Struktur Komunitas Bivalvia Dan Gastropod A Di Perairan Muara Sungai Kerian Dan Simbat
Embed Size (px)
Transcript of Struktur Komunitas Bivalvia Dan Gastropod A Di Perairan Muara Sungai Kerian Dan Simbat

STUDI STRUKTUR KOMUNITAS BIVALVIA DAN GASTROPODA
DI PERAIRAN MUARA SUNGAI KERIAN DAN SUNGAI SIMBAT
KECAMATAN KALIWUNGU KABUPATEN KENDAL
S K R I P S I
Oleh :
DEDI SYAFIKRI
K2D003207
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2008
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

STUDI STRUKTUR KOMUNITAS BIVALVIA DAN GASTROPODA
DI PERAIRAN MUARA SUNGAI KERIAN DAN SUNGAI SIMBAT
KECAMATAN KALIWUNGU KABUPATEN KENDAL
Oleh :
DEDI SYAFIKRI
K2D003207
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat U` ntuk Memperoleh
Derajat Sarjana S1 Pada Program Studi Ilmu Kelautan Jurusan Ilmu Kelautan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2008
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Dengan ini saya, Dedi Syafikri menyatakan bahwa Karya Ilmiah/Skripsi
ini adalah asli hasil karya saya sendiri dan Karya Ilmiah ini belum pernah
diajukan sebagai pemenuhan persyaratan untuk memperoleh gelar kesarjanaan
strata satu (S1) dari Universitas Diponegoro maupun Perguruan Tinggi lain.
Semua informasi yang dimuat dalam Karya Ilmiah ini yang berasal dari
penulis lain, baik yang dipublikasikan maupun tidak, telah diberikan
penghargaan dengan mengutip nama sumber penulis secara benar dan semua isi
Karya Ilmiah/Skripsi ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya sebagai
penulis.
Semarang, 25 Maret 2008
Penulis,
Dedi Syafikri NIM. K2D003207
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi. (QS : Al Furqaan 53).
Demi matahari dan sinarnya di pagi hari,Demi bulan apabila mengiringi,
Demi siang apabila menampakkan diri,Demi malam apabila menutupi,
Demi langit dengan seluruh binaannya,Demi bumi serta yang ada di hamparannya,
Demi jiwa dengan seluruh penyempurnaannya,Allah mengilhamkan sukma kefasikan dan ketakwaan,
Maka beruntunglah orang yang mensucikannya,Dan merugilah orang yang mengotorinya.
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d
I Want To DediCaTeFor My LoveLy Fami ly
My Father, My Mother & My BroTher
Message For My Fr iendsYakin, Tekun & di landasi Kesabaran Adalah kunci se lesainya Skr ips i in i .

LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Studi Struktur Komunitas Bivalvia dan Gastropoda
di Perairan Muara Sungai Kerian dan Sungai
Simbat Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal
Nama Mahasiswa : Dedi Syafikri
Nomor Induk Mahasiswa : K2D 003 207
Jurusan / Program Studi : Ilmu Kelautan / Ilmu Kelautan
Mengesahkan :
Pembimbing I
Ir. Nur Taufiq Spj, DEHW, M.App.Sc.NIP. 131 675 258
DekanFakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Yohannes Hutabarat, M.Sc.NIP. 130 529 700
Pembimbing II
Ir. Widianingsih, M.Sc . NIP. 132102827
KetuaJurusan Ilmu Kelautan
Ir. Irwani, M.Phill.NIP. 131 964 516
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Studi Struktur Komunitas Bivalvia dan Gastropoda
di Perairan Muara Sungai Kerian dan Sungai
Simbat Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal
Nama Mahasiswa : Dedi Syafikri
Nomor Induk Mahasiswa : K2D 003 207
Jurusan / Program Studi : Ilmu Kelautan / Ilmu Kelautan
Skripsi ini Telah Disidangkan di Hadapan Tim Penguji
Pada Tanggal : 25 Maret 2008.
Mengesahkan :
Pembimbing Utama
Ir. Nur Taufiq Spj, M.App.Sc NIP. 131 675 258
Pembimbing Anggota
Ir. Widianingsih, M.Sc . NIP. 132 102 827
Penguji
Dr. Ir.Ambariyanto, MSc NIP. 131 771 275
Penguji
Ir. Hadi Endrawati, DESU NIP. 131 899 736
Penguji
Dra. Ken Suwartimah NIP. 131 675 254
Panitia Ujian SkripsiKetua
Dr. Rudhi Pribadi, MSc.
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

NIP. 131 962 240
RINGKASAN
Dedi Syafikri. K2D003207. Studi Struktur Komunitas Bivalvia Dan Gastropoda Di Perairan Muara Sungai Kerian Dan Sungai Simbat Kecamatan Kaliwungu Kendal. (Nur Taufiq Spj dan Widianingsih)
Muara sungai adalah tempat bercampurnya dua massa air yaitu massa air tawar dan air laut yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik perairan seperti musim, pasang surut, arus, suhu, dan salinitas. Daerah muara sungai memiliki berbagai macam fungsi dan peranan bagi kelangsungan hidup biota perairan khususnya hewan bentik. Bivalvia dan gastropoda merupakan salah satu komoditas perikanan laut, yang bernilai ekonomis dan juga ekologis. Keberadaannya dapat memberi gambaran mengenai kondisi ekologis suatu wilayah perairan. Meningkatnya aktifitas manusia di sekitar perairan muara sungai dimungkinkan akan mempengaruhi habitat tersebut yang selanjutnya memberi dampak pada kehidupan biota di dalamnya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kelimpahan dan struktur komunitas bivalvia dan gastropoda yang terdapat di sekitar perairan muara Sungai Kerian dan Sungai Simbat Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2007 berlokasi di perairan Muara Sungai Kerian dan Sungai Simbat Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode survai sekala terbatas dan bersifat diskriptif, sedangkan untuk pengumpulan data menggunakan Sample survey method. Penentuan stasiun didasarkan pada beberapa pertimbangan sehingga diharapkan dapat mewakili daerah penelitian (Purpose sampling method). Stasiun dibagi menjadi 14, yaitu 7 stasiun di Muara Sungai Kerian dan 7 stasiun di Muara Sungai Simbat. Materi yang digunakan yaitu Bivalvia dan Gastropoda yang di dapatkan dari hasil sampling di wilayah ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kelimpahan tertinggi bivalvia di stasiun 7 Sungai Simbat (3,846 ind/dm3), terendahnya di stasiun 4 sungai yang sama (0,170 ind/dm3). Sedangkan kelas Gastropoda kelimpahan tertinggi di stasiun 3 Sungai Kerian (9,786 ind/dm3), terendahnya di stasiun 2 Sungai Simbat (0,509). Untuk kelas Bivalvia indeks keanekaragaman tertinggi terdapat di stasiun 6 Sungai Kerian (1,340), sementara Indeks keseragaman tertinggi di stasiun 6 Sungai Simbat (0,935), sedangkan nilai indeks keanekaragaman dan keseragaman terendahnya terdapat di stasiun 3, 4,5 Sungai Kerian dan stasiun 4 Sungai Simbat. Indeks dominansi tertingginya di stasiun 4 dan 5 masing-masing bernilai 1, sedangkan terendahnya di stasiun 2 (0,283). Indeks keanekaragaman tertinggi kelas Gastropoda terdapat di stasiun 4 Sungai Kerian (1,227) dan terendahnya di stasiun 5 Sungai Simbat (0), sementara indeks keseragaman tertinggi di stasiun 6 Sungai Kerian (0,989) dan terendahnya di stasiun 5 Sungai Simbat (0). Untuk Indeks dominansi tertinggi terdapat di stasiun 5 Sungai Simbat sebesar 1 sedangkan terendahnya di stasiun 5 Sungai Kerian (0,330).
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Kata kunci : Muara, Sungai Kerian, Sungai Simbat, Bivalvia, Gastropoda.SUMMARY
Dedi Syafikri. K2D003207. Community Structure Study of Bivalve and Gastropods in Kerian and Simbat Rivermouth of Kaliwungu Kendal(Nur Taufiq Spj. and Widianingsih)
Rivermouth is a place where two water mass are mixed, there are insipid water mass and sea water that influenced by physic characteristic of water such as climate, tidal wave, current, temperature, and salinity. Rivermouth areas have so many role and function for continuity of life of water biota, especially benthic. Bivalve and gastropods are one of sea fisheries commodity, which valuable from economics and ecology aspect. Their existence can give a description about ecological condition of estuary area. The increase of human activity around rivermouth area assumed can affect the habits and then the biota inside it.
The aim of this research is to know about abundance and community structure of bivalve and gastropods that exist in around Kerian and Simbat Rivermouth of Kaliwungu Kendal. This research was conducted on July 2007 that located on Kerian and Simbat Rivermouth of Kaliwungu Kendal. This research method was using limited scale survey method and have descriptive feature, and then data collecting was using sample survey method. Station selection is based on a few calculations so it can be represent the research area (purpose sampling method). The stations are divided to 14, which are 7 stations in Kerian rivermouth and 7 other in Simbat rivermouth. Samples used are bivalve and gastropods taken from the research area.
The result showed that highest abundance of bivalve in station 7 of Simbat River (3.846 ind/dm3), with lowest value is in station 4 in the same river (0.170 ind/m3). Meanwhile the highest value of class Gastropods is in station 3 of Kerian River (9.786 ind/m3), with the lowest value is in station 2 of Simbat River (0.509 ind/m3). Highest diversity index for class Bivalve is in station 6 of Kerian River (1.340), while highest homogeneity index is in station 6 of Simbat River (0.935), for lowest value of diversity and homogeneity index are in station 3, 4, 5 of Kerian river and station 4 of Simbat river. Highest domination index is in station 4 and 5 for each value is 1, with the lowest value in station 2 (0.283). Highest diversity index of class Gastropods is in station 4 of Kerian River (1.227) and lowest value in station 5 of Simbat River (0), while highest homogeneity index is in station 6 of Kerian River (0.989) with the lowest value in station 5 Simbat River (0). To highest domination index is in station 5 Simbat River with value 1, while lowest value is in station 5 Kerian river (0.330).
Keyword: Rivermouth, Kerian River, Simbat River, Bivalve, Gastropods
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan Laporan Penelitian / Skripsi yang berjudul “Studi Struktur Komunitas
Bivalvia dan Gastropoda di Perairan Muara Sungai Kerian dan Sungai Simbat
Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal”.
Pada kesempatan ini Penulis ucapkan terima kasih kepada :
1. Ir. Nur Taufiq Spj, DEHW, M.App.Sc. selaku dosen pembimbing utama
dalam penelitian untuk skripsi ini.
2. Ir. Widianingsih, M.Sc. selaku pembimbing dalam pelaksanaan penelitian dan
penulisan skripsi ini.
3. Ir. Hariyadi, MT. Selaku dosen wali yang selama ini telah mendampingi dan
mengarahkan saya baik di dalam ataupun di luar proses perkuliahan.
4. Para Dewan Penguji yang telah memberikan segala bentuk saran dan koreksi
dalam perbaikan skripsi ini.
5. Pimpinan dan Staf Laboratorium Jurusan Ilmu Kelautan Universitas
Diponegoro di Tembalang, Semarang atas fasilitas dan bantuannya.
6. Semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini.
Penulis menyadari penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun senantiasa penulis harapkan untuk
perbaikannya.
Semarang, 25 Maret 2008
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Penulis
DAFTAR ISI
Halama
n
LEMBER PENGESAHAN............................................................................ iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH........................................ iv
RINGKASAN.................................................................................................. v
SUMMARY...................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR..................................................................................... vii
DAFTAR ISI.................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL........................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... xiii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2. Pendekatan Masalahan...................................................................... 2
1.3. Tujuan Penelitian.............................................................................. 4
1.4. Manfaat Penelitian............................................................................ 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Struktur Komunitas............................................................................ 6
2.2. Bivalvia.............................................................................................. 7
2.2.1. Morphologi Bivalvia................................................................ 7
2.2.2. Sistematika Bivalvia............................................................... 8
2.2.3. Habitat Bivalvia....................................................................... 11
2.2.4. Kebiasaan Makan..................................................................... 12
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

2.3. Gastropoda......................................................................................... 12
2.3.1. Morphologi Gastropoda.......................................................... 12
2.3.2. Sistematika Gastropoda.......................................................... 14
2.3.3. Habitat Gastropoda.................................................................. 16
2.3.4. Kebiasaan Makan.................................................................... 17
2.4. Parameter Lingkungan....................................................................... 18
2.4.1. Kecepatan Arus........................................................................ 20
2.4.2. Kedalaman............................................................................... 20
2.4.3. Kecerahan ............................................................................... 20
2.4.4. Suhu......................................................................................... 21
2.4.5. Derajat Keasaman (pH) ........................................................... 22
2.4.6. Subtrat Dasar............................................................................ 22
2.4.7. Salinitas.................................................................................... 23
2.4.8. Bahan Organik......................................................................... 23
BAB III. MATERI DAN METODA
3.1. Waktu dan Tempat............................................................................. 26
3.2. Peta Lokasi Penelitian........................................................................ 26
3.3. Alat dan Bahan Penelitian.................................................................. 27
3.4. Metoda Penelitian ............................................................................. 27
3.4.1. Penentuan Lokasi Penelitian................................................... 28
3.4.2. Pengambilan Sampel............................................................... 29
3.5. Analisa Data....................................................................................... 31
3.5.1. Kelimpahan............................................................................. 31
3.5.1. Indeks Keanekaragaman......................................................... 31
3.5.2. Indeks Keseragaman............................................................... 33
3.5.3. Indeks Dominansi................................................................... 33
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil .................................................................................................. 35
4.1.1 Kondisi Daerah Penelitian...................................................... 35
4.1.2 Kelimpahan............................................................................ 36
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

4.1.2.1. Kelimpahan Bivalvia................................................ 36
4.1.2.2. Kelimpahan Gastropoda............................................ 38
4.1.3 Kelimpahan Relatif................................................................. 40
4.1.3.1. Kelimpahan Relatif Bivalvia...................................... 40
4.1.3.2. Kelimpahan Relatif Gastropoda................................. 42
4.1.4. Nilai Indeks dalam Komunitas................................................ 43
4.1.4.1 Nilai Indeks Komunitas Bivalvia................................ 43
4.1.4.2 Nilai Indeks Komunitas Gastropoda........................... 44
4.1.5 Parameter Lingkungan............................................................. 45
4.2. Pembahasan......................................................................................... 47
4.2.1. Kondisi Perairan...................................................................... 47
4.2.2. Kelimpahan Bivalvia dan Gastropoda..................................... 48
4.2.3. Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi........ 58
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan........................................................................................ 63
5.2. Saran.................................................................................................. 64
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 65
LAMPIRAN..................................................................................................... 70
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

DAFTAR TABEL
Tabel Halama
n
1. Kriteria kandungan bahan organik dalam sedimen .....................................25
2. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian..........................................27
3. Kelimpahan total bivalvia di Muara Sungai Kerian dan Sungai Simbat... .38
4. Kelimpahan total gastropoda di Muara Sungai Kerian dan Sungai Simbat40
5. Persentase kelimpahan relatif bivalvia di setiap stasiun pengamatan......41
6. Persentasekelimpahan gastropoda di setiap stasiun pengamatan...............42
7. Nilai indeks keanekaragaman, keseragaman dan dominansi bivalvia.........43
8. Nilai indeks keanekaragaman, keseragaman dan dominansi gastropoda. .45
9. Parameter lingkungan dan rata-rata kelimpahan bivalvia dan gastropoda
di Sungai Kerian dan Sungai Simbat................................................................46
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Bagan alir penyelesaian penelitian.............................................................. 5
2. Bagian cangkang bagian dalam dan luar Bivalvia...................................... 8
3. Bagan cangkang Gastropoda....................................................................... 3
4. Faktor-faktor kualitas air yang mempengaruhi komunitas bentos.............. 9
5. Peta lokasi Sungai Kerian dan Sungai Simbat............................................ 6
6. Histogram kelimpahan total bivalvia.......................................................... 7
7. Histogram kelimpahan total gastropoda..................................................... 9
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Koordinat lokasi penelitian......................................................................... 70
2. Jumlah total bivalvia dan gastropda tiap stasiun di muara Sungai Kerian
dan Sungai Simbat...................................................................................... 71
3. Persentase kelimpahan relatif bivalvia tiap stasiun di muara Sungai
Kerian dan Sungai Simbat.......................................................................... 72
4. Persentase kelimpahan relatif gastropoda tiap stasiun di muara Sungai
Kerian dan Sungai Simbat.......................................................................... 73
5. Kelimpahan, indeks keanekaragaman, keseragaman dan indeks
dominansi bivalvia periode I...................................................................... 74
6. Kelimpahan, indeks keanekaragaman, keseragaman dan indeks
dominansi bivalvia periode II.................................................................... 75
7. Kelimpahan, indeks keanekaragaman, indeks keseragaman dan indeks
dominansi bivalvia periode III..................................................................... 76
8. Rerata perhitungan kelimpahan, indeks keanekaragaman, keseragaman
dan indeks dominansi bivalvia selama 3 periode pengambilan.................. 77
9. Kelimpahan, indeks keanekaragaman, keseragaman dan indeks
dominansi gastropoda periode I................................................................. 70
10. Kelimpahan, indeks keanekaragaman, keseragaman dan indeks
dominansi gastropoda periode II................................................................. 80
11. Kelimpahan, indeks keanekaragaman, keseragaman dan indeks
dominansi gastropoda periode III............................................................... 81
12. Rerata perhitungan kelimpahan, indeks keanekaragaman, keseragaman
dan indeks dominansi bivalvia selama 3 periode pengambilan................. 82
13. Grafik kelimpahan, indeks keanekaragaman, indeks keseragaman
dan indeks dominansi……………………………………………………. 84
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

14. Histogram kelimpahan relatif komposisi bivalvia dan gastropoda (%) di
Sungai Kerian dan Sungai Simbat............................................................ 85
15. Data pasang surut paruh bulan Juli 2007................................................... 86
16. Pola arus saat pasang menuju surut pada musim peralihan dari musim
barat ke musim timur................................................................................. 87
17. Pola arus saat surut menuju pasang pada musim peralihan dari musim
barat ke musim timur................................................................................ 88
18. Dokumentasi keadaan lokasi penelitian..................................................... 89
19. Dokumentasi kegiatan dan peralatan penelitian……………………….... 90
20. Dokumentasi biota sempel……………………………………………..... 91
21. Klasifikasi Bivalvia…………………………………………………….... 92
22. Klasifikasi Gastropoda………………………………………………....... 95
23. Metode penentuan jenis sedimen dasar..................................................... 98
24. Analisa kandungan bahan organik............................................................. 99
BAB I
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Makrobenthos yang hidup di dasar perairan merupakan contoh dari jenis-
jenis biota dari ekologi bentik. Kelompok organisme yang dominan menyusun
makrofauna di subtrat dasar perairan sub litoral (pasir, lumpur dan lumpur
berpasir) terbagi kedalam empat kelompok taksonomi yaitu : Kelas Polychaeta
dan Crustacea, Filum Echinodermata dan Mollusca. Khusus mollusca biasanya
terdiri dari berbagai spesies bivalvia penggali dan beberapa gastropoda di
permukaan pada subtrat (Nybakken,1992). Komunitas bentik memegang
peranan utama di lingkungannya, komunitas ini berperan dalam mengubah
detritus organik menjadi biomassa invertabrata, yang pada akhirnya biomassa
ini berperan dalam siklus makanan dan energi (Mann,1982).
Komunitas bentik memiliki fauna yang sangat beragam.
Keanekaragaman yang tinggi di dalam komunitas manggambarkan beragamnya
komunitas ini (Stowe, 1987). Setiap habitat dasar memiliki struktur komunitas
hewan bentik yang berbeda satu dengan yang lainnya, dikarenakan tiap hewan
bentik memiliki daya dan kemampuan adaptasi yang berbeda. Bervariasinya
habitat menyebabkan perbedaan penyebaran hewan bentik (Kennish, 1990).
Muara sungai adalah daerah dimana terjadi pertemuan air sungai untuk
masuk ke laut atau disebut juga estuaria. Estuaria atau muara sungai adalah
saluran tempat masuknya massa air dari laut ke dalam sungai, yang jauhnya
dibatasi oleh kenaikan pasang surut, yang biasanya dapat dibagi menjadi
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

beberapa bagian yang berbeda. Menurut Nontji (1986) sungai merupakan
perairan terbuka yang mengalir (lotik) yang mendapat masukan dari semua
buangan dari berbagai kegiatan manusia di daerah pemukiman, pertambakan,
pertanian, dan industri di daerah sekitarnya. Masukan buangan ke dalam sungai
akan mengakibatkan terjadinya perubahan faktor fisika, kimia, dan biologi di
dalam perairan. Perubahan ini dapat mempengaruhi keberadaan bahan-bahan
yang essensial dalam perairan sehingga dapat mengganggu lingkungan perairan.
Kondisi muara sungai dan ekosistem yang ada pada umumnya dipengaruhi debit
sungai, gelombang, arus pasang surut serta makrozoobentos yang menempati
lingkungan tersebut. Keempat faktor tersebut bekerja secara simultan, tapi
biasanya salah satu faktor mempunyai faktor yang paling dominan dari yang
lainnya (Triatmojo, 1999).
1.2. Pendekatan Masalah
Perairan muara memiliki ciri fluktuasi salinitas yang bergantung pada
musim, pasang surut dan jumlah air tawar. Demikian pula dengan suhu perairan
muara cenderung lebih bervarisai dibandingkan perairan di dekatnya karena
volume air kecil sedangkan luas permukaan lebih besar. Sementara itu tingkat
kecerahan parairan muara cenderung lebih rendah dibandingkan parairan
sekitarnya terutama saat aliran sungai maksimum.
Sungai Kerian dan Suangai Simbat adalah dua sungai di perairan pantai
Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kendal yang bermuara di pantai utara Jawa
Tengah. Tingkat aktifitas manusia di sekitar muara kedua sungai ini semakin
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

meningkat, diantaranya penangkapan ikan, dan beberapa jenis hewan bentos
oleh masyarakat setempat maupun pendatang, di lingkungan tersebut juga ada
aktifitas produksi industri PT. Kayu Lapis Indonesia (PT. KLI) yang tepat
berada di sebelah timur Muara Sungai Kerian serta aktifitas pembangunan
pelabuhan penyebrangan Kabupaten Kendal yang berada diantara kedua muara
sungai dan sampai saat ini masih dalam proses pengerjaan.
Meningkatnya aktivitas manusia di sekitar lingkungan perairan muara ini
memungkinkan terpengaruhnya beberapa faktor lingkungan yang pada akhirnya
akan memberi pengaruh pada individu dan juga komunitas hewan bentik,
sebagaimana kita ketahui faktor lingkungan dalam suatu ekosistem akan
mempengaruhi jumlah dan jenis fauna yang hidup di dalamnya. Hal ini
didukung oleh pendapat Nybakken (1992) yang menyebutkan bahwa kehidupan
hewan bentik pada ekosistem perairan sangat dipengaruhi oleh kualitas
lingkungan, lingkungan biotik maupun abiotik akan mempengaruhi kelimpahan
dan keseragaman jenis biota di lingkungan tersebut.
Invertebrata bentos merupakan salah satu komponen kunci dalam jaring
- jaring makanan di lingkungan perairan dan dampak yang mengenai populasi
invertebrata ini dapat memberi gambaran pada tingkatan tropik yang lebih
tinggi. Karateristik dari populasi bentik dapat memberikan informasi terhadap
perubahan kondisi habitat bentik.
Kajian ekologis tentang struktur komunitas hewan benthos penting
dalam kaitannya dengan pendugaan kualitas perairan (Gambar 1.1). Sehubungan
dengan kondisi lingkungan yang ada maka dipandang perlu dilakukan penelitian
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

lebih lanjut mengenai kelimpahan dan distribusi populasi hewan
makrozoobentos di daerah tersebut.
1.3. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelimpahan dan struktur
komunitas Bivalvia dan Gastropoda yang terdapat di Muara Sungai Kerian dan
Sungai Simbat Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kendal.
1.4. Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
keberadaan, kelimpahan dan struktur komunitas hewan Makrobenthos pada
kelas Bivalvia dan Gastropoda yang terdapat di Sungai Kerian dan Sungai
Simbat Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal kepada masyarakat sekitar
dan pihak-pihak yang terkait dengan upaya pelestarian sumberdaya alam.
Sebagaimana yang diungkapkan Datta dan Sarangi (1986) dalam Putro dan
Nganro (2000), studi hewan bentos dapat digunakan sebagai salah satu indikator
biologis perubahan lingkungan dalam suatu ekosistem. Pemantauan terhadap
adanya bahan pencemar pada suatu kawasan pesisir dapat ditandai dengan
melihat komunitas hewan bentos di kawasan tersebut.
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d
Studi Pustaka

Gambar 1.1. Bagan alir penyelesaian penelitian
BAB II
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d
Survei awal
Penentuan stasiun dan Persiapa sampling
Data sekunder:1. Data Pasang surut2. Data Gelombang3. Data Arus4. Kualitas Perairan
Analisa data :1. Analisa Distribusi dan
kelimpahan2. Analisa Keanekaragaman3. Analisa Keseragaman4. Analisa Domonansi
Sampling :Pengambilan sampel bivalvia, gastropoda dan subtrat dasar
Pengukuran parameter oceanografi :Salinitas, suhu, pH, kedalaman, dan kecerahan
Kesimpulan
Pembahasan

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Struktur Komunitas
Kelimpahan suatu organisme dalam suatu perairan dapat dinyatakan
sebagai jumlah individu persatuan luas atau volume. Sedangkan kepadatan
relatif adalah perbandingan antara kelimpahan individu tiap jenis dengan
keseluruhan individu yang tertangkap dalam suatu komunitas. Dengan
diketahuinya nilai kepadatan relatif maka akan didapat juga nilai indeks
dominansi. Sementara kepadatan jenis adalah sifat suatu komunitas yang
menggambarkan tingkat keanekaragam jenis organisme yang terdapat dalam
komunitas tersebut. Kepadatan jenis tergantung dari pemerataan individu dalam
tiap jenisnya. Kepadatan jenis dalam suatu komunitas dinilai rendah jika
pemerataannya tidak merata (Odum, 1993).
Indeks keanekaragaman (H’) dapat diartikan sebagai suatu
penggambaran secara sistematik yang melukiskan struktur komunitas dan dapat
memudahkan proses analisa informasi-informasi mengenai macam dan jumlah
organisme. Selain itu keanekaragaman dan keseragaman biota dalam suatu
perairan sangat tergantung pada banyaknya spesies dalam komunitasnya.
Semakin banyak jenis yang ditemukan maka keanekaragaman akan semakin
besar, meskipun nilai ini sangat tergantung dari jumlah inividu masing-masing
jenis (Wilhm dan Doris 1986). Pendapat ini juga didukung oleh Krebs (1985)
yang menyatakan bahwa semakin banyak jumlah anggota individunya dan
merata, maka indeks keanekaragaman juga akan semakin besar.
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Indeks keanekaragaman (H’) merupakan suatu angka yang tidak
memiliki satuan dengan kisaran 0 – 3. Tingkat keanekaragaman akan tinggi jika
nilai H’ mendekati 3, sehingga hal ini menunjukkan kondisi perairan baik.
Sebaliknya jika nilai H’ mendekati 0 maka keanekaragaman rendah dan kondisi
perairan kurang baik (Odum, 1993).
Menurut Leviton (1982) yang dimaksud dengan indeks keseragaman
adalah komposisi tiap individu pada suatu spesies yang terdapat dalam suatu
komunitas. Indeks keseragaman (e) merupakan pendugaan yang baik untuk
menentukan dominasi dalam suatu area. Apabila satu atau beberapa jenis
melimpah dari yang lainnya , maka indeks keseragaman akan rendah. Jonathan
(1979) menyatakan bahwa jika nilai indeks keseragaman melebihi 0,7
mengindikasikan derajat keseragaman komunitasnya tinggi.
2.2. Bivalvia
2.2.1. Morphologi Bivalvia
Bivalvia atau lebih dikenal dengan nama kerang, mempunyai dua keping
atau belahan yaitu belahan sebelah kanan dan kiri yang disatukan oleh suatu
engsel bersifat elastis disebut ligamen dan mempunyai satu atau dua otot
adductor dalam cangkangnya yang berfungsi untuk membuka dan menutup
kedua belahan cangkang tersebut. Untuk membedakan belahan kanan dan
balahan kiri cangkang terkadang mengalami kesulitan, hal ini biasa terjadi pada
bivalvia yang hidup menempel pada benda keras misalnya pada karang, karena
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

pertumbuhan bivalvia ini mengikuti bentuk dari permukaan karang tersebut
sehingga bentuknya tidak wajar (Barnes, 1982).
Bivalvia tidak memiliki kepala, mata serta radula di dalam tubuhnya,
tubuh bivalvia hanya terbagi menjadi tiga bagian utama yaitu kaki, mantel, dan
organ dalam. Kaki dapat ditonjolkan antara dua cangkang tertutup, bergerak
memanjang dan memendek berfungsi untuk bergerak dan merayap (Robert et al,
1982).
Gambar 2.2. Bagian Cangkang bagian dalam dan luar Bivalvia
(Carpenter and Niem, 1998)
2.2.2. Sistematika Bivalvia
Kelas Bivalvia termasuk salah satu kelas dari phylum Molusca yang
memiliki empat ordo yaitu Protobranchia, Taxodonata, Dysodonta dan
Pseudolamellibranchia. Kebanyakan hidup di laut terutama di daerah littoral,
beberapa di daerah pasang surut dan air tawar. Beberapa jenis laut hidup sampai
kedalaman 5000 m (Swit, 1993).
Suwignyo (1998) membagi Bivalvia dalam 3 sub kelas diantaranya :
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

1. Sub kelas Protobranchia
Umumnya primitif; filamen insang pendek dan tidak melipat; permukaan
kaki datar dan menghadap ke ventral; otot aduktor 2 buah.
Ordo Nuculacea
Tidak mempunyai sifon; sebagai deposit feeder mendapatkan
makanan menggunakan proboscides; Nucula dan Yoldia dan
hidup di semua laut terutama daerah temperate.
Ordo Solenomyacea
Mempunyai sifon; menyaring makanan menggunakan insang;
cangkang mempunyai semacam tirai (awning); Solen
cangkangnya sangat rapuh.
2. Sub kelas Lamellibranchia
Filamen insang memanjang dan melipat, seperti huruf W; antara filamen
dihubungkan oleh cilia (filabranchia) atau jaringan (eulamellibranchia)
Ordo Taxodonta
Gigi pada hinge banyak dan sama; kedua otot aduktor berukuran
kurang lebih sama; pertautan antara filamen insang tidak ada.
Arca, Anadara, dan Barbatia. Penyebarannya luas umumnya di
pantai laut.
Ordo Anisomyaria
Otot aduktor anterior kecil atau tidak ada yang posterior
ukurannya besar, sifon tidak ada; terdapat pertautan antara
filamen dengan cilia; biasanya sessile; kaki kecil dan memiliki
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

bisus. Beberapa diantaranya : Mitylus, Ostrea, Atrina dan
Pinctada.
Ordo Heterodonta
Gigi pada hinge terdiri atas beberapa gigi kardinal dengan atau
tanpa gigi lateral; insang tipe eulamellibranchia; kedua otot
aduktor sama besar; tepi mantel menyatu pada beberapa tempat,
biasanya mempunyai sifon. Cardium, Corbicula, Marcenaria,
Tagelus, Mya dan Tridacna. Kebanyakan hidup di laut.
Ordo Schizodonta
Gigi dan hinge memiliki ukuran dan bentuk yang berfariasi; tipe
insang eulamellibranchia. Kerang air tawar Pseudodon, Anodonta
dan Mutelidea.
Ordo Adapedonta
Cangkang selalu terbuka, ligamen lemah atau tidak ada; gigi pada
hinge kecil atau tidak ada; tipe insang eulamellibranchia; tepi
mantel menutup, kecuali pada bukaan kaki; sifon besar, panjang
dan menjadi satu; hidup sebagai pengebor pada subtrat keras.
Pengebor tanah liat dan batu karang, Pholas, Mya, Panope,
Teredo, dan Bankia. Umum terdapat dilaut mana saja.
Ordo Anomalodesmata
Tidak ada gigi pada hinge; tipe insang eulamellibranchia, tetapi
lembaran insang terluar mengecil dan melengkung kearah dorsal;
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

bersifat hermaprodit. Lyonsia, cangkang kecil dan rapuh, terdapat
di laut dangkal Atlantik dan Pasifik.
3. Sub kelas Septibranchia.
Insang termodifikasi menjadi sekat antara rongga inhalant rongga
suprabranchia, yang berfungsi seperti pompa. Umumnya hidup di laut
dalam seperti Cuspidularia dan Poromya.
2.2.3. Habitat Bivalvia
Menurut Kastoro (1988) ditinjau dari cara hidupnya, jenis-jenis Bivalvia
mempunyai habitat yang berlainan walaupun mereka termasuk dalam satu suku
dan hidup dalam satu ekosistem. Bivalvia pada umumnya hidup membenamkan
dirinya dalam pasir atau pasir berlumpur dan beberapa jenis diantaranya ada
yang menempel pada benda-benda keras dengan semacam serabut yang
dinamakan byssus. Demikian pula Nontji (1987), bivalvia hidup menetap di
dasar laut dengan cara membenamkan diri di dalam pasir atau lumpur bahkan
pada karang-karang batu. Akan tetapi pada beberapa spesies bivalvia seperti
Mytillus edulis dapat hidup di daerah intertidal karena mampu menutup rapat
cangkangnya untuk mencegah kehilangan air (Nybakken, 1992).
Menurut Odum (1988), dalam Samingan dan Srigondo (1993) bahwa
binatang infauna seringkali memberikan reaksi yang mencolok terhadap ukuran
butir atau tekstur dasar laut, sehingga habitat Molusca dari berbagai lereng
pasir-lumpur akan berbeda.
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

2.2.4. Kebiasaan Makan
Nybakken (1992), menyebutkan berdasarkan pada makanan dan
kebiasaan makannya, jenis-jenis bivalvia dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu
pemakan suspensi dan pemakan endapan. Bivalvia umumnya memperoleh
makanan dengan cara menyaring partikel-partikel yang ada dalam air laut
(Nontji,1987).
Pada golongan pemakan endapan, bivalvia ini membenamkan diri dalam
lumpur atau pasir yang mengandung sisa-sisa zat organik dan fitoplankton yang
hidup di dasar. Makanan tersebut dihisap dari dasar perairan melalui siphon.
Semakin dalam bivalvia membenamkan diri siphonnya semakin panjang.
(Nontji,1987).
2.3. Gastropoda
2.3.1. Morfologi Gastropoda
Sebelum mencapai bentuk yang sempurna, gastropoda mengalami
perubahan bentuk tubuh yang meliputi tiga tahapan utama, yaitu perkembangan
kepala, perubahan cangkang dari fungsinya sebagai alat pelindung, menjadi
tempat membenamkan tubuh lunaknya dan perputaran cangkang (torsi). Adapun
setelah bentuknya sempurna, Gastropoda tersusun atas kepala, leher, kaki dan
badan (Barnes, 1987).
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Gambar 3.2. Bagan cangkang Gastropoda
(Sumber: Dharma, 1988)
Gastropoda memiliki cangkang tunggal berupa sebuah terowongan
berbentuk spiral. Pada bagian dasar atau bawahnya lebih lebar dan bagian atas
melingkar seperti kerucut (Mather & Bennet, 1984). Pernyataan ini juga
didukung oleh Barnes (1987) yang menerangkan bahwa gastropoda memiliki
bentuk cangkang spiral mengerucut yang tersusun dari gulungan-gulungan
berbentuk tabung yang berisi jarigan tubuh. Gulungan cangkang yang paling
atas disebut apex, merupakan gulungan yang tertua. Sedangkan gulungan yang
terakhir berukuran paling besar disebut body-whorl yang berakhir pada lubang
(apertur) dimana kepala dan kaki Gastropoda di julurkan keluar.
Gastropoda memiliki bentuk cangkang yang beragam, ada yang conical,
biconical,abconical, turreted, fusi form, patelli form, ovoid, discoidal, involute,
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

obovatus, globose, lenticular, bulloid, cylindrycal dan trochoid (Keen, 1963 dan
Sabelli, 1980 dalam Oemerjati dan Wardana 1990).
Putaran cangkang Gastropoda ada 2 macam, yaitu dekstral (melekuk ke
kanan) dan sinestral (berlekuk ke kiri). Sebagian besar Gastropoda laut
mempuyai cangkang dekstral. Dijelaskan dalam Nontji (1987) bahwa akibat
pengendapan bahan cangkang bagian luar berlangsung lebih cepat dibandingkan
dengan bagian dalam sehingga pertumbuhan cangkang pada Gastropoda
memilin seperti spiral. Akibat dari putaran cangkang ini akan melindungi bagian
tubuhnya yang berberisi bagian - bagian dari sistem pencernaan, sirkulasi,
respirasi, ekskresi, dan reproduksi.
2.3.2. Sistematika Gastropoda
Hughes (1986) menyebutkan terdapat 2000 spesies Gastropoda yang
hidup di laut. Sedangkan di Indonesia diperkirakan mencapai 1500 jenis
Gastropoda (Nontji, 1987). Kelas gastropoda hidup sebagai pemakan bangkai,
parasit dan predator. Menurut cara makannya gastropoda dibagi menjadi 3
kategori yaitu pengerat atau penggaruk pada subtrat, pemakan tunas tumbuh -
tumbuhan dan pemburu mangsa (Hughes, 1986).
Gastropoda merupakan kelas dari Moluska yang paling sukses dalam
siklus hidupnya, hal ini dapat dilihat dari variasi habitatnya yang sangat
beragam dimana spesies-spesies Gastropoda yang hidup di laut mampu untuk
hidup pada berbagai tipe subtrat dasar perairan (Barnes, 1987).
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Willson dan Gillet (1979) membagi gastropoda dalam 3 sub kelas
diantaranya :
1. Sub kelas Prosobranchia
Beberapa spesies ditemukan di laut, tapi ada juga yang ditemukan di air
tawar dan beberapa di daratan. Kaki mascular digunakan untuk
merangkak, jarang digunakan untuk berenang atau mengapung. Sub
kelas Prosobranchia dibagi kedalam 3 ordo, yaitu : Archaeogastropoda,
Mesogastropoda, dan Neogastropoda.
2. Sub kelas Opistobranchia
Merupakan Moluska yang dalam proses evolusinya kehilangan
cangkangnya. Beberapa bersifat sebagai hewan planktonik/pelagik.
Mareka menggali pasir untuk melindungi dirinya atau melapisi tubuhnya
dengan lapisan lendir, berwarna terang dan banyak species yang bersifat
karnivora. Sub kelas Opistobranchia dibagi kedalam 5 ordo yaitu :
Cephalaspidea, Anaspidea, Sacoglossa, Notaspidea, dan Nudibranchia.
3. Sub kelas Pulmonata
Kelompok ini terdiri dari siput tanah walaupun beberapa hidup di laut,
estuari, sungai, danau dan kolam. Sub kelas Pulmonata dibagi kedalam 2
ordo yaitu : Basommatophora dan Stylommatophora.
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

2.3.3. Habitat Gastropoda
Gastropoda yang hidup di laut dapat dijumpai di berbagai jenis
lingkungan dan bentuknya telah beradaptasi dengan lingkungannya tersebut
(Nontji,1987). Di laut dalam gastropoda dapat hidup sampai pada kedalaman ±
5000 meter (Plaziat, 1984).
Barnes (1987) menyebutkan beberapa jenis dari gastropoda hidup
menempel pada subtrat yang keras, akan tetapi ada juga yang hidup di subtrat
seperti pasir dan lumpur. Gastropoda juga dapat hidup di zona litoral, daerah
pasang surut dengan menempel pada terumbu karang, laut dalam maupun
dangkal bahkan ada yang hidup di air tawar (Barry, 1972). Pada lingkungan laut
gastropoda dapat ditemukan di daerah benthik, antara bebatuan dan pada subtrat
lunak (lumpur).
Sebagian dari gastropoda juga hidup di daerah hutan Bakau, ada yang
hidupnya di lumpur atau tanah yang tergenang air, ada juga yang menempel
pada akar dan batangnya, bahkan adapula yang memiliki kemampuan memanjat,
misalnya Cerithiidea, Cassidulla, Littorina dan lain-lain. Pada umumnya
pergerakan Gastropoda sangat lambat dan bukan merupakan binatang yang
berpindah-pindah (Dharma, 1988).
Arsianto (1985) menerangkan bahwa kondisi lingkungan seperti tipe
sedimen, kedalaman, kecerahan, salinitas, suhu dan pH perairan memberikan
variasi yang besar pada kehidupan gastropoda.
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

2.3.4. Kebiasaan Makan
Kebiasaan makan gastropoda sangat beragam. Hal ini dapat dilihat pada
struktur radulanya. Radula yang dimiliki gastropoda tiap jenisnya berbeda-beda,
radula pemakan tumbuh-tumbuhan berbeda dengan radula pemakan daging
(Dance,1977). Diterangkan juga dalam Dharma (1988) bahwa dengan
mempelajari radulanya kita dapat lebih jelas membedakan jenis gastropoda jika
terjadi keragu-raguan saat mempelajari cangkang dan operkulumnya.
Townsen & Hughes (1981) menerangkan bahwa kebiasaan makan dari
Gastropoda meliputi semua proses dari mencari makan, membawanya sampai
pada proses pencernaannya, termasuk dalam hal ini semua aktifitas yang
memungkinkan untuk mencari makan. Gastropoda pemakan microalgae secara
perlahan-lahan bergerak di atas subtrat sambil mengumpulkan makanan,
sedangkan yang bersifat predator menunggu mangsanya dan kadang-kadang
bergerak mencari mangsa. “Suspension feeder” menahan partikel-partikel
makanan dari aliran air sedangkan “Deposit feeder” menyerap yang terdapat
dalam sedimen (Hughes, 1986).
Pada jenis Gastropoda yang memburu makanan ada dua aspek yang
berperan terhadap efisiensi pengambilan makanan, yakni saat gastropoda
bergerak mencari makan dengan kecepatan pergerakannya dan kondisi jalan
atau subtrat. Dalam proses mencari makan dibutuhkan waktu yang paling
memungkinkan untuk mendapatkan makanan dengan mudah dan aman.
Cassidae berburu bintang laut (Echinoidea) pada waktu malam hari, pada siang
harinya bersembunyi dalam pasir. Nucella lapillus mencari tritip dan kerang
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

hijau pada saat pasang tertinggi dan pada saat surut berada pada tempat yang
tergenang. Untuk pemakan tumbuhan dan detritus (misalnya famili
Potamididae) di daerah intertidal mulai makan ketika subtrat mulai terpapar
pada saat air surut (Hughes, 1986).
2.4. Parameter Lingkungan
Keberadaan hewan bentos pada suatu perairan, sangat dipengaruhi oleh
berbagai faktor lingkungan, baik biotik maupun abiotik. Faktor biotik yang
berpengaruh diantaranya adalah fitoplankton sebagai produsen primer yang
merupakan salah satu sumber makanan utama bagi hewan bentos. Adapun faktor
abiotik adalah kondisi fisika-kimia air yang diantaranya: suhu, arus, pasang
surut, oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen biologi (BOD) dan kimia
(COD), kandungan nitrogen (N), kedalaman air, dan substrat dasar (Allard and
Moreau, 1987 dalam APHA, 1992). Secara skematis, Hawkes (1978)
mengemukakan 14 faktor yang mempengaruhi keberadaan hewan bentos di
perairan (Gambar 4.2), sembilan diantaranya merupakan faktor penentu kualitas
perairan.
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Keterangan :
= Faktor penentu kriteria kualitas air
= Faktor bukan penentu kualitas air
= Pengaruh langsung
= Pengaruh interaksi
Gambar 4.2. Faktor-faktor kualitas air yang mempengaruhi
komunitas bentos (Hawkes, 1978)
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d
Kekeruhan
Penetrasi cahaya
KedalamanPadatan
tersuspensi *)
Nutrien
Oksigen terlarut *)
Suhu *)
Kecepatan arus
Substrat
pH *)
KOMUNITAS BENTOS Kesadahan*)
Bahan beracun *)
Sinar matahari
Kanalisasi
*)

2.4.1. Kecepatan Arus
Arus merupakan faktor yang membatasi penyebaran organisme benthos
di sungai (Odum, 1993). Menurut Supriharyono dkk (1993), pola pergerakan
arus pasang yang menuju ke muara sungai akan mempengaruhi pola penyebaran
limbah yang ada di estuaria. Pola yang terbentuk ini tergantung pada arah arus
yang terjadi baik yang berasal dari arus laut pada waktu pasang maupun surut
dan memperoleh dorongan arus dari sungai menuju ke laut.
Pergerakan arus merupakan hal yang penting di perairan dangkal
subtidal. Pengaruh arus membuat partikel dan nutrien dari daratan maupun
plankton dari laut menjadikan daerah tersebut tercukupi sumber pakan bagi
biota yang hidup di perairan tersebut (Nybakken, 1992).
2.4.2. Kedalaman.
Kedalaman perairan mempengaruhi jumlah dan jenis hewan bentos
(Odum, 1993). Kedalaman perairan berhubungan secara langsung dengan
komunitas makrozoobenthos (Hawkes, 1978). Menurut Mc Lachlan (1970)
dalam Widiastuti (1983), menyatakan bahwa perbedaan fariasi dari jumlah
species atau genera antara kedalaman 0,2 – 4 m adalah kecil, akan tetapi jumlah
rata-rata setelah kedalaman tersebut diduga menurun.
2.4.3. Kecerahan
Secara tidak langsung kecerahan akan mempengaruhi komunitas hewan
makrobentos di perairan. Interaksi antara kekeruhan dengan kedalaman akan
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

mempengaruhi penetrasi cahaya matahari sehingga produktifitas microalga
bentik yang merupakan salah satu sumber makanan hewan makrobenthos, akan
terganggu. Hal ini selaras dengan pendapat Widyorini (1995) yang menyatakan
bahwa komposisi hewan makrobentos tergantung pada sumber makanan yang
tersedia. Lebih lanjut Mason (1981) menyatakan bahwa perairan yang keruh
dapat mempengaruhi keberadaan populasi hewan benthos, karena partikel
tersuspensi dapat mengganggu sistem pernafasan pada insang akibatnya akan
menggangu pertumbuhannya. Kecerahan yang besar umumnya terdapat
diperairan laut sedang kecerahan yang rendah terdapat di daerah muara
(Soedharma, 1994).
2.4.4. Suhu.
Suhu merupakan fungsi dari intensitas energi panas. Lebih lanjut
dikatakan bahwa kenaikan suhu akan menyebabkan kenaikan metabolisme
organisme perairan, sehingga kebutuhan oksigen terlarut menjadi meningkat
(Klein, 1962 dalam Widiastuti,1983). Ditegaskan pula dalam Boyd dan
Lichtkopper (1979) bahwa suhu perairan sangat berpengaruh pada suhu tubuh,
sehingga kenaikan suhu perairan 10 °C akan meningkatkan kecepatan
metabolisme 2 kali lipat.
Perubahan suhu dapat mempengaruhi perubahan komposisi hewan
bentos pada suatu perairan atau mempengaruhi kelimpahan dan
keanekaragamannya baik cepat ataupun dengan perlahan (Ruswahyuni dan
Susilowati, 1991).
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

2.4.5. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman digunakan untuk menggambarkan kondisi asam dan
basa suatu larutan. Selain berpengaruh langsung terhadap organisme
makrozoobenthos di perairan, pH juga berpengaruh secara tidak langsung,
melalui daya racun dari bahan pencemar (Hawkes, 1978).
Setiap jenis benthos atau organisme perairan lainnya mempunyai
toleransi yang berbeda-beda terhadap nilai pH. Namun pada umumnya biota air
dapat hidup layak pada kisaran pH 5 – 9 (Pescod,1973). Jika perairan
mengalami perubahan yang mendadak sehingga nilai pH melampaui kisaran
tersebut, akan mengakibatkan tekanan fisiologis biota yang hidup di dalamnya
dan berakhir dengan kematian (Swingle,1968).
2.4.6. Subtrat Dasar
Menurut Hawkes (1978) tanah dasar merupakan faktor yang
berpengaruh langsung terhadap komposisi dan distribusi makrozoobenthos.
Sumich (1992) dalam Ardi (2002), menyebutkan bahwa subtrat berpasir tidak
menyediakan tempat yang stabil bagi organisme karena aksi gelombang secara
terus menerus menggerakkan pertikel subtrat. Makrozoobenthos infauna
hidupnya jelas akan sangat tergantung kepada kondisi tanah dasar tempat
tinggalnya (Hutabarat dan Evans, 1985). Tekstur tanah dasar sangat dipengaruhi
oleh kecepatan arus, apabila arus di tempat tersebut kuat maka partikel yang
berukuran besar akan mengendap lebih dahulu. Sebaliknya apabila arusnya
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

lemah maka partikel yang berukuran kecil yang akan banyak dijumpai di daerah
tersebut.
2.4.7. Salinitas
Salinitas akan mepengaruhi penyebaran hewan makrobenthos karena
organisme laut hanya dapat mentoleransi terhadap perubahan yang kecil dan
lambat (Hutabarat dan Evans, 1985). Hal ini diperkuat oleh Astuti (1990) bahwa
salinitas sangat berpengaruh terhadap distribusi hewan benthos, karena berkaitan
dengan kemampuan organisme untuk dapat hidup pada suatu perairan dengan
salinitas tertentu. Untuk mengatur kondisi tersebut sangat tergantung pada
kemampuannya dalam merubah tekanan osmose di dalam tubuhnya agar sesuai
dengan lingkungannya. Hughes (1986) mengatakan bahwa fluktuasi salinitas di
perairan untuk gastropoda intertidal tidak menyebabkan peningkatan rata-rata
metabolisme di atas tingkat normalnya, karena gastropoda termasuk jenis
organisme laut yang dapat menyesuaikan diri dengan habitat atau lingkungan
yang ditempatinya (osmokonformer). Untuk dapat hidup normal hewan bentos
harus berada pada rentangan salinitas antara 25 - 40‰ (Coles, 1977).
2.4.8. Bahan organik
Menurut Bukman dan Brady (1982) bahan organik merupakan salah satu
komponen penyusun sedimen yang berasal dari sisa-sisa makluk hidup.
Perbandingan jumlah bahan organik dalam sedimen relative lebih kecil apabila
dibandingkan dengan bahan mineral sedimen. Walaupun demikian, bahan
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

organik merupakan suatu unsur pokok tanah yang penting dan khas.
Hardjowigeno (1987) dalam wibowo et al. (2004) menjelaskan bahwa fungsi
bahan organik antara lain sebagai sumber energi bagi mikroorganisme yang
menyuburkan tanah, meningkatkan kamampuan daya tahan air dan memperbaiki
struktur tanah.
Kandungan bahan organik dalam sedimen sangat berfariasi bergantung
pada lingkungan pengendapanya. Nybakken (1992) menyatakan bahwa sumber
penting bahan organik berasal dari daratan melalui sungai sehingga didaerah
yang berdekatan dengan muara sungai terdapat sejumlah besar bahan organik.
Lebih lanjut menjelaskan bahwa bahan organik banyak ditemukan pada sedimen
lumpur yang berukuran halus. Hal ini disebabkan pergerakan air di daerah
tersebut cenderung lebih rendah sehingga bahan organik akan terendapkan dan
terakumulasi dalam sedimen.
Hutabarat dan Evans (1985) menjelaskan bahwa di dalam perairan,
bahan organik terdapat dalam bentuk detritus. Sejumlah besar bahan organik
tersebut terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan atau hewan bentik yang hidup di
perairan pantai yang dangkal. Sumber bahan organik yang lain adalah sisa-sisa
organisme pelagis yang mati dan tenggelam ke dasar, serta kotoran binatang di
perairan. Odum (1993) menjelaskan bahwa bahan organik yang terlepas dari
pembusukan terkumpul dalam sedimen suatu perairan. Reynold (1971)
mengklasifikasikan kandungan bahan organik dalam sedimen yaitu terlihat
dalam Tabel 1.2.
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Tabel 1.2. Kriteria kandungan bahan organik dalam sedimen
NoKandungan bahan
organik (%)Kriteria
1 > 35 Sangat tinggi2 17 – 35 Tinggi3 7 – 17 Sedang4 3,5 – 7 Rendah5 <3 ,5 Sangat rendah
Sumber : Reynold (1971)
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

BAB III
MATERI DAN METODA
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 - 23 Juli 2007 di muara Sungai
Kerian dan Sungai Simbat, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kendal Jawa
Tengah.
3.2. Peta Lokasi Penelitian
Gambar 5.3. Peta lokasi Sungai Kerian dan Sungai Simbat Kecamatan
Kaliwungu, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah.
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

3.3. Alat dan Bahan Penelitian
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah organisme
Makrozoobenthos yaitu kelas Bivalvia dan Gastropoda yang diambil dari
perairan sekitar muara Sungai Kerian dan Sungai Simbat, Kecamatan
Kaliwungu, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, serta beberapa parameter
lingkungan yang dipandang memiliki pengaruh pada kehidupan bivalvia dan
gastropoda. Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian ini tercantum
dalam Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian.
No Alat dan Bahan Kegunaan1. Ayakan dengan ukuran 1 x 1 mm Mensortir benthos2. Ember Plastik Menampung sampel3. Botol sampel berlabel Tempat sampel biota4. Sekop plastik Mengambil sampel sedimen5. Kantong plastik berlabel Tempat sampel sedimen6. Kamera digital Memotret Sample 7. Mikroskop Untuk mengidentifikasi sampel8. Formali 4% Mengawetkan sampel9. GPS Mengetahui posisi sampling10. Refraktometer Untuk mengukur salinitas11. Sieve shaker Untuk analisa sedimen12. Neraca analitik Menimbang berat sample13. Kertas saring Saringan sedimen14. Gelas ukur 1 Liter Untuk pemipetan15. Pipet panjang Untuk pemipetan16. Grab sampel Untuk mengambil sampel17. Kertas lakmus / pH meter Untuk mengukur pH18. Sechidisk Untuk mengukur kedalaman & kecerahan19. Buku identifikasi Untuk identifikasi biota
3.4. Metoda Penelitian
Penelitian ini bersifat diskriptif, yaitu untuk mendapatkan informasi dan
gambaran mengenai situasi dan kejadian secara sistematis dan bersifat
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

eksploratif dimana menggambarkan suatu fenomena keadaan (Nazir,1988).
Sedangkan metode yang digunakan adalah metode survey sekala terbatas, yaitu
suatu metode penelitian yang bertujuan mengamati secara sistematik objek
penelitian serta kejadian yang erat kaitannya dengan objek yang diteliti pada
lokasi dan waktu yang terbatas dan tidak dapat digeneralisasikan untuk tempat
dan waktu yang berbeda (Hadi, 1989).
Pengumpulan data meliputi data primer dan data sekunder. Data primer
meliputi kelimpahan dan indeks komunitas bivalvia dan gastropoda yang
ditemukan di muara Sungai Kerian dan Sungai Simbat. Sedangkan data
sekunder berupa suhu, derajat keasaman (pH), kadar salinitas, kedalaman,
kecerahan, kecepatan arus, pasang surut, jenis subtrat dasar dan kandungan
bahan organic yang terkandung dalam subtrat (BO).
Data bivalvia dan gastropoda yang diperoleh dianalisis dengan
menghitung kelimpahan, indeks keanekaragaman, indeks keseragaman dan
indeks dominansinya dengan menggunakan software microsoft Excel.
3.4.1. Penentuan lokasi
Sebelum menentukan stasiun langkah awal yang dilakukan adalah survey
pendahuluan berupa survey peta lokasi dan pengamatan karekteristik pantai
meliputi; tipe subtrat, vegetasi yang tumbuh, rataan pasang surut, garis pantai
dan arah terhadap laut bebas. Survey pendahuluan ini dilakukan seminggu
sebelum menentukan lokasi penelitian.
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Penentuan stasiun dilakukan dengan metode purposive sampling method,
yaitu didasarkan pada beberapa pertimbangan tertentu yang dipandang memiliki
hubungan dengan sifat populasi (Hadi, 1989), sehingga diharapkan dapat
mewakili daerah penelitian. Berdasarkan survey pendahuluan tersebut penelitian
dibagi menjadi 14 (empatbelas) stasiun yaitu 7 (tujuh) stasiun di muara Sungai
Kerian dan sekitarnya serta 7 (tujuh) stasiun lagi di muara Sungai Simbat.
Masing – masing stasiun berjarak antara 50 – 100 meter.
3.4.2. Pengambilan Sampel Bivalvia dan Gastropoda
Pengambilan sampel makrozoobenthos dilakukan secara kualitatif artinya
pada saat sampling tidak memperhitungkan volume atau kedalaman subtrat.
Sedangkan untuk pengumpulan data menggunakan sample survey method yaitu
metode pengambilan data dengan cara mencatat sebagian kecil populasi yang
ada secara sistematik. Dari hasil yang didapat diharapkan dapat menggambarkan
sifat populasi secara kuantitatif dari objek penelitian dan dapat digunakan untuk
pengambilan kesimpulan secara umum bagi populasi dan lingkungannya
(Suwignya, 1976 dalam Hutabarat, 19985).
Pengambilan sample dilakukan dalam 3 periode atau tahapan dengan
tenggang waktu ± 7 hari (1 minggu), yaitu perioda ke-1 pada tanggal 11 Juli
2007, perioda ke-2 tanggal 17 dan yang ke-3 tanggal 23 Juli 2007. Pada setiap
periode masing-masing stasiun yang terdapat di kedua muara sungai dilakukan
pengambilan sampel dengan “Ekman Grab” dilakukan sebanyak 5 kali ulangan.
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Pengambilan sampel dilakukan pada saat air pasang, sehingga
memudahkan perahu masuk sampai ke bagian badan sungai. Bivalvia dan
Gastropoda yang berada di dalam subtrat diambil dengan bantuan “Ekman
Grab” sampai kedalaman ± 10 cm, hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa
Bivalvia memiliki kemampuan untuk dapat membenamkan diri ke dalam
subtrat sampai beberapa cm (Barnes, 1987).
Sampel yang didapat kemudian dibersihkan, disortir dan dimasukkan
dalam botol sampel berlabel yang sudah diisikan larutan formalin 4% sebagai
bahan pengawet.
Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan Termometer yang
dimasukkan ke bagian badan air muara. Sementara derajat keasaman (pH)
didapat dengan melihat perubahan warna pada kertas lakmus yang diteteskan
dengan air muara. Untuk kadar salinitas diukur dengan cara meneteskan sample
air muara ke lensa Refraktometer. Sedangkan kedalaman dan kecerahan diukur
secara bersamaan menggunakan Sechidisk.
Kecepatan arus diukur dengan menggunakan Bola duga selama 3 hari atau
3 kali 24 jam. Sementara pengukuran pasang surut dilakukan selama 15 hari
dengan metode Admiralty. Stasiun pengamatan arus dan pasang surut terletak
diantara muara Sungai Kerian dan Sungai Simbat, tepatnya di Pelabuhan
Penyebrangan dan Barang Kabupaten Kendal yang berada diantara kedua muara
sungai tersebut.
Analisa jenis subtrat dasar dilakukan denagan metode ayakan yaitu
menggunakan Sieve Shaker dan pemipetan (Buckman dan Brady 1982) untuk
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

mendapatkan ukuran butir, kemudian dipersentasekan dalam grafik granulometri
(Lampiran 23). Sementara persentase bahan organic (BO) yang terkandung
dalam subtrat dasar di dapat dengan metode pemanasan dengan menggunakan
Furnace 500 ºC ± selama 4 jam (Radojevic and Bashkin, 1999) (Lampiran 24).
3.5. Analisis Data
3.5.1. Kelimpahan
Kelimpahan suatu organisme dalam suatu perairan dapat dinyatakan
sebagai jumlah individu persatuan luas atau volume (Odum 1993). Karena
dalam penelitian ini pengambilan sampel menggunakan Ekman Grab maka
perhitungan kelimpahan dapat di rumuskan sebagai berikut :
A = ...................................................................................................(1)
Dimana :
A : Kelimpahan (individu/m3)
Xi : Jumlah individu dari spesies ke-i
ni : Volume Ekman Grab untuk spesies i yang ditemukan (m3)
Sedangkan kelimpahan relatif menurut Odum (1993) adalah pesentase dari
jumlah individu suatu jenis terhadap jumlah seluruh individu yang terdapat di
area tertentu dalam suatu komunitas dan di rumuskan sebagai berikut :
KR = .....................................................................................(2)
Dimana :
KR = Kelimpahan relatif
ni = Jumlah individu spesies ke – i
N = Jumlah seluruh individu
3.5.2. Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiever (H’) (Odum, 1993)
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Indeks keanekaragaman dapat digunakan untuk mencirikan hubungan
kelompok genus dalam komunitas. Indeks keanekaragaman genus (genus
diversity indices) dapat dilihat dari dua komponen. Pertama adalah jumlah genus
dalam komunitas, yang sering disebut sebagai kekayaan jenis (genus richness).
Komponen kedua adalah keseragaman genus (genus eveness) atau
keseimbangan. Keseragaman ini menggambarkan distribusi kelimpahan diantara
spesies.
Indeks keanekaragaman yang dipergunakan adalah indeks Shannon Wiever
yang diterapkan pada komunitas acak dengan ukuran yang besar, dimana jumlah
total spesies diketahui (Krebs, 1985). Indeks keanekaragaman Shannon-Wiever
(Odum, 1993) adalah :
Dimana :
H’ : Indeks keanekaragaman jenis
ni : Jumlah individu jenis ke i
N : Jumlah total individu
S : Jumlah spesies yang ditemukan
Menurut Wilhm and Dorris (1986), kriteria indeks keanekaragaman dibagi
dalam 3 kategori yaitu :
H` < 1 : Keanekaragaman jenis rendah
1 < H` < 3 : Keanekaragaman jenis sedang
H` > 3 : Keanekaragaman jenis tinggi
3.5.3. Indeks Keseragaman Evenness (e) (Krebs, 1985)
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Untuk mengetahui keseimbangan komunitas digunakan indeks
keseragaman, yaitu ukuran kesamaan jumlah individu antar spesies dalam suatu
komunitas. Semakin mirip jumlah individu antar spesies (semakin merata
penyebarannya) maka semakin besar derajat keseimbangan. Rumus indeks
keseragaman (e) diperoleh dari :
………………………………………………………...(4)
Dimana :
H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiever
S = Jumlah species
e = Indeks Keseragaman Evenness
Dengan kisaran sebagaiberikut :
e < 0,4 = Keseragaman populasi kecil
0,4 < e < 0,6 = Keseragaman populasi sedang
e > 0,6 = Keseragaman populasi tinggi
Semakin kecil nilai indeks keanekaragaman (H’) maka indeks
keseragaman (e) juga akan semakin kecil, yang mengisyaratkan adanya
dominansi suatu spesies terhadap spesies lain.
3.5.4. Indeks Dominansi (C) (Odum, 1993)
Indeks dominansi (C) digunakan untuk mengetahui sejauh mana suatu
kelompok biota mendominansi kelompok lain. Dominansi yang cukup besar
akan mengarah pada komunitas yang labil maupun tertekan. Dominansi ini
diperoleh dari rumus :
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

………………………………………...(5)
Dimana :
C = Indeks Dominansi
ni = Jumlah individu ke-i
N = Jumlah total individu
Dengan kisaran :
0 < C < 0,5 = Tidak ada jenis yang mendominasi
0,5 < C < 1 = Terdapat jenis yang mendominasi
Semakin besar nilai indeks dominansi (C), maka semakin besar pula
kecenderungan adanya jenis tertentu yang mendominasi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

4.1. Hasil
4.1.1. Kondisi Daerah Penelitian
Secara Geografis, Muara Sungai Kerian dan Sungai Simbat terletak pada
6054’41,0″ Lintang Selatan (LS) dan 110015’50,1″ Bujur Timur (BT), dan
Sungai Kerian terletek pada 6055’03,8″ Lintang Selatan (LS) dan 110018’00,9″
Bujur Timur (BT). Sedangkan secara administratif kedua sungai termasuk dalam
wilayah Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal.
Kedua sungai ini bermuara di Pantai Utara Jawa Tengah, sehingga baik
secara langsung maupun tidak, dapat memberikan pengaruh dari darat terhadap
laut berupa suplai sedimen, air tawar dan nutrient.
Kedua sungai berjarak ± 6 Km dan dipisahkan oleh pelabuhan
penyebrangan Kabupaten Kendal. Tingkat aktifitas manusia di sekitar perairan
ini semakin meningkat, misalnya pertambakan, penangkapan ikan, serta
beberapa jenis bivalvia dan gastropoda oleh masyarakat setempat maupun
pendatang, ditambah lagi dengan aktifitas produksi industri PT. Kayu Lapis
Indonesia (PT. KLI) yang tepat berada di sebelah timur Sungai Kerian dan
aktifitas pembangunan pelabuhan penyebrangan Kabupaten Kendal yang sampai
saat ini masih dalam proses.
Pantai di sekitar lokasi penelitian merupakan pantai berpasir dan
berlumpur yang dimungkinkan terjadi dari proses sedimentasi (Tabel 9.4).
Kondisi ini ada hampir sepanjang garis pantai yang menghubungkan kedua
muara sungai tersebut. Selain itu bagian muara dari kedua sungai telah
mengalami pembelokan yang diperkirakan oleh proses abrasi dan akresi yang
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

terjadi di sepanjang pantai. Namun begitu, di sekitar muara kedua sungai
kawasan mangrove masih dapat kita temukan.
4.1.2. Kelimpahan
4.1.2.1. Kelimpahan Bivalvia
Bivalvia yang ditemukan dari kedua muara sungai selama penelitian
terdiri dari 6 famili dan 6 genus, masing-masing adalah famili Solenidea,
Pholadidea, Arcidea, Mactridea, Cardiidea dan Isognomonidea. Masing-masing
famili ditemukan hanya ada satu genus, yaitu genus Solen, Pholas, Anadara,
Mactra, Trachycardium dan Isognomon. Di Sungai Kerian ditemukan ke-6
famili dan 6 genus tersebut, sedangkan untuk famili Isognomonidea tidak
ditemukan di muara Sungai Simbat (Tabel 3.4).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelimpahan tertinggi bivalvia di
Sungai Kerian terdapat di stasiun 6 (3,394 ind/dm3), sedangkan kelimpahan
terendah terdapat pada stasiun 4, (0,339 ind/dm3). Sedangkan Sungai Simbat
kelimpahan tertinggi terdapat distasiun 7 (3,846 ind/dm3) dan terendah terdapat
pada stasiun 4 (0,170 ind/dm3) (Gambar 6.4) (Tabel 3.4).
Di stasiun 1 dan 2 Sungai Kerian serta stasiun 2 Sungai Simbat tidak
memiliki nilai kelimpahan, karena bivalvia tidak ditemukan di ketiga stasiun ini.
Sementara di stasiun 1 Sungai Simbat kelimpahan bivalvia tertinggi oleh Solen
vaginalis, yaitu 1,244 ind/dm3 terendah adalah Mactra violacea (0,396 ind/dm3)
(Tabel 3.4).
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

0
1
2
3
4
5
1 2 3 4 5 6 7Stasiun Pengamatan
Kel
impa
han
Tot
al
( in
d / d
m3
)
Sungai Kerian Sungai Simbat
Gambar 6.4. Histogram kelimpahan total bivalvia di Sungai Kerian dan Sungai
Simbat Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal (Ind/dm3).
Bivalvia di stasiun 3 hanya ditemukan 1 spesies, yaitu Trachycardium
orbita dengan kelimpahan sebesar 0.509 ind/dm3 di Sungai Kerian. Begitu juga
dengan stasiun 4 di ke-2 muara sungai, bivalvia hanya ditemukan masing-
masing 1 spesies, yaitu Isognomon sp di Sungai Kerian dengan kelimpahan
0,339 ind/dm3 dan Trachycardium orbita di Sungai Simbat sebesar 0,170
ind/dm3 (Tabel 3.4).
Di stasiun 5, 6 dan 7 yang terletak di depan muara sungai, kelimpahan
tertinggi ditempati Pholas sp sebesar 1,188 ind/dm3 di Sungai Kerian, sedangkan
terendah adalah Isognomon sp (0,283 ind/dm3) di sungai yang sama. Sementara
itu di stasiun 5 Sungai Kerian hanya ditemukan 1 jenis spesies yaitu Pholas sp
dengan kelimpahan 0,735 ind/dm3 (Tabel 3.4).
Tabel 3.4. Kelimpahan total bivalvia di Muara Sungai Kerian dan Sungai
Simbat Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal (ind/dm3).
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

TaxaSungai Kerian Sungai Simbat
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7
Fam Solenidae
Solen vaginalis - - - - - 1.075 - 1.244 - - - 0.566 0.339 0.735
Fam Pholadidea
Pholas sp - - - - 0.735 - 1.188 0.566 - - - 0.453 0.339 0.622
Fam Arcidae
Anadara antiquata - - - - - 0.453 0.283 - - 0.396 - - 0.396 0.509
Fam Mactridae
Mactra violacea - - - - - 1.075 0.679 0.396 - 0.170 - - - 0.962
Fam CardiideaTrachycardium orbita
- - 0.509 - - 0.509 0.283 - - 0.396 0.170 - 0.622 1.018
Fam Isognomonidea
Isognomon sp - - - 0.339 - 0.283 - - - - - - - -
Total (individu/dm3) - - 0.509 0.339 0.735 3.394 2.432 2.206 - 0.962 0.170 1.018 1.697 3.846
Keterangan : Fam : Famili - : Kosong / bivalvia tidak ditemukan
4.1.2.2. Kelimpahan Gastropoda.
Sementara itu kelas Gastropoda yang ditemukan dari kedua muara
sungai terdiri dari 6 famili dan 7 genus, masing-masing adalah famili
Potamididea, Cerithiidea, Crepidulidea, Buccinidea, Cymatiidea dan terakhir
famili Fusciolariidea. Famili Potamididea ditemukan 1 genus, yaitu Cerithidea,
famili Cerithiidea terdiri atas 2 genus, yaitu Cerithium dan Clypoemorus, famili
Crepidulidea 1 genus, yaitu Crepidula, famili Buccinidea 1 genus, yaitu Pisania,
famili Cymatiidea 1 genus, yaitu Gyrineum dan famili Fusciolariidea juga
ditemukan 1 genus, yaitu Fusinus (Tabel 4.4).
Kelimpahan gastropoda tertinggi di Sungai Kerian terdapat di stasiun 3
(9,786 ind/dm3), sedangkan terendah terdapat di stasiun 7 (0,962 ind/dm3).
Sementara Sungai Simbat kelimpahan tertingginya terdapat di stasiun 6
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

(2,037 ind/dm3), sedangkan terendah terdapat di stasiun 2 sebesar 0,509 ind/dm3
(Gambar 7.4) (Tabel 4.4).
0
2
4
6
8
10
1 2 3 4 5 6 7Stasiun Pengamatan
Kel
impa
han
Tot
al
( in
d / d
m3
)
Sungai Kerian Sungai Simbat
Gambar 7.4. Histogram kelimpahan total gastropoda di Sungai Kerian dan
Sungai Simbat Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal (Ind/dm3).
Kelimpahan tertinggi kelas Gastropoda di stasiun 1 dan 2 kedua muara
sungai ditempati oleh famili Potamididea, yaitu Cerithidea cingulata (3,959
ind/dm3) di stasiun 2 Sungai Kerian dan terendah oleh Terebralia palutris (0,057
ind/dm3) di stasiun 2 Sungai Simbat. Begitu juga dengan stasiun 3 dan 4 kedua
muara sungai, famili Potamididea masih menempati nilai kelimpahan tertinggi,
yaitu Cerithidea cingulata (7,976 ind/dm3) di stasiun 3 Sungai Kerian dan
Terebralia palutris0,962 ind/dm3 di Sungai Simbat (Tabel 4.4).
Berbeda dengan stasiun sebelumnya, pada Stasiun 5, 6 dan 7 di kedua
muara sungai, kelimpahan tertinggi dimiliki oleh famili Cerithiidea, yaitu
Clypoemorus coralium (0,962 ind/dm3) di stasiun Sungai Simbat, sedangkan
kelimpahan terendah dimiliki oleh Fusinus colus (0,170 ind/dm3). Sementara itu
di stasiun 5 Sungai Simbat gastropoda hanya ditemukan 1 jenis, yaitu Cerithium
cobelti (0,566 ind/dm3) (Tabel 4.4).
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Table 4.4. Kelimpahan total gastropoda di Sungai Kerian dan Sungai Simbat
Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal (ind/dm3)
TaxaSungai Kerian Sungai Simbat
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7
Fam Potamididea -
Cerithidea cingulata 2.319 3.959 7.976 2.206 - - - 0.622 - 0.848 - - - -
Tetrebralia palutris 0.848 0.679 0.848 - - - 0.396 0.057 - 0.962 - - -
Fam Cerithiidea
Cerithium cobelti - - - - 0.622 0.283 - - - - - 0.566 0.170 -
Cerithium alveolum - - - 0.679 0.283 0.396 - - 0.226 0.509 - - - 0.283
Clypoemorus coralium - - - - 0.622 0.396 - - - 0.113 - - 0.962 -
Clypoemorus battilariaformis - - 0.396 - - - 0.566 - - 0.283 0.509 - - -
Cerithium columna 0.396 - 0.566 1.301 - - - - 0.226 - - - 0.905 -
Fam Crepidulidea
Crepidula walshi - - - 0.170 - - - - - - 0.057 - - -
Fam Buccinidea
Pisania crocata 0.170 - - 0.170 - - - - - - 0.453 - - -
Fam Cymatiidea
Gyrineum gyrinum - - - - - 0.509 0.226 - - - - - - 0.396
Fam Fusciolariidea
Fusinus Colus - - - - 0.396 - 0.170 - - - - - - -
Total (individu/dm3) 3.733 4.638 9.786 4.525 1.923 1.584 0.962 1.018 0.509 1.753 1.980 0.566 2.036 0.679
Keterangan : Fam : Famili - : Kosong / gastropoda tidak ditemukan
4.1.3. Kelimpahan Relatif
4.1.3.1. Kelimpahan Relatif Bivalvia
Stasiun 1 dan 2 merupakan stasiun yang mewakili daerah badan sungai,
di Sungai Kerian kedua stasiun ini bivalvia tidak ditemukan, begitu juga dengan
stasiun 2 Sungai Simbat. Sementara di stasiun 1 Sungai Simbat persentase
kelimpahan relatif bivalvia tertinggi oleh Solen vaginalis, yaitu 56,43 % dan
yang terendah adalah Mactra violacea (17,94%) ( Tabel 5.4).
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Tabel 5.4. Persentase kelimpahan relatif bivalvia di setiap stasiun pengamatan
Taxa BivalviaSungai Kerian Sungai Simbat
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7
Fam Solenidae
Solen vaginalis - - - - - 31.65 - 56.43 - - - 55.50 20.00 19.10
Fam Pholadidea
Pholas sp - - - - 100.00 - 48.81 25.64 - - - 44.50 20.00 16.19
Fam Arcidae
Anadara antiquata - - - - - 13.35 11.65 - - 41.17 - - 23.30 13.23
Fam Mactridae
Mactra violacea - - - - - 31.65 27.89 17.94 - 17.67 - - - 25.01
Fam Cardiidea
Trachycardium orbita - - 100.00 - - 15.00 11.65 - - 41.17 100.00 - 36.70 26.47
Fam Isognomonidea
Isognomon sp - - - 100.00 - 8.35 - - - - - - - -
Jumlah Total - - 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 - 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Jumlah Spesies - - 1 1 1 5 4 3 - 3 1 2 4 5
Keterangan : Fam : Famili - : Kosong / gastropoda tidak ditemukan
Stasiun 3 dan 4 terletak tepat di bagian muara kedua sungai. Di stasiun 3
dan 4 Sungai Kerian, serta stasiun 4 Sungai Simbat bivalvia ditemukan hanya 1
spesies (100%), sedangkan di stasiun 3 Sungai Simbat persentase tertinggi
ditempati oleh Anadara antiquata dan Trachycardium orbita, masing-masing
sebesar 41,17%, terendah adalah Mactra violacea (17,67%) (Tabel 5.4).
Stasiun 5, 6, dan stasiun 7 mewakili daerah laut dan berada di depan
muara sungai. Di stasiun 5 Sungai Kerian ditemukan hanya 1 jenis yaitu Pholas
sp dengan persentase sebesar 100%. Sementara di Stasiun 6 kedua sungai
persentase tertinggi terdapat di Sungai Simbat (36,7%), yaitu Trachycardium
orbita, terendah adalah Isognomon sp (8,35%) di Sungai Kerian. Sedangkan di
stasiun 7 persentase tertinggi ditempati Pholas sp, yaitu 48,81% di Sungai
Kerian, sementara terendah yaitu Anadara antiquata dan Trachycardium
senense, masing-masing 11,65% di sungai yang sama (Tabel 5.4).
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

4.1.3.2. Kelimpahan Relatif Gastropoda
Hasil perhitungan kelimpahan relatif gastropoda di stasiun 1, terlihat
bahwa persentase tertinggi adalah Cerithidea cingulata (63,19%) di Sungai
Simbat, sementara terendah Pisania crocata (4,55%) di sungai yang sama.
Begitu juga dengan stasiun 2, 3 dan stasiun 4, persentase gastropoda tertinggi
masih ditempati oleh Cerithidea cingulata yaitu masing-masing 85,36%,
81,51% dan 47,55% di Sungai Kerian dan terendah Crepidula walshi (2,83%)
di Sungai Simbat (Table 6.4).
Tabel 6.4. Persentase kelimpahan relatif gastropoda setiap stasiun pengamatan
Taxa GastropodaSungai Kerian Sungai Simbat
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7
Fam Potamididea
Cerithidea cingulata 62.14 85.36 81.51 47.55 - - - 63.19 - 48.36 - - - -
Terebralia palutris 22.73 14.64 8.67 - - - - 36.81 11.04 - 48.59 - - -
Fam Cerithiidea
Cerithium cobelti - - - - 32.36 17.90 - - - - - 100.00 8.33 -
Cerithium alveolum - - - 14.63 14.73 24.97 - - 44.48 29.01 - - - 41.75Clypoemorus coralium
- - - - 32.36 24.97 - - - 6.48 - - 47.25 -
Clypoemorus battilariaformis
- - 4.04 - - - 58.83 - - 16.15 25.71 - - -
Cerithium columna 10.59 - 5.78 28.05 - - - - 44.48 - - - 44.42 -
Fam Crepidulidea
Crepidula walshi - - - 3.66 - - - - - - 2.83 - - -
Fam Buccinidea
Pisania crocata 4.55 - - 6.11 - - - - - - 22.88 - - -
Fam Cymatiidea
Gyrineum gyrinum - - - - - 32.15 23.50 - - - - - - 58.25
Fam Fusciolariidea
Fusinus Colus - - - - 20.55 - 17.67 - - - - - - -
Jumlah Total 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Jumlah Spesies 4 2 4 5 4 4 3 2 3 4 4 1 3 2
Di stasiun 5 Sungai Simbat ditemukan hanya 1 spesies yaitu Cerithium
cobelti (100%). Selanjutnya di stasiun 6 persentase tertinggi oleh Clypoemorus
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

coralium (47,25%) di Sungai Simbat, sedangkan terendah adalah Cerithium
cobelti 8,33% di sungai yang sama. Di stasiun 7 terlihat bahwa persentase
tertinggi ditempati Clypoemorus battilariaformis (58,83%) dan terendah
Fusinus Colus (17,67%) keduanya terdapat di Sungai Kerian (Tabel 6.4).
4.1.4 Nilai Indeks dalam Komunitas
4.1.4.1 Nilai Indeks Komunitas Bivalvia
Hasil perhitungan rata-rata indeks komunitas bivalvia di ke-2 lokasi
penelitian menunjukkan bahwa indeks keanekaragaman (H`) bivalvia tertinggi
di Sungai Kerian terdapat di stasiun 6, sebesar 1,340, sedangkan terendah
terdapat di stasiun 3, 4 dan 5, sebesar 0. Sementara di Sungai Simbat indeks
keanekaragaman tertinggi terdapat di stasiun 7, yaitu sebesar 1,329 dan terendah
di stasiun 4 (Tabel 7.4).
Tabel 7.4. Nilai indeks keanekaragaman, keseragaman dan dominansi bivalvia
Sungai StasiunIndeks Indeks Indeks
Keanekaragaman( H`)
Keseragaman( e`)
Dominansi( C )
Kerian
1 - - -2 - - -3 0 0 0.6674 0 0 1.0005 0 0 1.0006 1.340 0.921 0.2837 0.907 0.825 0.475
Simbat
1 0.765 0.912 0.5022 - - -3 0.558 0.625 0.6404 0 0 0.3335 0.462 0.667 0.6676 0.986 0.935 0.4037 1.329 0.919 0.295
Nilai indeks keseragaman (e) tertinggi di Sungai Kerian terdapat di
stasiun 6, yaitu sebesar 0,921, sedangkan terendahnya di stasiun 7 sebesar
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

0,825. Sementara di Sungai Simbat indeks keseragaman tertinggi terdapat di
stasiun 6, yaitu sebesar 0,935, sedangkan terendah di stasiun 3, yaitu sebesar
0,625 (Tabel 7.4).
Sementara indeks dominansi (C), di Sungai Kerian didapatkan nilai
indeks tertinggi di stasiun 4 dan 5, yaitu sebesar 1, sedangkan terendah di
stasiun 6 sebesar 0,283. Kemudian di Sungai Simbat indeks dominansi tertinggi
terdapat di stasiun 5, yaitu sebesar 0,667, sedangkan terendah terdapat di stasiun
7 sebesar 0,295 (Tabel 7.4).
4.1.4.2 Nilai Indeks Komunitas Gastropoda
Hasil perhitungan rata-rata indeks komunitas gastropoda di ke-2 lokasi
penelitian menunjukkan bahwa indeks keanekaragaman (H`) tertingginya
terdapat di stasiun 4 Sungai Kerian, yaitu sebesar 1,227, sedangkan terendah di
stasiun 2 sebesar 0,441. Sementara di Sungai Simbat indeks keanekaragaman
tertinggi terdapat di stasiun 4, yaitu sebesar 0,922, sedangkan terendah di stasiun
5 (Tabel 8.4).
Untuk indeks keseragaman (e) di Sungai Kerian nilai tertinggi terdapat
di stasiun 6, yaitu sebesar 0,989, terendah terdapat di stasiun 7 sebesar 0,496.
Sementara di Sungai Simbat indeks keseragaman tertingginya terdapat di stasiun
6, yaitu sebesar 0,940, sedangkan terendah terdapat di stasiun 3 sebesar 0,315
(Tabel 8.4).
Tabel 8.4. Nilai indeks keanekaragaman, keseragaman dan
indeks dominansi gastropoda.
Sungai Stasiun Indeks Indeks Indeks
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Keanekaragaman( H`)
Keseragaman( e`)
Dominansi( C )
Kerian
1 0.857 0.795 0.5052 0.441 0.636 0.7233 0.588 0.496 0.7084 1.227 0.840 0.3365 1.152 0.965 0.3306 1.046 0.989 0.3697 0.674 0.973 0.519
Simbat
1 0.393 0.567 0.7332 0.231 0.333 0.5003 0.772 0.620 0.5624 0.922 0.891 0.4355 0 0 1.0006 0.784 0.940 0.4857 0.218 0.315 0.512
Sedangkan hasil perhitungan indeks dominansi (C), nilai tertinggi
terdapat di stasiun 2 Sungai Kerian, yaitu sebesar 0,723, sedangkan terendah
terdapat di stasiun 5 sebesar 0,330. Sementara di Sungai Simbat indeks
dominansi tertinggi terdapat di stasiun 5 sebesar 1, sedangkan terendah terdapat
di stasiun 4 sebesar 0,435 (Tabel 8.4).
4.1.5 Parameter Lingkungan
Nilai parameter lingkungan kedua lokasi penelitian dapat dilihat dalam
Tabel 9.4. Kondisi lingkungan setiap stasiun di kedua lokasi relatif sama dan
tidak terlihat adanya fluktuasi yang tinggi. Di Sungai Kerian kisaran suhu antara
28,86 - 30,27°C, sementara di Sungai Simbat antara 28,49 - 30,07°C, selanjutnya
nilai salinitas di Sungai Kerian berkisar antara 25.17 - 28.42‰, dan di Sungai
Simbat antara 25.42 - 28,28‰. Demikian pula dengan rata-rata kedalaman dan
kecerahannya, di Sungai Kerian memiliki kedalaman 1,03 m dan Sungai Simbat
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

0,3 m, sementara itu nilai kecerahan di Sungai Kerian mencapai 0,45 m
sedangkan Sungai Simbat hanya 0,3 m.
Tabel 9.4. Parameter lingkungan, data kelimpahan gastropoda dan bivalvia
di Sungai Kerian dan Sungai Simbat.
SungaiParameter Lingkungan
Kelimpahan(Ind/dm3)
StSh
( °C )Slt
( ‰ )Kdl( m )
Kcr( m)
pHBO
( % )JenisSed
Bivalvia Gastropoda
Kerian
1 29.49 25.17 1.22 0.49 7.83 3.32 Pasir - 3.7332 30.13 25.73 0.84 0.42 7.50 2.00 Pasir - 4.6383 29.19 26.25 1.35 0.40 7.00 10.22 Pasir 0.509 9.7864 29.76 26.27 1.24 0.35 7.00 8.88 Pasir 0.339 4.5255 29.41 28.42 3.54 0.38 7.17 1.84 Pasir 0.735 1.9236 30.27 27.62 3.55 0.36 7.33 5.72 Pasir 3.394 1.5847 28.86 27.90 1.56 0.79 7.00 2.26 Pasir 2.432 0.962
Rerata 29.59 26.76 1.90 0.45 7.26 4.98 - 1.481 3.879
Simbat
1 28.97 25.42 1.03 0.23 7.00 2.21 Pasir 2.206 1.0182 29.43 25.73 0.80 0.27 7.00 0.87 Pasir - 0.5093 29.13 26.77 0.55 0.25 7.00 3.44 Pasir 0.962 1.7534 29.52 26.33 0.59 0.25 7.00 1.79 Pasir 0.170 1.9805 29.37 28.28 1.51 0.52 7.00 1.65 Pasir 1.018 0.5666 30.07 27.45 1.23 0.25 7.00 5.70 Pasir 1.697 2.0367 28.49 27.25 1.47 0.30 7.00 7.22 Pasir 3.846 0.679
Rerata 29.28 26.75 1.03 0.30 7.00 3.27 - 1.414 1.220Keterangan :
Sh : Suhu; Slt: Salinitas; Kdl: Kedalaman; Kcr; Kecerahan; Sed: Sediment
Rerata kandungan bahan organik setiap stasiun di kedua lokasi penelitian
masuk dalam kategori rendah sampai sangat rendah, rerata kandungan bahan
organik Sungai Kerian sebesar 4,98%, sedangkan Sungai Simbat sebesar 3,27%.
Sementara itu derajat keasaman (pH) di kedua sungai berkisar antara 7 sampai
dengan 7,83. Sedangkan jenis subtrat dasar yang ditemukan di seluruh stasiun
kedua lokasi berupa pasir (Tabel 9.4).
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

4.2. Pembahasan
4.2.1. Kondisi Perairan
Lingkungan pantai khususnya daerah estuaria merupakan daerah yang
selalu mengalami perubahan, karena daerah tersebut menjadi tempat bertemunya
dua kekuatan, yaitu yang berasal dari daratan berupa aliran air sungai yang
membawa asupan sedimen dan mineral lainnya dari daratan serta yang berasal
dari lautan yang berupa arus, gelombang dan pasang-surut.
Hasil pengamatan selama penelitian menunjukkan bahwa terdapat
berbagai macam aktifitas manusia di kedua lokasi penelitian diantaranya;
pertambakan, penangkapan ikan, pariwisata, pembangunan pelabuhan sampai
pada kegiatan peridustrian. Sementara itu di sebelah timur muara Sungai Kerian
terdapat pemukiman penduduk yang mana limbah rumah tangganya dialirkan
langsung ke sungai.
Akibat beragamnya aktifitas manusia di sekitar lingkungan perairan ini,
menyebabkan daerah ini paling mudah terkena dampaknya. Dahuri, dkk (1996),
menyebutkan bahwa permasalahan lingkungan yang sering terjadi di wilayah
perairan pantai diantaranya adalah; pencemaran, erosi pantai, banjir, intrusi air
laut, penurunan biodiversitas pada ekosistem mangrove dan rawa, serta
permasalahan sosial ekonomi.
Semakin meningkatnya upaya pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut
yang kurang berwawasan lingkungan akan berdampak terhadap penurunan
produktivitas primer perairan. Akibat lebih jauh adalah terjadinya penurunan
kualitas perairan dan sedikit banyak akan mempengaruhi habitat yang berimbas
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

pada pertumbuhan, perkembangan, bahkan sangat mungkin mempengaruhi
keanekaragaman mikroorganisme, vertebrata dan avertabrata yang hidup di dasar
perairan seperti makrobentos.
Oleh karena itu, perlu diupayakan beberapa spesifikasi metode
pengembangan wilayah pesisir dan laut yang layak dan sesuai dengan ekosistem
yang ada, untuk menunjang program pembangunan berwawasan lingkungan.
Dalam hal ini, upaya manajemen pesisir dan laut secara terpadu yang berpedoman
pada pelestarian fungsi lingkungan hidup merupakan prioritas utama
pembangunan suatu kawasan (Dahuri, dkk., 1996).
Berdasarkan hasil pengukuran bathimetri serta hasil pengamatan di sekitar
wilayah studi maka dapat dikatakan bahwa kedalaman rata-rata perairan hingga
jarak 500 m dari muara dan pantai masih kurang dari 5 m (Lampiran 19). Adanya
pemecah gelombang (break water) sepanjang ± 1 km yang terletak di antara ke-2
muara sungai mengekibatkan daerah sebelah kiri dan kanan pemecah gelombang
tersebut terkena abrasi yang diakibatkan oleh pantulan gelombang dan arus dari
break water tersebut. Hal ini terlihat dari berubahnya lahan tambak di sepanjang
garis pantai sebelah barat Sungai Kerian serta sebelah timur dan barat Sungai
Simbat, termasuk bagian muaranya.
4.2.2. Kelimpahan Bivalvia dan Gastropoda
Bivalvia yang ditemukan dalam penelitian ini pada umumnya
membenamkan diri dalam pasir atau pasir berlumpur seperti famili Solenidea,
Pholadide, Arcidea (Tabel 5.4) dan (Tabel 9.4). Nontji (1987) menyebutkan
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

bahwa, bivalvia hidup menetap di dasar laut, ada yang membenamkan diri dalam
pasir atau pasir berlumpur bahkan ada yang membenamkan diri dalam kerangka
karang-karang batu.
Hasil pengkajian pada kelas Bivalvia di kedua muara sungai ditemukan 6
famili yang terdiri dari 6 genus Bivalvia yaitu famili Solenidea, Pholadidea,
Arcidea, Mactridea, Cardiidea dan Isognomonidea. Masing-masing famili
ditemukan hanya ada 1 genus (Tabel 3.4). Sedangkan untuk gastropoda ditemukan
6 famili dengan 7 genus, masing-masing adalah famili Potamididea, Cerithiidea,
Crepidulidea, Buccinidea, Cymatiidea dan Fusciolariidea (Tabel 4.4). Secara
umum kelas Gastropoda memiliki nilai kelimpahan lebih besar dibandingkan
kelas Bivalvia, hal ini bisa dilihat pada jumlah dan sebarannya di setiap stasiun
baik di muara Sungai Kerian ataupun Sungai Simbat. Hal ini dimungkinkan
karena kelas Gastropoda memiliki radula atau gigi parut yang memudahkannya
dalam proses mendapatkan makanan, misalnya dapat digunakan untuk mengeruk
alga yang menempel di bebatuan dan mencerna bahan makanan yang berupa
serasah daun mangrove, lamun dan sejenisnya. Dengan adanya radula ini
gastropoda lebih mudah mendapatkan makanan dibandingkan bivalvia.
Gastropoda juga memiliki kemampuan bergerak lebih aktif dalam proses mencari
makanan dibandingkan dengan bivalvia. Dengan demikian gastropoda memiliki
peluang atau kesempatan yang lebih besar dalam kompetisi makanan. Selain itu
kelas Gastropoda merupakan kelas yang paling sukses dalam siklus hidup dan
juga memiliki jumlah spesies paling banyak dibandingkan kelas yang lain dalam
philum Moluska.
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Barnes (1987) menyebutkan bahwa gastropoda merupakan kelas dari
Moluska yang paling sukses dalam siklus hidupnya, hal ini dapat dilihat dari
variasi habitatnya yang sangat beragam dimana spesies-spesies gastropoda yang
hidup di laut mampu untuk hidup pada berbagai tipe subtrat dasar perairan.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kelimpahan rata-rata tertinggi
kelas Bivalvia terdapat di stasiun 7 Sungai Simbat dan terendah di stasiun 4 pada
sungai yang sama (Tabel 3.4). Stasiun 7 yang terletak di bagian depan muara ke-2
sungai kondisinya selalu terendam air sehingga biota yang berada di wilayah ini
tidak mengalami tekanan fisik yang terlalu besar seperti halnya stasiun 4 dan
beberapa stasiun lain yang berada di wilayah pasang surut (Gambar 2.1).
Demikian halnya dengan kandungan bahan organik yang merupakan bahan
makanan dan sumber energi bagi hewan bentos di stasiun 7 ini lebih tinggi jika
dibandingkan stasiun lain yang ada di Sungai Simbat, hal ini memungkinkan
hewan bentos yang ada di stasiun ini mendapatkan asupan makanan dan energi
yang cukup untuk dapat bertahan hidup. Sedangkan stasiun 4 kandungan bahan
organiknya tergolong sangat sedikit, bila mengacu pada standar yang ditetapkan
Reynold (1971), maka kandungan bahan organik di stasiun ini masuk dalam
kategori sangat rendah sementara di stasiun 7 masuk dalam kategori sedang
(Tabel 9.4).
Sementara kelimpahan tertinggi kelas Gastropoda terdapat di stasiun 3
Sungai Kerian dan didominasi oleh famili Potamididea yaitu C. Cingilata dan
Terebralia palutris, sedangkan terendah di stasiun 2 Sungai Simbat (Tabel 4.4).
Stasiun 3 yang terletak dibagian muara Sungai Kerian memiliki kandungan bahan
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

organik lebih tinggi dibandingkan stasiun yang lain, yaitu sebesar 10,22% (Tabel
9.4). Letak stasiun ini yang cukup terlindungi oleh ekosistem mangrove
memungkinkan hewan bentos yang mendiami stasiun ini lebih dapat bertahan
dibandingkan stasiun lain. Sementara itu famili Potamididea merupakan
gastropoda yang umum ditemukan di habitat hutan mangrove, sebagaimana
diterangkan oleh Carpenter and Niem (1998), bahwa famili Potamididea
ditemukan melimpah di daerah yang berair payau, estuarin yang berlumpur, dan
daerah mangrove atau rawa dekat garis tertinggi pasang.
Di stasiun 1, dan 2 Sungai Kerian serta stasiun 2 Sungai Simbat bivalvia
tidak ditemukan. Hal ini berlawanan dengan keberadaan gastropoda yang mana
pada stasiun 1 dan 2 di kedua muara sungai kelimpahannya relatif tinggi terutama
di Sungai Kerian. Tidak ditemukannya bivalvia di ketiga lokasi ini dimungkinkan
oleh beberapa faktor diantaranya persaingan atau kompetisi dimana kelas Bivalvia
di kedua stasiun ini kalah bersaing dengan kelas Gastropoda. Kelimpahan
gastropoda di kedua stasiun tersebut cukup tinggi dan didominasi oleh genus
Cerithidea. Sesuai dengan pernyataan Barnes (1987) bahwa kelas Gastropoda
merupakan spesies yang luas penyebarannya dan paling banyak jenisnya serta
mampu untuk hidup dalam berbagai macam subtrat dasar perairan. Faktor lain
yang diduga turut mempengaruhi kelangkaan bivalvia di kedua lokasi adalah
aktifitas pertambakan penduduk yang sangat tinggi terutama di sebelah kanan dan
kiri stasiun 1 dan 2 Sungai Kerian, dimana pada kedua stasiun ini terdapat
beberapa mesin diesel berbahan bakar solar yang digunakan untuk mamasukkan
dan membuang air tambak dari dan kedalam sungai. Hal ini sangat mungkin
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

mengakibatkan kondisi di kedua stasiun ini sudah mengalami penurunan kualitas
perairan. Millero dan Sohn (1992) dalam Prihatiningsih (2004) menerangkan
bahwa tingginya aktifitas manusia mengakibatkan penurunan kualitas perairan dan
sedikit banyak akan mempengaruhi habitat yang berimbas pada pertumbuhan,
perkembangan bahkan sangat mungkin mempengaruhi keanekaragaman
mikroorganisme, vertebrata dan avertabrata yang hidup di dasar perairan seperti
makrobentos.
Hal serupa juga terjadi di stasiun 3 dan 4. Bivalvia yang ditemukan
tergolong sangat sedikit baik dari segi jumlah ataupun jenisnya. Di stasiun 3 dan 4
Sungai Kerian hanya ditemukan masing-masing 1 spesies bivalvia yaitu
Trachycardium orbita (0,509 ind/dm3) dan Isognomon sp (0,339 ind/dm3), begitu
juga dengan stasiun 4 Sungai Simbat hanya ditemukan 1 spesies yaitu
Trachycardium orbita (Tabel 3.4). Sedangkan untuk gastropoda di stasiun ini
mencapai kelimpahan tertinggi di kedua muara sungai. Sama seperti stasiun 1 dan
2 genus Cerithidea di kedua stasiun ini masih mendominasi (Tabel 4.4). Faktor
persaingan dimungkinkan masih menjadi penyebab utama kelangkaan bivalvia di
ketiga stasiun ini dimana di stasiun 3 dan stasiun 4 pada kedua sungai bivalvia
kalah dalam kompetisi dengan gastropoda. Whitten et al., (1987) manyatakan
bahwa jika suatu jenis mampu memenangkan kompetisi baik ruang maupun
makanan, maka jenis tersebut biasanya akan mendominasi suatu habitat.
Gastropoda lebih aktif dalam upaya mencari dan mengambil makanan jika
dibandingkan dengan bivalvia. Ada dua aspek yang berperan terhadap efisiensi
pengambilan makanan saat gastropoda bergerak mencari makan yaitu kecepatan
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

pergerakannya dan kondisi jalan atau subtrat. Dalam proses mencari makan
dibutuhkan waktu yang paling memungkinkan untuk mendapatkan makanan
dengan mudah dan aman (Hughes,1986).
Letak stasiun 3 dan 4 yang langsung menghadap ke laut diduga turut
mempengaruhi kelangkaan spesies bivalvia ini. Dengan posisi seperti ini, stasiun
3 dan 4 cenderung mendapatkan tekanan fisik yang lebih besar dibandingkan
dengan stasiun yang lain. Kondisi pantai yang terlindung dengan karakteristik
ombak yang tidak besar memungkinkan lebih banyak jenis moluska yang
ditemukan. Selain itu kondisi subtrat yang berpasir juga turut memberi pengaruh
baik lansung ataupun tidak terhadap kelimpahan dan penyebaran bivalvia dan
gastropoda, jenis sedimen dasar dapat menjadi faktor pembatas bagi penyebaran
organisme bentos.
Jenis subtrat dasar erat hubungannya dengan kandungan oksigen dan
ketersediaan nutrien yang terkandung di dalamnya. Pada subtrat berpasir,
kandungan oksigen relatif lebih besar dibandingkan pada subtrat yang halus,
karena pada subtrat berpasir terdapat pori udara yang memungkinkan terjadinya
pencampuran yang lebih intensif dengan air di atasnya, tetapi pada subtrat
berpasir ini tidak banyak terdapat nutrient, sedangkan pada substrat yang lebih
halus, walaupun oksigen sangat terbatas tapi cukup tersedia nutrient dalam jumlah
yang besar (Wood, 1987). Driscol dan Brandon (1973) dalam Rangan (1996)
menyebutkan bahwa sebaran dan kelimpahan jenis moluska berhubungan dengan
besar kecilnya diameter butiran sedimen di dalam atau di atas tempat mereka
berada. Subtrat berpasir tidak menyediakan tempat yang stabil bagi organisme
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

karena aksi gelombang secara terus menerus menggerakkan pertikel subtrat
(Sumich, 1992 dalam Ardi, 2002).
Pada stasiun 5, 6 dan 7 yang mewakili daerah laut, letaknya berada di
depan muara kedua sungai (Gambar 2.1), kelimpahan bivalvia di ketiga stasiun ini
cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun lain yang berada di muara
dan badan sungai. Sebaliknya kelimpahan gastropoda cenderung mengalami
penurunan. Ketiga stasiun ini memiliki kedalaman rata-rata lebih dari 1 m dan
selalu tergenang air (Tabel 9.4). Sedangkan kelas Gastropoda dominan ditemukan
di kawasan mangrove, daerah muara yang selalu mengalami ritme pasang dan
surut, serta daerah yang berair payau. Dharma (1988) menyebutkan kelas
Gastropoda dominan ditemukan di kawasan mangrove, perairan dangkal, muara –
muara sungai dan rawa dekat garis pasang tertinggi, misalnya famili Potamididea
dan Cerithiidea. Sebaliknya bivalvia cenderung menyukai darah atau habitat yang
senantiasa tergenang air dan pada umumnya bivalvia hidup membenamkan
dirinya dalam pasir atau pasir berlumpur di dasar perairan. Nontji (1992)
mengatakan bahwa bivalvia hidup menetap di dasar laut dengan cara
membenamkan diri di dalam pasir atau lumpur, juga menempel pada karang-
karang batu serta benda-benda keras dengan semacam serabut yang dinamakan
byssus. Akan tetapi pada beberapa spesies bivalvia seperti Mytillus edulis dapat
hidup di daerah intertidal karena mampu menutup rapat cangkangnya untuk
mencegah kehilangan air (Nybakken, 1992).
Selain itu dalam suatau ekosistem bivalvia dan gastropoda akan saling
berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lainnya, misalnya dalam kompetisi baik
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

ruang ataupun makanan. Menurut Nybakken (1988), dalam setiap ekosistem,
spesies-spesies tidak terisolasi melainkan saling berinteraksi dengan spesies lain
pada daerah yang sama.
Kelimpahan rata-rata individu pada seluruh stasiun di kedua lokasi
penelitian cenderung mengalami penurunan dari periode pengambilan pertama,
kedua, sampai pada periode ketiga pengambilan sampel (11, 17 dan 23 Juli 2007).
Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya fisik, kimia dan biologi
yang semuanya saling mempengaruhi satu sama lain. Allard and Moreau ( 1987)
dalam APHA (1992) mengatakan bahwa keberadaan hewan bentos pada suatu
perairan, sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, baik biotik maupun
abiotik. Faktor biotik yang berpengaruh diantaranya adalah produsen, yang
merupakan salah satu sumber makanan bagi hewan bentos. Adapun faktor abiotik
adalah fisika-kimia air yang diantaranya: suhu, arus, oksigen terlarut (DO),
kebutuhan oksigen biologi (BOD) dan kimia (COD), serta kandungan nitrogen
(N), kedalaman air, dan substrat dasar. Selain itu faktor yang dapat mempengaruhi
distribusi dan kelimpahan organisme pada suatu populasi adalah pertambahan
karena adanya natalitas dan imigrasi serta pengurangan karena mortalitas dan
emigrasi (Krebs, 1987).
Tenggang waktu pengambilan antara sampling pertama dengan periode
selanjutnya yang hanya 7 hari diduga turut berpengaruh terhadap menurunnya
jumlah biota yang ditemukan. Jarak waktu sampling ini tergolong sangat singkat
sehingga peluang dan kesempatan hewan bentos dan juga lingkungan sangat
sedikit dalam upaya merecoveri keadaan.
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Faktor lingkungan yang kurang mendukung diduga menjadi salah satu
penyebab utama kelangkaan organisme bentos di kedua lokasi ini. Selain itu
wilayah pesisir utara Jawa Tengah khususnya yang terbentang dari Semarang
hingga Kabupaten Kendal termasuk dalam kawasan padat industri yang mana
secara lansung ataupun tidak akan memberikan dampak terhadap lingkungan
khususnya perairan di sekitarnya termasuk perairan muara Sungai Kerian dan
Sungai Simbat.
Dari hasil analisa subtrat yang dilakukan didapatkan bahwa jenis subtrat
pada kedua lokasi penelitian ini berupa pasir dengan rata kandungan bahan
organik (BO) termasuk dalam kategori rendah sampai sangat rendah. Adapun
substrat berpasir umumnya miskin akan organisme dengan rata-rata produksi
primer pantai berpasir rendah, selain itu kebanyakan bentos pada pantai berpasir
mengubur diri dalam substrat. Bahan organik merupakan suatu unsur pokok tanah
yang penting dan khas sebagai sumber makanan dan energi bagi organisme bentik
khususnya bivalvia dan gastropoda yang hidup di atas dan terbenam di dalam
subtrat perairan. Hardjowigeno (1987) dalam Wibowo et al. (2004) menjelaskan
bahwa fungsi bahan organik antara lain sebagai sumber energi bagi
mikroorganisme yang menyuburkan tanah, meningkatkan kamampuan daya tahan
air dan memperbaiki struktur tanah. Jumlah dan laju penambahan bahan organik
dalam sedimen mempunyai pengaruh yang besar terhadap populasi organisme
dasar, sedimen yang kaya akan bahan organik sering didukung oleh melimpahnya
organisme bentik tersebut (Wood, 1987).
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Kedalaman dan kecerah perairan Muara Sungai Kerian dan Sungai Simbat
tergolong sangat rendah. Kedalamnya hanya berkisar antara 0,55 – 3,55 m,
sedangkan kecerahannya berkisar antara 0,35 – 0,79 m (Tabel 9.4). Perairan yang
dangkal dan tingkat kecerahan yang rendah merupakan salah satu ciri khas dari
perairan estuaria. Perairan yang dangkal akan mengakibatkan penetrasi cahaya
matahari bisa sampai lansung ke dasar perairan, hal ini memungkinkan terjadinya
kenaikan suhu dasar perairan. Sementara kecerahan yang rendah disebabkan oleh
banyaknya partikel tersuspensi akibat dari proses erosi, abrasi dan sedimentasi,
partikel tersuspensi ini dapat menghambat penetrasi cahaya matahari yang masuk
ke perairan tersebut, sehingga suhu perairanpun akan ikut terganggu karena
sebagian besar cahaya matahari yang masuk ke perairan akan dipentulkan kembali
oleh pertikel-partikel tersuspensi tersebut. Akibat lebih jauh akan menurunkan
produktifitas primer perairan dimana mikroalga yang menjadi produsen utama di
lingkungan perairan tidak bisa melakukan proses fotosintesis secara maksimal.
Demikian pula halnya dengan hewan bentos, kekeruhan yang tinggi akan
menghalangi proses pencarian dan pencernaan makanan khususnya individu yang
menggunakan mata dan insangnya.
Suhu, salinitas dan pH (Tabel 9.4) setiap stasiun di kedua lokasi tidak
mengalami perubahan yang besar pada setiap periode pengambilannya, dengan
rentangan tergolong sangat kecil serta masih dalam ambang batas normal. Hal ini
diduga perubahan suhu, salinitas dan pH tidak memberikan pengaruh besar pada
kelimpahan bivalvia dan gastropoda.
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

4.2.3. Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Indeks Dominansi
Rata-rata indeks keanekaragaman bivalvia di Sungai Kerian dan Sungai
Simbat cukup bervariasi (Tabel 7.4), yaitu berkisar antara 0 - 1,340. Jika kita
berpatokan pada Wilhm and Dorris (1986) yang mengatakan bahwa jika nilai H` <
1, maka tingkat keanekaragamannya sangat kecil, 1 < H` < 3 masuk dalam
kategori sedang dan H` > 3 tergolong dalam kategori keanekaragaman tinggi,
maka secara umum indeks keanekaragaman bivalvia yang berada di Sungai
Kerian dan Sungai Simbat berada dalam kategori sedang sampai rendah. Hanya
stasiun 6 Sungai Kerian dan stasiun 7 Sungai Simbat yang masuk kedalam
kategori sedang. Sementara indeks keanekaragaman tertingginya terdapat di
stasiun 7 Sungai Simbat, yang mana di stasiun tersebut memiliki nilai kelimpahan
bivalvia lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun yang lainnya serta jumlah
spesies yang ditemukanpun lebih bervariatif.
Begitu pula dengan gastropoda, indeks keanekaragamannya berkisar
antara 0 - 1,227 (Tabel 8.4). Hanya stasiun 4, 5 dan 6 Sungai Kerian yang
memiliki indeks keanekaragaman masuk dalam kategori sedang, sedangkan
stasiun 1, 2, 3 dan 7 nilai indeks keanekaragamannya masuk dalam kategori
rendah. Nilai indeks keanekaragaman tertingginya di stasiun 4, walupun tidak
menempati kelimpahan tertinggi namun dari segi jenis yang ditemukan, stasiun ini
lebih banyak dibandingkan stasiun yang lain.
Rendahnya indeks keanekaragaman bivalvia dan gastropoda ini
dimungkinkan oleh meningkatnya berbagai macam aktifitas manusia di sekitar
wilayah perairan tersebut. Pertambakan penduduk, rekreasi, penangkapan ikan
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

oleh nelayan yang menggunakan jenis jaring ”Trawl” atau Pukat Harimau,
pembuangan limbah rumah tangga oleh penduduk dan juga aktivitas industri serta
pembangunan pelabuhan yang berada diantara kedua muara sungai (Gambar 2.1)
dan berbagai macam aktivitas lain yang intensif dimungkinkan menjadi salah satu
faktor penyebabnya. Disamping itu faktor-faktor ekologis, misalnya natalitas dan
mortalitas dari biota itu sendiri serta faktor biologi dan fisika perairan seperti jenis
subtrat dasar yang berpasir, ketersediaan bahan organik yang rendah (Tabel 9.4),
gelombang dan arus juga dimungkinkan berperan dalam hal ini. Odum, (1993)
menegaskan bahwa keanekaragaman jenis dipengaruhi oleh banyak hal,
diantaranya jenis habitat tempat hidup, stabilitas lingkungan, produktifitas,
kompetisi dan penyangga rantai makanan.
Semakin baik kondisi lingkungan perairan, maka nilai indeks
keanekaragaman jenis biota akan semakin tinggi. Begitu juga sebaliknya indeks
keanekaragaman jenis akan semakin menurun seiring dengan menurunnya kondisi
atau kualitas lingkungan perairan. Tarumingkeng (1994) menyebutkan bahwa
kondisi lingkungan akan mempengaruhi aneka ragam bentuk-bentuk hayati dan
banyak jenis mahluk hidup atau keanekaragaman hayatai. Sebaliknya
keanekaragaman dan banyaknya mahluk hidup menentukan keadaan lingkungan.
Selanjutnya Clarc (1974), mengatakan ”keanekaragaman mengekspresikan variasi
spesies yang ada dalam suatu ekosistem, ketika suatu ekosistem memiliki indeks
keanekaragaman yang tinggi maka ekosistem tersebut cenderung seimbang.
Sebaliknya, jika suatu ekosistem memiliki indeks kenekaragaman yang rendah
maka mengindikasikan ekosistem tersebut dalam keadaan tertekan atau
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

terdegradasi”. Sesuai dengan pendapat Clark (1974) tersebut, maka kondisi
ekosistem di muara Sungai Kerian dan Sungai Simbat berada dalam kondisi
tertekan dan tidak seimbang. Hal ini mengindikasikan bahwa lingkungan di
daerah penelitian dimungkinkan telah mengalami penurunan kualitas atau telah
terdegradasi.
Berlawanan dengan nilai indeks keanekaragaman yang relatif rendah,
untuk indeks keseragaman bivalvia di semua stasiun pada kedua lokasi lebih
condong pada kategori tinggi. Nilai indeks keseragaman yang diperoleh berkisar
antara 0 - 0,935 (Tabel 7.4). Berdasarkan ketentuan Krebs (1985), nilai ini masuk
kedalam kategori rendah sampai dengan tinggi. Namun beberapa hal yang perlu
dijelaskan dalam hal ini bahwa indeks keseragaman yang bernilai 0, yaitu stasiun
3, 4 dan 5 Sungai Kerian serta stasiun 4 Sungai Simbat bukan karena spesiesnya
yang tidak ditemukan, namun lebih karena individu yang ditemukan di stasiun
tersebut hanya 1 jenis, sehingga memiliki nilai indeks indeks keanekaragam 0.
Berdasarkan pada rumus indeks keseragaman (Krebs, 1985) bahwa nilai indek
keseragaman merupakan hasil bagi antara indeks keanekaragaman dengan nilai ln
dari jumlah spesies yang ditemukan.
Sementara itu indeks keseragaman gastropoda setiap stasiun di Sungai
Kerian dan Sungai Simbat secara umum masuk dalam kategori tinggi, dimana
rerata indeks keseragaman seluruh stasiunnya di atas 0,6 kecuali stasiun 3 Sungai
Kerian, stasiun 1, 2 dan 7 Sungai Simbat yang berada dalam kategori sedang
(Tabel 8.4). Nilai keseragaman yang tinggi di beberapa stasiun mencerminkan
bahwa dominasi jenis atau spesies tertentu sangat kecil, sementara stasiun yang
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

memiliki nilai keseragaman rendah menggambarkan bahwa di stasiun tersebut
telah didominasi oleh jenis tertentu.
Untuk indeks dominansi kelas Bivalvia di stasiun 6 dan 7 kedua sungai
berada di bawah 0,5 sehingga tidak ditemukan adanya dominansi spesies tertentu
di kedua stasiun tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil perhitungan indeks
keseragamannya, dimana pada kedua stasiun ini baik di Sungai Kerian ataupun
Sungai Simbat memiliki nilai indeks keseragaman yang tinggi (Tabel 7.4). Hal
sebaliknya terjadi pada stasiun 3, 4, dan 5 Sungai Kerian dimana Indeks
dominansinya lebih besar dari 0,5 dan indeks keseragamannya 0. Dengan
demikian pada ketiga stasiun ini terdapat dominansi oleh spesies-spesies tertentu.
Sebagaimana kita ketahui bahwa indeks keseragaman jenis suatu ekosistem
berbanding terbalik dengan indeks dominansinya.
Sementara itu kelas Gastropoda di stasiun 1, 4, 5, 6 Sungai Kerian dan
stasiun 1, 4, 6 dan 7 Sungai Simbat indeks dominansinya di bawah 0,5 hal ini
memberi gambaran bahwa di beberapa stasiun tersebut tidak ada spesies
gastropoda yang mendominasi ekosistem. Sementara di stasiun 5 Sungai Simbat
indeks dominansinya mencapai 1, hal ini lebih dikarenakan pada stasiun tersebut
hanya diketemukan 1 jenis spesies yaitu Cerithium cobelti. Spesies ini merupakan
bagian dari famili Cerithiidea yang umumnya hidup di perairan dangkal dengan
subtrat berpasir hingga berlumpur dan juga bisa ditemukan di lingkungan muara
atau estuaria khususnya di wilayah perairan tropis. Hidup dengan berkoloni dan
merupakan hewan herbivora, memakan alga-alga kecil, bakteri dan debris organic.
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulakan bahwa :
1) Kelas Bivalvia dan Gastropoda yang ditemukan di Sungai Kerian dan
Sungai Simbat masing-masing terdiri dari 6 famili dan 6 genus.
2) Kelimpahan tertinggi kelas Bivalvia di Sungai Kerian adalah 3,394
ind/dm3, sedangkan Sungai Simbat adalah 3,846 ind/dm3. Sementara kelas
Gastropoda di Sungai Kerian memiliki kelimpahan tertinggi adalah 9,786
ind/dm3, sedangkan Sungai Simbat adalah 2,036 ind/dm3.
3) Secara umum nilai Indeks keanekaragaman, keseragaman dan indeks
dominansi kelas Bivalvia maupun kelas Gastropoda di Sungai Kerian dan
Sungai Simbat memiliki kisaran nilai yang hampir sama. Namun dilihat dari
nilai indeks keanekaragamannya, bivalvia dan gastropoda di Sungai Kerian
maupun Sungai Simbat menunjukkan bahwa tingkat keanekaragaman spesies
kedua biota tersebut masuk dalam kategori rendah sampai dengan sedang.
4) Terdapat dominansi oleh suatu jenis tertentu di perairan muara Sungai
Kerian dan Sungai Simbat.
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

5.2. Saran
Hasil penelitian ini dapat dikembangkan dengan melakukan penelitian
lanjutan secara periodek dengan cakupan lokasi yang lebih luas serta variasi
parameter yang lebih lengkap, sehingga keberadaan fauna bentik dapat diketahui,
demikian pula dengan perubahan komunitasnya.
Perlunya peran akademisi dan pemerintah setempat dalam memberikan
penyuluhan, menambah wawasan dan membuka kesadaran masyarakat untuk
menumbuhkembangkan potensi dan pemanfaatan sumberdaya hayati laut secara
bertanggung jawab beserta upaya pelestarian lingkungannya.
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

DAFTAR PUSTAKA
Anggoro, S. 1984. Distribusi dan Kelimpahan Molluska. Universitas Diponegoro. Semarang.
APHA. 1992. Standart Methods for the Examination of Water and Waste Water. 18th edition. Washington.
Ardi. 2002. Pemanfaatan Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas perairan Pesisir. http;//tumoutou.net/702.
Asriyanto. 1988. Hubungan dan Pengaruh Kondisi Oseanografi Terhadap Struktur Komunitas Makrobenthos di Antara Pulau Panjang dan LPWP Undip Jepara. Lembaga Penelitian Universitas Diponegoro. Semarang. 45 hlm.
Astuti, 1990. Keanekaragaman Benthos sebagai Bioindikator Pencemaran Logam Pb, Hg, dan Cd di Pantai Utara Jawa Tengah. Program Studi Biologi Fakultas MIPA, Universitas Dipenegoro, Semarang.
Barnes, R. D. 1987. Invertebrate Zoology. Fith edition. Sounders College Publishing. Pp:344-377.
Barnes, R. D. and R. N. Hughes. 1982. An Introduction to Marine Ecology. Balackwell Scientific Publication. London. 72-110 pp.
Bayne, B. L. 1976. Marine Mussels. Their ecology and Physiology. Cambridge University. Press, New York. P. 13-18.
Berry, A. J. 1972. Fauna Zonatio in Mangrove Swamps. Departement of Zoology. University of Malaya : p. 90-98.
Boyd, C. E. and Lichtkoppler. 1979. Water Quality Management in Pond Fish Culture for Akuaculture. Experimental Station. Alabama.
Buckman, H.O. dan N.C, Brady 1982. Ilmu Tanah. Bhatara Karya Aksara. Jakarta. 788 Hlm.
Carpenter, E.K. dan V.H. Niem. 1998. The Living Marine Resource of The Western Central Pacific. Vol 1. Seaweed, Corals, Bivalves, and Gastropod. New York: Food and Agriculture Organizations United Nations. 686 pp.
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Clark, J. 1974. Coastal Ecosystems. Ecological Considerations For Management Of The Coastal Zone. Washington D.C. Publications Department The Conservations Foundations. 178 pp.
Coles, B. 1977. The Biology of Estuarine and Coastal Waters. Academic Press Inc. London. New York. 667 hlm.
Daget, J. 1976. Les Modeles Mathematiques en Ecologie. Masson, Coll. Ecol., 8, Paris: 172 pp.
Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginting, dan M.J. Sitepu.1996. Pengelolaan Sumber Daya Hayati Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: Pradnya Paramitha. 305 hlm.
Dance, S.P. 1977. The Encyclopedia of Shells. Landford Press. London.
Dharma, B. 1988. Siput Dan Kerang Indonesia I. PT. Sarana Graha, Jakarta.
Hadi, S. 1989. Metodologi Reasearch. Jilid 1. Cetakan ke-10. Yayasan Penerbit Fakultas Fisikologi UGM. Yogyakarta. 65 Hal.
Hawkes, H. A. 1978. Invertebrates as Indicators of River Water Quality dalam A. James dan L. Evison (Ed.) Biological Indicator of Water Quality. John Willey & Sons. Toronto.
Hughes, R.H. 1986. A Fungtional Biology of Marine Gastropods. First Published. John Hopkins University Press. USA:7-112.
Hutabarat. S. dan S. Evans. 1985. Pengantar Oseanografi, UI Press. Jakarta 167 hlm.
Indardjo, A., dan Muslim. 1996. Tingkat Fluktuasi Biovaliabel Phospat Sedimen dan Terlarut Terhadap Kehidupan Makrobentos dan Karang di Pantai Teluk Awur Jepara. Lembaga Penelitian Universitas Diponegoro. Semarang. 53 hlm.
Jonathan, L.R. 1979. Dimensions of Ecology. Oxford University Press. New York. 536 p.
Kastoro, W. 1988. Work Shop Budidaya Laut : Budidaya jenis-jenis Kerang (bivalvia). Puslitbang Oceanografi LIPI. Jakarta.
Kennish, M. 1990. Ecology of Estuary, Biologycal Aspect. Vol 2. CRC Press, Boston, 391 pp.
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Krebs, C.J. 1985. Ecology: The Experimental Analysis of Distributions and Abundance. Ed. New York: Harper and Row Publishers. 654 pp.
Leviton, J. S. 1982. Marine Biology. Prentice Hall Inc. New Jersey. USA. 526 p.
Mann, K. H. 1982. Ecology of Coastal Water A System Approach. Blackwel Scientific Publication. London. 183 – 209 pp.
Mason, J, 1981. Biology of Freshwater Pollutions. Logman. London. 215 p.Mather, P., and Bennet, I. 1984. Aguid To The Fauna, Flora and Geology of
Heron Island and Adjacent Reef and Bays. The Australian Coral Reef Society Incorporate. The Great Barrier Reef Committee Brisbane. Pp 81-90.
Nazir, M. 1988. Metodologi Penelitian Ghalia Indonesia. Jakarta.
Nontji, A. 1986. Rencana Pengembangan Puslitbang Limnologi. LIPI pada Prosiding Expose Limnologi dan Pembangunan. Bogor.
Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta. Pp 157-171.
Nybakken, J.W. 1992 Biologi Laut, Suatu Pendektan Ekologis. PT Gramedia Pustaka, Jakarta 458 hlm. (diterjemahkan oleh M. Eidmann, et al).
Odum, E.P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Penerjemahan: Samingan, T dan B. Srigandono. Gajahmada University Press. Yogyakarta. 697 hal.
Oemarjati, B. S. dan W. Wardhana. 1990. Taksonomi Avertebrata. Pengantar Praktikum Laboratorium. Penerbit Unversitas Indonesia press : Jakarta.
Pescod, M. B. 1973. Investigation of Rational Effluent and Standard for Tropical Contries. AIT. Bangkok. P. 59.
Plaziat, C. J. 1984. Mollusc Distribution in Mangal. Dr. W. Junk Published. P. 121-143.
Prihatiningsih. 2004. Struktur Komunitas di Perairan Teluk Jakarta, Skripsi Program Studi Ilmu Kelautan, Fak. Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Bogor, 46 hal.
Putro, S. P. dan N. R. Nganro. 2000. Studi Komunitas Makroinvertebrata Bentik di Kawasan Pesisir UP Pertamina Cilacap. Majalah Ilmu Kelautan Nomor 18 Tahun V. Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, Semarang.
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Radojevic, M. and Bashkin, V. N. 1999. Practical Environmental Analysis. Published The Royal Society of Chemistry. Chambridge. U. K. 154 pp.
Rangan, J. K. 1996. Struktur dan Tipologi Komunitas Gastropoda pada Zonasi Hutan Mangrove Perairan Kulu, Kab. Minahasa Sulawesi Utara. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 94 hal.
Reynold, S. C. 1971. A Manual of Introductor Soil Science and Sampel Soil Analysis Metods. North Pacific Commision. 147 hal.
Robert, D. And Soemodiharjo. 1982. Shallow Waters Marine Mollusca of North-West Java. LON-LIPI. Jakarta. : p. 312-332.
Romimohtarto, K. dan S. Juwana. 1999. Biologi Laut. Ilm4 Pengetahuan Tentang Biota Laut. Jakarta : Puslitbang Oseanologi-LIPI. 527 him.
Ruswahyuni, dan Susilowati. 1991. Hubungan Tekstur Dasar Perairan Dengan Distribusi Bivalvia Secara Vertikal di Pantai Bondo, Jepara. LEMLIT-UNDIP. Semarang. 52 hal.
Samingan, T dan B, Srigandono. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Gajahmada University Press. Yogyakarta. 697 hal.
Soedharma, D. 1994. Keanekaragaman Makrobentos dan Hubungannya dengan Kualitas Lingkungan Pesisir Teluk Lampung. Jurnal Ilmu – Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. II : 15 – 34.
Stowe, K. 1987. Essentials of Ocean Science. John Wiley and Sons. Canada. 353 pp.
Supriharyono., Yusuf, M. dan Ekowati, T. 1993. Makrobentos Sebagai Indikator Pencemaran Air di Perairan Pulau Tirang Cawang, Semarang. Lembaga Penelitian UNDIP. Semarang. 48 hal.
Suwignyo, S., Widigdo, B. Wardiatno, Y. dan Krisanti, M. 1998. Avertebrata Air untuk Mahasiswa Perikanan. Jilid 2. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 300 hlm.
Swift, D. R. 1993. Aquaculture Training Manual. Second Edition. Fishing News Book. New York. P. 123-125.
Swingle, H. S. 1968. Standarization of Chemical Analysis for Water and Pond Muds. FAO Fish rep., Vol 3.
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Tarumingkeng, R. 1994. Dinamika Populasi, Kajian Ekologi Kuantitatif. Jakarta: Universitas Kristen Krida Wacana. 283 hal.
Townsen. J and R. N. Hughes. Distribution of Macrofauna on a Malayan Mangrove Shore. Journal of Animal Ecology, 43 : 51-59.
Triatmojo, B. 1999. Teknik Pantai. Beta offset. Yogyakarta.397 hal.
Wibowo, E., Ervia, Suryono dan T. Retnowati. 2004. Kandungan Klorofil-a Pada Diatom Epipelik di Sedimen Ekosistem Mangrove. Majalah Ilmu Kelautan, 9(4): 225-229.
Widiastuti, E. 1983. Kualitas Air Cakung Ditinjau Dari Kelimpahan Hewan Makrobentos. Fak. Pasca sarjana-IP. Bogor. 106 hal.
Widyorini, N. 1995. Dampak Ekomorfologis Pencemaran terhadap Makrobentos di Perairan Estuarin Kabupaten Batang. Lembaga penelitian Undip Semerang. 47 hal.
Wilhm, J. 1975. Biological Indicators of Pollution. dalam Whitton B.A. (ed). River Ecology. Blackwell Scient Publ. Oxford.
Wilhm, J. L., and T.C. Doris. 1986. Biologycal Parameter for water quality Criteria. Bio. Science: 18.
Wilson, B. R., and K. Gillett. 1979. A Field Guide To Australian Shells. A.H. & A.W. reed Pty Ltd, Sidney. 287 p.
Woods, M. S. 1987. Subtidal Ecology. Edward Arnold Pty. Limited, Australia.
Lampiran 1. Koordinat lokasi penelitian
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Sungai Stasiun Koordinat
Kerian
1LS : 06055’42,0’’
BT : 110017’56,5’’
2LS : 06055’32,6’’
BT : 110017’56,8’’
3LS : 06 055’03,8’’
BT : 110018’00,9’’
4LS : 06 055’03,8’’
BT : 110018’00,9’’
5LS : 06055’26,1’’
BT : 110018’18,3’’
6LS : 06055’25,7’’
BT : 110018’07,8’’
7LS : 06055’26,5’’
BT : 110017’49,5’’
Simbat
1LS : 06054’51,2’’
BT : 110015’50,0’’
2LS : 06054’44,5’’
BT : 110015’47,5’’
3LS : 06054’41,0’’
BT : 110015’50,1’’
4LS : 06054’41,0’’
BT : 110015’50,1’’
5LS : 06055’31,8’’
BT : 110015’29,7’’
6LS : 06054’31,2’’
BT : 110015’39,5’’
7LS : 06054’31,8’’
BT : 110015’49,9’’
Keterangan : LS : Lintang SelatanBT : Bujur Timur
Lampiran 2. Jumlah total bivalvia dan gastropda tiap stasiun di muara
Sungai Kerian dan Sungai Simbat
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Taxa BivalviaSungai Kerian Sungai Simbat
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7Solenidae Solen vaginalis 19 22 10 6 13Pholadidea Pholas sp 13 21 10 8 6 11Arcidae Anadara antiquata 8 5 7 7 9Mactridae Mactra violacea 19 12 7 3 17Cardiidea Trachycardium sinense 9 9 5 7 3 11 18Isognomonidea Isognomon sp 6 5
Total 0 0 9 6 13 60 43 39 0 17 3 18 30 68Jumlah Spesies 0 0 1 1 1 5 4 3 0 3 1 2 4 5
Taxa GastropodaSungai Kerian Sungai Simbat
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7Potamididea Cerithidea cingulata 41 70 141 39 12 15 Terebralia palutris 15 12 15 7 1 17 Cerithiidea Cerithium cobelti 11 5 10 3 Cerithium alveolum 12 5 7 4 9 4Clypoemorus coralium 11 7 2 17 Clypoemorus battilariaformis 7 10 5 9 Cerithium columna 7 10 23 4 16 Crepidulidea Crepidula walshi 3 1 Buccinidea Pisania crocata 3 5 8 Cymatiidea Gyrineum gyrinum 9 4 7Fusciolariidea Fusinus Colus 7 3
Total 66 82 173 82 34 28 17 19 9 31 35 10 36 11Jumlah Spesies 4 2 4 5 4 4 3 2 3 4 4 1 3 2
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Lampiran 3. Persentase kelimpahan relatif bivalvia tiap stasiun di muara Sungai Kerian dan Sungai Simbat
Taxa BivalviaSungai Kerian Sungai Simbat
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7Famili Solenidae Solen vaginalis 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 31.65 0.00 56.43 0.00 0.00 0.00 55.50 20.00 19.10Famili Pholadidea Pholas sp 0.00 0.00 0.00 0.00 100.00 0.00 48.81 25.64 0.00 0.00 0.00 44.50 20.00 16.19Famili Arcidae Anadara antiquata 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 13.35 11.65 0.00 0.00 41.17 0.00 0.00 23.30 13.23Famili Mactridae Mactra violacea 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 31.65 27.89 17.94 0.00 17.67 0.00 0.00 0.00 25.01Famili Cardiidea Trachycardium sinense 0.00 0.00 100.00 0.00 0.00 15.00 11.65 0.00 0.00 41.17 100.00 0.00 36.70 26.47Famili Isognomonidea Isognomon sp 0.00 0.00 0.00 100.00 0.00 8.35 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Jumlah Total 0.00 0.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 0.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00Jumlah Spesies 0 0 1 1 1 5 4 3 0 3 1 2 4 5
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Lampiran 4. Persentase kelimpahan relatif gastropoda tiap stasiun di muara Sungai Kerian dan Sungai Simbat
Taxa GastropodaSungai Kerian Sungai Simbat
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7Famili Potamididea Cerithidea cingulata 62.14 85.36 81.51 47.55 0.00 0.00 0.00 63.19 0.00 48.36 0.00 0.00 0.00 0.00Terebralia palutris 22.73 14.64 8.67 0.00 0.00 0.00 0.00 36.81 11.04 0.00 48.59 0.00 0.00 0.00Famili Cerithiidea Cerithium cobelti 0.00 0.00 0.00 0.00 32.36 17.90 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 100.00 8.33 0.00Cerithium alveolum 0.00 0.00 0.00 14.63 14.73 24.97 0.00 0.00 44.48 29.01 0.00 0.00 0.00 41.75Clypoemorus coralium 0.00 0.00 0.00 0.00 32.36 24.97 0.00 0.00 0.00 6.48 0.00 0.00 47.25 0.00Clypoemorus battilariaformis 0.00 0.00 4.04 0.00 0.00 0.00 58.83 0.00 0.00 16.15 25.71 0.00 0.00 0.00Cerithium columna 10.59 0.00 5.78 28.05 0.00 0.00 0.00 0.00 44.48 0.00 0.00 0.00 44.42 0.00Famili Crepidulidea Crepidula walshi 0.00 0.00 0.00 3.66 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.83 0.00 0.00 0.00Famili Buccinidea Pisania crocata 4.55 0.00 0.00 6.11 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 22.88 0.00 0.00 0.00Cymatiidea Gyrineum gyrinum 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 32.15 23.50 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 58.25Famili Fusciolariidea Fusinus Colus 0.00 0.00 0.00 0.00 20.55 0.00 17.67 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Jumlah Total 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00Jumlah Spesies 4 2 4 5 4 4 3 2 3 4 4 1 3 2
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Lampiran 5. Kelimpahan, indeks keanekaragaman, keseragaman dan indeks dominansi bivalvia periode I
( Pengambilan Sampel Tanggal 11 Juli 2007 )
TaxaSungai Kerian Sungai Simbat
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7Solenidae
Solen vaginalis 9 18 6 2 10Pholadidea
Pholas sp 5 12 5 6 5 9Arcidae
Anadara antiquata 5 4 3 3 5Mactridae
Mactra violacea 12 8 9Cardiidea
Trachycardium sinense 5 1 5 5 3 3 6Isognomonidea
Isognomon sp 3 3 Jumlah Spesies 0 0 1 1 1 5 4 2 0 2 1 2 4 5
Kelimpahan (ind / dm3) 0.000 0.000 0.848 0.509 0.848 5.091 4.921 3.903 0.000 1.358 0.509 2.036 2.206 6.618H` 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 1.370 1.297 0.524 0.000 0.662 0.000 0.693 1.332 1.577e 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.851 0.936 0.756 0.000 0.955 0.000 1.000 0.961 0.980C 0.000 0.000 1.000 1.000 1.000 0.289 0.296 0.660 0.000 0.531 1.000 0.500 0.278 0.212
Lampiran 6. Kelimpahan, indeks keanekaragaman, keseragaman dan indeks dominansi bivalvia periode II
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

( Pengambilan Sampel Tanggal 17 Juli 2007 )
TaxaSungai Kerian Sungai Simbat
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7Solenidae
Solen vaginalis 6 4 2 4 3Pholadidea
Pholas sp 5 5 3 1 1Arcidae
Anadara antiquata 3 3 4Mactridae
Mactra violacea 2 1 5 4Cardiidea
Trachycardium sinense 4 4 5 8Isognomonidea
Isognomon sp 1 Jumlah Spesies 0 0 1 1 1 4 2 3 0 1 0 1 3 5
Kelimpahan (ind / dm3) 0.000 0.000 0.679 0.170 0.848 2.545 1.018 2.036 0.000 0.509 0.000 0.339 1.697 3.394H` 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 1.310 0.451 1.078 0.000 0.000 0.000 0.000 0.943 1.445e 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.945 0.651 0.981 0.000 0.000 0.000 0.000 0.858 0.898C 0.000 0.000 1.000 1.000 1.000 0.289 0.722 0.347 0.000 1.000 0.000 1.000 0.420 0.265
Lampiran 7. Kelimpahan, indeks keanekaragaman, indeks keseragaman dan indeks dominansi bivalvia periode III
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

( Pengambilan Sampel Tanggal 23 Juli 2007 )
TaxaSungai Kerian Sungai Simbat
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7Solenidae
Solen vaginalis 4 2 Pholadidea
Pholas sp 3 4 2 2 1Arcidae
Anadara antiquata 1 1 4 Mactridae
Mactra violacea 5 3 2 3 4Cardiidea
Trachycardium sinense 4 2 3 4Isognomonidea
Isognomon sp 2 2 Jumlah Spesies 0 0 0 1 1 4 3 2 0 3 0 2 2 3
Kelimpahan (ind / dm3) 0.000 0.000 0.000 0.339 0.509 2.545 1.358 0.679 0.000 1.018 0.000 0.679 1.188 1.527H` 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 1.340 0.974 0.693 0.000 1.011 0.000 0.693 0.683 0.965e 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.967 0.887 1.000 0.000 0.920 0.000 1.000 0.985 0.878C 0.000 0.000 0.000 1.000 1.000 0.271 0.406 0.500 0.000 0.389 0.000 0.500 0.510 0.407
Lampiran 8. Rerata perhitungan kelimpahan, indeks keanekaragaman, keseragaman
dan indeks dominansi bivalvia selama 3 periode pengambilan
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Kelimpahan Bivaivia ( ind/dm3 )
PeriodeSungai Kerian Sungai Simbat
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 71 0.000 0.000 0.848 0.509 0.848 5.091 4.921 3.903 0.000 1.358 0.509 2.036 2.206 6.6182 0.000 0.000 0.679 0.170 0.848 2.545 1.018 2.036 0.000 0.509 0.000 0.339 1.697 3.3943 0.000 0.000 0.000 0.339 0.509 2.545 1.358 0.679 0.000 1.018 0.000 0.679 1.188 1.527
Rerata 0.000 0.000 0.509 0.339 0.735 3.394 2.432 2.206 0.000 0.962 0.170 1.018 1.697 3.846SD 0.000 0.000 0.449 0.170 0.196 1.470 2.162 1.619 0.000 0.427 0.294 0.898 0.509 2.575
Indeks Keanekaragaman Bivalvia ( H` )
PeriodeSungai Kerian Sungai Simbat
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 71 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 1.370 1.297 0.524 0.000 0.662 0.000 0.693 1.332 1.5772 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 1.310 0.451 1.078 0.000 0.000 0.000 0.000 0.943 1.4453 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 1.340 0.974 0.693 0.000 1.011 0.000 0.693 0.683 0.965
Rerata 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 1.340 0.907 0.765 0.000 0.558 0.000 0.462 0.986 1.329SD 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.030 0.427 0.284 0.000 0.514 0.000 0.400 0.327 0.322
Indeks Keseragaman Bivalvia ( e )
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

PeriodeSungai Kerian Sungai Simbat
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 71 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.851 0.936 0.756 0.000 0.955 0.000 1.000 0.961 0.9802 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.945 0.651 0.981 0.000 0.000 0.000 0.000 0.858 0.8983 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.967 0.887 1.000 0.000 0.920 0.000 1.000 0.985 0.878
Rerata 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.921 0.825 0.912 0.000 0.625 0.000 0.667 0.935 0.919SD 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.062 0.152 0.136 0.000 0.542 0.000 0.577 0.067 0.054
Indeks Dominansi Bivalvia (C)
PeriodeSungai Kerian Sungai Simbat
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 71 0.000 0.000 1.000 1.000 1.000 0.289 0.296 0.660 0.000 0.531 1.000 0.500 0.278 0.2122 0.000 0.000 1.000 1.000 1.000 0.289 0.722 0.347 0.000 1.000 0.000 1.000 0.420 0.2653 0.000 0.000 0.000 1.000 1.000 0.271 0.406 0.500 0.000 0.389 0.000 0.500 0.510 0.407
Rerata 0.000 0.000 0.667 1.000 1.000 0.283 0.475 0.502 0.000 0.640 0.333 0.667 0.403 0.295SD 0.000 0.000 0.577 0.000 0.000 0.010 0.221 0.157 0.000 0.320 0.577 0.289 0.117 0.101
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Lampiran 9. Kelimpahan, indeks keanekaragaman, keseragaman dan indeks dominansi gastropoda periode I
( Pengambilan Sampel Tanggal 11 Juli 2007 )
TaxaSungai Kerian Sungai Simbat
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7Potamididea Cerithidea cingulata 19 39 57 22 9 8 Terebralia palutris 9 4 7 4 11 Cerithiidea Cerithium cobelti 6 3 4 Cerithium alveolum 5 3 5 4 4 4Clypoemorus coralium 7 4 10 Clypoemorus battilariaformis 3 6 3 5 Cerithium columna 4 6 13 4 7 Crepidulidea Crepidula walshi 1 Buccinidea Pisania crocata 3 2 3 Cymatiidea Gyrineum gyrinum 5 7Fusciolariidea Fusinus Colus 3
Jumlah Spesies 4 2 4 4 3 4 2 2 2 3 4 1 2 2Kelimpahan (ind/dm3) 5.939 7.297 12.388 7.127 2.715 2.885 1.527 2.206 1.358 2.545 3.394 0.679 2.885 1.867
H` 1.139 0.309 0.755 1.100 1.043 1.366 0.637 0.617 0.693 1.010 1.110 0.000 0.677 0.655e 0.822 0.446 0.545 0.793 0.949 0.985 0.919 0.890 1.000 0.919 0.801 0.000 0.977 0.945C 0.381 0.831 0.627 0.387 0.367 0.260 0.556 0.574 0.500 0.396 0.390 1.000 0.516 0.537
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Lampiran 10. Kelimpahan, indeks keanekaragaman keseragaman dan indeks dominansi gastropoda periode II
( Pengambilan Sampel Tanggal 17 Juli 2007 )
TaxaSungai Kerian Sungai Simbat
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7Potamididea Cerithidea cingulata 13 21 53 7 3 4 Terebralia palutris 3 3 5 1 3
Cerithiidea Cerithium cobelti 2 4 3 Cerithium alveolum 6 2 2 5 Clypoemorus coralium 2 3 2 5 Clypoemorus battilariaformis 4 3 2 Cerithium columna 4 5 4
Crepidulidea Crepidula walshi
Buccinidea Pisania crocata 1 4
Cymatiidea Gyrineum gyrinum 2 3
Fusciolariidea Fusinus Colus 4
Jumlah Spesies 2 2 4 4 4 3 2 2 0 4 2 1 3 0Kelimpahan (ind/dm3) 2.715 4.073 11.200 3.224 1.697 1.188 1.018 0.679 0.000 2.206 1.188 0.679 2.036 0.000
H` 0.483 0.377 0.711 1.238 1.332 1.079 0.693 0.562 0.000 1.306 0.683 0.000 1.078 0.000E 0.697 0.544 0.513 0.893 0.961 0.982 1.000 0.811 0.000 0.942 0.985 0.000 0.981 0.000C 0.595 0.781 0.658 0.307 0.280 0.347 0.500 0.625 0.000 0.290 0.510 1.000 0.347 0.000
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Lampiran 11. Kelimpahan, indeks keanekaragaman, keseragaman dan indeks dominansi gastropoda periode III
( Pengambilan Sampel Tanggal 23 Juli 2007 )
TaxaSungai Kerian Sungai Simbat
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7Potamididea Cerithidea cingulata 9 10 31 10 3 Terebralia palutris 3 5 3 2 1 3 Cerithiidea Cerithium cobelti 3 2 2 Cerithium alveolum 1 1Clypoemorus coralium 2 2 Clypoemorus battilariaformis 1 4 Cerithium columna 3 5 5 Crepidulidea Crepidula walshi 3 1 Buccinidea Pisania crocata 2 Cymatiidea Gyrineum gyrinum 2 1 Fusciolariidea Fusinus Colus 3
Jumlah Spesies 3 2 2 5 3 2 2 1 1 1 3 1 2 1Kelimpahan (ind/dm3) 2.545 2.545 5.770 3.564 1.358 0.679 0.339 0.339 0.170 0.509 1.358 0.339 1.188 0.170
H` 0.950 0.637 0.298 1.342 1.082 0.693 0.693 0.000 0.000 0.000 0.974 0.000 0.598 0.000E 0.865 0.919 0.430 0.834 0.985 1.000 1.000 0.000 0.000 0.000 0.887 0.000 0.863 0.000C 0.440 0.556 0.839 0.315 0.344 0.500 0.500 1.000 1.000 1.000 0.406 1.000 0.592 1.000
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Lampiran 12. Rerata perhitungan kelimpahan, indeks keanekaragaman, keseragaman
dan indeks dominansi bivalvia selama 3 periode pengambilan
Kelimpahan Gastropoda ( ind/dm3 )
PeriodeSungai Kerian Sungai Simbat
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7
1 5.939 7.297 12.388 7.127 2.715 2.885 1.527 2.206 1.358 2.545 3.394 0.679 2.885 1.8672 2.715 4.073 11.200 3.224 1.697 1.188 1.018 0.679 0.000 2.206 1.188 0.679 2.036 0.0003 2.545 2.545 5.770 3.564 1.358 0.679 0.339 0.339 0.170 0.509 1.358 0.339 1.188 0.170
Rerata 3.733 4.638 9.786 4.638 1.923 1.584 0.961 1.075 0.509 1.753 1.980 0.566 2.036 0.679SD 1.912 2.436 3.528 2.162 0.706 1.155 0.596 0.994 0.740 1.091 1.228 0.196 0.849 1.032
Indeks Keanekaragaman ( H` )
PeriodeSungai Kerian Sungai Simbat
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7
1 1.139 0.309 0.755 1.100 1.043 1.366 0.637 0.617 0.693 1.010 1.110 0.000 0.677 0.6552 0.483 0.377 0.711 1.238 1.332 1.079 0.693 0.562 0.000 1.306 0.683 0.000 1.078 0.0003 0.950 0.637 0.298 1.342 1.082 0.693 0.693 0.000 0.000 0.000 0.974 0.000 0.598 0.000
Rerata 0.857 0.441 0.588 1.227 1.152 1.046 0.674 0.393 0.231 0.772 0.922 0.000 0.784 0.218SD 0.338 0.173 0.252 0.121 0.157 0.338 0.032 0.341 0.400 0.685 0.218 0.000 0.257 0.378
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Indeks Keseragaman ( e )
PeriodeSungai Kerian Sungai Simbat
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7
1 0.822 0.446 0.545 0.793 0.949 0.985 0.919 0.890 1.000 0.919 0.801 0.000 0.977 0.9452 0.697 0.544 0.513 0.893 0.961 0.982 1.000 0.811 0.000 0.942 0.985 0.000 0.981 0.0003 0.865 0.919 0.430 0.834 0.985 1.000 1.000 0.000 0.000 0.000 0.887 0.000 0.863 0.000
Rerata 0.795 0.636 0.496 0.840 0.965 0.989 0.973 0.567 0.333 0.620 0.891 0.000 0.940 0.315SD 0.087 0.250 0.059 0.050 0.018 0.010 0.047 0.493 0.577 0.537 0.092 0.000 0.067 0.546
Indeks Dominansi ( C )
PeriodeSungai Kerian Sungai Simbat
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7
1 0.381 0.831 0.627 0.387 0.367 0.260 0.556 0.574 0.500 0.396 0.390 1.000 0.516 0.5372 0.595 0.781 0.658 0.307 0.280 0.347 0.500 0.625 0.000 0.290 0.510 1.000 0.347 0.0003 0.440 0.556 0.839 0.315 0.344 0.500 0.500 1.000 1.000 1.000 0.406 1.000 0.592 1.000
Rerata 0.472 0.723 0.708 0.336 0.330 0.369 0.519 0.733 0.500 0.562 0.435 1.000 0.485 0.512SD 0.111 0.146 0.115 0.044 0.045 0.122 0.032 0.233 0.500 0.383 0.065 0.000 0.125 0.500
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Lampiran 13. Grafik kelimpahan, indeks keanekaragaman,
indeks keseragaman dan indeks dominansi
0
1
2
3
4
5
1 2 3 4 5 6 7
Stasiun Pengamatan
Kel
impa
han
(
ind
/ dm
3 )
Sungai Kerian Sungai Simbat
02468
1012
1 2 3 4 5 6 7
Stasiun Pengamatan
Kel
impa
han
( in
d / d
m3
)
Sungai Kerian Sungai Simbat
Kelimpahan bivalvia di Sungai Kerian Kelimpahan gastropoda di Sungai Simbat
0.0000.2000.4000.6000.8001.0001.2001.400
1 2 3 4 5 6 7
Stasiun Pengamatan
Nila
i In
deks
Indeks Keanekaragaman Indeks KeseragamanIndeks Dominansi
0.0000.2000.4000.6000.8001.0001.2001.400
1 2 3 4 5 6 7
Stasiun Pengamatan
Indeks Keanekaragaman Indeks KeseragamanIndeks Dominansi
Struktur komunitas bivalvia Sungai Kerian Struktur komunitas gastropoda Sungai Kerian
0.000
0.200
0.400
0.600
0.800
1.000
1.200
1.400
1 2 3 4 5 6 7Stasiun Pengamatan
Nila
i In
deks
Indeks Keanekaragaman Indeks KeseragamanIndeks Dominansi
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1 2 3 4 5 6 7
Stasiun Pengamatan
Nila
i Ind
eks
Indeks Keanekaragaman Indeks Keseragaman
Indeks Dominansi
Struktur komunitas bivalvia Sungai Simbat Struktur komunitas gastropoda Sungai Simbat
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Lampiran 14. Histogram kelimpahan relatif bivalvia dan gastropoda (%)
di Sungai Kerian dan Sungai Simbat.
A. Histogram kelimpahan relatif bivalvia (%)
B. Histogram Kelimpahan relatif gastropoda (%)
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
S. Kerian S. Simbat S. Kerian S. Simbat S. Kerian S. Simbat S. Kerian S. Simbat S. Kerian S. Simbat S. Kerian S. Simbat S. Kerian S. Simbat
1 2 3 4 5 6 7Stasiun Pengamatan
Per
sen
tase
( %
)
Cerithidea cingulata Terebralia palutris Cerithium cobelti Cerithium alveolum
Clypoemorus coralium Clypoemorus battilariaformis Cerithium columna Crepidula walshi
Pisania crocata Gyrineum gyrinum Fusinus Colus
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
S.Kerian
S.Simbat
S.Kerian
S.Simbat
S.Kerian
S.Simbat
S.Kerian
S.Simbat
S.Kerian
S.Simbat
S.Kerian
S.Simbat
S.Kerian
S.Simbat
1 2 3 4 5 6 7Stasiun Pengamatan
Per
sent
ase
(%)
Solen vaginalis Pholas sp Anadara antiquata Mactra violacea Trachycardium orbita Isognomon sp

Lampiran 15. Data pasang surut paruh bulan Juli 2007
TANGGAL
WAKTU PENGAMBILAN ( JAM )
JUMLAH RERATA0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00
7/8/2007 127 117 107 96 75 68 64 63 717 29.88
7/9/2007 68 72 84 98 98 100 105 110 119 118 118 120 126 134 138 130 128 118 110 95 85 70 56 59 2459 102.46
7/10/2007 65 73 85 93 109 112 118 112 110 108 99 100 103 110 109 108 108 104 96 81 74 60 55 49 2241 93.38
7/11/2007 51 75 81 109 116 123 125 126 129 116 116 114 110 115 120 125 118 115 110 98 78 67 58 56 2451 102.13
7/12/2007 60 68 81 100 115 124 134 138 130 128 120 110 112 104 106 101 100 100 98 99 89 78 63 49 2407 100.29
7/13/2007 66 70 80 91 100 115 125 134 132 130 126 120 112 107 100 98 95 82 94 90 89 83 76 68 2383 99.29
7/14/2007 63 69 83 91 108 110 128 134 140 137 133 129 123 118 110 103 93 88 85 82 75 71 73 69 2415 100.63
7/15/2007 63 67 83 95 98 108 127 130 140 142 143 138 137 122 110 106 100 91 85 83 79 71 70 64 2452 102.17
7/16/2007 64 74 91 99 105 114 123 129 135 140 142 146 140 132 124 116 105 90 84 80 77 72 70 66 2518 104.92
7/17/2007 67 63 67 86 102 106 118 132 132 145 148 154 148 144 132 128 115 107 90 80 74 70 75 60 2543 105.96
7/18/2007 65 70 79 68 75 112 123 135 135 146 144 153 148 141 140 130 128 120 93 95 88 85 80 75 2628 109.50
7/19/2007 83 78 72 78 94 113 120 128 135 133 139 140 145 146 132 135 120 108 100 90 78 74 78 63 2582 107.58
7/20/2007 70 77 86 93 100 110 119 123 130 134 136 138 134 136 130 122 123 120 104 90 80 73 79 83 2590 107.92
7/21/2007 89 81 83 91 100 108 126 136 137 131 136 131 136 133 133 123 125 128 132 113 111 95 89 91 2758 114.92
7/22/2007 80 82 90 112 117 120 125 135 135 138 120 125 125 123 125 121 121 110 106 104 97 92 87 85 2675 111.46
7/23/2007 87 85 96 111 105 115 121 121 127 127 113 116 114 110 108 111 1767 73.63
JUMLAH 37586 104.41
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Lampiran 16. Pola arus saat pasang menuju surut pada musim peralihan dari musim barat ke musim timur
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Lampiran 17. Pola arus saat surut menuju pasang pada musim peralihan dari musim barat ke musim timur
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Lampiran 18. Dokumentasi keadaan lokasi penelitian
Badan Sungai Kerian Muara Sungai Simbat Stasiun 5, 6 dan 7 Sungai Simbat
Stasiun 3 Sungai Kerian Kawasan mangrove Stasiun 1 dan 2 Sungai Kerian
Pertambakan dan perumahanStasiun 3 dan 4
dekat objek wisataPengerukan pelabuhan Kendal
Abrasi di sebelah timurSungai Simbat
Abrasi sebelah baratSungai Kerian
Pertambakan sebelah kananSungai Kerian
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Lampiran 19. Dokumentasi kegiatan dan peralatan penelitian
Pengayakan sampel di muara Pengambilan sampel di wilayah laut Bola Duga alat pengukur arus
Pengayakan sampel di atas perahu Pengayakan sampel di laut Peralatan sempling
Sampel biota dan subtrat dasar Biota hasil ayakan Pengukuran suhu
Pengukuran kedalaman dan kecerahan
Pengukuran morfologi sampel Identifikasi sempel
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Lampiran 20. Dokumentasi biota sempel
Famili Solenidea(Solen sp)
Famili Isognomonnidea(Isognomon sp)
Famili Pholadidea(Pholas sp)
Famili Mactridea(Mactra sp)
Famili Cardiidea(Trachycardium sp)
Famili Arcidea(Anadara sp)
Famili Fusciolariidea(Fusinus sp)
Famili Cerithiidea(Clypoemorus sp)
Famili Buccinidea(Pisania sp)
Famili Crepidulidea(Crepidula sp )
Family Cymatiidea(Gyrineum sp)
Famili Potamidea(Cerithidea sp)
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Lampiran 21. Klasifikasi Bivalvia
1. Superfamily: Solenacea (Razor & Jackknife Clams)
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Bivalvia
Subclass : Heterodonta
Order : Veneroida
Superfamily : Solenacea
Families : Solenidae & Cultellidae
Major Genera
Family: Solenidae
Genus: Solen
Family: Cultellidae
Genus: Cultellus
Genus: Ensis
Genus: Pharella
Genus: Siliqua, dll.
2. Family: Arcidae (Ark Clams)
Klasifikasi:
Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Bivalvia
Subclass : Pteriomorpha
Order : Arcoida
Superfamily : Arcacea
Family : Arcidae
Major Genera
Genus: Anadara (Mangrove Cockles)
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

3. Family: Cardiidae (Cockles)
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Bivalvia
Subclass : Pteriomorphia
Order : Veneroida
Superfamily : Cardiacea
Family : Cardiidae
Major Genera
Genus: Acanthocardia
Genus: Cardium
Genus: Cerastoderma
Genus: Parvicardium
Genus: Trachycardium, dll.
4. Family: Pholadidae (Piddocks)
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Bivalvia
Subclass : Heterodonta
Order : Myoida
Superfamily : Pholadacea
Family : Pholadidae
Major Genera
Genus: Barnea
Genus: Chaceia
Genus: Cyrtopleura
Genus: Martesia
Genus: Pholas
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

5. Family: Mactridae (Surf or Trough Clams, Mactras)
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Bivalvia
Subclass : Heterodonta
Order : Veneroida
Superfamily : Mactracea
Family : Mactridae
Major Genera
Genus: Anatina
Genus: Lutraria
Genus: Mactra
Genus: Mactrellona
Genus: Raeta
Genus: Rangia
Genus: Spisula
Genus: Tresus , dll.
6. Famili : Isognomonidea
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Bivalvia
Order : Pterioida
Family : Isognomonidea
Major Genera
Genus: Isognomon, dll.
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Lampiran 22. Klasifikasi Gastropoda
1. Family: Potamididae (Horn Shells)
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Gastropoda
Subclass : Prosobranchia
Order : Caenogastropoda
Superfamily : Cerithiacea
Family : Potamididae
Major Genera
Genus: Battilaria
Genus: Cerithidea
Genus: Faunus
Genus: Pirenella
Genus: Telescopium
Genus: Terebralia, dll.
2. Family: Cerithiidae (Ceriths)
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Gastropoda
Subclass : Prosobranchia
Order : Caenogastropoda
Superfamily : Cerithiacea
Family : Cerithiidae
Major Genera
Genus: Cerithium
Genus: Clypeomorus
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

3. Family: Crepidulidae (Calyptraeidae) Slipper Shells
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Gastropoda
Subclass : Prosobranchia
Order : Caenogastropoda
Superfamily : Crepidulacea
Family : Crepidulidae
Major Genera
Genus: Calyptraea
Genus: Cheilea
Genus: Crepipatella
Genus: Crepidula
Genus: Crucibulum, dll.
4. Family: Ranellidae (Cymatiidae) --Tritons, Trumpets
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Gastropoda
Subclass : Prosobranchia
Order : Caenogastropoda
Superfamily : Cymatiacea
Family : Ranellidae
Major Genera
Genus: Argobuccinum
Genus: Charonia
Genus: Cymatium
Genus: Fusitriton
Genus: Gyrineum, dll.
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

5. Family: Buccinidae Rafinesque,1815
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Mollusca
Class : Gastropoda
Subclass : Prosobranchia
Order : Neogastropoda
Family : Buccinidae
Major Genera
Genus Pisania
Genus Ancistrolepis
Genus Antillophos
Genus Bailya
Genus Bartschia
Genus Bathybuccinum
Genus Beringius
Genus Buccinum, dll.
6. Fasciolariidae (Tulips, Spindle Shells, Horse Conchs)
Klasifikasi
Class : Gastropoda
Subclass : Prosobranchia
Order : Caenogastropoda
Superfamily : Buccinacea
Family : Fasciolariidae
Major Genera
Genus: Fasciolaria
Genus: Fusinus
Genus: Latirus
Genus: Opeatostoma
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Lampiran 23. Metode penentuan jenis sedimen dasar
Tahap-tahap analisis ukuran butir sedimen yaitu sebagai berikut :
1. Sampel sedimen dikeringkan dibawah sinar matahari, kemudian
dilanjutkan dengan pengeringan dengan oven bersuhu 100%C selama 24
jam untuk menghilangkan kandungan air yang tersisa sehingga diperoleh
berat konstan
2. Sampel kemudian dihaluskan, dan ditimbang sebanyak 100 gram.
3. Sampel diayak dengan saringan bertingkat otomatis (Automatic sieve
shaker) dimulai dari ayakan dengan ukuran2 mm; 0,425 mm; 0,297 mm;
0,150 mm dan 0,063 mm. Pengayakan dilakukan selama 15 menit,
kemudian timbang sedimen yang tersisa pada masing-masing tingkat
saringan.
4. Sampel yang lolos saringan paling bawah ditimbang dan dipindahkan
dalam gelas ukur volume 1000 mL, dikocok hingga homogen untuk
dilakukan pemipetan.
Jarak dan waktu pemipetan menurut Buckman dan Brady (1982).
Diameter Jarak tenggelam (cm) Jam Menit Detik
0,0625 20 - - 58
0,0312 10 - 1 56
0,0156 10 - 7 44
0,0078 10 - 31 0
0,0039 10 2 3 0
5. Hasil Pemipetan ditaruh pada cawan yang sebelumnya sudah ditimbang
kemudian dioven pada suhu 1000 C, setelah kering ditimbang beratnya.
6. Setelah didapat berat tiap ukuran butir kemudian dihitung prosentase
beratnya, nilai prosentase tersebut diplotkan dalam grafik kumulatif
prosentase berat tertahan dan juga diplotkan dalam grafik tringular
sehingga akhirnya dapat diklasifikasikan jenis sedimen dasarnya.
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

Lampiran 24. Analisa Kandungan Bahan Organik
Analisa kandungan bahan organik dalam sedimen dilakukan dengan
metode pengabuan (Radojevic dan Bashkin, 1999). Prosedur analisa kandungan
bahan organik yaitu sebagai berikut :
1. Sampel sedimen yang telah dioven ditimbang sebanyak ± 10 gram dan
dimasukan kedalam cawan porselin yang telah ditimbang terlebih dahulu.
2. Sampel sedimen dalam cawan dimasukan dalam tanur pengabuan (furnace
muffle) pada suhu 5000C selama 4 jam.
3. Setelah dingin, cawan bersama sampel ditimbang untuk memperoleh berat
sedimen setelah pengabuan. Selisih berat sebelum pengabuan dan setelan
pengabuan merupakan kandungan bahan organik yang hilang.
4. Persentase kandungan bahan organik dalam sedimen dihitung dengan
menggunakan persamaan matematika sebagai beriut :
Berat awal sedimen – Berat akhir sedimenBahan Organik (%) = ´ 100%
Berat awal sedimen
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Utan, Sumbawa, pada tanggal 27 Juni
1984, anak pertama dari lima bersaudara dari pasangan Bp.
Abdul Gani SPd dan Ibu Har’in. Karier akademis penulis
dari Sekolah Dasar di SD Negeri 2 Utan, Sumbawa
kemudian dilanjutkan di SLTP 1 Utan, Sumbawa. Pada
tahun 2000 penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas
di SMA Negeri 5 Mataram NTB dan tamat pada tahun
2003. Penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro pada tahun 2003 melalui
Seleksi Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (PSSB).
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan,
diantaranya Kerohanian Islam (Al-Bahrain), dan Kelompok Selam Universitas
Diponegoro (UKSA 387). Penulis berpartisipasi aktif menjadi pengurus kedua
organisasi tersebut dengan keanggotan di Bidang Kederisasi Rohis Al – Bahrain
dan di bagian LITBANG Kelompok Selam UKSA-387. Penulis juga pernah
menjabat sebagai Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan (HMIK)
periode 2006 – 2007 serta berperan aktif dalam keanggotaan Himpunan
Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan Indonesia (HIMITEKINDO), Selain itu
juga terlibat dalam beberapa kepanitiaan kegiatan kerohanian, olah raga dan
koservasi alam seperti Training Kerohanian (TRIK Al-Bahrain), Pekan Olah Raga
Jurusan (POR) Mangrove Replant, Seminar Nasional Moluska Tahun 2007,
RAKERNAS HIMITEKINDO dan Seminar Nasional Pemberdayaan Pulau-Pulau
Kecil Tahun 2004 di IPB Bogor serta Diklat SAR 2004. Penulis juga pernah
melaksanakan working Experience di Loka Budidaya Laut Lombok, Nusa
Tenggara Barat bulan April hingga Mei 2005.
Saat penyusunan skripsi ini penulis masih tercatat sebagai mahasiswa
Jurusan Ilmu Kelautan FPIK Universitas Diponegoro.
M a r i n e S c i e n c e U N D I P . f i k _ m a r i n e @ y a h o o . c o . i d