Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

119
STRATEGI PENANGANAN STRATEGI PENANGANAN KORUPSI KORUPSI DI NEGARA DI NEGARA - - NEGARA ASIA PASIFIK NEGARA ASIA PASIFIK LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL JAKARTA 2007

description

Penelitian Lembaga Administrasi Negara (LAN) Indonesia mengenai tindak pidana korupsi di negara-negara Asia Pasifik dan strategi pemberantasannya. Difokuskan di negara-negara Singapura, Hongkong, India, dan Indonesia.

Transcript of Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

Page 1: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

STRATEGI PENANGANAN STRATEGI PENANGANAN KORUPSI KORUPSI

DI NEGARADI NEGARA--NEGARA ASIA PASIFIKNEGARA ASIA PASIFIK

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARAPUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL

JAKARTA 2007

Page 2: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

Strategi Penanganan Korupsi

Di Negara-Negara Asia Pasifik

LAPORAN KAJIAN

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL

2007

Page 3: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik i

Sambutan

Kepala Lembaga Administrasi Negara

emberantasan korupsi merupakan salah satu agenda penting dari pemerintah

dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi,

dan nepotisme (KKN). Pemberantasan korupsi juga merupakan agenda di

tingkat regional dan internasional. Lembaga-lembaga internasional turut menegaskan

komitmennya untuk bersama-sama memerangi korupsi. Salah satu penghambat

kesejahteraan negara berkembang pun disinyalir akibat dari praktek korupsi yang

eksesif, baik yang melibatkan aparat di sektor publik, maupun yang melibatkan

masyarakat yang lebih luas. Indikasi tetap maraknya praktek korupsi di negara ini

dapat terlihat dari tidak kunjung membaiknya angka persepsi korupsi Indonesia.

Beberapa survey yang dilakukan oleh lembaga independen internasional juga

membuktikan fakta yang sama, walaupun dengan bahasa, instrumen atau pendekatan

yang berbeda. Situasi ini jelas memprihatinkan banyak pihak.

Terkait dengan hal di atas, Lembaga Administrasi Negara yang diamanatkan

untuk mengembangkan sistem administrasi negara melalui kajian dan penelitian

telah melakukan kajian tentang Strategi Penanganan Korupsi di Beberapa Negara

Asia Pasifik. Kajian ini memfokuskan pada studi perbandingan mengenai strategi

pemberantasan korupsi di beberapa negara Asia Pasifik yaitu Singapura, Hong Kong,

dan India.

Beberapa pelajaran penting dapat dipetik dari pengalaman ketiga negara

dalam memerangi korupsi yang akut. Hal ini karena ketiga negara juga pernah

mengalami kondisi korupsi yang sangat buruk. Singapura dan Hong Kong adalah

contoh sukses pemeberantasan korupsi yag efektif. Hal ini tidak lepas dari coverage

wilayah yang relatif kecil (city concern), sehingga mereka mempunyai banyak

kemudahan. India sendiri memang tidak sesukses Singapura maupun Hong Kong,

namun mempunyai karakteristik geografis, populasi, sosial ekonomi yang mirip

dengan Indonesia. Sehingga mempunyai hambatan yang relatif sama. Namun ketiga

P

Page 4: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik ii

negara menekankan pentingnya good will dan political will dari semua pihak untuk

bersama-sama terlibat dalam upaya pemberantasan korupsi.

Berdasarkan studi perbandingan dengan ketiga negara tersebut di atas, kajian

ini memberikan rekomendasi kebijakan untuk bahan pertimbangan bagi konsep

pengembangan strategi pemberantasan korupsi di Indonesia agar terselenggara lebih

efektif, transparan, dan akuntabel.

Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada tim peneliti dari

Pusat Kajian Administrasi Internasional (PKAI) LAN atas kerja keras yang telah

dilakukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan dengan baik dan diharapkan dapat

terus ditingkatkan di masa-masa mendatang.

Semoga kajian ini dapat memberikan masukan yang berharga bagi semua

pihak, khususnya para penyelenggara negara dalam membangun strategi

pemberantasan korupsi yang komprehensif dan efektif.

Jakarta, Desember 2007 Lembaga Administrasi Negara

Kepala

Sunarno, SH, MSc.

Page 5: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik iii

Kata Pengantar

uji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga

Kajian Strategi Penanganan Korupsi di Beberapa Negara Asia Pasifik dapat

diselesaikan sesuai dengan jadwal yang direncanakan. Laporan ini

merupakan hasil akhir kegiatan kajian yang dilakukan oleh Pusat Kajian Administrasi

Internasional Lembaga Administrasi Negara mengenai strategi penanganan korupsi

di Singapura, Hong Kong, India, dan Indonesia yang membahas aspek kebijakan dan

perundangan, kelembagaan dalam pemberantasan korupsi, dan pencegahan tindak

korupsi.

Dengan ini Lembaga Administrasi Negara menyampaikan ucapan terima kasih

dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Duta Besar dan Perwakilan

Pemerintah Indonesia di Singapura, India, dan Hong Kong atas segala bantuan dan

dukungan yang telah diberikan sehingga kajian ini dapat berjalan dengan baik.

Ucapan terima kasih dan penghargaan juga disampaikan kepada segenap nara

sumber yang telah memberikan data dan informasi mengenai strategi penanganan

korupsi baik di Singapura, India, Hong Kong, dan tentunya di Indonesia.

Semoga hasil kajian ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi lembaga-

lembaga yang berkompeten dengan pemberantasan korupsi di Indonesia, dan

masyarakat luas pada umumnya. Kami menyadari bahwa laporan ini masih terdapat

banyak kekurangan. Oleh sebab itu kami sangat mengharapkan masukan, kritik dan

saran dari berbagai pihak demi terwujudnya laporan penelitian yang lebih baik.

Jakarta, Desember 2007 Deputi Bidang Penelitian dan Pengembangan Administrasi

Pembangunan dan Otomasi Administrasi Negara

Drs. Desi Fernanda, M.Soc.Sc

P

Page 6: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik iv

Executive Summary

emberantasan korupsi di Indonesia pada dasarnya sudah dilakukan sejak

empat dekade silam. Sejumlah perangkat hukum sebagai instrumen legal

yang menjadi dasar proses pemberantasan korupsi di Indonesia juga telah

disusun sejak lama. Namun efektivitas hukum dan pranata hukum yang belum cukup

memadai menyebabkan iklim korupsi di Indonesia tidak kunjung membaik. Hal ini

setidaknya dibuktikan dengan berbagai indeks korupsi yang diselenggarakan oleh

berbagai lembaga independen yang berbeda, dengan metode dan variabel yang juga

berbeda, namun menghasilkan hasil pengukuran yang relatif sama, yaitu

menempatkan Indonesia di ranking paling bawah. Berdasarkan studi yang dilakukan

Transparency International, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2006

adalah 2,4 dan menempati urutan ke-130 dari 163 negara. Sebelumnya, pada tahun

2005 IPK Indonesia adalah 2,2, tahun 2004 (2,0) serta tahun 2003 (1,9). Bahkan

berdasarkan hasil survei dikalangan para pengusaha dan pebisnis oleh lembaga

konsultan Political and Economic Risk Consultancy (PERC) yang berbasis di Hong

Kong, Indonesia kembali dinilai sebagai negara paling terkorup di Asia pada awal

tahun 2004 dan 2005. Hasil survey PERC menyatakan bahwa Indonesia merupakan

negara yang paling korup di antara 12 negara Asia. Predikat negara terkorup

diberikan karena nilai Indonesia hampir menyentuh angka mutlak 10 dengan skor

9,25 (nilai 10 merupakan nilai tertinggi atau terkorup). Sedangkan pada tahun 2005

Indonesia masih termasuk dalam tiga teratas negara terkorup di Asia.

“Prestasi” korupsi yang telah dicapai Indonesia disamping merugikan secara

langsung bagi pertumbuhan perekonomian dan pemerataan pembangunan nasional,

berdampak negatif bagi masuknya investasi asing ke Indonesia, juga melunturkan

citra dan martabat bangsa di dunia internasional.

Dalam menangani masalah korupsi, Indonesia dapat dikatakan tertinggal

dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Asia Pasifik. Masing-masing

negara pada prinsipnya mempunyai tantangan dan persoalan tersendiri dalam

P

Page 7: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik v

menghadapi korupsi, mengingat korupsi memiliki beragam modus dan bentuknya

seiring dengan makin kompleksnya administrasi birokrasi. Hal ini menyebabkan

strategi pemberantasan korupsi yang ditempuh oleh setiap negara memiliki

karakteristik tersendiri dan tingkat efektivitas yang berbeda pula.

Terkait dengan hal tersebut, kajian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk

mengidentifikasi dan mendeskripsikan strategi pemberantasan korupsi yang

dilakukan oleh beberapa negara di Asia Pasifik yang meliputi pendekatan-pendekatan

yang dilakukan dalam menangani masalah korupsi guna memberikan rekomendasi

kebijakan yang dapat diterapkan Pemerintah Indonesia tentang penanganan korupsi.

Negara-negara yang dijadikan lokus dalam penelitian ini adalah Singapura,

Hong Kong, India dan tentunya Indonesia. Alasan pemilihan negara-negara tersebut

adalah bahwa Singapura dan Hong Kong dapat dikatakan sebagai model yang ideal

(role model) dalam memberantas korupsi. Kedua negara tersebut berhasil menekan

angka korupsi ke tingkat minimal dan dikategorikan sebagai negara terbersih di Asia.

Sementara itu, meskipun pemberantasan korupsi di India relatif tertinggal

dibandingkan dengan Singapura dan Hong Kong namun penanganan masalah

korupsi di India relatif lebih baik dibandingkan dengan Indonesia. Selain itu kondisi

geografis dan demografi India yang memiliki kesamaan dengan Indonesia menjadi

salah satu alasan lain dalam pemilihan lokus.

Dari hasil temuan, diperoleh sejumlah data dan informasi yang mencakup:

gambaran umum korupsi di masing-masing negara; kebijakan dan perundangan

pemberantasan korupsi; kelembagaan dalam pemberantasan korupsi; dan strategi

pencegahan tindak korupsi. Selanjutnya beberapa kesimpulan dan rekomendasi

mengenai strategi pemberantasan korupsi disampaikan berdasarkan analisis data dan

informasi yang didapat.

Sejumlah pemikiran yang dapat disimpulkan adalah bahwa strategi

pemberantasan korupsi harus dibangun didahului oleh adanya itikad kolektif, yaitu

semacam kemauan dan kesungguhan (willingness) dari semua pihak untuk bersama-

sama tidak memberikan toleransi sedikitpun terhadap perilaku korupsi. Perilaku

korupsi harus dicitrakan dan diperlakukan sebagai perilaku kriminal, sama halnya

dengan tindak kriminal lainnya, yang memerlukan penanganan secara hukum. Di

samping itu, keberhasilan penanganan korupsi di negara-negara lain juga

Page 8: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik vi

dipengaruhi oleh keberadaan lembaga anti korupsi yang kuat dalam menangani

pencegahan dan pemberantasan korupsi. Sebagai contoh, Singapura dan Hong Kong

hanya memiliki satu lembaga anti korupsi yang memiliki kewenangan penuh untuk

menyelidiki dan mengajukan tuntutan kasus-kasus korupsi.

Oleh karena itu, dalam mewujudkan sebuah strategi yang efektif, dibutuhkan

pemenuhan prasyarat sebagai berikut :

1. Didorong oleh keinginan politik serta komitmen yg kuat dan muncul dari

kesadaran sendiri

2. Menyeluruh dan seimbang

3. Sesuai dengan kebutuhan, ada target, dan berkesinambungan

4. Berdasarkan pada sumber daya dan kapasitas yang tersedia

5. Terukur

6. Transparan dan bebas dari konflik kepentingan

Berkenaan dengan political will serta komitmen yang harus dibangun, maka

perlu menegaskan kembali political will pemerintah, diantaranya melalui :

Penyempurnaan UU Anti Korupsi yang lebih komprehensif, mencakup

kolaborasi kelembagaan yang harmonis dalam mengatasi masalah korupsi

Kontrak politik yang dibuat pejabat publik

Pembuatan aturan dan kode etik PNS

Pembuatan pakta integritas

Penyederhanaan birokrasi (baik struktur maupun jumlah pegawai)

Penyempurnaan UU Anti Korupsi ini selain untuk menjawab dinamika dan

perkembangan kualitas kasus korupsi, juga untuk menyesuaikan dengan instrumen

hukum internasional. Saat ini isu korupsi tidak lagi dibatasi sekat-sekat negara,

namun telah berkembang menjadi isu regional bahkan internasional. Hal ini tidak

lepas dari praktek korupsi yang melibatkan perputaran dan pemindahan uang lintas

negara.

Adanya kewenangan yang jelas dan tegas yang diberikan oleh suatu lembaga

anti korupsi juga menjadi kunci keberhasilan strategi pemberantasan korupsi.

Tumpang tindih kewenangan di antara lembaga-lembaga yang menangani masalah

korupsi menyebabkan upaya pemberantasan korupsi menjadi tidak efektif dan efisien.

Page 9: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik vii

Strategi pemberantasan korupsi harus juga bersifat menyeluruh dan seimbang.

Ini berarti bahwa strategi pemberantasan yang parsial dan tidak komprehensif tidak

dapat menyelesaikan masalah secara tuntas.

Berkenaan dengan hal itu maka, strategi pemberantasan korupsi harus

dilakukan secara adil, dan tidak ada istilah “tebang pilih” dalam memberantas

korupsi. Di samping itu penekanan pada aspek pencegahan korupsi perlu lebih

difokuskan dibandingkan aspek penindakan. Upaya pencegahan (ex ante) korupsi

dapat dilakukan, antara lain melalui:

Menumbuhkan kesadaran masyarakat (public awareness) mengenai dampak

destruktif dari korupsi, khususnya bagi PNS.

Pendidikan anti korupsi

Sosialisasi tindak pidana korupsi melalui media cetak & elektronik

Perbaikan remunerasi PNS

Adapun upaya penindakan (ex post facto) korupsi harus memberikan efek jera,

baik secara hukum, maupun sosial. Selama ini pelaku korupsi, walaupun dapat dijerat

dengan hukum dan dipidana penjara ataupun denda, namun tidak pernah

mendapatkan sanksi sosial.

Hukuman yang berat ditambah dengan denda yang jumlahnya signifikan.

Pengembalian hasil korupsi kepada negara.

Tidak menutup kemungkinan, penyidikan dilakukan kepada keluarga atau

kerabat pelaku korupsi.

Strategi pemberantasan korupsi harus sesuai kebutuhan, target, dan

berkesinambungan. Strategi yang berlebihan akan menghadirkan inefisiensi sistem

dan pemborosan sumber daya. Dengan penetapan target, maka strategi

pemberantasan korupsi akan lebih terarah, dan dapat dijaga kesinambungannya.

Dalam hal ini perlu adanya komisi anti korupsi di daerah (misalnya KPK berdasarkan

wilayah) yang independen dan permanen (bukan ad hoc).

Selain itu strategi pemberantasan korupsi haruslah berdasarkan sumber daya

dan kapasitas. Dengan mengabaikan sumber daya dan kapasitas yang tersedia, maka

strategi ini akan sulit untuk diimplementasikan, karena daya dukung yang tidak

seimbang. Dalam hal ini kualitas SDM dan kapasitasnya harus dapat ditingkatkan,

Page 10: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik viii

terutama di bidang penegakan hukum dalam hal penanganan korupsi. Peningkatan

kapasitas ini juga dilakukan melalui jalan membuka kerjasama internasional.

Keterukuran strategi merupakan hal yang tidak bisa dikesampingkan. Salah

satu caranya yaitu membuat mekanisme pengawasan dan evaluasi atas setiap tahapan

pemberantasan korupsi dalam periode waktu tertentu secara berkala. Selain itu juga,

dalam rangka penyusunan strategi yang terukur, perlu untuk melakukan survei

mengenai kepuasan masyarakat atas usaha pemberantasan korupsi yang telah

dilakukan pemerintahan.

Terakhir adalah bahwa sebuah strategi pemberantasan memerlukan prinsip

transparan dan bebas konflik kepentingan. Transparansi ini untuk membuka akses

publik terhadap sistem yang berlaku, sehingga terjadi mekanisme penyeimbang.

Warga masyarakat mempunyai hak dasar untuk turut serta menjadi bagian dari

strategi pemberantasan korupsi. Saat ini optimalisasi penggunaan teknologi

informasi di sektor pemerintah dapat membantu untuk memfasilitasinya. Strategi

pemberantasan juga harus bebas kepentingan golongan maupun individu, sehingga

pada prosesnya tidak ada keberpihakan yang tidak seimbang. Semua strategi berjalan

sesuai dengan aturan yang berlaku dan objektif.

Instrumen strategi pemberantasan lain yang menjadi bagian dari elemen

masyarakat adalah pers. Transparansi dapat difasilitasi dengan baik dengan adanya

dukungan media massa yang memainkan peranannya secara kuat. Dengan adanya

kebebasan pers, maka kontrol masyarakat dapat semakin ditingkatkan lagi.

Page 11: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik ix

Daftar Isi Hal

SAMBUTAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA …………………. i

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………….. iii

EXECUTIVE SUMMARY ……………………………………………………………………… iii

Daftar Isi …………………………………………………………………………………………….. ix

Daftar Tabel ………………………………………………………………………………………… xi

Daftar Gambar …………………………………………………………………………………….. xii

Daftar Grafik ……………………………………………………………………………………….. xiii

BAB I : PENDAHULUAN ……………………………………………………………………… 1

A. Latar Belakang ………………………………………………………………………. 1

B. Rumusan Masalah …………………………………………………………………. 4

C. Ruang Lingkup ………………………………………………………………………. 5

D. Tujuan ………………………………………………………………………………….. 5

E. Jadwal ………………………………………………………………………………….. 5

F. Metodologi Penelitian …………………………………………………………….. 5

BAB II : GAMBARAN UMUM KORUPSI ……………………………………………….. 9

A. Memahami Korupsi ……………………………………………………………….. 9

B. Peta Korupsi Dunia dan Regional ……………………………………………. 16

C. Korupsi di Beberapa Negara ……………………………………………………. 27

1. Singapura …………………………………………………………………………. 27

2. Hong Kong ……………………………………………………………………….. 29

3. India ………………………………………………………………………………… 32

4. Indonesia …………………………………………………………………………. 36

BAB III : KEBIJAKAN DAN PERUNDANGAN PEMBERANTASAN

KORUPSI ……………………………………………………………………………..

38

A. Singapura ……………………………………………………………………………… 41

B. Hong Kong ……………………………………………………………………………. 45

C. India …………………………………………………………………………………….. 48

D. Indonesia ……………………………………………………………………………… 50

Page 12: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik x

BAB IV : KELEMBAGAAN DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI ………… 57

A. Singapura ……………………………………………………………………………… 54

B. Hong Kong ……………………………………………………………………………. 62

C. India …………………………………………………………………………………….. 66

D. Indonesia ……………………………………………………………………………… 71

BAB V : STRATEGI PENCEGAHAN TINDAK KORUPSI …………………………. 80

A. Singapura ……………………………………………………………………………… 82

B. Hong Kong ……………………………………………………………………………. 88

C. India …………………………………………………………………………………….. 91

D. Indonesia ……………………………………………………………………………… 93

BAB VI : REKOMENDASI KEBIJAKAN .………………………………………………. 97

A. Masalah dalam Strategi Kebijakan Penanganan Korupsi di

Indonesia ………………………………………………………………………………. 97

B. Alternatif Strategi Kebijakan Penanganan Korupsi ……………………. 98

C. Policy Action dalam Perumusan Strategi Kebijakan Penanganan

Korupsi di Indonesia ……………………………………………………………….

100

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 13: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik xi

Daftar Tabel Hal

Tabel 1.1 Operasionalisasi dan Output Tiap Tahap Kegiatan …………………… 7

Tabel 2.1 Daftar Peringkat Pengambil Aset Negara Terbesar versi Stolen

Asset Recovery Innitiatives (StAR) Bank Dunia & PBB .................

19

Tabel 2.2 Indeks Penyuapan Beberapa Negara .............................................. 23

Tabel 2.3 Perbandingan Profil 4 Negara dalam Penanganan Korupsi .......... 26

Tabel 3.1 Perbandingan Beberapa Istilah dalam Perundangan Indonesia

dengan UNCAC ................................................................................

53

Tabel 3.2 Terpidana Koruptor dan Uang Pengganti ...................................... 54

Tabel 4.1 Indikator Kinerja CPIB Singapura .................................................. 59

Tabel 4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan dan Kegagalan

Suatu Lembaga Anti Korupsi ..........................................................

76

Tabel 4.3 Kelebihan dan Kelemahan dari Pembentukan Lembaga Anti

Korupsi ............................................................................................

77

Tabel 5.1 Instrumen Pencegahan Korupsi per Sektor .................................... 81

Tabel 5.2 Strategi Pemberantasan Korupsi di Indonesia ............................... 93

Page 14: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik xii

Daftar Gambar

Hal

Gambar 2.1 Peta Indeks Persepsi Korupsi (IPK) di Seluruh Dunia ............. 17

Gambar 4.1 Struktur Organisasi CPIB Singapura ......................................... 61

Gambar 4.2 Struktur Organisasi ICAC Hongkong ........................................ 65

Gambar 4.3 Struktur Organisasi CBI India …………………………………………… 69

Gambar 4.4 Struktur Central Vigilance Commission (CVC) India …………… 71

Gambar 4.5 Struktur Organisasi KPK Indonesia …………………………………… 74

Gambar 5.1 Strategi Anti Korupsi Singapura ………………………………………… 83

Gambar 5.2 Keterkaitan antara Korupsi dengan Perbaikan Remunerasi

Pegawai Negeri …………………………………………………………………

87

Gambar 5.3 Strategi Pemberantasan Korupsi Hongkong ............................. 89

Page 15: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik xiii

Daftar Grafik Hal

Grafik 2.1 Peringkat Korupsi Beberapa Negara Asia .................................... 20

Grafik 2.2 Sektor Terlibat Kasus Penyuapan ................................................ 24

Grafik 2.3 Wilayah yang Terkena Dampak Kasus Penyuapan ...................... 25

Grafik 2.4 Kecenderungan Korupsi di Singapura ………………………………….. 28

Grafik 2.5 Kecenderungan Korupsi di Hong Kong ………………………………… 30

Grafik 2.6 Laporan Korupsi Hong Kong ....................................................... 31

Grafik 2.7 Kecenderungan Korupsi di India ................................................. 33

Grafik 2.8 Kecenderungan Korupsi di Indonesia .......................................... 36

Grafik 2.9 Pengendalian Korupsi (2002) ...................................................... 37

Page 16: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 1

Bab I

Pendahuluan

A. LATAR BELAKANG

alah satu isu atau masalah yang paling krusial untuk dipecahkan oleh bangsa

dan pemerintah Indonesia adalah masalah korupsi. Hal ini disebabkan

semakin lama tindak pidana korupsi di Indonesia ini semakin sulit untuk

diatasi. Maraknya korupsi di Indonesia disinyalir terjadi di semua bidang dan sektor

pembangunan. Apalagi setelah ditetapkannya pelaksanaan otonomi daerah,

berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

yang diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, disinyalir korupsi

menyebar bukan hanya terjadi pada tingkat pusat tetapi juga meluas ke tingkat

daerah dan bahkan menembus ke tingkat pemerintahan yang paling kecil di daerah.

Dari penjabaran di atas, dapat dikatakan bahwa korupsi di Indonesia bukan

hanya suatu fenomena tetapi sudah menjadi kultur yang sudah mengakar ke seluruh

lapisan masyarakat. Dengan demikian, dapat dibayangkan betapa sulitnya menangani

korupsi di Indonesia. Hal ini seperti mengobati penyakit kulit yang sudah mengakar

sampai jauh ke bawah kulit dan bahkan ke daging; sulit menyembuhkannya kecuali

diobati sampai ke akar-akarnya.

Pemerintah Indonesia sebenarnya tidak tinggal diam dalam mengatasi praktik-

praktik korupsi. Upaya pemerintah dilaksanakan melalui berbagai kebijakan yang

berupa peraturan perundang-undangan dari yang tertinggi yaitu Undang-Undang

Dasar 1945 sampai dengan Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi. Selain itu pemerintah juga membentuk komisi-komisi yang

berhubungan langsung dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana

korupsi seperti Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) dan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

S

Page 17: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 2

Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam hal pemberantasan korupsi adalah :

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, khususnya pasal 21

dan pasal 5 (ayat 1)

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

3. Ketetapan MPR Nomor XI Tahun 1998

4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaran Pemerintahan

yang bersih dan bebas dari praktik KKN

5. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi

6. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

7. Dibentuknya Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN)

tahun 2001 berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999

8. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi (KPTPK)

9. Dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2003 berdasarkan

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 junto Undang-Undang Nomor 20 tahun

2001 junto Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002

10. Dibentuknya Tim Pemberantas Korupsi dan lain-lainnya.

Upaya pencegahan praktik korupsi juga dilakukan di lingkungan eksekutif atau

penyelenggara negara, dimana masing-masing instansi memiliki Internal Control

Unit (unit pengawas dan pengendali dalam instansi) yang berupa inspektorat. Fungsi

dari inspektorat ini adalah mengawasi dan memeriksa penyelenggaraan kegiatan

pembangunan di instansinya masing-masing, terutama pengelolaan keuangan

negara, agar supaya kegiatan pembangunan berjalan secara efektif, efisien dan

ekonomis sesuai sasaran. Di samping pengawasan internal ada juga pengawasan dan

pemeriksaan kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh instansi eksternal yaitu

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Keuangan Pembangunan

(BPKP).

Selain lembaga internal dan eksternal, lembaga swadaya masyarakat (LSM)

juga ikut berperan dalam melakukan pengawasan kegiatan pembangunan, terutama

Page 18: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 3

kasus-kasus korupsi yang dilakukan oleh penyelenggara negara. Beberapa LSM yang

aktif dan gencar mengawasi dan melaporkan praktik korupsi yang dilakukan

penyelenggara negara antara lain adalah Indonesian Corruption Watch (ICW),

Government Watch (GOWA), dan Masyarakat Tranparansi Indonesia (MTI).

Dilihat dari upaya-upaya pemerintah dalam memberantas praktik korupsi di

atas sepertinya sudah cukup memadai baik dilihat dari segi hukum dan peraturan

perundang-undangan, komisi-komisi, lembaga pemeriksa baik internal maupun

eksternal, bahkan keterlibatan LSM. Namun pada kenyataannya praktik korupsi

bukannya berkurang malah meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan Indonesia

kembali dinilai sebagai negara paling terkorup di Asia pada awal tahun 2004 dan

2005 berdasarkan hasil survei dikalangan para pengusaha dan pebisnis oleh lembaga

konsultan Political and Economic Risk Consultancy (PERC). Hasil survey lembaga

konsultan PERC yang berbasis di Hong Kong menyatakan bahwa Indonesia

merupakan negara yang paling korup di antara 12 negara Asia.1 Predikat negara

terkorup diberikan karena nilai Indonesia hampir menyentuh angka mutlak 10

dengan skor 9,25 (nilai 10 merupakan nilai tertinggi atau terkorup). Sedangkan pada

tahun 2005 Indonesia masih termasuk dalam tiga teratas negara terkorup di Asia.

Peringkat negara terkorup setelah Indonesia, berdasarkan hasil survey yang

dilakukan PERC, yaitu: India (8,9), Vietnam (8,67), Thailand, Malaysia dan China

berada pada posisi sejajar di peringkat keempat yang terbersih. Sebaliknya negara

yang terbersih tingkat korupsinya adalah Singapura (0,5) disusul Jepang (3,5), Hong

Kong, Taiwan dan Korea Selatan. Untuk tahun 2006 posisi Indonesia “naik” satu

peringkat dibandingkan dengan Filipina.2

Perubahan yang dilakukan China dan Thailand sungguh mengesankan, yaitu

mampu mengubah reputasi negara yang bergelimang korupsi menjadi negara yang

rendah korupsinya. India dan Vietnam juga mulai melakukan perbaikan melalui

keinginan politik tinggi dalam mempersempit ruang korupsi. China selama satu

dasawarsa terakhir melancarkan perang besar dengan korupsi. Para pejabat yang

terbukti melakukan tindak pidana korupsi tidak segan-segan dibawa ke tiang

1 Kompas, 4 Maret 2004 2 Kompas, 14 Maret 2007

Page 19: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 4

gantungan. Tindakan ini cukup efektif mengurangi praktik korupsi di kalangan

pejabat.

Sementara Thailand juga melakukan kampanye pemberantasan korupsi secara

serius. Sektor perpajakan dan pengadilan yang dianggap rawan korupsi dan kolusi

dijadikan prioritas dalam target kampanye melawan korupsi. Hasilnya mengesankan.

Kemajuan dalam kampanye korupsi membawa dampak positif dalam berbagai bidang

kehidupan, termasuk kesanggupan membayar hutang luar negeri. Selama lima tahun

Thailand mampu mencicil 50 milyar dollar AS utangnya.

Upaya penanganan korupsi yang sistematis dan berkelanjutan di negara-

negara tersebut tampak begitu kontras dengan realitas yang terjadi di Indonesia.

Berdasarkan studi yang dilakukan Transparency International, Indeks Persepsi

Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2006 adalah 2,4 dan menempati urutan ke-130 dari

163 negara. Sebelumnya, pada tahun 2005 IPK Indonesia adalah 2,2, tahun 2004

(2,0) serta tahun 2003 (1,9).3 Hal ini menunjukkan bahwa penanganan kasus korupsi

di Indonesia masih sangat lambat dan belum mampu membuat jera para koruptor.

Oleh karena itu sangatlah menarik untuk mengkaji lebih lanjut tentang strategi

yang dilakukan negara-negara tersebut dalam menangani korupsi, sehingga bisa

menjadi negara yang rendah tingkat korupsinya. Sehubungan dengan hal tersebut,

maka Pusat Kajian Administrasi Internasional Lembaga Administrasi Negara

Republik Indonesia memandang perlu untuk melakukan kajian lebih jauh tentang

strategi penanganan korupsi di negara-negara Asia Pasifik, sebagai bahan masukan

untuk memperkuat (revitalize) penanganan korupsi yang diterapkan di Indonesia.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan,

yaitu: bagaimanakah strategi penanganan korupsi yang dilakukan di beberapa negara

Asia Pasifik? Khususnya negara-negara yang berhasil mengatasi masalah korupsi

sehingga dapat memperbaiki indeks persepsi korupsi yang menjadi tolok ukur

korupsi suatu negara.

3 Kompas, 7 November 2006

Page 20: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 5

C. RUANG LINGKUP

1. Fokus

Kajian ini membahas tentang strategi penanganan korupsi di negara-negara

Asia Pasifik dengan fokus pada pendekatan penanganan korupsi yang

dilakukan yang mencakup aspek kebijakan, kelembagaan dan pencegahan.

2. Lokus

Kajian dilakukan di Indonesia dan beberapa negara Asia Pasifik (Singapura,

Hong Kong dan India), dimaksudkan untuk mendapatkan data dan informasi

tentang strategi penanganan korupsi pada masing-masing negara.

D. TUJUAN

Kajian ini bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi pendekatan-pendekatan yang dilakukan oleh beberapa

negara Asia Pasifik dalam menangani masalah korupsi.

2. Memberikan rekomendasi kebijakan yang dapat diterapkan Pemerintah

Indonesia tentang penanganan korupsi.

E. JADWAL

Pelaksanaan kegiatan kajian ini dilaksanakan selama 12 (dua belas) bulan pada

tahun anggaran 2007.

F. METODOLOGI PENELITIAN

1. Metode Kajian

Kajian strategi penanganan korupsi di negara-negara Asia Pasifik

menggunakan metode deskriptif komparatif. Metode tersebut dipilih karena kajian ini

akan mendeskripsikan obyek penelitian yaitu penanganan korupsi di beberapa negara

Page 21: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 6

terpilih di kawasan Asia Pasifik secara komprehensif dan kemudian akan

dibandingkan (komparasi) satu sama lain untuk mendapatkan suatu kesimpulan.

Kajian ini bertujuan untuk menyampaikan, menganalisis, mengklasifikasi, dan

membandingkan strategi penanganan korupsi yang dilakukan oleh pemerintah di

sejumlah negara terpilih.

Rangkaian kegiatan yang dilakukan terkait dengan kajian, antara lain adalah

melakukan observasi awal, mencari sumber informasi yang berkaitan dengan topik

strategi penanganan korupsi baik di dalam maupun luar negeri, menyusun riset

desain, melakukan pengumpulan data lapangan di dalam dan luar negeri,

menganalisis data dan informasi yang diperoleh dari lapangan, serta menyajikannya

di dalam sebuah laporan kajian.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang diadopsi dalam kajian ini adalah melalui studi

literatur, dokumentasi, dan focus group discussion (FGD). Teknik ini memiliki

kelebihan untuk memperoleh data dan informasi yang bersifat kualitatif. Instrumen

penelitian yang digunakan adalah panduan wawancara (interview guidelines) yang

digunakan pada saat pencarian data lapangan di dalam maupun di luar negeri.

Panduan wawancara tersebut meliputi indikator-indikator atau besaran-besaran yang

menjadi fokus dalam kajian strategi penanganan korupsi.

FGD dilakukan dengan mengundang para ahli/pakar yang terkait penerapan

strategi penanganan korupsi untuk memperoleh data dan informasi empirik dari

pengalaman negara-negara yang berhasil atau pun gagal menangani korupsi.

3. Analisis Data

Setelah dilakukan pengumpulan data lapangan, maka data tersebut diolah dan

dianalisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini dipilih karena

diperlukan analisis yang lebih mendalam untuk dapat mengungkap latar belakang

sesungguhnya dari fenomena-fenomena yang sedang diteliti atau dikaji. Dalam hal ini

fenomena tersebut adalah strategi penanganan korupsi yang dilakukan oleh beberapa

negara Asia Pasifik. Pemikiran logis (professional judgement), induksi dan evaluasi

juga digunakan dalam pemberantasan korupsi.

Page 22: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 7

4. Tahapan Kegiatan

Pelaksanaan kegiatan kajian terdiri dari beberapa tahapan dan merupakan

suatu proses yang berlangsung selama 1 (satu) tahun anggaran. Pada setiap tahapan

diharapkan menghasilkan output yang dapat dicapai dan terukur oleh tim pelaksana

kegiatan. Untuk mempermudah pelaksanaan kegiatan kajian maka proses tersebut

dapat dijabarkan dalam suatu operasionalisasi kegiatan kajian sebagai berikut.

Tabel 1.1

Operasionalisasi dan Output Tiap Tahap Kegiatan

No Tahapan Kegiatan yang dilakukan Output

1. Pengumpulan data

awal dan studi

literatur

− Mengumpulkan data

awal dan literatur yang

berkaitan dengan strategi

penanganan korupsi

− Terkumpulnya data

awal dan literatur

yang berkaitan dengan

penanganan korupsi

2. Penyusunan riset

desain

− Menyusun riset desain

dan rencana penelitian

− Tersusunnya riset

desain dan instumen

penelitian strategi

penanganan korupsi di

beberapa negara Asia

Pasifik

3. Pengiriman surat dan

korespondensi

− Mengirimkan surat dan

korespondensi ke

instansi-instansi di

dalam maupun luar

negeri yang menjadi

lokus kajian

− Terkirimnya surat dan

korespondensi baik ke

dalam maupun luar

negeri yang menjadi

lokus kajian

4. Pengumpulan data

lapangan ke sejumlah

instansi dalam dan

luar negeri

− Melakukan kunjungan

lapangan dan pencarian

data penelitian di

beberapa daerah dan

− Tersedianya data dan

informasi mengenai

strategi penanganan

korupsi dari pencarian

Page 23: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 8

negara yang menjadi

lokus penelitian

data lapangan di

sejumlah daerah dan

negara.

5. Pembuatan laporan

kajian sementara

− Mengolah, menganalisis,

dan menyajikan hasil

penelitian lapangan

− Menyusun hasil analisa

data lapanan sebagai

bahan pembuatan

laporan akhir

− Tersusunnya laporan

sementara kajian

strategi penanganan

korupsi di beberapa

negara Asia Pasifik

6. Ekspose laporan

kajian sementara

− Memaparkan hasil

laporan sementara pada

forum LAN

− Terkumpulnya

berbagai masukan

baik kritik maupun

saran untuk

penyempurnaan

laporan kajian.

7. Penyempurnaan

laporan sementara

menjadi laporan

akhir

− Merevisi laporan

sementara berdasarkan

hasil ekspose

− Tersusunnya laporan

akhir kajian strategi

penanganan korupsi di

beberapa negara Asia

Pasifik

8. Pencetakan dan

penyerahan laporan

akhir

− Mencetak dan

menyerahkan laporan

akhir

− Tercetaknya laporan

akhir kajian strategi

penanganan korupsi di

beberapa negara Asia

Pasifik

Page 24: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 9

Bab II

Gambaran Umum Korupsi

A. MEMAHAMI KORUPSI

orupsi bukanlah merupakan barang yang baru dalam sejarah peradaban

manusia. Fenomena ini telah dikenal dan menjadi bahan diskusi bahkan

sejak 2000 tahun yang lalu ketika seorang Perdana Menteri Kerajaan India

bernama Kautilya menulis buku berjudul Arthashastra. Demikian pula dengan Dante

yang pada tujuh abad silam juga menulis tentang korupsi (penyuapan) sebagai tindak

kejahatan. Tidak ketinggalan seorang Shakespeare juga menyinggung korupsi sebagai

sebuah bentuk kejahatan. Sebuah ungkapan terkenal pada tahun 1887 mengenai

korupsi dari sejarahwan Inggris, Lord Acton, yaitu “power tends to corrupt, absolute

power corrupts absolutely”, menegaskan bahwa korupsi berpotensi muncul di mana

saja tanpa memandang ras, geografi, maupun kapasitas ekonomi.

Beberapa negara di Asia memiliki beragam istilah korupsi yang pengertiannya

mendekati definisi korupsi. Di China, Hong Kong dan Taiwan, korupsi dikenal

dengan nama yum cha, atau di India terkenal dengan istilah baksheesh, atau di

Filipina dengan nama lagay dan di Indonesia atau Malaysia memiliki padanan kata

yaitu suap. Semua istilah memiliki pengertian yang variatif, namun pada umumnya

merujuk pada kegiatan ilegal yang berlaku di luar sistem formal. Tidak semua istilah

ini secara spesifik mendefinisikan diri sebagai sebuah pengertian hukum dari praktik

korupsi. Istilah-istilah ini juga belum memberikan gambaran mendalam mengenai

dampak luas dari praktik korupsi. Istilah lokal yang dianggap paling mendekati

pengertian korupsi secara mendalam adalah yang berlaku di Thailand, yaitu istilah

gin muong, yang secara literal berarti nation eating. Pengertian dari istilah ini

menunjukkan adanya kerusakan yang luar biasa besar terhadap kehidupan suatu

bangsa akibat dari adanya perilaku praktik korupsi.

K

Page 25: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 10

Dalam norma umum di masyarakat maupun norma khusus semisal

perundangan, istilah korupsi memiliki beragam pengertian. Perbedaan pengertian ini

menyebabkan implikasi hukum dan sosial yang berbeda pula di masyarakat.

Sebuah tindakan korupsi yang merugikan keuangan negara boleh jadi secara

norma sosial dianggap oleh masyarakat sebagai tindakan wajar dan tidak melanggar.

Ini karena pandangan dan pemahaman suatu masyarakat terhadap perbuatan korupsi

berbeda dengan masyarakat lainnya. Oleh karenanya suatu masyarakat dapat menilai

suatu perbuatan termasuk dalam praktik korupsi, namun tidak demikian halnya

dengan masyarakat lain, terlebih dalam masyarakat yang permisif dan patronialistik.

Terlepas dari perbedaan pemahaman ini, sebenarnya terdapat ciri khas/atribut

yang melekat pada tindakan korupsi, yang membedakannya dengan yang lain. Dari

segi bahasa, kata korupsi berasal dari bahasa latin yaitu corruptio. Kata ini sendiri

memiliki kata kerja corrumpere yang berarti busuk, rusak, menggoyahkan,

memutarbalikkan atau menyogok.4

Dalam Wordnet Princenton Education, korupsi didefinisikan sebagai “lack of

integrity or honesty (especially susceptibility to bribery); use of a position of trust

for dishonest gain.”5 Selanjutnya dalam Kamus Collins Cobuild arti dari kata corrupt

adalah “someone who is corrupt behaves in a way that is morally wrong, especially

by doing dishonesty or illegal things in return for money or power.”6 Sedangkan

dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga, Balai Pustaka, 597:2001)7,

korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dsb)

untuk keuntungan pribadi atau orang lain.

Sementara itu, Direktur Transparency International India, secara lebih

sederhana mendefinisikan korupsi sebagai ”the use of public office for private gain”.

Jadi segala tindakan penggunaan barang publik untuk kepentingan pribadi adalah

termasuk kategori korupsi. Transparency International sendiri sebagai lembaga

internasional yang sangat menaruh perhatian terhadap korupsi di negara-negara di

dunia dan menyoroti korupsi yang dilakukan oleh birokrasi, mendefinisikan korupsi 4 Komisi Pemberantasan Korupsi, Pahami Dulu, Baru Lawan! hal 7 5 dalam LAN (2006), Kajian tentang Pola Korupsi di Lingkungan Instansi Pemerintah, Laporan Akhir Penelitian 6 dalam Eris Yustiono (2005), Revitalisasi Isu-Isu Strategis Manajemen Sumber Daya Manusia Sebagai Salah Satu Upaya Meminimalisir Korupsi, Jurnal Ilmu Administrasi Vol 2 No. 3 hal 274 7 dalam Eris Yustiono (2005), ibid

Page 26: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 11

sebagai perilaku pejabat publik, baik politikus maupun pegawai negeri yang secara

tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat

dengan dirinya, dengan cara menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan

kepada mereka. Pengertian ini lebih dilatarbelakangi karena korupsi yang dilakukan

oleh birokrasi memiliki dampak dan pengaruh negatif yang besar dan signifikan

terhadap pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara

nasional. Jika dibandingkan dengan korupsi yang dilakukan oleh para pelaku bisnis

ataupun masyarakat.

Pendapat dari beberapa pakar mengenai korupsi juga dapat dijelaskan seperti

Juniadi Suwartojo (1997) menyatakan bahwa korupsi adalah tingkah laku atau

tindakan seseorang atau lebih yang melanggar norma-norma yang berlaku dengan

menggunakan dan/atau menyalahgunakan kekuasaan atau kesempatan melalui

proses pengadaan, penetapan pungutan penerimaan atau pemberian fasilitas atau

jasa lainnya yang dilakukan pada kegiatan penerimaan dan/atau pengeluaran uang

atau kekayaan, penyimpanan uang atau kekayaan serta dalam perizinan dan/atau jasa

lainnya dengan tujuan keuntungan pribadi atau golongannya sehingga langsung atau

tidak langsung merugikan kepentingan dan/atau keuangan negara/masyarakat.

Sementara Brooks8 memberikan pengertian korupsi yaitu: “Dengan sengaja

melakukan kesalahan atau melalaikan tugas yang diketahui sebagai kewajiban, atau

tanpa hak menggunakan kekuasaan, dengan tujuan memperoleh keuntungan yang

sedikit banyak bersifat pribadi.” Selanjutnya Alfiler9 menyatakan bahwa korupsi

adalah: “Purposive behavior which may be deviation from an expected norm but is

undertake nevertheless with a view to attain materials or other rewards.”

Bahkan Klitgaard membuat persamaan sederhana untuk menjelaskan

pengertian korupsi sebagai berikut :

C = M + D – A

di mana:

C = Corruption / Korupsi

8 dalam Alatas, (1987), Korupsi: Sifat, Sebab, dan Fungsi, Jakarta, LP3ES 9 dalam Ledivina V. Carino, (1986), Bureaucratic Corruption in Asia: Causes Consequences and Controls, Quezon City, JMC Press Inc

Page 27: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 12

M = Monopoly / Monopoli

D = Discretion / Diskresi / keleluasaan

A = Accountability / Akuntabilitas

Persamaan di atas menjelaskan bahwa korupsi hanya bisa terjadi apabila

seseorang atau pihak tertentu mempunyai hak monopoli atas urusan tertentu serta

ditunjang oleh diskresi atau keleluasaan dalam menggunakan kekuasaannya,

sehingga cenderung menyalahgunakannya, namun lemah dalam hal pertanggung

jawaban kepada publik (akuntabilitas).

Beberapa pengertian di atas menyoroti korupsi sebagai perilaku merugikan

yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa pihak dan tidak secara eksplisit

disebutkan apakah dari unsur birokrasi, swasta, maupun masyarakat. Karena pada

dasarnya tindakan korupsi bukan saja terjadi di sektor pemerintahan tetapi juga

dalam dunia bisnis dan bahkan dalam masyarakat.10

Dari beberapa pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa korupsi bukan saja

dilakukan oleh kalangan birokrat, tetapi juga kalangan di luar birokrasi. Arti maupun

pendefinisian tindakan korupsi juga memiliki berbagai sudut pandang yang cukup

berbeda. Namun demikian, suatu tindakan dapat dikategorikan korupsi—siapa pun

pelakunya—apabila memenuhi unsur-unsur:11

1. Suatu pengkhianatan terhadap kepercayaan.

2. Penipuan terhadap badan pemerintah, lembaga swasta atau masyarakat

umumnya.

3. Dengan sengaja melalaikan kepentingan umum untuk kepentingan khusus.

4. Dilakukan dengan rahasia, kecuali dengan keadaan dimana orang-orang

berkuasa atau bawahannya menganggapnya tidak perlu.

5. Melibatkan lebih dari satu orang atau pihak.

6. Adanya kewajiban dan keuntungan bersama dalam bentuk uang atau yang

lain.

10 lihat The World Bank Policy Paper (2000), Anticorruption in Transition, A Contribution to the Policy Debate, Washington DC 11 Alatas, (1987), ibid

Page 28: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 13

7. Terpusatnya kegiatan (korupsi) pada mereka yang menghendaki keputusan

yang pasti dan mereka yang dapat mempengaruhinya.

8. Adanya usaha untuk menutupi perbuatan korup dalam bentuk-bentuk

pengesahan hukum.

9. Menunjukkan fungsi ganda yang kontradiktif pada mereka yang melakukan

korupsi.

Oleh karena itu, tim peneliti menyimpulkan bahwa korupsi dapat diartikan

sebagai tindakan dan perilaku yang menyimpang atau melanggar aturan, norma, dan

etika dengan menyalahgunakan kekuasaan yang dimiliki, mengingkari amanat yang

diemban untuk kepentingan memperkaya diri sendiri, kerabat ataupun orang lain

Korupsi yang terjadi dalam birokrasi tentunya mendapat perhatian dan

penekanan tersendiri dalam kajian ini. Karena pada kasus korupsi, birokrasi atau

pemerintah memiliki peranan ganda yaitu sebagai pelaku dan pemberantas korupsi

itu sendiri. Sementara dunia usaha dan masyarakat berperan sebagai pelaku dan

korban. Kasus-kasus korupsi yang menjadi sorotan banyak pihak baik dalam maupun

luar negeri adalah korupsi yang terjadi di tubuh birokrasi. Selain berakibat luas dan

destruktif terhadap pembangunan ekonomi serta masyarakat secara umum, korupsi

dalam birokrasi pada umumnya berskala luas dengan jumlah (nominal) yang besar

dan melibatkan pejabat negara, elit politik maupun pegawai negeri. Sedangkan kasus-

kasus korupsi pada sektor bisnis, pada umumnya berskala kecil dan hanya

berdampak pada perusahaannya sendiri.

Dalam studi yang dilakukan oleh Transparency International Indonesia,

praktik-praktik korupsi dapat diidentifikasi meliputi

1. manipulasi uang negara,

2. praktik suap dan pemerasan,

3. politik uang, dan

4. kolusi bisnis.

Di Indonesia, untuk kategori manipulasi uang negara, sektor yang paling korup

ialah pengadaan barang dan jasa mencakup konstruksi, pekerjaan umum,

perlengkapan militer, dan barang jasa pemerintah. Untuk kasus suap dan pemerasan,

Page 29: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 14

korupsi terbesar terjadi di kepolisian, sektor peradilan, pajak dan bea cukai, serta

sektor perijinan. Korupsi juga terjadi di kalangan politisi (anggota DPR dan partai

politik), serta pada praktik kolusi dalam bisnis. Untuk kasus kolusi bisnis, korupsi

terbesar terjadi di tubuh militer, kepolisian, dan pegawai pemerintah lewat koperasi

dan yayasan.

Dari segi aktornya, pelaku korupsi terbagi menjadi aparat pemerintah, pelaku

sektor bisnis, dan warga masyarakat. Secara tradisional, pelaku korupsi biasanya

hanya menyangkut pemerintah atau aparat birokrasi dengan warga. Namun demikian

kecenderungan saat ini menunjukkan adanya peningkatan kontribusi atas tingkatan

korupsi dari pelaku di sektor bisnis.

Pada dasarnya praktik korupsi dapat dikenal dalam berbagai bentuk umum

sebagai berikut :

1. bribery (penyuapan),

2. embezzlement (penggelapan/pencurian),

3. fraud (penipuan),

4. extortion (pemerasan), dan

5. favouritism (favoritisme).

Kelima bentuk ini secara konsep seringkali overlapping satu sama lain, di

mana masing-masing istilah digunakan secara bergantian. Untuk lebih mudah dalam

membedakan satu konsep dengan yang lainnya, Amundsen (2000) menjelaskan

masing-masing pengertian konsep secara detail. Penyuapan didefinisikan sebagai

“Bribery is the payment (in money or kind) that is given or taken in a corrupt

relationship”. (Amundsen, 2000: 2). Jadi penyuapan adalah pembayaran (dalam

bentuk uang atau sejenisnya) yang diberikan atau diambil dalam hubungan korupsi.

Sehingga esensi korupsi dalam konteks penyuapan adalah baik tindakan membayar

maupun menerima suap. Beberapa istilah yang memiliki kesamaan arti dengan

penyuapan adalah kickbacks, gratuities, baksheesh, sweeteners, pay-offs, speed

money, grease money. Jenis-jenis penyuapan ini adalah pembayaran untuk

memuluskan atau memperlancar urusan, terutama ketika harus melewati proses

birokrasi formal. Dengan penyuapan ini pula maka kepentingan perusahaan atau

bisnis dapat dibantu oleh politik, dan menghindari tagihan pajak serta peraturan

Page 30: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 15

mengikat lainnya, atau memonopoli pasar, ijin ekspor/impor dsb. Lebih lanjut

Amundsen menjelaskan bahwa penyuapan ini juga dapat berbentuk pajak informal,

ketika petugas terkait meminta biaya tambahan (under-the-table payments) atau

mengharapkan hadiah dari klien, serta bentuk donasi bagi pejabat atau petugas

terkait.

Sedangkan penggelapan atau embezzlement didefinisikan sebagai

“embezzlement is theft of public resources by public officials, which is another form

of misappropiation of public funds” (Amundsen, 2000, 3). Jadi ini merupakan

tindakan kejahatan menggelapkan atau mencuri uang rakyat yang dilakukan oleh

pegawai pemerintah atau aparat birokrasi. Penggelapan ini juga bisa dilakukan oleh

pegawai di sektor swasta.

Biasanya kasus korupsi selalu melibatkan dua pihak, yaitu aparat (yang

menerima suap) dan warga (yang memberi suap). Namun demikian dalam kacamata

hukum, penggelapan juga merupakan tindakan pidana korupsi, walaupun jenis

korupsi ini tidak melibatkan warga masyarakat secara langsung, karena penggelepan

hanya dilakukan oleh satu pihak saja, yaitu aparat. Penggelapan adalah salah satu

bentuk korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan yang menjadi modus korupsi di

negara paling korup, melibatkan pemegang kekuasaan hak monopoli. Kasus

penggelapan paling banyak ditemukan adalah dalam bentuk memproteksi

kepentingan bisnis mereka dengan menggunakan kekuatan politik. Di beberapa

negara lain modus yang terjadi seperti upaya menasionalisasi perusahaan asing, hak

properti dan hak monopoli, serta mendistribusikannya ke kelompok/golongan yang

dekat dengan kekuasaan.

Adapun fraud atau penipuan diartikan sebagai “fraud is an economic crime

that involves some kind of trickery, swindle or deceit (Amundsen, 2000: 3). Fraud

adalah kejahatan ekonomi yang berwujud kebohongan, penipuan, dan perilaku tidak

jujur. Jenis korupsi ini merupakan kejahatan ekonomi yang terorganisir dan

melibatkan pejabat. Dari segi tingkatan kejahatan, istilah fraud ini merupakan istilah

yang lebih populer dan juga istilah hukum yang lebih luas dibandingkan dengan

bribery dan embezzlement. Dengan kata lain fraud relatif lebih berbahaya dan

berskala lebih luas dibanding kedua jenis korupsi sebelumnya. Kerjasama antar

Page 31: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 16

pejabat/instansi dalam menutupi satu hal kepada publik yang berhak mengetahuinya

merupakan contoh dari jenis kejahatan ini.

Bentuk korupsi lainya adalah extortion atau pemerasan yang didefinisikan

sebagai ”extortion is money and other resources extracted by the use of coercion,

violance or the threats to use force” (Amundsen, 2000: 4). Korupsi dalam bentuk

pemerasan adalah jenis korupsi yang melibatkan aparat yang melakukan pemaksaan

atau pendekatan koersif untuk mendapatkan keuntungan sebagai imbal jasa atas

pelayanan yang diberikan. Pemerasan ini dapat berbentuk “from below” atau “from

above”. Sedangkan yang dimaksud dengan “from above” adalah jenis pemerasan

yang dilakukan oleh aparat pemberi layanan terhadap warga

B. PETA KORUPSI DUNIA DAN REGIONAL

Saat ini fenomena korupsi terjadi di hampir semua negara, baik negara maju

maupun negara berkembang. Namun demikian, di negara berkembang, tingkat

korupsi cenderung tinggi dibandingkan dengan negara maju. Peta Indeks Persepsi

Korupsi berikut menjelaskan distribusi geografis korupsi di seluruh dunia.

Pada Tabel 2.1, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) masing-masing negara

digambarkan dalam warna. Biru adalah negara-negara yang tingkat korupsinya paling

kecil (9-10). Merah tua merupakan negara dengan tingkat korupsi terparah (1-1,9).

Sedangkan warna-warna lain berada di antaranya (2-8,9) Namun sebagian besar

negara-negara berkembang berada pada tingkat korupsi sedang sampai dengan

parah (2-2,9), termasuk Indonesia (warna merah). Dari gambar di atas juga dapat

diketahui bahwa gejala umum menunjukkan bahwa tingkat korupsi relatif berbanding

lurus dengan tingkat kemiskinan.

Page 32: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 17

Gambar 2.1

Peta Indeks Persepsi Korupsi (IPK) di Seluruh Dunia

Sumber: Transparency International (2006)

Korupsi juga menciptakan ketidak seimbangan dan ketidak adilan di

masyarakat, sehingga korupsi sebenarnya merupakan persoalan yang kritis. Hal ini

tidak lain karena praktik korupsi sangat mempengaruhi kinerja ekonomi dan

pembangunan suatu negara. Pada masa lalu, rendahnya kesejahteraan dituding

sebagai faktor dan akar penyebab korupsi. Perilaku korup dianggap

”menguntungkan” dalam kondisi penghasilan yang rendah. Suap menjadi suplemen

pendapatan dan secara esensial akan terjadi ”trickle-down effect”. Namun saat ini,

hipotesis ini banyak diragukan oleh kalangan. Banyak variabel lain yang dianggap

potensial sebagai penyebab munculnya praktik korupsi, seperti nilai, budaya,

perilaku, lingkungan sosial, pranata hukum dan sebagainya.

Namun demikian, satu hal yang tidak diragukan bahwa daya rusak korupsi

terhadap ekonomi global sangatlah besar. Seperti yang diestimasi oleh Bank Dunia

bahwa pada tahun 2003 saja, untuk biaya suap yang dibayarkan (tidak termasuk

penggelapan atau bentuk korupsi lainnya) pada aktivitas ekonomi mencapai USD 1

triliun.

Di Indonesia, perhatian terhadap isu korupsi kembali menemukan

momentumnya ketika era transparansi dan akuntabilitas menjadi wacana publik.

Page 33: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 18

Kesadaran masyarakat akan hukum dan situasi politik, sosial dan ekonomi yang

membaik, mendorong kesadaran akan pentingnya transparansi dan akuntabilitas

publik. Kesadaran publik akan pentingnya memberantas korupsi juga meningkat

seiring dengan meningkatnya kesadaran mereka akan hak dasar sebagai warga

negara. Apalagi fakta menyebutkan bahwa Indonesia memiliki rapor korupsi yang

tidak kunjung membaik.

Momentum perhatian terhadap isu korupsi ini juga diperkuat dengan situasi

euforia otonomi dan semangat desentralisasi yang justru kontra produktif terhadap

upaya pemberantasan korupsi secara nasional. Penelitian Bank Dunia pada tahun

2007 mengenai korupsi di tingkat daerah menunjukkan fakta bahwa desentralsasi

menyuburkan korupsi di tingkat lokal. Hal ini terjadi karena adanya desentralisasi

keuangan, politik dan hubungan antara lembaga pemerintah di tingkat lokal yang

ditandai dengan kuatnya kedudukan lembaga legislatif dibanding lembaga eksekutif12.

Potret Indonesia dalam peta korupsi di dunia sangatlah mencolok. Sebagai

contoh adalah hasil pemeringkatan korupsi oleh TI dan skor korupsi oleh PERC yang

menghasilkan kesimpulan buruknya kinerja pemberantasan korupsi di Indonesia,

Yang paling baru, misalnya, pada rilis Bank Dunia dan PBB (September 2007) yang

memprakarsai pengembalian aset melalui program Stolen Asset Recovery Innitiatives

(StAR), mantan Presiden Soeharto didudukkan di peringkat pertama sebagai

pengambil aset negara terbesar di dunia, dengan estimasi aset yang diambil sekitar

USD 15 - 35 milyar. Hal ini sangat bertolak belakang dengan kondisi status hukumnya

di Indonesia, karena pada saat bersamaan, kasus sengketa Soeharto dengan Majalah

Time terkait laporan harta kekayaan Soeharto, justru pada tingkatan kasasi di

Mahkamah Agung dimenangkan oleh pihak Soeharto.

Dalam daftar peringkat pengambil aset negara terbesar yang dirilis Bank Dunia

dan PBB ini, seluruhnya berasal dari negara berkembang atau negara dengan

kapasitas ekonomi yang rendah, yaitu dari kawasan Asia Tenggara, Afrika, Amerika

Latin dan Eropa Timur.

12 Bank Dunia, 2007. Memerangi Korupsi di Indonesia yang Terdesentralisasi. Hal.15

Page 34: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 19

Terlepas dari nuansa politis diluncurkannya prakarsa ini, berkenaan dengan

program pengembalian aset ini, Sekjen PBB Ban Ki-Moon13 menegaskan bahwa

”Every 100 million dollars recovered could fund full vaccinations for 4 million

children, provide water connections for some 250,000 households, or fund

treatment for over 600,000 people with HIV/AIDS for a full year”. Ini berarti bahwa

dari setiap USD 100 juta yang dikembalikan, hasilnya bisa untuk membiayai vaksinasi

untuk 4 juta orang anak, juga menyediakan saluran air bersih untuk 250.000 kepala

kelurga (KK) atau penanganan/perawatan lebih dari 600.000 orang yang mengidap

HIV/AIDS selama satu tahun penuh. Dengan demikian bisa dibayangkan betapa nilai

manfaat dari pengembalian aset ini sangatlah besar. Dengan asumsi USD 10 milyar

saja yang bisa kembali, maka nilai kemanfaatan yang bisa dinikmati oleh Indonesia

maupun negara-begara lain yang menjadi korban korupsi akan sangat menakjubkan.

Tabel 2.1

Daftar Peringkat Pengambil Aset Negara Terbesar

versi StAR (Stolen Asset Recovery Innitiatives) Bank Dunia & PBB

No Nama Terduga Negara Estimasi Aset Tahun

1 H.M. Soeharto Indonesia USD 15 – 35 Milyar 1967 – 1988

2 Ferdinand Marcos Filipina USD 5 – 10 Milyar 1972 – 1986

3 Mobutu Sese Seko Zaire USD 5 Milyar 1965 – 1997

4 Sani Abacha Nigeria USD 2 – 5 Milyar 1993 – 1998

5 Slobodan/Milosevic Serbia USD 1 Milyar 1989 – 2000

6 Jean Claude Duvalier Haiti USD 300 – 800 juta 1971 – 1986

7 Alberto Fujimori Peru USD 600 juta 1990 – 2000

8 Pavio Lazarenko Ukraina USD 114 – 200 juta 1996 – 1997

9 Arnoldo Areman Nikaragua USD 100 juta 1997 – 2002

10 Joseph Estrada Filipina USD 70 – 80 juta 1998 – 2001

Sumber : Diolah dari Kompas online, 18 September 2007

13 Dalam Artikel ”Rekor Koruptor ”Top Markotop” oleh M. Fadjroel Rachman di Kompas, 20 September 2007.

Page 35: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 20

Di tingkat regional pun, posisi Indonesia mendapat tempat yang sangat

kontras dengan peringkat paling bawah. Peringkat yang dikeluarkan oleh beberapa

lembaga independen yang berbeda dengan variabel dan metode pengukuran yang

berbeda, namun menunjukkan adanya konsistensi hasil pengukuran.

Grafik berikut merupakan pemeringkatan negara hasil pengolahan oleh

Political and Economy Risk Consultancy (PERC)—sebuah lembaga independen yang

berbasis di Hong Kong—menunjukkan peringkat korupsi negara-negara di Asia

berdasarkan perhitungan skor, sebagai berikut:

Grafik 2.1

Peringkat Korupsi Beberapa Negara Asia

Sumber : PERC, Corruption in Asia, 2006

Rentang skor dari nol sampai 10, di mana skor nol adalah mewakili posisi

terbaik, sedangkan skor 10 merupakan posisi skor terburuk. Ini merupakan survey

tahunan yang dilakukan oleh PERC untuk menilai kecenderungan korupsi di Asia dari

tahun ke tahun. Dalam hal ini PERC bertanya kepada responden untuk menilai

kondisi di mana mereka bekerja sekaligus juga untuk menilai kondisi negara asalnya

Page 36: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 21

masing-masing. Metode ini digunakan agar dapat menghasilkan data perbandingan

antar negara (cross-country comparison), sehingga survey ini dapat dimanfaatkan

untuk mengevaluasi bagaimana persepsi terhadap suatu negara berubah seiring

waktu.

Kabar baik yang didapatkan dari survey PERC tahun 2006 ini adalah persepsi

ekspatriat terhadap korupsi adalah membaiknya penanganan korupsi di banyak

negara-negara Asia. Dengan kata lain, iklim bisnis di Asia menuju ke iklim yang sehat

yang ditandai dengan berkurangya praktik korupsi. Kesimpulan ini didapatkan

setelah membandingkan dari tahun ke tahun untuk pertanyaan survey yaitu ”how big

is the problem of corruption in terms of its being a feature influencing the overall

business environment?”. Skor yang didapat dari 10 negara (dari 12 negara yang

disurvey), menunjukkan adanya perbaikan.

Sayangnya perbaikan iklim bisnis pada tingkat regional ini tidak didukung oleh

iklim di tingkat nasional. Dari daftar peringkat di atas diketahui bahwa Indonesia

menempati urutan terbawah dari 13 negara yang diukur. Data PERC ini ternyata

sejalan dengan hasil survey Transparency International, sehingga menegaskan

validitas buruknya kondisi korupsi di Indonesia.

Grafik di atas juga menunjukkan adanya kecenderungan negara dengan

kemapanan ekonomi lebih baik, mempunyai tingkat korupsi yang rendah. Sehingga

semakin renda kapasitas ekonomi suatu negara, potensi korupsinya juga semakin

besar. Konsistensi ini juga terlihat pada peta distribusi IPK di dunia yang dihasilkan

oleh TI, di mana, wilayah yang IPK nya tinggi, lebih banyak terletak pada negara-

negara yang secara ekonomi mapan. Walaupun hipotesis ini masih perlu pengujian

lebih lanjut, namun secara umum yang terlihat mengindikasikan adanya konsistensi

tersebut.

Selain CPI atau Corruption Perception Index, TI juga menerbitkan Bribe

Payer Index (BPI) yaitu adalah indeks lain yang dikembangkan untuk mengukur

tingkat penyuapan yang dilakukan oleh perusahaan yang beroperasi di luar negeri.

BPI ini dilakukan pada 30 negara yang termasuk pemimpin ekspor yang terkemuka di

dunia.

Rentang skala 1 sampai dengan 10, di mana skala 1 menunjukkan bahwa

penyuapan adalah biasa, sementara skala 7 menunjukkan bahwa penyuapan tidak

Page 37: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 22

pernah terjadi. Hasil dari perhitungan rata-rata kemudian dikonversi ke rentang skor

1 – 10. Indonesia “beruntung” tidak termasuk dalam list, bukan karena tidak terdapat

praktik suap-menyuap, namun karena kapasitas ekonomi Indonesia tidak sebesar ke

30 negara di atas. 30 negara di atas adalah negara-negara yang secara akumulatif

mewakili 82% kapasitas ekspor dunia. Berdasarkan data tersebut, Diane Mak

membagi negara-negara tersebut dalam 4 cluster, yaitu:

1. Cluster 1: Switzerland, Sweden, Australia, Austria, Canada, UK, Germany,

Netherlands, Belgium, USA, Japan

2. Cluster 2: Singapore, Spain, United Arab Emirates, France, Portugal, Mexico

3. Cluster 3: Hong Kong, Israel, Italy, South Korea, Saudi Arabia, Brazil, South

Africa, Malaysia

4. Cluster 4: Taiwan, Turkey, Russia, China, India.

Dengan pengelompokan ini, maka cluster 1 merupakan kelompok negara

dengan kebiasaan praktik penyuapan yang paling sedikit, atau hampir tidak terjadi,

sementara cluster 4 mewakili negara dengan kondisi praktik suap yang parah dan

dianggap biasa dalam aktivitas bisnis.

Adapun kalau dilihat dari segi sektor, maka terdapat 7 sektor yang paling

sering terlibat dalam kasus praktik penyuapan. Sektor-sektor tersebut adalah:

1. kepolisian,

2. pelayanan/perijinan,

3. peradilan,

4. pelayanan medis,

5. pendidikan,

6. pendapatan umum dan

7. pajak.

Page 38: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 23

Tabel 2.2

Indeks Penyuapan Beberapa Negara

Sumber : Diane Mak, 2006

Page 39: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 24

Grafik 2.2

Sektor terlibat kasus Penyuapan

Sumber : TI Global Corruption Barometer, 2006.

TI menemukan bahwa kepolisian merupakan sektor yang paling rawan,

sementara pajak merupakan sektor yang paling aman dari dari ketujuh sektor

terhadap praktik penuapan. Gambaran sektor ini tidak mencerminkan gambaran

masing-masing negara, namun merupakan agregasi dari seluruh negara yang

disurvey. Oleh karenanya terdapat variasi ranking sektor pada masing-masing negara.

Ranking sektor ini tidak menunjukkan besarnya nominal nilai uang yang

berputar dalam praktik korupsi di masing-masing sektor. Sedangkan dari segi

distribusi wilayah, diketahui bahwa ternyata benua Afrika merupakan kawasan yang

paling banyak mencatat praktik penyuapan ini, sementara wilayah Uni Eropa

merupakan wilayah yang dinyatakan relatif paling bersih. Posisi Asia Pasifik terletak

di ranking 4 dari 7 wilayah yang dikelompokkan. Grafik berikut secara rinci

menunjukkan masing-masing posisi wilayah.

Polisi Pelayanan Perijinan

Peradilan/ Hukum

Pelayanan Medis

Sistem Pendidikan

Pekerjaan Umum

Pendapatan Pajak

Pro

sen

tase

Re

spo

nd

en

P

em

ba

yar

Su

ap

Page 40: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 25

Grafik 2.3

Wilayah yang terkena dampak kasus Penyuapan

Sumber : TI Global Corruption Barometer, 2006.

Memperhatikan data-data sekunder di atas, maka sangat wajar kalau banyak

suara yang pesimis mengenai prospek pemberantasan korupsi di Asia, khususnya di

Indonesia. Korupsi di Asia bukan sesuatu yang tidak mungkin diberantas. Bahkan

korupsi juga bukan merupakan bagian dari budaya Asia atau negara-negara

berkembang. Hal ini telah dibuktikan dengan baik oleh Singapura dan Cili yang

secara agresif berhasil memberantas korupsi, sehingga menempatkan mereka

menjadi negara dengan kategori jauh lebih bersih melebihi negara-negara Eropa

Barat seperti Perancis dan Spanyol.

Sehubungan dengan kepentingan penelitian ini, maka dipilih 3 negara yang

mewakili profil korupsi yang terbaik yaitu Singapura dan Hon Kong, serta profil

korupsi yang lemah yaitu India. Pemilihan ini lokus ini didasarkan pada beberapa

pertimbangan penting. Pemilihan Singapura dan Hong Kong lebih di dasarkan pada

fakta bahwa kedua negara termasuk paling sukses dalam upaya pemberantasan

korupsi. Sedangkan pemilihan India adalah atas dasar pertimbangan kemiripan

struktur pemerintahan dan cakupan (coverage) wilayah yang relatif sama luasnya.

Total Sampel Afrika Amerika Latin NIS Asia Pasifik Eropa Amerika Utara UE +

Pro

sen

tase

Re

spo

nd

en

P

em

ba

yar

Su

ap

Page 41: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 26

Sehingga ada asumsi bahwa kompleksitas pemasalahan yang dihadapi relatif juga

sama. Pertimbangan lain yang tidak kalah pentingnya bahwa India dicatat oleh PERC

telah menghasilkan kemajuan besar dalam upaya pemberantasan korupsi ini.

Berikut ini adalah perbandingan umum masing-masing sampel negara yang

menjadi lokus kajian ini.

Tabel 2.3

Perbandingan Profil 4 Negara dalam Penanganan Korupsi

Kelembagaan Tahun Perundangan Cakupan

Peringkat

di Asia

(2006)

Singapura CPIB 1952 2 UU Skala kota/lokal 1

Hong Kong ICAC 1974 3 UU Skala kota/lokal 3

India CBI*, CVC 1963,1964 5 UU Skala nasional 8

Indonesia KPK, Kepolisian, Kejaksaan

2002 7 UU Skala nasional 13

Sumber : Diolah dari berbagai sumber

Dalam perbandingan di atas, dapat diketahui bahwa Singapura merupakan

pionir dalam upaya pemberantasan korupsi. Sejak didirikannya Corrupt Practices

Investigation Bureau (CPIB) pada tahun 1952, Singapura kini telah mencatatkan diri

sebagai negara paling bersih korupsi di tingkat Asia, dan bahkan di dunia pun

Singapura diakui secara internasional.

Sementara Hong Kong menandai permulaan perjuangan pemberantasan

korupsi dengan membentuk lembaga independen ICAC pada tahun 1974. Hong Kong

harus melewati kompromi politik antar lembaga terkait, terutama bagi beberapa

lembaga yang diduga melakukan praktik korupsi, untuk memuluskan strategi

pemberantasan korupsinya. Dalam waktu singkat Hong Kong meraih hasil yang

sangat maju, sehingga berhasil masuk kategori wilayah paling bersih di Asia setelah

Singapura dan Jepang.

Perlu diperhatikan bahwa terdapat persamaan profil antara Singapura dan

Hong Kong di mana keduanya memiliki wilayah teritori yang kecil, seukuran kota.

Page 42: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 27

Fokus pemberantasan korupsi pada kedua negara menjadi lebih baik karena cakupan

yang kecil atau “city concern”. Kondisi geografis ini menguntungkan keduanya dalam

melakukan percepatan pemberantasan korupsi, karena daya jangkau yang lebih

cepat.

Sebagai negara di Asia yang berprestasi dalam hal pemberantasan korupsi,

Singapura dan Hong Kong boleh jadi merupakan contoh yang ideal. Namun apabila

memperhatikan variabel lain yang membedakan karakteristik kedua negara dengan

negara-negara lainnya maka Singapura dan Hong Kong menjadi terlalu jauh untuk

dijadikan benchmark dalam memberantas korupsi. Sebagai contoh, kondisi luas

wilayah geografis Indonesia yang puluhan kali lebih besar dari Singapura dan Hong

Kong, tentu akan memunculkan kompleksitas permasalahan di lapangan yang jauh

lebih rumit.

India sebagai negara dengan wilayah daratan yang luas, mempunyai

karakteristik permasalahan yang mirip dengan Indonesia. Kondisi geografis

menyebabkan struktur pemerintahan di India juga bertingkat, disesuaikan dengan

kebutuhan distribusi kekuasaan pada jenjang vertikal dari pusat ke daerah (negara

bagian) dan horizontal, mencakup seluruh wilayah pada tataran level pemerintahan

yang sama. Indonesia dengan kondisi yang relatif sama juga mempunyai profil dan

struktur pemerintahan yang berjenjang.

C. KORUPSI DI BEBERAPA NEGARA

1. SINGAPURA

Sejarahnya Singapura mulai menjadi koloni Inggris sejak tahun 1819. Pada

tahun 1963 bergabung dengan Federasi Malaysia, namun dua tahun kemudian

memisahkan diri dari Malaysia dan menjadi merdeka. Singapura dikenal sebagai

salah satu negara paling sejahtera di dunia dengan jaringan perdagangan

internasional yang kuat, terutama didukung oleh adanya aktivitas pelabuhan

Singapura yang termasuk pelabuhan paling sibuk di dunia. Kondisi ekonomi yang

sangat bagus dicerminkan oleh Gross Domestic Product (GDP) per kapita yang

menyamai atau setara dengan negara-negara Eropa Barat.

Page 43: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 28

Singapura menganut tipe pemerintahan republik parlementer, dengan

dukungan konstitusi 3 Juni 1959, yang sudah diamandemen pada tahun 1965.

Struktur pemerintah Singapura adalah sebagai berikut:

1. Kepala Negara adalah Presiden

2. Kepala Pemerintahan adalah Perdana Menteri yang dibantu oleh Senior

Minister dan Minister Mentor.

Sedangkan kelembagaan legislatif Singapura menganut Parlemen Unikameral,

dengan jumlah kursi 84 buah, dihasilkan dari pemilihan umum untuk masa periode 5

tahun. Sebagai tambahan tersedia 9 kursi untuk calon anggota legislatif yang

dinominasikan, dan 3 kursi untuk pihak oposan yang kalah, yang ditunjuk sebagai

anggota non-konstituen (nonconstituency members).

Grafik 2.4

Kecenderungan Korupsi di Singapura

Sumber : PERC, Corruption in Asia, 2006

Berdasarkan laporan PERC, Singapura adalah salah satu negara yang secara

konsisten sebagai negara paling bersih korupsi di level Asia. Konsistensi ini

ditunjukkan oleh grafik berikut ini, di mana skor yang dimiliki Singapura selalu

berada di atas skor rata-rata Asia selama kurun waktu 10 tahun terakhir.

Page 44: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 29

Singapura adalah negara dengan kinerja pemberantasan korupsi terbaik di

Asia, bahkan termasuk yang terbaik di dunia. Dengan skor yang mendekati angka

absolut 0, Singapura mencatatkan diri sebagai negara dengan konsistensi

pemberantasan korupsi yang paling baik. Grafik di atas bahkan membuktikan bahwa

skor yang dimiliki oleh Singapura berada jauh di atas rata-rata skor Asia.

2. HONG KONG

Wilayah Hong Kong berada di bawah pemerintahan kolonial Inggris pada

tahun 1841, dan setahun kemudian secara resmi dilepaskan oleh Cina. Berdasarkan

perjanjian antara Cina dengan Inggris pada tanggal 19 Desember 1984, Hong Kong

berubah status dan nama resmi menjadi the Hong Kong Special Administrative

Region (SAR) of China mulai tanggal 1 Juli 1997. Pada perjanjian ini, Cina

menjanjikan formula “one country, two system”, yang berimplikasi bahwa sistem

ekonomi sosialis Cina tidak akan diberlakukan di Hong Kong, serta Hong Kong akan

menikmati otonomi yang sangat luas, mencakup banayk kewenangan kecuali urusan

luar negeri dan pertahanan sampai dengan 50 tahun ke depan.

Hong Kong berlokasi di wilayah Asia Timur, berbatasan langsung dengan Cina

dan Laut Cina Selatan, dengan total luas 1.092 km persegi. Sampai dengan Juli 2007

diperkirakan populasi penduduk di Hong Kong mencapai 6.980.412 jiwa dengan

struktur demografi 13% usia di bawah 14 tahun, 74% usia produktif antara 15 – 64

tahun, serta 12,9% untuk usia pensiun yaitu 65 tahun ke atas.

Penyelenggaraan pemerintahan Hong Kong didukung oleh konstitusi mini

(Basic Law) yang telah disetujui oleh China’s National People’s Congress pada Maret

1990. Secara formal struktur lembaga eksekutif terdiri atas :

1. Kepala Negara adalah Presiden Cina

2. Kepala Pemerintah adalah Chief Executive, yang dipilih oleh 800 anggota

komisi pemilihan untuk setiap periode 5 tahunan,

3. Kabinet yaitu Executive Council yang terdiri dari 14 anggota resmi dan 15

anggota tidak resmi.

Sedangkan lembaga legislatif dikenal dengan nama LEGCO atau Legislative

Council bersifat unicameral, terdiri dari 60 kursi.

Page 45: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 30

Berdasarkan laporan PERC, kondisi penanganan korupsi di Hong Kong relatif

stabil. Walaupun ada penurunan sedikit dalam 2 tahun erakhir, namun penurunan ini

tidak signifikan, karena kecenderungan penuruan ini juga terjadi pada skor rata-rata

Asia.

Grafik 2.5

Kecenderungan Korupsi di Hong Kong

Sumber : PERC, Corruption in Asia, 2006

Sama halnya dengan Singapura, kinerja pemberantasan korupsi di Hong Kong

tergolong sangat baik. Dalam 10 tahun terakhir, skor yang di capai Hong Kong selalu

berada di atas skor rata-rata Asia. Capaian ini menempatkan Hong Kong sebagai

salah satu wilayah yang paling bersih korupsi di Asia.

Namun demikian terdapat data menarik dari ICAC mengenai kecenderungan

pelaku korupsi di Hong Kong, yang meningkat dari segi jumlah, maupun dari sektor-

sektor di mana para pelaku itu berasal.

Grafik di bawah menunjukkan kecenderungan praktik korupsi di Hong Kong

adalah meningkat dalam kurun 30 tahun lebih. Apabila diperhatikan pada tahun

1974–1978 terjadi penurunan praktik korupsi. Berdasarkan keterangan informan,

pada periode tersebut terjadi resistensi yang hebat dari beberapa pihak terhadap

upaya pemberantasan korupsi di Hong Kong oleh ICAC. Akhirnya, karena situasinya

menjadi deadlock, maka diputuskan untuk dilakukan pengampunan massal kepada

Page 46: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 31

unit dan individu pelaku korupsi, dan mulai melakukan upaya pemberantasan efektif,

setelah adanya pengampunan massal itu.

Grafik 2.6

Laporan Korupsi Hong Kong

Sumber : ICAC Hong Kong, 2007

Fakta yang menarik dari grafik itu diketahui bahwa kecenderungan sektor

publik dalam praktik korupsi menurun dalam 6 tahun terakhir. Demikian pula

korupsi di sektor bisnis mengalami trend penurunan yang sama. Namun demikian

sektor bisnis masih tetap lebih tinggi tingkat korupsinya dibandingkan dengan sektor

publik. Tercatat sejak tahun 1988 sampai dengan saat ini, berdasarkan data statistik

ICAC, sektor bisnis ”menyalip” sektor publik dalam hal praktik korupsi. Sedangkan

yang dimaksud dengan lembaga publik antara lain adalah Legislative Council

(LegCo), Securities and Future Commission (SFC), The Hospital Authority (HA), dan

Urban Renewal Authority (URA).

Dalam sebuah survey tahunan yang melibatkan 1.500 warga Hong Kong

melalui random sampling, dan dilaksanakan pada akhir tahun 2006 oleh lembaga

penelitian profesional, dipanitiai oleh ICAC, diketahui bahwa toleransi publik

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

4500

5000

74 76 78 80 82 84 86 88 90 92 94 96 98 '00 '02 '04 '06

Total 3,339

Sektor Bisnis 2,037

Pemerintah 1,068

Lembaga Publik 234

Page 47: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 32

terhadap korupsi di pemerintahan: mencapai nilai 1,114. Artinya bahwa publik Hong

Kong pada umumnya sangat tidak mentolerir adanya praktik korupsi di Hong Kong.

3. INDIA

India adalah salah satu negara dengan sejarah peradaban leluhur paling tua di

dunia. Peradaban lembah Hindus telah hadir sejak 5000 tahun silam. Suku Arya yang

berasal dari Barat Laut telah menduduki dataran India sejak 1500 SM, yang

kemudian berakulturasi dengan penduduk lokal Dravidian menghasilkan budaya

India klasikal. Infiltrasi asing mulai masuk dimulai dengan serangan Arab pada abad

8 dan Turki pada abad 12. Sampai dengan abad ke 19, seluruh dataran India dikuasai

oleh pemerintah kolonial Inggris. Dengan perjuangan anti kekerasan oleh Mohandas

Gandhi dan Jawaharlal Nehru, India berhasil memproklamirkan kemerdekaannya

pada tahun 1947. Pada tahun 1971, East Pakistan menjadi negara terpisah yang

dikenal sekarang dengan nama Bangladesh. Persoalan utama yang kini dihadapi India

adalah konflik tidak berujung dengan Pakistan mengenai wilayah Kashmir, populasi

yang terlalu besar, degradasi lingkungan, kemiskinan yang meluas serta konflik etnik

dan agama.

India berlokasi di selatan Asia, berbatasan dengan Laut Arab dan Teluk

Bengal, antara Myanmar dan Pakistan, memiliki luas wilayah mencapai 3.287.590 km

persegi. Estimasi populasi penduduk pada Juli 2007 mencapai 1.129.866.154 jiwa.

Tipe pemerintah India merupakan Republik Federal, yang terdiri dari 28

negara bagian dan 7 union territories. Adapun struktur lembaga eksekutif adalah

terdiri dari.

1. Kepala Negara adalah Presiden, yang dibantu oleh Wakil Presiden.

2. Kepala Pemerintahan adalah Perdana Menteri.

3. Kabinet dibentuk dengan anggotanya ditunjuk/diangkat oleh Presiden atas

rekomendasi Perdana Menteri.

Sedangkan kelembagaan legislatifnya adalah parlemen bikameral (Sansad)

yang terdiri dari Dewan Negara atau Rajya Sabha dan Majelis Rakyat atau Lok Sabha.

14 Skala nilai 0 -10, di mana 0 mewakili penolakan total dan 10 mewakili toleransi total

Page 48: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 33

Rajya Sabha terdiri dari 250 anggota, di mana 12 anggota diantaranya ditunjuk oleh

Presiden, sedangkan sisanya dipilih oleh anggota state and territorial assmeblies.

Anggota Rajya Sabha melaksanakan tugasnya untuk periode enam tahun. Adapun

Lok Shaba terdiri atas 545 kursi, di mana 543 merupakan keannggotaa hasil

pemilihan umum, dan sisanya sejumlah 2 orang anggota ditunjuk oleh Presiden.

Berdasarkan data PERC, peringkat India dalam 10 tahun terakhir selalu berada

di bawah skor rata-rata Asia. Namun demikian pada dua tahun terakhir terdapat

peningkatan yang sangat baik, yaitu menembus skor terbaik di bawah 7, setelah

pencapaian terbaik sebelumnya pada tahun 1998. Hal ini merupakan indikasi penting

dari keseriusan dan itikad yang kuat berbagai pihak di India untuk memberantas

korupsi.

Grafik 2.7

Kecenderungan Korupsi di India

Sumber : PERC, Corruption in Asia, 2006

Menurut survey yang dilakukan PERC, 2006, pada umumnya ekspatriat di

India percaya adanya perbaikan situasi korupsi di India. Hal ini dibuktikan dengan

perubahan persepsi ini yang dibandingkan dengan tahun sebelumnya (2005) adalah

yang terbesar di bandingkan negara-negara lainnya. Oleh karenanya skor saat ini

adalah yang terbaik yang pernah dicapai India. Responden yang sama juga

Page 49: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 34

berpendapat negatif mengenai determinasi pemerintah dalam memberantas korupsi,

dan efektivitas sistem yudisial dalam menuntut dan menghukum individu pelaku

korupsi. Fakta menarik lainnya bahwa lebih dari 40% responden berpendapat bahwa

level korupsi mengalami penurunan

Penyebab korupsi di India diyakini bukan karena rendahnya gaji atau

kesejahteraan pegawai. Dalam satu kesempatan Seminar yang diorganisir oleh

UNODC di the India Habitat Centre, New Delhi, Desember 2005, Tahiliani15

menegaskan bahwa faktor rendahnya gaji sebegai penyebab korupsi di India adalah

sebuah mitos belaka. Justru penegakan hukum yang masih lemah menjadi faktor

yang berkontribusi langsung terhadap level korupsi di India.

Tahiliani16 selanjutnya berpendapat bahwa penyebab terbesar terjadinya

korupsi di India adalah aktivitas politik dalam negeri, terutama dengan adanya event-

event pemilihan umum. India dengan struktur kelembagaan pemerintahan federal,

memiliki pemerintahan yang berjenjang, dari mulai pemerintah federal dan

pemerintah negara bagian. Pemilihan umum yang dilakukan pada masing-masing

level pemerintahan kerap membuka peluang terjadinya korupsi.

Dalam penelasan yang lebih rinci, menurut Sondhi17, seorang spesialis Ilmu

Politik dari University of Delhi— menulis bahwa korupsi di India terjadi akibat

beberapa faktor yaitu :

Pertama, patronase atau kepemimpinan politik. Dari akar permasalahan

patronase politik ini, kemudian menurunkan banyak varian praktik korupsi yang

berdampak pada aktivitas politik, ekonomi dan sosial. Selanjutnya menurut Sondhi

(2000), dokumen resmi pertama yang mengupas masalah korupsi di India adalah the

AD Gorwala Report. Dalam dokumen ini disebutkan bahwa sebenarnya penurunan

character building di India pasca periode 1974 menyebabkan dua akibat langsung

yaitu kekerasan dan ketamakan. Perang Dunia Kedua menjadi faktor yang

menguntungkan sebagian orang, baik secara legal maupun ilegal.

15 Admiral Tahiliani, Chairman of TI India 16 Wawancara oleh Tim Peneliti terhadap Mr. Tahiliani dilakukan pada Mei 2007 17 Sonil Sondhi, 2000. Combatting Corruption in India: The Role of Civil Society. Hal. 7

Page 50: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 35

Kedua, labirin administrasi. Sistem administrasi dan hukum India didesain

pada pertengahan abad ke 19 untuk melayani kepentingan pemerintah kolonial

Inggris pada masa itu.

Ketiga, hukum yang lemah. Faktor yang berkontribusi besar terhadap

pertumbuhan korupsi di India adalah hukum dan pranatanya yang menangani kasus

korupsi secara biasa saja. Tidak muncul itikad yang kuat untuk memberantas korupsi

di India. Pelaku korupsi jarang ditangkap, kalaupun tertangkap dan diadili, hanya

akan mendapat hukuman yang ringan atau malah dibebaskan dari segala tuduhan.

Keempat, lingkungan sosial. Administrasi publik sebagai sub sistem dari

sistem politik, merupakan bagian dari sistem yang lebih besar yaitu sistem sosial.

Oleh karenanya sistem sosial sangat berpengaruh terhadap administrasi publik.

Korupsi telah menjadi bagian dari perilaku dan kejiwaan masyarakat India, sehingga

dianggap tidak melanggar norma.

Lebih lanjut menurut Tahiliani, korupsi di India telah menyebabkan kerugian

negara sebesar Rs 20.000 crores18. Sementara Bank Dunia mengestimasi kerugian

ditaksir sekitar 3% dari pertumbuhan bisnis di India per tahunnya. Selanjutnya

perhitungan Bank Dunia, dengan adanya upaya mengurangi korupsi di India, maka

dampak positif yang langsung dirasakan adalah meningkatkan pertumbuhan

pendapatan sekitar 2-4% per tahun.

Dalam kasus korupsi di India, TI India melaporkan bahwa tidak semua

instansi pemerintah terlibat dalam kasus korupsi yang berskala besar. Dua di

antaranya yaitu jawatan kereta api dan telekomunikasi yang berhasil mengurangi

level korupsi secara signifikan setelah memanfaatkan teknologi informasi dalam

menjalankan fungsinya.

Korupsi di India tidak hanya melibatkan sektor publik, namun juga sektor

swasta. Oleh karenanya di India dikenal tiga jenis korupsi, yaitu :

1. Korupsi dalam partai politik

2. Korupsi dalam domain publik

3. Korupsi dalam masyarakat madani

18 satuan penghitungan di India, 1 crore = 10 juta.

Page 51: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 36

4. INDONESIA

Seperti yang sudah diulas banyak pada latar belakang, bab pendahuluan dan

awal bab ini, kondisi Indonesa dalam peta korupsi dunia maupun regional masih

sangat memprihatinkan. Di mata internasional Indonesia seolah identik dengan

praktik korupsi. Citra yang begitu buruk ini sudah melekat pada setiap individu

maupun bangsa. Data PERC menunjukkan belum adanya perbaikan signifikan dan

efektif terhadap pemberantasan korupsi. Grafik 2.8 memperlihatkan fakta bahwa

praktik korupsi di Indonesia jauh lebih buruk dibandingkan dengan negara-negara

lain di Asia.

Grafik 2.8

Kecenderungan Korupsi di Indonesia

Sumber : PERC, Corruption in Asia, 2006

Dari Gambar 2.9 diketahui bahwa peringkat korupsi Indonesia dalam 10 tahun

terakhir relatif tidak mengalami perubahan. Pada tahun 2004 – 2006 terlihat ada

sedikit perbaikan kinerja, walaupun masih cukup jauh di bawah skor rata-rata Asia.

Bahkan data pada rentang tahun 1999 sampai dengan tahun 2002, menunjukkan

bahwa angka korupsi di Indonesia menyentuh angka absolut, yang berarti praktik

Page 52: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 37

korupsi yang terjadi pada periode tersebut sangat memprihatinkan, dan menentuh

batas-batas yang bisa ditolerir.

Grafik 2.9

Pengendalian Korupsi (2002)

Sumber : World Bank, Combatting Corruption in Indonesia, 2003. p.2

Data dari TI juga memposisikan Indonesia dalam posisi terbawah sebagai

salah satu negara paling korup. Dari beberapa hasil survey oleh lembaga-lembaga

independen, maka World Bank Institute berinisiatif untuk mengaggregasi hasil

survey untuk menentukan kinerja pemberantasan korupsi beberapa negara.

The World Bank Institute melakukan perhitungan dengan metode agregasi

dari berbagai data statistik dan peringkat korupsi yang dikeluarkan beberapa lembaga

internasional, menghasilkan kesimpulan bahwa Indonesia bersama Bangladesh dan

Nigeria adalah negara-negara dengan kinerja pemberantasan korupsi paling buruk.

Page 53: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 38

Bab III

Kebijakan Dan Perundangan

Pemberantasan Korupsi

trategi pemberantasan korupsi melalui penataan kebijakan dan peraturan

perundangan dilakukan oleh banyak negara. Pemberantasan korupsi

memerlukan perangkat undang-undang anti korupsi yang efektif karena

dengan instrumen hukum ini dapat diberikan jaminan kepastian hukum dan jaminan

keadilan yang lebih objektif. Penataan kebijakan dan perundangan juga termasuk

menata pranata hukum, sehingga membangun kapasitas hukum yang lebih

berwibawa. Dengan adanya kapasitas hukum yang berwibawa, citra pemberantasan

korupsi akan secara otomatis membaik.

Namun demikian, lingkungan lokal strategis sangat berpengaruh dalam

mendukung atau sebaliknya yaitu resisten terhadap strategi kebijakan dan

perundangan ini. Ketika strategi pemberantasan korupsi diperkenalkan pertama kali

di Hong Kong, misalnya, justru pihak yang resisten dengan kebijakan ini adalah

aparat kepolisian yang notabene merupakan bagian dari pranata hukum itu sendiri.

Pada waktu itu sektor kepolisian adalah termasuk yang paling korup di bandingkan

dengan sektor-sektor publik lainnya. Akibat dari resistensi yang muncul ini adalah

disharmoni antara sesama lembaga penegak hukum. Untuk menghindari kebuntuan,

dilakukan kompromi kebijakan yang memberikan pengampunan yang hanya berlaku

pada saat itu.

Pada tingkat domestik, beberapa kendala seputar perundangan anti korupsi

banyak ditemukan, antara lain adanya indikasi bahwa perangkat perundang-

undangan justru kontra produktif terhadap upaya pemberantasan korupsi. Yang lebih

mengkhawatirkan adalah adanya kecenderungan perundang-undangan antikorupsi

S

Page 54: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 39

yang justru melindungi pelaku korupsi, bukan karena kesengajaan, namun akibat

sistem pembuktian yang terlalu berbelit-belit. Dengan kondisi seperti ini, pelaku

korupsi diuntungkan dengan celah pembuktian yang berbelit, yang memudahkan

mereka untuk memanfaatkan celah ini untuk menghindari pembuktian secara

hukum.

Di masa lalu persoalan korupsi merupakan persoalan masing-masing negara.

Penyelesaian kasus korupsi merupakan persoalan yang hanya diselesaikan pada

tingkat lokal, dan tidak mempunyai hubungan dengan lingkungan luarnya. Namun

demikian, dalam perkembangannya, kasus korupsi tidak lagi berhenti pada level

domestik, namun melaju melampaui batas-batas negara dan. Persoalan di tingkat

lokal ini pun akan bertambah kompleks dengan keruwetan sistem perundangan di

negara lain, apabila sebuah kasus korupsi melibatkan negara lain yang menjadi

tujuan pelarian uang hasil korupsi. Dalam konteks tata hubungan internasional,

wilayah yurisdiksi suatu negara merupakan wilayah yang memiliki kedaulatan hukum

masing-masing,

Saat ini persoalan korupsi sudah bukan lagi merupakan persoalan di tingkat

lokal saja, tetapi telah menjadi perhatian dan kepentingan masyarakat internasional

yang lebih luas. Korupsi diyakini bukan persoalan lokal, karena daya rusak korupsi

juga melampaui batas-batas kedaulatan negara. Dengan demikian, kerjasama

internasional menjadi instrumen penting untuk menjembatani penyelesaian berbagai

persoalan lintas negara, termasuk masalah aset yang dikorupsi. Kerjasama

internasional diwujudkan melalui pelembagaan kerjasama dan harmonisasi

perundangan dari masing-masing negara yang berbeda.

Berkenaan dengan hal tersebut, lembaga-lembaga internasional seperti PBB

dan Bank Dunia memegang peranan sangat penting untuk mengintegrasikan upaya

harmonisasi perundangan.

Hukum internasional yang berhubungan langsung dengan penanganan

korupsi, termasuk yang berlaku untuk wilayah Asia Pasifik dan Asia Tenggara adalah:

Anti Corruption Action Plan for Asia and the Pacific Action Plan (Konferensi

Tokyo 2001)

MoU on Cooperation for Preventing and Combating Corruption 2004

(Singapura, Indonesia, Brunei, Malaysia)

Page 55: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 40

The United Nations Convention Against Corruption (UNCAC)

The United Nations Convention Against Transnational Organized Crime

(UNTOC)

Dalam konteks hubungan internasional, negara-negara yang sedang

membangun instrumen untuk memerangi korupsi di masing-masing negara,

memerlukan model kerjasama melalui sebuah kerangka hukum (legal framework)

untuk secara resmi melakukan perjanjian ekstradisi dan MLA (Mutual Legal

Assistance). Di Asia Pasifik sendiri terdapat berbagai jenis MLA yang berbeda.

Tercatat lebih dari 70 MLA yang berjalan di wilayah ini, berdasarkan OECD Anti-

Corruption Division yang menyelenggarakan Prakarsa Anti Korupsi untuk Asia

Pasifik (ADB/OECD Anti-Corruption Initiative for Asia and the Pacific).

Belakangan model ini kemudian dikembangkan lebih luas dalam skema

kerjasama multilateral, seperti the OECD Convention on Combatting Bribery of

Foreign Public Officials in International BusinessTransactions. Untuk menyiasati

ketiadaan treaty, maka banyak negara-negara Asia Pasifik yang mempunyai

perangkat perundangan dalam sistem hukum domestiknya yang memberi peluang

untuk melakukan kerjasama kasus per kasus.

Dalam hal asset recovery, kedua konvensi PBB di atas juga memuat inovasi

yang memungkinkan untuk meningkatkan kerjasama internasional. Dengan semakin

banyaknya negara-negara Asia Pasifik yang menjadi bagian dari konvensi ini, tentu

akan mendukung percepatan model kerjasama internasional dalam pemberantasan

korupsi, khususnya dalam hubungannya dengan perjanjian ekstradisi dan MLA.

UNCAC menentukan adanya lima komponen penting dalam membangun

instrumen pemberantasan korupsi, yaitu:

Prevention / Pencegahan

Criminalization / Kriminalisasi

General technical assistance/information exchange/implementation

Asset recovery / Pengembalian aset

International cooperation / kerjasama internasional

Page 56: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 41

Beberapa waktu terakhir, komponen asset recovery atau pengembalian aset

dan international cooperation atau kerjasama internasional menjadi isu utama dalam

konvensi ini. Komponen kerjasama internasional yang dimuat dalam pasal 44 sampai

dengan pasal 50 konvensi ini adalah:

1. Ekstradisi (pasal 44)

2. Transfer Narapidana (pasal 45)

3. Mutual Legal Asistance /MLA (pasal 46)

4. Transfer of Criminal Proceedings (pasal 47)

5. Kerjasama Penegakan hukum (Pasal 48), dan

6. Investigasi bersama (pasal 49)

7. Teknik Investigatif khusus (pasal 50)

A. SINGAPURA

Salah satu pilar strategi pemberantasan korupsi di Singapura adalah perangkat

perundangan anti korupsi yang selalu dikembangkan dan disesuaikan dengan

dinamika lingkungan internal dan eksternal. Pengembangan perundangan anti

korupsi di Singapura dilakukan dengan adanya beberapa amandemen atau

perubahan yang dianggap perlu untuk mengantisipasi masalah secara kontekstual.

Amandemen ini dilakukan bukan untuk merubah isi, namun justru untuk

memperluas daya jangkau perundangan dalam rangka efektivitas pemberantasan

korupsi. Terminologi korupsi, misalnya, dalam perundangan Singapura (Prevention

of Corruption Act) adalah ”The asking, receiving or agreeing to receive, giving,

promising or offering of any gratification as an inducement or reward to a person

to do or not to do any act, with a corrupt intention”. Jadi korupsi diartikan sebagai

upaya meminta, menerima atau menyetujui untuk meminta, memberi, menjanjikan

atau menawarkan gratifikasi sebagai inducement atau hadiah kepada orang untuk

melakukan atau tidak melakukan suatu hal, dengan sebuah maksud yang korup.

Pengertian ini telah menjadi pegangan masyarakat hukum di sana, sejak UU ini

diundangkan.

Page 57: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 42

Instrumen utama perundangan di Singapura terkait dengan pemberantasan

korupsi19, yaitu :

1. Prevention of Corruption Act (PCA)

2. Corruption, Drug Trafficking and Other Serious Crimes (Confiscation of

Benefits) Act

PCA diundangkan pada tanggal 17 Juni 1960, selain untuk memberdayakan

CPIB, memiliki 5 unsur penting yaitu

a. Ruang lingkup PCA diperluas menjadi 32 section, dimana dalam Prevention

of Corruption Ordinance sebelumnya hanya mempunyai 12 section. Pada

perkembangannya, PCA mengalami amandemen beberapa kali, sampai saat

ini telah bertambah menjadi 37 section.

b. Korupsi secara jelas didefinisikan dalam berbagai bentuk gratifikasi dalam

section 2 yang juga mendefinisikan untuk pertama kali CPIB dan

Direkturnya.

c. Hukuman untuk pelaku korupsi ditingkatkan menjadi hukuman penjara 5

tahun dan/atau denda S$ 10,000 dalam section 5. Hukuman ini ditingkatkan

menjadi S$ 100,000 sejak tahun 1989.

d. Bagi yang terbukti menerima gratifikasi secara ilegal harus membayar

kembali suap yang diterimanya sebagai tambahan atas hukuman yang

dikenakan di pengadilan20

e. Memberikan kewenangan yang lebih luas bagi CPIB seperti memberikan

kewenangan untuk melakukan penangkapan dan menyelidiki orang yang

ditahan kepada personil (section 15), memberikan keweangan kepada

penuntut umum untuk mengijinkan direktur dan personil senior CPIB

menyelidiki rekening bank orang yang dicurigai melanggar PCA (section 17)

dan memberikan wewenang kepada personil CPIB untuk memeriksa 19 KBRI Singapura. 2006. Korupsi dan Permasalahannya; Singapura Sebagai Studi Kasus. Hal. 46 20 Berdasarkan hasil diskusi dengan Direktur Investigasi CPIB dan Ng Sheng seorang officer pada International & Public Affairs CPIB pada Juni 2007, dijelaskan bahwa semua public official termasuk pegawai CPIB dilarang untuk menerima barang apapun dari pihak mana pun. Setiap penerimaan barang harus di-declare dan diserahkan untuk menjadi properti instansi atau aset negara. Pada prinsipnya seluruh pegawai menerima jaminan kesejahteraan dari negara, sehingga penerimaan pendapatan di luar dari apa yang disediakan oleh negara dianggap pelanggaran. Dalam hal ini, penekanannya terletak pada profesionalisme pegawai.

Page 58: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 43

rekening pejabat publik termasuk milik isteri, anak atau agennya jika

diperlukan.

Kapasitas instrumen PCA ini terus dikembangkan oleh Singapura secara

ekspansif, disesuaikan dengan dinamika lingkungan yang terjadi. PCA selain

menangani dan mengatur korupsi aktif, juga mengatur korupsi dalam bentuk

pasif. Seluruh pelaku potensial korupsi dapat dijerat oleh pasal-pasal kriminal

korupsi di PCA, yaitu sari sektor publik, swasta, individu di Singapura dan

warga negara Singapura di mana pun, termasuk di luar negeri. Seperti pada

tahun 1963, PCA sudah memberikan kewenangan kepada personil CPIB untuk

meminta kehadiran saksi dan memeriksanya, serta memperoleh bantuan dari

saksi. Pada tahun 1966, PCA menambah kewenangan CPIB, yaitu :

a. Pada section 28 bahwa seseorang dapat didakwa korupsi meskipun

tidak secara nyata menerima suap, mengingat niat untuk korupsi sudah

cukup untuk mendakwa.

b. Pada section 35 bahwa warga negara Singapura yang bekerja untuk

pemerintah di kedutaan besar dan badan pemerintah lainnya di luar

negeri dapat dituntut di hadapan hukum untuk korupsi yang dilakukan

di luar wilayah yurisdiksi Singapura akan diperlakukan seolah-olah

dilakukan di dalam wilayah yurisdiksi Singapura.

Pada amandemen PCA yang ketiga pada tahun 1981, dimaksudkan untuk

menciptakan efek pencegahan dengan mewajibkan mereka yang terbukti di

pengadilan melakukan korupsi untuk mengembalikan dana yang korupsi,

selain hukuman yang dijatuhkan oleh pengadilan. Apabila yang bersangkutan

tidak mampu mengembalikan, maka akan dikenai hukuman yang lebih berat.

Efek pencegahan ini sangat kental terasa, misalnya pada kasus korupsi Lim

How Seng (seorang mantan kepala Museum Singapura), yang pada tahun

2002 yang padahal hanya terbukti meminta 2 pinjaman sebesar S$ 20,000

kepada pemenang tender pada proses pengadaan 3-dimensional show yang

baru untuk museumnya. Dia mendapat hukuman 3 bulan penjara, dan

berkewajiban membayar denda S$ 20,000. Ironisnya dia juga kehilangan hak

Page 59: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 44

pensiunnya yang jauh lebih besar dari uang yang diperkarakan yaitu sebesar

kurang lebih antara S$ 125,000 s.d. S$ 200,000 per bulan. Diberitakan yang

bersangkutan tidak lama kemudian melakukan bunuh diri akibat rasa malu

yang amat sangat serta kehilangan martabat oleh kasus korupsi yang

menimanya di mana hanya melibatkan uang kurang lebih 10% dari

penghasilan pensiunan per bulannya.

PCA juga memberikan wewenang untuk melakukan investigasi kepada

pejabat investigasi yang menangani kasus korupsi dan menetapkan hukuman

yang tegas bagi segala bentuk korupsi dan gratifikasi21.

Bahkan pada bab 241 yang sangat ekspansif, PCA memberikan kewenangan

kepada CPIB untuk melakukan penangkapan terhadap pelaku tanpa harus

menunggu adanya surat perintah (seizable offences), apabila ditemukan ada

indikasi pelanggaran tindak pidana korupsi.

PCA juga memungkinkan penuntut umum menerbitkan perintah yang

memberikan wewenang kepada pejabat CPIB untuk melakukan kewenangan

polisi seperti pada saat melakukan investigasi berbagai kejahatan, dan

kewenangan polisi lannya untuk membebaskan dengan jaminan mereka yang

menjadi subyek investigasi (section 16).

Dalam hal perlakuan terhadap mereka yang melaporkan kasus korupsi baik

melalui telepon maupun secara tertulis, berdasarkan section 28, PCA

memberikan perlindungan. Menurut Ng Sheng, seorang officer International

& Public Affairs CPIB, perlindungan ini meliputi kerahasiaan saksi, nama,

alamat tempat tinggal, keluarga, dan perlindungan hukum lainya. Namun

demikian, apabila di kemudian hari dikeahui laporan yang diberikan salah,

maka PCA akan mengenakan denda S$ 10,000 dan/atau hukuman penjara

masimal 1 tahun, tergantung dari berat ringannya kasus yang dituduhkan.

Beberapa hal penting yang dapat digaris bawahi dan menjadi pelajaran

dalam PCA ini adalah:

1. Pengembalian hasil korupsi kepada negara

2. Ketidaksesuaian antara kekayaan dengan pendapatan dapat dijadikan bukti

di pengadilan 21 KBRI Singapura. Ibid. hal. 48

Page 60: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 45

3. Pernyataan di bawah sumpah atas kekayaan yang dimiliki seseorang

(khususnya pejabat publik), pasangan, maupun anak-anaknya.

4. Menyelidiki kasus korupsi di sektor publik maupun swasta.

Corruption, Drug Trafficking and Other Serious Crimes (Confiscation of

Benefits) Act yang disahkan pada tahun 1999, untuk menggantikan Corruption

(Confiscation of Benefits) Act tahun 1989. UU ini kemudian diamandemen untuk

terakhir kalinya pada tahun 2001. Hasil amandemen terakhir ini memberikan

kewenangan kepada pengadilan untuk membekukan dan mengambil alih properti

dan aset hasil korupsi, dan perdagangan obat terlarang dan kejahatan berat lainnya

yang berkaitan, termasuk kejahatan pencucian uang.

Dalam UU ini diatur mengenai hukuman denda maksimal S$ 200,000

dan/atau hukuman penjara maksimal 7 tahun untuk mereka yang menyembunyikan

atau mentransfer hasil korupsi, perdagangan obat terlarang dan kejahatan berat

lainnya, termasuk pencucian uang.

Sedangkan instrumen hukum internasional dalam rangka pemberantasan

korupsi yang telah diadopsi oleh Singapura adalah :

1. Anti Corruption Action Plan for Asia and the Pacific Action Plan.

2. Memorandum of Understanding (MoU) on Cooperation for Preventing

and Combating Corruption.

B. HONG KONG

Hong Kong adalah satu dari sedikit wilayah di Asia yang masuk kategori bebas

korupsi. Penegakan hukum di Hong Kong, terutama yang berkenaan dengan kasus

korupsi sangatlah tegas. Bahkan angka toleransi publik terhadap korupsi mendekati

angka ekstrim yaitu menolak sama sekali kasus korupsi terjadi di Hong Kong.

Kesuksesan ini ditandai dengan kinerja ICAC yang meyakinkan dalam

pemberantasan korupsi. Pada awal-awal berdirinya ICAC di tahun 1974 - 1975,

Page 61: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 46

terdapat 2466 kasus korupsi yang diinvestigasi dari 6368 kasus yang dilaporkan22.

Jumlah kasus yang berhasil dimejahijaukan pada tahun 1974 adalah 108 kasus, dan

meningkat menjadi 218 kasus pada tahun berikutnya.

Sampai dengan tahun 1981, ICAC telah melakukan hampir 500 kajian tentang

berbagai kebijakan dan praktik yang berlaku di instansi-instansi pemerintah. Selain

itu lebih dari 10.000 pegawai pemerintah yang telah menghadiri pelatihan yang

dilakukan ICAC. Sampai dengan tahun 1981 saja, the Community Relations

Department (salah satu departemen dalam ICAC) telah berhasil merekrut 110 tenaga

lokal, dan menerima lebih dari 10.000 laporan praktik korupsi, dan menangani lebih

ari 19.000 events, seperti seminar, camps, eksibisi, dan kompetisi

Instrumen perundangan di Hong Kong yang berhubungan dengan strategi

pemberantasan korupsi di Hong Kong, adalah:

The Independent Commission Against Corruption Ordinance

The Prevention of Bribery Ordinance

The Elections (Corrupt and Illegal Conduct) Ordinance

Pada The Independent Commission Against Corruption Ordinance,

dinyatakan secara detail tentang korupsi (receiving any advantage), peran-peran

dari berbagai posisi ICAC, prosedur untuk menangani tersangka, kewenangan untuk

menangkap, menahan dan memberikan jaminan, mencari dan menyita, kemampuan

mengambil sampel forensik dari seorang tersangka, dan kemampuan menginvestigasi

setiap tuduhan korupsi oleh pegawai negeri.

Sedangkan pada The Elections (Corrupt and Illegal Conduct) Ordinance

ditekankan upaya pencegahan praktik pemilihan yang ilegal dan korup, dan tuduhan

spesifik yang melibatkan proses pemilihan umum untuk memilih the Chief Minister,

Dewan Legislatif (Legislative Council), Dewan Distrik (District Council), serta Kepala,

Wakil Kepala atau Komisis Eksekutif pada the Rural Committee dan dewan desa

(Village Representative).

22 Menurut keterangan Ms. Dorothy TAM CHEUNG Kwei-ying, seorang ICAC Regional Officer pada kesempatan diskusi dengan tim Peneliti, menyebutkan bahwa laporan atau kompalin mengenai korupsi dapat disampaikan secara individual, melalui telepon atau surat tertulis, yang dijaga kerahasiaannya. Setiap komplain mengenai korupsi akan diproses pada hari itu juga, kemudian dalam waktu 48 jam akan dirancang jadwal interview dengan si pelapor.

Page 62: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 47

Ordinan yang penting lainnya yaitu The Prevention of Bribery Ordinance yang

menjelaskan secara detail antara lain adalah kategori penyuapan, kewenangan ICAC

untuk menelusuri rekening bank, menelaah dokumen bisnis dan pribadi, tersangka

yang harus menyatakan pendapatan secara detail, aset-aset dan pengeluaran,

kemampuan untuk menahan dokumen perjalaan dan menyegel properti untuk

mencegah tersangka menghilangkan barang bukti dari proses investigasi. Yang paling

penting dari ordinan ini adalah pemberian perlindungan bagi pelapor

(whistleblowers).

Pada pasal 3 ordinan ini diatur mengenai barang bukti dari hasil praktik

korupsi untuk mencegah pegawai negeri dari menerima segala bentuk keuntungan

(prevents pubic servants from receiving ”any advantage”) tanpa adanya persetujuan

dari Chief Excecutive. Selanjutnya pasal 4 mengatur secara lebih tegas bahwa pegawa

negeri tidak dapat menerima atau meminta segala bentuk keuntungan karena ada

hubungannya dengan kewenangan resmi yang bersangkutan, sekaligus orang yang

menawari ”keuntungan” tadi (memberi suap) dianggap telah melakukan pelanggaran

pidana. Dua pasal ini secara tegas membatasi pegawai negeri dari segala tindakan

penyalahgunaan wewenang untuk praktik-praktik korupsi, sekaligus uga mencegah

warga untuk terlibat dalam praktik korupsi tersebut. Hal ini karena praktik korupsi

dalam bentuk suap-menyuap adalah tindakan yang dilakukan secara langsung oleh

dua pelaku/pihak, yaitu pegawai negeri sebagai pemberi layanan dan warga

masyarakat sebagai penerima layanan.

Pasal yang lebih memperluas jeratan tindak pidana korupsi yaitu pada pasal 10

mengatur mengenai individu yang diduga melakukan praktik korupsi, dan bisa

dinyatakan bersalah walaupun aset mereka tidak dapat dihubungkan secara langsung

sebagai bukti hasil kejahatan korupsinya. Pasal 10 ini selanjutnya juga melarang

pegawai negeri untuk memiliki aset melebihi kemampuan pernyataan resmi

kepemilikan aset mereka (di luar batas kewajaran penghasilannya).

Salah satu contoh keberhasilan dari efektifnya dua ordinan yaitu The

Independent Commission Against Corruption Ordinance dan The Prevention of

Bribery Ordinance, adalah bersihnya proyek the Airport Core Program (ACP)—

sebagai proyek terbesar dalam sejarah Hong Kong yang mencapai nilai US $ 21

milyar—dari praktik korupsi.

Page 63: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 48

Di samping itu, untuk meningkatkan etos kerja dan disiplin personil ICAC

dibangun suatu kode etik yang mengikat seluruh jajaran ICAC dalam melaksanakan

tugas dan kewenangannya sehari-hari. Kode etik yang dikembangkan dalam ICAC

adalah :

1. menganut prinsip integritas dan fair play

2. menghormati hak-hak yang diakui secara hukum bagi semua orang

3. menjalankan tugas tanpa rasa takut, praduga atau itikad tidak baik

4. bertindak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku

5. tidak mengambil keuntungan dari kewenangan atau jabatan yang diemban

6. menjaga rahasia

7. menerima tanggung jawab atas tindakan yang dilakukan dan instruksi

8. menjaga kesopanan dan mengendalikan ucapan maupun tindakan

9. berusaha meraih keunggulan pribadi dan profesional

C. INDIA

Menurut data PERC 2006, walaupun India tidak termasuk kelompok negara

yang bersih dari korupsi, namun negara ini berhasil mencatat perbaikan paling

progresif dalam kinerja pemberantasan korupsi di bandingkan dengan negara-negara

lain di Asia. Perundangan India yang menjadi bagian dari strategi pemberantasan

korupsi di India adalah:

Right to Information Act, 2005

The Central Vigilance Commission Act, 2003

The Prevention of Corruption Act, 1988

The Delhi Special Police Establishment Act, 1946

The Criminal Law (Amendment) Ordinance, 1944

Dalam sejarahnya, sistem administrasi dan hukum India didesain pada

pertengahan abad ke 19 untuk melayani kepentingan pemerintah kolonial Inggris

pada masa itu. The Indian Penal Code, sebagai instrumen hukum yang utama untuk

mengendalikan kejahatan kriminal dan pengadministrasian pengadilan krininal

Page 64: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 49

dibuat pada tahun 1860. selanjutnya The Indian Evidence Act mulai efektif berlaku

pada tahun 1872, setelah sebelumnya the Indian Police Act pada 1861.

Pemerintah kolonial Inggris mendesain sistem hukum ini bertujuan untuk

memperkuat kekuasaan administrasi kolonial. Perundangan ini didasarkan pada

ketidakpercayaan kepada pribumi dan kepercayaan akan ketidak mampuan mereka

untuk memerintah sendiri.

Sejarah administrasi publik di India pada tahun 1960-an menandakan

perubahan besar, di mana pengaruh ajaran Gandhi dan Nehru mulai memudar

seiring dengan tumbuhnya budaya politik baru yang disebut olah Sondhi (2000)

sebagai “amorality”.

Dewasa ini, dalam rangka mewujudkan pemberantasan korupsi yang efektif di

India, PS. Bawa23 memberikan beberapa saran sebagai berikut :

1. Penegakan hukum harus berlaku untuk semua, tanpa melihat perbedaan latar

belakang dan sebagainya (non-diskriminatif)

2. Inspeksi dalam tubuh pemerintah harus dilakukan secara teratur, berarti, dan

berorientasi pada kegiatan menjelang monitoring.

3. Reformasi pengadilan kriminal.

4. Aksesibilitas terhadap kantor-kantor pemerintah harus diperbaiki.

5. Pegawai negeri harus dibekali dengan nilai integritas dan kejujuran.

6. Right to Information (RTI) adalah alat kunci untuk memerangi korupsi, dan

7. Semangat kejujuran harus dimiliki oleh setiap orang.

Salah satu perundangan yang dianggap paling progresif India dalam upaya

pemberantasan korupsi di India adalah UU mengenai hak untuk mendapat informasi

(Right to Information Act), yang diundangkan pada tahun 2005. Hak-hak warga

yang diatur dalam RTI ini adalah antara lain :

1. hak untuk meminta informasi

2. hak untuk menginspeksi segala jenis dokumen pemerintah

3. hak untuk memfoto copy dokumen pemerintah

4. hak untuk menginpeksi kerja pemerintah (sidak)

5. hak untuk meminta contoh kegiatan pemerintah 23 Vice Chairman TI India, dalam kesempatan diskusi dengan tim Peneliti

Page 65: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 50

UU lainnya yang mendukung langsung kepentingan pemberantasan korupsi

adalah the Whistle Blower Protection Act, yang menurut Bhushan—salah seorang

pengacara Supreme Court India—dalam sebuah kesempatan seminar korupsi harus

diimplementasikan secara efektif.

D. INDONESIA

Pemberantasan korupsi di Indonesia telah berlangsung cukup lama, bahkan

telah menembus perode waktu empat dekade. Salah satu perangkat hukum sebagai

instrumen legal yang menjadi dasar proses pemberantasan korupsi di Indonesia juga

telah disusun sejak lama. Namun efektivitas hukum dan pranata hukum yang belum

cukup memadai menyebabkan iklim korupsi di indonesia tidak kunjung membaik.

Hal ini setidaknya dibuktikan dengan berbagai indeks korupsi yang diselenggarakan

oleh berbagai lembaga independen yang berbeda, degan metode dan variabel yang

juga berbeda, namun menghasilkan hasil pengukuran yang relatif sama, yaitu

menempatkan Indonesia di ranking paling bawah.

Saat ini tecatat lebih dari 10 peraturan perundangan termasuk Tap MPR yang

mengatur penanganan korupsi, baik secara langsung, maupun tidak langsung.

Berdasarkan catatan dari Indonesian Corruption Watch (ICW) dalam situs resminya,

rincian peraturan perundangan tersebut antara lain adalah

1. TAP MPR No. XI Tahun 1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas

KKN

2. Undang-Undang:

a. UU 20/2001 Pemberantasan Tidak pidana Korupsi

b. UU 30/2002 Komisi Anti Korupsi

c. UU 31/1999 Pemberantasan Korupsi. Telah diperbaharui menjadi UU

No 20 Tahun 2001

d. UU 11/1980 tentang Antisuap

e. UU 15/2002 tentang tindak pidana anti pencucian uang. UU ini telah

dirubah menjadi UU No 25 tahun 2003

Page 66: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 51

f. UU 25/2003 tentang perubahan UU No 15/2002 tentang tindak pidana

anti pencucian uang

g. UU No 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih

Bebas dari KKN

h. UU No 7 Tahun 2006 Tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan

Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003

i. UU No 1 Tahun 2006 Tentang Bantuan Timbal Balik Masalah pidana

3. Peraturan Pemerintah:

a. PP 71/2000 ttg peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi

b. Peraturan Pemerintah No.110 tahun 2000 tentang kedudukan

Keuangan DPRD

c. Penjelasan Peraturan Pemerintah No.110 tahun 2000 tentang

kedudukan Keuangan DPRD

d. PP No 24 Tahun 2004 tentang Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan

Anggota DPRD

e. PP No 25 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD

f. PP No 19 Tahun 2000 tentang Tim Gabungan Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi

4. Instruksi Presiden (Inpres):

a. Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang percepatan pemberantasan korupsi

b. Inpres No. 4 Tahun 1971, Tentang Pengawasn Tertib Administrasi di

Lembaga Pemerintah

c. Inpres No. 9 Tahun 1977, Tentan Operasi Tertib

d. Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja

Instansi Pemerintah

e. Inpres No 1 Tahun 1971, tentang koordinasi pemberantasan uang palsu

5. Keputusan Presiden (Keppres):

a. Keputusan Presiden No. 11 Tahun 2005 Tentang Timtastipikor

b. Keppres No. 12 Tahun 1970 tentang "Komisi 4"

c. Keppres No 80 Tahun 2003, tentang pedoman pengadaan barang jasa

di instansi pemerintah

Page 67: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 52

d. Keppres No 16 Tahun 2004, tentang perubahan keppres 80/2003

tentang pedoman pengadaan barang jasa di instansi pemerintah

6. Surat Edaran:

a. Surat edaran Jaksa Agung tentang percepatan penanganan kasus

korupsi tahun 2004

b. Surat edaran Dirtipikor Mabes Polri, tentang pengutamaan

penanganana kasus korupsi

c. Surat Keputusan Jaksa Agung tentang Pembentukan Tim Gabungan

Pemberantasan Tindak Pidana korupsi Tahun 2000

d. Keputusan Bersama KPK-Kejaksaan Agung dalam Kerjasama

Pemberantasan korupsi

7. PERDA: Perda Kabupaten Solok No 5 Tahun 2004 Tentang Transparansi

Penyelenggaraan Pemerintahan

Dengan begitu banyaknya peraturan perundangan yang telah dan sedang

diterapkan, maka seyogyanya pemberantasan korupsi di Indonesia harus mulai

menemukan arah yang tepat. Indonesia, akan membuka celah dalam penerapan

hukum. Sehingga perlu rumusan dan indikator baku untuk menentukan definisi dari

eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Dalam hal ratifikasi UNCAC, sebagai bentuk komitmen Indonesia dalam

memerangi korupsi di hadapan masyarakat internasional, Indonesia masih perlu

melakukan harmonisasi perundangan yang masih terdapat kesenjangan da perbedaan

substantif. Dalam analisa terbatas yang dilakukan oleh Masyarakat Transparansi

Indonesia, terdapat beberapa substansi istilah yang memerlukan klarifikasi dalam

perundangan Indonesia, untuk menyesuaikan dengan klausul yang berlaku dalam

UNCAC. Beberapa contoh kesenjangan istilah dapat dilihat dalam tabel berikut :

Page 68: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 53

Tabel 3.1

Perbandingan Beberapa Istilah

dalam Perundangan Indonesia dengan UNCAC

No Istilah Hukum Positif Indonesia UNCAC

1 Pejabat Publik Dikenal istilah

1. PNS

2. Pejabat Negara

3. Penyelenggara Negara

4. Pejabat Administrasi

Pemerintahan

5. Pejabat Tata Usaha

Negara

Dalam UNCAC, yang

termasuk dengan pejabat

publik adalah

1. eksekutif, legislatif,

administratif dan yudisial

2. setiap orang yang

melaksanakan fungsi

publik

3. setiap orang yang

ditetapkan sebagai pejabat

publik.

2 Kekayaan Unsur harta kekayaan (UU

No. 23/2003 perubahan atas

pasal 1 UU No. 15/2002):

1. Benda bergerak atau tidak

bergerak

2. Berwujud atau tidak

berwujud

Ada unsur kekayaan yang

nyata atau tidak nyata, serta

termasuk dokumen dan

instrumen yang mendukung

kekayaan tersebut.

Sumber: diolah dari MTI, 2006.

Selain permasalahan substansi perundangan, beberapa kasus terakhir

menunjukkan justru adanya disharmoni substansi antar perundangan yang berlaku di

Indonesia. Walaupun disharmoni ini juga dipicu oleh ketidakcocokan data dari

beberapa instansi terkait. Kasus uang pengganti ini sempat dilansir beberapa media

massa nasional sehingga menjadi wacana publik yang cukup hangat.

Berdasarkan kompilasi yang dilakukan oleh Kompas, sebenarnya beberapa UU

yang berhubungan dengan substansi aturan uang pengganti, adalah :

1. UU Nomor 3 Tahun 1971 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kearsipan.

Page 69: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 54

Tidak ada aturan eksekusi uang pengganti.

2. UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 18. Jika teridana tidak membayar uang penggantidalam waktu satu bulan

sesudah putusan berkekuatan hukum tetap, maka hartanya bisa disita jaksa

dan dilelang untuk menutupi uang pengganti. Jika hartanya tidak cukup maka

dipidana penjara yang lamanya tidak melebihi ancaman maksimum dari pdana

pokoknya.

3. UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

Pasal 9. Menteri/pimpinan lembaga sebagai Pengguna Anggaran/Pengguna

Barang Kementerian Negara/lembaga yang dipimpinnya mempunyai tugas

sebagai berikut: (e) melaksanakan pemungutan penerimaan negara bukan

pajak dan menyetorkannya ke Kas Negara.

Ketidakcocokan data antar tiga instansi yang berkepentingan langsung dengan

kasus uang pengganti yaitu Departemen Keuangan, BPK dan Kejaksaan dapat terlihat

dari tabel kompilasi kasus berikut.

Tabel 3.2

Terpidana koruptor dan uang pengganti

No Nama

Terpidana

Uang

Pengganti

Data

Kejaksaan Data Depkeu

Sisa Uang di

Data BPK

1 Hendra

Rahardja

Rp. 1,9 triliun Rp. 603, 174

miliar

Rp. 603, 174

miliar

Rp. 1,836 triliun

2 Bob Hasan 243 juta dollar

AS

Rp. 14,126

miliar + denda

Rp. 15 juta

Rp. 14,126

miliar + denda

Rp. 15 juta

Tidak ada data

sisa uang

penganti

3 Samadikun

Hartono

Rp. 169 miliar Belum bayar Belum bayar Tidak ada di

daftar BPK

nama

Samadikun

4 Sudjiono Timan Rp. 369,446

miliar

Belum bayar Belum bayar Rp. 369,446

miliar

Page 70: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 55

5 Beddu Amang Rp. 5 miliar +

denda Rp. 5 juta

Rp. 5 miliar +

denda Rp. 5 juta

Hanya denda

Rp. 5 juta

Rp. 5 miliar

6 Bambang

Sutrisno dan

Kiki Ariawan

Rp. 1,515 triliun Rp. 1,515 triliun Rp. 1,515 triliun Tidak ada sisa

7 Eddy Tansil Rp. 500 miliar

+ Rp. 1,3 triliun

Telah menyita

uang Rp. 46,3

miliar + 2.882

dollar AS dan

harta Rp. 2,5

miliar di Bank

Danamon,

Tanah dan

Bangunan serta

peralatan

pabrik, dua

atanah di

Kebayoran

Baru, dan tanah

di Bogor

Tidak ada Tidak ada

8 Rahardi

Ramelan

Rp. 400 juta +

denda Rp. 50

juta

Rp. 200 juta Tidak ada data Tidak ada

9 Ricardo Gelael Rp. 96,6 miliar

tanggung

reneng dengan

Tommy

Tidak

menemukan

data

pembayaran

uang pengganti

Rp. 2,950 miliar Rp. 5,219 miliar

Sumber: Kompas, 22 Agustus 2007

Indriyanto Seno Adji24, menjelaskan bahwa pemahaman uang yang disetor ke

kas negara dalam perkara korupsi sebagai dwang middelen (upaya paksa). Penegak

hukum sering menghadapi kendala dalam menngeksekusi uang pengganti karena

diskriminasi regulasi tindak pidana korupsi atas eksekusi uang pengganti. Di satu sisi

dengan UU No. 3 Tahun 1971, eksekusi atas kekurangan uang pengganti dilakukan

24 Kompas, 28 Agustus 2007, Indriyanto Seno Adji, Parkir Uang Korupsi

Page 71: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 56

melalui gugatan perdata berdasarkan Surat Edaran MA 1985. Masalahnya gugatan

perdata memiliki kompleksitas sistem pembuktian yang berbeda dengan hukum

pidana, dan menyita waktu puluhan tahun.

Di sisi lain UU No. 31 Tahun 1999 memberi legalitas penyitaan harta kekayaan

terpidana sebagai eksekusi uang pengganti.

Kasus hukum lain yang terbaru yang merupakan wajah carut marutnya sistem

hukum di Indonesia adalah kasus sengketa Soeharto dengan majalah Time. Kasus

yang telah berlangsung cukup lama ini seperti mengendap setelah dimenangkan oleh

majalah Time di tingkat Pengadilan Negeri. Namun ternyata pada bulan september

2007, tiba-tba MA memutuskan kasasi perkara sengketa antara majalah Time dengan

Soeharto tentang kasus tulisan Soeharto Inc, di mana pihak Soeharto dinyatakan

memenangkan perkara ini, dan mewajibkan majalah Time untuk membayar tuntutan

gant rugi pihak Soeharto.

Ironisnya, seolah menjawab putusan kasasi MA, pada minggu berikutnya,

World Bank dan PBB dengan program prakarsa pengembalian aset negara (Stolen

Asset Recovery Innitiative, atau StAR), merilis daftar pemimpin negara yang diduga

mencuri aset negara, di mana Soeharto justru menempati peringkat pertama dengan

dugaan aset negara yang dicuri mencapai USD 15 – 35 milyar.

Dengan potret perundangan yang masih memerlukan pembenahan, Indonesia

sepertinya harus mulai membangun wibawa hukum yang bisa membuat jera para

pelaku korupsi, sehingga persepsi korupsi Indonesia di mata internasional dapat

diperbaiki.

Page 72: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 57

Bab IV

Kelembagaan Dalam

Pemberantasan Korupsi

ingapura dan Hong Kong adalah dua negara (meskipun saat ini Hong Kong

berada di bawah RRC, namun ia memiliki otonomi penuh atau dikenal dengan

Special Administration Region) yang dapat dijadikan contoh kesuksesan

pemberantasan korupsi. Keduanya menempati ranking terendah korupsinya dalam

survei yang dilakukan oleh lembaga-lembaga internasional seperti PERC maupun

Transparency International.

Keberhasilan tersebut tentunya bukan terjadi dalam waktu yang singkat,

namun merupakan buah dari komitmen yang tinggi dan didukung oleh kelembagaan

yang kuat, profesional, dan independen dalam menangani kasus-kasus korupsi.

Faktor kelembagaan menjadi salah satu faktor penting dalam menentukan

keberhasilan pemberantasan korupsi yang dijalankan pemerintah suatu negara.

A. SINGAPURA

Di Singapura sebelum tahun 1952, seluruh kasus-kasus korupsi diselidiki oleh

unit kecil dalam Singapore Police Force yang disebut dengan Anti-Corruption

Branch. Dalam perkembangannya unit tersebut tidak berjalan efektif, khususnya

dalam menyelidiki petugas-petugas kepolisian yang korup. Kelemahan yang utama

disebabkan karena terbatasnya kewenangan yang dimiliki unit tersebut dan

diperparah dengan adanya konflik kepentingan yang terjadi karena para penyidik

terlihat segan untuk memeriksa rekan-rekan mereka yang juga dari kepolisian.

S

Page 73: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 58

Memperhatikan hal ini, pada tahun 1952 Pemerintah Singapura dibawah PM

Lee Kuan Yew membentuk lembaga yang disebut Corrupt Practices Investigation

Bureau (CPIB) sebagai sebuah lembaga anti korupsi yang terpisah dari kepolisian

untuk melakukan penyelidikan semua kasus-kasus korupsi. Dalam sejarahnya CPIB

merupakan salah satu lembaga anti korupsi tertua di dunia.

Meskipun dibentuk oleh pemerintah, CPIB adalah lembaga yang independen

dan bertanggung jawab atas seluruh penyelidikan dan pencegahan korupsi di

Singapura. Di masa awal pembentukannya, CPIB menghadapi tantangan yang sangat

berat. Saat itu, undang-undang anti korupsi sangat tidak memadai sehingga

menghambat pengumpulan bukti-bukti dalam kasus korupsi. Di sisi lain, persoalan

yang muncul adalah lemahnya dukungan publik terhadap CPIB. Masyarakat tidak

mau bekerja sama dengan CPIB karena mereka ragu akan efektivitas lembaga ini, dan

mereka juga takut dijatuhi hukuman pidana yang disebabkan kasus korupsi.

Situasi ini mulai berubah ketika People’s Action Party memperoleh kekuasaan

di tahun 1959. Tindakan yang tegas mulai diambil terhadap pegawai-pegawai negeri

yang korup. Sebagian dari mereka dipecat dari pemerintahan, sedangkan yang lain

memilih keluar secara sukarela untuk menghindari penyelidikan. Kepercayaan publik

terhadap CPIB terus meningkat ketika masyarakat menyadari bahwa pemerintah

bersungguh-sungguh dalam memberantas korupsi.

Untuk mempercepat upaya pemberantasan korupsi Pemerintah Singapura

pada tahun 1960 mengesahkan undang-undang anti korupsi yang baru yang disebut

dengan Prevention of Corruption Act. Dalam undang-undang ini, wewenang dari

CPIB diperluas dan hukuman atas tindak pidana korupsi ditingkatkan. Saat ini, sesuai

dengan Bab 241 undang-undang tersebut, CPIB memiliki kewenangan yang memadai

untuk memberantas korupsi.

Secara fungsi, CPIB memiliki fungsi untuk

(1) menyelidiki kasus korupsi/berindikasi korupsi;

(2) mencegah terjadinya korupsi; dan

(3) kombinasi antara menyelidiki dan mencegah tindakan korupsi.

Dari masing-masing fungsi tersebut CPIB mempunyai target hasil (outcome).

Untuk fungsi yang pertama, outcome yang diharapkan adalah untuk menciptakan

Page 74: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 59

iklim dan etos anti korupsi yang kuat. Outcome dari fungsi yang kedua adalah

menciptakan iklim dan etos anti korupsi yang kuat, menciptakan kepedulian diantara

pegawai negeri tentang perlunya menjaga birokrasi yang bebas korupsi, menciptakan

lingkungan yang bebas resiko dengan mengurangi peluang korupsi, menciptakan

korps birokrasi yang bebas korupsi. Kemudian outcome dari fungsi yang ketiga adalah

menjaga kepercayaan publik. Lebih jelas mengenai fungsi dan indikator kinerja CPIB

dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.1

Indikator Kinerja CPIB Singapura

Function Desired Outcome

Intermediate product/measure

Relationship with mission

Final measure

Investigation − Number of highly

pursuable cases prosecuted in court or resulted in disciplinary action

− Number of cases convicted

− Quality of submission to Attorney-General’s Chambers

Sure Action in combating corruption through efficient evidence-gathering and maintenance of a high standard of investigation

Investigation − Completion rate

Sure Action in combating corruption through effective resolution of cases

Investigate corruption/ missconduct with undertone of corruption

Creation of a strong anti-corruption climate and ethos in Singpore

Investigation − Cycle-time in

investigation − Improvement of

cycle-time norms − 48-hour action − Timeliness in

executing consent to prosecute

Swift Action in combating corruption through efficient resolution of cases

Prevention of Corruption

Creation of a strong anti-corruption climate and ethos in Singapore

Investigation − Swift and sure

action indicators as per above, in accordance with strategy of

Swift and Sure Action in combating corruption through effective and efficient

Rating by • Transparency

International (TI)

• Political and Economic Risk Consultancy (PERC)

• Public Perception Ratings

Mission Accomplishment Index (MAI)

Page 75: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 60

prevention through detection, prosecution and deterrence

resolution of cases

Creation of awarness among civil servants of the need to maintain a corruption-free civil service

Education − Number of

prevention talks as a proxy measure

Swift and Sure Action in combating corruption through effective and efficient pre-emptive action

Creation of risk-free environment by reducing opportunities for corruption

System review − Number of anti-

corruption reviews as a proxy measure

Swift and Sure Action in combating corruption through effective and efficient pre-emptive measures

Creation of an incorrupt corps of civil servants

Screening − Prompt /

effective screening services to screen out applicants / promotees with CPIB traces

Swift and Sure Action in combating corruption through effective and efficient pre-emptive measures

Investigate and prevent corruption in combination (as stated above)

Securing public confidence

Investigation, education, review, screening

Prompt service − Excellent

reception services

− Excellent overall services

− Timeliness on replies

− Prompt attendance to visitors

− Prompt response by Duty Officer

Reliable service − ‘Sure’

indicators through prosecution and conviction as per above

Swift and Sure Action in combating corruption through effective and efficient services

Sumber: CPIB (2007), Swift and Sure Action: Four decades of anti-corruption work, hal 12

Page 76: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 61

Dari sisi struktur kelembagaan, CPIB berada di bawah Kantor Perdana Menteri

(Prime Minister’s Office). CPIB dipimpin oleh Direktur (Director) yang membawahi 2

(dua) divisi yaitu Divisi Operasi (Operation Division) dan Divisi Administrasi &

Dukungan Spesialis (Admin & Specialist Support Division).

Pemisahan fungsi penanganan korupsi di Singapura yang semula berada di bawah

institusi kepolisian menjadi suatu badan tersendiri memerlukan struktur

kelembagaan yang ramping, fleksibel namun efektif dan efisien dalam mengantisipasi

tantangan perkembangan modus-modus korupsi yang semakin dinamis. Secara detail

struktur organisasi CPIB dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 4.1

Struktur Organisasi CPIB Singapura

Divisi operasi menjalankan fungsi utama dari CPIB dalam menyelediki

pelanggaran-pelanggaran yang diatur dalam Prevention of Corruption Act. Divisi ini

terdiri dari 4 (empat) unit penyelidikan, salah satu diantaranya yakni Special

Investigation Team (SIT) dibentuk untuk menangani kasus-kasus korupsi besar dan

kompleks. Divisi Administrasi & Dukungan Spesialis membawahi 3 (tiga) unit,

CPIB

Operations Operations Support

Prevention and Review

Unit

Plans and Projects Unit

Administration

Operations Division Admin & Specialist Support Division

Special Investigation

Team

Unit I

Unit II

Intelligence Unit

Finance

Records & Screening

Personnel

Computer Info. System

Unit

LINE

Unit III

STAFF

Page 77: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 62

masing-masing adalah Unit Administrasi, Unit Perencanaan dan Proyek, serta Unit

Pencegahan dan Evaluasi. Tugas dari Unit Administrasi adalah bertanggung jawab

atas urusan administrasi dan personil, memberikan pelayanan tertentu kepada

lembaga-lembaga pemerintah dan menyusun perencanaan strategis CPIB. Unit

Perencanaan dan Proyek menangani hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan staf

dalam menyusun perencanaan, proyek dan kebijakan-kebijakan. Sedangkan Unit

Pencegahan dan Evaluasi melakukan evaluasi terhadap prosedur kerja institusi

pemerintah yang berpotensi korup untuk mengetahui kelemahan-kelemahan

administrasi, yang dapat mendorong terjadinya korupsi dan kesalahan prosedur,

selanjutnya kemudian memberikan rekomendasi solusi serta langkah-langkah

pencegahan.

Selanjutnya guna melengkapi undang-undang anti korupsi yang sudah ada,

pada tahun 1989 pemerintah kembali mengeluarkan Corruption (Confiscation of

Benefits) Act. Undang-undang ini memberikan kewenangan kepada pengadilan untuk

membekukan dan menyita aset maupun properti seseorang yang diperoleh dari

praktik-praktik korupsi.

Pada tahun 1999, Corruption (Confiscation of Benefits) Act disempurnakan

oleh undang-undang lain yaitu Corruption, Drug Trafficking and Other Serious

Crimes (Confiscation of Benefits). Undang-undang yang baru ini mengatur praktik-

praktik pencucian uang (money laundering) sebagai pelengkap dalam memperluas

kewenangan pengadilan untuk membekukan dan menyita aset maupun properti

seseorang yang diperoleh dari praktik-praktik korupsi.

B. HONG KONG

Sementara itu, lembaga anti korupsi di Hong Kong juga merupakan salah satu

role model yang banyak dipakai oleh negara-negara lain karena efektivitasnya

mengatasi korupsi dan menjadikan Hong Kong sebagai salah satu negara yang

terbersih di Asia. Lembaga anti korupsi yang terdapat di Hong Kong adalah ICAC

(Independent Commission Against Corruption).

Sama halnya dengan yang terjadi di negara-negara lain, pembentukan ICAC

dilatarbelakangi oleh keresahan masyarakat terhadap korupsi yang merajalela

Page 78: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 63

khususnya di lingkungan birokrasi. Memberi uang (suap) kepada aparat pemerintah

untuk mendapatkan pelayanan (bahkan pelayanan yang standar) sudah menjadi

fenomena umum di Hong Kong sekitar tahun 1970-an. Perilaku korup terparah justru

terjadi di Kepolisian Hong Kong, dimana seharusnya institusi ini yang mempunyai

kewenangan menyelidiki kasus-kasus korupsi. Sudah menjadi rahasia umum bahwa

para oknum petugas polisi melindungi pelaku kejahatan seperti perjudian dan

narkoba. Keresahan masyarakat Hong Kong terhadap perilaku korupsi tiba pada

puncaknya ketika seorang Kepala Polisi dari warga negara asing Peter Godber

menggelapkan uang sejumlah HK$ 4,3 juta. Demonstrasi pun pecah untuk menuntut

pemerintah melakukan langkah-langkah kongkrit dalam menuntaskan kasus ini dan

memberantas korupsi di tubuh Kepolisian. Sebagai respon atas tuntutan masyarakat

ini, Gubernur Hong Kong saat itu Sir Murray MacLehose menyatakan bahwa Hong

Kong sudah saatnya memiliki lembaga anti korupsi yang independen dan terpisah

dari Kepolisian. Hal ini ia ungkapkan dalam pidatonya di depan Dewan Perwakilan.

Akhirnya sebagai tindak lanjut dari pernyataan ini pada bulan Februari 1974,

Pemerintah Hong Kong membentuk ICAC dengan 3 (tiga) tujuan utama yakni

pencegahan, penindakan, dan pendidikan korupsi.

Dalam perkembangannya, ICAC berhasil menekan kasus korupsi dan

mendapatkan respon positif dari masyarakat Hong Kong. Keberhasilan ICAC ini tidak

terlepas dari komitmen dan konsistensi serta pendekatan yang komprehensif antara

pencegahan dan penindakan. Pendidikan masyarakat dan peningkatan kesadaran

(public awarness) mengenai dampak buruk korupsi merupakan salah satu

keunggulan yang dimiliki ICAC dalam menangani korupsi di Hong Kong. Kelebihan

ICAC dalam hal ini banyak dicontoh oleh lembaga-lembaga anti korupsi di banyak

negara. Namun demikian, karena tidak mampu menyelaraskan fungsi pencegahan

dan penindakan, tidak banyak lembaga anti korupsi di negara-negara lain yang

mampu meniru langkah sukses ICAC.

Dalam studi yang dilakukan oleh Direktorat Litbang KPK (2006) disebutkan

bahwa ICAC Hong Kong adalah model yang universal dan ideal bagi sebuah lembaga

anti korupsi. ICAC dikatakan ideal karena mempunyai landasan hukum yang kuat,

didukung oleh anggaran yang memadai, memiliki tenaga ahli yang mencukupi dan

yang utama adalah dukungan dan komitmen pemerintah yang tinggi dan konsisten

Page 79: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 64

dalam jangka waktu lama. Kewenangan yang dimiliki ICAC meliputi penyelidikan

terhadap rekening bank, mengaudit harta kepemilikan dan mengambil segala

tindakan yang diperlukan untuk mencegah tersangka melarikan diri dari proses

penuntutan pengadilan. ICAC mendapat dukungan penuh dari Pemerintah Hong

Kong dalam bentuk kucuran dana yang relatif besar.

Manajemen sumber daya manusia di ICAC juga dapat dikatakan yang terbaik.

Pola karir dan rekrutmen didasarkan pada kompetensi dan kinerja (merit system)

sehingga mampu mendorong performa yang tinggi dari setiap staf. Remunerasi yang

diterapkan juga sangat memadai. Turnover pegawai ICAC dapat dikatakan rendah.

Selain karena penghasilan yang diperoleh cukup memadai juga disebabkan oleh

aturan yang mempersyaratkan bagi staf ICAC yang berasal lingkungan birokrasi tidak

diperbolehkan untuk bekerja kembali di instansi pemerintah atau lembaga yang

terindikasi terjadi kasus korupsi selama 2 (dua) tahun setelah keluar dari ICAC.

Untuk meninngkatkan efektivitas kerja personel ICAC, maka diberlakukan

kebijakan pengembangan SDM melalui pendidikan dan pelatihan (diklat) profesional

dan manajemen. Diklat profesional dikembangkan untuk memenuhi kompetensi di

bidang investigasi, pendidikan masyarakat dan pekerjaan pencegahan korupsi.

Sedangkan diklat manajemen diberikan untuk meningkatkan kapabilitas manajemen

dan efektivitas personal.

Selain diklat-diklat tersebut, juga dikembangkan pelatihan-pelatihan

penunjang seperti pelatihan bahasa untuk meningkatkan kemampuan berbahasa

(oral) dan menulis (writing) dalam bahasa Putonghua, Chinese, English writing dan

English Presentation. Pelatihan penunjang lainnya yaitu pelatihan IT seperti aplikasi

software, administrasi sistem dan keamanan TI.

Pelatihan-pelatihan tersebut didesain untuk memenuhi standar kualifikasi

pegawai yang dibutuhkan oleh ICAC. Dalam rangka pengayaan, ICAC juga

mengirimkan para tenaga SDM-nya ke berbagai seminar dan pelatihan lainnya baik

di dalam maupun luar negeri.

Dari aspek organisasi, ICAC memiliki 3 (tiga) departemen yaitu Investigasi,

Pencegahan, dan Hubungan Masyarakat. Departemen Investigasi (Operasional)

merupakan departemen terbesar di ICAC. Terbesar di sini juga memiliki arti jumlah

alokasi anggaran, dimana sebesar 75% anggaran ICAC diberikan kepada departemen

Page 80: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 65

ini. Anggaran tersebut dimanfaatkan untuk menggaji staf yang kompeten. Sementara

itu anggaran yang diterima Departemen Pencegahan sebagian besar dialokasikan

untuk kegiatan-kegiatan penelitian yang terkait dengan korupsi, menyelenggarakan

seminar-seminar bagi kalangan dunia usaha serta membantu masyarakat dalam

mengidentifikasi langkah-langkah strategis dan konkrit untuk mengurangi potensi

terjadinya korupsi. Hasil-hasil penelitian yang dilakukan Departemen Pencegahan

juga digunakan pemerintah sebagai acuan dalam memperbaiki dan mengamandemen

peraturan perundang-undangan mengenai korupsi. Terakhir, Departemen Hubungan

Masyarakat berfungsi untuk menyebarluaskan informasi kepada masyarakat luas

termasuk kalangan pebisnis mengenai perubahan-perubahan dari peraturan

perundang-undangan tentang korupsi. Fungsi lain yang dimiliki Departemen

Hubungan Masyarakat adalah meningkatkan kepedulian masyarakat (public

awarness) terhadap dampak negatif korupsi melalui beragam kampanye publik

antara lain dengan menerbitkan buku-buku, pamflet, leaflet, serta pembuatan film-

film yang mendeskripsikan modus-modus korupsi yang pada umumnya terjadi di

masyarakat. Struktur organisasi ICAC dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 4.2

Struktur Organisasi ICAC Hong Kong

Sebagai bagian dari langkah meningkatkan partisipasi masyarakat dan

mempercepat respon terhadap kasus-kasus korupsi, ICAC mendirikan sejumlah

kantor perwakilan (regional office) di beberapa distrik di Hong Kong. Langkah ini

tentu saja disambut baik oleh masyarakat. Hal ini terlihat dari bertambahnya laporan

mengenai indikasi kasus korupsi baik yang dilakukan oleh aparat pemerintah

maupun kalangan dunia usaha (swasta). Meskipun demikian, ICAC juga sangat tegas

Commissioner

Operations Department

Community Relations Department

Corruption Prevention Department

Page 81: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 66

dan keras terhadap laporan-laporan palsu yang dibuat oleh sebagian masyarakat yang

berniat untuk “menjatuhkan” citra atau mencemarkan nama baik seseorang.

C. INDIA

Berbeda dengan Singapura dan Hong Kong, saat ini India tidak memiliki

sebuah lembaga yang secara khusus menangani korupsi. Lembaga anti korupsi India

telah berevolusi menjadi suatu lembaga penyelidik yang bukan hanya menangani

kasus korupsi namun juga kasus-kasus kejahatan/kriminal lainnya. Mengenai kasus

korupsi di India, dewasa ini ditangani oleh dua lembaga yang utama yaitu Central

Bureau of Investigation (CBI) dan Central Vigilance Commission (CVC). Pada

awalnya CBI berasal dari Special Police Establishment (SPE) yang dibentuk

Pemerintah India pada tahun 1941. Fungsi dari SPE pada saat itu adalah untuk

menyelidiki kasus-kasus penyuapan dan korupsi dalam transaksi yang dilakukan

dengan War & Supply Departement selama Perang Dunia II. Selanjutnya meskipun

perang telah usai, kebutuhan akan institusi yang bertugas menyelidiki kasus suap dan

korupsi yang terjadi di Pemerintah Pusat masih tetap dirasakan. Delhi Special Police

Establishment Act kemudian disahkan pada tahun 1946. Undang-undang tersebut

menyerahkan kepemimpinan SPE ke Departemen Dalam Negeri, dan kemudian

fungsinya diperlebar mencakup seluruh departemen dalam Pemerintahan India.

Yurisdiksi SPE pun diperluas ke seluruh Union Territory dan dapat ditambah ke

tingkat negara bagian sepanjang disetujui oleh pemerintah negara bagian.

Pada awalnya, CBI hanya menyelidiki pelanggaran-pelanggaran korupsi di

tingkat pemerintah pusat yang dilakukan pegawai pemerintah pusat. Namun dalam

perkembangannya, karena jumlah sektor publik terus meningkat, maka pegawai-

pegawai negeri di luar pemerintah pusat juga termasuk dalam kewenangan

penyelidikan CBI, termasuk juga sektor perbankan publik yang dinasionalisasi pada

tahun 1969 beserta seluruh pegawainya.

Lingkungan eksternal yang berkembang sedemikian rupa, menyebabkan CBI

tidak lagi hanya menyelidiki kasus-kasus korupsi akan tetapi ia bertransformasi

menjadi sebuah lembaga penyelidikan nasional. Sejak tahun 1965, CBI diberikan

wewenang lebih untuk menyelidiki pelanggaran-pelanggaran yang berdampak pada

Page 82: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 67

kerugian ekonomi, dan kasus-kasus krimnal konvensional penting lainnya seperti

pembunuhan, penculikan, teroris dan lain sebagainya secara selektif.

SPE pada awalnya memiliki dua “sayap” (wing), yaitu General Offences Wing

(GOW) dan Economic Offences Wing (EOW). GOW menangani kasus-kasus suap dan

korupsi yang melibatkan pegawai Pemerintah Pusat dan Sektor Publik terkait.

Sedangkan EOW menangani kasus-kasus pelanggaran berbagai hukum

ekonomi/fiskal. Dengan formasi demikian, GOW memiliki setidaknya satu cabang di

setiap negara bagian, dan EOW di empat kota metropolitian yaitu Delhi, Madras,

Bombay dan Calcutta. Kantor cabang EOW mengurusi laporan-laporan pelanggaran

dari daerah-daerah misalnya kantor cabang yang memiliki yurisdiksi di beberapa

negara bagian. Setelah berubah menjadi CBI peranan lembaga ini menjadi

bertambah.

Secara empirik, CBI telah berhasil menjaga reputasinya atas independensi dan

kompetensi selama bertahun-tahun. Keberhasilan ini menyebabkan permintaan

kepada CBI untuk menyelidiki kasus-kasus kejahatan konvensional lebih banyak

seperti pembunuhan, penculikan, dan terorisme. Sejalan dengan hal tersebut,

Mahkamah Agung dan berbagai Pengadilan Tinggi mulai mempercayakan

penyelidikan kasus-kasus semacam itu kepada CBI melalui petisi yang disetujui

banyak pihak. Memperhatikan kenyataan dimana jumlah kasus yang diselidiki oleh

CBI bertambah banyak, maka dipandang perlu untuk memberikan kasus-kasus

tersebut kepada Kantor Cabang yang memiliki yurisdiksi lokal. Oleh sebab itu, pada

tahun 1987 dibentuk dua divisi investigasi dalam tubuh CBI, yaitu Divisi Anti Korupsi

dan Divisi Kriminal Khusus (yang pada akhirnya menangani kasus-kasus kriminal

konvensional disamping kejahatan-kejahatan ekonomi). Lebih lanjut, pada tahun

2001, CBI kembali mengalami reorganisasi untuk mengantisipasi tindak kejahatan

yang semakin berkembang. Saat ini CBI terdiri dari beberapa divisi yaitu:

1. Divisi Anti Korupsi (Anti Corruption Division)

2. Divisi Kejahatan Ekonomi (Economic Offences Division)

3. Divisi Kejahatan Khusus (Special Crimes Division)

4. Direktorat Penuntutan (Directorate of Prosecution)

5. Divisi Administrasi (Administration Division)

6. Divisi Kebijakan dan Koordinasi (Policy & Coordination Division)

Page 83: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 68

7. Pusat Laboratorium Ilmu Forensik (Central Forensic Science Laboratory)

Setelah mengalami beberapa kali perubahan baik dalam hal struktur

kelembagaan dan kewenangan, CBI India telah memainkan peranan pentingnya

sebagai lembaga penyelidik yang memperoleh kredibilitas tinggi baik dari

masyarakat, parlemen, lembaga peradilan serta pemerintah sendiri. Dalam 65 tahun

terakhir, kelembagaan CBI telah berevolusi dari sebuah lembaga anti korupsi menjadi

sebuah lembaga kepolisian yang multi disipliner, penegak hukum dengan kapabilitas,

kredibilitas dan memiliki mandat hukum untuk menyelidiki dan menuntut tindak

kejahatan (termasuk korupsi) di seluruh India. Bahkan saat ini, CBI memiliki CBI

Academy sebagai sebuah lembaga pendidikan dan pelatihan bagi para penegak

hukum untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mereka dalam hal

penyelidikan, penyidikan hingga penuntutan secara hukum. Pendidikan dan

pelatihan ini dirancang untuk mengantisipasi setiap modus kejahatan yang semakin

hari semakin berkembang. Organisasi CBI secara lengkap dapat dilihat dalam gambar

berikut ini.

Page 84: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 69

G

amba

r 4

.3 S

tru

ktu

r O

rgan

isas

i CB

I In

dia

Page 85: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 70

Terkait dengan penanganan kasus korupsi, pada tahun 2003, Pemerintah India

membentuk Central Vigilance Commission (CVC) dengan tujuan agar penanganan

korupsi menjadi lebih independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan eksekutif. Hal

ini mengingat CBI telah mengalami evolusi menjadi lembaga yang berada di bawah

kekuasaan pemerintah, sehingga perlu menjaga independensi dan obyektifitasnya.

Pengawasan yang dilakukan CVC juga meliputi institusi-institusi pemerintah pusat

dalam hal perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi terhadap kewaspadaan

(vigilance) dari tindak pidana korupsi yang mungkin terjadi.

Kewenangan dan fungsi dari CVC adalah [i] melakukan pengawasan terhadap

Delhi Special Police Establishment (DSPE) berkenaan dengan penyelidikan sesuai

Prevention of Corruption Act, 1988, pegawai negeri, serta memberi arahan kepada

DSPE terkait dengan pelepasan tanggung jawab pegawai negeri; [ii] melakukan

review terhadap proses penyelidikan yang dilakukan DSPE sesuai dengan undang-

undang anti korupsi; [iii] menginisiasi atau merekomendasikan penyelidikan

terhadap setiap transaksi yang dilakukan pegawai negeri pada setiap institusi di

lingkungan Pemerintah India yang dicurigai atau disinyalir telah terjadi

penyalahgunaan atau korupsi; [iv] memberikan saran obyektif kepada institusi lain

dalam hal terjadinya kasus-kasus disipliner; [v] melakukan pemeriksaan umum dan

pengawasan terhadap upaya-upaya anti korupsi di setiap Kementerian atau

Departemen di lingkungan Pemerintah India dan organisasi-organisasi lain yang

memiliki kekuasaan eksekutif di negara-negara bagian; [vi] membentuk Komite

dalam pemilihan Direktur CBI, Direktur Direktorat Penegakan, dan Pejabat-Pejabat

DSPE; [vii] menginisiasi dan merekomendasikan penyelidikan atau langkah-langkah

yang dianggap perlu berdasarkan keluhan-keluhan yang diterima sesuai dengan

Public Interest Disclosure and Protection of Informer.

Page 86: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 71

Gambar 4.4

Struktur Central Vigilance Commission (CVC) India

Dari aspek kelembagaan, CVC terdiri dari Sekretariat, Kepala Penguji Teknis

(Chief Technical Examiners/CTE), dan Komisaris Bagian Penyelidikan

(Commissioners for Departmental Inquiries/CDI). Sekretariat terdiri dari seorang

Sekretaris, Pejabat Sekretaris Bersama untuk Pemerintah India, sepuluh

Direktur/Sekretaris Deputi, empat Sekretaris Muda, dan staf sekretariat. Sementara,

CTE terdiri dari dua Ahli yang didukung oleh staf ahli. Fungsi utama dari CTE adalah:

[i] melakukan audit secara teknis terhadap rancangan pekerjaan institusi-institusi

pemerintah dari sudut pandang “kehati-hatian”, [ii] menyelidiki kasus-kasus tertentu

yang terkait dengan rancangan pekerjaan; [iii] memberikan bantuan kepada CBI

terhadap penyelidikan mereka yang berhubungan dengan hal-hal teknis dan evaluasi

kepemilikan di Delhi; dan [iv] memberikan dukungan kepada pimpinan CVC.

Sedangkan CDI terdiri dari 15 Komisaris Bagian Penyelidikan meliputi 14 Sekretaris

Deputi/Direktur dan satu Sekretaris Bersama untuk Pemerintah India. Fungsi dari

CDI ialah melakukan penyelidikan awal yang bersifat lisan terhadap pegawai negeri.

C. INDONESIA

Selanjutnya kita akan membahas kelembagaan anti korupsi di Indonesia.

Upaya-upaya pemberantasan korupsi di Indonesia pada dasarnya dimulai sejak tahun

1957. Dalam perjalanannya, upaya-upaya tersebut merupakan sebuah proses

pelembagaan yang cukup lama dalam penanganan korupsi. Tercatat paling tidak ada

CVC

Commissioners for Departmental Inquiries/CDI

Chief Technical Examiners/CTE

Secretariat

Page 87: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 72

tujuh upaya pemberantasan yang berskala besar sejak tahun 1957 sampai dengan

tahun 2002. Lima di antaranya dilakukan sebelum masa reformasi politik pada saat

berakhirnya pemerintahan Orde baru. Upaya-upaya tersebut adalah :

1. Operasi militer khusus dilakukan pada tahun 1957 untuk memberantas

korupsi di bidang logistik.

2. Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) pada tahun 1967 dibentuk dengan

diberikan mandat utama untuk melaksanakan pencegahan dan

pemberantasan.

3. Pada tahun 1970 dibentuk tim advokasi yang lebih dikenal dengan nama

Tim Empat yang bertugas memberikan rekomendasi. Sayangnya

rekomendasi yang dihasilkan tidak sepenuhnya ditindak lanjuti.

4. Operasi Penertiban (Opstib) dibentuk pada tahun 1977 untuk memberantas

korupsi melalui aksi pendisiplinan administrasi dan operasional.

5. Pada tahun 1987 dibentuk Pemsus Restitusi yang khusus menangani

pemberantasan korupsi di bidang pajak.

6. Pada tahun 1999 dibentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi (TGPTPK) di bawah naungan Kejaksaan Agung. Di tahun yang

sama pula dibentuk Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN)

7. Pada tahun 2002 dibentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di mana

KPKPN melebur dan bergabung di dalamnya.

Sejak tahun 2002, KPK secara formal merupakan lembaga anti korupsi yang

dimiliki Indonesia. Pembentukan KPK didasari oleh Undang-Undang No. 30 Tahun

2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Sesuai dengan undang-undang

tersebut, KPK memiliki tugas melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang

melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; supervisi terhadap instansi yang

berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; melakukan

penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi;

melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan melakukan

monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara. Sementara itu,

kewenangan yang dimiliki oleh KPK adalah mengkoordinasikan penyelidikan,

penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi; menetapkan sistem pelaporan

Page 88: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 73

dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi; meminta informasi tentang

kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait;

melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang

melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan meminta laporan instansi

terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.

Dengan tugas dan kewenangan yang dimilikinya, KPK merupakan ujung

tombak pemberantasan korupsi di Indonesia. Sehubungan dengan hal ini, visi KPK

adalah "Mewujudkan Indonesia yang Bebas Korupsi". Visi ini menunjukkan suatu

tekad kuat dari KPK untuk segera dapat menuntaskan segala permasalahan yang

menyangkut Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Pemberantasan korupsi

memerlukan waktu yang tidak sedikit mengingat masalah korupsi ini tidak akan

dapat ditangani secara instan, namun diperlukan suatu penanganan yang

komprehensif dan sistematis. Sedangkan misi KPK ialah "Penggerak Perubahan

untuk Mewujudkan Bangsa yang Anti Korupsi". Dengan pernyataan misi tersebut

diharapkan bahwa komisi ini nantinya merupakan suatu lembaga yang dapat

"membudayakan" anti korupsi di masyarakat, pemerintah dan swasta di Indonesia.

Dari aspek organisasi sesuai dengan Lampiran Keputusan Pimpinan KPK

No. KEP-07/KKPK02/2004 Tanggal 10 Pebruari 2004, KPK dipimpin oleh seorang

Ketua dan terdiri dari Deputi Bidang Pencegahan, Deputi Bidang Penindakan, Deputi

Bidang Informasi dan Data, Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan

Masyarakat, dan Sekretariat Jenderal. Untuk lebih jelasnya mengenai struktur

organisasi KPK dapat dilihat pada gambar berikut.

Page 89: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 74

Gambar 4.5

Struktur Organisasi KPK Indonesia

Namun demikian, kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan

kasus-kasus korupsi di Indonesia bukan hanya terletak di KPK saja. Saat ini lembaga

Kepolisian dan Kejaksaan juga memiliki wewenang yang sama dalam hal

penyelidikan dan penyidikan. Sedangkan Kejaksaan memiliki kewenangan

melakukan penuntutan di pengadilan. Tersebarnya kewenangan di sejumlah lembaga

ini memiliki konsekuensi tertentu yang dapat berimplikasi positif maupun negatif.

Implikasi positifnya antara lain adalah kasus-kasus korupsi dapat cepat ditangani

tanpa harus menunggu tindakan dari suatu lembaga tertentu. Masyarakat juga dapat

melaporkan indikasi kasus dugaan korupsi kepada lembaga-lembaga terkait baik itu

KPK, Kepolisian maupun Kejaksaan. Namun demikian, hal tersebut juga berimplikasi

negatif yaitu terjadinya perbedaan interpretasi terhadap satu kasus korupsi. Dimana

masing-masing lembaga memiliki persepsi yang berbeda, contohnya penuntutan yang

Page 90: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 75

diajukan oleh masing-masing lembaga di peradilan tidak seragam. Masing-masing

memiliki argumennya sendiri-sendiri sehingga terkadang putusan hukuman di

lembaga peradilan atas kasus-kasus korupsi relatif kurang obyektif dan tidak

memuaskan rasa keadilan di masyarakat.

Terlepas dari efektivitas lembaga anti korupsi dalam memberantas korupsi di

suatu negara, keberadaan lembaga anti korupsi hingga saat ini masih menjadi

perdebatan pro dan kontra di masyarakat. Mereka yang mendukung menilai bahwa

lembaga anti korupsi—khususnya di negara-negara maju seperti Singapura dan Hong

Kong—secara empirik telah terbukti mampu menekan jumlah kasus korupsi dan

memberikan efek jera bagi para koruptor lainnya dengan memperbesar “cost” bagi

seseorang yang mencoba melakukan korupsi dibandingkan dengan “keuntungan”

yang bisa mereka peroleh. Hukuman penjara dan pengembalian hasil korupsi (asset

recovery) kepada negara serta sanksi sosial yang keras terbukti efektif dalam

memberantas korupsi. Pemisahan lembaga anti korupsi dari institusi generik lainnya

seperti kepolisian atau pun kejaksaan, menjadikan lembaga ini mampu bekerja secara

independen, profesional, dan obyektif sehingga konflik kepentingan dapat

diminimalisir sekecil mungkin. Namun demikian, tidak sedikit pula kalangan yang

menolak keberadaan lembaga ini. Alasan yang pada umumnya disampaikan adalah

inefisiensi kelembagaan, karena pada dasarnya korupsi dapat dikategorikan sebagai

tindak pidana biasa seperti lazimnya tindak kriminal lainnya. Mereka beranggapan

bahwa lembaga kepolisian dan kejaksaan sudah cukup mampu untuk menangani

kasus-kasus korupsi yang terjadi. Singkatnya mereka berpendapat korupsi bukanlah

suatu kejahatan yang luar biasa, sehingga tidak perlu penanganan yang luar biasa

pula. Keberadaan lembaga anti korupsi juga menambah beban anggaran negara,

sementara hasil kerjanya masih diragukan efektivitasnya. Dari kedua pendapat

tersebut, terlihat bahwa masing-masing memiliki argumen sendiri-sendiri.

Keberhasilan dan kegagalan suatu lembaga anti korupsi tentu saja dipengaruhi oleh

sejumlah faktor. Terkait dengan hal ini, Alan Doig, David Watt, dan Roberts William

sebagaimana yang dikutip oleh KPK (2006) dalam studinya mengidentifikasi

beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan lembaga anti

korupsi, sebagaimana yang terlihat pada tabel berikut.

Page 91: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 76

Tabel 4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan dan Kegagalan

Suatu Lembaga Anti Korupsi

Faktor Keberhasilan Faktor Kegagalan

1. Adanya dukungan politik 1. Tidak ada komitmen politik 2. Lembaga anti korupsi merupakan

bagian dari strategi pemberantasan korupsi yang komprehensif serta mendapat dukungan yang efektif dan komplementer dari lembaga publik

2. Kontra produktif terhadap pertumbuhan ekonomi

3. Ekonomi yang stabil dan program pembangunan selalu terfokus pada pengurangan peluang korupsi.

3. Secara umum pemerintah gagal membangun institusi di negaranya

4. Didukung oleh anggaran yang memadai dan staf yang kompeten

4. Penerapan hukum terhadap korupsi kurang mendorong, tidak efektif, dan ambigu

5. Memiliki visi dan misi yang jelas. Visi dan misi ini ditunjang pula oleh perencanaan bisnis, pengelolaan anggaran dan pengukuran kinerja yang baik.

5. Tidak fokus, banyak tekanan, tidak ada prioritas dan tidak didukung oleh struktur organisasi yang memadai

6. Adanya kerangka hukum yang kuat termasuk “rule of law”-nya dan dibekali oleh kekuatan hukum yang kuat sehingga dapat menunjang kegiatan penindakan dan pencegahan

6. Lembaga anti korupsi dikatakan gagal apabila terlihat sebagai organisasi yang tidak efisien dan efektif serta tidak sesuai dengan harapan banyak pihak

7. Bekerja secara independen dan bebas dari pengaruh kepentingan

7. Rendahnya kepercayaan publik

8. Pimpinan dan seluruh jajarannya memiliki standar integritas yang tinggi

9. Melibatkan masyarakat dan memperhatikan persepsi yang berkembang

Sumber: KPK (2006)

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa keberadaan lembaga

anti korupsi bukanlah solusi akhir bagi pemberantasan korupsi di suatu negara.

Lembaga anti korupsi harus didukung oleh komitmen dari semua pihak tanpa

terkecuali, anggaran serta SDM yang memadai dan profesional, independen, bebas

dari berbagai konflik kepentingan, dan landasan hukum yang memberikan

kewenangan penuh bagi lembaga tersebut untuk melakukan langkah-langkah yang

dianggap perlu dalam menyelidiki kasus-kasus korupsi.

Page 92: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 77

Meskipun demikian, keberadaan lembaga anti korupsi memiliki nilai yang

sangat strategis dan politis bagi pemerintahan suatu negara. Saat ini persoalan

korupsi bukan hanya menjadi isu lokal, melainkan sudah menjadi isu internasional.

Bagi negara-negara berkembang, keberhasilan menekan angka korupsi merupakan

sebuah prestasi tersendiri. Hal ini akan berdampak pada arus investasi asing yang

masuk ke negara tersebut. Negara dengan tingkat korupsi yang tinggi tentunya akan

kehilangan daya saing dalam merebut modal asing yang sangat dibutuhkan negara

berkembang. Negara-negara maju dan lembaga-lembaga donor internasional sangat

menaruh perhatian terhadap peringkat korupsi yang dikeluarkan oleh lembaga survei

internasional seperti Transparency Internasional dan PERC. Kedua lembaga ini

secara konsisten melakukan penelitian dan mengumunkan peringkat negara terkorup

dan terbersih setiap tahunnya. Oleh karena itu, keseriusan pemerintah dalam

memberantas korupsi tercermin dari adanya lembaga anti korupsi di negara tersebut.

Meskipun demikian, keberadaaan lembaga anti korupsi tentu saja tidak terlepas dari

kelebihan dan kelemahannya. UNODC sebagaimana yang disarikan oleh KPK (2006)

menjelaskan sejumlah kelebihan dan kelemahan dari adanya lembaga anti korupsi di

suatu negara.

Tabel 4.3

Kelebihan dan Kelemahan dari Pembentukan Lembaga Anti Korupsi

Kelebihan Kelemahan

• Dapat terus mengingatkan/menekan pemerintah untuk secara serius melakukan upaya pemberantasan korupsi

• Menghasilkan lembaga dengan tingkat keahlian yang khusus

• Sebagai lembaga baru dapat membangun sistem baru yang terbebas dari pengaruh korupsi

• Dapat dijadikan contoh bagi lembaga lain, terutama institusi penegak hukum, sehingga menjadi “trigger mechanism” bagi lembaga penegak hukum yang telah ada

• Mempunyai kredibilitas yang lebih besar

• Dapat dilengkapi dengan sistem

• Beban biaya tambahan bagi negara • Akan terjadi persaingan antara

lembaga penegak hukum yang telah ada, sehingga akan menyulitkan dalam berkoordinasi

• Dapat berakibat restrukturisasi terhadap lembaga lain yang telah ada

Page 93: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 78

perlindungan keamanan yang lebih baik dalam menjalankan fungsinya

• Lembaga Anti Korupsi dapat melakukan rekrutmen secara obyektif untuk mendapatkan sumber daya manusia dengan kualitas dan integritas yang lebih baik

• Dapat mendisain sendiri muatan pendidikan dan pelatihan yang cocok dengan lingkungan yang dinamis

• Lebih jelas dalam menilai perkembangannya, tingkat kegagalan dan kesuksesannya

Sumber: KPK (2006)

Memperhatikan hasil penelitian yang telah dilakukan KPK mengenai kelebihan

dan kelemahan adanya lembaga anti korupsi di suatu negara di atas, dapat

disimpulkan bahwa keberadaan lembaga anti korupsi memilki banyak kelebihan

dibandingkan dengan kelemahannya. Oleh karena itu, keberadaan lembaga anti

korupsi merupakan suatu keharusan dan salah satu syarat keberhasilan strategi

pemberantasan korupsi. Bagaimana pun juga, kita perlu mengantisipasi kelemahan-

kelemahan yang ditimbulkan agar keberadaan lembaga ini tidak menjadi suatu

langkah surut dalam memberantas korupsi.

Dari tabel di atas, kita dapat melihat beberapa kelemahan-kelemahan seperti

bertambahnya anggaran negara, persaingan antar penegak hukum, dan

restrukturisasi lembaga lain. Kita akan membahas kelemahan-kelemahan tersebut

satu persatu. Adapun kelemahan yang pertama adalah meningkatnya anggaran

negara bagi lembaga anti korupsi merupakan suatu konsekuensi logis bagi

terbentuknya lembaga baru di lingkungan pemerintahan. Namun demikian, apabila

dibandingkan dengan jumlah anggaran yang dikorupsi, meningkatnya anggaran bagi

pembentukan lembaga anti korupsi akan jauh lebih kecil. Belum lagi apabila kita

memperhitungkan multiplier effect yang seharusnya terjadi dalam hal pelayanan

publik dan pembangunan ekonomi apabila anggaran negara tersebut tidak dikorup.

Lebih lanjut, sesuai dengan salah satu pasal UNCAC yaitu asset recovery, lembaga

anti korupsi akan lebih efektif dalam mengembalikan aset-aset yang telah dikorup

kepada negara. Kelemahan yang kedua yaitu persaingan antar penegak hukum akan

dapat dihindari dengan adanya aturan dan jelas dan tegas. Salah satu latar belakang

Page 94: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 79

dibentuknya lembaga anti korupsi yang independen adalah tidak efektifnya

pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh lembaga penegak hukum yang sudah

ada. Sehingga keberadaan lembaga anti korupsi harus dipahami sebagai suatu

kebutuhan dan keharusan untuk dapat segera menuntaskan kasus-kasus korupsi yang

menjadi sorotan banyak pihak. Pembentukan lembaga anti korupsi ini harus disertai

dengan penyusunan aturan main dalam bentuk peraturan perundang-undangan.

Aturan tersebut harus mengatur kewenangan apa saja yang dimiliki oleh masing-

masing lembaga penegak hukum terkait dengan kasus korupsi. Bahkan aturan

tersebut juga harus mampu menciptakan terjalinnya koordinasi yang sinergis dari

masing-masing lembaga tanpa melemahkan kewenangan yang dimiliki masing-

masing. Kemudian kelemahan yang ketiga adalah terjadinya restrukturisasi lembaga

lain. Pada umumnya sebelum terjadi restrukturisasi akan dilakukan audit yang

menyeluruh dan mendalam terhadap lembaga-lembaga penegak hukum terkait dalam

hal tugas dan fungsi, struktur organisasi, serta kewenangan. Apabila hasil audit

menyimpulkan perlunya dilakukan restrukturisasi guna meningkatkan efisiensi dan

efektivitas pemberantasan korupsi, maka seharusnya restrukturisasi diartikan sebagai

suatu perubahan positif dan bukti keseriusan pemerintah dalam memberantas

korupsi. Penolakan terhadap restrukturisasi—sepanjang hal itu memang harus

dilakukan—merupakan hal yang biasa dalam dinamika organisasi. Hal ini dapat

diredam dengan melakukan open recruitment kepada seluruh jajaran lembaga

penegak hukum terkait dan bahkan kepada khalayak umum untuk mengisi jabatan-

jabatan yang tersedia di lembaga anti korupsi secara adil, terbuka dan berbasis pada

kompetensi. Dengan mengantisipasi kelemahan-kelemahan tersebut, diharapkan

akan terbentuk suatu lembaga anti korupsi yang mendapat dukungan luas berbagai

pihak sehingga mampu melaksanakan tugas dan fungsinya secara profesional dan

obyektif.

Page 95: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 80

Bab V

Strategi Pencegahan

Tindak Korupsi

ebagai bagian dari strategi pemberantasan korupsi, faktor pencegahan

merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam memberantas perilaku

korupsi. Pencegahan korupsi diartikan sebagai langkah-langkah yang

ditempuh oleh pemerintah untuk mencegah, menghindari, dan menjaga agar perilaku

serta peluang korupsi dapat diminimalisir sekecil mungkin. Pencegahan juga

dimaksudkan untuk memberantas korupsi mulai sejak awal tanpa harus menunggu

seseorang berbuat korupsi. Hal ini didasari oleh pemahaman bahwa tindak kejahatan

korupsi dapat terjadi bukan saja disebabkan oleh besarnya “keuntungan” yang bisa

diambil oleh seseorang, akan tetapi juga dikarenakan oleh kecilnya “kerugian” yang

ditanggung para pelaku korupsi. Selain itu, korupsi juga dapat terjadi bukan hanya

karena muncul dari niat seseorang, namun faktor kesempatan sangat memainkan

peranan yang besar. Dengan memperkecil kesempatan atau peluang korupsi,

diharapkan korupsi dapat dicegah sedini mungkin sebelum korupsi itu sendiri terjadi.

Langkah-langkah pencegahan tindak korupsi di sejumlah negara sangat

beragam. GTZ (2005) dalam studinya mengenai pencegahan korupsi menyebutkan

bahwa untuk dapat menyusun langkah-langkah pencegahan yang tepat diperlukan

identifikasi awal untuk mengetahui aspek-aspek mana di dalam administrasi publik

yang memiliki kelemahan atau peluang terhadap tindak korupsi. Tanpa adanya

informasi awal tersebut, sangat sulit untuk menentukan langkah-langkah yang tepat

dan efektif. Oleh sebab itu, langkah-langkah pencegahan korupsi yang dilakukan di

beberapa negara memiliki sejumlah perbedaan yang didasari oleh karakteristik

korupsi dan kondisi lokal dari masing-masing negara. Pencegahan korupsi yang

S

Page 96: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 81

cukup efektif dilaksanakan di suatu negara tertentu tidak serta merta akan berhasil

apabila diterapkan di negara lain.

Langseth (1999) dalam papernya yang berjudul “Prevention: An Effective Tool

to Reduce Corruption” mengemukakan bahwa penanganan korupsi (khususnya di

negara-negara berkembang) memerlukan dukungan dari negara-negara donor

melalui kerjasama dengan seluruh insitusi pemerintah dan elemen-elemen

masyarakat negara yang bersangkutan. Pencegahan merupakan pendekatan yang

paling utama dalam membantu negara-negara berkembang untuk mengatasi korupsi,

membangun integritas dan pada akhirnya meningkatkan pelayanan publik dan

menciptakan lingkungan yang kondusif bagi dunia usaha.

Adapun apabila berdasarkan sektor, maka instrumen pencegahan korupsi yang

dibangun dalam strategi pemberantasan korupsi dapat diklasifikasikan sebagai

berikut:

Tabel 5.1

Instrumen Pencegahan Korupsi per Sektor

Sumber: OSCE, 2004: 155

Page 97: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 82

Dalam tabel tersebut di jelaskan salah satunya bahwa dalam sektor

masyarakat secara umum, maka instrumen pencegahan korupsi adalah mekanisme

pemilihan yang bertujuan untuk mencapai integritas dengan mengeliminir politisi

korup. Mekanisme ini tentu hanya bisa efektif apabila telah terdapat kesadaran

(awareness) dan level melek (literacy) masyarakat yang cukup baik. Kesadaran

politik warga akan hak-hak sipilnya akan sangat efektif dalam menyaring mana

politisi yang korup, dan mana yang tidak.

Di sektor parlemen, tentu instrmen utamanya adalah perundangan anti

korupsi yang mumpuni dan mampu memberi efek jera bagi para pelaku korupsi.

Perundangan anti korupsi ini dapat memberdayakan penegakkan anti korupsi.

Salah satu sektor penting lainya adalah korupsi di sektor pemerintah yang

harus dibenahi melalui mekanisme reformasi anti-korupsi dan mengadopsi peraturan

dan kebijakan integritas. Dengan instrumen ini maka diharapkan tercapai integritas

aparat pemerintah baik secara individu maupun kelembagaan di mata publik.

Berkenaan dengan fungsi yang melekat pada sektor pemerintah, yaitu sektor

pelayanan publik, maka instrumen yang dpat dikembangkan adalah kode etik

pelayanan yang bertujuan untuk membatasi praktik korupsi dan membersihkan

pelayanan dari petugas yang korup. Sama halnya dengan sektor pelayanan publik,

disektor bisnis pun perlu dkembangkan kode etik dalam berbisnis untuk menciptakan

iklim dan dunia usaha yang bebas dari praktik korupsi. Hal terpenting dari

pengejawantahan kode etik ini adalah menurunkan biaya ekonomi tinggi yang tidak

perlu.

Berbagai program dan pendekatan tentunya juga disesuaikan dengan kondisi

lokal setiap negara. Pendekatan pencegahan korupsi yang dilakukan oleh Singapura,

Hong Kong, India dan Indonesia juga memiliki sejumlah perbedaan dengan tingkat

efektivitas yang beragam.

A. SINGAPURA

Singapura sebagai salah satu negara yang berhasil menekan angka korupsi

bahkan disebut sebagai negara terbersih di Asia (peringkat 1 berdasarkan survei

PERC tahun 2006) memiliki strategi yang berbeda dengan negara-negara lain dalam

Page 98: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 83

memberantas korupsi. Strategi yang ditempuh Singapura dalam memberantas

korupsi disebut sebagai pilar strategi anti korupsi, memiliki empat fokus utama yaitu:

Effective Anti-Corruption Agency; Effective Acts (or Laws); Effective Adjudication;

dan Efficient Administration. Dimana keempat pilar di atas dilandasi oleh “strong

political will against corruption” dari pemerintah (Gambar 5.1).

Komitmen politik pemerintah yang tinggi dalam memberantas korupsi adalah

faktor utama dan terpenting dari keberhasilan Singapura dalam memberantas

korupsi. Selanjutnya, negara tersebut menyadari pentingnya membentuk lembaga

anti korupsi yang independen, memiliki kewenangan yang memadai, dan memiliki

integritas tinggi. Keberadaan peraturan perundang-undangan yang tegas dan jelas

mengenai korupsi juga sangat menentukan efektivitas lembaga anti korupsi dan

hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku korupsi. Kemudian administrasi

pemerintahan yang efisien merupakan outcomes dari efektifnya lembaga anti korupsi,

undang-undang, dan sanksi korupsi.

Gambar 5.1

Strategi Anti Korupsi Singapura

Seperti yang telah dijelaskan di bab-bab sebelumnya, aktor utama dalam

menangani korupsi di Singapura adalah Corrupt Practices Investigation Bureau

(CPIB). Dalam menjalankan perannya sebagai lembaga anti korupsi, CPIB memiliki

beberapa fungsi yaitu: menerima dan menyelidiki keluhan mengenai praktik-praktik

korupsi; menyelidiki penyimpangan dan kekeliruan pegawai negeri yang dapat

STRONG POLITICAL WILL

UNDANG-UNDANG ANTI KORUPSI

E F E K T I F

KOMISI ANTI KORUPSI

PERADILAN

ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

Page 99: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 84

dikategorikan sebagai korupsi; dan mencegah korupsi melalui pengujian standar dan

prosedur pelayanan publik untuk meminimalisir peluang-peluang untuk melakukan

praktik korupsi. Terkait dengan fungsi pencegahan, CPIB menempuh beberapa cara

yaitu:

1. Review of Work Methods. CPIB melakukan evaluasi di seluruh instansi

pemerintah dimana cara dan prosedur kerja ditingkatkan untuk

menghindari penundaan pemberian ijin atau lisensi dan mencegah pegawai

negeri menerima suap dari masyarakat untuk mempercepat proses

perijinan;

2. Declaration of Non-Indebtedness. Setiap pegawai negeri di Singapura

diharuskan untuk membuat pernyataan bahwa ia bebas dari hutang budi

yang terkait dengan uang (pecuniary embarrassment) setiap tahunnya. Hal

ini didasari keyakinan bahwa pegawai negeri yang memiliki hutang budi

dapat dengan mudah dieksploitasi oleh pihak lain dan memiliki kewajiban

tertentu yang menjadikannya tidak obyektif dalam melayani masyarakat.

Dengan demikian ia rentan untuk melakukan korupsi;

3. Declaration of Assets and Investments. Aturan ini mewajibkan setiap

pegawai negeri menyatakan kekayaan dan investasinya pada saat ia

diangkat menjadi pegawai negeri dan setiap tahunnya setelah menjadi

pegawai negari, termasuk pasangan dan anak-anaknya. Apabila seorang

pegawai negeri memiliki kekayaannya yang tidak sesuai dengan gajinya, ia

harus menjelaskan dari mana ia dapat memperolehnya. Selanjutnya apabila

ia memiliki sejumlah saham di perusahaan swasta, ia akan diminta untuk

mendivestasikan kepemilikannya untuk menghindari konflik kepentingan;

4. Non-Acceptance of Gifts. Pegawai negeri di Singapura dilarang untuk

menerima hadiah uang atau sejenisnya dari masyarakat yang dilayaninya.

Mereka juga dilarang untuk menerima suguhan hiburan. Pada kondisi

dimana mereka tidak mungkin menolaknya (seperti cinderamata dari

kunjungan resmi), mereka boleh menerimanya dan menyerahkan kepada

kepada departemen. Namun demikian, mereka dapat menyimpan

bingkisan tersebut apabila mereka membayar sesuai dengan nilai yang

ditaksir oleh official valuer yang ditunjuk oleh Departemen Keuangan;

Page 100: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 85

5. Public Education. Sebagai bagian dari upaya mencegah korupsi, CPIB

melakukan diseminasi mengenai buruknya dampak korupsi kepada

pegawai negeri, khususnya mereka yang bekerja di instansi-instansi

penegakan hukum dan mereka yang berpeluang untuk menerima suap dan

tindak korupsi lainnya, seperti perpajakan, bea cukai dan imigrasi.

Langkah-langkah pencegahan yang dilakukan di atas Pemerintah Singapura

pada dasarnya dilatarbelakangi oleh sejumlah kelemahan yang ada dalam

birokrasinya. Hubungan atau kontak langsung antara pegawai negeri sebagai ujung

tombak pelayanan publik dengan masyarakat sebagai pihak yang harus dilayani

merupakan kelemahan utama. Hubungan semacam ini menciptakan peluang korupsi

yang besar bagi para pegawai negeri. Oleh sebab itu, Singapura menerapkan

reformasi administrasi pemerintahan yang antara lain tertuang dalam pernyataan

motto yakni Integrity, Service, Excellence yang dipahami sebagai visi bersama oleh

seluruh jajaran instansi pemerintah mulai dari pimpinan hingga staf. Lebih lanjut

reformasi tersebut juga dilakukan melalui Public Services for the 21st Century (PS21)

Movement, yang pada intinya bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pemerintahan

dan memangkas birokrasi. Peran CPIB dalam menciptakan pelayanan publik yang

bersih salah satunya adalah memberikan rekomendasi dalam hal perekrutan,

promosi, dan pemberian penghargaan pegawai negeri.

Dalam kerangka PS21 Movement, Pemerintah Singapura menerapkan

sejumlah strategi yakni E-Government Action Plans (eGAP) yang diimplementasikan

pada tahun 2000-2006. Strategi eGAP tersebut pada prinsipnya bertujuan untuk

meminimalisir peluang korupsi dengan mendayagunakan teknologi informasi secara

elektronik sehingga kontak langsung antara penyedia layanan publik dengan

masyarakat dapat dikurangi. eGAP juga merupakan bagian dari konsep Integrated

Government (iGov) 2010. Upaya-upaya lain yang termasuk dalam eGAP adalah

eCitizen dan GeBIZ, dimana eCitizen dimaksudkan untuk menciptakan hubungan

antara pemerintah dan masyarakat melalui perangkat elektronik, sedangkan GeBIZ

adalah suatu proses pengadaan barang dan jasa (procurement) pemerintah melalui

internet.

Page 101: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 86

Selanjutnya guna memperbaiki profesionalisme dan kinerja aparat

pemerintah, Singapura mengeluarkan Government Instruction Manual. Aturan ini

mengatur perilaku dan disiplin pegawai negeri yang mencakup larangan menerima

hadiah, melakukan investasi di sektor swasta, dan membuat pernyataan bebas hutang

budi dengan siapa pun. Kemudian aturan tersebut juga melarang keterlibatan

kontraktor yang terbukti korupsi dalam proyek-proyek pemerintah, serta

memutuskan kontrak dengan pihak ketiga apabila terbukti terjadi praktik-praktik

korupsi.

Kemudian untuk meningkatkan kesadaran (awarness) terhadap korupsi, CPIB

Singapura secara aktif melakukan kampanye dan pendidikan anti korupsi bekerja

sama dengan Civil Service College (CSC) di seluruh instansi pemerintah. Peran serta

masyarakat juga dilibatkan dalam mengawasi pelayanan publik, membuat pengaduan

atas apabila ada indikasi tindak korupsi di instansi pemerintah, dan ikut mengawasi

jalannya peradilan kasus-kasus korupsi.

Hal lain yang tidak kalah penting dalam langkah pencegahan korupsi adalah

perbaikan kesejahteraan pegawai negeri (remunerasi). Pemerintah Singapura

menyadari bahwa kesejahteraan birokrat mempunyai pengaruh yang cukup besar

terhadap perilaku korupsi. Pegawai negeri seringkali tergoda untuk menerima suap

apabila penghasilan mereka tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Oleh karena itu, Pemerintah Singapura mengeluarkan kebijakan bahwa saat ini gaji

pegawai, khususnya pegawai baru (entry level) di sektor pemerintah sama besarnya

dengan sektor swasta. Tujuan lain dari kebijakan ini adalah memberikan insentif dan

menciptakan daya tarik bagi para sarjana lulusan terbaik untuk berkarir di instansi-

instansi pemerintah secara profesional. Kebijakan untuk memperbaiki remunerasi

tersebut memang tidak dilakukan secara cepat namun dengan cara bertahap dan

memiliki keterkaitan erat dengan angka korupsi yang berhasil dikendalikan

pemerintah. Skema keterkaitan ini dapat dilihat pada Gambar 5.2 berikut.

Page 102: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 87

Gambar 5.2

Keterkaitan antara Korupsi dengan Perbaikan Remunerasi

Pegawai Negeri

Meskipun dalam sejarahnya, CPIB memprioritaskan korupsi di sektor publik,

namun Prevention of Corruption Act juga memberikan kewenangan kepada CPIB

untuk melakukan penyelidikan korupsi di sektor swasta. Hal ini dipengaruhi oleh

kecenderungan yang terjadi di Singapura akhir-akhir ini yaitu menurunnya kasus-

kasus korupsi di sektor publik dan sebaliknya terjadi peningkatan kasus-kasus

korupsi di sektor swasta. Praktik-praktik korupsi di sektor swasta pada umumnya

melibatkan pembayaran atau penerimaan komisi secara ilegal atau sogokan yang

untuk beberapa kasus jumlahnya cukup besar. Sebagian pengusaha di Singapura

masih menganggap pembayaran dari komisi yang ilegal dapat diterima dalam praktik

bisnis. Komisi ilegal yang dimaksud mengacu pada jumlah komisi yang diterima

seorang pegawai melebihi dari jumlah yang dibolehkan/disetujui oleh perusahaan.

Aturan yang ada di Singapura mewajibkan perusahaan memberikan petunjuk yang

jelas bagi para pegawainya terkait dengan kebijakan menerima komisi sehingga

transaksi bisnis yang adil dan jujur dapat terjaga dan pada akhirnya juga akan

melindungi kepentingan perusahaan.

Terkait dengan praktik suap, undang-undang anti korupsi di Singapura

memberikan ancaman hukuman kepada seseorang yang memberikan atau menerima

uang suap adalah denda maksimal SG$ 100,000 atau hukuman kurungan maksimal 5

tahun atau keduanya. Pada praktiknya, pengadilan dapat memberikan hukuman

sesuai dengan jumlah uang suap yang diterima. Sanksi yang sama juga dapat

dijatuhkan kepada seseorang yang memberikan atau menerima uang suap atas nama

Efisiensi Anggaran

Pemerintah

Peningkatan Kualitas

Pelayanan Publik

Peningkatan Kepercayaan Masyarakat

Zero Tolerance thd Korupsi

Korupsi terkendali

Peningkatan Kesejahteraan

Pegawai Negeri

Page 103: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 88

orang lain. Secara empirik, hukuman ini sangat efektif memberikan efek jera dan

menekan angka korupsi. Bahkan pada beberapa kasus, sanksi sosial yang dijatuhkan

masyarakat jauh lebih berat dibandingkan pengadilan. Sejak CPIB dibentuk hingga

saat ini, tercatat sejumlah tersangka koruptor melakukan tindakan bunuh diri

sebelum diajukan ke pengadilan karena merasa malu kepada keluarganya dan takut

terhadap sanksi sosial dari masyarakat yang terkenal sangat tidak mentolerir

perbuatan korupsi.

B. HONG KONG

Selain Singapura, Hong Kong adalah salah satu role model dalam

pemberantasan korupsi. Menurut survei yang sama oleh PERC, Hong Kong

menempati urutan ke-3 negara terbersih di Asia setelah Jepang yang berada di

peringkat ke-2. Meskipun kedua negara yakni Singapura dan Hong Kong berhasil

mengatasi korupsi, namun pendekatan yang dilakukan relatif berbeda.

Strategi pemberantasan korupsi yang dimiliki Hong Kong memiliki tiga

pendekatan utama yaitu: prevention; investigation; dan education. Masing-masing

pendekatan memiliki tujuan dan sasaran yang berbeda. Pendekatan pertama yaitu

pencegahan dilakukan melalui legalisasi dan prosedur yang mengatur secara detil

mengenai definisi dan sanksi korupsi. Selanjutnya, pendekatan penyelidikan

merupakan langkah-langkah penindakan untuk memberikan efek jera bagi para

pelaku korupsi. Kemudian pendekatan pendidikan dimaksudkan untuk

meningkatkan kesadaran masyarakat akan haknya sebagai warga negara dan

kesadaran akan dampak negatif korupsi bagi kelangsungan pembangunan. Strategi

pemberantasan korupsi di Hong Kong dapat dilihat pada gambar berikut.

Page 104: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 89

Gambar 5.3

Strategi Pemberantasan Korupsi Hong Kong

Ujung tombak dari pemberantasan korupsi di Hong Kong adalah Independent

Commission Against Corruption (ICAC). Strategi ICAC dalam mengimplementasikan

pendekatan-pendekatan di atas pada dasarnya terbagi ke dalam tiga fase yaitu:

1. Periode 1974-1980-an: membangun kepercayaan dan legislasi.

2. Periode awal 1980-awal 1990-an: memberikan layanan dan informasi.

3. Periode awal 1990-an sampai sekarang: leadership, ownership, dan

partnership.

Pada fase pertama (1974-1980-an), ICAC baru saja terbentuk dan mengalami

tantangan yang cukup besar terutama dari masyarakat yang meragukan efektivitas

lembaga ini karena permasalahan korupsi di Hong Kong sudah sangat parah dan

terjadi hampir di semua kalangan birokrat. Berkenaan dengan hal ini, pendekatan

pertama yang dilakukan ICAC ialah dengan membangun kepercayaan baik dari

masyarakat maupun kalangan pemerintah sendiri. Kepercayaan ini lambat laun dapat

terbentuk dari hasil kerja dan keseriusan yang ditunjukkan ICAC dalam menangani

kasus-kasus korupsi yang besar dan menyedot perhatian masyarakat luas. Setelah

kepercayaan terbangun, ICAC selanjutnya melakukan sosialisasi peraturan

perundang-undangan terkait dengan korupsi meliputi Independent Commission

Against Corruption Ordinance, Prevention of Bribery Ordinance, dan Elections

(Corrupt and Illegal Conduct) Ordinance.

STRATEGI PEMBERANTASAN

KORUPSI

PREVENTION/ PENCEGAHAN

INVESTIGATION/ PENYELIDIKAN

EDUCATION/ PENDIDIKAN

LEGISLASI & PROSEDUR

PENINDAKAN & EFEK JERA

KESADARAN AKAN HAK

WARGA

KESARADAN AKAN DAMPAK

KORUPSI

Page 105: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 90

Fase kedua yaitu awal 1980-an-awal 1990-an merupakan fase dimana

pencegahan tindak korupsi merupakan fokus yang utama. Pendekatan yang dilakukan

oleh ICAC pada periode ini adalah menyediakan pelayanan rutin ke departemen-

departemen yang ada di Hong Kong, dan menyiapkan informasi/kurikulum mengenai

tindak korupsi. Staf ICAC secara rutin melakukan kunjungan dan penyuluhan-

penyuluhan guna menjelaskan pengertian dan berbagai bentuk korupsi serta

menumbuhkan kesadaran anti korupsi. Di samping itu berbagai kegiatan workshop,

seminar, maupun pelatihan-pelatihan tentang tindak korupsi juga secara aktif

dilaksanakan.

Sedangkan pada awal 1990-an sampai sekarang yang merupakan fase ketiga,

ICAC melakukan pendekatan yang dikenal dengan leadership, ownership, dan

partnership. Pendekatan ini merupakan perpaduan penanganan korupsi melalui

keteladanan para pimpinan institusi pemerintah, menumbuhkan rasa memiliki para

pegawai terhadap institusi, serta membangun kemitraan antar insitusi pemerintah.

Pada periode ini terdapat tiga program yang cukup signifikan yaitu: (i) Civil Service

Integrity Programme (1999-2001); (ii) Civil Service Integrity Entrenchment

Programme (2004-2006); dan (iii) Ethical Leadership Programme.

Civil Service Integrity Programme (CSIP) merupakan program yang bertujuan

untuk menciptakan integritas pegawai negeri yang tinggi sesuai tuntutan dan

perkembangan zaman. Untuk mendukung kegiatan program dibentuklah satuan

tugas (task force) yang mengunjungi 67 departemen di Hong Kong selama dua tahun.

Fokus dari satgas ini meliputi laporan korupsi, kasus disipliner, dan masalah-masalah

umum yang dihadapi setiap departemen dengan memberikan pedoman

penyelenggaraan dan disiplin. Sementara itu, pelatihan-pelatihan diberikan dengan

metode tailor-made, pendekatan studi kasus, dan bantuan visual. Pelatihan tersebut

ditujukan bagi pegawai-pegawai negeri baik baru maupun lama. Sedangkan topik-

topik yang dibahas dalam pelatihan mencakup undang-undang korupsi, korupsi saat

ini, penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi, penggunaan kewenangan,

konflik kepentingan, dan laporan korupsi.

CSIP dalam perkembangannya mendapatkan respon yang positif dari seluruh

departemen yang menjadi obyek pelatihan. Pemahaman dan kepedulian para pegawai

mengenai korupsi meningkat, sehingga praktik-praktik yang selama ini tidak disadari

Page 106: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 91

atau diklasifikasikan sebagai korupsi mengalami penurunan. Menindaklanjuti

keberhasilan CSIP, Pemerintah Hong Kong, khususnya ICAC membuat program

lanjutan yang disebut dengan Civil Service Integrity Entrenchment Programme

(CSIEP), juga selama dua tahun. Keberadaan satuan tugas masih menjadi ujung

tombak dalam CSIEP. Di samping itu, pada program lanjutan ini seluruh departemen

di Hong Kong ikut terlibat. Kemudian isu-isu integritas yang menjadi topik utama

kembali ditegaskan dalam program ini.

Program lainnya yang cukup signifikan terhadap penanganan korupsi di Hong

Kong adalah Ethical Leadership Programme (ELP). Pada program ELP dilakukan

pembentukan jaringan petugas etik dan asisten petugas etik dari seluruh departemen

yang ada. Hal ini dimaksudkan untuk mempromosikan budaya etik di lingkungan

instansi pemerintah dalam jangka waktu panjang. Budaya etika selanjutnya

disempurnakan dengan penyusunan rencana manajemen integritas di setiap

departemen. Departemen-departemen yang terlibat dalam program ini juga saling

berbagi informasi terkait dengan isu integritas secara reguler. Sedangkan ICAC

memberikan dukungan dan pelayanan yang berkelanjutan.

Untuk menguji kinerjanya ICAC melakukan survei tahunan terhadap toleransi

publik terhadap korupsi di pemerintahan. Pada tahun 2006, skor yang diperloeh

adalah 1,1. Skala nilai adalah 0-10, dimana 0 mewakili penolakan total dan 10

mewakili toleransi total. Survey tersebut melibatkan 1.500 warga Hong Kong melalui

random sampling, dilaksanakan pada akhir tahun 2006 oleh lembaga penelitian

profesional dan dipanitiai oleh ICAC.

C. INDIA

Setelah mengamati dua negara yang menjadi role model pemberantasan

korupsi di Asia, selanjutnya kita akan membahas strategi India dalam menangani

korupsinya. India merupakan negara yang sedikit banyak memiliki kemiripan dengan

Indonesia antara lain dari segi cakupan wilayah dan jumlah penduduk. Dengan

demikian, tantangan kedua negara dalam menghadapi suatu persoalan—termasuk

korupsi—dapat dikatakan relatif sama.

Page 107: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 92

Seperti yang sudah dijelaskan di bagian awal bab ini, bahwa strategi dari

masing-masing negara dalam memberantas korupsi adalah berbeda satu dengan

lainnya. Perbedaan tersebut dilatarbelakangi oleh karakteristik dan tantangan yang

dihadapi oleh setiap negara juga berbeda. Strategi yang dilakukan dalam menangani

korupsi di India adalah :

1. Perbaikan Pelayanan Dasar

Pelayanan dasar merupakan isu penting dalam penyelenggaraan pemerintahan di

India. Selain karena berhubungan langsung dengan kepentingan rakyat banyak,

juga menyangkut kredibilitas pemerintah yang berkuasa. Strategi dalam perbaikan

pelayanan dasar adalah

a. Lebih kompetitif, yaitu menumbuhkan situasi “persaingan” antar jenis

pelayanan untuk memacu kinerja pelayanan yang lebih baik.

b. Penyederhanaan prosedur, yaitu dengan memangkas berbagai tingkatak

birokrasi sehingga mempermudah dan mendekatkan pelayanan kepada

masyarakat.

c. Insentif, sebagai stimulan untuk memacu pegawai agar dapat meningkatkan

kinerja kesehariannya.

d. Transparansi, yaitu membuka akses publik yang lebih luas, sehingga seluruh

proses pemberian layanan publik dapat diketahui secara terbuka oleh

masyarakat.

e. Penggunaan Teknologi Informasi, adalah salah satu upaya untuk

meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan. India dengan jumlah

populasi di atas 1 milyar memerlukan teknologi informasi untuk mengatas

kendala geografis dan keterjangkauan penduduk ke seluruh penjuru negeri.

2. Hukuman yang efektif

Hukuman yang dimaksud didukung dengan adanya The Prevention of Corruption

Act, 1988 dan The Criminal Law (Amendment) Ordinance, 1944.

3. Peran masyarakat (hak untuk memperoleh informasi), dengan dikeluarkannya

RTI (Right To Information Act) pada tahun 2005, telah menjamin pentingnya

peran masyarakat terutama dalam mewujudkan hak untuk mengakses informasi.

4. Peran lembaga swadaya masyarakat dalam mengawasi perilaku para pejabat

pemerintah terkait dengan penyalahgunaan wewenang.

Page 108: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 93

D. INDONESIA

Sedangkan Indonesia menempuh strategi pemberantasan korupsi melalui 3

(tiga) pendekatan yaitu: sistem; regulasi; dan institusional. Pendekatan tersebut

didasarkan pada keterkaitan antara elemen-elemen (pelaku) dalam pemberantasan

korupsi yang ada di Indonesia. Meskipun demikian, pemberantasan korupsi di

Indonesia lebih mengedepankan pada aspek penindakan (ex post facto) dibandingkan

dengan pencegahan (ex ante). Strategi Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.2

Strategi Pemberantasan Korupsi di Indonesia

Eksekutif + Legislatif

Kebijakan + Aturan Hukum

KPK

1. Trigger

Mechanism

2. Supervisi

3. Koordinasi

4. Pencegahan

5. Penyidikan

6. Penuntutan

Kepolisian

1. Penyelidikan

2. Penyidikan

Kejaksaan

1. Penyidikan

2. Penuntutan

3. Eksekutor

Pengadilan

1. Putusan

2. Pengawasan

eksekusi

Masyarakat + NGO’s + Swasta

1. Pencegahan

2. Pelapor

3. Pengawasan Eksternal

Sumber: Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), 2007

Pendekatan Sistem yang ditempuh Pemerintah Indonesia mencakup:

pencegahan; penegakan hukum; dan kerjasama. Pendekatan Regulasi dalam

memberantas korupsi meliputi: pengesahan Undang-Undang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi (Tipikor); Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK);

Page 109: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 94

penyusunan Rancangan Undang-Undang Pengadilan Tipikor; dan ratifikasi United

Nations Convention Against Corruption (UNCAC). Sedangkan Pendekatan

Institusional terdiri dari: pembentukan institusi independen; pembentukan institusi

yang bersifat koordinatif; dan pembentukan pengadilan khusus.

Upaya-upaya lain yang ditempuh Pemerintah Indonesia dalam mencegah

korupsi mencakup reformasi birokrasi yang menekankan keterbukaan, kesempatan

yang sama dan transparansi dalam rekrutmen pegawai negeri, kontrak, retensi dan

proses promosi termasuk remunerasi dan diklat. Selanjutnya pemerintah juga

memprioritaskan reformasi sektor pengadaan barang dan jasa yang rentan dengan

praktik-praktik korupsi. Kemudian menetepkan peraturan perundang-undangan

mengenai anti pencucian uang. Perjanjian ekstradisi juga menjadi hal yang erat

kaitannya dengan penanganan kasus-kasus korupsi. Disinyalir bahwa sejumlah

tersangka koruptor di Indonesia (khususnya kasus BLBI) melarikan hasil

kejahatannya ke luar negeri. Sehingga pemerintah memandang penting untuk

melakukan perjanjian ekstradisi dengan beberapa negara. Hingga saat ini tercatat

sejumlah perjanjian ekstradisi telah ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia

dengan beberapa negara lain seperti Malaysia (tahun 1975), Filipina (tahun 1976),

Thailand (tahun 1978), dan terakhir Singapura (tahun 2007).

Perjanjian ekstradisi antara Indonesia-Singapura sebenarnya telah diinisiasi

sejak lama, akan tetapi baru pada tahun 2007 perjanjian ekstradisi berhasil

disepakati oleh kedua negara. Namun demikian perjanjian ini menimbulkan sikap pro

dan kontra di kalangan DPR dan masyarakat luas. Dalam sejarahnya, perjanjian

esktradisi Indonesia-Singapura dilatarbelakangi oleh kegagalan POLRI dan

Kejaksaan RI membawa pulang buronan dari Singapura di tahun 1990-an, sehingga

pemerintah kembali menggagas perjanjian ekstradisi secara lebih serius. Pada

Januari 2005, Pemerintah Indonesia kembali melakukan negosiasi dengan Singapura

mengenai hal ini dan akhirnya pada pertemuan tingkat tinggi yang dilaksanakan di

Bali pada bulan April 2007 ditandatangilah sejumlah perjanjian bilateral mencakup:

perjanjian ekstradisi, perjanjian kerjasama pertahanan, dan implementing

agreement. Perjanjian kerjasama pertahanan inilah yang kemudian menjadi pro dan

kontra di kalangan anggota DPR dan masyarakat.

Page 110: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 95

Dalam perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura tersebut terdapat sejumlah

poin-poin yang menganut prinsip-prinsip yang berlaku secara internasional dan telah

dibakukan dalam UNCAC. Poin-poin tersebut antara lain menjelaskan bahwa jenis-

jenis tindak pidana kejahatan yang dapat diekstradisikan oleh Indonesia atau

Singapura, antara lain adalah tindak pidana di bidang ekonomi termasuk korupsi,

penyuapan, pemalsuan uang, kejahatan perbankan; Pelanggaran hukum perusahaan

dan hukum kepailitan; dan Kejahatan tindak pidana yang melanggar hukum

mengenai keuntungan yang diperoleh dari hasil korupsi. Perjanjian ini berlaku surut

(retrospective) dan dapat mencakup tindak kejahatan yang dapat diekstradisikan 15

tahun sebelum perjanjian berlaku. Kemudian perjanjian ini menjangkau pelaku

tindak kejahatan dari kedua negara yang melarikan diri dari wilayah yurisdiksi kedua

negara tersebut. Penentuan kewarganegaraan pelaku tindak pidana ditentukan pada

saat tindak pidana dilakukan.

Namun demikian, meskipun beberapa pendekatan dalam memberantas

korupsi telah diupayakan oleh Pemerintah Indonesia, termasuk juga

penandatanganan perjanjian ekstradisi dengan sejumlah negara, masih terdapat

kekurangan-kekurangan yang menyebabkan pemberantasan korupsi tidak jelas

arahnya serta masih terlalu kecil skala dan prioritasnya sehingga dampaknya belum

dapat memuaskan rasa keadilan masyarakat, khususnya kalangan dunia usaha dan

investor asing. Banyak tersangka kasus-kasus korupsi yang merugikan negara hingga

milyaran rupiah masih tidak tersentuh oleh hukum dan beberapa yang diadili malah

mendapatkan vonis bebas karena tidak cukup bukti. Berdasarkan studi yang

dilakukan MTI (2007), ditemukan sejumlah kelemahan dalam pendekatan

pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh pemerintah. Kelemahan-kelemahan

yang terkait dengan sistem adalah belum terbentuknya sistem penanganan korupsi

yang terintegrasi, belum terwujudnya sistem pengembalian aset (asset recovery) atas

hasil-hasil kejahatan korupsi, belum terbentuknya sistem kerjasama penegak hukum

yang terkait dengan penanganan korupsi. Selanjutnya kelemahan-kelemahan dalam

regulasi adalah belum terciptanya harmonisasi perundang-undangan yang

komprehensif, dan tidak adanya realisasi atas Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang

Percepatan Pemberantasan Korupsi. Meskipun Badan Perencanaan Pembangunan

Nasional (Bappenas) telah menyusun Rencana Aksi Nasional (RAN) Pemberantasan

Page 111: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 96

Korupsi di sejumlah daerah di Indonesia, namun tindak lanjutnya masih belum

terlihat dan dirasakan oleh masyarakat. Kemudian, kelemahan-kelemahan yang

terkait dengan aspek institusional ialah belum optimalnya koordinasi antara institusi-

institusi yang menangani kasus korupsi, terjadinya tumpang tindih (overlapping)

kewenangan, dan tidak adanya prioritas penanganan kasus-kasus korupsi, khususnya

yang menjadi sorotan publik.

Page 112: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 97

Bab VI

Rekomendasi Kebijakan

A. MASALAH DALAM STRATEGI KEBIJAKAN PENANGANAN KORUPSI

DI INDONESIA

paya pemberantasan korupsi adalah sebuah pekerjaan rumah bagi semua

pihak, semua sektor dan seluruh komponen perumus kebijakan baik itu

pemerintah dan penyelenggara negara lainnya, tidak terkecuali anggota

masyarakat secara umum. Hal ini karena praktik korupsi bukan merupakan monopoli

perilaku dari pegawai atau pejabat pemerintah saja, tetapi merupakan justru perilaku

kolektif yang melibatkan hampir semua unsur dalam masyarakat. Sederhananya

supply tidak akan terjadi kalau tidak ada demand. Praktik korupsi hanya mungkin

terjadi apabila sistem formal memang mempunyai atau memberi celah/peluang ke

arah sana, selain didukung oleh perilaku stakeholder dan shareholder yang

komplementer.

Oleh karenanya persoalan mandeknya pemberantasan korupsi di Indonesia

pada dasarnya bersifat sangat kompleks, yaitu tidak hanya menyangkut konten

kebijakan dan penataan peraturan perundangan yang mengatur mengenai

pemberantasan korupsi itu sendiri, namun juga faktor-faktor lain yang berpengaruh

langsung pada rantai perumusan kebijakan itu sendiri.

Itikad politik yang kuat perlu menjadi landasan agar kebijakan pemberantasan

korupsi mendapat legitimasi yang cukup dan efektif. Namun sayangnya political will

masih lemah. Hal ini diindikasikan ketika penegakan hukum atas tindak pidana

korupsi yang melibakan kelompok elit dan nama besar akan sangat sulit

dilangsungkan.

U

Page 113: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 98

Sementara itu, dalam hal konten kebijakan, Indonesia sudah mempunyai

instrumen kebijakan pemberantasan korupsi yang relatif lengkap. Walaupun

demikian dalam uraian analisis dijelaskan beberapa kesenjangan isi perundangan kita

hukum dengan the United Nations Convention Against Corruption (UNCAC).

Kesenjangan ini dapat diatasi oleh antara lain perundangan kita yang dibuat lebih

akomodatif terhadap kerjasama bilateral dan multilateral dengan memberi celah atau

peluang untuk melakukan kerjasama dengan negara dan lembaga internasional.

Persoalan lain seputar kebijakan adalah pada tahapan implementasi kebijakan.

Implementasi kebijakan kerap kali menemui hambatan di lapangan terutama ketika

berbenturan dengan kepentingan golongan atau elit tertentu. Beberapa kasus

penegakan hukum yang menyeret nama besar menjadi mandek bahkan dipeti-eskan,

walaupun sudah terlanjur tercium dan di blow-up oleh media massa, Penegakkan

hukum masih dianggap tebang pilih sehingga mengabaikan prinsip equality before

the law.

Implementasi kebijakan yang selalu terhambat juga antara lain menyebabkan

wibawa hukum, pranata hukum dan instansi terkait menjadi lemah. Para pelaku

tindak pidana korupsi tidak mengalami efek jera setelah melewati proses hukum,

karena kewibawaan hukum yang tidak ada.

B. ALTERNATIF STRATEGI KEBIJAKAN PENANGANAN KORUPSI

Dari beberapa kelemahan tersebut di atas, maka kebijakan saat ini dapat

dikembangkan, dan diperkaya dengan beberapa alternatif kebijakan yang tidak hanya

melibatkan instrumen kebijakan menyangkut penegakan hukum, namun juga pada

kebijakan di tingkat sektor maupun pada tataran makro kebijakan.

Pendekatan carrot and stick adalah salah satu pendekatan yang memandang

penanganan korupsi secara hitam putih. Walaupun sangat kaku dalam implementasi,

namun seringkali efektif untuk menciptakan iklim kondusif dalam penegakan disiplin

aparatur. Dengan pendekatan kesejahteraan sebagaimana yang diterapkan di

Singapura, maka aparatur tidak diberi peluang untuk mencari pembenaran atas

tindak pidana korupsi yang dilakukannya. Pendapatan bersih (net take home pay)

yang layak diharapkan mampu memberikan garansi perilaku yang positif para

Page 114: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 99

aparatur dan menghindari segala bentuk penyimpangan. Pendapatan stick

diharapkan akan menimbulkan efek jera yang hebat pada para pelaku korupsi.

Singapura dan China telah menunjukkan praktek ini dengan tingkat keberhasilan

yang diakui.

Kebijakan terkait lain yang menjadi alternatif di luar kebijakan sektor adalah

menyangkut reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi ini tidak bisa hanya sebatas

jargon seperti yang selama ini banyak terjadi. Reformasi lebih banyak menjadi

wacana di forum-forum terbatas (elitis dan eksklusif) yang tidak berdampak langsung

kepada perubahan konkrit. Reformasi birokrasi harus menjadi leverage dalam

strategi pemberantasan korupsi, karena merupakan fondasi penting dalam

penyelenggaran negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Persoalan dalam pengejawantahan reformasi ini adalah dalam

penerjemahannya ke dalam kebijakan. Banyaknya sektor yang menjadi objek

reformasi menyebabkan pendekatan yang dilakukan tidak terintegrasi secara baik.

Parsialitas menjadi karakter dalam penyelenggaraan reformasi birokrasi ini.

Berkenaan dengan reformasi birokrasi ini, perlu adanya upaya menyangkut optimasi

kementerian dan lembaga pemerintah nondepartemen (LPND), melalui kebijakan

kelembagaan, sumber daya aparatur, dan kapasitas kelembagaan yang tidak tumpang

tindih.

Terkait dengan reformasi birokrasi dan prinsip carrot and stick di atas, maka

struktur penggajian memerlukan pembenahan serius. Struktur yang bersandar pada

merit system boleh jadi mampu memberikan jaminan kesejahteraan yang adil dan

proporsional.

Ketiga alternatif kebijakan di atas memerlukan usaha dan dana yang luar biasa

besar. Salah satu alternatif lain yang ditawarkan oleh Kwik Kian Gie adalah dengan

cara bertahap. Kesejahteraan yang layak tetap diberikan pada level elit di instansi

pemerintah, sehingga asumsinya tidak akan terjadi korupsi di level atas. Sementara

aparat pada level bawah, ”dibiarkan” untuk melakukan korupsi pada level kecil, yang

secara nominal tidak terlalu signifikan. Namun secara bertahap, setelah kemampuan

keuangan memungkinkan, maka kesejahteraan aparat di tingkat bawah juga harus

ditingkatkan. Untuk mengawal pendekatan ini, maka reward and punishment harus

tetap ditegakkan.

Page 115: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 100

C. POLICY ACTION DALAM PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN

PENANGANAN KORUPSI DI INDONESIA

Strategi pemberantasan harus dibangun didahului oleh adanya itikad kolektif,

yaitu semacam kemauan dan kesungguhan (willingness) dari semua pihak untuk

bersama-sama tidak memberikan toleransi sedikitpun terhadap perilaku korupsi.

Perilaku korupsi harus dicitrakan dan diperlakukan sebagai perilaku kriminal, sama

halnya dengan tindak kriminal lainnya, yang memerlukan penanganan secara hukum.

Di samping itu, keberhasilan penanganan korupsi di negara-negara lain juga

dipengaruhi oleh keberadaan lembaga anti korupsi yang kuat dalam menangani

pencegahan dan pemberantasan korupsi. Sebagai contoh, Singapura dan Hong Kong

hanya memiliki satu lembaga anti korupsi yang memiliki kewenangan penuh untuk

menyelidiki dan mengajukan tuntutan kasus-kasus korupsi.

Oleh karena itu, dalam mewujudkan sebuah strategi yang efektif, dibutuhkan

pemenuhan prasyarat sebagai berikut :

1. Didorong oleh keinginan politik serta komitmen yg kuat dan muncul dari

kesadaran sendiri

2. Menyeluruh dan seimbang

3. Sesuai dengan kebutuhan, ada target, dan berkesinambungan

4. Berdasarkan pada sumber daya dan kapasitas yang tersedia

5. Terukur

6. Transparan dan bebas dari konflik kepentingan

Berkenaan dengan political will serta komitmen yang harus dibangun, maka

perlu menegaskan kembali political will pemerintah, diantaranya melalui :

Penyempurnaan UU Anti Korupsi yang lebih komprehensif, mencakup

kolaborasi kelembagaan yang harmonis dalam mengatasi masalah

korupsi

Kontrak politik yang dibuat pejabat publik

Pembuatan aturan dan kode etik PNS

Pembuatan pakta integritas

Penyederhanaan birokrasi (baik struktur maupun jumlah pegawai)

Page 116: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 101

Penyempurnaan UU Anti Korupsi ini selain untuk menjawab dinamika dan

perkembangan kualitas kasus korupsi, juga untuk menyesuaikan dengan instrumen

hukum internasional. Saat ini isu korupsi tidak lagi dibatasi sekat-sekat negara,

namun telah berkembang menjadi isu regional bahkan internasional. Hal ini tidak

lepas dari praktik korupsi yang melibatkan perputaran dan pemindahan uang lintas

negara.

Adanya kewenangan yang jelas dan tegas yang diberikan oleh suatu lembaga

anti korupsi juga menjadi kunci keberhasilan strategi pemberantasan korupsi.

Tumpang tindih kewenangan di antara lembaga-lembaga yang menangani masalah

korupsi menyebabkan upaya pemberantasan korupsi menjadi tidak efektif dan

efisien.

Strategi pemberantasan korupsi harus juga bersifat menyeluruh dan seimbang.

Ini berarti bahwa strategi pemberantasan yang parsial dan tidak komprehensif tidak

dapat menyelesaikan masalah secara tuntas.

Berkenaan dengan hal itu maka, strategi pemberantasan korupsi harus

dilakukan secara adil, dan tidak ada istilah “tebang pilih” dalam memberantas

korupsi. Di samping itu penekanan pada aspek pencegahan korupsi perlu lebih

difokuskan dibandingkan aspek penindakan. Upaya pencegahan (ex ante) korupsi

dapat dilakukan, antara lain melalui:

Menumbuhkan kesadaran masyarakat (public awareness) mengenai

dampak destruktif dari korupsi, khususnya bagi PNS.

Pendidikan anti korupsi

Sosialisasi tindak pidana korupsi melalui media cetak & elektronik

Perbaikan remunerasi PNS

Adapun upaya penindakan (ex post facto) korupsi harus memberikan efek jera,

baik secara hukum, maupun sosial. Selama ini pelaku korupsi, walaupun dapat dijerat

dengan hukum dan dipidana penjara ataupun denda, namun tidak pernah

mendapatkan sanksi sosial.

Hukuman yang berat ditambah dengan denda yang jumlahnya

signifikan.

Page 117: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 102

Pengembalian hasil korupsi kepada negara.

Tidak menutup kemungkinan, penyidikan dilakukan kepada keluarga

atau kerabat pelaku korupsi.

Strategi pemberantasan korupsi harus sesuai kebutuhan, target, dan

berkesinambungan. Strategi yang berlebihan akan menghadirkan inefisiensi sistem

dan pemborosan sumber daya. Dengan penetapan target, maka strategi

pemberantasan korupsi akan lebih terarah, dan dapat dijaga kesinambungannya.

Dalam hal ini perlu adanya komisi anti korupsi di daerah (misalnya KPK berdasarkan

wilayah) yang independen dan permanen (bukan ad hoc).

Selain itu strategi pemberantasan korupsi haruslah berdasarkan sumber daya

dan kapasitas. Dengan mengabaikan sumber daya dan kapasitas yang tersedia, maka

strategi ini akan sulit untuk diimplementasikan, karena daya dukung yang tidak

seimbang. Dalam hal ini kualitas SDM dan kapasitasnya harus dapat ditingkatkan,

terutama di bidang penegakan hukum dalam hal penanganan korupsi. Peningkatan

kapasitas ini juga dilakukan melalui jalan membuka kerjasama internasional.

Keterukuran strategi merupakan hal yang tidak bisa dikesampingkan. Salah

satu caranya yaitu membuat mekanisme pengawasan dan evaluasi atas setiap tahapan

pemberantasan korupsi dalam periode waktu tertentu secara berkala. Selain itu juga,

dalam rangka penyusunan strategi yang terukur, perlu untuk melakukan survei

mengenai kepuasan masyarakat atas usaha pemberantasan korupsi yang telah

dilakukan pemerintahan.

Terakhir adalah bahwa sebuah strategi pemberantasan memerlukan prinsip

transparan dan bebas konflik kepentingan. Transparansi ini unutk membuka akses

publik terhadap sistem yang berlaku, sehingga terjadi mekanisme penyeimbang.

Warga masyarakat mempunyai hak dasar untuk turut serta menjadi bagian dari

strategi pemberantasan korupsi. Saat ini optimalisasi penggunaan teknologi

informasi di sektor pemerintah dapat membantu untuk memfasilitasinya. Strategi

pemberantasan juga harus bebas kepentingan golongan maupun individu, sehingga

pada prosesnya tidak ada keberpihakan yang tidak seimbang. Semua strategi berjalan

sesuai dengan aturan yang berlaku dan objektif.

Page 118: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

PKAI – Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik 103

Instrumen strategi pemberantasan lain yang menjadi bagian dari elemen

masyarakat adalah pers. Transparansi dapat difasilitasi dengan baik dengan adanya

dukungan media massa yang memainkan peranannya secara kuat. Dengan adanya

kebebasan pers, maka kontrol masyarakat dapat semakin ditingkatkan lagi.

Page 119: Strategi Penanganan Korupsi Di Negara-Negara Asia Pasifik

Daftar Pustaka

ADB/OECD “Anti-Corruption Initiative for Asia and the Pacific: Self Assessment

Report Singapore”

Amundsen, Inge (2000). “ Corruption: Definitions and Concepts” Chr. Michelsen

Institute Development Studies and Human Rights.

Drielsma, Hankes (2004). “Successful Anti-Corruption Strategies Around the Globe:

A Report for Lok Satta”. Makalah Online.

Ferdinandus, Lefianna Hartati (2006). “Korupsi dan Permasalahannya: Singapura

Sebagai Studi Kasus”. KBRI Singapura

GTZ (2005). “Preventing Corruption in Public Administration at the National and

Local Level: A Practical Guide”. GTZ, Eschborn

ICAC (2004). “Ethical Leadership in Action: Handbook for Senior Managers in the

Civil Service”. Hong Kong.

ICAC (2005). “ 2005 Annual Report”. Hong Kong.

Komisi Pemberantasan Korupsi (2006). “Identification of Gap between Laws /

Regulations of the Republic of Indonesia and the United Nations Convention

Against Corruption” KPK. Jakarta.

Langseth, Petter (1999). “Prevention: An Effective Tool to Reduce Corruption”. Paper

disajikan pada konferensi ISPAC tentang Responding to the Challenge of

Corruption, 19 November 1999, Milan.

Political & Economic Risk Consultancy-PERC (2006). “Corruption in Asia”. Asian

Intelligence. Hong Kong.

Tanzi, Vito (1998). “Corruption Around the World: Causes, Consequences, Scope, and

Cures”. IMF Staff Papers Vol. 45 No.4.

TI India, (2007). “Corruption in Trucking Operations in India”. Shriram Group,

MDRA & TI India. New Delhi.