STRATEGI PENINGKATAN PEREKONOMIAN · PDF filedilihat dari penyerapan tenaga kerja sektor...
Transcript of STRATEGI PENINGKATAN PEREKONOMIAN · PDF filedilihat dari penyerapan tenaga kerja sektor...
159
13 April 2016, Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper PEMBERDAYAAN SEKTOR RIIL MELALUI PENGEMBANGAN KEUANGAN
INKLUSIF
STRATEGI PENINGKATAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT MELALUI
DIVERSIFIKASI PRODUK MAKANAN OLAHAN BUAH JAMBU METE SEBAGAI
BASIS PRODUK UNGGULAN KABUPATEN WONOGIRI
Rindang Nuri Isnaini Nugrohowati1, Lak Lak Nazhat El Hasanah2
1 Prodi Ilmu Ekonomi FE UII
2 Prodi Ilmu Ekonomi FE UII
ABSTRAK
Studi ini bertujuan untuk melihat bagaimana potensi pengembangan produk pangan
jambu mete sebagai basis unggulan Kabupaten Wonogiri dengan melihat kekuatan,
kelemahan, peluang, dan ancaman. Disamping itu studi ini juga merumuskan strategi
peningkatan perekonomian masyarakat melalui divesifikasi produk. Analisis data yang
digunakan berupa analisis SWOT, kemudian dari hasil analisis SWOT disusun grand
gtrategy pengembangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi pengembangan produk
dari komoditas buah jambu mete cukup besar karena ketersediaan bahan baku yang
melimpah. Berdasarkan studi kasus di Desa Rejosari strategi diversifikasi produk yang bisa
ditempuh untuk meningkatkan nilai ekonomis dari buah jambu mete adalah dengan
mengolahnya menjadi Abon dan Sirup. Melalui diversifikasi produk berupa abon dan sirup
maka buah jambu mete yang awalnya tidak dimanfaatkan oleh masyarakat bisa memiliki nilai
jual sehingga bisa meningkatkan pendapatan masyarakat.
Kata Kunci: grand strategy, diversifikasi produk, peningkatan pendapatan, nilai ekonomis
PENDAHULUAN
Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian sebagai
sumber mata pencaharian masyarakat dan penopang pembangunan. Sampai saat ini sektor
pertanian masih memegang peranan yang cukup strategis dalam pertumbuhan Produk
Domestik Bruto (PDB). Kontribusi PDB pertanian dalam arti sempit yaitu diluar sektor
perikanan dan kehutanan pada tahun 2014 adalah sekitar 879,23 triliun rupiah. Selama
periode 2010 sampai 2014, pertumbuhan PDB pertanian berkisar antara 3,47% hingga 4,58 %
dengan rata-rata sekitar 3,90%, pada saat yang sama PDB nasional tumbuh sekitar 5,70 %.
Dengan adanya ketimpangan pertumbuhan tersebut, maka kontribusi pertanian semakin
menurun dari 10,99% di tahun 2010 menjadi 10,26 % dari total PDB nasional di tahun
2014. Sementara itu jika dilihat dari penyediaan lapangan pekerjaan, sektor pertanian masih
merupakan sektor dengan pangsa penyerapan tenaga kerja terbesar, walaupuan ada
kecenderungan menurun selama periode 2010 sampai 2014 (Kementan, 2015).
160
13 April 2016, Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper PEMBERDAYAAN SEKTOR RIIL MELALUI PENGEMBANGAN KEUANGAN
INKLUSIF
Pertanian merupakan sektor dominan dalam menopang pendapatan masyarakat karena
mayoritas penduduk Indonesia bekerja sebagai petani. Salah satu daerah yang sebagian besar
penduduknya berprofesi sebagai petani adalah Kabupaten Wonogiri Propinsi Jawa Tengah.
Dari data penduduk berdasarkan jenis pekerjaan sebesar 29,31% masyarakat Kabupaten
Wonogiri bekerja sebagai petani. Komoditas pertanian yang menjadi sektor unggulan di
Kabupaten Wonogiri salah satunya adalah Kacang Mete. Dengan luas lahan 17,458 hektar
yang terletak di Kecamatan Jatisrono, produksi kacang mete mencapai 1.049,5 ton per tahun
dan telah menembus pasar ekspor (www.wonogirikab.go.id).
Tabel 1: Potensi Unggulan Daerah Kabupaten Wonogiri Untuk Komoditi Pertanian
Jenis Komoditi Potensi/ Produksi Lokasi
a) Pertanian
Ubi Katu
Padi
Jagung
b) Tanaman buah-buahan
Mangga
Pisang
c) Perkebunan
Jambu Mete
Janggelan
Kelapa dalam
789.782 ton
365.083 ton
299.810 ton
72.899 kw
62.975 kw
18.164 ton
13.614 ton
15.729 ton
25 kecamatan
24 kecamatan
25 kecamatan
25 kecamatan
25 kecamatan
25 kecamatan
Kec. Bulukerto
Kec. Pranggupito
Sumber: Wonogiri Dalam angaka 2011, Disbudpapora tahun 2011
Jambu mete merupakan tanaman yang cepat tumbuh dan tahan terhadap tanah kering
sehingga tanaman ini sesuai dengan kondisi alam Kabupaten wonogiri yang keadaan alamnya
sebagian besar terdiri dari pegunungan berbatu gamping. Di Kabupaten Wonogiri, usaha
pengolahan mete sudah berkembang lama karena didukung oleh kondisi geografis yang
sesuai untuk perkebunan jambu mete. Usaha pengolahan ini umumnya merupakan usaha
kecil dan menengah yang mengunakan teknologi sederhana. Dengan berkembangnya usaha
tersebut diharapkan dapat memberikan dampak yang positif terhadap perekonomian
masyarakat terutama para petani mete khususnya dalam penyediaan lapangan pekerjaan. Jika
dilihat dari penyerapan tenaga kerja sektor pertanian merupakan sektor tertinggi dalam
menyerap tenaga kerja. Meskipun demikian kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto
masih rendah jika dibandingkan dengan sektor industri. Akibatnya adalah kesejahteraan
rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian lebih rendah dibanding yang bekerja di
sektor industri.
Salah satu yang menjadi faktor penyebab yaitu kurangnya produktivitas pertanian berupa
sumber daya manusia yang masih rendah dalam mengolah lahan dan hasil pertanian. Hal
161
13 April 2016, Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper PEMBERDAYAAN SEKTOR RIIL MELALUI PENGEMBANGAN KEUANGAN
INKLUSIF
tersebut juga dihadapi oleh para petani di Kabupaten Wonogiri dimana para petani belum
mampu memanfaatkan hasil pertanian agar dapat meningkatkan nilai ekonomisnya. Implikasi
dari permasalahan di atas menunjukkan gambaran masyarakat yang belum memiliki
pengetahuan yang cukup mengenai diversifikasi produk atau pengolahan pangan. Hal ini
dapat dinilai dari sikap dan perilaku masyarakat yang belum memanfaatkan peluang usaha
yang sudah sepantasnya mereka berdayakan. Berdasarkan pada latar belakang tersebut studi
ini bertujuan untuk melihat bagaimana potensi pengembangan produk pangan jambu mete
sebagai basis unggulan Kabupaten Wonogiri dengan melihat kekuatan, kelemahan, peluang,
dan ancaman. Disamping itu studi ini juga ingin merumuskan strategi peningkatan
perekonomian masyarakat melalui diservesifikasi produk.
LANDASAN TEORI DAN KAJIAN EMPIRIS
Pengertian Diversifikasi Pangan
Diversifikasi pangan mencangkup aspek produksi, konsumsi, pemasaran dan distribusi.
Dari aspek produksi, diversifikasi berarti perluasan spektrum komoditas pangan, baik dalam
perluasan pemanfaatan sumber daya, pengusahaan komoditas maupun pengembangan
produksi komoditas pangan. Oleh karena itu dilihat dari aspek produksi, diversifikasi
mencangkup pengertian diversifikasi horisontal dan vertikal. Dari sisi konsumsi, diversifikasi
pangan mencangkup aspek perilaku yang didasari baik oleh pertimbangan seperti pendapatan
dan harga komoditas, maupun non ekonomis seperti kebiasaan, selera dan pengetahuan
(Hanani, 2009). Diversifikasi pangan ditujukan pada penganekaragaman pangan yang berasal
dari pangan pokok dan semua pangan lain yang dikonsumsi rumah tangga termasuk
laukpauk, sayuran dan buah buahan (Suyastiri, 2008). Diversifikasi dapat dikelompokkan
menjadi dua macam yaitu (Jafar, 2012):
1. Diversifikasi horisontal, penganekaragaman konsumsi pangan dengan memperbanyak
macam komoditi pangan dan meningkatkan produksi dari macam-macam komoditi
tersebut.
2. Diversifikasi vertikal, yaitu penganekaragaman pengolahan komoditas pangan
terutama non beras sehingga mempunyai nilai tambah dari segi ekonomi, nutrisi
maupun sosial.
162
13 April 2016, Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper PEMBERDAYAAN SEKTOR RIIL MELALUI PENGEMBANGAN KEUANGAN
INKLUSIF
Sementara menurut Fitriani, Sarono, & Widodo (2011), pengertian diversifikasi adalah
sebagai upaya mencari dan mengembangkan produk atau pasar baru, atau keduanya, dalam
rangka mengejar pertumbuhan, peningkatan penjualan, profitabilitas, dan fleksibilitas.
Sedangkan menurut Marsigit (2010), diversifikasi produk dilakukan oleh suatu perusahaan
sebagai akibat dilaksanakannya pengembangan produk, sementara produk lama secara
ekonomis masih dapat dipertahankan. Dalam diversifikasi produk, perusahaan berusaha
untuk menaikkan penjualan dengan cara mengembangkan produk baru sehingga terdapat
bermacam-macam produk yang diproduksi perusahaan.
Dapat disimpulkan bahwa diversifikasi produk merupakan suatu kebijakan dalam
strategi perusahaan untuk memenuhi selera dan kebutuhan konsumen melalui
penganekaragaman produk dalam rangka mengejar pertumbuhan, peningkatan penjualan,
profitabilitas dan fleksibilitas dengan jalan menciptakan produk atau jasa baru tanpa
bergantung pada satu jenis produknya saja. Produk yang beranekaragam akan membuat
konsumen percaya bahwa berbagai kebutuhannya dapat terpenuhi oleh pengusaha itu.
Semakin beragam produk yang ditawarkan kepada konsumen, semakin besar ketertarikan
konsumen untuk membeli produk yang ditawarkan (Hermawan, 2015). Diversifikasi dapat
dilakukan melalui tiga cara yaitu (Tjiptono, 1997):
1. Diversifikasi Konsentris
Dimana produk-produk baru yang diperkenalkan memiliki kaitan atau hubungan
dalam hal pemasaran, teknologi dengan produk yang sudah ada.
2. Diversifikasi Horisontal
Dimana perusahaan menambah produk-produk baru yang tidak berkaitan dengan
produk yang sudah ada, tetapi dijual kepada pelanggan yang sama.
3. Diversifikasi Konglomerat
Dimana produk-produk yang dihasilkan sama sekali baru tidak memiliki hubungan
dalam hal pemasaran maupun teknologi dengan produk yang sudah ada dan dijual
kepada pelanggan yang berbeda.
Perubahan Keseimbangan Konsumen Akibat Diversifikasi Produk Olahan dan
Penciptaan Nilai Tambah
Keseimbangan konsumen akibat adanya diversifikasi produk olahan dapat dijelaskan
dengan menggunakan pendekatan atribut. Pendekatan atribut didasarkan pada asumsi bahwa
perhatian konsumen bukan terhadap produk secara fisik, melainkan lebih ditujukan kepada
163
13 April 2016, Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper PEMBERDAYAAN SEKTOR RIIL MELALUI PENGEMBANGAN KEUANGAN
INKLUSIF
atribut produk yang bersangkutan. Pendekatan ini menggunakan analisis utilitas yang
digabungkan dengan analisis kurve indeferen. Atribut yang dimaksuh disini adalah semua
jasa yang dihasilkan dari penggunaan dan atau pemilikan barang tersebut (Douglas,E.J 1993).
Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Kevin Lancaster pada tahun 1966. Kalau teori-teori
sebelumnya menggunakan asumsi bahwa yang diperhatikan oleh konsumen ialah produknya,
maka teori Lancaster mendasarkan pada asumsi bahwa perhatian konsumen bukan pada
produknya, melainkan pada ‘attribute’ barang yang bersangkutan.
Dalam proses produksi suatu produk harus memberikan sesuatu yang lain dan tahan
lama. Produk Olahan yang merupakan produk baru harus dapat menunjukkan gambaran atau
kelebihannya dibandingkan dengan produk yang sudah ada, sehingga mendorong konsumen
untuk mengkonsumsi produk baru tersebut. Keseimbangan konsumen model atribut
ditentukan titik singgung antara efisiensi frontier dan kurva indeferren. Efisiensi frontier
menunjukkan batas terluar yang dapat dicapai konsumen berdasarkan atribut-atribut yang
diinginkan dengan menggunakan pendapatan tertentu. Efisiensi frontier ini diperoleh dengan
mengalikan jumlah barang dengan nilai atribut pada masing-masing barang. Olah karena
jumlah barang yang dapat dibeli konsumen dipengaruhi harga (Wardhani dkk, 2010).
Sumer: Wardhani dkk, 2010
Dalam gambar diatas menunjukkan apabila mula-mula produk A merupakan produk
yang dikehendaki konsumen dengan harga yang relative mahal dibandingkan dengan produk
Produk Baru
Produk B
Produk A
Atribut X/ Ekonomi
Atribut Y/ Kelezatan
I2
I1
C
A
B
164
13 April 2016, Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper PEMBERDAYAAN SEKTOR RIIL MELALUI PENGEMBANGAN KEUANGAN
INKLUSIF
B. Dengan menggunakan pendapatan tertentu dan harga yang berlaku dipasar konsumen
mula-mula memiliki efisiensi frontier AB dan keseimbangan konsumen dititik A dengan
tingkat kepuasan sebesar I1. Apabila buah semu jambu mete diolah menjadi produk olahan
dan merupakan produk baru, maka dengan atribut kelezatan dapat menggeser efisiensi
frontier AC dan keseimbangan konsumen yang terjadi dititik C dengan tingkat kepuasan
sebesar I2 dengan demikian konsumen akan bersedia membayar mahal untuk membeli
produk olahan. Berikut ini beberapa studi yang terkait dengan strategi diversifikasi produk
adalah:
Lucius Hermawan (2015), melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
penerapan strategi diversifikasi produk pangan olahan tahu khas Kota Kediri pada IKM di
Kota Kediri. Data dalam penelitian ini diperoleh dari pemilik perusahaan Tahu & Takwa
“Mikimos” dan pemilik perusahaan Tahu & Takwa “TTL”. Pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif studi kasus. Dari hasil penelitian, peneliti
menemukan fenomena-fenomena yang mempengaruhi kedua partisipan untuk menerapkan
strategi diversifikasi produk dalam usahanya. Kemudian diklasifikasi sehingga peneliti
menemukan tiga identifikasi tema, yaitu alasan penerapan strategi diversifikasi produk,
penerapan strategi diversifikasi produk dan dampak penerapan strategi diversifikasi produk.
Adapun dampak dari penerapan strategi diversifikasi produk yang dilakukan oleh kedua
partisipan ada dua macam, yaitu dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif atau
keuntungan yang didapatkan oleh kedua partisipan dengan menerapkan strategi diversifikasi
produk adalah dapat meningkatkan jumlah penjualan, dapat menjaga mutu produk dan
produk dapat tahan lebih lama. Sedangkan dampak negatif yang diterima adalah masih
terkendala dengan harga dan ketersediaan alat produksi serta ketersediaan lahan produksi. Di
sisi lain, produk yang baru tidak mempengaruhi tingkat penjualan produk tahu yang lama.
Susi Wuri Ani dkk. (2013), melakukan penelitian mengenai Pengembangan Desa
Wisata Rumah Dome Berbasis Agroindustri Pangan Lokal dengan Kajian Diversifikasi
Ketela Pohon. Metode yang dilakukan adalah membentuk kelompok usaha produktif Ibu-Ibu
PKK di Rumah Dome untuk dapat meningkatkan nilai ekonomis pangan lokal (ketela pohon).
Hal yang dilakukan adalah memberikan pelatihan pengolahan ketela pohon menjadi ceriping
singkong berbagai rasa, keripik belut daun singkong, membuat brownies berbahan tepung
ketela, mengemas produk dengan brand Rumah Dome dan memberikan pelatihan pembukuan
sederhana. Dengan kegiatan ini diharapkan akan tumbuh kelompok usaha produktif sehingga
165
13 April 2016, Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper PEMBERDAYAAN SEKTOR RIIL MELALUI PENGEMBANGAN KEUANGAN
INKLUSIF
dapat mengangkat citra wisata Rumah Dome dan meningkatkan pendapatan masyarakat di
Rumah Dome.
Dewi Listyati dan Bedy Sudjarmoko (2011), melakukan penelitian yang berjudul Nilai
Tambah Ekonomi Pengolahan Jambu Mete. Dalam penelitiannya diungkapkan bahwa
masalah utama mete Indonesia adalah rendahnya produktivitas tanaman dan mutu produk
yang dihasilkan. Pengembangan industri pengolahan mete dihadapkan pada kendala berupa
kontinuitas ketersediaan bahan baku. Hal ini disebabkan karena setiap tahunnya, musim
panen jambu mete umumnya hanya empat bulan (Juli – Oktober). Hingga saat ini ekspor
mete Indonesia kebanyakan masih dalam bentuk gelondong terutama ke India dan Vietnam
yang merupakan produsen utama mete di pasar dunia. Ekspor mete yang dominan berbentuk
gelondong telah merugikan petani, industri pengolahan dan pemerintah (pusat dan daerah).
Kerugian tersebut berupa potensi kehilangan peluang untuk mendapatkan nilai tambah
ekonomi, besarnya mencapai Rp 1,8 – 2,9 triliun per tahun. Peluang tersebut berasal dari dari
pengolahan kacang mete dan CNSL. Disamping menambah pendapatan petani, langkah ini
akan membuka kesempatan kerja baru di pedesaan dan juga peluang menambah devisa
negara. Potensi ini hanya akan terwujud bila pengolahan dilakukan oleh industri dengan
melibatkan petani sebagai mitra.
Ratna Mustika Wardhani dkk (2010), melakukan penelitian yang berjudul; Peningkatan
Pendapatan Masyarakat Melalui Diversifikasi Produk Olahan Ikan. Pemilihan responden
dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sengaja, yaitu ditentukan Desa Prigi Kecamatan
Watulimo, Kabupaten Trenggalek, hal ini dikarenakan Desa Prigi merupakan desa pesisir
pantai yang hasil ikannya cukup tinggi. Di Desa Prigi Kecamatan Watulimo terdapat
Kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) yang merupakan
suatu wadah aktifitas masyarakat pedesaan yang bergerak dalam segala aspek yang bertujuan
untuk membantu meningkatkan pendapatan keluarga, olah karena itu UPPKS banyak terdiri
dari para ibu-ibu.Hasil penelitiannya mengungkapkan terjadi peningkatan kemandirian
kelembagaan masyarakat pesisir melalui pengelolaan sumberdaya perikanan dengan
melakukan diversifikasi produk. Selain itu adanya peningkatan pengetahuan ketrampilan
melalui ketertarikan mengikuti penyuluhan dan pelatihan produk olahan.
Ni Made Suyastiri Y.P (2008) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengkaji
pola diversifikasi konsumsi pangan pokok berbasis potensi lokal pada rumah tangga
pedesaan, mengkaji hubungan pendapatan rumah tangga dengan konsumsi pangan pokok dan
166
13 April 2016, Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper PEMBERDAYAAN SEKTOR RIIL MELALUI PENGEMBANGAN KEUANGAN
INKLUSIF
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pola diversifikasi konsumsi pangan berbasis
potensi lokal. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis OLS
regresi linier berganda. Hasil penelitiannya menunjukkan pola diversifikasi konsumsi pangan
pokok yaitu beras, dan pangan pengganti beras seperti jagung yang dalam
pengkonsumsiannya mengikuti pola beras - jagung, beras- ketela pohon dan beras-jagung-
ketela pohon. Konsumsi pangan pokok berbeda antar rumah tangga tergantung dari tinggi
rendahnya tingkat pendapatan.
Roosganda Ellzabeth (2011) melakuka penelitian yang bertujuan untuk mengemukakan
lebih komprehensif tentang strategi pencapaian diversifikasi dan kemandirian pangan menuju
terwujudnya ketahanan pangan, dengan mereview berbagai tulisan terkait. Pentingnya peran
pangan menjadikan ketahanan pangan sebagai pilar ketahanan nasional. Pilar ketahanan
nasional akan terusik bila jaminan ketersediaan, diversifikasi dan kemandirian pangan tidak
mampu terpenuhi oleh suatu bangsa. Terganggunya ketahanan nasional disebabkan
ketergantungan pangan beras impor dan mencerminkan ketidakmampuan negara mencapai
kemandirian pangan beras rakyatnya. Perlunya strategi penyediaan teknologi dan informasi
sesuai, adanya perangkat kebijakan operasional yang memadai, berfungsinya berbagai
lembaga pendukung (penelitian, penyuluhan, pemasaran), serta dukungan kebijakan
pemerintah yang lebih fokus dan berpihak untuk mempercepat pencapaian dan
pengembangan diversifikasi dan kemandirian pangan.
METODE PENELITIAN
Subyek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah para petani jambu mete di Desa Rejosasi Kecamatan
Jatisrono Kabupaten Wonogiri. Jumlah subyek dalam penelitian ini adalah kurang lebih 16
petani Jambu Mete yang tergabung dalam Kelompok Usaha Tani.
Sumber Data dan Metode Pengambilan Data
Lokasi kegiatan studi dilakukan di Desa Rejosari, Kecamatan Jatisrono Kabupaten
Wonogiri. Data yang digunakan dalam studi ini adalah data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dengan melakukan wawancara dengan para petani Jambu Mete, sedangkan
167
13 April 2016, Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper PEMBERDAYAAN SEKTOR RIIL MELALUI PENGEMBANGAN KEUANGAN
INKLUSIF
data sekunder diperoleh dari laporan atau publikasi pihak-pihak terkait seperti Dinas
Pertanian Kabupaten Wonogiri, Badan Pusat Statistik dan lembaga lain yang memiliki data
dan informasi yang relevan.
Metode pengambilan data dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu
pengambilan sampel ditentukan berdasarkan tujuan studi yang telah dirumuskan. Hal ini
dilakukan untuk memperoleh informasi tentang kondisi riil dan identifikasi permasalahan
yang dihadapi oleh para petani Jambu Mete.
Metode Analisa Data
Metode penelitian yang digunakan dalam studi ini adalah analisis SWOT sehingga
diperoleh identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Studi ini dilakukan secara
cross sectional melalui analisis data primer yang diperoleh melalui survey para petani Jambu
Mete di Desa Rejosari. Upaya pengembangan bisa dilakukan melalui beberapa strategi:
SKK: Strategi Kekuatan Kelemahan atau mengurangi kelemahan sambil
meningkatkan/memaksimalkan kekuatan
SKP: Strategi Kekuatan Peluang atau memaksimalkan kekuatan untuk menangkap
peluang yang ada
SKA: Strategi Kelemahan Ancaman atau mengurangi kelemahan yang ada agar tidak
terlalu menerima dampak ancaman
SPA: Strategi Peluang Ancama atau berupaya meraih peluang yang ada sambil berupaya
mengurangi ancaman yang ada.
168
13 April 2016, Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper PEMBERDAYAAN SEKTOR RIIL MELALUI PENGEMBANGAN KEUANGAN
INKLUSIF
PEMBAHASAN
Struktur Perekonomian Masyarakat Kabupaten Wonogiri
Kabupaten Wonogiri pada tahun 2014 tercatat memiliki jumlah penduduk sebanyak
1.050.475 jiwa, dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 525.472 orang dan penduduk
perempuan sebanyak 525.003 orang. Jika dilihat dari aspek kualitas tingkat pendidikan
menunjukkan bahwa penduduk usia di atas 10 tahun yang memiliki ijazah tertinggi SD/MI/
sederajat adalah sebanyak 378.992 orang atau 36,08%. Hal tersebut menunjukkan bahwa
tingkat pendidikan mayoritas penduduk di Kabupaten Wonogiri masih cukup rendah.
Tabel 2: Data Penduduk Berdasarkan Tamatan Pendidikan Tahun 2014
No Tingkat Pendidikan 2014
Jumlah Penduduk %
1 Tidak/ Belum Sekolah 178.572 17
2
Tidak Tamat SD/
Sederajat 148.274 14,12
3 Tamat SD/MI/Sederajat 378.992 36,08
4
Tamat SMP/MTs/
Sederajat 178.773 17,02
5 Tamat SLTA/ Sederajat 136.537 13
6 Tamat D1/D2 4.890 0,47
7 Tamat D3 7.344 0,7
8 Tamat D4/S1 16.168 1,54
9 Tamat S2 879 0,08
10 Tamat S3 28 0
Jumlah 1.013.194 100
Sumber: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, 2014
Dari tingkat pendidikan yang masif relatif rendah maka akan sangat berpengaruh
terhadap mata pencaharian masyarakat. Menurut data dari Dinas Kependudukan dan Catatan
Sipil (2014) mayoritas penduduk masyarakat Kabupaten Wonogiri adalah petani yaitu
sebanyak 295.513 orang atau 28,13%. Sementara 31,20 % bekerja dibidang lainnya meliputi
jasa-jasa (tukang cukur, tukang batu, tukang jahit, penata rambut, tukang kayu dan lain-
lain); buruh harian (buruh harian lepas, buruh tani, buruh perkebunan, buruh nelayan,
buruh peternakan dan lain-lain); pembantu rumah tangga; seniman; sopir, guru non
PNS, dokter, bidan, perawat, apoteker, kepala desa, perangkat desa, anggota DPRD,
konsultan, tabib dan lain-lain.
169
13 April 2016, Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper PEMBERDAYAAN SEKTOR RIIL MELALUI PENGEMBANGAN KEUANGAN
INKLUSIF
Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, sektor pertanian masih merupakan sektor andalan di
Kabupaten Wonogiri. Hal ini ditandai dari sumbangan terhadap total PDRB atas dasar harga
berlaku yang mencapai lebih dari 50%, paling tinggi dibandingkan dengan sektor lainnya.
Tabel 3: Struktur Perekonomian Kabupaten Wonogiri Tahun 2009 Sampai 2013
No Sektor
Sumbangan
Terhadap PDRB
(%)
1 Pertanian 55.18%
2 Pertambangan dan Penggalian 0.65%
3 Industri Pengolahan 6.27%
4 Listrik,Gas dan Air 0.93%
5 Bangunan 3.98%
6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 14.69%
7 Pengangkutan danKomunikasi 9.17%
8 Keuangan,persewaan dan Jasa Perusahaan 4.36%
9 Jasa-jasa 15.73%
Jumlah 100
Sumber: Pemerintah Kabupaten Wonogiri, 2015
Salah satu komoditas yang menjadi unggulan di kabupaten ini adalah kacang mete yang
dihasilkan dari petani jambu mete. Secara Nasional Kabupaten Wonogiri merupakan
penyuplai komoditas terbaik untuk sektor pertanian khususnya kacang mete, jagung, ubi
kayu, ikan dan ternak sapi besar. Salah satu daerah penghasil kacang mete yang cukup besar
di Kabupaten Wonogiri adalah Desa Rejosari kecamatan Jatisrono. Jumlah penduduk desa
tersebut kurang lebih 200 kepala keluarga dengan 3000 jiwa. Sektor perkebunan/tegal
jambu mete merupakan sektor unggulan di desa ini karena setiap rumah hampir
mempunyai pohon mete 3 sampai 7 pohon. Komoditas yang dijual oleh para petani mete di
Kecamatan Jatisrono terutama dusun Rejosari adalah gelondong mete yang merupakan
produksi utama dari tanaman tersebut. Para petani menjual gelondong mete tersebut langsung
kepada pengepul dengan harga kurang lebih Rp 25.000 per kg dengan keuntungan yang
diperoleh sekitar Rp 2000 sampai Rp 5.000. Komoditas jambu mete inilah yang dijadikan
sumber penghasilan oleh mayoritas masyarakat di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri.
Indentifikasi Permasalahan, Kekuatan, Peluang dan Ancaman Yang Dihadapi Petani
Mete Di Desa Rejosari Kecamatan Jatisrono
Karakteristik perekonomian Wonogiri adalah perekonomian agraris, karena sekitar 50%
perekonomian masih disumbang oleh sektor pertanian. Sebagai sektor utama perekonomian,
170
13 April 2016, Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper PEMBERDAYAAN SEKTOR RIIL MELALUI PENGEMBANGAN KEUANGAN
INKLUSIF
sektor pertanian menghadapi berbagai masalah terutama pertumbuhan nilai tambah pada
sektor ini yang salah satu penyebabnya adalah semakin menurunnya produksi komoditas
utama pertanian. Data menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 8 tahun yaitu tahun 2007
sampai 2013 produksi komoditas tanaman pangan, jagung, ketela pohon, kacang dan gandum
menunjukkan penurunan. Disamping itu permasalah yang terkait dengan kemampuan sumber
daya manusia dalam mengolah hasil pertanian turut mempengaruhi tingkat kesejahteraan para
petani, khususnya petani Jambu Mete di Desa Rejosari. Budidaya pohon jambu mete sudah
belangsung cukup lama di daerah tersebut, namun mayoritas penduduk masyarakat Rejosari
hanya memiliki pengetahuan seputar biji mete saja yang dianggap bermanfaat, sementara
buahnya hanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak sapi. Berikut ini dapat dirumuskan
beberapa permasalahan yang dihadapi para petani Jambu Mete di Desa Rejosari:
1. Sistem panen musiman cenderung menyulitkan petani mengolah bahan baku mete.
Dengan bekal keterampilan dan pengetahuan yang minim di bidang pengolahan
cenderung menyulitkan para petani ketika masa panen raya jambu mete tiba.
Sehingga dengan keterbatasan kemampuan petani, para petani cenderung menjual biji
gelondong secara langsung habis di petik dari kebun atau ladang mereka
masing-masing.
2. Kondisi tofografis yang gersang dan sulitnya akses jalan raya, menyebabkan
masyarakat Desa Rejosari jarang memperoleh pembinaan dari segi alih fungsi
teknologi pangan untuk menghasilkan inovasi produk olahan.
3. Rendahnya motivasi para petani jambu mete untuk menemukan atau melakukan
diversifikasi produk untuk meningkatkan nilai ekonomi dari komoditas jambu mete.
4. Minimnya prasarana untuk dapat melakukan diversifikasi produk.
Ketika musim mete tiba biasanya hasil produksi mete melimbah, namun belum ada
inisiatif dari masyarakat untuk mengolah buah jambu mete tersebut sebagai produk
pangan sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomisnya. Masyarakat hanya mengambil
gelondong metenya kemudian menunggu pedagang yang datang membeli atau
mengumpulkan gelondong tersebut kemudian di kupaskan dan digoreng biasa. Sedangkan
untuk buah jambu hanya dibuang atau digunakan sebagai makanan kambing. Padahal jika
dikaji lebih jauh buah semu jambu mete mempunyai potensi ekonomi yang cukup tinggi,
sehingga dapat diolah menjadi berbagai produk makanan dan minuman yang bisa
memberikan nilai tambah bagi petani jambu mete tersebut. Dari berbagai informasi di
171
13 April 2016, Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper PEMBERDAYAAN SEKTOR RIIL MELALUI PENGEMBANGAN KEUANGAN
INKLUSIF
lapangan yang diperoleh melalui survey dan wawancara maka dapat disusun suatu analisis
SWOT untuk melihat potensi pengembangan produk jambu mete.
Tabel 4. Analisis SWOT
FAKTOR INTERNAL FAKTOR EKSTERNAL
Kekuatan (Strengths atau S) Peluang (Opportunities atau O)
a) Tersedianya lahan yang potensial untuk
penanaman jambu mete
b) Setiap rumah di desa Rejosari memiliki
pohon jambu mete
c) Ketersediaan jambu mete yang
melimpah khususnya ketika panen raya
d) Tanaman Jambu mete termasuk
tanaman yang cepat tumbuh dan tahan
terhadap tanah yang kering
e) Tanaman Jambu mete termasuk
tanaman yang mudah dalam
pemeliharaannya dan tidak
membutuhkan biaya yang besar
f) Ketersediaan SDM yang melimpah
karena mayoritas masyarakat berprofesi
sebagai petani
a) Tanaman jambu mete mempunyai nilai
ekonomis tinggi karena hampir semua
bagiannya dapat dimanfaat
b) Buah jambu mete merupakan salah satu
sumber vitamin dan mineral dan kadar
vitamin C nya cukup tinggi
c) Buah Jambu Mete bisa diolah menjadi
produk makanan yang memiliki nilai jual
tinggi
d) Kacang mete merupakan komoditas
pertanian andalan Kabupaten Wonogiri
e) Pemberdayaan masyarakat khususnya ibu-
ibu rumah tangga dengan memanfaatkan
sumber daya lokal
Kelemahan (Weaknesses atau W) Ancaman (Threats atau T)
a) Kurangnya motivasi masyarakat untuk
meningkatkan nilai ekonomis dari
Buah Jambu Mete
b) Kurangnya pengetahuan masyarakat
mengenai diversifikasi produk atau
pengolahan pangan
c) Minimnya prasarana untuk dapat
melakukan diversifikasi produk
d) Kondisi topografi yang gersang serta
sulitnya akses jalan raya
e) Lokasi Desa Rejosari yang cukup jauh
a) Sudah bermunculan produk olahan
makanan jambu mete dari daerah lain
b) Makin pesatnya produk-produk impor dari
berbagai negara yang masuk ke pasar
domestik
172
13 April 2016, Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper PEMBERDAYAAN SEKTOR RIIL MELALUI PENGEMBANGAN KEUANGAN
INKLUSIF
dari pusat kota
f) Ketersediaan bahan baku berupa
Jambu Mete sangat dipengaruhi oleh
musim
g) Peralatan dalam pengolahan kacang
mete yang masih bersifat tradisional
h) Pemasaran belum dilakukan secara
mandiri melainkan melalui tengkulak
Dari analisis SWOT terlihat bahwa permasalahan dari faktor internal cukup
mendominasi dibandingkan faktor eksternal. Di lain pihak kekuatan internal juga cukup
banyak sehingga potensi pengembangan produk untuk meningkatkan nilai ekonomis dari
komoditas jambu mete cukup besar. Kurangnya motivasi dan pengetahuan masyarakat
khususnya para petani mete mengenai diversifikasi produk adalah masalah krusial yang
dihadapi. Tingkat pendidikan formal, akan sangat terkait dengan tingkat pengetahuan yang
dimiliki oleh seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin banyak pula
pengetahuan yang dikuasainya. Semakin banyak pengetahuan, maka semakin mudah bagi
seseorang untuk memahami berbagai informasi baru yang disampaikan. Sejauh ini sikap
petani dalam menyerap informasi baru yaitu melihat dari sisi kebermanfaatan kegiatan
tersebut. Apabila kegiatan yang dilakukan dinilai bermanfaat dan sesuai dengan
kebutuhan petani, maka petani akan tersugesti melakukan kegiatan tersebut. Disamping itu
letak georafis yang cukup jauh dari pusat kota serta akses jalanan yang menanjak
menyebabkan daerah tersebut jarang memperoleh pembinaan dari segi alih fungsi
teknologi pangan untuk menghasilkan inovasi produk makanan olahan.
Grand Strategy Pengembangan Melalui Diversifikasi Produk
Berdasarkan analisis kelemahan, kekuatan, peluang dan ancaman maka dapat
dirumuskan grand strategi yaitu sebagai berikut:
1. Mengembangkan kemampuan sumber daya manusia dalam mengolah lahan pertanian
dan hasil petanian
2. Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai diversifikasi produk dan bagaimana
diversifikasi produk dilakukan
173
13 April 2016, Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper PEMBERDAYAAN SEKTOR RIIL MELALUI PENGEMBANGAN KEUANGAN
INKLUSIF
3. Menumbuhkan minat masyarakat atau memotivasi masyarakat dengan menjelaskan
manfaat-manfaat yang diperoleh dari kegiatan diversifikasi produk
4. Melakukan pelatihan kepada masyarakat tentang bagaimana mengolah buah semu
jambu mete yang sebelumnya tidak dimanfaatkan bisa menghasilkan produk makanan
olahan yang benilai jual
5. Melakukan inkubasi bisnis dengan melakukan pendampingan kepada masyarakat
6. Meningkatkan produksi panen jambu mete dengan mempertahankan kualitas yang
baik melalui pemeliharaan tanaman
7. Menonjolkan cirikhas hasil pertanian jambu mete Kabupaten Wonogiri dibandingkan
daerah lain
8. Menjaga komoditas kacang mete tetap menjadi produk unggulan Kabupaten Wonogiri
Untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dengan memanfaatkan sumber daya lokal yang
tersedia maka strategi yang ditempuh adalah melalui diversifikasi produk. Adapun produk
yang bisa dihasilkan dari buah semu jambu mete yaitu dengan mengolahnya menjadi Abon
Jambu Mete dan Sirup Jambu Mete. Tahapan diversivikasi produk buah semu jambu mete
menjadi makanan Abon dan Sirup dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1: Diagram Pembuatan Abon Jambu Mete
Buah Jambu Mete
Dihaluskan/ diDiblender
Ambil seratnya atau
ampasnya
Bumbu Halus
Ditumis
Dicampur
Santan + gula
Diaduk Sampai Kering
ABON JAMBU METE
Airnya disisihkan
174
13 April 2016, Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper PEMBERDAYAAN SEKTOR RIIL MELALUI PENGEMBANGAN KEUANGAN
INKLUSIF
Disamping serat atau daging buah dari jambu mete yang bisa diolah menjadi makanan
Abon, air atau sari dari buah tersebut juga bisa digunakan untuk membuat Sirup Jambu Mete
dengan cita rasa yang khas. Dengan demikian tidak ada limbah yang terbuang dengan sia-sia
melainkan semua dimanfaatkan sehingga menghasilkan produk makanan olahan yang bisa
dikonsumsi oleh para petani atau dijual. Adapun langkah-langkah pembuatan sirup jambu
mete dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2. Diagram Pembuatan Sirup Jambu Mete
Potensi Nilai Tambah Dari Pengolahan Buah Semu Jambu Mete
Pada tanaman jambu mete bagian yang dipanen adalah buahnya yang terdiri dari buah
sejati yaitu biji atau gelondong dan buah semu. Dari buah sejati setelah melalui proses
pengupasan baik secara manual maupun semi mekanis akan menghasilkan kacang mete, kulit
ari dan kulit biji mete. Produk yang biasa dijual oleh para petani adalah kacang mete
sementara untuk kulit ari dan kulit biji mete merupakan limbah yang biasanya tidak
dimanfaatkan. Penjualan mete oleh para petani sebagian besar masih dalam bentuk
gelondongan sehingga mengakibatkan kehilangan peluang untuk mendapatkan nilai tambah
ekonomi. Begitu juga dengan buah semu yang biasanya hanya digunakan untuk pakan ternak
atau dibuang begitu saja. Sementara potensi nilai tambah dapat diperoleh dari pengolahan
buah semu yang menghasilkan makanan dan minuman abon dan sirup. Ada banyak
keuntungan yang bisa diperoleh masyarakat dengan memanfaatkan buah semu jambu mete
Air/ Sari Buah
Dimasak Sampai
Mendidih
Dicampur/ Diaduk-aduk
Dimasak Kurang lebih 2
jam
SIRUP BUAH JAMBU
METE
Gula
175
13 April 2016, Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper PEMBERDAYAAN SEKTOR RIIL MELALUI PENGEMBANGAN KEUANGAN
INKLUSIF
menjadi makanan olahan berupa Abon dan Sirup. Manfaat yang bisa diambil yaitu makanan
olahan tersebut bisa dikonsumsi sendiri oleh masyarakat ataupun dijual sebagai oleh-oleh
khas Kabupaten Wonogiri. Produk olahan Abon dan sirup Jambu mete memiliki potensi
besar untuk dijadikan sebagai produk makanan olahan basis unggulan dari Kabupaten
Wonogiri. Potensi tersebut didukung oleh ketersediaan bahan baku yang melimpah terutama
ketika musim panen tiba. Cara pembuatannya pun cukup sederhana dan tidak membutuhkan
teknologi ataupun peralatan yang sulit. Adapun kualitas produk olahan ditentukan oleh proses
pengolahannya, seperti dalam pembuatan sirup dibutuhkan waktu minimal 2 jam untuk
memasak sari buah Jambu Mete. Lamanya proses pemasakan menentukan ketahanan dari
sirup yang dihasilkan.
Sementara jika dilihat dari nilai ekonomi, produk olahan buah semu jambu mete tentu
memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan ketika hanya dimanfaatkan sebagai
pakan ternak atau dibuang dan dibiarkan membusuk. Disamping itu produk olahan tersebut
memiliki nilai jual yang tinggi karena memiliki cita rasa yang khas. Seperti yang
diungkapkan Hermawan (2015) bahwa dampak positif dengan menerapkan diversifikasi
produk adalah dapat meningkatkan jumlah penjualan, dapat menjaga mutu produk dan
produk dapat tahan lebih lama yang pada akhirnya dapat meningkatkan profitabilitas.
Dengan demikian masyarakat khususnya para petani mete mempunyai dua
keuntungan yaitu tidak hanya menjual bijinya menjadi kacang mete namun juga bisa menjual
produk olahan dari buah semu jambu mete. Apabila pengolahan buah semu jambu mete bisa
berkembang menjadi suatu industri kecil, dampak positifnya adalah dapat menyerap tenaga
kerja khususnya ibu-ibu rumah tangga di pedesaan. Dengan demikian kegiatan tersebut juga
mampu memberdayakan perempuan yang akhirnya dapat meningkatkan pendapatan keluarga.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Listyadi dan Bedy (2011) yang
mengungkapkan bahwa peningkatan nilai tambah jambu mete dapat menambah pendapatan
petani, langkah ini juga akan membuka kesempatan kerja baru di pedesaan. Ani dkk (2013)
dalam penelitiannya juga mengungkapkan kajian diversifikasi dapat menumbuhkan
kelompok usaha produktif sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat setempat.
176
13 April 2016, Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper PEMBERDAYAAN SEKTOR RIIL MELALUI PENGEMBANGAN KEUANGAN
INKLUSIF
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan kajian yang telah dilakukan dapat dirumuskan beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
1) Potensi pengembangan produk makanan olahan buah semu jambu mete menjadi basis
unggulan Kabupaten Wonogiri cukup besar karena ditunjang oleh ketersediaan bahan
baku dan SDM khususnya ibu-ibu rumah tangga. Disamping itu kacang mete merupakan
komoditas unggulan di Kabupaten Wonogiri sehingga pemanfaatan buah semu jambu
mete menjadi makanan olahan bisa menjadi oleh-oleh ciri khas daerah tersebut.
2) Berdasarkan identifikasi permasalahan, kekuatan, peluang dan ancaman diketahui bahwa
persoalan-persoalan faktor internal lebih mendominasi daripada faktor eksternal.
Permasalahan yang krusial adalah kurangnya pengetahuan masyarakat setempat
mengenai diversifikasi produk sehingga belum mampu memanfaatkan potensi nilai
tambah dari komoditas jambu mete.
3) Dari analisis SWOT terbentuklah beberapa rancangan strategi salah satunya dengan
pengembangan produk atau diversifikasi produk dengan memanfaatkan buah semu
jambu mete menjadi makanan olahan abon dan sirup. Melalui kegiatan tersebut dampak
positifnya yaitu dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Ani, Susi Wuri dkk. (2013). Pengembangan Desa Wisata Rumah Dome Berbasis groindustri
Pangan Lokal (Kajian Diversifikasi Ketela Pohon di Desa Wisata Rumah Dome
Prambanan). Jurnal Agriekonomika. Vol 2, No.2.
Douglas,E.J (1993). Managerial Economic: Analysis and Strategy. Prentice-Hall. New
Jersey, pp. 69-104
Elizabeth, Rossganda. (2011). Strategi Pencapaian Diversifikasi dan Kemandirian Pangan:
Antara Harapan dan Kenyataan. Jurnal IPTEK Tanaman Pangan, Vol. 6, No.2.
Fitriani., Sarono., & Widodo. Y. R. (2011). Tingkat Adopsi terhadap Diversifikasi Pangan
Berbasis Jagung pada Organisasi Kelompok Masyarakat di Propinsi Lampung. Jurnal
Agribisnis Politeknik Negeri Lampung Volume 24, No. 1.
Hermawan, Lucius. (2015). Strategi Diversifikasi Produk Pangan Olahan Tahu Khas Kota
Kediri. Jurnal JIBEKA. Vol.9 No. 2 Agustus 2015.
177
13 April 2016, Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper PEMBERDAYAAN SEKTOR RIIL MELALUI PENGEMBANGAN KEUANGAN
INKLUSIF
Hanani AR, Nuhfil. (2009) Diversifikasi Konsumsi Pangan, Diakses pada tanggal 20 Maret
2016 dari http://nuhfil.lecture.ub.ac.id/files/2009/03/8diversifikasi-konsumsi-pangan-
8.pdf.
Jafar, Nurhaedar. (2012). Diversifikasi Konsumsi dan Ketahanan Pangan Masyarakat.
Diakses pada tanggan 30 Maret 2016 dari www.repository.unhas.ac.id/
Listyati dan Bedy Sudjarmoko. (2011). Nilai Tambah Ekonomi Pengolahan Jambu Mete
Indonesia. Buletin RISTI Vol 2 2011.
Marsigit, W. (2010). Pengembangan Diversifikasi Produk Pangan Olahan Lokal Bengkulu
untuk Menunjang Ketahanan Pangan Berkelanjutan. Jurnal Agritech, Vol. 30, No. 4,
November 2010.
Suyastiri, Ni Made. (2008). Diversifikasi Konsumsi Pangan Pokok Berbasis Potensi Lokal
Dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Pedesaan Di Kecamatan Semin
Kabupaten Gunung Kidul. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol. 13, No. 01.
Tjiptono, Fandy. (1997). Strategi Pemasaran. Penerbit: ANDI. Yogyakarta.
Wardhani, Ratna Mustika dkk. (2010). Peningkatan Pendapatan Masyarakat Melalui
Diversifikasi Produk Olahan Ikan. Jurnal Argitek Vol 11, No.2.
------------ (2015). Rencana Strategis Kementrian Pertanian 2015-2019. Diakses pada tanggal
25 Maret 2016 dari http://www.pertanian.go.id/file/RENSTRA_2015-2019.pdf
------------ (2011). Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (ILPPD)
Kabupaten Wonogiri Tahun 2011 Kepada Masyarakat. Diakses pada tangga 25 Maret
2016 dari http://www.wonogirikab.go.id/