STRATEGI GURU DALAM MEMBELAJARKAN MATEMATIKA …/Strategi... · menanyakan kepada siswa lain dengan...
Transcript of STRATEGI GURU DALAM MEMBELAJARKAN MATEMATIKA …/Strategi... · menanyakan kepada siswa lain dengan...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
STRATEGI GURU DALAM MEMBELAJARKAN MATEMATIKA PADA
SUB POKOK BAHASAN SIFAT-SIFAT BANGUN DATAR KEPADA
ANAK TUNARUNGU
(Studi Kasus pada Siswa Kelas V SLB-B YRTRW Surakarta)
TESIS
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
Herlina Hidayati
S851102016
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
STRATEGI GURU DALAM MEMBELAJARKAN MATEMATIKA PADA
SUB POKOK BAHASAN SIFAT-SIFAT BANGUN DATAR KEPADA
ANAK TUNARUNGU
(Studi Kasus pada Siswa Kelas V SLB-B YRTRW Surakarta)
TESIS
Oleh
Herlina Hidayati
S851102016
Komisi
Pembimbing
Nama Tanda Tangan Tanggal
Pembimbing I Dr. Imam Sujadi, M.Si ………………… 31 Juli 2012
Nip. 19670915 200604 1001
Pembimbing II Drs. Tri Atmojo Kusmayadi, M.Sc., Ph. D ………………… 31 Juli 2012
Nip. 19630826 198803 1002
Telah dinyatakan memenuhi syarat
pada tanggal 31 Juli 2012
Ketua Program Studi Pendidikan Matematika
Program Pascasarjana UNS
Prof. Dr. Budiyono, M.Sc.
NIP 19530915 197903 1003
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
HALAMAN PENGESAHAN
STRATEGI GURU DALAM MEMBELAJARKAN MATEMATIKA PADA
SUB POKOK BAHASAN SIFAT-SIFAT BANGUN DATAR KEPADA
ANAK TUNARUNGU
(Studi Kasus pada Siswa Kelas V SLB-B YRTRW Surakarta)
TESIS
Oleh
Herlina Hidayati
S851102016
Tim Penguji
Jabatan
Nama Tanda Tangan Tanggal
Ketua Prof. Dr. Budiyono, M.Sc. ………………… .... Agustus 2012
NIP 19530915 197903 1 003
Sekretaris Dr. Mardiyana, M.Si. ………………… .... Agustus 2012
NIP 19660225 199302 1 002
Anggota Dr. Imam Sujadi, M.Si.
Penguji NIP 19670915 200604 1 001 ………………… .... Agustus 2012
Drs. Tri Atmojo Kusmayadi, M.Sc., Ph. D. ………………… .... Agustus 2012
NIP 19630826 198803 1 002
Telah dipertahankan di depan penguji,
dinyatakan telah memenuhi syarat
pada tanggal …. Agustus 2012
Direktur Pascasarjana UNS Ketua Program Studi Pendidikan
Matematika
Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S. Prof. Dr. Budiyono, M.Sc.
NIP 19610717 198601 1001 NIP 19530915 197903 1003
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa:
1. Tesis yang berjudul: “STRATEGI GURU DALAM MEMBELAJARKAN
MATEMATIKA PADA SUB POKOK BAHASAN SIFAT-SIFAT
BANGUN DATAR KEPADA ANAK TUNARUNGU (Studi Kasus pada
Siswa Kelas V SLB-B YRTRW Surakarta)” ini adalah karya penelitian saya
sendiri dan bebas plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang pernah
diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak
terdapat karya atau pendapat yang pernah dituliskan atau diterbitkan oelh
orang lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan dalam naskah ini
dan disebutkan dalam sumber acuam serta daftar pustaka. Apabila di
kemudian hari terbukti terdapat plagiat karya ilmiah ini, maka saya bersedia
menerima sangsi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
(Permendiknas No 17, tahun 2010).
2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis ini pada jurnal atau forum ilmiah
lain harus seizin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan
Program Pascasarjana UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu
sekurang-kurangnya satu semester (enam bulan pengesahan Tesis) saya tidak
melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan isi Tesis ini, maka
Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana UNS berhak
mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan Program Studi
Pendidikan Matematika Program Pascasarjana UNS. Apabila saya melakukan
pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan
sangsi akademik yang berlaku.
Surakarta, 06 Agustus 2012
Mahasiswa,
Herlina Hidayati
S851102016
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan hanya kepada Allah SWT atas anugerah,
rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini
dengan sebaik-baiknya. Tesis ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai derajat Magister pada Program Studi Pendidikan Matematika.
Dalam penyusunan tesis ini, penulis mendapat dukungan, arahan,
bimbingan dan bantuan dari banyak pihak. Oleh sebab itu, penulis menyampaikan
ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang tulus kepada:
1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S, Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang telah memberi kesempatan pada penulis untuk menambah pengetahuan
dan wawasan di Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S, Direktur Program Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk menempuh studi di Program Studi Pendidikan Matematika Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Prof. Dr. Budiyono, M.Sc, Ketua Program Studi Pendidikan Matematika
Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah
memberikan petunjuk, saran, dan motivasi sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan tesis ini.
4. Dr. Imam Sujadi, M.Si, Pembimbing I yang telah banyak memberikan
bimbingan, masukan, petunjuk dalam penulisan tesis ini.
5. Drs. Tri Atmojo Kusmayadi, M.Sc., Ph. D, Pembimbing II yang telah banyak
memberikan bimbingan, masukan, petunjuk dalam penulisan tesis ini.
6. Bapak-Ibu dosen Program Studi Pendidikan Matematika Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membimbing
dan mencurahkan ilmu selama penulis menempuh pendidikan di Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta ini.
7. Misdi, S.Pd, kepala sekolah SLB-B YRTRW Surakarta yang telah
memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di SLB-B
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
YRTRW Surakarta, serta kepada ibu Murtini, S.Pd, selaku guru kelas V SLB-
B YRTRW Surakarta yang telah bersedia membantu penulis dalam penelitian
ini.
8. Sahabat-sahabatku mahasiswa Program Pendidikan Matematika Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta angkatan 2011, atas segala
kebersamaan dan perjuangan selama perkuliahan.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu di sini, yang telah ikut
membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
penulisan ini.
Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapat imbalan dari Allah
SWT. Penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan dan dunia pendidikan dan para pembaca.
Surakarta, 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
Herlina Hidayati. S851102016. 2012. Strategi Guru dalam Membelajarkan
Matematika pada Sub Pokok Bahasan Sifat-Sifat Bangun Datar kepada
Anak Tunarungu (Studi Kasus pada Siswa Kelas V SLB-B YRTRW
Surakarta). Tesis. Pembimbing I: Dr. Imam Sujadi, M.Si., Pembimbing II: Drs.
Tri Atmojo Kusmayadi, M.Sc., Ph. D. Program Studi Pendidikan Matematika,
Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
ABSTRAK
Anak tunarungu adalah mereka yang kehilangan pendengaran baik
sebagian maupun tuli menyeluruh yang menyebabkan pendengarannya tidak
memiliki nilai fungsional di dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dengan
keadaan seperti itu, tentu mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran. Oleh
karena itu, diperlukan strategi pembelajaran khusus untuk membelajarkan
matematika kepada anak tunarungu dan scaffolding untuk membantu siswa yang
mengalami kesulitan. Strategi pembelajaran adalah cara-cara yang akan dipilih
dan digunakan oleh seorang pengajar untuk menyampaikan materi pelajaran
sehingga akan memudahkan peserta didik mencapai tujuan pembelajaran yang
diharapkan. Strategi pembelajaran mencakup penggunaan metode, teknik dan
taktik dalam proses pembelajaran, sedangkan scaffolding adalah dukungan tahap
demi tahap untuk belajar dan pemecahan masalah. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan cara guru membelajarkan materi sifat-sifat bangun datar dan
bagaimana cara guru memberikan scaffolding kepada siswa tunarungu kalas V
SLB-B YRTRW Surakarta yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal
latihan.
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan
studi kasus. Teknik yang digunakan dalam pengambilan subjek adalah purposive
sampling. Subjek penelitian ini adalah satu orang guru matematika kelas V SLB-B
YRTRW Surakarta. Metode pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan
wawancara. Analisis data hasil penelitian dilakukan dengan menggunakan model
Miles dan Huberman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi yang digunakan guru dalam
membelajarkan matematika pada sub pokok bahasan sifat-sifat bangun datar yang
meliputi penggunaan metode dan teknik terlihat sama seperti pembelajaran di
sekolah pada umumnya, tetapi dari segi taktik terlihat sangat berbeda. Guru
menggunakan berbagai macam taktik diantaranya ketika membuka pelajaran guru
memimpin berdoa dengan memberi aba-aba menepuk tangan secara berulang-
ulang. Menyuruh siswa mengumpulkan PR dengan cara berdiri di depan siswa
dan mengulang-ulang apa yang dibicarakannya. Mengabsen siswa dengan cara
menanyakan kepada siswa lain dengan cara menunjuk bangku siswa yang tidak
masuk dengan memperjelas mimik bicaranya. Menunjuk siswa yang perhatiannya
belum terfokus pada pelajaran dengan menghampiri siswa tersebut dan menepuk
tubuhnya kemudian memberikan pertanyaan. Melatih siswa untuk berbicara
dengan cara menunjuk siswa lain untuk memberikan contoh apabila masih belum
bisa guru mendekati siswa tersebut dan melatih berbicara secara langsung dengan
memperjelas mimik berbicaranya dan dilakukan secara berulang-ulang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
Mengajukan pertanyaan mengenai pelajaran yang lalu dengan memegang gambar
bangun datar kemudian ditunjukkan ke arah semua siswa dengan mimik berbicara
yang diperjelas dan pertanyaan diucapkan secara berulang-ulang yang diikuti
gerakan isyarat. Menyampaikan tujuan pembelajaran dengan cara pelan-pelan
dengan mimik berbicara diperjelas dan diucapkan secara berulang-ulang. Ketika
inti pelajaran guru menyampaikan materi dengan menulis judul dan menggambar
bangun di papan tulis dengan memberikan keterangan pada gambar secara detail.
Mengenalkan bangun datar dengan cara menunjukkan gambar kemudian
menunjuk tulisan di papan tulis. Gambar ditunjukkan ke arah semua siswa dengan
cara memegang gambar tersebut. Melakukan tanya jawab dengan siswa dengan
cara memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa dengan menggunakan
gambar bangun datar dan untuk siswa yang tidak bisa berbicara guru memberikan
pertanyaan dengan cara berhadapan dan pertanyaan diucapkan secara berulang-
ulang dengan memperjelas mimik bicaranya dan menulis soal di papan tulis.
Mengenalkan sisi yang berhadapan dan berpasangan pada bangun datar dengan
contoh praktek nyata dalam kehidupan sehari-hari dengan cara menyuruh empat
siswa maju ke depan dan membentuk posisi yang berhadapan dan berpasangan
dengan menjelaskan kepada siswa bahwa yang dimaksud berhadapan dan
berpasangan itu seperti yang mereka praktekkan tersebut. Ketika menutup
pelajaran guru membuat simpulan pelajaran dengan membimbing siswa untuk
mengulangi pelajaran dengan cara berdiri di sebelah papan tulis dan jari menunjuk
sifat-sifat yang telah di tulis. Memberikan PR kepada siswa, soal yang diberikan
adalah soal yang sudah ada pada buku LKS tetapi guru menuliskan kembali di
papan tulis halaman dan nomor soal. Sedangkan cara guru dalam pemberian
scaffolding terhadap siswa yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal
latihan diantaranya dengan menuliskan kembali soal di papan tulis dan menyuruh
siswa membaca kembali soal dengan menunjuk soal secara berulang-ulang. Untuk
siswa yang kurang memahami soal guru menggaris bawahi inti soal yang sudah
ditulis dan memberikan contoh di buku siswa. Membimbing siswa secara individu
dengan memeriksa pekerjaan siswa dengan memberikan petunjuk langkah-
langkah mengerjakannya secara runtut dengan memberikan contoh mengukur,
menggambar dan memberikan keterangan pada gambar secara lengkap. Setelah
selesai mengerjakan guru mengajak siswa untuk membahas soal dengan
menunjuk salah satu siswa ke depan atau hanya dengan dengan membacakan soal
dengan menunjuk soal yang ada di buku kemudian siswa menjawab secara lisan.
Kata kunci: strategi pembelajaran, scaffolding, pembelajaran matematika, sifat-
sifat bangun datar, tunarungu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
Herlina Hidayanti. S851102016. 2012. Teacher’s Strategy in Mathematics
Learning in Sub Highlights Properties to Build Flat Deaf Children (A Case
Study of 5th
Grade Students of SLB-B YRTRW of Surakarta). Thesis.
Advisor I: Dr. Imam Sujadi, M.Si., Advisor II: Drs. Tri Atmojo Kusmayadi,
M.Sc., Ph. D. Mathematics Education Study Program, Postgraduate Program of
Sebelas Maret University of Surakarta
ABSTRACT
Deaf children are those who lose their auditory capability, both, partly or
completely causing their auditory sense has no functional value in daily life.
Accordingly, with this condition, they will experience difficulty in a learning
process. Therefore, special learning strategy is needed to teach mathematics to
deaf children and scaffolding can be used to help students who have difficulties. A
learning strategy is a way that will be selected and used by a teacher to deliver
learning material so that it will facilitate learner in achieving an expected learning
goal. A learning strategy covers method, technique, and tactic in a process of
learning. Whereas, scaffolding is supports provided in each stage of learning and
problem solving. Purpose of the research is to describe a teacher’s ways of
teaching learning material of flat structure and how does a teacher provide
scaffolding to deaf students of class V of SLB-B YRTRW of Surakarta who have
difficulty in working on exercise problems.
The research is a descriptive-qualitative research with case study approach.
Sample is taken by using purposive random sampling technique. The subject
research of this study is a fifth grade mathematics teacher SLB-B YRTRW of
Surakarta. Data is collected by using observation and interview. Data of the
research’s result is analyzed by using Miles and Huberman model.
The results showed that the strategy used teacher in mathematics learning
of the subject sub properties built flat which includes the use of methods and
techniques look the same as learning in school in general, but in terms of tactics
look very different. Teachers use a variety of tactics such as opening the lesson
teacher led prayer gestured with hands clapped over and over again. Having
students collect homework by standing in front of students and to repeat what he's
talking about. Roll students by asking the other students by appointing a bench of
students who do not belong to clarify the expression on her speech. Appoint
students who have not focused attention on the lesson with the student approached
and patted him then give the question. Train students to speak by pointing and
other students to give examples if still can’t approach the teacher and students are
trained to speak directly with speech and expression made it clear repeatedly.
Asking questions about the last lesson by holding up a flat image was then shown
to the students with a straight face talking all that clarified and the question was
asked repeatedly followed gesture. Deliver the learning objectives in a way it
slowly with expression speak to clarify and say it repeatedly. When the core
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
lessons teachers deliver the material to write the title and the drawing up on the
board by providing a detailed description of the image. Introduce a flat up by
showing a picture and then pointed to the writing on the blackboard. Images
shown in the direction of all students by holding the picture. Conduct debriefing
with the students by providing questions to the students by using a flat image and
up to students who can’t speak with the teacher asking questions and the question
was asked how to deal repeatedly with clear expression and speech writing
problem on the board. Introduce the opposite side and a flat pair up with examples
in actual practice in daily life by having four students come forward and form a
position opposite and pair up with to explain to students that is opposite and in
pairs they practice it as such. When closing the lesson the teacher to make
conclusions lesson by guiding students to repeat the lesson by standing next to the
blackboard and pointing fingers properties that have been written. Give
homework to students, the given problem is a problem that already exists at
student worksheets but the teacher wrote the book back on the board and page
numbers matter. While the teacher in providing scaffolding for students who have
difficulty in doing the practice questions by writing them back problem on the
board and having students read back the question by pointing to questions over
and over again. For students who do not understand about the teacher highlights
the core problem that has been written in the book and give examples of students.
Guiding students individually to check students' work by giving you step-by-step
work coherently to give an example to measure, draw and annotate a complete
picture. When finished working on the teacher invites students to discuss the
matter with one of the students pointed forward or just by reading about the matter
by pointing at the book and then the students respond orally.
Key words: learning strategies, scaffolding, learning mathematics, the properties
of a flat wake, hearing impairment.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………... i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING …………………………………. ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ……..…………………………………. iii
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS …………….. iv
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………. v
ABSTRAK ………………………………………………………………………... vii
ABSTRACT ………………………………………………………………………. iv
DAFTAR ISI ……………………………………………………………................ xi
DAFTAR TABEL ………………………………………………………................ xiv
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………... xv
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………………… xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..……………………………………………….… 1
B. Rumusan Masalah …...……………………………………………………. 5
C. Tujuan Penelitian …………………………………………………………. 6
D. Manfaat Penelitian ………………………………………………............... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori ……….……………………………………………………… 8
1. Anak Tunarungu…………………………………………….…………
a. Pengertian Anak Tunarungu ………………………………………
b. Klasifikasi Anak Tunarungu ………………………………………
c. Prinsip Pendidikan Anak Berkelainan …………………………….
8
8
9
12
2. Pembelajaran Matematika…..………………………………………….
a. Pengertian Belajar ………………………………………................
b. Makna Pembelajaran ………………………………………………
c. Matematika ………………………………………………………...
d. Pembelajaran Matematika …………………………………………
14
14
15
15
16
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
3. Strategi Pembelajaran Matematika……...……………………………..
a. Strategi dalam Melaksanakan Pembelajaran …………...…………
b. Beberapa Istilah dalam Strategi Pembelajaran ……………………
c. Tahapan Instruksional dalam Strategi Pembelajaran …………….
d. Dasar Pemilihan Strategi Pembelajaran …………………………..
17
17
19
21
24
4. Scaffolding…………………...………………………………… 28
5. Makna Guru………….……………………………………………….. 29
B. Penelitian Relevan ………….……………..……..……………………..... 29
C. Kerangka Pikir …………………………………………………………… 31
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian …………..……………………………….. 33
B. Jenis Penelitian ……………………………………………………….…… 34
C. Subjek Penelitian …….…………………………………………………… 35
D. Teknik Pengambilan Subjek Penelitian ………………………………….. 35
E. Data dan Sumber Data …………………………………………………… 35
F. Metode Pengumpulan Data ……………………………………………….. 36
G. Instrumen Pengumpulan Data ……………………………………………. 38
H. Prosedur Penelitian ….……………………………………………............. 39
I. Validitas Data …………..………………………………………………… 40
J. Teknik Analisis Data ……………………………………………………… 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengembangan Instrumen ………………………………………….. 45
B. Hasil Pengamatan dan Analisis Data …………………...………………… 46
1. Hasil Pengamatan I …………..……………………………………..…
a. Strategi guru dalam membelajarkan matematika ………………….
b. Cara guru dalam pemberian scaffolding …………………………..
46
46
70
2. Hasil Pengamatan II …………………………………………………..
a. Strategi guru dalam membelajarkan matematika …………………
b. Cara guru dalam pemberian scaffolding ………………………….
75
75
96
3. Validasi Data ……………………….………………………………….
a. Validasi Data Kegiatan Pendahuluan ……………………………..
100
100
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
b. Validasi Data Kegiatan Inti ……………………………………….
c. Validasi Data Kegiatan Penutup ………………………………….
d. Validasi Data Cara Pemberian Scaffolding ……………………….
105
109
112
4. Analisis Data …………………….…………………………………….
a. Analisis data kegiatan pendahuluan ……………………………….
b. Analisis data kegiatan inti …………………………………………
c. Analisis data kegiatan penutup …………………………………….
d. Analisis data cara pemberian scaffolding ………………………….
114
114
117
119
120
C. Pembahasan ……………………………………………………………….. 121
1. Strategi Guru dalam Membelajarkan Matematika ……………………. 121
2. Pemberian Scaffolding pada Siswa Tunarungu ……………………….. 125
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan ……………………………………………………………….. 127
B. Implikasi kebijakan ……………………………………………………….. 129
C. Saran …………………………………………………………………….… 130
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………….. 132
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Langkah-langkah Pelaksanaan Penelitian ……………………………. 33
3.2 Pasangan Antara Metode Pengumpulan Data dengan Instrumen
Pengumpulan Data ………………………………………………..…
39
4.1 Nama Validator Instrumen Pedoman Wawancara …………………… 45
4.2 Hasil pengamatan penggunaan metode pada kegiatan pendahuluan...... 100
4.3 Hasil pengamatan penggunaan teknik pada kegiatan pendahuluan ....... 101
4.4 Hasil pengamatan penggunaan taktik pada kegiatan pendahuluan ....... 102
4.5 Hasil pengamatan penggunaan metode pada kegiatan inti .................... 105
4.6 Hasil pengamatan penggunaan teknik pada kegiatan inti ...................... 105
4.7 Hasil pengamatan penggunaan taktik pada kegiatan inti ...................... 106
4.8 Hasil pengamatan penggunaan metode pada kegiatan penutup ............ 109
4.9 Hasil pengamatan penggunaan teknik pada kegiatan penutup .............. 110
4.10 Hasil pengamatan penggunaan taktik pada kegiatan penutup ............. 111
4.11 Hasil pengamatan kegiatan pemberian scaffolding ............................. 112
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Tahapan Instruksional ……………….………………………. 21
Gambar 2.2 Alur Penelitian Strategi Pembelajaran dan Pemberian
Scaffolding …………………………………………………...
32
Gambar 3.1 Komponen dalam analisis data menurut Miles dan
Huberman ………………………………………….
42
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Biodata Mahasiswa ………………………………………….. 135
Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran …………………… …. 136
Lampiran 3. Validasi Pedoman wawancara …………….………………… 150
Lampiran 4. Kisi-kisi Pedoman Wawancara ……………………………… 156
Lampiran 5. Pedoman Wawancara ……………………………………….. 158
Lampiran 6. Transkripsi Pengamatan ……….…………………………….. 165
Lampiran 7. Transkripsi Wawancara ……………………………………… 191
Lampiran 8. Catatan Lapangan ……………………………………………. 202
Lampiran 9. Foto Kegiatan Penelitian ………………..…………………… 217
Lampiran 10. Salinan Surat Permohonan Izin Penelitian ……..……..……. 221
Lampiran 11. Salinan Surat Keterangan Telah Mengadakan Penelitian ….. 222
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
STRATEGI GURU DALAM MEMBELAJARKAN MATEMATIKA PADA SUB POKOK
BAHASAN SIFAT-SIFAT BANGUN DATAR KEPADA ANAK TUNARUNGU
(Studi Kasus pada Siswa Kelas V SLB-B YRTRW Surakarta)
Oleh:
Herlina hidayati (S851102016)
Program Pascasarjana Pendidikan Matematika Universitas Sebelas Maret
ABSTRACT
Deaf children are those who lose their auditory capability, both, partly or completely
causing their auditory sense has no functional value in daily life. Accordingly, with this
condition, they will experience difficulty in a learning process. Therefore, special learning
strategy is needed to teach mathematics to deaf children and scaffolding can be used to help
students who have difficulties. A learning strategy is a way that will be selected and used by a
teacher to deliver learning material so that it will facilitate learner in achieving an expected
learning goal. A learning strategy covers method, technique, and tactic in a process of learning.
Whereas, scaffolding is supports provided in each stage of learning and problem solving.
Purpose of the research is to describe a teacher’s ways of teaching learning material of flat
structure and how does a teacher provide scaffolding to deaf students of class V of SLB-B
YRTRW of Surakarta who have difficulty in working on exercise problems.
The research is a descriptive-qualitative research with case study approach. Sample is
taken by using purposive random sampling technique. The subject research of this study is a
fifth grade mathematics teacher SLB-B YRTRW of Surakarta. Data is collected by using
observation and interview. Data of the research’s result is analyzed by using Miles and
Huberman model.
The results showed that the strategy used teacher in mathematics learning of the subject
sub properties built flat which includes the use of methods and techniques look the same as
learning in school in general, but in terms of tactics look very different. Teachers use a variety of
tactics such as opening the lesson teacher led prayer gestured with hands clapped over and over
again. Having students collect homework by standing in front of students and to repeat what he's
talking about. Roll students by asking the other students by appointing a bench of students who
do not belong to clarify the expression on her speech. Appoint students who have not focused
attention on the lesson with the student approached and patted him then give the question. Train
students to speak by pointing and other students to give examples if still can’t approach the
teacher and students are trained to speak directly with speech and expression made it clear
repeatedly. Asking questions about the last lesson by holding up a flat image was then shown to
the students with a straight face talking all that clarified and the question was asked repeatedly
followed gesture. Deliver the learning objectives in a way it slowly with expression speak to
clarify and say it repeatedly. When the core lessons teachers deliver the material to write the title
and the drawing up on the board by providing a detailed description of the image. Introduce a flat
up by showing a picture and then pointed to the writing on the blackboard. Images shown in the
direction of all students by holding the picture. Conduct debriefing with the students by
providing questions to the students by using a flat image and up to students who can’t speak with
the teacher asking questions and the question was asked how to deal repeatedly with clear
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
expression and speech writing problem on the board. Introduce the opposite side and a flat pair
up with examples in actual practice in daily life by having four students come forward and form
a position opposite and pair up with to explain to students that is opposite and in pairs they
practice it as such. When closing the lesson the teacher to make conclusions lesson by guiding
students to repeat the lesson by standing next to the blackboard and pointing fingers properties
that have been written. Give homework to students, the given problem is a problem that already
exists at student worksheets but the teacher wrote the book back on the board and page numbers
matter. While the teacher in providing scaffolding for students who have difficulty in doing the
practice questions by writing them back problem on the board and having students read back the
question by pointing to questions over and over again. For students who do not understand about
the teacher highlights the core problem that has been written in the book and give examples of
students. Guiding students individually to check students' work by giving you step-by-step work
coherently to give an example to measure, draw and annotate a complete picture. When finished
working on the teacher invites students to discuss the matter with one of the students pointed
forward or just by reading about the matter by pointing at the book and then the students respond
orally.
Key words: learning strategies, scaffolding, learning mathematics, the properties of a flat wake,
hearing impairment.
I. Pendahuluan
Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan salah satu tujuan nasional yang secara tegas
dikemukakan dalam pembukaan undang-undang dasar 1945. Tujuan nasional tersebut berlaku
bagi seluruh rakyat Indonesia, tidak hanya bagi warga Negara Indonesia yang memiliki
kondisi normal tetapi juga berlaku untuk anak yang memiliki kebutuhan khusus seperti anak
yang berkelainan secara fisik. Amanat hak atas pendidikan bagi penyandang kelainan atau
ketunaan ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 32 disebutkan bahwa: “pendidikan khusus (pendidikan luar biasa)
merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti
proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan atau memiliki
potensi kecerdasan dan bakat istimewa”. Ketetapan dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003
tersebut bagi anak penyandang kelainan sangat berarti karena memberi landasan yang kuat
bahwa anak berkelainan perlu memperoleh kesempatan yang sama sebagaimana yang
diberikan kepada anak normal lainnya dalam hal pendidikan dan pengajaran.
Pemerintah mengatasi permasalahan bagi anak berkebutuhan khusus dengan cara
memberikan sarana sekolah yang sesuai dengan kriteria dari masing-masing kebutuhan.
Selama ini, pendidikan khusus bagi anak berkebutuhan khusus di Indonesia disediakan dalam
tiga macam lembaga pendidikan, yaitu SLB (Sekolah Luar Biasa), SDLB (Sekolah Dasar
Luar Biasa), dan pendidikan terpadu. SLB sebagai lembaga pendidikan khusus tertua
menampung murid dengan jenis kalainan yang sama, sehingga saat ini ada 6 macam sekolah
untuk anak berkebutuhan khusus. Saat ini, di seluruh Indonesia tidak kurang dari 476 sekolah
untuk anak berkebutuhan khusus, sebagian sekolah diselenggarakan oleh masyarakat atau
swasta. Pada tahun-tahun sebelumnya, 476 SLB, 207 SDLB, dan 84 sekolah terpadu yang ada
di seluruh Indonesia dapat menampung 31,759 anak berkebutuhan khusus (Sambira Mambela,
2010: 296-297).
Matematika merupakan mata pelajaran yang juga dibelajarkan pada anak berkebutuhan
khusus yang bersekolah di SLB. Guru dalam membelajarkan matematika pada anak-anak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
normal saja banyak yang mengalami hambatan. Demikian juga siswa normal banyak yang
kesulitan dalam mengikuti pembelajaran matematika.
Anak berkebutuhan khusus tentu saja lebih memerlukan bimbingan untuk bisa mengikuti
pembelajaran matematika dengan baik. Lingkungan belajar merupakan perangkat yang sangat
penting dalam proses pembelajaran. Pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus, lingkungan
belajarnya harus memperhatikan perkembangan kebutuhan, oleh karena itu didukung dengan
cara penyampaian yang tepat.
Guru merupakan komponen yang sangat penting dalam proses pendidikan anak
berkebutuhan khusus. Dalam hal ini guru sangat berperan penting sebagai kunci keberhasilan
dalam misi pendidikan di sekolah selain bertanggung jawab untuk mengatur, mengarahkan
dan menciptakan sesuatu yang mendorong siswa untuk meningkatkan kegiatan di kelas.
Kekurangmampuan siswa berkebutuhan khusus dalam menerima materi pelajaran dengan
cepat karena kondisinya, sehingga menuntut guru untuk kreatif dalam menyampaikan materi
pelajaran. Selain menuntut guru untuk kreatif dalam menyampaikan materi pelajaran pada
proses pembelajaran terdapat beberapa komponen yang harus diperhatikan guru, antara lain
strategi mengoptimalkan aktivitas belajar anak didik, pendekatan dengan anak didik,
mengelola kelas dengan baik, menggunakan alat bantu yang sesuai, memilih metode
pengajaran yang tepat, dan sebagainya. Semua komponen itu harus dimiliki guru guna untuk
membelajarkan siswa dalam interaksi edukatif.
Untuk mengetahui lebih jauh bagaimana strategi guru dalam mengajar matematika
khususnya pada anak tunarungu yang termasuk kategori anak berkebutuhan khusus, peneliti
melakukan observasi pendahuluan terhadap guru matematika di SLB-B YRTRW Surakarta.
SLB-B YRTRW Surakarta adalah sekolah luar biasa (SLB) yang menyelenggarakan
pendidikan khusus untuk anak tunarungu. Saat peneliti mengamati bagaimana guru
membelajarkan materi sifat-sifat bangun datar ada beberapa hal yang dapat penulis amati
diantaranya yaitu siswa masih mengalami keterbatasan pengetahuan tentang berbagai bentuk
bangun datar dan guru masih mengalami kesulitan untuk mengkomunikasikan materi kepada
siswa dikarenakan keterbatasan pendengaran siswa dan kesulitan berbicaranya.
Untuk menggali informasi lebih jauh tentang bagaimana strategi guru dalam
membelajarkan matematika khususnya materi sifat-sifat bangun datar pada anak tunarungu,
peneliti melakukan penelitian tentang strategi guru dalam membelajarkan matematika
khususnya pada anak tunarungu yang diselenggarakan di SLB-B YRTRW Surakarta.
II. Tinjauan Pustaka
A. Pengertian Anak Tunarungu
Menurut Mufti Salim (1984: 8) dalam Sutjihati (2007: 93-94) menyimpulkan bahwa
anak tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan
mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau
seluruh alat pendengaran sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan
bahasanya. Ia memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus untuk mencapai kehidupan
lahir batin yang layak.
B. Pengertian Strategi Pembelajaran dan Scaffolding
Strategi pembelajaran terdiri atas seluruh komponen materi pembelajaran dan
prosedur atau tahapan kegiatan belajar yang digunakan oleh guru dalam rangka
membantu anak didik mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Sedangkan menurut Iif
Khoiru (2011: 9), strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang akan dipilih dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
digunakan oleh seorang pengajar untuk menyampaikan materi pelajaran sehingga akan
memudahkan peserta didik mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan akan
dikuasainya di akhir kegiatan belajarnya. Menurut Anna Uhl Chamot (2004) “learning
strategies are the conscious thoughts and actions that learners take in order to achieve a
learning gol”.
Scaffolding adalah suatu istilah dalam dunia pendidikan yang merupakan
pengembangan teori belajar konstruktivisme modern. Dalam pendidikan, scaffolding
mengambil peran yang sangat penting dalam proses pembelajaran di setiap aspek menuju
pada pencapaian tahap perkembangan anak (child development). Setiap kali seorang anak
mencapai tahap perkembangan yang ditandai dengan terpenuhinya indikator dalam aspek
tertentu, maka anak membutuhkan scaffolding.
Menurut Upi Isabela (2007: 62) Scaffolding atau mediated learning yaitu dukungan
tahap demi tahap untuk belajar dan pemecahan masalah sebagai suatu hal yang penting
dalam pemikiran konstruktivisme modern. Sedangkan menurut Cindy E. Hmelo-Silver,
Ravit Golan Duncan, and Clark A. Chinn (2007: 101) “Scaffolding is often distributed in
the learning environment, across the curriculum materials or educational software, the
teachers or facilitators, and the learners themselves. Teachers play a significant role in
scaffolding mindful and productive engagement with the task, tools, and peers. They
guide students in the learning process, pushing them to think deeply, and model the kinds
of questions that students need to be asking themselves, thus forming a cognitive
apprenticeship”.
C. Beberapa Istilah dalam Strategi Pembelajaran
Beberapa istilah dalam strategi pembelajaran yaitu pendekatan, metode, teknik atau
taktik dalam pembelajaran.
1) Pendekatan (Approach)
Pendekatan (approach) merupakan titik tolak atau sudut pandang kita terhadap
proses pembelajaran. Strategi dan metode pembelajaran yang digunakan dapat
bersumber atau tergantung dari pendekatan tertentu.
2) Metode
Metode merupakan upaya untuk mengimplementasikan rencana yang sudah
disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal.
Metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan.
3) Teknik
Teknik adalah cara yang dilakukan seseorang dalam rangka
mengimplementasikan suatu metode.
4) Taktik
Taktik adalah gaya seseorang dalam melaksanakan suatu teknik atau metode
tertentu.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa suatu strategi pembelajaran
yang diterapkan guru akan tergantung pada pendekatan yang digunakan, sedangkan
bagaimana menjalankan strategi itu dapat ditetapkan berbagai metode pembelajaran.
Dalam upaya menjalankan metode pembelajaran guru dapat menentukan teknik yang
dianggapnya relevan dengan metode, dan penggunaan teknik itu setiap guru memiliki
taktik yang mungkin berbeda antara guru yang satu dengan yang lain (Depdiknas,
2008: 5-6).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
D. Tahapan Instruksional dalam Strategi Pembelajaran
Secara umum ada tiga pokok dalam strategi pembelajaran yakni tahap permulaan
(prainstruksional), tahap pengajaran (instruksional), dan tahap penilaian dan tindak lanjut.
1 2 3
Gambar 2.1 Tahapan Instruksional (Depdiknas, 2008: 10)
Ketiga tahapan ini harus ditempuh pada setiap saat melaksanakan pengajaran. Jika
satu tahapan tersebut ditinggalkan, maka sebenarnya tidak dapat dikatakan telah terjadi
proses pengajaran.
1) Tahap Prainstruksional
Tahap prainstruksional adalah tahapan yang ditempuh guru pada saat ia memulai
proses belajar dan mengajar.
2) Tahap Instruksional
Tahap kedua adalah tahap pengajaran atau tahap inti, yakni tahapan memberikan
bahan pelajaran yang telah disusun guru sebelumnya.
3) Tahap Evaluasi dan Tindak Lanjut
Tahap yang ketiga adalah tahap evaluasi atau penilaian dan tindak lanjut dalam
kegiatan pembelajaran. Tujuan tahapan ini ialah untuk mengetahui tingkat
keberhasilan dari tahapan kedua (instruksional).
Ketiga tahap yang telah dibahas di atas, merupakan satu rangkaian kegiatan yang
terpadu, tidak terpisahkan satu sama lain. Guru dituntut untuk mampu dan dapat
mengatur waktu dan kegiatan secara fleksibel, sehingga ketiga rangkaian tersebut
diterima oleh siswa secara utuh. Di sinilah letak keterampilan profesional dari seorang
guru dalam melaksanakan strategi mengajar. Kemampuan mengajar seperti dilukiskan
dalam uraian di atas secara teoretis mudah dikuasai, namun dalam praktiknya tidak
semudah seperti digambarkan. Hanya dengan latihan dan kebiasaan yang terencana,
kemampuan itu dapat diperoleh (Depdiknas, 2008: 10-12).
III. Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SLB-B YRTRW Surakarta khususnya pada kelas V pada
materi sifat-sifat bangun datar semester genap tahun pelajaran 2011/2012. Penelitian ini
dimulai pada tanggal 3-29 Maret tahun 2012.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian deskriptif
kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Pendekatan ini tidak menekankan pada
generalisasi, melainkan memuat secara deskriptif tentang cara berpikir dan perilaku suatu
subyek. Peneliti terjun ke lapangan, mempelajari suatu proses atau penemuan secara alami,
mencatat menganalisa, menafsirkan, dan melaporkan serta menarik kesimpulan-kesimpulan
dari proses tersebut.
Subjek penelitiannya adalah guru mata pelajaran matematika khususnya guru kelas V
SLB-B YRTRW Surakarta yang terdiri dari 1 (satu) orang. Teknik pengambiln subjek
penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sumber data dengan
pertimbangan-pertimbangan tertentu.
Data yang dikumpulkan melalui penelitian ini adalah data yang sesuai dengan fokus
penelitian, yaitu: 1) Cara guru matematika kelas V SLB-B YRTRW Surakarta dalam
Tahap
Prainstruksional Tahap
Instruksional Tahap Penilaian dan
Tindak Lanjut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
membelajarkan materi sifat-sifat bangun datar pada siswa tunarungu kelas V. 2) Cara guru
matematika kelas V SLB-B YRTRW Surakarta dalam memberikan scaffolding pada siswa
tunarungu kelas V yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal latihan.
Sesuai dengan bentuk pendekatan penelitian kualitatif dan sumber data yang akan
digunakan maka metode pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi: 1) Metode
Observasi, penelitian yang dilakukan oleh peniliti mengambil teknik observasi partisipatif
bentuk pasif untuk mengamati perilaku yang muncul di lokasi penelitian. Dalam observasi
ini peneliti hanya mendatangi lokasi penelitian, tetapi sama sekali tidak berperan sebagai
apapun selain sebagai pengamat pasif. Dalam penelitian ini pencatatan datanya dilakukan
dengan menggunakan rekaman video dan didukung oleh catatan lapangan. 2) Metode
Wawancara Tidak Terstruktur, penelitian yang dilakukan peneliti yaitu menggunakan
teknik wawancara tak terstruktur. Wawancara semacam ini digunakan untuk menemukan
informasi yang bukan baku atau informasi tunggal. Wawancara mendalam dalam penelitian
ini dilakukan dengan guru mata pelajaran matematika kelas V. Wawancara dilakukan untuk
memperoleh data mengenai strategi guru dalam membelajarkan matematika dan cara
memberikan scaffolding pada anak tunarungu kelas V yang mengalami kesulitan dalam
proses pembelajaran di SLB-B Surakarta.
Adapun teknik pengecekan keabsahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1)
Perpanjangan Keikutsertaan, 2) ketekunanan/Keajegan Pengamatan, dan 3) Trinagulasi,
yaitu triangulasi waktu dan Triangulasi metode pengumpulan data.
Aktivitas dalam analisis data penelitian ini adalah penggunaan model alur yang terdiri
dari tiga alur kegiatan yang berlangsung secara bersamaan yaitu reduksi data, penyajian
data, dan penarikan kesimpulan. Langkah-langkah analisis data ditunjukkan gambar
berikut:
Komponen dalam Analisis Data menurut Miles dan Huberman (Sugiyono, 2012:92)
Proses analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah: 1)
Membuat rekaman video jalannya proses pembelajaran matematika di kelas V SLB-B
YRTRW Surakarta; 2) Membuat transkripsi data verbal dari hasil rekaman proses
pembelajaran, yang disebut juga protokol; 3) Menelaah seluruh data dari berbagai
sumber, yaitu hasil wawancara dengan informan dan catatan lapangan; 4) Membuat
reduksi data dengan membuat abstraksi, yaitu membuat rekaman dengan menjaga data
tetap berada di dalamnya; 5) Menyusun satuan-satuan analisis berdasarkan ranah dan
Data
reduction
Conclusions:
drawing/verifying
Data
collection
Data display
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
kategori-kategori; 6) analisis tema atau pola; dan. 7) menarik kesimpulan sehingga
mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain.
IV. Hasil Penelitian
1. Strategi Guru dalam Membelajarkan Matematika
Kunci keberhasilan pendidikan terletak pada kualitas pembelajaran, karena
pembelajaran merupakan aktivitas penting dalam kegiatan pendidikan. Pembelajaran
yang berkualitas ditandai oleh adanya keterlibatan penuh peserta didik dalam proses
pembelajaran. Semuanya itu tidak terlepas dari peranan guru yang membantu peserta
didik untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut, termasuk dalam pemilihan strategi
mengajar. Strategi-strategi pembelajaran yang telah diterapkan oleh guru matematika
kelas V SLB-B YRTRW Surakarta yang telah dijelaskan sebelumnya adalah dalam
rangka mewujudkan pembelajaran yang berkualitas dengan ditandai oleh keterlibatan
secara aktif peserta didik dan adanya perilaku perilaku perubahan positif.
Berdasarkan observasi dan wawancara peneliti terhadap guru mata pelajaran
matematika kelas V SLB-B YRTRW Surakarta, strategi guru yang digunakan selama
proses pembelajaran yang mencakup segi penggunaan metode, tehnik dan taktik untuk
membelajarkan matematika khususnya materi sifat-sifat bangun datar adalah dalam
kegiatan pendahuluan guru penggunaan metode tanya jawab dan metode demonstrasi
serta terkadang menggunakan metode tutor sebaya. Sedangkan strategi guru dalam
kegiatan pendahuluan dalam penggunaan teknik adalah membuat siswa siap terlebih
dahulu dan membuat suasana tenang baru memulai memimpin berdoa, setelah selesai
berdoa guru mengucapkan salam dan menanyakan PR kemudian melakukan tanya jawab
mengenai hari dan tanggal pada saat itu, terkadang guru mengabsen siswa yang tidak
masuk dengan bertanya kepada siswa lain alasan mengapa tidak masuk, terkadang guru
memberikan pertanyaan kepada siswa yang konsentrasinya belum terfokus pada
pelajaran, terkadang guru melatih siswa untuk berbicara disaat siswa kurang lancar dalam
berbicara, guru menggunakan alat peraga gambar berbagai macam segitiga pada saat
mengajukan pertanyaan mengenai pelajaran yang lalu, guru menyampaikan tujuan
pembelajaran yang akan dipelajari secara lisan. Selanjutnya taktik yang digunakan guru
ketika memimpin berdoa, guru menepuk tangan dengan keras untuk memberi tanda
memulai berdoa dan menepuk tangan secara berulang-ulang sebagai tanda berdoa selesai,
terkadang guru menanyakan PR dan menyuruh siswa mengumpulkan PR di meja guru
dengan cara berdiri di depan semua siswa dan mengulang-ulang apa yang dibicarakannya
sampai siswa memahami. Guru melambaikan tangan ke arah siswa yang belum merespon
perintah guru, terkadang setelah selesai berdoa guru mengabsen siswa yang tidak masuk
dengan cara menanyakan kepada siswa lain alasan mengapa tidak masuk, guru bertanya
dengan cara menunjuk bangku siswa yang tidak masuk dan bertanya dengan kata-kata
yang dipotong-potong dengan memperjelas mimik bicaranya serta diikuti oleh gerakan
isyarat tubuh, terkadang ketika menunjuk siswa yang perhatiannya belum terfokus pada
pelajaran, taktik yang digunakan guru adalah menghampiri siswa tersebut dan menepuk
tubuhnya kemudian baru memberikan pertanyaan, terkadang guru dalam melatih siswa
untuk berbicara dengan cara menunjuk siswa lain untuk memberikan contoh dan yang
belum bisa menirukan apabila masih belum bisa guru mendekati siswa tersebut dan
melatih berbicara secara langsung dengan memperjelas mimik berbicaranya dan
dilakukan secara berulang-ulang sampai siswa bisa menirukan, mengajukan pertanyaan
mengenai pelajaran yang lalu dengan memegang gambar bangun datar secara bergantian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
kemudian ditunjukkan ke arah semua siswa dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
dengan mimik berbicara yang diperjelas dan pertanyaan diucapkan secara berulang-ulang
yang diikuti gerakan isyarat tubuh, menyampaikan tujuan pembelajaran dengan cara
pelan-pelan dengan mimik berbicara diperjelas dan diucapkan secara berulang-ulang.
Strategi guru dalam kegiatan inti dalam penggunaan metode guru menggunakan
metode ceramah, metode tanya jawab dan metode demonstrasi. Sedangkan strategi guru
dalam kegiatan inti dalam penggunaan teknik adalah menyampaikan materi sifat-sifat
bangun dengan menulis judul kemudian menggambar bangun di papan tulis,
mengenalkan bangun serta sisi-sisinya dengan memperlihatkan gambar bangun, menulis
sifat-sifat bangun dengan melakukan tanya jawab dengan siswa terlebih dulu,
mengenalkan sisi yang berhadapan dan berpasangan pada bangun dengan contoh praktek
nyata dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya strategi guru dalam kegiatan inti dalam
penggunaan taktik adalah menyampaikan materi sifat-sifat bangun datar dengan menulis
judul kemudian menggambar bangun di papan tulis, dalam menggambar bangun datar
guru memberikan keterangan pada gambar secara detail dengan menggunakan tanda dan
angka untuk memperjelas gambar, mengenalkan bangun datar serta sisi-sisinya dengan
menunjukkan gambar kemudian menunjuk tulisan di papan tulis, gambar ditunjukkan ke
arah semua siswa dengan cara memegang gambar tersebut, menulis sifat-sifat bangun
datar dengan melakukan tanya jawab dengan siswa terlebih dulu dengan cara
memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa dengan menggunakan gambar serta
menyuruh siswa maju ke depan untuk menjelaskan sifat-sifat bangun. Untuk siswa yang
tidak bisa berbicara guru memberikan pertanyaan dengan cara berhadapan dan
pertanyaan diucapkan secara berulang-ulang dengan memperjelas mimik bicaranya dan
menulis soal di papan tulis, setelah siswa menjawab sifat-sifat bangun datar barulah guru
menuliskan sifat-sifat bangun datar di sebelah gambar, dan mengenalkan sisi yang
berhadapan dan berpasangan pada bangun datar dengan contoh praktek nyata dalam
kehidupan sehari-hari dengan cara menyuruh empat siswa maju ke depan dan membentuk
posisi yang berhadapan dan berpasangan dengan menjelaskan kepada siswa bahwa yang
dimaksud berhadapat dan berpasangan itu seperti yang mereka praktekkan tersebut.
Strategi guru dalam kegiatan penutup guru menggunakan metode tanya jawab.
Selanjutnya strategi guru dalam kegiatan penutup dalam penggunaan teknik adalah
membuat rangkuman atau simpulan pelajaran yang sudah dipelajari dengan kegiatan
membimbing siswa untuk mengulangi pelajaran yang sudah diterima, memberikan PR
kepada siswa, soal yang diberikan adalah soal yang sudah ada pada buku LKS.
Sedangkan strategi guru dalam kegiatan penutup dalam penggunaan teknik adalah
membuat rangkuman atau simpulan pelajaran yang sudah dipelajari dengan kegiatan
membimbing siswa untuk mengulangi pelajaran yang sudah diterima dengan cara berdiri
di sebelah papan tulis dan jari menunjuk sifat-sifat yang telah di tulis dengan sedikit
mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan jari menunjuk sifat-sifat yang telah di tulis
dengan cara seperti itu siswa akan terpancing untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
guru, yang pertanyaan tersebut adalah sebagai pengulang pelajaran yang sudah diterima,
memberikan PR kepada siswa, soal yang diberikan adalah soal yang sudah ada pada buku
LKS tetapi guru menggunakan taktik dengan menuliskan kembali di papan tulis halaman
dan nomor soal.
Dari data di atas menunjukkan bahwa guru kelas V SLB-B YRTRW Surakarta telah
melakukan upaya-upaya berbagai strategi dalam membelajarkan materi sifat-sifat bangun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
datar yang mencakup kegiatan awal, inti maupun akhir kegiatan pembelajaran di kelas
tunarungu. Suasana belajar dibuat menjadi interaktif, variatif dan menyenangkan dengan
menggunakan berbagai macam metode, teknik dan taktik yang tepat. Penggunaan
metode, teknik dan taktik tersebut disesuaikan dengan perkembangan dunia pendidikan
tetapi tetap memperhatikan prinsip-prinsip dalam pembelajaran anak tunarungu dan
disesuaikan dengan materi pelajarang yang diajarkan. Penerapan strategi-strategi
pembelajaran ini menjadikan peserta didik sebagai subjek utama pelaku proses sesuai
dengan tahapan instruksional dalam strategi mengajar yang mencakup kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup (Depdiknas, 2008: 10-12) dan Strandart
Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dari Peraturan Menteri Pendidikan
Nasioanal Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007.
2. Pemberian Scaffolding pada Siswa Tunarungu
Bentuk cara pemberian scaffolding terhadap siswa yang mengalami kesulitan dalam
mengerjakan soal latihan dapat dilihat ketika guru memberikan soal latihan kepada siswa
pada proses pembelajaran berlangsung yaitu guru memberikan soal dengan cara
menuliskan soal di papan tulis dan menyuruh siswa membaca kembali soal tersebut. Pada
saat siswa kurang memahami soal, tindakan guru adalah menegaskan maksud dari soal
tersebut dengan menggaris bawahi inti dari soalnya dan menyuruh siswa membaca
kembali dan terkadang cara guru adalah mendekati bangku siswa tersebut dan
menunjukkan contoh yang sudah dibahas sebelumnya. Hal pertama yang dilakukan guru
dalam menuntun siswa mengerjakan soal adalah dengan memeriksa tiap-tiap pekerjaan
siswa dengan mengukur gambar bangun datar yang telah digambar siswa dengan
menggunakan penggaris. Apabila gambar yang digambar siswa masih belum sesuai
dengan perintah soal maka guru menunjukkan cara mengukur supaya ukuran gambarnya
sesuai dengan perintah soal sampai gambar siswa itu benar. Hal yang dilakukan adalah
dengan mempraktekkan cara menggambar dengan menunjukkan skala yang diinginkan
pada penggaris yang diletakkan pada buku siswa. Cara yang dilakukan guru membimbing
siswa dalam menyajikan hasil pekerjaannya di papan tulis adalah dengan menunjuk soal
yang harus dikerjakan dan memberikan titik-titik di bawah soal dan terkadang dengan
membacakan soal dengan menunjuk soal yang ada di buku kemudian siswa menjawab
secara lisan.
Dari data di atas menunjukkan bahwa guru kelas V SLB-B YRTRW Surakarta telah
melakukan upaya-upaya dalam pemberian scaffolding terhadap siswa yang mengalami
kesulitan dalam mengerjakan soal latihan yang disesuaikan dengan pengertian dari
scaffolding yaitu dukungan tahap demi tahap untuk belajar dan pemecahan masalah oleh
orang yang lebih dahulu tahu, tentang suatu keterampilan yang seharusnya dicapai oleh
anak, karena tidak bisa dipungkiri bahwa sebagian besar siswa tunarungu kelas V tidak
bisa terlepas dari bimbingan guru dikarenakan keterbatasan dari yang mereka miliki.
V. Kesimpulan
Setelah dilakukan analisis data mengenai strategi guru dalam membelajarkan matematika
dan pemberian scaffolding pada anak tunarungu di SLB-B YRTRW Surakarta, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Strategi yang digunakan guru dalam membelajarkan matematika khususnya materi sifat-
sifat bangun datar dapat dilihat dari proses pelaksanaan pembelajaran mulai dari kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan akhir yaitu dari penggunaan metode dan teknik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
terlihat sama seperti pembelajaran di sekolah pada umumnya, tetapi dari segi taktik
terlihat sangat berbeda. Guru menggunakan berbagai macam taktik diantaranya:
a) ketika membuka pelajaran guru memimpin berdoa dengan memberi aba-aba menepuk
tangan secara berulang-ulang. Menyuruh siswa mengumpulkan PR dengan cara
berdiri di depan siswa dan mengulang-ulang apa yang dibicarakannya sampai siswa
memahami. Mengabsen siswa dengan cara menanyakan kepada siswa lain dengan
cara menunjuk bangku siswa yang tidak masuk dengan memperjelas mimik
bicaranya. Menunjuk siswa yang perhatiannya belum terfokus pada pelajaran dengan
menghampiri siswa tersebut dan menepuk tubuhnya kemudian memberikan
pertanyaan. Melatih siswa untuk berbicara dengan cara menunjuk siswa lain untuk
memberikan contoh apabila masih belum bisa guru mendekati siswa tersebut dan
melatih berbicara secara langsung dengan memperjelas mimik berbicaranya dan
dilakukan secara berulang-ulang. Mengajukan pertanyaan mengenai pelajaran yang
lalu dengan memegang gambar bangun datar kemudian ditunjukkan ke arah semua
siswa dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan dengan mimik berbicara yang
diperjelas dan pertanyaan diucapkan secara berulang-ulang yang diikuti gerakan
isyarat. Menyampaikan tujuan pembelajaran dengan cara pelan-pelan dengan mimik
berbicara diperjelas dan diucapkan secara berulang-ulang.
b) Ketika inti pelajaran guru menyampaikan materi sifat-sifat bangun datar dengan
menulis judul dan menggambar bangun di papan tulis dengan memberikan keterangan
pada gambar secara detail. Mengenalkan bangun datar dengan cara menunjukkan
gambar kemudian menunjuk tulisan di papan tulis, gambar ditunjukkan ke arah semua
siswa dengan cara memegang gambar tersebut. Melakukan tanya jawab dengan siswa
dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa dengan menggunakan
dan untuk siswa yang tidak bisa berbicara guru memberikan pertanyaan dengan cara
berhadapan dan pertanyaan diucapkan secara berulang-ulang dengan memperjelas
mimik bicaranya dan menulis soal di papan tulis. Mengenalkan sisi yang berhadapan
dan berpasangan pada bangun datar dengan contoh praktek nyata dalam kehidupan
sehari-hari, yaitu dengan cara menyuruh empat siswa maju ke depan dan membentuk
posisi yang berhadapan dan berpasangan dengan menjelaskan kepada siswa bahwa
yang dimaksud berhadapat dan berpasangan itu seperti yang mereka praktekkan
tersebut.
c) Ketika menutup pelajaran guru membuat simpulan pelajaran dengan membimbing
siswa untuk mengulangi pelajaran yang sudah diterima dengan cara berdiri di sebelah
papan tulis dan jari menunjuk sifat-sifat yang telah di tulis dengan sedikit mengajukan
pertanyaan-pertanyaan dan jari menunjuk sifat-sifat yang telah di tulis. Memberikan
PR kepada siswa, soal yang diberikan adalah soal yang sudah ada pada buku LKS
tetapi guru menggunakan taktik dengan menuliskan kembali di papan tulis halaman
dan nomor soal.
2. Guru kelas V SLB-B YRTRW Surakarta telah melakukan upaya-upaya dalam pemberian
scaffolding terhadap siswa yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal latihan
diantaranya dengan menuliskan kembali soal di papan tulis dan menyuruh siswa
membaca kembali soal tersebut dengan menunjuk soal secara berulang-ulang. Untuk
siswa yang kurang memahami soal guru menggaris bawahi inti soal yang sudah ditulis
dan memberikan contoh di buku siswa. Membimbing siswa secara individu dengan
memeriksa pekerjaan siswa dengan memberikan petunjuk langkah-langkah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
mengerjakannya secara runtut dengan memberikan contoh mengukur, menggambar dan
memberikan keterangan pada gambar secara lengkap. Setelah selesai mengerjakan guru
mengajak siswa untuk membahas soal dengan menunjuk salah satu siswa ke depan atau
hanya dengan dengan membacakan soal dengan menunjuk soal yang ada di buku
kemudian siswa menjawab secara lisan.
DAFTAR PUSTAKA
Chamot, U. A. 2004. Issues in Language Learning Strategy Research and Teaching. Electronic
Journal of Foreign Language Teaching. 1(1). 14-26.
Cindy E. Hmelo-Silver, Ravit Golan Duncan, and Clark A. Chinn. 2007. Scaffolding and
Achievement in Problem-Based and Inquiry Learning: A Response to Kirschner, Sweller,
and Clark. Journal of Educational Psychologist. 42(2). 99–107.
Depdiknas. 2003. Undang-Undang NO. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Jakarta: PTK Putra Timur.
_______ . 2008. Strategi Pembelajaran dan Pemilihannya. Jakarta: PMPTK.
Iif Khoiru Ahmadi, dkk. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi KTSP. Jakarta: PT. Prestasi
Pustakaraya.
Sambira Mambela. 2010. Mainstreaming sebagai Alternatif Penanganan Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus di Indonesia. Sosiohumanika. 3(2). 296-297.
Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sutjihati Somantri. 2007. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT. Refika Aditama.
Upi Isabella. 2007. Scaffolding pada Program Pendidikan Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan
Penabur. 8(6). 60-65.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan salah satu tujuan nasional
yang secara tegas dikemukakan dalam pembukaan undang-undang dasar
1945. Tujuan nasional tersebut berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia,
tidak hanya bagi warga Negara Indonesia yang memiliki kondisi normal
tetapi juga berlaku untuk anak yang memiliki kebutuhan khusus seperti
anak yang berkelainan secara fisik. Amanat hak atas pendidikan bagi
penyandang kelainan atau ketunaan ditetapkan dalam Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 32
disebutkan bahwa: “pendidikan khusus (pendidikan luar biasa) merupakan
pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam
mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental,
sosial dan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa”.
Ketetapan dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tersebut bagi anak
penyandang kelainan sangat berarti karena memberi landasan yang kuat
bahwa anak berkelainan perlu memperoleh kesempatan yang sama
sebagaimana yang diberikan kepada anak normal lainnya dalam hal
pendidikan dan pengajaran.
Pemerintah mengatasi permasalahan bagi anak berkebutuhan khusus
dengan cara memberikan sarana sekolah yang sesuai dengan kriteria dari
masing-masing kebutuhan. Selama ini, pendidikan khusus bagi anak
berkebutuhan khusus di Indonesia disediakan dalam tiga macam lembaga
pendidikan, yaitu SLB (Sekolah Luar Biasa), SDLB (Sekolah Dasar Luar
Biasa), dan pendidikan terpadu. SLB sebagai lembaga pendidikan khusus
tertua menampung murid dengan jenis kalainan yang sama, sehingga saat
ini ada 6 macam sekolah untuk anak berkebutuhan khusus. Saat ini, di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
seluruh Indonesia tidak kurang dari 476 sekolah untuk anak berkebutuhan
khusus, sebagian sekolah diselenggarakan oleh masyarakat atau swasta.
Pada tahun-tahun sebelumnya, 476 SLB, 207 SDLB, dan 84 sekolah
terpadu yang ada di seluruh Indonesia dapat menampung 31,759 anak
berkebutuhan khusus (Sambira Mambela, 2010: 296-297).
Dalam pendidikan luar biasa atau pendidikan khusus anak
berkelaianan, istilah penyimpangan secara eksplisit ditujukan kepada anak
yang dianggap memiliki kelainan penyimpangan dari kondisi rata-rata
anak normal umumnya, dalam hal fisik, mental, maupun karakteristik
perilaku sosialnya. Berdasarkan pengertian tersebut, anak yang
dikategorikan memiliki kelainan dalam aspek fisik meliputi kelainan indra
penglihatan (tunanetra), kelainan indra pendengaran (tunarungu), kelainan
kemampuan bicara (tunawicara), dan kelainan fungsi anggota tubuh
(tunadaksa). Anak yang memiliki kelainan dalam aspek mental meliputi
anak yang memiliki kemampuan mental lebih (supernormal) yang dikenal
dengan anak berbakat atau anak unggul, dan anak yang mempunyai
kemampuan mental sangat rendah (subnormal) yang dikenal sebagai anak
tunagrahita. Anak yang memiliki kelainan dalam aspek sosial adalah anak
memiliki kesulitan dalam menyesuaikan perilakunya terhadap lingkungn
sekitarnya, anak yang termasuk dalam kelompok ini dikenal dengan
sebutan tunalaras.
Anak berkebutuhan khusus dalam penerapan pendidikannya tentu saja
memerlukan kerja sama dari berbagai pihak dan lingkungan belajar yang
mendukung. Lingkungan belajar merupakan perangkat yang sangat
penting dalam proses pembelajaran. Pendidikan untuk anak berkebutuhan
khusus, lingkungan belajarnya harus memperhatikan perkembangan
kebutuhan, oleh karena itu didukung dengan cara penyampaian yang tepat.
Guru merupakan komponen yang sangat penting dalam proses
pendidikan anak berkebutuhan khusus. Dalam hal ini guru sangat berperan
penting sebagai kunci keberhasilan dalam misi pendidikan di sekolah
selain bertanggung jawab untuk mengatur, mengarahkan dan menciptakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
sesuatu yang mendorong siswa untuk meningkatkan kegiatan di kelas.
Kekurangmampuan siswa berkebutuhan khusus dalam menerima materi
pelajaran dengan cepat karena kondisinya, sehingga menuntut guru untuk
kreatif dalam menyampaikan materi pelajaran.
Selain menuntut guru untuk kreatif dalam menyampaikan materi
pelajaran pada proses pembelajaran terdapat beberapa komponen yang
harus diperhatikan guru, antara lain strategi mengoptimalkan aktivitas
belajar anak didik, pendekatan dengan anak didik, mengelola kelas dengan
baik, menggunakan alat bantu yang sesuai, memilih metode pengajaran
yang tepat, dan sebagainya. Semua komponen itu harus dimiliki guru guna
untuk membelajarkan siswa dalam interaksi edukatif.
Pemilihan strategi penting karena strategi identik dengan teknik. Istilah
strategi, metode atau teknik sering digunakan secara bergantian walaupun
pada dasarnya, istilah-istilah tersebut memiliki perbedaan satu sama lain.
Teknik pembelajaran sering disama artikan dengan metode pembelajaran.
Teknik adalah jalan atau alat atau media yang digunakan oleh guru untuk
mengarahkan kegiatan peserta didik ke arah tujuan yang ingin dicapai.
Kata strategi bila digabungkan dengan pembelajaran memiliki makna yaitu
strategi untuk membelajarkan anak didik dan guru yang
membelajarkannya dengan memanfaatkan segala sesuatunya untuk
memudahkan proses belajar anak didik. Strategi pembelajaran terdiri atas
seluruh komponen materi pembelajaran dan prosedur atau tahapan
kegiatan belajar yang digunakan oleh guru dalam rangka membantu anak
didik mencapai tujuan pembelajaran.
Strategi dalam konteks proses pembelajaran bukan hanya
implementasi dari semua rencana program pembelajaran yang telah dibuat,
tetapi juga menyusun strategi yang akurat sebagai teknik untuk
mengobtimalkan aktivitas anak didik dalam pembelajaran. Teknik ini
terlihat jelas ketika guru mengajar memanfaatkan berbagai keterampilan-
keterampilan dasar mengajar, mengobtimalkan prinsip pembelajaran,
menggunakan peta konsep ketika menjelaskan bahan pelajaran, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
menghubungkan dengan prinsip-prinsip belajar, memanfaatkan berbagai
jenis pembelajaran interaktif, dan sebagainya. Dalam hal ini strategi guru
sangat penting untuk mengoptimalkan aktivitas belajar anak didik
terutama untuk siswa yang berkebutuhan khusus yang tentu mengalami
kesulitan dalam belajar khususnya matematika.
Adapun penelitian mengenai strategi dalam pembelajaran yang
dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang bersesuaian dengan penelitian
yang akan dilakukan peneliti yaitu penelitian yang dilakukan Stephanie W.
Cawthon tahun 2001 terhadap beberapa guru yang mengajar di kelas
inklusi yang di kelas tersebut terdapat anak tunarungu. Strategi guru dalam
mengajar dengan keaneka ragaman siswa, yaitu siswa normal dengan
siswa tunarungu. Guru dalam mengajar harus memahami bahasa isyarat
yang dimengerti oleh anak tunarungu, dapat menengahi komunikasi di
antara siswa normal dengan siswa tunarungu, dan memonitoring
keseluruhan perilaku kelas. Persamaan antara penelitian yang dilakukan
Stephanie dengan peneliti adalah sama-sama menggunakan strategi guru
dalam mengajar sebuah pembelajaran kepada anak tunarungu.
Perbedaannya dengan peneliti adalah pembelajarannya diseting di kelas
inklusi sedangkan peneliti di kelas SLB-B yang khusus siswa tunarungu
(Stephanie W. Cawthon, 2001: 212-225)
Everline Nyokabi Maina tahun (2011) melakukan penelitian terhadap 3
kepala sekolah, 10 guru matematika dan 112 siswa yang mengambil tema
tentang beberapa metode atau cara pengajaran yang diterapkan guru. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa variasi dari penggunaan beberapa
metode yang diterapkan guru dapat mempengaruhi kinerja siswa dalam
belajar matematika. Persamaan antara penelitian yang dilakukan Everline
dengan peneliti adalah tentang strategi guru dalam mengajarkan
matematika kepada anak tuna rungu tetapi dalam penelitian yang akan
dilakukan peneliti tidak menetapkan beberapa metode pengajaran yang
digunakan guru, hanya mendiskripsikan cara guru membelajarkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
matematika dan cara memberi scaffolding kepada siswa tunarungu
(Everline Nyokabi Maina, 2011: 956-964).
Untuk mengetahui lebih jauh bagaimana strategi guru dalam mengajar
matematika khususnya pada anak tunarungu, peneliti melakukan observasi
pendahuluan terhadap guru yang membelajarkan matematika di SLB-B
YRTRW Surakarta. SLB-B YRTRW adalah sekolah luar biasa (SLB)
yang menyelenggarakan pendidikan khusus untuk anak tunarungu. Saat
peneliti mengamati bagaimana guru matematika di SLB-B YRTRW
membelajarkan materi sifat-sifat bangun datar ada beberapa hal yang dapat
peneliti amati diantaranya siswa masih mengalami keterbatasan
pengetahuan tentang berbagai bentuk bangun datar dan sifat-sifatnya, serta
guru banyak mengalami kesulitan untuk mengkomunikasikan materi
kepada siswa dikarenakan keterbatasan pendengaran siswa dan kesulitan
berbicaranya.
Untuk menggali informasi lebih jauh tentang bagaimana strategi guru
dalam membelajarkan matematika khususnya materi sifat-sifat bangun
datar pada anak tunarungu, maka peneliti melakukan penelitian tentang
strategi guru dalam membelajarkan matematika khususnya pada anak
tunarungu yang diselenggarakan di SLB-B YRTRW Surakarta.
B. Rumusan Masalah
Masalah yang dijadikan pusat pengamatan dalam penelitian yang akan
dilaksanakan adalah bagaimana strategi guru dalam membelajaran
matematika khususnya pada materi sifat-sifat bangun datar pada siswa
tunarungu kelas V SLB-B YRTRW Surakarta. Adapun rumusan masalah
ini dapat dijabarkan pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana cara guru membelajarkan materi sifat-sifat bangun datar
kepada siswa tunarungu kelas V?
2. Bagaimana cara guru memberikan scaffolding kepada siswa tunarungu
kelas V SLB-B YRTRW Surakarta yang mengalami kesulitan dalam
mengerjakan soal latihan?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
C. Tujuan penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan utama penelitian
yang akan dilakukan adalah untuk mendiskripsikan strategi guru
matematika kelas V SLB-B YRTRW Surakarta dalam membelajaran
matematika khususnya pada materi sifat-sifat bangun datar kepada anak
tunarungu. Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah:
1. Mendiskripsikan cara guru membelajarkan materi sifat-sifat bangun
datar kepada siswa tunarungu kelas V.
2. Mendiskripsikan bagaimana cara guru memberikan scaffolding kepada
siswa tunarungu kelas V SLB-B YRTRW Surakarta yang mengalami
kesulitan dalam mengerjakan soal latihan.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan kajian
pihak-pihak yang berkompeten dalam dunia pendidikan, terutama
dalam meningkatkan program-program baru khususnya pengetahuan
dan pengembangan tentang strategi mengajar matematika khususnya
meteri sifat-sifat bangun datar pada siswa tunarungu dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan.
2. Secara Praktis
a. Untuk Siswa
Menumbuhkan minat dan motivasi siswa tunarungu dalam
belajar matematika.
b. Untuk Guru
Diharapkan melalui penelitian ini guru mengetahui secara
benar strategi apa yang harus diterapkan dalam membelajarkan
matematika khususnya bagi anak tunarungu sehingga termotivasi
untuk berani melakukan inovasi dalam memilih strategi mengajar
dalam upaya meminimalisir kelemahan peserta didik dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
memaksimalkan prestasi belajar matematika peserta didik
khususnya anak tunarungu.
c. Untuk Sekolah
Memberikan informasi dan pertimbangan yang baik dan
berguna bagi sekolah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan
khususnya matematika.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Anak Tunarungu
a. Pengertian Anak Tunarungu
Tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan
pendengaran yang mengakibatkan seorang tidak dapat menangkap
berbagai rangsangan, terutama melalui indra pendengarannya. Batasan
pengertian anak tunarungu telah banyak dikemukakan oleh para ahli yang
semua itu pada dasarnya mengandung pengertian yang sama. Di bawah ini
dikemukakan beberapa definisi anak tunarungu.
Menurut Mohammad Efendi (2008:57) menyatakan bahwa: “jika
dalam proses mendengar terdapat satu atau lebih organ telinga bagian luar,
organ telinga bagian tengah, dan organ telinga bagian dalam mengalami
gangguan atau kerusakan disebabkan penyakit, kecelakaan, atau sebab lain
yang tidak diketahui sehingga organ tersebut tidak dapat menjalankan
fungsinya dengan baik, keadaan tersebut dikenal dengan berkelainan
pendengaran atau tunarungu”. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat
Lisa M. Harmer (1999), “deaf will refer to individuals who have a hearing
loss of any magnitude”.
Sedangkan menurut Mufti Salim (1984: 8) dalam Sutjihati (2007: 93-
94) menyimpulkan bahwa anak tunarungu adalah anak yang mengalami
kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh
kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran
sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya. Ia
memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus untuk mencapai kehidupan
lahir batin yang layak.
Memperhatikan batasan-batasan di atas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa anak tunarungu adalah mereka yang kehilangan pendengaran baik
8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
sebagian maupun tuli menyeluruh yang menyebabkan pendengarannya
tidak memiliki nilai fungsional di dalam kehidupan sehari-hari.
b. Klasifikasi Anak Tunarungu
Untuk menetapkan seseorang dalam kelompok tunarungu tertentu
berdasarkan kehilangan ketajaman pendengaran, jika dicermati sangat
bervariasi. Antara satu ahli dengan yang lain berbeda, biasanya didasarkan
pada keahlian yang dimiliki atau untuk kepentingan tujuan tertentu.
Namun demikian, secara substansial perbedaan penggolongan yang dibuat
oleh para ahli tidak mengurangi esensinya.
Menurut Mohammad Efendi (2008:59-61) klasifikasi anak tunarungu
ditinjau dari kepentingan tujuan pendidikannya, secara terinci anak
tunarungu dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut:
1) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 20-30 dB (Slight
Losses).
Ciri-ciri anak tunarungu kehilangan pendengaran pada rentangan
tersebut antara lain: a) kemampuan mendengar masih baik karena di
garis batas antara pendengaran normal dan kekurangan pendengaran
taraf ringan, b) tidak mengalami kesulitan memahami pembicaraan dan
dapat mengikuti sekolah biasa dengan syarat tempat duduknya perlu
diperhatikan, terutama harus dekat guru, c) dapat belajar bicara secara
efektif dengan melalui kemampuan pendengarannya, d) perlu
diperhatikan kekayaan perbendaharaan bahasanya supaya
perkembangan bicara dan bahasanya tidak terhambat, dan, e)
disarankan yang bersangkutan menggunakan alat bantu dengar untuk
meningkatkan ketajaman daya pendengarannya. Untuk kepentingan
pendidikannya pada anak tunarungu kelompok ini cukup hanya
memerlukan latihan membaca bibir untuk pemahaman percakapan.
2) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 30-40 dB (Mild
Losses)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Ciri-ciri anak kehilangan pendengaran pada rentangan tersebut
antara lain: a) dapat mengerti percakapan biasa pada jarak sangat
dekat, b) tidak mengalami kesulitan untuk mengekspresikan isi
hatinya, c) tidak dapat menangkap suatu percakapan yang lemah, d)
kesulitan menangkap isi pembicaraan dari lawan bicaranya, jika berada
pada posisi tidak searah dengan pandangannya (berhadapan), e) untuk
menghindari kesulitan bicara perlu mendapatkan bimbingan yang baik
dan intensif, f) ada kemungkinan mengikuti sekolah biasa, namun
untuk kelas-kelas permulaan sebaiknya dimasukkan dalam kelas
khusus, dan g) disarankan menggunakan alat bantu dengar untuk
menambah ketajaman daya pendengarannya. Kebutuhan layanan
pendidikan untuk anak tunarungu kelompok ini yaitu membaca bibir,
latihan pendengaran, latihan bicara, artikulasi, serta latihan kosakata.
3) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 40-60 dB
(Moderate Losses).
Ciri-ciri anak kehilangan pendengaran pada rentangan tersebut
antara lain: a) dapat mengerti percakapan keras pada jarak dekat, kira-
kira satu meter, sebab ia kesulitan menangkap percakapan pada jarak
normal, b) sering terjadi mis-understanding terhadap lawan bicaranya,
jika ia diajak bicara, c) penyandang tunarungu kelompok ini
mengalami kelainan bicara, terutama pada huruf konsonan. Misalnya
huruf konsonan “K” atau “G” mungkin diucapkan menjadi “T” dan
“D”, d) kesulitan menggunakan bahasa dengan benar dalam
percakapan, e) perbendaharaan kosakatanya sangat terbatas.
Kebutuhan layanan pendidikan untuk anak tunarungu kelompok ini
meliputi latihan artikulasi, latihan membaca bibir, latihan kosakata,
serta perlu menggunakan alat bantu dengar untuk membantu ketajaman
pendegarannya.
4) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 60-75 dB
(Severe Losses).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Ciri-ciri anak kehilangan pendengaran pada rentangan tersebut: a)
kesulitan membedakan suara, b) tidak memiliki kesadaran bahwa
benda-benda yang ada di sekitarnya memiliki getaran suara.
Kebutuhan layanan pendidikannya, perlu layanan khusus dalam belajar
bicara maupun bahasa, menggunakan alat bantu dengar, sebab anak
yang tergolong kategori ini tidak mampu berbicara spontan. Oleh
sebab itu, tunarungu ini disebut juga tuna rungu pendidikan, artinya
mereka benar-benar dididik sesuai dengan kondisi tunarungu.
5) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran 75 dB ke atas
(Profoundly Losses).
Ciri-ciri anak kehilangan pendengaran pada kelompok ini, ia hanya
dapat mendengar suara keras sekali pada jarak kira-kira 1 inchi
( ) atau sama sekali tidak mendengar. Biasanya ia tidak
menyadari bunyi keras, mungkin juga ada reaksi jika dekat telinga.
Anak tunarungu kelompok ini meskipun menggunakan pengeras suara,
tetapi tetap tidak dapat memahami atau menangkap suara.Kebutuhan
layanan pendidikan untuk anak tunarungu dalam kelompok ini
meliputi membaca bibir, latihan mendengar untuk kesadaran bunyi,
latihan membentuk dan membaca ujaran dengan menggunakan
metode-metode pengajaran yang khusus, seperti tactile kinesthetic,
visualisasi yang dibantu dengan segenap kemampuan indranya yang
tersisa.
Sedangkan menurut Andreas Dwidjosumanto (1990: 1) dalam Sutjihati
(2007: 95) untuk kepentingan pendidikan ketunarunguan diklasifikasikan
sebagai berikut:
1) Tingkat I, kehilangan kemampuan mendengar antara 35 sampai 54 dB,
penderita hanya memerlukan latihan berbicara dan bantuan mendengar
secara khusus.
2) Tingkat II, kehilangan kemampuan mendengar antara 55 sampai 69
dB, penderita kadang-kadang memerlukan penempatan sekolah secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
khusus, dalam kebiasaan sehari-hari memerlukan latihan berbicara dan
bantuan latihan berbahasa secara khusus.
3) Tingkat III, kehilangan kemampuan mendengar antara 70 sampai 89
dB.
4) Tingkat IV, kehilangan kemampuan mendengar 90 dB ke atas.
Penderita dari tingkat I dan II dikatakan mengalami ketulian. Dalam
kebiasaan sehari-hari mereka sesekali latihan berbicara, mendengar
berbahasa, dan memerlukan pelayanan pendidikan secara khusus.Anak
yang kehilangan kemampuan mendengar dari tingkat III dan IV pada
hakekatnya memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
c. Prinsip Pendidikan Anak Berkelainan
Mendidik anak yang berkelainan fisik, mental, mauoun karakteristik
perilaku sosialnya, tidak sama seperti mendidik anak normal, sebab selain
memerlukan suatu pendekatan yang khusus juga memerlukan strategi yang
khusus. Oleh karena itu, melalui pendekatan dan strategi khusus dalam
mendidik anak berkelainan, sehingga diharapkan anak berkelainan: 1)
dapat menerima kondisinya, 2) dapat melakukan sosialisasi dengan baik,
3) mampu berjuang sesuai dengan kemampuannya, 4) memiliki
keterampilan yang sangat dibutuhkan, 5) menyadari sebagai warga Negara
dan anggota masyarakat (Mohammad Efendi, 2008: 23-24).
Menurut Mohammad Efendi (2008:24-26) pengembangan prinsip-
prinsip pendekatan secara khusus yang dapat dijadikan dasar dalam upaya
mendidik anak berkelainan, antara lain sebagai berikut:
1) Prinsip kasih sayang. Prinsip kasih sayang pada dasarnya adalah
menerima mereka sebagaimana adanya, dan mengupayakan agar
mereka dapat menjalani hidup dan kehidupan dengan wajar seperti
layaknya anak normal lainnya.
2) Prinsip layanan individual. Pelayanan individual dalam rangka
mendidik anak berkelainan perlu mendapat porsi yang lebih besar,
sebab setiap anak berkelainan dalam jenis dan derajat yang sama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
seringkali memiliki keunikan masalah yang berbeda antara satu dengan
yang lainnya.
3) Prinsip kesiapan. Untuk menerima pelajaran tertentu diperlukan
kesiapan. Khususnya kesiapan anak untuk mendapatkan pelajaran yang
akan diajarkan.
4) Prinsip keperagaan. Kelancaran pembelajaran pada anak berkelainan
sangat didukung oleh penggunaan alat peraga sebagai medianya.
Selain mempermudah guru dalam mengajar, fungsi lain dari
penggunaan alat peraga sebagai media pembelajaran pada anak
berkelainan, yakni mempermudah pemahaman siswa terhadap materi
yang disajikan guru.
5) Prinsip motivasi. Prinsip motivasi ini lebih menitik berakkan pada cara
mengajar dan pemberian evaluasi yang disesuaikan dengan kondisi
anak berkelainan.
6) Prinsip belajar dan bekerja kelompok. Arah penekanan prinsip belajar
dan bekerja kelompok sebagai salah satu dasar mendidik anak
berkelainan, agar mereka sebagai anggota masyarakat dapat bergaul
dengan masyarakat lingkungannya, tanpa harus merasa rendah diri
atau minder dengan orang normal.
7) Prinsip keterampilan. Pendidikan keterampilan yang diberikan kepada
anak berkelainan, sebagai fungsi selektif, edukatif, rekreatif dan terapi,
juga dapat dijadikan sebagai bekal dalam kehidupan kelak.
8) Prinsip penanaman dan penyempurnaan sikap. Secara fisik dan psikis
sikap anak berkelainan memang kurang baik sehingga perlu
diupayakan agar mereka mempunyai sikap yang baik serta tidak selalu
menjadi perhatian orang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
2. Pembelajaran Matematika
a. Pengertian Belajar
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, belajar merupakan
kegiatan yang paling pokok. Berhasil tidaknya tujuan pendidikan banyak
tergantung bagaimana proses belajar mengajar yang dialami oleh siswa
sebagai anak didik. Untuk memperoleh pengertian yang objektif tentang
belajar terutama belajar di sekolah, perlu dirumuskan secara jelas
pengertian belajar.
Pengertian belajar menurut Slameto (2010: 2) ialah suatu proses usaha
yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan menurut Hamalik
(2008: 27) belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu
hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas
dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil
latihan melainkan pengubahan kelakuan.
Menurut Agus Suprijono (2009: 85) belajar berdasarkan prinsip
konstruktivisme adalah “mengonstruksi” pengetahuan. Pengetahuan
dibangun melalui proses asimilasi dan akomodasi (pengintegrasian
pengetahuan baru terhadap struktur kognitif yang sudah ada dan
penyesuaian struktur kognitif dengan pengetahuan baru) maupun
dialektika berpikir thesa-antithesa-sinthesa. Belajar dalam konteks
konstruktivisme berangkat dari kenyataan bahwa pengetahuan itu
terstruktur.
Dari pengertian-pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
mengonstruksi suatu pengetahuan melalui proses asimilasi dan akomodasi
maupun dialektika berpikir thesa-antithesa-sinthesa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
b. Makna Pembelajaran
Secara sederhana pembelajaran ialah membelajarkan siswa
menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu
utama keberhasilan pendidikan. Menurut Syaiful Sagala (2010: 61)
pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk
membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang
baru. Sedangkan menurut Ratna dan Dany (2011: 14) pembelajaran adalah
suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan
perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu
itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar
dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan
oleh peserta didik atau murid. Konsep pembelajaran menurut Corey (1986:
195) dalam Syaiful Sagala (2010: 61) adalah suatu proses dimana
lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia
turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau
menghasilkan respon terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan
subset khusus dari pendidikan.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
adalah suatu proses komunikasi dua arah, mengajar yang dilakukan oleh
pihak guru sebagai pendidik dan belajar dilakukan oleh peserta didik untuk
mengonstruksi suatu pengetahuan melalui proses asimilasi dan akomodasi
maupun dialektika berfikir. Prinsip ini bermakna bahwa proses
pembelajaran ialah adanya perubahan perilaku dalam individu.
c. Matematika
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 725) disebutkan bahwa
“Matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antara
bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian
masalah mengenai bilangan”. Matematika adalah bahasa simbolis yang
memiliki fungsi praktis untuk mengekspresikan hubungan-hubungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
kuantitas dan keruangan. Selain itu, matematika merupakan bahasa
universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, serta
mengomunikasikan ide-ide mengenai elemen dan kuantitas (Delphie,
2009: 2).
Sedangkan menurut Soejadi (2000: 11) dalam Handayani (2010: 18-
19) mengemukakan bahwa ada beberapa definisi dari matematika, yaitu
sebagai berikut:
1) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir
secara sistematis
2) Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi
3) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logic dan
berhubungan dengan bilangan
4) Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan
masalah tentang ruang dan bentuk
5) Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik
6) Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa matematika
adalah cabang ilmu pengetahuan eksak tentang bilangan, kalkulus,
penalaran, logic, fakta-fakta kuantitatif, masalah ruang dan bentuk, aturan-
aturan yang ketat, dan pola keteraturan serta tentang struktur yang
terorganisir.
d. Pembelajaran Matematika
Berdasarkan pengertian belajar, pembelajaran, dan matematika
sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran matematika
adalah membelajarkan siswa untuk membimbing dan mengarahkan suatu
proses usaha yang dilakukan siswa untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya mengenai cabang ilmu
pengetahuan eksak tentang bilangan, kalkulus, penalaran, logik, fakta-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
fakta kuantitatif, masalah ruang dan bentuk, aturan-aturan yang ketat, dan
pola keteraturan serta tentang struktur yang terorganisir.
3. Strategi Pembelajaran Matematika
a. Strategi dalam Melaksanakan Pembelajaran
Strategi pembelajaran terdiri atas seluruh komponen materi
pembelajaran dan prosedur atau tahapan kegiatan belajar yang digunakan
oleh guru dalam rangka membantu anak didik mencapai tujuan
pembelajaran tertentu. Menurut Syaiful Bahri (2010: 326) strategi
pembelajaran adalah suatu cara atau seperangkat cara atau teknik yang
dilakukan dan ditempuh oleh guru atau anak didik dalam melakukan upaya
terjadinya suatu perubahan tingkah laku atau sikap.
Sedangkan menurut Iif Khoiru (2011: 9), strategi pembelajaran
merupakan cara-cara yang akan dipilih dan digunakan oleh seorang
pengajar untuk menyampaikan materi pelajaran sehingga akan
memudahkan peserta didik mencapai tujuan pembelajaran yang
diharapkan akan dikuasainya di akhir kegiatan belajarnya. Menurut Anna
Uhl Chamot (2004) “learning strategies are the conscious thoughts and
actions that learners take in order to achieve a learning gol”.
Menurut Djamarah (2006:5) dalam Syaiful Bahri (2010: 327-328)
terdapat empat strategi dasar dalam pembelajaran yang harus diketahui
oleh guru, yaitu:
1) Mengidentifikasi, menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan
tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang
diharapkan.
2) Memilih system pendekatan pembelajaran sebagai landasan filosofis
dalam pembelajaran.
3) Memilih dan menetapkan prosedur, metode dan teknik pembelajaran
yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan
pegangan oleh guru dalam menunaikan kegiatan pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
4) Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau
kriteria/standart keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh
guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan pembelajaran yang
selanjutnya akan dijadikan umpan balik buat penyempurnaan system
instruksional secara menyeluruh.
Strategi pembelajaran merupakan hal yang perlu diperhatikan oleh
seorang instruktur, guru, widyaiswara dalam proses pembelajaran. Paling
tidak ada 3 jenis strategi yang berkaitan dengan pembelajaran, yakni:
1) Strategi Pengorganisasian Pembelajaran
Reigeluth, Bunderson dan Meril (1977) menyatakan strategi
mengorganisasi isi pelajaran disebut sebagai struktural strategi, yang
mengacu pada cara untuk membuat urutan dan mensintesis fakta,
konsep, prosedur dan prinsip yang berkaitan.
Strategi pengorganisasian, lebih lanjut dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu strategi mikro dan strategi makro. Startegi mikro mengacu
kepada metode untuk pengorganisasian isi pembelajaran yang berkisar
pada satu konsep, atau prosedur atau prinsip.
Strategi makro mengacu kepada metode untuk mengorganisasi isi
pembelajaran yang melibatkan lebih dari satu konsep atau prosedur
atau prinsip. Strategi makro berurusan dengan bagaimana memilih,
menata urusan, membuat sintesis dan rangkuman isi pembelajaran
yang saling berkaitan. Pemilihan isi berdasarkan tujuan pembelajaran
yang ingin dicapai, mengacu pada penentapan konsep apa yang
diperlukan untuk mencapai tujuan itu. Penataan urutan isi mengacu
pada keputusan untuk menata dengan urutan tertentu konsep yang akan
diajarkan. Pembuatan sintesis diantara konsep prosedur atau prinsip.
Pembuatan rangkuman mengacu kepada keputusan tentang bagaimana
cara melakukan tinjauan ulang konsep serta kaitan yang sudah
diajarkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
2) Strategi Penyampaian Pembelajaran
Strategi penyampaian isi pembelajaran merupakan komponen
variabel metode untuk melaksanakan proses pembelajaran. Fungsi
strategi penyampaian pembelajaran adalah: a) menyampaikan isi
pembelajaran kepada pebelajar, dan b) menyediakan informasi atau
bahan-bahan yang diperlukan pebelajar untuk menampilkan unjuk
kerja.
3) Strategi Pengelolaan Pembelajaran
Strategi pengelolaan pembelajaran merupakan komponen variabel
metode yang berurusan dengan bagaimana menata interaksi antara
pebelajar dengan variabel metode pembelajaran lainnya. Strategi ini
berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang strategi
pengorganisasian dan strategi penyampaian mana yang digunakan
selama proses pembelajaran. Paling tidak, ada 3 (tiga) klasifikasi
penting variabel strategi pengelolaan, yaitu penjadwalan, pembuatan
catatan kemajuan belajar siswa, dan motivasi (Depdiknas, 2008: 4-5).
Dari beberapa uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa strategi
pembelajaran adalah cara-cara yang dipilih dan digunakan guru yang
terdiri atas seluruh komponen materi pembelajaran dan prosedur atau
tahapan kegiatan belajar sehingga memudahkan anak didik menerima,
memahami, mengolah, menyimpan, dan mereproduksi bahan pelajaran
untuk mencapai tujuan pembelajaran.
b. Beberapa Istilah dalam Strategi Pembelajaran
Beberapa istilah dalam strategi pembelajaran yaitu pendekatan,
metode, teknik atau taktik dalam pembelajaran.
1) Pendekatan (Approach)
Pendekatan (approach) merupakan titik tolak atau sudut pandang
kita terhadap proses pembelajaran. Strategi dan metode pembelajaran
yang digunakan dapat bersumber atau tergantung dari pendekatan
tertentu. Roy Killen (1998) misalnya, mencatat ada dua pendekatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
dalam pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru
(teacher-centered approaches) dan pendekatan yang berpusat pada
siswa (student-centered approaches). Pendekatan yang berpusat pada
guru menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct instruction),
pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori. Sedangkan,
pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan
strategi pembelajaran discovery dan inkuiri serta strategi pembelajaran
induktif.
2) Metode
Metode merupakan upaya untuk mengimplementasikan rencana
yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah
disusun tercapai secara optimal. Metode digunakan untuk
merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Strategi menunjuk pada
sebuah perencanaan untuk mencapai sesuatu, sedangkan metode
adalah cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan strategi.
Dengan demikian suatu strategi dapat dilaksanakan dengan berbagai
metode.
3) Teknik
Teknik adalah cara yang dilakukan seseorang dalam rangka
mengimplementasikan suatu metode. Misalnya, cara yang harus
dilakukan agar metode ceramah berjalan efektif dan efisien. Dengan
demikian, sebelum seseorang melakukan proses ceramah sebaiknya
memperhatikan kondisi dan situasi. Misalnya, berceramah pada siang
hari setelah makan siang dengan jumlah siswa yang banyak tentu saja
akan berbeda jika ceramah itu dilakukan pada pagi hari dengan jumlah
siswa yang terbatas.
4) Taktik
Taktik adalah gaya seseorang dalam melaksanakan suatu teknik
atau metode tertentu. Taktik sifatnya lebih individual, walaupun dua
orang samasama menggunakan metode ceramah dalam situasi dan
kondisi yang sama, sudah pasti mereka akan melakukannya secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
berbeda, misalnya dalam taktik menggunakan ilustrasi atau
menggunakan gaya bahasa agar materi yang disampaikan mudah
dipahami. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa suatu
strategi pembelajaran yang diterapkan guru akan tergantung pada
pendekatan yang digunakan, sedangkan bagaimana menjalankan
strategi itu dapat ditetapkan berbagai metode pembelajaran. Dalam
upaya menjalankan metode pembelajaran guru dapat menentukan
teknik yang dianggapnya relevan dengan metode, dan penggunaan
teknik itu setiap guru memiliki taktik yang mungkin berbeda antara
guru yang satu dengan yang lain (Depdiknas, 2008: 5-6).
c. Tahapan Instruksional dalam Strategi Pembelajaran
Secara umum ada tiga pokok dalam strategi pembelajaran yakni tahap
permulaan (prainstruksional), tahap pengajaran (instruksional), dan tahap
penilaian dan tindak lanjut.
1 2 3
3
Gambar 2.1 Tahapan Instruksional (Depdiknas, 2008: 10)
Ketiga tahapan ini harus ditempuh pada setiap saat melaksanakan
pengajaran. Jika satu tahapan tersebut ditinggalkan, maka sebenarnya tidak
dapat dikatakan telah terjadi proses pengajaran.
1) Tahap Prainstruksional
Tahap prainstruksional adalah tahapan yang ditempuh guru pada
saat ia memulai proses belajar dan mengajar. Beberapa kegiatan yang
dapat dilakukan oleh guru atau oleh siswa pada tahapan ini:
a) Guru menanyakan kehadiran siswa dan mencatat siapa yang tidak
hadir. Kehadiran siswa dalam pengajaran, dapat dijadikan salah
satu tolok ukur kemampuan guru mengajar. Tidak selalu
Tahap
Prainstruksional Tahap
Instruksional Tahap Penilaian dan
Tindak Lanjut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
ketidakhadiran siswa, disebabkan kondisi siswa yang bersangkutan
(sakit, malas, bolos, dan lain-lain), tetapi bisa juga terjadi karena
pengajaran dan guru tidak menyenangkan, sikapnya tidak disukai
oleh siswa, atau karena tindakan guru pada waktu mengajar
sebelumnya dianggap merugikan siswa (penilaian tidak adil,
memberi hukuman yang menyebabkan frustasi, rendah diri dan
lain-lain).
b) Bertanya kepada siswa, sampai dimana pembahasan pelajaran
sebelumnya. Dengan demikian guru mengetahui ada tidaknya
kebiasaan belajar siswa di rumahnya sendiri, setidak-tidaknya
kesiapan siswa menghadapi pelajaran hari itu.
c) Mengajukan pertanyaan kepada siswa di kelas, atau siswa tertentu
tentang bahan pelajaran yang sudah diberikan sebelumnya. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui sampai di mana pemahaman materi
yang telah diberikan.
d) Memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai
bahan pelajaran yang belum dikuasainya dari pengajaran yang
telah dilaksanakan sebelumnya.
e) Mengulang kembali bahan pelajaran yang lalu (bahan pelajaran
sebelumnya) secara singkat tapi mencakup semua bahan aspek
yang telah dibahas sebelumnya. Hal ini dilakukan sebagai dasar
bagi pelajaran yang akan dibahas hari berikutnya nanti, dan sebagai
usaha dalam menciptakan kondisi belajar siswa.
Tujuan tahapan ini adalah mengungkapkan kembali tanggapan
siswa terhadap bahan yang telah diterimanya, dan menumbuhkan
kondisi belajar dalam hubungannya dengan pelajaran hari itu. Tahap
prainstruksional dalam strategi mengajar mirip dengan kegiatan
pemanasan dalam olah raga. Kegiatan ini akan mempengaruhi
keberhasilan siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
2) Tahap Instruksional
Tahap kedua adalah tahap pengajaran atau tahap inti, yakni tahapan
memberikan bahan pelajaran yang telah disusun guru sebelumnya.
Secara umum dapat diidentifikasi beberapa kegiatan sebagai berikut.
a) Menjelaskan pada siswa tujuan pengajaran yang harus dicapai
siswa.
b) Menuliskan pokok materi yang akan dibahas hari itu yang diambil
dari buku sumber yang telah disiapkan sebelumnya.
c) Membahas pokok materi yang telah dituliskan tadi. Dalam
pembahasan materi itu dapat ditempuh dua cara yakni: (1)
pembahasan dimulai dari gambaran umum materi pengajaran
menuju kepada topik secara lebih khusus, (2) dimulai dari topik
khusus menuju topik umum.
d) Pada setiap pokok materi yang dibahas sebaiknya diberikan contoh-
contoh konkret. Demikian pula siswa harus diberikan pertanyaan
atau tugas, untuk mengetahui tingkat pemahaman dari setiap pokok
materi yang telah dibahas.
e) Penggunaan alat bantu pengajaran untuk memperjelas pembahasan
setiap pokok materi sangat diperlukan.
f) Menyimpulkan hasil pembahasan dari pokok materi. Kesimpulan ini
dibuat oleh guru dan sebaiknya pokok-pokoknya ditulis dipapan
tulis untuk dicatat siswa. Kesimpulan dapat pula dibuat guru
bersama-sama siswa, bahkan kalau mungkin diserahkan sepenuhnya
kepada siswa.
3) Tahap Evaluasi dan Tindak Lanjut
Tahap yang ketiga adalah tahap evaluasi atau penilaian dan tindak
lanjut dalam kegiatan pembelajaran. Tujuan tahapan ini ialah untuk
mengetahui tingkat keberhasilan dari tahapan kedua (instruksional).
Ketiga tahap yang telah dibahas di atas, merupakan satu rangkaian
kegiatan yang terpadu, tidak terpisahkan satu sama lain. Guru dituntut
untuk mampu dan dapat mengatur waktu dan kegiatan secara fleksibel,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
sehingga ketiga rangkaian tersebut diterima oleh siswa secara utuh. Di
sinilah letak keterampilan profesional dari seorang guru dalam
melaksanakan strategi mengajar. Kemampuan mengajar seperti dilukiskan
dalam uraian di atas secara teoretis mudah dikuasai, namun dalam
praktiknya tidak semudah seperti digambarkan. Hanya dengan latihan dan
kebiasaan yang terencana, kemampuan itu dapat diperoleh (Depdiknas,
2008: 10-12).
d. Dasar Pemilihan Strategi Pembelajaran
Mengingat terhadap berbagai strategi pembelajaran yang dapat
digunakan oleh guru, namun tidak semua sama efektifnya dalam mencapai
tujuan pembelajaran. Untuk itu dibutuhkan kreativitas guru dalam
mengembangkan dan memilih strategi pembelajaran yang efektif.
Beberapa prinsip-prinsip yang mesti dilakukan oleh pengajar dalam
memilih strategi pembelajaran secara tepat dan akurat, pertimbangan
tersebut mesti berdasarkan pada penetapan:
1) Tujuan Pembelajaran
Penetapan tujuan pembelajaran merupakan syarat mutlak bagi guru
dalam memilih metode yang akan digunakan di dalam menyajikan
materi pengajaran. Tujuan pembelajaran merupakan sasaran yang
hendak dicapai pada akhir pengajaran, serta kemampuan yang harus
dimiliki siswa. Sasaran tersebut dapat terwujud dengan menggunakan
metode-metode pembelajaran. Tujuan pembelajaran adalah
kemampuan (kompetensi) atau keterampilan yang diharapkan dimiliki
oleh siswa setelah mereka melakukan proses pembelajaran tertentu.
Tujuan pembelajaran dapat menentukan suatu strategi yang harus
digunakan guru.
2) Aktivitas dan Pengetahuan Awal Siswa
Belajar merupakan berbuat, memperoleh pengalaman tertentu
sesuai dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
tujuan yang diharapkan. Karena itu strategi pembelajaran harus dapat
mendorong aktivitas siswa. Aktivitas tidak dimaksudkan hanya
terbatas pada aktifitas fisik saja akan tetapi juga meliputi aktivitas yang
bersifat psikis atau aktivitas mental.
Pada awal atau sebelum guru masuk ke kelas memberi materi
pengajaran kepada siswa, ada tugas guru yang tidak boleh dilupakan
adalah untuk mengetahui pengetahuan awal siswa. Sewaktu memberi
materi pengajaran kelak guru tidak kecewa dengan hasil yang dicapai
siswa, untuk mendapat pengetahuan awal siswa guru dapat melakukan
pretes tertulis, tanya jawab di awal pelajaran. Dengan mengetahui
pengetahuan awal siswa, guru dapat menyusun strategi memilih
metode pembelajaran yang tepat pada siswa-siswa.
Pengetahuan awal dapat berasal dari pokok bahasan yang akan
diajarkan, jika siswa tidak memiliki prinsip, konsep, dan fakta atau
memiliki pengalaman, maka kemungkinan besar mereka belum dapat
dipergunakan metode yang bersifat belajar mandiri, hanya metode
yang dapat diterapkan ceramah, demonstrasi, penampilan, latihan
dengan teman, sumbang saran, pratikum, bermain peran dan lain-lain.
Sebaliknya jika siswa telah memahami prinsip, konsep, dan fakta maka
guru dapat mempergunakan metode diskusi, studi mandiri, studi kasus,
dan metode insiden, sifat metode ini lebih banyak analisis, dan
memecah masalah.
3) Integritas Bidang Studi/Pokok Bahasan
Mengajar merupakan usaha mengembangkan seluruh pribadi
siswa. Mengajar bukan hanya mengembangkan kemampuan kognitif
saja, tetapi juga meliputi pengembangan aspek afektif dan aspek
psikomotor. Karena itu strategi pembelajaran harus dapat
mengembangkan seluruh aspek kepribadian secara terintegritas.
Umpamanya ranah psikomotorik lebih dominant dalam pokok
bahasan tertentu, maka metode demonstrasi yang dibutuhkan, siswa
berkesempatan mendemostrasikan materi secara bergiliran di dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
kelas atau di lapangan. Dengan demikian metode yang kita pergunakan
tidak terlepas dari bentuk dan muatan materi dalam pokok bahasan
yang disampaikan kepada siswa. Dalam pengelolaan pembelajaran
terdapat beberapa prinsip yang harus diketahui di antaranya: a)
Interaktif; b) Inspiratif; c) Menyenangkan; d) Menantang; dan e)
Motivasi.
4) Alokasi Waktu dan Sarana Penunjang
Waktu yang tersedia dalam pemberian materi pelajaran satu jam
pelajaran 45 menit, maka metode yang dipergunakan telah dirancang
sebelumnya, termasuk di dalamnya perangkat penunjang
pembelajaran, perangkat pembelajaran itu dapat dipergunakan oleh
guru secara berulang-ulang, seperti transparan, chart, video
pembelajaran, film, dan sebagainya.
5) Jumlah Siswa
Idealnya metode yang kita terapkan di dalam kelas perlu
mempertimbangkan jumlah siswa yang hadir, rasio guru dan siswa
agar proses belajar mengajar efektif, ukuran kelas menentukan
keberhasilan terutama pengelolaan kelas dan penyampaian materi.
6) Pengalaman dan Kewibawaan Pengajar
Strata pendidikan bukan menjadi jaminan utama dalam
keberhasilan belajar akan tetapi pengalaman yang menentukan,
umpamanya guru peka terhadap masalah, memecahkan masalah,
memilih metode yang tepat, merumuskan tujuan instruksional,
memotivasi siswa, mengelola siswa, mendapat umpan balik dalam
proses belajar mengajar (Depdiknas, 2008: 45-50).
Dalam rangka memilih strategi pembelajaran tidak bisa sembarangan,
harus hati-hati berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu. Menurut
Syaiful Bahri (2010: 329-330) ada enam kriteria yang harus diperhatikan
oleh guru dalam upaya memilih strategi pembelajaran yang baik, yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
1) Kesesuaian strategi pembelajaran dengan tujuan baik di ranah kognitif,
afektif, maupun psikomotorik, yang pada prinsipnya dapat
menggunakan strategi pembelajaran tertentu untuk mencapainya.
2) Kesesuaian strategi pembelajaran dengan jenis pengetauan. Jenis
pengetahuan itu misalnya verbal, visual, konsep, prinsip, proses,
prosedural dan sikap. Setiap senis pengetahuan memerlukan strategi
tertentu untuk mencapainya. Pengetahuan yang bersifat verbal
misalnya, akan efektif bila guru menggunakan strategi penjelasan dan
didukung dengan metode ceramah.
3) Kesesusaian strategi pembelajaran dengan sasaran. Siapakah anak
didik yang akan menggunakan strategi pembelajaran, bagaimana
karakteristiknya, berapa jumlahnya, bagaimana latar belakang
pendidikannya, sosial-ekonominya, bagaimana minatnya, motivasinya
dan gaya belajarnya. Karakteristik anak didik yang perlu diperhatikan,
yaitu:
a) Kemampuan awal anak seperti kemampuan intelektual,
kemampuan berfikir dan kemampuan gerak.
b) Latar belakang dan status sosial kebudayaan.
c) Perbedaan kepribadian seperti sikap, perasaan, perhatian, minat,
motivasi dan sebagainya.
4) Kemampuan strategi pembelajaran untuk mengobtimalkan belajar anak
didik. Apakah strategi pembelajaran digunakan untuk belajar
individual (belajar mandiri), kelompok kecil (kooperatif, kolaboratif,
dsb), atau untuk kelompok besar/klasikal (kelas konvensional).
5) Karena strategi pembelajaran tertentu mengandung beberapa kelebihan
dan kekurangan, maka pemilihan dan penggunaannya harus
disesuaikan dengan pokok bahasan dalam mata pelajaran tertentu.
6) Biaya. Penggunaan strategi pembelajaran harus memperhitungkan
aspek pembiayaan. Sia-sia bila penggunaan strategi menimbulkan
pemborosan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
7) Waktu. Berapa lama waktu yang dipergunakan untuk melaksanakan
strategi pembelajaran yang dipilih, berapa lama waktu yang tersedia
untuk menyajikan bahan pelajaran, dan sebagainya.
4. Scaffolding
Scaffolding adalah suatu istilah dalam dunia pendidikan yang merupakan
pengembangan teori belajar konstruktivisme modern. Dalam pendidikan,
scaffolding mengambil peran yang sangat penting dalam proses pembelajaran
di setiap aspek menuju pada pencapaian tahap perkembangan anak (child
development). Setiap kali seorang anak mencapai tahap perkembangan yang
ditandai dengan terpenuhinya indikator dalam aspek tertentu, maka anak
membutuhkan scaffolding.
Menurut Upi Isabela (2007: 62) Scaffolding atau mediated learning yaitu
dukungan tahap demi tahap untuk belajar dan pemecahan masalah sebagai
suatu hal yang penting dalam pemikiran konstruktivisme modern. Scaffolding
sebagian besar ditemukan dilakukan oleh orang dewasa (adult/care
giver/parent/teacher) atau orang yang lebih dahulu tahu (knowledgeable
person/siblings/peer) tentang suatu keterampilan yang seharusnya dicapai oleh
anak.
Sedangkan menurut Cindy E. Hmelo-Silver, Ravit Golan Duncan, and
Clark A. Chinn (2007: 101) menyatakan bahwa:
“Scaffolding is often distributed in the learning environment, across the
curriculum materials or educational software, the teachers or facilitators,
and the learners themselves. Teachers play a significant role in
scaffolding mindful and productive engagement with the task, tools, and
peers. They guide students in the learning process, pushing them to think
deeply, and model the kinds of questions that students need to be asking
themselves, thus forming a cognitive apprenticeship”.
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa scaffolding sebagai
pengembangan teori belajar konstruktivisme modern yang memberikan
dukungan tahap demi tahap untuk belajar dan pemecahan masalah dalam
proses belajar anak yang diperankan oleh guru untuk mencapai situasi belajar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
yang baik sehingga akan mereduksi peran guru (teacher centered) dan
meningkatkan kemandirian belajar anak (student centered), sedemikian hingga
muncul suasana yang merangsang tumbuhnya sifat pembelajaran dengan
disiplin diri tinggi untuk tingkat pendidikan yang lebih lanjut kelak.
5. Makna Guru
Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pasal I menyatakan bahwa “Guru termasuk pendidik yaitu tenaga profesional
yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai
hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan
penelitian dan mengabdikan kepada masyarakat terutama bagi pendidik di
perguruan tinggi”.
Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang memberikan
ilmu pengetahuan kepada anak didik. Menurut Syaiful Bahri (2010: 36) guru
adalah orang yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan anak didik.
Sedangkan menurut Syaiful Sagala (2010: 147), guru adalah seseorang atau
sekelompok orang yang berprofesi mengelola kegiatan belajar dan mengajar
serta seperangkat peran lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan
belajar mengajar yang lebih efektif melalui transformasi.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa guru adalah seseorang
yang bertanggung jawab menyampaikan atau memberikan ilmu pengetahuan,
sikap dan keterampilan kepada siswa di dalam lembaga pendidikan formal
sehingga siswa itu mampu melaksanakan sesuatu.
B. Penelitian Relevan
Stephanie W. Cawthon tahun 2001 terhadap beberapa guru yang mengajar
di kelas inklusi yang di kelas tersebut terdapat anak tunarungu. Strategi guru
dalam mengajar dengan keaneka ragaman siswa, yaitu siswa normal dengan
siswa tunarungu. Guru dalam mengajar harus memahami bahasa isyarat yang
dimengerti oleh anak tunarungu, dapat menengahi komunikasi di antara siswa
normal dengan siswa tunarungu, dan memonitoring keseluruhan perilaku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
kelas. Persamaan antara penelitian yang dilakukan Stephanie dengan peneliti
adalah sama-sama menggunakan strategi guru dalam mengajar sebuah
pembelajaran kepada anak tunarungu. Perbedaannya dengan peneliti adalah
pembelajarannya diseting di kelas inklusi sedangkan peneliti di kelas SLB-B
yang khusus siswa tunarungu (Stephanie W. Cawthon, 2001: 212-225)
Everline Nyokabi Maina tahun 2011 melakukan penelitian terhadap 3
kepala sekolah, 10 guru matematika dan 112 siswa yang mengambil tema
tentang beberapa metode atau cara pengajaran yang diterapkan guru. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa variasi dari penggunaan beberapa
metode yang diterapkan guru dapat mempengaruhi kinerja siswa dalam belajar
matematika. Persamaan antara penelitian yang dilakukan Everline dengan
peneliti adalah tentang strategi guru dalam mengajarkan matematika kepada
anak tuna rungu tetapi dalam penelitian yang akan dilakukan peneliti tidak
menetapkan beberapa metode pengajaran yang digunakan guru, hanya
mendiskripsikan cara guru membelajarkan matematika dan cara memberi
scaffolding kepada siswa tunarungu (Everline Nyokabi Maina, 2011: 956-
964).
Michael S. Stinson dan Yufang Liu tahun 1999 melakukan penelitian
mengenai partisipasi dari siswa tunarunggu pada tingkat D/HH di kelas
inklusi. Penelitian dilakukan terhadap 40 partisipan yang terdiri dari
penterjemah, guru tuna rungu, dan notetakers. Penelitian terdiri dari empat
taraf siswa D/HH yang berpartisipasi di kelompok belajar kecil dengan
aktivitas teman sekelas. Hasil penelitiannya mengidentifikasi bahwa
memerlukan 16 strategi spesifik untuk mengatasi hambatan dari partisipasi
siswa di kelas inklusi. Persamaan antara penelitian yang dilakukan Michael
dan Yufang dengan peneliti adalah sama-sama menggunakan strategi guru
dalam mengajar sebuah pembelajaran kepada anak tunarungu. Perbedaannya
dengan peneliti adalah pembelajarannya diseting di kelas inklusi sedangkan
peneliti di kelas SLB-B yang khusus siswa tunarungu dalam pembelajaran
matematika (Michael S. Stinson & Yufang Liu, 1999: 191-202).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
C. Kerangka Pikir
Anak dengan kebutuhan khusus, khususnya anak tunarungu mempunyai
keterbatasan dalam pendengarannya sehingga sulit dalam menerima pelajaran.
Dengan demikian dalam penerapan pendidikannya memerlukan kerja sama
dari berbagai pihak dan lingkungan yang mendukung. Guru merupakan
komponen yang sangat penting dalam proses pendidikan anak berkebutuhan
khusus, sehingga menuntut guru untuk kreatif dalam menyampaikan materi
pelajaran. Selain menuntut guru untuk kreatif dalam menyampaikan materi
pelajaran pada proses pembelajaran, guru juga harus memperhatikan
pemilihan strategi untuk membelajarkan matematika. Pemilihan strategi
sangat penting karena dengan strategi guru memanfaatkan segala sesuatunya
untuk memudahkan proses belajar anak didik, maka ada kemungkinan strategi
yang digunakan guru untuk membelajarkan matematika pada anak tunarungu
tidak sama seperti anak normal dari segi metode, teknik dan taktik yang
digunakan.
Selain guru harus memperhatikan strategi dalam penyampaian materi,
kegiatan scaffolding sangat diperlukan ketika siswa tunarungu mengerjakan
soal-soal latihan, maka ada kemungkinan guru menggunakan berbagai cara
atau taktik dalam memberikan scaffolding kepada siswa tunarungu ketika
mengerjakan soal.
Untuk mengetahui strategi yang digunakan guru dari segi metode, teknik
dan taktik dalam membelajarkan materi sifat-sifat bangun datar dan cara
pemberian scaffolding pada saat siswa mengerjakan soal latihan maka
penelitian akan dilakukan dengan cara melakukan pengamatan terhadap guru
dalam membelajarkan matematika khususnya pada materi sifat-sifat bangun
datar. Pengamatan dilakukan pada masing-masing tahapan dalam proses
pembelajaran, strategi dalam membelajarkan materi sifat-sifat bangun datar
diamati pada saat membuka pelajaran, inti pelajaran dan menutup pelajaran.
Sedangkan cara pemberian scaffolding diamati ketika guru memberikan
tindakan pada saat siswa mengerjakan soal latihan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Berdasarkan pemikiran di atas, langkah-langkah metodologis yang akan
dilakukan pada penelitian ini dapat digambarkan dalam diagram alur sebagai
berikut:
Gambar 2.2 Alur Penelitian strategi pembelajaran dan pemberian
scaffolding
Proses Pembelajaran
Matematika Siswa Tunarungu
Kegiatan Pendahuluan Kegiatan Inti Kegiatan Penutup
Strategi Guru Membelajarkan
Matematika dan Cara Pemberian
scaffolding
Metode Teknik Taktik
Pengamatan Wawancara
Analisis
Kesimpulan
Saran Kepada yang
Terkait
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SLB-B YRTRW Surakarta. Alasan
pemilihan SLB-B YRTRW Surakarta sebagai tempat penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. SLB-B YRTRW Surakarta merupakan SLB yang menyelenggarakan
pendidikan khusus untuk anak tunarungu.
b. SLB-B YRTRW Surakarta mempunyai data atau informasi yang memadai
untuk kepentingan penelitian.
c. SLB-B YRTRW Surakarta memiliki potensi pada peningkatan kualitas
secara signifikan sehingga diharapkan hasil penelitian ini akan
memberikan manfaat pada sekolah tersebut.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian merupakan lamanya penelitian ini berlangsung, mulai
dari perencanaan sampai dengan penyusunan laporan penelitian. Adapun
langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah:
Tabel 3.1 : langkah-langkah pelaksanaan penelitian
No Langkah-Langkah Uraian Kegiatan Waktu
1 Tahap
Perencanaan
Pengajuan judul, penyusunan
proposal, perancangan
instrument penelitian, dan
pengajuan izin penelitian.
Oktober 2011
sampai bulan
Januari 2012
2 Tahap Pelaksanaan Pengambilan data dan analisis
data mengenai strategi guru
dalam membelajarkan
matematika dan cara
pemberian scaffolding pada
anak tunarungu kelas V SLB-
B YRTRW Surakarta
3 Maret 2012
sampai dengan
29 Maret 2012.
3 Tahap
Penyelesaian
Penyusunan laporan penelitian. April 2012
sampai Juli 2012.
33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
B. Jenis Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang diteliti, maka penelitian ini dapat
digolongkan ke dalam penelitian kualitatif. Anselm & Juliet Corbin (2009: 5)
menyatakan bahwa metode kualitatif dapat digunakan untuk mengungkap dan
memahami sesuatu di balik fenomena yang sedikit pun belum diketahui.
Dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan
jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Sedangkan menurut Lexy J.
Moleong (2009: 6), penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud
untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian
misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik,
dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahas, pada suatu
konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode
alamiah.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian
deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Pendekatan ini tidak
menekankan pada generalisasi, melainkan memuat secara deskriptif tentang
cara berpikir dan perilaku suatu subyek. Sedangkan menurut Sukmadinata
(Edi Irawan: 33-34) metode penelitian studi kasus adalah suatu penelitian
yang dilakukan terhadap suatu kesatuan sistem, kesatuan ini dapat berupa
program, kegiatan, peristiwa atau sekelompok individu yang terikat oleh
tempat, waktu atau ikatan tertentu. Peneliti terjun ke lapangan, mempelajari
suatu proses atau penemuan secara alami, mencatat menganalisa, menafsirkan,
dan melaporkan serta menarik kesimpulan-kesimpulan dari proses tersebut.
Pada penelitian ini, kasus yang akan diteliti dan dideskripsikan merupakan
situasi kasus, yaitu siswa tunarungu masih mengalami keterbatasan
pengetahuan tentang berbagai bentuk bangun datar dan sifat-sifatnya serta
guru banyak mengalami kesulitan dalam mengkomunikasikan materi kepada
siswa dikarenakan keterbatasan pendengaran siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitiannya adalah guru mata pelajaran matematika kelas V
SLB-B YRTRW Surakarta yang terdiri dari 1 (satu) orang.
D. Teknik Pengambilan Subjek Penelitian
Teknik pengambiln subjek penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu
teknik pengambilan sumber data dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu.
Pertimbangan pengambilan subjeknya adalah orang yang dianggap dapat
memberikan informasi yang dibutuhkan peneliti dan dianggap paling tahu
yaitu guru matematika kelas V SLB-B YRTRW Surakarta. Sedangkan SLB-B
YRTRW Surakarta sebagai sekolah penyelenggara pendidikan untuk anak
tunarungu.
E. Data dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan melalui penelitian ini adalah data yang sesuai
dengan fokus penelitian, yaitu:
1. Cara guru matematika kelas V SLB-B YRTRW Surakarta dalam
membelajarkan materi sifat-sifat bangun datar pada siswa tunarungu kelas
V.
2. Cara guru matematika kelas V SLB-B YRTRW Surakarta dalam
memberikan scaffolding pada siswa tunarungu kelas V yang mengalami
kesulitan dalam mengerjakan soal latihan.
Pemahaman mengenai sumber data merupakan bagian yang sangat penting
bagi peneliti karena ketepatan memilih dan menentukan jenis sumber data
akan menentukan ketepatan dan kekayaan data informasi yang diperoleh. Data
yang dikumpulkan tersebut dapat bersifat deskriptif dalam bentuk kata-kata
atau gambar. Data bisa didapat dari hasil interview, catatan pengamatan
lapangan, majalah ilmiah, potret, sumber dari arsip, dokumen pribadi, dan
dokumen resmi (Lexy J. Moleong, 2009: 159).
Jenis sumber data yang akan dimanfaatkan dalam penelitian ini meliputi:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
1. Sumber data mengenai Cara guru matematika kelas V SLB-B YRTRW
Surakarta dalam membelajarkan materi sifat-sifat bangun datar pada siswa
tunarungu kelas V adalah peristiwa atau aktivitas yang berupa kegiatan
proses pembelajaran guru mata pelajaran matematika khususnya kelas V
yang bertindak sebagai pelaku yang menjadi objek pengamatan dalam
penelitian ini dan sebagai responden yang menjawab daftar pertanyaan
penelitian.
2. Sumber data mengenai cara guru matematika kelas V SLB-B YRTRW
Surakarta dalam memberikan scaffolding pada siswa tunarungu kelas V
yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal latihan adalah
peristiwa atau aktivitas yang berupa kegiatan proses pembelajaran guru
matematika yang bertindak sebagai pelaku yang menjadi objek
pengamatan dan sebagai responden yang menjawab daftar pertanyaan
penelitian.
F. Metode Pengumpulan Data
Sesuai dengan bentuk pendekatan penelitian kualitatif dan sumber data
yang digunakan maka metode pengumpulan data dalam penelitian ini
meliputi:
1. Metode Observasi
Teknik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data
yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi dan benda serta rekaman
gambar. Penelitian yang dilakukan oleh peniliti mengambil teknik
observasi partisipatif bentuk pasif untuk mengamati perilaku yang muncul
di lokasi penelitian. Dalam observasi ini peneliti hanya mendatangi lokasi
penelitian, tetapi sama sekali tidak berperan sebagai apapun selain sebagai
pengamat pasif. Observasi sebagai alat pengumpul data yang dimaksud
adalah dengan melakukan observasi secara sistematis bukan sekedarnya
saja. Dalam observasi ini diusahakan mengamati hal yang wajar dan yang
sebenarnya terjadi tanpa usaha yang disengaja untuk memperbaharui,
mengatur, atau memanipulasikannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Pengamatan atau observasi yang dilakukan tidak bisa berdiri sendiri,
artinya tidak dapat dilakukan tanpa pencatatan datanya. Dalam penelitian
ini pencatatan datanya dilakukan dengan menggunakan rekaman video
atau kamera dan didukung oleh catatan lapangan.
2. Metode Wawancara Tak Terstruktur
Metode wawancara yang digunakan peneliti yaitu menggunakan teknik
wawancara tak terstruktur. Wawancara tak terstruktur adalah wawancara
yang berbeda dengan yang terstruktur. Wawancara semacam ini digunakan
untuk menemukan informasi yang bukan baku atau informasi tunggal.
Selain itu, berbeda dalam hal waktu bertanya dan cara memberikan respon,
yaitu jenis ini lebih bebas iramanya. Responden biasanya terdiri atas
mereka yang terpilih saja yang sifat-sifatnya yang khas. Biasanya mereka
memiliki pengetahuan dan mengalami situasi, dan mereka lebih
mengetahui informasi yang diperlukan.
Menurut Sugiyono (2012: 74) wawancara yang bebas dimana peneliti
tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara
sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara
yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan
digunakan. Pertanyaan Tanya jawab mengalir seperti dalam percakapan
sehari-hari. Wawancara biasanya berjalan lama dan seringkali dilanjutkan
pada kesempatan berikutnya.
Wawancara tak terstruktur dilakukan pada keadaan-keadaan berikut:
a. Bila pewawancara berhubungan denga orang penting
b. Jika pewawancara ingin menanyakan sesuatu secara lebih mendalam
lagi pada seorang subjek tertentu
c. Apabila pewawancara menyelenggarakan kegiatan yang bersifat
penemuan
d. Jika ia tertarik untuk mempersoalkan bagian-bagian tertentu yang tak
normal
e. Jika ia tertarik untuk berhubungan langsung dengan salah seorang
responden
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
f. Apabila ia tertarik untuk mengungkapkan motivasi, maksud, atau
penjelasan dari responden
g. Apabila ia mau mencoba mengungkapkan pengertian suatu peristiwa,
situasi, atau keadaan tertentu.
Wawancara mendalam dalam penelitian ini dilakukan dengan guru
mata pelajaran matematika kelas V. Wawancara dilakukan untuk
memperoleh data mengenai strategi guru dalam membelajarkan
matematika dan cara memberikan scaffolding pada anak tunarungu kelas
V yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal latihan di SLB-B
Surakarta.
G. Instrumen Pengumpulan Data
Sebagaimana umumnya penelitian, teknik pengumpulan data pada
penelitian ini menggunakan instrument penelitian. Instrumen penelitian adalah
alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti (atau orang yang ditugasi)
dalam kegiatan pengumpulan data agar kegiatan pengumpulan data menjadi
sistematis dan mudah (Budiyono, 2003:47).
Menurut Bodgan dan Biklen (Edi Irawan 2012: 37), salah satu ciri
penelitian kualitatif adalah dilakukan pada kondisi alamiah, (sebagai lawannya
adalah eksperimen), langsung ke sumber data dan peneliti adalah instrument
kunci. Senada dengan pernyataan tersebut, Wahidmuri (Edi Irawan 2012: 37)
menyatakan bahwa pada penelitian kualitatif, instrumen utama atau kuncinya
adalah peneliti itu sendiri. Namun demikian, dalam pengumpulan data ia tetap
menggunakan instrumen penelitian lain seperti pedoman wawancara, pedoman
pengamatan dan pedoman dokumentasi.
Adapun instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sebagai instrumen
utama dibantu dengan instrumen bantu I yaitu handycame untuk pengambilan
rekaman video dan instrumen bantu II yaitu pedoman wawancara. Berikut
adalah pasangan antara metode dengan instrumen pengumpulan data.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Tabel 3.2: Pasangan antara Metode Pengumpulan Data dengan Instrumen
Pengumpulan Data
No Jenis
Metode
Jenis
Instrumen
Sumber Data Data yang Dikumpulkan
1 Observasi Handycam atau
kamera
(rekaman video
dan foto)
Guru mata
pelajaran
matematika
kelas V
Strategi guru dalam
membelajarkan materi sifat-
sifat bangun datar dan cara
memberikan scaffolding
pada siswa yang mengalami
kesulitan dalam
mengerjakan soal latihan
2 Wawancara Pedoman
wawancara
Guru mata
pelajaran
matematika
kelas V
Strategi guru dalam
membelajarkan materi sifat-
sifat bangun datar serta cara
memberikan scaffolding
pada siswa yang mengalami
kesulitan dalam
mengerjakan soal latihan
H. Prosedur Penelitian
Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini, peneliti melakukan kegiatan perencanaan yang
meliputi: melakukan observasi pendahuluan untuk mengangkat suatu
permasalahan yang ada di lapangan, pengajuan judul kepada dosen
pembimbing, penyusunan proposal penelitian, perancangan instrumen
penelitian, menetapkan informan dan pengajuan izin penelitian kepada
Kepala Sekolah SLB-B YRTRW Surakarta.
2. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini, peneliti melakukan kegiatan pengambilan data
mengenai strategi guru dalam membelajarkan matematika dan pemberian
scaffolding kepada siswa tunarungu kelas V SLB-B YRTRW Surakarta
yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal latihan. Data diambil
dengan membuat rekaman video jalannya proses kegiatan pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
matematika di kelas, membuat transkripsi hasil pengamatan dari rekaman
video jalannya proses pembelajaran, serta melakukan wawancara dengan
informan untuk menggali informasi lebih jauh yang belum diketahui
selama pengamatan berlangsung. Pada tahap pelaksanaan peneliti
mengambil data sebanyak lima kali pertemuan kemudian dipilih dua
pertemuan untuk dianalisis yang sekiranya sudah mewakili dari tujuan
penelitian tersebut.
3. Tahap Analisis
Pada tahap ini, peneliti memulai melakukan analisis data dan
penyusunan laporan penelitian.
I. Validitas Data
Keabsahan data sangat perlu dilakukan agar data yang dihasilkan dapat
dipercaya dan dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Pengecekan keabsahan
data merupakan suatu langkah untuk mengurangi kesalahan dalam proses
perolehan data penelitian yang tentunya akan berimbas terhadap hasil akhir
dari suatu penelitian. Dalam proses pengecekan keabsahan data pada
penelitian ini harus melalui beberapa teknik pengujian data.
Adapun teknik pengecekan keabsahan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah:
1. Perpanjangan Keikutsertaan
Dalam penelitian kualitatif, peneliti terjun ke lapangan dan ikut serta
dalam kegiatan-kegiatan subjek penelitian. Keikutsertaan tersebut tidak
hanya dilakukan dalam waktu singkat, akan tetapi memerlukan waktu
yang lebih lama dari sekedar untuk rnelihat dan mengetahui subjek
penelitian. Dalam penelitian ini peneliti mengikuti dan mengamati proses
pembelajaran matematika mulai dari kegiatan awal sampai kegiatan akhir
pembelajaran dalam satu materi penuh yaitu sifat-sifat bangun datar yang
dilaksanakan selama lima kali pertemuan tatap muka kelas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
1. Ketekunan/Keajegan Pengamatan
Keajegan pengamatan berarti mencari secara konsisten interpretasi
dengan berbagai cara dalam kaitan dengan proses analisis yang konsisten
atau tentatif. Ketekunan pengamatan dimaksudkan untuk menentukan data
dan informasi yang relevan dengan persoalan yang sedang dicari oleh
peneliti, kernudian peneliti memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara
rinci.
2. Triangulasi
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai
pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai
waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik
pengumpulan data dan waktu (Sugiyono, 2012:125). Peneliti dalam
penelitian ini menggali data tentang fokus penelitian, yaitu cara guru
membelajarkan materi sifat-sifat bangun datar pada siswa tunarungu dan
cara guru memberikan scaffolding kepada siswa tunarungu yang
mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal latihan. Selanjutnya data
tersebut dicek keabsahannya dengan mencocokan perolehan data tersebut,
peneliti melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Triangulasi waktu dengan membandingkan data hasil pada waktu
pengamatan I dan hasil pada waktu pengamatan II.
2) Triangulasi teknik pengumpulan data dengan membandingkan hasil
pengamatan dengan hasil wawancara.
J. Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis
data. Teknik analisis data yaitu untuk menganalisis data yang telah diperoleh
untuk ditarik kesimpulan. Metode analisis yang digunakan adalah analisis data
kualitatif yang mengikuti konsep Miles dan Huberman. Miles dan Huberman
(Iskandar, 2009: 138) mengemukakan aktivitas dalam analisis data
berlangsung mulai dari awal penelitian sampai penelitian berakhir yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
dituangkan dalam laporan penelitian dilakukan secara simultan dan terus
menerus.
Aktivitas dalam analisis data penelitian ini adalah penggunaan model alur
yang terdiri dari tiga alur kegiatan yang berlangsung secara bersamaan yaitu
reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Langkah-langkah
analisis data ditunjukkan gambar berikut:
Gambar 3.1 Komponen dalam Analisis Data menurut Miles dan
Huberman (Sugiyono, 2012:92)
1. Data Collection (Pengumpulan Data)
Keseluruhan proses pembelajaran mulai dari awal pelajaran sampai
akhir pembelajaran pada saat guru memberikan materi sifat-sifat bangun
datar direkam menggunakan handycam, kemudian rekaman data yang
diperoleh dari lapangan apa adanya untuk ditranskripsi tanpa adanya
komentar peneliti yang berbentuk hasil rekaman proses pembelajaran atau
video proses pembelajaran. Dari rekaman proses pembelajaran ini,
kemudian dibuat catatan pengamatan yang berupa transkripsi secara utuh
tanpa adanya penambahan dan pengurangan data.
2. Data Reduction (Reduksi Data)
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data “kasar” yang
muncul dari rekaman proses pembelajaran di lapangan. Dalam hal ini
setelah peneliti membuat transkripsi jalannya proses pembelajaran dari
Data
collection
Data display
Data
reduction
Conclusions:
drawing/verifying
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
rekaman video kemudian apabila transkripsi sudah terkumpul, maka
peneliti memilih di antara transkrip-transkrip tersebut, tentang bagian data
mana yang dipakai, mana yang dibuang, serta cerita-cerita apa yang
sedang berkembang mengenai tema yang diteliti yaitu strategi guru dalam
membelajarkan matematika pada anak tunarungu dan cara pemberian
scaffolding pada anak yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal
latihan. Setelah data yang sesuai dengan tema penelitian sudah terkumpul
maka dapat ditarik kesimpulan dan diverifikasi. Reduksi data merupakan
suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan,
membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan data dengan
sedemikian rupa sehingga kesimpulan finalnya dapat ditarik dan
diverifikasi.
3. Data Display (Penyajian Data)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah
mendisplaykan data. Kalau dalam penelitian kualitatif penyajian data ini
dapat dilakukan dalam bentuk tabel, grafik, phie chard, pictogram dan
sejenisnya. Melalui penyajian data tersebut, maka dapat terorganisasikan,
tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan semakin mudah difahami.
Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian
kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.
4. Conclusion Drawing/ verification (Penarikan Kesimpulan/Verifikasi)
Berdasarkan data-data yang diperoleh dari hasil observasi yang sudah
direduksi dan dari hasil wawancara dengan guru, peneliti mengambil
kesimpulan yang masih tetatif. Akan tetapi, dengan bertambahnya data
melalui proses verifikasi, maka akan diperoleh kesimpulan yang bersifat
grounded. Dengan kata lain, setiap kesimpulan senantiasa terus menerus
dilakukan verifikasi selama penelitian berlangsung. Kesimpulan yang
diperoleh melalui analisis data tersebut dijadikan pedoman untuk
menyusun rekomendasi dan implikasi.
Proses teknik analisis data dalam penelitian ini secara keseluruhan
dilakukan dengan langkah-langkah: 1) Membuat rekaman video jalannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
proses pembelajaran matematika di kelas V SLB-B YRTRW Surakarta; 2)
Membuat transkripsi data verbal dari hasil rekaman proses pembelajaran, yang
disebut juga protokol; 3) Menelaah seluruh data dari berbagai sumber, yaitu
hasil wawancara dengan informan, catatan lapangan dan transkripsi dari hasil
rekaman video; 4) Membuat reduksi data dengan membuat abstraksi; 5)
Menyusun satuan-satuan analisis berdasarkan ranah dan kategori-kategori; 6)
analisis tema atau pola; dan. 7) menarik kesimpulan sehingga mudah difahami
oleh diri sendiri maupun orang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengembangan Instrumen
Penelitian ini menggunakan dua instrument bantu yakni alat perekam
video atau handycam dan pedoman wawancara. Pedoman wawancara sebelum
digunakan terlebih dahulu dilakukan validasi.
Pedoman wawancara ini memuat pertanyaan-pertanyaan yang
dimaksudkan untuk menggali data melalui lisan dalam mengambilan data
lapangan. Pedoman wawancara dibuat sebagai acuan dalam melakukan
wawancara kepada subjek penelitian, yaitu guru matematika kelas V.
instrument ini dibuat berdasarkan indikator strandart proses pembelajaran
yang sesuai dengan tahapan instruksional dalam strategi mengajar.
Wawancara ini bersifat tak tersruktur yang bertujuan untuk menemukan
permasalahan secara terbuka, artinya subjek penelitian diajak mengemukakan
pendapat-pendapatnya berkaitan dengan kegiatan yang dilakukan, jadi
pedoman wawancara yang digunakan dalam penelitian ini hanya berupa garis-
garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.
Prosedur yang digunakan dalam melakukan validasi pedoman wawancara
diarahkan pada kejelasan tujuan wawancara dan kesesuaian pertanyaan untuk
mengungkap strategi yang digunakan guru dalam membelajarkan matematika
dan cara pemberian scaffolding. Adapun nama-nama validator tersebut dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.1: Nama Validator Instrumen Pedoman Wawancara
No. Nama Validator Jabatan
1 Drs. Gatut Iswahyudi, M.Si Dosen PPs Pendidikan Matematika
Universitas Sebelas Maret
2 Drs. Suyono, M.Si Dosen PPs Pendidikan Matematika
Universitas Sebelas Maret
2 Dra. Sri Sumarsih Guru SLB-B YRTRW Surakarta
45
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Drs. Gatut Iswahyudi, M.Si., dan Drs. Suyono, M.Si., dipilih menjadi
validator karena selaku dosen PPs yang dipandang sebagai pakar dan praktisi
yang telah ahli dan berpengalaman dalam mengembangkan instrument
penelitian. Sedangkan Dra. Sri Sumarsih dipilih sebagai validator instrument
ini lebih menekankan strategi membelajarkan pada proses pembelajaran yang
sesuai dengan karakteristik siswa tunarungu. Hal ini disebabkan guru sebagai
praktisi lebih mengenal kondisi umum siswa dilapangan.
Secara umum berdasarkan hasil validasi terhadap instrument pedoman
wawancara pada lampiran, dapat disimpulkan:
a. Semua validator (100%) hasil validasi menunjukkan bahwa validator
menyetujui dari aspek kejelasan tujuan wawancara dan butir pertanyaan
indikator penelitian dapat digunakan sebagai pedoman wawancara yang
selanjutnya akan dikembangkan peneliti untuk mengungkap strategi guru
dalam membelajarkan matematika dan cara pemberian scaffolding pada
anak tunarungu.
b. Semua validator (100%) hasil validasi menunjukkan bahwa validator
menyetujui dari aspek kesesuaian pertanyaan penelitian dapat digunakan
sebagai pedoman wawancara yang selanjutnya akan dikembangkan
peneliti untuk mengungkap strategi guru dalam membelajarkan
matematika dan cara pemberian scaffolding pada anak tunarungu.
B. Hasil Pengamatan dan Analisis Data
1. Hasil Pengamatan I
a. Strategi Guru dalam Membelajarkan Matematika
1) Kegiatan Pendahuluan
Pengamatan yang dilakukan terhadap guru matematika kelas V
SLB-B YRTRW Surakarta dalam kegiatan pendahuluan, strategi
yang diberikan guru terhadap siswa tunarungu ketika
mempersiapkan peserta didik pada pengamatan I dapat dilihat dari
cuplikan skrip berikut ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
G-01 : “Berdo’a mulai”..(duduk dibangku guru dan
pandangan ke arah siswa secara bergantian,
menempelkan jari telunjuknya di bibir, bertepuk
tangan sekali dengan keras dan menundukkan
kepala)..
S-01 : Menundukkan kepala dan berdo’a.
G-02 : “Berdo’a selesai” (bertepuk tangan dengan keras
secara berulang-ulang sampai anak-anak melihat)..
Ketika memimpin siswa untuk berdo’a hal yang dilakukan guru
terlihat berbeda, guru membuat suasana kelas menjadi tenang
terlebih dulu dengan menempelkan jari telunjukknya di bibir.
Dengan melihat hal itu, anak-anak tunarungu bisa memahami
isyarat yang diberikan oleh guru. Kemudian guru bertepuk tangan
sekali dengan keras tanda berdo’a dimulai. Untuk memberi tanda
bahwa berdo’a telah selesai guru memberi isyarat dengan bertepuk
tangan berulang-ulang dengan keras sampai anak-anak bisa melihat
gerakan tangan tanda berdo’a selesai. Hal ini terlihat dari hasil
pengamatan yang bisa dilihat pada skrip G-01 dan G-02.
Meskipun mengajar siswa tunarungu, dalam pengamatan ini
guru tidak selalu menggunakan bahasa isyarat dalam mengajar
termasuk pada membuka pelajaran. Guru lebih menekankan
komunikasi dengan menggunakan bahasa. Pada waktu apa guru
dalam menggunakan bahasa isyarat dan komunikasi pada
umumnya bisa dilihat pada skrip berikut:
G-03 : “selamat pagi anak-anak” (dengan pelan-pelan dan
mimik bicara diperjelas)
S-03 : “selamat pagi bu Murtini”..(menjawab secara
bersama-sama dengan suara terbata-bata dan
pelafalannya tidak jelas).
G-04 : menginformasikan kepada siswa ketidak hadirannya
selama tiga hari “kemarin ibu tidak masuk selama
tiga hari ya, karena ibu ke semarang ada penataran.
Kalian di ajar sama ibu siapa? Tidak bermain?
Tidak jalan-jalan?”(waktu berbicara sedikit
menggunakan bahasa isyarat: ibu dengan
menempelkan dua jari di dekat telinga, berjalan-
jalan dengan dua jari di gerakkan ke depan, siapa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
dengan menadahkan telapak tangan ke atas, dan
sebagainya dengan mimik suara jelas).
S-04 : menjawab “Ibu Han”
G-05 : “tugasnya apa?”(gerak jari seperti menulis)
Ketika memulai berkomunikasi dengan siswa pada kegiatan
pendahuluan, guru terlihat lebih menekankan pada penggunaan
bahasa lisannya dari pada bahasa isyaratnya. Dalam
menyampaikan kata-kata guru memperjelas mimik berbicaranya
dengan dilafalkan secara pelan-pelan dan diulang-ulang apabila
siswa tidak langsung mengerti apa yang dimaksud guru. Pada
waktu berbicara sesekali guru menggunakan bahasa isyarat dengan
gerak tubuh untuk memperjelas bahasa lisan yang disampaikan
guru. Hal ini terlihat dari hasil pengamatan yang dapat dilihat pada
skrip G-03, G-04 dan G-05.
Pada saat kegiatan pendahuluan sesuai dengan data
pengamatan yang diperoleh, konsentrasi siswa belum sepenuhnya
terfokus kepada guru. Ada siswa yang kurang memperhatikan guru
dan ketika ditunjuk siswa tersebut tidak tau karena pandangannya
tidak terfokus kepada guru. Strategi guru untuk menunjuk siswa
yang kurang terfokus dan apabila dipanggil dengan bahasa maupun
gerak isyarat tidak mengerti dapat dilihat pada cuplikan skrip
berikut ini:
G-07 : “Bulan berapa Aji?”
S-07 : Diam (tidak merespon karena tidak melihat guru).
G-08 : Mendatangi bangku Aji (menepuk tangan Aji).
S-08 : Aji melihat guru.
G-09 : “ayo aji tulis bulannya dengan angka ke
depan”(menyodorkan kapur tulis ke arah Aji).
Pada saat siswa kurang memperhatikan guru dan tidak
mengetahui bahwa guru telah menunjuk siswa tersebut, hal yang
terlihat adalah guru mendatangi siswa tersebut dan menupuk
bagian tubuhnya sampai siswa itu menyadari kedatangan guru yang
menghampirinya. Setelah siswa siap untuk diberikan instruksi,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
guru baru menunjuk dengan bahasa lisan yang diucapkan dengan
mimik yang jelas. Ketika siswa yang ditunjuk itu adalah siswa
yang tidak bisa berbicara sama sekali, guru menulis pertanyaan di
papan tulis kemudian siswa tersebut mengisi pertanyaan yang
sudah ditulis guru. Hal ini terlihat pada cuplikan skrip G-08 dan G-
09.
Pengamatan terhadap guru yang melatih siswa tunarungu untuk
berbicara dengan benar dalam proses pembelajaran matematika
yang peneliti amati pada kegiatan pendahuluan dapat dilihat pada
cuplikan skrip berikut ini:
G-12 : “Joko coba kamu lihat bibir Zahra!”…”ayo Zahra
bilang sama Joko yang benar!” (menunjuk dengan
jari ke arah Zahra kemudian ke arah Joko).
S-12 : “2012”..(Zahra mengucapkan “2012” dengan
pandangan ke arah Joko dan Joko melihat bibir
Zahra).
G-13 : “ayo joko diulangi” (berbicara sambil mendekati
Joko).
S-13 : “2012”(Joko masih belum jelas mengucapkan
“2012”)
G-14 : “lihat Ibu” (jarinya menunjuk ke arah bibir dan
melafalkan “2012” dengan pelan-pelan dan mimik
yang lebih jelas).. “ayo diulangi kembali”
S-14 : “2012”(terlihat lebih jelas dan bisa dimengerti)
Guru terlihat selalu melatih siswa untuk berbicara dengan benar
ketika proses pembelajaran berlangsung. Guru menunjuk siswa lain
untuk memberi contoh berbicara yang benar kepada siswa yang
belum bisa melafalkan kata dengan benar. Siswa yang belum bisa
melihat gerak bibir siswa yang memberikan contoh kemudian
menirukan apa yang diucapkan siswa yang memberikan contoh.
Apabila masih belum bisa, guru mendekati siswa tersebut dan
melatih berbicara secara langsung dengan memperjelas mimik
bicara yang dilakukan secara berulang-ulang sampai siswa tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
jelas dalam berbicara. Hal ini terlihat dari hasil pengamatan yang
bisa dilihat pada skrip G-12, G-13 dan G-14.
Pengamatan terhadap strategi-strategi yang dilakukan guru
dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan
tentang pengetahuan sebelumnya dengan materi yang yang akan
dipelajari dapat dilihat dari cuplikan skrip berikut ini:
G-17 : menunjukkan bangun segitiga siku-siku ke arah
semua siswa, dengan bergantian guru bertanya
kepada semua siswa “ayo namanya segitiga apa
ini?”.
S-17 : “segitiga sembarang”.
G-18 : (menggambar bangun segitiga siku-siku di papan
tulis) kemudian menunjuk gambar tersebut dengan
jari tanpa mengulangi pertanyaan.
S-18 : “segitiga siku-siku” (setelah digambar dipapan tulis
siswa baru benar menyebutkan).
Ketika mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa
tentang materi yang sudah di pelajari pada pertemuan sebelumnya
yaitu sifat-sifat bagun datar segitiga, guru menggunakan alat
peraga gambar berbagai jenis bangun segitiga dengan cara guru
memegang gambar tersebut kemudian ditunjukkan ke arah semua
siswa. pada saat menunjukkan gambar segitiga tersebut guru
bertanya dengan memperjelas mimik bicaranya dan dilakukan
secara berulang-ulang (skrip G-17). Jenis-jenis gambar bangun
segitiga yang guru tunjukkan pada kegiatan mengulang pelajaran
yang lalu seperti berikut ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Gambar ditunjukkan ke arah
siswa secara bergantian
disertai dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan tentang
materi yang lalu.
Ketika siswa menjawab salah pada saat menebak gambar
segitiga siku-siku, guru langsung menggambar segitiga siku-siku
tersebut di papan tulis kemudian menunjuk gambar tanpa
mengulangi pertanyaan. Dengan cara tersebut siswa langsung tau
bahwa segitiga tersebut adalah segitiga siku-siku (skrip G-18).
Gambar segitiga yang digambarkan guru dipapan tulis adalah
seperti dibawah ini:
Menunjuk gambar tanpa
mengulangi pertanyaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Meskipun sudah banyak yang langsung mengerti bahwa
segitiga tersebut adalah segitiga siku-siku, ketiga guru menunjuk
secara bergiliran, masih ada siswa yang pasif mungkin karena
masih belum tau bahwa bangun tersebut adalah bangun segitiga.
Tindakan guru selanjutnya dapat dilihat pada cuplikan skrip berikut
ini:
G-19 : “joko, ayo joko, joko diam”…”ayo joko bangun apa
ini?”(menunjuk gambar).
S-19 : Hmmm (diam).
G-20 : (Menulis keterangan gambar “segitiga siku-siku” di
bawah gambar) “ayo joko sekarang dibaca”.
Guru mencoba memberi strategi kepada siswa yang
kemampuannya berbeda dengan cara yang lebih sederhana dan
mudah dimengerti oleh siswa, dengan memberikan keterangan
dibawah gambar yang sudah digambar di papan tulis. Hal ini
terlihat dari hasil pengamatan yang dapat dilihat pada cuplikan
skrip G-19 dan G-20. Ilustrasinya dapat dilihat seperti berikut ini:
Memberi keterangan gambar di
bawah gambar, kemudian menyuruh
siswa membacanya.
Segitiga siku-siku
Pada saat menyampaikan pelajaran yang akan dipelajari, guru
hanya terlihat menyampaikannya secara lisan tetapi cara
penyampaiannya tentu berbeda. Guru berbicara dengan pelan-pelan
dan selalu diulang-ulang serta terkadang menggunakan bahasa
isyarat tubuh. Siswa terlihat memperhatikan dan hanya
mengangguk-angguk, terkadang juga ikut mengulang apa yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
dikatakan oleh guru. Setelah kegiatan awal dirasa cukup maka guru
memasuki kegiatan inti pembelajaran.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
strategi guru membelajarkan materi sifat-sifat bangun datar dalam
kegiatan pendahuluan pada hasil pengamatan I adalah:
a) Metode yang diterapkan guru dalam membuka pelajaran
adalah:
(1) metode tanya jawab
(2) metode demonstrasi
(3) metode tutor sebaya
b) Teknik yang digunakan guru dalam membuka pelajaran adalah:
(1) membuat siswa siap terlebih dahulu dan membuat suasana
tenang baru memulai memimpin berdoa.
(2) Setelah selesai berdoa guru mengucapkan salam dan
menanyakan PR kemudian melakukan tanya jawab
mengenai hari dan tanggal pada saat itu.
(3) Guru memberikan pertanyaan kepada siswa yang
konsentrasinya belum terfokus pada pelajaran.
(4) Guru melatih siswa untuk berbicara disaat siswa kurang
lancar berbicara.
(5) Guru menggunakan alat peraga gambar berbagai macam
segitiga pada saat mengajukan pertanyaan mengenai
pelajaran yang lalu.
(6) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan
dipelajari secara lisan.
c) Taktik yang digunakan guru dalam membuka pelajaran adalah:
(1) ketika memimpin berdoa, guru menempelkan jari
telunjuknya dan menupuk tangan dengan keras untuk
memulai dan menepuk tangan secara berulang-ulang
sebagai tanda berdoa selesai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
(2) Pada saat mengucapkan salam dan menanyakan PR kepada
siswa dan berkomunikasi dengan siswa guru tidak banyak
menggunakan gerakan isyarat tetapi menggunakan bahasa
dengan memperjelas mimik berbicaranya serta dilafalkan
dengan pelan-pelan dan secara berulang-ulang.
(3) Ketika menunjuk siswa yang perhatiannya belum terfokus
pada pelajaran, taktik yang digunakan guru adalah
menghampiri siswa tersebut dan menepuk tubuhnya
kemudian baru memberikan pertanyaan.
(4) Guru melatih siswa untuk berbicara dengan cara menunjuk
siswa lain untuk memberikan contoh dan yang belum bisa
menirukan apabila masih belum bisa guru mendekati siswa
tersebut dan melatih berbicara secara langsung dengan
memperjelas mimik berbicaranya dan dilakukan secara
berulang-ulang sampai siswa bisa menirukan.
(5) Taktik yang digunakan guru ketika mengajukan pertanyaan
mengenai pelajaran yang lalu dengan memegang gambar
berbagai jenis segitiga secara bergantian kemudian
ditunjukkan ke arah semua siswa dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan.
(6) Taktik yang dilakukan guru ketikan menyampaikan tujuan
pembelajaran dengan cara pelan-pelan dengan mimik
berbicara diperjelas dan diucapkan secara berulang-ulang.
2) Kegiatan Inti
Pengamatan yang dilakukan terhadap guru matematika kelas V
SLB-B YRTRW Surakarta dalam kegiatan inti, strategi yang
diberikan guru dalam membelajarkan materi sifat-sifat bangun
datar terhadap siswa tunarungu dimulai dengan menulis judul
materi dan menggambar bangun persegi di papan tulis. Kegiatan
tersebut dapat dilihat dari cuplikan skrip berikut ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
G-24 : (menulis judul materi dan menggambar persegi di
papan tulis kemudian guru memberi tanda “=”
pada keempat sisi. Di sebelah salah satu sisi guru
menuliskan “sisi sama…….”) sambil bertanya
“sama apa?”(sambil menunjuk ke-empat sisi).
Gambar bangun yang digambar pertama kali di papan tulis
pada kegiatan inti pembelajaran adalah sebagai berikut:
Sisi sama…….
Guru menggambar bangun
persegi seperti disamping
kemudian memberi tanda
“=” di setiap sisinya, di
samping sisi yang lainnya
guru menuliskan “sisi
sama….”
Guru memulai menjelaskan bangun persegi dengan menulis
judul dan menggambar terlebih dahulu bangun persegi di papan
tulis. Untuk mengenalkan sisi yang sama panjang guru memberi
tanda “=” pada setiap sisinya. Setelah memberi tanda “=” guru
tidak langsung melanjutkan pembahasan selanjutnya, masih
mengulang-ulang sampai siswa benar-benar mengerti. Hal yang
dilakukan adalah memberi keterangan di sebelah gambar tetapi
masih diberi ruang kosong agar siswa berfikir. Hal ini terlihat dari
hasil pengamatan yang dapat dilihat pada cuplikan skrip G-24.
Dirasa tidak cukup hanya dengan memberi tanda “=” untuk
menjelaskan sisi yang sama panjang maka guru memberikan
keterangan berapa panjang sisi tersebut dengan melakukan tanya
jawab dengan siswa terlebih dahulu. Kegiatan tersebut dapat dilihat
pada cuplikan skrib berikut ini:
G-25 : “iya jadi kalau di kasih tanda seperti ini “=” berarti
sama panjang, kalau sama panjang apabila sisi sini
8cm berapa panjangnya sisi yang ini? Ayo tosan”
(menuliskan di samping salah satu sisi dan
menunjuk sisi yang lain dengan jari dan bertanya ke
arah tosan).
A B
C D
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
S-25 : “8cm”(siswa menjawab) dan tosan menjawab “sama
panjang”.
G-26 : “lho kok sama panjang, kamu tidak memperhatikan
makanya kamu tidak bisa, ayo perhatikan” (berkata
kepada tosan).
S-26 : Mengangguk.
G-27 : “ayo berapa cm sisi yang ini?”(mengulangi
pertanyaan sambil menunjuk sisi yang ditanyakan
dan pandangan masih ke arah tosan).
S-27 : “8cm”.
Gambar bangun persegi yang sudah diberi keterangan adalah
sebagai berikut:
Guru memberi keterangan 8cm
pada salah satu sisinya dan
bertanya dengan menunjuk sisi
yang belum diberi keterangan.
Setelah siswa menjawab dengan benar sisi-sisi yang belum
diketahui guru baru menulis keterangan secara keseluruhan sebagai
berikut:
Memberi keterangan di setiap
sisinya setelah semua siswa sudah
mengerti.
Guru memberikan keterangan pada salah satu sisinya dengan
skala 8cm, setelah itu guru tanya jawab dengan siswa dengan cara
menunjuk dengan jari secara berulang-ulang sisi yang belum diberi
keterangan (skrip G-25). Pada saat menunjuk salah satu siswa,
guru cukup mengarahkan pandangan kepada siswa yang dituju dan
8 cm
8 cm
B A
8 cm 8 cm
D C 8 cm
A B
C D
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
dengan cara itu siswa sudah mengerti bahwa dialah yang ditunjuk
oleh guru (skrip G-25 dan G-27). Setelah siswa sudah bisa
menjawab pertanyaan-pertanyaan barulah guru memberikan
keterangan pada keempat sisi tersebut
Setelah siswa mengerti guru tidak hanya memberikan satu
contoh saja, guru mengganti sisi yang sudah diberi keterangan
dengan angka yang berbeda. Kegiatan tersebut dapat dilihat pada
cuplikan skrib berikut ini:
G-32 : “iya jadi sisi yang ini juga 8cm” (menulis di sisi
yang ditanyakan kepada Sandra). “ya jadi semua sisi
panjangnya sama, 8cm. apabila ini diganti 9 maka
sisi yang ini juga 9, sisi yang ini juga 9, dan sisi
yang ini juga 9”. (menulis “9” di salah satu sisi
kemudian bergantian menunjuk sisi yang dengan
jari telunjuk).
S-32 : “Sembilan, Sembilan, Sembilan” (mengikuti guru
menjawab dengan melihat jari guru yang menunjuk
gambar di papan tulis).
Guru menghapus keterangan
8cm pada semua sisinya dan
menggantinya dengan 9cm
kemudian bertanya dengan
menunjuk sisi yang belum
diberi keterangan.
Setelah siswa menjawab dengan benar sisi-sisi yang belum
diketahui guru baru menulis keterangan secara keseluruhan sebagai
berikut:
Memberi keterangan di setiap
sisinya setelah semua siswa sudah
mengerti.
A B
C D
9 cm
A B
C D
9 cm 9 cm
9 cm
9 cm
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Guru tidak hanya memberikan satu contoh saja setelah siswa
memahami contoh pertama, guru mengganti sisi yang sudah diberi
keterangan yaitu 8cm diganti dengan angka yang berbeda yaitu
skala 9cm. Guru memberikan keterangan pada salah satu sisinya
dengan skala 9cm, setelah itu guru tanya jawab dengan siswa
dengan cara menunjuk dengan jari secara berulang-ulang sisi yang
belum diberi keterangan (skrip G-29). Setelah siswa sudah bisa
menjawab pertanyaan-pertanyaan barulah guru memberikan
keterangan pada keempat sisi tersebut.
Setelah memberikan contoh dengan gambar dengan berbagai
macam panjang sisinya, guru mulai menulis sifat-sifat persegi yang
pertama. Rangkaian kegiatannya dapat dilihat pada cuplikan skrip
berikut ini:
G-40 : “iya, keempat sisinya sama panjang” (melengkapi
jawaban siswa kemudian menulis sifat pertama
dipapan tulis).
S-40 : “keempat sisinya sama panjang”. (Membaca sifat
persegi yang pertama yang sudah ditulis guru).
G-41 : “jadi sisinya sama panjang”. (menunjuk sisi AB, BD
dan memberikan keterangan AB=BD sambil
berbicara). Diam dan menunjuk Zahra maju
kedepan “ayo kamu zahra”. (melambaikan tangan
dan menyerahkan kapur ke Zahra kemudian
menunjuk keterangan sisi yang belum diisi).
S-41 : Zahra maju kedepan kemudian melengkapi
keterangan yang belum diisi (AB=BD=DC=CA
melengkapi dengan benar).
Pada saat mulai menerangkan sifat-sifat persegi kepada siswa
guru terlebih dahulu memberikan pertanyaan-pertanyaan
pancingan kepada siswa. Setelah siswa menjawab barulah guru
menuliskan sifat-sifat persegi di papan tulis. Dalam menulis sifat
yang pertama itu guru tidak langsung memberikan keterangan
secara lengkap, hanya memberikan contoh dengan memberikan
keterangan di bawah sifat yang pertama bahwa sisi AB=BD
kemudian menunjuk siswa maju kedepan untuk melengkapi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
keterangan yang belum selesai ditulis. Cara menunjuk siswa hanya
dengan menunjuk siswa dengan telunjuknya dan menunjuk bagian
yang harus dikerjakan di papan tulis kemudian siswa tersebut
sudah tau maksud dari guru. Hal ini terlihat dari hasil pengamatan
yang dapat dilihat pada cuplikan skrip G-40, G-41 dan S-41.
Setelah siswa sudah memahami sifat pertama dari bangun
persegi, guru memulai mengenalkan sifat kedua dengan
mengenalkan sudut-sudut terlebih dahulu. Hal yang dilakukan
adalah seperti pada cuplikan skrib berikut ini:
G-44 : “Lha ini ada “memberi tanda sudut siku-siku” apa
namanya?”. (memberi tanda pada bangun persegi
yang sudah digambar).
S-44 : “Sudut” (hanya sebagian siswa yang menjawab).
Gambar bangun persegi yang sudah diberi keterangan adalah
sebagai berikut:
Memberi tanda sudut siku-siku
pada C dan menunjuk secara
berulang-ulang sudut tersebut
pada waktu bertanya.
Strategi pertama yang dilakukan guru untuk mngenalkan sudut
pada persegi adalah dengan memberi tanda sudut siku-siku pada
sudut C dan ketika melakukan tanya jawab dengan siswa guru
menunjuk sudut tersebut secara berulang-ulang, tetapi hanya
sebagian siswa saja yang menanggapi pertanyaan guru. Hal ini
terlihat dari hasil pengamatan yang dapat dilihat pada cuplikan
skrip G-44 dan S-44.
Karena siswa yang menjawab ketika ditanya belum
keseluruhan maka guru menunjuk salah satu siswa untuk maju ke
depan. Sebelum siswa melakukan apa yang diinstruksikan guru,
terlebih dulu guru memberikan tanda sudut siku-siku pada keempat
A B
C D
9 cm 9 cm
9 cm
9 cm
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
sudutnya. Hal yang dilakukan adalah seperti pada cuplikan skrip
berikut berikut:
G-50 : Menuju arah Aji dan menarik tangan Aji supaya Aji
mengerti bahwa dia ditunjuk maju ke depan. “ayo
tulis disini” (menunjuk titik-titik yang sudah dibuat
kemudian memperjelas sudut dengan memberi
tanda sudut di keempat sudut persegi tersebut).
Gambar bangun yang sudah diberi keterangan pada keempat
sudutnya adalah sebagai berikut:
…….
Memberi tanda sudut siku-siku
pada A, B, C dan D dan
memberikan titik-titik untuk ruang
jawaban siswa.
Strategi yang dilakukan guru ketika keseluruhan siswa belum
memahami penjelasannya adalah dengan menunjuk salah satu
siswa untuk maju ke depan dan guru memberikan tanda sudut siku-
siku pada keempat sudutnya dan membuat titik-titik di samping
persegi untuk memberikan tempat siswa dalam menjawab
pertanyaan guru. Hal ini terlihat dari hasil pengamatan yang dapat
dilihat pada cuplikan skrip G-50.
Setelah siswa sudah menuliskan perintah guru, yaitu
menuliskan Sudut A, sudut B, sudut C dan Sudut D tahapan
selanjutnya yang dilakukan guru adalah sebagai berikut:
G-59 : Menyuruh aji duduk dan berbicara ke arah semua
siswa “Aji belum bisa, pelan-pelan ya, jadi
keempat-empatnya sudutnya sama” (sambil
menulis). Kemudian terlihat menggambar segitiga
siku-siku untuk mengingatkan siswa “ya ini
A B
C D
9 cm 9 cm
9 cm
9 cm
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
namanya sudut apa” (menunjuk tanda sudut pada
bangun segitiga siku-siku).
S-59 : “siku-siku”.
G-60 : “sudut siku-siku” memperjelas mimik bicaranya).
S-60 : “sudut siku-siku”.
G-61 : “satu, dua, tiga, empat… ada empat sudut siku-
siku”. (sambil menunjuk tiap-tiap sudutnya
kemudian menulisnya di papan tulis). “tau ya?”
(pandangan ke arah semua siswa).
Gambar bangun segitiga yang digunakan untuk mengingatkan
siswa mengenai sudut siku-siku adalah sebagai berikut:
Pada tahapan sebelumnya siswa baru menyebutkan bahwa yang
diberi tanda pada persegi itu adalah sudut dan belum ada yang
menjawab bahwa sudut itu adalah sudut siku-siku. Dengan hal itu,
guru menggunakan strategi dengan menggambarkan segitiga siku-
siku untuk mengingatkan siswa tentang sudut siku-siku. Setelah
menggambar sudut siku-siku kemudian guru bertanya sambil
menunjuk sudut siku-siku pada segitiga tersebut, dengan cara
seperti itu siswa memahami bahwa sudut yang diberi tanda itu
adalah sudut siku-siku. Hal ini terlihat dari hasil pengamatan yang
dapat dilihat pada cuplikan skrip G-59 dan S-59. Setelah siswa
memahami sifat kedua barulah guru menuliskan sifat-sifat yang
kedua di papan tulis urut dengan sifat pertama yang sudah ditulis
sebelumnya. Kegitan ini mengakhiri penjelasan guru kepada siswa
mengenai sifat-sifat persegi dan dilanjutkan dengan bangun yang
kedua pada pertemuan tersebut yaitu bangun persegi panjang.
Guru mulai menjelaskan sifat-sifat persegi panjang dengan
menggambar bangun persegi panjang terlebih dahulu di papan tulis
Menggambarkan segitiga siku-siku
untuk mengingatkan siswa tentang
sudut siku-siku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
kemudian menunjukkan gambar persegi panjang. Rangkaian
kegiatannya dapat dilihat pada cuplikan skrib berikut ini:
G-72 : (memulai menjelaskan sifat-sifat persegi panjang
dengan menggambar persegi panjang di papan
tulis kemudian mengambil gambar bangun
persegi panjang yang terbuat dari kardus
kemudian menempelkan di sebelah gambar yang
sudah digambar bertanya kepada semua siswa).
“ini namanya bangun persegi panjang”.
S-72 : Diam (memperhatikan guru menjelaskan).
G-73 : “sama dengan ini, ini namanya sisi, ini sisi, ini sisi,
ini sisi” (menunjuk semua sisi pada gambar persegi
yang dipegang dengan pandangan ke arah semua
siswa) “sisi ini dan sisi ini adalah sisi yang
berhadapan” (menunjuk dengan jari sisi yang
saling berhadapan). “ayo novan sama dimas ke
sini” (pandangan ke arah dimas dan melambaikan
tangan kepada mereka).
Membandingkan gambar yang digambar dipapan tulis dengan bangun
persegi dengan menempelkan di sebelahnya
Setelah mengenalkan bentuk dari bangun persegi panjang, guru
mengenalkan sisi-sisi dari persegi panjang tersebut dengan cara
menunjukkan dua buah bangun yaitu bangun persegi dan persegi
panjang untuk memberi pengertian bahwa persegi panjang juga
mempunyai sisi seperti persegi yang telah dibahas.
Memegang kedua bangun dan menunjukkan sisi-sisinya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Pertama kali yang dilakukan guru pada saat menjelaskan sifat-
sifat persegi panjang adalah dengan memperkenalkan bangun
persegi panjang dengan menggambar bangun persegi panjang di
papan tulis kemudian mengambil gambar bangun persegi panjang
dan menempelkannya di sebelah bangun persegi panjang yang
digambar di papan tulis. Guru membandingkan bentuk persegi
panjang yang digambar di papan tulis dan persegi panjang bentuk
asli yang bisa dipegang. Kemudian memperkenalkan sisi-sisinya
dengan membandingkan dua bangun yaitu persegi dan persegi
panjang yang sisi-sisinya ditunjukkan ke semua siswa. Hal ini
terlihat dari hasil pengamatan yang dapat dilihat pada cuplikan
skrip G-72 dan G-73.
Sisi-sisi pada persegi dan persegi panjang tentu sangat berbeda.
Persegi mempunyai empat sisi yang sama panjang sedangkan
persegi panjang memiliki dua sisi yang berhadapan sama panjang.
Strategi guru dalam mengenalkan sisi yang berpasangan kepada
siswa dengan contoh dalam kehidupan sehari-hari. Rangkaian
kegiatannya seperti pada cuplikan skrip berikut ini:
G-74 : “ayo kamu disini, kamu di sini menghadap ke
novan”. (membentuk mereka berhadapan).
…………….
G-76 : “ini Dimas dan ini Novan”. (pada waktu menyebut
Dimas guru menepuk dimas kemudian menunjuk
sisi persegi panjang, dan ketika menyebut dimas
guru menepuk dimas kemudian menunjuk sisi lain
yang berhadapan). “lha itu tadi namanya apa?”
(pandangan mengarah ke semua siswa).
S-76 : “Eeeee” (masih ragu untuk menjawab).
G-77 : “lha ini tadi namanya BER-HA-DA-PAN”
(melafalkan dengan jelas, kemudian menulis kata
“berhadapan” di papan tulis dengan menggaris
bawahi tulisan). “namanya apa?”. (bertanya ke
semua siswa).
S-77 : “berhadapan”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
G-78 : “lha ini namanya berhadapan” (sambil menunjuk
sisi-sisi yang berhadapan pada gambar). “sama
seperti novan berhadapan dengan dimas” (menunjuk
novan dengan dimas). “ayo sekarang Aji kamu
kesini kamu berdiri di situ” (menunjuk Aji dengan
jari).
S-78 : Aji maju ke depan. (berdiri di depan guru).
G-79 : “dimas berhadapan dengan siapa? Berhadapan
dengan Novan, trus Ibu berhadapan dengan siapa?
Dengan Aji, lha ini yang dinamakan BER-HA-DA-
PAN”. (dalam berbicara dengan memperjelas mimik
bicaranya dan diikuti tangan guru yang selalu gerak
mengikuti bahasa yang disampaikan, apabila
menyebut dimas yang ditunjuk dimas, dsb).
Strategi guru dalam mengenalkan sisi yang berhadapan kepada
siswa dengan contoh dalam kehidupan sehari-hari. Pertama yang
dilakukan guru adalah menyuruh dua siswa maju ke depan dan
membimbing mereka dalam posisi berhadapan, hal itu dilakukan
sambil menjelaskan kepada siswa bahwa yang dinamakan
berhadapan itu seperti yang dilakukan dua siswa yang ditunjuk
tersebut sambil memegang gambar bangun persegi panjang dan
menunjukkan sisi yang berhadapan. Setelah dua siswa sudah dalam
posisi berhadapan, guru menunjuk kembali satu siswa maju ke
depan dan diposisikan berhadapan dengan guru sendiri. Setelah
posisi sudah membentuk dua yang berhadapan guru menjelaskan
bahwa ini yang namanya berhadapan sambil memperlihatkan sisi
yang berhadapan pada persegi panjang dengan menunjuk sisi-sisi
yang saling berhadapan. Hal ini terlihat dari hasil pengamatan yang
dapat dilihat pada cuplikan skrip G-74, G-76, G-77, G-78 dan G-
79.
Setelah memperkenalkan sisi-sisi yang berhadapan guru
melakukan tanya jawab dengan siswa masih mengenai sisi yang
berhadapan. Rangkaian kegiatannya seperti pada cuplikan skrip
berikut ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
G-84 : “ayo novan kamu maju”. (menarik novan untuk
maju ke depan dan memberikan bangun persegi
panjang kepada novan). “tunjukkan sisi mana yang
berhadapan”.
………
G-87 : “ayo sekarang Aji, tunjukkan sisi yang berhadapan”
(menyodorkan bangun persegi panjang kea rah Aji).
S-87 : Aji hanya menunjuk dengan jari dan menggunakan
bahasa isyarat karena ia tidak bisa berbicara
(memberi jawaban benar).
G-88 : “Iya benar, sekarang Sandra yang berbicara, ayo
Sandra ngomong” (menuju bangku Sandra dan
menyodorkan bangun persegi panjang).
S-88 : “ini ini sama dan ini ini tidak sama” (menunjuk dua
sisi yang sama dan dua sisi yang tidak sama).
Setelah memperkenalkan sisi-sisi yang berhadapan dengan
menggunakan praktek nyata, guru melakukan tanya jawab dengan
siswa yang masih mengenai sisi yang berhadapan. Cara guru
menunjuk siswa sangat berfariasi, diantaranya hanya dengan
menghampiri dan menyodorkan gambar bangun persegi panjang ke
siswa yang duduk dibangku dengan pertanyaan di sampaikan
secara lisan, menyodorkan gambar tanpa mendekati bangku siswa,
serta menyuruh siswa maju ke depan dan memberikan gambar
bangun persegi panjang dengan maksud supaya siswa memgang
sendiri peraga yang langsung dijelaskan kepada teman-temannya.
Hal ini terlihat dari hasil pengamatan yang dapat dilihat pada
cuplikan skrip G84, G87 dan G-88.
Langkah terakhir strategi guru dalam menerangkan sifat-sifat
persegi panjang adalah dengan kegiatan seperti dalam cuplikan
skrip berikut ini:
G-90 : Menulis sifat-sifat segitiga di papan tulis
(menunjukkan gambar persegi panjang ke semua
siswa dan membantu siswa menyebutkan sifat-sifat
persegi panjang dengan pelan-pelan
menyebutkannya).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
S-90 : Menyebutkan sifat-sifat persegi panjang dengan
membaca yang sudah ditulis guru di papan tulis dan
melihat gambar yang ditunjukkan).
Setelah melakukan tanya jawab dengan siswa tindakan guru
selanjutnya adalah baru menuliskan sifat-sifat persegi panjang di
papan tulis dan setelah selesai menulis guru membaca secara
pelan-pelan dengan menunjuk tulisan tersebut tiap kata-katanya
supaya siswa menirukan membaca. Hal ini terlihat dari hasil
pengamatan yang dapat dilihat pada cuplikan skrip G-90. Kegitan
ini mengakhiri penjelasan guru kepada siswa mengenai sifat-sifat
persegi panjang.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
strategi guru membelajarkan materi sifat-sifat bangun datar dalam
kegiatan inti pembelajaran pada hasil pengamatan I adalah:
a) Metode yang diterapkan guru dalam kegiatan inti pembelajaran
adalah:
(1) Metode ceramah
(2) Metode tanya jawab
(3) Dan metode demonstrasi
b) Teknik yang digunakan guru dalam kegiatan inti pembelajaran
adalah:
(1) Menyampaikan materi sifat-sifat persegi dan persegi
panjang dengan menulis judul kemudian menggambar
bangun persegi dan persegi panjang di papan tulis.
(2) Mengenalkan bangun persegi dan persegi panjang serta
sisi-sisinya dengan menunjukkan gambar.
(3) Memberikan beberapa contoh bangun persegi dan persegi
panjang dengan berbagai macam ukuran sisi.
(4) Menulis sifat-sifat persegi dan persegi panjang dengan
melakukan tanya jawab dengan siswa terlebih dulu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
(5) Menunjuk siswa maju ke depan untuk melengkapi sifat-
sifat bangun persegi dan persegi panjang dengan
memberikan titik-titik di samping gambar.
(6) Mengenalkan sisi yang berhadapan pada bangun persegi
panjang dengan contoh praktek nyata dalam kehidupan
sehari-hari.
c) Taktik yang digunakan guru dalam kegiatan inti pembelajaran
adalah:
(1) Taktik yang digunakan guru dalam menyampaikan materi
sifat-sifat persegi dan persegi panjang dengan menulis judul
kemudian menggambar bangun persegi dan persegi panjang
di papan tulis. Dalam menggambar bangun persegi dan
persegi panjang guru memberikan keterangan pada gambar
secara detail dengan menggunakan tanda dan angka untuk
memperjelas gambar.
(2) Taktik yang digunakan guru dalam mengenalkan bangun
persegi dan persegi panjang serta sisi-sisinya dengan
menunjukkan gambar kemudian ditempelkan di sebelah
gambar yang digambar di papan tulis, setelah dibandingkan
gambar ditunjukkan ke arah semua siswa dengan cara
memegang gambar tersebut.
(3) Memberikan beberapa contoh bangun persegi dan persegi
panjang dengan berbagai macam ukuran sisi dengan
mengganti beberapa kali keterangan panjang sisinya dengan
angka yang berbeda pada gambar yang sudah dibuat.
(4) Menulis sifat-sifat persegi dan persegi panjang dengan
melakukan tanya jawab dengan siswa terlebih dulu dengan
cara memberikan pertanyaan-pertanyaan pancingan kepada
siswa dan setelah siswa menjawab barulah guru menuliskan
sifat-sifat persegi dan persegi panjang di sebelah gambar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
(5) Menunjuk siswa maju ke depan untuk melengkapi sifat-
sifat bangun persegi dan persegi panjang dengan
memberikan titik-titik di samping gambar dengan
memperjelas tanda yang ditanyakan.
(6) Mengenalkan sisi yang berhadapan pada bangun persegi
panjang dengan contoh praktek nyata dalam kehidupan
sehari-hari dengan cara menyuruh empat siswa maju ke
depan dan membentuk posisi yang berhadapan dengan
menjelaskan kepada siswa bahwa yang dimaksud
berhadapat itu seperti yang mereka praktekkan tersebut.
3) Kegiatan Penutup
Pengamatan yang dilakukan terhadap guru matematika kelas V
SLB-B YRTRW Surakarta dalam kegiatan menutup pelajaran,
strategi yang dilakukan guru adalah membuat rangkuman atau
simpulan pelajaran yang sudah dipelajari dengan melakukan
kegiatan seperti pada cuplikan skrip berikut ini:
G-141 : “sudah selesai? Sekarang kita ulangi lagi” (menuju
papan tulis). “sifat-sifatnya tadi ada 4, apa saja?
Trus mempunyai? Sudut apa? Trus yang kedua?
Trus ada 4 apa ini? Sudut apa?”. (membimbing
siswa mereview pelajaran yang sudah dipelajari
hari itu, dengan berdiri di sebelah papan tulis dan
jari menunjuk sifat-sifat yang telah di tulis sambil
memancing siswa untuk berbicara pandangan tetap
mengarah ke semua siswa).
S-141 : Semua siswa membaca mengikuti petunjuk dari
guru (membaca dengan melihat jari guru yang
menunjuk tulisan).
Strategi yang dilakukan guru dalam mengawali kegiatan
penutup adalah membuat rangkuman atau simpulan pelajaran yang
sudah dipelajari dengan melakukan kegiatan membimbing siswa
untuk mengulangi pelajaran yang sudah diterima dengan cara
berdiri di sebelah papan tulis dan jari menunjuk sifat-sifat yang
telah di tulis. Dengan cara seperti itu siswa akan terpancing untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
menjawab pertanyaan-pertanyaan guru, yang pertanyaan tersebut
adalah sebagai pengulang pelajaran yang sudah diterima.
Setelah membimbing siswa membuat rangkuman atau simpulan
pelajaran dalam kegiatan penutup guru memberikan pekerjaan
rumah kepada siswa. hal yang dilakukan guru dapat dilihat pada
cuplikan skrib berikut ini:
G-142 : “iya… sekarang PR, ayo buku dibuka dulu, PR”
(sambil memegang buku LKS yang ditunjukkan
ke semua siswa).
S-142 : Mengeluarkan buku LKS.
G-143 : “ayo halaman.., halaman…” (menulis halaman
yang harus dikerjakan di papan tulis). “sudah?
Sudah? Sudah ketemu?. No.2 Hal 40 no.4. sudah
tau? Di buku PR, dikerjakan dibuku PR!!!”.
Guru memberikan pekerjaan rumah kepada siswa, soal yang
diberikan adalah soal yang sudah ada pada buku LKS. Meskipun
soal sudah ada di buku LKS, guru tidak bisa hanya dengan
menyampaikan soal secara lisan. Strategi yang dilakukan guru
adalah dengan menulis kembali di papan tulis halaman dan nomor
soal yang diberikan untuk PR. Hal ini terlihat dari hasil
pengamatan yang dapat dilihat pada cuplikan skrip G-142 dan G-
143. Kegitan ini sebagai penutup pertemuan pada pambahasan
persegi dan persegi panjang.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
strategi guru membelajarkan materi sifat-sifat bangun datar dalam
kegiatan penutup pelajaran pada hasil pengamatan I adalah:
a) Metode yang diterapkan guru dalam kegiatan penutup
pembelajaran adalah:
(1) Tanya jawab
b) Teknik yang digunakan guru dalam kegiatan penutup
pembelajaran adalah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
(1) Membuat rangkuman atau simpulan pelajaran yang sudah
dipelajari dengan kegiatan membimbing siswa untuk
mengulangi pelajaran yang sudah diterima.
(2) Memberikan PR kepada siswa, soal yang diberikan adalah
soal yang sudah ada pada buku LKS.
c) Taktik yang digunakan guru dalam kegiatan penutup
pembelajaran adalah:
(1) Membuat rangkuman atau simpulan pelajaran yang sudah
dipelajari dengan kegiatan membimbing siswa untuk
mengulangi pelajaran yang sudah diterima dengan cara
berdiri di sebelah papan tulis dan jari menunjuk sifat-sifat
yang telah di tulis dengan sedikit mengajukan pertanyaan-
pertanyaan.
(2) Memberikan PR kepada siswa, soal yang diberikan adalah
soal yang sudah ada pada buku LKS tetapi guru
menggunakan taktik dengan menuliskan kembali di papan
tulis halaman dan nomor soal.
b. Cara Guru dalam Pemberian scaffolding.
Pengamatan yang dilakukan terhadap guru matematika kelas V
SLB-B YRTRW Surakarta dalam pemberian scaffolding terhadap
siswa yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal latihan dapat
dilihat ketika siswa mengerjakan soal latihan, kegiatan yang dilakukan
guru dapat dilihat pada cuplikan skrip berikut ini:
G-94 : menulis soal latihan dipapan tulis. Soal yang
diberikan adalah “gambarlah persegi dengan
panjang sisi 7 cm” (kemudian menyuruh siswa
untuk membaca soal secara bersama-sama) “ayo,
dibaca dulu” (menunjuk kata per kata dengan
telunjuk yang sudah ditulis di papan tulis sambil
ikut melafalkan bersama siswa).
S-94 : membaca soal mengikuti jari guru yang menunjuk
soal yang sudah ditulis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
G-95 : Menuju bangku Aji “ayo buku kotaknya mana?”
(sambil menunjuk buku).
S-95 : Aji mengeluarkan buku kotaknya.
G-96 : Kembali ke papan tulis “kalian baca dulu, baca dulu
soalnya” (menunjuk soal dan pandangan tetap ke
semua siswa).
Pada saat memberikan soal kepada siswa, cara yang dilakukan guru
adalah menulis soal tersebut di papan tulis. Setelah soal sudah selesai
ditulis guru menyuruh siswa untuk membaca kembali soal dengan
menunjuk kata tiap kata soal tersebut dan siswa mengikuti dengan
membaca. Hal pertama yang dilakukan guru setelah soal selesai
disampaikan adalah membimbing siswa mempersiapkan alat-alat yang
digunakan untuk mengerjakan soal. Apabila ada siswa yang kelihatan
belum mempersiapkan perlengkapannya guru mendekati siswa tersebut
dan menanyakan mana perlengkapannya. Hal ini terlihat dari hasil
pengamatan yang dapat dilihat pada cuplikan skrip G-94 dan G-95.
Siswa tidak langsung memahami apa maksud soal yang diberikan
guru, hal yang dilakukan guru ketika siswa masih bingung dalam
memahami soal dapat dilihat pada cuplikan skrip berikut ini:
G-100 : Guru yang tadinya menulis soal mendengar
siswanya bingung langsung membalikkan arah
“masih bingung kan? Ayo dibaca lagi, persegi.”
(menunjuk soal dan menggaris bawahi tulisan
persegi).
S-100 : “persegi”. (dengan bersama-sama menjawab).
Ketika siswa kurang memahami soal yang diberikan guru, tindakan
guru adalah menegaskan maksud dari soal tersebut dengan menggaris
bawahi inti dari soalnya dan menyuruh siswa membaca kembali.
Dengan cara itu siswa bisa memahami soal yang belum mereka
pahami. Hal ini terlihat dari hasil pengamatan yang dapat dilihat pada
cuplikan skrip G-100.
Pada saat siswa mulai mengerjakan soal, pada saat itu juga guru
mulai keliling ke tiap-tiap bangku semua siswa untuk membimbing
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
siswa langkah tiap langkah dalam mengerjakan soal. Hal yang
dilakukan guru dalam menuntun siswa mengerjakan soal dapat dilihat
pada cuplikan skrib berikut ini:
G-101 : Meneruskan menulis soal di papan tulis kemudian
menuju bangku Aji memeriksa kerjaan Aji
dengan mengukur gambar yang sudah di buat aji
dengan penggaris “iya betul” (mengajungkan
jempol kepada Aji).
………
G-102 : Menuju bangku Fadia dan memeriksa jawaban
fadia.
S-102 : Fadia dan Zahra menunjukkan gambarnya.
(mereka sudah selesai menjawab soal no 1).
G-103 : “iya, kalau sisinya sama diberi tanda….” (menulis
tanda “=” di papan tulis). Kemudian menuju
bangku aji dan memberi tanda “=” di salah satu
sisi persegi yang digambar Aji dan.
………..
G-105 : Menuju bangku Sandra “lha, berapa itu? 7 cm”
(mengambil penggaris Sandra, meletakkan di
buku dan menunjukkan angka 7 cm dalam
penggaris). “ya 7 cm, ayo digambar”.
Guru mulai keliling ke tiap-tiap bangku semua siswa untuk
membimbing siswa langkah tiap langkah dalam mengerjakan soal
nomor satu yaitu menggambar persegi dengan panjang sisi 7 cm. Hal
pertama yang dilakukan guru dalam menuntun siswa mengerjakan soal
nomor satu adalah dengan memeriksa tiap-tiap pekerjaan siswa dengan
mengukur gambar persegi yang telah digambar siswa dengan
menggunakan penggaris. Apabila gambar yang digambar siswa masih
belum sesuai dengan perintah soal maka guru menunjukkan cara
mengukur supaya ukuran gambarnya sesuai dengan perintah soal
sampai gambar siswa itu benar. Hal yang dilakukan adalah dengan
mempraktekkan cara menggambar dengan menunjukkan skala yang
diinginkan pada penggaris yang diletakkan pada buku siswa, dengan
cara itu siswa menirukan langkah-langkah yang dilakukan guru dalam
menggambar persegi dengan benar. Setelah siswa selesai menggambar
guru menyuruh siswa memberi tanda “=” pada setiap sisi-sisi persegi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Hal ini terlihat dari hasil pengamatan yang dapat dilihat pada cuplikan
skrip G-101, G-102, G-103 dan G-105.
Setelah semua siswa sudah selesai mengerjakan soal guru
mengevaluasi hasil pekerjaan siswa dengan menunjuk salah satu siswa
untuk mengerjakan di papan tulis. Hal yang dilakukan guru dalam
membimbing siswa dalam menyajikan hasil pekerjaannya di papan
tulis dapat dilihat pada cuplikan skrib berikut ini:
G-128 : “kerjakan soal no.2” (berbicara dengan pelan-pelan
menghadap Sandra dan menunjuk soal yang harus
di kerjakan, guru tetap berdiri di sebelah sandra).
“bangun apa?”
S-128 : “persegi panjang” (menjawab secara lisan).
G-129: “tulis” (menunjuk titik-titik yang sudah disediakan).
S-129 : Sandra menulis jawabannya dan setelah selesai
melihat guru.
G-130 : “terus” (menunjuk soal berikutnya).
S-130 : “menunjuk bangun persegi panjang tersebut
kemudian mengisi sisi AB = BD, diteliti sendiri
dan dihapus diganti AB = BD lagi, dihapus lagi
dan diisi AB = CD, melanjutkan sisi AC = BD”.
G-131 : Memberi kesempatan Sandra yang mengerjakan
hanya dengan melihat tanpa melakukan sesuatu.
S-131 : Selesai mengerjakan dan melihat guru.
G-132 : “jawaban sandra betul atau salah?” (pendangan ke
arah semua siswa dan mengacungkan jempol saat
berbicara betul dan kelingking saat berkata salah).
S-132 : “betul” (siswa menjawab betul tetapi Aji terlihat
mengacungkan kedua jempolnya).
G-133: “betul” (mengacungkan jempolnya ke arah semua
siswa). kemudian mengeryitkan mata ke arah
Novan.
S-133 : “benar”.
Guru mengevaluasi hasil pekerjaan siswa dengan menunjuk salah
satu siswa untuk mengerjakan di papan tulis. Hal pertama yang
dilakukan guru dalam membimbing siswa dalam menyajikan hasil
pekerjaannya di papan tulis adalah memberi perintah dengan menunjuk
soal yang harus dikerjakan dan memberikan titik-titik di bawah soal.
Setelah siswa menjawab pertanyaan yang diberikan guru, guru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
menyuruh siswa menulis jawabannya dengan cara menunjuk titik-titik
yang sudah ada. Apabila dalam mengerjakan siswa dianggap masih
bisa menyelesaikan, ketika siswa mengerjakan guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berfikir sendiri dengan hanya
memantau dari dekat tanpa memberikan bimbingan. Setelah siswa
selesai mengerjakan guru langsung menanyangkan kepada siswa lain
apakah yang dikerjakan temannya di depan itu benar atau salah dengan
mengacungkan jari jempol dan kelingkingnya secara bergantian. Hal
ini terlihat dari hasil pengamatan yang dapat dilihat pada cuplikan
skrip G-128, G-129, G-130, G-131, G-132 dan G-133.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa cara
guru dalam pemberian scaffolding ketika siswa mengalami kesulitan
dalam mengerjakan soal latihan adalah:
a) Menyuruh siswa membaca soal yang sudah ditulis guru di papan
tulis
b) Membimbing siswa mempersiapkan alat-alat yang digunakan
untuk mengerjakan soal, dengan cara mendekati siswa tersebut dan
menanyakan peralatannya.
c) Pada saat siswa kurang memahami soal, tindakan guru adalah
menegaskan maksud dari soal tersebut dengan menggaris bawahi
inti dari soalnya dan menyuruh siswa membaca kembali.
d) Hal pertama yang dilakukan guru dalam menuntun siswa
mengerjakan soal nomor satu adalah dengan memeriksa tiap-tiap
pekerjaan siswa dengan mengukur gambar persegi yang telah
digambar siswa dengan menggunakan penggaris. Apabila gambar
yang digambar siswa masih belum sesuai dengan perintah soal
maka guru menunjukkan cara mengukur supaya ukuran gambarnya
sesuai dengan perintah soal sampai gambar siswa itu benar. Hal
yang dilakukan adalah dengan mempraktekkan cara menggambar
dengan menunjukkan skala yang diinginkan pada penggaris yang
diletakkan pada buku siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
e) Cara yang dilakukan guru membimbing siswa dalam menyajikan
hasil pekerjaannya di papan tulis adalah dengan menunjuk soal
yang harus dikerjakan dan memberikan titik-titik di bawah soal.
2. Hasil Pengamatan II
a. Strategi Guru dalam Membelajarkan Matematika
1) Kegiatan Pendahuluan
Pengamatan yang dilakukan terhadap guru matematika kelas V
SLB-B YRTRW Surakarta dalam kegiatan pendahuluan, strategi
yang diberikan guru terhadap siswa tunarungu ketika
mempersiapkan peserta didik pada pengamatan II dapat dilihat dari
cuplikan skrip berikut ini:
G-01 : “Berdo’a mulai”..(duduk dibangku guru dan
pandangan ke arah siswa secara bergantian,
menepuk tangan sekali dengan keras dan
menundukkan kepala)..
S-01 : Menundukkan kepala dan berdo’a.
G-02 : “Berdo’a selesai” (bertepuk tangan dengan keras
2X).
Ketika memimpin siswa untuk berdo’a hal yang dilakukan guru
terlihat berbeda, guru bertepuk tangan sekali dengan keras tanda
berdo’a dimulai. Untuk memberi tanda bahwa berdo’a telah selesai
guru memberi isyarat dengan bertepuk tangan berulang-ulang
dengan keras sampai anak-anak bisa melihat gerakan tangan tanda
berdo’a selesai. Hal ini terlihat dari hasil pengamatan yang bisa
dilihat pada skrip G-01 dan G-02.
Pada pengamatan II, guru mengabsen kehadiran siswa dengan
cara menanyakan alasan ketidak hadiran siswa kepada siswa lain.
Hasil pengamatan seperti pada cuplikan skrib berikut ini:
G-04 : “selamat pagi anak-anak” (dengan pelan-pelan dan
mimik bicara diperjelas). “novan tidak masuk?”
(dengan melihat bangku novan).
S-04 : “sakit”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
G-05 : “sakit? Kemarin? Siapa yang di sms?”
(menggunakan isyarat gerakan dalam bertanya dan
pandangan ke arah semua siswa).
S-05 : “Sms??” (kelihatan bingung).
G-06 : “Novan sakit? Kemarin? Muntah-muntah? Kamu
lihat?” (menunjuk Dimas dengan jari dan bertanya
dengan kata dipotong-potong disertai gerakan
isyarat).
S-06 : Menjawab dengan kata-kata tidak jelas dan banyak
menggunakan gerakan isyarat tangan.
Guru dalam kegiatan mengabsen siswa yang tidak masuk
dengan cara menanyakan ketidak hadiran kepada siswa yang lain
terutama kepada siswa sebangku. Cara yang dilakukan guru
dengan menunjuk bangku siswa yang tidak masuk dan bertanya
dengan kata-kata yang dipotong-potong dan diperjelas mimik
bicaranya serta banyak menggunakan gerakan isyarat saat bertanya
mengikuti bahasa yang diucapkannya. Hal ini terlihat dari hasil
pengamatan yang bisa dilihat pada skrip G-04, G-05 dan G-06.
Setelah selesai mengabsen siswa, pada pengamatan II guru
meminta siswa untuk mengumpulkan PR yang sudah diberikan
pada pertemuan sebelumnya. Hasil pengamatan pada waktu
meminta siswa mengumpulkan PR seperti pada cuplikan skrib
berikut ini:
G-09 : “ayo dikumpulkan, kumpulkan” (berdiri).
S-09 : Maju ke depan untuk mengumpulkan buku tugasnya.
G-10 : “ayo Ko, Sandra” (melambaikan tangan ke arah joko
dan Sandra karena mereka belum mengumpulkan).
S-10 : Sandra dan Joko lalu mengumpulkan ke depan.
G-11 : Memeriksa buku tugas siswa dan masih kurang.
“ayo tosan.. kamu sudah?” (melambaikan tangan ke
arah Tosan).
S-11 : Tosan mengumpulkan buku tugasnya.
Strategi guru dalam menyuruh siswa mengumpulkan PRnya
adalah dengan berdiri di hadapan semua siswa dan mengulang-
ulang perkataanya sampai siswa memahami, tetapi penggunaan
bahasanya tidak menggunakan terlalu banyak kata. Setelah siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
mengumpulkan PR ke meja guru, guru melambaikan tangannya
kepada siswa yang belum berdiri mengumpulkan PR. Dengan
melihat isyarat memanggil dari guru, siswa yang dituju guru
mengumpulkan PRnya. Langkah selanjutnya yang dilakukan guru
adalah menghitung buku tugas yang sudah dikumpulkan siswa,
setelah menghitung dan memeriksa masih ada satu siswa yang
belum mengumpulkan dan guru melambaikan tangan kembali
kepada siswa yang belum mengumpulkan. Hal ini terlihat dari hasil
pengamatan yang bisa dilihat pada skrip G-09, G-10 dan G-11.
Pengamatan terhadap strategi-strategi yang dilakukan guru
dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan
tentang pengetahuan sebelumnya dengan materi yang yang akan
dipelajari dapat dilihat dari cuplikan skrip berikut ini:
G-15 : “kemarin, kemarin kalian kan sudah belajar tentang”
(kedua tangannya sambil memegang bangun
persegi dan persegi panjang dan pandangan ke arah
semua siswa). “bangun apa Joko?” (menunjuk
bangun persegi dengan tangannya dan pandangan
ke arah Joko).
……….
G-20 : “Sandra?” (pandangan pindah ke arah Sandra
dengan tetap memegang bangun persegi).
S-20 : “persegi”.
G-21 : Ganti memegang bangun persegi panjang “kalau
yang ini bangun apa?” (sambil memegang bangun
persegi panjang dan pandangan ke arah semua
siswa).
S-21 : “persegi panjang”.
G-22 : “iya pintar, ayo apa Sandra?” (menyodorkan bangun
ke arah Sandra lagi).
S-22 : “sama…. Bangun…” (Sandra menjawab dengan
tidak jelas).
G-23 : “yang ini bangun persegi” (memegang bangun
persegi) “kalau yang ini” (ganti memegang bangun
persegi panjang).
S-23 : “persegi panjang”.
Ketika mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa
mengenai materi yang sudah dipelajari pada pertemuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
sebelumnya yaitu sifat-sifat bagun datar persegi dan persegi
panjang, guru menggunakan alat peraga gambar bangun persegi
dan persegi panjang dengan cara memegang gambar tersebut
kemudian ditunjukkan ke arah semua siswa. Bangun yang pertama
ditanyakan adalah persegi setelah siswa mengingat semua baru
dilanjutkan dengan bangun persegi panjang, cara yang dilakukan
guru saat bertanya adalah dengan memperjelas mimik bicaranya
dan pertanyaannya diucapkan secara berulang-ulang yang diikuti
oleh gerakan isyarat yang mengarah kepada semua siswa secara
bergantian. Hal ini terlihat dari hasil pengamatan yang bisa dilihat
pada skrip G-15, G-20, G-21, G-22 dan G-23. Jenis-jenis gambar
bangun persegi dan persegi panjang yang guru tunjukkan pada
kegiatan mengulang pelajaran yang lalu seperti berikut ini:
Gambar ditunjukkan ke arah siswa
secara bergantian disertai dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan
tentang materi yang lalu.
Ketika siswa menjawab salah pada saat guru menunjukkan
gambar bangun persegi, guru tidak langsung menilai bahwa itu
salah. Hal yang dilakukan guru dapat dilihat pada cuplikan skrib
berikut ini:
G-16 : “joko” (menyodorkan bangun persegi lagi).
S-16 : joko menjawab “segitiga”.
G-17 : “joko menjawab bangun ini adalah bangun segitiga,
SE-GI-TI-GA benar atau salah?”. (tangan kiri
memegang bangun persegi yang disodorkan ke
semua siswa dan tangan sebelahnya digunakan
untuk isyarat gerakan. Ketika bilang segitiga
mimik bicaranya lebih diperjelas).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
S-17 : “salah”.
G-18 : “salah, teman-teman bilang salah, ini bukan
segitiga” (tatap menyodorkan bangun persegi ke
arah joko).
S-18 : Membuka-buka buku dan menjawab “persegi”.
G-19 : “iya, ini bangun persegi” (berbicara ke arah joko).
Strategi guru ketika siswa salah dalam menjawab pertanyaan
adalah dengan menanyakan jawaban siswa tersebut kepada siswa
yang lainnya apakah jawabannya itu benar atau salah dengan
menunjukkan bangun ke arah semua siswa dan bertanya dengan
mempertegas mimik pengucapannya. Pada saat siswa lain
menjawab salah, guru membalikkan kepada siswa yang menjawab
bahwa jawabannya salah tetapi tidak langsung memberi jawaban
yang benar. Guru masih memberi kesempatan kepada siswa
dengan cara masih menyodorkan bangun persegi kepada siswa
tanpa memberi jawaban untuk berfikir mencari jawaban yang
benar. Ketika siswa sudah bisa menjawab dengan sendirinya
barulah guru memberikan jawaban yang benar dengan
membenarkan jawaban siswa tersebut. Hal ini terlihat dari hasil
pengamatan yang bisa dilihat pada skrip G-16, G-17, G-18 dan G-
19.
Pada saat menyampaikan pelajaran yang akan dipelajari, guru
hanya terlihat menyampaikannya secara lisan tetapi cara
penyampaiannya tentu berbeda. Guru berbicara dengan pelan-pelan
dan selalu diulang-ulang serta terkadang menggunakan bahasa
isyarat tubuh. Siswa terlihat memperhatikan dan hanya
mengangguk-angguk, terkadang juga ikut mengulang apa yang
dikatakan oleh guru. Setelah kegiatan awal dirasa cukup maka guru
memasuki kegiatan inti pembelajaran.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
strategi guru membelajarkan materi sifat-sifat bangun datar dalam
kegiatan pendahuluan pada hasil pengamatan II adalah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
a) Metode yang diterapkan guru dalam membuka pelajaran
adalah:
(1) metode tanya jawab
(2) metode demonstrasi
b) Teknik yang digunakan guru dalam membuka pelajaran adalah:
(1) membuat siswa siap terlebih dahulu dan membuat suasana
tenang baru memulai memimpin berdoa.
(2) Setelah selesai berdoa guru mengucapkan salam dan
mengabsen siswa yang tidak masuk dengan bertanya
kepada siswa lain alasan mengapa tidak masuk.
(3) Menanyakan PR dan menyuruh siswa mengumpulkan PR
di meja guru.
(4) Guru menggunakan alat peraga gambar persegi dan persegi
panjang pada saat mengajukan pertanyaan mengenai
pelajaran yang lalu.
(5) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan
dipelajari secara lisan.
c) Taktik yang digunakan guru dalam membuka pelajaran adalah:
(1) ketika memimpin berdoa, guru menepuk tangan dengan
keras untuk memberi tanda memulai berdoa dan menepuk
tangan secara berulang-ulang sebagai tanda berdoa selesai.
(2) Setelah selesai berdoa guru mengucapkan salam dan
mengabsen siswa yang tidak masuk dengan cara
menanyakan kepada siswa lain alasan mengapa tidak
masuk. Guru bertanya dengan cara menunjuk bangku siswa
yang tidak masuk dan bertanya dengan kata-kata yang
dipotong-potong dengan memperjelas mimik bicaranya
serta diikuti oleh gerakan isyarat tubuh.
(3) Menanyakan PR dan menyuruh siswa mengumpulkan PR
di meja guru dengan cara berdiri di depan semua siswa dan
mengulang-ulang apa yang dibicarakannya sampai siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
memahami. Guru melambaikan tangan ke arah siswa yang
belum merespon perintah guru.
(4) Taktik yang digunakan guru ketika mengajukan pertanyaan
mengenai pelajaran yang lalu dengan memegang gambar
persegi dan persegi panjang secara bergantian kemudian
ditunjukkan ke arah semua siswa dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan dengan mimik berbicara yang
diperjelas dan pertanyaan diucapkan secara berulang-ulang
yang diikuti gerakan isyarat tubuh.
(5) Taktik yang dilakukan guru ketikan menyampaikan tujuan
pembelajaran dengan cara pelan-pelan dengan mimik
berbicara diperjelas dan diucapkan secara berulang-ulang.
2) Kegiatan Inti
Pengamatan yang dilakukan terhadap guru matematika kelas V
SLB-B YRTRW Surakarta dalam kegiatan inti, strategi yang
diberikan guru dalam membelajarkan materi sifat-sifat bangun
datar terhadap siswa tunarungu dimulai dengan menulis judul
materi dan menunjukkan bangun belah ketupat kepada semua
siswa. Kegiatan tersebut dapat dilihat dari cuplikan skrip berikut
ini:
G-41 : “sekarang kalian belajar tentang belah ketupat dan
layang-layang” (mengambil media gambar yang
sudah disediakan). “perhatikan, ini bangunnn…”
(menunjukkan gambar belah ketupat kepada semua
siswa dan menunjuk tulisan di papan tulis “belah
ketupat”).
Pada awal memulai menjelaskan mengenai sifat-sifat bangun
datar belah ketupat, hal yang dilakukan guru adalah menulis judul
materi di papan tulis dan memperlihatkan gambar bangun belah
ketupat kepada semua siswa. Strategi yang dilakukan guru adalah
pada saat menunjukkan gambar bangun belah ketupat, guru juga
menunjuk tulisan di papan tulis jadi siswa dengan gampang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
memahami apa yang dibicaran guru. Hal ini terlihat dari hasil
pengamatan yang dapat dilihat pada cuplikan skrip G-41.
Pada saat mulai menerangkan sifat-sifat belah ketupat kepada
siswa guru terlebih dahulu memberikan pertanyaan-pertanyaan
kepada siswa. guru menunjuk salah satu siswa untuk menunjukkan
sisi-sisi pada bangun belah ketupat. Kegiatan tersebut dapat dilihat
pada cuplikan skrib berikut ini:
G-43 : “ayo kamu ke depan” (melambaikan tangan ke
Dimas dan memberikan gambar belah ketupat).
S-43 : Dimas maju ke depan.
G-44 : “dihitung berapa sisinya, dihitung sisinya”
(memegang tangan dimas dan bicara dengan mimik
bicara lebih diperjelas secara berulang-ulang).
Untuk memulai menerangkan sifat-sifat dari bangun belah
ketupat, guru menunjuk salah satu siswa untuk menunjukkan sisi-
sisi yang dimiliki bangun belah ketupat. Guru menunjuk dengan
cara menarik tangan siswa diajak maju ke depan dan menyerahkan
gambar bangun belah ketupat dengan memperjelas mimik
bicaranya saat berbicara kepada siswa tersebut. Hal ini terlihat dari
hasil pengamatan yang dapat dilihat pada cuplikan skrip G-43 dan
G-44.
Guru melibatkan semua siswa untuk aktif dalam mengikuti
pelajaran, termasuk pada siswa yang sama sekali tidak bisa
berbicara guru memberikan kesempatan untuk belajar seperti yang
lainnya dengan cara yang mungkin sedikit berbeda. Hal yang
dilakukan guru ketika memberikan pertanyaan kepada siswa yang
sama sekali tidak bisa berbicara adalah seperti pada cuplikan skrib
berikut ini:
G-47 : “ayo Aji tidak memperhatikan, ayo aji kesini”
(mengajak Aji maju ke depan dengan menggandeng
tangannya dan menyerahkan gambar ke Aji).
S-47 : Aji maju kedepan.
G-48 :“berapa dihitung” (bicara dengan berhadapan dengan
Aji).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
S-48 : Diam (belum mengerti perintah guru).
G-49 : Guru menulis pertanyaan di papan tulis dan setelah
menulis “memiliki …. Sisi sama panjang”
kemudian menunjuk titik-titik tanpa bertanya. “DI-
HI-TUNG” (berhadapan dengan Aji dan berbicara
dengan mimik yang diperjelas).
S-49 : Aji menghitung dengan menunjuk sisi-sisinya tanpa
mengeluarkan suara.
G-50 : “ayo ditulis” (mencolek Aji dan menunjuk titik-titik
pada soal).
S-50 : Aji mengisi 4.
Strategi yang dilakukan guru ketika menunjuk siswa yang sama
sekali tidak bisa berbicara adalah dengan mengajak maju ke depan
dengan menggandeng tangannya. Memberikan pertanyaan dengan
berhadapan dan pertanyaan diucapkan secara berulang-ulang
dengan mimik berbicaranya diperjelas. Guru juga menulis kembali
soal di papan tulis dan menyuruh siswa menulis jawaban di titik-
titik yang sudah disediakan. Hal ini terlihat dari hasil pengamatan
yang dapat dilihat pada cuplikan skrip G-47, G-48, G-49 dan G-50.
Setelah menunjuk beberapa siswa maju ke depan, sifat pertama
dari belah ketupat sudah diketahui yaitu memiliki empat sisi yang
sama panjang. Untuk memperjelas jawaban-jawaban siswa tadi
guru menggambar kembali bangun belah ketupat seperti pada
cuplikan skrib berikut ini:
G-53 : Menggambar bangun belah ketupat di papan tulis
dan memberi keterangan panjang di salah satu
sisinya 5cm “jika ini 5 cm, ini berapa? Ini berapa?
Ini berapa” (bertanya kepada semua siswa dengan
pandangan mengarah ke semua siswa dan jari
menunjuk sisi-sisi yang ditanyakan).
S-54 : “5cm, 5cm, 5cm”
Gambar bangun belah ketupat yang sudah diberi keterangan
pada salah satu sisinya adalah sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
Guru memberi keterangan 5cm
pada salah satu sisinya dan
bertanya dengan menunjuk sisi
yang belum diberi keterangan.
Setelah siswa menjawab dengan benar sisi-sisi yang belum
diketahui guru baru menulis keterangan secara keseluruhan sesuai
dengan cuplikan skrip berikut ini:
G-54 : Memberi keterangan pada sisi-sisi yang lain setelah
siswa menjawab “jadi memiliki empat sisi yang
sama, panjangnya sama” (menunjuk kembali sisi-
sisi pada gambar dan menunjuk sifat pertama yang
sudah ditulis di sebelahnya maksudnya untuk
menyamakan).
S-54 : “memiliki 4 sisi sama panjang” (siswa membaca
kembali).
Gambar bangun belah ketupat yang sudah diberi keterangan
pada keseluruhan sisinya adalah sebagai berikut:
Guru memberi keterangan 5cm
pada keseluruhan sisinya.
Guru memberikan keterangan pada salah satu sisinya dengan
skala 5cm, setelah itu guru tanya jawab dengan siswa dengan cara
menunjuk dengan jari secara berulang-ulang sisi yang belum diberi
keterangan (skrip G-53). Pada saat melakukan tanya jawab dengan
siswa, guru cukup mengarahkan pandangan kepada siswa-siswa
yang dituju dan dengan cara itu siswa sudah mengerti bahwa dialah
yang ditunjuk oleh guru (skrip G-54). Setelah siswa sudah bisa
5 cm
5 cm 5 cm
5 cm 5 cm
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
menjawab pertanyaan-pertanyaan barulah guru memberikan
keterangan pada keempat sisi tersebut
Setelah siswa memahami sifat pertama dari belah ketupat, guru
melanjutkan menerangkan sifat kedua bangun belah ketupat
dengan strategi yang digunakan seperti pada cuplikan skrib berikut
ini:
G-57 : “ayo perhatikan.. sekarang sifat yang kedua,
mempunyai 4 sudut, sudutnya yang mana?”
(menunjuk sifat yg kedua yang sudah ditulis di
papan tulis kemudian menunjuk sudut di gambar
belah ketupatnya). “ini, satu.. dua.. tiga.. empat”
(memberi tanda sudut pada gambar).
S-57 : “empat sudut” (tidak semua menjawab).
Gambar bangun belah ketupat yang sudah diberi keterangan
pada keseluruhan sudutnya adalah sebagai berikut:
Guru memberi keterangan
degan mempertebal
keseluruhan sudutnya.
Guru melanjutkan menerangkan sifat kedua bangun belah
ketupat dengan menggunakan strategi yang dimulai dengan
menuliskan sifat yang kedua tetapi belum menulis sifatnya secara
lengkap. Guru menunjuk sifat yang kedua dan siswa membacanya
setelah itu guru menunjukkan sudut yang dimaksud pada gambar di
sebelahnya dengan mempertebal keempat sudutnya. Hal ini terlihat
dari hasil pengamatan yang dapat dilihat pada cuplikan skrip G-57.
Setelah siswa mengetahui bahwa belah ketupat mempunyai
empat sudut, strategi yang dilakukan guru selanjutnya untuk
memperkenalkan sudut tumpul dan sudut lancip adalah dengan
cara seperti pada cuplikan skrip berikut ini:
5 cm 5 cm
5 cm 5 cm
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
G-59 : “ada 4 sudut, coba lihat” (memberi tanda pada dua
sudut yang berhadapan kemudian memberi nama di
setiap sudutnya A, B, C dan D). “ya ini namanya
sudut lancip” (dengan menunjuk dua sudut yang
sudah diberi tanda pandangan tetap mengarah ke
semua siswa).
S-59 : “sudut lancip”
G-60 : “apa joko? Ada dua sudut lancip” (berbicara secara
pelan-pelan ke arah joko).
S-60 : “ada dua sudut lancip” (menirukan guru).
G-61 : “sudut lancip yang mana?” (pandangan ke arah
semua siswa). “ini… ini…” (menunjuk dengan jari
sudut A dan sudut D pada gambar di papan tulis).
“ada 2 sudut apa?” (sambil menulis di papan tulis “2
sudut….” dan bertanya tetap menghadap ke siswa).
“sudut tumpul” (menunjuk sudut B dan C secara
berulang-ulang pada gambar).
S-61 : “tumpul” (menirukan guru).
G-62 : “sudut tumpulllll” (mengulangi lagi sambil
melengkapi titit-titik di papan tulis). “yang mana?
Sudut B sama sudut C, itu sudut tumpul” (menunjuk
dengan jari sudut B dan C yang ada di papan tulis
kemudian ganti menunjuk tulisan disamping
gambar). “tau ya? Siapa yang bertanya?”
(mengacungkan telunjuk dengan pandangan kea rah
semua siswa).
Gambar bangun belah ketupat yang sudah diberi keterangan
pada keseluruhan sudutnya adalah sebagai berikut:
Guru memberi keterangan
pada keseluruhan sudutnya
dengan memberi nama sudut A,
B, C dan D.
Strategi yang dilakukan guru selanjutnya untuk
memperkenalkan sudut tumpul dan sudut lancip pada bangun belah
ketupat adalah dengan cara memberikan nama sudut pada ke empat
susutnya terlebih dahulu yaitu A, B, C dan D. Kemudian menunjuk
5 cm 5 cm
5 cm 5 cm
A
B C
D
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
secara berulang-ulang sudut A dan D dan menerangkan bahwa itu
adalah sudut lancip dengan melakukan tanya jawab dengan siswa.
Cara melakukan tanya jawab masih tetap sama yaitu dengan
menunjuk apa yang ditanyakan di papan tulis secara berulang-
ulang dan pandangan tertuju kepada siswa yang ditanya dengan
memperjelas mimik berbicaranya. Setelah siswa mengetahui sudut
lancip guru menerangkan sudut tumpul dengan cara yang sama,
yaitu menunjuk secara berulang-ulang sudut B dan C pada gambar
di papan tulis dengan melakukan tanya jawab dengan semua siswa.
Setelah selesai menerangkan sudut lancip dan sudut tumpul guru
baru melengkapi sifat-sifat yang dimiliki bangun belah ketupat
secara lengkap dan urut sesuai yang sudah diterangkan. Hal ini
terlihat dari hasil pengamatan yang dapat dilihat pada cuplikan
skrip G-59, G-60, G-61 dan G-62.
Setelah selesai menerangkan sifat-sifat bangun belah ketupat,
guru bertanya kepada siswa yang kurang aktif dalam mengikuti
proses pembelajaran dengan cara menyuruh maju ke depan seperti
pada cuplikan skrip berikut ini:
G-64 : “ayo apa Joko?” (tangan menunjuk tulisan di papan
tulis dan pandangan ke arah Joko). “apa Ko? Ayo
sini ko, maju sini” (melambaikan tangan ke Joko).
S-64 : Joko maju ke depan.
G-65 : Tanpa bertanya guru menunjuk tulisan 2 sudut
lancip dan menunjuk gambar.
S-65 : Melihat arah tangan guru dan menunjuk sudut A dan
D pada gambar.
G-66 : Menunjuk tulisan 2 sudut tumpul tanpa bertanya.
S-66 : Melihat arah tangan guru dan menunjuk sudut B dab
C pada gambar di papan tulis.
Strategi guru bertanya kepada siswa yang kurang aktif dalam
mengikuti proses pembelajaran dengan cara menyuruh maju ke
depan dengan malambaikan tangan kepada siswa yang dituju
kemudian tanpa mengulangi pertanyaan lagi guru menunjuk tulisan
yang ingin ditanyakan dan menunjuk gambar secara bergantian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
(skrip G-64, G-65 dan G-66). Dengan cara seperti itu, siswa
melihat arah gerak tangan guru kemudian menjawab dengan
menunjuk sudut yang ada pada gambar. Menunjuk sudut A dan D
ketika guru menanyakan sudut lancip dan menunjuk sudut B dan C
ketika guru menanyakan sudut tumpul (skrip S-65 dan S-62).
Kegitan ini mengakhiri penjelasan guru kepada siswa mengenai
sifat-sifat belah ketupat dan dilanjutkan dengan bangun yang kedua
pada pertemuan tersebut yaitu bangun layang-layang.
Guru mulai menjelaskan sifat-sifat bangun layang-layang
dengan menunjuk judul yang sudah ditulis di papan tulis dan
menunjukkan gambar bangun layang-layang kepada siswa seperti
pada cuplikan skrip berikut ini:
G-70 : “sekarang” (menuju papan tulis dan menunjuk
tulisan “layanG-layang” dengan telunjuknya).
S-70 : Membaca bersama-sama “layang-layang”.
G-71 : “iya, layang-layang.. tau layang–layang? Tau? Yang
laki-laki, yang laki-laki sering main layang-layang”
(menunjuk siswa satu-satu dengan jari dan
mempraktekkan mengulur layang-layang).
……..
G-75 : “semua sudah melihat, sudah pernah bermain
layang-layang” (berbicara dengan pandangan ke
arah semua siswa). “lha bentuknya layang-layang
seperti ini” (mengambil gambar layang-layang dan
menunjukkan ke semua siswa). “ini adalah bangun
datar layang-layang” (menunjuk semua sisi-sisinya).
Strategi guru yang dilakukan pertama kali dalam mengenalkan
sifat-sifat bangun layang-layang adalah dengan menulis judul di
papan tulis kemudian tanya jawab dengan siswa mengenai layang-
layang dalam kehidupan sehari-hari dengan mempraktekkan
menggunakan gerakan isyarat. Setelah memberikan contoh guru
menunjukkan bentuk layang-layang dengan menggunakan gambar
bangun layang-layang yang sudah dibuat guru kepada semua
siswa. Hal ini terlihat dari hasil pengamatan yang dapat dilihat
pada cuplikan skrip G-70, G-71 dan G75.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
Setelah memperkenalkan bangun layang-layang dengan
memberi contoh dan menunjukkan gambar, guru memperkenalkan
sisi-sisi yang berpasangan yang dimiliki bangun layang-layang
adalah dengan cara seperti pada cuplikan skrib berikut ini:
G-89 : “pasang itu yang bagaimana? Ayo kamu kesini,
Zahra kamu kesini” (menarik tangan dimas yang
didekatnya dan melambaikan tangan ke Zahra).
S-89 : Dimas dan Zahra maju ke depan.
G-90 : Memasangkan Zahra dengan Dimas dengan berdiri
bersebelahan “lha ini namanya satu pasang, satu
pasang” (menunjukkan satu jarinya kepada semua
siswa). “terus lagi, Fadia Aji” (melambaikan
tangannya ke Fadia dan menarik tangan Aji).
S-90 : Fadia dan Aji maju kedepan.
G-91 : Memasangkan Fadia dengan Aji dengan berdiri
bersebelahan yang tidak jauh dari pasangan Zahra
dengan Dimas “satu, dua.. lha berarti ini ada 2
pasang. Berapa?” (menunjuk dua pasang anak
tersebut dan mengacungkan 2 jarinya).
S-91 : “dua”.
S-92 : “satu pasang itu ada dua, berarti kalau ini satu, dua.
Ada dua pasang” (memisahkan pasangan Zahra dan
Dimas dengan Pasangan Fadia dan Aji) “ada
berapa?”
Strategi guru dalam mengenalkan sisi yang berpasangan
kepada siswa dengan menggunakan contoh dalam kehidupan
sehari-hari. Pertama yang dilakukan guru adalah menyuruh dua
siswa maju ke depan dan membimbing mereka dalam posisi
bersebelahan, hal itu dilakukan sambil menjelaskan kepada siswa
bahwa yang dinamakan sepasang itu seperti yang dilakukan dua
siswa yang ditunjuk tersebut sambil menunjukkan satu jarinya
kepada semua siswa. Setelah dua siswa sudah dalam posisi
berpasangan, guru menunjuk kembali dua siswa maju ke depan dan
diposisikan bersebelahan seperti dua siswa sebelumnya. Setelah
empat siswa sudah membentuk dua pasang guru menjelaskan
bahwa ini yang namanya berpasangan sambil mengacungkan dua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
jarinya. Hal ini terlihat dari hasil pengamatan yang dapat dilihat
pada cuplikan skrip G-89, G-90, G-91 dan G-92.
Setelah memberikan contoh dengan praktek nyata dikehidupan
sehari-hari, strategi guru selanjutnya untuk memperkenalkan sisi
yang berpasangan adalah seperti pada cuplikan skrib berikut ini:
G-99 : “sama seperti ini, ini ada satu pasang sisi yang sama:
ini dengan ini, trus ada satu pasang lagi sisi yang
sama: ini dengan ini, jadi ada dua pasang sisi yang
sama” (memperlihatkan gambar layang-layang ke
arah semua siswa dan menunjuk sisi-sisi yang
sepasang dengan jari). “sudah tau?” (pandangan ke
semua siswa).
S-99 : “tau”.
Strategi guru selanjutnya untuk memperkenalkan sisi yang
berpasangan setelah memperlihatkan praktek nyata adalah
menghubungkan dengan gambar layang-layang yang ditunjukkan
kepada semua siswa dengan menunjuk sisi-sisi yang berpasangan
(skrib G-99).
Setelah siswa sudah mengetahui tentang sisi yang berpasangan
langkah selanjutnya yang dilakukan guru untuk menerangkan
tentang sifat-sifat layang-layang adalah seperti pada cuplikan skrib
berikut ini:
G-103 : (Menggambar bangun layang-layang di papan
tulis) kemudian “sudah sekarang.. kamu kesini
(menarik tangan Dimas), tadi ibu bicara apa?
sekarang gentian kamu yang bicara ke teman-
temam!” (memberikan bangun layang-layang
kepada Dimas. “yang lain perhatikan Dimas mau
mengajar, ayo bicara, bicara” (menegaskan mimik
bicaranya).
……….
G-105 : Mencolek Dimas dan menunjuk gambar layang-
layang yang ada dipapan tulis kemudian menulis
keterangan sisi AD=….. dan sisi DC=……“ayo
perhatikan dimas mau berbicara” (melambai-
lambaikan tangannya kepada siswa yang tidak
melihat ke depan).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
Gambar bangun layang-layang yang digambar guru dipapan
tulis adalah sebagai berikut:
AD=…..
DC=……
Strategi guru dalam mengenalkan sisi-sisi yang berpasangan
pada bangun layang-layang tidak cukup hnya dengan menjelaskan
dan memberikan contoh. Guru menunjuk salah satu siswa untuk
maju ke depan dengan memberikan bangun layang-layang kepada
siswa tersebut dan disuruh mengulang kembali penjelasan guru
dengan menunjukkan sisi-sisi yang berpasangan sama panjang.
Ketika siswa masih bingung dalam menjelaskan, guru menulis
keterangan di sebebelah gambar dan siswa tinggal mengisi
jawabannya dengan menulis di titik-titik yang sudah disediakan.
Hal ini terlihat dari hasil pengamatan yang dapat dilihat pada
cuplikan skrip G-103 dan G-105. Setelah siswa selesai
menjelaskan guru menulis secara lengkap sifat-sifat bangun
layang-layang dan kegiatan ini adalah kegiatan akhir dalam
menjelaskan sifat-sifat bangun layang-layang.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
strategi guru membelajarkan materi sifat-sifat bangun datar dalam
kegiatan inti pelajaran pada hasil pengamatan II adalah:
a) Metode yang diterapkan guru dalam kegiatan inti pembelajaran
adalah:
(1) Metode ceramah
(2) Metode tanya jawab
(3) Dan metode demonstrasi
D B
C
A
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
b) Teknik yang digunakan guru dalam kegiatan inti pembelajaran
adalah:
(1) Menyampaikan materi sifat-sifat bangun belah ketupat dan
layang-layang dengan menulis judul kemudian
menggambar bangun belah ketupat dan layang-layang di
papan tulis.
(2) Mengenalkan bangun belah ketupat dan layang-layang serta
sisi-sisinya dengan menunjukkan gambar.
(3) Menulis sifat-sifat belah ketupat dan layang-layang dengan
melakukan tanya jawab dengan siswa terlebih dulu.
(4) Mengenalkan sisi yang berpasangan pada bangun layang-
layang dengan contoh praktek nyata dalam kehidupan
sehari-hari.
(5) Menyuruh siswa maju ke depan untuk mengulangi
penjelasan guru.
c) Taktik yang digunakan guru dalam kegiatan inti pembelajaran
adalah:
(1) Menyampaikan materi sifat-sifat bangun belah ketupat dan
layang-layang dengan menulis judul kemudian
menggambar bangun belah ketupat dan layang-layang di
papan tulis. Dalam menggambar bangun belah ketupat dan
layang-layang guru memberikan keterangan pada gambar
secara detail dengan menggunakan tanda dan angka untuk
memperjelas gambar.
(2) Taktik yang digunakan guru dalam mengenalkan bangun
belah ketupat dan layang-layang serta sisi-sisinya dengan
menunjukkan gambar kemudian menunjuk tulisan di papan
tulis, gambar ditunjukkan ke arah semua siswa dengan cara
memegang gambar tersebut.
(3) Menulis sifat-sifat belah ketupat dan layang-layang dengan
melakukan tanya jawab dengan siswa terlebih dulu dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
cara memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa
dengan menggunakan gambar serta menyuruh siswa maju
ke depan untuk menjelaskan sifat-sifat bangun. Untuk siswa
yang tidak bisa berbicara guru memberikan pertanyaan
dengan cara berhadapan dan pertanyaan diucapkan secara
berulang-ulang dengan memperjelas mimik bicaranya dan
menulis soal di papan tulis. Setelah siswa menjawab sifat-
sifat bangun belah ketupat dan layang-layang barulah guru
menuliskan sifat-sifat belah ketupat dan layang-layang di
sebelah gambar.
(4) Mengenalkan sisi yang berpasangan pada bangun layang-
layang dengan contoh praktek nyata dalam kehidupan
sehari-hari dengan cara menyuruh empat siswa maju ke
depan dan membentuk dua berpasangan dengan
menjelaskan kepada siswa bahwa yang dimaksud
berpasangan itu seperti yang mereka praktekkan tersebut.
(5) Menyuruh siswa maju ke depan untuk mengulangi
penjelasan guru dengan membimbing dengan cara memberi
keterangan di sebelah gambar di papan tulis.
3) Kegiatan Penutup
Pengamatan yang dilakukan terhadap guru matematika kelas V
SLB-B YRTRW Surakarta dalam kegiatan menutup pelajaran,
strategi yang dilakukan guru adalah memberikan pekerjaan rumah
kepada siswa. hal yang dilakukan guru dapat dilihat pada cuplikan
skrib berikut ini:
G-137 : “sudah tau ya? Tau ya? Sekarang PR” (meletakkan
buku paket dan ganti mengambil buku LKS
kemudian ditunjukkan ke semua siswa).
S-137 : Sebagian masih belum membuka buku LKS.
G-138 : “ayo” (menunjuk dimas dengan jari)
S-138 : Dimas membuka buku LKS.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
G-139 : Menuju papan tulis dan menulis soal “halaman 40
no 4 dan no 5” (menunjuk soal yang di tulis di
papan tulis).
Strategi yang dilakukan guru dalam mengawali kegiatan
penutup adalah memberikan pekerjaan rumah kepada siswa, soal
yang diberikan adalah soal yang sudah ada pada buku LKS.
Meskipun soal sudah ada di buku LKS, guru tidak bisa hanya
dengan menyampaikan soal secara lisan. Strategi yang dilakukan
guru adalah dengan menulis kembali di papan tulis halaman dan
nomor soal yang diberikan untuk PR. Hal ini terlihat dari hasil
pengamatan yang dapat dilihat pada cuplikan skrip G-137, G-138
dan G-139.
Setelah memberikan pekerjaan rumah, kegiatan yang dilakukan
guru adalah membuat rangkuman atau simpulan pelajaran yang
sudah dipelajari dengan melakukan kegiatan seperti pada cuplikan
skrip berikut ini:
G-143:“sudah ya, ayo perhatikan” (melambai-
lambaikankan tangannya).
S-143 : Siswa masih belum memperhatikan guru.
G-144 : “ayo perhatikan” (mengetok bangku siswa dengan
penggaris kemudian mengetok papan tulis).
S-144 : Pandangan siswa sudah terpusat ke depan.
G-145 : “sekarang diulangi lagi ya, diulangi lagi. Kalian
tadi belajar apa?” (menunjuk tulisan “belah
ketupat” dengan penggaris dan pandangan ke arah
semua siswa).
S-145 : Bersama-sama mengulangi.
G-146 : “ada 4.. empat apa? Empat sisi sama panjang.
Kalau ini 5cm, ini 5 cm, ini 5 cm, ini 5 cm”
(menunjuk ke empat sisinya pada gambar di papan
tulis).
Strategi yang dilakukan guru dalam menutup kegiatan
pembelajaran adalah membuat rangkuman atau simpulan pelajaran
yang sudah dipelajari dengan melakukan kegiatan membimbing
siswa untuk mengulangi pelajaran yang sudah diterima dengan cara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
berdiri di sebelah papan tulis dan jari menunjuk sifat-sifat yang
telah di tulis dengan bergantian menunjuk gambar bangun. Dengan
cara seperti itu siswa akan terpancing untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan guru, yang pertanyaan tersebut adalah sebagai
pengulang pelajaran yang sudah diterima. Kegitan ini sebagai
penutup pertemuan pada pambahasan sifat-sifat bangun belah
ketupat dan layang-layang.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
strategi guru dalam membelajarkan materi sifat-sifat bangun datar
dalam kegiatan penutup pembelajaran pada hasil pengamatan II
adalah:
a) Metode yang diterapkan guru dalam kegiatan penutup
pembelajaran adalah:
(1) Tanya jawab
b) Teknik yang digunakan guru dalam kegiatan penutup
pembelajaran adalah:
(1) Memberikan PR kepada siswa, soal yang diberikan adalah
soal yang sudah ada pada buku LKS.
(2) Membuat rangkuman atau simpulan pelajaran yang sudah
dipelajari dengan kegiatan membimbing siswa untuk
mengulangi pelajaran yang sudah diterima.
c) Taktik yang digunakan guru dalam kegiatan penutup
pembelajaran adalah:
(1) Memberikan PR kepada siswa, soal yang diberikan adalah
soal yang sudah ada pada buku LKS tetapi guru
menggunakan taktik dengan menuliskan kembali di papan
tulis halaman dan nomor soal.
(2) Membuat rangkuman atau simpulan pelajaran yang sudah
dipelajari dengan kegiatan membimbing siswa untuk
mengulangi pelajaran yang sudah diterima dengan cara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
berdiri di sebelah papan tulis dan jari menunjuk sifat-sifat
yang telah di tulis dengan sedikit mengajukan pertanyaan-
pertanyaan.
c. Cara Guru dalam Pemberian scaffolding.
Pengamatan yang dilakukan terhadap guru matematika kelas V
SLB-B YRTRW Surakarta dalam pemberian scaffolding terhadap
siswa yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal latihan dapat
dilihat ketika siswa mengerjakan soal latihan, kegiatan yang dilakukan
guru dapat dilihat pada cuplikan skrip berikut ini:
G-115 : “sekarang latihan” (menulis soal di papan tulis).
S-115 :Mempersiapkan buku tugasnya dan mulai
mengerjakan soal.
G-116 :Menuju bangku Aji dan memberi contoh
menggambar bangun yang ada di buku paket.
Pertamanya mengukur sisi yang ada dibuku dengan
memperlihatkan cara mengukur dengan penggaris,
setelah diukur penggaris diletakkan di buku Aji
untuk digambar sesuai dengan gambar yang ada di
buku. Menunggu sampai Aji bisa mengambar satu
bangun.
S-116 : Aji mulai mengerjakan sendiri tanpa di bimbing.
Pada saat memberikan soal kepada siswa, cara yang dilakukan guru
adalah menulis soal tersebut di papan tulis. Pada pengamatan ini hal
yang dilakukan guru setelah menulis soal adalah mendekati bangku Aji
terlebih dulu dan memberikan contoh menggambar bangun dengan
memperlihatkan cara mengukur dengan menggunakan penggaris, guru
mempraktekkan menggaris di buku Aji kemudian menyuruh Aji
melanjutkan sesuai dengan contoh yang diberikan guru. Hal ini terlihat
dari hasil pengamatan yang dapat dilihat pada cuplikan skrip G-115
dan G-116.
Siswa tidak langsung memahami apa maksud soal yang diberikan
guru, hal yang dilakukan guru ketika siswa masih bingung dalam
memahami soal dapat dilihat pada cuplikan skrip berikut ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
S-117 : Joko terlihat bingung.
G-118 : Mendatangi joko dan menepuk pundaknya 2 kali
sampai joko menoleh “nama? Namanya apa tadi
nomor 1?” (kedua tangannya bergerak
mengisyaratkan yang dibicarakan). “ini”
(menunjuk gambar pada buku joko).
Ketika guru melihat siswa yang kelihatan bingung dalam
menghadapi soal, tindakan guru yang terlihat adalah mendatangi siswa
terebut dan menunjukkan contoh yang sudah diberikan sebelumnya
hanya dengan menunjuk tanpa memberikan penjelasan. Dengan cara
itu siswa bisa memahami apa maksud penjelasan guru tersebut. Hal ini
terlihat dari hasil pengamatan yang dapat dilihat pada cuplikan skrip
G-118.
Pada saat siswa mulai mengerjakan soal, pada saat itu juga guru
mulai keliling ke tiap-tiap bangku semua siswa untuk membimbing
siswa langkah tiap langkah dalam mengerjakan soal. Hal yang
dilakukan guru dalam menuntun siswa mengerjakan soal dapat dilihat
pada cuplikan skrib berikut ini:
G-120 : “bangun apa Ji? Bangun?” (berdiri di sebelah Aji
dan menunjuk gambar yang sudah digambar Aji).
“nama nama, nama” (sambil menepuk-nepuk
punggung Aji). “ini tadi namanya bangun apa Ji?
Tulis!!!” (memperlihatkan bangun belah ketupat
yang dipergunakan dalam menjelaskan tadi dan
tetap berdiri di sebelah Aji).
………
G-123 : “ini sama.. sama..” (menuju bangku Sandra dan
melihat pekerjaan Sandra, dilihatnya salah dan
menunjukkan pekerjaan yang salah kemudian
menghapus yang salah). “tadi bangun apa ndra?
Ndra?” (menunjuk gambar pada buku).
S-123 : “belah ketupat”.
G-124 : “iya ditulis, ditulis” (tangannya bergerak seperti
menulis).
Guru mulai keliling ke tiap-tiap bangku semua siswa untuk
membimbing siswa langkah tiap langkah dalam mengerjakan soal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
nomor satu yaitu menggambar bangun belah ketupat dan memberi
nama. Hal pertama yang dilakukan guru dalam menuntun siswa
mengerjakan soal nomor satu adalah dengan memeriksa tiap-tiap
pekerjaan siswa dengan mengukur gambar belah ketupat yang telah
digambar siswa dengan menggunakan penggaris. Apabila gambar yang
digambar siswa masih belum sesuai dengan perintah soal maka guru
menunjukkan cara mengukur supaya ukuran gambarnya sesuai dengan
perintah soal sampai gambar siswa itu benar. Hal yang dilakukan
adalah dengan mempraktekkan cara menggambar dengan
menunjukkan skala yang diinginkan pada penggaris yang diletakkan
pada buku siswa, dengan cara itu siswa menirukan langkah-langkah
yang dilakukan guru dalam menggambar belah ketupat dengan benar.
Setelah siswa selesai menggambar guru menyuruh siswa memberi
nama bangun tersebut. Hal ini terlihat dari hasil pengamatan yang
dapat dilihat pada cuplikan skrip G-120, G-123 dan G-124.
Setelah siswa selesai mengerjakan soal nomor satu guru
membimbing siswa mengerjakan soal nomor dua dengan cara seperti
pada cuplikan skrip berikut ini:
G-121 : “ya.. sekarang nomor 2, nomor 2” (menunjuk soal
nomor 2 dan tetap disebelah Aji).
S-121 : Aji melanjutkan mengerjakan no.2.
G-122 : “Aji, Aji ini 2 ini 3..” (terlihat mengukur lagi
bangun yang kedua dengan penggaris dan
meletakkan penggaris di buku Aji. Menggambar
satu sisi yang ukurannya sesuai buku yang sudah
diukur dan menyuruh Aji melanjutkannya). “ayo
sini, sini,,” (menunjuk tempat yang harus digambar
Aji).
……….
G-126 : Mendatangi bangku Sandra dan melihat pekerjaan
Sandra nomor 1 “ya.. sekarang nomor 2. Ini 2, ini
2, ini 3, ini 3. 3 cm” (menunjuk sisi-sisi yang di
buku dan tangannya menunjukkan jari 2, 2, 3 dan
3) “ayo ditulis sendiri” (menunjuk buku pekerjaan
Sandra).
G-128 : Menuju bangku Zahra “sudah?” (memeriksa
pekerjaan Zahra dengan mengukur sisi tiap-tiap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
bangun dengan penggaris dan memberi tanda
keterangan berapa panjangnya) “ini ditulis berapa
cm” (menunjuk sisi-sisnya dan menunjuk sisi yang
sudah diberi keterangan).
Guru dalam membimbing siswa mengerjakan soal nomor 2 adalah
dengan mempraktekkan cara menggambar dengan menunjukkan skala
yang diinginkan pada penggaris yang diletakkan pada buku siswa dan
melanjutkan siswa untuk meneruskan menggambar dengan menunjuk
tempat yang harus digambar siswa. Ketika memberikan instruksi
berapa centi yang harus digambar, guru terlihat menyampaikan skala
dengan menunjukkan dengan jari sesuai jumlahnya. Setelah siswa
selesai menggambar guru menyuruh memberikan keterangan
centimeter pada tiap sisi-sisi bangun yang digambar. Hal ini terlihat
dari hasil pengamatan yang dapat dilihat pada cuplikan skrip G-122,
G-126 dan G-128.
Setelah semua siswa sudah selesai mengerjakan soal guru
mengevaluasi hasil pekerjaan siswa dengan membahas secara
bersama-sama soal yang sudah dikerjakan. Hal yang dilakukan guru
dalam membimbing siswa dalam membahas pekerjaannya dapat dilihat
pada cuplikan skrib berikut ini:
G-130 : “sudah ya? Sekarang kita bahas” (maju ke depan
dan mengambil buku paket dan penggaris kayu).
S-130 : Terlihat menyiapkan pekerjaannya.
G-131 : “nomor satu bangun apa?” (tangan kiri memegang
buku paket yang dihadapkan ke siswa dan tangan
kanan menunjuk soal di papan tulis dengan
penggaris pandangan ke arah semua siswa).
S-131 : “belah ketupat” (menjawab secara bersama-sama).
G-132 : “belah ketupat. nomor dua?” (menunjuk bangun
kedua pada buku paket dengan penggaris dengan
pendangan tetap ke semua siswa).
………..
Guru mengevaluasi hasil pekerjaan siswa cukup dengan
membacakan soal dengan menunjuk soal yang ada di buku kemudian
siswa menjawab secara lisan. Guru tidak menyuruh menyajikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
pekerjaan siswa di depan karena soalnya hanya menggambar bangun
kemudian memberi nama bangun yang sudah digambarnya tersebut.
Hal ini terlihat dari hasil pengamatan yang dapat dilihat pada cuplikan
skrip G-130, G-131 dan G-132.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa cara
guru dalam pemberian scaffolding ketika siswa mengalami kesulitan
dalam mengerjakan soal latihan pada hasil pengamatan II adalah:
a) Guru memberikan soal dengan cara menuliskan soal di papan tulis.
f) Hal pertama yang dilakukan guru dalam menuntun siswa
mengerjakan soal nomor satu adalah dengan memeriksa tiap-tiap
pekerjaan siswa dan memberikan contoh menggambar bangun
dengan memperlihatkan cara mengukur dengan penggaris pada
buku siswa.
g) Pada saat melihat siswa yang kelihatan bingung, cara guru adalah
mendekati bangku siswa tersebut dan menunjukkan contoh yang
sudah dibahas sebelumnya.
h) Cara yang dilakukan guru dalam mengevaluasi hasil pekerjaan
siswa dengan membacakan soal dengan menunjuk soal yang ada di
buku kemudian siswa menjawab secara lisan.
3. Validasi Data
a. Validasi Data Kegiatan Pendahuluan.
Berdasarkan hasil pengamatan I dan II dapat dibandingkan sebagai
berikut:
Tabel 4.2: Hasil Pengamatan Penggunaan Metode pada Kegiatan
Pendahuluan
Pengamatan I Pengamatan II
1. Menggunakan metode tanya
jawab
1. Menggunakan metode tanya
jawab
2. Menggunakan metode
demonstrasi
2. Menggunakan metode
demonstrasi
3. Menggunakan metode tutor
sebaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
Dengan membandingkan dari hasil pengamatan I dan pengamatan
II maka dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan pendahuluan strategi
yang digunakan guru dalam penggunaan metode adalah menggunakan
metode tanya jawab dan metode demonstrasi.
Data di atas menunjukkan adanya kesamaan, dengan demikian data
yang diperoleh tersebut valid sehingga dapat dilakukan analisis
selanjutnya.
Tabel 4.3: Hasil Pengamatan Penggunaan Teknik pada Kegiatan
Pendahuluan
Pengamatan I Pengamatan II
1. Membuat siswa siap terlebih
dahulu dan membuat suasana
tenang baru memulai
memimpin berdoa.
1.Membuat siswa siap terlebih
dahulu dan membuat suasana
tenang baru memulai
memimpin berdoa.
2. Setelah selesai berdoa guru
mengucapkan salam dan
menanyakan PR kemudian
melakukan tanya jawab
mengenai hari dan tanggal pada
saat itu.
2.Setelah selesai berdoa guru
mengabsen siswa yang tidak
masuk dengan bertanya
kepada siswa lain alasan
mengapa tidak masuk.
3. Guru memberikan pertanyaan
kepada siswa yang
konsentrasinya belum terfokus
pada pelajaran.
3.Menanyakan PR dan menyuruh
siswa mengumpulkan PR di
meja guru.
4. Guru melatih siswa untuk
berbicara disaat siswa kurang
lancar berbicara.
4.Guru menggunakan alat peraga
gambar persegi dan persegi
panjang pada saat mengajukan
pertanyaan mengenai pelajaran
yang lalu.
5. Guru menggunakan alat peraga
gambar berbagai macam
segitiga pada saat mengajukan
pertanyaan mengenai pelajaran
yang lalu.
5.Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran yang akan
dipelajari secara lisan.
6. Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran yang akan
dipelajari secara lisan.
Dengan membandingkan dari hasil pengamatan I dan pengamatan
II maka dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan pendahuluan strategi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
yang digunakan guru dalam penggunaan teknik adalah membuat siswa
siap terlebih dahulu dan membuat suasana tenang baru memulai
memimpin berdoa. Setelah selesai berdoa guru mengucapkan salam
dan menanyakan PR serta melakukan tanya jawab mengenai hari dan
tanggal pada saat itu. Terkadang guru mengabsen siswa yang tidak
masuk dengan bertanya kepada siswa lain alasan mengapa tidak
masuk. Terkadang guru memberikan pertanyaan kepada siswa yang
konsentrasinya belum terfokus pada pelajaran. Terkadang guru melatih
siswa untuk berbicara disaat siswa kurang lancar dalam berbicara.
Guru menggunakan alat peraga gambar berbagai macam segitiga pada
saat mengajukan pertanyaan mengenai pelajaran yang lalu. Guru
menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dipelajari secara lisan.
Data di atas menunjukkan adanya kesamaan, dengan demikian data
yang diperoleh tersebut valid sehingga dapat dilakukan analisis
selanjutnya.
Tabel 4.4: Hasil Pengamatan Penggunaan Taktik pada Kegiatan
Pendahuluan
Pengamatan I Pengamatan II
1. ketika memimpin berdoa, guru
menempelkan jari telunjuknya
dan menupuk tangan dengan
keras untuk memulai dan
menepuk tangan secara
berulang-ulang sebagai tanda
berdoa selesai.
1. ketika memimpin berdoa, guru
menepuk tangan dengan keras
untuk memberi tanda memulai
berdoa dan menepuk tangan
secara berulang-ulang sebagai
tanda berdoa selesai.
2. Pada saat mengucapkan salam
kepada siswa dan menanyakan
PR serta berkomunikasi dengan
siswa guru tidak banyak
menggunakan gerakan isyarat
tetapi menggunakan bahasa
dengan memperjelas mimik
berbicaranya serta dilafalkan
dengan pelan-pelan dan secara
berulang-ulang.
2.Setelah selesai berdoa guru
mengabsen siswa yang tidak
masuk dengan cara
menanyakan kepada siswa lain
alasan mengapa tidak masuk.
Guru bertanya dengan cara
menunjuk bangku siswa yang
tidak masuk dan bertanya
dengan kata-kata yang
dipotong-potong dengan
memperjelas mimik bicaranya
serta diikuti oleh gerakan
isyarat tubuh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
3.Ketika menunjuk siswa yang
perhatiannya belum terfokus
pada pelajaran, taktik yang
digunakan guru adalah
menghampiri siswa tersebut dan
menepuk tubuhnya kemudian
baru memberikan pertanyaan.
3. Menanyakan PR dan menyuruh
siswa mengumpulkan PR di
meja guru dengan cara berdiri
di depan semua siswa dan
mengulang-ulang apa yang
dibicarakannya sampai siswa
memahami. Guru melambaikan
tangan ke arah siswa yang
belum merespon perintah guru.
4.Guru melatih siswa untuk
berbicara dengan cara menunjuk
siswa lain untuk memberikan
contoh dan yang belum bisa
menirukan apabila masih belum
bisa guru mendekati siswa
tersebut dan melatih berbicara
secara langsung dengan
memperjelas mimik
berbicaranya dan dilakukan
secara berulang-ulang sampai
siswa bisa menirukan.
4. Taktik yang digunakan guru
ketika mengajukan pertanyaan
mengenai pelajaran yang lalu
dengan memegang gambar
persegi dan persegi panjang
secara bergantian kemudian
ditunjukkan ke arah semua
siswa dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan dengan
mimik berbicara yang diperjelas
dan pertanyaan diucapkan
secara berulang-ulang yang
diikuti gerakan isyarat tubuh.
5.Taktik yang digunakan guru
ketika mengajukan pertanyaan
mengenai pelajaran yang lalu
dengan memegang gambar
berbagai jenis segitiga secara
bergantian kemudian
ditunjukkan ke arah semua siswa
dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan.
5. Taktik yang dilakukan guru
ketikan menyampaikan tujuan
pembelajaran dengan cara
pelan-pelan dengan mimik
berbicara diperjelas dan
diucapkan secara berulang-
ulang.
5.Taktik yang dilakukan guru
ketikan menyampaikan tujuan
pembelajaran dengan cara pelan-
pelan dengan mimik berbicara
diperjelas dan diucapkan secara
berulang-ulang.
6.
Dengan membandingkan dari hasil pengamatan I dan pengamatan
II maka dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan pendahuluan strategi
yang digunakan guru dalam penggunaan taktik adalah ketika
memimpin berdoa, guru menepuk tangan dengan keras untuk memberi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
tanda memulai berdoa dan menepuk tangan secara berulang-ulang
sebagai tanda berdoa selesai. Terkadang setelah selesai berdoa guru
mengabsen siswa yang tidak masuk dengan cara menanyakan kepada
siswa lain alasan mengapa tidak masuk, guru bertanya dengan cara
menunjuk bangku siswa yang tidak masuk dan bertanya dengan kata-
kata yang dipotong-potong dengan memperjelas mimik bicaranya serta
diikuti oleh gerakan isyarat tubuh. Terkadang ketika menunjuk siswa
yang perhatiannya belum terfokus pada pelajaran, taktik yang
digunakan guru adalah menghampiri siswa tersebut dan menepuk
tubuhnya kemudian baru memberikan pertanyaan. Terkadang guru
dalam melatih siswa untuk berbicara dengan cara menunjuk siswa lain
untuk memberikan contoh dan yang belum bisa menirukan apabila
masih belum bisa guru mendekati siswa tersebut dan melatih berbicara
secara langsung dengan memperjelas mimik berbicaranya dan
dilakukan secara berulang-ulang sampai siswa bisa menirukan. Taktik
yang digunakan guru ketika mengajukan pertanyaan mengenai
pelajaran yang lalu dengan memegang gambar bangun datar secara
bergantian kemudian ditunjukkan ke arah semua siswa dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan dengan mimik berbicara yang
diperjelas dan pertanyaan diucapkan secara berulang-ulang yang
diikuti gerakan isyarat tubuh. Taktik yang dilakukan guru ketikan
menyampaikan tujuan pembelajaran dengan cara pelan-pelan dengan
mimik berbicara diperjelas dan diucapkan secara berulang-ulang.
Data di atas menunjukkan adanya kesamaan, dengan demikian data
yang diperoleh tersebut valid sehingga dapat dilakukan analisis
selanjutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
b. Validasi Data Kegiatan Inti.
Tabel 4.5: Hasil Pengamatan Penggunaan Metode pada Kegiatan Inti
Pengamatan I Pengamatan II
1. Menggunakan metode ceramah 1. Menggunakan metode ceramah
2. Menggunakan metode tanya
jawab
2. Menggunakan metode tanya
jawab
3. Menggunakan metode
demonstrasi
3. Menggunakan metode
demonstrasi
Dengan membandingkan dari hasil pengamatan I dan pengamatan
II maka dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan inti strategi yang
digunakan guru dalam penggunaan metode adalah menggunakan
metode ceramah, tanya jawab dan metode demonstrasi.
Data di atas menunjukkan adanya kesamaan, dengan demikian data
yang diperoleh tersebut valid sehingga dapat dilakukan analisis
selanjutnya.
Tabel 4.6: Hasil Pengamatan Penggunaan Teknik pada Kegiatan Inti
Pengamatan I Pengamatan II
1. Menyampaikan materi sifat-
sifat persegi dan persegi
panjang dengan menulis judul
kemudian menggambar
bangun persegi dan persegi
panjang di papan tulis.
1. Menyampaikan materi sifat-sifat
bangun belah ketupat dan layang-
layang dengan menulis judul
kemudian menggambar bangun
belah ketupat dan layang-layang
di papan tulis.
2. Mengenalkan bangun persegi
dan persegi panjang serta sisi-
sisinya dengan menunjukkan
gambar.
2. Mengenalkan bangun belah
ketupat dan layang-layang serta
sisi-sisinya dengan menunjukkan
gambar.
3. Memberikan beberapa contoh
bangun persegi dan persegi
panjang dengan berbagai
macam ukuran sisi.
3. Menulis sifat-sifat belah ketupat
dan layang-layang dengan
melakukan tanya jawab dengan
siswa terlebih dulu
4. Menulis sifat-sifat persegi dan 4. Mengenalkan sisi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
persegi panjang dengan
melakukan tanya jawab dengan
siswa terlebih dulu.
berpasangan pada bangun layang-
layang dengan contoh praktek
nyata dalam kehidupan sehari-
hari
5. Menunjuk siswa maju ke
depan untuk melengkapi sifat-
sifat bangun persegi dan
persegi panjang dengan
memberikan titik-titik di
samping gambar.
5. Menyuruh siswa maju ke depan
untuk mengulangi penjelasan
guru.
6. Mengenalkan sisi yang
berhadapan pada bangun
persegi panjang dengan contoh
praktek nyata dalam kehidupan
sehari-hari.
Dengan membandingkan dari hasil pengamatan I dan pengamatan
II maka dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan inti strategi yang
digunakan guru dalam penggunaan teknik adalah Menyampaikan
materi sifat-sifat bangun dengan menulis judul kemudian menggambar
bangun di papan tulis. Mengenalkan bangun serta sisi-sisinya dengan
memperlihatkan gambar bangun. Menulis sifat-sifat bangun dengan
melakukan tanya jawab dengan siswa terlebih dulu. Mengenalkan sisi
yang berhadapan dan berpasangan pada bangun dengan contoh praktek
nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Data di atas menunjukkan adanya kesamaan, dengan demikian data
yang diperoleh tersebut valid sehingga dapat dilakukan analisis
selanjutnya.
Tabel 4.7: Hasil Pengamatan Penggunaan Taktik pada Kegiatan Inti
Pengamatan I Pengamatan II
1. Taktik yang digunakan guru
dalam menyampaikan materi
sifat-sifat persegi dan persegi
panjang dengan menulis judul
kemudian menggambar
bangun persegi dan persegi
panjang di papan tulis. Dalam
1.Menyampaikan materi sifat-sifat
bangun belah ketupat dan layang-
layang dengan menulis judul
kemudian menggambar bangun
belah ketupat dan layang-layang
di papan tulis. Dalam
menggambar bangun belah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
menggambar bangun persegi
dan persegi panjang guru
memberikan keterangan pada
gambar secara detail dengan
menggunakan tanda dan angka
untuk memperjelas gambar.
ketupat dan layang-layang guru
memberikan keterangan pada
gambar secara detail dengan
menggunakan tanda dan angka
untuk memperjelas gambar.
2. Taktik yang digunakan guru
dalam mengenalkan bangun
persegi dan persegi panjang
serta sisi-sisinya dengan
menunjukkan gambar
kemudian ditempelkan di
sebelah gambar yang
digambar di papan tulis,
detelah dibandingkan gambar
ditunjukkan ke arah semua
siswa dengan cara memegang
gambar tersebut.
2. Taktik yang digunakan guru
dalam mengenalkan bangun belah
ketupat dan layang-layang serta
sisi-sisinya dengan menunjukkan
gambar kemudian menunjuk
tulisan di papan tulis, gambar
ditunjukkan ke arah semua siswa
dengan cara memegang gambar
tersebut.
3. Memberikan beberapa contoh
bangun persegi dan persegi
panjang dengan berbagai
macam ukuran sisi dengan
mengganti beberapa kali
keterangan panjang sisinya
dengan angka yang berbeda
pada gambar yang sudah
dibuat.
3. Menulis sifat-sifat belah ketupat
dan layang-layang dengan
melakukan tanya jawab dengan
siswa terlebih dulu dengan cara
memberikan pertanyaan-
pertanyaan kepada siswa dengan
menggunakan gambar serta
menyuruh siswa maju ke depan
untuk menjelaskan sifat-sifat
bangun. Untuk siswa yang tidak
bisa berbicara guru memberikan
pertanyaan dengan cara
berhadapan dan pertanyaan
diucapkan secara berulang-ulang
dengan memperjelas mimik
bicaranya dan menulis soal di
papan tulis. Setelah siswa
menjawab sifat-sifat bangun belah
ketupat dan layang-layang
barulah guru menuliskan sifat-
sifat belah ketupat dan layang-
layang di sebelah gambar.
4. Menulis sifat-sifat persegi dan
persegi panjang dengan
melakukan tanya jawab
dengan siswa terlebih dulu
dengan cara memberikan
4. Mengenalkan sisi yang
berpasangan pada bangun layang-
layang dengan contoh praktek
nyata dalam kehidupan sehari-
hari dengan cara menyuruh empat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
pertanyaan-pertanyaan
pancingan kepada siswa dan
setelah siswa menjawab
barulah guru menuliskan sifat-
sifat persegi dan persegi
panjang di sebelah gambar.
siswa maju ke depan dan
membentuk dua berpasangan
dengan menjelaskan kepada siswa
bahwa yang dimaksud
berpasangan itu seperti yang
mereka praktekkan tersebut.
5. Menunjuk siswa maju ke
depan untuk melengkapi sifat-
sifat bangun persegi dan
persegi panjang dengan
memberikan titik-titik di
samping gambar dengan
memperjelas tanda yang
ditanyakan.
5. Menyuruh siswa maju ke depan
untuk mengulangi penjelasan
guru dengan membimbing dengan
cara memberi keterangan di
sebelah gambar di papan tulis.
6. Mengenalkan sisi yang
berhadapan pada bangun
persegi panjang dengan contoh
praktek nyata dalam
kehidupan sehari-hari dengan
cara menyuruh empat siswa
maju ke depan dan
membentuk posisi yang
berhadapan dengan
menjelaskan kepada siswa
bahwa yang dimaksud
berhadapat itu seperti yang
mereka praktekkan tersebut.
Dengan membandingkan dari hasil pengamatan I dan pengamatan
II maka dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan inti strategi yang
digunakan guru dalam penggunaan taktik adalah menyampaikan
materi sifat-sifat bangun datar dengan menulis judul kemudian
menggambar bangun di papan tulis. Dalam menggambar bangun datar
guru memberikan keterangan pada gambar secara detail dengan
menggunakan tanda dan angka untuk memperjelas gambar. Taktik
yang digunakan guru dalam mengenalkan bangun datar serta sisi-
sisinya dengan menunjukkan gambar kemudian menunjuk tulisan di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
papan tulis, gambar ditunjukkan ke arah semua siswa dengan cara
memegang gambar tersebut. Menulis sifat-sifat bangun datar dengan
melakukan tanya jawab dengan siswa terlebih dulu dengan cara
memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa dengan
menggunakan gambar serta menyuruh siswa maju ke depan untuk
menjelaskan sifat-sifat bangun. Untuk siswa yang tidak bisa berbicara
guru memberikan pertanyaan dengan cara berhadapan dan pertanyaan
diucapkan secara berulang-ulang dengan memperjelas mimik
bicaranya dan menulis soal di papan tulis. Setelah siswa menjawab
sifat-sifat bangun datar barulah guru menuliskan sifat-sifat bangun
datar di sebelah gambar. Mengenalkan sisi yang berhadapan dan
berpasangan pada bangun datar dengan contoh praktek nyata dalam
kehidupan sehari-hari dengan cara menyuruh empat siswa maju ke
depan dan membentuk posisi yang berhadapan dan berpasangan
dengan menjelaskan kepada siswa bahwa yang dimaksud berhadapat
dan berpasangan itu seperti yang mereka praktekkan tersebut.
Data di atas menunjukkan adanya kesamaan, dengan demikian data
yang diperoleh tersebut valid sehingga dapat dilakukan analisis
selanjutnya.
c. Validasi Data kegiatan Penutup
Tabel 4.8: Hasil Pengamatan Penggunaan Metode pada Kegiatan
Penutup
Pengamatan I Pengamatan II
1. Metode yang digunakan adalah
metode tanya jawab
1. Metode yang digunakan
adalah metode tanya jawab
Dengan membandingkan dari hasil pengamatan I dan pengamatan
II maka dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan penutup strategi
yang digunakan guru dalam penggunaan metode adalah menggunakan
metode tanya jawab.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
Data di atas menunjukkan adanya kesamaan, dengan demikian data
yang diperoleh tersebut valid sehingga dapat dilakukan analisis
selanjutnya.
Tabel 4.9: Hasil Pengamatan Penggunaan Teknik pada Kegiatan
Penutup
Pengamatan I Pengamatan II
1.Membuat rangkuman atau
simpulan pelajaran yang sudah
dipelajari dengan kegiatan
membimbing siswa untuk
mengulangi pelajaran yang
sudah diterima.
1. Memberikan PR kepada siswa,
soal yang diberikan adalah soal
yang sudah ada pada buku LKS.
2. Memberikan PR kepada siswa,
soal yang diberikan adalah soal
yang sudah ada pada buku
LKS.
2.Membuat rangkuman atau
simpulan pelajaran yang sudah
dipelajari dengan kegiatan
membimbing siswa untuk
mengulangi pelajaran yang sudah
diterima.
Dengan membandingkan dari hasil pengamatan I dan pengamatan
II maka dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan penutup strategi
yang digunakan guru dalam penggunaan teknik adalah Membuat
rangkuman atau simpulan pelajaran yang sudah dipelajari dengan
kegiatan membimbing siswa untuk mengulangi pelajaran yang sudah
diterima. Memberikan PR kepada siswa, soal yang diberikan adalah
soal yang sudah ada pada buku LKS.
Data di atas menunjukkan adanya kesamaan, dengan demikian data
yang diperoleh tersebut valid sehingga dapat dilakukan analisis
selanjutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
Tabel 4.10: Hasil Pengamatan Penggunaan Taktik pada Kegiatan
Penutup
Pengamatan I Pengamatan II
1. Membuat rangkuman atau
simpulan pelajaran yang sudah
dipelajari dengan kegiatan
membimbing siswa untuk
mengulangi pelajaran yang
sudah diterima dengan cara
berdiri di sebelah papan tulis
dan jari menunjuk sifat-sifat
yang telah di tulis dengan
sedikit mengajukan
pertanyaan-pertanyaan.
1. Memberikan PR kepada siswa,
soal yang diberikan adalah soal
yang sudah ada pada buku LKS
tetapi guru menggunakan taktik
dengan menuliskan kembali di
papan tulis halaman dan nomor
soal.
2. Memberikan PR kepada siswa,
soal yang diberikan adalah soal
yang sudah ada pada buku LKS
tetapi guru menggunakan taktik
dengan menuliskan kembali di
papan tulis halaman dan nomor
soal.
2. Membuat rangkuman atau
simpulan pelajaran yang sudah
dipelajari dengan kegiatan
membimbing siswa untuk
mengulangi pelajaran yang sudah
diterima dengan cara berdiri di
sebelah papan tulis dan jari
menunjuk sifat-sifat yang telah di
tulis dengan sedikit mengajukan
pertanyaan-pertanyaan.
Dengan membandingkan dari hasil pengamatan I dan pengamatan
II maka dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan penutup strategi
yang digunakan guru dalam penggunaan taktik adalah Membuat
rangkuman atau simpulan pelajaran yang sudah dipelajari dengan
kegiatan membimbing siswa untuk mengulangi pelajaran yang sudah
diterima dengan cara berdiri di sebelah papan tulis dan jari menunjuk
sifat-sifat yang telah di tulis dengan sedikit mengajukan pertanyaan-
pertanyaan. Memberikan PR kepada siswa, soal yang diberikan adalah
soal yang sudah ada pada buku LKS tetapi guru menggunakan taktik
dengan menuliskan kembali di papan tulis halaman dan nomor soal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
Data di atas menunjukkan adanya kesamaan, dengan demikian data
yang diperoleh tersebut valid sehingga dapat dilakukan analisis
selanjutnya.
d. Validasi Data Cara Pemberian Scaffolding.
Tabel 4.11: Hasil Pengamatan Kegiatan Pemberian Scaffolding.
Pengamatan I Pengamatan II
1. Menyuruh siswa membaca soal
yang sudah ditulis guru di papan
tulis
1. Guru memberikan soal dengan
cara menuliskan soal di papan
tulis.
2.Membimbing siswa
mempersiapkan alat-alat yang
digunakan untuk mengerjakan
soal, dengan cara mendekati
siswa tersebut dan menanyakan
peralatannya.
2. Hal pertama yang dilakukan
guru dalam menuntun siswa
mengerjakan soal nomor satu
adalah dengan memeriksa tiap-
tiap pekerjaan siswa dan
memberikan contoh
menggambar bangun dengan
memperlihatkan cara
mengukur dengan penggaris
pada buku siswa.
3.Pada saat siswa kurang
memahami soal, tindakan guru
adalah menegaskan maksud dari
soal tersebut dengan menggaris
bawahi inti dari soalnya dan
menyuruh siswa membaca
kembali.
3. Pada saat melihat siswa yang
kelihatan bingung, cara guru
adalah mendekati bangku siswa
tersebut dan menunjukkan
contoh yang sudah dibahas
sebelumnya.
4.Hal pertama yang dilakukan guru
dalam menuntun siswa
mengerjakan soal nomor satu
adalah dengan memeriksa tiap-
tiap pekerjaan siswa dengan
mengukur gambar persegi yang
telah digambar siswa dengan
menggunakan penggaris. Apabila
gambar yang digambar siswa
masih belum sesuai dengan
perintah soal maka guru
menunjukkan cara mengukur
supaya ukuran gambarnya sesuai
dengan perintah soal sampai
gambar siswa itu benar. Hal yang
dilakukan adalah dengan
mempraktekkan cara
4. Cara yang dilakukan guru
dalam mengevaluasi hasil
pekerjaan siswa dengan
membacakan soal dengan
menunjuk soal yang ada di
buku kemudian siswa
menjawab secara lisan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
menggambar dengan
menunjukkan skala yang
diinginkan pada penggaris yang
diletakkan pada buku siswa.
5.Cara yang dilakukan guru
membimbing siswa dalam
menyajikan hasil pekerjaannya di
papan tulis adalah dengan
menunjuk soal yang harus
dikerjakan dan memberikan titik-
titik di bawah soal.
Dengan membandingkan dari hasil pengamatan I dan pengamatan
II maka dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan pemberian
scaffolding yang dilakukan guru adalah guru memberikan soal dengan
cara menuliskan soal di papan tulis dan menyuruh siswa membaca
kembali soal tersebut. Pada saat siswa kurang memahami soal,
tindakan guru adalah menegaskan maksud dari soal tersebut dengan
menggaris bawahi inti dari soalnya dan menyuruh siswa membaca
kembali dan terkadang cara guru adalah mendekati bangku siswa
tersebut dan menunjukkan contoh yang sudah dibahas sebelumnya.
Hal pertama yang dilakukan guru dalam menuntun siswa mengerjakan
soal adalah dengan memeriksa tiap-tiap pekerjaan siswa dengan
mengukur gambar bangun datar yang telah digambar siswa dengan
menggunakan penggaris. Apabila gambar yang digambar siswa masih
belum sesuai dengan perintah soal maka guru menunjukkan cara
mengukur supaya ukuran gambarnya sesuai dengan perintah soal
sampai gambar siswa itu benar. Hal yang dilakukan adalah dengan
mempraktekkan cara menggambar dengan menunjukkan skala yang
diinginkan pada penggaris yang diletakkan pada buku siswa. Cara
yang dilakukan guru membimbing siswa dalam menyajikan hasil
pekerjaannya di papan tulis adalah dengan menunjuk soal yang harus
dikerjakan dan memberikan titik-titik di bawah soal dan terkadang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
dengan membacakan soal dengan menunjuk soal yang ada di buku
kemudian siswa menjawab secara lisan.
Data di atas menunjukkan adanya kesamaan, dengan demikian data
yang diperoleh tersebut valid sehingga dapat dilakukan analisis
selanjutnya.
4. Analisis Data
a. Analisis Data Kegiatan Pendahuluan
1) Berdasarkan analisis data yang diperoleh dari pengamatan I dan
pengamatan II strategi guru dalam kegiatan pendahuluan dalam
penggunaan metode adalah:
a) Metode tanya jawab
b) Metode demonstrasi
c) Tidak selalu menggunakan metode tutor sebaya
2) Berdasarkan analisis data yang diperoleh dari pengamatan I dan
pengamatan II strategi guru dalam kegiatan pendahuluan dalam
penggunaan teknik adalah:
a) Membuat siswa siap terlebih dahulu dan membuat suasana
tenang baru memulai memimpin berdoa.
b) Setelah selesai berdoa guru mengucapkan salam dan
menanyakan PR kemudian melakukan tanya jawab mengenai
hari dan tanggal pada saat itu.
c) Terkadang guru mengabsen siswa yang tidak masuk dengan
bertanya kepada siswa lain alasan mengapa tidak masuk.
d) Terkadang guru memberikan pertanyaan kepada siswa yang
konsentrasinya belum terfokus pada pelajaran.
e) Terkadang guru melatih siswa untuk berbicara disaat siswa
kurang lancar dalam berbicara
f) Guru menggunakan alat peraga gambar berbagai macam
segitiga pada saat mengajukan pertanyaan mengenai pelajaran
yang lalu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
g) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dipelajari
secara lisan.
3) Berdasarkan analisis data yang diperoleh dari pengamatan I dan
pengamatan II strategi guru dalam kegiatan pendahuluan dalam
penggunaan taktik adalah:
a) Taktik yang digunakan guru ketika memimpin berdoa, guru
menepuk tangan dengan keras untuk memberi tanda memulai
berdoa dan menepuk tangan secara berulang-ulang sebagai
tanda berdoa selesai hal ini sesuai dengan hasil wawancara
dengan guru (Lampiran wawancara I dan III).
b) Terkadang guru menanyakan PR dan menyuruh siswa
mengumpulkan PR di meja guru dengan cara berdiri di depan
semua siswa dan mengulang-ulang apa yang dibicarakannya
sampai siswa memahami. Guru melambaikan tangan ke arah
siswa yang belum merespon perintah guru hal ini sesuai
dengan hasil wawancara dengan guru (Lampiran wawancara
III).
c) Terkadang setelah selesai berdoa guru mengabsen siswa yang
tidak masuk dengan cara menanyakan kepada siswa lain
alasan mengapa tidak masuk, guru bertanya dengan cara
menunjuk bangku siswa yang tidak masuk dan bertanya
dengan kata-kata yang dipotong-potong dengan memperjelas
mimik bicaranya serta diikuti oleh gerakan isyarat tubuh hal
ini sesuai dengan hasil wawancara dengan guru (Lampiran
wawancara III).
d) Terkadang ketika menunjuk siswa yang perhatiannya belum
terfokus pada pelajaran, taktik yang digunakan guru adalah
menghampiri siswa tersebut dan menepuk tubuhnya kemudian
baru memberikan pertanyaan hal ini sesuai dengan hasil
wawancara dengan guru (Lampiran wawancara III dan IV).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
e) Terkadang guru dalam melatih siswa untuk berbicara dengan
cara menunjuk siswa lain untuk memberikan contoh dan yang
belum bisa menirukan apabila masih belum bisa guru
mendekati siswa tersebut dan melatih berbicara secara
langsung dengan memperjelas mimik berbicaranya dan
dilakukan secara berulang-ulang sampai siswa bisa menirukan
hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan guru (Lampiran
wawancara I).
f) Taktik yang digunakan guru ketika mengajukan pertanyaan
mengenai pelajaran yang lalu dengan memegang gambar
bangun datar secara bergantian kemudian ditunjukkan ke arah
semua siswa dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
dengan mimik berbicara yang diperjelas dan pertanyaan
diucapkan secara berulang-ulang yang diikuti gerakan isyarat
tubuh hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan guru
(Lampiran wawancara I, wawancara III dan wawancara IV).
g) Taktik yang dilakukan guru ketikan menyampaikan tujuan
pembelajaran dengan cara pelan-pelan dengan mimik
berbicara diperjelas dan diucapkan secara berulang-ulang hal
ini sesuai dengan hasil wawancara dengan guru (Lampiran
wawancara I).
Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
dalam kegiatan pendahuluan strategi guru dalam membelajarkan
matematika dari segi metode dan teknik terlihat sama seperti
pembelajaran pada sekolah umum, tetapi dari segi taktik terlihat sangat
berbeda. Guru menggunakan berbagai macam taktik dalam kegiatan
pendahuluan yang tentunya sangat berbeda dengan cara belajar anak
normal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
b. Analisis Data Kegiatan Inti
1) Berdasarkan analisis data yang diperoleh dari pengamatan I dan
pengamatan II strategi guru dalam kegiatan inti dalam penggunaan
metode adalah:
a) metode ceramah
b) metode tanya jawab
c) metode demonstrasi.
2) Berdasarkan analisis data yang diperoleh dari pengamatan I dan
pengamatan II strategi guru dalam kegiatan inti dalam penggunaan
teknik adalah:
a) Menyampaikan materi sifat-sifat bangun dengan menulis judul
kemudian menggambar bangun di papan tulis.
b) Mengenalkan bangun serta sisi-sisinya dengan memperlihatkan
gambar bangun.
c) Menulis sifat-sifat bangun dengan melakukan tanya jawab
dengan siswa terlebih dulu.
d) Mengenalkan sisi yang berhadapan dan berpasangan pada
bangun dengan contoh praktek nyata dalam kehidupan sehari-
hari.
3) Berdasarkan analisis data yang diperoleh dari pengamatan I dan
pengamatan II strategi guru dalam kegiatan inti dalam penggunaan
taktik adalah:
a) Menyampaikan materi sifat-sifat bangun datar dengan menulis
judul kemudian menggambar bangun di papan tulis.
h) Dalam menggambar bangun datar guru memberikan
keterangan pada gambar secara detail dengan menggunakan
tanda dan angka untuk memperjelas gambar hal ini sesuai
dengan hasil wawancara dengan guru (Lampiran wawancara
II).
b) Taktik yang digunakan guru dalam mengenalkan bangun datar
serta sisi-sisinya dengan menunjukkan gambar kemudian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
menunjuk tulisan di papan tulis, gambar ditunjukkan ke arah
semua siswa dengan cara memegang gambar tersebut hal ini
sesuai dengan hasil wawancara dengan guru (Lampiran
wawancara I, wawancara II dan wawancara IV).
i) Menulis sifat-sifat bangun datar dengan melakukan tanya
jawab dengan siswa terlebih dulu dengan cara memberikan
pertanyaan-pertanyaan kepada siswa dengan menggunakan
gambar serta menyuruh siswa maju ke depan untuk
menjelaskan sifat-sifat bangun. Untuk siswa yang tidak bisa
berbicara guru memberikan pertanyaan dengan cara
berhadapan dan pertanyaan diucapkan secara berulang-ulang
dengan memperjelas mimik bicaranya dan menulis soal di
papan tulis hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan guru
(Lampiran wawancara II).
c) Setelah siswa menjawab sifat-sifat bangun datar barulah guru
menuliskan sifat-sifat bangun datar di sebelah gambar.
d) Mengenalkan sisi yang berhadapan dan berpasangan pada
bangun datar dengan contoh praktek nyata dalam kehidupan
sehari-hari dengan cara menyuruh empat siswa maju ke depan
dan membentuk posisi yang berhadapan dan berpasangan
dengan menjelaskan kepada siswa bahwa yang dimaksud
berhadapat dan berpasangan itu seperti yang mereka
praktekkan tersebut hal ini sesuai dengan hasil wawancara
dengan guru (Lampiran wawancara I).
Berdasarkam uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa dalam kegiatan inti pembelajaran strategi guru dalam
membelajarkan matematika dari segi metode dan teknik terlihat
sama seperti pembelajaran di sekolah pada umumnya, tetapi dari
segi taktik terlihat sangat berbeda. Guru menggunakan berbagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
macam taktik dalam kegiatan inti pembelajaran yang tentunya
sangat berbeda dengan cara belajar anak normal.
c. Analisis Data Kegiatan Penutup
1) Berdasarkan analisis data yang diperoleh dari pengamatan I dan
pengamatan II strategi guru dalam kegiatan penutup dalam
penggunaan metode adalah:
a) metode tanya jawab.
2) Berdasarkan analisis data yang diperoleh dari pengamatan I dan
pengamatan II strategi guru dalam kegiatan penutup dalam
penggunaan teknik adalah:
a) Membuat rangkuman atau simpulan pelajaran yang sudah
dipelajari dengan kegiatan membimbing siswa untuk
mengulangi pelajaran yang sudah diterima.
b) Memberikan PR kepada siswa, soal yang diberikan adalah soal
yang sudah ada pada buku LKS.
3) Berdasarkan analisis data yang diperoleh dari pengamatan I dan
pengamatan II strategi guru dalam kegiatan penutup dalam
penggunaan taktik adalah:
a) Membuat rangkuman atau simpulan pelajaran yang sudah
dipelajari dengan kegiatan membimbing siswa untuk
mengulangi pelajaran yang sudah diterima dengan cara berdiri
di sebelah papan tulis dan jari menunjuk sifat-sifat yang telah
di tulis dengan sedikit mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan
jari menunjuk sifat-sifat yang telah di tulis. Dengan cara seperti
itu siswa akan terpancing untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan guru, yang pertanyaan tersebut adalah sebagai
pengulang pelajaran yang sudah diterima hal ini sesuai dengan
hasil wawancara dengan guru (Lampiran wawancara I,
wawancara II dan wawancara III).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
b) Memberikan PR kepada siswa, soal yang diberikan adalah soal
yang sudah ada pada buku LKS tetapi guru menggunakan
taktik dengan menuliskan kembali di papan tulis halaman dan
nomor soal hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan guru
(Lampiran wawancara III).
Berdasarkam uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
dalam kegiatan menutup pelajaran strategi guru dalam membelajarkan
matematika dari segi metode dan teknik terlihat sama seperti
pembelajaran di sekolah pada umumnya, tetapi dari segi taktik terlihat
sangat berbeda. Guru menggunakan berbagai macam taktik dalam
kegiatan penutup pelajaran yang tentunya sangat berbeda dengan cara
belajar anak normal.
d. Analisi Data Cara Pemberian Scaffolding.
Dengan membandingkan dari hasil pengamatan I dan pengamatan
II maka dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan pemberian
scaffolding yang dilakukan guru adalah:
1) Guru memberikan soal dengan cara menuliskan soal di papan tulis
dan menyuruh siswa membaca kebali soal tersebut.
2) Pada saat siswa kurang memahami soal, tindakan guru adalah
menegaskan maksud dari soal tersebut dengan menggaris bawahi
inti dari soalnya dan menyuruh siswa membaca kembali dan
terkadang cara guru adalah mendekati bangku siswa tersebut dan
menunjukkan contoh yang sudah dibahas sebelumnya.
3) Hal pertama yang dilakukan guru dalam menuntun siswa
mengerjakan soal adalah dengan memeriksa tiap-tiap pekerjaan
siswa dengan mengukur gambar bangun datar yang telah digambar
siswa dengan menggunakan penggaris. Apabila gambar yang
digambar siswa masih belum sesuai dengan perintah soal maka
guru menunjukkan cara mengukur supaya ukuran gambarnya
sesuai dengan perintah soal sampai gambar siswa itu benar. Hal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
yang dilakukan adalah dengan mempraktekkan cara menggambar
dengan menunjukkan skala yang diinginkan pada penggaris yang
diletakkan pada buku siswa hal ini sesuai dengan hasil wawancara
dengan guru (Lampiran wawancara I, wawancara II dan
wawancara III).
4) Cara yang dilakukan guru membimbing siswa dalam menyajikan
hasil pekerjaannya di papan tulis adalah dengan menunjuk soal
yang harus dikerjakan dan memberikan titik-titik di bawah soal dan
terkadang dengan membacakan soal dengan menunjuk soal yang
ada di buku kemudian siswa menjawab secara lisan hal ini sesuai
dengan hasil wawancara dengan guru (Lampiran wawancara II dan
wawancara III).
Berdasarkam uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
dalam kegiatan pemberian scaffolding ketika siswa mengerjakan soal
latihan adalah guru menuliskan kembali soal di papan tulis dan
menyuruh siswa membaca kembali soal tersebut dengan menunjuk
soal secara berulang-ulang, untuk siswa yang kurang memahami soal
guru menggaris bawahi inti soal yang sudah ditulis dan memberikan
contoh di buku siswa, membimbing siswa secara individu dengan
memeriksa pekerjaan siswa dengan memberikan petunjuk langkah-
langkah mengerjakannya secara runtut dengan memberikan contoh
mengukur, menggambar dan memberikan keterangan pada gambar
secara lengkap, setelah selesai mengerjakan guru mengajak siswa
untuk membahas soal dengan menunjuk salah satu siswa ke depan atau
hanya dengan dengan membacakan soal dengan menunjuk soal yang
ada di buku kemudian siswa menjawab secara lisan.
C. Pembahasan
1. Strategi Guru dalam Membelajarkan Matematika
Kunci keberhasilan pendidikan terletak pada kualitas pembelajaran,
karena pembelajaran merupakan aktivitas penting dalam kegiatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
pendidikan. Pembelajaran yang berkualitas ditandai oleh adanya
keterlibatan penuh peserta didik dalam proses pembelajaran. Semuanya itu
tidak terlepas dari peranan guru yang membantu peserta didik untuk
mencapai tujuan pembelajaran tersebut, termasuk dalam pemilihan strategi
mengajar. Strategi-strategi pembelajaran yang telah diterapkan oleh guru
matematika kelas V SLB-B YRTRW Surakarta yang telah dijelaskan
sebelumnya adalah dalam rangka mewujudkan pembelajaran yang
berkualitas dengan ditandai oleh keterlibatan secara aktif peserta didik dan
adanya perilaku perilaku perubahan positif.
Berdasarkan observasi dan wawancara peneliti terhadap guru mata
pelajaran matematika kelas V SLB-B YRTRW Surakarta, strategi guru
yang digunakan selama proses pembelajaran yang mencakup segi
penggunaan metode, tehnik dan taktik untuk membelajarkan matematika
khususnya materi sifat-sifat bangun datar adalah dalam kegiatan
pendahuluan guru penggunaan metode tanya jawab dan metode
demonstrasi serta terkadang menggunakan metode tutor sebaya.
Sedangkan strategi guru dalam kegiatan pendahuluan dalam penggunaan
teknik adalah membuat siswa siap terlebih dahulu dan membuat suasana
tenang baru memulai memimpin berdoa, setelah selesai berdoa guru
mengucapkan salam dan menanyakan PR kemudian melakukan tanya
jawab mengenai hari dan tanggal pada saat itu, terkadang guru mengabsen
siswa yang tidak masuk dengan bertanya kepada siswa lain alasan
mengapa tidak masuk, terkadang guru memberikan pertanyaan kepada
siswa yang konsentrasinya belum terfokus pada pelajaran, terkadang guru
melatih siswa untuk berbicara disaat siswa kurang lancar dalam berbicara,
guru menggunakan alat peraga gambar berbagai macam segitiga pada saat
mengajukan pertanyaan mengenai pelajaran yang lalu, guru
menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dipelajari secara lisan.
Selanjutnya taktik yang digunakan guru ketika memimpin berdoa, guru
menepuk tangan dengan keras untuk memberi tanda memulai berdoa dan
menepuk tangan secara berulang-ulang sebagai tanda berdoa selesai,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
terkadang guru menanyakan PR dan menyuruh siswa mengumpulkan PR
di meja guru dengan cara berdiri di depan semua siswa dan mengulang-
ulang apa yang dibicarakannya sampai siswa memahami. Guru
melambaikan tangan ke arah siswa yang belum merespon perintah guru,
terkadang setelah selesai berdoa guru mengabsen siswa yang tidak masuk
dengan cara menanyakan kepada siswa lain alasan mengapa tidak masuk,
guru bertanya dengan cara menunjuk bangku siswa yang tidak masuk dan
bertanya dengan kata-kata yang dipotong-potong dengan memperjelas
mimik bicaranya serta diikuti oleh gerakan isyarat tubuh, terkadang ketika
menunjuk siswa yang perhatiannya belum terfokus pada pelajaran, taktik
yang digunakan guru adalah menghampiri siswa tersebut dan menepuk
tubuhnya kemudian baru memberikan pertanyaan, terkadang guru dalam
melatih siswa untuk berbicara dengan cara menunjuk siswa lain untuk
memberikan contoh dan yang belum bisa menirukan apabila masih belum
bisa guru mendekati siswa tersebut dan melatih berbicara secara langsung
dengan memperjelas mimik berbicaranya dan dilakukan secara berulang-
ulang sampai siswa bisa menirukan, mengajukan pertanyaan mengenai
pelajaran yang lalu dengan memegang gambar bangun datar secara
bergantian kemudian ditunjukkan ke arah semua siswa dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan dengan mimik berbicara yang
diperjelas dan pertanyaan diucapkan secara berulang-ulang yang diikuti
gerakan isyarat tubuh, menyampaikan tujuan pembelajaran dengan cara
pelan-pelan dengan mimik berbicara diperjelas dan diucapkan secara
berulang-ulang.
Strategi guru dalam kegiatan inti dalam penggunaan metode guru
menggunakan metode ceramah, metode tanya jawab dan metode
demonstrasi. Sedangkan strategi guru dalam kegiatan inti dalam
penggunaan teknik adalah menyampaikan materi sifat-sifat bangun dengan
menulis judul kemudian menggambar bangun di papan tulis, mengenalkan
bangun serta sisi-sisinya dengan memperlihatkan gambar bangun, menulis
sifat-sifat bangun dengan melakukan tanya jawab dengan siswa terlebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
dulu, mengenalkan sisi yang berhadapan dan berpasangan pada bangun
dengan contoh praktek nyata dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya
strategi guru dalam kegiatan inti dalam penggunaan taktik adalah
menyampaikan materi sifat-sifat bangun datar dengan menulis judul
kemudian menggambar bangun di papan tulis, dalam menggambar bangun
datar guru memberikan keterangan pada gambar secara detail dengan
menggunakan tanda dan angka untuk memperjelas gambar, mengenalkan
bangun datar serta sisi-sisinya dengan menunjukkan gambar kemudian
menunjuk tulisan di papan tulis, gambar ditunjukkan ke arah semua siswa
dengan cara memegang gambar tersebut, menulis sifat-sifat bangun datar
dengan melakukan tanya jawab dengan siswa terlebih dulu dengan cara
memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa dengan menggunakan
gambar serta menyuruh siswa maju ke depan untuk menjelaskan sifat-sifat
bangun. Untuk siswa yang tidak bisa berbicara guru memberikan
pertanyaan dengan cara berhadapan dan pertanyaan diucapkan secara
berulang-ulang dengan memperjelas mimik bicaranya dan menulis soal di
papan tulis, setelah siswa menjawab sifat-sifat bangun datar barulah guru
menuliskan sifat-sifat bangun datar di sebelah gambar, dan mengenalkan
sisi yang berhadapan dan berpasangan pada bangun datar dengan contoh
praktek nyata dalam kehidupan sehari-hari dengan cara menyuruh empat
siswa maju ke depan dan membentuk posisi yang berhadapan dan
berpasangan dengan menjelaskan kepada siswa bahwa yang dimaksud
berhadapat dan berpasangan itu seperti yang mereka praktekkan tersebut.
Strategi guru dalam kegiatan penutup guru menggunakan metode tanya
jawab. Selanjutnya strategi guru dalam kegiatan penutup dalam
penggunaan teknik adalah membuat rangkuman atau simpulan pelajaran
yang sudah dipelajari dengan kegiatan membimbing siswa untuk
mengulangi pelajaran yang sudah diterima, memberikan PR kepada siswa,
soal yang diberikan adalah soal yang sudah ada pada buku LKS.
Sedangkan strategi guru dalam kegiatan penutup dalam penggunaan teknik
adalah membuat rangkuman atau simpulan pelajaran yang sudah dipelajari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
dengan kegiatan membimbing siswa untuk mengulangi pelajaran yang
sudah diterima dengan cara berdiri di sebelah papan tulis dan jari
menunjuk sifat-sifat yang telah di tulis dengan sedikit mengajukan
pertanyaan-pertanyaan dan jari menunjuk sifat-sifat yang telah di tulis
dengan cara seperti itu siswa akan terpancing untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan guru, yang pertanyaan tersebut adalah sebagai pengulang
pelajaran yang sudah diterima, memberikan PR kepada siswa, soal yang
diberikan adalah soal yang sudah ada pada buku LKS tetapi guru
menggunakan taktik dengan menuliskan kembali di papan tulis halaman
dan nomor soal.
Dari data di atas menunjukkan bahwa guru kelas V SLB-B YRTRW
Surakarta telah melakukan upaya-upaya berbagai strategi dalam
membelajarkan materi sifat-sifat bangun datar yang mencakup kegiatan
awal, inti maupun akhir kegiatan pembelajaran di kelas tunarungu.
Suasana belajar dibuat menjadi interaktif, variatif dan menyenangkan
dengan menggunakan berbagai macam metode, teknik dan taktik yang
tepat. Penggunaan metode, teknik dan taktik tersebut disesuaikan dengan
perkembangan dunia pendidikan tetapi tetap memperhatikan prinsip-
prinsip dalam pembelajaran anak tunarungu dan disesuaikan dengan
materi pelajarang yang diajarkan. Penerapan strategi-strategi pembelajaran
ini menjadikan peserta didik sebagai subjek utama pelaku proses sesuai
dengan tahapan instruksional dalam strategi mengajar yang mencakup
kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup (Depdiknas,
2008: 10-12) dan Strandart Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah dari Peraturan Menteri Pendidikan Nasioanal Republik
Indonesia Nomor 41 Tahun 2007.
2. Pemberian Scaffolding pada Siswa Tunarungu
Bentuk cara pemberian scaffolding terhadap siswa yang mengalami
kesulitan dalam mengerjakan soal latihan dapat dilihat ketika guru
memberikan soal latihan kepada siswa pada proses pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
berlangsung yaitu guru memberikan soal dengan cara menuliskan soal di
papan tulis dan menyuruh siswa membaca kembali soal tersebut. Pada saat
siswa kurang memahami soal, tindakan guru adalah menegaskan maksud
dari soal tersebut dengan menggaris bawahi inti dari soalnya dan
menyuruh siswa membaca kembali dan terkadang cara guru adalah
mendekati bangku siswa tersebut dan menunjukkan contoh yang sudah
dibahas sebelumnya. Hal pertama yang dilakukan guru dalam menuntun
siswa mengerjakan soal adalah dengan memeriksa tiap-tiap pekerjaan
siswa dengan mengukur gambar bangun datar yang telah digambar siswa
dengan menggunakan penggaris. Apabila gambar yang digambar siswa
masih belum sesuai dengan perintah soal maka guru menunjukkan cara
mengukur supaya ukuran gambarnya sesuai dengan perintah soal sampai
gambar siswa itu benar. Hal yang dilakukan adalah dengan
mempraktekkan cara menggambar dengan menunjukkan skala yang
diinginkan pada penggaris yang diletakkan pada buku siswa. Cara yang
dilakukan guru membimbing siswa dalam menyajikan hasil pekerjaannya
di papan tulis adalah dengan menunjuk soal yang harus dikerjakan dan
memberikan titik-titik di bawah soal dan terkadang dengan membacakan
soal dengan menunjuk soal yang ada di buku kemudian siswa menjawab
secara lisan.
Dari data di atas menunjukkan bahwa guru kelas V SLB-B YRTRW
Surakarta telah melakukan upaya-upaya dalam pemberian scaffolding
terhadap siswa yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal latihan
yang disesuaikan dengan pengertian dari scaffolding yaitu dukungan tahap
demi tahap untuk belajar dan pemecahan masalah oleh orang yang lebih
dahulu tahu, tentang suatu keterampilan yang seharusnya dicapai oleh
anak, karena tidak bisa dipungkiri bahwa sebagian besar siswa tunarungu
kelas V tidak bisa terlepas dari bimbingan guru dikarenakan keterbatasan
dari yang mereka miliki.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan analisis data mengenai strategi guru dalam
membelajarkan matematika dan pemberian scaffolding pada anak tunarungu di
SLB-B YRTRW Surakarta, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Strategi yang digunakan guru dalam membelajarkan matematika
khususnya materi sifat-sifat bangun datar dapat dilihat dari proses
pelaksanaan pembelajaran mulai dari kegiatan pendahuluan, kegiatan inti
dan kegiatan akhir yaitu dari penggunaan metode dan teknik terlihat sama
seperti pembelajaran di sekolah pada umumnya, tetapi dari segi taktik
terlihat sangat berbeda. Guru menggunakan berbagai macam taktik
diantaranya:
a) ketika membuka pelajaran guru memimpin berdoa dengan memberi
aba-aba menepuk tangan secara berulang-ulang. Menyuruh siswa
mengumpulkan PR dengan cara berdiri di depan siswa dan mengulang-
ulang apa yang dibicarakannya sampai siswa memahami. Mengabsen
siswa dengan cara menanyakan kepada siswa lain dengan cara
menunjuk bangku siswa yang tidak masuk dengan memperjelas mimik
bicaranya. Menunjuk siswa yang perhatiannya belum terfokus pada
pelajaran dengan menghampiri siswa tersebut dan menepuk tubuhnya
kemudian memberikan pertanyaan. Melatih siswa untuk berbicara
dengan cara menunjuk siswa lain untuk memberikan contoh apabila
masih belum bisa guru mendekati siswa tersebut dan melatih berbicara
secara langsung dengan memperjelas mimik berbicaranya dan
dilakukan secara berulang-ulang. Mengajukan pertanyaan mengenai
pelajaran yang lalu dengan memegang gambar bangun datar kemudian
ditunjukkan ke arah semua siswa dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan dengan mimik berbicara yang diperjelas dan pertanyaan
diucapkan secara berulang-ulang yang diikuti gerakan isyarat.
127
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
Menyampaikan tujuan pembelajaran dengan cara pelan-pelan dengan
mimik berbicara diperjelas dan diucapkan secara berulang-ulang.
b) Ketika inti pelajaran guru menyampaikan materi sifat-sifat bangun
datar dengan menulis judul dan menggambar bangun di papan tulis
dengan memberikan keterangan pada gambar secara detail.
Mengenalkan bangun datar dengan cara menunjukkan gambar
kemudian menunjuk tulisan di papan tulis, gambar ditunjukkan ke arah
semua siswa dengan cara memegang gambar tersebut. Melakukan
tanya jawab dengan siswa dengan cara memberikan pertanyaan-
pertanyaan kepada siswa dengan menggunakan dan untuk siswa yang
tidak bisa berbicara guru memberikan pertanyaan dengan cara
berhadapan dan pertanyaan diucapkan secara berulang-ulang dengan
memperjelas mimik bicaranya dan menulis soal di papan tulis.
Mengenalkan sisi yang berhadapan dan berpasangan pada bangun
datar dengan contoh praktek nyata dalam kehidupan sehari-hari, yaitu
dengan cara menyuruh empat siswa maju ke depan dan membentuk
posisi yang berhadapan dan berpasangan dengan menjelaskan kepada
siswa bahwa yang dimaksud berhadapat dan berpasangan itu seperti
yang mereka praktekkan tersebut.
c) Ketika menutup pelajaran guru membuat simpulan pelajaran dengan
membimbing siswa untuk mengulangi pelajaran yang sudah diterima
dengan cara berdiri di sebelah papan tulis dan jari menunjuk sifat-sifat
yang telah di tulis dengan sedikit mengajukan pertanyaan-pertanyaan
dan jari menunjuk sifat-sifat yang telah di tulis. Memberikan PR
kepada siswa, soal yang diberikan adalah soal yang sudah ada pada
buku LKS tetapi guru menggunakan taktik dengan menuliskan kembali
di papan tulis halaman dan nomor soal.
2. Guru kelas V SLB-B YRTRW Surakarta telah melakukan upaya-upaya
dalam pemberian scaffolding terhadap siswa yang mengalami kesulitan
dalam mengerjakan soal latihan diantaranya dengan menuliskan kembali
soal di papan tulis dan menyuruh siswa membaca kembali soal tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
dengan menunjuk soal secara berulang-ulang. Untuk siswa yang kurang
memahami soal guru menggaris bawahi inti soal yang sudah ditulis dan
memberikan contoh di buku siswa. Membimbing siswa secara individu
dengan memeriksa pekerjaan siswa dengan memberikan petunjuk langkah-
langkah mengerjakannya secara runtut dengan memberikan contoh
mengukur, menggambar dan memberikan keterangan pada gambar secara
lengkap. Setelah selesai mengerjakan guru mengajak siswa untuk
membahas soal dengan menunjuk salah satu siswa ke depan atau hanya
dengan dengan membacakan soal dengan menunjuk soal yang ada di buku
kemudian siswa menjawab secara lisan.
B. Implikasi Kebijakan
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini, dapat
dibuat suatu implikasi diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil penelitian guru sebagai pihak terkait khususnya guru
yang mengajar anak tunarungu dalam membelajarkan matematika
khususnya sifat-sifat bangun datar penggunaan metode dan teknik dalam
strategi pembelajaran masih sama seperti dengan sekolah pada umumnya
tetapi penggunaan taktiknya sangat berbeda, oleh karena itu para guru dan
pendidik anak tunarungu perlu memperhatikan dan mencari solusi yang
tepat dalam pemilihan dan penggunaan strategi membelajarkan
matematika khususnya dalam penggunaan taktik.
2. Siswa tunarungu mempunyai keterbatasan pendengaran sehingga proses
pembelajaran sedikit terhambat, oleh karena itu guru dan pendidik lainnya
yang mengajar siswa tunarungu perlu memperhatikan dan mencari solusi
yang tepat dalam pemilihan dan penggunaan strategi mengajar supaya
pembelajarang tidak terhambat.
3. Berdasarkan hasil penelitian guru dalam berkomunikasi dengan siswa
tunarungu tidak selalu mengandalkan gerakan isyarat, guru lebih
menekankan komunikasi dengan bahasa tetapi cara penyampaiannya
sangat berbeda, oleh karena itu guru dan pendidik lainnya yang mengajar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
siswa tunarungu perlu menguasai taktik penyampaian bahasa dengan tepat
sehingga dapat dimengerti oleh siswa tunarungu.
4. Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar siswa tunarungu kelas V tidak
bisa dipungkiri bahwa mereka tidak bisa terlepas dari bimbingan guru
ketika mereka mengerjakan soal latihan, oleh karena itu guru dan pendidik
lainnya yang mengajar siswa tunarungu lebih memperhatikan cara
pemberian scaffolding yang tepat sehingga dapat membantu siswa
tunarungu yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal latihan.
C. Saran
berdasarkan kesimpulan dan implikasi yang telah dikemukakan, maka dari
hasil penelitian ini dapat disampaikan saran-saran kepada para guru atau
tenaga pendidik matematika yang mengajar siswa tunarungu beberapa hal
sebagai berikut:
1. Guru dan tenaga pendidik yang membelajarkan matematika pada anak
tunarungu hendaknya memperhatikan dan mencari solusi yang tepat dalam
pemilihan dan penggunaan strategi membelajarkan matematika, yang
mencakup penggunaan metode, teknik dan taktik dalam proses
pembelajaran matematika.
2. Guru hendaknya lebih menekankan komunikasi dengan bahasa pada saat
proses pembelajaran, oleh karena itu guru yang mengajar siswa tunarungu
perlu menguasai taktik penyampaian bahasa dengan tepat sehingga dapat
dimengerti oleh siswa tunarungu.
3. Siswa tunarungu kesulitan dalam memahami sifat-sifat bangun datar, oleh
karena itu guru perlu menyiapkan media untuk menyampaikan materi
sifat-sifat bangun datar yang sesuai dengan karakteristik siswa tunarungu.
4. Siswa tunarungu tidak bisa dipungkiri bahwa mereka tidak bisa terlepas
dari bimbingan guru ketika mereka mengerjakan soal latihan, oleh karena
itu guru dan pendidik lainnya yang mengajar siswa tunarungu perlu lebih
memperhatikan cara pemberian scaffolding yang tepat sehingga dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
membantu siswa tunarungu yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan
soal latihan.
5. Bagi peneliti selanjutnya hasil penelitian ini hendaknya dapat menjadi
referensi atau masukan untuk penelitiannya.