STRUKTUR KERUANGAN PERIBADATAN UMAT ISLAM DI...

14
Antologi Pendidikan Geografi, Volume 1, Nomor 2, September 2013 | 1 STRUKTUR KERUANGAN PERIBADATAN UMAT ISLAM DI KELURAHAN ISOLA KECAMATAN SUKASARI KOTA BANDUNG Oleh 1 Faiz Urfan, 2 Enok Mayani, 3 Ahmad Yani Departemen Pendidikan Geografi FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia 1 [email protected] , 2 [email protected] , 3 [email protected] ABSTRAK Masjid adalah tempat ibadah yang berjumlah cukup banyak di Kelurahan Isola, yakni 12 masjid. Namun jumlah masjid yang banyak tidak menentukan jumlah jemaah yang banyak pula, sehingga ada masjid yang penuh ketika shalat berjamaah dan ada pula masjid yang sedikit jemaah ketika shalat berjamaah. Tentu ini menjadi sebuah masalah yang harus diteliti karena masjid merupakan salah satu tempat pelayanan di Kelurahan Isola yang mengindikasikan efektivitas pemanfaatan tata ruang kota. Penelitian ini memiliki satu variabel yaitu struktur keruangan peribadatan umat Islam di Kelurahan Isola. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan keruangan. Data yang digunakan merupakan data primer, data sekunder, dan data terestrial (data peta hasil survey lapangan). Populasi penelitian ini terbagi dua yaitu populasi masjid dan populasi jemaah masjid. Cara mengambil sampel pada populasi masjid adalah purposive sampling sementara pada populasi jemaah masjid adalah accidental sampling. Hasil dari penelitian ini adalah ketimpangan jumlah jemaah pada setiap masjid diakibatkan oleh pengelolaan setiap masjid yang berbeda-beda. Masjid Daarut Tauhiid memiliki posisi keruangan sebagai pusat pertumbuhan, Masjid Al-Furqan memiliki posisi keruangan sebagai sarana penunjang dari pusat pertumbuhan yang lain, yaitu Gedung Isola, sementara untuk masjid lain seperti Masjid Baetur Rohman dan Masjid Nurul Iman memiliki posisi keruangan yang saling lepas dengan sarana penunjang lain yang berada di sekitarnya. Kata kunci: Struktur Keruangan Masjid, Ketimpangan Jemaah.

Transcript of STRUKTUR KERUANGAN PERIBADATAN UMAT ISLAM DI...

Antologi Pendidikan Geografi, Volume 1, Nomor 2, September 2013 | 1

STRUKTUR KERUANGAN PERIBADATAN UMAT ISLAM DI KELURAHAN ISOLA KECAMATAN SUKASARI KOTA

BANDUNG

Oleh 1Faiz Urfan, 2Enok Mayani, 3Ahmad Yani

Departemen Pendidikan Geografi FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia [email protected] , [email protected] , [email protected]

ABSTRAK

Masjid adalah tempat ibadah yang berjumlah cukup banyak di Kelurahan Isola,

yakni 12 masjid. Namun jumlah masjid yang banyak tidak menentukan jumlah jemaah

yang banyak pula, sehingga ada masjid yang penuh ketika shalat berjamaah dan ada

pula masjid yang sedikit jemaah ketika shalat berjamaah. Tentu ini menjadi sebuah

masalah yang harus diteliti karena masjid merupakan salah satu tempat pelayanan di

Kelurahan Isola yang mengindikasikan efektivitas pemanfaatan tata ruang kota.

Penelitian ini memiliki satu variabel yaitu struktur keruangan peribadatan umat Islam

di Kelurahan Isola. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif dengan pendekatan keruangan. Data yang digunakan merupakan data primer,

data sekunder, dan data terestrial (data peta hasil survey lapangan). Populasi penelitian

ini terbagi dua yaitu populasi masjid dan populasi jemaah masjid. Cara mengambil

sampel pada populasi masjid adalah purposive sampling sementara pada populasi

jemaah masjid adalah accidental sampling. Hasil dari penelitian ini adalah

ketimpangan jumlah jemaah pada setiap masjid diakibatkan oleh pengelolaan setiap

masjid yang berbeda-beda. Masjid Daarut Tauhiid memiliki posisi keruangan sebagai

pusat pertumbuhan, Masjid Al-Furqan memiliki posisi keruangan sebagai sarana

penunjang dari pusat pertumbuhan yang lain, yaitu Gedung Isola, sementara untuk

masjid lain seperti Masjid Baetur Rohman dan Masjid Nurul Iman memiliki posisi

keruangan yang saling lepas dengan sarana penunjang lain yang berada di sekitarnya.

Kata kunci: Struktur Keruangan Masjid, Ketimpangan Jemaah.

2 | Faiz Urfan, dkk

Struktur Keruangan Tempat Peribadatan Umat Islam…

A. Pendahuluan

1. Latar Belakang

Keberadaan masjid merupakan

hal yang penting dalam menunjang

penyebaran ajaran-ajaran Islam. Selain

sifat masjid yang multifungsi bagi

masyarakat, masjid pun dapat menjadi

indikator keshalehan sosial masyarakat

sekitarnya. Masjid yang selalu penuh

pada waktu shalat fardhu

mengindikasikan tingkat pengamalan

ajaran Islam yang tinggi di masyarakat.

Namun faktanya, masjid seringkali hanya

diisi oleh para lansia yang memang sudah

menginginkan ketenangan dalam hidup

tanpa memikirkan masalah dunia.

Sementara para pemuda dan orang

dewasa sibuk dengan aktivitasnya

masing-masing. Masalah ketimpangan

jemaah diakibatkan oleh masjid yang

tidak dimakmurkan oleh penduduk

disekitarnya pernah dinyatakan oleh

Syahidin (2003: 93):

Banyaknya jumlah masjid yang

berdiri menandakan umat Islam

sangat bersemangat untuk

mendirikan masjid karena

meyakini hal tersebut adalah

sebuah kebaikan yang besar.

Namun semangat umat Islam

untuk membangun masjid tidak

diikuti dengan semangat untuk

memakmurkannya dengan

berbagai aktivitas ibadah.

Ruang adalah tempat manusia

hidup dan tanpa ruang manusia tidak

akan bisa hidup. Agar ruang tempat

manusia hidup selalu tersedia maka

manusia perlu memiliki wawasan

keruangan. Wawasan keruangan dapat

menumbuhkan sensitivitas pada manusia

terhadap keganjilan-keganjilan yang

terjadi akibat dari ketidakefektifan

pembangunan. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Sumaatmadja (1998: 4) yang

menyatakan bahwa,”Manusia wajib

memiliki wawasan keruangan, yaitu

kemampuan melihat dan menganalisis

perspektif ruang muka bumi, yang

meliputi perubahan serta

perkembangannya hari ini terutama di

hari-hari mendatang.”

Kelurahan Isola merupakan salah

satu kelurahan yang terletak di Kota

Bandung dan termasuk dalam wilayah

administratif Kecamatan Sukasari.

Kelurahan Isola memiliki 6 Rukun Warga

dan 29 Rukun Tetangga. Di dalamnya

terdapat 12 masjid yang tersebar di

seluruh wilayah kelurahan yang salah

satunya adalah Masjid Daarut Tauhiid.

Masjid berukuran sedang yang memiliki

daya jangkau begitu luas. Sementara

masjid lain tidak memiliki daya jangkau

Antologi Pendidikan Geografi, Volume 1, Nomor 2, September 2013 | 3

yang begitu besar, bahkan dengan ukuran

bangunan yang lebih besar.

Melihat fenomena ini, peneliti

merasa perlu melakukan sebuah

penelitian yang ditujukan untuk mencari

penyebab serta solusi untuk memecahkan

masalah ketimpangan jemaah di setiap

masjid. Ketika setiap masjid dapat

memenuhi ruang shalatnya dengan

jemaah pada waktu shalat fardhu, maka

secara tidak langsung pemanfaatan ruang

telah mencapai tahap optimalnya.

Berdasarkan latar belakang yang telah

diuraikan, peneliti bermaksud melakukan

sebuah penelitian yang berjudul

“Struktur Keruangan Peribadatan

Umat Islam di Kelurahan Isola

Kecamatan Sukasari Kota Bandung”.

2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini

adalah “Bagaimana struktur keruangan

setiap peribadatan umat Islam di

Keluarahan Isola?”

3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah,

“Menganalisis struktur keruangan

peribadatan umat Islam di Kelurahan

Isola.”

B. Tinjauan Pustaka

Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia 2010, kata ‘ruang’

diterjemahkan sebagai rongga yang tidak

terbatas dan tempat segala sesuatu ada.

Istilah ruang memang sudah tidak asing

lagi bagi masyarakat awam, namun tidak

semua orang mengetahui hakikat dari

ruang itu sendiri. Maryani (2012: 3)

menyebutkan bahwa, “Dalam

kesehariannya manusia sering

dihadapkan dalam berbagai hal yang

menyangkut masalah dan pertanyaan

tentang ruang.” Sebagai contoh,

seseorang yang akan melakukan sebuah

perjalanan ke Kota K akan dihadapkan

pada pertanyaan tentang ruang, “Dimana

Kota K itu?” dan “Bagaimana cara

mencapai Kota K?” Untuk menjawab

pertanyaan tersebut tentu manusia harus

menggunakan ilmu tentang ruang atau

setidaknya memiliki wawasan tentang

keruangan.

Adapun ilmu yang mempelajari

tentang ruang adalah Geografi.

Sebenarnya definisi Geografi

beranekaragam karena Geografi selalu

mengikuti perkembangan zaman. Namun

terdapat titik temu yang sama dari

berbagai definisi tersebut yaitu “…bumi

sebagai ruang huni bagi manusia”

4 | Faiz Urfan, dkk

Struktur Keruangan Tempat Peribadatan Umat Islam…

(Daldjoeni, 1978: 44). Artinya, titik temu

yang dimaksud adalah ruang sebagai

kajian utama Geografi. Hal ini diperkuat

dalam Seminar Lokakarya Ikatan

Geograf Indonesia di Semarang pada

tahun 1988 yang menyatakan bahwa,

‘Geografi adalah sebagai ilmu yang

mempelajari persamaan dan perbedaan

fenomena geosfer dengan sudut pandang

kewilayahan atau kelingkungan dalam

konteks keruangan’ (Pasya, 2012: 82).

Definisi tersebut menyatakan bahwa

ruang merupakan aspek utama dalalm

ilmu Geografi. “Sebagai ilmu yang

mempelajari tentang ruang, Geografi

mempelajari sesuatu hal yang terdapat di

permukaan bumi yang mempunyai arti

penting bagi manusia dalam upaya

meningkatkan kelangsungan hidupnya”

(Pasya, 2006: 85).

Gejala atau fenomena yang terjadi

di permukaan bumi tentu memiliki ciri

khasnya tersendiri, baik itu fenomena

sosial, ekonomi, bahkan agama.

Rubeinstein (1983: 161) menyatakan

bahwa, “We can utilize geographic

concepts to understand the religions

landscape. As one of the most important

characteristics of culture, religions

leaves a strong imprint on the

landscape.” Fenomena sosial keagamaan

memang memberikan dampak yang

cukup besar terhadap berbagai aspek

keruangan seperti persebaran kepadatan

penduduk penganut agama tertentu yang

juga berdampak pada persebaran

peribadatan. Namun hal yang dapat

diamati dalam fenomena sosial

keagaamaan adalah persebaran

peribadatan, karena peribadatan

merupakan pusat ajaran dari nilai-nilai

agama yang dianut penduduk setempat.

Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia 2010, kata struktur diartikan

sebagai susunan. Susunan berasal dari

kata susun yang merujuk kepada kata

kerja untuk menata kumpulan objek-

objek secara teratur. Jika digabungkan

dengan kata ruang maka dapat

disimpulkan bahwa struktur keruangan

merupakan susunan pola persebaran

suatu objek atau gejala di permukaan

bumi. Lebih jauh lagi, Abler, et al. (1971:

60) mengemukakan tentang makna dari

struktur keruangan.

Today, geographers are more

often interested in the internal

organization of a distribution, the

location of the elements of the

distributions with respect to each

other. This kind location is always

relative. Geographers frequently

talk about the “pattern” of a

distribution, using terms like

“dense,” “sparse,”

Antologi Pendidikan Geografi, Volume 1, Nomor 2, September 2013 | 5

“agglomerated,” “dispersed,”

and “linear.” The way these

terms simultaneously relate the

locations of the elements of a

distribution to each other and to

the entire distribution are subtle

but important. In recent years

internal relative location has

often been called “spatial

structure.”

Dari kutipan diatas, Abler

menegaskan bahwa struktur keruangan

atau spatial structure merupakan susunan

distribusi keruangan dari suatu objek.

Struktur keruangan suatu objek atau

gejala adalah kondisi lokasi relatif serta

hubungannya dengan objek atau gejala

lain yang serupa sehingga dapat

ditemukan pola persebarannya.

Kemudian Yunus (2010: 56)

menyatakan,”…dalam membahas

struktur keruangan yang menjadi tekanan

adalah kekhasan komposisi gejala yang

ada dalam ruang.”

Sementara itu, menurut Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 25

Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

disebutkan bahwa:

Struktur ruang adalah susunan

pusat-pusat permukiman dan

sistem jaringan prasarana dan

sarana yang berfungsi sebagai

pendukung kegiatan sosial

ekonomi masyarakat yang secara

hierarkis memiliki hubungan

fungsional.

Struktur keruangan masjid yang

optimal adalah struktur yang

menunjukkan keterkaitan masjid dengan

fasilitas lain yang mendukung fungsi

sekundernya. Maka dari itu masjid harus

berkaitan dengan fasilitas sosial

kemasyarakatan, fasilitas ekonomi,

fasilitas pendidikan, fasilitas politik dan

fasilitas pengembangan seni dan budaya

seperti yang tersaji pada Gambar 1.

6 | Faiz Urfan, dkk

Struktur Keruangan Tempat Peribadatan Umat Islam…

Gambar 1. Struktur keruangan masjid yang optimal.

(Sumber: Hasil Studi Literatur)

C. Metode Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah

Kelurahan Isola Kecamatan Sukasari

Kota Bandung. Penelitian ini

menggunakan metode deskriptif, yaitu

“…metode yang bermaksud membuat

pemeriaan (penyandaraan) secara

sistematis, faktual, dan akurat

mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat

populasi tertentu” (Usman dan Akbar,

2006: 4). Populasi penelitian terbagi

dalam dua kelompok yaitu populasi

masjid dan populasi jemaah masjid.

Populasi masjid yang terdiri dari 12

masjid di seluruh Kelurahan Isola akan

diambil sampelnya dengan

menggunakan teknik purposive

sampling. Adapun sampel masjid yang

akan diambil adalah Masjid Al-Furqan,

Masjid Daarut Tauhiid, Masjid

Baeturrohman dan Masjid Nurul Iman.

Sementara populasi jemaah masjid

akan diambil dengan menggunkan

teknik accidental sampling karena

populasi jemaah masjid yang datang ke

masjid untuk shalat berjamaah tidak

dapat diprediksi jumlahnya.

D. Hasil Penelitian

Masjid Al-Furqan merupakan

masjid yang berdaya-dukung tinggi

namun berdaya-jangkau yang kecil

Antologi Pendidikan Geografi, Volume 1, Nomor 2, September 2013 | 7

karena daya jangkaunya dibatasi oleh

kawasan kampus. Walaupun demikian

masjid ini sudah dapat menjalankan

fungsinya sebagai masjid kampus yaitu

dengan menghadirkan nilai-nilai

religius di kalangan civitas akademika

Universitas Pendidikan Indonesia

dengan berbagai kegiatan keagamaan

terutama Program Tutorial Pendidikan

Agama Islam.

Mayoritas jemaah yang datang

ke Masjid Al-Furqan merupakan

jemaah yang berstatus sebagai

mahasiswa atau berprofesi sebagai

dosen serta karyawan di lingkungan

UPI. Hal ini mengindikasikan bahwa

jemaah-jemaah tersebut tidak

menyengaja datang ke UPI untuk shalat

di Masjid Al-Furqan tetapi mereka

sengaja datang ke UPI untuk belajar

atau bekerja. Kemudian, waktu shalat

dengan jumlah jemaah yang paling

tinggi pun hanya waktu Dzuhur dan

Ashar sehingga terlihat bahwa jemaah

yang sholat di masjid ini memang

orang-orang yang terkait dengan

aktivitas akademik di kampus bukan

aktivitas agama di Masjid Al-Furqan.

Dari analisis data di atas dapat

disimpulkan bahwa Masjid Al-Furqan

bukanlah pusat atau inti dari

Universitas Pendidikan Indonesia,

sehingga fungsinya sedikit terhambat

sebagai pusat penyebaran ajaran Islam

di Kelurahan Isola. Hal ini disebabkan

karena daya tarik utama dari

Universitas Pendidikan Indonesia

adalah jurusan dan program studinya

yang pengelolaannya terpusat di

gedung rektorat atau Gedung Isola.

Dengan kata lain, responden

yang berdatangan ke Univeristas

Pendidikan Indonesia adalah orang-

orang yang tertarik oleh pengaruh

Gedung Isola dan menyengaja untuk

menuntut ilmu atau bekerja, bukan

untuk menunaikan shalat di Masjid Al-

Furqan. Sementara Masjid Al-Furqan

adalah salah satu sarana penunjang

untuk menciptakan suasana yang telah

dijadikan motto UPI yaitu “Edukatif,

Ilmiah, dan Religius”. Kegiatan-

kegiatan keagamaan yang dilaksanakan

oleh DKM Al-Furqan pun harus

didasarkan oleh instruksi dan

persetujuan dari Rektor UPI.

8 | Faiz Urfan, dkk

Struktur Keruangan Tempat Peribadatan Umat Islam…

Gambar 2. Peta Persebaran Masjid Kelurahan Isola

Antologi Pendidikan Geografi, Volume 1, Nomor 2, September 2013 | 9

Hal ini memperkuat argumen

bahwa Masjid Al-Furqan adalah

fasilitas penunjang pendidikan di

lingkungan Universitas Pendidikan

Indonesia yang menginduk pada

kebijkan yang keluar dari Gedung

Isola. Gambaran yang lebih jelas ada

pada Gambar 3.

Dari Gambar 3 dapat dilihat

bahwa Gedung Isola merupakan pusat

pertumbuhan yang memiliki jangkauan

daya dukung tersendiri. Selain itu

adapula range yang menunjukkan jarak

yang bersedia ditempuh seseorang

untuk kuliah disana, karena dahulu

perkuliahan diadakan di Gedung Isola

ketika UPI masih bernama PTPG.

Threshold menunjukkan jumlah

populasi minimum di sekitar Gedung

Isola untuk mendukung keberlanjutan

UPI sebagai Lembaga Pendidikan

Tinggi Keguruan (LPTK) Kemudian

beberapa puluh tahun kemudian, UPI

terus mengembangkan sarana

penunjang pendidikan hingga sebesar

saat ini yang salah satunya Masjid Al-

Furqan. Dengan bertambahnya sarana

penunjang tersebut maka daya tarik

UPI pun semakin besar. Semakin besar

daya tarik maka semakin luas daya

jangkaunya yang juga berarti orang-

orang akan rela menempuh jarak yang

sangat jauh untuk berkuliah disini.

Terbukti dengan adanya mahasiswa

dari luar Pulau Jawa bahkan luar negeri

yang datang ke UPI. Threshold yang

ada pun semakin bertambah, hal ini

dapat dilihat dari kepadatan penduduk

yang semakin bertambah dari awal

PTPG dibuka hingga berubah menjadi

UPI.

Masjid Daarut Tauhiid adalah

masjid yang sudah dikenal oleh

masyarakat luas. Dengan daya dukung

yang lebih kecil dibanding Masjid Al-

Furqan, Masjid Daarut Tauhiid

memiliki daya jangkau yang lebih besar

dibanding Masjid Al-Furqan. Penyebab

dari hal ini adalah Masjid Daarut

Tauhiid memiliki jemaah yang

berstatus sebagai santri Pondok

Pesantren Daarut Tauhiid. Santri-santri

tersebut dididik secara intensif di dalam

masjid dan dibiasakan untuk selalu

menunaikan shalat berjamaah tepat

waktu. Selain itu, Masjid Daarut

Tauhiid merupakan model masjid yang

10 | Faiz Urfan, dkk

Struktur Keruangan Tempat Peribadatan Umat Islam…

sesuai dengan pendapat Rifa’i (2005:

45-46) dalam Firdaus (2011: 74), yang

mengatakan bahwa,”…terdapat dua

fungsi masjid yaitu fungsi primer dan

fungsi sekunder.”

(A) (B)

Gambar 3. Gedung Isola sebagai pusat pertumbuhan Universitas Pendidikan Indonesia (A), Gedung

Isola memperluas daya jangkaunya dengan menambahkan berbagai macam sarana pendukung yang

salah satunya Masjid Al-Furqan (B).

(Sumber: Hasil Analisis Data Penelitian 2013)

Masjid Daarut Tauhiid

menjalankan fungsi sekundernya

dengan sangat baik ditambah dengan

daya tarik Aa Gym sehingga fungsi

primernya pun berjalan dengan baik.

Dapat dikatakan bahwa jumlah jemaah

yang shalat fardhu berjamaah

mengindikasikan keberhasilan DKM

dalam mengelola masjidnya sebagai

pusat kebudayaan dan ilmu

pengetahuan agama Islam.

Selain itu, terdapat fasilitas

penunjang yang berkontribusi terhadap

banyaknya jumlah jemaah di Masjid

Daarut Tauhiid. Adapun fasilitas

penunjang tersebut sepert SMM DT

(mini market), K-Pe Sehat (klinik),

SMP dan SMK DT, DPU DT (badan

amil zakat) dan tentunya pondok

pesantren berupa asrama santri dan

santriyah. Semua fasilitas tersebut

mendukung terhadap kemajuan Masjid

Daarut Tauhiid hingga sukses dan

Antologi Pendidikan Geografi, Volume 1, Nomor 2, September 2013 | 11

sepopuler saat ini. Kesimpulannya,

Masjid Daarut Tauhiid merupakan

pusat dari kawasan Pondok Pesantren

Daarut Tauhiid.

Gambar 4 (A) menunjukkan

Masjid Daarut Tauhiid pada awal

keberadaannya yang waktu itu masih

berupa masjid biasa. Dengan daya

jangkau yang kecil, range yang pendek,

serta threshold yang rendah. Seiring

berjalannya waktu, Masjid Daarut

Tauhiid pun terus mengembangkan

dirinya sebagai sebuah pondok

pesantren yang memiliki banyak sarana

penunjang, khususnya untuk kehidupan

santri-santrinya. Kini Masjid Daarut

Tauhiid berada di bawah naungan

Yayasan Daarut Tauhiid namun tetap

menjadi pusat pertumbuhan pondok

pesantren. Sarana penunjang pun

tergolong lengkap, mulai dari sarana

pendidikan, ekonomi, hingga

kesehatan. Akhirnya, daya jangkau

Masjid Daarut Tauhiid pun dapat

meningkatkan daya jangkaunya seperti

saat ini (Gambar 4 (B)).

Berbeda halnya dengan Masjid

Baetur Rohman dan Masjid Nurul

Iman. Kedua masjid ini memiliki

karakteristik keruangan yang berbeda

dari dua masjid sebelumnya. Masjid

Baetur Rohman dan Masjid Nurul Iman

merupakan masjid yang berada di

tengah-tengah permukiman dan tidak

berperan sebagai pusat pertumbuhan.

Kedua masjid ini berfungsi hanya

sebagai tempat shalat dan ibadah

lainnya sehingga daya tariknya kecil

yang berakibat pada sempitnya daya

jangkau. Di sekitar masjid pun tidak

ada sarana penunjang yang dapat

memperluas daya jangkaunya.

Tidak seperti Masjid Daarut

Tauhiid yang berperan sebagai pusat

pertumbuhan dan memiliki keterkaitan

dengan bangunan-bangunan lainnya.

Masjid Baetur Rohman dan Masjid

Nurul Iman tidak memiliki keterkaitan

dengan bangunan-bangunan

sekitarnya. Hal ini diperkuat oleh

motivasi semua responden yang

menyatakan bahwa mereka datang ke

masjid-masjid ini karena jaraknya yang

dekat.

12 | Faiz Urfan, dkk

Struktur Keruangan Tempat Peribadatan Umat Islam…

(A) (B)

Gambar 4. Masjid Daarut Tauhiid sebagai sebuah masjid biasa memiliki daya jangkau yang sempit

(A). Setelah beberapa tahun Masjid Daarut Tauhiid berkembang menjadi sebuah pondok pesantren

dengan berbagai sarana penunjang yang menambah luasan daya jangkau masjid tersebut (B).

(Sumber: Hasil Analisis Data Penelitian 2013)

(A)

(B)

Gambar 5. Struktur keruangan Masjid Baetur Rohman(A), Struktur Keruangan Masjid Nurul Iman(B).

(Sumber: Hasil Analisis Data Penelitian 2013)

Antologi Pendidikan Geografi, Volume 1, Nomor 2, September 2013 | 13

Tidak ada motivasi lain seperti karena

pekerjaan, karena kajian agama yang

baik atau bahkan karena kebersihan

masjid yang baik. Kedatangan mereka

semata-mata karena ingin shalat

berjamaah di masjid yang dekat.

Kemudian kedua masjid ini

memiliki pengelolaan yang tidak sebaik

pengelolaan Masjid Daarut Tauhiid

maupun Masjid Al-Furqan. Hal ini

berakibat pada tidak berjalannya fungsi

sekunder masjid. Faktor ini pun

mengakibatkan terhambatnya

perluasan daya jangkau oleh kedua

masjid tersebut sehingga jumlah

jemaah yang tertarik untuk shalat di

masjid ini paling sedikit dibanding dua

sampel masjid yang lain. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5.

E. Kesimpulan

Masjid Daarut Tauhiid

memiliki daya jangkau yang lebih besar

daripada Masjid Al-Furqan sekalipun

daya dukungnya lebih kecil. Hal ini

dikarenakan Masjid Daarut Tauhiid

merupakan pusat pertumbuhan dari

Pondok Pesantren Daarut Tauhiid.

Artinya, fasilitas apapun yang dibangun

di kawasan pondok pesantren adalah

usaha untuk menambah kapasitas

pelayanan masjid yang berakibat pada

meningkatnya jumlah jemaah.

Sementara Masjid Al-Furqan

merupakan salah satu sarana penunjang

pendidikan di Universitas Pendidikan

Indonesia. Pusat pertumbuhan dari UPI

bukanlah Masjid Al-Furqan melainkan

Gedung Isola. Artinya, bagi UPI

kemakmuran Masjid Al-Furqan

bukanlah tujuan utama. Kemakmuran

masjid sepenuhnya menjadi wewenang

DKM Al-Furqan.

Dua masjid lainnya yaitu

Masjid Baetur Rohman dan Masjid

Nurul Iman memiliki struktur

keruangan yang sama, yaitu daya

jangkau yang sempit serta berada di

tengah-tengah permukiman. Hal ini

dikarenakan kedua masjid tersebut

bukanlah pusat pertumbuhan dan bukan

pula fasilitas penunjang yang

digunakan oleh pusat pertumbuhan.

Kedua masjid ini hanya berfungsi

sebagai tempat shalat dan mengkaji

ilmu-ilmu agama sehingga tidak

memiliki daya tarik yang lebih besar

14 | Faiz Urfan, dkk

Struktur Keruangan Tempat Peribadatan Umat Islam…

dibanding Masjid Al-Furqan dan

Masjid Daarut Tauhiid.

DAFTAR PUSTAKA

Abler, Ronald. Adam, John. S dan

Gould, Peter. (1971). Spatial

Organization: The geographer’s

View of The World. New Jersey:

Prentice-Hall, Inc.

Maryani, Enok. (2010). Dimensi

Geografi dalam Kepariwisataan

dan Relevansinya dengan Dunia

Pendidikan. Pidato Pengukuhan

Guru Besar di Jurusan Pendidikan

Geografi FPIPS UPI Bandung:

Tidak diterbitkan.

Pasya, Gurniwan. K. (2006). Geografi:

Pemahaman Konsep dan

Metodologi. Buana Nusantara:

Bandung.

Republik Indonesia. (2007). Undang-

undang Republik Indonesia

Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Penataan Ruang. Jakarta:

Sekretariat Negara

Rubeinstein, James. M. (1983). The

Cultural Landscape: An

Introduction to Human

Geography. Ohio: Merril

Publishing Company.

Sumaatmadja, Nursid. (1998). Manusia

dalam Konteks Sosial, Budaya

dan Lingkungan Hidup. Alfabeta:

Bandung.

Syahidin M.Pd. (2003). Pemberdayaan

Umat Berbasis Masjid. Bandung:

Alfabeta.

Yunus, Hadi. S. (2010). Metodologi

Penelitian Wilayah Kontemporer.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.