stroke non hemoragik

45
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan penyebab kecacatan utama baik di nergara maju maupun negara yang sedang berkembang. Stroke juga diperkirakan mengakibatkan 134.000 kematian setiap tahunnya dan menjadi penyebab kematian ke 3 setelah penyakit jantung dan kanker di Amerika (Lloyd et al., 2009). Menurut data di Amerika Serikat sekitar 795.000 orang mengalami stroke setiap tahunnya, 610.000 orang mengalami serangan pertama dan 6,4 juta orang amerika yang bertahan hidup pasca serangan stroke. Pada tahun 1988 sampai 1997 menurut umur yang telah

description

skrips

Transcript of stroke non hemoragik

Page 1: stroke non hemoragik

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stroke merupakan penyebab kecacatan utama baik di nergara maju maupun

negara yang sedang berkembang. Stroke juga diperkirakan mengakibatkan

134.000 kematian setiap tahunnya dan menjadi penyebab kematian ke 3

setelah penyakit jantung dan kanker di Amerika (Lloyd et al., 2009).

Menurut data di Amerika Serikat sekitar 795.000 orang mengalami stroke

setiap tahunnya, 610.000 orang mengalami serangan pertama dan 6,4 juta

orang amerika yang bertahan hidup pasca serangan stroke. Pada tahun 1988

sampai 1997 menurut umur yang telah disesuaikan, penderita stroke yang

dirawat inap meningkat 18,6% (sebanyak 560 per 10.000 dan 640 per

10.000),sementara jumlah total pasien stroke yang dirawat inap meningkat

38,6% (dari 592.811 menjadi 821.760) setahun (Fang, 2001).

Setiap 45 detik ada penderita stroke baru, dan setiap 3,1 menit meninggal

karena stroke. Kemajuan telah dibuat dalam mengurangi kematian akibat

stroke. American Heart Association, menetapkan sasaran penurunan angka

Page 2: stroke non hemoragik

2

kematian penyakit kardiovaskular dan stroke sebanyak 25% dalam kurun

waktu 10 tahun. Antara tahun 1996 dan 2006 terjadi penurunan angka

kematian akibat stroke 33,5% yaitu menjadi 18,4%. Tujuan penurunan 25%

telah tercapai pada tahun 2008, meskipun ada penurunan angka kematian

akibat stroke, angka kejadian stroke meningkat (Brown, 2006).

Stroke juga penyebab utama kecacatan jangka panjang, dimana 20% pasien

yang bertahan hidup memerlukan perawatan jangka panjang, dan setelah 3

bulan sekitar 15%-30% menjadi cacat permanen. Stroke tidak hanya

mengubah kehidupan si penderita, tapi juga keluarganya, karena berdampak

kepada kematian dan kecacatan, serta tingginya biaya yang harus dikeluarkan

(Adams et al., 2009). Sejumlah kasus belakangan ini menyerang bukan hanya

kelompok usia di atas 50 tahun, melainkan juga kelompok usia produktif yang

menjadi tulang punggung keluarga, bahkan dalam sejumlah kasus penderita

penyakit tersebut berusia di bawah 30 tahun (Junaidi, 2006). Hal ini akan

berdampak terhadap menurunnya tingkat produktifitas serta dapat

mengakibatkan terganggunya sosial ekonomi keluarga (Yayasan Stroke

Indonesia, 2008). Pada tahun 2010 di Amerika Serikat total biaya yang

dikeluarkan mencapai USD 73,7 miliar (biaya langsung dan tidak langsung),

diperkirakan rata-rata biaya yang dikeluarkan penderita stroke USD 140.048

(Lloyd et al., 2009).

Page 3: stroke non hemoragik

3

Di Indonesia belum ada data epidemiologi tentang stroke yang lengkap, tetapi

proporsi pasien stroke dari tahun ke tahun cenderung meningkat, terlihat dari

laporan Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI diberbagai rumah sakit

di 27 provinsi di Indonesia, yang menunjukkan terjadinya peningkatan antara

1984 sampai 1986, dari 0,72 per 100 pasien pada tahun 1984 menjadi 0,89 per

100 pasien pada tahun 1986 (Hariyono, 2004). Di Indonesia diperkirakan

setiap tahun 500.000 penduduk terkena serangan stroke, dan sekitar 25% atau

125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat ringan sampai berat.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2005 mencatat bahwa kasus

tertinggi stroke terdapat di Kota Semarang yaitu sebesar 4.516 (17,36%)

dibanding dengan jumlah keseluruhan kasus stroke dikabupaten atau kota lain

di Jawa Tengah. Dikatakan bahwa hal ini mengalami peningkatan apabila

dibandingkan dengan kasus yang terjadi pada tahun 2004 yaitu 3.986 kasus

(17,11%).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Widjaja (2000) di Indonesia

menemukan 60,7% penderita stroke disebabkan oleh stroke non hemoragik

sedangkan 36,6% karena stroke hemoragik. Stroke trombotik paling banyak

terdapat (58,3%), disusul oleh perdarahan intraserebral (PIS) (35,6%). Emboli

dan perdarahan subaraknoidal hanya sedikit sekali 2,4% dan 1%. Usia kurang

dari 45 tahun lebih jarang terkena (15,9%) dari pada usia lebih dari 45 tahun

(84,1%), sedangkan laki-laki (63,5%) lebih banyak terkena dari pada wanita

(36,5%). Angka kematian dari seluruh stroke (32,1%) dan merupakan

Page 4: stroke non hemoragik

4

penyebab kematian nomer dua setelah meningoensefalitis (59,5%). Faktor

risiko stroke paling banyak karena hipertensi (81,7%) dan diabetes mellitus

(66,7%). Pada pemeriksaan anamnesis, hipertensi hanya terdapat pada

(66,7%) kasus. Sedangkan gangguan peredaran darah otak sepintas (GPDOS)

sebanyak (47,4%) hanya terdapat pada trombosis serebri. Pada emboli, PIS

dan PSA tak terdapat riwayat GPDOS sebelumnya. Pada stroke emboli 86,7%

disebabkan oleh fibrilasi atrial dan infark jantung lama, selebihnya tak

diketahui penyebabnya (Harsono, 2005).

Pencegahan stroke terdiri dari pencegahan primer dan sekunder. Pencegahan

primer sangat penting karena >77% dari stroke adalah serangan pertama

(Ferguson et al., 2009). Di Inggris, angka kejadian stroke berkurang 40%

dalam kurun waktu 20 tahun dengan cara preventif dengan mengontrol faktor

risiko (Goldstein et al., 2006). Faktor risiko stroke di bagi menjadi 3, yaitu

faktor risiko yang tidak dapat dikontrol (Nonmodifiable), faktor risiko yang

dapat dikontrol (modifiable) dan berpotensi dapat dikontrol (Potential

modifiable) (Sacco et al., 2011). Penelitian di Inggris menyebutkan bahwa

pencegahan yang paling mudah dengan mengubah gaya hidup menjadi lebih

sehat, akan menurunkan risiko stroke pertama menjadi 80%, dibanding orang-

orang yang tidak mengubah gaya hidupnya (Chiuve et al., 2008).

Seseorang yang pernah terserang stroke mempunyai kecenderungan lebih

besar akan mengalami serangan stroke berulang, terutama bila faktor risiko

Page 5: stroke non hemoragik

5

yang ada tidak ditanggulangi dengan baik, karena itu perlu diupayakan

prevensi sekunder yang meliputi gaya hidup sehat dan pengendalian faktor

risiko (Caplan, 2009).

Page 6: stroke non hemoragik

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Stroke

Definisi stroke menurut WHO Monica Project adalah manifestasi klinis dari

gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh yang berlangsung

dengan cepat, lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan kematian, tanpa

ditemukan penyebab selain dari pada gangguan vaskular (Junaidi, 2006).

B. Klasifikasi Stroke

Stroke diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Berdasarkan kelainan patologis

a. Stroke hemoragik

1) Perdarahan intra serebral

2) Perdarahan ekstra serebral

b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)

1) Stroke akibat trombosis serebri

2) Emboli serebri

3) Hipoperfusi sistemik

2. Berdasarkan waktu terjadinya

Page 7: stroke non hemoragik

7

1) Transient Ischemic Attack (TIA)

2) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)

3) Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke

4) Completed stroke

3. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler

1) Sistem karotis

a. Motorik : hemiparesis kontralateral, disartria

b. Sensorik : hemiparestesi kontralateral, parestesia

c. Gangguan visual : hemianopsia homonim kontralateral,

amaurosis fugaks

d. Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia

2) Sistem vertebrobasiler

a. Motorik : hemiparesis alternan, disartria

b. Sensorik : hemihipestesi alternans, parestesia

c. Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo,diplopia

(Christopher, 2007).

C. Epidemiologi

Data di Indonesia menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus stroke baik

dalam hal kematian, kejadian, maupun kecacatan. Angka kematian

berdasarkan umur adalah sebesar 15,9% (umur 45-55 tahun) dan 26,8% (umur

55-64 tahun) dan 23,5% (umur >65 tahun) (Depkes, 2008). Insidensi

Page 8: stroke non hemoragik

8

kecacatan stroke sebesar 51,6/100.000 penduduk dan 1,6% kecacatan tidak

berubah dan 4,3% semakin memberat. Penderita laki-laki lebih banyak dari

pada perempuan, dan profil usia dibawah 45 tahun sebesar 11,8%, usia 45-64

tahun 54,2% dan usia diatas 65 tahun sebesar 33,5% (Misbach, 2007).

Proporsi stroke menurut jenis patologis adalah 74% stroke infark, 24% stroke

perdarahan intraserebral, dan 2% stroke perdarahan subarakhnoid (Lamsudin,

2007).

Di Amerika Serikat, perbandingan stroke antara pria dan wanita yakni 1,2 : 1

serta perbandingan stroke antara kulit hitam dan kulit putih yakni 1,8 : 1.

D. Faktor Risiko

Faktor risiko adalah karakteristik, tanda atau kumpulan penyakit yang diderita

induvidu yang mana secara statistik  berhubungan dengan peningkatan

kejadian kasus baru berikutnya (beberapa induvidu lain pada suatu kelompok

masyarakat (Bustam, 2002).

Menurut American Stroke Association faktor risiko stroke di bagi menjadi 3,

yaitu faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, faktor risiko yang dapat

dimodifikasi, dan berpotensi dimodifikasi. Faktor yang tidak dapat

dimodifikasi meliputi usia, jenis kelamin, berat lahir rendah, ras/etnik, dan

faktor genetik. Faktor yang dapat dimodifikasi meliputi hipertensi, diabetes,

Page 9: stroke non hemoragik

9

merokok, penyakit Jantung/Atrial Fibrilasi, kenaikan kadar kolesterol/lemak

darah, penyempitan pembuluh darah karotis , gejala Sickle Cell, penggunaan

terapi sulih hormon, diet dan nutrisi, latihan fisik, kegemukan/obesitas.

Sedangkan faktor resiko yang berpotensi dimodifikasi antara lain migrain,

sindrom metabolik, konsumsi alkohol berlebihan, drug abuse/narkoba,

pemakaian obat kontrasepsi oral, gangguan tidur, kenaikan homocysteinemia,

kenaikan lipoprotein (a), hypercoagubility, peradangan (Goldstein et al.,

2011).

I. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi

1. Umur

Kemunduran sistem pembuluh darah meningkat seiring dengan

bertambahnya usia hingga makin bertambah usia makin tinggi

kemungkinan mendapat stroke. Pada uji statistik faktor ini menjadi 2x

lipat setelah usia 55 tahun (Goldstein et al., 2011).

2. Jenis kelamin.

Stroke diketahui lebih banyak laki‐laki dibanding perempuan. Kecuali

umur 35–44 tahun dan diatas 85 tahun, lebih banyak diderita

perempuan. Hal ini diperkirakan karena pemakaian obat‐obat

kontrasepsi dan usia harapan hidup perempuan yang lebih tinggi

dibanding laki‐laki (Goldstein et al., 2011).

Page 10: stroke non hemoragik

10

3. Berat Lahir Yang Rendah

Penelitian di Inggris menunjukkan orang-orang dengan berat badan

lahir rendah angka kejadian stroke lebih tinggi dibanding orang yang

lahir dengan berat normal. Namun bagaimana hubungan antara

keduanya belum diketahui secara pasti (Goldstein et al., 2011).

4. Ras

Penduduk Afro‐Amerika dan Hispanic‐Amerika berpotensi stroke lebih

tinggi dibanding Eropa‐Amerika. Pada penelitian penyakit

arterosklerosis terlihat bahwa penduduk kulit hitam mendapat serangan

stroke 38% lebih tinggi dibanding kulit putih (Goldstein et al., 2011).

5. Faktor Keturunan

Adanya riwayat stroke pada generasi sebelumnya menaikkan faktor

risiko stroke. Hal ini diperkirakan melalui beberapa mekanisme antara

lain :

a. Faktor genetik

b. Faktor life style

c. Penyakit‐penyakit yang ditemukan

d. Interaksi antara yang tersebut diatas

e. Kelainan Pembuluh Darah Bawaan : sering tak diketahui sebelum

Page 11: stroke non hemoragik

11

terjadi stroke (Goldstein et al., 2011).

II. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi

a. Hipertensi

Tekanan darah terdiri dari 2 komponen : sistolik dan diastolik. Bila

tekanan sistolik di atas 160mmHg dan tekanan diastolik lebih dari

90mmHg, maka dapat berpotensi menimbulkan serangan CVD, terlebih

bila telah berjalan selama bertahun-tahun. Hipertensi merupakan faktor

risiko utama yang dapat mengakibatkan pecahnya maupun

menyempitnya pembuluh darah otak. Pecahnya pembuluh darah otak

akan menimbulkan perdarahan, akan sangat fatal bila terjadi interupsi

aliran darah ke bagian distal, di samping itu darah ekstravasal akan

tertimbun sehingga akan menimbulkan tekanan intrakranial yang

meningkat, sedangkan menyempitnya pembuluh darah otak akan

menimbulkan terganggunya aliran darah ke otak dan sel-sel otak akan

mengalami kematian (Nurhidayat et al., 2008).

Hipertensi akan meningkatkan beban jantung yang membuat dinding

jantung menjadi semakin membesar dan akhirnya melemah, tekanan

darah tinggi yang terus menerus akan menyebabkan kerusakan sistem

pembuluh darah arteri secara perlahan dengan mengalami proses

pengerasan yang diperberat oleh adanya peningkatan lipid, akhirnya

lumen pembuluh darah arteri akan menyempit dan aliran darah

Page 12: stroke non hemoragik

12

berkurang bahkan bisa berhenti, dan dapat menyebabkan kerusakan

jantung dan stroke (Sargowo. 2003)

Hipertensi adalah faktor risiko paling penting untuk stroke. Hipertensi

menyebabkan lesi arteri intraserebral dan ekstraserebral yang berbeda-

beda. Hipertensi menyebabkan tiga tipe perubahan vaskuler: adaptasi

struktur kompensasi, perubahan degenerasi vaskuler, dan munculnya

faktor risiko lain.

Makin tinggi tekanan darah makin tinggi kemungkinan terjadinya

stroke, baik perdarahan maupun bukan (Goldstein et al., 2011).

b. Merokok

Efek rokok adalah menyebabkan beban miokard bertambah karena

rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya konsumsi O2 akibat

inhalasi CO atau dengan perkataan lain dapat menyebabkan takikardi,

vasokonstriksi pembuluh darah, merubah permeabilitas dinding

pembuluh darah dan merubah 5-10% Hb menjadi carboksi-Hb.

Disamping itu rokok dapat menurunkan kadar HDL kolesterol tetapi

mekanismenya belum jelas. Makin banyak jumlah rokok yang diisap,

kadar HDL kolesterol makin menurun. Perempuan yang merokok

penurunan kadar HDL kolesterolnya lebih besar dibandingkan laki-

laki perokok. Merokok juga dapat meningkatkan tipe IV hiperlipidemi

dan hipertrigliserid, pembentukan platelet yang abnormal pada

Page 13: stroke non hemoragik

13

diabetes disertai obesitas dan hipertensi sehingga orang yang perokok

cenderung lebih mudah terjadi proses aterosklerosis daripada yang

bukan perokok. Apabila berhenti merokok penurunan risiko PJK akan

berkurang 50% pada akhir tahun pertama setelah berhenti merokok

dan kembali seperti yang tidak merokok setelah berhenti merokok 10

tahun. Dall & Peto 1976 mendapatkan risiko infark akan turun 50%

dalam waktu 5 tahun setelah berhenti merokok (Anwar, 2004).

Penelitian lain menunjukkan bahwa merokok merupakan faktor risiko

terjadinya stroke, terutama dalam kombinasi dengan faktor risiko yang

lain misal pada kombinasi merokok dan pemakaian obat kontrasepsi .

Hal ini juga ditunjukkan pada perokok pasif. Merokok meningkatkan

terjadinya trombus, karena terjadinya arterosklerosis (Goldstein et al.,

2011).

c. Diabetes

Penebalan dinding pembuluh darah otak yang berukuran besar dapat

disebabkan oleh diabetes mellitus, penebalan ini akan berakibat

terjadinya penyempitan lumen pembuluh darah sehingga akan

mengganggu aliran darah serebral dengan akibat terjadinya iskemia

dan infark. (Nurhidayat et al, 2008). Tingginya gula darah sangat erat

hubungannya dengan obesitas,hipertensi, dan dislipid, gula darah yang

meninggi akan mengakibatkan kerusakan lapisan endotel pembuluh

darah yang berlangsung secara cepat dan progresif (Sargowo,2003)

Page 14: stroke non hemoragik

14

Penderita diabetes cenderung menderita arterosklerosis dan

meningkatkan terjadinya hipertensi, kegemukan dan kenaikan lemak

darah. Kombinasi hipertensi dan diabetes sangat menaikkan

komplikasi diabetes termasuk stroke. Pengendalian diabetes sangat

menurunkan terjadinya stroke (Goldstein et al., 2011).

d. Penyakit Jantung/Atrial Fibrilation

Penderita penyakit katup jantung dengan atau tanpa atrium fibrilasi

membutuhkan obat pengencer darah. Atrium fibrilasi apapun

penyebabnya dapat menyebabkan terjadinya emboli atau jendalan

darah yang memicu terjadinya suatu stroke (Goldstein et al., 2011).

e. Kenaikan Kadar Kolesterol

Penelitian menunjukkan angka stroke meningkat pada pasien dengan

kadar kolesterol diatas 240mg%. Setiap kenaikan 38,7mg%

menaikkan angka stroke 25%. Sedangkan kenaikan HDL 1 mmol

(38,7mg%) menurunkan terjadinya stroke setinggi 47%. Demikian

juga kenaikan trigliserid menaikkan jumlah terjadinya stroke.

Pemberian obat‐obat anti kolesterol jenis statin sangat menurunkan

terjadinya stroke (Goldstein et al., 2011). Menurut Djoko (2007)

dislipidemia adalah salah satu faktor risiko stroke non hemoragik yang

merupakan suatu kelainan lipid yang ditandai oleh kelainan

(peningkatan maupun penurunan) fraksi lipid dalam plasma. Kelainan

Page 15: stroke non hemoragik

15

fraksi lipid yang utama adalah kadar kolesterol yang tinggi, kadar

trigliserida yang tinggi dan kadar HDL kolesterol yang rendah.

f. Penyempitan Pembuluh Darah Karotis

Pembuluh darah karotis berasal dari pembuluh darah jantung yang

menuju ke otak dan dapat diraba pada leher. Penyempitan pembuluh

darah ini kadang‐kadang tak menimbulkan gejala dan hanya diketahui

dengan pemeriksaan. Penyempitan >50% ditemukan pada 7% pasien

laki‐laki dan 5% pada perempuan pada umur diatas 65 tahun.

Pemberian obat‐obat aspirin dapat mengurangi insidensi terjadinya

stroke, namun pada beberapa pasien dianjurkan dikerjakan carotid

endarterectomy (Josephson, 2010).

g. Gejala Sickle Cell

Penyakit ini diturunkan, kadang‐kadang tanpa gejala apapun.

Beberapa menunjukkan gejala anemia hemolitik dengan episode nyeri

pada anggota badan, penyumbatan‐penyumbatan pembuluh darah

termasuk stroke (Goldstein et al., 2011).

h. Penggunaan Terapi Sulih Hormon.

Penggunaan terapi sulih hormon dianjurkan untuk mencegah

terjadinya stroke dan penyakit jantung vaskuler, namun pada beberapa

penelitian pada pemakaian 6 bulan berturut‐turut meningkatkan

Page 16: stroke non hemoragik

16

terjadinya stroke pada pemakaian restradol. Pemakaian sulih hormon

untuk mencegah stroke tidak dianjurkan (Goldstein et al., 2011).

i. Diet dan Nutrisi

Asupan makanan yang mengandung banyak sayur dan buah

mengurangi terjadinya stroke. Pemakaian garam dapur berlebihan

meningkatkan risiko terjadinya stroke. Hal ini mungkin dikaitkan

dengan kenaikan tekanan darah (Goldstein et al., 2011).

j. Latihan fisik

Kegiatan fisik yang teratur dapat mengurangi terjadinya stroke (≥30

menit gerakan moderate tiap hari) (Goldstein et al., 2011).

k. Kegemukan

BMI (Body Mass Index) yaitu BB (kg) = TB (m) >25–29,9

dikategorikan berat berlebih (over weight). Sedang >30 dikategorikan

obesitas

Central Obesitas/Gemuk perut

Dihitung jika lingkar perut >102 cm pada alaki‐laki dan >88 cm pada

perempuan. Kegemukan meningkatkan terjadinya stroke, baik jenis

penyumbatan ataupun perdarahan. Penurunan berat badan akan

menurunkan juga tekanan darah (Goldstein et al., 2011).

Page 17: stroke non hemoragik

17

III. Faktor risiko yang berpotensi dapat dimodifikasi

a. Migrain

Wanita usia >55 tahun dengan migrain aura memiliki risiko 2x lipat

iskemik (Goldstein et al., 2011).

b. Metabolik Sindrom

Dikatakan metabolik sindrom jika terdapat 3 atau lebih gejala‐gejala

sebagai berikut:

Perut gemuk

Trigliceride >150 mg%

HDL <40 mg%

Tensi ≥130/≥85 mm Hg

Gula puasa ≥110 mg%

Perubahan gaya hidup, pola makan, penurunan BB dan diet seimbang

akan menurunkan terjadinya stroke (Goldstein et al., 2011).

c. Pemakaian Alkohol Berlebihan

Pemakaian alkohol berlebihan memicu terjadinya stroke. Pemakaian

jumlah sedikit dapat menaikkan HDL kolesterol dan mengurangi

perlengketan trombosit dan menurunkan kadar fibrinogen. Alkohol

berlebihan akan menyebabkan peningkatan tensi darah, darah

Page 18: stroke non hemoragik

18

gampang menjendal, penurunan aliran darah dan juga atrium fibrilasi

(Goldstein et al., 2011).

d. Drug Abuse

Pemakaian obat‐obat terlarang seperti cocain, auphetamine, heroin,

dsb meningkatkan terjadinya stroke. Obat‐obat ini dapat

mempengaruhi tensi darah secara tiba‐tiba, menyebabkan terjadinya

emboli, karena adanya endocarditis dan meningkatkan viskositas

darah dan perlengketan trombosit (Goldstein et al., 2011).

e. Pemakaian Obat‐Obat Kontrasepsi (OC)

Risiko stroke meningkat jika memakai OC dengan dosis obstradial

≥50 ug. Umumnya resiko stroke terjadi jika pemakaian ini

dikombinasi dengan adanya usia >35tahun, perokok, hipertensi,

diabetes dan migraine (Goldstein et al., 2011).

f. Gangguan Tidur

Penelitian membuktikan bahwa tidur ngorok meningkatkan terjadinya

stroke. Pola tidur ngorok sering disertai apneu (henti nafas) tidak

hanya berpotensi menyebabkan stroke tapi juga gangguan jantung. Hal

ini disebabkan penurunan aliran darah ke otak, kenaikan tensi dan

sebagainya. Pengobatan dilakukan dengan pemeriksaan yang cermat

dengan mencari penyebabnya (Goldstein et al., 2011).

Page 19: stroke non hemoragik

19

g. Kenaikan Homocystein

Homocystein adalah sulpenydril yang mengandung asam amino dan

diet yang mengandung methirin. Kenaikan homocystein dapat

meningkatkan terjadinya aterosklerosis . Diet kaya sayur dan buah

akan menurunkan homocystein (Goldstein et al., 2011).

h. Kenaikan Lipoprotein (a)

Lp(a) terdiri atas LDL dan Apo (a) yang mirip plasminogen, sehingga

peningkatan kadar Lp(a) dalam plasma dapat meningkatkan aktivitas

aterogenik maupun trombotik yang akan mengganggu proses

fibrinolisis dengan cara menghambat aktivitas plasminogen,

merangsang proliferasi sel-sel otot polos melalui penghambatan

terbentuknya TGF (transforming growth factor) dan menyebabkan

disfungsi endotel (Criqui, 2004).

i. Hypercoagubility

Ada kecenderungan darah mudah menggumpal dikarenakan adanya

autiphospolipid antibody. Pemeriksaan dapat dikerjakan dengan

pemeriksaan anti crdiolipin antibody dan anticoagulant lypus

(Goldstein et al., 2011).

j. Peradangan

Infeksi dan peradangan pembuluh darah antara lain TBC, syphilis,

AIDS, kecacingan dapat memicu terjadinya stroke. Kebersihan dan

Page 20: stroke non hemoragik

20

pola hidup sehat diperlukan unuk mencegahnya (Goldstein et al.,

2011).

E. Patogenesis dan Patofisiologi

Stroke Non Hemoragik (stroke infark)

Stroke Infark ini biasanya di sebabkan:

1. Berkurangnya aliran darah akibat stenosis berat atau sumbatan

aterosklerosis (trombus)

2. Emboli, trombus yang berjalan dari proksimal ke pembuluh darah

distal.

3. Penyakit pembuluh darah kecil (penyumbatan pada arteri penetrasi).

Page 21: stroke non hemoragik

21

Patofisiologi

Patofisiologi stroke dapat dilihat pada Gambar berikut :

Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada lapisan intima arteria

besar. Bagian intima arteria sereberi menjadi tipis dan berserabut, sedangkan

sel–sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai,

sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak

cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat–tempat yang

melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempat–tempat khusus tersebut.

Gambar 1. Patofisiologi Stroke Non Hemoragik (Caplan 2009)

Page 22: stroke non hemoragik

22

Pembuluh–pembuluh darah yang mempunyai risiko dalam urutan yang

makin jarang adalah arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan

basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar,

mengakibatkan trombosit menempel pada permukaan yang terbuka sehingga

permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan

melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme

koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli,

atau dapat tetap tinggal ditempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan

tersumbat dengan sempurna (Aliah et al, 2007).

Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita

trombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam

jantung, sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan

dari penyakit jantung.  Setiap bagian otak dapat mengalami embolisme,

biasanya embolus akan menyumbat bagian–bagian yang sempit. Tempat

yang paling sering terserang embolus serebri adalah arteri serebri media,

terutama bagian atas (Aliah et al, 2007).

Infark lakunar terjadi setelah oklusi aterotrombotik salah satu cabang

penetrans sirkulus willis, arteri serebri media atau arteri vertebralis dan

basilaris. Trombosis yang terjadi di dalam pembuluh darah ini akan

membentuk daerah-daerah infark yang kecil dan lunak, dikenal dengan

nama lakuna (Fortunestar, 2006).

Page 23: stroke non hemoragik

23

F. Manifestasi Klinis

Trombosis (penyakit trombo-oklusif) merupakan penyebab stroke yang paling

sering. Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah

penyebab utama trombosis selebral. Tanda-tanda stroke non hemoragik

biasanya tidak ditemukan sakit kepala, bila ada biasanya ringan. Pasien

mengeluh lumpuh separuh badan kanan atau kiri, bicara pelo, mulut terlihat

miring ke satu sisi. Biasanya terjadi saat pasien istirahat, tidak ada kejang,

tidak ada kaku kuduk, tidak ada muntah khususnya pada awal serangan dan

kesadaran dapat menurun apabila pembuluh darah yang tersumbat berada

dibatang otak.

Secara klinik perbadaan iskemik dan hemoragik adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Gejala klinis Stroke Non HemoragikGejala Karakteristik

Onset Akut / Subakut

Saat terjadinya Tidak Aktif

Nyeri kepala Ringan/ tak ada

Muntah pd awal Tak ada

Kaku kuduk Tak ada

Kejang Tak ada

Kesadaran Dapat hilang

Page 24: stroke non hemoragik

24

G. Diagnosis Stroke

Untuk mendiagnosa stroke dokter akan melakukan anamnesis hingga

pemeriksaan penunjang (Fortunestar, 2006).

Anamnesis

Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit

neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran.

Tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke hemoragik

dan non hemoragik meskipun gejala seperti mual muntah, sakit kepala dan

perubahan tingkat kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik.

Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke meliputi hemiparesise,

monoparese, atau qudriparese, hilangnya penglihatan monokuler atau

binokuler, diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau penurunan

kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri

namun umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya

gejala-gejala tersebut juga penting untuk menentukan perlu tidaknya

pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat mengganggu dalam

mencari gejala atau onset stroke seperti:

1)  Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak

didapatkan hingga pasien bangun (wake up stroke).

Page 25: stroke non hemoragik

25

2)   Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari

pertolongan.

3)   Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.

4)   Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti

kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom, ensefalitis,

dan hiponatremia (Hassmann, 2010).

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik meliputi penilaian jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi

(ABC) dan tanda-tanda vital (yaitu, denyut nadi, respirasi, suhu). Kepala dan

ekstremitas juga diperiksa untuk membantu menentukan penyebab stroke dan

mengesampingkan kondisi lain yang memproduksi gejala yang sama

(misalnya, Bell's palsy) (Stanley, 2010). Tujuan pemeriksaan fisik adalah

untuk mendeteksi penyebab stroke ekstrakranial, memisahkan stroke dengan

kelainan lain yang menyerupai stroke, dan menentukan beratnya defisit

neurologi yang dialami. Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaaan

kepala dan leher untuk mencari tanda trauma, infeksi, dan iritasi menings.

Pemeriksaan terhadap faktor kardiovaskuler penyebab stroke membutuhkan

pemeriksaan fundus okuler (retinopati, emboli, perdarahan), jantung (ritmik

ireguler, bising), dan vaskuler perifer (palpasi arteri karotis, radial, dan

Page 26: stroke non hemoragik

26

femoralis). Pasien dengan gangguan kesadaran harus dipastikan mampu untuk

menjaga jalan napasnya sendiri (Hassmann, 2010).

Pemeriksaan Penunjang

Tes darah dan pencitraan prosedur (misalnya, CT scan, USG, MRI) dapat

membantu mmenentukan jenis stroke dan mengesampingkan kondisi lain,

seperti infeksi dan tumor otak. CT Scan x-ray menghasilkan gambar dari otak

dan digunakan untuk menentukan lokasi dan luasnya stroke hemoragik. USG

menggunakan frekuensi tinggi gelombang suara untuk menghasilkan gambar

aliran darah melalui pembuluh darah di leher yang mensuplai darah ke otak

dan untuk mendeteksi penyumbatan. Magnetic Resonance Imaging (MRI

scan) dengan menggunakan medan magnet untuk menghasilkan gambar detail

jaringan otak dan arteri di leher dan otak, sehingga memungkinkan dokter

untuk mendeteksi infark kecil seperti pada pembuluh darah kecil dalam

jaringan otak. Angiogram dilakukan dengan menyuntikkan agen pewarna

yang kontras kedalam aliran darah dan mengambil serangkaian foto sinar-X

pembuluh darah, digunakan untuk mengidentifikasi sumber dan lokasi

penyumbatan arteri dan untuk mendeteksi aneurisma dan pembuluh darah

cacat. Elektrokardiogram (EKG) dapat dilakukan untuk mendeteksi

berkurangnya aliran darah ke jantung (iskemia miokard) atau tidak teraturnya

denyut jantung (aritmia) (Stanley, 2010).

Page 27: stroke non hemoragik

27

Diagnosis stroke juga dapat ditegakkan dengan menggunakan Algoritma

Gadjah Mada. Instrumen ini digunakan untuk membantu membedakan stroke

hemoragik dan non hemoragik secara klinis, yaitu:

Gambar 4. Algoritma Gajah Mada (Lamsudin 1997).

Page 28: stroke non hemoragik

28

H. Penatalaksanaan

Untuk merawat pasien stroke ada beberapa hal yang perlu di perhatikan

sehubungan dengan keadaan yang dialami pasien. Semua ini dilakukan demi

kenyamanan dan mengkondisikan pasien supaya cepat pulih (Junaidi, 2006).

Penatalaksanaan umum

Penatalaksanaan pada stroke non hemoragik meliputi; (1) Breath yaitu

memperbaiki pernafasan, misalnya dengan pemberian oksigen, (2) Blood yaitu

mengawasi tekanan darah,(3) Brain yaitu mempertahankan sirkulasi darah

otak,(4) Bowel yaitu pengawasan BAB, (5) Bladder yaitu pengawasan urin,

misalnya dengan pemasangan kateter.

Penatalaksanaan khusus

Penatalaksanaan farmakologis dengan tujuan untuk memperbaiki perfusi

jaringan yaitu Thrombolytic agent (Tissue plasminogen activator(t-PA) dan

streptokinase) melarutkan bekuan darah dan memulihkan sirkulasi dan hal ini

akan mengurangkan kerusakan jaringan otak dan memperbaiki outcome,

thrombolytic agent diberikan apabila onset dari stroke fase akut kurang dari 6

jam dan harus melalui protokol yang ketat. Antikoagulansia digunakan untuk

stroke iskemik yang disebabkan kardio emboli yaitu untuk mencegah

terjadinya embolisasi ulang dibawah pengawasan pemeriksaan laboratorium

yang ketat, karena bisa menimbulkan pendarahan. Neuroprotektan berfungsi

Page 29: stroke non hemoragik

29

untuk melindungi jaringan otak terhadap kerusakan akibat iskemik (Majalah

Kedokteran Atma Jaya, 2002).

Pengobatan pasca stroke yang bisa dilakukan adalah kontrol faktor risiko

seperti kontrol hipertensi, mengobati penyakit dasar (penyakit jantung),

kontrol kadar gula darah dan kolesterol darah. Fisioterapi dan rehabilitasi juga

penting pada penanganan pasien stroke yang telah melewati fase akut. Tujuan

dari fisioterapi untuk menghindari kontraktur pada pasien pasca stroke

(Dennis, 2005).