STRATEGI PENANGGULANGAN PEMBIAYAAN MURABAHAH...
Transcript of STRATEGI PENANGGULANGAN PEMBIAYAAN MURABAHAH...
STRATEGI PENANGGULANGAN
PEMBIAYAAN MURABAHAH BERMASALAH
DI BAITUL MAAL WA TAMWIL TA’AWUN CIPULIR
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Islam (S.E.I)
Oleh:
EKO PRASETYO
206046103823
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
i
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan hormat, saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Eko Prasetyo
NIM : 206046103823
Tempat / Tanggal Lahir : Jakarta , 17 September 1987
Alamat : Jl. Pondok Aren II RT 001 RW 01 No. 95
Pondok Betung, Pondok Aren, Tangerang Selatan 15221.
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa :
1. Skripsi dengan judul “Strategi Penanggulangan Pembiayaan Murabahah
Bermasalah di BMT Ta’awun Cipulir” merupakan hasil karya asli saya yang
diajukan untuk memenuhi salah satu pernyataan memperoleh gelar Strata 1 di
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Demikian Lembar Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta: 18 November 2010 M
11 Dzulhijjah 1431 H
Eko Prasetyo
NIM: 206046103823
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kenikmatan dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Strategi
Penanggulangan Pembiayaan Murabahah Bermasalah di BMT Ta’awun”.
Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kehadirat Rasul pembawa cahaya,
Muhammad SAW. Penulis menyadari selesainya penulisan skripsi ini tidak terlepas
dari bantuan banyak pihak. Untuk itu, sudah sepantasnya penulis menyampaikan
ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang
berkontribusi dalam proses penyelesaian skripsi ini, terutama kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM, Dekan Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag dan Bapak Ah. Azharudin Lathif, M.Ag.MH, ketua dan
sekretaris Program Studi Muamalat.
3. Bapak Drs. Djawahir Hejazziey., SH., MA selaku Koordinator Teknis
Program Non Reguler dan Bapak Drs. H. Ahmad Yani, M.Ag selaku
Sekretaris Koordinator Teknis Program Non Reguler.
4. Bapak Dr. H. Anwar Abbas, M. Ag. MM, selaku dosen pembimbing yang
telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada
penulis hingga selesainya penulisan ini.
iii
5. Bapak Subandikot, Amd, selaku General Manager dan Bapak Irwansyah,
S.Pdl, serta staff dan segenap karyawan BMT Ta’awun yang telah
memberikan bantuannya kepada penulis dalam proses penyelesaian skripsi
tersebut.
6. Para Dosen, Staf dan Civitas Akademika, atas segala bantuannya kepada
penulis langsung atau tidak langsung dalam proses penyelesaian studi di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Kedua orang tua yang selalu mendoakan secara tulus, memberikan semangat,
kasih sayang dan dukungannya baik moril maupun meteril.
8. Teman-teman jurusan Perbankan Syariah angkatan 2006 khususnya kelas B
Program Non Reguler yang telah memberi saran, mensuport dan membantu
penulis hingga skripsi ini rampung. Semoga kita menjadi orang-orang terbaik.
9. Rekan-rekan yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, namun telah
memberikan kontribusi yang cukup besar sehingga penulis dapat lulus
menjalani perkuliahan di UIN hingga akhir.
Kesemuanya itu sesuai dengan kapasitasnya masing-masing telah berupaya
secara maksimal untuk menghantarkan kepada penyelesaian studi yang penulis
lakukan. Maka atas dasar keterbatasan penulis, itu semua penulis serahkan kepada
Allah, semoga saja dijadikan sebagai amal shaleh sekaligus merupakan amal yang
membawa kepada keberkahan hidup.
iv
Apa yang merupakan kekurangan terdapat dalam penulisan skripsi ini, baik
itu menyangkut; penataan kalimat, penelusuran data serta penyajian data secara
tuntutan teoritis dan praktis, itu adalah merupakan gambaran kelemahan dan
keterbatasan dari pihak penulis. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis
memohon maaf dan atas segala usul dan saran demi perbaikan karya ilmiah ini,
diucapkan terima kasih.
Jakarta, 18 November 2010 M
10 Dzulhijjah 1431 H
Penulis
Eko Prasetyo
206046103823
v
DAFTAR ISI
SURAT PERNYATAAN……………………………………………………………….…....i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….................ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………...v
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………………….viii
DAFTAR TABEL……………………………………………………………………………ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah……………………………………………........1
B. Perumusan dan pembatasan Masalah……………………………………5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………………………………………….6
D. Review Studi Terdahulu…………………………………………………7
E. Kerangka Teori…………………………………………………….........10
F. Konsep Penelitian………………………………………………….........12
G. Metodologi Penelitian……………………………………………...........12
H. Sistematika Penulisan……………………………………………………15
BAB II KONSEP TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN
PEMBIAYAAN MURABAHAH BERMASALAH
A. Konsep Murabahah………………………………………………………17
1. Pengertian Pembiayaan Murabahah…………………………..17
2. Landasan Hukum Murabahah………………………………....19
3. Rukun dan Syarat-syarat Murabahah………………………….21
vi
4. Karakteristik Pembiayaan Murabahah………………………...23
B. Konsep Murabahah Bermasalah……………………………………….24
1. Pengertian Pembiayaan Murabahah Bermasalah……………..24
2. Faktor-faktor Pemicu Terjadi Pembiayaan yang
Bermasalah……………………………………………………25
3. Strategi Penanggulangan Pembiayaan Murabahah
Bermasalah……………............................................................28
BAB III GAMBARAN UMUM BMT TA’AWUN
A. Sejarah Berdirinya BMT Ta’awun……………………………………..35
B. Prinsip BMT Ta’awun…………………………………………………37
C. Visi dan Misi BMT Ta’awun…………………………………………..38
D. Tujuan berdirinya BMT………………………………………………..39
E. Produk-produk BMT Ta’awun………………………………………...40
F. Stuktur Organisasi BMT Ta’awun………………………………….....43
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN
A. Peta Pembiayaan Murabahah Bermasalah di BMT Ta’awun………….52
B. Faktor penyebab timbulnya pembiayaan bermasalah di BMT
Ta’awun……………………………………………………….……….61
C. Usaha-usaha Penanggulangan Pembiayaan Murabahah
Bermasalah di BMT Ta’awun…………………………………………64
D. Analisis Terhadap Strategi Penanggulangan Pembiayaan
Bermasalah di BMT Ta’awun…………………………………………67
vii
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………………76
B. Saran…………………………………………………………………..77
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
viii
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 3.1 Strukur Organisasi BMT Ta’awun…………………………51
2. Gambar 4.1 Proses Pembiayaan di BMT Ta’awun……………………...54
ix
DAFTAR TABEL
1. Tabel 4.1 Sistem dan Prosedur Pembiayaan di BMT Ta’awun……………55
2. Tabel 4.2 NPF BMT Ta’awun tahun 2007………………………………...58
3. Tabel 4.3 NPF BMT Ta’awun tahun 2008………………………………...59
4. Tabel 4.4 NPF BMT Ta’awun tahun 2009………………………………...60
1
BAB I
STRATEGI PENANGGULANGAN PEMBIAYAAN MURABAHAH
BERMASALAH DI BMT TA’AWUN
A. Latar Belakang Masalah
Pengertian Bank menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 adalah:
“Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak”.1
Secara luas bahwa bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam
bidang keuangan. Artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dengan bidang
keuangan, sehingga berbicara mengenai bank tidak terlepas dari persoalan
keuangan dan aktivitasnya yang berorientasi pada penghimpunan dan penyaluran
dana masyarakat. Bank perperan sebagai lembaga perantara (intermediary) antara
satuan-satuan kelompok masyarakat atau unit-unit ekonomi yang mengalami
kelebihan dana (surplus unit) dengan unit-unit yang lain yang mengalami
kekurangan dana (deficit unit). Melalui bank kelebihan dana tersebut dapat
disalurkan kepada pihak-pihak yang memerlukan dan memberikan manfaat
kepada kedua belah pihak.
1 Ferry N Idroes Sugiarti, Manajemen Risiko Bank, Yogyakarta, Graha Ilmu, 2006, Edisi
pertama, h. 3
2
Bank merupakan satu-satunya lembaga keuangan depositori, sebagai
lembaga keuangan depositori, bank memiliki izin untuk menghimpun dana
secara langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan yaitu berupa giro,
tabungan dan deposito. Dana yang diperoleh kemudian dapat dialokasikan
kedalam aktiva dalam bentuk pembiayaan dan investasi. Kekhususan kegiatan
yang dilakukan oleh bank inilah yang membedakan bank dengan lembaga
keuangan lain. Disamping kekhususan dalam menghimpun dana masyarakat atau
dana pihak ketiga tersebut bank diperbolehkan untuk menjalankan usaha yang
sama dengan usaha lembaga keuangan lain.2
Akibat dari kebutuhan masyarakat akan jasa keuangan semakin meningkat
dan beragam, maka peranan dunia perbankan semakin dibutuhkan oleh seluruh
lapisan masyarakat sebagai lembaga keuangan, peranan bank dalam
perekonomian sangatlah dominan hampir semua kegiatan perekonomian
masyarakat membutuhkan bank, terutama dengan fasilitas kredit atau
pembiayaan.
Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian
fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang
merupakan defisit unit.3
2 Ferry N Idroes Sugiarto, Manajemen Risiko Perbankan, Yogyakarta, Graha Ilmu, 2006, Edisi
pertama, h. 4 3 Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta, Gema Insani Press,
2001, Cet. 1, h. 160
3
Pada dasarnya konsep pembiayaan pada bank konvensional dan bank
syariah tidak terlalu berbeda, yang menjadi perbedaan antara kredit yang
dihasilkan oleh bank konvensional dengan bank syariah terletak pada keuntungan
yang diharapkan, bagi bank konvensional keuntungan yang diperoleh melalui
bunga, sedangkan pada bank syariah berupa bagi hasil.
Bank Syariah mempunyai mekanisme tersendiri untuk memenuhi
kebutuhan pendanaan persediaan tersebut, yaitu antara lain dengan menggunakan
prinsip jual beli (al ba’i) dalam dua tahap. Pada tahap pertama, bank mengadakan
(membeli dari dari pemasok secarai tunai) barang yang dibutuhkan oleh nasabah
dan pada tahap kedua bank menjual kepada nasabah (pembeli) dengan
pembayaran tangguh dan dengan mengambil keuntungan yang disepakati
bersama antara bank dengan nasabah. Persediaan dalam usaha produksi terdiri
dari biaya pengadaan bahan baku tersebut akan menjadi barang setengah jadi,
kemudian menjadi barang jadi yang siap untuk dijual dengan kredit, ia lalu
berubah menjadi piutang, yang melalui proses collection akan berubah menjadi
kas kembali.4
Menurut M. Syafi’i Antonio mengatakan bahwa, “Murabahah adalah jual
beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang telah disepakati.
4 Drs. Zainul Arifin MBA, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta, Pustaka
Alvabet, 2006, Cet. 4, h. 208
4
Dalam murabahah penjual harus memberitahu harga produk yang dibeli dan
menambahkan tingkat keuntungan sebagai tambahan”.5
Kebutuhan barang konsumsi, perumahan atau properti apa saja secara
umum dapat dipenuhi dengan pembiayaan berpola jual beli dengan akad
murabahah. Dengan akad ini Bank Syariah memenuhi kebutuhan nasabah dengan
membelikan aset yang dibutuhkan nasabah dari supplier kemudian menjual
kembali kepada nasabah dengan mengambil margin keuntungan yang diinginkan.
Selain mendapatkan keuntungan margin, Bank Syariah juga hanya menanggung
risiko yang minimal. Sementara itu nasabah mendapatkan kebutuhan asetnya
dengan harrga yang tetap.6
Bagi dunia perbankan syariah mitra yang baik sangat sulit didapatkan
karena perlu kajian komprehensif dan analisa yang matang terhadap calon mitra
tersebut, sehingga bisa disimpulkan bahwa calon mitra itu layak diberikan
pembiayaan. Analisa kelayakan usaha calon mitra menjadi ujung tombak dalam
menilai perkembangan dan keberlangsungan usaha nasabah agar tidak menjadi
pembiayaan yang bermasalah. Pada prinsipnya, setiap pemberian dana oleh bank
kepada mitra merupakan amanah yang diemban oleh keduanya (bank dan mitra)
dalam mengelola dana masyarakat yang disimpan di bank tersebut. Apabila mitra
tidak bisa menjalankan amanah yang diembannya maka akan berimplikasi juga
5 M, Syafi’I Antonio, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, Jakarta, Tazkia Institute,
1999, Cet. Ke1, h. 145. 6 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2007, h.
126-127
5
terhadap kinerja bank tersebut yang mengakibatkan turunnya kepercayaan
masyarakat terhadap bank syariah tersebut.
Pada praktek yang ada dilapangan, bentuk-bentuk akad jual beli terbilang
sangat banyak sekali, jumlahnya bias mencapai belasan jika tidak puluhan.
Sungguhpun demikian dari sekian banyak itu ada 3 (tiga) jenis jual beli yang
telah banyak dikembangkan sebagai sandaran pokok dalam pembiayaan modal
kerja dan investasi diantaranya adalah murabahah, salam dan istisna.
Dari ketiga pembiyaan tersebut, banyak lembaga keuangan syariah
termasuk BMT mengeluarkan produk murabahah. Dari sekian produk yang ada
di BMT yang banyak berkembang dan diminati masyarakat adalah murabahah.
Berdasarkan pada fenomena diatas, maka diperlukan suatu kajian yang
mendalam untuk mengetahui seberapa besar penanganan yang dilakukan
lembaga keuangan syariah dalam pembiayaan bermasalah khususnya pada
produk murabahah. Merasa tertarik dengan permasalahan diatas, maka penulis
mencoba untuk menelitinya dalam sebuah skripsi yang berjudul, “Strategi
Penanggulangan Pembiayaan Murabahah Bermasalah di BMT Ta’awun
Cipulir”.
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah
a. Pembatasan masalah
Mengingat luasnya pembicaraan mengenai pembiayaan bermasalah,
maka penulis hanya membicarakan mengenai strategi penanggulangan
pembiayaan murabahah bermasalah pada BMT Ta’awun.
6
b. Perumusan masalah
Berdasarkan pembatasan diatas, maka perumusan masalah pada
penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana strategi penyelesaian pembiayaan murabahah bermasalah
secara teoritis?
2. Bagaimana peta pembiayaan murabahah bermasalah pada BMT
Ta’awun?
3. Bagaimana keberhasilan BMT Ta’awun dalam menanggulangi
pembiayaan murabahah bermasalah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
a. Tujuan penelitian:
1. Untuk mengetahui strategi penyelesaian pembiayaan murabahah
bermasalah secara teoritis.
2. Untuk mengetahui bagaimana peta pembiayaan murabahah bermasalah di
BMT Ta’awun.
3. Untuk mengetahui bagaimana keberhasilan BMT Ta’awun dalam
menanggulangi pembiayaan murabahah bermasalah.
b. Manfaat penelitian
1. Bagi Penulis
Sebagai media pengembangan wawasan dan ilmu pengetahuan dalam
dunia perbankan syariah sekaligus dapat memberikan tambahan
7
pengalaman pada bidang tersebut khususnya mengenai penanganan
pembiayaan murabahah bermasalah yang terjadi pada BMT Ta’awun.
2. Bagi Perusahaan
Dari hasil tersebut diharapkan dapat memberikan bahan masukan dalam
memecahkan masalah tersebut serta memberikan manfaat demi kemajuan
dimasa mendatang.
3. Bagi Pihak Lain
Sebagai bahan informasi dan sumber ilmu pengetahuan serta gambaran
proses yang diterapkan Bank syariah dalam menangani pembiayaan
murabahah bermasalah bagi yang tertarik sehingga dapat dikembangkan
lebih lanjut.
D. Review Studi Terdahulu
Untuk menghindari penelitian dengan objek yang sama, maka diperlukan
kajian terhadap kajian-kajian terdahulu terhadap beberapa penelitian yang
dilakukan baik oleh praktisi ataupun oleh mahasiswa mengenai fenomena yang
berkaitan dengan penelitian. Dibawah ini terdapat beberapa penelitian
berhubungan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis pada saat ini, yaitu:
1. Upaya Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah dalam Rangka Meningkatkan
Aktifitas Perbankan Syariah (Bank Muamalat) –Churmah-
(FSH/Muamalat/Perbankan 1423H/2003M)
Penelitian ini menjelaskan mengenai penyaluran atas dana pembiayaan di
Bank Muamalat tidak diberikan batasan-batasan mengenai sektor yang akan
8
dibiayai. Bank Muamalat memberikannya untuk semua sektor usaha yang sesuai
dengan yang telah ditetapkan Bank Indonesia, yaitu melalui penyaluran yang
produktif untuk keperluan yang konsumtif. Selain itu jg menjelaskan faktor-
faktor penyebab pembiayaan bermasalah yang terjadi di Bank Muamalat dapat
berasal dari 2 faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Untuk faktor internal
yang berasal dari debitur adalah dikarenakan pihak debitur belum memenuhi
pengalaman dalam bidang keuangan dan pengelolaan permasalahan. Penyebab
lain adalah unsur kesengajaan debitur memberikan data-data yang tidak benar
pada saat mengajukan permohonan dan pihak bank pun tidak mencermatinya.
Sedangkan penyebab eksternal (faktor diluar jangkauan kreditur dan debitur)
yaitu akibat bencana alam seperti banjir, kebakaran dan kerusuhan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kepustakaan dan penelitian lapangan dengan cara kualitatif yang dideskripsikan.
2. Pengaruh Pembiayaan Bermasalah terhadap Kualitas Aktiva Produktif
pada BPRS (Studi Kasus PT. BPRS Risalah Umat) –Saifulloh-
(FSH/Muamalat/Perbankan Syariah 1426H/2005M)
Dalam penelitian ini menjelaskan tentang seberapa besar pengaruh
pembiayaan bermasalah terhadap kualitas aktiva produktif pada PT. BPRS
Risalah Umat dan menjelaskan apakah prosedur pembiayaan yang diterapkan
BPRS Risalah Umat telah sesuai dengan prinsip manajemen Islam. Dari
penelitian ini dapat diketahui seberapa pengaruhnya pembiayaan bermasalah
terhadap kualitas aktiva produktif pada BPRS Risalah Umat. Selain itu juga
9
dijelaskan bahwa kegiatan yang dilakukan untuk pencapaian pembiayaan BPRS
Risalah Umat selalu berdasarkan konsep dan norma-norma yang diterapkan
Islam.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yang bersifat deskriptif
yaitu membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan
akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan fenomena yang diselidiki
yang kemudian dianalisis.
3. Manajemen Pembiayaan Murabahah pada Bank Syariah (studi kasus Bank
Syariah Mandiri cab Pondok Indah), -Usman Chalid-
(FSH/Muamalat/Perbankan Syariah 1426H/2005M)
Dalam penelitian ini menjelaskan bagaimana manajemen pembiayaan
murabahah yang dilakukan Bank Mandiri Syariah serta menjelaskan prinsip yang
diterapkan Bank Syariah Mandiri dalam manajemen pembiayaan murabahah.
Dari penelitian ini dapat diketahui bagaimana manajemen pembiayaan
murabahah dilakukan yaitu sebelum dilakukan penandatanganan pembiayaan
murabahah terlebih dahulu terpenuhi prosedur persyaratan legalitas dan
administrati dari nasabah. Selain itu, manajemen yang diterapkan Bank Syariah
Mandiri telah sesuai dengan prinsip Islam, karena kegiatan yang dilakukan untuk
pencapaian tujuan pembiayaan murabahah selalu berdasarkan konsep dan norma-
norma yang diterapkan oleh Allah SWT. Dan dalam melakukan tindakan-
tindakan tersebut dilatarbelakangi oleh konsep amal sholeh seperti melakukan
perencanaan yang matang, dan terarah untuk menghindari kekeliruan yang dapat
10
merugikan, menggunakan konsep pembagian kerja yang didasarkan pada
kemampuan fisik, ilmu dan teknologi yang dimiliki oleh masing-masing
karyawan dan memelihara nilai-nilai kemuliaan manusia.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data
deskriftif dan tertulis dengan informasi dari yang terlibat dalam objek
dilapangan. Sedangkan pengumpulan data yang berkenaan dengan penelitian ini
adalah menggunakan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan.
Yang membedakan skripsi diatas dengan skripsi yang penulis buat adalah
apabila dalam skripsi ini penulis lebih menitikberatkan kepada strategi
penanggulangan pembiayaan murabahah bermasalah yang ada pada Bank
Syariah
E. Kerangka Teori
Sesuai dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998, bank Syariah
didefinisikan sebagai berikut:
“Bank Syariah adalah Bank umum yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayarannya”
Pembiayaan dalam perbankan syariah atau istilah teknisnya aktiva produktif,
menurut ketentuan Bank Indonesia adalah penanaman dana Bank Syariah baik
dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, qardh,
11
surat berharga syariah, penempatan, penyertaan modal/sementara, komitmen dan
kontinjensi pada rekening administratif serta Sertifikat Wadiah Bank Indonesia.7
Pembiayaan memiliki peranan penting dalam melakukan kegiatan operasional
bank syariah, karena pembiayaan merupakan bagian terbesar bagi pendapatan
bank dan tentunya pula berpengaruh terhadap nisbah bagi hasil yang diterima
nasabah pemilik dana. Apabila bank syariah tidak mampu menyalurkan
pembiayaannya, sementara dana yang terhimpun dari shahibul maal (dana pihak
ketiga) terus bertambah, maka akan terdapat banyak idle (menganggur), yang
dapat berpengaruh terhadap pendapatan dari margin bagi hasil. Hal ini pula yang
akan menyebabkan penurunan dana pihak ketiga (DPK) pada Bank Syariah. Oleh
karena itu, hendaknya bank syariah harus lebih banyak menyalurkan pembiayaan
terhadap masyarakat (unit usaha) namun tetap berlandaskan pada prinsip kehati-
hatian.8
Salah satu skim fiqih yang paling popular digunakan oleh perbankan syariah
adalah skim jual-beli murabahah. Transaksi murabahah ini lazimdilakukan oleh
Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Secara sederhana, murabahah berarti suatu
penjualan barang seharga barang tersebut ditambah keuntungan yang yang
disepakati. Jadi singkatnya, murabahah adalah akad jual beli barang dengan
menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh
7 Muhammad,, Manajemen Dana Bank Syariah, Yogyakarta, Ekonisia, 2004, Cet. 1, hal.
196 8 Siswanto sutojo, Strategi Manajemen Kredit Bank Umum, Jakarta, Damar Mulia
Pustaka, 1997, hal. 3
12
penjual dan pembeli. Akad ini merupakan salah satu bentuk natural certainty
contracts, karena dalam murabahah ditentukan berapa required rate of profitnya
(keuntungan yang ingin diperoleh).9
Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan
kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank
ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi
jual-beli dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan
barang.10
F. Konsep Penelitian
Konsep penanggulangan pembiayaan murabahah bermasalah menitik
beratkan pada usaha BMT Ta’awun dalam menyelamatkan pembiayaan tersebut,
yaitu melihat bagaimana strategi penanggulangan pembiayaan murabahah
bermasalah tersebut, dan prosedur serta cara penanganan pembiayaan bermasalah
yang dilakukan oleh BMT Ta’awun.
Penelitian ini juga melihat perkembangan dari penanganan pembiayaan
murabahah bermasalah tersebut. Dari situlah dapat dilihat sejauhmana
penanganan pembiayaan tersebut dilakukan demi menghasilkan pembiayaan
yang baik dan tidak bermasalah.
9 Ir Adiwarman A Karim, Bank Islam (Analisis Fiqih dan Keuangan), Jakarta, PT. Raja
Grafindo Persada, 2006, Edisi 3, Cet 3, h. 113 10
Ramzi A Zuhdi, Bank Indonesia (Perbankan Syariah), Jakarta, juli 2007, h. 37
13
G. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Data yang
dihasilkan berupa data kualitatif, yang dikembangkan dengan metode
deskriptif. Metode deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan
gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan
terhadap obyek yang diteliti.11
Dimana data yang berupa kata-kata, hasil
wawancara, catatan lapangan, dan arsip-arsip dokumen resmi dari perusahaan
terkait, akan dikumpulkan, diolah dan dijelaskan sesuai dengan apa adanya.
Data yang telah dikumpulkan dan diperiksa kembali demi tercapainya
kesesuaian dari apa yang diteliti.
1. Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang berkenaan dengan judul penelitian,
maka teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah:
a. Penelitian Kepustakaan (library research)
Untuk menambah referensi serta kekayaan literatur, penelitian ini
mengkaji lebih dalam literatur yang ada, baik berupa buku, catatan,
maupun laporan hasil penelitian.12
b. Penelitian Lapangan (field research)
Penulis juga langsung terjun kelapangan penelitian untuk mendapatkan
data hasil pengamatan lapangan atau informasi dari responden. Untuk
11
Ronny Kountur, Metode Penelitian: Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, (Jakarta: PPM,
2005) , cet. Ketiga, h.105. 12
Iqbal Hasan, Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2002, h.8
14
memperoleh data yang ada dilapangan, maka digunakan teknik
pengumpulan data sebagai berikut:
a. Data Primer
Penulis mewawancarai beberapa orang terkait dengan tema yang
penulis bahas.
b. Data Sekunder
1. Dokumentasi atau arsip yang berhubungan dengan penelitian.
2. Penelitian kepustakaan (library research) dari buku, artikel dan
karya ilmiah yang berkaitan dengan penelitian.
2. Metode Pengolahan Data
Metode pengolahan data yang dipakai dalam menganalisa penelitian
ini menggunakan metode deskriptif analisis yaitu kegiatan penelitian
kegiatan yang hendak menganalisa gambaran atau fakta yang ada dilapangan.
Dalam hal ini setelah penulis memperoleh data-data dari hasil penelitian
kemudian dianalisis tentang bagaimana strategi yang dilalukan BMT
Ta’awun dalam penanggulangan pembiayaan murabahah bermasalah. Dari
analisis tersebut penulis berusaha menganalisa apakah strategi
penanggulangan pembiayaan murabahah bermasalah di BMT Ta’awun sudah
sesuai dengan praktek ekonomi syariah atau hanya sekedar teori saja.
Suatu laporan, artikel atau monograf yang didasarkan pada penelitian
kualitatif bukan, atau seharusnya tidak, hanya merupakan pandangan
15
seseorang yang tidak dipersiapkan terlebih dahulu mengenai suatu
keadaan.13
Metode deskriptif dengan pendekatan analitis komparatif. Metode
deskriptif yaitu suatu metode dalam meneliti sekelompok manusia, suatu
objek, suatu kondisi, suatu pemikiran, atau suatu kelas peristiwa pada masa
sekarang. Penelitian analitis merupakan penelitian yang ditujukan untuk
meneliti secara teperinci suatu aktifitas atau kejadian dan hasil penelitian
tersebut dapat memberikan rekomendasi untuk keperluan yang akan datang
3. Metode Penulisan
Adapun pedoman dan teknik penulisan skripsi ini berpedoman kepada
buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 2007 yang merupakan sandaran dari penulisan karya
ilmiah mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada umumnya,
khususnya mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum.
H. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembaca dalam mengikuti materi yang akan dibahas,
maka penulis paparkan garis besar isi tiap-tiap bab dibawah ini:
BAB I Pendahuluan, menjelaskan mengenai latar belakang penelitian,
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, kajian pustaka,
kerangka teori dan kerangka konsep serta sistematika penulisan.
13
…ibid, h. 233
16
BAB II Landasan Teori, bab ini menjelaskan mengenai landasan teori yang
digunakan dalam pembahasan permasalahan seputar penanggulangan
pembiayaan bermasalah khususnya dalam pembiayaan murabahah
pada BMT.
BAB III Deskripsi objek penelitian, dalam bab ini akan dipaparkan tentang
objek yang diteliti, sejarah perkembangan lembaga tersebut, profil,
visi misi, struktur organisasi dan manajemennya, serta produk dan jasa
yang disediakan oleh BMT.
BAB IV Analisis pembahasan, bab ini mengupas tentang faktor-faktor yang
menyebabkan pembiayaan bermasalah. Serta, membahas
penanggulangan yang diakibatkan dari pembiayaan bermasalah.
BAB V Penutup, bab terakhir merupakan kesimpulan serta saran yang dapat
diambil dari hasil penelitian ini sehingga dapat dijadikan sebagai
bahan yang bermanfaat untuk menambah pengetahuan tentang strategi
penanggulangan pembiayaan bermasalah dan dapat digunakan sebagai
bahan perbandingan bagi yang tertarik sehingga dapat dikembangkan
lebih lanjut di kemudian hari.
17
BAB II
KONSEP TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN PEMBIAYAAN
MURABAHAH BERMASALAH
A. Konsep Murabahah
1. Pengertian Pembiayaan Murabahah
Seorang praktisi perbankan, Muhammad Syafi’i Antonio
menjelaskan bahwa “murabahah adalah jual beli barang pada harga asal
dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam murabahah penjual
harus memberi tahu harga pokok yang ia beli dan menentukan suatu
tingkat keuntungan sebagai tambahannya”.14
Sedangkan secara sederhana Adiwarman A. Karim dalam bukunya
mengartikan bahwa:
Murabahah adalah “Suatu penjualan barang yang seharga barang
tersebut di tambah keuntungan yang disepakati”. Misalnya seorang
membeli barang kemudian menjualnya dengan keuntungan tertentu.
Betapa besar keuntungan tersebut dapat dinyatakan dalam nominal rupiah
atau dalam bentuk presentase dari harga pembeliannya, misalnya 10%
atau 20%.15
14
M. Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik, Jakarta, Gema Insani Press,
2000, cet. ke2, h. 101. 15
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta, PT Raja
Grafindo Persada, 2007, cet. ke3,h. 255.
18
Karnaen A. Perwataatmadja memberi definisi yang tidak jauh
berbeda, yaitu “Pembiayaan yang diberikan oleh nasabah dalam rangka
pemenuhan produksi. Pembiayaan murabahah mirip dengan kredit modal
kerja yang biasa diberikan oleh bank-bank konvensional, dan karenanya
pembiayaan murabahah berjangka waktu di bawah 1 tahun.16
Sedangkan menurut Zainul Arifin dalam bukunya menjelaskan
bahwa:
Dalam transaksi murabahah, penjual harus menyebutkan dengan jelas
barang yang diperjualbelikan dan tidak termasuk barang haram. Demikian
juga harga pembelian barang dan keuntungan yang diambil dan cara
pembayarannya harus disebutkan dengan jelas. Dengan cara ini si
pembeli dapat mengetahui harga sebenarnya dari barang yang dibeli dan
dikehendaki penjual.17
Dari pengertian murabahah, baik dalam literature fiqh maupun
praktisi perbankan dapat disimpulkan bahwa pengertian murabahah
adalah kontrak jual beli barang antara penjual (BMT) dan pembeli
(nasabah) dengan fasilitas penundaan pembayaran baik untuk pembelian
asset modal kerja maupun investasi dengan harga asal ditambah dengan
keuntungan dan jangka waktu yang telah disepakati oleh kedua belah
16
Karnaen A. Perwataatmadja dan Muhammad Syafi’i Antonio, Apa dan Bagaimana Bank
Islam, Yogyakarta, Dana Bhakti Prima Yasa, 1992, cet. ke1, h.15. 17
Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta, Pustaka Alvabet, 2006,
cet. ke4, h. 85.
19
pihak dan cara pembayarannya dapat dilakukan sekaligus (tunai) pada
saat jatuh tempo ataupun dengan cicilan (angsuran).
2. Landasan Hukum Murabahah
a. Al-Quran
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu makan harta
sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah
kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah maha penyayang
kepadamu”. (an-nisa/3:29).18
Artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak akan berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran
18
Al-Quran Surat An-nisa ayat 29.
20
(tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah
disebabkan mereka berkata sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,
padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhan Nya,
lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. Orang-orang yang mengulangi (mengambil riba), maka
orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal didalamnya.”
(Al-baqarah/2:275)19
b. Al-Hadist
Dalam hal ini juga disebutkan. “Pembeli dan penjual berhak untuk
membatalkan perjanjian mereka selama mereka tidak terpisa. Apabila
mereka itu berbicara benar dan menjalankannya, maka transaksi itu akan
diberkahi, tetapi bila mereka saling menyembunyikan dan berdusta, maka
berkah atas transaksi mereka itu akan pupus” (HR Bukhari).
Dalam jual beli juga diharapkan adanya unsur suka sama suka,
seperti yang tercantum dalam hadits, “Sesungguhnya jual beli itu harus
dilakukan secara suka sama suka” (HR Al-Baihaqi dan Ibnu Majah)
19
Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 275.
21
c. Ulas
Umat Islam telah berkonsensus dalam keabsahan jual beli, karena
manusia sebagai anggota masyarakat selalu membutuhkan apa yang
dihasilkan dimiliki oleh orang lain.oleh karena itu jual beli adalah salah
satu jalan untuk mendapatkannya secara sah. Dengan demikian maka
mudahlah bagi setiap individu untuk mendapatkan.20
3. Rukun dan Syarat-syarat Murabahah
a. Rukun Murabahah
Rukun jual beli menurut mazhab Hanafi adalah ijab dan qabul yang
menunjukan adanya pertukaran atau kegiatan saling memberi yang
menempati kedudukan ijab dan qabul itu.
Menurut jumhur ulama ada 4 rukun dalam jual beli, yaitu:
1). Orang yang menjual,
2). Orang yang membeli,
3). Sighat (Ijab Qabul),
4). Barang/objek atau sesuatu yang diadakan.
5). Harga (tsaman)21
b. Syarat-syarat Murabahah
Dalam murabahah dibutuhkan beberapa syarat antara lain:
20
Wiroso, Jual Beli Murabahah, Yogyakarta, UII Press, 2005, cet. Ke1, h. 13. 21
Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, Jakarta, Zikrul Hakim,
2003, cet. Ke1, h. 40
22
1. Mengetahui harga pertama (harga pembelian)
Pembeli kedua hendaknya mengetahui harga pembelian karena hal itu
adalah syarat sahnya transaksi jual beli. Jika tidak mengetahui, maka jual
beli tersebut tidak sah.22
2. Mengetahui besarnya keuntungan
Karena ia merupakan bagian dari harga (tsaman), sedangkan mengetahui
harga adalah syarat sahnya jual beli.
3. Modal hendaknya berupa komoditas yang memiliki kesamaan dan
sejenis, seperti benda-benda yang ditakar, ditimbang dan dihitung.
Syarat ini diperlukan dalam murabahah dan tauliyah, baik ketika
dilakukan dengan penjual pertama atau orang lain. Serta baik keuntungan
dari jenis harga pertama atau bukan, setelah jenis keuntungan disepakati
berupa sesuatu yang diketahui ketentuannya, misalkan dirham ataupun
yang lainnya.
4. System murabahah dalam harta ribahendaknya tidak menisbatkan riba
tersebut terhadap harga pertama.
Seperti membeli barang yang ditukar atau ditimbang dengan barang yang
sejenis dengan takaran yang sama, maka tidak boleh menjualnya dengan
system murabahah. Hal ini tidak diperbolehkan karena murabahah adalah
jual beli dengan harga pertama dengan adanya tambahan, sedangkan
22
http://zonaekis.com/search/syarat+syarat+murabahah
23
tambahan terhadap harta riba hukumnya adalah riba dan bukan
keuntungan.
5. Transaksi pertama haruslah secara syara’
Jika transaksi pertama tidak sah, maka tidak boleh dilakukan jual beli
secara murabahah, karena murabahah adalah jual beli dengan harga
pertama disertai dengan tambahan keuntungan dan hak milik jual beli
yang tidak sah ditetapkan dengan nilai barang atau dengan barang yang
semisal bukan dengan harga, karena tidak benarnya penamaan.
4. Karakteristik pembiayaan murabahah
Didalam kitab Al-umm karya Imam Syafi’i, beliau menguraikan
karakteristik murabahah, diantaranya:
1. Boleh bagi pemesan/nasabah menentukan spesifikasi pesanannya.
2. Terjadi kesepakatan dalam penentuan keuntungan (margin) pada saat
perjanjian.
3. Penentuan besar kecilnya keuntungan (margin) berdasarkan kelihaian
yang diberi pesanan dalam menyediakan pesanan sesuai spesifikasi yang
diminta, kualitas pesanan dan kemampuannya memperoleh dengan harga
yang relatif murah.
4. Sistem pembayaran pemesan (cash atau cicil) jadi patokan dalam
penentuan keuntungan.
Menurut M. Syafii Antonio karakteristik murababah secara umum adalah:
24
1. Bank harus memberitahukan tentang biaya atau modal yang dikeluarkan
(capital outlay) atas barang tersebut kepada nasabah.
2. Akad pertama harus sah.
3. Akad tersebut harus bebas dari riba.
4. Bank harus mengungkapkan dengan jelas dan rinci tentang ingkar
janji/wanprestasi yang terjadi setelah pembelian.
5. Bank harus mengungkapkan tentang syarat yang diminta dari harga
pembelian kepada nasabah, misalnya pembelian berdasarkan angsuran.23
Jika salah satu syarat a, b atau c tidak terpenuhi, maka pembelian harus
mempunyai pilihan untuk:
1. Melakukan pembayaran penjualan tersebut sebagaimana adanya.
2. Menghubungi penjual atas perbedaan (kekurangan) yang terjadi atau,
3. Membatalkan akad.24
B. Konsep Pembiayaan Murabahah Bermasalah
1. Pengertian Pembiayaan Murabahah Bermasalah
Berdasarkan surat edaran BI no. 31/147/KEP/DIR dan peraturan BI
no. 5/7/PBI/2003, untuk penggolongan kualitas aktiva produktif pada
bank syariah terdiri dari: Pembiayaan Lancar (L), Dalam Perhatian
Khusus (DPK), Kurang Lancar (KL) , Diragukan (D), Macet (M).
Kualitas aktiva produktif ini dinilai berdasarkan usaha, kondisi keuangan
23
M. Syafi’i Antonio, op.cit, h. 102. 24
Ibid, h. 102-103.
25
dan kemampuan membayar nasabah. Dari lima kualitas pembiayaan
diatas yang digolongkan menjadi pembiayaan bermasalah/pembiayaan
murabahah bermasalah pada BMT adalah kurang lancar, diragukan dan
macet.25
Pembiayaan murabahah bermasalah adalah pembiayaan yang
mengalami kesulitan pengembalian atas pelunasan akibat adanya faktor-
faktor dari sisi nasabah ataupun dari sisi bank sendiri sehingga
menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Tujuan dari setiap pembiayaan
yang diberikan oleh bank adalah untuk menciptakan keuntungan yang
diperoleh dari pembayaran hasil keuntungan dan ongkos bank lainnya.
Pihak bank harus benar-benar meyakini fasilitas pembiayaan yang
diberikan pada nasabah dapat berjalan lancar dan aman, artinya selama
pembiayaan berjalan bank akan merasa uangnya aman kemudian
pembiayaan tersebut benar-benar dapat memberikan hasil bank, nasabah
dan masyarakat yang pada akhirnya pembiayaan tersebut akan kembali
pada masa yang telah ditentukan.
2. Faktor-faktor Pemicu Terjadi Pembiayaan yang Bermasalah
Pesatnya perkembangan perbankan syariah telah membawa
persaingan yang tajam dikalangan perbankan, tidak hanya dalam
menghimpun dana masyarakat tetapi juga dalam penyaluran dana ke
25
http://www.google.co.id/#hl=id&biw=1024&bih=383&q=faktor+pemicu+pembiayaan+bermasalah&aq=f&aqi=&aql=&oq=&gs_rfai=&fp=b63a9513633023ca
26
masyarakat (pembiayaan). Persaingan yang terjadi ternyata mendorong
pula sikap dan tindakan yang sangat agresif sehingga dalam ekspansi
pembiayaan bank kurang mendasar pada prinsip-prinsip usaha yang sehat
dan keputusan-keputusan pembiayaan dilakukan secara kurang hati-hati.
Pembiayaan bermasalah jarang timbul secara mendadak, tetapi
datang secara perlahan-lahan dengan memberikan tanda-tanda
penyimpangan (signal of deviation) lebih dulu kepada bank, kecuali
terjadi suatu kecelakaan yang menimpa nasabah atau bidang usahanya.26
Faktor sebab terjadinya pembiayaan bermasalah bermasalah sama
halnya dengan sebab pada pembiayaan lainnya yang diberikan bank/BMT
kepada nasabahnya. Faktor-faktor pemicu terjadinya pembiayaan
murabahah bermasalah secara umum disebabkan sebagai berikut:
1. Ditinjau dari sisi nasabah
a. Kondisi usaha nasabah pembiayaan yang sedang menurun. Hal ini
mungkin disebabkan oleh faktor menejerial perusahaan nasabah yang
kurang baik seperti, kelemahan dalam kebijakan pembelian dan
penjualan, lemahnya pengawasan biaya dan pengeluaran, kebijakan
piutang yang kurang tepat dan permodalan yang kurang cukup.27
b. Karakter/sikap nasabah. Adanya unsur kesengajaan oleh nasabah untuk
menipu bank dengan jalan memberikan data dan informasi yang tidak
26
Moh. Tjoekam, Perkreditan Bisnis Inti Bank Komersial Konsep, Teknik dan Kasus,
Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 1999, h. 264. 27
Zainul Arifin, op-cit, cet. ke2, h. 223.
27
sebenarnya. Disamping itu ada itikad yang kurang baik dari nasabah
dalam hal pembayaran kembali pinjamannya, walaupun kemungkinan
usahanya baik dan berkembang.
c. Putus Hubungan Kerja (PHK). Ini juga merupakan salah satu faktor
penyebab timbulnya pembiayaan bermasalah. Krisis moneter yang
berkepanjangan membawa dampak yang sangat luas, sehingga banyak
perusahaan yang memPHK karyawan/pegawainya dikarenakan sudah
tidak beroperasi lagi. Akibat dari PHK secara otomatis
karyawan/pegawai tidak memiliki pendapatan yang mengakibatkan
menurunnya atau tidak memiliki kemampuan untuk membayar
pembiayaan tersebut.
2. Dari sisi bank
a. Kurang tajamnya analisa. Misalnya, analisa tidak didasarkan pada data
dan proyeksi yang wajar seperti mengabaikan data kinerja operasi dan
keuangan perusahaan yang lalu.
b. Tidak terpenuhinya kelengkapan persyaratan minimal, sehingga data
kurang akurat dan kurang relevan hal ini disebabkan karena kurangnya
ferivikasi ke pihak ketiga/nasabah.
c. Lemahnya pemantauan (monitoring). Proses terakhir dalam
pembiayaan yaitu monitoring, beberapa langkah monitoring yang
harus dilakukan antara lain: memantau mutasi rekening Koran
nasabah, memantau pelunasan angsuran, melakukan kunjungan rutin
28
ke lokasi usaha nasabah dan melakukan pemantauan terhadap
perkembangan usaha sejenis.28
d. Sistem dan prosedur yang menjadi acuan kurang diindahkan atau tidak
melalui prosedur yang seharusnya dan sering melakukan
penyimpangan.
e. Percaya begitu saja pada data yang disodorkan nasabah tanpa studi dan
penelitian yang komprehensif.
3. Faktor lingkungan, adalah faktor yang berada diluar jangkauan bank
dan nasabah, seperti bencana alam dan peraturan pemerintah yang
berubah.
3. Strategi Penanggulangan Pembiayaan Murabahah Bermasalah
Strategi sebagai seperangkat tujuan dan rencana tindakan yang spesifik,
yang apabila dicapai akan memberikan suatu keunggulan kompetitif yang
diharapkan.29
Pembiayaan yang diberikan oleh perbankan syariah/BMT tidak selamanya
berjalan dengan lancar, jika terjadi kegagalan atau permasalahan dalam
pengembalian dana masyarakat tersebut ke pihak bank, maka tentunya pihak
bank harus menyelamatkan dana masyarakat tersebut, karena dana tersebut
merupakan amanah yang dititipkan masyarakat kepada pihak bank. Kewajiban
untuk menjaga titipan dengan penuh amanah sangat ditekankan dalam Al-Quran:
28
Sunarto Zulkifli, op-cit, h. 154 29
Blocher. Dkk., Manajemen Biaya, Terjemahan Dra. A. Suty Ambarriani, M.Si, Jakarta:
Salemba Empat, 2000, h. 3.
29
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada
yang berhak menerimanya (QS. An-nisa/4 : 58).30
Berikut ini akan dijelaskan upaya atau strategi dalam mengatasi
pembiayaan murabahah bermasalah:
1. Melakukan pendekatan kepada nasabah pembiayaan. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui permasalahan yang sedang terjadi pada nasabah pembiayaan.
Serta memberikan alternatif solusi dalam mengatasi permasalahan nasabah
dengan mendatangi dan mendiskusikannya.
2. Collection, yaitu penagihan secara intensif. Dalam hal ini dilakukan dengan
dua cara sebagai berikut: Pertama, penagihan secara persuasive yaitu dengan
mengirimkan surat peringatan atau teguran kepada nasabah yang
bermasalah. Kedua, penagihan secara langsung yakni dengan mendatangi
langsung nasabah pembiayaan murabahah yang mengalami penunggakan.
3. Rescheduling (penjadwalan ulang), yaitu nasabah diberikan perpanjangan
waktu jatuh tempo dalam pelunasan pembiayaan yang diberikan oleh
bank/BMT.
4. Restructuring, yaitu dengan cara:
a. Menambah jumlah kredit
30 Al-Quran Surat An-nisa/4 ayat 58
30
b. Menambah equity yaitu:
- Dengan menyetor uang tunai
- Tambahan dari pemilik31
5. Potongan pelunasan, artinya bank/BMT memberikan keringanan kepada
nasabah yang bermasalah berupa potongan pelunasan dalam tempo yang
telah ditentukan.
6. Penyitaan jaminan, yaitu penjualan barang-barang yang dijadikan jaminan
dalam rangka pelunasan pembiayaan. Hal ini dilakukan apabila nasabah
sudah benar-benar tidak mampu lagi untuk membayar hutangnya.
7. Hapus buku yaitu langkah terakhir yang dilakukan untuk membebaskan
nasabah dari beban hutangnya, dikarenakan nasabah sudah tidak mampu lagi
untuk mengembalikan pinjamannya dan barang yang dijadikan jaminan tidak
bisa menutupi hutangnya. Sedangkan usaha yang dijalaninya sudah tidak
bisa diharapkan lagi.32
Seperti firman Allah SWT:
Artinya: Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah
tangguh sampai dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian
31
Kasmir SE,.MM, Dasar-dasar Perbankan, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2004, edisi
1, cet. 3, h. 128-129. 32
Kasmir, Bank dan Lembaga keuangan Lainnya, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada,
2002, edisi ke6, h. 115.
31
atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui
(QS. Al-Baqarah/2:280)
Apabila menurut pertimbangan bank, pembiayaan yang bermasalah
tidak mungkin terselamatkan dan menjadi lancar kembali melalui upaya-
upaya penyelamatan sehingga akhirnya pembiayaan tersebut menjadi
macet. Maka bank akan melakukan tindakan-tindakan penyelesaian atau
penagihan pembiayaan bermasalah itu merupakan upaya bank untuk
memperoleh kembali pembayaran baik dari nasabah debitur atau
penjamin atas kredit bank yang telah menjadi bermasalah atau tanpa
melikuidasi angsurannya.
Karena itu, untuk menyelesaikan pembiayaan bermasalah perlu
menggunakan pendekatan sebagai berikut:
a. Bank tidak membiarkan atau bahkan menutup-nutupi adanya
pembiayaan bermasalah.
b. Bank harus mendeteksi secara dini adanya pembiayaan bermasalah
atau diduga akan menjadi pembiayaan bermasalah.
c. Penanganan pembiayaan bermasalah atau diduga akan menjadi
pembiayaan bermasalah juga harus dilakukan secara dini dan sesegera
mungkin.
d. Bank tidak melakukan penyelesaian pembiayaan bermasalah dengan
cara menambah plafond pembiayaan atau tunggakan-tunggakan bunga
32
dan mengkapitalisasi tunggakan bunga tersebut atau yang lazim
dikenal dengan praktek plafondering pembiayaan.
e. Bank tidak boleh melakukan pengecualian dalam penyelesaian
pembiayaan bermasalah. Khususnya untuk pembiayaan bermasalah
kepada pihak-pihak yang terkait dengan bank dan debitur-debitur besar
tertentu.
Bank dalam menyelesaikan pembiayaan bermasalah atau macet
dapat menempuh cara-cara sebagai berikut:
1. Penyerahan Pengurusan Kredit Macet kepada PUPN
Dengan UU No. 49/Prp/Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang
Negara dibentuklah PUPN yang tugasnya mengurus piutang Negara
yang oleh pemerintah atau badan-badan yang secara langsung atau
tidak langsung dikuasai oleh Negara berdasarkan suatu peraturan,
perjanjian, atau sebab lainnya telah diserahkan pengurusannya
kepadanya. Piutang yang diserahkan itu ialah piutang yang adanya dan
besarnya telah pasti menurut hokum, akan tetapi yang menanggung
utangnya (penjamin) tidak melunasi sebagaimana mestinya.
2. Proses Gugatan Perdata
Sejalan dengan klausula yang biasa tercantum dalam setiap perjanjian
kredit antara bank dan nasabahnya, maka dalam hal nasabah sebagai
debitor tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk melunasi kredit,
bank dapat mengajukan gugatan perdata kepada pengadilan. Apabila
33
debitur tetap tidak melunasi kredit, maka atas dasar perintah ketua
pengadilan negeri tersebut dilakukan penyitaan harta kekayaan debitor
untuk kemudian dilelang.
3. Penyelesaian Melalui Badan Arbitrase (perwasitan)
Dalam penyelesaian kredit kadang dicantumkan pula klausula yang
menyebutkan bahwa apabila timbul sengketa sebagai akibat dari
perjanjian kredit, maka penyelesaiannya melalui arbitrase dan
keputusan arbitrase merupakan keputusan final. Adapun manfaat
penyelesaian sengketa melalui arbitrase ini keputusannya lebih cepat
diperoleh bila dibandingkan melalui pengadilan yang sifat
penyelesaiannya tertutup dan dapat menjaga nama baik para pihak.
4. Penagihan Oleh Penagih Utang (Debt Collector) swasta.
Pemanfaatan debt collector dalam menagih kredit macet bank ini
ternyata jauh lebih efektif dibandingkan dengan cara menyerahkannya
kepada PUPN atau melalui proses gugatan perdata. Sebab penelitian
menunjukan kurang lebih 75% bank-bank swasta menggunakan dept
collector untuk menagih kredit mereka yang macet. Hal ini disebabkan
antara lain:
a. Karena tidak bekerjanya sarana-sarana hukum dan hokum
dianggap tidak efisien dan efektif.
b. Bertele-telenya proses penegakan hukum menimbulkan
kekecewaan masyarakat.
34
c. Pengadilan tidak bisa memberikan jaminan kepastian hukum dan
berjalan singkat.
d. Dept collector dianggap lebih mampu bekerja dalam waktu
relative singkat dan tingkat keberhasilannya mencapai 90 %.
Dalam melakukan kredit macet tidak jarang dept collector memeras,
mengintimidasi atau mengancam pihak penanggung hutang. Hal tersebut
berlawanan dengan hukum dan dapat menurunkan kredibilitas yang
bersangkutan. Oleh karena itu, sudah sewajarnya dept collector bertindak
secara professional dalam menagih utang kredit macet dengan cara yang
etis dan tidak berlawanan dengan hukum.33
33
Usman S.H Rachmadi, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta, PT
Gramedia Pustaka Utama, 2003, hal. 296 – 303.
35
BAB III
GAMBARAN UMUM BMT TA’AWUN
A. Sejarah Berdirinya BMT Ta’awun
BMT adalah kependekan kata Balai Usaha Mandiri Terpadu atau
Baitul Mal wat Tamwil, yaitu Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang
beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip Syariah. BMT sesuai namanya terdiri
dari dua fungsi utama, yaitu:
a. Baitul tamwil (rumah pengembangan harta), melakukan kegiatan
pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan
kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil dengan antara lain
mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan
ekonomi.
b. Baitul maal (rumah harta), menerima titipan dana zakat, infak dan sedekah
serta mengoptimalkan distribusikannya sesuai dengan peraturan dan
amanahnya.34
BMT (Baitul Maal wat Tamwil) adalah lembaga keuangan mikro
syari’ah yang ditumbuhkan oleh prakarsa dan dengan modal awal dari tokoh-
34
Andri Soemitra MA, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, 2009, Jakarta: kencana.
Cet1. h. 447.
36
tokoh masyarakat setempat sebagai landasan sistem ekonomi yang salaam:
keselamatan, keadilan, dan kesejahteraan.35
Kehadiran BMT Ta’awun sebagai Lembaga keuangan Syari’ah yang
berlokasi di Jl. Amsar No. 4 Cipulir Kebayoran Lama Jakarta Selatan. BMT
Ta’awun beroperasi pada bulan Mei 2004 yang dimotori oleh AMK ( Anak
Muda Kreatif ) Cipulir. Adapun para pendiri dan pengagas serta pengurus
berdirinya BMT Ta’awun adalah dari unsur pemuda Cipulir yaitu Saifuddin
SHI, Fajaruddin Malik, Subandikot Amd, Syahruddin S.Kom, Abdul Kodir
SHI dan Danang. Sedangkan dari unsur pengawas BMT Ta’awun yaitu Ir.
Moch. Agus Tiono, Hilwin Manan, Ir. Edi Supriyanto, Abdul Khoir,
Masyhuri Husein S.Ag, dan Drs. Syafei dengan mendapat dukungan warga Jl.
H.Amsar Cipulir.
Pada awal operasinya BMT Ta’awun (Mei 2004) hanya memiliki
modal sebesar Rp.100.000.000,- yang merupakan dana sosial pribadi dari
beberapa investor kita.
Pada saat itu BMT Ta’awun belum memiliki badan hukum yang resmi
hanya berbentuk swadaya masyarakat yang ingin membantu masyarakat
miskin agar dapat lebih produktif dalam berusaha dan ingin memperkenalkan
sistem penghimpunan dan penyaluran pembiayaan pola syariah. Perjalanan
BMT Ta’awun baru diresmikan pada tanggal 21 Juli 2005 dengan legal SIUP
35
M. Amin Aziz, Pedoman Pendiri BMT (Baitul Maal wat Tamwil), Jakarta: Pinbuk Press,
2004, cet. ke1. h. 1.
37
No.01696/1.824.51, SK MENKOP dan UKM No. 0254/BH/-1.82/VII/2005,
AKTA NOTARIS ARNASYAA PATTINAMA SH No.6 di Jakarta.36
BMT Ta’awun telah beroperasi selama 6 tahun ini telah memberikan
banyak harapan bagi rakyat kecil untuk mengembangkan dan meningkatkan
usaha kearah yang lebih baik. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa masih
banyak masyarakat yang belum mengetahui lembaga BMT ini, begitu pula
kehadiran lembaga ini tidak akan berfungsi secara optimal bila tidak didukung
oleh semua pihak.
B. Prinsip-prinsip BMT Ta’awun
1. Ahsan (mutu hasil kerja terbaik), thayibban (terindah) ahsanu’amala
(memuaskan semua pihak), dan sesuai dengan nilai-nilai salam:
keselamatan, kedamaian dan kesejahteraan.
2. Barokah, artinya berdayaguna, berhasil guna, adanya penguatan jaringan,
transparan (keterbukaan), dan bertanggung jawab sepenuhnya kepada
masyarakat.
3. Spiritual communication (penguatan nilai ruhiyah).
4. Demokratis, partisipatif, dan inklusif.
5. Keadilan sosial dan kesetaraan jender, non-diskriminatif.
6. Ramah lingkungan.
36
Company Profile BMT Ta’awun
38
7. Peka dan bijak terhadap pengetahuan dan budaya lokal, serta
keanekaragaman budaya.
8. Keberlanjutan, memberdayakan masyarakat dengan meningkatkan kemampuan
diri dan lembaga masyarakat lokal.
C. Visi dan Misi BMT Ta’awun
Dalam menjalankan usahanya BMT Ta’awun memiliki visi dan misi,
agar kegiatan operasionalnya memiliki tujuan dan dalam perjalanan usahanya
tidak melenceng atau tidak keluar dari visi dan misi yang telah dibuat oleh
BMT Ta’awun pada saat pendiriannya.
1. Visi BMT
a. Membangun perekonomian umat dengan pembinaan usaha mikro dan
pemberdayaan dhu’afa produktif secara amanah dan professional.
b. Meningkatkan profesionalisme dalam pengelolaan zakat.
c. Serta meningkatkan kesadaran berzakat bagi para Muzakki dan
membangun kemandirian para Mustahiq.
2. Misi BMT
a. Membangun Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah yang profesional dan
amanah.
b. Melayani dan membina masyarakat mikro dengan produk-produk
perbankan syari’ah dalam pengembangan usaha.
c. Mengelolah zakat, infaq dan shodaqoh masyarakat secara profesional
dan amanah.
39
d. Melakukan pemberdayaan dan pembinaan terhadap mustahik untuk
menjadi muzaki.
D. Tujuan berdirinya BMT
Tujuan berdirinya BMT adalah guna meningkatkan kualitas usaha
ekonomi bagi kesejahteraan anggota, yang merupakan jamaah masjid lokasi
BMT berada pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Selanjutnya,
dalam rangka meningkatkan ekonomi umat sebagai bagian dari pembangunan
ekonomi kerakyatan, maka sudah seharusnya memanfaatkan dan
memberdayakan Koperasi dan BMT sebagai lembaga yang menghimpun
masyarakat ekonomi lemah dengan mengembangkan iklim usaha dalam
lingkungan sosial ekonomi yang sehat dan menggandeng lembaga-lembaga
pemerintahan daerah, organisasi kemasyarakatan, dunia usaha, dan Lembaga
Perbankan Syariah , yang sedang berkembang saat ini di Indonesia, dalam
sebuah bentuk kemitraan berupa pembinaan manajerial koperasi, bantuan
pengembangan perangkat dan sistem keuangan mikro, serta kerjasama
pendanaan dan pembiayaan.37
Adapun tujuan BMT Ta’awun yaitu:
1. Melepaskan ketergantungan pada rentenir.
2. Motor penggerak ekonomi.
3. Tombak ekonomi syariah.
4. Penghubung kaya dan miskin.
37
http://www.mail-archive.com/[email protected]
40
5. Sarana pendidikan informal untuk hidup barakah.38
E. Produk-produk BMT Ta’awun
1. Produk-produk pengumpulan dana BMT Ta’awun
a. Produk pengumpulan dana dari kegiatan Baitul Maal
1) Zakat
2) Infak
3) Shadaqah
b. Produk Pengumpulan dana dari kegiatan Baitul Tamwil
1) Simpanan Ta’awun
Adalah satu jenis produk simpanan yang bersifat umum, dapat
diambil kapan saja dan dapat digunakan untuk apa saja dengan
setoran awal sebesar Rp. 10.000 dan untuk selanjutnya minimal
setoran Rp. 2.000 setiap kali setor.
2) Simpanan Pendidikan
Adalah jenis produk simpanan yang biasa digunakan untuk
kebutuhan persiapan pendidikan dan proses pengambilan sesuai
dengan masa-masa pendidikan yaitu persemester yang tepatnya
pada bulan Juli dan Desember. Dengan setoran awal minimal Rp.
10.000 dan selanjutnya setiap setoran Rp. 2.000.
3) Simpanan Idul Fitri
38
Company Profile BMT Ta’awun
41
Adalah produk simpanan yang digunakan untuk kebutuhan
menjelang Idul Fitri dan proses pengambilannya hanya bisa
dilakukan 1 bulan sebelum hari raya Idul Fitri. Dengan minimal
setoran awal Rp. 10.000 dan selanjutnya minimal Rp. 2.000 untuk
setiap kali setor.
4) Simpanan Idul Qurban
Adalah simpanan yang memang dipersiapkan untuk mereka yang
berniat menjadi seorang Mudhahi (pengkurban) pada saat hari raya
Idul Adha. Yang dananya nanti untuk membeli hewan kurban dan
dapat diambil 1 bulan sebelum hari raya Idul Adha.
5) Simpanan Deposito
Simpanan berjangka yang sistem pengambilannya hanya pada
jangka tertentu yaitu 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 1 tahun.
Simpanan ini pun juga dapat di Rool Over (perpanjang) waktunya
sesuai keinginan anggota.
2. Produk-produk penyaluran dana BMT Ta’awun
a. Produk-produk penyaluran dana dari kegiatan Baitul Maal
1) Pemberdayaan Zakat
a. Santunan
b. Beasiswa Pendidikan
c. Qord Hasan
d. Amilin
42
e. Muqayyadah
2) Pemberdayaan Infaq
a. Kesehatan
b. Kemanusiaan
c. Muqayyadah
d. Penyaluran dana dari kegiatan Baitul Tamwil
3) Produk pembiayaan
a. Pembiayaan Murabahah
Secara teknis yaitu harga jualnya terdiri dari harga pokok
barang (pembiayaan) di tambah keuntungan (margin) yang
disepakati, sementara pembayaran bisa dilakukan dengan tunai,
tangguh, ataupun jenis produk pembiayaan dengan sistem jual
beli dicicil.
b. Pembiayaan Musyarakah
Kerjasama antara dua belah pihak atau lebih untuk melakukan
suatu usaha tertentu yang halal dan produktif dengan
pembagian nisbah (bagi hasil) sesuai kesepakatan dan risiko
usaha ditanggung sesuai porsi kerjasama.
c. Pembiayaan Mudharabah
Kerjasama antara pemilik tenaga (pekerja). Dalam hal ini BMT
100% memberikan permodalan kepada pengusaha yang sudah
43
memiliki skill dan tenaga kerja tetapi belum memiliki modal
sama sekali, dengan bagi hasil sesuai kesepakatan.
d. Pembiayaan Ijarah
Pembiayaan dengan pemindahan hak guna atau manfaat atas
barang atau jasa, dengan memberikan upah sewa tanpa diikuti
pemindahan hak kepemilikan barang atau jasa.
e. Pembiayaan Qordh
Pemberian kepada anggota yang dapat ditagih atau diminta
kembali dengan tanpa minta imbalan atau kelebihan dari poko
pinjaman, pinjaman ini hanya diberikan kepada para dhu’afa
atau mustahik zakat.39
F. Stuktur Organisasi BMT Ta’awun
Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, BMT Ta’awun Cipulir mempunyai
struktur organisasi dengan fungsi masing-masing. Adapun tugas dan tanggung
jawabnya sebagai berikut:
1. General Manager (GM)
a. Fungsi utama jabatan
Merencanakan, mengkoordinasikan dan mengendalikan seluruh
aktivitas lembaga yang meliputi penghimpunan dana serta penyaluran
dana yang merupakan kegiatan utama lembaga serta kegiatan-kegiatan
39
Company Profile BMT Ta’awun
44
yang secara langsung berhubungan dengan aktivitas utama tersebut
dalam upaya mencapai target.
b. Tugas pokok
1) Bertanggung jawab atas aktivitas BMT dan melaporkan
perkembangan unit BMT kepada Dewan Pengurus.
2) Bertanggung jawab dan mensosialisasikan perkembangan BMT
kepada seluruh pengelola melalui mekanisme rapat yang
disepakati.
2. Manager Keuangan/Operasional
a. Fungsi utama jabatan
Merencanakan, mengarahkan, mengontrol serta mengevaluasi seluruh
aktivitas keuangan baik yang berhubungan dengan pihak internal
maupun eksternal yang dapat meningkatkan asset BMT serta
pelayanan terhadap mitra maupun anggotan BMT.
b. Tugas pokok
1) Terbitnya laporan keuangan, penghimpunan dana masyarakat
secara lengkap, akuran dan sah baik harian, bulanan ataupun sesuai
dengan periode yang dibutuhkan.
2) Menjaga kelangsungan dana baik di kas maupun di bank dengan
beramsumsi dari rasio keuangan yang telah disepakati.
3) Terselenggaranya seluruh aktivitas rumah tangga BMT yang
mendukung aktivitas anggaran rumah tangga.
45
3. Manager Pembiayaan/Marketing
a. Fungsi utama jabatan
Mengarahkan, mengembangkan serta mengevaluasi target lending dan
funding serta memastikan strategi yang digunakan sudah tepat dalam
upaya mencapai sasaran termasuk dalam menyelesaikan pembiayaan
bermasalah (NPF) dan mengontrol penerimaan dan penyaluran dana
ZIS.
b. Tugas pokok
1) Tercapainya target kabag pembiayaan dan A/O baik funding
maupun lending serta penanganan NPF.
2) Melakukan penilaian terhadap potensi pasar dan pengembangan
pasar.
3) Menilai dan mengevaluasi kinerja kabag pembiayaan dan A/O.
4. Kabag Pembiayaan
a. Fungsi utama jabatan
Menjalankan program kerja yang diberikan Manager
Pembiayaan/marketing untuk mengarahkan strategi yang digunakan
sudah tepat dalam upaya mencapai sasaran termasuk dalam
menyelesaikan pembiayaan bermasalah (NPF).
b. Tugas pokok
1) Tercapainya target A/O baik funding maupun lending serta
penanganan NPF (remedial).
46
2) Menilai dan mengevaluasi kinerja bagian A/O.
3) Melaporkan hasil kinerja pembiayaan baik dari segi pencapaian
maupun penanganan pembiayaan bermasalah kepada Manager
Pembiayaan/Marketing.
5. Kabag Baitul Maal
a. Fungsi utama
Membuat program kerja dan melaksanakan untuk mengontrol
penerimaan dan penyaluran dana ZIS serta melaksanakan kegiatan
social.
b. Tugas pokok
1) Tercapainya target penerimaan ZIS yang maksimal.
2) Mencari staff untuk menjalankan program Baitul maal.
3) Menjalankan program yang masih relevan dan baik.
4) Melaporkan hasil kinerja Baitul Maal baik dari segi penerimaan
ZIS dan pemberdayaan kepada Manager Pembiayaan/marketing.
6. Teller
a. Fungsi utama jabatan
Melaksanakan segala sesuatu transaksi yang sifatnya tunai baik
transaksi simpanan, transaksi pembiayaan di Pusat maupun A/O serta
membuat laporan harian.
b. Tugas pokok
1) Terselesaikannya laporan kas harian.
47
2) Terjaganya keamanan kas kecil (dana pada teller).
3) Terselesaikannya pengimputan dana kolekan anggota A/O dan
Pusat serta bagi hasil pada buku tabungan anggota pusat.
7. Sekertaris Umum
a. Fungsi utama jabatan
Mengelola administrasi keuangan dan pembiayaan serta GM dan
memberikan pelayanan prima sehubungan dengan produk funding
(penghimpunan dana).
b. Tugas pokok
1) Pelayanan terhadap pembukaan dan penutupan rekening tebungan
dan siberkah mudharabah serta pembiayaan anggota.
2) Pembuatan laporan pembiayaan.
3) Pengarsipan form tabungan dan siberkah mudharabah serta
pembiayaan.
8. Account Officer (A/O)
a. Fungsi utama jabatan
Melayani pengajuan pembiayaan, melakukan analisis kelayakan awal
dan memberikan rekomendasi atas pengajuan pembiayaan di setiap
pangsa pasarnya serta menerapkan strategi dan pola-pola dalam rangka
penghimpunan dana masyarakat terutama dipasar binaannya.
b. Tugas pokok
1) Tersosialisasikan produk-produk funding maupun lending BMT.
48
2) Memastikan target funding dan lending pasar binaan dapat
tercapai.
3) Memastikan analisis awal pembiayaan telah dilakukan dengan
tepat dan lengkap sesuai dengan kebutuhan dalam rapat komite.
4) Melakukan penanganan pembiayaan bermasalah atau angsuran
pembiayaan yang dijemput ke lokasi pasar binaannya.
9. Ketua Badan Pengurus
a. Fungsi utama jabatan
Melakukan control/pengawasan secara keseluruhan atas aktivitas
lembaga dalam rangka menjaga kekayaan BMT dan memberikan
arahan dalam upaya lebih mengembangkan dan meningkatkan kualitas
BMT.
b. Tugas pokok
1) Bertanggung jawab atas aktivitas BMT dan melaporkan
perkembangan unit BMT kepada seluruh anggota mekanisme rapat
yang disepakati.
2) Terseleksinya calon karyawan sesuai dengan formasi yang
dibutuhkan dan mengeluarkan Surat Keputusan
Pengangkatan/Pemberhentian Karyawan.
3) Terbukanya hubungan kerjasama dengan pihak-pihak luar dalam
rangka mengembangkan usaha BMT.
49
4) Menjaga BMT agar dalam aktivitasnya senantiasa sesuai dengan
visi dan misinya.
10. Sekretaris Badan Pengurus
a. Fungsi utama jabatan
Melakukan pengelolaan pengadministrasian segala sesuatu yang
berkaitan dengan Aktivitas Badan Pengurus.
b. Tugas pokok
1) Mengadministrasikan seluruh berkas yang menyangkut
keanggotaan BMT.
2) Mengatur semua surat-surat masuk dan keluar, khususnya yang
berkaitan dengan Badan Pengurus.
3) Merencanakan rapat rutin koordinasi dan evaluasi kegiatan Badan
Pengurus.
4) Mendistribusikan setiap hasil rapat Pengurus/Anggota kepada
pihak-pihak yang berkepentingan.
11. Bendahara Badan Pengurus
a. Fungsi utama jabatan
Melakukan pengelolaan keuangan BMT secara keseluruhan sesuatu
yang berkaitan dengan aktivitas Pengurus.
b. Tugas pokok
1) Melaporkan laporan keuangan BMT kepada pihak yang
berkepentingan.
50
2) Memberikan laporan perkembangan simpanan wajib dan simpanan
pokok anggota.40
40
SOP (Standar Operasional Prosedur) BMT Ta’awun
51
Gambar 3.1
STRUKTUR ORGANISASI BMT TA’AWUN
Periode 2008 - 2010
NB: : Garis Komando/Perintah
: Garis Kordinasi
Sumber : Company Profile BMT Ta’awun
BAB IV
RAT
Anggota
PENGURUS
Ir. Hilwin Manan
Ir. Edy Supriyanto
Abdul Hoir
DEWAN PENGAWAS MANAGEMENT
Ir. Mochamad Agustiono MM
Ir. Hariyanti Soeroso
DEWAN PENGAWAS SYARIAH
Ir. Deni Hadiana
Ust. H. Mashyuri Husein S.Ag
GM BMT TA’AWUN
Subandikot Amd MANAGER MARKETING /
PEMBIAYAAN
Abdul Kodir SHI
MANAGER OPERASIONAL /
KEUANGAN
Syahruddin S.Kom
KABAG BAITUL MAAL
Irfan Abdulloh
KABAG PEMBIAYAAN
Kamaluddin Nazuli
SEKUM
Dian Amrulloh
TELLER
OB
Slamet A. A/O
Aris S.Sos
A/O
Irwansyah S.Pd
A/O
Iim iman N.
A/O
Agung K.
A/O
Aris S.Sos
52
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Peta Pembiayaan Murabahah Bermasalah di BMT Ta’awun
Kiprah BMT Ta’awun selama ini lebih banyak terjun ke pasar, sasarannya
adalah pasar-pasar yang ada diwilayah Jakarta. Saat ini hingga tahun 2010 BMT
Ta’awun memiliki mitra pasar binaan sebanyak 20 wilayah dengan total jumlah
anggota 2558 nasabah, diantaranya pasar pusat 625, pasar cidodol 280, pasar
ulujami 212, pasar buncit 46, home industri cipulir 212, pasar Bangka 95, pasar
blok A 104, pasar pondok labu 11, pasar becek 30, pasar bintaro 115, pasar pos
pengumben 286, pasar palmerah 135, pasar pisang 116, pasar meruya 249, pasar
aries 31, pasar kopro tomang 23, pasar cipadu 35, pasar saraswati ciledug 13,
pasar Borobudur 7, pasar bintaro sektor II 21.41
Dengan jumlah anggota yang sekian banyak, BMT Ta’awun harus lebih
berhati-hati dalam memberikan pembiayaan murabahah. Maka, dituntut adanya
strategi penanggulangan pembiayaan murabahah yang terarah agar dapat
meminimalisir terjadinya pembiayaan murabahah bermasalah.
Peta pembiayaan murabahah bermasalah di BMT Ta’awun melihat dari
titik kritis mana pembiayaan yang akan menyebabkan masalah. Beberapa titik
kritis sektor usaha yang dibiayai oleh BMT ta’awun yaitu:
41
Company Profile BMT Ta’awun, Powerpoint, Slide 7.
53
Pedagang sayur, titik kritisnya yaitu musim panen, faktor cuaca, sifat
barang yang tidak tahan lama dan alokasi.
Pedagang kaki lima, titik kritisnya yaitu aspek legal (status tempat),
tempat tinggal dan alokasi.
Pedagang buah, titik kritisnya yaitu musim panen, barang mudah
rusak.
Pedagang keliling, titik kritisnya yaitu tempat mangkal, alokasi.
Home industry, titk kritisnya yaitu produksi, manajemen, pemasaran.
Dalam menyalurkan pembiayaan, BMT Ta’awun memiliki prosedur
pembiayaan yang harus dilakukan oleh anggota dan BMT agar pembiayaan yang
akan disalurkan tepat sasaran, secara umum prosedur pembiayaan pada BMT
Ta’awun yaitu:
54
Gambar 4.1
PROSES PEMBIAYAAN DI BMT TA’AWUN
PERMOHONAN PEMBI-AYAAN
(WAWANCARA)
ON THE SPOT
(KUNJUNGAN LAPANGAN)
ANALISA PEMBIAYAAN (MEMBUAT MAP)
RAPAT KOMITE
NEGOSIASI DENGAN MITRA
PENCAIRAN / PENGIKATAN AQAD
MONITORING
LUNAS
TAHAP
1
2
3
4
5
6
7
8
T
O
L
A
K
P
E
R
M
O
H
O
N
A
N
P
E
M
B
I
A
Y
A
A
N
55
Tabel 4.1
SISTEM DAN PROSEDUR PEMBIAYAAN DI BMT TA’AWUN
No Tahapan Petugas Alat Hasil yang didapat
1 Pengajuan Jasa
mitra/AO
APP, KTP, KK Identitas, tujuan
pengajuan, lokasi,
jangka waktu
angsuran, besar
plafond, referensi
2 Wawancara AO
(Account
Officer)
APP, KTP, form
wawancara
Kondisi usaha,
informasi lebih
rinci tentang
keluarga,
choleteral,
penilaian karakter
langsung
3 On the spot AO
(Account
Officer)
Form kunjungan
lapangan
Cross check
kondisi usaha
(internal dan
eksternal), keadaan
lingkungan
usaha/tempat
tinggal, hub.
Keluarga, hub.
sosial, investigasi
awal jaminan
4 Analisis
pembiayaan
AO
(Account
Officer)
MAP
(memorandum
Analisis
Pembiayaan)
Analisa hubungan
antar data, usulan
plafond bila
diterima
5 Rapat komite Ketua rapat,
notulen, AO
pengaju, AO
penguji
Notulensi rapat,
komite, MAP,
APP, dan berkas
pendukung
Keputusan tentang
diterima/tidaknya
permohonan
pembiayaan.
Keputusan tentang
skim pembiayaan;
plafond, jk.waktu,
aqad, besar
angsuran, pola
angsuran,
56
cholateral, profit
yang disepakati
BMT
6 Pemberitahuan
Hasil keputusan
Rapat Komite
AO
(Account
Officer)
APP,MAP, form
kunjungan
Lapangan
Menyampaikan
hasil keputusan
rapat komite
kepada mitra dan
mendengar
tanggapannya
7 Rapat komite ulang
(pasif)
AO, ketua
rapat
komite,
notulen
notulasi rapat
yang lalu
memusyawarahkan
kembali hasil
dialog dengan mitra
8 Dropping/pencairan Admp,
manajer,
Teller
aqad, slip
persetujuan
pengeluaran dana,
slip penarikan,
kartu angsuran
dan berkas
pendukung
pembacaan dan
pemahaman aqad
kepada mitra
9 Monitoring AO
(Account
Officer)
form kunlap,
kartu pengawasan
realisasi
pembiayaan(alokasi dana), usaha,
angsuran
57
Tabel 4.1
Perkembangan Non Performing Financing (NPF) Pembiayaan
BMT Ta’awun Cipulir
Tahun 200742
No TINGKAT
KOLEKTIBILITAS
JUMLAH
DEBITUR
OUTSTANDING
PEMBIAYAAN
PORSI
(%)
A LANCAR 248 Rp. 844.909.961 89 %
B DIPERHATIKAN 37 Rp. 11.810.777 1.25 %
C KURANG LANCAR 62 Rp. 17.404.787 1.85 %
D DIRAGUKAN 35 Rp. 6.147.670 0.67 %
E MACET 64 Rp. 68.482.105 7.25 %
TOTAL 446 Rp. 948.755.300 100 %
Pembiayaan lancar = Rp. 844.909.961
Outstanding = Pembiayaan lancar + Total NPF
= Rp. 844.909.961 + Rp. 103.845.339
= Rp. 948.755.300
Non Performing Financing (NPF) 2007 =Total NPF x 100
Outstanding
=Rp .103.845.339 x 100
Rp .948.775.300
= 10,95 %
42
Laporan Rapat Anggota Tahunan BMT Ta’awun Periode 2007
58
Pada tahun 2007 total Non Performing Financing (NPF) pada BMT Ta’awun
yaitu sebesar Rp. 103.845.339 atau 10.95% dengan jumlah debitur sebanyak 446
orang. Hal tersebut disebabkan dengan kenaikan harga BBM yang memicu pada
penurunan omzet penjualan para anggota serta mahalnya barang-barang kebutuhan
penjualan dan penurunan jumlah konsumen. Maka pembayaran pembiayaan
mengalami penurunan kemampuan pembayaran.
Tabel 4.2
Perkembangan Non Performing Financing (NPF) Pembiayaan
BMT Ta’awun Cipulir
Tahun 200843
No TINGKAT
KOLEKTIBILITAS
JUMLAH
DEBITUR
OUTSTANDING
PEMBIAYAAN
PORSI
(%)
A LANCAR 543 Rp. 2.704.338.026 96.06 %
B DIPERHATIKAN 64 Rp. 26.854.295 0.95 %
C KURANG LANCAR 52 Rp. 36.471.839 1.29 %
D DIRAGUKAN 25 Rp. 24.061.645 0.85 %
E MACET 49 Rp. 24.122.372 0.85 %
TOTAL 733 Rp. 2.815.848.177 100 %
Pembiayaan lancar = Rp. 2.704.338.026
Outstanding = Pembiayaan lancar + Total NPF
43
Laporan Rapat Anggota Tahunan BMT Ta’awun Periode 2008
59
= Rp. 2.704.338.026 + Rp. 111.510.115
= Rp. 2.815.848.177
Non Performing Financing (NPF) 2007 =Total NPF x 100
Outstanding
=Rp .111.510.115 x 100
Rp .2.815.848.177
= 3.94 %
Pada tahun 2008 NPF pada BMT Ta’awun mengalami penurunan sebesar
7.01% menjadi 3.94% dengan jumlah pembiayaan yang macet sebesar Rp.
24.122.372 atau 0.85%. Di tahun 2008 ini, jumlah debitur BMT Ta’awun mengalami
peningkatan sebanyak 287 orang menjadi 733 orang. Pada persentase tersebut BMT
Ta’awun mengalami kemajuan dari tahun 2007 dengan NPF sebesar 10.95%. NPF
3.94% bukanlah jumlah yang sudah membaik, melainkan harus lebih diturunkan
kembali. Adapun penyebabnya adalah BMT Ta’awun melempar dana pembiayaannya
ke pedagang seperti bengkel, toko ATK, home industri seperti konveksi. Ternyata ada
sebagian usaha-usaha tersebut kurang efektif yang disebabkan oleh pembeli yang sepi
karena faktor musim.
Tabel 4.3
Perkembangan Non Performing Financing (NPF) Pembiayaan
BMT Ta’awun Cipulir
Tahun 200944
44
Laporan Rapat Anggota Tahunan BMT Ta’awun Periode 2009
60
No TINGKAT
KOLEKTIBILITAS
JUMLAH
DEBITUR
OUTSTANDING
PEMBIAYAAN
PORSI
(%)
A LANCAR 873 Rp. 2.099.568.800 97 %
B DIPERHATIKAN 66 Rp. 9.939.914 0.45 %
C KURANG LANCAR 34 Rp. 12.843.131 0.59 %
D DIRAGUKAN 18 Rp. 14.364.898 0.66 %
E MACET 72 Rp. 28.175.860 1.3 %
TOTAL 1.063 Rp. 2.164.892.603 100 %
Pembiayaan lancar = Rp. 2.099.568.800
Outstanding = Pembiayaan lancar + Total NPF
= Rp. 2.099.568.800 + Rp. 65.323.803
= Rp. 2.164.892.603
Non Performing Financing (NPF) 2007 =Total NPF x 100
Outstanding
=Rp .65.323.803 x 100
Rp .2.164.892.603
= 3 %
Pada tahun 2009 NPF mengalami penurunan kembali sebesar 0.94% yaitu
menjadi 3% dengan jumlah pembiayaan macet sebesar 1.3%. Hasil tersebut sangat
membanggakan kinerja BMT Ta’awun dalam meminimalisir pembiayaan
bermasalah. Ditahun ini pun jumlah debitur semakin bertambah sebanyak 330 orang
menjadi 1063 orang. Hal tersebut disebabkan banyaknya orang yang membutuhkan
61
modal untuk membuka usaha baru. Namun pada persentase tersebut, dimana BMT
Ta’awun mengalami kemajuan dari tahun 2007 bukanlah jumlah yang sudah baik,
melainkan harus lebih diturunkan lagi demi kelancaran kegiatan pembiayaan pada
BMT Ta’awun. Faktor yang menyebabkan terjadinya pembiayaan bermasalah pada
tahun 2009 yaitu banyaknya persaingan antar pedagang sehingga keuntungan yang
didapat pedagang lebih sedikit guna menarik pembeli. Oleh karena itu, pembayaran
pembiayaan mengalami penurunan kemampuan membayar yang diakibatkan kecilnya
pendapatan si debitur.
B. Faktor penyebab timbulnya pembiayaan bermasalah di BMT Ta’awun
Sebagaimana diketahui bahwa dalam setiap pemberian pembiayaan
diperlukan adanya pertimbangan serta kehati-hatian agar kepercayaan yang
merupakan unsur utama dalam pembiayaan benar-benar terwujud sehingga
pembiayaan yang diberikan dapat mengenai sasarannya dan terjaminnya
pengembalian pembiayaan tersebut tepat waktunya sesuai dengan akad
perjanjian.
Tidak kembalinya pembiayaan yang diberikan oleh suatu BMT berarti
secara langsung mengancam kelangsungan hidup bagi BMT itu sendiri. Hal
tersebut karena penghasilan bank yang utama adalah dari bagi hasil dan margin
(keuntungan dari jual beli) yang dikenakan terhadap pembiayaan yang
diberikannya. Jangan dilupakan bahwa dana pembiayaan yang diberikan tersebut
sebagian berasal dari simpanan masyarakat baik yang berbentuk giro, tabungan
62
maupun deposito sebagai nasabah bank yang tertarik menyimpannya karena
antara lain diberikan bagi hasil, yang bagi bank sendiri merupakan biaya.
Pembiayaan yang disalurkan oleh BMT Ta’awun baik yang digunakan
untuk modal kerja maupun untuk kebutuhan mendesak ada kalanya terjadi
hambatan pengembalian oleh para nasabah sehingga menimbulkan pembiayaan
bermasalah.
Menurut General Manajer ada beberapa faktor yang dapat menjadi
penyebab timbulnya pembiayaan bermasalah pada BMT Ta’awun, diantaranya
adalah:
1. Faktor intern:
a. Petugas
Dalam hal ini factor yang dapat disebabkan oleh karakter dan kemampuan
petugas (Account Officer) dalam menganalisa calon nasabah kurang baik
atau cermat, dikarenakan kedekatan dengan nasabah atau juga ketidak
mampuan account officer menganalisis secara baik karakter usaha dan
karakter nasabah. Sehingga, analisa yang disajikan tidak akurat.
b. Sistem
Dalam hal ini, sistem dan prosedur penyaluran pembiayaan yang ada
kalanya dilanggar sehingga memotong jalur prosedur yang telah dibuat.
Faktor system juga berkaitan dengan monitoring yang kurang intensif dari
63
account officer, sehingga pembiayaan yang kurang lancar tidak terdeteksi
sejak dini45
.
Dalam hal ini manajemen BMT Ta’awun sangat menekankan kepada para
petugas untuk mengantisipasi adanya pembiayaan bermasalah, dengan
melakukan training setiap bulannya agar dapat lebih akurat dalam menganalisa
pembiayaan.
Selain itu, BMT Ta’awun menekankan pada petugas untuk tidak menerima
imbalan apapun dari nasabah yang dapat menciptakan kedekatan hubungan
antara petugas dan nasabah sehingga nasabah merasa tidak ada tekanan dalam
membayar angsuran.
2. Faktor ekstern
a. Kondisi usaha nasabah pembiayaan yang sedang menurun
b. Adanya I’tikad yang kurang baik dari nasabah dalam hal pembayaran
kembali pinjamannya walaupun kemungkinan usahanya baik dan
berkembang, sehingga kewajiban diabaikan.
c. Nasabah kurang mampu mengelola usahanya. Pada saat mengajukan
pembiayaan calon nasabah selalu optimis akan kemajuan usahanya dan
selalu menjelaskan prospek usahanya, tetapi setelah dana itu direalisasikan
yang terjadi adalah ketidak sesuaian antara kerja yang diberikan dengan
45
Irwansyah, S.Pdl, Senior Account Officer, Wawancara Pribadi Pertama, BMT Ta’awun,
Jakarta, 29 Juni 2010
64
realitas dilapangan bahlkan nasabah tidak mau memberikan
perkembangan hasil usahanya.
d. Kebijakan pemerintah. Ada kalanya kebijakan pemerintah yang tidak
memihak kepada perkembangan usaha kecil dan menengah sehingga
menyulitkan berkembangnya usaha masyarakat tersebut, misalnya
kebijakan tentang persaingan usaha yang selalu mengedepankan
kepentingan konglomerat, kebijakan tentang perizinan usaha, kebijakan
tentang harga BBM yang mempengaruhi stabilitas usaha, dan sebagainya,
e. Bencana alam. Pembiayaan bermasalah timbul karena disebabkan oleh
bencana alam yang menerjang usaha nasabah seperti banjir, angin rebut
dan sebagainya. Sehingga usaha nasabah menjadi terganggu dan tidak
dapat lagi melanjutkan usahanya yang berimplikasi terhadap
ketidakmampuan nasabah mengembalikan dana yang telah diberikan oleh
BMT Ta’awun.
C. Usaha-usaha Penanggulangan Pembiayaan Murabahah Bermasalah di
BMT Ta’awun
Beberapa usaha-usaha yang dilakukan oleh BMT Ta’awun dalam
menanggulangi pembiayaan murabahah bermasalah terdiri dari tahapan-
tahapan, diantaranya adalah:
1. Teguran
Hal ini dilakukan sebelum jatuh tempo (1 minggu) untuk
mengingatkan kepada para anggota bahwa pinjaman akan selesai.
65
2. Rescheduling (penjadwalan ulang)
a. Memperpanjang jangka waktu pembiayaan
Dalam hal ini anggota diberikan keringanan dalam masalah
jangka waktu pembiayaan misalnya perpanjangan jangka
waktu dari enam bulan menjadi satu tahun sehingga anggota
mempunyai waktu yang lama untuk mengembalikannya.
b. Memperpanjang jangka waktu angsuran
Memperpanjang angsuran hampir sama dengan jangka waktu
pembiayaan. Dalam hal ini jangka waktu pembiayaannya
diperpanjang pembayarannya, misalnya dari 56 kali menjadi 70
kali dan ini tentu saja jumlah angsuran pun menjadi mengecil
seiring dengan penambahan jumlah angsuran.
3. Restructuring
Artinya pihak BMT Ta’awun memberikan tambahan jumlah kredit
kepada nasabah untuk memperbaiki usahanya ketika nasabah
tersebut mulai bermasalah dalam angsuran.
4. Penyitaan jaminan
Penyitaan jaminan merupakan langkah selanjutnya yang dilakukan
oleh BMT apabila anggota sudah benar-benar tidak punya itikad
baik ataupun sudah tidak mampu lagi untuk membayar semua
hutang-hutangnya.
5. Eksekusi jaminan
66
BMT Ta’awun melakukan penjualan terhadap barang-barang yang
dijadikan jaminan dalam rangka pelunasan hutang. Di dalam BMT
penjualan jaminan yang harganya lebih dari hutang anggota, maka
kelebihan dari hutang akan dikembalikan, tetapi jika hasil
penjualan barang jaminan tidak menutupi hutang anggota, maka
pihak BMT akan menagih kembali sesuai kekurangannya.
6. Penghapusan hutang (Write Off)
a. Hapus sistem: Usaha mengalami kemunduran atau bangkrut
tetapi masih mampu untuk mencicil.
b. Hapus sistem dan tagih: Usaha bangkrut serta menjadi fakir
miskin dan tidak mampu untuk membayar dan anggota yang
kabur.46
46
Irwansyah, S.Pdl, Senior Account Officer, Wawancara Pribadi Pertama, BMT Ta’awun,
Jakarta, 29 Juni 2010
67
c. Pembiayaan bermasalah yang tidak secepatnya
ditanggulangi akan berdampak kurang baik bagi kelancaran
stabilitas kerja BMT Ta’awun. Dampak yang akan dirasakan
diantaranya, adalah:
a. Dampak pembiayaan bermasalah terhadap BMT Ta’awun
1) Likuiditas terancam.
2) Tingkat kesehatan menurun.
3) Modal tidak berkembang dengan baik.
4) Munculnya biaya tambahan (Operasional Cost,
Manajemen Cost)
b. Dampak pembiayaan bermasalah terhadap karyawan
1) Mental (kurang percaya diri, saling menyalahkan).
2) Karier.
3) Moral (rusaknya rasa memiliki dan tanggung jawab).
4) Waktu dan tenaga.
c. Dampak pembiayaan bermasalah terhadap pemilik modal
1) SHU berkurang.
2) Ketidakpercayaan pemilik modal.
D. Analisis Terhadap Strategi Penanggulangan Pembiayaan Bermasalah di
BMT Ta’awun
Dalam kegiatannya menyalurkan dana untuk masyarakat, murabahah
adalah produk yang paling diminati oleh masyarakat. Produk BMT Ta’awun
68
yang menggunakan akad murabahah saat ini tercatat hingga tahun 2009 total
asset mencapai Rp. 2.164.892.603. Pada BMT Ta’awun pembiayaan
murabahah mendominasi dari pembiayaan lainnya seperti musyarakah, ijarah
dan mudharabah.
Sasaran BMT Ta’awun adalah pasar-pasar yang ada diwilayah Jakarta.
Saat ini hingga tahun 2010 BMT Ta’awun memiliki mitra pasar binaan
sebanyak 20 wilayah dengan total jumlah anggota 2558 nasabah.
Dengan jumlah anggota yang cukup banyak, maka BMT Ta’awun
harus lebih berhati-hati dalam memberikan pembiayaan agar tidak terjadinya
pembiayaan bermasalah. Dalam menyalurkan pembiayaan, BMT Ta’awun
memiliki prosedur yang harus dilakukan oleh anggota dan BMT agar
pembiayaan yang disalurkan tepat sasaran, yaitu:
Pertama Pengajuan yang dilakukan oleh petugas Jasa mitra/AO untuk
mendapatkan hasil dari Identitas nasabah, tujuan pengajuan nasabah, lokasi,
jangka waktu angsuran, besar plafond, referensi. Kedua, Wawancara yang
dilakukan oleh AO (Account Officer) untuk mendapatkan hasil dari Kondisi
usaha nasabah, informasi lebih rinci tentang keluarga nasabah, choleteral,
penilaian karakter langsung. Ketiga, On the spot yang dilakukan oleh petugas
AO (Account Officer) untuk mendapatkan hasil dari Cross check kondisi
usaha (internal dan eksternal) nasabah, keadaan lingkungan usaha/tempat
tinggal nasabah, hub. Keluarga, hub. sosial, investigasi awal jaminan.
Keempat, Analisis pembiayaan yang dilakukan oleh AO (Account Officer)
69
untuk mendapatkan hasil dari Analisa hubungan antar data, usulan plafond
bila diterima. Kelima, Rapat komite yang dilakukan oleh Ketua rapat, notulen,
AO pengaju, AO penguji untuk mendapatkan hasil dari Keputusan tentang
diterima/tidaknya permohonan pembiayaan. Keputusan tentang skim
pembiayaan; plafond, jk.waktu, aqad, besar angsuran, pola angsuran,
cholateral, profit yang disepakati BMT. Keenam, Pemberitahuan Hasil
keputusan Rapat Komite yang dilakukan oleh AO (Account Officer) untuk
mendapatkan hasil dari Menyampaikan hasil keputusan rapat komite kepada
mitra dan mendengar tanggapannya. Ketujuh, Rapat komite ulang (pasif)
dilakukan oleh AO (Account Officer), ketua rapat komite, notulen untuk
mendapatkan hasil dari memusyawarahkan kembali hasil dialog dengan mitra.
Kedelapan, Dropping/pencairan dilakukan oleh Admp, manajer, Teller, untuk
mendapatkan hasil dari pembacaan dan pemahaman aqad kepada mitra.
Kesembilan, Monitoring yang dilakukan oleh AO (Account Officer) untuk
mendapatkan hasil dari realisasi pembiayaan(alokasi dana), usaha, angsuran
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan pembiayaan murabahah
bermasalah di BMT Ta’awun ada 2 faktor yaitu faktor internal dan eksternal.
Pertama, Faktor intern dibagi menjadi dua penyebab yaitu Petugas, dalam hal
ini faktor yang disebabkan oleh karakter dan kemampuan petugas (Account
Officer) dalam menganalisa calon nasabah kurang baik atau cermat, kedua
Sistem dalam hal ini, sistem dan prosedur penyaluran pembiayaan yang ada
kalanya dilanggar sehingga memotong jalur prosedur yang telah dibuat.
70
Kedua, Faktor ekstern ini disebabkan oleh kondisi usaha nasabah pembiayaan
yang sedang menurun, adanya I’tikad yang kurang baik dari nasabah, nasabah
kurang mampu mengelola usahanya, Kebijakan pemerintah. Ada kalanya
kebijakan pemerintah yang tidak memihak kepada perkembangan usaha kecil
dan menengah sehingga menyulitkan berkembangnya usaha masyarakat
tersebut, misalnya kebijakan tentang persaingan usaha yang selalu
mengedepankan kepentingan konglomerat, kebijakan tentang perizinan usaha,
kebijakan tentang harga BBM yang mempengaruhi stabilitas usaha, dan
sebagainya, Pembiayaan bermasalah timbul karena disebabkan oleh bencana
alam yang menerjang usaha nasabah seperti banjir, angin rebut dan
sebagainya.
Dalam hal ini usaha yang dilakukan oleh BMT Ta’awun dalam
menanggulangi pembiayaan murabahah bermasalah terdiri dari tahapan-
tahapan, diantaranya adalah: Teguran. Rescheduling (penjadwalan ulang),
dalam hal ini anggota diberikan keringanan dalam masalah jangka waktu
pembiayaan misalnya perpanjangan jangka waktu dari enam bulan menjadi
satu tahun. Penyitaan jaminan, apabila anggota sudah benar-benar tidak
punya itikad baik ataupun sudah tidak mampu lagi untuk membayar semua
hutang-hutangnya. Eksekusi jaminan, BMT Ta’awun melakukan penjualan
terhadap barang-barang yang dijadikan jaminan dalam rangka pelunasan
hutang. Penghapusan hutang (Write Off), dilakukan dengan menghapus
system; usaha mengalami kemunduran atau bangkrut tetapi masih mampu
71
untuk mencicil. Hapus sistem dan tagih: Usaha bangkrut serta menjadi fakir
miskin dan tidak mampu untuk membayar dan anggota yang kabur.
Agar pembiayaan dapat berjalan dengan optimal sesuai yang
diinginkan oleh BMT Ta’awun, maka BMT Ta’awun memiliki strategi dalam
penanggulangan pembiayaan untuk meminimalisir terjadinya pembiayaan
bermasalah, yaitu:
1. Melakukan pemisahan tugas yang memadai, pemisahan tugas yang
memadai bermanfaat untuk mencegah berbagai macam kesalahan, baik
disengaja maupun tidak disengaja.
2. Setiap pembiayaan murabahah harus memberikan jaminan.
3. Membuat catatan dan dokumen yang memadai. Artinya semua
dokumen atau data-data mengenai mitra/nasabah harus lengkap, akurat
dan sesuai dengan identitas asli nasabah.
4. Anggota diharapkan membuat rekening tabungan di BMT Ta’awun dan
menabung secara rutin. Hal tersebut dilakukan agar pada saat terjadi
kemacetan dalam pembayaran, BMT sudah memiliki dana cadangan
yang di ambil dari tabungan nasabah tersebut. Khususnya bagi yang
melakukan pembiayaan dengan menggunakan jaminan tabungan,
pembiayaan kurang dari Rp. 2.000.000 maka diwajibkan membuka
rekening tabungan.
72
5. Pembiayaan harus ada personal garansi, yaitu jaminan dari adanya
referensi salah satu anggota yang baik di mata BMT Ta’awun atau
saudara dekat.
6. Sebelum diberikannya pembiayaan, BMT Ta’awun melihat apakah
usaha yang dilakukan oleh calon anggota sudah berjalan lebih dari 1
Tahun.
7. Selain itu, BMT Ta’awun melihat dari prospek penjualan yang dimilki
oleh calon anggota, apakah usahanya kedepan lancar atau sebaliknya.
8. Menerapkan prinsip kehati-hatian dalam memberikan pembiayaan agar
dana pembiayaan yang disalurkan dapat kembali menjadi modal kerja
BMT.
9. Membuat surat penolakan untuk pinjaman selanjutnya (yang termasuk
anggota macet).
10. Pembayaran angsuran dilakukan harian, mingguan dan bulanan.
11. Menggunakan sistem jemput bola.
12. Mengenakan denda keterlambatan pelunasan angsuran pembiayaan
murabahah.
13. Meningkatkan mutu pelayanan.
14. Meningkatkan fasilitas karyawan agar dapat melaksanakan tugasnya
dengan baik.
15. Memberikan peningkatan skill pada karyawan dengan mengadakan
pelatihan-pelatihan mengenai BMT.
73
16. Meningkatkan pengawasan internal.47
Agar strategi pencegahan pembiayaan murabahah tidak terjadi masalah, dapat
berjalan dengan baik sesuai prosedur, maka BMT Ta’awun harus memiliki tata cara
pembayaran hutang murabahah. Karena dalam menjalankan operasional perusahaan,
BMT Ta’awun memiliki peraturan atau tata cara pembayaran hutang murabahah yang
harus dilakukan oleh seluruh anggota yang memiliki hutang kepada BMT. Secara
garis besarnya BMT Ta’awun memiliki tata cara dalam pembayaran pembiayaan
murabahah, yaitu dengan cara sebagai berikut:
1) Pembayaran hutang murabahah dapat dilakukan anggota di BMT yaitu
anggota mendatangi BMT langsung untuk melakukan pembayaran hutang
murabahah.
2) Pembayaran hutang murabahah dapat dilakukan anggota ditempat yaitu
anggota dapat membayarkan hutangnya kepada BMT ditempat anggota
berada, dan pihak BMT yang mendatangi nasabah sehingga kegiatan
anggota dapat terus berlangsung.48
Tata cara pembayaran hutang murabahah seperti diatas adalah tata cara yang
paling umum dilakukan oleh semua BMT yang melakukan operasional pembiayaan,
yaitu dengan cara anggota mendatangi BMT atau BMT yang mendatangi anggota.
47
Irwansyah, S.Pdl, Senior Account Officer, Wawancara Pribadi ke 2, BMT Ta’awun,
Jakarta, 15 Juli 2010 48
Subandikot, Amd, General Manager, Wawancara Pribadi ke 3, BMT Ta’awun, Jakarta, 6
Oktober 2010
74
Untuk meminimalisir terjadi pembiayaan murabahah bermasalah, BMT
Ta’awun melakukan analisis pembiayaan pada setiap pemberian pembiayaan dengan
jumlah berapa pun. Ada beberapa hal yang menjadi petunjuk apakah layak
pembiayaan itu diberikan atau tidak. Petunjuk tersebut mencegah terjadinya
pembiayaan bermasalah yang akan timbul, diantaranya adalah:
a) Kejujuran anggota adalah skala prioritas utamakan penilaian.
b) Jika tidak memahami usaha anggota, jangan memberikan pembiayaan.
c) Putusan pembiayaan tanpa tekanan hati.
d) Terlalu naif berfokus pada agunan.
e) Bila muncul keraguan, sebaiknya ditolak atau ditangguhkan putusan.
f) Bila anggota meminta jawaban putusan secepatnya, jawaban yang paling
tepat adalah “tolak”49
.
g) Telusuri dengan seksama kemana arah penggunaan dana BMT tersebut.
Dalam setiap pembiayaan yang diberikan oleh BMT Ta’awun kepada anggota
tidak selalu lancar. Ada beberapa gejala-gejala yang ditimbulkan sebelum
pembiayaan tersebut dikategorikan sebagai pembiayaan bermasalah, diantaranya
sebagai berikut:
a) Kredit simpanan menurun.
b) Pembayaran angsuran yang awalnya lancar menjadi tersendat-sendat.
49
Irwansyah, S.Pdl, Senior Account Officer, Wawancara Pribadi Pertama, BMT Ta’awun,
Jakarta, 29 Juni 2010
75
c) Anggota sering meminta penundaan pembayaran untuk pelunasan
pembiayaan.
d) Terjadinya penyimpangan penggunaan pembiayaan.
e) Anggota mengajukan penambahan pembiayaan.
f) Anggota mengajukan perpanjangan masa pembayaran pembiayaan.
g) Anggota sering menghindar pada saat pihak BMT melakukan penagihan
pembiayaan.
h) Anggota memiliki hutang kepada pihak lain yang tidak diketahui oleh
pihak BMT.
Dari serangkaian gejala-gejala yang ada, sebelum terjadinya pembiayaan bermasalah
pada BMT Ta’awun, hendaknya mengantisipasi gejala-gejala tersebut sesuai stategi
penanganan pembiayaan bermasalah. Karena pada hakikatnya masalah akan datang
apabila gejala-gejala yang timbul tidak cepat ditangani dengan baik.
76
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Strategi dalam mengatasi pembiayaan murabahah bermasalah terdiri dari
beberapa tahapan, yaitu: pertama dengan melakukan pendekatan kepada
nasabah. Hal ini dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang sedang
terjadi pada nasabah serta memberikan alternatif solusinya. Kedua, penagihan
secara intensif (collection). Dalam hal ini dilakukan dengan dua cara yaitu
penagihan secara persuasive dengan mengirimkan surat peringatan/teguran
kepada nasabah dan penagihan secara langsung dengan mendatangi nasabah
ke lokasi. Ketiga, resheduling yaitu perpanjangan waktu jatuh tempo kepada
nasabah. Keempat, restructuring yaitu dengan menambah jumlah kredit dan
77
menambah equity (menyetor uang tunai dan tambahan dari pemilik). Kelima,
potongan pelunasan yang diberikan pihak bank. Keenam, penyitaan jaminan
oleh pihak bank. Hal ini dilakukan apabila nasabah tidak mampu lagi untuk
membayar. Ketujuh, hapus buku (write off) yaitu langkah terakhir yang
dilakukan untuk membebaskan nasabah dari beban hutangnya.
2. Peta pembiayaan bermasalah di BMT Ta’awun dilihat dari titik kritis dari
berbagai sektor usaha yang diberikan pembiayaan oleh BMT Ta’awun.
Beberapa sektor usaha tersebut mempunyai titik kritis yang akan dihadapi
oleh BMT Ta’awun antara lain: pedagang sayur titik kritisnya musim panen
dan sifat barang tidak tahan lama, pedagang kaki lima/keliling titik kritisnya
aspek legal seperti status tempat mangkal, pedagang buah titik kritisnya
musim panen dan barang mudah rusak, sedangkan home industry titik
kritisnya produksi, manajemen dan pemasaran.
3. BMT Ta’awun dalam menanggulangi pembiayaan murabahah bermasalah
sudah cukup baik. Artinya perkembangan Non Performing Financing (NPF)
pertiga tahun terakhir ini mengalami penurunan meskipun masih saja terdapat
nasabah yang bermasalah. Jumlah persentase NPF di tahun 2007 yaitu
10,95%, tahun 2008 3,94%, dan tahun 2009 3%. Hal tersebut tentunya sangat
membanggakan BMT Ta’awun dalam mengatasi pembiayaan bermasalah.
B. Saran
78
1. Dalam memberikan pembiayaan murabahah hendaknya BMT Ta,awun
harus memperhatikan dan melaksanakan sistematika dengan tahapan
pembiayaan murabahah yang telah menjadi acuan sehingga memberikan
hasil yang optimal bagi BMT Ta’awun dan mampu meminimalisir risiko
atau menghindari pembiayaan bermasalah.
2. Hendaknya penilaian pembiayaan murabahah dilakukan dengan sebaik
mungkin, hal ini untuk memperkecil kemungkinan terjadinya pembiayaan
murabahah bermasalah.
3. Hendaknya proses pengawalan (monitoring) setelah fasilitas pembiayaan
dicairkan lebih ditingkatkan karena setelah pembiayaan diberikan tidak
selamanya berjalan tanpa adanya hambatan/risiko.
4. Diperlukan SDM yang kompeten dan jujur dalam menganalisa
pembiayaan murabahah.
79
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran dan Terjemah.
Antonio, M Syafi’i. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta; Gema Insani Press.
Cet.1. 2001
Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum. Jakarta: Gema
Insani press, 1999.
Arifin, Zainul. Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta: Pustaka Alvabet, Cet
4. Mei 2006
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007.
Furchan, Arief. Pengantar Metoda penelitian Kualitatif. Surabaya: Usaha Nasional.
Cet ke 1.1992
Hasan, Iqbal. Metode penelitian dan aplikasinya. Jakarta: Graha Indonesia 2002.
http://zonaekis.com/search/syarat+syarat+murabahah
http://www.google.co.id/#hl=id&biw=1024&bih=383&q=faktor+pemicu+pembiayaan+berm
asalah&aq=f&aqi=&aql=&oq=&gs_rfai=&fp=b63a9513633023ca
80
Karim, Adiwarman A. Bank Islam (Analisis Fiqh dan Keuangan) Jakarta: Raja
Grafindo Persada. Edisi 2, 2006.
Kasmir, Manajemen Perbankan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001.
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah. Yogyakarta: Ekonisia, Cet 1, 2004.
Ronny Kountur, Metode Penelitian: Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, Jakarta:
PPM, Cet ke 3, 2005
Sugiarto, Ferry N Idrus. Manajemen Resiko Perbankan. Yogyakarta: Graha Ilmu,
Edisi Pertama, 2006.
Sutojo, Siswanto. Strategi Manajemen Bank Umum. Jakarta: Damar Mulia Pustaka,
1997.
Usman S.H Rachmadi, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta, PT
Gramedia Pustaka Utama, 2003.
Zuihdi, Ramzi A. Bank Indonesia( Perbankan Syariah) Jakarta, 2007.