Strategi Workshop Sampel Monitoring Plot · Plot Sample Permanent (PSP) sebagai Upaya Penyediaan...
Transcript of Strategi Workshop Sampel Monitoring Plot · Plot Sample Permanent (PSP) sebagai Upaya Penyediaan...
Kementerian KehutananBadan Penelitian dan Pengembangan KehutananPusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan KebijakanJl. Gunung Batu No. 5 Bogor; Telp.: 0251 8633944; Fax: 0251 8634924Email: [email protected]; Website: www.puspijak.org
Forestry Research and Development Agency (FORDA)Ministry of ForestryIn cooperation with:
Forest Carbon Partnership Facility
REDD+ READINESS PREPARATIONThe Forest Carbon Partnership Facility (FCPF)
Bogor, Oktober 2013
Strategi Monitoring &
Pelaporan Plot Sampel Perm
anen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Prosiding Workshop
SampelPermanen
PlotMonitoring Pelaporan&
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Strategi
Prosiding Workshop
SampelPermanen
PlotMonitoring Pelaporan&
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Strategi
FORESTCARBONPARTNERSHIPF A C I L I T Y
Forestry Research and Development Agency (FORDA)Ministry of ForestryIn cooperation with:
Forest Carbon Partnership Facility
REDD+ READINESS PREPARATIONThe Forest Carbon Partnership Facility (FCPF)
Kementerian KehutananBadan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan
Bogor, Oktober 2013
SampelPermanen
PlotMonitoring Pelaporan&
di Propinsi Nusa Tenggara Barat
Strategi
Prosiding Workshop
FORESTCARBONPARTNERSHIPF A C I L I T Y
ii
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan PSP di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Editor:1. Dr. Ir. Kirsfianti L. Ginoga 2. Ir. Achmad Pribadi, M.Sc 3. M. Zahrul Muttaqin, M.Sc.For 4. Virni Budi Arifanti, S.Hut, M.Sc 5. Mega Lugina, S.Hut, M.Sc.For
ISBN: 978-602-7672-41-3
© 2013 Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
Hak Cipta dilindungi Undang-UndangDilarang memperbanyak buku ini sebagian atau seluruhnya, baik dalam bentuk fotocopy, cetak, mikrofilm, elektronik maupun bentuk lainnya, kecuali untuk keperluan pendidikan atau non-komersial lainnya dengan mencantumkan sumbernya sebagai berikut:Ginoga, K.L., Pribadi, A., Muttaqin, M.Z., Arifanti, V.B., dan Lugina, M. (eds). 2013. Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan PSP di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bogor, Indonesia.
Diterbitkan oleh:Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan – Kementerian KehutananJl. Gunung Batu No. 5, Bogor 16118, IndonesiaTelp/Fax: +62-251 8633944/+62-251 8634924Email: [email protected]; website: http://www.puspijak.org
iiiProsiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas tersusunnya Prosiding “Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan PSP di Provinsi Nusa Tenggara Barat”. Prosiding ini merupakan hasil dari workshop dengan judul Strategi Monitoring PSP di Tingkat Provinsi yang dilaksanakan di Mataram pada tanggal 7-8 Mei 2013.
Kegiatan workshop ini merupakan kelanjutan kegiatan kerjasama FCPF sebagaimana telah disampaikan dalam surat No. S. 360/VIII/P3PIK-2/2012 dan Surat Perintah Kerja Swakelola No. 360/SPK/VIII/P3PIK-DIPA/2012 tentang pelaksanaan kegiatan kerjasama FCPF REDD+ Readiness Preparation “Pembuatan Plot Sample Permanent (PSP) sebagai Upaya Penyediaan Data dan Monitoring Perubahan Carbon Stock di HKm Santong, KHDTK Rarung dan Hutan Mangrove Propinsi Nusa Tenggara Barat” yang merupakan upaya penyediaan data dan monitoring stok karbon di Propinsi Nusa Tenggara Barat.
Tujuan dari workshop ini adalah mendukung strategi dan kebijakan daerah dalam implementasi pencapaian RAD dan SRAP Propinsi Nusa Tenggara Barat.
Penghargaan dan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah berperan secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan prosiding ini. Semoga prosiding ini memberikan manfaat bagi semua pihak. Aamiin.
Ambon, Oktober 2013Kepala Puslitbang Perubahan Iklim dan Kebijakan,
Dr. Ir. Kirsfianti L. Ginoga, M.ScNIP. 19640118 199003 2 001
vProsiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Daftar Isi
Kata Pengantar .............................................................................iiiDaftar Isi .......................................................................................vRumusan Workshop ....................................................................vii
1. Pendahuluan .............................................................................1
1.1 Latar belakang .................................................................................................. 31.2 Tujuan workshop ............................................................................................. 41.3 Hasil yang diharapkan .................................................................................... 41.4 Pembicara dan tema ......................................................................................... 41.5 Penyelenggaraan workshop ............................................................................. 51.6 Sambutan-sambutan ........................................................................................ 5
2. Strategi Monitoring PSP untuk mencapai Target RAD dan SRAP Provinsi .................................................................13
2.1 Strategi dan kebijakan pemerintah provinsi Nusa Tenggara Barat untuk mencapai target penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) ........ 15
2.2 Lesson Learned dari Pembangunan PSP untuk monitoring karbon hutan pada kegiatan FCPF tahun 2012 ...................................................... 17
2.3 Program dan kebijakan pemerintah provinsi Nusa Tenggara Barat untuk mencapai target penurunan emisi (Pengalaman Pembangunan Plot Sample Permanent/PSP) ..................................................................... 19
2.4 Data dan informasi penginderaan jauh untuk mendukung sistem perhitungan karbon nasional ....................................................................... 20
3. Pengembangan Sistem Monitoring PSP yang terintegrasi dan partisipatif di Provinsi .....................................................23
3.1 Integrasi NFI ke dalam sistem monitoring karbon hutan yang akan dibangun di provinsi Nusa Tenggara Barat ................................................ 25
3.2 Potensi aplikasi INCAS sebagai sistem monitoring karbon hutan ........... 263.3 Dukungan data kegiatan untuk menyusun Strategi Monitoring PSP ...... 283.4 Peran masyarakat dalam monitoring karbon ............................................... 29
4. Kesimpulan dan Rekomendasi ................................................31
4.1 Kesimpulan .................................................................................................... 334.2 Rekomendasi ................................................................................................. 33
Lampiran .................................................................................... 35
viiProsiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Rumusan Workshop
Ringkasan hasil diskusi panel dan Focus Group Discussion yang dilaksanakan selama dua hari pelaksanaan Workshop adalah sebagai berikut:1. REDD+ adalah mekanisme dimana pengurangan emisi yang sebenarnya
harus dicapai, sehingga negara diminta untuk mengkuantifikasi penurunan REDD+. Oleh karena itu, merupakan prioritas utama bagi negara-negara untuk membangun sistem monitoring perubahan kondisi hutan atau penurunan emisi yang terpercaya dan transparan.Salah satu elemen kunci untuk pelaksanaan REDD+ adalah pengembangan sistem yang transparan, lengkap dan akurat untuk pengukuran, pelaporan dan verifikasi (MRV). Sistem ini adalah jaminan bahwa suatu negara secara efektif akan memenuhi komitmen mitigasi masing-masing. Prinsip MRVharus diterapkan untuk estimasi pengurangan emisi dalam pelaksanaan REDD+, yang didekati dari tingkat nasional dengan implementasi di tingkat sub-nasional.
2. Pada tahun 2012 Puspijak dan Dinas Kehutanan dalam rangka FCPF telah membangun 33 Plot Sample Permanent yang tersebar di tiga lokasi di pulau Lombok yaitu di Hkm Santong sebanyak 9 plot, KHDTK Rarung sebanyak 15 plot, dan di Hutan Mangrove Jerowaru sebanyak 9 plot. Tantangan berikutnya adalah bagaimana pengelolaan PSP yang telah menjadi aset daerah tersebut dapat dilakukan secara berkelanjutan di masa depan, dan bagaimana menyelaraskan semua data hasil pengukuran biomassa dan karbon hutan ditingkat provinsi dalam suatu sistem yang terkomputerisasi agar dapat dimonitor dan di update secara berkala.
3. Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan PSP ini diharapkan mampu meningkatkan pemahaman sekaligus memfasilitasi dalam perhitungan karbon yang berkelanjutan, sehingga monitoring carbon stock setiap tahun dan selanjutnya dapat diketahui perubahannya untuk wilayah Nusa Tenggara Barat.
4. Peran Workshop Strategi Monitoring PSP ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan apa kontribusi PSP untuk perhitungan stok karbon, bagaimana metode monitoring PSP tersebut , bagaimana persepsi para pihak, apakah laporan monitoring emisi/ serapan karbon dapat mendukung penyusunan RAD dan SRAP. Dengan kata lain peran lokakarya PSP ini diharapkan dapat mengisi celah berupa dukungan (kebijakan/teknologi/kapasitas) yang diperlukan untuk implementasi REDD+ dalam waktu dekat.
5. Pemerintah daerah dapat berperan dalam pengurangan emisi/ GRK melalui perencanaan strategis, pembuatan konsensus dan koordinasi, selain itu
viii Rumusan Workshop
pemerintah daerah juga dapat mendorong keterlibatan publik maupun swasta dari berbagai sektor untuk concern terhadap Perubahan Iklim.
6. Upaya-upaya mitigasi perubahan iklim sudah diusulkan oleh pemerintah daerah yang mencakup sektor energi, transportasi, kehutanan dan pertanian. Untuk sektor kehutanan, usulan mitigasi berupa moratorium logging (Perda No. 3/2010 (RTRWP)), penundaan ijin penggunaan kawasan hutan pada hutan alam (Inpres No. 10 / 2011), rehabilitasi lahan seluas 63.000 ha, Pengamanan hutan dan upaya lainnya dalam mitigasi perubahan iklim.
7. Dari PSP yang dibangun di Provinsi Nusa Tenggara Barat, Cadangan karbon terbesar di HKm Santong yaitu di hutan primer, diikuti hutan sekunder dan hutan terdegradasi. Untuk lokasi di KHDTK Rarung, cadangan karbon terbesar terdapat pada plot yang mewakili ekosistem ampupu dan yang terendah pada plot vegetasi campuran. Untuk PSP di lokasi hutan mangrove Jerowaru Lombok Timur karbon tertinggi terdapat pada hutan mangrove vegetasi rapat, diikuti hutan mangrove vegetasi sedang dan karbon terendah terdapat di mangrove vegetasi rusak.
8. Strategi yang diperlukan dalam rangka keberlanjutan PSP adalah menyediakan alokasi anggaran APBD bagi kegiatan monitoring PSP dan perluasan pembuatan PSP yang lebih mewakili NTB.
9. INCAS (Indonesia National Carbon Accounting System) memiliki tujuan untuk membuat informasi karbon nasional yang sesuai dengan kriteria international dan mengintegrasikan seluruh inisiatif karbon di semua unit. Modul INCAS terdiri dari empat komponen yaitu 1) Biomass Classification, 2) Land cover change analysis 2000-2009; 3) Bagaimana hutan terdegradasi (hutan primer sekunder) didasarkan pada intensitas gangguan; 4) Carbon Stock Estimation (5 carbon pool). Data yang diperlukan meliputi remote sensing data dan ground data (PSP).
10. Progres kegiatan INCAS yang sudah dilakukan yaitu meliputi wilayah Kalimantan, Sumatera dan Papua. Sementara itu, Sulawesi serta Maluku dan Jawa sudah hampir selesai. Saat ini sudah ada estimasi awal emisi dan removal di Kalimantan seperti kelas biomassa per tahun. INCAS juga bisa digunakan untuk MRV REDD+ dan mendukung Forest Monitoring System serta mendesain kuantifikasi impact perubahan lahan.
11. LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) merupakan lembaga yang mengembangkan Bank Data penginderaan jauh dengan tujuan untuk membentuk bank data penginderaan jauh nasional. Bank data berperan dalam mengumpulkan, memelihara, memutakhirkan dan mendistribusikan metadata dan penginderaan jauh wilayah Indonesia. Melalui Inpres No. 6 Tahun 2012 tentang tentang Penyediaan, Penggunaan, Pengendalian, LAPAN diperintahkan
ixProsiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
untuk menyediakan data satelit inderaja resolusi tinggi dengan lisensi pemerintah Indonesia.
12. Salah satu prioritas kerja LAPAN adalah Pemetaan Penutupan Lahan Hutan/Non-Hutan Tahunan dan Perubahannya. Dari hasil analisis citra dapat diketahui perubahan lahan baik clearing maupun replanting, groundcheck diperlukan untuk memastikan apakah lahan tes masih memiliki kesesuaian dengan analisis citranya. Penginderaan jauh dapat membantu untuk meletakan dimana PSP berikutnya, dan memonitoring perkembangan perubahan lahan di sekitar PSP
13. Saat ini Lapan bekerjasama dalam kegiatan INCAS yang dilaksanakan oleh IAFCP. Kegiatan INCAS meliputi:Land cover data, Climate data, Biomass and growth, Soil including peat, Land use and land management.
14. Peran LAPAN dalam INCAS, yaitu: 1) Mengumpulkan data dari tahun 90-an sampai dengan tahun 2012, 2) Mengumpulkan data resolusi tinggi sebagai pendukung, 3) Penguatan SDM (kursus ke Australia dan sebaliknya).
15. National Forest Inventory (NFI) adalah kegiatan untuk memperoleh data tentang kondisi sumber daya hutan di tingkat nasional yang mencakup perubahan penutupan lahan/penggunaan lahan. Komponen NFI meliputi Penaksiran (Pembuatan PSP dan TSP diseluruh tipe kawasan hutan), Pemantauan dan Pemetaan Sumber Daya Hutan.
16. Pengembangan Sistem Monitoring Karbon Hutan di NTB, meliputi:a. Sistem untuk memantau emisi, serapan dan sediaan/stock karbon yang berasal
dari hutanb. Mengacu pada Rencana Aksi Daerah Prov. NTBc. Dilaksanakan setiap tahun selama 2013-2021d. Memerlukan kesiapan perangkat keras, lunak dll
17. BPKH bertugas untuk memberikan dukungan data. Kepastian data dari PSP/TSP membutuhkan kemantapan kawasan hutan. Kawasan hutan yang mantap harus memenuhi syarat sebagai berikut:a. Adanya kepastian kawasan hutanb. Status kawasan yang bebas konflik jangka panjangc. Diketahui letak lokasi, luas dan kondisi penutupand. Permanen dan dibatasi oleh batas alam/buatan dll
18. Saat ini BPKH Wilayah VIII Denpasar telah melakukan Inventarisasi Biogeofisik. Inventarisasi biogeofisik bertujuan untuk mengetahui dan memperoleh data dan informasi mengenai potensi, karakteristik, bentang alam, serta informasi lainnya pada suatu wilayah KPH, maka dilaksanakan kegiatan
x Rumusan Workshop
inventarisasi hutan. Kegiatan tersebut dilakukan melalui survei yang merupakan salah satu kegiatan tata hutan di wilayah KPHL dan KPHP, hasil inventarisasi tersebut dapat digunakan antara lain sebagai dasar untuk pembagian blok dan petak serta untuk penyusunan rencana pengelolaan. Plot biogeofisik yang telah dibangun di Pulau Lombok yaitu dalam rangka pembangunan KPH Rinjani Timur dan di Sumbawa dalam rangka pembangunan KPH Ampang.
19. Persepsi dan pengetahuan masyarakat tentang hutan cukup baik, namun karena ada keterbatasan berupa kebutuhan ekonomi maka terjadi kontradiksi antara pemahaman dengan pengelolaan.
20. Peran masyarakat dalam monitoring karbon adalah sebagai “penguasa hutan” di NTB. Peran masyarakat menjadi kunci dalam monitoring dan evaluasi karbon dengan meneliti lahannya sendiri. Kelembagaan yang sudah eksis di masyarakat bisa dijadikan simpul dalam monitoring karbon.
BAB 1
Pendahuluan
3Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
1.1 Latar Belakang
Deforestasi dan degradasi hutan belakangan ini sangat erat dikaitkan dengan isu lingkungan, khususnya isu pemanasan global yang mengakibatkan perubahan iklim. Perubahan iklim terjadi dengan proses yang panjang akibat meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) terutama karbondioksida (CO2) di atmosfer. Sekitar 20% dari seluruh emisi GRK berasal dari deforestasi dan degradasi hutan.
Hutan mengabsorpsi CO2 selama proses fotosintesis dan menyimpannya sebagai materi organik dalam biomassa tanaman. Banyaknya materi organik yang tersimpan dalam biomassa hutan per unit luas dan per unit waktu merupakan pokok dari produktivitas hutan. Produktivitas hutan merupakan gambaran kemampuan hutan dalam mengurangi emisi CO2 diatmosfir melalui akt ivitas fisiologi-nya. Pengukuran produktivitas hutan relevan dengan pengukuran biomassa. Biomassa hutan menyediakan informasi penting dalam menduga besarnya potensi penyerapan CO2 dan biomassa dalam umur tertentu yang dapat dipergunakan untuk mengestimasi produktivitas hutan (Heriansyah,2005).
Pengukuran stok karbon dapat dilakukan melalui pengukuran langsung di lapangan dan/atau memanfaatkan teknologi penginderaan jauh. Untuk memperoleh data stok karbon dan perubahannya dengan pengukuran langsung di lapangan, maka perlu dibangun Petak Ukur Permanen/Permanent Sampling Plot (PSP) yang dapat merepresentasikan dinamika pertumbuhan biomasa dari berbagai penggunaan lahan khususnya hutan.
Informasi mengenai karbon hutan menjadi penting dalam kegiatan REDD+. Hal tersebut terkait dengan salah satu persyaratan dalam mekanisme perdagangan karbon dalam REDD+ untuk menghitung potensi karbon secara Measureable, Reportable danVerifiable (MRV) yang comparable, koheren, lengkap dan akurat. Untuk menanggapi hal tersebut maka diperlukan suatu sistem atau mekanisme pengelolaan karbon hutan secara berkelanjutan.
Pada tahun 2012, Indonesia melalui Kementerian Kehutanan bekerjasama dengan Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) telah membangun sejumlah PSP di 5 (lima) lokasi kegiatan FCPF, yaitu di Propinsi Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara dan Maluku. Pengukuran biomassa dan karbon hutan yang mencakup 5 pool karbon telah dilaksanakan di kelima lokasi tersebut. Tantangan berikutnya adalah bagaimana pengelolaan PSP yang telah menjadi aset daerah tersebut dapat dilakukan secara berkelanjutan di masa depan, dengan atau tanpa dana bantuan dari FCPF. Tantangan selanjutnya adalah bagaimana menyelaraskan semua data hasil pengukuran biomassa dan karbon hutan di tingkat Propinsi dalam suatu sistem yang terkomputerisasi agar dapat dimonitor dan di-update secara berkala.
4 Pendahuluan
Untuk itu diperlukan suatu lokakarya yang melibatkan stakeholder di daerah untuk membahas strategi monitoring PSP secara berkelanjutan serta untuk merancang blue print usulan sistem dan mekanisme monitoring PSP dan karbon hutan di tingkat Propinsi.
1.2 Tujuan Workshop
Tujuan lokakarya ini adalah untuk (1) merumuskan strategi pengelolaan PSP secara berkelanjutan, (2) merancang blue print sistem monitoring karbon hutan, (3) merumuskan pengintegrasian data Sistem Pemantauan Hutan Nasional (NFMS) dengan Sistem Monitoring Karbon Hutan tingkat propinsi yang akan dibangun, (4) menyamakan persepsi tentang peran dan tanggungjawab para pihak di tingkat provinsi dalam pemantauan karbon hutan dan (5) memberikan masukan untuk pengembangan kebijakan terkait pengelolaan PSP dan pemantauan karbon hutan tingkat propinsi.
1.3 Hasil yang Diharapkan
Tersusunnya strategi pengelolaan PSP berkelanjutan, terancangnya blue print sistem monitoring karbon hutan, terintegrasinya data Sistem Pemantauan Hutan Nasional (NFMS) dengan Sistem Monitoring Karbon Hutan tingkat propinsi yang akan dibangun, terciptanya persamaan persepsi tentang peran dan tanggung jawab para pihak di tingkat propinsi dalam pemantauan karbon hutan dan adanya masukan untuk pengembangan kebijakan terkait pengelolaan PSP dan pemantauan karbon hutan tingkat propinsi.
1.4 Pembicara dan Tema
1.4.1 Sesi Pertama
1. Strategi dan Kebijakan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat untuk Mencapai Target Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) oleh Ir. Akhmad Makchul, M.Si
2. Lesson Learned dari Pembangunan PSP Untuk Monitoring Karbon Hutan Pada Kegiatan FCPF Tahun 2012 oleh Virni Budi Arifanti, S.Hut, M.Sc
3. Program dan Kebijakan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat Untuk Mencapai Target Penurunan Emisi (Pengalaman Pembangunan Plot Sample Permanent/PSP) oleh Ir. Andi Pramaria, M.Si
5Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
4. Data dan Informasi Penginderaan Jauh Untuk Mendukung Sistem Perhitungan Karbon Nasional oleh Ir. Rubini Jusuf, M.Si dan Sukentyas Estuti Siwi, M.Si.
1.4.2 Sesi Kedua
1. Integrasi NFI Ke Dalam Sistem Monitoring Karbon Hutan yang Akan Dibangun DiProvinsi Nusa Tenggara Barat oleh Ir. Iman Santosa, M.Sc
2. Potensi Aplikasi INCAS sebagai Sistem Monitoring Karbon Hutan oleh Dr. Haruni Krisnawati
3. Dukungan Data Kegiatan untuk Menyusun Strategi Monitoring PSP oleh I Gusti Rakha Wisnu
4. Peran Masyarakat dalam Monitoring Karbon oleh Dr. Markum
1.5 Penyelenggaraan Workshop
Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan PSP di Propinsi Nusa Tenggara Barat ini di ikuti oleh peserta yang berasal dari unsur pemerintah, swasta, LSM dan perguruan tinggi. Pada acara ini narasumber-narasumber yang mempresentasikan makalahnya adalah: Dr. Ir. Kirsfianti L . Ginoga (Kapuspijak Kementerian Kehutanan), Ir. Abdul Hakim, MM (Kadishut Propinsi Nusa Tenggara Barat), Ir. Akhmad Makchul, MSi (BAPPEDA Propinsi Nusa Tenggara Barat), Virni Budi Arifanti, S.Hut, M.Sc (Peneliti pada Puspijak Kementerian Kehutanan), Ir. Andi Pramaria, M.Si (Dishut Propinsi Nusa Tenggara Barat), Ir. Rubini Jusuf, M.Si dan Sukentyas Estuti Siwi, M.Si (LAPAN), Ir. Iman Santosa, M.Sc (Ditjen Planologi Kementerian Kehutanan), Dr. Haruni Krisnawati (Forda/IAFCP), BPKH Wil VIII Denpasar, Dr. Markum (Transform). Moderator sesi pertama pada workshop ini yaitu Ir. Achmad Pribadi, M.Sc sedangkan pada sesi kedua yaitu Ir. Andi Pramaria, M.Si
1.6 Sambutan-sambutan
1.6.1 Sambutan Kepala Dinas Kehutanan provinsi NTB
Yth Ibu Kepala Pusat Litbang Perubahan Iklim dan Kebijakan,Yth Bapak-Bapak Kepala Bappeda Kabupaten/Kota Se Pulau Lombok,Yth Bapak-Bapak Kepala Dinas yang Menangani Urusan Kehutanan Kabupaten,Bapak Kepala Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kehutanan yang Mempunyai Wilayah Kerja di NTB,
6 Pendahuluan
Rekan-Rekan LSM, Dan Masyarakat Pengelola HKm, sertaBapak Dan Ibu, hadirin sekalian,
Ass. Wr. Wb,
Pertama tama perkenankan saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan yang telah memfasilitasi lokakarya “Strategi Monitoring PSP untuk Perhitungan Karbon di Pulau Lombok”, sekaligus permohonan maaf, jika ternyata dalam penyelenggaraan kegiatan terdapat beberapa kekurangan.
Hadirin sekalian,
Luas kawasan hutan Provinsi Nusa Tenggara Barat berdasarkan hasil tata batas tercatat ±1.070.000 ha atau mencapai 53% dari luas wilayah daratan NTB. Kawasan hutan tersebut, kaya akan keanekaragaman hayati dan karbon. Karbon yang tersimpan di hutan memainkan peran penting dalam mitigasi perubahan iklim. Deforestasi dan degradasi hutan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perubahan iklim global, sementara konservasi karbon dan peningkatan stok karbon melalui penanaman, akan mempertahankan dan meningkatkan stok karbon, serta menekan emisi gas rumah kaca terutama CO2 di atmosfer.
Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) telah mengembangkan mekanisme karbon terkait untuk pasar wajib. Setelah konsep AR-CDM yang dianggap kurang berhasil, mekanisme saat ini yang sedang dikembangkan adalah menyertakan REDD (pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi) sebagai mekanisme karbon terkait penanganan pemanasan global. REDD awalnya difokuskan pada pencegahan deforestasi dan degradasi, tetapi kemudian juga termasuk konservasi hutan, pengelolaan hutan lestari dan peningkatan cadangan karbon sebagai REDD+. REDD+ adalah mekanisme dimana pengurangan emisi yang sebenarnya harus dicapai, sehingga negara diminta untuk mengkuantifikasi penurunan REDD+. Oleh karena itu, merupakan prioritas utama bagi negara-negara untuk membangun sistem monitoring perubahan kondisi hutan atau penurunan emisi yang terpercaya dan transparan. Salah satu elemen kunci untuk pelaksanaan REDD+ adalah pengembangan sistem yang transparan, lengkap dan akurat untuk pengukuran, pelaporan dan verifikasi (MRV). Sistem ini adalah jaminan bahwa suatu negara secara efektif akan memenuhi komitmen mitigasi masing-masing. Prinsip MRV harus diterapkan untuk estimasi pengurangan emisi dalam pelaksanaan REDD+, yang didekati dari tingkat nasional dengan implementasi di tingkat sub-nasional.
7Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Hadirin sekalian,
Sampai 2012, REDD+ masih dalam fase persiapan. Selama fase ini indonesia telah menunjukkan kemajuan untuk pengembangan mekanisme REDD+. Beberapa inisiatif telah dilaksanakan untuk mendukung REDD+ termasuk pengembangan kegiatan percontohan (Demonstration Activity/DA) dan penandatanganan Letter of Intent (LOI) antara pemerintah RI dan Pemerintah Norwegia. Indonesia juga telah membuat komitmen untuk mengurangi emisi sebesar 26% dari BAU (businnes as usual) pada tahun 2020, termasuk kontribusi dari mekanisme REDD+. Di bawah koordinasi UKP4 (Unit Kerja Pembantu Presiden untuk Pengawasan Pembangunan), Indonesia masih dalam proses pengembangan sistem MRV untuk tingkat nasional.
Melalui kerjasama dengan PUSPIJAK, pada tahun 2012 telah dibangun 33 plot sample permanent yang tersebar di tiga lokasi di Pulau Lombok yaitu di Santong sebanyak 9 plot, KHDTK Rarung 15 plot, dan di Jerowaru di lokasi Mangrove 9 plot. Pengukuran biomasa dan karbon hutan yang mencakup 5 pool karbon telah dilaksanakan di ketiga lokasi tersebut. Tantangan berikutnya adalah bagaimana pengelolaan PSP yang telah menjadi aset daerah tersebut dapat dilakukan secara berkelanjutan di masa depan, dan bagaimana menyelaraskan semua data hasil pengukuran biomasa dan karbon hutan di tingkat provinsi dalam suatu sistem yang terkomputerisasi agar dapat dimonitor dan di-up date secara berkala.
Untuk itu maka diselenggarakan lokakarya ini yang bertujuan untuk merumuskan strategi pengelolaan PSP secara berkelanjutan, merancang sistem monitoring karbon hutan, merumuskan pengintegrasian data sistem pemantauan hutan nasional (NFMS) dengan sistem monitoring karbon hutan tingkat provinsi yang akan dibangun, menyamakan persepsi tentang peran dan tanggungjawab para pihak di tingkat provinsi dalam pemantauan karbon hutan, memberikan masukan untuk pengembangan kebijakan terkait pengelolaan PSP dan pemantauan karbon hutan tingkat provinsi.
Hadirin sekalian,
Provinsi Nusa Tenggara Barat melalui Perda Nomor 3 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat, telah menuangkan kebijakan moratorium logging dengan pembatasan produksi hasil hutan kayu yang berasal dari hutan alam. Produksi hasil hutan kayu hanya dimungkinkan dari kegiatan penanaman. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong upaya-upaya rehabilitasi, restorasi dan konservasi sehingga akan meningkatkan carbon stock.
Pada dasarnya telah banyak upaya yang dilakukan dalam rangka peningkatan penyimpanan karbon, seperti upaya reboisasi, pembangunan Hkm, pembangunan HTR, pembangunan HTI, upaya restorasi hutan, dan lain-lain.
8 Pendahuluan
Di sisi lain kita juga telah berupaya untuk menahan laju degradasi dan deforestasi hutan dan lahan melalui pengamanan hutan, penyuluhan, penyadaran masyarakat, dan lain-lain. Permasalahannya adalah kita belum mempunyai kemampuan untuk menghitung carbon stock serta peningkatan carbon yang berasal dari kegiatan rehabilitasi, restorasi dan konservasi.
Berkenaan dengan hal-hal tersebut, maka melalui lokakarya Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sample Permanent ini, diharapkan mampu meningkatkan pemahaman sekaligus memfasilitasi dalam perhitungan karbon yang berkelanjutan, sehingga dapat dimonitor carbon stock setiap tahun dan selanjutnya diketahui perubahan kondisi karbon di wilayah NTB.
Akhirnya, sekali lagi saya sampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Kapuspijak serta seluruh jajaran Kementerian Kehutanan yang telah memfasilitasi pertemuan ini. Semoga dapat bermanfaat.
Demikian, terima kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
KEPALA DINAS KEHUTANAN PROV. NTB,
Ir. ABDUL HAKIM, MM
1.6.2 Sambutan Kapuspijak
Yth Bapak Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTB,
Yth Bapak-Bapak Kepala Bappeda Kabupaten/Kota Se Pulau Lombok,
Yth Bapak-Bapak Kepala Dinas yang Menangani Urusan Kehutanan Kabupaten,
Bapak Kepala Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kehutanan yang Mempunyai Wilayah Kerja di NTB,
Rekan-Rekan LSM, dan Masyarakat Pengelola HKm, serta
Bapak dan Ibu, hadirin sekalian,
Ass. Wr. Wb,
Pertama tama perkenankan saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTB yang telah memberikan ijin kami untuk mengadakan
9Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
lokakarya “Strategi Monitoring dan Pelaporan PSP di Tingkat Provinsi Nusa Tenggara Barat”, sekaligus permohonan maaf, jika ternyata dalam penyelenggaraan kegiatan terdapat beberapa kekurangan.
Hadirin sekalian,
Lokakarya Monitoring Dan Pelaporan Permanen Sampel Plot Di Propinsi NTB dilaksanakan untuk mendukung visi Kementerian Kehutanan Tahun 2011-2014 dalam penyelenggaraan pembangunan hutan yang lestari untuk kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan. Dalam mencapai tujuan tersebut, telah dibuat 6 kebijakan prioritas (2011-2014) yang tertuang dalam Permenhut No. P.57/Menhut-II/2011 Tentang Rencana Kerja Kementerian Kehutanan Tahun 2012. Visi ini sejalan dengan tujuan kegiatan REDD+ di Indonesia yaitu Hutan lestari masyarakat sejahtera berkelanjutan. Untuk mencapai visi tersebut, Kementerian Kehutanan sudah membuat 6 (enam) kebijakan prioritas terkait pembangunan kehutanan dan kaitannya dengan REDD+ di Indonesia. Ke-6 kebijakan tersebut adalah:1. Pemantapan kawasan hutan. Kaitan program ini dengan REDD+ adalah
semakin mantap kawasan hutan baik dari aspek informasi geospasial dan tematik kehutanan, ijin pinjam pakai kawasan hutan, rencana makro perlindungan dan konservasi SDA, tata batas, penunjukkan kawasan hutan provinsi serta penetapan wilayah KPH, maka semakin mudah untuk dilakukan pemantauan dan resiko yang rendah dalam melaksanakan kegiatan REDD+.
2. Rehabilitasi hutan dan peningkatan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS). Kaitan program ini dengan REDD+ adalah dengan dilaksanakannya program ini, diharapkan adanya peningkatan serapan dan simpanan karbon untuk mendukung kegiatan REDD+.
3. Pengamanan hutan dan pengendalian kebakaran hutan. Kaitan program ini dengan REDD+ adalah dengan terjaminnya keamanan hutan dari kegiatan perambahan dan illegal logging serta kebakaran hutan, diharapkan akan terjadi penurunan emisi dari terjaganya hutan.
4. Konservasi keanekaragaman hayati/biodiversity. Kaitan program ini dengan REDD+ adalah keanekaragaman hayati merupakan penyangga ketahanan ekologis dan penggerak ekonomi riil sehingga dapat berperan dalam meningkatkan simpanan karbon, terjaganya flora dan fauna dari kepunahan (menjaga keseimbangan ekosistem) dan meningkatkan nilai jasa lingkungan.
5. Revitalisasi pemanfaatan hutan dan industri kehutanan. Kaitan program ini dengan REDD+ adalah hasil ekonomi dari pemanfaatan hutan, demand kayu dan perijinan usaha pemanfaatan hutan.
10 Pendahuluan
6. Pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan. Kaitan program ini dengan REDD+ adalah meningkatkan produktivitas lahan dengan melibatkan masyarakat sekitar hutan sebagai tenaga kerja.
Hadirin sekalian,
Tantangan bagi REDD+ merupakan tantangan bagi pembangunan kehutanan Indonesia pada khususnya dan dunia pada umumnya. Pemanasan global bukan hanya masalah lokal, namun juga masalah global. Indonesia terus berupaya dalam mengatasi masalah perubahan iklim yang ditandai dengan meratifikasi UNFCCC dan Kyoto Protokol. Beberapa instansi/ lembaga baik pemerintah maupun swasta pada tingkat internasional sudah menyusun dan melakukan berbagai penelitian maupun kajian dalam rangka implementasi REDD+. Beberapa Lembaga/ instansi tersebut diantaranya: CIFOR, WRI, Down To Earth, dan Puspijak (Kementerian Kehutanan). Kajian mengenai REDD+ dari masing-masing Lembaga/ instansi tersebut adalah:1. CIFOR (2009), mengkaji tentang teknologi, pembayaran, akuntabilitas dan
pendanaan dari kegiatan REDD+2. WRI (2010), mengkaji tentang Real/Emission additionality, leakage, permanent/
temporary, MRV dari kegiatan REDD+3. Down to Earth (2010), mengkaji tentang politik, konservasi vs masyarakat, hak,
konflik dan keadilan, korupsi dari kegiatan REDD+4. Puspijak (2010), mengkaji tentang status lahan, kapasitas lokal (Pemerintah dan
Masyarakat), distribusi manfaat, dan kelembagaan dari kegiatan REDD+.Keputusan COP-16 Tentang REDD+adalah berupa perangkat implementasi REDD+ yang dielaborasi pada COP-17.
Kegiatan awal dalam menyusun perangkat tersebut adalah perlu diketahui lebih dahulu National Forest Reference Level (NFRL)/National Forest Reference Emission Level (NFREL) yang merupakan penyatuan dari FRL/FREL dari setiap daerah (Sub-national level/ Demonstrastion Activities/DA).
Dasar penilaian kegiatan REDD+ yang kredibel dan transparan adalah dengan melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaporan REDD+. Hal tersebut perlu memperhatikan bagaimana pengalihan emisi ditangani dan perlu adanya pengintegrasian sistem monitoring di level sub-nasional ke sistem monitoring hutan nasional.
11Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Tahap selanjutnya adalah dengan membuat rancangan Strategi Aksi Nasional (STRANAS)/ National Action Plan (NAP). Tahap berikutnya yang juga merupakan mandat dalam COP 16 adalah pembangunan Sistem Informasi Safeguards. Safeguard yang dilaksanakan dapat melalui penerapan hukum adat dan penyuluhan agar masyarakat terjamin kesejahteraannya. Tahap terakhir dalam penyusunan perangkat ini adalah mekanisme pembayaran/payment mechanism yaitu pendanaan berkelanjutan untuk pembiayaan/investasi dan mekanisme distribusi pembayaran REDD+, dimana perlu dipastikan siapa saja yang menikmati manfaat dari REDD+. Secara keseluruhan, perangkat ini harus didukung dengan efektivitas kebijakan dan kelembagaan, penegakan aturan, pembangunan sistem insentif, sistem pengaman dan efisiensi sistem administrasi.
Hadirin sekalian,
Peta kebijakan yang mendukung kegiatan REDD+ berupa kebijakan kehutanan dan non kehutanan. Berbagai lembaga dan kebijakan sudah dibentuk untuk mendukung komitmen pengurangan emisi meskipun kita sebagai negara berkembang bukan merupakan kontributor emisi terbesar. Perangkat hukum yang tersedia dalam upaya mendukung kegiatan REDD+ di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2.
KE MENT ER IA N KE HU T ANANPeta Kebijakanè Kehutanan dan Non Kehutanan
Permenhut No. 68 ttg DA
Permenhut No. 30/20 09
(REDD+)dan36/2009 (panrap
karbon)
Perpres61/2011 NAP
Fase 1
Permenhut No. 14 /2004 ttg AR
CDM
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
DNPI:Inpres 46/2008 Perpres
71/2011 Inventarisasi
Inpres10/2011
Kepres 19,Kepres 25/2011 Kepres 5/2013è Satgas REDD+
Fase 2
Permenhut No. 10/2010 dan51/2010 ttgKebijakanPrioritasdan Renstra Kmnhut
Perpres32/2011
MP3EI
Fase 3
Permenhut No. 20/2012 ttg
PenyelenggaraanKarbon Hutan
Bagaimana konkretnya pada 2014? Perlu sinergi semua sumber daya dan energi, nasional maupun sub nasional.
12 Pendahuluan
Saat ini telah dibentuk beberapa strategi nasional REDD+ yang dibentuk oleh Satgas REDD+, dimana strategi ini menganalisis gap dan usulan tindak lanjut untuk mengatasi gap tersebut. Gap dan Usulan tindak lanjut tersebut tersaji pada Tabel 1 berikut.
No Gap Usulan Tindak Lanjut
1 Institutions/Instrument • LembagaREDD+• InstrumenPendanaan• LembagaMRV
2 Penguatan Kebijakan danPeraturan
• ReformRTR• Reformtenurial• Managemenhutandangambut• MonitoringdanPenguatanHutan• Moratorium2tahun
3 ProgramStrategis • Manajemenlanskapberkelanjutan• ImpleEkonbdskMansberdayaberkl• KonservasidanRehabilitasi
4 ParadigmadanBudaya • Penguatanhutandantatakelolalahan• Kampanyenasional:“Selamatkanhutanindonesia”• Pengembanganinsentif
5 PartisipasiMasyarakat • InteraksidanStrategiutkStakeholderPartisipasi• ImplementasiPadiatapa• KerangkaSafeguardsdanSistemInformasi• BenefitSharing
Peran lokakarya PSP ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada: bagaimana metode monitoring, bagaimana persepsi dari para pihak, apa dukungan monitoring emisi/ serapan karbon dalam mendukung RAD dan SRAP. Dengan kata lain peran lokakarya PSP ini diharapkan dapat mengisi celah berupa dukungan (kebijakan/teknologi/kapasitas) yang diperlukan untuk implementasi REDD+ dalam waktu dekat.
13Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
BAB 2
Strategi Monitoring PSP untuk Mencapai Target
RAD dan SRAP Provinsi
15Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
2.1 Strategi dan Kebijakan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat untuk Mencapai Target Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)
Oleh: Ir. Akhmad Makchul, M.Si (Kabid Tata Ruang dan Rencana Bappeda Provinsi NTB)
RAD merupakan turunan dari RAN Penurunan GRK. NTB sudah menindaklanjuti dengan Peraturan Gubernur No.51/2013. Ada tiga dokumen perencanaan yang merupakan turunan rencana nasional:1. RPJP 2005-2025: mewujudkan kemandirian dan daya saing daerah yang didukung
kelestarian dan keberlanjutan lingkungan2. RPJMD 2009-2013: menumbuhkan ekonomi berbasis sumber daya alam dan
lingkungan hidup3. RTRW Provinsi NTB: NTB sebagai pusat agribisnis dan pariwisata (yang bisa
berhasil bila pengelolaan ekologi berhasil dengan baik) mengedepankan prinsip pembangunan berkelanjutan
NTB sudah memiliki PERDA tentang tata ruang yang berfokus pada dua sektor unggulan yaitu agrobisnis dan pariwisata. Hal ini diwujudkan dalam bentuk pembangunan pusat pengembangan agrobisnis, kawasan pengembangan pariwisata, pusat pengembangan kelautan dan perikanan.
Untuk pembangunan daerah berbasis SDA berkelanjutan, diwujudkan dengan program pembangunan daerah NTB berbasis SDA berkelanjutan tahun 2009-2013 seperti:1. Gerakan NTB hijau dengan sasaran tidak menambah luas lahan kritis di provinsi
NTB. Penutupan lahan kritis meningkat 315.000 ha melalui HTR, HKm, yang diharapkan meningkatkan produk hutan dan jasa lingkungan.
2. Gerakan ruang hijau dengan sasaran memperbesar ruang terbuka hijau.3. Gerakan kawasan PERMATA (Perlindungan Mata Air) pada tahun 1987 sekitar
70-an, tahun 2008 menjadi 178.4. Memantapkan program “Desa Mandiri Pangan”5. Pengembangan “Desa Mandiri Energi”6. Pencanangan NTB sebagai “Provinsi Bumi Sejuta Sapi”7. Meluncurkan “Pasar Tani”8. Revitalisasi Penyuluh pertanian, kehutanan, peternakan, perkebunan dan
perikanan.
Pemerintah daerah dapat berperan dalam pengurangan emisi/GRK melalui perencanan strategis, pembuatan konsesus dan koordinasi. Pemda dapat mendorong keterlibatan publik, swasta untuk konsen terhadap Perubahan Iklim
Sumber emisi di NTB per sektor adalah sebagai berikut:1. Sektor pertanian (gas metan karbon dioksida dll), 2. Sektor kehutanan (lahan kritis, kebakaran hutan, ladang berpindah, alih fungsi
lahan), 3. Sektor energi (emisi gas buang kendaraan bermotor, kebakaran hutan dll),
tranportasi (pembakaran bahan bakar fosil), sektor industri dan limbahUntuk mengatasi hal tersebut, disampaikan usulan mitigasi di bawah ini yang mencakup sektor energi, transportasi, kehutanan dan pertanian.
2.1.1 Sektor Energi
1. Program kemitraan konservasi energi2. Efisiensi peralatan rumah tangga3. Penyediaan dan pengelolaan energi baru dan terbarukan dan konservasi energi4. Pemanfaatan kotoran ternak menjadi energi5. Pengalihan minyak tanah ke energi dan lain-lain
2.1.2 Sektor Transportasi
1. Peremajaan angkutan umum2. Penerapan manajemen parkir3. Pengadaan sistem BRT/Semi BRT4. Car free day5. Membangun non motorized transport dan lain-lain
2.1.3 Sektor Kehutanan
1. Moratorium logging2. Penundaan ijin penggunaan kawasan hutan pada hutan alam3. Rehabilitasi seluas 63 000 ha4. Pengamanan hutan dan lain-lain
2.1.4 Sektor Pertanian: Penggunaan Lahan dengan Sedikit Air dan lain-lain
Strategi implementasi untuk mewujudkan hal tersebut adalah:
17Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
1. Memetakan lembaga yang dimiliki oleh Provinsi NTB2. Identifikasi sumber pendanaan yang mungkin3. Jadwal implementasi masing-masing usulan aksi4. Strategi sosialisasi aksi mitigasiYang sekarang dilakukan adalah sosialisasi RAD ke kabupaten dan kota sehingga dalam monev bisa dilihat masing-masing kabupaten harus mengurangi emisi.
2.2 Lesson Learned dari Pembangunan PSP untuk Monitoring Karbon Hutan pada Kegiatan FCPF Tahun 2012
Oleh: Virni Budi Arifanti, S.Hut, M.Sc
Pemanasan global yang disebabkan oleh peningkatan GRK 60% emisi di Indonesia disebabkan oleh perubahan lahan dan kebakaran gambut. Perpres No. 61/2011 tentang RAN-GRK mengamanatkan Pemerintah Provinsi untuk menyusun RAD GRK. Hampir semua provinsi sudah selesai menyusun RAD GRK. Dalam rangka mendukung pelaksanaan REDD+, perhitungan cadangan karbon harus memiliki akurasi yang dapat diterima termasuk oleh dunia internasional.
Puspijak mendapat dana dari FCPF untuk mendukung pembangunan kesiapan REDD+ di Indonesia. Dalam kerangka ini jarus dapat diketahui berapa cadangan karbon hutan, untuk itu telah dibangun PSP dalam rangka menghitung cadangan karbon. Telah dibangun beberapa PSP di berbagai tipe hutan di Indonesia dan akan dibangun data base cadangan karbon dari berbagai tipe hutan.
Tujuan pembangunan PSP yang dilakukan oleh FCPF-Puspijak tahun 2012 adalah:1. Membangun PSP di berbagai tipe hutan di tingkat provinsi2. Membangun database cadangan karbon untuk setiap tipe hutan di tingkat
provinsi3. Melakukan monitoring cadangan karbon hutan di tingkat provinsiOutput dari kegiatan pembangunan PSP ini adalah:1. Terbangunnya PSP untuk monitoring cadangan karbon di tingkat provinsi2. Tersedianya database pertumbuhan pohon pada berbagai tipe hutan3. Tersedianya database cadangan biomasa dan karbon di 5 carbon pools (AGB, BGB,
serasah, nekromas, tanah) di tingkat provinsi
18 Strategi Monitoring PSP untuk Mencapai Target RAD dan SRAP Provinsi
Terdapat 5 kriteria dalam pemilihan lokasi PSP, yaitu: aman, aksesibilitas, keterwakilan, keberlanjutan, status kawasan.
Pada tahun 2012, FCPF-Puspijak telah melaksanakan pembangunan PSP di lima provinsi dengan berbagai tipe hutan. Kelima provinsi tersebut diantaranya sebagai berikut:1. Provinsi Sumatera Barat telah membuat 15 PSP yang mewakili tipe hutan
sekunder, agroforestry dan semak belukar.2. Provinsi Sumatera Selatan telah membuat 12 PSP yang mewakili hutan alam
primer, sekunder, hutan rakyat dan hutan gambut sekunder.3. Provinsi Sulawesi Utara telah membuat 22 PSP yang mewakili hutan pantai,
hutan dataran tinggi, hutan dataran rendah dan hutan lumut.4. Provinsi Nusa Tenggara Barat telah membuat 22 PSP yang mewakili hutan
pantai, hutan dataran tinggi, hutan dataran rendah dan hutan lumut. 5. Provinsi Maluku telah membuat 12 PSP yang mewakili hutan alam primer dan
sekunder. Metode pelaksanaan pembangunan PSP yaitu: 1) Stratifikasi lapangan, 2) Pembangunan PSP, 3) Pengukuran biomasa pada 5 karbon pool (permukaan atas tanah, permukaan bawah tanah, serasah dan tumbuhan bawah, tanah, dan kayu mati/nekromas).
Monitoring PSP akan dilaksanakan dari DIPA Puspijak 2013, tahun berikutnya dapat dilaksanakan oleh daerah. Paska 2014 siapa yang mendanani dan siapa yang menglelola pasca 2014.
Cadangan karbon di Nusa Tenggara Barat. Cadangan karbon terbesar di HKm Santong yaitu di hutan primer, diikuti hutan sekunder dan hutan terdegradasi. Untuk lokasi di KHDTK Rarung, cadangan karbon terbesar terdapat pada plot yang mewakili ekosistem ampupu dan yang terendah pada plot vegetasi campuran. Untuk PSP di lokasi hutan mangrove Jerowaru, Lombok Timur karbon tertinggi terdapat pada hutan mangrove vegetasi rapat, diikuti hutan mangrove vegetasi sedang dan karbon terendah terdapat di mangrove vegetasi rusak.
Cadangan karbon di Ambon. Cadangan karbon terbesar yaitu di hutan primer Pulau Ambon sebesar 445 ton C/ha dan karbon terendah di hutan sekunder Pulau Seram.
Cadangan karbon di Sumatera Selatan. Hasil perhitungan yang dilaporkan belum selesai dan masih merupakan hasil dalam bentuk berat basah biomasa. Masih perlu menyelesaikan perhitungan biomasa kering dan cadangan karbon dari kelima pool karbon.
19Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Monitoring PSP atau pengukuran ulang di tahun 2013 akan dilaksanakan dengan sumber pendanaan dari DIPA Puspijak tahun 2013. Untuk tahun-tahun berikutnya monitoring PSP diharapkan dapat dilaksanakan oleh pihak terkait dengan pengukuran karbon hutan (Balai Penelitian Kehutanan, Dinas Kehutanan, BPKH, dll.) Untuk itulah besok kita akan melakukan FGD pasca 2014, akan sayang sekali jika PSP tidak dilakukan pengukuran ulang.
Monitoring dan pelaporan PSP pasca FCPF (2015) dilakukan setiap 3 tahun sekali. Laporan hasil monitoring PSP diserahkan kepada para pihak terkait dan Puspijak.
Kita banyak mendapat saran untuk melakukan pelatihan tentang pengukuran biomasa hutan di tingkat masyarakat, perlu dilakukan monitoring cadangan karbon hutan secara periodik dan perlu melibatkan pengelola kawasan dan masyarakat sekitarnya.
2.3 Program dan Kebijakan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat untuk Mencapai Target Penurunan Emisi (Pengalaman Pembangunan Plot Sample Permanent/PSP)
Oleh: Ir. Andi Pramaria, M.Si
Ada beberapa kesepakatan tingkat internasional terkait dengan komitmen penurunan emisi. Indonesia sepakat untuk menurunkan emisinya sebesar 26% dengan usaha sendiri dan 41% jika ada bantuan internasional. Untuk menjaga komitmen tersebut dibuatlah RAN (Perpres No. 61/2011). Di Provinsi Nusa Tenggara Barat ditindaklanjuti dengan dibuatnya RAD (ditetapkan dengan Keputusan Gubernur No. 51/2012). Oleh karenanya RAD GRK perlu didukung oleh semua pihak
Sumber emisi di sektor kehutanan: kebakaran hutan, penebangan pohon, perubahan penggunaaan kawasan hutan.1. Besaran emisi sektor kehutanan 14,89 juta ton CO2/tahun.2. Baseline emisi 2011 14892550 emisi CO2 per tahun.3. Skenario penurunan: mengembalikan 30% hutan lahan kering sekunder dan
penggunaan lain menjadi hutan lahan kering primer; 4. 225 sekitr 5jutaan CO25. Skenario kebijakan: moratorium logging, penundaan izin baruImplementasi untuk mengurangi emisi di Provinsi Nusa Tenggara Barat:1. Moratorium logging tertuang dalam Perda No. 3/2010 (RTRWP).
20 Strategi Monitoring PSP untuk Mencapai Target RAD dan SRAP Provinsi
2. Penundaan izin penggunaan kawasan hutan alam (Inpres No. 10 / 2011)3. Mempertahankan luas kawasan hutan (Perda No. 1 / 2010) 4. Penurunan kebakaran hutan.Permasalahan dan solusi:1. Kebijakan masih bersifat temporary belum bersifat permanen (RPJMD,INPRE,
RTRW, dll)2. Kebijakan dan program belum bersifat pengarusutamaan penurunan emisi GRK3. Perubahan kondisi hutan primer dan hutan sekunder ke penggunaan lain akibat
gangguan keamanan hutan, masih berlangsung karena kebutuhan lahan dan kebutuhan kayu, sementara kemampuan masih terbatas (dana, SDM).
Implementasi pengukuran karbon di HKm Santong. Luas Hkm Santong ijinnya 700 ha tetapi kenyataannnya 1056 ha. Luas hutan mangrove di Jerowaru 75.98 ha. Cadangan karbon pada hutan mangrove rapat sebesar 2888,9 ton.
Masukan yang diperoleh selama pembangunan PSP adalah:1. Diperlukan pengukuran stok karbon secara time series untuk melihat perubahan,2. Penambahan PSP pada kawasan lainnya untuk akurasi data, 3. Intervensi kebijakan yang lebih kuat dalam rangka penurunan emisi GRK guna
menjaga komitmenStrategi keberlanjutan yang diperlukan adalah menyediakan alokasi anggaran APBD bagi kegiatan monitoring PSP dan perluasan pembuatan PSP yang lebih mewakili NTB
2.4 Data dan Informasi Penginderaan Jauh untuk Mendukung Sistem Perhitungan Karbon Nasional
Oleh: Ir. Rubini Jusuf, M.Si dan Sukentyas Estuti Siwi, M.Si.
Pengembangan Bank Data Penginderaan Jauh bertujuan untuk membentuk bank data penginderaan jauh nasional. Bank data berperan dalam mengumpulkan, memelihara, memutakhirkan dan mendistribusikan meta data dan penginderaan jauh wilayah Indonesia.
LAPAN dapat menyediakan data satelit dari resolusi rendah sampai dengan tinggi (di bawah 4 meter), menyediakan informasi mengenai kualitas data dalam bentuk meta data/riwayat data, memberi supervisi terkait penginderaan jauh, dan memberi masukan kepada pemerintah mengenai pengadaan, pengelolaan terkait penginderaan jauh.
21Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Inpres No. 6 tahun 2012: tentang penyediaan, penggunaan, pengendalian. Inpres ini memerintahkan kepada LAPAN menyediakan data satelit inderaja resolusi tinggi dengan lisensi Pemerintah Indonesia.
Data yang diterima di Stasiun Bumi Pare-Pare dan Jakarta sudah sejak tahun 80-an dan sudah dapat mengakuisisi data dari beberapa satelit penginderaan jauh. Saat ini dengan tiga stasiun bumi (Rumpin, Jakarta dan Pare-pare) dapat dicover seluruh wilayah Indonesia.
Saat ini Lapan bekerjasama dalam kegiatan INCAS yang dilaksanakan oleh IAFCP.
Kegiatan INCAS meliputi: land cover data, climate data, biomass and growth, soil including peat, land use and land management.
Peran LAPAN dalam INCAS:1. Mengumpulkan data dari tahun 90-an sd. 20122. Mengumpulkan data resolusi tinggi sebagai pendukung3. Penguatan SDM (kursus ke Asutralia dan sebaliknya)Kelompok kerja dalam INCAS, dimulai sejak tahun 2012. Ada dua working group dalam kegiatan ini, yaitu1) remote sensing dan 2) perubahan penutupan lahan.
Untuk land cover change diambil data dari landsat (yang telah diseleksi) dengan beberapa langkah:1. Scene selection2. Ortho-rectification & terrain illmunitaion correction3. Cloud masking and mosaicing4. Tresholding to map
2.4.1 Pengumpulan Data
Pemetaan land cover change dengan memperhatikan hal-hal berikut:1. Wall-to-wall coverage (forest and non-forest estate)2. Perubahan penutup lahan tahunan (to produce accurate change products at 25 m for
Indonesia)3. Ketersediaan data yang kontinyu terkait dengan konsistensi time-series4. Verifiable and transparent5. Konsistensi dalam penggunaan istilah-istilah kehutanan atau metodologi Prioritas kerja LAPAN adalah Pemetaan Penutupan Lahan Hutan/Non-Hutan Tahunan dan Perubahannya, diantaranya:
22 Strategi Monitoring PSP untuk Mencapai Target RAD dan SRAP Provinsi
1. Penutupan lahan untuk seluruh wilayah Indonesia 2000-2009 (dilaksanakan pada 2009-2013),
2. Penutupan lahan untuk seluruh wilayah Indonesia 2010-2012 dan 1990-1999 (dilaksanakan pada 2013-2014).
Dari hasil analisis citra dapat diketahui perubahan lahan baik clearing dan replanting, groundcheck diperlukan untuk memastikan apakah lahan tes masih memiliki keseuaian dengan analisis citranya. Penginderaan jauh dapat membantu untuk meletakan dimana PSP berikutnya, dan memonitoring perkembangan perubahan lahan di sekitar PSP.
Tahun 2012 keluar Inpres No.6/2012 tentang penyediaan, penggunaan, pengendalian kualitas, penggunaan dan distribusi data satelit penginderaan jauh resolusi tinggi. Cakupan citra landsat Indonesia yaitu 225 scene. Lingkup pekerjaan pada bulan Mei 2012 Sumatera, November 2011 Kalimantan, Desember 2012 Papua.
Data penginderaan jauh memiliki peran sangat penting dalam mendukung kegiatan perhitungan karbon secara nasional.
23Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Pengembangan Sistem Monitoring PSP yang
Terintegrasi dan Partisipatif di Provinsi
BAB 3
25Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
3.1 Integrasi NFI ke dalam Sistem Monitoring Karbon Hutan yang Akan Dibangun di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Oleh: Ir. Iman Santosa, M.Sc
National Forest Inventory (NFI) adalah kegiatan untuk memperoleh data tentang kondisi sumber daya hutan di tingkat nasional yang mencakup perubahan penutupan lahan/penggunaan lahan.
3.1.1 Komponen NFI
1. Penaksiran,2. Pemantauan dan 3. Pemetaan SDH
3.1.2 Penaksiran SDH
Penaksiran SDH, dilakukan dengan:1. Pembuatan PSP dan TSP, 2. Dibangun di seluruh tipe kawasan hutan Pemantauan SDH adalah kegiatan untuk menyediakan data spasial penutupan/penggunaan lahan dengan batuan teknologi penginderaan jauh (menggunakan landsat 7 ETM+, penafsiran dilakukan tiap 3 tahun, penutupan/penggunaan lahan menggunakan 23 kelas). Pemetaan SDH dilakukan dengan pemetaan dengan skala 1:250000
3.1.3 Pemantauan Hutan Nasional
1. Dilatarbelakangi oleh Cancun Agreement (COP ke-16 tahun 2010)2. Data yang tersedia: batas NKRI, penutupan/penggunaan lahan, laju deforestasi3. Penyebaran PSP/TSP4. Peta citra satelit5. Dapat diakses di www.dephut.go.id6. Sejalan dengan UU ketersediaan informasi publikPengembangan Sistem Monitoring karbon Hutan di NTB, meliputi:1. Sistem untuk memantau emisi, serapan dan sediaan/stock karbon yang berasal
dari hutan
2. Mengacu pada RAD Provinsi NTB3. Dilaksanakan setiap tahun selama 2013-20214. Memerlukan kesiapan perangkat keras, lunak dll
3.1.4 Sinkronisasi Data
1. Spasial, 2. Numerik, 3. Tipe vegetasi,4. Periodisasi data harus disinkronisasiAnalisis data untuk RAD GRK menggunakan stock different analysis.
3.2 Potensi Aplikasi INCAS sebagai Sistem Monitoring Karbon Hutan
Oleh: Dr. Haruni Krisnawati
INCAS atau Indonesia Carbon Accounting System adalah sebuah sistem perhitungan karbon yang disusun oleh Kementerian Kehutanan atas inisiasi dari pemerintah Australia, dimulai sejak tahun 2009. INCAS mengadopsi sistem perhitungan karbon Australia NCAS (Full Carbon Accounting Model) yang dikembangkan di Australia dan sudah mendapat pengakuan internasional. Saat ini metode tersebut dikalibrasi, disesuaikan dengan kondisi hutan di Indonesia.
Untuk skala nasional yang dihasilkan dari INCAS dapat menjadi input bagi pelaporan dalam usaha pengurangan emisi dan juga dasar bagi kebijakan atau untuk mendukung kebijakan dan untuk memantau kondisi hutan berdasarkan stok karbon.
Dari PSP kita bisa mendapatkan banyak informasi tidak hanya karbon tetapi juga kenakeragaman hayati (flora dan fauna).Untuk skala internasional hasil dari INCAS ini dapat menjadi bahan pelaporan kepada UNFCCC. Peran PSP adalah memberikan informasi terkait faktor emisi, yang dilakukan melalui inventarisasi hutan.
3.2.1 Desain INCAS
1. Desain utk skala nasional.2. Mampu mengukur/menghitung emisi setiap tahun.3. Mencakup 5 karbon pools.4. Menghasilkan pengukuran untuk semua green house gasses (ke depan).
27Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
5. Informasi bisa digunakan untuk skala internasional, nasional, sub nasional, district, site.
6. Memberikan ruang untuk beberapa skenario manajemen aktivitas yang dilaksanakan di lapangan.
7. Berusaha konsisten secara spasial dan temporal.
3.2.2 Modul INCAS
1. Klasifikasi biomasa, yaitu INCAS didesain untuk memonitor emisi melalui perubahan tutupan lahan dan karbon stok. Terdapat 23 klasifikasi lahan (Kementerian Kehutanan), inilah yang diadopsi di INCAS. Bonita similar dengan klasifikasi biomasa yang dapat digunakan sebagai dasar untuk memonitor perubahan tutupan lahan.
2. Analisis perubahan lahan, untuk melihat perubahan tutupan lahan tahunan, dimulai tahun 2000 mencakup seluruh wilayah Indonesia.
3. Pemetaan kelas gangguan hutan, untuk melihat bagaimana hutan itu mengalami gangguan.
4. Pendugaan stok karbon, pada lima pool karbon.
3.2.3 Data yang Dibutuhkan
1. Remote sensing data utk analisis perubahan lahan secara tahunan, 2. Ground data/ data lapangan/data pengukuran yang minimal diperlukan untuk
INCAS:3. Iklim (curah hujan, suhu, lamanya penyinaran)4. Data inventarisasi: MRV – baplan, IMP – BUK5. Tanah soil/peat: kementan, wetland6. Iklim: BMKG7. Landuse and management: pemanenan, kebakaranData dari PSP dibutuhkan dalam kelompok data “biomass and growth”, sedapat mungkin data dari lapangan tetap digunakan karena lebih akurat dibandingkan data dari sumber sekunder dari peneliti lain.
INCAS berusaha membangun sistem dengan mengintegrasikan sistem yang sudah ada. Di Australia penyusunan NCAS dilaksanakan selama 10 tahun, status kemajuannya sebagai berikut:1. Sudah diselesaikan analisis perubahan tutupan lahan di Kalimantan, Sumatera,
Sulawesi dan Papua (2000-2009).2. Ke depan akan dikerjakan analisis tutupan lahan untuk Maluku dan Jawa.
28 Pengembangan Sistem Monitoring PSP yang Terintegrasi dan Partisipatif di Provinsi
3. Pilot system peta dan klasifikasi biomassa di Kalimantan.4. Membangun kelas biomasa dan peta biomasa untuk Kalimantan.5. Mengintegrasi analisis tutupan lahan tahunan dan klasifikasi biomasa untuk
Kalimantan.6. Menduga gain and loss kelas biomasa tahunan di Kalimantan.7. Menduga emisi dan removal tahunan melalui kelas biomasa tahunan di Kalimantan.8. Beberapa kali menyelenggarakan workshop mengenai penggunaan model-model
karbon untuk mengintegrasikan pengelolaan skenario untuk membangun full carbon accounting untuk perhitungan emisi.
Perhitungan karbon dan model pelaporan, meliputi:1. Mengintegrasikan perubahan tutupan lahan dan data perubahan stok karbon.2. Perangkat pendugaan yang fleksibel3. Menghitung emisi GRK total tahunan menggunakan skenario-skenario
3.2.4 Output
Inventarisasi GRK nasional untuk sektor lahan.Hasil INCAS dapat digunakan untuk:
1. Sentral komponen kerangka MRV untuk REDD+ yang merupakan dasar untuk perdagangan karbon.
2. Dapat mendukung pemantauan hutan nasional dengan memberikan pengambil keputusan bagaimana mengelola emisi GRK dan mengelola lahan/hutan.
3. Mengkuantifikasi dampak kebijakan pengelolaan lahan pada masa lampau, sekarang, dan masa yang akan datang.
4. Memberikan dasar scientific dan teknik bahwa Indonesia mampu menghasilkan dasar perhitungan dengan data dan kemampuan sendiri di forum internasional.
5. Dapat diangkat sebagai sistem monitoring karbon hutan nasional.6. Menghasilkan output yang diperlukan untuk pelaporan internasional UNFCCC,
REDD+, inventarisasi Gas Rumah Kaca nasional.7. Memberikan input yang diperlukan untuk membangun skenario REL.8. Memonitor perubahan tahunan emisi dan penyerapan sektor lahan
3.3 Dukungan data Kegiatan untuk Menyusun Strategi Monitoring PSP
Oleh: I Gusti Rakha Wisnu
29Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Tupoksi BPKH adalah Dukungan data. Luas kawasan hutan di Bali 130.686 ha, NTB I juta ha. Untuk memperoleh kepastian data dari PSP/TSP dibutuhkan kemantapan kawasan hutan. Kawasan hutan yang mantap harus memenuhi syarat sebagai berikut:1. Adanya kepastian kawasan hutan2. Status kawasan yang bebas konflik jangka panjang3. Diketahui letak lokasi, luas dan kondisi penutupan4. Permanen dan dibatasi oleh batas alam/buatan dll
3.3.1 National Forest Inventory
1. Telah dimulai sejak 19892. Melalui new inisitif akan terdapat 88 plot, yang sudah dikerjakan 70 plot (PSP/
TSP)3. Perbedaan dengan plot Puspijak karena BPKH menggunan pendekatan kisi grade
setiap 20 km, melalui new inisiatif menjadi setiap 10 km.
3.3.2 Inventarisasi Biogeofisik
Pelaksanaannya hampir mirip dengan TSP/PSP, perbedaannya hanya dilakukan pada PSP nya, tujuannya adalah untuk penyusunan rencana pengelolaan KPH. Jarak antar plot biogeofisik adalah 5 km x 5 km. Pembangunan plot biogeofisik di P. Lombok dalam rangka pembangunan KPH Rinjani Timur dan di Sumbawa adalah dalam rangka pembangunan KPH Ampang. Pembangunan plot biogeofisik di NTB dianggap sudah mencukupi. Rencana tahun 2013 akan dilaksanakan re enumerasi terhadap plot-plot yang ada di Lombok, Sumbawa dan Bali.
3.4 Peran Masyarakat dalam Monitoring Karbon
Oleh: Dr. MarkumDiperkirakan minimal 60% luas kawasan hutan (500 000 ha) sudah dikelola
masyarakat. Masyarakat sudah menjadi bagian dari penguasa hutan di daerah karena masyarakat yang sepenuhnya memiliki akses dan kekuasaan di kawasan hutan di daerah dengan sistem relasi dan aturan hukum lokal. Persepsi dengan pengetahuan masyarakat tentang hutan cukup baik, namun karena ada keterbatasan berupa kebutuhan ekonomi maka terjadi kontradiksi antara pemahaman dengan pengelolaan.
Perubahan cadangan karbon turun di tahun 2009 pada beberapa jenis tutupan lahan hutan. Terbesar di hutan primer. Faktor emisi di Lombok 3,35 ton per hektar, di DAS Jangkok yang kondisinya relatif masih baik. Perubahan penggunaan lahan akan berakibat pada perubahan cadangan karbon dan keanekaragaman hayati
30 Pengembangan Sistem Monitoring PSP yang Terintegrasi dan Partisipatif di Provinsi
Tantangan ke depan:1. Mewujudkan HKm dengan tanaman yang memiliki layanan lingkungan yang
baik2. Menjadikan praktek PHBM yang berhasil sebagai daerah yang memiliki nilai
dan dihargai dengan baik3. Persepsi dan pengetahuan masyarakat menjadi motivasi dalam praktek HKm4. Menentukan kriteria yang bisa diterima berupa cadangan karbon ideal5. Daerah dengan cadangan karbon yang tinggi belum tentu dapat memberikan
kesejahteraan bagi masyarakatPeluang dan peran masyarakat dalam transaksi karbon1. Permenhut No. 20/2012 memberikan ruang untuk mengembangkan Demonstration
Activities2. Tersedianya inisiatif untuk pasar karbon3. Pengembangan best practices untuk daerah yang berhasil baikPeran masyarakat dalam monitoring karbon: 1. Peran masy sebagai “penguasan hutan” di NTB maka peran masyarakat menjadi
kunci2. Peran masyarakat dengan peran monitoring dan evaluasi karbon3. Meneliti dengan lahannya sendiri4. Kelembagaan yang sudah eksis di masyarakat bisa dijadikan simpul
31Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
BAB 4
Kesimpulan dan Rekomendasi
33Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
4.1 Kesimpulan
Lokakarya ini telah berhasil merumuskan strategi pengelolaan PSP secara berkelanjutan, terciptanya persamaan persepsi tentang peran dan tanggung jawab para pihak di tingkat Provinsi dalam pemantauan karbon hutan dan memberikan masukan untuk pengembangan kebijakan terkait pengelolaan PSP dan pemantauan karbon hutan tingkat Provinsi.
4.2 Rekomendasi
1. Perlu adanya sosialisasi RAD baik di daerah kabupaten maupun di kota dalam rangka monitoring dan evaluasi, sehingga dapat diketahui penurunan emisi yang harus dilakukan oleh setiap wilayah.
2. Kita banyak mendapat saran untuk melakukan pelatihan tentang pengukuran biomassa hutan di tingkat masyarakat, perlu dilakukan monitoring cadangan karbon hutan secara periodik dan perlu melibatkan pengelola kawasan dan masyarakat sekitarnya.
3. Perlu adanya pelatihan tentang pengukuran biomassa hutan di tingkat masyarakat, perlu dilakukan monitoring cadangan karbon hutan secara periodik dan perlu melibatkan pengelola kawasan dan masyarakat sekitarnya.
4. Diperlukan pengukuran stok karbon secara time series untuk melihat perubahan stok, tipe ekosistem hutan yang belum terwakili (hutan kering/semi arid) untuk akurasi data.
5. Intervensi kebijakan yang lebih kuat dalam rangka penurunan emisi GRK guna menjaga komitmen.
6. Perlu melibatkan masyarakat dalam pengamanan maupun monitoring PSP. Masyarakat pun dapat dilibatkan dalam perhitungan karbon melalui training/ transfer teknologi dari pusat ke daerah.
7. Perlu mewujudkan HKm dengan tanaman yang memiliki layanan lingkungan yang baik, menjadikan praktek PHBM yang berhasil sebagai daerah yang memiliki nilai dan dihargai dengan baik.
8. Perlu adanya capacity building terkait REDD+ di daerah untuk menyiapkan stakeholder dalam implementasi sistem monitoring karbon hutan.
9. Pengamanan PSP harus terintegrasi (lokasi dimana PSP berada secara keseluruhan).
10. Pembangunan aplikasi sistem monitoring harus dibuat fleksibel atau dinamis sesuai dengan perkembangan regulasi. Selain itu sistem yang dibuat juga harus user friendly.
34 Kesimpulan dan Rekomendasi
11. Perlu dibentuk Bank Data/ Pusat Data dan Web Karbon PSP Provinsi NTB. 12. Pokja RAD GRK sebagai pemangku sistem monitoring karbon hutan.13. Perlu dibuat protokol pengelolaan sistem monitoring karbon hutan berdasarkan
kesepakatan para pihak yang meliputi mekanisme input, akses, sharing, dan peran serta tanggungjawab para pihak.
Lampiran
37Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Lampiran 1. Agenda Kegiatan
AGENDA KEGIATANLOKAKARYA STRATEGI MONITORING PSP DI TINGKAT PROVINSI
MATARAM, 7-8 MEI 2013The Santosa Villas & Resort, Jl. Raya Sengigi Km. 8, Senggigi, Lombok
Waktu Agenda Pembicara Penanggungjawab
Hari I: 7 Mei 2013
08.00 – 08.30 Registrasi Panitia
08.30 – 09.00 AcaraPembukaan:• Doa• Sambutan Pembukaan• Pengantar
Dinas Kehutanan Propinsi Nusa Tenggara BaratKepala Dinas KehutananKepala Puspijak
Panitia
09.00 – 12.00 Sesi 1: Strategi Monitoring PSP untuk mencapai Target RAD dan SRAP Provinsi
09.00 – 10.40 Presentasi:
1. Strategi dan Kebijakan Provinsi Nusa Tenggara Barat untuk mencapai Target Penurunan Emisi: Pengalaman dari Penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD)
Ir. Makchul, M.Si (BAPPEDA Propinsi NTB)
Moderator:Ir. Achmad Pribadi, M.Sc.Notulis:Bayu Subekti, SIP, M.HumMega Lugina
2. Overview Pembangunan PSP FCPF tahun 2012
Tim Peneliti Puspijak (Virni Budi Arifanti, S.Hut., M.Sc)
3. Program dan Kegiatan Daerah untuk Mencapai Target Penurunan Emisi: Pengalaman Pembangunan PSP di Propinsi NTB
Dinas Kehutanan
4. Data dan Informasi untuk Mendukung Sistem Perhitungan Karbon Nasional (INCAS)
LAPAN (Rubini Yusuf, Msi dan Sukentyas Estuti Siwi, S.Si
10.40 – 12.00 Diskusi
12.00 – 13.30 Ishoma Panitia
38 Agenda Kegiatan
Waktu Agenda Pembicara Penanggungjawab
13.30 – 16.35 Sesi 2: Pengembangan Sistem Monitoring PSP yang terintegrasi dan partisipatif di Provinsi
13.30 – 15.00 Presentasi:
1. Integrasi National Forest Inventory (NFI) ke dalam Sistem Monitoring Karbon Hutan yang akan dibangun di Daerah
Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan
Moderator:Ir. Andi Pramaria, MmNotulis:Virni Budi Arifanti, S.Hut., M.ScGalih Kartika Sari
2. Potensi aplikasi INCAS sebagai sistem monitoring karbon hutan
IAFCP (Dr. Haruni Krisnawati)
3. Dukungan data kegiatan untuk menyusun Strategi Monitoring PSP
BPKH Wilayah VIII Denpasar
4. Peran dan tanggungjawab masyarakat di tingkat Provinsi dalam pelaksanaan sistem monitoring karbon hutan
Suyono, SE(Transform)
15.00 – 16.00 Diskusi
16.00 – 16.35 Pembentukankelompok FGD dan briefing untukhari ke-2
Dinas Kehutanan Propinsi NTB
Hari II: 8 Mei 2013
09.00 – 12.00 FGD Kelompok 1: Strategi Pengelolaan PSP di Tingkat Provinsi
FasilitatorKelompok 1Notulis: Bayu Subekti, S.IP, M.Hum
Kelompok 2: Rancangan Sistem Monitoring Karbon Hutan Tingkat Provinsi
FasilitatorKelompok 2Notulis: Galih Kartika Sari, S.Hut, MAP
12.00 – 13.00 Ishoma Panitia
13.00 – 14.00 Sidang Pleno Moderator: Ir. Andi Pramaria, Mm
14.00 – 14.15 Perumusan Hasil Lokakarya Bayu Subekti, SIP, M.HumVirni Budi Arifanti, S.Hut, MSc
14.15 – 14.30 Penutupan Panitia
39Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Lampiran 2. Presentasi
1. Strategi dan kebijakan pemerintah provinsi Nusa Tenggara Barat dalam penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK)
STRATEGI DAN KEBIJAKANPEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
DALAM PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK)
Oleh: Ir. Akhmad Makchul, MSi.Bappeda Provinsi NTB
ISU TERKAIT PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI NTB
Lahan kritis Ilegal Logging Tingginya alih fungsi lahan Kerusakan ekosistem hutan, lahan dan pesisir Penurunan kuantitas dan kualitas sumberdaya air. Bencana banjir dan kekeringan
Perubahan Iklim & Pemanasan Global meningkatnya suhu maksimum sebesar 0,70 C dan suhu rata-rata minimum terjadi peningkatan sebesar 1,20 C. Nusa Tenggara Barat merupakan Provinsi dengan kenaikkan suhu sangat tinggi di Indonesia.
Degradasi lingkungan Kemiskinan khususnya di daerah pertanian lahankering, kawasan sekitar hutan dan pesisir
40 Presentasi
RPJPD 2005 - 2025
Mewujudkan kemandirian dan daya saing daerah, yaitu terwujudnya kemampuan dinamis mengembangkan diri dan profesionalisme masyarakat yang didukung kelestarian dan keberlanjutan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup serta berkembangnya kearifan lokal, sebagai daya mampu keunggulan relatif terhadap wilayah lain.
■ Mewujudkan pembangunan berkelanjutan, yaitu pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam, lingkungan hidup dan sumberdaya buatan bagi keberhasilan pembangunan kesejahteraan generasi masa kini dengan memperhitungkan secara cermat dan bertanggungjawab bagi kelangsungan hidup dan kehidupan generasi mendatang.
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PROVINSI NTB
RPJMD 2009 - 2013
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PROVINSI NTB
Menumbuhkan Ekonomi Berbasis Sumberdaya Lokal dan Mengembangkan Investasi dengan mengedepankan Prinsip Pembangunan Berkelanjutan;
Melakukan Percepatan Pembangunan Infrastruktur Strategis dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
41Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
RTRW PROVINSI NTBPROVINSI NTB SEBAGAI
PUSAT PENGEMBANGAN AGROBISNIS DAN PARIWISATA
diwujudkan dalam bentuk :- pusat pengembangan agrobisnis;- kawasan pengembangan pariwisata;- pusat pengembangan kelautan dan
perikanan; - simpul transportasi regional,
nasional dan internasional.
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PROVINSI NTB
Program Pembangunan Daerah NTB BERBASIS SDA BERKELANJUTAN
Tahun 2009 – 2013■ Gerakan NTB Hijau
Program Sekolah Hijau dan pengembangan Hutan Cadangan Energi.
■ Gerakan Ruang HijauRuang Hijau merupakan singkatan dari “Ruang Hunian Ideal (yang dibentuk dengan) Jalan mantap, Air lestari, dan Utilitas yang memadai”
■ Gerakan Kawasan PERMATAGerakan Kawasan PERMATA adalah suatu upaya PERlindungan MATa Air (PERMATA)
■ Memantapkan program "Desa Mandiri Pangan“■ Pengembangan Desa Mandiri Energi (DME)■ Pencanangan NTB sebagai Provinsi Bumi Sejuta Sapi.■ Meluncurkan "Pasar Tani", sebagai model pengembangan pasar
khusus bagi produk unggul■ Revitalisasi penyuluh pertanian, kehutanan, peternakan,
perkebunan dan perikanan.
42 Presentasi
Penguranganpemanasan
global & efekrumah kaca
Pendukungpembangunan
sektor lainPeningkatan
lapangan kerja400 ribuorang Penutupan lahan
kritis meningkat315 ribu Ha
(HTR, HKm Ha, HTI, Sylopasture dll
Peningkatan kualitas & kuantitas
sumberdaya air
Peningkatan hasil hutan
bukan kayu & jasa lingkungan
KEBIJAKAN NASIONAL
Peraturan Presiden No. 61, tentangRencana Aksi Nasional Indonesia untukpengurangan GRK (RAN-GRK), dapatdianggap sebagai StrategiPembangunan nasional yang RendahEmisi.
Peraturan Presiden No.71 sebagaiPelaksanaan Inventarisasi Gas RumahKaca tingkat Nasional.
43Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
PERGUB 51/2012 Ttg. RAD GRK Provinsi NTB
Ketentuan Umum Ruang Lingkup Kedudukan RAD GRK dlm Kebijakan
Pembangunan Daerah Dokumen RAD Monev RAD GRK Ketentuan Penutup
SUMBER-SUMBER GAS RUMAH KACA (GRK)
Sumber: WRI/WBCSD GHG Protocol Corporate Standard, Chapter 4 (2004).
Jenis – jenis Emisi GRK : CO2, SF6, CH4, N2O, HFCs, PFCs
44 Presentasi
KAITANNYA DENGAN PERUBAHAN IKLIM, SEKTOR KEHUTANAN DAPATBERFUNGSI SEBAGAI PENGEMISI KARBON (EMITTER) DAN PENYERAP KARBON
(SINKER),
Sumber : emisi dan serapan GRK untuk sektor Agriculture, Forestry and Land Use (AFOLU) (Sumber: IPCC 2006)
Perubahan iklim merupakan perubahan yang terjadi pada iklim baik secaralangsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh aktivitas manusia yangmempengaruhi komposisi dan konsentrasi emisi gas rumah kaca di atmosfirsecara global dan berakibat terjadinya variasi iklim alami dalam periode waktutertentu
Jumlah emisi CO2 di Indonesia tergolong tinggi, yaitu 1,55 ton karbon (5,67 tonCO2 – eq) per kapita. Angka ini dapat mencapai sebesar 3,22 ton karbon perkapita pada tahun 2050 mengikuti pertumbuhan penduduk dan peningkatanPDRM jika tidak dilakukan mitigasi atau kegiatan berjalan seperti biasanya(business as usual). Pada sektor-sektor yang memproduksi emisi CO2 yangtinggi, Pemerintah Indonesia telah mengusulkan untuk mengurangi emisi GRKsampai menjadi 26% pada tahun 2020 (Kesepakatan InternasionalCopenhagen, 2009).
Pemerintah daerah dapat berperan serta dalam pengurangan emisi GRK dalamkonteks pembangunan berkelanjutan di daerah melalui perencanaan strategis,pembuatan konsensus dan peran koordinasi.
Pemerintah daerah dapat mendorong keterlibatan publik dan swasta untukmeningkatkan kesadaran dan kepedulian terhadap dampak perubahan iklim.
Mengapa perlu....??
45Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Sumber Emisi di Provinsi NTBSektor Pertanian
Sumber emisi (1) emisi metana (CH4), (2) emisi karbondioksida (CO2) dan (3) emisidinitrogen oksida (N2O).
Sektor Kehutanan
Sumber emisi : lahan kritis, kebakaran hutan, ladang berpindah, penebangan liar danperambahan hutan serta alih fungsi lahan (land use change).
Sektor Energi
Emisi gas buang dari kendaraan bermotor (60-70%) , industri (10-15% ) dan daripermukiman atau rumah tangga, kebakaran hutan maupun pembakarn sampah (30-35%).
Untuk Provinsi NTB, sumber emisi berasal dari penggunaan bahan bakar untukpembangkit listrik oleh PLN dan PT. Newmont (pertambangan).
SektorTransportasi
Sumber emisi berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, penggunaan minyakpelumas dan penggunaan refrigeran di sistem pengkondisian udara pada kendaraan.
Sektor Industri
Emisi dari industri : pembakaran bahan bakar untuk melakukan proses produksi
Emisi dari sektor energi : pembakaran bahan bakar untuk menghasilkan listrik
Sektor Pengelolaan Limbah
berasal dari sampah domestik dan limbah cair domestik.
Usulan MitigasiEnergy : Penerapan Program Kemitraan Konservasi Energi Peningkatan efisiensi peralatan rumah tangga. Penyediaan dan Pengelolaan Energi Baru Terbarukan (EBT) dan
Konservasi Energi Pemanfaatan Kotoran Ternak menjadi energi Pengalihan pemakaian minyak tanah ke LPG secara penuh Penyusunan klasifikasi data potensi dan cadangan panas bumi untuk
ketenagalistrikan dan pemanfaatan langsung energi panas bumi Penetapan wilayah kerja pertambangan (WKP) panas bumi Penyusunan kebijakan tentang panas bumi dan air tanah Penggunaan bahan bakar nabati (BBN) Perhitungan dan pembaruan faktor emisi pada sistem grid
ketenagalistrikan
46 Presentasi
Transportasi : Pengembangan Pengendalian Analisis Dampak Lalu Lintas/TIC Peremajaan Armada Angkutan Umum Membangun Non Motorized Transport /NMT (Pedestrian dan Jalur
Sepeda) Campaign Education at School Penerapan Manajemen Parkir Penerapan Congestion Charging dan Road Pricing Pelatihan dan Sosialisasi Eco Driving Pengadaan Sistem BRT/semi BRT Pemasangan Converter Kit pada Mobil Dinas Menaikkan Uang Muka Kredit Sepeda Motor dan Pajak Progresif
Kendaraan Pribadi Car Free Day dan Menutup Transportasi Bermotor di Pusat
Keramaian
Usulan Mitigasi
Usulan Mitigasi
Industri Strategi inti Aksi mitigasi yang dicanangkan
untuk sektor industri NTB ini terdiri atas 3 kegiatan inti yakni: (a) Peningkatan TeknologiProses, (b) Pengusahaan Bahan BakarAlternatif terutama mengarah ke gasifikasi, dan (c) Peningkatan Efisiensi dan MutuProses Produksi.
47Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Usulan MitigasiKehutanan Moratorium logging. Penundaan ijin penggunaan kawasan hutan
pada hutan alam. Rehabilitasi hutan dan lahan seluas 63.000
ha/3 tahun. Pengamanan hutan. Penurunan kebakaran hutan. Implementasi NTB Hijau.
Usulan MitigasiPertanian(1) Perluasan areal penanaman padi dengan sistem tanpa (sedikit)
penggenangan (sistem SRI-system rice intensification),(2) Pengembangan teknologi pengelolaan lahan tanpa bakar, (3) Penerapan precission farming atau pemupukan sesuai kebutuhan, (4) Penggunaan pupuk organik untuk meningkatkan simpanan karbon
dalam tanah, (5) Pemanfaatan limbah pertanian untuk energi dan pupuk organik, (6) Optimasi lahan pertanian dengan meningkatkan produktivitas dan
indeks pertanaman, termasuk pemanfaatan lahan secara optimal, (7) Perluasan areal pertanian dan perkebunan di lahan tidak produktif/
terdegradasi berkelanjutan melalui tatakelola air dan ameliorasi yang menurunkan emisi GRK,
(8) Pengembangan teknologi biogas dan pakan untuk mengurangi emisiGRK dari ternak, dan
(9) Perluasan penggunaan varietas padi rendah emisi gas CH4.
48 Presentasi
Usulan MitigasiPengelolaan Limbah Penyusunan Perencanaan Pengelolaan Persampahan Minimasi Sampah dengan prinsip 3R Peningkatan Sarana-Prasarana Persampahan Penyusunan Perencanaan Pengelolaan Air Limbah Pembangunan prasarana Waste Water Treatment
Pemukiman Pengendalian Banjir Pengelolaan Badan Air Pemberdayaan Kesehatan Lingkungan dan Masyarakat Monitoring dan Evaluasi Program/Kegiatan Non-teknis RAD-GRK Sektor Limbah
Upaya MITIGASI MENURUNKAN EMISI1. Aktivitas mitigasi, mengembalikan fungsi lahan ke fungsi aslinya (terutama
mengembalikan fungsi lahan ke hutan lahan kering primer) akanberpotensi men-squester karbon dalam tubuh tanaman/tanah dalamjumlah yang sangat signifikan (1.030.633 ton CO2/th)
2. Jika 30% lahan penggunaan lain dikembalikan ke fungsi ke pertanian lahankering campuran dan agroforestry, maka paling tidak akan mengurangiemisi sebesar masing-masing 19.561,8 ton CO2 eq/th (30% dari 65.206 ton/th) dan 13.169,1 ton CO2 eq/th (30% dari 43.897 ton/th)
3. Jika penurunan emisi masing-masing ditargetkan 30% pada perubahanpenggunaan lahan ke original landuse ke hutan lahan kering primer, hutanlahan kering sekunder, lahan kering campuran, semak belukar, pertanianlahan kering dan perkebunan, maka diperkirakan akan terjadipengurangan emisi sebesar 490.632,3 ton CO2/th. Jikaangka ini diproyeksi selama 5 tahun pertama dan 5 tahun kedua, maka akan terjadi penurunan emisisebesar 22% (4.906.323 ton) dari prediksi total emisitahun 2021, yaitu dari 22.338.825 ton (prediksi emisitanpa upaya mitigasi) menjadi 17.432.502 ton CO2 eq
49Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Strategi Implementasi
(1) memetakan lembaga-lembaga yang dimiliki Provinsi NTB,
(2) mengidentifikasi sumber dana yang mungkin,
(3) menyusun jadwal implementasi masing-masing usulan aksi mitigasi, dan
(4) strategi sosialisasi aksi mitigasi.
HASIL ANALISIS BAU BASELINE BERBASIS LAHAN
POKJA KEHUTANAN (PERGUB 51 / 2012)
50 Presentasi
Permasalah : Alih fungsi lahan hutan Analisis Emisi : Total emisi CO2 eq
1.747.754 ton/ha (soft ware abacus, 2012) hasil dari perubahan penggunaan lahanhutan
Lembaga/stakeholders (Kemenhut, PemdaProv./Kab, Dinas Kehutanan Pertanian, UPT Kemenhut, PDAM, Ponpes,Pengusahakayu, NGO, PT, Sekolah dan masy
No Original land use (yang berada dalam zona kawasan hutan)
Emisi (ton CO2 eq/Th) ke penggunaan lahan lain
Sumbangan emisi(%)
1 Hutan lahan kering primer 1.030.633 58,97
2 Hutan Lahan Kering Sekunder 282.161 16,14
3 Pertanian Lahan Kering Campur 171.689 9,82
4 Semak Belukar 150.958 8,64
5 Pertanian Lahan Kering 65.206 3,73
6 Perkebunan 43.897 2,51
7 Sawah 2.503 0,14
8 Hutan Mangrove Primer 707 0,04
9 Total Emisi CO2 eq/tahun 1.747.754 100
10 Total Sequestrasi CO2 eq/tahun 258.499
11 Net Emisi CO2 eq/tahun 1.489.255
Jumlah dan sumbangan emisi dari perubahan penggunaanlahan yang dikelompokkan berdasarkan original land use
Sumber Data : SOFTWARE ABACUS
51Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
2. Lesson Learned dari pembangunan PSP untuk monitoring karbon hutan pada kegiatan FCPF tahun 2012
LESSON LEARNED DARI PEMBANGUNAN PSP UNTUK MONITORING KARBON HUTAN PADA KEGIATAN FCPF
TAHUN 2012
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANPERUBAHAN IKLIM DAN KEBIJAKAN
KEMENTERIAN KEHUTANAN
Disampaikan pada Lokakarya Strategi Monitoring PSP di Tingkat ProvinsiMataram, 7-8 Mei 2013
52 Presentasi
LATAR BELAKANG
• Perubahan iklim pemanasan global terjadi akibatpeningkatan emisi GRK
• Emisi Indonesia pada 2006: 1,76 Gt CO2e• 60% emisi di Indonesia berasal dari perubahan tutupan lahan
dan kebakaran gambut• Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK
sebesar 26% dengan kemampuan sendiri atau 41% denganbantuan internasional
• Perpres No. 61/2011 tentang RAN GRK mengamanatkanPemprov untuk menyusun RAD GRK
• Pentingnya informasi cadangan karbon dalam penyusunanRAD GRK
LATAR BELAKANG
The Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) adalahprogram yang didanai oleh 18 lembaga donor dandikoordinasikan oleh World Bank.
Dalam rangka mendukung pelaksanaan REDD+ ,perhitungan cadangan karbon harus berdasarkantingkat kerincian yang tinggi untuk meningkatkanakurasi perhitungan.
Pembangunan Petak Ukur Permanen/PermanentSampling Plots (PSPs) dilakukan untuk meningkatkankualitas data nasional dan regional dalam rangkamendukung sistem MRV dalam perhitungan karbondan emisi.
53Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
TUJUAN
• Membangun PSP di berbagai tipe hutan di tingkat Provinsi
• Membangun database cadangan karbon untuk setiap tipe hutan di tingkat Provinsi
• Melakukan monitoring cadangan karbon hutan di tingkat Provinsi
OUTPUT
• Terbangunnya PSP untuk monitoring cadangan karbon di tingkat Provinsi
• Tersedianya database pertumbuhan pohon pada berbagai tipe hutan
• Tersedianya database cadangan biomasa dan karbon di 5 carbon pools (AGB, BGB, serasah, nekromas, tanah) di tingkat Provinsi
54 Presentasi
KRITERIA PEMILIHAN LOKASI PSP
(1) keamanan(2) aksesibilitas(3) keterwakilan(4) keberlanjutan(5) status kawasan
LOKASI PEMBANGUNAN PSP FCPF
2. SUMATERA SELATAN
1. SUMATERA BARAT 3. SULAWESI UTARA
4. NTB
5. MALUKU
55Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
JUMLAH DAN TIPE LOKASI PSP (2012)
• 15 PSP• Ht. sekunder, agroforestry, semak belukarSUMATERA BARAT
• 12 PSP • Hutan alam primer, sekunder, hutan rakyat,
hutan gambut sekunder SUMATERA SELATAN
• 22 PSP• Hutan pantai, ht. dat. tinggi, ht. dat. rendah, ht.
lumutSULAWESI UTARA
• 33 PSP• HKm, KHDTK dan hutan mangroveNTB
• 12 PSP• Hutan alam primer dan sekunderMALUKU
METODE
• Stratifikasi Lapangan• Pembangunan Permanent Sampling Plot (PSP)• Pengukuran biomasa 5 pool karbon :
1. Permukaan atas tanah2. Permukaan bawah tanah3. Serasah dan Tumbuhan bawah4. Tanah5. Kayu mati (nekromas)
56 Presentasi
1 m1 m
2 m2 m
5 m
5 m
10 m
10 m
20 m
20 m
1 m1 m
2 m2 m
5 m
5 m
10 m
10 m
20 m
20 m
1 m1 m
2 m2 m
5 m
5 m
10 m
10 m
20 m
20 m
50 m
50 m
Plot establishment for trees inventory and destructive sampling of selected trees
1m x 1m = litter, undergrowth2m x 2m = seedlings (DBH < 2,5 cm)5m x 5m = saplings (DBH 2,5 – 9,9 cm)10m x 10m = poles (DBH 10,0 – 19,9 cm)20m x 20m = trees (DBH ≥ 20,0 cm)
= canopy coverage measurement
= transect line for dead wood
HASIL PEMBANGUNAN PSPSUMATERA BARAT
Hutan Nagari Simancuang, Kab. Solok Selatan
57Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
SUMATERA BARAT
198.08
139.34
95.59
85.69
21.26
C stock (MgC/ha)
Hutan Sekunder muda
Hutan Sekunder 1200 mdpl
Hutan Sekunder 800 mdpl
Agroforestri kayu manis
Semak belukar/kebuntradisional
HASIL PEMBANGUNAN PSP
SULAWESI UTARACA Tangkoko-DuaSaudara, KPHP Poigar dan HL Gunung Tumpa
58 Presentasi
SULAWESI UTARA
120.83
153.38135.94
142.72
C stock (tC/ha)
Hutan pantai
Hutan Dataran Rendah
Hutan Pegunungan
Hutan Lumut
HASIL PEMBANGUNAN PSPNUSA TENGGARA BARAT
HKm Santong, Kab. LombokUtara; KHDTK Rarung, Kab.Lombok Tengah; dan hutanmangrove di Jerowaru, Kab.Lombok Timur
59Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
NUSA TENGGARA BARAT
Cadangan Karbon di HKm Santong
Cadangan Karbon di hutan mangrove Jerowaru
HASIL PEMBANGUNAN PSPMALUKU
KPHP Unit IV Kab. Seram Bagian Barat dan KPHL Unit XIV Kota Ambon
60 Presentasi
MALUKU
224.941
185.013
455.573
251.806
C stock (tC/ha)
Hutan Primer P. Seram
Hutan Sekunder P. Seram
Hutan Primer AmbonHutan Sekunder Ambon
HASIL PEMBANGUNAN PSPSUMATERA SELATAN
Kota Pagar Alam, Kab. Empat Lawang, Kab. Banyuasin, Kab. Musi Banyuasin dan PT REKI
61Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
SUMATERA SELATAN
Hasil perhitungan yang dilaporkan BELUMSELESAI dan masih merupakan hasil dalambentuk berat basah biomassa.
Masih perlu menyelesaikan perhitunganbiomassa kering dan cadangan karbon darikelima pool karbon
MONITORING PSP
• Monitoring PSP tahun 2013 akan dilaksanakan dengansumber pendanaan dari DIPA Puspijak tahun 2013
• Untuk tahun-tahun berikutnya monitoring PSPdiharapkan dapat dilaksanakan oleh pihak terkaitdengan pengukuran karbon hutan (Balai PenelitianKehutanan, Dinas Kehutanan, BPKH, dll.)
• Monitoring dan pelaporan PSP pasca FCPF (2015)dilakukan setiap 3 tahun sekali
• Laporan hasil monitoring PSP diserahkan kepada parapihak terkait dan Puspijak
62 Presentasi
SISTEMATIKA PELAPORAN
• KATA PENGANTAR• DAFTAR ISI• DAFTAR TABEL• DAFTAR GAMBAR• DAFTAR LAMPIRAN
BAB 1. PENDAHULUANA. Latar belakangB. Tujuan
SISTEMATIKA PELAPORAN
BAB 2. METODOLOGIBAB 3. KONDISI UMUM PSPA. Deskripsi lokasi dan spesifikasi PSPB. Aksesibilitas dan keamananC. Tipe ekosistemD. Status kawasan dan kepemilikanE. Kondisi sosekbud masyarakatF. Keberlanjutan Pengelolaan PSP
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Persamaan alometrik lokal
63Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
SISTEMATIKA PELAPORAN
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASANA. Perhitungan Biomassa Atas PermukaanB. Perhitungan Biomassa Bawah Permukaan (Nisbah Pucuk
Akar)C. Perhitungan SerasahD. Perhitungan NekromasE. Perhitungan Karbon Organik TanahF. Perhitungan Total Biomassa
BAB 5. PENUTUP
DATABASE PSP : Biomasa atas permukaan
64 Presentasi
DATABASE PSP :Biomasa bawah permukaan
DATABASE PSP : Biomasa Nekromas
65Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
DATABASE PSP : Biomasa Serasah
DATABASE PSP : Biomasa Tanah
66 Presentasi
DATABASE PSP : Cadangan karbon 5 pool karbon
SARAN
• Perlu adanya pelatihan tentang pengukuran biomasa hutan di tingkat masyarakat
• Perlu dilakukan monitoring cadangan karbon hutan secara periodik
• Perlu melibatkan pengelola kawasan dan masyarakat sekitarnya
• Perlu membangun PSP di kawasan yang belum terwakili ekosistemnya
67Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
TERIMAKASIH
3. Program dan kebijakan pemerintah provinsi Nusa Tenggara Barat untuk mencapai target penurunan emisi: pengalaman pembangunan Plot Sample Permanen (PSP
68 Presentasi
LATAR BELAKANG KESEPAKATAN INTERNASIONAL (PROTOKOL KYOTO, COP 12
MONTREAL, COP 13 BALI, COP 15 DI COPENHAGEN, G-20 DI PITTBURG, DLL), ADANYA KESADARAN TERHADAP PERUBAHAN LINGKUNGAN (CLIMATE CHANGE), SEHINGGA PERLU MENURUNKAN EMISI GAS RUMAH KACA
INDONESIA BERKOMITMEN UNTUK MENURUNKAN EMISI GRK SEBESAR 26% DENGAN KEMAMPUAN SENDIRI ATAU 41% DENGAN BANTUAN INTERNASIONAL
KOMITMEN TERSEBUT DIWUJUDKAN PADA TAHUN 2020 SHG PERLU DIBUAT ROAD MAP (RENCANA AKSI) PENURUNAN EMISI GRK
PERPRES NO 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GRK, MENGAMANATKAN PEMPROV DAN PEMKAB/PEMKOT UNTUK MENYUSUN RAD GRK
SEKTOR KEHUTANAN SANGAT POTENSIAL KARENA PENYUMBANG TERBESAR (74-86%) PENGHASIL EMISI SEHINGGA PERUBAHAN KONDISI HUTAN AKAN BERPENGARUH BESAR
RAD GRK PERLU DIDUKUNG KEBIJAKAN YANG BERSIFAT JANGKA PANJANG UNTUK MENUNJUKAN KOMITMEN PEMPROV NTB.
IDENTIFIKASI SUMBER EMISI SEKTOR KEHUTANAN
KEBAKARAN HUTAN PENEBANGAN POHON PERUBAHAN PENGGUNAAN KAWASAN
HUTAN (LEGAL DAN ILLEGAL)
69Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
BESARAN EMISI SEKTOR KEHUTANAN (DARI PENGGUNAAN LAHAN)
No Original land use (yang beradadalam zona kawasan hutan)
Emisi (ton CO2 eq/Th) ke penggunaan lahan
lain
Sumbanganemisi (%)
1 Hutan lahan kering primer 10.306.330 58,97
2 Hutan Lahan Kering Sekunder 2.821.610 16,14
3 Pertanian Lahan Kering Campur 1.716.890 9,82
4 Semak Belukar 1.509.580 8,64
5 Pertanian Lahan Kering 652.060 3,73
6 Perkebunan 438.970 2,51
7 Sawah 25.030 0,14
8 Hutan Mangrove Primer 7.070 0,04
9 Total Emisi CO2 eq/tahun 17.477.540 100
10 Total Sequestrasi CO2 eq/tahun 2.584.990
11 Net Emisi CO2 eq/tahun 14.892.550
BASELINE EMISI
70 Presentasi
SKENARIO PENURUNAN MENGEMBALIKAN 30% HUTAN LAHAN
KERING SEKUNDER DAN PENGGUNAAN LAIN KE HUTAN LAHAN KERING PRIMER (FUNGSI).
MENGEMBALIKAN 30% LAHAN PENGGUNAANLAIN KE HUTAN LAHAN KERING SEKUNDER(REKLAMASI & KEWAJIBAN PENANAMAN).
MENGEMBALIKAN 30% LAHAN PENGGUNAANLAIN KE PERTANIAN LAHAN KERINGCAMPURAN (PEMBANGUNAN AGROFORESTRY).
MENGEMBALIKAN 30% LAHAN PENGGUNAANLAIN KE PERKEBUNAN.
TARGET PENURUNAN EMISI
Original land use
Emisi (ton CO2eq/tahun) dari original landuse ke penggunaan
lain
Skenario usulanpenurunan emisi
(ton CO2 eq/tahun)
Hutan lahan kering primer 10.306.330 22% dari emisi = 2.267.393
Hutan Lahan Kering Sekunder 2.821.610 22% dari emisi = 620.754
Pertanian Lahan Kering Campuran 1.716.890 22% dari emisi = 377.716
Semak Belukar 1.509.580 22% dari emisi = 332.108
Pertanian Lahan Kering 652.060
Perkebunan 438.970
Sawah 25.030
Hutan Mangrove Primer 7.070
Total Emisi (ton CO2eq/tahun) 17.477.540
Net Emisi (ton CO2 eq/tahun) 14.892.550 4.914.542
71Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
SKENARIO KEBIJAKAN MORATORIUM LOGGING PENUNDAAN IZIN PENGGUNAAN
KAWASAN HUTAN UTAMANYA HUTAN ALAM
MEMPERTAHANKAN KAWASAN HUTAN (LUAS DAN KONDISI)
PENURUNAN KEBAKARAN HUTAN MENINGKATKAN UPAYA RHL MENINGKATKAN PENGAMANAN HUTAN
IMPLEMENTASI MORATORIUM LOGGING, TERTUANG DALAM PERDA N0 3 TAHUN
2010 (RTRWP). TIDAK MEMBERI IZIN ATAU MEREKOMENDASIKAN
PENEBANGAN DALAM KAWASAN HUTAN (IPK, IUPHHK, DLL) PENEBANGAN HANYA DIMUNGKINKAN DARI HASIL PENANAMAN
(HTI, HTR DAN HKm) PENGAWASAN PEREDARAN HASIL HUTAN, SVLK DAN
PENGETATAN PENERBITAN IPKTM PENUNDAAN IZIN PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN ALAM (INPRES
10 TAHUN 2011) TIDAK MEMBERI IZIN ATAU REKOMENDASI PENGGUNAAN/
PEMANFAATAN KAWASAN HUTAN PADA HUTAN ALAM PENGAWASAN IZIN YANG TELAH DITERBITKAN SESUAI
DENGAN YANG DIIZINKAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN/PENGGUNAAN HUTAN NON
PROSEDURAL
72 Presentasi
MEMPERTAHANKAN LUAS KAWASAN HUTAN (PERDA NO 1 TAHUN 2010, RPJMD) PENGUATAN STATUS YURIDIS KAWASAN HUTAN MELALUI
PROSES PENGUKUHAN HUTAN (PENUNJUKAN, TATA BATAS, PEMETAAN DAN PENETAPAN)
PENGUATAN BATAS FISIK KAWASAN HUTAN (PEMASANGAN PAL BATAS, REKONSTRUKSI DAN PENEGASAN BATAS)
PEMASANGAN TANDA LARANGAN, PETUNJUK DAN RAMBU-RAMBU
SOSIALISASI BATAS KAWASAN HUTAN PENURUNAN KEBAKARAN HUTAN OPERASI PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN KERJASAMA BERBAGAI PIHAK
IMPLEMENTASI
MENINGKATKAN RHL (PERDA NO 1 TAHUN 2010, RPJMD) PENGEMBANGAN HKm, HTR, HTI, DLL KERJASAMA BERBAGAI PIHAK BIDANG RHL JIFPRO,
KOICA, WWF, DLL REHABILITASI (PENANAMAN DAN PEMELIHARAAN)
DENGAN DANA DAK PENYEDIAAN BIBIT (KBR, KBS, PONPES, BAKTI
SOSIAL, BANSOS, PENGHIJAUAN LINGKUNGAN, DLL) MENINGKATKAN PENGAMANAN HUTAN PRE-EMPTIF, PREVENTIF, REPRESIF (SOSIALISASI,
PATROLI, OPERASI) KERJASAMA MASYARAKAT (LANG-LANG) PENEGAKAN HUKUM (PROSES HUKUM
PELANGGARAN)
IMPLEMENTASI
73Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
7.446.275
14.892.550
22.338.825
14.892.550
17.424.284
-
5.000.000
10.000.000
15.000.000
20.000.000
25.000.000
2006-2011 2011-2016 2016-2021
Emis
i CO
2eq
(To
n)
Tahun
Baseline dan Perkiraan Penurunan Emisi CO2 Sektor Kehutanan di NTB
Baseline Emisi
Emisi hasil Mitigasi
22 %
PERKIRAAN PENURUNAN EMISI
PERMASALAHAN DAN SOLUSI KEBIJAKAN MASIH BERSIFAT TEMPORER, BELUM BERSIFAT
PERMANEN (RPJMD, INPRES, RTRW, DLL). DIPERLUKAN PERDA SEBAGAI REGULASI JANGKA PANJANG.
KEBIJAKAN DAN PROGRAM MASIH BELUM BERSIFAT PENGARUSUTAMAAN PENURUNAN EMISI GRK (PERTAMBANGAN, PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN, DLL). PRIORITAS PROGRAM PADA KEGIATAN YANG MEMPERTIMBANGKAN PENURUNAN EMISI GRK
PERUBAHAN KONDISI HUTAN PRIMER DAN HUTAN SEKUNDER KE PENGGUNAAN LAIN AKIBAT GANGGUAN KEAMANAN HUTAN, MASIH BERLANGSUNG KARENA KEBUTUHAN LAHAN DAN KEBUTUHAN KAYU, SEMENTARA KEMAMPUAN MASIH TERBATAS (DANA, SDM). PENUNDAAN IZIN, PENINGKATAN PENGAMANAN HUTAN, PENGEMBANGAN AGROFORESTRY.
MENINGKATKAN FUNGSI HUTAN SEKUNDER KE PRIMER DAN PENGGUNAAN LAIN KE FUNGSI HUTAN PERLU PEMAHAMAN DAN PARTISIPASI SEMUA PIHAK. SOSIALISASI DAN PEMASANGAN PSP UNTUK PERHITUNGAN KARBON (BASELINE)
74 Presentasi
IMPLEMENTASI PENGUKURAN KARBON
LOKASI HKm SANTONG KHDTK RARUNG MANGROVE JEROWARU
METODOLOGI1. STRATIFIKASI (PENUTUPAN VEGETASI)
A. PRIMERB. SEKUNDERC. TERDEGRADASITERKECUALI PADA KHDTK RARUNG DIDASARKAN PADA JENIS
2. BENTUK PLOTBUJUR SANGKAR UKURAN 20X20 M UNTUK POHON, 10X10 M UNTUK TIANG, 5X5 M UNTUK PANCANG DAN 1X1M UNTUK SEMAI, SERESAH DAN TUMBUHAN BAWAH
3. PENGUKURAN BIOMASSAA. ATAS PERMUKAAN TANAH
BIOMASSA POHON, TIANG DAN PANCANGBIOMASSA TUMBUHAN BAWAHBIOMASSA SERESAHBIOMASSA POHON MATI DAN KAYU MATI
B. KARBON ORGANIK TANAHTANAH MINERAL KERINGTANAH MINERAL MANGROVE
75Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
BENTUK PSP20X20 M TINGKAT POHON
10X10 M TINGKAT TIANG
5X5 M TINGKAT PANCANG
1X1 M TINGKAT SEMAI DAN TUMBUHAN BAWAH
LOKASI HKm SANTONG
76 Presentasi
LOKASI KHDTK RARUNG
LOKASI HUTAN MANGROVE JEROWARU
77Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
HASIL SANTONG
No Kawasan Hutan Luas (Ha) Luas (%)1 Kawasan Hutan Primer 50,78 4,802 Kawasan Hutan Sekunder 962,85 91,123 Kawasan Hutan Terdegradsasi 42,96 4,06
Total Luas 1.056,59 100
LUAS KAWASAN HUTAN KEMASYARAKATAN DI KAWASAN SANTONG.
No. Plot Klasifikasi Plot Sampling Permanent
Lokasi Koordinat PSP KeteranganX Y
1 Santong Primer 1 8 ° 19’ 20,1’’ 116° 18’ 30,4’’Kawasan Hutan Primer
2 Santong Primer 2 8 ° 19’ 12,7’’ 116° 18’ 45,0’’3 Santong Primer 3 8° 19’ 23,4’’ 116° 18’ 43,2’’4 Santong Sekunder 1 8° 19’ 33,2’’ 116° 18’ 33,4’’
Kawasan Hutan sekunder
5 Salut Sekunder 2 8° 17’ 27,1’’ 116° 19’ 52,2’’6 Salut Sekunder 3 8° 17’ 47,8’’ 116° 19’ 47,3’’7 Santong Terdegradasi 1 8° 19’ 35,7’’ 116° 18’ 57,4’’
Kawasan Hutan terdegradasi
8 Santong Terdegradasi 2 8° 19’ 44,9’’ 116° 18’ 24,9’’9 Salut Terdegradasi 3 8° 17’ 42,2’’ 116° 19’ 48,6’’
LOKASI KOORDINAT PLOT SAMPLING PERMANENT DI KAWASAN HKM SANTONG.
HASIL SANTONG CADANGAN KARBON
TERTINGGI PADA HUTAN SEKUNDER (962,85HA) SEBESAR 91.737,14 HA
CADANGAN KARBON PADA HUTAN PRIMER (50,78 HA) SEBESAR 8.221,28 TON
CADANGAN PADA KAWASAN TERDEGRADASI (42,96 HA) SEBESAR 3.537,18 TON
TOTAL CADANGAN HKmSANTONG (1.056,59 HA) SEBESAR 103.495,60 TON
78 Presentasi
HASIL KHDTK RARUNG
No Kawasan Hutan Berdasarkan Vegetasi Luas (Ha) Luas (%)1 Mahoni (Swietenia macrophylla) 5,00 1,532 Gaharu (Gyrinops vesteegii) 4,53 1,393 Klicung (Dyospiros malabarica) 3,29 1,014 Bajur (Pterospermum javanicum) 1,41 0,435 Rajumas (Duabanga moluccana) 5,00 1,536 Cendana (Santallum album) 0,54 0,177 Jukut (Euginia polyantha) 0,92 0,288 Ampupu (Eucalypthus urophylla) 7,92 2,439 Kemiri (Aleurites moluccana) 1,37 0,42
10 Vegetasi Campuran 295,88 90,80Jumlah 325,86 100
LUAS KAWASAN HUTAN KHDTK RARUNG BERDASARKAN JENIS VEGETASI.
No. Plot Klasifikasi Plot Sampling Permanent
Lokasi Koordinat PSP KeteranganY X
1 Mahoni 9053840 422343 Vegetasi Homogen2 Vegetasi Campuran 1 9054067 422167 Vegetasi Campuran3 Klicung 9054193 422225 Vegetasi Homogen4 Bayur 9054234 422394 Vegetasi Homogen5 Rajumas 9054141 422418 Vegetasi Homogen6 Sonokeling 9054977 422806 Vegetasi Homogen7 Jukut 9054591 422468 Vegetasi Homogen8 Ampupu 1 9054608 422551 Vegetasi Homogen9 Vegetasi Campuran 2 9056324 424192 Vegetasi Campuran
10 Waru 9056905 424205 Vegetasi Homogen11 Vegetasi Campuran 3 9056793 424245 Vegetasi Campuran12 Dadap 9056211 423988 Vegetasi Homogen13 Kemiri 9054871 422635 Vegetasi Homogen14 Vegetasi Campuran 4 9055448 423168 Vegetasi Campuran15 Ampupu 2 9055097 422911 Vegetasi Homogen
LOKASI KOORDINAT PLOT SAMPLING PERMANENT (PSP) DI KAWASAN KHDTK RARUNG.
79Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
HASIL KHDTK RARUNGcadangan karbon di Kawasan Hutan KHDTK Rarung sebesar 47.566 Ton dengan luas keseluruhan kawasan hutan seluas 325,86 Ha
No Nama Plot Kontribusi Sumber Karbon (%)(Pohon, Tiang,
Pancang)
Tumbuhan Bawah
Tegakan
Seresah Tanah
1 Mahoni 55,37 2,72 0,66 41,24
SUMBANGAN KARBON SETIAP KOMPONEN BIOMASSA DI KAWASAN KHDTK RARUNG
2 Vegetasi Campuran 1 25,14 0,44 2,98 71,433 Klicung 39,05 0,13 4,88 55,944 Bayur 68,85 0,41 2,35 28,405 Rajumas 53,58 0,64 1,81 43,976 Sonokeling 25,50 1,16 1,53 71,807 Jukut 61,28 0,67 1,69 36,368 Ampupu 1 74,38 0,20 1,27 24,159 Vegetasi Campuran 2 43,25 0,76 2,76 53,23
10 Waru 33,90 0,33 0,90 64,8611 Vegetasi Campuran 3 46,47 0,13 1,44 51,9512 Dadap 26,55 0,35 2,68 70,4113 Kemiri 50,06 0,97 1,44 47,5314 Vegetasi Campuran 4 42,77 0,58 1,04 55,6015 Ampupu 2 37,93 0,97 1,61 59,49
80 Presentasi
HASIL MANGROVE JEROWARU
No Kawasan Hutan Mangrove Luas (Ha) Luas (%)1 Hutan Mangrove Primer 28,65 37,712 Hutan Mangrove Sekunder 31,5 41,463 Hutan Mangrove Terdegradsasi 15,83 20,83
Total Luas 75,98 100
LOKASI KOORDINAT PLOT SAMPLING PERMANENT (PSP) DI KAWASAN HUTAN MANGROVE JEROWARU
No. Plot Klasifikasi Plot Sampling Permanent
Lokasi Koordinat PSP KeteranganX Y
1 Mangrove Vegetasi Rapat 1 444586 9016945 Kawasan Hutan mangrove Primer2 Mangrove Vegetasi Rapat 2 444784 9016943
3 Mangrove Vegetasi Rapat 3 445066 90175124 Mangrove Vegetasi Sedang 1 444987 9017589 Kawasan Hutan
Mangrove sekunder5 Mangrove Vegetasi Sedang 2 444969 90177306 Mangrove Vegetasi Sedang 3 445562 90178377 Mangrove Vegetasi Rusak 1 445580 9017966 Kawasan Hutan
Mangrove terdegradasi
8 Mangrove Vegetasi Rusak 2 445471 90179539 Mangrove Vegetasi Rusak 3 444700 9016942
LOKASI KOORDINAT PLOT SAMPLING PERMANENT DI KAWASAN HUTAN MANGROVE JEROWARU
HASIL JEROWARU CADANGAN KARBON PADA
MANGROVE RAPAT/PRIMER 2.888,6 TON
CADANGAN KARBON PADA MANGROVE RAPAT SEDANG 2.658,2 TON
CADANGAN KARBON PADA MANGROVE TERDEGRADASI SEBESAR 793,8 TON.
TOTAL CADANGAN KARBON UNTUK MANGROVE JEROWARU SEBESAR 6.340,6 TON
81Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
MASUKAN DIPERLUKAN PENGUKURAN STOK
KARBON SECARA TIME SERIES UNTUK MELIHAT PERUBAHAN
PENAMBAHAN PSP PADA KAWASAN LAINNYA UNTUK AKURASI DATA
INTERVENSI KEBIJAKAN YANG LEBIH KUAT DALAM RANGKA PENURUNAN EMISI GRK, GUNA MENJAGA KOMITMEN NEGARA
MEMASUKAN MEKANISME CARBON TRADE SECARA VALUNTARY DENGAN MEMBANGUN WEB KHUSUS
STRATEGI KEBERLANJUTAN MENYEDIAKAN ALOKASI ANGGARAN
(APBD) BAGI KEGIATAN MONITORING PSP, DAN PERLUASAN PEMBUATAN PSP YG LEBIH MEWAKILI NTB
MENGINTEGRASIKAN MONITORING PSP DENGAN KEGIATAN INVENTARISASI
MENDORONG KETERLIBATAN BERBAGAI PIHAK TERKAIT
82 Presentasi
TERIMA KASIH
4. Data dan informasi penginderaan jauh untuk mendukung sistem perhitungan karbon nasional
Disampaikan pada “Lokakarya Strategi Monitoring dan Pelaporan PSP ditingkat Propinsi”Mataram, Nusa Tenggara Barat 7 Mei 2013
Ir. Rubini Jusuf, MSi. Sukentyas Estuti Siwi, MSi.
Pusat Teknologi dan Data Penginderaan JauhLembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)
83Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
OUTLINE
• Pengembangan Bank Data Penginderaan Jauh Nasional di LAPAN
• Inpres No. 6 tahun 2012 tentang Penyediaan, Penggunaan, Pengendalian Kualitas, Pengolahan, dan Distribusi Data Satelit Penginderaan Jauh Resolusi Tinggi
• Fasilitas dan data satelit penginderaan jauh yang diterima oleh LAPAN saat ini.
• Peran LAPAN dalam Indonesia’s National Carbon Accounting (INCAS)
• Penutup
Pengembangan Bank Data Penginderaan Jauh di LAPAN
Akuisisi data dan Teknologi Stasiun Bumi Penginderaan
Jauh
Pengolahan Data
Penginderaan Jauh
Bank Data Penginderaan Jauh Nasional
(BDPJN)Pengelolaan
Data Penginderaan
Jauh
84 Presentasi
Tujuan Bank Data Penginderaan Jauh Nasional1. Mengumpulkan, memelihara, memutakhirkan, dan mendistribusikan metadata dan
data penginderaan jauh wilayah Indonesia.
2. Menyediakan data satelit (resolusi spasial rendah sampai tinggi) dengan tutupan awan minimal/bebas awan setiap tahun untuk seluruh wilayah Indonesia.
3. Menyediakan informasi mengenai kualitas data dalam bentuk metadata dan/atau riwayat data, seperti sistem proyeksi dan sistem koordinat, level koreksi geometri, level koreksi radiometri, waktu pemotretan, lokasi pemotretan, cakupan pemotretan, persentase tutupan awan, dan hak cipta.
4. Memberi supervisi terkait pemanfaatan data penginderaan jauh.5. Memberi masukan kepada Pemerintah terkait kebijakan pengadaan, pemanfaatan,
dan penguasaan teknologi dan data penginderaan jauh satelit.6. Membangun sistem akses data spasial yang terintegrasi dengan sistem akses
Jaringan Data Spasial Nasional (JDSN) dan menyediakan akses data spasial kepada masyarakat sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
7. Menjadi wakil nasional dalam kerjasama penyediaan data penginderaan jauh secarainternasional.
8. Menyediakan fasilitas pengolahan data penginderaan jauh bagi para pengguna diluar LAPAN.
Inpres No.6 Tahun 2012Tentang Penyediaan, Penggunaan, Pengendalian Kualitas, Pengolahan, dan Distribusi Data Satelit Penginderaan Jauh Resolusi Tinggi
85Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Inpres No.6 tahun 2012 (lanj...)Kepada:
1. Para Menteri;
2. Panglima Tentara Nasional Indonesia;
3. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
4. Para Kepala Lembaga Pemerintah Non-Kementerian;
5. Para Gubernur;
6. Para Bupati dan Walikota;
Untuk sesuai tugas dan fungsi masing-masing
PERTAMA:
Menggunakan citra tegak satelit penginderaan jauh resolusi tinggi yang disediakan olehBadan Informasi Geospasial berdasarkan data satelit penginderaan jauh resolusitinggi dengan ukuran piksel lebih kecil dan/atau sama dengan 4 (empat) meter yang disediakan oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional.
KEDUA:
Menyampaikan rencana kebutuhan data satelit penginderaan jauh resolusi tinggi untukpelaksanaan program dan kegiatan tahun anggaran berikutnya kepada Badan InformasiGeospasial melalui Rapat Koordinasi Penyediaan Data Satelit PenginderaanJauh ResolusiTinggi.
Inpres No.6 tahun 2012 (lanj...)KETIGA: Khusus kepada:
1. Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional untuk:
a. menyediakan data satelit penginderaan jauh resolusi tinggi dengan lisensi Pemerintah Indonesia;
b. meningkatkan kapasitas dan operasi sistem akuisisi data satelitpenginderaan jauh resolusi tinggi;
c. melaksanakan penyediaan data satelit penginderaan jauh resolusi tinggi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
d. melakukan pengolahan atas data satelit penginderaan jauh resolusi tinggiberupa koreksi radiometrik dan spektral;
e. membuat metadata atas data satelit penginderaan jauh resolusi tinggi sesuaidengan Standar Nasional Indonesia;
f. melakukan penyimpanan data satelit penginderaan jauh resolusi tinggi; dan
g. bersama Kepala Badan Informasi Geospasial melakukan pengendaliankualitas terhadap data satelit penginderaan jauh resolusi tinggi.
86 Presentasi
Persyaratan permohonan Citra Tegak Satelit Penginderaan Jauh Resolusi Tinggi (CRSPJRT)
• Surat permohonan yang ditandatangani oleh pejabat minimal Eselon-2 atau setara;
• ToR/Proposal kegiatan untuk penggunaan data tsb;
• Lokasi dan cakupan (koordinat) data yang dibutuhkan;
• Tanggal akuisisi data yang dibutuhkan;
• Copy RKAKL/Dokumen anggaran;
• Kontak person yang dapat dihubungi.
Data yang diterima di Stasiun Bumi Parepare dan Jakarta
87Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Data penginderaan jauh yang diterima LAPAN saat ini
• Data sumberdaya alam (SB Parepare dan SB Rumpin):• Terra/Aqua MODIS• NPP VIIRS• Landsat-7• SPOT-5 dan SPOT-6• Landsat Data Continuity Mission (LDCM)/Landsat-8
• Data lingkungan dan cuaca (SB Jakarta):• NOAA-19• Feng Yung-3A• MTSAT-1R
Terra
Aqua LDCM
Landsat-7
SPOT-5
SPOT-6
Stasiun Bumi Penginderaan Jauh LAPAN
BPJ ParepareSB Rumpin
SB Jakarta
88 Presentasi
Informasi Tingkat Kehijauan Vegetasi(Sumber: data Aqua/Terra MODIS, res. 250 m)
Data Landsat (res. 30 m, 3 Mei 2009)
89Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Data Landsat (res. 30 m, 3 Mei 2009, Kadipaten, Jawa Barat)
Data SPOT-6 (res. 1.5 m, 17 Mar 2013, Kadipaten, Jawa Barat)
90 Presentasi
Fasilitas Pengolahan dan Pengelolaan Data Penginderaan Jauh Jakarta
Peran LAPAN dalam INCAS1. Mengumpulkan data penginderaan jauh satelit Landsat (tahun 1990-2012)
untuk seluruh wilayah Indonesia sebagai data utama.
2. Mengumpulkan data penginderaan jauh satelit resolusi tinggi sebagai data pendukung.
3. Melaksanakan pengolahan data Landsat untuk penutupan lahan hutan/non-hutan serta perubahan penutupan lahan hutan/non-hutan tahunan.
4. Melaksanakan peningkatan kapasitas SDM, litbang, serta infrastruktur terkait metodologi dan pengolahan data penginderaan jauh satelit Landsat.
5. Berperan aktif dalam mensosialisasikan kegiatan INCAS dalam pertemuan/seminar/lokakarya baik di dalam maupun luar negeri
6. Berperan aktif memberi serta memberi masukan pada Pemerintah terkait pemanfaatan data penginderaan jauh satelit untuk mendukung peta penutupan lahan di Indonesia.
7. Dalam melaksanakan kegiatan di atas, LAPAN bekerjasama dengan CSIRO (Australia).
91Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Kelompok kerja dalam INCAS
Jangka waktu program 2009-2014.
LAPAN Remote Sensing Working Group Perubahan penutupan lahan(Land Cover)
Kementerian Kehutanan (Badan Litbang Kehutanan dan Dirjen Planologi)menghitung biomasa dan karbon padaberbagai jenis penutupan lahan (Land Cover) dan perubahannya berdasarkanwaktu.
Land Cover Change Processing
Requirements: • Spatial resolution of 25 m• Accuracy of ≥ 95% (for Carbon tracking) • Pass international verification
92 Presentasi
1. Pengumpulan Data
Data Landsat Indonesia (tahun 1990-2012), sumber :1. Thailand (GISTDA), 2. USA (USGS), 3. Geoscience Australia (GA),4. LAPAN Data resolusi tinggi (Ikonos,
Quickbird, WorldView, danGeo-Eye) dari berbagaisumber cek lapangan danvalidasi
…
…
…
Citra Resolusi Tinggi (aerial photos, Ikonos, Quickbird, Worldview1/2, SPOT5/6) membantu dalam survey lapangan dan validasi
Ketersediaan Data• Landsat (1990-1999): 4000 scene• Landsat (2000-2009): 4300 scene• Landsat (2010-2012): 2100 scene• Citra Resolusi Tinggi Kalimantan : 53 scene• Citra Resolusi Tinggi Sumatera : 70 scene• Citra Resolusi Tinggi Papua : 62 scene• Citra Resolusi Tinggi Sulawesi : 79 scene
Cakupan citra Landsat Indonesia 225 scene
Citra Resolusi Tinggi QuickbirdPankromatik
2. Pemetaan Penutupan Lahan Hutan/Non-HutanTahunan danPerubahannya
MAY 2012 NOV 2011
DEC 2012
Penutupan lahan untuk seluruh wilayah Indonesia 2000-2009 (dilaksanakan pada 2009-2013),
Penutupan lahan untuk seluruh wilayah Indonesia 2010-2012 dan1990-1999 (dilaksanakan pada 2013-2014).
Selesai Sedang berlangsung Persiapan
93Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Penutupan Lahan Hutan/Non-Hutan Tahunan(Kalimantan, 2000-2009)
Perubahan Penutupan Lahan Kalimantan (2000-2009)
94 Presentasi
Penutupan Lahan Hutan/Non-Hutan Tahunan(Sumatera, 2000-2009)
95Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Perubahan Penutupan Lahan Sumatera (2000-2009)
96 Presentasi
Citra Landsat Tahun 2009
Citra Quickbird Tahun 2009 Citra SPOT-6 Tahun 2013
Klasifikasi Hutan/Non-HutanTahun 2009
Contoh Monitoring Permanent Sampling Plot (PSP)
Penutup• Data penginderaan jauh memiliki peran yang
sangat penting dalam mendukung kegiatan perhitungan karbon secara nasional.
• LAPAN memiliki kemampuan dari sisi infrastruktur dan SDM serta siap membantu dan bekerjasama dengan instansi lain untuk tercapainya tujuan kegiatan ini.
97Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
PUSAT TEKNOLOGI DAN DATA PENGINDERAAN JAUHLEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL
Jl. LAPAN NO. 70, PEKAYON, PASAR REBOJAKARTA TIMUR 13710
TEL: (021) 871-0786. FAX: (021) 871-7715Website: www. lapan.go.id
Email: [email protected]
5. Integrasi NFI ke dalam sistem monitoring karbon hutan yang akan dibangun di provinsi Nusa Tenggara Barat
INTEGRASI NFI KE DALAM SISTEM MONITORING KARBON HUTAN
YANG AKAN DIBANGUN DIPROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
Iman Santosa Tj.Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumberdaya Hutan
Ditjen Planologi Kehutanan – Kementerian Kehutanan
LOKAKARYASTRATEGI MONITORING PSP DI TINGKAT PROVINSI
Mataram, 7-8 Mei 2013
1
98 Presentasi
OUTLINE
I. Pendahuluan
II. Inventarisasi Hutan Nasional (NFI)
III. Sistem Pemantauan Hutan Nasional (NFMS)
IV. Pengembangan Sistem Monitoring Karbon
Hutan (SMKH) NTB
V. Integrasi NFI – PSP Balitbang – SMKH NTB
VI. Penutup
2
I. Pendahuluan
1. Invetarisasi Hutan nasional (NFI) merupakan kegiatan untuk
memperoleh data tentang kondisi sumberdaya hutan di tingkat
nasional, yang mencakup perubahan penutupan/penggunaan
lahan, potensi SDH, pertumbuhan riap, analisis citra digital serta
pemetaannya.
2. Hasil kegiatan NFI dapat membantu pemantauan karbon hutan,
baik tingkat nasional maupun provinsi.
3. Data NFI perlu diintegrasikan dengan Sistem Monitoring Karbon
Hutan di tingkat provinsi.
3
99Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Terdiri dari 3 komponen pokok:
1. Penaksiran SDH (Forest Resource Assessment )
2. Pemantauan SDH (Forest Resource Monitoring)
3. Pemetaan SDH (Forest Resource Mapping/GIS/DIAS)
II. Inventarisasi Hutan Nasional (NFI)
4
1. Penaksiran SDH (Forest Resource Assessment )a. Dilakukan dengan membuat Permanent Sample Plot (PSP) dan
Temporary Sample Plot (TSP)b. Tujuan:
TSP : Pendugaan potensi sumberdaya hutan (volume, kondisi tegakan, distribusi dan keanekaragaman jenis)
PSP : Pemantauan perubahan SDH dan Riap pertumbuhan c. Letak:
Di seluruh kawasan hutan, prioritas pada ketinggian dibawah1000 m dpl, pada hutan lahan kering dataran rendah, rawa, dan mangrove dan tersebar sistematik ( 20 km x 20 km).
5
100 Presentasi
2. Pemantauan SDH (Forest Resource Monitoring)
a. Bertujuan untuk menyediakan data spasial (data citra) penutupan/penggunaan
lahan dengan bantuan teknologi penginderaan jauh.
b. Citra Satelit yang terutama digunakan ialah Citra Landsat 7 ETM +.
c. Penafsiran dilaksanakan setiap 3 tahun (2000 sd 2009), setiap tahun
(2011 dst).
d. Penutupan/Penggunaan Lahan : 23 kelas. (Hutan : 7, Non Hutan:15)
6
3. Pemetaan SDH (Forest Resource Mapping/GIS/DIAS)
a. Menganalisis dan memetakan tutupan hutan serta menghitung/
rekalkulasi dan memetakan deforestasi dan degradasi hutan
b. Pemetaan dengan skala 1 : 250.000.
7
101Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Cancun Agreements (COP 16 Tahun 2010)Section at Decision 1/CP.16 (I)
Developing Country Parties
a. National strategy/action plan
b. National forest reference emission level/ reference level
c. Develop modalities on robust and transparent
national forest monitoring system (NFMS)
d. System Information Safeguards
III. Sistem Pemantauan Hutan Nasional (NFMS)
1. Latar belakang pengembangan SPHN (NFMS)
8
2. Sistem Pemantauan Hutan Nasional Indonesia
Dibangun berdasarkan keputusan Cancun Agreements
Data yang tersedia: - Batas NKRI- Penutupan/Penggunaan Lahan (2000, 2003, 2006, 2009, 2011)- Laju Deforestasi (2003-2006, 2006-2009, 2009-2011)- Penyebaran PSP/TSP- Peta Citra Satelit (Landsat 2009 & 2011, MODIS)
Tersedia Buku Tamu Ditampilkan secara on line:
www.dephut.go.id Sejalan dengan UU No. 14 tahun 2008 ttg Keterbukaan Informasi
Publik
9
102 Presentasi
3. Indonesian NFMS on line (www.dephut.go.id)
10
IV. Pengembangan Sistem Monitoring Karbon Hutan Provinsi NTB
1 Sistem untuk memantau emisi, serapan dan sediaan/stock karbon yang berasal dari hutan (5 CPs ?) di Provinsi NTB.
2. Mengacu pada RAD Penurunan Emisi GRK Prov. NTB.(Pergub NTB No. 51 Tahun 2012)
3. Dilaksanakan setiap tahun selama 2013-2021 (?).
4. Memerlukan kesiapan SDM, Perangkat Keras, Perangkat Lunak, Data, Prosedur dan keterlibatan masyarakat.
5. Mengintegrasikan seluruh data yang diperlukan.
11
103Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Skema Pengembangan SMKH Prov. NTB
SISTEMMONITORING
KARBON HUTAN
PROV. NTB
12
NFI
PSPBALITBANG
INCAS SSUMBERLAIN
V. Integrasi NFI – PSP Balitbanghut - SMKH NTB
Tujuan:
Tersedianya satu data/informasi mengenai karbon hutan di
Provinsi NTB yang lengkap, akurat, tepat waktu serta diacu
bersama oleh semua instansi dan masyarakat.
Tahapan:1. Identifikasi Kebutuhan Data2. Identifikasi Ketersediaan Data3. Sinkronisasi Data (Format, Periodisasi dll).4. Pengolahan/Analisis Data5. Pelaporan dan Penyajian Data/Informasi
13
104 Presentasi
1 dan 2. Identifikasi Kebutuhan & Ketersediaan DataNO Kebutuhan Data Pokok
SMKH Prov. NTBKetersediaan Data
NFI PSP Balitbanghut Sumber Lain
1 2 3 4 5
1 Wil. Administrasi Pemerintahan - - Pemda Prov/Kab.
2 Status Kawasan Hutan V V BPKH VIII Denpasar
3 Penutupan/Penggunaan Lahan V V LAPAN/INCAS
4 Tipe Vegetasi/Ekosistem(termasuk HKm, Agroforestri dll)
- V LIPI (?)
5 Potensi SDH V - -
6 Pertumbuhan pohon V V -
7 Cadangan Biomasa (5 CPs) - V -
8 Cadangan Karbon (5 CPs) - V -
9 Deforestasi & Degradasi V - -
10 Reforestasi/Revegetasi V - BPDAS PROV. NTB
11 Kebakaran Hutan/Titik panas - - Kemhut Pusat, Dishut Prov/Kab.TNGR, BKSDA Prov. NTB
12 Perambahan kawasan/Ladang berpindah
- - s.d.a.
13 Penebangan Liar - - s.d.a.
14 Jenis tanah - - Kemtan/BBPSDLP14
3. Sinkronisasi Data:
a. Spasial : Koreksi citra, Proyeksi peta, skala peta, legenda dll.
b. Numerik : Satuan data:
- Penanaman: Batang => luas tanaman (ha)
- Hotspots => jumlah kebakaran, luas areal terbakar.
- Emisi/serapan/stok karbon (ton CO2 eq.)
c. Tipe vegetasi/Ekosistem vs Kelas Penutupan/Penggunaan Lahan.
d. Periodisasi Data:
(1). SMKH : Setiap tahun
(2). PSP (Balitbang) : Setiap tahun (2013-2014)
Setiap 3 tahun (2015 dst)
(3). NFI : Setiap tahun ( PL, Enumerasi)
Setiap 5 tahun (Re- Enumerasi)
15
105Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Matriks Sandingan/Reklasifikasi Kelas Ekosistem/Tipe Vegetasi dan Kelas Penutupan Lahan
No Kelas Ekosistem/Tipe VegetasiPSP di Prov. NTB
Badan Litbang Kehutanan
Kelas Penutupan LahanDitjen Planologi Kehutanan
1 Kawasan hutan primer Hutan lahan kering primer
Vegetasi homogen
Vegetasi campuran
2 Kawasan hutan sekunder Hutan lahan kering sekunder
Kawasan hutan terdegradasi
3 Kawasan hutan mangrove primer Hutan mangrove primer
4 Kawasan hutan mangrove sekunder Hutan mangrove sekunder
Kawasan hutan mangrove terdegradasi
17
106 Presentasi
4. Pengolahan/Analisis Data
CO2 eq.
D A F E EMISI
=> Metode “Stock Difference”
= X
CO 2 eq.
D A Cadangan Karbon/Ha
DugaanCadangan
Karbon
a. Pendugaan Cadangan Karbon
b. Pendugaan Emisi Karbon
18
5. Pelaporan dan Penyajian Data/Informasi
a. Instansi berwenang -> BAPPEDA Prov. NTB
b. Periodisasi : Tahunanc. Cara penyajian :
Cetakan dan Digital/Media on line (www.ntbprov.go.id)
19
107Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
VI. P e n u t u p
Keberhasilan Integrasi NFI dengan Sistem Monitoring Karbon
Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat memerlukan komitmen
dan dedikasi yang tinggi dari semua pihak yang terlibat.
Komitmen dan dedikasi tersebut akan tercermin dari kordinasi
dan sinkronisasi data/informasi, baik lintas sektor
pembangunan maupun lintas adminstrasi pemerintahan
(instansi vertikal dan dinas otonom).
20
Terimakasih, Selamat berdiskusi
21
108 Presentasi
6. Potensi aplikasi INCAS sebagai sistem monitoring karbon hutan
Potensi aplikasi INCAS sebagai sistem monitoring karbon hutan
Haruni KrisnawatiFORDA/IAFCP
Disampaikan pada Lokakarya Strategi Monitoring PSP di Tingkat ProvinsiMataram, 7-8 Mei 2013
INCAS: what is it?
• INCAS is carbon accounting system designed to Measure (M) emissions from Indonesia’s forests at the national scale (wall-to-wall) on an annual basis.
• Depending on the Indonesian Government’s desires - these can then beReported (R) to organisation who have an interest in managing GHG emissions. Reporting can be:- Domestically – to support policy development, implementation and
monitoring; and/or;- Internationally – eg. UNFCCC, REDD+, carbon markets or emissions
reductions treaties.• These reported emissions levels can then be Verified (V) to support the
credibility of these numbers. - The level of verification and credibility depends on the purpose of the
reporting – eg. Carbon markets will likely require high-level of reporting and credibility; domestic reporting could be less stringent.
109Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
INCAS Characteristics
To ensure the system will meet international and domestic policy requirements, the INCAS design includes:• Wall-to-wall coverage• Ability to report emissions annually• All carbon pools and greenhouse gases• Reporting at fine spatial scales• Scalable to allow nesting• Able to test different land use and management scenarios• Spatially and temporally consistent
The goal of INCAS is to provide monitoring and reporting for the land sector components of Indonesian MRV System
= X
Activity data
Emission factor
Net emission
Accounting for Emission Profile – land based sector
Changes in Forest Area(land-uses and management
activities)
Changes in Carbon stocks(land-uses and management
activities)
CO2-eq
IPCC GPG, 2003; IPCC GL 2006
Satellite land monitoring system
Forest inventory/Field measurement
GHG inventory
110 Presentasi
INCAS modulesLand Cover Change Analysis B
Annual time-series defining areas of:▪ Deforestation (permanent loss of forest cover)
Carbon Stock Estimation D
Carbon stock estimates for each biomass class (incl. growth/loss rate):• Aboveground biomass• Belowground biomass• Litter• Debris• Soil
Biomass ClassificationA
Classification of forests into groups (biomass classes) that best explain the variation of biomass in undisturbed forest condition
Forest Disturbance Class MappingC
Map forest disturbance classes at known date- Minimal disturbance- Moderate disturbance- Heavy disturbance
Carbon Accounting
and Reporting
Model (ICARM)
E
Degradation (forest clearance and regeneration or partial removal)
INCAS – Methodology
Internationally reviewed carbon accounting model
Calibrate to Indonesian conditions
Run & check ICARM scenarios (management activities)
ICARM outputC stock change by biomass class
Area change by biomass class by year
INCAS output
C stock change by year
Biomass Class
A
Indonesian Carbon Accounting and
Reporting Model (ICARM)
E
DC-stock Estimates
Develop ICARM scenarios (management activities)
Map change in forest area for each year by biomass class
Annual Land Cover ChangeB
DisturbanceC
111Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
• Remote sensing data• Ground data
Data needed
Carbon accounting
model
Land cover change
Land use and
mngement
Soil including
peat
Biomass and
Growth
Climate
System - Progress
• Annual land cover change analysis has been completed for Kalimantan, Sumatra, Papua and nearly Sulawesi, showing land-cover change through time for the period 2000-09 - Aim to complete national level, ‘wall-to-wall’, processing from 2000 to the present day (year)
• Development of the Pilot System over Kalimantan• Development of the biomass class and map for Kalimantan – key input to pilot
system• Integration of annual land cover change analysis and biomass classification for
Kalimantan• Early estimates of annual gain and loss by biomass class for Kalimantan• Early estimates of annual emissions and removals by biomass class for Kalimantan• Training workshops on the use of carbon models – incorporating management
scenarios to generate a full account for carbon emissions
112 Presentasi
Clearing in 2008-2009
Multiple Changes
Forest in 2000
Lake
Replanting in 2001-2002 Replanting in 2000-2001
Clearing in 2007-2008Clearing in 2006-2007Clearing in 2005-2006Clearing in 2004-2005Clearing in 2003-2004Clearing in 2002-2003
Clearing in 2001-2002Clearing in 2000-2001
Replanting in 2002-2003 Replanting in 2003-2004 Replanting in 2004-2005
Replanting in 2005-2006 Replanting in 2006-2007 Replanting in 2007-2008 Replanting in 2008-2009
Non Forest
Annual land cover change analysis
Data used for analysis:
- Biomass data (Forest inventory/ field measurement data)
- Landsat satellite imageries
- Land use/land cover map
- Land system map
- Digital elevation map
- Soil and peatland map
- Climate data
- Research data (monograph on allometrics)
Biomass classification analysis
113Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Early estimates of annual emissions & removals for Kalimantanremovalsemissions (CO2 Mt)
Carbon Accounting & Reporting Model
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2005 2005 2008
Mangrove
Swamp
Dryland
• Integrates land cover change and carbon stock change data
• Flexible forecasting tool• Calculates total annual
greenhouse gas emissions using land management scenarios
• Output: Land sector account of Indonesia’s national greenhouse gas inventory
Annual Land Cover Change Area
Carbon Stock Change
114 Presentasi
What can INCAS be used for?• Central component of a MRV framework for REDD+ - regulatory basis for
carbon trading• Support National Forest Monitoring System to make informed decisions on
how best to manage Indonesia’s GHG emissions and forest/land management
• Designed to quantify impact of past, current and future Indonesian policies and land management practices
• Provide scientific and technical basis to promote Indonesia’s national interests in international forums and policy development
• Designed to produce outputs required for international emissions reporting (UNFCCC, REDD+, National GHG Inventories)
• Provide inputs required to establish credible Reference Emission Level scenarios
• Designed to monitor annual changes in emissions and removals for the land sector.
Thank YouThe INCAS team
115Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
7. Dukungan data untuk menyusun strategi monitoring PSP
OlehBalai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH)
Wilayah VIII
Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII Denpasar menangani 2 Wilayah Provinsi yakni :1. Provinsi Bali dengan luas Kawasan Hutan dan Perairan yang
telah ditunjuk dan ditetapkan olah Menteri Kehutanan danPerkebunan No. 433/Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999 seluas130.686,01 Ha
2. Provinsi Nusa Tenggara Barat mempunyai kawasan hutan seluas 1.046.959 yang ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 598/Menhut-II/2009 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan di Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
BPKH mempunyai tugas melaksanakan pemantapan kawasanhutan, penilaian perubahan status dan fungsi hutan sertapenyajian data dan informasi sumber daya hutan.
116 Presentasi
Ciri kawasan hutan mantap :1. Adanya kepastian kawasan hutan2. Status kawasan yang bebas konflik jangka panjang. 3. Diketahui letak, lokasi, luas dan kondisi penutupan
lahannya. 4. Permanen dan dibatasi oleh batas alam/buatan yang
permanen. 5. Diakui secara de-jure dan de-facto (legal dan
legitimate) oleh seluruh pemangku kepentingan,6. Adanya rencana pengelolaan serta pengelola
kawasan (KPH).
117Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
National Forest Inventory (NFI) Kegiatan Inventarisasi Hutan Nasional Indonesia telah mulai
dilaksanakan sejak tahun 1989. Salah satu komponen dari IHN adalah pengumpulan data
lapangan melalui pembuatan Temporary SamplePlots/Permanent Sample Plots (TSP/PSP) pada setiap grid 20km x 20 km di seluruh kawasan hutan Indonesia (kecuali P.Jawa) dengan ketinggian sampai dengan 1000 dpl.
Di dalam plot IHN terdapat plot contoh sementara (TemporarySample Plot – TSP) dan plot contoh permanen (PermanentSample Plot – PSP). TSP diukur hanya 1 (satu) kali untuk mengetahui kondisi
potensi tegakan pada saat itu (current standing stock). Sedangkan PSP diukur ulang dalam selang waktu 4 sampai 5
tahun untuk memperoleh gambaran kondisi hutan yang terusberubah secara dinamis.
Inventarisasi Hutan Nasional (NFI)Tujuan NFI : Untuk menyediakan informasi lokasi dan distribusi
tipe hutan dan penggunaan lahan Untuk membangun dan mengembangkan Sistem NFI
dalam pemantauan sumber daya hutan Untuk menaksir volume kayu, pertumbuhan dan hasil
hutan dan dinamikanya per tipe hutan, jenis pohonatau kelompok jenis
118 Presentasi
7 8 9
4 5 6
1 2 3
Kerangka Plot Contoh9 tract – klaster plot
119Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Perencanaan dan Pembinaan Prakondisi Penge
120 Presentasi
Inventarisasi Biogeofisik Untuk mengetahui dan memperoleh data daninformasi mengenai potensi, karakteristik,bentang alam, serta informasi lainnya pada suatuwilayah KPH maka dilaksanakan kegiataninventarisasi hutan. Kegiatan tersebut dilakukanmelalui survei yang merupakan salah satukegiatan tata hutan di wilayah KPHL dan KPHP,hasil inventarisasi tersebut dapat digunakanantara lain sebagai dasar untuk pembagian blokdan petak serta untuk penyusunan rencanapengelolaan.
• Penempatan Plot Contoh di lapangan dilakukan denganteknik sistematik sampling dengan awal random(Systematic Sampling with Random Start)
• Jarak antar plot sejauh 5 km x 5 km, baik pada eastingmaupun northing. Apabila sudah terdapat permanentsample plot inventarisasi hutan nasional di wilayah KPHmaka peletakan plot sampling lapangan inventarisasihutan wilayah kelola KPH dapat berjarak 2,5 km x 2,5Km, 1,25 Km x 1,25 Km atau sampai maksimal 625 m x625 m dari PSP inventarisasi hutan nasional yang telahada
• Plot contoh diletakkan pada semua stratifikasi hutanyang ada dengan jumlah plot proporsional dengan luasstratanya.
121Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Peta Sebaran PSP Pada Penutupan Lahan Tahun 2010 di Provinsi NTB
122 Presentasi
ENUMERASI TAHUN 2012
No KPH Fungsi Grid UTM x Grid UTM y Desa Kecamatan Kabupaten Keterangan1 2 7 8 9 10 11 12
Pulau Lombok
1 KPHL Rinjani Timur Hutan Lindung 460000 9075000 Sambilia Sambilia Lombok Timur
2 KPHK TN Gn. Rinjani Taman Nasional 430000 9075000 Akar-akar Bayan Lombok Tengah
Pulau Sumbawa
1 KPHP Batulanteh Hutan Produksi 530000 9055000 Sape Hutan Rhee Sumbawa
2 KPHP Batulanteh Hutan Produksi 545000 9050000 Mokong Moyo Hulu Sumbawa
3 KPH Serojang Hutan Lindung 490000 9000000 Sekongkang Atas Jereweh Sumbawa Barat
4 KPH Serojang Hutan Lindung 480000 9010000 Sekongkang Bawah Jereweh Sumbawa Barat
5 KPHL Matayang Hutan Lindung 495000 9025000 Kalimantong Taliwang Sumbawa Barat
6 KPHL Brang Rea Hutan Lindung 505000 9035000 Bakat Monteh Taliwang Sumbawa Barat
7 KPHL Brang Rea Hutan Lindung 495000 9035000 Tepas Taliwang Sumbawa Barat
8 KPHP Orong Telu Hutan Produksi 520000 9035000 Klawis Lunyuk Sumbawa
9 KPHP Orong Telu Hutan Produksi 540000 9005000 Mohong Moyo Hulu Sumbawa
10 KPHP Brang Beh Hutan Produksi 515000 9005000 Padasuka Lunyuk Sumbawa
11 KPHP Brang Beh Hutan Produksi 535000 9005000 Lunyuk Ode Lunyuk Sumbawa
12 KPHP Plampang Hutan Produksi 570000 9015000 Lebangkar Ropang Sumbawa
13 KPHL Ampang Riwo Hutan Lindung 620000 9025000 Jotang Empang Sumbawa
14 KPHL Ampang Riwo Hutan Lindung 630000 9035000 Mata Empang Sumbawa
15 KPHL Ampang Riwo Hutan Lindung 645000 9040000 Riwo Woja Dompu
16 KPHL Ampang Riwo Hutan Lindung 645000 9050000 Kwangko Kempo Dompu
17 KPHL Tofo Pajo Hutan Lindung 655000 9025000 Huu Huu Dompu
18 KPHL Tofo Pajo Hutan Lindung 665000 9035000 Adu Huu Dompu
19 KPHK Tambora Cagar Alam 635000 9070000 Boro Sanggar Bima
20 KPHP Tambora Utara Hutan Produksi 600000 9095000 Kawinda Nae Sanggar Bima
21 KPHL Soromandi Hutan Lindung 650000 9070000 Mbuju Kilo Dompu
22 KPHL Soromandi Hutan Lindung 665000 9080000 Sampongu Donggo Bima
23 KPHP Madapangga Rompu Hutan Produksi 675000 9025000 Paradowane Monta Bima
123Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
RENCANA ENUMERASI TAHUN 2013
No KPH Fungsi Grid UTM x Grid UTM y Desa Kecamatan Kabupaten Keterangan
1 2 7 8 9 10 11 12
Pulau Lombok
1 KPHK TN G. Rinjani Taman Nasional 445000 9065000 Karang banu Aikmel Lombok Tengah
2 KPHL Mareje Aikbulak Hutan Lindung 425000 9065000 Tanah Beak Batukliang Lombok Tengah
Pulau Sumbawa
1 KPHP Batulanteh Hutan Lindung 535000 9045000 Sempe Moyo Hulu Sumbawa
2 KPHP Batulanteh Hutan Lindung 525000 9045000 Batu Dulang Batu Lanteh Sumbawa
3 KPHL Brang Rea Hutan Lindung 495000 9045000 Bakat Monteh Taliwang Sumbawa Barat
4 KPHP Orong Telu Hutan Produksi 505000 9025000 Kalimantong Taliwang Sumbawa Barat
5 KPHP Brang Beh Hutan Produksi 515000 9015000 Jamu Lunyuk Sumbawa
6 KPHL Ropang Hutan Lindung 545000 9015000 Lebangkar Ropang Sumbawa
7 KPHL Ropang Hutan Lindung 545000 9025000 Lebin Ropang Sumbawa
8 KPHL Ropang Hutan Lindung 555000 9015000 Lebangkar Ropang Sumbawa
9 KPHP Plampang Hutan Produksi 575000 9030000 Maronge Plampang Sumbawa
10 KPHL Tambora Selatan Hutan Lindung 635000 9065000 Taa Kempo Dompu
11 KPHL Tambora Selatan Hutan Lindung 630000 9065000 Tolo Lako Kempo Dompu
12 KPHK Tambora Cagar Alam 610000 9080000 Doro Peti Pekat Dompu
13 KPHK Tambora Suaka Marga Satwa 605000 9075000 Doro Peti Pekat Dompu
14 KPHK Tambora Suaka Marga Satwa 600000 9085000 Doro Peti Pekat Dompu
15 KPHP Madapangga Rompu Hutan Produksi 675000 9045000 Campa Woha Bima
16 KPHP Madapangga Rompu Hutan Produksi 670000 9045000 Woro Bolo Bima
17 KPHP Waworada Hutan Produksi 690000 9040000 Doro Belo Bima
18 KPHP Waworada Hutan Produksi 705000 9025000 Karumbu Wawo Bima
19 KPHL Donggomasa Hutan Lindung 700000 9055000 Teta Wawo Bima
20 KPHL Donggomasa Hutan Lindung 700000 9045000 Tarlawi Wawo Bima
21 KPHL Donggomasa Hutan Lindung 710000 9045000 Mangge Sape Bima
22 KPHP Maria Hutan Produksi 710000 9065000 Ntoke Wera Bima
23 KPHP Maria Hutan Produksi 715000 9065000 Pai Wera Bima
RENCANA RE ENUMERASI TAHUN 2013
No KPH Fungsi Grid UTM x Grid UTM y Kabupaten Keterangan
1 2 3 4 5 6 7
Pulau Bali
1Batu Kau (RTK.4)
HL 290000 9075000 Tabanan
2Abang Agung (RTK.8)
HL 330000 9085000 Karangasem
3Bali Barat (RTK.19)
HPT 220000 9100000 Buleleng
4Bali Barat (RTK.19)
HL 240000 9090000 Jembrana
5Bali Barat (RTK.19)
HL 250000 9090000 Jembrana
Pulau Lombok
1Gunung Rinjani (RTK.1)
HL 410000 9065000 Lombok Barat
2Gunung Rinjani (RTK.1)
HL 450000 9080000 Lombok Timur
Pulau Sumbawa
1G.Tambora (RTK.53)
CA 600000 9080000 Dompu
2Dodo jaranpusang (RTK.64)
HL 540000 9020000 Sumbawa
3Dodo jaranpusang (RTK.64)
HL 560000 9020000 Sumbawa
4Dodo jaranpusang (RTK.64)
HL 550000 9010000 Sumbawa
5Dodo jaranpusang (RTK.64)
HPT 580000 9020000 Sumbawa
6Pucak Ngegas Selalulegini (RTK.72)
HL 520000 9055000 Sumbawa
7Pucak Ngegas Selalulegini (RTK.72)
HL 510000 9050000 Sumbawa
124 Presentasi
Penutupan Lahan Provinsi NTBNo Penutupan Lahan PL ID Luas (hektar)
1 Hutan Lahan Kering Primer 2001 454.394,62 2 Hutan Lahan Kering Sekunder 2002 308.739,89 3 Hutan Mangrove Primer 2004 4.509,14 4 Hutan Mangrove Sekunder 20041 7.455,91 5 Hutan Tanaman 2006 2.598,16 6 Belukar 2007 567.138,06 7 Belukar Rawa 20071 694,83 8 Pemukiman 2012 13.505,84 9 Transmigrasi 20122 190,51
10 Tanah Terbuka 2014 18.349,77 11 Pertambangan 20141 1.572,13 12 Savana 3000 5.805,54 13 Pertanian Lahan Kering 20091 109.275,09 14 Pertanian Lahan Kering Campur 20092 300.821,16 15 Sawah 20093 151.413,51 16 Tambak 20094 12.860,10 17 Bandara 20121 477,92 18 Tubuh Air 5001 5.336,39
Jumlah 1.965.138,55
Perbedaan PSP Sistem Inventarisasi Hutan Nasional denganSistem Monitoring Karbon Hutan
No. Kegiatan PSP Sistem Pemantauan Hutan Nasional di daerah
PSP Sistem Monitoring Karbon Tingkat Provinsi
1 Pengumpulan Data Jenis Pohon, Tinggi Pohon, BentukLahan, Pertumbuhan dan Volume.
a. Permukaan Tanah(Biomassa Pohon, Tumbuhan Bawah, Nekromassa, Seresah)
b. Di Dalam Tanah (BiomassaAkar, Bahan OrganikTanah)
2 Penempatan PSP Ditempatkan pada areal berhutan dengan jarak tertentu
Plot permanen (transekpengukuran) terutama di hutanyang dipilih untuk diusulkandalam REDD+
3 Ukuran PSP 100 x 100 m 100 x 20
4 Monitoring 5 Tahun sekali 2 Tahun sekali
5 Pelaksana Monitoring UPT. Pusat (BPKH) -
6 Sumber Dana Monitoring DIPA Pusat -
125Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Pengintegrasian Sistem NFI dengan SistemMonitoring Karbon Hutan Tingkat Provinsi Menggunakan kajian yang telah di akui hasilnya,
terhadap perhitungan perkiraan cadangan KarbonHutan di atas permukaan tanah, sehingga data PSP Sistem NFI dapat digunakan.
BPKH selaku pelaksana kegiatan NFI di daerahmensupport data Enumerasi PSP dan InventarisasiBiogeofisik.
TERIMAKASIH
BALAI PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN WILAYAH VIII DENPASAR
126 Presentasi
8. Peran masyarakat dalam monitoring karbon
Presentasi Acara Lokakarya Dinas Kehutanan Prov NTBMataram – Selasa, 7 Mei 2013
PERAN MASYARAKAT DALAM MONITORING KARBON
Oleh
Markum
MATERI PENYAJIAN
1. FAKTA-FAKTA PENTING
2. MASALAH AKTUAL 3. TANTANGAN KE
DEPAN 4. PELUANG BISA
DIAMBIL 5. PERAN
MASYARAKAT DALAM MONITORING KARBON
127Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
1. FAKTA-FAKTA PENTING SAAT INI DI NTB TELAH DIBERIKAN IJIN
PENCADANGAN AREAL HKm SELUAS 14.836,5 Ha, dan 15.252,3 MASIH DALAM PROSES USULAN
DIPERKIRAKAN 60 % LUAS HUTAN LINDUNG DAN PRODUKSI SAAT INI SUDAH DIKELOLA OLEH MASYARAKAT (SEBAGIAN BESAR NON IJIN)
MASYARAKAT SAAT INI SUDAH MENJADI BAGIAN DARI “PENGUASA” HUTAN DI DAERAH (NILAI EMPIRIS LEBIH KUAT DARIPADA NORMATIF)
PERKEMBANGAN PRAKTIK HKM (KASUS DI KAWASAN HUTAN SESAOT)
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
1996 1998 2010
Luas
(Ha)
Perkembangan perluasan HKm
Dari luas total HKm 3672 Ha, 90 % adalah luas Hkm non program
128 Presentasi
FAKTA-FAKTA PENTING (LANJ)
PERSEPSI DAN PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG KONSERVASI HUTAN CUKUP BAIK (HUTAN SEBAGAI FUNGSI HIDROLOGI, PENAHAN EROSI, STABILITAS LINGKUNGAN)
BEBERAPA LOKASI MENUNJUKKAN PRAKTIK HKm YANG BAIK, TERUTAMA DALAM HAL NILAI CADANGAN KARBON (DI ATAS 150 TON/HA)
RATA-RATA CADANGAN KARBON DI KAWASAN HUTAN LOMBOK (DAS JANGKOK)
Tutupan Hutan Cadangan Karbon (ton/ha)
Hutan Primer 457
Hutan Primer Terganggu 261
Hutan Tegakan Mahoni Rapat 462
Hutan Tegakan Kemiri 170
Agroforestri Kompleks 150
Agroforestri sederhana 68
Sumber : Hasil Penelitian Disertasi, Markum (2011)
129Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Komposisi Penyusun Cadangan C
70%
26%
1% 1% 2%
Pohon
Tanah
Seresah
Bawah Tegakan
Nekromasa
Sumber : Hasil Penelitian Disertasi, Markum (2011)
MASALAH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN
DARI HUTAN PRIMER ATAU SEKUNDER KE PHBM SELALU BERDAMPAK PADA PENAMBAHAN EMISI
PRAKTIK HKM SEBAGIAN BESAR DI DOMINASI OLEH TANAMAN DENGAN NILAI KARBON RENDAH (TANAMAN YANG MEMILIKI BJ RENDAH)
PRAKTIK HKM MEMILIKI TINGKAT KEANEKARAGAMAN VEGETASI RENDAH SAMPAI SEDANG
IMPLIKASINYA ADALAH CADANGAN KARBON DAN TINGKAT SEKUESTRASI KARBON RENDAH
130 Presentasi
PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN
Sumber : Hasil Penelitian Disertasi, Markum (2011)
Perubahan Jumlah cadangan karbon Aktual di DAS Jangkok tahun 1995 dan 2009
0
500,000
1,000,000
1,500,000
2,000,000
2,500,000
3,000,000
3,500,000
4,000,000
4,500,000
1995 2009
Jum
l C (t
on)
Tahun
Lahan Terbuka
VegJarang/Belukar
Agroforestri/HKm
Hutan Pinus
Hutan Alam
Sumber : Hasil Penelitian Disertasi, Markum (2011)
131Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
b. Estimasi Jumlah Emisi akibat perubahan tutupan lahan (1995-2009)
Tutupan Lahan EMISI TAHUN
1995-2000 2000-2006 2006-2009 1995-2009
Emisi, ton 120,496 84,739 60,132 250,821
Sequestrasi, ton (9,289) (4,200) (1,690) (12,625)
Net emisi, ton 99,927 60,846 39,971 223,485
Tingkat emisi, ton/ha 6 3.61 2.40 12.79
Faktor emisi, ton/ha/th 1.2 0.60 0.60 0.91 Faktor emisi, tonCO2/ha/th 4.3 2.21 2.20 3.35
Sumber : Hasil Penelitian Disertasi, Markum (2011)
KLASIFIKASI BJ SPESIES
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
HP HPT HK HM AGM AGS
Jum
lah
spes
ies
Penggunaan Lahan
BJ > 0.9
BJ 0.75-0.9
BJ 0.6-0.75
BJ < 0.6
Sumber : Hasil Penelitian Disertasi, Markum (2011)
132 Presentasi
PERUBAHAN RAGAM SPESIES PADA BERBAGAI TUTUPAN LAHAN
1 39 68
HP
HPT
HK
AGMHM
AGS
Jumlah Spesies
Sumber : Hasil Penelitian Disertasi, Markum (2011)
Tanaman yang di tanam pada HKm
Nama TanamanBerat Jenis
(gr/cm3) INP (0-200%)Pisang 0,05 55.7Kopi 0,6 16.9Kakao 0,45 19.6Duku 0,80 8.7Rambutan 0,90 16.2Durian 0,56 21.4Dadap 0,31 29.0Mahoni 0,6 4.2Aren 0.3 11.3Kemiri 0,36 7.4Nangka 0,70 2.0Alpukat 0,6 1.2Kaliandra 0,7 0.6Kepundung 0,79 1.0Piling 0,80 0.6Kelapa 0,3 1.2Sengon 0,37 2.3Mangga 0,68 0.3
133Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
TANTANGAN KE DEPAN BAGAIMANA MEWUJUDKAN
PRAKTEK HKM DENGAN MENGINTRODUSIR TANAMAN YANG MEMILIKI LAYANAN LINGKUNGAN YANG BAIK (AIR KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN KARBON) DAN MENDUKUNG NILAI EKONOMI
BAGAIMANA MENJADIKAN PRAKTEK PHBM YANG BERHASIL, SEBAGAI KAWASAN YANG MEMILIKI NILAI DAN DIHARGAI
BAGAIMANA PERSEPSI DAN PENGETAHUAN MASYARKAAT TENTANG KONSERVASI MENJADI MOTIVASI DALAM PRAKTEK HKM
BAGAIMANA MENENTUKAN KRITERIA YANG BISA DITERIMA BERAPA CADANGAN KARBON IDEAL UNTUK HKM
Pengalaman Masyarakat Mengukur Karbon (Sesaot dan Batukliang)
134 Presentasi
Contoh HKm dengan Nilai Cadangan Karbon Rendah(70 – 100 ton/ha)
Contoh Praktek HKm dengan Nilai Cadangan Karbon Sedang (100 – 150 ton/ha)
135Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Contoh Praktek HKm dengan Nilai Cadangan Karbon Tinggi (>150 – 225 ton/ha)
PELUANG PERAN MASY DALAM TRANSAKSI KARBON
PERMENHUT No. P.20/Menhut.II/2012 tentang Penyelenggaraan Karbon Hutan, dimana ada ruang untuk mengembangkan “Demonstration Activities”
Dukungan dan tersedianya inisiatif untuk “Pasar Karbon” dari beberapa lembaga dalam konteks penghargaan terhadap Praktik pengelolaan hutan yang baik.
Pengembangan Best Practices untuk Lokasi-lokasi yang berhasil baik, sebagai Pusat Informasi dan Pembelajaran layanan lingkungan
136 Presentasi
PERAN MASYARAKAT DALAM MONITORING KARBON SEBAGIAN BESAR KAWASAN HUTAN DI NTB SUDAH DIKELOLA
OLEH MASYARAKAT, MAKA PERAN MASYARAKAT MENJADI KUNCI UTAMA DALAM PROSES PENINGKATAN NILAI CADANGAN KARBON DAN MENGURANGI TINGKAT EMISI
DALAM KAITAN DENGAN PERAN MONEV KARBON, (1) PENYEDIA DAN SUMBER DATA EMPIRIS DENGAN MENETAPKAN LOKASI-LOKASI TERTENTU (PADA BERBAGAI KERAGAMAN PENGGUNAAN LAHAN) SEBAGAI DEMPLOT DAN BASIS DATA
(2) PENELITI DI LAHANNYA SENDIRI, DENGAN MEMBEKALI PENGETAHUAN PRAKTIS DAN SEDERHANA MENGENAI CARA MENGUKUR DAN MENGHITUNG KARBON
(3) KELEMBAGAAN YANG SUDAH EKSIS DI MASYARAKAT (TERKAIT DENGAN PHBM) BISA DIJADIKAN SIMPUL UNTUK UPDATE INFORMASI KARBON DI LOKASI/KAWASAN MASING-MASING
TERIMA KASIH
137Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Lampiran 3. Notulensi Diskusi
Sesi Pertama
Pertanyaan:
1. Lolita (Universitas Mataram)a. Pada tahun 2020 reforestasi akan turun 22%, dikhawatirkan target penurunan
forestasi tidak tercapai pada 2020. Padahal pendanaan masih berasal dari dana dalam negeri
b. Strategi monitoring dan pelaporan, datanya sulit. Bagaimana provinsi memfasilitasi kabupaten untuk perolehan data. Padahal teknik perolehannya sama dan pelaporan hanya dari kabupaten.
2. Nana (Unram)a. Program bumi sejuta sapi, kebijakan sejuta sapi menimbulkan ekses bagi upaya
mitigasi PI. Bagaimana upaya mengatasinya? b. Ada kriteria pemilihan monitoring PSP, sepertinya perlu dibuat indikator
dengan bobot dan skoringc. Perlu ada citra tahun 1990-2012 adalah citra yang dibutuhkan untuk mengukur
abrasi. Apakah data yang dimilki LAPAn dapat dikases secara gratis3. Yus Andana (BLH Prov.)
Pengembalian 30% hutan sekunder ke primer, berapa luasan aktualnya?
4. Haerudin (perwakilan Masyarakat Kec. Jero Waru)Alih fungsi hutan di Kecamatan Jero Waru, Hutan lindung dirambah menjadi lahan perkebunan dan pertanian bahkan menanam tembakau. Terjadi kebijakan yang bertolak belakang antara Dinas Kehutanan (menanam pohon) dan Dinas Pertanian (pertanian tembakau). Banyak terjadi penebangan liar karena strategi konversi peralihan minyak tanah kurang berhasil. Mohon ada sinkronisasi kebijakan agar ada solusi bagi masyarakat.
5. Dul Basid (Fahutan Unram)Ada beberapa sektor yang berperan menurunkan emisi, yang diturunkan menjadi aksi. Namun ada beberapa kegiatan yang overlaping. Dengan adanya overlapping ini, Pemda dapat memberikan prioritas kegiatan yang utama, misalnya bila sektor energi lebih potensial maka prioritas diarahkan kepada yang lebih potensial tersebut.
138 Notulensi Diskusi
TN Rinjani sudah membangun 3 plot, yang tidak hanya menghitung karbon tapi juga kekayaan hayatinya.
6. Firman (Dishut NTB)Khawatir karena plot dibuat di kawasan HKm dapat terjadi kerusakan sehingga sulit diperoleh data series yang tepat.
Jawaban
1. Machful (Bappeda)a. Ada hal-hal yang masih dianggap data yang diinput untuk strategi mitigasi,
belum sepenuhnya diyakini. Karena data yang diperoleh adalah data sekunder. Untuk mengumpulkan data primer dibutuhkan waktu.
b. Tim yang ada saat itu, yang dilatih oleh sektor-sektor yang ada masih belum banyak yang memahami, kebanyakan tenaga birokrat, belakangan baru melibatkan akademisi.
c. RAD-GRK bersifat kejar tayang sehingga waktu itu yang penting jadi dulu dengan dukungan data yang ada.
d. Data-data yang ada akan terus dievaluasi agar sesuai dengan standar validasi data.
e. Standar monev sudah ada, setiap kabupaten harus menggunakan standar monev yang sudah ada tersebut.
f. Permasalahan benturan antar sektor :1) Terkait dengan kebijakan 1000 sapi, sedang diupayakan upaya untuk
mengatasi sendawa sapi sebagai sumber emisi. Direncanakan akan dibuat plot (program BSS) dalam pengelolaan sapi untuk kesejahteraan masyarakat, sendawa diabaikan. Perlu ada pilihan yang menguntungkan masyarakat.
2) Pengembangan potensi panas bumi dengan mengorbankan sektor kehutanan. Pilihannya adalah geotermal yang beroptensi dapat tetap menjaga kelestarian hutan. Pilihannya pada kawasan tertentu saja (kawasan yang dipilih adalah kawasan Rinjani, Mangrove di Sumbawa)
3) Pertentangan kebijakan dapat diatasi dengan kesepakatan-kesepkatan dan analisis data yang berkelanjutan dengan alat-alat analisis yang ada.
g. Sepanjang tidak mengganggu kawasan hutan oleh masyarakat Jero Waru tidak dapat dilakukan tindakan, kecuali bila ada kegiatan masyarakat tidak dapat diatasi.
139Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
2. Virni (Puspijak)Pemilihan lokasi diserahkan kepada daerah, disesuaikan dengan kriteria pemilihan daerah yang sudah ada/disediakan. Alangkah baiknya di kemudian hari dapat dibuat kriteria indikator untuk pembangunan PSP.
Disadari PSP yang berhasil dibangun, tidak mewakili semua tipe hutan di NTB diharapkan ke depan daerah dapat berinisiatif membangun PSP dengan dukungan dana dari daerah masing-masing.
3. Rubini (LAPAN)Data resolusi rendah gratis, data reslosi menengah dengan skala 50.000 masih gratis, data Landsat 4 dengan resolusi 20 meter tidak gratis (lebih murah dibandingkan dengan membeli di luar), data resolusi tinggi dengan pesyaratan yang disesuaiakan selama ada permohonan dan persyaratan dipenuhi.
4. Andi (Dishut)FCPF tidak memiliki dana yang cukup, sistem monitoring masih dan sedang dicari. Dengan program BSS permasalahan sendawa sapi dapat diatasi.
Untuk menjaga plot di HKm adalah masyarakat (sudah ada komitmen masyarakat untuk menjaga PSP yang dibangun).
Sesi Kedua
Pertanyaan:
1. Nanaa. Kepada Bu Haruni, INCAS adalah suatu tool apakah bersifat dinamik ataukah
spasial? Apa kelebihannya dibandingkan dengan tools yang lainnya?b. Sebaiknya bu Haruni mengadakan pelatihan khusus untuk mengoperasikan
INCAS. c. Untuk Pak Wisnu terkait data jarak antar PSP 5 km, bagaimana jika di lapangan
kita tidak memungkinkan mengambil jarak antar plot 5 km? d. Untuk Pak Markum hasil disertasi yang didasari scientific based yang kuat, data
yang diperoleh Pak Markum sebaiknya dilengkapi. 2. Kemas UNTB
a. Pertanyaan ditujukan untuk Bu Haruni, kami melihat tugas INCAS ada 5, yang disoroti yaitu pengukuran emisi secara umum. Menurut kami yang banyak dihasilkan adalah emisi dari industri transportasi. INCAS harusnya
dapat menghitung emisi yang disebabkan oleh transportasi karena sepertinya pemerintah membiarkan masuknya kendaraan-kendaraan dengan alasan agar pemasukan pajak meningkat. Pertanyaan kedua untuk pak Gusti menyangkut masalah data, kami melihat areal kosong tapi diklaim oleh Kementerian Kehutanan sebagai kawasan hutan, sepertinya itu bias dikembangkan untuk komoditi perkebunan.
b. Bu Leni Di Sintong mengajukan tebang pilih untuk IUPHHK. Meskipun pada awalnya ada kesepakatan pemeliharaan PSP. Apa yang menjadi solusi agar masyarakat tidak mengalihfungsikan PSP tersebut untuk penebangan? Kelompok sudah mulai dibekali dengan pengukuran karbon.
3. Samsudin BappedaKepada SKPD lainnya kami memohon masuknya data untuk perbaikan RAD. Kami di Bappeda sebagagai Sekretariat RAD untuk melakukan update data, jangan sampai kita melakukan kira-kira. Kita perlu memperbaiki data yang sudah ada di RAD GRK.
4. Marwih Lombok TengahTerkait masalah karbon khusunya PSP ada kriteria perwakilan, sangat sulit jika kita ingin memperoleh plot yang dapat mewakili.Berapa jarak yang ideal. Ada 2 karakteristik ekosistem di NTB di barat lebih basah, sedangkan di timur lebih kering. Klarifikasi untuk Pak Markum di Kecamatan Koppang, pelaksanaan PSP kemarin, ada di luar HKm berijin. Terkait sosialisasi masih perlu dilakukan ke tingkat bawah (kabupaten).
5. AgusTerkait penghitungan karbon, setelah masyarakat tahu kandungan karbon di tempat yang bapak ukur tadi. Apa manfaat yang diperoleh masyarakat dari karbon yang dimiliki oleh masyarakat? Saya dengar karbon bisa dijual US$ 45-75 per ton.
6. Virnia. Ditujukan untuk Pak Iman dan Bu Haruni: bagaimana hubungan antara
INCAS dan NFMS? Jika INCAS sudah selesai apakah datanya bisa di-share dengan provinsi yang bersangkutan?
b. Untuk Pak Iman tadi bagan link, menurut bapak untuk mengkonkretkan bagan tersebut apa yang harus dilakukan?
141Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Jawaban
1. Bu Haruni
INCAS dikembangkan sebagai suatu sistem menggunakan best approach berdasarkan data yang kita punya. Memang INCAS bersifat dinamis baik secara spasial maupun temporal agar dinamika yang terjadi di alam seperti deforestasi, regenerasi, growth, mortality, masih banyak gap. INCAS tidak akan pernah berakhir sebagai suatu sistem, memang jika melihat iNCAS sebagai suatu proyek maka akan berakhir pada tahun 2014. Sesudah berdiskusi dengan Pak Iman bagaimana mensinergikan INCAS dan NFMS paling tidak untuk land based. Pelatihan memang sudah direncanakan, tapi jika tidak ada pendanaan dari kerjasama ini, mungkin bisa dicari dari pendanaan lainnya. Bahwa memang inventarisasi GRK bisa mencakup semuanya. Untuk INCAS desainnya memang untuk LULUCF.
INCAS dikembangkan dengan pendekatan secara bertahap dan improvable dengan data yang tersedia di Indonesia sebagai basis data. INCAS bersifat dinamik dalam skala spasial maupun temporal, yang didesain agar dinamika yang ada di alam (aforestasi, deforestasi, dll) dimasukan ke dalam sistem.
Sebagai sebuah sistem mestinya INCAS tidak akan berakhir (bila tidak dilihat sebagai proyek), bila bantuan dari Australia selesai, Kementerian akan tetap melanjutkan. INCAS dan NFMS dapat dibangun secara bersinergi. Pelatihan sudah dimasukkan ke dalam work plan.
Inventarisasi GRK seharusnya dapat mencakup semuanya, tidak hanya yang berbasis lahan. INCAS dibangun dengan basis LULUCF. Di Australia dikoordinasi oleh satu lembaga, namun dikoordinasi menjadi satu national report.
2. Iman
INCAS ini tidak berhenti sebagai suatu proyek tetapi ke depan akan kita kembangkan bersama, dimana INCAS akan kita kembangkan untuk mengisi NFMS. Masalah konkritnya data, sebaiknya insiatif datang dari daerah, dimana daerah merumuskan monitoring data, jika SDM kurang di sebelah mana kurangnya dan agar kebutuhan tersebut disampaikan ke pusat agar pusat bisa mengajukan usulan anggaran.
142 Notulensi Diskusi
3. Wisnua. Dalam pembangunan PSP/TSP diupayakan di kluster yang bervegetasi.
Dalam pelaksanaan pembangunan PSP ini berpegang kepada juknis yang telah ditetapkan.
b. Terdapat perbedaan kawasan hutan dengan hutan, kawasan hutan adalah kawasan yang ditunjuk oleh pemerintah sebagai hutan tetap.
4. Markuma. Dalam konteks tertentu hutan bersifat dinamis, karena setiap waktu terjadi
perubahan. Justru tanaman muda 3-5 tahun memiliki sequestrasi yang tinggi. Manfaat setelah mengukur karbon; mencerdaskan masyarakat, saling terkait antara karbon, fungsi hidrologis. Ada beberapa lembaga yang mulai berinisiatif memberikan kompensasi misalnya Plan Vivo.
b. Cadangan karbon selalu dinamis. IPCCC memiliki software demikian juga ICRAF punya REDD Abacus untuk menilai dinamika cadangan karbon
c. Karbon jangan diartikan sebagai sesuatu yang steril, pohon yang makin tua akan berkurang kemampuan penyerapan karbonnya. Tidak masalah bila ditebang asal manajemen pemulihannya baik.
d. Usia prima bagi suatu pohon dalam hal skuentrasinya ialah pada pohon berusia 5 tahun. Pohon berusia 20 tahun berkurang
e. Bila cadangan karbon baik, maka tata air dan keanekaragaman hayatinya akan baik
f. Orientasi masyarakat harus diluruskan jangan melulu pada carbon trade, bila hutan kita baik
Hasil FGD
Kelompok 1 : Strategi Pengelolaan PSP di Tingkat Provinsi
Strategi :
1. Langkah-langkah 2. Kiat/ Cara3. Teknik/ Taktik4. Siasat5. Pola/ ModelStrategi adalah sekumpulan langkah untuk mencapai tujuan atau memecahkan masalah
143Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Untuk mencapai itu memerlukan langkah, cara, teknik dan model.
Pengelolaan:
1. Cara kerja2. Proses3. Mengatur4. PenangananPengelolaan adalah proses dalam mengatur suatu kegiatan melalui cara kerja yang teratur.
Strategi Monitoring PSP
PSP adalah plot yang mempunyai ukuran tertentu dan bersifat permanen.
Masalah pengelolaan PSP:
1. Lokasi dan luasana. PSP yang dibuat Dishut 33 PSPb. PSP yang dibuat BPKH 88 PSPc. Ukuran yang dibuat 20x20 m
2. Bagaimana strategi pengelolaan selanjutnya setelah FCPF berakhir?a. Perlu adanya komitmen untuk menurunkan emisi 26 %b. Perlu diketahui jumlah cadangan karbon yang terkandung dalam setiap PSP
untuk monitoring/ pengukuran selanjutnyac. Siapa dan kapan? Siapa yg akan melakukan monitoring? Kapan pengukuran
sebaiknya dilakukan? Apakah 1 tahun sekali atau 5 tahun sekali?Pengukuran sudah disepakati 3 tahun sekali.
Tanggungjawab pengelolaan mungkin Dinas Kehutanan bersama Litbang dengan waktu 3 tahun sekali
d. Winarti dari UNRAMPeran universitas dalam pengelolaan PSP?
Peran Universitas: pendidikan, pengabdian dan penelitian.
PSP melibatkan UNRAM dan dominan dalam pengukuran dan pengolahan data
144 Notulensi Diskusi
e. Kapan dan siapa?Yang paling memungkinkan untuk mengawal monitoring PSP ini adalah dengan melibatkan masyarakat. Sangat baik jika dapat melibatkan masyarakat.
f. Masalah anggaran yang bertanggungjawab adalah Dinas Kehutanan Provinsi.g. Bagaimana Dishut memasukkan anggaran untuk kegiatan ini selanjutnya?
Akan dianggarkan dimana?Leading sector yaitu dari pihak Dishut Provinsi, namun dalam penganggaran perlu adanya penganggaran juga di tingkat Dinas Kota dan Provinsi (bagaimana jika terjadi overlap). Untuk menghindari overlapping anggaran perlu dilakukan: koordinasi untuk pembagian peran
Plot dalam KHDTK dan Jerowaru akan litbang bantu untuk monitoringnya
Penanggung jawab terkait anggaran:a. - Apakah metode sudah ada? Apakah kota dan kabupaten sudah siap?b. - Siapa yang akan terus memonitoring plot ini?c. - Apakah PSP ini yang akan menjadi basis data dalam penurunan GRK?
Metode pengukuran sesuai SNI.
Adakah suatu sistem yang bisa langsung memasukkan nilai karbon tanpa rumus-rumus agar memudahkan dalam pengukuran karbon? Ada, seperti REDD Abacus.
1. Lebih baik dibuat dulu SOP-nya, lalu bagaimana dengan anggarannya. PSP diditipkan pada pengelola di daerah lokasi dimana PSP dibangun.
2. Pemeliharaan PSP terkait dengan keberlangsungan PSP. Pengamanan PSP harus terintegrasi (lokasi dimana PSP berada secara keseluruhan).
Table 1. Matriks Strategi Monitoring PSP
No Masalah Strategi Pembiayaan Stakeholder
1 FCPF akan berakhir pada tahun 2014, tidak bisa membiayai keber-lanjutan monitoring PSP
- Pemerintah provinsi dan kabupaten bertanggung jawab atas keberlajutan monitoring PSP.
- APBD Provinsi dan kabupaten
- Litbang
- Dinas Kehutanan Provinsi
- Dishut Kabupaten- Litbang - Masyarakat- Perguruan Tinggi
145Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
No Masalah Strategi Pembiayaan Stakeholder
2 Kesiapan SDM dalam pengukuran karbon, pengambilan sampel dan analisis data
- Sosialisasi- Pelatihan (pengambilan
sampel, pengukuran, pengolahan dan anali-sis)
- APBD Provinsi- IAFCP
- Dishut Provinsi - Perguruan Tinggi- Bakorluh NTB- Transform- Masyarakat (Santong
dan Jerowaru = @20 orang)
- LAPAN
3 PSP belum mewakili seluruh tipe ekosistem di NTB
- Penambahan PSP pada tipe ekosistem hutan yang belum terwakili (hutan kering/semi arid)
- FCPF- APBD Provinsi- UKP4- NGO
- Dishut Prov & Kab- Litbang- UKP4- NGO- Masyarakat
4 Pasca FCPF ada ke-mungkinan PSP tidak terpelihara
Menugaskan petugas terdekat dan masyarakat yang mengelola
APBD Provinsi Dishut Prov & Kab
5 Kurangnya koordinasi pemanfaatan data PSP
- Membentuk Bank Data/ Pusat Data PSP Provinsi NTB
- Membangun Web karbon PSP NTB
APBD Provinsi - Dishut Prov- BPKH- Litbang- Perguruan Tinggi- NGO- Masyarakat
- LAPAN
Kelompok 2
Rancangan Sistem Monitoring Karbon Hutan Tingkat Provinsi
1. Data biofisik:a. Tutupan lahan : BPDAS, Dishut Prov, BPKH.b. Biomasa 5 pool karbon : Dishut Provinsi (33 PSP), TN Rinjani, Transform,
Program Studi Kehutanan UNRAM, Fauna Flora International (DAS Renggung tengah & hilir DAS, Kab. Lombok Tengah), BPKH, Dishut Provinsi bekerjasama dg ICRAF di HKm Sesaot tahun 2010, KOICA (Dishut Provinsi cq. Pak Burhan).
c. Tanah : Dishut Provinsi (33 PSP), UNRAM (PSP), Transform, FFI, BPTP Narmada, Dinas Pertanian, BPKH, BPDAS.
d. Gangguan hutan: kebakaran, hama penyakit, penebangan liar, dll. : Dishut Provinsi, KPH Rinjani Barat, Dishut Kabupaten, BPTH, KPH, TN, BKSDA.
146 Notulensi Diskusi
e. Pembinaan hutan (penanaman, pemeliharaan, rehabilitasi, dll): BLHP, BPDAS, Dishut Provinsi/kabupaten, Konsepsi, Samantha, Santiri, Transform, FFI, WWF, Bakorluh.
f. Hidrologi : BPDAS, BWS, BISDA Provinsi.g. Perencanaan wilayah (RTRW) : Bappeda Provinsi/kabupaten.h. Iklim: urah hujan, suhu, kelembaban, angin : BMKG, BISDA, Dishut
Provinsi.2. Data sosial ekonomi:
a. Demografi (jumlah, pertumbuhan, sebaran, kerapatan penduduk, sex ratio) : BPS Provinsi/Kabupaten, Dishut, KPH Rinjani Barat, TN Gunung Rinjani
b. Pendapatan penduduk: BPSc. Angkatan kerja : BPSd. Pendidikan : BPS, Dinas Pendidikane. Kesehatan : BPS, Dinas Kesehatanf. Infrastruktur : BPS, PU, BappedaLeading instansi untuk manajemen Sistem Monitoring Karbon Hutan Provinsi NTB : Sekretariat Pokja RAD GRK Provinsi NTB dan Bappeda Provinsi.
OUTPUT yang diinginkan:a. Dinamika karbon hutanb. Peta tutupan lahan c. Luasan tutupan lahand. Citra satelite. Peta sebaran dan potensi karbon f. Model proyeksi karbon berdasarkan tipe ekosistemg. Sistem monitoring yg dinamis
3. Aplikasi harus fleksibel/dinamis dengan perkembangan regulasi.4. Sistem harus user friendly.SDM :
1. Perlu supervisi dari PUSAT ke Provinsi dan Kabupaten.2. Dalam proses pembangunan sistem perlu ada pelibatan masyarakat daerah agar
ada transfer teknologi.3. Perlu capacity building tentang REDD+.
147Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Mekanisme updating dan protokol database:
1. Admin : Sekretariat Pokja RAD GRK Provinsi NTB.2. Data yang masuk adalah data mentah, output adalah data hasil analisis.3. Untuk meminta data mentah perlu ada permintaan resmi ke Admin.4. Sumber data yang berbeda perlu diatur dengan menunjuk wali data oleh Pokja
RAD GRK.5. Updating data menyesuaikan dengan ketersediaan data.6. Perlu ada komitmen updating data secara reguler kepada Pokja RAD GRK7. Stakeholder yang mendapak hak akses :
a. Semua SKPDb. Hasil analisis menjadi milik publik (open access)c. Permintaan raw data harus mendapat ijin dari Admin
8. Perlu ada clustering data : open access dan restricted
Kesimpulan:
1. Pokja RAD GRK sebagai pemangku sistem monitoring karbon hutan.2. Perlu dibuat protokol pengelolaan sistem monitoring karbon hutan berdasarkan
kesepakatan para pihak yang meliputi mekanisme input, akses, sharing, dan peran serta tanggungjawab para pihak.
3. Telah berhasil mengidentifikasi sumber data bagi SMKH yang akan dibangun.4. PPID (Pejabat Pengolah Informasi Data) di tiap SKPD anggota Pokja RAD
GRK bertindak sebagai wali data SMKH.5. Perlu dilaksanakan capacity building untuk menyiapkan stakeholder dalam
implementasi sistem monitoring karbon hutan.
149Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Lampiran 4. Dokumentasi
150 Dokumentasi
Kementerian KehutananBadan Penelitian dan Pengembangan KehutananPusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan KebijakanJl. Gunung Batu No. 5 Bogor; Telp.: 0251 8633944; Fax: 0251 8634924Email: [email protected]; Website: www.puspijak.org
Forestry Research and Development Agency (FORDA)Ministry of ForestryIn cooperation with:
Forest Carbon Partnership Facility
REDD+ READINESS PREPARATIONThe Forest Carbon Partnership Facility (FCPF)
Bogor, Oktober 2013
Strategi Monitoring &
Pelaporan Plot Sampel Perm
anen di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Prosiding Workshop
SampelPermanen
PlotMonitoring Pelaporan&
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Strategi
Prosiding Workshop
SampelPermanen
PlotMonitoring Pelaporan&
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Strategi
FORESTCARBONPARTNERSHIPF A C I L I T Y