STRATEGI KEUANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52695... · 2020. 10. 3. ·...
Transcript of STRATEGI KEUANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52695... · 2020. 10. 3. ·...
i
STRATEGI
INKLUSI
DAN
LITERASI
KEUANGAN Baitul Mâl Wat Tamwîl (BMT)
Studi pada BMT di Wilayah Depok, Tangerang, dan Bekasi
ii
UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
Ketentuan Pidana
Pasal 113
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah). (2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
iii
Dr. Husnul Khatimah, S.E., M.Si
STRATEGI INKLUSI
DAN
LITERASI
KEUANGAN Baitul Mâl Wat Tamwîl (BMT)
Studi pada BMT di Wilayah Depok, Tangerang, dan Bekasi
NUSA LITERA INSPIRASI
2019
iv
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mâl Wat Tamwîl (BMT)
Studi pada BMT di Wilayah Depok, Tangerang, dan Bekasi
Diterbitkan pertama kali oleh Penerbit Nusa Litera Inspirasi
Cetakan pertama Mei 2019
All Right Reserved
Hak cipta dilindungi undang-undang
Penulis: Dr. Husnul Khatimah, S.E., M.Si
Perancang sampul: NLI Team
Penata letak: NLI Team
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mâl Wat Tamwîl (BMT)
Studi pada BMT di Wilayah Depok, Tangerang, dan Bekasi
xiv + 371: 15 cm x 22 cm
ISBN: 978-623-7276-09-8
Anggota Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI)
Penerbit Nusa Litera Inspirasi
Jl. KH. Zainal Arifin
Kabupaten Cirebon, Jawa Barat
www.nusaliterainspirasi.com
HP: 0852-3431-1908
Isi di luar tanggungjawab percetakan.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah syukur yang tak terhingga ke hadirat Allah SWT
dengan rahmat, taufik dan hidayah-Nya Penulis dapat menyelesaikan
buku ini yang diambil dari naskah disertasi Penulis di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Shalawat dan salam disampaikan kepada junju-
ngan Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat hingga umatnya
sepanjang zaman.
Pada kesempatan ini Penulis juga mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof Dr. Jamhari, M.A., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Prof. Dr. Didin Saepudin, M.A., selaku Ketua Program Doktor
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Prof. Dr. Fathurrahman Djamil, M.A. dan Prof. Dr. Ahmad
Rodoni, M.M., yang dengan keikhlasan dan kesabarannya telah
banyak membimbing dan mengarahkan hingga disertasi ini
tersusun dengan baik.
4. Prof. Dr. Didin Saepudin, Prof. Dr. Abuddin Nata, M.A., Dr.
Yusuf Rahman, dan Dr. Suparto, M.Ed. yang telah memberikan
bimbingan dan arahannya dalam Ujian Proposal, Ujian WIP I
dan II, dan Ujian Komprehensif Lisan.
5. Prof. Dr. Masykuri Abdillah, selaku Ketua Sidang sekaligus
Penguji, Prof. Dr. H. M. Atho Mudzhar, MSPD selaku Penguji
1, Prof. Dr. Muhammad Bin Said, M.A. selaku Penguji 2, dan
Prof. Dr. Prijono Tjiptoherijanto selaku Penguji 3 pada Ujian
Pendahuluan.
6. Prof. Dr. Jamhari, M.A., selaku Ketua Sidang sekaligus Pengu-
ji, Prof. Dr. Hasanudin, M.A., selaku Penguji 1, Prof. Prijono
Tjiptoherijanto selaku Penguji 2, Prof. Dr. M. Atho Mudzhar,
MSPD, selaku Penguji 3, dan Prof. Dr. Didin Saepudin selaku
Sekretaris Sidang pada Ujian Promosi Doktor.
7. Para narasumber dari berbagai profesi dan keahlian: Aslichan
Burhan, Dr. Yulizar D. Sanrego, Pristijanto, Harjono Sukarno,
Imam Gozali, dan para Manajer KSPPS BMT Al Jibaal, BMT
Bina Usaha Sejahtera, BMT Berkah Madani dan BMT Syariah
Riyal yang telah memberikan kontribusi dan pemikirannya
vi
dalam proses penelitian ini.
8. Para dosen dan staf akademik Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memeberikan dukungan serta
bantuan dalam proses perkuliahan.
9. Rektor UNISMA Bekasi Bapak Dr. Nandang Najmulmunir, Ir.
M,S, Dekan Fakultas Ekonomi UNISMA, Ketua Jurusan Mana-
jemen FE UNISMA, serta rekan sejawat yang telah banyak
membantu penulis sejak proses pendaftaran, hingga penyelesai-
an studi.
10. Ayahanda alm. H. Abdullah Azra’i, Ibunda Hj. Zuhriah Ahmad,
Ibunda Hj. Titin Suhartini yang selalu memberikan nasehat,
wejangan, motivasi yang baik kepada penulis dan selalu men-
doakan untuk kesuksesan dan kebahagiaan anak dan cucunya
baik di dunia maupun di akhirat, dan atas jerih payah mereka
yang telah mengantarkan penulis ke jenjang pendidikan hingga
setinggi ini. Abang dan adik-adik tercinta, terima kasih untuk
dukungan dan doanya.
11. Suami tercinta Rudiyanto, S.E., M.E., atas keikhlasannya mem-
beri izin dan selalu memberikan motivasi, dan bantuan secara
moril maupun material. Anak-anak tersayang permata penyejuk
hati kami: Alfi, Aliza, Qanita, Azka, dan Amira sebagai motiva-
tor penulis dalam menyelesaikan studi.
12. Teman-teman seperjuangan Program Doktor Pengkajian Islam
Angkatan 2014 yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
13. Semua pihak yang telah membantu Penulis dalam penyelesaian
peneltian ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga seluruh dukungan dan doa yang diberikan menjadi
amal shaleh dan diberikan balasan yang berlipat oleh Allah SWT.
Terakhir, tidak ada kata sempurna dalam setiap langkah dan pemikiran
manusia, demikian juga dengan buku ini yang tentunya masih banyak
terdapat kekurangan. Maka sebagai insan akademik, Penulis mengha-
rapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari semua pihak
demi terwujudnya karya yang lebih baik di masa yang akan datang.
Bekasi, April 2019
Penulis,
Dr. Husnul Khatimah, S.E., M.Si
vii
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan peran BMT dalam
mendukung kebijakan keuangan inklusif, menguraikan kendala yang
dihadapi dalam meningkatkan keuangan inklusif, memahami peran
BMT dalam memberdayakan usaha mikro, dan menjelaskan strategi
keberlanjutan BMT untuk meningkatkan keuangan inklusif. Peneliti-
an ini menggunakan pendekatan ekonomi dan sosiologi. Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif dan kuantitatif. Objek penelitiannya
adalah BMT, masyarakat, akademisi serta para pakar di bidang keua-
ngan mikro syariah sebagai sumber/informan. Data diolah dengan
menggunakan metode ANP (Analytical Network Process).
Penelitian ini membuktikan bahwa BMT telah berperan dalam
mendukung kebijakan keuangan inklusif di Indonesia. Hal ini terlihat
meningkatnya pemanfaatan produk baik tabungan maupun pembiaya-
an pada BMT. Persoalan yang dihadapi BMT adalah masalah SDM
dan produk dari sisi internal serta masalah legal dan infrastruktur dari
sisi eksternal. Untuk meningkatkan perannya di masa yang akan
datang, strategi prioritas berupa strategi internal yaitu melakukan pe-
nguatan fungsi BMT, pelatihan SDM, menjaga karakter BMT, dan
meningkatkan benefit anggota, serta strategi eksternal dengan melaku-
kan standardisasi IT, memperbaiki strategi pemasaran BMT, dan
bekerja sama dengan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf).
Peran BMT dalam memberdayakan usaha mikro. Upaya BMT
dalam pemberdayaan usaha mikro sangat optimal, yaitu dengan me-
ngembangkan produk layanan yang berbasis kebutuhan lokal dan
sesuai dengan karakteristik ekonomi wilayah agar dapat menunjang
kegiatan ekonomi para anggota. Pemanfaatan produk pembiayaan di
BMT masih didominasi oleh pembiayaan murabahah, penyaluran
pembiayaan lebih banyak menggunakan sistem individual lending.
Untuk meningkatkan perannya strategi yang diusulkan adalah
strategi internal dengan penguatan fungsi BMT, pelatihan SDM, men-
jaga karakter, dan meningkatkan benefit anggota. Strategi eksternal
berupa standardisasi IT, mempernbaiki strategi pemasaran, dan beker-
jasama dengan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf).
Dari sisi teoretis, peneliti sependapat dengan Sadegh Bakhtiari
(2006) dan Abdul Rahim Abdul Rahman (2010) bahwa keuangan
viii
mikro dapat berkontribusi pada peningkatan alokasi sumber daya,
promosi pasar, dan teknologi yang baik. Dengan demikian, keuangan
mikro dapat membantu dalam pertumbuhan ekonomi dan pembangu-
nan dengan menawarkan skema etis yang dapat disesuaikan dengan
tujuan keuangan mikro bagi masyarakat miskin.
Pada tataran empiris, penelitian ini sejalan dengan hasil pene-
litian Zubair (2015) dan Siswanto (2009) bahwa terdapat faktor inter-
nal dan eksternal yang memengaruhi keberlanjutan BMT.
Kata Kunci: analytical network process, inklusi keuangan, literasi
keuangan, strategi implementasi
ix
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Konsonan
Latin Arab Latin Arab
b ب t ط {t ت z} ظ th ع ‘ ث j ج gh غ h} ح f ف
kh خ q ق d د k ك
dh ذ l ل r ر m م z ز n ن s س h ه sh ش w و s ى y ص {d} ض
B. Vokal Pendek Panjang Diftong
Latin Arab Contoh Latin Arab Contoh Latin Arab Contoh
a َ ا َ <a قرأ - أ <i جاء
i َ أين أى Ay قيل ى َ <i رغب
u َ و َ <u حسن أولي أو Aw معروف
C. Ta>’ Marbu>t}ah (ة) Ta>’ Marbu>t }ah (ة) di akhir kata apabila dimatikan ditulis dengan
huruf latin h. Contoh: مكة : Makkah مدرسة : Madrasah. Ketentuan
ini tidak digunakan pada kata-kata Arab yang sudah terserap ke dalam
bahasa Indonesia seperti kata shalat, zakat dan lain-lain, kecuali apa-
bila dikehendaki lafaz} aslinya.
x
D. Shaddah ( َ )
Penulisan shaddah dilambangkan dengan dua huruf yang sama
yang dishaddahkan. Contoh: ربنا : rabbana> محمد نبينا : Muham-madun
nabiyyuna >.
E. Kata Sandang Ali>f + La>m (ال)
Apabila diikuti oleh h}uru>f qamariyyah, maka ali >f dan la>m ditu-
lis dengan jelas. Contoh: القلم : al-Qalam. Apabila ali >f dan la>m diikuti
oleh huruf shamsiyyah, maka ali >f dan la>m tersebut tidak ditampakkan
dan masuk ke huruf pertama setelah ali >f dan la>m. Contoh: الناس : al-
Na >su.
F. Pengecualian
Kata-kata bahasa Arab yang telah lazim digunakan dalam
bahasa Indonesia seperti Alla>h, Asma >’ al-H}usna > dan Ibn dan lain-lain,
maka tidak diberi tanda panjang atau tanda lainnya dalam penulisan
latin.
xi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR v
ABSTRAK vii
PEDOMAN TRANSLITERASI ix
DAFTAR ISI xi
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR TABEL xiv
BAB I
PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Potensi Lembanga Keuangan Mikro di Indonesia 8 C. Perspektif Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro
dan Inklusivitas 12
BAB II
DISKURSUS INKLUSI, LITERASI KEUANGAN,
KEUANGAN MIKRO, DAN PEMBERDAYAAN 39
A. Kebijakan Keuangan Inklusif 39
B. Inklusi dalam Perspektif Islam 58
C. Literasi Keuangan 60
D. Lembaga Keuangan Mikro 75
E. Lembaga Keuangan Mikro Syariah 81
F. Tamkin dan Pemberdayaan Ekonomi 96
G. Kebijakan Keuangan Inklusif di Berbagai Negara 100
BAB III
PROFIL BAITUL MAL WAT TAMWIL
DI DEPOK, TANGERANG, DAN BEKASI 107
A. KJKS/BMT Berkah Madani 107 B. KJKS/BMT Bina Usaha Sejahtera 110 C. Koperasi BMT (KBMT) Al-Jibaal 112 D. BMT Syariah Riyal (BSR) 116
xii
BAB IV KARAKTERISTIK DAN TINGKAT
LITERASI SERTA INKLUSI ANGGOTA
BAITUL MAAL WAT TAMWIL 121
A. Karakteristik Anggota BMT 121
B. Tingkat Literasi dan Inklusi Anggota BMT 125
C. Urgensi Keberadaan APEX dalam Mendukung
Inklusivitas BMT 154
D. Kerjasama (Linkage) dalam Peningkatan
Kemampuan Inklusi BMT 159
E. Karakteristik Usaha BMT dalam Mendukung
Inklusi Keuangan 164
F. Peran BMT dalam Peningkatan Inklusi Sosial (Social
Inclusion) 179 BAB V DEKOMPOSISI PERSOALAN
DAN STRATEGI PENINGKATAN LITERASI
DAN INKLUSI KEUANGAN PADA BMT 189
A. Dekomposisi Permasalahan BMT 189
B. Perspektif Ahli tentang Masalah BMT
dalam Meningkatkan Inklusi dan Literasi 190
C. Strategi Keberlanjutan Peningkatan Inklusi
dan Literasi Keuangan Berdasarkan Perspektif Ahli 218
BAB VI PENUTUP 231
A. Simpulan 231
B. Saran 233
DAFTAR PUSTAKA 235
GLOSARI 245
DAFTAR INDEKS 251
LAMPIRAN 1 PANDUAN WAWANCARA 256
LAMPIRAN 2 KUESIONER ANP 261
BIODATA PENULIS 370
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Tahapan Penelitian ANP 31
Gambar 1.2 Model Jaringan ANP 37
Gambar 2.1 Pihak yang Terlibat dalam Kebijakan Keuangan
Inklusif 45
Gambar 2.2 Strategi Nasional Keuangan Inklusif 47
Gambar 2.3 Dimensi Penggunaan Produk Jasa Keuangan 50
Gambar 2.4 Peta Rasio DPK dan Kredit per 1.000 Penduduk
Dewasa 51
Gambar 2.5 Struktur Lembaga Keuangan Mikro Syariah
di Indonesia 86
Gambar 4.1 Pemberdayaan dan Pengembangan UMKM
oleh KSPPS/USPPS Koperasi 147
Gambar 5.1 Aspek-aspek Permasalahan BMT Menurut
Responden 190
Gambar 5.2 Prioritas Responden tentang Permasalahan SDM 192
Gambar 5.3 Prioritas Responden tentang Kemampuan SDM 193
Gambar 5.4 Prioritas Responden tentang Keahlian SDM 198
Gambar 5.5 Prioritas Responden tentang Masalah Produk 200
Gambar 5.6 Prioritas Responden tentang Masalah
Pengembangan Produk 203
Gambar 5.7 Prioritas Responden tentang Masalah Pemahaman
Produk 204
Gambar 5.8 Prioritas Responden tentang Masalah Keragaman
Produk 205
Gambar 5.9 Prioritas Responden tentang Masalah Legal 206
Gambar 5.10 Prioritas Responden tentang Masalah Penguatan
Fungsi BMT 207
Gambar 5.11 Prioritas Responden tentang Masalah Transformasi
Badan Hukum BMT 208
Gambar 5.12 Prioritas Responden tentang Masalah Konsistensi
Aturan 210
Gambar 5.13 Prioritas Responden tentang Masalah Unfairness
Kebijakan 211
Gambar 5.14 Prioritas Responden tentang Masalah Infrastruktur 212
xiv
Gambar 5.15 Prioritas Responden tentang Masalah Standardisasi
Sistem 214
Gambar 5.16 Prioritas Responden tentang Masalah Jejaring
Asosiasi 215
Gambar 5.17 Prioritas Responden tentang Masalah
Ketersediaan IT 216
Gambar 5.18 Prioritas Responden tentang Masalah Akselerasi
Teknologi 217
Gambar 5.19 Prioritas Responden tentang Masalah Kesiapan IT 218
Gambar 5.20 Prioritas Responden tentang Strategi 219
Gambar 5.21 Prioritas Responden tentang Strategi Internal 219
Gambar 5.22 Prioritas Responden tentang Strategi Eksternal 223
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Definisi Rentang Penilaian dan Tingkat Kepentingan 29
Tabel 2.1 Perbandingan Definisi Keuangan Inklusif dari Tiga
Lembaga 40
Tabel 2.2 Karakteristik Kelompok Sasaran Keuangan Inklusif 55
Tabel 2.3 Beberapa Definisi Literasi Keuangan 63
Tabel 2.4 Jenis Lembaga Keuangan Mikro 78
Tabel 2.5 Inisiasi Pendirian BMT di Jawa 87
Tabel 3.1 Jenis dan Jumlah Pembiayaan pada KJKS
Berkah Madani Tahun 2015-2016 109
Tabel 3.2 Jenis dan Jumlah Simpanan dan Pembiayaan KJKS
Berkah Madani Tahun 2015-2016 110
Tabel 4.1 Persyaratan Pengajuan Pembiayaan Pada Bank
dibandingkan KJKS 153
1
Bab I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keberhasilan proses pembangunan suatu negara ditandai de-
ngan terbentuknya suatu sistem keuangan yang stabil dan memberi
manfaat bagi seluruh lapisan masyarakat. Untuk mewujudkan hal
tersebut institusi keuangan berperan penting dalam menggunakan
fungsi intermediasinya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,
pemerataan pendapatan, pengentasan kemiskinan, serta pencapaian
stabilitas sistem keuangan. Namun demikian, pertumbuhan industri
keuangan yang pesat belum tentu disertai dengan akses masyarakat ke
lembaga keuangan yang memadai. Padahal, akses terhadap layanan
jasa keuangan merupakan prasyarat penting bagi keterlibatan masya-
rakat luas dalam mendukung pertumbuhan ekonomi.1
Menurut Klapper, akses terhadap pelayanan perbankan menjadi
bagian yang penting bagi pertumbuhan ekonomi dan pengentasan ke-
miskinan. Sistem inklusi keuangan yang baik dapat membantu kaum
miskin untuk memperbaiki taraf hidupnya, sehingga mereka pun dapat
menikmati pelayanan perbankan sebagai fasilitas yang mendukung
kehidupan mereka sehari-hari. Pelayanan perbankan yang mudah
diakses akan mempermudah banyak orang untuk dapat melakukan
aktivitas perbankan seperti meminjam kredit ataupun menabung, se-
hingga mereka dapat membangun asset dan juga membantu kegiatan
usaha ataupun perdagangan yang ada di masyarakat. Inklusi keuangan
yang berjalan baik akan sangat berpengaruh pada beberapa kelompok
masyarakat yang terkadang kurang beruntung, seperti masyarakat ber-
penghasilan rendah, pinggiran, minoritas (kelompok marginal), atau
tidak mempunyai identitas legal, kaum perempuan, dan kaum muda.
Karena alasan tersebut, maka program inklusi keuangan dijalankan
yang pada akhirnya bertujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat
1Buku Panduan Keuangan Inklusif, National Strategy for Financial
Inclusion Fostering Economic Growth and Accelerating Poverty Reduction,
(Jakarta: Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia, Juni 2012) dan pe-
nyesuaian hasil pembahasan dengan beberapa Kementerian/Instansi terkait.
2 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
secara keseluruhan.
2
Global Financial Inclusion Index, menjelaskan bahwa akses
layanan financial bagi masyarakat di Indonesia masih tergolong sa-
ngat rendah dibandingkan dengan negara-negara maju, yaitu berkisar
pada angka 20%. Penyebab rendahnya akses layanan finansial tersebut
adalah kurangnya kemampuan masyarakat dalam memeroleh pinja-
man di lembaga keuangan bank.3
Sebagai perbandingan, data menunjukkan bahwa hanya 8 per-
sen dari jumlah penduduk di negara-negara maju belum memiliki
akses keuangan, sedangkan di negara-negara berkembang mencapai
59 persen. Sementara itu, di Indonesia baru 20 persen penduduk Indo-
nesia berusia diatas 15 tahun yang memiliki akses ke sektor keuangan.
Dari sisi penyaluran kredit, di negara-negara berkembang baru dalam
kisaran 35 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), sedangkan di
Malaysia sudah mencapai 100 persen. Lebih jauh, hanya 2 juta orang
atau kurang dari 1 persen dari 230 juta penduduk Indonesia yang bisa
mengakses pasar modal.4
Bank Indonesia dalam Survei Neraca Rumah Tangga (2011)
yang menunjukkan data persentase rumah tangga yang menabung di
lembaga keuangan formal dan non lembaga keuangan sebesar 48 per-
sen. Dengan demikian, masyarakat yang tidak memiliki tabungan
sama sekali baik di bank maupun lembaga keuangan nonbank masih
relatif tinggi yaitu 52 persen. Hasil survei kedua lembaga tersebut
saling menguatkan fakta bahwa akses masyarakat Indonesia ke lem-
baga keuangan baik formal maupun nonformal masih relatif rendah,
sehingga aksesibilitas terhadap sistem jasa keuangan masih perlu
ditingkatkan.5 Survei Bank Dunia (2010) menunjukkan hanya 49 per-
2Klapper, Jandu, Sintim-Aboagye, “The Little Data Book on Finan-
cial Inclusion 2012”, Finance and Private Sector Development Team of
World Bank, Washington DC., artikel diakses pada 5 Mei 2016 dari
http://www. data.worldbank.org/sites/default/files/the-little -data-book-on-
financial-inclusion-2012.pdf 3Laporan Global Financial Inclusion Index (Findex), 2012.
4Damayanty, D. (2013). Cited in Faisal Rahman, “Financial Inclu-
sion: Sebatas Kepentingan Bank.” Jakarta: Harian Sinar Harapan, diakses
tanggal 6 Mei 2016 dari sinarharapan.net. 5Buku Panduan Keuangan Inklusif, “National Strategy for Financial
Inclusion Fostering Economic Growth and Accelerating Poverty Reduction”
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 3
sen rumah tangga Indonesia yang memiliki akses terhadap lembaga
keuangan formal.
Global Partnership of Financial Inclusion (GPFI)-International
Financial Corporation, 2011 menyatakan bahwa kesenjangan inklusi
keuangan menimbulkan biaya baik pada masyarakat maupun individu.
Adanya kesenjangan inklusi keuangan mendorong masyarakat terlibat
dengan lembaga keuangan informal dengan tingkat bunga lebih tinggi
untuk pinjaman yang relatif kecil. Lembaga keuangan informal
menjadi alternatif pilihan karena tidak diatur secara langsung dalam
struktur perbankan nasional, sehingga mereka tidak dapat diposisikan
sebagai lembaga yang legal. Para petani kebanyakan menjadi nasabah
lembaga keuangan informal tersebut, dimana mereka mendapatkan
tekanan ketidakpunyaan uang yang cukup untuk meminjam pada saat
pembelian bibit, mesin dan peralatan produksi saat musim tanam, dan
mereka cenderung sulit untuk membayar kembali pinjaman saat panen
terjual karena tingginya bunga yang harus dibayarkan.6
Kegiatan keuangan inklusif menjadi salah satu agenda penting
dalam dunia internasional. Forum internasional seperti G20, APEC,
AFI, OECD dan ASEAN secara intensif melakukan pembahasan me-
ngenai keuangan inklusif. Selain itu, keuangan inklusif juga telah
masuk dalam prioritas pemerintah Indonesia. Pada bulan Juni 2012,
Bank Indonesia bekerjasama dengan Sekretariat Wakil Presiden–Tim
Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dan
Badan Kebijakan Fiskal-Kementerian Keuangan mengeluarkan Stra-
tegi Nasional Keuangan Inklusif.
Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia, perbankan berpe-
ran secara dominan untuk menjadi penggerak kegiatan keuangan
inklusif mengingat perbankan Indonesia memiliki pangsa kegiatan
keuangan hingga 80 persen terhadap total kegiatan di sektor keuangan.
Namun hal ini tidak hanya menjadi tugas Bank Indonesia, tetapi juga
pemerintah dalam upaya meningkatkan pelayanan keuangan kepada
masyarakat luas.
(Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia –Juni 2012) dan penyesuaian
hasil pembahasan dengan beberapa Kementerian/Instansi terkait. 6Global Partnership of Financial Inclusion (GPFI)-International Finan-
cial Corporation, 2011 dalam artikel Hariharan, Govind dan Markus Mark-
tanner, “The Growth Potential from Financial Inclusion”, Proquest, diunduh
tanggal 27 Agustus 2014.
4 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Pangsa perbankan yang relatif tinggi di sektor keuangan ter-
nyata belum dapat memberikan dampak signifikan terhadap partum-
buhan ekonomi karena masih tingginya hambatan bagi masyarakat
untuk mengakses perbankan khususnya dalam mendapatkan pinjaman
atau pembiayaan. Untuk itu diperlukan kebijakan yang kondusif agar
perbankan lebih inklusif.
Keuangan inklusif menurut Bank Indonesia dinyatakan sebagai
suatu kegiatan yang universal dan memiliki tujuan untuk meniadakan
segala bentuk hambatan bersifat harga berupa prasyarat seperti keha-
rusan bagi calon debitur untuk menyetorkan sejumlah dana kepada
pihak bank pada saat pembukaan rekening di bank sebagai prasyarat
untuk memeroleh pinjaman.7
Fakta yang terjadi di lapangan adalah tidak semua lapisan
masyarakat memiliki kemampuan untuk memenuhi syarat tersebut
karena sebagian dari mereka memang tidak memiliki ketersediaan
dana. Di sisi lain, terdapat pula hambatan non harga berupa persya-
ratan administratif yang dapat memberatkan konsumen, seperti misal-
nya keharusan bagi calon debitur untuk menyiapkan sejumlah jaminan
dan sebagainya.8 Hal ini tentu akan memengaruhi akses masyarakat
dalam memanfaatkan layanan jasa keuangan.
Definisi lain yang dikemukakan Radyati, keuangan inklusif
adalah suatu keadaan dimana semua orang memiliki akses terhadap
layanan jasa keuangan yang berkualitas dengan biaya yang terjangkau
dan cara yang menyenangkan, tidak rumit, serta menjunjung harga diri
dan kehormatan.9
Inklusi keuangan menurut pendekatan Islam merupakan kondisi
dimana lembaga keuangan diharapkan dapat memiliki manfaat secara
luas kepada masyarakat, tidak hanya berorientasi pada kepentingan
investor (investor oriented firm (IOF)). Selama ini perbankan konven-
sional didominasi oleh pertama, motif profit oriented, yaitu maksimi-
sasi keuntungan (profit maximization) yang menjadi dasar dan
pedoman manajemen perbankan. Kedua, bank bertanggung jawab dan
7Bank Indonesia, laman tentang Keuangan Inklusif, diakses tanggal 7
Agustus 2016 dari http://www.bi.go.id/. 8Bank Indonesia, Laporan Tahunan Bank Indonesia Tahun 2011, “Fi-
nancial Inclusion” diakses tanggal 3 Agustus 2016 dari http://www.bi.go.id/. 9Radyati Maria R. Nindita, “Keuangan Inklusif Perbankan,” Publish-
ed on Universitas Trisakti. MMCSR & MMCE. 2012, diakses tanggal 5
Agustus 2016 dari http://www.mmcrusakti.org/.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 5
dikontrol oleh otoritas moneter dan masyarakat yang menjadi potensi
nasabahnya terkait dengan kesehatan, ketahanan, dan kemampuannya
untuk berkembang sebagai perusahaan yang mencari keuntungan.
Apabila kriteria pembeda antara bank konvensional dan bank islam
yang digunakan adalah tujuan perbankan, kuncinya terletak pada ba-
gaimana menggantikan bentuk dan sifat lembaga bank dari investor
oriented firm (IOF) menjadi user oriented firm (UOF), yaitu lembaga
finansial yang berorientasi pada pengguna, sebagaimana lembaga ko-
perasi keuangan yang orisinal. Dengan perkataan lain, tujuan lembaga
bank harus diubah dari maksimisasi keuntungan menjadi maksimisasi
manfaat bagi pengguna. Menurut ajaran Islam harus sesuai dengan
tujuan-tujuan hukum syariah (al-maqasid al-syariah), yang merupa-
kan doktrin kesejahteraan sosial Islam. Dengan demikian, bank meru-
pakan lembaga finansial yang menekankan dampak sosial dan lingku-
ngan hidup atau kualitas hidup (quality of life) masyarakat atau lem-
baga qard al-hasan (fasilitas kebajikan).10
Secara umum, kebijakan yang paling efisien untuk mengatasi
kemiskinan adalah melalui pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan
berkelanjutan. Percepatan pertumbuhan ekonomi berperan sebagai
syarat dasar yang paling strategis bagi peningkatan kualitas kehidupan
rakyat. Elemen penting dalam mendukung percepatan pertumbuhan
ekonomi adalah mengoptimalkan kontribusi sektor keuangan dengan
membuka akses layanan jasa keuangan secara luas kepada masyarakat
dan pelaku usaha kecil seperti UMKM. Artinya harus ada upaya untuk
mendorong pemanfaatan sektor keuangan dalam perekonomian ma-
syarakat. Inilah esensi utama dari inklusi keuangan. Inklusi keuangan
adalah kegiatan menyeluruh yang bertujuan meniadakan segala bentuk
hambatan baik yang bersifat harga maupun nonharga terhadap akses
masyarakat dalam memanfaatkan layanan jasa keuangan. Yang
dimaksud hambatan harga adalah prasyarat seperti mesti menyetor
dana dengan besaran tertentu ketika membuka rekening di bank, mi-
salnya. Padahal tidak semua lapisan masyarakat bisa memenuhi syarat
minimal tersebut. Sedangkan hambatan nonharga biasanya berupa
persyaratan administratif yang terkadang dianggap memberatkan kon-
10
M. Dawam Rahardjo. “Inklusi Finansial, Kompas, 6 Januari 2014,
diunduh tanggal 4 Februari 2015.
6 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
sumen.
11
Kondisi masyarakat yang tergolong unbanked (belum tersentuh
oleh dunia perbankan) merupakan masalah cukup penting. Ada berba-
gai alasan menyebabkan masyarakat menjadi unbanked,12
baik dari
sisi supply (penyedia jasa) maupun demand (masyarakat), yaitu kare-
na price barrier (mahal), information barrier (tidak mengetahui),
design product barrier (produk yang cocok) dan channel barrier
(sarana yang sesuai). Keuangan inklusif mampu menjawab alasan
tersebut dengan banyaknya manfaat yang dapat dinikmati oleh ma-
syarakat, regulator, pemerintah dan pihak swasta, antara lain sebagai
berikut; 1) Meningkatkan efisiensi ekonomi, 2) Mendukung stabilitas
sistem keuangan, 3) Mengurangi shadow banking atau irresponsible
finance, 4) Mendukung pendalaman pasar keuangan, 5) Memberikan
potensi pasar baru bagi perbankan, 6) Mendukung peningkatan
Human Development Index (HDI) Indonesia, 7) Berkontribusi positif
terhadap pertumbuhan ekonomi lokal dan nasional yang sustain dan
berkelanjutan serta 8) Mengurangi kesenjangan (inequality) dan rigi-
ditas low income trap, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat yang pada akhirnya berujung pada penurunan tingkat
kemiskinan.13
Masalah inklusi keuangan (financial inclusion)14
tidak hanya
terjadi di Indonesia saja, namun juga di sejumlah negara lain. Tercatat
11
Lebih lanjut lihat Johansyah, D.A. “Inklusi Keuangan: Memperluas
Akses Keuangan untuk Bikin Rakyat Sejahtera.” Gerai Info-News Letter
Bank Indonesia Edisi XV, Juni 2011, Tahun 2. Diakses dari http://www.bi.
go.id/NR/rdonlyres/9648CAB6-4807-48C5-8E0FB2C4FA05D206/26533/
GIed15_juni2011_low.pdf 12
The unbanked adalah orang-orang tanpa rekening bank. Biasanya
mereka tidak memiliki rekening karena mereka bukan bagian dari masyarakat
arus utama. Mereka mungkin imigran atau orang-orang dalam kemiskinan
ekstrim yang tidak bisa membuka rekening (baik karena mereka tidak
memiliki uang, atau karena mereka tidak ingin memberikan informasi yang
diperlukan untuk membuka rekening). Disadur dari www.bankingabout.com. 13
Bank Indonesia, Keuangan Inklusif di Indonesia, diakses tanggal 6
Agustus 2016 dari http://www.bi.go.id/. 14
Global Financial Index mendefinisikan Inklusi keuangan yaitu kea-
daan di mana semua orang dewasa usia kerja memiliki akses yang efektif
terhadap kredit, tabungan, pembayaran, dan asuransi dari penyedia layanan
formal. Akses yang efektif melibatkan pelayanan yang nyaman dan responsif,
dengan biaya yang terjangkau kepada pelanggan dan berkelanjutan untuk
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 7
kepemilikan rekening di negara-negara maju (yaitu Eropa, Amerika
Serikat, dan negara-negara OECD) tahun 2011 berada rata-rata di atas
50% terhadap jumlah penduduknya.Hal ini berbanding terbalik de-
ngan di negara-negara sedang berkembang (yaitu Afrika, Amerika
Latin, Timur Tengah, dan Asia Timur) yang berkisar rata-rata 30%.15
Inklusi keuangan sangat bergantung pada tingkat pendapatan
masyarakat yang mengalami peningkatan secara merata (equitable).
Dimana pendapatan masyarakat di satu pihak meningkat sehingga me-
mungkinkan setiap orang untuk menabung dan di lain pihak bersifat
merata antarsektor ataupun wilayah di tingkat individu. Sementara itu,
tingkat pendapatan tergantung dari perluasan lapangan kerja yang
produktif dan remuneratif. Dalam konteks Indonesia, lapangan kerja
yang produktif dan remuneratif itu bersumber dari pengelolaan yang
efisien dan berkelanjutan terhadap kekayaan sumber daya alam, khu-
susnya yang terkait dengan lapangan kerja, yaitu sektor pertanian,
kelautan, dan kehutanan. Masyarakat Indonesia dewasa ini juga masih
menanggung beban kependudukan berupa kemiskinan massal yang
bersifat absolut dan struktural.16
Diskursus tentang keuangan inklusif dimulai sudah cukup lama,
namun tema ini menjadi sangat relevan ketika terjadi krisis ekonomi
yang menimpa Eropa dan Amerika pada tahun 2008. Pasca krisis di
Eropa dan Amerika, keuangan inklusif menjadi semakin sering diper-
penyedia, dengan hasil bahwa pelanggan dikecualikan secara finansial meng-
gunakan jasa keuangan formal daripada yang ada pilihan resmi (CGAP-
GPFI).
Menurut FTAF inklusi keuangan melibatkan penyediaan akses ke
berbagai jasa keuangan secara memadai yang aman, nyaman dan terjangkau
untuk ke-lompok rentan yang kurang beruntung dan lainnya, termasuk
berpenghasilan rendah, masyarakat perdesaan dan tidak berdokumen, yang
telah terlayani atau berada di luar dari sektor keuangan formal (FATF).
Menurut Bank Sentral India (RBI) inklusi keuangan adalah proses
untuk memastikan akses ke produk keuangan yang tepat dan jasa yang
dibutuhkan oleh semua bagian dari masyarakat dalam kelompok umum dan
rentan seperti masyarakat yang lemah dan kelompok berpenghasilan rendah
khususnya, dengan biaya yang terjangkau secara adil dan transparan dengan
diatur oleh lembaga"(RBI/Reserve Bank of India). 15
Laporan Global Financial Inclusion Index (Findex), 2011. 16
Ryan Kiryanto, “Strategi Implementasi Program Inklusi Keuangan
di Indonesia,” Info Bank, 27 August 2012, diakses tanggal 4 Pebruari 2015
dari http://www.infobanknews.com
8 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
bincangkan selain karena akibat krisis ekonomi, juga karena masih
belum meratanya masyarakat menikmati hasil-hasil pembangunan.
Selain itu, masih belum tercapainya target keuangan inklusif pada
masyarakat terutama di negara-negara sedang berkembang. Dampak
dari krisis bagi masyarakat kelompok bawah (the bottom of pyramid)
sangat dirasakan, seperti menurunnya pendapatan. The bottom of
pyramid yaitu kelompok pendapatan rendah dan tidak teratur, tinggal
di daerah terpencil, orang cacat/penyandang disabilitas, buruh yang
tidak mempunyai dokumen identitas legal, dan masyarakat pinggiran,
yang umumnya unbanked yang tercatat sangat tinggi di luar negara
maju.17
Dari berbagai pendapat di atas, terlihat bahwa keberadaan lem-
baga keuangan yang berkembang cukup pesat di Indonesia akan tidak
bermakna jika tidak didukung oleh keterlibatan masyarakat dalam
memanfaatkannya. Peneliti mencoba menelaah lebih lanjut bagaimana
strategi yang tepat agar persoalan biaya yang mahal, akses yang terlalu
jauh dan psikologis masyarakat yang takut berhubungan dengan bank
dapat diatasi dengan mendekatkan lembaga keuangan mikro ke
masyarakat, khususnya masyarakat pendapatan menengah ke bawah.
B. Potensi Lembanga Keuangan Mikro di Indonesia
Pada level bawah, pelayanan masyarakat terhadap lembaga
keuangan dilakukan oleh Lembaga keuangan mikro (LKM). LKM
banyak jenisnya, ada yang berbasis pedesaan maupun perkotaan.
Sebagai gambaran, di sebuah desa di Provinsi Bali terdapat lebih dari
lima hingga tujuh jenis LKM maupun bank yang melayani segmen
mikro, diantaranya Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Koperasi Unit
Desa (KUD), Koperasi Serba Usaha (KSU) atau Koperasi Simpan
Pinjam (KSP) yang didirikan oleh masyarakat, BPR, Teras BRI (Unit
Mikro BRI), dan Danamon Simpan Pinjam (DSP). Banyaknya jenis
LKM ini membuat mereka yang masih konvensional harus mampu
bersaing extra dengan LKM yang bersistem modern.18
Salah satu lembaga keuangan skala mikro yang cukup berperan
dalam membantu pengembangan usaha mikro kecil adalah Baitul
17
Bank Indonesia, “Keuangan Inklusif di Indonesia,” diakses tanggal
27 April 2015 dari http://www.bi.go.id/. 18
I Gde Kanjeng Baskara. “Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia,”
Jurnal Buletin Studi Ekonomi, Vol.18 No.2, Agustus 2013, h.118-119.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 9
Maal wat Tamwil (BMT). Selama kurun waktu tahun 1990-2000an,
BMT memiliki tingkat pertumbuhan di atas 30% jika dibandingkan
dengan rata-rata pertumbuhan perbankan nasional. BMT telah mampu
menyalurkan pembiayaan dibandingkan simpanan (Financing to De-
posit Ratio) rata-rata di atas 100%, masih lebih tinggi dibandingkan
rata-rata lembaga keuangan bank maupun non bank lainnya.
Partisipan keuangan mikro di Indonesia terdiri dari tiga kelom-
pok, yaitu: kelompok pertama, adalah lembaga atau institusi formal
dan non formal, kelompok kedua merupakan program keuangan mikro
baik yang diadakan pemerintah maupun lembaga-lembaga donor da-
lam dan luar negeri. Ketiga berupa partisipan individu yang biasanya
informal, tidak mempunyai kekuatan hukum dan menjalankan usa-
hanya secara ilegal, dalam kelompok ini termasuk para pemburu rente
seperti rentenir, ijon, gadai ilegal, kelompok arisan, dan lain-lain.19
Jumlah lembaga keuangan bank di Indonesia per September
2017 sebanyak 13 Bank Umum Syariah (BUS) dan 167 Bank Perkre-
ditan Rakyat Syariah (BPRS). Adapun jumlah jaringan kantor cabang
BUS sebanyak 1.850, sedangkan BPRS sebanyak 472 dan 1.189 kan-
tor cabang pembantu.20
Pada level mikro terdapat sekitar 432 BMT
yang tergabung dalam Inkopsyah (Induk Koperasi Syariah)21
di selu-
ruh Indonesia.
Dengan jumlah penduduk dewasa atau usia produktif sekitar
50% dari 260 an juta penduduk, jumlah bank umum relatif memadai
dengan rasio 1: 7.027 artinya setiap satu kantor bank umum melayani
7.027 orang dengan asumsi akses terhadap bank sudah optimal.22
Dari
rasio tersebut akan lebih optimal jika didukung dengan kemampuan
akses terhadap lembaga keuangan bagi seluruh lapisan masyarakat
tanpa memandang pendapatan. Namun demikian, sampai saat ini ke-
beradaan bank masih membutuhkan proses untuk mendekatkan ma-
syarakat agar mau berhubungan dan terlibat langsung dengan lembaga
keuangan bank.
19
Ibid., h.119. 20
Statistik Perbankan Indonesia, Oktober 2017, diakses tanggal 2
Januari 2018 dari http://www.bi.go.id/. 21
Data Induk Koperasi Syariah (Inkopsyah) per Oktober 2016, diakses
tanggal 15 Januari 2017 dari http://www.indukbmt.co.id/ diolah penulis. 22
Hasil perhitungan penulis didasarkan pada asumsi perkiraan jumlah
penduduk tahun 2016 dengan jumlah bank umum yang tercatat di Statistik
Perbankan Indonesia, September 2017. http://www.bi.go.id/.
10 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Terbatasnya orang di Indonesia yang mengenal bank merupa-
kan hal ironis melihat peranan bank sebesar 75,80 persen dari total
aset pembiayaan di Indonesia. Berdasarkan statistik perbankan Indo-
nesia, hingga Desember 2017, total pembiayaan perbankan nasional
sebesar 7.298.347 miliar rupiah. Jika dibandingkan dengan beberapa
tahun sebelumnya, pembiayaan tahun 2015 sebesar 6.050,884 miliar
rupiah, naik menjadi 6.680.292 miliar rupiah pada tahun 2016.23
Jumlah tersebut mengalami peningkatan secara konsisten, namun
sayangnya pembiayaan lebih banyak dinikmati oleh kelompok usaha
besar yang jumlahnya relatif kecil dibandingkan pelaku usaha mikro
kecil menengah yang mendominasi total pelaku usaha di Indonesia.
Pembiayaan atau kredit perbankan pada UMKM per April 2017
sebesar 908.943 miliar rupiah, atau 908 triliun rupiah.24
Sedangkan
total pembiayaan perbankan pada April 2017 sebesar 6.785.061 miliar
rupiah.25
Artinya persentase pembiayaan UMKM terhadap total pem-
biayaan perbankan sebesar 13.3%. Jumlah ini masih relatif kecil di-
bandingkan target yang dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 17/12/PBI/
2015 tanggal 25 Juni 2015 tentang Perubahan atas Peraturan bank
Indonesia Nomor 14/22/PBI/2012, dan PBI Nomor 14/22/PBI/2012
tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan
Bantuan Teknis dalam rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah yang disertai ketentuan pendukungnya, yang mana dalam
PBI dimaksud diwajibkan untuk mengalokasikan kredit/pembiayaan
kepada UMKM, secara bertahap mulai dari 5% pada tahun 2015
hingga mencapai 20% akhir tahun 2018.26
Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LMKS) saat ini telah ber-
kembang pesat melebihi pesatnya perkembangan Lembaga Keuangan
Mikro jenis lainnya di Indonesia. Jumlah Lembaga Keuangan Mikro
Syariah yang masyarakat luas mengenalnya sebagai BMT (Baitul
Maal Wat Tamwil) saat ini telah mencapai lebih dari 4.000 unit di
23
Statistik Perbankan Indonesia (SPI) periode Desember 2017, diakses
tanggal 28 Februari 2018 dari http://www.ojk.go.id/. 24
Statistik Kredit UMKM April 2017, diakses tanggal 28 Februari
2018 dari http://www.bi.go.id/. 25
Statistik Perbankan Indonesia (SPI) periode Desember 2017, diakses
tanggal 28 Februari 2018 dari http://www.ojk.go.id/. 26
Peraturan Bank Indonesia No.17/12/PBI/2015, diakses tanggal 6
Maret 2016 dari http://www.bi.go.id/.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 11
seluruh Indonesia.27
Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan
UKM menyatakan koperasi jasa keuangan syariah (KJKS) dalam
bentuk Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) berkembang sangat signify-
kan. Hal ini tidak lepas dari perkembangan kinerja dari BMT secara
nasional di tahun 2015 telah mencapai aset sebesar Rp 4,7 triliun dan
jumlah pembiayaan sebesar Rp 3,6 triliun. Dengan perkembangan
kinerja tersebut, Deputi Bidang Kelembagaan dan UKM Kementerian
Koperasi dan UKM Setyo Heriyanto menyakini, BMT akan sangat
berperan sebagai lembaga keuangan mikro yang mampu menggerak-
kan sektor riil di masyarakat.28
Pertumbuhan BMT saat ini relatif stagnan karena beberapa hal,
diantaranya karena faktor internal dan eksternal. Faktor internal dise-
babkan oleh kualitas sumber daya manusia, keterbatasan sistem dan
keterbatasan modal. Sedangkan dari sisi eksternal yaitu belum adanya
kejelasan regulasi tentang badan hukum BMT, persaingan dengan
perbankan BUMN yang diwajibkan menyentuh sektor mikro dan di-
dukung oleh dana yang cukup besar dari APBN. Melambatnya per-
tumbuhan ekonomi juga memengaruhi terhadap serapan pembiayaan
yang dikelola BMT. Faktor-faktor tersebut pada akhirnya menurunkan
kemampuan inklusi BMT.
Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, pada tahun
2017, rasio pelaku UMKM dan wirausaha sekitar 3,1% dari jumlah
penduduk. Dari Jumlah pelaku usaha UMKM yang berjumlah sekitar
58 juta mampu memberikan kontribusi terhadap total PDB sekitar 57-
60%. UMKM juga mampu menyerap jumlah tenaga kerja sekitar 97%
dari total tenaga kerja nasional.29
Sekitar 60-70% dari UMKM belum
memiliki akses terhadap lembaga keuangan.
Seperti halnya pelaku usaha UMKM, kelompok yang masih
belum tersentuh akses keuangan adalah masyarakat miskin. Akses ter-
hadap simpanan ataupun kredit masih sangat terbatas. Mereka diang-
gap tidak layak bank dan tidak memiliki kemampuan mengelola peru-
sahaan dengan baik. Di samping itu masyarakat Indonesia yang terse-
bar dalam kepulauan yang sangat banyak masih sulit untuk dijangkau
27
Rizki, (2013). “Perkembangan BMT dari Tahun ke Tahun,” diakses
tanggal 22 Mei 2017 dari http://www.puskopsyahlampung.com/. 28
http://www.Republika.co.id./, Minggu, 22 Maret 2015. “Aset BMT
Indonesia Capai Rp 4,7 Triliun,” diakses 22 Mei 2016 29
Profil Binis UMKM diterbitkan oleh LPPI dan Bank Indonesia tahun
2015, diakses tanggal 26 Januari 2018 dari http://www.lisubisnis.com/.
12 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
oleh layanan perbankan.
C. Perspektif Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro dan
Inklusivitas
Kesenjangan akses modal masyarakat miskin terhadap perban-
kan di Indonesia sangat besar. Hal ini disebabkan oleh masyarakat
miskin tidak memiliki jaminan (collateral) yang bernilai ekonomis
sebagaimana disyaratkan oleh perbankan untuk memeroleh pinjaman.
Berdasarkan hasil survei Bank Dunia pada tahun 2014 sebagaimana
dikutip dalam Skalanews.com (2016), bahwa hampir 36% penduduk
dewasa di Indonesia yang memiliki rekening di bank. Dari jumlah
tersebut, sekitar 40% dalam bentuk tabungan (deposit account) dan
36% telah memiliki akses kredit perbankan.
Dari perspektif masyarakat atau konsumen, masih terdapat
masyarakat yang tidak mau berhubungan dengan bank atau lembaga
keuangan lainnya karena sulitnya persyaratan administrasi, terkait
dengan adanya keharusan memiliki Surat Izin Usaha serta laporan ke-
uangan yang layak dan sehat bagi para calon debitur. Hal ini juga
memberikan dampak belum inklusifnya lembaga keuangan bagi ma-
syarakat. Faktor lain adalah mahalnya margin yang ditetapkan oleh
bank syariah dibanding bank kovensional, khususnya dalam pembia-
yaan murabahah, menyebabkan daya saing bank syariah dibandingkan
bank konvensional makin menurun.
Bagi deposan (penabung) juga terdapat keengganan mengguna-
kan jasa bank syariah karena keuntungan atau bonus yang ditawarkan
bank syariah kurang menarik dibandingkan bank konvensional. Di
samping itu bagi masyarakat kelompok pendapatan rendah, menabung
merupakan kegiatan yang memakan biaya karena harus datang ke
bank, mengantri dan dipungut biaya administrasi yang relatif mahal.
Lembaga keuangan bank merupakan lembaga intermediasi anta-
ra pihak yang memiliki kelebihan modal dengan pihak yang membu-
tuhkan dana. Oleh sebab itu, keuangan inklusif diharapkan dapat
menjadi salah satu mekanisme dalam mengurangi kesenjangan sosial
dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin di Indonesia.
Keuangan inklusif dapat diwujudkan dengan memperkuat sinergi
antara bank dan lembaga keuangan non bank. Bank merupakan lem-
baga keuangan yang sangat luas cakupannya dan dapat menjadi landa-
san berpijak bagi keuangan inklusif terutama dalam hal pengadaan
modal.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 13
Dari berbagai penelitian terdahulu ada hal yang menurut Penulis
belum mendapatkan kajian yang memadai yaitu terkait strategi yang
paling tepat yang seharusnya dimiliki oleh Lembaga Keuangan Mikro
Syariah khususnya di Indonesia dalam pemberdayaan ekonomi ma-
syarakat dan meningkatkan inklusi dan literasi keuangan.
Diskursus tentang keuangan inklusif telah banyak diperbin-
cangkan sejak dua dekade terakhir. Terbukti dengan banyaknya pene-
litian yang dilakukan terkait dengan inklusi keuangan seperti di India,
China, Bangladesh, beberapa Negara maju yang tergabung dalam G-
20 dan negara berkembang seperti Indonesia, Pakistan, dan Malaysia.
Sadegh Bakhtiari (2006),30
meneliti tentang peranan keuangan
mikro dalam mengurangi kemiskinan. Hasil penelitiannya menunjuk-
kan bahwa keuangan mikro merupakan alat yang efektif bagi pengen-
tasan kemiskinan. Objek utama dalam penelitian ini ialah lembaga
keuangan mikro di 5 Negara, yakni Bangladesh, Indonesia, Thailand,
India, dan Filipina. Dijelaskan pula bahwa layanan keuangan mikro
dapat berkontribusi pada peningkatan alokasi sumber daya, promosi
pasar,31
dan teknologi yang baik dengan demikian keuangan mikro
dapat membantu dalam pertumbuhan ekonomi dan pembangunan.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa sektor keuangan informal me-
rupakan respon terhadap kekurangan dari sektor keuangan formal.
Terdapat kesamaan dengan penelitian ini dimana Penulis juga
mengkaji kemiskinan sebagai salah satu hal yang dapat ditanggulangi
dengan keuangan mikro.
Mohammed Obaidullah dan Amjed Muhammed Salem (2008)32
penelitiannya tentang proses inovasi pada Lembaga keuangan mikro.
Penelitian ini menjelaskan model keuangan mikro syariah yang di-
kembangkan oleh muslim Aid di Srilanka yang cukup berhasil dalam
penerapannya, yakni mengkombinasikan dua akad syariah dalam
kegiatan ekonomi khususnya dalam bidang pertanian. Akad tersebut
30
Sadegh Bakhtiari, “Microfinance and Poverty Reduction: Some
International Evidence”, Jurnal Bisnis Internasional dan Penelitian Ekonomi,
Volume 5, Desember 2006, p. 65. 31
Michael Waldman, The Signaling Role of Promotion: Further Theo-
ry and Empirical Evidence,‛ Journal of Labor Economic Vol.30 (1), (2012),
p. 95. 32
Muhammed Obaidulloh dan Amjed Muhammed Salem, “Innovation
in Islamic Microfinance: Lessons from Muslim AID’S Sri Lanka”, Islamic
Microfinance Working Paper Nomor 01-09 (2008), p.14.
14 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
ialah Salam yang digunakan dalam transaksi jual beli dan akad
mudharabah yang digunakan untuk kemitraan yakni bagi hasil. Model
ini dikembangkan untuk mengurangi eksploitasi ketergantungan pada
petani miskin terhadap para tengkulak dengan bunga yang tinggi
melalui pinjaman selama musim panen mereka. Model inovasi pada
keuangan mikro di Srilanka berbeda dengan di Indonesia, dimana
BMT di Indonesia masih dominan menggunakan akad murabahah dan
sedikit sekali yang menggunakan akad mudharabah karena keterbata-
san pemahaman pada akad dan keberanian dalam menanggung risiko.
Ehsan Habib Feroz dan Blake Goud (2009), 33
meneliti tentang
strategi Grameen dalam menurunkan angka kemiskinan dengan Model
La Riba (tidak menggunakan Riba). Ehsan menawarkan model pe-
ngembangan Lembaga Keuangan Mikro Syariah dengan mengguna-
kan metodologi Grameen kelompok yang digunakan sebagai alat
untuk pengentasan kemiskinan global. Metode Grameen Bank ini
merupakan sebuah sistem yang melibatkan unsur kelompok dalam
mengajukan pembiayaan. Pertama kali nasabah diberikan akses untuk
mendapatkan pembiayaan murabahah dengan pembayaran cicilan
yang tetap setiap periode pembayaran. Dengan cara itu akan lebih
mudah dalam proses pengelolaannya dan mudah juga dalam menya-
ring nasabah yang mengalami pembiyaaan bermasalah. Ketika nasa-
bah sudah terlihat baik dalam proses pembayarannya maka nasabah
akan diberikan kesempatan berikutnya untuk mengambil akad musya-
rakah. Proses pembagian keuntungan ataupun kerugian diperhitung-
kan secara adil dalam konsep ini. Diharapkan dengan model ini dapat
memberikan kesempatan bagi lembaga keuangan untuk menilai kem-
bali strategi mereka dalam hal pengentasan kemiskinan, dan bisnis
yang bertanggung jawab sosial. Berdasarkan penelitian tersebut,
Peneliti ingin menindaklanjuti penerapan model tersebut di BMT.
Siswanto (2009),34
dalam penelitiannya yang bertema Strategi
BMT dalam Memberdayakan Usaha Kecil dan Menengah, dengan
tujuan penelitian untuk mengidentifikasi dan menganalisis model
BMT yang dapat memberdayakan usaha kecil, serta dapat menemukan
33
Ehsan Habib Feroz dan Blake Goud, “Grameen La Riba Model: A
Strategy for Global Poverty Alleviation”, Jurnal Ekonomi Islam, Perbankan
dan Keuangan, Volume 5, 2009, p.77. 34
Siswanto, “Strategi Pengembangan Baitul Maal wat Tamwil (BMT)
dalam Memberdayakan Usaha Kecil dan Menengah”, Tesis pada Program
Pascasarjana Universitas Diponegoro (2009).
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 15
strategi dan upaya agar BMT mampu memberdayakan Usaha Kecil
Menengah. Penelitian ini menganalisa kelemahan dan pengembangan
kelebihan dari lembaga BMT dengan menggunakan teknik SWOT,
kemudian dilanjutkan dengan mengemukakan solusi dan strategi
dalam pengembangan BMT. Diantara kelemahan BMT adalah terdiri
dari a) faktor eksternal (tingkat kompetisi dengan pesaing, kolaborasi
atau kerja sama dengan lembaga keuangan, kebijakan pemerintah serta
faktor eksternal yang lain seperti LSM). b). faktor internal (produk
program pembiayaan dan tabungan, kompetensi manajemen serta
pengelolaan keuangan). Solusi yang ditawarkan terkait dengan perma-
salahan tersebut, a) harus memfokuskan diri pada visi dan penciptaan
image yang positif bagi masyarakat, prospek bisnis, kapasitas mana-
jemen, sistem teknologi, operasional dan risiko. Peneliti memandang
perlu menindaklanjuti penelitian ini dengan membuktikan bagaimana
faktor eksternal dan internal apakah sama atau berbeda dengan pers-
pektif ahli yang dijadikan responden pada penelitian ini.
Suhendar Sulaeman (2010),35
meneliti tentang Model Pengem-
bangan Baitul Mâl wa Tamwîl (BMT). Metode yang digunakan dalam
penulisan ini yakni (Analytic Network Process (ANP), metode ini
digunakan untuk dapat mengorganisasikan informasi dan berbagai
keputusan secara rasional agar dapat memilih alternatif yang paling
disukai. Bentuk badan hukum BMT di Indonesia, seperti Koperasi
Simpan Pinjam (KSP) atau KJKS, Koperasi Serba Usaha (KSU)
dengan kegiatan utama Unit Simpan Pinjam (USP) atau UJKS, kemu-
dian dalam bentuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dan BMT
lainnya. Dan hasil dari pengamatannya, penulis menyimpulkan bahwa
di pulau Jawa BMT yang berbentuk KSP lebih diminati, sedangkan di
luar pulau Jawa BMT dalam bentuk KSU yang lebih diminati. Kedua-
nya sebenarnya merupakan bentuk badan hukum koperasi, hanya saja
yang berbeda adalah KSP hanya memiliki usaha bidang simpan pin-
jam saja, berbeda dengan KSU yang menyediakan berbagai unit usaha
lainnya tetapi unit simpan pinjam biasanya menjadi unit yang besar
diantara unit yang lain.
Peneliti memandang bahwa pilihan badan hukum BMT masih
menjadi satu hal yang harus dibahas terutama berkaitan dengan konse-
35
Suhendar Sulaeman, “Analisis Model Pengembangan Baitul Maal
wat Tamwil”, (Jakarta: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Uni-
versitas Muhammadiyah, 2010), hal. 33.
16 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
kuensinya apakah berbadan hukum Lembaga keuangan mikro (LKM)
berbentuk PT atau koperasi.
Abdul Rahim Abdul Rahman (2010),36
melakukan penelitian
tentang Skema etis yang dijadikan alternatif pada keuangan mikro
islam dalam mengentaskan kemiskinan. Peneliti berpendapat bahwa
keuangan islam memiliki peran penting untuk memberikan kontribusi
dalam memajukan sosial ekonomi untuk masyarakat miskin (usaha
mikro) tanpa melibatkan unsur bunga di dalamnya. Dalam penelitian
ini, penulis menawarkan skema etika yang dapat disesuaikan dengan
tujuan keuangan mikro bagi masyarakat miskin. Skema tersebut
seperti, skema qardhul hasan dalam lingkup pemberian modal, skema
murabahah dalam lingkup pengadaan barang kebutuhan, dan terakhir
skema ijarah yang berhubungan dengan sewa menyewa.
Berbeda dengan penelitian di atas, untuk BMT yang diteliti
menggunakan skema qardhul hasan untuk bantuan bagi mereka yang
sangat membutuhkan dan dialokasikan dari dana zakat anggota yang
dikelola BMT. Namun skema qardhul hasan tidak digunakan dalam
pembiayaan usaha.
Asli Demirgūç-Kunt dan Leora Klapper (2013),37
dalam pene-
litiannya yang diterbitkan oleh World Bank menyatakan bahwa sema-
kin inklusif lembaga keuangan maka akan semakin besar peluang bagi
masyarakat dalam mendapatkan pelayanan keuangan seperti halnya
mereka mendapatkan tunjangan atau jaminan bagi orang-orang miskin
dan kelompok masyarakat yang kurang beruntung. Adanya akses
terhadap tabungan dan kredit melalui mekanisme perbankan, akan
mempermudah investasi pada aktivitas produktif sebagai salah satu
upaya mengembangkan jiwa kewirausahaan. Sebaliknya, kurangnya
akses, keterbatasan kepemilikan individu, jumlah tabungan informal
yang diinvestasikan untuk pendidikan atau menjadi wirausaha dan
perusahaan kecil yang mempunyai pendapatan terbatas cenderung
mendapatkan peluang pertumbuhan yang kecil. Hal inilah yang ber-
kontribusi terhadap ketidakadilan distribusi pendapatan dan partum-
36
Abdul Rahim Abdul Rahman, “Islamic Microfinance: An Ethical
Alternative to Poverty Alleviation”, Humanomics, Vol.26 No.4 (2010), p. 54 37
Kunt-Asli Demirgūç dan Leora Klapper, “Measuring Financial
Inclusion: Explaining Variation in Use of Financial Services across and
within Countries”, Brookings Papers on Economic Activity, Spring 2013,
Proquest, diunduh 27 Agustus 2014
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 17
buhan ekonomi yang lebih lambat.38
Demirguc-Kunt dan Klapper
menyatakan bahwa ada tujuh alasan adanya kesenjangan inklusi keua-
ngan di masyarakat yang diukur dengan skala enam, yaitu: 1) tidak
memiliki cukup uang, 2) terlalu mahal, 3) anggota keluarga lain telah
memiliki rekening, 4) jarak bank terlalu jauh, 5) tidak memiliki doku-
men pendukung, 6) alasan agama, dan 7) keberadaan sektor informal
yang cukup kuat sehingga mengurangi permintaan terhadap jasa per-
bankan.39
Penelitian ini ingin membuktikan bahwa BMT mampu
mengatasi sebagian dari tujuh alasan terjadinya kesenjangan inklusi
keuangan tersebut melalui strategi peningkatan inklusi bagi masyara-
kat miskin dan pengusaha mikro.
Muhammad Kamal Zubair (2015),40
dengan penelitian disertasi-
nya yang menganalisis tentang keberlanjutan Lembaga Keuangan
Mikro Syariah. Temuannya menunjukkan bahwa beberapa BMT
berkembang pesat dan terus memperluas bisnisnya sementara bebera-
pa BMT lain terancam bangkrut, rugi dan kemudian tutup, tidak
berjalan lagi sehingga mengancam keberlanjutan (sustainabilitas) dan
perkembangan lembaga keuangan mikro syariah tersebut dalam jang-
ka panjang ke depan. Model yang dibangun melalui penelitian ini
menunjukkan bahwa variabel-variabel penyusun faktor eksternal,
yaitu regulasi, pengawasan dan infrastruktur terbukti positif signifikan
memengaruhi sustainabilitas BMT, sedangkan variabel penyusun
faktor internal, dari lima variabel yang diteliti, yaitu sumber daya
manusia, manajemen, permodalan, jangkauan pasar dan inovasi pro-
duk, hanya dua variabel yang positif signifikan memengaruhi sustai-
nabilitas BMT, yaitu sumber daya manusia dan permodalan. Faktor-
faktor eksternal dan internal yang ditentukan memiliki pengaruh
terhadap sustainabilitas BMT adalah aspek regulasi, aspek pengawa-
san, aspek infrastruktur, aspek sumber daya manusia, dan aspek
permodalan. Aspek-aspek tersebut dapat dijadikan sebagai tuntunan
untuk meningkatkan kinerja BMT menuju sustainabilitas lembaga
keuangan mikro syariah melalui percepatan regulasi yang mandiri
38
Kunt-Asli Demirgūç dan Leora Klapper, “Measuring Financial
Inclusion…h.5 39
Kunt-Asli Demirgūç dan Leora Klapper, “Measuring Financial
Inclusion…h.6 40
Muhammad Kamal Zubair, “Sustainabilitas Lembaga Keuangan
Mikro Syariah”, disertasi di UIN Sunan Kalijaga tahun 2015, diakses tanggal
2 Maret 2018 dari http://www.digilib.uin-suka.ac.id/.
18 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
tentang BMT, optimalisasi peran dan fungsi pengawasan Dewan
Pengawas Syariah (DPS) BMT, pengembangan infrastruktur kelemba-
gaan BMT, peningkatan kapasitas sumber daya manusia pengelola
BMT dan penguatan sumber permodalan BMT. Hasil penelitian ini
lebih lanjut dapat dimanfaatkan untuk merancang kebijakan-kebijakan
yang diperlukan, untuk mendorong pengembangan BMT, sehingga
secara luas dan berkelanjutan mampu menjangkau dan memberdaya-
kan pelaku usaha mikro.
Berbeda dengan penelitian ini, Peneliti tidak memilah faktor
internal dan eksternal yang mempengaruhi keberlanjutan BMT. Faktor
yang memengaruhi keberlanjutan BMT yaitu SDM, produk, infra-
struktur dan legal. Namun untuk strategi keberlanjutan dipilah menja-
di strategi internal dan eksternal.
Edi Susilo (2015), 41
judul risetnya: Mengentaskan Kemiskinan
Dan Kebodohan Ummat Melalui Inklusi Keuangan Syariah (Sharia
Financial Inclusion). Metode penelitiannya menggunakan analisis
deskriptif. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa keberhasilan
keuangan inklusif industri keuangan syariah tidak bisa berdiri sendiri,
harus melibatkan semua pemangku kepentingan (stakeholders) dari
pusat sampai pemerintah kabupaten. Bank Indonesia dan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) sebagai regulator perbankan syariah perlu mendesain
instrumen regulasi yang berisi petunjuk operasional Bank Syariah
sebagai pelaksana untuk melakukan linkage program kepada Lembaga
Keuangan Mikro Syariah dalam penyaluran pembiayaan kepada ang-
gotanya. Kelemahan dari Lembaga Keuangan Mikro Syariah selama
ini adalah kesulitannya dalam menghimpun dana masyarakat (ang-
gota). Untuk itu diperlukan sinergi antara Bank Syariah dengan
Lembaga Keuangan Mikro Syariah dengan aturan atau regulasi yang
jelas dan manajemen risiko yang terukur. Bank Syariah sebagai
institusi yang menghimpun dana karena telah memiliki segala fasilitas
teknologi, jaringan, kemampuan SDM, payung hukum perlindungan
konsumen (nasabah) dan penjaminan, sedangkan lembaga keuangan
mikro syariah sebagai lembaga yang menyalurkan dana. Untuk mewu-
judkannya adalah dengan membuka kantor kas di setiap kantor BMT.
41
Edi Susilo, “Membangun Indonesia Berbasis Nilai-nilai Agama”,
Proceeding Seminar Nasional dan Call for Paper, diselenggarakan oleh
ADPISI (Asosiasi Dosen Pendidikan Islam Indonesia) di UNAIR, Surabaya
19-20 November 2015.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 19
Sinergi ini akan saling menguntungkan karena Bank Syariah tidak
perlu menyewa tempat untuk membuka kantor kas, BMT juga diun-
tungkan karena anggotanya yang selama ini menabung secara otoma-
tis menjadi nasabah Bank Syariah. Namun demikian penelitian ini
belum memberikan solusi model sinergi yang konkret terkait kendala
peningkatan inklusi keuangan.
Pada penelitian Susilo ditemukan bahwa sinergi dan dukungan
kelembagaan dari APEX, bank Syariah dan pemangku kepentingan
dalam mendukung inklusi keuangan sudah dilakukan, meskipun
belum secara optimal. Sehingga perlu diteliti lebih lanjut.
Abrista Devi & Aam S. Rusydiana (2016), 42
penelitian ini
melihat bentuk model pinjaman berbasis kelompok (Group Lending
Model) dan bagaimana dampaknya terhadap struktur sosial anggota-
nya. Penelitian ini juga mencoba memberikan solusi berupa analisis
strategi awal pengembangan Islamic GLM agar lebih efektif dan
efisien. Metode yang digunakan adalah Structural Equation Modeling
(SEM) dan Interpretive Structural Modeling. Berdasarkan pengukuran
beberapa indikator diantaranya adalah tingkat partisipasi masyarakat,
pemberdayaan masyarakat, repayment rate yang baik, cross reporting
yang baik, serta penerapan penalty sesuai dengan aturan yang berlaku.
Hasilnya menunjukkan bahwa dengan adanya program GLM masya-
rakat merasakan perbedaan baik dari kondisi ekonomi maupun sosial
dari sebelum dan setelah mengikuti program. Strategi pengembangan
untuk program GLM ini terbagi menjadi 7 level dengan elemen-ele-
men terpentingnya antara lain: Perlunya kesetaraan akses dana untuk
segala jenis institusi keuangan, baik perbankan maupun model pinja-
man berbasis kelompok, Perlunya peningkatan kualitas sumber daya
manusia sebagai pionir pelayanan model pinjaman berbasis kelompok
ini, serta Pentingnya keuangan inklusif pada seluruh sistem keuangan.
Berbeda dengan penelitian di atas, penelitian ini menemukan
bahwa tidak semua BMT menggunakan model pembiayaan berkelom-
pok, dengan melihat kondisi dan jangkauan masyarakat yang dilayani
42
Abrista Devi & Aam S. Rusydiana (2016) dalam risetnya yang
berjudul: “Islamic Group Lending Model (GLM) dan Keuangan Inklusif:
Studi Dampak dan Strategi Pengembangan”, Signifikan: Jurnal Ilmu Ekono-
mi Volume 5 (1), April 2016P-ISSN: 2087-2046; E-ISSN: 2476-9223 h. 51
– 68.
20 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
relatif jauh. Sehingga kemungkinan risiko pembiayaan individual akan
semakin tinggi.
Dari berbagai riset terdahulu, posisi penelitian ini dibandingkan
dengan penelitian lain adalah mencoba melihat apakah strategi yang
diterapkan oleh lembaga keuangan mikro khususnya BMT sudah cu-
kup efektif dalam mendukung kebijakan keuangan inklusif di Indone-
sia dengan menggunakan local wisdom dan local genuine yang dimili-
ki masyarakat wilayah kajian. Penelitian ini diarahkan kepada pene-
muan strategi penerapan inklusi dan literasi keuangan pada BMT
dengan pendekatan ekonomi dan sosiologi. Pendekatan ekonomi
digunakan untuk menganalisis manfaat dan dampak keuangan inklusif
dan literatif bagi kesejahteraan ekonomi masyarakat. Sedangkan pen-
dekatan sosiologis untuk melihat manfaat dan efektivitas BMT di
tengah masyarakat dan upayanya dalam meningkatkan peran serta
masyarakat di lembaga keuangan.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, diperoleh identi-
fikasi masalah lembaga keuangan mikro sebagai berikut:
a. Lembaga keuangan mikro yang sudah banyak menyentuh
kelompok miskin serta usaha mikro kecil menengah perlu
dimaksimalkan peranannya. Di antara lembaga keuangan
mikro yang cukup bertumbuh pesat saat ini adalah Baitul
Maal wat Tamwil (BMT). BMT umumnya beroperasi di
wilayah perkotaan dan pinggiran kota. Kota Bekasi, Depok
dan Tangerang memiliki pertumbuhan ekonomi yang relatif
tinggi, yaitu 5-6% per tahun,43
namun masyarakatnya belum
optimal memanfaatkan produk lembaga keuangan mikro
termasuk BMT.
b. Terbatasnya keterlibatan masyarakat salah satunya karena
banyak masyarakat yang masih enggan berhubungan dengan
bank karena persepsi bahwa berhubungan dengan bank cen-
derung sulit dan memakan waktu lama, prosedural dan harus
memenuhi berbagai persyaratan lain yang bersifat adminis-
tratif. Selama ini sebagian besar masyarakat menggunakan
kelompok-kelompok keuangan informal dalam memenuhi
kebutuhan pembiayaan. Seperti, lembaga swadaya masyara-
43
Hasil dari perhitungan BPS yang diukur dengan membandingkan
kinerja ekonomi tahun 2014 dibandingkan tahun 2015. Data diakses dari
http://www.bps.go.id/.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 21
kat maupun kreditor perorangan yang cenderung seperti
rentenir dalam mengenakan bunga pinjaman relatif tinggi.
Mereka inilah yang lebih gampang diakses masyarakat da-
lam memenuhi kebutuhan modal usaha maupun kepentingan
konsumtif.44
c. Pertumbuhan ekonomi ini akan cukup efektif jika ditopang
dengan keterlibatan masyarakat dalam bidang keuangan dari
berbagai lapisan masyarakat khususnya menengah ke bawah.
Akses dan keterlibatan di bidang keuangan berupa kepemi-
likan rekening tabungan dan kemudahan mendapatkan fasili-
tas pembiayaan dari lembaga keuangan baik bank maupun
non bank.
d. Pertumbuhan BMT dalam beberapa tahun ini relatif stagnan
karena beberapa hal, diantaranya karena faktor internal dan
eksternal. Faktor internal disebabkan oleh kualitas sumber
daya manusia, keterbatasan sistem, infrastruktur pendukung
dan keterbatasan modal. Sedangkan dari sisi eksternal yaitu
belum adanya kejelasan regulasi tentang badan hukum
BMT, persaingan dengan perbankan plat merah (BUMN)
yang diwajibkan menyentuh sektor mikro dan didukung oleh
dana yang cukup besar dari APBN. Melambatnya partum-
buhan ekonomi juga memengaruhi terhadap serapan pembia-
yaan yang dikelola BMT. Faktor-faktor tersebut pada akhir-
nya menurunkan kemampuan inklusi BMT.
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, penelitian ini meng-
kaji bagaimana pelaksanaan kebijakan keuangan inklusif pada lemba-
ga keuangan mikro yang berbadan hukum koperasi yaitu Baitul Mal
wat Tamwil dalam kaitannya dengan pemberdayaan ekonomi dan
sosial masyarakat. Rumusan masalah tersebut dirinci ke dalam tiga
pertanyaan yaitu:
1. Bagaimana peran BMT dalam mendukung kebijakan keua-
ngan inklusif di Indonesia ?
2. Sejauhmana kendala yang dihadapi BMT dalam meningkat-
kan keuangan inklusif ?
44
Hasil survey awal penulis terkait dengan perilaku masyarakat di
sekitar Kota Bekasi khususnya di wilayah Bekasi Timur.
22 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
3. Bagaimana peran BMT dalam memberdayakan usaha
mikro?
4. Bagaimana strategi keberlanjutan BMT dalam meningkatkan
keuangan inklusif ?
Batasan masalah yang dikaji dalam buku ini adalah mengenai:
1. Inklusi dan literasi keuangan yang dimaksud adalah kemu-
dahan akses dan pemahaman anggota tentang layanan keua-
ngan yang dilakukan oleh BMT.
2. Penelitian ini khusus mengkaji pelaksanaan keuangan liter-
aktif dan inklusif di BMT selama periode 2015-2017.
3. Penelitian dilakukan pada empat BMT yang mewakili tiga
wilayah yaitu: Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Buku ini merupakan hasil penelitian yang telah melalui bebe-
rapa kali ujian di Sekolah Pascasarjana (SPS) UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, mulai dari Ujian Proposal, Ujian Work in Progress (WIP) 1
dan WIP 2, Ujian Pendahuluan, dan Ujian Promosi Doktoral. Buku ini
merupakan hasil penelitian di bidang keuangan mikro yang memiliki
tujuan secara umum untuk menganalisis strategi implementasi inklusi
dan literasi keuangan pada lembaga keuangan mikro BMT dengan
pendekatan ekonomi dan sosiologi.
Adapun tujuan khususnya yaitu: 1) Menjelaskan peran baitul
mal wat tamwil dalam mendukung kebijakan keuangan inklusif. 2)
Menguraikan kendala yang dihadapi BMT dalam meningkatkan keua-
ngan inklusif. 3) Memahami peran BMT dalam memberdayakan usa-
ha mikro, dan 4) Menjelaskan strategi keberlanjutan BMT dalam
meningkatkan keuangan inklusif.
Hasil penelitian yang dipaparkan dalam buku ini diharapkan
dapat menjadi salah satu referensi bagi kajian di bidang keuangan
mikro Islam khususnya terkait BMT. Penelitian ini juga diharapkan
dapat menjadi rujukan bagi pemerintah dalam mengembangkan kebi-
jakan keuangan inklusif dan literatif.
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi
bagi stakeholders di sekitar BMT, terutama dalam merumuskan kebi-
jakan yang berkaitan dengan peningkatan inklusi keuangan menuju
masyarakat yang well literate di bidang keuangan. Selanjutnya dapat
membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih merata
dan dinamis. Sejalan dengan program nasional di bawah Kementerian
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 23
Keuangan dan Program Dunia untuk peningkatan angka keterlibatan
dan aksesibilitas masyarakat dunia terhadap lembaga keuangan.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan kuantitatif.45
Penelitian kuantitif,46
dimana peneliti melakukan survei menggunakan
instrumen kuesioner dan panduan wawancara kepada para ahli, prak-
tisi dan penyusun kebijakan serta anggota/nasabah BMT. Wawancara
kepada ahli dan praktisi bertujuan mendapatkan pandangan tentang
implementasi dan peranan BMT dalam meningkatkan inklusi dan
literasi keuangan. Sedangkan dari anggota/nasabah diperoleh gamba-
ran tingkat pemahaman (literasi), keterlibatan (inklusi) dan manfaat
menjadi anggota BMT.
Adapun pendekatan kualitatif,47
yaitu dengan melakukan obser-
45
Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif atau kombinasi (mixed
method) adalah suatu metode penelitian yang mengombinasikan atau meng-
gabungkan antara metode kuantitatif dengan metode kualitatif untuk diguna-
kan secara bersama-sama dalam suatu kegiatan penelitian, sehingga diperoleh
data yang lebih komprehensif, valid, reliabel, dan objektif. (Sugiyono,
Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta,
2011), 404. Demikian pula pada Abbas Tashakkosi dan Charles Taddlie,
Mixed Methology Mengombinasikan Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 222. Bahwa jenis data campuran yang
memadukan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dalam hal metode penelitian
yang digunakan (seperti dalam tahap pengumpulan data), dan kajian model
campuran (mixed methods) memadukan dua pendekatan dalam semua
tahapan proses penelitian. Mixed methods juga dikatakan sebagai metolologi
yang memberikan asumsi filosofis dalam menunjukkan arah atau memberi
petunjuk cara pengumpulan data dan menaganalisis data serta perpaduan
pendekatan kuantitatif dan kualitatif melalui beberapa fase proses penelitian.
(John W. Creswell, and Vicki L. Plano Clark, Designing and Conducting
Mixed Methods Research (London: Sage Publication, 2008), h. 5. 46
Penelitian kuantitatif merupakan metode penelitian yang berlandas-
kan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau
sampel tertentu. Teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan seca-
ra random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis
data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang
telah ditetapkan. (Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan
R&D (Bandung: Alfabeta, 2012), h.7. 47
Metode kualitatif merupakan sebuah penelitian untuk mengetahui
satu obyek permasalahan melalui analisa mikro dan makro dengan cara bertu-
juan meneliti konteks komparasi pemikiran, struktur pemikiran dan implika-
sinya, observasi realitas sosial, dan relevansi antar satu pemikiran dengan
24 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
vasi literatur dan hasil riset sebelumnya untuk mendapatkan kerangka
teori dan membangun argumentasi, menyimpulkan contoh dan impli-
kasinya serta untuk memperkuat data-data dan analisis yang bersifat
kuantitatif, untuk saling melengkapi deskripsi hasil studi mengenai
fenomena yang diteliti dan memperkuat analisis penelitian.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sosiologi ekono-
mi. Smelser dan Swedberg (2005) mengemukakan definisi sosiologi
ekonomi dengan mengadopsi pendapat Weber maupun Durkheim,
bahwa sosiologi ekonomi merupakan sub disiplin sosiologi yang
memfokuskan bidang studi pada bagaimana aktor atau masyarakat
memenuhi kebutuhan hidup mereka.48
Sosiologi ekonomi sebagaimana dikutip dari en.wikipedia.org
didefinisikan sebagai berikut:
Economic sociology can be defined as the sosciological perspective
applied to economic phenomena. A similar but more elaborate version
is the application of the frames of reference, variables, and expla-
natory models of sociology to that complex of activities which is con-
cerned with the production, distribution, exchange, and consumption
of scarce good and services.
Dengan kata lain sosiologi ekonomi sebagai perspektif sosiologis yang
diterapkan pada fenomena ekonomi. Versi yang serupa tetapi lebih
rumit adalah penerapan kerangka acuan, variabel, dan model penje-
lasan sosiologi pada kerumitan kegiatan yang berkaitan dengan pro-
duksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa yang
langka.
Pendekatan ini digunakan dalam menjelaskan pola interaksi
masyarakat menggunakan BMT sebagai salah satu instrumen dalam
memenuhi kebutuhan, baik yang berkaitan dengan tujuan produksi
pemikiran yang lain. Sharlene Nagy Hesse-Biber and Patricia Leavy.
Aproaches to Qualitative Research, (New York: Oxford University Press,
2004), h.1. Baca pula Robert Bogdam dan Steven J. Tailor, Introduction to
Qualitative Research Methods (New York: Jhon Wiley & Son 1975), 4,
bahwa Penelitian kualitatif adalah penelitian yang berusaha untuk mendes-
kripsikan data berupa tulisan, kata-kata, atau tingkah laku yang dapat diamati. 48
Ketut Gede Mudiarta, “Perspektif dan Peran Sosiologi Ekonomi da-
lam Pembangunan Ekonomi Masyarakat”, Forum Penelitian Agro Ekonomi,
Vol. 29 (1), Juli 2011), h. 56.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 25
yaitu memperoleh modal melalui BMT maupun tujuan konsumsi ter-
utama untuk membeli barang-barang yang bersifat tahan lama. Di
samping itu untuk tujuan distribusi dimana masyarakat dapat mem-
peroleh pembiayaan dari BMT untuk membantu kelancaran kegiatan
perdagangan melalui usaha pertokoan, warung kecil dan berdagang
keliling.
Pola interaksi dengan motivasi agama juga dapat diamati dalam
penelitian ini karena salah satu aktivitas BMT adalah membina spiri-
tual dan mengenalkan ekonomi islam kepada masyarakat. Sehingga
ada motif agama dibalik aktivitas masyarakat yang terlibat di BMT.
Pendekatan ekonomi digunakan untuk memahami motif dan
pola pelayanan produk baik berupa simpanan maupun pembiayaan
yang dilakukan BMT terhadap anggotanya, dan sebaliknya motif
masyarakat memanfaatkan produk BMT. Sedangkan pendekatan
sosiologi untuk melihat sejauhmana perilaku masyarakat menyikapi
dan memanfaatkan keberadaan BMT di lingkungannya.
Penelitian mengambil lokasi di wilayah Depok, Tangerang dan
Bekasi. Alasannya wilayah tersebut memiliki jumlah BMT cukup
besar yaitu lebih dari 1000 BMT yang tersebar sebagian besar di wila-
yah Jawa Barat dan Banten. Selain itu ketiga wilayah tersebut memi-
liki pertumbuhan ekonomi relatif tinggi dibanding wilayah lainnya.49
Dalam penelitian ini data yang digunakan terdiri dari data
primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawan-
cara, nilai persepsional kuesioner ANP dan observasi lapangan. Proses
wawancara mendalam (indepth interview) dengan melibatkan pakar,
praktisi, dan anggota/nasabah yang memiliki pemahaman tentang per-
masalahan yang dibahas.
Data pendukung (sekunder) berasal dari artikel jurnal penelitian
terkait, statistik perbankan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan
(OJK), Badan Pusat Statistik, Kementerian Koperasi dan UKM, Induk
Koperasi Syariah, Pusat BMT, dan sumber lain yang relevan. Data
dikumpulkan melalui beberapa tahap, yaitu wawancara mendalam
(depth interview) dan observasi.
Setelah indepth interview kemudian dilanjutkan dengan pengi-
sian kuesioner pada pertemuan kedua dengan responden. Pemilihan
responden pakar dan praktisi pada penelitian ini dilakukan dengan
49
Hasil wawancara didukung data Puskopsyah (Pusat Koperasi Sya-
riah), 2015.
26 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
mempertimbangkan pemahaman responden terhadap permasalahan
dalam pengembangan BMT di Indonesia. Jumlah responden dalam
penelitian ini sebanyak sembilan orang terdiri dari empat orang prak-
tisi BMT, satu orang akademisi, dua orang pakar BMT dan dua orang
perumus kebijakan, dengan pertimbangan berkompeten di bidangnya.
Syarat responden yang valid dalam ANP (Analytic Network Process)
adalah bahwa mereka adalah orang-orang yang menguasai atau ahli di
bidangnya, memiliki pengalaman atau sebagai praktisi pada bidang
yang relevan dengan objek penelitian.
Untuk mendukung pembuktian tingkat literasi dan inklusi
dilakukan penyebaran kuesioner kepada anggota BMT mewakili dari
BMT yang dijadikan objek penelitian sebanyak 30 orang. Di samping
wawancara, peneliti juga melakukan observasi kepada pengurus/kar-
yawan BMT dalam melakukan pelayanan kepada anggota maupun
masyarakat secara umum.
Analisis data menggunakan metode ANP (Analytic Network
Process).50
ANP adalah teori matematis yang pertama yang membuat
metode ini memungkinkan seorang pengambil keputusan menghadapi
faktor-faktor yang saling berhubungan (dependence) serta umpan
balik (feedback)nya secara sistematis. Dalam bahasa lain, ANP meru-
pakan satu dari metode pengambilan keputusan berdasarkan banyak
kriteria atau Multiple Criteria Decision Making (MCDM) yang di-
kembangkan oleh Thomas L. Saaty. Metode ini merupakan pengem-
bangan dari metode AHP (Analytic Hierarchy Process).51
Kelebihan ANP dari metode lain adalah kemampuannya untuk
membantu para pengambil keputusan dalam melakukan pengukuran
dan sintesis sejumlah faktor-faktor dalam hierarki atau jaringan.
Banyak kelebihan dari metode ANP yang diperkenalkan oleh T.
Saaty, di antaranya adalah kesederhanaan konsep yang ditawarkan.
Menurut Saaty, dari kesederhanaan metodenya membuat ANP men-
jadi metode yang lebih umum dan lebih mudah diaplikasikan untuk
studi kualitatif yang beragam, seperti pengambilan keputusan, per-
amalan (forecasting), evaluasi, pemetaan (mapping), strategizing,
alokasi sumber daya dan sebagainya.
50
Saaty, T.L dalam Hendri Tanjung (2013), Metodologi Penelitian
Ekonomi Islam, Jakarta: Gramata Publishing, h.214. 51
Hendri Tanjung dan Abrista Devi, Metodologi Penelitian Ekonomi
Islam (Jakarta: Gramata Publishing, 2013) h. 214
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 27
Pada umumnya penelitian kualitatif hanya mendeskripsikan
hasil penemuan yang ada di lapangan tanpa melakukan sintesis lebih
dalam. Terlebih lagi jika dibandingkan dengan metode AHP, ANP
memiliki banyak kelebihan seperti perbandingan yang dihasilkan lebih
objektif, kemampuan prediktif yang lebih akurat, dan hasil yang lebih
stabil. ANP lebih bersifat general dari AHP yang digunakan pada
multi-criteria decision analysis. Struktur AHP merupakan suatu deci-
sion problem dalam bentuk tingkatan suatu hierarki, sementara ANP
menggunakan pendekatan jaringan tanpa harus menetapkan level
seperti hierarki yang digunakan dalam AHP.52
Ascarya yang dikutip Hendri Tanjung (2013)53
menyatakan
bahwa tujuan ANP adalah mengetahui keseluruhan pengaruh dari
setiap elemen. Oleh karena itu, semua komponen perlu diatur dalam
suatu kerangka kerja hierarki control dan jaringan. Tidak ada kete-
tapan baku bagaimana membuat suatu kerangka kerja, namun harus
sesuai dengan teori-teori/penelitian sebelumnya dan benar-benar me-
nggambarkan masalah yang sedang terjadi sekarang (masa berlang-
sungnya penelitian). Setelah kerangka kerja dirumuskan, perban-
dingan pasangan dan sintesis dilakukan untuk memeroleh urutan
prioritas dari sekumpulan komponen ini. Lalu diturunkan pengaruh
dari elemen dalam feedback dengan memerhatikan masing-masing
komponen. Selanjutnya hasil dari pengaruh ini dibobot dengan tingkat
kepentingan dari kriteria, dan ditambahkan untuk memeroleh penga-
ruh keseluruhan dari masing-masing elemen.
Beberapa prinsip dasar ANP, yaitu:
1. Dekomposisi. Masalah-masalah yang dikumpulkan dengan mela-
kukan studi lapangan ketika penelitian berlangsung merupakan ma-
salah yang sangat kompleks. Untuk menstruktur masalah-masalah
yang kompleks tersebut perlu didekomposisikan ke dalam suatu
jaringan dalam bentuk komponen-komponen, cluster-cluster, sub-
cluster, dan alternatif. Mendekomposisikan masalah ke dalam
bentuk kerangka kerja hierarki atau feedback dapat juga dikatakan
dengan membuat model dengan pendekatan ANP.
2. Penilaian komparasi. Prinsip ini diterapkan untuk melihat perban-
dingan pasangan (pairwise) dari semua jaringan/hubungan/penga-
ruh yang dibentuk dalam suatu kerangka kerja. Hubungan tersebut
52
Hendri Tanjung (2013), Metodologi Penelitian Ekonomi … h. 214 53
Hendri Tanjung (2013), Metodologi Penelitian Ekonomi … h. 218
28 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
dapat berupa hubungan antar elemen-elemen dalam suatu kompo-
nen yang berbeda atau hubungan antara satu elemen dengan
elemen lainnya dalam satu komponen yang sama. Semua pasangan
perbandingan itu digunakan untuk memeroleh hasil prioritas
”lokal” elemen-elemen dalam setiap komponen. Untuk melakukan
penilaian komparasi ini berlaku aksioma resiprokal. Jika terdapat n
elemen, maka matriks perbandingan komparasi sejumlah n x n.
Karena itu, banyaknya penilaian yang diperlukan untuk menyusun
matriks tersebut adalah: n (n-1)/2. Untuk memeroleh hasil prioritas
“lokal” dari setiap matriks penilaian perbandingan pasangan kemu-
dian dicari nilai eigenvector. Hasil dari prioritas “lokal” tersebut
dihitung untuk menghasilkan prioritas “global” dan inilah yang
disebut dengan komposisi hierarki atau sintesis. Prioritas lokal
merupakan prioritas dalam satu elemen. Sedangkan prioritas global
merupakan prioritas yang diperoleh dari total prioritas antar
elemen.
3. Konsistensi. Konsisitensi dalam ANP dibagi menjadi dua jenis.
Pertama, diukur berdasarkan objek-objek (elemen) yang akan
diperbandingkan. Kedua, konsistensi juga terdapat ketika akan
melakukan perbandingan pasangan. Penilaian perbandingan pasa-
ngan akan selalu konsisten jika elemen yang dibandingkan hanya
dua. Namun akan lebih sulit jika elemennya lebih dari dua.
Analytic Network Process (ANP) mempunyai landasan aksioma
yang menjadi landasan teorinya yaitu:54
1. Resiprokal, jika aktivitas X memiliki tingkat kepentingan 6 kali
lebih besar dari aktivitas Y, maka jika kedua aktivitas tersebut
diperbandingkan, aktivitas Y memiliki nilai resiprokal dibanding-
kan aktivitas X, yaitu Y besarnya 1/6 dari aktivitas X.
2. Homogenitas, aksioma ini menyatakan bahwa elemen-elemen yang
akan dibandingkan tidak memiliki perbedaan terlalu besar. Jika
perbandingan terlalu besar maka akan berdampak pada kesalahan
penilaian yang lebih besar. Skala penilaian menggunakan rentang
nilai 1 sampai 9.
54
Ascarya dalam Hendri Tanjung (2013), Metodologi Penelitian
Ekonomi Islam, Jakarta: Gramata Publishing, h. 219.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 29
Tabel 1.1 Definisi Rentang Penilaian dan Tingkat Kepentingan
Definition Intensity of
Importance
Equal Importance/Sama Penting 1
Weak/Lemah 2
Moderate importance/Cukup Penting 3
Moderate plus/ 4
Strong importance/Sangat Penting 5
Strong Plus/Agak Kuat 6
Very strong or demonstrated
importance/Sangat Kuat atau Sangat
Penting
7
Very, very strong/Sangat 8
Extreme importance 9
Sumber: Saaty, 2006
3. Prioritas; yaitu pembobotan secara absolut dengan menggunakan
skala interval (0,1) dan sebagai ukuran dominatif relatif.
4. Dependence condition; diasumsikan dapat dikomposisikan ke da-
lam komponen-komponen yang membentuk bagian berupa klaster.
Setiap elemen dan komponen yang digambarkan dalam jaringan
kerangka kerja baik hierarki maupun feedback, betul-betul dapat
mewakili agar sesuai dengan kondisi yang ada dan hasil sesuai
yang diharapkan.
Metode ANP mampu menangani saling ketergantungan antar
unsur-unsur dengan memperoleh bobot gabungan melalui pengemba-
ngan dari supermatriks. Supermatriks terdiri dari tiga tahap (www.
superdecisions.com) yaitu:
1. Tahap supermatriks tanpa bobot (unweighted supermatrix) yang
merupakan supermatriks yang terdiri dari bobot yang diperoleh
dari matriks perbandingan (pairwise)
2. Tahap supermatriks terbobot (weighted supermatrix) adalah super-
matriks yang didapatkan dengan mengalikan semua elemen di
dalam komponen dari unweighted supermatrix dengan bobot clus-
ter yang sesuai sehingga setiap kolom pada weighted supermatrix
memiliki jumlah 1. Apabila kolom pada unweighted supermatrix
30 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
telah memiliki jumlah 1, maka tidak perlu membobot komponen
tersebut pada weighted supermatrix.
3. Tahap supermatriks batas (limit supermatrix) merupakan super-
matriks yang diperoleh dengan menaikkan bobot dari weighted
supermatrix. Menaikkan bobot tersebut dengan cara mengalikan
supermatriks itu dengan nilainya sendiri sampai beberapa kali.
Ketika bobot pada setiap kolom memiliki nilai yang sama, maka
limit matrix telah stabil dan proses perkalian matriks akan terhenti.
Dari hasil akhir perhitungan akan memberikan bobot prioritas dan
sintesis. Prioritas adalah bobot dari semua elemen dan komponen.
Di dalam prioritas terdapat bobot limiting dan bobot normalized by
cluster. Bobot limiting adalah bobot yang diperoleh dari limit
supermatrix, sedangkan bobot normalized by cluster adalah pem-
bagian antara bobot limiting elemen dengan jumlah bobot limiting
elemen-elemen pada suatu komponen. Sintesis adalah bobot dari
alternatif. Pada sintesis terdapat bobot berupa ideals, raw, dan
normal. Bobot normals adalah hasil bobot alternatif seperti terda-
pat pada bobot normalized by cluster prioritas. Bobot raw adalah
hasil bobot alternatif seperti terdapat pada bobot limiting prioritas
atau limit matrix. Bobot ideals merupakan bobot yang diperoleh
dari pembagian antara bobot normals pada setiap alternatif dengan
bobot normal terbesar diantara alternatif-alternatif tersebut.
Langkah-langkah dalam penelitian dengan metode ANP adalah
sebagai berikut:
1. Melakukan wawancara yang mendalam tentang permasalahan
yang dikaji kepada pakar dan praktisi yang memahami dan
menguasai masalah secara komprehensif.
2. Menyusun kuesioner perbandingan (pair-wise comparison) ber-
dasarkan pada jaringan ANP yang telah dibuat.
3. Melakukan wawancara kedua berupa pengisian kuesioner kepa-
da pakar dan praktisi.
4. Melakukan sintesis dan proses data (hasil survey dalam bentuk
pengisian kuesioner) dengan menggunakan software ANP
(Superdecisions) yaitu media yang digunakan untuk mengapli-
kasikas metode ANP. Software ini dikembangkan oleh William
J. Adams yang bekerja sama dengan Thomas L. Saaty dan
Rozann W. Saaty pada tahun 2003. Hasil dari output ANP digu-
nakan untuk menganalisis dan mengajukan rekomendasi
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 31
strategi.55
Secara lebih rinci tahapan proses penelitian dengan metode
ANP sebagai berikut:
Gambar 1.1 Tahapan Penelitian ANP
Sumber: Ascarya (2010)
1. Konstruksi Model
Konstruksi model ANP disusun berdasarkan literature revi-
ew secara teori maupun empiris dan memberikan pertanyaan pada
pakar dan praktisi BMT serta melalui indepth interview untuk
mengkaji informasi secara lebih dalam untuk memeroleh permasa-
lahan yang sebenarnya.
2. Kuantifikasi Model
Tahap kuantifikasi model menggunakan pertanyaan dalam
kuesioner ANP berupa pairwise comparison (pembandingan pasa-
ngan) antar elemen dalam klaster untuk mengetahui mana diantara
keduanya yang lebih besar pengaruhnya (lebih dominan) dan
seberapa besar perbedaannya melalui skala numerik 1-9. Data hasil
penilaian kemudian dikumpulkan dan diinput melalui software
55
Wave Gupita, 2016, e-journal.uajy.ac.id/10886/3/2/2TI06832.pdf,
diakses tanggal 16 Februari 2019.
32 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
super decision untuk diproses sehingga menghasilkan output ber-
bentuk prioritas dan supermatriks. Hasil dari setiap responden akan
diinput pada jaringan ANP tersendiri.56
3. Sintesis dan Analisis
Pada tahap sintesis dan analisis digunakan beberapa rumus
berikut:
a. Geometric Mean
Untuk mengetahui hasil penilaian individu dari para
responden dan menentukan hasil pendapat pada satu kelompok
dilakukan penilaian dengan menghitung geometric mean (Saaty,
2006). Pertanyaan berupa perbandingan (Pairwise comparison)
dari responden akan dikombinasikan sehingga membentuk suatu
konsensus. Geometric mean merupakan jenis penghitungan rata-
rata yang menunjukkan tendensi atau nilai tertentu dimana memi-
liki formula sebagai berikut 57
:
(1.1)
b. Rater Agreement
Rater agreement adalah ukuran yang menunjukkan tingkat
kesesuaian (persetujuan) para responden (R1-Rn) terhadap suatu
masalah dalam satu klaster. Adapun alat yang digunakan untuk
mengukur rater agreement adalah Kendall’s Coefficient of Concor-
dance (W;0 < W≤ 1). W=1 menunjukkan kesesuaian yang sem-
purna.58
56
Ascarya (2011), “The Persistence of Low Profit and Loss Sharing
Financing in Islamic Banking: The Case of Indonesia” Review of Indonesia
economic and Business Studies Vol. 1 LIPI Economic Research Center. 57
Ascarya (2011), “The Persistence of Low Profit and Loss Sharing
Financing in Islamic Banking: The Case of Indonesia” Review of Indonesia
economic and Business Studies Vol. 1 LIPI Economic Research Center. 58
Ascarya dan Yumamita, Diana (2010), “Determinan dan Persistensi
Margin Perbankan Konvensional dan Syariah di Indonesia” working paper
series No.WP/10/04. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank
Indonesia.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 33
Untuk menghitung Kendall’s (W), yang pertama adalah
dengan memberikan ranking pada setiap jawaban kemudian men-
jumlahkannya.
(1.2)
Nilai rata-rata dari total ranking adalah:
(1.3)
Jumlah kuadrat deviasi (S), dihitung dengan formula:
(1.4)
Sehingga diperoleh Kendall’s W, yaitu:
(1.5)
Jika nilai pengujian W sebesar 1 (W=1), dapat disimpulkan
bahwa penilaian atau pendapat dari para responden memiliki kese-
suaian yang sempurna. Sedangkan ketika nilai W sebesar 0 atau
semakin mendekati 0, maka menunjukkan adanya ketidaksesuaian
antarjawaban responden atau jawaban bervariatif.59
Pada penelitian ini, untuk penerapan dalam model ANP, dibuat
klaster-klaster secara keseluruhan dibagi menjadi empat klaster, yaitu:
tujuan, problem/masalah, solusi, dan strategi. Penyusunan klaster ini
didasarkan pada struktur model ANP dan hasil identifikasi persoalan
BMT dari proses dekomposisi melalui kajian literatur dan hasil
59
Ascarya, “The Persistence of Low Profit and Loss Sharing Financing
in Islamic Banking: The Case of Indonesia”, Review of Indonesia Economic
and Business Studies Vol. 1, (Jakarta: LIPI Economic Research Center,
2011).
34 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
wawancara mendalam dengan praktisi dan ahli BMT.
Klaster 1:
Tujuan: Meningkatkan inklusi dan literasi keuangan pada BMT
Klaster 2:
Masalah, terdiri dari: Masalah SDM, Legal, Infrastruktur, dan produk.
Setiap masalah, terdiri dari kriteria dan subkriteria yang
diuraikan sebagai berikut:
a. Masalah SDM, terdiri dari:
1) Keahlian:
a) Penguasaan produk;
b) Penguasaan fiqih muamalah;
c) Pemahaman konsep pelayanan;
d) Keahlian membina nasabah/anggota;
e) Keahlian membangun jaringan.
2) Kemampuan:
a) Spiritual capacity;
b) Social capacity;
c) Knowledge capacity;
d) Financial capacity;
e) Economic capacity.
b. Masalah Legal, terdiri dari:
1) Transformasi badan Hukum BMT menuju KSPPS/USPPS atau
LKMS
a) Sosialisasi aturan badan hukum BMT kepada pengelola;
b) Pemahaman pengelola tentang peraturan dan konsekuensi
badan hukum BMT;
c) Konsekuensi pilihan Badan Hukum terhadap kinerja
BMT.
2) Konsistensi peraturan pada BMT/Koperasi Syariah/LKMS
a) Konsistensi aturan dalam hal ruang lingkup usaha;
b) Konsistensi Peraturan tentang Pengembangan usaha;
c) Efektivitas peraturan memengaruhi kinerja BMT.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 35
3) Unfairness policy (kebijakan yang tidak adil) antar lembaga
keuangan
a) BMT diperlakukan berbeda dibanding LK lainnya;
b) Perbedaan kebijakan menyebabkan BMT sulit berkem-
bang;
c) Kebijakan tidak adil membuat BMT kurang memiliki
daya saing.
4) Penguatan fungsi baitul maal:
a) Pemberdayaan sosial;
b) Intermediasi keuangan;
c) Pemberdayaan ekonomi;
d) Pengembangan usaha anggota;
e) Kesejahteraan anggota.
c. Masalah infrastruktur, terdiri dari:
1) Jejaring asosiasi dengan koperasi sekunder
a) Memanfaatkan jejaring melalui organisasi kemasyara-
katan;
b) Membangun komunikasi dengan koperasi sekunder;
c) Menjalin kerjasama dengan stakeholder di lingkungan
BMT.
2) Ketersediaan IT
a) IT yang memiliki kesesuaian dengan kebutuhan BMT;
b) IT yang mendukung operasional BMT;
c) IT yang up to date dengan perkembangan teknologi.
3) Standardisasi sistem
a) Sistem pelayanan nasabah/anggota;
b) Sistem manajemen dan administrasi BMT/KSPPS;
c) Sistem rekrutmen dan pengembangan SDM;
d) Sistem pelaporan keuangan.
4) Kesiapan IT
a) Pendayagunaan IT sederhana berbasis smartphone;
b) Membangun kerjasama dengan provider telekomunikasi.
36 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
5) Akselerasi teknologi
a) Meningkatkan kemampuan layanan BMT dengan meng-
gunakan akses layanan smartphone;
b) Meningkatkan kemampuan SDM dalam aplikasi berbasis
smartphone;
c) Adaptif terhadap perubahan teknologi.
d. Masalah Produk, terdiri dari:
1) Keragaman Produk
a) Diversifikasi produk dalam rangka peningkatan minat
nasabah;
b) Menciptakan produk yang dibutuhkan nasabah;
c) Keragaman produk dapat meningkatkan profit BMT.
2) Pemahaman produk
a) Meningkatkan pemahaman nasabah terhadap produk
BMT/KSPPS;
b) Meningkatkan kemampuan teller dan administrator
dalam memahami produk BMT/KSPPS;
c) Memberikan pemahaman tentang keamanan produk/jasa
BMT kepada nasabah/anggota.
3) Pengembangan produk berbasis local genuine
a) Melakukan riset dan analisis keunggulan masyarakat
sekitar;
b) Menciptakan produk yang berbasis keunggulan lokal;
c) Adaptif dengan perubahan pola kegiatan ekonomi
masyarakat.
Klaster 3:
Solusi Strategi Peningkatan Inklusi dan Literasi Keuangan
Klaster 4:
a. Strategi Internal:
1) Pelatihan SDM BMT;
2) Menjaga karakter BMT yang unik dibanding lembaga keua-
ngan (LK) lainnya;
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 37
3) Penguatan fungsi BMT.
b. Strategi Eksternal:
1) Strategi pemasaran produk;
2) Standardisasi IT;
3) Memperkecil assymetric information;
4) Menerapkan konsep social inclusion;
5) Kerjasama dengan badan ekonomi kreatif (BEKRAF);
6) Menerapkan kebijakan yang fair;
7) Melakukan inovasi;
8) Adanya dukungan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Berdasarkan identifikasi masalah dan arah kebijakan pening-
katan literasi dan inklusi keuangan, selanjutnya terbentuklah jaringan
struktur ANP dengan menggunakan software Superdecisions.
Gambar 1.2 Model Jaringan ANP (versi sederhana), diolah dengan
Software Superdecisions, 2017
38 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Berdasarkan model jaringan ANP, kemudian dikembangkan
kuesioner yang merupakan rangkaian pernyataan yang terdiri dari
berbagai klaster dan aspek yang ada dalam model. Kuesioner meng-
gambarkan secara lebih jelas berbagai aspek dan pengaruhnya terha-
dap aspek lain melalui ukuran skala 1-9. Kuesioner penelitian disaji-
kan pada lampiran.
Kuesioner tersebut kemudian diisi oleh sembilan responden ahli
tersebut untuk mendapatkan perspektif yang lebih komprehensif
tentang tingkat kepentingan pada aspek-aspek permasalahan baik di
bidang SDM, produk, infrastruktur, dan legal. Kemudian setiap aspek
permasalahan dikatkan dengan sub aspek lainnya dari setiap perma-
salahan.
Buku ini disajikan dalam enam bab, yaitu: Bab pertama, Penda-
huluan, menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan latar belakang
masalah, Perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, penelitian terdahulu yang relevan, metodologi penelitian,
kerangka konseptual dan hipotesis dan sistematika penulisan.
Bab kedua berisi tentang uraian mengenai landasan teoritis
tentang filosofi kebijakan inklusi dan literasi keuangan dan lembaga
keuangan mikro di Indonesia.
Bab ketiga mendeskripsikan tentang profil objek penelitian,
yaitu BMT yang diteliti di wilayah Depok, Tangerang dan Bekasi.
Bab keempat menyajikan karakteristik dan tingkat literasi serta
inklusi anggota BMT.
Bab kelima menyajikan perspektif ahli dan strategi keberlan-
jutan BMT dalam meningkatkan inklusi dan literasi keuangan, terdiri
dari dekomposisi konstruksi persoalan bmt menurut persepsi ahli,
hasil skoring permasalahan BMT menurut persepsi ahli, dan strategi
dalam rangka peningkatan inklusi dan literasi keuangan perspektif
ahli.
Bab keenam merupakan Penutup yang berisi simpulan yaitu
menjawab rumusan masalah utama dengan argumentasinya kemudian
diulas persamaan dan perbedaan temuan buku ini dengan komunitas
akademik lainnya. Selanjutnya dirumuskan saran-saran dan implikasi
bagi pengembangan penelitian lebih lanjut.
39
Bab II DISKURSUS INKLUSI, LITERASI
KEUANGAN, KEUANGAN MIKRO,
DAN PEMBERDAYAAN
A. Kebijakan Keuangan Inklusif
Salah satu persoalan ekonomi di masyarakat adalah kesenja-
ngan dan eksklusivitas lembaga keuangan. Dimana masyarakat umum
khususnya kelompok menengah ke bawah atau masyarakat miskin
tidak dapat mengakses lembaga keuangan. Untuk mengatasi persoa-
lan ekonomi, dibutuhkan kebijakan untuk menurunkan eksklusivitas
tersebut yang dikenal dengan kebijakan keuangan inklusif.
Terdapat berbagai definisi tentang definisi keuangan inklusif
(financial inclusion), baik yang dikemukakan oleh para ahli maupun
lembaga.
Dalam Strategi Nasional Keuangan Inklusif, keuangan inklusif
didefinisikan sebagai: Hak setiap orang untuk memiliki akses dan layanan penuh dari lem-
baga keuangan secara tepat waktu, nyaman, informatif, dan terjangkau
biayanya, dengan penghormatan penuh kepada harkat dan martabat-
nya. Layanan keuangan tersedia bagi seluruh segmen masyarakat
dengan perhatian khusus kepada orang miskin, orang miskin produk-
tif, pekerja migran, dan penduduk di daerah terpencil.1
Menurut Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia
(SNLKI) Mei 2013, Inklusi Keuangan adalah: “upaya mewujudkan
akses masyarakat terhadap layanan keuangan untuk mengurangi ke-
rentanan dan ketidakmampuan ekonomi serta untuk mengurangi ke-
miskinan.”
Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2014, financial inclu-
sion (keuangan inklusif) adalah: Seluruh upaya yang bertujuan meniadakan segala bentuk hambatan
terhadap akses masyarakat dalam memanfaatkan layanan keuangan
dengan biaya yang terjangkau. Upaya tersebut meliputi: pertama, pe-
ningkatan edukasi keuangan dan literasi keuangan (financial literacy),
1Booklet Keuangan Inklusif, http://www.academia.edu/10616062, di-
akses tanggal 3 Agustus 2016.
40 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
kedua, peningkatan kemampuan keuangan masyarakat (financial eli-
gibility). Ketiga, penyediaan saluran distribusi dan memfasilitasi
ketersediaan layanan jasa keuangan (Branchless banking). Keempat,
penerbitan ketentuan yang mendukung, kelima, pengadaan fasilitas
keuangan publik dan keenam, perlindungan konsumen.2
Dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2016 Tentang Stra-
tegi Nasional Keuangan Inklusif, definisi keuangan inklusif yaitu: Kondisi ketika setiap anggota masyarakat mempunyai akses terhadap
berbagai layanan keuangan formal yang berkualitas secara tepat wak-
tu, lancar, dan aman dengan biaya terjangkau sesuai dengan kebutu-
han dan kemampuan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan ma-
syarakat.3
Layanan keuangan yang disediakan harus dapat diterima oleh
masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan mudah untuk diakses dari
sisi persyaratan serta layanan. Layanan keuangan yang aman dimak-
sudkan agar masyarakat terlindungi hak dan kewajibannya dari risiko
yang mungkin timbul.
Selain pengertian di atas, terdapat beberapa definisi keuangan
inklusif sebagaimana dikutip dari bahan sosialisasi keuangan inklusif
Bank Indonesia, yang dikemukakan oleh tiga lembaga keuangan
dunia yaitu CGAP-GPFI, FATF dan lembaga bank sentral India atau
Reserve Bank of India, sebagai berikut:
Tabel 2.1
Perbandingan Definisi Keuangan Inklusif
dari Tiga Lembaga
CGAP-GPFI FATF Reserve Bank of
India State in which all
working age adults have
effective access to credit,
savings, payments, and
insurance from formal
service providers.
Financial inclusion
involves providing
access to an adequate
range of safe,
convenient and
affordable financial
Process of ensuring
access to appropriate
financial products and
services needed by all
sections of the society
in general and
2Bahan Seminar OJK di Kendari tentang Literasi, Edukasi dan Inklusi
Keuangan, diunduh dari http://www.ojk.go.id/, tanggal 3 Agustus 2016. 3Lebih lanjut lihat Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2016 Tentang
Strategi Nasional Keuangan Inklusif.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 41
CGAP-GPFI FATF Reserve Bank of
India Effective access involves
convenient and
responsible service
delivery, at a cost
affordable to the
customer and sustainable
for the provider, with the
result that financially
excluded customers use
formal financial services
rather than existing
informal options.
services to
disadvantaged and
other vulnerable
groups, including low
income, rural and
undocumented
persons, who have
been underserved or
excluded from the
formal financial sector.
vulnerable groups such
as weaker sections and
low income groups in
particular, at an
affordable cost in a fair
and transparent
manner by regulated,
mainstream
institutional players.
Sumber: http://www.bi.go.id//KeuanganInklusif
Adapun CGAP-GPFI merupakan lembaga internasional yang
dibentuk oleh 34 organisasi yang memiliki concern dalam rangka
mendukung kebijakan keuangan inklusif.4 Untuk FATF
5 merupakan
lembaga yang bertindak mengawasi tindakan penggunaan uang yang
mengarah kepada money laundring dan tindakan teroris. Definisi
menurut Reserve Bank of India diambil sebagai konsep yang relevan
karena India merupakan negara dengan tingkat inklusi keuangan
terendah kedua setelah China dan memiliki concern untuk mening-
4CGAP singkatan dari Consultative Group to Assist The Poor, meru-
pakan grup yang terdiri dari 34 organisasi yang berupaya meningkatkan
inklusi keuangan. CGAP membangun solusi inovatif dalam bidang riset prak-
tis dan membangun kerjasama dengan penyedia jasa keuangan dan pembuat
kebijakan. http://www.cgap.org/. Adapun GPFI adalah Global Partnership
for Financial Inclusion, merupakan platform inklusif untuk Negara yang
tergabung dalam G20 maupun non G20 dan stakeholders terkait dalam rang-
ka meningkatkan inklusi keuangan, penerapan rencana aksi inklusi keuangan
yang didirikan dideklarasikan pada saat konferensi tingkat tinggi di Seoul
Korea Selatan. http://www.gpfi.org/. 5FATF merupakan Financial Action Task Force yang terdiri dari
pemerintah antar Negara didirikan tahun 1989 oleh para Menteri Hukum.
FATF bertujuan menetapkan standard dan mempromosikan aspek hukum,
peraturan dan ukuran operasional untuk memberantas money laundring,
keuangan terkait teroris dan hal lainnya yang mengancam integritas sistem
keuangan internasional.
42 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
katkannya. Dari beberapa pengertian pada tabel di atas dapat disim-
pulkan bahwa inklusi keuangan adalah upaya untuk memberikan
akses yang luas kepada masyarakat terhadap berbagai layanan jasa
keuangan dengan biaya yang terjangkau.
Program inklusi keuangan diperlukan karena beberapa alasan,
yaitu: pertama, memberikan akses keuangan bagi setiap penduduk,
khususnya penduduk yang berpenghasilan rendah, kedua, menyedia-
kan produk dan jasa keuangan yang disesuaikan dengan kebutuhan
masyarakat. Ketiga, meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai
keuangan masyarakat, dan keempat, memperkuat sinergi di industri
sektor jasa keuangan termasuk lembaga keuangan mikro.
Lembaga keuangan mikro menjadi ujung tombak keuangan
inklusif pada level yang paling dasar karena diharapkan paling mudah
menjangkau kelompok usaha mikro kecil serta kelompok miskin.
Karena itu sangat penting untuk memberikan peluang bagi lembaga
keuangan mikro lebih berdaya sehingga mampu menjangkau masya-
rakat secara lebih luas.
Istilah financial inclusion atau keuangan inklusif menjadi tren
paska krisis 2008 terutama didasari dampak krisis kepada kelompok
in the bottom of the pyramid (pendapatan rendah dan tidak teratur,
tinggal di daerah terpencil, orang cacat, buruh yang tidak mempunyai
dokumen identitas legal, dan masyarakat pinggiran) yang umumnya
unbanked yang tercatat sangat tinggi di luar negara maju.
Pada G20 Pittsbugh Summit 2009, anggota G20 sepakat perlu-
nya peningkatan akses keuangan bagi kelompok tersebut yang diper-
tegas pada Toronto Summit tahun 2010, dengan dikeluarkannya Nine
(9) Principles for Innovative Financial Inclusion sebagai pedoman
pengembangan keuangan inklusif. Prinsip tersebut adalah leadership,
diversity, innovation, protection, empowerment, cooperation, know-
ledge, proportionality, dan framework.6
Sejak itu banyak lembaga internasional yang memfokuskan
kegiatannya pada keuangan inklusif seperti CGAP, World Bank,
APEC, Asian Development Bank (ADB), Alliance for Financial Inclu-
sion (AFI), termasuk standard body seperti BIS (Bank for Internatio-
nal Settlement) dan Financial Action Task Force (FATF), termasuk
negara berkembang dan Indonesia.
6Lebih lanjut dapat diakses pada www.bi.go.id//financialinclusion.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 43
1. Strategi Penerapan Keuangan Inklusif
Dari berbagai belahan dunia, untuk menurunkan financial exclu-
sion dilakukan dalam dua pendekatan: pertama, pendekatan secara
komprehensif dengan menyusun suatu strategi nasional seperti Indone-
sia, Nigeria, Tanzania. Pendekatan kedua, melalui berbagai program
terpisah, misal edukasi keuangan seperti dilakukan oleh pemerintah
Amerika Serikat paska krisis 2008.
Mengingat Indonesia memiliki jumlah penduduk yang relatif
besar, wilayah yang sangat luas, maka pendekatan yang ditempuh
bersifat menyeluruh dan bersifat nasional. Secara umum, pendekatan
melalui suatu strategi nasional mencakup 3 (tiga) aspek, yaitu: 1) pe-
nyediaan sarana layanan yang sesuai, 2) penyediaan produk yang
cocok, responsible finance melalui edukasi keuangan, dan 3) perlin-
dungan konsumen.
Penyediaan sarana layanan yang sesuai hal ini dibutuhkan agar
masyarakat sasaran lebih tertarik mengakses karena apa yang mereka
butuhkan terkait pelayanan keuangan disediakan di lembaga keuangan.
Misalnya, masyarakat kelompok miskin membutuhkan perencanaan
kebutuhan pendidikan, keluarga dan upacara keagamaan (pernikahan,
aqiqah, khitanan, dan sebagainya) dapat dipenuhi melalui program
tabungan yang sesuai dengan kebutuhan tersebut.
Selain strategi penyediaan produk sesuai kebutuhan, maka me-
reka juga perlu dibekali dengan wawasan yang memadai tentang pro-
duk-produk keuangan seperti tabungan, investasi, pinjaman, asuransi,
dan sebagainya. Pemahaman yang baik terhadap produk keuangan
akan meningkatkan keterlibatan di lembaga keuangan dan menghin-
dari terjadinya risiko penipuan produk-produk keuangan yang ditawar-
kan oleh lembaga-lembaga yang tidak bertanggug jawab.
Masyarakat pengguna jasa lembaga keuangan juga perlu dibe-
rikan perlindungan berupa pemberian hak untuk kerahasiaan informasi
nasabah untuk hal-hal yang membahayakan seperti pencurian infor-
masi untuk kepentingan penipuan. Perlindungan konsumen juga terkait
dengan hak konsumen mendapatkan informasi terkait produk dan
jaminan kualitas produk yang diterima sesuai dengan yang dijanjikan.
Apabila ketiga strategi nasional tersebut dijalankan, maka diharapkan
keterlibatan masyarakat semakin tinggi di lembaga keuangan.
Penerapan keuangan inklusif umumnya bertahap dimulai de-
ngan target yang jelas seperti melalui penerima bantuan program sosial
44 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
pemerintah atau pekerja migran (TKI) sebelum secara perlahan dapat
digunakan oleh masyarakat umum. Penerima bantuan sosial yang juga
merupakan kelompok masyarakat miskin merupakan salah satu target
dari penerapan keuangan inklusif. Kelompok ini merupakan penerima
bantuan langsung tunai sebagai kompensasi kenaikan harga Bahan
Bakar Minyak (BBM) maupun penerima subsidi pendidikan dan
kesehatan. Pemerintah bekerjasama dengan lembaga keuangan bank
(dalam hal ini bank pemerintah) maupun nonbank (kantor pos) dalam
penyaluran bantuan. Bagi penerima bantuan diwajibkan memiliki
rekening di lembaga yang ditunjuk sebagai channel penyalur bantuan.
Dengan demikian, mereka otomatis akan mampu menjangkau lembaga
keuangan.
Adapun Tenaga Kerja Indonesia atau buruh migran yang jum-
lahnya puluhan juta jiwa merupakan target selanjutnya karena mereka
merupakan penyumbang relatif besar terhadap devisa negara. Namun
banyak diantara mereka yang masih menggunakan cara tradisional
dalam hal pengiriman uang kepada keluarganya di tanah air seperti
melalui wesel atau surat yang memiliki risiko hilang. Bila TKI sebagai
pengirim devisa maupun penerima kiriman di tanah air diwajibkan
memiliki rekening di bank, maka diharapkan jumlah masyarakat yang
terlibat di lembaga keuangan akan makin meningkat.
Strategi keuangan inklusif bukanlah sebuah inisiatif yang
terisolasi, sehingga keterlibatan dalam keuangan inklusif tidak hanya
terkait dengan tugas Bank Indonesia, namun juga regulator, kemente-
rian dan lembaga lainnya dalam upaya pelayanan keuangan kepada
masyarakat luas. Melalui strategi nasional keuangan inklusif diharap-
kan kolaborasi antar lembaga pemerintah dan pemangku kepentingan
tercipta secara baik dan terstruktur.
Berdasarkan gambar 2.1, pihak yang dilibatkan dalam pening-
katan keuangan inklusif adalah: Kantor Sekretariat Wakil Presiden
khususnya Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
(TNP2K), Bank Indonesia, Kementerian Terkait (16 Kementerian),
Otoritas terkait (OJK dan PPATK/Pusat Pelaporan dan Analisis Tran-
saksi Keuangan), Pihak Swasta, Pemerintah Daerah, dan akademisi.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 45
Gambar 2.1 Pihak yang Terlibat
dalam Kebijakan Keuangan Inklusif
Sumber: diunduh dari http://www.bi.go.id//KeuanganInklusif
2. Strategi Nasional Keuangan Inklusif
Indonesia termasuk negara dengan tingkat financial exclusion
cukup tinggi. Hal ini terlihat dari beberapa hasil survei dan penelitian
yang dilakukan oleh beberapa lembaga nasional maupun internasional.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Demografi (LD) FE
Universitas Indonesia dan World Bank tentang prosentase penduduk
yang memiliki rekening di bank. Hasilnya tidak berbeda jauh, dimana
LD-FEUI menyatakan bahwa 35% dari responden yang diteliti di lima
provinsi di Indonesia telah memiliki rekening di Bank. World Bank
pada risetnya di tahun 2012 memeroleh prosentase sebesar 32% dari
penduduk dewasa di Indonesia yang belum menabung, sedangkan
yang telah memiliki tabungan di lembaga keuangan formal sebanyak
46 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
48%. Nilai tersebut bertambah sekitar 12% dibanding riset tahun
sebelumnya dimana hanya 20% penduduk dewasa yang memiliki reke-
ning di lembaga keuangan formal.7
Mengingat persoalan financial exclusion di Indonesia yang
relatif tinggi, maka untuk mengatasinya dipilih strategi komprehensif
dengan membuat suatu strategi nasional. Strategi ini disusun bersama
antara Bank Indonesia, kantor wakil presiden (Tim Nasional Percepa-
tan Penanggulangan Kemiskinan/TNP2K) dan Kementerian Keuangan
yang disebut dengan Strategi Nasional keuangan Inklusif.
Beberapa pihak terlibat dan berkontribusi dalam menyusun stra-
tegi tersebut karena persoalan keuangan inklusif tidak hanya sebatas
persoalan ekonomi, namun juga terkait dengan persoalan sosial, hu-
kum, agama, bahkan budaya. Persoalan ekonomi berhubungan dengan
kemampuan pendapatan dan kebutuhan masa depan yang memenga-
ruhi kemampuan atau ketidakmampuan masyarakat dalam menjangkau
lembaga keuangan.
Dari sisi sosial dan budaya, masyarakat Indonesia masih banyak
yang memiliki kepercayaan bahwa menabung di rumah lebih aman
tanpa harus melibatkan pihak lain. Misalnya menyimpan di bawah
kasur atau di bilah bambu yang disimpan di ruang yang aman dan
tidak diketahui orang lain. Dari perspektif hukum, banyak masyarakat
yang belum memahami bagaimana konsekuensi hukum menyimpan
dana atau meminjam baik secara personal maupun melalui lembaga,
termasuk masalah hak dan kewajiban sebagai nasabah. Pada akhirnya
menganggap berhubungan dengan bank atau lembaga keuangan lain-
nya akan cukup merepotkan apalagi masalah hukum di Indonesia
cenderung tidak konsisten dan memihak pada kelompok tertentu.
Terkait dengan pemahaman keagamaan khususnya dalam aga-
ma Islam, masih terdapat perbedaan pemahaman tentang masalah riba
yang menjadi salah satu instrumen dalam lembaga keuangan. Ada ma-
syarakat yang menganggap riba itu haram dan pihak lain mengatakan
boleh. Pihak yang meyakini riba itu haram, maka otomatis tidak akan
mau berhubungan dengan lembaga keuangan khususnya yang masih
menggunakan riba.
7Hasil riset Bank Dunia tentang Keuangan Inklusif di berbagai negara
tahun 2012.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 47
Gambar 2.2 Strategi Nasional Keuangan Inklusif
Sumber: diunduh dari http://www.bi.go.id//KeuanganInklusif
Berikut dijelaskan secara rinci masing-masing dari pilar strategi
tersebut, yaitu:
Pilar 1 Edukasi Keuangan, merupakan strategi kebijakan untuk
meningkatkan kapabilitas dalam mengelola keuangan yang dimulai
dengan peningkatan pemahaman (pengetahuan) dan kesadaran masya-
rakat mengenai produk dan jasa keuangan. Ruang lingkup edukasi
keuangan ini meliputi: a) pengetahuan dan kesadaran tentang ragam
produk dan jasa keuangan, b) pengetahuan dan kesadaran tentang risi-
ko terkait dengan produk keuangan, c) perlindungan nasabah, dan d)
keterampilan mengelola keuangan.
Pilar 2 Fasilitas Keuangan Publik, strategi pada pilar ini menga-
cu pada kemampuan dan peran pemerintah dalam penyediaan pembia-
48 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
yaan keuangan publik baik secara langsung maupun bersyarat guna
mendorong pemberdayaan ekonomi masyarakat. Beberapa inisiatif
dalam pilar ini meliputi: a) subsidi dan bantuan sosial, b) pemberda-
yaan masyarakat, dan c) pemberdayaan UMKM.
Pilar 3 Pemetaan Informasi Keuangan, pilar ini bertujuan untuk
meningkatkan kapasitas masyarakat, terutama yang tadinya dikategori-
kan tidak layak untuk menjadi layak atau dari unbankable menjadi
bankable dalam memeroleh layanan keuangan oleh institusi keuangan
formal. Inisiatif yang dilakukan di pilar ini meliputi: a) peningkatan
kapasitas (melalui penyediaan pelatihan dan bantuan teknis), b) sistem
jaminan alternatif (lebih sederhana namun tetap memperhatikan risiko
terkait), c) penyediaan layanan kredit yang lebih sederhana, dan d)
identifikasi nasabah potensial.
Pilar 4 Kebijakan/Peraturan yang Mendukung, pelaksanaan pro-
gram keuangan inklusif membutuhkan dukungan kebijakan baik oleh
pemerintah maupun Bank Indonesia guna meningkatkan akses akan
layanan jasa keuangan. Inisiatif untuk mendukung pilar ini antara lain
meliputi: a) kebijakan mendorong sosialisasi produk jasa keuangan
yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, b) menyusun skema pro-
duk yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, c) mendorong peruba-
han ketentuan dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian seca-
ra proporsional, d) menyusun peraturan mekanisme penyaluran dana
bantuan melalui perbankan, e) memperkuat landasan hukum untuk
meningkatkan perlindungan konsumen jasa keuangan, dan f) menyu-
sun kajian yang berkaitan dengan keuangan inklusif untuk menentukan
arah kebijakan secara berkelanjutan.
Pilar 5 Fasilitas Intermediasi & Saluran Distribusi, pilar ini
ditujukan untuk meningkatkan kesadaran lembaga keuangan akan
keberadaan segmen yang potensial di masyarakat sekaligus mencari
beberapa metode alternatif untuk meningkatkan distribusi produk dan
jasa keuangan. Beberapa aspek pada pilar ini meliputi: a) fasilitasi fo-
rum intermediasi dengan mempertemukan lembaga keuangan dengan
kelompok masyarakat produktif (layak dan unbanked) untuk menga-
tasi masalah informasi yang asimetris, b) peningkatan kerjasama antar
lembaga keuangan untuk meningkatkan skala usaha, dan c) eksplorasi
berbagai kemungkinan produk, layanan, jasa dan saluran distribusi
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 49
inovatif dengan tetap memberikan perhatian pada prinsip kehati-
hatian.
Pilar 6 Perlindungan Konsumen, pilar ini bertujuan agar masya-
rakat memiliki jaminan rasa aman dalam berinteraksi dengan institusi
keuangan dalam memanfaatkan produk dan layanan jasa keuangan
yang ditawarkan. Komponen yang berada pada pilar ini meliputi: a)
transparansi produk, b) penanganan keluhan nasabah, c) mediasi, dan
d) edukasi konsumen.8
Ada lima strategi utama keuangan inklusif bagi UMKM (SMEs)
yaitu: 1) penguatan edukasi keuangan, sebagai upaya mengubah peri-
laku pengelolaan keuangan, terutama bagi mereka yang berpenghasi-
lan rendah; 2) peningkatan akses keuangan yang didukung penguatan
infrastruktur sistem pembayaran, pemanfaatan teknologi informasi dan
inovasi, serta jaringan unit; 3) perlindungan konsumen untuk memasti-
kan terjaganya hak-hak masyarakat ketika memanfaatkan akses keua-
ngan dan sistem pembayaran; 4) pengurangan asimetri informasi mela-
lui penyediaan data profil keuangan masyarakat yang belum tersentuh
perbankan dan data informasi komoditas; 5) pengaturan yang diterbit-
kan dalam rangka stabilitas sistem keuangan ataupun rekomendasi
kebijakan kepada otoritas terkait.
Dengan adanya lima strategi di atas, diharapkan UMKM dapat
lebih memahami tentang produk-produk keuangan serta pengelola-
annya sehingga mereka dapat menikmati layanan keuangan secara adil
dan merata. Untuk mempermudah akses layanan keuangan didukung
dengan jaringan unit layanan maupun yang bersifat branchless yang
berbasis teknologi informasi. Di sisi lain juga mengurangi kesenjangan
informasi perlu dilakukan edukasi kepada masyarakat tentang penge-
tahuan produk keuangan, sistem operasional produk dan ruang lingkup
layanan keuangan sehingga mereka dapat memanfaatkannya secara
optimal.
3. Dimensi Keuangan Inklusif
Ada dua dimensi dalam keuangan inklusif, yaitu dimensi peng-
gunaan (usage) dan dimensi kualitas. Berikut akan dijelaskan secara
8Merujuk pada Strategi Nasional Keuangan Inklusif, diakses dari
http://www.bi.go.id/keuanganinklusif/ atau http://www.ojk.go.id
50 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
rinci masing-masing dimensi tersebut:
9
a. Dimensi Penggunaan (Usage)
Dimensi Penggunaan adalah dimensi yang digunakan untuk
mengukur kemampuan penggunaan aktual produk dan jasa keuangan,
antara lain terkait keteraturan, frekuensi dan lama penggunaan.
Indikator yang dipergunakan dalam mengukur dimensi
akses meliputi:
Gambar 2.3 Dimensi Penggunaan Produk Jasa Keuangan
Berdasarkan gambar di atas, pengukuran inklusi keuangan dari
sudut pandang penggunaan terdiri dari dua hal yaitu: pertama, jumlah
rekening dana pihak ketiga berupa tabungan, giro, maupun deposito
yang dimiliki oleh 1000 penduduk dewasa. Indikator kedua yaitu jum-
lah kredit yang disalurkan per 1000 penduduk dewasa. Jika rasio
keduanya semakin besar terhadap total penduduk dewasa maka suatu
negara dikatakan semakin inklusif.
9Merujuk pada Strategi Nasional Keuangan Inklusif, Dimensi Keua-
ngan Inklusif diakses dari http://www.bi.go.id/keuanganinklusif/ atau http://
www.ojk.go.id
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 51
Gambar 2.4 Peta Rasio DPK dan Kredit per 1.000
Penduduk Dewasa
Sumber: http://www.bi.go.id//Keuangan Inklusif
Pada gambar 2.4 diberikan ilustrasi perbandingan (rasio) antara
jumlah deposito (D) dan kredit (K) per provinsi di seluruh wilayah
Indonesia.
Dari peta tersebut terlihat bahwa rasionya masih belum merata.
Rasio tertinggi ada di wilayah DKI Jakarta baik untuk DPK maupun
kredit dengan perbandingan D/K adalah 2782 dan 1519. Artinya setiap
1000 penduduk di DKI Jakarta memiliki lebih dari satu baik untuk
rekening tabungan maupun pinjaman. Wilayah yang memiliki rasio
terendah adalah Nusa Tenggara Timur dengan jumlah D/K adalah
666,8 dan 84.
Dengan demikian, NTT merupakan wilayah dengan tingkat
akses lembaga keuangan paling rendah dibandingkan provinsi lainnya
di seluruh Indonesia. Artinya daerah NTT dan beberapa daerah lain
yang masih memiliki rasio relatif rendah dapat dijadikan sasaran uta-
ma peningkatan keuangan inklusif dapat di Indonesia.
52 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
b. Dimensi Kualitas (Quality)
Dimensi Kualitas adalah dimensi yang digunakan untuk menge-
tahui apakah ketersediaan atribut produk dan jasa keuangan telah
memenuhi kebutuhan pelanggan. Pengukuran terhadap dimensi ini
masih sukar untuk dilakukan dan saat ini beberapa lembaga interna-
sional yang concern dalam pengembangan keuangan inklusif sedang
menyusun indikator dari dimensi kualitas beserta tools yang dipergu-
nakan. Secara umum The Alliance for Financial Inclusion (AFI) telah
menyepakati prinsip-prinsip yang dipergunakan dalam menyusun
indikator dari dimensi kualitas, meliputi ringkas (conciseness), spesi-
fik (specifity), sederhana (simplicity), adanya perbaikan (improve-
ment), dan client perspective.
Target dari program keuangan inklusif adalah masyarakat ke-
lompok bawah (the bottom of the pyramid/masyarakat miskin). Ke-
lompok ini merupakan sasaran dari berbagai program bantuan peme-
rintah untuk meningkatkan kapasitas ekonomi mereka, seperti bantuan
subsidi tunai, layanan kesehatan, pendidikan dan jaminan sosial lain-
nya. Untuk mengidentifikasi kelompok sasaran dibutuhkan data berba-
sis nomor induk kependudukan (NIK) yang terekam dari e-KTP
(Electronic-KTP). Data kependudukan inilah yang dijadikan dasar
untuk penerbitan financial identity number (FIN) atau nomor identitas
keuangan untuk memeroleh registrasi uang elektronik yang digunakan
pada berbagai program subsidi dan jaminan sosial. Data e-KTP terse-
but juga dihubungkan dengan data kepemilikan telepon seluler
(ponsel) karena melalui alat ini pemerintah akan memberikan berbagai
pelayanan keuangan secara digital.
Data yang tersimpan dalam bigdata kependudukan inilah yang
dijadikan dasar dalam pemberian berbagai fasilitas bantuan pemerin-
tah khususnya untuk mereka yang berhak atau sesuai kriteria penerima
bantuan pemerintah. Termasuk untuk para petani, nelayan yang ber-
hak mendapat bantuan subsidi pupuk, bahan bakar dan peralatan kerja
untuk meningkatkan produktivitasnya.
Ketika program ini akan diimplementasikan, maka dibutuhkan
edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat sasaran tentang pentingnya
memiliki identitas diri dan melakukan perekaman data kependudukan
yang bersifat tunggal (single identity number) agar menjadi acuan bagi
pemerintah dalam mendistribusikan hak-hak dasar masyarakat bawah
tersebut. Adanya single identity ini juga untuk menghindari terjadinya
penyalahgunaan atau penggunaan identitas ganda dari oknum masya-
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 53
rakat yang memanfaatkan bantuan untuk mendapatkan bantuan mele-
bihi atau di luar dari haknya.
Keberhasilan program keuangan inklusif dari sisi kualitas akan
sangat dipengaruhi oleh kualitas data yang dimiliki. Dalam hal ini
kualitas data kependudukan yang diperoleh secara akuntabel, tepat dan
tanpa adanya double counting. Data yang diperoleh ini juga dapat
dikembangkan (improve) untuk berbagai kepentingan baik di bidang
ekonomi, hukum, sesuai ketentuan yang berlaku.
Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi keua-
ngan tahun 2016, terdapat perubahan definisi Literasi Keuangan dalam
International Best Practises, perkembangan teknologi informasi, per-
kembangan produk dan layanan jasa keuangan yang semakin kom-
pleks, kegiatan Literasi dan Inklusi Keuangan selama periode 2013
hingga 2015 dan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2016
tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif.
Salah satu pertimbangan perlu dilakukan penyesuaian kembali
strategi sebelumnya adalah melihat hasil Survei Nasional Literasi dan
Inklusi keuangan tahun 2016 yang menunjukkan bahwa 96,7% masya-
rakat Indonesia telah memiliki tujuan keuangan. Namun, 69% dianta-
ranya merupakan tujuan jangka pendek yaitu memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari dan mempertahankan hidup. Sementara tujuan
jangka panjang seperti membayar biaya pendidikan sebesar 12,6% dan
mempersiapkan hari tua hanya sebesar 6,3%. Oleh karena itu, strategi
yang saat ini disesuaikan untuk memberikan pemahaman salah
satunya terhadap tujuan keuangan jangka panjang.
Indeks literasi dan inklusi keuangan pun mengalami pening-
katan. Pada tahun 2013, indeks literasi keuangan sebesar 21,8% dan
meningkat menjadi 29,7% pada tahun 2016. Sementara indeks inklusi
keuangan yang sebesar 59,7% di tahun 2013 menjadi 67,8% di tahun
2016. Partisipasi lembaga jasa keuangan dan pemangku kepentingan
lainnya sangat diperlukan agar pencapaian indeks literasi dan inklusi
keuangan dapat tercapai sesuai dengan target pemerintah pada Pera-
turan Presiden Nomor 50 Tahun 2017 tentang Strategi Nasional
Perlindungan Konsumen dimana target indeks literasi keuangan men-
capai 35% di tahun 2019 serta Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun
2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif yang memiliki
target inklusi keuangan mencapai 75% di tahun 2019.
Penyesuaian tersebut dilakukan terhadap beberapa hal strategis,
antara lain:
54 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
1. Kerangka Dasar
Pada strategi sebelumnya, terdapat 3 pilar utama yaitu (1) Edu-
kasi dan Kampanye Nasional Literasi Keuangan, (2) Penguatan Infra-
struktur Literasi Keuangan, dan (3) Pengembangan Produk dan Jasa
Keuangan. Pada SNLKI (Revisi 2017) direvisi menjadi Program Stra-
tegis, yang terdiri dari (1) Cakap Keuangan, (2) Sikap dan Perilaku
Keuangan Bijak, dan (3) Akses Keuangan.
2. Sasaran
Terdapat 6 (enam) sasaran prioritas pada strategi sebelumnya,
yaitu (1) Ibu Rumah Tangga, (2) UMKM, (3) Pelajar/Mahasiswa, (4)
Profesi, (5) Karyawan, dan (6) Pensiunan. Pada SNLKI (Revisi 2017)
terdapat 10 (sepuluh) sasaran prioritas dengan 4 (empat) penambahan
sasaran baru dan 1 (satu) perubahan (ibu rumah tangga menjadi pe-
rempuan), sehingga menjadi (1) Perempuan, (2) UMKM, (3) Pelajar/
Mahasiswa dan Pemuda, (4) Profesi, (5) karyawan, (6) Pensiunan, (7)
Penyandang Disabilitas, (8) TKI & Calon TKI, (9) Petani & Nelayan,
dan (10) Masyarakat Daerah tertinggal, terpencil.
3. Tema Prioritas
Pada strategi sebelumnya, tema prioritas telah ditentukan sedari
awal untuk tiap tahunnya, seperti tahun 2015 Edukasi difokuskan pada
Ibu Rumah Tangga dan UMKM. Sementara pada SNLKI (Revisi
2017) tema prioritas tahunan akan ditentukan oleh OJK berkolaborasi
dengan Lembaga Jasa Keuangan di akhir tahun sebelum tahun
pelaksanaan Edukasi berjalan, contohnya tema prioritas tahun 2019
akan ditentukan pada akhir tahun 2018 dari hasil evaluasi kegiatan
Edukasi tahun 2018 dan diskusi dengan Lembaga Jasa Keuangan.
Beberapa hal baru yang sebelumnya tidak terdapat pada SNLKI
tahun 2013 antara lain informasi terkait Literasi dan Inklusi Keuangan
Syariah, informasi terkait layanan keuangan digital dan perencanaan
keuangan. Menurut Penulis, revisi ini relevan dilakukan karena pada
target sebelumnya tidak terdapat pengukuran dan target Literasi dan
Inklusi Keuangan Syariah (LIKS). Padahal keberadaan lembaga
keuangan bank dan non bank syariah (seperti koperasi syariah,
pegadaian syariah, dan BMT) telah cukup lama berdiri di Indonesia.
Dengan memasukkan unsur LIKS, maka akan menstimulasi bagi LKS
(Lembaga Keuangan Syariah) untuk berupaya semaksimal mungkin
untuk lebih dikenal dan diakses produknya oleh masyarakat. Dengan
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 55
demikian, LKS akan meningkat kontribusinya terhadap perekonomian
nasional.
SNLKI (Revisi 2017) ini diharapkan menjadi acuan dalam me-
nyusun rencana kegiatan literasi dan inklusi keuangan sebagaimana
yang telah diatur dalam POJK Nomor 76/POJK.07/2016 tentang Pe-
ningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan di Sektor Jasa Keuangan
bagi Konsumen dan/atau Masyarakat yang akan efektif berlaku pada
tanggal 28 Desember 2017.10
Dengan berlakunya SNKI yang baru, lembaga keuangan kon-
vensional dan lembaga keuangan syariah dapat bersinergi dalam rang-
ka mencapai target yang telah ditetapkan. Sinergi akan berhasil jika
didukung oleh situasi dan kondisi ekonomi nasional dan global yang
relatif stabil.
Berikut adalah kelompok yang menjadi sasaran dari kebijakan
keuangan inklusif:
Tabel 2.2 Karakteristik Kelompok Sasaran Keuangan Inklusif
Sasaran Kapasitas
Keuangan
Miskin berpendapatan
rendah
Miskin bekerja/
Miskin ProduktifHampir Miskin
Kemampuan
menabung
Tidak memiliki
kemampuan menabung
sama sekali/memiliki
kemampuan sangat
kecil tanpa akses ke
layanan tabungan
Memiliki
kemampuan
menabung sebagian
dari pendapatan,
tetapi kebanyakan
menabung secara
informal
Memiliki
kemampuan
menabung dan
akses ke bank
formal
Akses ke kredit Tidak dapat melunasi
Memiliki akses ke
kredit informal.
Mampu melunasi
kredit, tetapi tidak
memiliki jaminan
yang dapat
menerima bank
Memiliki akses ke
beberapa sumber
formal dan
informal. Mampu
melunasi kredit dan
memiliki barang
jaminan
Kebutuhan
asuransi
Sangat rentan terhadap
guncangan (ekonomi)
pribadi dan masyarakat
Memiliki beberapa
penyangga, tetapi
tetap bisa sangat
berpengaruh
terhadap guncangan
Memiliki beragam
instrumen untuk
menghadapi risiko
Kebutuhan
pengiriman uang
Menerima remitansi
dari anggota
keluarganya yang
menjadi pekerja migran
Memerlukan
remitansi serta
kemungkinan
pengiriman uang
melalui ponsel
Mungkin perlu
melakukan
pengiriman melalui
bank, membayar
tagihan, dll
Melek keuangan Tidak ada Sedang Sedang
Identitas keuangan Tidak ada Terbatas Terbatas Sumber: Buku Saku Keuangan Inklusif BI (2014).
10
Revisi SNKI diperoleh dari snki.ekon.go.id, bersumber dari ojk.go.
id, diakses 10 September 2018.
56 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
4. Manfaat Keuangan Inklusif
Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya
inklusivitas keuangan, yaitu:11
Pertama, akses. Akses ke dalam per-
modalan akan dapat digunakan untuk memulai, atau bahkan mengem-
bangkan, kegiatan usaha ekonomi produktif khususnya untuk kelom-
pok masyarakat berpendapatan rendah. Kendala penyerapan tenaga
kerja yang rendah, yang selama ini masih menjadi kendala terbesar di
Indonesia yaitu tingkat penyerapan tenaga kerja yang rendah berdam-
pak pada rendahnya produktivitas sehingga taraf hidup sebagian besar
masyarakat masih tergolong prasejahtera. Masalah ini dapat direduksi
dengan adanya akses permodalan yang proposional bagi orang miskin.
Manfaat kedua, terbukanya jaringan ke dalam sektor keuangan
formal memungkinkan kalangan miskin dapat mengakses berbagai
macam jenis kredit usaha, memanfaatkan berbagai opsi tabungan, plus
memanfaatkan berbagai produk asuransi dengan persyaratan yang
lunak.
Manfaat ketiga adalah dalam hal biaya, terbukanya akses modal
usaha ke sektor keuangan formal akan mereduksi ketergantungan ka-
langan miskin terhadap sumber pembiayan informal, seperti kelompok
rentenir, yang seringkali menetapkan beban bunga pinjaman yang
sangat tinggi. Pola-pola yang dijalankan oleh kelompok rentenir ini
sangat eksploitatif dan memberatkan kalangan miskin, sehingga
menyulitkan mereka untuk dapat keluar dari lingkaran kemiskinan.
Manfaat terakhir yang lebih makro dari perwujudan sistem
keuangan yang inklusif adalah keseluruhan dana yang diperoleh dari
keseluruhan masyarakat dan disimpan di dalam perangkat keuangan
formal dapat dimanfaatkan untuk membiayai investasi nasional, seper-
ti pembangunan infrastruktur. Kegiatan ekonomi produktif dapat ber-
langsung dengan baik karena di dukung sisi permodalan yang kuat.
Dengan begitu, pelaksanaan pembangunan nasional tidak terus ber-
gantung pada pinjaman luar negeri, oleh karena besaran tabungan
nasional kita yang telah memadai untuk membiayai pengerjaan pro-
yek-proyek nasional.
Dengan memanfaatkan sumber dana domestik, nilai tambah
yang kita hasilkan tidak mengalir keluar dalam bentuk pembayaran
beban bunga dan pokok pinjaman ke luar negeri, tetapi nilai tambah
11
Merujuk pada Strategi Nasional Keuangan Inklusif, http://www.bi.
go.id/keuanganinklusif/ atau http://www.ojk.go.id/
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 57
tersebut akan dinikmati oleh rakyat sepenuhnya. Pendalaman sektor
keuangan yang terjadi akan menguatkan stabilitas makroekonomi kita.
Perwujudan keuangan yang inklusif menjadikan sektor keuangan
dapat berperan sebagai agen transformasi sosial yang efektif di dalam
perekonomian. Dari sisi moneter, keuangan yang inklusif akan mem-
perkuat pengaruh kebijakan moneter dalam mengantisipasi fenomena
konjungtur -gejala resesi dan booming ekonomi yang sifatnya siklikal-
di dalam perekonomian yang selama ini dirasa tidak terlalu efektif -
berdasarkan temuan empiris di negara-negara berkembang kebijakan
moneter memang didapati tidak terlalu efektif-.
Bersama-sama dengan kebijakan fiskal, kebijakan moneter
dapat menjadi kebijakan yang efektif dalam mendorong pembagunan
ekonomi nasional agar tetap berkelanjutan. Dengan demikian, meka-
nisme koreksi, baik yang berasal dari kebijakan moneter maupun kebi-
jakan fiskal, akan dapat berlangsung optimal. Oleh karena itu, wajar-
lah kalau dikatakan bahwa potret keuangan yang inklusif adalah masa
depan sistem keuangan.
5. Target dan Indikator Keuangan Inklusif
Target utama keuangan inklusif yaitu persentase jumlah pendu-
duk dewasa yang memiliki akses layanan keuangan pada lembaga
keuangan formal sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) di akhir tahun
2019. Hal ini selaras dengan Agenda Pembangunan Nasional yang
tertuang dalam RPJMN 2015-201912
sebagai penjabaran dari Nawa
Cita butir tujuh, yaitu “mewujudkan kemandirian ekonomi dengan
menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik”.
Untuk mengukur pencapaian target utama keuangan inklusif,
ditetapkan indikator keuangan inklusif sebagai pedoman untuk:
a. Menetapkan tolok ukur pengembangan program keuangan
inklusif;
b. Mengidentifikasi hambatan dalam pelaksanaan program keua-
ngan inklusif; dan
c. Monitoring pencapaian program keuangan inklusif baik di
tingkat nasional maupun daerah.
12
Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2015-2019 diakses tanggal 8 Agustus 2016 dari http://setneg.go.id/
58 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Indikator keuangan inklusif dikelompokkan menjadi tiga jenis
dimensi sebagai berikut:
i. Akses, yaitu kemampuan untuk menggunakan layanan keua-
ngan formal dalam hal keterjangkauan secara fisik dan biaya,
yang diukur dengan indikator:
1) Jumlah kantor layanan keuangan formal per 100.000
(seratus ribu) penduduk dewasa.
2) Jumlah mesin ATM/EDC/Mobile POS lainnya per 100.000
(seratus ribu) penduduk dewasa.
3) Jumlah agen layanan keuangan per 100.000 (seratus ribu)
penduduk dewasa.
ii. Penggunaan, yaitu penggunaan aktual atas layanan dan produk
keuangan, yang diukur dengan indikator:
1) Jumlah rekening tabungan di lembaga keuangan formal per
1.000 (seribu) penduduk;
2) Jumlah rekening kredit di lembaga keuangan formal per
1.000 (seribu) penduduk dewasa;
3) Jumlah rekening uang elektronik terdaftar (registered) pada
agen Layanan Keuangan Digital (LKD);
iii. Persentase kredit/pembiayaan UMKM terhadap total kredit/
pembiayaan di lembaga keuangan formal;
1) Jumlah rekening kredit UMKM di lembaga keuangan
formal per 1.000 (seribu) penduduk dewasa;
2) Persentase peningkatan jumlah lahan yang bersertifikat;
dan
3) Jumlah penerima bantuan sosial yang disalurkan secara
nontunai.
iv. Kualitas, yaitu tingkat pemenuhan kebutuhan atas produk dan
layanan keuangan yang dapat memenuhi kebutuhan masyara-
kat, yang diukur dengan indikator:
1) Indeks literasi keuangan;
2) Jumlah pengaduan layanan keuangan; dan
3) Persentase penyelesaian layanan pengaduan.
B. Inklusi dalam Perspektif Islam
Istilah inklusi atau keterbukaan peluang untuk semua pihak
bukanlah hal yang baru. Dalam Islam, keluasan manfaat harta bagi
sesama itu dianjurkan. al-Qur’ān menyatakan bahwa harta itu sebaik-
nya berputar secara luas, tidak hanya dikuasai atau berputar di kala-
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 59
ngan orang-orang kaya saja. Sebagaimana disebutkan dalam surat al-
Hasyr ayat 7 yang artinya: Apa saja harta rampasan (fa’y) yang diberikan Allah kepada Rasul-
Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka
adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya
harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara
kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa
yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya. 13
Islam telah memberikan landasan bagi manusia agar mengede-
pankan distribusi dan keterlibatan seluruh lapisan masyarakat dalam
kegiatan ekonomi khususnya di bidang keuangan. Dengan membuat
produk keuangan yang dibenarkan atau sesuai syariah dan kebutuhan
masyarakat akan memberikan peluang bagi keterlibatan masyarakat
muslim yang lebih luas. Landasan ini dapat dijadikan acuan untuk
lembaga keuangan agar dapat memberikan manfaat seluas mungkin
bagi peningkatan ekonomi masyarakat. Keberadaan produk bank
syariah maupun lembaga keuangan lainnya yang mnggunakan skema
berdasarkan akad-akad mudharabah, musyarakah, murabahah, dan
sebagainya akan memberikan ruang bagi nasabah muslim untuk
memanfaatkannya.
Kebijakan inklusi dan literasi keuangan di Indonesia meru-
pakan bagian dari upaya pemerintah dalam meningkatkan keterlibatan
dan pengetahuan masyarakat terhadap lembaga keuangan. Diharapkan
jika masyarakat semakin paham tentang lembaga keuangan, maka
pemanfaatan produk lembaga keuangan akan semakin meningkat.
Ketika pemanfaatan produk keuangan semakin banyak maka peran
lembaga keuangan pun akan semakin optimal. Peran lembaga keua-
ngan diwujudkan dengan alokasi investasi ke arah sektor-sektor yang
produktif sehingga masyarakat yang terlibat dalam pembangunan dan
peningkatan kinerja ekonomi semakin meluas. Pemerintah dan swasta
sangat membutuhkan keterlibatan masyarakat di dalam negeri khu-
susnya dalam kegiatan investasi di lembaga keuangan, agar Negara
dapat mengurangi beban utang dan arus investasi asing.
13
Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’ān dan terjemahan-
nya, Surat Al Hasyr ayat 7.
60 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
C. Literasi Keuangan
Menurut Manurung,14
literasi keuangan adalah seperangkat
keterampilan dan pengetahuan yang memungkinkan seorang individu
untuk membuat keputusan dan efektif dengan semua sumber daya
keuangan mereka. Menurut Chen dan Volpe,15
literasi keuangan ada-
lah sebagai kemampuan mengelola keuangan agar hidup bisa lebih
sejahtera dimasa yang akan datang. Sedangkan menurut pendapat ahli
(Kaly, Hudson dan Vush, 2008) dalam penelitian Widyawati16
meng-
artikan bahwa literasi keuangan sebagai kemampuan untuk memahami
kondisi keuangan serta konsep-konsep keuangan dan untuk merubah
pengetahuan itu secara tepat ke dalam perilaku. The Presidents
Advisory Council of Financial Literacy dalam penelitian Krisna17
juga
mendefinisikan bahwa literasi keuangan sebagai kemampuan untuk
menggunakan pengetahuan serta keahlian untuk mengelola sumber
daya keuangan agar tercapai kesejahteraan.
Menurut Lusardi (2007) dalam penelitian Krisna18
literasi keua-
ngan dapat diartikan sebagai pengetahuan keuangan dengan tujuan
mencapai kesejahteraan. Hal ini dapat dimaknai bahwa persiapan
perlu dilakukan untuk menyongsong globalisasi, lebih spesifiknya
globalisasi masalah dalam bidang keuangan. Sedangkan menurut
Houston (2010) dalam penelitian Widyawati19
meyatakan bahwa
literasi keuangan terjadi ketika individu memiliki sekumpulan keahli-
14
Adler H. Manurung, Successful Financial Planner A Complete
Guide (Jakarta: Grasindo, 2009): 24 15
Chen, Haiyang, Volpe. Ronal P. “An Analysis of Personal Financial
Literacy Among College Students.” Financial Service Review, Vol.7, issue 2
(1998): 107-128. 16
Irin Widyawati. “Faktor-Faktor yang Memengaruhi Literasi Fi-
nansial Mahasiswa Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Brawijaya.”
ASSETS, Jurnal Akuntansi dan Pendidikan Vol.1 No.1, 2012, diunduh dari e-
journal.unipma.ac.id. 17
Ayu Krishna, dkk. “Analisis Tingkat Literasi Keuangan Di Kala-
ngan Mahasiswa dan Faktor-Faktor yang Memengaruhinya (Survey Pada
Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia).” http://www/.academia .edu,
diunduh 2 Maret 2018. h.1 18
Ayu Krishna, dkk. “Analisis Tingkat Literasi ….h.2 19
Irin Widyawati. “Faktor-Faktor yang Memengaruhi Literasi Fi-
nansial Mahasiswa Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Brawijaya.”
ASSETS, Jurnal Akuntansi dan Pendidikan Vol.1 No.1, 2012, h.91 diunduh
dari e-journal.unipma.ac.id.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 61
an dan kemampuan yang membuat orang tersebut mampu meman-
faatkan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan yang diharap-
kan. Remund (2010) dalam penelitian Widyawati20
menyatakan ada
empat hal yang paling umum dalam literasi keuangan yaitu pengang-
garan, tabungan, pinjaman, dan investasi. Literasi keuangan tidak
hanya melibatkan pengetahuan dan kemampuan untuk menangani
masalah keuangan tetapi juga atribut nonkognitif.
Menurut lembaga Otoritas Jasa Keuangan (2013), secara defi-
nisi literasi diartikan sebagai kemampuan memahami, jadi literasi
keuangan adalah kemampuan mengelola dana yang dimiliki agar
berkembang dan hidup bisa lebih sejahtera dimasa yang akan datang,
OJK menyatakan bahwa misi penting dari program literasi keuangan
adalah untuk melakukan edukasi dibidang keuangan kepada masya-
rakat Indonesia agar dapat mengelola keuangan secara cerdas, supaya
rendahnya pengetahuan tentang industri keuangan dapat diatasi dan
masyarakat tidak mudah tertipu pada produk-produk investasi yang
menawarkan keuntungan tinggi dalam jangka pendek tanpa memper-
timbangkan risikonya. Untuk memastikan pemahaman masyarakat
tentang produk dan layanan yang ditawarkan oleh lembaga jasa
keuangan, program strategi nasional literasi keuangan mencanangkan
tiga pilar utama. Pertama, mengedepankan program edukasi dan kam-
panye nasional literasi keuangan. Kedua, berbentuk penguatan infra-
struktur literasi keuangan. Ketiga, berbicara tentang pengembangan
produk dan layanan jasa keuangan yang terjangkau. Penerapan ketiga
pilar tersebut diharapkan dapat mewujudkan masyarakat Indonesia
yang memiliki tingkat literasi keuangan yang tinggi sehingga masya-
rakat dapat memilih dan memanfaatkan produk jasa keuangan guna
meningkatkan kesejahteraan.
Literasi keuangan dapat diartikan sebagai kemampuan untuk
mengevaluasi dan mengelola secara efektif keuangan dalam mencapai
keuangan yang baik (American Institute of Certified Public Accoun-
tants, 2013). Secara konseptual literasi keuangan memiliki dua dimen-
si yaitu memahami pengetahuan keuangan secara teori dan menggu-
nakan pengetahuan keuangan yang dimiliki secara aplikasi.
Bhushan and Medury (2013) menjelaskan literasi keuangan
telah menjadi semakin kompleks selama beberapa tahun terakhir
20
Irin. “Faktor-Faktor yang Memengaruhi ….h.91
62 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
dengan semakin banyaknya produk keuangan baru. Dalam rangka
untuk memahami risiko dan keuntungan yang terkait dengan produk
keuangan, tingkat minimum literasi keuangan sudah menjadi suatu
keharusan. Individu yang memiliki literasi keuangan dapat membuat
penggunaan yang efektif dari produk dan jasa keuangan sehingga indi-
vidu tidak akan mudah ditipu oleh orang-orang yang menjual produk-
produk keuangan yang tidak sesuai dengan individu tersebut. Literasi
keuangan membantu untuk meningkatkan kualitas pelayanan keua-
ngan dan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan suatu negara. Semakin meningkatnya kompleksitas
ekonomi, kebutuhan individu dan produk keuangan, individu harus
memiliki literasi keuangan untuk mengatur keuangan pribadinya.21
Pengukuran dimensi kualitas dapat didekati salah satunya
melalui pengukuran tingkat financial literacy (melek keuangan). Bank
Indonesia bekerja sama dengan Lembaga Demografi FEUI melakukan
survei skor financial literacy pada tahun 2012. Skor financial literacy
pada survei ini mengacu pada skor yang dibangun oleh OECD. Skor
financial literacy dibangun dari 3 dimensi, yaitu pengetahuan keua-
ngan, sikap terhadap keuangan dan perilaku keuangan yang kemudian
diagregasi menjadi skor total untuk menggambarkan tingkat melek
keuangan suatu negara.
Literasi keuangan menurut hasil pengamatan Hung, Parker, dan
Yoong (2009) terhadap beberapa studi literasi keuangan menunjukkan
bahwa definisi literasi keuangan digunakan secara bervariasi sebagai:
(a) a specific form of knowledge, (b) the ability or skills to apply that
knowledge, (c) perceived knowledge, (d) good financial behavior, and
even (e) financial experiences. Begitu pula halnya dengan Houston
(2010) juga menunjukkan bahwa beberapa studi literasi keuangan
mendefinisikan literasi keuangan sebagai knowledge, ability dan gabu-
ngan knowledge-ability.22
21
P Bhushan & Y.Medury. “Financial Literacy and Its Determinants.”
International Journal of Engineering, Business and Enterprise Applications
(IJEBEA), 4(2), (2013). p.155–160. 22
Taofik Hidajat, Literasi Keuangan, STIE Bank BPD Jateng, hal.11-
12.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 63
Tabel 2.3
Beberapa Definisi Literasi Keuangan Definisi Sumber
Knowledge
A basic knowledge that people need in order to
survive in a modern society.
Kim & Nofsinger,
2008
Mathematical ability and the understanding of
financial terms.
Worthington, 2006
Knowledge of basic financial concepts, such as the
working of interest compounding, the difference
between nominal and real values, and the basics of
risk diversification.
Lusardi, 2008a
Ability
The ability to read, analyze, manage and commu-
nicate about the personal financial conditions tha
affect material well-being. It includes the ability to
discern financial choices, discuss money and
financial issues without (or despite) discomfort,
plan for the future and respond competently to life
events that affect everyday financial decisions,
including events in general economy.
Vitt dkk., 2000
Individual’s ability to understand financial terms
and instruments.
Bashir, Arshad,Nazir,
dan Afzal, 2013
Knowledge & Ability
Individual’s are considered financially literate if
they are competent and can demonstrate they have
used knowledge they have learned. Financial litera-
cy cannot be measured directly so proxies must be
used. Literacy is obtained through practical expe-
rience and active integration of knowledge. As
people become more literate they become increa-
singly more financially sophisticated and it is con-
jectured that this may also mean that an individual
may be competent.
Moore, 2003
The ability to evaluate the new and complex finan-
cial instruments and make informed judgements in
both choice of instruments and extent of use that
would be in their own best long-run interest.
Mandell & Klein,
2007
Focus on debt literacy, a component of financial
literacy, defining it as “the ability to make simple
decisions regarding debt contracts, in particular
Mandell & Klein,
2007
64 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Definisi Sumber
howone applies basic knowledge about interest
compounding, measured in context of everyday
financial choices.
Measuring how well an individual can understand
and use personal finance-related information.
Houston, 2010
Necessary numerical skills and basic economic
concept required for educated, saving and borrow-
ing decisions.
Kharchenko, 2011
Sumber: Taofik Hidajat, Literasi Keuangan, STIE Bank BPD Jateng,
h.12-13
Tabel 2.3 merupakan hasil simpulan pengamatan Houston
(2010) terhadap 72 studi literasi dari 52 kelompok peneliti dengan
menggunakan empat penilaian, yaitu construct, content, structure dan
rating. Hasilnya menunjukkan bahwa hanya delapan studi yang mem-
berikan definisi literasi keuangan dan masih belum standar, karena
dua studi fokus pada ability, tiga studi fokus pada knowledge, dan dua
studi fokus pada ability dan knowledge dengan tambahan persyaratan
dan satu studi lainnya fokus pada ability dan knowledge tanpa persya-
ratan. Istilah literasi bahkan digunakan secara bergantian dengan
knowledge oleh sebagian besar peneliti.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
literasi keuangan adalah pengetahuan individu tentang keuangan dan
kemampuan individu untuk membuat keputusan keuangan yang efek-
tif. Literasi finansial terjadi ketika seorang individu yang cakap (lite-
rate) adalah seseorang yang memiliki sekumpulan keahlian dan
kemampuan yang membuat orang tersebut mampu memanfaatkan
sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan. Kecakapan (literacy)
merupakan hal penting yang harus dimiliki untuk mencapai tujuan-
tujuannya. Literasi finansial didefinisikan sebagai kemampuan sese-
orang untuk mendapatkan, memahami dan mengevaluasi informasi
yang relevan untuk pengambilan keputusan dengan memahami konse-
kuensi finansial yang ditimbulkannya.23
Memahami implikasi finansial yang ditimbulkan dari keputusan
keuangan merupakan hal yang mendasar dalam literasi finansial. Ke-
23
Carolynne L.J Mason and Richard MS Wilson, “Conceptualizing
Financial Literacy”. Business School Research Series. Loughborough Uni-
versity. 7, November 2000, dalam Krisna h.2
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 65
putusan yang berdasarkan informasi diakui sebagai instrumen untuk
mencapai outcome yang diharapkan. Hal penting yang harus dicatat
disini bahwa literasi finansial hanya menjadikan seseorang mampu
membuat keputusan berdasarkan informasi yang relevan. Memiliki
Financial literacy yang baik tidak menjamin seseorang telah membuat
keputusan yang tepat. Hal tersebut disebabkan karena seseorang tidak
selalu mengambil keputusan berdasarkan rasional ekonomi.24
Remund (2010) menjelaskan lima domain dari literasi keuangan
yaitu: 1) Pengetahuan tentang konsep keuangan 2) Kemampuan untuk
berkomunikasi tentang konsep keuangan 3) Kemampuan untuk me-
ngelola keuangan pribadi 4) Kemampuan dalam membuat keputusan
keuangan 5) Keyakinan untuk membuat perencanaan keuangan masa
depan.25
Dengan demikian pembelajaran keuangan sangat penting, ter-
masuk bagi pelaku UMKM dalam rangka meningkatkan kemampuan
pengambilan keputusan khususnya berkaitan dengan perencanaan
sumber keuangan, penggunaan dan pengelolaan risiko terkait dengan
produk keuangan mikro.
Jika seorang pengusaha atau pelaku UMKM memiliki literasi
keuangan yang baik, maka akan meningkatkan kinerja dan keberlang-
sungan usaha. Sebagaimana hasil penelitian dari Dwitya Aribawa,
mengkonfirmasi adanya pengaruh literasi keuangan terhadap kinerja
dan keberlangsungan usaha UMKM kreatif di Jawa Tengah. Hal ini
memiliki implikasi bahwa dengan literasi keuangan yang baik diha-
rapkan UMKM akan mampu membuat keputusan manajemen dan ke-
uangan yang tepat untuk peningkatan kinerja dan keberlanjutan usaha.
Servon dan Kaestner (2008) menyatakan, literasi keuangan
telah berkembang pesat selama beberapa tahun terakhir. Beberapa fak-
tor yang menyebabkan literasi keuangan berkembang antara lain
tingkat bunga tabungan yang rendah, meningkatnya tingkat kebang-
krutan dan tingkat hutang, dan meningkatnya tanggung jawab individu
untuk membuat keputusan yang akan memengaruhi perekonomian
mereka di masa depan.26
24
D. L Remund. “Financial Literacy Explicated: The Case For A Cle-
ar Definition in an Increasingly Complex Economy.” The Journal of Consu-
mer Affairs, 44(2), (2010): p. 276–295. 25
D. L Remund. “Financial Literacy Explicated... p. 276–295. 26
L. Servon, & R. Kaestner. “Consumer Financial Literacy and The
Impact of Online Banking on The Financial Behavior of Lower-Income Bank
66 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Literasi keuangan sangat berkaitan dengan kesejahteraan se-
orang individu. Pengetahuan keuangan dan keterampilan dalam me-
ngelola keuangan pribadi sangat penting dalam kehidupan sehari-hari.
Krishna, Rofaida, dan Sari (2010) menjelaskan bahwa literasi keua-
ngan membantu individu agar terhindar dari masalah keuangan. Kesu-
litan keuangan bukan hanya fungsi dari pendapatan semata (rendahnya
pendapatan). Kesulitan keuangan juga dapat muncul jika terjadi kesa-
lahan dalam pengelolaan keuangan (missmanagement) seperti kesala-
han penggunaan kredit, dan tidak adanya perencanaan keuangan.
Keterbatasan finansial dapat menyebabkan stress, dan rendahnya
kepercayaan diri. Adanya pengetahuan keuangan dan literasi keua-
ngan akan membantu individu dalam mengatur perencanaan keuangan
pribadi, sehingga individu tersebut bisa memaksimalkan nilai waktu
uang dan keuntungan yang diperoleh oleh individu akan semakin
besar dan akan meningkatkan taraf kehidupannya.27
Bhushan and Medury (2013)28
menjelaskan literasi keuangan
sangat penting karena beberapa alasan. Konsumen yang memiliki lite-
rasi keuangan bisa melalui masa-masa keuangan yang sulit karena
faktanya bahwa mereka mungkin memiliki akumulasi tabungan, mem-
beli asuransi dan diversifikasi investasi mereka. Literasi keuangan
juga secara langsung berkorelasi dengan perilaku keuangan yang
positif seperti pembayaran tagihan tepat waktu, angsuran pinjaman,
tabungan sebelum habis dan menggunakan kartu kredit secara bijak-
sana.
Pengetahuan tentang keuangan yang kurang akan mengakibat-
kan kerugian bagi individu, baik akibat dari inflasi, penurunan kondisi
perekonomian baik dalam negeri maupun luar negeri, atau ber-
kembangnya sistem perekonomian yang menjadikan masyarakat lebih
konsumtif atau lebih menjadi boros. Selain itu, kurangnya pengeta-
huan tentang keuangan menyebabkan seseorang sulit untuk melaku-
kan investasi atau mengakses ke pasar keuangan.
Customers”. Journal of Consumers Affairs, 42(2) (2008): 271–305.
27Krishna, A., Rofaida, R., & Sari, M. “Analisis Tingkat Literasi
Keuangan di Kalangan Mahasiswa Dan Faktor-faktor yang Memengaruhi-
nya”. Proceedings of the 4th
International Conference on Teacher Education;
Join Conference UPI & UPSI Bandung, Indonesia, 2010. 28
P. Bhushan & Y. Medury. “Financial Literacy and Its Determi-
nants”. International Journal of Engineering, Business and Enterprise Appli-
cations (IJEBEA), 4(2), (2013). p.155–160.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 67
Literasi Keuangan adalah rangkaian proses atau aktivitas untuk
meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan keyakinan konsumen
dan masyarakat luas dalam mengelola keuangan sehingga mereka
mampu mengelola keuangan dengan lebih baik (SLKNI, November
2013).
Ada beberapa faktor yang menyebabkan diperlukannya literasi
keuangan: pertama, perkembangan industri jasa keuangan yang sema-
kin kompleks, mengakibatkan produk dan jasa keuangan menjadi
semakin beragam. Kedua, semakin terintegrasinya produk-produk
keuangan yang ditawarkan oleh industri jasa keuangan. Ketiga, kecen-
derungan masyarakat Indonesia mencari keuntungan tanpa memper-
timbangkan risiko. Keempat, pada umumnya masyarakat Indonesia
belum memahami hak dan kewajibannya sebagai konsumen jasa keua-
ngan. Kelima, tingkat literasi keuangan Indonesia 21,8%. Keenam,
akses informasi keuangan kurang optimal.
Strategi literasi keuangan secara nasional diluncurkan oleh
Presiden RI pada 19 November 2013 sebagai panduan bagi otoritas
keuangan, industri jasa keuangan dan pemangku kepentingan lainnya.
Visi dari strategi literasi keuangan nasional adalah mendukung reali-
sasi masyarakat yang melek finansial dan meningkatkan penggunaan
produk dan layanan jasa keuangan dalam rangka meningkatkan kese-
jahteraan masyarakat.
Beberapa prinsip dalam strategi literasi keuangan adalah: perta-
ma, inklusif, kedua, sistematis dan terukur, ketiga, kemudahan akses
dan yang keempat, kolaborasi dengan stakeholders. Pilar dari strategi
literasi keuangan terdiri dari: pertama, edukasi dan kampanye nasio-
nal, kedua, penguatan infrastruktur, ketiga, pengembangan produk dan
layanan jasa. Ketiga pilar tersebut dilakukan melalui kerjasama
dengan stakeholder.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Indrawati,29
tentang,
dimana Literasi keuangan menjadi salah satu perhatian penting bagi
pemerintah, industri perbankan, konsumen dan organisasi lainnya.
Secara spesifik, peningkatan literasi keuangan dapat dilakukan melalui
beberapa strategi prioritas terutama bagi individu, rumah tangga dan
29
Yulia Indrawati, “Determinan Dan Strategi Peningkatan Literasi
Keuangan Masyarakat Perkotaan Di Kabupaten Jember“. Ringkasan Peneli-
tian PDP (2015): h.11, diakses dari http://www.repository unej.ac.id/, 30 Mei
2017.
68 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
kelompok masyarakat yaitu 1) memberikan pendidikan literasi keua-
ngan untuk generasi yang akan datang melalui sistem pendidikan
formal; 2) meningkatkan akses informasi dan kebijakan pemerintah
dan menjadi instrumen serta sumberdaya pengelolaan keuangan; dan
3) mendorong peningkatan kualitas pemahaman keuangan melalui
beragam program dan bantuan. Pertama, upaya meningkatkan literasi
keuangan melalui pendidikan formal dapat dilakukan melalui bebe-
rapa hal antara lain mengintegrasikan dengan kurikulum pendidikan,
meningkatkan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga pengajar dalam
program pelatihan pembelajaran profesional, mengembangkan sum-
berdaya pengajar dan peserta didik melalui kurikulum khusus untuk
ekonomi dan bisnis, meningkatkan kepercayaan dan meningkatkan
vokasi pendidikan dan pelatihan. Kedua, upaya dalam meningkatkan
akses informasi, penyediaan instrumen dan pengembangan sumber-
daya keuangan antara lain dengan meningkatkan akses masyarakat
terhadap segala informasi mengenai pengelolaan keuangan dan me-
ngembangkan workplace-based financial literacy. Maka pemerintah
melalui Otoritas Jasa Keuangan wajib menyediakan infrastruktur
penunjang sektor keuangan dalam berbagai tingkatan masyarakat dan
kewilayahan. Hal ini bertujuan untuk mendorong pendalaman dan
perluasan akses atas produk dan jasa layanan keuangan. Ketiga,
meningkatkan kualitas literasi keuangan melalui beragam program
dan bantuan antara lain melalui good practice khususnya sasaran pada
kelompok masyarakat yang masih rentan terhadap perubahan atau
sulit terjangkau baik secara kewilayahan maupun pemahaman. Keem-
pat, meningkatkan koordinasi dan kemitraan antara pemerintah dan
masyarakat serta meningkatkan peluang kerjasama antar sektor dan
antar daerah dan kerjasama internasional melalui berbagai kegiatan
workshop dan forum nasional mengenai literasi keuangan. Kelima,
meningkatkan riset dan evaluasi terhadap berbagai program literasi
keuangan melalui partisipasi aktif dalam seminar internasional, me-
ngembangkan riset terkait tingkat literasi keuangan dan determinan
literasi keuangan yang ada di masyarakat, good practice baik dalam
implementasi program hingga tahapan evaluasi, meningkatkan keahli-
an dan sharing pengetahuan serta mendorong riset dalam mendukung
efektivitas dan dampak program literasi keuangan.
Adapun yang menjadi target dari strategi literasi keuangan
adalah terwujudnya masyarakat yang melek keuangan (well literate
society) dengan sasarannya adalah profesional, karyawan, UMKM,
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 69
Ibu Rumah Tangga, pelajar dan mahasiswa, dan pensiunan.
Berkembanganya lembaga keuangan dan ekonomi syariah di
dunia khususnya di Indonesia maka terkait literasi keuangan menjadi
pertambahan literasi bagi masyarakat terkait literasi keuangan syariah.
Literasi keuangan syariah menurut El Hawary adalah:
“Gives the sense of sharia finance as an inherent system consists
of four principles, namely: a) Risk-sharing, a condition of finan-
cial transactions that divides the risk-return systematically parti-
cipants transaction, b) Materiality, all financial transactions
must have a finality material, directly to all in the associated
based on real economic transactions, so that option and almost
all derivatives transactions are prohibited, c) No exploitation, is
not allowed extortion in the transaction, d) No financing of
sinful activities, transactions are not used to produce goods that
are prohibited Qur'an, such as alcohol, pork production and
gambling”. 30
Dengan kata lain, keuangan syariah sebagai sistem inheren ter-
diri dari empat prinsip, yaitu: a) Pembagian risiko, suatu kondisi
transaksi keuangan yang membagi risiko-pengembalian secara siste-
matis peserta transaksi, b) Materialitas, semua transaksi keuangan
harus memiliki bahan finalitas, langsung ke semua yang terkait ber-
dasarkan transaksi ekonomi riil, sehingga opsi dan hampir semua
transaksi derivatif dilarang, c) Tidak ada eksploitasi, tidak diperbo-
lehkan pemerasan dalam transaksi, d) Tidak ada pembiayaan kegiatan
berdosa, transaksi tidak digunakan untuk menghasilkan barang yang
dilarang Alquran, seperti alkohol, produksi daging babi dan perjudian.
Abdullah menjelaskan bahwa literasi keuangan syariah adalah:
“Islamic financial literacy can be defined as the ability to under-
stand finance based on sharia compliance. This should be an
issue of concern to Muslim students. Muslims must seek to
understand Islamic finance because it is a religious duty. Using
30
Setyawati dan Suroso, S.. “Sharia Financial Literacy and Effect on
Social Economic Factors (Survey on Lecturer In Indonesia)”. International
Journal Of Scientific and Technology Research, 2016, p. 92-102.
70 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
the conventional financial system is certainly sinful for
Muslims”. 31
Dengan kata lain, “Literasi keuangan Islam dapat didefinisikan
sebagai kemampuan untuk memahami keuangan berdasarkan kepatu-
han syariah. Ini harus menjadi masalah yang memprihatinkan bagi
siswa Muslim. Umat Islam harus berusaha memahami keuangan Islam
karena itu adalah kewajiban agama. Menggunakan sistem keuangan
konvensional tentu berdosa bagi umat Islam
Literasi keuangan syariah harus sejalan dengan prinsip syariah
Islam. Begitu pula dalam mengenalkan keuangan kepada anak, me-
nurut Husain Syahatah (1998: 61-92) dalam artikel Ifa Hanifia Senji-
ati, dkk32
yang berjudul Literasi Keuangan Syariah bagi Anak School
Age (Studi Kasus pada Siswa Kelas 2 SD Darul Hikam Bandung),
bahwa hal yang harus diperhatikan antara lain:
1. Memupuk aqidah anak, bahwa harta adalah milik Allah SWT
dan manusia hanya sebagai pemegang amanah. Hal ini meng-
hindari sikap konsumtif dan lebih mencintai harta.
2. Harta akan dihisab di yaumil qiyamah sebagaimana Hadist
Riwayat Tirmizi yang berbunyi “Kedua telapak seorang hamba
tidak akan lepas (dari titian) pada hari kiamat sebelum dia dita-
nya mengenai empat hal, diantaranya tentang harta dari mana
dia peroleh dan untuk apa dia nafkahkan (HR.Tirmidzi)
3. Memiliki sifat qanaah (menerima apa yang Allah berikan) seba-
gaimana hadist Muttafaq „alaih yang berbunyi “Sungguh berun-
tung orang yang beriman, dan Allah memberinya rezeki yang
cukup” artinya seseorang tidak lagi merasa kekurangan dengan
31
Mohamad Azni Abdullah, S. N. “Factors determining Islamic Finan-
cial Literacy among Undergraduates”. Journal of Emerging Economies and
Islamic Research, 2017, p.67-76. 32
Ifa Hanifia Senjiati, dkk., “Literasi Keuangan Syariah bagi Anak
School Age (Studi Kasus pada Siswa Kelas 2 SD Darul Hikam Bandung)”,
Amwaluna, Vol 2 No. 2 Tahun 2018, p.33-55.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 71
harta yang sedikit dan tidak pula boros ketika harta sudah
banyak” (Luqyan, 2012:9).
4. Bersikap pertengahan, tidak berlebihan dan tidak pula kikir se-
bagaimana dalam Quran Surat Al-Furqon ayat 67: “Dan orang-
orang yang apabila membelanjakan (harta) mereka tidak berle-
bih-lebihan dan tidak pula kikir, dan adalah (pembelanjaan) itu
di tengah-tengah antara yang demikian.” Serta hadist Rasulullah
“makan dan berpakaianlah sekehendakmu, tetapi dengan tidak
berlebihan atau hanya mengira-ngira”(muttafaq’alaih). Dan
hadist Rasulullah yang menyatakan “Allah akan memberikan
rahmat kepada orang yang berusaha dengan halal, membelan-
jakan harta dengan hemat dan dapat menyisihkan uang pada
saat dia fakir dan membutuhkan” hadis ini menjelaskan bahwa
manusia perlu menyisihkan uangnya untuk mempersiapkan diri
dalam keadaan fakir artinya Islam sangat menganjurkan untuk
menabung dan berinvestasi.
5. Berdiri di atas usaha yang baik sebagaimana Allah jelaskan
dalam QS.Al- Baqarah ayat 17 yang berbunyi Hai orang-orang
yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang
Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika
benar-benar kepada-Nya kamu menyembah. Dan hadist Rasu-
lullah “Barang siapa berusaha dari yang haram kemudian me-
nyedekahkannya, maka dia tidak mempunyai pahala dan dosa
tetap atasnya.” (HR. Abu Hurairah).
6. Memprioritaskan kebutuhan primer, Islam telah merumuskan
tujuan hidup yang jelas disebut maqashid syariah, ada tiga
dimensi yang dapat dijelaskan terkait pemenuhan kebutuhan
maqashid syariah yaitu sesuatu yang pokok atau necessity (dha-
ruriyyat), kebutuhan yang bersifat sekunder atau needs (hajiy-
yat), dan semua yang bersifat pelengkap kehidupan/barang me-
wah atau luxuries (tahsiniyyat) (Tamanni & Mukhlisin, 2013).
7. Memberikan pemahaman bahwa seorang laki-laki memiliki
tanggungjawab untuk memberi nafkah sebagaimana QS. Annisa
ayat 34 “kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita,
oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-
laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka
(laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab
itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi
72 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah
telah memelihara (mereka)….
8. Bekerja sesuai dengan batas kemampuan, sebagaimana QS.al-
baqarah ayat 286 yang berbunyi “Allah tidak membebani sese-
orang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat
pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat
siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.”
9. Melatih anak bekerja, sebagaimana QS.Annisa ayat 6 yang ber-
bunyi “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur
untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah
cerdas (pandai memelihara harta), Maka serahkanlah kepada
mereka harta- hartanya. dan janganlah kamu Makan harta anak
yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-
gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barangsiapa
(di antara pemelihara itu) mampu, Maka hendaklah ia menahan
diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan Barangsiapa yang
miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut.
kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka,
Maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan
itu) bagi mereka. dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas
persaksian itu)” (Syahatah, 1998).
Literasi keuangan Syariah bagi masyarakat diperlukan terutama
ketika makin kompleksnya produk keuangan Syariah yang sesuai
dengan kebutuhan masyarakat. Keuangan Syariah di Indonesia meru-
pakan hal yang masih tergolong baru jika dibandingkan keuangan
konvensional. Perkembangan keuangan Syariah dalam beberapa tahun
terakhir melambat, salah satunya disebabkan oleh minimnya program
edukasi keuangan Syariah di masyarakat sebagai bentuk upaya untuk
meningkatkan literasi keuangan Syariah.
Tingkat literasi keuangan Syariah yang tinggi akan meningkat-
kan penggunaan produk dan jasa keuangan Syariah di Indonesia yang
pada akhirnya meningkatkan market share keuangan Syariah di Indo-
nesia. Purnomo (2016) dalam artikelnya menjelaskan jika literasi
keuangan kuat memiliki hubungan dengan keputusan seseorang dalam
menggunakan keuangan formal.33
33
Purnomo M.Antara, dkk. “Bridging Islamic Financial Literacy and
Halal Literacy: The Way Forward in Halal Ecosystem”, Procedia Economics
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 73
Melalui literasi keuangan seseorang diharapkan mampu: 1) me-
manfaatkan sumber-sumber keuangan; 2) meningkatkan keamanan
ekonomi; 3) meningkatkan kontribusi kepada masyarakat; 4) memba-
wa dan membangun masyarakat ke arah yang lebih baik; 5) meng-
hasilkan tenaga kerja yang terdidik dengan baik.34
Adapun target dari edukasi keuangan ada enam segmen, yaitu:
1) kaum ibu/perempuan; 2) pelajar/mahasiswa; 3) UMKM; 4) profe-
sional; 5) pegawai; 6) pensiunan. Diantara keenam segmen tersebut,
segmen utama yaitu kaum perempuan, pelajar dan mahasiswa. Para
mahasiswa dan pelajar merupakan kalangan yang familiar dalam
menggunakan Information Technology (IT).
Edukasi keuangan Syariah akan mampu mendisiplinkan masya-
rakat dalam mengelola keuangan sehingga masyarakat dapat meman-
faatkan keuangannya untuk kebutuhan yang lebih terencana di masa
yang akan datang.
1. Faktor yang Memengaruhi Literasi
Secara umum, berbagai penelitian yang mengkaji tentang
literasi mengkaitkan dengan faktor demografi sebagai penentu literasi
keuangan. Menurut Bhusan dan Medury (2013) serta Worthington
(2006), faktor pekerjaan memengaruhi literasi. Arrondel, Debbich,
dan Savignac, 2014 menyatakan faktor umur, Almenberg & Dreber
(2012); Arrondel dkk (2014); Fonseca, Mullen, Zamarro, dan Zissi-
mopoulos (2012); Hassan Al-Tamimi & Al Anood Bin (2009);
Kharchenko (2011); Lusardi & Mitchell (2008) menyatakan jenis
kelamin. Pendidikan juga memengaruhi sebagaimana dinyatakan oleh
Hassan Al Tamimi & Al Nood Bin (2009); Lusardi (2008a); Mandell
& Klein (2009), serta pendapatan menurut Bhushan & Medury (2013).
Adapun Bashir,35
beliau melakukan penelitian di Pakistan untuk
mengetahui hubungan faktor psikososial dan demografis terhadap lite-
and Finance, Vol. 37, 2016, h.199, diakses dari http//www.sciencedirect.com,
20 Maret 2019. 34
Irfan Syauqi Beik dan Laily Arsyianti, “Measuring Zakat Impact on
Poverty and Welfare Using Cibest Model, Journal of Islamic Monetary Eco-
nomics and Finance, 1(2), h.221, 35
Taqadus Bashir, Asba Arshad, Aleena Nazir, Naghmana Afzal.
“Financial Literacy and Influence of Psychosocial Factors.” Euro-
pean Scientific Journal Vol.9 (28) (Oktober 2013): 384-404.
74 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
rasi keuangan, menunjukkan bahwa faktor demografis yaitu usia, jenis
kelamin, status perkawinan, kualifikasi dan pekerjaan memengaruhi
literasi. Dari sisi faktor psikososial ada pengaruh dari faktor hopeless-
ness (keputusasaan), religiosity (religiusitas), financial satisfaction
(kepuasan finansial), retirement plan intention (intensi perencanaan
pensiun) dan risk preference (kecenderungan terhadap risiko).
2. Pengukuran Literasi Keuangan
Secara garis besar, pengukuran literasi keuangan belum memi-
liki standar sebagaimana definisinya. Namun ada dua pandangan dari
Hung dkk (2009) yang mengukur tingkat literasi keuangan menggu-
nakan saving, investment dan debt. Sedangkan Houston36
menggu-
nakan basic concept, borrowing concept, saving/investment concept
dan protection concept.
Pengukuran menggunakan basic concept lebih kepada pengeta-
huan keuangan secara umum, sedangkan borrowing concept pemaha-
man masyarakat tentang pinjaman (produk pinjaman/kredit), saving/
investment terkait dengan pemahaman terhadap produk tabungan/
investasi, dan terakhir protection concept terkait dengan produk jami-
nan atau asuransi.
Menurut Chen and Volpe, 37
mengkategorikan literasi keuangan
menjadi tiga kelompok, yaitu: 1) <60% yang berarti individu memiliki
pengetahuan tentang keuangan yang rendah; 2) 60%–79%, yang
berarti individu memiliki pengetahuan tentang keuangan yang sedang;
dan 3) >80% yang menunjukkan bahwa individu memiliki pengetahu-
an keuangan yang tinggi. Pengkategorian ini didasarkan pada pre-
sentase jawaban responden yang benar dari sejumlah pertanyaan yang
digunakan untuk mengukur literasi keuangan. Tingkat literasi keua-
ngan di Indonesia berada dalam tingkat yang rendah dibandingkan
dengan negara lain.
Tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia berada pada ki-
saran 60, tergolong rendah jika dibandingkan negara-negara ASEAN
36
S. J. Huston. “Measuring Financial Literacy.” The Journal of Con-
sumer Affairs, 44 (2) (2010): 296-316. 37
H. Chen & R. P. Volpe. “An Analysis of Financial Literacy Among
College Students.” Financial Services Review, 7(1) (1998):107–128.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 75
lainnya yang memiliki rata-rata tingkat literasi diatas 70. Untuk itu
sebagai negara terbesar di ASEAN, seharusnya pemerintah Indonesia
lebih meningkatkan upaya agar dapat mencapai tingkat financial
literacy seperti negara-negara ASEAN lainnya yang telah memiliki
literasi yang relatif lebih baik. Strategi untuk meningkatkannya dapat
dilakukan melalui sosialisasi kepada masyarakat awam, lingkungan
kampus, sekolah dari tingkat dasar hingga SLTA, dan komunitas
tentang produk-produk keuangan baik oleh perbankan dan lembaga
keuangan lainnya milik pemerintah maupun swasta. Program yang
selama ini telah dilakukan oleh Bank Indonesia, OJK, Bank BUMN
dan bank swasta berupa seminar, publisitas di car free day maupun
acara-acara sosial dengan menyisipkan informasi produk-produk yang
relevan dengan sasarannya.
Proses sosialisasi juga dapat dilakukan melalui talk show, iklan
di media yang dapat dijangkau masyarakat luas seperti televisi, radio
dan media elektronik serta sosial media yang sekarang ini paling ba-
nyak diminati masyarakat. Dengan demikian diharapkan pemahaman
masyarakat akan produk keuangan dan kegunaannya akan meningkat-
kan keterlibatan masyarakat di lembaga keuangan.
D. Lembaga Keuangan Mikro
Lembaga keuangan mikro yang selanjutnya disingkat dengan
LKM, didefinisikan sebagai lembaga yang menyediakan produk dan/
atau jasa-seperti kredit mikro, mikro tabungan, mikroekuitas, mikro-
transfer dan asuransi mikro-secara berkelanjutan untuk orang miskin,
marjinal, berpenghasilan rendah, dan/atau dikecualikan dari sistem
keuangan formal.
Keuangan mikro di Indonesia lahir dengan semangat dan dalam
rangka membantu masyarakat miskin dan usaha mikro kecil (UMK).
Eksistensi lembaga keuangan mikro (LKM) terbukti tidak rentan mes-
kipun perekonomian mengalami krisis keuangan pada tahun 1997-
1998. Bahkan terbukti memberikan sumbangan besar dalam memaju-
kan perekonomian nasional. Hal ini sejalan dengan Noer Soetrisno,
menjelaskan usaha mikro dan kecil memiliki peran penting dalam
perkembangan ekonomi yang ditunjukkan oleh sejumlah indikator
sebagai berikut: 1) Ketika pertumbuhan ekonomi mencapai 4,8 persen
tahun 2000 di mana Usaha Besar (UB) belum bangkit, banyak pakar
memperkirakan hal tersebut kontribusi dari usaha mikro dan kecil
selain dari sektor ekonomi; 2) Hasil survei 1998 ketika awal krisis
76 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
terhadap 225 ribu usaha mikro dan kecil di seluruh Indonesia menun-
jukkan bahwa hanya 4 persen saja usaha mikro dan kecil menghen-
tikan bisnisnya, 64 persen tidak mengalami perubahan omzet, 31
persen omzetnya menurun, dan bahkan 1 persen justru berkembang; 3)
Technical Assistant ADB pada tahun 2001 juga melakukan survei
terhadap 500 usaha mikro dan kecil di Medan dan Semarang yang
memberikan hasil bahwa 78 persen usaha mikro dan kecil menjawab
tidak terkena dampak krisis moneter. 38
Sektor UMKM menjadi salah
satu pilar perekonomian nasional dan berperan sebagai penopang
perekonomian nasional. Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) berkon-
tribusi terhadap peningkatan kapasitas usaha dan penyerapan tenaga
kerja. Data BPS tahun 2006 menyebutkan jumlah tenaga kerja UMKM
tercatat sebesar 87,9 juta orang. Pada tahun 2012, jumlah tersebut
meningkat sebesar 22,5 persen atau sebanyak 107,7 juta orang. Oleh
karena itu, paket kebijakan pemerintah sangat relevan ditujukan untuk
pemberdayaan sektor UMKM.39
Menurut Obaidullah,40
program keuangan mikro yang baik
ditandai dengan adanya pinjaman jangka pendek yang memiliki struk-
tur ramping; peminjaman dan penilaian investasi yang sederhana;
pencairan pinjaman berulang secara cepat setelah pembayaran tepat
waktu; serta lokasi dan waktu layanan yang nyaman.
Sedangkan menurut Morduch,41
LKM setidaknya memiliki tiga
hal: 1) jasa yang ditawarkan harus relevan dengan kelompok yang
menjadi target, 2) kegiatan dan jasa tersebut harus memiliki pengaruh
38
Noer Soetrisno. “Ekonomi Rakyat Usaha Mikro dan UKM dalam
Perekonomian Indonesia, Sumbangan Untuk Analisis Struktural.” STEKPI,
Jakarta, 2005. Diakses dari http://www.fornaslpumkm.wordpress.com/ tang-
gal 31 Maret 2018. 39
M. Z. Abidin, “Kebijakan Fiskal dan Peningkatan Peran Ekonomi
UMKM.” Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI, diakses dari
http://www.googlescholar.com/, 23 Maret 2018. 40
Mohammed Obaidullah. “Role of Microfinance in Poverty Allevia-
tion: Lesson from Experiences in Selected IDB Member Countries.” (Jeddah:
Islamic Research & Training Institute (IRTI)-IDB), 2008. 41
J. Morduch. “Does Microfinance Really Help The Poor? New Evi-
dence From Flagship Programs in Bangladesh.” (New York: New York
University). Diakses dari:
http://www.nyu.edu/projects/morduch/documents/1998-Does-MF-
really-help-the-poor.pdf
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 77
positif terhadap kehidupan nasabah; 3) LKM harus kuat dan stabil
secara keuangan.
Undang-undang Nomor 01 Tahun 2013 tentang Lembaga Keua-
ngan Mikro yang selanjutnya disingkat LKM adalah lembaga keua-
ngan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan
usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau
pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat,
pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengemba-
ngan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.42
Asian Development Bank (ADB) mendefinisikan LKM adalah
lembaga penyedia jasa penyimpanan (deposits), kredit (loans), pemba-
yaran berbagai transaksi jasa (payment services) serta money transfers
yang ditujukan bagi masyarakat miskin dan pengusaha kecil (insu-
rance to poor and low income households and their microenterprises).
Bentuk LKM dapat berupa: 1) lembaga formal seperti bank desa dan
koperasi, 2) lembaga semiformal misalnya organisasi non pemerintah,
3) sumber-sumber informal misalnya pelepas uang. Sumber informal
berkembang cukup banyak jenisnya, seperti arisan, kredit keliling atau
bank thithil dalam istilah bahasa Jawa.
Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia menurut Bank Pemba-
ngunan Asia dan Bank Dunia (Gunawan Sumodiningrat, 2007) memi-
liki ciri: (1) Menyediakan beragam jenis pelayanan keuangan yang
relevan atau sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat; (2) Melayani
kelompok masyarakat berpenghasilan rendah; (3) Menggunakan pro-
sedur dan mekanisme yang kontektual dan fleksibel agar lebih mudah
dijangkau oleh masyarakat miskin yang membutuhkan.
Menurut Bank Indonesia, terdapat dua jenis Lembaga Keuangan
Mikro (LKM) yaitu LKM berwujud bank dan nonbank. LKM ber-
wujud bank seperti BRI Unit Desa, Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
dan Badan Kredit Desa (BKD). Sedangkan yang berbentuk nonbank
adalah Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Unit Simpan Pinjam (USP),
Lembaga Dana Kredit Perbankan (LDKP), Baitul Mâl wat tamwîl
(BMT), Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dan Credit Union
(CU).
Diantara lembaga keuangan mikro, baik yang berbentuk bank,
koperasi, lembaga keuangan daerah, maupun lembaga adat dapat
menggunakan prinsip konvensional maupun syariah. Tabel 2.5 menun-
42
UU No.01 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro.
78 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
jukkan keragaman bentuk LKM lebih variatif pada LKM konven-
sional. Terdapat beberapa daerah yang memiliki LKM dalam bentuk
lembaga adat yaitu Bali dan Sumatera Barat. Namun dalam bentuk
bank maupun koperasi, LKM syariah memiliki variasi bentuk badan
usaha yang lebih banyak dibandingkan LKM konvensional.
Tabel 2.4
Jenis Lembaga Keuangan Mikro
Jenis Lembaga
Keuangan Mikro
(LKM)
Syariah Konvensional
Bank BPR Syariah BPR
Koperasi BMT, BTM, KPPS KSP
Lembaga Keuangan
DaerahBelum ada
BKD, BKK,
LPKD
Lembaga Adat Belum adaLPD (Bali), LPN
(Sumbar) Sumber: Bank Indonesia, 2017
Lembaga keuangan mikro (LKM) memiliki peran dalam usaha
penanggulangan kemiskinan yang efektif. Menurut Krishnamurti se-
bagaimana dikutip Faidal43
, bahwa LKM berperan dalam peningkatan
akses dan pengadaan sarana penyimpanan, pembiayaan dan asuransi
yang efisien dengan membangun keberdayaan kelompok miskin dan
peluang mereka untuk keluar dari kemiskinan melalui: 1) tingkat
konsumsi yang lebih pasti, 2) mengelola risiko dengan lebih baik, 3)
secara bertahap memiliki kesempatan untuk membangun asset, 4)
mengembangkan kegiatan usaha mikronya, 5) menguatkan kapasitas
perolehan pendapatannya, dan 6) dapat merasakan tingkat hidup yang
lebih baik.
Potensi yang dapat diperankan LKM dalam memacu partum-
buhan ekonomi sangat besar. Setidaknya ada lima alasan untuk men-
dukung argumen tersebut, yaitu: 1) LKM umumnya berada atau
43
Faidal. “Model Efektivitas Peran Lembaga Keuangan Mikro (LKM)
dalam Penyediaan Permodalan UMKM Sektor Riil di Kabupaten Bangkalan
Madura.” diunduh dari Journal.Trunojoyo.ac.id/eco-enterpreneur/article/
down load/993/892, tanggal 3 Agustus 2016.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 79
minimal dekat dengan kawasan pedesaan sehingga dapat dengan
mudah diakses oleh pelaku ekonomi di desa; 2) masyarakat desa lebih
menyukai proses yang singkat dan tanpa banyak prosedur; 3) karak-
teristik umumnya membutuhkan plafon kredit yang tidak terlalu besar
sehingga sesuai dengan kemampuan finansial LKM; 4) dekatnya
lokasi LKM dan petani memungkinkan pengelola LKM memahami
betul karakteristik usaha tani sehingga dapat mengucurkan kredit
secara tepat waktu dan tepat jumlah, dan 5) adanya keterkaitan sosio-
kultural serta hubungan bersifat personal-emosional diharapkan dapat
mengurangi moral hazard dalam pengembalian kredit.
Dengan demikian, melalui peran LKM yang didukung dengan
kemudahan akses, prosedur, dan kedekatan terhadap masyarakat akan
membantu keberdayaan kelompok miskin untuk meningkatkan pro-
duktivitasnya. Melalui usaha kecil yang mereka upayakan, masyarakat
miskin akan semakin mandiri serta dapat meningkatkan taraf hidup-
nya.
Berdasarkan hasil kajian Direktorat Pembiayaan, agar LKM
dapat mencapai hasil yang optimal dalam pembangunan ekonomi,
sebuah LKM seyogyanya memiliki karakteristik sebagai berikut; 1)
tidak menggunakan pola pelayanan keuangan perbankan konvensional,
terutama tidak mensyaratkan kolateral dan tidak terdapat proses admi-
nistratif formal yang menyulitkan; 2) sasarannya adalah masyarakat
miskin dan pengusaha mikro, dimana jasa keuangan yang diberikan
dapat disesuaikan dengan karakteristik kelompok sasaran tersebut; 3)
menggunakan pendekatan kelompok, baik dengan ataupun tidak
dengan sistem tanggung renteng yang mengedepankan pola hubungan
kenal dekat sebagai landasan utama mengelola risiko; 4) lingkup
kegiatan LKM dapat mencakup pembiayaan kegiatan ekonomi pro-
duktif maupun konsumtif, pendampingan dan pendidikan, kegiatan
penghimpunan dan bentuk kegiatan lain yang dibutuhkan oleh pengu-
saha mikro dan masyarakat miskin.44
Karakteristik keuangan mikro sebagai lembaga keuangan yang
tidak hanya berorientasi komersial semata, tidak wajib mensyaratkan
kolateral sebagaimana perbankan umum, dan adanya keharusan mem-
44
Faidal. “Model Efektivitas Peran Lembaga Keuangan Mikro (LKM)
dalam Penyediaan Permodalan UMKM Sektor Riil di Kabupaten Bangkalan
Madura.” diunduh dari Journal.Trunojoyo.ac.id/eco-enterpreneur/article/
down load/993/892, tanggal 3 Agustus 2016.
80 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
bangun karakter anggota dan nasabahnya membuat lembaga keuangan
mikro dapat bertindak lebih fleksibel dalam pendekatan ke masyara-
kat. Dengan demikian hubungan antara lembaga keuangan dan masya-
rakat yang selama ini seolah terdapat jarak atau penghalang diharap-
kan semakin terjangkau oleh berbagai lapisan masyarakat khususnya
masyarakat miskin.
Pola-pola keuangan mikro di Indonesia terdiri dari (1) Saving
Ledd microfinance yang berbasis anggota (membership based). Pada
pola ini pendanaan atau pembiayaan yang beredar berasal dari
pengusaha mikro sendiri. Contoh Kelompok Swadaya Masyarakat
(KSM), Credit Union (CU) Koperasi Simpan Pinjam (KSP). (2) Credit
Ledd microfinance, pada pola ini sumber keuangan bukan dari usaha
mikro tetapi sumber lain seperti Badan Kredit Desa (BKD), Lembaga
Dana Kredit Pedesaan (LDKP) Grameen Bank, Asa Model (Bangla-
desh). (3) Micro Banking, pada pola ini bank difungsikan untuk
pelayanan keuangan mikro seperti telah dilaksanakan BRI, BPR,
Danamon Simpan Pinjam. (4) Pola hubungan bank dan kelompok
swadaya masyarakat (PHBK), integrasi antara bank dan kelompok
swadaya masyarakat.45
Dari berbagai pola lembaga keuangan mikro yang dikembang-
kan di Indonesia terdapat berbagai karakteristik yang disesuaikan
dengan kondisi wilayah dan kebutuhan masyarakat di lokasi lembaga
keuangan tersebut. Sebagian besar mengembangkan sistem keanggo-
taan yang mengikat bagi anggota, namun tidak menutup kemungkinan
merekrut nasabah nonanggota dalam memperluas jangkauan pasarnya.
Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 menyebutkan bahwa
koperasi merupakan badan usaha yang beranggotakan orang seorang
atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berda-
sarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat
yang berdasar atas asas kekeluargaan. Adapun fungsi dan peranan
koperasi diantaranya: 1) membangun dan mengembangkan potensi
serta kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan pada masya-
rakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan
sosialnya; 2) berperan serta secara aktif dalam uapaya mempertinggi
45
Riana Panggabean. “Kerjasama Bank, Koperasi dan Lembaga Ke-
uangan Mikro (LKM) Mendukung Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM).” http://www.jurnal.smecda.com/index.php/infokop/arti
cle/view/50/47, diunduh 31 Oktober 2016.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 81
kualitas kehidupan manusia dan masyarakat; 3) memperkokoh pere-
konomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian
nasional dengan koperasi sebagai sokoguru; 4) berusaha untuk me-
wujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupa-
kan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi
ekonomi.
Dengan berkembangnya ekonomi dan sosial masyarakat, kegia-
tan usaha simpan pinjam di koperasi juga semakin berkembang dan
diminati, sehingga sebagian besar koperasi memiliki jenis usaha sim-
pan pinjam sebagai tulang punggung kegiatan usahanya. Usaha ini
bernaung di bawah koperasi dengan sistem umum maupun koperasi
syariah.
Menurut Permenkop UMKM No. 15 tahun 2015 tentang Usaha
Simpan Pinjam oleh Koperasi, Koperasi Simpan Pinjamn (KSP) meru-
pakan koperasi yang menjalankan kegiatan usahanya hanya usaha sim-
pan pinjam. Sedangkan, Unit Simpan Pinjaman (USP) merupakan unit
usaha koperasi yang bergerak di bidang usaha simpan pinjam sebagai
bagian dari kegiatan usaha koperasi yang bersangkutan.46
Dari berbagai karakteristik di atas, menunjukkan bahwa masing-
masing jenis lembaga keuangan mikro memiliki landasan yang relatif
beragam serta dapat diinisiasi oleh sekumpulan warga di berbagai wi-
layah maupun oleh pemerintah daerah. Regulatornya dapat menginduk
pada OJK, Kemenkop UKM maupun pemprov. Adapun bentuk badan
hukum yang dipilih dapat berbentuk perseroan terbata, koperasi mau-
pun perusahaan daerah. Sebagian besar LKM di Indonesia memilih
bentuk badan hukum koperasi.
E. Lembaga Keuangan Mikro Syariah
Lembaga keuangan mikro syariah (Islamic Microfinance) meru-
pakan institusi yang menyediakan jasa-jasa keuangan kepada pendu-
duk yang berpendapatan rendah dan masyarakat yang termasuk
kelompok miskin yang berdasarkan prinsip syariah.47
Lembaga keua-
ngan syariah telah menjadi alat yang penting dalam menanggulangi
46
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2015 tentang Usaha Simpan
Pinjam, diakses dari http://www.depkop.go.id/ 47
Shofia Nurawami. “Peranan Lembaga Keuangan Mikro dan Kontri-
busi Kredit terhadap Pendapatan Kotor UKM Rumah Tangga setelah
Menjadi Kreditur Studi Kasus BMT Muamalat.” Jurnal MEDIAGRO 1 Vol
5. No 2, (2009): h. 1-11
82 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
kemiskinan dan membantu pembangunan melalui pengembangan
kapasitas bagi masyarakat miskin untuk menikmati kemandirian yang
lebih besar dan keberlanjutan dengan memberikan mereka akses ke
jasa keuangan.
Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) di Indonesia lahir
dari sebuah kepedulian, kepekaan sosial, berbagi kebaikan dalam
rangka mengatasi masalah kemiskinan dengan menggunakan prinsip
nilai-nilai luhur Islam. Kepedulian inilah yang menjadi karakteristik
dan membedakan LKMS dibanding LKM lainnya. LKMS tidak hanya
memberikan pembiayaan, melainkan juga pencerahan atau dengan
kata lain membangun ekonomi, mengentaskan kemiskinan dan kebo-
dohan serta membangun nurani masyarakat.
Ada beberapa faktor yang memengaruhi berkembangnya LKMS
di tengah perkembangan keuangan syariah yang makin atraktif, yaitu:
1) prinsip syariah yang teraplikasi pada produk dan akad syariah yang
dianggap sangat sesuai dengan kondisi masyarakat miskin dan UMK;
2) praktik keuangan syariah memiliki kelebihan pada nilai-nilai moral
Islam yang menuntut untuk mengutamakan masyarakat dhuafa atau
masyarakat kecil yang tidak beruntung secara ekonomi; 3) praktik
keuangan mikro syariah melengkapi keberadaan lembaga keuangan
syariah dakam melayani kebutuhan jasa keuangan, dari kelompok ma-
syarakat miskin sampai dengan usaha besar; 4) keberadaan praktik
keuangan mikro syariah sesuai dengan struktur usaha dalam pereko-
nomian negara-negara muslim yang mayoritas adalah negara berkem-
bang.48
Pada tataran teori dan praktiknya, konsep intermediasi keua-
ngan berbeda antara yang berprinsip syariah dan konvensional. Prinsip
utama lembaga keuangan syariah adalah bagi hasil (profit and loss
sharing atau equality based), mengandung makna bank atau lembaga
keuangan membayar kewajibannya (liability) kepada pemilik dana
(deposan) berupa porsi tertentu berdasarkan profit yang diperoleh dari
penyaluran pembiayaan (aset) yang jumlahnya berfluktuasi tergantung
hasil yang diperoleh. Sedangkan keuangan konvensional wajib mem-
berikan bunga pada pemilik dana secara tetap (fixed pre-determined).
Dengan nilai yang tetap, memungkinkan terjadi risiko pada lembaga
48
Darsono, dkk. Memberdayakan Keuangan Mikro Syariah di Indo-
nesia, Peluang dan Tantangan ke Depan (Jakarta: Tazkia Publishing-Bank
Indonesia, 2017): h.86
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 83
keuangan ketika suku bunga cenderung tinggi, jumlah kredit relatif
kecil sehingga pendapatan bunga lebih rendah dari pada bunga yang
harus dibayarkan kepada deposan, hal ini menyebabkan lembaga
menghadapi negative spread. 49
Pada lembaga keuangan syariah, kontrak atau akad yang
dilakukan memiliki dua unsur yaitu material (komersial) dan ethical
(sosial). Nilai ethical dalam keuangan syariah memengaruhi aktivitas
pengelolaan dana dan menciptakan hubungan para pihak menjadi
lebih baik.50
Adanya pemahaman terhadap nilai etika, moral, dan
keyakinan akan mendorong para praktisi keuangan syariah memiliki
kinerja dan perilaku baik, jujur, dan amanah. Karena itu, karakteristik
keuangan syariah pada etika dan moral sangat sesuai dengan profil
masyarakat miskin dan UMK yang membutuhkan keberpihakan, di-
mana mereka tidak hanya diperlakukan sebagai objek komersial, me-
lainkan juga sebagai objek sosial yang memiliki kesempatan untuk
memperbaiki taraf hidupnya melalui perekonomian.
Praktik keuangan mikro syariah juga menjalankan aktivitas
sebagai pengumpul dan penyalur zakat dalam rangka menjalankan
fungsi ibadah sosial membantu masyarakat dhuafa mengentaskan
masalah kemiskinan dan kesenjangan distribusi pendapatan. Dalam
kaitannya dengan praktik ini, LKMS berperan seperti baitul maal
dalam menghimpun zakat, infaq, shadaqah, wakaf, dan lainnya yang
bersifat tidak mengikat. Sasaran dana baitul maal adalah para mus-
tahik yang berada di lingkungan operasional LKMS maupun wilayah
lain yang relevan dengan misi LKMS.
Dalam mendukung operasionalisasi LKMS dan membangun
UKM di Indonesia, pemerintah telah menerbitkan beberapa regulasi,
antara lain: 1) Undang-Undang No.9/1995 tentang Usaha Kecil, 2)
Keputusan Presiden No.56/202 tentang Restrukturisasi Kredit Usaha
Kecil dan Menengah; 3) Peraturan Pemerintah No.32/1998 tentang
Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil; 4) Peraturan Pemerintah
No.44/1997 tentang Kemitraan; dan 5) Keppres No.127/2001 tentang
Bidang/Jenis Usaha yang Dicadangkan untuk Usaha Kecil dan
49
Negative spread adalah kondisi dimana tingkat bunga atas deposit
(tabungan, deposito) yang diberikan pada penabung lebih tinggi dari tingkat
bunga kredit yang ditetapkan bank kepada debiturnya, sumber: www.glosa
ribusiness.com. 50
Darsono, dkk. Memberdayakan Keuangan Mikro … h.186.
84 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Bidang/Jenis Usaha yang Terbuka untuk Usaha Menangah atau Besar
dengan Syarat Kemitraan.
Salah satu bentuk microfinance syariah adalah baitul maal wat
tamwil (BMT). Pada awalnya, BMT tidak berbadan hukum, melain-
kan hanya identitas LKM berbasis syariah yang didirikan komunitas
muslim. BMT dapat dikembangkan dalam bentuk badan hukum kope-
rasi maupun perseroan terbatas. Sebagian besar BMT memilih badan
hukum berbentuk koperasi, namun tetap menonjolkan jati dirinya
sebagai LKMS menjadi ruh LKM itu sendiri.
Landasan syariah BMT adalah sebagai berikut:
a. Al-Quran
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuama-
lah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya...”. (Q.S. al- Baqarah: 282
“Hai orang-orang yang beriman jangalah kamu makan harta
sesama dengan jalan yang batil. Kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu” (QS. an-
Nisa:29)
“Dan Allah swt....telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba” (QS.al-Baqarah:275)
b. Hadis
Dari Suab ar Rumi ra, bahwa Rasulullah bersabda: ”Tiga per-
kara di dalamnya terdapat keberkatan (1) Menjual dengan pembayaran
tangguh (murabahah), (2) Muqaradhah (nama lain dari Mudharabah),
(3) Mencapurkan tepung dengan gandum untuk kepentingan rumah
bukan untuk diperjual belikan”.
“Kaum muslimin (dalam kebebasan) sesuai dengan syarat dan
kesepakatan mereka, kecuali syarat yang mengharamkan yang halal
atau menghalalkan yang haram.” (HR. at-Tirmidzi). 51
51
Hadits yang diriwayatkan At-Tirmidzi dikutip oleh Syafi’i Anto-nio,
dalam Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press,
2001), h.11.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 85
Islam mendorong penganutnya berjuang untuk mendapatkan
harta dengan berbagai cara, asalkan sesuai dengan syariat Islam yaitu
harta yang halal lagi baik, tidak menggunakan cara batil, tidak
berlebih-lebihan/melampaui batas, tidak menzalimi maupun dizalimi,
menjauhkan diri dari riba, maisir (perjudian), gharar (ketidakjelasan)
serta tidak melupakan tanggung jawab sosial berupa zakat, infak,
shadaqah.
c. Azas dan Landasan Yuridis
BMT berazaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Dengan demikian keberadaan BMT menjadi organisasi yang sah dan
legal. Sebagai lembaga keuangan syariah, tentunya berpegang pada
prinsip-prinsip syariah. Secara hukum BMT berpayung pada koperasi,
tetapi sistem operasionalnya tidak jauh berbeda dengan Bank Syariah
sehingga produk-produk yang berkembang dalam BMT seperti apa
yang ada di Bank Syariah. Landasan yuridis BMT yaitu antara lain:52
1) Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian; 2)
PP Nomor 9 tahun 1995 tentang Pelaksanaan Usaha Simpan Pinjam
oleh Koperasi; dan 3) KEP.MEN Nomor 91 tahun 2004 tentang
Koperasi Jasa Keuangan Syariah
Dalam upaya mendukung operasionalisasi BMT, pengemba-
ngan struktur kelembagaannya dilakukan dengan melibatkan beberapa
lembaga lain. Strukturnya digambarkan sebagai berikut:
52
Arie Sailer, Dasar Operasional dan Kelembagaan BMT, http://www.
bilismera.com/2015/12/dasar-operasional-dan-kelembagaan-bmt.html.
86 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Gambar 2.5
Struktur Lembaga Keuangan Mikro Syariah di Indonesia
Lembaga Pembina BMT yang berperan sebagai pendamping
dan konsultan yang menyediakan pelayanan capacity building pro-
grams, IT facilities (microfinance software) atau membantu penyalu-
ran dana bantuan dari lembaga donor. Lembaga ini seperti: (i) Pusat
Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK), didirikan oleh ICMI pada
tanggal 13 Maret 1995; (ii) Induk Koperasi Syariah (INKOPSYAH),
pendiriannya digagas oleh PINBUK pada tanggal 7 Juli 1998; (iii)
MICROFIN Indonesia, berdiri sejak 30 November 2001; (iv) BMT
CENTER, berdiri pada tanggal 14 Juni 2005 diprakarsai oleh Dompet
Dhuafa; (v) Asosiasi BMT Se-Indonesia (ABSINDO) berdiri pada
tanggal 4 Desember 2005 (Kongres BMT Nasional); (vi) Pusat
Koperasi Syariah (PUSKOPSYAH) merupakan asosiasi BMT yang
ada di daerah berfungsi sebagai lembaga lender of last resort bagi
BMT; (vii) Lembaga APEX yang memberikan fasilitas likuiditas bagi
BMT: PT. Permodalan Nasional Madani (PNM) Persero dan Permo-
dalan BMT Ventura.53
53
Ali Sakti, “Mapping of Conditions and Potential of BMT: Partner-
ship to Expand the Market and Linkage of Islamic Banking Services to the
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 87
Keberadaan berbagai asosiasi dan lembaga pendukung lainnya,
merupakan wujud sinergi dalam rangka meningkatkan peran BMT
dalam mewujudkan perannya di sektor ekonomi mikro. Adapun
urgensi APEX dalam mendukung penjaminan dan likuditas BMT akan
dijelaskan secara terpisah dibagian berikutnya.
Inisiasi pembentukan LKM berdasarkan hasil survei Bank
Indonesia (2011), mengungkapkan bahwa lahirnya LKM dalam ben-
tuk BMT di Jawa umumnya merupakan inisiasi dari Kelompok Swa-
daya Masyarakat (KSM), baik berbasis ormas, pesantren, mesjid,
maupun komunitas profesi. Di samping itu ada pula inisiasi dari
perorangan dan lembaga koperasi.
Adapun BMT yang dibentuk atas inisiasi bank syariah memiliki
keuntungan tersendiri dimana mereka memiliki kesempatan menda-
patkan bantuan modal dari bank pendirinya, kemungkinan transfer
kompetensi SDM, kemampuan manajemen, dan proses linkage. Proses
linkage biasanya dikaitkan dengan pemberian pendanaan dalam skema
chanelling, executing atau joint financing. Selain itu bank induk dapat
berperan sebagai the lender of the last resort dalam rangka memenuhi
kebutuhan likuiditas yang dialami BMT pada periode tertentu.54
Tabel 2.5
Inisiasi Pendirian BMT di Jawa Inisiator Jatim Jateng Jabar
Perorangan 12% 6,96% 16,11%
Kelompok 62,40% 70,43% 57,05%
Koperasi 11,20% 12,17% 15,44%
Pemda 0,80% 0,87% 2,01%
LSM 0,80% 2,61% 1,34%
Perusahaan 0,00% 0,00% 0,67%
Lembaga
Keuangan2,40% 0,87% 0,67%
Perguruan
Tinggi2,40% 0,00% 1,34%
Lainnya 8,00% 6,09% 5,37% Sumber: Darsono, Ali Sakti, Enny Tin Suryanti dkk. 2017
Micro Enterprises,’’ Jurnal al-Muzara’ah, Vol. I, No. 1, 2013, h.7
54Darsono, Ali Sakti, Enny Tin Suryanti, dkk. Memberdayakan Keua-
ngan Mikro Syariah di Indonesia, Peluang dan Tantangan ke Depan
(Jakarta: Tazkia Publishing kerjasama Bank Indonesia, 2017), hal.50-51.
88 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
BMT merupakan sebuah organisasi Kelompok Swadaya Masya-
rakat (pra koperasi) atau berbadan hukum koperasi, dalam bentuk
kelompok simpan pinjam atau serba usaha. Oleh karena berbadan
hukum koperasi, maka BMT harus tunduk pada Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian dan PP Nomor 9 Tahun
1995 tentang pelaksanaan usaha simpan pinjam oleh koperasi. Hal ini
dipertegas oleh KEP.MEN Nomor 91 Tahun 2004 tentang Koperasi
Jasa Keuangan Syariah. Undang-Undang tersebut sebagai payung
hukum berdirinya BMT (Lembaga Keuangan Mikro Syariah).
Berdasarkan aturannya, simpan pinjam dalam koperasi khusus
diperuntukkan bagi anggota koperasi saja, sedangkan didalam praktik
BMT, pembiayaan yang diberikan tidak hanya kepada anggota tetapi
juga untuk diluar anggota. Peminjam dapat saja tidak lagi sebagai
anggota jika pembiayaannya telah selesai.
Pada tahun 2015, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah menerbitkan Permen Nomor: 10/Per/M.KUKM/IX/2015
tentang Kelembagaan Koperasi sebagai pembaruan dan perubahan
dari UU dan Permen sebelumnya. Selanjutnya untuk memfasilitasi dan
mendukung aktivitas koperasi syariah serta BMT yang berbentuk
koperasi, diterbitkan pula Permen Nomor: 14/Per/KUKM/IX/2015
Tentang Pedoman Akuntansi Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan
Syariah oleh Koperasi.
Baitul maal wat tamwil berasal dari dua kata, yaitu: 1) Baitul
Maal (rumah harta), yaitu berfungsi menerima titipan dana zakat,
infak dan sedekah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan
pengelolaan berdasarkan prinsip syariah; 2) Baitul Tamwil (rumah
pembiayaan), yaitu melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengemba-
ngan usaha produktif dan investasi untuk meningkatkan kualitas eko-
nomi pelaku UMK, terutama dengan mendorong kegiatan menabung
dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya.55
Menurut Muhammad Ridwan, Baitul Maal Wat Tamwil (BMT)
merupakan lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan
pembiayaan dan jasa-jasa yang tidak menggunakan bunga tetapi
menggunakan sistem bagi hasil yang produknya sendiri berlandaskan
pada Al-Qura’an dan Hadis Nabi SAW. Baitul Maal wat Tamwil
terdiri dari dua aktivitas yaitu Baitul Maal dan Baitut Tamwil. Baitul
55
Darsono, Ali Sakti, Enny Tin Suryanti, dkk. Memberdayakan Keua-
ngan Mikro … hal. 199.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 89
Maal mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a) visi dan misinya sosial,
b) mempunyai fungsi sebagai mediator, c) tidak boleh mengambil pro-
fit apapun, d) pembiayaan operasi diambil 12,5 persen dari total zakat
yang diterima, yang merupakan bagian amil zakat, dan e) Penya-
lurannya dialokasikan pada mereka yang berhak menerima atau dise-
but Mustahik.
Adapun Baitut Tamwil mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a)
Visi dan misinya ekonomi dan profit motif, b)dijalankan dengan prin-
sip ekonomi islam, c) Berfungsi sebagai mediator atau financial inter-
mediary antar pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang kekura-
ngan dana, dan d) Merupakan wajib zakat. 56
Baitul Maal wat Tamwil (BMT)57
merupakan lembaga keua-
ngan Islam yang memiliki kegiatan untuk menghimpun dan mendis-
tribusikan dana ZISWAHID (zakat, infak, sedekah, wakaf dan hibah)
tanpa melihat keuntungan yang didapatkan (non profit oriented).
Dengan berjalannya waktu dan perubahan pola perekonomian, BMT
telah mengalami transformasi dengan tidak sebatas menerima dan
menyalurkan harta, namun juga mengelolannya agar lebih produktif.
Dana yang diterima BMT tidak sebatas zakat, infak, dan sedekah,
tetapi juga pembangunan fasilitas umum, dan kegiatan-kegiatan sosial
lainnya.
Mencermati hal tersebut di atas, dapat disebutkan ciri-ciri BMT
adalah: 1) Berbadan hukum koperasi, 2) Bertujuan menyediakan dana
murah dan cepat serta tidak berbelit-belit guna pengembangan dan
memajukan usaha bagi anggotanya, dan 3) Skala produk dan pen-
danaan yang terbatas menjadi prinsip dan pembeda dengan lembaga
keuangan lainnya, sedangkan mekanisme dan transaksinya hampir
sama dengan perbankan syariah dengan non riba.
Kegiatan Usaha BMT secara garis dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
a. Penghimpunan Dana (Funding)
Penghimpunan dana oleh BMT diperoleh melalui simpanan,
yaitu dana yang dipercayakan oleh nasabah kepada BMT untuk disa-
lurkan ke sektor produktif dalam bentuk pembiayaan dalam bentuk
simpanan dan simpanan berjangka.
56
Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Mãl Wa Tamwîl (Yogya-
karta: UII Pess, 2005). 57
htttp://www.puskopsyah.co.id
90 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
b. Penyaluran Dana (Financing)
Penyaluran dana adalah kegiatan usaha BMT yang dilakukan
dengan kegiatan usaha memberikan pembiayaan. Pembiayaan adalah
suatu fasilitas yang diberikan BMT kepada anggotanya untuk meng-
gunakan dana yang telah dikumpulkan oleh BMT dari anggotanya.
Menurut Muhammad, dalam rangka mencapai tujuannya, BMT
berfungsi sebagai: 1) Mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisasi,
mendorong, dan mengembangkan potensi serta kemampuan potensi
ekonomi anggota; 2) Meningkatkan kualitas SDM anggota menjadi
lebih profesional dan islami sehingga semakin utuh dan tangguh
dalam menghadapi persaingan global; 3) Menggalang dan memobi-
lisasi potensi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
anggota; 4) Menjadi perantara keuangan (financial intermediary) anta-
ra pemilik dana dengan dhuafa terutama untuk dana-dana sosial seper-
ti zakat, infaq, sedekah, hibah dan lain-lain; 5) Menjadi perantara
keuangan antara pemilik dana, baik sebagai pemodal maupun sebagai
penyimpan dengan pengguna dana untuk usaha pengembangan
produktif.58
Sedangkan menurut Andri Soemitra,59
fungsi dari BMT yaitu:
1) Mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisir, mendorong, dan
mengembangkan potensi serta kemampuan ekonomi anggota, kelom-
pok usaha anggota muamalat (Pokusma) dan kerjanya; 2) Memper-
tinggi kualitas SDM anggota dan Pokusma menjadi lebih profesional
dan islami sehingga semakin utuh dan tangguh menghadapi tantangan
global; 3) Menggalang dan mengorganisir potensi masyarakat dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan anggota.
Baitul Maal wat Tamwil (BMT) atau secara hukum disebut
Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS). Payung hukum dari pendi-
rian BMT di Indonesia adalah Keputusan Menteri Koperasi dan UKM
No 91/Kep/MKUKM/IX/2004 tentang petunjuk pelaksanaan kegiatan
usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah. BMT dirancang sebagai lem-
baga ekonomi rakyat, yang secara konsepsi dan secara nyata lebih
fokus kepada masyarakat bawah, yang miskin dan nyaris miskin.
Agenda kegiatannya yang utama adalah pengembangan usaha mikro
58
Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Mãl Wa Tamwîl, (Yogya-
karta: UII Pess, 2005). 59
Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Ken-
cana, 2009).
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 91
dan usaha kecil, terutama melalui bantuan permodalan. Untuk
melancarkan usaha pembiayaan tersebut, maka BMT berupaya meng-
himpun dana, yang terutama sekali berasal dari masyarakat lokal di
sekitarnya.60
Dengan kata lain, BMT pada prinsipnya berupaya meng-
organisasi usaha saling tolong menolong antarwarga masyarakat suatu
wilayah (komunitas) dalam masalah ekonomi.
Pengembangan BMT merupakan hasil prakarsa dari Pusat
Inkubasi Bisnis Usaha Kecil dan Menengah (PINBUK) yang merupa-
kan badan pekerja yang dibentuk oleh Yayasan Inkubasi Usaha Kecil
dan Menengah (YINBUK). Menurut A. Djazuli dan Yandi Janwari,
2002 yang dikutip oleh Andri Soemitra, PINBUK didirikan memiliki
fungsi sebagai berikut: 1) Mensupervisi dan membina teknis, admi-
nistrasi, pembukuan, dan financial BMT-BMT yang terbentuk; 2)
Mengembangkan sumber daya manusia dengan melakukan inkubasi
bisnis pengusaha baru dan penyuburan pengusaha yang ada; 3)
Mengembangkan teknologi maju untuk para nasabah BMT sehingga
meningkat nilai tambahnya; 4) Memberikan penyuluhan dan latihan;
5) Melakukan promosi, pemasaran hasil dan mengembangkan jaringan
perdagangan usaha kecil; 6) Memfasilitasi alat-alat yang tidak mampu
dimiliki oleh pengusaha secara perorangan, seperti faks, alat-alat pro-
mosi dan alat-alat pendukung lainnya.61
Sebagaimana umumnya lembaga keuangan Islami lainnya,
BMT merupakan lembaga mediasi keuangan yang bertujuan mening-
katkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khu-
susnya dan masyarakat pada umumnya. BMT dalam upayanya merea-
lisasikan konsep tersebut maka dikembangkalah sejumlah usaha bisnis
yang dikembangkan secara swadaya dan profesional.
Pembiayaan yang diberikan BMT kepada pengusaha mikro dan
kecil dalam Muhammad62
diberikan dalam rangka untuk: 1) Upaya
memaksimalkan laba, artinya setiap usaha yang dibuka memiliki tuju-
an tertinggi, yaitu menghasilkan laba usaha. Setiap pengusaha me-
nginginkan mampu mencapai laba maksimal. Untuk dapat meng-
hasilkan laba maksimal maka mereka perlu dukungan dana yang
60
Buchori NS., Koperasi Syariah (Tangerang Selatan: Pustaka Aufa
Media, 2012). 61
Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Ken-
cana, 2009). 62
Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Mãl Wa Tamwîl (Yogya-
karta: UII Press, 2005)
92 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
cukup; 2) Upaya meminimalkan risiko, usaha yang dilakukan agar
mampu menghasilkan laba maksimal, maka pengusaha harus mampu
meminimalkan risiko yang mungkin timbul. Risiko kekurangan modal
usaha dapat diperoleh melalui tindakan pembiayaan; 3) Pendayagu-
naan sumber ekonomi, sumber daya ekonomi dapat dikembangkan
dengan melakukan mixing antara sumber daya alam dengan sumber
daya manusia serta sumber daya modal. Jika sumber daya alam dan
sumber daya manusianya ada, dan sumber modal tidak ada. Maka
dipastikan diperlukan pembiayaan. Dengan demikian, pembiayaan
pada dasarnya dapat meningkatkan daya guna sumber-sumber daya
ekonomi; 4) Penyaluran kelebihan dana, dalam kehidupan masyarakat
ini ada pihak yang memiliki kelebihan sementara ada pihak yang
kekurangan. Dalam kaitannya dengan masalah dana, maka mekanisme
pembiayaan dapat menjadi jembatan dalam penyeimbangan dan pe-
nyaluran kelebihan (surplus) kepada pihak yang kekurangan (minus)
dana.
Sehubungan dengan aktivitas BMT, maka pembiayaan meru-
pakan sumber pendapatan bagi BMT. Oleh karena itu, tujuan pembia-
yaan yang dilaksanakan BMT adalah untuk memenuhi kepentingan
stakeholder. Menurut Muhammad, tujuan pembiayaan yaitu: 1) bagi
Pemilik, dari sumber pendapatan di atas, para pemilik mengharapkan
akan memeroleh penghasilan atas dana yang ditanamkan pada BMT
tersebut; 2) Pegawai, para pegawai mengharapkan dapat memeroleh
kesejahteraan dari BMT yang dikelolanya; 3) Pemilik dana, sebagai-
mana pemilik, mereka mengharapkan dari dana yang diinvestasikan
akan diperoleh bagi hasil; 4) Debitur yang bersangkutan, dengan
penyediaan dana baginya, mereka terbantu guna menjalankan usaha-
nya (sektor produktif) atau terbantu untuk pengadaan barang yang
diinginkannya (pembiayaan konsumtif); 5) Masyarakat umumnya atau
konsumen. Mereka dapat memeroleh barang-barang yang dibutuh-
kannya; 6) Pemerintah, akibat penyediaan pembiayaan, pemerintah
terbantu dalam pembiayaan pembangunan Negara, di samping itu
akan diperoleh pajak (berupa pajak penghasilan atas keuntungan yang
diperoleh BMT dan juga perusahaan- perusahaan); 7) BMT, bagi
BMT yang bersangkutan, hasil dari penyaluran pembiayaan, diharap-
kan BMT dapat meneruskan dan mengembangkan usahanya agar tetap
bertahan dan meluas jaringan usahanya, sehingga semakin banyak
masyarakat yang dapat dilayaninya.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 93
Menurut Muhammad Ridwan63
pendekatan analisis pembiayaan
yang diterapkan oleh para pengelola BMT yaitu: 1) Pendekatan jami-
nan, artinya BMT dalam memberikan pembiayaan selalu memper-
hatikan kuantitas dan kualitas jaminan yang dimiliki oleh peminjam;
2) Pendekatan karakter, artinya BMT mencermati secara sungguh-
sungguh terkait dengan karakter anggota; 3) Pendekatan kemampuan
pelunasan, artinya BMT menganalisis kemampuan anggota untuk
melunasi jumlah pembiayaan yang telah diambil; 4) Pendekatan
dengan studi kelayakan, artinya BMT memperhatikan kelayakan
usaha yang dijalankan oleh anggota peminjam; dan 5) Pendekatan
fungsi-fungsi BMT, artinya BMT memperhatikan fungsinya sebagai
lembaga intermediary keuangan, yaitu mengatur mekanisme dana
yang dikumpulkan dengan dana yang disalurkan.
Dengan demikian, pendekatan analisis pembiayaan pada BMT
tidak berbeda jauh dengan pendekatan pada lembaga keuangan lain-
nya dimana menggunakan lima C yaitu: collateral (jaminan), charac-
ter (karakter nasabah), capacity (kemampuan membayar pelunasan),
condition (situasi usaha dan kondisi ekonomi) dan capital (modal
yang dimiliki).
Menurut Ridwan64
dalam melaksanakan usahanya BMT, berpe-
gang teguh pada prinsip utama sebagai berikut: 1) Keimanan dan
ketaqwaan kepada Allah SWT dengan mengimplementasikannya pada
prinsip-prinsip Syariah dan mu’amalah Islam kedalam kehidupan
nyata; 2) Keterpaduan, yakni nilai-nilai spiritual dan moral meng-
gerakkan dan mengarahkan etika bisnis yang dinamis, proaktif, pro-
gresif adil dan berakhlaq mulia; 3) Kekeluargaan, yakni mengutama-
kan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi; 4) Kebersamaan,
yakni kesatuan pola pikir, sikap dan cita-cita antar semua elemen
BMT; 5) Kemandirian, yakni mandiri diatas semua golongan politik,
tidak tergantung pada dana-dana pinjaman tetapi senantiasa proaktif
untuk menggalang dana masyarakat sebanyak-banyaknya; 6) Profesio-
nalisme, yakni semangat kerja yang tinggi, dengan bekal pengetahuan,
dan keterampilan yang senantiasa ditingkatkan yang dilandasi keima-
nan. Kerja yang tidak hanya berorientasi pada kehidupan dunia saja,
63
Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Mãl Wa Tamwîl (Yogya-
karta: UII Press, 2005).
64Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Mãl Wa Tamwîl (Yogya-
karta: UII Press, 2005).
94 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
tetapi juga kenikmatan dan kepuasan rohani dan akherat; 7) Istiqomah,
yakni konsisten, konsekuen, kontinuitas/berkelanjutan tanpa henti dan
tanpa pernah putus asa.
Penerapan ketujuh prinsip utama tersebut menjadi ciri pembeda
antara BMT dan LKM lainnya, karena BMT berupaya menerapkan
prinsip yang digali dari nilai islam dalam manajemennya. Hal ini
terrefleksi pada hampir semua prinsipnya, terutama keimanan dan
ketaqwaan, keterpaduan nilai spiritual dan moral, serta istiqomah.
BMT sebagai lembaga keuangan non bank yang beroperasi
pada level paling bawah berperan aktif dan maksimal untuk ikut
menggerakan dan memberdayakan ekonomi rakyat. Ada tiga peran
BMT dalam membantu memberdayakan ekonomi rakyat dan sosiali-
sasi sistem syariah secara bersama yaitu;
a. Sektor finansial, yaitu dengan cara memberikan fasilitas pem-
biayaan kepada para pengusaha kecil dengan konsep syariah,
serta mengaktifkan nasabah yang surplus dana untuk menabung.
b. Sektor riil, dengan pola binaan terhadap para pengusaha kecil
manajemen, teknis pemasaran dan lainnya untuk meningkatkan
profesionalisme dan produktivitas, sehingga para pelaku ekono-
mi tersebut mampu memberikan konstribusi laba yang propor-
sional untuk ukuran bisnis.
c. Sektor religius, dengan bentuk ajakan dan himbauan terhadap
umat Islam untuk aktif membayar zakat dan mengamalkan infaq
dan sadaqah, kemudian BMT menyalurkan ZIS pada yang ber-
hak serta memberi fasilitas pembiayaan Qardul Hasan (pinja-
man lunak tanpa beban biaya).
Dalam menjalankan operasionalnya serta untuk menjaga keper-
cayaan para anggotanya, BMT selalu berpegang teguh pada prinsip-
prinsip sebagai berikut:65
Dari, untuk, dan kepada anggota; Kebersa-
maan atau Ukhuwah Islamiyah66
; Mandiri, Swadaya, dan Musya-
warah.
Selain menjalankan prinsip-prinsip di atas, BMT juga perlu
menjaga kesehatannya agar memiliki kinerja yang baik. Tingkat kese-
65
Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Mãl Wa Tamwîl (Yogya-
karta: UII Pess, 2005), hal 129. 66
Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Mãl Wa Tamwîl (Yogya-
karta: UII Pess, 2005), hal 129.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 95
hatan BMT adalah ukuran kinerja dan kualitas BMT yang dilihat dari
faktor-faktor yang memengaruhi kelancaran, keberhasilan dan keber-
langsungan usaha, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
Aspek kesehatan BMT dapat dilihat dari dari dua sisi, yaitu:67
a. Aspek Jasadiyah, meliputi: 1) kinerjka keuangan, meliputi
struktur permodalan, kualitas aktiva produktif (KAP), likuditas,
rasio efisiensi, kemandirian, dan keberlanjutan. 2) kelembagaan
dan manajemen, dimana BMT memiliki kesiapan untuk mela-
kukan operasinya dilihat dari sisi kelengkapan legalitas, aturan-
aturan, dan mekanisme organisasi dalam perencanaan, pelaksa-
naan, pendampingan dan pengawasan, SDM, permodalan,
sarana, dan prasarana kerja.
b. Aspek Ruhiyah, meliputi: 1) Visi dan misi: pengelola, pengu-
rus, pengawas syariah, dan seluruh anggotanya memiliki ke-
mampuan dalam mengaplikasikan visi dan misi BMT. 2) Kepe-
kaan sosial: pengelola, pengurus, pengawas syariah, dan seluruh
anggotanya memiliki kepekaan yang tajam dan dalam, respon-
sif, proaktif terhadap nasib para anggota dan nasib (kualitas
hidup) warga masyarakat di sekitar BMT.
Dari kedua aspek pengukur tingkat kesehatan BMT menun-
jukkan bahwa BMT tidak hanya dituntut memiliki kinerja keuangan
yang baik, namun juga memiliki kemampuan responsif terhadap
perkembangan dan masalah yang dihadapi warga lingkungan sekitar
BMT.
Guna mendukung operasionalisasinya, BMT telah memiliki
infrastruktur yang cukup lengkap dengan adanya Kementerian Kope-
rasi dan UMKM serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sebagai otoritas
industri, Kementerian Koperasi dan UMKM bertugas mengatur dan
mengawasi koperasi keuangan baik konvensional (KSP/USP) maupun
syariah (KSPPS/USPPS). Sedangkan OJK mengatur dan mengawasi
lembaga keuangan mikro (BKD, LDKP, BMT dan BTM) dan bank
yang melakukan pelayanan kredit mikro (Bank Perkreditan Rakyat
dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah).
Meskipun telah memiliki infrastruktur yang lengkap, namun
BMT/LKMS masih memiliki tantangan berupa: 1) pengaturan dan
67
M. Nur Rianto Al Arif, Dasar-dasar Elemen Ekonomi Islam (Solo:
Era Intermedia, 2011), hal. 394
96 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
pengawasan yang lemah, 2) mobilisasi likuiditas yang terbatas dan
mahal, 3) kemampuan atau kompetensi SDM yang rendah, 4) daya
tawar LKM yang lemah.
Lemahnya pengaturan dan pengawasan terhadap BMT dapat
berpotensi terjadinya berbagai kemungkinan kesalahan dalam manaje-
men dan penegakan aturan terkait operasional berdasarkan hukum
positif maupun kepatuhan pada hukum syariah. Untuk mengantisipasi
terjadinya kelemahan tersebut diperlukan dukungan pembentukan sa-
tuan pengawas internal baik untuk audit manajemen maupun syariah
compliance dengan melibatkan dewan pengawas syariah.
Keterbatasan dalam hal likuiditas bagi BMT telah dapat dian-
tisipasi dengan adanya lembaga pendukung yaitu bank dan dana ven-
tura sebagai lembaga Apex. Sedangkan untuk penguatan kelembagaan
pelaku keuangan mikro, peningkatan kualitas SDM pada LKMS/BMT
dibantu oleh lembaga pembina yaitu Pusat Inkubasi Bisnis Usaha
Kecil (Pinbuk) dan asosiasi (ASKOPINDO, ABSINDO dan PBMT).
F. Tamkin dan Pemberdayaan Ekonomi
Pemberdayaan merupakan aspek penting dalam pengembangan
fungsi lembaga keuangan mikro syariah. BMT sebagai lembaga keua-
ngan mikro syariah memiliki peran memberdayakan anggota dan
nasabahnya agar terjadi peningkatan kesejahteraan. Dalam Al-Qur’an,
terdapat istilah tamkin yang memiliki makna berkaitan dengan pem-
berdayaan.
Tamkin merupakan bentuk mashdar dari kata kerja makkana
yang memiliki arti sama dengan amkana. Menurut Ramadhan Khamis
Al-Gharib seperti dikutip Sanrego, tamkîn menunjukkan atas kemam-
puan melakukan sesuatu, kekokohan, memiliki kekuatan, kekuasaan,
pengaruh dan memiliki kedudukan atau tempat; baik itu bersifat hissi
(dapat dirasakan/materi) seperti menetapnya burung dalam sangkarnya
atau bisa bersifat ma’nawi seperti kokohnya atau teguhnya orang
tersebut di sisi penguasa.68
Dengan demikian, istilah tamkîn dalam ekonomi dapat diartikan
sebagai pemberdayaan yang melibatkan individu atau kelompok yang
memiliki atau menggunakan kesempatan untuk meraih kekuasaan ke
68
Ramadhan Khamis Al-Gharib, Sunnah At-Tamkîn fi Dhau’ Al-
Qur’ân Al-Karîm, dikutip dari Yulizar D. Sanrego, Fiqih Tamkin (Fiqih Pem-
berdayaan), (Jakarta: Qisthi Press, 2016), h.76
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 97
tangan mereka, meredistribusikan kekuasaan dari kaum yang berpu-
nya kepada kaum yang tidak berpunya. Pemberdayaan bertujuan untuk
meningkatkan keberdayaan dari mereka yang dirugikan.69
Definisi lain dikemukakan oleh Raihan, dimana Tamkîn diarti-
kan sebagai pemberdayaan yang berkelanjutan (at-tamkîn al-musta-
dâm), yaitu memberi kekuasaan penuh kepada masyarakat agar diri-
nya berkembang dan bisa mencapai pengembangan tersebut dan ia
memahaminya dari segala sisi.70
Dengan demikian pemberdayaan disini harus melibatkan pra-
karsa dan kesadaran dari yang diberdayakan, agar penguasa dan yang
diberdayakan saling berkontribusi dan tidak hanya melibatkan keingi-
nan sepihak dari penguasa semata.
Al-Qur’an memberikan beberapa istilah turunan terkait tamkîn,
diantaranya:
1. Tamkîn berarti pemberian kekuasaan atau kerajaan (QS. Al-
Kahfi (18): 84).71
2. Tamkîn berarti kedudukan di sisi penguasa (QS. Yusuf (12):
54).72
3. Tamkîn berarti persiapan untuk meraih kekuasaan atau kedudu-
kan di muka bumi. (QS. Al Qashash (28): 57).73
69
Jim Life dan Tesorieso sebagaimana dikutip oleh Yulizar D. San-
rego, Fiqih Tamkin (Fiqih Pemberdayaan), (Jakarta: Qisthi Press, 2016),
h.77. 70
Raihan Muhammad Raihan Tanmiyyah Al-Mujtama’ât Al Jadîdah-
At-Tamkîn Ka’adâtîn Fâ’ilah fi Amaliyyah At-Tanmiyyah Al-Hadhariyyah
Al-Mustadâmah, dikutip dari Yulizar D. Sanrego, Fiqih Tamkin (Fiqih
Pemberdayaan), (Jakarta: Qisthi Press, 2016), h.77-78. 71
Al-Qur’an dan Terjemahannya (Madinah Al Munawwarah: Mujam-
ma’ Al Malik Fahd Li Thiba’at Al Mush-haf, 1431 H), hal.456. “Sesung-
guhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di muka bumi, dan Kami
telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu.” 72
Al-Qur’an dan Terjemahannya (Madinah Al Munawwarah: Mujam-
ma’ Al Malik Fahd Li Thiba’at Al Mush-haf, 1431 H), hal. 357. “Dan raja
berkata: “Bawalah Yusuf kepadaku, agar aku memilih dia sebagai orang yang
rapat kepadaku”. Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengan dia, dia ber-
kata: “Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seseorang yang berkedu-
dukan lagi dipercaya pada sisi kami.” 73
Al-Qur’an dan Terjemahannya (Madinah Al Munawwarah: Mujam-
ma’ Al Malik Fahd Li Thiba’at Al Mush-haf, 1431 H), hal.619. “Dan mereka
berkata: “Jika kami mengikuti petunjuk bersama kamu, niscaya kami akan
98 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
4. Tamkîn berarti pemberian nikmat dunia dan mata pencaharian
(QS. Al-An’âm (6): 6).74
5. Tamkîn berarti keteguhan terhadap agama yaitu kekuatan untuk
mempraktikkan dan menonjolkan syiar-syiar agama dalam
keadaan aman tanpa adanya gangguan dan kekacauan. (QS. An-
Nûr (24): 55).75
6. Tamkîn berarti kemampuan atau kemenangan terhadap sesuatu
(QS. Al-Anfâl (8): 71).76
7. Tamkîn berarti tetap, stabil, dan kokoh di suatu tempat (QS. Al-
Mursalât (77): 21).77
diusir dari negeri kami.” Dan apakah Kami tidak meneguhkan kedudukan
mereka dalam daerah haram (tanah suci) yang aman, yang didatangkan ke
tempat itu buah-buahan dari segala macam tumbuh-tumbuhan) untuk menjadi
rezeki (bagimu) dari sisi Kami? tetapi kebanyakan mereka tidak mengeta-
hui.” 74
Al-Qur’an dan Terjemahannya (Madinah Al Munawwarah: Mujam-
ma’ Al Malik Fahd Li Thiba’at Al Mush-haf, 1431 H), hal.187. “Apakah
mereka tidak memperhatikan berapa banyaknya generasi-generasi yang telah
Kami binasakan sebelum mereka, padahal generasi itu, telah Kami teguhkan
kedudukan mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami
berikan kepadamu, dan Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan
Kami jadikan sungai-sungai yang mengalir di bawah mereka, kemudian
Kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan Kami ciptakan
sesudah mereka generasi yang lain.” 75
Al-Qur’an dan Terjemahannya (Madinah Al Munawwarah: Mujam-
ma’ Al Malik Fahd Li Thiba’at Al Mush-haf, 1431 H), hal.553. “Dan Allah
telah berjanji kepada orang–orang yang beriman di antara kamu dan menger-
jakan amal-amal saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka
berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebe-
lum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka aga-
ma yang telah diridhaiNya untuk mereka dan Dia benar-benar akan menukar
keadaan mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman
sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesua-
tu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu,
maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” 76
Al-Qur’an dan Terjemahannya (Madinah Al Munawwarah: Mujam-
ma’ Al Malik Fahd Li Thiba’at Al Mush-haf, 1431 H), hal.273. “Akan tetapi
jika mereka (tawanan-tawanan itu) bermaksud hendak berkhianat kepadamu,
maka sesungguhnya mereka telah berkhianat kepada Allah sebelum ini, lalu
Allah menjadikanmu berkuasa terhadap mereka. Dan Allah Maha Menge-
tahui lagi Maha Bijaksana.”
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 99
Makna tamkîn relatif beragam, namun dapat disimpulkan
bahwa Tamkîn memiliki makna adanya kekuatan dan dorongan untuk
melakukan perubahan. Seseorang dikatakan Tamkîn (berdaya) jika
memiliki dua konsidi, secara maddi (materi) dan secara ma’nawi (non
materi). Berdaya secara materi diartikan sebagai kemampuan manusia
untuk mengolah sumber daya sehingga dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya. Sebagaimana disebutkan dalam Q.S. Al-A’raf (7): 10,78
terdapat kaya ma’âyish yang disandingkan dengan kata tamkîn.
Secara ma’nawi (non materi), menunjukkan berdayanya ketika
mampu menggapai kehidupan mulia dengan menggunakan pondasi
agama dengan menggunakan nilai-nilai ruhani, akhlak dan sosial serta
keamanan yang menjamin terpenuhinya hak-hak azasi. 79
Tamkîn jika dikaitkan dengan pendapat Pristiyanto80
tentang
pola pemberdayaan anggota koperasi sangat relevan. Tahap pember-
dayaan anggota koperasi dimulai ketika anggota telah memanfaatkan
skim melalui dana tamwil. Satu step setelah anggota mampu melepas-
kan diri dari penggunaan dana zakat yang dikelola baitul maal pada
BMT. Pada tahap pemberdayaan, anggota/nasabah memiliki kemung-
kinan untuk menggunakan dana dengan skim qardh atau diarahkan
untuk memanfaatkan skema pembiayaan dengan pola bagi hasil
dengan nisbah ringan. Karenanya anggota diharapkan untuk berdaya
secara sosial dibanding anggota lainnya.
Ketika usaha dan kemampuan anggota sudah mulai berkem-
bang, berarti mereka telah berdaya secara sosial. Pada tahap berikut-
nya, anggota diberikan kesempatan untuk mendapatkan fasilitas skim
77
Al-Qur’an dan Terjemahannya (Madinah Al Munawwarah: Mujam-
ma’ Al Malik Fahd Li Thiba’at Al Mush-haf, 1431 H), hal.1009. “Kemudian
Kami letakkan dia dalam tempat yang kokoh (rahim).” 78
Al-Qur’an dan Terjemahannya (Madinah Al Munawwarah: Mujam-
ma’ Al Malik Fahd Li Thiba’at Al Mush-haf, 1431 H), hal.222. “Sesung-
guhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami
adakan bagimu di muka bumi itu (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah
kamu bersyukur.” 79
Syaikh Salim Al-Hilaly dalam Syarh Riyâdhus Shâlihîn seperti
dikutip Sanrego, Fiqih Tamkîn (Fiqih Pemberdayaan), (Jakarta: Qisthi Press,
2016), h.89. 80
Pristiyanto, “Literasi dan Penumbuhan Usaha Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah oleh Koperasi”, Direktorat Pembiayaan Syariah Kemen-
terian Koperasi dan UKM, 2017.
100 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
pembiayaan dengan skim mudharabah, musyarakah maupun muraba-
hah. Sehingga lebih berdaya secara ekonomi karena telah memiliki
kemampuan menghasilkan keuntungan dan memberikan manfaat lebih
luas dari sisi sosial maupun ekonomi baik kepada diri sendiri maupun
lingkungan sekitarnya.
Dengan demikian, makna dan tujuan tamkîn sangat erat kaitan-
nya dengan penguatan ekonomi. Pemberdayaan yang dilakukan oleh
berbagai lembaga yang salah satunya BMT akan memberikan ke-
mungkinan penguatan ekonomi secara langsung kepada anggota dan
masyarakat secara umum.
Dalam proses peningkatan literasi dan inklusi keuangan bagi
masyarakat khususnya pelaku usaha mikro kecil (UMK), BMT me-
megang peranan penting karena merupakan lembaga yang bersentuhan
langsung dengan pelaku usaha tersebut. Ada berbagai cara yang
ditempuh agar BMT dapat lebih dikenal masyarakat, manfaatnya dira-
sakan serta dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah seki-
tar. Pada bab ini akan dijelaskan gambaran objek penelitian dari
beberapa BMT dan perannya dalam pemberdayaan ekonomi maupun
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
G. Kebijakan Keuangan Inklusif di Berbagai Negara
Berbagai negara di dunia telah melakukan upaya untuk mening-
katkan keuangan inklusif sebagai bagian dari pencapaian sasaran
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dalam sasarannya disebutkan
bahwa akses keuangan universal kelompok bank dunia akan tercapai
pada 2020 dan sebagai bagian dari tujuan pembangunan berkelanjutan
(Sustainable Development Goals/SDG’s) Perserikatan Bangsa-
Bangsa.
Berdasarkan hasil Siaran Pers Bank Dunia, 19 April 2018,
inklusi keuangan meningkat secara global, dipercepat oleh telepon
seluler dan internet, tetapi keuntungannya tidak merata di seluruh
negara. Bank Dunia juga menyatakan bahwa penggunaan jasa keua-
ngan lebih dimungkinkan pada laki-laki daripada wanita untuk memi-
liki akun. Secara global, 69 persen orang dewasa yaitu sebanyak 3,8
miliar orang telah memiliki akun di bank atau penyedia uang seluler,
sebagai perwujudan langkah penting untuk keluar dari kemiskinan.
Hal ini meningkat yang semula 62 persen pada 2014 dan hanya 51
persen pada 2011. Menurut Database Global Findex, sejak tahun
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 101
2014 hingga 2017, terdapat 515 juta orang dewasa memperoleh akun,
dan 1,2 miliar telah melakukannya sejak 2011. Sementara di beberapa
negara, kepemilikan akun meningkat pesat. Peningkatan yang lebih
lambat terjadi di beberapa negara lain, yang disebabkan oleh
perbedaan yang cukup besar antara kepemilikan akun pria dan wanita
dan antara orang kaya dan miskin. Kesenjangan antara pria dan wanita
di negara berkembang tetap tidak berubah sejak 2011, yaitu sebesar 9
persen.
Global Findex, merupakan kumpulan data yang cukup luas
tentang bagaimana masyarakat di 144 negara menggunakan jasa
keuangan. Data ini dihasilkan oleh Bank Dunia dengan pendanaan
dari Bill & Melinda Gates Foundation dan bekerja sama dengan
Gallup, Inc. Menurut Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim: “Dalam beberapa tahun terakhir, kami telah melihat langkah besar
di seluruh dunia dalam menghubungkan orang-orang dengan
layanan keuangan formal. Inklusi keuangan memungkinkan orang
menabung untuk kebutuhan keluarga, meminjam untuk mendu-
kung bisnis, atau membangun bantalan terhadap keadaan darurat.
Memiliki akses ke layanan keuangan merupakan langkah penting
untuk mengurangi kemiskinan dan ketidaksetaraan, dan data baru
tentang kepemilikan telepon seluler dan akses internet menunjuk-
kan kesempatan yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk
menggunakan teknologi guna mencapai inklusi keuangan univer-
sal.”
Selama kurun waktu 2014 dan 2017, telah terjadi peningkatan
yang signifikan dalam penggunaan telepon seluler dan internet untuk
melakukan transaksi keuangan. Hal ini telah berkontribusi pada
peningkatan pangsa pemilik akun yang mengirim atau menerima pem-
bayaran secara digital dari 67 persen menjadi 76 persen secara global,
dan di negara berkembang dari 57 persen menjadi 70 persen.
Secara global, 1,7 miliar orang dewasa tetap tidak memiliki
rekening bank, namun dua pertiga dari mereka memiliki ponsel yang
dapat membantu mereka mengakses layanan keuangan. Teknologi
digital dapat memanfaatkan transaksi tunai yang ada untuk membawa
orang ke dalam sistem keuangan. Transaksi tersbut misalnya, mem-
bayar gaji pemerintah, pensiun, dan tunjangan sosial langsung ke
rekening. Hal ini dapat membawa jasa keuangan formal ke lebih dari
100 juta orang dewasa secara global, termasuk 95 juta di negara
berkembang.
102 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Selain itu, terdapat peluang lain untuk meningkatkan kepemili-
kan dan penggunaan akun melalui pembayaran digital, di mana lebih
dari 200 juta orang dewasa yang tidak memiliki rekening bank yang
bekerja di sektor swasta dibayar dengan uang tunai saja, seperti juga
lebih dari 200 juta yang menerima pembayaran upah/gaji di sektor
pertanian.
Menurut Melinda Gates, Co-Chair dari Bill & Melinda Gates
Foundation: “Kami sudah tahu banyak tentang cara memastikan
wanita memiliki akses yang sama ke layanan keuangan yang dapat
mengubah hidup mereka. Ketika pemerintah memberikan pemba-
yaran kesejahteraan sosial atau subsidi lain langsung ke rekening
bank digital wanita, dampaknya luar biasa. Wanita mendapatkan
kekuatan pengambilan keputusan di rumah mereka, dan dengan
lebih banyak alat keuangan yang mereka miliki, mereka berinves-
tasi dalam kemakmuran keluarga mereka dan membantu mendo-
rong pertumbuhan ekonomi yang luas.”
Database Global Findex ini termasuk indikator terbaru tentang
akses dan penggunaan layanan keuangan formal dan informal. Ia
menambahkan data tentang penggunaan teknologi keuangan, termasuk
telepon seluler dan internet untuk melakukan transaksi keuangan, dan
didasarkan pada lebih dari 150.000 wawancara di seluruh dunia. Data-
base telah diterbitkan setiap tiga tahun sejak 2011.
Berikut beberapa kondisi dan kebijakan yang dilakukan di
berbagai negara tentang keuangan inklusif:
1. Afrika dan Sub Sahara
Di wilayah ini, uang seluler atau uang yang tersimpan di
akun gawai telah mendorong inklusi keuangan. Sementara
pangsa orang dewasa dengan akun di lembaga keuangan jum-
lahnya tidak berubah. Persentase orang dewasa dengan akun
uang seluler hampir dua kali lipat, menjadi 21 persen. Sejak
2014, akun uang seluler telah menyebar dari Afrika Timur ke
Afrika Barat dan sekitarnya, di mana 20 persen atau lebih orang
dewasa hanya menggunakan akun uang seluler yaitu wilayah:
Burkina Faso, Pantai Gading, Gabon, Kenya, Senegal, Tanza-
nia, Uganda, dan Zimbabwe. Peluang cukup besar untuk me-
ningkatkan kepemilikan akun dimana sekitar 95 juta orang
dewasa yang tidak memiliki rekening bank di wilayah tersebut
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 103
menerima pembayaran tunai untuk produk pertanian, dan
sekitar 65 juta tabungan menggunakan metode semiformal.
Dengan demikian, negara Afrika Sub-Sahara telah me-
ngembangkan model penggunaan akun seluler sebagai langkah
percepatan akses keuangan masyarakat, namun masih terken-
dala oleh banyaknya jumlah tabungan yang menggunakan me-
tode semiformal atau masih menggunakan cara manual dan
tanpa melibatkan lembaga keuangan formal.
2. Asia Timur dan Pasifik
Keuangan inklusif di wilayah ini meningkat karena per-
tumbuhan transaksi keuangan untuk pembayaran utilitas seperti
rekening listrik, air, pajak, dan transaksi pembelian barang seca-
ra online. Kebijakan pemerintah yang mendorong lembaga
keuangan menjadi penyedia layanan pembayaran fasilitas/utili-
tas telah berhasil meningkatkan kepemilikan rekening di masya-
rakat.
Penggunaan transaksi keuangan digital tumbuh cukup
tinggi bahkan ketika kepemilikan akun mengalami stagnasi.
Pada April 2018, sebanyak 71 persen orang dewasa telah memi-
liki akun, sedikit mengalami perubahan dari tahun 2014. Namun
pengecualian terjadi di Indonesia, di mana persentase orang
dewasa yang memiliki akun naik 13 persen menjadi sebesar 49
persen.
Ketidaksetaraan jender relatif rendah, di mana pria dan
wanita memiliki kemungkinan yang sama untuk memiliki akun
di Kamboja, Indonesia, Myanmar, dan Vietnam. Transaksi
keuangan digital mengalami percepatan terutama di Cina, di
mana bagian dari pemilik akun menggunakan internet untuk
membayar tagihan atau membeli barang tumbuh lebih dari dua
kali lipat menjadi 57 persen. Teknologi digital telah dimanfa-
atkan untuk meningkatkan penggunaan akun, di mana 405 juta
pemilik akun di wilayah tersebut membayar tagihan utilitas
secara tunai, meskipun 95 persen dari mereka memiliki ponsel.
3. Eropa dan Asia Tengah
Kebijakan pemerintah di wilayah Eropa dan Asia Tengah
yaitu dengan mewajibkan penerima pembayaran dari pemerin-
104 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
tah untuk membuka rekening sangat berdampak pada pening-
katan kepemilikan rekening di bank.
Di wilayah ini, kepemilikan akun orang dewasa mening-
kat dari 58 persen pada 2014 menjadi 65 persen pada 2017. Hal
ini disebabkan oleh pembayaran gaji, pensiun, dan tunjangan
sosial pemerintah yang mengharuskan mereka memiliki reke-
ning, sehingga membantu mendorong peningkatan tersebut. Di
antara mereka yang memiliki akun, terdapat 17 persen yang
merupakan pembukaan akun yang pertama untuk menerima
pembayaran pemerintah. Bagian orang dewasa yang membuat
atau menerima pembayaran digital melonjak 14 persen menjadi
60 persen. Digitalisasi untuk semua pembayaran pensiun publik
dapat mengurangi jumlah orang dewasa yang tidak memiliki
rekening bank hingga 20 juta orang.
4. Amerika Latin dan Karibia
Keuangan inklusif di kedua wilayah ini meningkat seba-
gai akibat dari peningkatan penggunaan akun untuk melakukan
berbagai transaksi terutama pembayaran upah dan transaksi
bisnis. Akses luas ke teknologi digital dapat memungkinkan
pertumbuhan pesat dalam penggunaan teknologi keuangan.
Sebanyak 55 persen orang dewasa telah memiliki ponsel dan
memiliki akses ke internet. Jumlah ini 15 persen lebih banyak
daripada rata-rata dunia berkembang. Sejak 2014, pangsa orang
dewasa yang membuat atau menerima pembayaran digital telah
meningkat sekitar 8 persentase atau lebih dalam perekonomian
seperti Bolivia, Brasil, Kolombia, Haiti, dan Peru. Sekitar 20
persen orang dewasa dengan akun menggunakan ponsel atau
internet untuk melakukan transaksi melalui akun di Argentina,
Brasil, dan Kosta Rika.
Dengan digitalisasi pembayaran upah tunai dan transaksi
bisnis dapat memperluas kepemilikan akun hingga 30 juta orang
dewasa yang semula tidak memiliki rekening bank. Dari jumlah
tersebut, hampir 90 persen di antaranya memiliki telepon selu-
ler.
5. Timur Tengah dan Afrika Utara
Di wilayah Timur Tengah dan Afrika, sasaran peningka-
tan keuangan inklusif lebih dikhususkan pada kalangan wanita,
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 105
karena partisipasi wanita di wilayah tersebut masih relatif ren-
dah dalam kepemilikan rekening.
Peluang untuk meningkatkan inklusi keuangan sangat
kuat di kalangan wanita. Pada April 2018, sebanyak 52 persen
pria telah memiliki akun, namun hanya 35 persen pada wanita.
Kesenjangan gender ini terjadi di hampir seluruh wilayah Timur
Tengah dan Afrika Utara. Kepemilikan ponsel yang relatif ting-
gi memberi peluang untuk memperluas inklusi keuangan, di
mana di antara yang tidak memiliki rekening bank, 86 persen
pria dan 75 persen wanita memiliki telepon seluler. Hingga
April 2018, terdapat 20 juta orang dewasa yang tidak memiliki
rekening bank di wilayah tersebut, mengirim atau menerima
pengiriman uang dalam negeri menggunakan uang tunai atau
layanan over-the-counter. Jumlah ini termasuk 7 juta orang
yang berada di Republik Arab Mesir.
6. Asia Selatan
Asia Selatan terutama India mengalami perkembangan
keuangan inklusif yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh
kebijakan penggunaan biometric (data digital) untuk menjawab
berbagai kebutuhan pelayanan masyarakat. Persentase orang
dewasa yang memiliki akun meningkat 23 persen, menjadi 70
persen. Kemajuan ini didorong oleh India, di mana kebijakan
pemerintah untuk meningkatkan inklusi keuangan melalui
identifikasi biometrik mendorong persentase orang dewasa yang
memiliki akun hingga 80 persen. Peningkatan terbesar terjadi di
kalangan wanita dan orang dewasa yang miskin. Di Asia Sela-
tan, kecuali India, kepemilikan akun secara regional masih me-
ningkat sebesar 12 persen, sementara pria sering mendapat
manfaat lebih dari wanita dalam pemilikan akun tersebut. Di
Bangladesh, persentase orang dewasa yang memiliki akun naik
10 persen di antara wanita, dan hampir dua kali lipat pada pria.
Di seluruh Kawasan Asia Selatan, pembayaran digital untuk
produk pertanian dapat mengurangi jumlah orang dewasa yang
tidak memiliki rekening bank sekitar 40 juta.
107
Bab III PROFIL BAITUL MAL WAT TAMWIL
DI DEPOK, TANGERANG, DAN BEKASI
Pada bab ini disajikan profil dari empat BMT yang dijadikan
objek penelitian. Secara umum, keempat BMT memiliki beberapa pro-
duk simpanan yang hampir sama karakteristiknya. Begitu pula pada
jenis pembiayaan yang disalurkan. Dilihat dari masa pendiriannya,
semua telah berpengalaman lebih dari sepuluh tahun, kecuali BSR
yang baru berdiri sejak tahun 2013 yang lalu.
A. KJKS/BMT Berkah Madani
Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) Berkah Madani
merupakan lembaga yang berbadan hukum Koperasi Jasa Keuangan
Syariah yang disahkan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Kope-
rasi dan Usaha Kecil Menengah Republik Indonesia No. 518/68/BH/
KPTS/KUKM/1.2/VII/2007. KJKS Berkah Madani berdiri pada
tanggal 27 Februari 2006 dan mulai beroperasi pada tanggal 26 Maret
2006. Lokasi KJKS Berkah Madani di Jalan Gas Alam Pertamina No.
69 Sukatani Tapos, Depok. Pelayanan yang diberikan oleh KJKS Ber-
kah Madani berupa simpanan, investasi berjangka, serta pembiayan
yang berdasarkan prinsip syariah islam.
Visi KJKS Berkah Madani adalah menjadi lembaga keuangan
syariah yang terbaik dan terdepan secara nasional dalam memberi
solusi yang bermakna bagi kaum duafa, pengusaha mikro dan kecil
secara berkelanjutan dengan berlandaskan pada prinsip-prinsip fatha-
nah, amanah, shidiq, dan tabligh sedangkan misinya adalah mening-
katkan akses permodalan bagi masyarakat kecil baik finansial maupun
non finansial, membantu menciptakan lapangan kerja dan meningkat-
kan produktifitas masyarakat kecil demi kesejahteraan dan keadilan
ekonomi, menjadi lembaga keuangan syariah yang tumbuh secara
berkelanjutan seiring dengan pertumbuhan nasabahnya, memberikan
keuntungan maksimal secara terus menerus kepada shareholder mela-
lui pelayanan terbaik kepada stakeholder, serta menjadi organisasi
pembelajar yang secara continue meningkatkan kompetensi dan
kappa-sitas sumber daya insani yang beriman dan bertaqwa dengan
108 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
kesejahteraan yang maksimal.1
Jenis pembiayaan yang ditawarkan oleh KJKS Berkah Madani
berupa murabahah, mudharabah, musyarakah, ijarah, dan al-qardh.
Pembiayaan yang diberikan kepada nasabah dapat digunakan sebagai
modal usaha maupun konsumtif. Prosedur dalam pengajuan pembia-
yaan tergolong mudah karena nasabah hanya perlu mengisi formulir
aplikasi, fotokopi kartu identitas, fotokopi kartu keluarga, fotokopi
buku nikah, surat jaminan, serta telah memiliki rekening simpanan.
Potensi yang dimiliki KJKS Berkah Madani dapat dilihat pada
Tabel. Jumlah simpanan pokok tidak mengalami perubahan dari tahun
2015 sampai dengan 2016 yaitu sebesar 30.000.065 rupiah sedangkan
simpanan wajib dan simpanan sukarela masing-masing mengalami
peningkatan sebesar 44.12% dan 14.37%. Mitra simpanan mengalami
penurunan sebesar 3.33%. Meskipun jumlah pembiayaan yang diberi-
kan turun sebesar 4.66%, nasabah yang menerima pembiayaan me-
ningkat sebesar 6.02% dari 382 menjadi 405 nasabah.
Jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh KJKS Berkah Madani
dari tahun 2015 sampai tahun 2016 mengalami penurunan. Pada tahun
2015, dana yang tersalurkan adalah sebesar 2.307.336.518 rupiah dan
tahun 2016 adalah sebesar 2.199.816.701 rupiah (turun sebesar 5%).
Pembiayaan ijarah mengalami kenaikan sebesar 17% pada tahun
2016. Dengan demikian menunjukkan bahwa pembiayaan Ijarah ma-
kin diminati oleh anggota. Meskipun jumlah pembiayaan mengalami
penurunan, jumlah nasabah pembiayaan pada KJKS Berkah Madani
mengalami peningkatan dimana tahun 2015 adalah sebanyak 382
orang dan tahun 2016 adalah sebanyak 405 orang (naik 6%). Jumlah
nasabah dan jumlah pembiayaan berdasarkan jenis pembiayaan dapat
dilihat pada Tabel 3.1.
1Kompilasi dari Profil BMT Berkah Madani dan hasil wawancara
dengan Manajer BMT, 26 Januari 2017
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 109
Tabel 3.1 Jenis dan Jumlah Pembiayaan pada KJKS Berkah Madani
Tahun 2015-2016
Tahun/
Jenis Pembiayaan Jumlah (Rp) Jumlah (Org) Jumlah (Rp) Jumlah (Org)
Murabahah 1.521.565.978 174 1.281.830.098 176 15,8- 1,15
Musyarakah - - - -
Mudharabah - - - -
Ijarah 785.770.540 208 917.986.603 229 17 10,10
Al-Qardh - - - -
Total 2.307.336.518 382 2.199.816.701 405 5- 6,0
2015 2016
%
Pertumbu
han
pengguna
%
Pertumbuhan
Pembiayaan
Sumber: Laporan Tahunan KJKS Berkah Madani
Berdasarkan tabel di atas, murabahah merupakan salah satu
jenis pembiayaan syariah yang digemari oleh nasabah dengan jumlah
pembiayaan yang paling banyak disalurkan oleh KJKS Berkah
Madani. Pembiayaan murabahah memiliki persentase sekitar 58-66%
terhadap total pembiayaan, sisanya adalah untuk pembiayaan ijarah.
Sementara pembiayaan musyarakah, mudharabah dan al-qardh belum
diminati.
Jika dilihat dari persentase jumlah anggota, jumlah yang me-
manfaatkan pembiayaan murabahah sebesar 45,5% di tahun 2015,
menurun menjadi 43% pada tahun 2016. Pada pembiayaan ijarah,
persentase jumlah yang memanfaatkan sebesar 54,5% tahun 2015 dan
naik menjadi 56% tahun 2016.
Aplikasi dan metode perhitungan pada pembiayaan murabahah
relatif lebih mudah dipahami oleh anggota, karena relatif sederhana,
dengan menghitung harga jual produk ke anggota yang terdiri dari
harga pokok ditambah keuntungan (marjin) yang ditetapkan atas
sepengetahuan anggota. Harga pokok ditambah keuntungan tersebut
menjadi harga yang harus dibayarkan anggota kepada BMT dengan
memperhitungkan jangka waktu pembayaran yang disesuaikan dengan
kemampuan anggota dan kesepakatan kedua belah pihak. Bagi masya-
rakat awam cara seperti ini lebih mudah dipahami dan tidak membi-
ngungkan karena cicilannya bersifat tetap selama periode pembiayaan.
Selama jangka waktu pembiayaan tidak dibolehkan terjadi perubahan
harga.
Berdasarkan tabel 3.2 jumlah simpanan wajib mengalami kenai-
kan pada tahun 2016 dibandingkan tahun 2015 sebesar 44%, dan sim-
panan sukarela naik 14%. Hal ini terkait erat dengan jumlah nasabah
110 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
pembiayaan yang juga mengalami peningkatan sebesar 6% dibanding
tahun 2015. Simpanan wajib dan sukarela yang meningkat berarti
jumlah anggota yang menyimpan dan menginvestasikan dananya di
BMT makin meningkat. Hal ini akan menambah kemampuan dan
kapasitas usaha BMT.
Tabel 3.2
Jenis dan Jumlah Simpanan dan Pembiayaan KJKS Berkah Madani
Tahun 2015-2016 Keterangan 2015 2016 Pertumbuhan (%)
Simpanan Pokok 30.000.065 30.000.065 0
Simpanan Wajib 20.400.000 29.400.000 44
Simpanan Sukarela 72.407.593 82.814.123 14
Mitra Simpanan 30 29 -3
Pembiayaan 2.307.336.518 2.199.816.701 -5
Nasabah Pembiayaan 382 405 6
Sumber: Laporan Tahunan KJKS Berkah Madani
B. KJKS/BMT Bina Usaha Sejahtera
Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) Bina Usaha Sejahtera
(BUS) didirikan pada 1 Januari tahun 1990, beralamat di Jl. H. Sara
RT 02/10 Cimpaeun Tapos, Kota Depok Jawa Barat. Adapun visi
BMT Bina Usaha Sejahtera adalah: menjadi lembaga keuangan man-
diri, yang sehat kuat dan terpercaya dalam Melayani Usaha Anggota
dan Masyarakat Sekitar Menuju Kehidupan yang adil, Makmur dan
Sejahtera. Sedangkan Misinya:
a. Menumbuh Kembangkan Perusahaan Mikro/Kecil agar Tang-
guh dan Profesional dalam tekad mengentaskan kemiskinan dan
miningkatkan kesejahteraan.
b. Mendidik dan menumbuhkembangkan budaya menabung di
kalangan masyarakat Mikro Informal.
BMT Bina Usaha Sejahtera memiliki beberapa jenis Produk
Simpanan/Tabungan, yaitu:
a. Tabungan berjangka (TAJAKA): simpanan yang hanya dapat di
ambil secara jangka waktu yang disepakati: 3, 6, dan 12 bulan.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 111
b. Tabungan Idul Fitri (TADURI) Simpanan yang diniatkan untuk
memenuhi kebutuhan Idul Fitri dan dapat diambil menjelang
Idul Fitri.
c. Tabungan Pendidikan Anak (TADIKA): Simpanan untuk
persiapan kebutuhan Biaya Pendidikan Anak. Pengambilannya
Menjelang digunakan, biasanya saat awal tahun ajaran baru.
d. Tabungan Mudharabah Sejahtera.
Secara Umum, Produk Pembiayaan BMT terdiri dari 4 (empat)
jenis, yaitu:
a. Pembiayaan Total Bagi Hasil (Mudharabah) adalah pembiayaan
untuk kegiatan usaha produktif, anggota yang keseluruhan mo-
dalnya dibiayai BMT. Kedua pihak menentukan bagi hasil sesu-
ai dengan kesepakatan.
b. Pembiayaan Bersama Bagi Hasil (Musyarakah) adalah pembia-
yaan usaha produktif untuk anggota yang modalnya dibiayai
bersama antara BMT dan anggota dengan sistem bagi hasil
sesuai kesepakatan.
c. Pembelian Barang Bayar Jatuh Tempo (Murabahah) adalah
pembiayaan dimana bila anggota memerlukan sarana usaha atau
suatu barang namun belum memiliki dana, BMT membelikan
terlebih dahulu kemudian menjualnya kepada anggota tersebut
dengan harga ditambah keuntungan untuk BMT. BMT dan ang-
gota menyepakati tentang jangka waktu pembayarannya.
d. Pembiayaan Barang dengan Angsuran (Bai’ Bistaman 'Ajil)
adalah pembiayaan bagi anggota yang membutuhkan sarana
usaha atau sesuatu barang, dimana BMT membelikan terlebih
dahulu lalu menjualnya kepada yang bersangkutan dengan
harga yang di sepakati.2
Dari keempat jenis pembiayaan, murabahah merupakan jenis
pembiayaan yang paling banyak dipilih oleh anggota, karena sistem-
nya lebih mudah dipahami.
Jumlah anggota BMT BUS hingga akhir 2018 sekitar 1400
orang yang tersebar di wilayah Depok hingga Jatinegara Jakarta
Timur. Jumlah asetnya mencapai Rp 8.674.505.409,00 sedangkan
2Profil BMT Bina Usaha Sejahtera dan hasil wawancara dengan
Manajer BMT, Desember 2017
112 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
pembiayaan yang disalurkan sebanyak Rp 5.050.682.674,00. Sebagian
besar pembiayaan dalam skema murabahah dan mudharabah. Pem-
biayaan anggota lebih banyak digunakan untuk tujuan penambahan
modal usaha.
BMT Bina Usaha Sejahtera menyalurkan pembiayaannya baik
secara individu maupun kelompok. Pembiayaan individu diberikan
bagi mereka yang lokasinya relatif jauh dari kantor dan serta termasuk
usaha yang relatif lama dengan karakteristik usaha yang mandiri. Se-
dangkan untuk pembiayaan kelompok dilakukan pada para pengusaha
baru yang membutuhkan pembinaan intensif secara berkelompok.
C. Koperasi BMT (KBMT) Al-Jibaal
Koperasi ini beralamat di Jl. Gunung Raya No. 2 Rt 003/011,
Cireundeu, Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Banten 15419.
Pada tahun 1998 KBMT Al-Jibaal telah berbadan hukum Koperasi.
Badan Hukumnya disahkan dan terdaftar di Dinas Koperasi Kabupa-
ten Tangerang (sekarang Kota Tangerang Selatan) pada tanggal 9
Desember 1998 dengan No.243/BH/KDK.10.4/XXI/1998, dengan
nama Koperasi BMT Al- Jibaal.
Setelah dilakukannya reorganisasi, pada tanggal 01 Desember
2012 KBMT (Koperasi BMT) Al- Jibaal menyewa salah satu kantor
yang beralamat di Jl. Gunung Raya Rt. 005/011 Cirendeu Ciputat
Timur Tangerang Selatan. Nomor Telepon: (021) 741 9826. KBMT
Al-Jibaal telah memiliki 391 Anggota (per 31 Desember 2014) dengan
beberapa orang pengelola yaitu: Manajer, Bagian Operasional (admi-
nistrasi, teller, pembukuan) dan Kabag. Marketing. Dengan disahkan
menjadi Koperasi, bidang usaha BMT diperluas dimana tidak hanya
melayani simpan pinjam, namun juga usaha pertokoan dengan me-
nampung produk hasil produksi anggotanya. Para pendiri KBMT Al-
Jibaal terdiri dari tokoh masyarakat , yaitu: Drs. H. Aman Nadir Saleh
(Alm), Ir. H. Sukardi, dkk.
Visi dan Misi KBMT Al-Jibaal
Visi: Mewujudkan BMT sebagai lembaga keuangan mikro syariah
yang profesional dalam menumbuh kembangkan produktivitas usaha
anggota dan dapat meningkatkan kualitas ibadah anggota dalam segala
aspek kehidupan.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 113
Misi: Membangun dan mengembangkan tatanan perekonomian dan
struktur masyarakat madani yang adil, berkemakmuran dan berkema-
juan berdasarkan syariah dan ridha Allah SWT.
Kegiatan KBMT Al-Jibaal adalah menghimpun dan menya-
lurkan dana dari anggota/nasabah, memberikan jasa pelayanan kepada
masyarakat dan ikut serta dalam kegiatan sosial yang dananya berasal
dari zakat, infaq dan sedekah. Secara umum sumber dana KBMT Al-
Jibaal diklasifikasikan sebagai berikut: 3
1. Simpanan pokok. Merupakan modal awal anggota yang dise-
torkan sehingga besar simpanan pokok tersebut sama dan tidak
boleh dibedakan antara anggota satu dengan lainnya. Konsep
pendirian KBMT menggunakan konsep syirkah mufawadhah,
yakni sebuah usaha yang didirikan secara bersama-sama oleh
dua orang atau lebih, yakni masing- masing memberikan kon-
tribusi dana dalam porsi yang sama dan berpartisipasi dalam
kerja dengan bobot yang sama pula. Masing-masing partner
saling menanggung satu sama lain dalam hak dan kewajiban,
serta tidak dibolehkan salah seorang memasukkan modal yang
lebih besar dan memperoleh keuntungan yang lebih besar
dibanding dengan anggota lainnya.
2. Simpanan Wajib. Simpanan wajib juga termasuk modal dari
KBMT seperti halnya simpanan pokok. Besar kewajiban terse-
but diputuskan berdasarkan hasil musyawarah anggota dan
penyetorannya dilakukan secara berturut-turut setiap bulannya
hingga seseorang dinyatakan keluar dari keanggotaan Koperasi
Baitul Maal Wat Tamwil Al-Jibaal.
3. Simpanan Sukarela, merupakan bentuk investasi dari anggota
atau calon anggota yang memiliki kelebihan dana dan kemudian
menyimpannya di KBMT. Bentuk simpanan sukarela memiliki
dua jenis karakter, antara lain: a) Dana simpanan tersebut beru-
pa titipan (wadiah) dan dapat diambil sewaktu-waktu. Titipan
wadiah terbagi menjadi 2 macam, yaitu wadiah amanah (titipan
yang tidak boleh dipergunakan baik untuk kepentingan KBMT
sampai diambil oleh pemiliknya) dan wadiah yad adh dhamanah
(dana titipan anggota KBMT yang diizinkan untuk dikelola
dalam usaha riil sepanjang dana tersebut belum diambil oleh
pemiliknya, biasanya pihak KBMT memberikan bonus kepada
3Hasil wawancara dengan Manajer BMT Al-Jibaal, 8 Februari 2017.
114 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
pemilik dana yang tidak dipersyaratkan di awal). b) Dana sim-
panan tersebut bersifat investasi yang ditujukan untuk kepenti-
ngan usaha dengan mekanisme bagi hasil (mudharabah) baik
revenue sharing, profit sharing maupun profit and loss sharing.
Konsep simpanan yang dipakai adalah simpanan berjangka
mudharabah mutlaqah (kerjasama antara pemilik dana dengan
KBMT yang cakupan usahanya sangat luas dan tidak dibatasi
oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah usaha) serta
simpanan berjangka mudharabah muqayyadah (kerjasama anta-
ra pemilik dana dengan pihak KBMT selaku pengusaha, yang
penggunanan dananya dibatasi oleh ketentuan yang dipersya-
ratkan oleh pemilik dana.
4. Investasi pihak lain. Dalam operasionalnya KBMT terkadang
membutuhkan dana segar untuk dapat mengembangkan usaha-
nya secara maksimal, sementara simpanan anggotanya masih
sedikit dan terbatas. Oleh karena itu KBMT diharapkan bekerja-
sama dengan bank syariah maupun program-program pemerin-
tah. Investasi pihak lain dengan menggunakan prinsip mudhara-
bah (bagi hasil) maupun prinsip musyarakah (suatu perkongsian
atau kerjasama dua orang atau lebih yang masing-masing pihak
memberikan kontribusinya baik sebagian modal maupun kete-
rampilan usaha, dengan batas waktu yang ditentukan dan
disepakati oleh kedua pihak).
Dana yang telah dikumpulkan oleh KBMT tentu saja harus
terus berputar dan tidak berhenti begitu saja. Untuk memutar dana
yang sudah ada, maka dana-dana tersebut harus disalurkan ke bidang-
bidang tertentu, baik kepada anggota maupun calon anggota. Sifat pe-
nyaluran dananya adalah yang bersifat komersiil dengan mengguna-
kan bagi hasil (musyarakah dan mudharabah) maupun dengan jual beli
(piutang murabahah, piutang salam, piutang istishna dan sebagainya).
Namun dalam pelaksanaan, mayoritas menggunakan skema muraba-
hah.
Produk-produk dalam KBMT Al-Jibaal merupakan kegiatan
layanan kepada anggota maupun masyarakat. Layanan yang bisa
diterapkan di KBMT Al-Jibaal antara lain:
1. Produk Penyaluran Dana
a. Jasa pembiayaan Murabahah: Jasa ini digunakan sebagai modal
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 115
usaha untuk para nasabah dengan prinsip jual beli.
b. Jasa Pembiayaan Mudharabah. Pembiayaan yang seluruh pemo-
dalannya dibiayai oleh KBMT yang pengelolanya diserahkan
kepada anggota dan pihak KBMT berhak ikut campur dalam
mengurus manajemen.
c. Jasa Pembiayaan Musyarakah. Pembiayaan berupa penyertaan
modal oleh KBMT yang diberikan kepada anggota dari jumlah
keseluruhan.
d. Jasa Ijarah Multijasa. Jasa pembiayaan ini diberikan kepada
nasabah yang tidak memiliki cash in hand tetapi punya keper-
luan mendesak, misalnya untuk pengobatan, pendidikan dan
lain-lain.
e. Jasa Qardhul Hasan. Qardhul hasan diberikan kepada anggota
yang betul-betul tidak mampu sehingga pengembalian yang
diharapkan adalah pokok pembiayaan. Kegiatan sosial yang
dilakukan oleh KBMT Al-Jibaal berasal dari dana zakat, infak
dan sedekah (ZIS). Kegiatan ini tidak mengambil keuntungan
secara finansial, tetapi hanya pinjaman kebaikan (contoh: dalam
bentuk hibah atau Qardhul hasan). Qardhul hasan merupakan
pinjaman lunak yang diberikan oleh KBMT dan harus dikem-
balikan sesuai sejumlah dana yang diterima tanpa adanya tam-
bahan kecuali jika anggota mengembalikan lebih tanpa persya-
ratan dimuka. Kelebihan dana tersebut diperbolehkan diterima
oleh KBMT dan dimasukkan ke dalam kelompok dana qardh
(baitul maal ZIS). 4
2. Produk Penghimpuna dana
Produk ini berupa tabungan dan deposito yang menggunakan
sistem wadiah maupun mudharabah. Tabungan dapat dilakukan secara
harian dengan melalui proses jemput bola oleh petugas ke rumah atau
lokasi usaha, maupun dapat datang langsung ke kantor KBMT Al
Jibaal. Untuk produk deposito jangka waktunya yaitu 1,3, 6 atau 12
bulan.
Sebelum menyalurkan pembiayaan, ada beberapa hal yang
harus dilakukan, yaitu melakukan pengecekan persyaratan pengajuan
4Profil BMT Al Jibaal dan hasil wawancara dengan Manajer BMT Al
Jibaal.
116 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
dan menilai kelayakan usaha calon penerima pembiayaan. Adapun
cara penilaian kelayakan usaha anggota antara lain: a) Anggota harus
melengkapi persyaratan pembiayaan misalnya: KTP, KK, Pas Photo.
b) Lama Usaha/ Kerja minimal satu tahun hal ini dapat ditanyakan
langsung pada saat wawancara pembiayaan dan bertanya kepada te-
tangga anggota tersebut. c) Usaha/pekerjaan yang dilakukan tidak ber-
tentangan dengan Hukum RI dan Hukum Agama Islam (Halal). d)
Usaha/pekerjaan anggota harus mempunyai cashflow yang jelas hal ini
dapat dilihat dari transaksi pembeli setiap hari atau dari slip gaji untuk
karyawan.
D. BMT Syariah Riyal (BSR)
Dengan semangat pengabdian kepada Allah, Rasul dan Ummat-
Nya, BMT Syariah Riyal didirikan pada awal tahun 2013 dengan
harapan dapat menjadi BMT terdepan dalam melaksanakan akad eko-
nomi syariah serta membantu setiap Insan untuk dapat mengemba-
ngkan diri, ekonomi dan kesejahteraan keluarga yang akan bermuara
pada kesejahteraan Ummat.
Visi BMT Syariah Riyal adalah Menjadi BMT pilihan umat
menuju kesejahteraan dan Keberkahan.
Sedangkan misi BSR:
1. Menjadi BMT Sehat dan Profesional;
2. BMT yang terus berkembang Produktif dan Menguntungkan;
3. Berkontribusi Dalam Pengembangan Dakwah dan Kemaslaha-
tan Umat.
Melalui BMT Syariah Riyal ini, tiga prinsip utama dalam
ekonomi syariah yang akan dilaksanakan dalam BMT Syariah, yang
pertama adalah prinsip kesetaraan antara nasabah dan BMT Syariah,
kedudukan BMT Syariah tidak lebih tinggi dari nasabah. Prinsip yang
kedua adalah prinsip keterbukaan dimana BMT Syariah akan dikelola
secara terbuka dan setiap nasabah (shahibul maal) dapat meminta
penjelasan kepada pihak BMT Syariah (mudharib) bagaimana uang-
nya dikelola dan disalurkan. Prinsip yang ketiga adalah keadilan
dalam berbagi hasil. Disamping prinsip kesetaraan, keterbukaan dan
keadilan seluruh karyawan BMT Syariah dalam menjalankan tugasnya
harus senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan, kejujuran,
amanah dan tanggung jawab dengan dijiwai akhlakul karimah (budi
pekerti yang baik).
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 117
Selain itu tugas dan kewajiban pengelola BMT Syariah yang
senantiasa melekat kepada tugasnya adalah untuk melaksanakan
dakwah dengan perbuatan nyata menuju terbentuknya masyarakat
yang islami dalam bidang ekonomi. Karyawan dan pimpinan BMT
Syariah Riyal disamping bekerja mengelola bank juga melaksanakan
aktivitas dakwah, membentuk nasabah yang komitmen dengan nilai-
nilai syariah serta memperbanyak silaturahim.
Dengan terbentuknya BMT Syariah dan nasabah syariah, maka
akan terjalin ikatan emosional yang kuat yang dilandasi prinsip-prin-
sip syariah. Hubungan seperti inilah sepenuhnya akan membawa BMT
Syariah Riyal maju dan berkembang bersama nasabahnya. Hubungan
emosional antara BMT Syariah dan nasabahnya ini sangat penting
untuk selalu dipupuk dan dipelihara bersama, karena inilah kekuatan
utama BMT Syariah yang tidak dimiliki oleh lembaga keuangan
mikro konvensional. Dengan kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh
BMT Syariah, BMT Syariah Riyal akan dapat lebih maju, lebih besar
dan lebih berkembang di masa-masa mendatang.
BSR beralamat di Jl. KH Noer Ali (Inspeksi Kalimalang) Ruko
Grand Kalimas Blok A No. 10 Jatimulya, Tambun Selatan, Bekasi,
Jawa Barat. BMT Syariah Riyal (BSR) didirikan pada 28 April 2013
oleh pendiri yayasan Thariq bin Ziyad (Bpk. Andang Hendar, MM),
BPRS Kota Patriot, dengan menggunakan badan hukum koperasi
syariah (KJKS) koperasi jasa keuangan syariah. BSR didirikan dengan
modal awal sebesar 500 juta dalam bentuk fasilitas kantor dan
perlengkapannya.
Aset yang dimiliki BSR pada akhir tahun 2017 sebesar Rp 10
Milyar. Sampai saat ini BSR memiliki Jumlah karyawan sebanyak 25
orang terdiri dari 1 orang kepala cabang, tenaga pemasaran, teller,
petugas kebersihan. Total jumlah nasabah sekitar 8500 orang, tersebar
di wilayah pasar tambun, sekolah dan masyarakat umum di tingkat RT
RW, majelis taklim. 5
Pada awal berdirinya jasa yang dikembangkan berupa penge-
lolaan gaji karyawan di lingkungan yayasan Thariq Bin Ziyad (TBZ)
dan penyaluran pembiayaan konsumtif dengan sistem pembayaran
melalui potong gaji untuk karyawan TBZ. Selanjutnya berkembang
5Hasil wawancara dengan Manajer BSR, Mei 2017.
118 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
melayani nasabah pasar di lingkungan Kecamatan Tambun Selatan,
Tambun Utara, Jatimulya, Pondok Timur, dan Kalibaru.6
BSR dibangun dengan falsafah “gerakan” yang bermakna jasa
yang ditawarkan tidak hanya menyentuh aspek ekonomi masyarakat
namun juga membangun aktivitas sosial masyarakat melalui kegiatan
pembinaan. Pembinaan dilakukan dengan menyelenggarakan kajian
ekonomi syariah untuk kalangan masyarakat di tingkat majelis taklim,
RT, RW dan membentuk wali amanah sebagai perwakilan BSR di
masyarakat. Wali amanah membantu BSR dalam chanelling dan pe-
ngumpulan dana baik untuk tabungan maupun pengembalian pinja-
man. Wali amanah mendapatkan fasilitas berupa tunjangan marketing,
biaya transportasi dan ujrah (fee).7
Adapun Mitra BSR terdiri dari sekolah-sekolah yang ada di
lingkungan sekitar, yaitu: Yayasan TBZ, Yayasan Yanuar, Yayasan
Prestasi Cendekia, Yayasan Bintang Cahaya, SD 05 Cibitung, Yaya-
san Srianur, dan Yayasan Husnayain. Lingkup layanan kemitraan yang
dilakukan antara lain: pengelolaan penggajian karyawan (payroll),
renovasi gedung sekolah, penyediaan peralatan pendukung kegiatan
pembelajaran.
Di samping itu, BSR juga bermitra dengan beberapa pasar, di
mana mitranya sekitar 20 pasar di lingkungan Kabupaten maupun
Kota Bekasi. Dilihat dari status pasar yang dijadikan mitra, terdiri dari
pasar potensial, existing (pembiayaan dan tabungan) dan yang belum
tergarap sama sekali. BSR juga melibatkan masyarakat umum terdiri
dari DKM (Dewan Kemakmuran Mesjid), RT/RW dengan sistem
pembinaan kelompok melalui sistem gathering dalam rangka menam-
bah jumlah nasabahnya.
Untuk menjalankan operasionalnya BSR didukung oleh SDM
yang terdiri dari: Account officer: layanan bank, Marketing staf, Mar-
keting executive yang terdiri dari wali amanah yang diangkat dari
tokoh masyarakat (ketua RT, RW, ketua asosiasi) yang diberi pembe-
kalan tentang pengetahuan microfinance syariah. Bentuk pembinaan
bagi wali amanah (marketer) dengan melakukan BSR Gathering.
Dalam operasionalnya BSR telah dilengkapi dengan dukungan
sistem aplikasi dengan vendor Buana Tekno yang juga sudah diapli-
6Hasil wawancara dengan Manajer BSR, Mei 2017.
7Hasil elaborasi Penulis berdasarkan wawancara dengan Manajer BSR,
Mei 2017.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 119
kasikan di beberapa BPRS. Sistem tersebut dapat diakses melalui
handphone android khusus untuk pembiayaan dan tabungan.
BSR menyalurkan pembiayaan dengan beberapa jenis yaitu
murabahah dan ijarah yang skalanya, yaitu: a) Pembiayaan Mikro:
skala 500 ribu - 5 juta Rupiah, b) Pembiayaan Konsumtif: 5 – 20 juta
Rupiah, dan c) Pembiayaan Komersial: 50 -150 juta Rupiah. Pembia-
yaan komersial biasanya dikaitkan dengan pembiayaan bersama yang
melibatkan pihak ketiga yang telah berjalan sebelumnya adalah pem-
biayaan konstruksi.
Pembiayaan berdasarkan segmentasinya, terdiri dari: a) pembia-
yaan untuk masyarakat umum: pembiayaan minimal 1 juta, tanpa
agunan, tetapi harus mendapat rekomendasi dari ketua grup wali
amanah; b) Pembiayaan nasabah pasar dengan kisaran 2-3 juta rupiah
yang berjangka waktu 3-6 bulan. Untuk pelunasan jika dilunasi lebih
awal diberikan diskon margin.
Pembiayaan ditinjau dari keragaman usaha yang dibiayai, yaitu:
nasabah industri rumah tangga, terdiri dari tiga jenis usaha: makanan,
busana dan toko kelontong dan pedagang pasar. Namun keragaman ini
dapat berkembang tergantung perkembangan jenis usaha yang ada di
masyarakat.
Adapun produk tabungan, terdiri dari: a) Tabungan siswa
(wadiah) terdiri dari: Takwa dan takwa immersion (untuk kepentingan
studi banding); b) Tabungan masyarakat sejahtera (Tamara): Umroh,
idul fitri, dan qurban, dan c) Investasi mudharabah (tiara), 3, 6 dan 12
bulan dengan sistem mudharabah muqayyadah.
Strategi pemasaran yang dilakukan BSR antara lain: a) Melalui
kerjasama dengan BMT lain, b) Melalui konstituen di DPRD, c) Men-
dekati pasar, d) Perumahan, dan e) melalui pengurus RT RW di
wilayah tertentu.
Untuk mengembangkan pasar sasarannya, BSR bekerjasama
dengan BMT lain yang berada di lingkungan Kota/Kabupaten Bekasi,
karena jumlah pelaku BMT masih relatif sedikit. BSR juga aktif
dalam kegiatan di Puskop (Pusat Koperasi) DKI untuk melakukan
kerjasama dalam beberapa kegiatan seperti: kerjasama dilakukan
dalam bentuk penyediaan cadangan likuiditas, kerjasama proyek, dan
pelatihan untuk dinas-dinas setempat.
Pendekatan dalam pengenalan dan upaya meningkatkan partisi-
pasi masyarakat, yaitu melalui kegiatan:
120 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
1. Kajian Islam di lingkungan RT/RW;
2. Kajian ekonomi syariah dengan menggunakan tagline entrepre-
neurship;
3. On duty (kunjungan) ke lingkungan masyarakat sekitar;
4. Silaturrahim rutin ke anggota seminggu setelah pembayaran
cicilan pembiayaan, sekaligus dalam rangka pengawasan;
5. Pembinaan wali amanah (marketer) seminggu sekali;
6. Road show ke nasabah: membina pengelolaan keuangan
nasabah.
Dalam perjalanan BMT Syariah Riyal selama ini, ada beberapa
kendala yang dihadapi, yaitu:
1. Kondisi demografi masyarakat yang relatif beragam, dengan
berbagai suku dan budaya di wilayah urban. Di sisi lain, wila-
yah Bekasi memiliki potensi ekonomi sangat baik, namun
karakter masyarakat beragam, sehingga perlu kehati-hatian
dalam menyalurkan pembiayaan.
2. Masyarakat yang cenderung taklid dengan ustad, sehingga ke-
putusan dan perilaku yang diambilnya sangat tergantung kepada
apa yang dikatakan ustadnya.
3. Masyarakat yang memiliki budaya menunggak (ngemplang)
utang, hal ini berpotensi menjadi risiko bagi pembiayaan BSR.
Problem yang dihadapi BSR dalam proses implementasi inklusi
keuangan salah satunya keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM)
yang memiliki pemahaman tentang karakter masyarakat yang memili-
ki keragaman. Ada Masyarakat dengan karakter hijau, di mana mereka
cenderung taat beragama dan jika diberi pembiayaan tergolong lancar
dalam pembayarannya. Namun ada pula masyarakat dengan karakter
merah yang cenderung mengalami masalah dalam pelunasan pembia-
yaan (macet). Untuk itu BSR membutuhkan SDM yang mampu me-
mahami berbagai karakter masyarakat sehingga dapat mengantisipasi
kemungkinan risiko pada pembiayaannya.
121
Bab IV KARAKTERISTIK DAN TINGKAT
LITERASI SERTA INKLUSI ANGGOTA
BAITUL MAAL WAT TAMWIL
Pada bab ini menguraikan tentang karakteristik dan tingkat
literasi dan inklusi BMT berdasarkan hasil jawaban kuesioner yang
disebarkan kepada anggota BMT. Selain itu Penulis menyajikan pen-
dekatan ekonomi dan sosiologi yang diterapkan BMT dalam mening-
katkan inklusi dan literasi keuangan pada anggota dan masyarakat
sekitarnya.
A. Karakteristik Anggota BMT
Eksistensi dari beberapa BMT yang dijadikan objek penelitian
dipersepsikan oleh anggota dan masyarakat secara umum relatif baik.
Hal ini didasarkan pada hasil interview terhadap anggota BMT
dimana mereka telah banyak yang merasakan manfaat dari adanya
BMT di lingkungannya. Anggota sebagian besar terlibat secara aktif
memanfaatkan produk BMT baik menabung maupun meminjam.
Untuk mendapatkan gambaran tentang tingkat literasi dan
inklusi, Penulis melakukan wawancara dan observasi kepada anggota
mengenai beberapa hal, yaitu: a) karakteristik demografis (usia, jenis
kelamin, pendidikan); b) kisaran waktu menjadi anggota, jenis usaha
yang dimiliki dan berapa lama usaha telah berdiri; c) sumber infor-
masi dari mana mereka mendapatkan informasi tentang BMT; d) man-
faat sebagai anggota; e) kelengkapan layanan dalam BMT, serta f)
harapan mereka terhadap BMT.
1. Karakteristik Demografis Anggota BMT
Berdasarkan hasil wawancara, sebagian besar anggota BMT
berjenis kelamin perempuan, berprofesi ibu rumah tangga yang memi-
liki usaha rumahan. Mereka berusia kisaran 30-55 tahun, berada pada
kisaran usia produktif. Dari sisi tingkat pendidikan, sebagian besar
anggota BMT hanya mengenyam pendidikan hingga SMP, dan seba-
gian kecil yang berpendidikan SMA/SMK.
Dengan memperhatikan tingkat Pendidikan anggota BMT,
122 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
maka penting bagi pengelola ketika BMT melakukan sosialisasi kepa-
da mereka, dibutuhkan pendekatan yang disesuaikan dengan tingkat
pendidikan dan penggunaan bahasa sederhana yang lebih mudah dipa-
haminya. Terlebih dalam hal menyampaikan informasi produk yang
memiliki istilah-istilah dalam bahasa Arab, mungkin perlu dialihbaha-
sakan ke dalam bahasa Indonesia agar mudah dipahami secara gam-
bling. Begitu pula dengan penjelasan tata cara perhitungan bagi hasil,
menghitung keuntungan usaha, dan sebagainya. Hal ini menjadi tan-
tangan tersendiri bagi para pengelola BMT agar masyarakat dapat
memahami dengan baik produknya meskipun mereka memiliki latar
belakang pendidikan yang relatif rendah.1
2. Lama waktu menjadi Anggota BMT, Jenis dan Umur Usaha
Secara umum, responden telah menjadi anggota sekitar 3-5
tahun. Rata-rata anggota telah memiliki usaha sebelum menjadi ang-
gota BMT. Namun ada pula yang baru saja memulai usaha, dimana
sebelumnya hanya sebagai ibu rumah tangga saja. Sebagian besar
merupakan usaha rumahan (dilakukan produksinya di rumah, sekali-
gus memasarkan dari rumah). Usahanya ada yang memproduksi keru-
puk, jualan makanan dan minuman siap saji, jualan gado-gado, dan
toko kelontong. Usaha dirintis dengan memanfaatkan tabungan pri-
badi terlebih dahulu, kemudian meminjam ke BMT untuk penamba-
han modal dan pengembangan usaha.
Jika dilihat dari motivasi masyarakat secara umum, mereka
antusias dalam berusaha dan berupaya menggunakan modal dengan
baik bagi keberlangsungan usahanya dan secara rutin melakukan
pembayaran cicilan ke BMT baik datang sendiri maupun dikumpulkan
melalui ketua kelompok. Dengan adanya motivasi yang baik, maka
mereka akan semangat dalam menjalankan usaha sehingga pembaya-
ran cicilan ke BMT pun akan lancar. Bagi anggota yang berprestasi
dan memiliki kredibilitas baik dimana angsuran lancar dan tepat wak-
tu, mereka akan direkomendasikan oleh ketua kelompok maupun
pengelola untuk mendapatkan fasilitas penambahan pembiayaan.
1Hasil elaborasi Penulis dari hasil wawancara dan observasi dengan
pengelola dan anggota BMT Bina Usaha Sejahtera, Januari 2019
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 123
3. Sumber Informasi tentang BMT
Informasi tentang BMT dapat diperoleh dari tiga sumber, yaitu
dari pengelola, anggota, maupun brosur/material pemasaran yang
disebarluaskan pengelola. Berdasarkan hasil wawancara, sebagian
besar anggota di BMT Bina Usaha Sejahtera dan Al Jibaal mendapat-
kan informasi tentang BMT dari para pengurus secara langsung.
Pengurus atau pengelola BMT aktif melakukan jemput bola dan sosia-
lisasi ke masyarakat. Selain itu, ada pula anggota yang mendapatkan
informasi dari tetangga yang sudah menjadi anggota (word of mouth).
Anggota yang telah berpengalaman dapat menceritakan kepada calon
anggota lain agar mereka tertarik menjadi anggota BMT.
Dengan demikian, pendekatan sosialisasi para pengelola ke ma-
syarakat lebih efektif dalam memberikan pertimbangan dan keyakinan
kepada masyarakat untuk menjadi anggota. Pendekatan sosiologis
dengan membangun interaksi dan komunikasi secara langsung kepada
masyarakat akan jauh lebih memberikan dampak pada minat masya-
rakat menjadi anggota BMT. Interaksi dapat dilakukan melalui kelom-
pok seperti pengajian, arisan, maupun individu dari rumah ke rumah.
4. Manfaat sebagai Anggota BMT
Seluruh anggota yang diwawancarai menganggap BMT sangat
bermanfaat dalam membantu ekonomi keluarga dan usahanya. Para
anggota telah memanfaatkan beberapa produk BMT baik tabungan
maupun pembiayaan. Adapun jenis tabungan yang banyak diminati
seperti tabungan harian dan deposito dengan akad wadiah. Begitu pula
pada pembiayaan terutama murabahah, ijarah, dan mudharabah.
Semua responden merasa sangat terbantu dengan adanya BMT dalam
memenuhi kebutuhan jangka pendek maupun jangka panjang, seperti
untuk penambahan modal usaha maupun pembelian aset rumah tangga
seperti barang elektronik, kendaraan, hand phone, dan sebagainya
serta kebutuhan pembayaran biaya sekolah.2
Secara umum, pemahaman anggota tentang produk BMT cukup
baik. Namun belum semua anggota mendapatkan sosialisasi dan pen-
didikan koperasi dan materi fiqih muamalah, serta filosofi BMT. Hal
2Hasil wawancara dengan responden BMT Al Jibaal, November 2018
dan BMT Bina Usaha Sejahtera, Januari 2019.
124 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
ini merupakan hal yang sangat penting dalam rangka meningkatkan
pemahaman anggota sehingga mereka dapat memanfaatkan jasa BMT
secara optimal. Jika hal ini tercapai, maka loyalitas anggota akan
semakin baik dan dapat menumbuhkan gerakan BMT secara lebih luas
ke masyarakat. Apabila pemahaman telah baik maka akan lebih mu-
dah bagi BMT dalam memberdayakan anggota untuk meningkatkan
kesejahteraannya.
Menurut Penulis, program pendidikan dan pengembangan ang-
gota sangat penting untuk optimalisasi keterlibatan anggota. Untuk itu,
BMT perlu melakukan pendidikan secara lebih intensif dan memba-
ngun komunikasi baik secara personal maupun melalui ketua kelom-
pok anggota binaannya.
5. Kelengkapan Layanan BMT
Seluruh anggota yang diwawancarai merasakan bahwa jenis
layanan BMT sangat beragam dan memberikan solusi terhadap kebu-
tuhan mereka. Terutama layanan untuk kepentingan jangka pendek,
seperti kebutuhan biaya sekolah, menutupi kebutuhan cash flow usaha
dan menambah kemampuan modal ketika ada pesanan produk dalam
jumlah lebih besar dari biasanya. BMT juga telah melayani pembaya-
ran untuk berbagai keperluan seperti tagihan listrik, air, telepon, pem-
bayaran sekolah, leasing motor, dan sebagainya. Hal ini menunjukkan
bahwa BMT telah menangkap peluang bagi pendapatan lain-lain (fee
based income) dari biaya administrasi yang dikenakan pada setiap
layanan anggota tersebut. Animo masyarakat terhadap keragaman
layanan ini pun akan semakin besar jika BMT dapat menjalin lebih
banyak kerjasama dengan berbagai pihak yang relevan dengan kebu-
tuhan masyarakat. BMT sekaligus membantu mendekatkan masyara-
kat dengan layanan yang dibutuhkan tanpa harus datang ke lokasi
cabangnya.
Sebagai lembaga keuangan mikro, BMT telah mampu bertindak
inklusif dalam memberikan layanan yang sesuai dengan karakteristik
masyarakat sekitarnya.
6. Harapan Anggota terhadap BMT
Sebagian besar anggota menaruh harapan cukup besar terhadap
keberadaan BMT di masa yang akan datang. Mereka berharap BMT
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 125
dapat membantu mereka dalam berbagai kebutuhan dan mempermu-
dah mereka dalam meningkatkan kemampuan usahanya. Seperti mem-
berikan fasilitas pembiayaan untuk pengembangan usaha dan kebutu-
han mendesak lainnya. Untuk itu BMT perlu menggali dan meme-
takan kebutuhan anggotanya dalam jangka panjang agar dapat lebih
optimal manfaatnya bagi perekonomian sekitar.
B. Tingkat Literasi dan Inklusi Anggota BMT
Tingkat literasi masyarakat terhadap produk BMT relatif baik,
hal ini didasarkan pada pemahaman masyarakat terhadap produk BMT
terutama produk tabungan harian dan pembiayaan murabahah. Masya-
rakat cenderung memanfaatkan produk tersebut karena lebih mudah
memahami konsepnya. Adapun pembiayaan mudharabah dan musya-
rakah masih relatif sulit dipahami terutama oleh para ibu rumah
tangga dan pengusaha rumahan. Hal ini disebabkan oleh rendahnya
pendidikan masyarakat dan belum banyaknya sosialisasi yang dilaku-
kan pengelola tentang produk-produk BMT kepada calon anggota
maupun yang telah menjadi anggota.3
Produk pembiayaan mudharabah dan musyarakah ini hanya
dimanfaatkan oleh mereka yang membutuhkan biaya modal usaha
relatif besar dan jangka pendek untuk menutupi lack of capital
(kekurangan modal) ketika menghadapi pesanan dalam jumlah yang
cukup besar.
Inklusivitas BMT terlihat dari seberapa besar akses masyarakat
yang menjadi anggota dan memanfaatkan produk BMT. Agar tingkat
inklusi BMT lebih optimal, ada beberapa pendekatan yang dilakukan,
yaitu pendekatan ekonomi (pengentasan kemiskinan) dan pemberda-
yaan, serta pendekatan sosiologis. Berikut dijelaskan lebih rinci ten-
tang kedua pendekatan tersebut:
1. Pendekatan Ekonomi
a. Peran BMT dalam Pengentasan Kemiskinan
Salah satu penyebab terjadinya kemiskinan adalah kurangnya
pemahaman masyarakat dalam menggunakan penghasilan dan sumber
3Hasil interview kepada Manajer BMT dan observasi di beberapa
BMT yang dijadikan objek penelitian, 2017-2018.
126 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
keuangannya, sehingga cenderung bertindak konsumtif dan tanpa pe-
rencanaan. Tanpa perencanaan dan pemanfaatan yang baik dan benar,
maka penghasilan dan aset yang ada hanya dapat dimanfaatkan dalam
jangka pendek dan akan habis.
Perencanaan dan pemahaman tentang fungsi uang dan asset/
kekayaan sangat terkait dengan tingkat literasi keuangan. Jika tingkat
literasi keuangannya buruk, maka masyarakat cenderung tidak mema-
hami bagaimana cara penggunaan dan pemanfaatan uang. Tingkat
literasi yang rendah rata-rata dialami oleh masyarakat miskin, ber-
pendidikan rendah dan yang belum berinteraksi dengan lembaga keua-
ngan formal.
Penelitian yang dilakukan Navickas, Tadas, dan Emilia,4
me-
nyatakan bahwa tanggung jawab perencanaan keuangan individu perlu
dilakukan sedini mungkin, karena kesalahan pengaturan keuangan
akan sangat merugikan dan sulit diperbaiki di masa yang akan datang.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan kurangnya pengetahuan
keuangan yang menyebabkan rumah tangga tidak mampu mengatur
keuangan dengan baik, menghabiskan sejumlah uang untuk membeli
sesuatu yang kurang diperlukan. Hal ini menyebabkan level simpanan
menjadi rendah dan tingkat pengembalian investasi pun sedikit. Sim-
pulan lainnya dari penelitian tersebut antara lain tingkat kesadaran
yang tinggi akan pengetahuan tentang keuangan (financial literacy)
membawa pengaruh positif dalam keputusan sehari-hari dan mendo-
rong level tabungan yang lebih tinggi yang pada akhirnya mening-
katkan kualitas hidup dalam jangka panjang.
Dalam Islam, kemiskinan termasuk dalam masalah struktural,
karena Allah telah menjamin rezeki setiap makhluk yang telah,
sedang, dan akan diciptakannya (Q.S. 30:40;5 dan Q.S 11:6)
6 dan pada
4Mykolas Navickas, Tadas Gudaitis, Emília Krajnakova, “Influence
on Financial Literacy on Management of Personal Finances in A Young Ho-
usehold”Verslas: Teorija ir praktika/Business: Theory and Practice 2014 15
(1): 32–40. issn 1648-0627 / eissn 1822-4202, http://www.btp.vgtu.lt. 5Departemen Agama, al-Qur’ān dan Terjemahannya (Madinah Al
Munawwarah, 1431 H), h.647. “Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudi-
an memberimu rezeki, kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu
(kembali). Adakah di antara yang kamu sekutukan dengan Allah itu yang
dapat berbuat sesuatu dari yang demikian itu? Maha Sucilah Dia dan Maha
Tinggi dari apa yang mereka persekutukan. “ 6Departemen Agama, al-Qur’ān dan Terjemahannya (Madinah Al
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 127
saat yang sama Islam telah menutup peluang bagi kemiskinan kultural
dengan memberi kewajiban mencari nafkah bagi setiap individu (Q.S.
67:15).7
Setiap makhluk memiliki rezekinya masing-masing (Q.S.
29:60)8 dan mereka tidak akan kelaparan (Q.S. 20: 118-119).
9
Islam memberikan penekanan akan kewajiban individu untuk
bertebaran di muka bumi mencari karuniaNya untuk dimanfaatkan
bagi pemenuhan kebutuhan hidup. Upaya mencari karuniaNya meru-
pakan tindakan aktif yang akan memberikan peluang bagi manusia
untuk menggunakan ide dan kreativitasnya sehingga mencapai kedu-
dukan yang mulia dibandingkan makhluk lainnya.
Sebaliknya, manusia yang tidak berupaya aktif mencari karunia-
Nya dan lalai dalam memanfaatkan potensi dirinya akan mengalami
kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan sehingga terjebak dalam ke-
miskinan. Kemiskinan salah satunya disebabkan oleh sikap pasif dan
menunggu bantuan pemerintah dalam menopang kehidupannya, baik
dalam bentuk subsidi, bantuan tunai dan sebagainya. Sehingga mereka
tidak pernah mampu menyelesaikan persoalan kemiskinan jika tidak
diberikan bantuan terus menerus.
Menyikapi ayat tersebut di atas, dan fenomena yang terjadi
masyarakat khususnya masyarakat urban, BMT yang menjadi objek
penelitian ini telah berperan memberikan pemahaman dan penyadaran
kepada masyarakat dalam rangka mengurangi angka kemiskinan.
Munawwarah, 1431 H), h. 327. “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di
bumi melainkan Allah lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tem-
pat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis
dalam Kitab yang nyata (Lauhul Mahfuzh). “ 7Departemen Agama, al-Qur’ān dan Terjemahannya (Madinah Al Mu-
nawwarah, 1431 H), h. 956. “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi
kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari
rezekinya. Dan hanya kepada Nya lah kamu kembali setelah dibangkitkan.” 8Departemen Agama, al-Qur’ān dan Terjemahannya (Madinah Al
Munawwarah, 1431 H), h. 637. “Dan berapa banyak binatang yang tidak
dapat membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allah lah yang memberi reze-
ki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Menge-
tahui.” 9Departemen Agama, al-Qur’ān dan Terjemahannya (Madinah Al
Munawwarah, 1431 H), h. 490. “ Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan
di dalamnya dan tidak akan telanjang.” (ayat 118). “Dan Sesungguhnya kamu
tidak akan merasa dahaga dan tidak pula akan ditimpa panas matahari di
dalamnya.” (ayat 119).
128 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Upayanya yaitu dengan mengajak masyarakat untuk menggunakan
kemampuan dan kesempatan yang ada untuk berusaha walaupun
dilakukan dari rumah khususnya kepada ibu-ibu rumah tangga. Misal-
nya dengan mendorong masyarakat membuka usaha rumahan seperti
warung kelontong, warung makanan, dan sebagainya.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah pendu-
duk miskin di Indonesia per Maret 2017 berjumlah 27,7 juta orang,
dimana 10,67 juta berada di kota dan 17,10 juta di desa. Sementara
tingkat ketimpangan yang diukur dengan Rasio Gini pada Maret 2017
tercatat sebesar 0,393.10
Nilai Rasio Gini menunjukkan tingkat
ketimpangan distribusi pendapatan antar kelompok pendapatan. Nilai
Gini sebesar 0,393 tergolong ketimpangan sedang.11
Meskipun terma-
suk ketimpangan sedang, namun secara relatif, jumlah penduduk mis-
kin di Indonesia telah melebihi 10% jumlah penduduk.
Kemiskinan yang terjadi di wilayah perkotaan terjadi karena
bekal kemampuan yang kurang dalam menghadapi persaingan kerja di
sektor formal. Untuk itu bagi BMT, memberikan motivasi berusaha
dan membangun kewirausahaan masyarakat merupakan salah satu
bentuk kepedulian BMT dalam mengurangi kemiskinan di perkotaan.
Motivasi dilakukan ketika mengunjungi nasabah atau anggota yang
awalnya hanya menabung di BMT kemudian didorong untuk mela-
kukan usaha melalui bantuan pinjaman atau pembiayaan dengan skala
kecil terlebih dahulu. Jika usahanya lancar dan memiliki tingkat
kolektilibilitas baik dalam mencicil pinjaman, maka mereka dapat
direkomendasikan mendapat pinjaman yang lebih tinggi.
Selain itu, peran strategis BMT dalam mengurangi kemiskinan
telah dilakukan melalui kegiatan ekonomi BMT yang berkaitan
10
Angka kemiskinan diolah dari data BPS per September 2017,
http://www.bps.go.id/ 11
Koefisien Gini (Gini Ratio) adalah ukuran ketidakmerataan atau
ketimpangan agregat (secara keseluruhan) yang angkanya berkisar antara nol
(pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan yang sempurna). Koefisien
Gini dapat diperoleh dengan menghitung rasio bidang yang terletak antara
garis diagonal dan kurva Lorenz dibagi dengan luas separuh bidang di mana
kurva Lorenz itu berada. Ada beberapa klasifikasi tingkat ketimpangan pada
praktiknya, yaitu: a) 0,5-0,7 dikatakan ketimpangan tajam, b) 0,2-0,4 dika-
takan ketimpangan sedang, dan c) kurang dari 0,2 dikatakan ketimpangan
rendah. Lebih lanjut lihat Michael P. Todaro, “Pembangunan Ekonomi di
Dunia Ketiga, Jilid 1 Edisi Keempat, (Jakarta: Erlangga), 1994, hal. 150-151.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 129
dengan kegiatan sosial (Baitul Maal) dan kegiatan bisnis (at-Tamwil).
Kegiatan sosial ekonomi BMT dilakukan dengan gerakan zakat, infaq
sedekah dan waqaf. Hal ini merupakan keunggulan BMT dalam me-
ngurangi kemiskinan. Dengan menggunakan dana ZISWAF ini, BMT
menjalankan produk pinjaman kebajikan (qardhul hasan-yaitu pinja-
man tanpa harus memberikan bagi hasil kepada pemberi pinjaman).
Kegiatan sosial BMT ini dapat disebut sebagai upaya proteksi atau
jaminan sosial yang dapat menjaga proses pembangunan masyarakat
miskin secara signifikan, Proteksi sosial ini menjamin distribusi rasa
kesejahteraan dari masyarakat yang tidak punya kepada masyarakat
yang punya. Hal ini sejalan dengan penelitian Jaka Sriyana dan Fitri
Raya pada BMT di Bantul Yogyakarta.12
Dengan demikian, BMT berperan sebagai agent of asset distri-
bution (agen distribusi asset dari yang punya kepada yang tidak punya)
yang mampu memberdayakan ekonomi ummat. Fungsi sosial BMT ini,
sekaligus akan dapat menciptakan hubungan harmonis antara dua kelom-
pok pendapatan yang berbeda. Sementara untuk kegiatan bisnisnya BMT
memberikan pembiayaan kepada masyarakat yang membutuhkan modal
usaha, dan melayani masyarakat yang ingin menitipkan dananya kepada
BMT dengan konsep syariah. Hal ini tentunya akan dapat memberikan
bantuan pinjaman dana kepada masyarakat yang membutuhkannya.
Dua keutamaan inilah yang membuat BMT menjadi sebuah
institusi yang paling cocok dalam mengatasi permasalahan kemiski-
nan yang dialami sebagian besar rakyat Indonesia (terutama di kabu-
paten Bantul). Dua sisi pengelolaan dana (Baitul Maal dan Baitul
Tamwil) ini seharusnya berjalan seiring, jika salah satu tidak ada
maka konsep tersebut menjadi pincang dan menjadi tidak optimal
dalam pencapaian tujuan-tujuanya. Pola pembiayaan ini akan menjadi
simbiosis mutualisme dalam ikut andil memberdayakan masyarakat
yang pada akhirnya dapat ikut andil dalam mengurangi angka kemis-
kinan di Indonesia khususnya di wilayah Depotabek (Depok Tange-
rang dan Bekasi). Akan tetapi hal ini tidak akan terwujud dengan baik,
jika tidak diimbangi dengan dukungan dari berbagai aspek, baik itu
12
Jaka Sriyana, Fitri Raya, “Peran BMT dalam Mengatasi Kemiskinan
di Kabupaten Bantul”, Inferensi, Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, Vol.
7, No. 1, Juni 2013: 29-50.
130 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
masyarakat, pemerintah dan BMT itu sendiri dalam mewujudkan
tujuan besar tersebut.
Selain itu BMT harus mampu meningkatkan kinerja semua
elemen yang ada dalam lembaganya, baik itu yang berkaitan dengan
pelayanan, produk, promosi dan kesehatan lembaga (BMT) sendiri
agar masyarakat dapat mempercayai BMT sebagai salah satu lembaga
keuangan syariah yang patut diperhitungkan. Hal yang lebih penting
lagi adalah BMT harus menjalankan aktivitasnya sesuai dengan prin-
sip syariah, mengingat BMT merupakan lembaga yang berlandaskan
syariah. Jika usaha atau aktivitas BMT sudah sesuai dengan syariah
maka bukan hal yang susah bagi BMT dalam membantu masyarakat
untuk keluar dari kemiskinan. Untuk meningkatkan efektivitas peran
BMT di wilayah Depotabek dapat dilakukan dengan meningkatkan
kegiatan melalui edukasi, pemanfaatan baitul maal dan peningkatan
motivasi kerja anggota. Sebagian besar penyebab kemiskinan di perkotaan sama dengan
kemiskinan di perdesaan, sebagaimana disebutkan dalam Suryawati
(2005),13 mengidentifikasi bahwa penyebab kemiskinan di Indonesia
khususnya di daerah perdesaan karena keterbatasan aset yang dimiliki.
Aset tersebut terbagi menjadi:
1. Natural assets, seperti tanah dan air. Penguasaan lahan sebagian
besar masyarakat perdesaan di Indonesia kurang memadai
untuk menunjang penghidupan. Rata-rata kepemilikan lahan
produktif petani di Indonesia hanya 0,8 ha. Jayaputra (2009)14
menyatakan bahwa ketergantungan terhadap lahan bagi petani
di perdesaan bersifat mutlak, sedangkan jumlah lahan yang
mereka kuasai terbatas. Akibatnya produksi usahatani yang
dihasilkan dari lahan tersebut rendah dan berdampak pada ren-
dahnya pendapatan petani.
Faktor Natural assets jika dikaitkan dengan kondisi ma-
syarakat di wilayah penelitian, mereka mengalami keterbatasan
dalam pemilikan lahan atau tempat usaha, sehingga mereka me-
13
Suryawati, C. (2005). Memahami Kemiskinan Secara Multidimensi.
Jurnal Agroekonomi Vol. 08 (03) September 2005 14
Jayaputra, A. (2009). Pemetaan Kemiskinan dan Strategi Pengenta-
sannya Berbasis Institusi Lokal dan Berkelanjutan di Era Otonomi Daerah di
Provinsi Sumatera Barat. [Working Paper].
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 131
manfaatkan rumah atau kontrakan tempat tinggal untuk membu-
ka warung atau toko. Keterbatasan ini tidak menyurutkan
semangat membangun usaha meskipun dari sisi tata letak agak
menyulitkan mobilitas mereka di dalam rumah. Namun ada pula
mereka yang memiliki lokasi di pasar, berupa kios dengan luas
yang relatif terbatas. Melalui modal yang diperoleh dari BMT
mereka dapat mengembangkan usaha dan suatu saat dapat
membeli tempat usaha yang lebih luas dan memadai.15
2. Human assets, menyangkut kualitas sumberdaya manusia. Jika
dibandingkan dengan masyarakat perkotaan, kualitas sumberda-
ya manusia (tingkat pendidikan, keterampilan maupun tingkat
kesehatan dan penguasaan teknologi) masyarakat perdesaan
relatif lebih rendah. Berdasarkan hasil observasi, sebagian besar
anggota BMT merupakan lulusan SD, SMP dan sedikit sekali
yang berpendidikan SMA. Dengan keterbatasan ini mereka ter-
kadang mengalami kesulitan dalam mengelola usaha bila tidak
didukung dengan ketrampilan dan pengalaman. Namun keterba-
tasan ini dapat diatasi dengan memberikan bekal pelatihan
motivasi, wawasan di bidang bisnis dan pendampingan usaha
yang dilakukan pengurus/pengelola BMT.16
3. Physical assets, akses masyarakat perdesaan ke infrastruktur
dan fasilitas umum seperti jaringan jalan, listrik, dan komu-
nikasi relatif masih rendah.
Untuk BMT yang berada di lokasi pinggiran kota, keter-
batasan ini tidak ditemukan karena sebagian besar mereka telah
memiliki akses terhadap infrastruktur dan fasilitas umum. Bah-
kan melalui teknologi komunikasi yang ada, mereka mengguna-
kan gawai untuk memantau perkembangan data nasabah, mela-
kukan analisis kepada calon peminjam dan melakukan koordi-
nasi di antara pengelola maupun dengan anggota.17
15
Hasil observasi dan wawancara dengan Manajer BMT, dielaborasi
Penulis, Februari dan Agustus, 2017 16
Hasil observasi dan wawancara dengan Manajer BMT, dielaborasi
Penulis, Februari dan Agustus, 2017. 17
Hasil observasi dan wawancara dengan Manajer BMT, dielaborasi
Penulis, Februari dan Agustus, 2017
132 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
4. Financial assets, sebagian besar masyarakat perdesaan masih
memiliki keterbatasan untuk mengakses lembaga keuangan,
baik dalam bentuk tabungan (saving) ataupun pembiayaan
(financing). Kelangkaan modal yang dimiliki petani dan rendah-
nya akses petani terhadap sumber permodalan dari luar dite-
ngarai menjadi pemicu inefisiensi usahatani yang dijalankan
(Hendayana dan Bustaman, 2007).18 Menurut Ashari (2006),19
dalam jangka panjang permasalahan ini dapat menjadi titik awal
terjadinya siklus rantai kemiskinan pada masyarakat petani di
perdesaan yang akan sulit untuk diputus.
Keterbatasan finansial dapat diatasi dengan memberikan
akses seluas-luasnya kepada masyarakat baik di pedesaan
maupun di perkotaan kepada lembaga keuangan khususnya
BMT. Hal ini terbukti dari banyaknya anggota BMT yang tidak
dapat berhubungan langsung dengan bank komersial dapat dila-
yani oleh BMT. Melalui BMT mereka dapat menjangkau bebe-
rapa jenis layanan, seperti produk tabungan dengan jumlah
simpanan relatif kecil atau sesuai kemampuan penabung, serta
pembiayaan mulai dari 500 ribu hingga 50 juta rupiah.20
5. Social assets, dalam hal ini berupa jaringan, kontak dan pe-
ngaruh politik, dalam hal ini kekuatan bargaining position
dalam pengambilan keputusan-keputusan politik.
Melalui BMT masyarakat mendapat kesempatan menjadi
bagian penggerak ekonomi suatu wilayah, sehingga secara tidak
langsung mereka dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Bahkan kinerjanya dapat dijadikan sebagai salah satu pertimba-
ngan bagi pemerintah dalam mengambil keputusan. Dengan
demikian keterbatasan social asset setidaknya dapat ditanggu-
langi melalui peran pemberdayaan BMT dalam mengatasi
18
Hendayana R, Bustaman, S. “Fenomena Lembaga Keuangan Mikro
Dalam Perspektif Pembangunan Ekonomi Perdesaan.” [Working Paper],
2006. 19
Ashari. “Potensi Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Dalam Pemba-
ngunan Ekonomi Perdesaan dan Kebijakan Pengembangannya.” PSEKP. 4(2)
(2006):146-164. 20
Hasil observasi dan wawancara dengan Manajer BMT, dielaborasi
Penulis, Februari dan Agustus, 2017
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 133
kemiskinan di perkotaan.21
Pembangunan di wilayah urban (perkotaan) termasuk Depo-
tabek yang cenderung mengejar pertumbuhan seringkali membawa
dampak ketidakmerataan dan munculnya masalah baru berupa kemis-
kinan. Kemiskinan selain merupakan bagian dari ekses pembangunan
tanpa distribusi yang merata juga dapat dilihat dari perspektif jebakan
kekurangan (depreviation trap). Chambers mengemukakan bahwa
jebakan atau perangkap kemiskinan itu dapat dijabarkan dalam lima
aspek ketidakberuntungan, yaitu: 1) kemiskinan itu sendiri, 2) kele-
mahan jasmani, 3) keterasingan, 4) kerentanan, dan 5) ketidakber-
dayaan. Dua jebakan terakhir menurut Chambers harus diprioritaskan
untuk diselesaikan karena dapat mengakibatkan keluarga miskin
menjadi lebih miskin.22
Kemiskinan di perkotaan, sebagian besar penyebabnya adalah
karena akibat perubahan struktural dalam perekonomian seperti peru-
bahan penggunaan tenaga kerja ke mesin di sektor industri, sehingga
terjadi pengangguran dan berakibat kemiskinan. Kemiskinan di perko-
taan dapat pula disebabkan oleh perubahan gaya hidup yang cende-
rung konsumtif, yang mengakibatkan menurunnya kemampuan mena-
bung. Tingkat inflasi yang relatif tinggi juga menyebabkan kemiski-
nan semakin tinggi, karena daya beli menjadi semakin berkurang.
Ketika kemiskinan dipandang sebagai masalah struktural, maka
strategi pengentasannya pun harus sistematis, komprehensif dan
institusional. Pemerintah telah mengeluarkan berbagai regulasi untuk
pengentasan kemiskinan.23
Lembaga Keuangan Mikro (Micro Finan-
ce/Micro Credit) adalah lembaga yang telah terbukti efektif mengatasi
kemiskinan di semua Negara berkembang, termasuk di Indonesia.
LKM berperan sebagai lembaga pembiayaan bagi Usaha Mikro seba-
21
Hasil observasi dan wawancara dengan Manajer BMT, dielaborasi
Penulis, Mei, 2017 22
Chambers dalam Bambang Sudibyo, et.al., Kemiskinan dan Kesen-
jangan di Indonesia, (Yogyakarta: Aditya Media, 1995) hal.25 23
Edi Susilo, Mengentaskan Kemiskinan dan Kebodohan Umat mela-
lui Inklusi Keuangan Syariah (Shariah Financial Inclusion), Proceeding
Seminar Nasional dan Call for Paper “Membangun Indonesia Berbasis Nilai-
nilai Agama” diselenggarakan oleh ADPISI (Asosiasi Dosen Pendidikan
Islam Indonesia) di UNAIR, Surabaya 19-20 November 2015. https://
www.researchgate.net/
134 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
gai salah satu pilar utama ekonomi nasional yang harus memperoleh
kesempatan utama, dukungan, perlindungan dan pengembangan selu-
as-luasnya sebagai wujud keberpihakan yang tegas kepada kelompok
usaha ekonomi rakyat.
Upaya memberdayakan masyarakat agar lebih mandiri secara
ekonomi, karakter, etos, budaya, politik dan lain-lain. Hal ini karena
kemiskinan merupakan problem multidimensi sehingga penanggula-
ngannya tidak hanya semata berbasis ekonomi. Penanganan kemiski-
nan yang disebabkan oleh persoalan yang multidimensi harus meng-
gunakan pendekatan sesuai dengan akar permasalahannya. Menurut
pendapat penulis, jika kemiskinan disebabkan oleh karena mentalnya,
maka perlu dilakukan perubahan pola pikir dan sikap dalam menye-
lesaikan persoalan hidup dengan menguatkan sisi mentalnya. Namun
jika penyebabnya karena etos kerja dan budaya konsumtif, maka yang
harus dibenahi adalah perspektif tentang produktivitas dan perubahan
pola konsumsi.
Langkah penanggulangan kemiskinan yang hanya menyentuh
aspek ekonomi saja seperti pemberian bantuan modal usaha, pelatihan
berwirausaha perlu dilengkapi dengan aspek sosial, politik maupun
etos agar masyarakat lebih berdaya. Menurut Moelyarto, ada beberapa
langkah komprehensif dalam pemberdayaan ekonomi24, yaitu: 1) pem-
berdayaan masyarakat sebagai prasyarat mutlak bagi upaya penanggu-
langan kemiskinan dengan cara menekan rasa ketidakberdayaan dan
meningkatkan kesadaran kritis atas posisinya dalam struktur sosial-
politik di mana orang miskin tinggal; 2) upaya memutus hubungan
yang bersifat eksploitatif terhadap lapisan orang miskin perlu dilaku-
kan dengan membiarkan mereka melakukan reorganisasi dalam rang-
ka meningkatkan produktivitas dan kualitas hidupnya; 3) tanamkan
rasa kesamaan dan tekanan bahwa nasib orang miskin bisa diubah; 4)
merealisasikan perumusan pembangunan dengan melibatkan masyara-
kat miskin secara penuh; 5) perlu pembangunan sosial dan budaya
bagi masyarakat miskin. Selain melalui perubahan struktur juga
diperlukan perubahan nilai-nilai positif pada lapisan miskin; 6) redis-
tribusi infrastruktur pembangunan yang lebih merata.
24
Moeljarto Tjokrowinoto, Strategi Alternatif Pengentasan Kemiski-
nan (Makalah untuk Seminar Bulanan P3PK UGM), atau dalam kumpulan
makalah “Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia” (Yogyakarta: Aditya
Media, 1993) hal. 34-35.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 135
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa proses pena-
nganan kemiskinan harus melibatkan subyek orang miskin dengan
memberi ruang prakarsa mereka untuk berperan dalam proses peruba-
han kondisi. Ketika mereka diperlakukan sebagai subyek maka rasa
tanggung jawab dan kesadaran melakukan perubahan pola hidup akan
menjadi lebih nyata.
Penanganan masalah kemiskinan melalui pemberdayaan dapat
diperankan oleh koperasi sebagai salah satu bentuk badan usaha yang
dibentuk secara berkelompok di dalam masyarakat. Koperasi merupa-
kan badan usaha bersama yang diharapkan berperan dalam pening-
katan ekonomi masyarakat. Koperasi dalam perkembangannya ada
yang bersistem konvensional maupun syariah.
Pengentasan kemiskinan dengan pemberdayaan UMKM (Usaha
Mikro Kecil Menengah) selama ini terhambat oleh sebuah pola yang
paling mendasar dari dunia perbankan yaitu persyaratan bankable.
Bagi dunia perbankan, bankable adalah syarat mutlak sesuai regulasi
dari Bank Indonesia dan Otoritas jasa Keuangan (OJK) sebagai
pengawas perbankan di Indonesia. Hal ini wajar dalam perbankan,
karena perbankan harus menerapkan prinsip kehati-hatian dalam me-
nyalurkan kredit kepada nasabahnya. UMKM yang secara umum tidak
bankable, akan mengalami kesulitan dalam mengakses kredit/pembia-
yaan dari perbankan. Maka sebuah sistem harus dibangun untuk
menghapus sekat antara dunia perbankan yang menerapkan prudential
banking di satu sisi dengan dunia UMKM yang membutuhkan sunti-
kan permodalan dari dunia perbankan. Penghapusan sekat itu dapat
dijembatani dengan menerapkan pola keuangan inklusif (Financial
Inclusion). Keuangan inklusif merupakan suatu kegiatan menyeluruh
yang bertujuan untuk meniadakan segala bentuk hambatan terhadap
akses masyarakat dalam memanfaatkan layanan jasa keuangan dengan
didukung oleh berbagai infrastruktur yang mendukung.25
Penulis sependapat dengan Rakhmindyarto dan Syaifullah, 26
bahwa upaya pengentasan kemiskinan harus mampu memadukan
antara sosial inklusif, keuangan inklusif dan ekonomi inklusif. Sosial
25
“Financial Inclusion Jadi Isu Global.” Majalah Gemari XII/Edisi
131/Desember 2011. 26
Rakhmindyarto dan Syaifullah. “Keuangan Inklusif dan Pengentasan
Kemiskinan. Pegawai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan.”
Diakses dari kemenkeu.go.id, 10 September 2017.
136 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
inklusif memberikan akses seluas-luasnya kepada masyarakat me-
nyangkut kebutuhan dasar, khususnya bagi masyarakat terhadap laya-
nan kesehatan, pendidikan dan mobilisasi sosial, seperti yang diama-
natkan dalam pembukaan UUD 1945 yang menjadi peran pemerintah
dalam menyediakan kebutuhan masyarakatnya. Keuangan inklusif
memperluas akses masyarakat terhadap sektor keuangan formal
dengan meningkatkan kelayakan masyarakat. Sedangkan ekonomi
inklusif bertujuan untuk memberikan peluang atau akses terhadap
masyarakat dalam upaya peningkatan pendapatan, seperti pemberda-
yaan UMKM.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan manajer
BMT dan para pemerhati Keuangan Mikro, beberapa upaya yang dila-
kukan BMT dalam meningkatkan social inclusion berupa pemberian
peluang kepada seluruh masyarakat untuk terlibat baik secara individu
maupun dalam bentuk kelompok khususnya dalam interaksi dan
pemberdayaan sehingga dapat meningkatkan kemampuannya untuk
mengoptimalkan pemenuhan kebutuhan ekonominya melalui BMT.
Pelibatan masyarakat secara lebih optimal akan mengasah kepekaan
dan keterampilan masyarakat dalam menyelesaikan masalahnya, se-
hingga terbentuk masyarakat yang berdaya. Misal, ketika ada di antara
anggota yang mengalami persoalan kesulitan cashflow untuk pengem-
balian pinjaman, maka anggota yang lain khususnya penanggung
jawab kelompok akan berusaha memberikan talangan kepada anggo-
tanya. Hal ini merupakan wujud dari kepekaan dalam menyelesaikan
persoalan dan wujud inklusi sosial masyarakat yang semakin baik.
Selain itu, BMT sebagai lembaga yang juga memiliki misi pe-
negakan gerakan filantropi, akan sangat memungkinkan meningkatkan
keberdayaan sosial melalui dana zakat yang dikelolanya. BMT seba-
gai pengelola zakat dapat menghimpun zakat dari masyarakat sehing-
ga menimbulkan gerakan kesadaran serta kepedulian sosial masyara-
kat terhadap para dhuafa dan yang membutuhkan.
b. Peran BMT dalam Pemberdayaan Ekonomi
Istilah pemberdayaan ekonomi muncul sebagai akibat dari ekses
pembangunan yang hanya mengejar pertumbuhan dan mengabaikan
keterlibatan masyarakat secara optimal. Inisiatif program pembangu-
nan lebih banyak dimunculkan dari pihak atas baik pemerintah, Nega-
ra donor dan kelompok swadaya masyarakat. Program pembangunan
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 137
yang diterapkan dan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan moderni-
sasi. Namun pada kenyataannya, pendekatan modernisasi dalam pem-
bangunan telah menimbulkan beberapa efek seperti ketidakmerataan
pembangunan, disparitas pendapatan akibat tidak berjalannya trickle
down effect (efek menetes ke bawah), dan munculnya kemiskinan. 27
Menurut Sedarmayanti dalam Sanrego, 28 munculnya konsep
pemberdayaan pada awalnya menekankan pada proses pemberian atau
pengalihan sebagian kekuasaan, kekuatan atas kemampuan (power)
kepada masyarakat, organisasi atau individu agar menjadi lebih berda-
ya. Selanjutnya pemberdayaan difokuskan pada proses menstimulasi,
mendorong dan memotivasi individu agar mempunyai kemampuan
atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidup-
nya.
Dengan demikian, pemberdayaan mengandung dua aspek pen-
ting yaitu proses dan hasil. Pada aspek proses, pemberdayaan (empo-
werment) berarti kondisi berdaya (power) seseorang/individu atau
komunitas dibangun, dikembangkan, difasilitasi melalui interaksi sosi-
al. Pada aspek hasil, berarti kemampuan seorang/individu atau komu-
nitas dalam melakukan kontrol di setiap keputusan yang ingin dicapai
atau direalisasikan atau dalam melakukan perubahan di sebuah
komunitas.29
Berdasarkan pengamatan Penulis, BMT ada yang memberdaya-
kan anggotanya melalui interaksi sosial, yaitu melalui Majelis Taklim
atau kumpulan lainnya dalam penyaluran pembiayaannya. Seperti
yang dilakukan BMT Syariah Riyal (BSR). Selama ini BMT belum
optimal memberikan pemahaman anggotanya dengan edukasi muama-
lah yang benar melalui Kelompok Majelis Taklim. Melalui kelompok
seperti ini akan terbangun keinginan secara lebih kuat dari masyarakat
27
Lebih lanjut dapat dilihat pada Arief Budiman, Teori Pembangunan
Dunia Ketiga (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995). 28
Yulizar D. Sanrego dan Moch Taufik, Fiqih Tamkin (Fiqih Pember-
dayaan) (Jakarta: Qisthi Press, 2016), h. 66. 29
Asnarulkhadi Abu Samah & Fariborz Aref. “Empowerment as an
Approach for Community Development in Malaysia.” World Rural Observa-
tion, 1(2) (2009): 63-68.
138 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
.ntuk berdaya dan memperjuangkan ekonomi mereka ke arah yang
lebih baik.30
Maka anggota yang selama ini telah mendapatkan layanan
pembiayaan harus dibentuk kelompok group lending untuk dibina,
diedukasi dan diberdayakan. Kunci keberhasilan dari pembiayaan ke-
lompok adalah konsistensi lembaga dalam menerapkan pola Pembina-
an ini dari awal sampai akhir. Program ini akan berhasil bila semua
pemangku kepentingan secara konsisten membina dan memberdaya-
kan lembaga keuangan mikro syariah dan anggotanya.
Dalam penerapan pembiayaan di BMT/Koperasi syariah, ada
beberapa hal yang berbeda dibandingkan Lembaga keuangan lainnya,
yaitu: Koperasi syariah memiliki orientasi dan sistem yang berbeda
dengan koperasi konvensional. Secara lebih rinci dijelaskan beberapa
perbedaan antara koperasi syariah dan konvensional, yaitu:31
a. Pembiayaan. Koperasi konvensional mengambil bunga pada
setiap nasabah sebagai keuntungan koperasi. Sedangkan pada
koperasi syariah mengenakan bagi hasil. Meskipun dalam prakt-
ik mayoritas BMT menggunakan skema jual beli murabahah
dalam pembiayaannya.
b. Aspek pengawasan. Pengawasan yang diterapkan pada koperasi
konvensional adalah pengawasan kinerja, ini berarti koperasi
hanya diawasi kinerja para pengurusnya dalam mengelola kope-
rasi. Berbeda dengan koperasi syariah, selain diawasi kinerja-
nya, juga pengawasan pada penerapan prinsip syariahnya. Prin-
sip-prinsip syariah sangat dijunjung tinggi, maka dari itu kejuju-
ran para pengelola koperasi sangat diperhatikan. Di samping itu,
proses aliran dana serta pembagian hasil juga menjadi aspek
penting dalam pengawasan. Pengawasan di sini dilakukan untuk
memastikan aliran dana dan peruntukannya sesuai dengan yang
diajukan dalam permohonan pembiayaan.
c. Penyaluran produk. Koperasi konvensional memberlakukan
sistem kredit barang atau uang pada penyaluran produknya. Hal
ini berarti koperasi konvensional tidak tahu menahu apakah
uang (barang) yang digunakan para nasabah untuk melakukan
usaha mengalami kerugian atau tidak? Namun nasabah harus
30
Hasil observasi dan wawancara dengan Manajer BMT, dielaborasi
Penulis, Mei, 2017 31
Disarikan dari http://www.kopsyahmtb.com/ diakses 1 April 2018.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 139
tetap mengembalikan uang sebesar yang dipinjam ditambah
bunga yang telah ditetapkan pada RAT. Aktivitas ini berbeda
dengan di koperasi syariah, koperasi ini tidak mengkreditkan
barang-barangnya, melainkan menjualnya secara berjangka
dengan menetapkan keuntungan sejumlah tertentu atau yang
dikenal dengan murabahah. Pada koperasi syariah, uang/barang
yang dipinjamkan kepada para nasabahpun tidak dikenakan
bunga, melainkan bagi hasil, artinya jika nasabah mengalami
kerugian, koperasipun mendapatkan pengurangan pengembalian
uang, dan sebaliknya. Ini merupakan salah satu bagi hasil yang
diterapkan pada koperasi syariah. BMT yang diteliti, banyak
memberikan pelayanan pembiayaan untuk pembelian barang
elektronik dan kebutuhan rumah tangga lainnya
d. Fungsi sebagai lembaga zakat. Koperasi konvensional tidak
menjadikan usahanya sebagai penerima dan penyalur zakat,
sedangkan koperasi syariah, zakat dianjurkan bagi para nasa-
bahnya, karena koperasi ini dapat juga berfungsi sebagai insti-
tusi pengelola Ziswaf. Untuk peran sebagai Lembaga Ziswaf,
semua BMT mampu menyalurkan secara Ziswaf secara berkala
kepada kelompok sasarannya, meskipun jumlahnya tidak terlalu
besar.
Berdasarkan pengamatan Penulis, BMT atau koperasi syariah
memiliki bidang usaha dalam tiga aspek, hal ini sejalan dengan penda-
pat Pristiyanto32, yaitu:
a. Baitul Maal, mengelola dana sosial keagamaan dari karyawan,
anggota dan masyarakat.
Dalam aspek baitul maal, koperasi dapat berperan dalam hal:
1. Memberdayakan sosial ekonomi mustahik dari lingkungan
dan wilayah sekitar;
2. Melaksanakan pembinaan rohani (mental spiritual);
3. Penumbuhan wirausaha baru mustahik33 (Usaha Mikro dan
Kecil);
32
Dalam wawancara dengan Pristiyanto, beliau menjabarkan materi
tentang “Literasi dan Penumbuhan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan
Syariah”, Paparan dalam roadshow Divisi Pembiayaan Syariah di Kabupaten
Madura, Juni, 2017
140 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
4. Pendidikan dan pendampingan usaha mustahik;
5. Perkuatan Modal Awal Mustahik.
b. Baitut Tamwil, 34 menjalankan fungsi intermediasi keuangan
bagi UMK dalam memenuhi kebutuhan pendanaan/pembiayaan.
1. Menyediakan pinjaman (qardh) 35 untuk kebutuhan dasar
yang mendesak di bidang sandang, pangan, dan papan
termasuk pendidikan dan kesehatan.
33
Mustahik adalah delapan ashnaf atau golongan penerima zakat, lebih
lanjut lihat Q.S. At Taubah: 60. “Sesungguhnya zakat–zakat itu hanyalah
untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, penguru-pengurus zakat, para
muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang yang
berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan,
sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah. Dan Allah Maha Menge-
tahui lagi Maha Bijaksana”. 34
Baitul tamwil berasal dari dua kata yaitu bait yang artinya rumah dan
tamwil (pengembangan harta kekayaan) yang asal katanya adalah maal atau
harta. Pengertian selanjutnya lebih banyak diorientasikan sebagai penanaman
modal untuk lembaga keuangan mikro yaitu berfungsi sebagai lembaga
pengembangan usaha. http://btm.school.blog, diunduh 6 Juli 2017. 35
Qardh adalah masdar dari kata Qarada al syai’ yang berarti memo-
tong sesuatu. Qardh adalah isim masdar yang bermakna al-iqtirad (meminta
potongan). Seperti dikutip dari Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontempo-
rer, (Jakarta, Rajawali Press, 2016), h.167-168. Pendapat lain secara etimo-
logi al-qardh berarti al qath (terputus). Harta yang dihutangkan kepada pihak
lain dinamakan qardh karena ia terputus dari pemiliknya. Dikutip dari
Ghufran A. Mas’adi, Fiqih Muamalah Kontekstual (Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada, 2002) h.170. Qardh dalam aplikasi di bank syariah adalah pemberian
harta kepada orang lain yang dapat diambil kembali. Produk diterapkan untuk
pinjamantanpa imbalan, seperti pinjaman antarbank syariah tanpa bunga.
Qardh juga diterapkan untuk pinjaman kepada nasabah yang mengelola usaha
sangat kecil dan pembiayaannya diambil dari dana sosial seperti zakat, infaq
dan shadaqah. Jika nasabah mengalami musibah, sehingga tidak bisa me-
ngembalikan, maka bank dapat membebaskannya. Hal ini yang selanjutnya
disebut al qardh al hasan. Lebih lanjut lihat M. Nur Yasin, Hukum Ekonomi
Islam: Geliat Perbankan di Indonesia, (Malang: UIN Malang Press, 2009),
h.221.
Dasar hukum Qardh adalah Al Qur’an surat Al Hadid ayat 11:
“Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Allah
akan melipatgandakan (balasan pinjaman itu untuknya dan dia akan mempe-
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 141
2. Menyediakan pembiayaan bagi kebutuhan barang rumah
tangga, modal usaha, jasa keuangan lainnya.
c. Sektor Riil,36 layanan nonkeuangan seperti toko, pabrik, trans-
portasi, perdagangan, dll.
Melalui tiga bidang usaha tersebut diharapkan koperasi dapat
berperan dalam memperkuat kehidupan sosial maupun ekonomi para
anggota sekaligus memperkuat kegiatan sektor riil melalui usaha-usa-
ha yang dikembangkan para anggotanya. Keragaman usaha terutama
untuk bidang yang ketiga (sektor riil) sangat tergantung pada karak-
teristik wilayah BMT. Untuk wilayah Depok, Tangerang dan Bekasi
sebagian besar memiliki usaha di sektor perdagangan dan jasa.
Dari beberapa koperasi syariah yang diteliti, BMT Al Jibaal dan
BMT Bina Usaha Sejahtera memiliki ketiga jenis usaha yang disebut-
kan di atas. Sedangkan BMT Syariah Riyal dan BMT Berkah Madani
tidak memiliki usaha terkait sektor riil. Dengan kata lain dua BMT
terakhir hanya melayani baitul maal dan simpan pinjam. Keempat
BMT telah memiliki jangkauan usaha baik di sekitar maupun di luar
wilayah kerja BMT. Mereka mengembangkan usaha dan jumlah
anggota melalui rekomendasi anggota yang telah bergabung maupun
melalui promosi.
Terkait dengan bidang usaha pertama (baitul maal) sebagian
besar koperasi menerima dan menyalurkan dana zakat, infaq, shada-
qah dan wakaf (ZISWAF), namun jumlahnya relatif kecil jika diban-
dingkan dengan porsi tamwil (tabungan, deposito) yang dihimpunnya.
Peran di bidang usaha ini semakin kecil porsinya karena sudah ada
lembaga zakat atau pengelola ZISWAF secara khusus yang dibentuk
dan diselenggarakan baik oleh pemerintah maupun swasta. Namun hal
ini jangan sampai hilang dari bidang usaha BMT karena pada awalnya
BMT memiliki bidang usaha tersebut sebagai cikal bakal munculnya
BMT, sekaligus sebagai ciri khas yang membedakan BMT dan lem-
baga keuangan mikro lainnya.
Agar peran di bidang baitul maal lebih optimal, BMT harus
bermitra dengan lembaga amil zakat (LAZ) atau badan amil zakat
roleh pahala yang banyak.” Selanjutnya disebutkan pula dalam Surat Al
Baqarah: 245 dan Al Maidah: 12. 36
Sektor riil adalah kegiatan ekonomi yang berhubungan langsung
dengan pasar. Sektor riil menghasilkan produksi barang dan jasa.
142 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
(BAZ). Dengan adanya kemitraan antara koperasi/BMT dengan BAZ
atau LAZ, maka dari itu dalam penghimpunan ZISWAF BMT dapat
menyerahkan hak amilnya kepada Baznas sebesar 5%.37 Disamping
itu untuk mendukung akuntabilitas dan kepercayaan publik, BMT
dapat melakukan pelaporan hasil penghimpunan ZISWAF kepada
induknya baik LAZ atau BAZ.
Dalam hal pengelolaan wakaf, telah terdapat aturan bahwa
koperasi dapat bertindak sebagai pengelola wakaf (nazir). Sebagaima-
na terdapat dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang
Wakaf, dimana pengelola atau nazir wakaf salah satunya dapat dilaku-
kan oleh organisasi sosial, yang notabene koperasi merupakan salah
satu organisasi sosial.38 Dengan demikian, peluang ini dapat diman-
faatkan oleh koperasi untuk meningkatkan peran sosial keagamaannya
dalam mengelola aset wakaf sehingga bermanfaat dalam jangka pan-
jang bagi masyarakat luas.
Dalam implementasinya Kementerian Koperasi dan UKM
memfasilitasi kemitraan koperasi dengan LAZ sebagai Mitra Penge-
lola Zakat dan koperasi sebagai nazir wakaf uang yang terdaftar di
Badan Wakaf Indonesia. Sampai dengan Desember 2015 terdapat 214
koperasi yang telah bermitra sebagai MPZ dari LAZ Dompet Dhuafa
dan Baitulmaal Muamalat dan 103 koperasi yang terdaftar sebagai
nazir wakaf uang di Badan Wakaf Indonesia.39
Koperasi di Indonesia menggunakan konsep pemberdayaan.
Kebanyakan koperasi didirikan oleh kelas menengah dalam rangka
untuk meningkatkan ekonomi masyarakat bawah. Dengan inisiatif
kelas menengah ini diharapkan koperasi dapat berkembang, apalagi
jika ada koperasi bekerjasama dengan pemodal lain pada saat koperasi
membutuhkan pengembangan usaha. Meskipun bekerjasama dengan
pemodal, diharapkan koperasi tetap dapat menjaga jatidirinya sesuai
dengan filosofi berdirinya koperasi.
Salah satu tujuan koperasi adalah terwujudnya kesejahteraan
anggota. Kesejahteraan anggota dapat diwujudkan dengan melakukan
37
Hasil wawancara dengan Pristiyanto, Divisi Pembiayaan Syariah
Kementerian Koperasi dan UKM RI, Juni 2017. 38
Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada Undang-Undang Nomor 41
Tahun 2004 tentang Wakaf. 39
Bahan Paparan Divisi Pembiayaan Syariah Kementerian Koperasi
dan UMKM, Pemberdayaan dan Pengembangan UMKM oleh KSPPS/
USPPS Koperasi, 2017
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 143
pemberdayaan. Dalam hal Koperasi Syariah, mengutip pendapat dari
Pristiyanto (2017), dalam Paparan tentang Literasi dan Penumbuhan
KSPPS (Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah), konsep
pemberdayaan melalui KSPPS dilakukan dalam dua hal yaitu pember-
dayaan sosial dan pemberdayaan ekonomi. Pada awalnya anggota
koperasi yang masih berstatus fakir miskin diperkuat secara sosial
melalui bantuan hibah, qardhul hasan yang bersumber dari dana baitul
maal. Pada fase ini koperasi juga berupaya memberikan pengetahuan
keuangan. Pada kondisi ini penerima bantuan dianggap bertindak pasif
artinya hanya menerima bantuan dan memperkuat dirinya.
Pada fase berikutnya, anggota koperasi dianggap lebih mampu
untuk menerima pembiayaan yang bersumber dari dana tamwil dengan
sistem qard, namun dapat pula diberikan syarat untuk berbagi hasil
dengan kontribusi nisbah yang relatif ringan. Pada fase ini anggota
sudah lebih berdaya secara sosial diantara anggota lainnya.
Tahapan pengembangan berikutnya menuju pemberdayaan
ekonomi dengan mengembangkan pembiayaan bersistem mudhara-
bah, musyarakah maupun murabahah, dimana diharapkan anggota
dapat menjadi wirausaha mandiri. Seiring berjalannya waktu, wirausa-
ha ini dapat ditingkatkan kapabilitas dan kapasitas usahanya hingga
berkembang menjadi perusahaan yang besar dan terbuka bagi pemodal
lainnya di luar koperasi.
Dengan demikian, pemberdayaan disini meliputi peningkatan
kapasitas spiritual dan social capital40 melalui pemberdayaan maal
khususnya dengan akad ta’awun (al qardh al hasan). Selanjutnya
peningkatan kemampuan wirausaha muslim melalui peningkatan kua-
litas SDM (human capital)41, dan pada tahap akhir yaitu pemberda-
40
Social capital merujuk kepada kemampuan masyarakat untuk beker-
jasama demi mencapai tujuan bersama dalam berbagai komunitas, dikutip
dari http://www.p2kp.org. Manusia dituntut untuk dapat berkembang dan me-
nyalurkan keahliannya di dalam suatu komunitas, dimana manusia tersebut
dapat merancang suatu tujuan bersama. Manusia juga diuji bagaimana mena-
ngani masalah-masalah yang terjadi dalam mencapai tujuan bersama. Social
capital tergantung pada human capital. Karena manusia yang memiliki skill
dapat menerapkan skillnya dalam komunitas sehingga dapat mencapai tujuan
bersama. 41
Teori modal manusia (human capital) menjelaskan proses dimana
pendidikan memiliki pengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi, dikutip
dari http://theindonesianinstitute.org. Faktor pendidikan memiliki peranan
144 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
yaan melalui pembiayaan tamwil dengan menggunakan financial
capital42 dan economic capital.43
Secara lebih rinci, pemberdayaan dalam perspektif peningkatan
SDM koperasi syariah terdiri dari lima aspek yaitu:44
1. Spiritual Capital, yaitu semangat menjalankan syariat Islam
dalam berusaha (muamalah), yaitu dengan cara: memahami
tujuan hidup, membangun motivasi untuk perbaikan hidup, dan
memiliki semangat berusaha memperoleh kesejahteraan.
2. Social Capital, yaitu semangat tolong menolong, dengan upaya:
memiliki keinginan berinteraksi, memiliki keterikatan dengan
penting dalam meningkatkan sumber daya manusia. Kualitas manusia secara
tidak langsung berpengaruh dalam ekonomi. Pada awalnya teori ini meman-
dang manusia yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan mendapatkan
upah dan posisi yang lebih baik daripada yang berpendidikan rendah. Tetapi
pada tahun 70-an terjadi pergeseran, bahwa terbukti tingkat pendidikan tidak
selalu sesuai dengan kualitas pekerjaan, sehingga yang berpendidikan tinggi
ataupun rendah tidak berbeda produktivitasnya dalam menangani pekerjaan
yang sama. Pandangan saat ini lebih meyakini bahwa yang paling penting
dalam human capital adalah pengalaman dan ketrampilan. 42
Financial capital is the money, credit, and other forms of funding
that companies use to invest in their businesses. That means they can't use it
now to give themselves raises, increase dividends, or lower prices. They must
use it to produce greater gains in the future. A business uses capital to
transform it self into something more profitable. Dengan kata lain, Modal
adalah uang, kredit, dan bentuk lain dari dana yang digunakan perusahaan
untuk berinvestasi dalam bisnis mereka. Itu berarti mereka tidak dapat meng-
gunakannya untuk memberikan keuntungan saat ini, meningkatkan dividen,
atau harga yang lebih rendah. Mereka harus menggunakannya untuk mengha-
silkan keuntungan yang lebih besar di masa depan. Sebuah bisnis menggu-
nakan modal untuk mengubah dirinya menjadi sesuatu yang lebih mengun-
tungkan. 43
Economic capital atau modal ekonomi adalah sejumlah uang yang
didapat dipergunakan untuk membeli fasilitas dan alat-alat produksi peru-
sahaan saat ini (misalnya pabrik, mesin, peralatan kantor, kendaraan) atau
sejumlah uang yang ditabung untuk investasi di masa depan. http://www.
books.google.co.id, Rahel Widiawati Kimbal, Modal Sosial dan Ekonomi
Industri Kecil: Sebuah Studi Kualitatif , h.60 44
Bahan Paparan Divisi Pembiayaan Syariah Kementerian Koperasi
dan UMKM, Pemberdayaan dan Pengembangan UMKM oleh KSPPS/
USPPS Koperasi, 2017
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 145
kelompok koperasi, berinteraksi aktif pada kegiatan koperasi,
dan memiliki loyalitas kepada Koperasi.
3. Knowledge Capital, yaitu mengembangkan kompetensi dan ker-
jasama usaha, dengan cara: peningkatan kompetensi personal,
penguasaan teknologi, dan berbagi pengetahuan.
4. Financial Capital,45 yaitu menghimpun dan mendayagunakan
dana bersama, dengan cara: kemauan membayar simpanan
pokok dan wajib membayar jasa, dan tanggung renteng resiko
bisnis.
5. Economic Capital,46 yaitu mengembangkan usaha dan kesejah-
teraan bersama, dengan cara: penyatuan sumberdaya, pemanfa-
45
Financial Capital is any economic resource measured in terms of
money used by entrepreneurs and businesses to buy what they need to make
their products or to provide their services to the sector of the economy upon
which their operation is based, i.e. retail, corporate, investment banking, etc.
Dengan kata lain financial capital adalah sumber daya ekonomi apa pun yang
diukur dalam bentuk uang yang digunakan oleh pengusaha dan bisnis untuk
membeli apa yang mereka butuhkan untuk membuat produk mereka atau
untuk memberikan layanan mereka ke sektor ekonomi di mana operasi
mereka didasarkan, yaitu ritel, perusahaan, perbankan investasi, dll. Diakses
dari wikipedia.org, 20 November 2017. 46
Economic capital (modal ekonomi) adalah: Modal ekonomi jumlah
modal risiko, dinilai secara realistis, yang diperlukan perusahaan untuk
menutupi risiko yang sedang berjalan atau kumpulkan sebagai kelangsungan,
seperti risiko pasar, risiko kredit, risiko hukum, dan risiko operasional. Ini
adalah jumlah uang yang dibutuhkan untuk menjamin kelangsungan hidup
dalam skenario terburuk. Perusahaan dan regulator jasa keuangan kemudian
harus bertujuan untuk memegang modal risiko dengan jumlah yang sama
setidaknya untuk modal ekonomi. Biasanya, modal ekonomi dihitung dengan
menentukan jumlah modal yang dibutuhkan perusahaan untuk memastikan
neraca realistiknya tetap terlarut selama periode waktu tertentu dengan
probabilitas yang ditentukan sebelumnya. Oleh karena itu, modal ekonomi
sering dihitung sebagai nilai berisiko. Neraca, dalam hal ini, akan disiapkan
menunjukkan nilai pasar (bukan nilai buku) dari aset dan kewajiban. Akun-
akun pertama dari modal ekonomi berasal dari zaman Fenisia kuno, yang
mengambil sejumlah kecil frekuensi dan keparahan penyakit di kalangan
petani pedesaan untuk mendapatkan intuisi dari kerugian yang diharapkan
dalam produktivitas. Perhitungan ini dikemukakan oleh korelasi terhadap
perubahan iklim, wabah politik, dan perubahan tingkat kelahiran. Konsep
modal ekonomi berbeda dari modal regulasi dalam arti bahwa modal regulasi
adalah modal wajib yang perlu dipelihara oleh regulator sementara modal
146 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
atan sumberdaya bersama, dan bekerjasama mencapai tujuan
berkoperasi
Pengembangan SDM koperasi menjadi faktor penting karena
pada dasarnya ujung tombak keberhasilan usaha koperasi dimulai dari
proses pembangunan kualitas SDM-nya. Sumber daya manusia yang
berkualitas dan memiliki kemampuan dari berbagai dimensi seperti
yang dijelaskan di atas akan memberikan pengaruh pada kemampuan
koperasi dalam memberdayakan anggotanya.
Pemberdayaan melalui aspek-aspek tersebut di atas, diharapkan
memberikan proses pembelajaran yang berdampak pada komitmen
dan keinginan untuk memperbaiki kapasitas dan taraf perekonomian
masyarakat secara berkelanjutan melalui peran BMT. Untuk itu dibu-
tuhkan tahapan penyamaan persepsi bagi seluruh pelaku BMT/
KSPPS, USPPS, para anggota dan maupun calon anggota untuk me-
mahami arah proses pemberdayaan agar terjadi sinergi ke arah tujuan
pemberdayaan dan peningkatan manfaat bersama.
Proses pemberdayaan UMKM/anggota KSPPS/USPPS diilus-
trasikan pada gambar berikut:
ekonomi adalah perkiraan terbaik dari modal yang diperlukan yang digu-
nakan oleh lembaga keuangan secara internal untuk mengelola risiko mereka
sendiri dan untuk mengalokasikan biaya mempertahankan pengaturan modal
di antara unit-unit yang berbeda dalam organisasi. Diakses dari wikipedia.
org, 20 November 2017.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 147
Gambar 4.1
Pemberdayaan dan Pengembangan UMKM
oleh KSPPS/USPPS Koperasi47
Pemberdayaan yang dilakukan oleh KSPPS terhadap usaha
mikro kecil menengah (UMKM) akan tercapai jika memenuhi bebe-
rapa indikator berikut:
1. Aksesibilitas, berarti kemudahan anggota dalam memperoleh
layanan jasa dan produk pembiayaan mikro dari koperasi.
2. Kuantitas, meningkatnya jumlah transaksi anggota dalam meng-
gunakan keragaman jasa dan produk.
47
Bahan Paparan Divisi Pembiayaan Syariah Kementerian Koperasi
dan UMKM, Pemberdayaan dan Pengembangan UMKM oleh KSPPS/
USPPS Koperasi, 2017
148 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
3. Kualitas, berarti kesesuaian antara jasa dan produk yang dita-
warkan dengan keinginan dan karakteristik usaha anggota.
4. Manfaat, artinya jasa dan produk yang digunakan memberikan
dampak terhadap promosi ekonomi dan peningkatan kesejahte-
raan anggota.
Bila indikator ini digunakan dalam mengukur efektivitas dan
eksistensi koperasi bagi masyarakat khususnya anggota, maka kope-
rasi syariah sebagai badan hukum baitul maal wat tamwil dianggap
inklusif dan literatif dalam memberikan akses dan manfaat yang
optimal.
Untuk memerankan diri sebagai lembaga yang inklusif, BMT
perlu memperhatikan beberapa kriteria yaitu:
1. Keterbukaan anggota, sifat keanggotaan terbuka untuk semua
kalangan.
2. Sistem rekruitmen dilakukan secara transparan.
3. Persyaratan keanggotaan atau nasabah tidak berbelit-belit
4. Biaya pendaftaran anggota relatif terjangkau.48
Berdasarkan hasil pengamatan Penulis, sistem rekrutmen ang-
gota BMT dilakukan melalui pendaftaran secara individu. Calon ang-
gota membawa berkas persyaratan pendaftaran dan mengisi formulir
keanggotaan di depan pengurus atau pengelola BMT. Tahap selanjut-
nya calon anggota kemudian membayar simpanan pokok dan wajib,
sebagai bukti keangotaan. Anggota yang telah mendapatkan kartu
keanggotaan kemudian mendapatkan pendidikan dan pelatihan tentang
Perkoperasian dan Konsep Dasar BMT. Pembekalan ini diharapkan
menjadi bekal bagi anggota dalam berinteraksi dan memanfaatkan
produk BMT. Namun dengan keterbatasan yang ada, tidak semua
BMT menyelenggarakan pelatihan secara periodik dan berjenjang
kepada anggotanya.
Selanjutnya bagi anggota yang berminat untuk aktif sebagai
pengurus dan memenuhi kriteria, dapat dicalonkan menjadi pengurus
BMT. Para calon pengurus atau pengelola BMT kemudian dilatih
48
Hasil elaborasi penulis terhadap teori, hasil wawancara dan penga-
matan.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 149
lebih lanjut dalam ilmu perkoperasian, keuangan mikro, konsep pela-
yanan, dan kompetensi lain yang relevan dengan kebutuhan BMT.
Dalam rangka meningkatkan partisipasi anggota, BMT juga
melakukan pembinaan spiritual dan sosial dalam bentuk pengajian dan
rapat-rapat anggota. Pengajian diisi oleh ustadz atau tokoh masyarakat
setempat untuk menambah wawasan anggota maupun pengurus.
Sedangkan pembinaan lain dalam bentuk konsultasi secara personal
kepada pengelola atau pengurus untuk mendapatkan berbagai masu-
kan tentang persoalan usaha yang dijalankan anggota.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa Baitul maal wat
tamwil yang berbadan hukum koperasi memiliki misi sosial dan
berperan dalam mengatasi permasalahan sosial khususnya penanggu-
langan kemiskinan. Peran ini akan semakin terlihat nyata ketika BMT
mempertahankan porsi usaha di bidang baitul maal. Agar tetap
menjalankan fungsi sosialnya, dibutuhkan kepatuhan dalam pemilahan
dan manajemen yang terpisah antara pengelolaan dana yang bersifat
sosial dan komersial.
Berdasarkan hasil pengamatan Penulis, BMT telah berhasil
mengembangkan usaha untuk memberikan manfaat seoptimal mung-
kin kepada anggota. Namun demikian, ada beberapa kendala terkait
dengan modal yang relatif terbatas karena kebanyakan hanya berasal
dari simpanan anggota baik yang berupa simpanan wajib maupun
sukarela. Jika ada anggota yang membutuhkan pinjaman lebih besar
untuk pengembangan usaha maupun menghadapi proyek tertentu,
maka BMT menempuh cara meminjam dari jejaring BMT, Induk
BMT, APEX, BPRS atau bank umum syariah dengan akad mudhara-
bah maupun murabahah. Jadi untuk menjaga kontinuitas kemampuan
modal BMT dalam mengembangkan usaha anggotanya dibutuhkan
cadangan modal yang lebih besar terutama berasal dari internal.
Dalam hal pengembangan usaha melalui kerjasama dengan Apex akan
dibahas lebih lanjut pada bagian berikut.
2. Pendekatan Sosiologis BMT dalam Peningkatan Literasi
Keuangan
Dalam pendekatan sosiologi agama, dapat dijelaskan bahwa
salah satu yang memotivasi masyarakat terlibat dalam suatu kegiatan
adalah karena ingin mendapatkan keamanan dari sisi kepastian dan
kesesuaian hukum agamanya mendukung terhadap aktivitasnya. Seca-
ra teori apabila seseorang beragama Islam maka secara otomatis peri-
150 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
laku orang tersebut dalam memilih pembiayaan pun akan berdasarkan
ajaran agamanya, yaitu tidak akan memilih suatu bentuk pembiayaan
yang sistem pengembaliannya berdasarkan sistem ribawi.
Hasil wawancara yang dilakukan terhadap pengguna BMT,
menunjukkan sebagian besar menjadi anggota karena BMT memiliki
misi meningkatkan kemampuan ekonomi anggotanya khususnya yang
beragama Islam, di samping itu karena BMT berbeda dengan rentenir
yang mengenakan bunga tinggi pada pinjaman. Kesamaan akidah dan
perasaan senasib di antara anggota khususnya yang tergabung dalam
kelompok binaan menjadi faktor yang menggerakkan masyarakat
untuk tetap menjadi anggota.49
Sebagai lembaga keuangan yang berada dekat di lingkungan
masyarakat, maka BMT memiliki peran yang strategis untuk menga-
tasi persoalan kesulitan masyarakat yang belum dapat memanfaatkan
produk keuangan di bank umum. Sebelum memberikan pelayanan
baik tabungan maupun pembiayaan kepada masyarakat, pihak BMT
melakukan pendekatan melalui kunjungan kepada masyarakat dalam
rangka sosialisasi tentang konsep pengelolaan keuangan secara seder-
hana. Pada pertemuan tersebut juga dilakukan pengenalan konsep
menabung dan manfaat pengelolaan keuangan secara jangka panjang.
Hal ini sebagai bagian dari upaya meningkatkan pemahaman (literasi)
masyarakat terkait pemanfaatan dan orientasinya dalam penggunaan
uang. Dengan demikian, sesudah menjadi anggota BMT, masyarakat
lebih paham dan bijak dalam mengelola keuangannya.50
Agar masyarakat sekitar semakin tertarik untuk berpartisipasi
dan menjadi anggota, maka BMT melakukan sosialisasi produk laya-
nan. Sosialisasi BMT dilakukan melalui beberapa cara, diantaranya
melalui brosur, sosialisai di pengajian, majelis taklim ibu-ibu, penga-
jian RT/RW, maupun word of mouth (menggunakan anggota untuk
memberi informasi kepada calon anggota agar menggunakan produk
BMT).
Dalam mencari nasabah baik untuk penghimpunan dana mau-
pun penyaluran dana, pihak BMT menggunakan metode pendekatan
personal pada komunitas-komunitas tertentu, dengan kesamaan nilai
49
Hasil wawancara dengan anggota BMT Bina Usaha Sejahtera Tapos
Depok, Januari 2019. 50
Hasil wawancara dan observasi di BMT AL Jibaal, BMT Berkah
Madani dan BMT Bina Usaha Sejahtera, 2017.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 151
sebagai titik masuk ke dalam komunitas tersebut. Dengan adanya
kesamaan nilai akan memungkinkan terjadinya interaksi yang pada
gilirannya akan menumbuhkan ikatan di antara BMT dengan nasa-
bahnya. Proses tersebut sejalan dengan pendapat Wellman (1983:156-
157) dalam Ritzer dan Goodman 51 yaitu:
“Analisis jaringan memulai dengan gagasan sederhana namun
sangat kuat, bahwa usaha utama sosiolog adalah mempelajari
struktur sosial...cara paling langsung mempelajari struktur sosi-
al adalah menganalisis pola ikatan yang menghubungkan ang-
gotanya. Pakar analisis jaringan menelusuri struktur bagian
yang berada di bawah pola jaringan biasa yang sering muncul
ke permukaan sebagai sistem sosial yang kompleks...”
Masih di dalam Ritzer dan Goodman52, Granoveter (1973:1983)
menambahkan bahwa dalam jaringan terdapat “kekuatan ikatan”.
Dengan cara demikian, memudahkan BMT untuk membuat jejaring
yang berdampak positif untuk perluasan pasar BMT. Dari segi biaya
pemasaran, keberadaan jejaring yang telah terbentuk sangat bermanfa-
at bagi penghematan biaya.
Menurut Penulis, strategi word of mouth dan jejaring dengan
menggunakan anggota yang telah memanfaatkan produk atau layanan
BMT sebagai pemasar cukup memberikan dampak pada ketertarikan
calon anggota. Calon anggota merasa tertarik untuk masuk menjadi
anggota karena mendapatkan informasi berupa pengalaman positif
yang dirasakan anggota sebelumnya. Informasi dan pengalaman ang-
gota merupakan faktor penting karena mereka menikmati langsung
produk sehingga dapat diceritakan kepada pihak lain. Cara ini selain
efektif, juga dapat meminimalisir biaya pemasaran atau promosi BMT
kepada calon anggota atau masyarakat potensial.
Untuk menjangkau masyarakat khususnya lapisan bawah, pihak
BMT menggunakan pendekatan komunikasi dengan menggunakan
bahasa sederhana dan mudah dipahami. Misal saat menjelaskan berba-
gai produk simpanan dan jenis pembiayaan dengan menggunakan
ilustrasi yang sederhana dan istilah yang mudah dimengerti.
51
Ritzer, George and Goodman, Douglas. 2003. Sociological Theory.
Sixth Ed. McGraw-Hill. p.383. 52
Ritzer, George and Goodman, Douglas. 2003. Sociological Theory.
Sixth Ed. McGraw-Hill. p.383.
152 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Agar tingkat partisipasi semakin meningkat, BMT menyediakan
produk yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekitar. Hal ini
didasarkan atas hasil survei kebutuhan masyarakat dan persoalan yang
dikaitkan dengan cash flow untuk kebutuhan mendesak yang biasanya
dialami oleh masyarakat lapisan bawah.
Dalam menciptakan produk harus dapat memenuhi semua
kebutuhan anggota yang berbeda dan menyeluruh. Dalam konteks
keuangan inklusif, jika semakin banyak penggunanya maka semakin
baik. Semakin banyak dan variatif kebutuhan yang dapat dipenuhi di
BMT, maka BMT akan semakin diminati oleh anggota maupun calon
anggotanya.
Selain keragaman produk atau layanan yang dimiliki saat ini,
BMT juga harus senantiasa mengupayakan inovasi pada produknya,
untuk mengantisipasi perkembangan kebutuhan masyarakat dan
memenangkan persaingan. Inovasi secara berkelanjutan perlu didu-
kung dengan kualitas pelayanan yang baik sehingga akan meningkat-
kan kepuasan anggota.
Proses sosialisasi biasanya dilakukan pada majelis taklim, kum-
pulan ibu-ibu PKK, aktivis Posyandu, lembaga pendidikan, maupun
menyertakan tokoh masyarakat yang memiliki pengaruh di lingkungan
tertentu. Dalam sosialisasi juga diberikan materi terkait konsep eko-
nomi Islam, akidah, fiqih muamalah serta jenis akad-akad secara
sederhana. Diharapkan dengan materi-materi tersebut akan lebih me-
mudahkan masyarakat dalam memahami konsep dan praktik keuangan
secara syariah di BMT.53
Pada saat sosialisasi, BMT juga dapat menggali kebutuhan
masyarakat sehingga dapat membuat layanan yang sesuai dengan
kebutuhannya. Setelah proses sosialisasi, bagi masyarakat yang terta-
rik menjadi anggota kemudian mendapatkan pelayanan pendaftaran
anggota BMT. Persyaratan menjadi anggota BMT relatif mudah,
hanya mengisi formulir dan menyertakan identitas, kemudian menye-
torkan simpanan pokok dan simpanan wajib. KJKS atau BMT hanya
mensyaratkan form aplikasi dan identitas sebagai langkah awal mem-
buat rekening. Sedangkan jika mengajukan pembiayaan, syaratnya
adalah mereka harus memiliki rekening terlebih dahulu dan memiliki
53
Diolah dari hasil wawancara dengan manajer BMT AL Jibaal, BMT
Berkah Madani, BMT Bina Usaha Sejahtera dan BMT Syariah Riyal, 2017.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 153
dana mengendap di tabungan untuk syarat pemotongan pembayaran
cicilan pembiayaan secara rutin.
Secara lebih rinci, jika berminat mengajukan pembiayaan, ada
beberapa macam persyaratan yang harus dipenuhi, diantaranya: a)
telah menjadi anggota BMT, b) memiliki pengalaman usaha/pegawai
minimal satu tahun, c) mengisi formulir pembiayaan dengan melam-
pirkan beberapa dokumen seperti fotokopi KTP suami dan istri, pas
foto, bagi karyawan diminta melengkapi dengan slip gaji terakhir. Jika
pembiayaan yang diajukan di atas Rp 5 juta maka diminta melam-
pirkan fotokopi jaminan berupa BPKB atau surat tanah.54 Jika diban-
dingkan dengan bank, maka persyaratan pengajuan pembiayaan pada
BMT lebih mudah. Penjelasannya pada tabel berikut:
Tabel 4.1
Persyaratan Pengajuan Pembiayaan Pada Bank
dibandingkan KJKS
Bank KJKS
Fotokopi Kartu Identitas Mengisi Form aplikasi
Fotokopi akta nikah Fotokopi Kartu Identitas
Fotokopi Kartu Keluarga Setoran awal ringan
Melampirkan mutasi tabungan
tiga bulan terakhir
Biaya pembukaan rekening relatif
murah
Fotokopi Slip Gaji
Bersih dari Kredit (BI
Checking)
Sumber: KJKS Berkah Madani
Dalam hal pembiayaan, BMT dapat melayani berbagai kebutu-
han anggota baik untuk konsumtif maupun produktif. Pembiayaan
konsumtif biasanya untuk keperluan biaya sekolah, renovasi rumah,
pembelian kendaraan bermotor, alat elektronik (hp, tv, dan lainnya),
serta kebutuhan acara keluarga.
Adapun untuk pembiayaan produktif, BMT mensyaratkan ada-
nya usaha yang telah dijalankan sebagai jaminan dan dapat dibiayai
baik dalam jangka pendek maupun menengah. Skala pembiayaan
54
Dikembangkan Penulis dari Brosur BMT Al Jibaal, 2017.
154 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
mulai dari 500 ribu hingga 50 juta, disesuaikan dengan kebutuhan dan
kelayakan usaha calon penerima pembiayaan.55
Melihat kondisi masyarakat yang dilayani relatif beragam,
terutama kelompok usaha mikro yang memiliki karakteristik cashflow
yang sangat pendek (harian) dan modal yang relatif kecil, maka BMT
ada yang menawarkan model pembayaran harian untuk pembayaran
cicilan pembiayaannya. Para pelaku UMK yang mengalami kesulitan
untuk mendatangi lokasi kantor BMT dapat diberikan pelayanan de-
ngan sistem jemput bola ke lokasi UMKM, seperti pasar dan lokasi
usahanya. Sistem ini dapat mengurangi kemungkinan pembiayaan ma-
cet (non performing financing) dan menguntungkan pelaku UMKM
karena mereka tidak perlu datang ke kantor BMT untuk melakukan
pembayaran. Bahkan beberapa BMT telah memfasilitasi dengan sis-
tem mobile transaction melalui aplikasi android menggunakan hand-
phone. Hal ini dapat memperkecil biaya transaksi dan proses pembia-
yaan pada BMT.56
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peran BMT dalam
membantu menjawab kebutuhan ekonomi masyarakat baik yang bersi-
fat konsumtif maupun produktif sudah berjalan baik. Selain itu, BMT
telah berperan dalam memberikan pemahaman keuangan (literasi
keuangan) serta memberikan pembiayaan untuk mengatasi persoalan
masyarakat sehingga tumbuh menjadi masyarakat yang mandiri dan
tidak bergantung pada rentenir.
C. Urgensi Keberadaan APEX dalam Mendukung Inklusivitas
BMT
Secara sederhana, Apex didefinisikan oleh Consultative Group
to Assist the Poor (CGAP) sebagai sebuah lembaga second-tier
(wholesale) yang menyalurkan sumber dana melalui beberapa kanal
lembaga keuangan sebagai penyalur (seperti peritel) di dalam satu
negara. Apex tidaklah harus dalam bentuk lembaga yang khusus,
namun dapat ditempelkan pada sebuah organisasi yang besar, seperti
bank.
55
Hasil wawancara dengan pengelola BMT AL Jibaal, BMT BUS,
BMT Berkah Madani dan BSR, 2017 dan 2018 56
Hasil wawancara dengan Manajer BMT AL Jibaal, BMT Berkah
Madani, BMT Bina Usaha Sejahtera dan BMT Syariah Riyal, 2016-2017
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 155
Adapun konsep dasar Apex KSPPS berdasarkan pengalaman
yang telah dikembangkan di negara lain maupun yang pernah dikem-
bangkan di dalam negeri, akan dikembangkan dengan beberapa opsi
lembaga yang menjadi koordinator, antara lain: 1) Koperasi sekun-
der;57 2) Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB)-KUMKM;58
dan
3) Bank Umum.59
57
Menurut Pasal 15 UU 25/1992 tentang Perkoperasian, Koperasi
Sekunder meliputi semua Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan
Koperasi Primer dan/atau Koperasi Sekunder. Berdasarkan kesamaan kepen-
tingan dan tujuan efisiensi. Koperasi Sekunder dapat didirikan oleh Koperasi
sejenis maupun berbagai jenis atau tingkatan. Dalam hal Koperasi mendiri-
kan Koperasi Sekunder dalam berbagai tingkatan, seperti selama ini yang
dikenal sebagai Pusat, Gabungan, dan Induk, maka jumlah tingkatan maupun
penamaannya diatur sendiri oleh Koperasi yang bersangkutan. 58
Dalam rangka mengoptimalkan pengelolaan dana bergulir, Kemente-
rian Koperasi dan UKM membentuk Lembaga Pengelola Dana Bergulir Ko-
perasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM) yang bertugas
melaksanakan pengelolaan dana bergulir untuk pembiayaan KUMKM antara
lain berupa pinjaman dan bentuk pembiayaan lainnya yang sesuai dengan
kebutuhan KUMKM, dimana ketentuan mengenai kriteria KUMKM ditetap-
kan oleh LPDB-KUMKM.
LPDB-KUMKM dibentuk dengan Surat Keputusan Menteri Negara
Koperasi dan UKM Republik Indonesia Nomor 19.4/Per/M.KUMKM/VIII/
2006 tanggal 18 Agustus 2006 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Negara Koperasi dan UKM Republik Indonesia Nomor 11/Per/
M.KUKM/VI/2008 tanggal 26 Juni 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah. Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor KEP-292/
MK.5/2006 Tanggal 28 Desember 2006 LPDB-KUMKM ditetapkan sebagai
instasi pemerintah yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum (PPK-BLU). Dengan dibentuknya LPDB-KUMKM diharap-
kan pengelolaan dana bergulir dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya
untuk mencapai tujuan dan menghasilkan manfaat berkelanjutan atas penya-
luran dana bergulir kepada Koperasi dan UMKM. 59
Menurut undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan seba-
gaimana yang telah di ubah dengan undang-undang No. 10 tahun 1998, bank
umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran.
156 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Fungsi Apex KSPPS dan Apex USPPS koperasi yang akan
diimplementasikan tidak berbeda, antara lain: 1) Fungsi pooling of
funds; 2) Fungsi penyediaan dukungan finansial; 3) Fungsi penyediaan
dukungan teknis; dan 4) Fungsi monitoring dan supervisi.60
Fungsi pooling of funds dilakukan dalam bentuk simpanan ke-
pesertaan atau simpanan wajib minimum, yang diikuti dengan penye-
diaan dana (commited line) oleh lembaga koordinator Apex yang
besarnya sama dengan total simpanan wajib minimum yang terkum-
pul. Gabungan antara dana simpanan wajib minimum dan commited
line tersebut dinamakan dana likuiditas mismatch.
Fungsi penyediaan dukungan finansial dalam bentuk penyedia-
an fasilitas pinjaman likuiditas –mismatch yang berasal dari dana
likuiditas mismatch dan atau penyediaan fasilitas pinjaman/pembia-
yaan linkage yang berasal dari dana kelolaan lembaga koordinator
Apex sendiri. Pinjaman likuditas dibutuhkan bagi koperasi yang me-
ngalami kekurangan dana tunai bagi kepentingan operasional maupun
dana yang jatuh tempo dalam jangka pendek.
Fungsi penyediaan dukungan teknis, dalam bentuk penyediaan
infrastruktur bersama, serta pengembangan dan pemasaran produk
bersama. Pemanfaatan infrastruktur bersama dimaksudkan untuk me-
nurunkan biaya operasional KSPPS dan USPPS koperasi, sedangkan
pengembangan dan pemasaran produk bersama ditujukan untuk me-
ningkatkan volume usaha KSPPS dan USPPS Koperasi agar mencapai
skala ekonomis.
Fungsi monitoring dan supervisi dalam bentuk pelaporan dari
KSPPS dan USPPS Koperasi kepada lembaga koordinator Apex.
Laporan tersebut terutama digunakan untuk penilaian tingkat keseha-
tan KSPPS dan USPPS Koperasi secara cepat (quick rating). Hasil
dari pelaporan dan hasil quick rating akan digunakan sebagai dasar pe-
ngambilan keputusan oleh Komite Apex KSPPS dan USPPS Koperasi
dalam menentukan pemberian dukungan finansial –khususnya penye-
diaan dana likuiditas mismatch maupun bantuan teknis. Di samping itu
laporan tersebut juga sebagai dasar untuk melakukan analisis penye-
diaan fasilitas linkage.
60
Pedoman Pengembangan Usaha Koperasi melalui Kerjasama Usaha
antar KSPPS, Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah RI, tahun 2016, h.33
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 157
Dari beberapa fungsi di atas, seharusnya KSPPS dan USPPS
dapat mengembangkan usaha melalui dukungan fasilitas pembiayaan
ketika koperasi menghadapi kekurangan dana jangka pendek, bahkan
mendapatkan jaminan dan pembinaan dalam mencapai tingkat kese-
hatan sesuai standar koperasi. Peran dan kinerja koperasi diharapkan
dapat lebih optimal dalam mengembangkan perekonomian masyarakat
melalui adanya lembaga Apex tersebut.
Tujuan dari pembentukan Apex KSPPS adalah: 1) melindungi
masyarakat luas, khususnya anggota maupun calon anggota yang
menempatkan dananya pada KSPPS dan atau USPPS koperasi; 2)
meningkatkan kapasitas KSPPS dan USPPS Koperasi, terutama dari
sisi pengelolaan risiko yang terukur dan sesuai kemampuan KSPPS
(tidak exessive/berlebihan), memadai dan efisien; 3) meningkatkan
pengawasan terhadap KSPPS dan USPPS Koperasi dalam bentuk
sistem pelaporan yang baik, serta penilaian tingkat kesehatan KSPPS
dan USPPS Koperasi dengan quick rating; 4) memperkuat KSPPS dan
USPPS Koperasi dalam rangka menghadapi persaingan global, serta
mendukung terciptanya keuangan inklusif.61
Dalam mencapai tujuan tersebut, Apex KSPPS dan USPPS
Koperasi memiliki beberapa prinsip dasar, yaitu: a) memberikan man-
faat sebesar-besarnya untuk anggota KSPPS dan USPPS Koperasi; b)
mutualisme, atas dasar kepentingan bersama serta sikap saling mem-
butuhkan sesama anggota Apex; c) keterbukaan dan kepercayaan; d)
independen, bebas dari tekanan pihak manapun, tidak berpolitik dan
tidak berafiliasi dengan partai politik manapun; e) profesional, dike-
lola oleh SDM yang berkompeten, konsisten terhadap tujuan akhir,
ketentuan dan kebijakan yang telah disepakati bersama.62
Keberadaan Apex bagi anggota koperasi selain dapat mening-
katkan kepercayaan terhadap koperasi karena adanya jaminan atas
dana anggota dari risiko gagal bayar ketika koperasi mengalami masa-
lah likuiditas atau bangkrut, juga dapat meningkatkan citra dan repu-
61
Pedoman Pengembangan Usaha Koperasi melalui Kerjasama Usaha
antar KSPPS, Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah RI, tahun 2016, h.35 62
Pedoman Pengembangan Usaha Koperasi melalui Kerjasama Usaha
antar KSPPS, Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah RI, tahun 2016, h.36
158 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
tasi koperasi karena memiliki lembaga pengayom yang membantu
keberlangsungan usaha koperasi pada tingkat yang lebih tinggi.
Agar Apex berhasil dalam mencapai tujuan tersebut, maka perlu
didukung oleh beberapa hal, yaitu: 1) Apex harus independen; 2)
KSPPS dan USPPS harus memiliki inisiatif atas dasar kebutuhan
bukan sekedar ingin ikut atau memiliki Apex; 3) dikelola oleh unit
kerja yang terpisah dari kegiatan utama lembaga koordinator Apex,
dengan SDM yang kompeten, adaptif terhadap perkembangan tekno-
logi; 4) didukung oleh mitra penyedia teknologi informasi yang
berpengalaman; 5) bank umum yang ditunjuk sebagai bank kustodian
minimal berada dalam kategori BUKU 2 (bank umum dengan ekuitas
Rp 1-5 triliun) agar tidak mengganggu kinerja bank umum yang
bersangkutan.
Keberadaan Apex bagi KSPPS dan USPPS Koperasi sama hal-
nya dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam hal bank
umum. Namun dalam hal koperasi, Apex masih dalam proses realisasi
sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Selama ini Apex dalam
KSPPS dan USPPS Koperasi diperankan oleh Induk koperasi syariah
(Inkopsyah) yang menaungi koperasi-koperasi sekunder syariah.
Peran yang dijalankan relatif sama dengan Apex, namun membutuh-
kan penyempurnaan dalam manajemen dan sistem informasi, agar
tujuan yang diharapkan segera dapat terwujud dan koperasi syariah
atau BMT lebih inklusif dan aman.
Berdasarkan hasil analisis informan, peran Apex BMT masih
belum optimal, karena Apex saat ini baru dapat menjalankan fungsi-
nya sebagai whole saler dan pemberian akses financing (pembiayaan)
bagi anggotanya. Kendalanya adalah karena sifat Apex yang masih
dipersepsikan sebagai “cost center” oleh pelaku BMT maupun anggo-
tanya. Adanya bantuan atau akses pembiayaan dari Apex oleh sebagi-
an anggotanya dianggap menambah beban biaya dana, sehingga dam-
paknya akan menambah cost of fund (biaya pengadaan dana/pembia-
yaan) ke pinjaman yang disalurkan masing-masing BMT. Dengan kata
lain hal ini akan memberikan kesan BMT inefisien dalam pengelolaan
dananya.63
Menurut Penulis, keberadaan Apex ataupun Lembaga Penjamin
Simpanan mutlak dibutuhkan untuk menciptakan kepercayaan anggota
63
Hasil wawancara dengan Aslichan Burhan, Februari 2017 dan
Harjono Sukarno, Mei 2017
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 159
atau nasabah terhadap BMT atau LKMS. Kepercayaan ini terkait
dengan kepastian jaminan dana anggota akan aman dan dapat dikem-
balikan ketika BMT mengalami risiko bangkrut atau dibubarkan.
Seperti halnya yang dilakukan pada perbankan dan lembaga keuangan
lainnya, dimana semua bank dan lembaga keuangan lain wajib mengi-
kutsertakan dana nasabahnya dalam program penjaminan Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS).
D. Kerjasama (Linkage) dalam Peningkatan Kemampuan Inklusi
BMT
Kemampuan BMT dalam meningkatkan kedalaman dan jang-
kauan pembiayaannya, terkendala oleh keterbatasan modal, teknologi
informasi dan infrastruktur. Sebaliknya, perbankan memiliki sumber
daya yang relatif luas, namun tidak mampu menjangkau masyarakat
mikro karena berbagai faktor.
Lembaga Keuangan Mikro yang selama ini telah membuktikan
perannya dalam mewujudkan keuangan yang inklusif perlu ditingkat-
kan perannya dalam mendukung terbangunnya sinergi perbankan
dengan UMKM untuk memperoleh akses keuangan. Dengan sinergi
perbankan dan lembaga keuangan mikro, maka pengembangan
UMKM yang tersekat persyaratan bankable dapat ditanggulangi.
Namun perlu dikembangkan pola yang sesuai agar sinergi ini dapat
benar-benar diperoleh manfaatnya oleh UMKM dan tidak merugikan
dunia perbankan atau win win solution. Misalnya dengan mengem-
bangkan pola channelling dimana bank syariah bekerjasama dengan
lembaga keuangan mikro dalam menyalurkan dana ke masyarakat
agar pembiayaan yang disalurkan lebih optimal.
Belum optimalnya peran perbankan dalam membantu mengatasi
hal tersebut dapat dimanfaatkan oleh BMT yang berada di wilayah
perkotaan dan pinggiran kota, sebagaimana yang diteliti saat ini. BMT
memiliki peluang untuk mengentaskan kemiskinan di perkotaan mela-
lui produk-produk keuangannya. Warga masyarakat yang memiliki
persoalan kekurangan modal usaha dapat dibantu dengan menyedia-
kan modal dengan jangka waktu sampai dengan maksimum tiga tahun.
Bank Syariah dengan karakteristiknya sebagai penopang sektor
riil, karena akad-akad bank syariah terkait langsung dengan sektor riil,
diharapkan dapat lebih membantu perkembangan UMKM, yaitu
dengan skim pembiayaan musyarakah dan mudharabah. Islam meman-
dang bahwa sektor riil harus menjadi prioritas dalam aktivitas ekono-
160 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
mi dikarenakan sektor riil merupakan sektor yang terkait langsung
dengan kesejahteraan masyarakat sebagai tujuan dari keberadaan bank
syariah. Menurut Aisyah (2009) dalam (Wahyudi S. & Malik, 2013)64
program keberpihakan UMKM oleh bank syariah ditunjukkan melalui:
(1) inovasi strategi pembiayaan; (2) Program Linkage; (3) Pilot pro-
ject; (4) Pemanfaatan dana sosial; (5) kerjasama technical assistance.
Program linkage yang dilakukan oleh bank syariah adalah
dengan memberikan pembiayaan kepada Lembaga Keuangan Mikro
yang secara langsung bersentuhan dengan para anggota dan nasabah-
nya seperti BMT dan BPR/BPRS. Sinergi dalam bentuk pembiayaan
ini telah lama berlangsung. Namun yang menjadi permasalahan adalah
sinergi tersebut belum bisa melahirkan sebuah potret Keuangan
Inklusif (Financial Inclusion). Karena sinerginya hanya dalam bentuk
pemilik dana (Bank Syariah) sebagai Shahibul Maal sementara BMT
dan BPR/BPRS sebagai Mudharib, atau lebih umum dikenal sebagai
kreditur dan debitur. Sinergi ini sebenarnya dapat dikembangkan men-
jadi sebuah “Keuangan Inklusif Syariah” untuk menggerakkan sektor
riil, edukasi masyarakat melalui pemberdayaan dan pengentasan
kemiskinan.
Program linkage relevan dilakukan BMT dengan lembaga
keuangan syariah baik bank maupun nonbank karena keterbatasan
yang dimiliki oleh BMT baik dalam keterbatasan fasilitas ATM (Auto-
matic Teller Machine) dan kemudahan transaksi non-keuangan, se-
hingga BMT kesulitan dalam pengumpulan dana anggota dan terbatas
pula dalam kemampuan kapasitas pembiayaannya. Selama ini seumber
pembiayaan BMT masih sangat bergantung dari dana internal anggo-
tanya (60-70%), sedangkan sumber lainnya berasal dari modal (18-
20%), sedangkan dana dari linkage dengan bank umum syariah atau
unit usaha syariah (BUS/UUS) masih kurang dari 10%.65
Program linkage atau chanelling bank umum ataupun BPR
Syariah dengan BMT juga menjadi salah satu hal yang diusulkan
ketika Penulis mewawancarai para responden ahli dalam mening-
katkan inklusivitas lembaga keuangan. Sebagian besar responden
64
Muhammad Sri Wahyudi S. & Nazarudin Malik. “Peran Pembiayaan
Perbankan Syariah Terhadap Peningkatan Keunggulan Kompetitif Sektor
UMKM.” 2013. Diakses dari academia.edu, 18 September 2017. 65
Ali Sakti. “Pemetaan Kondisi dan Potensi BMT: Kemitraan dalam
Rangka Memperluas Pasar dan Jangkauan Pelayanan Bank Syariah kepada
Usaha Mikro.” Jurnal al-Muzara’ah, Vol.1 No.1, 2013: h.10-11.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 161
memandang bahwa program ini dapat meningkatkan serapan pem-
biayaan dan mengurangi hambatan masyarakat mendapatkan layanan
pembiayaan sesuai kebutuhannya.
Berdasarkan hasil pengamatan Penulis, program linkage ini
telah dilakukan oleh beberapa KJKS yang diteliti, mereka mendapat-
kan pembiayaan dari Bank umum/BPRS untuk membantu kebutuhan
pembiayaan dengan skala yang relatif besar, misal jika ada yang
mengajukan pembiayaan usaha diatas 30 juta Rupiah. Hal ini selain
dapat mengatasi masalah anggota yang membutuhkan dana cukup
besar namun terhambat persyaratan bank juga dapat membantu bank
umum mengoptimalkan penyaluran dananya melalui bantuan BMT.
Perbankan Syariah dan Lembaga Keuangan Mikro Syariah
sebagai pelaku industri keuangan syariah adalah institusi yang paling
potensial dalam percepatan (akselerasi) keuangan inklusif syariah.
Hubungan antara dua jenis lembaga ini tidak boleh berjalan sendiri-
sendiri (harus sinergi) dan saling menguntungkan, sehingga tercipta
simbiosis mutualisme. Selama ini kedua jenis lembaga ini belum
bersinergi secara ideal, baru berhubungan antara debitor dan kreditor.
Kedua jenis lembaga ini mempunyai kelebihan dan kekurangannya
masing-masing.
Bank Syariah sebagai institusi perbankan dengan segala fasilitas
yang dipunyai dan regulasi yang mengikatnya tidak mungkin men-
jangkau UMKM yang jumlahnya jutaan dengan kebutuhan permoda-
lan yang hanya berkisar antara 1 jutaan sampai 20 jutaan. Yang poten-
sial bisa melayani mereka adalah lembaga keuangan mikro syariah
(BMT) yang jumlahnya ribuan dan tersebar di seluruh pelosok wilayah
Indonesia. Di lain sisi lembaga keuangan mikro syariah mempunyai
kelemahan terutama pada SDM-nya. Maka Bank Syariah harus mem-
berikan pelatihan berkelanjutan dan terprogram secara sistematis
untuk meningkatkan kemampuan SDM BMT agar menjadi lembaga
keuangan yang siap menerima sinergi percepatan keuangan inklusif
syariah.
BMT selama ini menghimpun dana tanpa payung hukum,
instrumen dan penjaminan yang jelas dengan risiko besar yang dapat
merugikan masyarakat, sementara Bank Syariah dengan infrastuktur
dan fasilitas yang dipunyai memungkinkan bersinergi dengan BMT
dalam menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat, agar masyara-
kat mendapatkan kepastian hukum, penjaminan simpanan dan kepasti-
an bahwa dana yang disimpan di lembaga keuangan bisa kembali
162 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
tanpa risiko yang besar. Dalam praktiknya banyak terjadi BMT yang
gulung tikar karena tidak mampu menyediakan likuiditas kepada pena-
bungnya. Maka sinergi antara BMT, BPRS maupun bank syariah
dapat meningkatkan keuangan inklusif syariah di Indonesia.66
Skenario yang dikemukakan Edi Susilo, bahwa jika saat ini
terdapat 4.000 BMT dan masing-masing BMT mempunyai 2 kantor,
maka terdapat 8.000 kantor BMT. Bila 8.000 kantor tersebut 25%nya
berhasil melaksanakan program ini, maka akan ada 2.000 kantor BMT
yang menjadi kantor kas Bank Syariah dalam waktu yang relatif sing-
kat. Bila 2.000 kantor ini punya 100 nasabah pembiayaan potensial
dengan rata-rata penyaluran 5 juta per anggota, maka terdapat 2.000
kantor kali 100 orang/UMKM dengan pembiayaan 5 juta X 100
anggota X 2.000 kantor atau 1 trilyun pembiayaan dalam waktu yang
relatif singkat. 67 Hal ini dapat saja menjadi satu keniscayaan jika
linkage tersebut berhasil dijalankan dan kedua belah pihak mendapat-
kan manfaat secara optimal dari program tersebut. Namun perlu
diwaspadai pula adanya kemungkinan dana macet (non performing
financing) jika tidak hati-hati dalam mengendalikan pembiayaannya.
Selama ini lembaga keuangan mikro syariah memberikan pem-
biayaan kepada anggota dan masyarakat dengan sistem individual
lending (pembiayaan individu). Karena pembiayaannya bersifat indi-
vidu, maka penilaian kelayakan pembiayaan berlaku seperti pada
bank, yaitu kelayakan usaha berdasarkan kemampuan dan jaminan
yang disediakan oleh anggotanya. Hal ini akan menyulitkan kedua
belah pihak baik bagi BMT maupun bagi nasabah (anggotanya).
Kesulitan bagi BMT karena SDM yang dimilikinya kurang kapabel
dalam menganalisis pembiayaan sehingga informasi asimetris (keti-
daksesuaian informasi) sering terjadi yang berakibat meningkatnya
pembiayaan bermasalah. Pembiayaan bermasalah atau NPL (Non
Performing Loan) atau NPF (Non Performing Financing) terjadi
66
Edi Susilo. “Mengentaskan Kemiskinan dan Kebodohan Umat mela-
lui Inklusi Keuangan Syariah (Shariah Financial Inclusion).” Proceeding
Seminar Nasional dan Call for Paper “Membangun Indonesia Berbasis Nilai-
nilai Agama” diselenggarakan oleh ADPISI (Asosiasi Dosen Pendidikan
Islam Indonesia) di UNAIR, Surabaya 19-20 November 2015. https://www.
researchgate.net/ diakses 12 November 2017. 67
Susilo. “Mengentaskan Kemiskinan dan Kebodohan…. https://www.
researchgate.net/ diakses 12 November 2017.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 163
merata hampir di setiap Lembaga Keuangan Mikro nonBank. Karena
instrumen regulasi dan pengawasan yang lemah dari Dinas Koperasi
dan UKM yang menaunginya. Regulasi dari Lembaga Keuangan
Mikro syariah (BMT) adalah regulasi diri sendiri (self regulation),
pengawasan internal yang dilakukan tergantung dari regulasi yang
dibuatnya sendiri. Ada BMT yang telah menerapkan dengan baik
dalam pengawasan internalnya (audit internal), tetapi kebanyakan
BMT selama ini mengandalkan sifat-sifat baik dan terpuji yang dimi-
liki oleh karyawannya, karena kebanyakan dari mereka adalah para
aktivis dakwah yang memiliki sifat-sifat dasar kejujuran. Sehingga
ada beberapa BMT yang merugi karena tindakan karyawannya (moral
hazard).
Pendapat di atas juga dibenarkan oleh para ahli yang Penulis
wawancarai, dimana untuk mengendalikan risiko pembiayaan dan
moral hazard pada pengelolaan BMT diperlukan peningkatan kualitas
SDM serta pengawasan internal yang difungsikan secara optimal
dengan mengedepankan objektivitas para auditor internal.68 Untuk me-
nurunkan risiko pembiayaan bermasalah, para ahli juga menganggap
bahwa BMT harus mengembangkan pola group lending (pembiayaan
kelompok), yang terbukti efektif dalam menekan pembiayaan berma-
salah. Berdasarkan hasil pengamatan Penulis, KSPPS Bina Usaha
Sejahtera (BUS) Tapos Depok telah melakukan model pemberdayaan
secara berkelompok dengan membentuk kelompok beranggotakan 10-
20 orang dan dipimpin oleh seorang ketua. Ketua bertugas membe-
rikan informasi kepada anggota serta menghimpun tabungan atau
setoran cicilan pembiayaan dari masing-masing anggota.
Ketua kelompok berperan sebagai penghubung dalam melayani
kebutuhan anggota dengan pengelola BMT. Ketua juga bertanggung
jawab terhadap kelancaran pembayaran cicilan pembiayaan dan men-
jadi contoh dalam menegakkan disiplin pengelolaan keuangan.69
Secara lebih rinci proses rekrutmen keanggotaan yang dilaku-
kan di KSPPS BUS sebagai berikut: 1) melakukan pertemuan awal di
lingkungan RT setempat, 2) melakukan sosialisasi KSPPS BMT, 3)
mengadakan pelatihan motivasi berkoperasi dari Tim KSPPS BMT, 4)
68
Hasil interview mendalam dengan para ahli dan praktisi BMT, 12
April, 26 April, dan 2 Mei 2017. 69
Hasil wawancara dan observasi di KSPPS BMT Bina Usaha Sejah-
tera Tapos Depok, 2018
164 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
mendaftar sebagai anggota, 5) mengikuti pelatihan motivasi dasar
tentang Ekonomi Syariah.
Adapun ketika anggota akan mengajukan proses pembiayaan,
tahapannya sebagai berikut: 1) mengajukan pembiayaan sesuai simpa-
nan anggota, maksimal pembiayaan tiga kali nilai simpanan, 2) wa-
wancara anggota beserta suami/istri sekaligus penilaian kelayakan,
dan kemudian diakhiri dengan penandatanganan akad pembiayaan.70
Berdasarkan hasil wawancara dengan Manajer KSPPS, ketua
kelompok memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut: 1) memimpin
pertemuan, 2) menarik setoran anggota dalam pertemuan, 3) meneri-
ma permohonan pembiayaan untuk diajukan ke KSPPS, dan 5) me-
nyetorkan angsuran ke KSPPS. Pertemuan dilakukan secara rutin
(bulanan) sekaligus untuk menghimpun setoran anggota kelompok.
Satu kelompok terdiri dari 10 orang anggota.
E. Karakteristik Usaha BMT dalam Mendukung Inklusi
Keuangan
Karakteristik usaha BMT berbeda dibandingkan Lembaga
keuangan lainnya. Lembaga keuangan mikro syariah di Indonesia
lebih dikenal dengan istilah Baitul Maal wat Tamwil (BMT) atau
secara hukum disebut Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS).
Payung hukum dari pendirian BMT di Indonesia adalah Keputusan
Menteri Koperasi dan UKM No 91/Kep/MKUKM/IX/2004 tentang
petunjuk pelaksanaan kegiatan usaha Koperasi Jasa Keuangan Sya-
riah. BMT dirancang sebagai lembaga ekonomi rakyat, yang secara
konsepsi dan secara nyata lebih fokus kepada masyarakat bawah, yang
miskin dan nyaris miskin. Agenda kegiatannya yang utama adalah
pengembangan usaha mikro dan usaha kecil, terutama melalui bantuan
permodalan.
Perkembangan secara makro dapat dicermati berdasarkan infor-
masi dari Menteri Koperasi dan UMKM, Puspayoga, Lembaga Keua-
ngan Mikro Syariah di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup
signifikan yaitu tercatat sekitar 4.500 BMT yang berdiri pada tahun
2015. BMT tersebut mampu melayani sekitar 3,7 juta orang dengan
aset Rp 16 Triliun. Perkembangan yang luar biasa tersebut menyerap
banyak tenaga kerja serta menciptakan peluang dan lapangan pekerja-
70
Hasil wawancara dan observasi di KSPPS BMT Bina Usaha Sejah-
tera Tapos Depok, 2018
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 165
an baru, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat,
serta meningkatkan pendapatan bahkan produktivitas negara. 71
Secara rata-rata, BMT telah berhasil menjangkau hampir 1,4%
penduduk Indonesia dalam hal ini yang tergolong kelompok bawah
yang memang paling membutuhkan jangkauan layanan keuangan
mikro. Angka tersebut masih jauh dari target keuangan inklusif yang
diharapkan dapat di atas 30%. Artinya masyarakat bawah lebih
banyak menjangkau lembaga keuangan non formal dalam menjawab
kebutuhan keuangannya.
Dalam rangka melancarkan jangkauan usaha pembiayaan, BMT
berupaya menghimpun dana, yang terutama sekali berasal dari masya-
rakat lokal di sekitarnya (Buchori 2012). Dengan kata lain, BMT pada
prinsipnya berupaya mengorganisasi usaha saling tolong menolong
antar-warga masyarakat suatu wilayah (komunitas) dalam masalah
ekonomi.
Penghimpunan dana dari masyarakat untuk BMT yang berben-
tuk KSM atau koperasi menggunakan pola simpanan. Pola-pola
simpanan yang dapat dikembangkan di BMT adalah sebagai berikut:
1. Simpanan Pokok Khusus, yaitu uang dibayar oleh anggota pendi-
ri. Sedangkan jumlah maksimalnya ini dapat dibayar tunai atau
cicilan, sesuai dengan kesepakatan rapat anggota. Simpanan po-
kok khusus ini boleh dialihkan keanggota lain, namun tidak boleh
diambil.
2. Simpanan Pokok, yaitu uang yang dibayarkan oleh setiap anggota
BMT yang jumlahnya ditentukan dalam anggaran dasar. Simpa-
nan pokok dapat dibayar tunai atau diangsur beberapa kali sesuai
dengan anggaran dasar. Simpanan pokok ini merupakan tanda
keanggotaan BMT, oleh karena itu simpanan pokok tidak dapat
diambil kecuali anggota yang bersangkutan keluar dari keanggo-
taan BMT. Jumlah simpanan ini tidka terlalu tinggi, sehingga
masyarakat banyak bisa ikut serta sebagai anggota BMT. Namun
tidak pula terlalu rendah, sehingga nilainya dapat memilki arti
bagi modal BMT.
3. Simpanan Wajib, terdiri dari: 1). Simpanan Wajib Biasa, yaitu
uang yang oleh anggota BMT secara teratur dalam waktu terten-
tu, misalnya seminggu sekali atau sebulan sekali. Jumlah besar-
nya ditentukan dalam anggaran dasar. Dalam menentukan jum-
71
Diakses dari http://www.bmtmuda.com/ pada 31 Maret 2018
166 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
lah, hendaknya mempertimbangkan pula kemampuan anggota-
nya. 2). Simpanan Wajib Pembiayaan, yaitu simpanan yang dila-
kukan anggota setiap mendapat pembiayaan dari BMT. Besar
simpanannya ditentukan dalam AD/ART, maksimal 10% dari
jumlah pembiayaan.
4. Simpanan Sukarela Mudharabah, yaitu simpanan anggota dalam
berbagai bentuk produk simpanan yang dikembangkan oleh
BMT. Seperti simpanan mudharabah biasa, Haji, Umrah, Wali-
mah, Qurban, Idul Fitri, Tarbiyah dan lain-lain. Ini dapat dikem-
bangkan lebih banyak lagi sesuai dengan kreativitas BMT dan
kebutuhan anggota. Simpanan mudharabah mendapat bagi hasil
setiap bulan, sesuai dengan yang keuntungan yang diperoleh
BMT. Sedangkan simpanan pokok khusus merupakan simpanan
pokok dan simpanan wajib yang mendapat bagi hasil per tahun
yang diperhitungkan dari sisa hasil usaha (SHU).
Pada umumnya akad yang mendasari berlakunya simpanan di
BMT adalah akad wadi’ah dan mudarabah berdasarkan Fatwa Dewan
Syariah Nasional No. 02/DSN-MUI/IV/2000 dan No.03/DSN-MUI/
IV/2000 tanggal 01 April 2000. Simpanan Wadi’ah, ialah titipan dana
yang tiap waktu dapat ditarik oleh pemiliknya atau anggota dengan
cara mengeluarkan semacam surat berharga, pemindah bukuan atau
transfer dan perintah membayar lainnya. Dan pada akad wadi’ah terdi-
ri dari Wadi’ah Al Amanah dan Wadi’ah Yad Ad Dhamanah.
Sedangkan simpanan Mudharabah ialah simpanan pemilik dana
yang penyetorannya dan penarikannya dapat dilakukan sesuai de-
ngan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya. Pada simpa-
nan Mudharabah berdasarkan nisbah yang disepakati. Variasi jenis
simpanan yang berakad mudharabah ini dapat dikembangkan ke
dalam berbagai variasi, misalnya Simpanan Idul Fitri, Simpanan Idul
Qurban, dan Simpanan Haji. Secara garis besarnya simpanan Mudha-
rabah terbagi menjadi dua jenis yakni: Mudharabah mutlaqah 72 dan
Mudharabah muqayyadah. 73
72
Mudharabah Mutlaqah adalah penyertaan modal tanpa syarat. Pe-
ngusaha atau mudharib bebas melakukan usaha apa saja dan mengelola
modalnya sesuai dengan keinginannya asalkan bisa mendatangkan keuntu-
ngan. Teknik mudharabah mutlaqah dalam bank adalah kerjasama antara
bank dengan mudharib atau dalam hal ini nasabah yang bisa mengelola suatu
usaha yang produktif dan halal atau yang mempunyai keahlian atau kete-
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 167
Untuk meningkatkan partisipasi anggota, BMT mengembang-
kan sistem keanggotaan terdiri dari: 74
1. Anggota Pendiri, yakni anggota yang ikut serta mendirikan BMT
dan memberikan simpanan pokok khusus, mereka juga memba-
yar simpanan pokok dan simpanan wajib. Anggota pendiri mem-
punyai hak dan kewajiban yang sama dengan anggota biasa.
2. Anggota Biasa, yakni mereka yang tidak membayar simpanan
khusus, tetapi melunasi simpanan wajib. Mereka berhak untuk
mendapatkan fasilitas dan bagian keuntungan dari BMT.
3. Calon Anggota, yakni mereka yang sudah mendaftar menjadi
anggota BMT, akan tetapi belum melunasi simpanan pokok,
sehingga belum menjadi anggota penuh. Calon anggota dapat
melayani seperti anggota biasa, namun belum mempunyai hak
rampilan lainnya. Hasil atau keuntungan yang didapatkan dari penggunaan
dana dibagi berdasarkan nisbah yang telah disepakati. Contoh mudharabah
mutlaqah adalah Tabungan Mudharabah dan Depostio Mudharabah. 73
Mudharabah Muqayyadah adalah penyertaan modal dengan syarat-
syarat tertentu. Artinya tidak semua usaha bisa dijalankan dengan modal
tersebut, jadi hanya usaha yang telah ditentukan (perjanjian) yang boleh
dikelola. Teknis mudharabah muqayyah dalam bank adalah akad kerjasama
antara shahibul maal dengan bank. Modal yang diterima dari shahibul maal
dikelola bank untuk diinvestasikan ke dalam proyek yang ditentukan oleh
pemilik modal terkait. Hasil keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai nisbah
yang telah disepakati bersama.Contoh produk Mudharabah Muqayyadah
adalah:
1. Mudharabah Muqayyadah on Balance Sheet (investasi terikat)
adalah pengelolaan dana yang mempunyai syarat sehingga mudharib hanya
melakukan mudharabah di bidang tertentu, waktu, cara dan tempat tertentu
saja. Jenis mudharabah ini merupakan simpanan khusus (restricted invest-
ment) yaitu pemilik dana menentukan syarat yang harus dipatuhi oleh pihak
bank. Contohnya, disyaratkan untuk bisnis tertentu atau nasabah tertentu.
2. Mudharabah Muqayyadah of Balance Sheet adalah jenis mudhara-
bah yang penerahan dana mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya.
Bank bertugas sebagai perantara yang mempertemukan antara pemilik dana
dengan pelaksana usaha.
Pemilik dana juga dapat menentukan syarat dalam mencari kegiatan
usaha yang akan dibiayai yang harus dicari oleh bank dengan kriteria yang
sesuai. 74
Disarikan dari artikel pada http://repository.radenintan.ac.id/1027/3/
BAB_II_skripsi.pdf, diakses 31 Maret 2018
168 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
dan kewajiban penuh. Calon anggota dalam waktu tiga bulan
harus menjadi anggota dengan melunasi simpanan pokok.
Jika bank melakukan strategi iklan dan hadiah dalam mening-
katkan minat dan partisipasi calon nasabah, maka berbeda dengan
BMT. Keterbatasan modal dan biaya pemasaran membuat BMT harus
melakukan pendekatan yang berbeda. Dalam rangka meningkatkan
perannya di masyarakat, BMT menggunakan beberapa strategi yang
ditempuh, yaitu:
1. Strategi menggunakan tokoh masyarakat
Tokoh masyarakat yang sebagai panutan di lingkungan-
nya diajak bergabung dan dijadikan ketua anggota dari masing-
masing kelompok. Tujuan dari menggaet tokoh-tokoh masyara-
kat ini adalah untuk memperkenalkan BMT kepada masyarakat
secara luas, seperti yang dilakukan BSR (BMT Syariah Riyal)
Bekasi. Tokoh-tokoh masyarakat tersebut tentunya memiliki
pengaruh besar di lingkungannya yang dijadikan sebagai kepala
kelompok/anggota untuk memperkenalkan BMT kepada masya-
rakat melalui media kegiatan pada jam’iyyah (perkumpulan) di
masyarakat seperti kegiatan yasinan, tahlilan dan dibaiyyah serta
momen-momen kegiatan religi yang lainnya, karena strategi ini
lebih cepat diterima oleh masyarakat dan pengaruhnya lebih
besar untuk pengenalan BMT daripada pihak manajerial sendiri
yang langsung terjun pada masyarakat umum.75
2. Strategi jemput bola
BMT melakukan strategi mendatangi langsung nasabah
atau anggota yang akan menabung maupun mengajukan pinja-
man melalui tenaga pemasar atau account officernya. Hal ini
dilakukan selain mendekatkan BMT ke masyarakat juga menga-
tasi keterbatasan waktu yang dimiliki para nasabah untuk datang
langsung ke BMT. Para anggota juga merasa dimudahkan
dengan cara ini.
75
Hasil interview dengan Manajer BMT Syariah Riyal, Zulkarnaen
Lubis, 2017.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 169
3. Strategi mendekatkan lokasi kantor dengan pasar
Agar BMT dapat berinteraksi langsung dengan nasabah
sebagian besar BMT memilih lokasi yang dekat dengan pasar,
lokasi usaha atau pemukiman yang memiliki karakteristik
sesuai sasaran pasar BMT. Dengan demikian BMT dapat lebih
dikenal dan dijangkau oleh masyarakat. Dengan mendekati
pasar, BMT juga lebih mudah memetakan potensi dan pola
kegiatan ekonomi yang memungkinkan untuk dikembangkan di
sekitar lokasinya. Sehingga BMT dapat membuat produk atau
layanan yang sesuai dengan potensi lokalnya. Misal jika keba-
nyakan penduduk di sekitarnya merupakan pedagang sayur,
pedagang kelontong, pedagang buah, yang pendapatannya hari-
an, maka mereka menciptakan sistem yang memungkinkan
pedagang tersebut menyetorkan dananya secara harian, baik
untuk tabungan maupun pembayaran cicilan pinjaman.
Karakteristik usaha BMT terdiri dari tiga aspek, yaitu baitul
maal, baitut tamwil, dan pengembangan sektor riil. Berdasarkan hasil
pengamatan peneliti, keempat BMT yang diteliti telah mampu mem-
berikan pembiayaan secara optimal kepada anggota, dan pada umum-
nya menggunakan sistem pembiayaan murabahah, kecuali untuk pem-
biayaan proyek biasanya menggunakan mudharabah jangka pendek (3
bulanan). Bidang usaha yang dikembangkan anggota BMT secara
umum adalah usaha perdagangan dan jasa. Usaha perdagangan berupa
toko kelontong, sayur mayur, buah, ikan, pakaian, dan umumnya
berada di pasar maupun permukiman di sekitar lokasi BMT. Sedang-
kan bidang usaha jasa meliputi percetakan, konstruksi, jasa pernika-
han, dan sebagainya.
Secara umum semua BMT menggunakan sistem pembiayaan
individual (individual lending), bukan pembiayaan berkelompok (gro-
up lending). Dari beberapa penelitian sebelumnya menyatakan bahwa
pembiayaan individu lebih berisiko dibandingkan pembiayaan berke-
lompok ketika ada persoalan dalam kemampuan bayar atau pengem-
balian pinjaman. Jika pembiayaan berkelompok, maka jika terjadi
gagal bayar dari salah satu anggota, maka masih ada kemungkinan
ditanggung oleh anggota lainnya dalam satu kelompok.
Namun group lending system ini membutuhkan kerelaan dan
komitmen dari masing-masing anggota untuk menjaga keberlangsu-
ngan agar tidak gagal bayar. Disinilah peran social capital sangat
170 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
besar dalam mendorong kemauan dan kepedulian sesama anggota
kelompok dalam mendukung keberlangsungan pembiayaan. Ketika
ada salah satu anggota yang memiliki masalah dalam mencicil pem-
biayaan, maka anggota lain dalam kelompok tersebut akan membantu
penyelesaian cicilannya hingga yang bersangkutan pulih dari masalah-
nya. Hal ini akan terjadi ketika masing-masing anggota kelompok me-
miliki kepedulian dan tanggung jawab bersama terhadap keberhasilan
kelompok dalam program pembiayaan tersebut.
Dalam praktiknya, BMT lebih banyak memilih model indivi-
dual lending, meskipun risikonya lebih tinggi dibandingkan group
lending. Model Individual lending memerlukan pengawasan dan pem-
binaan secara individu yang lebih intens oleh pengelola BMT. Pembi-
naan dilakukan melalui kunjungan secara berkala ke lokasi usaha
penerima pembiayaan maupun pembinaan mental melalui kajian-kaji-
an keislaman secara rutin. Model individual lending tentunya membe-
rikan konsekuensi biaya pengawasan yang lebih besar dibandingkan
dengan group lending. Hal inilah yang menyebabkan biaya pengelo-
laan BMT lebih besar sehingga berdampak kepada biaya meminjam
yang dibebankan lebih tinggi kepada anggota.76
Pembiayaan dengan model individual juga memiliki risiko yang
lebih tinggi dibandingkan pembiayaan secara berkelompok. Agar
risiko pembiayaan dapat ditekan, maka cara yang ditempuh BMT ada-
lah dengan merekrut anggota atau calon penerima pembiayaan melalui
rekomendasi anggota yang sudah mengenal calon dan menjamin
bahwa calon tersebut bukan termasuk atau belum pernah bermasalah
dengan pembiayaan sebelumnya. Jadi rekomendasi dari anggota lama
ke calon anggota baru merupakan salah satu faktor yang menentukan
terhadap penilaian kelayakan calon penerima pembiayaan.
Pembiayaan yang diberikan BMT dapat berupa pembiayaan
produktif maupun konsumtif. Pembiayaan produktif sebagian besar
menggunakan skema pembiayaan murabahah dan sangat sedikit porsi
skema mudharabah. Usaha yang dibiayai ada beberapa macam, dianta-
ranya perdagangan, industri makanan olahan skala rumah tangga, pro-
duksi pakaian, percetakan dan obat-obatan herbal. Skema murabahah
diberikan dalam skala nilai Rp 500 ribu – 5 juta dengan jangka waktu
maksimal satu tahun. Skema mudharabah biasanya diberikan pada
usaha yang membutuhkan modal tambahan relatif besar sampai
76
Hasil interview dengan beberapa pengelola BMT, Desember 2017.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 171
dengan Rp 50 juta namun bersifat jangka pendek. Sumber modal
untuk pembiayaan mudharabah ini biasanya diambil dari cadangan
modal ataupun meminjam kepada jaringan BMT lain atau kepada
Apex.
Pembiayaan konsumtif biasanya digunakan untuk para anggota
yang memiliki kebutuhan untuk membiayai upacara keluarga, seperti
pernikahan, khitanan, dan acara syukuran lainnya. Ada pula untuk
keperluan biaya pendidikan, berobat dan sebagainya. Pembiayaan ini
menggunakan skema murabahah dengan jangka waktu relatif pendek
atau kurang dari satu tahun.
Pembiayaan ini diberikan hanya kepada pihak yang telah terdaf-
tar menjadi anggota. Selama ini BMT yang diamati Penulis mene-
rapkan sistem seleksi internal dalam proses penyaluran pembiayaan
kepada anggota. Seleksi dilakukan oleh account officer untuk pembia-
yaan dibawah Rp 5 juta. Jika di atas nilai tersebut maka melibatkan
manajer atau pengurus lainnya. Proses seleksi untuk pembiayaan di
bawah Rp 3 juta dilakukan menggunakan aplikasi online melalui
gawai tanpa perlu berinteraksi langsung dengan calon penerima pem-
biayaan. Namun jika pembiayaan di atas nilai tersebut anggota harus
datang langsung mengajukan permohonan dan diadakan interview
dengan pengurus.77
Ada beberapa kendala yang dialami dalam proses pembiayaan
di BMT, di antaranya terbatasnya instrumen untuk menganalisis calon
penerima pembiayaan kelayakan usaha. Selama ini, BMT hanya me-
ngandalkan pada aplikasi sederhana dan belum dilengkapi instrumen
analisis kemungkinan risiko pembiayaan. Hal ini memungkinkan
terjadinya kesalahan dalam hasil analisis akibat kekurangtelitian pada
aspek risikonya. Untuk itu dalam rangka meminimalisir risiko pem-
biayaan, namun dengan tetap mengoptimalkan pelayanan pada anggo-
ta, BMT membutuhkan aplikasi sistem analisis kelayanan pembiayaan
seperti pada bank atau lembaga pembiayaan namun dengan versi
pembiayaan skala kecil. Hal ini merupakan kebutuhan BMT yang
harus segera dipenuhi agar keberlangsungan pembiayaan dan risiko
pembiayaan bermasalah dapat diminimalisir.
Selain pelayanan pembiayaan, adapula BMT yang memiliki
usaha pertokoan yang berada satu lokasi dengan BMT. Barang daga-
ngan yang ada pada umumnya berasal dari titipan (konsinyasi) para
77
Hasil interview dengan beberapa pengelola BMT, Desember 2017.
172 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
anggota sebagai bentuk pembinaan pada usaha anggota sekaligus
pemberdayaan usaha anggota. BMT Al Jibaal di Tangerang Selatan
misalnya, menerima titipan barang dagangan berupa hasil produk
usaha rumah tangga seperti makanan ringan, obat herbal, sepatu, tas,
pakaian ibadah, dan kebutuhan pokok lainnya. Sedangkan BMT Bina
Usaha Sejahtera di Tapos Depok menjual kebutuhan seperti gas, galon
air dan kebutuhan pokok lainnya. Selain membantu kelancaran pema-
saran produk hasil produksi anggota, juga sebagai bentuk pembinaan
BMT kepada anggota agar usahanya lebih dikenal dan bermanfaat
bagi anggota lainnya. 78
Usaha yang dijalankan BMT secara umum, akan memberikan
beberapa manfaat bagi anggota atau UMK khususnya, diantaranya: 1)
Mendapatkan pelayanan, layanan yang cepat, mudah dan murah dalam
hal: simpanan, pinjaman, pembiayaan, dan pembayaran ziswaf (zakat,
infaq, shadaqah, dan wakaf); 2) Memperoleh Kesejahteraan dari ada-
nya prinsip kolektivitas dan efisiensi melalui selisih harga pasar,
peluang kepemilikan asset, kesempatan menabung, surplus hasil usa-
ha; 3) Mendapatkan atau menjadikan koperasi sebagai mitra usaha
melalui kerjasama mewujudkan kesejahteraan anggota. cara yang dila-
kukan dengan optimalisasi sumberdaya usaha, suplayer kebutuhan
usaha, membangun spirit/motivasi dan kompetensi usaha.
Dari beberapa manfaat tersebut, UMK akan dapat berkembang
lebih baik dan memberikan kesejahteraan kepada masyarakat sekitar
dari keberlangsungan usaha tersebut. Secara tidak langsung BMT atau
koperasi sudah menjalankan fungsi dan bertindak inklusif bagi
masyarakat.
Baitul mâl wat tamwîl (BMT) akan dapat dikenal, dipahami
(well literate) dan dijangkau (inklusif) jika mampu memberikan dam-
pak langsung kepada masyarakat. Agar dapat dikenal, dipahami dan
dijangkau, maka BMT perlu melakukan strategi yang tepat yang sesu-
ai dengan kebutuhan masyarakat. Beberapa BMT yang diteliti sudah melakukan upaya mencip-
takan keragaman produk atau layanan. Seperti pada Koperasi Syariah
Bina Usaha Sejahtera Tapos Depok, telah mengembangkan beberapa
jenis tabungan seperti: 1) Tabungan Pendidikan Anak (TADIKA)
yang merupakan tabungan untuk mempersiapkan anak di masa yang
78
Hasil observasi Penulis pada BMT Al Jibal dan Bina Usaha Sejah-
tera, 2016 dan 2017.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 173
akan datang. 2) Tabungan Safari (Sadar Manfaat Berkoperasi),
ditujukan untuk anggota dengan manfaat istimewa, 3) Tabungan Idul
Fitri (TADURI), berupa tabungan persiapan untuk keperluan hari raya
dengan imbalan berupa paket lebaran menarik di akhir periode
tabungan. Untuk produk pembiayaan, terdapat beberapa pembiayaan
baik untuk konsumtif maupun produktif dengan jangka waktu maksi-
mal 3 tahun. Pembiayan konsumtif biasanya untuk memenuhi pem-
belian barang maupun kebutuhan mendesak, seperti pembelian kenda-
raan bermotor, mebel, dan membayar biaya sekolah. Sedangkan
pembiayaan produktif untuk kepentingan kebutuhan modal kerja,
investasi, dan sebagainya. 79
BMT Syariah Riyal (BSR) memiliki beberapa jenis tabungan,
yaitu: 1) Tabungan Masyarakat Sejahtera, 2) Tabungan Siswa (Anak
Sekolah), bekerjasama dengan beberapa sekolah mitra, 3) Tabungan
Idul Fitri, 4) Tabungan Qurban (untuk keperluan Idul Adha), 5) Tabu-
ngan Umroh, dan 6) Tabungan Investasi (deposito). 80 Untuk jenis
pembiayaan relatif hampir sama dengan BMT lainnya.
Keberadaan BMT karena didukung oleh kualitas pelayanan
yang excellent. Pelayanan yang berkualitas akan mendorong anggota
untuk giat melakukan transaksi-transaksi menabung serta membayar
angsuran pembiayaan. Hal ini sesuai dengan tujuan keuangan inklusif
dimana layanan keuangan harus aman, nyaman, dan terjangkau.
Kualitas pelayanan juga akan meningkatkan loyalitas anggota dalam
menggunakan layanan BMT.
Diantara pelaksanaan keuangan inklusif di BMT Al Jibaal
(BAJ), Bina Usaha Sejahtera (BUS), Berkah Madani (BM), maupun
BMT Syariah Riyal (BSR) yakni memberikan kemudahan dalam ber-
transaksi seperti halnya syarat dan ketentuan serta harga, baik dalam
simpanannya maupun dalam pembiayaan yang diberlakukan seperti
syarat tabungan hanya menyetorkan fotokopi KTP calon anggota, dan
setoran awal minimal Rp 20.000,00. Sesuai dengan syarat dan
ketentuan produk tabungan, sejauh ini tidak ada hambatan dan masih
bisa dijangkau oleh anggota atau calon anggota dengan mudah.
Namun dalam hal persyaratan pembiayaan, anggota yang ber-
79
Hasil obesrvasi dan interview pada pengelola BMT Bina Usaha
Sejahtera, Desember 2017. 80
Hasil obesrvasi dan interview pada pengelola BMT Syariah Riyal,
2017.
174 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
asal dari kalangan bawah/minim pendapatan masih merasa ada kesu-
litan dalam persyaratan yang diajukan, sehingga memberatkan anggo-
ta atau calon anggota. Jika syarat dan ketentuan yang diberikan relatif
mudah, maka akan menarik calon anggota yang kemudian menjadi
anggota untuk terus berinteraksi dan melakukan transaksi dengan
BMT dalam jangka panjang.
Kemudahan dalam persyaratan dan minimnya hambatan admi-
nistratif merupakan hal yang paling dibutuhkan oleh masyarakat kelas
bawah. Hal inilah yang tentunya harus diupayakan oleh BMT agar
mereka semakin inklusif.
Ketika anggota membutuhkan informasi dan pengetahuan ten-
tang jasa dan produk, pengelola menggunakan media selebaran brosur
atau edukasi pengenalan jasa dan produk-produk KJKS. Calon ang-
gota maupun anggota juga dapat berkonsultasi dan mendapatkan
informasi langsung dari pihak pengelola. Sebagian anggota juga
mendapatkan informasi dari mulut ke mulut atau dari anggota yang
telah memanfaatkannya.81
Namun, adapula sebagian masyarakat sekitar yang masih belum
memiliki informasi dan pengetahuan tentang jasa dan produk-produk
BMT. Minimnya informasi serta pengelolaan sumber pendapatan yang
baik, minimnya akses terhadap informasi maupun layanan keuangan
dan kurangnya pengetahuan tersebut, membatasi kemampuan individu
untuk mengelola penghasilan, memilih jasa dan produk keuangan,
sehingga sebagian masyarakat masih terjebak pada praktik rentenir.
Kondisi ini yang memperkuat alasan perlunya edukasi keua-
ngan kepada masyarakat kelompok bawah untuk meningkatkan
pengetahuan mereka mengenai layanan keuangan. Pengetahuan ini
penting agar anggota merasa lebih aman berinteraksi dengan lembaga
keuangan. Dengan adanya edukasi tersebut mereka diajak dan diarah-
kan kepada bagaimana menggunakan uang secara rasional. Penggu-
naan uang secara rasional dan tepat guna akan membantu masyarakat
dalam menghadapi ketidakpastian dan mengantisipasi risiko di kemu-
dian hari.
Berdasarkan hasil pengamatan Penulis, BMT secara umum
belum memiliki sistem informasi keanggotaan secara lengkap. Adanya
sistem informasi yang baik tentang anggota dan produk yang dikem-
bangkan akan dapat mendukung sistem pelayanan dan pengelolaan
81
Hasil interview dengan pengelola BMT, 2017.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 175
anggota. Dukungan sistem informasi yang lengkap juga dapat menjadi
dasar bagi para pengelola dalam pengambilan keputusan untuk pem-
berian pembiayaan kepada anggota, termasuk pengembangan produk
yang relevan dengan kebutuhan anggota.
Ketika dukungan infrastruktur berupa sistem informasi dan
sumber daya relatif memadai, maka upaya BMT mewujudkan keua-
ngan inklusif menjadi lebih mudah. Untuk itu diperlukan kerjasama
dengan para ahli di bidang teknologi informasi yang mampu membaca
kebutuhan informasi dan mengelola informasi agar BMT lebih dina-
mis dan responsif dalam menjawab kebutuhan masyarakat sekitarnya.
Di dalam operasionalnya, BMT sangat bersentuhan langsung
dengan perekonomian masyarakat. Kegiatan yang dilakukan dengan
melibatkan masyarakat sekitar adalah gambaran dari kedekatan BMT
dengan sektor riil yang meminimalkan kegiatan spekulasi dan memak-
simalkan kemampuan masyarakat dalam bidang produksi dengan
pembiayaan-pembiayaan yang dilakukan, sesuai dengan produk-
produk yang berlaku pada tiap-tiap BMT yang ada.
Didirikannya BMT bertujuan untuk meningkatkan kualitas
usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya. Pengertian tersebut dapat dipahami me-
ngingat BMT berorientasi pada upaya peningkatan kesejahteraan ang-
gota dan masyarakat. Anggota harus diberdayakan (empowering)
supaya dapat mandiri. Dengan sendirinya. Tidak dapat dibenarkan jika
para anggota dan masyarakat menjadi sangat tergantung kepada BMT.
Dengan menjadi anggota BMT, masyarakat dapat meningkatkan taraf
hidup melalui peningkatan usahanya.82
Keberadaaan BMT diharapkan dapat memberikan kontribusi
yang nyata dalam pengembagan sektor ekonomi riil, terlebih bagi
kegiatan usaha yang belum memenuhi segala persyaratan untuk
mendapatkan pembiayaan dari Bank Umum. Perkembangan sektor
ekonomi riil akan dapat berlangsung dengan cepat ketika didukung
oleh tersedianya sumber dana yang memadai dan sesuai dengan nilai-
82
Ivan Rahmat Santoso, Peran BMT dalam Pemberdayaan Sektor Riil
Studi Kasus di Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah BMT HANIVA Imogiri,
Bantul, Yogyakarta, repository.ung.ac.id/get/simlit_res/1/238/ didowload 14
Agustus 2017.
176 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
nilai keadilan. 83 Keberadaan BMT dengan sistem kerjasama yang
tidak memberatkan dan persyaratan yang mampu dipenuhi pelaku
UKM dalam permohonan pembiayaan bagi usaha mereka memberikan
posisi penting bagi BMT di sektor riil.
BMT sebagai lembaga keuangan alternatif diartikan sebagai
suatu lembaga pendanaan yang mengakar di tengah-tengah masyara-
kat, dimana proses penyaluran dananya dilakukan secara sederhana,
murah dan cepat dengan prinsip keberpihakan kepada masyarakat
kecil dan berazaskan keadilan. Dilihat dari prosedur pembiayaan dan
jangkauan pelayanannya, BMT merupakan lembaga keuangan alter-
natif yang sangat efektif dalam melayani kebutuhan pembiayaan
modal kerja jangka pendek yang sangat diperlukan pengusaha kecil
mikro.84 BMT menyalurkan pada sektor riil (UMK) berdasarkan sis-
tem syariah dengan sistem bagi hasil menggunakan akad mudharabah
atau musyarakah menyebabkan kedua belah pihak (BMT dan UKM)
mempunyai rasa tanggung jawab yang sama akan keberhasilan usaha,
karena BMT dan UMK pada posisi yang sama sebagai partner.
Menjadikan BMT sebagai penggerak sektor riil adalah menja-
dikan BMT sebagai Pusat Unit Kegiatan Masyarakat, dengan mengak-
tifkan dan memfungsikan empat dimensi BMT, yaitu Dimensi Produ-
ser (usaha mengeksploitasi sumber-sumber daya agar dapat mengha-
silkan manfaat ekonomi), 85 Konsumen (penggunaan harta secara
efisien), Distributor (mendistribusikan barang dari produsen ke konsu-
men) dan Sirkulator (sarana perdagangan ataupun tukar-menukar
barang).
Agar dapat menjalankan fungsinya secara optimal, BMT men-
ciptakan produk layanan keuangan dengan menggunakan prinsip-prin-
sip Islam. Lima aspek yang harus diterapkan dalam transaksi sesuai
83
Hendi Suhendi. “Strategi Optimalisasi Peran BMT Sebagai Pengge-
rak Sektor Mikro.” 2009. (http://www.fe.unpad.ac.id/forumdekan2009/down
loads/p_hendi.pdf.) Diakses 1 April 2018. 84
Jannes Situmorang. tt. “Kaji Tindak Peningkatan Peran Koperasi dan
UM Sebagai Lembaga Keuangan Alternatif.” Laporan penelitian tentang
aspek kelembagaan dan keuangan usaha BMT di 9 (sembilan) provinsi yang
meliputi: Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogya-
karta, Jawa Timur, Bali, NTB dan Sulawesi. http://www.scribd.com/doc/391
46258/BMT-UMK, diakses 1 April 2018. 85
Rustam Effendi, Produksi Dalam Islam (Yogyakarta: Magistra Insa-
nia Press bekerjasama dengan MSI UII, Cet I, 2003), hal. 12.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 177
syariah yaitu:86
1. Tidak ada transaksi keuangan berbasis bunga (riba);
2. Pengenalan pajak religius atau pemberian sedekah;
3. Pelarangan produksi barang dan jasa yang bertentangan
dengan sistem nilai Islam (haram);
4. Penghindaran aktivitas ekonomi yang melibatkan maysir
(judi) dan gharar (ketidakpastian);
5. Penyediaan Takaful (asuransi Islam).
Kelima aspek di atas akan menjadi dasar dalam melakukan
transaksi di lembaga keuangan Islam termasuk BMT. Namun belum
semua BMT menyediakan produk takaful (asuransi Islam), sebagian
mereka telah mengembangkan dana kebajikan untuk anggota yang
mengalami musibah dengan memberikan uang duka sejumlah tertentu,
atau bantuan kesehatan bagi yang sakit dan dalam perawatan di rumah
sakit. Dana kebajikan diambil dari iuran kebajikan yang diberikan
para anggota yang dikumpulkan secara berkala. Produk takaful yang
dilakukan pada BMT disebut takaful mikro.87 Takaful mikro didirikan
86
Mervyn K. Lewis dan Latifa M. Algoud, Perbankan Syariah: Prinsip,
Praktik, dan Prospek, Cet. I. (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2003), hal.
48. 87
Takaful mikro adalah perlindungan bagi keluarga masyarakat miskin
(berpenghasilan rendah) atas risiko keuangan yang menimpa mereka, seperti
kematian, kecelakaan, sakit, kehilangan aset dan hari tua. Takaful mikro
adalah perlindungan bagi masyarakat berpenghasilan rendah dalam bentuk
aset dan tabarru’ dengan memberikan pola pengembalian untuk menghadapi
risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah. Banyak dari produk-
produk takaful yang dapat ditawarkan ke masyarakat miskin dengan beberapa
modifikasi (perubahan), seperti jumlah saldo takaful yang kecil (minimum),
durasi yang singkat, kontribusi yang rendah (premi), dan metode biaya yang
rendah terhadap pembayaran untuk memastikan kelancaran alur keluar masuk
dana takaful.
Definisi mikro suatu produk asuransi syariah yang di desain agar tepat
untuk masyarakat berpenghasilan rendah dalam kaitannya dengan biaya yang
terjangkau, syarat-syarat, jumlah jaminan (cover asuransi), dan mekanisme
pelayanan. Lebih lanjut dapat dilihat pada Sirag Elhadi, “MicroTakaful
Opportunities and need Egyptian Experience”, (Egypt: Solidarity Family
Takaful Egypt) h.11.
178 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
karena selama ini perusahaan asuransi kesulitan untuk menjangkau
kalangan tidak mampu karena sistem distribusi yang memerlukan
biaya operasional tinggi, dengan perbandingan pendapatan yang tidak
seimbang. Selain itu, perusahaan asuransi juga pada umumnya me-
nemukan kesulitan dalam menentukan premi yang harus dibebankan
pada golongan tidak mampu ini, yang secara umum tujuannya ada-
lah: a). Berkontribusi untuk membayarkan hutang atau menjamin/me-
nutup hutang bila terjadi musibah meninggal; b). Memberikan layanan
sebagai instrumen untuk membuka akses bagi masyarakat golongan
ekonomi lemah.
Hasil riset dari Ali Sakti (2013) sejalan dengan hasil pengama-
tan penulis, risetnya dilakukan di tiga wilayah yaitu Jawa Timur, Jawa
Tengah, dan Jawa Barat, jika dilihat berdasarkan entitas BMT (lemba-
ga) yang melaksanakan produk pembiayaan, maka diketahui hampir
semua BMT memiliki produk murabahah, bahkan Jawa Timur dari
sampel BMT yang disurvey sebanyak 89,77 persen yang memiliki
produk murabahah. Sedangkan BMT yang memiliki produk mudha-
rabah dan musyarakah secara umum lebih sedikit yaitu masing-masing
sebesar 53,35 persen dan 33,23 persen. Jawa tengah memiliki lebih
banyak BMT yang menjalankan produk mudharabah dan musyarakah
dibandingkan Jawa Timur dan Jawa Barat, yaitu masing-masing 57,80
persen dan 43,12 persen.88
Sejalan dengan berkembangnya pemahaman masyarakat dan
berkembangnya software akuntansi dan pembukuan, maka seharusnya
BMT dapat mengoptimalkan pula jenis pembiayaan yang berbasis
bagi hasil agar “ruh” bagi hasilnya tidak hanya sekedar jargon dalam
praktik keuangan mikro syariah. Pengembangan software perlu juga
diikuti dengan sosialisasi para pengelola BMT tentang produk mudha-
rabah dan musyarakah kepada anggota, agar pemahaman dan afeksi
tentang bagi hasil lebih optimal.
Sebagian besar BMT yang berada di wilayah Jabodetabek
memiliki status badan hukum Koperasi. Karakteristik wilayah Jabode-
tabek yang tergolong wilayah urban dengan perkembangan jumlah
penduduk yang relatif pesat memberi peluang cukup besar bagi BMT
untuk menciptakan produk atau layanan simpanan maupun pembia-
88
Ali Sakti. “Mapping of Conditions and Potential of BMT: Partner-
ship to Expand the Market and Linkage of Islamic Banking Services to the
Micro Enterprises.” Jurnal al-Muzara’ah, Vol. I, No. 1, 2013.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 179
yaan yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat urban. Kebutuhan
itu misalnya untuk biaya pendidikan, tasyakuran, maupun kebutuhan
mendesak lainnya.89
Kebutuhan pembiayaan untuk rintisan maupun pengembangan
usaha rumah tangga pun cukup banyak dan sangat potensial terutama
di sektor industri, jasa dan perdagangan. Hal ini relevan dengan
karakteristik wilayah urban yang mayoritas perekonomiannya tumbuh
dari sektor industri, jasa dan perdagangan.
Pembiayaan untuk usaha yang dibiayai BMT berupa industri
peralatan rumah tangga, pembuatan makanan minuman, pakaian, per-
cetakan, toko kelontong, sayur mayur, warung makan, jasa transport-
tasi, dan sebagainya. Semakin beragamnya usaha yang dikembangkan
masyarakat dan sesuai dengan karakteristik dan keunggulan lokal akan
menambah potensi bagi BMT dalam membantu wilayah tersebut
untuk membangun perekonomian. Hal inilah yang menjadi salah satu
nilai tambah bagi BMT karena dapat menyesuaikan diri dengan
kemajemukan usaha yang dikembangkan masyarakat dan dekat de-
ngan masyarakat tanpa hambatan prosedural.90
F. Peran BMT dalam Peningkatan Inklusi Sosial (Social
Inclusion)
Fungsi BMT secara konseptual memiliki dua fungsi: 1) Baitul
maal, berasal dari dua kata yaitu: bait berarti rumah dan maal artinya
harta. Baitul Maal wa-Tamwil (BMT) menerima titipan dana ZIS
(zakat, infak, dan sedekah) serta mengoptimalkan distribusinya
dengan memberikan santunan kepada yang berhak (para asnaf) sesuai
dengan peraturan dan amanah yang diterima; 2) Baitut Tamwil, terdiri
dua kata: bait berarti rumah, dan at-Tamwil berarti pengembangan
harta. BMT melakukan kegiatan pengembangan usaha produktif dan
investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan
makro terutama dengan mendorong kegiatan menabung dan menun-
jang pembiayaan kegiatan ekonominya.
Dari dua fungsi di atas penulis menyimpulkan bahwa BMT me-
rupakan lembaga keuangan mikro syari’ah disamping menghimpun
dana dari masyarakat juga berfungsi sebagai lembaga pembiayaan,
89
Hasil interview dan observasi di Empat BMT yang dikaji, 2017. 90
Hasil interview dan observasi di Empat BMT yang dikaji, Mei-
Agustus2017.
180 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
baik yang bersifat konsumtif maupun produktif, berarti menggabung-
kan dua kegiatan yang berbeda sifatnya yaitu laba dan nirlaba dalam
satu lembaga. Namun, secara operasionalnya BMT tetap merupakan
suatu entitas yang terpisah.
Baitul Maal wat-Tamwil juga memiliki beberapa fungsi, yaitu:
1. Penghimpunan dana, dengan menyimpan uang di BMT, uang
tersebut dapat ditinggalkan utilitasnya, sehingga timbul unit surplus
(pihak yang memiliki dana berlebih) dan unit defisit (pihak yang
kekurangan dana); 2. Pencipta dan pemberi likuiditas, dapat mencipta-
kan alat pembayaran yang sah yang mampu memberikan kemampuan
untuk memenuhi kewajiban suatu lembaga/perorangan; 3. Sumber
pendapatan, BMT dapat menciptakan lapangan kerja dan memberi
pendapatan kepada para pegawainya; 4. Pemberi informasi, memberi
informasi kepada masyarakat mengenai risiko keuntungan dan pelu-
ang yang ada pada lembaga tersebut; 5. Sebagai suatu lembaga keua-
ngan mikro Islam yang dapat memberikan pembiayaan bagi usaha
kecil, mikro, menengah dan juga koperasi dengan kelebihan tidak
meminta jaminan yang memberatkan bagi UMKM.
Adapun fungsi BMT di masyarakat adalah: 1) Meningkatkan
kualitas SDM anggota, pengurus, dan pengelola menjadi lebih profe-
sional dan islami sehingga diharapkan mampu berjuang dan berusaha
(beribadah) menghadapi tantangan globalisasi; 2) Mengorganisasi dan
memobilisasi dana sehingga dana yang dimiliki oleh masyarakat dapat
berkembang dan berputar serta termanfaatkan secara optimal di dalam
dan di luar organisasi untuk kepentingan rakyat banyak terutama
masyarakat lapisan bawah; 3) Mengembangkan kesempatan kerja; 4)
Ikut menata dan memadukan program pembangunan di masyarakat
lapisan bawah; 5) Mengukuhkan dan meningkatkan kualitas usaha dan
pasar produk–produk anggota. Memperkuat dan meningkatkan kuali-
tas lembaga-lembaga ekonomi dan sosial masyarakat banyak. Fungsi
sentral dari adanya BMT adalah meningkatkan mutu dan kualitas
sumberdaya manusia Indonesia yang masih berada pada tingkat kese-
jahteraan yang minimal, peningkatan ini menjadi pokok agar eksis-
tensi dari tujuan dan keberadaan BMT di tengah masyarakat dapat
dirasakan.91
Dari berbagai fungsi di atas, menurut Penulis, BMT telah ber-
91
Karnaen Perwataatmaja, M. Syafi’i Antonio, Apa dan Bagaimana
Bank Islam (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1992), hlm. 49.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 181
upaya mengoptimalkan fungsinya terutama melalui upaya penyelara-
san produk dan layanan BMT yang disesuaikan dengan potensi lokal
masyarakat di wilayah lokasi BMT berada. Sebagian besar BMT yang
diamati telah berupaya menjembatani masyarakat sebagai pelaku usa-
ha untuk meningkatkan kualitas produk dan pemasaran produk anggo-
tanya.
Berdasarkan perannya, BMT memiliki peran antara lain: 1)
Menjauhkan masyarakat dari praktik ekonomi yang bersifat nonislam.
Aktif melakukan sosialisasi ditengah masyarakat tentang arti penting
sistem ekonomi Islami. Hal ini bisa dilakukan dengan pelatihan-
pelatihan mengenai cara-cara bertransaksi yang Islami, misalnya
supaya ada bukti dalam transaksi, dilarang curang dalam menimbang
barang, jujur terhadap konsumen; 2) Melakukan pembinaan dan
pendanaan usaha kecil. BMT harus bersikap aktif menjalankan fungsi
sebagai lembaga keuangan mikro, misalnya dengan jalan pendampi-
ngan, pembinaan, penyuluhan, dan pengawasan terhadap usaha-usaha
nasabah; 3) Melepaskan ketergantungan pada rentenir, masyarakat
yang masih tergantung rentenir disebabkan rentenir mampu memenuhi
keinginan masyarakat dalam memenuhi dana dengan segera. Maka
BMT harus mampu melayani masyarakat lebih baik, misalnya selalu
tersedia dana setiap saat, birokrasi yang sederhana; 4) Menjaga keadi-
lan ekonomi masyarakat dengan distribusi yang merata. Fungsi BMT
langsung berhadapan dengan masyarakat yang kompleks dituntut
harus pandai bersikap, oleh karena itu langkah-langkah untuk melaku-
kan evaluasi dalam rangka pemetaan skala prioritas yang harus diper-
hatikan, misalnya dalam masalah pembiayaan, BMT harus memerhati-
kan kelayakan anggota/calon anggota dalam hal golongan anggota dan
juga jenis pembiayaan yang dilakukan. 92
Kelima peran di atas, masih belum optimal dilakukan oleh
BMT, karena terkendala oleh faktor sosial budaya masyarakat yang
cenderung memilih jalan pintas untuk menyelesaikan masalah kebutu-
han dana dengan menggunakan media atau sarana meminjam melalui
rentenir atau bank keliling tak resmi yang menawarkan persyaratan
sangat mudah namun berbiaya mahal. Menurut penulis, inilah tanta-
ngan yang cukup besar yang masih perlu dihadapi dan diselesaikan
92
Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tin-
jauan Teoritis dan Praktis (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010),
hlm. 363-365.
182 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
oleh BMT khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Untuk memerankan keempat aspek di atas, diperlukan komit-
men dan kerjasama di antara pengurus, dewan pengawas syariah dan
anggota untuk mendukung peran tersebut. Karena untuk menerapkan
prinsip syariah dan kebersamaan tanpa melihat kelas sosial dibutuhkan
kesadaran dan dukungan dari seluruh unsur dalam BMT maupun
masyarakat sekitar.
Dalam hal menjalankan peran BMT sebagaimana dijelaskan di
atas, berdasarkan pengamatan penulis, BMT telah melakukan pembi-
naan kepada anggota maupun nasabah dalam hal peningkatan pengeta-
huan di bidang ekonomi Islam khususnya tentang prinsip keuangan
dan bisnis. BMT juga secara rutin melakukan pembinaan kepada ang-
gota dalam menjalankan kegiatan bisnisnya agar berjalan lancar sesuai
dengan prinsip dalam Islam dan sekaligus memberdayakan dengan
memperhatikan kemampuan dan keinginan anggota dalam melakukan
aktivitas bisnisnya.
Hal yang relatif masih menjadi tantangan BMT adalah melepas-
kan ketergantungan masyarakat dari rentenir. Rentenir melakukan
pendekatan yang cenderung agresif kepada masyarakat dengan berba-
gai kemudahan proses pinjaman, namun akhirnya menjerat dengan
biaya bunga yang tinggi. Hal ini harus dijadikan tantangan bagi BMT
agar lebih proaktif mendekati masyarakat dengan strategi yang sehat
dan fair agar masyarakat tergerak untuk menghindari rentenir. Selain
itu dengan menunjukkan kinerja yang baik agar masyarakat tertarik
menjadi anggota.
BMT didirikan dengan berasaskan pada masyarakat yang
salaam, yaitu penuh keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan. Prin-
sip Dasar BMT adalah: 1) Ahsan (mutu hasil kerja terbaik), thayyiban
(terindah), ahsanu’amala (memuaskan semua pihak), dan sesuai
dengan nilai-nilai salaam: keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan;
2) Barakah, artinya berdaya guna, berhasil guna, adanya penguatan
jaringan, transparan (keterbukaan), dan bertanggung jawab sepenuh-
nya kepada masyarakat; 3) Spiritual communication (penguatan nilai
ruhiyah); 4) Demokratis, partisipatif, dan inklusif; 5) Keadilan sosial
dan kesetaraan gender, non-diskriminatif; 6) Ramah lingkungan; 7)
Peka dan bijak terhadap pengetahuan dan budaya lokal, serta keane-
karagaman budaya; dan 8) Keberlanjutan, memberdayakan masyara-
kat dengan meningkatkan kemampuan diri dan lembaga masyarakat
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 183
lokal.93
Mengacu pada prinsip dasar BMT di atas, pelaksanaan prinsip
tersebut dalam aktivitas BMT menurut pengamatan Penulis telah
diupayakan dengan semaksimal mungkin dengan melibatkan pendiri,
pengurus maupun pengelola BMT agar terjadi pembinaan yang berke-
lanjutan terhadap anggota terkait penanaman nilai keislaman, memba-
ngun jejaring yang luas dengan masyarakat dan berperan secara
inklusif dalam membangun kualitas masyarakat sekitar. Di samping
itu BMT melalui proses rekruitmen pengurus maupun anggota mene-
rapkan prinsip kesamaan dalam komposisi jumlah pengurus maupun
anggota dengan memperhatikan kesetaraan gender. Bahkan di bebera-
pa BMT jumlah anggotanya lebih banyak perempuan karena sebagian
besar nasabahnya pedagang pasar yang dilakukan ibu-ibu.
Dari sisi keberlanjutan, para pengelola BMT mengupayakan
agar seluruh anggota dapat dibina dan dikembangkan kapasitas usaha-
nya dengan meningkatkan jumlah pembiayaan secara bertahap dan
membuat keragaman pada pola pembiayaan agar mereka lebih berda-
ya saing dan semakin produktif. Agar masyarakat lebih merasakan
keberadaan BMT, para pengelola berupaya meningkatkan kepekaan
terhadap kebutuhan masyarakat sekitar dengan melakukan pendekatan
langsung ke masyarakat baik dalam bentuk kelompok maupun indivi-
du. Hal inilah yang memberikan indikasi bahwa BMT telah mengupa-
yakan peningkatan inklusi sosial agar masyarakat lebih berdaya dalam
bidang ekonomi.
Sebagai lembaga keuangan yang mempunyai kekhasan pada
layanannya yang lebih personal, maka interaksi yang terjadi antara
nasabah dengan lembaga keuangan (BMT) dalam kontrak pembiayaan
maupun simpanan akan dipengaruhi oleh keberadaan modal sosial.
Sebuah kontrak akan diulang ataukah sekali dan kemudian selesai
juga akan mempertimbangkan modal sosial tersebut. Lin94 mendefi-
nisikan modal sosial sebagai investasi pada hubungan sosial dengan
pengembalian yang diharapkan (expected returns) di pasar.
Modal sosial akan tercipta ketika interaksi dan hubungan antar
93
Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tin-
jauan Teoritis dan Praktis (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010),
hlm. 363-365 94
Lin, Nan. Social Capital; A Theory of Social Structure and Action
(United Kingdom: Cambridge University Press, 2002), p.19
184 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
anggota masyarakat didasarkan atas prinsip kesamaan dan kebutuhan.
Jika setiap individu memiliki keterikatan secara sosial dan didasari
oleh keikhlasan, maka pembentukan modal sosial lebih mudah dila-
kukan.
Menurut Bourdieu dalam Lin, 95 membedakan tiga bentuk
modal yaitu: modal ekonomi, modal kultural dan modal sosial. Ketiga
bentuk modal tersebut saling mendukung dalam operasional semua
jenis lembaga keuangan, hanya pada umumnya di lembaga keuangan
konvensional yang menonjol adalah modal ekonomi. Namun tidak
demikian halnya pada lembaga keuangan yang menggunakan prinsip
profit/loss sharing atau return sharing terutama yang menggunakan
akad syariah. Kontribusi modal sosial sangat besar dalam mendukung
operasional penghimpunan dan penyaluran dana karena keterbatasan
wilayah dan sistem operasional pada BMT.
Perbedaan mendasar modal sosial dari modal-modal lainnya,
adalah bahwa modal sosial bukan milik individu, tetapi muncul seba-
gai hasil dari hubungan individu. Sedangkan modal-modal lainnya
dapat menjadi milik individu dan dapat digunakan untuk kepentingan-
nya sendiri. 96
Bank Dunia dalam Hasbullah,97 mendefinisikan modal sosial
sebagai sesuatu yang merujuk ke dimensi institusional, hubungan
yang tercipta, dan norma-norma yang membentuk kualitas dan kuan-
titas hubungan sosial dalam masyarakat. Modal sosial bukan sekadar
deretan jumlah institusi atau kelompok yang menopang (underpin-
ning) kehidupan sosial, melainkan dengan spektrum yang lebih luas,
yaitu sebagai perekat (social glue) yang menjaga kesatuan anggota
kelompok secara bersama-sama.
Hasbullah98 memilah unsur pokok modal sosial ke dalam enam
kategori yaitu: partisipasi dalam satu jaringan, resiprocity, trust,
95
Lin, Nan. Social Capital; A Theory of Social Structure and Action
(United Kingdom: Cambridge University Press, 2002), p.22. 96
Ujianto Singgih Prayitno, “Pengaruh Modal Sosial Terhadap Keta-
hanan Keluarga Miskin Di Bantaran Kali Ciliwung.” Jurnal Aspirasi Vol. 3
No. 2, Desember 2012, h. 134, diakses dari http://www.jurnal.dpr.go.id/
index.php/aspirasi/article/view/271/211/ tanggal 1 April 2018. 97
Jousairi Hasbullah. Social Capital: Menuju Keunggulan Budaya Ma-
nusia Indonesia (Jakarta: MR-United Press, 2006), h.6 98
Jousairi Hasbullah. Social Capital: Menuju Keunggulan Budaya Ma-
nusia Indonesia (Jakarta: MR-United Press, 2006), h.6
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 185
norma sosial, nilai-nilai, dan tindakan yang proaktif. Secara lebih rinci
keenam unsur pokok modal sosial akan diuraikan pada alinea-alinea
berikut ini.
Pertama, partisipasi dalam satu jaringan. Modal sosial akan
kuat tergantung pada kapasitas yang ada dalam kelompok masyarakat
untuk membangun sejumlah asosiasi berikut membangun jaringannya.
Kedua, resiprocity. Modal sosial senantiasa diwarnai oleh ke-
cenderungan saling tukar kebaikan antar individu dalam suatu kelom-
pok atau antar kelompok itu sendiri. Pola pertukaran ini bukanlah
sesuatu yang dilakukan secara resiprokal seketika seperti dalam proses
jual beli melainkan suatu kombinasi jangka pendek dan jangka pan-
jang dalam nuansa altruism (semangat untuk membantu dan memen-
tingkan kepentingan orang lain). Seseorang atau banyak orang dari
suatu kelompok memiliki semangat membantu yang lain tanpa meng-
harapkan imbalan seketika.
Ketiga, trust atau rasa percaya (mempercayai) adalah suatu
bentuk keinginan untuk mengambil risiko dalam hubungan sosialnya
yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan
sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam
suatu pola tindakan yang saling mendukung, paling tidak yang lain
tidak akan bertindak merugikan diri dan kelompoknya. Dalam panda-
ngan Fukuyama (2002:334) seperti dikutip oleh Hascaryani,99 trust
adalah sikap saling mempercayai di masyarakat tersebut saling bersatu
dengan yang lain dan memberikan kontribusi pada peningkatan modal
sosial.
Unsur pokok modal sosial yang keempat adalah norma-norma
sosial akan sangat berperan dalam mengontrol bentuk-bentuk prilaku
yang tumbuh dalam masyarakat. Pengertian norma itu sendiri adalah
sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh anggota
masyarakat pada suatu entitas sosial tertentu. Norma-norma ini biasa-
nya terinstutisionalisasi dan mengandung sanksi sosial yang dapat
mencegah individu berbuat sesuatu yang akan menyimpang dari
kebiasaan yang berlaku di masyarakatnya.
Unsur yang kelima adalah nilai-nilai. Nilai adalah sesuatu ide
99
Tyas D. Hascaryani, Dkk. “Metafora Risk And Return sebagai Dasar
Pengembangan Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) yang Mandiri.” Journal of
Indonesian Applied Economics, Vol. 5 No. (1 Mei 2011), p.96. Diakses dari
http://JIae.ub.ac.id/ tanggal 30 Maret 2018.
186 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
yang telah turun temurun dianggap benar dan penting oleh anggota
kelompok masyarakat. Misalnya, nilai harmoni, prestasi, kerja keras,
kompetisi dan lainnya.
Unsur terakhir atau keenam adalah tindakan yang proaktif.
Yang dimaksud dengan tindakan yang proaktif adalah anggota pada
satu komunitas berusaha melibatkan diri dan mencari kesempatan
yang dapat memperkaya hubungan sosial dan menguntungkan kelom-
pok, tanpa merugikan orang lain, secara bersama-sama.100
Dari berbagai unsur modal sosial di atas, hal yang paling berat
untuk senantiasa dijaga dalam hubungan individu adalah trust dan
nilai. Menjaga trust antarindividu semakin sulit ketika ada sebuah
kepercayaan yang dilanggar oleh salah satu pihak dalam kumpulan
atau organisasi. Pengalaman di lapangan menunjukkan ketika salah
satu anggota lalai atau tidak dapat dipercaya dalam melaksanakan
kewajiban pembayaran angsuran pinjaman misalnya, terutama jika
disebabkan unsur kesengajaan, maka kepercayaan terhadap individu
tersebut akan hilang. Hal ini akan memengaruhi terhadap kepercayaan
antarindividu/UMKM dalam keanggotaan BMT.
Memegang teguh nilai-nilai positif dalam masyarakat saat ini
juga menjadi satu hal yang relatif berat ketika masyarakat dihadapkan
pada paradigma pragmatis dalam mencapai keinginannya, yaitu meng-
gunakan cara yang dianggap cepat padahal bertentangan dengan nilai
yang dianut bersama. Misal, seseorang yang ketika usahanya ingin
cepat berkembang melakukan persaingan tidak sehat dengan membuat
isyu bahwa produk pesaing mengandung zat-zat yang berbahaya bagi
kesehatan, agar pelanggan pesaing berpindah menjadi pelanggannya.
Pemupukan modal sosial di wilayah urban menjadi tantangan
tersendiri bagi BMT. Wilayah urban secara umum memiliki penduduk
migran yang berasal dari berbagai wilayah di seluruh Indonesia.
Mereka membawa nilai dan adat istiadat dari wilayahnya masing-ma-
sing dan membutuhkan proses akulturasi budaya sehingga terbentuk
100
Tyas D. Hascaryani, Dkk. “Metafora Risk And Return sebagai
Dasar Pengembangan Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) yang Mandiri.”
Journal of Indonesian Applied Economics, Vol. 5 No. (1 Mei 2011), p.95-96,
Diakses dari http://JIae.ub.ac.id/ tanggal 30 Maret 2018.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 187
nilai yang universal sebagai nilai yang dijunjung tinggi dalam organi-
sasi.
Dengan demikian, tantangan utama bagi BMT adalah bagai-
mana menumbuhkan modal sosial secara berkesinambungan sehingga
masyarakat menjadi inklusif secara sosial tanpa memandang kelom-
pok dan golongan. Hal ini juga merupakan salah satu kriteria dari
keuangan inklusif di mana akses masyarakat terbuka tanpa meman-
dang kelas sosial.
Sejalan dengan semangat menumbuhkan inklusivitas secara
sosial, beberapa tahun terakhir kita amati telah bermunculan gerakan
komunitas pengusaha muda ataupun pengusaha kreatif. Hal ini dapat
menjadi sebuah bukti bahwa UMKM berupaya untuk enabling small-
ness untuk memperoleh keuntungan dari kolaborasi, knowledge sha-
ring dan channel sharing yang terjadi di komunitas tersebut. Konsep
triple helix 101 yang digunakan pemerintah sebagai landasan untuk
101
Disarikan dari Nuraini dan Rifzaldi Nasri “Strategi Pengembangan
Industri Kreatif Dengan Pendekatan Triple Helix (Studi Kasus Pada Industri
Kreatif Di Tangerang Selatan)”, ISBN: 978-602-361-067-9 Prosiding Semi-
nar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2017 “Perkembangan Konsep dan
Riset E-Business di Indonesia.
Dalam ekonomi kreatif, sistem Triple Helix menjadi payung yang
menghubungkan antara Cendekiawan (Intellectuals), Bisnis (Business), dan
Pemerintah (Government) dalam kerangka bangunan ekonomi kreatif. Dimana
ketiga helix tersebut merupakan aktor utama penggerak lahirnya kreativitas,
ide, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang vital bagi tumbuhnya industri
kreatif. Hubungan yang erat, saling menunjang, dan bersimbiosis mutualisme
antara ke-3 aktor tersebut dalam kaitannya dengan landasan dan pilar-pilar
model ekonomi kreatif akan menentukan pengembangan ekonomi kreatif
yang kokoh dan berkesinambungan.
Ada tiga aktor utama dalam pengembangan ekonomi kreatif, yaitu:
pemerintah, bisnis dan cendekiawan. Harmonisasi dan integrasi ketiga aktor
iniakan menjadi “energi” yang sangat besar dalam akselerasi pengembangan
industri kreatif diIndonesia khususnya. Berdasarkan gambar tersebut dapat
diketahui faktor-faktor yang akan mendorongperkembangan ekonomi kreatif
di Indonesia, yaitu:
1. Dari sisi pemerintah: arahan edukatif, penghargaan insan kreatif
dan konservasi,dan insentif.
2. Dari sisi bisnis: kewirausahaan, business coaching and mentoring,
skemapembiayaan, pemasaran dan business matching, komunitas
kreatif.
188 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
pengembangan ekonomi kreatif 2025 kini telah berkembang menjadi
pendekatan quad helix.102 Pendekatan ini melibatkan komunitas seba-
gai elemen penting di samping sektor pemerintah, sektor bisnis dan
sektor akademisi atau universitas sebagai perwujudan perkembangan,
penentu arah kebijakan dan menjaga lingkungan bisnis agar tetap kuat
dan mampu bersaing di pasar global.
Adanya pengembangan ekonomi kreatif sebagai bagian dari
upaya meningkatkan daya saing usaha dan produk para pelaku
UMKM juga patut dikembangkan di BMT. Sehingga para pelaku
UMKM dapat mengikuti perkembangan dengan meningkatkan kreati-
vitas dan melakukan inovasi dalam berbagai usaha yang dibiayai oleh
BMT.
Pengembangan kreativitas dan inovasi tidak terlepas dari
adanya sinergi dan kerjasama antaranggota atau pelaku UMKM.
Dengan penanaman modal sosial yang baik maka BMT akan semakin
mudah menggerakkan anggotanya. Ketika unsur-unsur modal sosial
telah terbentuk dan terinternalisasi dalam diri para anggota BMT,
maka peran BMT dalam meningkatkan inklusi sosial anggota maupun
masyarakat akan lebih mudah dicapai.
3. Dari sisi cendekiawan: kurikulum berorientasi kreatif dan entre-
preneurship, kebebasan pers dan akademik, riset inovatif multidi-
siplin, lembaga pendidikan dan pelatihan.
102
Metasari Kartika, “Pemetaan Ekonomi Kreatif Subsektor Kuliner di
Kota Pontianak.” Jurnal Ekonomi Bisnis dan Kewirausahaan, Vol.7, No.1
(2018): 58-71.
Konsp quad-helix merupakan pengembangan dari triple helix terdiri
dari pemerintah, swasta, intelektual, dan komunitas kreatif. Hal ini lebih tepat
untuk diterapkan saat ini. Model pengembangan ekonomi kreatif dibangun
oleh quad-helix, dimana sebagai fondasi yakni orang-orang kreatif dan ditto-
pang oleh lima pilar utama yang kokoh, yaitu sumber daya pendukung,
industri, penyaluran pembiayaan, pemasaran, teknologi dan infrastruktur.
Antara fondasi dan pilar tidak dapat berinteraksi dengan efektif apabila tidak
ada dukungan kelembagaan sebagai atap model pengembangan ekonomi
kreatif. Pilar-pilar tersebut dipayungi oleh kelembagaan yang mendukung
pengembangan ekonomi kreatif.
189
Bab V DEKOMPOSISI PERSOALAN
DAN STRATEGI PENINGKATAN
LITERASI DAN INKLUSI KEUANGAN
PADA BMT
Pada bab ini dijelaskan hasil dari proses dekomposisi perma-
salahan terkait peningkatan inklusi dan literasi keuangan dari pendapat
responden yang terdiri atas para ahli, akademisi dan praktisi di bidang
BMT. Para ahli dan akademisi yang dipilih adalah mereka yang telah
berpengalaman dalam menulis karya ilmiah dan menjadi pemerhati
masalah BMT. Adapun praktisi merupakan pelaku/pengelola yang
cukup berpengalaman dalam mengelola BMT. Dari pendapat para
responden, kemudian dipetakan beberapa permasalahan dan sub per-
masalahan yang terjadi dalam pelaksanaan aktivitas BMT maupun
kebijakan yang memayunginya. Dari peta permasalahan tersebut
kemudian dikembangkan alternatif strategi yang diusulkan dalam
rangka meningkatkan literasi dan inklusi keuangan pada BMT.
A. Dekomposisi Permasalahan BMT
Pada proses dekomposisi, Penulis memetakan permasalahan
BMT yang bersumber dari kajian literatur dan riset terdahulu. Berda-
sarkan rujukan tersebut, permasalahan yang dialami BMT dalam
meningkatkan inklusi dan literasi keuangan dibagi dalam empat aspek
klaster permasalahan, terdiri dari klaster sumber daya manusia (SDM),
Legal/Struktural, Infrastruktur, dan Produk. Setiap klaster memiliki
sub klaster/node. Permasalahan tersebut kemudian dikonfirmasi kepa-
da para ahli melalui depth interview. Dari hasil interview kemudian
dimasukkan ke dalam software superdecisions untuk dibuatkan kue-
sioner yang mengkaitkan antarklaster dan node yang ada pada masing-
masing klaster. Kuesioner kemudian dibagikan kepada para ahli,
Penulis memandu pengisiannya untuk melihat konsistensi jawaban
baik dalam diri responden maupun antarresponden.
190 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
B. Perspektif Ahli tentang Masalah BMT dalam Meningkatkan
Inklusi dan Literasi
Kuesioner disusun berdasarkan aspek-aspek kepentingan yang
diperbandingkan untuk berbagai klaster dan node. Responden diminta
mengisi kuesioner tersebut secara menyeluruh untuk mendapatkan
jawaban. Kemudian jawaban ditabulasi dan diolah dengan menggu-
nakan rumus-rumus ANP. Berdasarkan hasil kesepakatan responden,
masalah yang dihadapi BMT dalam meningkatkan keuangan inklusif
dan literatif berdasarkan prioritasnya yaitu: Sumber Daya Manusia/
SDM (28,33%), diikuti dengan produk (25,48%), legal (24,23%) dan
terakhir infrastruktur (19,21%). Dalam hal kesepakatan antarrespon-
den, mereka menyepakati prioritas dari keempat masalah tersebut
sebesar 21,35% atau sebesar 0,2135.
Gambar 5.1 Aspek-aspek Permasalahan BMT
Menurut Responden (N=9) Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fiqih
Apriadi,1 bahwa masalah di BMT yang diamati juga terdiri dari
1 Fiqih Apriadi, dan Muhammad Findi A,“Solusi Peningkatan Sum-
berdaya Manusia Pada Baytul Maal wat Tamwil (BMT) di Indonesia Melalui
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 191
masalah internal dan eksternal. Masalah internal yang menjadi masa-
lah utama adalah SDM (0,61). Angka prioritas tersebut menunjukkan
bahwa permasalahan utama pada internal BMT adalah permasalahan
SDM. Permasalahan SDM pada BMT sangat mendesak untuk
diselesaikan. Sejalan dengan masalah, maka solusi yang lebih diprio-
ritaskan berdasarkan aspek internal adalah solusi masalah SDM (0,60).
Angka tersebut menunjukkan bahwa solusi utama yang perlu untuk
dilaksanakan adalah solusi SDM.
Jika dilihat lebih rinci maka terdapat tiga permasalahan prioritas
yang perlu diselesaikan yaitu penerapan teknologi, seleksi SDM dan
konsistensi. Penerapan teknologi terdapat pada klaster teknis pengelo-
laan yang merupakan prioritas kedua, namun ternyata penerapan tek-
nologi memiliki prioritas yang lebih utama dibandingkan solusi SDM
satu per satu secara keseluruhan. Begitu juga dengan solusi konsis-
tensi yang merupakan bagian dari klaster solusi internal BMT. Konsis-
tensi para SDM sendiri merupakan salah satu kunci sukses dari penge-
lolaan BMT. Strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasa-
lahan internal dan eksternal BMT sesuai dengan urutan prioritas ada-
lah melalui standarisasi SDM dan sistem training edukasi menempati
urutan pertama (0.41).
Standardisasi SDM berkaitan dengan standardisasi dalam
kualifikasi/persyaratan SDM BMT yang diantaranya harus memiliki
kemampuan dalam melayani secara profesional dan memahami karak-
teristik masyarakat kecil/mikro. Kualifikasi lain adalah kemampuan
dalam memahami fiqih muamalah dan filosofi gerakan BMT yang
berbeda dengan lembaga keuangan lainnya. Filosofi gerakan BMT
yang berwujud koperasi adalah menjadi penggerak ekonomi rakyat
kecil. Hal ini sejalan dengan Fungsi dan peranan BMT yaitu:1) Meng-
identifikasi, memobilisasi, mengorganisir, mendorong dan mengem-
bangkan potensi serta kemampuan ekonomi anggota, kelompok
anggota muamalat, dan daerah kerja lainnya. 2) Meningkatkan kuali-
tas SDM (sumber daya manusia) anggota; 3) Menggalang dan memo-
bilisir potensi masyarakat, dan 4) Menjadi perantara keuangan.2 Jika
Pendekatan Analytic Network Process (ANP).” Jurnal Al –Muzara’ah, 1 (2),
(2013):115. 2
Muhammad Ridwan, Pendirian Baitul Mal wat-Tamwil (BMT),
(Yogyakarta: Citra Media, 2006) hlm:1
192 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
BMT dikelola oleh SDM yang berkualitas dan memahami fungsi
BMT dengan baik, maka peran dan fungsi BMT akan dapat dijalankan
secara optimal.
1. Masalah SDM
Menurut perspektif ahli, masalah SDM dibagi dalam dua
kategori yaitu kemampuan dan keahlian. Kemampuan SDM ber-
dasarkan kesepakatan ahli memiliki nilai prioritas 51,21% dan diikuti
keahlian (48,61%). Artinya seluruh responden memandang kemampu-
an lebih penting memengaruhi SDM dibandingkan keahlian. Para
responden bersepakat pada masalah SDM sebesar 0,04 (W = 4,93%).
Artinya tingkat kesepakatan antar responden tergolong rendah, hal ini
dapat disebabkan karena latar belakang responden atau informan yang
sangat beragam. Dengan demikian dalam persoalan SDM lebih
diserahkan kepada pelaku BMT dalam penyelesaiannya, karena ting-
kat kesepakatan expert relatif rendah terhadap masalah ini.
Gambar 5.2 Prioritas Responden tentang Permasalahan SDM
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
Terkait dengan kemampuan SDM, ada beberapa kriteria masa-
lah kemampuan yang dianggap penting dan mendapat prioritas untuk
diselesaikan, yaitu: 1) knowledge capacity (kapasitas pengetahuan)
dengan prioritas 20,19%, 2) spiritual capacity (kapasitas spiritual)
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 193
20,17%, 3) social capacity (kapasitas sosial) 20,07%, 4) economic
capacity (kapasitas ekonomi), 19,26%, dan 5) financial capacity
(kapasitas finansial) 18,89%. Seluruh informan memiliki tingkat
kesepakatan relatif rendah yaitu sebesar 2,34% terhadap masalah
kemampuan SDM. Seperti dijelaskan pada gambar berikut:
Gambar 5.3 Prioritas Responden tentang Kemampuan SDM
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
Dengan demikian, aspek yang paling penting dalam mendukung
Kemampuan SDM BMT adalah knowledge capacity. Knowledge
capacity dapat berupa pengetahuan yang berkaitan dengan kelem-
bagaan BMT, meliputi visi dan misi serta tujuan baik bersifat umum
maupun khusus yang diturunkan dalam operasional dan prosedur
pelaksanaan kerja. Dengan kapasitas pengetahuan yang memadai maka
SDM akan mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya de-
ngan baik. Kapasitas pengetahuan merupakan bagian dari kompetensi
SDM. Hal ini sejalan dengan pendapat Lasmaya (2016),3 menyatakan
kompetensi merupakan suatu kemampuan yang dimiliki oleh individu
untuk meningkatkan prestasi kerja melalui aspek pengetahuan, kete-
rampilan dan sikap dalam menyelesaikan serangkaian pekerjaan atau
tugas secara efektif sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Jadi, berdasarkan definisi diatas disimpulkan bahwa kompetensi
3Lasmaya, S M.. “Pengaruh Sistem Informasi SDM, Kompetensi Dan
Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan”. Jurnal Ekonomi, Bisnis &
Entrepreneurship. Vol.10 (1). 2016.
194 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
merupakan suatu karakteristik yang ada pada diri setiap individu yang
terlihat maupun tersembunyi yang dapat meningkatkan kinerja
individu dan organisasi sehingga tidak hanya bergantung pada sistem
namun pada potensi yang dimiliki SDM, sehingga dapat bekerja
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dengan hasil yang
superior. Kapasitas spiritual yang memadai ditunjukkan oleh kemampuan
dalam menjalankan nilai-nilai Islam pada berbagai aktivitas ibadah
wajib maupun sunnah, mampu memelihara diri dari perbuatan yang
diharamkan terutama berkaitan dengan hal-hal yang dilarang dalam
praktik keuangan mikro seperti riba, spekulasi dan manipulasi. Selain
itu juga mampu menerapkan nilai-nilai Islam dalam berinteraksi
dengan para nasabah maupun rekan sekerja.
Hal ini sejalan dengan pendapat Bariah et. al.,(2015)4 yang
mengidentifikasi indikator-indikator Competency based on Islamic
Values (IVC) sebagai berikut: a) Islamic characters; ethics moral,
responsibility, intellectuality (emotion, spiritual, intellectual), and
commitment; b) Banking knowledge (Islamic, conventional, fiqh mua-
malah) and, c) Skills; analytical thinking, communication, and mana-
gerial skills.
Kapasitas sosial yang dimiliki SDM dapat dicirikan dengan
adanya kemampuan dalam menumbuhkan partisipasi masyarakat men-
cakup penguatan kapasitas setiap individu (warga masyarakat), kapa-
sitas kelembagaan (organisasi dan nilai-nilai perilaku) dan kapasitas
jejaring (networking) dengan lembaga lain serta interaksi dengan sis-
tem yang lebih luas. Kemampuan ini harus dimiliki karena sejalan
dengan peran BMT yang mengarah pada pemberdayaan dan pemba-
ngunan masyarakat. Jika setiap SDM pengelola BMT memiliki
kemampuan membangun jejaring yang baik, maka akan mempermu-
dah proses peningkatan keterlibatan masyarakat di BMT.
Pembentukan kapasitas sosial SDM dapat dilakukan melalui
pembentukan halaqah (kelompok) diskusi yang membahas hal-hal
yang berkaitan dengan persoalan yang dihadapi masyarakat sekitar,
sehingga terbentuk kepekaan pada masing-masing individu dan timbul
4 Bariah N, dkk. “The Determinants of Islamic Banking Human Reso-
urce Performance: Bank Syariah Mandiri Indonesia.” International Journal
of Information Technology and Business Management. Vol. 40 (1). 2015.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 195
keinginan untuk melibatkan diri dalam proses penyelesaian persoalan.
Economic capacity pada SDM BMT sangat penting terkait
dengan kemampuan dalam menyelesaikan permasalahan ekonomi,
baik dalam perspektif mikro maupun makro. Kemampuan ini dibutuh-
kan dalam membantu para anggota atau nasabah yang mengalami
masalah dalam usahanya, mereka depat memberikan masukan dalam
penyelesaian masalah sehingga terhindar dari kerugian.
Financial capacity terkait dengan kemampuan SDM dalam
memahami persoalan yang berkaitan dengan keuangan. Misalnya
kemampuan membuat laporan keuangan, menganalisis rasio-rasio
keuangan dalam laporan keuangan, membuat rekomendasi terhadap
kondisi laporan keuangan anggota maupun memprediksi kemungkinan
persoalan finansial yang terjadi pada anggotanya. Dengan kemampuan
ini, diharapkan SDM mampu mengelola keuangan dan mematuhi
ketentuan yang berlaku khususnya terkait dengan kinerja keuangan
BMT maupun anggotanya.
Kemampuan memahami permasalahan keuangan pada SDM
juga akan mempengaruhi kinerja BMT secara umum, baik dalam
aspek kesehatan BMT maupun akuntabilitas pengelolaannya. Finan-
cial capacity dapat ditingkatkan dengan cara memberikan pelatihan
kepada SDM tentang Manajemen Keuangan, Akuntansi, maupun
Manajemen BMT secara umum.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Martowijoyo, (2001)5;
Arsyad, (2005)6 yang lebih menekankan pada kinerja keuangan dan
penyelenggaraan Koperasi Simpan Pinjam yang berkenaan dengan
pertumbuhan aset, profitabilitas, dan kualitas aktiva. Sementara, Galor
(2005)7 melihat bahwa model pemberdayaan yang efektif terhadap
Koperasi Simpan Pinjam adalah dengan memperkuat permodalan
5Sumantoro Martowijoyo, Dampak Pemberlakuan Sistem Bank Per-
kreditan Rakyat terhadap Kinerja Lembaga Keuangan Pedesaan. Yogyakarta:
Disertasi Doktor UGM. 2001. 6Lincolin Arsyad, “An Assesment of Performance and Sustainability
of Microfinance Institution: A Case Study of Village Credit Institution in
Gianyar, Bali.” (Adelaide: Faculty of Social Sciences, Flinders University
Adelaide), 2005. 7Oded Galor. “From Stagnation to Growth: Unied Growth Theory." In
Handbook of Economic Growth, Vol IA, ed. Philippe Aghion and Steven N.
Durlauf, 171(293). Amsterdam, The Netherlands:Elsevier North-Holland.
2005.
196 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
melalui partisipasi anggota dalam penghimpunan dana. Senada dengan
Morshed (2004)8 menyatakan bahwa pada lembaga keuangan mikro
antara penguatan permodalan dan penguatan kapasitas lembaga meru-
pakan dua hal yang sama pentingnya. Penulis sependapat dengan
peneliti lain yang melihat faktor permodalan yang tidak lain terkait
dengan kapasitas finansial lembaga maupun kemampuan SDMnya
akan mempengaruhi keberlangsungan BMT dalam melakukan pem-
berdayaan.
Sumber daya manusia di BMT diharapkan memiliki beberapa
kemampuan tersebut karena berkaitan dengan peran ekonomi dan
sosial keagamaan yang diperankan BMT pada masyarakat sekitar.
Untuk dapat melaksanakan fungsinya sebagai pemberi pelayanan di
bidang keuangan, BMT harus memiliki SDM yang paham dan mampu
melakukan pelayanan di bidang keuangan, memahami latar belakang
dan keragaman anggota/nasabah. SDM juga harus mampu melakukan
pembinaan secara sosial maupun sisi keagamaan para anggota nasabah
serta memiliki kemampuan membantu mengembangkan potensi
ekonomi anggota hingga mereka dapat menjadi anggota yang mandiri
secara ekonomi dan finansial. Hal inilah yang membedakan kriteria
kemampuan SDM di BMT dibanding lembaga keuangan mikro lain
dan lembaga keuangan pada umumnya.
Untuk mendapatkan SDM sesuai kriteria tersebut, BMT me-
miliki hambatan dalam proses rekrutmen, dimana terbatasnya jumlah
SDM yang sesuai dengan kriterianya karena sistem rekrutmen yang
dilakukan sebagian besar menggunakan sistem rekrutmen tertutup
atau memanfaatkan informasi dari dalam. Sehingga SDM yang dipe-
roleh dari hasil rekrutmen perlu dikembangkan dan dilatih agar
memiliki kemampuan sesuai yang diharapkan dan dibutuhkan waktu
yang relatif lama untuk mengembangkannya. Untuk meningkatkan
kinerja SDM, BMT perlu mempertimbangkan kembali proses rekrut-
men secara terbuka agar mendapat SDM yang unggul dan sesuai
dengan kapasitas atau kemampuan yang dibutuhkan, sehingga pelaya-
nan lebih berkualitas dan kinerja BMT secara keseluruhan akan lebih
baik.
8
S.J. Turnovsky Morshed. “Sectoral Adjustment Costs And Real
Exchange Rate Dynamics In A Two-Sector Dependent Economy.” Journal of
International Economics, 2004. http://www.sciencedirect.com/science/arti
cle/pii/ (diunduh, 11 September 2018).
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 197
Hal ini sependapat dengan penelitian Martowijoyo (2001)9 me-
nyatakan bahwa faktor eksogen yang mempengaruhi Lembaga Keua-
ngan Pedesaan (LKP) antara lain adalah adanya hubungan sosial yang
menggambarkan tingkat keintiman hubungan antara lembaga dengan
anggotanya.
Di sisi lain, masalah keahlian SDM juga penting menurut res-
ponden. Prioritas kepentingan pada keahlian SDM menurut responden
sebagai berikut: 1) keahlian membina nasabah (21,68%), 2) pemaha-
man konsep pelayanan (20,84%), 3) penguasaan produk (19,70%), 4)
keahlian membangun jaringan (18,35%) dan 5) penguasaan fiqih
muamalah (17,98%).
Dari beberapa keahlian yang diharapkan dimiliki oleh SDM
BMT, keahlian dalam membina nasabah dianggap paling berpenga-
ruh. Hal ini disebabkan karena pembinaan nasabah merupakan salah
satu ciri khas BMT dalam memberikan pelayanan kepada UMKM agar
mereka lebih mampu mengelola dana dan mengembangkan ekonomi-
nya. Keahlian dalam membina nasabah dapat dikembangkan dengan
melatih SDM tentang berbagai pengetahuan bidang usaha, karakte-
ristik nasabah, pendekatan psikologi dan sosial, sehingga mereka
secara efektif dapat mengenali nasabah, tepat dalam melakukan pen-
dekatan dan melakukan pembinaan kepada anggota dan nasabahnya.
Pembinaan yang baik akan menghasilkan kualitas anggota yang tang-
guh dan pembiayaan yang disalurkan pun akan berjalan dengan baik
tanpa kendala dengan kata lain meminimalisir terjadinya pembiayaan
bermasalah.
Selanjutnya adalah keahlian dalam memberikan pelayanan juga
merupakan hal yang penting karena BMT sifatnya adalah lembaga
pelayanan kepada masyarakat khususnya UMK yang memiliki karak-
teristik dan strata sosial berbeda dibandingkan nasabah lembaga keua-
ngan umumnya. Pemahaman terhadap budaya lokal masyarakat
sekitar perlu diberikan kepada SDM agar mereka dapat memahami
kebutuhan anggota serta kemampuan dalam menggunakan etika atau
tata krama pelayanan yang sesuai dengan adat istiadat. Dengan
demikian anggota akan merasa puas dan menjadi pelanggan yang
9Sumantoro Martowijoyo, “Dampak Pemberlakuan Sistem Bank Per-
kreditan Rakyat terhadap Kinerja Lembaga Keuangan Pedesaan.” Yogya-
karta: Disertasi Doktor UGM. 2001.
198 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
loyal kepada BMT dan memanfaatkan semua kebutuhan keuangannya
di BMT bahkan merekomendasikan kepada pihak lain karena menda-
patkan kepuasan dalam pelayanannya.
Gambar 5.4 Prioritas Responden tentang Keahlian SDM
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
Dalam beberapa penelitian lain, Mu’alim and Abidin (2005)10
yang melakukan penelitian tentang professionalisme praktisi BMT di
kota Jogyakarta dan Kabupaten Sleman. Hasil penelitian menyatakan
bahwa, pertama, keahlian atau profesionalisme praktisi BMT cende-
rung dimaknai dalam konteks kualitas pelayanan yang diberikan oleh
BMT terhadap nasabahnya. Artinya, tolok ukur profesionalisme yang
paling besar terletak pada kualitas pelayanan. Kedua, Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi terhadap profesionalisme praktisi BMT,
yaitu: (1) Pemahaman terhadap konsep keuangan syariah, (2) kendala
operasional sistem keuangan syari’ah, (3) Manajemen SDM (Pemba-
gian Peran dan Fungsi), (4) Penampilan (Performance) BMT di antara
persaingan bisnis perbankan, (5) ketidaksesuaian antara jumlah tabu-
ngan dan pembiayaan, (6) nisbah bagi hasil yang kurang mengun-
tungkan nasabah, (7) mudharabah yang kurang menjadi prioritas
BMT. Sementara, diantara kebutuhan-kebutuhan untuk meningkatkan
10
A. Mu’alim, A. & Z. Abidin, (2005). “Profesionalisme Praktisi BMT
di Yogyakarta dan Kabupaten Sleman”, Millah Vol 4 (2), p. 68-86.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 199
profesionalisme antara lain; (1) Penguasaan Konsep Keuangan
Syari’ah dari segi teori maupun dari segi prakteknya. (2) Kemampuan
Melakukan uji kelayakan usaha dengan sangat baik, (3) Kemampuan
menjelaskan konsep keuangan syari’ah secara baik. (4) Kemampuan
dalam penggunaan Sistem komputerisasi pelayanan BMT, (5) Pening-
katan pelatihan-pelatihan Perbankan Syari’ah secara kuantitas dan
kualitas, (6) Pengembangan produk- produk BMT secara lebih varaitif
dan menarik. 11
Peneliti sependapat dengan pernyataan di atas, dan hal
ini disepakati pula oleh para responden bahwa masalah profesio-
nalisme adalah hal yang kompleks tidak hanya berkaitan dengan SDM
namun juga faktor pendukungnya,
2. Masalah Produk
Masalah produk sebenarnya adalah masalah internal BMT, na-
mun dapat memengaruhi secara eksternal artinya karena produk yang
kurang menarik, tidak dikembangkan dengan baik, akan memengaruhi
minat anggota atau calon anggota dalam memanfaatkan produk BMT.
Terkait masalah produk, prioritas masalah terdiri dari: 1) pengem-
bangan produk (35,46%), 2) pemahaman produk (33,75%), dan 3)
keragaman produk (29,36%). Dengan tingkat kesepakatan seluruh
responden sebesar 18,82%. Responden memandang bahwa persoalan
produk atau pelayanan BMT yang paling utama adalah pengembangan
produk.
Produk atau layanan ini sangat terkait dengan bisnis inti (core
business) dan keberlangsungan BMT ke depan. Salah satu hal yang
membuat suatu institusi atau lembaga eksis dalam jangka panjang
adalah adanya inovasi atau pengembangan produk. Begitu pula de-
ngan BMT, jika lembaga ini senantiasa melakukan evaluasi terhadap
anggota tentang minat mereka terhadap produk BMT dan kepuasan-
nya menggunakan produk, maka akan diperoleh informasi yang tepat
tentang pentingnya melakukan perubahan dan pengembangan produk.
Di samping itu jika BMT memahami kebutuhan anggotanya serta
memahami posisi persaingan dengan lembaga lain, maka BMT dapat
11
Zulkifli Rusby, dkk., “Analisa Permasalahan Baitul Maal Wat Tam-
wil (BMT) melalui Pendekatan Analytical Network Process (ANP)”, Jurnal
Al-Hikmah Vol. 13, No. 1, April 2016 ISSN 1412-5382
200 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
berinovasi melalui produknya sehingga dapat senantiasa diterima
pasar.
Pemahaman produk terkait dengan bagaimana produk yang
dijual atau disajikan kepada anggota dipahami oleh para pengelola dan
pelaksana di lapangan. Apabila tingkat pemahaman pelaku BMT ter-
hadap produk baik maka proses transfer informasi dan delivery (pe-
nyampaian) pelayanan kepada anggota atau nasabah pun akan baik.
Keragaman pada produk akan memengaruhi keputusan calon
anggota dalam memilih BMT. Semakin beragam produk dan sesuai
dengan kebutuhan anggota maka anggota akan lebih banyak meman-
faatkan layanan BMT serta membuat anggota semakin puas dan loyal.
Berikut disajikan hasil perspektif informan tentang masalah
produk BMT, baik secara keseluruhan maupun per individu:
Gambar 5.5 Prioritas Responden tentang Masalah Produk
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
Berkaitan dengan pengembangan produk, responden mengang-
gap bahwa pengembangan produk berbasis keunggulan lokal adalah
hal yang paling penting dibandingkan melakukan pengembangan pro-
duk yang adaptif dengan perubahan lingkungan dan mengembangkan
produk melalui riset dan analisis keunggulan. Pengembangan produk
berdasar local genuine (keunggulan lokal) merupakan salah satu
strategi pengembangan produk yang sudah banyak dilakukan oleh
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 201
BMT. Melalui strategi ini diharapkan produk yang ditawarkan dite-
rima dengan baik oleh anggota. Dengan tingkat penerimaan yang baik,
maka anggota akan memanfaatkan produk secara optimal sehingga
terjadi simbiosis mutualisma (hubungan yang saling menguntungkan)
dimana BMT akan mendapatkan manfaat pendapatan dari anggota dan
anggota pun akan terbantu kebutuhannya melalui produk/layanan
BMT. Dengan demikian hal ini akan memperlancar proses tumbuhnya
usaha masyarakat dan berkembangnya perekonomian di wilayah seki-
tar. Hal ini akan meningkatkan jumlah anggota yang dapat meman-
faatkan produk BMT dan membuat BMT makin inklusif.
Prioritas pengembangan produk yang kedua adalah produk yang
disajikan adaptif terhadap perubahan. Hal ini berarti produk BMT
diharapkan dinamis mengikuti perubahan yang terjadi di lingkungan-
nya, seperti perubahan teknologi, perubahan sosial dan budaya yang
akan berdampak pada tuntutan kebutuhan yang makin beragam dan
lebih up to date (kekinian). Untuk menjawab masalah ini, BMT perlu
senantiasa memperhatikan gejala perubahan di masyarakat melalui
proses komunikasi dan pengamatan terhadap perilaku anggota mau-
pun masyarakat sekitar. Pelaku BMT juga perlu mempelajari tekno-
logi atau aplikasi sistem yang relevan dan mendukung terhadap upaya
pengembangan produk.
Untuk mendukung hal tersebut dibutuhkan SDM yang selalu
memiliki motivasi belajar dan berupaya mengembangkan diri sehing-
ga selalu bersemangat untuk mempelajari hal-hal yang baru. Secara
kelembagaan BMT juga harus terus mendorong dirinya untuk senan-
tiasa adaptif terhadap perubahan agar tidak tergerus oleh adanya
persaingan dengan lembaga yang lebih agresif dalam melihat peluang
pasar.
Faktor terakhir yang harus diperhatikan dalam pengembangan
produk adalah adanya riset dan analisis keunggulan. Proses ini
dipandang perlu karena inisiatif dalam hal mengembangkan produk
tidak lahir dari dalam BMT semata, namun juga harus melalui penja-
jagan dan penyikapan terhadap ide-ide yang berkembang di lingku-
ngannya. Analisis terhadap keunggulan dapat dilakukan melalui anali-
sis Strenght (kekuatan), Weakness (kelemahan), Opportunity (pelu-
ang), dan Threat (ancaman) atau disingkat dengan SWOT terhadap
kinerja BMT selama beberapa waktu sebelumnya. Melalui analisis ini
akan diperoleh skor kekuatan atau keunggulan BMT dalam berbagai
aspek termasuk produk/layanan yang menjadi salah satu bisnis utama-
202 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
nya dibandingkan pesaingnya. Dengan demikian, BMT dapat memilih
akan concern mengembangkan produk berdasarkan strategi yang disa-
rankan dari hasil SWOT tersebut.
Memiliki keunggulan bagi BMT merupakan suatu hal yang
mutlak dibutuhkan dalam memenangkan persaingan. Apalagi di
tengah tumbuhnya lembaga keuangan mikro lain maupun para pelaku
bisnis simpan pinjam tradisional (rentenir) di kalangan masyarakat
yang menggunakan strategi jemput bola dan menggunakan persyara-
tan yang simpel. Menyikapi persaingan bisnis simpan pinjam dengan
membangun keunggulan dalam bentuk keunggulan spiritual capacity
(kapasitas spiritual) dan sosial capacity (kapasitas sosial) yang dita-
warkan BMT diharapkan dapat diterima dengan baik oleh masyarakat
mengingat dampak ekonomi dan sosial dari pelaku rentenir yang
cenderung negatif. Keunggulan melalui perwujudan spiritual capacity
para anggota dengan pembinaan keagamaan yang dlilakukan pihak
BMT kepada para anggotanya dibantu oleh para ulama dan tokoh
masyarakat. Agar BMT tidak hanya dianggap sebagai lembaga ekono-
mi murni, selain membangun sisi ekonomi masyarakat BMT juga
membangun sisi spiritualnya sehingga lebih berkualitas rohaninya dan
lebih tahan dalam menghadapi persoalan-persoalan kehidupan berma-
syarakat. Kualitas spiritual yang baik juga dapat meminimalkan terja-
dinya moral hazard dalam pembiayaan.
Membangun kapasitas sosial dapat dilakukan melalui budaya
membangun tim dan memupuk kepekaan sosial terhadap sesama ang-
gota maupun masyarakat secara umum. BMT dapat mengembangkan
program pinjaman berkelompok (group lending) untuk membangun
kerjasama dan tanggung jawab secara berkelompok serta memini-
malisir terjadinya risiko individual pada pembiayaan. Metode group
lending yang dikembangkan di beberapa negara seperti Grameen Bank
di Bangladesh, Banco Solidario di Bolivia dan beberapa lainnya di
Amerika Latin terbukti mampu membangun kapasitas sosial nasabah-
nya. Ketika BMT juga mampu menumbuhkan kapasitas sosial maka
ini merupakan satu keunggulan yang akan menjadi daya tarik bagi
calon anggota untuk terlibat di dalamnya dan anggota yang ada akan
lebih loyal. Hal ini juga akan meminimalisir risiko dan penyimpangan
penggunaan pembiayaan karena adanya tanggung jawab bersama yang
dibangun dalam kelompok. Pada grafik berikut digambarkan skor res-
ponden tentang pengembangan produk:
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 203
Gambar 5.6 Prioritas Responden tentang Masalah
Pengembangan Produk
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
Aspek penting lain dalam produk adalah pentingnya pemaha-
man tentang produk. Berdasarkan hasil sintesis responden, hal yang
paling penting dalam pemahaman produk ditentukan oleh kemampuan
teller (35,18%), kemudian pemahaman tentang keamanan produk
(32,89%), dan terakhir pemahaman terhadap nasabah (31,66%).
Delivery (penghantaran) produk ke tangan konsumen dalam hal
ini anggota atau nasabah BMT dikatakan berhasil jika produk diterima
dan dipahami oleh yang membutuhkan produk tersebut. Dalam proses
delivery melibatkan SDM yaitu teller atau administrator yang mampu
memberikan penjelasan tentang deskripsi produk dan mampu menja-
wab berbagai pertanyaan seputar produk yang ditawarkan. Untuk itu,
kemampuan teller dalam hal tersebut harus senantiasa ditingkatkan
melalui berbagai pelatihan dan pengembangan wawasan terkait pela-
yanan dan produk. Teller juga harus mampu menjelaskan kepada
nasabah tentang karakteristik dan faktor keamanan pada produk
(khususnya produk simpanan) agar dapat dipercaya oleh nasabah.
Untuk memudahkan nasabah memahami produk, maka teller harus
memposisikan diri dan berusaha memahami latar belakang anggota
agar dapat berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang tepat
sehingga produk dapat dipahami nasabah dengan baik. Hasil persepsi
responden secara keseluruhan tentang pemahaman produk dijelaskan
pada gambar berikut:
W = 21.94%
204 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Gambar 5.7 Prioritas Responden tentang Masalah
Pemahaman Produk
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
Permasalahan produk lainnya adalah keragaman produk. Faktor
yang menentukan keragaman produk diantaranya adalah produk yang
dibutuhkan konsumen, keragaman produk, dan diversifikasi produk.
Menurut persepsi responden, faktor yang paling menentukan penting-
nya keragaman produk adalah bahwa produk itu adalah produk yang
dibutuhkan oleh anggota/nasabah. Artinya produk yang beragam harus
berbasis pada kebutuhan anggota agar dapat diserap dengan baik.
Responden bersepakat dalam masalah keragaman poduk sebesar
22,5%.
Keragaman produk yang disediakan BMT juga dapat menjadi
salah yang mengikat anggota untuk tetap berada dan memanfaat jasa
BMT, karena semua kebutuhannya terpenuhi di satu tempat. Anggota
juga akan menjadi loyal dan tidak berpindah ke lembaga keuangan
lain.
Semakin beragam produk akan memberikan peluang peningka-
tan pendapatan bagi BMT dan meningkatkan partisipasi anggota kare-
na segala kebutuhan produk tersedia di dalam BMT. Berikut disajikan
hasil sintesis seluruh responden klaster keragaman produk:
W = 30.86%
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 205
Gambar 5.8 Prioritas Responden tentang Masalah Keragaman Produk
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
3. Masalah Legal
Masalah ketiga dalam peningkatan keuangan inklusif adalah
masalah legal (peraturan). Secara umum, peraturan terkait operasional
BMT baru difasilitasi dan dikembangkan beberapa tahun terakhir,
jauh setelah berkembangnya BMT di berbagai daerah. Sebagai contoh,
Pedoman tentang pengembangan usaha dan kerjasama usaha antar
KSPPS baru diterbitkan pada tahun 2016, dimana BMT telah menga-
lami kendala kerjasama selama puluhan tahun sebelumnya, yang ber-
dampak pada terhambatnya pengembangan volume usaha dan sinergi
antarkoperasi.
Menurut responden, masalah legal yang menjadi prioritas ada-
lah peraturan yang berkaitan dengan penguatan fungsi BMT (27,33%),
selanjutnya transformasi badan hukum BMT menjadi KSPSS/USPPS
atau Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) sebanyak 26,66%.
Faktor lainnya yaitu konsistensi terhadap peraturan (24,61%) dan
terakhir masalah ketidakadilan perlakuan kebijakan terhadap BMT
dibandingkan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) maupun Lembaga
Keuangan Mikro (LKM) lainnya. Seluruh responden bersepakat dalam
masalah legal ini sebesar 47,65%, termasuk tingkat kesepakatan yang
relatif sedang. Artinya pilihan responden terhadap masalah tersebut
dapat dipertimbangkan oleh pelaku BMT dalam mengatasi masalah
legal.
Adanya peraturan yang jelas juga akan memberikan peluang
bagi BMT dalam memperkuat fungsinya sebagai lembaga yang tidak
W = 22.53%
206 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
hanya berorientasi ekonomi namun juga sosial dan spiritual. Berikut
disajikan persepsi responden secara keseluruhan tentang masalah
legal:
Gambar 5.9 Prioritas Responden tentang Masalah Legal
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
Berkaitan dengan peraturan, sebagian besar pelaku BMT me-
mang merasakan adanya hambatan berupa belum lengkapnya peratu-
ran yang disediakan pemerintah berkaitan dengan berbagai hal yang
tentunya menghambat kiprah dan pengembangan BMT. Peraturan
bagi lembaga formal merupakan hal yang mutlak agar tidak menim-
bulkan keraguan dan kebingungan bagi para pelakunya. Adanya pera-
turan yang jelas dan pasti juga meningkatkan kepercayaan anggota
maupun calon anggota terhadap eksistensi dan keberlangsungan lem-
baga.
Hal ini sejalan dengan pendapat Ismanto,12
ada banyak faktor
yang mempengaruhi keberlangsungan BMT/BTM di Indonesia. Yang
dimaksud keberlangsungan BMT/BTM adalah kemampuan lembaga
untuk tetap hidup dan mampu melayani masyarakat dengan baik.
Faktor regulasi dan supervisi, merupakan faktor yang menentukan
keberlangsungan. Begitu pula hasil penelitian Staschen (1999)13
, Bank
12
Kuat Ismanto. “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Eksistensi BMT/
BTM Di Pekalongan.” Jurnal Litbang Kota Pekalongan, Vol 9 (2015), h.76. 13
Stefan Staschen. “Regulation and Supervision of Microfinance
W = 47.65%
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 207
Indonesia (2000)14
, Asian Development Bank (2001)15
menunjukkan
bahwa dua faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap keberlangsu-
ngan lembaga keuangan mikro. Regulasi akan mengatur bahwa lem-
baga yang ada akan tetap patuh pada aturan yang telah ditetapkan
pihak yang berwenang. Supervisi bertindak memastikan bahwa pelak-
sanaan di lapangan sesuai dengan regulasi.
Peran BMT akan semakin terasa di masyarakat ketika mampu
menjalankan dan meningkatkan fungsinya dengan baik. Menurut per-
sepsi responden, ada beberapa faktor yang menentukan penguatan
fungsi BMT, yaitu pemberdayaan ekonomi (21,08%), pengembangan
usaha (20,58%), mampu menjalankan intermediasi keuangan
(20,31%), melakukan pemberdayaan sosial (19,69%), dan meningkat-
kan kesejahteraan anggota (17,7%). Para responden bersepakat dalam
masalah ini sebesar 21,94%. Seperti disajikan pada gambar berikut:
Gambar 5.10 Prioritas Responden tentang Masalah
Penguatan Fungsi BMT
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
Institutions: State of Knowledge.” Eschborn: GTZ. 1999.
14Bank Indonesia. “Model Sistem Deteksi Dini BPR.” (Jakarta: Bank
Indonesia 2000). 15
Asian Development Bank. “Finance for the Poor: Microfinance
Development Strategy.” (Manila: ADB. 2000).
W = 21.94%
208 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Sebagai lembaga ekonomi dan sosial, eksistensi BMT sangat
ditentukan oleh bagaimana peran BMT dalam menjalankan fungsi dan
perannya di masyarakat. Ketika masyarakat merasakan manfaat dan
dampak positif dari keberadaan BMT, maka keberadaannya akan
semakin diakui oleh masyarakat. Proses penguatan fungsi melibatkan
berbagai unsur, tidak hanya frontliner (pegawai bagian depan) dalam
hal ini teller dan administrator namun juga pengurus dan stakeholder
lainnya. Melalui program dan penyajian produk yang relevan, diharap-
kan BMT dapat menjalankan fungsinya secara optimal.
Penguatan fungsi juga perlu didukung oleh komitmen pengelola
dalam menjalankan peran dan fungsinya sebagai lembaga keuangan
mikro atau koperasi. Fungsi sebagai lembaga yang memberikan laya-
nan keuangan dan memberikan manfaat secara optimal bagi pening-
katan kesejahteraan anggota merupakan fungsi utama dari BMT.
Sebagaimana pendapat Amin Aziz (2008)16 menyampaikan bahwa
Baitul Maal Wat Tamwil merupakan lembaga keuangan mikro syariah
yang sasarannya pada ekonomi rakyat berupaya mengembangkan
usaha-usaha produktif dan investasi dengan sistem bagi hasil. Tujuan
utamanya meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil,
sebagai bagian dari upaya mengentaskan kemiskinan.
Gambar 5.11 Prioritas Responden tentang Masalah
Transformasi Badan Hukum BMT
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
16
M. Amin Aziz, The Power Al- Fatehah (Jakarta: Pinbuk Press) 2008.
W = 38.27%
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 209
Proses transformasi badan hukum BMT yang saat ini pada
umumnya berbadan hukum koperasi baik koperasi simpan pinjam
maupun koperasi serba usaha sedang dalam tahap persiapan. Sebagian
besar BMT yang berada dibawah Kementerian Koperasi dan UKM
dapat memilih badan hukum KSPPS (Koperasi Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah) atau USPPS (Unit Simpan Pinjam dan Pembia-
yaan Syariah) maupun menjadi LKMS (Lembaga Keuangan Mikro
Syariah) dibawah pengawasan OJK (Otoritas Jasa Keuangan).
Proses transformasi ini membutuhkan waktu karena dilakukan
secara bertahap dalam mempersiapkan BMT memenuhi segala persya-
ratan yang dibutuhkan dalam proses tersebut. Pihak kementerian ter-
kait dalam hal ini Divisi Pembiayaan Syariah Kementerian Koperasi
dan UKM serta Direktorat Lembaga Keuangan Mikro OJK melakukan
proses sosialisasi kepada pelaku BMT secara bertahap ke berbagai
daerah agar para pelaku memahami proses dan konsekuensinya. Pili-
han badan hukum yang ada juga tentunya mengandung konsekuensi
bagi pelaku BMT terutama terkait dengan ruang lingkup usaha, pihak
yang dapat dilayani, dan sistem pertanggungjawaban pelaporan keua-
ngan.
Masih berkaitan dengan legal, konsistensi aturan yang ditetap-
kan pemerintah pada BMT juga menjadi persoalan tersendiri bagi
BMT. Menurut persepsi responden persoalan terpenting dalam men-
jaga konsistensi aturan adalah bagaimana efektivitas peraturan meme-
ngaruhi kinerja BMT (34,03%), selanjutnya konsistensi dalam penga-
turan ruang lingkup usaha (33,49%) dan terakhir adalah peraturan
pengembangan usaha (31,89%). Para responden bersepakat dalam
masalah ini sebesar 4,01%. Artinya tingkat kesepakatannya sangat
rendah, berarti persoalan ini dapat diatasi sendiri secara internal oleh
pelaku BMT.
210 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Gambar 5.12 Prioritas Responden tentang Masalah Konsistensi Aturan
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
Berdasarkan aspek ketidakadilan kebijakan pada BMT, seluruh
ekspert memiliki tingkat kesepakatan sangat rendah yaitu 3,7%, arti-
nya persoalan ini bukan merupakan prioritas penting pada masalah
legal di BMT, dan hal ini tidak menjadi hambatan bagi perkembangan
BMT selanjutnya.
Persoalan kebijakan selama ini masih terjadi dalam BMT
karena otoritas puncak dari industri ini ada pada Kementeriaan Kope-
rasi dan UMKM. Artinya fungsi pengaturan dan perizinan dilakukan
oleh kementerian tersebut. Hanya saja fungsi pengawasan pelaksana-
annya dilakukan oleh Kantor Dinas Koperasi yang ada di bawah
koordinasi Pemerintah Daerah (Pemda), baik yang ada di tingkat
provinsi maupun kabupaten atau kotamadya. Fungsi otoritas yang
dilaksanakan oleh dua entitas lembaga terpisah seperti ini tentu menja-
di tantangan tersendiri khususnya dalam hal sinkronisasi kebijakan
dan efektifitas pelaksanaan kebijakan.17
17
Ali Sakti, Mapping of Conditions and Potential of BMT: Partner-
ship to Expand the Market and Linkage of Islamic Banking Services to the
Micro Enterprises, Jurnal al-Muzara’ah, Vol. I, No. 1, 2013
W = 4.01%
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 211
Gambar 5.13 Prioritas Responden tentang Masalah
Unfairness Kebijakan
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
4. Masalah Infrastruktur
Persoalan infrastruktur merupakan faktor yang relatif penting
bagi keperlangsungan BMT. Masalah ini terkait dengan information
and technology (IT) yang belum digunakan dan dikembangkan secara
optimal berdasarkan kebutuhan BMT. Namun tingkat kesepakatan ahli
terhadap masalah ini cukup rendah yaitu 2,53%. Hal ini kemungkinan
disebabkan BMT telah mencoba menyelesaikan persoalan secara
individu maupun melalui kerjasama dengan perusahaan penyedia jasa
sistem informasi untuk memfasilitasi kebutuhan teknologi pendukung
sistem informasi dan aplikasi dalam operasionalnya.
Berdasarkan aspek infrastruktur, prioritas masalah yang perlu
dibenahi adalah standardisasi sistem (21,18%), jejaring asosiasi
dengan koperasi (19,66%), ketersediaan IT (19,24%), akselerasi tek-
nologi (19,15%), dan kesiapan IT (19,13%). Sebagaimana disajikan
pada gambar berikut:
W = 3.7%
212 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Gambar 5.14 Prioritas Responden tentang Masalah Infrastruktur
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
Dari beberapa BMT yang diteliti, pengembangan IT saat ini
sedang dilakukan dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas
proses pelayanan. Diantaranya terkait dengan pelayanan simpanan dan
proses pembiayaan. Pengadaan aplikasi ini bekerjasama dengan peru-
sahaan penyedia jasa dimana mereka mengembangkan aplikasi berda-
sarkan kebutuhan BMT secara umum dan dilengkapi dengan asissting
dan penyeliaan agar sistem dapat digunakan secara optimal.
BMT dapat bekerjasama dengan PT USSI yang merupakan
salah satu perusahaan pengembang sistem informasi untuk lembaga
keuangan mikro. Sebagaimana dilakukan pada tanggal 13 Februari
2018, PT USSI sebagai salah satu penyedia jasa IT bagi LKM/UKM
telah berhasil menjalin kerjasama dengan salah satu BMT di
Mojokerto dengan meluncurkan aplikasi digital koperasi syariah
“KOALISINA Mobile”. Aplikasi tersebut akan membantu berbagai
transaksi yaitu: 1) tabungan (tabungan sekolah, umrah, wisata, dan
sebagainya), 2) investasi (penyertaan modal aneka amal usaha kope-
rasi), 3) pembayaran (aneka tagihan biller nasional dan lokal), 4) pem-
belian (aneka merchant), 5) pembiayaan, 6) donasi (ZIS, wakaf pro-
duktif), 7) transfer (dari bank, antar anggota dan lintas koperasi), serta
8) pelaporan (cek saldo dan riwayat transaksi).
W = 2.53%
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 213
Dengan dikembangkannya aplikasi tersebut, diharapkan dapat
meningkatkan kemudahan, kecepatan dan ketepatan dalam pelayanan
koperasi syariah/BMT. Aplikasi ini juga diharapkan dapat mendukung
upaya peningkatan literasi keuangan dan financial planning bagi
anggota BMT.
Pada aspek standardisasi sistem, para ahli memiliki kesepakatan
terhadap persoalan ini sebesar 8,27%. Hal ini berarti penyelesaian
persoalan ini diserahkan kepada BMT. Menurut Ahli, persoalan paling
penting dalam standardisasi sistem adalah pelayanan nasabah
(25,97%), sistem manajemen (24,92%), rekrutmen (24,85%), dan
laporan keuangan (23,93%).
Standardisasi sistem merupakan masalah yang penting dalam
kaitannya dengan kualitas manajemen. Sebagian besar perusahaan
yang memiliki reputasi dan berkembang pesat yang didukung oleh
sistem manajemen yang baik. Wacana ini juga dapat dikembangkan
pada BMT agar dapat berkembang lebih baik sesuai standar kualitas
yang diharapkan.
Adanya standardisasi sistem akan memudahkan manajemen
dalam proses dan identifikasi ketika terjadi masalah dalam operasio-
nalnya. Misalnya ketika ada salah satu unsur dalam persyaratan pem-
biayaan belum dipenuhi, maka proses pembiayaan tidak akan dapat
dilanjutkan. Hal ini meminimalisir terjadinya penyimpangan dan risi-
ko akibat ketidaklayakan persyaratan tersebut.
Standardisasi sistem juga memudahkan dalam proses audit baik
secara internal maupun eksternal. Audit merupakan salah satu kebutu-
han dalam rangka pelaksanaan tata kelola yang baik (good gover-
nance). Sebagai lembaga yang melayani masyarakat, tuntutan terha-
dap sistem pengelolaan yang baik adalah hal yang mutlak. Proses
audit dibutuhkan dalam hal laporan keuangan, pelaksanaan pengambi-
lan keputusan, pelayanan nasabah, dan sebagainya.
Jika BMT mampu melakukan pengelolaannya dengan baik dan
sesuai dengan standar, maka tingkat kepercayaan anggota dan masya-
rakat secara umum akan makin baik. Pada akhirnya akan mening-
katkan citra BMT sebagai lembaga yang peduli pada akuntabilitas.
214 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Gambar 5.15 Prioritas Responden tentang Masalah
Standardisasi Sistem
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
Aspek kedua dalam masalah infrastruktur adalah keberadaan
jejaring asosiasi. Menurut ahli, dalam membangun jejaring diperlukan
kerjasama dengan stakeholder (35,37%), membangun komunikasi
dengan koperasi lain (34,54%) dan terakhir dengan membangun jeja-
ring organisasi kemasyarakatan (ormas) dengan skor 29,48%. Lebih
jelas terlihat pada gambar 5.31.
Membangun jejaring merupakan salah satu faktor penting
dalam meraih keunggulan bersaing. Jejaring yang kuat akan menjadi
kekuatan daya tawar (bargaining position) bagi BMT kepada peme-
rintah maupun pihak lain dalam melakukan pengambilan keputusan
maupun memengaruhi kebijakan pemerintah. Melalui jejaring, BMT
akan mampu mengembangkan komunikasi dan kerja sama dengan
ormas di sekitarnya untuk membangun komunitas dan melakukan
pemberdayaan. Sebagai lembaga yang berbasis kelompok masyarakat
menengah ke bawah, membangun kekuatan dan image positif BMT
adalah melalui kekuatan dukungan masyarakat.
Kekuatan jejaring antarBMT juga dapat meminimalisir biaya
promosi. Karena jejaring dan anggota lah yang akan memberikan
informasi terbaik kepada calon anggota berdasarkan pengalaman dan
kerjasama yang telah mereka lakukan dengan BMT. Pengalaman
W = 8.27%
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 215
positif yang dialami anggota akan menjadi word of mouth ke anggota
lainnya sehingga meningkatkan minat calon anggota.
Melalui jejaring BMT, para pengelola dapat melakukan bench-
mark kepada BMT yang lebih sukses dalam hal pengembangan usaha
maupun dalam pengembangan produk.
Membangun komunikasi dengan sesama koperasi/BMT biasa-
nya dilakukan dengan musyawarah bersama asosiasi atau perhimpu-
nan BMT. Melalui jejaring komunikasi, maka informasi yang dibutuh-
kan baik terkait dengan peraturan-peraturan, peluang kerjasama dapat
disosialisasikan dengan cepat. Komunikasi juga membantu penyele-
saian persoalan yang dihadapi BMT termasuk mendapatkan peluang
bantuan dan kerjasama baik dengan pihak internal sesama BMT mau-
pun dengan pihak luar.
Gambar 5.16 Prioritas Responden tentang Masalah Jejaring Asosiasi
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
Aspek penting lainnya dalam persoalan infrastruktur BMT
adalah ketersediaan IT. Menurut responden, masalah terpenting dalam
hal ini bahwa ketersediaan IT akan mendukung operasional sebesar
33,68%, IT yang sesuai dengan kebutuhan BMT (33,45%), dan ter-
akhir adalah IT yang tersedia harus up to date (kekinian) dengan
32,39%.
Dukungan IT yang tersedia pada BMT saat ini sebagian besar
hanya berkaitan dengan pelayanan tabungan dan proses pembiayaan.
W = 18.82%
216 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Sistem ini membantu para pengelola dalam pelayanan tabungan dan
memroses atau seleksi dalam pembiayaan. Dengan adanya aplikasi IT
membantu administrator dalam menginput data tabungan dan penga-
juan pembiayaan dengan menggunakan aplikasi berbasis android
dengan melalui download aplikasi khusus untuk KSPPS/BMT.
Idealnya, BMT dapat menggunakan aplikasi IT untuk memfasi-
litasi berbagai kebutuhan transaksi anggota dengan aplikasi yang
mudah dan cepat. Jika semua pelayanan BMT dapat didukung IT yang
kekinian, maka semakin cepat proses pelayanan, makin besar pula
peluang pendapatan BMT dari pelayanan yang diberikan. Semakin
banyaknya layanan yang mampu disediakan BMT akan meningkatkan
kepuasan anggota.
Pada tahun 2018, terdapat lebih dari 100 BMT yang telah me-
miliki dukungan IT berbasis android. Dengan makin berkembangnya
kebutuhan masyarakat dan meningkatnya melek teknologi di kalangan
pengurus maupun anggota semakin memperbesar kemungkinan peng-
gunaan IT yang up to date pada BMT.18
Potensi kerjasama dengan BMT masih perlu dikembangkan
oleh PT USSI maupun provider IT lainnya karena jumlah BMT yang
ada relatif besar.
Gambar 5.17 Prioritas Responden tentang Masalah
Ketersediaan IT
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
18
Hasil wawancara dengan Pembina Pinbuk, Aslichan Burhan, Mei
2018
W = 6.48%
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 217
Persoalan berikut dalam masalah infrastruktur adalah akselerasi
teknologi. Seluruh ahli menganggap bahwa kemampuan SDM dalam
menggunakan smartphone paling penting dalam mendukung aksele-
rasi teknologi yaitu sebesar 35,7%. Selanjutnya adalah teknologinya
harus adaptif (32,68%) dan menggunakan layanan smartphone
(31,16%). Kesepakatan ahli pada persoalan ini sebesar 20,67%.
Salah satu yang menentukan terhadap proses akselerasi adalah
SDM yang mampu mengoperasikan aplikasi teknologi yang diguna-
kan. Untuk meningkatkan kemampuan SDM perlu dilakukan pelatihan
secara berkala untuk mendukung keterampilan tersebut. Pelatihan
untuk para pengelola/administrator dengan melibatkan ahli atau kon-
sultan akan dapat meningkatkan skill pengelola. Penggunaan aplikasi
software diikuti dengan supervisi akan mendukung efektivitas pelaya-
nan BMT.
Gambar 5.18 Prioritas Responden tentang Masalah
Akselerasi Teknologi
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
Aspek lainnya terkait dengan kesiapan perangkat IT dalam
mendukung proses inklusi dan literasi keuangan. Menurut perspektif
ahli, hal yang paling memengaruhi dalam kesiapan IT adalah
smartphone sebagai pendukung utama diterapkannya IT (52,89%).
Selanjutnya yaitu adanya kerjasama dengan provider (46.83%). Para
ahli memiliki tingkat kesepakatan yang tinggi terkait dengan masalah
ini yaitu sebesar 60,49%. Artinya para ahli sangat merekomendasikan
W = 20.67%
218 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
hal ini menjadi bagian yang penting dalam mendukung proses pening-
katan inklusi dan literasi keuangan pada BMT.
Untuk mendukung kesiapan IT, BMT harus melakukan upaya
adopsi sistem atau aplikasi ke dalam handphone atau smartphone
yang akan digunakan dalam operasionalnya. Perangkat smartphone
merupakan alat kerja yang akan mendukung mobilitas di lapangan,
karena ketika officer BMT melakukan “jemput bola” ke anggota atau
calon anggota, semua proses transaksi dapat dilakukan dan diselesai-
kan tanpa harus berada di kantor.
Smartphone yang dilengkapi dengan aplikasi sistem dapat
dikembangkan melalui kerjasama dengan provider IT dan jaringan
telekomunikasi tertentu yang memiliki jaringan luas. Apalagi dengan
dikembangkannya jaringan serat optik oleh salah satu provider tele-
komunikasi akan semakin mempermudah BMT dalam mendapatkan
fasilitas dan jangkauan yang lebih luas.
Gambar 5.19 Prioritas Responden tentang Masalah Kesiapan IT
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
C. Strategi Keberlanjutan Peningkatan Inklusi dan Literasi
Keuangan Berdasarkan Perspektif Ahli
Hasil sintesis dari para ahli tentang strategi peningkatan inklusi
dan literasi keuangan lebih menitikberatkan pada strategi internal
dibandingkan eksternal. Proporsi strategi internal sebesar 50,48%
sedangkan strategi eksternal sebesar 49,26%. Kesepakatan para ahli
W = 60.49%
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 219
tentang strategi ini relatif rendah yaitu 1,23%. Seperti disajikan pada
gambar berikut:
Gambar 5.20 Prioritas Responden tentang Strategi
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
1. Strategi Internal
Pada strategi internal, ada beberapa aspek yang perlu dilakukan
berdasarkan prioritas ahli, yaitu: 1) penguatan fungsi BMT (17,67%),
2) pelatihan SDM (15,05%), 3) menjaga karakter BMT (14,48%), 4)
peningkatan benefit (14,41%), 5) merubah mindet pengurus (13,72%),
6) persiapan proses transformasi (11,57%), dan 7) inovasi produk
(10,40%). Para ahli bersepakat dalam masalah strategi internal sebesar
47,79%, termasuk kesepakatan yang relatif kuat. Artinya persoalan
strategi ini dapat direkomendasikan kepada BMT agar dilakukan
dalam kaitannya dengan peningkatan inklusi dan literasi keuangan.
Gambar 5.21 Prioritas Responden tentang Strategi Internal
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
W = 47.79%
W = 1.23%
220 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Berikut diuraikan strategi internal berdasarkan prioritas respon-
den yaitu:
a. Penguatan Fungsi BMT
Strategi internal berupa penguatan fungsi BMT yang dimaksud
adalah penguatan fungsi kelembagaan BMT sebagai Lembaga keua-
ngan mikro yang memiliki peran memberdayakan usaha mikro dan
kecil di masyarakat. Penguatan fungsi dapat dilakukan dengan me-
ningkatkan kapasitas dan kemampuan para pengelola dan permodalan
BMT sehingga makin efektif dalam menjalankan fungsinya. Pengelola
BMT diberikan pelatihan dan penguatan untuk menjalankan perannya
sebagai pengawal proses pemberdayaan pada pelaku usaha mikro.
Para pengelola diharapkan dapat memiliki kemampuan memberikan
pelatihan usaha, mensupervisi, serta memotivasi para pengusaha agar
berkomitmen menjalankan usahanya sesuai dengan koridor syariah.
b. Pelatihan SDM
Agar SDM BMT dapat menjalankan peran dan fungsinya
dengan optimal, perlu dibekali dengan pengetahuan dan ketrampilan
terkait dengan pengetahuan ke BMT-an, manajemen BMT, Fiqih
Muamalah, pola pemberdayaan dan komunikasi. Dengan kemampuan
tersebut para SDM BMT akan dapat memberikan kemampuannya
dalam mengarahkan anggota menuju masyarakat yang berdaya.
c. Menjaga karakter BMT
Menjaga karakter BMT yang dimaksud adalah memperkuat
identitas dan karakter BMT sebagai lembaga keuangan mikro maupun
koperasi syariah sehingga dapat dijadikan sebagai modal dalam pe-
ningkatan kinerjanya di masa yang akan datang. Kekuatan karakter
juga menjadi salah satu keunggulan yang membedakan BMT dengan
lembaga keuangan lain, seperti model tanggung renteng dan pember-
dayaan anggota. Penguatan kualitas anggota melalui pelatihan akan
meningkatkan partisipasi dan keterlibatan anggota/nasabah dalam
menjaga keberlangsungan BMT. Menjaga karakter dapat dilakukan
dengan penguatan ghirah (semangat) pemberdayaan pada para pengu-
rus maupun anggota agar tetap memiliki identitas yang khas sebagai
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 221
lembaga dengan semangat sosial dan senantiasa mengedepankan kon-
sep syariah dalam pelaksanaan fungsinya.
d. Peningkatan benefit bagi anggota
Faktor internal lainnya yang perlu diperkuat adalah upaya pe-
ningkatan benefit bagi anggota/nasabah ketika mereka memanfaatkan
jasa BMT. Benefit utama sebagai anggota BMT berupa benefit mena-
bung, mendapatkan kesempatan memperoleh pembiayaan dan pem-
binaan dari BMT. Pengelola BMT juga dapat mengembangkan benefit
lain yang dapat disesuaikan dengan kemampuan BMT dan kesesuaian
dengan syariah. Salah satu benefit yang dapat diberikan kepada ang-
gota adalah berupa takaful (asuransi) yaitu perlindungan terhadap
anggota dari berbagai risiko seperti kecelakaan, kematian, sakit, kehi-
langan aset, dan jaminan hari tua. Berdasarkan penelitian Penulis,
terdapat beberapa BMT yang telah memberikan benefit tersebut
kepada anggota melalui kerjasama dengan perusahaan takaful mikro
maupun dikelola secara mandiri. Benefit tersebut diharapkan menjadi
salah satu faktor yang dapat meningkatkan kepuasan dan loyalitas
anggota maupun menjadi daya tarik bagi calon anggota untuk masuk
menjadi anggota BMT.
e. Merubah mindset pengurus BMT
Agar BMT meningkatkan kekuatan daya saing dan kemampuan
menjawab kebutuhan nasabah dapat dilakukan dengan merubah
mindset pengurus yang hanya sekedar menunggu peluang dan cende-
rung pasif terhadap perkembangan lembaga keuangan lain baik yang
formal maupun informal. Pengurus harus memiliki visi dan penguatan
strategi bersaing agar berkembang lebih progresif.
f. Persiapan proses transformasi badan hukum
Peluang untuk proses transformasi badan hukum BMT ke
dalam bentuk koperasi dibawah pengawasan Kemenkop-UKM mau-
pun lembaga keuangan mikro syariah di bawah pengawasan Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) merupakan hak otoritatif pengurus dan anggota.
Namun proses ini tetap memerlukan kesiapan dan sinergi yang positif
antara BMT dengan pemangku kebijakan. Sosialisasi tentang aturan
222 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
dan proses hukumnya perlu ditingkatkan agar semakin banyak BMT
yang memposisikan badan hukumnya secara tegas.
Kesiapan BMT dalam proses transformasi badan hukum harus
diberikan jangka waktu selama masa peralihan dan masa transisi se-
hingga tidak menghambat proses pelayanan BMT. Konsekuensi yang
akan dihadapi ketika memilih salah satu badan hukum yang ada harus
disadari oleh para pengurus BMT bahwa hal ini sebagai bagian dari
upaya pemerintah memberikan kejelasan pada peraturan kelembagaan
dan kejelasan alur pengembangan BMT di masa yang akan datang.
g. Inovasi Produk
Faktor terakhir yaitu inovasi produk, kemampuan melakukan
inovasi dapat ditingkatkan dengan melakukan riset terhadap kebutu-
han anggota/nasabah serta riset pesaing. Riset terhadap pesaing untuk
mengetahui produk unggulannya dan bagaimana mereka melakukan
pelayanan sehingga memiliki nasabah atau anggota yang banyak dan
berkembang pesat. Pesaing yang memiliki keunggulan dapat dijadikan
benchmark (acuan) untuk meningkatkan daya saing BMT. Namun
dalam inovasi juga dibutuhkan prinsip kehati-hatian agar tidak me-
langgar ketentuan syariah.
Selain inovasi melalui produk, BMT juga dapat melakukan
inovasi melalui proses organisasi dan manajemen agar menjadi orga-
nisasi yang efisien, transparan dan akuntabel. Inovasi dalam proses
diantaranya dapat dilakukan melalui proses pelaksanaan fungsi-fungsi
manajemen dan peningkatan kapasitas dan kemampuan para pengelola
agar dapat menggunakan peran dan fungsinya secara optimal.
Kemampuan melakukan inovasi juga harus didukung oleh
kualitas SDM yang memiliki ide-ide kreatif dan didukung sepenuhnya
oleh lembaga. Dalam organisasi yang menjunjung ide-ide kreatif akan
terbangun kinerja yang baik dan membuat organisasi tumbuh dinamis.
2. Strategi Eksternal
Strategi eksternal yang direkomendasikan para ahli berdasarkan
prioritasnya sebagai berikut: 1) standardisasi IT (14,25%), 2) strategi
pemasaran produk (13,87%), 3) kerjasama dengan badan ekonomi
kreatif (BEKRAF), 4) penerapan konsep social inclusion (13,06%), 5)
memperkecil informasi yang asimetris (10,52%), 6) melakukan
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 223
inovasi (10,45%), 7) memberikan kebijakan yang fair terhadap BMT
(10,30%), dan terakhir 8) adanya dukungan Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS) sebesar 9,31%. Para ahli memiliki kesepakatan pada
seluruh aspek strategi eksternal sebesar 37,26%.
Gambar 5.22 Prioritas Responden tentang Strategi Eksternal
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
Secara rinci, strategi eksternal yang dapat mendukung keber-
langsungan BMT dalam meningkatkan inklusi dan literasi keuangan
sebagai berikut:
a. Standardisasi Information Technology (IT)
Untuk mendukung strategi eksternal dibutuhkan beberapa duku-
ngan dari pihak terkait terutama dukungan standardisasi IT. Hal ini
sangat penting karena salah satu faktor keberhasilan agar BMT dapat
dijangkau maupun menjangkau masyarakat adalah jika ditopang oleh
IT yang up to date, berbasis kebutuhan dan aplicable.
Dukungan inovasi sistem pendukung layanan yang sederhana
dan mudah dioperasikan baik untuk manajemen pengelola BMT mau-
pun anggota akan membantu ketepatan dalam pelayanan. Sistem yang
inovatif juga dibutuhkan dalam penyusunan laporan keuangan mau-
pun dalam hal pengawasan. Untuk itu dibutuhkan upaya dan duku-
ngan pemerintah dalam menciptakan standar IT yang relevan dengan
kebutuhan tersebut.
224 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
b. Strategi pemasaran produk
Strategi pemasaran produk juga perlu didukung oleh pihak
eksternal terutama oleh pemerintah dan stakeholder lainnya agar BMT
sebagai salah satu lembaga keuangan mikro syariah lebih mudah
dikenal masyarakat. Program ini dapat berupa kampanye maupun
sosialisasi terutama ke masyarakat perdesaaan maupun perkotaan
yang membutuhkan dukungan lembaga keuangan mikro agar terhindar
dari jebakan pelaku rentenir dan mal praktik keuangan yang marak
berkembang beberapa tahun terakhir. Agar strategi pemasarannya
tepat sasaran, maka dibutuhkan media sosialisasi yang mudah dijang-
kau seperti media televisi, koran, radio, maupun melalui talkshow
dengan tema keuangan syariah di radio yang memiliki jangkauan luas.
Dalam hal pemasaran produk BMT, pemerintah atau pihak
terkait dapat membantu dengan melibatkan BMT dalam kegiatan yang
menyentuh langsung level mikro seperti dalam program channeling
pembiayaan mikro di wilayah-wilayah yang dijangkau BMT.
c. Bekerjasama dengan badan ekonomi kreatif (BEKRAF)
Membangun kerjasama dengan Badan Ekonomi Kreatif
(BEKRAF) juga merupakan salah satu strategi yang perlu dikem-
bangkan, terutama berkaitan dengan membangun inovasi dan me-
ngembangkan kreativitas kelembagaan BMT, anggota maupun calon
anggota BMT. Inovasi dan kreativitas dalam mengembangkan produk/
jasa dengan memperhatikan keunggulan lokal agar setiap daerah
mampu mengembangkan ekonominya secara mandiri.
Sebagaimana yang telah dilakukan oleh Permodalan BMT
(PBMT) Ventura yang mendorong para anggotanya untuk mendukung
produk unggulan lokal dari para anggota BMT agar lebih bersaing
baik di level nasional bahkan menembus pasar ekspor. Kerjasama ini
dapat pula dilakukan oleh kumpulan atau koperasi sekunder BMT
sebagai bagian dari upaya pengembangan produk dan jejaring agar
BMT lebih kreatif dalam berinovasi dan membangun produk-produk
unggulannya.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 225
d. Penerapan konsep Social Inclusion
Mengembangkan lembaga BMT sebagai entitas yang menge-
depankan pemberdayaan sosial juga relatif penting agar manfaat dan
keberadaan BMT dirasakan oleh masyarakat. Bentuk-bentuk pembina-
an kepada anggota dan pengembangan konsep group lending (pinja-
man berkelompok) merupakan contoh sukses yang dapat dioptimalkan
sebagai strategi peningkatan social inclusion. Mengembangkan kon-
sep hubungan kesetaraan antara pengurus dan anggota bukan seperti
hubungan debitur-kreditur yang selama ini terjadi pada lembaga
keuangan lainnya juga penting untuk dikembangkan.
Social inclusion sebagai salah satu dari identitas BMT. Menurut
Ahmed (2004)19
, Sosial inclusion atau intermediasi sosial dalam litera-
tur keuangan mikro diartikan sebagai pemenuhan kebutuhan dasar,
pembentukan karakter wirausaha, dan proses pembentukan kemam-
puan masyarakat miskin sehingga berdaya untuk mendapatkan tran-
saksi komersial. Mekanisme intermediasi sosial pada umumnya
meliputi; pengenalan dan pengembangan diri serta pelatihan akuntansi
dan manajemen keuangan dasar bagi anggota. Hal ini merupakan
strategi bisnis untuk menjamin kelangsungan (viability dan sustaina-
bility) bagi jasa keuangan yang ditawarkan. Meningkatnya sosial
inclusion juga akan memperkecil biaya pengawasan dan meningkat-
kan efisiensi dan efektivitas intermediasi keuangan yang lebih baik.20
Kerjasama dan proses pemberdayaan akan lebih mudah terwu-
jud ketika konsep hubungan yang terjadi adalah atas dasar persamaan.
Dengan demikian usaha para anggota juga akan lebih baik, kolek-
tibilitas lebih lancar dan saling menjaga kepercayaan diantara para
anggota.
e. Memperkecil informasi asimetris (assymetric information)
Proses aliran informasi di BMT dilakukan melalui sarana komu-
nikasi baik melalui rapat anggota, pengurus, baik secara formal
19
Habib Ahmed. “Frontier of Islamic Banking: A Synthesis of Social
Role and Microfinance.” Forthcoming in The European Journal of Mana-
gement and Public Policy, diakses dari ierc.sbu.ac.ir, 14 September 2018. 20
Asyraf Wajdi Dasuki. “Banking for The Poor: The Role of Islamic
Banking in Microfinance Initiatives.” Humanomics. Vol.24, No.1, 2008.
226 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
maupun informal penting untuk tetap dijaga dan dikembangkan. Hal
ini untuk memperkecil terjadinya informasi yang tidak simetris atau
tidak transparan diantara pengurus dan anggota atau sebaliknya. Infor-
masi yang umumnya dibutuhkan berkaitan dengan peraturan, sistem,
maupun informasi produk/jasa yang disediakan di BMT.
Upaya memperkecil perbedaan dan ketidaktepatan informasi di
antara para pelaku maupun dengan pihak eksternal (pemerintah, dan
stakeholder lainnya) sangat penting. Hal ini juga akan menghindarkan
BMT dari perilaku yang tidak efisien, seperti kesalahan dalam
penetapan margin produk, penilaian aset, dan sebagainya.
f. Melakukan inovasi
Strategi selanjutnya adalah melakukan inovasi. Inovasi penting
dilakukan dalam rangka mempertahankan eksistensi BMT dan
menciptakan keunggulan dalam bersaing. Proses inovasi harus didu-
kung oleh pihak eksternal dalam hal ini dengan menyediakan berbagai
perangkat peraturan khususnya di bidang hukum syariah muamalah
berupa fatwa yang berkaitan dengan produk. Selain dukungan hukum,
juga diperlukan perangkat sistem untuk mengadopsi berbagai peru-
bahan teknologi. Untuk itu dibutuhkan kerjasama antara BMT dengan
lembaga terkait agar proses inovasi berjalan lebih optimal. Proses
inovasi yang berkelanjutan juga akan semakin menarik minat calon
anggota untuk memanfaatkan jasa BMT.
Hal ini sejalan dengan teori Porter tentang inovasi. bahwa
inovasi merupakan salah satu cara dalam mempertahankan keber-
langsungan organisasi dan meningkatkan daya saing suatu organisasi
ataupun negara.21
Mengacu pada teori tersebut ada beberapa adaptasi
21
Porter mengajukan Diamond Model (DM) yang terdiri dari empat
determinan (faktor – faktor yang menentukan) National Competitive Advan-
tage (NCA). Empat atribut ini adalah: factor conditions, demand conditions,
related and supporting industries, dan firm strategy, structure, and rivalry.
Factor conditions mengacu pada input yang digunakan sebagai faktor
produksi, seperti tenaga kerja, sumber daya alam, modal dan infrastruktur.
Argumen Poter, kunci utama faktor produksi adalah “diciptakan” bukan dipe-
roleh dari warisan. Lebih jauh, kelangkaan sumber daya (factor disadvan-
tage) seringkali membantu negara menjadi kompetitif. Terlalu banyak (sum-
ber daya) memiliki kemungkinan disia-siakan, ketika kelangkaan dapat
mendorong inovasi.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 227
dan modifikasi yang dapat dilakukan terkait dengan faktor yang akan
mempengaruhi daya saing BMT diantara lembaga keuangan mikro
lainnya.
Faktor conditions, berkaitan dengan kemampuan dan daya
dukung sumber daya yang ada di BMT, meliputi SDM (kemampuan
dan keahlian), ketersediaan modal yang berkelanjutan, infrastruktur
yang memadai dan mendukung pada keberlangsungan BMT. Jadi
faktor-faktor tersebut harus dikondisikan atau diciptakan sesuai
Demand conditions, mengacu pada tersedianya pasar domestik yang
siap berperan menjadi elemen penting dalam menghasilkan daya saing. Pasar
seperti ini ditandai dengan kemampuan untuk menjual produk-produk supe-
rior, hal ini didorong oeh adanya permintaan barang-dan jasa berkualitas serta
adanya kedekatana hubungan antara perusahan dan pelanggan.
Related and Supporting Industries, mengacu pada tersedianya serang-
kaian dan adanya keterkaitan kuat antara industri pendukung dan perusahaan,
hubungan dan dukungan ini bersifat positif yang berujung pada penngkatan
daya saing perusahaan. Porter mengembangkan model dari faktor kondisi
semacam ini dengan industrial klasters atau agglomeration, yang memberi
manfaat adanya potential technology knowledge spillover, kedekatan dengan
dengan konsumer sehingga semakin meningkatkan market power.
Firm strategy, Structure and Rivalry, mengacu pada strategi dan
struktur yang ada pada sebagian besar perusahaan dan intensitas persaingan
pada industri tertentu. Faktor Strategi dapat terdiri dari setidaknya dua aspek:
pasar modal dan pilihan karir individu. Pasar modal domestik mempengaruhi
strategi perusahaan, sementara individu seringkali membuat keputusan karir
berdasarkan peluan dan prestise. Suatu negara akan memiliki daya saing pada
suatu industri di mana personel kuncinya dianggap prestisius. Struktur me-
ngikuti strategi. Struktur dibangun guna menjalankan strategi. Intensitas
persaingan (rivalry) yang tinggi mendorong inovasi.
Porter juga menambahkan faktor lain: peran pemerintah dan
chance, yang dikatakan memiliki peran penting dalam menciptakan NCA.
Peran dimaksud, bukan sebagai pemain di industri, namun melalui kewena-
ngan yang dimiliki memberikan fasilitasi, katalis, dan tantanan bagi industri.
Pemerintah menganjurkan dan mendorong industri agar mencapai level daya
saing tertentu. Hal – hal tersebut dapat dilakukan pemerintah melalui kebi-
jakan insentif berupa subsidi, perpajakan, pendidikan, fokus pada penciptaan
dan penguatan faktor conditions, serta menegakkan standar industri.
Lebih lanjut dapat dilihat pada Porter ME. 1990. The Competitive
Advantage of Nations. California: Free Press.
228 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
dengan karakteristik BMT sebagai lembaga keuangan mikro dan harus
berperan dalam memajukan usaha mikro.
Faktor daya saing berikutnya adalah kondisi permintaan
(demand conditions). Terciptanya permintaan sangat tergantung pada
kebutuhan dan kemampuan ekonomi masyarakat sasaran. Hal ini
harus didukung oleh kemampuan BMT dalam menstimulasi permin-
taan masyarakat terhadap jasanya yaitu menyediakan produk layanan
keuangan sesuai kebutuhan masyarakat.
Adanya faktor yang dapat mensupport keberadaan BMT seperti
perhimpunan BMT (koperasi sekunder), Apex dan LPS yang saat ini
sudah dan akan dijalankan akan mendorong daya saing BMT semakin
baik. Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah dukungan dan
pengayoman dari pemerintah baik dalam hal peraturan pendukung
maupun infrastruktur serta modal yang memang sangat dibutuhkan
dalam pengembangan BMT.
g. Kebijakan yang fair terhadap BMT
Hal terpenting lainnya dalam strategi eksternal adalah member-
lakukan kebijakan yang fair (adil) kepada pelaku BMT agar dapat
tumbuh beriringan dengan lembaga keuangan lainnya. Peraturan yang
berkaitan dengan BMT selama ini pergerakannya relatif lambat diban-
dingkan peraturan lainnya, sehingga memengaruhi terhadap partum-
buhan BMT. Perbedaan kebijakan juga memengaruhi terhadap sema-
ngat para pelaku BMT untuk mengembangkan usahanya, sehingga
banyak BMT yang non aktif atau tutup operasinya karena berbagai
kendala.
BMT juga membutuhkan dukungan kebijakan yang adil dianta-
ra pelaku lembaga keuangan mikro agar dapat tumbuh secara efektif
dan efisien. Salah satu yang dibutuhkan adalah aturan dalam pembe-
rian kesempatan yang sama dalam penetuan batas pembiayaan dan
jangkauan usaha yang dapat dilayani BMT. Aspek terakhir yang dibu-
tuhkan adalah adanya dukungan lembaga penjamin simpanan (LPS)
sebagai penjamin ketika BMT memiliki risiko dalam hal penghim-
punan dana. Hal ini untuk memperkuat kepercayaan masyarakat dan
meminimalisir risikonya.
Kebijakan yang fair juga dibutuhkan dalam hal akses permo-
dalan dan kapasitas usaha BMT. Selama ini BMT mengalami kesu-
litan dalam mengembangkan sumber permodalan ketika permintaan
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 229
pembiayaan meningkat. Akibatnya BMT sulit meningkatkan kapasitas
usaha karena terbatasnya modal tersebut.
h. Dukungan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Faktor terakhir dalam kebijakan eksternal adalah dukungan
lembaga penjamin simpanan. Adanya lembaga penjamin simpanan
selama ini hanya dipraktikkan pada bank umum maupun BPR/BPRS,
namun belum menjangkau BMT. Sehingga hal ini membawa dampak
pada kepercayaan anggota/nasabah terhadap keamanan dananya ketika
terjadi masalah atau bankrupt pada BMT. Untuk itu wacana pendirian
LPS khusus BMT diperlukan agar keberlangsungan BMT lebih baik
ke depannya.
Dari beberapa usulan strategi di atas, ada beberapa yang memi-
liki kesamaan dengan hasil penelitian Hayati,22
yaitu strategi yang
harus segera dilakukan oleh BMT adalah (1) meningkatkan literasi
keuangan syariah khususnya di kalangan pedagang di pasar tradisio-
nal. Hal ini untuk menjawab faktor yang menjadi pertimbangan ketiga
klaster di atas dalam mengajukan pembiayaan adalah faktor psikologi.
Strategi selanjutnya, (2) BMT harus membuat inovasi dan terobosan
baru terkait dengan kebutuhan dan kondisi mereka. Model pembiaya-
an yang sesuai dengan pedagang kecil di pasar tradisional adalah pem-
biayaan yang tidak memerlukan jaminan, pembiayaan yang disertai
fasilitas asuransi jiwa dan kesehatan. Untuk harga (price), BMT dapat
menawarkan bagi hasil yang menarik, membuat skema agar angsuran
terasa ringan (misalnya angsuran dibayar mingguan).
Begitu pula dengan hasil penelitian Isma Ilmi Hayati Ginting
dan Ilyda Sudardjat23
, bahwa strategi yang diperlukan dalam pengem-
22
Safaah Restuning Hayati, “Strategi Penguatan BMT Berdasarkan
Perilaku Pedagang Di Pasar Tradisional.” Jurnal Masharif al-Syariah: Jurnal
Ekonomi dan Perbankan Syariah, Vol. 2, No. 2, (2017): 17. 23
Isma Ilmi Hayati Ginting dan Ilyda Sudardjat, “Analisis Strategi
Pengembangan BMT (Baitul Maal Wat Tamwil) di Kota Medan.” Jurnal
Ekonomi dan Keuangan, Vol.2 No.11, h. 683.
230 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
bangan KSPS BMT Amanah Ray adalah: a. Mengembangkan pembu-
kuan sesuai dengan sistem syariah dan lebih transparan dengan sistem
bagi hasil; b. Memanfaatkan dukungan pemerintah terhadap perban-
kan syariah dengan meningkatkan jenis-jenis produk syariah; c. Duku-
ngan pemerintah dapat digunakan untuk membenahi sistem teknologi
dan informasi yang digunakan untuk semakin memberikan pelayanan
yang baik kepada masyarakat; d. Menjalin kemitraan dengan bank
lainnya yang melakukan prinsip syariah, untuk melakukan pelatihan
dan pengembangan SDM di BMT Amanah Ray di kota Medan; e.
Mengadakan penyuluhan kepada masyarakat tentang sistem syariah di
BMT dan juga sistem pembukuan syariah yang dimiliki oleh BMT
Amanah Ray untuk membuka wawasan masyarakat tentang BMT
Amanah Ray sekaligus mempromosikannya; f. Meningkatkan peran
BMT melalui kebijakan pemberian kredit lunak dengan syarat ringan;
g. Promosi tentang BMT yang memberlakukan pembukuan syariah; h.
Membenahi sarana dan prasana dalam bidang teknologi agar mampu
bersaing dengan lembaga lainya.
Dengan demikian, standardisasi sistem merupakan hal yang
paling prioritas dalam mendukung keberlangsungan inklusi keuangan
pada BMT menurut perspektif ahli. Jika semua BMT menggunakan
sistem yang standar maka akan memudahkan bagi proses pelayanan,
kerjasama sesama BMT maupun linkage dengan bank syariah, serta
proses pengawasan. Jika proses manajemen dilakukan dengan standar-
disasi yang sama, maka akan memudahkan pengukuran kinerja BMT.
Kinerja BMT yang semakin baik akan menjadi salah satu daya
tarik bagi masyarakat untuk memanfaatkan produk layanan BMT.
Dengan demikian akan mempengaruhi market share BMT terhadap
total pangsa pelaku keuangan mikro di Indonesia. Persoalan trend
pertumbuhan yang stagnan dan cenderung menurun pada BMT pun
akan dapat diatasi dengan strategi tersebut.
Dari hasil skor seluruh responden ahli, terdapat tiga aspek yang
memiliki tingkat kesepakatan relatif tinggi secara berurutan adalah: 1)
kesiapan IT (60,49%), 2) masalah legal (47,65%), dan 3) transformasi
badan hukum BMT (38,27%). Dengan mempertimbangkan tingkat
kesepakatan tersebut, maka tiga hal tersebut penting untuk dijadikan
fokus pengembangan pada BMT agar proses inklusi dan literasi keua-
ngan berjalan lebih baik dan sesuai dengan target pemerintah dimana
75% penduduk menikmati lembaga keuangan secara inklusif pada
akhir tahun 2019.
231
Bab VI PENUTUP
Bab ini merupakan bagian terakhir disertasi. Bab ini terdiri dari
dua bagian, yaitu simpulan dan saran. Simpulan merupakan jawaban
atas pertanyaan atau rumusan masalah yang dijelaskan pada Bab I,
sedangkan saran berisi masukan dan harapan Penulis yang ditujukan
kepada akademisi, peneliti dan masyarakat umum khususnya para
pelaku usaha mikro dan BMT yang menjadi objek penelitian ini.
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, bahwa BMT telah mampu
bertindak inklusif dan dapat memberikan pemahaman kepada masya-
rakat tentang keuangan (literasi keuangan) dalam menjalankan fungsi-
nya sebagai lembaga keuangan pada level mikro. Hal ini terlihat pada
meningkatnya pemanfaatan produk baik tabungan maupun pembia-
yaan pada BMT. Selanjutnya, penelitian ini menemukan jawaban atas
rumusan masalah penelitian sebagaimana disebutkan dalam bab perta-
ma, sebagai berikut:
1. Peran BMT dalam mendukung kebijakan keuangan inklusif
cukup optimal. Hal ini terwujud dalam peningkatan keterlibatan
jumlah anggota dalam memanfaatkan produk layanan keuangan
baik tabungan/simpanan maupun pembiayaan/pinjaman. Seba-
gai lembaga keuangan yang berada pada level mikro, BMT
mampu meningkatkan serapan produk keuangan dengan mela-
kukan sinergi dengan beberapa pihak, seperti bank syariah,
Apex (koperasi sekunder), maupun dengan sesama BMT dalam
meningkatkan kemampuan keuangannya sehingga mampu
melayani kebutuhan anggota secara lebih optimal.
2. Kendala yang dihadapi BMT dalam meningkatkan keuangan
inklusif secara berurutan adalah: masalah SDM, Produk, Legal,
dan Infrastruktur. Kendala SDM dan Produk merupakan kenda-
la dari sisi internal, sedangkan infrastruktur dan legal sebagai
kendala eksternal. Jumlah SDM berkualitas di BMT yang relatif
terbatas baik dari sisi kemampuan (spiritual, sosial, pengetahu-
an, keuangan, dan ekonomi) maupun keahlian (penguasaan pro-
duk, fiqih muamalah, konsep layanan, membina nasabah, dan
membangun jaringan). Masalah akan dapat diatasi dengan men-
232 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
jaring calon tenaga profesional yang memiliki kriteria di atas
dan memahami gerakan BMT yang berbeda dengan lembaga
keuangan pada umumnya. Sedangkan kendala produk (pengem-
bangan, pemahaman, dan keragaman) dapat diatasi dengan
meningkatkan keragaman, inovasi, dan menyesuaikan produk
dengan kebutuhan anggota yang didukung dengan riset berke-
lanjutan. Kendala legal (kebijakan yang tidak fair, proses trans-
formasi badan hukum BMT, aturan penguatan fungsi BMT,
serta konsistensi aturan). BMT memiliki keterbatasan peraturan
sehingga menghambat kiprah dan pengembangan BMT. Ku-
rangnya peraturan juga menimbulkan keraguan atas perilaku
para praktisi sehingga menghambat pertumbuhan dan keperca-
yaan terhadap lembaga BMT. Terakhir masalah infrastruktur
terkait dengan standardisasi sistem, ketersediaan dan kesiapan
IT, jejaring asosiasi, dan akselerasi teknologi. Pada tataran em-
piris, buku ini sejalan dengan hasil penelitian Zubair (2015) dan
Siswanto (2009) bahwa terdapat faktor internal dan eksternal
yang memengaruhi keberlanjutan BMT. Faktor internal yaitu
aspek SDM, kompetensi manajemen dan produk menjadi faktor
penting dalam meningkatkan kinerja BMT menuju sustainabi-
litas lembaga keuangan mikro syariah. Faktor eksternal yaitu
kolaborasi atau kerja sama dengan lembaga keuangan atau lain-
nya untuk meningkatkan keberlanjutan.
3. Peran BMT dalam memberdayakan usaha mikro cukup optimal,
yaitu dengan mengembangkan produk layanan yang berbasis
kebutuhan lokal dan sesuai dengan karakteristik ekonomi wila-
yah agar dapat menunjang kegiatan ekonomi para anggota.
Pemanfaatan produk pembiayaan di BMT masih didominasi
oleh pembiayaan murabahah dengan proporsi lebih dari 70%
terhadap total pembiayaan. Metode penyaluran pembiayaan
lebih banyak menggunakan sistem individual lending (pembia-
yaan individu) bukan group lending. Hal ini mengakibatkan
risiko dan pengawasan pelaksanaan pembiayaan harus dikenda-
likan secara lebih ketat. Dari sisi teoretis, peneliti sependapat
dengan Sadegh Bakhtiari (2006), Abdul Rahim Abdul Rahman
(2010), bahwa keuangan mikro dapat berkontribusi pada pe-
ningkatan alokasi sumber daya, promosi pasar, dan teknologi
yang baik dengan demikian keuangan mikro dapat membantu
dalam pertumbuhan ekonomi dan pembangunan dengan mena-
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 233
warkan skema etika yang dapat disesuaikan dengan tujuan
keuangan mikro bagi masyarakat miskin. Skema tersebut seper-
ti, skema qardhul hasan dalam lingkup pemberian modal, skema
murabahah dalam lingkup pengadaan barang kebutuhan, dan
terakhir skema ijarah yang berhubungan dengan sewa menye-
wa.
4. Strategi untuk meningkatkan inklusi dan literasi keuangan serta
kerberlanjutan BMT adalah strategi internal dibanding ekster-
nal. Strategi internal yaitu dengan melakukan penguatan fungsi
BMT, pelatihan SDM, menjaga karakter BMT dan meningkat-
kan benefit bagi anggota. Selanjutnya strategi eksternal dengan
melakukan standardisasi IT, memperbaiki strategi pemasaran
BMT dan bekerjasama dengan badan ekonomi kreatif
(BEKRAF).
B. Saran
Berdasarkan hasil simpulan penelitian, terdapat beberapa saran
dan rekomendasi terkait dengan upaya peningkatan literasi dan inklusi
keuangan pada BMT, yaitu:
1. Berkaitan dengan peningkatan kualitas SDM BMT, diperlukan
peningkatan kapasitas SDM dengan memberikan pelatihan ter-
kait peningkatan pemahaman tentang identitas dan fungsi BMT
sebagai lembaga keuangan mikro serta pengetahuan tentang
produk-produk BMT agar mereka dapat melayani anggota
secara profesional dan mampu bersaing dengan lembaga keua-
ngan lainnya. SDM BMT juga perlu dibekali dengan kemam-
puan mengelola dan membina masyarakat secara berkelompok
sehingga meningkatkan kapasitas sosial dan spiritualnya.
2. Untuk mengatasi masalah infrastruktur, diperlukan dukungan
pemerintah dengan memberikan peluang secara luas bagi BMT
untuk bekerjasama dengan lembaga terkait seperti Kementerian
Koperasi dan UKM serta Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF).
Pemerintah juga perlu menyediakan peraturan dan kebijakan
yang responsif terhadap perubahan yang terjadi di lingkungan
usaha maupun sosiologis masyarakat. Seperti halnya pemerin-
tah cukup responsif dalam memenuhi kebutuhan peraturan pada
perbankan, sehingga BMT dapat berkembang lebih dinamis dan
pro pada kepentingan UMKM.
234 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
3. Perlunya optimalisasi peran Apex atau lembaga penopang pem-
biayaan setingkat koperasi sekunder untuk mendukung kebutu-
han pembiayaan di tingkat BMT jika terjadi masalah keterba-
tasan likuiditas. Diperlukan adanya lembaga penjamin simpa-
nan (LPS) untuk meningkatkan minat dan kepercayaan anggota
pada BMT. Keberadaan LPS maupun Apex dapat menjaga
stabilitas likuiditas dan sebagai salah satu instrumen manajemen
risiko pada BMT.
4. Dibutuhkan dukungan software yang terstandardisasi dalam
rangka operasional sistem BMT baik dalam hal produk/jasa,
yang mendukung terhadap efektivitas pelayanan. Standardisasi
sistem dan software akan memudahkan BMT dalam melakukan
pelaporan dan pengawasan serta meningkatkan kualitas laya-
nannya.
5. Terkait masalah legal, dibutuhkan penegakan peraturan terkait
proses transformasi badan hukum bagi BMT yang ingin memi-
lih badan hukum koperasi maupun lembaga keuangan mikro
sehingga memberi kepastian bagi pelaksanaan operasional dan
pengawasannya.
235
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-buku
Al Arif, M. Nur Rianto, Dasar-dasar Elemen Ekonomi Islam, Solo:
Era Intermedia, 2011.
Al-Qur’an dan Terjemahannya. Asy-Syarif Madinah Al Munawwa-
rah,: Mujamma’ Al Malik Fahd Li Thiba’at Al Mush-haf ,1431
H.
Anderson, James E. Public Policy Making, New York: Holt, Rinehart
and Winston, 1984, cet. ke-3.
Asian Development Bank. Finance for the Poor: Microfinance
Development Strategy. Manila: ADB. 2000.
Aziz, M. Amin. Kegigihan Sang Perintis. Jakarta: Pinbuk Press. 2007.
Aziz, M. Amin. The Power Al- Fatehah. Jakarta: Pinbuk Press. 2008.
Bank Indonesia, Model Sistem Deteksi Dini BPR. Jakarta: Bank
Indonesia, 2000.
Buchori NS. Koperasi Syariah. Tangerang Selatan: Pustaka Aufa
Media, 2012.
Darsono, Sakti, Ali, Enny Tin Suryanti dkk., Memberdayakan Keua-
ngan Mikro Syariah Indonesia Peluang dan Tantangan ke
Depan, Tazkia Publisihing kerjasama Bank Indonesia: Jakarta,
2017.
Dye, Thomas R. Understanding Public Policy, (New Jersey: Pearson
Education Inc.), 2005.
Edwards, George C. III dan Ira Sharkansky, The Policy Predicament:
Making and Implementing Public Policy, (San Francisco: W.H.
Freeman and Company, 1978.
Effendi, Rustam, Produksi dalam Islam, Yogyakarta: Magistra Insania
Press bekerjasama dengan MSI UII, Cet I, 2003.
Elhadi, Sirag “MicroTakaful Opportunities and Need Egyptian
Experience”, (Egypt: Solidarity Family Takaful Egypt).
Hidajat, Taofik, Literasi Keuangan, Jateng: STIE Bank BPD Jateng,
2015.
Hornby, AS, Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current
English, Oxford: Oxford University Press, 1995, cet. ke-5.
236 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Huda, Nurul dan Heykal, Mohamad. Lembaga Keuangan Islam
Tinjauan Teoritis dan Praktis, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2010.
Islamy, M. Irfan, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan
Negara, Jakarta: Bina Aksara, 1988, cet. ke-3.
Lewis, Mervyn K. dan Latifa M. Algoud, Perbankan Syariah: Prinsip,
Praktik, dan Prospek. Cet. I. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta,
2003.
Lin, Nan. Social Capital; A Theory of Social Structure and Action.
United Kingdom: Cambridge University Press. 2002
Mannan, Muhammad Abdul, Ekonomi Islam (Teori dan Praktik). Cet.
I. Jakarta: PT Intermasa, 1992.
Martowijoyo, Sumantoro. Dampak Pemberlakuan Sistem Bank
Perkreditan Rakyat terhadap Kinerja Lembaga Keuangan
Pedesaan. Yogyakarta: Disertasi Doktor UGM. 2001.
Mas’adi, Ghufran A. Fiqih Muamalah Kontekstual. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada, 2002.
Perhimpunan BMT Indonesia, Haluan BMT 2020. Jakarta: PBMT
Indonesia, November 2016.
Perwataatmaja, Karnaen dan Antonio, M. Syafi’i. Apa dan Bagaimana
Bank Islam. Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1992.
Porter ME. The Competitive Advantage of Nations. California: Free
Press, 1990.
Ridwan, Muhammad. Manajemen Baitul Mãl Wa Tamwîl. Yogya-
karta: UII Press, 2005.
Ridwan, Muhammad. Sistem dan Prosedur Pendirian Baitul Mal wat
Tamwil (BMT), Cet. I, Yogyakarta: Citra Media, 2006.
Salam, Abdul. Sustainabilitas Lembaga Keuangan Mikro Koperasi
Simpan Pinjam. Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana UGM, 2007.
Sanrego, Yulizar D. dan Moch Taufik, Fiqih Tamkin (Fiqih Pember-
dayaan). Jakarta: Qisthi Press, 2016.
Sudibyo, Bambang, Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia.
Yogyakarta: Aditya Media, 1995.
Susanto, Burhanuddin. Hukum Perbankan Syariah di Indonesia. Cet I.
Yogyakarta: UII Press, 2008.
Tanjung, Hendri. Metodologi Penelitian Ekonomi Islam. Jakarta:
Gramata Publishing, 2013.
Yasin, M. Nur. Hukum Ekonomi Islam: Geliat Perbankan di Indone-
sia. Malang: UIN Malang Press, 2009.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 237
B. Jurnal
Abdul Rahim Abdul Rahman. “Islamic Microfinance: An Ethical
Alternative to Poverty Alleviation.” Humanomics, 26 (4),
(2010): 54.
Abdullah,Mohamad Azni S. N. “Factors determining Islamic
Financial Literacy among Undergraduates”. Journal of
Emerging Economies and Islamic Research, 2017, p.67-76.
Abidin, M. Z. “Kebijakan Fiskal dan Peningkatan Peran Ekonomi
UMKM.” Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI,
diakses dari http://www.googlescholar.com/, 23 Maret 2018.
Ahmed, Habib. “Frontier of Islamic Banking: A Synthesis of Social
Role and Microfinance.” The European Journal of Management
and Public Policy, Vol. 3 (1), 2004.
American Institute of Certified Public Accountants (AICPA), 2013,
diakses dari http://www.encyclopedia.com/.
Antara, Purnomo M. dkk. “Bridging Islamic Financial Literacy and
Halal Literacy: The Way Forward in Halal Ecosystem”,
Procedia Economics and Finance, Vol. 37, 2016, h.199, diakses
dari http//www.sciencedirect.com, 20 Maret 2019.
Apriadi, Fiqih dan Muhammad Findi A, “Solusi Peningkatan Sumber-
daya Manusia Pada Baytul Maal wat Tamwil (BMT) di Indone-
sia Melalui Pendekatan Analytic Network Process (ANP),
Jurnal Al –Muzara’ah, 1 (2), (2013): 115.
Aribawa, Dwitya “Pengaruh Literasi Keuangan terhadap Keberlang-
sungan UMKM di Jawa Tengah.” Jurnal Siasat Bisnis, Vol.20
(1), (2016): 1-13.
Arsyad, Lincolin. 2005. “An Assesment of Performance and
Sustainability of Microfinance Institution: A Case Study of
Village Credit Institution in Gianyar, Bali”. Adelaide: Faculty
of Social Sciences, Flinders University Adelaide.
Ascarya, “The Persistence of Low Profit and Loss Sharing Financing
in Islamic Banking: The Case of Indonesia.” Review of Indone-
sia economic and Business Studies Vol. 1. LIPI Economic
Research Center, 2011.
Ascarya dan Yumamita, Diana, “Determinan dan Persistensi Margin
Perbankan Konvensional dan Syariah di Indonesia.” Working
paper series, No.WP/10/04, Pusat Pendidikan dan Studi
Kebanksentralan Bank Indonesia, 2010.
238 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Ashari. “Potensi Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dalam Pemba-
ngunan Ekonomi Perdesaan dan Kebijakan Pengembangannya.”
PSEKP. Vol.4 No.2 (2006).
Asnarulkhadi, Abu Samah & Fariborz Aref. “Empowerment as an
Approach for Community Development in Malaysia.” World
Rural Observation, 1(2) (2009): 63-68.
Bakhtiari, Sadegh. “Microfinance and Poverty Reduction: Some Inter-
national Evidence.” Jurnal Bisnis Internasional dan Penelitian
Ekonomi, Vol. 5 (Desember 2006).
Bashir, T., Arshad, A., Nazir, A., & Afzal, N. “Financial Literacy and
Influence of Psychosocial Factors.” European Scientific
Journal, Vol.9 (28) (Oktober 2013): 384-404.
Baskara. I Gde Kanjeng. “Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia.”
Jurnal Buletin Studi Ekonomi, Vol.18 No.2. (Agustus 2013).
Chen, H. & Volpe, R. P. “An Analysis of Financial Literacy Among
College Students.” Financial Services Review, 7(1) (1998):107–
128.
Damayanti, M., & Adam, L. “Program Kredit Usaha Rakyat (KUR)
sebagai Alat Pendorong Pengembangan UMKM di Indonesia.”
Naskah Kerja TNP2K 27 – 2015.
Dasuki, Asyraf Wajdi. “Banking for The Poor: The Role of Islamic
Banking in Microfinance Initiatives.” Humanomics. Vol.24,
No.1. 2008.
Faidal. “Model Efektivitas Peran Lembaga Keuangan Mikro (LKM)
dalam Penyediaan Permodalan UMKM Sektor Riil di Kabu-
paten Bangkalan Madura.” diunduh dari Journal.Trunojoyo.
ac.id/eco-enterpreneur/article/download/993/892 (diakses 3
Agustus 2016).
Feroz, Ehsan Habib dan Blake Goud. “Grameen La Riba Model: A
Strategy for Global Poverty Alleviation.” Jurnal Ekonomi
Islam, Perbankan dan Keuangan, Vol. 5 (2009): 77.
Galor, Oded. “From Stagnation to Growth: Unied Growth Theory." In
Handbook of Economic Growth. Vol IA, ed. Philippe Aghion
and Steven N. Durlauf, 171(293). Amsterdam, The Nether-
lands:Elsevier North-Holland. 2005.
Ginting, Isma Ilmi Hayati dan Sudardjat,Ilyda “Analisis Strategi
Pengembangan BMT (Baitul Maal Wat Tamwil) di Kota
Medan.” Jurnal Ekonomi dan Keuangan Vol.2 No.11, h. 683.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 239
Hariharan, Govind dan Markus Marktanner. “The Growth Potential
from Financial Inclusion.” Preliminary draft submitted for
Atlanta Fed/GSU International Development Economics Work-
shop (diunduh tanggal 27 Agustus 2014).
Hayati, Safaah Restuning “Strategi Penguatan BMT Berdasarkan
Perilaku Pedagang Di Pasar Tradisional.” Jurnal Masharif al-
Syariah: Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah, Vol. 2, No.
2, (2017): 17
Hendayana R dan Bustaman S. “Fenomena Lembaga Keuangan Mikro
Dalam Perspektif Pembangunan Ekonomi Perdesaan.” Working
Paper. 2006.
Hung, Angela and Parker, Andrew M. and Yoong, Joanne. “Defining
and Measuring Financial Literacy.” (September 2, 2009).
RAND Working Paper Series WR-708. Available at SSRN:
https://ssrn.com/abstract=1498674 or http://dx.doi.org/10.2139/
ssrn.1498674
Huston, S.J. “Measuring Financial Literacy.” Journal of Consumer
Affairs, 44(2), (2010): 296-316.
Jayaputra, A. “Pemetaan Kemiskinan dan Strategi Pengentasannya
Berbasis Institusi Lokal dan Berkelanjutan di Era Otonomi
Daerah di Provinsi Sumatera Barat.” [Working Paper], 2009.
Johansyah, D.A. “Inklusi Keuangan: Memperluas Akses Keuangan
untuk Bikin Rakyat Sejahtera.” Gerai Info-News Letter Bank
Indonesia. Edisi XV, Juni 2011 (Diakses dari http://www.
bi.go.id/NR/rdonlyres/9648CAB6-4807-48C5-8E0FB2C4FA05
D206/26533/GIed15_juni2011_low.pdf)
Kaddu, Michael. “Banking on Change: Breaking the Barriers to
Financial Inclusion.” NPM Platform for inclusive Finance,
Head of Corporate Affairs, Barclays Bank Uganda (Nov 2014)
pp.74
Kharchenko, O. “Financial Literacy in Ukraine: Determinants and
Implications for Saving Behavior”. Kyiv School of Economics,
2011.
Kim, K.A., & Nofsinger, J.R. “Behavioral Finance in Asia.” Pacific-
Basin Finance Journal, 16(1), (2008): 1-7.
Kimbal, Rahel Widiawati, “Modal Sosial dan Ekonomi Industri Kecil:
Sebuah Studi Kualitatif.” h.60, diakses dari http://www.books.
google.co.id/.
240 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Kiryanto, Ryan. “Strategi Implementasi Program Inklusi Keuangan di
Indonesia.” Info Bank, 27 August 2012, diunduh 4 Februari
2015.
Klapper, Jandu, Sintim-Aboagye. “The Little Data Book on Financial
Inclusion.” Finance and Private Sector Development Team of
World Bank, Washington DC, 2012 (diakses dari http://www.
data.worldbank.org/sites/default/files/the-little -data-book-on-
financial-inclusion-2012.pdf).
Kunt-Asli Demirguc dan Leora Klapper. “Measuring Financial Inclu-
sion: Explaining Variation in Use of Financial Services Across
and within Countries.” Brookings Papers on Economic Activity,
(Spring 2013), diunduh 27 Agustus 2014.
Lasmaya, S M. “Pengaruh Sistem Informasi SDM, Kompetensi Dan
Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan.” Jurnal Ekonomi,
Bisnis & Entrepreneurship. Vol.10 (1). 2016
Lusardi, A., & Mitchell, O.S. “Planning and Financial Literacy: How
do Woman Fare? “ National Bereau of Economic Research,
2008.
Mandell, L., & Klein L.S. “Motivation and Financial Literacy.”
Financial Services Review, 16(2), (2007):105.
Moore, D.L. “Survey of Financial Literacy in Washington State:
Knowledge, Behavior, Attitudes, and Experiences.” Washington
State Department of Financial Institutions. 2003.
Morduch, J. “Does Microfinance Really Help The Poor? New
Evidence From Flagship Programs in Bangladesh.” New York:
New York University: Diakses dari: http://www.nyu.edu/
projects/morduch/documents/1998-Does-MF-really-help-the-
poor.pdf
Morshed, SJ Turnovsky. 2004. “Sectoral Adjustment Costs And Real
Exchange Rate Dynamics In A Two-Sector Dependent Eco-
nomy.” Journal of International Economics. http://www.sci
encedirect.com/science/article/pii/ (diunduh, 2 Maret 2014).
Mu’alim, A. & Abidin, Z. (2005). “Profesionalisme Praktisi BMT di
Yogyakarta dan Kabupaten Sleman”, Millah Vol 4 (2), p. 68-
86.
Navickas, Mykolas, Tadas Gudaitis, Emília Krajnakova, “Influence on
Financial Literacy on Management of Personal Finances in A
Young Household”, Verslas: Teorija ir prakTika / Business:
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 241
Theory and pracTice 2014 15(1): 32–40. issn 1648-0627 / eissn
1822-4202, http://www.btp.vgtu.lt.
Nindita, Radyati Maria R. “Keuangan Inklusif Perbankan.” Published
on Universitas Trisakti. MMCSR & MMCE, 2012, diakses dari
http://www.mmcrusakti.org/
Nurawami, Shofia. “Peranan Lembaga Keuangan Mikro dan Kontri-
busi Kredit terhadap Pendapatan Kotor UKM Rumah Tangga
setelah Menjadi Kreditur Studi Kasus BMT Muamalat.” Jurnal
MEDIAGRO 1 Vol 5. No. 2, (2009): 1-11
Obaidulloh, Mohammed dan Amjed Muhammed Salem. “Innovation
in Islamic Microfinance: Lessons from Muslim AID’S Sri
Lanka.” Islamic Microfinance Working Paper Nomor 01(09).
(2008): 14.
Obaidullah, Mohammed. “Role of Microfinance in Poverty Allevia-
tion: Lesson from Experiences in Selected IDB Member Coun-
tries.” Jeddah: Islamic Research & Training Institute (IRTI)-
IDB, 2008.
Panggabean, Riana. “Kerjasama Bank, Koperasi dan Lembaga Keua-
ngan Mikro (LKM) Mendukung Pemberdayaan Usaha Mikro
Kecil dan Menengah (UMKM).” http://www.jurnal.smecda.
com/index.php/infokop/article/view/50/47, diunduh 31 Oktober
2016.
Prayitno, Ujianto Singgih. “Pengaruh Modal Sosial Terhadap Keta-
hanan Keluarga Miskin Di Bantaran Kali Ciliwung,” Jurnal
Aspirasi Vol. 3 No. 2, Desember 2012, h. 134, diakses dari
http://www.jurnal.dpr.go.id/index.php/aspirasi/article/view/271/
211/ tanggal 1 April 2018.
Purnomo M.Antara, dkk. “Bridging Islamic Financial Literacy and
Halal Literacy: The Way Forward in Halal Ecosystem”, Proce-
dia Economics and Finance, Vol. 37, 2016, h.199, diakses dari
http//www.sciencedirect.com, 20 Maret 2019.
Rakhmindyarto dan Syaifullah. “Keuangan Inklusif dan Pengentasan
Kemiskinan. Pegawai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian
Keuangan”. Diakses dari kemenkeu.go.id, 10 September 2017.
Rizki, “The Development of BMT from Year to Year.” 2013, diakses
dari http://www.puskopsyahlampung.com/
Rusby, Zulkifli dkk., “Analisa Permasalahan Baitul Maal Wat Tamwil
(BMT) melalui Pendekatan Analytical Network Process (ANP),”
Jurnal Al-Hikmah Vol. 13, No. 1, April 2016, ISSN 1412-5382.
242 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Sakti, Ali. “Mapping of Conditions and Potential of BMT: Partnership
to Expand the Market and Linkage of Islamic Banking Services
to the Micro Enterprises.” Jurnal al-Muzara’ah, I (1), 2013.
Samah, Asnarulkhadi Abu & Fariborz Aref. “Empowerment as an
Approach for Community Development in Malaysia.” World
Rural Observation, 1(2). (2009): 63-68.
Santoso, Ivan Rahmat. “Peran BMT dalam Pemberdayaan Sektor Riil
Studi Kasus di Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah BMT
HANIVA Imogiri Bantul Yogyakarta.”, diakses dari reposito-
ry.ung.ac.id/get/simlit_res/1/238/, 14 Agustus 2017.
Senjiati, Ifa Hanifia dkk., “Literasi Keuangan Syariah bagi Anak
School Age (Studi Kasus pada Siswa Kelas 2 SD Darul Hikam
Bandung),” Amwaluna, Vol 2 No. 2 Tahun 2018.
Setyawati, I., & Suroso, S. “Sharia Financial Literacy and Effect On
Social Economic Factors (Survey on Lecturer In Indonesia)".
International Journal Of Scientific and Technology Research,
2016.
Siswanto. “Strategi Pengembangan Baitul Maal Wattamwil (BMT)
Dalam Memberdayakan Usaha Kecil dan Menengah.” Tesis
pada Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, 2009.
Situmorang, Jannes. (tt). “Kaji Tindak Peningkatan Peran Koperasi
dan UM Sebagai Lembaga Keuangan Alternatif”. Laporan
penelitian tentang aspek kelembagaan dan keuangan usaha
BMT di 9 (sembilan) propinsi yang meliputi: Sumatera Selatan,
Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa
Timur, Bali, NTB dan Sulawesi.” Diakses dari http://www.
scribd.com/doc/39146258/BMT-UMK. tanggal 5 Maret 2018.
Soetrisno, Noer. “Ekonomi Rakyat Usaha Mikro dan UKM dalam
Perekonomian Indonesia, Sumbangan untuk Analisis Struktu-
ral”. STEKPI, Jakarta, 2005. Diakses dari http://www.fornas
lpumkm.wordpress.com/ tanggal 31 Maret 2018.
Sriyana, Jaka dan Raya, Fitri “Peran BMT dalam Mengatasi Kemis-
kinan di Kabupaten Bantul”, Inferensi, Jurnal Penelitian Sosial
Keagamaan, Vol. 7, No. 1, Juni 2013: 29-50, OJS, diakses 25
Maret 2019.
Staschen, Stefan. “Regulation and Supervision of Microfinance Insti-
tutions: State of Knowledge.” Eschborn: GTZ, 1999.
Suryawati, C. “Memahami Kemiskinan Secara Multidimensi.” Jurnal
Agroekonomi Vol. 08(03), September 2005.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 243
Suhendi, Hendi. “Strategi Optimalisasi Peran BMT Sebagai Pengge-
rak Sektor Usaha Mikro.” 2009. h.9 http://www.fe.unpad.ac.id/
forumdekan2009/downloads/p_hendi.pdf/. (diakses tanggal 5
Maret 2018.
Susilo, Edi. “Mengentaskan Kemiskinan dan Kebodohan Umat
melalui Inklusi Keuangan Syariah (Shariah Financial Inclusi-
on).” Proceeding Seminar Nasional dan Call for Paper “Mem-
bangun Indonesia Berbasis Nilai-nilai Agama” diselenggarakan
oleh ADPISI (Asosiasi Dosen Pendidikan Islam Indonesia) di
UNAIR, Surabaya 19-20 November 2015. Diakses dari https://
www.researchgate.net/.
Tjokrowinoto, Moeljarto. “Strategi Alternatif Pengentasan Kemis-
kinan.” Makalah untuk Seminar Bulanan P3PK UGM, atau
dalam kumpulan makalah “Kemiskinan dan Kesenjangan di
Indonesia (Yogyakarta: Aditya Media), (1993): 34-35.
Vitt, L.A.Andersen, C. Kent, J., Lyter, D.M., Siegenthaler, J.K., &
Ward, J. “Personal Finance and The Rush to Competence:
Financial Literacy Education in the US National Field Study
Commissioned by The Fannie Mae Foundation. “ Institute for
Socio-Financial Studies, 2000.
Waldman, Michael. “The Signaling Role of Promotion: Further
Theory and Empirical Evidence.” Journal of Labor Economic,
30(1), 2012.
Wibowo, Pungky. “Branchless Banking Setelah Multilicense: Anca-
man atau Peluang bagi Perbankan Nasional.” Bank Indonesia.
Jakarta. 2013.
Worthington, A.C. “Predicting Financial Literacy in Australia.”
Financial Services Review, (2006): 57-59.
C. Internet dan Lainnya
Booklet Keuangan Inklusif diunduh dari http://www.academia.
edu/10616062, diakses tanggal 3 Agustus 2016.
Data Induk Koperasi Syariah (Inkopsyah) per Oktober 2016, diambil
dari http://www.indukbmt.co.id/
Financial Inclusion Jadi Isu Global. Majalah Gemari XII/Edisi
131/Desember 2011.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, http://www.kbbi.id/
Laporan Global Financial Inclusion Index (Findex), 2012
244 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Laporan Tahunan Bank Indonesia Tahun 2011, diunduh dari
http://www.bi.go.id, diunduh tanggal 3 Agustus 2016
M. Dawam Rahardjo, Inklusi Finansial, Kompas, 6 Januari 2014,
diunduh tanggal 4 Februari 2015
Master Card, Mastercard Financial Literacy Index. Survei Nasional
Literasi Keuangan, EPK, 2014.http://ratihsurachman.com/2014/
09/29/epk-ojk-survei- nasional-literasi-keuangan/, 2013.
Pristiyanto, “Literasi dan Penumbuhan Usaha Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah”, Paparan dalam roadshow Divisi Pembia-
yaan Syariah di Kabupaten Madura. 2017
Republika.co.id. 2015, Sunday, March 22nd
. Indonesia BMT Assets
Reach Rp 4.7 Trillion.
Sailer, Arie. “Dasar Operasional dan Kelembagaan BMT”, http://
www.bilismera.com/2015/12/dasar-operasional-dan-kelemba
gaan-bmt.html.
Statistik Perbankan Indonesia, Oktober 2014, http://www.bi.go.id/
diunduh tanggal 2 Januari 2015.
Statistik Perbankan Syariah, April 2015, http://www.bi.go.id/ diunduh
27 April 2015.
Syaifullah, D. R. (tt). Keuangan Inklusif dan Pengentasan Kemis-
kinan. Pegawai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keua-
ngan.
Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia,
Konsep, Produk dan Implementasi Operasional Bank Syariah,
(Jakarta: Djambatan, 2001), hal. 180.
Undang-undang No.01 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan
Mikro.
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
Wahyudi S., S., & Malik, N., Peran Pembiayaan Perbankan Syariah
Terhadap Peningkatan Keunggulan Kompetitif Sektor UMKM,
2013, http://www.ojk.go.id/, Bahan Seminar OJK di Kendari
tentang Literasi, Edukasi dan Inklusi Keuangan, diunduh
tanggal 3 Agustus 2016.
http://www.gpfi.org/GlobalPartnership for Financial Inclusion
http://www.cgap.org/
http://www.bankingabout.com/
http://www.p2kp.org, konsep Social Capital
http://www.theindonesiainstitute.org/Teori Human Capital
http://www.glosaribusiness.com/
245
GLOSARI
al-maqasid al-syariah : tujuan-tujuan yang hendak dicapai
dari suatu penetapan hukum.
al-Qard al-Hasan
: pinjaman mengandung unsur ke-
bajikan (pertolongan), tanpa me-
ngenakan bagi hasil.
APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara
Asuransi mikro (Takaful
Mikro)
: lembaga asuransi bertujuan mem-
berikan manfaat perlindungan da-
sar atas risiko yang sangat umum
dihadapi oleh masyarakat ber-
penghasilan rendah. Selain itu,
produk asuransi mikro memiliki
polis, fitur dan proses administrasi
yang sederhana dan mudah dipa-
hami oleh semua masyarakat.
AFI (Association of
Financial Inclusion)
: organisasi terkemuka di dunia ten-
tang kebijakan dan regulasi inklu-
si keuangan. jaringan yang dimili-
ki anggota, kami mempromosikan
dan mengembangkan solusi kebi-
jakan berbasis bukti yang mening-
katkan kehidupan orang miskin
melalui kekuatan inklusi keua-
ngan.
APEC : Asia Pacific Economic Commu-
nity, masyarakat ekonomi Asia
Pasifik.
246 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
ASEAN : Association South East Asia Nati-
on, merupakan organisasi negara-
negara di wilayah Asia Tenggara.
BI : Bank Indonesia
BKF : Badan Kebijakan Fiskal Kemente-
rian Keuangan: unsur penunjang
di Kementerian Keuangan Repub-
lik Indonesia yang mempunyai
tugas melaksanakan analisis di
bidang kebijakan fiskal.
BMT : Baitul Maal wat Tamwil.
Branchless Banking : kegiatan menyediakan layanan
perbankan dan/atau layanan keua-
ngan lainnya yang dilakukan tidak
melalui jaringan kantor, namun
melalui kerjasama dengan pihak
lain dan perlu didukung dengan
penggunaan sarana teknologi in-
formasi.
Channel Barrier : hambatan berupa keterbatasan
sarana.
Demand : jumlah permintaan yang dilaku-
kan oleh konsumen atau masya-
rakat terkait dengan barang atau
jasa tertentu, pada kondisi harga
tertentu dan pada waktu tertentu.
Design Product Barrier : Hambatan berupa produk yang
tidak sesuai dengan kebutuhan.
Dewan Pengawas Syariah
(DPS)
: ahli syariah yang diangkat oleh
Rapat Umum Pemegang Saham
atas rekomendasi Majelis Ulama
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 247
Indonesia, dengan tugas membe-
rikan nasihat dan saran kepada
direksi serta mengawasi kegiatan
perusahaan agar sesuai dengan
prinsip syariah.
Financial Inclusion (FI) : suatu gerakan yang berupaya
untuk membuka akses layanan
perbankan yang seluas-luasnya
bagi masyarakat khususnya yang
sampai saat ini belum meman-
faatkan jasa layana perbankan.
GFII : Global Financial Inclusion Index.
GPFI : Global Partnership of Financial
Inclusion.
G-20 : Government 20, perkumpulan
negara-negara maju.
Human Development Index
(HDI)
: Indeks Pembangunan Manusia/
IPM.
Information Barrier : Hambatan berupa informasi yang
terbatas.
Index Financial Literacy
(IFL)
: Indeks Literasi Keuangan yaitu
tingkat pemahaman masyarakat
terhadap produk keuangan.
Irresponsible Finance : lembaga keuangan yang tidak
bertanggung jawab.
KJKS : Koperasi Jasa Keuangan Syariah.
Koperasi yang kegiatan usahanya
bergerak di bidang pembiayaan,
investasi dan simpanan sesuai
pola bagi hasil (syariah).
248 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Lembaga keuangan mikro
(LKM)
: lembaga keuangan yang khusus
didirikan untuk memberikan jasa
pengembangan usaha dan pem-
berdayaan masyarakat, baik mela-
lui pinjaman atau pembiayaan
dalam usaha skala mikro kepada
anggota dan masyarakat, pengelo-
laan simpanan, maupun pembe-
rian jasa konsultasi pengemba-
ngan usaha yang tidak semata-
mata mencari keuntungan.
Lembaga Keuangan Mikro
Syariah (LMKS)
: lembaga keuangan yang khusus
didirikan untuk memberikan jasa
pengembangan usaha dan pem-
berdayaan masyarakat, baik me-
lalui pinjaman atau pembiayaan
dalam usaha skala mikro kepada
anggota dan masyarakat, pengelo-
laan simpanan, maupun pembe-
rian jasa konsultasi pengemba-
ngan usaha yang tidak semata-
mata mencari keuntungan. LKM
ini menggunakan prinsip syariah
dalam operasionalnya.
OJK : Otoritas Jasa Keuangan.
Price Barrier : Biaya/harga yang mahal.
Profit Oriented : berorientasi pada keuntungan.
Profit Maximization : Memaksimalkan keuntungan.
RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional; Dokumen
perencanaan pembangunan untuk
periode lima tahunan.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 249
Shadow Banking : lembaga yang bertindak mirip
dengan bank biasa yakni dengan
cara mengambil uang dari inves-
tor (giran, penabung) dan memin-
jamkannya kepada peminjam
(kreditur), tetapi tidak diatur oleh
peraturan atau pengawasan yang
sama (layaknya pada sebuah
bank). Shadow banks dapat men-
cakup lembaga keuangan seperti
reksadana pasar uang, hedge fund,
perusahaan pembiayaan, dan
broker/dealer.
SNKI : Strategi Nasional Keuangan
Inklusif Strategi dalam konteks
nasional untuk meningkatkan
keuangan inklusif bagi masya-
rakat.
Supply : Jumlah yang ditawarkan oleh pro-
dusen pada tingkat harga tertentu
dan harga tertentu.
Survey Neraca Rumah
Tangga (SNRT)
: Kajian data ekonomi rumah tang-
ga yang terpadu dan konsisten.
Neraca tersebut menggambarkan
aktivitas ekonomi yang dilakukan
rumah tangga, mencakup aktivitas
produksi, konsumsi dan investasi.
TNP2K : Tim Nasional Percepatan Penang-
gulangan Kemiskinan. Tim yang
dibentuk di bawah kendali Sekre-
tariat Wakil Presiden dalam ranka
menangani percepatan penanggu-
langan kemiskinan di Indonesia.
250 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
User Oriented Firm : perusahaan yang berorientasi
kepada kepentingan konsumen/
pengguna.
UMKM : Usaha Mikro Kecil Menengah.
Unbanked : kondisi masyarakat yang tidak
dapat menjangkau bank/tidak
sesuai dengan kriteria perbankan.
251
DAFTAR INDEKS
A
A. Djazuli · 91
ABSINDO · 86, 96
account · 12, 168, 171
account officer · 171
akses keuangan · 2, 11, 42, 49, 100,
103, 159
Aksesibilitas · 147
Al Anood Bin · 73
Al- Jibaal · 112
Ali Sakti · 86, 87, 88, 160, 178, 210
Almenberg · 73
altruism · 185
American Institute of Certified Public
Accountants · 237
analisis deskriptif · 18
Analytic Network Process · 15, 26, 28,
191, 237
Andri Soemitra · 90, 91
APEX · 19, 86, 87, 149, 154
Arrondel · 73
Arshad · 63, 73, 238
ASEAN · 3, 74, 246
ASKOPINDO · 96
assymetric information · 37, 225
At-Tirmidzi · 84
B
Badan Kredit Desa · 77, 80
Badan Pusat Statistik · 25, 128
Baitul Maal wat Tamwil · 9, 14, 15,
20, 88, 89, 90, 164, 246, 257, 260
bank konvensional · 5, 12
Bank Syariah · 18, 84, 85, 159, 160,
161, 162, 194, 244
Bank Umum Syariah · 9
bankable · 48, 135, 159
Bashir · 63, 73, 238
basic concept · 74
Berkah Madani · 107, 108, 109, 110,
141, 150, 152, 153, 154, 173
Bhushan · 61, 62, 66, 73
Bina Usaha Sejahtera · 110, 111, 112,
122, 123, 141, 150, 152, 154, 163,
172, 173
BMT CENTER · 86
BMT Syariah Riyal · 116, 117, 120,
137, 141, 152, 154, 168, 173
borrowing concept · 74
Bourdieu · 184
Buchori NS · 91, 235
C
cashflow · 116, 136, 154
CGAP-GPFI · 7, 40, 41
Chambers · 133
chanelling · 87, 118, 160
channel sharing · 187
Chen · 60, 74, 238
collateral · 12, 93
D
Darsono · 82, 83, 87, 88, 235
Debbich · 73
Dependence condition · 29
depreviation trap · 133
Dimensi Keuangan Inklusif · 49
Dimensi Kualitas · 52
Dimensi Penggunaan · 50
Direktorat Pembiayaan · 79, 99
Dompet Dhuafa · 86, 142
Dreber · 73
Durkheim · 24
252 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
E
Economic capacity · 34, 195, 294, 298,
302, 306, 311, 316, 321, 327, 331,
336, 341, 346, 351, 356, 361, 366
Economic capital · 144, 145
Edi Susilo · 18, 133, 162
Edukasi Keuangan · 47
Emília Krajnakova · 126, 240
empowerment · 42
equality based · 82
equitable · 7
executing · 87
F
fa’y · 59
Faidal · 78, 79, 238
faktor internal · 11, 15, 17, 18, 21, 232
Fasilitas Keuangan Publik · 47
FATF · 7, 40, 41, 42
Financial assets · 132
Financial capacity · 34, 195, 294, 298,
302, 306, 311, 316, 321, 327, 331,
336, 341, 346, 351, 356, 361, 366
Financial Capital · 145
financial exclusion · 45, 46
financial inclusion · 6, 39, 42
financial intermediary · 90
financial satisfaction · 74
Financial Service Review · 60
Fiqih Apriadi · 190
Fonseca · 73
Fukuyama · 185
fungsi intermediasi · 140
G
Geometric mean · 32
Global Financial Inclusion Index · 2,
7, 243, 247
Global Financial Index · 6
Global Partnership of Financial
Inclusion · 3, 247
Grameen Bank · 14, 80, 202
group lending · 138, 163, 169, 170,
202, 225, 232
Gudaitis · 126, 240
H
hambatan nonharga · 5
Hascaryani · 185, 186
Hassan Al-Tamimi · 73
Homogenitas · 28
Houston · 60, 62, 64, 74
Hudson · 60
Human assets · 131
human capital · 143
Human Development Index · 6, 247
Hung · 62, 74, 239
I
indeks inklusi keuangan · 53
indepth interview · 25, 31, 262
individual lending · 162, 169, 170, 232
Indrawati · 67
Induk Koperasi Syariah
(INKOPSYAH) · 86
Inklusi keuangan · 1, 4, 5, 6, 7, 53, 101
irresponsible finance · 6
Islamic Microfinance · 13, 16, 81, 237,
241
Islamic Research & Training Institute ·
76, 241
J
J. Morduch · 76
joint financing · 87
K
Kaestner · 65
Kaly · 60
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 253
Kebijakan Keuangan Inklusif · 39, 45,
100
Kelompok Swadaya Masyarakat · 15,
77, 80
Kementerian Koperasi dan UMKM ·
95, 142, 144, 147
kesenjangan · 3, 6, 12, 17, 49, 83
keuangan mikro · 8, 9, 11, 13, 16, 17,
18, 20, 21, 22, 38, 42, 65, 75, 76,
77, 78, 79, 80, 81, 82, 83, 95, 96,
112, 117, 124, 138, 140, 141, 149,
159, 161, 162, 164, 165, 178, 179,
181, 194, 196, 202, 207, 208, 212,
220, 221, 224, 225, 227, 228, 230,
232, 233, 234, 248
Kharchenko · 64, 73, 239
Klapper · 1, 2, 16, 17, 240
Klein · 63, 73, 240
Knowledge capacity · 34, 193, 294,
298, 302, 306, 311, 316, 322, 327,
331, 336, 341, 346, 351, 356, 361,
366
Knowledge Capital · 145
Konsistensi · 28, 34, 210, 276, 283,
284, 298, 299, 303, 307, 308, 312,
313, 317, 318, 322, 323, 327, 328,
332, 333, 337, 338, 342, 343, 347,
348, 352, 353, 357, 358, 362, 363,
367, 368
Koperasi konvensional · 138, 139
Koperasi Simpan Pinjam · 8, 15, 77,
80, 143, 195, 205, 209, 236
Kredit Usaha Rakyat · 76, 238
Krishna · 60, 66
KSPPS · 34, 35, 36, 95, 142, 143, 144,
146, 147, 155, 156, 157, 158, 163,
164, 205, 209, 216, 263, 264, 265,
266, 267, 268, 269, 270, 271, 272,
273, 274, 275, 276, 277, 279, 280,
281, 282, 284, 285, 286, 288, 289,
290, 292, 293, 294, 295, 297, 299,
303, 308, 313, 318, 323, 328, 333,
338, 343, 348, 353, 358, 363, 368
Kualitas · 58, 144, 148, 173, 202
kuantifikasi model · 31
Kuantitas · 147
kuesioner · 23, 25, 26, 30, 31, 38, 121,
190, 262
L
LAZ · 141, 142
Lembaga Dana Kredit Pedesaan · 80
Lembaga Dana Kredit Perbankan · 77
Lembaga Penjamin Simpanan · 37,
158, 223, 229
linkage program · 18
LKM · 8, 16, 75, 76, 77, 78, 79, 80,
81, 82, 84, 87, 94, 96, 132, 133,
205, 212, 238, 241, 248
local wisdom · 20
low income trap · 6
LPDB-KUMKM · 155
Lusardi · 60, 63, 73, 240
M
Mandell · 63, 73, 240
Manfaat · 56, 123, 148, 173
marketer · 118, 120
Medury · 61, 62, 66, 73
Mitchell · 73, 240
mobile transaction · 154
Moelyarto · 134
Mohamad Heykal · 181, 183
Mohammed Obaidullah · 13, 76
money laundring · 41
Moore · 63, 240
moral hazard · 79, 163, 202
mu’amalah · 93
Mudharabah · 84, 111, 115, 166, 167
Mudharib · 160
Muhammad Ridwan · 88, 89, 90, 91,
93, 94, 191
Muhammad Sri Wahyudi · 160
Mullen · 73
Multiple Criteria Decision Making · 26
murabahah · 12, 14, 16, 59, 84, 108,
109, 111, 112, 114, 119, 123, 125,
138, 139, 143, 149, 169, 170, 171,
178, 232
mustahik · 139, 140
Musyarakah · 111, 115
254 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
N
Natural assets · 130
Navickas · 126, 240
Nazarudin Malik · 160
Nazir · 63, 73, 238
Non Performing Financing · 162
Non Performing Loan · 162
Nurul Huda · 181, 183
O
OECD · 3, 7, 62
Otoritas Jasa Keuangan · 18, 25, 39,
61, 68, 95, 209, 221, 248
P
Pairwise comparison · 32
panduan wawancara · 23
pelayanan perbankan · 1
Pembiayaan Mikro · 119
pemerataan pendapatan · 1
penelitian kualitatif · 23, 27
pengentasan kemiskinan · 1, 14, 125,
133, 135, 160, 263, 264, 265, 266,
267, 268, 269, 270, 271, 272, 273,
274, 275, 277, 278, 279, 281, 282,
283, 285, 286, 287, 289, 290, 291,
293, 294, 295, 296
Peraturan Bank Indonesia · 10
Permodalan Nasional Madani · 86
pertumbuhan ekonomi · 1, 5, 6, 13, 20,
22, 25, 62, 75, 100, 102, 132, 143,
232
Physical assets · 131
pooling of funds · 156
Poverty Alleviation · 14, 16, 237, 238
Prioritas · 28, 29, 30, 54, 192, 193,
197, 198, 200, 201, 203, 204, 205,
206, 207, 208, 210, 211, 212, 214,
215, 216, 217, 218, 219, 223
Pristiyanto · 99, 139, 142, 143, 244
profit and loss sharing · 82, 114
protection concept · 74
prudential banking · 135
Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil ·
86, 91, 96
Pusat Koperasi Syariah · 86
Q
qard al-hasan · 5
R
Rakhmindyarto · 135, 241
Ramadhan Khamis Al-Gharib · 96
Rasio Gini · 128
Rater agreement · 32
religiosity · 74
Remund · 61, 65
rentenir · 9, 21, 56, 150, 154, 174, 181,
182, 202, 224, 258
Reserve Bank of India · 7, 40, 41
Resiprokal · 28
retirement plan intention · 74
return sharing · 184
risk preference · 74
Rofaida · 66
RPJMN · 57, 248
S
Sari · 66
Savignac · 73
Saving Ledd microfinance · 80
saving/investment concept · 74
sektor keuangan informal · 13
Sektor Riil · 78, 79, 141, 175, 238, 242
self regulation · 163
Servon · 65
shadow banking · 6
Shariah Financial Inclusion · 133, 162
skala numerik · 31
SLKNI · 67
Social assets · 132
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 255
Social capacity · 34, 294, 298, 302,
306, 311, 316, 322, 327, 331, 336,
341, 346, 351, 356, 361, 366
social capital · 143, 169
Social Inclusion · 179, 225, 315, 316,
317, 318, 319, 320
Spiritual capacity · 34, 295, 298, 302,
306, 311, 316, 322, 327, 331, 336,
341, 346, 351, 356, 361, 366
Spiritual Capital · 144
stakeholder · 35, 67, 92, 107, 208, 214,
224, 226, 278, 297, 302, 306, 311,
316, 321, 326, 331, 336, 341, 346,
351, 356, 361, 365
super decision · 32
supermatriks · 29, 30, 32
Survei Neraca Rumah Tangga · 2
Suryawati · 130, 242
sustainabilitas BMT · 17
Syafi’i Antonio · 180
Syaifullah · 135, 241, 244
T
Tabungan siswa · 119
Tadas · 126, 240
Tamara · 119
Tamkin · 96, 97, 137, 236
Taofik Hidajat · 62, 64
technical assistance · 160
The bottom of pyramid · 8
the lender of the last resort · 87
Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan · 3,
44
trickle down effect · 137
triple helix · 187, 188
trust · 184, 185, 186
U
UMKM · 5, 10, 11, 48, 49, 54, 58, 65,
68, 73, 76, 78, 79, 80, 81, 95, 135,
136, 142, 144, 146, 147, 154, 155,
159, 160, 161, 162, 164, 180, 186,
187, 188, 197, 210, 233, 237, 238,
241, 244, 250
unbanked · 6, 8, 42, 48
Unit Simpan Pinjam · 15, 77, 209
urban · 120, 127, 133, 178, 179, 186
V
Volpe · 60, 74, 238
Vush · 60
W
wadiah · 113, 115, 119, 123
Weber · 24
well literate · 22, 68, 172
Widyawati · 60
workplace-based financial literacy · 68
Worthington · 63, 73, 243
Y
Yandi Janwari · 91
Yulizar D. Sanrego · 96, 97, 137
Z
Zamarro · 73
ZISWAHID · 89
256
Lampiran 1: Panduan Wawancara
INDEPTH INTERVIEW GUIDE |
PANDUAN WAWANCARA MENDALAM
Implementasi Kebijakan Inklusi dan Literasi Keuangan pada
Baitul Maal wat Tamwil (BMT)
A. Untuk Pengelola BMT
Nama BMT:
________________________________________________________
Alamat:
________________________________________________________
NASKAH PENGANTAR | TUJUAN WAWANCARA (5 minutes) Kita menyadari bahwa masalah inklusi dan literasi keuangan
merupakan bagian yang penting dalam rangka meningkatkan keterli-
batan masyarakat dalam lembaga keuangan.
Kami tertarik untuk mengetahui pandangan Bapak/Ibu menge-
nai masalah ini dan bagaimana masalah ini berlangsung di tempat
kerja Bapak/Ibu.
Kami berharap Bapak/Ibu dapat meluangkan waktu untuk
mendiskusikan masalah ini.
NASKAH PENGANTAR | PERKENALAN (5 minutes) Dapatkah Bapak/Ibu menerangkan nama dan sedikit keterangan
tentang diri anda, alamat dan tempat tinggal, tugas dan jabatan dalam
pengelolaan BMT, sebagai perkenalan.
WAWANCARA | PENGALAMAN PELAKSANAAN (10
minutes) Dapatkah kita membicarakan tugas-tugas Bapak/Ibu dalam
pengelolaan BMT?
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 257
WAWANCARA | PANDANGAN UMUM TENTANG INKLUSI
DAN LITERASI KEUANGAN (15 minutes) Dapatkah Bapak/Ibu menerangkan bagaimana peran BMT
dalam membantu pemerintah meningkatkan inklusi dan literasi keua-
ngan?
Menurut Bapak/Ibu hal-hal utama apa yang menyebabkan kon-
disi masyarakat banyak yang masih enggan berhubungan dengan
lembaga keuangan formal?
a. Faktor internal BMT:
1) Apakah karena faktor pemahaman sistem?
2) Apakah karena faktor produk?
3) Apakah karena pelayanan yang kurang?
4) Apakah karena modal kurang?
b. Faktor Eksternal:
1) Rendahnya pendapatan masyarakat
2) Takut berhubungan dengan lembaga keuangan
3) Administrasi dan persyaratan di lembaga keuangan terlalu
banyak dan memakan waktu
4) Adanya rentenir yang menawarkan cara cepat dan gampang
WAWANCARA | DESKRIPSI KEBIJAKAN INKLUSI DAN
LITERASI KEUANGAN SAAT INI (15 minutes)
1. Dapatkah Bapak/Ibu membicarakan dukungan BMT terhadap
kebijakan inklusi dan literasi keuangan?
2. Bagaimana penilaian Bapak/Ibu terhadap unsur pendukung
pelaksanaan kebijakan inklusi dan literasi di tingkat BMT,
apakah itu dalam hal:
a. Kesiapan sistem
b. Personal
c. Modal
d. Jaringan kantor
e. Agen
f. Kerjasama dengan pihak lain
258 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
3. Terkait dengan visi dan misi BMT yang bapak pimpin apakah
relevan kebijakan inklusi dan literasi ini serta sejalan dengan
prinsip syariah yang menjadi salah satu hal yang harus dipatuhi
BMT?
4. Bagaimana menyelaraskan prinsip kepatuhan pada syariah dan
keinginan meningkatkan jumlah nasabah, dana dan pembiayaan
yang disalurkan?
5. Apa saja program BMT dalam meningkatkan keberdayaan eko-
nomi dan kehidupan sosial masyarakat sekitar?
6. Apakah Bapak/Ibu percaya dan yakin dengan program dan
kegiatan BMT saat ini dapat membantu meningkatkan kesejah-
teraan masyarakat sekitar?
7. Kendala apa yang dihadapi dalam mencapai tujuan pemberda-
yaan masyarakat sekitar?
WAWANCARA | MANFAAT KEBIJAKAN MENURUT HARA-
PAN PENGELOLA BMT (15 minutes)
1. Bagaimana harapan Bapak/Ibu atas pelaksanaan kebijakan
tersebut?
2. Bagaimana mekanisme atau cara meningkatkan keterlibatan
masyarakat di lembaga keuangan menurut Bapak/Ibu?
PENUTUP | RINGKASAN (10 minutes)
1. Kita sudah membicarakan tentang pelaksanaan manajemen
BMT dan harapan Bapak/ Ibu terhadap pelaksanaan kebijakan
inklusi dan literasi keuangan. Sebelum wawancara ini diakhiri,
mungkin Bapak/Ibu ada saran-saran terkait kebijakan ke depan?
2. Terimakasih atas informasi dan partisipasi Bapak/Ibu.
259
INDEPTH INTERVIEW GUIDE |
PANDUAN WAWANCARA MENDALAM
Implementasi Kebijakan Inklusi dan Literasi Keuangan pada
Baitul Maal wat Tamwil (BMT)
B. Akademisi/Pembuat Kebijakan
NASKAH PENGANTAR | TUJUAN WAWANCARA (5 minutes) Kita menyadari bahwa masalah inklusi dan literasi keuangan
merupakan bagian yang penting dalam rangka meningkatkan keterli-
batan masyarakat dalam lembaga keuangan.
Kami tertarik untuk mengetahui pandangan Bapak/Ibu menge-
nai masalah ini dan harapan Bapak/Ibu terkait masalah tersebut ke
depan.
Kami berharap Bapak/Ibu dapat meluangkan waktu untuk men-
diskusikan masalah ini.
NASKAH PENGANTAR | PERKENALAN (5 minutes) Dapatkah Bapak/Ibu menerangkan nama dan sedikit keterangan
tentang diri anda, alamat dan tempat tinggal, pekerjaan, sebagai perke-
nalan.
Nama : ____________________________
Pekerjaan : ____________________________
Alamat : ____________________________
1. Apakah Tujuan Kebijakan Literasi dan Inklusi Keuangan yang
dilakukan OJK menurut Anda?
2. Faktor yang mendukung keberhasilan kebijakan tersebut:
a. Infrastruktur
b. System
c. Aplikasi
d. Kantor
e. Kerjasama
f. SDM
g. ………….
260 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
3. Idealnya suatu BMT harus didukung oleh apa saja agar efektif
dalam mendukung kebijakan tersebut?
.............................
4. Strategi apa yang memungkinkan dilakukan BMT dengan kondisi
saat ini agar keuangan inklusif meningkat?
.............................
5. Seberapa yakin bapak/Ibu tentang kiprah BMT dalam mening-
katkan kehidupan masyarakat menjadi lebih sejahtera?
..............................
6. Selain melalui BMT apakah ada hal lain yang dapat dilakukan agar
masyarakat lebih dekat dengan lembaga keuangan?
...........................
PENUTUP | RINGKASAN (10 minutes) 1. Kita sudah membicarakan tentang pelaksanaan manajemen BMT
dan harapan Bapak/ Ibu terhadap pelaksanaan kebijakan inklusi
dan literasi keuangan. Sebelum wawancara ini diakhiri, mungkin
Bapak/Ibu ada saran-saran terkait kebijakan ke depan?
........................................
2. Terimakasih atas informasi dan partisipasi Bapak/Ibu
261
Lampiran 2: KUESIONER ANP
KUESIONER PENELITIAN
INKLUSI DAN LITERASI KEUANGAN PADA BAITUL MAAL
WAT TAMWIL DENGAN METODE ANP (ANALYTICAL
NETWORK PROCESS)
Ykh. Bapak/Ibu Responden
di tempat
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Saya Husnul Khatimah sedang melakukan riset disertasi tentang stra-
tegi peningkatan inklusi dan literasi keuangan pada baitul mal wat tamwil.
Kuesioner ini merupakan kelanjutan dari hasil indepth interview yang telah
Saya lakukan kepada Bapak/Ibu beberapa waktu yang lalu. Setelah disusun
modelling, maka kami hasilkan kuesioner berikut. Kami mohon kesediaan
Bapak/Ibu untuk memberikan penilaian terhadap berbagai aspek berikut
dengan memberikan tanda check list (√) pada pilihan Bapak/Ibu.
Terima kasih yang mendalam atas kerjasama dan partisipasinya.
Wassalam
1. Berdasarkan aspek “penguasaan fiqh Muamalah”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Penguasaan Fiqh Muamalah –
Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Strategi Eksternal
Strategi Internal
2. Berdasarkan aspek “penguasaan fiqh Muamalah”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Penguasaan Fiqh Muamalah –
Strategi Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Dukungan LPS bagi BMT
Inovasi dalam membangun komunitas
Kebijakan yang fair agar BMT leluasa
262 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Penguasaan Fiqh Muamalah –
Strategi Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
bergerak
Kerjasama dengan BE KRAF
Konsep Social inclusion dalam
pengentasan kemiskinan
Memperkecil asymmetric information
Standardisasi IT sistem BMT
Strategi pemasaran produk yang
didukung IT
3. Berdasarkan aspek “penguasaan fiqh Muamalah”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Penguasaan Fiqh Muamalah –
Strategi Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Inovasi produk berbasis branchless
Menjaga karakter BMT yang unik
dibanding LK lainnya
Pelatihan SDM BMT
Penguatan fungsi BMT
Persiapan proses transformasi BMT
menjadi KSPPS/LKMS/LKMS
Merubah mindset pengurus dalam
pengelolaan jasa
Peningkatan benefit kepada
anggota/nasabah
4. Berdasarkan aspek “Penguasaan Produk”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Penguasaan Produk – Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Strategi Eksternal
Strategi Internal
5. Berdasarkan aspek “Penguasaan Produk”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat penga-
ruhnya!
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 263
Penguasaan Produk – Strategi
Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Dukungan LPS bagi BMT
Inovasi dalam membangun komunitas
Kebijakan yang fair agar BMT leluasa
bergerak
Kerjasama dengan BE KRAF
Konsep Social inclusion dalam
pengentasan kemiskinan
Memperkecil asymmetric information
Standardisasi IT sistem BMT
Strategi pemasaran produk yang
didukung IT
6. Berdasarkan aspek “Penguasaan Produk”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Penguasaan Produk – Strategi
Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Inovasi produk berbasis branchless
Menjaga karakter BMT yang unik
dibanding LK lainnya
Pelatihan SDM BMT
Penguatan fungsi BMT
Persiapan proses transformasi BMT
menjadi KSPPS/LKMS/LKMS
Merubah mindset pengurus dalam
pengelolaan jasa
Peningkatan benefit kepada
anggota/nasabah/nasabah
7. Berdasarkan aspek “Economic Capacity”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Economic Capacity – Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Strategi Eksternal
Strategi Internal
8. Berdasarkan aspek “Economic Capacity”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
264 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Economic Capacity – Strategi
Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Dukungan LPS bagi BMT
Inovasi dalam membangun komunitas
Kebijakan yang fair agar BMT leluasa
bergerak
Kerjasama dengan BE KRAF
Konsep Social inclusion dalam
pengentasan kemiskinan
Memperkecil asymmetric information
Standardisasi IT sistem BMT
Strategi pemasaran produk yang
didukung IT
9. Berdasarkan aspek “Economic Capacity”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Economic Capacity – Strategi
Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Inovasi produk berbasis branchless
Menjaga karakter BMT yang unik
dibanding LK lainnya
Pelatihan SDM BMT
Penguatan fungsi BMT
Persiapan proses transformasi BMT
menjadi KSPPS/LKMS/LKMS
Merubah mindset pengurus dalam
pengelolaan jasa
Peningkatan benefit kepada
anggota/nasabah
10. Berdasarkan aspek “Financial Capacity”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Financial Capacity – Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Strategi Eksternal
Strategi Internal
11. Berdasarkan aspek “Financial Capacity”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 265
Financial Capacity – Strategi
Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Dukungan LPS bagi BMT
Inovasi dalam membangun komunitas
Kebijakan yang fair agar BMT leluasa
bergerak
Kerjasama dengan BE KRAF
Konsep Social inclusion dalam
pengentasan kemiskinan
Memperkecil asymmetric information
Standardisasi IT sistem BMT
Strategi pemasaran produk yang
didukung IT
12. Berdasarkan aspek “Financial Capacity”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Financial Capacity – Strategi
Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Inovasi produk berbasis branchless
Menjaga karakter BMT yang unik
dibanding LK lainnya
Pelatihan SDM BMT
Penguatan fungsi BMT
Persiapan proses transformasi BMT
menjadi KSPPS/LKMS/LKMS
Merubah mindset pengurus dalam
pengelolaan jasa
Peningkatan benefit kepada
anggota/nasabah
13. Berdasarkan aspek “Knowledge Capacity”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Knowledge Capacity – Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Strategi Eksternal
Strategi Internal
14. Berdasarkan aspek “Knowledge Capacity”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
266 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Knowledge Capacity – Strategi
Eksternal
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Dukungan LPS bagi BMT
Inovasi dalam membangun komunitas
Kebijakan yang fair agar BMT leluasa
bergerak
Kerjasama dengan BE KRAF
Konsep Social inclusion dalam
pengentasan kemiskinan
Memperkecil asymmetric information
Standardisasi IT sistem BMT
Strategi pemasaran produk yang
didukung IT
15. Berdasarkan aspek “Knowledge Capacity”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Knowledge Capacity – Strategi
Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Inovasi produk berbasis branchless
Menjaga karakter BMT yang unik
dibanding LK lainnya
Pelatihan SDM BMT
Penguatan fungsi BMT
Persiapan proses transformasi BMT
menjadi KSPPS/LKMS/LKMS
Merubah mindset pengurus dalam
pengelolaan jasa
Peningkatan benefit kepada
anggota/nasabah
16. Berdasarkan aspek “Social Capacity”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Social Capacity – Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Strategi Eksternal
Strategi Internal
17. Berdasarkan aspek “Social Capacity”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 267
Social Capacity – Strategi Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Dukungan LPS bagi BMT
Inovasi dalam membangun komunitas
Kebijakan yang fair agar BMT leluasa
bergerak
Kerjasama dengan BE KRAF
Konsep Social inclusion dalam
pengentasan kemiskinan
Memperkecil asymmetric information
Standardisasi IT sistem BMT
Strategi pemasaran produk yang
didukung IT
18. Berdasarkan aspek “Social Capacity”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Social Capacity – Strategi Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Inovasi produk berbasis branchless
Menjaga karakter BMT yang unik
dibanding LK lainnya
Pelatihan SDM BMT
Penguatan fungsi BMT
Persiapan proses transformasi BMT
menjadi KSPPS/LKMS
Merubah mindset pengurus dalam
pengelolaan jasa
Peningkatan benefit kepada
anggota/nasabah
19. Berdasarkan aspek “Spiritual Capacity”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Spiritual Capacity – Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Strategi Eksternal
Strategi Internal
20. Berdasarkan aspek “Spiritual Capacity”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Spiritual Capacity – Strategi
Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Dukungan LPS bagi BMT
Inovasi dalam membangun komunitas
Kebijakan yang fair agar BMT leluasa
268 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Spiritual Capacity – Strategi
Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
bergerak
Kerjasama dengan BE KRAF
Konsep Social inclusion dalam
pengentasan kemiskinan
Memperkecil asymmetric information
Standardisasi IT sistem BMT
Strategi pemasaran produk yang
didukung IT
21. Berdasarkan aspek “Spiritual Capacity”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Spiritual Capacity – Strategi
Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Inovasi produk berbasis branchless
Menjaga karakter BMT yang unik
dibanding LK lainnya
Pelatihan SDM BMT
Penguatan fungsi BMT
Persiapan proses transformasi BMT
menjadi KSPPS/LKMS/LKMS
Merubah mindset pengurus dalam
pengelolaan jasa
Peningkatan benefit kepada
anggota/nasabah
22. Berdasarkan aspek “Spiritual Capacity”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Spiritual Capacity – Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Strategi Eksternal
Strategi Internal
23. Berdasarkan aspek “Spiritual Capacity”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Spiritual Capacity – Strategi
Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Dukungan LPS bagi BMT
Inovasi dalam membangun komunitas
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 269
Spiritual Capacity – Strategi
Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kebijakan yang fair agar BMT leluasa
bergerak
Kerjasama dengan BE KRAF
Konsep Social inclusion dalam
pengentasan kemiskinan
Memperkecil asymmetric information
Standardisasi IT sistem BMT
Strategi pemasaran produk yang
didukung IT
24. Berdasarkan aspek “Spiritual Capacity”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Spiritual Capacity – Strategi
Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Inovasi produk berbasis branchless
Menjaga karakter BMT yang unik
dibanding LK lainnya
Pelatihan SDM BMT
Penguatan fungsi BMT
Persiapan proses transformasi BMT
menjadi KSPPS/LKMS/LKMS
Merubah mindset pengurus dalam
pengelolaan jasa
Peningkatan benefit kepada
anggota/nasabah
25. Berdasarkan aspek “Intermediasi keuangan”, bandingkan elemen-ele-
men pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Intermediasi keuangan – Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Strategi Eksternal
Strategi Internal
26. Berdasarkan aspek “Intermediasi keuangan”, bandingkan elemen-ele-
men pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
270 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Intermediasi keuangan – Strategi
Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Dukungan LPS bagi BMT
Inovasi dalam membangun komunitas
Kebijakan yang fair agar BMT leluasa
bergerak
Kerjasama dengan BE KRAF
Konsep Social inclusion dalam
pengentasan kemiskinan
Memperkecil asymmetric information
Standardisasi IT sistem BMT
Strategi pemasaran produk yang
didukung IT
27. Berdasarkan aspek “Intermediasi keuangan”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Intermediasi keuangan – Strategi
Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Inovasi produk berbasis branchless
Menjaga karakter BMT yang unik
dibanding LK lainnya
Pelatihan SDM BMT
Penguatan fungsi BMT
Persiapan proses transformasi BMT
menjadi KSPPS/LKMS/LKMS
Merubah mindset pengurus dalam
pengelolaan jasa
Peningkatan benefit kepada
anggota/nasabah
28. Berdasarkan aspek “kesejahteraan anggota/nasabah”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
kesejahteraan anggota/nasabah –
Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Strategi Eksternal
Strategi Internal
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 271
29. Berdasarkan aspek “kesejahteraan anggota/nasabah”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
kesejahteraan anggota/nasabah –
Strategi Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Dukungan LPS bagi BMT
Inovasi dalam membangun komunitas
Kebijakan yang fair agar BMT leluasa
bergerak
Kerjasama dengan BE KRAF
Konsep Social inclusion dalam
pengentasan kemiskinan
Memperkecil asymmetric information
Standardisasi IT sistem BMT
Strategi pemasaran produk yang
didukung IT
30. Berdasarkan aspek “kesejahteraan anggota/nasabah”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
kesejahteraan anggota/nasabah –
Strategi Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Inovasi produk berbasis branchless
Menjaga karakter BMT yang unik
dibanding LK lainnya
Pelatihan SDM BMT
Penguatan fungsi BMT
Persiapan proses transformasi BMT
menjadi KSPPS/LKMS
Merubah mindset pengurus dalam
pengelolaan jasa
Peningkatan benefit kepada
anggota/nasabah
31. Berdasarkan aspek “pemberdayaan ekonomi”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
pemberdayaan ekonomi – Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Strategi Eksternal
Strategi Internal
272 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
32. Berdasarkan aspek “pemberdayaan ekonomi”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
pemberdayaan ekonomi – Strategi
Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Dukungan LPS bagi BMT
Inovasi dalam membangun komunitas
Kebijakan yang fair agar BMT leluasa
bergerak
Kerjasama dengan BE KRAF
Konsep Social inclusion dalam
pengentasan kemiskinan
Memperkecil asymmetric information
Standardisasi IT sistem BMT
Strategi pemasaran produk yang
didukung IT
33. Berdasarkan aspek “pemberdayaan ekonomi”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
pemberdayaan ekonomi – Strategi
Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Inovasi produk berbasis branchless
Menjaga karakter BMT yang unik
dibanding LK lainnya
Pelatihan SDM BMT
Penguatan fungsi BMT
Persiapan proses transformasi BMT
menjadi KSPPS/LKMS/LKMS
Merubah mindset pengurus dalam
pengelolaan jasa
Peningkatan benefit kepada
anggota/nasabah
34. Berdasarkan aspek “pemberdayaan sosial”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
pemberdayaan sosial - Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Strategi Eksternal
Strategi Internal
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 273
35. Berdasarkan aspek “pemberdayaan sosial”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
pemberdayaan sosial – Strategi
Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Dukungan LPS bagi BMT
Inovasi dalam membangun komunitas
Kebijakan yang fair agar BMT leluasa
bergerak
Kerjasama dengan BE KRAF
Konsep Social inclusion dalam
pengentasan kemiskinan
Memperkecil asymmetric information
Standardisasi IT sistem BMT
Strategi pemasaran produk yang
didukung IT
36. Berdasarkan aspek “pemberdayaan sosial”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
pemberdayaan sosial – Strategi
Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Inovasi produk berbasis branchless
Menjaga karakter BMT yang unik
dibanding LK lainnya
Pelatihan SDM BMT
Penguatan fungsi BMT
Persiapan proses transformasi BMT
menjadi KSPPS/LKMS/LKMS
Merubah mindset pengurus dalam
pengelolaan jasa
Peningkatan benefit kepada
anggota/nasabah
37. Berdasarkan aspek “pengembangan usaha”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
pengembangan usaha – Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Strategi Eksternal
Strategi Internal
274 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
38. Berdasarkan aspek “pengembangan usaha “, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
pengembangan usaha – Strategi
Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Dukungan LPS bagi BMT
Inovasi dalam membangun komunitas
Kebijakan yang fair agar BMT leluasa
bergerak
Kerjasama dengan BE KRAF
Konsep Social inclusion dalam
pengentasan kemiskinan
Memperkecil asymmetric information
Standardisasi IT sistem BMT
Strategi pemasaran produk yang
didukung IT
39. Berdasarkan aspek “pengembangan usaha”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
pengembangan usaha – Strategi
Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Inovasi produk berbasis branchless
Menjaga karakter BMT yang unik
dibanding LK lainnya
Pelatihan SDM BMT
Penguatan fungsi BMT
Persiapan proses transformasi BMT
menjadi KSPPS/LKMS/LKMS
Merubah mindset pengurus dalam
pengelolaan jasa
Peningkatan benefit kepada
anggota/nasabah
40. Berdasarkan aspek “Infrastruktur”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Masalah Infrastruktur” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Infrastruktur – Masalah
infrastruktur 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Akselerasi teknologi
Jejaring Asosiasi dengan koperasi
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 275
Infrastruktur – Masalah
infrastruktur 1 2 3 4 5 6 7 8 9
sekunder
Kesiapan IT
Ketersediaan IT
Standarisasi Sistem
41. Berdasarkan aspek “legal”, bandingkan elemen-elemen pada cluster
“Masalah Legal” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Legal – Masalah Legal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Konsistensi Aturan pada
BMT/Kopsyah
Penguatan fungsi Baitul Mal
Transformasi badan hukum BMT
menuju KSPPS/LKMS
Unfairness kebijakan antar lembaga
keuangan
42. Berdasarkan aspek “produk”, bandingkan elemen-elemen pada cluster
“Masalah produk” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Produk – Masalah Produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keragaman produk
Pemahaman produk
Pengembangan produk berbasis local
genuine
43. Berdasarkan aspek “SDM”, bandingkan elemen-elemen pada cluster
“Masalah SDM” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
SDM – Masalah SDM 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keahlian
Kemampuan
44. Berdasarkan aspek “Akselerasi Teknologi”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Akselerasi Teknologi” dibawah ini menurut tingkat penga-
ruhnya!
Akselerasi Teknologi - Akselerasi
Teknologi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Adaptif terhadap perubahan teknologi
Layanan BMT dengan menggunakan
smartphone
SDM memiliki kemampuan dalam
276 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Akselerasi Teknologi - Akselerasi
Teknologi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
aplikasi berbasis smartphone
45. Berdasarkan aspek “Akselerasi Teknologi”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Akselerasi Teknologi – Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Strategi Eksternal
Strategi Internal
46. Berdasarkan aspek “Akselerasi Teknologi”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Akselerasi Teknologi – Strategi
Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Dukungan LPS bagi BMT
Inovasi dalam membangun komunitas
Kebijakan yang fair agar BMT leluasa
bergerak
Kerjasama dengan BE KRAF
Konsep Social inclusion dalam
pengentasan kemiskinan
Memperkecil asymmetric information
Standardisasi IT sistem BMT
Strategi pemasaran produk yang
didukung IT
47. Berdasarkan aspek “Akselerasi Teknologi”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Akselerasi Teknologi – Strategi
Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Inovasi produk berbasis branchless
Menjaga karakter BMT yang unik
dibanding LK lainnya
Pelatihan SDM BMT
Penguatan fungsi BMT
Persiapan proses transformasi BMT
menjadi KSPPS/LKMS
Merubah mindset pengurus dalam
pengelolaan jasa
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 277
Akselerasi Teknologi – Strategi
Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Peningkatan benefit kepada
anggota/nasabah
48. Berdasarkan aspek “Jejaring Asosiasi dengan koperasi”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Jejaring Asosiasi dengan koperasi” di
bawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Jejaring Asosiasi dengan koperasi -
Jejaring Asosiasi dengan koperasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jejaring melalui ormas
Kerjasama dengan stakeholder di
lingkungan BMT
Komunikasi dengan koperasi sekunder
49. Berdasarkan aspek “Jejaring Asosiasi dengan koperasi”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Jejaring Asosiasi dengan koperasi -
Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Strategi Eksternal
Strategi Internal
50. Berdasarkan aspek “Jejaring Asosiasi dengan koperasi”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Jejaring Asosiasi dengan koperasi –
Strategi Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Dukungan LPS bagi BMT
Inovasi dalam membangun komunitas
Kebijakan yang fair agar BMT leluasa
bergerak
Kerjasama dengan BE KRAF
Konsep Social inclusion dalam
pengentasan kemiskinan
Memperkecil asymmetric information
Standardisasi IT sistem BMT
Strategi pemasaran produk yang
didukung IT
278 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
51. Berdasarkan aspek “Jejaring Asosiasi dengan koperasi Teknologi”,
bandingkan elemen-elemen pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini
menurut tingkat pengaruhnya!
Jejaring Asosiasi dengan koperasi –
Strategi Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Inovasi produk berbasis branchless
Menjaga karakter BMT yang unik
dibanding LK lainnya
Pelatihan SDM BMT
Penguatan fungsi BMT
Persiapan proses transformasi BMT
menjadi KSPPS/LKMS
Merubah mindset pengurus dalam
pengelolaan jasa
Peningkatan benefit kepada
anggota/nasabah
52. Berdasarkan aspek “kesiapan IT”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “kesiapan IT” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
kesiapan IT - kesiapan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pendayagunaan IT Berbasis
smartphone
Kerjasama dengan provider
telekomunikasi
53. Berdasarkan aspek “kesiapan IT”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
kesiapan IT – Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Strategi Eksternal
Strategi Internal
54. Berdasarkan aspek “kesiapan IT”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
kesiapan IT – Strategi Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Dukungan LPS bagi BMT
Inovasi dalam membangun komunitas
Kebijakan yang fair agar BMT leluasa
bergerak
Kerjasama dengan BE KRAF
Konsep Social inclusion dalam
pengentasan kemiskinan
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 279
kesiapan IT – Strategi Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Memperkecil asymmetric information
Standardisasi IT sistem BMT
Strategi pemasaran produk yang
didukung IT
55. Berdasarkan aspek “kesiapan IT”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
kesiapan IT – Strategi Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Inovasi produk berbasis branchless
Menjaga karakter BMT yang unik
dibanding LK lainnya
Pelatihan SDM BMT
Penguatan fungsi BMT
Persiapan proses transformasi BMT
menjadi KSPPS/LKMS
Merubah mindset pengurus dalam
pengelolaan jasa
Peningkatan benefit kepada
anggota/nasabah
56. Berdasarkan aspek “ketersediaan IT”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “ketersediaan IT” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Ketersediaan IT – ketersediaan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Mendukung operasional BMT
Sesuai dengan kebutuhan BMT
Up to date dengan perkembangan
teknologi
57. Berdasarkan aspek “ketersediaan IT”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Ketersediaan IT – Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Strategi Eksternal
Strategi Internal
58. Berdasarkan aspek “ketersediaan IT”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Ketersediaan IT – Strategi
Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Dukungan LPS bagi BMT
Inovasi dalam membangun komunitas
280 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Ketersediaan IT – Strategi
Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kebijakan yang fair agar BMT leluasa
bergerak
Kerjasama dengan BE KRAF
Konsep Social inclusion dalam
pengentasan kemiskinan
Memperkecil asymmetric information
Standardisasi IT sistem BMT
Strategi pemasaran produk yang
didukung IT
59. Berdasarkan aspek “ketersediaan IT”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Ketersediaan IT – Strategi Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Inovasi produk berbasis branchless
Menjaga karakter BMT yang unik
dibanding LK lainnya
Pelatihan SDM BMT
Penguatan fungsi BMT
Persiapan proses transformasi BMT
menjadi KSPPS/LKMS
Merubah mindset pengurus dalam
pengelolaan jasa
Peningkatan benefit kepada
anggota/nasabah
60. Berdasarkan aspek “Standardisasi Sistem”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Standarisasi Sistem” dibawah ini menurut tingkat penga-
ruhnya!
Standarisasi Sistem – Standarisasi
Sistem 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sistem Laporan keuangan
Sistem Manajemen dan Administrasi
BMT
Sistem Pelayanan nasabah
Sistem Rekrutmen dan Pengembangan
SDM
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 281
61. Berdasarkan aspek “Standarisasi Sistem”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Standarisasi Sistem – Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Strategi Eksternal
Strategi Internal
62. Berdasarkan aspek “Standarisasi Sistem”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Standarisasi Sistem – Strategi
Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Dukungan LPS bagi BMT
Inovasi dalam membangun komunitas
Kebijakan yang fair agar BMT leluasa
bergerak
Kerjasama dengan BE KRAF
Konsep Social inclusion dalam
pengentasan kemiskinan
Memperkecil asymmetric information
Standardisasi IT sistem BMT
Strategi pemasaran produk yang
didukung IT
63. Berdasarkan aspek “Standarisasi Sistem”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Standarisasi Sistem – Strategi
Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Inovasi produk berbasis branchless
Menjaga karakter BMT yang unik
dibanding LK lainnya
Pelatihan SDM BMT
Penguatan fungsi BMT
Persiapan proses transformasi BMT
menjadi KSPPS/LKMS
Merubah mindset pengurus dalam
pengelolaan jasa
Peningkatan benefit kepada
anggota/nasabah
282 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
64. Berdasarkan aspek “Konsistensi Aturan”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Konsistensi Aturan” dibawah ini menurut tingkat penga-
ruhnya!
Konsistensi Aturan – Konsistensi
Aturan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Efektifitas peraturan mempengaruhi
kinerja BMT
Peraturan tentang pengembangan
usaha
Konsistensi aturan dalam hal Ruang
lingkup usaha
65. Berdasarkan aspek “Konsistensi Aturan”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Konsistensi Aturan – Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Strategi Eksternal
Strategi Internal
66. Berdasarkan aspek “Konsistensi Aturan”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat penga-
ruhnya!
Konsistensi Aturan – Strategi
Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Dukungan LPS bagi BMT
Inovasi dalam membangun komunitas
Kebijakan yang fair agar BMT leluasa
bergerak
Kerjasama dengan BE KRAF
Konsep Social inclusion dalam
pengentasan kemiskinan
Memperkecil asymmetric information
Standardisasi IT sistem BMT
Strategi pemasaran produk yang
didukung IT
67. Berdasarkan aspek “Konsistensi Aturan”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 283
Konsistensi Aturan – Strategi
Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Inovasi produk berbasis branchless
Menjaga karakter BMT yang unik
dibanding LK lainnya
Pelatihan SDM BMT
Penguatan fungsi BMT
Persiapan proses transformasi BMT
menjadi KSPPS/LKMS
Merubah mindset pengurus dalam
pengelolaan jasa
Peningkatan benefit kepada
anggota/nasabah
68. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-ele-
men pada cluster “Penguatan fungsi BMT” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Penguatan fungsi BMT – Penguatan
fungsi BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Intermediasi keuangan
Kesejahteraan anggota/nasabah
Pemberdayaan ekonomi
Pembedayaan Sosial
Pengembangan usaha anggota/nasabah
69. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Penguatan fungsi BMT – Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Strategi Eksternal
Strategi Internal
70. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Penguatan fungsi BMT – Strategi
Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Dukungan LPS bagi BMT
Inovasi dalam membangun komunitas
Kebijakan yang fair agar BMT leluasa
bergerak
284 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Penguatan fungsi BMT – Strategi
Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kerjasama dengan BE KRAF
Konsep Social inclusion dalam
pengentasan kemiskinan
Memperkecil asymmetric information
Standardisasi IT sistem BMT
Strategi pemasaran produk yang
didukung IT
71. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Penguatan fungsi BMT – Strategi
Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Inovasi produk berbasis branchless
Menjaga karakter BMT yang unik
dibanding LK lainnya
Pelatihan SDM BMT
Penguatan fungsi BMT
Persiapan proses transformasi BMT
menjadi KSPPS/LKMS
Merubah mindset pengurus dalam
pengelolaan jasa
Peningkatan benefit kepada
anggota/nasabah
72. Berdasarkan aspek “Transformasi Badan Hukum BMT”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Transformasi Badan Hukum BMT”
dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Transformasi Badan Hukum BMT -
Transformasi Badan Hukum BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Konsekuensi pilihan badan hukum
terhadap kinerja BMT
Pemahaman pengelola tentang
peraturan dan konsekuensi badan
hukum BMT
Sosialisasi aturan badan hukum BMT
kepada pengelola
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 285
73. Berdasarkan aspek “Transformasi Badan Hukum BMT”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Transformasi Badan Hukum BMT -
Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Strategi Eksternal
Strategi Internal
74. Berdasarkan aspek “Transformasi Badan Hukum BMT”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Transformasi Badan Hukum BMT –
Strategi Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Dukungan LPS bagi BMT
Inovasi dalam membangun komunitas
Kebijakan yang fair agar BMT leluasa
bergerak
Kerjasama dengan BE KRAF
Konsep Social inclusion dalam
pengentasan kemiskinan
Memperkecil asymmetric information
Standardisasi IT sistem BMT
Strategi pemasaran produk yang
didukung IT
75. Berdasarkan aspek “Transformasi Badan Hukum BMT”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Transformasi Badan Hukum BMT –
Strategi Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Inovasi produk berbasis branchless
Menjaga karakter BMT yang unik
dibanding LK lainnya
Pelatihan SDM BMT
Penguatan fungsi BMT
Persiapan proses transformasi BMT
menjadi KSPPS/LKMS
Merubah mindset pengurus dalam
pengelolaan jasa
Peningkatan benefit kepada
anggota/nasabah
286 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
76. Berdasarkan aspek “Unfairness kebijakan”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Unfairness kebijakan” dibawah ini menurut tingkat penga-
ruhnya!
Unfairness kebijakan- Unfairness
kebijakan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
BMT Diperlakukan berbeda dibanding
LK lainnya
Kebijakan tidak adil membuat BMT
kurang memiliki daya saing
Perbedaan kebijakan menyebabkan
BMT sulit berkembang
77. Berdasarkan aspek “Unfairness kebijakan”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Unfairness kebijakan – Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Strategi Eksternal
Strategi Internal
78. Berdasarkan aspek “Unfairness kebijakan”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat penga-
ruhnya!
Unfairness kebijakan – Strategi
Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Dukungan LPS bagi BMT
Inovasi dalam membangun komunitas
Kebijakan yang fair agar BMT leluasa
bergerak
Kerjasama dengan BE KRAF
Konsep Social inclusion dalam
pengentasan kemiskinan
Memperkecil asymmetric information
Standardisasi IT sistem BMT
Strategi pemasaran produk yang
didukung IT
79. Berdasarkan aspek “Unfairness kebijakan”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 287
Unfairness kebijakan – Strategi
Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Inovasi produk berbasis branchless
Menjaga karakter BMT yang unik
dibanding LK lainnya
Pelatihan SDM BMT
Penguatan fungsi BMT
Persiapan proses transformasi BMT
menjadi KSPPS/LKMS
Merubah mindset pengurus dalam
pengelolaan jasa
Peningkatan benefit kepada
anggota/nasabah
80. Berdasarkan aspek “Keragaman produk”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Keragaman produk” dibawah ini menurut tingkat penga-
ruhnya!
Keragaman produk - Keragaman
produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Diversifikasi produk dalam rangka
meningkatkan minat nasabah
Keragaman produk dapat
meningkatkan profit BMT
Produk yang dibutuhkan nasabah
81. Berdasarkan aspek “Keragaman produk”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Keragaman produk – Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Strategi Eksternal
Strategi Internal
82. Berdasarkan aspek “Keragaman produk”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat penga-
ruhnya!
Keragaman produk – Strategi
Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Dukungan LPS bagi BMT
Inovasi dalam membangun komunitas
Kebijakan yang fair agar BMT leluasa
bergerak
Kerjasama dengan BE KRAF
288 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Keragaman produk – Strategi
Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Konsep Social inclusion dalam
pengentasan kemiskinan
Memperkecil asymmetric information
Standardisasi IT sistem BMT
Strategi pemasaran produk yang
didukung IT
83. Berdasarkan aspek “Keragaman produk”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Keragaman produk – Strategi
Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Inovasi produk berbasis branchless
Menjaga karakter BMT yang unik
dibanding LK lainnya
Pelatihan SDM BMT
Penguatan fungsi BMT
Persiapan proses transformasi BMT
menjadi KSPPS/LKMS
Merubah mindset pengurus dalam
pengelolaan jasa
Peningkatan benefit kepada
anggota/nasabah
84. Berdasarkan aspek “Pemahaman produk”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Pemahaman produk” dibawah ini menurut tingkat penga-
ruhnya!
Pemahaman produk - Pemahaman
produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kemampuan teller dan administrator
dalam memahami produk BMT
Pemahaman nasabah terhadap produk
BMT
Pemahaman tentang keamanan produk
BMT kepada nasabah
85. Berdasarkan aspek “Pemahaman produk”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 289
Pemahaman produk – Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Strategi Eksternal
Strategi Internal
86. Berdasarkan aspek “Pemahaman produk”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Pemahaman produk – Strategi
Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Dukungan LPS bagi BMT
Inovasi dalam membangun komunitas
Kebijakan yang fair agar BMT leluasa
bergerak
Kerjasama dengan BE KRAF
Konsep Social inclusion dalam
pengentasan kemiskinan
Memperkecil asymmetric information
Standardisasi IT sistem BMT
Strategi pemasaran produk yang
didukung IT
87. Berdasarkan aspek “Pemahaman produk”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Pemahaman produk – Strategi
Internal
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Inovasi produk berbasis branchless
Menjaga karakter BMT yang unik
dibanding LK lainnya
Pelatihan SDM BMT
Penguatan fungsi BMT
Persiapan proses transformasi BMT
menjadi KSPPS/LKMS
Merubah mindset pengurus dalam
pengelolaan jasa
Peningkatan benefit kepada
anggota/nasabah
290 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
88. Berdasarkan aspek “Pengembangan produk”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Pengembangan produk” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Pengembangan produk –
Pengembangan produk
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Adaptif terhadap perubahan pola
kegiatan ekonomi masyarakat
Produk berbasis keunggulan local
Riset dan analisis keunggulan
masyarakat sekitar
89. Berdasarkan aspek “Pengembangan produk”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Pengembangan produk - Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Strategi Eksternal
Strategi Internal
90. Berdasarkan aspek “Pengembangan produk”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Pengembangan produk – Strategi
Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Dukungan LPS bagi BMT
Inovasi dalam membangun komunitas
Kebijakan yang fair agar BMT leluasa
bergerak
Kerjasama dengan BE KRAF
Konsep Social inclusion dalam
pengentasan kemiskinan
Memperkecil asymmetric information
Standardisasi IT sistem BMT
Strategi pemasaran produk yang
didukung IT
91. Berdasarkan aspek “Pengembangan produk”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 291
Pengembangan produk – Strategi
Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Inovasi produk berbasis branchless
Menjaga karakter BMT yang unik
dibanding LK lainnya
Pelatihan SDM BMT
Penguatan fungsi BMT
Persiapan proses transformasi BMT
menjadi KSPPS/LKMS
Merubah mindset pengurus dalam
pengelolaan jasa
Peningkatan benefit kepada
anggota/nasabah
92. Berdasarkan aspek “Pengembangan produk berbasis local genuine”,
bandingkan elemen-elemen pada cluster “Pengembangan produk ber-
basis local genuine” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Pengembangan produk berbasis
local genuine – Pengembangan
produk berbasis local genuine
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Adaptif terhadap perubahan pola
kegiatan ekonomi masyarakat
Produk berbasis keunggulan local
Riset dan analisis keunggulan
masyarakat sekitar
93. Berdasarkan aspek “Pengembangan produk berbasis local genuine”,
bandingkan elemen-elemen pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Pengembangan produk berbasis
local genuine - Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Strategi Eksternal
Strategi Internal
94. Berdasarkan aspek “Pengembangan produk berbasis local genuine”,
bandingkan elemen-elemen pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah
ini menurut tingkat pengaruhnya!
Pengembangan produk berbasis
local genuine – Strategi Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Dukungan LPS bagi BMT
Inovasi dalam membangun komunitas
292 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Pengembangan produk berbasis
local genuine – Strategi Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kebijakan yang fair agar BMT leluasa
bergerak
Kerjasama dengan BE KRAF
Konsep Social inclusion dalam
pengentasan kemiskinan
Memperkecil asymmetric information
Standardisasi IT sistem BMT
Strategi pemasaran produk yang
didukung IT
95. Berdasarkan aspek “Pengembangan produk berbasis local genuine”,
bandingkan elemen-elemen pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini
menurut tingkat pengaruhnya!
Pengembangan produk berbasis
local genuine – Strategi Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Inovasi produk berbasis branchless
Menjaga karakter BMT yang unik
dibanding LK lainnya
Pelatihan SDM BMT
Penguatan fungsi BMT
Persiapan proses transformasi BMT
menjadi KSPPS/LKMS
Merubah mindset pengurus dalam
pengelolaan jasa
Peningkatan benefit kepada
anggota/nasabah
96. Berdasarkan aspek “Keahlian”, bandingkan elemen-elemen pada cluster
“Keahlian” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Keahlian – Keahlian 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keahlian membangun jaringan
Keahlian membina nasabah
Pemahaman konsep pelayanan
Penguasaan fiqh muamalah
Penguasaan Produk
97. Berdasarkan aspek “Keahlian”, bandingkan elemen-elemen pada cluster
“Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 293
Keahlian – Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Strategi Eksternal
Strategi Internal
98. Berdasarkan aspek “Keahlian”, bandingkan elemen-elemen pada cluster
“Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Keahlian – Strategi Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Dukungan LPS bagi BMT
Inovasi dalam membangun komunitas
Kebijakan yang fair agar BMT leluasa
bergerak
Kerjasama dengan BE KRAF
Konsep Social inclusion dalam
pengentasan kemiskinan
Memperkecil asymmetric information
Standardisasi IT sistem BMT
Strategi pemasaran produk yang
didukung IT
99. Berdasarkan aspek “Keahlian”, bandingkan elemen-elemen pada cluster
“Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Keahlian – Strategi Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Inovasi produk berbasis branchless
Menjaga karakter BMT yang unik
dibanding LK lainnya
Pelatihan SDM BMT
Penguatan fungsi BMT
Persiapan proses transformasi BMT
menjadi KSPPS/LKMS
Merubah mindset pengurus dalam
pengelolaan jasa
Peningkatan benefit kepada
anggota/nasabah
100. Berdasarkan aspek “Kemampuan”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Kemampuan” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Kemampuan – Kemampuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Economic capacity
Financial capacity
Knowledge capacity
Social capacity
294 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Kemampuan – Kemampuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Spiritual capacity
101. Berdasarkan aspek “Kemampuan”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Kemampuan - Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Strategi Eksternal
Strategi Internal
102. Berdasarkan aspek “Kemampuan”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Kemampuan – Strategi Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Dukungan LPS bagi BMT
Inovasi dalam membangun komunitas
Kebijakan yang fair agar BMT leluasa
bergerak
Kerjasama dengan BE KRAF
Konsep Social inclusion dalam
pengentasan kemiskinan
Memperkecil asymmetric information
Standardisasi IT sistem BMT
Strategi pemasaran produk yang
didukung IT
103. Berdasarkan aspek “Kemampuan”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Kemampuan – Strategi Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Inovasi produk berbasis branchless
Menjaga karakter BMT yang unik
dibanding LK lainnya
Pelatihan SDM BMT
Penguatan fungsi BMT
Persiapan proses transformasi BMT
menjadi KSPPS/LKMS
Merubah mindset pengurus dalam
pengelolaan jasa
Peningkatan benefit kepada
anggota/nasabah
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 295
104. Berdasarkan aspek “Strategi Eksternal”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Masalah” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Strategi Eksternal – Masalah 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Infrastruktur
Legal
Produk
SDM
105. Berdasarkan aspek “Strategi Eksternal”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat penga-
ruhnya!
Strategi Eksternal – Strategi
Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Dukungan LPS bagi BMT
Inovasi dalam membangun komunitas
Kebijakan yang fair agar BMT leluasa
bergerak
Kerjasama dengan BE KRAF
Konsep Social inclusion dalam
pengentasan kemiskinan
Memperkecil asymmetric information
Standardisasi IT sistem BMT
Strategi pemasaran produk yang
didukung IT
106. Berdasarkan aspek “Strategi Internal”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Masalah” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Strategi Internal - Masalah 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Infrastruktur
Legal
Produk
SDM
107. Berdasarkan aspek “Strategi Internal”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Strategi Internal – Strategi Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Inovasi produk berbasis branchless
Menjaga karakter BMT yang unik
dibanding LK lainnya
296 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Strategi Internal – Strategi Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pelatihan SDM BMT
Penguatan fungsi BMT
Persiapan proses transformasi BMT
menjadi KSPPS/LKMS
Merubah mindset pengurus dalam
pengelolaan jasa
Peningkatan benefit kepada
anggota/nasabah
108. Berdasarkan aspek “Dukungan LPS”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Akselerasi Teknologi” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Dukungan LPS - Akselerasi
Teknologi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Adaptif terhadap perubahan teknologi
Layanan BMT dengan menggunakan
smartphone
SDM memiliki kemampuan dalam
aplikasi berbasis smartphone
109. Berdasarkan aspek “Dukungan LPS”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Jejaring Asosiasi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Dukungan LPS - Jejaring Asosiasi
dengan koperasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jejaring melalui ormas
Kerjasama dengan stakeholder di
lingkungan BMT
Komunikasi dengan koperasi sekunder
110. Berdasarkan aspek “Dukungan LPS”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Keahlian” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Dukungan LPS – Keahlian 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keahlian membangun jaringan
Keahlian membina nasabah
Pemahaman konsep pelayanan
Penguasaan fiqh muamalah
Penguasaan Produk
111. Berdasarkan aspek “Dukungan LPS”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Kemampuan” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 297
Dukungan LPS - Kemampuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Economic capacity
Financial capacity
Knowledge capacity
Social capacity
Spiritual capacity
112. Berdasarkan aspek “Dukungan LPS”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Keragaman produk” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Dukungan LPS - Keragaman
produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Diversifikasi produk dalam rangka
meningkatkan minat nasabah
Keragaman produk dapat
meningkatkan profit BMT
Produk yang dibutuhkan nasabah
113. Berdasarkan aspek “Dukungan LPS”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Kesiapan IT” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Dukungan LPS - kesiapan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pendayagunaan IT Berbasis
smartphone
Kerjasama dengan provider
telekomunikasi
114. Berdasarkan aspek “Dukungan LPS”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Ketersediaan IT” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Dukungan LPS – ketersediaan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Mendukung operasional BMT
Sesuai dengan kebutuhan BMT
Up to date dengan perkembangan
teknologi
115. Berdasarkan aspek “Dukungan LPS”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Konsistensi Aturan” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Dukungan LPS – Konsistensi
Aturan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Efektifitas peraturan mempengaruhi
kinerja BMT
298 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Dukungan LPS – Konsistensi
Aturan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Peraturan tentang pengembangan
usaha
Konsistensi aturan dalam hal Ruang
lingkup usaha
116. Berdasarkan aspek “Dukungan LPS”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Masalah Infrastruktur” dibawah ini menurut tingkat penga-
ruhnya!
Dukungan LPS – Masalah
infrastruktur 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Akselerasi teknologi
Jejaring Asosiasi dengan koperasi
sekunder
Kesiapan IT
Ketersediaan IT
Standarisasi Sistem
117. Berdasarkan aspek “Dukungan LPS”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Masalah Legal” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Dukungan LPS – Masalah Legal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Konsistensi Aturan pada
BMT/Kopsyah
Penguatan fungsi Baitul Mal
Transformasi badan hukum BMT
menuju KSPPS/LKMS
Unfairness kebijakan antar lembaga
keuangan
118. Berdasarkan aspek “Dukungan LPS”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Masalah Produk” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Dukungan LPS – Masalah Produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keragaman produk
Pemahaman produk
Pengembangan produk berbasis local
genuine
119. Berdasarkan aspek “Dukungan LPS”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Masalah SDM” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 299
Dukungan LPS – Masalah SDM 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keahlian
Kemampuan
120. Berdasarkan aspek “Dukungan LPS”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Pemahaman produk” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Dukungan LPS – Pemahaman
produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kemampuan teller dan administrator
dalam memahami produk BMT
Pemahaman nasabah terhadap produk
BMT
Pemahaman tentang keamanan produk
BMT kepada nasabah
121. Berdasarkan aspek “Dukungan LPS”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Pengembangan produk” dibawah ini menurut tingkat penga-
ruhnya!
Dukungan LPS – Pengembangan
produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Adaptif terhadap perubahan pola
kegiatan ekonomi masyarakat
Produk berbasis keunggulan local
Riset dan analisis keunggulan
masyarakat sekitar
122. Berdasarkan aspek “Dukungan LPS”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Penguatan fungsi BMT” dibawah ini menurut tingkat penga-
ruhnya!
Dukungan LPS – Penguatan fungsi
BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Intermediasi keuangan
Kesejahteraan anggota/nasabah
Pemberdayaan ekonomi
Pembedayaan Sosial
Pengembangan usaha anggota/nasabah
123. Berdasarkan aspek “Dukungan LPS”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Standarisasi Sistem” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
300 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Dukungan LPS – Standarisasi
Sistem 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sistem Laporan keuangan
Sistem Manajemen dan Administrasi
BMT
Sistem Pelayanan nasabah
Sistem Rekrutmen dan Pengembangan
SDM
124. Berdasarkan aspek “Dukungan LPS”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Transformasi Badan Hukum BMT” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Dukungan LPS - Transformasi
Badan Hukum BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Konsekuensi pilihan badan hukum
terhadap kinerja BMT
Pemahaman pengelola tentang
peraturan dan konsekuensi badan
hukum BMT
Sosialisasi aturan badan hukum BMT
kepada pengelola
125. Berdasarkan aspek “Dukungan LPS”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Unfairness kebijakan” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Dukungan LPS - Unfairness
kebijakan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
BMT Diperlakukan berbeda dibanding
LK lainnya
Kebijakan tidak adil membuat BMT
kurang memiliki daya saing
Perbedaan kebijakan menyebabkan
BMT sulit berkembang
126. Berdasarkan aspek “Inovasi”, bandingkan elemen-elemen pada cluster
“Akselerasi Teknologi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Inovasi - Akselerasi Teknologi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Adaptif terhadap perubahan teknologi
Layanan BMT dengan menggunakan
smartphone
SDM memiliki kemampuan dalam
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 301
Inovasi - Akselerasi Teknologi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
aplikasi berbasis smartphone
127. Berdasarkan aspek “Inovasi”, bandingkan elemen-elemen pada cluster
“Jejaring Asosiasi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Inovasi - Jejaring Asosiasi dengan
koperasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jejaring melalui ormas
Kerjasama dengan stakeholder di
lingkungan BMT
Komunikasi dengan koperasi sekunder
128. Berdasarkan aspek “Inovasi”, bandingkan elemen-elemen pada cluster
“Keahlian” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Inovasi – Keahlian 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keahlian membangun jaringan
Keahlian membina nasabah
Pemahaman konsep pelayanan
Penguasaan fiqh muamalah
Penguasaan Produk
129. Berdasarkan aspek “Inovasi”, bandingkan elemen-elemen pada cluster
“Kemampuan” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Inovasi – Kemampuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Economic capacity
Financial capacity
Knowledge capacity
Social capacity
Spiritual capacity
130. Berdasarkan aspek “Inovasi”, bandingkan elemen-elemen pada cluster
“Keragaman produk” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Inovasi - Keragaman produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Diversifikasi produk dalam rangka
meningkatkan minat nasabah
Keragaman produk dapat
meningkatkan profit BMT
Produk yang dibutuhkan nasabah
131. Berdasarkan aspek “Inovasi”, bandingkan elemen-elemen pada cluster
“Kesiapan IT” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
302 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Inovasi - kesiapan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pendayagunaan IT Berbasis
smartphone
Kerjasama dengan provider
telekomunikasi
132. Berdasarkan aspek “Inovasi”, bandingkan elemen-elemen pada cluster
“Ketersediaan IT” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Inovasi – ketersediaan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Mendukung operasional BMT
Sesuai dengan kebutuhan BMT
Up to date dengan perkembangan
teknologi
133. Berdasarkan aspek “Inovasi”, bandingkan elemen-elemen pada cluster
“Konsistensi Aturan” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Inovasi – Konsistensi Aturan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Efektifitas peraturan mempengaruhi
kinerja BMT
Peraturan tentang pengembangan
usaha
Konsistensi aturan dalam hal Ruang
lingkup usaha
134. Berdasarkan aspek “Inovasi”, bandingkan elemen-elemen pada cluster
“Masalah Infrastruktur” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Inovasi – Masalah infrastruktur 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Akselerasi teknologi
Jejaring Asosiasi dengan koperasi
sekunder
Kesiapan IT
Ketersediaan IT
Standarisasi Sistem
135. Berdasarkan aspek “Inovasi”, bandingkan elemen-elemen pada cluster
“Masalah Legal” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Inovasi – Masalah Legal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Konsistensi Aturan pada
BMT/Kopsyah
Penguatan fungsi Baitul Mal
Transformasi badan hukum BMT
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 303
Inovasi – Masalah Legal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
menuju KSPPS/LKMS
Unfairness kebijakan antar lembaga
keuangan
136. Berdasarkan aspek “Inovasi”, bandingkan elemen-elemen pada cluster
“Masalah Produk” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Inovasi – Masalah Produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keragaman produk
Pemahaman produk
Pengembangan produk berbasis local
genuine
137. Berdasarkan aspek “Inovasi”, bandingkan elemen-elemen pada cluster
“Masalah SDM” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Inovasi – Masalah SDM 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keahlian
Kemampuan
138. Berdasarkan aspek “Inovasi”, bandingkan elemen-elemen pada cluster
“Pemahaman produk” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Inovasi – Pemahaman produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kemampuan teller dan administrator
dalam memahami produk BMT
Pemahaman nasabah terhadap produk
BMT
Pemahaman tentang keamanan produk
BMT kepada nasabah
139. Berdasarkan aspek “Inovasi”, bandingkan elemen-elemen pada cluster
“Pengembangan produk” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Inovasi – Pengembangan produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Adaptif terhadap perubahan pola
kegiatan ekonomi masyarakat
Produk berbasis keunggulan local
Riset dan analisis keunggulan
masyarakat sekitar
140. Berdasarkan aspek “Inovasi”, bandingkan elemen-elemen pada cluster
“Penguatan fungsi BMT” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
304 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Inovasi – Penguatan fungsi BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Intermediasi keuangan
Kesejahteraan anggota/nasabah
Pemberdayaan ekonomi
Pembedayaan Sosial
Pengembangan usaha anggota/nasabah
141. Berdasarkan aspek “Inovasi”, bandingkan elemen-elemen pada cluster
“Standarisasi Sistem” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Inovasi – Standarisasi Sistem 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sistem Laporan keuangan
Sistem Manajemen dan Administrasi
BMT
Sistem Pelayanan nasabah
Sistem Rekrutmen dan Pengembangan
SDM
142. Berdasarkan aspek “Inovasi”, bandingkan elemen-elemen pada cluster
“Transformasi Badan Hukum BMT” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Inovasi - Transformasi Badan
Hukum BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Konsekuensi pilihan badan hukum
terhadap kinerja BMT
Pemahaman pengelola tentang
peraturan dan konsekuensi badan
hukum BMT
Sosialisasi aturan badan hukum BMT
kepada pengelola
143. Berdasarkan aspek “Inovasi”, bandingkan elemen-elemen pada cluster
“Unfairness kebijakan” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Inovasi - Unfairness kebijakan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
BMT Diperlakukan berbeda dibanding
LK lainnya
Kebijakan tidak adil membuat BMT
kurang memiliki daya saing
Perbedaan kebijakan menyebabkan
BMT sulit berkembang
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 305
144. Berdasarkan aspek “Kebijakan yang fair”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Akselerasi Teknologi” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Kebijakan yang fair - Akselerasi
Teknologi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Adaptif terhadap perubahan teknologi
Layanan BMT dengan menggunakan
smartphone
SDM memiliki kemampuan dalam
aplikasi berbasis smartphone
145. Berdasarkan aspek “Kebijakan yang fair”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Jejaring Asosiasi” dibawah ini menurut tingkat penga-
ruhnya!
Kebijakan yang fair - Jejaring
Asosiasi dengan koperasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jejaring melalui ormas
Kerjasama dengan stakeholder di
lingkungan BMT
Komunikasi dengan koperasi sekunder
146. Berdasarkan aspek “Kebijakan yang fair”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Keahlian” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Kebijakan yang fair – Keahlian 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keahlian membangun jaringan
Keahlian membina nasabah
Pemahaman konsep pelayanan
Penguasaan fiqh muamalah
Penguasaan Produk
147. Berdasarkan aspek “Kebijakan yang fair”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Kemampuan” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Kebijakan yang fair - Kemampuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Economic capacity
Financial capacity
Knowledge capacity
Social capacity
Spiritual capacity
306 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
148. Berdasarkan aspek “Kebijakan yang fair”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Keragaman produk” dibawah ini menurut tingkat penga-
ruhnya!
Kebijakan yang fair - Keragaman
produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Diversifikasi produk dalam rangka
meningkatkan minat nasabah
Keragaman produk dapat
meningkatkan profit BMT
Produk yang dibutuhkan nasabah
149. Berdasarkan aspek “Kebijakan yang fair”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Kesiapan IT” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Kebijakan yang fair - kesiapan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pendayagunaan IT Berbasis
smartphone
Kerjasama dengan provider
telekomunikasi
150. Berdasarkan aspek “Kebijakan yang fair”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Ketersediaan IT” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Kebijakan yang fair – ketersediaan
IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Mendukung operasional BMT
Sesuai dengan kebutuhan BMT
Up to date dengan perkembangan
teknologi
151. Berdasarkan aspek “Kebijakan yang fair”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Konsistensi Aturan” dibawah ini menurut tingkat penga-
ruhnya!
Kebijakan yang fair – Konsistensi
Aturan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Efektifitas peraturan mempengaruhi
kinerja BMT
Peraturan tentang pengembangan
usaha
Konsistensi aturan dalam hal Ruang
lingkup usaha
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 307
152. Berdasarkan aspek “Kebijakan yang fair”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Masalah Infrastruktur” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Kebijakan yang fair – Masalah
infrastruktur 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Akselerasi teknologi
Jejaring Asosiasi dengan koperasi
sekunder
Kesiapan IT
Ketersediaan IT
Standarisasi Sistem
153. Berdasarkan aspek “Kebijakan yang fair”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Masalah Legal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Kebijakan yang fair – Masalah
Legal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Konsistensi Aturan pada
BMT/Kopsyah
Penguatan fungsi Baitul Mal
Transformasi badan hukum BMT
menuju KSPPS/LKMS
Unfairness kebijakan antar lembaga
keuangan
154. Berdasarkan aspek “Kebijakan yang fair”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Masalah Produk” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Kebijakan yang fair – Masalah
Produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keragaman produk
Pemahaman produk
Pengembangan produk berbasis local
genuine
155. Berdasarkan aspek “Kebijakan yang fair”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Masalah SDM” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
308 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Kebijakan yang fair – Masalah SDM 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keahlian
Kemampuan
156. Berdasarkan aspek “Kebijakan yang fair”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Pemahaman produk” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Kebijakan yang fair – Pemahaman
produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kemampuan teller dan administrator
dalam memahami produk BMT
Pemahaman nasabah terhadap produk
BMT
Pemahaman tentang keamanan produk
BMT kepada nasabah
157. Berdasarkan aspek “Kebijakan yang fair”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Pengembangan produk” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Kebijakan yang fair –
Pengembangan produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Adaptif terhadap perubahan pola
kegiatan ekonomi masyarakat
Produk berbasis keunggulan local
Riset dan analisis keunggulan
masyarakat sekitar
158. Berdasarkan aspek “Kebijakan yang fair”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Penguatan fungsi BMT” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Kebijakan yang fair – Penguatan
fungsi BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Intermediasi keuangan
Kesejahteraan anggota/nasabah
Pemberdayaan ekonomi
Pembedayaan Sosial
Pengembangan usaha anggota/nasabah
159. Berdasarkan aspek “Kebijakan yang fair”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Standarisasi Sistem” dibawah ini menurut tingkat penga-
ruhnya!
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 309
Kebijakan yang fair – Standarisasi
Sistem 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sistem Laporan keuangan
Sistem Manajemen dan Administrasi
BMT
Sistem Pelayanan nasabah
Sistem Rekrutmen dan Pengembangan
SDM
160. Berdasarkan aspek “Kebijakan yang fair”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Transformasi Badan Hukum BMT” dibawah ini
menurut tingkat pengaruhnya!
Kebijakan yang fair - Transformasi
Badan Hukum BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Konsekuensi pilihan badan hukum
terhadap kinerja BMT
Pemahaman pengelola tentang
peraturan dan konsekuensi badan
hukum BMT
Sosialisasi aturan badan hukum BMT
kepada pengelola
161. Berdasarkan aspek “Kebijakan yang fair”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Unfairness kebijakan” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Kebijakan yang fair - Unfairness
kebijakan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
BMT Diperlakukan berbeda dibanding
LK lainnya
Kebijakan tidak adil membuat BMT
kurang memiliki daya saing
Perbedaan kebijakan menyebabkan
BMT sulit berkembang
162. Berdasarkan aspek “Kerjasama dengan BE KRAF”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Akselerasi Teknologi” dibawah ini
menurut tingkat pengaruhnya!
Kerjasama dengan BE KRAF -
Akselerasi Teknologi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Adaptif terhadap perubahan teknologi
Layanan BMT dengan menggunakan
310 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Kerjasama dengan BE KRAF -
Akselerasi Teknologi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
smartphone
SDM memiliki kemampuan dalam
aplikasi berbasis smartphone
163. Berdasarkan aspek “Kerjasama dengan BE KRAF”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Jejaring Asosiasi” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Kerjasama dengan BE KRAF -
Jejaring Asosiasi dengan koperasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jejaring melalui ormas
Kerjasama dengan stakeholder di
lingkungan BMT
Komunikasi dengan koperasi sekunder
164. Berdasarkan aspek “Kerjasama dengan BE KRAF”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Keahlian” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Kerjasama dengan BE KRAF –
Keahlian 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keahlian membangun jaringan
Keahlian membina nasabah
Pemahaman konsep pelayanan
Penguasaan fiqh muamalah
Penguasaan Produk
165. Berdasarkan aspek “Kerjasama dengan BE KRAF”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Kemampuan” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Kerjasama dengan BE KRAF –
Kemampuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Economic capacity
Financial capacity
Knowledge capacity
Social capacity
Spiritual capacity
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 311
166. Berdasarkan aspek “Kerjasama dengan BE KRAF”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Keragaman produk” dibawah ini
menurut tingkat pengaruhnya!
Kerjasama dengan BE KRAF -
Keragaman produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Diversifikasi produk dalam rangka
meningkatkan minat nasabah
Keragaman produk dapat
meningkatkan profit BMT
Produk yang dibutuhkan nasabah
167. Berdasarkan aspek “Kerjasama dengan BE KRAF”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Kesiapan IT” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Kerjasama dengan BE KRAF -
kesiapan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pendayagunaan IT Berbasis
smartphone
Kerjasama dengan provider
telekomunikasi
168. Berdasarkan aspek “Kerjasama dengan BE KRAF”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Ketersediaan IT” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Kerjasama dengan BE KRAF –
ketersediaan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Mendukung operasional BMT
Sesuai dengan kebutuhan BMT
Up to date dengan perkembangan
teknologi
169. Berdasarkan aspek “Kerjasama dengan BE KRAF”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Konsistensi Aturan” dibawah ini
menurut tingkat pengaruhnya!
Kerjasama dengan BE KRAF –
Konsistensi Aturan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Efektifitas peraturan mempengaruhi
kinerja BMT
Peraturan tentang pengembangan
usaha
312 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Konsistensi aturan dalam hal Ruang
lingkup usaha
170. Berdasarkan aspek “Kerjasama dengan BE KRAF”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Masalah Infrastruktur” dibawah ini
menurut tingkat pengaruhnya!
Kerjasama dengan BE KRAF –
Masalah infrastruktur 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Akselerasi teknologi
Jejaring Asosiasi dengan koperasi
sekunder
Kesiapan IT
Ketersediaan IT
Standarisasi Sistem
171. Berdasarkan aspek “Kerjasama dengan BE KRAF”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Masalah Legal” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Kerjasama dengan BE KRAF –
Masalah Legal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Konsistensi Aturan pada
BMT/Kopsyah
Penguatan fungsi Baitul Mal
Transformasi badan hukum BMT
menuju KSPPS/LKMS
Unfairness kebijakan antar lembaga
keuangan
172. Berdasarkan aspek “Kerjasama dengan BE KRAF”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Masalah Produk” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Kerjasama dengan BE KRAF –
Masalah Produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keragaman produk
Pemahaman produk
Pengembangan produk berbasis local
genuine
173. Berdasarkan aspek “Kerjasama dengan BE KRAF”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Masalah SDM” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 313
Kerjasama dengan BE KRAF –
Masalah SDM 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keahlian
Kemampuan
174. Berdasarkan aspek “Kerjasama dengan BE KRAF”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Pemahaman produk” dibawah ini menu-
rut tingkat pengaruhnya!
Kerjasama dengan BE KRAF –
Pemahaman produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kemampuan teller dan administrator
dalam memahami produk BMT
Pemahaman nasabah terhadap produk
BMT
Pemahaman tentang keamanan produk
BMT kepada nasabah
175. Berdasarkan aspek “Kerjasama dengan BE KRAF”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Pengembangan produk” dibawah ini
menurut tingkat pengaruhnya!
Kerjasama dengan BE KRAF –
Pengembangan produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Adaptif terhadap perubahan pola
kegiatan ekonomi masyarakat
Produk berbasis keunggulan local
Riset dan analisis keunggulan
masyarakat sekitar
176. Berdasarkan aspek “Kerjasama dengan BE KRAF”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Penguatan fungsi BMT” dibawah ini
menurut tingkat pengaruhnya!
Kerjasama dengan BE KRAF –
Penguatan fungsi BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Intermediasi keuangan
Kesejahteraan anggota/nasabah
Pemberdayaan ekonomi
Pembedayaan Sosial
Pengembangan usaha anggota/nasabah
314 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
177. Berdasarkan aspek “Kerjasama dengan BE KRAF”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Standarisasi Sistem” dibawah ini menu-
rut tingkat pengaruhnya!
Kerjasama dengan BE KRAF –
Standarisasi Sistem 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sistem Laporan keuangan
Sistem Manajemen dan Administrasi
BMT
Sistem Pelayanan nasabah
Sistem Rekrutmen dan Pengembangan
SDM
178. Berdasarkan aspek “Kerjasama dengan BE KRAF”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Transformasi Badan Hukum BMT”
dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Kerjasama dengan BE KRAF -
Transformasi Badan Hukum BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Konsekuensi pilihan badan hukum
terhadap kinerja BMT
Pemahaman pengelola tentang
peraturan dan konsekuensi badan
hukum BMT
Sosialisasi aturan badan hukum BMT
kepada pengelola
179. Berdasarkan aspek “Kerjasama dengan BE KRAF”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Unfairness kebijakan” dibawah ini
menurut tingkat pengaruhnya!
Kerjasama dengan BE KRAF -
Unfairness kebijakan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
BMT Diperlakukan berbeda dibanding
LK lainnya
Kebijakan tidak adil membuat BMT
kurang memiliki daya saing
Perbedaan kebijakan menyebabkan
BMT sulit berkembang
180. Berdasarkan aspek “Konsep Social Inclusion”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Akselerasi Teknologi” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 315
Konsep Social Inclusion - Akselerasi
Teknologi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Adaptif terhadap perubahan teknologi
Layanan BMT dengan menggunakan
smartphone
SDM memiliki kemampuan dalam
aplikasi berbasis smartphone
181. Berdasarkan aspek “Konsep Social Inclusion”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Jejaring Asosiasi” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Konsep Social Inclusion - Jejaring
Asosiasi dengan koperasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jejaring melalui ormas
Kerjasama dengan stakeholder di
lingkungan BMT
Komunikasi dengan koperasi sekunder
182. Berdasarkan aspek “Konsep Social Inclusion”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Keahlian” dibawah ini menurut tingkat penga-
ruhnya!
Konsep Social Inclusion - Keahlian 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keahlian membangun jaringan
Keahlian membina nasabah
Pemahaman konsep pelayanan
Penguasaan fiqh muamalah
Penguasaan Produk
183. Berdasarkan aspek “Konsep Social Inclusion”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Kemampuan” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Konsep Social Inclusion -
Kemampuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Economic capacity
Financial capacity
Knowledge capacity
Social capacity
Spiritual capacity
316 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
184. Berdasarkan aspek “Konsep Social Inclusion”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Keragaman produk” dibawah ini menurut ting-
kat pengaruhnya!
Konsep Social Inclusion -
Keragaman produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Diversifikasi produk dalam rangka
meningkatkan minat nasabah
Keragaman produk dapat
meningkatkan profit BMT
Produk yang dibutuhkan nasabah
185. Berdasarkan aspek “Konsep Social Inclusion”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Kesiapan IT” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Konsep Social Inclusion - kesiapan
IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pendayagunaan IT Berbasis
smartphone
Kerjasama dengan provider
telekomunikasi
186. Berdasarkan aspek “Konsep Social Inclusion”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Ketersediaan IT” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Konsep Social Inclusion –
ketersediaan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Mendukung operasional BMT
Sesuai dengan kebutuhan BMT
Up to date dengan perkembangan
teknologi
187. Berdasarkan aspek “Konsep Social Inclusion”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Konsistensi Aturan” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Konsep Social Inclusion –
Konsistensi Aturan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Efektifitas peraturan mempengaruhi
kinerja BMT
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 317
Konsep Social Inclusion –
Konsistensi Aturan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Peraturan tentang pengembangan
usaha
Konsistensi aturan dalam hal Ruang
lingkup usaha
188. Berdasarkan aspek “Konsep Social Inclusion”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Masalah Infrastruktur” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Konsep Social Inclusion – Masalah
infrastruktur 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Akselerasi teknologi
Jejaring Asosiasi dengan koperasi
sekunder
Kesiapan IT
Ketersediaan IT
Standarisasi Sistem
189. Berdasarkan aspek “Konsep Social Inclusion”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Masalah Legal” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Konsep Social Inclusion – Masalah
Legal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Konsistensi Aturan pada
BMT/Kopsyah
Penguatan fungsi Baitul Mal
Transformasi badan hukum BMT
menuju KSPPS/LKMS
Unfairness kebijakan antar lembaga
keuangan
190. Berdasarkan aspek “Konsep Social Inclusion”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Masalah Produk” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Konsep Social Inclusion – Masalah
Produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keragaman produk
Pemahaman produk
Pengembangan produk berbasis local
genuine
318 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
191. Berdasarkan aspek “Konsep Social Inclusion”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Masalah SDM” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Konsep Social Inclusion – Masalah
SDM 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keahlian
Kemampuan
192. Berdasarkan aspek “Konsep Social Inclusion”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Pemahaman produk” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Konsep Social Inclusion –
Pemahaman produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kemampuan teller dan administrator
dalam memahami produk BMT
Pemahaman nasabah terhadap produk
BMT
Pemahaman tentang keamanan produk
BMT kepada nasabah
193. Berdasarkan aspek “Konsep Social Inclusion”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Pengembangan produk” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Konsep Social Inclusion –
Pengembangan produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Adaptif terhadap perubahan pola
kegiatan ekonomi masyarakat
Produk berbasis keunggulan local
Riset dan analisis keunggulan
masyarakat sekitar
194. Berdasarkan aspek “Konsep Social Inclusion”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Penguatan fungsi BMT” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Konsep Social Inclusion –
Penguatan fungsi BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Intermediasi keuangan
Kesejahteraan anggota/nasabah
Pemberdayaan ekonomi
Pembedayaan Sosial
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 319
Konsep Social Inclusion –
Penguatan fungsi BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pengembangan usaha anggota/nasabah
195. Berdasarkan aspek “Konsep Social Inclusion”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Standarisasi Sistem” dibawah ini menurut ting-
kat pengaruhnya!
Konsep Social Inclusion –
Standarisasi Sistem 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sistem Laporan keuangan
Sistem Manajemen dan Administrasi
BMT
Sistem Pelayanan nasabah
Sistem Rekrutmen dan Pengembangan
SDM
196. Berdasarkan aspek “Konsep Social Inclusion”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Transformasi Badan Hukum BMT” dibawah ini
menurut tingkat pengaruhnya!
Konsep Social Inclusion -
Transformasi Badan Hukum BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Konsekuensi pilihan badan hukum
terhadap kinerja BMT
Pemahaman pengelola tentang
peraturan dan konsekuensi badan
hukum BMT
Sosialisasi aturan badan hukum BMT
kepada pengelola
197. Berdasarkan aspek “Konsep Social Inclusion”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Unfairness kebijakan” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Konsep Social Inclusion - Unfairness
kebijakan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
BMT Diperlakukan berbeda dibanding
LK lainnya
Kebijakan tidak adil membuat BMT
kurang memiliki daya saing
Perbedaan kebijakan menyebabkan
BMT sulit berkembang
320 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
198. Berdasarkan aspek “Memperkecil Assymetric Information”, banding-
kan elemen-elemen pada cluster “Akselerasi Teknologi” dibawah ini
menurut tingkat pengaruhnya!
Memperkecil Assymetric
Information - Akselerasi Teknologi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Adaptif terhadap perubahan teknologi
Layanan BMT dengan menggunakan
smartphone
SDM memiliki kemampuan dalam
aplikasi berbasis smartphone
199. Berdasarkan aspek “Memperkecil Assymetric Information”, banding-
kan elemen-elemen pada cluster “Jejaring Asosiasi” dibawah ini
menurut tingkat pengaruhnya!
Memperkecil Assymetric
Information - Jejaring Asosiasi
dengan koperasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jejaring melalui ormas
Kerjasama dengan stakeholder di
lingkungan BMT
Komunikasi dengan koperasi sekunder
200. Berdasarkan aspek “Memperkecil Assymetric Information”, banding-
kan elemen-elemen pada cluster “Keahlian” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Memperkecil Assymetric
Information - Keahlian 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keahlian membangun jaringan
Keahlian membina nasabah
Pemahaman konsep pelayanan
Penguasaan fiqh muamalah
Penguasaan Produk
201. Berdasarkan aspek “Memperkecil Assymetric Information”, banding-
kan elemen-elemen pada cluster “Kemampuan” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Memperkecil Assymetric
Information – Kemampuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Economic capacity
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 321
Memperkecil Assymetric
Information – Kemampuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Financial capacity
Knowledge capacity
Social capacity
Spiritual capacity
202. Berdasarkan aspek “Memperkecil Assymetric Information”, banding-
kan elemen-elemen pada cluster “Keragaman produk” dibawah ini
menurut tingkat pengaruhnya!
Memperkecil Assymetric
Information - Keragaman produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Diversifikasi produk dalam rangka
meningkatkan minat nasabah
Keragaman produk dapat
meningkatkan profit BMT
Produk yang dibutuhkan nasabah
203. Berdasarkan aspek “Memperkecil Assymetric Information”, banding-
kan elemen-elemen pada cluster “Kesiapan IT” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Memperkecil Assymetric
Information - kesiapan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pendayagunaan IT Berbasis
smartphone
Kerjasama dengan provider
telekomunikasi
204. Berdasarkan aspek “Memperkecil Assymetric Information”, banding-
kan elemen-elemen pada cluster “Ketersediaan IT” dibawah ini menu-
rut tingkat pengaruhnya!
Memperkecil Assymetric
Information – ketersediaan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Mendukung operasional BMT
Sesuai dengan kebutuhan BMT
Up to date dengan perkembangan
teknologi
205. Berdasarkan aspek “Memperkecil Assymetric Information”, banding-
kan elemen-elemen pada cluster “Konsistensi Aturan” dibawah ini
menurut tingkat pengaruhnya!
322 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Memperkecil Assymetric
Information – Konsistensi Aturan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Efektifitas peraturan mempengaruhi
kinerja BMT
Peraturan tentang pengembangan
usaha
Konsistensi aturan dalam hal Ruang
lingkup usaha
206. Berdasarkan aspek “Memperkecil Assymetric Information”, banding-
kan elemen-elemen pada cluster “Masalah Infrastruktur” dibawah ini
menurut tingkat pengaruhnya!
Memperkecil Assymetric
Information – Masalah
infrastruktur
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Akselerasi teknologi
Jejaring Asosiasi dengan koperasi
sekunder
Kesiapan IT
Ketersediaan IT
Standarisasi Sistem
207. Berdasarkan aspek “Memperkecil Assymetric Information”, banding-
kan elemen-elemen pada cluster “Masalah Legal” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Memperkecil Assymetric
Information – Masalah Legal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Konsistensi Aturan pada
BMT/Kopsyah
Penguatan fungsi Baitul Mal
Transformasi badan hukum BMT
menuju KSPPS/LKMS
Unfairness kebijakan antar lembaga
keuangan
208. Berdasarkan aspek “Memperkecil Assymetric Information”, banding-
kan elemen-elemen pada cluster “Masalah Produk” dibawah ini
menurut tingkat pengaruhnya!
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 323
Memperkecil Assymetric
Information – Masalah Produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keragaman produk
Pemahaman produk
Pengembangan produk berbasis local
genuine
209. Berdasarkan aspek “Memperkecil Assymetric Information”, banding-
kan elemen-elemen pada cluster “Masalah SDM” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Memperkecil Assymetric
Information – Masalah SDM 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keahlian
Kemampuan
210. Berdasarkan aspek “Memperkecil Assymetric Information”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Pemahaman produk” dibawah ini menu-
rut tingkat pengaruhnya!
Memperkecil Assymetric
Information – Pemahaman produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kemampuan teller dan administrator
dalam memahami produk BMT
Pemahaman nasabah terhadap produk
BMT
Pemahaman tentang keamanan produk
BMT kepada nasabah
211. Berdasarkan aspek “Memperkecil Assymetric Information”, banding-
kan elemen-elemen pada cluster “Pengembangan produk” dibawah ini
menurut tingkat pengaruhnya!
Memperkecil Assymetric
Information – Pengembangan
produk
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Adaptif terhadap perubahan pola
kegiatan ekonomi masyarakat
Produk berbasis keunggulan local
Riset dan analisis keunggulan
masyarakat sekitar
324 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
212. Berdasarkan aspek “Memperkecil Assymetric Information”, banding-
kan elemen-elemen pada cluster “Penguatan fungsi BMT” dibawah ini
menurut tingkat pengaruhnya!
Memperkecil Assymetric
Information – Penguatan fungsi
BMT
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Intermediasi keuangan
Kesejahteraan anggota/nasabah
Pemberdayaan ekonomi
Pembedayaan Sosial
Pengembangan usaha anggota/nasabah
213. Berdasarkan aspek “Memperkecil Assymetric Information”, banding-
kan elemen-elemen pada cluster “Standarisasi Sistem” dibawah ini
menurut tingkat pengaruhnya!
Memperkecil Assymetric
Information – Standarisasi Sistem 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sistem Laporan keuangan
Sistem Manajemen dan Administrasi
BMT
Sistem Pelayanan nasabah
Sistem Rekrutmen dan Pengembangan
SDM
214. Berdasarkan aspek “Memperkecil Assymetric Information”, banding-
kan elemen-elemen pada cluster “Transformasi Badan Hukum BMT”
dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Memperkecil Assymetric
Information - Transformasi Badan
Hukum BMT
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Konsekuensi pilihan badan hukum
terhadap kinerja BMT
Pemahaman pengelola tentang
peraturan dan konsekuensi badan
hukum BMT
Sosialisasi aturan badan hukum BMT
kepada pengelola
215. Berdasarkan aspek “Memperkecil Assymetric Information”, banding-
kan elemen-elemen pada cluster “Unfairness kebijakan” dibawah ini
menurut tingkat pengaruhnya!
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 325
Memperkecil Assymetric
Information - Unfairness kebijakan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
BMT Diperlakukan berbeda dibanding
LK lainnya
Kebijakan tidak adil membuat BMT
kurang memiliki daya saing
Perbedaan kebijakan menyebabkan
BMT sulit berkembang
216. Berdasarkan aspek “Standarisasi IT”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Akselerasi Teknologi” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Standarisasi IT - Akselerasi
Teknologi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Adaptif terhadap perubahan teknologi
Layanan BMT dengan menggunakan
smartphone
SDM memiliki kemampuan dalam
aplikasi berbasis smartphone
217. Berdasarkan aspek “Standarisasi IT”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Jejaring Asosiasi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Standarisasi IT - Jejaring Asosiasi
dengan koperasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jejaring melalui ormas
Kerjasama dengan stakeholder di
lingkungan BMT
Komunikasi dengan koperasi sekunder
218. Berdasarkan aspek “Standarisasi IT”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Keahlian” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Standarisasi IT – Keahlian 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keahlian membangun jaringan
Keahlian membina nasabah
Pemahaman konsep pelayanan
Penguasaan fiqh muamalah
Penguasaan Produk
219. Berdasarkan aspek “Standarisasi IT”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Kemampuan” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
326 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Standarisasi IT – Kemampuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Economic capacity
Financial capacity
Knowledge capacity
Social capacity
Spiritual capacity
220. Berdasarkan aspek “Standarisasi IT”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Keragaman produk” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Standarisasi IT - Keragaman
produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Diversifikasi produk dalam rangka
meningkatkan minat nasabah
Keragaman produk dapat
meningkatkan profit BMT
Produk yang dibutuhkan nasabah
221. Berdasarkan aspek “Standarisasi IT”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Kesiapan IT” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Standarisasi IT - kesiapan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pendayagunaan IT Berbasis
smartphone
Kerjasama dengan provider
telekomunikasi
222. Berdasarkan aspek “Standarisasi IT”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Ketersediaan IT” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Standarisasi IT – ketersediaan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Mendukung operasional BMT
Sesuai dengan kebutuhan BMT
Up to date dengan perkembangan
teknologi
223. Berdasarkan aspek “Standarisasi IT”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Konsistensi Aturan” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Standarisasi IT – Konsistensi
Aturan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Efektifitas peraturan mempengaruhi
kinerja BMT
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 327
Standarisasi IT – Konsistensi
Aturan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Peraturan tentang pengembangan
usaha
Konsistensi aturan dalam hal Ruang
lingkup usaha
224. Berdasarkan aspek “Standarisasi IT”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Masalah Infrastruktur” dibawah ini menurut tingkat penga-
ruhnya!
Standarisasi IT – Masalah
infrastruktur 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Akselerasi teknologi
Jejaring Asosiasi dengan koperasi
sekunder
Kesiapan IT
Ketersediaan IT
Standarisasi Sistem
225. Berdasarkan aspek “Standarisasi IT”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Masalah Legal” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Standarisasi IT – Masalah Legal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Konsistensi Aturan pada
BMT/Kopsyah
Penguatan fungsi Baitul Mal
Transformasi badan hukum BMT
menuju KSPPS/LKMS
Unfairness kebijakan antar lembaga
keuangan
226. Berdasarkan aspek “Standarisasi IT”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Masalah Produk” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Standarisasi IT – Masalah Produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keragaman produk
Pemahaman produk
Pengembangan produk berbasis local
genuine
227. Berdasarkan aspek “Standarisasi IT”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Masalah SDM” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
328 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Standarisasi IT – Masalah SDM 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keahlian
Kemampuan
228. Berdasarkan aspek “Standarisasi IT”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Pemahaman produk” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Standarisasi IT – Pemahaman
produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kemampuan teller dan administrator
dalam memahami produk BMT
Pemahaman nasabah terhadap produk
BMT
Pemahaman tentang keamanan produk
BMT kepada nasabah
229. Berdasarkan aspek “Standarisasi IT”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Pengembangan produk” dibawah ini menurut tingkat penga-
ruhnya!
Standarisasi IT – Pengembangan
produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Adaptif terhadap perubahan pola
kegiatan ekonomi masyarakat
Produk berbasis keunggulan lokal
Riset dan analisis keunggulan
masyarakat sekitar
230. Berdasarkan aspek “Standarisasi IT”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Penguatan fungsi BMT” dibawah ini menurut tingkat penga-
ruhnya!
Standarisasi IT – Penguatan fungsi
BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Intermediasi keuangan
Kesejahteraan anggota/nasabah
Pemberdayaan ekonomi
Pembedayaan Sosial
Pengembangan usaha anggota/nasabah
231. Berdasarkan aspek “Standarisasi IT”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Standarisasi Sistem” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 329
Standarisasi IT – Standarisasi
Sistem 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sistem Laporan keuangan
Sistem Manajemen dan Administrasi
BMT
Sistem Pelayanan nasabah
Sistem Rekrutmen dan Pengembangan
SDM
232. Berdasarkan aspek “Standarisasi IT”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Transformasi Badan Hukum BMT” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Standarisasi IT - Transformasi
Badan Hukum BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Konsekuensi pilihan badan hukum
terhadap kinerja BMT
Pemahaman pengelola tentang
peraturan dan konsekuensi badan
hukum BMT
Sosialisasi aturan badan hukum BMT
kepada pengelola
233. Berdasarkan aspek “Standarisasi IT”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Unfairness kebijakan” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Standarisasi IT - Unfairness
kebijakan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
BMT Diperlakukan berbeda dibanding
LK lainnya
Kebijakan tidak adil membuat BMT
kurang memiliki daya saing
Perbedaan kebijakan menyebabkan
BMT sulit berkembang
234. Berdasarkan aspek “Strategi Pemasaran Produk”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Akselerasi Teknologi” dibawah ini
menurut tingkat pengaruhnya!
Strategi Pemasaran Produk -
Akselerasi Teknologi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Adaptif terhadap perubahan teknologi
Layanan BMT dengan menggunakan
330 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Strategi Pemasaran Produk -
Akselerasi Teknologi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
smartphone
SDM memiliki kemampuan dalam
aplikasi berbasis smartphone
235. Berdasarkan aspek “Strategi Pemasaran Produk”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Jejaring Asosiasi” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Strategi Pemasaran Produk -
Jejaring Asosiasi dengan koperasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jejaring melalui ormas
Kerjasama dengan stakeholder di
lingkungan BMT
Komunikasi dengan koperasi sekunder
236. Berdasarkan aspek “Strategi Pemasaran Produk”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Keahlian” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Strategi Pemasaran Produk -
Keahlian 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keahlian membangun jaringan
Keahlian membina nasabah
Pemahaman konsep pelayanan
Penguasaan fiqh muamalah
Penguasaan Produk
237. Berdasarkan aspek “Strategi Pemasaran Produk”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Kemampuan” dibawah ini menurut ting-
kat pengaruhnya!
Strategi Pemasaran Produk –
Kemampuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Economic capacity
Financial capacity
Knowledge capacity
Social capacity
Spiritual capacity
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 331
238. Berdasarkan aspek “Strategi Pemasaran Produk”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Keragaman produk” dibawah ini menu-
rut tingkat pengaruhnya!
Strategi Pemasaran Produk -
Keragaman produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Diversifikasi produk dalam rangka
meningkatkan minat nasabah
Keragaman produk dapat
meningkatkan profit BMT
Produk yang dibutuhkan nasabah
239. Berdasarkan aspek “Strategi Pemasaran Produk”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Kesiapan IT” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Strategi Pemasaran Produk -
kesiapan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pendayagunaan IT Berbasis
smartphone
Kerjasama dengan provider
telekomunikasi
240. Berdasarkan aspek “Strategi Pemasaran Produk”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Ketersediaan IT” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Strategi Pemasaran Produk –
ketersediaan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Mendukung operasional BMT
Sesuai dengan kebutuhan BMT
Up to date dengan perkembangan
teknologi
241. Berdasarkan aspek “Strategi Pemasaran Produk”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Konsistensi Aturan” dibawah ini menu-
rut tingkat pengaruhnya!
Strategi Pemasaran Produk –
Konsistensi Aturan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Efektifitas peraturan mempengaruhi
kinerja BMT
Peraturan tentang pengembangan
usaha
332 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Strategi Pemasaran Produk –
Konsistensi Aturan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Konsistensi aturan dalam hal Ruang
lingkup usaha
242. Berdasarkan aspek “Strategi Pemasaran Produk”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Masalah Infrastruktur” dibawah ini
menurut tingkat pengaruhnya!
Strategi Pemasaran Produk –
Masalah infrastruktur 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Akselerasi teknologi
Jejaring Asosiasi dengan koperasi
sekunder
Kesiapan IT
Ketersediaan IT
Standarisasi Sistem
243. Berdasarkan aspek “Strategi Pemasaran Produk”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Masalah Legal” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Strategi Pemasaran Produk –
Masalah Legal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Konsistensi Aturan pada
BMT/Kopsyah
Penguatan fungsi Baitul Mal
Transformasi badan hukum BMT
menuju KSPPS/LKMS
Unfairness kebijakan antar lembaga
keuangan
244. Berdasarkan aspek “Strategi Pemasaran Produk”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Masalah Produk” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Strategi Pemasaran Produk –
Masalah Produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keragaman produk
Pemahaman produk
Pengembangan produk berbasis local
genuine
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 333
245. Berdasarkan aspek “Strategi Pemasaran Produk”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Masalah SDM” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Strategi Pemasaran Produk –
Masalah SDM 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keahlian
Kemampuan
246. Berdasarkan aspek “Strategi Pemasaran Produk”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Pemahaman produk” dibawah ini menu-
rut tingkat pengaruhnya!
Strategi Pemasaran Produk –
Pemahaman produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kemampuan teller dan administrator
dalam memahami produk BMT
Pemahaman nasabah terhadap produk
BMT
Pemahaman tentang keamanan produk
BMT kepada nasabah
247. Berdasarkan aspek “Strategi Pemasaran Produk”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Pengembangan produk” dibawah ini
menurut tingkat pengaruhnya!
Strategi Pemasaran Produk –
Pengembangan produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Adaptif terhadap perubahan pola
kegiatan ekonomi masyarakat
Produk berbasis keunggulan local
Riset dan analisis keunggulan
masyarakat sekitar
248. Berdasarkan aspek “Strategi Pemasaran Produk”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Penguatan fungsi BMT” dibawah ini
menurut tingkat pengaruhnya!
Strategi Pemasaran Produk –
Penguatan fungsi BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Intermediasi keuangan
334 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Strategi Pemasaran Produk –
Penguatan fungsi BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kesejahteraan anggota/nasabah
Pemberdayaan ekonomi
Pembedayaan Sosial
Pengembangan usaha anggota/nasabah
249. Berdasarkan aspek “Strategi Pemasaran Produk”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Standarisasi Sistem” dibawah ini menu-
rut tingkat pengaruhnya!
Strategi Pemasaran Produk –
Standarisasi Sistem 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sistem Laporan keuangan
Sistem Manajemen dan Administrasi
BMT
Sistem Pelayanan nasabah
Sistem Rekrutmen dan Pengembangan
SDM
250. Berdasarkan aspek “Strategi Pemasaran Produk”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Transformasi Badan Hukum BMT”
dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Strategi Pemasaran Produk -
Transformasi Badan Hukum BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Konsekuensi pilihan badan hukum
terhadap kinerja BMT
Pemahaman pengelola tentang
peraturan dan konsekuensi badan
hukum BMT
Sosialisasi aturan badan hukum BMT
kepada pengelola
251. Berdasarkan aspek “Strategi Pemasaran Produk”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Unfairness kebijakan” dibawah ini
menurut tingkat pengaruhnya!
Strategi Pemasaran Produk -
Unfairness kebijakan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
BMT Diperlakukan berbeda dibanding
LK lainnya
Kebijakan tidak adil membuat BMT
kurang memiliki daya saing
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 335
Perbedaan kebijakan menyebabkan
BMT sulit berkembang
252. Berdasarkan aspek “Inovasi Produk”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Akselerasi Teknologi” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Inovasi Produk - Akselerasi
Teknologi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Adaptif terhadap perubahan teknologi
Layanan BMT dengan menggunakan
smartphone
SDM memiliki kemampuan dalam
aplikasi berbasis smartphone
253. Berdasarkan aspek “Inovasi Produk”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Jejaring Asosiasi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Inovasi Produk - Jejaring Asosiasi
dengan koperasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jejaring melalui ormas
Kerjasama dengan stakeholder di
lingkungan BMT
Komunikasi dengan koperasi sekunder
254. Berdasarkan aspek “Inovasi Produk”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Keahlian” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Inovasi Produk – Keahlian 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keahlian membangun jaringan
Keahlian membina nasabah
Pemahaman konsep pelayanan
Penguasaan fiqh muamalah
Penguasaan Produk
255. Berdasarkan aspek “Inovasi Produk”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Kemampuan” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Inovasi Produk – Kemampuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Economic capacity
Financial capacity
Knowledge capacity
Social capacity
336 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Spiritual capacity
256. Berdasarkan aspek “Inovasi Produk”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Keragaman produk” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Inovasi Produk - Keragaman
produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Diversifikasi produk dalam rangka
meningkatkan minat nasabah
Keragaman produk dapat
meningkatkan profit BMT
Produk yang dibutuhkan nasabah
257. Berdasarkan aspek “Inovasi Produk”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Kesiapan IT” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Inovasi Produk - kesiapan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pendayagunaan IT Berbasis
smartphone
Kerjasama dengan provider
telekomunikasi
258. Berdasarkan aspek “Inovasi Produk”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Ketersediaan IT” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Inovasi Produk – ketersediaan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Mendukung operasional BMT
Sesuai dengan kebutuhan BMT
Up to date dengan perkembangan
teknologi
259. Berdasarkan aspek “Inovasi Produk”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Konsistensi Aturan” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Inovasi Produk – Konsistensi
Aturan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Efektifitas peraturan mempengaruhi
kinerja BMT
Peraturan tentang pengembangan
usaha
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 337
Konsistensi aturan dalam hal Ruang
lingkup usaha
260. Berdasarkan aspek “Inovasi Produk”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Masalah Infrastruktur” dibawah ini menurut tingkat penga-
ruhnya!
Inovasi Produk – Masalah
infrastruktur 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Akselerasi teknologi
Jejaring Asosiasi dengan koperasi
sekunder
Kesiapan IT
Ketersediaan IT
Standarisasi Sistem
261. Berdasarkan aspek “Inovasi Produk”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Masalah Legal” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Inovasi Produk – Masalah Legal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Konsistensi Aturan pada
BMT/Kopsyah
Penguatan fungsi Baitul Mal
Transformasi badan hukum BMT
menuju KSPPS/LKMS
Unfairness kebijakan antar lembaga
keuangan
262. Berdasarkan aspek “Inovasi Produk”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Masalah Produk” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Inovasi Produk – Masalah Produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keragaman produk
Pemahaman produk
Pengembangan produk berbasis local
genuine
263. Berdasarkan aspek “Inovasi Produk”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Masalah SDM” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Inovasi Produk – Masalah SDM 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keahlian
338 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Kemampuan
264. Berdasarkan aspek “Inovasi Produk”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Pemahaman produk” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Inovasi Produk – Pemahaman
produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kemampuan teller dan administrator
dalam memahami produk BMT
Pemahaman nasabah terhadap produk
BMT
Pemahaman tentang keamanan produk
BMT kepada nasabah
265. Berdasarkan aspek “Inovasi Produk”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Pengembangan produk” dibawah ini menurut tingkat penga-
ruhnya!
Inovasi Produk – Pengembangan
produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Adaptif terhadap perubahan pola
kegiatan ekonomi masyarakat
Produk berbasis keunggulan local
Riset dan analisis keunggulan
masyarakat sekitar
266. Berdasarkan aspek “Inovasi Produk”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Penguatan fungsi BMT” dibawah ini menurut tingkat penga-
ruhnya!
Inovasi Produk – Penguatan fungsi
BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Intermediasi keuangan
Kesejahteraan anggota/nasabah
Pemberdayaan ekonomi
Pembedayaan Sosial
Pengembangan usaha anggota/nasabah
267. Berdasarkan aspek “Inovasi Produk”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Standarisasi Sistem” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 339
Inovasi Produk – Standarisasi
Sistem 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sistem Laporan keuangan
Sistem Manajemen dan Administrasi
BMT
Sistem Pelayanan nasabah
Sistem Rekrutmen dan Pengembangan
SDM
268. Berdasarkan aspek “Inovasi Produk”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Transformasi Badan Hukum BMT” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Inovasi Produk - Transformasi
Badan Hukum BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Konsekuensi pilihan badan hukum
terhadap kinerja BMT
Pemahaman pengelola tentang
peraturan dan konsekuensi badan
hukum BMT
Sosialisasi aturan badan hukum BMT
kepada pengelola
269. Berdasarkan aspek “Inovasi Produk”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Unfairness kebijakan” dibawah ini menurut tingkat penga-
ruhnya!
Inovasi Produk - Unfairness
kebijakan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
BMT Diperlakukan berbeda dibanding
LK lainnya
Kebijakan tidak adil membuat BMT
kurang memiliki daya saing
Perbedaan kebijakan menyebabkan
BMT sulit berkembang
270. Berdasarkan aspek “Menjaga karakter BMT”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Akselerasi Teknologi” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Menjaga karakter BMT - Akselerasi
Teknologi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Adaptif terhadap perubahan teknologi
Layanan BMT dengan menggunakan
340 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
smartphone
SDM memiliki kemampuan dalam
aplikasi berbasis smartphone
271. Berdasarkan aspek “Menjaga karakter BMT”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Jejaring Asosiasi” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Menjaga karakter BMT - Jejaring
Asosiasi dengan koperasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jejaring melalui ormas
Kerjasama dengan stakeholder di
lingkungan BMT
Komunikasi dengan koperasi sekunder
272. Berdasarkan aspek “Menjaga karakter BMT”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Keahlian” dibawah ini menurut tingkat penga-
ruhnya!
Menjaga karakter BMT – Keahlian 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keahlian membangun jaringan
Keahlian membina nasabah
Pemahaman konsep pelayanan
Penguasaan fiqh muamalah
Penguasaan Produk
273. Berdasarkan aspek “Menjaga karakter BMT”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Kemampuan” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Menjaga karakter BMT -
Kemampuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Economic capacity
Financial capacity
Knowledge capacity
Social capacity
Spiritual capacity
274. Berdasarkan aspek “Menjaga karakter BMT”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Keragaman produk” dibawah ini menurut ting-
kat pengaruhnya!
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 341
Menjaga karakter BMT -
Keragaman produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Diversifikasi produk dalam rangka
meningkatkan minat nasabah
Keragaman produk dapat
meningkatkan profit BMT
Produk yang dibutuhkan nasabah
275. Berdasarkan aspek “Menjaga karakter BMT”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Kesiapan IT” dibawah ini menurut tingkat penga-
ruhnya!
Menjaga karakter BMT - kesiapan
IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pendayagunaan IT Berbasis
smartphone
Kerjasama dengan provider
telekomunikasi
276. Berdasarkan aspek “Menjaga karakter BMT”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Ketersediaan IT” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Menjaga karakter BMT –
ketersediaan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Mendukung operasional BMT
Sesuai dengan kebutuhan BMT
Up to date dengan perkembangan
teknologi
277. Berdasarkan aspek “Menjaga karakter BMT”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Konsistensi Aturan” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Menjaga karakter BMT –
Konsistensi Aturan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Efektifitas peraturan mempengaruhi
kinerja BMT
Peraturan tentang pengembangan
usaha
Konsistensi aturan dalam hal Ruang
lingkup usaha
342 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
278. Berdasarkan aspek “Menjaga karakter BMT”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Masalah Infrastruktur” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Menjaga karakter BMT – Masalah
infrastruktur 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Akselerasi teknologi
Jejaring Asosiasi dengan koperasi
sekunder
Kesiapan IT
Ketersediaan IT
Standarisasi Sistem
279. Berdasarkan aspek “Menjaga karakter BMT”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Masalah Legal” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Menjaga karakter BMT – Masalah
Legal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Konsistensi Aturan pada
BMT/Kopsyah
Penguatan fungsi Baitul Mal
Transformasi badan hukum BMT
menuju KSPPS/LKMS
Unfairness kebijakan antar lembaga
keuangan
280. Berdasarkan aspek “Menjaga karakter BMT”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Masalah Produk” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Menjaga karakter BMT – Masalah
Produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keragaman produk
Pemahaman produk
Pengembangan produk berbasis local
genuine
281. Berdasarkan aspek “Menjaga karakter BMT”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Masalah SDM” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 343
Menjaga karakter BMT – Masalah
SDM 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keahlian
Kemampuan
282. Berdasarkan aspek “Menjaga karakter BMT”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Pemahaman produk” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Menjaga karakter BMT –
Pemahaman produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kemampuan teller dan administrator
dalam memahami produk BMT
Pemahaman nasabah terhadap produk
BMT
Pemahaman tentang keamanan produk
BMT kepada nasabah
283. Berdasarkan aspek “Menjaga karakter BMT”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Pengembangan produk” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Menjaga karakter BMT –
Pengembangan produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Adaptif terhadap perubahan pola
kegiatan ekonomi masyarakat
Produk berbasis keunggulan local
Riset dan analisis keunggulan
masyarakat sekitar
284. Berdasarkan aspek “Menjaga karakter BMT”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Penguatan fungsi BMT” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Menjaga karakter BMT –
Penguatan fungsi BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Intermediasi keuangan
Kesejahteraan anggota/nasabah
Pemberdayaan ekonomi
Pembedayaan Sosial
Pengembangan usaha anggota/nasabah
344 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
285. Berdasarkan aspek “Menjaga karakter BMT”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Standarisasi Sistem” dibawah ini menurut ting-
kat pengaruhnya!
Menjaga karakter BMT –
Standarisasi Sistem 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sistem Laporan keuangan
Sistem Manajemen dan Administrasi
BMT
Sistem Pelayanan nasabah
Sistem Rekrutmen dan Pengembangan
SDM
286. Berdasarkan aspek “Menjaga karakter BMT”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Transformasi Badan Hukum BMT” dibawah ini
menurut tingkat pengaruhnya!
Menjaga karakter BMT -
Transformasi Badan Hukum BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Konsekuensi pilihan badan hukum
terhadap kinerja BMT
Pemahaman pengelola tentang
peraturan dan konsekuensi badan
hukum BMT
Sosialisasi aturan badan hukum BMT
kepada pengelola
287. Berdasarkan aspek “Menjaga karakter BMT”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Unfairness kebijakan” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Menjaga karakter BMT -
Unfairness kebijakan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
BMT Diperlakukan berbeda dibanding
LK lainnya
Kebijakan tidak adil membuat BMT
kurang memiliki daya saing
Perbedaan kebijakan menyebabkan
BMT sulit berkembang
288. Berdasarkan aspek “Merubah mindset pengurus”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Akselerasi Teknologi” dibawah ini me-
nurut tingkat pengaruhnya!
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 345
Merubah mindset pengurus -
Akselerasi Teknologi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Adaptif terhadap perubahan teknologi
Layanan BMT dengan menggunakan
smartphone
SDM memiliki kemampuan dalam
aplikasi berbasis smartphone
289. Berdasarkan aspek “Merubah mindset pengurus”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Jejaring Asosiasi” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Merubah mindset pengurus -
Jejaring Asosiasi dengan koperasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jejaring melalui ormas
Kerjasama dengan stakeholder di
lingkungan BMT
Komunikasi dengan koperasi sekunder
290. Berdasarkan aspek “Merubah mindset pengurus”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Keahlian” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Merubah mindset pengurus –
Keahlian 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keahlian membangun jaringan
Keahlian membina nasabah
Pemahaman konsep pelayanan
Penguasaan fiqh muamalah
Penguasaan Produk
291. Berdasarkan aspek “Merubah mindset pengurus”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Kemampuan” dibawah ini menurut ting-
kat pengaruhnya!
Merubah mindset pengurus –
Kemampuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Economic capacity
Financial capacity
Knowledge capacity
Social capacity
Spiritual capacity
346 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
292. Berdasarkan aspek “Merubah mindset pengurus”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Keragaman produk” dibawah ini menu-
rut tingkat pengaruhnya!
Merubah mindset pengurus -
Keragaman produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Diversifikasi produk dalam rangka
meningkatkan minat nasabah
Keragaman produk dapat
meningkatkan profit BMT
Produk yang dibutuhkan nasabah
293. Berdasarkan aspek “Merubah mindset pengurus”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Kesiapan IT” dibawah ini menurut ting-
kat pengaruhnya!
Merubah mindset pengurus -
kesiapan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pendayagunaan IT Berbasis
smartphone
Kerjasama dengan provider
telekomunikasi
294. Berdasarkan aspek “Merubah mindset pengurus”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Ketersediaan IT” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Merubah mindset pengurus –
ketersediaan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Mendukung operasional BMT
Sesuai dengan kebutuhan BMT
Up to date dengan perkembangan
teknologi
295. Berdasarkan aspek “Merubah mindset pengurus”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Konsistensi Aturan” dibawah ini menu-
rut tingkat pengaruhnya!
Merubah mindset pengurus –
Konsistensi Aturan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Efektifitas peraturan mempengaruhi
kinerja BMT
Peraturan tentang pengembangan
usaha
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 347
Merubah mindset pengurus –
Konsistensi Aturan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Konsistensi aturan dalam hal Ruang
lingkup usaha
296. Berdasarkan aspek “Merubah mindset pengurus”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Masalah Infrastruktur” dibawah ini
menurut tingkat pengaruhnya!
Merubah mindset pengurus –
Masalah infrastruktur 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Akselerasi teknologi
Jejaring Asosiasi dengan koperasi
sekunder
Kesiapan IT
Ketersediaan IT
Standarisasi Sistem
297. Berdasarkan aspek “Merubah mindset pengurus”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Masalah Legal” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Merubah mindset pengurus –
Masalah Legal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Konsistensi Aturan pada
BMT/Kopsyah
Penguatan fungsi Baitul Mal
Transformasi badan hukum BMT
menuju KSPPS/LKMS
Unfairness kebijakan antar lembaga
keuangan
298. Berdasarkan aspek “Merubah mindset pengurus”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Masalah Produk” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Merubah mindset pengurus –
Masalah Produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keragaman produk
Pemahaman produk
Pengembangan produk berbasis local
genuine
348 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
299. Berdasarkan aspek “Merubah mindset pengurus”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Masalah SDM” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Merubah mindset pengurus –
Masalah SDM 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keahlian
Kemampuan
300. Berdasarkan aspek “Merubah mindset pengurus”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Pemahaman produk” dibawah ini menu-
rut tingkat pengaruhnya!
Merubah mindset pengurus –
Pemahaman produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kemampuan teller dan administrator
dalam memahami produk BMT
Pemahaman nasabah terhadap produk
BMT
Pemahaman tentang keamanan produk
BMT kepada nasabah
301. Berdasarkan aspek “Merubah mindset pengurus”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Pengembangan produk” dibawah ini
menurut tingkat pengaruhnya!
Merubah mindset pengurus –
Pengembangan produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Adaptif terhadap perubahan pola
kegiatan ekonomi masyarakat
Produk berbasis keunggulan lokal
Riset dan analisis keunggulan
masyarakat sekitar
302. Berdasarkan aspek “Merubah mindset pengurus”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Penguatan fungsi BMT” dibawah ini
menurut tingkat pengaruhnya!
Merubah mindset pengurus –
Penguatan fungsi BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Intermediasi keuangan
Kesejahteraan anggota/nasabah
Pemberdayaan ekonomi
Pembedayaan Sosial
Pengembangan usaha anggota/nasabah
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 349
303. Berdasarkan aspek “Merubah mindset pengurus”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Standarisasi Sistem” dibawah ini menu-
rut tingkat pengaruhnya!
Merubah mindset pengurus –
Standarisasi Sistem 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sistem Laporan keuangan
Sistem Manajemen dan Administrasi
BMT
Sistem Pelayanan nasabah
Sistem Rekrutmen dan Pengembangan
SDM
304. Berdasarkan aspek “Merubah mindset pengurus”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Transformasi Badan Hukum BMT”
dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Merubah mindset pengurus -
Transformasi Badan Hukum BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Konsekuensi pilihan badan hukum
terhadap kinerja BMT
Pemahaman pengelola tentang
peraturan dan konsekuensi badan
hukum BMT
Sosialisasi aturan badan hukum BMT
kepada pengelola
305. Berdasarkan aspek “Merubah mindset pengurus”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Unfairness kebijakan” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Merubah mindset pengurus -
Unfairness kebijakan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
BMT Diperlakukan berbeda dibanding
LK lainnya
Kebijakan tidak adil membuat BMT
kurang memiliki daya saing
Perbedaan kebijakan menyebabkan
BMT sulit berkembang
306. Berdasarkan aspek “Pelatihan SDM”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Akselerasi Teknologi” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
350 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Pelatihan SDM - Akselerasi
Teknologi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Adaptif terhadap perubahan teknologi
Layanan BMT dengan menggunakan
smartphone
SDM memiliki kemampuan dalam
aplikasi berbasis smartphone
307. Berdasarkan aspek “Pelatihan SDM”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Jejaring Asosiasi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Pelatihan SDM - Jejaring Asosiasi
dengan koperasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jejaring melalui ormas
Kerjasama dengan stakeholder di
lingkungan BMT
Komunikasi dengan koperasi sekunder
308. Berdasarkan aspek “Pelatihan SDM”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Keahlian” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Pelatihan SDM – Keahlian 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keahlian membangun jaringan
Keahlian membina nasabah
Pemahaman konsep pelayanan
Penguasaan fiqh muamalah
Penguasaan Produk
309. Berdasarkan aspek “Pelatihan SDM”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Kemampuan” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Pelatihan SDM – Kemampuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Economic capacity
Financial capacity
Knowledge capacity
Social capacity
Spiritual capacity
310. Berdasarkan aspek “Pelatihan SDM”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Keragaman produk” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 351
Pelatihan SDM - Keragaman
produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Diversifikasi produk dalam rangka
meningkatkan minat nasabah
Keragaman produk dapat
meningkatkan profit BMT
Produk yang dibutuhkan nasabah
311. Berdasarkan aspek “Pelatihan SDM”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Kesiapan IT” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Pelatihan SDM - kesiapan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pendayagunaan IT Berbasis
smartphone
Kerjasama dengan provider
telekomunikasi
312. Berdasarkan aspek “Pelatihan SDM”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Ketersediaan IT” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Pelatihan SDM – ketersediaan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Mendukung operasional BMT
Sesuai dengan kebutuhan BMT
Up to date dengan perkembangan
teknologi
313. Berdasarkan aspek “Pelatihan SDM”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Konsistensi Aturan” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Pelatihan SDM – Konsistensi
Aturan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Efektifitas peraturan mempengaruhi
kinerja BMT
Peraturan tentang pengembangan
usaha
Konsistensi aturan dalam hal Ruang
lingkup usaha
314. Berdasarkan aspek “Pelatihan SDM”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Masalah Infrastruktur” dibawah ini menurut tingkat penga-
ruhnya!
352 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Pelatihan SDM – Masalah
infrastruktur 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Akselerasi teknologi
Jejaring Asosiasi dengan koperasi
sekunder
Kesiapan IT
Ketersediaan IT
Standarisasi Sistem
315. Berdasarkan aspek “Pelatihan SDM”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Masalah Legal” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Pelatihan SDM – Masalah Legal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Konsistensi Aturan pada
BMT/Kopsyah
Penguatan fungsi Baitul Mal
Transformasi badan hukum BMT
menuju KSPPS/LKMS
Unfairness kebijakan antar lembaga
keuangan
316. Berdasarkan aspek “Pelatihan SDM”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Masalah Produk” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Pelatihan SDM – Masalah Produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keragaman produk
Pemahaman produk
Pengembangan produk berbasis local
genuine
317. Berdasarkan aspek “Pelatihan SDM”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Masalah SDM” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Pelatihan SDM – Masalah SDM 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keahlian
Kemampuan
318. Berdasarkan aspek “Pelatihan SDM”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Pemahaman produk” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Pelatihan SDM – Pemahaman
produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kemampuan teller dan administrator
dalam memahami produk BMT
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 353
Pelatihan SDM – Pemahaman
produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pemahaman nasabah terhadap produk
BMT
Pemahaman tentang keamanan produk
BMT kepada nasabah
319. Berdasarkan aspek “Pelatihan SDM”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Pengembangan produk” dibawah ini menurut tingkat penga-
ruhnya!
Pelatihan SDM – Pengembangan
produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Adaptif terhadap perubahan pola
kegiatan ekonomi masyarakat
Produk berbasis keunggulan local
Riset dan analisis keunggulan
masyarakat sekitar
320. Berdasarkan aspek “Pelatihan SDM”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Penguatan fungsi BMT” dibawah ini menurut tingkat penga-
ruhnya!
Pelatihan SDM – Penguatan fungsi
BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Intermediasi keuangan
Kesejahteraan anggota/nasabah
Pemberdayaan ekonomi
Pembedayaan Sosial
Pengembangan usaha anggota/nasabah
321. Berdasarkan aspek “Pelatihan SDM”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Standarisasi Sistem” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Pelatihan SDM – Standarisasi
Sistem 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sistem Laporan keuangan
Sistem Manajemen dan Administrasi
BMT
Sistem Pelayanan nasabah
Sistem Rekrutmen dan Pengembangan
SDM
354 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
322. Berdasarkan aspek “Pelatihan SDM”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Transformasi Badan Hukum BMT” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Pelatihan SDM - Transformasi
Badan Hukum BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Konsekuensi pilihan badan hukum
terhadap kinerja BMT
Pemahaman pengelola tentang
peraturan dan konsekuensi badan
hukum BMT
Sosialisasi aturan badan hukum BMT
kepada pengelola
323. Berdasarkan aspek “Pelatihan SDM”, bandingkan elemen-elemen pada
cluster “Unfairness kebijakan” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Pelatihan SDM - Unfairness
kebijakan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
BMT Diperlakukan berbeda dibanding
LK lainnya
Kebijakan tidak adil membuat BMT
kurang memiliki daya saing
Perbedaan kebijakan menyebabkan
BMT sulit berkembang
324. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Akselerasi Teknologi” dibawah ini menurut ting-
kat pengaruhnya!
Penguatan fungsi BMT - Akselerasi
Teknologi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Adaptif terhadap perubahan teknologi
Layanan BMT dengan menggunakan
smartphone
SDM memiliki kemampuan dalam
aplikasi berbasis smartphone
325. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Jejaring Asosiasi” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 355
Penguatan fungsi BMT - Jejaring
Asosiasi dengan koperasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jejaring melalui ormas
Kerjasama dengan stakeholder di
lingkungan BMT
Komunikasi dengan koperasi sekunder
326. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Keahlian” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Penguatan fungsi BMT - Keahlian 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keahlian membangun jaringan
Keahlian membina nasabah
Pemahaman konsep pelayanan
Penguasaan fiqh muamalah
Penguasaan Produk
327. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Kemampuan” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Penguatan fungsi BMT -
Kemampuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Economic capacity
Financial capacity
Knowledge capacity
Social capacity
Spiritual capacity
328. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Keragaman produk” dibawah ini menurut ting-
kat pengaruhnya!
Penguatan fungsi BMT -
Keragaman produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Diversifikasi produk dalam rangka
meningkatkan minat nasabah
Keragaman produk dapat
meningkatkan profit BMT
Produk yang dibutuhkan nasabah
356 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
329. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Kesiapan IT” dibawah ini menurut tingkat penga-
ruhnya!
Penguatan fungsi BMT - kesiapan
IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pendayagunaan IT Berbasis
smartphone
Kerjasama dengan provider
telekomunikasi
330. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Ketersediaan IT” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Penguatan fungsi BMT –
ketersediaan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Mendukung operasional BMT
Sesuai dengan kebutuhan BMT
Up to date dengan perkembangan
teknologi
331. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Konsistensi Aturan” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Penguatan fungsi BMT –
Konsistensi Aturan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Efektifitas peraturan mempengaruhi
kinerja BMT
Peraturan tentang pengembangan
usaha
Konsistensi aturan dalam hal Ruang
lingkup usaha
332. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Masalah Infrastruktur” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Penguatan fungsi BMT – Masalah
infrastruktur 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Akselerasi teknologi
Jejaring Asosiasi dengan koperasi
sekunder
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 357
Penguatan fungsi BMT – Masalah
infrastruktur 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kesiapan IT
Ketersediaan IT
Standarisasi Sistem
333. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Masalah Legal” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Penguatan fungsi BMT – Masalah
Legal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Konsistensi Aturan pada
BMT/Kopsyah
Penguatan fungsi Baitul Mal
Transformasi badan hukum BMT
menuju KSPPS/LKMS
Unfairness kebijakan antar lembaga
keuangan
334. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Masalah Produk” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Penguatan fungsi BMT – Masalah
Produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keragaman produk
Pemahaman produk
Pengembangan produk berbasis local
genuine
335. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Masalah SDM” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Penguatan fungsi BMT – Masalah
SDM 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keahlian
Kemampuan
336. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Pemahaman produk” dibawah ini menurut ting-
kat pengaruhnya!
358 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Penguatan fungsi BMT –
Pemahaman produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kemampuan teller dan administrator
dalam memahami produk BMT
Pemahaman nasabah terhadap produk
BMT
Pemahaman tentang keamanan produk
BMT kepada nasabah
337. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Pengembangan produk” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Penguatan fungsi BMT –
Pengembangan produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Adaptif terhadap perubahan pola
kegiatan ekonomi masyarakat
Produk berbasis keunggulan lokal
Riset dan analisis keunggulan
masyarakat sekitar
338. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Penguatan fungsi BMT” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Penguatan fungsi BMT – Penguatan
fungsi BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Intermediasi keuangan
Kesejahteraan anggota/nasabah
Pemberdayaan ekonomi
Pembedayaan Sosial
Pengembangan usaha anggota/nasabah
339. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Standarisasi Sistem” dibawah ini menurut ting-
kat pengaruhnya!
Penguatan fungsi BMT – Standarisasi
Sistem 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sistem Laporan keuangan
Sistem Manajemen dan Administrasi BMT
Sistem Pelayanan nasabah
Sistem Rekrutmen dan Pengembangan SDM
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 359
340. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Transformasi Badan Hukum BMT” dibawah ini
menurut tingkat pengaruhnya!
Penguatan fungsi BMT -
Transformasi Badan Hukum BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Konsekuensi pilihan badan hukum
terhadap kinerja BMT
Pemahaman pengelola tentang
peraturan dan konsekuensi badan
hukum BMT
Sosialisasi aturan badan hukum BMT
kepada pengelola
341. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-
elemen pada cluster “Unfairness kebijakan” dibawah ini menurut ting-
kat pengaruhnya!
Penguatan fungsi BMT - Unfairness
kebijakan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
BMT Diperlakukan berbeda dibanding
LK lainnya
Kebijakan tidak adil membuat BMT
kurang memiliki daya saing
Perbedaan kebijakan menyebabkan
BMT sulit berkembang
342. Berdasarkan aspek “Peningkatan Benefit”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Akselerasi Teknologi” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Peningkatan Benefit - Akselerasi
Teknologi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Adaptif terhadap perubahan teknologi
Layanan BMT dengan menggunakan
smartphone
SDM memiliki kemampuan dalam
aplikasi berbasis smartphone
343. Berdasarkan aspek “Peningkatan Benefit”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Jejaring Asosiasi” dibawah ini menurut tingkat penga-
ruhnya!
360 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Peningkatan Benefit - Jejaring
Asosiasi dengan koperasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jejaring melalui ormas
Kerjasama dengan stakeholder di
lingkungan BMT
Komunikasi dengan koperasi sekunder
344. Berdasarkan aspek “Peningkatan Benefit”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Keahlian” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Peningkatan Benefit – Keahlian 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keahlian membangun jaringan
Keahlian membina nasabah
Pemahaman konsep pelayanan
Penguasaan fiqh muamalah
Penguasaan Produk
345. Berdasarkan aspek “Peningkatan Benefit”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Kemampuan” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Peningkatan Benefit - Kemampuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Economic capacity
Financial capacity
Knowledge capacity
Social capacity
Spiritual capacity
346. Berdasarkan aspek “Peningkatan Benefit”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Keragaman produk” dibawah ini menurut tingkat penga-
ruhnya!
Peningkatan Benefit - Keragaman
produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Diversifikasi produk dalam rangka
meningkatkan minat nasabah
Keragaman produk dapat
meningkatkan profit BMT
Produk yang dibutuhkan nasabah
347. Berdasarkan aspek “Peningkatan Benefit”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Kesiapan IT” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Peningkatan Benefit - kesiapan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pendayagunaan IT Berbasis
smartphone
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 361
Peningkatan Benefit - kesiapan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kerjasama dengan provider
telekomunikasi
348. Berdasarkan aspek “Peningkatan Benefit”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Ketersediaan IT” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Peningkatan Benefit – ketersediaan
IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Mendukung operasional BMT
Sesuai dengan kebutuhan BMT
Up to date dengan perkembangan
teknologi
349. Berdasarkan aspek “Peningkatan Benefit”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Konsistensi Aturan” dibawah ini menurut tingkat penga-
ruhnya!
Peningkatan Benefit – Konsistensi
Aturan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Efektifitas peraturan mempengaruhi
kinerja BMT
Peraturan tentang pengembangan
usaha
Konsistensi aturan dalam hal Ruang
lingkup usaha
350. Berdasarkan aspek “Peningkatan Benefit”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Masalah Infrastruktur” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Peningkatan Benefit – Masalah
infrastruktur 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Akselerasi teknologi
Jejaring Asosiasi dengan koperasi
sekunder
Kesiapan IT
Ketersediaan IT
Standarisasi Sistem
351. Berdasarkan aspek “Peningkatan Benefit”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Masalah Legal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
362 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Peningkatan Benefit – Masalah
Legal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Konsistensi Aturan pada
BMT/Kopsyah
Penguatan fungsi Baitul Mal
Transformasi badan hukum BMT
menuju KSPPS/LKMS
Unfairness kebijakan antar lembaga
keuangan
352. Berdasarkan aspek “Peningkatan Benefit”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Masalah Produk” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Peningkatan Benefit – Masalah
Produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keragaman produk
Pemahaman produk
Pengembangan produk berbasis local
genuine
353. Berdasarkan aspek “Peningkatan Benefit”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Masalah SDM” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-
nya!
Peningkatan Benefit – Masalah
SDM 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keahlian
Kemampuan
354. Berdasarkan aspek “Peningkatan Benefit”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Pemahaman produk” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Peningkatan Benefit – Pemahaman
produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kemampuan teller dan administrator
dalam memahami produk BMT
Pemahaman nasabah terhadap produk
BMT
Pemahaman tentang keamanan produk
BMT kepada nasabah
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 363
355. Berdasarkan aspek “Peningkatan Benefit”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Pengembangan produk” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Peningkatan Benefit –
Pengembangan produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Adaptif terhadap perubahan pola
kegiatan ekonomi masyarakat
Produk berbasis keunggulan local
Riset dan analisis keunggulan
masyarakat sekitar
356. Berdasarkan aspek “Peningkatan Benefit”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Penguatan fungsi BMT” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Peningkatan Benefit – Penguatan
fungsi BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Intermediasi keuangan
Kesejahteraan anggota/nasabah
Pemberdayaan ekonomi
Pembedayaan Sosial
Pengembangan usaha anggota/nasabah
357. Berdasarkan aspek “Peningkatan Benefit”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Standarisasi Sistem” dibawah ini menurut tingkat penga-
ruhnya!
Peningkatan Benefit – Standarisasi
Sistem 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sistem Laporan keuangan
Sistem Manajemen dan Administrasi
BMT
Sistem Pelayanan nasabah
Sistem Rekrutmen dan Pengembangan
SDM
358. Berdasarkan aspek “Peningkatan Benefit”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Transformasi Badan Hukum BMT” dibawah ini menu-
rut tingkat pengaruhnya!
Peningkatan Benefit - Transformasi
Badan Hukum BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Konsekuensi pilihan badan hukum
364 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Peningkatan Benefit - Transformasi
Badan Hukum BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
terhadap kinerja BMT
Pemahaman pengelola tentang
peraturan dan konsekuensi badan
hukum BMT
Sosialisasi aturan badan hukum BMT
kepada pengelola
359. Berdasarkan aspek “Peningkatan Benefit”, bandingkan elemen-elemen
pada cluster “Unfairness kebijakan” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Peningkatan Benefit - Unfairness
kebijakan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
BMT Diperlakukan berbeda dibanding
LK lainnya
Kebijakan tidak adil membuat BMT
kurang memiliki daya saing
Perbedaan kebijakan menyebabkan
BMT sulit berkembang
360. Berdasarkan aspek “Persiapan proses transformasi”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Akselerasi Teknologi” dibawah ini me-
nurut tingkat pengaruhnya!
Persiapan proses transformasi -
Akselerasi Teknologi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Adaptif terhadap perubahan teknologi
Layanan BMT dengan menggunakan
smartphone
SDM memiliki kemampuan dalam
aplikasi berbasis smartphone
361. Berdasarkan aspek “Persiapan proses transformasi”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Jejaring Asosiasi” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Persiapan proses transformasi -
Jejaring Asosiasi dengan koperasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jejaring melalui ormas
Kerjasama dengan stakeholder di
lingkungan BMT
Komunikasi dengan koperasi sekunder
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 365
362. Berdasarkan aspek “Persiapan proses transformasi”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Keahlian” dibawah ini menurut tingkat
pengaruhnya!
Persiapan proses transformasi -
Keahlian 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keahlian membangun jaringan
Keahlian membina nasabah
Pemahaman konsep pelayanan
Penguasaan fiqh muamalah
Penguasaan Produk
363. Berdasarkan aspek “Persiapan proses transformasi”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Kemampuan” dibawah ini menurut ting-
kat pengaruhnya!
Persiapan proses transformasi -
Kemampuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Economic capacity
Financial capacity
Knowledge capacity
Social capacity
Spiritual capacity
364. Berdasarkan aspek “Persiapan proses transformasi”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Keragaman produk” dibawah ini menu-
rut tingkat pengaruhnya!
Persiapan proses transformasi -
Keragaman produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Diversifikasi produk dalam rangka
meningkatkan minat nasabah
Keragaman produk dapat
meningkatkan profit BMT
Produk yang dibutuhkan nasabah
365. Berdasarkan aspek “Persiapan proses transformasi”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Kesiapan IT” dibawah ini menurut ting-
kat pengaruhnya!
Persiapan proses transformasi -
kesiapan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pendayagunaan IT Berbasis
smartphone
366 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Persiapan proses transformasi -
kesiapan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kerjasama dengan provider
telekomunikasi
366. Berdasarkan aspek “Persiapan proses transformasi”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Ketersediaan IT” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Persiapan proses transformasi –
ketersediaan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Mendukung operasional BMT
Sesuai dengan kebutuhan BMT
Up to date dengan perkembangan
teknologi
367. Berdasarkan aspek “Persiapan proses transformasi”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Konsistensi Aturan” dibawah ini menu-
rut tingkat pengaruhnya!
Persiapan proses transformasi –
Konsistensi Aturan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Efektifitas peraturan mempengaruhi
kinerja BMT
Peraturan tentang pengembangan
usaha
Konsistensi aturan dalam hal Ruang
lingkup usaha
368. Berdasarkan aspek “Persiapan proses transformasi”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Masalah Infrastruktur” dibawah ini
menurut tingkat pengaruhnya!
Persiapan proses transformasi –
Masalah infrastruktur 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Akselerasi teknologi
Jejaring Asosiasi dengan koperasi
sekunder
Kesiapan IT
Ketersediaan IT
Standarisasi Sistem
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 367
369. Berdasarkan aspek “Persiapan proses transformasi”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Masalah Legal” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Persiapan proses transformasi –
Masalah Legal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Konsistensi Aturan pada
BMT/Kopsyah
Penguatan fungsi Baitul Mal
Transformasi badan hukum BMT
menuju KSPPS/LKMS
Unfairness kebijakan antar lembaga
keuangan
370. Berdasarkan aspek “Persiapan proses transformasi”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Masalah Produk” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Persiapan proses transformasi –
Masalah Produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keragaman produk
Pemahaman produk
Pengembangan produk berbasis local
genuine
371. Berdasarkan aspek “Persiapan proses transformasi”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Masalah SDM” dibawah ini menurut
tingkat pengaruhnya!
Persiapan proses transformasi –
Masalah SDM 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keahlian
Kemampuan
372. Berdasarkan aspek “Persiapan proses transformasi”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Pemahaman produk” dibawah ini menu-
rut tingkat pengaruhnya!
Persiapan proses transformasi –
Pemahaman produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kemampuan teller dan administrator
dalam memahami produk BMT
Pemahaman nasabah terhadap produk
BMT
368 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si
Persiapan proses transformasi –
Pemahaman produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pemahaman tentang keamanan produk
BMT kepada nasabah
373. Berdasarkan aspek “Persiapan proses transformasi”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Pengembangan produk” dibawah ini
menurut tingkat pengaruhnya!
Persiapan proses transformasi –
Pengembangan produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Adaptif terhadap perubahan pola
kegiatan ekonomi masyarakat
Produk berbasis keunggulan local
Riset dan analisis keunggulan
masyarakat sekitar
374. Berdasarkan aspek “Persiapan proses transformasi”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Persiapan proses transformasi” dibawah
ini menurut tingkat pengaruhnya!
Persiapan proses transformasi –
Persiapan proses transformasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Intermediasi keuangan
Kesejahteraan anggota/nasabah
Pemberdayaan ekonomi
Pembedayaan Sosial
Pengembangan usaha anggota/nasabah
375. Berdasarkan aspek “Persiapan proses transformasi”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Standarisasi Sistem” dibawah ini menu-
rut tingkat pengaruhnya!
Persiapan proses transformasi –
Standarisasi Sistem 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sistem Laporan keuangan
Sistem Manajemen dan Administrasi
BMT
Sistem Pelayanan nasabah
Sistem Rekrutmen dan Pengembangan
SDM
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 369
376. Berdasarkan aspek “Persiapan proses transformasi”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Transformasi Badan Hukum BMT”
dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Persiapan proses transformasi -
Transformasi Badan Hukum BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Konsekuensi pilihan badan hukum
terhadap kinerja BMT
Pemahaman pengelola tentang
peraturan dan konsekuensi badan
hukum BMT
Sosialisasi aturan badan hukum BMT
kepada pengelola
377. Berdasarkan aspek “Persiapan proses transformasi”, bandingkan
elemen-elemen pada cluster “Unfairness kebijakan” dibawah ini
menurut tingkat pengaruhnya!
Persiapan proses transformasi -
Unfairness kebijakan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
BMT Diperlakukan berbeda dibanding
LK lainnya
Kebijakan tidak adil membuat BMT
kurang memiliki daya saing
Perbedaan kebijakan menyebabkan
BMT sulit berkembang
378. Berdasarkan aspek “Strategi Peningkatan Inklusi dan Literasi Keua-
ngan pada BMT”, bandingkan elemen-elemen pada cluster “Masalah”
dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!
Strategi Peningkatan Inklusi
Keuangan dan Literasi – Masalah 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Infrastruktur
Legal
Produk
SDM
370
BIODATA PENULIS
Husnul Khatimah, lahir di Klungkung Bali, 1 Desember 1973
dari pasangan Abdullah Azra’i dan Zuhriyah Ahmad. Anak ketiga dari
lima bersaudara.
Suami : Rudiyanto, S.E., M.E
Anak :
1. Muhammad Alfi Hilman
2. Aliza Lula Iklima
3. Qanita Fania Nur Hudzaifa
4. Muhammad Azka Azfar
5. Amira Khansa Medina
Riwayat Pendidikan :
2014 - 2019
2002 – 2004
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
Program Doktor Pengkajian Islam, Konsentrasi
Ekonomi Islam
Universitas Indonesia
Jakarta
Pasca Sarjana/M.Si, Kajian Timur Tengah & Islam,
Jurusan Ekonomi & Keuangan Syari’ah, Konsen-
trasi Manajemen Investasi Islam.
Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 371
1991 – 1995 Universitas Brawijaya
Malang, Jawa Timur
S1/S.E, Fakultas Ekonomi, Jurusan Ekonomi & Studi
Pembangunan, Konsentrasi Keuangan Perbankan
Pengalaman Pekerjaan:
1997 – sekarang: Dosen Fakultas Ekonomi UNISMA Bekasi
Pengalaman Organisasi:
1. Forum Dosen Ekonomi dan Bisnis Islam Korwil Jawa Barat,
Bidang Pendidikan dan Pengembangan, 2017-2019;
2. Ikatan Ahli Ekonomi Islam, Komisariat Bekasi, 2014-2016.