STRATEGI PEMERINTAH DALAM PENANGANAN KONFLIK …
Transcript of STRATEGI PEMERINTAH DALAM PENANGANAN KONFLIK …
Skripsi
STRATEGI PEMERINTAH DALAM PENANGANAN KONFLIK
ANTARA (ASS DAN AMPSB) DI DESA BILA
Disusun dan Diusulkan Oleh :
FAHRUDDIN P. DEPPARAGA
Nomor Stambuk :105640232715
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
ii
STRATEGI PEMERINTAH DALAM PENANGANAN KONFLIK ANTARA
(ASS DAN AMPSB) DI DESA BILA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Ilmu Pemerintahan
Disusun dan Diajukan Oleh
Fahruddin P. Depparaga
Nomor Stambuk :105640232715
Kepada
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
iii
PERSETUJUAN
Judul Skripsi : Strategi Pemerintah Dalam Penanganan Konflik
Antara ASS dan AMPSB Di Desa Bila
Nama Mahasiswa : Fahruddin P. Depparaga
Nomor Stambuk : 105640232715
Program Studi : Ilmu Pemerintahan
Fakultas : Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Menyetujui:
Pembimbing I
Dr. Amir Muhiddin, M.Si
Pembimbing II
Dra. Hj. St. Nurmaeta, MM
Mengetahui :
Dekan
Fisipol Unismuh Makassar
Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos., M.Si
Ketua Jurusan
Ilmu Pemerintahan
Dr. Nuryanti Mustari, S.IP., M.Si
iv
PENERIMAAN TIM
Telah diterima oleh TIM penguji skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Muhammadiyah Makassar, berdasarkan surat keputusan/undangan menguji ujian skripsi
Dekan Fisipol Universitas Muhammadiyah Makassar, nomor : 0083/FSP/A.3-
VIII/II/41/2020 sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S.1) dalam
program studi Ilmu Pemerintahan di Universitas Muhammadiyah Makassar pada hari
Jumat tanggal 14 Februari 2020.
TIM PENILAI
Ketua Sekertaris
Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos.,M.Si Dr. Burhanuddin, S.Sos.,M.Si
Penguji :
1. Dr. Amir Muhiddin, M. Si (Ketua) (…………………………)
2. Dra .Hj. ST. Nurmaeta, MM (…………………………)
3. Dr. Nuryanti Mustari, S.IP., M.Si (…………………………)
4. Ahmad Taufik, S.IP., M.Si (…………………………)
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama Mahasiswa : Fahruddin P. Depparaga
Nomor Stambuk : 105640232715
Program Studi : IlmuPemerintahan
Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri tanpa
bantuan dari pihak lain atau telah ditulis/dipublikasikan orang lain atau melakukan
plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari
pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai
aturan yang berlaku,sekalipun itu pencabutan akademik.
Makassar , 10 Juli 2019
Yang Menyatakan
Fahruddin P. Depparaga
vi
ABSTRAK
Fahruddin P. Depparaga. Strategi Pemerintah Dalam Penanganan Konflik
Antara ASS dan AMPSB Di Desa Bila (dibimbing oleh Amir Muhiddin dan Hj. St.
Nurmaeta)
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Strategi Pemerintah Dalam
Penanganan Konflik Antara ASS dan AMPSB di Desa Bila. Untuk mengetahui
faktor pendukung dan penghambatStrategi Pemerintah Dalam Penanganan Konflik
Antara ASS dan AMPSB di Desa Bila. Jumlah informan dalam penelitian ini adalah
5 (lima) orang. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan tipe
Femonologi.Dalam penelitian ini terdiri dari data primer yang diperoleh melalui
wawancara dan observasi langsung di lapangan, sedangkan data sekunder diperoleh
dari data yang telah dikumpulkan peneliti melalui dokumen yang berkaitan dengan
penelitian.Hasil Penelitian menunjukkan bahwa adanya.(a)Memahami
Masalah,menujukkan bahwa untuk memahami masalah pemerintah dengan
menerima laporan dari warga bahwa kegiatan tambang ini di luar batas yang telah
di tentukan dan tidak di lengkapi dokumen perizinan tambang.(b)Merencanakan
Pemecahan dengan merencanakan melakukan kunjungan ke lapangan melihat
langsung kondisi di lokasi jika ditemukan kerusakan maka kami akan melaporkan
ke pihak berwajib selain itu melakukan investigasi oleh WALHI SulSel terkait
dampak yang di rasakan terkait dampak lingkungan ,dampak sosial dan dampak
ekonomi yang di alami masyarakat dan untuk sebagai kelengkapan dokumen
pelaporan ke kantor polisi. (c)Melaksanakan Rencana dengan melakukan diskusi
membahas perkembangan penambangan ilegal dan mendapatkan dukungan dari
kepala Desa dan Kepala Camat (d) Melihat Kembali bahwa belum ada tindakan
proses hukum dilakukan terkait pengerusakan lingkungan dan penambang yang
ilegal dan aktivitas tambang hanya terhenti sementara waktu serta tindakan
pemerintah setempat belum efektif dalam menyelesaikan masalah tersebut. Faktor
pendukung dan penghambat strategi pemerintah dalam penanganan konflik antara
(ASS dan AMPSB) di desa Bila bahwa faktor pendukung adanya bantuan dari
berbagai pihak yang siap mendampingi masyarakat seperti Kepala Camat,Kepala
Desa ,WALHI Sulsel dan Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia
(PBHI). Sedangkan yang menjadi faktor penghambat Strategi Pemerintah Dalam
Penanganan Konflik Antara ASS dan AMPSB di Desa Bila bahwa kurangnya
respon atau tanggapan Kapolres Sidrap dalam menindak lanjuti kasus tambang
ilegal ini.
Kunci :Konflik Penambangan.
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Strategi Pemerintah Dalam Penanganan Konflik Antara
Aliansi Senambang Sidarap dan Aliansi Masyarakat Peduli Sungai Bila (ASS dan
AMPSB)Di Desa Bila”.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat
dalam memperoleh gelar sarjana Ilmu Pemerintahan pada Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
Pada lembaran ini penulis hendak menyampaikan terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada kedua orang tua saya Alm.ibunda Hj.St . Farida S.Pd
dan ayahanda Ir. Abd Jaris Jafar atas segala kasih sayang, cinta, pengorbanan serta
do’a yang tulus dan ikhlas yang senantiasa beliau panjatkan kepada Allah SWT
sehingga menjadi pelita terang dan semangat yang luar biasa bagi penulis dalam
menggapai cita-cita, serta seluruh keluarga besar penulis yang selalu memberi
semangat dan dukungan disertai segala pengorbanan yang tulus dan ikhlas. Penulis
menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan
dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargan yang sebesar-besarnya kepada
yang terhormat, bapak Dr. Amir Muhiddin, M.Si selaku pembimbing Idan Dra. Hj. St.
Nurmaeta, MM selaku pembimbing II yang telah berkenan meluangkan waktu dan
tenaganya dalam membimbing dan memberikan petunjuk yang begitu berharga dari
awal persiapan penelitian hingga selesainya skripsi ini.
viii
Penulis juga tak lupa ucapkan terima kasih kepada:
Bapak Prof. Dr. H. Abd Rahman Rahim, S.E, M.M selaku Rektor
Universitas Muhammadiyah Makassar.Ibu Dr. Ihyani Malik, M.Si selaku Dekan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.Ibu
Dr. Nuryanti Mustari, S. IP., M. Si selaku Ketua Prodi Ilmu Pemerintahan yang
selama ini turut membantu dalam kelengkapan berkas hal-hal yang berhubungan
administrasi perkuliahan dan kegiatan akademik.Bapak dan Ibu dosen Ilmu
Pemerintahan yang telah menyumbangkan ilmunya kepada penulis selama
mengenyam pendidikan di bangku perkuliahan dan seluruh staf Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah banyak
membantu penulis.Pihak Kantor Kecamatan Pitu Riase Kabupaten Sidenreng
Rappang yang telah memberi izin kepada penulis untuk melakukan
penelitian.Kepada seluruh keluarga besar fisipol Universitas Muhammadiyah
Makassar, terutama kepada satu angkatan 2015 Ilmu Pemerintahan terkhusus kelas
G,. Janwar, Baso, Rifki, Musakkar, Aswar, Ardi, Cahya, Ayu, Innah, Egha, Nunu,
Riska, Dewi, Dillah, Elma, Kiki, Fatma, Rahma, Almukram, Siska, Aldi, Karmin,
Syakir, Fahrun, Wahyudi, Vista, Rizal, Wahdania, Akbar, Hamzah, Fani, dan
teman-teman Big Family BM, Big Family Jo’Ca ,Big Family Kusasi.
Sehubungan akhir tulisan ini penulis memohon maaf kepada semua pihak
atas segala kekurangan dan kehilafan, disadari maupun yang tidak disadari. Demi
kesempurnaan skripsi ini, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis
harapkan. Semoga karya skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan
yang berarti bagi pihak yang membutuhkan.
ix
Makassar, 17 Desember 2019
Fahruddin P. Depparaga
DAFTAR ISI
Halaman Sampul ................................................................................................ ii
x
Halaman Persetujuan ........................................................................................ iii
Halaman Penerimaan Tim ................................................................................ iv
Halaman Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ................................................. v
Abstrak ................................................................................................................ vi
Kata Pengantar ................................................................................................... vii
Daftar Isi ............................................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 7
C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 9
A. Konsep Strategi Pemerintah .................................................................... 9
B. Konsep Konflik ....................................................................................... 14
C. Bentuk Konflik ....................................................................................... 14
D. Konsep Pertambangan ............................................................................ 20
E. Konsep Perlawanan ................................................................................. 24
F. Kerangka Pikir ........................................................................................ 33
G. Fokus Penelitian ...................................................................................... 34
H. Deskripsi Fokus Penelitian ..................................................................... 35
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 36
A. Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................................. 36
B. Jenis dan Tipe Penelitian ....................................................................... 36
C. Jenis dan Sumber Penelitian .................................................................. 37
D. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 38
E. Informan ................................................................................................. 39
F. Teknik Analisis Data .............................................................................. 40
G. Keabsahan Data ..................................................................................... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................... 44
A. Deskripsi Objek Penelitian ..................................................................... 44
B. Strategi Pemerintah Dalam Penanganan Konflik Antara ASS dan AMPSB
Di Desa Bila ............................................................................................ 59
C. Faktor Pendukung dan Penghambat Strategi Pemerintah Dalam
Penanganan Konflik Antara ASS dan AMPSB Di Desa Bila ................ 69
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 74
A.Kesimpulan ............................................................................................ 74
B.Saran ...................................................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 77
LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................ 79
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan dalam
kehidupan,bahkan sepanjang kehidupan, manusia senantiasa dihadapkan dan
bergelut dengan konflik.Demikian halnya dengan kehidupan organisasi,anggota
organisasi senantiasa dihadapkan pada konflik.Perubahan atau inovasi baru sangat
rentan menimbulkan konflik (destruktif), apalagi jika tidak disertai pemahaman
yang memadai terhap ide-ide yang berkembang.
Konflik dapat terjadi pada berbagai macam keadaan dan pada berbagai
tingkat kompleksitas.Konflik merupakan sebuah duo yang dinamis.Tata kelola
konflik sangat berpengaruh bagi anggota organisasi.Pemimpin organisasi dituntut
menguasai Tata kelola konflik agar konflik yang muncul dapat berdampak positif
untuk meningkatkan mutu organisasi.
Tata kelola konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku
maupun pihak luar dalam suatu konflik. Tata kelola konflik termasuk pada suatu
pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk
komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana
mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di
luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi
yang akurat tentang situasi konflik
Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada
kepercayaan terhadap pihak ketiga.Menurut Ross (1993), Tata kelola konflik
2
merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam
rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak
mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau
tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau
agresif. Tata kelola konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam
memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan
keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses Tata
Kelola konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku
dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap
konflik.Sementara Minnery (1980) menyatakan bahwa Tata kelola konflik
marupakan proses, sama halnya dengan perencanaan kota merupakan proses.
Minnery (1980) juga berpendapat bahwa proses Tata kelola konflik
perencanaan kota merupakan bagian yang rasional dan bersifat iteratif, artinya
bahwa pendekatan model Tata Kelola konflik perencanaan kota secara terus
menerus mengalami penyempurnaan sampai mencapai model yang representatif
dan ideal.Sama halnya dengan proses Tata kelolan konflik yang telah dijelaskan
diatas, bahwa Tata Kelola Konflik meliputi beberapa langkah yaitu: penerimaan
terhadap keberadaan konflik (dihindari atau ditekan/didiamkan), klarifikasi
karakteristik dan struktur konflik, evaluasi konflik (jikabermanfaat maka
dilanjutkan dengan proses selanjutnya), menentukan aksi yang dipersyaratkan
untuk mengelola konflik, serta menentukan peran perencana sebagai partisipan atau
pihak ketiga dalam mengelola konflik.
3
Indonesia merupakan negara yang mempunyai kekayaan alam yang sangat
melimpah. Berbagai sumber daya alam terkandung diperut bumi Indonesia, seperti
batu bara, emas, minyak bumi, nikel, pasir, dan lain-lain. Seiring dengan
perkembangan zaman dan peningkatan taraf kehidupan yang menuntut pemenuhan
yang semakin meningkat, maka manusia mulai melakukan berbagai cara untuk
memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Sumber daya pertambangan merupakan sumber daya yang tidak dapat di
perbaharui, maka dari itu kegiatan pertambangan harus berwawasan lingkungan
dan berkelanjutan. Keberadaan Tambang galian C (pasir) ditengah-tengah
masyarakat merupakan wujud usaha masyarakat dalam mempertahankan hidupnya
melalui usaha meningkatkan pendapatan.Penambang dan masyarakat yang
bermukim di sekitarnya merupakan dua komponen yang saling mempengaruhi.
Kerusakan sumber daya alam terus mengalami peningkatan, baik dalam
jumlah maupun sebaran wilayahnya.Secara fisik kerusakan tersebut disebabkan
oleh tingginya eksploitasi yang dilakukan individu itu sendiri, bukan hanya dalam
kawasan produksi yang dibatasi oleh daya dukung sumber daya alam, melainkan
juga terjadi di dalam kawasan lindung dan konservasi yang telah ditetapkan
sebelumnya.Kerusakan lingkungan karena eksploitasi tanah/pasir di sungai juga
terjadi di Desa Bila.
Jumlah penduduk yang terus meningkat dalam kondisi ekonomi yang lesu
mengakibatkan merebaknya sebagian pengusaha lain beralih menjadi penambang
bahan galian C (pasir) tampa memperhatikan konservasi lahan. Pemerintah telah
mengatur kegiatan penambangan tersebut dengan mengeluarkan Undang-undang
4
Nomor 11 tahun 1967 yang kemudian diganti dengan keberadaan Undang-undang
Nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara. Kedua Undang-
undang tersebut sama-sama mengatur tentang pengelolaan bahan galian dan sistem
pengelolaannya.
Menteri Keuangan No.7 Tahun 2006 dan PermendagriNo. 61 Than 2007,
Pola Tata kelola merupakan peraturan internal yang dimaksudkan sebagai upaya
untuk menjadikan lembaga pelayanan publik menjadi lebih efisien, efektif dan
produktif. Pola Tata kelola ini akan mengatur mengenai Organisasi yang
menerapkan PKK-BLUD.Penggolongan bahan galian dalam UU No.4 Tahun 2009
diatur berdasarkan pada kelompok usaha pertambangan yaitu pertambangan
mineral dan pertambangan batubara.
Pertambangan mineral digolongkan menjadi empat jenis yaitu
pertambangan mineral radioaktif, mineral logam, mineral bukan logam, dan
pertambangan batuan.Seiring datangnya era otonomi daerah yang kemudian
diterapkanya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah
maka setiap daerah memiliki hak untuk mengelola sendiri segala urusan
pemerintahanya dalam memenuhi kebutuhan masyarakat di daerahnya. Maka
pemerintah daerah juga memiliki kewenangan dalam mengelola sumber daya alam
yang dimiliki daerahnya dalam upaya mencapai kesejahteraan masyarakat, karena
otonomi daerah pada prinsipnya bertujuan untuk memacu pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya, meningkatkan kesejahteraan rakyat,
menggalakkan prakarsa dan peran serta aktif masyarakat serta peningkatan
5
pendayagunaan potensi daerah secara optimal dan terpadu secara nyata, dinamis
dan bertanggung jawab.
Diterapkannya otonomi daerah maka daerah memiliki kewenangan dalam
memanfaatkan segala sumber daya yang ada di daerahnya, termasuk pemanfaatan
dan pengelolaan bahan galian mulai dari penerbitan izin sampai dengan
pengawasan dan pengendalian berada ditangan pemerintah daerah disatu sisi telah
mendorong tumbuh kembang dan bergairahnya investasi dibidang
pertambangan.Salah satu kabupaten yang ada di Sulawesi Selatan memiliki potensi
pertambangan yang potensial yaitu Kabupaten Sidenreng Rappang(sering disingkat
Sidrap). Potensi pertambangan yang ada di Sidrap meliputi, pasir,sertu, batuan, dan
lain-lain.
Sungai Bila merupakan sungai yang bermuara ke Danau Tempe, Kabupaten
Wajo.Di sungai ini terdapat bendungan yang didirikan oleh pemerintah pusat pada
tahun 1995.Aliran sungai Bila di Desa Bila Riase juga merupakan sumber
pengairan bagi aktifitas pertanian masyarakat mulai dari Kecamatan PituRiase,
hingga KecamatanManianPajo, Kabupaten Wajo.
Aliran Sungai Bila mampu mengairi sawah masyarakat seluas 7.488 Ha,
Selain itu Sungai Bila merupakan sumber air bagi sekitar 16.500 warga, serta area
ikan tawar yang selalu ditangkap oleh masyarakat untuk makan sehari-hari. Bahwa
saat, ini sungai Bila telah rusak akibat aktifitas tambang APTASI
(AliansiSenambang Sidrap).Sungai yang dulunya menjadi sumber penghidupan
masyarakat telah berubah menjadi kubangan yang tidak memiliki manfaat,
melainkan area yang berbahaya.
6
Tambang galian batuan di sungai Bila mulai beraktivitas pada tahun 2008,
dan berakhir pada tahun 2014 sesuai izin pemerintah Sulawesi Selatan tapi hingga
saat ini aktifitas tambang masih berjalan. Bahkan bukan cuman itu, kegiatan
tambang di Sungai Bila juga telah merusak lahan perkebunan masyarakat Desa Bila
Riase dan sejak kegiatan tambang beroperasi di Sungai Bila, telah ada 5 orang yang
meninggal dunia di lokasi penambangan. Masyarakat sekitar menilai bahwa
kegiatan tambang yang dilakukan oleh Pengusaha tambang telah berada diluar batas
yang telah ditentukan, Pengusaha tambang melakukan aktifitas penambangan tanpa
dilengkapi surat perizinan.
Masyarakat sekitar dan yang peduli terhadap sungai Bila, Kecamatan Pitu
Riase membentuk suatu Organisasi yakni AMPSB (Aliansi Masyarakat Peduli
Sungai Bila), yang semenjak adanya Tambang galian C di sungai Bila, Kecamatan
Pitu Riase masyarakat sangat tidak setuju karena yang di takutkan oleh masyarakat
mulai dari, Dampak Lingkungan, Sosial dan Ekonomi. Hal ini karna tidak adanya
upaya menjaga kelestarian Lingkungan. Masyarakat sangat resah akibat dampak
yang terjadi, jadi tokoh masyarakat lakukan sosialisasi dengan masyarakat untuk
membicarakan upaya mencegah aktifitas tambang untuk beroperasi dan sepakat
untuk memblokade/menutup jalan yamg selalu dilewati pekerja tambang agar
aktifitas tambang tidak berjalan karna pekerja tambang tidak bisa masuk di area
pertambangan, Sehingga terjadi konflik antara AMPSB dan perkumpulan
pengusaha tambang atau pekerja tambang yang biasa di sebut aliansi senambang
sidrap (ASS),hal ini di perlukan upaya pemerintah mengatasi konflik ini .
7
Penjelasan diatas maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh masalah
tersebut dengan mengangkat judul penelitian tentang “Strategi Pemerintah
Dalam Penanganan Konflik Antara ASSdan AMPSB Di Desa Bila”
B. RumusanMasalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat diambil rumusan masalah:
1. Bagaimana Strategi Pemerintah Dalam Penanganan Konflik Antara
AMPSB dan ASS Di Desa Bila.
2. Apa faktor pendukung dan penghambat Strategi Pemerintah Dalam
Penanganan Konflik Antara AMPSB dan ASS Di Desa Bila.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah yang telah
dikemukakan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui Strategi Pemerintah Dalam Penanganan Konflik Antara
AMPSB dan ASS Di Desa Bila.
2. Untuk mengetahui faktor Pendukung dan Penghambat Strategi Pemerintah
Dalam Penanganan Konflik Antara AMPSB dan ASS Di Desa Bila.
8
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini sangat bermanfaat bagi :
1. Secara Teoritis
Sebagai bahan memberikan sumbangan pemikiran terhadap
perkembangan pendidikan ilmu pemerintahan dalam mengenai Strategi
Pemerintah.
2. Secara Praktis
Secara praktis penelitian ini bermanfaat bagi berbagai pihak-pihak
memerlukannya untuk keperluan riset akademik maupun bagi peneliti.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Strategi Pemerintah
Strategi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki beberapa arti
yaitu siasat perang, ilmu siasat perang, tempat yang baik menurut siasat perang,
atau dapat pula diartikan sebagai rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk
mencapai sasaran khusus. Dari pengertian tersebut diketahui bahwa strategi
berkaitan erat dengan peperangan. Namun sekarang ini, istilah strategi digunakan
oleh sejumlah organisasi dan ide-ide pokok yang terdapat dalam pengertian semula
tetap dipertahankan, tetapi aplikasinya disesuaikan dengan jenis organisasi yang
menerapkannya.
Marrus (2002) Mendifinisikanstrategi merupakan sutau proses penentuan
rencana para pemimipin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang
organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan
tersebut tercapai.
Menurut Blueck dan Jaunch (dalam Saladin, 2003) Definisi strategi ialah
sebuah rencana yang disatukan, luar dan terintegritas yang menghubungkan dan
yang direncanakan untuk memastikan bahwa tujuan utam dapt dicapai melalui
pelaksaan yang tepat oleh organisasi. Beberapa faktor penting dalam strategi, yaitu:
a. Adanya rencana tindakan yang dirancang untuk mencapai tujuan.
b. Adanya analisis terhadap lingkungan.
c. Strategi dirancang untuk tujuan dan sasaran yang dicapai.
10
Pernyataan diatas juga didukung oleh Mulyana (dalam Umar, 2002)
menjelaskan ilmu dan seni menggunakan kemampuan bersama sumber daya dan
lingkungan secara efektif yang terbaik. Terdapat unsur penting dalam pengertian
strategi, yaitu kemampuan sumber daya, lingkungan, dan tujuan. Rumusan strategi
paling tidak mesti memberikan informasi apa yang akan dilakukan, mengapa
dilakukan demikian, siapa yang bertanggung jawab dan mengoperasikan, berapa
besar biaya dan lama waktu pelaksanaan, hasil apa yang akan diperoleh.
Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Andrews (dalam Kuncoro,
2004) tentang strategi yaitu pola sasaran, tujuan dan kebijakan atau rencana umum
untuk meraih tujuan yang ditetapkan, yang dinyatakan dengan mendifinisikan apa
bisnis yang dijalankan oleh perusahaan atau yang seharusnya dijalankan oleh
perusahaan.
Pendapat Itami (dalam Kuncoro, 2004) tentang strategi yaitu penetuan
kerangka kerja dari aktivitas bisnis perusahaan dan memberikan pedoman untuk
mengkoordinasikan aktivitas sehingga perusahaan dapat mnyesuaikan dan
mempengaruhi lingkungan yang selalu berubah. Strategi mengatakan dengan jelas
lingkungan yang diingikan oleh perusahaan dan jenis organisasi seperti apa yang
hendak dijalankan.
Strategi menurut Kuncoro (2004) strategi berkaitan dengan keputusan
“besar” yang dihadapi organisasi dalam melakukan bisnis, yakni suatu keputusan
yang menetukan kegagalan dan kesuksesan organisasi. Penekanan pada “pola
tujuan” dan “kerangka kerja” menyatakan bahwa strategi berkaitan dengan perilaku
yanag konsisten, maksudnya bahwa strategi berkaitan dengan perilaku yang
11
konsisten, maksudnya ketika suatu strategi telah ditetapkan , maka perusahaan tidak
dapat menariknya kembali. Ide bahwa strategi “menetapkan bahwa keputusan
strategi yang dibuat perusahaan seharusnya “menyatakan bahwa keputusan strategi
yang dibuat perusahaan seharusnya mampu menciptakan keunggulan kompetitif
perusahaan, yang nantinya akan menentukan sukses tidaknya perusahaan dalam
lingkungan yang kompetitif.
Menurut Suwarsono (2012) mengatakan strategi pengembangan adalah
suatu strategi dikatakan sebagai strategi pengembangan jika secara sengaja
organisasi mendesain strategi yang hendak meningkatkan status, kapasitas, dan
sumber daya yang pada ujungnya akan melahirkan postur organisasi baru yang
berbeda dimasa depan.
Istilah pemerintah berasal dari kata “perintah” yang berarti menyuruh
melakukan sesuatu sehingga dapat di katakan bahwa pemerintah adalah kekuasaan
yang memerintah suatu Negara (daerah Negara) atau badan tertinggi yang
memerintah suatu Negara, seperti kabinet merupakan suatu pemerintah. Undang-
Undang Nomor 23/2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang No
32/2014tentang pemerintahan Derah yang lama.
Kelahiran undang-undang tersebut untuk menjawab kebutuhan tuntutan
reformasi yang memberikan implikasi dan simplikasi terhadap kedudukan DPRD
berbalik menjadi lebih kuat di banding kekuasaan eksekutif, dengan beberapa
kewenagan yang di miliki, antara lain kewenangan memilih kepala daerah dan
kewajiban kepala daerah untuk memberikan laporan pertanggungjawaban
mengenai penyelenggaraan pemerintah daerah, serta beberapa hak lainnya misalnya
12
hak meminta keterangan, hak penyelidikan, hak menyatakan pendapat, dan hak
menentukan anggaran DPRD. Sedangkan yang dimaksud pemerintah daerah adalah
kepala daerah sebagi unsur penyelenggara pemerintah daerah yang memimpin
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadikan kewenangan daerah otonom.
Kepala daerah dalam konteks Indonesia adalah gubernur (kepala daerah
provinsi), bupati (kepala daerah kabupaten), atau walikota (kepala daerah kota).
Kepala daerah dibantu oleh seorang wakil kepala daerah. Sejak tahun 2005,
pasangan kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat
melalui pemilihan umum. Pasangan tersebut dicalonkan oleh partai politk atau
independen.
Setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintah daerah yang disebut kepala
daerah. Kepala daerah untukProvinsi disebut gubernur, untuk kabupaten disebut
Bupati dan untuk kota adalah walikota, serta di bantu oleh wakilnya. Kepala daerah
juga mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan
pemerintahan daerah kepada pemerintah dan memberikan laporan keterangan
pertanggungjawaban kepada DPRD, serta menginformasikan laporan
penyelenggaraan pemerintah daerah kepada masyarakat.
Tugas dan fungsi pemerintah, pemerintah merupakan suatu gejala yang
berhubungan dalam kehidupan bermasyarakat yaitu hubungan manusia dengan
setiap kelompok termasuk dalam keluarga. Masyarakat sebagai suatu gabungan
dari sistem sosial, akan senantiasa menyangkut unsur-unsur pemenuhan kebutuhan
dasar manusia seperti keselamatan, istirahat, pakaian dan makanan. Dalan
memenuhi kebutuhan dasar itu, manusia perlu bekerja sama dan berkelompok
13
dengan orang lain. Lahirnya pemerintah pada awalnya adalah untuk menjaga suatu
sistem ketertiban didalam masyarakat, sehingga masyarakat tersebut bisa
menjalankan kehidupan secara wajar. Seiring dengan perkembangan masyarakat
modern yang ditandai dengan meningkatnya kebutuhan, peran pemerintah
kemudian berubah menjadi melayani masyarakat. Pemerintah moderen dengan kata
lain pada hakekatnya adalah pelayan kepada masyarakat.
Pemerintah tidaklah diadakan untuk melayani diri sendiri, tetapi untuk
melayani masyarakat untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap
anggota mengembangkan kemampuan dan kreatifitasnya demi mencapai kemajuan
bersama(Rasyid, 2000) dan Gaebler (terjemahan Rasyid, 2000) mengatakan bahwa
pemerintah yang demokrasi lahir untuk melayani warganya dan karena itulah tugas
pemerintah adalah mencari cara untuk menyenangkan warganya. Dengan demikian
lahirnya pemerintah memberikan pemahaman bahwa kehadiran suatu pemerintah
merupakan manifestasi dari kehendak masyarakat yang bertujuan untuk berbuat
baik bagi kehidupan dan kepentingan masyrakat, pemerintah dapat dipandang
sebagai suatu ilmu yaitu suatu yang mengajarkan bagaimana yang terbaik dalam
mengarahkan dan memimpin pelayan umum.
Keniscayaan inilah yang secara implicit dikatakan oleh Kelman dan Myers
(2009). Bukan tidak mungkin pemerintahan memiliki peluang yang besar untuk
meraih keberhasilan, sekalipun memiliki program dan strategi yang ambisius.
Ketika pemerintah berhasil memenuhi syarat-syarat pendahuluan yang diperlukan,
kemungkinan keberhasilan tetap terbuka. Hanya saja syarat-syarat yang diperlukan
tampak begitu banyak dan tidak mudah untuk dipenuhi. Sepertinya keberhasilan
14
strategi selalu memerlukan kerja ekstra yang mungkin justru bisa jadi berupa kerja
ekstra luar biasa.
B. Konsep Konflik
Istilah konflik secara etimologis berasal dari bahasa latin “con” yang berarti
bersama dan “fligere” yang berarti benturan atau tabrakan (Setiadi & Kolip 2011).
Lebih lanjut Webster dalam Pearce dan Robinson (2008) menyatakan bahwa
“conflict” dalam bahasa aslinya berarti suatu “perkelahian, peperangan, atau
perjuangan” yaitu berupa konfrontasi fisik antara beberapa pihak. Tetapi arti kata
itu berkembang dengan masukan “ketidaksepakatan yang tajam atau oposisi atas
berbagai kepentingan ide, dan lain-lain”. Dengan demikian istilah tersebut sekarang
juga menyentuh aspek psikologi, dibalik konfrontasi fisik yang terjadi selain
konfrontasi fisik itu sendiri.
C. Bentuk Konflik
Secara garis besar konflik dalam masyarakat dapat diklarifikasikan kedalam
beberapa bentuk berikut ini :
a. Berdasarkan Sifatnya
Berdasarkan sifatnya, menurut Lauer (2001) konflik dapat dibedakan
menjadi konflik destruktif dan konflik konstruktif.
1. Konflik Destruktif merupakan konflik yang muncul karena adanya perasaan
tidak senang, rasa bencidan dendam dari seorang ataupun kelompok terhadap
pihak lain. Pada konflik ini terjadi bentrok-bentrok fisik yang mengakibatkan
hilangnya nyawa dan harta benda seperti konflik Poso, Ambon, Kupang,
Sambas dan lain sebagainya.
15
2. Konflik Konstruktif merupakan konflik yang bersifat fungsional, konflik ini
muncul karena adanya perbedaan pendapat dari kelompok-kelompok dalam
menghadapi suatu permasalahan. Konflik ini akan menghasilkan suatu
konsensus dari berbagai pendapat tersebut dan menghasilkan suatu perbaikan.
Misalnya perbedaan pendapat dalam sebuah organisasi.
b. Berdasarkan posisi pelaku yang berkonflik
Berdasarkan posisi pelaku yang berkonflik Kusnadi (2002) membaginya
menjadi 3 konflik yaitu :
1. Konflik Vertikal merupakan konflik antar komponen masyarakat didalam
suatu struktur yang memiliki hierarki. Contohnya konflik yang terjadi
antara atasan dengan bawahan dalam sebuah kantor.
2. Konflik horisontal merupakan konflik yang terjadi antar individu atau
kelompok yang memiliki kedudukan yang relatif sama. Contohnya konflik
yang terjadi antar organisasi massa.
3. Konflik diagonal merupakan konflik yang terjadi karena adanya
ketidakadilan alokasi sumber daya keseluruh organisasi sehingga
menimbulkan pertentangan yang ekstrem. Contohnya konflik yang terjadi
di Aceh.
c. Pengertian Strategi Penyelesaian Konflik
Menurut Nasikun (2003) menjelaskan beberapa strategi penyelesaian
konflik yang lazim dipakai yakni, konsiliasi, mediasi, arbitrasi, koersi (paksaan).
Urutan ini berdasarkan kebiasaan orang mencari penyelesaian suatu masalah yakni,
cara yang tidak formal lebih dahulu, kemudian cara formal jika cara pertama
16
membawa hasil. Berikut penjelasan dari ke empat bentuk strategi penyelesaian
konflik menurut Nasikun (2003), yakni :
1. Konsiliasi (conciliation): pengendalian semacam ini terwujud melalui
lembaga-lembaga tertentu yang memungkinkan tumbuhnya pola diskusi
dan pengambilan keputusan-keputusan diantara pihak-pihak yang
berlawanan mengenai persoalan-persoalan yang mereka pertentangkan.
2. Mediasi (mediation): bentuk ini dilakukan bila kedua belah pihak yang
bersengketa bersama-sama sepakat untuk memberikan nasihat-nasihat
tentang bagaimana mereka sebaiknya menyelesaikan pertentangan mereka.
3. Arbitrasi : berasal dari bahasa latin arbitrium artinya melalui pengendalian,
dengan seorang hakim (arbiter) sebagai pengambil keputusan. Arbitrasi
berbeda dengan konsoliasi dan mediasi. Seorang arbiter memberi keputusan
yang mengikat kedua belah pihak yang bersengketa, artinya keputusan
seorang hakim harus ditaati. Apabila salah satu pihak tidak menerima
keputusan itu ia dapat naik banding kepada pengadilan yang lebih tinggi
sampai instansi pengadilan nasional yang tinggi.
4. Persiatan : didalam hal ini kedua belah pihak yang bertentangan bersepakat
untuk memberikan keputusan-keputusan tertentu untuk menyelesaikan
konflik yang terjadi diantara mereka.
Sedangkan menurut Permadi (2011), menjelaskan bahwa Pendekatan
penyelesaian konflik oleh pemimpin dikategorikan dalam dua dimensi ialah
kerjasama/tidak kerjasama dan tegas/tidak tegas. Dengan menggunakan kedua
macam dimensi tersebut ada 5 macam pendekatan penyelesaian konflik yakni:
17
1. Kompetisi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau
mengorbankan yang lain. Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah
win-lose orientation.
2. Akomodasi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin
yang memberikan keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha
memperjuangkan tujuannya sendiri. Proses tersebut adalah taktik perdamaian.
3. Sharing
Suatu pendekatan penyelesaian kompromistis antara dominasi kelompok
dan kelompok damai. Satu pihak memberi dan yang lkain menerima sesuatu. Kedua
kelompok berpikiran moderat, tidak lengkap, tetapi memuaskan.
4. Kolaborasi
Bentuk usaha penyelesaian konflik yang memuaskan kedua belah pihak.
Usaha ini adalah pendekatan pemecahan problem (problem-solving approach) yang
memerlukan integrasi dari kedua pihak.
5. Penghindaran
Menyangkut ketidakpedulian dari kedua kelompok. Keadaaan ini
menggambarkan penarikan kepentingan atau mengacuhkan kepentingan kelompok
lain.
d. Langkah-Langkah Penyelesaian Masalah Menurut G. Polya
Goerge Polya dalam Veby (2012), memberikan saran untuk mengajar
mahasiswa matematika dan mini ensiklopedia istilah heuristik. Buku yang telah
18
diterjemahkan dalam 17 bahasa dan telah terjual lebih dari satu juta eksemplar ini,
memperkenalkan 4 langkah dalam penyelesaian masalah yang disebut Heuristik.
Heuristik adalah suatu langkah-langkah umum yang memandu pemecah masalah
dalam menemukan solusi masalah. Heuristik tidak menjamin solusi yang tepat,
tetapi hanya memandu dalam menemukan solusi dan tidak menuntut langkah
berurutan. Empat langkah tersebut yaitu memahami masalah, merencanakan
pemecahan, melaksanakan rencana, dan melihat kembali.
1. Memahami Masalah
Pelajar seringkali gagal dalam menyelesaikan masalah karena semata-mata
mereka tidak memahami masalah yang dihadapinya. Atau mungkin ketika suatu
masalah diberikan kepada anak dan anak itu langsung dapat menyelesaikan masalah
tersebut dengan benar, namun soal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai masalah.
Untuk dapat memahami suatu masalah yang harus dilakukan adalah pahami bahasa
atau istilah yang digunakan dalam masalah tersebut, merumuskan apa yang
diketahui, apa yang ditanyakan, apakah informasi yang diperoleh cukup,
kondisi/syarat apa saja yang harus terpenuhi, nyatakan atau tuliskan masalah dalam
bentuk yang lebih operasional sehingga mempermudah untuk dipecahkan.
Kemampuan dalam menyelesaikan suatu masalah dapat diperoleh dengan rutin
menyelesaikan masalah. Berdasarkan hasil dari banyak penelitian, anak yang rutin
dalam latihan pemecahan masalah akan memiliki nilai tes pemecahan masalah yang
lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang jarang berlatih mengerjakan soal-soal
pemecahan masalah. Selain itu, ketertarikan dalam menghadapi tantangan dan
19
kemauan untuk menyelesaikan masalah merupakan modal utama dalam pemecahan
masalah.
2. Merencanakan Pemecahan
Memilih rencana pemecahan masalah yang sesuai bergantung dari seberapa
sering pengalaman kita menyelesaikan masalah sebelumnya. Semakin sering kita
mengerjakan latihan pemecahan masalah maka pola penyelesaian masalah itu akan
semakin mudah didapatkan. Untuk merencanakan pemecahan masalah kita dapat
mencari kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi atau mengingat-ingat
kembali masalah yang pernah diselesaikan yang memiliki kemiripan sifat / pola
dengan masalah yang akan dipecahkan. Kemudian barulah menyusun prosedur
penyelesaiannya.
3. Melaksanakan Rencana
Langkah ini lebih mudah dari pada merencanakan pemecahan masalah,
yang harus dilakukan hanyalah menjalankan strategi yang telah dibuat dengan
ketekunana dan ketelitian untuk mendapatkan penyelesaian.
4. Melihat Kembali
Kegiatan pada langkah ini adalah menganalisi dan mengevaluasi apakah
strategi yang diterapkan dan hasil yang diperoleh benar, apakah ada strategi lain
yang lebih efektif, apakah strategi yang dibuat dapat digunakan untuk
menyelesaikan masalah sejenis, atau apakah strategi dapat dibuat generalisasinya.
Ini bertujuan untuk menetapkan keyakinan dan memantapkan pengalaman untuk
mencoba masalah baru yang akan datang.
D. Konsep Pertambangan
20
Pertambangan adalah salah satu jenis kegiatan yang melakukan ekstraksi
mineral dan bahan tambang lainnya dari dalam bumi. Penambangan adalah proses
pengambilan material yang dapat diekstraksi dari dalam bumi. Tambang adalah
tempat terjadinya kegiatan penambangan.
Pertambangan adalah nama benda (dalam hal ini nama kegiatannya),
tambang adalah nama tempat, dan penambangan adalah prosesnya. Kegiatan,
teknologi, dan bisnis yang berkaitan dengan industri pertambangan mulai dari
prospeksi, eksplorasi, evaluasi, penambangan, pengolahan, pemurnian,
pengangkutan, sampai pemasaran.
Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian,
penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian
(mineral, batubara, panas bumi, migas).
Pengertian Pertambangan Sesuai UU Minerba No.4 Tahun 2009Pasal 1Dalam
Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam
rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara
yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan,
konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan
penjualan, serta kegiatan pascatambang.
2. Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam, yang
memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau
gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau
padu.
21
3. Batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk
secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan.
4. Pertambangan Mineral adalah pertambangan kumpulan mineral yang
berupa bijih atau batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas bumi, serta
air tanah.
5. Pertambangan Batubara adalah pertambangan endapan karbon yang
terdapat di dalam bumi, termasuk bitumen padat, gambut, dan batuan
aspal.
6. Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral
atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum,
eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan
pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang.
7. Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut IUP, adalah izin
untuk melaksanakan usaha pertambangan.
8. IUP Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan
tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan.
9. IUP Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai
pelaksanaan IUP Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi
produksi.
10. Izin Pertambangan Rakyat, yang selanjutnya disebut IPR, adalah izin
untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah pertambangan
rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas.
22
11. Izin Usaha Pertambangan Khusus, yang selanjutnya disebut dengan
IUPK, adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan di wilayah
izin usaha pertambangan khusus.
12. IUPK Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan
tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan di
wilayah izin usaha pertambangan khusus.
13. IUPK Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai
pelaksanaan IUPK Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi
produksi di wilayah izin usaha pertambangan khusus.
14. Penyelidikan Umum adalah tahapan kegiatan pertambangan untuk
mengetahui kondisi geologi regional dan indikasi adanya mineralisasi.
15. Eksplorasi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk
memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk,
dimensi, sebaran, kualitas dan sumber daya terukur dari bahan galian,
serta informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup.
16. Studi Kelayakan adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk
memperoleh informasi secara rinci seluruh aspek yang berkaitan untuk
menentukan kelayakan ekonomis dan teknis usaha pertambangan,
termasuk analisis mengenai dampak lingkungan serta perencanaan pasca
tambang.
17. Operasi Produksi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan yang
meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan, pemurnian, termasuk
23
pengangkutan dan penjualan, serta sarana pengendalian dampak
lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan.
18. Konstruksi adalah kegiatan usaha pertambangan untuk melakukan
pembangunan seluruh fasilitas operasi produksi, termasuk pengendalian
dampak lingkungan.
19. Penambangan adalah bagian kegiatan usaha pertambangan untuk
memproduksi mineral dan/atau batubara dan mineral ikutannya.
20. Pengolahan dan Pemurnian adalah kegiatan usaha pertambangan untuk
meningkatkan mutu mineral dan/atau batubara serta untuk memanfaatkan
dan memperoleh mineral ikutan.
21. Pengangkutan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk memindahkan
mineral dan/atau batubara dari daerah tambang dan atau tempat
pengolahan dan pemurnian sampai tempat penyerahan.
22. Penjualan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk menjual hasil
pertambangan mineral atau batubara.
23. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, yang selanjutnya disebut amdal,
adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau
kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi
proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau
kegiatan.
24. Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha
pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas
24
lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali
sesuaiperuntukannya.
25. Kegiatan pascatambang, yang selanjutnya disebut pascatambang, adalah
kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah akhir sebagian atau
seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk memulihkan fungsi
lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh
wilayahpenambangan.
26. Pemberdayaan Masyarakat adalah usaha untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat, baik secara individual maupun kolektif, agar
menjadi lebih baik tingkat kehidupannya.
27. Wilayah Pertambangan, yang selanjutnya disebut WP, adalah wilayah
yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak terikat dengan
batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang
nasional.
E. Konsep Perlawanan Masyarakat
Kekuasaan, sebagaimana yang di kemukakan Weber (2005). Merupakan
kemampuan orang atau kelompok memaksakan kehendaknya pada pihak lain
walaupun ada penolakan melalui perlawanan. Perlawanan akan dilakukan oleh
kelompok masyarakat atau individu yang merasa tertindas, frustasi, dan hadirnya
situasi ketidakadilan di tengah- tengah mereka. Jika situasi ketidakadilan dan rasa
frustasi ini mencapai puncaknya, akan menimbulkan (apa yang disebut sebagai)
gerakan sosial atau sosial movement, yang akan mengakibatkan terjadinya
25
perubahan kondisi sosial, politik, dan ekonomi menjadi kondisi yang berbeda
dengan sebelumnya.
Scott (2002), Mendefinisikan perlawanan sebagai segala tindakan yang
dilakukan oleh kaum atau kelompok subordinat yang ditujukan untuk mengurangi
atau menolak klaim (misalnya harga sewa atau pajak) yang dibuat oleh pihak atau
kelompok superdinat terhadap mereka.
Scott membagi perlawanan tersebut menjadi dua bagian, yaitu: perlawanan
publik atau terbuka (public transcript) dan perlawanan tersembunyi atau tertutup
(hidden transcript). Kedua kategori tersebut, oleh Scott, dibedakan atas artikulasi
perlawanan; bentuk, karekteristik, wilayah sosial dan budaya. Perlawanan terbuka
dikarakteristikan oleh adanya interaksi terbuka antara kelas-kelas subordinat
dengan kelas-kelas superdinat.Sementara perlawanan sembunyi-sembunyi
dikarakteristikan oleh adanya interaksi tertutup, tidak langsung antara kelas-kelas
subordinat dengan kelas-kelas superdinat. Untuk melihat pembedaan yang lebih
jelas dari dua bentuk perlawanan di atas, Scott mencirikan perlawanan terbuka
sebagai perlawanan yang bersifat: Pertama, organik, sistematik dan kooperatif.
Kedua, berprinsip atau tidak mementingkan diri sendiri. Ketiga, berkonsekuensi
revolusioner, dan/atau Keempat, mencakup gagasan atau maksud meniadakan basis
dominasi.Dengan demikian, aksi demonstrasi atau protes yang diwujudkan dalam
bentuk unjuk rasa, mogok makan dan lain-lain merupakan konsekuensi logis dari
perlawanan terbuka terhadap pihak superdinat.
Menurut Fakih (2003), Gerakan sosial diakui sebagai gerakan yang
bertujuan untuk melakukan perubahan terhadap sistem sosial yang ada. Karena
26
memiliki orientasi pada perubahan, dianggap lebih mempunyai kesamaan tujuan,
dan bukan kesamaan analisis. Mereka tidak bekerja menurut prosedur baku,
melainkan menerapkan struktur yang cair dan operasionalnya lebih diatur oleh
standar yang muncul saat itu untuk mencapai tujuan jangka panjang. Mereka juga
tidak memiliki kepemimpinan formal, seorang aktivis gerakan sosial tampil
menjadi pemimpin gerakan karena keberhasilannya mempengaruhi massa dengan
kepiawaiannya dalam memahami dan menjelaskan tujuan dari gerakan serta
memiliki rencana yang paling efektif dalam mencapainya.
Soekanto dan Susilo memberikan empat ciri gerakan sosial, yaitu: Pertama,
tujuannya bukan untuk mendapatkan persamaan kekuasaan, akan tetapi mengganti
kekuasaan. Kedua, adanya penggantian basis legitimasi, Ketiga, perubahan sosial
yang terjadi bersifat massif dan pervasive sehingga mempengaruhi seluruh
masyarakat, dan Keempat, koersi dan kekerasan biasa dipergunakan untuk
menghancurkan rezim lama dan mempertahankan pemerintahan yang baru. Dan
Smelser menyatakan, bahwa gerakan sosial ditentukan oleh lima faktor. Pertama,
daya dukung struktural (structural condusiveness) di mana suatu perlawanan akan
mudah terjadi dalam suatu lingkungan atau masyarakat tertentu yang berpotensi
untuk melakukan suatu gerakan massa secara spontan dan berkesinambungan
(seperti lingkungan kampus, buruh, petani, dan sebagainya). Kedua, adanya
tekanan- tekanan struktural (structural strain) akan mempercepat orang untuk
melakukan gerakan massa secara spontan karena keinginan mereka untuk
melepaskan diri dari situasi yang menyengsarakan. Ketiga, menyebarkan informasi
yang dipercayai oleh masyarakat luas untuk membangun perasaan kebersamaan dan
27
juga dapat menimbulkan kegelisahan kolektif akan situasi yang dapat
menguntungkan tersebut. Keempat, faktor yang dapat memancing tindakan massa
karena emosi yang tidak terkendali, seperti adanya rumor atau isu-isu yang bisa
membangkitkan kesadaran kolektif untuk melakukan perlawanan. Kelima, upaya
mobilisasi orang- orang untuk melakukan tindakan tindakan yang telah
direncanakan.
Sedangkan perlawanan sembunyi-sembunyi dapat dicirikan sebagai
perlawanan yang bersifat: Pertama, Tidak teratur, tidak sistematik dan terjadi
secara individual, Kedua, Bersifat oportunistik dan mementingkan diri sendiri,
Ketiga, Tidak berkonsekuensi revolusioner, dan; atau Keempat, Lebih akomodatif
terhadap sistem dominasi. Oleh karena itu, gejala- gejala kejahatan seperti:
pencurian kecil- kecilan, hujatan, makian, bahkan pura- pura patuh (tetapi
dibelakang membangkang) mempakan perwujudan dari perlawanan sembunyi
sembunyi. Perlawanan jenis ini bukannya bermaksud atau mengubah sebuah sistem
dominasi, melainkan lebih terarah pada upaya untuk tetap hidup dalam sistem
tersebut sekarang, minggu ini, musim ini. Percobaan- percobaan untuk menyedot
dengan tekun dapat memukul balik, mendapat keringanan marjinal dalam
eksploitasi, dapat menghasilkan negosiasi-negosiasi tentang batas-batas
pembagian, dapat mengubah perkembangan, dan dalam peristiwa tertentu dapat
menjatuhkan sistem. Tetapi menurut, semua itu hanya mempakan akibat- akibat
yang mungkin terjadi, sebaliknya, tujuan mereka hampir selalu untuk kesempatan
hidup dan ketekunan.Bagaimanapun, kebanyakan dari tindakan ini (oleh kelas-
kelas lainnya) akan dilihat sebagai keganasan, penipuan, kelalaian, pencurian,
28
kecongkakan-singkat kata semua bentuk tindakan yang dipikirkan untuk
mencemarkan orang-orang yang mengadakan perlawanan.
Perlawanan ini dilakukan untuk mempertahankan diri dan rumah tangga,
dapat bertahan hidup sebagai produsen komoditi kecil atau pekerja, mungkin dapat
memaksa beberapa orang dari kelompok ini menyelamatkan diri dan mengorbankan
anggota lainnya sehingganya dalam melakukan perlawanan sering terjadi indikasi
adanya intimidasi dan refresifitas dari aparat Negara dan dari lawan politiknya.
Scott (2008) menambahkan, bahwa perlawanan jenis ini (sembunyi-
sembunyi) tidak begitu dramatis, namun terdapat di mana-mana, melawan efek-
efek pembangunan kapitalis asuhan negara. Perlawanan ini bersifat perorangan dan
seringkali anonim. Terpencar dalam komunitas-komunitas kecil dan pada
umumnya tanpa sarana-sarana kelembagaan untuk bertindak kolektif,
menggunakan sarana perlawanan yang bersifat lokal dan sedikit memerlukan
koordinasi.Koordinasi yang dimaksudkan di sini, bukanlah sebuah konsep
koordinasi yang dipahami selama ini, yang berasal dari rakitan formal dan
birokratis. Tetapi merupakan suatu koordinasi dengan aksi- aksi yang dilakukan
dalam komunitas dengan jaringan jaringan informasi yang padat dan sub kultur-
sub kultur perlawanan yang kaya.
Zubir (2002) menyatakan bahwa perlawanan yang dilakukan oleh kelompok
pinggiran (seperti buruh, kaum miskin kota, petani, dan lain- lain) bersifat sporadis.
Dalam memperjuangkan keinginannya, gerakan ini tidak memiliki strategi
perjuangan yang jelas sehingga lebih mudah untuk dipadamkan oleh pihak- pihak
yang berkuasa. Apabila gerakan ini telah dimasuki oleh unsur idiologis, maka
29
gerakan ini akan menjadi suatu gerakan yang radikal. Dalam percaturan politik,
massa dari kelompok ini menjadi lahan perebutan yang subur dari berbagai
kelompok yang bertikai. Ia memiliki tujuan yang jelas dan dalam gelombang yang
besar, gerakan ini memiliki kecenderungan melawan arus zaman, arus dari status
quo yang berkuasa. Gerakan seperti ini biasanya dipelopori oleh mahasiswa sebagai
aktor intelektual (Zubir, 2002).
Adanya empat faktor yang menentukan intensititas perlawanan dan potensi
untuk melakukan tindakan politis sebagai jalan keluar. Pertama, seberapa parah
tingkat keterbelakangan atau penderitaan kolektif komunal itu dibandingkan
dengan kelompok lain. Kedua, kekuatan atau ketegasan identitas kelompok yang
merasa terancam. Ketiga, keandalan derajat kohesi dan mobilisasi kelompok.Dan
keempat, kontrol represif atau daya paksa tidak adil oleh kelompok- kelompok
dominan. Seperti yang diikuti oleh paper yang berjudul “large dam victims and
their defendersi: the emergence of an anti- large dam movement in Indonesia”,
yang kemudian dikutip oleh Sangaji (2000), terdapat tiga karekteristik gerakan
sosial, yakni: identifikasi, oposisi, dan totalitas. Identifikasi berkaitan dengan aktor-
aktor gerakan yang dibedakan kedalam dua kelompok, yaitu para korban
(peremajaan pasar) dan para pembelanya. Oposisi berhubungan dengan apa (siapa)
yang hendak ditentang. Dan prinsip totalitas berhubungan dengan teori- teori yang
mendasari gerakan tersebut.
Berkaitan dengan cara-cara pengungkapan atau ekspresi perlawanan,
Sangaji (2000) membagi kedalam dua bentuk, yakni:
a. Perlawanan yang diungkapkan secara individual
30
b. Perlawanan yang dilakukan melalui tindakan-tindakan kolektif atau bersama.
Kedua bentuk perlawanan tersebut diekspresikan dalam beragam cara mulai
dari aksi protes terbuka yang diungkap melalui media massa, surat protes,
pengiriman delegasi, atau melalui kesempatan dialog, seminar, hingga cara- cara
tertutup, seperti aksi tutup mulut dan tidak menghadiri pertemuan dengan rival. Di
samping itu, perlawanan yang dilakukan oleh kelompok pinggiran ini juga
mendapat dukungan dari organisasi atau individu yang umumnya berasal dari
kalangan terpelajar, seperti mahasiswa, NGO, tokoh intelektual setempat (Sangaji,
2000). Mereka dibedakan atas dua kategori, yaitu:
a. para pendukung spesialis, yakni individu dan organisasi yang secara spesifik
membangun keterampilan dan idiologi untuk menentang kebijakan tersebut
b. para pendukung umum, yakni individu atau organisasi yang menganggap
pembelaan tersebut merupakan bagian dari perjuangan menegakkan hak asasi
dan keadilan (Sangaji, 2000).
Sangaji (2000) menambahkan, bahwa alasan dilakukannya perlawanan oleh
pelaku perlawanan dibagi atas dua. Pertama, alasan yang berdimensi sosio- kultural,
berkaitan dengan tanah leluhur, biasanya alasan ini diungkapkan oleh penduduk
asli. Kedua, alasan- alasan yang bersifat sosial, ekonomi, biasanya diungkapkan
oleh penduduk pendatang yang telah lama bermukim di tempat tersebut.
Pengertian masyarakat yaitu sekumpulan orang yang, terdiri dari berbagai
kalangan, baik golongan mampu ataupun golongan tak mampu, yang tinggal di
dalam satu wilayah dan telah memiliki hukum adat, norma-norma serta berbagai
peraturan yang siap untuk ditaati.Kata masyarakat sendiri pasti sudah sering kita
31
dengar, seperti masyarakat perkotaan, masyarakat desa, masyarakat Bugis,
masyarakat Betawi, dan lain lain. Sering kali diartikan secara mudah sebagai warga
tetapi konsep masyarakat sendiri cukup rumit untuk dapat di mengerti.
Berdasarkan ilmu etimologi yang mempelajari asal usul kata, istilah
masyarakat ini merupakan istilah serapan dari bahasa Arab dan berasal dari kata
musyarak yang berarti ikut berpartisipasi. Dalam bahasa Inggris, masyarakat
disebut dengan society. Yang berarti sekumpulan orang yang membentuk sebuah
sistem dan terjadi komunikasi di dalamnya.Oleh karena itu bisa ditarik garis lurus
bahwa pengertian masyarakat adalah sekumpulan manusia yang berinteraksi dalam
suatu hubungan sosial, saling berhubungan lalu membentuk kelompok lebih besar
serta memiliki kesamaan budaya, identitas dan tinggal dalam satu wilayah.
KarlMarx (2001)berpendapat bahwa pengertian masyarakat merupakan
hubungan ekonomis dalam hal produksi atau konsumsi yang berasal dari kekuatan-
kekuatan produksi ekonomis seperti teknik dan karya.
Sedangkan Mansyur Fakih (Zubir 2002)berkata bahwa pengertian
masyarakat adalah sebuah sistem yang terdiri atas bagian-bagian yang saling
berkaitan dan masing-masing bagian acara terus menerus mencari keseimbangan
dan harmoni. Dalam suatu perkembangan daerah, masyarakat bisa dibagi menjadi
dua bagian yaitu masyarakat sederhana dan masyarakat maju. Masyarakat
sederhana yaitu sekumpulan masyarakat dengan pola pikir yang kuno dan hanya
dapat membedakan antara laki-laki dan perempuan saja sedangkan masyarakat
maju adalah masyarakat yang mempunya pola pikir untuk kehidupan yang akan
32
dicapainya di masa mendatang bersama orang-orang di sekitarnya meskipun tidak
berada dalam golongan yang sama.
Masyarakat awalnya terbentuk dari sekumpulan orang saja. Misalnya
sebuah keluarga yang dipimpin oleh kepala keluarga lalu kemudian berangsur-
angsur dari sekeluarga membentuk RT dan RW hingga akhirnya membentuk
sebuah dusun. Dusun pun kemudian berkembang menjadi beberapa Kecamatan lalu
menjadi Kabupaten, Provinsi hingga akhirnya membentuk sebuah
Negara.Masyarakat tidak akan pernah terbentuk tanpa kehadiran seorang pemimpin
di tengah-tengahnya. Seorang pemimpin yang akan mengepalai seluruh masyarakat
dapat dipilih dengan berbagai cara misalnya lewat pemungutan suara seperti Pemilu
atau dilihat dari garis keturunannya. Dalam suatu daerah yang masih kental budaya
leluhurnya, pemilihan pemimpin sudah terikat dengan aturan masing-masing yang
disebut dengan adat istiadat.
Dalam objek kajian, sosiologi mengkaji tentang manusia dan aspek
sosialnya yang sering disebut masyarakat, dan hakikatnya, manusia adalah mahluk
sosial (social animal) Sanderson (2010), yang perlu berinteraksi dan hidup bersama
dalam menjalani kehidupan mereka, serta saling membutuhkan satu sama lainnya
dalam mencapai tujuan, maka dari itu manusia harus berkelompok dan terorganisir
yang sering disebut masyarakat. Semua warga masyarakat merupakan manusia
yang hidup bersama, hidup bersama dapat diartikan sama dengan hidup dalam suatu
tatanan pergaulan dan keadaan ini akan tercipta apabila manusia melakukan
hubungan, Mac Iver dan Page dalam Soerjono Soekanto (2000), memaparkan
bahwa masyarakat adalah suatu sistem dari kebiasaan, tata cara, dari wewenang dan
33
kerja sama antara berbagai kelompok, penggolongan, dan pengawasan tingkah laku
serta kebiasaan-kebiasaan manusia. Masyarakat merupakan suatu bentuk
kehidupan bersama untuk jangka waktu yang cukup lama sehingga menghasilkan
suatu adat istiadat menurut Ralph Linton dalam Soerjono Soekanto (2000).
Masyarakat dalam interaksinya, menimbulkan produk-produk interaksi
yang beranekaragam, seperti nilai-nilai sosial dan norma yang dianut dalam sebuah
masyarakat tertentu secara individu maupun kelompok, termasuk juga pola
hubungan dalam masyarakat, berdasarkan kesatuannya, masyarakat terbagi
menjadi masyarakat desa dan masyarakat kota, oleh karena itu, masyarakat adalah
manusia yang berinteraksi satu sama lain yang terikat atas aturan dan norma tertentu
yang bersifat kontinu dan sifatnya terikat oleh rasa identitas bersama.
F. Kerangka Pikir
Tambang Galian C yang berada di Kab.Sidrap mulai beraktifitas sejak tahun
2008 hingga saat ini. Dengan adanya Tambang Galian C di Desa Bila, Kec.Pitu
Riase, Kabupaten Sidrap menimbulkan Pro dan Kontra antara Aliansi Masyarakat
Peduli Sungai Bila (AMPSB) dan Aliansi Senambang Sidrap (APTASI). Sebab
Sungai Bila merupakan sungai yang bermuara ke Danau Tempe, Kab.Wajo, Di
Sungai ini terdapat bendungan yang telah di bangun oleh pemerintah pusat pada
tahun 1995. Aliran Sungai Bila di Desa Bila Riase juga merupakan sumber
pengairan bagi aktifitas masyarakat, dan juga merupakan sumber air, serta area ikan
air tawar yang selalu di tangkap oleh masyarakat untuk makan sehari-hari.
Uraian diatas maka dibutuhkan sebuah solusi yang dapat menyelesaikan
permasalahan tersebut. Pemerintah diharapkan mampu memberikan solusi berupa
34
strategi yang nantinya dapat memberikan jalan keluar dari permasalahan diatas.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan kerangka pikir di bawah ini :
Bagan Kerangka Pikir
G. Fokus Penelitian
Fokus pada penelitin ini adalahStrategi Pemerintah Dalam Penanganan
Konflik Antara Aliansi Senambang Sidarap dan Aliansi Masyarakat Peduli Sungai
Bila (ASS dan AMPSB) di Desa Bila .
H. Deskripsi Fokus Penelitian
1. Memahami masalah merupakan tindakan yang dilakukan oleh Desa Bila
dalam memahami permasalahan yang menyebabkan terjadinya
perlawananmasyarakat terhadap pertambangan.
Strategi Pemerintah Dalam Penanganan Konflik
ASS dan AMPSB di Desa Bila
(George Polya)
1. Memahami masalah
2. Merencanakan pemecahan
3. Melaksanakan rencana
4. Melihat kembali
Faktor
Pendukung
Dukungan
Pemerintah
Faktor
Penghambat
Kurangnya
Respon
KAPOLRES
Penyelesaian Konflik
Masyarakat
35
2. Merencanakan pemecahan merupakan langkah yang diambil Desa Bila
dalam menyelesaikan permasalahan yang menyebabkan terjadinya konflik
masyarakat terhadap pertambangan.
3. Melaksanakan rencana merupakan upaya yang dilakukan dalam
merealisasikan pokok pemecahan masalah yang sudah direncanakan
sebelumnya.
4. Melihat kembali merupakan evaluasi yang dilakukan Desa Bila terhadap
strategi pemerintah dalam pemecahan masalah terhadap konflik masyarakat
pada pertambangan.
5. Faktor pendukung merupakan hal-hal yang menjadi pendukung dalam
strategi dalam menangani konflik masyarakat terhadap pertambangan.
6. Faktor penghambat merupakan hal-hal yang menjadi penghambat dalam
strategi dalam menangani konflik masyarakat terhadap pertambangan.
36
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Waktu yang dibutuhkan peneliti yakni dua bulan setelah ujian proposal dan
bertempat diDesa Bila, KecamatanPitu Riase, KabupatenSidrap, Provinsi Sulawesi
Selatan. Dipilihnya lokasi ini karena beberapa pertimbangan, diantaranya:
Pertama. lokasi ini merupakan wilayah yang bermasalah terkait pertambangan dan
penolakan masyarakat dengan adanya pertambangan, Kedua lokasi penelitian
berada di Kabupaten Sidrap, Provinsi Sulawesi Selatan, sangat berpengaruh dan
menjadi model bagi daerah- daerah lainnya di Propinsi Sulawesi Selatan, Ketiga.
Aliran Sungai Bila merupakan sumber pengairan bagi aktifitas pertanian
masyarakat mulai dari KecamatanPitu Riase, KecamatanManiang Pajo, Hingga
KabupatenWajo.
B. Jenis Dan Tipe Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan yang
bersifat alamiah, melalui proses yang telah ditetapkan.
1. JenisPenelitian
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif
kualitatif yakni bersifat menggambarkan atau menguraikan sesuatu hal menurut apa
adanya. Metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan yang disertai dengan gambar/foto dari
orang-orang yang perilakunya dapat diamati. Diharapkan bahwa apa yang terlihat
di lapangan bahkan secara lebih rinci, jelas dan akurat.Terutama apa yang dilihat
37
pada perlawanan masyarakat terhadap upaya untuk menutup pertabangan yang ada
di Desa Bila KecamatanPitu Riase, KabupatenSidrap. Berhubungan dengan
penelitian perlawanan masyarakat terhadap adanya aktifitas pertambangan
Penelitian deskriptif kualitatif bersifat terbuka artinya masalah penelitian
sebagaimana telah disajikan bersifat fleksibel“subject to change” sesuaidengan
proses kerja yang terjadi di lapangan. Sehingga focus penelitiannya pun ikut juga
berubah guna menyesuaikan diri dengan masalah penelitian yang berubah.
2. Jenis dan Tipe penelitian
Tipe penelitian yang di gunakan adalah Fenomenologi. Menurut Bogdan dan
Biklen (dalam Alsa, 2004) peneliti dengan pendekatan fenomenologis berusha
berusaha memahami makna dari suatu peristiwa dan saling pengaruhnya dengan
manusia dalam situasi tertentu.
Istilah fenomenologi sering digunakan sebagai anggapan umum untuk
menunjukkan pada pengalaman subyektif dari berbagai jenis dan tipe subyek yang
ditemui.Dalam arti yang lebih khusus, istilah ini mengacu pada penelitian
terdisiplin tentang kesadaran dari perspektif pertama seseorang (Moleong, 2009).
C. Jenis dan Sumber Data
1. Data Primer
Data primer adalah data yang penulis dapat secara langsung dari sumbernya
yaitu para informan yang menjadi objek penelitian peneliti. Peneliti mendatangi dan
melakukan wawancara langsung untuk mendapatkan hasil atau data yang valid dari
informan secara langsung agar dalam menggambarkan hasil penelitianStrategi
Pemerintah Dalam Penanganan Konflik Antara ASS dan AMPSB Di Desa Bila.
38
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan suatu data yang diperoleh melalui media dengan
maksud untuk melengkapi data primer seperti buku, artikel, internet atau jurnal
ilmiah yang saling berkaitan dariStrategi Pemerintah Dalam Penanganan Konflik
Antara ASS dan AMPSB Di Desa Bila.
D. Teknik Pengumpulan Data
Cara tersebut dapat dibagai atas tiga bagian, yakni melalui: observasi atau
pengamatan, wawancaradan dokumentasi.
1. Observasi
Observasi yaitu pengumpulan data dengan caramelakukan pengamatan
langsung terhadap objek penelitian mengenai Strategi Pemerintah Dalam
Penanganan Konflik Antara Aliansi Senambang Sidarap dan Aliansi Masyarakat
Peduli Sungai Bila (ASS dan AMPSB) di Desa Bila.
2. Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan penelitian untuk
mendapat keterangan-keterangan biasa melalui percakapan dan berhadapan muka
dengan orang yang dapat memberikan keterangan yang berkaitan Strategi
Pemerintah Dalam Penanganan Konflik Antara Aliansi Senambang Sidarap dan
Aliansi Masyarakat Peduli Sungai Bila (ASS dan AMPSB) di Desa Bila .
39
3. Dokumentasi
Dokumentasi, yaitu pencatatan dokumen dan data yang berhubungan dengan
Strategi Pemerintah Dalam Penanganan Konflik Antara Aliansi Senambang
Sidarap dan Aliansi Masyarakat Peduli Sungai Bila (ASS dan AMPSB) di Desa
Bila. Data ini berfungsi sebagai bukti dari hasil wawancara di atas.Kegiatan yang
dilakukan untuk memperoleh data yang diperlukan dengan menelusuri dan
mempelajari dokumen-dokumen yang sudah ada.Studi dokumentasi dilakukan
dengan mempelajari buku-buku dan hasil laporanlain yang ada kaitannya
denganStrategi Pemerintah Dalam Penanganan Konflik Antara Aliansi Senambang
Sidarap dan Aliansi Masyarakat Peduli Sungai Bila (ASS dan AMPSB) di Desa
Bila.
E. Informan Penelitian
Informan peneliti adalah orang di manfaatkan untuk memberikan informasi
tentang situasi dan kondisi yang diteliti.Penentuan informan dilakukan secara
purposive sampling, artinya memilih langsung informan yang lebih mengatahui
tentang masalah yang akan diteliti.
Tabel .1.3 Informan Penelitian
No NAMA INFORMAN INISIAL JABATAN
JUM
LAH
1 ABBAS ARAS,SP.,M.AP AA Camat 1
2 Andi Tenri Sangka,SE AT Ketua AMPSB 1
3 H.Rais Landikkang, S.Sos.,M.Si RL Kepala Desa 1
4 Andi Firman AF Masyarakat 1
5 Rahmat RH Masyarakat 1
6 Hilman HL Masyarakat 1
Total Informan 6
40
F. Teknik Analisis Data
Analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus
menerussampai tuntas, sehingga datanya jenuh, Aktifitas tersebut adalah reduksi
data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan :
1. Data Reduktion (Reduksi Data)
Reduksi data adalah analisis data yang dilakukan dengan memilih hal-hal
yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.
Data yang diperoleh di dalam lapangan dituliskan/dketik dalam bentuk uraian atau
laporan yang terperinci.
2. Data Display(Penyajian Data)
Selanjutnya penyajian data dalam bentuk uraian singkat, dan sejenisnya.
Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif
adalah teks yang bersifat narasi.
3. Conclusion Drawing/verificDation
Langka ketiga adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Dari data yang
diperoleh, kemudian dikategorikan, dicari tema dan polanya kemudian ditarik
kesimpulan. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan
akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada
tahap pengumpulan data berikutnya (Sugiyono, 2013).
G. Keabsahan Data
Dalam penelitian kualitatif, data bisa dikatakan akurat ketika terjadi keselarasan
antara yang di laporkan dengan apa yang perbedaan antara yang sesungguhnya
terjadi pada obyek penelitian.
41
1. Perpanjangan Pengamatan
Hal ini dilakukan ketika peneliti masih menemukan kekeliruan dari hasil
penelitianyasehingga mengharuskan untuk melakukanpeninjauan kembali ke lokasi
penelitian sehingga bisa mendapatkn informasi yang lebih akurat lagi dari apa yang
sudah didapatkan sebelumnya.
2. Meningkatkan Ketekunan
Lebih mencermati hal yang ingin diteliti dengan cara lebih memfokuskan diri
pada hal yang ingin di teliti sehingga lebih sistematis dan lebih jelih lagi untuk
melihat apakah data yang di kumpulkan itu benar atau salah.
3. Triangulasi
Pengujian kebenaran informasi dengan berbagai cara dan berbagai kondisi
berupa pengujian kebenaran serta akurasi data harus dengan berbagai cara.Hal ini
dilakukan dengan tiga triangulasi, yaitu :
a. Triangulasi sumber data adalah menggali kebenaran informasi
tertentumelalui berbagai metode dan sumber perolehan data. Misalnya,
selain melalui wawancara dan observasi, peneliti bisa menggunakan
observasi terlibat, dokumen tertulis, arsip, dokumen sejarah, catatan resmi,
catatan atau tulisan pribadi dan gambar atau foto. Masing-masing cara itu
akan menghasilkan bukti atau data yang berbeda, yang selanjutnya akan
memberikan pandangan yang berbeda pula mengenai fenomena yang
diteliti.
b. Triangulasi teknik berarti peneliti menggunakanteknik pengumpulan data
yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber datayang
42
sama.Peneliti menggunakan observasi partisipatif, wawancaramendalam,
Sertadokumentasi untuk sumber data yang sama secara serentak.
c. Triangulasi waktu yaitu data yang dikumpulkan dengan teknik melihat
kondisi sikologis informan yang dinilai berdasarkan waktu wawancara
antara pagi, siang ataupun sore hari.
4. Analisis Kasus Negatif
Analis kasus yang tidak sesuai atau bertentangan dengan kasus yang
sebenarnya dalam jangka waktu tertentu apabila waktu itu tidak di temukan lagi
data yang lain atau data yang bertentangan maka data yang diperoleh dianggap
benar dan dijadikan sebagai referensi dari berbagai media atau penelitian.
5. Menggunakan Bahan Referensi
Hal ini dilakukan dengan cara memperlihatkan bukti berupa gambar ataupun
suara rekaman antara peneliti dan informasi penelitian sehingga ada bukti jelas atau
kongret bahwa peneliti betul-betul terjun langsung kelapangan atau lokasi peneliti
untuk melakukan penelitian dan data yang dikumpulkan adalah data berdasarkan
penelitian bukan hanya asumsi peneliti atau opini.
6. MengadakanMembercheck
Hal ini dilakukan berupa pengevaluasian data kembali oleh peneliti atas data
yang diperoleh dari informan apakah jawaban yang diberikan informan sesuai
dengan pertanyaan peneliti atau tidak sehingga data yang terkumpul lebih kredibel
lagi sehingga data yang di peroleh adalah data akurat (Sugiyono, 2013).
43
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Objek Penelitian
1. Gambaran Umum Kabupaten Sidrap
Kabupaten Sidenreng Rappang (sering disingkat dengan nama Sidrap) adalah
salah satu kabupaten di provinsi Sulawesi Selatan. Ibukota Kabupaten ini terletak
di Sidenreng. Kabupaten Sidenreng Rappang memiliki luas wilayah
2.506,19 km2 dan berpenduduk sebanyak kurang lebih 264.955 jiwa.
Menurut sejarah, Sidenreng Rappang awalnya terdiri dari dua kerajaan,
masing-masing Kerajan Sidenreng dan Kerajaan Rappang. Kedua kerajaan ini
sangat akrab. Begitu akrabnya, sehingga sulit ditemukan batas pemisah. Bahkan
dalam urusan pergantian kursi kerajaan, keduanya dapat saling mengisi. Seringkali
pemangku adat Sidenreng justru mengisi kursi kerajaan dengan memilih dari
komunitas orang Rappang. Begitu pula sebaliknya, bila kursi kerajan Rappang
kosong, mereka dapat memilih dari kerajaan Sidenreng. Itu pula sebabnya, sulit
untuk mencari garis pembeda dari dua kerajaan tersebut. Dialek bahasanya sama,
bentuk fisiknya tidak beda, bahasa sehari-harinya juga mirip. Kalaupun ada
perbedaan yang menonjol, hanya dari posisi geografisnya saja. Wilayah Rappang
menempati posisi sebelah Utara, sedangkan kerajaan Sidenreng berada di bagian
Selatan.
Kedua kerajaan tersebut masing-masing memiliki sistem pemerintahan
sendiri. Di kerajaan Sidenreng kepala pemerintahannya bergelar Addatuang. Pada
pemerintahan Addatuang, keputusan berasal dari tiga sumber yaitu, raja, pemangku
44
adat dan rakyat. Sedangkan di Kerajaan Rappang rajanya bergelar Arung
Rappang dan menyandarkan sendi pemerintahanya pada aspirasi rakyat. Demokrasi
sudah terlaksana pada setiap pengambilan kebijakan. Demokrasi bagi kerajaan
Rappang adalah sesuatu yang sangat penting, salah satu bentuk demokrasinya
adalah penolakan diskriminasi gender. Perbedaan gender tidak menjadi masalah,
khususnya bagi kaum wanita untuk meniti karier sebagaimana layaknya kaum pria.
Buktinya, adalah emansipasi wanita sudah ditunjukkan dengan seorang perempuan
yang menjadi rajanya, yaitu Raja Dangku, raja kesembilan yang terkenal cerdas,
jujur, dan pemberani. Wanita yang kemudian dikenal sukses menjalankan roda
pemerintahan di zamannya.
Pada saat pengakuan kedaulatan republik Indonesia oleh Belanda tanggal
27 Desember 1949, berakhirlah dinasti Kerajaan Sidenreng dan Kerajaan Rappang.
Setelah kemerdekaan, kerajaan Sidenreng lebih awal menunjukkan watak
nasionalismenya dengan bersedia melepaskan sistem kerajaan mereka meskipun
sistem itu sudah berlangsung lama, sampai 21 kali pergantian pemimpin. Mereka
memilih berubah dan menyatu dengan pola ketatanegaraan Indonesia. Kerajaan
akhirnya melebur menjadi Kabupaten Sidenreng Rappang, dengan bupati
pertamanya H. Andi Sapada Mapangile dan untuk pertama kalinya dalam sejarah
pemerintahan Sidenreng Rappang dilakukan pemilihan umum untuk memilih
bupati secara langsung pada tanggal 29 Oktober 2008 lalu.
Kabupaten Sidenrang Rappang dengan ibukota Pangkajene sebagai salah
satu sentra produksi beras di Sulawesi Selatan, terletak 183 Km di sebelah utara
Makassar (Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan) dengan luas wilayah 1.883,25
45
Km2,yang secara administratif terdiri dari 11 Kecamatan dan 105 Desa/Kelurahan,
Kabupaten Sidenreng Rappang berbatasan dengan:
Sebelah Utara : Kabupaten Pinrang dan Enrekang
Sebelah Timur : Kabupaten Luwu dan Wajo
Sebelah Selatan : Kabupaten Barru dan Soppeng
Sebelah Barat : Kabupaten Pinrang dan Kota Parepare
Kabupaten Sidenreng Rappang dengan letak geoggrafis 3043 -
4009 Lintang Selatan (LS) dan 119041 - 120010 Bujur Timur (BT) dengan posisi
strategis dan aksebilitas yang tinggi, sehingga memiliki peluang pengembangan
ekonomi melalui keterkaitan wilayah khususnya keterkitan dengan daerah yang
mendukung pembangunan sosial ekonomi dan budaya.
Gambar 4.1Peta Kabupaten Sidenreng Rappang
Sumber : Dokumen RPIJM Kabupaten Sidrap Tahun 2018-2O22
Wilayah Admnistrasi Kabupaten Sidenreng Rappang dengan luas 1.883,25
Km2 terbagi dalam 11 Kecamatan dan 106 Desa/Kelurahan.
46
Tabel.4.2Luas Daerah Wilayah KabupatenSidenrengRappangmenurutkecamatan (Ha),
PersentaseLuasdanJumlahKelurahan/Desa 2016
No Kecamatan Luas (Ha) PersentaseLuasKeca
matanterhadapLuas
Kabupaten
JumlahDesa/Kelurahan
Kelurahan Desa
1 PancaLautan 15.393 8,17 3 7
2 TelluLimpoe 10.320 5,48 6 3
3 WatangPulu 15.131 8,05 5 5
4 Baranti 5.389 2,86 5 4
5 PancaRijang 3.402 1,80 4 4
6 Kulo 7.500 3,98 - 6
7 Maritengngae 6.590 3,52 7 5
8 WatangSidenr
eng 12.081 6,40 3 5
9 PituRiawa 21.043 11,17 2 10
10 DuaPitue 6.999 3,72 2 8
11 PituRiase 84.477 44,85 1 11
Jumlah 188.325
38 68
Sumber BPS: 2016
2.Potensi Wilayah
Dalam Perda RTRW No. 5 Tahun 2012 Kabupaten Sidenreng Rappang
yang dimaksud dengan Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama
lindung atau budidaya.Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan
fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya
alam dan sumberdaya buatan. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan
47
dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi
sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan.
Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan
sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan
sosial, dan kegiatan ekonomi. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai
kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Kawasan strategis kabupaten adalah
wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh
sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya
dan/atau lingkungan. Pengembangan kawasan budidaya melalui optimasi fungsi
kawasan dalam mendorong ekonomi dan kesejahteraan masyarakat meliputi:
a. Mengembangkan hutan produksi dan hutan produksi terbatas dengan
pengembangan hutan yang bernilai ekonomi tinggi dantetap memiliki fungsi
perlindungan kawasan dengan melakukan peningkatan nilai tambah kawasan
melalui penanaman secara bergilir, tebang pilih dan pengelolaan bersama
masyarakat.
b. Mengembangkan kawasan pertanian melaluipenetapan dan pengendalian secara
ketat kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan, pengembangan
intensifikasi dan ekstensifikasi, pemanfaatan teknologi tepat guna,
pengembangan sentra produksi dan agribisnis, pengembangan hortikultura
dengan pengolahan hasil pertanian dan melakukan upaya eksport serta
48
peningkatan sarana dan prasarana pertanian untuk meningkatkan produktivitas
pertanian.
c. Mengembangkan kawasan perkebunan melalui pemulihan lahan yang rusak
atau marjinal, alih komoditas menjadi perkebunan, peningkatan produktivitas
dan pengolahan hasil perkebunan dengan teknologi tepat guna serta
pengembangan kemitraan dengan masyarakat yang tinggal disekitar
perkebunan.
d. Mengembangkan kawasan peternakanmelalui pengembangan dan pengelolaan
hasil peternakan dengan industri peternakan yang ramah lingkungan yang
didukung dengan adanya pengembangan cluster sentra produksi peternakan
terutama terkait dengan industri pakan ternak dan pemanfaatan kotoran ternak.
e. Mengembangkan kawasan perikanan melalui pengembangan dan pengelolaan
hasil perikanan dengan industri perikanan yang ramah lingkungan yang
didukung dengan teknologi tepat guna serta menetapkan kawasan reservant
sebagai kawasan bebas penangkapan.
f. Mengembangkan kawasan pertambangan dilakukan melalui penetapan
kawasan pertambangansesuaidenganjenisbahangalian, pengembangan kawasan
pertambangan yang sudah ada dan melakukan rehabilitasi kawasan
bekaspertambangan sesuai dengan dokumen yang menyertainya.
g. Mengembangkan kawasan peruntukan industri melalui pengembangan dan
pemberdayaan industri kecil dan home industry yang diikuti dengan
peningkatan kegiatan koperasi usaha mikro, kecil dan menengah serta
49
pengadaan prasarana wilayah pada kawasan pengembangan Agroindustri
Modernuntuk menarik investasi.
h. Mengembangkan kawasan pariwisata melalui pengembangan obyek wisata
andalan prioritas berbasis alam dan agrowisata, membentuk zona wisata yang
dikaitkan dengan kalender wisata dalam skala nasional yang disertai
pengembangan paket wisata, pengadaan kegiatan festival wisata atau gelar seni
budaya yang didukung oleh pemasaran hasil industri kecil kerajinan hasil
pertaniandan hasil pengolahan produksi pertanian.
i. Mengembangkan kawasan permukiman sesuai karakter fisik, sosialbudaya dan
ekonomi masyarakat perdesaan yang didukung dengan penyediaan sarana dan
prasarana permukiman perdesaan dan peningkatan kualitas permukiman
perkotaan serta pengembangan perumahan terjangkau dan layak huni.
j. Mengembangkan kawasan eksploitasi sumber daya air dan mineral melalui
pelestarian daerah di sekitar kawasan eksploitasi sumberdaya air dan mineral
dengan melakukan reboisasi dan penghijauan di daerah sekitarnya untuk
menjaga agar siklus daur hidrologi berjalan dalammempertahankan debit air.
k. Mengembangkan ruang terbuka hijau dengan penetapan kawasan ruang terbuka
hijau di wilayah perkotaan minimal 30% dari luas wilayah perkotaan, dengan
proporsi luas ruang terbuka hijau publik minimal 20% dari luas wilayah
perkotaan selebihnya adalah wilayah ruang terbuka hijau privat.
3.DemografidanUrbanisasi
Pada tahun 2015 jumlah penduduk di Kabupaten Sidenreng Rappang adalah
289.787 yang terdiri dari 141.588 jiwa penduduk laki-laki dan 148.199 penduduk
50
perempuan, dengan jumlah rata-rata anggota rumah tangga sebanyak 4 orang.
Kepadatan penduduk per-Km2 sekitar 154 jiwa/Km2 dengan kepadatan penduduk
tertinggi di Kecamatan Panca Rijang sekitar 834 jiwa/Km2.
Tabel.4.3 Jumlah Penduduk Perkecamatan dan Menurut Jenis Kelamin
No Kecamatan JenisKelamin Jumlah Sex
ratio
Laki-laki Perempuan
1 PancaLautang 8.364 8.878 17.242 94.21
2 TelluLimpoE 11.223 12.359 23.582 90.81
3 WatangPulu 16.971 17.264 34.235 98.30
4 Baranti 14.415 15.348 29.763 93.92
5 PancaRijang 13.727 14.656 28.383 93.66
6 Kulo 5.875 6.156 12.031 35.44
7 Maritengngae 24.080 25.483 49.563 94.49
8 WatangSidenreng 8.716 8.987 17.703 96.98
9 PituRiawa 12.833 13.151 25.984 97.58
10 DuaPitue 14.013 14.762 28.775 94.93
11 PituRiase 11.371 11.155 22.526 101.94
Jumlah 141.588 148.199 289.787 95.54
Sumber: BPS-2016
Karakteristik penting yang melekat dalam proses pertumbuhan ekonomi
yaitu tingkat perubahan struktural dan pergeseran struktural ini meliputi pergeseran
secara bertahap kegiatan-kegiatan dari bidang pertanian ke non pertanian. Struktur
perekonomian Kabupaten Sidenreng Rappang dari tahun 2012-2015 tidak banyak
mengalami perubahan.
4. KondisiTopografidanKelerengan
Kondisi kelerengan yang ada di Kabupaten Sidenreng Rappang terbagi
dalam 4 (empat) kategori yaitu :
a. Kemiringan lereng 0 – 2 %, yang tersebar diseluruh wilayah kecamatan.
51
b. Kemiringan lereng 2 – 15 %, yang termasuk dalam kategori tersebar adalah
pada 5 (lima) kecamatan.
c. Kemiringan lereng 15 – 40 %, yang juga termasuk pada kategori ini terdapat
pada 5 (lima) kecamatan.
d. Kemiringan lereng diatas 40 %, pada kategori ini terdapat di 5 (lima)
kecamatan.
Dalam hal ketinggian dataran, maka yang dataran tertinggi adalah
Kecamatan pituRiase diatas 1000m, dan daerah yang dataran rendah di Kecamatan
Maritengngae, Panca Rijang, Baranti dari 0-25m.
Gambar.4.4 Peta Ketinggian Kabupaten Sidenreng Rappang
Sumber: Dokumen RPIJM Kabupaten Sidrap 2018-2020
52
Tabel. 4.5 Kondisi Topografi di Kabupaten Sidenreng Rappang
No Kecamatan Keadaan Tanah (%)
Datar
Berbukit
Bergunung Rawa/ Danau
Total
1 PancaLautang 15 25 57 3 100 2 TelluLimpoE 15 35 49 1 100
3 WatangPulu 25 5 70 - 100
4 Baranti 100 - - - 100 5 PancaRijang 97 3 - - 100
6 Kulo 90 5 5 - 100
7 MaritengngaE 100 - - - 100 8 WatangSidenr
eng 85 15 - - 100
9 PituRiawa 60 10 30 - 100
10 DuaPitue 100 - - - 100 11 PituRiase 35 25 40 - 100
Sumber : BPS -2012
5.Geohidrologi
Pada wilayah Kabupaten Sidenreng Rappang, terdapat 38 (Tiga Puluh
Delapan) sungai yang mengaliri berbagai Kecamatan. Di Kecamatan Panca
Lautang terdapat 6 (enam) aliran sungai sepanjang 33.750 M, Kecamatan Tellu
Limpoe dengan panjang 18.000 M, Kecamatan Watang Pulu dengan panjang
39.000 M, Kecamatan Baranti dengan panjang 15 M, Kecamatan Panca Rijang
dengan panjang 19.550 M, Kecamatan Kulo dengan panjang 25.700 M, Kecamatan
Maritengngae dengan panjang 5.000 M, Kecamatan Dua Pitue dengan panjang
68.460 M, merupakan Kecamatan yang memiliki aliran sungai terpanjang di
Kabupaten Sidenreng Rappang, Kecamatan Pitu Riawa dengan panjang 7.500 M.
Untuk mengetahui lebih jelas, dapat diketahui nama, panjang, lebar dan kedalaman
sungai yang ada di Kabupaten Sidenreng Rappang seperti tabel berikut ini :
53
Tabel 4.6.Sungai,Panjang, Lebar dan Kedalaman Sungai Di Kabupaten Sidenreng
Rappang
No. Kecamatan Nama Sungai Panjang
(M)
Lebar (M) Kedalaman
(M)
1. Panca Lautang - Bilokka 20.000 22 9
- Lokabatu 2.000 6 3
- Pape 2.000 2 3 - Cakkarella 1.500 2 2
- Bengkulu 5.000 6 2,5 - Sessanriu 3.250 13 2,5
2. Tellu Limpoe - La Toling 5.000 5 2
- Pemantingan 7.000 7 2,5
- Watang Lowa 6.000 3 1,5 3. Watang Pulu - BangkaE 5.000 10 8
- CakkaloloE 5.000 10 5
- AlekarajaE 11.000 8 3
- Lompengan 5.000 8 2,5
- Datae 3.000 6 2,5
- Pabbaresseng 4.000 5 2,5
- Polojiwa 3.000 4 2,5
- Batu Pute 3.000 3 3
4 Baranti -Rappang 15.000 30 5
5 Panca Rijang - Rappang 10.000 25 8
- Poka 2.500 5 7
- Tellang 2.550 5 7 - Taccipi 4.500 6 5
6 Kulo - Pangkiri 4.200 10 8
- Kulo 7.500 7 5 - Anrellie 2.000 7 6
- Anyuara 4.200 8 5 - Cinra Angin 7.500 8 5
7 Maritengngae - Takkalasi 5.000 8 3
8 Dua Pitue -Bila 15.100 70 4 - Baramasih 11.750 50 5
- Betao 10.085 50 3
- Tanru Tedong 4.250 100 5 - Kalempang 6.375 80 4
- Lancirang 8.150 10 3
- Bila 15.100 70 4 - Baramasih 11.750 50 5
- Betao 10.085 50 3 - Tanru Tedong 4.250 100 5
- Kalempang 6.375 80 4
- Lancirang 8.150 10 3
54
- Samallangi 2.500 8 2
- Loka 10.250 25 3
9 Pitu Riawa - Anabannae 5.000 7 3
- Banjara 2.500 6 2,5 Sumber : BPS Tahun 2012
6.Geologi
Berdasarkan Peta Tinjauan tanah yang dikeluarkan oleh Lembaga Penelitian
Bogor Tahun 1966, maka jenis tanah yang ada di Kabupaten Sidenreng Rappang
terdiri dari alluvial, regosol, grumusol, mediteran dan pedsolit. Jenis tanah Alluvial
meliputi 21,08 % dari luas wilayah Kabupaten Sidenreng Rappang yang paling luas
terdapat pada Kecamatan Pitu Riawa yaitu 12.110 Ha dan yang paling sempit pada
Kecamatan Panca Rijang yaitu 228 Ha. Bahkan ada 2 (dua) Kecamatan yang tidak
terdapat jenis tanah ini yaitu Kecamatan Kulo dan Watang Pulu.Fisik tanah ini
berupa dataran dan merupakan endapan tanah liat bercampur paisr halus hitam
kelabu dengan daya penahan air cukup baik dan tersedia cukup mineral yang
berguna bagi tumbuh-tumbuhan.
Jenis tanah alluvial terdiri dari alluvial hidromorf daerah kering, alluvial
hidromorf, alluvial kelabu tua, alluvial coklat kekelabuan. Jenis tanah
Regosolseluas 19,74 % atau 37.174 Ha dari luas wilayah Kabupaten Sidenreng
Rappang dan yang terluas di Kecamatan Wattang Pulu yaitu 14.322 Ha atau sekitar
38,52 % dari luas areal yang berjenis tanah regusol dan yang paling sempit terdapat
di Kecamatan Panca Rijang seluas 1.033 Ha. Bahkan terdapat 3 (tiga) Kecamatan
yang tidak terdapat jenis tanah ini yaitu Pitu Riawa, Dua Pitue dan Pitu Riase. Jenis
tanah Regusol kadang–kadang terdiri dari lapisan cadas terutama yang berpasir
55
berwarna kelabu hitam sampai kelabu coklat, porositas sedang dan agak mudah
kena erosi.
Tanah regusol vulkanik baik untuk tanaman padi, tebu, tembakau, palawija,
sayuran dan beberapa jenis tanaman perkebunan lainnya.Jenis tanah
Grumosolseluas 1,20 % atau 2.251 Ha dari luas wilayah Kabupaten Sidenreng
Rappang dan yang terluas di Kecamatan Maritengngae yaitu 1.334 Ha atau sekitar
50,37 % dari luas areal yang berjenis tanah grumusol, kemudian berturut-turut
Kecamatan Watang Pulu seluas 809 Ha (35,94%) dan Kecamatan Tellu LimpoE
seluas 308 Ha atau sekitar 13,69%, sedangkan Kecamatan lainnya tidak terdapat
jenis tanah ini.
Jenis tanah Mediteranseluas 11.416 Ha atau 6,06 % dari luas wilayah
Kabupaten Sidenreng Rappang dan yang terluas di Kecamatan Panca Lautang
seluas 5.121 Ha (44,85%) dari luas areal yang berjenis tanah mediteran, kemudian
berturut-turut Kecamatan Pitu Riase yaitu 3.116 Ha atau sekitar 27,30%,
Kecamatan Tellu Limpoe seluas 1.677 Ha (14,69%) dan kecamatan PituRiawa
seluas 1.502 Ha (13,69 %), sedangkan Kecamatan lainnya tidak terdapat jenis tanah
ini. Jenis tanah mediteran tersebut terdiri dari komplek mediteran coklat kekelabuan
dan regosol komplek meditreran coklat regosol dan latosol.Jenis tanah
Podsolitseluas 94.891 Ha atau 50,39 % dari luas wilayah Kabupaten Sidenreng
Rappang dan yang terluas di Kecamatan Pitu Riase seluas 76.934 Ha (81,07%) dari
luas areal yang berjenis tanah padsolit, kemudian berturut-turut Kecamatan Pitu
Riawa yaitu 7.431 Ha atau sekitar 7,83%, Kecamatan Kulo seluas 5.408 Ha (5,70
%), Kecamatan Watang Sidenreng seluas 2.977 Ha (3,14 %) dan Kecamatan Panca
56
Rijang seluas2.141 Ha (2,26 %), sedangkan Kecamatan lainnya tidak terdapat jenis
tanah ini.
Sumber daya alam berupa tanah dan tambang yang terkandung di dalam
tanah sangat dipengaruhi oleh struktur batuan dan proses geologi yang terjadi.
Berdasarkan pengamatan peta geologi yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal
Geologi dan Pertambangan 1977, maka di Kabupaten Sidenreng Rappang terdapat
beberapa peristiwa geologi.Peristiwa geologi yang ada dan mempunyai luasan yang
paling luas adalah Alluvium dan Endapan Pantai (Qac) yang mencapai 29,86% dari
luas Kabupaten Sidenreng Rappang, kemudian peristiwa geologi Batuan Gn Api
besifat Basah (TPv) seluas 38.788 Ha (20,60%), Mulosa Sulawesi Sorasin (Tcm)
seluas 30.638 Ha.
7. Klimatologi
Kabupaten Sidenreng Rappang berdasarkan klasifikasi Shcmidt dan
fergusson terdapat tiga macam iklim di Kabupaten Sidenreng Rappang yaitu :
Tipe Pertama: Adalah iklim tipe C, yaitu iklim yang bersifat agak basah
jumlah bulan kering rata-rata kurang dari tiga bulan dan bulan-bulan lainnya adalah
bulan basah. Bulan basah adalah jumlah curah hujan bulanan lebih dari 100 mm.
Bulan kering tersebut rata-rata terjadi pada bulan Juni,Julidan Agustus, bulan-bulan
lainnya adalah bulan basah.Daerah yang termasuk iklim ini terletak sebelah Utara
bagian Timur mendekati Pegunungan Latimojong di Kecamatan Pitu Riase.
Tipe Kedua : Adalah iklim tipe D, artinya bersifat sedang dimana jumlah
bulan kering rata-rata 3 – 4 bulan . Bulan-bulan kering terjadi pada bulan
Mei,Juni,Juli dan Agustus. Daerah yang termasuk iklim ini terletak disebelah Timur
57
dan bagian Tengah Kabupaten Sidenreng Rappang, Kecamatan Dua PituE, Watang
Sidenreng,Maritengngae,Panca Rijang dan sebagian Kecamatan Watang Pulu
(bagian Barat) serta sebagian kecil Kecamatan Kulo (bagian Barat sebelah Utara).
Tipe Ketiga : Adalah iklim tipe E, artinya yang bersifat agak kering,
dimana jumlah bulan kering rata-rata 4 – 6 bulan. Bulan-bulan kering terjadi pada
bulan April,Mei,Juni,Juli,Agustus dan September. Daerah yang termasuk iklim ini
terletak sebelah Barat dan sebagian sebelah Selatan Kabupaten Sidenreng Rappang,
Kecamatan yang termasuk di dalam iklim ini adalah Kecamatan Baranti, Tellu
Limpoe, Panca Lautang sebagian Kecamatan Dua Pitue, Watang
Sidenreng,Maritengngae,Panca Rijang dan sebagian Kecamatan Watang Pulu
(bagian Timur) serta sebagian kecil Kecamatan Kulo (bagian Barat sebelah Timur).
Profil Kecamatan Pitu Riase
Pitu Riase adalah sebuah Kecamatan di Kabupaten Sidenreng Rappang
Sulawesi Selatan, Indonesia dan memiliki desa yang meliputiDesa
Belawae,DesaBila Riase,DesaBola Bulu,Desa Botto,Desa Buntu,Desa
Compong,Desa Dengeng, Desa Lagading, Desa Leppangeng,Desa Lombo dan
Desa Tanatoro.
Visi Kecamatan Pitu Riase :“Peningkatan Profesionalisme dalam pelayanan
bidang Pemerintahan, Pembangunan, dan kemasyarakatan dalam mewujudkan
kesejahteraan masyarakat”
Misi Kecamatan Pitu Riase:
1. Meningkatkan kualitas sumber daya aparat dalam menyelenggarakan tugas
pemerintahan, pembangunan dan pembinaankemasyarakatan
58
2. Mengoptimakan koordinasi dengan instansi terkait
3. Meningkatkan pembinaan penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan,
keagrarian dan satuan Bangsa
4. Meningkatkan pembinaan pemerintahan DesaKelurahan, pemberdayaan
otonomi Desa dan administrasi kependudukan
5. Meningkatkan pembinaan ketentraman dan ketertiban
6. Meningkatkan pembinaan ekonomi pembangunan dan pelayanan umum
7. Meningkatkan pembinaan kesejahteraan sosial
STRUKTUR ORGANISASI KANTOR KECAMATAN PITU RIASE
B. Hasil Penelitian Tentang Strategi Pemerintah Dalam Penanganan Konflik
Antara Aliansi Senambang Sidarap dan Aliansi Masyarakat Peduli
Sungai Bila (ASS dan AMPSB) di Desa Bila.
Hasil penelitian ini menjelaskan tentang Strategi pemerintah dalam penanganan
Konflik Tambang Galian C Antara Aliansi Senambang Sidarap dan Aliansi
ABBAS ARAS,S.IP.,M.AP
KEPALA CAMAT
KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL
JEMMI HARUN,S.STP
SEKERTARIS
CAMAT
ROSLIANI, S.Sos
PERENCANAAN DAN
KEUANGAN
CAMAT
ROSLIANI, S.Sos
UMUM DAN
KEPEGAWAIAN
CAMAT
SEKSI
PEMERINTAH
SEKSI
PEMBANGUNAN
SEKSI
PEMBERDAYAAN SEKSI
KETENTRAMAN
SEKSIPELAYANAN
UMUM
KELURAHAN / DESA
59
Masyarakat Peduli Sungai Bila (ASS dan AMPSB) di Desa Bila yang mengacu
kepada indikator Strategi PemerintahGoerge Polya dalam Veby (2012).
Memperkenalkan 4 langkah dalam penyelesaian masalah yang
disebut Heuristik. Heuristik adalah suatu langkah-langkah umum yang memandu
pemecah masalah dalam menemukan solusi masalah. Heuristik tidak menjamin
solusi yang tepat, tetapi hanya memandu dalam menemukan solusi dan tidak
menuntut langkah berurutan. Empat langkah tersebut yaitu memahami masalah,
merencanakan pemecahan, melaksanakan rencana, dan melihat kembali
1. Memahami masalah
Untuk dapat memahami suatu masalah yang harus dilakukan adalah pahami
bahasa atau istilah yang digunakan dalam masalah tersebut, merumuskan apa yang
diketahui, apa yang ditanyakan, apakah informasi yang diperoleh cukup,
kondisi/syarat apa saja yang harus terpenuhi, nyatakan atau tuliskan masalah dalam
bentuk yang lebih operasional sehingga mempermudah untuk dipecahkan.
Kemampuan dalam menyelesaikan suatu masalah dapat diperoleh dengan rutin
menyelesaikan masalah. Untuk memberikan gambaran mengenai memahami
masalah terkait Strategi pemerintah dalam penanganan Konflik Tambang Antara
(ASS dan AMPSB) di Desa Bila,Maka di lakukan wawancara dengan informan
AA,selaku Camat Pitu Riase mengemukakan bahwa :
“Terjadinya konflik karena aktivitas tambang yang telah merusak lahan
perkebunan masyarakat sekitar,masyarakat merasa kegiatan tambang ini
berada di luar batas yang telah ditentukan dan tidak di lengkapi dokumen
perizinan.kami memahami masalah ini dengan adanya pengaduan atau
laporan dari masyarakat sekitar terkait aktivitas tambang di sungai bila”.
( Hasil Wawancara Informan AA Tanggal 11 Desember 2019 ).
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa memahami
masalah terkait Strategi Pemerintah Dalam Penanganan Konflik Antara Aliansi
Senambang Sidarap dan Aliansi Masyarakat Peduli Sungai Bila (ASS dan AMPSB)
di Desa Bila dengan adanya pengaduan atau laporan dari masyarakat sekitar terkait
konflik yang terjadi. Selain Penjelasan dari Camat,adapun penjelasan senada
dengan dari informan RL, Selaku kepala Desa Pitu Riase mengemukakan bahwa :
60
“Penyebab terjadi konflik itu karena dari sembilan penambang hanya empat
yang memiliki izin dan limanya tidak memiliki dan bukan cuman itu cara
menambangnya pun masih salah , baik yang memiliki izin maupun tidak.
Hal ini masyarakat sekitar merasa resah karena aliran sungai bila merupakan
sumber pengairan bagi pertanian masyarakat setelah adanya aktivitas
tambang di sungai bila mengalami kerusakan dan selain itu juga kebun
masyarakat juga mengalami kerusakan.Kami memahami masalah karena
menerima laporan dari warga Desa Bila Riase bahwa masyarakat menilai
kegiatan tambang ini di luar batas yang telah di tentukan dan tidak memiliki
kelengkapan dokumen perizinan tambang.( Hasil Wawancara Informan RL
Tanggal 11 Desember 2019 ).
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa memahami
masalah terkait Strategi Pemerintah Dalam Penanganan Konflik Antara Aliansi
Senambang Sidarap dan Aliansi Masyarakat Peduli Sungai Bila (ASS dan AMPSB)
di Desa Bila dengan menerima laporan dari warga bahwa kegiatan tambang ini di
luar batas yang telah di tentukan dan tidak di lengkapi dokumen perizinan tambang.
Berdasarkan beberapa wawancara di atas mengenai memahami masalah
terkait Strategi Pemerintah Dalam Penanganan Konflik Antara Aliansi Senambang
Sidarap dan Aliansi Masyarakat Peduli Sungai Bila (ASS dan AMPSB) di Desa
Bila dengan adanya pengaduan dan laporan masyarakat sekitar terkait kegiatan
tambang yang di luar batas yang telah di tentukan dan tidak memiliki kelengkapan
dokumen perizinan tambang dalam hal ini juga Sungai Bila merupakan sumber
pengairan pertanian bagi masyarakat sekitar.
2. Merencanakan Pemecahan
Memilih rencana pemecahan masalah yang sesuai bergantung dari seberapa
sering pengalaman kita menyelesaikan masalah sebelumnya. Semakin sering kita
mengerjakan latihan pemecahan masalah maka pola penyelesaian masalah itu akan
semakin mudah didapatkan.
61
Untuk merencanakan pemecahan masalah kita dapat mencari kemungkinan-
kemungkinan yang dapat terjadi atau mengingat-ingat kembali masalah yang
pernah diselesaikan yang memiliki kemiripan sifat / pola dengan masalah yang akan
dipecahkan. Kemudian barulah menyusun prosedur penyelesaiannya.Untuk
memberikan gambaran mengenai Merencanakan Pemecahanterkait Strategi
pemerintah dalam penanganan Konflik Antara Aliansi Senambang Sidarap dan
Aliansi Masyarakat Peduli Sungai Bila (ASS dan AMPSB) di Desa Bila,Maka di
lakukan wawancara dengan informan AT,selaku Ketua AMPSB mengemukakan
bahwa :
“Awalnya itu merencanakan untuk mendirikan sebuah Organisasi terkait
peduli sungai bila terhadap penolakan aktivitas tambang di sungai bila
karena aktivitas tambang tersebut keluar dari batas yang telah di tentukan
sehingga mengakibatkan kerusakan di sungai bila dan perkebunan
masyarakat.Organisasi tersebut terkenal dengan Organisasi Aliansi
Masyarakat Peduli Sungai Bila atau AMPSB. Organisasi ini bertujuan untuk
menyalurkan aspirasi masyarakat terkait penolakan aktivitas tambang
kepada pemerintah setempat dan merencanakan melakukan diskusi dengan
Pak Camat, Pak Desa dan masyarakat sekitar.( Hasil Wawancara Informan
AT Tanggal 25 Desember 2019 ).
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa merencanakan
pemecahan masalah terkait Strategi Pemerintah Dalam Penanganan Konflik Antara
Aliansi Senambang Sidarap dan Aliansi Masyarakat Peduli Sungai Bila (ASS dan
AMPSB) di Desa Bila dengan mendirikan sebuah Organisasi terkait peduli sungai
bila untuk melakukan penolakan aktivitas tambang di sungai bila yang dapat
merusak sungai dan perkebunan masyarakat.Adapun penjelasan dengan informan
RL, Selaku kepala Desa Pitu Riase mengemukakan bahwa :
“Kami merencanakan melakukan kunjungan ke lapangan melihat langsung
kondisi di lokasi jika ditemukan kerusakan yang dilakukan dari tujuh pihak
62
penambang , maka kami akan melaporkan ke pihak berwajib”. ( Hasil
Wawancara Informan RL Tanggal 11 Desember 2019 ).
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa Merencanakan
Pemecahanterkait Strategi Pemerintah Dalam Penanganan Konflik Antara Aliansi
Senambang Sidarap dan Aliansi Masyarakat Peduli Sungai Bila (ASS dan AMPSB)
di Desa Bila dengan melakukan kunjungan ke lokasi penambangan di sungai bila
jika terlihat kerusakan maka akan di laporkan di pihak berwajib.Adapun penjelasan
dengan informan AA, Selaku Camat Pitu Riase mengemukakan bahwa :
“Kami merencanakan untuk melakukan investigasi bersama WALHI SulSel
untuk mengetahui terkait dampak yang di rasakan mengenai dampak
lingkungan ,dampak sosial dan dampak ekonomi yang di alami masyarakat
dan untuk sebagai kelengkapan dokumen pelaporan kepada pihak
berwajib’’.( Hasil Wawancara Informan AA Tanggal 11 November 2019 ).
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa Merencanakan
Pemecahanterkait Strategi Pemerintah Dalam Penanganan Konflik Antara Aliansi
Senambang Sidarap dan Aliansi Masyarakat Peduli Sungai Bila (ASS dan AMPSB)
di Desa Bila dengan melakukan investigasi bersama WALHI SulSel terkait dampak
yang di rasakan terkait dampak lingkungan ,dampak sosial dan dampak ekonomi
yang di alami masyarakat dan untuk sebagai kelengkapan dokumen pelaporan ke
kantor polisi.Adapun penjelasansenada dengan dari informan HL,, Selaku
Masyarakat mengemukakan bahwa :
“Melihat kondisi kerusakan lingkungan di lokasi penambang dan akan
menindak lanjuti kerusakan – kerusakan yang di akibatkan oleh para
penambang ke pihak berwajib”.( Hasil Wawancara Informan AT Tanggal
25 November 2019 )
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa merencanakan
Pemecahanterkait Strategi Pemerintah Dalam Penanganan Konflik Antara Aliansi
63
Senambang Sidarap dan Aliansi Masyarakat Peduli Sungai Bila (ASS dan AMPSB)
di Desa Bila melakukan verifikasi kondisi kerusakan lingkungan di lokasi
penambang dan akan menindak kerusakan – kerusakan yang di akibat oleh para
penambang.
Berdasarkan beberapa wawancara di atas mengenai merencanakan
Pemecahanterkait Strategi Pemerintah Dalam Penanganan Konflik Aliansi
Senambang Sidarap dan Aliansi Masyarakat Peduli Sungai Bila (ASS dan AMPSB)
di Desa Bila dengan melakukan kunjungan ke lapangan melihat langsung kondisi
di lokasi jika ditemukan kerusakan yang dilakukan oleh tujuh penambang yang
diantaranya UD Ahmad, CV Ega, CV Sinta Pratama, CV Bil Boy , CV Sumber
Tani , Hj. Mini dan Hj. Kartini jika masih melakukan aktivitas tambang maka kami
akan melaporkan ke pihak berwajib selain itu melakukan investigasi oleh WALHI
SulSel mengenai dampak yang di rasakan terkait dampak lingkungan ,dampak
sosial dan dampak ekonomi yang di alami masyarakat.Jika dilihat dari dampak
Lingkunganya yaitu Kegiatan tambang di Desa Bila Riase telah membuat sungai
rusak. Kedalaman sungai meningkat secara bervariasi, ini tentu saja merubah aliran
sungai yang akibatnya,terjadi longsor di bibir sungai. Sementara, bibir Sungai Bila
merupakan lahan perkebunan masyarakat untuk sebagai kelengkapan dokumen
pelaporan ke kantor polisi.Jika dilihat dari Dampak ekonominya Pendapatan
masyarakat mulai berkurang karenakebun (jagung, kelapa, kakao) mereka
menyempit. Akibatnya pendapatan masyarakat menurun dan Masyarakat tidak lagi
dapat menangkap , mengkonsumsi ikan air tawar yang terdapat di Sungai Bila.Jika
dilihat dari segi dampak sosial yaitu hubungan masyarakat tidak harmonis karena
64
ada masyarakat yang dipengaruhi untuk mendukung keberadaan tambang dan
masyarakat diintimidasi dengan berbagai cara agar mendukung tambang dan tidak
melaporkan pengerusakan lingkungan kepada pemerintah maupun ke kepolisian.
3. Melaksanakan Rencana
Langkah ini lebih mudah dari pada merencanakan pemecahan masalah,
yang harus dilakukan hanyalah menjalankan strategi yang telah dibuat dengan
ketekunana dan ketelitian untuk mendapatkan penyelesaian.Untuk memberikan
gambaran mengenai memahami masalah terkait Strategi pemerintah dalam
penanganan Konflik Antara Aliansi Senambang Sidarap dan Aliansi Masyarakat
Peduli Sungai Bila (ASS dan AMPSB) di Desa Bila,Maka di lakukan wawancara
dengan informan AT,selaku Ketua AMPSB mengemukakan bahwa:
“Kami telah melakukan diskusi bersama pak camat dan pak desa membahas
perkembangan penambangan yang ilegal dalam bentuk menyalurkan
aspirasi masyarakat terkait keresahan yang di rasakan masyarakat dan
mendapat dukungan dari Pak Desa dan Pak Camat”.( Hasil Wawancara
Informan AT Tanggal 25 Desember 2019 ).
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa Melaksanakan
Rencanaterkait Strategi Pemerintah Dalam Penanganan Konflik Tambang Galian
C Antara Aliansi Senambang Sidarap dan Aliansi Masyarakat Peduli Sungai Bila
(ASS dan AMPSB) di Desa Bila telah melakukan diskusi yang membahas
perkembangan penambangan yang ilegal dan mendapat dukungan dari Kepala Desa
dan Kepala Camat.Adapun penjelasan dengan informan RL , Selaku kepala Desa
Pitu Riase mengemukakan bahwa :
“Kami telah melakukan diskusidengan pihak lainnya mendeskusikan
perkembangan operasi penambangan ilegal dan kami telah mengeluarkan
surat pemberhentian aktivitas tambang di sungai bila kepada Camat Pitu
Riase terkait keresahaan masyarakat sekitar yang di akibatkan aktivitas
65
tambang di sungai bila”( Hasil Wawancara Informan RL Tanggal 11
Desember 2019 ).
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa terkait
Melaksanakan Rencana Strategi Pemerintah Dalam Penanganan Konflik Antara
Aliansi Senambang Sidarap dan Aliansi Masyarakat Peduli Sungai Bila (ASS dan
AMPSB) di Desa Bila bahwa Kepala Desa telah mengeluarkan surat untuk
pemberhentian kepada Pak Camat terkait laporan masyarakat dan akan di tindak
lanjuti Pak Camat.Adapun penjelasan dengan informan AA , Selaku Camat Pitu
Riase mengemukakan bahwa:
“iya kami mendapat surat dari kepala desa mengenai surat pemberhentian
aktivitas tambang dan kami menindak lanjuti dengan mengeluarkan surat
pengaduan masyarakat kepada Polres Sidrap.( Hasil Wawancara Informan
AA Tanggal 11 Desember 2019 ).
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa terkait
Melaksanakan Rencana Strategi Pemerintah Dalam Penanganan Konflik Tambang
Galian C Antara Aliansi Senambang Sidarap dan Aliansi Masyarakat Peduli Sungai
Bila (ASS dan AMPSB) di Desa Bila. Camat telah menerima surat pemberhentian
mengenai aktivitas tambang di sungai dan pihak Kecamatan Pitu Riase telah
menindak lanjuti dengan mengeluarkan surat pengaduan masyarakat kepada Polres
Sidrap.
Berdasarkan beberapa wawancara di atas mengenai melaksanakan
rencanaterkait Strategi Pemerintah Dalam Penanganan Konflik Antara Aliansi
Senambang Sidarap dan Aliansi Masyarakat Peduli Sungai Bila (ASS dan AMPSB)
di Desa Bila dengan melakukan diskusi membahas perkembangan penambangan
ilegal dan mendapatkan dukungan dari kepala Desa dan Camat serta Kepala Desa
66
telah mengeluarkan surat mengenai pemberhentian tambang kepada Pak Camat
terkait laporan masyarakat yang akan di tindak lanjuti Camat dengan melakukan
penegakan hukum lingkungan atas pengerusakan lingkungan di Sungai Bila, Desa
Bila Riase, Kecamatan Pitu Riase, Kabupaten Sidrap dan Melakukan penindakan
terhadap 7 pemilik tambang yang telah menambang dan melakukan pengerusakan
lingkungan serta merusak lahan perkebunan masyarakat di Sungai Bila dan
Menjerat pidana para pemilik tambang atas perbuatannya merusak lingkungan.
4. Melihat Kembali
Kegiatan pada langkah ini adalah menganalisi dan mengevaluasi apakah
strategi yang diterapkan dan hasil yang diperoleh benar, apakah ada strategi lain
yang lebih efektif, apakah strategi yang dibuat dapat digunakan untuk
menyelesaikan masalah sejenis, atau apakah strategi dapat dibuat generalisasinya.
Ini bertujuan untuk menetapkan keyakinan dan memantapkan pengalaman untuk
mencoba masalah baru yang akan datang.Maka di lakukan wawancara dengan
informan RL,selaku Kepala Desa mengemukakan bahwa:
“Melihat hasilnya belum sesuai dengan rencana karena hingga sekarang
belum ada pemilik tambang di proses hukum terkait pengerusakan
lingkungan dan penambangan ilegal yang terjadi di sungai Bila.(Hasil
Wawancara Informan RL Tanggal 10 Desember 2019 ).
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa terkait melihat
kembali Strategi Pemerintah Dalam Penanganan Konflik Tambang Galian C
Antara Aliansi Senambang Sidarap dan Aliansi Masyarakat Peduli Sungai Bila
(ASS dan AMPSB) di Desa Bila bahwa belum ada tindakan proses hukum
dilakukan terkait pengerusakan lingkungan dan penambang yang ilegal. Adapun
67
penjelasan dengan informan AA , Selaku Camat Pitu Riase mengemukakan bahwa
:
“Jika di lihat kondisi sekarang belum ada tindakan hukum di lakukan terkait
penambang ilegal tetapi aktivitas tambang sementara waktu terhentikan di
sekitar Sungai Bila’’.( Hasil Wawancara Informan AA Tanggal 11
Desember 2019 ).
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa terkait melihat
kembali Strategi Pemerintah Dalam Penanganan Konflik Antara Aliansi
Senambang Sidarap dan Aliansi Masyarakat Peduli Sungai Bila (ASS dan AMPSB)
di Desa Bila bahwa belum ada tindakan proses hukum dilakukan terkait
pengerusakan lingkungan dan penambang yang ilegal tetapi aktivitas tambang
sementara waktu terhentikan.Adapun penjelasan dengan informan AT, Selaku
ketua AMPSB mengemukakan bahwa :
“melihat kembali kondisi di Sungai bila masih dalam keadaan rusak dan
untuk aktivitas tambang sementara waktu terhenti tetapi menurut warga
sekitar berselangnya waktu aktivitas tambang di sungai bila kembali
beroperasi di malam hari dan belum ada Penegakan hukum yang dilakukan
oleh Kepolisian Resort Sidrap”.( Hasil Wawancara Informan AT Tanggal
25 Desember 2019 ).
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa terkait melihat
kembali Strategi Pemerintah Dalam Penanganan Konflik Antara Aliansi
Senambang Sidarap dan Aliansi Masyarakat Peduli Sungai Bila (ASS dan AMPSB)
di Desa Bila bahwa Keadaan di Sungai Bila masih dalam keadaan rusak dan
aktivitas tambang mulai kembali di malam hari tetapi belum ada tindakan hukum
di lakukan Kepolisian Resort Sidrap.Adapun penjelasan dengan informan RJ,
Selaku Masyarakat mengemukakan bahwa :
“Sempat aktivitas tambang terhenti beberapa waktu tapi tidak lama
kemudian aktivitas tambang kembali dilakukan di malam hari , hal ini
68
tindakan yang dilakukan pemerintah belum efektif dalam menyelesaikan
masalah,jadi masyarakat mengambil tindakan dengan memblokade jalan
menuju ke sungai bila”.(Hasil Wawancara Informan RJ Tanggal 25
Desember 2019 .
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa terkait melihat
kembali Strategi Pemerintah Dalam Penanganan Konflik Antara Aliansi
Senambang Sidarap dan Aliansi Masyarakat Peduli Sungai Bila (ASS dan AMPSB)
di Desa Bila bahwa aktivitas tambang terhenti hanya bersifat sementara waktu dan
tindakan pemerintah setempat belum efektif dalam menyelesaikan masalah
tersebut.
Berdasarkan beberapa wawancara di atas mengenai melaksanakan
rencanaterkait Strategi Pemerintah Dalam Penanganan Konflik Antara Aliansi
Senambang Sidarap dan Aliansi Masyarakat Peduli Sungai Bila (ASS dan AMPSB)
di Desa Bila bahwa belum ada tindakan proses hukum dilakukan terkait
pengerusakan lingkungan dan penambang yang ilegal dan aktivitas tambang hanya
terhenti sementara waktu serta tindakan pemerintah setempat belum efektif dalam
menyelesaikan masalah tersebut.
C. Faktor Pendukung Dan Penghambat Strategi Pemerintah Dalam
Penanganan Konflik Antara ASS dan AMPSB Di Desa Bila.
Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat terkait Strategi
Pemerintah Dalam Penanganan Konflik Antara Aliansi Senambang Sidarap dan
Aliansi Masyarakat Peduli Sungai Bila (ASS dan AMPSB) Di Desa Bila, maka
dapat dilihat dari segala hal yang mendukung dan mendorong Strategi Pemerintah
Dalam Penanganan Konflik Antara Aliansi Senambang Sidarap dan Aliansi
Masyarakat Peduli Sungai Bila (ASS dan AMPSB) Di Desa Bila Kecamatan Pitu
69
Riase Kabupaten Sidrap,sementara faktor penghambat dilihat dari berbagai kendala
yang di temukan dalam proses Strategi Pemerintah Dalam Penanganan Konflik
Antara Aliansi Senambang Sidarap dan Aliansi Masyarakat Peduli Sungai Bila
(ASS dan AMPSB) Di Desa Bila.Untuk penjelasan lebih lanjut dapat di uraikan
pada bagian berikut:
1. Faktor Pendukung
Untuk memperoleh gambaran mengenai hal-hal yang mendukung dan
mendorong terjadinya Strategi Pemerintah Dalam Penanganan Konflik Antara
Aliansi Senambang Sidarap dan Aliansi Masyarakat Peduli Sungai Bila (ASS dan
AMPSB) Di Desa Bila,maka kami melakukan wawancara dengan informan
AA,selaku Camat mengemukakan bahwa :
“Faktor yang menjadi pendukung adanya bantuan dari hasil investigasi
WALHI Sulsel terkait dampak lingkungan,dampak sosial,dan dampak
ekonomi”. ( Hasil Wawancara Informan AA Tanggal 11 Desember 2019 )
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa terkait faktor
pendukung Strategi Pemerintah Dalam Penanganan Konflik Antara Aliansi
Senambang Sidarap dan Aliansi Masyarakat Peduli Sungai Bila (ASS dan AMPSB)
di Desa Bila bahwa adanya dukungan dari hasil investigasi dari WALHI Sulsel
terkait dampak yang di rasakan masyarakat.Adapun penjelasan dengan informan
AT , Selaku ketua AMPSB mengemukakan bahwa :
“Adanya dukungan dari berbagai pihak seperti adanya dukungan dari
kepala Desa ,kepala Camat dan bantuan dari WALHI Sulsel”. (Hasil
Wawancara Informan AT Tanggal 25 Desember 2019).
Hal ini senada dengan yang di sampaikan informan RH,selaku masyarakat
di Desa Pitu Riase mengemukakan bahwa:
70
“Iya, kami mendapatkan dukungan dari berbagai pihak baik dari pihak
kepala Desa,Kepala camat adapun dukungan dari WALHI Sulsel dan
Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) yang siap
mendampingi dalam proses hukum.(Hasil Wawancara Informan RH
Tanggal 25 Desember 2019).
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa terkait faktor
pendukung Strategi Pemerintah Dalam Penanganan Konflik Antara Aliansi
Senambang Sidarap dan Aliansi Masyarakat Peduli Sungai Bila (ASS dan AMPSB)
di Desa Bila bahwa adanya dukungan dari berbagai Pihak yang meliputi kepala
Desa,Kepala Camat adapun bantuan dari WALHI Sulsel dan Perhimpunan Bantuan
Hukum dan HAM Indonesia (PBHI).Adapun penjelasan dengan informan RL, ,
Selaku Kepala Desa mengemukakan bahwa :
“Kami mendapatkan dukungan dari WALHI Sulsel yang siap mendampingi
masyarakat untuk menyelesaikan kasus ini”.(Hasil Wawancara Informan
RL Tanggal 10 Desember 2019 ).
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa terkait faktor
pendukung Strategi Pemerintah Dalam Penanganan Konflik Antara Aliansi
Senambang Sidarap dan Aliansi Masyarakat Peduli Sungai Bila (ASS dan AMPSB)
di Desa Bila bahwa adanya dukungan dari WALHI Sulsel yang siap mendampingi
masyarakat dalam menyelesaikan kasus ini.
Berdasarkan beberapa wawancara di atas mengenai faktor pendukung
terkait Strategi Pemerintah Dalam Penanganan Konflik Tambang Galian C Antara
Aliansi Senambang Sidarap dan Aliansi Masyarakat Peduli Sungai Bila (ASS dan
AMPSB) di Desa Bila bahwa adanya bantuan dari berbagai pihak yang siap
mendampingi masyarakat seperti Camat,Kepala Desa adapun WALHI Sulsel dan
Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI).
71
2. Faktot Penghambat
Pada penelitian ini faktor penghambat dapat dilihat dari berbagai kendala
yang di temukan dalam proses Strategi Pemerintah Dalam Penanganan Konflik
Antara Aliansi Senambang Sidarap dan Aliansi Masyarakat Peduli Sungai Bila
(ASS dan AMPSB) Di Desa Bila.Untuk mengetahui faktor penghambat tersebut
maka dilakukan wawancara dengan informan AA,selaku Camat mengemukakan
bahwa
“Kami telah melakukan pelaporan kepada Kapolres Sidrap untuk
pemberhentian aktivitas tambang tetapi nyatanya hingga saat ini belum ada
tanggapan atau respon dari Kapolres Sidrap untuk melakukan proses hukum
terkait aktivitas tambang yang ilegal.(Hasil Wawancara Informan AA
Tanggal 11 Desember 2019 )
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa terkait faktor
penghambat Strategi Pemerintah Dalam Penanganan Konflik Antara Aliansi
Senambang Sidarap dan Aliansi Masyarakat Peduli Sungai Bila (ASS dan AMPSB)
di Desa Bila bahwa tidak adanya respon dari Kapolres Sidrap untuk melakukan
proses hukum terkait aktivitas tambang yang ilegal yang terjadi di sungai
Bila.Adapun penjelasan dengan informan RL , Selaku Kepala Desa
mengemukakan bahwa :
“Iya ada faktor yang menghambat dalam menyelesaikan konflik ini karena
belum ada tindakan lanjutan dari Kapolres Sidrap dalam menyelesaikan
kasus ini.(Hasil Wawancara Informan Tanggal 10 Desember 2019)
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat diketahui bahwa terkait faktor
penghambat Strategi Pemerintah Dalam Penanganan Konflik Antara Aliansi
Senambang Sidarap dan Aliansi Masyarakat Peduli Sungai Bila (ASS dan AMPSB)
72
di Desa Bila bahwa yang menghambat menyelesaikan konflik ini karena belum ada
tindakan hukum yang dilakukan Kapolres Sidrap.
Berdasarkan beberapa wawancara di atas mengenai faktor penghambat
terkait Strategi Pemerintah Dalam Penanganan Konflik Antara Aliansi Senambang
Sidarap dan Aliansi Masyarakat Peduli Sungai Bila (ASS dan AMPSB) di Desa
Bila bahwa kurangnya respon atau tanggapan Kapolres Sidrap dalam menindak
lanjuti kasus tambang ilegal ini yang seharusnya aktivitas tambang masuk dalam
koridor hukum yang tidak merugikan warga dan tidak merusak lingkungan terkait
penambangan yang seharusnya memiliki izin usaha tambang dan izin dari
masyarakat,Aparat Desa, Camat, Kementrian Lingkungan Hidup Pangkajenne.
Secara keseluruhan faktor pendukung dan penghambat Strategi Pemerintah
Dalam Penanganan Konflik Antara Aliansi Senambang Sidarap dan Aliansi
Masyarakat Peduli Sungai Bila (ASS dan AMPSB) di Desa Bila bahwa faktor
pendukung adanya bantuan dari berbagai pihak yang siap mendampingi masyarakat
seperti Camat,Kepala Desa dan adapun WALHI Sulsel dan Perhimpunan Bantuan
Hukum dan HAM Indonesia (PBHI).
Sedangkan yang menjadi faktor penghambat Strategi Pemerintah Dalam
Penanganan Konflik Antara Aliansi Senambang Sidarap dan Aliansi Masyarakat
Peduli Sungai Bila (ASS dan AMPSB) di Desa Bila Kecamatan Pitu Riase
Kabupaten Sidrap bahwa kurangnya respon atau tanggapan Kapolres Sidrap dalam
menindak lanjuti kasus tambang ilegal ini.
74
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang disajikan pada bab
sebelumnya tentang Strategi Pemerintah Dalam Penanganan Konflik Antara
Aliansi Senambang Sidarap dan Aliansi Masyarakat Peduli Sungai Bila (ASS
dan AMPSB) di Desa Bila, Maka dapat di simpulkan secara keseluruhan ysng
mengacu kepada indikator memahami masalah,merencanakan
pemecahan,melaksanakan rencana dan melihat kembali ( Goerge Polya dalam
Veby 2012) menunjukkan bahwa adanya
a. Memahami Masalah, menujukkan bahwa untuk memahami masalah
pemerintah dengan menerima laporan dari warga bahwa kegiatan tambang
ini di luar batas yang telah di tentukan dan tidak di lengkapi dokumen
perizinan tambang.
b. Merencanakan Pemecahan dengan merencanakam melakukan kunjungan ke
lapangan melihat langsung kondisi di lokasi jika ditemukan kerusakan maka
kami akan melaporkan ke pihak berwajib selain itu melakukan investigasi
oleh WALHI SulSel terkait dampak yang di rasakan terkait dampak
lingkungan ,dampak sosial dan dampak ekonomi yang di alami masyarakat
dan untuk sebagai kelengkapan dokumen pelaporan ke kantor polisi.
c. Melaksanakan Rencana dengan melakukan diskusi membahas
perkembangan penambangan ilegal dan mendapatkan dukungan darikepala
Desa dan Kepala Camat serta Kepala Desa telah mengeluarkan surat
75
mengenai pemberhentian tambang kepada Pak Camat terkait laporan
masyarakat yang akan di tindak lanjuti Camat.
d. Melihat Kembali bahwa belum ada tindakan proses hukum dilakukan terkait
pengerusakan lingkungan dan penambang yang ilegal dan aktivitas tambang
hanya terhenti sementara waktu serta tindakan pemerintah setempat belum
efektif dalam menyelesaikan masalah tersebut
2. Faktor pendukung dan penghambat strategi pemerintah dalam penanganan
konflik Antara Aliansi Senambang Sidarap dan Aliansi Masyarakat Peduli
Sungai Bila (ASS dan AMPSB) di Desa Bila bahwa faktor pendukung adanya
bantuan dari berbagai pihak yang siap mendampingi masyarakat seperti
Camat,Kepala Desa,WALHI Sulsel dan Perhimpunan Bantuan Hukum dan
HAM Indonesia (PBHI). Sedangkan yang menjadi faktor penghambat Strategi
Pemerintah Dalam Penanganan Konflik Antara Aliansi Senambang Sidarap
dan Aliansi Masyarakat Peduli Sungai Bila (ASS dan AMPSB) di Desa Bila
bahwa kurangnya respon atau tanggapan Kapolres Sidrap dalam menindak
lanjuti kasus tambang ilegal ini.
76
B. Saran
Berdasarkan hasil Penelitian yang telah disimpulkan diatas, ada beberapa saran
penulis yang akan dikemukakan untuk dapat dijadikan peningkatan Strategi
Pemerintah Dalam Penanganan Konflik Tambang Galian C Antara Aliansi
Senambang Sidarap dan Aliansi Masyarakat Peduli Sungai Bila (ASS dan AMPSB)
di Desa Bila Kecamatan Pitu Riase Kabupaten Sidrap yaitu:
1. Seharusnya pihak Pemerintah setempat harus lebih tegas dalam
menyelesaikan konflik ini, agar konflik ini tidak berkelanjutan dan akan
merugikan masyarakat di sungai bila.
2. Seharusnya pihak Pemerintah Setempat dengan masyarakat harus lebih
bekerjasama dalam mengatasi konflik ini agar cepat teratasi.
77
DAFTAR PUSTAKA
Aditjondro,GeorgeJunus(2003).Korbankorbanpembangunan :tilikanterhadapbebe
rapakasusperusakanlingkungan di tanah air. Yogyakarta: PustakaPelajar.
Ahmad EraniYustika .2003. Negara VsKaumMiskin. Yogyakarta: PustakaBelajar
Erich From,2002.Marx’s Concept of ManKonsep Manusia Menurut Marx, Agung
Prihantoro (penerj).Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Fspbi.2005. PerjuanganMewujutkanPembaharuan Agrarian Sejati.Jakarta Henry
Saragia.
Kelman, Steven, J. Meyers. 2009. Successfully Executing Ambitious Strategies In
Government: An Empirical Analysis. Harvard Kennedy School Of
Government: Faculty Research Working Paper Series.
Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi Dan Pembangunan Daerah
(ReformasiPerencanaan, Strategi, Dan Peluang ). Jakarta. Erlangga.
Lauer, Robert. Perspektif Tentang Perubahan Sosial .Jakarta : PT. Rineka Cipta
Marrus,Stephanie.2002. Building The Strategic Plan : Fin Analyze, And Present
The Right Information.Wiley.USA
Pearce dan Robinson.2008. Manajemen Strategis :Formulasi, Implementasi dan
Pengandilan.Jakarta : Salemba Empat
Peraturan Perundang-Undangan
Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia menyebutkan
bahwa: “bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat
Ross,Mark Howard.1993.Management of Conflict : Interpretations and Interests in
Comprative Prespective.Yale University Press.
Rasyid, Ryaas.2000.Desentralisasi Dalam Rangka Menunjang Pembangunan
Daerah.LP3ES.Jakarta
Sugiyono.2010.Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif , Kualitatif,
dan R&D. Bandung : Alfabeta
Sanderson, Stephen K. 2010. Makro Sosiologi. Jakarta: Kharisma Putra Offset.
Scott, James. C, 1981.Moral ekonomi Petani, Pergola kan dan Subsistensi di
AsiaTenggara. Jakarta : LP3ES.
78
Suwarsono, 2012. StrategiPemerintahan: manajemen organisasi publik,
Jakarta:Penerbit Erlannga.
Soekanto, Soerjono. 2000. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Umar, Husein. 2003. Strategic Management In Action, Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Undang-Undang No 23/2014 Tentang Pemerintahan Daerah
Weber Max 2006 Etika Protestan & Spirit Kapitalism:sejarah kemunculan dan
ramalan tentang perkembagan kultur industrial kontemporer secara
menyeluruh. Yogyakarta; Pustaka Pelajar.
Wiradi, Gunawan. 2000. Reforma Agrarian: Perjalanan yang BelumBerakhir.
Insist Press, KPA, danPustakaPelajar. Yogyakarta.
Zubir, Zaiyardam. 2002.Radikalime Kaum Pinggiran:Studi tentang Idiologi,
Isu,Strategi, dan Dampak Gerakan. Yogyakarta: Insist Press.
79
LAMPIRAN
Foto dengan Ketua AMPSB
80
Foto dengan Masyarakat
81
Foto Struktur Kecamatan Pitu Riase
Foto Sebelum aktivitas tambang di Sungai Bila
82
Foto Sesudah aktivitas tambang di Sungai Bila
81
82
83
84
RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap Fahruddin P. Depparaga. Lahir Bojoe , Tanggal
25 Mei 1998. Alamat BTN. Wesabbe Blok A No. 6, Kelurahan
Arawa,Kecamatan Watang Pulu. Anak ke lima dari lima
bersaudarah, dari pasangan Ir. Abd. Yaris Djafar dan Hj.St.
Farida, S.Pd.
Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar di SD 6 Arawa dan selesai pada
Tahun 2009, penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP
Negeri 1 Watang Pulu dan selesai pada tahun 2012, dan selanjutnya penulis
melanjutkan Sekolah Menengah Atas di SMA 1 Watang Pulu dan selesai tahun
2015 dan kemudian penulis melanjutkan pendidikan pada perguruan tinggi di
Universitas Muhammadiyah Makassar (UNISMUH MAKASSAR) pada Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan Program Studi Ilmu Pemerintahan . Penulis
sangat bersyukur , karena telah diberikan kesempatan untuk menimbah ilmu
pengetahuan yang nantinya dapat diamalkan dan memberikan manfaat.