkan bahan organik sebagai sumber makanan dari suatu
rangkaian reaksi biokimia yang kompleks. Pada reaksi katabolisme, makrobenthos
merombak bahan organik dan dipecah untuk menghasilkan energi berupa
makanan yang digunakan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan
pertumbuhannya (Effendi, 2003). Oleh karena itu kandungan C-organik
diperlukan oleh organisme akuatik untuk kelangsungan hidupnya.
Hasil pengukuran nitrat pada ketiga stasiun yaitu nilai nitrat tertinggi
terdapat pada daerah transplantasi rusak sebesar 11,47 ppm dan nilai nitrat
terendah terdapat pada daerah non transplantasi sebesar 4,46 ppm sedangkan pada
daerah tranplantasi baik sebesar 7,96 ppm. Nitrat merupakan bentuk utama
nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan
tanaman dan alga (Effendi, 2003).
Struktur Komunitas Echinodermata
Keanekaragaman Jenis
Hasil penelitian terhadap komunitas echinodermata yang dilakukan di tiga
stasiun didapatkan 2306 individu dari 12 jenis echinodermata yang terdiri dari 5
11
jenis kelas Asteroidea, 1 jenis kelas Holothuroidea, 2 jenis kelas Crinoidea dan 4
jenis kelas Echinoidea. Nilai tersebut didapatkan dari penjumlahan echinodermata
yang ditemukan di tiga stasiun yaitu transplantasi baik berjumlah 613 individu,
transplantasi rusak berjumlah 425 individu dan non transplantasi berjumlah 1268
individu. Nilai Keanekaragaman jenis disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Keanekaragaman Jenis echinodermata di lokasi TB=Transplantasi
Baik, TR=Transplantasi Rusak, dan NT=Non Transplantasi.
Terdapat 12 spesies yang tercatat selama pengamatan di ketiga stasiun.
Jumlah individu terbanyak terdapat pada kelas Echinoidea yaitu sebanyak 1217
individu pada lokasi non transplantasi. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi
lingkungan disekitar lokasi pengamatan. Berdasarkan habitat dan sebarannya
kelas Echinoidea khususnya genus Diadema, di daerah ekosistem terumbu karang
biota ini menempati rataan pasir, daerah pertumbuhan algae dan daerah tubir
karang. Di zona rataan pasir dan daerah pertumbuhan algae, bulu babi ini hidup
mengelompok dalam kelompok besar. Selain itu didaerah non transplantasi ini di
dominasi oleh substrat pasir yang bercampur dengan patahan karang atau rubble
dan banyaknya pertumbuhan algae serta tinggi kandungan C-organik sehingga
daerah ini kaya akan ketersediaan makanan.
Kelas Crinoidea memiliki jumlah individu lebih banyak dibandingkan kelas
Asteroidea dan Holothuroidea yaitu sebanyak 24 individu pada transplantasi baik,
14 individu pada transplantasi rusak, dan 36 individu pada non transplantasi.
Kelas asteroidea memiliki jumlah individu sebesar 3 individu pada tansplantasi
baik, 10 individu pada transplantasi rusak dan 14 individu pada non tranplantasi.
Sedangkan Kelas Holothuroidea memiliki 1 individu saja pada stasiun non
tranplantasi.
3 0 24
586
10 0 14
401
14 1 36
1217
0
200
400
600
800
1000
1200
Asteroidea Holothuroidea Crinoid Echinoidea
Jum
lah i
nd
ivid
u
TB
TR
NT
12
Kepadatan Jenis
Kepadatan jenis dari Echinodermata di ketiga stasiun pengamatan
disajikan pada Tabel 7. dibawah ini.
Tabel 7. Kepadatan Jenis Echinodermata pada Setiap Stasiun TB=Transplantasi
Baik, TR=Transplantasi Rusak dan NT=Non Transplantasi.
Spesies Stasiun
TB TR NT
ASTEROIDEA
Linckia laevigata 0,0043±0,0054 0,0199±0,0038 0,0196±0,0044
Linckia multiflora - - 0,0028±0,0060
Echinaster luzonicus - - 0,0028±0,0028
Culcita novaeguineae 0,0043±0,0107 0,0050±0,0020 0,0028±0,0010
Acanthaster planci 0,0043±0,0107 - 0,0112±0,0115
HOLOTHUROIDEA
Euapta Goddefroyi - - 0,0028±0,0007
CRINOIDEA
Comanthus benneti 0,1021±0,0935 0,0348±0,0220 0,0726±0,0914
Colobometra perspinosa - - 0,0279±0,0602
ECHINOIDEA
Mespilia globulus 0,0170±0,0204 0,0149±0,0104 0,0168±0,0078
Diadema setasum 2,1311±1,1268 0,9368±0,2634 3,1366±1,0874
Echinothrix diadema 0,2042±0,1120 0,0348±0,0222 0,1536±0,0965
Echinometrix mathei 0,1404±0,0773 0,0099±0,0024 0,0922±0,0433
Kepadatan tiap jenis echinodermata pada ketiga stasiun penelitian bervariasi
antara 0,0028 – 3,1366 ind/m2. Kepadatan jenis echinodermata tertinggi pada
daerah transplantasi baik, transplantasi rusak maupun non transplantasi adalah
dari kelompok bulu babi Diadema setosum di kelas Echinoidea, yaitu sebesar
2,1311±1,1268 ind/m2, 0,9368±0,2634 ind/m
2 dan 3,1366±1,0874 ind/m
2.
Kepadatan terendah pada daearah transplantasi baik sebesar 0,0043±0,0054
ind/m2 adalah kelompok bintang laut seperti Linckia laevigata dari kelas
Asteroidea, sedangkan Acanthaster planci dan Culcita novaeguineae memiliki
kepadatan jenis sebesar 0,0043±0,0107 ind/m2. Kepadatan terendah pada daerah
transplantasi rusak sebesar 0,0050±0,0020 ind/m2 dari kelompok Culcita
novaeguineae dari kelas Asteroidea, sedangkan pada non transplantasi kepadatan
jenis echinodermata terendah sebesar 0,0028±0,0007 ind/m2 dari kelompok
Euapta Goddefroyi (Teripang) di kelas Holothuroidea.
Tingginya jumlah individu Diadema setosum pada penelitian ini diduga
berkaitan dengan habitatnya yang cocok yang didominasi oleh karang mati dan
rubble dengan substratnya yang agak keras seperti pasir kasar. Begitupun
makanan yang mendukung seperti alga bentik yang terdapat di karang mati dan
rubble (Setiawan, 2010).
13
Indeks Komunitas
Indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E) dan dominasi (C)
merupakan kajian indeks yang sering digunakan untuk menduga kondisi suatu
lingkungan perairan berdasarkan komposisi biologis. Nilai rata-rata dari indeks
keanekaragaman, keseragaman dan dominasi disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominasi (D)
Echinodermata pada lokasi TB=Transplantasi Baik, TR=Transplantasi
Rusak, dan NT=Non Transplantasi.
Tinggi rendahnya nilai indeks keanekaragaman jenis dapat disebabkan oleh
berbagai faktor, antara lain jumlah jenis atau individu yang didapat, adanya
beberapa jenis yang ditemukan dalam jumlah yang melimpah, homogenitas
substrat dan kondisi tiga ekosistem penting di daerah pesisir (padang lamun,
terumbu karang dan hutan mangrove) sebagai habitat dari biota perairan.
Berdasarkan hasil yang diperoleh nilai indeks keanekaragaman (H’) pada 3
stasiun yang diamati yaitu daerah tansplantasi baik, transplantasi rusak maupun
non tranplantasi memiliki nilai H’ kurang dari 1. Jika nilai H’ kurang dari 1 maka
nilai keanekaragaman jenis di suatu wilayah perairan termasuk dalam kategori
rendah. Indeks keragaman mengukur kelimpahan komunitas berdasarkan jumlah
jenis dan jumlah individu dari setiap jenis pada suatu lokasi. Semakin banyak
jumlah jenis maka akan semakin beragam komunitasnya. Dengan demikian,
keanekaragaman jenis echinodermata pada daerah transplantasi baik, rusak
maupun non transplantasi termasuk dalam kategori rendah. Hal ini menyebabkan
kestabilan dalam komunitas yang terjadi berada pada kondisi kurang normal. (H’
TB = 0,31±0,10 TR= 0,23±0,29 NT=0,24±0,16)
Nilai indeks keseragaman jenis (E) echinodermata berkisar antara 0,22 –
0,29. Daerah transplantasi baik (0,29±0,09), transplantasi rusak (0,22±0,26) dan
non tranplantasi (0,22±0,15) mempunyai nilai indeks keseragaman yang tidak
memiliki perbedaan yang signifikan. Nilai indeks keseragaman jenis
menggambarkan seimbangan komunitas Echinodermata, semakin merata
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
TB TR NT
Nil
ai
H',
E, d
an
C
H'
E
C
14
penyebaran individu antar jenis maka keseimbangan ekosistem akan semakin
meningkat. Suatu komunitas bisa dikatakan stabil bila mempunyai nilai indeks
keseragaman jenis mendekati angka 1, dan sebaliknya dikatakan tidak stabil jika
mempunyai nilai indeks keseragaman jenis yang mendekati angka 0. Sebaran
biota seimbang atau merata apabila mempunyai nilai indeks kemerataan jenis
yang berkisar antara 0,6 - 0,8 (Supono dan Arbi, 2010). Berdasarkan hasil yang
diperoleh dari ketiga stasiun ini sama-sama termasuk pada komunitas yang tidak
stabil atau tertekan karena memiliki nilai indeks keseragaman mendekati 0. Jika
indeks keseragaman jenis rendah maka indeks keanekaragamanpun akan rendah,
hal ini menandakan adanya dominasi suatu jenis terhadap jenis-jenis lainnya.
Besarkan dominasi akan mengarahkan kondisi komunitas menjadi labil atau
tertekan.
Nilai indeks dominasi (C) pada lokasi pengamatan berkisar antara 1,73 –
1,85. Daerah tranplantasi baik (1,82±0,24), transplantasi rusak (1,73±0,43) dan
non tranplantasi (1,85±0,33) memiliki dominasi yang sangat tinggi dengan kriteria
0,75 < C ≤ 1,00. Hasil dari pengamatan diperoleh bahwa bulu babi jenis Diadema
setosum pada ketiga stasiun ditemukan dalam jumlah yang lebih banyak
dibanding dengan jenis yang lain. Secara umum, melimpahkan jenis Diadema
setosum dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling berkaitan, terutama oleh
faktor kualitas lingkungan, baik fisik maupun kimia serta faktor ketersediaan
makanan. Kualitas lingkungan sangat dipengaruhi oleh tingkat tekanan yang
diterima oleh lingkungan tersebut. Secara umum, kondisi terumbu karang yang
masih baik seharusnya berperan besar dalam menyediakan makanan, tempat
perlindungan dan berbagai bentuk kebutuhan hidup lainnya.
Hubungan Antara Echinodermata dengan Karakteristik Habitat
Grafik Analisis Koresponden antara Echinodermata dengan karakteristik
habita terlihat pada Gambar 5.
15
Gambar 5. Grafik Analisis Koresponden antara Echinodermata dengan
Karakteristik Habitat pada Dimensi/Sumbu 1 dan 2. TB=Transplantasi
Baik, TR=Transplantasi Rusak, NT= Non Transplantasi, A= Linckia
laevigata, B= Linckia multiflora, C= Echinaster luzonicus, D= Culcita
novaeguineae, E= Acanthaster planci, F= Euapta Goddefroyi, G=
Comanthus benneti, H= Colobometra perspinosa, I= Mespilia
globulus, J= Diadema setasum, K= Echinothrix diadema, dan L=
Echinometrix mathei
Gambar 5. menunjukkan bahwa keragaman yang diterangkan oleh sumbu
1 (F1) sebesar 64,34 % dan sumbu 2 (F2) sebesar 35,66 %, sehingga secara
keseluruhan keragaman yang didapat atau informasi maksimum hubungan antara
echinodermata dengan karakteristik habitat diterangkan oleh kedua sumbu
tersebut sebesar 100 %.
Informasi spasial Echinodermata menunjukkan bahwa jenis Diadema
setasum dominan ditemukan pada ketiga karakteristik habitat dengan jumlah
terbanyak di habitat non transplantasi diikuti di habitat transplantasi baik,
selanjutnya di habitat transplantasi rusak. Hal ini dikarenakan ketiga habitat
tersebut menyediakan sumber makanan bagi biota tersebut. Banyaknya alga
menjadi salah satu faktor utama keberadaan jenis Diadema setasum karena biota
ini umumnya pemakan alga. Jenis Linckia laevigata, Culcita novaeguineae,
Mespilia globulus dan Comanthus bennet lebih banyak ditemukan di daerah
transplantasi rusak. Jenis Echinothrix diadema dan Echinometrix mathei juga
lebih banyak ditemukan pada daerah transplantasi baik. Daerah non transplantasi
umumnya dicirikan oleh jenis Linckia multiflora, Echinaster luzonicus,
Acanthaster planci, Euapta Goddefroyi, dan Colobometra perspinosa.
Keberadaan jenis Linckia laevigata, Culcita novaeguineae, Mespilia
globulus dan Comanthus bennet di habitat transplantasi rusak dan jenis Linckia
16
multiflora, Echinaster luzonicus, Acanthaster planci, Euapta Goddefroyi, dan
Colobometra perspinosa di daerah non transplantasi dapat disebabkan habitat
tersebut dijadikan tempat berlindung dari pemangsa ataupun dari paparan sinar
matahari, selain itu banyaknya alga serta tingginya kandungan C-organik dan
nutrien menyebabkan habitat ini tinggi akan ketersediaan makanan. Sedangkan
keberadaan jenis Echinothrix diadema dan Echinometrix mathei di daerah
transplantasi baik dikarenakan biota tersebut berlindung dari paparan langsung
sinar matahari yang dapat meningkatkan suhu perairan. Hal ini terlihat pada saat
pengambilan data spesies tersebut dihabitat ini banyak ditemukan di bawah rak
transplantasi maupun terkubur didalam substrat untuk berlindung.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Terdapat 12 jenis Echinodermata di daerah budidaya karang hias Pulau
Panggang. Jenis yang ditemukan umumnya tersebar di tiga stasiun penelitian.
Jumlah jenis tertinggi berasal dari kelas Echinoidea. Jenis yang dominan
ditemukan di semua stasiun penelitian adalah Diadema setosum. Secara umum
keanekaragaman jenis Echinodermata di daearah budidaya karang hias Pulau
Panggang berada dalam kondisi rendah. Kecenderungan Echinodermata
menempati daerah budidaya karang hias dapat disebabkan oleh faktor
ketersediaan makanan maupun perlindungan yang diberikan oleh habitat tersebut.
Saran
Perlu dilakukan penelitian Echinodermata di daerah budidaya karang hias
dalam musim yang berbeda untuk mengetahui dinamika temporal Echinodermata.
DAFTAR PUSTAKA
Aziz A. 1981. Fauna Echinodermata dari terumbu karang Pulau Pari, Pulau Seribu.
Oseana. 14:41-90.
Aziz A. 1987. Makanan dan cara makan berbagai jenis bulu babi. Oseana. XII
(4): 91 - 100.
Aziz A. 1994. Tingkah laku bulu babi di padang lamun. Oseana. 19(4): 35-43.
Aziz A. 1995. Beberapa catatan tentang kehadiran bintang laut jenis Acanthaster
planci di perairan Indonesia. Oseana. 20(2):23-31.
Bengen DG. 2000. Sinopsis Teknik Pengambilan Contoh dan Analisis Data
Biofisik Sumberdaya Pesisir. Bogor (ID): PKSPL IPB
Castro P dan Huber M. 2003. Marine Biology. 4th
Edition. New Jersey: McGraw-
Hill Higher Education.
17
Colin PL dan Arneson C. 1995. Tropical Pacific Invertebrates;a Field Guide to
the Marine Invertebrates Occurring on Tropical Pasific Coral Reefs, Seagrass
Beds and Mangroves. Coral Reef Press, USA.
Darsono P. 1988. Pengamatan terhadap Kehadiran Bintang Laut Pemangsa
Karang Acanthaster planci di Pulau Seribu. Dalam: Teluk Jakarta, M. K.
Moosa, D. P Praseno dan Pengembangan Oseanologi-LIPI:48-54.
Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya
Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius.
English SC, Wilkinson, dan Baker V. 1994. Survey Manual for Tropical Marine
Recourses. Australian Institute of Marine Science. Townsville.
Estradivari, E. Setyawan & S. Yusri. (eds). 2009. Terumbu karang Jakarta:
Pengamatan jangka panjang terumbu karang Kepulauan Seribu (2003-2007).
Yayasan TERANGI. Jakarta. viii +102 hlm.
Harriot VJ dan Fisk DA. 1988. Coral Transplantation as Reef Management
Option. Proceeding of 6th International Coral Reef Symposium, Australia.
Volume 2.
Hutabarat S dan Evans SM. 1985. Pengantar Oseanografi. Jakarta: Universitas
Indonesia Press. 159 h.
Kenchington RA. 1978. Coral reef Management Handbook. Jakarta: UNESCO
Regional Office and Technology for South-East Asia.
Lariman. 2011. Keanekaragaman Fylum Echinodermata di Pulau Beras Basah
Kota Bontang Kalimantan Timur. Mulawarman Scientific. 10(2):207-218.
Nybakken JW. 1988. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Eidman M,
penerjemah. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari:
Marine Biology an Ecological Approach.
Mattjik AA dan Sumertajaya IM. 2011. Sidik Peubah Ganda dengan
menggunakan SAS. Wibawa GNA dan HadiAF, editor. Bogor (ID) :
Departemen Statistika FMIPA-IPB.
Odum EP. 1994. Dasar-dasar Ekologi. Samingan T, penerjemah; Srigandono B,
editor. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari:
Fundamental of Ecology.
Panggabean TM. 1987. Membudidayakan Teripang/Ketimun Laut dalam Rangka
Meningkatkan Potensi Hasil Laut di Indonesia. Dirgen Perikanan dan
Internasional Development Research Centre. Jakarta. Setiawan F. 2010. Panduan Lapang Identifikasi Ikan Karang dan Invertebrata Laut.
Wildlife Conservation Society. Bogor: 350 h.
Sugiarto, H dan Supardi. 1995. Beberapa Catatan Tentang Bulu Babi Marga Diadema.
Oseana. 20(4):35-41. Supono dan Arbi UY. 2010. Struktur Komunitas Ekhinodermata di Padang
Lamun Perairan Kema, Sulawesi Utara. Oseanologi dan Limnologi di
Indonesia. 6(3): 329-342.
Yusron E. 2006. Keanekaragaman Echinodermata di Perairan Morotai Bagian
Selatan, Maluku Utara. Oseana. 31(3): 13 – 20.
Zamani NP, Maduppa HH. 2011. A Standard Criteria for Assesing the Health of
Coral Reefs: Implication for Management and Conservation. Journal of
Indonesia Coral Reefs. 1(2):137-146.
18
Lampiran 1 Dokumentasi Jenis-jenis Echinodermata di Lokasi Penelitian
Keterangan :
a : Linckia laevigata
b : Linckia multiflora
c : Echinaster luzonicus
d : Culcita novaeguineae
e : Acanthaster planci
f : Comanthus benneti
g : Mespilia globulus
h : Diadema setasum
i : Echinothrix diadema
j : Echinometrix mathei
c
b
d
e
f
g
h
i
j
a
2
Lampiran 2 Dokumentasi Jenis-jenis Karang Transplantasi
a
c
b
d
e
f
g
h
19
Keterangan :
a : Pocilopora; b : Seriatopora; c : Acropora; d : Turbinaria; e : Acropora;
f : Hydnopora; g : Caulastrea; h : Montipora
Lam
pir
an 3
Has
il P
erhit
ungan
Indek
s K
eanek
arag
aman
(H
’), K
eser
agam
an (
E),
dan
Dom
inas
i (C
) di
Lokas
i P
enel
itia
n
Kel
as
Spes
ies
Tra
nsp
lanta
si B
aik
Jum
lah
indiv
idu (
ni)
pi
Lo
g p
i pi
Lo
g p
i pi2
H
' E
C
Ast
eroid
ea
Lin
ckia
laev
igata
1
0,0
01631
-2
,78746
-0,0
0455
0,0
4039
0,3
1
0,2
9
1,8
2
Ast
eroid
ea
Lin
ckia
mult
iflo
ra
0
0
0
0
0
A
ster
oid
ea
Ech
inast
er l
uzo
nic
us
0
0
0
0
0
A
ster
oid
ea
Culc
ita n
ova
eguin
eae
1
0,0
01631
-2
,78746
-0,0
0455
0,0
4039
A
ster
oid
ea
Aca
nth
ast
er p
lanci
1
0,0
01631
-2
,78746
-0,0
0455
0,0
4039
H
olo
thuro
idea
E
uapta
Goddef
royi
0
0
0
0
0
C
rinoid
ea
Colo
bom
etra
per
spin
osa
0
0
0
0
0
C
rinoid
ea
Com
anth
us
ben
net
i 24
0,0
39152
-1
,40725
-0,0
551
0,1
97868
E
chin
oid
ea
Mes
pil
ia g
lobulu
s 4
0,0
06525
-2
,1854
-0,0
1426
0,0
80779
E
chin
oid
ea
Dia
dem
a s
etasu
m
501
0,8
172
92
-0,0
8762
-0,0
7161
0,9
04042
E
chin
oid
ea
Ech
inoth
rix
dia
dem
a
48
0,0
78303
-1
,10622
-0,0
8662
0,2
79827
E
chin
oid
ea
Ech
inom
etri
x m
ath
ei
33
0,0
53834
-1
,26895
-0,0
6831
0,2
32021
613
1
-0,3
0954
20
2
Lan
juta
n L
ampir
an 3
Kel
as
Spes
ies
Tra
nsp
lanta
si R
usa
k
Jum
lah
indiv
idu (
ni)
pi
Lo
g p
i pi
Lo
g p
i pi2
H
' E
C
Ast
eroid
ea
Lin
ckia
laev
igata
8
0,0
1882
-1
,7253
-0,0
3248
0,1
37199
0,2
3
0,2
2
1,7
3
Ast
eroid
ea
Lin
ckia
mult
iflo
ra
0
0
0
0
0
A
ster
oid
ea
Ech
inast
er l
uzo
nic
us
0
0
0
0
0
A
ster
oid
ea
Culc
ita n
ova
eguin
eae
2
0,0
0471
-2
,32736
-0,0
1095
0,0
68599
A
ster
oid
ea
Aca
nth
ast
er p
lanci
0
0
0
0
0
H
olo
thuro
idea
E
uapta
Goddef
royi
0
0
0
0
0
C
rinoid
ea
Colo
bom
etra
per
spin
osa
0
0
0
0
0
C
rinoid
ea
Com
anth
us
ben
net
i 14
0,0
3294
-1
,48226
-0,0
4883
0,1
81497
E
chin
oid
ea
Mes
pil
ia g
lobulu
s 6
0,0
1412
-1
,85024
-0,0
2612
0,1
18818
E
chin
oid
ea
Dia
dem
a s
etasu
m
377
0,8
8706
-0
,05205
-0,0
4617
0,9
41838
E
chin
oid
ea
Ech
inoth
rix
dia
dem
a
14
0,0
3294
-1
,48226
-0,0
4883
0,1
81497
E
chin
oid
ea
Ech
inom
etri
x m
ath
ei
4
0,0
0941
-2
,02633
-0,0
1907
0,0
97014
425
1
-0,2
3244
21
3
Lan
juta
n L
ampir
an 3
Kel
as
Spes
ies
Non T
ransp
lanta
si
Jum
lah
indiv
idu (
ni)
pi
Lo
g p
i p
i L
og p
i pi2
H
' E
C
Ast
eroid
ea
Lin
ckia
laev
igata
7
0,0
05521
-2
,25802
-0,0
1247
0,0
743
0,2
4
0,2
2
1,8
5
Ast
eroid
ea
Lin
ckia
mu
ltif
lora
1
0,0
00789
-3
,10312
-0,0
0245
0,0
28083
A
ster
oid
ea
Ech
inast
er l
uzo
nic
us
1
0,0
00789
-3
,10312
-0,0
0245
0,0
28083
A
ster
oid
ea
Culc
ita n
ova
eguin
eae
1
0,0
00789
-3
,10312
-0,0
0245
0,0
28083
A
ster
oid
ea
Aca
nth
ast
er p
lanci
4
0,0
03155
-2
,50106
-0,0
0789
0,0
56166
C
rinoid
ea
Colo
bom
etra
per
spin
osa
1
0,0
07886
-2
,10312
-0,0
1659
0,0
88806
H
olo
thuro
idea
E
uapta
Goddef
royi
26
0,0
00789
-3
,10312
-0,0
0245
0,0
28083
C
rinoid
ea
Com
anth
us
ben
net
i 10
0,0
20505
-1
,68815
-0,0
3461
0,1
43195
E
chin
oid
ea
Mes
pil
ia g
lobulu
s 6
0,0
04732
-2
,32497
-0,0
11
0,0
68789
E
chin
oid
ea
Dia
dem
a s
etasu
m
1123
0,8
85647
-0
,05274
-0,0
4671
0,9
41088
E
chin
oid
ea
Ech
inoth
rix
dia
dem
a
55
0,0
43375
-1
,36276
-0,0
5911
0,2
08268
E
chin
oid
ea
Ech
inom
etri
x m
ath
ei
33
0,0
26025
-1
,58461
-0,0
4124
0,1
61323
1268
1
-0,2
3941
22
4
Lam
pir
an 4
Kep
adat
an
Kel
as
Spes
ies
Tra
nsp
lanta
si B
aik
T
ransp
lanta
si R
usa
k
Non T
ransp
lanta
si
ni
luas
K
epad
atan
ni
luas
K
epad
atan
ni
luas
K
epad
atan
Ast
eroid
ea
Lin
ckia
laev
igata
1
235,0
92
0,0
04253654
8
402,4
5
0,0
19878246
7
358,0
3
0,0
19551
Ast
eroid
ea
Lin
ckia
mult
iflo
ra
0
0
0
0
1
0,0
02793
Ast
eroid
ea
Ech
inast
er l
uzo
nic
us
0
0
0
0
1
0,0
02793
Ast
eroid
ea
Culc
ita n
ova
eguin
eae
1
0,0
04253654
2
0,0
04969561
1
0,0
02793
Ast
eroid
ea
Aca
nth
ast
er p
lan
ci
1
0,0
04253
654
0
0
4
0,0
11172
Holo
thuro
idea
E
uapta
Goddef
royi
0
0
0
0
1
0,0
02793
Cri
noid
ea
Com
anth
us
ben
net
i 24
0,1
02087693
14
0,0
3478693
26
0,0
7262
Cri
noid
ea
Colo
bom
etra
per
spin
osa
0
0
0
0
10
0,0
27931
Ech
inoid
ea
Mes
pil
ia g
lobulu
s 4
0,0
17014616
6
0,0
14908684
6
0,0
16758
Ech
inoid
ea
Dia
dem
a s
etasu
m
501
2,1
31080598
377
0,9
36762331
1123
3,1
36609
Ech
inoid
ea
Ech
inoth
rix
dia
dem
a
48
0,2
04175387
14
0,0
3478693
55
0,1
53618
Ech
inoid
ea
Ech
inom
etri
x m
ath
ei
33
0,1
40370578
4
0,0
09939123
33
0,0
92171
613
425
1268
23
Lampiran 7 Analisis Koresponden (CA) Echinodermata terhadap Stasiun
Penelitian dengan menggunakan Software SAS
a) Akar Ciri, Persentase Ragam, dan Kumulatif Ragam Pada Sumbu Faktorial
Akar Ciri (Eigenvalue) Sumbu Faktorial
Sumbu 1 Sumbu 2
Nilai 0,01953 0,01082
Ragam (%) 64,34 35,66
Kumulatif Ragam (%) 64,34 100
Variabel Koordinat Cosines Koordinat Cosines
Linckia laevigata -0,6919 0,6656 0,4904 0,3344
Linckia multiflora -0,3077 0,1157 -0,8508 0,8843
Echinaster luzonicus -0,3077 0,1157 -0,8508 0,8843
Culcita novaeguineae -0,3449 0,1687 0,7657 0,8313
Acanthaster planci 0,0624 0,0124 -0,5572 0,9876
Euapta Goddefroyi -0,3077 0,1157 -0,8508 0,8843
Colobometra perspinosa 0,1676 0,3164 0,2464 0,6836
Comanthus benneti -0,3077 0,1157 -0,8508 0,8843
Mespilia globulus -0,2199 0,1906 0,4533 0,8094
Diadema setasum -0,0327 0,8737 -0,0124 0,1263
Echinothrix diadema 0,3319 0,9774 0,0505 0,0226
Echinometrix mathei 0,5076 0,999 -0,0159 0,001
Transplantasi Baik 0,2156 0,9185 0,0642 0,0815
Transplantasi Rusak -0,1827 0,5317 0,1715 0,4683
Non Transplantasi -0,043 0,1909 -0,0885 0,8091
b) Matriks Kontingensi Jenis Echinodermata dan Stasiun Penelitian
Nama Variabel TB TR NT TOTAL
Linckia laevigata 1 8 7 16
Linckia multiflora 0 0 1 1
Echinaster luzonicus 0 0 1 1
Culcita novaeguineae 1 2 1 4
Acanthaster planci 1 0 4 5
Euapta Goddefroyi 0 0 1 1
Comanthus benneti 24 14 26 64
Colobometra perspinosa 0 0 10 10
Mespilia globulus 4 6 6 16
Diadema setasum 501 377 1123 2001
Echinothrix diadema 48 14 55 117
Echinometrix mathei 33 4 33 70
TOTAL 613 425 1268 2306
24
2
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pandeglang, 29 Desember 1991
merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan
Ayah Drs. H Ade Fahruroji, M.MPd dan Ibu Hj. Aan
Nuryamah, S.Pd. Pada tahun 2007-2010 penulis
menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 6 Pandeglang.
Pada tahun 2010 penulis diterima sebagai mahasiswa di
Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Seleksi
Mahasiswa Baru (USMI) pada Departemen Ilmu dan
Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam organisasi
Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA) periode
2011/2012 sebagai sekretaris divisi Kewirausahaan, periode 2012/2013 sebagai
anggota divisi Biro Usaha dan aktif mengikuti kegiatan Marine Goes to School
dan KONSURV. Penulis aktif mengikuti kegiatan Pencak Silat Satria Muda
Indonesia dari tahun 2005 hingga saat ini serta aktif mengikuti Kegiatan olahraga
basket ITK-IPB dan FPIK-IPB.
Penulis menjadi asisten praktikum Biologi Laut pada tahun ajaran
2012/2013 dan 2013/2014, serta asisten praktikum Ekologi Laut Tropis tahun
ajaran 2013/2014 dan 2014/2015. Bulan Juni-Juli 2013, penulis melaksanakan
Praktik Kerja Lapang di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat
Penelitian Oseanografi UPT Loka Pengembangan Bio Industri Laut Mataram.
Penulis mengikuti sertifikasi selam One Star Scuba Diver (A-1) POSSI tahun
2012.
Penulis pernah mengikuti kepanitiaan dari kegiatan Kaderisasi Diklat
HIMITEKA tahun 2012 sebagai kepala divisi Publikasi, Dekorasi, dan
Dokumentasi (PDD), kegiatan Kaderisasi Havefun with HIMITEKA tahun 2013
sebagai Sekretaris, kegiatan Fieldtrip Akustik Kelautan dan Pemetaan tahun 2012
sebagai kepala divisi PDD, kegiatan Fielftrip Oseanografi Kimia sebagai
Sekretaris, kegiatan Pekan Olahraga Perikanan dan Kelautan (PORIKAN) tahun
2012, 2013, dan 2014 sebagai atlet Departemen ITK. Untuk menyelesaikan studi
di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian dengan
judul “Struktur Komunitas Echinodermata di Daerah Budidaya Karang Hias Pulau
Panggang, Kepulauan Seribu”.
25