STRATEGI PAGUYUBAN PADASA DALAM MELESTARIKAN …

15
eJournal Sosiatri-Sosiologi 2021, 9 (2): 30-44 ISSN 0000-0000, ejournal.sos.fisip-unmul.ac.id © Copyright 2021 STRATEGI PAGUYUBAN PADASA DALAM MELESTARIKAN KESENIAN WAYANG KULIT DI KELURAHAN LEMPAKE KOTA SAMARINDA Netty Fabiola Karendyna 1 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Strategi Paguyuban Padasa dalam Melestarikan Kesenian Wayang Kulit melalui pendekatan budaya dengan fokus ke bentuk pelestarian wayang kulit dalam 2 bentuk pelestarian yaitu Culture experience dan Culture knowledge dan faktor penghambat dan pendukung pelestarian kesenian wayang kulit. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif- kualitatif Peneliti memulai observasi awal dengan mengunjungi Paguyuban Padamasa di Kelurahan Lempakek. Di sana, penulis melakukan wawancara dengan key informan yang dapat memberikan informasi mengenai masalah penelitian ini yakni Bapak Karju (selaku ketua RT.10 dan ketua Paguyuban Padasa). Dan informan dalam penelitian ini adalah anggota PADASA dan masayarakat Kelurahan Lempake . Untuk penentuan informan menggunaan teknik Snowball Sampling. Teknik Snowball Sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian sampel ini di suruh memilih teman- temannya untuk dijadikan sampel begitu seterusnya, sehingga jumlah sampel semakin banyak. Ibarat bola salju yang menggelinding semakin lama semakin besar (sugiyono, 2001:61). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa padasa telah menggunakan bentuk pelestarian culture experience dengan sangat maksimal sehingga pentas kesenian wayang kulit masih berjalan hingga saat ini. Tetapi padasa belum memaksimalkan bentuk pelestarian culture knowledge sehingga kurang menarik perhatian anak muda untuk ikut berkontribusi membantu melestarikan kesenian wayang kulit di kelurahan lempake. Kata Kunci : Strategi, Paguyuban Padasa, Pelestarian Kesenian Wayang Kulit. Pendahuluan Wayang Kulit merupakan salah satu kesenian tradisional Jawa yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat Kelurahan Lempake yang masih sangat kental dengan kesenian-kesenian Jawa. Wayang Kulit merupakan sebuah kesenian yang dapat memberikan hiburan dan juga memberikan pembelajaran/tuntunan kepada para penontonnya. Wayang kulit merupakan salah satu kesenian tradisional yang sudah jarang diminati oleh kaum muda. Paguyuban Dalang Samarinda (PADASA) adalah sekelompok orang yang terdiri dari para orang tua yang menyukai kesenian Wayang Kulit dan berusaha melestarikan Wayang Kulit agar tidak punah. Apabila di perhatikan anggota dari paguyuban PADASA dan penonton kesenian Wayang kulit ini hanya di dominasi 1 Mahasiswa Program S1 Sosiatri-Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email: [email protected]

Transcript of STRATEGI PAGUYUBAN PADASA DALAM MELESTARIKAN …

Page 1: STRATEGI PAGUYUBAN PADASA DALAM MELESTARIKAN …

eJournal Sosiatri-Sosiologi 2021, 9 (2): 30-44 ISSN 0000-0000, ejournal.sos.fisip-unmul.ac.id © Copyright 2021

STRATEGI PAGUYUBAN PADASA DALAM MELESTARIKAN

KESENIAN WAYANG KULIT DI KELURAHAN

LEMPAKE KOTA SAMARINDA

Netty Fabiola Karendyna1

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Strategi Paguyuban Padasa

dalam Melestarikan Kesenian Wayang Kulit melalui pendekatan budaya dengan

fokus ke bentuk pelestarian wayang kulit dalam 2 bentuk pelestarian yaitu Culture

experience dan Culture knowledge dan faktor penghambat dan pendukung

pelestarian kesenian wayang kulit. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-

kualitatif Peneliti memulai observasi awal dengan mengunjungi Paguyuban

Padamasa di Kelurahan Lempakek. Di sana, penulis melakukan wawancara

dengan key informan yang dapat memberikan informasi mengenai masalah

penelitian ini yakni Bapak Karju (selaku ketua RT.10 dan ketua Paguyuban

Padasa). Dan informan dalam penelitian ini adalah anggota PADASA dan

masayarakat Kelurahan Lempake . Untuk penentuan informan menggunaan teknik

Snowball Sampling. Teknik Snowball Sampling adalah teknik penentuan sampel

yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian sampel ini di suruh memilih teman-

temannya untuk dijadikan sampel begitu seterusnya, sehingga jumlah sampel

semakin banyak. Ibarat bola salju yang menggelinding semakin lama semakin

besar (sugiyono, 2001:61). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa padasa telah

menggunakan bentuk pelestarian culture experience dengan sangat maksimal

sehingga pentas kesenian wayang kulit masih berjalan hingga saat ini. Tetapi

padasa belum memaksimalkan bentuk pelestarian culture knowledge sehingga

kurang menarik perhatian anak muda untuk ikut berkontribusi membantu

melestarikan kesenian wayang kulit di kelurahan lempake.

Kata Kunci : Strategi, Paguyuban Padasa, Pelestarian Kesenian Wayang Kulit.

Pendahuluan

Wayang Kulit merupakan salah satu kesenian tradisional Jawa yang tumbuh

dan berkembang di tengah-tengah masyarakat Kelurahan Lempake yang masih

sangat kental dengan kesenian-kesenian Jawa. Wayang Kulit merupakan sebuah

kesenian yang dapat memberikan hiburan dan juga memberikan

pembelajaran/tuntunan kepada para penontonnya. Wayang kulit merupakan salah

satu kesenian tradisional yang sudah jarang diminati oleh kaum muda.

Paguyuban Dalang Samarinda (PADASA) adalah sekelompok orang yang

terdiri dari para orang tua yang menyukai kesenian Wayang Kulit dan berusaha

melestarikan Wayang Kulit agar tidak punah. Apabila di perhatikan anggota dari

paguyuban PADASA dan penonton kesenian Wayang kulit ini hanya di dominasi

1 Mahasiswa Program S1 Sosiatri-Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas

Mulawarman. Email: [email protected]

Page 2: STRATEGI PAGUYUBAN PADASA DALAM MELESTARIKAN …

Strategi Paguyuban Padasa dalam Melestarikan Wayang Kulit (Netty)

31

oleh para orang tua saja. Hal ini juga yang menjadi daya tarik peneliti untuk

mengamati lebih jauh bagaimana strategi paguyuban PADASA dalam

mempertahankan kesenian tradisional ini tetap hidup dan memiliki generaasi

penerusnya.

Kerangka Dasar Teori

Strategi

Menurut Jatmiko (2003:4), Strategi dideskripsikan “sebagai suatu cara

dimana organisasi akan mencapai tujuan-tujuannya, sesuai dengan peluang-

peluang dan ancaman-ancaman lingkungan eksternal yang dihadapi serta sumber

daya dan kemampuan internal organisasi.” Berdasarkan pada defenisi tersebut,

terdapat tiga faktor yang mempunyai pengaruh penting pada strategi, yaitu

lingkungan eksternal, sumberdaya dan kemampuan internal, serta tujuan yang

akan dicapai. Intinya, suatu strategi organisasi memberikan dasar-dasar

pemahaman tentang bagaimana organisasi itu akan bersaing dan survive.

Menurut Allison dan Kaye (2004:3), “strategi adalah prioritas atau arah

keseluruhan yang luas yang diambil oleh organisasi.” Strategi juga merupakan

pilihan-pilihan tentang bagaimana cara terbaik untuk mencapai misi organisasi.

Dari defenisi para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa strategi adalah cara

atau teknik yang dilakukan untuk mendapatkan keunggulan bersaing dengan

mempelajari dan memahami lingkungan internal (kekuatan dan kelemahan) dan

lingkungan eksternal (peluang dan ancaman) sehingga bisa tetap bertahan

(survive).

Paguyuban

Menurut Ferdinand Tonnies (2010:116) “Gemeinschaft atau Paguyuban,

merupakan bentuk kehidupan bersama dimana anggota- anggotanya diikat dalam

hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah dan bersifat kekal.” Dasar

hubungan adalah rasa cinta dan persatuan batin yang juga bersifat nyata dan

organis sebagaimana dapat diumpamakan peralatan hidup tubuh manusia atau

hewan.

Pelestarian Budaya Tradisional

Sebagai bangsa dengan jejak perjalanan sejarah yang panjang sehingga kaya

dengan keanekaragaman budaya Tradisional seharusnya mati-matian melestarikan

warisan budaya yang sampai kepada kita. Melestarikan tidak berarti membuat

sesuatu menjadi awet dan tidak mungkin punah. Melestarikan berarti memelihara

untuk waktu yang sangat lama. Jadi upaya pelestarian warisan budaya lokal berarti

upaya memelihara warisan budaya Tradisional untuk waktu yang sangat lama.

Karena upaya pelestarian merupakan upaya memelihara untuk waktu yang sangat

lama maka perlu dikembangkan pelestarian sebagai upaya yang berkelanjutan.

Page 3: STRATEGI PAGUYUBAN PADASA DALAM MELESTARIKAN …

eJournal Sosiatri-Sosiologi, Volume 9, Nomor 2, 2021: 30-44

32

Jadi bukan pelestarian yang hanya mode sesaat, berbasis proyek, berbasis donor

dan elitis (tanpa akar yang kuat di masyarakat). Pelestarian tidak akan dapat

bertahan dan berkembang jika tidak didukung oleh masyarakat luas dan tidak

menjadi bagian nyata dari kehidupan kita.

Para pakar pelestarian harus turun dari menara gadingnya dan merangkul

masyarakat menjadi pecinta pelestarian yang bergairah. “Pelestarian jangan hanya

tinggal dalam buku tebal disertasi para doktor, jangan hanya diperbincangkan

dalam seminar para intelektual di hotel mewah, apalagi hanya menjadi hobi para

orang kaya. Pelestarian harus hidup dan berkembang di masyarakat. Pelestarian

harus diperjuangkan oleh masyarakat luas” (Hadiwinoto, 2002: 30).

Kesenian

Kesenian adalah karya manusia yang diciptakan dengan perasaan dan

keahlian luar biasa dengan nilai-nilai keindahan lewat berbagai media seperti: seni

gerak, seni suara, seni bangunan, seni rupa, seni sastra dan lain-lainnya.

Wayang Kulit

Wayang kulit adalah seni tradisional yang terutama berkembang di wilayah

Jawa. Wayang berasal dari kata „Ma Hyang‟ yang artinya menuju roh spiritual,

dewa, atau Tuhan yang Maha Esa. Ada juga yang mengartikan wayang adalah

istilah Bahasa Jawa yang bermakna „bayangan‟. Hal ini disebabkan karena

penontonnya hanya bisa menonton wayang dari belakang kelir atau hanya

bayangannya saja. Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang yang juga

menjadi narrator dialog tokoh-tokoh wayang, dengan diiringi oleh music

gamelanyang dimainkan sekelompok nayaga dan tembang yang dinyanyikan oleh

para pesinden. Dalang memainkan wayang kulit di balik kelir, yaitu layar yang

terbuat dari kain putih, sementara di belakangnya disorotkan lampu listrik atau

lampu minyak (blencong), sehingga para penonton yang berada disisi lain dari

layar dapat melihat bayangan wayang yang jatuh ke kelir. Untuk dapat memahami

cerita wayang (lakon), penonton harus memiliki pengetahuan akan tokoh-tokoh

wayang yang bayangannya tampil di layar (Wikipedia).

Pelestarian Wayang Kulit

Perhatian pemerintah kepada pelaku seni juga dapat diberikan dalam bentuk

menyediakan tempat untuk menyelengarakan pementasan wayang kulit.

Sebagaimaan diuraikan dimuka bahwa pementasan wayang kulit hanya dilakukan

apabila ada yang mengundang sehingga pementasannya tidak bisa dilakukan

secara rutin. Adanya tempat untuk pementasan wayang kulit memungkinkan

pementasan dapat dilakukan secara terjadwal sehingga para Dalang dapat

bergantian melakukan pementasan.

Page 4: STRATEGI PAGUYUBAN PADASA DALAM MELESTARIKAN …

Strategi Paguyuban Padasa dalam Melestarikan Wayang Kulit (Netty)

33

Peran pemerintah dalam memajukan budaya wayang kulit dapat dilakukan

dengan membantu promosi terhadap kegiatan pementasan wayang kulit, juga perlu

dilakukan, promosi tersebut dilakukan ke sekolah-sekolah. Sekolah dapat

membuat sebuah kegiatan ekstrakulikuler yang mewajibkan siswanya untuk

melihat pertunjukan wayang kulit dan mebuat laporan atas tugas tersebut.

Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif-kualitatif, yaitu penelitian

yang memaparkan atau menggambarkan semua peristiwa penelitian yang

diperoleh dari lapangan sesuai dnegan masalah-masalah yang telah dirumuskan

pada perumusan malasah.

Hasil Penelitian

Sejarah Wayang Kulit

Wayang kulit muncul di Kelurahan Lempake pada tahun 1971 yang dibawa

oleh para transmigran asal Jawa pada kloter pertama dilakukan. Wayang kuit juga

sebagai kesenan yang kami bawa dan kami pertunjukkan untuk memberikan

sebuah persembahan atau pageeleran terhadap masyarakat sekitar.

“wayang kulit masuk ke lempake ini sejak orang-orang transmigrasi datang

kesini pada tahun 1971. Karna kalau orang Jawa itu gitu, ciri khasnya gitu

dimana pun tinggal keseniannya itu tetap di bawa.” (wawancara, Har, 5

Oktober 2019).

Anggapan bahwa kesenian itu menjadi urat nadi masyarakat jawa yang akan

terus di jaga dan dilsetarikan sejak para transmigran datang wayang kulit mulai

masuk ke salah satu sanggar kesenian rimba darma yang ada di Samarinda untuk

di perkenalkan dan dikembangkan. Seperti yang di ungkapkan oleh salah satu

tetua di kelurahan lempake yang menjadi informan peneliti yang menyatakan:

“waktu itu saya ditugaskan di yayasan rimba darma untuk mengembangkan

kesenian pedalangan, dari yayasan itu wayang kulit sering tampil di daerah-

daerah transmigrasi seperti Lempake, Palaran, dan Simpang Pasir. Lalu

lama-lama kan jadi banyak yang tau”. (wawancara, suk, 5 Oktober 2019).

Wayang kulit lebih sering dimainkan di bulan suro atau di bulan besar Jawa.

Biasanya dimainkan diacara-acara peringatan bulan suro. Dalam setiap

penampilan wayang kulit dibutuhkan sekitar 20 orang untuk memainkan alat

musik, 2 orang sinden untuk melantunkan tembang jawa dan 1 orang dalang yang

memainkan alur cerita dari wayang kulit tersebut. Tema yang sering di bawakan

dalam pentas adalah cerita-cerita tentang zaman kerajaan yang memiliki pesan

moral di dalamnya dan di sesuaikan juga dengan acara yang sedang berlangsung.

Misalnya acara ulang tahun desa ceita yang dibawakan mengarah ke

turunnya wahyu yang ada kaitannya dengan desa. Lama durasi waktu untuk

menampilkan wayang kulit pada zaman dahulu adalah sepajang malam (semalam

Page 5: STRATEGI PAGUYUBAN PADASA DALAM MELESTARIKAN …

eJournal Sosiatri-Sosiologi, Volume 9, Nomor 2, 2021: 30-44

34

suntuk) tetapi kini durasi waktu telah disesuaikan dengan kebuthan yakni hanya

membutuhkan waktu sekitar 4 jam saja di setiap penampilannya.

Sejarah Paguyuban Dalang Samarinda (PADASA)

Paguyuban Dalang Samarinda (PADASA) adalah suatu kelompok yang

terbentuk karena kecintaannya terhadap wayang kulit dan keinginannya yang

sangat kuat untuk tetap memepertahankan kesenian wayang kulit agar tidak punah.

Padasa terbentuk pada tahun 2015 yang di dirikan oleh beberapa orang.

“Waktu itu saya berkunjung ke Balikpapan untuk bertemu pelaku seni, terus

saya melihat ada kegiatan latihan wayang kulit yang tetap memakai pakaian

lengkap saat latihan. saya berinisiatif untuk mengembangkan wayang kulit di

Samarinda. Lalu saya mengajak beberapa orang yang memang suka dengan

kesenian wayang kulit untuk berdiskusi membuat paguyuban dalang ini”.

(Wawancara, bud. 23 September 2019).

Ia berhasil mengumpulkan 9 orang yang memang menyukai wayang kulit

untuk berdiskusi dalam membentukan Paguyuban Dalang Samarinda. 9 orang itu

antara lain, Ki (gelar untuk dalang) Budi Asmoro, Ki Prof.Sudirman, Ki Kardi, Ki

Sudarman, Ki Sutopo, Ki Karju, Ki Sugiman, Ki Fendi, Ki Yuli.

Perekrutan anggota di lakukan dengan cara menginformasikan dari satu

orang ke orang lain. Tidak ada syarat khusus dan tidak ada batasan usia untuk

menjadi anggota dari padasa, hanya yang berminat dan mempunyai keinginan

untuk melestarikan kesenian wayang kulit saja sudah bisa menjadi anggota padasa.

Hanya saja jika baru masuk keanggotaan dikenakan biaya pelatihan sebesar 50

Ribu. Seiring berjalannya waktu sekarang anggota dari PADASA sudah mencapai

23 orang.

Awalnya padasa dibentuk dengan tujuan memberikan wadah kepada

masyarakat yang ingin belajar kesenian wayang kulit saja, tetapi seiring

berjalannya waktu ada masyarakat yang mulai tertarik untuk menanggap (sewa)

padasa untuk menampilkan wayang di acara yang mereka selenggarakan. Tarif

yang harus dikeluarkan untuk menanggap padasa yaitu kisaran 20-25 Juta. Biaya

itu di gunakan untuk transportasi, konsumsi, menyewa sound system, dan sisanya

dibagi kepada anggota padasa.

Paguyuban Dalang Samarinda ini selalu rutin latihan setiap 1 bulan 2 kali di

sekretariat Padasa yang berlokasi di Jalan Prowodadi RT.10 Kelurahan Lempake.

Dalam setiap latihan yang dilakukan selalu ada warga sekitar yang menonton

latihan mereka. Sembari mendukung penuh adanya paguyuban padasa ini.

Menurut waga sekitar adanya latihan wayang kulit setiap bulan ini menjadi salah

satu hiburan bagi mereka.

Latihan rutin yang dilakukan padasa ini menjadi salah satu keunikan

tersendiri yang membedakan paguyuban padasa ini dari paguyuban lain. Latihan

Page 6: STRATEGI PAGUYUBAN PADASA DALAM MELESTARIKAN …

Strategi Paguyuban Padasa dalam Melestarikan Wayang Kulit (Netty)

35

rutin ini bertujuan untuk menarik perhatian warga sekitar dan sekaligus

memberikan hiburan kepada warga.

“yang membedakan padasa ini dari paguyuban lain itu padasa selalu Latihan

2 minggu sekali. Itu juga bertujuan menarik perhatian warga. Sering juga

partai itu datang karena heran kenapa masih bisa menampilkan kesenian

wayang kulit secara rutin.” (wawancara, bud, 23 September 2019).

Padasa sering tampil di berbagai acara seperti, acara tahunan Desa, nikahan,

selamatan, dan lain sebagainnya. Mereka tidak hanya tampil di Kelurahan

Lempake saja tetapi di berbagai tempat di Kalimantan Timur seperti simpang

pasir, makroman, separe.

“tergantung si penanggap dek dimana saja asal masih bisa di jangkau. Tapi

paling sering di tempat transmigrasi seperti simpang pasir, makroman,

separe.” (wawancara, kar, 27 Agustus 2019).

Tetapi dalam beberapa bulan ini padasa tidak mengadakan Latihan bulanan

disebabkan oleh para anggota yang mudik ke kampung halamannya masing-

masing dan belum Kembali ke Kelurahan Lempake ini. Meski begitu penampilan

wayang kulit masih bisa di lakukan tetapi bukan atas nama padasa melainkan atas

nama pribadi dan formasi yang di bentuk oleh pribadi saja tanpa mengatas

namakan paguyuban padasa.

Pengelolaan Dana Padasa

Pengelolaan Dana merupakan salah satu element penting di dalam

menjalankan sebuah paguyuban agar paguyuban tersebut bisa berjalan dengan baik

dan mencapai tujuan yang sudah di rencanakan. Dana di dalam suatu paguyuban

bisa didapatkan melalui sumbangan anggota, bantuan dari beberapa pihak seperti

dari pemerintah, dan bisa juga di dapat dengan cara menjalankan usaha dari

paguyuban itu sendiri.

Padasa salah satu paguyuban yang mendapatkan pemasukan melalui

menampilkan kesenian wayang kulit. Sekali pementasan wayang kulit

memerlukan biaya sekitar 30 Juta. Pendapatan ini digunakan untuk menyewa

sound sebesar 3,5 Juta dan penyewaan alat musik gamelan sebesar 5 Juta.

Sebenarnya padasa mempunyai alat musik sendiri tetapi alat musik tersebut hanya

untuk latihan saja, karena alat musik untuk pementasan memiliki standar

tersendiri. Biaya untuk menyewa panggung juga dibutuhkan jikalau penanggap

tidak menyediakan panggung. Penyewaan panggung berkisar 3-4 Juta untuk

panggung biasa dan untuk panggung recing sebesar 8 juta. Sisa dari biaya utama

tadi lalu di bagi kepada 25 anggota padasa yang ikut menampilkan wayang kulit.

Peranggota mendapatkan sekitar 500 Ribu tetapi berbeda dengan dengan sinden.

Pendapatn sinden sebesar 700 Ribu Rupiah.

Page 7: STRATEGI PAGUYUBAN PADASA DALAM MELESTARIKAN …

eJournal Sosiatri-Sosiologi, Volume 9, Nomor 2, 2021: 30-44

36

Pementasan padasa bisa mencapai 3 sampai 4 kali dalam sebulan jika

memasuki bulan besar dan bulan suro. Jika di hitung pendapatan anggota perorang

bisa mencapai 1,5 - 2 Juta Rupiah dalam sebulan.

Partisipasi Anak Muda dalam Mewarisi Kesenian Wayang Kulit

Pastisipasai anak muda di Kelurahan Lempake dalam pelestarian kesenian

wayang kulit bisa dibilang kurang. Dikarenakan anak muda yang berada di Kota

Samarinda khususnya di Kelurahan Lempake ini terhambat masalah Bahasa yang

digunakan dalam kesenian wayang kulit. Ini menjadi salah satu yang menghambat

ketertarikan anak muda kepada kesenian wayang kulit seperti yang dikatakan oleh

endang.

“jarang nonton sih kak, soalnya kan bahasa yang di pake masih Bahasa Jawa

halus, saya gak ngerti. Sama wayang kulit itu kan tampilnya malam banget

jadi susah juga mau nonton” (end, wawancara, 27 Agustus 2019).

Masalah jam pementasan juga menjadi penghambat bagi beberapa orang

untuk menonton wayang kulit ini, tetapi berbeda dengan taufik dan pepi yang

masih sering menonton wayang kulit. Bagi mereka menonton wayang kulit juga

termasuk salah satu upaya untuk membantu pelestarian wayang kulit.

“lumayan sering mba kalau lagi gak sibuk, gak cuma nonton sih mba. Saya

juga ikut bantuin susun alat, beres-beres. Karna kan bapak saya juga anggota

dari padasa jadi sering ikut.” (tau, wawancara, 7 Oktober 2019).

“sering nonton kak, biasanya awal muharom gitu biasanya banyak tampil

wayang kulit. Saya kalo nonton wayang kulit selalu sama mama, karena

temen-temen saya gak ada yang suka wayang hehe.” ( pep, wawancara, 10

September 2019).

Bagi pepi wayang kulit itu memiliki keunikan dari segi konsep panggung

dan cerita yang bawakan. Menjadikan wayang kulit ini mempunyai tempat

tersendiri di hati pepi. Dari wawancara yang telah di lakukan seperti yang tertulis

di atas, dapat disimpulkan bahwa peran orang tua untuk memperkenalkan budaya

dan kesenian tradisional dari daerah mereka masing-masing kepada anak cucu

mereka dan di dudukung oleh ke inginan dari dalam diri mereka dapat membantu

proses pelestarian kesenian tradisional tersebut. Dalam melestarikanya tentu anak

muda memiliki peran yang sangat mutlak karena mereka di yakini sebagai

penyambung warisan wayang kulit untuk tetap aktif dan mengisi pangung –

panggung hiburan khusus nya di Samarinda.

Pakaian atau Kostum

Pakaian yang digunakan saat pementasan Wayang kulit adalah bagi kaum

laki-laki (Dalang/pemain alat musik) menggunakan surjan atau beskap sebagai

atasan dan jarik sebagai bawahannya dan dilengkapi juga aksesoris berupa kris,

Page 8: STRATEGI PAGUYUBAN PADASA DALAM MELESTARIKAN …

Strategi Paguyuban Padasa dalam Melestarikan Wayang Kulit (Netty)

37

sabuk, timang (kepala sabuk khas Jawa) dan blangkon (penutup kepala bagi kaum

laki-laki). Bagi kaum wanita (Sinden) menggunakan baju kebaya khas Jawa.

Properti Pertunjukan

Panggung pertunjukan yang digunakan Padasa adalah panggung berukuran

12x8 Meter lengkap dengan kelir dan beberapa wayang kulit yang menancap di

debog (batang pohon pisang) untuk menghiasi sisi kanan dan kiri layar tersebut

dan dengan pencahayaan yang cukup.

Alat Musik Pengiring dan Pendukung

Alat musik yang digunakan untuk mengiringi Wayang Kulit yaitu gendang,

gendir, boning, kenong, ketuk, gambang, slemtem, demu, siter, rebab, suling,

saron, penking. Pendukung lainnya adalah lantunan tembang jawa yang

dinyanyikan oleh sinden.

Strategi Padasa dalam Pelestarian Kesenian Wayang Kulit di Kelurahan

Lempake Kota Samarinda

Dalam hal ini penulis menyajikian semua data yang di peroleh dengan cara

wawncara kepada Key Informan dan beberapa Informan yang telah ditentukan

maupun observasi dan data-data yang didapatkan berkaitan dengan pelestarian

kesenian wayang kulit di Kelurahan Lempake. Dalam penelitian ini, penulis

menjabarkan beberapa pertanyaan kedalam beberapa focus penelitian yang

diuraikan menjadi beberapa pertanyaan.

Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan data-data yang didapatkan,

maka menghasilkan data sebagai berikut:

Culture Experience

Pelestarian yang dilakukan padasa dengan Culture Experience yaitu dengan

cara selalu mengadakan latihan rutin di Sekertariat padasa yang berada di

Kelurahan Lempake. Latihan ini rutin dilakukan guna meningkatkan kemampuan

pedalangan. Seperti hasil wawancara dengan Bapak Karju selaku Ketua dari

Paguyuban Dalang Samarinda mengenai pelestarian wayang kulit dalam bentuk

pelaksanaan pertunjukan wayang kulit yang menyatakan bahwa:

“kita selalu ada latihan rutin setiap 2 kali dalam sebulan, itu hanya latihan

saja tapi selalu ada warga yang menonton jadi sama saja seperti tampil.

Latihannya itu seperti sistem giliran, minggu ini siapa yang jadi dalang

minggu depan siapa lagi gitu. Tempat latihannya juga gak selalu disini dek

(kelurahan lempake) untuk beberapa bulan ini latihannya di simpang pasir

tempat anggota juga. Kalau untuk tampil biasanya di acara ulang tahun

desa,nikahan, sunatan pokoknya orang jawa yang punya hajat dan suka

Page 9: STRATEGI PAGUYUBAN PADASA DALAM MELESTARIKAN …

eJournal Sosiatri-Sosiologi, Volume 9, Nomor 2, 2021: 30-44

38

wayang itu biasanya nanggap kami (menyewa).” (wawancara, Kar, 27

Agustus 2019).

Perekrutan anggota padasa juga di lakukan tanpa syarat khusus. Ini bertujuan

agar mempermudah masyarakat yang ingin melestarikan kesenian wayang kulit.

Syarat yang paling utama yaitu hanya keinginan yang besar untuk memajukan

kesenian wayang kulit itu sendiri, ujar pak Karju. Tetapi anggota dari kesenian

wayang kulit ini hanya di dominasi oleh orang tua saja hal ini disampaikan oleh

Pak Budi yang mengatakan :

“sulit mengajak anak muda disini. Kan ini kesenian Jawa. Anaknya orang

Jawa yang lahir disini sudah Jawa Kalimantan jadi budayanya sudah campur,

Cuma satu dua orang saja yang masih suka. Kalau orang tuanya mungkin

masih suka.” (wawancara, Bud, 23 September 2019).

Hal ini sangat mungkin terjadi karena adanya pengaruh dunia luar yang

masuk sehingga para generasi muda sebagai penerus terpengaruhi oleh

kebudayaan asing tesebut. Karena budaya luar dianggap lebih menarik dan lebih

mudah untuk diterima dibandingkan dengan budaya bangsa atau kesenian daerah

sendiri yang bersifat monoton. Faktor bahasa yang di gunakan dalam pementasan

wayang kulit juga menjadi kendala terbesar untuk mengembangkan kesenian

wayang kulit di kota samarinda ini. Bahasa yang di gunakan pewayangan ini yaitu

Bahasa Jawa kuno (Bahasa Jawa halus). Bahasa ini masih sering digunakan di

daerah Jawa untuk berbicara kepada orang yang lebih tua karena memiliki makna

yang lebih sopan.

“iya, Bahasa juga termasuk kendala juga. Karena kalau Bahasa pewayangan

itu di bahasakan dengan Bahasa Indonesia kuras pas. Gak sesuai dengan

karakter wayang, jadi ya harus menggunakan Bahasa Jawa untuk

memainkannya” (wawancara, Bud, 23 September 2019).

Culture Knowledge

Pelestarian wayang kulit dengan Culture Knowledge yang dilakukan oleh

Padasa yaitu mempublikasikan lewat radio seperti yang dikatakan oleh Pak Budi

selaku pencetus ide dari padasa ini mengatakan sebagai berikut :

“mempublikasikannya itu lewat radio-radio saja neng, kalo di Tv itu juga

belum ada, tidak ada media sosialnya juga. ya karna keterbatasan itu di

Kalimantan itu keseniannya kan campur enggak murni kesenian Jawa. Kalau

di Jawa itu sudah menjadi mata pencarian neng, kalau disini cuma

sampingan saja.” (wawancara, bud, 23 September 2019).

Pempublikasian adanya padasa dikota Samarinda ini biasanya hanya melalui

mulut ke mulut saja. Biasanya disebarkan kepada beberapa orang atau bahkan

antar kelompok kesenian yang memang menyukai kesenian Jawa. Karna padasa

berdiri di daerah yang ditempati oleh berbagai macam suku dan bukan didominasi

oleh suku Jawa mengakibatkan kurangnya peminat dan kesulitan untuk lebih

Page 10: STRATEGI PAGUYUBAN PADASA DALAM MELESTARIKAN …

Strategi Paguyuban Padasa dalam Melestarikan Wayang Kulit (Netty)

39

mengembangkan kesenian wayang kulit Seperti yang sudah dijelaskan oleh pak

budi.

Faktor hambatan

a. Faktor Dana

seperti yang di jelaskan oleh Pak Budi sebagai berikut :

“ya setiap paguyuban atau organisasi itu kan gak lepas dari biaya, mungkin

yang jadi kendala itu. Karna untuk kesenian kayak gini, misalnya ada job itu

memerlukan biaya. Biaya untuk wayang itu diatas 20 Juta.” (wawancara, Bud,

23 September 2019)

Dari pernyataan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa harga untuk menyewa

kesenian wayang kulit ini sangat tinggi dan di khawatirkan ini akan berdampak

kepada berkurangnya peminat untuk menampilkan atau menyewa wayang

kulit di acara-acara tertentu. Karena satu-satunya pemasukan bagi paguyuban

ini hanya dari penyewa saja tidak adanya campur tangan dari pemerintah. Hal

ini terungkap oleh pernyataan dari Pak Haryono yang menyatakan :

“tidak ada, istilahnya seni itu hidup dengan sendirinya. Tidak ada campur

tangan dari Kelurahan, dari RT atau dari Camat. Jadi kalo misalnya ada itu

sifatnya saling memberi. Umpamanya kalau mau kampanye pilkada itu ada

dari calon itu nanggap memberikan imbalan. Saya menyiapkan beli peralatan

dari tahun 2000 sampai sekarang belum ada campur tangan dari pemerintah.

Untuk biaya pemeliharan itu tidak ada. Ya dapatnya hanya dari orang

menyewa.” (wawancara, Har, 5 Oktober 2019).

b. Tenaga ahli

Kurangnya partisipasi dari generasi muda juga salah satu penghambat dalam

pelestarian kesenian wayang kulit ini. seperti yang disampaikan oleh Pak Budi

sebagai berikut :

“sulit mengajak anak muda disini. Kan ini kesenian Jawa. Anaknya orang

Jawa yang lahir disini sudah Jawa Kalimantan jadi budayanya sudah campur,

Cuma satu dua orang saja yang masih suka. Kalau orang tuanya mungkin

masih suka.” (wawancara, Bud, 23 September 2019).

Hal ini sangat mungkin terjadi karena adanya pengaruh dunia luar yang masuk

sehingga para generasi muda sebagai penerus terpengaruhi oleh kebudayaan

asing tesebut. Karena budaya luar dianggap lebih menarik dan lebih mudah

untuk diterima dibandingkan dengan budaya bangsa atau kesenian daerah

sendiri yang bersifat monoton. Ditambah lagi padasa ini berada di kota

pendatang yang penduduknya berasal dari berbagai suku yang berbeda-beda.

c. Bahasa

Faktor bahasa yang di gunakan dalam pementasan wayang kulit juga menjadi

salah satu hambatan untuk melestarikan kesenian wayang kulit di kota

pendatang ini. Bahasa yang digunakan dalam wayang kulit yaitu Bahasa Jawa

Page 11: STRATEGI PAGUYUBAN PADASA DALAM MELESTARIKAN …

eJournal Sosiatri-Sosiologi, Volume 9, Nomor 2, 2021: 30-44

40

kuno (Bahasa Jawa halus). Bahasa ini sangat jarang di gunakan di kota

pendatang ini. maka dari itu banyak anak muda yang tidak mengerti bahasa

yang digunakan tersebut. Tetapi Bahasa ini masih sering digunakan di daerah

Jawa untuk berbicara kepada orang yang lebih tua karena memiliki makna

yang lebih sopan.

Faktor Pendukung

a. Aktifitas Anggota

Bapak Budi yang menyampaikan faktor pendukung pelestarian wayang kulit

yaitu aktifitas anggota. dari pelaku seni itu sendiri masih sangat aktif dalam

mementaskan ksesnian wayang kulit dan masih mempunyai kecintaan yang

sangat besar terhadap kesenian wayang kulit untuk tetap mempertahankan

kesenian itu. Seperti yang disampaikan sebagai berikut :

“dari kita sendiri masih semangat untuk tetap mempertahankan dan

mengembangkan kesenian wayang ini ya. Temen-temen juga masih

bersemangat untuk latihan sama untuk pentas. kita juga sebisa mungkin

mencoba mempromosikan kemana saja dan bermain dimana saja.”

(wawancara, bud, 23 Semptember 2019).

b. Peminat

Berikut hasil wawancara dengan Bapak Sukadi selaku sesepuh di Kelurahan

Lempake dan sekaligus salah satu pendiri paguyuban wayang kulit mengenai

faktor pendukung pelestarian kesenian wayang kulit :

"ya masih banyak yang menonton kalau lagi pentas atau sekedar latihan. Gak

hanya warga sekitar sini aja. Tapi banyak juga yang dari luar (Kelurahan

Lempake). Itu kan salah satu faktor pendukungnya. Kalau suatu kesenian itu

sudah tidak ada lagi yang menonton berarti kesenian itu sudah mati.”

(wawancara, suk, 5 Oktober 2019).

Dari pernyataan diatas faktor pendukung yang disampaikan oleh Bapak

Sukadi yaitu masih adanya peminat dan dukungan dari masyarakat yang masih

sangat peduli terhadap pelestarian kesenian wayang kulit. Lain halnya dengan

Pembahasan

Culture Experience

Culture experience ini merupakan salah satu bentuk pelestarian budaya yang

dilakukan dengan cara terjun langsung ke dalam sebuah pengalaman kultural.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, strategi yang dilakukan padasa yaitu

selalu menampilkan wayang kulit secara rutin 2 kali dalam sebulan ini juga

bertujuan untuk menarik perhatian masyarakat untuk ikut menjadi bagian dari

padasa untuk melestarikan wayang kulit.. Tidak hanya tampil di Kelurahan

Lempake saja tetapi tetapi di berbagai tempai di Kalimantan Timur. Ini juga

Page 12: STRATEGI PAGUYUBAN PADASA DALAM MELESTARIKAN …

Strategi Paguyuban Padasa dalam Melestarikan Wayang Kulit (Netty)

41

bertujuan untuk mengembangkan paguyuban wayang kulit agar bisa di kenal di

berbagai penjuru Kalimantan Timur.

Berdasarkan dengan hasil wawancara tersebut maka fakta ini sesuai dengan

pendapat yang di kemukakan oleh Allison dan Kaye (2004:3) yang menyatakan

“strategi adalah prioritas atau arah keseluruhan yang luas yang harus diambil oleh

organisasi.” Strategi juga merupakan pilihan-pilihan tentang bagaimana cara

terbaik untuk mencapai misi organisasi. Dimana paguyuban ini telah melakukan

strategi terbaik untuk melestarikan dan mengembangkan kesenian wayang kulit

tersebut dengan penampilan rutin setiap bulannya dengan harapan ada masyarakat

yang tertarik untuk ikut belajar dan ikut berkontribusi dalam mengembangkan

kesenian wayang ini agar tidak punah.

Culture Knowledge

Culture Knowledge ini di lakukan dengan cara membuat suatu pusat

informasi mengenai kebudayaan yang dapat di fungsionalkan kedalam banyak

bentuk. Tujuannya untuk edukasi ataupun untuk kepentingan pengembangan

kebudayaan itu sendiri. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan. Paguyuban

padasa ini pernah melakukan siaran radio guna membuat suatu informasi adanya

paguyuban wayang kulit di Kota Samarinda ini. Tetapi hanya saja program ini

tidak berkelanjutan dan belum ada inovasi baru yang di keluarkan oleh paguyuban

padasa dalam mempublikasikan informasi berbasis online tentang wayang kulit di

kelurahan lempake. sejauh ini padasa mempromosikan wayang kulit hanya melalui

antar individu atau antar kelompok kesenian saja.

Strategi Cultute Knowledge sebagai utama dalam mentransformasi

pengetahuan wayang kulit kepada generasi mud aitu ternyata mengalami kendala

sehingga generasi muda tidak mengetahui lagi apa maksud makna/pesan dari

kesenian wayang kulit ini.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan di atas mengenai Culture

Experience dan Culture Knowledge yang di lakukan padasa sesuai dengan rumus

POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controling) yang di kemukakan oleh

Gorge R. Terry, 1958 dalam buku Principles of Management (Sukarna, 2011:10).

Dimana padasa ini telah melakukan perencanaan yang di organisasi lalu di lakukan

dengan sangat maksimal untuk mencapai suatu tujuan.

Perbandingan antara penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti

berdasarkan hasil wawancara dengan hasil penelitian yang relevan sebelumnya

maka dapat ditemukan persamaan pada kedua penelitian tersebut. Persamaan dari

kedua penelitian ini dalam melestarikan kesenian yaitu keduanya mempunyai

semangat dan kekompakan anggota dan antusiasme masyarakat dalam

menyaksikan kesenian ini masih tinggi. Perbedaan dari kedua penelitian ini adalah

dimana kelompok kesenian kenanthi melakukan kaderisasi kepada kaum muda

atau remaja dan mendirikan kesenian kenanthi khusus pemuda.

Page 13: STRATEGI PAGUYUBAN PADASA DALAM MELESTARIKAN …

eJournal Sosiatri-Sosiologi, Volume 9, Nomor 2, 2021: 30-44

42

Faktor penghambat

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan maka pengertian dari

hambatan sesuai dengan yang dijelaskan oleh informan bahwa yang menjadi

faktor penghambat dalam hal ini yaitu dana dan kurangnya partisipasi generasi

muda.

Dari pembahasan diatas dapat diketahui bahwa antara hasil wawancara

peneliti dengan penelitian yang relevan sebelumnya keduanya memiliki persamaan

dan perbedaan. Persamaannya yaitu sama-sama memiliki dana yang minim.

perbedaanya dari kedua penelitian ini yaitu kesenian kenanthi dan kesenian

lengger masih memiliki banyak peminat dari generasi muda nya sedangkan

kesenian wayang kulit padasa ini sangat kurang partisipasi dari generasi muda.

Faktor pendukung

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pendukung atau pendorong memiliki

arti suatu hal atau kondisi yang dapat mendorong atau menumbuhkan suatu

kegiatan. Dalam hal ini sesuatu yang dapat mendukung dalam pelestarian kesenian

wayang kulit berdasarkan hasil penelitian dari Bapak Sukardi bahwa yang menjadi

faktor pendukung dari yakni semangat dan kekompakan para anggota dari padasa

dan juga dukungan dari masyarakat sekitar masih tinggi. Dalam hal ini masyarakat

memberikan dukungan dengan cara menonton setiap pentas ataupun latihan dari

anggota padasa ini.

Dari pembahasan diatas dapat diketahui bahwa hasil wawancara peneliti

dengan penelitian sebelumnya keduanya memiliki faktor pendukung yang sama.

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

1. Strategi yang dilakukan padasa dalam pelestarian kesenian wayang kulit

melalui Culture experience yaitu dengan cara rutin mengadakan latihan setiap

2 kali dalam sebulan. padasa juga melakukan pelestarian melalui culture

knowledge dengan cara menyebar luaskan adanya paguyuban padasa melalui

invididu ke individu lain atau antar kelompok kesenian dan juga

menginformasikan wayang kulit melalui siaran radio tetapi tidak berjalan

dengan maksimal.

2. Faktor penghambat yang dialami oleh padasa dalam pelestarian kesenian

wayang kulit ini diantaranya yaitu, masalah pendanaan yang kurang

mencukupi untuk mengembangkan kesenian wayang kulit ini, juga belum

adanya campur tangan dari pemerintah dan kurangnya partisipasi dari generasi

muda untuk melestarikan kesenian wayang kulit tersebut.

3. Beberapa faktor pendukung dalam pelestarian kesenian wayang kulit ini

diantaranya yaitu adanya partisipasi serta rasa memiliki dari pelaku kesenian

wayang kulit ini merupakan faktor utama dalam melestarikan kesenian. Keikut

Page 14: STRATEGI PAGUYUBAN PADASA DALAM MELESTARIKAN …

Strategi Paguyuban Padasa dalam Melestarikan Wayang Kulit (Netty)

43

sertaan dalam mengikuti latihan dan pementasan kesenian wayang kulit, ikut

menjaga dan memelihara berbagai alat dan perlengkapan kesenian wayang

kulit, banyaknya dukungan dari masyarakat sekitar yang masih menyukai

kesenian wayang kulit dan masih banyaknya penonton dalam setiap

pementasan wayang kulit di gelar.

Saran

1. Kepada Pemerintah dibidang Pariwisata dan kebudayaan agar dapat bisa

terlibat membantu pelestarian kesenian wayang kulit sebagai salah satu

kesenian tradisional Indonesia dengan memberikan pendanaan agar paguyuban

padsa bisa lebih maju serta memberikan wadah kepada paguyuban padasa

untuk menampilkan kesenian tersebut. Agar kesenian wayang kulit di

Samarinda ini bisa lebih di kenal.

2. Kepada para pelaku seni agar dapat terus aktif dan memiliki semangat dalam

berkarya serta dapat memunculkan inovasi baru yang dapat membawa padasa

lebih maju dan juga mampu mengajak generasi muda untuk dapat ikut serta

dalam pelestarian kesenian wayang kulit ini.

3. Kepada masyarakat Kelurahan Lempake agar dapat bekerjasama dalam

mengembangkan dan melestarikan kesenian wayang kulit dan selalu

memberikan dukungan positif dan memberikan apresiasi kepada para pelaku

seni untuk terus berkarya.

4. Kepada orang tua diharapkan dapat memperkenalkan kesenian-kesenian

tradisional dari daerah masing-masing agar anak-anak dapat terbiasa dengan

kesenian terebut dan mempunyai rasa kepemilikan di dalam dirinya untuk

tetap melestarian kesenian-kesenian tradisional daerah.

5. Kepada generasi muda agar dapat mempelajari kesenian wayang kulit dan

berkontribusi dalam pelestarian kesenian wayang kulit agar kesenian ini tidak

punah.

6. Kepada peneliti selanjutnya diharapkan bisa menjadikan tulisan ini acuan

untuk penelitian serupa dan diharapkan penelitian selanjutnya dapat

memngembangkan penelitiannya sehingga dapat memperoleh hasil yang lebih

baik.

Daftar Pustaka

Agus, Budi Wibowo. 2014 “Strategi Pelestarian Benda/Situs Cagar Budaya

Berbasis Masyarakat (Kasus Pelestarian Benda/Cagar Budaya Gampong

Pande Kecamatan Banda Aceh Provinsi Aceh)”. Jurnal Konservasi Cagar

Budaya Borobudur, volume 8, 58-71.

Encang, saepudin. 2017 “Pelestarian Nilai-Nilai Budaya Sunda Melalui Kaulinan

Barudak Lembur Di Kabupaten Tasikmalaya”. Jurnal Metahumaniora,

Vol.7, Nomor 1 April 2017:20-31.

Page 15: STRATEGI PAGUYUBAN PADASA DALAM MELESTARIKAN …

eJournal Sosiatri-Sosiologi, Volume 9, Nomor 2, 2021: 30-44

44

Jatmiko, Rammad Dwi. 2003. Manajemen Stratejik. Malang: Universitas

Muhammadiyah Malang Press

Kapalaye, Ki Ageng. 2010. Kamus Pintar Wayang; Dari Versi India Hingga

Pewayangan Jawa Istilah, Pengertian dan Filosofinya, Yoyakarta: Laksana

Koentjaraningrat. 2000. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta Agus

M. Hardjana. (2003)

Miles, Mattew B dan A. Michael Huberman. (2007). analisis Data Kualitatif,

Buku sumber tentang metode-metode baru. Jakarta: Universitas Indonesia

Press.

Mari, Kubiyanto. 2015 “Upaya Mencegah Hilangnya Wayang Kulit sebagai

Ekspresi Budaya Warisan Budaya Bangsa”. Jurnal hukum & Pembangunan.

Ranjabar, Jacobus. 2006. Sistem Sosial Budaya Indonesia. Bogor: Ghalia

Indonesia

Setiadi, elly M.,2006. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Jakarta:Kencana .

Seabani, Beni Ahmad, 2016. Perspektif Perubahan Sosial. Bandung: CV.Pustaka

Setia.

Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2003.

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:

PT Alfabet.

Sukarna. 2011. Dasar-Dasar Manajemen. CV. Mandar Maju. Bandung.

Setyo Budi, Wayang-wayang Katolik Surakarta; Spesifikasi dan Karakteristiknya.

(Bandung: Proyek Penelitian Pendidikan Tinggi Direktorat Jenderal

Pendidikan Tinggi Departemen Nasional, 2002).

Pemerintah Indonesia. 2017. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 Tentang

Pemajuan Kebudayaan No.5 Tahun 2017. Sekertariat Negara. Jakarta.