Strategi Pembangunan Negara Maritim Prof. Tridoyo Kusumastanto.doc

47
Arah Strategi Pembangunan Indonesia Sebagai Negara Maritim Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, MS 1 1. Pendahuluan Kemaritiman adalah peradaban dunia karena kepentingan negara-negara di dunia akan sangat ditentukan bagaimana pengelolaan dan pemanfaatan laut untuk kemakmuran maupun keberlanjutan bangsa-bangsa di dunia. Demikian pula Indonesia yang 70 % wilayahnya berupa laut dan lautan perlu meletakkan arah pembangunan sebagai Negara Maritim. Nenek moyang bangsa Indonesia pernah mencapai abad keemasan sebagai negara maritim pada saat Kerajaan Mataram dan Sriwijaya serta kerajaan lainnya di Nusantara yang “menguasai laut” dari berbagai belahan bumi sehingga mendapatkan kemakmuran bagi rakyatnya dari laut melalui aktivitas ekonomi maupun perdagangan global dengan memanfaatkan laut. Zaman kejajayaan mariitim tersebut pudar pada masa penjajahan dan berimbas sampai sekarang orientasi pembangunan kurang mengintegrasikan pembangunan darat dan laut sebagai sebuah kekuatan pembangunan yang mensejahterakan bangsa Indonesia. 1 Ketua Senat Akademik IPB, Guru Besar Kebijakan Ekonomi Kelautan IPB dan Ketua Program Pasca Sarjana Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika, Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. (Tulisan ini merupakan senarai dari beberapa paper yang disampaikan dalam berbagai forum untuk memajukan kelautan dan maritim Indonesia) 1

Transcript of Strategi Pembangunan Negara Maritim Prof. Tridoyo Kusumastanto.doc

Page 1: Strategi Pembangunan Negara Maritim Prof. Tridoyo Kusumastanto.doc

Arah Strategi Pembangunan Indonesia Sebagai Negara Maritim

Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, MS1

1. Pendahuluan

Kemaritiman adalah peradaban dunia karena kepentingan negara-negara di dunia akan

sangat ditentukan bagaimana pengelolaan dan pemanfaatan laut untuk kemakmuran

maupun keberlanjutan bangsa-bangsa di dunia. Demikian pula Indonesia yang 70 %

wilayahnya berupa laut dan lautan perlu meletakkan arah pembangunan sebagai Negara

Maritim. Nenek moyang bangsa Indonesia pernah mencapai abad keemasan sebagai negara

maritim pada saat Kerajaan Mataram dan Sriwijaya serta kerajaan lainnya di Nusantara

yang “menguasai laut” dari berbagai belahan bumi sehingga mendapatkan kemakmuran

bagi rakyatnya dari laut melalui aktivitas ekonomi maupun perdagangan global dengan

memanfaatkan laut. Zaman kejajayaan mariitim tersebut pudar pada masa penjajahan dan

berimbas sampai sekarang orientasi pembangunan kurang mengintegrasikan pembangunan

darat dan laut sebagai sebuah kekuatan pembangunan yang mensejahterakan bangsa

Indonesia.

Dalam mengembalikan kejayaan nusantara maka Indonesia harus mengedepankan strategi

pembangunan Negara Maritim. Indonesia sebagai sebuah Negara Maritim memiliki

kriteria: a) berdaulat di wilayah NKRI dan disegani negara lain atas wilayahnya, b)

menguasai seluruh wilayah darat dan laut melalui “effective occupancy” dan memiliki “sea

power” yang diandalkan secara nasioal dan global, c) mampu mengelola dan

memanfaatkan berbagai potensi pembangunan sesuai aturan nasional dan internasional, d)

menghasilkan kemakmuran bagi segenap rakyat Indonesia. Dengan demikian maka

keterpaduan darat dan laut dalam pembangunan harus menjadi dasar spasial serta

berorientasi pada wawasan nasional maupun global dengan mengutamakan kepentingan

1 Ketua Senat Akademik IPB, Guru Besar Kebijakan Ekonomi Kelautan IPB dan Ketua Program Pasca Sarjana Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika, Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. (Tulisan ini merupakan senarai dari beberapa paper yang disampaikan dalam berbagai forum untuk memajukan kelautan dan maritim Indonesia)

1

Page 2: Strategi Pembangunan Negara Maritim Prof. Tridoyo Kusumastanto.doc

nasional. Perspektif pembangunan Negara Maritim juga didasari bahwa keberlanjutan

pembangunan guna mencapai keberlanjutan bangsa Indonesia.

2. Visi Kelautan dalam Membangun Negara Maritim

Negara Maritim adalah negara yang berdaulat, menguasai, mampu mengelola dan

memanfaatkan secara berkelanjutan dan memperoleh kemakmuran dari laut. Dengan

demikian apabila membicarakan negara maka digunakan istilah Negara Maritim karena

terkait dengan kata sifat yakni mengelola dan memanfaatkan laut untuk kejayaan

negaranya. Sedangkan kelautan adalah yang terkait dengan artian fisik dan properti

(physical property) yakni terkait dengan sumberdaya kelautan dan fungsi laut yang

digunakan untuk mencapai Negara Maritim. Visi kelautan adalah visi dalam

mendayagunakan sumberdaya dan fungsi laut secara berkelanjutan untuk kemakmuran

bangsa. Visi Kelautan tersebut digunakan untuk menyatukan pembangunan yang

berwawasan kedalam (inward looking) yakni mengembangkan kemajuan nusantara dan

negara kepulauan dan wawasan keluar (outward looking) yakni mengembangkan berbagai

kemampuan bangsa untuk menguasai potensi laut secara global sesuai peraturan

internasional untuk kemakmuran bangsa Indonesia.

Indonesia adalah negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia, hal ini didukung

oleh 17.000 an pulau yang tersebar dari Sabang hingga Merauke, dengan panjang pantai

sekitar 95.181 km yang menempati urutan ke-4 di dunia setelah Kanada (265.523 km),

Amerika Serikat (133.312 km) dan Rusia (110.310 km) (WRI, 2001). Oleh karenanya

sangat wajar bila konstitusi Indonesia menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara

kepulauan. Hal ini sebagaimana dituangkan dalam Pasal 25 Amandemen ke-2 UUD 1945

bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri

2

Page 3: Strategi Pembangunan Negara Maritim Prof. Tridoyo Kusumastanto.doc

nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-

undang”.

Pencantuman “negara kepulauan yang berciri nusantara” tidak dapat dilepaskan

dari konsepsi Wawasan Nusantara yang dikenal dengan “Deklarasi Djuanda” pada tanggal

13 Desember 1957. Deklarasi Djuanda merupakan salah satu tiang utama dalam sejarah

kehidupan Bangsa Indonesia. Hal ini sebagaimana disebutkan Djalal dalam Djamin (2001),

bahwa secara historis ada tiga tiang utama (tonggak) yang penting dalam sejarah

kehidupan bangsa Indonesia yaitu: (1) Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 yang

menunjukkan bahwa Indonesia mempunyai kesatuan kejiwaan yaitu satu Nusa, satu

Bangsa, dan satu Bahasa; (2) Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 dimana

rakyat Indonesia yang telah menjadi satu bangsa tersebut ingin hidup dalam satu kesatuan

kenegaraan, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI); dan (3) Deklarasi

Djuanda tanggal 13 Desember 1957 yang menekankan bahwa bangsa Indonesia yang

hidup dalam NKRI tersebut berada dalam suatu kesatuan kewilayahan yang berbentuk

kepulauan (Nusantara).

Konsepsi Negara Kepulauan yang diperjuangkan selama 25 tahun sejak Deklarasi

Djuanda tahun 1957 baru mendapatkan pengakuan dari masyarakat internasonal secara

keseluruhan sebagai rezim hukum baru setelah Konvensi PBB tentang Hukum Laut

(UNCLOS) 1982 ditandatangani. Dengan demikian, bagi Indonesia, pengakuan

internasional melalui UNCLOS 1982 itu hanyalah bersifat pengukuhan saja dari yang telah

dipraktekan sejak diumumkannya Konsepsi Negara Kepulauan pada tahun 1957 yang

kemudian diundangkan melalui UU No. 4/Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia

(Muhjidin, 1993). Berdasarkan landasan hukum kewilayahan tersebut maka 5,8 juta km2

atau 70% wilayah Indonesia terdiri dari laut dengan potensi ekonomi yang besar serta

3

Page 4: Strategi Pembangunan Negara Maritim Prof. Tridoyo Kusumastanto.doc

sejarah panjang kemampuan kerajaan di nusantara menguasai samudra sehingga

sebenarnya laut merupakan jatidiri bangsa Indonesia

Namun demikian, pembangunan bidang kelautan Indonesia belum berperan optimal

dalam pembangunan ekonomi Indonesia karena berbagai kebijakan yang

memarjinalkannya. Hal ini dikarenakan sampai saat ini, kebijakan pemerintah di bidang

kelautan belum muncul sebagai sebuah arus utama (mainstream) kebijakan politik dan

ekonomi dalam pembangunan bangsa, sehingga pembangunan bidang kelautan jauh

tertinggal dibanding pembangunan daratan. Berdasarkan kondisi yang dimilikinya

seharusnya Indonesia kembali mengarustamakan pembangunan kelautan sesuai jatidiri

bangsa. Dengan demikian untuk mewujudkannya diperlukan KEBIJAKAN KELAUTAN

(OCEAN POLICY) yang diharapkan dapat mewujudkan tujuan untuk menjadi negara

negara maritim yang sejahtera. Dalam menjabarkan Ocean Policy menjadi sebuah

mainstream pembangunan ekonomi nasional, maka pembangunan disusun dalam kerangka

pemikiran ILMU EKONOMI KELAUTAN- OCEAN ECONOMICS (OCEANOMICS)

serta didukung dengan ILMU TATAKELOLA KELAUTAN (OCEAN

GOVERNANCE) yang dapat menggerakkan pembangunan kelautan guna mewujudkan

Indonesia sebagai Negara Maritim yang mensejahteraan rakyat Indonesia. Keberhasilan

ocean governance tidak dapat dilepaskan dari aransemen kelembagaan, karena kelautan

adalah multi sektor dan multi displin. Hal ini sebagaimana yang disarankan Nichols dan

Monahan (2003), bahwa dalam “menunjang” mekanisme kerja kebijakan kelautan dan

tatakelola kelautan, maka diperlukan aransemen kelembagaan (institutional arrangement).

Pemikiran-pemikiran tersebut selanjutnya dituangkan dalam kebijakan-kebijakan

yakni KEBIJAKAN KELAUTAN (OCEAN POLICY) yang dijabarkan dalam kebijakan

EKONOMI KELAUTAN (OCEAN ECONOMIC POLICY) dan KEBIJAKAN

TATAKELOLA KELAUTAN (OCEAN GOVERNANCE POLICY), KEBIJAKAN

4

Page 5: Strategi Pembangunan Negara Maritim Prof. Tridoyo Kusumastanto.doc

LINGKUNGAN LAUT (OCEAN ENVIRONMENT POLICY), KEBIJAKAN

PENGEMBANGAN BUDAYA BAHARI (MARITIME CULTURE POLICY) dan

KEBIJAKAN KEAMANAN MARITIM (MARITIME SECURITY POLICY)

sehingga ke lima pilar tersebut dirumuskan menjadi KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

KELAUTAN NASIONAL (NATIONAL OCEAN DEVELOPMENT POLICY /

NODEP). Kebijakan tersebut merupakan acuan pembangunan kelautan baik jangka

pendek, menengah maupun panjang dalam kerangka besar mengukir masa depan bangsa

(Reframing the future). Dengan demikian, pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya

kelautan serta fungsi laut dapat dilaksanakan secara holistik mensinergikan semua sektor

yang berkaitan dengan pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan, pada dasarnya satu

sektor dan sektor lainnya baik yang memanfaatkan sumberdaya daratan, laut dan udara

akan saling melengkapi dan mendukung sehingga menghasilkan pemanfaatan pada tingkat

optimal dari sumber kekayaan nasional dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional

demi kesejahteraan bangsa Indonesia.

3. Posisi Strategis Wilayah Indonesia

Secara geo-politik dan geo-strategis, Indonesia terletak diantara dua benua, Asia

dan Australia dan dua samudera, Hindia dan Pasifik yang merupakan kawasan paling

dinamis dalam percaturan dunia baik secara ekonomi dan politik. Posisi strategis tersebut

menempatkan Indonesia memiliki keunggulan sekaligus ketergantungan yang tinggi

terhadap bidang kelautan, dan sangat logis jika ekonomi kelautan dijadikan tumpuan bagi

pembangunan ekonomi nasional.

Dalam menjaga wilayah kedaulatan dan kepentingan sebagai negara kepulauan,

Indonesia harus mampu menyelesaikan batas wilayahnya dengan 10 negara tetangga

(Tabel 1) , yaitu India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Palau, Papua

Nugini, Australia, dan Timor Leste. Berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut

5

Page 6: Strategi Pembangunan Negara Maritim Prof. Tridoyo Kusumastanto.doc

(UNCLOS 1982), terdapat empat batas maritim yang harus diperjanjikan, yaitu: Pertama,

laut teritorial (territorial sea), adalah wilayah kedaulatan suatu negara yang didasarkan

atas hukum internasional, yang lebar lautnya tidak boleh melebihi 12 mil laut.

Kedua, zona ekonomi eksklusif (economic exclusive zone), adalah wilayah

berdaulat yang tidak boleh melebihi 200 mil laut, diukur dari garis pangkal yang sama

yang dipakai untuk mengukur lebar laut teritorial. Pada wilayah ini, suatu negara

mempunyai hak-hak berdaulat dan yurisdiksi khusus untuk memandaatkan kekayaan alam

yang berada pada jalur tersebut, termasuk pada dasar laut dan tanah dibawahnya.

Ketiga, landas kontinen (continental shelf). Menurut Summer, teori dari landas

kontinen didasarkan kepada suatu fakta sosiologis bahwa disepanjang sebagian besar

pantai, tanahnya menurun ke dalam laut, sampai akhirnya di suatu tempat tanah tersebut

jatuh curam ke dalam laut. Hal ini sesuai Pasal 76 UNCLOS 1982, landas kontinen suatu

negara pantai adalah dasar laut dan tanah dibawahnya yang merupakan kelanjutan daratan

wilayahnya sampai jarak 200 mil laut dari garis dasar dan dalam hal tertentu dapat sampai

350 mil laut, tergantung jarak tepian kontinennya.

Keempat, zona tambahan (contiguous zone), adalah zona maritim yang

berdampingan dengan laut teritorial dan merupakan area tambahan (Pasal 33 UNCLOS

1982). Zona tambahan tidak boleh melebihi 24 mil laut dari garis pangkal yang sama untuk

lebar laut teritorial. Pada zona tambahan memiliki kekuasaan terbatas untuk penegakkan

hukum bea cukai, keimigrasian, fiskal, dan saniter.

Selain penyelesaian batas maritim, ke depan, Indonesia harus mampu melakukan

eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya alam laut di luar wilayah yurisdiksi Indonesia,

seperti klaim terhadap landas kontinen sejauh 350 mil di wilayah Samudera Hindia dan

kawasan dasar samudera. Dalam konteks ekonomi yang lain, Indonesia harus mampu

memanfaatkan selat strategis seperti Selat Malaka dan 3 Alur Laut Kepulauan Indonesia

6

Page 7: Strategi Pembangunan Negara Maritim Prof. Tridoyo Kusumastanto.doc

(ALKI) sebagai sumber pendapatan negara dan rakyat, melalui pengembangan berbagai

aktivitas ekonomi.. Dalam pengembangan negara maritim, Indonesia harus memiliki visi

”outward looking” didasarkan pada peraturan internasional yang dimungkinkan untuk

mendapatkan sumberdaya alam laut secara global maupun mengembangkan kekuatan

armada laut nasional untuk dapat menguasai pelayaran internasional dengan menciptakan

daya saing sehingga kapal-kapal berbendera Indonesia menguasai pelayaran internasional

dan memiliki kekuatan laut (sea power) yang unggul.

Pengembangan pelabuhan-pelabuhan Indonesia yang kompetitif, efisien dan maju

disegenap wilayah Indonesia yang mampu mendorong terbangunnya aktivitas ekonomi di

seluruh kepulauan maupun jalur ALKI sehingga manfaat peningkatan perdangangan dunia

dapat dimanfaatkan bagi pertumbuhan kemakmuran disegenap penjuru nusantara.

Berkembangnya aktivitas ekonomi berbasis sumberdaya kelautan dan fungsi laut harus

dilakukan secara terpadu dalam matra darat, laut dan udara.

Posisi Indonesia secara geo-poilitik dan geo-strategis tersebut harus didukung

dengan berdaulat terhadap wilayah NKRI secara nyata dilapangan sehingga batas-batas

wilayah dengan negara tetangga secara nyata dikuasai oleh Indonesia melalui penguasaan

yang efektif dan ”sea power” yang unggul. Keadaan tersebut juga harus diperkuat

kemampuan mempertahankan dari segenap ancaman baik dari dalam maupun dari luar

NKRI melalui kemampuan maritime security yang disegani secara global. Posisi strategis

wilayah tersebut selanjutnya dapat memberikan keunggulan Indonesia secara geo-ekonomi

melalui kemampuan mengelola dan memanfaatkan secara berkelanjutan sehingga

menghasilkan kesejahteraan bagi masyarakat dan bangsa Indonesia. Namun demikian

penguasaan, pengelolaan dan pemanfaatan yang dilakukan secara terpadu antara kawasan

darat dan laut dalam wilayah NKRI serta kemampuan memanfaatkan aktivitas global yakni

pelayaran dan perdagangan global maupun eksploitasi sumberdaya yang dimungkinkan

7

Page 8: Strategi Pembangunan Negara Maritim Prof. Tridoyo Kusumastanto.doc

berdasarkan peraturan internasional (e.g. wilayah 200-350 mil laut, artik, antartitika) perlu

disiapkan dengan seksama demi keberlanjutan bangsa dan negara Indonesia dimasa yang

akan datang.

Tabel 1. Status Batas Maritim Indonesia dengan Negara-negara Tetangga

No Negara PihakStatus Batas Maritim

Laut TeritorialZona

TambahanZEE Landas Kontinen

1 India -Keppres No.51/1974Keppres No.26/1977

2 Thailand -Keppres No.21/1972Keppres No.1/1977Keppres No.24/1978

3 Malaysia UU No. 2/1971 1) - -Keppres No.89/1969Keppres No.20/1972

4 Singapura UU No. 7/1973 2)

5 Vietnam - UU No. 18/20076 Filipina - - -7 Palau - -

8 Papua Nugini UU No. 6/1973Keppres No. 21/1982

UU No. 6 /1973

9 AustraliaPerth, 16-02-1997 (belum diratifikasi)

Canberra, 18/1971Jakarta, 9-10-1972

10 Timor Leste - - - -Jumlah Batas Maritim Antar – Negara yang telah Dirafifikasi / Diperjanjikan

3 0 2 6

Jumlah Batas Maritim Antar Negara yang Belum Diperjanjikan

1 3 7 3

Sumber: Dekin (2009)

Keterangan:1) Batas laut teritorial yang diperjanjikan baru mencakup segmen Selat Malaka bagian Tengah Timur dan

Selatan, segmen Selat Singapura bagian Timur belum diperjanjikan2) Batas Laut Wilayah di Selat Singapura diratifikasi dengan UU No 7/1973 (baru sebagian). Masih

diperlukan penetapan batas di segmen dan Timur dan akan menjadi trilateral dengan Malaysia

Geo-strategis Indonesia diperkuat dengan geo-politik, geofisik, geoekosistem,

geoideologi, geoekonomi serta keunggulan kewilayahan yang dimiliki maupun wilayah

laut lainnya yang dapat dikuasai sesuai hukum nasional maupun internasional yang

berlaku, harus menjadi kekuatan bangsa Indonesia menjamin tercapainya keberlangsungan

kehidupan, kemajuan, kemandirian dan kemakmurkan bangsa, negara dan rakyat

8

Tidak perlu dilakukan perjanjian batas maritim- Belum dilakukan perjanjian batas maritim

Page 9: Strategi Pembangunan Negara Maritim Prof. Tridoyo Kusumastanto.doc

Indonesia. Dalam Undang-undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan

Jangka Panjang Nasional (UU RPJPN) disebutkan bahwa pembangunan adalah untuk

mewujudkan “INDONESIA YANG MANDIRI, MAJU, ADIL”, melalui “Mewujudkan

Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan

kepentingan nasional”. Visi dan misi tersebut dilaksanakan dengan menumbuhkan

wawasan bahari bagi masyarakat dan pemerintah agar pembangunan Indonesia berorientasi

kelautan; meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia yang berwawasan kelautan melalui

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; mengelola wilayah laut nasional untuk

mempertahankan kedaulatan dan kemakmuran; dan membangun ekonomi kelautan secara

terpadu dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber kekayaan laut secara berkelanjutan.

Dengan demikian wilayah yang dikuasai dan dijaga kedaulatannya dapat untuk memajukan

bangsa dan mampu menjamin kemakmuran antar generasi (intergerational welfare) bangsa

Indonesia.

3. Ocean Policy

Sebagaimana yang disebutkan sebelumnya, dalam rangka mencapai impian sebagai

Negara Maritim yang makmur, maka diperlukan sebuah ocean policy yang berperan

memayungi bidang kelautan yang sifatnya lintas sektoral dan institusi serta terintegrasi

dengan daratan. Ocean policy adalah kebijakan-kebijakan dalam mendayagunakan

sumberdaya dan fungsi laut secara bijaksana guna mencapai kesejahteraan

masyarakat. Dengan kata lain, ocean policy merupakan paradigma baru yang mendorong

agar bidang kelautan sebagai arus utama (mainstream) dalam pembangunan ekonomi.

Dengan demikian, ocean policy secara integral dan komprehensif dapat menjadi payung

politik bagi semua institusi negara dan masyarakat yang menunjang pembangunan bidang

kelautan dan pembangunan nasional serta implementasinya dijabarkan dalam Kebijakan

Pembangunan Kelautan Nasional (National Ocean Development Policy).

9

Page 10: Strategi Pembangunan Negara Maritim Prof. Tridoyo Kusumastanto.doc

Berdasarkan hal tersebut, secara ekonomi-politik bidang kelautan harus menjadi

arus utama dalam kebijakan pembangunan ekonomi nasional, sehingga secara ekonomi

bidang kelautan harus dapat memakmurkan rakyat. Sedangkan, secara politik semangat

menjadikan bidang kelautan sebagai basis ekonomi nasional harus didukung oleh visi dan

konsensus bersama semua pengambil kebijakan di negeri ini baik pada tataran eksekutif

(termasuk militer dan polisi), legislatif, yudikatif serta segenap komponen bangsa.

Dalam rangka mengembangkan ocean policy maka diperlukan persyaratan yang

harus dipenuhi yaitu: Pertama, kebijakan tersebut harus memiliki instrumen yang efektif

untuk menjalankannya (policy tools dll), dan instrumen tersebut sebaiknya: (i) dapat

diaplikasikan (applicability) secara leluasa dan universal serta dapat ditegakkan secara

hukum (enforceability); (ii) mempunyai kewenangan administratif dan pengelolaan yang

jelas. Kedua, kebijakan tersebut dapat memberikan dampak terhadap perekonomian

domestik maupun global. ketiga, kebijakan tersebut harus efisien dan efektif atau cost

effective secara ekonomi serta adil (fairness), sehingga mampu mendorong pertumbuhan

dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Keempat, kebijakan harus mampu mendorong

kemandirian rakyat dan berlandaskan nilai luhur agama dan moralitas.

Dengan demikian, keberadaan ocean policy akan memberikan sebuah payung dan

guide line bagi semua stakeholders dalam pembangunan nasional. Pembangunan bidang

kelautan menjadi sangat penting bagi keberlanjutan bangsa dan negara sehingga bidang

kelautan merupakan pilar utama pembangunan ekonomi yang memiliki keterpaduan

dengan bidang lainnya yang berbasiskan aktivitas ekonomi daratan yang mampu

memakmurkan bangsa dalam sebuah negara kepulauan.

Sedangkan dalam konteks internasional, ocean policy dipahami sebagai langkah

antisipatif terhadap perubahan akibat adanya globalisasi dunia. Hal ini telah diingatkan

oleh Friedheim (2000) bahwa dampak dari perubahan politik dunia sejak tahun 1980an

10

Page 11: Strategi Pembangunan Negara Maritim Prof. Tridoyo Kusumastanto.doc

yang ditandai oleh globalisasi dimana terjadi perubahan cepat dalam bidang transportasi,

komunikasi, interdependensi ekonomi, peningkatan jumlah penduduk, meningkatnya

tekanan terhadap sumberdaya alam dan biodiversitas spesies dunia serta berakhirnya

perang dingin (dimana terjadi perlombaan senjata: kimia, biologi dan nuklir) dan pada

akhirnya memunculkan suatu kesadaran akan pentingnya lingkungan di seluruh

masyarakat dunia.

Kusumastanto (2003) menyatakan bahwa karakteristik laut berbeda dengan darat,

keberlanjutan (sustainability) pembangunan kelautan ditentukan oleh kelestarian

sumberdaya pulih (renewable resources) sehingga perlu adanya ambang batas (threshold)

aktivitas pembangunan ekonomi sektor lainnya pada tingkat yang tidak membahayakan

kelestarian sumberdaya pulih. Dengan demikian keberhasilan pengelolaan pembangunan

kelautan (ocean development management) memerlukan keterpaduan perencanaan dan

implementasi pembangunan yang kuat agar tidak mengulang kesalahan pengelolaan

pembangunan di darat.

Secara global seharusnya semua negara di dunia mampu mengembangkan suatu

pola pemanfaatan yang berkelanjutan dan mempelajari bagaimana mengimplementasikan

prinsip pengelolaan kelautan (ocean management) yang lestari karena laut setiap negara

saling berhubungan (interconnected). Dalam melaksanakan hal tersebut diperlukan

kalkulasi biaya politik dan ekonomi atau memahami bagaimana caranya memperoleh

manfaat ekonomi secara yang berkelanjutan dan konsisten dengan prinsip pengelolaan

kelautan yang lestari.

Sekalipun pemikiran ini nampaknya lebih sustainable management minded tetapi

substansinya adalah bahwa ocean policy penting bagi negara-negara yang masuk kategori

wilayah kepulauan atau yang memiliki kepentingan terhadap wilayah laut sangat tinggi dan

masa depannya ditentukan oleh keberlanjutan pengelolaan laut, seperti halnya negara-

11

Page 12: Strategi Pembangunan Negara Maritim Prof. Tridoyo Kusumastanto.doc

negara yang menguasai dunia sebelum abad ke 19 karena memiliki ocean policy yang kuat

sehingga menjadi negara maritim yang kuat.

Sedangkan secara mikro adalah bagaimana ocean policy tersebut diwujudkan

dalam pengambilan kebijakan-kebijakan yang kongkrit dan terfokus untuk pembangunan

kelautan yang bersifat integral. Kebijakan yang penting saat ini untuk direalisasikan adalah

bagaimana kelautan dapat mengentaskan bangsa ini dari keterpurukan ekonomi dan

memperbaiki kehidupan rakyat kecil yang terhimpit di berbagai kawasan nusantara yakni

kebijakan pengembangan investasi bidang kelautan yang mencakup tujuh sektor yakni

perikanan, pariwata bahari, pertambangan laut, industri maritim, transportasi laut,

bangunan kelautan, dan jasa kelautan lainnya. Dengan demikian, ocean policy dapat

dijabarkan oleh pemerintah pusat dan daerah sebagai pembangunan yang berpihak kepada

rakyat serta kelautan dapat menjadi basis pembangunan ekonomi melalui adanya

keterpaduan antara aktivitas ekonomi kelautan dan daratan sehingga Indonesia menjadi

negara kepulauan yang makmur dan sejahtera.

4. Arah Strategi Pembangunan Negara Maritim

4.1. Pembangunan Ekonomi

Kusumastanto (2006) mengemukakan bahwa konsep ekonomi kelautan

mengedepankan pembangunan ekonomi yang mendayagunakan sumberdaya kelautan

(ocean based resource) dan fungsi laut secara bijaksana sebagai pendorong pertumbuhan

ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia dengan didukung oleh pilar-pilar

ekonomi berbasis daratan (land based economy) yang tangguh dan mampu bersaing dalam

kancah kompetisi global antar bangsa. Kusumastanto (1997), Kusumastanto et al (2000)

dan Kusumastanto (2006) mengelompokkan aktivitas ekonomi di pesisir, laut dan lautan

12

Page 13: Strategi Pembangunan Negara Maritim Prof. Tridoyo Kusumastanto.doc

sebagai ekonomi kelautan (ocean economy) yang terdiri dari 7 (tujuh) sektor yakni

perikanan, pariwisata bahari, pertambangan laut, industri kelautan/maritim,

transportasi laut, bangunan kelautan dan jasa kelautan. Batasan secara spasial

ekonomi kelautan adalah ke darat adalah wilayah kabupaten/kota pesisir dan ke arah laut

adalah wilayah laut sampai ZEE Indonesia serta Landas Kontinen Indonesia.

4.2. Potensi dan Keragaan Ekonomi Bidang Kelautan Indonesia

Keanekaragaman sumberdaya di bidang kelautan terlihat dari jenis potensi yang

dimiliki yakni Pertama, sumberdaya yang dapat diperbaharui (renewable resources)

seperti sumberdaya perikanan beserta ekosistem laut dengan megabiodiversitasnya. Kedua,

sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui (non renewable) seperti sumberdaya minyak,

gas, dan berbagai jenis mineral lainnya. Ketiga, selain dua jenis sumberdaya tersebut, juga

terdapat berbagai macam fungsi dan jasa kelautan yang dapat dikembangkan untuk

pembangunan nasional seperti transportasi laut, pariwisata bahari, energi terbarukan

(pasang surut, OTEC dll), industri kelautan/maritim, dan jasa lingkungan laut. Potensi

ekonomi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal dalam pembangunan nasional.

Pengembangan perekonomian Indonesia belum memanfaatkan potensi kelautan

sengan sungguh-sungguh yang ditunjukkan belum optimumnya perhatian terhadap

ekonomi kelautan Indonesia. Potensi kekayaan pesisir dan laut belum menjadi basis

ekonomi bagi pembangunan nasional. Hal ini dapat dilihat dari masih relatif tidak

berkembangnya kontribusi ekonomi bidang kelautan dalam GDP nasional. Dibandingkan

nilai ekonomi kelautan Jepang, Korea Selatan, Cina, mampu menyumbang hingga 48,4%

bagi PDB nasionalnya, sedangkan ekonomi kelautan Vietnam bahkan memberikan

kontribusi sebesar 57,63% dari total GDP pada tahun 2007 maka nampak ekonomi

kelautan Indonesia kurang berkembang walaupun potensi yang dimilikinya lebih besar.

13

Page 14: Strategi Pembangunan Negara Maritim Prof. Tridoyo Kusumastanto.doc

Kontribusi ekonomi bidang kelautan dinegara-negara Eropa, juga menunjukkan

perkembangan, bahkan ada yang mencapai hampir 60% PDB. Proporsi ini bisa dikatakan

besar jika dilihat panjang pantai dan kekayaan laut mereka memang relatif kecil jika

dibandingkan Indonesia.

Bila dilihat dari kontribusi bidang kelautan terhadap Produk Domestik Bruto

dibandingkan bidang lainnya sudah menunjukkan peran yang cukup besar namun kurang

berkembang. Berdasarkan perhitungan dengan berbagai keterbatasan data yang tersedia,

sejak tahun 1995-2005 kontribusi ekonomi bidang kelautan diperkirakan berkisar pada

20,06 % pada tahun 2000 hingga 22,42% dari total PDB pada tahun 2005, sektor

pertambangan (minyak, gas dan mineral) memberikan kontribusi terbesar diikuti industri

maritim. Perkembangan kontribusi bidang kelautan Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.

sebagai berikut:

Tabel 2. Perkembangan Kontribusi ekonomi Bidang Kelautan Indonesia

(1995-2005)

No.No. Bidang KelautanBidang KelautanPPerersentase ( %) Produk Domestik Brutosentase ( %) Produk Domestik Bruto

1995 1996 1997 1998 1999 2000 20012001 20022002 20032003 20042004 20052005

1. 1. Perikanan Perikanan 1,54 1,51 1,99 2,45 2,31 2,29 2,432,43 2,562,56 2,592,59 2,662,66 2,79

2. 2. Pertambangan Pertambangan 4,16 4,01 3,85 4,65 7,23 10,02 9,299,29 9,329,32 9,369,36 9,389,38 9,13

3.3. Industri MaritimIndustri Maritim 2,74 2,87 3,97 4,48 3,38 3,32 3,803,80 3,813,81 3,853,85 4,684,68 3,77

-Pengilangan Minyak Bumi -Pengilangan Minyak Bumi 1,05 1,03 1,58 1,40 1.20 1,22 2,092,09 2,002,00 2,012,01 2,052,05 2,10

-LNG -LNG 0,99 1,11 1,49 1,88 1,08 1,03 1,21,200 1,111,11 1,131,13 1,121,12 1,14

-Industri maritim lainnya -Industri maritim lainnya 0,70 0,73 0,90 1,20 1,10 1,07 0,510,51 0,70,700 0,710,71 0,510,51 0,53

4. 4. TransportasiTransportasi Laut Laut 0,83 0,86 1,08 1,55 1,51 1,58 0,740,74 1,391,39 1,671,67 1,491,49 1,48

5. 5. Pariwisata Bahari Pariwisata Bahari 0,79 0,73 0,86 2,21 1,53 1,44 1,471,47 1,561,56 1,521,52 1,511,51 1,52

6. 6. Bangunan Kelautan Bangunan Kelautan 0,74 0,65 1,08 1,50 1,22 1,08 0,960,96 0,960,96 0,50,500 0,770,77 1,01

7. 7. Jasa Kelautan Lainnya. Jasa Kelautan Lainnya. 0,97 0,78 1,56 1,19 1,15 1,10 1,461,46 1,21,200 1,281,28 1,341,34 1,32

   Jumlah PDB Jumlah PDB BidangBidang Kelautan Kelautan 12,37 11,41 14,39 18,13 18,6 20,06 20,1520,15 20,7120,71 20,7720,77 20,8320,83 22,42 22,42

Sumber: Kusumastanto (1997, 2000, 2003), PKSPL-IPB (2007)

14

Page 15: Strategi Pembangunan Negara Maritim Prof. Tridoyo Kusumastanto.doc

Sektor-sektor yang ada dalam bidang ekonomi kelautan ini memiliki nilai ICOR

(Incremental Capital Output Ratio) yang baik. ICOR merupakan indikator untuk

mengukur sejauh mana efisiensi dari suatu investasi dimana semakin rendah angka ICOR

menunjukkan investasi yang dilakukan semakin efisien. Berdasarkan perhitungan Tabel

Input-Output 2005, bahwa nilai ICOR terendah terdapat pada sektor wisata bahari dengan

nilai indeks ICOR sebesar 3,01. Hal ini menunjukkan bahwa sektor wisata bahari

merupakan bidang yang paling efisien dalam penanaman investasi jika dibandingkan

dengan bidang lain. Dalam hal efesiensi penyerapan tenaga kerja dapat digunakan adalah

ILOR (Incremental Labour Output Ratio). Semakin besar nilai ILOR, maka penyerapan

tenaga kerjanya akan semakin tinggi. Perhitungan pada tahun 2005 menunjukkan koefisien

ILOR terbesar adalah sektor perikanan yaitu sebesar 14,02. Ini berarti sektor perikanan

adalah sektor yang memiliki daya serap tenaga kerja yang tinggi. Oleh karena itu,

pengembangan sektor ini akan mampu menjadi sebuah solusi bagi pengurangan angka

pengangguran terutama masyarakat di pesisir. Nilai ICOR dan ILOR ke tujuh sektor dalam

bidang kelautan tersebut disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Nilai ICOR dan ILOR Bidang Kelautan berdasarkan Tabel I-O

tahun 2005

No. Bidang Kelautan Nilai ICORNilai ICOR Nilai ILOR

1. Transportasi Laut 3,653,65 12,11

2. Industri Maritim 3,393,39 11,16

3. Perikanan 3,33,300 14,02

4. Energi dan Sumberdaya Mineral 3,823,82 10,14

5. Wisata Bahari 3,013,01 13,09

6. Bangunan Kelautan 4,034,03 11,82

7. Jasa Kelautan Lainnya 3,343,34 13,20Sumber: PKSPL-IPB (2007)

15

Page 16: Strategi Pembangunan Negara Maritim Prof. Tridoyo Kusumastanto.doc

Berdasarkan UU No. 17/2007 tentang RPJN Tahun 2005-2025, bangsa Indonesia

harus mengoptimalkan pendayagunaan sumberdaya kelautan yang terdiri dari transportasi

laut, perikanan, pariwisata, pertambangan, industri maritim, bangunan kelautan, dan jasa

kelautan menjadi tantangan yang perlu dipersiapkan agar dapat menjadi tumpuan masa

depan bangsa. Tujuh sektor dalam bidang kelautan yakni dua sektor sangat erat dengan

sumberdaya pulih (renewable resources) yang menentukan keberlanjutan pembangunan di

laut dan sektor lainnya tersebut perlu ditingkatkan agar dapat mendukung pertumbuhan

ekonomi nasional. Keragaan masing-masing sektor tersebut adalah sebagai berikut:

a. Sektor Perikanan

Produksi perikanan Indonesia menunjukkan kecenderungan (trend) positif di mana

pada tahun 2013 bernilai Rp 291.799.10 milyar dan menyumbang sekitar 2,75% dari total

PDB (BPS, 2014). Namun demikian, jumlah ini jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan

negara-negara produsen perikanan lainnya seperti China (17 juta ton/tahun) dan Peru (10,7

juta ton/tahun). Produksi perikanan ini hampir sama dengan negara-negara yang luas

lautnya jauh lebih kecil dari Indonesia seperti Jepang (5 juta ton/tahun) dan Chile (4,3 juta

ton/tahun). Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya produksi adalah terjadinya

kerusakan ekosistem pesisir dan laut serta maraknya illegal fishing di Perairan laut

Indonesia.

b. Sektor Wisata Bahari

Indonesia memiliki potensi wisata bahari yang besar, selain potensi yang didukung

oleh kekayaan alam yang indah dan keanekaragaman flora dan fauna maupun

kamajemukan budaya yang menarik wisatawan. Pembangunan wisata bahari dapat

dilaksanakan melalui pemanfaatan obyek dan daya tarik wisata secara optimal. Berbagai

obyek dan daya tarik wisata yang dapat dimanfaatkan adalah wisata alam (pantai),

keragaman flora dan fauna (biodiversity), seperti taman laut wisata alam (ecotourism),

16

Page 17: Strategi Pembangunan Negara Maritim Prof. Tridoyo Kusumastanto.doc

wisata bisnis, wisata budaya, maupun wisata olah raga. Misalnya kawasan terumbu karang

di seluruh perairan Indonesia luasnya mencapai 7.500 km2 dan umumnya terdapat di

wilayah taman nasional laut. Selain itu juga didukung oleh 263 jenis ikan hias di sekitar

terumbu karang tersebut. Potensi wisata bahari tersebut tersebar di sekitar 241 daerah

Kabupaten/Kota.

Statistik kedatangan wisatawan mancanegara ke Indonesia menunjukkan terjadinya

peningkatan dalam kurun waktu empat tahun terakhir. Kunjungan wisatawan mancanegara

pada tahun 2009 merupakan kunjungan tertinggi dalam sepuluh tahun terakhir yaitu

mencapai 6.323.730 kunjungan atau naik 1,43%. Penerimaan devisa negara dari sektor

pariwisata sejumlah US$ 6.292,3 juta atau mengalami peningkatan sebesar 20,19%

(Depbudpar, 2009).

c. Sektor Transportasi Laut

Jumlah kunjungan kapal di seluruh pelabuhan mengalami fluktuasi, meskipun

secara umum mengalami trend positif. Dalam kurun waktu 14 tahun terakhir (1995-2008)

di beberapa pelabuhan strategis telah mengalami peningkatan jumlah kunjungan kapal

lebih dari 45%. Tidak hanya itu, penambahan jumlah gross ton kapal juga mengalami

peningkatan lebih dari 50%. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran kapal yang berlayar di

perairan Indonesia semakin bertambah besar dan nilai perdagangan melalui jasa

perhubungan laut semakin meningkat. Berdasarkan Kantor Administrasi Pelabuhan

Indonesia, jumlah kunjungan kapal diseluruh pelabuhan di Indonesia pada tahun 2008

mencapai 729.564 unit dengan jumlah total ukuran kapal sebesar 822.968.000 GT

(Dephub, 2008).

d. Sektor Industri Maritim

Industri maritim adalah salah satu sektor dalam bidang kelautan yang dapat menjadi

sumberdaya ekonomi potensial sebagai penyumbang penerimaan devisa negara. Kegiatan

17

Page 18: Strategi Pembangunan Negara Maritim Prof. Tridoyo Kusumastanto.doc

ekonomi industri maritim ini diantaranya adalah yang mencakup industri pengilangan

minyak bumi dan LNG serta industri yang menunjang kegiatan ekonomi di pesisir dan laut,

yaitu industri galangan kapal, mesin kapal dan jasa perbaikannya (docking).

Industri maritim nasional yang cukup potensial untuk dikembangkan adalah

industri galangan kapal. Industri ini telah berkembang dan terbagi dalam tiga kategori

industri, yaitu: (i) industri pembangunan kapal, (ii) industri mesin, spare parts, dan

komponen yang diperlukan dalam konstruksi kelautan, serta (iii) industri pemeliharaan dan

perbaikan kapal. Dalam masa dua dekade terakhir, ratusan hingga ribuan kapal telah

dibangun oleh galangan kapal nasional yang meliputi kapal niaga, kapal untuk tujuan

tertentu, kapal ikan, dan kapal perang, industri ini juga memerlukan dukungan industri

mesin kapal dan sebagainya. Dalam konteks pemeliharaan, galangan kapal Indonesia

belum mampu melakukan perbaikan kapal dengan ukuran lebih besar dari 20.000 DWT,

karena ukuran docking domestik sangat terbatas.

e. Sektor Pertambangan (Energi dan Sumberdaya Mineral)

Menurut BPPT, dari 60 cekungan minyak yang terkandung dalam alam Indonesia,

sekitar 70% atau sekitar 40 cekungan terdapat di laut. Dari 40 cekunguan itu 10 cekungan

telah diteliti secara intensif, 11 cekungan baru diteliti sebagian, sedangkan 25 cekungan

belum terjamah. Diperkirakan ke 40 cekungan itu berpotensi menghasilkan 106,2 miliar

barel setara minyak, namun baru 16,7 miliar barel yang diketahui pasti, sebanyak 7,5 miliar

barel diantaranya sudah dieksploitasi. Sedangkan sisanya sebesar 89.5 miliar barel berupa

kekayaan belum terjamah. Cadangan minyak yang belum terjamah itu diperkirakan 57,3

miliar barel terkandung di lepas pantai, yang lebih dari separuhnya atau sekitar 32,8 miliar

terdapat di laut dalam. Cadangan minyak bumi di daerah pesisir di Indonesia sampai

dengan tahun 2007 telah mencapai 3,99 milliar barel dan yang potensial mencapai 4,41

milliar barrel. Cadangan gas bumi di daerah pesisir secara terbukti telah mencapai 106

18

Page 19: Strategi Pembangunan Negara Maritim Prof. Tridoyo Kusumastanto.doc

TKK dan potensinya mencapai 59 TKK (DESDM, 2007). Selain potensi tersebut berbagai

potensi mineral seperti timah, mangan, bauksit, bijih besi, fosfor dan energi terbarukan

yang tersedia di wilayah pesisir dan laut Indonesia namun belum dimanfaatkan secara

optimal. Potensi tersebut dapat dikembangkan apabila investasi dan keberpihakan

kebijakan terhadap kelautan dapat ditingkatkan.

f. Sektor Bangunan Kelautan

Sektor bangunan kelautan merupakan potensi ekonomi kelautan yang diantaranya

berasal dari kegiatan penyiapan lahan sampai konstruksi bangunan tempat tinggal maupun

bukan tempat tinggal di wilayah pesisir dan laut. Salah satu bangunan kelautan yang

menjadi fokus utama adalah bangunan pelabuhan. Pelabuhan adalah pusat aktivitas

perekonomian barang dan jasa (antar pulau, ekspor maupun ekspor), sehingga

keberadaannya sangat diperlukan dalam pembangunan kelautan. Sistem pelabuhan

Indonesia disusun menjadi sebuah sistem nasional yang terdiri atas sekitar 1.887 pelabuhan

pada tahun 2007. Terdapat 111 pelabuhan, termasuk 25 pelabuhan ‘strategis’ utama, yang

dianggap sebagai pelabuhan komersial dan dioperasikan oleh empat BUMN yakni PT

Pelabuhan Indonesia I, II, III and IV maupun pelabuhan lainnya. Selain potensi tersebut

aktivitas bangunan kelautan lainnya seperti konstruksi bangunan lepas pantai, pipa dan

kabel bawah laut merupakan peluang ekonomi yang sangat potensial bagi Indonesia.

g. Sektor Jasa Kelautan

Jasa kelautan merupakan salah satu sektor yang berpotensi menjadi sumber

penerimaan devisa negara melalui beberapa kegiatan yang bersifat menunjang dan

memperlancar kegiatan pengangkutan yang meliputi jasa pelayanan pelabuhan, jasa

pelayanan keselamatan pelayaran dan kegiatan yang memanfaatkan kelautan sebagai jasa

seperti perdagangan, pendidikan, pelatihan, penelitian dan lain-lain. Lebih rinci lagi potensi

ekonomi dari sektor jasa kelautan dapat berupa aktifitas ekonomi yang meliputi jasa

19

Page 20: Strategi Pembangunan Negara Maritim Prof. Tridoyo Kusumastanto.doc

perdagangan, penelitian, arkeologi laut dan benda muatan kapal tenggelam, jasa

pengelolaan kabel dan pipa di dasar laut serta jasa-jasa lingkungan meliputi

keanekaragaman hayati, penyerapan karbon, pengolahan limbah secara alamiah, keindahan

alam, dan udara bersih merupakan penopang kehidupan manusia.

Di bidang pengembangan sumberdaya manusia khususnya dalam bentuk

pendidikan dan pelatihan guna menghasilkan tenaga yang terampil dalam melaksanakan

pembangunan pembangunan kelautan di dalam maupun luar negeri, diantaranya dalam

rangka mengisi peluang kebutuhan tenaga kepelautan (seafarer) yang dibutuhkan oleh

dunia. Selain itu, keamanan dan keselamatan pelayaran merupakan sektor ekonomi yang

potensial disamping peran TNI AL dalam menjaga kedaulatan NKRI.

4.3 Tatakelola Kelautan (Ocean Governance)

Pembangunan kelautan nasional saat ini masih masih berjalan sendiri-sendiri.

Semua institusi negara yang berkepentingan dengan laut membuat kebijakan lebih bersifat

sektoral. Belum ada suatu mekanisme atau aransemen kelembagaan yang mampu

mensinergikan dan memadukan kebijakan pembangunan kelautan. Dewan Kelautan

Indonesia (DEKIN) seharusnya dapat mengembangkan perannya dalam koordinasi

pembangunan kelautan atau dibentuk Kementerian Koordinator Kelautan. Ketidak

terpaduan kebijakan pembangunan tersebut berdampak pada penanganan suatu program

dalam pembangunan kelautan acapkali menimbulkan konflik kepentingan ketimbang solusi

integral, hal tersebut menunjukan tidak adanya koordinasi pembangunan yang baik di

bidang kelautan. Dari berbagai pengalaman pembangunan selama ini, nampak jelas bahwa

pembangunan kelautan memang membutuhkan mekanisme koordinasi dan aransemen

kelembagaan yang mampu memadukan semua kepentingan institusi negara yang terlibat.

Peran institusi negara di laut disajikan secara ringkas pada Lampiran 1 yang menampilkan

peran masing-masing institusi negara yang berkaitan dengan pembangunan kelautan.

20

Page 21: Strategi Pembangunan Negara Maritim Prof. Tridoyo Kusumastanto.doc

Lampiran 1 menunjukkan bahwa tanggung jawab/kewenangan pembangunan

kelautan melibatkan berbagai pihak. Dengan mempertimbangkan aspek keterkaitan maka

pembangunan kelautan tersebut tidak dapat hanya dilakukan oleh sebuah institusi negara

yang kewenangannya terbatas atau derajat institusionalnya sejajar dengan lembaga negara

yang lainnya. Dengan demikian, agar bidang kelautan menjadi sebuah bidang unggulan

dalam perekonomian nasional, maka diperlukan suatu kebijakan pembangunan yang

bersifat terkordinasi dan terintegrasi antar institusi pemerintah dan sektor pembangunan.

Guna mencapai tujuan tersebut, maka diperlukan sebuah tatakelola kelembagaan kelautan

(ocean governance).

Kooiman et.al (2005) mendefinisikan tatakelola (governance) sebagai keseluruhan

interaksi antara sektor publik dan sektor privat untuk memecahkan persoalan publik

(societal problems) dan menciptakan kesempatan sosial (social opportunities). Dalam

konteks kelautan, tata kelola dapat didefinisikan sebagai sejumlah kebijakan dalam bidang

hukum, sosial, ekonomi, dan politik yang digunakan untuk mengatur dan mengelola

kelautan dalam rangka mencapai kesejahteraan bangsa. Tatakelola memiliki dimensi

internasional, nasional dan lokal dan termasuk aturan-aturan yang mengikat secara hukum.

Dengan demikian, pendekataan kelembagaan (institutional arrangement) diharapkan

mampu mewujudkan Kebijakan Pembangunan Kelautan Nasional (National Ocean

Development Policy) yang terintegrasi dan holistik.

Institutional arrangement mencakup dua dominan dalam suatu sistem

ketatanegaraan yakni eksekutif, legislative dan yudikatif. Dalam konteks itu, maka

kebijakan kelautan pada akhirnya menjadi kebijakan negara yang nantinya menjadi

tanggung jawab bersama pada semua level institusi eksekutif, legislatif dan yudikatif yang

mempunyai keterkaitan kelembagaan maupun sektor pembangunan. Sementara pada level

legislatif adalah bagaimana lembaga ini mampu menciptakan instrumen kelembagaan

21

Page 22: Strategi Pembangunan Negara Maritim Prof. Tridoyo Kusumastanto.doc

(peraturan perundang-undangan) pada level pusat maupun daerah untuk mendukung

kebijakan pembangunan kelautan (Kusumastanto, 2003, 2010). Secara skematis model alur

kebijakan pembangunan kelautan yang dimaksud dijelaskan pada Gambar 1.

Keterangan :Alur Kebijakan Pola interaksi Implikasi

Gambar 1. Aransemen Kelembagaan dalam Tata kelola Kelautan

Berdasarkan Gambar 1, maka perumusan kebijakan pembangunan kelautan akan

melingkupi tiga tingkatan, yaitu: (1) tingkatan politis (kebijakan), (2) tingkatan

organisasi/implementasi (institusi, aturan main), dan (3) tingkatan implementasi (evaluasi,

umpan balik). Aplikasi atau simplifikasi model hierarkis ini dalam konteks kebijakan

pembangunan kelautan dijelaskan sebagai berikut. Pada tingkat politis terdapat lembaga

tinggi negara dan atau lembaga legislatif, sedangkan pada tingkat organisasi ditempati oleh

lembaga-lembaga kementerian dan non-kementerian yang memiliki wilayah yang sama

dengan bidang kelautan. Dengan demikian pada, level ini terdapat hubungan antara

22

Page 23: Strategi Pembangunan Negara Maritim Prof. Tridoyo Kusumastanto.doc

lembaga pemerintah (intergovernmental organization, IGO) yang bersifat koordinatif, dan

saling mendukung. Sedangkan, pada tingkat implementasi terdapat masyarakat, perbankan,

nelayan dan petani ikan, kalangan pengusaha dan sebagainya yang berperan dalam

mengimplementasikan kebijakan-kebijakan pemerintah dalam bidang kelautan.

Selain penataan kelembagaan diatas, diperlukan penataan hukum yang terkait di

bidang kelautan. Penataan tersebut bukan hanya menata undang-undang yang sudah ada,

melainkan juga menambahkan undang-undang yang belum ada namun diperlukan sehingga

mampu mewujudkan arsitektur bangunan hukum kelautan yang ideal (Gambar 2).

Dalam arsitektur bangunan hukum setidaknya terdapat lima elemen, yaitu:

Pertama, elemen pondasi, yaitu unsur hukum yang menjaga keutuhan dan kedaulatan

NKRI yang dalam bagian ini terdapat 5 undang-undang, yaitu UU No. 1/1973 tentang

Landas Kontinen, UU No. 5/1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, UU No.

17/1985 tentang Pengesahan UNCLOS, UU No. 6/1996 tentang Perairan Indonesia, dan

UU No. 43/2008 tentang Wilayah Negara.

Gambar 2. Arsitektur Hukum di Bidang Kelautan yang Ideal

23

Page 24: Strategi Pembangunan Negara Maritim Prof. Tridoyo Kusumastanto.doc

(dimodifikasi dari Kusumastanto, et al, 2008)Kedua, elemen pilar, yaitu unsur hukum yang menopang keutuhan dan kedaulatan

NKRI serta terjaganya dari pelanggaran hukum yang dalam bagian ini terdapat 11 undang-

undang, yaitu UU No. 5/1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan

Ekosistemnya, UU No. 9/1992 tentang Keimigrasian, UU No. 16/1992 tentang Karantina

Hewan, Ikan dan Tumbuhan, UU No. 5/1994 tentang Pengesahan Konvensi

Keanekaragaman Hayati, UU No. 2/2002 tentang Kepolisian Negara RI, UU No. 3/2004

tentang Pertahanan Negara, UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU No.

33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan

Daerah, UU No. 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, UU No. 17/2006 jo UU No.

10/1995 tentang Kepabeanan, dan UU No. 23/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup.

Ketiga, elemen plafon, yaitu unsur hukum yang mengatur pemanfaatan

sumberdaya ekonomi di wilayah laut yang pada bagian ini terdapat 10 undang-undang,

yaitu UU No. 5/1960 tentang Ketentuan Dasar Pokok-pokok Agraria, UU No. 22/2001

tentang Minyak dan Gas Bumi, UU No. 25/2007 tentang Penanaman Modal, UU No.

26/2007 tentang Penataan Ruang, UU No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir

dan Pulau-pulau Kecil, UU No. 30/2007 tentang Energi, UU No. 17/2008 tentang

Pelayaran, UU No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, UU No. 10/2009

tentang Kepariwisataan, UU No. 45/2009 jo. 31/2004 tentang Perikanan.

Keempat, elemen atap, yaitu unsur hukum yang menjadi payung hukum dalam

membangun Indonesia sebagai negara kepulauan, yaitu Undang-undang Kelautan. Dengan

demikian, arsitektur hukum di bidang kelautan perlu undang-undang yang menjadi payung

hukum yaitu UU Kelautan.

24

Page 25: Strategi Pembangunan Negara Maritim Prof. Tridoyo Kusumastanto.doc

Selain itu, eksekutif dan legislatif juga harus segera menyusun tiga undang-undang

pada bagian pondasi, yaitu UU Perairan Pedalaman, UU Zona Tambahan, dan UU Landas

Kontinen. Khusus untuk Landas Kontinen Indonesia, meski sudah diatur dalam UU No. 1

Tahun 1973, namun undang-undang tersebut masih mengacu kepada Konvensi Jenewa

Tahun 1958 yang berdasarkan pada kedalaman laut secara vertikal. Sementara aturan

UNCLOS 1982, selain berdasarkan vertikal juga berdasarkan horizontal.

5. Penutup

Kelautan adalah tumpuan masa depan Indonesia yang harus dikembangkan secara

lestari dan mampu mensejahterakan segenap komponen bangsa di tanah airnya sendiri

serta sebagai unsur utama dalam membangun Indonesia sebagai Negara Maritim.

Pembangunan kelautan memerlukan suatu perencanaan yang terkoordinasi, komprehensif

dan berpihak terhadap kepentingan masyarakat serta lingkungan. Oleh karenanya

keterpaduan tujuan pembangunan antar stakeholders serta antar sektor dalam bidang

kelautan harus dapat dituangkan melalui kebijakan dan strategi pembangunan nasional

yang dapat diimplementasikan.

Berdasarkan hal tersebut, diperlukan suatu kebijakan pembangunan kelautan

nasional (National Ocean Development Policy) yang integral dan komprehensif dalam satu

kesatuan strategi pembangunan nasional. Kebijakan tersebut diharapkan menjadi payung

politik bagi semua institusi negara, swasta dan masyarakat yang mendukung transformasi

Indonesia menjadi Negara Maritim yang maju, adil, mandiri berbasiskan kepentingan

nasional. Pengembangan formulasi kebijakan tersebut terdiri dari pilar utama yakni

Kebijakan Kelautan (Ocean Policy) dengan pilar pendukung penting yakni Kebijakan

Ekonomi Kelautan (Ocean Economic Policy) yang mampu mendorong pertumbuhan dan

pemerataan ekonomi nasional serta Kebijakan Tatakelola Kelautan (Ocean Governance

25

Page 26: Strategi Pembangunan Negara Maritim Prof. Tridoyo Kusumastanto.doc

Policy) yang jujur, bersih, dan berwibawa yang diperkuat dengan Kebijakan Lingkungan

Laut (Ocean Environmental Policy), Kebijakan Budaya Bahari (Maritime Culture Policy),

dan didukung Kebijakan Keamanan Maritim (Maritime Security Policy) yang kuat.

Dengan demikian kelautan sebagai arus utama dalam pembangunan Negara Maritim, maka

pendekatan kebijakan yang dilakukan harus dilaksanakan secara terpadu antar sektor

ekonomi dalam lingkup bidang kelautan maupun sektor ekonomi berbasis daratan bagi

kemakmuran bangsa dan negara Indonesia.

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik [BPS]. 2010. Statistik Indonesia 2010. Jakarta: Badan Pusat Statistik Republik Indonesia

Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral [DESDM]. 2007. Publikasi Media. http://dtwh2.esdm.go.id/dw2007/.

Departemen Kebudayaan dan Pariwisata [Depbudpar]. 2009. Buku Saku Statistik Kunjungan Wisatawan Mancanegara 2009. Jakarta: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia.

Departemen Perhubungan [Dephub]. 2008. Buku Informasi Transportasi Departemen Perhubungan. Jakarta: Departemen Perhubungan Republik Indonesia.

Djamin, A. 2001. Ir. H. Djuanda: Negarawan, Administrator dan Teknokrat. Jakarta. Kompas.

Friedheim, R.L. 2000. Ocean Governance at the Millenium: where we have been – whwrw we should go. Ocean & Coastal Management 2000:42 (9); 747-65.

Kooiman J., M. Bavinck, S. Jentoft and R. Pullin. (Eds.). 2005. Fish for Life: Interactive Governance for Fisheries. Amsterdam University Press.

Muhjidin, A.M. 1993. Status Hukum Perairan Kepulauan Indoesia dan hak Lintas Kapal Asing. Bandung: Alumni.

Nichols, S, D. Monahan and Shuterland. 2003. Good Governance of Canada’s Offshore and Coastal Zone: Towards an Understanding of the Maritime Boundary Issues.

Kusumastanto, T. 1997. Rencana Aksi Pembangunan Kelautan Nasional. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir Lautan-Institut Pertanian Bogor (PKSPL-IPB), Bogor

Kusumastanto, T. et al. 2000. Kajian Kontribusi Ekonomi Sektor Kelautan dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi LIPI.

Kusumastanto, T. 2002. Reposisi Ocean Policy dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia. Orasi Ilmiah Guru Besar, Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor (PKSPL-IPB), Bogor.

26

Page 27: Strategi Pembangunan Negara Maritim Prof. Tridoyo Kusumastanto.doc

_______________ 2003. Ocean Policy dalam Membangun Negeri Bahari di Era Otonomi Daerah. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

______________. 2006. Ekonomi Kelautan (Ocean Economics – Oceanomics). PKSPL-IPB.Bogor

Kusumastanto, T. et.al. 2008. Perencanaan Pengembangan Hukum Nasional Tentang Kelautan. Badan Pembinaan Hukum Nasional, RI. Jakarta

Kusumastanto, T. et al. 2010. Kebijakan Kelautan Indonesia (Indonesia Ocean Policy). Dewan Kelautan Indonesia (DEKIN). Jakarta.

Kusumastanto, T. 2010. Kebijakan Tatakelola Kelautan Indonesia (Indonesia Ocean Governance Policy). PKSPL-IPB. Bogor.

Kusumastanto, T. 2011. Kebijakan Kelautan Nasional. Seminar Kelautan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.

Kusumastanto, T. et. Al. 2011. Kebijakan Ekonomi Kelautan Indonesia. Dewan Kelautan Indonesia (DEKIN). Jakarta.

Kusumastanto. T. et al. Kebijakan Tata Kelola Kelautan Indonesia. Dewan Kelautan Indonesia (DEKIN). Jakarta.

Kusumastanto, T. 2012. Pembangunan Pulau-pulau Kecil Terluar Dalam Kerangka Ketahanan dan Keberlanjutan Bangsa. Round Table Discussion LEMHANAS. Jakarta.

Kusumastanto, T. 2013. Pengembangan Ekonomi Maritim: Tantangan Perekonomian Indonesia. Program Studi Pascasarjana Port, Shipping and Logistics Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor

Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan [PKSPL-IPB]. 2007. Kajian Kontribusi Bidang Kelautan. Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia dan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor.

World Resource Institute [WRI]. 2001. Coastal Ecosystem: Pilot Analysis of Global Ecosystems. Washington DC.

27

Page 28: Strategi Pembangunan Negara Maritim Prof. Tridoyo Kusumastanto.doc

Lampiran 1. Institusi – Institusi Negara yang Berkaitan dengan Bidang KelautanNo Institusi Negara Dasar Hukum Tupoksi Batasan Wilayah1. Kementerian

Kelautan dan Perikanan

UU No. 31/2004 tentang Perikanan jo UU No. 45/2009

UU No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

Perikanan tangkap Perikanan budidaya

(laut dan darat) Aransemen

kelembagaan perikanan (hukum-hukum perikanan nasional)

Pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil

Perairan Pedalaman Perairan Kepulauan Laut Teritorial ZEEI Laut Lepas

2. Kementerian Dalam Negeri

UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah

Implementasi otonomi daerah di wilayah laut

Penataan aransemen kelembagaan otda di daerah

Penataan ulang masalah perbatasan daerah di wilayah laut

Kabupaten/Kota yang memiliki wilayah laut

Provinsi yang memiliki wilayah laut

3. Kementerian Luar Negeri

UU No. 24/2000 tentang Perjanjian Internasional

Wilayah perbatasan NKRI

Ratifikasi hukum-hukum laut internasional

Jalur pelayaran internasional

Perbatasan dengan negara tetangga

Perairan Pedalaman Perairan Kepulauan Laut teritorial Zona Tambahan ZEEI Landas Kontinen Laut Lepas Kawasan Samudera

4. Kementerian Pertahanan

UU. No.3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara

Kebijakan pertahanan di wilayah laut

Perairan Pedalaman Perairan Kepulauan Laut teritorial Zona Tambahan ZEEI Landas Kontinen

5. Kementerian Perhubungan

UU No. 17/2008 tentang Pelayaran

Transportasi Laut Kepelabuhanan

Syahbandar SDM Kepelautan

Perairan Pedalaman Perairan Kepulauan Laut teritorial Zona Tambahan Laut Lepas Perairan

Internasional6. Kementerian

Energi dan Sumberdaya Mineral

No. 22/2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi

No. 30/2007 Tentang Energi

No. 4/2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

Pertambangan Minyak dan Gas lepas pantai

Pertambangan Mineral dan golongan C di pantai dan lepas pantai

Perairan Pedalaman Perairan Kepulauan Laut teritorial Landas Kontinen Laut Lepas Kawasan Samudera

7. Kementerian Keuangan

UU. No. 17/2006 tentang Kepabeanan

Perumusan kebijakan pembiayaan pembangunan kelautan dan politik anggraran

Perairan Pedalaman Perairan Kepulauan Laut teritorial Zona Tambahan ZEEI Landas Kontinen Laut Lepas Kawasan Samudera Perairan

28

Page 29: Strategi Pembangunan Negara Maritim Prof. Tridoyo Kusumastanto.doc

Internasional8. Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan

UU No. 5/1992 Tentang Benda Cagar Budaya

Pengelolaan barang muatan kapal tenggelam dan situs maritim

Perairan Pedalaman Perairan Kepulauan Laut teritorial Zona Tambahan ZEEI Landas Kontinen Laut Lepas Kawasan Samudera

9. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif

UU No. 10/2009 Tentang Kepariwisataan

Wisata Bahari (diving, snorkeling, atraksi laut, surfing, dll)

Perairan Pedalaman Perairan Kepulauan Laut teritorial Zona Tambahan ZEEI Landas Kontinen

10. Kementerian Perencanaan Pembangunan/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional

Perencanaan pembangunan nasional lintas sektoral, maupun institusi negara

Perairan Pedalaman Perairan Kepulauan Laut teritorial Zona Tambahan ZEEI Landas Kontinen Laut Lepas Kawasan Samudera

11. Kementrian Lingkungan Hidup

UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

AMDAL Kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil

Perumusan kebijakan pengelolaan lingkungan pesisir, laut dan pulau kecil

Perairan Pedalaman Perairan Kepulauan Laut teritorial Zona Tambahan ZEEI Landas Kontinen Laut Lepas Kawasan Samudera

12. Kementerian Negara Riset dan Teknologi

UU. No. 18/2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu dan Teknologi

Penelitian dan kajian-kajian sumberdaya kelautan

Kajian pengembangan teknologi dan bioteknologi kelautan

Perairan Pedalaman Perairan Kepulauan Laut teritorial Zona Tambahan ZEEI Landas Kontinen Laut Lepas Kawasan Samudera

13. Kepolisian Negara RI

UU No. 2/2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

Perencanaan pembangunan nasional lintas sektoral, maupun institusi negara

Perairan Pedalaman Perairan Kepulauan Laut territorial

14. TNI AL UU. No. 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia

Pengamanan wilayah laut dan wilayah perbatasan NKRI

Patrol dan Penegakkan hukum di laut

Perairan Pedalaman Perairan Kepulauan Laut teritorial Zona Tambahan ZEEI Landas Kontinen Laut Lepas Kawasan Samudera

Sumber : dimodifikasi dari Kusumastanto (2003)

29