STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu...

115
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN METE DI KECAMATAN JATISRONO KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI Oleh Yuliningsih H0808162 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013

Transcript of STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu...

Page 1: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI

PENGOLAHAN METE DI KECAMATAN JATISRONO

KABUPATEN WONOGIRI

SKRIPSI

Oleh

Yuliningsih

H0808162

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2013

Page 2: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN METE

DI KECAMATAN JATISRONO KABUPATEN WONOGIRI

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Guna memperoleh derajat gelar sarjana pertanian

Pada Fakultas Pertanian Uiversitas Sebelas Maret

Program Studi Agribisnis

Oleh

Yuliningsih

H0808162

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2013

Page 3: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN METE

DI KECAMATAN JATISRONO KABUPATEN WONOGIRI

Yang diajukan dan disusun oleh :

Yuliningsih

H0808162

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji

Pada tanggal : 06 Maret 2013

Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Dewan Penguji

Ketua

Dr. Ir. Eny Lestari, M.Si

NIP. 1960122619862001

Anggota I

Emi Widiyanti, SP, M.Si

NIP. 197803252001122001

Anggota II

Ir. Agustono, M.Si

NIP. 196408011990031004

Surakarta, Maret 2013

Mengetahui,

Universitas Sebelas Maret

Fakultas Pertanian

Dekan

Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S.

NIP. 19560225 198601 1 001

Page 4: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi Strategi Pengembangan

Agroindustri Pengolahan Mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada orang-orang maupun

instansi yang telah membantu pembuatan skripsi ini. Penulis berterima kasih

kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS selaku Dekan Fakultas

Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Dr. Ir. Mohd. Harissudin, M.Si selaku Ketua Program Studi Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Ibu Nuning Setyowati, SP, M.Sc selaku Ketua Komisi Sarjana Program Studi

Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Ibu Dr. Ir. Eny Lestari, MSi selaku pembimbing utama yang telah

memberikan pengarahan dan masukan dalam penyusunan skripsi.

5. Ibu Emi Widiyanti, SP., M.Si selaku pembimbing akademik sekaligus

pembimbing pendamping yang telah memberikan pengarahan dan masukan

dalam penyusunan skripsi.

6. Bapak Ir. Agustono, M.Si selaku dosen penguji, terima kasih atas saran dan

masukannya.

7. Keluarga tercinta, Alm. Bapak, semoga beliau mendapatkan tempat terbaik di

sisi-Nya, Ibu, Mbak Ati’, Siti, Zeefha, Bapak, Mas Darto yang senantiasa

memberi cinta dan kasih sayang kepada Penulis, arahan, masukan, motivasi,

waktu serta doanya, terima kasih untuk semuanya. Senyum kalian adalah

semangat buatku, I love you all.

8. Sahabat-sahabat “45”, Tyas, Bundo, Sanah, Rina, Enril, Bayu, Aziz, Sigit,

terima kasih atas segala persahabatan, kebersamaan, dan pengalaman berharga

selama kita bersama. Semoga kita dipertemukan lagi dalam kebersamaan pada

waktu yang yang lebih indah.

Page 5: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

9. Bapak dan Ibu Dosen beserta staf Program Studi Agribisnis dan Fakultas

Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta atas ilmu dan pelayanan yang

telah diberikan dan bantuannya selama masa perkuliahan Penulis.

10. Kepala Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat; Dinas

Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan Penanaman Modal; Badan Pusat

Statistik Kabupaten Wonogiri; Pimpinan dan staf Kecamatan Jatisrono serta

semua responden di Kecamatan Jatisrono yang telah memberikan ijin dan

data-data penelitian.

11. Teman-teman Wisma Almamater Ceria: Rizki, Widya, Dian, Mb Linda, Mb

Tira, Mb Lia, Dek Septi, Dek Ayu, Dek Sri, Ratna, Dek Martha, Mimi, Putri,

atas segala doa dan dukungan yang telah diberikan kepada Penulis.

12. Keluarga Besar GEMMA dan Arisan 2008 FP UNS atas segala persaudaraan

dan pelajaran indah. Semoga Allah senantiasa meridhoi langkah kita. Semoga

kesuksesan selalu bersama kita. Amin ya Rabb.

13. Keluarga besar dan teman-teman FUSI FP UNS, BIRO AAI FP terima kasih

bersedia berbagi ilmu dan pengalaman yang dahsyat.

14. Teman-teman Co-Ass. Sistem Pertanian Terpadu, Studi Kelayakan Investasi

Agribisnis, Sistem Informasi Manajemen, dan Perencanaan Pembangunan

Wilayah terima kasih atas pengalamannya.

15. Keluarga besar Agribisnis angkatan 2008, yang telah berjuang bersama, yang

tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas kebersamaannya selama

kuliah ini. Semoga kesuksesan selalu bersama kita. Amin ya Rabb.

16. Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan

penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis sebutkan satu per satu,

terima kasih atas bantuannya selama ini.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu

Penulis memohon maaf atas segala kekurangan dan keterbatasan Penulis serta

mengharap kritik dan saran yang membangun. Sebagai penutup semoga skripsi ini

dapat bermanfaat bagi pembaca.

Surakarta, Maret 2013

Penulis

Page 6: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .................................................................................. iv

DAFTAR ISI ................................................................................................. vi

DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii

ABSTRAK ..................................................................................................... xiii

ABSTRACT ..................................................................................................... xiv

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................... 1

B. Perumusan Masalah ........................................................................... 4

C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 5

D. Kegunaan Penelitian .......................................................................... 6

II. LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka ................................................................................ 7

1. Agroindustri ................................................................................. 7

2. Mete ............................................................................................. 13

3. Pengolahan Mete ......................................................................... 13

4. Analisis Usaha ............................................................................. 16

5. Arti Penting Strategi .................................................................... 16

6. Proses Perumusan Strategi .......................................................... 17

7. Penelitian Terdahulu .................................................................... 23

B. Kerangka Teori Pendekatan Masalah ................................................ 24

C. Pembatasan Masalah .......................................................................... 28

D. Definisi Operasional .......................................................................... 28

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar Penelitian .................................................................... 31

B. Lokasi Penelitian ............................................................................... 31

C. Tahapan Penelitian ............................................................................ 32

D. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data ....................................... 34

E. Metode Penentuan Sampel Responden .............................................. 35

F. Meode Analisis Data ........................................................................ 38

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Keadaan Alam ................................................................................. 45

B. Keadaan Penduduk.......................................................................... 46

C. Keadaan Sarana Perekonomian....................................................... 49

D. Keadaan Sektor Pertanian ............................................................... 50

Page 7: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

E. Keadaan Industri ............................................................................. 52

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden ................................................................. 57

B. Keragaan Agroindustri Pengolahan Mete di Kecamatan Jatisrono

Kabupaten Wonogiri ....................................................................... 56

C. Kondisi Faktor Internal Agroindustri Pengolahan Mete di

Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri .................................... 74

D. Kondisi Faktor Eksternal Agroindustri Pengolahan Mete di

Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri .................................... 82

E. Alternatif Strategi Pengembangan Agroindustri Pengolahan Mete

di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri ................................ 90

F. Prioritas Strategi Pengembangan Agroindustri Pengolahan Mete

di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri ................................ 92

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ..................................................................................... 100

B. Saran ............................................................................................... 102

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 103

LAMPIRAN ...................................................................................................

Page 8: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 1. Luas Areal (ha) dan Produksi Jambu Mete Menurut Kabupaten di

Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011 .................................................. 2

Tabel 2. Luas Areal (ha) dan Produksi Jambu Mete Meurut Kecamatan di

Kabupaten Wonogiri Tahun 2011 ................................................... 2

Tabel 2. Jumlah Usaha Agrindustri Pengolahan Mete Menurut Kecamatan

di Kabupaten Wonogiri Tahun 2007 ............................................... 3

Tabel 4. Realisasi Impor dan Ekspor Mete Indonesia.................................... 15

Tabel 5. Luas Areal (ha) dan Produksi Jambu Mete Menurut Kabupaten di

Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010 .................................................. 31

Tabel 6. Luas Areal (ha) dan Produksi Jambu Mete Menurut Kecamatan di

Kabupaten Wonogiri Tahun 2010 .................................................... 32

Tabel 7. Responden dalam Perumusan Strategi Pengembangan

Agroindustri Pengolahan Mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten

Wonogiri .......................................................................................... 38

Tabel 8. Matriks External Factor Evaluation (EFE) ..................................... 40

Tabel 9. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) ....................................... 40

Tabel 10. Matriks SWOT ................................................................................ 42

Tabel 11. Matriks QSP .................................................................................... 43

Tabel 12. Penggunaan Lahan di Kecamatan Jatisrono Tahun 2011 ............... 45

Tabel 13. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Jatisrono

Tahun 2010 dan 2011 ...................................................................... 46

Tabel 14. Penduduk Kecamatan Jatisrono Menurut Golongan Umur Tahun

2011 (orang) .................................................................................... 48

Tabel 15. Jumlah Penduduk di Kecamatan Jatisrono Menurut Mata

Pencaharian Tahun 2011 (orang) ..................................................... 49

Tabel 16. Sarana Perekonomian di Kecamatan Jatisrono Tahun 2011 ........... 49

Tabel 17. Jumlah Sarana Angkutan di Kecamatan Jatisrono Tahun 2011 ...... 50

Tabel 18. Produksi Tanaman Padi dan Palawija di Kecamatan Jatisrono

Tahun 2011 (kw) ............................................................................. 51

Tabel 19. Komoditi Perkebunan di Kecamatan Jatisrono Tahun 2010

(Batang) ........................................................................................... 50

Tabel 20. Populasi Ternak di Kecamatan Jatisrono Tahun 2010 (Ekor) ......... 52

Page 9: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

Tabel 21. Jumlah Industri Kecil Potensial di Kecamatan Jatisrono Tahun

2007 ................................................................................................. 53

Tabel 22. Identitas Responden Pelaku Usaha Pengolahan Mete di

Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri ..................................... 54

Tabel 23. Karakteristik Usaha Agroindustri Pengolahan Mete di Kecamatan

Jatisrono Kabupaten Wonogiri ........................................................ 55

Tabel 24. Identitas Responden Pemerintah dalam Pengembangan

Agroindustri Pengolahan Mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten

Wonogiri .......................................................................................... 56

Tabel 25. Identitas Responden Pedagang Pengepul dalam Pengembangan

Agroindustri Pengolahan Mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten

Wonogiri .......................................................................................... 56

Tabel 26. Identitas Responden Konsumen Akhir dalam Pengembangan

Agroindustri Pengolahan Mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten

Wonogiri .......................................................................................... 57

Tabel 27. Ketenagakerjaan Responden Pelaku Usaha Agroindustri

Pengolahan Mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri .... 59

Tabel 28. Rata-Rata Total Biaya Produksi pada Agroindustri Pengolahan

Mete Selama 1 Bulan ....................................................................... 60

Tabel 29. Rata-Rata Penerimaan Responden Pelaku Usaha Agroindustri

Pengolahan Mete Selama 1 Bulan ................................................... 62

Tabel 30. Rata-Rata Keuntungan Usaha pada Agroindustri Pengolahan

Mete Selama 1 Bulan ....................................................................... 62

Tabel 31. Rata-Rata Biaya, Penerimaan, dan Keuntungan per kg Produk

Pada Agroindustri Pengolahan Mete ............................................... 63

Tabel 32. Ciri-ciri Kelas Kacang Mete ............................................................ 69

Tabel 33. Sumber Modal Responden Pelaku Usaha Agroindustri

Pengolahan Mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri .... 72

Tabel 34. Identifikasi Faktor-Faktor Internal pada Pengembangan

Agroindustri Pengolahan Mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten

Wonogiri .......................................................................................... 75

Tabel 35. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) pada Agroindustri

Pengolahan Mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri .... 81

Tabel 36. Identifikasi Faktor-Faktor Eksternal pada Pengembangan

Agroindustri Pengolahan Mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten

Wonogiri .......................................................................................... 83

Tabel 37. Matriks External Factor Evaluation (IFE) pada Agroindustri

Pengolahan Mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri .... 89

Page 10: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

Tabel 38. Alternatif Strategi Matriks SWOT dalam Pengembangan

Agroindustri Pengolahan Mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten

Wonogiri .......................................................................................... 91

Tabel 39. Matriks QSP dalam Pengembangan Agroindustri Pengolahan

Mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri ........................ 93

Page 11: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 1. Kerangka Teori Pendekatan Masalah ............................................. 27

Gambar 2. Tahapan Penelitian ......................................................................... 33

Gambar 3. Rantai Pemasaran Kacang Mete di Kecamatan Jatisrono .............. 71

Page 12: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

Lampiran 1. Data Responden ..........................................................................

Lampiran 2. Kuesioner Penelitian ...................................................................

Lampiran 3. Surat Ijin Penelitian ....................................................................

Lampiran 4. Peta Kecamatan Jatisrono ...........................................................

Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian ..............................................................

Page 13: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai banyak sekali

potensi alam, salah satunya di bidang pertanian. Sebagai negara agraris,

sebagian besar penduduk Indonesia menjadikan sektor pertanian sebagai

sumber penghidupan. Akan tetapi, pembangunan pertanian kurang menjadi

perhatian. Salah satu solusi pengembangan sektor pertanian yaitu dengan

adanya agroindustri. Agroindustri merupakan suatu industri yang

menggunakan hasil pertanian sebagai bahan baku utamanya atau suatu

industri yang menghasilkan suatu produk yang digunakan sebagai sarana atau

input dalam usaha pertanian (Putra, 2008).

Menurut Austin (1992), agroindustri hasil pertanian mampu

memberikan sumbangan yang sangat nyata bagi pembangunan di kebanyakan

negara berkembang karena empat alasan, yaitu: Pertama, agroindustri hasil

pertanian adalah pintu untuk sektor pertanian. Kedua, agroindustri hasil

pertanian sebagai dasar sektor manufaktur. Ketiga, agroindustri pengolahan

hasil pertanian menghasilkan komoditas ekspor penting. Keempat,

agroindustri pangan merupakan sumber penting nutrisi.

Salah satu subsektor pertanian yang dapat dikembangkan sebagai

agroindustri adalah subsektor perkebunan. Selama tahun 2004 - 2009 sub

sektor perkebunan menyumbang sekitar 12,7% dari perolehan devisa yang

dihasilkan dari sektor non-migas (Kementan, 2010). Salah satu komoditas

perkebunan yang cukup penting dalam menyumbang perolehan devisa negara

adalah biji jambu mete (cashew nut). Luas areal tanaman jambu mete di

Indonesia sekitar 499.279 ha dengan produksi 76.656 ton pertahun (Deptan,

2000). Pengembangan jambu mete dicanangkan pertama kali oleh Pemerintah

pada pertengahan tahun 1972, yang diawali dengan program penghijauan

pada lahan kritis oleh Sub Sektor Kehutanan (Karmawati, 2008).

Jawa Tengah merupakan salah satu penghasil jambu mete di

Indonesia. Jambu mete ini tersebar hampir di seluruh wilayah Jawa Tengah.

1

Page 14: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

Data luas areal dan produksi jambu mete di wilayah Jawa Tengah yang

menunjukkan peringkat satu sampai lima disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas Areal (ha) dan Produksi Jambu Mete Menurut Kabupaten di

Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011

No. Kabupaten/Kota Luas (ha) Produksi (ton)

1. Kabupaten Wonogiri 20.505,00 7.145,00

2. Kabupaten Sragen 1.088,50 297,40

3. Kabupaten Blora 1.023,07 290,28

4. Kabupaten Jepara 740,57 233,85

5. Kabupaten Rembang 522,00 116,96

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, 2012

Berdasarkan data luas areal dan produksi pada Tabel 1 dapat diketahui

bahwa Kabupaten Wonogiri merupakan Kabupaten yang memiliki luas areal

dan produksi tertinggi dibandingkan dengan kabupaten dan kota yang ada di

provinsi Jawa Tengah. Oleh karena itu, Kabupaten Wonogiri berkembang

menjadi salah satu sentra pengolahan mete karena didukung oleh kondisi

geografis yang sesuai untuk perkebunan jambu mete dan Wonogiri dapat

mendominasi pasar dengan berhasil memasok mete hingga 70% lebih dan

menembus pasar ekspor ke beberapa negara tetangga (BI, 2000).

Tanaman jambu mete merupakan tanaman yang menjadi ciri khas di

Kabupaten Wonogiri. Tingginya produksi jambu mete di Kabupaten

Wonogiri tentunya disumbang dari produksi tingkat kecamatan. Data luas

areal dan produksi jambu mete pada tingkat kecamatan yang menunjukkan

peringkat satu sampai lima disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Luas Areal (ha) dan Produksi Jambu Mete Menurut Kecamatan di

Kabupaten Wonogiri Tahun 2011

No. Kecamatan Luas (ha) Produksi (ton)

1. Kecamatan Ngadirojo 3. 296,00 1.712,00

2. Kecamatan Sidoarjo 3.069,00 975,00

3. Kecamatan Jatiroto 2.306,00 818.00

4. Kecamatan Jatisrono 1.967,00 782,00

5. Kecamatan Girimarto 818,00 345,00

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonogiri, 2012

Tabel 2 menunjukkan kecamatan-kecamatan yang menempati lima

besar dalam luas areal dan produksi jambu mete di Kabupaten Wonogiri.

Page 15: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

Salah satu usaha yang kemudian berkembang di Kabupaten Wonogiri karena

jumlah produksi mete yang tinggi adalah agroindustri pengolahan mete.

Usaha ini tumbuh dan berkembang di beberapa kecamatan. Berdasarkan data

Disperindag, Koperasi dan Penanaman Modal Kabupaten Wonogiri (2007),

jumlah usaha agroindustri pengolahan mete paling banyak terdapat di

Kecamatan Jatisrono, dari 785 industri kecil dan menengah pengolahan mete

yang ada di Kabupaten Wonogiri, 583 diantaranya ada di Kecamatan

Jatisrono dan mampu menyerap 2.258 tenaga kerja. Jumlah usaha

agroindustri pengolahan mete di Kabupaten Wonogiri dapat dilihat pada

Tabel di bawah ini.

Tabel 3. Jumlah Usaha Agroindustri Pengolahan Mete Menurut Kecamatan di

Kabupaten Wonogiri Tahun 2007

No. Kecamatan Jumlah Usaha (Unit) Tenaga Kerja (jiwa)

1. Kecamatan Jatisrono 583 2.258

2. Kecamatan Slogohimo 71 236

3. Kecamatan Purwantoro 131 493

Sumber: Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan Penanaman Modal

Kabupaten Wonogiri, 2007

Tabel 3 menunjukkan bahwa usaha agroindustri pengolahan mete di

Kabupaten Wonogiri terdapat di tiga Kecamatan, yaiu Kecamatan Jatisrono,

Kecamatan Slogohimo, dan Kecamatan Purwantoro. Jumlah usaha yang

paling banyak yaitu di Kecamatan Jatisrono sejumlah 583 unit usaha. Karena

jumlah industri yang banyak ini kemudian didirikan sentra industri kecil

pengolahan mete di Kecamatan Jatisrono.

Pengolahan mete adalah proses pengolahan gelondong mete menjadi

kacang mete. Agroindustri pengolahan mete di Kecamatan Jatisrono ini

sebagian besar berupa industri yang berskala rumah tangga yang masih

menggunakan peralatan yang sederhana. Bahan baku tidak selalu tersedia

sepanjang waktu, tergantung pasokan, sehingga seringkali tidak mampu

memenuhi permintaan dari konsumen. Iklim yang tidak menentu juga

mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan, karena berkaitan dengan

proses penjemuran gelondong dan juga kacang mete (BI, 2000). Karena

Page 16: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

berbagai kendala yang dihadapi, diperlukan suatu upaya untuk merumuskan

strategi pengembangan agroindustri pengolahan mete. Hal inilah yang

mendorong penulis untuk melakukan penelitian mengenai “Strategi

Pengembangan Agroindustri Pengolahan Mete di Kecamatan Jatisrono

Kabupaten Wonogiri”.

B. Perumusan Masalah

Pengolahan mete merupakan suatu usaha yang termasuk di dalam

agroindustri karena merupakan kegiatan pengolahan hasil pertanian. Yang

dimaksud pengolahan mete di sini adalah usaha pengolahan mete sejak masih

bersatu dengan buah semunya sampai dengan pengemasannya. Di Kecamatan

Jatisrono, usaha pengolahan mete sudah berkembang lama, di mana usaha ini

umumnya merupakan usaha skala kecil dan menengah yang menggunakan

teknologi sederhana. Usaha ini dirasakan cukup mampu membangkitkan

kondisi ekonomi warga Kecamatan Jatisrono apalagi setelah adanya krisis

ekonomi serta mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang cukup

besar, yang secara otomatis akan mampu meningkatkan pendapatan dari

penduduk setempat. Berdasarkan keadaan tersebut, dapat disimpulkan bahwa

usaha agroindustri pengolahan mete ini cukup memberikan dampak positif

bagi masyarakat sekitar. Selain itu, usaha ini tidak menimbulkan pencemaran

bagi lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya perumusan strategi

pengembangan pada agroindustri pengolahan mete ini agar dapat terjadi

peningkatan kualitas dan kuantitas produksi, sehingga usaha ini bisa terus

memberikan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan sekitar.

Berkaitan dengan uraian di atas, maka dapat diambil beberapa

rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah keragaan agroindustri pengolahan mete (skala usaha,

bahan baku, pengelolaan produksi, pengemasan, pemasaran, dan sarana

prasarana) di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri?

2. Bagaimanakah kondisi faktor internal (keuangan, pemasaran, produksi,

manajemen, dan sumber daya manusia) dalam pengembangan

Page 17: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

agroindustri pengolahan mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten

Wonogiri?

3. Bagaimanakah kondisi faktor eksternal (perekonomian, sosial budaya,

pemerintah, teknologi, persaingan, dan keadaan alam) dalam

pengembangan agroindustri pengolahan mete di Kecamatan Jatisrono

Kabupaten Wonogiri?

4. Bagaimana alternatif strategi pengembangan yang dapat diterapkan pada

industri pengolahan mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri?

5. Bagaimana prioritas strategi yang dapat diterapkan dalam pengembangan

industri pengolahan mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi keragaan agroindustri pengolahan mete (skala usaha,

bahan baku, pengelolaan produksi, pengemasan, pemasaran, dan sarana

prasarana) di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri.

2. Mengidentifikasi kondisi faktor internal (keuangan, pemasaran, produksi,

manajemen, dan sumber daya manusia) dalam pengembangan

agroindustri pengolahan mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten

Wonogiri.

3. Mengidentifikasi kondisi faktor eksternal (perekonomian, sosial budaya,

pemerintah, teknologi, persaingan, dan keadaan alam) dalam

pengembangan agroindustri pengolahan mete di Kecamatan Jatisrono

Kabupaten Wonogiri.

4. Merumuskan alternatif strategi pengembangan yang dapat diterapkan

dalam pengembangan agroindustri pengolahan mete di Kecamatan

Jatisrono Kabupaten Wonogiri.

5. Menentukan prioritas strategi dalam pengembangan agroindustri

pengolahan mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri.

Page 18: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini diantaranya adalah:

1. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan

pengalaman serta merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

2. Bagi pemerintah daerah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi

sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan dalam menyusun

kebijakan yang lebih baik di masa mendatang, terutama dalam usaha

kecil menengah, khususnya dalam pengolahan mete.

3. Bagi pelaku usaha, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi

sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan dalam menyususn suatu

kebijakan menyangkut pengembangan usaha pengolahan mete.

4. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai

tambahan referensi dalam penyusunan penelitian selanjutnya atau

penelitian-penelitian sejenis.

Page 19: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Agroindustri

a. Pengertian Agroindustri

Agroindustri berasal dari dua kata agricultural dan industry

yang berarti suatu industri yang menggunakan hasil pertanian sebagai

bahan baku utamanya. Definisi agroindustri dapat dijabarkan sebagai

kegiatan industri yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan

baku, merancang, dan menyediakan peralatan serta jasa untuk

kegiatan tersebut. Dengan demikian agroindustri meliputi industri

pengolahan hasil pertanian, industri yang memproduksi peralatan dan

mesin pertanian, industri input pertanian (pupuk, pestisida, herbisida

dan lain-lain) dan industri jasa sektor pertanian. Agroindustri

pengolahan hasil pertanian merupakan bagian dari agroindustri, yang

mengolah bahan baku yang bersumber dari tanaman, binatang dan

ikan (Kusnandar dkk, 2010).

Kusnandar dkk (2010) menyebutkan bahwa agroindustri

pengolahan hasil pertanian, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1) Dapat meningkatkan nilai tambah

2) Menghasilkan produk yang dapat dipasarkan atau digunakan atau

dimakan

3) Meningkatkan daya saing

4) Menambah pendapatan dan keuntungan produsen.

Menurut UU No. 20 Tahun 2008, UMKM adalah usaha

ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh orang

perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan

atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi

bagian, baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah

atau usaha besar. Berdasarkan pengertian tersebut, agroindustri

termasuk dalam kategori UMKM ini (Anonim, 2009).

7

Page 20: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

Penggolongan UMKM berdasarkan UU. Nomor 20 Tahun 2008

tentang UMKM adalah sebagai berikut:

1) Usaha Mikro adalah unit usaha yang memiliki nilai asset paling

banyak Rp 50 juta atau dengan hasil penjualan paling besar Rp 300

juta.

2) Usaha Kecil dengan nilai asset lebih dari Rp 50 juta sampai dengan

paling banyak 500 juta atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih

dari 300 juta, hingga maksimum 2,5 milyar.

3) Usaha Menengah adalah perusahaan dengan nilai kekayaan bersih

lebih dari 500 juta hingga paling banyak Rp 10 miliar atau memiliki

hasil penjualan tahunan di atas Rp 2,5 milyar sampai paling tinggi Rp

50 milyar.

(Anonim, 2009).

b. Lingkup Kegiatan Agroindustri

Konsep agroindustri memerlukan kejelasan sampai dimana batas

keterkaitannya dengan sektor produksi primer. Kaitan dengan sektor

pertanian umumnya dibatasi pada kaitan yang langsung. Berdasarkan

pengertian ini maka dalam konsep agroindustri hulu tidak termasuk

industri mobil yang digunakan untuk mengangkut sarana produksi ke

pusat-pusat produksi pertanian. Demikian pula pada konsep

agroindustri hilir, pengolahan teh jadi (teh hitam) menjadi teh botol

dan pengolahan sheet menjadi barang-barang dari karet tidak termasuk

di dalamnya (Soekartawi, 2001).

Tentang hal ini, Kusnandar dkk (2010) secara garis besar

agroindustri dapat digolongkan menjadi empat yang meliputi:

1) Agroindustri yang memproduksi input pertanian (pupuk, pestisida,

herbisida, dan lain-lain)

2) Agroindustri yang memproduksi peralatan dan mesin yang

diperlukan untuk budidaya pertanian

3) Agroindustri pengolahan hasil pertanian

4) Agroindustri jasa sektor pertanian (supporting service).

Page 21: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

c. Sistem Agroindustri

Sistem menurut Jarmie (1994) berasal dari kata Yunani systema,

secara konseptual sebagai “suatu kesatuan” dari bagian-bagian atau

komponen-komponen yang berhubungan secara teratur. Dari arti kata

tersebut, sistem memiliki empat indikator, yaitu, kesatuan, bagian,

berhubungan dan teratur.

Agribisnis merupakan suatu sistem yang mengandung

pengertian sebagai rangkaian kegiatan beberapa subsistem yang saling

mempengaruhi satu sama lain. Sistem agribisnis saat ini terdiri dari

lima bentuk kegiatan, yaitu: (1) kegiatan pertanian (budidaya) sebagai

kegiatan utama didukung oleh, (2) pengadaan sarana produksi

pertanian, termasuk di dalamnya agroindustri penyedia sarana

produksi (pupuk, pestisida, alat-alat pertanian), (3) agroindustri

pengolahan, (4) pemasaran, dan (5) jasa-jasa penunjang. Jika

dilakukan pengelompokan, kegiatan pertanian (budidaya) akan

dimasukkan sebagai kegiatan usahatani (on-farm activities).

Sedangkan pengadaan sarana produksi, agroindustri pengolahan,

pemasaran, dan jasa-jasa penunjang dikelompokkan ke dalam kegiatan

luar usahatani (off-farm activities) (Soekartawi, 2001).

Kusnandar dkk (2010) menyebutkan agroindustri sebagai

subsistem dari sistem agribisnis, juga dapat dilihat sebagai sistem

tersendiri, yang paling tidak terdiri atas empat subsistem yang saling

terkait satu sama lainnya, yaitu:

1) Subsistem lantai produksi, merupakan unit kegiatan utama yang

didalamnya meliputi kegiatan-kegiatan: pengadaan bahan baku,

pemilihan dan penyeragaman bahan baku, pembersihan,

pemotongan dan pengolahan, pemilihan dan penyeragaman produk

olahan, dan pembungkusan dan pengepakan (termasuk pemberian

label dan merk dagang)

2) Subsistem kebijakan, mencakup kebijakan mikro (yang dilakukan

oleh pelaku agroindustri sendiri), dan kebijakan makro yang

Page 22: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

menyangkut peraturan dan perundangan yang menjadi tugas dan

kewenangan pemerintah nasional dan atau pemerintah daerah yang

berupa: perijinan, hak dan kewajiban perusahaan (agroindustri),

pajak dan retribusi, mapun tanggungan sosial perusahaan

(agroindustri) (corporate social responbility).

3) Kelembagaan, yang menyangkut permodalan, pemasaran (promosi,

pengangkutan, pergudangan, penjualan, dll), riset dan

pengembangan, serta pendidikan dan pelataihan.

4) Interdependensi yang menyangkut hubungan kerjasama antar

daerah atau antar negara, maupun hubungan kerja sama antar

lembaga pemasaran dalam negeri dan luar negeri.

Berdasarkan teori-teori yang disampaikan oleh Soekartawi

(2001) dan Kusnandar dkk (2010) di atas, dapat disimpulkan bahwa

keragaan sebuah agroindustri dapat diketahui melalui pengkajian

terhadap bahan baku, pengelolaan produksi, pengemasan, pemasaran,

dan sarana prasarana.

d. Faktor-faktor Internal dan Eksternal yang Mempengaruhi

Pengembangan Agroindustri

Semua organisasi mempunyai kekuatan dan kelemahan dalam

berbagai bidang fungsional bisnis. Kekuatan dan kelemahan internal

bersama peluang/ancaman eksternal merupakan landasan untuk

menetapkan sasaran dan strategi. Strategi sebagian didesain untuk

memperbaiki kelemahan perusahaan, mengubahnya menjadi kekuatan,

dan mungkin bahkan menjadikannya kompetensi pembeda. Menurut

David (2009), faktor internal yang mempengaruhi pengembangan

perusahaan adalah sebagai berikut:

1) Kondisi keuangan

Kondisi keuangan sering dianggap satu-satunya barometer

terbaik dalam melihat posisi bersaing dan daya tarik keseluruhan

perusahaan. Menentukan kekuatan dan kelemahan keuangan

organisasi sangat penting agar dapat merumuskan strategi secara

Page 23: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

efektif. Faktor-faktor keuangan sering mengubah strategi yang ada

dan mengubah rencana implementasi.

2) Pemasaran

Pemasaran dapat digambarkan sebagai proses menetapkan,

mengantisipasi, menciptakan serta memenuhi kebutuhan dan

keinginan pelanggan akan produk atau jasa. Terdapat tujuh dasar

fungsi pemasaran: analisis pelanggan, menjual produksi atau jasa,

merencanakan produk dan jasa, menetapkan harga, distribusi, riset

pemasaran dan analisis peluang. Memahami fungsi-fungsi ini

membantu perencana strategi mengidentifikasi dan mengevalusi

kekuatan dan kelemahan pemasaran.

3) Produksi/Operasi

Fungsi produksi/operasi dari suatu usaha terdiri dari semua

aktivitas yang mengubah masukan menjadi barang dan jasa.

Manajemen produksi/operasi berkaitan dengan input, transformasi,

dan output yang berbeda antar industri dan pasar. Operasi

manufaktur mentransformasi atau mengubah masukan seperti

bahan baku, tenaga kerja, modal, mesin, dan fasilitas menjadi

barang dan jasa.

4) Manajemen

Fungsi manajemen terdiri dari lima aktivitas dasar:

perencanaan, pengorganisasian, memotivasi, penyusunan staf, dan

pengawasan.

5) Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia merupakan istilah yang identik dengan

istilah personalia, di dalamnya meliputi tenaga kerja atau buruh.

Buruh yang dimaksud adalah mereka yang bekerja pada usaha

perorangan dan diberikan imbalan kerja secara harian maupun

borongan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, biasanya

imbalan kerja tersebut diberikan secara harian. Selain itu juga,

pengertian tenaga kerja menurut BPS adalah salah satu moda bagi

Page 24: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

geraknya roda pembangunan. Jumlah dan komposisi tenaga kerja

selalu mengalami perubahan seiring dengan berlangsungnya

dinamika penduduk. Ketidakseimbangan antara jumlah angkatan

dan lowongan kerja yang tersedia menyebabkan timbulnya

masalah-masalah sosial.

Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi pengembangan

perusahaan menurut David (2009) adalah sebagai berikut:

1) Kondisi Perekonomian

Faktor-faktor ekonomi mempunyai dampak langsung

terhadap potensi daya tarik berbagai strategi. Misalnya, jika suku

bunga naik, dana yang dibutuhkan untuk penambahan modal

menjadi sangat mahal atau tidak tersedia. Ketika harga-harga

saham meningkat, keinginan untuk membeli saham sebagai sumber

modal untuk pengembangan pasar naik. Juga, ketika pasar

meningkat, kekayaan konsumen dan bisnis meningkat.

2) Sosial dan Budaya

Perubahan sosial dan budaya berdampak besar terhadap

hampir semua produk, jasa, pasar dan pelanggan. Tren ekonomi,

sosial, dan budaya membentuk cara hidup, bekerja, berproduksi,

dan pola konsumsi masyarakat.

3) Pemerintah

Bagi industri atau perusahaan-perusahaan yang sangat

bergantung pada kontrak atau subsidi pemerintah, ramalan politik

merupakan bagian terpenting dari audit eksternal.

4) Teknologi

Kemajuan teknologi dapat secara drastis mempengaruhi

produk dan posisi bersaing. Kemajuan teknologi dapat menciptakan

pasar baru, menghasilakn perkembangan produk baru yang lebih

baik, mengubah posisi biaya bersaing relatif dalam suatu industri,

serta membuat produk dan jasa yang sudah ada menjadi

ketinggalan zaman.

Page 25: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

5) Persaingan

Mengumpulkan dan mengevaluasi informasi mengenai

pesaing sangat penting untuk perumusan strategi. Mengidentifikasi

pesaing utama tidak selalu mudah karena banyak perusahaan

mempunyai berbagai divisi yang bersaing di industri yang berbeda.

Berdasarkan teori David (2009) di atas maka faktor internal

yang digunakan dalam penelitian ini adalah kondisi keuangan,

pemasaran, produksi/operasi dan manajemen. Sedangkan faktor

eksternal yang dikaji adalah kondisi perekonomian, sosial dan budaya,

pemerintah, teknologi, dan persaingan.

2. Mete

Tanaman jambu mete (Anacardium occidentale Linn) berasal dari

Brazil dan termasuk dalam familia Anacardiaceae yang meliputi 60 genus

dan 400 spesies baik dalam bentuk pohon maupun perdu. Tanaman jambu

mete disebut juga acajou atau anacardier (Perancis), cashew (Inggris),

kajus atau jambo nirung (Malaysia), kasoy atau kachui (Filiphina), caju

atau mudiri (India) dan ya-koi atau ya-ruang (Thailand). Di Indonesia

jambu mete memiliki nama yang berbeda di banyak daerah, yaitu jambu

mete (Jawa), jambu mede (sunda), jambu monyet (Jawa dan Sumatera),

jambu jipang atau jambu dwipa (Bali), jambu siki, jambu erang atau gaju

(Sumatera) dan boa frangsi (Maluku) (Liptan, 1990).

Tanaman jambu mete dapat tumbuh di dataran rendah dan di

dataran tinggi, yaitu pada ketinggian 1-1.200 m dpl. Hal ini

mengisyaratkan bahwa jambu mete dapat beradaptasi pada kondisi tanah

dan iklim yang beragam sifatnya. Tanaman ini akan tumbuh kerdil dan

merana jika ditanam ditanah lempung yang lengket dan dangkal. Ditempat

tumbuh yang demikian jambu mete dan gulma akan berebut unsur hara

dan air pada musim kemarau (Liptan, 1990).

3. Pengolahan Mete

Hasil utama tanaman mete adalah bijinya yang lazim disebut buah

sejati. Biji mete disebut sebagai gelondong mete terdiri dari kacang mete

Page 26: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

berbelah dua yang dibalut oleh kulit ari dan dilindungi oleh kulit keras

berwarna keabu-abuan dan kusam. Dalam proses pengolahannya

gelondong mete akan diolah menjadi produk berupa kacang mete (Saragih

dan Haryadi, 2000).

Cara pengolahan gelondong mete menjadi kacang mete meliputi

pengeringan pendahulan, penyimpanan mete gelondong, melembabkan,

sortasi, pengupasan kulit mete gelondong, pengeringan biji mete,

pengupasan kulit ari, pelembaban, sortasi biji mete, pengepakan dan

penyimpanan (Muljohardjo, 1990).

Pengolahan adalah kegiatan mengolah bahan baku menjadi produk

setengah jadi atau produk jadi. Pengolahan mete terdiri dari dua tahapan,

yaitu pengolahan gelondong mete dan pengolahan mete menjadi kacang

mete yang siap dikonsumsi.

a. Pengolahan Gelondong Mete

Pengolahan gelondong mete dapat dilakukan melalui tahapan

berikut ini:

1) Pemisahan gelondong dengan buah semu

2) Pencucian

3) Sortasi dan pengelasan mutu

4) Pengeringan

5) Penyimpanan

b. Pengolahan Kacang Mete

Urutan pengolahan kacang mete adalah:

1) Pelembaban gelondong mete

2) Penyangraian gelondong mete

3) Pengupasan kulit gelondong mete

4) Pelepasan kulit ari

5) Sortasi dan pengelasan mutu

6) Pengemasan

(Deputi Menegristek, 2000).

Page 27: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

Kacang mete termasuk salah satu produk kacang-kacangan (nuts)

yang paling banyak diperdagangkan dan dikelompokkan sebagai komoditi

"mewah" dibandingkan dengan kacang tanah atau almond. Pasar utama

kacang mete adalah benua Amerika dan Eropa. Tabel 4 menunjukkan

perkembangan ekspor mete Indonesia antara tahun 1990-1998. Dari Tabel

tersebut terlihat bahwa ekspor mete Indonesia tertinggi selama periode

1990-1998 terjadi pada tahun 1994 dengan volume dan nilai ekspor

mencapai 38.620 ton atau US$ 43,4 juta. Setelah tahun 1994, ekspor mete

cenderung menurun meskipun kembali meningkat pada tahun 1998.

Tabel 4. Realisasi Impor dan Ekspor Mete Indonesia

Tahun Volume/Nilai Ekspor Impor

Gelondong Kacang

1990 Volume (ton) 3.278 - 1

Nilai (000 US $) 8.243 - 2

1992 Volume(ton) 19.278 - 75

Nilai (000 US $) 24.854 - 147

1993 Volume (ton) 18.155 - 424

Nilai (000 US $) 23.144 - 293

1994 Volume (ton) 38.620 - 203

Nilai (000 US $) 43.401 - 157

1995 Volume (ton) 28.105 - 162

Nilai (000 US $) 21.308 - 414

1996 Volume (ton) 27.206 680 197

Nilai (000 US $) 20.800 2.951 168

1997 Volume (ton) 15.359 14.307 5

Nilai (000 US $) 15.386 3.766 13

1998 Volume (ton) 28.603 - 1.684

Nilai (000 US $) 28.706 6.291 -

Sumber: Statistik Perkebunan Indonesia 1997-1999, Dan Statistik

Perdagangan Luar Negeri, BPS.

Berdasarkan Tabel 4 , mulai tahun 1996, ekspor mete sudah tidak

dalam bentuk gelondong lagi, tetapi sudah dalam bentuk kacang mete.

Perbandingan antara total ekspor Indonesia dan total impor beberapa

negara utama menunjukkan luasnya peluang pasar. Oleh karena itu,

peluang usaha di bidang pengolahan mete masih luas. Apalagi nilai

tambah yang didapat dari ekspor mete olahan besar signifikan

dibandingkan bila hanya mengekspor mete dalam bentuk gelondong.

Page 28: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

Untuk itu hal ini perlu terus digalakkan dengan semboyan petik-olah-jual

karena akan menambah pendapatan yang diterima.

4. Analisis Usaha

Penerimaan merupakan perkalian antara produk yang diperoleh

dengan harga jual dan biasanya produksi berhubungan negatif dengan

harga. Artinya harga akan menjadi turun saat produksinya berlebih

(Soekartawi, 2001).

Biaya usaha biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya

tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya tetap ini

umumnya didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan

terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperleh banyak atau sedikit.

Jadi besarnya biaya tetap ini tidak tergantung pada besar-kecilnya produksi

yang diperoleh, contohnya pajak. Di sisi lain biaya tidak tetap atau biaya

variabel didefinisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh

produksi yang diperoleh. Contohnya biaya untuk sarana produksi

(Soekartawi, 2001).

Menurut Djuwari (1994), analisis dalam produksi untuk

menghitung pendapatan dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu:

a. Pendekatan pendapatan, digunakan jika produksi yang dikelola bersifat

subsisten atau tidak berorientasi keuntungan. Pendapatan merupakan

pengurangan penerimaan dengan total biaya luar yang secara nyata

dibayarkan untuk masukan dari luar.

b. Pendekatan keuntungan, digunakan jika produksi yang dikelola bersifat

komersial atau bertujuan untuk memaksimalkan keuntungan.

Keuntungan merupakan hasil dari penerimaan dikurangi dengan total

biaya yang dikeluarkan untuk masukan dari luar dan masukan sendiri,

yaitu sewa tanah milik petani, upah tenaga kerja keluarga dan bunga

modal milik sendiri

5. Arti Penting Strategi

Strategi adalah bakal tindakan yang menuntut keputusan manajemen

puncak dan sumber daya perusahaan yang banyak untuk

Page 29: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

merealisasikannya. Di samping itu, strategi juga mempengaruhi kehidupan

organisasi dalam jangka panjang, paling tidak selama lima tahun. Oleh

karena itu, sifat strategi adalah berorientasi ke masa depan. Strategi

mempunyai fungsi multifungsional dan multidivisional serta dalam

perumusannya perlu mempertimbangkan faktor-faktor internal maupun

eksternal yang dihadapi perusahaan (David, 2009).

Strategi adalah rencana berskala besar dengan orientasi ke masa

depan untuk berinteraksi dengan kondisi persaingan demi mencapai tujuan

perusahaan. Strategi mencerminkan pengetahuan perusahaan mengenai

bagaimana, kapan dan dimana perusahaan akan bersaing, dengan siapa

sebaiknya bersaing dan untuk tujuan apa perusahaan harus bersaing

(Pearce dan Robinson, 2008).

Strategi adalah rencana yang mengintegrasikan tujuan utama

organisasi, kebijakan, keputusan dan urutan tindakan menjadi suatu

kesatuan yang kohesif. Hal ini dapat diterapkan pada semua tingkatan

dalam organisasi dan berkaitan dengan salah satu bidang fungsional

manajemen. Jadi mungkin ada produksi, keuangan, pemasaran, personalia

dan strategi perusahaan. Jika kita melihat secara khusus pada pemasaran

maka mungkin ada harga, produk, promosi, distribusi, riset pemasaran,

penjualan, periklanan, merchandising, dan lain-lain. Strategi lebih

berkaitan dengan efektivitas daripada efisiensi dan merupakan proses

menganalisis lingkungan dan merancang kesesuaian antara organisasi,

sumber daya, tujuan, dan lingkungan (Hussey, 1998).

6. Proses Perumusan Strategi

Perumusan strategi didasarkan pada analisis yang menyeluruh

terhadap pengaruh faktor lingkungan eksternal dan internal perusahaan.

Lingkungan eksternal perusahaan setiap saat berubah dengan cepat

sehingga melahirkan berbagai peluang dan ancaman baik yang datang dari

pesaing utama maupun dari iklim bisnis yang senantiasa berubah.

Konsekuensi dari lingkungan internal perusahaan seperti perubahan

kekuatatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan (Rangkuti, 2006).

Page 30: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

Menurut Hill dan Gareth (2009), proses perumusan strategi memiliki

tahapan yaitu:

a) Menentukan visi dan misi perusahaan

b) Menganalisis lingkungan eksternal organisasi untuk mengidentifikasi

peluang dan ancaman

c) Menganalisis lingkungan internal organisasi untuk mengidentifikasi

kekuatan dan kelemahan

d) Menentukan strategi yang memanfaatkan kekuatan untuk mengurangi

ancaman dan memanfaatkan peluang untuk menetralkan ancaman

eksternal. Strategi tersebut harus konsisten dengan visi dan misi

perusahaan

e) Mengimplementasikan strategi

Perumusan strategi mencakup kegiatan membuat dan mengevaluasi

berbagai strategi alternatif sekaligus memilih strategi yang hendak

dijalankan. Analisis strategi bertujuan untuk menentukan arah tindakan

alternatif terbaik dalam rangka mencapai misi dan tujuannya. Strategi,

tujuan dan misi ditambah dengan informasi audit eksternal dan internal

untuk memuncukan dan mengevaluasi berbagai strategi alternatif

(David, 2009).

Proses strategis mengacu pada cara di mana strategi dirumuskan.

Ada beberapa pendekatan. Pertama, pendekatan rasional, memanfaatkan

alat seperti analisis SWOT dan model portofolio. Kedua, pendekatan

kreatif, yaitu pendekatan yang menggunakan perencanaan beberapa

skenario. Pendekatan kreatif mencerminkan penggunaan imajinasi dalam

perencanaan. Pendekatan perilaku mencerminkan pengaruh kekuasaan,

politik dan kepribadian. Pendekatan ini didasarkan pada penyesuaian kecil

atau perubahan yang sebelumnya sukses/berhasil (Shojaei et all, 2010).

a) Analisis Situasi Eksternal dan Internal

Peluang dan ancaman eksternal merujuk pada peristiwa dan tren

ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan, politik, hukum

pemerintahan, teknologi, dan persaingan yang dapat menguntungkan

Page 31: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

dan merugikan suatu organisasi secara berarti di masa depan. Peluang

dan ancaman sebagian besar ada di luar kendali organisasi. Perusahaan

harus merumuskan strategi untuk memanfaatkan peluang-peluang

eksternal dan untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman

eksternal (David, 2009).

Lingkungan eksternal terdiri dari variabel-variabel (peluang dan

ancaman) yang berada di luar organisasi dan tidak secara khusus ada

dalam pengendalian jangka pendek dari manajemen puncak. Variabel-

variabel tersebut membentuk keadaan luar organisasi dimana organisasi

ini hidup (Hunger dan Wheelen, 2003).

Lingkungan internal terdiri dari variabel-variabel (kekuatan dan

kelemahan) yang ada di dalam organisasi tetapi biasanya tidak dalam

pengendalian jangka pendek dari manajemen puncak. Variabel-variabel

tersebut merupakan bentuk suasana dimana pekerjaan dilakukan.

Variabel-variabel itu meliputi struktur budaya, dan sumber daya

organisasi (Hunger dan Wheelen, 2003).

Kekuatan dan kelemahan internal adalah semua hal dalam kendali

organisasi yang bisa dilakukan dengan sangat baik atau buruk.

Kekuatan dan kelemahan tersebut ada dalam kegiatan manajemen,

pemasaran, keuangan atau akutansi, produksi atau operasi, penelitian

dan pengembangan serta sistem informasi manajemen di setiap

perusahaan. Setiap organisasi berusaha menerapkan strategi yang

menonjolkan kekuatan internal dan berusaha menghapus kelemahan

internal (David, 2009).

b) Analisis Strategi

Teknik-teknik perumusan strategi yang penting dapat

diintegrasikan ke dalam kerangka pembuatan keputusan tiga tahap.

Tahap I dari kerangka perumusan terdiri dari Matriks EFE, Matriks

EFI, dan Matriks Pofil Kompetitif (Competitive Profile Matrix-CPM)

disebut Tahap Masukan (Input Stage).

Page 32: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

1. Tahap I meringkas informasi masukan dasar yang diperlukan

untuk merumuskan strategi.

2. Tahap II disebut Tahap Pencocokan (Matching Stage), fokus pada

upaya menghasilkan strategi alternatif yang dapat dijalankan

(feasible) dengan memadukan faktor-faktor internal dan eksternal.

Teknik-teknik tahap II terdiri dari Matriks Sthrengts, Weakness,

Opportunities, Threats (SWOT) atau Kekuatan, Kelemahan,

Peluang Ancaman, Matiks BCG (Boston Consulting Group),

Matriks Internal Eksternal, Matriks Grand Strategy (Strategi

Induk)

3. Tahap III disebut Tahap Keputusan (Decision Stage),

menggunakan satu macam teknik, yaitu Quantitative Strategic

Planning Matriks (QSPM). QSPM menggunakan informasi

masukan dari tahap I untuk secara objektif mengevaluasi strategi

alternatif dapat dijalankan yang diidentifikasikan dalam tahap II.

QSPM mengungkap daya tarik relatif dari alternatif strategi dan

karena itu menjadi dasar objektif untuk memilih strategi spesifik

(David, 2009).

1) Matriks External Factor Evaluation (EFE) dan Matriks

Internal Factor Evaluation (IFE)

Tujuan dari audit eksternal adalah membuat daftar terbatas

mengenai berbagai peluang yang dapat menguntungkan

perusahaan yang dapat menguntungkan perusahaaan dan berbagai

ancaman yang harus dihindari. Perusahaan harus mampu

merespon secara ofensif maupun defensif faktor-faktor tersebut

dengan merumuskan strategi yang dapat memanfaatkan peluang

atau untuk meminimalkan dampak dari potensi ancaman. Matriks

External Factor Evaluation (EFE) membuat perencana strategi

dapat meringkas dan mengevaluasi faktor-faktor eksternal yang

bisa merupakan informasi ekonomi, sosial, budaya, demografi,

lingkungan, politik, pemerintah, hukum, teknologi dan persaingan.

Page 33: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

Mengidentifikasi dan mengevaluasi peluang dan ancaman

memungkinkan organisasi membuat misi yang jelas, merancang

strategi untuk mencapai tujuan-tujuan jangka panjang, dan

membuat kebijakan untuk mencapai sasaran tahunan

(David, 2009).

Semua organisasi mempunyai kekuatan dan kelemahan

dalam berbagai bidang fungsional bisnis. Kekuatan dan

kelemahan internal bersama peluang/ancaman eksternal dan

pernyataan misi yang jelas merupakan landasan untuk menetapkan

sasaran dan strategi. Sasaran dan strategi ditetapkan dengan

maksud memanfaatkan kekuatan internal dan mengatasi

kelemahannya (David, 2009).

Strategi sebagian didesain untuk memperbaiki kelemahan

perusahaan, mengubahnya menjadi kekuatan, dan mungkin

bahkan menjadikannya kompetensi pembeda. Langkah ringkas

dalam melaksanakan audit manajemen strategis adalah membuat

matriks Internal Factor Evaluation (IFE). Alat perumusan strategi

ini meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama

dalam berbagai bidang fungsional dalam suatu usaha. Matriks ini

juga menjadi landasan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi

hubungan diantara bidang-bidang ini (David, 2009).

2) Matriks Strength, Weakness, Opportunity, Treath (SWOT)

Analisis SWOT bertujuan untuk mengidentifikasi kekuatan

dan kelemahan organisasi serta peluang dan ancaman dalam

lingkungan eksternal. Faktor-faktor strategis tersebutdiidentifikasi

dan dikembangkan sehingga dapat membangun kekuatan,

menghilangkan kelemahan, memanfaatkan peluang dan atau

menutup ancaman. Kekuatan dan kelemahan diidentifikasi oleh

penilaian internal organisasi sedangkan peluang dan merupakan

penilaian eksternal. Penilaian internal memeriksa semua aspek

meliputi organisasi, misalnya, personel, fasilitas, lokasi, produk

Page 34: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

dan jasa, untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan

organisasi. Penilaian eksternal meliputi aspek politik, ekonomi,

sosial, teknologi dan lingkungan yang kompetitif dengan melihat

peluang dan ancaman. Dalam matriks SWOT berbagai faktor

diidentifikasi dan kemudian dipasangkan misalnya sebuah

peluang dengan kekuatan, dengan maksud merangsang alternatif

strategi baru (Robert, 2002).

Matriks SWOT adalah alat yang dipakai untuk faktor-faktor

strategis perusahaan. Matriks ini menggambarkan bagaimana

pelung dan ancaman eksternal yang dihadapi diselesaikan dengan

kekuatan dan kelemahan. Matrik SWOT ini dapat menghasilkan

empat sel kemungkinan alternatif strategi. Strategi S-O menuntut

perusahaan mampu memanfaatkan peluang melalui kekuatan

internalnya. Strategi W-O menuntutkan perusahaan untuk

meminimalkan kelemahan dalam memanfaatkan peluang. Strategi

S-T merupakan pengoptimalan kekuatan dalam menghindari

ancaman dan strategi W-T merupakan meminimalkan kelemahan

dan menghindari ancaman (Rangkuti, 2006).

Strategi SO atau strategi kekuatan-peluang menggunakan

kekuatan internal perusahaan untuk memanfaatkan peluang

eksternal. Strategi WO atau strategi kelemahan-peluang bertujuan

memperbaiki kelemahan dengan memanfaatkan peluang eksternal.

Strategi ST atau strategi kekuatan-ancaman menggunakan

kekuatan perusahaan untu menghindari atau mengurangi dampak

ancaman eksternal. Strategi WT atau strategi kelemahan-ancaman

merupakan taktik defensif yang diarahkan untuk mengurangi

kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal

(David, 2009).

Page 35: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

3) Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM)

QSPM adalah alat yang direkomendasikan bagi para ahli

strategi untuk melakukan evaluasi pilihan strategi alternatif secara

objektif, berdasarkan key success factors internal-eksternal yang

telah diidentifikasikan sebelumnya. Jadi secara konseptual, tujuan

QSPM adalah untuk menetapkan ketertarikan relatif (relative

atractiveness) dri strategi-strategi bervariasi yang telah dipilih,

untuk memilih strategi mana yang dianggap paling baik untuk

dimplementasikan (Umar, 2003).

QSPM menentukan daya tarik relatif dari berbagi strategi

yang didasarkan sampai berapa jauh faktor-faktor keberhasilan

internal dan eksternal kunci dimanfaatkan atau ditingkatkan. Daya

tarik relatif dari masing-masing strategi dihitung dengan

menentukan dampak kumulatif dari masing-masing faktor

keberhasilan kritis internal dan eksternal (David, 2009).

7. Penelitian Terdahulu

Meysiana (2010) dengan judul Strategi Pengembangan Industri Kecil

Tahu di Kabupaten Sragen menggunakan metode dasar penelitian metode

deskriptif analitis dan menggunakan teknik survey. Data yang dianalisis

adalah data tahun 2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan

utama dalam mengembangkan industri kecil tahu yaitu bantuan

permodalan dan penyuluhan tentang limbah tahu. Sedangkan kelemahan

utamanya yaaitu kurangnya subsidi kedelai dan belum adanya

standardisasi produk tahu. Peluang dalam mengembangkan industri kecil

tahu yaitu kualitas bahan baku dan kepercayaan konsumen. Ancamannya

yaitu kenaikan harga sembako dan kurangnya pasokan sekam sebagai

bahan dasar. Alternatif strategi yang dapat diterapkan dalam

mengembangkan industri kecil tahu di Kabupaten Sragen yaitu

memanfaatkan bantuan modal, peralatan, pengawasan kualitas kedelai

untuk menambah kepercayaan konsumen melalui teknologi yang ada,

perbaikan kebijakan dan penyuluhan sesuai kebutuhan pengusaha tahu dan

Page 36: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia melalui

kegiatan pembinaan untuk memaksimalkan potensi industri kecil tahu.

Prioritas strategi yang dapat diterapkan dalam mengembangkan industri

kecil tahu di Kabupaten Sragen adalah memanfaatkan bantuan modal,

peralatan, pengawasan kualitas kedelai untuk menambah kepercayaan

konsumen melalui teknologi yang ada.

Suraningsih (2008) dengan judul Analisis Pengaruh Faktor-Faktor

Sosial Ekonomi Terhadap Pendapatan Pengusaha Industri Kecil

Pengolahan Mete di Kabupaten Wonogiri menggunakan metode dasar

deskriptif analitik dan pelaksanaannya menggunakan teknik survey. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan uji F faktor modal usaha,

volume penjualan, jangkauan pembelian bahan baku, pendidikan

pengusaha, lama usaha dan jangkauan pemasaran secara bersama-sama

berpengaruh terhadap pendapatan pengusaha. Berdasarkan uji t dapat

diketahui bahwa faktor modal usaha, volume penjualan, jangkauan

pembelian bahan baku, lama usaha dan jangkauan pemasaran secara

individu berpengaruh nyata terhadap pendapatan pengusaha, sedangkan

faktor pendidikan pengusaha tidak berpengaruh nyata terhadap

pendapatan. Faktor sosial ekonomi yang memberikan pengaruh terpenting

terhadap pendapatan pengusaha adalah faktor modal.

B. Kerangka Teori Pendekatan Masalah

Sektor industri kecil mempunyai peran penting dalam perekonomian

baik daerah maupun nasional. Salah satu industri kecil yang masih terus

berkembang adalah industri pengolahan pangan. Dan adapun salah satu

industri pengolahan pangan yang masih berkembang adalah pengolahan mete.

Mete merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan di Kabupaten

Wonogiri. Industri pengolahan mete di Kabupaten Wonogiri mampu

menyerap tenaga kerja cukup banyak, sehingga industri ini harus lebih

dikembangkan oleh pemerintah.

Melihat peranan industri kecil terhadap penyediaan kesempatan kerja

kepada masyarakat yang cukup besar, telah membuktikan bahwa industri

Page 37: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

kecil merupakan salah satu sektor yang harus terus dikembangkan

pemerintah. Pengembangan agroindustri pengolahan mete diawali dengan

mengidentifikasi keragaan agroindustri pengolahan mete di Kecamatan

Jatisrono Kabupaten Wonogiri. Kondisi keragaan yang diidentifikasi disini

meliputi beberapa keadaan yakni bahan baku termasuk jumlah pelaku usaha,

pengelolaan produksi, pengemasan, pemasaran, dan saran prasarana.

Tahap pertama dalam perumusan strategi pengembangan agroindustri

pengolahan mete adalah identifikasi faktor internal dan eksternal. Tujuan dari

analisis faktor internal adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor internal

kunci yang menjadi kekuatan dan kelemahan di dalam pengembangan

agroindustri pengolahan mete. Analisis faktor eksternal adalah untuk

mengidentifikasi faktor-faktor eksternal kunci yang menjadi peluang dan

ancaman di dalam pengembangan agroindustri pengolahan mete.

Hasil dari identifikasi faktor-faktor internal dan eksternal kemudian

diringkas dan dievaluasi dalam matriks IFE dan matriks EFE. Matriks IFE

digunakan untuk meringkas dan mengevaluasi faktor-faktor internal

perusahaan berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan utama yang dianggap

penting. Data dan informasi aspek internal perusahaan dapat digali dari

beberapa fungsional perusahaan. Matriks EFE digunakan untuk mengevaluasi

faktor eksternal perusahaan. Data eksternal dikumpulkan untuk menganalisa

hal-hal yang menyangkut persoalan ekonomi, sosial, politik, teknologi, dan

persaingan dipasar industri dimana perusahaan berada, serta data eksternal

yang relevan lainnya. Hal ini penting karena faktor eksternal berpengaruh

secara langsung maupun tidak langsung terhadap perusahaan.

Untuk merumuskan alternatif strategi yang dapat diterapkan dalam

mengembangkan agroindustri pengolahan mete di Kecamatan Jatisrono

Kabupaten Wonogiri digunakan Matriks SWOT. Matriks SWOT adalah alat

yang digunakan untuk menyusun faktor-faktor strategis industri. Matriks

SWOT menggambarkan bagaimana peluang dan ancaman dari faktor

eksternal dapat dipadukan dengan kekuatan dan kelemahan dari faktor

internal sehingga dihasilkan rumusan strategi pengembangan industri.

Page 38: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

Hasil dari matriks SWOT tersebut kemudian akan dipilih strategi yang

terbaik yang dapat diterpakan dalam pengembangan industri dengan analisis

yang lebih objektif dan intuisi yang baik dalam matriks QSP. Hasil matriks

QSP akan memperlihatkan skor. Skor yang tertinggi menunjukkan bahwa

alternatif strategi tersebut penting sebagai prioritas utama untuk diterapkan

sehingga menghasilkan umpan balik (feedback) yang akan dipertimbangkan

dalam keberlanjutan industri tersebut.

Dari uraian tersebut di atas di dapatkan kerangka teori pendekatan

masalah sebagai berikut :

Page 39: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

Alternatif Strategi

Matriks SWOT

Gambar 1. Kerangka Teori Pendekatan Masalah

Pengembangan Agroindustri Pengolahan Mete

Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal

Faktor Internal:

- Kondisi Keuangan

- Pemasaran

- Produksi/Operasi

- Manajemen

- Sumber Daya Manusia

Faktor Eksternal:

- Kondisi Perekonomian

- Sosial dan Budaya

- Pemerintah

- Teknologi

- Persaingan

- Keadaan alam

External Factor Evaluation (EFE Matrix) dan

Internal Factor Evaluation (IFE Matriks)

Prioritas Strategi

Qualitative Strategic Planning Matriks (QSPM)

Bahan Baku Pengelolaaan

Produksi

Pengemasan Pemasaran Sarana

Prasarana

Skala

Usaha

Page 40: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

C. Pembatasan Masalah

1. Penelitian dilakukan pada stakeholder usaha agroindustri pengolahan

mete yaitu pelaku usaha, pengepul, konsumen, dan pengambil

kebijakan/pemerintah.

2. Harga faktor produksi dan hasil diperhitungkan sesuai dengan harga

setempat yang berlaku di saat penelitian.

3. Faktor internal yang dianalisis meliputi kondisi keuangan, pemasaran,

produksi/operasional, manajemen, dan sumber daya manusia.

4. Faktor eksternal yang dianalisis meliputi kondisi perekonomian, sosial

dan budaya, pemerintah, teknologi, persaingan, dan keadaan alam.

5. Penelitian dilaksanakan bulan Oktober-November 2012

D. Definisi Operasional

1. Strategi pengembangan agroindustri pengolahan mete adalah respon

secara terus menerus maupun adaptif terhadap peluang dan ancaman dari

faktor eksternal serta kekuatan dan kelemahan dari faktor internal yang

dapat mempengaruhi pengembangan usaha pengolahan mete di masa

yang akan datang.

a. Skala usaha adalah analisis terhadap besarnya usaha pengolahan mete

yang diwakili dengan analisis terhadap biaya, penerimaan, dan

keuntungan usaha pengolahan mete.

b. Bahan baku adalah bahan utama yang diperlukan dalam proses

pengolahan mete dalam hal ini adalah gelondong mete.

c. Pengelolaan produksi adalah pengelolaan proses produksi dalam

pengolahan mete yang dilakukan oleh setiap pelaku usaha, yang terdiri

atas penjemuran gelondong, sortasi gelondong, pengacipan,

pengupasan kulit ari, penjemuran, serta pengemasan kacang mete.

d. Pengemasan adalah proses pengemasan produk pengolahan mete

untuk kemudian siap disalurkan kepada pengepul atau pelanggan

e. Pemasaran adalah proses penyaluran produk pengolahan mete yang

berupa kacang mete kepada pelanggan ataupun pengepul.

Page 41: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

f. Sarana prasarana adalah segala peralatan yang diperlukan dalam

agroindustri pengolahan mete dari awal proses produksi sampai

pemasaran.

2. Industri pengolahan mete adalah proses produksi pengolahan mete dari

bentuk bahan baku berupa gelondong mete sampai siap dipasarkan.

3. Pengembangan industri pengolahan mete adalah proses perubahan secara

positif dari segi kualitas dan kuantitas produksi pengolahan mete yang

terjadi pada industri pengolahan mete.

4. Faktor internal adalah adalah faktor-faktor yang berada di dalam

lingkungan perusahaan yang mempengaruhi kinerja agroindustri

pengolahan mete secara keseluruhan.

a. Kondisi keuangan adalah meliputi pengkajian terhadap asal modal,

besar modal, manajemen keuangan, dan sistem pengendalian

keuangan dalam agroindustri pengolahan mete

b. Pemasaran adalah analisis produk olahan mete yang meliputi kualitas,

kontinuitas produk, dan evaluasi produk, analisis harga produk yang

meliputi kesesuaian harga di pasaran, dan perbandingan dengan harga

subtitusi

c. Produksi/operasi meliputi pengkajian terhadap proses produksi,

peralatan yang digunakan, kondisi tempat produksi, dan pengelolaan

limbah produksi dalam agroindustri pengolahan mete

d. Manajemen meliputi pengkajian terhadap perencanaan,

pengorganisasian, pengawasan, dan evaluasi.

e. Sumber daya manusia meliputi pengkajian terhadap jumlah tenaga

kerja, pendidikan tenaga kerja, dan keterampilan tenaga kerja dalam

agroindustri pengolahan mete

5. Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berada di luar lingkungan

perusahaan yang mempengaruhi kinerja agroindustri pengolahan mete

secara keseluruhan.

a. Kondisi perekonomian meliputi pengkajian terhadap pengaruh

kenaikan biaya produksi dan permintaan pasar

Page 42: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

b. Sosial dan budaya meliputi pengkajian terhadap permintaan produk,

gaya hidup konsumen dan kondisi lingkungan yang aman.

c. Pemerintah meliputi pengkajian terhadap program pelatihan dan

penyuluhan, rencana pemerintah dalam pengembangan agroindustri

dan bantuan fasilitas

d. Pemasok meliputi pengkajian terhadap kontinuitas dan kualitas

pasokan bahan baku

e. Teknologi meliputi pengkajian terhadap perkembangan teknologi

pengolahan mete dan akses terhadap teknologi informatika

f. Persaingan meliputi pengkajian terhadap posisi, kekuatan, dan strategi

pesaing agroindustri.

g. Keadaan alam meliputi pengkajian terhadap pengaruh keadaan alam

terhadap agroindustri dan pengaruh perubahan keadaan alam terhadap

agroindustri.

6. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) adalah matriks yang digunakan

untuk mengetahui faktor-faktor internal perusahaan berkaitan dengan

kekuatan dan kelemahan yang dianggap penting.

7. Matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE) adalah matriks yang

digunakan untuk mengetahui faktor-faktor eksternal perusahaan

berkaitan dengan peluang dan ancaman yang dianggap penting.

8. Matriks SWOT adalah matriks yang akan digunakan untuk menyusun

berbagai alternatif pengembangan usaha melalui strategi SO, WO, ST,

dan WT.

9. Qualitative Strategic Planning Matrix (QSPM) adalah alat yang

digunakan untuk melakukan evaluasi pilihan strategi alternatif untuk

menentukan prioritas strategi yang dapat diterapkan dalam

pengembangan industri pengolahan mete.

Page 43: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar Penelitian

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif analitis yaitu metode yang memusatkan diri pada pemecahan

masalah-masalah yang ada pada masa sekarang dan pada masalah-masalah

yang aktual. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan,

kemudian dianalisis (Surakhmad,1994).

Teknik penelitian dilaksanakan dengan teknik survei yaitu penelitian

yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner

sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun dan Effendi, 1995).

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih adalah Kecamatan Jatisrono, Kabupaten

Wonogiri. Pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam pemilihan

lokasi penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Kabupaten Wonogiri merupakan Kabupaten yang memiliki luas areal dan

produksi jambu mete tertinggi dibandingkan dengan kabupaten dan kota

yang ada di Provinsi Jawa Tengah

Tabel 5. Luas Areal (ha) dan Produksi Jambu Mete Menurut Kabupaten di

Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011

No. Kabupaten/Kota Luas (ha) Produksi (ton)

1. Kabupaten Wonogiri 20.505,00 7.145,00

2. Kabupaten Sragen 1.088,50 297,40

3. Kabupaten Blora 1.023,07 290,28

4. Kabupaten Jepara 740,57 233,85

5. Kabupaten Rembang 522,00 116,96

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, 2012

b. Kecamatan Jatisrono merupakan salah satu kecamatan yang ada di

Kabupaten Wonogiri yang memiliki luas areal dan produksi jambu mete

yang tinggi

23

31

Page 44: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

Tabel 6. Luas Areal (ha) dan Produksi Jambu Mete Menurut Kecamatan di

Kabupaten Wonogiri Tahun 2011

No. Kecamatan Luas (ha) Produksi (ton)

1. Kecamatan Ngadirojo 3. 296,00 1.712,00

2. Kecamatan Sidoarjo 3.069,00 975,00

3. Kecamatan Jatiroto 2.306,00 818.00

4. Kecamatan Jatisrono 1.967,00 782,00

5. Kecamatan Girimarto 818,00 345,00

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonogiri, 2012

c. Kecamatan Jatisrono merupakan kecamatan yang memiliki jumlah industri

pengolahan mete paling tinggi di Kabupaten Wonogiri, dari 785 industri

kecil dan menengah pengolahan mete yang ada di Kabupaten Wonogiri,

583 diantaranya ada di Kecamatan Jatisrono (Disperindagkop dan

Penanaman Modal Kabupaten Wonogiri, 2007).

C. Tahapan Penelitian

Tindakan-tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini dibagi tiga

tahapan yaitu tahap input yaitu mengidentifikasi faktor strategis baik internal

dan eksternal dari agroindustri pengolahan mete dilanjutkan dengan

merumuskan strategi alternatif dan menentukan prioritas strategi yang sesuai

agroindustri pengolahan mete. Dari uraian di atas dapat disusun dalam bagan

tahapan penelitian dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

Langkah pertama “tahap input” (matriks IFE dan EFE) yaitu :

1. Melakukan identifikasi lingkungan Internal dan Eksternal agroindustri

pengolahan mete.

2. Melakukan penilaian bobot dan rating faktor strategis pengembangan

agroindustri pengolahan mete.

3. Membuat matriks IFE dan EFE dari hasil penilaian.

Langkah kedua “tahap pencocokan” (matriks SWOT) :

1. Melakukan analisis SWOT dari pengklasifikasian faktor internal dan

eksternal yaitu membandingkan antara faktor eksternal’ peluang

(Opportunities) dan ancaman (Threats) dengan faktor internal organisasi

kekuatan (Strengths) dan kelemahan (Weakness).

Page 45: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

2. Menginterpretasikan dan mengembangkan menjadi keputusan pemilihan

strategi yang memungkinkan untuk dilaksanakan.

Langkah ketiga “tahap keputusan” (matriks QSPM) yaitu :

1. Membuat daftar peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan di kolom

sebelah kiri QSPM dan beri penilaian (informasi diambil dari matriks IFE

dan EFE pada tahap pertama)

2. Melakukan identifikasi strategi alternatif

3. Menetapkan AS (Attractive Score) yaitu nilai yang menunjukkan

kemenarikan relatif untuk masing-masing strategi

4. Menentukan peran tiap faktor dalam proses pemilihan strategi

5. Menjumlahkan total nillai AS (Attractive Score)

6. Menentukan prioritas strategi dari total TAS yang tertinggi

Pengumpulan Data Keragaan

Agroindustri

Pengolahan Mete

Identifikasi Internal

(Kekuatan dan Kelemahan) Identifikasi Eksternal

(Peluang dan Ancaman)

Nilai Bobot dan Rating

Kekuatan dan Kelemahan

Nilai Bobot dan Rating

Peluang dan Ancaman

Analisis Internal dan Eksternal Matriks IFE Matriks EFE

Perumusan Alternatif Strategi Pengembangan Agroindustri Pengolahan Mete

(Matriks SWOT)

Alternatif Strategi Pengembangan Agroindustri Pengolahan Mete

Perumusan Prioritas Strategi Pengembangan Agroindustri Pengolahan Mete

(Matriks QSP)

Prioritas Strategi Pengembangan Agroindustri Pengolahan Mete

Gambar 2. Tahapan Penelitian

Page 46: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

D. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data (data primer maupun sekunder) dalam

penelitian ini adalah wawancara, content analysis (mencatat dokumen dan

arsip), kuisioner, dan observasi. Menurut Bungin (2003), dalam kegiatan

pengumpulan data selain memanfaatkan dokumen juga dapat menggunakan

rekaman. Hal ini dilakukan agar data yang diperoleh dari hasil wawancara

lebih akurat dan dapat disimpan untuk mencegah kehilangan.

1. Wawancara

Teknik wawancara digunakan untuk mengumpulkan data yang

berasal dari informan yang khususnya dilakukan dalam bentuk wawancara

mendalam (indepth interview). Tujuan utama melakukan wawancara

adalah untuk menyajikan konstruksi saat sekarang dalam suatu konteks

mengenai para pribadi, peristiwa, aktivitas, motivasi, perasaan, tingkat

atau bentuk keterlibatan, dan sebagainya, untuk merekonstruksi beragam

hal itu sebagai bagian dari masa lampau, dan memproyeksikan hal itu

dikaitkan dengan harapan yang bisa terjadi di masa yang akan datang

(Sutopo, 2002). Data primer dalam penelitian ini diperoleh langsung dari

responden maupun pihak-pihak yang terkait dalam penelitian ini melalui

wawancara langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner)

yang telah dipersiapkan sebelumnya. Kuisioner digunakan untuk

memperoleh informasi mengenai keragaan agroindustri, identifikasi

lingkungan internal dan eksternal, penilaian bobot dan rating faktor

strategis, analisis SWOT, perumusan strategi pengembangan, serta

perumusan prioritas strategi. Sumber data primer adalah pengusaha

pengolahan mete, pembeli/pelanggan/pengepul hasil produksi pengolahan

mete dan instansi pemerintah yaitu Dinas Perindustrian, Koperasi dan

Penanaman Modal Kabupaten .

2. Content Analysis atau Mencatat Data

Menurut Yin dalam Sutopo (2002) mencatat dokumen disebut

sebagai content analysis yang dimaksudkan bahwa peneliti bukan sekedar

Page 47: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

mencatat isi penting yang tersurat dalam dokumen atau arsip, tetapi juga

tentang maknanya yang tersirat. Oleh karena itu dalam menghadapi

beragam arsip dan dokumen tertulis sebagai sumber data peneliti harus

bersikap kritis dan teliti. Dalam penelitian ini data dicatat secara sistematis

dan dikutip secara langsung dari instansi pemerintah atau lembaga-

lembaga yang terkait dengan penelitian ini. Data sekunder diperoleh dari

Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Perindustrian, Koperasi, dan UKM,

Kantor Kecamatan dan Desa serta lembaga-lembaga lain yang terkait di

dalamnya. Pencatatan dilakukan dengan cara mencatat data-data yang

diperoleh dari sumber yang bersangkutan, dan sumber-sumber lain yang

mempunyai relevansi dengan topik penelitian ini.

3. Observasi

Observasi dilakukan dengan pengamatan langsung terhadap objek

yang akan diteliti sehingga didapatkan gambaran yang jelas mengenai

objek yang diteliti. Teknik ini digunakan untuk menggali data dari sumber

data yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi, benda serta rekaman

gambar (Sutopo, 2002). Pengamatan langsung ini dilakukan untuk

mengetahui kondisi di lapang pada usaha agroindustri pengolahan mete,

kemudian mencatat informasi yang diperoleh dari pengamatan yang

dilakukan.

E. Metode Penentuan Sampel Responden

a. Penentuan Sampel /Responden Untuk Perumusan Strategi

1) Identifikasi keragaan

Penentuan sampel untuk identifikasi keragaan agroindustri

pengolahan mete yang meliputi identifikasi analisis usaha, bahan

baku, pengelolaan produksi, pengemasan dan sarana prasarana, dipilih

secara purpossive. Informasi mengenai keragaan agroindustri

pengolahan mete diperoleh melalui wawancara dan pengamatan.

Jumlah responden yang digunakan adalah 15 pelaku usaha pengolahan

mete dengan kriteria sebagai berikut:

Page 48: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

a) 12 orang pelaku usaha dengan omset maksimal 300 juta per tahun

atau omset maksimal 25 juta setiap bulan, selanjutnya disebut

responden pelaku usaha pengolahan mete skala mikro

b) 3 orang pelaku usaha dengan omset antara 300 juta sampai dengan

2,5 milyar pertahun, selanjutnya disebut responden pelaku usaha

pengolahan mete skala kecil.

Sampel responden pelaku usaha pengolahan mete diambil secara

purpossive dari salah satu desa di Kecamatan Jatisrono, yaitu Desa

Tanjungsari, yang merupakan sentra agroindustri pengolahan mete. Di

desa ini terdapat 48 usaha mete (Disperindag, Koperasi, dan

Penanaman Modal Kabupaten Wonogiri, 2007). Akan tetapi, setelah

dilaksanakan survei lebih lanjut, ada 15 usaha yang melakukan

pengolahan mete dari awal sampai akhir sedangkan yang lain hanya

melaksanakan beberapa tahapan dari proses pengolahan mete.

2) Identifikasi faktor internal-eksternal

Penentuan sampel pada tahap identifikasi internal dan eksternal

responden dipilih dengan prosedur purposive yaitu dipilih dengan

sengaja. Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengidentifikasi

faktor-faktor yang berpengaruh seperti faktor internal dan faktor

eksternal dalam perumusan strategi pengembangan agroindustri

pengolahan mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri.

Informasi tersebut diperoleh dengan wawancara maupun pengamatan.

Responden yang digunakan dalam identifikasi faktor internal dan

faktor eksternal berjumlah 16 responden. Responden yang digunakan

adalah :

a) Pelaku usaha pengolahan mete berjumlah 7 orang dengan kriteria

memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam usaha pengolahan

mete selama kurang lebih 5 tahun serta pengusaha yang

jangkauan pemasaran produknya adalah dalam dan luar

Kabupaten Wonogiri. Pelaku usaha tersebut dipilih karena

Page 49: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

memiliki pandangan dan perhatian khusus terhadap agroindustri

pengolahan mete

b) Dinas Perindustrian, Koperasi, dan Penanaman Modal berjumlah

3 orang dengan kriteria memiliki pengalaman dalam

mendampingi pengusaha pengolahan mete dalam bentuk

program-program pelaksanaan maupun secara teknis.

c) Pengepul/pedagang berjumlah 3 orang dengan kriteria memiliki

pengalaman sebagai pengepul hasil produksi pengolahan mete

baik disalurkan di lokal Kabupaten Wonogiri maupun di luar

Kabupaten Wonogiri.

d) Konsumen berjumlah 3 orang dengan kriteria memiliki

pengalaman sebagai konsumen terakhir hasil produksi pengolahan

mete.

3) Penentuan Bobot Dan Rating Faktor Strategis

Dari hasil pengamatan berupa faktor-faktor internal kemudian

dianalisis dengan matriks IFE dan eksternal dengan matrik EFE yang

dapat diidentifikasikan menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan

ancaman dalam mengembangkan agroindustri pengolahan mete.

Responden ahli dipilih secara sengaja (purpossive) yaitu 1 orang

pelaku usaha pengolahan mete, 1 orang Dinas Perindustrian, Koperasi,

dan Penanaman Modal, 1 orang pengepul, dan 1 orang konsumen.

4) Penentuan Bobot dan Nilai Daya Tarik dalam Matriks QSP

Penentuan bobot dan AS (Attractive Score) dilakukan dengan

terlebih dahulu menyusun kuisioner yang berisi faktor-faktor internal

(kekuatan dan kelemahan) dan ekternal (peluang dan ancaman) serta

alternatif strategi yang akan dipertimbangkan untuk menjadi prioritas

strategi dalam mengembangkan agroindustri pengolahan mete di

Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri. Pengambilan responden

dilakukan secara purposive sampling (sengaja) yaitu orang-orang yang

telah cukup lama dan masih terlibat secara penuh/aktif pada kegiatan

yang menjadi perhatian peneliti. Responden tersebut dapat membantu

Page 50: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peneliti dalam

penelitian yang sedang dilakukan. Responden yang digunakan dalam

penentuan bobot dan AS menggunakan responden yang sama saat

mengidentifikasi adalah 1 orang pelaku usaha pengolahan mete, 1

orang Dinas Perindustrian, Koperasi, dan UKM, 1 orang pengepul,

dan 1 orang konsumen.

Berdasarkan uraian di atas, responden untuk masing-masing tahapan

penelitian dapat diringkas sebagai berikut:

Tabel 7. Responden dalam Perumusan Strategi Pengembangan

Agroindustri Pengolahan Mete di Kecamatan Jatisrono

Kabupaten Wonogiri

Tahapan Penelitian Unsur Jumlah

Identifikasi Keragaan Pelaku Usaha Skala Mikro

Pelaku Usaha Skala Kecil

12 orang

3 orang

Identifikasi Faktor Internal-

Eksternal Pelaku Usaha

Disperindagkop dan

Penanaman Modal

Pengepul

Konsumen Akhir

7 orang

3 orang

3 orang

3 orang

Penentuan Bobot dan Rating

Faktor Strategis Pelaku Usaha

Disperindagkop dan

Penanaman Modal

Pengepul

Konsumen Akhir

1 orang

1 orang

1 orang

1 orang

Penentuan Bobot dan Nilai

Daya Tarik Pelaku Usaha

Disperindagkop dan

Penanaman Modal

Pengepul

Konsumen Akhir

1 orang

1 orang

1 orang

1 orang

F. Metode Analisis Data/Perumusan Strategi

Perumusan strategi pengembangan agroindustri pengolahan mete di

Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri dilakukan melalui tiga tahap, yaitu

tahap masukan (input stage), tahap pencocokan (matching stage) dan tahap

pengambilan keputusan (decision stage). Tahap masukan adalah

menyimpulkan informasi dasar yang diperlukan untuk merumuskan strategi

dengan menggunakan matriks IFE (Internal Faktor Evaluation) dan EFE

Page 51: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

(External Faktor Evaluation). Informasi dasar ini diperoleh dari data primer

dan data sekunder. Tahap pencocokan merupakan tahapan yang merumuskan

strategi, tahap kedua ini menggunakan matriks SWOT. Dilanjutkan tahap

ketiga yaitu tahap pengambilan keputusan yang menggunakan matriks QSP.

1. Analisis Usaha

a. Biaya Produksi

Biaya yang diperhitungkan dalam penelitian ini adalah semua

biaya yang dikeluarkan dalam industri pengolahan mete. Nilai total

biaya pada industri pengolahan mete adalah penjumlahan dari nilai total

biaya tetap (TFC) dan nilai biaya variabel yang digunakan dalam

kegiatan pengolahan mete.

TC = TFC + TVC

Dimana,

TC : biaya total industri pengolahan mete (Rupiah)

TFC : total biaya tetap industri pengolahan mete (Rupiah)

TVC : total biaya variabel industri pengolahan mete (Rupiah)

b. Penerimaan Usaha

Hasil produksi berupa mete yang keseluruhannya dijual.

Penerimaan usaha pengolahan mete (TR) merupakan hasil kali antara

produksi yang diperoleh (Y) dengan harga jual (Py).

TR = Y . Py

c. Keuntungan Usaha

Keuntungan usaha pengolahan mete (π) adalah selisih antara

penerimaan yang diperoleh dari usaha pengolahan mete dengan semua

biaya yang dikeluarkan dalam usaha pengolahan mete.

π = TR – TC

2. Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal

a. Matriks External Factor Evaluation (EFE) dan Matriks Internal Factor

Evaluation (IFE)

Matriks EFE digunakan untuk menganalisis faktor-faktor

eksternal, mengklasifikannya menjadi peluang dan ancaman bagi

Page 52: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

perusahaan, kemudian dilakukan pembobotan. Begitu pula dengan

matriks IFE digunakan untuk menganalisis faktor-faktor internal dan

mengklasifikannya menjadi kelemahan dan kekuatan bagi perusahaan.

Tabel 8. Matriks External Factor Evaluation (EFE)

Faktor Strategis Eksternal Bobot Rating Skor =Bobot x Rating

Peluang Skala

1.

s/d

10.

bobot

adalah

antara

Ancaman 0-1

1.

s/d

10.

total

Sumber : Umar, 2001

Tabel 9. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE)

Faktor Strategis Internal Bobot Rating Skor =Bobot x Rating

Kekuatan Skala

1.

s/d

10.

bobot

adalah

antara

Kelemahan 0-1

1.

s/d

10.

total

Sumber : Umar, 2001

Langkah-langkah pengembangan matriks EFE dan IFE adalah

sebagai berikut:

1) Pada kolom 1, menentukan faktor-faktor strategis eksternal yang

menjadi peluang dan ancaman serta faktor-faktor strategis internal

yang menjadi kekuatan dan kelemahan.

2) Pada kolom 2, masing-masing faktor tersebut diberi bobot dengan

skala mulai dari 1 (paling penting) sampai 0 (tidak penting). Bobot

yang diberikan pada suatu faktor menunjukkan seberapa penting

faktor itu menunjang keberhasilan perusahaan dalam industri yang

digelutinya. Jumlah semua bobot harus sama dengan 1, bobot

Page 53: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

ditentukan sebagai berikut : (a) 0,20= sangat penting (b) 0,15 = di

atas rata-rata. (c) 0,10 = rata-rata. (d) 0,05 = di bawah rata-rata.

3) Pada kolom 3, diberi rating dengan tujuan untuk mengidentifikasikan

seberapa efektif strategi yang telah dimiliki perusahaan dalam

memberikan respon terhadap faktor-faktor strategis, dimana : (a)

nilai 1 = respon kurang, (b) nilai 2 = respon rata-rata, (c) nilai 3 =

respon di atas rata-rata, dan (d) nilai 4 = respon luar biasa.

4) Pada kolom 4, bobot pada kolom 2 dikalikan dengan rating pada

kolom 3 untuk memperoleh bobot skors masing-masing.

5) Menjumlahkan skor pada kolom 4 untuk memperoleh total skor

pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini

menunjukkan bagaimana organisasi bereaksi terhadap faktor-faktor

strategis eksternal dan internalnya. mengklasifikasikannnya menjadi

kelemahan dan kekuatan bagi perusahaan. Total Skor pembobotan

berkisar antara 1-4 dengan rata-rata 2,5. Jika total skor pembobotan

di bawah 2,5 maka kondisi internal atau eksternal organisasi lemah.

Sedangkan jika total skor pembobotan di atas 2,5 menunjukkan

posisi internal atau eksternal organisasi yang kuat

3. Alternatif Strategi

Untuk merumuskan alternatif strategi pengembangan agroindustri

pengolahan mete di Kabupaten Wonogiri digunakan analisis matriks

SWOT. Matriks SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana

peluang dan ancaman dari faktor eksternal yang dihadapi oleh suatu usaha

dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Analisis

SWOT digambarkan ke dalam matriks SWOT dengan 4 kemungkinan

alternatif strategi, yaitu stategi kekuatan-peluang (S-O strategies), strategi

kelemahan-peluang (W-O strategies), strategi kekuatan-ancaman (S-T

strategies), dan strategi kelemahan-ancaman (W-T strategies). Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut :

Page 54: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

Tabel 10. Matriks SWOT

Strenght (S)

Menentukan 5-10

faktor-faktor kekuatan

internal

Weakness (W)

Menentukan 5-10

faktor-faktor

kelemahan

internal

Opportunities

(O)

Menentukan 5-

10 faktor-faktor

peluang eksternal

Strategi S-O

Menciptakan strategi

yang menggunakan

kekuatan

untuk memanfaatkan

peluang

Strategi W-O

Menciptakan strategi

yang meminimalkan

kelemahan untuk

memanfaatkan peluang

Threats (T)

Menentukan 5-

10 faktor-faktor

ancaman eksternal

Strategi S-T

Menciptakan strategi

yang menggunakan

kekuatan

untuk mengatasi

ancaman

Strategi W-T

Menciptakan strategi

yang meminimalkan

kelemahan dan

menghindari ancaman

Sumber : Rangkuti, 2001

Delapan tahapan penentuan alternatif strategi yang dibangun melalui

matriks SWOT adalah sebagai berikut :

a. Menuliskan peluang faktor eksternal kunci dalam pengembangan

industri pengolahan mete

b. Menuliskan ancaman faktor eksternal kunci dalam pengembangan

industri pengolahan mete

c. Menuliskan kekuatan faktor internal kunci dalam pengembangan

industri pengolahan mete

d. Menuliskan kelemahan faktor internal kunci dalam industri

pengolahan mete

e. Mencocokkan kekuataan faktor internal dengan peluang faktor

eksternal dan mencatat Strategi S-O dalam sel yang sudah

ditentukan.

f. Mencocokkan kelemahan faktor internal dengan peluang faktor

eksternal dan mencatat Strategi W-O dalam sel yang sudah

ditentukan.

Page 55: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

g. Mencocokkan kekuatan faktor internal dengan ancaman faktor

eksternal dan mencatat Strategi S-T dalam sel yang sudah

ditentukan.

h. Mencocokkan kelemahan faktor internal dengan ancaman faktor

eksternal dan mencatat Strategi W-T dalam sel yang sudah

ditentukan.

4. Prioritas Strategi

Menentukan prioritas strategi dalam industri pengolahan mete di

Kabupaten Wonogiri menggunakan analisis Matriks QSP. Matriks QSP

digunakan untuk memilih strategi terbaik yang paling cocok dengan

lingkungan eksternal dan internal. Alternatif strategi yang memiliki nilai

total daya tarik terbesar merupakan strategi yang paling baik.

Tabel 11. Matriks QSP

Faktor-faktor

kunci

Bobot Alternatif Strategi

Strategi 1 Strategi 2 Strategi 3

AS TAS AS TAS AS TAS

Faktor-Faktor

Kunci Internal

Total Bobot

Faktor-Faktor

Kunci

Eksternal

Total Bobot

Jumlah Total

Daya Tarik

Sumber : David, 2004

Tahapan-tahapan dalam pembuatan matriks QSP yang harus dilakukan

adalah sebagai berikut :

a. Membuat daftar peluang/ancaman dari faktor eksternal dan kekuatan/

kelemahan faktor internal.

b. Memberi bobot pada setiap faktor dari 0,0 (tidak penting) sampai 1,0

(amat penting). Bobot menunjukkan kepentingan relatif dari faktor

tersebut. Jumlah seluruh bobot yang diberikan harus sama dengan 1,0.

Page 56: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

c. Memeriksa matriks SWOT dan mengenali strategi-strategi alternatif

yang harus dipertimbangkan untuk diterapkan.

d. Menentukan Nilai Daya Tarik (AS) yang didefinisikan sebagai angka

yang menunjukkan daya tarik relatif masing-masing strategi pada

suatu rangkaian alternatif tertentu. Nilai Daya Tarik ditentukan

dengan memeriksa masing-masing faktor eksternal atau faktor

internal, satu per satu, sambil mengajukan pertanyaan, “Apakah faktor

ini mempengaruhi pilihan strategi yang dibuat?” Jika jawaban atas

pertanyaan tersebut adalah ya, maka strategi tersebut harus

dibandingkan secara relatif dengan faktor kunci. Khususnya, Nilai

Daya Tarik harus diberikan pada masing-masing strategi untuk

menunjukkan daya tarik relatif suatu strategi terhadap yang lain,

dengan mempertimbangkan faktor tertentu. Cakupan Nilai Daya Tarik

adalah : 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 = wajar menarik; dan

4 = sangat menarik. Jika jawaban atas pertanyaan tersebut adalah

tidak, hal tersebut menunjukkan bahwa masing-masing faktor kunci

tidak mempunyai pengaruh atas pilihan khusus yang dibuat.

e. Menghitung TAS (Total Nilai Daya Tarik). Total Nilai Daya Tarik

didefinisikan sebagai hasil mengalikan bobot (langkah b) dengan Nilai

Daya Tarik di masing-masing baris (langkah d). Total Nilai Daya

Tarik menunjukkan daya tarik relatif dari masing-masing strategi

alternatif, dengan hanya mempertimbangkan dampak dari faktor

keberhasilan krisis eksternal atau internal yang berdekatan.

Page 57: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Keadaan Alam

1. Letak Geografis

Kecamatan Jatisrono merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten

Wonogiri yang mempunyai luas wilayah 5002,7360 ha. Kecamatan

Jatisrono mempunyai 17 Desa/Kelurahan. Kecamatan Jatisrono merupakan

wilayah kecamatan yang terletak antara kaki Gunung Lawu dan

Pegunungan Sewu. Kecamatan Jatisrono yang terletak di bagian timur

Kabupaten Wonogiri mempunyai batas wilayah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Kecamatan Jatipurno

Sebelah Selatan : Kecamatan Jatiroto

Sebelah Timur : Kecamatan Slogohimo

Sebelah Barat : Kecamatan Sidoarjo

2. Pemanfaatan Wilayah

Pemanfaatan wilayah di suatu daerah bermacam-macam sesuai

dengan kebutuhan dan kesesuaian dari kemampuan wilayah tersebut.

Pemanfaatan wilayah Kecamatan Jatisrono dibagi menjadi lima, yaitu

tanah tanah sawah, bangunan/pekarangan, tegal, perkebunan negara dan

lain-lain. Pemanfaatan wilayah di Kecamatan Jatisrono dapat dilihat pada

Tabel 12.

Tabel 12. Penggunaan Lahan Kecamatan Jatisrono Tahun 2011

No Penggunaan Lahan Luas (ha) (%)

1. Tanah Sawah 1.424,8283 28,48

2. Bangunan/Pekarangan 628,0249 12,55

3. Tegal 2.628,8539 52,55

4. Lain-lain 321,0289 6,42

Jumlah 5.002,736 100,00

Sumber: Jatisrono dalam Angka, 2012

Tabel 12 menunjukkan bahwa 52,55 % wilayah Jatisrono

merupakan tanah tegal, 28,48 % berikutnya berupa lahan sawah, yang

sebagian besar berada di sepanjang aliran sungai Mider di Desa

45

Page 58: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

Sambirejo. Sebanyak 12,55 % dimanfaatkan untuk bangunan/pekarangan

dan sisanya adalah untuk lain-lain seluas 6,42 %. Dengan demikian

wilayah di Kecamatan Jatisrono sebagian besar dimanfaatkan untuk tegal

yang biasanya digunakan untuk tanaman palawija atau menanam tanaman

keras.

B. Keadaan Penduduk

1. Keadaan Penduduk menurut Jenis Kelamin

Pembangunan kependudukan merupakan langkah penting dalam

mencapai keberhasilan pembangunan di suatu wilayah. Keadaan penduduk

menurut jenis kelamin dapat mempengaruhi besarnya tenaga yang

dibutuhkan dalam pembangunan. Hal ini karena besarnya tenaga yang

dihasilkan antara laki-laki dan perempuan berbeda. Keadaan penduduk

menurut jenis kelamin di Kecamatan Jatisrono disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13. Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin di Kecamatan

Jatisrono Tahun 2010 dan 2011

No Jenis Kelamin 2010 % 2011 %

1 Laki-laki 34.836 50,28 34.912 50,38

2 Perempuan 34.445 49,72 34.387 49,62

Jumlah 69.281 100,00 69.299 100,00

Sex Ratio 1,01 1,02

Sumber: Jatisrono dalam Angka, 2012

Berdasarkan Tabel 13 menunjukkan bahwa jumlah penduduk di

Kecamatan Jatisrono mengalami peningkatan. Penduduk di Kecamatan

Jatisrono tahun 2011 berjumlah 69.299 jiwa, lebih banyak jumlahnya dari

pada tahun 2010 yaitu 69.281 jiwa. Peningkatan jumlah penduduk dari

tahun ke tahun di Kecamatan Jatisrono salah satunya disebabkan oleh

pertumbuhan penduduk secara alami, dimana jumlah penduduk yang lahir

lebih besar dari penduduk yang mati. Bertambahnya jumlah penduduk juga

menyebabkan bertambahnya kepadatan penduduk di Kecamatan Jatisrono.

Hal ini akan menambah beban pembangunan di wilayah tersebut. Jumlah

penduduk yang semakin bertambah akan berdampak negatif pada

Page 59: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

ketersediaan lahan pertanian. Jumlah penduduk yang semakin banyak

menyebabkan adanya konversi lahan pertanian ke non pertanian, salah

satunya untuk pemukiman. Di sisi lain, semakin berkurangnya lahan

pertanian produktif akan berdampak pada penyediaan pangan bagi

masyarakat. Oleh karena itu, upaya penggalian potensi berbasis pertanian

sangat dibutuhkan untuk meningkatkan ketersediaan pangan.

Penduduk di Kecamatan Jatisrono lebih banyak laki-lakinya daripada

perempuannya penduduk laki-lakinya. Meskipun demikian perbedaan

jumlah keduanya tidak terpaut terlalu besar. Jumlah penduduk menurut

jenis kelamin dapat digunakan untuk mengukur besarnya sex ratio yaitu

perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dan perempuan.Untuk

mengetahui besarnya sex ratio, digunakan rumus sebagai berikut:

100xPerempuanPendudukJumlah

lakilakiPendudukJumlahRatioSex

Sex Ratio Kecamatan Jatisrono pada tahun 2010 sebesar 1,01 berarti

pada setiap 100 perempuan terdapat 101 laki-laki. Sedangkan pada tahun

2011 yaitu 1,02 berarti setiap 100 perempuan terdapat 102 laki-laki. Hal

ini menunjukkan jumlah laki-laki dan perempuan di Kecamatan Jatisrono

hampir seimbang.

2. Keadaan Penduduk menurut Kelompok Umur

Keadaan penduduk menurut umur merupakan penggolongan

penduduk berdasarkan umur sehingga dapat diketahui jumlah penduduk

yang produktif dan tidak produktif yang terdapat pada suatu wilayah

tertentu. Menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonogiri, golongan

umur produktif adalah golongan umur antara 15-64 tahun, sedangkan

golongan umur 0-14 tahun dan golongan umur sama dengan atau lebih

dari 65 tahun merupakan golongan umur non produktif. Keadaan

penduduk di Kecamatan Jatisrono berdasarkan umur dapat dilihat pada

Tabel 14.

Page 60: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

Tabel 14. Penduduk Kecamatan Jatisrono Menurut Golongan Umur Tahun

2011 (orang)

Golongan

Umur

Laki-laki Perempuan Total %

0-14 9.798 9.539 19.337 27,90

15-64 21.133 20.956 42.089 60,73

65+ 3.097 3.783 7.690 11,37

Jumlah 34.838 34.461 69.299 100,00

ABT 64,21

Sumber: Jatisrono dalam Angka, 2012

Keadaan penduduk berdasarkan umur dapat digunakan untuk

mengetahui angka beban tanggungan (ABT). Angka beban tanggungan

(ABT) yaitu penduduk usia non produktif yang ditanggung penduduk usia

produktif. ABT dihitung dengan rumus:

100Pr

Prx

oduktifUsiaPendudukJumlah

oduktifNonUsiaPendudukJumlahTanggunganBebanAngka

=64,21

ABT di Kecamatan Jatisrono sebesar 64,21 artinya setiap 100

penduduk usia produktif menanggung 64 orang penduduk yang tidak

produktif. Hal ini berarti jumlah penduduk usia non produktif lebih kecil

daripada penduduk usia produktif sehingga satu penduduk usia produktif

menanggung kurang dari satu penduduk non produktif. Hal ini

menunjukkan bahwa keberadaan agroindustri pengolahan mete cukup

berperan terhadap penduduk Kecamatan Jatisrono dalam memberikan

mata pencaharian, sehingga dapat mengurangi Angka Beban Tanggungan.

3. Keadaaan Penduduk menurut Mata Pencaharian

Keberhasilan pembangunan suatu wilayah dapat dilihat dari tingkat

penyerapan tenaga kerja bagi penduduknya. Besarnya penyerapan tenaga

kerja akan dapat meningkatkan pendapatan perkapita penduduk, yang

akhirnya akan berimbas bagi kesejahteraan penduduk suatu wilayah.

Keadaan penduduk menurut mata pencaharian di Kecamatan Jatisrono

dapat dilihat pada Tabel 15.

Page 61: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

Tabel 15. Jumlah Penduduk di Kecamatan Jatisrono Menurut Mata

Pencaharian Tahun 2011 (orang)

Mata Pencaharian Jumlah %

Petani 10.167 27,72

Buruh Tani 6.416 17,49

Pengusaha Kecil 2.028 5,53

Buruh Industri 4.219 11,50

Buruh Bangunan 8.056 21,96

Pedagang 3.060 8,34

Angkutan 657 1,79

Lain-lain 6.082 16,58

Jumlah 36.681 100,00

Sumber: Jatisrono dalam Angka, 2012

Sebagian besar penduduk Kecamatan Jatisrono pada tahun 2011

bermatapencaharian sebagai petani yaitu sebanyak 10.167 jiwa atau

27,72% dari penduduk yang bekerja di Kecamatan Jatisrono dan 21,96%

bekerja sebagai buruh bangunan. Selanjutnya, sebesar 17,49% penduduk

yang bekerja bekerja sebagai buruh tani, 11,50% sebagai buruh tani.

Sebesar 8,34% dari penduduk yang bekerja sebagai pedagang, 16,58%

lain-lain. Sedangkan yang bekerja sebagai pengusaha kecil yang termasuk

didalamnya sebesar 5,53%

C. Keadaan Sarana Perekonomian

Keadaan sarana perekonomian menentukan lancar atau tidaknya

pelaksanaan kegiatan perekonomian. Adanya sarana perekonomian diharapkan

roda perekonomian di Kecamatan Jatisrono berjalan dengan lancar. Sarana

perekonomian di Kecamatan Jatisrono dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Sarana perekonomian di Kecamatan Jatisrono Tahun 2011

Sarana Perekonomian Jumlah

Pasar Umum 2

Pasar Hewan 1

Pasar Desa 2

Toko/Kios 1.417

Jumlah 1.422

Sumber : Jatisrono dalam Angka, 2012

Berdasarkan Tabel 16 diketahui bahwa sarana perekonomian terbanyak

di Kecamatan Jatisrono adalah toko/kios yang berjumlah 1.417. Masyarakat

Page 62: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

memilih usaha toko/kios dikarenakan tidak membutuhkan modal yang terlalu

besar. Selain itu, tata usahanya dapat dikelola sendiri. Kelancaran sarana

perekonomian di Kecamatan Jatisrono juga harus didukung dengan

infrastruktur penunjang seperti sarana angkutan. Sarana angkutan merupakan

faktor penting yang harus diperhatikan karena sebagai sarana penghubung.

Jumlah sarana angkutan di Kecamatan Jatisrono dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Jumlah Sarana Angkutan di Kecamatan Jatisrono Tahun 2011

Sarana Angkutan Jumlah

Bus/Mini Bus 58

Sedan/Station 430

Truk 50

Pick-Up 61 Sepeda Motor 5.475

Sepeda 2.578

Sumber: Jatisrono dalam Angka, 2012

Berdasarkan Tabel 17 diketahui bahwa sarana angkutan paling banyak

adalah sepeda motor sebanyak 5.475 unit. Sepeda motor merupakan sarana

transportasi yang paling umum digunakan, karena akan lebih mudah dan

fleksibel untuk menjangkau semua daerah. Sarana angkutan terbanyak kedua

adalah sepeda sebanyak 2.578 unit. Selanjutnya adalah sedan/station yang

merupakan sarana angkutan yang umumnya digunakan di Kecamatan Jatisrono

sebanyak 430 unit, bus/mini bus yang digunakan untuk menghubungkan antar

kecamatan sebanyak 58 unit dan pick-up yang biasanya dimanfaatkan untuk

mengangkut hasil pertanian sebanyak 61 unit.

D. Keadaan Sektor Pertanian

Sektor pertanian memberikan sumbangan cukup besar terhadap

pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat. Sektor pertanian yang paling besar

pengaruhnya terhadap pemenuhan kebutuhan pangan adalah subsektor

tanaman bahan makanan. Subsektor tanaman bahan makanan didukung oleh

produksi beberapa komoditas, antara lain: tanaman padi, palawija, sayuran dan

buah-buahan. Tanaman padi dan palawija di Kecamatan Jatisrono antara lain:

Page 63: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

Padi, Jagung, Ubi Kayu, Kedelai, dan Kacang Tanah. Produksi dari masing-

masing jenis tanaman dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Produksi Tanaman Padi dan Palawija di Kecamatan Jatisrono

Tahun 2011 (kw)

No. Komoditas Jumlah

1. Padi 17.462,59

2. Jagung 2.029,00

3. Ubi Kayu 1.806,00

4. Kedelai 185,00

5. Kacang Tanah 644,00

Sumber : Jatisrono dalam Angka, 2012

Berdasarkan Tabel 18 produksi tanaman padi adalah yang jumlahnya

terbesar. Hal ini dikarenakan kondisi alam yang sesuai untuk tanaman padi

khususnya untuk daerah di sepanjang aliran sungai dan sebagian besar petani

memang memilih untuk menanam tanaman padi. Adanya sungai menyebabkan

kebutuhan air untuk tanaman padi dapat terpenuhi. Tanaman palawija biasa

ditanam oleh petani hanya pada musim tertentu saja.

Subsektor pertanian yang terdapat di Kecamatan Jatisrono yang lain

adalah subsektor perkebunan dan peternakan. Komoditas subsektor

perkebunan yang dibudidayakan di Kecamatan Jatisrono antara lain: jati,

mahoni, sengon, malaba, mete, jarak, coklat, akasia, dan petai. Tanaman

perkebunan di Kecamatan Jatisrono tersaji pada Tabel 19.

Tabel 19. Komoditi Perkebunan di Kecamatan Jatisrono Tahun 2011 (Batang)

No. Jenis Tanaman Jumlah Tanaman

(batang)

1. Jati 580.144

2. Mahoni 289.267

3. Sengon 139.807

4. Malaba 1.000

5. Mete 31.550

6. Jarak 6.000

7. Coklat 1.125

8. Akasia 600

9. Petai 17.100

Sumber : Jatisrono dalam Angka, 2012

Page 64: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

Berdasarkan Tabel 19 tanaman perkebunan yang paling banyak

jumlahnya di kecamatan Jatisrono adalah tanaman jati sebanyak 580.144

batang. Selanjutnya adalah tanaman mahoni sebanyak 289.267 batang, sengon

sebnayak 139.807 batang, tanaman mete sebanyak 31.550 batang, tanaman

petai 17.100 batang, tanaman jarak 6.000 batang, coklat sebanyak 1.125

batang, malaba 1.000 batang dan tanaman akasia 600 batang.

Sedangkan komoditas subsektor peternakan di Kecamatan Jatisrono

antara lain: sapi, kerbau, babi, kambing/domba, ayam ras, ayam buras, puyuh,

dan entog. Populasi ternak di Kecamatan Jatisrono tersaji pada Tabel 20.

Tabel 20. Populasi Ternak di Kecamatan Jatisrono Tahun 2011 (Ekor)

No. Komoditas Jumlah Ternak

1. Sapi 3.727

2. Kerbau 26

3. Kambing/Domba 7.842

4. Ayam Ras 18.400

5. Ayam Buras 101.350

6. Puyuh 1.065 8. Entog 66

Sumber: Jatisrono dalam Angka, 2012

Berdasarkan Tabel 20 populasi terbesar adalah ayam buras yang

jumlahnya pada tahun 2011 adalah 101.350 ekor. Hal ini disebabkan sebagian

besar penduduk wilayah Kecamatan Jatisrono memelihara ayam buras sebagai

ternak pelihaaraan, baik untuk dimanfaatkan daging ataupun telurnya. Populasi

ternak terendah yaitu kerbau, yakni sebanyak 26 ekor. Hal ini dikarenakan

penduduk di Kecamatan Jatisrono mayoritas lebih memilih memelihara sapi

dikarenakan bisa memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan jenis ternak

yang lain.

E. Keadaan Industri

Menurut data terakhir dari Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan

Koperasi Kabupaten Wonogiri (2007), kelompok industri kecil potensial yang

ada di Kecamatan Jatisrono adalah sebagai berikut tersaji pada Tabel 21.

Page 65: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

Tabel 21. Jumlah Industri Kecil Potensial di Kecamatan Jatisrono Tahun 2007

No. Jenis Industri Jumlah Unit Usaha Jumlah Tenaga Kerja

1. Konveksi 17 34

2. Anyaman Bambu 138 276

3. Tape Ubi 7 14

4. Bengkel 9 18

5. Mebel 115 244

6. Emping Mlinjo 115 326

7. Makanan Olahan 52 153

8. Tempe 209 497

9. Jamu Tradisional 25 46

10. Cendol Dawet 6 12

11. Kacang Mete 583 2.258

12. Kerupuk 19 76

13. Tahu 28 84

14. Ice Cream 9 18

15. Criping Singkong 8 16

16. Jamu Gendong 18 36

17. Kasur Kapuk 7 14

18. Keripik Singkong 9 18

Sumber: Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan Penanaman Modal

Kabupaten Wonogiri, 2007

Berdasarkan Tabel 21 jumlah industri kecil yang paling banyak di

Kecamatan Jatisrono adalah kacang mete yaitu sebanyak 583 unit dan

menyerap sebanyak 2.258 tenaga kerja. Hal ini dikarenakan Kecamatan

Jatisrono merupakan sentra pengolahan kacang mete di Kabupaten Wonogiri.

Sedangkan jumlah industri kecil yang paling rendah adalah usaha cendol

dawet sebanyak 6 unit usaha.

Page 66: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden

1. Pelaku Usaha Agroindustri Pengolahan Mete

a. Identitas Responden

Identitas responden yang dibahas dalam penelitian ini meliputi

usia, pendidikan, jumlah anggota keluarga, jumlah anggota keluarga

yang aktif dalam usaha, dan lama mengusahakan; yang disajikan pada

Tabel di bawah ini.

Tabel 22. Identitas Responden Pelaku Usaha Pengolahan Mete di

Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri

No. Uraian Rata-rata

1. Usia 51 tahun

2. Pendidikan 7 tahun

3. Jumlah Anggota Keluarga 3 orang

4. Jumlah Anggota Keluarga yang Aktif

dalam Usaha

1 orang

5. Lama Mengusahakan 13 tahun

Sumber: Analisis Data Primer, 2012

Tabel 22 menunjukkan identitas pelaku usaha pengolahan mete di

Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri. Rata-rata usia dari pelaku

usaha adalah 51 tahun, dimana pada usia ini kekuatan fisik seseorang

sudah berkurang sehingga pelaku usaha lebih memilih pekerjaan dalam

agroindustri pengolahan mete dibandingkan pekerjaan lain yang

membutuhkan kekuatan fisik. Rata-rata pendidikan dari pelaku usaha

adalah 7 tahun atau setingkat tidak tamat SMP. Pada agroindustri

pengolahan mete, tingkat pendidikan tidak mempengaruhi keterampilan

dalam melakukan pekerjaan, yang dibutuhkan dalam usaha ini adalah

ketelitian dan kehati-hatian yang dapat diperoleh melalui pengalaman

usaha. Rata-rata jumlah anggota keluarga yang aktif dalam usaha ini

adalah 1 orang, yang biasanya adalah anggota keluarga yang menjadi

pengelola agroindustri dan mengerjakan pekerjaan sortir. Rata-rata lama

mengusahakan agroindustri pengolahan mete ini adalah selama 13

54

Page 67: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

tahun. Dari lama usaha ini dapat disimpulkan bahwa pelaku usaha

sudah berpengalaman dalam menjalankan usaha pengolahan mete.

b. Karakteristik Usaha

Karakteristik usaha berkaitan dengan bagaimana posisi pekerjaan

sebagai pelaku usaha pengolahan mete, apakah sebagai pekerjaan utama

ataukah pekerjaan sampingan, yang dapat dilihat pada Tabel 23 di

bawah ini.

Tabel 23. Karakteristik Usaha Responden Pelaku Usaha Agroindustri

Pengolahan Mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten

Wonogiri

No. Uraian Jumlah (orang)

1. Pekerjaan Utama 12

2. Pekerjaan Sampingan 3

Total 15

Sumber: Analisis Data Primer, 2012

Berdasarkan Tabel 23 dapat dilihat bahwa karakteristik usaha

responden pelaku usaha pengolahan mete adalah sebanyak 12 orang

dari responden menjadikan agroindustri pengolahan mete sebagai

pekerjaan utama, artinya usaha ini dijadikan prioritas dalam curahan

waktu dan sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

dan 3 orang sisanya sebagai pekerjaan sampingan, bukan merupakan

pekerjaan proritas, pekerjaan utama mereka adalah PNS dan pengepul

kacang mete.

2. Pemerintah

Responden pemeritah dalam penelitian ini diwakili oleh Dinas

Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Penanaman Modal Kabupaten

Wonogiri. Responden diambil dengan perimbangan mengetahui dan

terlibat dalam pelaksanaan kebijakan dan program-program lain dalam

pengembangan agroindustri pengolahan mete di Kecamatan Jatisrono

Kabupaten Wonogiri. Identitas responden pemerintah disajikan pada Tabel

di bawah ini.

Page 68: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

Tabel 24. Identitas Responden Pemerintah dalam Pengembangan

Agroindustri Pengolahan Mete Kecamatan Jatisrono

Kabupaten Wonogiri

No. Uraian Rata-rata

1. Usia 48 tahun

2. Pendidikan 16 tahun

3. Jumlah Anggota Keluarga 3 orang

4. Pengalaman 4 tahun

Sumber: Analisis Data Primer, 2012

Berdasarkan Tabel 24, rata-rata usia dari responden pemerintah

adalah 48 tahun, dimana usia ini masih merupakan usia produktif sehingga

dapat memberikan sumbangan dan peran dalam usaha pengembangan

agroindustri pengolahan mete. Rata-rata pendidikan responden adalah 16

tahun atau setingkat Diploma. Tingkat pendidikan akan mempengaruhi

pola pikir dan wawasan dalam menjalankan fungsi masig-masing.

Pengalaman mendampingi agroindustri pengolahan mete baik dalam

bentuk kebijakan maupun secara teknis adalah selama 4 tahun.

3. Pedagang Pengepul

Pedagang pengepul/distribuor merupakan pedagang yang membeli

produk kacang mete dalam jumlah besar, kemudian dijual kembali kepada

konsumen akhir. Dalam penelitian ini, pedagang pengepul yang menjadi

responden yang diwawancarai adalah yang bertempat tinggal di

Kecamatan Jatisrono. Identitas responden pedagang pengepul disajikan

pada Tabel 25.

Tabel 25. Identitas Responden Pedagang Pengepul dalam Pengembangan

Agroindustri Pengolahan Mete Kecamatan Jatisrono Kabupaten

Wonogiri

No. Uraian Rata-rata

1. Usia 42 tahun

2. Pendidikan 10 tahun

3. Jumlah Anggota Keluarga 3 orang

4. Pengalaman 7 tahun

Sumber: Analisis Data Primer, 2012

Rata-rata usia pedagang pengepul produk kacang mete adalah 42

tahun, dengan rata-rata pendidikan 10 tahun (tidak tamat SMA). Usia dan

Page 69: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

tingkat pendidikan ini akan berpengaruh pada pola pikir dan pengambilan

keputusan untuk membeli produk kacang mete, dan kemudian menjualnya

kembali. Pengalaman usaha yang sudah cukup lama, yakni 7 tahun,

tentunya memberikan banyak pelajaran dalam perannya sebagai pedagang

pengepul produk kacang mete, baik mengenai produk, harga, maupun

kualitas kacang mete. Responden membeli produk biji kacang mete dalam

kemasan besar 25 kg, dan untuk dijual kemudian dikemas lagi dengan

ukuran 1 kg.

4. Konsumen Akhir

Konsumen akhir adalah konsumen yang membeli produk biji

kacang mete kepada pelaku usaha maupun pedagang pengepul untuk

konsumsi, bukan untuk dijual kembali. Identitas responden konsumen

akhir dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.

Tabel 26. Identitas Responden Konsumen Akhir dalam Pengembangan

Agroindustri Pengolahan Mete Kecamatan Jatisrono

Kabupaten Wonogiri

No. Uraian Rata-rata

1. Usia 44 tahun

2. Pendidikan 7 tahun

3. Jumlah Anggota Keluarga 4 orang

Sumber: Analisis Data Primer, 2012

Rata-rata usia responden konsumen akhir adalah 44 tahun dengan

rata-rata pendidikan 7 tahun. Hal ini akan mempengaruhi pengambilan

keputusan dalam pembelian kacang mete untuk konsumsi dalam hal harga,

kualitas, jumlah pembelian, dan tempat pembelian. Responden membeli

biji kacang mte untuk keperluan hajatan, arisan, serta acara keluarga

lainnya.

B. Keragaan Agroindustri Pengolahan Mete di Kecamatan Jatisrono

Kabupaten Wonogiri

1. Skala Usaha

Anonim (2009) menyatakan bahwa penggolongan UMKM

berdasarkan UU. Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM adalah sebagai

berikut:

Page 70: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

a) Usaha Mikro adalah unit usaha yang memiliki nilai asset paling banyak

Rp 50 juta atau dengan hasil penjualan paling besar Rp 300 juta.

b) Usaha Kecil dengan nilai asset lebih dari Rp 50 juta sampai dengan paling

banyak 500 juta atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari 300 juta

hingga maksimum 2,5 milyar.

c) Usaha Menengah adalah perusahaan dengan nilai kekayaan bersih lebih

dari 500 juta hingga paling banyak Rp 10 miliar atau memiliki hasil

penjualan tahunan di atas Rp 2,5 milyar.

Pelaku usaha pengolahan mete yang menjadi responden dalam

penelitian ini berjumlah 15 orang untuk analisis usaha. Berdasarkan UU

No. 20 Tahun 2008 tentang penggolongan UMKM tersebut, ditemukan

ada dua skala usaha dari responden pelaku usaha pengolahan mete. Oleh

karena itu, untuk mengidentifikasi keragaan usaha pengolahan mete,

dilakukan dua penggolongan sebagai berikut (1) Responden Usaha

Pengolahan Mete Skala Mikro, yaitu responden dengan omset maksimal

300 juta pertahun, atau dengan kata lain omset maksimal 25 juta per bulan,

sebanyak 12 responden; (2) Responden Usaha Pengolahan Mete Skala

Kecil, yaitu responden dengan omset antara 300 juta sampai dengan 2,5

milyar pertahun sebanyak 3 responden. Penggolongan responden

dilakukan untuk lebih menggambarkan atau merepresentasikan skala usaha

dari masing-masing responden yang diambil.

Skala usaha dalam penelitian ini dilihat melalui rata-rata jumlah

tenaga kerja, biaya, penerimaan (omset), dan keuntungan setiap bulan dari

pelaku usaha agroindustri pengolahan mete Kecamatan Jatisrono

Kabupaten Wonogiri. Data yang ditampilkan merupakan data rata-rata dari

15 pelaku usaha yang diwawancarai oleh peneliti.

a. Tenaga Kerja

Tenaga kerja memiliki peranan yang penting dalam agroindustri

pengolahan mete. Keterampilan tenaga kerja sangat dipengaruhi oleh

lama bekerja, karena yang dibutuhkan dalam usaha ini adalah ketelitian

Page 71: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

dan kehati-hatian. Jenis pekerjaan dan rata-rata jumlah tenaga kerja

pada agroindustri pengolahan mete dapat dilihat pada Tabel 27.

Tabel 27. Ketenagakerjaan Responden Pelaku Usaha Agroindustri

Pengolahan Mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten

Wonogiri

No. Jenis Pekerjaan Rata-rata

Skala Mikro Skala Kecil

1. Ceklok dan Cukil 4 orang 11 orang

2. Klethek 2 orang 5 orang

3. Sortir 1 orang 1 orang

Sumber: Analisis Data Primer, 2012

Menurut Tabel 27, ada tiga pekerjaan dalam agroindustri

pengolahan mete. Pertama adalah ceklok dan cukil dengan rata-rata

jumlah tenaga kerja untuk responden usaha mikro 4 orang dan usaha

kecil 11 orang. Ceklok dan cukil adalah kegiatan memisahkan biji mete

dengan gelondong mete dengan peralatan yang dibutuhkan adalah kacip

dan pisau kecil. Kacip digunakan untuk membelah gelondong mete

menjadi dua, dengan biji mete masih melekat pada salah satu bagian

gelondong, kegiatan ini juga sering dinamakan dengan ceklok, karena

alat yang digunakan bernama kacip ceklok. Sedangkan pisau kecil

digunakan untuk mencukil biji mete yang masih melekat pada

gelondong mete. Jumlah tenaga kerja pada agroindustri pengolahan

mete ini juga menunjukkan skala usaha. Semakin besar skala usaha,

maka tenaga kerja yang dibutuhkan juga semakin besar, karena bahan

baku yang diolah jumlahnya juga semakin besar.

Kegiatan yang kedua adalah klethek, yaitu proses pengupasan

kulit ari yang masih menyelimuti biji mete. Alat dan bahan yang

diperlukan selama kegiatan ini adalah tungku, seng dan arang. Kegiatan

inilah yang memerlukan ketelitian dan kehati-hatian ekstra

dibandingkan dau kegiatan yang lain karena akan sangat mempengaruhi

produk yang dihasilkan. Kegiatan yang terakhir adalah sortir/sortasi biji

kacang mete yang dihasilkan menjadi mete kualitas super, biasa, atau

campur. Kegiatan sortir ini biasanya dilakukan oleh tenaga kerja

Page 72: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

keluarga. Upah diberikan berdasarkan banyaknya hasil yang diperoleh

setiap hari oleh para tenaga kerja pada setiap jenis pekerjaan masing-

masing, dan besarnya upah untuk setiap jenis pekerjaan tidaklah sama

tergantung tingkat kesulitan dari pekerjaan tersebut.

b. Total Biaya Produksi

Total biaya produksi adalah jumlah biaya produksi yang

dikeluarkan oleh pelaku usaha agroindustri pengolahan mete selama

proses produksi. Komponen dari biaya produksi total ini adalah biaya

tetap dan biaya variabel yang besarnya dapat dilihat pada Tabel 28 di

bawah ini.

Tabel 28. Rata-Rata Total Biaya Produksi Responden Pelaku Usaha

Agroindustri Pengolahan Mete selama 1 Bulan

No. Jenis Biaya Rata-Rata (Rp)

Skala Mikro Skala Kecil

1. Biaya Tetap

- Biaya Overhead

Tetap 370.333,35 762.955,56

2. Biaya Variabel

a. Bahan Baku

Utama 5.837.500,00 18.800.000,00

b. Bahan Penolong 41.708,33 126.663,33

c. Tenaga Kerja 2.979.812,50 9.026.500,00

d. Pasca Produksi 88.466,67 470.666,67

Jumlah 9.317.820,80 29.186.755,60

Sumber: Analisis Data Primer, 2012

Tabel 28 menunjukkan besarnya rata-rata dan jenis total biaya

produksi pada agroindustri pengolahan mete di Kecamatan Jatisrono.

Total biaya produksi terdiri atas biaya tetap dan biaya variabel. Biaya

tetap terdiri dari biaya overhead tetap, sedangkan biaya variabel

disusun oleh biaya bahan baku utama yang merupakan biaya tertinggi;

biaya bahan penolong; biaya tenaga kerja; dan yang terakhir adalah

biaya pasca produksi. Besar biaya overhead tetap adalah Rp 370.333,35

untuk usaha skala mikro dan Rp 762.955,56 untuk usaha kecil. Biaya

overheaad adalah biaya yang tidak dikeluarkan secara langsung oleh

para pelaku usaha agroindustri pengolahan mete. Biaya overhead ini

Page 73: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

terdiri dari biaya untuk sewa tanah dan bangunaan; pajak listrik; telepon

dan ponsel; PBB; pajak kendaraan; angsuran dan atau bunga; dan biaya

penyusutan. Bahan baku utama yang digunakan dalam agroindustri

pengolahan mete berupa gelondong mete yang rata-rata pelaku usaha

setiap bulannya membutuhkan gelondong mete dengan biaya sebesar

Rp. 5.837.500,00 untuk responden usaha skala mikro dan responden

usaha skala kecil dengan biaya sebesar Rp 18.800.000,00. Ada tiga

bahan baku penolong yang digunakan yaitu arang, tepung terigu, dan

kapur dengan biaya yang dibutuhkan sebesar Rp 41.708,33 untuk

responden usaha skala mikro dan Rp 126.663,33 untuk responden skala

kecil. Rata-rata biaya tenaga kerja yang dikeluarkan responden usaha

skala mikro adalah Rp 2.979.812,50 dan Rp 9.026.500,00 untuk

responden skala kecil. Biaya pasca produksi terdiri dari biaya

pengiriman dan biaya pengemasan yang besarnya adalah Rp 88.466,67

untuk responden skala mikro dan Rp 470.666,67 untuk skala kecil.

Rata-rata total biaya produksi selama satu bulan pada agroindustri

pengolahan mete Kecamatan Jatisrono adalah sebesar Rp 9.317.820,80

untuk responden usaha skala mikro dan responden usaha skala kecil

Rp 29.186.755,60.

c. Penerimaan Usaha

Penerimaan merupakan hasil perkalian antara kuantitas atau

jumlah produksi suatu produk dengan harga masing-masing produk.

Rata-rata penerimaan usaha pada agroindustri pengolahan mete

Kecamatan Jatisrono selama satu bulan dapat dilihat pada Tabel 28 di

bawah ini.

Page 74: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

Tabel 29. Rata-Rata Penerimaan Responden Pelaku Usaha Agroindustri

Pengolahan Mete selama 1 Bulan

No. Jenis Produk Rata-Rata (Rp)

Skala Mikro Skala Kecil

1. Mete Super 7.546.875,00 23.887.500,00

2. Mete Biasa 1.868.750,00 5.915.000,00

3. Mete Campur 790.625,00 2.502.500,00

4. Kulit Mete 460.000,00 1.453.333,33

Jumlah 10.666.250,00 33.758.333,33

Sumber: Analisis Data Primer, 2012

Berdasarkan Tabel 29, dapat dilihat ada beberapa produk yang

dihasilkan oleh agroindustri pengolahan mete di Kecamatan Jatisrono

yang masing-masing memberikan penerimaan kepada pelaku usaha.

Produk utama yang dihasilkan oleh agroindustri ini adalah biji kacang

mete yang terdiri atas tiga kualitas, yaitu mete super; mete biasa; dan

mete campur. Sedangkan produk sampingan yang dihasilkan adalah

kulit mete, yang sebenarnya adalah limbah produksi, tetapi tidak bisa

diolah sendiri oleh para pelaku usaha dan kemudian dijual kepada

pengepul. Rata-rata penerimaan usaha agroindustri pengolahan mete di

Kecamatan Jatisrono setiap bulannya adalah Rp 10.666.250,00 untuk

responden usaha skala mikro dan responden usaha skala kecil

Rp 33.758.333,33.

d. Keuntungan Usaha

Keuntungan usaha diperoleh dari hasil pengurangan antara total

penerimaan dan total biaya. Besarnya rata-rata keuntungan usaha pada

agroindustri pengolahan mete dapat dilihat pada Tabel 30.

Tabel 30. Rata-Rata Keuntungan Usaha pada Agroindustri Pengolahan

Mete selama 1 Bulan

No. Uraian Rata-Rata (Rp)

Skala Mikro Skala Kecil

1. Total Penerimaan 10.666.250,00 33.758.333,33

2. Total Biaya 9.317.820,80 29.186.755,60

Keuntungan 1.348.229,20 4.571.577,73

Sumber: Analisis Data Primer, 2012

Page 75: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

Tabel 30 menunjukkan besarnya rata-rata keuntungan usaha dari

para pelaku usaha agroindustri pengolahan mete di Kecamatan

Jatisrono Kabupaten Wonogiri setiap bulan yang besarnya adalah

adalah Rp 1.348.229,20 untuk responden usaha skala mikro dan

responden usaha skala kecil Rp 4.571.577,73. Berdasarkan Tabel di

atas, besarnya skala usaha akan menentukan besarnya keuntungan yang

diperoleh. Semakin besar skala usaha, keuntungan yang diperoleh juga

semakin besar.

Untuk memperoleh gambaran mengenai analisis usaha ini,

diperlukan analisis terhadap biaya, penerimaan, dan keuntungan per

kilogram dari produk yang dihasilkan. Rata-rata biaya, penerimaan, dan

keuntungan per kilogram kacang mete dapat dilihat pada Tabel di bawah

ini

Tabel 31. Rata-Rata Total Biaya, Penerimaan, dan Keuntung per kg

produk pada Agroindustri Pengolahan Mete

No. Uraian Rata-Rata (Rp)

1. Biaya

Bahan Baku 40.992,33

Bahan Penolong 284,92

Penyusutan 269,01

Tenaga Kerja 12.500,00

Pasca Produksi 808,37

Total Biaya 54.854,63

2. Total Penerimaan 73.000,00

Keuntungan 18.145,37

Sumber: Analisis Data Primer, 2012

Tabel 31 menunjukkan rata-rata biaya, penerimaan, dan keuntungan

per kilogram produk kacang mete yang dihasilkan pelaku usaha

agroindustri pengolahan mete. Perbandingan antara gelondong dan biji

kacang mete adalah 4:1, artinya empat kilogram gelondong mete

menghasilkan satu kilogram kacang mete. Rata-rata biaya untuk

menghasilkan 1 kilogram kacang mete adalah Rp 54.854,63 dan

penerimaan untuk per kilogram produk sebesar Rp 73.000,00. Keuntungan

Page 76: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

yang diterima pelaku usaha untuk 1 kilogram kacang mete yang dihasilkan

adalah Rp 18.145,37

Berdasarkan uraian mengenai skala usaha, agroindustri pengolahan

mete di Kecamatan Jatisrono ini dapat memenuhi ciri-ciri agroindustri

pengolahan hasil pertanian yang dikemukan Kusnandar dkk (2010) sebagai

berikut:

a. Dapat meningkatkan nilai tambah

Agroindustri pengolahan mete, yang memproses gelondong mete

menjadi kacang mete, sudah barang tentu meningkatkan nilai tambah

produk yang semula berupa gelondong mete menjadi biji kacang mete

yang mempunyai harga jual yang lebih tinggi. Apabila dibandingkan

saat masih berbentuk gelondong mete, biji kacang mete memiliki nilai

yang lebih besar.

b. Menghasilkan produk yang dapat dipasarkan atau digunakan atau

dimakan

Salah satu ciri dari sebuah agroindustri adalah menghasilkan

produk yang dimanfaatkan. Agroindustri pengolahan mete

menghasilkan biji kacang mete yang dapat dipasarkan dan dikonsumsi

oleh konsumen. Setelah melalui proses produksi, gelondong mete yang

awalnya diolah menjadi biji kacang mete yang bisa dikonsumsi.

c. Meningkatkan daya saing

Melalui proses pengolahan kacang mete, pengemasan dalam

berbagai variasi ukuran dan pemasaran yang dilakukan oleh para pelaku

usaha, agroindustri ini bisa meningkatkan daya saing dari produk

gelondong mete, bahkan ada yang bisa menembus pasar ekspor.

d. Menambah keuntungan dan pendapatan produsen

Berdasarkan hasil penghitungan terhadap biaya, penerimaan dan

keuntungan usaha, ternyata agroindustri pengolahan mete ini dapat

memberikan sejumlah pendapatan dan keuntungan bagi para pelaku

usaha jika dibandingkan dengan hanya menjual gelondong mete saja.

Page 77: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

2. Bahan Baku

Bahan baku utama dari agroindustri pengolahan mete adalah

gelondong atau biji mete. Gelondong mete ini merupakan buah sejati dari

jambu mete. Pelaku usaha biasanya memperoleh bahan baku dari

pedagang pengepul gelondong mete di pasar tradisional Kecamatan

Jatisrono. Untuk pelaku usaha yang berskala lebih besar, terkadang bahan

baku diperoleh dari pengepul gelondong mete yang mengantar langsung ke

lokasi usaha.

Gelondong mete tersedia dalam jumlah besar pada saat masa panen.

Musim panen jambu mete adalah sekali setiap tahun, antara bulan Juli-

September. Untuk menjaga ketersedian bahan baku sepanjang tahun,

pelaku usaha pengolahan mete biasanya melakukan pembelian gelondong

mete dalam jumlah besar setiap masa panen kemudian disimpan untuk

persediaan saat bukan masa panen. Kulitas gelondong mete ini akan tetap

baik selama masa penyimpanan asalkan dijemur sampai kadar airnya

serendah mungkin. Gelondong mete yang sudah dijemur dengan kadar air

yang tepat bisa disimpan sampai dengan tiga tahun. Selain dari produksi

jambu mete Kecamatan Jatisrono dan Kabupaten Wonogiri sendiri,

gelondong mete juga diperoleh dari Makasar, Sumbawa, Surabaya, dan

Nusa Tenggara. Oleh karena itu, ketersediaan dan kontinuitas bahan baku

agroindustri pengolahan mete di Kecamatan Jatisrono bisa tetap terjaga

sepanjang tahun, sehingga produksi kacang mete juga tetap bisa

dilaksanakan saat bukan masa panen jambu mete. Yang membedakan

adalah harga kacang mete saat masa panen jambu mete lebih rendah

daripada saat bukan musim panen.

Selain gelondong mete, usaha pengolahan mete juga menggunakan

beberapa bahan baku penolong yaitu arang, tepung terigu, dan kapur.

Arang digunakan sebagai bahan bakar tungku yang membantu proses

pengelupasan kulit ari biji kacang mete. Bahan baku penolong kedua yang

digunakan adalah tepung terigu yang berfungsi sebagai lem alami untuk

biji mete yang patah atau terbelah selama proses pengelupasan kulit ari.

Page 78: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

Kapur digunakan sebagai bahan mengurangi resiko getah dari gelondong

mete selama proses ceklok, yaitu proses pemisahan gelondong mete dan

biji mete, jika tidak menggunakan kapur ini maka kulit yang terkena getah

akan melepuh. Jumlah penggunaan bahan baku penolong dipengaruhi oleh

jumlah bahan baku utama yang digunakan. Semakin besar jumlah bahan

baku utama, bahan baku penolong yang dibutuhkan juga semakin besar.

3. Pengelolaan Produksi

Pengolahan kacang mete adalah kegiatan mengolah bahan baku yang

berupa gelondong mete menjadi produk kacang mete yang siap dipasarkan.

Dalam proses pengolahan mete ini sangat memerlukan sinar matahari.

Proses produksi dari pengolahan mete yang dilakukan oleh pelaku usaha di

Kecamatan Jatisrono adalah sebagai berikut:

a. Penjemuran Gelondong Mete

Pelaku usaha biasanya membeli gelondong mete yang sudah

dalam keadaan kering. Pengeringan dilakukan oleh para pelaku usaha

hanya jika dirasa gelondong mete yang mereka dapatkan belum cukup

kering. Pengeringan mete gelondongan dapat dilakukan dengan cara

dijemur di bawah panas matahari. Mete gelondongan dihamparkan di

lantai jemur. Jika tidak tersedia lantai jemur, pengeringan biji mete

dapat menggunakan anyaman bambu, tikar, atau tampah. Pengeringan

mete gelondongan dilakukan hingga kadar airnya mencapai 3%.

Pengeringan mete gelondongan selain bertujuan mempertahankan

kualitas, juga bertujuan untuk memudahkan pengupasan.

b. Pengupasaan Kulit Gelondong dan Pemisahan Kacang dari Gelondong

Pengupasan kulit gelondong mete dapat dilakukan secara manual

ataupun secara mekanis. Di Kecamatan Jatisrono pengupasan kulit

gelondong mete dilakukan secara manual. Pengupasan kulit gelondong

dilakukan dengan cara membelah gelondong menggunakan kacip.

Kacip berfungsi untuk membelah gelondong menjadi dua, kemudian

kacang mete yang masih menempel pada gelondong dipisahkan atau

dikeluarkan dengan menggunakan pisau kecil. biasanya para pelaku

Page 79: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

usaha pengolahan mete menggunakan kapur gamping untuk

menghindari getah yang ada pada kulit gelondong mete.

c. Pengeringan Kacang Mete

Kacang mete yang telah dipisahkan dari kulitnya dikeringkan lagi

hingga kadar air mencapai sekitar 3% dari sebelumnya 5%.

Pengeringan kacang mete ini bertujuan untuk memudahkan

pengelupasan kulit ari kacang mete. Di samping itu, pengeringan

kacang mete bertujuan untuk mencegah serangan hama dan jamur serta

meningkatkan daya simpan. Pengeringan tidak boleh terlalu berlebihan

karena dapat menyebabkan kacang mete rapuh sehingga dapat

meningkatkan persentase pecah pada penanganan selanjutnya.

Pengeringan kacang mete di Kecamatan Jatisrono dilakukan dengan

cara penjemuran di bawah sinar matahari yang dipadukan dengan

pengeringan menggunakan tungku dan arang.

Pengeringan kacang mete di bawah sinar matahari dilakukan

sebagai berikut: Kacang mete dihamparkan pada rigen-rigen pengering

yang terbuat dari bambu maupun tampah dari aluminium atau seng.

Untuk mencapai kadar air sekitar 3%, penjemuran kacang mete dapat

dilakukan selama 7-8 jam/hari pada cuaca cerah. Keuntungan

pengeringan kacang mete dengan sinar matahari adalah kacang mete

tidak gosong sehingga menghasilkan mete berkualitas baik.

Pengeringan dengan tungku dilakukan untuk melengkapi

pengeringan dengan sinar matahari dan mempermudah pengupasan

kulit ari. Pengeringan ini dilakukan dengan mengisi tungku yang

terbuat dari tanah dengan arang, kemudian tungku ditutup dengan seng,

selanjutnya dibagian atasnya ditambah lagi seng yang lebih lebar.

Kacang mete dihamparkan pada seng yang paling atas, setelah kacang

mete panas, akan lebih mudah dikupas kulit arinya.

d. Pengupasan Kulit Ari

Sebagian besar pelaku usaha pengolahan mete di Kecamatan

Jatisrono melakukan pengupasan kulit ari dengan terlebih dahulu

Page 80: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

dipanaskan di atas tungku. Pengupasan kulit ari kacang mete dapat

dilakukan dengan menggunakan pisau. Pengupasan kulit ari dengan

pisau dilakukan dengan hati-hati agar tidak melukai kacang mete yang

dapat menurunkan mutu. Pada tahap ini, sebagian pelaku usaha

melakukan pengeleman kacang mete yang terbelah dengan diolesi

tepung terigu kemudian bagian yang terbelah ditempelkan. Kacang

mete yang telah dikupas kulit arinya terkadang masih dijemur lagi jika

diperlukan. Penjemuran ini juga bertujuan untuk meningkatkan daya

simpan.

e. Sortasi Kacang Mete

Kacang mete yang sudah bersih selanjutnya disortasi dan

digrading terlebih dahulu sebelum dijual ke konsumen/pasar. Sortasi

dan grading bertujuan untuk menyeragamkan kacang mete menurut

kualitasnya sehingga memudahkan dalam penentuan harga dan

penjualan di pasar.

Sortasi merupakan kegiatan memisahkan kacang mete yang baik

(utuh putih, utuh agak putih) dengan kacang mete yang kurang baik

(remuk, utuh agak gosong, utuh gosong). Grading adalah kegiatan

mengelompokkan kacang mete yang telah disortasi ke dalam

kelompok-kelompok kelas mutu. Kelas mete yang ada di Kecamatan

Jatisrono adalah kelas super, kelas biasa, dan campur. Kelas super

terdiri dari kacang mete yang utuh putih berukuran besar, kelas biasa

terdiri dari kacang mete yang utuh tetapi tidak terlalu besar, atau utuh

tetapi karena dilem dengan tepung terigu. Sedangkan kelas campur

terdiri dari kacang mete lem dengan kacang mete yang belah. Ciri-ciri

dari masing-masing kelas/grade biji kacang mete di Kecamatan

Jatisrono disajikan pada Tabel di bawah ini.

Page 81: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

Tabel 32. Ciri-ciri Kelas Kacang Mete

No. Jenis Produk Ciri-Ciri Harga/kg

1. Mete Super

(Grade I)

Utuh seluruhnya, tanpa

cacat, tanpa bintik hitam atau

coklat, tua dan kering, warna

putih, tidak tercampur biji

busuk atau kotoran.

Rp 75.000,00

2. Mete Biasa

(Grade II)

Utuh dan utuh karena dilem

(hanya sebagian kecil),

ukuran lebih kecil dari grade

I, tanpa bintik hitam atau

coklat, tua dan kering, warna

putih atau pucat putih, tidak

tercampur biji busuk atau

kotoran.

Rp 65.000,00

3. Mete Campur

(Grade III)

Belah memanjang menjadi

dua dan ada yg dilem, tanpa

bintik hitam atau coklat, tua

dan kering, warna pucat atau

agak putih, tidak tercampur

biji busuk atau kotoran.

Rp 55.000,00

Sumber: Analisis Data Primer, 2012

4. Pengemasan

Kacang mete cepat mengalami kerusakan karena proses enzimatis

atau serangan cendawan dan serangga. Untuk mencegah kerusakan yang

disebabkan oleh faktor di atas, kacang mete perlu dikemas dengan baik.

Tujuan pengemasan selain melindungi kacang mete dari kerusakan

serangan cendawan atau serangga juga bertujuan melindungi kacang mete

dari kerusakan mekanis sewaktu proses pengangkutan atau kerusakan

fisiologis karena pengaruh lingkungan, misalnya suhu dan kelembaban.

Pengemasan sebaiknya rapat dan tidak tembus udara karena dapat

menghambat proses respirasi, proses pembusukan dan gangguan serangga

fisiologis lainnya pada kacang mete. Dengan pengemasan yang baik dan

benar maka kualitas mete dapat dipertahankan dalam waktu lama.

Selain dapat mencegah kerusakan kualitas kacang mete, pengemasan

memudahkan pengangkutan, pemasaran dan meningkatkan daya tarik.

Pelaku usaha pengolahan mete melakukan pengemasan dengan

menggunakan plastik ukuran isi 25 kg untuk produk kacang mete yang

Page 82: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

nantinya akan dipasarkan lagi. Juga terdapat kacang mete kemasan 1 kg

untuk konsumen yang mengecer atau membeli dalam jumlah sedikit.

Plastik yang digunakan adalah plastik dengan ketebalan 0,3-0,4 mm untuk

menjaga kualitas produk. Tidak ada teknologi khusus dalam pengemasan

kacang mete, plastik kemasan besar cukup ditali dengan rafia dan kemasan

kecil dengan stapler. Jangka waktu antara proses pengemasan dengan

pendistribusian ke pasar berkisar antara 1-2 hari sehingga kerusakan atau

penurunan mutu bisa diminimalisir sekecil mungkin karena tidak terlalu

lama disimpan di gudang penyimpanan.

5. Pemasaran

Di Kecamatan Jatisrono, pemasaran produk kacang mete relatif

sederhana karena produsen kacang mete di wilayah ini sudah memiliki

distributor tetap di beberapa kota seperti Jakarta, Semarang dan Surabaya.

Untuk pengusaha dengan skala mikro, produk kacang mete disetorkan ke

pengusaha yang berskala lebih besar atau langsung ke pedagang pengepul

yang biasa disebut ke pabrik. Pelaku usaha yang disebut berskala pabrik

pelaku usaha yang mempunyai tenaga kerja dalam jumlah besar, kurang

lebih 40 orang, dengan produksi kacang mete yang juga besar, dan

mayoritas pelaku usaha mikro menyetorkan kacang mete yang dihasilkan

ke pabrik ini. Selain itu, pengusaha pengolah kacang mete juga

memasarkan kacang mete secara eceran ke pasar-pasar tradisional dan

toko atau swalayan ke beberapa kota seperti di Yogya, Solo, Klaten,

Sukoharjo dan lain sebagainya. Proses pemasaran kacang mete melibatkan

beberapa pihak terkait, antara lain adalah petani, pedagang pengumpul,

pengusaha atau pengolah kacang mete, pedagang besar, industri makanan,

eksportir, pedagang pengecer (pasar dan toko) dan konsumen. Dalam

rangka pemasaran tersebut, pengusaha pada industri pengolahan kacang

mete di Kecamatan Jatisrono telah menjalin kerjasama dengan beberapa

pedagang besar dan industri makanan. Dalam pemasaran mete, produk

yang dipasarkan sebagian besar dalam bentuk kacang mete mentah karena

kacang mete mentah ini lebih awet atau tahan lama dibandingkan dengan

Page 83: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

kacang mete siap konsumsi. Umumnya para pelaku usaha hanya menjual

kacang mete yang siap konsumsi sesuai pesanan untuk mengurangi resiko

kerusakan. Di bawah ini adalah gambar rantai pemasaran kacang mete di

Kecamatan Jatisrono.

6. Sarana Prasarana

Sarana prasarana yang digunakan dalam agroindustri pengolahan

mete Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri adalah sebagai berikut:

a. Rumah Produksi

Suatu usaha tidak akan berjalan tanpa adanya tempat produksi.

Pada agroindustri pengolahan mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten

Wonogiri rumah produksi ada yang terpisah dari rumah utama

(responden usaha pengolahan mete skala kecil) dan ada pula yang

masih menjadi satu dengan rumah utama. Rumah produksi

dimanfaatkan sebagai tempat melaksanakan proses produksi dan

menyimpan persediaan bahan baku.

Petani

Pedagang

Pengumpul

Pengolah Kacang

Mete

Eksportir

Industri

Makanan

Pedagang Besar

(Grosir)

Pedagang Pengecer

(Pasar dan Toko)

Konsumen

Gambar 3. Rantai Pemasaran Kacang Mete di Kecamatan Jatisrono

Page 84: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

b. Sarana Transportasi

Sarana transportasi digunakan untuk mendistribusikan produk

kacang mete yang dihasilkan para pelaku usaha pengolahan mete.

Sarana transportasi yang dimiliki berupa mobil untuk responden usaha

pengolahan mete skala kecil karena digunakan untuk mengirim barang

sampai ke luar kota, sisanya sarana transportsi yang digunakan adalah

sepeda motor.

c. Lembaga Keuangan

Modal merupakan faktor produksi yang cukup penting bagi

keberjalanan suatu usaha. Sumber modal, baik itu berasal dari pinjaman

maupun dari modal sendiri menjadi hal yang penting untuk diperhatikan

karena untuk mengetahui akses pelaku usaha terhadap lembaga

keuangan. Sumber modal usaha agroindustri pengolahan mete dapat

dilihat pada Tabel 33.

Tabel 33. Sumber Modal Responden Pelaku Usaha Agroindustri

Pengolahan Mete Kecamatan Jatisrono Kabupaten

Wonogiri

No. Uraian Jumlah (orang)

Skala Mikro Skala Kecil

1. Sendiri 2 -

2. Pinjaman 5 2

3. Sendiri dan Pinjaman 5 1

Total 12 3

Sumber: Analisis Data Primer, 2012

Tabel 33 menunjukkan sumber modal pada agroindustri

pengolahan mete. Sumber modal pada responden pelaku usaha

agroindustri pengolahan mete skala kecil adalah modal sendiri

sebanyak 2 orang, pinjaman 5 orang, serta modal sendiri dan pinjaman

sebanyak 5 orang. Sedangkan sumber modal pada responden pelaku

usaha skala kecil adalah sebayak 2 orang dari modal pinjaman serta 1

orang berasal dari modal sendiri dan pinjaman. Berdasarkan Tabel

dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden sudah

memanfaatkan adanya lembaga keuangan untuk menunjang

Page 85: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

keberjalanan usaha mereka. Keberadaan agroindustri pengolahan mete

yang mempunyai potensi dan prospek yang cukup bagus membuat

lembaga keuangan dalam bentuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari

beberapa bank dan bahkan pemerintah melalui PNPM memberikan

kemudahan akses pinjaman modal bagi para pelaku usaha. Pelaku usaha

pun mampu memanfaatkan akses ini untuk menambah permodalan.

d. Kacip Ceklok

Kacip adalah alat yang digunakan untuk mengupas dan

memisahkan gelondong mete dengan biji kacang mete. Alat ini terdiri

dari alat pembelah yang terbuat dari semacam sabit dengan ukuran

besar dan tebal serta landasannya yang terbuat dari kayu. Cara

menggunakan alat ini adalah dengan meletakkan gelondong mete antara

sabit dan landasan, kemudian gelondong dibelah menggunakan

sabitnya. Alat ini memang masih manual, untuk pengupasan gelondong

harus satu persatu.

e. Pisau Kecil

Pisau digunakan untuk memisahkan biji kacang mete yang masih

melekat pada gelondong mete setelah dikupas dengan cara dicukilkan.

Pisau kecil juga digunakan untuk mengupas kulit ari biji mete. Kulit ari

biasanya dikupas dengan dipanaskan terlebih dahulu diatas tungku yang

telah diisi dengan arang panas dan seng yang diletakkan diatas tungku

dan biji mete dihamparkan di atas seng. Biji mete yang telah panas

kemudian dikupas pelan-pelan dengan pisau agar tidak merusak

kualitas kacang mete

f. Timbangan

Timbangan digunakan untuk mengukur berat, baik itu gelondong

mete maupun biji kacang mete yang sudah siap dikemas. Timbangan

yang digunakan dalam agroindustri pengolahan mete Kecamatan

Jatisrono adalah timbangan besar yang bisa untuk menimbang dalam

jumlah besar serta ada pula yang menggunakan timbangan kecil untuk

Page 86: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

pelaku usaha daalam skala kecil, atau untuk menimbang biji mete untuk

pembelian eceran.

g. Alat Penjemur

Alat ini digunakan untuk menjemur mete, baik yang masih

gelondongan ataupun yang sudah dalam bentuk biji mete. Penjemuran

bertujuan untuk meningkatkan daya simpan, aagar tidak terserang jamur

selama penyimpanan. Alat penjemur ini ada yang terbuat dari anyaman

bambu dan ada pula yang terbuat dari seng.

h. Tungku

Tungku digunakan untuk membantu proses pengupasaan kulit ari.

Tungku yang digunakan biasanya adalah yang terbuat dari tanah.

i. Seng

Seng juga digunakan untuk membantu proses pengupasan kulit ari.

Seng digunakan karena lebih bisa mempertahankan panas dari arang.

C. Kondisi Faktor Internal Agroindustri Pengolahan Mete di Kecamatan

Jatisrono Kabupaten Wonogiri

Faktor internal merupakan lingkungan dalam agroindustri yang

mampu dikendalikan oleh pelaku usaha yang mencakup kekuatan dan

kelemahan yang ada di agroindustri pengolahan mete di Kecamatan Jatisrono

Kabupaten Wonogiri dalam melakukan pengembangan usahanya.

Pengumpulan data kekuatan dan kelemahan pada agroindustri pengolahan

mete di Kecamatan Jatisrono dilakukan dengan melakukan wawancara

kepada responden yang terdiri dari pelaku usaha, dinas pemerintahan,

pedagang pengepul, dan konsumen akhir. Hasil wawancara terhadap

responden kemudian digunakan sebagai dasar mengidentifikasi dan

menentukan kekuatan dan kelemahan yang ada pada agroindustri pengolahan

mete ini. Berdasarkan hasil identifikasi terhadap faktor internal, didapatkan

kekuatan dan kelemahan bagi agroindustri pengolahan mete sebagai berikut

yang ditampilkan pada Tabel 34.

Page 87: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

Tabel 34. Identifikasi Faktor-Faktor Internal pada Pengembangan

Agroindustri Pengolahan Mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten

Wonogiri

Faktor Internal Kekuatan (Strength) Kelemahan (Weakness)

Kondisi

Keuangan

- Ketersediaan modal - Pencatatan keuangan

belum rapi

Pemasaran - Adanya variasi produk

dan harga

- Hubungan baik dengan

distributor dan

pelanggan

- Kemasan produk

masih sederhana

Produksi/Operasi - Ketersediaan bahan

baku

- Produk lebih unggul

daripada wilayah lain

- Produk tahan lama

- Pembelian bahan baku

memerlukan biaya

besar

- Belum ada

pengelolaan limbah

Manajemen - Manajemen masih

lemah/kurang

SDM - Pengalaman usaha - Tenaga kerja musiman

Sumber: Analisis Data Primer, 2012

Tabel 34 merupakan hasil identifikasi terhadap faktor-faktor internal

yang menghasilkan kekuatan dan kelemahan bagi agroindustri pengolahan

mete di Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri. Penjabaran dari masing-

masing kekuatan dan kelemahan adalah sebagai berikut:

1. Kekuatan

Agroindustri pengolahan mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten

Wonogiri memiliki beberapa kekuatan yang bisa menjadi keunggulan bagi

perkembangan usahanya mencakup:

a. Ketersediaan modal

Modal merupakan input yang sangat krusial bagi perjalanan suatu

usaha. Oleh karena itu, ketersedian modal menjadi faktor yang perlu

mendapat perhatian. Sebagian besar pelaku usaha pengolahan mete

mendapatkan kemudahan pinjaman modal setiap tahunnya, baik dari

pemerintah maupun dari lembaga keuangan lainnya. Untuk pelaku

usaha berskala mikro, dengan jumlah tenaga kerja 1-3 orang, mayoritas

mendapat bantuan pinjaman modal dari PNPM. Untuk pelaku usaha

Page 88: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

berskala kecil, memperoleh bantuan pinjaman modal dari KUR (Kredit

Usaha Rakyat) bank pemerintah.

b. Adanya variasi produk dan harga

Variasi produk dan harga yang dimaksud disini berkaitan dengan

produk yang dihasilkan oleh agroindustri pengolahan mete. Ada tiga

jenis kualitas produk yang dihasilkan yaitu kualitas super, biasa, dan

campur, dengan harga di masing-masing kualitas yang juga berbeda-

beda. Hal ini akan memberikan pilihan bagi konsumen untuk membeli

produk kacang mete sesuai kebutuhannya, mengingat harga produk ini

cukup tinggi.

c. Hubungan baik dengan distributor dan pelanggan

Proses pemasaran kacang mete di Kecamatan Jatisrono bisa

dikatakan mudah dan sederhana karena mayoritas pelaku usaha

memiliki distributor ataupun pelanggan yang tetap. Setiap pelaku usaha,

memiliki distributor sendiri untuk memasarkan produk kacang mete

yang dihasilkan. Untuk pelaku usaha skala mikro, produk mereka

disetorkan kepada pengusaha yang lebih besar, pabrik, atau terkadang

ada konsumen akhir yang datang langsung ke lokasi usaha untuk

membeli produk kacang mete. Distributor berasal dari beberapa kota di

Indonesia yakni Surakarta, Semarang, Jakarta, dan Surabaya.

Pemasaran produk kacang mete yang dihasilkan oleh agroindustri

pengolahan mete Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri meliputi

dalam maupun luar wilayah Kabupaten Wonogiri. Di Kecamatan

Jatisrono, pemasaran produk kacang mete relatif sederhana karena

produsen kacang mete di wilayah ini sudah memiliki distributor tetap di

beberapa kota seperti Jakarta, Semarang dan Surabaya. Selain itu,

pelaku usaha pengolahan kacang mete juga memasarkan kacang mete

secara eceran ke pasar-pasar tradisional dan toko atau swalayan ke

beberapa kota seperti di Yogya, Solo, Klaten, Sukoharjo dan lain

sebagainya. Proses pemasaran kacang mete melibatkan beberapa pihak

terkait, antara lain adalah petani, pedagang pengumpul, pengusaha atau

Page 89: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

pengolah kacang mete, pedagang besar, industri makanan, eksportir,

pedagang pengecer (pasar dan toko) dan konsumen. Dalam rangka

pemasaran tersebut, pengusaha pada industri pengolahan kacang mete

di Kecamatan Jatisrono telah menjalin kerjasama dengan beberapa

pedagang besar dan industri makanan. Dalam pemasaran mete, produk

yang dipasarkan sebagian besar dalam bentuk kacang mete mentah

karena kacang mete mentah ini lebih awet atau tahan lama

dibandingkan dengan kacang mete siap konsumsi. Umumnya para

pelaku usaha hanya menjual kacang mete yang siap konsumsi sesuai

pesanan untuk mengurangi resiko kerusakan

d. Ketersediaan bahan baku

Ketersediaan bahan baku utama yaitu gelondong mete juga

menjadi salah satu kekuatan dalam agroindustri pengolahan mete di

Kecamatan Jatisrono. Pada saat musim panen, gelondong mete tersedia

dalam jumlah yang besar. Para pelaku usaha memperoleh gelondong

mete ini dari pedagang pengepul atau langsung dari petani. Akan tetapi,

sedikit sekali dari pelaku usaha yang memperoleh gelondong mete

langsung dari petani, kebanyakan dari mereka memperoleh gelondong

mete dari pedagang pengepul. Selain dari dalam wilayah Kabupaten

Wonogiri, bahan baku berasal dari Sumbawa, Makasar, dan Sulawesi,

karena daerah-daerah tersebut juga merupakan daerah penghasil jambu

mete di Indonesia.

e. Produk lebih unggul dari wilayah lain

Kabupaten Wonogiri merupakan wilayah yang terkenal akan

produk kacang metenya, terlebih lagi Kecamatan Jatisrono yng

merupakan sentra usaha agroindustri pengolahan mete. Oleh karena itu,

produk kacang mete dari Kecamatan Jatisrono mendapat kesan lebih

baik dalam hal kualitas oleh para konsumen. Salah satu hal yang

menyebabkan keunggulan kualitas ini berasal dari faktor bahan baku.

Gelondong mete yang berasal asli dari petani lokal umumnya berukuran

lebih besar jika dibandingkan dengan gelondong mete yang berasal dari

Page 90: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

luar wilayah seperti Makasar dan Sumbawa. Kualitas yang dimaksud

disini lebih mengarah pada ukuran biji mete, karena kualitas biji kacang

mete ditentukan berdasarkan ukurannya.

f. Produk tahan lama

Biji kacang mete bisa bertahan sampai 6 bulan asalkan dengan

penanganan yang tepat. Kunci keberhasilan dalam menjaga kualitas

kacang mete agar memiliki umur simpan yang lama adalah pada proses

pengeringan, baik pada saat masih dalam bentuk gelondong maupun

saat sudah dalam bentuk kacang mete. Proses pengeringan yang baik

dan benar akan mengurangi resiko biji mete terserang jamur.

g. Pengalaman usaha

Pengalaman usaha berhubungan dengan lamanya pelaku usaha

pengolahan mete menjalankan usahanya. Mayoritas pelaku usaha sudah

menjalankan usaha pengolahan metenya lebih dari 10 tahun, bahkan

sudah turun temurun sejak orang tua mereka. Pelaku usaha juga

mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh Dinas Perindustrian,

Perdagangan, Koperasi, dan Penanaman Modal untuk meningkatkan

kemampuan dalam usaha pengolahan mete. Pengalaman usaha tentu

saja menjadi kekuatan tersendiri, karena akan membuat produk yang

dihasilkan tidak diragukan lagi kualitasnya.

2. Kelemahan

Lingkungan internal yang menjadi kelemahan bagi agroindustri

pengolahan mete Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri adalah

sebagai berikut:

a. Pencatatan keuangan belum rapi

Pencatan keuangan secara tidak langsung juga akan berpengaruh

terhadap kemajuan suatu usaha. Pencatatan keuangan berhubungan

dengan kerapian pembukuan keuangan. Jika tidak ada pencatatan

keuangan, pelaku usaha tidak dapat mendokumentasikan arus keuangan

di dalam usaha mereka.

Page 91: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

b. Kemasan masih sederhana

Kemasan dan pelabelan akan berhubungan dengan ketertarikan

konsumen dengan produk. Kemasan akan mempengaruhi minat

konsumen untuk membeli produk. Kemasan yang menarik akan

mempengaruhi pilihan konsumen untuk membeli suatu produk.

Pelabelan mempengaruhi keyakinan konsumen akan produk yang akan

dibeli. Sementara itu, produk kacang mete di Kecamatan Jatisrono

belum memiliki kemasan dan pelabelan yang bagus. Selama ini

pelabelan untuk merek biasanya dicetak dengan sablon, menggunakan

nama masing-masing nama pemiliki dari agroindustri pengolahan mete.

Yang paling ditekankan adalah “mete asli Jatisrono” atau terkadang

“mete asli Wonogiri”

c. Pembelian bahan baku memerlukan biaya besar

Tanaman jambu mete merupakan tanaman tahunan yang tidak

bisa dipanen sepanjang tahun. Masa panen dari tanaman jambu mete

adalah bulan Juli-September. Oleh karena selain pada bulan itu, pelaku

usaha akan kesulitan untuk mendapatkan gelondong mete.

Ketidaktersediaan bahan baku ini bisa mengganggu proses produksi.

Untuk mengatasi kesulitan bahan baku ini, pelaku usaha membeli

gelondong mete dalam jumlah besar saat masa panen, dan kemudian

disimpan sendiri, sebagai persediaan saat tidak ada bahan baku

sehingga proses produksi dapat terus berjalan. Dengan kata lain,

untukmenjaga kontinuitas produksi pelaku usaha perlu menyiapkan

biaya atau modal dalam jumlah besar untuk pembelian bahan baku di

masa panen.

d. Belum ada pengelolaan limbah

Limbah utama dari proses pengolahan mete adalah kulit

gelondong mete. Selama ini tidak ada pengelolaan limbah yang

dilakukan oleh pelaku usaha pengolahan mete. Hal ini disebabkan oleh

tidak adanya sumberdaya yang mampu melakukan pengolahan limbah

kulit gelondong mete menjadi lebih bermanfaat. Padahal, limbah ini

Page 92: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

bisa diolah menjadi minyak CNSL. Limbah yang dihasilkan dijual

kepada pengepul kulit gelondong mete, sehingga bisa menjadi

tambahan penerimaan bagi pelaku usaha pengolahan mete.

e. Manajemen masih lemah/kurang

Manajemen merupakan proses pengaturan perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengontrolan (POAC) suatu usaha,

termasuk agroindustri pengolahan mete. Kegiatan manajemen di

agroindustri pengolahan mete dapat dikatakan masih lemah karena

belum ada penjadwalan yang pasti untuk setiap kegiatan pada

pengolahan mete. Banyak kegiatan masih dilaksanakan sesuai

kelonggaran waktu tenaga kerja. Misalnya, jika tenaga kerja yang

berasal dari luar lokasi, harus membantu tetangga yang punya hajatan,

maka produksi dihentikan sementara waktu sampai tenaga kerja bisa

bekerja kembali, demikian pula jika mendatangi undangan hajatan dan

sebagainya. Hal ini tentu saja sedikit banyak dapat mempengaruhi

proses produksi.

f. Tenaga kerja musiman

Tenaga kerja merupakan hal penting dalam suatu usaha, karena

tanpa adanya tenaga kerja produksi tidak akan berjalan. Pada

agroindustri pengolahan mete di Kecamatan Jatisrono, tenaga kerja

diupah dengan sistem borongan, yaitu seberapa banyak pekerjaan yang

dapat ia selesaikan untuk jenis pekerjaan tertentu, sehingga setiap

tenaga kerja sangat mungkin menerima upah yang berbeda-beda sesuai

ketrampilan yang ia miliki. Ketrampilan ini berkaitan dengan lamanya

seorang tenaga bergelut dengan usaha pengolahan mete. Tenaga kerja

pada agroindustri pengolahan mete seringkali tidak tersedia sepanjang

waktu. Kebanyakan tenaga kerja biasanya berasal dari luar desa (bukan

merupakan sentra pengolahan mete), yang mayoritas

bermatapencaharian utama sebagai petani atau buruh tani di daerah

masing-masing, yang mengisi waktu luang antara penanaman-panen

untuk bekerja di agroindustri pengolahan mete. Sehingga, jika masuk

Page 93: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

pada masa panen dan penanaman tenaga kerja tersedia dalam jumlah

sangat sedikit. Mengatasi hal ini, untuk jenis pekerjaan kletek biasanya

tidak dikerjakan di lokasi usaha, tetapi dirumah para tenaga kerja, yang

apabila sudah selesai bisa diserahkan kembali.

Berdasarkan uraian tentang keadaan faktor internal pada agroindustri

pengolahan mete di atas, maka akan diperoleh pembobotan dan skor untuk

masing-masing kekuatan dan kelemahan pada agroindustri melalui Matriks

Internal Factor Evaluation (IFE). Penentuan nilai bobot dan rating dilakukan

oleh responden yang terdiri dari pelaku usaha, dinas pemerintahan, pedagang

pengepul, dan konsumen akhir. Nilai bobot dan rating yang diberikan oleh

masing-masing responden kemudian dirata-rata oleh peneliti. Total skor dari

matriks ini digunakan untuk mengetahui respon pelaku usaha terhadap

kekuatan dan kelemahan yang dimiliki usahanya. Matriks Internal Factor

Evaluation (IFE) untuk agroindustri pengolahan mete di Kecamatan Jatisrono

Kabupaten Wonogiri disajikan pada Tabel 35 di bawah ini.

Tabel 35. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) pada Agroindustri

Pengolahan Mete Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri

Faktor Strategis Internal Bobot Rating Skor

Kekuatan

1. Ketersediaan modal

2. Adanya variasi produk dan harga

3. Hubungan baik dengan distributor dan

pelanggan

4. Ketersediaan bahan baku

5. Produk lebih unggul dari wilayah lain

6. Produk tahan lama

7. Pengalaman usaha

Subtotal

0,1000

0,1000

0,1250

0,0625

0,0625

0,0500

0,0750

0,5750

4

4

4

3

3

3

3

0,4000

0,4000

0,5000

0,1875

0,1875

0,1500

0,2250

Kelemahan

1. Pencatatan keuangan belum rapi

2. Kemasan masih sederhana

3. Pembelian bahan baku memerlukan biaya

besar

4. Belum ada pengelolaan limbah

5. Manajemen masih kurang/lemah

6. Tenaga kerja musiman

0,0750

0,0875

0,0500

0,0625

0,0875

0,0625

2

1

1

2

1

1

0,1500

0,0875

0,0500

0,1250

0,0875

0,0625

Total 1,0000 2,6125

Sumber: Analisis Data Primer, 2012

Page 94: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

Tabel 35 merupakan hasil pemberian bobot dan rating pada matriks IFE

berdasarkan faktor-faktor internal yang ada pada agroindustri pengolahan

mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri. Skor merupakan perkalian

antara bobot dan rating. Berdasarkan matriks IFE di atas diketahui bahwa

kekuatan utama pada agroindustri pengolahan mete di Kecamatan Jatisrono

Kabupaten Wonogiri adalah memiliki distributor/pelanggan tetap, yang

ditetapkan berdasarkan nilai skor tertinggi. Begitu pula dengan kelemahan

utama pada agroindustri pengolahan mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten

Wonogiri, yaitu pencatatan keuangan yang belum rapi.

Nilai kumulatif/total matriks IFE pada pengembangan agroindustri

pengolahan mete menurut Tabel 35 adalah 2,6125. Menurut David (2009)

nilai tersebut mengidentifikasikan bahwa agroindustri pengolahan mete

memiliki posisi internal yang kuat (lebih dari 2,5), sehingga dapat dikatakan

pelaku usaha sudah mampu memanfaatkan kekuatan untuk mengatasi

kelemahan dalam pengembangan agroindustri pengolahan mete di Kecamatan

Jatisrono Kabupaten Wonogiri.

D. Kondisi Faktor Eksternal Agroindustri Pengolahan Mete di Kecamatan

Jatisrono Kabupaten Wonogiri

Lingkungan eksternal merupakan lingkungan luar yang tidak mampu

dikendalikan sendiri yang mencakup peluang dan ancaman yang ada di

agroindustri pengolahan mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri

dalam melakukan pengembangan usahanya. Pengumpulan data peluang dan

ancaman pada agroindustri pengolahan mete di Kecamatan Jatisrono

dilakukan dengan melakukan wawancara kepada responden yang terdiri dari

pelaku usaha, dinas pemerintahan, pedagang pengepul, dan konsumen akhir.

Hasil wawancara terhadap responden kemudian digunakan sebagai dasar

mengidentifikasi dan menentukan peluang dan ancaman yang ada pada

agroindustri pengolahan mete ini. Berdasarkan hasil identifikasi terhadap

faktor eksternal, didapatkan peluang dan ancaman bagi agroindustri

pengolahan mete sebagai berikut yang ditampilkan pada Tabel 36.

Page 95: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

Tabel 36. Identifikasi Faktor-Faktor Eksternal pada Pengembangan

Agroindustri Pengolahan Mete di Kecamatan Jatisrono

Kabupaten Wonogiri

Faktor Eksternal Peluang (Opportunity) Ancaman (Threats) Kondisi Perekonomian - Permintaan produk

fluktuatif

Sosial dan Budaya - Kondisi sosial budaya

mendukung karena

merupakan sentra

usaha

- Produk banyak

dikonsumsi untuk

acara-acara khusus

- Produk oleh-oleh khas

Pemerintah - Bantuan peralatan dari

pemerintah

- Program pemerintah

belum kontinu

- Belum adanya sinergi

antara pemerintah

kabupaten dan

kecamatan

Teknologi - Teknologi

konvensional

Persaingan - Kualitas produk

pesaing lebih rendah

Keadaan Alam - Produksi tergantung

kondisi cuaca

Sumber: Analisis Data Primer, 2012

1. Peluang

Peluang yang dimiliki agroindustri pengolahan mete Kecamatan

Jatisrono dalam mengembangkan usahanya adalah sebagai berikut:

a. Kondisi sosial budaya mendukung karena merupakan sentra usaha

Jatisrono adalah kecamatan yang terkenal akan metenya.

Kecamatan Jatisrono merupakan wilayah sentra pengolahan mete di

Kabupaten Wonogiri sejak ditetapkan oleh Dinas Perindustrian,

Perdagangan, Koperasi, dan Penanaman Modal Kabupaten Wonogiri

pada tahun 2006. Kecamatan Jatisrono bisa dikatakan demikian karena,

dari total jumlah pelaku usaha pengolahan mete yang ada di Kabupaten

Wonogiri sebagian besar, kurang lebih tigaperempatnya, adalah di

Kecamatan Jatisrono. Hal ini juga peneliti jumpai, di desa tertentu yang

hampir setiap rumah tangga bermatapencaharian sebagai pengolah

Page 96: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

mete, baik itu skala mikro ataupun kecil. Lingkungan yang merupakan

sentra usaha ini merupakan peluang tersendiri bagi pengembangan

agroindustri pengolahan mete, karena akan menumbuhkan suasana

persaingan usaha yang sehat bagi para pelaku usaha untuk

menghasilkan produk biji kacang mete dengan kualitas terbaik agar bisa

menjadi pilihan konsumen.

b. Produk banyak dikonsumsi untuk acara-acara khusus

Produk kacang mete merupakan sajian atau snack khas yang

hampir selalu ada untuk acara-acara khusus di Kecamatan Jatisrono dan

Kabupaten Wonogiri, misalnya hajatan ataupun arisan ataupun acara

keluarga lainnya. Penggunaan kacang mete juga dianggap bisa

menunjukkan prestige bagi keluarga yang mengadakan acara, karena

harga kacang mete ini jauh di atas kacang-kacang yang lain (kacang

bawang, kacang telur) dan belum ada produk makanan ringan sejenis

yang bisa mensubstitusi kacang ini. Oleh karena itu, pada bulan-bulan

tertentu, terutama pada musim hajatan dan lebaran, permintaan kacang

mete meningkat. Hal ini tentu saja menjadi peluang tersendiri bagi para

pelaku usaha pengolahan mete, agar juga meningkatkan penawaran

pada bulan-bulan tersebut.

c. Produk merupakan oleh-oleh khas

Ciri lain dari produk kacang mete adalah produk ini merupakan

oleh-oleh khas Kabupaten Wonogiri, terutama produk kacang mete

yang berasal dari Kecamatan Jatisrono. Hal ini tentu akan sangat

mempengaruhi permintaan dan pemasaran dari produk kacang mete.

Banyak dari penduduk Kabupaten Wonogiri merupakan perantau, yang

biasanya akan membawa oleh-oleh jika kembali ke perantauan, dan

diantaranya memilih untuk membawa kacang mete sebagai oleh-oleh.

Kacang mete juga sering dibeli oleh konsumen dari dalam wilayah,

yang kemudian ditujukan untuk oleh-oleh sanak famili yang berkunjung

ke Kabupaten Wonogiri atau ketika berkunjung ke sanak famili dan

kerabat di luar Kabupaten Wonogiri.

Page 97: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

d. Bantuan peralatan dan fasilitas dari pemerintah

Pemerintah, dalam hal ini diwakili oleh Dinas Perindustrian,

Perdagangan, Koperasi, dan Penanaman Modal Kabupaten Wonogiri

juga memberikan perhatian terhadap pengembangan agroindustri

pengolahan mete. Pemerintah melihat bahwa agroindustri pengolahan

mete di Kecamatan memiliki peluang untuk terus dikembangkan dan

menjadi ciri khas bagi Kabupaten Wonogiri. Oleh karena itu

pemerintah menetapkan Kecamatan Jatisrono sebagai sentra usaha

pengolahan mete dan memberikan bantuan peralatan berupa satu unit

kacip ceklok untuk setiap pelaku usaha pengolahan mete secara bergilir

dan mengadakan pelatihan mengenai pengolahan mete dan

tekonologinya. Pemberian bantuan peralatan ini diberikan secara

bergilir bertujuan agar bantuan bisa diberikaan secara merata kepada

seluruh pelaku usaha, mengingat banyaknya jumlah pelaku usaha

pengolahan mete di Kecamatan Jatisrono, yaitu berjumlah sekitar 580

usaha.

Ada pula bentuk perhatian lain yang diberikan oleh pemerintah

yang juga berperan dalam kesinambungan agroindustri pengolahan

mete terutama yang termasuk dalam usaha berskala mikro dalam bentuk

pinjaman modal dengan bunga ringan yang berasal dari dana PNPM.

Pinjaman modal ini sangat membantu operasional pelaku usaha dalam

menjalankan usahanya, terutama untuk membeli bahan baku dalam

jumlah besar sebagai persediaan menghadapi kekurangan bahan baku

saat bukan masa panen jambu mete.

e. Kualitas produk pesaing lebih rendah

Posisi pesaing, selain bisa menjadi ancaman bagi suatu usaha di

lain pihak juga bisa menjadi peluang jika pengusaha mampu

menganalisis keberadaan dan posisi pesaing dengan baik. Pesaing

menjadi ancaman jika posisi tawarnya lebih kuat dari usaha yang kita

miliki, demikian pula sebaliknya menjadi peluang jika posisi tawarnya

lebih rendah/lemah apabila dibandingkan dengan usaha yang kita

Page 98: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

miliki. Begitu pula pada agroindustri pengolahan mete di Kecamatan

Jatisrono, hampir setiap responden selalu memperhatikan kondisi usaha

pesaing baik itu mengenai kualitas produk yang dihasilkan maupun

pemasarannya, bukan untuk menjatuhkan pihak pesaing, tetapi untuk

senantiasa memperbaiki usaha yang dijalankannya. Mereka tidak

menganggap pesaing sebagai “musuh” tetapi lebih pada saudara, dan

ada diantaranya benar-benar saudara mereka sendiri. Produk kacang

mete yang dihasilkan oleh pesaing umumnya memiliki kualitas yang

lebih rendah dibandingkan pelaku usaha di wilayah Kecamatan

Jatisrono. Perbedaan kualitas produk ini lebih berkaitan dengan

pengalaman usaha dalam menggeluti usaha pengolahan mete.

2. Ancaman

a. Permintaan produk fluktuatif

Kacang mete bukan merupakan produk yang dikonsumsi sehari-

hari, tetapi hanya pada hari-hari tertentu saja. Karena hal inilah,

permintaan poduk kacang mete ini sangat fluktuatif. Permintaan

biasanya akan tinggi pada waktu lebaran dan atau musim hajatan.

Permintaan yang fluktuatif ini tentunya juga akan berpengaruh pada

harga produk. Harga biasanya akan naik/tinggi pada saat musim hajatan

dan lebaran mencapai Rp. 90.000,00 untuk mete super, dimana saat itu

permintaan juga meningkat. Di luar itu harga kacang mete relaif normal

berkisar antara Rp. 60.000,00 sampai Rp. 70.000,00 per kilogram untuk

mete kualitas super.

b. Program pemerintah belum kontinu

Program yang dilaksanakan pemerintah dalam rangka usaha

mengembangkan agroindustri pengolahan mete berupa pemberian

bantuan kacip ceklok dan pengadaan pelatihan. Pelatihan terakhir

dilakukan antara 3-4 tahun yang lalu dengan tidak semua pelaku usaha

mengikuti program ini. Akan tetapi, program ini dinilai belum efektif

oleh para pelaku usaha karena tidak ada follow up dan pendampingan

lebih lanjut dalam menjalankan usaha ini. Pun tentang menjadikan

Page 99: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

Kecamatan Jatisrono sebagai sentra usaha, terkesan hanya formalitas

saja karena peneliti menjumpai tidak adanya up date data mengenai

usaha pengolahan mete ini. Data jumlah pelaku usaha yang tersedia

sampai saat peneliti melakukan penelitian adalah tahun 2007. Padahal

tentunya seharusnya ada pendataan lagi untuk mengetahui perubahan

jumlah pelaku usaha.

c. Belum adanya sinergi antara pemerintah kabupaten dan kecamatan

Perkembangan suatu usaha tentu saja dipengaruhi oleh

pemerintah setempat, baik dinas terkait, dalam hal ini adalah Dinas

Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Kabupaten Wonogiri

maupun pemerintah wilayah setempat, yakni pemerintah Kecamatan

Jatisrono. Berdasarkan hasil pengamatan, kedua belah pihak terkesan

berjalan sendiri-sendiri dalam pengelolaan agroindustri pengolahan

mete di Kecamatan Jatisrono, bahkan dari pemerintah Kecamatan

Jatisrono terkesan kurang peduli terhadap usaha ini. Padahal,

agroindustri ini merupakan salah satu lapangan pekerjaan yang

menopang kehidupan masyarakat Kecamatan Jatisrono.

d. Teknologi konvensional

Proses produksi pengolahan mete sampai saat ini masih

tergantung pada tenaga manusia, karena belum ada mesin yang tersedia

untuk menggantikan tenaga manusia. Selama ini, memang sudah ada

wacana dan penelitian yang dilakukan oleh beberapa universitas untuk

menciptakan mesin yang membantu proses produksi pengolahan mete,

tetapi belum ada realisasinya untuk para pelaku usaha di Kecamatan

Jatisrono, dan kalaupun ada, peneliti menilai harganya akan sangat

mahal dan belum tentu bisa terjangkau. Di samping itu, para pelaku

usaha menilai, dengan teknologi konvensional ini, akan lebih menjaga

kualitas dari produk yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat dari setiap

tahap dari proses produksi yang membutuhkan kehati-hatian dan

ketelitiaan dari masing-masing agar tidak menurunkan kualitas produk.

Akan tetapi, tetap saja keberadaan teknologi baru akan diperlukan,

Page 100: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

untuk mempermudah dan mengurangi waktu proses produksi sertaa

mengurangi biaya produksi, terutama untuk tenaga kerja.

e. Proses produksi tergantung cuaca

Proses produksi dalam agroindustri pengolahan mete sangat

dipengaruhi oleh cuaca, terutama untuk proses penjemuran. Penjemuran

sangat diperlukan untuk menjaga kualitas, baik itu gelondong mete

yang disimpan untuk persediaan selama tidak ada bahan baku, maupun

untuk produk kacang mete yang siap dipasarkan. Penjemuran di sini

berkaitan dengan daya simpan. Penjemuran yang mencapai kadar air

yang tepat akan membuat gelondong mete masih dalam kondisi bagus

sampai dengan tiga tahun, dan kacang mete sampai 6 bulan, karena

kadar air yang tepat akan mengurangi resiko mete terserang jamur.

Berdasarkan uraian tentang keadaan faktor eksternal pada agroindustri

pengolahan mete di atas, maka akan diperoleh pembobotan dan skor untuk

masing-masing peluang dan ancaman pada agroindustri melalui Matriks

External Factor Evaluation (EFE). Penentuan nilai bobot dan rating

dilakukan oleh responden yang terdiri dari pelaku usaha, dinas pemerintahan,

pedagang pengepul, dan konsumen akhir. Nilai bobot dan rating yang

diberikan oleh masing-masing responden kemudian dirata-rata oleh peneliti.

Total skor dari matriks ini digunakan untuk mengetahui respon pelaku usaha

terhadap kekuatan dan kelemahan yang dimiliki usahanya. Matriks External

Factor Evaluation (EFE) untuk agroindustri pengolahan mete di Kecamatan

Jatisrono Kabupaten Wonogiri disajikan pada Tabel 37 di bawah ini

Page 101: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

89

Tabel 37. Matriks External Factor Evaluation (EFE) pada Agroindustri

Pengolahan Mete Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri

Faktor Strategis Eksternal Bobot Rating Skor

Peluang

1. Kondisi sosial mendukung karena

merupakan sentra usaha

2. Produk banyak dikonsumsi untuk acara-

acara khusus

3. Poduk merupakan oleh-oleh khas

4. Bantuan peralatan dari pemerintah

5. Kelemahan dari produk pesaing

Subtotal

0,0875

0,1375

0,1750

0,0625

0,0625

0,5125

4

3

4

3

3

0,3500

0,4125

0,7000

0,1875

0,1875

Ancaman

1. Permintaan produk fluktuatif

2. Program pemerintah belum kontinu

3. Belum adanya sinergi antara pemerintah

kabupaten dan kecamatan

4. Teknologi konvensional

5. Proses produksi tergantung cuaca

0,1375

0,0625

0,1000

0,0625

0,1125

1

2

2

2

1

0,1375

0,1250

0,2000

0,1250

0,1125

Total 1,00 2,5375

Sumber: Analisis Data Primer, 2012

Tabel 37 di atas merupakan hasil pemberian bobot dan rating pada

matriks EFE berdasarkan faktor-faktor eksternal yang ada pada agroindustri

pengolahan mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri. Skor

merupakan perkalian antara bobot dan rating. Berdasarkan matriks EFE di

atas diketahui bahwa peluang utama pada agroindustri pengolahan mete di

Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri adalah produk merupakan oleh-

oleh khas, yang ditetapkan berdasarkan nilai skor tertinggi. Begitu pula

dengan kelemahan utama pada agroindustri pengolahan mete di Kecamatan

Jatisrono Kabupaten Wonogiri, yaitu teknologi konvensional.

Nilai kumulatif/total matriks EFE pada pengembangan agroindustri

pengolahan mete menurut Tabel 37 adalah 2,5375. Menurut David (2009)

nilai tersebut mengidentifikasikan bahwa agroindustri pengolahan mete

memiliki posisi eksternal yang cukup kuat (lebih dari 2,5), hal tersebut

menunjukkan bahwa pelaku usaha pengolahan mete dapat merespon secara

baik peluang dan ancaman yang ada.

Page 102: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

E. Aternatif Strategi Pengembangan Agroindustri Pengolahan Mete di

Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri

Untuk merumuskan alternatif strategi pengembangan agroindustri

pengolahan mete di Kabupaten Wonogiri digunakan analisis matriks SWOT.

Matriks SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan

ancaman dari faktor eksternal yang dihadapi oleh suatu usaha dapat

disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Analisis SWOT

digambarkan ke dalam matriks SWOT dengan 4 kemungkinan alternatif

strategi, yaitu stategi kekuatan-peluang (S-O strategies), strategi kelemahan-

peluang (W-O strategies), strategi kekuatan-ancaman (S-T strategies), dan

strategi kelemahan-ancaman (W-T strategies). Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada Tabel 38 berikut :

Page 103: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

91

Tabel 38. Alternatif Strategi Matriks SWOT dalam Pengembangan

Agroindustri Pengolahan Mete di Kecamatan Jatisrono

Kabupaten Wonogiri Strengths (S)

1. Ketersediaan modal

2. Adanya variasi produk

dan harga

3. Hubungan baik dengan

distributor dan pelanggan

4. Ketersediaan bahan baku

5. Produk lebih unggul dari

wilayah lain

6. Produk tahan lama

7. Pengalaman usaha

Weakness (W)

1. Pencatatan keuangan

belum rapi

2. Kemasan masih sederhana

3. Pembelian bahan baku

memerlukan biaya besar

4. Belum ada pengelolaan

limbah

5. Manajemen masih

lemah/kurang

6. Tenaga kerja musiman

Opportunities (O)

1. Kondisi sosial budaya

mendukung karena

merupakan sentra

usaha

2. Produk banyak

dikonsumsi untuk

acara-acara khusus

3. Produk merupakan

oleh-oleh khas

4. Bantuan peralatan dari

pemerintah

5. Kualitas produk

pesaing lebih rendah

Strategi S-O

1. Memperkuat hubungan

dengan distributor dan

pelanggan untuk

meningkatkan pasar

(S2,S3,S5,O1,O2,O3,O5)

2. Mengoptimalkan

penggunaan fasilitas dan

bantuan pinjaman modal

untuk meningkatkan

kuantitas dan kualitas

produk

(S1,S4,S5,S6,S7,O1,O4,O

5)

Strategi W-O

1. Memperkuat hubungan

dengan pemasok bahan

baku dan tenaga kerja

untuk menjaga

keberjalanan proses

produksi (W3,W5,W6,

O1,O2,O3)

2. Meningkatkan

kemampuan manajemen;

mengupayakan kemasan

yang lebih marketable

(W1,W2,W5, O1,O2,O3)

Threats (T)

1. Permintaan produk

fluktuatif

2. Program pemerintah

belum kontinu

3. Belum adanya sinergi

antara pemerintah

kabupaten dan

kecamatan

4. Teknologi

konvensional

5. Produksi tergantung

kondisi cuaca

Strategi S-T

1. Menciptakan kesinergisan

antara pelaku usaha,

pemerintah kabupaten, dan

pemerintah kecamatan (S1,

S7, T2, T4)

2. Meningkatkan kualitas

produk yang dihasilkan

(S2,S3,S4,S5,S6,

T1,T3,T5)

Strategi W-T

1. Mengadakan upaya

pengelolaan limbah sendiri

dan pengenalan teknologi

baru dengan bantuan

penyuluhan dari

pemerintah (W4, T2, T3,

T4)

2. Meningkatkan jaringan

pemasaran (W2,W3, T1,

T5)

Sumber: Analisis Data Primer, 2012

Berdasarkan Tabel matriks SWOT, alternatif strategi yang diperoleh dan

dapat diterapkan pada agroindustri pengolahan mete adalah sebagai berikut:

1. Strategi S-O, yaitu strategi yang menggunakan kekuatan untuk

memanfaatkan peluang

a. Memperkuat hubungan dengan distributor dan pelanggan untuk

meningkatkan pasar.

Page 104: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

92

b. Mengoptimalkan penggunaan fasilitas dan bantuan pinjaman modal

untuk meningkatkan kuantitas dan kalitas produk.

2. Strategi W-O, yaitu strategi yang meminimalkan kelemahan untuk

memanfaatkan peluang

a. Memperkuat hubungan dengan pemasok bahan baku dan tenaga kerja

untuk menjaga keberjalanan proses produksi

b. Meningkatkan kemampuan manajemen dan mengupayakan kemasan

yang lebih marketable.

3. Strategi S-T, yaitu strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi

ancaman

a. Menciptakan kesinergisan antara pelaku usaha, pemerintah kabupaten,

dan pemerintah kecamatan.

b. Meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan

4. Strategi W-T, yaitu strategi yang meminimalkan kelemahan dan

menghindari ancaman

a. Mengadakan upaya pengelolaan limbah sendiri dan pengenalan

teknologi baru dengan bantuan penyuluhan dari pemerintah

b. Meningkatkan jaringan pemasaran.

F. Prioritas Strategi Pengembangan Agroindustri Pengolahan Mete di

Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri

Untuk menentukan prioritas strategi dalam industri pengolahan mete

di Kabupaten Wonogiri menggunakan analisis Matriks QSP. Matriks QSP

digunakan untuk memilih strategi terbaik yang paling cocok dengan

lingkungan eksternal dan internal. Alternatif strategi yang memiliki nilai total

daya tarik terbesar merupakan strategi yang paling baik. Pemberian bobot

dan nilai dalam agroindustri pengolahan mete dapat dilihat pada Tabel 39 di

bawah ini.

Page 105: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

93

Page 106: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

94

Page 107: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

95

Berdasarkan Tabel 39 dapat dilihat total nilai daya tarik dari masing-

masing strategi yang dihasilkan sebagai berikut

1. Memperkuat hubungan dengan distributor dan pelanggan untuk

meningkatkan pasar (5,075)

Distributor dan pelanggan merupakan mitra yang sangat penting

bagi pemasaran produk kacang mete. Oleh karena itu hubungan yang

sudah terjalin antara pelaku usaha, distributor dan pelanggan harus tetap

dijaga dan diperkuat lagi misalnya dengan memberikan bonus ataupun

potongan harga, dan yang paling utama adalah menjaga kualitas agar

distributor dan pelanggan tidak berpindah ke tempat lain.

2. Mengoptimalkan penggunaan fasilitas dan bantuan pinjaman modal untuk

meningkatkan kuantitas dan kualitas produk (5,975)

Bantuan fasilitas dari pemerintah, yang berupa kacip ceklok dan

terutama kemudahan bantuan pinjaman modal merupakan suatu kekuatan

yang penting bagi para pelaku usaha dalam melaksanakan proses produksi.

Oleh karena itu, pelaku usaha perlu mengoptimalkan kesempatan ini

sebaik-baiknya, mengingat prospek usaha ini cukup bagus dalam

memberikan nilai tambah dan sumber penghasilan (berdasarkan hasil

analisis usaha) kepada para pelaku usaha, sehingga pelaku usaha tidak

perlu khawatir jika tidak bisa membayar cicilan.

3. Memperkuat hubungan dengan pemasok bahan baku dan tenaga kerja

untuk menjaga keberjalanan proses produksi (4,475)

Bahan baku merupakan hal yang paling penting dalam suatu

agroindustri, sehingga demi kelancaran kegiatan produksi dapat terus

berlangsung maka agroindustri pengolahan mete harus memperkuat

hubungan dengan pemasok bahan baku. Hal ini bisa dilakukan dengan

memastikan pembayaran yang tepat waktu. Kuatnya hubungan antara

pelaku usaha dan pemasok dapat memastikan pemasok akan terus

memasok bahan baku pada masa panen selanjutnya. Begitu pula dengan

tenaga kerja, mengingat pada agroindustri pengolahan mete ini tenaga

kerja bersifat musiman, tidak tersedia sepanjang waktu dan ada

Page 108: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

96

kemungkinan tenaga kerja akan berpindah ke tempat lain. Hubungan

denga tenaga kerja dapat diperkuat dengan memberikan bonus atau

tunjangan hari raya.

4. Meningkatkan kemampuan manajemen dan mengupayakan kemasan yang

lebih marketable dan pelabelan produk (5,125)

Kemampuan manajemen merupakan salah satu keahlian yang harus

dimiliki oleh para pelaku usaha, walaupun bukan faktor utama dalam

pengembangan agroindustri. Dengan kemampuan manajemen yang baik,

pelaku usaha dapat mengelola usahanya secara rapi, baik secara

administrasi maupun secara teknis. Salah satu cara peningkatan

kemampuan manajemen adalah dengan mengupayakan kemasan yang

lebih marketable dan pelabelan produk. Kemasan dan pelabelan yang baik

akan lebih memperkuat keyakinan konsumen terhadap produk yang akan

dibeli, apalagi kalau dilengkapi dengan surat ijin usaha ataupun sertifikasi.

Dalam usaha ini, juga diperlukan perbaikan dalam hal perencanaan

produksi, sehingga tidak ada kejadian kehabisan bahan baku saat musim

panen masih lama atau sebaliknya, bahan baku masih sangat melimpah

padahal musim panen sudah dekat.

5. Meningkatkan kesinergisan antara pelaku usaha, pemerintah kabupaten,

dan pemerintah kecamatan (4,3375)

Sinergisitas antara pelaku usaha, pemerintah kabupaten, dan

pemerintah kecamatan tidak dipungkiri merupakan faktor yang cukup

penting dalam pengembangan suatu usaha, karena program-program yang

akan dijalankan menjadi lebih tepat sasaran. Dengan hubungan yang baik,

juga akan mempermudah akses fasilitas dan permodalan. Begitu pula

antara pemerintah kabupaten dan kecamatan, perlu ada komunikasi yang

lebih efektif dalam rangka pengelolaan dan pengembangan agroindustri

pengolahan mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri ini.

6. Meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan (6,1625)

Kualitas produk merupakan salah satu pertimbangan yang dipakai

oleh konsumen dalam mengkonsumsi atau membeli suaatu produk. Oleh

Page 109: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

97

karena itu untuk menjaga loyalitas konsumen maupun distributor terhadap

produk, kualitas menjadi hal yang penting untuk diperhatikan. Upaya

peningkatan kualitas produk dapat dilakukan dengan menyeleksi bahan

baku yang digunakan serta menetapkan standard dalam proses produksi.

7. Mengadakan upaya pengelolaan limbah sendiri dan pengenalan teknologi

baru melalui bantuan penyuluhan dari pemerintah (5,9375)

Salah satu tujuan dari upaya pengelolaan limbah sendiri adalah

untuk meningkatkan penerimaan yang diterima oleh pelaku usaha. Tentu

saja hal ini memerlukan sumber daya manusia dan teknologi yang

memadai. Begitu juga dengan pengenalan teknologi baru dalam

pengolahan mete, diharapkan dapat menarik minat pelaku usaha dan dapat

mengurangi biaya produksi. Untuk mewujudkan hal ini, sangat diperlukan

bantuan dari dinas terkait sebagai penggerak dan penentu kebijakan.

Kedua hal tersebut dapat diwujudkan melalui penyuluhan-penyuluhan

yang dilaksanakan secara berkesinambungan.

8. Meningkatkan jaringan pemasaran (5,8875)

Jaringan pemasaran dapat diperkuat dengan menjaga hubungan dan

loyalitas dari pengepul dan pelanggan serta meningkatkan kualitas produk,

sehingga diharapkan pengepul dan pelanggan dapat membawa jaringan

pemasaran baru bagi pelaku usaha. Loyalitas dan kepuasan pedagang

pengepul pelanggan akan membawa manfaat tersendiri bagi pelaku usaha.

Biasanya, jika seseorang puas akan pelayanan ataupun kualitas produk

yang dibelinya, dia akan menceritakannya kepada orang-orang di

sekitarnya. Hal ini juga akan berlaku dalam usaha pengolahan mete ini,

jika kualitas produk terus dijaga, diharapkan akan menimbulkan kepuasan

bagi yang membelinya, dan selanjutnya akan membawa jaringan

pemasaran baru bagi usaha.

Prioritas strategi ditentukan berdasarkan jumlah nilai daya tarik yang

tertinggi. Dari hasil perhitungan matriks QSP dengan mengalikan bobot

masing-masing faktor dengan nilai daya tarik dihasilkan total nilai daya tarik

yang terpilih adalah strategi ke 6 yaitu meningkatkan kualitas produk yang

Page 110: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

98

dihasilkan oleh agroindustri pengolahan mete di Kecamatan Jatisrono

Kabupaten Wonogiri karena memiliki jumlah total nilai daya tarik yang

tertinggi.

Secara umum, berdasarkan hasil observasi dan pembahasan mengenai

agroindustri pengolahan mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri,

peneliti mendapatkan gambaran umum agroindustri ini. Usaha ini merupakan

usaha yang sebagian besar berskala mikro dengan keterbatasan akses terhadap

berbagai hal. Kelemahan dalam hal manajemen, baik dalam hal perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan produksi, serta evaluasi terhadap yang dihasilkan

dan pasca produksi, menyebabkan pelaku usaha sulit mendapatkan akses kepada

lembaga keuangan sehingga modal yang dimiliki untuk usaha ini menjadi

terbatas. Selama ini pinjaman modal berasal dari PNPM yang jumlahnya tidak

besar, berkisar antara Rp 2.000.000,00-Rp 3.000.000,00 per tahunnya, yang tidak

bisa untuk membeli bahan baku dalam jumlah besar saat masa panen jambu mete.

Keadaan modal pelaku usaha berskala mikro ini akan sangat jauh berbeda

apabila dibandingkan dengan usaha berskala kecil yang dapat mengakses modal

ke bank hingga puluhan juta per tahunnya, sehingga bisa menampung bahan baku

dalam jumlah besar, produk yang dihasilkan akhirnya juga lebih banyak.

Keterbatasan modal juga akan berpengaruh terhadap teknologi yang digunakan

pelaku usaha dalam proses produksi pengolahan mete. Teknologi yang digunakan

akan berpengaruh terhadap kualitas produk yang dihasilkan. Mayoritas pelaku

usaha berskala mikro, tidak memiliki rumah produksi tersendiri untuk pengolahan

mete sehingga tidak memiliki lokasi khusus untuk penjemuran kacang mete.

Berbeda dengan pelaku usaha berskala kecil dan pabrik yang sudah memiliki

lokasi khusus untuk pengolahan mete, bahkan pengeringannnya pun sudah

menggunakan oven. Hal ini sedikit banyak akan memberi jarak terhadap kualitas

produk pelaku usaha berskala mikro yang tidak dapat mencapai standar kualitas

kacang mete seperti yang bisa dicapai pelaku usaha skala kecil dan pabrik.

Pelaku usaha pengolahan mete skala kecil biasanya menyetorkan produk

kepada pabrik karena kuantitas yang dihasilkan tidak besar sehingga akan sulit

untuk memasarkan sendiri. Sementara itu, standar kualitas antara keduanya

Page 111: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

99

berbeda, pelaku usaha berskala mikro memiliki standar yang lebih rendah. Oleh

karena itu, usaha mikro pun memiliki posisi tawar yang rendah terhadap produk

yang mereka hasilkan. Harga produk ditentukan oleh pabrik yang jauh di bawah

harga pasaran dan mau tidak mau mereka harus menerima itu.

Prioritas strategi yang dihasilkan dalam penelitian ini yaitu meningkatkan

kualitas produk yang dihasilkan, akan sangat sesuai untuk pelaku usaha berskala

mikro. Untuk meningkatkan kualitas, pelaku usaha dapat mencari informasi

mengenai pengolahan mete dan teknologinya, serta mengenai standar kualitas

produk yag diinginkan konsumen, karena konsumen biasanya lebih memilih

produk dari pabrik. Setelah mendapatkan informasi, pelaku usaha bisa berupaya

untuk memperbaiki proses produksi kacang mete yang dilaksanakan dengan

mengoptimalkan fasilitas dan teknologi yang dimiliki sehingga memperbaiki dan

meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan, dan meningkatkan posisi tawarnya

terhadap pabrik. Untuk pelaku usaha skala kecil yang sudah memiliki jaringan

pemasaran tersendiri, strategi yang dapat diterapkan memperkuat hubungan yang

telah dijalin dengan beberapa stakeholder, yakni distributor, pelanggan, pemasok

bahan baku, dan tenaga kerja.

Page 112: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

100

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian mengenai Strategi Pengembangan

Agroindustri Pengolahan Mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri,

maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Keragaan agroindustri pengolahan mete di Kecamatan Jatisrono

Kabupaten Wonogiri adalah sebagai berikut:

a. Rata-rata keuntungan responden pelaku usaha pengolahan mete skala

mikro setiap bulannya adalah Rp 1.348.229,20. Sedangkan rata-rata

keuntungan responden usaha pengolahan mete skala kecil adalah Rp

4.571.577,73. Dan rata-rata keuntungan yang diterima responden untuk

per kilogram kacang mete yang dihasilkan adalah Rp 18.145,37.

b. Bahan baku utama dalam agroindustri pengolahan mete di Kecamatan

Jatisrono Kabupaten Wonogiri adalah gelondong mete yang diperoleh

dari pedagang pengepul.

c. Proses produksi dari agroindustri pengolahan mete di Kecamatan

Jatisrono Kabupaten Wonogiri adalah penejemuran gelondong;

pengupasan kulit gelondong dan pemisahan kacang dari gelondong;

penjemuran kacang mete; pengupasan kulit ari; sortasi kacang mete.

d. Pengemasan kacang mete bertujuan untuk menghindari kerusakan dan

mempermudah pemasaran. Pengemasan menggunakan plastik kemasan

25 kg dan 1 kg.

e. Pemasaran kacang mete di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri

dapat dikatakan cukup mudah, karena masing-masing pelaku usaha

memiliki distributor.

f. Sarana-prasarana yang digunakan dalam agroindustri pengolahan mete

diantaranya adalah rumah produksi, sarana transportasi, lembaga

keuangan, kacip, timbangan, tungku, seng, dan pisau.

100

Page 113: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

101

2. Kondisi faktor internal yang terdiri dari kekuatan dan kelemahan dalam

pengembangan agroindustri pengolahan mete di Kecamatan Jatisrono

Kabupaten Wonogiri adalah sebagai berikut:

a. Kekuatan yang ada di agroindustri pengolahan mete adalah

kemudahan pinjaman modal dari lembaga keuangan, pemasaran

produk mudah, memiliki distributor/pelanggan tetap, bahan baku

mudah didapat, produk lebih unggul dari wilayah lain, produk tahan

lama, dan pengalaman usaha.

b. Kelemahan yang ada agroindustri pengolahan mete adalah pencatatan

keuangan belum rapi, kemasan dan pelabelan masih sederhana, bahan

baku hanya tersedia saat musim panen, belum ada pengelolaan

limbah, manajemen masih kurang/lemah, tenaga kerja musiman.

3. Kondisi faktor eksternal yang terdiri dari peluang dan aancaman dalam

pengembangan agroindustri pengolahan mete di Kecamatan Jatisrono

Kabupaten Wonogiri adalah sebagai berikut:

a. Peluang pada pengembangan agroindustri pengolahan mete adalah

kondisi lingkungan mendukung karena merupakan sentra usaha,

produk banyak dikonsumsi untuk acara-acara khusus, produk

merupakan oleh-oleh khas, bantuan peralatan dari pemerintah, dan

kelemahan dari produk pesaing.

b. Ancaman pada pengembangan agroindustri pengolahan mete adalah

harga produk fluktuatif, program pemerintah tidak kontinu, teknologi

konvensional, tidak ada kerjasama dalam pemerintahan, dan produksi

tergantung cuaca.

4. Alternatif strategi pengembangan yang dapat diterapkan dalam

pengembangan agroindustri pengolahan mete di Kecamatan Jatisrono

Kabupaten Wonogiri adalah sebagai berikut:

a. Memperkuat hubungan dengan distributor dan pelanggan untuk

meningkatkan pasar

b. Mengoptimalkan penggunaan fasilitas dan bantuan pinjaman modal

untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produk

Page 114: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

102

c. Memperkuat hubungan dengan pemasok bahan baku dan tenaga kerja

untuk menjaga keberjalanan proses produksi

d. Meningkatkan kemampuan manajemen dan mengupayakan kemasan

yang lebih marketable

e. Menciptakan kesinergisan antara pelaku usaha, pemerintah kabupaten,

dan pemerintah kecamatan.

f. Meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan

g. Mengadakan upaya pengelolaan limbah sendiri dan pengenalan

teknologi baru dengan bantuan penyuluhan dari pemerintah

h. Meningkatkan jaringan pemasaran

5. Prioritas strategi dalam pengembangan agroindustri pengolahan mete di

Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri adalah meningkatkan kualitas

produk yang dihasilkan. Untuk pelaku usaha skala mikro dapat ditempuh

dengan memperdalam pengetahuan tentang pengolahan mete, teknologi,

dan standar kualitas, dan memperkuat hubungan dengan stakeholder

terkait untuk pelaku usaha skala kecil.

B. SARAN

Saran yang dapat peneliti berikan berdasarkan hasil penelitian adalah

sebagai berikut

1. Untuk meningkatkan dan memperbaiki kualitas mutu produk yang

dihasilkan, maka pengusaha perlu lebih memperdalam pengetahuan,

teknologi dan informasi mengenai pengolahan kacang mete dan secara

bersamaan upaya ini juga perlu didukung oleh instansi pemerintahan

terkait seperti Dinas Perdagangan dan Perindustrian dan Dinas Pertanian.

2. Untuk meningkatkan produksi yang ada diharapkan adanya transfer

teknologi melalui penyuluhan-penyuluhan secara berkala dan pengenalan

teknologi tepat guna sehingga proses produksi lebih efisien.

3. Untuk memperbaiki dan mendapat harga yang baik di tingkat pengolah,

pelaku usaha perlu mencari informasi harga secara reguler baik dari dinas

terkait, pelaku usaha lainnya maupun pedagang atau pengepul di kota

besar yang menjadi tujuan pemasarannya selama ini.

Page 115: STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN …/Strategi... · Semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

103

4. Mengupayakan kemasan yang lebih marketable. Kemasan yang menarik

diharapkan akan lebih menarik minat konsumen untuk membeli produk

kacang mete yang dihasilkan oleh para pelaku usaha. Di samping itu,

dengan adanya pelabelan menunjukkan produk sudah mendapat ijin dan

sertifikasi sehingga konsumen akan lebih yakin untuk membeli produk.