STRATEGI KEUANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52695... · 2020. 10. 3. ·...

386

Transcript of STRATEGI KEUANGANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/52695... · 2020. 10. 3. ·...

i

STRATEGI

INKLUSI

DAN

LITERASI

KEUANGAN Baitul Mâl Wat Tamwîl (BMT)

Studi pada BMT di Wilayah Depok, Tangerang, dan Bekasi

ii

UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

Ketentuan Pidana

Pasal 113

(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah). (2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

iii

Dr. Husnul Khatimah, S.E., M.Si

STRATEGI INKLUSI

DAN

LITERASI

KEUANGAN Baitul Mâl Wat Tamwîl (BMT)

Studi pada BMT di Wilayah Depok, Tangerang, dan Bekasi

NUSA LITERA INSPIRASI

2019

iv

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mâl Wat Tamwîl (BMT)

Studi pada BMT di Wilayah Depok, Tangerang, dan Bekasi

Diterbitkan pertama kali oleh Penerbit Nusa Litera Inspirasi

Cetakan pertama Mei 2019

All Right Reserved

Hak cipta dilindungi undang-undang

Penulis: Dr. Husnul Khatimah, S.E., M.Si

Perancang sampul: NLI Team

Penata letak: NLI Team

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mâl Wat Tamwîl (BMT)

Studi pada BMT di Wilayah Depok, Tangerang, dan Bekasi

xiv + 371: 15 cm x 22 cm

ISBN: 978-623-7276-09-8

Anggota Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI)

Penerbit Nusa Litera Inspirasi

Jl. KH. Zainal Arifin

Kabupaten Cirebon, Jawa Barat

[email protected]

www.nusaliterainspirasi.com

HP: 0852-3431-1908

Isi di luar tanggungjawab percetakan.

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah syukur yang tak terhingga ke hadirat Allah SWT

dengan rahmat, taufik dan hidayah-Nya Penulis dapat menyelesaikan

buku ini yang diambil dari naskah disertasi Penulis di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Shalawat dan salam disampaikan kepada junju-

ngan Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat hingga umatnya

sepanjang zaman.

Pada kesempatan ini Penulis juga mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof Dr. Jamhari, M.A., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Prof. Dr. Didin Saepudin, M.A., selaku Ketua Program Doktor

Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Prof. Dr. Fathurrahman Djamil, M.A. dan Prof. Dr. Ahmad

Rodoni, M.M., yang dengan keikhlasan dan kesabarannya telah

banyak membimbing dan mengarahkan hingga disertasi ini

tersusun dengan baik.

4. Prof. Dr. Didin Saepudin, Prof. Dr. Abuddin Nata, M.A., Dr.

Yusuf Rahman, dan Dr. Suparto, M.Ed. yang telah memberikan

bimbingan dan arahannya dalam Ujian Proposal, Ujian WIP I

dan II, dan Ujian Komprehensif Lisan.

5. Prof. Dr. Masykuri Abdillah, selaku Ketua Sidang sekaligus

Penguji, Prof. Dr. H. M. Atho Mudzhar, MSPD selaku Penguji

1, Prof. Dr. Muhammad Bin Said, M.A. selaku Penguji 2, dan

Prof. Dr. Prijono Tjiptoherijanto selaku Penguji 3 pada Ujian

Pendahuluan.

6. Prof. Dr. Jamhari, M.A., selaku Ketua Sidang sekaligus Pengu-

ji, Prof. Dr. Hasanudin, M.A., selaku Penguji 1, Prof. Prijono

Tjiptoherijanto selaku Penguji 2, Prof. Dr. M. Atho Mudzhar,

MSPD, selaku Penguji 3, dan Prof. Dr. Didin Saepudin selaku

Sekretaris Sidang pada Ujian Promosi Doktor.

7. Para narasumber dari berbagai profesi dan keahlian: Aslichan

Burhan, Dr. Yulizar D. Sanrego, Pristijanto, Harjono Sukarno,

Imam Gozali, dan para Manajer KSPPS BMT Al Jibaal, BMT

Bina Usaha Sejahtera, BMT Berkah Madani dan BMT Syariah

Riyal yang telah memberikan kontribusi dan pemikirannya

vi

dalam proses penelitian ini.

8. Para dosen dan staf akademik Sekolah Pascasarjana UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah memeberikan dukungan serta

bantuan dalam proses perkuliahan.

9. Rektor UNISMA Bekasi Bapak Dr. Nandang Najmulmunir, Ir.

M,S, Dekan Fakultas Ekonomi UNISMA, Ketua Jurusan Mana-

jemen FE UNISMA, serta rekan sejawat yang telah banyak

membantu penulis sejak proses pendaftaran, hingga penyelesai-

an studi.

10. Ayahanda alm. H. Abdullah Azra’i, Ibunda Hj. Zuhriah Ahmad,

Ibunda Hj. Titin Suhartini yang selalu memberikan nasehat,

wejangan, motivasi yang baik kepada penulis dan selalu men-

doakan untuk kesuksesan dan kebahagiaan anak dan cucunya

baik di dunia maupun di akhirat, dan atas jerih payah mereka

yang telah mengantarkan penulis ke jenjang pendidikan hingga

setinggi ini. Abang dan adik-adik tercinta, terima kasih untuk

dukungan dan doanya.

11. Suami tercinta Rudiyanto, S.E., M.E., atas keikhlasannya mem-

beri izin dan selalu memberikan motivasi, dan bantuan secara

moril maupun material. Anak-anak tersayang permata penyejuk

hati kami: Alfi, Aliza, Qanita, Azka, dan Amira sebagai motiva-

tor penulis dalam menyelesaikan studi.

12. Teman-teman seperjuangan Program Doktor Pengkajian Islam

Angkatan 2014 yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

13. Semua pihak yang telah membantu Penulis dalam penyelesaian

peneltian ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga seluruh dukungan dan doa yang diberikan menjadi

amal shaleh dan diberikan balasan yang berlipat oleh Allah SWT.

Terakhir, tidak ada kata sempurna dalam setiap langkah dan pemikiran

manusia, demikian juga dengan buku ini yang tentunya masih banyak

terdapat kekurangan. Maka sebagai insan akademik, Penulis mengha-

rapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari semua pihak

demi terwujudnya karya yang lebih baik di masa yang akan datang.

Bekasi, April 2019

Penulis,

Dr. Husnul Khatimah, S.E., M.Si

vii

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan peran BMT dalam

mendukung kebijakan keuangan inklusif, menguraikan kendala yang

dihadapi dalam meningkatkan keuangan inklusif, memahami peran

BMT dalam memberdayakan usaha mikro, dan menjelaskan strategi

keberlanjutan BMT untuk meningkatkan keuangan inklusif. Peneliti-

an ini menggunakan pendekatan ekonomi dan sosiologi. Penelitian ini

merupakan penelitian kualitatif dan kuantitatif. Objek penelitiannya

adalah BMT, masyarakat, akademisi serta para pakar di bidang keua-

ngan mikro syariah sebagai sumber/informan. Data diolah dengan

menggunakan metode ANP (Analytical Network Process).

Penelitian ini membuktikan bahwa BMT telah berperan dalam

mendukung kebijakan keuangan inklusif di Indonesia. Hal ini terlihat

meningkatnya pemanfaatan produk baik tabungan maupun pembiaya-

an pada BMT. Persoalan yang dihadapi BMT adalah masalah SDM

dan produk dari sisi internal serta masalah legal dan infrastruktur dari

sisi eksternal. Untuk meningkatkan perannya di masa yang akan

datang, strategi prioritas berupa strategi internal yaitu melakukan pe-

nguatan fungsi BMT, pelatihan SDM, menjaga karakter BMT, dan

meningkatkan benefit anggota, serta strategi eksternal dengan melaku-

kan standardisasi IT, memperbaiki strategi pemasaran BMT, dan

bekerja sama dengan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf).

Peran BMT dalam memberdayakan usaha mikro. Upaya BMT

dalam pemberdayaan usaha mikro sangat optimal, yaitu dengan me-

ngembangkan produk layanan yang berbasis kebutuhan lokal dan

sesuai dengan karakteristik ekonomi wilayah agar dapat menunjang

kegiatan ekonomi para anggota. Pemanfaatan produk pembiayaan di

BMT masih didominasi oleh pembiayaan murabahah, penyaluran

pembiayaan lebih banyak menggunakan sistem individual lending.

Untuk meningkatkan perannya strategi yang diusulkan adalah

strategi internal dengan penguatan fungsi BMT, pelatihan SDM, men-

jaga karakter, dan meningkatkan benefit anggota. Strategi eksternal

berupa standardisasi IT, mempernbaiki strategi pemasaran, dan beker-

jasama dengan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf).

Dari sisi teoretis, peneliti sependapat dengan Sadegh Bakhtiari

(2006) dan Abdul Rahim Abdul Rahman (2010) bahwa keuangan

viii

mikro dapat berkontribusi pada peningkatan alokasi sumber daya,

promosi pasar, dan teknologi yang baik. Dengan demikian, keuangan

mikro dapat membantu dalam pertumbuhan ekonomi dan pembangu-

nan dengan menawarkan skema etis yang dapat disesuaikan dengan

tujuan keuangan mikro bagi masyarakat miskin.

Pada tataran empiris, penelitian ini sejalan dengan hasil pene-

litian Zubair (2015) dan Siswanto (2009) bahwa terdapat faktor inter-

nal dan eksternal yang memengaruhi keberlanjutan BMT.

Kata Kunci: analytical network process, inklusi keuangan, literasi

keuangan, strategi implementasi

ix

PEDOMAN TRANSLITERASI

A. Konsonan

Latin Arab Latin Arab

b ب t ط {t ت z} ظ th ع ‘ ث j ج gh غ h} ح f ف

kh خ q ق d د k ك

dh ذ l ل r ر m م z ز n ن s س h ه sh ش w و s ى y ص {d} ض

B. Vokal Pendek Panjang Diftong

Latin Arab Contoh Latin Arab Contoh Latin Arab Contoh

a َ ا َ <a قرأ - أ <i جاء

i َ أين أى Ay قيل ى َ <i رغب

u َ و َ <u حسن أولي أو Aw معروف

C. Ta>’ Marbu>t}ah (ة) Ta>’ Marbu>t }ah (ة) di akhir kata apabila dimatikan ditulis dengan

huruf latin h. Contoh: مكة : Makkah مدرسة : Madrasah. Ketentuan

ini tidak digunakan pada kata-kata Arab yang sudah terserap ke dalam

bahasa Indonesia seperti kata shalat, zakat dan lain-lain, kecuali apa-

bila dikehendaki lafaz} aslinya.

x

D. Shaddah ( َ )

Penulisan shaddah dilambangkan dengan dua huruf yang sama

yang dishaddahkan. Contoh: ربنا : rabbana> محمد نبينا : Muham-madun

nabiyyuna >.

E. Kata Sandang Ali>f + La>m (ال)

Apabila diikuti oleh h}uru>f qamariyyah, maka ali >f dan la>m ditu-

lis dengan jelas. Contoh: القلم : al-Qalam. Apabila ali >f dan la>m diikuti

oleh huruf shamsiyyah, maka ali >f dan la>m tersebut tidak ditampakkan

dan masuk ke huruf pertama setelah ali >f dan la>m. Contoh: الناس : al-

Na >su.

F. Pengecualian

Kata-kata bahasa Arab yang telah lazim digunakan dalam

bahasa Indonesia seperti Alla>h, Asma >’ al-H}usna > dan Ibn dan lain-lain,

maka tidak diberi tanda panjang atau tanda lainnya dalam penulisan

latin.

xi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR v

ABSTRAK vii

PEDOMAN TRANSLITERASI ix

DAFTAR ISI xi

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR TABEL xiv

BAB I

PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Potensi Lembanga Keuangan Mikro di Indonesia 8 C. Perspektif Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro

dan Inklusivitas 12

BAB II

DISKURSUS INKLUSI, LITERASI KEUANGAN,

KEUANGAN MIKRO, DAN PEMBERDAYAAN 39

A. Kebijakan Keuangan Inklusif 39

B. Inklusi dalam Perspektif Islam 58

C. Literasi Keuangan 60

D. Lembaga Keuangan Mikro 75

E. Lembaga Keuangan Mikro Syariah 81

F. Tamkin dan Pemberdayaan Ekonomi 96

G. Kebijakan Keuangan Inklusif di Berbagai Negara 100

BAB III

PROFIL BAITUL MAL WAT TAMWIL

DI DEPOK, TANGERANG, DAN BEKASI 107

A. KJKS/BMT Berkah Madani 107 B. KJKS/BMT Bina Usaha Sejahtera 110 C. Koperasi BMT (KBMT) Al-Jibaal 112 D. BMT Syariah Riyal (BSR) 116

xii

BAB IV KARAKTERISTIK DAN TINGKAT

LITERASI SERTA INKLUSI ANGGOTA

BAITUL MAAL WAT TAMWIL 121

A. Karakteristik Anggota BMT 121

B. Tingkat Literasi dan Inklusi Anggota BMT 125

C. Urgensi Keberadaan APEX dalam Mendukung

Inklusivitas BMT 154

D. Kerjasama (Linkage) dalam Peningkatan

Kemampuan Inklusi BMT 159

E. Karakteristik Usaha BMT dalam Mendukung

Inklusi Keuangan 164

F. Peran BMT dalam Peningkatan Inklusi Sosial (Social

Inclusion) 179 BAB V DEKOMPOSISI PERSOALAN

DAN STRATEGI PENINGKATAN LITERASI

DAN INKLUSI KEUANGAN PADA BMT 189

A. Dekomposisi Permasalahan BMT 189

B. Perspektif Ahli tentang Masalah BMT

dalam Meningkatkan Inklusi dan Literasi 190

C. Strategi Keberlanjutan Peningkatan Inklusi

dan Literasi Keuangan Berdasarkan Perspektif Ahli 218

BAB VI PENUTUP 231

A. Simpulan 231

B. Saran 233

DAFTAR PUSTAKA 235

GLOSARI 245

DAFTAR INDEKS 251

LAMPIRAN 1 PANDUAN WAWANCARA 256

LAMPIRAN 2 KUESIONER ANP 261

BIODATA PENULIS 370

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Tahapan Penelitian ANP 31

Gambar 1.2 Model Jaringan ANP 37

Gambar 2.1 Pihak yang Terlibat dalam Kebijakan Keuangan

Inklusif 45

Gambar 2.2 Strategi Nasional Keuangan Inklusif 47

Gambar 2.3 Dimensi Penggunaan Produk Jasa Keuangan 50

Gambar 2.4 Peta Rasio DPK dan Kredit per 1.000 Penduduk

Dewasa 51

Gambar 2.5 Struktur Lembaga Keuangan Mikro Syariah

di Indonesia 86

Gambar 4.1 Pemberdayaan dan Pengembangan UMKM

oleh KSPPS/USPPS Koperasi 147

Gambar 5.1 Aspek-aspek Permasalahan BMT Menurut

Responden 190

Gambar 5.2 Prioritas Responden tentang Permasalahan SDM 192

Gambar 5.3 Prioritas Responden tentang Kemampuan SDM 193

Gambar 5.4 Prioritas Responden tentang Keahlian SDM 198

Gambar 5.5 Prioritas Responden tentang Masalah Produk 200

Gambar 5.6 Prioritas Responden tentang Masalah

Pengembangan Produk 203

Gambar 5.7 Prioritas Responden tentang Masalah Pemahaman

Produk 204

Gambar 5.8 Prioritas Responden tentang Masalah Keragaman

Produk 205

Gambar 5.9 Prioritas Responden tentang Masalah Legal 206

Gambar 5.10 Prioritas Responden tentang Masalah Penguatan

Fungsi BMT 207

Gambar 5.11 Prioritas Responden tentang Masalah Transformasi

Badan Hukum BMT 208

Gambar 5.12 Prioritas Responden tentang Masalah Konsistensi

Aturan 210

Gambar 5.13 Prioritas Responden tentang Masalah Unfairness

Kebijakan 211

Gambar 5.14 Prioritas Responden tentang Masalah Infrastruktur 212

xiv

Gambar 5.15 Prioritas Responden tentang Masalah Standardisasi

Sistem 214

Gambar 5.16 Prioritas Responden tentang Masalah Jejaring

Asosiasi 215

Gambar 5.17 Prioritas Responden tentang Masalah

Ketersediaan IT 216

Gambar 5.18 Prioritas Responden tentang Masalah Akselerasi

Teknologi 217

Gambar 5.19 Prioritas Responden tentang Masalah Kesiapan IT 218

Gambar 5.20 Prioritas Responden tentang Strategi 219

Gambar 5.21 Prioritas Responden tentang Strategi Internal 219

Gambar 5.22 Prioritas Responden tentang Strategi Eksternal 223

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Definisi Rentang Penilaian dan Tingkat Kepentingan 29

Tabel 2.1 Perbandingan Definisi Keuangan Inklusif dari Tiga

Lembaga 40

Tabel 2.2 Karakteristik Kelompok Sasaran Keuangan Inklusif 55

Tabel 2.3 Beberapa Definisi Literasi Keuangan 63

Tabel 2.4 Jenis Lembaga Keuangan Mikro 78

Tabel 2.5 Inisiasi Pendirian BMT di Jawa 87

Tabel 3.1 Jenis dan Jumlah Pembiayaan pada KJKS

Berkah Madani Tahun 2015-2016 109

Tabel 3.2 Jenis dan Jumlah Simpanan dan Pembiayaan KJKS

Berkah Madani Tahun 2015-2016 110

Tabel 4.1 Persyaratan Pengajuan Pembiayaan Pada Bank

dibandingkan KJKS 153

1

Bab I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keberhasilan proses pembangunan suatu negara ditandai de-

ngan terbentuknya suatu sistem keuangan yang stabil dan memberi

manfaat bagi seluruh lapisan masyarakat. Untuk mewujudkan hal

tersebut institusi keuangan berperan penting dalam menggunakan

fungsi intermediasinya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,

pemerataan pendapatan, pengentasan kemiskinan, serta pencapaian

stabilitas sistem keuangan. Namun demikian, pertumbuhan industri

keuangan yang pesat belum tentu disertai dengan akses masyarakat ke

lembaga keuangan yang memadai. Padahal, akses terhadap layanan

jasa keuangan merupakan prasyarat penting bagi keterlibatan masya-

rakat luas dalam mendukung pertumbuhan ekonomi.1

Menurut Klapper, akses terhadap pelayanan perbankan menjadi

bagian yang penting bagi pertumbuhan ekonomi dan pengentasan ke-

miskinan. Sistem inklusi keuangan yang baik dapat membantu kaum

miskin untuk memperbaiki taraf hidupnya, sehingga mereka pun dapat

menikmati pelayanan perbankan sebagai fasilitas yang mendukung

kehidupan mereka sehari-hari. Pelayanan perbankan yang mudah

diakses akan mempermudah banyak orang untuk dapat melakukan

aktivitas perbankan seperti meminjam kredit ataupun menabung, se-

hingga mereka dapat membangun asset dan juga membantu kegiatan

usaha ataupun perdagangan yang ada di masyarakat. Inklusi keuangan

yang berjalan baik akan sangat berpengaruh pada beberapa kelompok

masyarakat yang terkadang kurang beruntung, seperti masyarakat ber-

penghasilan rendah, pinggiran, minoritas (kelompok marginal), atau

tidak mempunyai identitas legal, kaum perempuan, dan kaum muda.

Karena alasan tersebut, maka program inklusi keuangan dijalankan

yang pada akhirnya bertujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat

1Buku Panduan Keuangan Inklusif, National Strategy for Financial

Inclusion Fostering Economic Growth and Accelerating Poverty Reduction,

(Jakarta: Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia, Juni 2012) dan pe-

nyesuaian hasil pembahasan dengan beberapa Kementerian/Instansi terkait.

2 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

secara keseluruhan.

2

Global Financial Inclusion Index, menjelaskan bahwa akses

layanan financial bagi masyarakat di Indonesia masih tergolong sa-

ngat rendah dibandingkan dengan negara-negara maju, yaitu berkisar

pada angka 20%. Penyebab rendahnya akses layanan finansial tersebut

adalah kurangnya kemampuan masyarakat dalam memeroleh pinja-

man di lembaga keuangan bank.3

Sebagai perbandingan, data menunjukkan bahwa hanya 8 per-

sen dari jumlah penduduk di negara-negara maju belum memiliki

akses keuangan, sedangkan di negara-negara berkembang mencapai

59 persen. Sementara itu, di Indonesia baru 20 persen penduduk Indo-

nesia berusia diatas 15 tahun yang memiliki akses ke sektor keuangan.

Dari sisi penyaluran kredit, di negara-negara berkembang baru dalam

kisaran 35 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), sedangkan di

Malaysia sudah mencapai 100 persen. Lebih jauh, hanya 2 juta orang

atau kurang dari 1 persen dari 230 juta penduduk Indonesia yang bisa

mengakses pasar modal.4

Bank Indonesia dalam Survei Neraca Rumah Tangga (2011)

yang menunjukkan data persentase rumah tangga yang menabung di

lembaga keuangan formal dan non lembaga keuangan sebesar 48 per-

sen. Dengan demikian, masyarakat yang tidak memiliki tabungan

sama sekali baik di bank maupun lembaga keuangan nonbank masih

relatif tinggi yaitu 52 persen. Hasil survei kedua lembaga tersebut

saling menguatkan fakta bahwa akses masyarakat Indonesia ke lem-

baga keuangan baik formal maupun nonformal masih relatif rendah,

sehingga aksesibilitas terhadap sistem jasa keuangan masih perlu

ditingkatkan.5 Survei Bank Dunia (2010) menunjukkan hanya 49 per-

2Klapper, Jandu, Sintim-Aboagye, “The Little Data Book on Finan-

cial Inclusion 2012”, Finance and Private Sector Development Team of

World Bank, Washington DC., artikel diakses pada 5 Mei 2016 dari

http://www. data.worldbank.org/sites/default/files/the-little -data-book-on-

financial-inclusion-2012.pdf 3Laporan Global Financial Inclusion Index (Findex), 2012.

4Damayanty, D. (2013). Cited in Faisal Rahman, “Financial Inclu-

sion: Sebatas Kepentingan Bank.” Jakarta: Harian Sinar Harapan, diakses

tanggal 6 Mei 2016 dari sinarharapan.net. 5Buku Panduan Keuangan Inklusif, “National Strategy for Financial

Inclusion Fostering Economic Growth and Accelerating Poverty Reduction”

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 3

sen rumah tangga Indonesia yang memiliki akses terhadap lembaga

keuangan formal.

Global Partnership of Financial Inclusion (GPFI)-International

Financial Corporation, 2011 menyatakan bahwa kesenjangan inklusi

keuangan menimbulkan biaya baik pada masyarakat maupun individu.

Adanya kesenjangan inklusi keuangan mendorong masyarakat terlibat

dengan lembaga keuangan informal dengan tingkat bunga lebih tinggi

untuk pinjaman yang relatif kecil. Lembaga keuangan informal

menjadi alternatif pilihan karena tidak diatur secara langsung dalam

struktur perbankan nasional, sehingga mereka tidak dapat diposisikan

sebagai lembaga yang legal. Para petani kebanyakan menjadi nasabah

lembaga keuangan informal tersebut, dimana mereka mendapatkan

tekanan ketidakpunyaan uang yang cukup untuk meminjam pada saat

pembelian bibit, mesin dan peralatan produksi saat musim tanam, dan

mereka cenderung sulit untuk membayar kembali pinjaman saat panen

terjual karena tingginya bunga yang harus dibayarkan.6

Kegiatan keuangan inklusif menjadi salah satu agenda penting

dalam dunia internasional. Forum internasional seperti G20, APEC,

AFI, OECD dan ASEAN secara intensif melakukan pembahasan me-

ngenai keuangan inklusif. Selain itu, keuangan inklusif juga telah

masuk dalam prioritas pemerintah Indonesia. Pada bulan Juni 2012,

Bank Indonesia bekerjasama dengan Sekretariat Wakil Presiden–Tim

Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dan

Badan Kebijakan Fiskal-Kementerian Keuangan mengeluarkan Stra-

tegi Nasional Keuangan Inklusif.

Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia, perbankan berpe-

ran secara dominan untuk menjadi penggerak kegiatan keuangan

inklusif mengingat perbankan Indonesia memiliki pangsa kegiatan

keuangan hingga 80 persen terhadap total kegiatan di sektor keuangan.

Namun hal ini tidak hanya menjadi tugas Bank Indonesia, tetapi juga

pemerintah dalam upaya meningkatkan pelayanan keuangan kepada

masyarakat luas.

(Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia –Juni 2012) dan penyesuaian

hasil pembahasan dengan beberapa Kementerian/Instansi terkait. 6Global Partnership of Financial Inclusion (GPFI)-International Finan-

cial Corporation, 2011 dalam artikel Hariharan, Govind dan Markus Mark-

tanner, “The Growth Potential from Financial Inclusion”, Proquest, diunduh

tanggal 27 Agustus 2014.

4 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Pangsa perbankan yang relatif tinggi di sektor keuangan ter-

nyata belum dapat memberikan dampak signifikan terhadap partum-

buhan ekonomi karena masih tingginya hambatan bagi masyarakat

untuk mengakses perbankan khususnya dalam mendapatkan pinjaman

atau pembiayaan. Untuk itu diperlukan kebijakan yang kondusif agar

perbankan lebih inklusif.

Keuangan inklusif menurut Bank Indonesia dinyatakan sebagai

suatu kegiatan yang universal dan memiliki tujuan untuk meniadakan

segala bentuk hambatan bersifat harga berupa prasyarat seperti keha-

rusan bagi calon debitur untuk menyetorkan sejumlah dana kepada

pihak bank pada saat pembukaan rekening di bank sebagai prasyarat

untuk memeroleh pinjaman.7

Fakta yang terjadi di lapangan adalah tidak semua lapisan

masyarakat memiliki kemampuan untuk memenuhi syarat tersebut

karena sebagian dari mereka memang tidak memiliki ketersediaan

dana. Di sisi lain, terdapat pula hambatan non harga berupa persya-

ratan administratif yang dapat memberatkan konsumen, seperti misal-

nya keharusan bagi calon debitur untuk menyiapkan sejumlah jaminan

dan sebagainya.8 Hal ini tentu akan memengaruhi akses masyarakat

dalam memanfaatkan layanan jasa keuangan.

Definisi lain yang dikemukakan Radyati, keuangan inklusif

adalah suatu keadaan dimana semua orang memiliki akses terhadap

layanan jasa keuangan yang berkualitas dengan biaya yang terjangkau

dan cara yang menyenangkan, tidak rumit, serta menjunjung harga diri

dan kehormatan.9

Inklusi keuangan menurut pendekatan Islam merupakan kondisi

dimana lembaga keuangan diharapkan dapat memiliki manfaat secara

luas kepada masyarakat, tidak hanya berorientasi pada kepentingan

investor (investor oriented firm (IOF)). Selama ini perbankan konven-

sional didominasi oleh pertama, motif profit oriented, yaitu maksimi-

sasi keuntungan (profit maximization) yang menjadi dasar dan

pedoman manajemen perbankan. Kedua, bank bertanggung jawab dan

7Bank Indonesia, laman tentang Keuangan Inklusif, diakses tanggal 7

Agustus 2016 dari http://www.bi.go.id/. 8Bank Indonesia, Laporan Tahunan Bank Indonesia Tahun 2011, “Fi-

nancial Inclusion” diakses tanggal 3 Agustus 2016 dari http://www.bi.go.id/. 9Radyati Maria R. Nindita, “Keuangan Inklusif Perbankan,” Publish-

ed on Universitas Trisakti. MMCSR & MMCE. 2012, diakses tanggal 5

Agustus 2016 dari http://www.mmcrusakti.org/.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 5

dikontrol oleh otoritas moneter dan masyarakat yang menjadi potensi

nasabahnya terkait dengan kesehatan, ketahanan, dan kemampuannya

untuk berkembang sebagai perusahaan yang mencari keuntungan.

Apabila kriteria pembeda antara bank konvensional dan bank islam

yang digunakan adalah tujuan perbankan, kuncinya terletak pada ba-

gaimana menggantikan bentuk dan sifat lembaga bank dari investor

oriented firm (IOF) menjadi user oriented firm (UOF), yaitu lembaga

finansial yang berorientasi pada pengguna, sebagaimana lembaga ko-

perasi keuangan yang orisinal. Dengan perkataan lain, tujuan lembaga

bank harus diubah dari maksimisasi keuntungan menjadi maksimisasi

manfaat bagi pengguna. Menurut ajaran Islam harus sesuai dengan

tujuan-tujuan hukum syariah (al-maqasid al-syariah), yang merupa-

kan doktrin kesejahteraan sosial Islam. Dengan demikian, bank meru-

pakan lembaga finansial yang menekankan dampak sosial dan lingku-

ngan hidup atau kualitas hidup (quality of life) masyarakat atau lem-

baga qard al-hasan (fasilitas kebajikan).10

Secara umum, kebijakan yang paling efisien untuk mengatasi

kemiskinan adalah melalui pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan

berkelanjutan. Percepatan pertumbuhan ekonomi berperan sebagai

syarat dasar yang paling strategis bagi peningkatan kualitas kehidupan

rakyat. Elemen penting dalam mendukung percepatan pertumbuhan

ekonomi adalah mengoptimalkan kontribusi sektor keuangan dengan

membuka akses layanan jasa keuangan secara luas kepada masyarakat

dan pelaku usaha kecil seperti UMKM. Artinya harus ada upaya untuk

mendorong pemanfaatan sektor keuangan dalam perekonomian ma-

syarakat. Inilah esensi utama dari inklusi keuangan. Inklusi keuangan

adalah kegiatan menyeluruh yang bertujuan meniadakan segala bentuk

hambatan baik yang bersifat harga maupun nonharga terhadap akses

masyarakat dalam memanfaatkan layanan jasa keuangan. Yang

dimaksud hambatan harga adalah prasyarat seperti mesti menyetor

dana dengan besaran tertentu ketika membuka rekening di bank, mi-

salnya. Padahal tidak semua lapisan masyarakat bisa memenuhi syarat

minimal tersebut. Sedangkan hambatan nonharga biasanya berupa

persyaratan administratif yang terkadang dianggap memberatkan kon-

10

M. Dawam Rahardjo. “Inklusi Finansial, Kompas, 6 Januari 2014,

diunduh tanggal 4 Februari 2015.

6 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

sumen.

11

Kondisi masyarakat yang tergolong unbanked (belum tersentuh

oleh dunia perbankan) merupakan masalah cukup penting. Ada berba-

gai alasan menyebabkan masyarakat menjadi unbanked,12

baik dari

sisi supply (penyedia jasa) maupun demand (masyarakat), yaitu kare-

na price barrier (mahal), information barrier (tidak mengetahui),

design product barrier (produk yang cocok) dan channel barrier

(sarana yang sesuai). Keuangan inklusif mampu menjawab alasan

tersebut dengan banyaknya manfaat yang dapat dinikmati oleh ma-

syarakat, regulator, pemerintah dan pihak swasta, antara lain sebagai

berikut; 1) Meningkatkan efisiensi ekonomi, 2) Mendukung stabilitas

sistem keuangan, 3) Mengurangi shadow banking atau irresponsible

finance, 4) Mendukung pendalaman pasar keuangan, 5) Memberikan

potensi pasar baru bagi perbankan, 6) Mendukung peningkatan

Human Development Index (HDI) Indonesia, 7) Berkontribusi positif

terhadap pertumbuhan ekonomi lokal dan nasional yang sustain dan

berkelanjutan serta 8) Mengurangi kesenjangan (inequality) dan rigi-

ditas low income trap, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan

masyarakat yang pada akhirnya berujung pada penurunan tingkat

kemiskinan.13

Masalah inklusi keuangan (financial inclusion)14

tidak hanya

terjadi di Indonesia saja, namun juga di sejumlah negara lain. Tercatat

11

Lebih lanjut lihat Johansyah, D.A. “Inklusi Keuangan: Memperluas

Akses Keuangan untuk Bikin Rakyat Sejahtera.” Gerai Info-News Letter

Bank Indonesia Edisi XV, Juni 2011, Tahun 2. Diakses dari http://www.bi.

go.id/NR/rdonlyres/9648CAB6-4807-48C5-8E0FB2C4FA05D206/26533/

GIed15_juni2011_low.pdf 12

The unbanked adalah orang-orang tanpa rekening bank. Biasanya

mereka tidak memiliki rekening karena mereka bukan bagian dari masyarakat

arus utama. Mereka mungkin imigran atau orang-orang dalam kemiskinan

ekstrim yang tidak bisa membuka rekening (baik karena mereka tidak

memiliki uang, atau karena mereka tidak ingin memberikan informasi yang

diperlukan untuk membuka rekening). Disadur dari www.bankingabout.com. 13

Bank Indonesia, Keuangan Inklusif di Indonesia, diakses tanggal 6

Agustus 2016 dari http://www.bi.go.id/. 14

Global Financial Index mendefinisikan Inklusi keuangan yaitu kea-

daan di mana semua orang dewasa usia kerja memiliki akses yang efektif

terhadap kredit, tabungan, pembayaran, dan asuransi dari penyedia layanan

formal. Akses yang efektif melibatkan pelayanan yang nyaman dan responsif,

dengan biaya yang terjangkau kepada pelanggan dan berkelanjutan untuk

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 7

kepemilikan rekening di negara-negara maju (yaitu Eropa, Amerika

Serikat, dan negara-negara OECD) tahun 2011 berada rata-rata di atas

50% terhadap jumlah penduduknya.Hal ini berbanding terbalik de-

ngan di negara-negara sedang berkembang (yaitu Afrika, Amerika

Latin, Timur Tengah, dan Asia Timur) yang berkisar rata-rata 30%.15

Inklusi keuangan sangat bergantung pada tingkat pendapatan

masyarakat yang mengalami peningkatan secara merata (equitable).

Dimana pendapatan masyarakat di satu pihak meningkat sehingga me-

mungkinkan setiap orang untuk menabung dan di lain pihak bersifat

merata antarsektor ataupun wilayah di tingkat individu. Sementara itu,

tingkat pendapatan tergantung dari perluasan lapangan kerja yang

produktif dan remuneratif. Dalam konteks Indonesia, lapangan kerja

yang produktif dan remuneratif itu bersumber dari pengelolaan yang

efisien dan berkelanjutan terhadap kekayaan sumber daya alam, khu-

susnya yang terkait dengan lapangan kerja, yaitu sektor pertanian,

kelautan, dan kehutanan. Masyarakat Indonesia dewasa ini juga masih

menanggung beban kependudukan berupa kemiskinan massal yang

bersifat absolut dan struktural.16

Diskursus tentang keuangan inklusif dimulai sudah cukup lama,

namun tema ini menjadi sangat relevan ketika terjadi krisis ekonomi

yang menimpa Eropa dan Amerika pada tahun 2008. Pasca krisis di

Eropa dan Amerika, keuangan inklusif menjadi semakin sering diper-

penyedia, dengan hasil bahwa pelanggan dikecualikan secara finansial meng-

gunakan jasa keuangan formal daripada yang ada pilihan resmi (CGAP-

GPFI).

Menurut FTAF inklusi keuangan melibatkan penyediaan akses ke

berbagai jasa keuangan secara memadai yang aman, nyaman dan terjangkau

untuk ke-lompok rentan yang kurang beruntung dan lainnya, termasuk

berpenghasilan rendah, masyarakat perdesaan dan tidak berdokumen, yang

telah terlayani atau berada di luar dari sektor keuangan formal (FATF).

Menurut Bank Sentral India (RBI) inklusi keuangan adalah proses

untuk memastikan akses ke produk keuangan yang tepat dan jasa yang

dibutuhkan oleh semua bagian dari masyarakat dalam kelompok umum dan

rentan seperti masyarakat yang lemah dan kelompok berpenghasilan rendah

khususnya, dengan biaya yang terjangkau secara adil dan transparan dengan

diatur oleh lembaga"(RBI/Reserve Bank of India). 15

Laporan Global Financial Inclusion Index (Findex), 2011. 16

Ryan Kiryanto, “Strategi Implementasi Program Inklusi Keuangan

di Indonesia,” Info Bank, 27 August 2012, diakses tanggal 4 Pebruari 2015

dari http://www.infobanknews.com

8 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

bincangkan selain karena akibat krisis ekonomi, juga karena masih

belum meratanya masyarakat menikmati hasil-hasil pembangunan.

Selain itu, masih belum tercapainya target keuangan inklusif pada

masyarakat terutama di negara-negara sedang berkembang. Dampak

dari krisis bagi masyarakat kelompok bawah (the bottom of pyramid)

sangat dirasakan, seperti menurunnya pendapatan. The bottom of

pyramid yaitu kelompok pendapatan rendah dan tidak teratur, tinggal

di daerah terpencil, orang cacat/penyandang disabilitas, buruh yang

tidak mempunyai dokumen identitas legal, dan masyarakat pinggiran,

yang umumnya unbanked yang tercatat sangat tinggi di luar negara

maju.17

Dari berbagai pendapat di atas, terlihat bahwa keberadaan lem-

baga keuangan yang berkembang cukup pesat di Indonesia akan tidak

bermakna jika tidak didukung oleh keterlibatan masyarakat dalam

memanfaatkannya. Peneliti mencoba menelaah lebih lanjut bagaimana

strategi yang tepat agar persoalan biaya yang mahal, akses yang terlalu

jauh dan psikologis masyarakat yang takut berhubungan dengan bank

dapat diatasi dengan mendekatkan lembaga keuangan mikro ke

masyarakat, khususnya masyarakat pendapatan menengah ke bawah.

B. Potensi Lembanga Keuangan Mikro di Indonesia

Pada level bawah, pelayanan masyarakat terhadap lembaga

keuangan dilakukan oleh Lembaga keuangan mikro (LKM). LKM

banyak jenisnya, ada yang berbasis pedesaan maupun perkotaan.

Sebagai gambaran, di sebuah desa di Provinsi Bali terdapat lebih dari

lima hingga tujuh jenis LKM maupun bank yang melayani segmen

mikro, diantaranya Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Koperasi Unit

Desa (KUD), Koperasi Serba Usaha (KSU) atau Koperasi Simpan

Pinjam (KSP) yang didirikan oleh masyarakat, BPR, Teras BRI (Unit

Mikro BRI), dan Danamon Simpan Pinjam (DSP). Banyaknya jenis

LKM ini membuat mereka yang masih konvensional harus mampu

bersaing extra dengan LKM yang bersistem modern.18

Salah satu lembaga keuangan skala mikro yang cukup berperan

dalam membantu pengembangan usaha mikro kecil adalah Baitul

17

Bank Indonesia, “Keuangan Inklusif di Indonesia,” diakses tanggal

27 April 2015 dari http://www.bi.go.id/. 18

I Gde Kanjeng Baskara. “Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia,”

Jurnal Buletin Studi Ekonomi, Vol.18 No.2, Agustus 2013, h.118-119.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 9

Maal wat Tamwil (BMT). Selama kurun waktu tahun 1990-2000an,

BMT memiliki tingkat pertumbuhan di atas 30% jika dibandingkan

dengan rata-rata pertumbuhan perbankan nasional. BMT telah mampu

menyalurkan pembiayaan dibandingkan simpanan (Financing to De-

posit Ratio) rata-rata di atas 100%, masih lebih tinggi dibandingkan

rata-rata lembaga keuangan bank maupun non bank lainnya.

Partisipan keuangan mikro di Indonesia terdiri dari tiga kelom-

pok, yaitu: kelompok pertama, adalah lembaga atau institusi formal

dan non formal, kelompok kedua merupakan program keuangan mikro

baik yang diadakan pemerintah maupun lembaga-lembaga donor da-

lam dan luar negeri. Ketiga berupa partisipan individu yang biasanya

informal, tidak mempunyai kekuatan hukum dan menjalankan usa-

hanya secara ilegal, dalam kelompok ini termasuk para pemburu rente

seperti rentenir, ijon, gadai ilegal, kelompok arisan, dan lain-lain.19

Jumlah lembaga keuangan bank di Indonesia per September

2017 sebanyak 13 Bank Umum Syariah (BUS) dan 167 Bank Perkre-

ditan Rakyat Syariah (BPRS). Adapun jumlah jaringan kantor cabang

BUS sebanyak 1.850, sedangkan BPRS sebanyak 472 dan 1.189 kan-

tor cabang pembantu.20

Pada level mikro terdapat sekitar 432 BMT

yang tergabung dalam Inkopsyah (Induk Koperasi Syariah)21

di selu-

ruh Indonesia.

Dengan jumlah penduduk dewasa atau usia produktif sekitar

50% dari 260 an juta penduduk, jumlah bank umum relatif memadai

dengan rasio 1: 7.027 artinya setiap satu kantor bank umum melayani

7.027 orang dengan asumsi akses terhadap bank sudah optimal.22

Dari

rasio tersebut akan lebih optimal jika didukung dengan kemampuan

akses terhadap lembaga keuangan bagi seluruh lapisan masyarakat

tanpa memandang pendapatan. Namun demikian, sampai saat ini ke-

beradaan bank masih membutuhkan proses untuk mendekatkan ma-

syarakat agar mau berhubungan dan terlibat langsung dengan lembaga

keuangan bank.

19

Ibid., h.119. 20

Statistik Perbankan Indonesia, Oktober 2017, diakses tanggal 2

Januari 2018 dari http://www.bi.go.id/. 21

Data Induk Koperasi Syariah (Inkopsyah) per Oktober 2016, diakses

tanggal 15 Januari 2017 dari http://www.indukbmt.co.id/ diolah penulis. 22

Hasil perhitungan penulis didasarkan pada asumsi perkiraan jumlah

penduduk tahun 2016 dengan jumlah bank umum yang tercatat di Statistik

Perbankan Indonesia, September 2017. http://www.bi.go.id/.

10 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Terbatasnya orang di Indonesia yang mengenal bank merupa-

kan hal ironis melihat peranan bank sebesar 75,80 persen dari total

aset pembiayaan di Indonesia. Berdasarkan statistik perbankan Indo-

nesia, hingga Desember 2017, total pembiayaan perbankan nasional

sebesar 7.298.347 miliar rupiah. Jika dibandingkan dengan beberapa

tahun sebelumnya, pembiayaan tahun 2015 sebesar 6.050,884 miliar

rupiah, naik menjadi 6.680.292 miliar rupiah pada tahun 2016.23

Jumlah tersebut mengalami peningkatan secara konsisten, namun

sayangnya pembiayaan lebih banyak dinikmati oleh kelompok usaha

besar yang jumlahnya relatif kecil dibandingkan pelaku usaha mikro

kecil menengah yang mendominasi total pelaku usaha di Indonesia.

Pembiayaan atau kredit perbankan pada UMKM per April 2017

sebesar 908.943 miliar rupiah, atau 908 triliun rupiah.24

Sedangkan

total pembiayaan perbankan pada April 2017 sebesar 6.785.061 miliar

rupiah.25

Artinya persentase pembiayaan UMKM terhadap total pem-

biayaan perbankan sebesar 13.3%. Jumlah ini masih relatif kecil di-

bandingkan target yang dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia.

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 17/12/PBI/

2015 tanggal 25 Juni 2015 tentang Perubahan atas Peraturan bank

Indonesia Nomor 14/22/PBI/2012, dan PBI Nomor 14/22/PBI/2012

tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan

Bantuan Teknis dalam rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan

Menengah yang disertai ketentuan pendukungnya, yang mana dalam

PBI dimaksud diwajibkan untuk mengalokasikan kredit/pembiayaan

kepada UMKM, secara bertahap mulai dari 5% pada tahun 2015

hingga mencapai 20% akhir tahun 2018.26

Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LMKS) saat ini telah ber-

kembang pesat melebihi pesatnya perkembangan Lembaga Keuangan

Mikro jenis lainnya di Indonesia. Jumlah Lembaga Keuangan Mikro

Syariah yang masyarakat luas mengenalnya sebagai BMT (Baitul

Maal Wat Tamwil) saat ini telah mencapai lebih dari 4.000 unit di

23

Statistik Perbankan Indonesia (SPI) periode Desember 2017, diakses

tanggal 28 Februari 2018 dari http://www.ojk.go.id/. 24

Statistik Kredit UMKM April 2017, diakses tanggal 28 Februari

2018 dari http://www.bi.go.id/. 25

Statistik Perbankan Indonesia (SPI) periode Desember 2017, diakses

tanggal 28 Februari 2018 dari http://www.ojk.go.id/. 26

Peraturan Bank Indonesia No.17/12/PBI/2015, diakses tanggal 6

Maret 2016 dari http://www.bi.go.id/.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 11

seluruh Indonesia.27

Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan

UKM menyatakan koperasi jasa keuangan syariah (KJKS) dalam

bentuk Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) berkembang sangat signify-

kan. Hal ini tidak lepas dari perkembangan kinerja dari BMT secara

nasional di tahun 2015 telah mencapai aset sebesar Rp 4,7 triliun dan

jumlah pembiayaan sebesar Rp 3,6 triliun. Dengan perkembangan

kinerja tersebut, Deputi Bidang Kelembagaan dan UKM Kementerian

Koperasi dan UKM Setyo Heriyanto menyakini, BMT akan sangat

berperan sebagai lembaga keuangan mikro yang mampu menggerak-

kan sektor riil di masyarakat.28

Pertumbuhan BMT saat ini relatif stagnan karena beberapa hal,

diantaranya karena faktor internal dan eksternal. Faktor internal dise-

babkan oleh kualitas sumber daya manusia, keterbatasan sistem dan

keterbatasan modal. Sedangkan dari sisi eksternal yaitu belum adanya

kejelasan regulasi tentang badan hukum BMT, persaingan dengan

perbankan BUMN yang diwajibkan menyentuh sektor mikro dan di-

dukung oleh dana yang cukup besar dari APBN. Melambatnya per-

tumbuhan ekonomi juga memengaruhi terhadap serapan pembiayaan

yang dikelola BMT. Faktor-faktor tersebut pada akhirnya menurunkan

kemampuan inklusi BMT.

Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, pada tahun

2017, rasio pelaku UMKM dan wirausaha sekitar 3,1% dari jumlah

penduduk. Dari Jumlah pelaku usaha UMKM yang berjumlah sekitar

58 juta mampu memberikan kontribusi terhadap total PDB sekitar 57-

60%. UMKM juga mampu menyerap jumlah tenaga kerja sekitar 97%

dari total tenaga kerja nasional.29

Sekitar 60-70% dari UMKM belum

memiliki akses terhadap lembaga keuangan.

Seperti halnya pelaku usaha UMKM, kelompok yang masih

belum tersentuh akses keuangan adalah masyarakat miskin. Akses ter-

hadap simpanan ataupun kredit masih sangat terbatas. Mereka diang-

gap tidak layak bank dan tidak memiliki kemampuan mengelola peru-

sahaan dengan baik. Di samping itu masyarakat Indonesia yang terse-

bar dalam kepulauan yang sangat banyak masih sulit untuk dijangkau

27

Rizki, (2013). “Perkembangan BMT dari Tahun ke Tahun,” diakses

tanggal 22 Mei 2017 dari http://www.puskopsyahlampung.com/. 28

http://www.Republika.co.id./, Minggu, 22 Maret 2015. “Aset BMT

Indonesia Capai Rp 4,7 Triliun,” diakses 22 Mei 2016 29

Profil Binis UMKM diterbitkan oleh LPPI dan Bank Indonesia tahun

2015, diakses tanggal 26 Januari 2018 dari http://www.lisubisnis.com/.

12 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

oleh layanan perbankan.

C. Perspektif Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro dan

Inklusivitas

Kesenjangan akses modal masyarakat miskin terhadap perban-

kan di Indonesia sangat besar. Hal ini disebabkan oleh masyarakat

miskin tidak memiliki jaminan (collateral) yang bernilai ekonomis

sebagaimana disyaratkan oleh perbankan untuk memeroleh pinjaman.

Berdasarkan hasil survei Bank Dunia pada tahun 2014 sebagaimana

dikutip dalam Skalanews.com (2016), bahwa hampir 36% penduduk

dewasa di Indonesia yang memiliki rekening di bank. Dari jumlah

tersebut, sekitar 40% dalam bentuk tabungan (deposit account) dan

36% telah memiliki akses kredit perbankan.

Dari perspektif masyarakat atau konsumen, masih terdapat

masyarakat yang tidak mau berhubungan dengan bank atau lembaga

keuangan lainnya karena sulitnya persyaratan administrasi, terkait

dengan adanya keharusan memiliki Surat Izin Usaha serta laporan ke-

uangan yang layak dan sehat bagi para calon debitur. Hal ini juga

memberikan dampak belum inklusifnya lembaga keuangan bagi ma-

syarakat. Faktor lain adalah mahalnya margin yang ditetapkan oleh

bank syariah dibanding bank kovensional, khususnya dalam pembia-

yaan murabahah, menyebabkan daya saing bank syariah dibandingkan

bank konvensional makin menurun.

Bagi deposan (penabung) juga terdapat keengganan mengguna-

kan jasa bank syariah karena keuntungan atau bonus yang ditawarkan

bank syariah kurang menarik dibandingkan bank konvensional. Di

samping itu bagi masyarakat kelompok pendapatan rendah, menabung

merupakan kegiatan yang memakan biaya karena harus datang ke

bank, mengantri dan dipungut biaya administrasi yang relatif mahal.

Lembaga keuangan bank merupakan lembaga intermediasi anta-

ra pihak yang memiliki kelebihan modal dengan pihak yang membu-

tuhkan dana. Oleh sebab itu, keuangan inklusif diharapkan dapat

menjadi salah satu mekanisme dalam mengurangi kesenjangan sosial

dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin di Indonesia.

Keuangan inklusif dapat diwujudkan dengan memperkuat sinergi

antara bank dan lembaga keuangan non bank. Bank merupakan lem-

baga keuangan yang sangat luas cakupannya dan dapat menjadi landa-

san berpijak bagi keuangan inklusif terutama dalam hal pengadaan

modal.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 13

Dari berbagai penelitian terdahulu ada hal yang menurut Penulis

belum mendapatkan kajian yang memadai yaitu terkait strategi yang

paling tepat yang seharusnya dimiliki oleh Lembaga Keuangan Mikro

Syariah khususnya di Indonesia dalam pemberdayaan ekonomi ma-

syarakat dan meningkatkan inklusi dan literasi keuangan.

Diskursus tentang keuangan inklusif telah banyak diperbin-

cangkan sejak dua dekade terakhir. Terbukti dengan banyaknya pene-

litian yang dilakukan terkait dengan inklusi keuangan seperti di India,

China, Bangladesh, beberapa Negara maju yang tergabung dalam G-

20 dan negara berkembang seperti Indonesia, Pakistan, dan Malaysia.

Sadegh Bakhtiari (2006),30

meneliti tentang peranan keuangan

mikro dalam mengurangi kemiskinan. Hasil penelitiannya menunjuk-

kan bahwa keuangan mikro merupakan alat yang efektif bagi pengen-

tasan kemiskinan. Objek utama dalam penelitian ini ialah lembaga

keuangan mikro di 5 Negara, yakni Bangladesh, Indonesia, Thailand,

India, dan Filipina. Dijelaskan pula bahwa layanan keuangan mikro

dapat berkontribusi pada peningkatan alokasi sumber daya, promosi

pasar,31

dan teknologi yang baik dengan demikian keuangan mikro

dapat membantu dalam pertumbuhan ekonomi dan pembangunan.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa sektor keuangan informal me-

rupakan respon terhadap kekurangan dari sektor keuangan formal.

Terdapat kesamaan dengan penelitian ini dimana Penulis juga

mengkaji kemiskinan sebagai salah satu hal yang dapat ditanggulangi

dengan keuangan mikro.

Mohammed Obaidullah dan Amjed Muhammed Salem (2008)32

penelitiannya tentang proses inovasi pada Lembaga keuangan mikro.

Penelitian ini menjelaskan model keuangan mikro syariah yang di-

kembangkan oleh muslim Aid di Srilanka yang cukup berhasil dalam

penerapannya, yakni mengkombinasikan dua akad syariah dalam

kegiatan ekonomi khususnya dalam bidang pertanian. Akad tersebut

30

Sadegh Bakhtiari, “Microfinance and Poverty Reduction: Some

International Evidence”, Jurnal Bisnis Internasional dan Penelitian Ekonomi,

Volume 5, Desember 2006, p. 65. 31

Michael Waldman, The Signaling Role of Promotion: Further Theo-

ry and Empirical Evidence,‛ Journal of Labor Economic Vol.30 (1), (2012),

p. 95. 32

Muhammed Obaidulloh dan Amjed Muhammed Salem, “Innovation

in Islamic Microfinance: Lessons from Muslim AID’S Sri Lanka”, Islamic

Microfinance Working Paper Nomor 01-09 (2008), p.14.

14 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

ialah Salam yang digunakan dalam transaksi jual beli dan akad

mudharabah yang digunakan untuk kemitraan yakni bagi hasil. Model

ini dikembangkan untuk mengurangi eksploitasi ketergantungan pada

petani miskin terhadap para tengkulak dengan bunga yang tinggi

melalui pinjaman selama musim panen mereka. Model inovasi pada

keuangan mikro di Srilanka berbeda dengan di Indonesia, dimana

BMT di Indonesia masih dominan menggunakan akad murabahah dan

sedikit sekali yang menggunakan akad mudharabah karena keterbata-

san pemahaman pada akad dan keberanian dalam menanggung risiko.

Ehsan Habib Feroz dan Blake Goud (2009), 33

meneliti tentang

strategi Grameen dalam menurunkan angka kemiskinan dengan Model

La Riba (tidak menggunakan Riba). Ehsan menawarkan model pe-

ngembangan Lembaga Keuangan Mikro Syariah dengan mengguna-

kan metodologi Grameen kelompok yang digunakan sebagai alat

untuk pengentasan kemiskinan global. Metode Grameen Bank ini

merupakan sebuah sistem yang melibatkan unsur kelompok dalam

mengajukan pembiayaan. Pertama kali nasabah diberikan akses untuk

mendapatkan pembiayaan murabahah dengan pembayaran cicilan

yang tetap setiap periode pembayaran. Dengan cara itu akan lebih

mudah dalam proses pengelolaannya dan mudah juga dalam menya-

ring nasabah yang mengalami pembiyaaan bermasalah. Ketika nasa-

bah sudah terlihat baik dalam proses pembayarannya maka nasabah

akan diberikan kesempatan berikutnya untuk mengambil akad musya-

rakah. Proses pembagian keuntungan ataupun kerugian diperhitung-

kan secara adil dalam konsep ini. Diharapkan dengan model ini dapat

memberikan kesempatan bagi lembaga keuangan untuk menilai kem-

bali strategi mereka dalam hal pengentasan kemiskinan, dan bisnis

yang bertanggung jawab sosial. Berdasarkan penelitian tersebut,

Peneliti ingin menindaklanjuti penerapan model tersebut di BMT.

Siswanto (2009),34

dalam penelitiannya yang bertema Strategi

BMT dalam Memberdayakan Usaha Kecil dan Menengah, dengan

tujuan penelitian untuk mengidentifikasi dan menganalisis model

BMT yang dapat memberdayakan usaha kecil, serta dapat menemukan

33

Ehsan Habib Feroz dan Blake Goud, “Grameen La Riba Model: A

Strategy for Global Poverty Alleviation”, Jurnal Ekonomi Islam, Perbankan

dan Keuangan, Volume 5, 2009, p.77. 34

Siswanto, “Strategi Pengembangan Baitul Maal wat Tamwil (BMT)

dalam Memberdayakan Usaha Kecil dan Menengah”, Tesis pada Program

Pascasarjana Universitas Diponegoro (2009).

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 15

strategi dan upaya agar BMT mampu memberdayakan Usaha Kecil

Menengah. Penelitian ini menganalisa kelemahan dan pengembangan

kelebihan dari lembaga BMT dengan menggunakan teknik SWOT,

kemudian dilanjutkan dengan mengemukakan solusi dan strategi

dalam pengembangan BMT. Diantara kelemahan BMT adalah terdiri

dari a) faktor eksternal (tingkat kompetisi dengan pesaing, kolaborasi

atau kerja sama dengan lembaga keuangan, kebijakan pemerintah serta

faktor eksternal yang lain seperti LSM). b). faktor internal (produk

program pembiayaan dan tabungan, kompetensi manajemen serta

pengelolaan keuangan). Solusi yang ditawarkan terkait dengan perma-

salahan tersebut, a) harus memfokuskan diri pada visi dan penciptaan

image yang positif bagi masyarakat, prospek bisnis, kapasitas mana-

jemen, sistem teknologi, operasional dan risiko. Peneliti memandang

perlu menindaklanjuti penelitian ini dengan membuktikan bagaimana

faktor eksternal dan internal apakah sama atau berbeda dengan pers-

pektif ahli yang dijadikan responden pada penelitian ini.

Suhendar Sulaeman (2010),35

meneliti tentang Model Pengem-

bangan Baitul Mâl wa Tamwîl (BMT). Metode yang digunakan dalam

penulisan ini yakni (Analytic Network Process (ANP), metode ini

digunakan untuk dapat mengorganisasikan informasi dan berbagai

keputusan secara rasional agar dapat memilih alternatif yang paling

disukai. Bentuk badan hukum BMT di Indonesia, seperti Koperasi

Simpan Pinjam (KSP) atau KJKS, Koperasi Serba Usaha (KSU)

dengan kegiatan utama Unit Simpan Pinjam (USP) atau UJKS, kemu-

dian dalam bentuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dan BMT

lainnya. Dan hasil dari pengamatannya, penulis menyimpulkan bahwa

di pulau Jawa BMT yang berbentuk KSP lebih diminati, sedangkan di

luar pulau Jawa BMT dalam bentuk KSU yang lebih diminati. Kedua-

nya sebenarnya merupakan bentuk badan hukum koperasi, hanya saja

yang berbeda adalah KSP hanya memiliki usaha bidang simpan pin-

jam saja, berbeda dengan KSU yang menyediakan berbagai unit usaha

lainnya tetapi unit simpan pinjam biasanya menjadi unit yang besar

diantara unit yang lain.

Peneliti memandang bahwa pilihan badan hukum BMT masih

menjadi satu hal yang harus dibahas terutama berkaitan dengan konse-

35

Suhendar Sulaeman, “Analisis Model Pengembangan Baitul Maal

wat Tamwil”, (Jakarta: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Uni-

versitas Muhammadiyah, 2010), hal. 33.

16 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

kuensinya apakah berbadan hukum Lembaga keuangan mikro (LKM)

berbentuk PT atau koperasi.

Abdul Rahim Abdul Rahman (2010),36

melakukan penelitian

tentang Skema etis yang dijadikan alternatif pada keuangan mikro

islam dalam mengentaskan kemiskinan. Peneliti berpendapat bahwa

keuangan islam memiliki peran penting untuk memberikan kontribusi

dalam memajukan sosial ekonomi untuk masyarakat miskin (usaha

mikro) tanpa melibatkan unsur bunga di dalamnya. Dalam penelitian

ini, penulis menawarkan skema etika yang dapat disesuaikan dengan

tujuan keuangan mikro bagi masyarakat miskin. Skema tersebut

seperti, skema qardhul hasan dalam lingkup pemberian modal, skema

murabahah dalam lingkup pengadaan barang kebutuhan, dan terakhir

skema ijarah yang berhubungan dengan sewa menyewa.

Berbeda dengan penelitian di atas, untuk BMT yang diteliti

menggunakan skema qardhul hasan untuk bantuan bagi mereka yang

sangat membutuhkan dan dialokasikan dari dana zakat anggota yang

dikelola BMT. Namun skema qardhul hasan tidak digunakan dalam

pembiayaan usaha.

Asli Demirgūç-Kunt dan Leora Klapper (2013),37

dalam pene-

litiannya yang diterbitkan oleh World Bank menyatakan bahwa sema-

kin inklusif lembaga keuangan maka akan semakin besar peluang bagi

masyarakat dalam mendapatkan pelayanan keuangan seperti halnya

mereka mendapatkan tunjangan atau jaminan bagi orang-orang miskin

dan kelompok masyarakat yang kurang beruntung. Adanya akses

terhadap tabungan dan kredit melalui mekanisme perbankan, akan

mempermudah investasi pada aktivitas produktif sebagai salah satu

upaya mengembangkan jiwa kewirausahaan. Sebaliknya, kurangnya

akses, keterbatasan kepemilikan individu, jumlah tabungan informal

yang diinvestasikan untuk pendidikan atau menjadi wirausaha dan

perusahaan kecil yang mempunyai pendapatan terbatas cenderung

mendapatkan peluang pertumbuhan yang kecil. Hal inilah yang ber-

kontribusi terhadap ketidakadilan distribusi pendapatan dan partum-

36

Abdul Rahim Abdul Rahman, “Islamic Microfinance: An Ethical

Alternative to Poverty Alleviation”, Humanomics, Vol.26 No.4 (2010), p. 54 37

Kunt-Asli Demirgūç dan Leora Klapper, “Measuring Financial

Inclusion: Explaining Variation in Use of Financial Services across and

within Countries”, Brookings Papers on Economic Activity, Spring 2013,

Proquest, diunduh 27 Agustus 2014

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 17

buhan ekonomi yang lebih lambat.38

Demirguc-Kunt dan Klapper

menyatakan bahwa ada tujuh alasan adanya kesenjangan inklusi keua-

ngan di masyarakat yang diukur dengan skala enam, yaitu: 1) tidak

memiliki cukup uang, 2) terlalu mahal, 3) anggota keluarga lain telah

memiliki rekening, 4) jarak bank terlalu jauh, 5) tidak memiliki doku-

men pendukung, 6) alasan agama, dan 7) keberadaan sektor informal

yang cukup kuat sehingga mengurangi permintaan terhadap jasa per-

bankan.39

Penelitian ini ingin membuktikan bahwa BMT mampu

mengatasi sebagian dari tujuh alasan terjadinya kesenjangan inklusi

keuangan tersebut melalui strategi peningkatan inklusi bagi masyara-

kat miskin dan pengusaha mikro.

Muhammad Kamal Zubair (2015),40

dengan penelitian disertasi-

nya yang menganalisis tentang keberlanjutan Lembaga Keuangan

Mikro Syariah. Temuannya menunjukkan bahwa beberapa BMT

berkembang pesat dan terus memperluas bisnisnya sementara bebera-

pa BMT lain terancam bangkrut, rugi dan kemudian tutup, tidak

berjalan lagi sehingga mengancam keberlanjutan (sustainabilitas) dan

perkembangan lembaga keuangan mikro syariah tersebut dalam jang-

ka panjang ke depan. Model yang dibangun melalui penelitian ini

menunjukkan bahwa variabel-variabel penyusun faktor eksternal,

yaitu regulasi, pengawasan dan infrastruktur terbukti positif signifikan

memengaruhi sustainabilitas BMT, sedangkan variabel penyusun

faktor internal, dari lima variabel yang diteliti, yaitu sumber daya

manusia, manajemen, permodalan, jangkauan pasar dan inovasi pro-

duk, hanya dua variabel yang positif signifikan memengaruhi sustai-

nabilitas BMT, yaitu sumber daya manusia dan permodalan. Faktor-

faktor eksternal dan internal yang ditentukan memiliki pengaruh

terhadap sustainabilitas BMT adalah aspek regulasi, aspek pengawa-

san, aspek infrastruktur, aspek sumber daya manusia, dan aspek

permodalan. Aspek-aspek tersebut dapat dijadikan sebagai tuntunan

untuk meningkatkan kinerja BMT menuju sustainabilitas lembaga

keuangan mikro syariah melalui percepatan regulasi yang mandiri

38

Kunt-Asli Demirgūç dan Leora Klapper, “Measuring Financial

Inclusion…h.5 39

Kunt-Asli Demirgūç dan Leora Klapper, “Measuring Financial

Inclusion…h.6 40

Muhammad Kamal Zubair, “Sustainabilitas Lembaga Keuangan

Mikro Syariah”, disertasi di UIN Sunan Kalijaga tahun 2015, diakses tanggal

2 Maret 2018 dari http://www.digilib.uin-suka.ac.id/.

18 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

tentang BMT, optimalisasi peran dan fungsi pengawasan Dewan

Pengawas Syariah (DPS) BMT, pengembangan infrastruktur kelemba-

gaan BMT, peningkatan kapasitas sumber daya manusia pengelola

BMT dan penguatan sumber permodalan BMT. Hasil penelitian ini

lebih lanjut dapat dimanfaatkan untuk merancang kebijakan-kebijakan

yang diperlukan, untuk mendorong pengembangan BMT, sehingga

secara luas dan berkelanjutan mampu menjangkau dan memberdaya-

kan pelaku usaha mikro.

Berbeda dengan penelitian ini, Peneliti tidak memilah faktor

internal dan eksternal yang mempengaruhi keberlanjutan BMT. Faktor

yang memengaruhi keberlanjutan BMT yaitu SDM, produk, infra-

struktur dan legal. Namun untuk strategi keberlanjutan dipilah menja-

di strategi internal dan eksternal.

Edi Susilo (2015), 41

judul risetnya: Mengentaskan Kemiskinan

Dan Kebodohan Ummat Melalui Inklusi Keuangan Syariah (Sharia

Financial Inclusion). Metode penelitiannya menggunakan analisis

deskriptif. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa keberhasilan

keuangan inklusif industri keuangan syariah tidak bisa berdiri sendiri,

harus melibatkan semua pemangku kepentingan (stakeholders) dari

pusat sampai pemerintah kabupaten. Bank Indonesia dan Otoritas Jasa

Keuangan (OJK) sebagai regulator perbankan syariah perlu mendesain

instrumen regulasi yang berisi petunjuk operasional Bank Syariah

sebagai pelaksana untuk melakukan linkage program kepada Lembaga

Keuangan Mikro Syariah dalam penyaluran pembiayaan kepada ang-

gotanya. Kelemahan dari Lembaga Keuangan Mikro Syariah selama

ini adalah kesulitannya dalam menghimpun dana masyarakat (ang-

gota). Untuk itu diperlukan sinergi antara Bank Syariah dengan

Lembaga Keuangan Mikro Syariah dengan aturan atau regulasi yang

jelas dan manajemen risiko yang terukur. Bank Syariah sebagai

institusi yang menghimpun dana karena telah memiliki segala fasilitas

teknologi, jaringan, kemampuan SDM, payung hukum perlindungan

konsumen (nasabah) dan penjaminan, sedangkan lembaga keuangan

mikro syariah sebagai lembaga yang menyalurkan dana. Untuk mewu-

judkannya adalah dengan membuka kantor kas di setiap kantor BMT.

41

Edi Susilo, “Membangun Indonesia Berbasis Nilai-nilai Agama”,

Proceeding Seminar Nasional dan Call for Paper, diselenggarakan oleh

ADPISI (Asosiasi Dosen Pendidikan Islam Indonesia) di UNAIR, Surabaya

19-20 November 2015.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 19

Sinergi ini akan saling menguntungkan karena Bank Syariah tidak

perlu menyewa tempat untuk membuka kantor kas, BMT juga diun-

tungkan karena anggotanya yang selama ini menabung secara otoma-

tis menjadi nasabah Bank Syariah. Namun demikian penelitian ini

belum memberikan solusi model sinergi yang konkret terkait kendala

peningkatan inklusi keuangan.

Pada penelitian Susilo ditemukan bahwa sinergi dan dukungan

kelembagaan dari APEX, bank Syariah dan pemangku kepentingan

dalam mendukung inklusi keuangan sudah dilakukan, meskipun

belum secara optimal. Sehingga perlu diteliti lebih lanjut.

Abrista Devi & Aam S. Rusydiana (2016), 42

penelitian ini

melihat bentuk model pinjaman berbasis kelompok (Group Lending

Model) dan bagaimana dampaknya terhadap struktur sosial anggota-

nya. Penelitian ini juga mencoba memberikan solusi berupa analisis

strategi awal pengembangan Islamic GLM agar lebih efektif dan

efisien. Metode yang digunakan adalah Structural Equation Modeling

(SEM) dan Interpretive Structural Modeling. Berdasarkan pengukuran

beberapa indikator diantaranya adalah tingkat partisipasi masyarakat,

pemberdayaan masyarakat, repayment rate yang baik, cross reporting

yang baik, serta penerapan penalty sesuai dengan aturan yang berlaku.

Hasilnya menunjukkan bahwa dengan adanya program GLM masya-

rakat merasakan perbedaan baik dari kondisi ekonomi maupun sosial

dari sebelum dan setelah mengikuti program. Strategi pengembangan

untuk program GLM ini terbagi menjadi 7 level dengan elemen-ele-

men terpentingnya antara lain: Perlunya kesetaraan akses dana untuk

segala jenis institusi keuangan, baik perbankan maupun model pinja-

man berbasis kelompok, Perlunya peningkatan kualitas sumber daya

manusia sebagai pionir pelayanan model pinjaman berbasis kelompok

ini, serta Pentingnya keuangan inklusif pada seluruh sistem keuangan.

Berbeda dengan penelitian di atas, penelitian ini menemukan

bahwa tidak semua BMT menggunakan model pembiayaan berkelom-

pok, dengan melihat kondisi dan jangkauan masyarakat yang dilayani

42

Abrista Devi & Aam S. Rusydiana (2016) dalam risetnya yang

berjudul: “Islamic Group Lending Model (GLM) dan Keuangan Inklusif:

Studi Dampak dan Strategi Pengembangan”, Signifikan: Jurnal Ilmu Ekono-

mi Volume 5 (1), April 2016P-ISSN: 2087-2046; E-ISSN: 2476-9223 h. 51

– 68.

20 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

relatif jauh. Sehingga kemungkinan risiko pembiayaan individual akan

semakin tinggi.

Dari berbagai riset terdahulu, posisi penelitian ini dibandingkan

dengan penelitian lain adalah mencoba melihat apakah strategi yang

diterapkan oleh lembaga keuangan mikro khususnya BMT sudah cu-

kup efektif dalam mendukung kebijakan keuangan inklusif di Indone-

sia dengan menggunakan local wisdom dan local genuine yang dimili-

ki masyarakat wilayah kajian. Penelitian ini diarahkan kepada pene-

muan strategi penerapan inklusi dan literasi keuangan pada BMT

dengan pendekatan ekonomi dan sosiologi. Pendekatan ekonomi

digunakan untuk menganalisis manfaat dan dampak keuangan inklusif

dan literatif bagi kesejahteraan ekonomi masyarakat. Sedangkan pen-

dekatan sosiologis untuk melihat manfaat dan efektivitas BMT di

tengah masyarakat dan upayanya dalam meningkatkan peran serta

masyarakat di lembaga keuangan.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, diperoleh identi-

fikasi masalah lembaga keuangan mikro sebagai berikut:

a. Lembaga keuangan mikro yang sudah banyak menyentuh

kelompok miskin serta usaha mikro kecil menengah perlu

dimaksimalkan peranannya. Di antara lembaga keuangan

mikro yang cukup bertumbuh pesat saat ini adalah Baitul

Maal wat Tamwil (BMT). BMT umumnya beroperasi di

wilayah perkotaan dan pinggiran kota. Kota Bekasi, Depok

dan Tangerang memiliki pertumbuhan ekonomi yang relatif

tinggi, yaitu 5-6% per tahun,43

namun masyarakatnya belum

optimal memanfaatkan produk lembaga keuangan mikro

termasuk BMT.

b. Terbatasnya keterlibatan masyarakat salah satunya karena

banyak masyarakat yang masih enggan berhubungan dengan

bank karena persepsi bahwa berhubungan dengan bank cen-

derung sulit dan memakan waktu lama, prosedural dan harus

memenuhi berbagai persyaratan lain yang bersifat adminis-

tratif. Selama ini sebagian besar masyarakat menggunakan

kelompok-kelompok keuangan informal dalam memenuhi

kebutuhan pembiayaan. Seperti, lembaga swadaya masyara-

43

Hasil dari perhitungan BPS yang diukur dengan membandingkan

kinerja ekonomi tahun 2014 dibandingkan tahun 2015. Data diakses dari

http://www.bps.go.id/.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 21

kat maupun kreditor perorangan yang cenderung seperti

rentenir dalam mengenakan bunga pinjaman relatif tinggi.

Mereka inilah yang lebih gampang diakses masyarakat da-

lam memenuhi kebutuhan modal usaha maupun kepentingan

konsumtif.44

c. Pertumbuhan ekonomi ini akan cukup efektif jika ditopang

dengan keterlibatan masyarakat dalam bidang keuangan dari

berbagai lapisan masyarakat khususnya menengah ke bawah.

Akses dan keterlibatan di bidang keuangan berupa kepemi-

likan rekening tabungan dan kemudahan mendapatkan fasili-

tas pembiayaan dari lembaga keuangan baik bank maupun

non bank.

d. Pertumbuhan BMT dalam beberapa tahun ini relatif stagnan

karena beberapa hal, diantaranya karena faktor internal dan

eksternal. Faktor internal disebabkan oleh kualitas sumber

daya manusia, keterbatasan sistem, infrastruktur pendukung

dan keterbatasan modal. Sedangkan dari sisi eksternal yaitu

belum adanya kejelasan regulasi tentang badan hukum

BMT, persaingan dengan perbankan plat merah (BUMN)

yang diwajibkan menyentuh sektor mikro dan didukung oleh

dana yang cukup besar dari APBN. Melambatnya partum-

buhan ekonomi juga memengaruhi terhadap serapan pembia-

yaan yang dikelola BMT. Faktor-faktor tersebut pada akhir-

nya menurunkan kemampuan inklusi BMT.

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, penelitian ini meng-

kaji bagaimana pelaksanaan kebijakan keuangan inklusif pada lemba-

ga keuangan mikro yang berbadan hukum koperasi yaitu Baitul Mal

wat Tamwil dalam kaitannya dengan pemberdayaan ekonomi dan

sosial masyarakat. Rumusan masalah tersebut dirinci ke dalam tiga

pertanyaan yaitu:

1. Bagaimana peran BMT dalam mendukung kebijakan keua-

ngan inklusif di Indonesia ?

2. Sejauhmana kendala yang dihadapi BMT dalam meningkat-

kan keuangan inklusif ?

44

Hasil survey awal penulis terkait dengan perilaku masyarakat di

sekitar Kota Bekasi khususnya di wilayah Bekasi Timur.

22 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

3. Bagaimana peran BMT dalam memberdayakan usaha

mikro?

4. Bagaimana strategi keberlanjutan BMT dalam meningkatkan

keuangan inklusif ?

Batasan masalah yang dikaji dalam buku ini adalah mengenai:

1. Inklusi dan literasi keuangan yang dimaksud adalah kemu-

dahan akses dan pemahaman anggota tentang layanan keua-

ngan yang dilakukan oleh BMT.

2. Penelitian ini khusus mengkaji pelaksanaan keuangan liter-

aktif dan inklusif di BMT selama periode 2015-2017.

3. Penelitian dilakukan pada empat BMT yang mewakili tiga

wilayah yaitu: Depok, Tangerang, dan Bekasi.

Buku ini merupakan hasil penelitian yang telah melalui bebe-

rapa kali ujian di Sekolah Pascasarjana (SPS) UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, mulai dari Ujian Proposal, Ujian Work in Progress (WIP) 1

dan WIP 2, Ujian Pendahuluan, dan Ujian Promosi Doktoral. Buku ini

merupakan hasil penelitian di bidang keuangan mikro yang memiliki

tujuan secara umum untuk menganalisis strategi implementasi inklusi

dan literasi keuangan pada lembaga keuangan mikro BMT dengan

pendekatan ekonomi dan sosiologi.

Adapun tujuan khususnya yaitu: 1) Menjelaskan peran baitul

mal wat tamwil dalam mendukung kebijakan keuangan inklusif. 2)

Menguraikan kendala yang dihadapi BMT dalam meningkatkan keua-

ngan inklusif. 3) Memahami peran BMT dalam memberdayakan usa-

ha mikro, dan 4) Menjelaskan strategi keberlanjutan BMT dalam

meningkatkan keuangan inklusif.

Hasil penelitian yang dipaparkan dalam buku ini diharapkan

dapat menjadi salah satu referensi bagi kajian di bidang keuangan

mikro Islam khususnya terkait BMT. Penelitian ini juga diharapkan

dapat menjadi rujukan bagi pemerintah dalam mengembangkan kebi-

jakan keuangan inklusif dan literatif.

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi

bagi stakeholders di sekitar BMT, terutama dalam merumuskan kebi-

jakan yang berkaitan dengan peningkatan inklusi keuangan menuju

masyarakat yang well literate di bidang keuangan. Selanjutnya dapat

membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih merata

dan dinamis. Sejalan dengan program nasional di bawah Kementerian

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 23

Keuangan dan Program Dunia untuk peningkatan angka keterlibatan

dan aksesibilitas masyarakat dunia terhadap lembaga keuangan.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan kuantitatif.45

Penelitian kuantitif,46

dimana peneliti melakukan survei menggunakan

instrumen kuesioner dan panduan wawancara kepada para ahli, prak-

tisi dan penyusun kebijakan serta anggota/nasabah BMT. Wawancara

kepada ahli dan praktisi bertujuan mendapatkan pandangan tentang

implementasi dan peranan BMT dalam meningkatkan inklusi dan

literasi keuangan. Sedangkan dari anggota/nasabah diperoleh gamba-

ran tingkat pemahaman (literasi), keterlibatan (inklusi) dan manfaat

menjadi anggota BMT.

Adapun pendekatan kualitatif,47

yaitu dengan melakukan obser-

45

Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif atau kombinasi (mixed

method) adalah suatu metode penelitian yang mengombinasikan atau meng-

gabungkan antara metode kuantitatif dengan metode kualitatif untuk diguna-

kan secara bersama-sama dalam suatu kegiatan penelitian, sehingga diperoleh

data yang lebih komprehensif, valid, reliabel, dan objektif. (Sugiyono,

Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta,

2011), 404. Demikian pula pada Abbas Tashakkosi dan Charles Taddlie,

Mixed Methology Mengombinasikan Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 222. Bahwa jenis data campuran yang

memadukan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dalam hal metode penelitian

yang digunakan (seperti dalam tahap pengumpulan data), dan kajian model

campuran (mixed methods) memadukan dua pendekatan dalam semua

tahapan proses penelitian. Mixed methods juga dikatakan sebagai metolologi

yang memberikan asumsi filosofis dalam menunjukkan arah atau memberi

petunjuk cara pengumpulan data dan menaganalisis data serta perpaduan

pendekatan kuantitatif dan kualitatif melalui beberapa fase proses penelitian.

(John W. Creswell, and Vicki L. Plano Clark, Designing and Conducting

Mixed Methods Research (London: Sage Publication, 2008), h. 5. 46

Penelitian kuantitatif merupakan metode penelitian yang berlandas-

kan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau

sampel tertentu. Teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan seca-

ra random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis

data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang

telah ditetapkan. (Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan

R&D (Bandung: Alfabeta, 2012), h.7. 47

Metode kualitatif merupakan sebuah penelitian untuk mengetahui

satu obyek permasalahan melalui analisa mikro dan makro dengan cara bertu-

juan meneliti konteks komparasi pemikiran, struktur pemikiran dan implika-

sinya, observasi realitas sosial, dan relevansi antar satu pemikiran dengan

24 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

vasi literatur dan hasil riset sebelumnya untuk mendapatkan kerangka

teori dan membangun argumentasi, menyimpulkan contoh dan impli-

kasinya serta untuk memperkuat data-data dan analisis yang bersifat

kuantitatif, untuk saling melengkapi deskripsi hasil studi mengenai

fenomena yang diteliti dan memperkuat analisis penelitian.

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sosiologi ekono-

mi. Smelser dan Swedberg (2005) mengemukakan definisi sosiologi

ekonomi dengan mengadopsi pendapat Weber maupun Durkheim,

bahwa sosiologi ekonomi merupakan sub disiplin sosiologi yang

memfokuskan bidang studi pada bagaimana aktor atau masyarakat

memenuhi kebutuhan hidup mereka.48

Sosiologi ekonomi sebagaimana dikutip dari en.wikipedia.org

didefinisikan sebagai berikut:

Economic sociology can be defined as the sosciological perspective

applied to economic phenomena. A similar but more elaborate version

is the application of the frames of reference, variables, and expla-

natory models of sociology to that complex of activities which is con-

cerned with the production, distribution, exchange, and consumption

of scarce good and services.

Dengan kata lain sosiologi ekonomi sebagai perspektif sosiologis yang

diterapkan pada fenomena ekonomi. Versi yang serupa tetapi lebih

rumit adalah penerapan kerangka acuan, variabel, dan model penje-

lasan sosiologi pada kerumitan kegiatan yang berkaitan dengan pro-

duksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa yang

langka.

Pendekatan ini digunakan dalam menjelaskan pola interaksi

masyarakat menggunakan BMT sebagai salah satu instrumen dalam

memenuhi kebutuhan, baik yang berkaitan dengan tujuan produksi

pemikiran yang lain. Sharlene Nagy Hesse-Biber and Patricia Leavy.

Aproaches to Qualitative Research, (New York: Oxford University Press,

2004), h.1. Baca pula Robert Bogdam dan Steven J. Tailor, Introduction to

Qualitative Research Methods (New York: Jhon Wiley & Son 1975), 4,

bahwa Penelitian kualitatif adalah penelitian yang berusaha untuk mendes-

kripsikan data berupa tulisan, kata-kata, atau tingkah laku yang dapat diamati. 48

Ketut Gede Mudiarta, “Perspektif dan Peran Sosiologi Ekonomi da-

lam Pembangunan Ekonomi Masyarakat”, Forum Penelitian Agro Ekonomi,

Vol. 29 (1), Juli 2011), h. 56.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 25

yaitu memperoleh modal melalui BMT maupun tujuan konsumsi ter-

utama untuk membeli barang-barang yang bersifat tahan lama. Di

samping itu untuk tujuan distribusi dimana masyarakat dapat mem-

peroleh pembiayaan dari BMT untuk membantu kelancaran kegiatan

perdagangan melalui usaha pertokoan, warung kecil dan berdagang

keliling.

Pola interaksi dengan motivasi agama juga dapat diamati dalam

penelitian ini karena salah satu aktivitas BMT adalah membina spiri-

tual dan mengenalkan ekonomi islam kepada masyarakat. Sehingga

ada motif agama dibalik aktivitas masyarakat yang terlibat di BMT.

Pendekatan ekonomi digunakan untuk memahami motif dan

pola pelayanan produk baik berupa simpanan maupun pembiayaan

yang dilakukan BMT terhadap anggotanya, dan sebaliknya motif

masyarakat memanfaatkan produk BMT. Sedangkan pendekatan

sosiologi untuk melihat sejauhmana perilaku masyarakat menyikapi

dan memanfaatkan keberadaan BMT di lingkungannya.

Penelitian mengambil lokasi di wilayah Depok, Tangerang dan

Bekasi. Alasannya wilayah tersebut memiliki jumlah BMT cukup

besar yaitu lebih dari 1000 BMT yang tersebar sebagian besar di wila-

yah Jawa Barat dan Banten. Selain itu ketiga wilayah tersebut memi-

liki pertumbuhan ekonomi relatif tinggi dibanding wilayah lainnya.49

Dalam penelitian ini data yang digunakan terdiri dari data

primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawan-

cara, nilai persepsional kuesioner ANP dan observasi lapangan. Proses

wawancara mendalam (indepth interview) dengan melibatkan pakar,

praktisi, dan anggota/nasabah yang memiliki pemahaman tentang per-

masalahan yang dibahas.

Data pendukung (sekunder) berasal dari artikel jurnal penelitian

terkait, statistik perbankan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan

(OJK), Badan Pusat Statistik, Kementerian Koperasi dan UKM, Induk

Koperasi Syariah, Pusat BMT, dan sumber lain yang relevan. Data

dikumpulkan melalui beberapa tahap, yaitu wawancara mendalam

(depth interview) dan observasi.

Setelah indepth interview kemudian dilanjutkan dengan pengi-

sian kuesioner pada pertemuan kedua dengan responden. Pemilihan

responden pakar dan praktisi pada penelitian ini dilakukan dengan

49

Hasil wawancara didukung data Puskopsyah (Pusat Koperasi Sya-

riah), 2015.

26 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

mempertimbangkan pemahaman responden terhadap permasalahan

dalam pengembangan BMT di Indonesia. Jumlah responden dalam

penelitian ini sebanyak sembilan orang terdiri dari empat orang prak-

tisi BMT, satu orang akademisi, dua orang pakar BMT dan dua orang

perumus kebijakan, dengan pertimbangan berkompeten di bidangnya.

Syarat responden yang valid dalam ANP (Analytic Network Process)

adalah bahwa mereka adalah orang-orang yang menguasai atau ahli di

bidangnya, memiliki pengalaman atau sebagai praktisi pada bidang

yang relevan dengan objek penelitian.

Untuk mendukung pembuktian tingkat literasi dan inklusi

dilakukan penyebaran kuesioner kepada anggota BMT mewakili dari

BMT yang dijadikan objek penelitian sebanyak 30 orang. Di samping

wawancara, peneliti juga melakukan observasi kepada pengurus/kar-

yawan BMT dalam melakukan pelayanan kepada anggota maupun

masyarakat secara umum.

Analisis data menggunakan metode ANP (Analytic Network

Process).50

ANP adalah teori matematis yang pertama yang membuat

metode ini memungkinkan seorang pengambil keputusan menghadapi

faktor-faktor yang saling berhubungan (dependence) serta umpan

balik (feedback)nya secara sistematis. Dalam bahasa lain, ANP meru-

pakan satu dari metode pengambilan keputusan berdasarkan banyak

kriteria atau Multiple Criteria Decision Making (MCDM) yang di-

kembangkan oleh Thomas L. Saaty. Metode ini merupakan pengem-

bangan dari metode AHP (Analytic Hierarchy Process).51

Kelebihan ANP dari metode lain adalah kemampuannya untuk

membantu para pengambil keputusan dalam melakukan pengukuran

dan sintesis sejumlah faktor-faktor dalam hierarki atau jaringan.

Banyak kelebihan dari metode ANP yang diperkenalkan oleh T.

Saaty, di antaranya adalah kesederhanaan konsep yang ditawarkan.

Menurut Saaty, dari kesederhanaan metodenya membuat ANP men-

jadi metode yang lebih umum dan lebih mudah diaplikasikan untuk

studi kualitatif yang beragam, seperti pengambilan keputusan, per-

amalan (forecasting), evaluasi, pemetaan (mapping), strategizing,

alokasi sumber daya dan sebagainya.

50

Saaty, T.L dalam Hendri Tanjung (2013), Metodologi Penelitian

Ekonomi Islam, Jakarta: Gramata Publishing, h.214. 51

Hendri Tanjung dan Abrista Devi, Metodologi Penelitian Ekonomi

Islam (Jakarta: Gramata Publishing, 2013) h. 214

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 27

Pada umumnya penelitian kualitatif hanya mendeskripsikan

hasil penemuan yang ada di lapangan tanpa melakukan sintesis lebih

dalam. Terlebih lagi jika dibandingkan dengan metode AHP, ANP

memiliki banyak kelebihan seperti perbandingan yang dihasilkan lebih

objektif, kemampuan prediktif yang lebih akurat, dan hasil yang lebih

stabil. ANP lebih bersifat general dari AHP yang digunakan pada

multi-criteria decision analysis. Struktur AHP merupakan suatu deci-

sion problem dalam bentuk tingkatan suatu hierarki, sementara ANP

menggunakan pendekatan jaringan tanpa harus menetapkan level

seperti hierarki yang digunakan dalam AHP.52

Ascarya yang dikutip Hendri Tanjung (2013)53

menyatakan

bahwa tujuan ANP adalah mengetahui keseluruhan pengaruh dari

setiap elemen. Oleh karena itu, semua komponen perlu diatur dalam

suatu kerangka kerja hierarki control dan jaringan. Tidak ada kete-

tapan baku bagaimana membuat suatu kerangka kerja, namun harus

sesuai dengan teori-teori/penelitian sebelumnya dan benar-benar me-

nggambarkan masalah yang sedang terjadi sekarang (masa berlang-

sungnya penelitian). Setelah kerangka kerja dirumuskan, perban-

dingan pasangan dan sintesis dilakukan untuk memeroleh urutan

prioritas dari sekumpulan komponen ini. Lalu diturunkan pengaruh

dari elemen dalam feedback dengan memerhatikan masing-masing

komponen. Selanjutnya hasil dari pengaruh ini dibobot dengan tingkat

kepentingan dari kriteria, dan ditambahkan untuk memeroleh penga-

ruh keseluruhan dari masing-masing elemen.

Beberapa prinsip dasar ANP, yaitu:

1. Dekomposisi. Masalah-masalah yang dikumpulkan dengan mela-

kukan studi lapangan ketika penelitian berlangsung merupakan ma-

salah yang sangat kompleks. Untuk menstruktur masalah-masalah

yang kompleks tersebut perlu didekomposisikan ke dalam suatu

jaringan dalam bentuk komponen-komponen, cluster-cluster, sub-

cluster, dan alternatif. Mendekomposisikan masalah ke dalam

bentuk kerangka kerja hierarki atau feedback dapat juga dikatakan

dengan membuat model dengan pendekatan ANP.

2. Penilaian komparasi. Prinsip ini diterapkan untuk melihat perban-

dingan pasangan (pairwise) dari semua jaringan/hubungan/penga-

ruh yang dibentuk dalam suatu kerangka kerja. Hubungan tersebut

52

Hendri Tanjung (2013), Metodologi Penelitian Ekonomi … h. 214 53

Hendri Tanjung (2013), Metodologi Penelitian Ekonomi … h. 218

28 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

dapat berupa hubungan antar elemen-elemen dalam suatu kompo-

nen yang berbeda atau hubungan antara satu elemen dengan

elemen lainnya dalam satu komponen yang sama. Semua pasangan

perbandingan itu digunakan untuk memeroleh hasil prioritas

”lokal” elemen-elemen dalam setiap komponen. Untuk melakukan

penilaian komparasi ini berlaku aksioma resiprokal. Jika terdapat n

elemen, maka matriks perbandingan komparasi sejumlah n x n.

Karena itu, banyaknya penilaian yang diperlukan untuk menyusun

matriks tersebut adalah: n (n-1)/2. Untuk memeroleh hasil prioritas

“lokal” dari setiap matriks penilaian perbandingan pasangan kemu-

dian dicari nilai eigenvector. Hasil dari prioritas “lokal” tersebut

dihitung untuk menghasilkan prioritas “global” dan inilah yang

disebut dengan komposisi hierarki atau sintesis. Prioritas lokal

merupakan prioritas dalam satu elemen. Sedangkan prioritas global

merupakan prioritas yang diperoleh dari total prioritas antar

elemen.

3. Konsistensi. Konsisitensi dalam ANP dibagi menjadi dua jenis.

Pertama, diukur berdasarkan objek-objek (elemen) yang akan

diperbandingkan. Kedua, konsistensi juga terdapat ketika akan

melakukan perbandingan pasangan. Penilaian perbandingan pasa-

ngan akan selalu konsisten jika elemen yang dibandingkan hanya

dua. Namun akan lebih sulit jika elemennya lebih dari dua.

Analytic Network Process (ANP) mempunyai landasan aksioma

yang menjadi landasan teorinya yaitu:54

1. Resiprokal, jika aktivitas X memiliki tingkat kepentingan 6 kali

lebih besar dari aktivitas Y, maka jika kedua aktivitas tersebut

diperbandingkan, aktivitas Y memiliki nilai resiprokal dibanding-

kan aktivitas X, yaitu Y besarnya 1/6 dari aktivitas X.

2. Homogenitas, aksioma ini menyatakan bahwa elemen-elemen yang

akan dibandingkan tidak memiliki perbedaan terlalu besar. Jika

perbandingan terlalu besar maka akan berdampak pada kesalahan

penilaian yang lebih besar. Skala penilaian menggunakan rentang

nilai 1 sampai 9.

54

Ascarya dalam Hendri Tanjung (2013), Metodologi Penelitian

Ekonomi Islam, Jakarta: Gramata Publishing, h. 219.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 29

Tabel 1.1 Definisi Rentang Penilaian dan Tingkat Kepentingan

Definition Intensity of

Importance

Equal Importance/Sama Penting 1

Weak/Lemah 2

Moderate importance/Cukup Penting 3

Moderate plus/ 4

Strong importance/Sangat Penting 5

Strong Plus/Agak Kuat 6

Very strong or demonstrated

importance/Sangat Kuat atau Sangat

Penting

7

Very, very strong/Sangat 8

Extreme importance 9

Sumber: Saaty, 2006

3. Prioritas; yaitu pembobotan secara absolut dengan menggunakan

skala interval (0,1) dan sebagai ukuran dominatif relatif.

4. Dependence condition; diasumsikan dapat dikomposisikan ke da-

lam komponen-komponen yang membentuk bagian berupa klaster.

Setiap elemen dan komponen yang digambarkan dalam jaringan

kerangka kerja baik hierarki maupun feedback, betul-betul dapat

mewakili agar sesuai dengan kondisi yang ada dan hasil sesuai

yang diharapkan.

Metode ANP mampu menangani saling ketergantungan antar

unsur-unsur dengan memperoleh bobot gabungan melalui pengemba-

ngan dari supermatriks. Supermatriks terdiri dari tiga tahap (www.

superdecisions.com) yaitu:

1. Tahap supermatriks tanpa bobot (unweighted supermatrix) yang

merupakan supermatriks yang terdiri dari bobot yang diperoleh

dari matriks perbandingan (pairwise)

2. Tahap supermatriks terbobot (weighted supermatrix) adalah super-

matriks yang didapatkan dengan mengalikan semua elemen di

dalam komponen dari unweighted supermatrix dengan bobot clus-

ter yang sesuai sehingga setiap kolom pada weighted supermatrix

memiliki jumlah 1. Apabila kolom pada unweighted supermatrix

30 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

telah memiliki jumlah 1, maka tidak perlu membobot komponen

tersebut pada weighted supermatrix.

3. Tahap supermatriks batas (limit supermatrix) merupakan super-

matriks yang diperoleh dengan menaikkan bobot dari weighted

supermatrix. Menaikkan bobot tersebut dengan cara mengalikan

supermatriks itu dengan nilainya sendiri sampai beberapa kali.

Ketika bobot pada setiap kolom memiliki nilai yang sama, maka

limit matrix telah stabil dan proses perkalian matriks akan terhenti.

Dari hasil akhir perhitungan akan memberikan bobot prioritas dan

sintesis. Prioritas adalah bobot dari semua elemen dan komponen.

Di dalam prioritas terdapat bobot limiting dan bobot normalized by

cluster. Bobot limiting adalah bobot yang diperoleh dari limit

supermatrix, sedangkan bobot normalized by cluster adalah pem-

bagian antara bobot limiting elemen dengan jumlah bobot limiting

elemen-elemen pada suatu komponen. Sintesis adalah bobot dari

alternatif. Pada sintesis terdapat bobot berupa ideals, raw, dan

normal. Bobot normals adalah hasil bobot alternatif seperti terda-

pat pada bobot normalized by cluster prioritas. Bobot raw adalah

hasil bobot alternatif seperti terdapat pada bobot limiting prioritas

atau limit matrix. Bobot ideals merupakan bobot yang diperoleh

dari pembagian antara bobot normals pada setiap alternatif dengan

bobot normal terbesar diantara alternatif-alternatif tersebut.

Langkah-langkah dalam penelitian dengan metode ANP adalah

sebagai berikut:

1. Melakukan wawancara yang mendalam tentang permasalahan

yang dikaji kepada pakar dan praktisi yang memahami dan

menguasai masalah secara komprehensif.

2. Menyusun kuesioner perbandingan (pair-wise comparison) ber-

dasarkan pada jaringan ANP yang telah dibuat.

3. Melakukan wawancara kedua berupa pengisian kuesioner kepa-

da pakar dan praktisi.

4. Melakukan sintesis dan proses data (hasil survey dalam bentuk

pengisian kuesioner) dengan menggunakan software ANP

(Superdecisions) yaitu media yang digunakan untuk mengapli-

kasikas metode ANP. Software ini dikembangkan oleh William

J. Adams yang bekerja sama dengan Thomas L. Saaty dan

Rozann W. Saaty pada tahun 2003. Hasil dari output ANP digu-

nakan untuk menganalisis dan mengajukan rekomendasi

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 31

strategi.55

Secara lebih rinci tahapan proses penelitian dengan metode

ANP sebagai berikut:

Gambar 1.1 Tahapan Penelitian ANP

Sumber: Ascarya (2010)

1. Konstruksi Model

Konstruksi model ANP disusun berdasarkan literature revi-

ew secara teori maupun empiris dan memberikan pertanyaan pada

pakar dan praktisi BMT serta melalui indepth interview untuk

mengkaji informasi secara lebih dalam untuk memeroleh permasa-

lahan yang sebenarnya.

2. Kuantifikasi Model

Tahap kuantifikasi model menggunakan pertanyaan dalam

kuesioner ANP berupa pairwise comparison (pembandingan pasa-

ngan) antar elemen dalam klaster untuk mengetahui mana diantara

keduanya yang lebih besar pengaruhnya (lebih dominan) dan

seberapa besar perbedaannya melalui skala numerik 1-9. Data hasil

penilaian kemudian dikumpulkan dan diinput melalui software

55

Wave Gupita, 2016, e-journal.uajy.ac.id/10886/3/2/2TI06832.pdf,

diakses tanggal 16 Februari 2019.

32 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

super decision untuk diproses sehingga menghasilkan output ber-

bentuk prioritas dan supermatriks. Hasil dari setiap responden akan

diinput pada jaringan ANP tersendiri.56

3. Sintesis dan Analisis

Pada tahap sintesis dan analisis digunakan beberapa rumus

berikut:

a. Geometric Mean

Untuk mengetahui hasil penilaian individu dari para

responden dan menentukan hasil pendapat pada satu kelompok

dilakukan penilaian dengan menghitung geometric mean (Saaty,

2006). Pertanyaan berupa perbandingan (Pairwise comparison)

dari responden akan dikombinasikan sehingga membentuk suatu

konsensus. Geometric mean merupakan jenis penghitungan rata-

rata yang menunjukkan tendensi atau nilai tertentu dimana memi-

liki formula sebagai berikut 57

:

(1.1)

b. Rater Agreement

Rater agreement adalah ukuran yang menunjukkan tingkat

kesesuaian (persetujuan) para responden (R1-Rn) terhadap suatu

masalah dalam satu klaster. Adapun alat yang digunakan untuk

mengukur rater agreement adalah Kendall’s Coefficient of Concor-

dance (W;0 < W≤ 1). W=1 menunjukkan kesesuaian yang sem-

purna.58

56

Ascarya (2011), “The Persistence of Low Profit and Loss Sharing

Financing in Islamic Banking: The Case of Indonesia” Review of Indonesia

economic and Business Studies Vol. 1 LIPI Economic Research Center. 57

Ascarya (2011), “The Persistence of Low Profit and Loss Sharing

Financing in Islamic Banking: The Case of Indonesia” Review of Indonesia

economic and Business Studies Vol. 1 LIPI Economic Research Center. 58

Ascarya dan Yumamita, Diana (2010), “Determinan dan Persistensi

Margin Perbankan Konvensional dan Syariah di Indonesia” working paper

series No.WP/10/04. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank

Indonesia.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 33

Untuk menghitung Kendall’s (W), yang pertama adalah

dengan memberikan ranking pada setiap jawaban kemudian men-

jumlahkannya.

(1.2)

Nilai rata-rata dari total ranking adalah:

(1.3)

Jumlah kuadrat deviasi (S), dihitung dengan formula:

(1.4)

Sehingga diperoleh Kendall’s W, yaitu:

(1.5)

Jika nilai pengujian W sebesar 1 (W=1), dapat disimpulkan

bahwa penilaian atau pendapat dari para responden memiliki kese-

suaian yang sempurna. Sedangkan ketika nilai W sebesar 0 atau

semakin mendekati 0, maka menunjukkan adanya ketidaksesuaian

antarjawaban responden atau jawaban bervariatif.59

Pada penelitian ini, untuk penerapan dalam model ANP, dibuat

klaster-klaster secara keseluruhan dibagi menjadi empat klaster, yaitu:

tujuan, problem/masalah, solusi, dan strategi. Penyusunan klaster ini

didasarkan pada struktur model ANP dan hasil identifikasi persoalan

BMT dari proses dekomposisi melalui kajian literatur dan hasil

59

Ascarya, “The Persistence of Low Profit and Loss Sharing Financing

in Islamic Banking: The Case of Indonesia”, Review of Indonesia Economic

and Business Studies Vol. 1, (Jakarta: LIPI Economic Research Center,

2011).

34 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

wawancara mendalam dengan praktisi dan ahli BMT.

Klaster 1:

Tujuan: Meningkatkan inklusi dan literasi keuangan pada BMT

Klaster 2:

Masalah, terdiri dari: Masalah SDM, Legal, Infrastruktur, dan produk.

Setiap masalah, terdiri dari kriteria dan subkriteria yang

diuraikan sebagai berikut:

a. Masalah SDM, terdiri dari:

1) Keahlian:

a) Penguasaan produk;

b) Penguasaan fiqih muamalah;

c) Pemahaman konsep pelayanan;

d) Keahlian membina nasabah/anggota;

e) Keahlian membangun jaringan.

2) Kemampuan:

a) Spiritual capacity;

b) Social capacity;

c) Knowledge capacity;

d) Financial capacity;

e) Economic capacity.

b. Masalah Legal, terdiri dari:

1) Transformasi badan Hukum BMT menuju KSPPS/USPPS atau

LKMS

a) Sosialisasi aturan badan hukum BMT kepada pengelola;

b) Pemahaman pengelola tentang peraturan dan konsekuensi

badan hukum BMT;

c) Konsekuensi pilihan Badan Hukum terhadap kinerja

BMT.

2) Konsistensi peraturan pada BMT/Koperasi Syariah/LKMS

a) Konsistensi aturan dalam hal ruang lingkup usaha;

b) Konsistensi Peraturan tentang Pengembangan usaha;

c) Efektivitas peraturan memengaruhi kinerja BMT.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 35

3) Unfairness policy (kebijakan yang tidak adil) antar lembaga

keuangan

a) BMT diperlakukan berbeda dibanding LK lainnya;

b) Perbedaan kebijakan menyebabkan BMT sulit berkem-

bang;

c) Kebijakan tidak adil membuat BMT kurang memiliki

daya saing.

4) Penguatan fungsi baitul maal:

a) Pemberdayaan sosial;

b) Intermediasi keuangan;

c) Pemberdayaan ekonomi;

d) Pengembangan usaha anggota;

e) Kesejahteraan anggota.

c. Masalah infrastruktur, terdiri dari:

1) Jejaring asosiasi dengan koperasi sekunder

a) Memanfaatkan jejaring melalui organisasi kemasyara-

katan;

b) Membangun komunikasi dengan koperasi sekunder;

c) Menjalin kerjasama dengan stakeholder di lingkungan

BMT.

2) Ketersediaan IT

a) IT yang memiliki kesesuaian dengan kebutuhan BMT;

b) IT yang mendukung operasional BMT;

c) IT yang up to date dengan perkembangan teknologi.

3) Standardisasi sistem

a) Sistem pelayanan nasabah/anggota;

b) Sistem manajemen dan administrasi BMT/KSPPS;

c) Sistem rekrutmen dan pengembangan SDM;

d) Sistem pelaporan keuangan.

4) Kesiapan IT

a) Pendayagunaan IT sederhana berbasis smartphone;

b) Membangun kerjasama dengan provider telekomunikasi.

36 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

5) Akselerasi teknologi

a) Meningkatkan kemampuan layanan BMT dengan meng-

gunakan akses layanan smartphone;

b) Meningkatkan kemampuan SDM dalam aplikasi berbasis

smartphone;

c) Adaptif terhadap perubahan teknologi.

d. Masalah Produk, terdiri dari:

1) Keragaman Produk

a) Diversifikasi produk dalam rangka peningkatan minat

nasabah;

b) Menciptakan produk yang dibutuhkan nasabah;

c) Keragaman produk dapat meningkatkan profit BMT.

2) Pemahaman produk

a) Meningkatkan pemahaman nasabah terhadap produk

BMT/KSPPS;

b) Meningkatkan kemampuan teller dan administrator

dalam memahami produk BMT/KSPPS;

c) Memberikan pemahaman tentang keamanan produk/jasa

BMT kepada nasabah/anggota.

3) Pengembangan produk berbasis local genuine

a) Melakukan riset dan analisis keunggulan masyarakat

sekitar;

b) Menciptakan produk yang berbasis keunggulan lokal;

c) Adaptif dengan perubahan pola kegiatan ekonomi

masyarakat.

Klaster 3:

Solusi Strategi Peningkatan Inklusi dan Literasi Keuangan

Klaster 4:

a. Strategi Internal:

1) Pelatihan SDM BMT;

2) Menjaga karakter BMT yang unik dibanding lembaga keua-

ngan (LK) lainnya;

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 37

3) Penguatan fungsi BMT.

b. Strategi Eksternal:

1) Strategi pemasaran produk;

2) Standardisasi IT;

3) Memperkecil assymetric information;

4) Menerapkan konsep social inclusion;

5) Kerjasama dengan badan ekonomi kreatif (BEKRAF);

6) Menerapkan kebijakan yang fair;

7) Melakukan inovasi;

8) Adanya dukungan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Berdasarkan identifikasi masalah dan arah kebijakan pening-

katan literasi dan inklusi keuangan, selanjutnya terbentuklah jaringan

struktur ANP dengan menggunakan software Superdecisions.

Gambar 1.2 Model Jaringan ANP (versi sederhana), diolah dengan

Software Superdecisions, 2017

38 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Berdasarkan model jaringan ANP, kemudian dikembangkan

kuesioner yang merupakan rangkaian pernyataan yang terdiri dari

berbagai klaster dan aspek yang ada dalam model. Kuesioner meng-

gambarkan secara lebih jelas berbagai aspek dan pengaruhnya terha-

dap aspek lain melalui ukuran skala 1-9. Kuesioner penelitian disaji-

kan pada lampiran.

Kuesioner tersebut kemudian diisi oleh sembilan responden ahli

tersebut untuk mendapatkan perspektif yang lebih komprehensif

tentang tingkat kepentingan pada aspek-aspek permasalahan baik di

bidang SDM, produk, infrastruktur, dan legal. Kemudian setiap aspek

permasalahan dikatkan dengan sub aspek lainnya dari setiap perma-

salahan.

Buku ini disajikan dalam enam bab, yaitu: Bab pertama, Penda-

huluan, menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan latar belakang

masalah, Perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, penelitian terdahulu yang relevan, metodologi penelitian,

kerangka konseptual dan hipotesis dan sistematika penulisan.

Bab kedua berisi tentang uraian mengenai landasan teoritis

tentang filosofi kebijakan inklusi dan literasi keuangan dan lembaga

keuangan mikro di Indonesia.

Bab ketiga mendeskripsikan tentang profil objek penelitian,

yaitu BMT yang diteliti di wilayah Depok, Tangerang dan Bekasi.

Bab keempat menyajikan karakteristik dan tingkat literasi serta

inklusi anggota BMT.

Bab kelima menyajikan perspektif ahli dan strategi keberlan-

jutan BMT dalam meningkatkan inklusi dan literasi keuangan, terdiri

dari dekomposisi konstruksi persoalan bmt menurut persepsi ahli,

hasil skoring permasalahan BMT menurut persepsi ahli, dan strategi

dalam rangka peningkatan inklusi dan literasi keuangan perspektif

ahli.

Bab keenam merupakan Penutup yang berisi simpulan yaitu

menjawab rumusan masalah utama dengan argumentasinya kemudian

diulas persamaan dan perbedaan temuan buku ini dengan komunitas

akademik lainnya. Selanjutnya dirumuskan saran-saran dan implikasi

bagi pengembangan penelitian lebih lanjut.

39

Bab II DISKURSUS INKLUSI, LITERASI

KEUANGAN, KEUANGAN MIKRO,

DAN PEMBERDAYAAN

A. Kebijakan Keuangan Inklusif

Salah satu persoalan ekonomi di masyarakat adalah kesenja-

ngan dan eksklusivitas lembaga keuangan. Dimana masyarakat umum

khususnya kelompok menengah ke bawah atau masyarakat miskin

tidak dapat mengakses lembaga keuangan. Untuk mengatasi persoa-

lan ekonomi, dibutuhkan kebijakan untuk menurunkan eksklusivitas

tersebut yang dikenal dengan kebijakan keuangan inklusif.

Terdapat berbagai definisi tentang definisi keuangan inklusif

(financial inclusion), baik yang dikemukakan oleh para ahli maupun

lembaga.

Dalam Strategi Nasional Keuangan Inklusif, keuangan inklusif

didefinisikan sebagai: Hak setiap orang untuk memiliki akses dan layanan penuh dari lem-

baga keuangan secara tepat waktu, nyaman, informatif, dan terjangkau

biayanya, dengan penghormatan penuh kepada harkat dan martabat-

nya. Layanan keuangan tersedia bagi seluruh segmen masyarakat

dengan perhatian khusus kepada orang miskin, orang miskin produk-

tif, pekerja migran, dan penduduk di daerah terpencil.1

Menurut Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia

(SNLKI) Mei 2013, Inklusi Keuangan adalah: “upaya mewujudkan

akses masyarakat terhadap layanan keuangan untuk mengurangi ke-

rentanan dan ketidakmampuan ekonomi serta untuk mengurangi ke-

miskinan.”

Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2014, financial inclu-

sion (keuangan inklusif) adalah: Seluruh upaya yang bertujuan meniadakan segala bentuk hambatan

terhadap akses masyarakat dalam memanfaatkan layanan keuangan

dengan biaya yang terjangkau. Upaya tersebut meliputi: pertama, pe-

ningkatan edukasi keuangan dan literasi keuangan (financial literacy),

1Booklet Keuangan Inklusif, http://www.academia.edu/10616062, di-

akses tanggal 3 Agustus 2016.

40 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

kedua, peningkatan kemampuan keuangan masyarakat (financial eli-

gibility). Ketiga, penyediaan saluran distribusi dan memfasilitasi

ketersediaan layanan jasa keuangan (Branchless banking). Keempat,

penerbitan ketentuan yang mendukung, kelima, pengadaan fasilitas

keuangan publik dan keenam, perlindungan konsumen.2

Dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2016 Tentang Stra-

tegi Nasional Keuangan Inklusif, definisi keuangan inklusif yaitu: Kondisi ketika setiap anggota masyarakat mempunyai akses terhadap

berbagai layanan keuangan formal yang berkualitas secara tepat wak-

tu, lancar, dan aman dengan biaya terjangkau sesuai dengan kebutu-

han dan kemampuan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan ma-

syarakat.3

Layanan keuangan yang disediakan harus dapat diterima oleh

masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan mudah untuk diakses dari

sisi persyaratan serta layanan. Layanan keuangan yang aman dimak-

sudkan agar masyarakat terlindungi hak dan kewajibannya dari risiko

yang mungkin timbul.

Selain pengertian di atas, terdapat beberapa definisi keuangan

inklusif sebagaimana dikutip dari bahan sosialisasi keuangan inklusif

Bank Indonesia, yang dikemukakan oleh tiga lembaga keuangan

dunia yaitu CGAP-GPFI, FATF dan lembaga bank sentral India atau

Reserve Bank of India, sebagai berikut:

Tabel 2.1

Perbandingan Definisi Keuangan Inklusif

dari Tiga Lembaga

CGAP-GPFI FATF Reserve Bank of

India State in which all

working age adults have

effective access to credit,

savings, payments, and

insurance from formal

service providers.

Financial inclusion

involves providing

access to an adequate

range of safe,

convenient and

affordable financial

Process of ensuring

access to appropriate

financial products and

services needed by all

sections of the society

in general and

2Bahan Seminar OJK di Kendari tentang Literasi, Edukasi dan Inklusi

Keuangan, diunduh dari http://www.ojk.go.id/, tanggal 3 Agustus 2016. 3Lebih lanjut lihat Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2016 Tentang

Strategi Nasional Keuangan Inklusif.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 41

CGAP-GPFI FATF Reserve Bank of

India Effective access involves

convenient and

responsible service

delivery, at a cost

affordable to the

customer and sustainable

for the provider, with the

result that financially

excluded customers use

formal financial services

rather than existing

informal options.

services to

disadvantaged and

other vulnerable

groups, including low

income, rural and

undocumented

persons, who have

been underserved or

excluded from the

formal financial sector.

vulnerable groups such

as weaker sections and

low income groups in

particular, at an

affordable cost in a fair

and transparent

manner by regulated,

mainstream

institutional players.

Sumber: http://www.bi.go.id//KeuanganInklusif

Adapun CGAP-GPFI merupakan lembaga internasional yang

dibentuk oleh 34 organisasi yang memiliki concern dalam rangka

mendukung kebijakan keuangan inklusif.4 Untuk FATF

5 merupakan

lembaga yang bertindak mengawasi tindakan penggunaan uang yang

mengarah kepada money laundring dan tindakan teroris. Definisi

menurut Reserve Bank of India diambil sebagai konsep yang relevan

karena India merupakan negara dengan tingkat inklusi keuangan

terendah kedua setelah China dan memiliki concern untuk mening-

4CGAP singkatan dari Consultative Group to Assist The Poor, meru-

pakan grup yang terdiri dari 34 organisasi yang berupaya meningkatkan

inklusi keuangan. CGAP membangun solusi inovatif dalam bidang riset prak-

tis dan membangun kerjasama dengan penyedia jasa keuangan dan pembuat

kebijakan. http://www.cgap.org/. Adapun GPFI adalah Global Partnership

for Financial Inclusion, merupakan platform inklusif untuk Negara yang

tergabung dalam G20 maupun non G20 dan stakeholders terkait dalam rang-

ka meningkatkan inklusi keuangan, penerapan rencana aksi inklusi keuangan

yang didirikan dideklarasikan pada saat konferensi tingkat tinggi di Seoul

Korea Selatan. http://www.gpfi.org/. 5FATF merupakan Financial Action Task Force yang terdiri dari

pemerintah antar Negara didirikan tahun 1989 oleh para Menteri Hukum.

FATF bertujuan menetapkan standard dan mempromosikan aspek hukum,

peraturan dan ukuran operasional untuk memberantas money laundring,

keuangan terkait teroris dan hal lainnya yang mengancam integritas sistem

keuangan internasional.

42 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

katkannya. Dari beberapa pengertian pada tabel di atas dapat disim-

pulkan bahwa inklusi keuangan adalah upaya untuk memberikan

akses yang luas kepada masyarakat terhadap berbagai layanan jasa

keuangan dengan biaya yang terjangkau.

Program inklusi keuangan diperlukan karena beberapa alasan,

yaitu: pertama, memberikan akses keuangan bagi setiap penduduk,

khususnya penduduk yang berpenghasilan rendah, kedua, menyedia-

kan produk dan jasa keuangan yang disesuaikan dengan kebutuhan

masyarakat. Ketiga, meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai

keuangan masyarakat, dan keempat, memperkuat sinergi di industri

sektor jasa keuangan termasuk lembaga keuangan mikro.

Lembaga keuangan mikro menjadi ujung tombak keuangan

inklusif pada level yang paling dasar karena diharapkan paling mudah

menjangkau kelompok usaha mikro kecil serta kelompok miskin.

Karena itu sangat penting untuk memberikan peluang bagi lembaga

keuangan mikro lebih berdaya sehingga mampu menjangkau masya-

rakat secara lebih luas.

Istilah financial inclusion atau keuangan inklusif menjadi tren

paska krisis 2008 terutama didasari dampak krisis kepada kelompok

in the bottom of the pyramid (pendapatan rendah dan tidak teratur,

tinggal di daerah terpencil, orang cacat, buruh yang tidak mempunyai

dokumen identitas legal, dan masyarakat pinggiran) yang umumnya

unbanked yang tercatat sangat tinggi di luar negara maju.

Pada G20 Pittsbugh Summit 2009, anggota G20 sepakat perlu-

nya peningkatan akses keuangan bagi kelompok tersebut yang diper-

tegas pada Toronto Summit tahun 2010, dengan dikeluarkannya Nine

(9) Principles for Innovative Financial Inclusion sebagai pedoman

pengembangan keuangan inklusif. Prinsip tersebut adalah leadership,

diversity, innovation, protection, empowerment, cooperation, know-

ledge, proportionality, dan framework.6

Sejak itu banyak lembaga internasional yang memfokuskan

kegiatannya pada keuangan inklusif seperti CGAP, World Bank,

APEC, Asian Development Bank (ADB), Alliance for Financial Inclu-

sion (AFI), termasuk standard body seperti BIS (Bank for Internatio-

nal Settlement) dan Financial Action Task Force (FATF), termasuk

negara berkembang dan Indonesia.

6Lebih lanjut dapat diakses pada www.bi.go.id//financialinclusion.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 43

1. Strategi Penerapan Keuangan Inklusif

Dari berbagai belahan dunia, untuk menurunkan financial exclu-

sion dilakukan dalam dua pendekatan: pertama, pendekatan secara

komprehensif dengan menyusun suatu strategi nasional seperti Indone-

sia, Nigeria, Tanzania. Pendekatan kedua, melalui berbagai program

terpisah, misal edukasi keuangan seperti dilakukan oleh pemerintah

Amerika Serikat paska krisis 2008.

Mengingat Indonesia memiliki jumlah penduduk yang relatif

besar, wilayah yang sangat luas, maka pendekatan yang ditempuh

bersifat menyeluruh dan bersifat nasional. Secara umum, pendekatan

melalui suatu strategi nasional mencakup 3 (tiga) aspek, yaitu: 1) pe-

nyediaan sarana layanan yang sesuai, 2) penyediaan produk yang

cocok, responsible finance melalui edukasi keuangan, dan 3) perlin-

dungan konsumen.

Penyediaan sarana layanan yang sesuai hal ini dibutuhkan agar

masyarakat sasaran lebih tertarik mengakses karena apa yang mereka

butuhkan terkait pelayanan keuangan disediakan di lembaga keuangan.

Misalnya, masyarakat kelompok miskin membutuhkan perencanaan

kebutuhan pendidikan, keluarga dan upacara keagamaan (pernikahan,

aqiqah, khitanan, dan sebagainya) dapat dipenuhi melalui program

tabungan yang sesuai dengan kebutuhan tersebut.

Selain strategi penyediaan produk sesuai kebutuhan, maka me-

reka juga perlu dibekali dengan wawasan yang memadai tentang pro-

duk-produk keuangan seperti tabungan, investasi, pinjaman, asuransi,

dan sebagainya. Pemahaman yang baik terhadap produk keuangan

akan meningkatkan keterlibatan di lembaga keuangan dan menghin-

dari terjadinya risiko penipuan produk-produk keuangan yang ditawar-

kan oleh lembaga-lembaga yang tidak bertanggug jawab.

Masyarakat pengguna jasa lembaga keuangan juga perlu dibe-

rikan perlindungan berupa pemberian hak untuk kerahasiaan informasi

nasabah untuk hal-hal yang membahayakan seperti pencurian infor-

masi untuk kepentingan penipuan. Perlindungan konsumen juga terkait

dengan hak konsumen mendapatkan informasi terkait produk dan

jaminan kualitas produk yang diterima sesuai dengan yang dijanjikan.

Apabila ketiga strategi nasional tersebut dijalankan, maka diharapkan

keterlibatan masyarakat semakin tinggi di lembaga keuangan.

Penerapan keuangan inklusif umumnya bertahap dimulai de-

ngan target yang jelas seperti melalui penerima bantuan program sosial

44 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

pemerintah atau pekerja migran (TKI) sebelum secara perlahan dapat

digunakan oleh masyarakat umum. Penerima bantuan sosial yang juga

merupakan kelompok masyarakat miskin merupakan salah satu target

dari penerapan keuangan inklusif. Kelompok ini merupakan penerima

bantuan langsung tunai sebagai kompensasi kenaikan harga Bahan

Bakar Minyak (BBM) maupun penerima subsidi pendidikan dan

kesehatan. Pemerintah bekerjasama dengan lembaga keuangan bank

(dalam hal ini bank pemerintah) maupun nonbank (kantor pos) dalam

penyaluran bantuan. Bagi penerima bantuan diwajibkan memiliki

rekening di lembaga yang ditunjuk sebagai channel penyalur bantuan.

Dengan demikian, mereka otomatis akan mampu menjangkau lembaga

keuangan.

Adapun Tenaga Kerja Indonesia atau buruh migran yang jum-

lahnya puluhan juta jiwa merupakan target selanjutnya karena mereka

merupakan penyumbang relatif besar terhadap devisa negara. Namun

banyak diantara mereka yang masih menggunakan cara tradisional

dalam hal pengiriman uang kepada keluarganya di tanah air seperti

melalui wesel atau surat yang memiliki risiko hilang. Bila TKI sebagai

pengirim devisa maupun penerima kiriman di tanah air diwajibkan

memiliki rekening di bank, maka diharapkan jumlah masyarakat yang

terlibat di lembaga keuangan akan makin meningkat.

Strategi keuangan inklusif bukanlah sebuah inisiatif yang

terisolasi, sehingga keterlibatan dalam keuangan inklusif tidak hanya

terkait dengan tugas Bank Indonesia, namun juga regulator, kemente-

rian dan lembaga lainnya dalam upaya pelayanan keuangan kepada

masyarakat luas. Melalui strategi nasional keuangan inklusif diharap-

kan kolaborasi antar lembaga pemerintah dan pemangku kepentingan

tercipta secara baik dan terstruktur.

Berdasarkan gambar 2.1, pihak yang dilibatkan dalam pening-

katan keuangan inklusif adalah: Kantor Sekretariat Wakil Presiden

khususnya Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan

(TNP2K), Bank Indonesia, Kementerian Terkait (16 Kementerian),

Otoritas terkait (OJK dan PPATK/Pusat Pelaporan dan Analisis Tran-

saksi Keuangan), Pihak Swasta, Pemerintah Daerah, dan akademisi.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 45

Gambar 2.1 Pihak yang Terlibat

dalam Kebijakan Keuangan Inklusif

Sumber: diunduh dari http://www.bi.go.id//KeuanganInklusif

2. Strategi Nasional Keuangan Inklusif

Indonesia termasuk negara dengan tingkat financial exclusion

cukup tinggi. Hal ini terlihat dari beberapa hasil survei dan penelitian

yang dilakukan oleh beberapa lembaga nasional maupun internasional.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Demografi (LD) FE

Universitas Indonesia dan World Bank tentang prosentase penduduk

yang memiliki rekening di bank. Hasilnya tidak berbeda jauh, dimana

LD-FEUI menyatakan bahwa 35% dari responden yang diteliti di lima

provinsi di Indonesia telah memiliki rekening di Bank. World Bank

pada risetnya di tahun 2012 memeroleh prosentase sebesar 32% dari

penduduk dewasa di Indonesia yang belum menabung, sedangkan

yang telah memiliki tabungan di lembaga keuangan formal sebanyak

46 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

48%. Nilai tersebut bertambah sekitar 12% dibanding riset tahun

sebelumnya dimana hanya 20% penduduk dewasa yang memiliki reke-

ning di lembaga keuangan formal.7

Mengingat persoalan financial exclusion di Indonesia yang

relatif tinggi, maka untuk mengatasinya dipilih strategi komprehensif

dengan membuat suatu strategi nasional. Strategi ini disusun bersama

antara Bank Indonesia, kantor wakil presiden (Tim Nasional Percepa-

tan Penanggulangan Kemiskinan/TNP2K) dan Kementerian Keuangan

yang disebut dengan Strategi Nasional keuangan Inklusif.

Beberapa pihak terlibat dan berkontribusi dalam menyusun stra-

tegi tersebut karena persoalan keuangan inklusif tidak hanya sebatas

persoalan ekonomi, namun juga terkait dengan persoalan sosial, hu-

kum, agama, bahkan budaya. Persoalan ekonomi berhubungan dengan

kemampuan pendapatan dan kebutuhan masa depan yang memenga-

ruhi kemampuan atau ketidakmampuan masyarakat dalam menjangkau

lembaga keuangan.

Dari sisi sosial dan budaya, masyarakat Indonesia masih banyak

yang memiliki kepercayaan bahwa menabung di rumah lebih aman

tanpa harus melibatkan pihak lain. Misalnya menyimpan di bawah

kasur atau di bilah bambu yang disimpan di ruang yang aman dan

tidak diketahui orang lain. Dari perspektif hukum, banyak masyarakat

yang belum memahami bagaimana konsekuensi hukum menyimpan

dana atau meminjam baik secara personal maupun melalui lembaga,

termasuk masalah hak dan kewajiban sebagai nasabah. Pada akhirnya

menganggap berhubungan dengan bank atau lembaga keuangan lain-

nya akan cukup merepotkan apalagi masalah hukum di Indonesia

cenderung tidak konsisten dan memihak pada kelompok tertentu.

Terkait dengan pemahaman keagamaan khususnya dalam aga-

ma Islam, masih terdapat perbedaan pemahaman tentang masalah riba

yang menjadi salah satu instrumen dalam lembaga keuangan. Ada ma-

syarakat yang menganggap riba itu haram dan pihak lain mengatakan

boleh. Pihak yang meyakini riba itu haram, maka otomatis tidak akan

mau berhubungan dengan lembaga keuangan khususnya yang masih

menggunakan riba.

7Hasil riset Bank Dunia tentang Keuangan Inklusif di berbagai negara

tahun 2012.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 47

Gambar 2.2 Strategi Nasional Keuangan Inklusif

Sumber: diunduh dari http://www.bi.go.id//KeuanganInklusif

Berikut dijelaskan secara rinci masing-masing dari pilar strategi

tersebut, yaitu:

Pilar 1 Edukasi Keuangan, merupakan strategi kebijakan untuk

meningkatkan kapabilitas dalam mengelola keuangan yang dimulai

dengan peningkatan pemahaman (pengetahuan) dan kesadaran masya-

rakat mengenai produk dan jasa keuangan. Ruang lingkup edukasi

keuangan ini meliputi: a) pengetahuan dan kesadaran tentang ragam

produk dan jasa keuangan, b) pengetahuan dan kesadaran tentang risi-

ko terkait dengan produk keuangan, c) perlindungan nasabah, dan d)

keterampilan mengelola keuangan.

Pilar 2 Fasilitas Keuangan Publik, strategi pada pilar ini menga-

cu pada kemampuan dan peran pemerintah dalam penyediaan pembia-

48 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

yaan keuangan publik baik secara langsung maupun bersyarat guna

mendorong pemberdayaan ekonomi masyarakat. Beberapa inisiatif

dalam pilar ini meliputi: a) subsidi dan bantuan sosial, b) pemberda-

yaan masyarakat, dan c) pemberdayaan UMKM.

Pilar 3 Pemetaan Informasi Keuangan, pilar ini bertujuan untuk

meningkatkan kapasitas masyarakat, terutama yang tadinya dikategori-

kan tidak layak untuk menjadi layak atau dari unbankable menjadi

bankable dalam memeroleh layanan keuangan oleh institusi keuangan

formal. Inisiatif yang dilakukan di pilar ini meliputi: a) peningkatan

kapasitas (melalui penyediaan pelatihan dan bantuan teknis), b) sistem

jaminan alternatif (lebih sederhana namun tetap memperhatikan risiko

terkait), c) penyediaan layanan kredit yang lebih sederhana, dan d)

identifikasi nasabah potensial.

Pilar 4 Kebijakan/Peraturan yang Mendukung, pelaksanaan pro-

gram keuangan inklusif membutuhkan dukungan kebijakan baik oleh

pemerintah maupun Bank Indonesia guna meningkatkan akses akan

layanan jasa keuangan. Inisiatif untuk mendukung pilar ini antara lain

meliputi: a) kebijakan mendorong sosialisasi produk jasa keuangan

yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, b) menyusun skema pro-

duk yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, c) mendorong peruba-

han ketentuan dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian seca-

ra proporsional, d) menyusun peraturan mekanisme penyaluran dana

bantuan melalui perbankan, e) memperkuat landasan hukum untuk

meningkatkan perlindungan konsumen jasa keuangan, dan f) menyu-

sun kajian yang berkaitan dengan keuangan inklusif untuk menentukan

arah kebijakan secara berkelanjutan.

Pilar 5 Fasilitas Intermediasi & Saluran Distribusi, pilar ini

ditujukan untuk meningkatkan kesadaran lembaga keuangan akan

keberadaan segmen yang potensial di masyarakat sekaligus mencari

beberapa metode alternatif untuk meningkatkan distribusi produk dan

jasa keuangan. Beberapa aspek pada pilar ini meliputi: a) fasilitasi fo-

rum intermediasi dengan mempertemukan lembaga keuangan dengan

kelompok masyarakat produktif (layak dan unbanked) untuk menga-

tasi masalah informasi yang asimetris, b) peningkatan kerjasama antar

lembaga keuangan untuk meningkatkan skala usaha, dan c) eksplorasi

berbagai kemungkinan produk, layanan, jasa dan saluran distribusi

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 49

inovatif dengan tetap memberikan perhatian pada prinsip kehati-

hatian.

Pilar 6 Perlindungan Konsumen, pilar ini bertujuan agar masya-

rakat memiliki jaminan rasa aman dalam berinteraksi dengan institusi

keuangan dalam memanfaatkan produk dan layanan jasa keuangan

yang ditawarkan. Komponen yang berada pada pilar ini meliputi: a)

transparansi produk, b) penanganan keluhan nasabah, c) mediasi, dan

d) edukasi konsumen.8

Ada lima strategi utama keuangan inklusif bagi UMKM (SMEs)

yaitu: 1) penguatan edukasi keuangan, sebagai upaya mengubah peri-

laku pengelolaan keuangan, terutama bagi mereka yang berpenghasi-

lan rendah; 2) peningkatan akses keuangan yang didukung penguatan

infrastruktur sistem pembayaran, pemanfaatan teknologi informasi dan

inovasi, serta jaringan unit; 3) perlindungan konsumen untuk memasti-

kan terjaganya hak-hak masyarakat ketika memanfaatkan akses keua-

ngan dan sistem pembayaran; 4) pengurangan asimetri informasi mela-

lui penyediaan data profil keuangan masyarakat yang belum tersentuh

perbankan dan data informasi komoditas; 5) pengaturan yang diterbit-

kan dalam rangka stabilitas sistem keuangan ataupun rekomendasi

kebijakan kepada otoritas terkait.

Dengan adanya lima strategi di atas, diharapkan UMKM dapat

lebih memahami tentang produk-produk keuangan serta pengelola-

annya sehingga mereka dapat menikmati layanan keuangan secara adil

dan merata. Untuk mempermudah akses layanan keuangan didukung

dengan jaringan unit layanan maupun yang bersifat branchless yang

berbasis teknologi informasi. Di sisi lain juga mengurangi kesenjangan

informasi perlu dilakukan edukasi kepada masyarakat tentang penge-

tahuan produk keuangan, sistem operasional produk dan ruang lingkup

layanan keuangan sehingga mereka dapat memanfaatkannya secara

optimal.

3. Dimensi Keuangan Inklusif

Ada dua dimensi dalam keuangan inklusif, yaitu dimensi peng-

gunaan (usage) dan dimensi kualitas. Berikut akan dijelaskan secara

8Merujuk pada Strategi Nasional Keuangan Inklusif, diakses dari

http://www.bi.go.id/keuanganinklusif/ atau http://www.ojk.go.id

50 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

rinci masing-masing dimensi tersebut:

9

a. Dimensi Penggunaan (Usage)

Dimensi Penggunaan adalah dimensi yang digunakan untuk

mengukur kemampuan penggunaan aktual produk dan jasa keuangan,

antara lain terkait keteraturan, frekuensi dan lama penggunaan.

Indikator yang dipergunakan dalam mengukur dimensi

akses meliputi:

Gambar 2.3 Dimensi Penggunaan Produk Jasa Keuangan

Berdasarkan gambar di atas, pengukuran inklusi keuangan dari

sudut pandang penggunaan terdiri dari dua hal yaitu: pertama, jumlah

rekening dana pihak ketiga berupa tabungan, giro, maupun deposito

yang dimiliki oleh 1000 penduduk dewasa. Indikator kedua yaitu jum-

lah kredit yang disalurkan per 1000 penduduk dewasa. Jika rasio

keduanya semakin besar terhadap total penduduk dewasa maka suatu

negara dikatakan semakin inklusif.

9Merujuk pada Strategi Nasional Keuangan Inklusif, Dimensi Keua-

ngan Inklusif diakses dari http://www.bi.go.id/keuanganinklusif/ atau http://

www.ojk.go.id

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 51

Gambar 2.4 Peta Rasio DPK dan Kredit per 1.000

Penduduk Dewasa

Sumber: http://www.bi.go.id//Keuangan Inklusif

Pada gambar 2.4 diberikan ilustrasi perbandingan (rasio) antara

jumlah deposito (D) dan kredit (K) per provinsi di seluruh wilayah

Indonesia.

Dari peta tersebut terlihat bahwa rasionya masih belum merata.

Rasio tertinggi ada di wilayah DKI Jakarta baik untuk DPK maupun

kredit dengan perbandingan D/K adalah 2782 dan 1519. Artinya setiap

1000 penduduk di DKI Jakarta memiliki lebih dari satu baik untuk

rekening tabungan maupun pinjaman. Wilayah yang memiliki rasio

terendah adalah Nusa Tenggara Timur dengan jumlah D/K adalah

666,8 dan 84.

Dengan demikian, NTT merupakan wilayah dengan tingkat

akses lembaga keuangan paling rendah dibandingkan provinsi lainnya

di seluruh Indonesia. Artinya daerah NTT dan beberapa daerah lain

yang masih memiliki rasio relatif rendah dapat dijadikan sasaran uta-

ma peningkatan keuangan inklusif dapat di Indonesia.

52 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

b. Dimensi Kualitas (Quality)

Dimensi Kualitas adalah dimensi yang digunakan untuk menge-

tahui apakah ketersediaan atribut produk dan jasa keuangan telah

memenuhi kebutuhan pelanggan. Pengukuran terhadap dimensi ini

masih sukar untuk dilakukan dan saat ini beberapa lembaga interna-

sional yang concern dalam pengembangan keuangan inklusif sedang

menyusun indikator dari dimensi kualitas beserta tools yang dipergu-

nakan. Secara umum The Alliance for Financial Inclusion (AFI) telah

menyepakati prinsip-prinsip yang dipergunakan dalam menyusun

indikator dari dimensi kualitas, meliputi ringkas (conciseness), spesi-

fik (specifity), sederhana (simplicity), adanya perbaikan (improve-

ment), dan client perspective.

Target dari program keuangan inklusif adalah masyarakat ke-

lompok bawah (the bottom of the pyramid/masyarakat miskin). Ke-

lompok ini merupakan sasaran dari berbagai program bantuan peme-

rintah untuk meningkatkan kapasitas ekonomi mereka, seperti bantuan

subsidi tunai, layanan kesehatan, pendidikan dan jaminan sosial lain-

nya. Untuk mengidentifikasi kelompok sasaran dibutuhkan data berba-

sis nomor induk kependudukan (NIK) yang terekam dari e-KTP

(Electronic-KTP). Data kependudukan inilah yang dijadikan dasar

untuk penerbitan financial identity number (FIN) atau nomor identitas

keuangan untuk memeroleh registrasi uang elektronik yang digunakan

pada berbagai program subsidi dan jaminan sosial. Data e-KTP terse-

but juga dihubungkan dengan data kepemilikan telepon seluler

(ponsel) karena melalui alat ini pemerintah akan memberikan berbagai

pelayanan keuangan secara digital.

Data yang tersimpan dalam bigdata kependudukan inilah yang

dijadikan dasar dalam pemberian berbagai fasilitas bantuan pemerin-

tah khususnya untuk mereka yang berhak atau sesuai kriteria penerima

bantuan pemerintah. Termasuk untuk para petani, nelayan yang ber-

hak mendapat bantuan subsidi pupuk, bahan bakar dan peralatan kerja

untuk meningkatkan produktivitasnya.

Ketika program ini akan diimplementasikan, maka dibutuhkan

edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat sasaran tentang pentingnya

memiliki identitas diri dan melakukan perekaman data kependudukan

yang bersifat tunggal (single identity number) agar menjadi acuan bagi

pemerintah dalam mendistribusikan hak-hak dasar masyarakat bawah

tersebut. Adanya single identity ini juga untuk menghindari terjadinya

penyalahgunaan atau penggunaan identitas ganda dari oknum masya-

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 53

rakat yang memanfaatkan bantuan untuk mendapatkan bantuan mele-

bihi atau di luar dari haknya.

Keberhasilan program keuangan inklusif dari sisi kualitas akan

sangat dipengaruhi oleh kualitas data yang dimiliki. Dalam hal ini

kualitas data kependudukan yang diperoleh secara akuntabel, tepat dan

tanpa adanya double counting. Data yang diperoleh ini juga dapat

dikembangkan (improve) untuk berbagai kepentingan baik di bidang

ekonomi, hukum, sesuai ketentuan yang berlaku.

Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi keua-

ngan tahun 2016, terdapat perubahan definisi Literasi Keuangan dalam

International Best Practises, perkembangan teknologi informasi, per-

kembangan produk dan layanan jasa keuangan yang semakin kom-

pleks, kegiatan Literasi dan Inklusi Keuangan selama periode 2013

hingga 2015 dan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2016

tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif.

Salah satu pertimbangan perlu dilakukan penyesuaian kembali

strategi sebelumnya adalah melihat hasil Survei Nasional Literasi dan

Inklusi keuangan tahun 2016 yang menunjukkan bahwa 96,7% masya-

rakat Indonesia telah memiliki tujuan keuangan. Namun, 69% dianta-

ranya merupakan tujuan jangka pendek yaitu memenuhi kebutuhan

hidup sehari-hari dan mempertahankan hidup. Sementara tujuan

jangka panjang seperti membayar biaya pendidikan sebesar 12,6% dan

mempersiapkan hari tua hanya sebesar 6,3%. Oleh karena itu, strategi

yang saat ini disesuaikan untuk memberikan pemahaman salah

satunya terhadap tujuan keuangan jangka panjang.

Indeks literasi dan inklusi keuangan pun mengalami pening-

katan. Pada tahun 2013, indeks literasi keuangan sebesar 21,8% dan

meningkat menjadi 29,7% pada tahun 2016. Sementara indeks inklusi

keuangan yang sebesar 59,7% di tahun 2013 menjadi 67,8% di tahun

2016. Partisipasi lembaga jasa keuangan dan pemangku kepentingan

lainnya sangat diperlukan agar pencapaian indeks literasi dan inklusi

keuangan dapat tercapai sesuai dengan target pemerintah pada Pera-

turan Presiden Nomor 50 Tahun 2017 tentang Strategi Nasional

Perlindungan Konsumen dimana target indeks literasi keuangan men-

capai 35% di tahun 2019 serta Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun

2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif yang memiliki

target inklusi keuangan mencapai 75% di tahun 2019.

Penyesuaian tersebut dilakukan terhadap beberapa hal strategis,

antara lain:

54 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

1. Kerangka Dasar

Pada strategi sebelumnya, terdapat 3 pilar utama yaitu (1) Edu-

kasi dan Kampanye Nasional Literasi Keuangan, (2) Penguatan Infra-

struktur Literasi Keuangan, dan (3) Pengembangan Produk dan Jasa

Keuangan. Pada SNLKI (Revisi 2017) direvisi menjadi Program Stra-

tegis, yang terdiri dari (1) Cakap Keuangan, (2) Sikap dan Perilaku

Keuangan Bijak, dan (3) Akses Keuangan.

2. Sasaran

Terdapat 6 (enam) sasaran prioritas pada strategi sebelumnya,

yaitu (1) Ibu Rumah Tangga, (2) UMKM, (3) Pelajar/Mahasiswa, (4)

Profesi, (5) Karyawan, dan (6) Pensiunan. Pada SNLKI (Revisi 2017)

terdapat 10 (sepuluh) sasaran prioritas dengan 4 (empat) penambahan

sasaran baru dan 1 (satu) perubahan (ibu rumah tangga menjadi pe-

rempuan), sehingga menjadi (1) Perempuan, (2) UMKM, (3) Pelajar/

Mahasiswa dan Pemuda, (4) Profesi, (5) karyawan, (6) Pensiunan, (7)

Penyandang Disabilitas, (8) TKI & Calon TKI, (9) Petani & Nelayan,

dan (10) Masyarakat Daerah tertinggal, terpencil.

3. Tema Prioritas

Pada strategi sebelumnya, tema prioritas telah ditentukan sedari

awal untuk tiap tahunnya, seperti tahun 2015 Edukasi difokuskan pada

Ibu Rumah Tangga dan UMKM. Sementara pada SNLKI (Revisi

2017) tema prioritas tahunan akan ditentukan oleh OJK berkolaborasi

dengan Lembaga Jasa Keuangan di akhir tahun sebelum tahun

pelaksanaan Edukasi berjalan, contohnya tema prioritas tahun 2019

akan ditentukan pada akhir tahun 2018 dari hasil evaluasi kegiatan

Edukasi tahun 2018 dan diskusi dengan Lembaga Jasa Keuangan.

Beberapa hal baru yang sebelumnya tidak terdapat pada SNLKI

tahun 2013 antara lain informasi terkait Literasi dan Inklusi Keuangan

Syariah, informasi terkait layanan keuangan digital dan perencanaan

keuangan. Menurut Penulis, revisi ini relevan dilakukan karena pada

target sebelumnya tidak terdapat pengukuran dan target Literasi dan

Inklusi Keuangan Syariah (LIKS). Padahal keberadaan lembaga

keuangan bank dan non bank syariah (seperti koperasi syariah,

pegadaian syariah, dan BMT) telah cukup lama berdiri di Indonesia.

Dengan memasukkan unsur LIKS, maka akan menstimulasi bagi LKS

(Lembaga Keuangan Syariah) untuk berupaya semaksimal mungkin

untuk lebih dikenal dan diakses produknya oleh masyarakat. Dengan

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 55

demikian, LKS akan meningkat kontribusinya terhadap perekonomian

nasional.

SNLKI (Revisi 2017) ini diharapkan menjadi acuan dalam me-

nyusun rencana kegiatan literasi dan inklusi keuangan sebagaimana

yang telah diatur dalam POJK Nomor 76/POJK.07/2016 tentang Pe-

ningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan di Sektor Jasa Keuangan

bagi Konsumen dan/atau Masyarakat yang akan efektif berlaku pada

tanggal 28 Desember 2017.10

Dengan berlakunya SNKI yang baru, lembaga keuangan kon-

vensional dan lembaga keuangan syariah dapat bersinergi dalam rang-

ka mencapai target yang telah ditetapkan. Sinergi akan berhasil jika

didukung oleh situasi dan kondisi ekonomi nasional dan global yang

relatif stabil.

Berikut adalah kelompok yang menjadi sasaran dari kebijakan

keuangan inklusif:

Tabel 2.2 Karakteristik Kelompok Sasaran Keuangan Inklusif

Sasaran Kapasitas

Keuangan

Miskin berpendapatan

rendah

Miskin bekerja/

Miskin ProduktifHampir Miskin

Kemampuan

menabung

Tidak memiliki

kemampuan menabung

sama sekali/memiliki

kemampuan sangat

kecil tanpa akses ke

layanan tabungan

Memiliki

kemampuan

menabung sebagian

dari pendapatan,

tetapi kebanyakan

menabung secara

informal

Memiliki

kemampuan

menabung dan

akses ke bank

formal

Akses ke kredit Tidak dapat melunasi

Memiliki akses ke

kredit informal.

Mampu melunasi

kredit, tetapi tidak

memiliki jaminan

yang dapat

menerima bank

Memiliki akses ke

beberapa sumber

formal dan

informal. Mampu

melunasi kredit dan

memiliki barang

jaminan

Kebutuhan

asuransi

Sangat rentan terhadap

guncangan (ekonomi)

pribadi dan masyarakat

Memiliki beberapa

penyangga, tetapi

tetap bisa sangat

berpengaruh

terhadap guncangan

Memiliki beragam

instrumen untuk

menghadapi risiko

Kebutuhan

pengiriman uang

Menerima remitansi

dari anggota

keluarganya yang

menjadi pekerja migran

Memerlukan

remitansi serta

kemungkinan

pengiriman uang

melalui ponsel

Mungkin perlu

melakukan

pengiriman melalui

bank, membayar

tagihan, dll

Melek keuangan Tidak ada Sedang Sedang

Identitas keuangan Tidak ada Terbatas Terbatas Sumber: Buku Saku Keuangan Inklusif BI (2014).

10

Revisi SNKI diperoleh dari snki.ekon.go.id, bersumber dari ojk.go.

id, diakses 10 September 2018.

56 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

4. Manfaat Keuangan Inklusif

Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya

inklusivitas keuangan, yaitu:11

Pertama, akses. Akses ke dalam per-

modalan akan dapat digunakan untuk memulai, atau bahkan mengem-

bangkan, kegiatan usaha ekonomi produktif khususnya untuk kelom-

pok masyarakat berpendapatan rendah. Kendala penyerapan tenaga

kerja yang rendah, yang selama ini masih menjadi kendala terbesar di

Indonesia yaitu tingkat penyerapan tenaga kerja yang rendah berdam-

pak pada rendahnya produktivitas sehingga taraf hidup sebagian besar

masyarakat masih tergolong prasejahtera. Masalah ini dapat direduksi

dengan adanya akses permodalan yang proposional bagi orang miskin.

Manfaat kedua, terbukanya jaringan ke dalam sektor keuangan

formal memungkinkan kalangan miskin dapat mengakses berbagai

macam jenis kredit usaha, memanfaatkan berbagai opsi tabungan, plus

memanfaatkan berbagai produk asuransi dengan persyaratan yang

lunak.

Manfaat ketiga adalah dalam hal biaya, terbukanya akses modal

usaha ke sektor keuangan formal akan mereduksi ketergantungan ka-

langan miskin terhadap sumber pembiayan informal, seperti kelompok

rentenir, yang seringkali menetapkan beban bunga pinjaman yang

sangat tinggi. Pola-pola yang dijalankan oleh kelompok rentenir ini

sangat eksploitatif dan memberatkan kalangan miskin, sehingga

menyulitkan mereka untuk dapat keluar dari lingkaran kemiskinan.

Manfaat terakhir yang lebih makro dari perwujudan sistem

keuangan yang inklusif adalah keseluruhan dana yang diperoleh dari

keseluruhan masyarakat dan disimpan di dalam perangkat keuangan

formal dapat dimanfaatkan untuk membiayai investasi nasional, seper-

ti pembangunan infrastruktur. Kegiatan ekonomi produktif dapat ber-

langsung dengan baik karena di dukung sisi permodalan yang kuat.

Dengan begitu, pelaksanaan pembangunan nasional tidak terus ber-

gantung pada pinjaman luar negeri, oleh karena besaran tabungan

nasional kita yang telah memadai untuk membiayai pengerjaan pro-

yek-proyek nasional.

Dengan memanfaatkan sumber dana domestik, nilai tambah

yang kita hasilkan tidak mengalir keluar dalam bentuk pembayaran

beban bunga dan pokok pinjaman ke luar negeri, tetapi nilai tambah

11

Merujuk pada Strategi Nasional Keuangan Inklusif, http://www.bi.

go.id/keuanganinklusif/ atau http://www.ojk.go.id/

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 57

tersebut akan dinikmati oleh rakyat sepenuhnya. Pendalaman sektor

keuangan yang terjadi akan menguatkan stabilitas makroekonomi kita.

Perwujudan keuangan yang inklusif menjadikan sektor keuangan

dapat berperan sebagai agen transformasi sosial yang efektif di dalam

perekonomian. Dari sisi moneter, keuangan yang inklusif akan mem-

perkuat pengaruh kebijakan moneter dalam mengantisipasi fenomena

konjungtur -gejala resesi dan booming ekonomi yang sifatnya siklikal-

di dalam perekonomian yang selama ini dirasa tidak terlalu efektif -

berdasarkan temuan empiris di negara-negara berkembang kebijakan

moneter memang didapati tidak terlalu efektif-.

Bersama-sama dengan kebijakan fiskal, kebijakan moneter

dapat menjadi kebijakan yang efektif dalam mendorong pembagunan

ekonomi nasional agar tetap berkelanjutan. Dengan demikian, meka-

nisme koreksi, baik yang berasal dari kebijakan moneter maupun kebi-

jakan fiskal, akan dapat berlangsung optimal. Oleh karena itu, wajar-

lah kalau dikatakan bahwa potret keuangan yang inklusif adalah masa

depan sistem keuangan.

5. Target dan Indikator Keuangan Inklusif

Target utama keuangan inklusif yaitu persentase jumlah pendu-

duk dewasa yang memiliki akses layanan keuangan pada lembaga

keuangan formal sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) di akhir tahun

2019. Hal ini selaras dengan Agenda Pembangunan Nasional yang

tertuang dalam RPJMN 2015-201912

sebagai penjabaran dari Nawa

Cita butir tujuh, yaitu “mewujudkan kemandirian ekonomi dengan

menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik”.

Untuk mengukur pencapaian target utama keuangan inklusif,

ditetapkan indikator keuangan inklusif sebagai pedoman untuk:

a. Menetapkan tolok ukur pengembangan program keuangan

inklusif;

b. Mengidentifikasi hambatan dalam pelaksanaan program keua-

ngan inklusif; dan

c. Monitoring pencapaian program keuangan inklusif baik di

tingkat nasional maupun daerah.

12

Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

(RPJMN) 2015-2019 diakses tanggal 8 Agustus 2016 dari http://setneg.go.id/

58 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Indikator keuangan inklusif dikelompokkan menjadi tiga jenis

dimensi sebagai berikut:

i. Akses, yaitu kemampuan untuk menggunakan layanan keua-

ngan formal dalam hal keterjangkauan secara fisik dan biaya,

yang diukur dengan indikator:

1) Jumlah kantor layanan keuangan formal per 100.000

(seratus ribu) penduduk dewasa.

2) Jumlah mesin ATM/EDC/Mobile POS lainnya per 100.000

(seratus ribu) penduduk dewasa.

3) Jumlah agen layanan keuangan per 100.000 (seratus ribu)

penduduk dewasa.

ii. Penggunaan, yaitu penggunaan aktual atas layanan dan produk

keuangan, yang diukur dengan indikator:

1) Jumlah rekening tabungan di lembaga keuangan formal per

1.000 (seribu) penduduk;

2) Jumlah rekening kredit di lembaga keuangan formal per

1.000 (seribu) penduduk dewasa;

3) Jumlah rekening uang elektronik terdaftar (registered) pada

agen Layanan Keuangan Digital (LKD);

iii. Persentase kredit/pembiayaan UMKM terhadap total kredit/

pembiayaan di lembaga keuangan formal;

1) Jumlah rekening kredit UMKM di lembaga keuangan

formal per 1.000 (seribu) penduduk dewasa;

2) Persentase peningkatan jumlah lahan yang bersertifikat;

dan

3) Jumlah penerima bantuan sosial yang disalurkan secara

nontunai.

iv. Kualitas, yaitu tingkat pemenuhan kebutuhan atas produk dan

layanan keuangan yang dapat memenuhi kebutuhan masyara-

kat, yang diukur dengan indikator:

1) Indeks literasi keuangan;

2) Jumlah pengaduan layanan keuangan; dan

3) Persentase penyelesaian layanan pengaduan.

B. Inklusi dalam Perspektif Islam

Istilah inklusi atau keterbukaan peluang untuk semua pihak

bukanlah hal yang baru. Dalam Islam, keluasan manfaat harta bagi

sesama itu dianjurkan. al-Qur’ān menyatakan bahwa harta itu sebaik-

nya berputar secara luas, tidak hanya dikuasai atau berputar di kala-

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 59

ngan orang-orang kaya saja. Sebagaimana disebutkan dalam surat al-

Hasyr ayat 7 yang artinya: Apa saja harta rampasan (fa’y) yang diberikan Allah kepada Rasul-

Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka

adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim,

orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya

harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara

kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa

yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah

kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya. 13

Islam telah memberikan landasan bagi manusia agar mengede-

pankan distribusi dan keterlibatan seluruh lapisan masyarakat dalam

kegiatan ekonomi khususnya di bidang keuangan. Dengan membuat

produk keuangan yang dibenarkan atau sesuai syariah dan kebutuhan

masyarakat akan memberikan peluang bagi keterlibatan masyarakat

muslim yang lebih luas. Landasan ini dapat dijadikan acuan untuk

lembaga keuangan agar dapat memberikan manfaat seluas mungkin

bagi peningkatan ekonomi masyarakat. Keberadaan produk bank

syariah maupun lembaga keuangan lainnya yang mnggunakan skema

berdasarkan akad-akad mudharabah, musyarakah, murabahah, dan

sebagainya akan memberikan ruang bagi nasabah muslim untuk

memanfaatkannya.

Kebijakan inklusi dan literasi keuangan di Indonesia meru-

pakan bagian dari upaya pemerintah dalam meningkatkan keterlibatan

dan pengetahuan masyarakat terhadap lembaga keuangan. Diharapkan

jika masyarakat semakin paham tentang lembaga keuangan, maka

pemanfaatan produk lembaga keuangan akan semakin meningkat.

Ketika pemanfaatan produk keuangan semakin banyak maka peran

lembaga keuangan pun akan semakin optimal. Peran lembaga keua-

ngan diwujudkan dengan alokasi investasi ke arah sektor-sektor yang

produktif sehingga masyarakat yang terlibat dalam pembangunan dan

peningkatan kinerja ekonomi semakin meluas. Pemerintah dan swasta

sangat membutuhkan keterlibatan masyarakat di dalam negeri khu-

susnya dalam kegiatan investasi di lembaga keuangan, agar Negara

dapat mengurangi beban utang dan arus investasi asing.

13

Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’ān dan terjemahan-

nya, Surat Al Hasyr ayat 7.

60 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

C. Literasi Keuangan

Menurut Manurung,14

literasi keuangan adalah seperangkat

keterampilan dan pengetahuan yang memungkinkan seorang individu

untuk membuat keputusan dan efektif dengan semua sumber daya

keuangan mereka. Menurut Chen dan Volpe,15

literasi keuangan ada-

lah sebagai kemampuan mengelola keuangan agar hidup bisa lebih

sejahtera dimasa yang akan datang. Sedangkan menurut pendapat ahli

(Kaly, Hudson dan Vush, 2008) dalam penelitian Widyawati16

meng-

artikan bahwa literasi keuangan sebagai kemampuan untuk memahami

kondisi keuangan serta konsep-konsep keuangan dan untuk merubah

pengetahuan itu secara tepat ke dalam perilaku. The Presidents

Advisory Council of Financial Literacy dalam penelitian Krisna17

juga

mendefinisikan bahwa literasi keuangan sebagai kemampuan untuk

menggunakan pengetahuan serta keahlian untuk mengelola sumber

daya keuangan agar tercapai kesejahteraan.

Menurut Lusardi (2007) dalam penelitian Krisna18

literasi keua-

ngan dapat diartikan sebagai pengetahuan keuangan dengan tujuan

mencapai kesejahteraan. Hal ini dapat dimaknai bahwa persiapan

perlu dilakukan untuk menyongsong globalisasi, lebih spesifiknya

globalisasi masalah dalam bidang keuangan. Sedangkan menurut

Houston (2010) dalam penelitian Widyawati19

meyatakan bahwa

literasi keuangan terjadi ketika individu memiliki sekumpulan keahli-

14

Adler H. Manurung, Successful Financial Planner A Complete

Guide (Jakarta: Grasindo, 2009): 24 15

Chen, Haiyang, Volpe. Ronal P. “An Analysis of Personal Financial

Literacy Among College Students.” Financial Service Review, Vol.7, issue 2

(1998): 107-128. 16

Irin Widyawati. “Faktor-Faktor yang Memengaruhi Literasi Fi-

nansial Mahasiswa Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Brawijaya.”

ASSETS, Jurnal Akuntansi dan Pendidikan Vol.1 No.1, 2012, diunduh dari e-

journal.unipma.ac.id. 17

Ayu Krishna, dkk. “Analisis Tingkat Literasi Keuangan Di Kala-

ngan Mahasiswa dan Faktor-Faktor yang Memengaruhinya (Survey Pada

Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia).” http://www/.academia .edu,

diunduh 2 Maret 2018. h.1 18

Ayu Krishna, dkk. “Analisis Tingkat Literasi ….h.2 19

Irin Widyawati. “Faktor-Faktor yang Memengaruhi Literasi Fi-

nansial Mahasiswa Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Brawijaya.”

ASSETS, Jurnal Akuntansi dan Pendidikan Vol.1 No.1, 2012, h.91 diunduh

dari e-journal.unipma.ac.id.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 61

an dan kemampuan yang membuat orang tersebut mampu meman-

faatkan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan yang diharap-

kan. Remund (2010) dalam penelitian Widyawati20

menyatakan ada

empat hal yang paling umum dalam literasi keuangan yaitu pengang-

garan, tabungan, pinjaman, dan investasi. Literasi keuangan tidak

hanya melibatkan pengetahuan dan kemampuan untuk menangani

masalah keuangan tetapi juga atribut nonkognitif.

Menurut lembaga Otoritas Jasa Keuangan (2013), secara defi-

nisi literasi diartikan sebagai kemampuan memahami, jadi literasi

keuangan adalah kemampuan mengelola dana yang dimiliki agar

berkembang dan hidup bisa lebih sejahtera dimasa yang akan datang,

OJK menyatakan bahwa misi penting dari program literasi keuangan

adalah untuk melakukan edukasi dibidang keuangan kepada masya-

rakat Indonesia agar dapat mengelola keuangan secara cerdas, supaya

rendahnya pengetahuan tentang industri keuangan dapat diatasi dan

masyarakat tidak mudah tertipu pada produk-produk investasi yang

menawarkan keuntungan tinggi dalam jangka pendek tanpa memper-

timbangkan risikonya. Untuk memastikan pemahaman masyarakat

tentang produk dan layanan yang ditawarkan oleh lembaga jasa

keuangan, program strategi nasional literasi keuangan mencanangkan

tiga pilar utama. Pertama, mengedepankan program edukasi dan kam-

panye nasional literasi keuangan. Kedua, berbentuk penguatan infra-

struktur literasi keuangan. Ketiga, berbicara tentang pengembangan

produk dan layanan jasa keuangan yang terjangkau. Penerapan ketiga

pilar tersebut diharapkan dapat mewujudkan masyarakat Indonesia

yang memiliki tingkat literasi keuangan yang tinggi sehingga masya-

rakat dapat memilih dan memanfaatkan produk jasa keuangan guna

meningkatkan kesejahteraan.

Literasi keuangan dapat diartikan sebagai kemampuan untuk

mengevaluasi dan mengelola secara efektif keuangan dalam mencapai

keuangan yang baik (American Institute of Certified Public Accoun-

tants, 2013). Secara konseptual literasi keuangan memiliki dua dimen-

si yaitu memahami pengetahuan keuangan secara teori dan menggu-

nakan pengetahuan keuangan yang dimiliki secara aplikasi.

Bhushan and Medury (2013) menjelaskan literasi keuangan

telah menjadi semakin kompleks selama beberapa tahun terakhir

20

Irin. “Faktor-Faktor yang Memengaruhi ….h.91

62 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

dengan semakin banyaknya produk keuangan baru. Dalam rangka

untuk memahami risiko dan keuntungan yang terkait dengan produk

keuangan, tingkat minimum literasi keuangan sudah menjadi suatu

keharusan. Individu yang memiliki literasi keuangan dapat membuat

penggunaan yang efektif dari produk dan jasa keuangan sehingga indi-

vidu tidak akan mudah ditipu oleh orang-orang yang menjual produk-

produk keuangan yang tidak sesuai dengan individu tersebut. Literasi

keuangan membantu untuk meningkatkan kualitas pelayanan keua-

ngan dan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dan

pembangunan suatu negara. Semakin meningkatnya kompleksitas

ekonomi, kebutuhan individu dan produk keuangan, individu harus

memiliki literasi keuangan untuk mengatur keuangan pribadinya.21

Pengukuran dimensi kualitas dapat didekati salah satunya

melalui pengukuran tingkat financial literacy (melek keuangan). Bank

Indonesia bekerja sama dengan Lembaga Demografi FEUI melakukan

survei skor financial literacy pada tahun 2012. Skor financial literacy

pada survei ini mengacu pada skor yang dibangun oleh OECD. Skor

financial literacy dibangun dari 3 dimensi, yaitu pengetahuan keua-

ngan, sikap terhadap keuangan dan perilaku keuangan yang kemudian

diagregasi menjadi skor total untuk menggambarkan tingkat melek

keuangan suatu negara.

Literasi keuangan menurut hasil pengamatan Hung, Parker, dan

Yoong (2009) terhadap beberapa studi literasi keuangan menunjukkan

bahwa definisi literasi keuangan digunakan secara bervariasi sebagai:

(a) a specific form of knowledge, (b) the ability or skills to apply that

knowledge, (c) perceived knowledge, (d) good financial behavior, and

even (e) financial experiences. Begitu pula halnya dengan Houston

(2010) juga menunjukkan bahwa beberapa studi literasi keuangan

mendefinisikan literasi keuangan sebagai knowledge, ability dan gabu-

ngan knowledge-ability.22

21

P Bhushan & Y.Medury. “Financial Literacy and Its Determinants.”

International Journal of Engineering, Business and Enterprise Applications

(IJEBEA), 4(2), (2013). p.155–160. 22

Taofik Hidajat, Literasi Keuangan, STIE Bank BPD Jateng, hal.11-

12.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 63

Tabel 2.3

Beberapa Definisi Literasi Keuangan Definisi Sumber

Knowledge

A basic knowledge that people need in order to

survive in a modern society.

Kim & Nofsinger,

2008

Mathematical ability and the understanding of

financial terms.

Worthington, 2006

Knowledge of basic financial concepts, such as the

working of interest compounding, the difference

between nominal and real values, and the basics of

risk diversification.

Lusardi, 2008a

Ability

The ability to read, analyze, manage and commu-

nicate about the personal financial conditions tha

affect material well-being. It includes the ability to

discern financial choices, discuss money and

financial issues without (or despite) discomfort,

plan for the future and respond competently to life

events that affect everyday financial decisions,

including events in general economy.

Vitt dkk., 2000

Individual’s ability to understand financial terms

and instruments.

Bashir, Arshad,Nazir,

dan Afzal, 2013

Knowledge & Ability

Individual’s are considered financially literate if

they are competent and can demonstrate they have

used knowledge they have learned. Financial litera-

cy cannot be measured directly so proxies must be

used. Literacy is obtained through practical expe-

rience and active integration of knowledge. As

people become more literate they become increa-

singly more financially sophisticated and it is con-

jectured that this may also mean that an individual

may be competent.

Moore, 2003

The ability to evaluate the new and complex finan-

cial instruments and make informed judgements in

both choice of instruments and extent of use that

would be in their own best long-run interest.

Mandell & Klein,

2007

Focus on debt literacy, a component of financial

literacy, defining it as “the ability to make simple

decisions regarding debt contracts, in particular

Mandell & Klein,

2007

64 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Definisi Sumber

howone applies basic knowledge about interest

compounding, measured in context of everyday

financial choices.

Measuring how well an individual can understand

and use personal finance-related information.

Houston, 2010

Necessary numerical skills and basic economic

concept required for educated, saving and borrow-

ing decisions.

Kharchenko, 2011

Sumber: Taofik Hidajat, Literasi Keuangan, STIE Bank BPD Jateng,

h.12-13

Tabel 2.3 merupakan hasil simpulan pengamatan Houston

(2010) terhadap 72 studi literasi dari 52 kelompok peneliti dengan

menggunakan empat penilaian, yaitu construct, content, structure dan

rating. Hasilnya menunjukkan bahwa hanya delapan studi yang mem-

berikan definisi literasi keuangan dan masih belum standar, karena

dua studi fokus pada ability, tiga studi fokus pada knowledge, dan dua

studi fokus pada ability dan knowledge dengan tambahan persyaratan

dan satu studi lainnya fokus pada ability dan knowledge tanpa persya-

ratan. Istilah literasi bahkan digunakan secara bergantian dengan

knowledge oleh sebagian besar peneliti.

Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa

literasi keuangan adalah pengetahuan individu tentang keuangan dan

kemampuan individu untuk membuat keputusan keuangan yang efek-

tif. Literasi finansial terjadi ketika seorang individu yang cakap (lite-

rate) adalah seseorang yang memiliki sekumpulan keahlian dan

kemampuan yang membuat orang tersebut mampu memanfaatkan

sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan. Kecakapan (literacy)

merupakan hal penting yang harus dimiliki untuk mencapai tujuan-

tujuannya. Literasi finansial didefinisikan sebagai kemampuan sese-

orang untuk mendapatkan, memahami dan mengevaluasi informasi

yang relevan untuk pengambilan keputusan dengan memahami konse-

kuensi finansial yang ditimbulkannya.23

Memahami implikasi finansial yang ditimbulkan dari keputusan

keuangan merupakan hal yang mendasar dalam literasi finansial. Ke-

23

Carolynne L.J Mason and Richard MS Wilson, “Conceptualizing

Financial Literacy”. Business School Research Series. Loughborough Uni-

versity. 7, November 2000, dalam Krisna h.2

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 65

putusan yang berdasarkan informasi diakui sebagai instrumen untuk

mencapai outcome yang diharapkan. Hal penting yang harus dicatat

disini bahwa literasi finansial hanya menjadikan seseorang mampu

membuat keputusan berdasarkan informasi yang relevan. Memiliki

Financial literacy yang baik tidak menjamin seseorang telah membuat

keputusan yang tepat. Hal tersebut disebabkan karena seseorang tidak

selalu mengambil keputusan berdasarkan rasional ekonomi.24

Remund (2010) menjelaskan lima domain dari literasi keuangan

yaitu: 1) Pengetahuan tentang konsep keuangan 2) Kemampuan untuk

berkomunikasi tentang konsep keuangan 3) Kemampuan untuk me-

ngelola keuangan pribadi 4) Kemampuan dalam membuat keputusan

keuangan 5) Keyakinan untuk membuat perencanaan keuangan masa

depan.25

Dengan demikian pembelajaran keuangan sangat penting, ter-

masuk bagi pelaku UMKM dalam rangka meningkatkan kemampuan

pengambilan keputusan khususnya berkaitan dengan perencanaan

sumber keuangan, penggunaan dan pengelolaan risiko terkait dengan

produk keuangan mikro.

Jika seorang pengusaha atau pelaku UMKM memiliki literasi

keuangan yang baik, maka akan meningkatkan kinerja dan keberlang-

sungan usaha. Sebagaimana hasil penelitian dari Dwitya Aribawa,

mengkonfirmasi adanya pengaruh literasi keuangan terhadap kinerja

dan keberlangsungan usaha UMKM kreatif di Jawa Tengah. Hal ini

memiliki implikasi bahwa dengan literasi keuangan yang baik diha-

rapkan UMKM akan mampu membuat keputusan manajemen dan ke-

uangan yang tepat untuk peningkatan kinerja dan keberlanjutan usaha.

Servon dan Kaestner (2008) menyatakan, literasi keuangan

telah berkembang pesat selama beberapa tahun terakhir. Beberapa fak-

tor yang menyebabkan literasi keuangan berkembang antara lain

tingkat bunga tabungan yang rendah, meningkatnya tingkat kebang-

krutan dan tingkat hutang, dan meningkatnya tanggung jawab individu

untuk membuat keputusan yang akan memengaruhi perekonomian

mereka di masa depan.26

24

D. L Remund. “Financial Literacy Explicated: The Case For A Cle-

ar Definition in an Increasingly Complex Economy.” The Journal of Consu-

mer Affairs, 44(2), (2010): p. 276–295. 25

D. L Remund. “Financial Literacy Explicated... p. 276–295. 26

L. Servon, & R. Kaestner. “Consumer Financial Literacy and The

Impact of Online Banking on The Financial Behavior of Lower-Income Bank

66 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Literasi keuangan sangat berkaitan dengan kesejahteraan se-

orang individu. Pengetahuan keuangan dan keterampilan dalam me-

ngelola keuangan pribadi sangat penting dalam kehidupan sehari-hari.

Krishna, Rofaida, dan Sari (2010) menjelaskan bahwa literasi keua-

ngan membantu individu agar terhindar dari masalah keuangan. Kesu-

litan keuangan bukan hanya fungsi dari pendapatan semata (rendahnya

pendapatan). Kesulitan keuangan juga dapat muncul jika terjadi kesa-

lahan dalam pengelolaan keuangan (missmanagement) seperti kesala-

han penggunaan kredit, dan tidak adanya perencanaan keuangan.

Keterbatasan finansial dapat menyebabkan stress, dan rendahnya

kepercayaan diri. Adanya pengetahuan keuangan dan literasi keua-

ngan akan membantu individu dalam mengatur perencanaan keuangan

pribadi, sehingga individu tersebut bisa memaksimalkan nilai waktu

uang dan keuntungan yang diperoleh oleh individu akan semakin

besar dan akan meningkatkan taraf kehidupannya.27

Bhushan and Medury (2013)28

menjelaskan literasi keuangan

sangat penting karena beberapa alasan. Konsumen yang memiliki lite-

rasi keuangan bisa melalui masa-masa keuangan yang sulit karena

faktanya bahwa mereka mungkin memiliki akumulasi tabungan, mem-

beli asuransi dan diversifikasi investasi mereka. Literasi keuangan

juga secara langsung berkorelasi dengan perilaku keuangan yang

positif seperti pembayaran tagihan tepat waktu, angsuran pinjaman,

tabungan sebelum habis dan menggunakan kartu kredit secara bijak-

sana.

Pengetahuan tentang keuangan yang kurang akan mengakibat-

kan kerugian bagi individu, baik akibat dari inflasi, penurunan kondisi

perekonomian baik dalam negeri maupun luar negeri, atau ber-

kembangnya sistem perekonomian yang menjadikan masyarakat lebih

konsumtif atau lebih menjadi boros. Selain itu, kurangnya pengeta-

huan tentang keuangan menyebabkan seseorang sulit untuk melaku-

kan investasi atau mengakses ke pasar keuangan.

Customers”. Journal of Consumers Affairs, 42(2) (2008): 271–305.

27Krishna, A., Rofaida, R., & Sari, M. “Analisis Tingkat Literasi

Keuangan di Kalangan Mahasiswa Dan Faktor-faktor yang Memengaruhi-

nya”. Proceedings of the 4th

International Conference on Teacher Education;

Join Conference UPI & UPSI Bandung, Indonesia, 2010. 28

P. Bhushan & Y. Medury. “Financial Literacy and Its Determi-

nants”. International Journal of Engineering, Business and Enterprise Appli-

cations (IJEBEA), 4(2), (2013). p.155–160.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 67

Literasi Keuangan adalah rangkaian proses atau aktivitas untuk

meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan keyakinan konsumen

dan masyarakat luas dalam mengelola keuangan sehingga mereka

mampu mengelola keuangan dengan lebih baik (SLKNI, November

2013).

Ada beberapa faktor yang menyebabkan diperlukannya literasi

keuangan: pertama, perkembangan industri jasa keuangan yang sema-

kin kompleks, mengakibatkan produk dan jasa keuangan menjadi

semakin beragam. Kedua, semakin terintegrasinya produk-produk

keuangan yang ditawarkan oleh industri jasa keuangan. Ketiga, kecen-

derungan masyarakat Indonesia mencari keuntungan tanpa memper-

timbangkan risiko. Keempat, pada umumnya masyarakat Indonesia

belum memahami hak dan kewajibannya sebagai konsumen jasa keua-

ngan. Kelima, tingkat literasi keuangan Indonesia 21,8%. Keenam,

akses informasi keuangan kurang optimal.

Strategi literasi keuangan secara nasional diluncurkan oleh

Presiden RI pada 19 November 2013 sebagai panduan bagi otoritas

keuangan, industri jasa keuangan dan pemangku kepentingan lainnya.

Visi dari strategi literasi keuangan nasional adalah mendukung reali-

sasi masyarakat yang melek finansial dan meningkatkan penggunaan

produk dan layanan jasa keuangan dalam rangka meningkatkan kese-

jahteraan masyarakat.

Beberapa prinsip dalam strategi literasi keuangan adalah: perta-

ma, inklusif, kedua, sistematis dan terukur, ketiga, kemudahan akses

dan yang keempat, kolaborasi dengan stakeholders. Pilar dari strategi

literasi keuangan terdiri dari: pertama, edukasi dan kampanye nasio-

nal, kedua, penguatan infrastruktur, ketiga, pengembangan produk dan

layanan jasa. Ketiga pilar tersebut dilakukan melalui kerjasama

dengan stakeholder.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Indrawati,29

tentang,

dimana Literasi keuangan menjadi salah satu perhatian penting bagi

pemerintah, industri perbankan, konsumen dan organisasi lainnya.

Secara spesifik, peningkatan literasi keuangan dapat dilakukan melalui

beberapa strategi prioritas terutama bagi individu, rumah tangga dan

29

Yulia Indrawati, “Determinan Dan Strategi Peningkatan Literasi

Keuangan Masyarakat Perkotaan Di Kabupaten Jember“. Ringkasan Peneli-

tian PDP (2015): h.11, diakses dari http://www.repository unej.ac.id/, 30 Mei

2017.

68 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

kelompok masyarakat yaitu 1) memberikan pendidikan literasi keua-

ngan untuk generasi yang akan datang melalui sistem pendidikan

formal; 2) meningkatkan akses informasi dan kebijakan pemerintah

dan menjadi instrumen serta sumberdaya pengelolaan keuangan; dan

3) mendorong peningkatan kualitas pemahaman keuangan melalui

beragam program dan bantuan. Pertama, upaya meningkatkan literasi

keuangan melalui pendidikan formal dapat dilakukan melalui bebe-

rapa hal antara lain mengintegrasikan dengan kurikulum pendidikan,

meningkatkan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga pengajar dalam

program pelatihan pembelajaran profesional, mengembangkan sum-

berdaya pengajar dan peserta didik melalui kurikulum khusus untuk

ekonomi dan bisnis, meningkatkan kepercayaan dan meningkatkan

vokasi pendidikan dan pelatihan. Kedua, upaya dalam meningkatkan

akses informasi, penyediaan instrumen dan pengembangan sumber-

daya keuangan antara lain dengan meningkatkan akses masyarakat

terhadap segala informasi mengenai pengelolaan keuangan dan me-

ngembangkan workplace-based financial literacy. Maka pemerintah

melalui Otoritas Jasa Keuangan wajib menyediakan infrastruktur

penunjang sektor keuangan dalam berbagai tingkatan masyarakat dan

kewilayahan. Hal ini bertujuan untuk mendorong pendalaman dan

perluasan akses atas produk dan jasa layanan keuangan. Ketiga,

meningkatkan kualitas literasi keuangan melalui beragam program

dan bantuan antara lain melalui good practice khususnya sasaran pada

kelompok masyarakat yang masih rentan terhadap perubahan atau

sulit terjangkau baik secara kewilayahan maupun pemahaman. Keem-

pat, meningkatkan koordinasi dan kemitraan antara pemerintah dan

masyarakat serta meningkatkan peluang kerjasama antar sektor dan

antar daerah dan kerjasama internasional melalui berbagai kegiatan

workshop dan forum nasional mengenai literasi keuangan. Kelima,

meningkatkan riset dan evaluasi terhadap berbagai program literasi

keuangan melalui partisipasi aktif dalam seminar internasional, me-

ngembangkan riset terkait tingkat literasi keuangan dan determinan

literasi keuangan yang ada di masyarakat, good practice baik dalam

implementasi program hingga tahapan evaluasi, meningkatkan keahli-

an dan sharing pengetahuan serta mendorong riset dalam mendukung

efektivitas dan dampak program literasi keuangan.

Adapun yang menjadi target dari strategi literasi keuangan

adalah terwujudnya masyarakat yang melek keuangan (well literate

society) dengan sasarannya adalah profesional, karyawan, UMKM,

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 69

Ibu Rumah Tangga, pelajar dan mahasiswa, dan pensiunan.

Berkembanganya lembaga keuangan dan ekonomi syariah di

dunia khususnya di Indonesia maka terkait literasi keuangan menjadi

pertambahan literasi bagi masyarakat terkait literasi keuangan syariah.

Literasi keuangan syariah menurut El Hawary adalah:

“Gives the sense of sharia finance as an inherent system consists

of four principles, namely: a) Risk-sharing, a condition of finan-

cial transactions that divides the risk-return systematically parti-

cipants transaction, b) Materiality, all financial transactions

must have a finality material, directly to all in the associated

based on real economic transactions, so that option and almost

all derivatives transactions are prohibited, c) No exploitation, is

not allowed extortion in the transaction, d) No financing of

sinful activities, transactions are not used to produce goods that

are prohibited Qur'an, such as alcohol, pork production and

gambling”. 30

Dengan kata lain, keuangan syariah sebagai sistem inheren ter-

diri dari empat prinsip, yaitu: a) Pembagian risiko, suatu kondisi

transaksi keuangan yang membagi risiko-pengembalian secara siste-

matis peserta transaksi, b) Materialitas, semua transaksi keuangan

harus memiliki bahan finalitas, langsung ke semua yang terkait ber-

dasarkan transaksi ekonomi riil, sehingga opsi dan hampir semua

transaksi derivatif dilarang, c) Tidak ada eksploitasi, tidak diperbo-

lehkan pemerasan dalam transaksi, d) Tidak ada pembiayaan kegiatan

berdosa, transaksi tidak digunakan untuk menghasilkan barang yang

dilarang Alquran, seperti alkohol, produksi daging babi dan perjudian.

Abdullah menjelaskan bahwa literasi keuangan syariah adalah:

“Islamic financial literacy can be defined as the ability to under-

stand finance based on sharia compliance. This should be an

issue of concern to Muslim students. Muslims must seek to

understand Islamic finance because it is a religious duty. Using

30

Setyawati dan Suroso, S.. “Sharia Financial Literacy and Effect on

Social Economic Factors (Survey on Lecturer In Indonesia)”. International

Journal Of Scientific and Technology Research, 2016, p. 92-102.

70 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

the conventional financial system is certainly sinful for

Muslims”. 31

Dengan kata lain, “Literasi keuangan Islam dapat didefinisikan

sebagai kemampuan untuk memahami keuangan berdasarkan kepatu-

han syariah. Ini harus menjadi masalah yang memprihatinkan bagi

siswa Muslim. Umat Islam harus berusaha memahami keuangan Islam

karena itu adalah kewajiban agama. Menggunakan sistem keuangan

konvensional tentu berdosa bagi umat Islam

Literasi keuangan syariah harus sejalan dengan prinsip syariah

Islam. Begitu pula dalam mengenalkan keuangan kepada anak, me-

nurut Husain Syahatah (1998: 61-92) dalam artikel Ifa Hanifia Senji-

ati, dkk32

yang berjudul Literasi Keuangan Syariah bagi Anak School

Age (Studi Kasus pada Siswa Kelas 2 SD Darul Hikam Bandung),

bahwa hal yang harus diperhatikan antara lain:

1. Memupuk aqidah anak, bahwa harta adalah milik Allah SWT

dan manusia hanya sebagai pemegang amanah. Hal ini meng-

hindari sikap konsumtif dan lebih mencintai harta.

2. Harta akan dihisab di yaumil qiyamah sebagaimana Hadist

Riwayat Tirmizi yang berbunyi “Kedua telapak seorang hamba

tidak akan lepas (dari titian) pada hari kiamat sebelum dia dita-

nya mengenai empat hal, diantaranya tentang harta dari mana

dia peroleh dan untuk apa dia nafkahkan (HR.Tirmidzi)

3. Memiliki sifat qanaah (menerima apa yang Allah berikan) seba-

gaimana hadist Muttafaq „alaih yang berbunyi “Sungguh berun-

tung orang yang beriman, dan Allah memberinya rezeki yang

cukup” artinya seseorang tidak lagi merasa kekurangan dengan

31

Mohamad Azni Abdullah, S. N. “Factors determining Islamic Finan-

cial Literacy among Undergraduates”. Journal of Emerging Economies and

Islamic Research, 2017, p.67-76. 32

Ifa Hanifia Senjiati, dkk., “Literasi Keuangan Syariah bagi Anak

School Age (Studi Kasus pada Siswa Kelas 2 SD Darul Hikam Bandung)”,

Amwaluna, Vol 2 No. 2 Tahun 2018, p.33-55.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 71

harta yang sedikit dan tidak pula boros ketika harta sudah

banyak” (Luqyan, 2012:9).

4. Bersikap pertengahan, tidak berlebihan dan tidak pula kikir se-

bagaimana dalam Quran Surat Al-Furqon ayat 67: “Dan orang-

orang yang apabila membelanjakan (harta) mereka tidak berle-

bih-lebihan dan tidak pula kikir, dan adalah (pembelanjaan) itu

di tengah-tengah antara yang demikian.” Serta hadist Rasulullah

“makan dan berpakaianlah sekehendakmu, tetapi dengan tidak

berlebihan atau hanya mengira-ngira”(muttafaq’alaih). Dan

hadist Rasulullah yang menyatakan “Allah akan memberikan

rahmat kepada orang yang berusaha dengan halal, membelan-

jakan harta dengan hemat dan dapat menyisihkan uang pada

saat dia fakir dan membutuhkan” hadis ini menjelaskan bahwa

manusia perlu menyisihkan uangnya untuk mempersiapkan diri

dalam keadaan fakir artinya Islam sangat menganjurkan untuk

menabung dan berinvestasi.

5. Berdiri di atas usaha yang baik sebagaimana Allah jelaskan

dalam QS.Al- Baqarah ayat 17 yang berbunyi Hai orang-orang

yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang

Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika

benar-benar kepada-Nya kamu menyembah. Dan hadist Rasu-

lullah “Barang siapa berusaha dari yang haram kemudian me-

nyedekahkannya, maka dia tidak mempunyai pahala dan dosa

tetap atasnya.” (HR. Abu Hurairah).

6. Memprioritaskan kebutuhan primer, Islam telah merumuskan

tujuan hidup yang jelas disebut maqashid syariah, ada tiga

dimensi yang dapat dijelaskan terkait pemenuhan kebutuhan

maqashid syariah yaitu sesuatu yang pokok atau necessity (dha-

ruriyyat), kebutuhan yang bersifat sekunder atau needs (hajiy-

yat), dan semua yang bersifat pelengkap kehidupan/barang me-

wah atau luxuries (tahsiniyyat) (Tamanni & Mukhlisin, 2013).

7. Memberikan pemahaman bahwa seorang laki-laki memiliki

tanggungjawab untuk memberi nafkah sebagaimana QS. Annisa

ayat 34 “kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita,

oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-

laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka

(laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab

itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi

72 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah

telah memelihara (mereka)….

8. Bekerja sesuai dengan batas kemampuan, sebagaimana QS.al-

baqarah ayat 286 yang berbunyi “Allah tidak membebani sese-

orang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat

pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat

siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.”

9. Melatih anak bekerja, sebagaimana QS.Annisa ayat 6 yang ber-

bunyi “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur

untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah

cerdas (pandai memelihara harta), Maka serahkanlah kepada

mereka harta- hartanya. dan janganlah kamu Makan harta anak

yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-

gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barangsiapa

(di antara pemelihara itu) mampu, Maka hendaklah ia menahan

diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan Barangsiapa yang

miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut.

kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka,

Maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan

itu) bagi mereka. dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas

persaksian itu)” (Syahatah, 1998).

Literasi keuangan Syariah bagi masyarakat diperlukan terutama

ketika makin kompleksnya produk keuangan Syariah yang sesuai

dengan kebutuhan masyarakat. Keuangan Syariah di Indonesia meru-

pakan hal yang masih tergolong baru jika dibandingkan keuangan

konvensional. Perkembangan keuangan Syariah dalam beberapa tahun

terakhir melambat, salah satunya disebabkan oleh minimnya program

edukasi keuangan Syariah di masyarakat sebagai bentuk upaya untuk

meningkatkan literasi keuangan Syariah.

Tingkat literasi keuangan Syariah yang tinggi akan meningkat-

kan penggunaan produk dan jasa keuangan Syariah di Indonesia yang

pada akhirnya meningkatkan market share keuangan Syariah di Indo-

nesia. Purnomo (2016) dalam artikelnya menjelaskan jika literasi

keuangan kuat memiliki hubungan dengan keputusan seseorang dalam

menggunakan keuangan formal.33

33

Purnomo M.Antara, dkk. “Bridging Islamic Financial Literacy and

Halal Literacy: The Way Forward in Halal Ecosystem”, Procedia Economics

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 73

Melalui literasi keuangan seseorang diharapkan mampu: 1) me-

manfaatkan sumber-sumber keuangan; 2) meningkatkan keamanan

ekonomi; 3) meningkatkan kontribusi kepada masyarakat; 4) memba-

wa dan membangun masyarakat ke arah yang lebih baik; 5) meng-

hasilkan tenaga kerja yang terdidik dengan baik.34

Adapun target dari edukasi keuangan ada enam segmen, yaitu:

1) kaum ibu/perempuan; 2) pelajar/mahasiswa; 3) UMKM; 4) profe-

sional; 5) pegawai; 6) pensiunan. Diantara keenam segmen tersebut,

segmen utama yaitu kaum perempuan, pelajar dan mahasiswa. Para

mahasiswa dan pelajar merupakan kalangan yang familiar dalam

menggunakan Information Technology (IT).

Edukasi keuangan Syariah akan mampu mendisiplinkan masya-

rakat dalam mengelola keuangan sehingga masyarakat dapat meman-

faatkan keuangannya untuk kebutuhan yang lebih terencana di masa

yang akan datang.

1. Faktor yang Memengaruhi Literasi

Secara umum, berbagai penelitian yang mengkaji tentang

literasi mengkaitkan dengan faktor demografi sebagai penentu literasi

keuangan. Menurut Bhusan dan Medury (2013) serta Worthington

(2006), faktor pekerjaan memengaruhi literasi. Arrondel, Debbich,

dan Savignac, 2014 menyatakan faktor umur, Almenberg & Dreber

(2012); Arrondel dkk (2014); Fonseca, Mullen, Zamarro, dan Zissi-

mopoulos (2012); Hassan Al-Tamimi & Al Anood Bin (2009);

Kharchenko (2011); Lusardi & Mitchell (2008) menyatakan jenis

kelamin. Pendidikan juga memengaruhi sebagaimana dinyatakan oleh

Hassan Al Tamimi & Al Nood Bin (2009); Lusardi (2008a); Mandell

& Klein (2009), serta pendapatan menurut Bhushan & Medury (2013).

Adapun Bashir,35

beliau melakukan penelitian di Pakistan untuk

mengetahui hubungan faktor psikososial dan demografis terhadap lite-

and Finance, Vol. 37, 2016, h.199, diakses dari http//www.sciencedirect.com,

20 Maret 2019. 34

Irfan Syauqi Beik dan Laily Arsyianti, “Measuring Zakat Impact on

Poverty and Welfare Using Cibest Model, Journal of Islamic Monetary Eco-

nomics and Finance, 1(2), h.221, 35

Taqadus Bashir, Asba Arshad, Aleena Nazir, Naghmana Afzal.

“Financial Literacy and Influence of Psychosocial Factors.” Euro-

pean Scientific Journal Vol.9 (28) (Oktober 2013): 384-404.

74 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

rasi keuangan, menunjukkan bahwa faktor demografis yaitu usia, jenis

kelamin, status perkawinan, kualifikasi dan pekerjaan memengaruhi

literasi. Dari sisi faktor psikososial ada pengaruh dari faktor hopeless-

ness (keputusasaan), religiosity (religiusitas), financial satisfaction

(kepuasan finansial), retirement plan intention (intensi perencanaan

pensiun) dan risk preference (kecenderungan terhadap risiko).

2. Pengukuran Literasi Keuangan

Secara garis besar, pengukuran literasi keuangan belum memi-

liki standar sebagaimana definisinya. Namun ada dua pandangan dari

Hung dkk (2009) yang mengukur tingkat literasi keuangan menggu-

nakan saving, investment dan debt. Sedangkan Houston36

menggu-

nakan basic concept, borrowing concept, saving/investment concept

dan protection concept.

Pengukuran menggunakan basic concept lebih kepada pengeta-

huan keuangan secara umum, sedangkan borrowing concept pemaha-

man masyarakat tentang pinjaman (produk pinjaman/kredit), saving/

investment terkait dengan pemahaman terhadap produk tabungan/

investasi, dan terakhir protection concept terkait dengan produk jami-

nan atau asuransi.

Menurut Chen and Volpe, 37

mengkategorikan literasi keuangan

menjadi tiga kelompok, yaitu: 1) <60% yang berarti individu memiliki

pengetahuan tentang keuangan yang rendah; 2) 60%–79%, yang

berarti individu memiliki pengetahuan tentang keuangan yang sedang;

dan 3) >80% yang menunjukkan bahwa individu memiliki pengetahu-

an keuangan yang tinggi. Pengkategorian ini didasarkan pada pre-

sentase jawaban responden yang benar dari sejumlah pertanyaan yang

digunakan untuk mengukur literasi keuangan. Tingkat literasi keua-

ngan di Indonesia berada dalam tingkat yang rendah dibandingkan

dengan negara lain.

Tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia berada pada ki-

saran 60, tergolong rendah jika dibandingkan negara-negara ASEAN

36

S. J. Huston. “Measuring Financial Literacy.” The Journal of Con-

sumer Affairs, 44 (2) (2010): 296-316. 37

H. Chen & R. P. Volpe. “An Analysis of Financial Literacy Among

College Students.” Financial Services Review, 7(1) (1998):107–128.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 75

lainnya yang memiliki rata-rata tingkat literasi diatas 70. Untuk itu

sebagai negara terbesar di ASEAN, seharusnya pemerintah Indonesia

lebih meningkatkan upaya agar dapat mencapai tingkat financial

literacy seperti negara-negara ASEAN lainnya yang telah memiliki

literasi yang relatif lebih baik. Strategi untuk meningkatkannya dapat

dilakukan melalui sosialisasi kepada masyarakat awam, lingkungan

kampus, sekolah dari tingkat dasar hingga SLTA, dan komunitas

tentang produk-produk keuangan baik oleh perbankan dan lembaga

keuangan lainnya milik pemerintah maupun swasta. Program yang

selama ini telah dilakukan oleh Bank Indonesia, OJK, Bank BUMN

dan bank swasta berupa seminar, publisitas di car free day maupun

acara-acara sosial dengan menyisipkan informasi produk-produk yang

relevan dengan sasarannya.

Proses sosialisasi juga dapat dilakukan melalui talk show, iklan

di media yang dapat dijangkau masyarakat luas seperti televisi, radio

dan media elektronik serta sosial media yang sekarang ini paling ba-

nyak diminati masyarakat. Dengan demikian diharapkan pemahaman

masyarakat akan produk keuangan dan kegunaannya akan meningkat-

kan keterlibatan masyarakat di lembaga keuangan.

D. Lembaga Keuangan Mikro

Lembaga keuangan mikro yang selanjutnya disingkat dengan

LKM, didefinisikan sebagai lembaga yang menyediakan produk dan/

atau jasa-seperti kredit mikro, mikro tabungan, mikroekuitas, mikro-

transfer dan asuransi mikro-secara berkelanjutan untuk orang miskin,

marjinal, berpenghasilan rendah, dan/atau dikecualikan dari sistem

keuangan formal.

Keuangan mikro di Indonesia lahir dengan semangat dan dalam

rangka membantu masyarakat miskin dan usaha mikro kecil (UMK).

Eksistensi lembaga keuangan mikro (LKM) terbukti tidak rentan mes-

kipun perekonomian mengalami krisis keuangan pada tahun 1997-

1998. Bahkan terbukti memberikan sumbangan besar dalam memaju-

kan perekonomian nasional. Hal ini sejalan dengan Noer Soetrisno,

menjelaskan usaha mikro dan kecil memiliki peran penting dalam

perkembangan ekonomi yang ditunjukkan oleh sejumlah indikator

sebagai berikut: 1) Ketika pertumbuhan ekonomi mencapai 4,8 persen

tahun 2000 di mana Usaha Besar (UB) belum bangkit, banyak pakar

memperkirakan hal tersebut kontribusi dari usaha mikro dan kecil

selain dari sektor ekonomi; 2) Hasil survei 1998 ketika awal krisis

76 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

terhadap 225 ribu usaha mikro dan kecil di seluruh Indonesia menun-

jukkan bahwa hanya 4 persen saja usaha mikro dan kecil menghen-

tikan bisnisnya, 64 persen tidak mengalami perubahan omzet, 31

persen omzetnya menurun, dan bahkan 1 persen justru berkembang; 3)

Technical Assistant ADB pada tahun 2001 juga melakukan survei

terhadap 500 usaha mikro dan kecil di Medan dan Semarang yang

memberikan hasil bahwa 78 persen usaha mikro dan kecil menjawab

tidak terkena dampak krisis moneter. 38

Sektor UMKM menjadi salah

satu pilar perekonomian nasional dan berperan sebagai penopang

perekonomian nasional. Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) berkon-

tribusi terhadap peningkatan kapasitas usaha dan penyerapan tenaga

kerja. Data BPS tahun 2006 menyebutkan jumlah tenaga kerja UMKM

tercatat sebesar 87,9 juta orang. Pada tahun 2012, jumlah tersebut

meningkat sebesar 22,5 persen atau sebanyak 107,7 juta orang. Oleh

karena itu, paket kebijakan pemerintah sangat relevan ditujukan untuk

pemberdayaan sektor UMKM.39

Menurut Obaidullah,40

program keuangan mikro yang baik

ditandai dengan adanya pinjaman jangka pendek yang memiliki struk-

tur ramping; peminjaman dan penilaian investasi yang sederhana;

pencairan pinjaman berulang secara cepat setelah pembayaran tepat

waktu; serta lokasi dan waktu layanan yang nyaman.

Sedangkan menurut Morduch,41

LKM setidaknya memiliki tiga

hal: 1) jasa yang ditawarkan harus relevan dengan kelompok yang

menjadi target, 2) kegiatan dan jasa tersebut harus memiliki pengaruh

38

Noer Soetrisno. “Ekonomi Rakyat Usaha Mikro dan UKM dalam

Perekonomian Indonesia, Sumbangan Untuk Analisis Struktural.” STEKPI,

Jakarta, 2005. Diakses dari http://www.fornaslpumkm.wordpress.com/ tang-

gal 31 Maret 2018. 39

M. Z. Abidin, “Kebijakan Fiskal dan Peningkatan Peran Ekonomi

UMKM.” Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI, diakses dari

http://www.googlescholar.com/, 23 Maret 2018. 40

Mohammed Obaidullah. “Role of Microfinance in Poverty Allevia-

tion: Lesson from Experiences in Selected IDB Member Countries.” (Jeddah:

Islamic Research & Training Institute (IRTI)-IDB), 2008. 41

J. Morduch. “Does Microfinance Really Help The Poor? New Evi-

dence From Flagship Programs in Bangladesh.” (New York: New York

University). Diakses dari:

http://www.nyu.edu/projects/morduch/documents/1998-Does-MF-

really-help-the-poor.pdf

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 77

positif terhadap kehidupan nasabah; 3) LKM harus kuat dan stabil

secara keuangan.

Undang-undang Nomor 01 Tahun 2013 tentang Lembaga Keua-

ngan Mikro yang selanjutnya disingkat LKM adalah lembaga keua-

ngan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan

usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau

pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat,

pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengemba-

ngan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.42

Asian Development Bank (ADB) mendefinisikan LKM adalah

lembaga penyedia jasa penyimpanan (deposits), kredit (loans), pemba-

yaran berbagai transaksi jasa (payment services) serta money transfers

yang ditujukan bagi masyarakat miskin dan pengusaha kecil (insu-

rance to poor and low income households and their microenterprises).

Bentuk LKM dapat berupa: 1) lembaga formal seperti bank desa dan

koperasi, 2) lembaga semiformal misalnya organisasi non pemerintah,

3) sumber-sumber informal misalnya pelepas uang. Sumber informal

berkembang cukup banyak jenisnya, seperti arisan, kredit keliling atau

bank thithil dalam istilah bahasa Jawa.

Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia menurut Bank Pemba-

ngunan Asia dan Bank Dunia (Gunawan Sumodiningrat, 2007) memi-

liki ciri: (1) Menyediakan beragam jenis pelayanan keuangan yang

relevan atau sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat; (2) Melayani

kelompok masyarakat berpenghasilan rendah; (3) Menggunakan pro-

sedur dan mekanisme yang kontektual dan fleksibel agar lebih mudah

dijangkau oleh masyarakat miskin yang membutuhkan.

Menurut Bank Indonesia, terdapat dua jenis Lembaga Keuangan

Mikro (LKM) yaitu LKM berwujud bank dan nonbank. LKM ber-

wujud bank seperti BRI Unit Desa, Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

dan Badan Kredit Desa (BKD). Sedangkan yang berbentuk nonbank

adalah Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Unit Simpan Pinjam (USP),

Lembaga Dana Kredit Perbankan (LDKP), Baitul Mâl wat tamwîl

(BMT), Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dan Credit Union

(CU).

Diantara lembaga keuangan mikro, baik yang berbentuk bank,

koperasi, lembaga keuangan daerah, maupun lembaga adat dapat

menggunakan prinsip konvensional maupun syariah. Tabel 2.5 menun-

42

UU No.01 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro.

78 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

jukkan keragaman bentuk LKM lebih variatif pada LKM konven-

sional. Terdapat beberapa daerah yang memiliki LKM dalam bentuk

lembaga adat yaitu Bali dan Sumatera Barat. Namun dalam bentuk

bank maupun koperasi, LKM syariah memiliki variasi bentuk badan

usaha yang lebih banyak dibandingkan LKM konvensional.

Tabel 2.4

Jenis Lembaga Keuangan Mikro

Jenis Lembaga

Keuangan Mikro

(LKM)

Syariah Konvensional

Bank BPR Syariah BPR

Koperasi BMT, BTM, KPPS KSP

Lembaga Keuangan

DaerahBelum ada

BKD, BKK,

LPKD

Lembaga Adat Belum adaLPD (Bali), LPN

(Sumbar) Sumber: Bank Indonesia, 2017

Lembaga keuangan mikro (LKM) memiliki peran dalam usaha

penanggulangan kemiskinan yang efektif. Menurut Krishnamurti se-

bagaimana dikutip Faidal43

, bahwa LKM berperan dalam peningkatan

akses dan pengadaan sarana penyimpanan, pembiayaan dan asuransi

yang efisien dengan membangun keberdayaan kelompok miskin dan

peluang mereka untuk keluar dari kemiskinan melalui: 1) tingkat

konsumsi yang lebih pasti, 2) mengelola risiko dengan lebih baik, 3)

secara bertahap memiliki kesempatan untuk membangun asset, 4)

mengembangkan kegiatan usaha mikronya, 5) menguatkan kapasitas

perolehan pendapatannya, dan 6) dapat merasakan tingkat hidup yang

lebih baik.

Potensi yang dapat diperankan LKM dalam memacu partum-

buhan ekonomi sangat besar. Setidaknya ada lima alasan untuk men-

dukung argumen tersebut, yaitu: 1) LKM umumnya berada atau

43

Faidal. “Model Efektivitas Peran Lembaga Keuangan Mikro (LKM)

dalam Penyediaan Permodalan UMKM Sektor Riil di Kabupaten Bangkalan

Madura.” diunduh dari Journal.Trunojoyo.ac.id/eco-enterpreneur/article/

down load/993/892, tanggal 3 Agustus 2016.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 79

minimal dekat dengan kawasan pedesaan sehingga dapat dengan

mudah diakses oleh pelaku ekonomi di desa; 2) masyarakat desa lebih

menyukai proses yang singkat dan tanpa banyak prosedur; 3) karak-

teristik umumnya membutuhkan plafon kredit yang tidak terlalu besar

sehingga sesuai dengan kemampuan finansial LKM; 4) dekatnya

lokasi LKM dan petani memungkinkan pengelola LKM memahami

betul karakteristik usaha tani sehingga dapat mengucurkan kredit

secara tepat waktu dan tepat jumlah, dan 5) adanya keterkaitan sosio-

kultural serta hubungan bersifat personal-emosional diharapkan dapat

mengurangi moral hazard dalam pengembalian kredit.

Dengan demikian, melalui peran LKM yang didukung dengan

kemudahan akses, prosedur, dan kedekatan terhadap masyarakat akan

membantu keberdayaan kelompok miskin untuk meningkatkan pro-

duktivitasnya. Melalui usaha kecil yang mereka upayakan, masyarakat

miskin akan semakin mandiri serta dapat meningkatkan taraf hidup-

nya.

Berdasarkan hasil kajian Direktorat Pembiayaan, agar LKM

dapat mencapai hasil yang optimal dalam pembangunan ekonomi,

sebuah LKM seyogyanya memiliki karakteristik sebagai berikut; 1)

tidak menggunakan pola pelayanan keuangan perbankan konvensional,

terutama tidak mensyaratkan kolateral dan tidak terdapat proses admi-

nistratif formal yang menyulitkan; 2) sasarannya adalah masyarakat

miskin dan pengusaha mikro, dimana jasa keuangan yang diberikan

dapat disesuaikan dengan karakteristik kelompok sasaran tersebut; 3)

menggunakan pendekatan kelompok, baik dengan ataupun tidak

dengan sistem tanggung renteng yang mengedepankan pola hubungan

kenal dekat sebagai landasan utama mengelola risiko; 4) lingkup

kegiatan LKM dapat mencakup pembiayaan kegiatan ekonomi pro-

duktif maupun konsumtif, pendampingan dan pendidikan, kegiatan

penghimpunan dan bentuk kegiatan lain yang dibutuhkan oleh pengu-

saha mikro dan masyarakat miskin.44

Karakteristik keuangan mikro sebagai lembaga keuangan yang

tidak hanya berorientasi komersial semata, tidak wajib mensyaratkan

kolateral sebagaimana perbankan umum, dan adanya keharusan mem-

44

Faidal. “Model Efektivitas Peran Lembaga Keuangan Mikro (LKM)

dalam Penyediaan Permodalan UMKM Sektor Riil di Kabupaten Bangkalan

Madura.” diunduh dari Journal.Trunojoyo.ac.id/eco-enterpreneur/article/

down load/993/892, tanggal 3 Agustus 2016.

80 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

bangun karakter anggota dan nasabahnya membuat lembaga keuangan

mikro dapat bertindak lebih fleksibel dalam pendekatan ke masyara-

kat. Dengan demikian hubungan antara lembaga keuangan dan masya-

rakat yang selama ini seolah terdapat jarak atau penghalang diharap-

kan semakin terjangkau oleh berbagai lapisan masyarakat khususnya

masyarakat miskin.

Pola-pola keuangan mikro di Indonesia terdiri dari (1) Saving

Ledd microfinance yang berbasis anggota (membership based). Pada

pola ini pendanaan atau pembiayaan yang beredar berasal dari

pengusaha mikro sendiri. Contoh Kelompok Swadaya Masyarakat

(KSM), Credit Union (CU) Koperasi Simpan Pinjam (KSP). (2) Credit

Ledd microfinance, pada pola ini sumber keuangan bukan dari usaha

mikro tetapi sumber lain seperti Badan Kredit Desa (BKD), Lembaga

Dana Kredit Pedesaan (LDKP) Grameen Bank, Asa Model (Bangla-

desh). (3) Micro Banking, pada pola ini bank difungsikan untuk

pelayanan keuangan mikro seperti telah dilaksanakan BRI, BPR,

Danamon Simpan Pinjam. (4) Pola hubungan bank dan kelompok

swadaya masyarakat (PHBK), integrasi antara bank dan kelompok

swadaya masyarakat.45

Dari berbagai pola lembaga keuangan mikro yang dikembang-

kan di Indonesia terdapat berbagai karakteristik yang disesuaikan

dengan kondisi wilayah dan kebutuhan masyarakat di lokasi lembaga

keuangan tersebut. Sebagian besar mengembangkan sistem keanggo-

taan yang mengikat bagi anggota, namun tidak menutup kemungkinan

merekrut nasabah nonanggota dalam memperluas jangkauan pasarnya.

Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 menyebutkan bahwa

koperasi merupakan badan usaha yang beranggotakan orang seorang

atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berda-

sarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat

yang berdasar atas asas kekeluargaan. Adapun fungsi dan peranan

koperasi diantaranya: 1) membangun dan mengembangkan potensi

serta kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan pada masya-

rakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan

sosialnya; 2) berperan serta secara aktif dalam uapaya mempertinggi

45

Riana Panggabean. “Kerjasama Bank, Koperasi dan Lembaga Ke-

uangan Mikro (LKM) Mendukung Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan

Menengah (UMKM).” http://www.jurnal.smecda.com/index.php/infokop/arti

cle/view/50/47, diunduh 31 Oktober 2016.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 81

kualitas kehidupan manusia dan masyarakat; 3) memperkokoh pere-

konomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian

nasional dengan koperasi sebagai sokoguru; 4) berusaha untuk me-

wujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupa-

kan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi

ekonomi.

Dengan berkembangnya ekonomi dan sosial masyarakat, kegia-

tan usaha simpan pinjam di koperasi juga semakin berkembang dan

diminati, sehingga sebagian besar koperasi memiliki jenis usaha sim-

pan pinjam sebagai tulang punggung kegiatan usahanya. Usaha ini

bernaung di bawah koperasi dengan sistem umum maupun koperasi

syariah.

Menurut Permenkop UMKM No. 15 tahun 2015 tentang Usaha

Simpan Pinjam oleh Koperasi, Koperasi Simpan Pinjamn (KSP) meru-

pakan koperasi yang menjalankan kegiatan usahanya hanya usaha sim-

pan pinjam. Sedangkan, Unit Simpan Pinjaman (USP) merupakan unit

usaha koperasi yang bergerak di bidang usaha simpan pinjam sebagai

bagian dari kegiatan usaha koperasi yang bersangkutan.46

Dari berbagai karakteristik di atas, menunjukkan bahwa masing-

masing jenis lembaga keuangan mikro memiliki landasan yang relatif

beragam serta dapat diinisiasi oleh sekumpulan warga di berbagai wi-

layah maupun oleh pemerintah daerah. Regulatornya dapat menginduk

pada OJK, Kemenkop UKM maupun pemprov. Adapun bentuk badan

hukum yang dipilih dapat berbentuk perseroan terbata, koperasi mau-

pun perusahaan daerah. Sebagian besar LKM di Indonesia memilih

bentuk badan hukum koperasi.

E. Lembaga Keuangan Mikro Syariah

Lembaga keuangan mikro syariah (Islamic Microfinance) meru-

pakan institusi yang menyediakan jasa-jasa keuangan kepada pendu-

duk yang berpendapatan rendah dan masyarakat yang termasuk

kelompok miskin yang berdasarkan prinsip syariah.47

Lembaga keua-

ngan syariah telah menjadi alat yang penting dalam menanggulangi

46

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2015 tentang Usaha Simpan

Pinjam, diakses dari http://www.depkop.go.id/ 47

Shofia Nurawami. “Peranan Lembaga Keuangan Mikro dan Kontri-

busi Kredit terhadap Pendapatan Kotor UKM Rumah Tangga setelah

Menjadi Kreditur Studi Kasus BMT Muamalat.” Jurnal MEDIAGRO 1 Vol

5. No 2, (2009): h. 1-11

82 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

kemiskinan dan membantu pembangunan melalui pengembangan

kapasitas bagi masyarakat miskin untuk menikmati kemandirian yang

lebih besar dan keberlanjutan dengan memberikan mereka akses ke

jasa keuangan.

Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) di Indonesia lahir

dari sebuah kepedulian, kepekaan sosial, berbagi kebaikan dalam

rangka mengatasi masalah kemiskinan dengan menggunakan prinsip

nilai-nilai luhur Islam. Kepedulian inilah yang menjadi karakteristik

dan membedakan LKMS dibanding LKM lainnya. LKMS tidak hanya

memberikan pembiayaan, melainkan juga pencerahan atau dengan

kata lain membangun ekonomi, mengentaskan kemiskinan dan kebo-

dohan serta membangun nurani masyarakat.

Ada beberapa faktor yang memengaruhi berkembangnya LKMS

di tengah perkembangan keuangan syariah yang makin atraktif, yaitu:

1) prinsip syariah yang teraplikasi pada produk dan akad syariah yang

dianggap sangat sesuai dengan kondisi masyarakat miskin dan UMK;

2) praktik keuangan syariah memiliki kelebihan pada nilai-nilai moral

Islam yang menuntut untuk mengutamakan masyarakat dhuafa atau

masyarakat kecil yang tidak beruntung secara ekonomi; 3) praktik

keuangan mikro syariah melengkapi keberadaan lembaga keuangan

syariah dakam melayani kebutuhan jasa keuangan, dari kelompok ma-

syarakat miskin sampai dengan usaha besar; 4) keberadaan praktik

keuangan mikro syariah sesuai dengan struktur usaha dalam pereko-

nomian negara-negara muslim yang mayoritas adalah negara berkem-

bang.48

Pada tataran teori dan praktiknya, konsep intermediasi keua-

ngan berbeda antara yang berprinsip syariah dan konvensional. Prinsip

utama lembaga keuangan syariah adalah bagi hasil (profit and loss

sharing atau equality based), mengandung makna bank atau lembaga

keuangan membayar kewajibannya (liability) kepada pemilik dana

(deposan) berupa porsi tertentu berdasarkan profit yang diperoleh dari

penyaluran pembiayaan (aset) yang jumlahnya berfluktuasi tergantung

hasil yang diperoleh. Sedangkan keuangan konvensional wajib mem-

berikan bunga pada pemilik dana secara tetap (fixed pre-determined).

Dengan nilai yang tetap, memungkinkan terjadi risiko pada lembaga

48

Darsono, dkk. Memberdayakan Keuangan Mikro Syariah di Indo-

nesia, Peluang dan Tantangan ke Depan (Jakarta: Tazkia Publishing-Bank

Indonesia, 2017): h.86

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 83

keuangan ketika suku bunga cenderung tinggi, jumlah kredit relatif

kecil sehingga pendapatan bunga lebih rendah dari pada bunga yang

harus dibayarkan kepada deposan, hal ini menyebabkan lembaga

menghadapi negative spread. 49

Pada lembaga keuangan syariah, kontrak atau akad yang

dilakukan memiliki dua unsur yaitu material (komersial) dan ethical

(sosial). Nilai ethical dalam keuangan syariah memengaruhi aktivitas

pengelolaan dana dan menciptakan hubungan para pihak menjadi

lebih baik.50

Adanya pemahaman terhadap nilai etika, moral, dan

keyakinan akan mendorong para praktisi keuangan syariah memiliki

kinerja dan perilaku baik, jujur, dan amanah. Karena itu, karakteristik

keuangan syariah pada etika dan moral sangat sesuai dengan profil

masyarakat miskin dan UMK yang membutuhkan keberpihakan, di-

mana mereka tidak hanya diperlakukan sebagai objek komersial, me-

lainkan juga sebagai objek sosial yang memiliki kesempatan untuk

memperbaiki taraf hidupnya melalui perekonomian.

Praktik keuangan mikro syariah juga menjalankan aktivitas

sebagai pengumpul dan penyalur zakat dalam rangka menjalankan

fungsi ibadah sosial membantu masyarakat dhuafa mengentaskan

masalah kemiskinan dan kesenjangan distribusi pendapatan. Dalam

kaitannya dengan praktik ini, LKMS berperan seperti baitul maal

dalam menghimpun zakat, infaq, shadaqah, wakaf, dan lainnya yang

bersifat tidak mengikat. Sasaran dana baitul maal adalah para mus-

tahik yang berada di lingkungan operasional LKMS maupun wilayah

lain yang relevan dengan misi LKMS.

Dalam mendukung operasionalisasi LKMS dan membangun

UKM di Indonesia, pemerintah telah menerbitkan beberapa regulasi,

antara lain: 1) Undang-Undang No.9/1995 tentang Usaha Kecil, 2)

Keputusan Presiden No.56/202 tentang Restrukturisasi Kredit Usaha

Kecil dan Menengah; 3) Peraturan Pemerintah No.32/1998 tentang

Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil; 4) Peraturan Pemerintah

No.44/1997 tentang Kemitraan; dan 5) Keppres No.127/2001 tentang

Bidang/Jenis Usaha yang Dicadangkan untuk Usaha Kecil dan

49

Negative spread adalah kondisi dimana tingkat bunga atas deposit

(tabungan, deposito) yang diberikan pada penabung lebih tinggi dari tingkat

bunga kredit yang ditetapkan bank kepada debiturnya, sumber: www.glosa

ribusiness.com. 50

Darsono, dkk. Memberdayakan Keuangan Mikro … h.186.

84 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Bidang/Jenis Usaha yang Terbuka untuk Usaha Menangah atau Besar

dengan Syarat Kemitraan.

Salah satu bentuk microfinance syariah adalah baitul maal wat

tamwil (BMT). Pada awalnya, BMT tidak berbadan hukum, melain-

kan hanya identitas LKM berbasis syariah yang didirikan komunitas

muslim. BMT dapat dikembangkan dalam bentuk badan hukum kope-

rasi maupun perseroan terbatas. Sebagian besar BMT memilih badan

hukum berbentuk koperasi, namun tetap menonjolkan jati dirinya

sebagai LKMS menjadi ruh LKM itu sendiri.

Landasan syariah BMT adalah sebagai berikut:

a. Al-Quran

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuama-

lah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu

menuliskannya...”. (Q.S. al- Baqarah: 282

“Hai orang-orang yang beriman jangalah kamu makan harta

sesama dengan jalan yang batil. Kecuali dengan jalan perniagaan

yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu” (QS. an-

Nisa:29)

“Dan Allah swt....telah menghalalkan jual beli dan

mengharamkan riba” (QS.al-Baqarah:275)

b. Hadis

Dari Suab ar Rumi ra, bahwa Rasulullah bersabda: ”Tiga per-

kara di dalamnya terdapat keberkatan (1) Menjual dengan pembayaran

tangguh (murabahah), (2) Muqaradhah (nama lain dari Mudharabah),

(3) Mencapurkan tepung dengan gandum untuk kepentingan rumah

bukan untuk diperjual belikan”.

“Kaum muslimin (dalam kebebasan) sesuai dengan syarat dan

kesepakatan mereka, kecuali syarat yang mengharamkan yang halal

atau menghalalkan yang haram.” (HR. at-Tirmidzi). 51

51

Hadits yang diriwayatkan At-Tirmidzi dikutip oleh Syafi’i Anto-nio,

dalam Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press,

2001), h.11.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 85

Islam mendorong penganutnya berjuang untuk mendapatkan

harta dengan berbagai cara, asalkan sesuai dengan syariat Islam yaitu

harta yang halal lagi baik, tidak menggunakan cara batil, tidak

berlebih-lebihan/melampaui batas, tidak menzalimi maupun dizalimi,

menjauhkan diri dari riba, maisir (perjudian), gharar (ketidakjelasan)

serta tidak melupakan tanggung jawab sosial berupa zakat, infak,

shadaqah.

c. Azas dan Landasan Yuridis

BMT berazaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.

Dengan demikian keberadaan BMT menjadi organisasi yang sah dan

legal. Sebagai lembaga keuangan syariah, tentunya berpegang pada

prinsip-prinsip syariah. Secara hukum BMT berpayung pada koperasi,

tetapi sistem operasionalnya tidak jauh berbeda dengan Bank Syariah

sehingga produk-produk yang berkembang dalam BMT seperti apa

yang ada di Bank Syariah. Landasan yuridis BMT yaitu antara lain:52

1) Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian; 2)

PP Nomor 9 tahun 1995 tentang Pelaksanaan Usaha Simpan Pinjam

oleh Koperasi; dan 3) KEP.MEN Nomor 91 tahun 2004 tentang

Koperasi Jasa Keuangan Syariah

Dalam upaya mendukung operasionalisasi BMT, pengemba-

ngan struktur kelembagaannya dilakukan dengan melibatkan beberapa

lembaga lain. Strukturnya digambarkan sebagai berikut:

52

Arie Sailer, Dasar Operasional dan Kelembagaan BMT, http://www.

bilismera.com/2015/12/dasar-operasional-dan-kelembagaan-bmt.html.

86 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Gambar 2.5

Struktur Lembaga Keuangan Mikro Syariah di Indonesia

Lembaga Pembina BMT yang berperan sebagai pendamping

dan konsultan yang menyediakan pelayanan capacity building pro-

grams, IT facilities (microfinance software) atau membantu penyalu-

ran dana bantuan dari lembaga donor. Lembaga ini seperti: (i) Pusat

Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK), didirikan oleh ICMI pada

tanggal 13 Maret 1995; (ii) Induk Koperasi Syariah (INKOPSYAH),

pendiriannya digagas oleh PINBUK pada tanggal 7 Juli 1998; (iii)

MICROFIN Indonesia, berdiri sejak 30 November 2001; (iv) BMT

CENTER, berdiri pada tanggal 14 Juni 2005 diprakarsai oleh Dompet

Dhuafa; (v) Asosiasi BMT Se-Indonesia (ABSINDO) berdiri pada

tanggal 4 Desember 2005 (Kongres BMT Nasional); (vi) Pusat

Koperasi Syariah (PUSKOPSYAH) merupakan asosiasi BMT yang

ada di daerah berfungsi sebagai lembaga lender of last resort bagi

BMT; (vii) Lembaga APEX yang memberikan fasilitas likuiditas bagi

BMT: PT. Permodalan Nasional Madani (PNM) Persero dan Permo-

dalan BMT Ventura.53

53

Ali Sakti, “Mapping of Conditions and Potential of BMT: Partner-

ship to Expand the Market and Linkage of Islamic Banking Services to the

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 87

Keberadaan berbagai asosiasi dan lembaga pendukung lainnya,

merupakan wujud sinergi dalam rangka meningkatkan peran BMT

dalam mewujudkan perannya di sektor ekonomi mikro. Adapun

urgensi APEX dalam mendukung penjaminan dan likuditas BMT akan

dijelaskan secara terpisah dibagian berikutnya.

Inisiasi pembentukan LKM berdasarkan hasil survei Bank

Indonesia (2011), mengungkapkan bahwa lahirnya LKM dalam ben-

tuk BMT di Jawa umumnya merupakan inisiasi dari Kelompok Swa-

daya Masyarakat (KSM), baik berbasis ormas, pesantren, mesjid,

maupun komunitas profesi. Di samping itu ada pula inisiasi dari

perorangan dan lembaga koperasi.

Adapun BMT yang dibentuk atas inisiasi bank syariah memiliki

keuntungan tersendiri dimana mereka memiliki kesempatan menda-

patkan bantuan modal dari bank pendirinya, kemungkinan transfer

kompetensi SDM, kemampuan manajemen, dan proses linkage. Proses

linkage biasanya dikaitkan dengan pemberian pendanaan dalam skema

chanelling, executing atau joint financing. Selain itu bank induk dapat

berperan sebagai the lender of the last resort dalam rangka memenuhi

kebutuhan likuiditas yang dialami BMT pada periode tertentu.54

Tabel 2.5

Inisiasi Pendirian BMT di Jawa Inisiator Jatim Jateng Jabar

Perorangan 12% 6,96% 16,11%

Kelompok 62,40% 70,43% 57,05%

Koperasi 11,20% 12,17% 15,44%

Pemda 0,80% 0,87% 2,01%

LSM 0,80% 2,61% 1,34%

Perusahaan 0,00% 0,00% 0,67%

Lembaga

Keuangan2,40% 0,87% 0,67%

Perguruan

Tinggi2,40% 0,00% 1,34%

Lainnya 8,00% 6,09% 5,37% Sumber: Darsono, Ali Sakti, Enny Tin Suryanti dkk. 2017

Micro Enterprises,’’ Jurnal al-Muzara’ah, Vol. I, No. 1, 2013, h.7

54Darsono, Ali Sakti, Enny Tin Suryanti, dkk. Memberdayakan Keua-

ngan Mikro Syariah di Indonesia, Peluang dan Tantangan ke Depan

(Jakarta: Tazkia Publishing kerjasama Bank Indonesia, 2017), hal.50-51.

88 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

BMT merupakan sebuah organisasi Kelompok Swadaya Masya-

rakat (pra koperasi) atau berbadan hukum koperasi, dalam bentuk

kelompok simpan pinjam atau serba usaha. Oleh karena berbadan

hukum koperasi, maka BMT harus tunduk pada Undang-Undang

Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian dan PP Nomor 9 Tahun

1995 tentang pelaksanaan usaha simpan pinjam oleh koperasi. Hal ini

dipertegas oleh KEP.MEN Nomor 91 Tahun 2004 tentang Koperasi

Jasa Keuangan Syariah. Undang-Undang tersebut sebagai payung

hukum berdirinya BMT (Lembaga Keuangan Mikro Syariah).

Berdasarkan aturannya, simpan pinjam dalam koperasi khusus

diperuntukkan bagi anggota koperasi saja, sedangkan didalam praktik

BMT, pembiayaan yang diberikan tidak hanya kepada anggota tetapi

juga untuk diluar anggota. Peminjam dapat saja tidak lagi sebagai

anggota jika pembiayaannya telah selesai.

Pada tahun 2015, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan

Menengah menerbitkan Permen Nomor: 10/Per/M.KUKM/IX/2015

tentang Kelembagaan Koperasi sebagai pembaruan dan perubahan

dari UU dan Permen sebelumnya. Selanjutnya untuk memfasilitasi dan

mendukung aktivitas koperasi syariah serta BMT yang berbentuk

koperasi, diterbitkan pula Permen Nomor: 14/Per/KUKM/IX/2015

Tentang Pedoman Akuntansi Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan

Syariah oleh Koperasi.

Baitul maal wat tamwil berasal dari dua kata, yaitu: 1) Baitul

Maal (rumah harta), yaitu berfungsi menerima titipan dana zakat,

infak dan sedekah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan

pengelolaan berdasarkan prinsip syariah; 2) Baitul Tamwil (rumah

pembiayaan), yaitu melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengemba-

ngan usaha produktif dan investasi untuk meningkatkan kualitas eko-

nomi pelaku UMK, terutama dengan mendorong kegiatan menabung

dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya.55

Menurut Muhammad Ridwan, Baitul Maal Wat Tamwil (BMT)

merupakan lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan

pembiayaan dan jasa-jasa yang tidak menggunakan bunga tetapi

menggunakan sistem bagi hasil yang produknya sendiri berlandaskan

pada Al-Qura’an dan Hadis Nabi SAW. Baitul Maal wat Tamwil

terdiri dari dua aktivitas yaitu Baitul Maal dan Baitut Tamwil. Baitul

55

Darsono, Ali Sakti, Enny Tin Suryanti, dkk. Memberdayakan Keua-

ngan Mikro … hal. 199.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 89

Maal mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a) visi dan misinya sosial,

b) mempunyai fungsi sebagai mediator, c) tidak boleh mengambil pro-

fit apapun, d) pembiayaan operasi diambil 12,5 persen dari total zakat

yang diterima, yang merupakan bagian amil zakat, dan e) Penya-

lurannya dialokasikan pada mereka yang berhak menerima atau dise-

but Mustahik.

Adapun Baitut Tamwil mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a)

Visi dan misinya ekonomi dan profit motif, b)dijalankan dengan prin-

sip ekonomi islam, c) Berfungsi sebagai mediator atau financial inter-

mediary antar pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang kekura-

ngan dana, dan d) Merupakan wajib zakat. 56

Baitul Maal wat Tamwil (BMT)57

merupakan lembaga keua-

ngan Islam yang memiliki kegiatan untuk menghimpun dan mendis-

tribusikan dana ZISWAHID (zakat, infak, sedekah, wakaf dan hibah)

tanpa melihat keuntungan yang didapatkan (non profit oriented).

Dengan berjalannya waktu dan perubahan pola perekonomian, BMT

telah mengalami transformasi dengan tidak sebatas menerima dan

menyalurkan harta, namun juga mengelolannya agar lebih produktif.

Dana yang diterima BMT tidak sebatas zakat, infak, dan sedekah,

tetapi juga pembangunan fasilitas umum, dan kegiatan-kegiatan sosial

lainnya.

Mencermati hal tersebut di atas, dapat disebutkan ciri-ciri BMT

adalah: 1) Berbadan hukum koperasi, 2) Bertujuan menyediakan dana

murah dan cepat serta tidak berbelit-belit guna pengembangan dan

memajukan usaha bagi anggotanya, dan 3) Skala produk dan pen-

danaan yang terbatas menjadi prinsip dan pembeda dengan lembaga

keuangan lainnya, sedangkan mekanisme dan transaksinya hampir

sama dengan perbankan syariah dengan non riba.

Kegiatan Usaha BMT secara garis dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:

a. Penghimpunan Dana (Funding)

Penghimpunan dana oleh BMT diperoleh melalui simpanan,

yaitu dana yang dipercayakan oleh nasabah kepada BMT untuk disa-

lurkan ke sektor produktif dalam bentuk pembiayaan dalam bentuk

simpanan dan simpanan berjangka.

56

Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Mãl Wa Tamwîl (Yogya-

karta: UII Pess, 2005). 57

htttp://www.puskopsyah.co.id

90 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

b. Penyaluran Dana (Financing)

Penyaluran dana adalah kegiatan usaha BMT yang dilakukan

dengan kegiatan usaha memberikan pembiayaan. Pembiayaan adalah

suatu fasilitas yang diberikan BMT kepada anggotanya untuk meng-

gunakan dana yang telah dikumpulkan oleh BMT dari anggotanya.

Menurut Muhammad, dalam rangka mencapai tujuannya, BMT

berfungsi sebagai: 1) Mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisasi,

mendorong, dan mengembangkan potensi serta kemampuan potensi

ekonomi anggota; 2) Meningkatkan kualitas SDM anggota menjadi

lebih profesional dan islami sehingga semakin utuh dan tangguh

dalam menghadapi persaingan global; 3) Menggalang dan memobi-

lisasi potensi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan

anggota; 4) Menjadi perantara keuangan (financial intermediary) anta-

ra pemilik dana dengan dhuafa terutama untuk dana-dana sosial seper-

ti zakat, infaq, sedekah, hibah dan lain-lain; 5) Menjadi perantara

keuangan antara pemilik dana, baik sebagai pemodal maupun sebagai

penyimpan dengan pengguna dana untuk usaha pengembangan

produktif.58

Sedangkan menurut Andri Soemitra,59

fungsi dari BMT yaitu:

1) Mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisir, mendorong, dan

mengembangkan potensi serta kemampuan ekonomi anggota, kelom-

pok usaha anggota muamalat (Pokusma) dan kerjanya; 2) Memper-

tinggi kualitas SDM anggota dan Pokusma menjadi lebih profesional

dan islami sehingga semakin utuh dan tangguh menghadapi tantangan

global; 3) Menggalang dan mengorganisir potensi masyarakat dalam

rangka meningkatkan kesejahteraan anggota.

Baitul Maal wat Tamwil (BMT) atau secara hukum disebut

Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS). Payung hukum dari pendi-

rian BMT di Indonesia adalah Keputusan Menteri Koperasi dan UKM

No 91/Kep/MKUKM/IX/2004 tentang petunjuk pelaksanaan kegiatan

usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah. BMT dirancang sebagai lem-

baga ekonomi rakyat, yang secara konsepsi dan secara nyata lebih

fokus kepada masyarakat bawah, yang miskin dan nyaris miskin.

Agenda kegiatannya yang utama adalah pengembangan usaha mikro

58

Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Mãl Wa Tamwîl, (Yogya-

karta: UII Pess, 2005). 59

Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Ken-

cana, 2009).

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 91

dan usaha kecil, terutama melalui bantuan permodalan. Untuk

melancarkan usaha pembiayaan tersebut, maka BMT berupaya meng-

himpun dana, yang terutama sekali berasal dari masyarakat lokal di

sekitarnya.60

Dengan kata lain, BMT pada prinsipnya berupaya meng-

organisasi usaha saling tolong menolong antarwarga masyarakat suatu

wilayah (komunitas) dalam masalah ekonomi.

Pengembangan BMT merupakan hasil prakarsa dari Pusat

Inkubasi Bisnis Usaha Kecil dan Menengah (PINBUK) yang merupa-

kan badan pekerja yang dibentuk oleh Yayasan Inkubasi Usaha Kecil

dan Menengah (YINBUK). Menurut A. Djazuli dan Yandi Janwari,

2002 yang dikutip oleh Andri Soemitra, PINBUK didirikan memiliki

fungsi sebagai berikut: 1) Mensupervisi dan membina teknis, admi-

nistrasi, pembukuan, dan financial BMT-BMT yang terbentuk; 2)

Mengembangkan sumber daya manusia dengan melakukan inkubasi

bisnis pengusaha baru dan penyuburan pengusaha yang ada; 3)

Mengembangkan teknologi maju untuk para nasabah BMT sehingga

meningkat nilai tambahnya; 4) Memberikan penyuluhan dan latihan;

5) Melakukan promosi, pemasaran hasil dan mengembangkan jaringan

perdagangan usaha kecil; 6) Memfasilitasi alat-alat yang tidak mampu

dimiliki oleh pengusaha secara perorangan, seperti faks, alat-alat pro-

mosi dan alat-alat pendukung lainnya.61

Sebagaimana umumnya lembaga keuangan Islami lainnya,

BMT merupakan lembaga mediasi keuangan yang bertujuan mening-

katkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khu-

susnya dan masyarakat pada umumnya. BMT dalam upayanya merea-

lisasikan konsep tersebut maka dikembangkalah sejumlah usaha bisnis

yang dikembangkan secara swadaya dan profesional.

Pembiayaan yang diberikan BMT kepada pengusaha mikro dan

kecil dalam Muhammad62

diberikan dalam rangka untuk: 1) Upaya

memaksimalkan laba, artinya setiap usaha yang dibuka memiliki tuju-

an tertinggi, yaitu menghasilkan laba usaha. Setiap pengusaha me-

nginginkan mampu mencapai laba maksimal. Untuk dapat meng-

hasilkan laba maksimal maka mereka perlu dukungan dana yang

60

Buchori NS., Koperasi Syariah (Tangerang Selatan: Pustaka Aufa

Media, 2012). 61

Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Ken-

cana, 2009). 62

Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Mãl Wa Tamwîl (Yogya-

karta: UII Press, 2005)

92 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

cukup; 2) Upaya meminimalkan risiko, usaha yang dilakukan agar

mampu menghasilkan laba maksimal, maka pengusaha harus mampu

meminimalkan risiko yang mungkin timbul. Risiko kekurangan modal

usaha dapat diperoleh melalui tindakan pembiayaan; 3) Pendayagu-

naan sumber ekonomi, sumber daya ekonomi dapat dikembangkan

dengan melakukan mixing antara sumber daya alam dengan sumber

daya manusia serta sumber daya modal. Jika sumber daya alam dan

sumber daya manusianya ada, dan sumber modal tidak ada. Maka

dipastikan diperlukan pembiayaan. Dengan demikian, pembiayaan

pada dasarnya dapat meningkatkan daya guna sumber-sumber daya

ekonomi; 4) Penyaluran kelebihan dana, dalam kehidupan masyarakat

ini ada pihak yang memiliki kelebihan sementara ada pihak yang

kekurangan. Dalam kaitannya dengan masalah dana, maka mekanisme

pembiayaan dapat menjadi jembatan dalam penyeimbangan dan pe-

nyaluran kelebihan (surplus) kepada pihak yang kekurangan (minus)

dana.

Sehubungan dengan aktivitas BMT, maka pembiayaan meru-

pakan sumber pendapatan bagi BMT. Oleh karena itu, tujuan pembia-

yaan yang dilaksanakan BMT adalah untuk memenuhi kepentingan

stakeholder. Menurut Muhammad, tujuan pembiayaan yaitu: 1) bagi

Pemilik, dari sumber pendapatan di atas, para pemilik mengharapkan

akan memeroleh penghasilan atas dana yang ditanamkan pada BMT

tersebut; 2) Pegawai, para pegawai mengharapkan dapat memeroleh

kesejahteraan dari BMT yang dikelolanya; 3) Pemilik dana, sebagai-

mana pemilik, mereka mengharapkan dari dana yang diinvestasikan

akan diperoleh bagi hasil; 4) Debitur yang bersangkutan, dengan

penyediaan dana baginya, mereka terbantu guna menjalankan usaha-

nya (sektor produktif) atau terbantu untuk pengadaan barang yang

diinginkannya (pembiayaan konsumtif); 5) Masyarakat umumnya atau

konsumen. Mereka dapat memeroleh barang-barang yang dibutuh-

kannya; 6) Pemerintah, akibat penyediaan pembiayaan, pemerintah

terbantu dalam pembiayaan pembangunan Negara, di samping itu

akan diperoleh pajak (berupa pajak penghasilan atas keuntungan yang

diperoleh BMT dan juga perusahaan- perusahaan); 7) BMT, bagi

BMT yang bersangkutan, hasil dari penyaluran pembiayaan, diharap-

kan BMT dapat meneruskan dan mengembangkan usahanya agar tetap

bertahan dan meluas jaringan usahanya, sehingga semakin banyak

masyarakat yang dapat dilayaninya.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 93

Menurut Muhammad Ridwan63

pendekatan analisis pembiayaan

yang diterapkan oleh para pengelola BMT yaitu: 1) Pendekatan jami-

nan, artinya BMT dalam memberikan pembiayaan selalu memper-

hatikan kuantitas dan kualitas jaminan yang dimiliki oleh peminjam;

2) Pendekatan karakter, artinya BMT mencermati secara sungguh-

sungguh terkait dengan karakter anggota; 3) Pendekatan kemampuan

pelunasan, artinya BMT menganalisis kemampuan anggota untuk

melunasi jumlah pembiayaan yang telah diambil; 4) Pendekatan

dengan studi kelayakan, artinya BMT memperhatikan kelayakan

usaha yang dijalankan oleh anggota peminjam; dan 5) Pendekatan

fungsi-fungsi BMT, artinya BMT memperhatikan fungsinya sebagai

lembaga intermediary keuangan, yaitu mengatur mekanisme dana

yang dikumpulkan dengan dana yang disalurkan.

Dengan demikian, pendekatan analisis pembiayaan pada BMT

tidak berbeda jauh dengan pendekatan pada lembaga keuangan lain-

nya dimana menggunakan lima C yaitu: collateral (jaminan), charac-

ter (karakter nasabah), capacity (kemampuan membayar pelunasan),

condition (situasi usaha dan kondisi ekonomi) dan capital (modal

yang dimiliki).

Menurut Ridwan64

dalam melaksanakan usahanya BMT, berpe-

gang teguh pada prinsip utama sebagai berikut: 1) Keimanan dan

ketaqwaan kepada Allah SWT dengan mengimplementasikannya pada

prinsip-prinsip Syariah dan mu’amalah Islam kedalam kehidupan

nyata; 2) Keterpaduan, yakni nilai-nilai spiritual dan moral meng-

gerakkan dan mengarahkan etika bisnis yang dinamis, proaktif, pro-

gresif adil dan berakhlaq mulia; 3) Kekeluargaan, yakni mengutama-

kan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi; 4) Kebersamaan,

yakni kesatuan pola pikir, sikap dan cita-cita antar semua elemen

BMT; 5) Kemandirian, yakni mandiri diatas semua golongan politik,

tidak tergantung pada dana-dana pinjaman tetapi senantiasa proaktif

untuk menggalang dana masyarakat sebanyak-banyaknya; 6) Profesio-

nalisme, yakni semangat kerja yang tinggi, dengan bekal pengetahuan,

dan keterampilan yang senantiasa ditingkatkan yang dilandasi keima-

nan. Kerja yang tidak hanya berorientasi pada kehidupan dunia saja,

63

Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Mãl Wa Tamwîl (Yogya-

karta: UII Press, 2005).

64Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Mãl Wa Tamwîl (Yogya-

karta: UII Press, 2005).

94 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

tetapi juga kenikmatan dan kepuasan rohani dan akherat; 7) Istiqomah,

yakni konsisten, konsekuen, kontinuitas/berkelanjutan tanpa henti dan

tanpa pernah putus asa.

Penerapan ketujuh prinsip utama tersebut menjadi ciri pembeda

antara BMT dan LKM lainnya, karena BMT berupaya menerapkan

prinsip yang digali dari nilai islam dalam manajemennya. Hal ini

terrefleksi pada hampir semua prinsipnya, terutama keimanan dan

ketaqwaan, keterpaduan nilai spiritual dan moral, serta istiqomah.

BMT sebagai lembaga keuangan non bank yang beroperasi

pada level paling bawah berperan aktif dan maksimal untuk ikut

menggerakan dan memberdayakan ekonomi rakyat. Ada tiga peran

BMT dalam membantu memberdayakan ekonomi rakyat dan sosiali-

sasi sistem syariah secara bersama yaitu;

a. Sektor finansial, yaitu dengan cara memberikan fasilitas pem-

biayaan kepada para pengusaha kecil dengan konsep syariah,

serta mengaktifkan nasabah yang surplus dana untuk menabung.

b. Sektor riil, dengan pola binaan terhadap para pengusaha kecil

manajemen, teknis pemasaran dan lainnya untuk meningkatkan

profesionalisme dan produktivitas, sehingga para pelaku ekono-

mi tersebut mampu memberikan konstribusi laba yang propor-

sional untuk ukuran bisnis.

c. Sektor religius, dengan bentuk ajakan dan himbauan terhadap

umat Islam untuk aktif membayar zakat dan mengamalkan infaq

dan sadaqah, kemudian BMT menyalurkan ZIS pada yang ber-

hak serta memberi fasilitas pembiayaan Qardul Hasan (pinja-

man lunak tanpa beban biaya).

Dalam menjalankan operasionalnya serta untuk menjaga keper-

cayaan para anggotanya, BMT selalu berpegang teguh pada prinsip-

prinsip sebagai berikut:65

Dari, untuk, dan kepada anggota; Kebersa-

maan atau Ukhuwah Islamiyah66

; Mandiri, Swadaya, dan Musya-

warah.

Selain menjalankan prinsip-prinsip di atas, BMT juga perlu

menjaga kesehatannya agar memiliki kinerja yang baik. Tingkat kese-

65

Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Mãl Wa Tamwîl (Yogya-

karta: UII Pess, 2005), hal 129. 66

Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Mãl Wa Tamwîl (Yogya-

karta: UII Pess, 2005), hal 129.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 95

hatan BMT adalah ukuran kinerja dan kualitas BMT yang dilihat dari

faktor-faktor yang memengaruhi kelancaran, keberhasilan dan keber-

langsungan usaha, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.

Aspek kesehatan BMT dapat dilihat dari dari dua sisi, yaitu:67

a. Aspek Jasadiyah, meliputi: 1) kinerjka keuangan, meliputi

struktur permodalan, kualitas aktiva produktif (KAP), likuditas,

rasio efisiensi, kemandirian, dan keberlanjutan. 2) kelembagaan

dan manajemen, dimana BMT memiliki kesiapan untuk mela-

kukan operasinya dilihat dari sisi kelengkapan legalitas, aturan-

aturan, dan mekanisme organisasi dalam perencanaan, pelaksa-

naan, pendampingan dan pengawasan, SDM, permodalan,

sarana, dan prasarana kerja.

b. Aspek Ruhiyah, meliputi: 1) Visi dan misi: pengelola, pengu-

rus, pengawas syariah, dan seluruh anggotanya memiliki ke-

mampuan dalam mengaplikasikan visi dan misi BMT. 2) Kepe-

kaan sosial: pengelola, pengurus, pengawas syariah, dan seluruh

anggotanya memiliki kepekaan yang tajam dan dalam, respon-

sif, proaktif terhadap nasib para anggota dan nasib (kualitas

hidup) warga masyarakat di sekitar BMT.

Dari kedua aspek pengukur tingkat kesehatan BMT menun-

jukkan bahwa BMT tidak hanya dituntut memiliki kinerja keuangan

yang baik, namun juga memiliki kemampuan responsif terhadap

perkembangan dan masalah yang dihadapi warga lingkungan sekitar

BMT.

Guna mendukung operasionalisasinya, BMT telah memiliki

infrastruktur yang cukup lengkap dengan adanya Kementerian Kope-

rasi dan UMKM serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sebagai otoritas

industri, Kementerian Koperasi dan UMKM bertugas mengatur dan

mengawasi koperasi keuangan baik konvensional (KSP/USP) maupun

syariah (KSPPS/USPPS). Sedangkan OJK mengatur dan mengawasi

lembaga keuangan mikro (BKD, LDKP, BMT dan BTM) dan bank

yang melakukan pelayanan kredit mikro (Bank Perkreditan Rakyat

dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah).

Meskipun telah memiliki infrastruktur yang lengkap, namun

BMT/LKMS masih memiliki tantangan berupa: 1) pengaturan dan

67

M. Nur Rianto Al Arif, Dasar-dasar Elemen Ekonomi Islam (Solo:

Era Intermedia, 2011), hal. 394

96 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

pengawasan yang lemah, 2) mobilisasi likuiditas yang terbatas dan

mahal, 3) kemampuan atau kompetensi SDM yang rendah, 4) daya

tawar LKM yang lemah.

Lemahnya pengaturan dan pengawasan terhadap BMT dapat

berpotensi terjadinya berbagai kemungkinan kesalahan dalam manaje-

men dan penegakan aturan terkait operasional berdasarkan hukum

positif maupun kepatuhan pada hukum syariah. Untuk mengantisipasi

terjadinya kelemahan tersebut diperlukan dukungan pembentukan sa-

tuan pengawas internal baik untuk audit manajemen maupun syariah

compliance dengan melibatkan dewan pengawas syariah.

Keterbatasan dalam hal likuiditas bagi BMT telah dapat dian-

tisipasi dengan adanya lembaga pendukung yaitu bank dan dana ven-

tura sebagai lembaga Apex. Sedangkan untuk penguatan kelembagaan

pelaku keuangan mikro, peningkatan kualitas SDM pada LKMS/BMT

dibantu oleh lembaga pembina yaitu Pusat Inkubasi Bisnis Usaha

Kecil (Pinbuk) dan asosiasi (ASKOPINDO, ABSINDO dan PBMT).

F. Tamkin dan Pemberdayaan Ekonomi

Pemberdayaan merupakan aspek penting dalam pengembangan

fungsi lembaga keuangan mikro syariah. BMT sebagai lembaga keua-

ngan mikro syariah memiliki peran memberdayakan anggota dan

nasabahnya agar terjadi peningkatan kesejahteraan. Dalam Al-Qur’an,

terdapat istilah tamkin yang memiliki makna berkaitan dengan pem-

berdayaan.

Tamkin merupakan bentuk mashdar dari kata kerja makkana

yang memiliki arti sama dengan amkana. Menurut Ramadhan Khamis

Al-Gharib seperti dikutip Sanrego, tamkîn menunjukkan atas kemam-

puan melakukan sesuatu, kekokohan, memiliki kekuatan, kekuasaan,

pengaruh dan memiliki kedudukan atau tempat; baik itu bersifat hissi

(dapat dirasakan/materi) seperti menetapnya burung dalam sangkarnya

atau bisa bersifat ma’nawi seperti kokohnya atau teguhnya orang

tersebut di sisi penguasa.68

Dengan demikian, istilah tamkîn dalam ekonomi dapat diartikan

sebagai pemberdayaan yang melibatkan individu atau kelompok yang

memiliki atau menggunakan kesempatan untuk meraih kekuasaan ke

68

Ramadhan Khamis Al-Gharib, Sunnah At-Tamkîn fi Dhau’ Al-

Qur’ân Al-Karîm, dikutip dari Yulizar D. Sanrego, Fiqih Tamkin (Fiqih Pem-

berdayaan), (Jakarta: Qisthi Press, 2016), h.76

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 97

tangan mereka, meredistribusikan kekuasaan dari kaum yang berpu-

nya kepada kaum yang tidak berpunya. Pemberdayaan bertujuan untuk

meningkatkan keberdayaan dari mereka yang dirugikan.69

Definisi lain dikemukakan oleh Raihan, dimana Tamkîn diarti-

kan sebagai pemberdayaan yang berkelanjutan (at-tamkîn al-musta-

dâm), yaitu memberi kekuasaan penuh kepada masyarakat agar diri-

nya berkembang dan bisa mencapai pengembangan tersebut dan ia

memahaminya dari segala sisi.70

Dengan demikian pemberdayaan disini harus melibatkan pra-

karsa dan kesadaran dari yang diberdayakan, agar penguasa dan yang

diberdayakan saling berkontribusi dan tidak hanya melibatkan keingi-

nan sepihak dari penguasa semata.

Al-Qur’an memberikan beberapa istilah turunan terkait tamkîn,

diantaranya:

1. Tamkîn berarti pemberian kekuasaan atau kerajaan (QS. Al-

Kahfi (18): 84).71

2. Tamkîn berarti kedudukan di sisi penguasa (QS. Yusuf (12):

54).72

3. Tamkîn berarti persiapan untuk meraih kekuasaan atau kedudu-

kan di muka bumi. (QS. Al Qashash (28): 57).73

69

Jim Life dan Tesorieso sebagaimana dikutip oleh Yulizar D. San-

rego, Fiqih Tamkin (Fiqih Pemberdayaan), (Jakarta: Qisthi Press, 2016),

h.77. 70

Raihan Muhammad Raihan Tanmiyyah Al-Mujtama’ât Al Jadîdah-

At-Tamkîn Ka’adâtîn Fâ’ilah fi Amaliyyah At-Tanmiyyah Al-Hadhariyyah

Al-Mustadâmah, dikutip dari Yulizar D. Sanrego, Fiqih Tamkin (Fiqih

Pemberdayaan), (Jakarta: Qisthi Press, 2016), h.77-78. 71

Al-Qur’an dan Terjemahannya (Madinah Al Munawwarah: Mujam-

ma’ Al Malik Fahd Li Thiba’at Al Mush-haf, 1431 H), hal.456. “Sesung-

guhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di muka bumi, dan Kami

telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu.” 72

Al-Qur’an dan Terjemahannya (Madinah Al Munawwarah: Mujam-

ma’ Al Malik Fahd Li Thiba’at Al Mush-haf, 1431 H), hal. 357. “Dan raja

berkata: “Bawalah Yusuf kepadaku, agar aku memilih dia sebagai orang yang

rapat kepadaku”. Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengan dia, dia ber-

kata: “Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seseorang yang berkedu-

dukan lagi dipercaya pada sisi kami.” 73

Al-Qur’an dan Terjemahannya (Madinah Al Munawwarah: Mujam-

ma’ Al Malik Fahd Li Thiba’at Al Mush-haf, 1431 H), hal.619. “Dan mereka

berkata: “Jika kami mengikuti petunjuk bersama kamu, niscaya kami akan

98 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

4. Tamkîn berarti pemberian nikmat dunia dan mata pencaharian

(QS. Al-An’âm (6): 6).74

5. Tamkîn berarti keteguhan terhadap agama yaitu kekuatan untuk

mempraktikkan dan menonjolkan syiar-syiar agama dalam

keadaan aman tanpa adanya gangguan dan kekacauan. (QS. An-

Nûr (24): 55).75

6. Tamkîn berarti kemampuan atau kemenangan terhadap sesuatu

(QS. Al-Anfâl (8): 71).76

7. Tamkîn berarti tetap, stabil, dan kokoh di suatu tempat (QS. Al-

Mursalât (77): 21).77

diusir dari negeri kami.” Dan apakah Kami tidak meneguhkan kedudukan

mereka dalam daerah haram (tanah suci) yang aman, yang didatangkan ke

tempat itu buah-buahan dari segala macam tumbuh-tumbuhan) untuk menjadi

rezeki (bagimu) dari sisi Kami? tetapi kebanyakan mereka tidak mengeta-

hui.” 74

Al-Qur’an dan Terjemahannya (Madinah Al Munawwarah: Mujam-

ma’ Al Malik Fahd Li Thiba’at Al Mush-haf, 1431 H), hal.187. “Apakah

mereka tidak memperhatikan berapa banyaknya generasi-generasi yang telah

Kami binasakan sebelum mereka, padahal generasi itu, telah Kami teguhkan

kedudukan mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami

berikan kepadamu, dan Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan

Kami jadikan sungai-sungai yang mengalir di bawah mereka, kemudian

Kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan Kami ciptakan

sesudah mereka generasi yang lain.” 75

Al-Qur’an dan Terjemahannya (Madinah Al Munawwarah: Mujam-

ma’ Al Malik Fahd Li Thiba’at Al Mush-haf, 1431 H), hal.553. “Dan Allah

telah berjanji kepada orang–orang yang beriman di antara kamu dan menger-

jakan amal-amal saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka

berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebe-

lum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka aga-

ma yang telah diridhaiNya untuk mereka dan Dia benar-benar akan menukar

keadaan mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman

sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesua-

tu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu,

maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” 76

Al-Qur’an dan Terjemahannya (Madinah Al Munawwarah: Mujam-

ma’ Al Malik Fahd Li Thiba’at Al Mush-haf, 1431 H), hal.273. “Akan tetapi

jika mereka (tawanan-tawanan itu) bermaksud hendak berkhianat kepadamu,

maka sesungguhnya mereka telah berkhianat kepada Allah sebelum ini, lalu

Allah menjadikanmu berkuasa terhadap mereka. Dan Allah Maha Menge-

tahui lagi Maha Bijaksana.”

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 99

Makna tamkîn relatif beragam, namun dapat disimpulkan

bahwa Tamkîn memiliki makna adanya kekuatan dan dorongan untuk

melakukan perubahan. Seseorang dikatakan Tamkîn (berdaya) jika

memiliki dua konsidi, secara maddi (materi) dan secara ma’nawi (non

materi). Berdaya secara materi diartikan sebagai kemampuan manusia

untuk mengolah sumber daya sehingga dapat memenuhi kebutuhan

hidupnya. Sebagaimana disebutkan dalam Q.S. Al-A’raf (7): 10,78

terdapat kaya ma’âyish yang disandingkan dengan kata tamkîn.

Secara ma’nawi (non materi), menunjukkan berdayanya ketika

mampu menggapai kehidupan mulia dengan menggunakan pondasi

agama dengan menggunakan nilai-nilai ruhani, akhlak dan sosial serta

keamanan yang menjamin terpenuhinya hak-hak azasi. 79

Tamkîn jika dikaitkan dengan pendapat Pristiyanto80

tentang

pola pemberdayaan anggota koperasi sangat relevan. Tahap pember-

dayaan anggota koperasi dimulai ketika anggota telah memanfaatkan

skim melalui dana tamwil. Satu step setelah anggota mampu melepas-

kan diri dari penggunaan dana zakat yang dikelola baitul maal pada

BMT. Pada tahap pemberdayaan, anggota/nasabah memiliki kemung-

kinan untuk menggunakan dana dengan skim qardh atau diarahkan

untuk memanfaatkan skema pembiayaan dengan pola bagi hasil

dengan nisbah ringan. Karenanya anggota diharapkan untuk berdaya

secara sosial dibanding anggota lainnya.

Ketika usaha dan kemampuan anggota sudah mulai berkem-

bang, berarti mereka telah berdaya secara sosial. Pada tahap berikut-

nya, anggota diberikan kesempatan untuk mendapatkan fasilitas skim

77

Al-Qur’an dan Terjemahannya (Madinah Al Munawwarah: Mujam-

ma’ Al Malik Fahd Li Thiba’at Al Mush-haf, 1431 H), hal.1009. “Kemudian

Kami letakkan dia dalam tempat yang kokoh (rahim).” 78

Al-Qur’an dan Terjemahannya (Madinah Al Munawwarah: Mujam-

ma’ Al Malik Fahd Li Thiba’at Al Mush-haf, 1431 H), hal.222. “Sesung-

guhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami

adakan bagimu di muka bumi itu (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah

kamu bersyukur.” 79

Syaikh Salim Al-Hilaly dalam Syarh Riyâdhus Shâlihîn seperti

dikutip Sanrego, Fiqih Tamkîn (Fiqih Pemberdayaan), (Jakarta: Qisthi Press,

2016), h.89. 80

Pristiyanto, “Literasi dan Penumbuhan Usaha Simpan Pinjam dan

Pembiayaan Syariah oleh Koperasi”, Direktorat Pembiayaan Syariah Kemen-

terian Koperasi dan UKM, 2017.

100 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

pembiayaan dengan skim mudharabah, musyarakah maupun muraba-

hah. Sehingga lebih berdaya secara ekonomi karena telah memiliki

kemampuan menghasilkan keuntungan dan memberikan manfaat lebih

luas dari sisi sosial maupun ekonomi baik kepada diri sendiri maupun

lingkungan sekitarnya.

Dengan demikian, makna dan tujuan tamkîn sangat erat kaitan-

nya dengan penguatan ekonomi. Pemberdayaan yang dilakukan oleh

berbagai lembaga yang salah satunya BMT akan memberikan ke-

mungkinan penguatan ekonomi secara langsung kepada anggota dan

masyarakat secara umum.

Dalam proses peningkatan literasi dan inklusi keuangan bagi

masyarakat khususnya pelaku usaha mikro kecil (UMK), BMT me-

megang peranan penting karena merupakan lembaga yang bersentuhan

langsung dengan pelaku usaha tersebut. Ada berbagai cara yang

ditempuh agar BMT dapat lebih dikenal masyarakat, manfaatnya dira-

sakan serta dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah seki-

tar. Pada bab ini akan dijelaskan gambaran objek penelitian dari

beberapa BMT dan perannya dalam pemberdayaan ekonomi maupun

peningkatan kesejahteraan masyarakat.

G. Kebijakan Keuangan Inklusif di Berbagai Negara

Berbagai negara di dunia telah melakukan upaya untuk mening-

katkan keuangan inklusif sebagai bagian dari pencapaian sasaran

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dalam sasarannya disebutkan

bahwa akses keuangan universal kelompok bank dunia akan tercapai

pada 2020 dan sebagai bagian dari tujuan pembangunan berkelanjutan

(Sustainable Development Goals/SDG’s) Perserikatan Bangsa-

Bangsa.

Berdasarkan hasil Siaran Pers Bank Dunia, 19 April 2018,

inklusi keuangan meningkat secara global, dipercepat oleh telepon

seluler dan internet, tetapi keuntungannya tidak merata di seluruh

negara. Bank Dunia juga menyatakan bahwa penggunaan jasa keua-

ngan lebih dimungkinkan pada laki-laki daripada wanita untuk memi-

liki akun. Secara global, 69 persen orang dewasa yaitu sebanyak 3,8

miliar orang telah memiliki akun di bank atau penyedia uang seluler,

sebagai perwujudan langkah penting untuk keluar dari kemiskinan.

Hal ini meningkat yang semula 62 persen pada 2014 dan hanya 51

persen pada 2011. Menurut Database Global Findex, sejak tahun

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 101

2014 hingga 2017, terdapat 515 juta orang dewasa memperoleh akun,

dan 1,2 miliar telah melakukannya sejak 2011. Sementara di beberapa

negara, kepemilikan akun meningkat pesat. Peningkatan yang lebih

lambat terjadi di beberapa negara lain, yang disebabkan oleh

perbedaan yang cukup besar antara kepemilikan akun pria dan wanita

dan antara orang kaya dan miskin. Kesenjangan antara pria dan wanita

di negara berkembang tetap tidak berubah sejak 2011, yaitu sebesar 9

persen.

Global Findex, merupakan kumpulan data yang cukup luas

tentang bagaimana masyarakat di 144 negara menggunakan jasa

keuangan. Data ini dihasilkan oleh Bank Dunia dengan pendanaan

dari Bill & Melinda Gates Foundation dan bekerja sama dengan

Gallup, Inc. Menurut Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim: “Dalam beberapa tahun terakhir, kami telah melihat langkah besar

di seluruh dunia dalam menghubungkan orang-orang dengan

layanan keuangan formal. Inklusi keuangan memungkinkan orang

menabung untuk kebutuhan keluarga, meminjam untuk mendu-

kung bisnis, atau membangun bantalan terhadap keadaan darurat.

Memiliki akses ke layanan keuangan merupakan langkah penting

untuk mengurangi kemiskinan dan ketidaksetaraan, dan data baru

tentang kepemilikan telepon seluler dan akses internet menunjuk-

kan kesempatan yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk

menggunakan teknologi guna mencapai inklusi keuangan univer-

sal.”

Selama kurun waktu 2014 dan 2017, telah terjadi peningkatan

yang signifikan dalam penggunaan telepon seluler dan internet untuk

melakukan transaksi keuangan. Hal ini telah berkontribusi pada

peningkatan pangsa pemilik akun yang mengirim atau menerima pem-

bayaran secara digital dari 67 persen menjadi 76 persen secara global,

dan di negara berkembang dari 57 persen menjadi 70 persen.

Secara global, 1,7 miliar orang dewasa tetap tidak memiliki

rekening bank, namun dua pertiga dari mereka memiliki ponsel yang

dapat membantu mereka mengakses layanan keuangan. Teknologi

digital dapat memanfaatkan transaksi tunai yang ada untuk membawa

orang ke dalam sistem keuangan. Transaksi tersbut misalnya, mem-

bayar gaji pemerintah, pensiun, dan tunjangan sosial langsung ke

rekening. Hal ini dapat membawa jasa keuangan formal ke lebih dari

100 juta orang dewasa secara global, termasuk 95 juta di negara

berkembang.

102 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Selain itu, terdapat peluang lain untuk meningkatkan kepemili-

kan dan penggunaan akun melalui pembayaran digital, di mana lebih

dari 200 juta orang dewasa yang tidak memiliki rekening bank yang

bekerja di sektor swasta dibayar dengan uang tunai saja, seperti juga

lebih dari 200 juta yang menerima pembayaran upah/gaji di sektor

pertanian.

Menurut Melinda Gates, Co-Chair dari Bill & Melinda Gates

Foundation: “Kami sudah tahu banyak tentang cara memastikan

wanita memiliki akses yang sama ke layanan keuangan yang dapat

mengubah hidup mereka. Ketika pemerintah memberikan pemba-

yaran kesejahteraan sosial atau subsidi lain langsung ke rekening

bank digital wanita, dampaknya luar biasa. Wanita mendapatkan

kekuatan pengambilan keputusan di rumah mereka, dan dengan

lebih banyak alat keuangan yang mereka miliki, mereka berinves-

tasi dalam kemakmuran keluarga mereka dan membantu mendo-

rong pertumbuhan ekonomi yang luas.”

Database Global Findex ini termasuk indikator terbaru tentang

akses dan penggunaan layanan keuangan formal dan informal. Ia

menambahkan data tentang penggunaan teknologi keuangan, termasuk

telepon seluler dan internet untuk melakukan transaksi keuangan, dan

didasarkan pada lebih dari 150.000 wawancara di seluruh dunia. Data-

base telah diterbitkan setiap tiga tahun sejak 2011.

Berikut beberapa kondisi dan kebijakan yang dilakukan di

berbagai negara tentang keuangan inklusif:

1. Afrika dan Sub Sahara

Di wilayah ini, uang seluler atau uang yang tersimpan di

akun gawai telah mendorong inklusi keuangan. Sementara

pangsa orang dewasa dengan akun di lembaga keuangan jum-

lahnya tidak berubah. Persentase orang dewasa dengan akun

uang seluler hampir dua kali lipat, menjadi 21 persen. Sejak

2014, akun uang seluler telah menyebar dari Afrika Timur ke

Afrika Barat dan sekitarnya, di mana 20 persen atau lebih orang

dewasa hanya menggunakan akun uang seluler yaitu wilayah:

Burkina Faso, Pantai Gading, Gabon, Kenya, Senegal, Tanza-

nia, Uganda, dan Zimbabwe. Peluang cukup besar untuk me-

ningkatkan kepemilikan akun dimana sekitar 95 juta orang

dewasa yang tidak memiliki rekening bank di wilayah tersebut

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 103

menerima pembayaran tunai untuk produk pertanian, dan

sekitar 65 juta tabungan menggunakan metode semiformal.

Dengan demikian, negara Afrika Sub-Sahara telah me-

ngembangkan model penggunaan akun seluler sebagai langkah

percepatan akses keuangan masyarakat, namun masih terken-

dala oleh banyaknya jumlah tabungan yang menggunakan me-

tode semiformal atau masih menggunakan cara manual dan

tanpa melibatkan lembaga keuangan formal.

2. Asia Timur dan Pasifik

Keuangan inklusif di wilayah ini meningkat karena per-

tumbuhan transaksi keuangan untuk pembayaran utilitas seperti

rekening listrik, air, pajak, dan transaksi pembelian barang seca-

ra online. Kebijakan pemerintah yang mendorong lembaga

keuangan menjadi penyedia layanan pembayaran fasilitas/utili-

tas telah berhasil meningkatkan kepemilikan rekening di masya-

rakat.

Penggunaan transaksi keuangan digital tumbuh cukup

tinggi bahkan ketika kepemilikan akun mengalami stagnasi.

Pada April 2018, sebanyak 71 persen orang dewasa telah memi-

liki akun, sedikit mengalami perubahan dari tahun 2014. Namun

pengecualian terjadi di Indonesia, di mana persentase orang

dewasa yang memiliki akun naik 13 persen menjadi sebesar 49

persen.

Ketidaksetaraan jender relatif rendah, di mana pria dan

wanita memiliki kemungkinan yang sama untuk memiliki akun

di Kamboja, Indonesia, Myanmar, dan Vietnam. Transaksi

keuangan digital mengalami percepatan terutama di Cina, di

mana bagian dari pemilik akun menggunakan internet untuk

membayar tagihan atau membeli barang tumbuh lebih dari dua

kali lipat menjadi 57 persen. Teknologi digital telah dimanfa-

atkan untuk meningkatkan penggunaan akun, di mana 405 juta

pemilik akun di wilayah tersebut membayar tagihan utilitas

secara tunai, meskipun 95 persen dari mereka memiliki ponsel.

3. Eropa dan Asia Tengah

Kebijakan pemerintah di wilayah Eropa dan Asia Tengah

yaitu dengan mewajibkan penerima pembayaran dari pemerin-

104 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

tah untuk membuka rekening sangat berdampak pada pening-

katan kepemilikan rekening di bank.

Di wilayah ini, kepemilikan akun orang dewasa mening-

kat dari 58 persen pada 2014 menjadi 65 persen pada 2017. Hal

ini disebabkan oleh pembayaran gaji, pensiun, dan tunjangan

sosial pemerintah yang mengharuskan mereka memiliki reke-

ning, sehingga membantu mendorong peningkatan tersebut. Di

antara mereka yang memiliki akun, terdapat 17 persen yang

merupakan pembukaan akun yang pertama untuk menerima

pembayaran pemerintah. Bagian orang dewasa yang membuat

atau menerima pembayaran digital melonjak 14 persen menjadi

60 persen. Digitalisasi untuk semua pembayaran pensiun publik

dapat mengurangi jumlah orang dewasa yang tidak memiliki

rekening bank hingga 20 juta orang.

4. Amerika Latin dan Karibia

Keuangan inklusif di kedua wilayah ini meningkat seba-

gai akibat dari peningkatan penggunaan akun untuk melakukan

berbagai transaksi terutama pembayaran upah dan transaksi

bisnis. Akses luas ke teknologi digital dapat memungkinkan

pertumbuhan pesat dalam penggunaan teknologi keuangan.

Sebanyak 55 persen orang dewasa telah memiliki ponsel dan

memiliki akses ke internet. Jumlah ini 15 persen lebih banyak

daripada rata-rata dunia berkembang. Sejak 2014, pangsa orang

dewasa yang membuat atau menerima pembayaran digital telah

meningkat sekitar 8 persentase atau lebih dalam perekonomian

seperti Bolivia, Brasil, Kolombia, Haiti, dan Peru. Sekitar 20

persen orang dewasa dengan akun menggunakan ponsel atau

internet untuk melakukan transaksi melalui akun di Argentina,

Brasil, dan Kosta Rika.

Dengan digitalisasi pembayaran upah tunai dan transaksi

bisnis dapat memperluas kepemilikan akun hingga 30 juta orang

dewasa yang semula tidak memiliki rekening bank. Dari jumlah

tersebut, hampir 90 persen di antaranya memiliki telepon selu-

ler.

5. Timur Tengah dan Afrika Utara

Di wilayah Timur Tengah dan Afrika, sasaran peningka-

tan keuangan inklusif lebih dikhususkan pada kalangan wanita,

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 105

karena partisipasi wanita di wilayah tersebut masih relatif ren-

dah dalam kepemilikan rekening.

Peluang untuk meningkatkan inklusi keuangan sangat

kuat di kalangan wanita. Pada April 2018, sebanyak 52 persen

pria telah memiliki akun, namun hanya 35 persen pada wanita.

Kesenjangan gender ini terjadi di hampir seluruh wilayah Timur

Tengah dan Afrika Utara. Kepemilikan ponsel yang relatif ting-

gi memberi peluang untuk memperluas inklusi keuangan, di

mana di antara yang tidak memiliki rekening bank, 86 persen

pria dan 75 persen wanita memiliki telepon seluler. Hingga

April 2018, terdapat 20 juta orang dewasa yang tidak memiliki

rekening bank di wilayah tersebut, mengirim atau menerima

pengiriman uang dalam negeri menggunakan uang tunai atau

layanan over-the-counter. Jumlah ini termasuk 7 juta orang

yang berada di Republik Arab Mesir.

6. Asia Selatan

Asia Selatan terutama India mengalami perkembangan

keuangan inklusif yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh

kebijakan penggunaan biometric (data digital) untuk menjawab

berbagai kebutuhan pelayanan masyarakat. Persentase orang

dewasa yang memiliki akun meningkat 23 persen, menjadi 70

persen. Kemajuan ini didorong oleh India, di mana kebijakan

pemerintah untuk meningkatkan inklusi keuangan melalui

identifikasi biometrik mendorong persentase orang dewasa yang

memiliki akun hingga 80 persen. Peningkatan terbesar terjadi di

kalangan wanita dan orang dewasa yang miskin. Di Asia Sela-

tan, kecuali India, kepemilikan akun secara regional masih me-

ningkat sebesar 12 persen, sementara pria sering mendapat

manfaat lebih dari wanita dalam pemilikan akun tersebut. Di

Bangladesh, persentase orang dewasa yang memiliki akun naik

10 persen di antara wanita, dan hampir dua kali lipat pada pria.

Di seluruh Kawasan Asia Selatan, pembayaran digital untuk

produk pertanian dapat mengurangi jumlah orang dewasa yang

tidak memiliki rekening bank sekitar 40 juta.

106 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

107

Bab III PROFIL BAITUL MAL WAT TAMWIL

DI DEPOK, TANGERANG, DAN BEKASI

Pada bab ini disajikan profil dari empat BMT yang dijadikan

objek penelitian. Secara umum, keempat BMT memiliki beberapa pro-

duk simpanan yang hampir sama karakteristiknya. Begitu pula pada

jenis pembiayaan yang disalurkan. Dilihat dari masa pendiriannya,

semua telah berpengalaman lebih dari sepuluh tahun, kecuali BSR

yang baru berdiri sejak tahun 2013 yang lalu.

A. KJKS/BMT Berkah Madani

Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) Berkah Madani

merupakan lembaga yang berbadan hukum Koperasi Jasa Keuangan

Syariah yang disahkan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Kope-

rasi dan Usaha Kecil Menengah Republik Indonesia No. 518/68/BH/

KPTS/KUKM/1.2/VII/2007. KJKS Berkah Madani berdiri pada

tanggal 27 Februari 2006 dan mulai beroperasi pada tanggal 26 Maret

2006. Lokasi KJKS Berkah Madani di Jalan Gas Alam Pertamina No.

69 Sukatani Tapos, Depok. Pelayanan yang diberikan oleh KJKS Ber-

kah Madani berupa simpanan, investasi berjangka, serta pembiayan

yang berdasarkan prinsip syariah islam.

Visi KJKS Berkah Madani adalah menjadi lembaga keuangan

syariah yang terbaik dan terdepan secara nasional dalam memberi

solusi yang bermakna bagi kaum duafa, pengusaha mikro dan kecil

secara berkelanjutan dengan berlandaskan pada prinsip-prinsip fatha-

nah, amanah, shidiq, dan tabligh sedangkan misinya adalah mening-

katkan akses permodalan bagi masyarakat kecil baik finansial maupun

non finansial, membantu menciptakan lapangan kerja dan meningkat-

kan produktifitas masyarakat kecil demi kesejahteraan dan keadilan

ekonomi, menjadi lembaga keuangan syariah yang tumbuh secara

berkelanjutan seiring dengan pertumbuhan nasabahnya, memberikan

keuntungan maksimal secara terus menerus kepada shareholder mela-

lui pelayanan terbaik kepada stakeholder, serta menjadi organisasi

pembelajar yang secara continue meningkatkan kompetensi dan

kappa-sitas sumber daya insani yang beriman dan bertaqwa dengan

108 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

kesejahteraan yang maksimal.1

Jenis pembiayaan yang ditawarkan oleh KJKS Berkah Madani

berupa murabahah, mudharabah, musyarakah, ijarah, dan al-qardh.

Pembiayaan yang diberikan kepada nasabah dapat digunakan sebagai

modal usaha maupun konsumtif. Prosedur dalam pengajuan pembia-

yaan tergolong mudah karena nasabah hanya perlu mengisi formulir

aplikasi, fotokopi kartu identitas, fotokopi kartu keluarga, fotokopi

buku nikah, surat jaminan, serta telah memiliki rekening simpanan.

Potensi yang dimiliki KJKS Berkah Madani dapat dilihat pada

Tabel. Jumlah simpanan pokok tidak mengalami perubahan dari tahun

2015 sampai dengan 2016 yaitu sebesar 30.000.065 rupiah sedangkan

simpanan wajib dan simpanan sukarela masing-masing mengalami

peningkatan sebesar 44.12% dan 14.37%. Mitra simpanan mengalami

penurunan sebesar 3.33%. Meskipun jumlah pembiayaan yang diberi-

kan turun sebesar 4.66%, nasabah yang menerima pembiayaan me-

ningkat sebesar 6.02% dari 382 menjadi 405 nasabah.

Jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh KJKS Berkah Madani

dari tahun 2015 sampai tahun 2016 mengalami penurunan. Pada tahun

2015, dana yang tersalurkan adalah sebesar 2.307.336.518 rupiah dan

tahun 2016 adalah sebesar 2.199.816.701 rupiah (turun sebesar 5%).

Pembiayaan ijarah mengalami kenaikan sebesar 17% pada tahun

2016. Dengan demikian menunjukkan bahwa pembiayaan Ijarah ma-

kin diminati oleh anggota. Meskipun jumlah pembiayaan mengalami

penurunan, jumlah nasabah pembiayaan pada KJKS Berkah Madani

mengalami peningkatan dimana tahun 2015 adalah sebanyak 382

orang dan tahun 2016 adalah sebanyak 405 orang (naik 6%). Jumlah

nasabah dan jumlah pembiayaan berdasarkan jenis pembiayaan dapat

dilihat pada Tabel 3.1.

1Kompilasi dari Profil BMT Berkah Madani dan hasil wawancara

dengan Manajer BMT, 26 Januari 2017

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 109

Tabel 3.1 Jenis dan Jumlah Pembiayaan pada KJKS Berkah Madani

Tahun 2015-2016

Tahun/

Jenis Pembiayaan Jumlah (Rp) Jumlah (Org) Jumlah (Rp) Jumlah (Org)

Murabahah 1.521.565.978 174 1.281.830.098 176 15,8- 1,15

Musyarakah - - - -

Mudharabah - - - -

Ijarah 785.770.540 208 917.986.603 229 17 10,10

Al-Qardh - - - -

Total 2.307.336.518 382 2.199.816.701 405 5- 6,0

2015 2016

%

Pertumbu

han

pengguna

%

Pertumbuhan

Pembiayaan

Sumber: Laporan Tahunan KJKS Berkah Madani

Berdasarkan tabel di atas, murabahah merupakan salah satu

jenis pembiayaan syariah yang digemari oleh nasabah dengan jumlah

pembiayaan yang paling banyak disalurkan oleh KJKS Berkah

Madani. Pembiayaan murabahah memiliki persentase sekitar 58-66%

terhadap total pembiayaan, sisanya adalah untuk pembiayaan ijarah.

Sementara pembiayaan musyarakah, mudharabah dan al-qardh belum

diminati.

Jika dilihat dari persentase jumlah anggota, jumlah yang me-

manfaatkan pembiayaan murabahah sebesar 45,5% di tahun 2015,

menurun menjadi 43% pada tahun 2016. Pada pembiayaan ijarah,

persentase jumlah yang memanfaatkan sebesar 54,5% tahun 2015 dan

naik menjadi 56% tahun 2016.

Aplikasi dan metode perhitungan pada pembiayaan murabahah

relatif lebih mudah dipahami oleh anggota, karena relatif sederhana,

dengan menghitung harga jual produk ke anggota yang terdiri dari

harga pokok ditambah keuntungan (marjin) yang ditetapkan atas

sepengetahuan anggota. Harga pokok ditambah keuntungan tersebut

menjadi harga yang harus dibayarkan anggota kepada BMT dengan

memperhitungkan jangka waktu pembayaran yang disesuaikan dengan

kemampuan anggota dan kesepakatan kedua belah pihak. Bagi masya-

rakat awam cara seperti ini lebih mudah dipahami dan tidak membi-

ngungkan karena cicilannya bersifat tetap selama periode pembiayaan.

Selama jangka waktu pembiayaan tidak dibolehkan terjadi perubahan

harga.

Berdasarkan tabel 3.2 jumlah simpanan wajib mengalami kenai-

kan pada tahun 2016 dibandingkan tahun 2015 sebesar 44%, dan sim-

panan sukarela naik 14%. Hal ini terkait erat dengan jumlah nasabah

110 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

pembiayaan yang juga mengalami peningkatan sebesar 6% dibanding

tahun 2015. Simpanan wajib dan sukarela yang meningkat berarti

jumlah anggota yang menyimpan dan menginvestasikan dananya di

BMT makin meningkat. Hal ini akan menambah kemampuan dan

kapasitas usaha BMT.

Tabel 3.2

Jenis dan Jumlah Simpanan dan Pembiayaan KJKS Berkah Madani

Tahun 2015-2016 Keterangan 2015 2016 Pertumbuhan (%)

Simpanan Pokok 30.000.065 30.000.065 0

Simpanan Wajib 20.400.000 29.400.000 44

Simpanan Sukarela 72.407.593 82.814.123 14

Mitra Simpanan 30 29 -3

Pembiayaan 2.307.336.518 2.199.816.701 -5

Nasabah Pembiayaan 382 405 6

Sumber: Laporan Tahunan KJKS Berkah Madani

B. KJKS/BMT Bina Usaha Sejahtera

Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) Bina Usaha Sejahtera

(BUS) didirikan pada 1 Januari tahun 1990, beralamat di Jl. H. Sara

RT 02/10 Cimpaeun Tapos, Kota Depok Jawa Barat. Adapun visi

BMT Bina Usaha Sejahtera adalah: menjadi lembaga keuangan man-

diri, yang sehat kuat dan terpercaya dalam Melayani Usaha Anggota

dan Masyarakat Sekitar Menuju Kehidupan yang adil, Makmur dan

Sejahtera. Sedangkan Misinya:

a. Menumbuh Kembangkan Perusahaan Mikro/Kecil agar Tang-

guh dan Profesional dalam tekad mengentaskan kemiskinan dan

miningkatkan kesejahteraan.

b. Mendidik dan menumbuhkembangkan budaya menabung di

kalangan masyarakat Mikro Informal.

BMT Bina Usaha Sejahtera memiliki beberapa jenis Produk

Simpanan/Tabungan, yaitu:

a. Tabungan berjangka (TAJAKA): simpanan yang hanya dapat di

ambil secara jangka waktu yang disepakati: 3, 6, dan 12 bulan.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 111

b. Tabungan Idul Fitri (TADURI) Simpanan yang diniatkan untuk

memenuhi kebutuhan Idul Fitri dan dapat diambil menjelang

Idul Fitri.

c. Tabungan Pendidikan Anak (TADIKA): Simpanan untuk

persiapan kebutuhan Biaya Pendidikan Anak. Pengambilannya

Menjelang digunakan, biasanya saat awal tahun ajaran baru.

d. Tabungan Mudharabah Sejahtera.

Secara Umum, Produk Pembiayaan BMT terdiri dari 4 (empat)

jenis, yaitu:

a. Pembiayaan Total Bagi Hasil (Mudharabah) adalah pembiayaan

untuk kegiatan usaha produktif, anggota yang keseluruhan mo-

dalnya dibiayai BMT. Kedua pihak menentukan bagi hasil sesu-

ai dengan kesepakatan.

b. Pembiayaan Bersama Bagi Hasil (Musyarakah) adalah pembia-

yaan usaha produktif untuk anggota yang modalnya dibiayai

bersama antara BMT dan anggota dengan sistem bagi hasil

sesuai kesepakatan.

c. Pembelian Barang Bayar Jatuh Tempo (Murabahah) adalah

pembiayaan dimana bila anggota memerlukan sarana usaha atau

suatu barang namun belum memiliki dana, BMT membelikan

terlebih dahulu kemudian menjualnya kepada anggota tersebut

dengan harga ditambah keuntungan untuk BMT. BMT dan ang-

gota menyepakati tentang jangka waktu pembayarannya.

d. Pembiayaan Barang dengan Angsuran (Bai’ Bistaman 'Ajil)

adalah pembiayaan bagi anggota yang membutuhkan sarana

usaha atau sesuatu barang, dimana BMT membelikan terlebih

dahulu lalu menjualnya kepada yang bersangkutan dengan

harga yang di sepakati.2

Dari keempat jenis pembiayaan, murabahah merupakan jenis

pembiayaan yang paling banyak dipilih oleh anggota, karena sistem-

nya lebih mudah dipahami.

Jumlah anggota BMT BUS hingga akhir 2018 sekitar 1400

orang yang tersebar di wilayah Depok hingga Jatinegara Jakarta

Timur. Jumlah asetnya mencapai Rp 8.674.505.409,00 sedangkan

2Profil BMT Bina Usaha Sejahtera dan hasil wawancara dengan

Manajer BMT, Desember 2017

112 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

pembiayaan yang disalurkan sebanyak Rp 5.050.682.674,00. Sebagian

besar pembiayaan dalam skema murabahah dan mudharabah. Pem-

biayaan anggota lebih banyak digunakan untuk tujuan penambahan

modal usaha.

BMT Bina Usaha Sejahtera menyalurkan pembiayaannya baik

secara individu maupun kelompok. Pembiayaan individu diberikan

bagi mereka yang lokasinya relatif jauh dari kantor dan serta termasuk

usaha yang relatif lama dengan karakteristik usaha yang mandiri. Se-

dangkan untuk pembiayaan kelompok dilakukan pada para pengusaha

baru yang membutuhkan pembinaan intensif secara berkelompok.

C. Koperasi BMT (KBMT) Al-Jibaal

Koperasi ini beralamat di Jl. Gunung Raya No. 2 Rt 003/011,

Cireundeu, Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Banten 15419.

Pada tahun 1998 KBMT Al-Jibaal telah berbadan hukum Koperasi.

Badan Hukumnya disahkan dan terdaftar di Dinas Koperasi Kabupa-

ten Tangerang (sekarang Kota Tangerang Selatan) pada tanggal 9

Desember 1998 dengan No.243/BH/KDK.10.4/XXI/1998, dengan

nama Koperasi BMT Al- Jibaal.

Setelah dilakukannya reorganisasi, pada tanggal 01 Desember

2012 KBMT (Koperasi BMT) Al- Jibaal menyewa salah satu kantor

yang beralamat di Jl. Gunung Raya Rt. 005/011 Cirendeu Ciputat

Timur Tangerang Selatan. Nomor Telepon: (021) 741 9826. KBMT

Al-Jibaal telah memiliki 391 Anggota (per 31 Desember 2014) dengan

beberapa orang pengelola yaitu: Manajer, Bagian Operasional (admi-

nistrasi, teller, pembukuan) dan Kabag. Marketing. Dengan disahkan

menjadi Koperasi, bidang usaha BMT diperluas dimana tidak hanya

melayani simpan pinjam, namun juga usaha pertokoan dengan me-

nampung produk hasil produksi anggotanya. Para pendiri KBMT Al-

Jibaal terdiri dari tokoh masyarakat , yaitu: Drs. H. Aman Nadir Saleh

(Alm), Ir. H. Sukardi, dkk.

Visi dan Misi KBMT Al-Jibaal

Visi: Mewujudkan BMT sebagai lembaga keuangan mikro syariah

yang profesional dalam menumbuh kembangkan produktivitas usaha

anggota dan dapat meningkatkan kualitas ibadah anggota dalam segala

aspek kehidupan.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 113

Misi: Membangun dan mengembangkan tatanan perekonomian dan

struktur masyarakat madani yang adil, berkemakmuran dan berkema-

juan berdasarkan syariah dan ridha Allah SWT.

Kegiatan KBMT Al-Jibaal adalah menghimpun dan menya-

lurkan dana dari anggota/nasabah, memberikan jasa pelayanan kepada

masyarakat dan ikut serta dalam kegiatan sosial yang dananya berasal

dari zakat, infaq dan sedekah. Secara umum sumber dana KBMT Al-

Jibaal diklasifikasikan sebagai berikut: 3

1. Simpanan pokok. Merupakan modal awal anggota yang dise-

torkan sehingga besar simpanan pokok tersebut sama dan tidak

boleh dibedakan antara anggota satu dengan lainnya. Konsep

pendirian KBMT menggunakan konsep syirkah mufawadhah,

yakni sebuah usaha yang didirikan secara bersama-sama oleh

dua orang atau lebih, yakni masing- masing memberikan kon-

tribusi dana dalam porsi yang sama dan berpartisipasi dalam

kerja dengan bobot yang sama pula. Masing-masing partner

saling menanggung satu sama lain dalam hak dan kewajiban,

serta tidak dibolehkan salah seorang memasukkan modal yang

lebih besar dan memperoleh keuntungan yang lebih besar

dibanding dengan anggota lainnya.

2. Simpanan Wajib. Simpanan wajib juga termasuk modal dari

KBMT seperti halnya simpanan pokok. Besar kewajiban terse-

but diputuskan berdasarkan hasil musyawarah anggota dan

penyetorannya dilakukan secara berturut-turut setiap bulannya

hingga seseorang dinyatakan keluar dari keanggotaan Koperasi

Baitul Maal Wat Tamwil Al-Jibaal.

3. Simpanan Sukarela, merupakan bentuk investasi dari anggota

atau calon anggota yang memiliki kelebihan dana dan kemudian

menyimpannya di KBMT. Bentuk simpanan sukarela memiliki

dua jenis karakter, antara lain: a) Dana simpanan tersebut beru-

pa titipan (wadiah) dan dapat diambil sewaktu-waktu. Titipan

wadiah terbagi menjadi 2 macam, yaitu wadiah amanah (titipan

yang tidak boleh dipergunakan baik untuk kepentingan KBMT

sampai diambil oleh pemiliknya) dan wadiah yad adh dhamanah

(dana titipan anggota KBMT yang diizinkan untuk dikelola

dalam usaha riil sepanjang dana tersebut belum diambil oleh

pemiliknya, biasanya pihak KBMT memberikan bonus kepada

3Hasil wawancara dengan Manajer BMT Al-Jibaal, 8 Februari 2017.

114 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

pemilik dana yang tidak dipersyaratkan di awal). b) Dana sim-

panan tersebut bersifat investasi yang ditujukan untuk kepenti-

ngan usaha dengan mekanisme bagi hasil (mudharabah) baik

revenue sharing, profit sharing maupun profit and loss sharing.

Konsep simpanan yang dipakai adalah simpanan berjangka

mudharabah mutlaqah (kerjasama antara pemilik dana dengan

KBMT yang cakupan usahanya sangat luas dan tidak dibatasi

oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah usaha) serta

simpanan berjangka mudharabah muqayyadah (kerjasama anta-

ra pemilik dana dengan pihak KBMT selaku pengusaha, yang

penggunanan dananya dibatasi oleh ketentuan yang dipersya-

ratkan oleh pemilik dana.

4. Investasi pihak lain. Dalam operasionalnya KBMT terkadang

membutuhkan dana segar untuk dapat mengembangkan usaha-

nya secara maksimal, sementara simpanan anggotanya masih

sedikit dan terbatas. Oleh karena itu KBMT diharapkan bekerja-

sama dengan bank syariah maupun program-program pemerin-

tah. Investasi pihak lain dengan menggunakan prinsip mudhara-

bah (bagi hasil) maupun prinsip musyarakah (suatu perkongsian

atau kerjasama dua orang atau lebih yang masing-masing pihak

memberikan kontribusinya baik sebagian modal maupun kete-

rampilan usaha, dengan batas waktu yang ditentukan dan

disepakati oleh kedua pihak).

Dana yang telah dikumpulkan oleh KBMT tentu saja harus

terus berputar dan tidak berhenti begitu saja. Untuk memutar dana

yang sudah ada, maka dana-dana tersebut harus disalurkan ke bidang-

bidang tertentu, baik kepada anggota maupun calon anggota. Sifat pe-

nyaluran dananya adalah yang bersifat komersiil dengan mengguna-

kan bagi hasil (musyarakah dan mudharabah) maupun dengan jual beli

(piutang murabahah, piutang salam, piutang istishna dan sebagainya).

Namun dalam pelaksanaan, mayoritas menggunakan skema muraba-

hah.

Produk-produk dalam KBMT Al-Jibaal merupakan kegiatan

layanan kepada anggota maupun masyarakat. Layanan yang bisa

diterapkan di KBMT Al-Jibaal antara lain:

1. Produk Penyaluran Dana

a. Jasa pembiayaan Murabahah: Jasa ini digunakan sebagai modal

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 115

usaha untuk para nasabah dengan prinsip jual beli.

b. Jasa Pembiayaan Mudharabah. Pembiayaan yang seluruh pemo-

dalannya dibiayai oleh KBMT yang pengelolanya diserahkan

kepada anggota dan pihak KBMT berhak ikut campur dalam

mengurus manajemen.

c. Jasa Pembiayaan Musyarakah. Pembiayaan berupa penyertaan

modal oleh KBMT yang diberikan kepada anggota dari jumlah

keseluruhan.

d. Jasa Ijarah Multijasa. Jasa pembiayaan ini diberikan kepada

nasabah yang tidak memiliki cash in hand tetapi punya keper-

luan mendesak, misalnya untuk pengobatan, pendidikan dan

lain-lain.

e. Jasa Qardhul Hasan. Qardhul hasan diberikan kepada anggota

yang betul-betul tidak mampu sehingga pengembalian yang

diharapkan adalah pokok pembiayaan. Kegiatan sosial yang

dilakukan oleh KBMT Al-Jibaal berasal dari dana zakat, infak

dan sedekah (ZIS). Kegiatan ini tidak mengambil keuntungan

secara finansial, tetapi hanya pinjaman kebaikan (contoh: dalam

bentuk hibah atau Qardhul hasan). Qardhul hasan merupakan

pinjaman lunak yang diberikan oleh KBMT dan harus dikem-

balikan sesuai sejumlah dana yang diterima tanpa adanya tam-

bahan kecuali jika anggota mengembalikan lebih tanpa persya-

ratan dimuka. Kelebihan dana tersebut diperbolehkan diterima

oleh KBMT dan dimasukkan ke dalam kelompok dana qardh

(baitul maal ZIS). 4

2. Produk Penghimpuna dana

Produk ini berupa tabungan dan deposito yang menggunakan

sistem wadiah maupun mudharabah. Tabungan dapat dilakukan secara

harian dengan melalui proses jemput bola oleh petugas ke rumah atau

lokasi usaha, maupun dapat datang langsung ke kantor KBMT Al

Jibaal. Untuk produk deposito jangka waktunya yaitu 1,3, 6 atau 12

bulan.

Sebelum menyalurkan pembiayaan, ada beberapa hal yang

harus dilakukan, yaitu melakukan pengecekan persyaratan pengajuan

4Profil BMT Al Jibaal dan hasil wawancara dengan Manajer BMT Al

Jibaal.

116 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

dan menilai kelayakan usaha calon penerima pembiayaan. Adapun

cara penilaian kelayakan usaha anggota antara lain: a) Anggota harus

melengkapi persyaratan pembiayaan misalnya: KTP, KK, Pas Photo.

b) Lama Usaha/ Kerja minimal satu tahun hal ini dapat ditanyakan

langsung pada saat wawancara pembiayaan dan bertanya kepada te-

tangga anggota tersebut. c) Usaha/pekerjaan yang dilakukan tidak ber-

tentangan dengan Hukum RI dan Hukum Agama Islam (Halal). d)

Usaha/pekerjaan anggota harus mempunyai cashflow yang jelas hal ini

dapat dilihat dari transaksi pembeli setiap hari atau dari slip gaji untuk

karyawan.

D. BMT Syariah Riyal (BSR)

Dengan semangat pengabdian kepada Allah, Rasul dan Ummat-

Nya, BMT Syariah Riyal didirikan pada awal tahun 2013 dengan

harapan dapat menjadi BMT terdepan dalam melaksanakan akad eko-

nomi syariah serta membantu setiap Insan untuk dapat mengemba-

ngkan diri, ekonomi dan kesejahteraan keluarga yang akan bermuara

pada kesejahteraan Ummat.

Visi BMT Syariah Riyal adalah Menjadi BMT pilihan umat

menuju kesejahteraan dan Keberkahan.

Sedangkan misi BSR:

1. Menjadi BMT Sehat dan Profesional;

2. BMT yang terus berkembang Produktif dan Menguntungkan;

3. Berkontribusi Dalam Pengembangan Dakwah dan Kemaslaha-

tan Umat.

Melalui BMT Syariah Riyal ini, tiga prinsip utama dalam

ekonomi syariah yang akan dilaksanakan dalam BMT Syariah, yang

pertama adalah prinsip kesetaraan antara nasabah dan BMT Syariah,

kedudukan BMT Syariah tidak lebih tinggi dari nasabah. Prinsip yang

kedua adalah prinsip keterbukaan dimana BMT Syariah akan dikelola

secara terbuka dan setiap nasabah (shahibul maal) dapat meminta

penjelasan kepada pihak BMT Syariah (mudharib) bagaimana uang-

nya dikelola dan disalurkan. Prinsip yang ketiga adalah keadilan

dalam berbagi hasil. Disamping prinsip kesetaraan, keterbukaan dan

keadilan seluruh karyawan BMT Syariah dalam menjalankan tugasnya

harus senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan, kejujuran,

amanah dan tanggung jawab dengan dijiwai akhlakul karimah (budi

pekerti yang baik).

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 117

Selain itu tugas dan kewajiban pengelola BMT Syariah yang

senantiasa melekat kepada tugasnya adalah untuk melaksanakan

dakwah dengan perbuatan nyata menuju terbentuknya masyarakat

yang islami dalam bidang ekonomi. Karyawan dan pimpinan BMT

Syariah Riyal disamping bekerja mengelola bank juga melaksanakan

aktivitas dakwah, membentuk nasabah yang komitmen dengan nilai-

nilai syariah serta memperbanyak silaturahim.

Dengan terbentuknya BMT Syariah dan nasabah syariah, maka

akan terjalin ikatan emosional yang kuat yang dilandasi prinsip-prin-

sip syariah. Hubungan seperti inilah sepenuhnya akan membawa BMT

Syariah Riyal maju dan berkembang bersama nasabahnya. Hubungan

emosional antara BMT Syariah dan nasabahnya ini sangat penting

untuk selalu dipupuk dan dipelihara bersama, karena inilah kekuatan

utama BMT Syariah yang tidak dimiliki oleh lembaga keuangan

mikro konvensional. Dengan kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh

BMT Syariah, BMT Syariah Riyal akan dapat lebih maju, lebih besar

dan lebih berkembang di masa-masa mendatang.

BSR beralamat di Jl. KH Noer Ali (Inspeksi Kalimalang) Ruko

Grand Kalimas Blok A No. 10 Jatimulya, Tambun Selatan, Bekasi,

Jawa Barat. BMT Syariah Riyal (BSR) didirikan pada 28 April 2013

oleh pendiri yayasan Thariq bin Ziyad (Bpk. Andang Hendar, MM),

BPRS Kota Patriot, dengan menggunakan badan hukum koperasi

syariah (KJKS) koperasi jasa keuangan syariah. BSR didirikan dengan

modal awal sebesar 500 juta dalam bentuk fasilitas kantor dan

perlengkapannya.

Aset yang dimiliki BSR pada akhir tahun 2017 sebesar Rp 10

Milyar. Sampai saat ini BSR memiliki Jumlah karyawan sebanyak 25

orang terdiri dari 1 orang kepala cabang, tenaga pemasaran, teller,

petugas kebersihan. Total jumlah nasabah sekitar 8500 orang, tersebar

di wilayah pasar tambun, sekolah dan masyarakat umum di tingkat RT

RW, majelis taklim. 5

Pada awal berdirinya jasa yang dikembangkan berupa penge-

lolaan gaji karyawan di lingkungan yayasan Thariq Bin Ziyad (TBZ)

dan penyaluran pembiayaan konsumtif dengan sistem pembayaran

melalui potong gaji untuk karyawan TBZ. Selanjutnya berkembang

5Hasil wawancara dengan Manajer BSR, Mei 2017.

118 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

melayani nasabah pasar di lingkungan Kecamatan Tambun Selatan,

Tambun Utara, Jatimulya, Pondok Timur, dan Kalibaru.6

BSR dibangun dengan falsafah “gerakan” yang bermakna jasa

yang ditawarkan tidak hanya menyentuh aspek ekonomi masyarakat

namun juga membangun aktivitas sosial masyarakat melalui kegiatan

pembinaan. Pembinaan dilakukan dengan menyelenggarakan kajian

ekonomi syariah untuk kalangan masyarakat di tingkat majelis taklim,

RT, RW dan membentuk wali amanah sebagai perwakilan BSR di

masyarakat. Wali amanah membantu BSR dalam chanelling dan pe-

ngumpulan dana baik untuk tabungan maupun pengembalian pinja-

man. Wali amanah mendapatkan fasilitas berupa tunjangan marketing,

biaya transportasi dan ujrah (fee).7

Adapun Mitra BSR terdiri dari sekolah-sekolah yang ada di

lingkungan sekitar, yaitu: Yayasan TBZ, Yayasan Yanuar, Yayasan

Prestasi Cendekia, Yayasan Bintang Cahaya, SD 05 Cibitung, Yaya-

san Srianur, dan Yayasan Husnayain. Lingkup layanan kemitraan yang

dilakukan antara lain: pengelolaan penggajian karyawan (payroll),

renovasi gedung sekolah, penyediaan peralatan pendukung kegiatan

pembelajaran.

Di samping itu, BSR juga bermitra dengan beberapa pasar, di

mana mitranya sekitar 20 pasar di lingkungan Kabupaten maupun

Kota Bekasi. Dilihat dari status pasar yang dijadikan mitra, terdiri dari

pasar potensial, existing (pembiayaan dan tabungan) dan yang belum

tergarap sama sekali. BSR juga melibatkan masyarakat umum terdiri

dari DKM (Dewan Kemakmuran Mesjid), RT/RW dengan sistem

pembinaan kelompok melalui sistem gathering dalam rangka menam-

bah jumlah nasabahnya.

Untuk menjalankan operasionalnya BSR didukung oleh SDM

yang terdiri dari: Account officer: layanan bank, Marketing staf, Mar-

keting executive yang terdiri dari wali amanah yang diangkat dari

tokoh masyarakat (ketua RT, RW, ketua asosiasi) yang diberi pembe-

kalan tentang pengetahuan microfinance syariah. Bentuk pembinaan

bagi wali amanah (marketer) dengan melakukan BSR Gathering.

Dalam operasionalnya BSR telah dilengkapi dengan dukungan

sistem aplikasi dengan vendor Buana Tekno yang juga sudah diapli-

6Hasil wawancara dengan Manajer BSR, Mei 2017.

7Hasil elaborasi Penulis berdasarkan wawancara dengan Manajer BSR,

Mei 2017.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 119

kasikan di beberapa BPRS. Sistem tersebut dapat diakses melalui

handphone android khusus untuk pembiayaan dan tabungan.

BSR menyalurkan pembiayaan dengan beberapa jenis yaitu

murabahah dan ijarah yang skalanya, yaitu: a) Pembiayaan Mikro:

skala 500 ribu - 5 juta Rupiah, b) Pembiayaan Konsumtif: 5 – 20 juta

Rupiah, dan c) Pembiayaan Komersial: 50 -150 juta Rupiah. Pembia-

yaan komersial biasanya dikaitkan dengan pembiayaan bersama yang

melibatkan pihak ketiga yang telah berjalan sebelumnya adalah pem-

biayaan konstruksi.

Pembiayaan berdasarkan segmentasinya, terdiri dari: a) pembia-

yaan untuk masyarakat umum: pembiayaan minimal 1 juta, tanpa

agunan, tetapi harus mendapat rekomendasi dari ketua grup wali

amanah; b) Pembiayaan nasabah pasar dengan kisaran 2-3 juta rupiah

yang berjangka waktu 3-6 bulan. Untuk pelunasan jika dilunasi lebih

awal diberikan diskon margin.

Pembiayaan ditinjau dari keragaman usaha yang dibiayai, yaitu:

nasabah industri rumah tangga, terdiri dari tiga jenis usaha: makanan,

busana dan toko kelontong dan pedagang pasar. Namun keragaman ini

dapat berkembang tergantung perkembangan jenis usaha yang ada di

masyarakat.

Adapun produk tabungan, terdiri dari: a) Tabungan siswa

(wadiah) terdiri dari: Takwa dan takwa immersion (untuk kepentingan

studi banding); b) Tabungan masyarakat sejahtera (Tamara): Umroh,

idul fitri, dan qurban, dan c) Investasi mudharabah (tiara), 3, 6 dan 12

bulan dengan sistem mudharabah muqayyadah.

Strategi pemasaran yang dilakukan BSR antara lain: a) Melalui

kerjasama dengan BMT lain, b) Melalui konstituen di DPRD, c) Men-

dekati pasar, d) Perumahan, dan e) melalui pengurus RT RW di

wilayah tertentu.

Untuk mengembangkan pasar sasarannya, BSR bekerjasama

dengan BMT lain yang berada di lingkungan Kota/Kabupaten Bekasi,

karena jumlah pelaku BMT masih relatif sedikit. BSR juga aktif

dalam kegiatan di Puskop (Pusat Koperasi) DKI untuk melakukan

kerjasama dalam beberapa kegiatan seperti: kerjasama dilakukan

dalam bentuk penyediaan cadangan likuiditas, kerjasama proyek, dan

pelatihan untuk dinas-dinas setempat.

Pendekatan dalam pengenalan dan upaya meningkatkan partisi-

pasi masyarakat, yaitu melalui kegiatan:

120 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

1. Kajian Islam di lingkungan RT/RW;

2. Kajian ekonomi syariah dengan menggunakan tagline entrepre-

neurship;

3. On duty (kunjungan) ke lingkungan masyarakat sekitar;

4. Silaturrahim rutin ke anggota seminggu setelah pembayaran

cicilan pembiayaan, sekaligus dalam rangka pengawasan;

5. Pembinaan wali amanah (marketer) seminggu sekali;

6. Road show ke nasabah: membina pengelolaan keuangan

nasabah.

Dalam perjalanan BMT Syariah Riyal selama ini, ada beberapa

kendala yang dihadapi, yaitu:

1. Kondisi demografi masyarakat yang relatif beragam, dengan

berbagai suku dan budaya di wilayah urban. Di sisi lain, wila-

yah Bekasi memiliki potensi ekonomi sangat baik, namun

karakter masyarakat beragam, sehingga perlu kehati-hatian

dalam menyalurkan pembiayaan.

2. Masyarakat yang cenderung taklid dengan ustad, sehingga ke-

putusan dan perilaku yang diambilnya sangat tergantung kepada

apa yang dikatakan ustadnya.

3. Masyarakat yang memiliki budaya menunggak (ngemplang)

utang, hal ini berpotensi menjadi risiko bagi pembiayaan BSR.

Problem yang dihadapi BSR dalam proses implementasi inklusi

keuangan salah satunya keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM)

yang memiliki pemahaman tentang karakter masyarakat yang memili-

ki keragaman. Ada Masyarakat dengan karakter hijau, di mana mereka

cenderung taat beragama dan jika diberi pembiayaan tergolong lancar

dalam pembayarannya. Namun ada pula masyarakat dengan karakter

merah yang cenderung mengalami masalah dalam pelunasan pembia-

yaan (macet). Untuk itu BSR membutuhkan SDM yang mampu me-

mahami berbagai karakter masyarakat sehingga dapat mengantisipasi

kemungkinan risiko pada pembiayaannya.

121

Bab IV KARAKTERISTIK DAN TINGKAT

LITERASI SERTA INKLUSI ANGGOTA

BAITUL MAAL WAT TAMWIL

Pada bab ini menguraikan tentang karakteristik dan tingkat

literasi dan inklusi BMT berdasarkan hasil jawaban kuesioner yang

disebarkan kepada anggota BMT. Selain itu Penulis menyajikan pen-

dekatan ekonomi dan sosiologi yang diterapkan BMT dalam mening-

katkan inklusi dan literasi keuangan pada anggota dan masyarakat

sekitarnya.

A. Karakteristik Anggota BMT

Eksistensi dari beberapa BMT yang dijadikan objek penelitian

dipersepsikan oleh anggota dan masyarakat secara umum relatif baik.

Hal ini didasarkan pada hasil interview terhadap anggota BMT

dimana mereka telah banyak yang merasakan manfaat dari adanya

BMT di lingkungannya. Anggota sebagian besar terlibat secara aktif

memanfaatkan produk BMT baik menabung maupun meminjam.

Untuk mendapatkan gambaran tentang tingkat literasi dan

inklusi, Penulis melakukan wawancara dan observasi kepada anggota

mengenai beberapa hal, yaitu: a) karakteristik demografis (usia, jenis

kelamin, pendidikan); b) kisaran waktu menjadi anggota, jenis usaha

yang dimiliki dan berapa lama usaha telah berdiri; c) sumber infor-

masi dari mana mereka mendapatkan informasi tentang BMT; d) man-

faat sebagai anggota; e) kelengkapan layanan dalam BMT, serta f)

harapan mereka terhadap BMT.

1. Karakteristik Demografis Anggota BMT

Berdasarkan hasil wawancara, sebagian besar anggota BMT

berjenis kelamin perempuan, berprofesi ibu rumah tangga yang memi-

liki usaha rumahan. Mereka berusia kisaran 30-55 tahun, berada pada

kisaran usia produktif. Dari sisi tingkat pendidikan, sebagian besar

anggota BMT hanya mengenyam pendidikan hingga SMP, dan seba-

gian kecil yang berpendidikan SMA/SMK.

Dengan memperhatikan tingkat Pendidikan anggota BMT,

122 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

maka penting bagi pengelola ketika BMT melakukan sosialisasi kepa-

da mereka, dibutuhkan pendekatan yang disesuaikan dengan tingkat

pendidikan dan penggunaan bahasa sederhana yang lebih mudah dipa-

haminya. Terlebih dalam hal menyampaikan informasi produk yang

memiliki istilah-istilah dalam bahasa Arab, mungkin perlu dialihbaha-

sakan ke dalam bahasa Indonesia agar mudah dipahami secara gam-

bling. Begitu pula dengan penjelasan tata cara perhitungan bagi hasil,

menghitung keuntungan usaha, dan sebagainya. Hal ini menjadi tan-

tangan tersendiri bagi para pengelola BMT agar masyarakat dapat

memahami dengan baik produknya meskipun mereka memiliki latar

belakang pendidikan yang relatif rendah.1

2. Lama waktu menjadi Anggota BMT, Jenis dan Umur Usaha

Secara umum, responden telah menjadi anggota sekitar 3-5

tahun. Rata-rata anggota telah memiliki usaha sebelum menjadi ang-

gota BMT. Namun ada pula yang baru saja memulai usaha, dimana

sebelumnya hanya sebagai ibu rumah tangga saja. Sebagian besar

merupakan usaha rumahan (dilakukan produksinya di rumah, sekali-

gus memasarkan dari rumah). Usahanya ada yang memproduksi keru-

puk, jualan makanan dan minuman siap saji, jualan gado-gado, dan

toko kelontong. Usaha dirintis dengan memanfaatkan tabungan pri-

badi terlebih dahulu, kemudian meminjam ke BMT untuk penamba-

han modal dan pengembangan usaha.

Jika dilihat dari motivasi masyarakat secara umum, mereka

antusias dalam berusaha dan berupaya menggunakan modal dengan

baik bagi keberlangsungan usahanya dan secara rutin melakukan

pembayaran cicilan ke BMT baik datang sendiri maupun dikumpulkan

melalui ketua kelompok. Dengan adanya motivasi yang baik, maka

mereka akan semangat dalam menjalankan usaha sehingga pembaya-

ran cicilan ke BMT pun akan lancar. Bagi anggota yang berprestasi

dan memiliki kredibilitas baik dimana angsuran lancar dan tepat wak-

tu, mereka akan direkomendasikan oleh ketua kelompok maupun

pengelola untuk mendapatkan fasilitas penambahan pembiayaan.

1Hasil elaborasi Penulis dari hasil wawancara dan observasi dengan

pengelola dan anggota BMT Bina Usaha Sejahtera, Januari 2019

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 123

3. Sumber Informasi tentang BMT

Informasi tentang BMT dapat diperoleh dari tiga sumber, yaitu

dari pengelola, anggota, maupun brosur/material pemasaran yang

disebarluaskan pengelola. Berdasarkan hasil wawancara, sebagian

besar anggota di BMT Bina Usaha Sejahtera dan Al Jibaal mendapat-

kan informasi tentang BMT dari para pengurus secara langsung.

Pengurus atau pengelola BMT aktif melakukan jemput bola dan sosia-

lisasi ke masyarakat. Selain itu, ada pula anggota yang mendapatkan

informasi dari tetangga yang sudah menjadi anggota (word of mouth).

Anggota yang telah berpengalaman dapat menceritakan kepada calon

anggota lain agar mereka tertarik menjadi anggota BMT.

Dengan demikian, pendekatan sosialisasi para pengelola ke ma-

syarakat lebih efektif dalam memberikan pertimbangan dan keyakinan

kepada masyarakat untuk menjadi anggota. Pendekatan sosiologis

dengan membangun interaksi dan komunikasi secara langsung kepada

masyarakat akan jauh lebih memberikan dampak pada minat masya-

rakat menjadi anggota BMT. Interaksi dapat dilakukan melalui kelom-

pok seperti pengajian, arisan, maupun individu dari rumah ke rumah.

4. Manfaat sebagai Anggota BMT

Seluruh anggota yang diwawancarai menganggap BMT sangat

bermanfaat dalam membantu ekonomi keluarga dan usahanya. Para

anggota telah memanfaatkan beberapa produk BMT baik tabungan

maupun pembiayaan. Adapun jenis tabungan yang banyak diminati

seperti tabungan harian dan deposito dengan akad wadiah. Begitu pula

pada pembiayaan terutama murabahah, ijarah, dan mudharabah.

Semua responden merasa sangat terbantu dengan adanya BMT dalam

memenuhi kebutuhan jangka pendek maupun jangka panjang, seperti

untuk penambahan modal usaha maupun pembelian aset rumah tangga

seperti barang elektronik, kendaraan, hand phone, dan sebagainya

serta kebutuhan pembayaran biaya sekolah.2

Secara umum, pemahaman anggota tentang produk BMT cukup

baik. Namun belum semua anggota mendapatkan sosialisasi dan pen-

didikan koperasi dan materi fiqih muamalah, serta filosofi BMT. Hal

2Hasil wawancara dengan responden BMT Al Jibaal, November 2018

dan BMT Bina Usaha Sejahtera, Januari 2019.

124 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

ini merupakan hal yang sangat penting dalam rangka meningkatkan

pemahaman anggota sehingga mereka dapat memanfaatkan jasa BMT

secara optimal. Jika hal ini tercapai, maka loyalitas anggota akan

semakin baik dan dapat menumbuhkan gerakan BMT secara lebih luas

ke masyarakat. Apabila pemahaman telah baik maka akan lebih mu-

dah bagi BMT dalam memberdayakan anggota untuk meningkatkan

kesejahteraannya.

Menurut Penulis, program pendidikan dan pengembangan ang-

gota sangat penting untuk optimalisasi keterlibatan anggota. Untuk itu,

BMT perlu melakukan pendidikan secara lebih intensif dan memba-

ngun komunikasi baik secara personal maupun melalui ketua kelom-

pok anggota binaannya.

5. Kelengkapan Layanan BMT

Seluruh anggota yang diwawancarai merasakan bahwa jenis

layanan BMT sangat beragam dan memberikan solusi terhadap kebu-

tuhan mereka. Terutama layanan untuk kepentingan jangka pendek,

seperti kebutuhan biaya sekolah, menutupi kebutuhan cash flow usaha

dan menambah kemampuan modal ketika ada pesanan produk dalam

jumlah lebih besar dari biasanya. BMT juga telah melayani pembaya-

ran untuk berbagai keperluan seperti tagihan listrik, air, telepon, pem-

bayaran sekolah, leasing motor, dan sebagainya. Hal ini menunjukkan

bahwa BMT telah menangkap peluang bagi pendapatan lain-lain (fee

based income) dari biaya administrasi yang dikenakan pada setiap

layanan anggota tersebut. Animo masyarakat terhadap keragaman

layanan ini pun akan semakin besar jika BMT dapat menjalin lebih

banyak kerjasama dengan berbagai pihak yang relevan dengan kebu-

tuhan masyarakat. BMT sekaligus membantu mendekatkan masyara-

kat dengan layanan yang dibutuhkan tanpa harus datang ke lokasi

cabangnya.

Sebagai lembaga keuangan mikro, BMT telah mampu bertindak

inklusif dalam memberikan layanan yang sesuai dengan karakteristik

masyarakat sekitarnya.

6. Harapan Anggota terhadap BMT

Sebagian besar anggota menaruh harapan cukup besar terhadap

keberadaan BMT di masa yang akan datang. Mereka berharap BMT

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 125

dapat membantu mereka dalam berbagai kebutuhan dan mempermu-

dah mereka dalam meningkatkan kemampuan usahanya. Seperti mem-

berikan fasilitas pembiayaan untuk pengembangan usaha dan kebutu-

han mendesak lainnya. Untuk itu BMT perlu menggali dan meme-

takan kebutuhan anggotanya dalam jangka panjang agar dapat lebih

optimal manfaatnya bagi perekonomian sekitar.

B. Tingkat Literasi dan Inklusi Anggota BMT

Tingkat literasi masyarakat terhadap produk BMT relatif baik,

hal ini didasarkan pada pemahaman masyarakat terhadap produk BMT

terutama produk tabungan harian dan pembiayaan murabahah. Masya-

rakat cenderung memanfaatkan produk tersebut karena lebih mudah

memahami konsepnya. Adapun pembiayaan mudharabah dan musya-

rakah masih relatif sulit dipahami terutama oleh para ibu rumah

tangga dan pengusaha rumahan. Hal ini disebabkan oleh rendahnya

pendidikan masyarakat dan belum banyaknya sosialisasi yang dilaku-

kan pengelola tentang produk-produk BMT kepada calon anggota

maupun yang telah menjadi anggota.3

Produk pembiayaan mudharabah dan musyarakah ini hanya

dimanfaatkan oleh mereka yang membutuhkan biaya modal usaha

relatif besar dan jangka pendek untuk menutupi lack of capital

(kekurangan modal) ketika menghadapi pesanan dalam jumlah yang

cukup besar.

Inklusivitas BMT terlihat dari seberapa besar akses masyarakat

yang menjadi anggota dan memanfaatkan produk BMT. Agar tingkat

inklusi BMT lebih optimal, ada beberapa pendekatan yang dilakukan,

yaitu pendekatan ekonomi (pengentasan kemiskinan) dan pemberda-

yaan, serta pendekatan sosiologis. Berikut dijelaskan lebih rinci ten-

tang kedua pendekatan tersebut:

1. Pendekatan Ekonomi

a. Peran BMT dalam Pengentasan Kemiskinan

Salah satu penyebab terjadinya kemiskinan adalah kurangnya

pemahaman masyarakat dalam menggunakan penghasilan dan sumber

3Hasil interview kepada Manajer BMT dan observasi di beberapa

BMT yang dijadikan objek penelitian, 2017-2018.

126 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

keuangannya, sehingga cenderung bertindak konsumtif dan tanpa pe-

rencanaan. Tanpa perencanaan dan pemanfaatan yang baik dan benar,

maka penghasilan dan aset yang ada hanya dapat dimanfaatkan dalam

jangka pendek dan akan habis.

Perencanaan dan pemahaman tentang fungsi uang dan asset/

kekayaan sangat terkait dengan tingkat literasi keuangan. Jika tingkat

literasi keuangannya buruk, maka masyarakat cenderung tidak mema-

hami bagaimana cara penggunaan dan pemanfaatan uang. Tingkat

literasi yang rendah rata-rata dialami oleh masyarakat miskin, ber-

pendidikan rendah dan yang belum berinteraksi dengan lembaga keua-

ngan formal.

Penelitian yang dilakukan Navickas, Tadas, dan Emilia,4

me-

nyatakan bahwa tanggung jawab perencanaan keuangan individu perlu

dilakukan sedini mungkin, karena kesalahan pengaturan keuangan

akan sangat merugikan dan sulit diperbaiki di masa yang akan datang.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan kurangnya pengetahuan

keuangan yang menyebabkan rumah tangga tidak mampu mengatur

keuangan dengan baik, menghabiskan sejumlah uang untuk membeli

sesuatu yang kurang diperlukan. Hal ini menyebabkan level simpanan

menjadi rendah dan tingkat pengembalian investasi pun sedikit. Sim-

pulan lainnya dari penelitian tersebut antara lain tingkat kesadaran

yang tinggi akan pengetahuan tentang keuangan (financial literacy)

membawa pengaruh positif dalam keputusan sehari-hari dan mendo-

rong level tabungan yang lebih tinggi yang pada akhirnya mening-

katkan kualitas hidup dalam jangka panjang.

Dalam Islam, kemiskinan termasuk dalam masalah struktural,

karena Allah telah menjamin rezeki setiap makhluk yang telah,

sedang, dan akan diciptakannya (Q.S. 30:40;5 dan Q.S 11:6)

6 dan pada

4Mykolas Navickas, Tadas Gudaitis, Emília Krajnakova, “Influence

on Financial Literacy on Management of Personal Finances in A Young Ho-

usehold”Verslas: Teorija ir praktika/Business: Theory and Practice 2014 15

(1): 32–40. issn 1648-0627 / eissn 1822-4202, http://www.btp.vgtu.lt. 5Departemen Agama, al-Qur’ān dan Terjemahannya (Madinah Al

Munawwarah, 1431 H), h.647. “Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudi-

an memberimu rezeki, kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu

(kembali). Adakah di antara yang kamu sekutukan dengan Allah itu yang

dapat berbuat sesuatu dari yang demikian itu? Maha Sucilah Dia dan Maha

Tinggi dari apa yang mereka persekutukan. “ 6Departemen Agama, al-Qur’ān dan Terjemahannya (Madinah Al

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 127

saat yang sama Islam telah menutup peluang bagi kemiskinan kultural

dengan memberi kewajiban mencari nafkah bagi setiap individu (Q.S.

67:15).7

Setiap makhluk memiliki rezekinya masing-masing (Q.S.

29:60)8 dan mereka tidak akan kelaparan (Q.S. 20: 118-119).

9

Islam memberikan penekanan akan kewajiban individu untuk

bertebaran di muka bumi mencari karuniaNya untuk dimanfaatkan

bagi pemenuhan kebutuhan hidup. Upaya mencari karuniaNya meru-

pakan tindakan aktif yang akan memberikan peluang bagi manusia

untuk menggunakan ide dan kreativitasnya sehingga mencapai kedu-

dukan yang mulia dibandingkan makhluk lainnya.

Sebaliknya, manusia yang tidak berupaya aktif mencari karunia-

Nya dan lalai dalam memanfaatkan potensi dirinya akan mengalami

kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan sehingga terjebak dalam ke-

miskinan. Kemiskinan salah satunya disebabkan oleh sikap pasif dan

menunggu bantuan pemerintah dalam menopang kehidupannya, baik

dalam bentuk subsidi, bantuan tunai dan sebagainya. Sehingga mereka

tidak pernah mampu menyelesaikan persoalan kemiskinan jika tidak

diberikan bantuan terus menerus.

Menyikapi ayat tersebut di atas, dan fenomena yang terjadi

masyarakat khususnya masyarakat urban, BMT yang menjadi objek

penelitian ini telah berperan memberikan pemahaman dan penyadaran

kepada masyarakat dalam rangka mengurangi angka kemiskinan.

Munawwarah, 1431 H), h. 327. “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di

bumi melainkan Allah lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tem-

pat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis

dalam Kitab yang nyata (Lauhul Mahfuzh). “ 7Departemen Agama, al-Qur’ān dan Terjemahannya (Madinah Al Mu-

nawwarah, 1431 H), h. 956. “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi

kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari

rezekinya. Dan hanya kepada Nya lah kamu kembali setelah dibangkitkan.” 8Departemen Agama, al-Qur’ān dan Terjemahannya (Madinah Al

Munawwarah, 1431 H), h. 637. “Dan berapa banyak binatang yang tidak

dapat membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allah lah yang memberi reze-

ki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Menge-

tahui.” 9Departemen Agama, al-Qur’ān dan Terjemahannya (Madinah Al

Munawwarah, 1431 H), h. 490. “ Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan

di dalamnya dan tidak akan telanjang.” (ayat 118). “Dan Sesungguhnya kamu

tidak akan merasa dahaga dan tidak pula akan ditimpa panas matahari di

dalamnya.” (ayat 119).

128 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Upayanya yaitu dengan mengajak masyarakat untuk menggunakan

kemampuan dan kesempatan yang ada untuk berusaha walaupun

dilakukan dari rumah khususnya kepada ibu-ibu rumah tangga. Misal-

nya dengan mendorong masyarakat membuka usaha rumahan seperti

warung kelontong, warung makanan, dan sebagainya.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah pendu-

duk miskin di Indonesia per Maret 2017 berjumlah 27,7 juta orang,

dimana 10,67 juta berada di kota dan 17,10 juta di desa. Sementara

tingkat ketimpangan yang diukur dengan Rasio Gini pada Maret 2017

tercatat sebesar 0,393.10

Nilai Rasio Gini menunjukkan tingkat

ketimpangan distribusi pendapatan antar kelompok pendapatan. Nilai

Gini sebesar 0,393 tergolong ketimpangan sedang.11

Meskipun terma-

suk ketimpangan sedang, namun secara relatif, jumlah penduduk mis-

kin di Indonesia telah melebihi 10% jumlah penduduk.

Kemiskinan yang terjadi di wilayah perkotaan terjadi karena

bekal kemampuan yang kurang dalam menghadapi persaingan kerja di

sektor formal. Untuk itu bagi BMT, memberikan motivasi berusaha

dan membangun kewirausahaan masyarakat merupakan salah satu

bentuk kepedulian BMT dalam mengurangi kemiskinan di perkotaan.

Motivasi dilakukan ketika mengunjungi nasabah atau anggota yang

awalnya hanya menabung di BMT kemudian didorong untuk mela-

kukan usaha melalui bantuan pinjaman atau pembiayaan dengan skala

kecil terlebih dahulu. Jika usahanya lancar dan memiliki tingkat

kolektilibilitas baik dalam mencicil pinjaman, maka mereka dapat

direkomendasikan mendapat pinjaman yang lebih tinggi.

Selain itu, peran strategis BMT dalam mengurangi kemiskinan

telah dilakukan melalui kegiatan ekonomi BMT yang berkaitan

10

Angka kemiskinan diolah dari data BPS per September 2017,

http://www.bps.go.id/ 11

Koefisien Gini (Gini Ratio) adalah ukuran ketidakmerataan atau

ketimpangan agregat (secara keseluruhan) yang angkanya berkisar antara nol

(pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan yang sempurna). Koefisien

Gini dapat diperoleh dengan menghitung rasio bidang yang terletak antara

garis diagonal dan kurva Lorenz dibagi dengan luas separuh bidang di mana

kurva Lorenz itu berada. Ada beberapa klasifikasi tingkat ketimpangan pada

praktiknya, yaitu: a) 0,5-0,7 dikatakan ketimpangan tajam, b) 0,2-0,4 dika-

takan ketimpangan sedang, dan c) kurang dari 0,2 dikatakan ketimpangan

rendah. Lebih lanjut lihat Michael P. Todaro, “Pembangunan Ekonomi di

Dunia Ketiga, Jilid 1 Edisi Keempat, (Jakarta: Erlangga), 1994, hal. 150-151.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 129

dengan kegiatan sosial (Baitul Maal) dan kegiatan bisnis (at-Tamwil).

Kegiatan sosial ekonomi BMT dilakukan dengan gerakan zakat, infaq

sedekah dan waqaf. Hal ini merupakan keunggulan BMT dalam me-

ngurangi kemiskinan. Dengan menggunakan dana ZISWAF ini, BMT

menjalankan produk pinjaman kebajikan (qardhul hasan-yaitu pinja-

man tanpa harus memberikan bagi hasil kepada pemberi pinjaman).

Kegiatan sosial BMT ini dapat disebut sebagai upaya proteksi atau

jaminan sosial yang dapat menjaga proses pembangunan masyarakat

miskin secara signifikan, Proteksi sosial ini menjamin distribusi rasa

kesejahteraan dari masyarakat yang tidak punya kepada masyarakat

yang punya. Hal ini sejalan dengan penelitian Jaka Sriyana dan Fitri

Raya pada BMT di Bantul Yogyakarta.12

Dengan demikian, BMT berperan sebagai agent of asset distri-

bution (agen distribusi asset dari yang punya kepada yang tidak punya)

yang mampu memberdayakan ekonomi ummat. Fungsi sosial BMT ini,

sekaligus akan dapat menciptakan hubungan harmonis antara dua kelom-

pok pendapatan yang berbeda. Sementara untuk kegiatan bisnisnya BMT

memberikan pembiayaan kepada masyarakat yang membutuhkan modal

usaha, dan melayani masyarakat yang ingin menitipkan dananya kepada

BMT dengan konsep syariah. Hal ini tentunya akan dapat memberikan

bantuan pinjaman dana kepada masyarakat yang membutuhkannya.

Dua keutamaan inilah yang membuat BMT menjadi sebuah

institusi yang paling cocok dalam mengatasi permasalahan kemiski-

nan yang dialami sebagian besar rakyat Indonesia (terutama di kabu-

paten Bantul). Dua sisi pengelolaan dana (Baitul Maal dan Baitul

Tamwil) ini seharusnya berjalan seiring, jika salah satu tidak ada

maka konsep tersebut menjadi pincang dan menjadi tidak optimal

dalam pencapaian tujuan-tujuanya. Pola pembiayaan ini akan menjadi

simbiosis mutualisme dalam ikut andil memberdayakan masyarakat

yang pada akhirnya dapat ikut andil dalam mengurangi angka kemis-

kinan di Indonesia khususnya di wilayah Depotabek (Depok Tange-

rang dan Bekasi). Akan tetapi hal ini tidak akan terwujud dengan baik,

jika tidak diimbangi dengan dukungan dari berbagai aspek, baik itu

12

Jaka Sriyana, Fitri Raya, “Peran BMT dalam Mengatasi Kemiskinan

di Kabupaten Bantul”, Inferensi, Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, Vol.

7, No. 1, Juni 2013: 29-50.

130 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

masyarakat, pemerintah dan BMT itu sendiri dalam mewujudkan

tujuan besar tersebut.

Selain itu BMT harus mampu meningkatkan kinerja semua

elemen yang ada dalam lembaganya, baik itu yang berkaitan dengan

pelayanan, produk, promosi dan kesehatan lembaga (BMT) sendiri

agar masyarakat dapat mempercayai BMT sebagai salah satu lembaga

keuangan syariah yang patut diperhitungkan. Hal yang lebih penting

lagi adalah BMT harus menjalankan aktivitasnya sesuai dengan prin-

sip syariah, mengingat BMT merupakan lembaga yang berlandaskan

syariah. Jika usaha atau aktivitas BMT sudah sesuai dengan syariah

maka bukan hal yang susah bagi BMT dalam membantu masyarakat

untuk keluar dari kemiskinan. Untuk meningkatkan efektivitas peran

BMT di wilayah Depotabek dapat dilakukan dengan meningkatkan

kegiatan melalui edukasi, pemanfaatan baitul maal dan peningkatan

motivasi kerja anggota. Sebagian besar penyebab kemiskinan di perkotaan sama dengan

kemiskinan di perdesaan, sebagaimana disebutkan dalam Suryawati

(2005),13 mengidentifikasi bahwa penyebab kemiskinan di Indonesia

khususnya di daerah perdesaan karena keterbatasan aset yang dimiliki.

Aset tersebut terbagi menjadi:

1. Natural assets, seperti tanah dan air. Penguasaan lahan sebagian

besar masyarakat perdesaan di Indonesia kurang memadai

untuk menunjang penghidupan. Rata-rata kepemilikan lahan

produktif petani di Indonesia hanya 0,8 ha. Jayaputra (2009)14

menyatakan bahwa ketergantungan terhadap lahan bagi petani

di perdesaan bersifat mutlak, sedangkan jumlah lahan yang

mereka kuasai terbatas. Akibatnya produksi usahatani yang

dihasilkan dari lahan tersebut rendah dan berdampak pada ren-

dahnya pendapatan petani.

Faktor Natural assets jika dikaitkan dengan kondisi ma-

syarakat di wilayah penelitian, mereka mengalami keterbatasan

dalam pemilikan lahan atau tempat usaha, sehingga mereka me-

13

Suryawati, C. (2005). Memahami Kemiskinan Secara Multidimensi.

Jurnal Agroekonomi Vol. 08 (03) September 2005 14

Jayaputra, A. (2009). Pemetaan Kemiskinan dan Strategi Pengenta-

sannya Berbasis Institusi Lokal dan Berkelanjutan di Era Otonomi Daerah di

Provinsi Sumatera Barat. [Working Paper].

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 131

manfaatkan rumah atau kontrakan tempat tinggal untuk membu-

ka warung atau toko. Keterbatasan ini tidak menyurutkan

semangat membangun usaha meskipun dari sisi tata letak agak

menyulitkan mobilitas mereka di dalam rumah. Namun ada pula

mereka yang memiliki lokasi di pasar, berupa kios dengan luas

yang relatif terbatas. Melalui modal yang diperoleh dari BMT

mereka dapat mengembangkan usaha dan suatu saat dapat

membeli tempat usaha yang lebih luas dan memadai.15

2. Human assets, menyangkut kualitas sumberdaya manusia. Jika

dibandingkan dengan masyarakat perkotaan, kualitas sumberda-

ya manusia (tingkat pendidikan, keterampilan maupun tingkat

kesehatan dan penguasaan teknologi) masyarakat perdesaan

relatif lebih rendah. Berdasarkan hasil observasi, sebagian besar

anggota BMT merupakan lulusan SD, SMP dan sedikit sekali

yang berpendidikan SMA. Dengan keterbatasan ini mereka ter-

kadang mengalami kesulitan dalam mengelola usaha bila tidak

didukung dengan ketrampilan dan pengalaman. Namun keterba-

tasan ini dapat diatasi dengan memberikan bekal pelatihan

motivasi, wawasan di bidang bisnis dan pendampingan usaha

yang dilakukan pengurus/pengelola BMT.16

3. Physical assets, akses masyarakat perdesaan ke infrastruktur

dan fasilitas umum seperti jaringan jalan, listrik, dan komu-

nikasi relatif masih rendah.

Untuk BMT yang berada di lokasi pinggiran kota, keter-

batasan ini tidak ditemukan karena sebagian besar mereka telah

memiliki akses terhadap infrastruktur dan fasilitas umum. Bah-

kan melalui teknologi komunikasi yang ada, mereka mengguna-

kan gawai untuk memantau perkembangan data nasabah, mela-

kukan analisis kepada calon peminjam dan melakukan koordi-

nasi di antara pengelola maupun dengan anggota.17

15

Hasil observasi dan wawancara dengan Manajer BMT, dielaborasi

Penulis, Februari dan Agustus, 2017 16

Hasil observasi dan wawancara dengan Manajer BMT, dielaborasi

Penulis, Februari dan Agustus, 2017. 17

Hasil observasi dan wawancara dengan Manajer BMT, dielaborasi

Penulis, Februari dan Agustus, 2017

132 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

4. Financial assets, sebagian besar masyarakat perdesaan masih

memiliki keterbatasan untuk mengakses lembaga keuangan,

baik dalam bentuk tabungan (saving) ataupun pembiayaan

(financing). Kelangkaan modal yang dimiliki petani dan rendah-

nya akses petani terhadap sumber permodalan dari luar dite-

ngarai menjadi pemicu inefisiensi usahatani yang dijalankan

(Hendayana dan Bustaman, 2007).18 Menurut Ashari (2006),19

dalam jangka panjang permasalahan ini dapat menjadi titik awal

terjadinya siklus rantai kemiskinan pada masyarakat petani di

perdesaan yang akan sulit untuk diputus.

Keterbatasan finansial dapat diatasi dengan memberikan

akses seluas-luasnya kepada masyarakat baik di pedesaan

maupun di perkotaan kepada lembaga keuangan khususnya

BMT. Hal ini terbukti dari banyaknya anggota BMT yang tidak

dapat berhubungan langsung dengan bank komersial dapat dila-

yani oleh BMT. Melalui BMT mereka dapat menjangkau bebe-

rapa jenis layanan, seperti produk tabungan dengan jumlah

simpanan relatif kecil atau sesuai kemampuan penabung, serta

pembiayaan mulai dari 500 ribu hingga 50 juta rupiah.20

5. Social assets, dalam hal ini berupa jaringan, kontak dan pe-

ngaruh politik, dalam hal ini kekuatan bargaining position

dalam pengambilan keputusan-keputusan politik.

Melalui BMT masyarakat mendapat kesempatan menjadi

bagian penggerak ekonomi suatu wilayah, sehingga secara tidak

langsung mereka dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi.

Bahkan kinerjanya dapat dijadikan sebagai salah satu pertimba-

ngan bagi pemerintah dalam mengambil keputusan. Dengan

demikian keterbatasan social asset setidaknya dapat ditanggu-

langi melalui peran pemberdayaan BMT dalam mengatasi

18

Hendayana R, Bustaman, S. “Fenomena Lembaga Keuangan Mikro

Dalam Perspektif Pembangunan Ekonomi Perdesaan.” [Working Paper],

2006. 19

Ashari. “Potensi Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Dalam Pemba-

ngunan Ekonomi Perdesaan dan Kebijakan Pengembangannya.” PSEKP. 4(2)

(2006):146-164. 20

Hasil observasi dan wawancara dengan Manajer BMT, dielaborasi

Penulis, Februari dan Agustus, 2017

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 133

kemiskinan di perkotaan.21

Pembangunan di wilayah urban (perkotaan) termasuk Depo-

tabek yang cenderung mengejar pertumbuhan seringkali membawa

dampak ketidakmerataan dan munculnya masalah baru berupa kemis-

kinan. Kemiskinan selain merupakan bagian dari ekses pembangunan

tanpa distribusi yang merata juga dapat dilihat dari perspektif jebakan

kekurangan (depreviation trap). Chambers mengemukakan bahwa

jebakan atau perangkap kemiskinan itu dapat dijabarkan dalam lima

aspek ketidakberuntungan, yaitu: 1) kemiskinan itu sendiri, 2) kele-

mahan jasmani, 3) keterasingan, 4) kerentanan, dan 5) ketidakber-

dayaan. Dua jebakan terakhir menurut Chambers harus diprioritaskan

untuk diselesaikan karena dapat mengakibatkan keluarga miskin

menjadi lebih miskin.22

Kemiskinan di perkotaan, sebagian besar penyebabnya adalah

karena akibat perubahan struktural dalam perekonomian seperti peru-

bahan penggunaan tenaga kerja ke mesin di sektor industri, sehingga

terjadi pengangguran dan berakibat kemiskinan. Kemiskinan di perko-

taan dapat pula disebabkan oleh perubahan gaya hidup yang cende-

rung konsumtif, yang mengakibatkan menurunnya kemampuan mena-

bung. Tingkat inflasi yang relatif tinggi juga menyebabkan kemiski-

nan semakin tinggi, karena daya beli menjadi semakin berkurang.

Ketika kemiskinan dipandang sebagai masalah struktural, maka

strategi pengentasannya pun harus sistematis, komprehensif dan

institusional. Pemerintah telah mengeluarkan berbagai regulasi untuk

pengentasan kemiskinan.23

Lembaga Keuangan Mikro (Micro Finan-

ce/Micro Credit) adalah lembaga yang telah terbukti efektif mengatasi

kemiskinan di semua Negara berkembang, termasuk di Indonesia.

LKM berperan sebagai lembaga pembiayaan bagi Usaha Mikro seba-

21

Hasil observasi dan wawancara dengan Manajer BMT, dielaborasi

Penulis, Mei, 2017 22

Chambers dalam Bambang Sudibyo, et.al., Kemiskinan dan Kesen-

jangan di Indonesia, (Yogyakarta: Aditya Media, 1995) hal.25 23

Edi Susilo, Mengentaskan Kemiskinan dan Kebodohan Umat mela-

lui Inklusi Keuangan Syariah (Shariah Financial Inclusion), Proceeding

Seminar Nasional dan Call for Paper “Membangun Indonesia Berbasis Nilai-

nilai Agama” diselenggarakan oleh ADPISI (Asosiasi Dosen Pendidikan

Islam Indonesia) di UNAIR, Surabaya 19-20 November 2015. https://

www.researchgate.net/

134 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

gai salah satu pilar utama ekonomi nasional yang harus memperoleh

kesempatan utama, dukungan, perlindungan dan pengembangan selu-

as-luasnya sebagai wujud keberpihakan yang tegas kepada kelompok

usaha ekonomi rakyat.

Upaya memberdayakan masyarakat agar lebih mandiri secara

ekonomi, karakter, etos, budaya, politik dan lain-lain. Hal ini karena

kemiskinan merupakan problem multidimensi sehingga penanggula-

ngannya tidak hanya semata berbasis ekonomi. Penanganan kemiski-

nan yang disebabkan oleh persoalan yang multidimensi harus meng-

gunakan pendekatan sesuai dengan akar permasalahannya. Menurut

pendapat penulis, jika kemiskinan disebabkan oleh karena mentalnya,

maka perlu dilakukan perubahan pola pikir dan sikap dalam menye-

lesaikan persoalan hidup dengan menguatkan sisi mentalnya. Namun

jika penyebabnya karena etos kerja dan budaya konsumtif, maka yang

harus dibenahi adalah perspektif tentang produktivitas dan perubahan

pola konsumsi.

Langkah penanggulangan kemiskinan yang hanya menyentuh

aspek ekonomi saja seperti pemberian bantuan modal usaha, pelatihan

berwirausaha perlu dilengkapi dengan aspek sosial, politik maupun

etos agar masyarakat lebih berdaya. Menurut Moelyarto, ada beberapa

langkah komprehensif dalam pemberdayaan ekonomi24, yaitu: 1) pem-

berdayaan masyarakat sebagai prasyarat mutlak bagi upaya penanggu-

langan kemiskinan dengan cara menekan rasa ketidakberdayaan dan

meningkatkan kesadaran kritis atas posisinya dalam struktur sosial-

politik di mana orang miskin tinggal; 2) upaya memutus hubungan

yang bersifat eksploitatif terhadap lapisan orang miskin perlu dilaku-

kan dengan membiarkan mereka melakukan reorganisasi dalam rang-

ka meningkatkan produktivitas dan kualitas hidupnya; 3) tanamkan

rasa kesamaan dan tekanan bahwa nasib orang miskin bisa diubah; 4)

merealisasikan perumusan pembangunan dengan melibatkan masyara-

kat miskin secara penuh; 5) perlu pembangunan sosial dan budaya

bagi masyarakat miskin. Selain melalui perubahan struktur juga

diperlukan perubahan nilai-nilai positif pada lapisan miskin; 6) redis-

tribusi infrastruktur pembangunan yang lebih merata.

24

Moeljarto Tjokrowinoto, Strategi Alternatif Pengentasan Kemiski-

nan (Makalah untuk Seminar Bulanan P3PK UGM), atau dalam kumpulan

makalah “Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia” (Yogyakarta: Aditya

Media, 1993) hal. 34-35.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 135

Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa proses pena-

nganan kemiskinan harus melibatkan subyek orang miskin dengan

memberi ruang prakarsa mereka untuk berperan dalam proses peruba-

han kondisi. Ketika mereka diperlakukan sebagai subyek maka rasa

tanggung jawab dan kesadaran melakukan perubahan pola hidup akan

menjadi lebih nyata.

Penanganan masalah kemiskinan melalui pemberdayaan dapat

diperankan oleh koperasi sebagai salah satu bentuk badan usaha yang

dibentuk secara berkelompok di dalam masyarakat. Koperasi merupa-

kan badan usaha bersama yang diharapkan berperan dalam pening-

katan ekonomi masyarakat. Koperasi dalam perkembangannya ada

yang bersistem konvensional maupun syariah.

Pengentasan kemiskinan dengan pemberdayaan UMKM (Usaha

Mikro Kecil Menengah) selama ini terhambat oleh sebuah pola yang

paling mendasar dari dunia perbankan yaitu persyaratan bankable.

Bagi dunia perbankan, bankable adalah syarat mutlak sesuai regulasi

dari Bank Indonesia dan Otoritas jasa Keuangan (OJK) sebagai

pengawas perbankan di Indonesia. Hal ini wajar dalam perbankan,

karena perbankan harus menerapkan prinsip kehati-hatian dalam me-

nyalurkan kredit kepada nasabahnya. UMKM yang secara umum tidak

bankable, akan mengalami kesulitan dalam mengakses kredit/pembia-

yaan dari perbankan. Maka sebuah sistem harus dibangun untuk

menghapus sekat antara dunia perbankan yang menerapkan prudential

banking di satu sisi dengan dunia UMKM yang membutuhkan sunti-

kan permodalan dari dunia perbankan. Penghapusan sekat itu dapat

dijembatani dengan menerapkan pola keuangan inklusif (Financial

Inclusion). Keuangan inklusif merupakan suatu kegiatan menyeluruh

yang bertujuan untuk meniadakan segala bentuk hambatan terhadap

akses masyarakat dalam memanfaatkan layanan jasa keuangan dengan

didukung oleh berbagai infrastruktur yang mendukung.25

Penulis sependapat dengan Rakhmindyarto dan Syaifullah, 26

bahwa upaya pengentasan kemiskinan harus mampu memadukan

antara sosial inklusif, keuangan inklusif dan ekonomi inklusif. Sosial

25

“Financial Inclusion Jadi Isu Global.” Majalah Gemari XII/Edisi

131/Desember 2011. 26

Rakhmindyarto dan Syaifullah. “Keuangan Inklusif dan Pengentasan

Kemiskinan. Pegawai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan.”

Diakses dari kemenkeu.go.id, 10 September 2017.

136 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

inklusif memberikan akses seluas-luasnya kepada masyarakat me-

nyangkut kebutuhan dasar, khususnya bagi masyarakat terhadap laya-

nan kesehatan, pendidikan dan mobilisasi sosial, seperti yang diama-

natkan dalam pembukaan UUD 1945 yang menjadi peran pemerintah

dalam menyediakan kebutuhan masyarakatnya. Keuangan inklusif

memperluas akses masyarakat terhadap sektor keuangan formal

dengan meningkatkan kelayakan masyarakat. Sedangkan ekonomi

inklusif bertujuan untuk memberikan peluang atau akses terhadap

masyarakat dalam upaya peningkatan pendapatan, seperti pemberda-

yaan UMKM.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan manajer

BMT dan para pemerhati Keuangan Mikro, beberapa upaya yang dila-

kukan BMT dalam meningkatkan social inclusion berupa pemberian

peluang kepada seluruh masyarakat untuk terlibat baik secara individu

maupun dalam bentuk kelompok khususnya dalam interaksi dan

pemberdayaan sehingga dapat meningkatkan kemampuannya untuk

mengoptimalkan pemenuhan kebutuhan ekonominya melalui BMT.

Pelibatan masyarakat secara lebih optimal akan mengasah kepekaan

dan keterampilan masyarakat dalam menyelesaikan masalahnya, se-

hingga terbentuk masyarakat yang berdaya. Misal, ketika ada di antara

anggota yang mengalami persoalan kesulitan cashflow untuk pengem-

balian pinjaman, maka anggota yang lain khususnya penanggung

jawab kelompok akan berusaha memberikan talangan kepada anggo-

tanya. Hal ini merupakan wujud dari kepekaan dalam menyelesaikan

persoalan dan wujud inklusi sosial masyarakat yang semakin baik.

Selain itu, BMT sebagai lembaga yang juga memiliki misi pe-

negakan gerakan filantropi, akan sangat memungkinkan meningkatkan

keberdayaan sosial melalui dana zakat yang dikelolanya. BMT seba-

gai pengelola zakat dapat menghimpun zakat dari masyarakat sehing-

ga menimbulkan gerakan kesadaran serta kepedulian sosial masyara-

kat terhadap para dhuafa dan yang membutuhkan.

b. Peran BMT dalam Pemberdayaan Ekonomi

Istilah pemberdayaan ekonomi muncul sebagai akibat dari ekses

pembangunan yang hanya mengejar pertumbuhan dan mengabaikan

keterlibatan masyarakat secara optimal. Inisiatif program pembangu-

nan lebih banyak dimunculkan dari pihak atas baik pemerintah, Nega-

ra donor dan kelompok swadaya masyarakat. Program pembangunan

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 137

yang diterapkan dan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan

masyarakat dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan moderni-

sasi. Namun pada kenyataannya, pendekatan modernisasi dalam pem-

bangunan telah menimbulkan beberapa efek seperti ketidakmerataan

pembangunan, disparitas pendapatan akibat tidak berjalannya trickle

down effect (efek menetes ke bawah), dan munculnya kemiskinan. 27

Menurut Sedarmayanti dalam Sanrego, 28 munculnya konsep

pemberdayaan pada awalnya menekankan pada proses pemberian atau

pengalihan sebagian kekuasaan, kekuatan atas kemampuan (power)

kepada masyarakat, organisasi atau individu agar menjadi lebih berda-

ya. Selanjutnya pemberdayaan difokuskan pada proses menstimulasi,

mendorong dan memotivasi individu agar mempunyai kemampuan

atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidup-

nya.

Dengan demikian, pemberdayaan mengandung dua aspek pen-

ting yaitu proses dan hasil. Pada aspek proses, pemberdayaan (empo-

werment) berarti kondisi berdaya (power) seseorang/individu atau

komunitas dibangun, dikembangkan, difasilitasi melalui interaksi sosi-

al. Pada aspek hasil, berarti kemampuan seorang/individu atau komu-

nitas dalam melakukan kontrol di setiap keputusan yang ingin dicapai

atau direalisasikan atau dalam melakukan perubahan di sebuah

komunitas.29

Berdasarkan pengamatan Penulis, BMT ada yang memberdaya-

kan anggotanya melalui interaksi sosial, yaitu melalui Majelis Taklim

atau kumpulan lainnya dalam penyaluran pembiayaannya. Seperti

yang dilakukan BMT Syariah Riyal (BSR). Selama ini BMT belum

optimal memberikan pemahaman anggotanya dengan edukasi muama-

lah yang benar melalui Kelompok Majelis Taklim. Melalui kelompok

seperti ini akan terbangun keinginan secara lebih kuat dari masyarakat

27

Lebih lanjut dapat dilihat pada Arief Budiman, Teori Pembangunan

Dunia Ketiga (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995). 28

Yulizar D. Sanrego dan Moch Taufik, Fiqih Tamkin (Fiqih Pember-

dayaan) (Jakarta: Qisthi Press, 2016), h. 66. 29

Asnarulkhadi Abu Samah & Fariborz Aref. “Empowerment as an

Approach for Community Development in Malaysia.” World Rural Observa-

tion, 1(2) (2009): 63-68.

138 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

.ntuk berdaya dan memperjuangkan ekonomi mereka ke arah yang

lebih baik.30

Maka anggota yang selama ini telah mendapatkan layanan

pembiayaan harus dibentuk kelompok group lending untuk dibina,

diedukasi dan diberdayakan. Kunci keberhasilan dari pembiayaan ke-

lompok adalah konsistensi lembaga dalam menerapkan pola Pembina-

an ini dari awal sampai akhir. Program ini akan berhasil bila semua

pemangku kepentingan secara konsisten membina dan memberdaya-

kan lembaga keuangan mikro syariah dan anggotanya.

Dalam penerapan pembiayaan di BMT/Koperasi syariah, ada

beberapa hal yang berbeda dibandingkan Lembaga keuangan lainnya,

yaitu: Koperasi syariah memiliki orientasi dan sistem yang berbeda

dengan koperasi konvensional. Secara lebih rinci dijelaskan beberapa

perbedaan antara koperasi syariah dan konvensional, yaitu:31

a. Pembiayaan. Koperasi konvensional mengambil bunga pada

setiap nasabah sebagai keuntungan koperasi. Sedangkan pada

koperasi syariah mengenakan bagi hasil. Meskipun dalam prakt-

ik mayoritas BMT menggunakan skema jual beli murabahah

dalam pembiayaannya.

b. Aspek pengawasan. Pengawasan yang diterapkan pada koperasi

konvensional adalah pengawasan kinerja, ini berarti koperasi

hanya diawasi kinerja para pengurusnya dalam mengelola kope-

rasi. Berbeda dengan koperasi syariah, selain diawasi kinerja-

nya, juga pengawasan pada penerapan prinsip syariahnya. Prin-

sip-prinsip syariah sangat dijunjung tinggi, maka dari itu kejuju-

ran para pengelola koperasi sangat diperhatikan. Di samping itu,

proses aliran dana serta pembagian hasil juga menjadi aspek

penting dalam pengawasan. Pengawasan di sini dilakukan untuk

memastikan aliran dana dan peruntukannya sesuai dengan yang

diajukan dalam permohonan pembiayaan.

c. Penyaluran produk. Koperasi konvensional memberlakukan

sistem kredit barang atau uang pada penyaluran produknya. Hal

ini berarti koperasi konvensional tidak tahu menahu apakah

uang (barang) yang digunakan para nasabah untuk melakukan

usaha mengalami kerugian atau tidak? Namun nasabah harus

30

Hasil observasi dan wawancara dengan Manajer BMT, dielaborasi

Penulis, Mei, 2017 31

Disarikan dari http://www.kopsyahmtb.com/ diakses 1 April 2018.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 139

tetap mengembalikan uang sebesar yang dipinjam ditambah

bunga yang telah ditetapkan pada RAT. Aktivitas ini berbeda

dengan di koperasi syariah, koperasi ini tidak mengkreditkan

barang-barangnya, melainkan menjualnya secara berjangka

dengan menetapkan keuntungan sejumlah tertentu atau yang

dikenal dengan murabahah. Pada koperasi syariah, uang/barang

yang dipinjamkan kepada para nasabahpun tidak dikenakan

bunga, melainkan bagi hasil, artinya jika nasabah mengalami

kerugian, koperasipun mendapatkan pengurangan pengembalian

uang, dan sebaliknya. Ini merupakan salah satu bagi hasil yang

diterapkan pada koperasi syariah. BMT yang diteliti, banyak

memberikan pelayanan pembiayaan untuk pembelian barang

elektronik dan kebutuhan rumah tangga lainnya

d. Fungsi sebagai lembaga zakat. Koperasi konvensional tidak

menjadikan usahanya sebagai penerima dan penyalur zakat,

sedangkan koperasi syariah, zakat dianjurkan bagi para nasa-

bahnya, karena koperasi ini dapat juga berfungsi sebagai insti-

tusi pengelola Ziswaf. Untuk peran sebagai Lembaga Ziswaf,

semua BMT mampu menyalurkan secara Ziswaf secara berkala

kepada kelompok sasarannya, meskipun jumlahnya tidak terlalu

besar.

Berdasarkan pengamatan Penulis, BMT atau koperasi syariah

memiliki bidang usaha dalam tiga aspek, hal ini sejalan dengan penda-

pat Pristiyanto32, yaitu:

a. Baitul Maal, mengelola dana sosial keagamaan dari karyawan,

anggota dan masyarakat.

Dalam aspek baitul maal, koperasi dapat berperan dalam hal:

1. Memberdayakan sosial ekonomi mustahik dari lingkungan

dan wilayah sekitar;

2. Melaksanakan pembinaan rohani (mental spiritual);

3. Penumbuhan wirausaha baru mustahik33 (Usaha Mikro dan

Kecil);

32

Dalam wawancara dengan Pristiyanto, beliau menjabarkan materi

tentang “Literasi dan Penumbuhan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan

Syariah”, Paparan dalam roadshow Divisi Pembiayaan Syariah di Kabupaten

Madura, Juni, 2017

140 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

4. Pendidikan dan pendampingan usaha mustahik;

5. Perkuatan Modal Awal Mustahik.

b. Baitut Tamwil, 34 menjalankan fungsi intermediasi keuangan

bagi UMK dalam memenuhi kebutuhan pendanaan/pembiayaan.

1. Menyediakan pinjaman (qardh) 35 untuk kebutuhan dasar

yang mendesak di bidang sandang, pangan, dan papan

termasuk pendidikan dan kesehatan.

33

Mustahik adalah delapan ashnaf atau golongan penerima zakat, lebih

lanjut lihat Q.S. At Taubah: 60. “Sesungguhnya zakat–zakat itu hanyalah

untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, penguru-pengurus zakat, para

muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang yang

berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan,

sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah. Dan Allah Maha Menge-

tahui lagi Maha Bijaksana”. 34

Baitul tamwil berasal dari dua kata yaitu bait yang artinya rumah dan

tamwil (pengembangan harta kekayaan) yang asal katanya adalah maal atau

harta. Pengertian selanjutnya lebih banyak diorientasikan sebagai penanaman

modal untuk lembaga keuangan mikro yaitu berfungsi sebagai lembaga

pengembangan usaha. http://btm.school.blog, diunduh 6 Juli 2017. 35

Qardh adalah masdar dari kata Qarada al syai’ yang berarti memo-

tong sesuatu. Qardh adalah isim masdar yang bermakna al-iqtirad (meminta

potongan). Seperti dikutip dari Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontempo-

rer, (Jakarta, Rajawali Press, 2016), h.167-168. Pendapat lain secara etimo-

logi al-qardh berarti al qath (terputus). Harta yang dihutangkan kepada pihak

lain dinamakan qardh karena ia terputus dari pemiliknya. Dikutip dari

Ghufran A. Mas’adi, Fiqih Muamalah Kontekstual (Jakarta: PT Rajagrafindo

Persada, 2002) h.170. Qardh dalam aplikasi di bank syariah adalah pemberian

harta kepada orang lain yang dapat diambil kembali. Produk diterapkan untuk

pinjamantanpa imbalan, seperti pinjaman antarbank syariah tanpa bunga.

Qardh juga diterapkan untuk pinjaman kepada nasabah yang mengelola usaha

sangat kecil dan pembiayaannya diambil dari dana sosial seperti zakat, infaq

dan shadaqah. Jika nasabah mengalami musibah, sehingga tidak bisa me-

ngembalikan, maka bank dapat membebaskannya. Hal ini yang selanjutnya

disebut al qardh al hasan. Lebih lanjut lihat M. Nur Yasin, Hukum Ekonomi

Islam: Geliat Perbankan di Indonesia, (Malang: UIN Malang Press, 2009),

h.221.

Dasar hukum Qardh adalah Al Qur’an surat Al Hadid ayat 11:

“Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Allah

akan melipatgandakan (balasan pinjaman itu untuknya dan dia akan mempe-

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 141

2. Menyediakan pembiayaan bagi kebutuhan barang rumah

tangga, modal usaha, jasa keuangan lainnya.

c. Sektor Riil,36 layanan nonkeuangan seperti toko, pabrik, trans-

portasi, perdagangan, dll.

Melalui tiga bidang usaha tersebut diharapkan koperasi dapat

berperan dalam memperkuat kehidupan sosial maupun ekonomi para

anggota sekaligus memperkuat kegiatan sektor riil melalui usaha-usa-

ha yang dikembangkan para anggotanya. Keragaman usaha terutama

untuk bidang yang ketiga (sektor riil) sangat tergantung pada karak-

teristik wilayah BMT. Untuk wilayah Depok, Tangerang dan Bekasi

sebagian besar memiliki usaha di sektor perdagangan dan jasa.

Dari beberapa koperasi syariah yang diteliti, BMT Al Jibaal dan

BMT Bina Usaha Sejahtera memiliki ketiga jenis usaha yang disebut-

kan di atas. Sedangkan BMT Syariah Riyal dan BMT Berkah Madani

tidak memiliki usaha terkait sektor riil. Dengan kata lain dua BMT

terakhir hanya melayani baitul maal dan simpan pinjam. Keempat

BMT telah memiliki jangkauan usaha baik di sekitar maupun di luar

wilayah kerja BMT. Mereka mengembangkan usaha dan jumlah

anggota melalui rekomendasi anggota yang telah bergabung maupun

melalui promosi.

Terkait dengan bidang usaha pertama (baitul maal) sebagian

besar koperasi menerima dan menyalurkan dana zakat, infaq, shada-

qah dan wakaf (ZISWAF), namun jumlahnya relatif kecil jika diban-

dingkan dengan porsi tamwil (tabungan, deposito) yang dihimpunnya.

Peran di bidang usaha ini semakin kecil porsinya karena sudah ada

lembaga zakat atau pengelola ZISWAF secara khusus yang dibentuk

dan diselenggarakan baik oleh pemerintah maupun swasta. Namun hal

ini jangan sampai hilang dari bidang usaha BMT karena pada awalnya

BMT memiliki bidang usaha tersebut sebagai cikal bakal munculnya

BMT, sekaligus sebagai ciri khas yang membedakan BMT dan lem-

baga keuangan mikro lainnya.

Agar peran di bidang baitul maal lebih optimal, BMT harus

bermitra dengan lembaga amil zakat (LAZ) atau badan amil zakat

roleh pahala yang banyak.” Selanjutnya disebutkan pula dalam Surat Al

Baqarah: 245 dan Al Maidah: 12. 36

Sektor riil adalah kegiatan ekonomi yang berhubungan langsung

dengan pasar. Sektor riil menghasilkan produksi barang dan jasa.

142 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

(BAZ). Dengan adanya kemitraan antara koperasi/BMT dengan BAZ

atau LAZ, maka dari itu dalam penghimpunan ZISWAF BMT dapat

menyerahkan hak amilnya kepada Baznas sebesar 5%.37 Disamping

itu untuk mendukung akuntabilitas dan kepercayaan publik, BMT

dapat melakukan pelaporan hasil penghimpunan ZISWAF kepada

induknya baik LAZ atau BAZ.

Dalam hal pengelolaan wakaf, telah terdapat aturan bahwa

koperasi dapat bertindak sebagai pengelola wakaf (nazir). Sebagaima-

na terdapat dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang

Wakaf, dimana pengelola atau nazir wakaf salah satunya dapat dilaku-

kan oleh organisasi sosial, yang notabene koperasi merupakan salah

satu organisasi sosial.38 Dengan demikian, peluang ini dapat diman-

faatkan oleh koperasi untuk meningkatkan peran sosial keagamaannya

dalam mengelola aset wakaf sehingga bermanfaat dalam jangka pan-

jang bagi masyarakat luas.

Dalam implementasinya Kementerian Koperasi dan UKM

memfasilitasi kemitraan koperasi dengan LAZ sebagai Mitra Penge-

lola Zakat dan koperasi sebagai nazir wakaf uang yang terdaftar di

Badan Wakaf Indonesia. Sampai dengan Desember 2015 terdapat 214

koperasi yang telah bermitra sebagai MPZ dari LAZ Dompet Dhuafa

dan Baitulmaal Muamalat dan 103 koperasi yang terdaftar sebagai

nazir wakaf uang di Badan Wakaf Indonesia.39

Koperasi di Indonesia menggunakan konsep pemberdayaan.

Kebanyakan koperasi didirikan oleh kelas menengah dalam rangka

untuk meningkatkan ekonomi masyarakat bawah. Dengan inisiatif

kelas menengah ini diharapkan koperasi dapat berkembang, apalagi

jika ada koperasi bekerjasama dengan pemodal lain pada saat koperasi

membutuhkan pengembangan usaha. Meskipun bekerjasama dengan

pemodal, diharapkan koperasi tetap dapat menjaga jatidirinya sesuai

dengan filosofi berdirinya koperasi.

Salah satu tujuan koperasi adalah terwujudnya kesejahteraan

anggota. Kesejahteraan anggota dapat diwujudkan dengan melakukan

37

Hasil wawancara dengan Pristiyanto, Divisi Pembiayaan Syariah

Kementerian Koperasi dan UKM RI, Juni 2017. 38

Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada Undang-Undang Nomor 41

Tahun 2004 tentang Wakaf. 39

Bahan Paparan Divisi Pembiayaan Syariah Kementerian Koperasi

dan UMKM, Pemberdayaan dan Pengembangan UMKM oleh KSPPS/

USPPS Koperasi, 2017

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 143

pemberdayaan. Dalam hal Koperasi Syariah, mengutip pendapat dari

Pristiyanto (2017), dalam Paparan tentang Literasi dan Penumbuhan

KSPPS (Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah), konsep

pemberdayaan melalui KSPPS dilakukan dalam dua hal yaitu pember-

dayaan sosial dan pemberdayaan ekonomi. Pada awalnya anggota

koperasi yang masih berstatus fakir miskin diperkuat secara sosial

melalui bantuan hibah, qardhul hasan yang bersumber dari dana baitul

maal. Pada fase ini koperasi juga berupaya memberikan pengetahuan

keuangan. Pada kondisi ini penerima bantuan dianggap bertindak pasif

artinya hanya menerima bantuan dan memperkuat dirinya.

Pada fase berikutnya, anggota koperasi dianggap lebih mampu

untuk menerima pembiayaan yang bersumber dari dana tamwil dengan

sistem qard, namun dapat pula diberikan syarat untuk berbagi hasil

dengan kontribusi nisbah yang relatif ringan. Pada fase ini anggota

sudah lebih berdaya secara sosial diantara anggota lainnya.

Tahapan pengembangan berikutnya menuju pemberdayaan

ekonomi dengan mengembangkan pembiayaan bersistem mudhara-

bah, musyarakah maupun murabahah, dimana diharapkan anggota

dapat menjadi wirausaha mandiri. Seiring berjalannya waktu, wirausa-

ha ini dapat ditingkatkan kapabilitas dan kapasitas usahanya hingga

berkembang menjadi perusahaan yang besar dan terbuka bagi pemodal

lainnya di luar koperasi.

Dengan demikian, pemberdayaan disini meliputi peningkatan

kapasitas spiritual dan social capital40 melalui pemberdayaan maal

khususnya dengan akad ta’awun (al qardh al hasan). Selanjutnya

peningkatan kemampuan wirausaha muslim melalui peningkatan kua-

litas SDM (human capital)41, dan pada tahap akhir yaitu pemberda-

40

Social capital merujuk kepada kemampuan masyarakat untuk beker-

jasama demi mencapai tujuan bersama dalam berbagai komunitas, dikutip

dari http://www.p2kp.org. Manusia dituntut untuk dapat berkembang dan me-

nyalurkan keahliannya di dalam suatu komunitas, dimana manusia tersebut

dapat merancang suatu tujuan bersama. Manusia juga diuji bagaimana mena-

ngani masalah-masalah yang terjadi dalam mencapai tujuan bersama. Social

capital tergantung pada human capital. Karena manusia yang memiliki skill

dapat menerapkan skillnya dalam komunitas sehingga dapat mencapai tujuan

bersama. 41

Teori modal manusia (human capital) menjelaskan proses dimana

pendidikan memiliki pengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi, dikutip

dari http://theindonesianinstitute.org. Faktor pendidikan memiliki peranan

144 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

yaan melalui pembiayaan tamwil dengan menggunakan financial

capital42 dan economic capital.43

Secara lebih rinci, pemberdayaan dalam perspektif peningkatan

SDM koperasi syariah terdiri dari lima aspek yaitu:44

1. Spiritual Capital, yaitu semangat menjalankan syariat Islam

dalam berusaha (muamalah), yaitu dengan cara: memahami

tujuan hidup, membangun motivasi untuk perbaikan hidup, dan

memiliki semangat berusaha memperoleh kesejahteraan.

2. Social Capital, yaitu semangat tolong menolong, dengan upaya:

memiliki keinginan berinteraksi, memiliki keterikatan dengan

penting dalam meningkatkan sumber daya manusia. Kualitas manusia secara

tidak langsung berpengaruh dalam ekonomi. Pada awalnya teori ini meman-

dang manusia yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan mendapatkan

upah dan posisi yang lebih baik daripada yang berpendidikan rendah. Tetapi

pada tahun 70-an terjadi pergeseran, bahwa terbukti tingkat pendidikan tidak

selalu sesuai dengan kualitas pekerjaan, sehingga yang berpendidikan tinggi

ataupun rendah tidak berbeda produktivitasnya dalam menangani pekerjaan

yang sama. Pandangan saat ini lebih meyakini bahwa yang paling penting

dalam human capital adalah pengalaman dan ketrampilan. 42

Financial capital is the money, credit, and other forms of funding

that companies use to invest in their businesses. That means they can't use it

now to give themselves raises, increase dividends, or lower prices. They must

use it to produce greater gains in the future. A business uses capital to

transform it self into something more profitable. Dengan kata lain, Modal

adalah uang, kredit, dan bentuk lain dari dana yang digunakan perusahaan

untuk berinvestasi dalam bisnis mereka. Itu berarti mereka tidak dapat meng-

gunakannya untuk memberikan keuntungan saat ini, meningkatkan dividen,

atau harga yang lebih rendah. Mereka harus menggunakannya untuk mengha-

silkan keuntungan yang lebih besar di masa depan. Sebuah bisnis menggu-

nakan modal untuk mengubah dirinya menjadi sesuatu yang lebih mengun-

tungkan. 43

Economic capital atau modal ekonomi adalah sejumlah uang yang

didapat dipergunakan untuk membeli fasilitas dan alat-alat produksi peru-

sahaan saat ini (misalnya pabrik, mesin, peralatan kantor, kendaraan) atau

sejumlah uang yang ditabung untuk investasi di masa depan. http://www.

books.google.co.id, Rahel Widiawati Kimbal, Modal Sosial dan Ekonomi

Industri Kecil: Sebuah Studi Kualitatif , h.60 44

Bahan Paparan Divisi Pembiayaan Syariah Kementerian Koperasi

dan UMKM, Pemberdayaan dan Pengembangan UMKM oleh KSPPS/

USPPS Koperasi, 2017

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 145

kelompok koperasi, berinteraksi aktif pada kegiatan koperasi,

dan memiliki loyalitas kepada Koperasi.

3. Knowledge Capital, yaitu mengembangkan kompetensi dan ker-

jasama usaha, dengan cara: peningkatan kompetensi personal,

penguasaan teknologi, dan berbagi pengetahuan.

4. Financial Capital,45 yaitu menghimpun dan mendayagunakan

dana bersama, dengan cara: kemauan membayar simpanan

pokok dan wajib membayar jasa, dan tanggung renteng resiko

bisnis.

5. Economic Capital,46 yaitu mengembangkan usaha dan kesejah-

teraan bersama, dengan cara: penyatuan sumberdaya, pemanfa-

45

Financial Capital is any economic resource measured in terms of

money used by entrepreneurs and businesses to buy what they need to make

their products or to provide their services to the sector of the economy upon

which their operation is based, i.e. retail, corporate, investment banking, etc.

Dengan kata lain financial capital adalah sumber daya ekonomi apa pun yang

diukur dalam bentuk uang yang digunakan oleh pengusaha dan bisnis untuk

membeli apa yang mereka butuhkan untuk membuat produk mereka atau

untuk memberikan layanan mereka ke sektor ekonomi di mana operasi

mereka didasarkan, yaitu ritel, perusahaan, perbankan investasi, dll. Diakses

dari wikipedia.org, 20 November 2017. 46

Economic capital (modal ekonomi) adalah: Modal ekonomi jumlah

modal risiko, dinilai secara realistis, yang diperlukan perusahaan untuk

menutupi risiko yang sedang berjalan atau kumpulkan sebagai kelangsungan,

seperti risiko pasar, risiko kredit, risiko hukum, dan risiko operasional. Ini

adalah jumlah uang yang dibutuhkan untuk menjamin kelangsungan hidup

dalam skenario terburuk. Perusahaan dan regulator jasa keuangan kemudian

harus bertujuan untuk memegang modal risiko dengan jumlah yang sama

setidaknya untuk modal ekonomi. Biasanya, modal ekonomi dihitung dengan

menentukan jumlah modal yang dibutuhkan perusahaan untuk memastikan

neraca realistiknya tetap terlarut selama periode waktu tertentu dengan

probabilitas yang ditentukan sebelumnya. Oleh karena itu, modal ekonomi

sering dihitung sebagai nilai berisiko. Neraca, dalam hal ini, akan disiapkan

menunjukkan nilai pasar (bukan nilai buku) dari aset dan kewajiban. Akun-

akun pertama dari modal ekonomi berasal dari zaman Fenisia kuno, yang

mengambil sejumlah kecil frekuensi dan keparahan penyakit di kalangan

petani pedesaan untuk mendapatkan intuisi dari kerugian yang diharapkan

dalam produktivitas. Perhitungan ini dikemukakan oleh korelasi terhadap

perubahan iklim, wabah politik, dan perubahan tingkat kelahiran. Konsep

modal ekonomi berbeda dari modal regulasi dalam arti bahwa modal regulasi

adalah modal wajib yang perlu dipelihara oleh regulator sementara modal

146 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

atan sumberdaya bersama, dan bekerjasama mencapai tujuan

berkoperasi

Pengembangan SDM koperasi menjadi faktor penting karena

pada dasarnya ujung tombak keberhasilan usaha koperasi dimulai dari

proses pembangunan kualitas SDM-nya. Sumber daya manusia yang

berkualitas dan memiliki kemampuan dari berbagai dimensi seperti

yang dijelaskan di atas akan memberikan pengaruh pada kemampuan

koperasi dalam memberdayakan anggotanya.

Pemberdayaan melalui aspek-aspek tersebut di atas, diharapkan

memberikan proses pembelajaran yang berdampak pada komitmen

dan keinginan untuk memperbaiki kapasitas dan taraf perekonomian

masyarakat secara berkelanjutan melalui peran BMT. Untuk itu dibu-

tuhkan tahapan penyamaan persepsi bagi seluruh pelaku BMT/

KSPPS, USPPS, para anggota dan maupun calon anggota untuk me-

mahami arah proses pemberdayaan agar terjadi sinergi ke arah tujuan

pemberdayaan dan peningkatan manfaat bersama.

Proses pemberdayaan UMKM/anggota KSPPS/USPPS diilus-

trasikan pada gambar berikut:

ekonomi adalah perkiraan terbaik dari modal yang diperlukan yang digu-

nakan oleh lembaga keuangan secara internal untuk mengelola risiko mereka

sendiri dan untuk mengalokasikan biaya mempertahankan pengaturan modal

di antara unit-unit yang berbeda dalam organisasi. Diakses dari wikipedia.

org, 20 November 2017.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 147

Gambar 4.1

Pemberdayaan dan Pengembangan UMKM

oleh KSPPS/USPPS Koperasi47

Pemberdayaan yang dilakukan oleh KSPPS terhadap usaha

mikro kecil menengah (UMKM) akan tercapai jika memenuhi bebe-

rapa indikator berikut:

1. Aksesibilitas, berarti kemudahan anggota dalam memperoleh

layanan jasa dan produk pembiayaan mikro dari koperasi.

2. Kuantitas, meningkatnya jumlah transaksi anggota dalam meng-

gunakan keragaman jasa dan produk.

47

Bahan Paparan Divisi Pembiayaan Syariah Kementerian Koperasi

dan UMKM, Pemberdayaan dan Pengembangan UMKM oleh KSPPS/

USPPS Koperasi, 2017

148 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

3. Kualitas, berarti kesesuaian antara jasa dan produk yang dita-

warkan dengan keinginan dan karakteristik usaha anggota.

4. Manfaat, artinya jasa dan produk yang digunakan memberikan

dampak terhadap promosi ekonomi dan peningkatan kesejahte-

raan anggota.

Bila indikator ini digunakan dalam mengukur efektivitas dan

eksistensi koperasi bagi masyarakat khususnya anggota, maka kope-

rasi syariah sebagai badan hukum baitul maal wat tamwil dianggap

inklusif dan literatif dalam memberikan akses dan manfaat yang

optimal.

Untuk memerankan diri sebagai lembaga yang inklusif, BMT

perlu memperhatikan beberapa kriteria yaitu:

1. Keterbukaan anggota, sifat keanggotaan terbuka untuk semua

kalangan.

2. Sistem rekruitmen dilakukan secara transparan.

3. Persyaratan keanggotaan atau nasabah tidak berbelit-belit

4. Biaya pendaftaran anggota relatif terjangkau.48

Berdasarkan hasil pengamatan Penulis, sistem rekrutmen ang-

gota BMT dilakukan melalui pendaftaran secara individu. Calon ang-

gota membawa berkas persyaratan pendaftaran dan mengisi formulir

keanggotaan di depan pengurus atau pengelola BMT. Tahap selanjut-

nya calon anggota kemudian membayar simpanan pokok dan wajib,

sebagai bukti keangotaan. Anggota yang telah mendapatkan kartu

keanggotaan kemudian mendapatkan pendidikan dan pelatihan tentang

Perkoperasian dan Konsep Dasar BMT. Pembekalan ini diharapkan

menjadi bekal bagi anggota dalam berinteraksi dan memanfaatkan

produk BMT. Namun dengan keterbatasan yang ada, tidak semua

BMT menyelenggarakan pelatihan secara periodik dan berjenjang

kepada anggotanya.

Selanjutnya bagi anggota yang berminat untuk aktif sebagai

pengurus dan memenuhi kriteria, dapat dicalonkan menjadi pengurus

BMT. Para calon pengurus atau pengelola BMT kemudian dilatih

48

Hasil elaborasi penulis terhadap teori, hasil wawancara dan penga-

matan.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 149

lebih lanjut dalam ilmu perkoperasian, keuangan mikro, konsep pela-

yanan, dan kompetensi lain yang relevan dengan kebutuhan BMT.

Dalam rangka meningkatkan partisipasi anggota, BMT juga

melakukan pembinaan spiritual dan sosial dalam bentuk pengajian dan

rapat-rapat anggota. Pengajian diisi oleh ustadz atau tokoh masyarakat

setempat untuk menambah wawasan anggota maupun pengurus.

Sedangkan pembinaan lain dalam bentuk konsultasi secara personal

kepada pengelola atau pengurus untuk mendapatkan berbagai masu-

kan tentang persoalan usaha yang dijalankan anggota.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa Baitul maal wat

tamwil yang berbadan hukum koperasi memiliki misi sosial dan

berperan dalam mengatasi permasalahan sosial khususnya penanggu-

langan kemiskinan. Peran ini akan semakin terlihat nyata ketika BMT

mempertahankan porsi usaha di bidang baitul maal. Agar tetap

menjalankan fungsi sosialnya, dibutuhkan kepatuhan dalam pemilahan

dan manajemen yang terpisah antara pengelolaan dana yang bersifat

sosial dan komersial.

Berdasarkan hasil pengamatan Penulis, BMT telah berhasil

mengembangkan usaha untuk memberikan manfaat seoptimal mung-

kin kepada anggota. Namun demikian, ada beberapa kendala terkait

dengan modal yang relatif terbatas karena kebanyakan hanya berasal

dari simpanan anggota baik yang berupa simpanan wajib maupun

sukarela. Jika ada anggota yang membutuhkan pinjaman lebih besar

untuk pengembangan usaha maupun menghadapi proyek tertentu,

maka BMT menempuh cara meminjam dari jejaring BMT, Induk

BMT, APEX, BPRS atau bank umum syariah dengan akad mudhara-

bah maupun murabahah. Jadi untuk menjaga kontinuitas kemampuan

modal BMT dalam mengembangkan usaha anggotanya dibutuhkan

cadangan modal yang lebih besar terutama berasal dari internal.

Dalam hal pengembangan usaha melalui kerjasama dengan Apex akan

dibahas lebih lanjut pada bagian berikut.

2. Pendekatan Sosiologis BMT dalam Peningkatan Literasi

Keuangan

Dalam pendekatan sosiologi agama, dapat dijelaskan bahwa

salah satu yang memotivasi masyarakat terlibat dalam suatu kegiatan

adalah karena ingin mendapatkan keamanan dari sisi kepastian dan

kesesuaian hukum agamanya mendukung terhadap aktivitasnya. Seca-

ra teori apabila seseorang beragama Islam maka secara otomatis peri-

150 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

laku orang tersebut dalam memilih pembiayaan pun akan berdasarkan

ajaran agamanya, yaitu tidak akan memilih suatu bentuk pembiayaan

yang sistem pengembaliannya berdasarkan sistem ribawi.

Hasil wawancara yang dilakukan terhadap pengguna BMT,

menunjukkan sebagian besar menjadi anggota karena BMT memiliki

misi meningkatkan kemampuan ekonomi anggotanya khususnya yang

beragama Islam, di samping itu karena BMT berbeda dengan rentenir

yang mengenakan bunga tinggi pada pinjaman. Kesamaan akidah dan

perasaan senasib di antara anggota khususnya yang tergabung dalam

kelompok binaan menjadi faktor yang menggerakkan masyarakat

untuk tetap menjadi anggota.49

Sebagai lembaga keuangan yang berada dekat di lingkungan

masyarakat, maka BMT memiliki peran yang strategis untuk menga-

tasi persoalan kesulitan masyarakat yang belum dapat memanfaatkan

produk keuangan di bank umum. Sebelum memberikan pelayanan

baik tabungan maupun pembiayaan kepada masyarakat, pihak BMT

melakukan pendekatan melalui kunjungan kepada masyarakat dalam

rangka sosialisasi tentang konsep pengelolaan keuangan secara seder-

hana. Pada pertemuan tersebut juga dilakukan pengenalan konsep

menabung dan manfaat pengelolaan keuangan secara jangka panjang.

Hal ini sebagai bagian dari upaya meningkatkan pemahaman (literasi)

masyarakat terkait pemanfaatan dan orientasinya dalam penggunaan

uang. Dengan demikian, sesudah menjadi anggota BMT, masyarakat

lebih paham dan bijak dalam mengelola keuangannya.50

Agar masyarakat sekitar semakin tertarik untuk berpartisipasi

dan menjadi anggota, maka BMT melakukan sosialisasi produk laya-

nan. Sosialisasi BMT dilakukan melalui beberapa cara, diantaranya

melalui brosur, sosialisai di pengajian, majelis taklim ibu-ibu, penga-

jian RT/RW, maupun word of mouth (menggunakan anggota untuk

memberi informasi kepada calon anggota agar menggunakan produk

BMT).

Dalam mencari nasabah baik untuk penghimpunan dana mau-

pun penyaluran dana, pihak BMT menggunakan metode pendekatan

personal pada komunitas-komunitas tertentu, dengan kesamaan nilai

49

Hasil wawancara dengan anggota BMT Bina Usaha Sejahtera Tapos

Depok, Januari 2019. 50

Hasil wawancara dan observasi di BMT AL Jibaal, BMT Berkah

Madani dan BMT Bina Usaha Sejahtera, 2017.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 151

sebagai titik masuk ke dalam komunitas tersebut. Dengan adanya

kesamaan nilai akan memungkinkan terjadinya interaksi yang pada

gilirannya akan menumbuhkan ikatan di antara BMT dengan nasa-

bahnya. Proses tersebut sejalan dengan pendapat Wellman (1983:156-

157) dalam Ritzer dan Goodman 51 yaitu:

“Analisis jaringan memulai dengan gagasan sederhana namun

sangat kuat, bahwa usaha utama sosiolog adalah mempelajari

struktur sosial...cara paling langsung mempelajari struktur sosi-

al adalah menganalisis pola ikatan yang menghubungkan ang-

gotanya. Pakar analisis jaringan menelusuri struktur bagian

yang berada di bawah pola jaringan biasa yang sering muncul

ke permukaan sebagai sistem sosial yang kompleks...”

Masih di dalam Ritzer dan Goodman52, Granoveter (1973:1983)

menambahkan bahwa dalam jaringan terdapat “kekuatan ikatan”.

Dengan cara demikian, memudahkan BMT untuk membuat jejaring

yang berdampak positif untuk perluasan pasar BMT. Dari segi biaya

pemasaran, keberadaan jejaring yang telah terbentuk sangat bermanfa-

at bagi penghematan biaya.

Menurut Penulis, strategi word of mouth dan jejaring dengan

menggunakan anggota yang telah memanfaatkan produk atau layanan

BMT sebagai pemasar cukup memberikan dampak pada ketertarikan

calon anggota. Calon anggota merasa tertarik untuk masuk menjadi

anggota karena mendapatkan informasi berupa pengalaman positif

yang dirasakan anggota sebelumnya. Informasi dan pengalaman ang-

gota merupakan faktor penting karena mereka menikmati langsung

produk sehingga dapat diceritakan kepada pihak lain. Cara ini selain

efektif, juga dapat meminimalisir biaya pemasaran atau promosi BMT

kepada calon anggota atau masyarakat potensial.

Untuk menjangkau masyarakat khususnya lapisan bawah, pihak

BMT menggunakan pendekatan komunikasi dengan menggunakan

bahasa sederhana dan mudah dipahami. Misal saat menjelaskan berba-

gai produk simpanan dan jenis pembiayaan dengan menggunakan

ilustrasi yang sederhana dan istilah yang mudah dimengerti.

51

Ritzer, George and Goodman, Douglas. 2003. Sociological Theory.

Sixth Ed. McGraw-Hill. p.383. 52

Ritzer, George and Goodman, Douglas. 2003. Sociological Theory.

Sixth Ed. McGraw-Hill. p.383.

152 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Agar tingkat partisipasi semakin meningkat, BMT menyediakan

produk yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekitar. Hal ini

didasarkan atas hasil survei kebutuhan masyarakat dan persoalan yang

dikaitkan dengan cash flow untuk kebutuhan mendesak yang biasanya

dialami oleh masyarakat lapisan bawah.

Dalam menciptakan produk harus dapat memenuhi semua

kebutuhan anggota yang berbeda dan menyeluruh. Dalam konteks

keuangan inklusif, jika semakin banyak penggunanya maka semakin

baik. Semakin banyak dan variatif kebutuhan yang dapat dipenuhi di

BMT, maka BMT akan semakin diminati oleh anggota maupun calon

anggotanya.

Selain keragaman produk atau layanan yang dimiliki saat ini,

BMT juga harus senantiasa mengupayakan inovasi pada produknya,

untuk mengantisipasi perkembangan kebutuhan masyarakat dan

memenangkan persaingan. Inovasi secara berkelanjutan perlu didu-

kung dengan kualitas pelayanan yang baik sehingga akan meningkat-

kan kepuasan anggota.

Proses sosialisasi biasanya dilakukan pada majelis taklim, kum-

pulan ibu-ibu PKK, aktivis Posyandu, lembaga pendidikan, maupun

menyertakan tokoh masyarakat yang memiliki pengaruh di lingkungan

tertentu. Dalam sosialisasi juga diberikan materi terkait konsep eko-

nomi Islam, akidah, fiqih muamalah serta jenis akad-akad secara

sederhana. Diharapkan dengan materi-materi tersebut akan lebih me-

mudahkan masyarakat dalam memahami konsep dan praktik keuangan

secara syariah di BMT.53

Pada saat sosialisasi, BMT juga dapat menggali kebutuhan

masyarakat sehingga dapat membuat layanan yang sesuai dengan

kebutuhannya. Setelah proses sosialisasi, bagi masyarakat yang terta-

rik menjadi anggota kemudian mendapatkan pelayanan pendaftaran

anggota BMT. Persyaratan menjadi anggota BMT relatif mudah,

hanya mengisi formulir dan menyertakan identitas, kemudian menye-

torkan simpanan pokok dan simpanan wajib. KJKS atau BMT hanya

mensyaratkan form aplikasi dan identitas sebagai langkah awal mem-

buat rekening. Sedangkan jika mengajukan pembiayaan, syaratnya

adalah mereka harus memiliki rekening terlebih dahulu dan memiliki

53

Diolah dari hasil wawancara dengan manajer BMT AL Jibaal, BMT

Berkah Madani, BMT Bina Usaha Sejahtera dan BMT Syariah Riyal, 2017.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 153

dana mengendap di tabungan untuk syarat pemotongan pembayaran

cicilan pembiayaan secara rutin.

Secara lebih rinci, jika berminat mengajukan pembiayaan, ada

beberapa macam persyaratan yang harus dipenuhi, diantaranya: a)

telah menjadi anggota BMT, b) memiliki pengalaman usaha/pegawai

minimal satu tahun, c) mengisi formulir pembiayaan dengan melam-

pirkan beberapa dokumen seperti fotokopi KTP suami dan istri, pas

foto, bagi karyawan diminta melengkapi dengan slip gaji terakhir. Jika

pembiayaan yang diajukan di atas Rp 5 juta maka diminta melam-

pirkan fotokopi jaminan berupa BPKB atau surat tanah.54 Jika diban-

dingkan dengan bank, maka persyaratan pengajuan pembiayaan pada

BMT lebih mudah. Penjelasannya pada tabel berikut:

Tabel 4.1

Persyaratan Pengajuan Pembiayaan Pada Bank

dibandingkan KJKS

Bank KJKS

Fotokopi Kartu Identitas Mengisi Form aplikasi

Fotokopi akta nikah Fotokopi Kartu Identitas

Fotokopi Kartu Keluarga Setoran awal ringan

Melampirkan mutasi tabungan

tiga bulan terakhir

Biaya pembukaan rekening relatif

murah

Fotokopi Slip Gaji

Bersih dari Kredit (BI

Checking)

Sumber: KJKS Berkah Madani

Dalam hal pembiayaan, BMT dapat melayani berbagai kebutu-

han anggota baik untuk konsumtif maupun produktif. Pembiayaan

konsumtif biasanya untuk keperluan biaya sekolah, renovasi rumah,

pembelian kendaraan bermotor, alat elektronik (hp, tv, dan lainnya),

serta kebutuhan acara keluarga.

Adapun untuk pembiayaan produktif, BMT mensyaratkan ada-

nya usaha yang telah dijalankan sebagai jaminan dan dapat dibiayai

baik dalam jangka pendek maupun menengah. Skala pembiayaan

54

Dikembangkan Penulis dari Brosur BMT Al Jibaal, 2017.

154 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

mulai dari 500 ribu hingga 50 juta, disesuaikan dengan kebutuhan dan

kelayakan usaha calon penerima pembiayaan.55

Melihat kondisi masyarakat yang dilayani relatif beragam,

terutama kelompok usaha mikro yang memiliki karakteristik cashflow

yang sangat pendek (harian) dan modal yang relatif kecil, maka BMT

ada yang menawarkan model pembayaran harian untuk pembayaran

cicilan pembiayaannya. Para pelaku UMK yang mengalami kesulitan

untuk mendatangi lokasi kantor BMT dapat diberikan pelayanan de-

ngan sistem jemput bola ke lokasi UMKM, seperti pasar dan lokasi

usahanya. Sistem ini dapat mengurangi kemungkinan pembiayaan ma-

cet (non performing financing) dan menguntungkan pelaku UMKM

karena mereka tidak perlu datang ke kantor BMT untuk melakukan

pembayaran. Bahkan beberapa BMT telah memfasilitasi dengan sis-

tem mobile transaction melalui aplikasi android menggunakan hand-

phone. Hal ini dapat memperkecil biaya transaksi dan proses pembia-

yaan pada BMT.56

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peran BMT dalam

membantu menjawab kebutuhan ekonomi masyarakat baik yang bersi-

fat konsumtif maupun produktif sudah berjalan baik. Selain itu, BMT

telah berperan dalam memberikan pemahaman keuangan (literasi

keuangan) serta memberikan pembiayaan untuk mengatasi persoalan

masyarakat sehingga tumbuh menjadi masyarakat yang mandiri dan

tidak bergantung pada rentenir.

C. Urgensi Keberadaan APEX dalam Mendukung Inklusivitas

BMT

Secara sederhana, Apex didefinisikan oleh Consultative Group

to Assist the Poor (CGAP) sebagai sebuah lembaga second-tier

(wholesale) yang menyalurkan sumber dana melalui beberapa kanal

lembaga keuangan sebagai penyalur (seperti peritel) di dalam satu

negara. Apex tidaklah harus dalam bentuk lembaga yang khusus,

namun dapat ditempelkan pada sebuah organisasi yang besar, seperti

bank.

55

Hasil wawancara dengan pengelola BMT AL Jibaal, BMT BUS,

BMT Berkah Madani dan BSR, 2017 dan 2018 56

Hasil wawancara dengan Manajer BMT AL Jibaal, BMT Berkah

Madani, BMT Bina Usaha Sejahtera dan BMT Syariah Riyal, 2016-2017

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 155

Adapun konsep dasar Apex KSPPS berdasarkan pengalaman

yang telah dikembangkan di negara lain maupun yang pernah dikem-

bangkan di dalam negeri, akan dikembangkan dengan beberapa opsi

lembaga yang menjadi koordinator, antara lain: 1) Koperasi sekun-

der;57 2) Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB)-KUMKM;58

dan

3) Bank Umum.59

57

Menurut Pasal 15 UU 25/1992 tentang Perkoperasian, Koperasi

Sekunder meliputi semua Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan

Koperasi Primer dan/atau Koperasi Sekunder. Berdasarkan kesamaan kepen-

tingan dan tujuan efisiensi. Koperasi Sekunder dapat didirikan oleh Koperasi

sejenis maupun berbagai jenis atau tingkatan. Dalam hal Koperasi mendiri-

kan Koperasi Sekunder dalam berbagai tingkatan, seperti selama ini yang

dikenal sebagai Pusat, Gabungan, dan Induk, maka jumlah tingkatan maupun

penamaannya diatur sendiri oleh Koperasi yang bersangkutan. 58

Dalam rangka mengoptimalkan pengelolaan dana bergulir, Kemente-

rian Koperasi dan UKM membentuk Lembaga Pengelola Dana Bergulir Ko-

perasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM) yang bertugas

melaksanakan pengelolaan dana bergulir untuk pembiayaan KUMKM antara

lain berupa pinjaman dan bentuk pembiayaan lainnya yang sesuai dengan

kebutuhan KUMKM, dimana ketentuan mengenai kriteria KUMKM ditetap-

kan oleh LPDB-KUMKM.

LPDB-KUMKM dibentuk dengan Surat Keputusan Menteri Negara

Koperasi dan UKM Republik Indonesia Nomor 19.4/Per/M.KUMKM/VIII/

2006 tanggal 18 Agustus 2006 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

Menteri Negara Koperasi dan UKM Republik Indonesia Nomor 11/Per/

M.KUKM/VI/2008 tanggal 26 Juni 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan

Menengah. Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor KEP-292/

MK.5/2006 Tanggal 28 Desember 2006 LPDB-KUMKM ditetapkan sebagai

instasi pemerintah yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan

Layanan Umum (PPK-BLU). Dengan dibentuknya LPDB-KUMKM diharap-

kan pengelolaan dana bergulir dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya

untuk mencapai tujuan dan menghasilkan manfaat berkelanjutan atas penya-

luran dana bergulir kepada Koperasi dan UMKM. 59

Menurut undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan seba-

gaimana yang telah di ubah dengan undang-undang No. 10 tahun 1998, bank

umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional

dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan

jasa dalam lalu lintas pembayaran.

156 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Fungsi Apex KSPPS dan Apex USPPS koperasi yang akan

diimplementasikan tidak berbeda, antara lain: 1) Fungsi pooling of

funds; 2) Fungsi penyediaan dukungan finansial; 3) Fungsi penyediaan

dukungan teknis; dan 4) Fungsi monitoring dan supervisi.60

Fungsi pooling of funds dilakukan dalam bentuk simpanan ke-

pesertaan atau simpanan wajib minimum, yang diikuti dengan penye-

diaan dana (commited line) oleh lembaga koordinator Apex yang

besarnya sama dengan total simpanan wajib minimum yang terkum-

pul. Gabungan antara dana simpanan wajib minimum dan commited

line tersebut dinamakan dana likuiditas mismatch.

Fungsi penyediaan dukungan finansial dalam bentuk penyedia-

an fasilitas pinjaman likuiditas –mismatch yang berasal dari dana

likuiditas mismatch dan atau penyediaan fasilitas pinjaman/pembia-

yaan linkage yang berasal dari dana kelolaan lembaga koordinator

Apex sendiri. Pinjaman likuditas dibutuhkan bagi koperasi yang me-

ngalami kekurangan dana tunai bagi kepentingan operasional maupun

dana yang jatuh tempo dalam jangka pendek.

Fungsi penyediaan dukungan teknis, dalam bentuk penyediaan

infrastruktur bersama, serta pengembangan dan pemasaran produk

bersama. Pemanfaatan infrastruktur bersama dimaksudkan untuk me-

nurunkan biaya operasional KSPPS dan USPPS koperasi, sedangkan

pengembangan dan pemasaran produk bersama ditujukan untuk me-

ningkatkan volume usaha KSPPS dan USPPS Koperasi agar mencapai

skala ekonomis.

Fungsi monitoring dan supervisi dalam bentuk pelaporan dari

KSPPS dan USPPS Koperasi kepada lembaga koordinator Apex.

Laporan tersebut terutama digunakan untuk penilaian tingkat keseha-

tan KSPPS dan USPPS Koperasi secara cepat (quick rating). Hasil

dari pelaporan dan hasil quick rating akan digunakan sebagai dasar pe-

ngambilan keputusan oleh Komite Apex KSPPS dan USPPS Koperasi

dalam menentukan pemberian dukungan finansial –khususnya penye-

diaan dana likuiditas mismatch maupun bantuan teknis. Di samping itu

laporan tersebut juga sebagai dasar untuk melakukan analisis penye-

diaan fasilitas linkage.

60

Pedoman Pengembangan Usaha Koperasi melalui Kerjasama Usaha

antar KSPPS, Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan Usaha

Kecil dan Menengah RI, tahun 2016, h.33

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 157

Dari beberapa fungsi di atas, seharusnya KSPPS dan USPPS

dapat mengembangkan usaha melalui dukungan fasilitas pembiayaan

ketika koperasi menghadapi kekurangan dana jangka pendek, bahkan

mendapatkan jaminan dan pembinaan dalam mencapai tingkat kese-

hatan sesuai standar koperasi. Peran dan kinerja koperasi diharapkan

dapat lebih optimal dalam mengembangkan perekonomian masyarakat

melalui adanya lembaga Apex tersebut.

Tujuan dari pembentukan Apex KSPPS adalah: 1) melindungi

masyarakat luas, khususnya anggota maupun calon anggota yang

menempatkan dananya pada KSPPS dan atau USPPS koperasi; 2)

meningkatkan kapasitas KSPPS dan USPPS Koperasi, terutama dari

sisi pengelolaan risiko yang terukur dan sesuai kemampuan KSPPS

(tidak exessive/berlebihan), memadai dan efisien; 3) meningkatkan

pengawasan terhadap KSPPS dan USPPS Koperasi dalam bentuk

sistem pelaporan yang baik, serta penilaian tingkat kesehatan KSPPS

dan USPPS Koperasi dengan quick rating; 4) memperkuat KSPPS dan

USPPS Koperasi dalam rangka menghadapi persaingan global, serta

mendukung terciptanya keuangan inklusif.61

Dalam mencapai tujuan tersebut, Apex KSPPS dan USPPS

Koperasi memiliki beberapa prinsip dasar, yaitu: a) memberikan man-

faat sebesar-besarnya untuk anggota KSPPS dan USPPS Koperasi; b)

mutualisme, atas dasar kepentingan bersama serta sikap saling mem-

butuhkan sesama anggota Apex; c) keterbukaan dan kepercayaan; d)

independen, bebas dari tekanan pihak manapun, tidak berpolitik dan

tidak berafiliasi dengan partai politik manapun; e) profesional, dike-

lola oleh SDM yang berkompeten, konsisten terhadap tujuan akhir,

ketentuan dan kebijakan yang telah disepakati bersama.62

Keberadaan Apex bagi anggota koperasi selain dapat mening-

katkan kepercayaan terhadap koperasi karena adanya jaminan atas

dana anggota dari risiko gagal bayar ketika koperasi mengalami masa-

lah likuiditas atau bangkrut, juga dapat meningkatkan citra dan repu-

61

Pedoman Pengembangan Usaha Koperasi melalui Kerjasama Usaha

antar KSPPS, Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan Usaha

Kecil dan Menengah RI, tahun 2016, h.35 62

Pedoman Pengembangan Usaha Koperasi melalui Kerjasama Usaha

antar KSPPS, Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan Usaha

Kecil dan Menengah RI, tahun 2016, h.36

158 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

tasi koperasi karena memiliki lembaga pengayom yang membantu

keberlangsungan usaha koperasi pada tingkat yang lebih tinggi.

Agar Apex berhasil dalam mencapai tujuan tersebut, maka perlu

didukung oleh beberapa hal, yaitu: 1) Apex harus independen; 2)

KSPPS dan USPPS harus memiliki inisiatif atas dasar kebutuhan

bukan sekedar ingin ikut atau memiliki Apex; 3) dikelola oleh unit

kerja yang terpisah dari kegiatan utama lembaga koordinator Apex,

dengan SDM yang kompeten, adaptif terhadap perkembangan tekno-

logi; 4) didukung oleh mitra penyedia teknologi informasi yang

berpengalaman; 5) bank umum yang ditunjuk sebagai bank kustodian

minimal berada dalam kategori BUKU 2 (bank umum dengan ekuitas

Rp 1-5 triliun) agar tidak mengganggu kinerja bank umum yang

bersangkutan.

Keberadaan Apex bagi KSPPS dan USPPS Koperasi sama hal-

nya dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam hal bank

umum. Namun dalam hal koperasi, Apex masih dalam proses realisasi

sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Selama ini Apex dalam

KSPPS dan USPPS Koperasi diperankan oleh Induk koperasi syariah

(Inkopsyah) yang menaungi koperasi-koperasi sekunder syariah.

Peran yang dijalankan relatif sama dengan Apex, namun membutuh-

kan penyempurnaan dalam manajemen dan sistem informasi, agar

tujuan yang diharapkan segera dapat terwujud dan koperasi syariah

atau BMT lebih inklusif dan aman.

Berdasarkan hasil analisis informan, peran Apex BMT masih

belum optimal, karena Apex saat ini baru dapat menjalankan fungsi-

nya sebagai whole saler dan pemberian akses financing (pembiayaan)

bagi anggotanya. Kendalanya adalah karena sifat Apex yang masih

dipersepsikan sebagai “cost center” oleh pelaku BMT maupun anggo-

tanya. Adanya bantuan atau akses pembiayaan dari Apex oleh sebagi-

an anggotanya dianggap menambah beban biaya dana, sehingga dam-

paknya akan menambah cost of fund (biaya pengadaan dana/pembia-

yaan) ke pinjaman yang disalurkan masing-masing BMT. Dengan kata

lain hal ini akan memberikan kesan BMT inefisien dalam pengelolaan

dananya.63

Menurut Penulis, keberadaan Apex ataupun Lembaga Penjamin

Simpanan mutlak dibutuhkan untuk menciptakan kepercayaan anggota

63

Hasil wawancara dengan Aslichan Burhan, Februari 2017 dan

Harjono Sukarno, Mei 2017

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 159

atau nasabah terhadap BMT atau LKMS. Kepercayaan ini terkait

dengan kepastian jaminan dana anggota akan aman dan dapat dikem-

balikan ketika BMT mengalami risiko bangkrut atau dibubarkan.

Seperti halnya yang dilakukan pada perbankan dan lembaga keuangan

lainnya, dimana semua bank dan lembaga keuangan lain wajib mengi-

kutsertakan dana nasabahnya dalam program penjaminan Lembaga

Penjamin Simpanan (LPS).

D. Kerjasama (Linkage) dalam Peningkatan Kemampuan Inklusi

BMT

Kemampuan BMT dalam meningkatkan kedalaman dan jang-

kauan pembiayaannya, terkendala oleh keterbatasan modal, teknologi

informasi dan infrastruktur. Sebaliknya, perbankan memiliki sumber

daya yang relatif luas, namun tidak mampu menjangkau masyarakat

mikro karena berbagai faktor.

Lembaga Keuangan Mikro yang selama ini telah membuktikan

perannya dalam mewujudkan keuangan yang inklusif perlu ditingkat-

kan perannya dalam mendukung terbangunnya sinergi perbankan

dengan UMKM untuk memperoleh akses keuangan. Dengan sinergi

perbankan dan lembaga keuangan mikro, maka pengembangan

UMKM yang tersekat persyaratan bankable dapat ditanggulangi.

Namun perlu dikembangkan pola yang sesuai agar sinergi ini dapat

benar-benar diperoleh manfaatnya oleh UMKM dan tidak merugikan

dunia perbankan atau win win solution. Misalnya dengan mengem-

bangkan pola channelling dimana bank syariah bekerjasama dengan

lembaga keuangan mikro dalam menyalurkan dana ke masyarakat

agar pembiayaan yang disalurkan lebih optimal.

Belum optimalnya peran perbankan dalam membantu mengatasi

hal tersebut dapat dimanfaatkan oleh BMT yang berada di wilayah

perkotaan dan pinggiran kota, sebagaimana yang diteliti saat ini. BMT

memiliki peluang untuk mengentaskan kemiskinan di perkotaan mela-

lui produk-produk keuangannya. Warga masyarakat yang memiliki

persoalan kekurangan modal usaha dapat dibantu dengan menyedia-

kan modal dengan jangka waktu sampai dengan maksimum tiga tahun.

Bank Syariah dengan karakteristiknya sebagai penopang sektor

riil, karena akad-akad bank syariah terkait langsung dengan sektor riil,

diharapkan dapat lebih membantu perkembangan UMKM, yaitu

dengan skim pembiayaan musyarakah dan mudharabah. Islam meman-

dang bahwa sektor riil harus menjadi prioritas dalam aktivitas ekono-

160 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

mi dikarenakan sektor riil merupakan sektor yang terkait langsung

dengan kesejahteraan masyarakat sebagai tujuan dari keberadaan bank

syariah. Menurut Aisyah (2009) dalam (Wahyudi S. & Malik, 2013)64

program keberpihakan UMKM oleh bank syariah ditunjukkan melalui:

(1) inovasi strategi pembiayaan; (2) Program Linkage; (3) Pilot pro-

ject; (4) Pemanfaatan dana sosial; (5) kerjasama technical assistance.

Program linkage yang dilakukan oleh bank syariah adalah

dengan memberikan pembiayaan kepada Lembaga Keuangan Mikro

yang secara langsung bersentuhan dengan para anggota dan nasabah-

nya seperti BMT dan BPR/BPRS. Sinergi dalam bentuk pembiayaan

ini telah lama berlangsung. Namun yang menjadi permasalahan adalah

sinergi tersebut belum bisa melahirkan sebuah potret Keuangan

Inklusif (Financial Inclusion). Karena sinerginya hanya dalam bentuk

pemilik dana (Bank Syariah) sebagai Shahibul Maal sementara BMT

dan BPR/BPRS sebagai Mudharib, atau lebih umum dikenal sebagai

kreditur dan debitur. Sinergi ini sebenarnya dapat dikembangkan men-

jadi sebuah “Keuangan Inklusif Syariah” untuk menggerakkan sektor

riil, edukasi masyarakat melalui pemberdayaan dan pengentasan

kemiskinan.

Program linkage relevan dilakukan BMT dengan lembaga

keuangan syariah baik bank maupun nonbank karena keterbatasan

yang dimiliki oleh BMT baik dalam keterbatasan fasilitas ATM (Auto-

matic Teller Machine) dan kemudahan transaksi non-keuangan, se-

hingga BMT kesulitan dalam pengumpulan dana anggota dan terbatas

pula dalam kemampuan kapasitas pembiayaannya. Selama ini seumber

pembiayaan BMT masih sangat bergantung dari dana internal anggo-

tanya (60-70%), sedangkan sumber lainnya berasal dari modal (18-

20%), sedangkan dana dari linkage dengan bank umum syariah atau

unit usaha syariah (BUS/UUS) masih kurang dari 10%.65

Program linkage atau chanelling bank umum ataupun BPR

Syariah dengan BMT juga menjadi salah satu hal yang diusulkan

ketika Penulis mewawancarai para responden ahli dalam mening-

katkan inklusivitas lembaga keuangan. Sebagian besar responden

64

Muhammad Sri Wahyudi S. & Nazarudin Malik. “Peran Pembiayaan

Perbankan Syariah Terhadap Peningkatan Keunggulan Kompetitif Sektor

UMKM.” 2013. Diakses dari academia.edu, 18 September 2017. 65

Ali Sakti. “Pemetaan Kondisi dan Potensi BMT: Kemitraan dalam

Rangka Memperluas Pasar dan Jangkauan Pelayanan Bank Syariah kepada

Usaha Mikro.” Jurnal al-Muzara’ah, Vol.1 No.1, 2013: h.10-11.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 161

memandang bahwa program ini dapat meningkatkan serapan pem-

biayaan dan mengurangi hambatan masyarakat mendapatkan layanan

pembiayaan sesuai kebutuhannya.

Berdasarkan hasil pengamatan Penulis, program linkage ini

telah dilakukan oleh beberapa KJKS yang diteliti, mereka mendapat-

kan pembiayaan dari Bank umum/BPRS untuk membantu kebutuhan

pembiayaan dengan skala yang relatif besar, misal jika ada yang

mengajukan pembiayaan usaha diatas 30 juta Rupiah. Hal ini selain

dapat mengatasi masalah anggota yang membutuhkan dana cukup

besar namun terhambat persyaratan bank juga dapat membantu bank

umum mengoptimalkan penyaluran dananya melalui bantuan BMT.

Perbankan Syariah dan Lembaga Keuangan Mikro Syariah

sebagai pelaku industri keuangan syariah adalah institusi yang paling

potensial dalam percepatan (akselerasi) keuangan inklusif syariah.

Hubungan antara dua jenis lembaga ini tidak boleh berjalan sendiri-

sendiri (harus sinergi) dan saling menguntungkan, sehingga tercipta

simbiosis mutualisme. Selama ini kedua jenis lembaga ini belum

bersinergi secara ideal, baru berhubungan antara debitor dan kreditor.

Kedua jenis lembaga ini mempunyai kelebihan dan kekurangannya

masing-masing.

Bank Syariah sebagai institusi perbankan dengan segala fasilitas

yang dipunyai dan regulasi yang mengikatnya tidak mungkin men-

jangkau UMKM yang jumlahnya jutaan dengan kebutuhan permoda-

lan yang hanya berkisar antara 1 jutaan sampai 20 jutaan. Yang poten-

sial bisa melayani mereka adalah lembaga keuangan mikro syariah

(BMT) yang jumlahnya ribuan dan tersebar di seluruh pelosok wilayah

Indonesia. Di lain sisi lembaga keuangan mikro syariah mempunyai

kelemahan terutama pada SDM-nya. Maka Bank Syariah harus mem-

berikan pelatihan berkelanjutan dan terprogram secara sistematis

untuk meningkatkan kemampuan SDM BMT agar menjadi lembaga

keuangan yang siap menerima sinergi percepatan keuangan inklusif

syariah.

BMT selama ini menghimpun dana tanpa payung hukum,

instrumen dan penjaminan yang jelas dengan risiko besar yang dapat

merugikan masyarakat, sementara Bank Syariah dengan infrastuktur

dan fasilitas yang dipunyai memungkinkan bersinergi dengan BMT

dalam menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat, agar masyara-

kat mendapatkan kepastian hukum, penjaminan simpanan dan kepasti-

an bahwa dana yang disimpan di lembaga keuangan bisa kembali

162 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

tanpa risiko yang besar. Dalam praktiknya banyak terjadi BMT yang

gulung tikar karena tidak mampu menyediakan likuiditas kepada pena-

bungnya. Maka sinergi antara BMT, BPRS maupun bank syariah

dapat meningkatkan keuangan inklusif syariah di Indonesia.66

Skenario yang dikemukakan Edi Susilo, bahwa jika saat ini

terdapat 4.000 BMT dan masing-masing BMT mempunyai 2 kantor,

maka terdapat 8.000 kantor BMT. Bila 8.000 kantor tersebut 25%nya

berhasil melaksanakan program ini, maka akan ada 2.000 kantor BMT

yang menjadi kantor kas Bank Syariah dalam waktu yang relatif sing-

kat. Bila 2.000 kantor ini punya 100 nasabah pembiayaan potensial

dengan rata-rata penyaluran 5 juta per anggota, maka terdapat 2.000

kantor kali 100 orang/UMKM dengan pembiayaan 5 juta X 100

anggota X 2.000 kantor atau 1 trilyun pembiayaan dalam waktu yang

relatif singkat. 67 Hal ini dapat saja menjadi satu keniscayaan jika

linkage tersebut berhasil dijalankan dan kedua belah pihak mendapat-

kan manfaat secara optimal dari program tersebut. Namun perlu

diwaspadai pula adanya kemungkinan dana macet (non performing

financing) jika tidak hati-hati dalam mengendalikan pembiayaannya.

Selama ini lembaga keuangan mikro syariah memberikan pem-

biayaan kepada anggota dan masyarakat dengan sistem individual

lending (pembiayaan individu). Karena pembiayaannya bersifat indi-

vidu, maka penilaian kelayakan pembiayaan berlaku seperti pada

bank, yaitu kelayakan usaha berdasarkan kemampuan dan jaminan

yang disediakan oleh anggotanya. Hal ini akan menyulitkan kedua

belah pihak baik bagi BMT maupun bagi nasabah (anggotanya).

Kesulitan bagi BMT karena SDM yang dimilikinya kurang kapabel

dalam menganalisis pembiayaan sehingga informasi asimetris (keti-

daksesuaian informasi) sering terjadi yang berakibat meningkatnya

pembiayaan bermasalah. Pembiayaan bermasalah atau NPL (Non

Performing Loan) atau NPF (Non Performing Financing) terjadi

66

Edi Susilo. “Mengentaskan Kemiskinan dan Kebodohan Umat mela-

lui Inklusi Keuangan Syariah (Shariah Financial Inclusion).” Proceeding

Seminar Nasional dan Call for Paper “Membangun Indonesia Berbasis Nilai-

nilai Agama” diselenggarakan oleh ADPISI (Asosiasi Dosen Pendidikan

Islam Indonesia) di UNAIR, Surabaya 19-20 November 2015. https://www.

researchgate.net/ diakses 12 November 2017. 67

Susilo. “Mengentaskan Kemiskinan dan Kebodohan…. https://www.

researchgate.net/ diakses 12 November 2017.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 163

merata hampir di setiap Lembaga Keuangan Mikro nonBank. Karena

instrumen regulasi dan pengawasan yang lemah dari Dinas Koperasi

dan UKM yang menaunginya. Regulasi dari Lembaga Keuangan

Mikro syariah (BMT) adalah regulasi diri sendiri (self regulation),

pengawasan internal yang dilakukan tergantung dari regulasi yang

dibuatnya sendiri. Ada BMT yang telah menerapkan dengan baik

dalam pengawasan internalnya (audit internal), tetapi kebanyakan

BMT selama ini mengandalkan sifat-sifat baik dan terpuji yang dimi-

liki oleh karyawannya, karena kebanyakan dari mereka adalah para

aktivis dakwah yang memiliki sifat-sifat dasar kejujuran. Sehingga

ada beberapa BMT yang merugi karena tindakan karyawannya (moral

hazard).

Pendapat di atas juga dibenarkan oleh para ahli yang Penulis

wawancarai, dimana untuk mengendalikan risiko pembiayaan dan

moral hazard pada pengelolaan BMT diperlukan peningkatan kualitas

SDM serta pengawasan internal yang difungsikan secara optimal

dengan mengedepankan objektivitas para auditor internal.68 Untuk me-

nurunkan risiko pembiayaan bermasalah, para ahli juga menganggap

bahwa BMT harus mengembangkan pola group lending (pembiayaan

kelompok), yang terbukti efektif dalam menekan pembiayaan berma-

salah. Berdasarkan hasil pengamatan Penulis, KSPPS Bina Usaha

Sejahtera (BUS) Tapos Depok telah melakukan model pemberdayaan

secara berkelompok dengan membentuk kelompok beranggotakan 10-

20 orang dan dipimpin oleh seorang ketua. Ketua bertugas membe-

rikan informasi kepada anggota serta menghimpun tabungan atau

setoran cicilan pembiayaan dari masing-masing anggota.

Ketua kelompok berperan sebagai penghubung dalam melayani

kebutuhan anggota dengan pengelola BMT. Ketua juga bertanggung

jawab terhadap kelancaran pembayaran cicilan pembiayaan dan men-

jadi contoh dalam menegakkan disiplin pengelolaan keuangan.69

Secara lebih rinci proses rekrutmen keanggotaan yang dilaku-

kan di KSPPS BUS sebagai berikut: 1) melakukan pertemuan awal di

lingkungan RT setempat, 2) melakukan sosialisasi KSPPS BMT, 3)

mengadakan pelatihan motivasi berkoperasi dari Tim KSPPS BMT, 4)

68

Hasil interview mendalam dengan para ahli dan praktisi BMT, 12

April, 26 April, dan 2 Mei 2017. 69

Hasil wawancara dan observasi di KSPPS BMT Bina Usaha Sejah-

tera Tapos Depok, 2018

164 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

mendaftar sebagai anggota, 5) mengikuti pelatihan motivasi dasar

tentang Ekonomi Syariah.

Adapun ketika anggota akan mengajukan proses pembiayaan,

tahapannya sebagai berikut: 1) mengajukan pembiayaan sesuai simpa-

nan anggota, maksimal pembiayaan tiga kali nilai simpanan, 2) wa-

wancara anggota beserta suami/istri sekaligus penilaian kelayakan,

dan kemudian diakhiri dengan penandatanganan akad pembiayaan.70

Berdasarkan hasil wawancara dengan Manajer KSPPS, ketua

kelompok memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut: 1) memimpin

pertemuan, 2) menarik setoran anggota dalam pertemuan, 3) meneri-

ma permohonan pembiayaan untuk diajukan ke KSPPS, dan 5) me-

nyetorkan angsuran ke KSPPS. Pertemuan dilakukan secara rutin

(bulanan) sekaligus untuk menghimpun setoran anggota kelompok.

Satu kelompok terdiri dari 10 orang anggota.

E. Karakteristik Usaha BMT dalam Mendukung Inklusi

Keuangan

Karakteristik usaha BMT berbeda dibandingkan Lembaga

keuangan lainnya. Lembaga keuangan mikro syariah di Indonesia

lebih dikenal dengan istilah Baitul Maal wat Tamwil (BMT) atau

secara hukum disebut Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS).

Payung hukum dari pendirian BMT di Indonesia adalah Keputusan

Menteri Koperasi dan UKM No 91/Kep/MKUKM/IX/2004 tentang

petunjuk pelaksanaan kegiatan usaha Koperasi Jasa Keuangan Sya-

riah. BMT dirancang sebagai lembaga ekonomi rakyat, yang secara

konsepsi dan secara nyata lebih fokus kepada masyarakat bawah, yang

miskin dan nyaris miskin. Agenda kegiatannya yang utama adalah

pengembangan usaha mikro dan usaha kecil, terutama melalui bantuan

permodalan.

Perkembangan secara makro dapat dicermati berdasarkan infor-

masi dari Menteri Koperasi dan UMKM, Puspayoga, Lembaga Keua-

ngan Mikro Syariah di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup

signifikan yaitu tercatat sekitar 4.500 BMT yang berdiri pada tahun

2015. BMT tersebut mampu melayani sekitar 3,7 juta orang dengan

aset Rp 16 Triliun. Perkembangan yang luar biasa tersebut menyerap

banyak tenaga kerja serta menciptakan peluang dan lapangan pekerja-

70

Hasil wawancara dan observasi di KSPPS BMT Bina Usaha Sejah-

tera Tapos Depok, 2018

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 165

an baru, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat,

serta meningkatkan pendapatan bahkan produktivitas negara. 71

Secara rata-rata, BMT telah berhasil menjangkau hampir 1,4%

penduduk Indonesia dalam hal ini yang tergolong kelompok bawah

yang memang paling membutuhkan jangkauan layanan keuangan

mikro. Angka tersebut masih jauh dari target keuangan inklusif yang

diharapkan dapat di atas 30%. Artinya masyarakat bawah lebih

banyak menjangkau lembaga keuangan non formal dalam menjawab

kebutuhan keuangannya.

Dalam rangka melancarkan jangkauan usaha pembiayaan, BMT

berupaya menghimpun dana, yang terutama sekali berasal dari masya-

rakat lokal di sekitarnya (Buchori 2012). Dengan kata lain, BMT pada

prinsipnya berupaya mengorganisasi usaha saling tolong menolong

antar-warga masyarakat suatu wilayah (komunitas) dalam masalah

ekonomi.

Penghimpunan dana dari masyarakat untuk BMT yang berben-

tuk KSM atau koperasi menggunakan pola simpanan. Pola-pola

simpanan yang dapat dikembangkan di BMT adalah sebagai berikut:

1. Simpanan Pokok Khusus, yaitu uang dibayar oleh anggota pendi-

ri. Sedangkan jumlah maksimalnya ini dapat dibayar tunai atau

cicilan, sesuai dengan kesepakatan rapat anggota. Simpanan po-

kok khusus ini boleh dialihkan keanggota lain, namun tidak boleh

diambil.

2. Simpanan Pokok, yaitu uang yang dibayarkan oleh setiap anggota

BMT yang jumlahnya ditentukan dalam anggaran dasar. Simpa-

nan pokok dapat dibayar tunai atau diangsur beberapa kali sesuai

dengan anggaran dasar. Simpanan pokok ini merupakan tanda

keanggotaan BMT, oleh karena itu simpanan pokok tidak dapat

diambil kecuali anggota yang bersangkutan keluar dari keanggo-

taan BMT. Jumlah simpanan ini tidka terlalu tinggi, sehingga

masyarakat banyak bisa ikut serta sebagai anggota BMT. Namun

tidak pula terlalu rendah, sehingga nilainya dapat memilki arti

bagi modal BMT.

3. Simpanan Wajib, terdiri dari: 1). Simpanan Wajib Biasa, yaitu

uang yang oleh anggota BMT secara teratur dalam waktu terten-

tu, misalnya seminggu sekali atau sebulan sekali. Jumlah besar-

nya ditentukan dalam anggaran dasar. Dalam menentukan jum-

71

Diakses dari http://www.bmtmuda.com/ pada 31 Maret 2018

166 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

lah, hendaknya mempertimbangkan pula kemampuan anggota-

nya. 2). Simpanan Wajib Pembiayaan, yaitu simpanan yang dila-

kukan anggota setiap mendapat pembiayaan dari BMT. Besar

simpanannya ditentukan dalam AD/ART, maksimal 10% dari

jumlah pembiayaan.

4. Simpanan Sukarela Mudharabah, yaitu simpanan anggota dalam

berbagai bentuk produk simpanan yang dikembangkan oleh

BMT. Seperti simpanan mudharabah biasa, Haji, Umrah, Wali-

mah, Qurban, Idul Fitri, Tarbiyah dan lain-lain. Ini dapat dikem-

bangkan lebih banyak lagi sesuai dengan kreativitas BMT dan

kebutuhan anggota. Simpanan mudharabah mendapat bagi hasil

setiap bulan, sesuai dengan yang keuntungan yang diperoleh

BMT. Sedangkan simpanan pokok khusus merupakan simpanan

pokok dan simpanan wajib yang mendapat bagi hasil per tahun

yang diperhitungkan dari sisa hasil usaha (SHU).

Pada umumnya akad yang mendasari berlakunya simpanan di

BMT adalah akad wadi’ah dan mudarabah berdasarkan Fatwa Dewan

Syariah Nasional No. 02/DSN-MUI/IV/2000 dan No.03/DSN-MUI/

IV/2000 tanggal 01 April 2000. Simpanan Wadi’ah, ialah titipan dana

yang tiap waktu dapat ditarik oleh pemiliknya atau anggota dengan

cara mengeluarkan semacam surat berharga, pemindah bukuan atau

transfer dan perintah membayar lainnya. Dan pada akad wadi’ah terdi-

ri dari Wadi’ah Al Amanah dan Wadi’ah Yad Ad Dhamanah.

Sedangkan simpanan Mudharabah ialah simpanan pemilik dana

yang penyetorannya dan penarikannya dapat dilakukan sesuai de-

ngan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya. Pada simpa-

nan Mudharabah berdasarkan nisbah yang disepakati. Variasi jenis

simpanan yang berakad mudharabah ini dapat dikembangkan ke

dalam berbagai variasi, misalnya Simpanan Idul Fitri, Simpanan Idul

Qurban, dan Simpanan Haji. Secara garis besarnya simpanan Mudha-

rabah terbagi menjadi dua jenis yakni: Mudharabah mutlaqah 72 dan

Mudharabah muqayyadah. 73

72

Mudharabah Mutlaqah adalah penyertaan modal tanpa syarat. Pe-

ngusaha atau mudharib bebas melakukan usaha apa saja dan mengelola

modalnya sesuai dengan keinginannya asalkan bisa mendatangkan keuntu-

ngan. Teknik mudharabah mutlaqah dalam bank adalah kerjasama antara

bank dengan mudharib atau dalam hal ini nasabah yang bisa mengelola suatu

usaha yang produktif dan halal atau yang mempunyai keahlian atau kete-

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 167

Untuk meningkatkan partisipasi anggota, BMT mengembang-

kan sistem keanggotaan terdiri dari: 74

1. Anggota Pendiri, yakni anggota yang ikut serta mendirikan BMT

dan memberikan simpanan pokok khusus, mereka juga memba-

yar simpanan pokok dan simpanan wajib. Anggota pendiri mem-

punyai hak dan kewajiban yang sama dengan anggota biasa.

2. Anggota Biasa, yakni mereka yang tidak membayar simpanan

khusus, tetapi melunasi simpanan wajib. Mereka berhak untuk

mendapatkan fasilitas dan bagian keuntungan dari BMT.

3. Calon Anggota, yakni mereka yang sudah mendaftar menjadi

anggota BMT, akan tetapi belum melunasi simpanan pokok,

sehingga belum menjadi anggota penuh. Calon anggota dapat

melayani seperti anggota biasa, namun belum mempunyai hak

rampilan lainnya. Hasil atau keuntungan yang didapatkan dari penggunaan

dana dibagi berdasarkan nisbah yang telah disepakati. Contoh mudharabah

mutlaqah adalah Tabungan Mudharabah dan Depostio Mudharabah. 73

Mudharabah Muqayyadah adalah penyertaan modal dengan syarat-

syarat tertentu. Artinya tidak semua usaha bisa dijalankan dengan modal

tersebut, jadi hanya usaha yang telah ditentukan (perjanjian) yang boleh

dikelola. Teknis mudharabah muqayyah dalam bank adalah akad kerjasama

antara shahibul maal dengan bank. Modal yang diterima dari shahibul maal

dikelola bank untuk diinvestasikan ke dalam proyek yang ditentukan oleh

pemilik modal terkait. Hasil keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai nisbah

yang telah disepakati bersama.Contoh produk Mudharabah Muqayyadah

adalah:

1. Mudharabah Muqayyadah on Balance Sheet (investasi terikat)

adalah pengelolaan dana yang mempunyai syarat sehingga mudharib hanya

melakukan mudharabah di bidang tertentu, waktu, cara dan tempat tertentu

saja. Jenis mudharabah ini merupakan simpanan khusus (restricted invest-

ment) yaitu pemilik dana menentukan syarat yang harus dipatuhi oleh pihak

bank. Contohnya, disyaratkan untuk bisnis tertentu atau nasabah tertentu.

2. Mudharabah Muqayyadah of Balance Sheet adalah jenis mudhara-

bah yang penerahan dana mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya.

Bank bertugas sebagai perantara yang mempertemukan antara pemilik dana

dengan pelaksana usaha.

Pemilik dana juga dapat menentukan syarat dalam mencari kegiatan

usaha yang akan dibiayai yang harus dicari oleh bank dengan kriteria yang

sesuai. 74

Disarikan dari artikel pada http://repository.radenintan.ac.id/1027/3/

BAB_II_skripsi.pdf, diakses 31 Maret 2018

168 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

dan kewajiban penuh. Calon anggota dalam waktu tiga bulan

harus menjadi anggota dengan melunasi simpanan pokok.

Jika bank melakukan strategi iklan dan hadiah dalam mening-

katkan minat dan partisipasi calon nasabah, maka berbeda dengan

BMT. Keterbatasan modal dan biaya pemasaran membuat BMT harus

melakukan pendekatan yang berbeda. Dalam rangka meningkatkan

perannya di masyarakat, BMT menggunakan beberapa strategi yang

ditempuh, yaitu:

1. Strategi menggunakan tokoh masyarakat

Tokoh masyarakat yang sebagai panutan di lingkungan-

nya diajak bergabung dan dijadikan ketua anggota dari masing-

masing kelompok. Tujuan dari menggaet tokoh-tokoh masyara-

kat ini adalah untuk memperkenalkan BMT kepada masyarakat

secara luas, seperti yang dilakukan BSR (BMT Syariah Riyal)

Bekasi. Tokoh-tokoh masyarakat tersebut tentunya memiliki

pengaruh besar di lingkungannya yang dijadikan sebagai kepala

kelompok/anggota untuk memperkenalkan BMT kepada masya-

rakat melalui media kegiatan pada jam’iyyah (perkumpulan) di

masyarakat seperti kegiatan yasinan, tahlilan dan dibaiyyah serta

momen-momen kegiatan religi yang lainnya, karena strategi ini

lebih cepat diterima oleh masyarakat dan pengaruhnya lebih

besar untuk pengenalan BMT daripada pihak manajerial sendiri

yang langsung terjun pada masyarakat umum.75

2. Strategi jemput bola

BMT melakukan strategi mendatangi langsung nasabah

atau anggota yang akan menabung maupun mengajukan pinja-

man melalui tenaga pemasar atau account officernya. Hal ini

dilakukan selain mendekatkan BMT ke masyarakat juga menga-

tasi keterbatasan waktu yang dimiliki para nasabah untuk datang

langsung ke BMT. Para anggota juga merasa dimudahkan

dengan cara ini.

75

Hasil interview dengan Manajer BMT Syariah Riyal, Zulkarnaen

Lubis, 2017.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 169

3. Strategi mendekatkan lokasi kantor dengan pasar

Agar BMT dapat berinteraksi langsung dengan nasabah

sebagian besar BMT memilih lokasi yang dekat dengan pasar,

lokasi usaha atau pemukiman yang memiliki karakteristik

sesuai sasaran pasar BMT. Dengan demikian BMT dapat lebih

dikenal dan dijangkau oleh masyarakat. Dengan mendekati

pasar, BMT juga lebih mudah memetakan potensi dan pola

kegiatan ekonomi yang memungkinkan untuk dikembangkan di

sekitar lokasinya. Sehingga BMT dapat membuat produk atau

layanan yang sesuai dengan potensi lokalnya. Misal jika keba-

nyakan penduduk di sekitarnya merupakan pedagang sayur,

pedagang kelontong, pedagang buah, yang pendapatannya hari-

an, maka mereka menciptakan sistem yang memungkinkan

pedagang tersebut menyetorkan dananya secara harian, baik

untuk tabungan maupun pembayaran cicilan pinjaman.

Karakteristik usaha BMT terdiri dari tiga aspek, yaitu baitul

maal, baitut tamwil, dan pengembangan sektor riil. Berdasarkan hasil

pengamatan peneliti, keempat BMT yang diteliti telah mampu mem-

berikan pembiayaan secara optimal kepada anggota, dan pada umum-

nya menggunakan sistem pembiayaan murabahah, kecuali untuk pem-

biayaan proyek biasanya menggunakan mudharabah jangka pendek (3

bulanan). Bidang usaha yang dikembangkan anggota BMT secara

umum adalah usaha perdagangan dan jasa. Usaha perdagangan berupa

toko kelontong, sayur mayur, buah, ikan, pakaian, dan umumnya

berada di pasar maupun permukiman di sekitar lokasi BMT. Sedang-

kan bidang usaha jasa meliputi percetakan, konstruksi, jasa pernika-

han, dan sebagainya.

Secara umum semua BMT menggunakan sistem pembiayaan

individual (individual lending), bukan pembiayaan berkelompok (gro-

up lending). Dari beberapa penelitian sebelumnya menyatakan bahwa

pembiayaan individu lebih berisiko dibandingkan pembiayaan berke-

lompok ketika ada persoalan dalam kemampuan bayar atau pengem-

balian pinjaman. Jika pembiayaan berkelompok, maka jika terjadi

gagal bayar dari salah satu anggota, maka masih ada kemungkinan

ditanggung oleh anggota lainnya dalam satu kelompok.

Namun group lending system ini membutuhkan kerelaan dan

komitmen dari masing-masing anggota untuk menjaga keberlangsu-

ngan agar tidak gagal bayar. Disinilah peran social capital sangat

170 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

besar dalam mendorong kemauan dan kepedulian sesama anggota

kelompok dalam mendukung keberlangsungan pembiayaan. Ketika

ada salah satu anggota yang memiliki masalah dalam mencicil pem-

biayaan, maka anggota lain dalam kelompok tersebut akan membantu

penyelesaian cicilannya hingga yang bersangkutan pulih dari masalah-

nya. Hal ini akan terjadi ketika masing-masing anggota kelompok me-

miliki kepedulian dan tanggung jawab bersama terhadap keberhasilan

kelompok dalam program pembiayaan tersebut.

Dalam praktiknya, BMT lebih banyak memilih model indivi-

dual lending, meskipun risikonya lebih tinggi dibandingkan group

lending. Model Individual lending memerlukan pengawasan dan pem-

binaan secara individu yang lebih intens oleh pengelola BMT. Pembi-

naan dilakukan melalui kunjungan secara berkala ke lokasi usaha

penerima pembiayaan maupun pembinaan mental melalui kajian-kaji-

an keislaman secara rutin. Model individual lending tentunya membe-

rikan konsekuensi biaya pengawasan yang lebih besar dibandingkan

dengan group lending. Hal inilah yang menyebabkan biaya pengelo-

laan BMT lebih besar sehingga berdampak kepada biaya meminjam

yang dibebankan lebih tinggi kepada anggota.76

Pembiayaan dengan model individual juga memiliki risiko yang

lebih tinggi dibandingkan pembiayaan secara berkelompok. Agar

risiko pembiayaan dapat ditekan, maka cara yang ditempuh BMT ada-

lah dengan merekrut anggota atau calon penerima pembiayaan melalui

rekomendasi anggota yang sudah mengenal calon dan menjamin

bahwa calon tersebut bukan termasuk atau belum pernah bermasalah

dengan pembiayaan sebelumnya. Jadi rekomendasi dari anggota lama

ke calon anggota baru merupakan salah satu faktor yang menentukan

terhadap penilaian kelayakan calon penerima pembiayaan.

Pembiayaan yang diberikan BMT dapat berupa pembiayaan

produktif maupun konsumtif. Pembiayaan produktif sebagian besar

menggunakan skema pembiayaan murabahah dan sangat sedikit porsi

skema mudharabah. Usaha yang dibiayai ada beberapa macam, dianta-

ranya perdagangan, industri makanan olahan skala rumah tangga, pro-

duksi pakaian, percetakan dan obat-obatan herbal. Skema murabahah

diberikan dalam skala nilai Rp 500 ribu – 5 juta dengan jangka waktu

maksimal satu tahun. Skema mudharabah biasanya diberikan pada

usaha yang membutuhkan modal tambahan relatif besar sampai

76

Hasil interview dengan beberapa pengelola BMT, Desember 2017.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 171

dengan Rp 50 juta namun bersifat jangka pendek. Sumber modal

untuk pembiayaan mudharabah ini biasanya diambil dari cadangan

modal ataupun meminjam kepada jaringan BMT lain atau kepada

Apex.

Pembiayaan konsumtif biasanya digunakan untuk para anggota

yang memiliki kebutuhan untuk membiayai upacara keluarga, seperti

pernikahan, khitanan, dan acara syukuran lainnya. Ada pula untuk

keperluan biaya pendidikan, berobat dan sebagainya. Pembiayaan ini

menggunakan skema murabahah dengan jangka waktu relatif pendek

atau kurang dari satu tahun.

Pembiayaan ini diberikan hanya kepada pihak yang telah terdaf-

tar menjadi anggota. Selama ini BMT yang diamati Penulis mene-

rapkan sistem seleksi internal dalam proses penyaluran pembiayaan

kepada anggota. Seleksi dilakukan oleh account officer untuk pembia-

yaan dibawah Rp 5 juta. Jika di atas nilai tersebut maka melibatkan

manajer atau pengurus lainnya. Proses seleksi untuk pembiayaan di

bawah Rp 3 juta dilakukan menggunakan aplikasi online melalui

gawai tanpa perlu berinteraksi langsung dengan calon penerima pem-

biayaan. Namun jika pembiayaan di atas nilai tersebut anggota harus

datang langsung mengajukan permohonan dan diadakan interview

dengan pengurus.77

Ada beberapa kendala yang dialami dalam proses pembiayaan

di BMT, di antaranya terbatasnya instrumen untuk menganalisis calon

penerima pembiayaan kelayakan usaha. Selama ini, BMT hanya me-

ngandalkan pada aplikasi sederhana dan belum dilengkapi instrumen

analisis kemungkinan risiko pembiayaan. Hal ini memungkinkan

terjadinya kesalahan dalam hasil analisis akibat kekurangtelitian pada

aspek risikonya. Untuk itu dalam rangka meminimalisir risiko pem-

biayaan, namun dengan tetap mengoptimalkan pelayanan pada anggo-

ta, BMT membutuhkan aplikasi sistem analisis kelayanan pembiayaan

seperti pada bank atau lembaga pembiayaan namun dengan versi

pembiayaan skala kecil. Hal ini merupakan kebutuhan BMT yang

harus segera dipenuhi agar keberlangsungan pembiayaan dan risiko

pembiayaan bermasalah dapat diminimalisir.

Selain pelayanan pembiayaan, adapula BMT yang memiliki

usaha pertokoan yang berada satu lokasi dengan BMT. Barang daga-

ngan yang ada pada umumnya berasal dari titipan (konsinyasi) para

77

Hasil interview dengan beberapa pengelola BMT, Desember 2017.

172 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

anggota sebagai bentuk pembinaan pada usaha anggota sekaligus

pemberdayaan usaha anggota. BMT Al Jibaal di Tangerang Selatan

misalnya, menerima titipan barang dagangan berupa hasil produk

usaha rumah tangga seperti makanan ringan, obat herbal, sepatu, tas,

pakaian ibadah, dan kebutuhan pokok lainnya. Sedangkan BMT Bina

Usaha Sejahtera di Tapos Depok menjual kebutuhan seperti gas, galon

air dan kebutuhan pokok lainnya. Selain membantu kelancaran pema-

saran produk hasil produksi anggota, juga sebagai bentuk pembinaan

BMT kepada anggota agar usahanya lebih dikenal dan bermanfaat

bagi anggota lainnya. 78

Usaha yang dijalankan BMT secara umum, akan memberikan

beberapa manfaat bagi anggota atau UMK khususnya, diantaranya: 1)

Mendapatkan pelayanan, layanan yang cepat, mudah dan murah dalam

hal: simpanan, pinjaman, pembiayaan, dan pembayaran ziswaf (zakat,

infaq, shadaqah, dan wakaf); 2) Memperoleh Kesejahteraan dari ada-

nya prinsip kolektivitas dan efisiensi melalui selisih harga pasar,

peluang kepemilikan asset, kesempatan menabung, surplus hasil usa-

ha; 3) Mendapatkan atau menjadikan koperasi sebagai mitra usaha

melalui kerjasama mewujudkan kesejahteraan anggota. cara yang dila-

kukan dengan optimalisasi sumberdaya usaha, suplayer kebutuhan

usaha, membangun spirit/motivasi dan kompetensi usaha.

Dari beberapa manfaat tersebut, UMK akan dapat berkembang

lebih baik dan memberikan kesejahteraan kepada masyarakat sekitar

dari keberlangsungan usaha tersebut. Secara tidak langsung BMT atau

koperasi sudah menjalankan fungsi dan bertindak inklusif bagi

masyarakat.

Baitul mâl wat tamwîl (BMT) akan dapat dikenal, dipahami

(well literate) dan dijangkau (inklusif) jika mampu memberikan dam-

pak langsung kepada masyarakat. Agar dapat dikenal, dipahami dan

dijangkau, maka BMT perlu melakukan strategi yang tepat yang sesu-

ai dengan kebutuhan masyarakat. Beberapa BMT yang diteliti sudah melakukan upaya mencip-

takan keragaman produk atau layanan. Seperti pada Koperasi Syariah

Bina Usaha Sejahtera Tapos Depok, telah mengembangkan beberapa

jenis tabungan seperti: 1) Tabungan Pendidikan Anak (TADIKA)

yang merupakan tabungan untuk mempersiapkan anak di masa yang

78

Hasil observasi Penulis pada BMT Al Jibal dan Bina Usaha Sejah-

tera, 2016 dan 2017.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 173

akan datang. 2) Tabungan Safari (Sadar Manfaat Berkoperasi),

ditujukan untuk anggota dengan manfaat istimewa, 3) Tabungan Idul

Fitri (TADURI), berupa tabungan persiapan untuk keperluan hari raya

dengan imbalan berupa paket lebaran menarik di akhir periode

tabungan. Untuk produk pembiayaan, terdapat beberapa pembiayaan

baik untuk konsumtif maupun produktif dengan jangka waktu maksi-

mal 3 tahun. Pembiayan konsumtif biasanya untuk memenuhi pem-

belian barang maupun kebutuhan mendesak, seperti pembelian kenda-

raan bermotor, mebel, dan membayar biaya sekolah. Sedangkan

pembiayaan produktif untuk kepentingan kebutuhan modal kerja,

investasi, dan sebagainya. 79

BMT Syariah Riyal (BSR) memiliki beberapa jenis tabungan,

yaitu: 1) Tabungan Masyarakat Sejahtera, 2) Tabungan Siswa (Anak

Sekolah), bekerjasama dengan beberapa sekolah mitra, 3) Tabungan

Idul Fitri, 4) Tabungan Qurban (untuk keperluan Idul Adha), 5) Tabu-

ngan Umroh, dan 6) Tabungan Investasi (deposito). 80 Untuk jenis

pembiayaan relatif hampir sama dengan BMT lainnya.

Keberadaan BMT karena didukung oleh kualitas pelayanan

yang excellent. Pelayanan yang berkualitas akan mendorong anggota

untuk giat melakukan transaksi-transaksi menabung serta membayar

angsuran pembiayaan. Hal ini sesuai dengan tujuan keuangan inklusif

dimana layanan keuangan harus aman, nyaman, dan terjangkau.

Kualitas pelayanan juga akan meningkatkan loyalitas anggota dalam

menggunakan layanan BMT.

Diantara pelaksanaan keuangan inklusif di BMT Al Jibaal

(BAJ), Bina Usaha Sejahtera (BUS), Berkah Madani (BM), maupun

BMT Syariah Riyal (BSR) yakni memberikan kemudahan dalam ber-

transaksi seperti halnya syarat dan ketentuan serta harga, baik dalam

simpanannya maupun dalam pembiayaan yang diberlakukan seperti

syarat tabungan hanya menyetorkan fotokopi KTP calon anggota, dan

setoran awal minimal Rp 20.000,00. Sesuai dengan syarat dan

ketentuan produk tabungan, sejauh ini tidak ada hambatan dan masih

bisa dijangkau oleh anggota atau calon anggota dengan mudah.

Namun dalam hal persyaratan pembiayaan, anggota yang ber-

79

Hasil obesrvasi dan interview pada pengelola BMT Bina Usaha

Sejahtera, Desember 2017. 80

Hasil obesrvasi dan interview pada pengelola BMT Syariah Riyal,

2017.

174 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

asal dari kalangan bawah/minim pendapatan masih merasa ada kesu-

litan dalam persyaratan yang diajukan, sehingga memberatkan anggo-

ta atau calon anggota. Jika syarat dan ketentuan yang diberikan relatif

mudah, maka akan menarik calon anggota yang kemudian menjadi

anggota untuk terus berinteraksi dan melakukan transaksi dengan

BMT dalam jangka panjang.

Kemudahan dalam persyaratan dan minimnya hambatan admi-

nistratif merupakan hal yang paling dibutuhkan oleh masyarakat kelas

bawah. Hal inilah yang tentunya harus diupayakan oleh BMT agar

mereka semakin inklusif.

Ketika anggota membutuhkan informasi dan pengetahuan ten-

tang jasa dan produk, pengelola menggunakan media selebaran brosur

atau edukasi pengenalan jasa dan produk-produk KJKS. Calon ang-

gota maupun anggota juga dapat berkonsultasi dan mendapatkan

informasi langsung dari pihak pengelola. Sebagian anggota juga

mendapatkan informasi dari mulut ke mulut atau dari anggota yang

telah memanfaatkannya.81

Namun, adapula sebagian masyarakat sekitar yang masih belum

memiliki informasi dan pengetahuan tentang jasa dan produk-produk

BMT. Minimnya informasi serta pengelolaan sumber pendapatan yang

baik, minimnya akses terhadap informasi maupun layanan keuangan

dan kurangnya pengetahuan tersebut, membatasi kemampuan individu

untuk mengelola penghasilan, memilih jasa dan produk keuangan,

sehingga sebagian masyarakat masih terjebak pada praktik rentenir.

Kondisi ini yang memperkuat alasan perlunya edukasi keua-

ngan kepada masyarakat kelompok bawah untuk meningkatkan

pengetahuan mereka mengenai layanan keuangan. Pengetahuan ini

penting agar anggota merasa lebih aman berinteraksi dengan lembaga

keuangan. Dengan adanya edukasi tersebut mereka diajak dan diarah-

kan kepada bagaimana menggunakan uang secara rasional. Penggu-

naan uang secara rasional dan tepat guna akan membantu masyarakat

dalam menghadapi ketidakpastian dan mengantisipasi risiko di kemu-

dian hari.

Berdasarkan hasil pengamatan Penulis, BMT secara umum

belum memiliki sistem informasi keanggotaan secara lengkap. Adanya

sistem informasi yang baik tentang anggota dan produk yang dikem-

bangkan akan dapat mendukung sistem pelayanan dan pengelolaan

81

Hasil interview dengan pengelola BMT, 2017.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 175

anggota. Dukungan sistem informasi yang lengkap juga dapat menjadi

dasar bagi para pengelola dalam pengambilan keputusan untuk pem-

berian pembiayaan kepada anggota, termasuk pengembangan produk

yang relevan dengan kebutuhan anggota.

Ketika dukungan infrastruktur berupa sistem informasi dan

sumber daya relatif memadai, maka upaya BMT mewujudkan keua-

ngan inklusif menjadi lebih mudah. Untuk itu diperlukan kerjasama

dengan para ahli di bidang teknologi informasi yang mampu membaca

kebutuhan informasi dan mengelola informasi agar BMT lebih dina-

mis dan responsif dalam menjawab kebutuhan masyarakat sekitarnya.

Di dalam operasionalnya, BMT sangat bersentuhan langsung

dengan perekonomian masyarakat. Kegiatan yang dilakukan dengan

melibatkan masyarakat sekitar adalah gambaran dari kedekatan BMT

dengan sektor riil yang meminimalkan kegiatan spekulasi dan memak-

simalkan kemampuan masyarakat dalam bidang produksi dengan

pembiayaan-pembiayaan yang dilakukan, sesuai dengan produk-

produk yang berlaku pada tiap-tiap BMT yang ada.

Didirikannya BMT bertujuan untuk meningkatkan kualitas

usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan

masyarakat pada umumnya. Pengertian tersebut dapat dipahami me-

ngingat BMT berorientasi pada upaya peningkatan kesejahteraan ang-

gota dan masyarakat. Anggota harus diberdayakan (empowering)

supaya dapat mandiri. Dengan sendirinya. Tidak dapat dibenarkan jika

para anggota dan masyarakat menjadi sangat tergantung kepada BMT.

Dengan menjadi anggota BMT, masyarakat dapat meningkatkan taraf

hidup melalui peningkatan usahanya.82

Keberadaaan BMT diharapkan dapat memberikan kontribusi

yang nyata dalam pengembagan sektor ekonomi riil, terlebih bagi

kegiatan usaha yang belum memenuhi segala persyaratan untuk

mendapatkan pembiayaan dari Bank Umum. Perkembangan sektor

ekonomi riil akan dapat berlangsung dengan cepat ketika didukung

oleh tersedianya sumber dana yang memadai dan sesuai dengan nilai-

82

Ivan Rahmat Santoso, Peran BMT dalam Pemberdayaan Sektor Riil

Studi Kasus di Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah BMT HANIVA Imogiri,

Bantul, Yogyakarta, repository.ung.ac.id/get/simlit_res/1/238/ didowload 14

Agustus 2017.

176 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

nilai keadilan. 83 Keberadaan BMT dengan sistem kerjasama yang

tidak memberatkan dan persyaratan yang mampu dipenuhi pelaku

UKM dalam permohonan pembiayaan bagi usaha mereka memberikan

posisi penting bagi BMT di sektor riil.

BMT sebagai lembaga keuangan alternatif diartikan sebagai

suatu lembaga pendanaan yang mengakar di tengah-tengah masyara-

kat, dimana proses penyaluran dananya dilakukan secara sederhana,

murah dan cepat dengan prinsip keberpihakan kepada masyarakat

kecil dan berazaskan keadilan. Dilihat dari prosedur pembiayaan dan

jangkauan pelayanannya, BMT merupakan lembaga keuangan alter-

natif yang sangat efektif dalam melayani kebutuhan pembiayaan

modal kerja jangka pendek yang sangat diperlukan pengusaha kecil

mikro.84 BMT menyalurkan pada sektor riil (UMK) berdasarkan sis-

tem syariah dengan sistem bagi hasil menggunakan akad mudharabah

atau musyarakah menyebabkan kedua belah pihak (BMT dan UKM)

mempunyai rasa tanggung jawab yang sama akan keberhasilan usaha,

karena BMT dan UMK pada posisi yang sama sebagai partner.

Menjadikan BMT sebagai penggerak sektor riil adalah menja-

dikan BMT sebagai Pusat Unit Kegiatan Masyarakat, dengan mengak-

tifkan dan memfungsikan empat dimensi BMT, yaitu Dimensi Produ-

ser (usaha mengeksploitasi sumber-sumber daya agar dapat mengha-

silkan manfaat ekonomi), 85 Konsumen (penggunaan harta secara

efisien), Distributor (mendistribusikan barang dari produsen ke konsu-

men) dan Sirkulator (sarana perdagangan ataupun tukar-menukar

barang).

Agar dapat menjalankan fungsinya secara optimal, BMT men-

ciptakan produk layanan keuangan dengan menggunakan prinsip-prin-

sip Islam. Lima aspek yang harus diterapkan dalam transaksi sesuai

83

Hendi Suhendi. “Strategi Optimalisasi Peran BMT Sebagai Pengge-

rak Sektor Mikro.” 2009. (http://www.fe.unpad.ac.id/forumdekan2009/down

loads/p_hendi.pdf.) Diakses 1 April 2018. 84

Jannes Situmorang. tt. “Kaji Tindak Peningkatan Peran Koperasi dan

UM Sebagai Lembaga Keuangan Alternatif.” Laporan penelitian tentang

aspek kelembagaan dan keuangan usaha BMT di 9 (sembilan) provinsi yang

meliputi: Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogya-

karta, Jawa Timur, Bali, NTB dan Sulawesi. http://www.scribd.com/doc/391

46258/BMT-UMK, diakses 1 April 2018. 85

Rustam Effendi, Produksi Dalam Islam (Yogyakarta: Magistra Insa-

nia Press bekerjasama dengan MSI UII, Cet I, 2003), hal. 12.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 177

syariah yaitu:86

1. Tidak ada transaksi keuangan berbasis bunga (riba);

2. Pengenalan pajak religius atau pemberian sedekah;

3. Pelarangan produksi barang dan jasa yang bertentangan

dengan sistem nilai Islam (haram);

4. Penghindaran aktivitas ekonomi yang melibatkan maysir

(judi) dan gharar (ketidakpastian);

5. Penyediaan Takaful (asuransi Islam).

Kelima aspek di atas akan menjadi dasar dalam melakukan

transaksi di lembaga keuangan Islam termasuk BMT. Namun belum

semua BMT menyediakan produk takaful (asuransi Islam), sebagian

mereka telah mengembangkan dana kebajikan untuk anggota yang

mengalami musibah dengan memberikan uang duka sejumlah tertentu,

atau bantuan kesehatan bagi yang sakit dan dalam perawatan di rumah

sakit. Dana kebajikan diambil dari iuran kebajikan yang diberikan

para anggota yang dikumpulkan secara berkala. Produk takaful yang

dilakukan pada BMT disebut takaful mikro.87 Takaful mikro didirikan

86

Mervyn K. Lewis dan Latifa M. Algoud, Perbankan Syariah: Prinsip,

Praktik, dan Prospek, Cet. I. (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2003), hal.

48. 87

Takaful mikro adalah perlindungan bagi keluarga masyarakat miskin

(berpenghasilan rendah) atas risiko keuangan yang menimpa mereka, seperti

kematian, kecelakaan, sakit, kehilangan aset dan hari tua. Takaful mikro

adalah perlindungan bagi masyarakat berpenghasilan rendah dalam bentuk

aset dan tabarru’ dengan memberikan pola pengembalian untuk menghadapi

risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah. Banyak dari produk-

produk takaful yang dapat ditawarkan ke masyarakat miskin dengan beberapa

modifikasi (perubahan), seperti jumlah saldo takaful yang kecil (minimum),

durasi yang singkat, kontribusi yang rendah (premi), dan metode biaya yang

rendah terhadap pembayaran untuk memastikan kelancaran alur keluar masuk

dana takaful.

Definisi mikro suatu produk asuransi syariah yang di desain agar tepat

untuk masyarakat berpenghasilan rendah dalam kaitannya dengan biaya yang

terjangkau, syarat-syarat, jumlah jaminan (cover asuransi), dan mekanisme

pelayanan. Lebih lanjut dapat dilihat pada Sirag Elhadi, “MicroTakaful

Opportunities and need Egyptian Experience”, (Egypt: Solidarity Family

Takaful Egypt) h.11.

178 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

karena selama ini perusahaan asuransi kesulitan untuk menjangkau

kalangan tidak mampu karena sistem distribusi yang memerlukan

biaya operasional tinggi, dengan perbandingan pendapatan yang tidak

seimbang. Selain itu, perusahaan asuransi juga pada umumnya me-

nemukan kesulitan dalam menentukan premi yang harus dibebankan

pada golongan tidak mampu ini, yang secara umum tujuannya ada-

lah: a). Berkontribusi untuk membayarkan hutang atau menjamin/me-

nutup hutang bila terjadi musibah meninggal; b). Memberikan layanan

sebagai instrumen untuk membuka akses bagi masyarakat golongan

ekonomi lemah.

Hasil riset dari Ali Sakti (2013) sejalan dengan hasil pengama-

tan penulis, risetnya dilakukan di tiga wilayah yaitu Jawa Timur, Jawa

Tengah, dan Jawa Barat, jika dilihat berdasarkan entitas BMT (lemba-

ga) yang melaksanakan produk pembiayaan, maka diketahui hampir

semua BMT memiliki produk murabahah, bahkan Jawa Timur dari

sampel BMT yang disurvey sebanyak 89,77 persen yang memiliki

produk murabahah. Sedangkan BMT yang memiliki produk mudha-

rabah dan musyarakah secara umum lebih sedikit yaitu masing-masing

sebesar 53,35 persen dan 33,23 persen. Jawa tengah memiliki lebih

banyak BMT yang menjalankan produk mudharabah dan musyarakah

dibandingkan Jawa Timur dan Jawa Barat, yaitu masing-masing 57,80

persen dan 43,12 persen.88

Sejalan dengan berkembangnya pemahaman masyarakat dan

berkembangnya software akuntansi dan pembukuan, maka seharusnya

BMT dapat mengoptimalkan pula jenis pembiayaan yang berbasis

bagi hasil agar “ruh” bagi hasilnya tidak hanya sekedar jargon dalam

praktik keuangan mikro syariah. Pengembangan software perlu juga

diikuti dengan sosialisasi para pengelola BMT tentang produk mudha-

rabah dan musyarakah kepada anggota, agar pemahaman dan afeksi

tentang bagi hasil lebih optimal.

Sebagian besar BMT yang berada di wilayah Jabodetabek

memiliki status badan hukum Koperasi. Karakteristik wilayah Jabode-

tabek yang tergolong wilayah urban dengan perkembangan jumlah

penduduk yang relatif pesat memberi peluang cukup besar bagi BMT

untuk menciptakan produk atau layanan simpanan maupun pembia-

88

Ali Sakti. “Mapping of Conditions and Potential of BMT: Partner-

ship to Expand the Market and Linkage of Islamic Banking Services to the

Micro Enterprises.” Jurnal al-Muzara’ah, Vol. I, No. 1, 2013.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 179

yaan yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat urban. Kebutuhan

itu misalnya untuk biaya pendidikan, tasyakuran, maupun kebutuhan

mendesak lainnya.89

Kebutuhan pembiayaan untuk rintisan maupun pengembangan

usaha rumah tangga pun cukup banyak dan sangat potensial terutama

di sektor industri, jasa dan perdagangan. Hal ini relevan dengan

karakteristik wilayah urban yang mayoritas perekonomiannya tumbuh

dari sektor industri, jasa dan perdagangan.

Pembiayaan untuk usaha yang dibiayai BMT berupa industri

peralatan rumah tangga, pembuatan makanan minuman, pakaian, per-

cetakan, toko kelontong, sayur mayur, warung makan, jasa transport-

tasi, dan sebagainya. Semakin beragamnya usaha yang dikembangkan

masyarakat dan sesuai dengan karakteristik dan keunggulan lokal akan

menambah potensi bagi BMT dalam membantu wilayah tersebut

untuk membangun perekonomian. Hal inilah yang menjadi salah satu

nilai tambah bagi BMT karena dapat menyesuaikan diri dengan

kemajemukan usaha yang dikembangkan masyarakat dan dekat de-

ngan masyarakat tanpa hambatan prosedural.90

F. Peran BMT dalam Peningkatan Inklusi Sosial (Social

Inclusion)

Fungsi BMT secara konseptual memiliki dua fungsi: 1) Baitul

maal, berasal dari dua kata yaitu: bait berarti rumah dan maal artinya

harta. Baitul Maal wa-Tamwil (BMT) menerima titipan dana ZIS

(zakat, infak, dan sedekah) serta mengoptimalkan distribusinya

dengan memberikan santunan kepada yang berhak (para asnaf) sesuai

dengan peraturan dan amanah yang diterima; 2) Baitut Tamwil, terdiri

dua kata: bait berarti rumah, dan at-Tamwil berarti pengembangan

harta. BMT melakukan kegiatan pengembangan usaha produktif dan

investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan

makro terutama dengan mendorong kegiatan menabung dan menun-

jang pembiayaan kegiatan ekonominya.

Dari dua fungsi di atas penulis menyimpulkan bahwa BMT me-

rupakan lembaga keuangan mikro syari’ah disamping menghimpun

dana dari masyarakat juga berfungsi sebagai lembaga pembiayaan,

89

Hasil interview dan observasi di Empat BMT yang dikaji, 2017. 90

Hasil interview dan observasi di Empat BMT yang dikaji, Mei-

Agustus2017.

180 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

baik yang bersifat konsumtif maupun produktif, berarti menggabung-

kan dua kegiatan yang berbeda sifatnya yaitu laba dan nirlaba dalam

satu lembaga. Namun, secara operasionalnya BMT tetap merupakan

suatu entitas yang terpisah.

Baitul Maal wat-Tamwil juga memiliki beberapa fungsi, yaitu:

1. Penghimpunan dana, dengan menyimpan uang di BMT, uang

tersebut dapat ditinggalkan utilitasnya, sehingga timbul unit surplus

(pihak yang memiliki dana berlebih) dan unit defisit (pihak yang

kekurangan dana); 2. Pencipta dan pemberi likuiditas, dapat mencipta-

kan alat pembayaran yang sah yang mampu memberikan kemampuan

untuk memenuhi kewajiban suatu lembaga/perorangan; 3. Sumber

pendapatan, BMT dapat menciptakan lapangan kerja dan memberi

pendapatan kepada para pegawainya; 4. Pemberi informasi, memberi

informasi kepada masyarakat mengenai risiko keuntungan dan pelu-

ang yang ada pada lembaga tersebut; 5. Sebagai suatu lembaga keua-

ngan mikro Islam yang dapat memberikan pembiayaan bagi usaha

kecil, mikro, menengah dan juga koperasi dengan kelebihan tidak

meminta jaminan yang memberatkan bagi UMKM.

Adapun fungsi BMT di masyarakat adalah: 1) Meningkatkan

kualitas SDM anggota, pengurus, dan pengelola menjadi lebih profe-

sional dan islami sehingga diharapkan mampu berjuang dan berusaha

(beribadah) menghadapi tantangan globalisasi; 2) Mengorganisasi dan

memobilisasi dana sehingga dana yang dimiliki oleh masyarakat dapat

berkembang dan berputar serta termanfaatkan secara optimal di dalam

dan di luar organisasi untuk kepentingan rakyat banyak terutama

masyarakat lapisan bawah; 3) Mengembangkan kesempatan kerja; 4)

Ikut menata dan memadukan program pembangunan di masyarakat

lapisan bawah; 5) Mengukuhkan dan meningkatkan kualitas usaha dan

pasar produk–produk anggota. Memperkuat dan meningkatkan kuali-

tas lembaga-lembaga ekonomi dan sosial masyarakat banyak. Fungsi

sentral dari adanya BMT adalah meningkatkan mutu dan kualitas

sumberdaya manusia Indonesia yang masih berada pada tingkat kese-

jahteraan yang minimal, peningkatan ini menjadi pokok agar eksis-

tensi dari tujuan dan keberadaan BMT di tengah masyarakat dapat

dirasakan.91

Dari berbagai fungsi di atas, menurut Penulis, BMT telah ber-

91

Karnaen Perwataatmaja, M. Syafi’i Antonio, Apa dan Bagaimana

Bank Islam (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1992), hlm. 49.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 181

upaya mengoptimalkan fungsinya terutama melalui upaya penyelara-

san produk dan layanan BMT yang disesuaikan dengan potensi lokal

masyarakat di wilayah lokasi BMT berada. Sebagian besar BMT yang

diamati telah berupaya menjembatani masyarakat sebagai pelaku usa-

ha untuk meningkatkan kualitas produk dan pemasaran produk anggo-

tanya.

Berdasarkan perannya, BMT memiliki peran antara lain: 1)

Menjauhkan masyarakat dari praktik ekonomi yang bersifat nonislam.

Aktif melakukan sosialisasi ditengah masyarakat tentang arti penting

sistem ekonomi Islami. Hal ini bisa dilakukan dengan pelatihan-

pelatihan mengenai cara-cara bertransaksi yang Islami, misalnya

supaya ada bukti dalam transaksi, dilarang curang dalam menimbang

barang, jujur terhadap konsumen; 2) Melakukan pembinaan dan

pendanaan usaha kecil. BMT harus bersikap aktif menjalankan fungsi

sebagai lembaga keuangan mikro, misalnya dengan jalan pendampi-

ngan, pembinaan, penyuluhan, dan pengawasan terhadap usaha-usaha

nasabah; 3) Melepaskan ketergantungan pada rentenir, masyarakat

yang masih tergantung rentenir disebabkan rentenir mampu memenuhi

keinginan masyarakat dalam memenuhi dana dengan segera. Maka

BMT harus mampu melayani masyarakat lebih baik, misalnya selalu

tersedia dana setiap saat, birokrasi yang sederhana; 4) Menjaga keadi-

lan ekonomi masyarakat dengan distribusi yang merata. Fungsi BMT

langsung berhadapan dengan masyarakat yang kompleks dituntut

harus pandai bersikap, oleh karena itu langkah-langkah untuk melaku-

kan evaluasi dalam rangka pemetaan skala prioritas yang harus diper-

hatikan, misalnya dalam masalah pembiayaan, BMT harus memerhati-

kan kelayakan anggota/calon anggota dalam hal golongan anggota dan

juga jenis pembiayaan yang dilakukan. 92

Kelima peran di atas, masih belum optimal dilakukan oleh

BMT, karena terkendala oleh faktor sosial budaya masyarakat yang

cenderung memilih jalan pintas untuk menyelesaikan masalah kebutu-

han dana dengan menggunakan media atau sarana meminjam melalui

rentenir atau bank keliling tak resmi yang menawarkan persyaratan

sangat mudah namun berbiaya mahal. Menurut penulis, inilah tanta-

ngan yang cukup besar yang masih perlu dihadapi dan diselesaikan

92

Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tin-

jauan Teoritis dan Praktis (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010),

hlm. 363-365.

182 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

oleh BMT khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Untuk memerankan keempat aspek di atas, diperlukan komit-

men dan kerjasama di antara pengurus, dewan pengawas syariah dan

anggota untuk mendukung peran tersebut. Karena untuk menerapkan

prinsip syariah dan kebersamaan tanpa melihat kelas sosial dibutuhkan

kesadaran dan dukungan dari seluruh unsur dalam BMT maupun

masyarakat sekitar.

Dalam hal menjalankan peran BMT sebagaimana dijelaskan di

atas, berdasarkan pengamatan penulis, BMT telah melakukan pembi-

naan kepada anggota maupun nasabah dalam hal peningkatan pengeta-

huan di bidang ekonomi Islam khususnya tentang prinsip keuangan

dan bisnis. BMT juga secara rutin melakukan pembinaan kepada ang-

gota dalam menjalankan kegiatan bisnisnya agar berjalan lancar sesuai

dengan prinsip dalam Islam dan sekaligus memberdayakan dengan

memperhatikan kemampuan dan keinginan anggota dalam melakukan

aktivitas bisnisnya.

Hal yang relatif masih menjadi tantangan BMT adalah melepas-

kan ketergantungan masyarakat dari rentenir. Rentenir melakukan

pendekatan yang cenderung agresif kepada masyarakat dengan berba-

gai kemudahan proses pinjaman, namun akhirnya menjerat dengan

biaya bunga yang tinggi. Hal ini harus dijadikan tantangan bagi BMT

agar lebih proaktif mendekati masyarakat dengan strategi yang sehat

dan fair agar masyarakat tergerak untuk menghindari rentenir. Selain

itu dengan menunjukkan kinerja yang baik agar masyarakat tertarik

menjadi anggota.

BMT didirikan dengan berasaskan pada masyarakat yang

salaam, yaitu penuh keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan. Prin-

sip Dasar BMT adalah: 1) Ahsan (mutu hasil kerja terbaik), thayyiban

(terindah), ahsanu’amala (memuaskan semua pihak), dan sesuai

dengan nilai-nilai salaam: keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan;

2) Barakah, artinya berdaya guna, berhasil guna, adanya penguatan

jaringan, transparan (keterbukaan), dan bertanggung jawab sepenuh-

nya kepada masyarakat; 3) Spiritual communication (penguatan nilai

ruhiyah); 4) Demokratis, partisipatif, dan inklusif; 5) Keadilan sosial

dan kesetaraan gender, non-diskriminatif; 6) Ramah lingkungan; 7)

Peka dan bijak terhadap pengetahuan dan budaya lokal, serta keane-

karagaman budaya; dan 8) Keberlanjutan, memberdayakan masyara-

kat dengan meningkatkan kemampuan diri dan lembaga masyarakat

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 183

lokal.93

Mengacu pada prinsip dasar BMT di atas, pelaksanaan prinsip

tersebut dalam aktivitas BMT menurut pengamatan Penulis telah

diupayakan dengan semaksimal mungkin dengan melibatkan pendiri,

pengurus maupun pengelola BMT agar terjadi pembinaan yang berke-

lanjutan terhadap anggota terkait penanaman nilai keislaman, memba-

ngun jejaring yang luas dengan masyarakat dan berperan secara

inklusif dalam membangun kualitas masyarakat sekitar. Di samping

itu BMT melalui proses rekruitmen pengurus maupun anggota mene-

rapkan prinsip kesamaan dalam komposisi jumlah pengurus maupun

anggota dengan memperhatikan kesetaraan gender. Bahkan di bebera-

pa BMT jumlah anggotanya lebih banyak perempuan karena sebagian

besar nasabahnya pedagang pasar yang dilakukan ibu-ibu.

Dari sisi keberlanjutan, para pengelola BMT mengupayakan

agar seluruh anggota dapat dibina dan dikembangkan kapasitas usaha-

nya dengan meningkatkan jumlah pembiayaan secara bertahap dan

membuat keragaman pada pola pembiayaan agar mereka lebih berda-

ya saing dan semakin produktif. Agar masyarakat lebih merasakan

keberadaan BMT, para pengelola berupaya meningkatkan kepekaan

terhadap kebutuhan masyarakat sekitar dengan melakukan pendekatan

langsung ke masyarakat baik dalam bentuk kelompok maupun indivi-

du. Hal inilah yang memberikan indikasi bahwa BMT telah mengupa-

yakan peningkatan inklusi sosial agar masyarakat lebih berdaya dalam

bidang ekonomi.

Sebagai lembaga keuangan yang mempunyai kekhasan pada

layanannya yang lebih personal, maka interaksi yang terjadi antara

nasabah dengan lembaga keuangan (BMT) dalam kontrak pembiayaan

maupun simpanan akan dipengaruhi oleh keberadaan modal sosial.

Sebuah kontrak akan diulang ataukah sekali dan kemudian selesai

juga akan mempertimbangkan modal sosial tersebut. Lin94 mendefi-

nisikan modal sosial sebagai investasi pada hubungan sosial dengan

pengembalian yang diharapkan (expected returns) di pasar.

Modal sosial akan tercipta ketika interaksi dan hubungan antar

93

Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tin-

jauan Teoritis dan Praktis (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010),

hlm. 363-365 94

Lin, Nan. Social Capital; A Theory of Social Structure and Action

(United Kingdom: Cambridge University Press, 2002), p.19

184 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

anggota masyarakat didasarkan atas prinsip kesamaan dan kebutuhan.

Jika setiap individu memiliki keterikatan secara sosial dan didasari

oleh keikhlasan, maka pembentukan modal sosial lebih mudah dila-

kukan.

Menurut Bourdieu dalam Lin, 95 membedakan tiga bentuk

modal yaitu: modal ekonomi, modal kultural dan modal sosial. Ketiga

bentuk modal tersebut saling mendukung dalam operasional semua

jenis lembaga keuangan, hanya pada umumnya di lembaga keuangan

konvensional yang menonjol adalah modal ekonomi. Namun tidak

demikian halnya pada lembaga keuangan yang menggunakan prinsip

profit/loss sharing atau return sharing terutama yang menggunakan

akad syariah. Kontribusi modal sosial sangat besar dalam mendukung

operasional penghimpunan dan penyaluran dana karena keterbatasan

wilayah dan sistem operasional pada BMT.

Perbedaan mendasar modal sosial dari modal-modal lainnya,

adalah bahwa modal sosial bukan milik individu, tetapi muncul seba-

gai hasil dari hubungan individu. Sedangkan modal-modal lainnya

dapat menjadi milik individu dan dapat digunakan untuk kepentingan-

nya sendiri. 96

Bank Dunia dalam Hasbullah,97 mendefinisikan modal sosial

sebagai sesuatu yang merujuk ke dimensi institusional, hubungan

yang tercipta, dan norma-norma yang membentuk kualitas dan kuan-

titas hubungan sosial dalam masyarakat. Modal sosial bukan sekadar

deretan jumlah institusi atau kelompok yang menopang (underpin-

ning) kehidupan sosial, melainkan dengan spektrum yang lebih luas,

yaitu sebagai perekat (social glue) yang menjaga kesatuan anggota

kelompok secara bersama-sama.

Hasbullah98 memilah unsur pokok modal sosial ke dalam enam

kategori yaitu: partisipasi dalam satu jaringan, resiprocity, trust,

95

Lin, Nan. Social Capital; A Theory of Social Structure and Action

(United Kingdom: Cambridge University Press, 2002), p.22. 96

Ujianto Singgih Prayitno, “Pengaruh Modal Sosial Terhadap Keta-

hanan Keluarga Miskin Di Bantaran Kali Ciliwung.” Jurnal Aspirasi Vol. 3

No. 2, Desember 2012, h. 134, diakses dari http://www.jurnal.dpr.go.id/

index.php/aspirasi/article/view/271/211/ tanggal 1 April 2018. 97

Jousairi Hasbullah. Social Capital: Menuju Keunggulan Budaya Ma-

nusia Indonesia (Jakarta: MR-United Press, 2006), h.6 98

Jousairi Hasbullah. Social Capital: Menuju Keunggulan Budaya Ma-

nusia Indonesia (Jakarta: MR-United Press, 2006), h.6

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 185

norma sosial, nilai-nilai, dan tindakan yang proaktif. Secara lebih rinci

keenam unsur pokok modal sosial akan diuraikan pada alinea-alinea

berikut ini.

Pertama, partisipasi dalam satu jaringan. Modal sosial akan

kuat tergantung pada kapasitas yang ada dalam kelompok masyarakat

untuk membangun sejumlah asosiasi berikut membangun jaringannya.

Kedua, resiprocity. Modal sosial senantiasa diwarnai oleh ke-

cenderungan saling tukar kebaikan antar individu dalam suatu kelom-

pok atau antar kelompok itu sendiri. Pola pertukaran ini bukanlah

sesuatu yang dilakukan secara resiprokal seketika seperti dalam proses

jual beli melainkan suatu kombinasi jangka pendek dan jangka pan-

jang dalam nuansa altruism (semangat untuk membantu dan memen-

tingkan kepentingan orang lain). Seseorang atau banyak orang dari

suatu kelompok memiliki semangat membantu yang lain tanpa meng-

harapkan imbalan seketika.

Ketiga, trust atau rasa percaya (mempercayai) adalah suatu

bentuk keinginan untuk mengambil risiko dalam hubungan sosialnya

yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan

sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam

suatu pola tindakan yang saling mendukung, paling tidak yang lain

tidak akan bertindak merugikan diri dan kelompoknya. Dalam panda-

ngan Fukuyama (2002:334) seperti dikutip oleh Hascaryani,99 trust

adalah sikap saling mempercayai di masyarakat tersebut saling bersatu

dengan yang lain dan memberikan kontribusi pada peningkatan modal

sosial.

Unsur pokok modal sosial yang keempat adalah norma-norma

sosial akan sangat berperan dalam mengontrol bentuk-bentuk prilaku

yang tumbuh dalam masyarakat. Pengertian norma itu sendiri adalah

sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh anggota

masyarakat pada suatu entitas sosial tertentu. Norma-norma ini biasa-

nya terinstutisionalisasi dan mengandung sanksi sosial yang dapat

mencegah individu berbuat sesuatu yang akan menyimpang dari

kebiasaan yang berlaku di masyarakatnya.

Unsur yang kelima adalah nilai-nilai. Nilai adalah sesuatu ide

99

Tyas D. Hascaryani, Dkk. “Metafora Risk And Return sebagai Dasar

Pengembangan Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) yang Mandiri.” Journal of

Indonesian Applied Economics, Vol. 5 No. (1 Mei 2011), p.96. Diakses dari

http://JIae.ub.ac.id/ tanggal 30 Maret 2018.

186 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

yang telah turun temurun dianggap benar dan penting oleh anggota

kelompok masyarakat. Misalnya, nilai harmoni, prestasi, kerja keras,

kompetisi dan lainnya.

Unsur terakhir atau keenam adalah tindakan yang proaktif.

Yang dimaksud dengan tindakan yang proaktif adalah anggota pada

satu komunitas berusaha melibatkan diri dan mencari kesempatan

yang dapat memperkaya hubungan sosial dan menguntungkan kelom-

pok, tanpa merugikan orang lain, secara bersama-sama.100

Dari berbagai unsur modal sosial di atas, hal yang paling berat

untuk senantiasa dijaga dalam hubungan individu adalah trust dan

nilai. Menjaga trust antarindividu semakin sulit ketika ada sebuah

kepercayaan yang dilanggar oleh salah satu pihak dalam kumpulan

atau organisasi. Pengalaman di lapangan menunjukkan ketika salah

satu anggota lalai atau tidak dapat dipercaya dalam melaksanakan

kewajiban pembayaran angsuran pinjaman misalnya, terutama jika

disebabkan unsur kesengajaan, maka kepercayaan terhadap individu

tersebut akan hilang. Hal ini akan memengaruhi terhadap kepercayaan

antarindividu/UMKM dalam keanggotaan BMT.

Memegang teguh nilai-nilai positif dalam masyarakat saat ini

juga menjadi satu hal yang relatif berat ketika masyarakat dihadapkan

pada paradigma pragmatis dalam mencapai keinginannya, yaitu meng-

gunakan cara yang dianggap cepat padahal bertentangan dengan nilai

yang dianut bersama. Misal, seseorang yang ketika usahanya ingin

cepat berkembang melakukan persaingan tidak sehat dengan membuat

isyu bahwa produk pesaing mengandung zat-zat yang berbahaya bagi

kesehatan, agar pelanggan pesaing berpindah menjadi pelanggannya.

Pemupukan modal sosial di wilayah urban menjadi tantangan

tersendiri bagi BMT. Wilayah urban secara umum memiliki penduduk

migran yang berasal dari berbagai wilayah di seluruh Indonesia.

Mereka membawa nilai dan adat istiadat dari wilayahnya masing-ma-

sing dan membutuhkan proses akulturasi budaya sehingga terbentuk

100

Tyas D. Hascaryani, Dkk. “Metafora Risk And Return sebagai

Dasar Pengembangan Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) yang Mandiri.”

Journal of Indonesian Applied Economics, Vol. 5 No. (1 Mei 2011), p.95-96,

Diakses dari http://JIae.ub.ac.id/ tanggal 30 Maret 2018.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 187

nilai yang universal sebagai nilai yang dijunjung tinggi dalam organi-

sasi.

Dengan demikian, tantangan utama bagi BMT adalah bagai-

mana menumbuhkan modal sosial secara berkesinambungan sehingga

masyarakat menjadi inklusif secara sosial tanpa memandang kelom-

pok dan golongan. Hal ini juga merupakan salah satu kriteria dari

keuangan inklusif di mana akses masyarakat terbuka tanpa meman-

dang kelas sosial.

Sejalan dengan semangat menumbuhkan inklusivitas secara

sosial, beberapa tahun terakhir kita amati telah bermunculan gerakan

komunitas pengusaha muda ataupun pengusaha kreatif. Hal ini dapat

menjadi sebuah bukti bahwa UMKM berupaya untuk enabling small-

ness untuk memperoleh keuntungan dari kolaborasi, knowledge sha-

ring dan channel sharing yang terjadi di komunitas tersebut. Konsep

triple helix 101 yang digunakan pemerintah sebagai landasan untuk

101

Disarikan dari Nuraini dan Rifzaldi Nasri “Strategi Pengembangan

Industri Kreatif Dengan Pendekatan Triple Helix (Studi Kasus Pada Industri

Kreatif Di Tangerang Selatan)”, ISBN: 978-602-361-067-9 Prosiding Semi-

nar Nasional Riset Manajemen & Bisnis 2017 “Perkembangan Konsep dan

Riset E-Business di Indonesia.

Dalam ekonomi kreatif, sistem Triple Helix menjadi payung yang

menghubungkan antara Cendekiawan (Intellectuals), Bisnis (Business), dan

Pemerintah (Government) dalam kerangka bangunan ekonomi kreatif. Dimana

ketiga helix tersebut merupakan aktor utama penggerak lahirnya kreativitas,

ide, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang vital bagi tumbuhnya industri

kreatif. Hubungan yang erat, saling menunjang, dan bersimbiosis mutualisme

antara ke-3 aktor tersebut dalam kaitannya dengan landasan dan pilar-pilar

model ekonomi kreatif akan menentukan pengembangan ekonomi kreatif

yang kokoh dan berkesinambungan.

Ada tiga aktor utama dalam pengembangan ekonomi kreatif, yaitu:

pemerintah, bisnis dan cendekiawan. Harmonisasi dan integrasi ketiga aktor

iniakan menjadi “energi” yang sangat besar dalam akselerasi pengembangan

industri kreatif diIndonesia khususnya. Berdasarkan gambar tersebut dapat

diketahui faktor-faktor yang akan mendorongperkembangan ekonomi kreatif

di Indonesia, yaitu:

1. Dari sisi pemerintah: arahan edukatif, penghargaan insan kreatif

dan konservasi,dan insentif.

2. Dari sisi bisnis: kewirausahaan, business coaching and mentoring,

skemapembiayaan, pemasaran dan business matching, komunitas

kreatif.

188 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

pengembangan ekonomi kreatif 2025 kini telah berkembang menjadi

pendekatan quad helix.102 Pendekatan ini melibatkan komunitas seba-

gai elemen penting di samping sektor pemerintah, sektor bisnis dan

sektor akademisi atau universitas sebagai perwujudan perkembangan,

penentu arah kebijakan dan menjaga lingkungan bisnis agar tetap kuat

dan mampu bersaing di pasar global.

Adanya pengembangan ekonomi kreatif sebagai bagian dari

upaya meningkatkan daya saing usaha dan produk para pelaku

UMKM juga patut dikembangkan di BMT. Sehingga para pelaku

UMKM dapat mengikuti perkembangan dengan meningkatkan kreati-

vitas dan melakukan inovasi dalam berbagai usaha yang dibiayai oleh

BMT.

Pengembangan kreativitas dan inovasi tidak terlepas dari

adanya sinergi dan kerjasama antaranggota atau pelaku UMKM.

Dengan penanaman modal sosial yang baik maka BMT akan semakin

mudah menggerakkan anggotanya. Ketika unsur-unsur modal sosial

telah terbentuk dan terinternalisasi dalam diri para anggota BMT,

maka peran BMT dalam meningkatkan inklusi sosial anggota maupun

masyarakat akan lebih mudah dicapai.

3. Dari sisi cendekiawan: kurikulum berorientasi kreatif dan entre-

preneurship, kebebasan pers dan akademik, riset inovatif multidi-

siplin, lembaga pendidikan dan pelatihan.

102

Metasari Kartika, “Pemetaan Ekonomi Kreatif Subsektor Kuliner di

Kota Pontianak.” Jurnal Ekonomi Bisnis dan Kewirausahaan, Vol.7, No.1

(2018): 58-71.

Konsp quad-helix merupakan pengembangan dari triple helix terdiri

dari pemerintah, swasta, intelektual, dan komunitas kreatif. Hal ini lebih tepat

untuk diterapkan saat ini. Model pengembangan ekonomi kreatif dibangun

oleh quad-helix, dimana sebagai fondasi yakni orang-orang kreatif dan ditto-

pang oleh lima pilar utama yang kokoh, yaitu sumber daya pendukung,

industri, penyaluran pembiayaan, pemasaran, teknologi dan infrastruktur.

Antara fondasi dan pilar tidak dapat berinteraksi dengan efektif apabila tidak

ada dukungan kelembagaan sebagai atap model pengembangan ekonomi

kreatif. Pilar-pilar tersebut dipayungi oleh kelembagaan yang mendukung

pengembangan ekonomi kreatif.

189

Bab V DEKOMPOSISI PERSOALAN

DAN STRATEGI PENINGKATAN

LITERASI DAN INKLUSI KEUANGAN

PADA BMT

Pada bab ini dijelaskan hasil dari proses dekomposisi perma-

salahan terkait peningkatan inklusi dan literasi keuangan dari pendapat

responden yang terdiri atas para ahli, akademisi dan praktisi di bidang

BMT. Para ahli dan akademisi yang dipilih adalah mereka yang telah

berpengalaman dalam menulis karya ilmiah dan menjadi pemerhati

masalah BMT. Adapun praktisi merupakan pelaku/pengelola yang

cukup berpengalaman dalam mengelola BMT. Dari pendapat para

responden, kemudian dipetakan beberapa permasalahan dan sub per-

masalahan yang terjadi dalam pelaksanaan aktivitas BMT maupun

kebijakan yang memayunginya. Dari peta permasalahan tersebut

kemudian dikembangkan alternatif strategi yang diusulkan dalam

rangka meningkatkan literasi dan inklusi keuangan pada BMT.

A. Dekomposisi Permasalahan BMT

Pada proses dekomposisi, Penulis memetakan permasalahan

BMT yang bersumber dari kajian literatur dan riset terdahulu. Berda-

sarkan rujukan tersebut, permasalahan yang dialami BMT dalam

meningkatkan inklusi dan literasi keuangan dibagi dalam empat aspek

klaster permasalahan, terdiri dari klaster sumber daya manusia (SDM),

Legal/Struktural, Infrastruktur, dan Produk. Setiap klaster memiliki

sub klaster/node. Permasalahan tersebut kemudian dikonfirmasi kepa-

da para ahli melalui depth interview. Dari hasil interview kemudian

dimasukkan ke dalam software superdecisions untuk dibuatkan kue-

sioner yang mengkaitkan antarklaster dan node yang ada pada masing-

masing klaster. Kuesioner kemudian dibagikan kepada para ahli,

Penulis memandu pengisiannya untuk melihat konsistensi jawaban

baik dalam diri responden maupun antarresponden.

190 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

B. Perspektif Ahli tentang Masalah BMT dalam Meningkatkan

Inklusi dan Literasi

Kuesioner disusun berdasarkan aspek-aspek kepentingan yang

diperbandingkan untuk berbagai klaster dan node. Responden diminta

mengisi kuesioner tersebut secara menyeluruh untuk mendapatkan

jawaban. Kemudian jawaban ditabulasi dan diolah dengan menggu-

nakan rumus-rumus ANP. Berdasarkan hasil kesepakatan responden,

masalah yang dihadapi BMT dalam meningkatkan keuangan inklusif

dan literatif berdasarkan prioritasnya yaitu: Sumber Daya Manusia/

SDM (28,33%), diikuti dengan produk (25,48%), legal (24,23%) dan

terakhir infrastruktur (19,21%). Dalam hal kesepakatan antarrespon-

den, mereka menyepakati prioritas dari keempat masalah tersebut

sebesar 21,35% atau sebesar 0,2135.

Gambar 5.1 Aspek-aspek Permasalahan BMT

Menurut Responden (N=9) Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fiqih

Apriadi,1 bahwa masalah di BMT yang diamati juga terdiri dari

1 Fiqih Apriadi, dan Muhammad Findi A,“Solusi Peningkatan Sum-

berdaya Manusia Pada Baytul Maal wat Tamwil (BMT) di Indonesia Melalui

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 191

masalah internal dan eksternal. Masalah internal yang menjadi masa-

lah utama adalah SDM (0,61). Angka prioritas tersebut menunjukkan

bahwa permasalahan utama pada internal BMT adalah permasalahan

SDM. Permasalahan SDM pada BMT sangat mendesak untuk

diselesaikan. Sejalan dengan masalah, maka solusi yang lebih diprio-

ritaskan berdasarkan aspek internal adalah solusi masalah SDM (0,60).

Angka tersebut menunjukkan bahwa solusi utama yang perlu untuk

dilaksanakan adalah solusi SDM.

Jika dilihat lebih rinci maka terdapat tiga permasalahan prioritas

yang perlu diselesaikan yaitu penerapan teknologi, seleksi SDM dan

konsistensi. Penerapan teknologi terdapat pada klaster teknis pengelo-

laan yang merupakan prioritas kedua, namun ternyata penerapan tek-

nologi memiliki prioritas yang lebih utama dibandingkan solusi SDM

satu per satu secara keseluruhan. Begitu juga dengan solusi konsis-

tensi yang merupakan bagian dari klaster solusi internal BMT. Konsis-

tensi para SDM sendiri merupakan salah satu kunci sukses dari penge-

lolaan BMT. Strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasa-

lahan internal dan eksternal BMT sesuai dengan urutan prioritas ada-

lah melalui standarisasi SDM dan sistem training edukasi menempati

urutan pertama (0.41).

Standardisasi SDM berkaitan dengan standardisasi dalam

kualifikasi/persyaratan SDM BMT yang diantaranya harus memiliki

kemampuan dalam melayani secara profesional dan memahami karak-

teristik masyarakat kecil/mikro. Kualifikasi lain adalah kemampuan

dalam memahami fiqih muamalah dan filosofi gerakan BMT yang

berbeda dengan lembaga keuangan lainnya. Filosofi gerakan BMT

yang berwujud koperasi adalah menjadi penggerak ekonomi rakyat

kecil. Hal ini sejalan dengan Fungsi dan peranan BMT yaitu:1) Meng-

identifikasi, memobilisasi, mengorganisir, mendorong dan mengem-

bangkan potensi serta kemampuan ekonomi anggota, kelompok

anggota muamalat, dan daerah kerja lainnya. 2) Meningkatkan kuali-

tas SDM (sumber daya manusia) anggota; 3) Menggalang dan memo-

bilisir potensi masyarakat, dan 4) Menjadi perantara keuangan.2 Jika

Pendekatan Analytic Network Process (ANP).” Jurnal Al –Muzara’ah, 1 (2),

(2013):115. 2

Muhammad Ridwan, Pendirian Baitul Mal wat-Tamwil (BMT),

(Yogyakarta: Citra Media, 2006) hlm:1

192 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

BMT dikelola oleh SDM yang berkualitas dan memahami fungsi

BMT dengan baik, maka peran dan fungsi BMT akan dapat dijalankan

secara optimal.

1. Masalah SDM

Menurut perspektif ahli, masalah SDM dibagi dalam dua

kategori yaitu kemampuan dan keahlian. Kemampuan SDM ber-

dasarkan kesepakatan ahli memiliki nilai prioritas 51,21% dan diikuti

keahlian (48,61%). Artinya seluruh responden memandang kemampu-

an lebih penting memengaruhi SDM dibandingkan keahlian. Para

responden bersepakat pada masalah SDM sebesar 0,04 (W = 4,93%).

Artinya tingkat kesepakatan antar responden tergolong rendah, hal ini

dapat disebabkan karena latar belakang responden atau informan yang

sangat beragam. Dengan demikian dalam persoalan SDM lebih

diserahkan kepada pelaku BMT dalam penyelesaiannya, karena ting-

kat kesepakatan expert relatif rendah terhadap masalah ini.

Gambar 5.2 Prioritas Responden tentang Permasalahan SDM

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018

Terkait dengan kemampuan SDM, ada beberapa kriteria masa-

lah kemampuan yang dianggap penting dan mendapat prioritas untuk

diselesaikan, yaitu: 1) knowledge capacity (kapasitas pengetahuan)

dengan prioritas 20,19%, 2) spiritual capacity (kapasitas spiritual)

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 193

20,17%, 3) social capacity (kapasitas sosial) 20,07%, 4) economic

capacity (kapasitas ekonomi), 19,26%, dan 5) financial capacity

(kapasitas finansial) 18,89%. Seluruh informan memiliki tingkat

kesepakatan relatif rendah yaitu sebesar 2,34% terhadap masalah

kemampuan SDM. Seperti dijelaskan pada gambar berikut:

Gambar 5.3 Prioritas Responden tentang Kemampuan SDM

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018

Dengan demikian, aspek yang paling penting dalam mendukung

Kemampuan SDM BMT adalah knowledge capacity. Knowledge

capacity dapat berupa pengetahuan yang berkaitan dengan kelem-

bagaan BMT, meliputi visi dan misi serta tujuan baik bersifat umum

maupun khusus yang diturunkan dalam operasional dan prosedur

pelaksanaan kerja. Dengan kapasitas pengetahuan yang memadai maka

SDM akan mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya de-

ngan baik. Kapasitas pengetahuan merupakan bagian dari kompetensi

SDM. Hal ini sejalan dengan pendapat Lasmaya (2016),3 menyatakan

kompetensi merupakan suatu kemampuan yang dimiliki oleh individu

untuk meningkatkan prestasi kerja melalui aspek pengetahuan, kete-

rampilan dan sikap dalam menyelesaikan serangkaian pekerjaan atau

tugas secara efektif sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

Jadi, berdasarkan definisi diatas disimpulkan bahwa kompetensi

3Lasmaya, S M.. “Pengaruh Sistem Informasi SDM, Kompetensi Dan

Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan”. Jurnal Ekonomi, Bisnis &

Entrepreneurship. Vol.10 (1). 2016.

194 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

merupakan suatu karakteristik yang ada pada diri setiap individu yang

terlihat maupun tersembunyi yang dapat meningkatkan kinerja

individu dan organisasi sehingga tidak hanya bergantung pada sistem

namun pada potensi yang dimiliki SDM, sehingga dapat bekerja

sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dengan hasil yang

superior. Kapasitas spiritual yang memadai ditunjukkan oleh kemampuan

dalam menjalankan nilai-nilai Islam pada berbagai aktivitas ibadah

wajib maupun sunnah, mampu memelihara diri dari perbuatan yang

diharamkan terutama berkaitan dengan hal-hal yang dilarang dalam

praktik keuangan mikro seperti riba, spekulasi dan manipulasi. Selain

itu juga mampu menerapkan nilai-nilai Islam dalam berinteraksi

dengan para nasabah maupun rekan sekerja.

Hal ini sejalan dengan pendapat Bariah et. al.,(2015)4 yang

mengidentifikasi indikator-indikator Competency based on Islamic

Values (IVC) sebagai berikut: a) Islamic characters; ethics moral,

responsibility, intellectuality (emotion, spiritual, intellectual), and

commitment; b) Banking knowledge (Islamic, conventional, fiqh mua-

malah) and, c) Skills; analytical thinking, communication, and mana-

gerial skills.

Kapasitas sosial yang dimiliki SDM dapat dicirikan dengan

adanya kemampuan dalam menumbuhkan partisipasi masyarakat men-

cakup penguatan kapasitas setiap individu (warga masyarakat), kapa-

sitas kelembagaan (organisasi dan nilai-nilai perilaku) dan kapasitas

jejaring (networking) dengan lembaga lain serta interaksi dengan sis-

tem yang lebih luas. Kemampuan ini harus dimiliki karena sejalan

dengan peran BMT yang mengarah pada pemberdayaan dan pemba-

ngunan masyarakat. Jika setiap SDM pengelola BMT memiliki

kemampuan membangun jejaring yang baik, maka akan mempermu-

dah proses peningkatan keterlibatan masyarakat di BMT.

Pembentukan kapasitas sosial SDM dapat dilakukan melalui

pembentukan halaqah (kelompok) diskusi yang membahas hal-hal

yang berkaitan dengan persoalan yang dihadapi masyarakat sekitar,

sehingga terbentuk kepekaan pada masing-masing individu dan timbul

4 Bariah N, dkk. “The Determinants of Islamic Banking Human Reso-

urce Performance: Bank Syariah Mandiri Indonesia.” International Journal

of Information Technology and Business Management. Vol. 40 (1). 2015.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 195

keinginan untuk melibatkan diri dalam proses penyelesaian persoalan.

Economic capacity pada SDM BMT sangat penting terkait

dengan kemampuan dalam menyelesaikan permasalahan ekonomi,

baik dalam perspektif mikro maupun makro. Kemampuan ini dibutuh-

kan dalam membantu para anggota atau nasabah yang mengalami

masalah dalam usahanya, mereka depat memberikan masukan dalam

penyelesaian masalah sehingga terhindar dari kerugian.

Financial capacity terkait dengan kemampuan SDM dalam

memahami persoalan yang berkaitan dengan keuangan. Misalnya

kemampuan membuat laporan keuangan, menganalisis rasio-rasio

keuangan dalam laporan keuangan, membuat rekomendasi terhadap

kondisi laporan keuangan anggota maupun memprediksi kemungkinan

persoalan finansial yang terjadi pada anggotanya. Dengan kemampuan

ini, diharapkan SDM mampu mengelola keuangan dan mematuhi

ketentuan yang berlaku khususnya terkait dengan kinerja keuangan

BMT maupun anggotanya.

Kemampuan memahami permasalahan keuangan pada SDM

juga akan mempengaruhi kinerja BMT secara umum, baik dalam

aspek kesehatan BMT maupun akuntabilitas pengelolaannya. Finan-

cial capacity dapat ditingkatkan dengan cara memberikan pelatihan

kepada SDM tentang Manajemen Keuangan, Akuntansi, maupun

Manajemen BMT secara umum.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Martowijoyo, (2001)5;

Arsyad, (2005)6 yang lebih menekankan pada kinerja keuangan dan

penyelenggaraan Koperasi Simpan Pinjam yang berkenaan dengan

pertumbuhan aset, profitabilitas, dan kualitas aktiva. Sementara, Galor

(2005)7 melihat bahwa model pemberdayaan yang efektif terhadap

Koperasi Simpan Pinjam adalah dengan memperkuat permodalan

5Sumantoro Martowijoyo, Dampak Pemberlakuan Sistem Bank Per-

kreditan Rakyat terhadap Kinerja Lembaga Keuangan Pedesaan. Yogyakarta:

Disertasi Doktor UGM. 2001. 6Lincolin Arsyad, “An Assesment of Performance and Sustainability

of Microfinance Institution: A Case Study of Village Credit Institution in

Gianyar, Bali.” (Adelaide: Faculty of Social Sciences, Flinders University

Adelaide), 2005. 7Oded Galor. “From Stagnation to Growth: Unied Growth Theory." In

Handbook of Economic Growth, Vol IA, ed. Philippe Aghion and Steven N.

Durlauf, 171(293). Amsterdam, The Netherlands:Elsevier North-Holland.

2005.

196 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

melalui partisipasi anggota dalam penghimpunan dana. Senada dengan

Morshed (2004)8 menyatakan bahwa pada lembaga keuangan mikro

antara penguatan permodalan dan penguatan kapasitas lembaga meru-

pakan dua hal yang sama pentingnya. Penulis sependapat dengan

peneliti lain yang melihat faktor permodalan yang tidak lain terkait

dengan kapasitas finansial lembaga maupun kemampuan SDMnya

akan mempengaruhi keberlangsungan BMT dalam melakukan pem-

berdayaan.

Sumber daya manusia di BMT diharapkan memiliki beberapa

kemampuan tersebut karena berkaitan dengan peran ekonomi dan

sosial keagamaan yang diperankan BMT pada masyarakat sekitar.

Untuk dapat melaksanakan fungsinya sebagai pemberi pelayanan di

bidang keuangan, BMT harus memiliki SDM yang paham dan mampu

melakukan pelayanan di bidang keuangan, memahami latar belakang

dan keragaman anggota/nasabah. SDM juga harus mampu melakukan

pembinaan secara sosial maupun sisi keagamaan para anggota nasabah

serta memiliki kemampuan membantu mengembangkan potensi

ekonomi anggota hingga mereka dapat menjadi anggota yang mandiri

secara ekonomi dan finansial. Hal inilah yang membedakan kriteria

kemampuan SDM di BMT dibanding lembaga keuangan mikro lain

dan lembaga keuangan pada umumnya.

Untuk mendapatkan SDM sesuai kriteria tersebut, BMT me-

miliki hambatan dalam proses rekrutmen, dimana terbatasnya jumlah

SDM yang sesuai dengan kriterianya karena sistem rekrutmen yang

dilakukan sebagian besar menggunakan sistem rekrutmen tertutup

atau memanfaatkan informasi dari dalam. Sehingga SDM yang dipe-

roleh dari hasil rekrutmen perlu dikembangkan dan dilatih agar

memiliki kemampuan sesuai yang diharapkan dan dibutuhkan waktu

yang relatif lama untuk mengembangkannya. Untuk meningkatkan

kinerja SDM, BMT perlu mempertimbangkan kembali proses rekrut-

men secara terbuka agar mendapat SDM yang unggul dan sesuai

dengan kapasitas atau kemampuan yang dibutuhkan, sehingga pelaya-

nan lebih berkualitas dan kinerja BMT secara keseluruhan akan lebih

baik.

8

S.J. Turnovsky Morshed. “Sectoral Adjustment Costs And Real

Exchange Rate Dynamics In A Two-Sector Dependent Economy.” Journal of

International Economics, 2004. http://www.sciencedirect.com/science/arti

cle/pii/ (diunduh, 11 September 2018).

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 197

Hal ini sependapat dengan penelitian Martowijoyo (2001)9 me-

nyatakan bahwa faktor eksogen yang mempengaruhi Lembaga Keua-

ngan Pedesaan (LKP) antara lain adalah adanya hubungan sosial yang

menggambarkan tingkat keintiman hubungan antara lembaga dengan

anggotanya.

Di sisi lain, masalah keahlian SDM juga penting menurut res-

ponden. Prioritas kepentingan pada keahlian SDM menurut responden

sebagai berikut: 1) keahlian membina nasabah (21,68%), 2) pemaha-

man konsep pelayanan (20,84%), 3) penguasaan produk (19,70%), 4)

keahlian membangun jaringan (18,35%) dan 5) penguasaan fiqih

muamalah (17,98%).

Dari beberapa keahlian yang diharapkan dimiliki oleh SDM

BMT, keahlian dalam membina nasabah dianggap paling berpenga-

ruh. Hal ini disebabkan karena pembinaan nasabah merupakan salah

satu ciri khas BMT dalam memberikan pelayanan kepada UMKM agar

mereka lebih mampu mengelola dana dan mengembangkan ekonomi-

nya. Keahlian dalam membina nasabah dapat dikembangkan dengan

melatih SDM tentang berbagai pengetahuan bidang usaha, karakte-

ristik nasabah, pendekatan psikologi dan sosial, sehingga mereka

secara efektif dapat mengenali nasabah, tepat dalam melakukan pen-

dekatan dan melakukan pembinaan kepada anggota dan nasabahnya.

Pembinaan yang baik akan menghasilkan kualitas anggota yang tang-

guh dan pembiayaan yang disalurkan pun akan berjalan dengan baik

tanpa kendala dengan kata lain meminimalisir terjadinya pembiayaan

bermasalah.

Selanjutnya adalah keahlian dalam memberikan pelayanan juga

merupakan hal yang penting karena BMT sifatnya adalah lembaga

pelayanan kepada masyarakat khususnya UMK yang memiliki karak-

teristik dan strata sosial berbeda dibandingkan nasabah lembaga keua-

ngan umumnya. Pemahaman terhadap budaya lokal masyarakat

sekitar perlu diberikan kepada SDM agar mereka dapat memahami

kebutuhan anggota serta kemampuan dalam menggunakan etika atau

tata krama pelayanan yang sesuai dengan adat istiadat. Dengan

demikian anggota akan merasa puas dan menjadi pelanggan yang

9Sumantoro Martowijoyo, “Dampak Pemberlakuan Sistem Bank Per-

kreditan Rakyat terhadap Kinerja Lembaga Keuangan Pedesaan.” Yogya-

karta: Disertasi Doktor UGM. 2001.

198 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

loyal kepada BMT dan memanfaatkan semua kebutuhan keuangannya

di BMT bahkan merekomendasikan kepada pihak lain karena menda-

patkan kepuasan dalam pelayanannya.

Gambar 5.4 Prioritas Responden tentang Keahlian SDM

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018

Dalam beberapa penelitian lain, Mu’alim and Abidin (2005)10

yang melakukan penelitian tentang professionalisme praktisi BMT di

kota Jogyakarta dan Kabupaten Sleman. Hasil penelitian menyatakan

bahwa, pertama, keahlian atau profesionalisme praktisi BMT cende-

rung dimaknai dalam konteks kualitas pelayanan yang diberikan oleh

BMT terhadap nasabahnya. Artinya, tolok ukur profesionalisme yang

paling besar terletak pada kualitas pelayanan. Kedua, Ada beberapa

faktor yang mempengaruhi terhadap profesionalisme praktisi BMT,

yaitu: (1) Pemahaman terhadap konsep keuangan syariah, (2) kendala

operasional sistem keuangan syari’ah, (3) Manajemen SDM (Pemba-

gian Peran dan Fungsi), (4) Penampilan (Performance) BMT di antara

persaingan bisnis perbankan, (5) ketidaksesuaian antara jumlah tabu-

ngan dan pembiayaan, (6) nisbah bagi hasil yang kurang mengun-

tungkan nasabah, (7) mudharabah yang kurang menjadi prioritas

BMT. Sementara, diantara kebutuhan-kebutuhan untuk meningkatkan

10

A. Mu’alim, A. & Z. Abidin, (2005). “Profesionalisme Praktisi BMT

di Yogyakarta dan Kabupaten Sleman”, Millah Vol 4 (2), p. 68-86.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 199

profesionalisme antara lain; (1) Penguasaan Konsep Keuangan

Syari’ah dari segi teori maupun dari segi prakteknya. (2) Kemampuan

Melakukan uji kelayakan usaha dengan sangat baik, (3) Kemampuan

menjelaskan konsep keuangan syari’ah secara baik. (4) Kemampuan

dalam penggunaan Sistem komputerisasi pelayanan BMT, (5) Pening-

katan pelatihan-pelatihan Perbankan Syari’ah secara kuantitas dan

kualitas, (6) Pengembangan produk- produk BMT secara lebih varaitif

dan menarik. 11

Peneliti sependapat dengan pernyataan di atas, dan hal

ini disepakati pula oleh para responden bahwa masalah profesio-

nalisme adalah hal yang kompleks tidak hanya berkaitan dengan SDM

namun juga faktor pendukungnya,

2. Masalah Produk

Masalah produk sebenarnya adalah masalah internal BMT, na-

mun dapat memengaruhi secara eksternal artinya karena produk yang

kurang menarik, tidak dikembangkan dengan baik, akan memengaruhi

minat anggota atau calon anggota dalam memanfaatkan produk BMT.

Terkait masalah produk, prioritas masalah terdiri dari: 1) pengem-

bangan produk (35,46%), 2) pemahaman produk (33,75%), dan 3)

keragaman produk (29,36%). Dengan tingkat kesepakatan seluruh

responden sebesar 18,82%. Responden memandang bahwa persoalan

produk atau pelayanan BMT yang paling utama adalah pengembangan

produk.

Produk atau layanan ini sangat terkait dengan bisnis inti (core

business) dan keberlangsungan BMT ke depan. Salah satu hal yang

membuat suatu institusi atau lembaga eksis dalam jangka panjang

adalah adanya inovasi atau pengembangan produk. Begitu pula de-

ngan BMT, jika lembaga ini senantiasa melakukan evaluasi terhadap

anggota tentang minat mereka terhadap produk BMT dan kepuasan-

nya menggunakan produk, maka akan diperoleh informasi yang tepat

tentang pentingnya melakukan perubahan dan pengembangan produk.

Di samping itu jika BMT memahami kebutuhan anggotanya serta

memahami posisi persaingan dengan lembaga lain, maka BMT dapat

11

Zulkifli Rusby, dkk., “Analisa Permasalahan Baitul Maal Wat Tam-

wil (BMT) melalui Pendekatan Analytical Network Process (ANP)”, Jurnal

Al-Hikmah Vol. 13, No. 1, April 2016 ISSN 1412-5382

200 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

berinovasi melalui produknya sehingga dapat senantiasa diterima

pasar.

Pemahaman produk terkait dengan bagaimana produk yang

dijual atau disajikan kepada anggota dipahami oleh para pengelola dan

pelaksana di lapangan. Apabila tingkat pemahaman pelaku BMT ter-

hadap produk baik maka proses transfer informasi dan delivery (pe-

nyampaian) pelayanan kepada anggota atau nasabah pun akan baik.

Keragaman pada produk akan memengaruhi keputusan calon

anggota dalam memilih BMT. Semakin beragam produk dan sesuai

dengan kebutuhan anggota maka anggota akan lebih banyak meman-

faatkan layanan BMT serta membuat anggota semakin puas dan loyal.

Berikut disajikan hasil perspektif informan tentang masalah

produk BMT, baik secara keseluruhan maupun per individu:

Gambar 5.5 Prioritas Responden tentang Masalah Produk

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018

Berkaitan dengan pengembangan produk, responden mengang-

gap bahwa pengembangan produk berbasis keunggulan lokal adalah

hal yang paling penting dibandingkan melakukan pengembangan pro-

duk yang adaptif dengan perubahan lingkungan dan mengembangkan

produk melalui riset dan analisis keunggulan. Pengembangan produk

berdasar local genuine (keunggulan lokal) merupakan salah satu

strategi pengembangan produk yang sudah banyak dilakukan oleh

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 201

BMT. Melalui strategi ini diharapkan produk yang ditawarkan dite-

rima dengan baik oleh anggota. Dengan tingkat penerimaan yang baik,

maka anggota akan memanfaatkan produk secara optimal sehingga

terjadi simbiosis mutualisma (hubungan yang saling menguntungkan)

dimana BMT akan mendapatkan manfaat pendapatan dari anggota dan

anggota pun akan terbantu kebutuhannya melalui produk/layanan

BMT. Dengan demikian hal ini akan memperlancar proses tumbuhnya

usaha masyarakat dan berkembangnya perekonomian di wilayah seki-

tar. Hal ini akan meningkatkan jumlah anggota yang dapat meman-

faatkan produk BMT dan membuat BMT makin inklusif.

Prioritas pengembangan produk yang kedua adalah produk yang

disajikan adaptif terhadap perubahan. Hal ini berarti produk BMT

diharapkan dinamis mengikuti perubahan yang terjadi di lingkungan-

nya, seperti perubahan teknologi, perubahan sosial dan budaya yang

akan berdampak pada tuntutan kebutuhan yang makin beragam dan

lebih up to date (kekinian). Untuk menjawab masalah ini, BMT perlu

senantiasa memperhatikan gejala perubahan di masyarakat melalui

proses komunikasi dan pengamatan terhadap perilaku anggota mau-

pun masyarakat sekitar. Pelaku BMT juga perlu mempelajari tekno-

logi atau aplikasi sistem yang relevan dan mendukung terhadap upaya

pengembangan produk.

Untuk mendukung hal tersebut dibutuhkan SDM yang selalu

memiliki motivasi belajar dan berupaya mengembangkan diri sehing-

ga selalu bersemangat untuk mempelajari hal-hal yang baru. Secara

kelembagaan BMT juga harus terus mendorong dirinya untuk senan-

tiasa adaptif terhadap perubahan agar tidak tergerus oleh adanya

persaingan dengan lembaga yang lebih agresif dalam melihat peluang

pasar.

Faktor terakhir yang harus diperhatikan dalam pengembangan

produk adalah adanya riset dan analisis keunggulan. Proses ini

dipandang perlu karena inisiatif dalam hal mengembangkan produk

tidak lahir dari dalam BMT semata, namun juga harus melalui penja-

jagan dan penyikapan terhadap ide-ide yang berkembang di lingku-

ngannya. Analisis terhadap keunggulan dapat dilakukan melalui anali-

sis Strenght (kekuatan), Weakness (kelemahan), Opportunity (pelu-

ang), dan Threat (ancaman) atau disingkat dengan SWOT terhadap

kinerja BMT selama beberapa waktu sebelumnya. Melalui analisis ini

akan diperoleh skor kekuatan atau keunggulan BMT dalam berbagai

aspek termasuk produk/layanan yang menjadi salah satu bisnis utama-

202 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

nya dibandingkan pesaingnya. Dengan demikian, BMT dapat memilih

akan concern mengembangkan produk berdasarkan strategi yang disa-

rankan dari hasil SWOT tersebut.

Memiliki keunggulan bagi BMT merupakan suatu hal yang

mutlak dibutuhkan dalam memenangkan persaingan. Apalagi di

tengah tumbuhnya lembaga keuangan mikro lain maupun para pelaku

bisnis simpan pinjam tradisional (rentenir) di kalangan masyarakat

yang menggunakan strategi jemput bola dan menggunakan persyara-

tan yang simpel. Menyikapi persaingan bisnis simpan pinjam dengan

membangun keunggulan dalam bentuk keunggulan spiritual capacity

(kapasitas spiritual) dan sosial capacity (kapasitas sosial) yang dita-

warkan BMT diharapkan dapat diterima dengan baik oleh masyarakat

mengingat dampak ekonomi dan sosial dari pelaku rentenir yang

cenderung negatif. Keunggulan melalui perwujudan spiritual capacity

para anggota dengan pembinaan keagamaan yang dlilakukan pihak

BMT kepada para anggotanya dibantu oleh para ulama dan tokoh

masyarakat. Agar BMT tidak hanya dianggap sebagai lembaga ekono-

mi murni, selain membangun sisi ekonomi masyarakat BMT juga

membangun sisi spiritualnya sehingga lebih berkualitas rohaninya dan

lebih tahan dalam menghadapi persoalan-persoalan kehidupan berma-

syarakat. Kualitas spiritual yang baik juga dapat meminimalkan terja-

dinya moral hazard dalam pembiayaan.

Membangun kapasitas sosial dapat dilakukan melalui budaya

membangun tim dan memupuk kepekaan sosial terhadap sesama ang-

gota maupun masyarakat secara umum. BMT dapat mengembangkan

program pinjaman berkelompok (group lending) untuk membangun

kerjasama dan tanggung jawab secara berkelompok serta memini-

malisir terjadinya risiko individual pada pembiayaan. Metode group

lending yang dikembangkan di beberapa negara seperti Grameen Bank

di Bangladesh, Banco Solidario di Bolivia dan beberapa lainnya di

Amerika Latin terbukti mampu membangun kapasitas sosial nasabah-

nya. Ketika BMT juga mampu menumbuhkan kapasitas sosial maka

ini merupakan satu keunggulan yang akan menjadi daya tarik bagi

calon anggota untuk terlibat di dalamnya dan anggota yang ada akan

lebih loyal. Hal ini juga akan meminimalisir risiko dan penyimpangan

penggunaan pembiayaan karena adanya tanggung jawab bersama yang

dibangun dalam kelompok. Pada grafik berikut digambarkan skor res-

ponden tentang pengembangan produk:

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 203

Gambar 5.6 Prioritas Responden tentang Masalah

Pengembangan Produk

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018

Aspek penting lain dalam produk adalah pentingnya pemaha-

man tentang produk. Berdasarkan hasil sintesis responden, hal yang

paling penting dalam pemahaman produk ditentukan oleh kemampuan

teller (35,18%), kemudian pemahaman tentang keamanan produk

(32,89%), dan terakhir pemahaman terhadap nasabah (31,66%).

Delivery (penghantaran) produk ke tangan konsumen dalam hal

ini anggota atau nasabah BMT dikatakan berhasil jika produk diterima

dan dipahami oleh yang membutuhkan produk tersebut. Dalam proses

delivery melibatkan SDM yaitu teller atau administrator yang mampu

memberikan penjelasan tentang deskripsi produk dan mampu menja-

wab berbagai pertanyaan seputar produk yang ditawarkan. Untuk itu,

kemampuan teller dalam hal tersebut harus senantiasa ditingkatkan

melalui berbagai pelatihan dan pengembangan wawasan terkait pela-

yanan dan produk. Teller juga harus mampu menjelaskan kepada

nasabah tentang karakteristik dan faktor keamanan pada produk

(khususnya produk simpanan) agar dapat dipercaya oleh nasabah.

Untuk memudahkan nasabah memahami produk, maka teller harus

memposisikan diri dan berusaha memahami latar belakang anggota

agar dapat berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang tepat

sehingga produk dapat dipahami nasabah dengan baik. Hasil persepsi

responden secara keseluruhan tentang pemahaman produk dijelaskan

pada gambar berikut:

W = 21.94%

204 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Gambar 5.7 Prioritas Responden tentang Masalah

Pemahaman Produk

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018

Permasalahan produk lainnya adalah keragaman produk. Faktor

yang menentukan keragaman produk diantaranya adalah produk yang

dibutuhkan konsumen, keragaman produk, dan diversifikasi produk.

Menurut persepsi responden, faktor yang paling menentukan penting-

nya keragaman produk adalah bahwa produk itu adalah produk yang

dibutuhkan oleh anggota/nasabah. Artinya produk yang beragam harus

berbasis pada kebutuhan anggota agar dapat diserap dengan baik.

Responden bersepakat dalam masalah keragaman poduk sebesar

22,5%.

Keragaman produk yang disediakan BMT juga dapat menjadi

salah yang mengikat anggota untuk tetap berada dan memanfaat jasa

BMT, karena semua kebutuhannya terpenuhi di satu tempat. Anggota

juga akan menjadi loyal dan tidak berpindah ke lembaga keuangan

lain.

Semakin beragam produk akan memberikan peluang peningka-

tan pendapatan bagi BMT dan meningkatkan partisipasi anggota kare-

na segala kebutuhan produk tersedia di dalam BMT. Berikut disajikan

hasil sintesis seluruh responden klaster keragaman produk:

W = 30.86%

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 205

Gambar 5.8 Prioritas Responden tentang Masalah Keragaman Produk

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018

3. Masalah Legal

Masalah ketiga dalam peningkatan keuangan inklusif adalah

masalah legal (peraturan). Secara umum, peraturan terkait operasional

BMT baru difasilitasi dan dikembangkan beberapa tahun terakhir,

jauh setelah berkembangnya BMT di berbagai daerah. Sebagai contoh,

Pedoman tentang pengembangan usaha dan kerjasama usaha antar

KSPPS baru diterbitkan pada tahun 2016, dimana BMT telah menga-

lami kendala kerjasama selama puluhan tahun sebelumnya, yang ber-

dampak pada terhambatnya pengembangan volume usaha dan sinergi

antarkoperasi.

Menurut responden, masalah legal yang menjadi prioritas ada-

lah peraturan yang berkaitan dengan penguatan fungsi BMT (27,33%),

selanjutnya transformasi badan hukum BMT menjadi KSPSS/USPPS

atau Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) sebanyak 26,66%.

Faktor lainnya yaitu konsistensi terhadap peraturan (24,61%) dan

terakhir masalah ketidakadilan perlakuan kebijakan terhadap BMT

dibandingkan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) maupun Lembaga

Keuangan Mikro (LKM) lainnya. Seluruh responden bersepakat dalam

masalah legal ini sebesar 47,65%, termasuk tingkat kesepakatan yang

relatif sedang. Artinya pilihan responden terhadap masalah tersebut

dapat dipertimbangkan oleh pelaku BMT dalam mengatasi masalah

legal.

Adanya peraturan yang jelas juga akan memberikan peluang

bagi BMT dalam memperkuat fungsinya sebagai lembaga yang tidak

W = 22.53%

206 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

hanya berorientasi ekonomi namun juga sosial dan spiritual. Berikut

disajikan persepsi responden secara keseluruhan tentang masalah

legal:

Gambar 5.9 Prioritas Responden tentang Masalah Legal

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018

Berkaitan dengan peraturan, sebagian besar pelaku BMT me-

mang merasakan adanya hambatan berupa belum lengkapnya peratu-

ran yang disediakan pemerintah berkaitan dengan berbagai hal yang

tentunya menghambat kiprah dan pengembangan BMT. Peraturan

bagi lembaga formal merupakan hal yang mutlak agar tidak menim-

bulkan keraguan dan kebingungan bagi para pelakunya. Adanya pera-

turan yang jelas dan pasti juga meningkatkan kepercayaan anggota

maupun calon anggota terhadap eksistensi dan keberlangsungan lem-

baga.

Hal ini sejalan dengan pendapat Ismanto,12

ada banyak faktor

yang mempengaruhi keberlangsungan BMT/BTM di Indonesia. Yang

dimaksud keberlangsungan BMT/BTM adalah kemampuan lembaga

untuk tetap hidup dan mampu melayani masyarakat dengan baik.

Faktor regulasi dan supervisi, merupakan faktor yang menentukan

keberlangsungan. Begitu pula hasil penelitian Staschen (1999)13

, Bank

12

Kuat Ismanto. “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Eksistensi BMT/

BTM Di Pekalongan.” Jurnal Litbang Kota Pekalongan, Vol 9 (2015), h.76. 13

Stefan Staschen. “Regulation and Supervision of Microfinance

W = 47.65%

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 207

Indonesia (2000)14

, Asian Development Bank (2001)15

menunjukkan

bahwa dua faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap keberlangsu-

ngan lembaga keuangan mikro. Regulasi akan mengatur bahwa lem-

baga yang ada akan tetap patuh pada aturan yang telah ditetapkan

pihak yang berwenang. Supervisi bertindak memastikan bahwa pelak-

sanaan di lapangan sesuai dengan regulasi.

Peran BMT akan semakin terasa di masyarakat ketika mampu

menjalankan dan meningkatkan fungsinya dengan baik. Menurut per-

sepsi responden, ada beberapa faktor yang menentukan penguatan

fungsi BMT, yaitu pemberdayaan ekonomi (21,08%), pengembangan

usaha (20,58%), mampu menjalankan intermediasi keuangan

(20,31%), melakukan pemberdayaan sosial (19,69%), dan meningkat-

kan kesejahteraan anggota (17,7%). Para responden bersepakat dalam

masalah ini sebesar 21,94%. Seperti disajikan pada gambar berikut:

Gambar 5.10 Prioritas Responden tentang Masalah

Penguatan Fungsi BMT

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018

Institutions: State of Knowledge.” Eschborn: GTZ. 1999.

14Bank Indonesia. “Model Sistem Deteksi Dini BPR.” (Jakarta: Bank

Indonesia 2000). 15

Asian Development Bank. “Finance for the Poor: Microfinance

Development Strategy.” (Manila: ADB. 2000).

W = 21.94%

208 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Sebagai lembaga ekonomi dan sosial, eksistensi BMT sangat

ditentukan oleh bagaimana peran BMT dalam menjalankan fungsi dan

perannya di masyarakat. Ketika masyarakat merasakan manfaat dan

dampak positif dari keberadaan BMT, maka keberadaannya akan

semakin diakui oleh masyarakat. Proses penguatan fungsi melibatkan

berbagai unsur, tidak hanya frontliner (pegawai bagian depan) dalam

hal ini teller dan administrator namun juga pengurus dan stakeholder

lainnya. Melalui program dan penyajian produk yang relevan, diharap-

kan BMT dapat menjalankan fungsinya secara optimal.

Penguatan fungsi juga perlu didukung oleh komitmen pengelola

dalam menjalankan peran dan fungsinya sebagai lembaga keuangan

mikro atau koperasi. Fungsi sebagai lembaga yang memberikan laya-

nan keuangan dan memberikan manfaat secara optimal bagi pening-

katan kesejahteraan anggota merupakan fungsi utama dari BMT.

Sebagaimana pendapat Amin Aziz (2008)16 menyampaikan bahwa

Baitul Maal Wat Tamwil merupakan lembaga keuangan mikro syariah

yang sasarannya pada ekonomi rakyat berupaya mengembangkan

usaha-usaha produktif dan investasi dengan sistem bagi hasil. Tujuan

utamanya meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil,

sebagai bagian dari upaya mengentaskan kemiskinan.

Gambar 5.11 Prioritas Responden tentang Masalah

Transformasi Badan Hukum BMT

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018

16

M. Amin Aziz, The Power Al- Fatehah (Jakarta: Pinbuk Press) 2008.

W = 38.27%

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 209

Proses transformasi badan hukum BMT yang saat ini pada

umumnya berbadan hukum koperasi baik koperasi simpan pinjam

maupun koperasi serba usaha sedang dalam tahap persiapan. Sebagian

besar BMT yang berada dibawah Kementerian Koperasi dan UKM

dapat memilih badan hukum KSPPS (Koperasi Simpan Pinjam dan

Pembiayaan Syariah) atau USPPS (Unit Simpan Pinjam dan Pembia-

yaan Syariah) maupun menjadi LKMS (Lembaga Keuangan Mikro

Syariah) dibawah pengawasan OJK (Otoritas Jasa Keuangan).

Proses transformasi ini membutuhkan waktu karena dilakukan

secara bertahap dalam mempersiapkan BMT memenuhi segala persya-

ratan yang dibutuhkan dalam proses tersebut. Pihak kementerian ter-

kait dalam hal ini Divisi Pembiayaan Syariah Kementerian Koperasi

dan UKM serta Direktorat Lembaga Keuangan Mikro OJK melakukan

proses sosialisasi kepada pelaku BMT secara bertahap ke berbagai

daerah agar para pelaku memahami proses dan konsekuensinya. Pili-

han badan hukum yang ada juga tentunya mengandung konsekuensi

bagi pelaku BMT terutama terkait dengan ruang lingkup usaha, pihak

yang dapat dilayani, dan sistem pertanggungjawaban pelaporan keua-

ngan.

Masih berkaitan dengan legal, konsistensi aturan yang ditetap-

kan pemerintah pada BMT juga menjadi persoalan tersendiri bagi

BMT. Menurut persepsi responden persoalan terpenting dalam men-

jaga konsistensi aturan adalah bagaimana efektivitas peraturan meme-

ngaruhi kinerja BMT (34,03%), selanjutnya konsistensi dalam penga-

turan ruang lingkup usaha (33,49%) dan terakhir adalah peraturan

pengembangan usaha (31,89%). Para responden bersepakat dalam

masalah ini sebesar 4,01%. Artinya tingkat kesepakatannya sangat

rendah, berarti persoalan ini dapat diatasi sendiri secara internal oleh

pelaku BMT.

210 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Gambar 5.12 Prioritas Responden tentang Masalah Konsistensi Aturan

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018

Berdasarkan aspek ketidakadilan kebijakan pada BMT, seluruh

ekspert memiliki tingkat kesepakatan sangat rendah yaitu 3,7%, arti-

nya persoalan ini bukan merupakan prioritas penting pada masalah

legal di BMT, dan hal ini tidak menjadi hambatan bagi perkembangan

BMT selanjutnya.

Persoalan kebijakan selama ini masih terjadi dalam BMT

karena otoritas puncak dari industri ini ada pada Kementeriaan Kope-

rasi dan UMKM. Artinya fungsi pengaturan dan perizinan dilakukan

oleh kementerian tersebut. Hanya saja fungsi pengawasan pelaksana-

annya dilakukan oleh Kantor Dinas Koperasi yang ada di bawah

koordinasi Pemerintah Daerah (Pemda), baik yang ada di tingkat

provinsi maupun kabupaten atau kotamadya. Fungsi otoritas yang

dilaksanakan oleh dua entitas lembaga terpisah seperti ini tentu menja-

di tantangan tersendiri khususnya dalam hal sinkronisasi kebijakan

dan efektifitas pelaksanaan kebijakan.17

17

Ali Sakti, Mapping of Conditions and Potential of BMT: Partner-

ship to Expand the Market and Linkage of Islamic Banking Services to the

Micro Enterprises, Jurnal al-Muzara’ah, Vol. I, No. 1, 2013

W = 4.01%

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 211

Gambar 5.13 Prioritas Responden tentang Masalah

Unfairness Kebijakan

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018

4. Masalah Infrastruktur

Persoalan infrastruktur merupakan faktor yang relatif penting

bagi keperlangsungan BMT. Masalah ini terkait dengan information

and technology (IT) yang belum digunakan dan dikembangkan secara

optimal berdasarkan kebutuhan BMT. Namun tingkat kesepakatan ahli

terhadap masalah ini cukup rendah yaitu 2,53%. Hal ini kemungkinan

disebabkan BMT telah mencoba menyelesaikan persoalan secara

individu maupun melalui kerjasama dengan perusahaan penyedia jasa

sistem informasi untuk memfasilitasi kebutuhan teknologi pendukung

sistem informasi dan aplikasi dalam operasionalnya.

Berdasarkan aspek infrastruktur, prioritas masalah yang perlu

dibenahi adalah standardisasi sistem (21,18%), jejaring asosiasi

dengan koperasi (19,66%), ketersediaan IT (19,24%), akselerasi tek-

nologi (19,15%), dan kesiapan IT (19,13%). Sebagaimana disajikan

pada gambar berikut:

W = 3.7%

212 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Gambar 5.14 Prioritas Responden tentang Masalah Infrastruktur

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018

Dari beberapa BMT yang diteliti, pengembangan IT saat ini

sedang dilakukan dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas

proses pelayanan. Diantaranya terkait dengan pelayanan simpanan dan

proses pembiayaan. Pengadaan aplikasi ini bekerjasama dengan peru-

sahaan penyedia jasa dimana mereka mengembangkan aplikasi berda-

sarkan kebutuhan BMT secara umum dan dilengkapi dengan asissting

dan penyeliaan agar sistem dapat digunakan secara optimal.

BMT dapat bekerjasama dengan PT USSI yang merupakan

salah satu perusahaan pengembang sistem informasi untuk lembaga

keuangan mikro. Sebagaimana dilakukan pada tanggal 13 Februari

2018, PT USSI sebagai salah satu penyedia jasa IT bagi LKM/UKM

telah berhasil menjalin kerjasama dengan salah satu BMT di

Mojokerto dengan meluncurkan aplikasi digital koperasi syariah

“KOALISINA Mobile”. Aplikasi tersebut akan membantu berbagai

transaksi yaitu: 1) tabungan (tabungan sekolah, umrah, wisata, dan

sebagainya), 2) investasi (penyertaan modal aneka amal usaha kope-

rasi), 3) pembayaran (aneka tagihan biller nasional dan lokal), 4) pem-

belian (aneka merchant), 5) pembiayaan, 6) donasi (ZIS, wakaf pro-

duktif), 7) transfer (dari bank, antar anggota dan lintas koperasi), serta

8) pelaporan (cek saldo dan riwayat transaksi).

W = 2.53%

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 213

Dengan dikembangkannya aplikasi tersebut, diharapkan dapat

meningkatkan kemudahan, kecepatan dan ketepatan dalam pelayanan

koperasi syariah/BMT. Aplikasi ini juga diharapkan dapat mendukung

upaya peningkatan literasi keuangan dan financial planning bagi

anggota BMT.

Pada aspek standardisasi sistem, para ahli memiliki kesepakatan

terhadap persoalan ini sebesar 8,27%. Hal ini berarti penyelesaian

persoalan ini diserahkan kepada BMT. Menurut Ahli, persoalan paling

penting dalam standardisasi sistem adalah pelayanan nasabah

(25,97%), sistem manajemen (24,92%), rekrutmen (24,85%), dan

laporan keuangan (23,93%).

Standardisasi sistem merupakan masalah yang penting dalam

kaitannya dengan kualitas manajemen. Sebagian besar perusahaan

yang memiliki reputasi dan berkembang pesat yang didukung oleh

sistem manajemen yang baik. Wacana ini juga dapat dikembangkan

pada BMT agar dapat berkembang lebih baik sesuai standar kualitas

yang diharapkan.

Adanya standardisasi sistem akan memudahkan manajemen

dalam proses dan identifikasi ketika terjadi masalah dalam operasio-

nalnya. Misalnya ketika ada salah satu unsur dalam persyaratan pem-

biayaan belum dipenuhi, maka proses pembiayaan tidak akan dapat

dilanjutkan. Hal ini meminimalisir terjadinya penyimpangan dan risi-

ko akibat ketidaklayakan persyaratan tersebut.

Standardisasi sistem juga memudahkan dalam proses audit baik

secara internal maupun eksternal. Audit merupakan salah satu kebutu-

han dalam rangka pelaksanaan tata kelola yang baik (good gover-

nance). Sebagai lembaga yang melayani masyarakat, tuntutan terha-

dap sistem pengelolaan yang baik adalah hal yang mutlak. Proses

audit dibutuhkan dalam hal laporan keuangan, pelaksanaan pengambi-

lan keputusan, pelayanan nasabah, dan sebagainya.

Jika BMT mampu melakukan pengelolaannya dengan baik dan

sesuai dengan standar, maka tingkat kepercayaan anggota dan masya-

rakat secara umum akan makin baik. Pada akhirnya akan mening-

katkan citra BMT sebagai lembaga yang peduli pada akuntabilitas.

214 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Gambar 5.15 Prioritas Responden tentang Masalah

Standardisasi Sistem

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018

Aspek kedua dalam masalah infrastruktur adalah keberadaan

jejaring asosiasi. Menurut ahli, dalam membangun jejaring diperlukan

kerjasama dengan stakeholder (35,37%), membangun komunikasi

dengan koperasi lain (34,54%) dan terakhir dengan membangun jeja-

ring organisasi kemasyarakatan (ormas) dengan skor 29,48%. Lebih

jelas terlihat pada gambar 5.31.

Membangun jejaring merupakan salah satu faktor penting

dalam meraih keunggulan bersaing. Jejaring yang kuat akan menjadi

kekuatan daya tawar (bargaining position) bagi BMT kepada peme-

rintah maupun pihak lain dalam melakukan pengambilan keputusan

maupun memengaruhi kebijakan pemerintah. Melalui jejaring, BMT

akan mampu mengembangkan komunikasi dan kerja sama dengan

ormas di sekitarnya untuk membangun komunitas dan melakukan

pemberdayaan. Sebagai lembaga yang berbasis kelompok masyarakat

menengah ke bawah, membangun kekuatan dan image positif BMT

adalah melalui kekuatan dukungan masyarakat.

Kekuatan jejaring antarBMT juga dapat meminimalisir biaya

promosi. Karena jejaring dan anggota lah yang akan memberikan

informasi terbaik kepada calon anggota berdasarkan pengalaman dan

kerjasama yang telah mereka lakukan dengan BMT. Pengalaman

W = 8.27%

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 215

positif yang dialami anggota akan menjadi word of mouth ke anggota

lainnya sehingga meningkatkan minat calon anggota.

Melalui jejaring BMT, para pengelola dapat melakukan bench-

mark kepada BMT yang lebih sukses dalam hal pengembangan usaha

maupun dalam pengembangan produk.

Membangun komunikasi dengan sesama koperasi/BMT biasa-

nya dilakukan dengan musyawarah bersama asosiasi atau perhimpu-

nan BMT. Melalui jejaring komunikasi, maka informasi yang dibutuh-

kan baik terkait dengan peraturan-peraturan, peluang kerjasama dapat

disosialisasikan dengan cepat. Komunikasi juga membantu penyele-

saian persoalan yang dihadapi BMT termasuk mendapatkan peluang

bantuan dan kerjasama baik dengan pihak internal sesama BMT mau-

pun dengan pihak luar.

Gambar 5.16 Prioritas Responden tentang Masalah Jejaring Asosiasi

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018

Aspek penting lainnya dalam persoalan infrastruktur BMT

adalah ketersediaan IT. Menurut responden, masalah terpenting dalam

hal ini bahwa ketersediaan IT akan mendukung operasional sebesar

33,68%, IT yang sesuai dengan kebutuhan BMT (33,45%), dan ter-

akhir adalah IT yang tersedia harus up to date (kekinian) dengan

32,39%.

Dukungan IT yang tersedia pada BMT saat ini sebagian besar

hanya berkaitan dengan pelayanan tabungan dan proses pembiayaan.

W = 18.82%

216 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Sistem ini membantu para pengelola dalam pelayanan tabungan dan

memroses atau seleksi dalam pembiayaan. Dengan adanya aplikasi IT

membantu administrator dalam menginput data tabungan dan penga-

juan pembiayaan dengan menggunakan aplikasi berbasis android

dengan melalui download aplikasi khusus untuk KSPPS/BMT.

Idealnya, BMT dapat menggunakan aplikasi IT untuk memfasi-

litasi berbagai kebutuhan transaksi anggota dengan aplikasi yang

mudah dan cepat. Jika semua pelayanan BMT dapat didukung IT yang

kekinian, maka semakin cepat proses pelayanan, makin besar pula

peluang pendapatan BMT dari pelayanan yang diberikan. Semakin

banyaknya layanan yang mampu disediakan BMT akan meningkatkan

kepuasan anggota.

Pada tahun 2018, terdapat lebih dari 100 BMT yang telah me-

miliki dukungan IT berbasis android. Dengan makin berkembangnya

kebutuhan masyarakat dan meningkatnya melek teknologi di kalangan

pengurus maupun anggota semakin memperbesar kemungkinan peng-

gunaan IT yang up to date pada BMT.18

Potensi kerjasama dengan BMT masih perlu dikembangkan

oleh PT USSI maupun provider IT lainnya karena jumlah BMT yang

ada relatif besar.

Gambar 5.17 Prioritas Responden tentang Masalah

Ketersediaan IT

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018

18

Hasil wawancara dengan Pembina Pinbuk, Aslichan Burhan, Mei

2018

W = 6.48%

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 217

Persoalan berikut dalam masalah infrastruktur adalah akselerasi

teknologi. Seluruh ahli menganggap bahwa kemampuan SDM dalam

menggunakan smartphone paling penting dalam mendukung aksele-

rasi teknologi yaitu sebesar 35,7%. Selanjutnya adalah teknologinya

harus adaptif (32,68%) dan menggunakan layanan smartphone

(31,16%). Kesepakatan ahli pada persoalan ini sebesar 20,67%.

Salah satu yang menentukan terhadap proses akselerasi adalah

SDM yang mampu mengoperasikan aplikasi teknologi yang diguna-

kan. Untuk meningkatkan kemampuan SDM perlu dilakukan pelatihan

secara berkala untuk mendukung keterampilan tersebut. Pelatihan

untuk para pengelola/administrator dengan melibatkan ahli atau kon-

sultan akan dapat meningkatkan skill pengelola. Penggunaan aplikasi

software diikuti dengan supervisi akan mendukung efektivitas pelaya-

nan BMT.

Gambar 5.18 Prioritas Responden tentang Masalah

Akselerasi Teknologi

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018

Aspek lainnya terkait dengan kesiapan perangkat IT dalam

mendukung proses inklusi dan literasi keuangan. Menurut perspektif

ahli, hal yang paling memengaruhi dalam kesiapan IT adalah

smartphone sebagai pendukung utama diterapkannya IT (52,89%).

Selanjutnya yaitu adanya kerjasama dengan provider (46.83%). Para

ahli memiliki tingkat kesepakatan yang tinggi terkait dengan masalah

ini yaitu sebesar 60,49%. Artinya para ahli sangat merekomendasikan

W = 20.67%

218 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

hal ini menjadi bagian yang penting dalam mendukung proses pening-

katan inklusi dan literasi keuangan pada BMT.

Untuk mendukung kesiapan IT, BMT harus melakukan upaya

adopsi sistem atau aplikasi ke dalam handphone atau smartphone

yang akan digunakan dalam operasionalnya. Perangkat smartphone

merupakan alat kerja yang akan mendukung mobilitas di lapangan,

karena ketika officer BMT melakukan “jemput bola” ke anggota atau

calon anggota, semua proses transaksi dapat dilakukan dan diselesai-

kan tanpa harus berada di kantor.

Smartphone yang dilengkapi dengan aplikasi sistem dapat

dikembangkan melalui kerjasama dengan provider IT dan jaringan

telekomunikasi tertentu yang memiliki jaringan luas. Apalagi dengan

dikembangkannya jaringan serat optik oleh salah satu provider tele-

komunikasi akan semakin mempermudah BMT dalam mendapatkan

fasilitas dan jangkauan yang lebih luas.

Gambar 5.19 Prioritas Responden tentang Masalah Kesiapan IT

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018

C. Strategi Keberlanjutan Peningkatan Inklusi dan Literasi

Keuangan Berdasarkan Perspektif Ahli

Hasil sintesis dari para ahli tentang strategi peningkatan inklusi

dan literasi keuangan lebih menitikberatkan pada strategi internal

dibandingkan eksternal. Proporsi strategi internal sebesar 50,48%

sedangkan strategi eksternal sebesar 49,26%. Kesepakatan para ahli

W = 60.49%

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 219

tentang strategi ini relatif rendah yaitu 1,23%. Seperti disajikan pada

gambar berikut:

Gambar 5.20 Prioritas Responden tentang Strategi

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018

1. Strategi Internal

Pada strategi internal, ada beberapa aspek yang perlu dilakukan

berdasarkan prioritas ahli, yaitu: 1) penguatan fungsi BMT (17,67%),

2) pelatihan SDM (15,05%), 3) menjaga karakter BMT (14,48%), 4)

peningkatan benefit (14,41%), 5) merubah mindet pengurus (13,72%),

6) persiapan proses transformasi (11,57%), dan 7) inovasi produk

(10,40%). Para ahli bersepakat dalam masalah strategi internal sebesar

47,79%, termasuk kesepakatan yang relatif kuat. Artinya persoalan

strategi ini dapat direkomendasikan kepada BMT agar dilakukan

dalam kaitannya dengan peningkatan inklusi dan literasi keuangan.

Gambar 5.21 Prioritas Responden tentang Strategi Internal

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018

W = 47.79%

W = 1.23%

220 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Berikut diuraikan strategi internal berdasarkan prioritas respon-

den yaitu:

a. Penguatan Fungsi BMT

Strategi internal berupa penguatan fungsi BMT yang dimaksud

adalah penguatan fungsi kelembagaan BMT sebagai Lembaga keua-

ngan mikro yang memiliki peran memberdayakan usaha mikro dan

kecil di masyarakat. Penguatan fungsi dapat dilakukan dengan me-

ningkatkan kapasitas dan kemampuan para pengelola dan permodalan

BMT sehingga makin efektif dalam menjalankan fungsinya. Pengelola

BMT diberikan pelatihan dan penguatan untuk menjalankan perannya

sebagai pengawal proses pemberdayaan pada pelaku usaha mikro.

Para pengelola diharapkan dapat memiliki kemampuan memberikan

pelatihan usaha, mensupervisi, serta memotivasi para pengusaha agar

berkomitmen menjalankan usahanya sesuai dengan koridor syariah.

b. Pelatihan SDM

Agar SDM BMT dapat menjalankan peran dan fungsinya

dengan optimal, perlu dibekali dengan pengetahuan dan ketrampilan

terkait dengan pengetahuan ke BMT-an, manajemen BMT, Fiqih

Muamalah, pola pemberdayaan dan komunikasi. Dengan kemampuan

tersebut para SDM BMT akan dapat memberikan kemampuannya

dalam mengarahkan anggota menuju masyarakat yang berdaya.

c. Menjaga karakter BMT

Menjaga karakter BMT yang dimaksud adalah memperkuat

identitas dan karakter BMT sebagai lembaga keuangan mikro maupun

koperasi syariah sehingga dapat dijadikan sebagai modal dalam pe-

ningkatan kinerjanya di masa yang akan datang. Kekuatan karakter

juga menjadi salah satu keunggulan yang membedakan BMT dengan

lembaga keuangan lain, seperti model tanggung renteng dan pember-

dayaan anggota. Penguatan kualitas anggota melalui pelatihan akan

meningkatkan partisipasi dan keterlibatan anggota/nasabah dalam

menjaga keberlangsungan BMT. Menjaga karakter dapat dilakukan

dengan penguatan ghirah (semangat) pemberdayaan pada para pengu-

rus maupun anggota agar tetap memiliki identitas yang khas sebagai

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 221

lembaga dengan semangat sosial dan senantiasa mengedepankan kon-

sep syariah dalam pelaksanaan fungsinya.

d. Peningkatan benefit bagi anggota

Faktor internal lainnya yang perlu diperkuat adalah upaya pe-

ningkatan benefit bagi anggota/nasabah ketika mereka memanfaatkan

jasa BMT. Benefit utama sebagai anggota BMT berupa benefit mena-

bung, mendapatkan kesempatan memperoleh pembiayaan dan pem-

binaan dari BMT. Pengelola BMT juga dapat mengembangkan benefit

lain yang dapat disesuaikan dengan kemampuan BMT dan kesesuaian

dengan syariah. Salah satu benefit yang dapat diberikan kepada ang-

gota adalah berupa takaful (asuransi) yaitu perlindungan terhadap

anggota dari berbagai risiko seperti kecelakaan, kematian, sakit, kehi-

langan aset, dan jaminan hari tua. Berdasarkan penelitian Penulis,

terdapat beberapa BMT yang telah memberikan benefit tersebut

kepada anggota melalui kerjasama dengan perusahaan takaful mikro

maupun dikelola secara mandiri. Benefit tersebut diharapkan menjadi

salah satu faktor yang dapat meningkatkan kepuasan dan loyalitas

anggota maupun menjadi daya tarik bagi calon anggota untuk masuk

menjadi anggota BMT.

e. Merubah mindset pengurus BMT

Agar BMT meningkatkan kekuatan daya saing dan kemampuan

menjawab kebutuhan nasabah dapat dilakukan dengan merubah

mindset pengurus yang hanya sekedar menunggu peluang dan cende-

rung pasif terhadap perkembangan lembaga keuangan lain baik yang

formal maupun informal. Pengurus harus memiliki visi dan penguatan

strategi bersaing agar berkembang lebih progresif.

f. Persiapan proses transformasi badan hukum

Peluang untuk proses transformasi badan hukum BMT ke

dalam bentuk koperasi dibawah pengawasan Kemenkop-UKM mau-

pun lembaga keuangan mikro syariah di bawah pengawasan Otoritas

Jasa Keuangan (OJK) merupakan hak otoritatif pengurus dan anggota.

Namun proses ini tetap memerlukan kesiapan dan sinergi yang positif

antara BMT dengan pemangku kebijakan. Sosialisasi tentang aturan

222 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

dan proses hukumnya perlu ditingkatkan agar semakin banyak BMT

yang memposisikan badan hukumnya secara tegas.

Kesiapan BMT dalam proses transformasi badan hukum harus

diberikan jangka waktu selama masa peralihan dan masa transisi se-

hingga tidak menghambat proses pelayanan BMT. Konsekuensi yang

akan dihadapi ketika memilih salah satu badan hukum yang ada harus

disadari oleh para pengurus BMT bahwa hal ini sebagai bagian dari

upaya pemerintah memberikan kejelasan pada peraturan kelembagaan

dan kejelasan alur pengembangan BMT di masa yang akan datang.

g. Inovasi Produk

Faktor terakhir yaitu inovasi produk, kemampuan melakukan

inovasi dapat ditingkatkan dengan melakukan riset terhadap kebutu-

han anggota/nasabah serta riset pesaing. Riset terhadap pesaing untuk

mengetahui produk unggulannya dan bagaimana mereka melakukan

pelayanan sehingga memiliki nasabah atau anggota yang banyak dan

berkembang pesat. Pesaing yang memiliki keunggulan dapat dijadikan

benchmark (acuan) untuk meningkatkan daya saing BMT. Namun

dalam inovasi juga dibutuhkan prinsip kehati-hatian agar tidak me-

langgar ketentuan syariah.

Selain inovasi melalui produk, BMT juga dapat melakukan

inovasi melalui proses organisasi dan manajemen agar menjadi orga-

nisasi yang efisien, transparan dan akuntabel. Inovasi dalam proses

diantaranya dapat dilakukan melalui proses pelaksanaan fungsi-fungsi

manajemen dan peningkatan kapasitas dan kemampuan para pengelola

agar dapat menggunakan peran dan fungsinya secara optimal.

Kemampuan melakukan inovasi juga harus didukung oleh

kualitas SDM yang memiliki ide-ide kreatif dan didukung sepenuhnya

oleh lembaga. Dalam organisasi yang menjunjung ide-ide kreatif akan

terbangun kinerja yang baik dan membuat organisasi tumbuh dinamis.

2. Strategi Eksternal

Strategi eksternal yang direkomendasikan para ahli berdasarkan

prioritasnya sebagai berikut: 1) standardisasi IT (14,25%), 2) strategi

pemasaran produk (13,87%), 3) kerjasama dengan badan ekonomi

kreatif (BEKRAF), 4) penerapan konsep social inclusion (13,06%), 5)

memperkecil informasi yang asimetris (10,52%), 6) melakukan

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 223

inovasi (10,45%), 7) memberikan kebijakan yang fair terhadap BMT

(10,30%), dan terakhir 8) adanya dukungan Lembaga Penjamin

Simpanan (LPS) sebesar 9,31%. Para ahli memiliki kesepakatan pada

seluruh aspek strategi eksternal sebesar 37,26%.

Gambar 5.22 Prioritas Responden tentang Strategi Eksternal

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018

Secara rinci, strategi eksternal yang dapat mendukung keber-

langsungan BMT dalam meningkatkan inklusi dan literasi keuangan

sebagai berikut:

a. Standardisasi Information Technology (IT)

Untuk mendukung strategi eksternal dibutuhkan beberapa duku-

ngan dari pihak terkait terutama dukungan standardisasi IT. Hal ini

sangat penting karena salah satu faktor keberhasilan agar BMT dapat

dijangkau maupun menjangkau masyarakat adalah jika ditopang oleh

IT yang up to date, berbasis kebutuhan dan aplicable.

Dukungan inovasi sistem pendukung layanan yang sederhana

dan mudah dioperasikan baik untuk manajemen pengelola BMT mau-

pun anggota akan membantu ketepatan dalam pelayanan. Sistem yang

inovatif juga dibutuhkan dalam penyusunan laporan keuangan mau-

pun dalam hal pengawasan. Untuk itu dibutuhkan upaya dan duku-

ngan pemerintah dalam menciptakan standar IT yang relevan dengan

kebutuhan tersebut.

224 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

b. Strategi pemasaran produk

Strategi pemasaran produk juga perlu didukung oleh pihak

eksternal terutama oleh pemerintah dan stakeholder lainnya agar BMT

sebagai salah satu lembaga keuangan mikro syariah lebih mudah

dikenal masyarakat. Program ini dapat berupa kampanye maupun

sosialisasi terutama ke masyarakat perdesaaan maupun perkotaan

yang membutuhkan dukungan lembaga keuangan mikro agar terhindar

dari jebakan pelaku rentenir dan mal praktik keuangan yang marak

berkembang beberapa tahun terakhir. Agar strategi pemasarannya

tepat sasaran, maka dibutuhkan media sosialisasi yang mudah dijang-

kau seperti media televisi, koran, radio, maupun melalui talkshow

dengan tema keuangan syariah di radio yang memiliki jangkauan luas.

Dalam hal pemasaran produk BMT, pemerintah atau pihak

terkait dapat membantu dengan melibatkan BMT dalam kegiatan yang

menyentuh langsung level mikro seperti dalam program channeling

pembiayaan mikro di wilayah-wilayah yang dijangkau BMT.

c. Bekerjasama dengan badan ekonomi kreatif (BEKRAF)

Membangun kerjasama dengan Badan Ekonomi Kreatif

(BEKRAF) juga merupakan salah satu strategi yang perlu dikem-

bangkan, terutama berkaitan dengan membangun inovasi dan me-

ngembangkan kreativitas kelembagaan BMT, anggota maupun calon

anggota BMT. Inovasi dan kreativitas dalam mengembangkan produk/

jasa dengan memperhatikan keunggulan lokal agar setiap daerah

mampu mengembangkan ekonominya secara mandiri.

Sebagaimana yang telah dilakukan oleh Permodalan BMT

(PBMT) Ventura yang mendorong para anggotanya untuk mendukung

produk unggulan lokal dari para anggota BMT agar lebih bersaing

baik di level nasional bahkan menembus pasar ekspor. Kerjasama ini

dapat pula dilakukan oleh kumpulan atau koperasi sekunder BMT

sebagai bagian dari upaya pengembangan produk dan jejaring agar

BMT lebih kreatif dalam berinovasi dan membangun produk-produk

unggulannya.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 225

d. Penerapan konsep Social Inclusion

Mengembangkan lembaga BMT sebagai entitas yang menge-

depankan pemberdayaan sosial juga relatif penting agar manfaat dan

keberadaan BMT dirasakan oleh masyarakat. Bentuk-bentuk pembina-

an kepada anggota dan pengembangan konsep group lending (pinja-

man berkelompok) merupakan contoh sukses yang dapat dioptimalkan

sebagai strategi peningkatan social inclusion. Mengembangkan kon-

sep hubungan kesetaraan antara pengurus dan anggota bukan seperti

hubungan debitur-kreditur yang selama ini terjadi pada lembaga

keuangan lainnya juga penting untuk dikembangkan.

Social inclusion sebagai salah satu dari identitas BMT. Menurut

Ahmed (2004)19

, Sosial inclusion atau intermediasi sosial dalam litera-

tur keuangan mikro diartikan sebagai pemenuhan kebutuhan dasar,

pembentukan karakter wirausaha, dan proses pembentukan kemam-

puan masyarakat miskin sehingga berdaya untuk mendapatkan tran-

saksi komersial. Mekanisme intermediasi sosial pada umumnya

meliputi; pengenalan dan pengembangan diri serta pelatihan akuntansi

dan manajemen keuangan dasar bagi anggota. Hal ini merupakan

strategi bisnis untuk menjamin kelangsungan (viability dan sustaina-

bility) bagi jasa keuangan yang ditawarkan. Meningkatnya sosial

inclusion juga akan memperkecil biaya pengawasan dan meningkat-

kan efisiensi dan efektivitas intermediasi keuangan yang lebih baik.20

Kerjasama dan proses pemberdayaan akan lebih mudah terwu-

jud ketika konsep hubungan yang terjadi adalah atas dasar persamaan.

Dengan demikian usaha para anggota juga akan lebih baik, kolek-

tibilitas lebih lancar dan saling menjaga kepercayaan diantara para

anggota.

e. Memperkecil informasi asimetris (assymetric information)

Proses aliran informasi di BMT dilakukan melalui sarana komu-

nikasi baik melalui rapat anggota, pengurus, baik secara formal

19

Habib Ahmed. “Frontier of Islamic Banking: A Synthesis of Social

Role and Microfinance.” Forthcoming in The European Journal of Mana-

gement and Public Policy, diakses dari ierc.sbu.ac.ir, 14 September 2018. 20

Asyraf Wajdi Dasuki. “Banking for The Poor: The Role of Islamic

Banking in Microfinance Initiatives.” Humanomics. Vol.24, No.1, 2008.

226 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

maupun informal penting untuk tetap dijaga dan dikembangkan. Hal

ini untuk memperkecil terjadinya informasi yang tidak simetris atau

tidak transparan diantara pengurus dan anggota atau sebaliknya. Infor-

masi yang umumnya dibutuhkan berkaitan dengan peraturan, sistem,

maupun informasi produk/jasa yang disediakan di BMT.

Upaya memperkecil perbedaan dan ketidaktepatan informasi di

antara para pelaku maupun dengan pihak eksternal (pemerintah, dan

stakeholder lainnya) sangat penting. Hal ini juga akan menghindarkan

BMT dari perilaku yang tidak efisien, seperti kesalahan dalam

penetapan margin produk, penilaian aset, dan sebagainya.

f. Melakukan inovasi

Strategi selanjutnya adalah melakukan inovasi. Inovasi penting

dilakukan dalam rangka mempertahankan eksistensi BMT dan

menciptakan keunggulan dalam bersaing. Proses inovasi harus didu-

kung oleh pihak eksternal dalam hal ini dengan menyediakan berbagai

perangkat peraturan khususnya di bidang hukum syariah muamalah

berupa fatwa yang berkaitan dengan produk. Selain dukungan hukum,

juga diperlukan perangkat sistem untuk mengadopsi berbagai peru-

bahan teknologi. Untuk itu dibutuhkan kerjasama antara BMT dengan

lembaga terkait agar proses inovasi berjalan lebih optimal. Proses

inovasi yang berkelanjutan juga akan semakin menarik minat calon

anggota untuk memanfaatkan jasa BMT.

Hal ini sejalan dengan teori Porter tentang inovasi. bahwa

inovasi merupakan salah satu cara dalam mempertahankan keber-

langsungan organisasi dan meningkatkan daya saing suatu organisasi

ataupun negara.21

Mengacu pada teori tersebut ada beberapa adaptasi

21

Porter mengajukan Diamond Model (DM) yang terdiri dari empat

determinan (faktor – faktor yang menentukan) National Competitive Advan-

tage (NCA). Empat atribut ini adalah: factor conditions, demand conditions,

related and supporting industries, dan firm strategy, structure, and rivalry.

Factor conditions mengacu pada input yang digunakan sebagai faktor

produksi, seperti tenaga kerja, sumber daya alam, modal dan infrastruktur.

Argumen Poter, kunci utama faktor produksi adalah “diciptakan” bukan dipe-

roleh dari warisan. Lebih jauh, kelangkaan sumber daya (factor disadvan-

tage) seringkali membantu negara menjadi kompetitif. Terlalu banyak (sum-

ber daya) memiliki kemungkinan disia-siakan, ketika kelangkaan dapat

mendorong inovasi.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 227

dan modifikasi yang dapat dilakukan terkait dengan faktor yang akan

mempengaruhi daya saing BMT diantara lembaga keuangan mikro

lainnya.

Faktor conditions, berkaitan dengan kemampuan dan daya

dukung sumber daya yang ada di BMT, meliputi SDM (kemampuan

dan keahlian), ketersediaan modal yang berkelanjutan, infrastruktur

yang memadai dan mendukung pada keberlangsungan BMT. Jadi

faktor-faktor tersebut harus dikondisikan atau diciptakan sesuai

Demand conditions, mengacu pada tersedianya pasar domestik yang

siap berperan menjadi elemen penting dalam menghasilkan daya saing. Pasar

seperti ini ditandai dengan kemampuan untuk menjual produk-produk supe-

rior, hal ini didorong oeh adanya permintaan barang-dan jasa berkualitas serta

adanya kedekatana hubungan antara perusahan dan pelanggan.

Related and Supporting Industries, mengacu pada tersedianya serang-

kaian dan adanya keterkaitan kuat antara industri pendukung dan perusahaan,

hubungan dan dukungan ini bersifat positif yang berujung pada penngkatan

daya saing perusahaan. Porter mengembangkan model dari faktor kondisi

semacam ini dengan industrial klasters atau agglomeration, yang memberi

manfaat adanya potential technology knowledge spillover, kedekatan dengan

dengan konsumer sehingga semakin meningkatkan market power.

Firm strategy, Structure and Rivalry, mengacu pada strategi dan

struktur yang ada pada sebagian besar perusahaan dan intensitas persaingan

pada industri tertentu. Faktor Strategi dapat terdiri dari setidaknya dua aspek:

pasar modal dan pilihan karir individu. Pasar modal domestik mempengaruhi

strategi perusahaan, sementara individu seringkali membuat keputusan karir

berdasarkan peluan dan prestise. Suatu negara akan memiliki daya saing pada

suatu industri di mana personel kuncinya dianggap prestisius. Struktur me-

ngikuti strategi. Struktur dibangun guna menjalankan strategi. Intensitas

persaingan (rivalry) yang tinggi mendorong inovasi.

Porter juga menambahkan faktor lain: peran pemerintah dan

chance, yang dikatakan memiliki peran penting dalam menciptakan NCA.

Peran dimaksud, bukan sebagai pemain di industri, namun melalui kewena-

ngan yang dimiliki memberikan fasilitasi, katalis, dan tantanan bagi industri.

Pemerintah menganjurkan dan mendorong industri agar mencapai level daya

saing tertentu. Hal – hal tersebut dapat dilakukan pemerintah melalui kebi-

jakan insentif berupa subsidi, perpajakan, pendidikan, fokus pada penciptaan

dan penguatan faktor conditions, serta menegakkan standar industri.

Lebih lanjut dapat dilihat pada Porter ME. 1990. The Competitive

Advantage of Nations. California: Free Press.

228 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

dengan karakteristik BMT sebagai lembaga keuangan mikro dan harus

berperan dalam memajukan usaha mikro.

Faktor daya saing berikutnya adalah kondisi permintaan

(demand conditions). Terciptanya permintaan sangat tergantung pada

kebutuhan dan kemampuan ekonomi masyarakat sasaran. Hal ini

harus didukung oleh kemampuan BMT dalam menstimulasi permin-

taan masyarakat terhadap jasanya yaitu menyediakan produk layanan

keuangan sesuai kebutuhan masyarakat.

Adanya faktor yang dapat mensupport keberadaan BMT seperti

perhimpunan BMT (koperasi sekunder), Apex dan LPS yang saat ini

sudah dan akan dijalankan akan mendorong daya saing BMT semakin

baik. Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah dukungan dan

pengayoman dari pemerintah baik dalam hal peraturan pendukung

maupun infrastruktur serta modal yang memang sangat dibutuhkan

dalam pengembangan BMT.

g. Kebijakan yang fair terhadap BMT

Hal terpenting lainnya dalam strategi eksternal adalah member-

lakukan kebijakan yang fair (adil) kepada pelaku BMT agar dapat

tumbuh beriringan dengan lembaga keuangan lainnya. Peraturan yang

berkaitan dengan BMT selama ini pergerakannya relatif lambat diban-

dingkan peraturan lainnya, sehingga memengaruhi terhadap partum-

buhan BMT. Perbedaan kebijakan juga memengaruhi terhadap sema-

ngat para pelaku BMT untuk mengembangkan usahanya, sehingga

banyak BMT yang non aktif atau tutup operasinya karena berbagai

kendala.

BMT juga membutuhkan dukungan kebijakan yang adil dianta-

ra pelaku lembaga keuangan mikro agar dapat tumbuh secara efektif

dan efisien. Salah satu yang dibutuhkan adalah aturan dalam pembe-

rian kesempatan yang sama dalam penetuan batas pembiayaan dan

jangkauan usaha yang dapat dilayani BMT. Aspek terakhir yang dibu-

tuhkan adalah adanya dukungan lembaga penjamin simpanan (LPS)

sebagai penjamin ketika BMT memiliki risiko dalam hal penghim-

punan dana. Hal ini untuk memperkuat kepercayaan masyarakat dan

meminimalisir risikonya.

Kebijakan yang fair juga dibutuhkan dalam hal akses permo-

dalan dan kapasitas usaha BMT. Selama ini BMT mengalami kesu-

litan dalam mengembangkan sumber permodalan ketika permintaan

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 229

pembiayaan meningkat. Akibatnya BMT sulit meningkatkan kapasitas

usaha karena terbatasnya modal tersebut.

h. Dukungan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)

Faktor terakhir dalam kebijakan eksternal adalah dukungan

lembaga penjamin simpanan. Adanya lembaga penjamin simpanan

selama ini hanya dipraktikkan pada bank umum maupun BPR/BPRS,

namun belum menjangkau BMT. Sehingga hal ini membawa dampak

pada kepercayaan anggota/nasabah terhadap keamanan dananya ketika

terjadi masalah atau bankrupt pada BMT. Untuk itu wacana pendirian

LPS khusus BMT diperlukan agar keberlangsungan BMT lebih baik

ke depannya.

Dari beberapa usulan strategi di atas, ada beberapa yang memi-

liki kesamaan dengan hasil penelitian Hayati,22

yaitu strategi yang

harus segera dilakukan oleh BMT adalah (1) meningkatkan literasi

keuangan syariah khususnya di kalangan pedagang di pasar tradisio-

nal. Hal ini untuk menjawab faktor yang menjadi pertimbangan ketiga

klaster di atas dalam mengajukan pembiayaan adalah faktor psikologi.

Strategi selanjutnya, (2) BMT harus membuat inovasi dan terobosan

baru terkait dengan kebutuhan dan kondisi mereka. Model pembiaya-

an yang sesuai dengan pedagang kecil di pasar tradisional adalah pem-

biayaan yang tidak memerlukan jaminan, pembiayaan yang disertai

fasilitas asuransi jiwa dan kesehatan. Untuk harga (price), BMT dapat

menawarkan bagi hasil yang menarik, membuat skema agar angsuran

terasa ringan (misalnya angsuran dibayar mingguan).

Begitu pula dengan hasil penelitian Isma Ilmi Hayati Ginting

dan Ilyda Sudardjat23

, bahwa strategi yang diperlukan dalam pengem-

22

Safaah Restuning Hayati, “Strategi Penguatan BMT Berdasarkan

Perilaku Pedagang Di Pasar Tradisional.” Jurnal Masharif al-Syariah: Jurnal

Ekonomi dan Perbankan Syariah, Vol. 2, No. 2, (2017): 17. 23

Isma Ilmi Hayati Ginting dan Ilyda Sudardjat, “Analisis Strategi

Pengembangan BMT (Baitul Maal Wat Tamwil) di Kota Medan.” Jurnal

Ekonomi dan Keuangan, Vol.2 No.11, h. 683.

230 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

bangan KSPS BMT Amanah Ray adalah: a. Mengembangkan pembu-

kuan sesuai dengan sistem syariah dan lebih transparan dengan sistem

bagi hasil; b. Memanfaatkan dukungan pemerintah terhadap perban-

kan syariah dengan meningkatkan jenis-jenis produk syariah; c. Duku-

ngan pemerintah dapat digunakan untuk membenahi sistem teknologi

dan informasi yang digunakan untuk semakin memberikan pelayanan

yang baik kepada masyarakat; d. Menjalin kemitraan dengan bank

lainnya yang melakukan prinsip syariah, untuk melakukan pelatihan

dan pengembangan SDM di BMT Amanah Ray di kota Medan; e.

Mengadakan penyuluhan kepada masyarakat tentang sistem syariah di

BMT dan juga sistem pembukuan syariah yang dimiliki oleh BMT

Amanah Ray untuk membuka wawasan masyarakat tentang BMT

Amanah Ray sekaligus mempromosikannya; f. Meningkatkan peran

BMT melalui kebijakan pemberian kredit lunak dengan syarat ringan;

g. Promosi tentang BMT yang memberlakukan pembukuan syariah; h.

Membenahi sarana dan prasana dalam bidang teknologi agar mampu

bersaing dengan lembaga lainya.

Dengan demikian, standardisasi sistem merupakan hal yang

paling prioritas dalam mendukung keberlangsungan inklusi keuangan

pada BMT menurut perspektif ahli. Jika semua BMT menggunakan

sistem yang standar maka akan memudahkan bagi proses pelayanan,

kerjasama sesama BMT maupun linkage dengan bank syariah, serta

proses pengawasan. Jika proses manajemen dilakukan dengan standar-

disasi yang sama, maka akan memudahkan pengukuran kinerja BMT.

Kinerja BMT yang semakin baik akan menjadi salah satu daya

tarik bagi masyarakat untuk memanfaatkan produk layanan BMT.

Dengan demikian akan mempengaruhi market share BMT terhadap

total pangsa pelaku keuangan mikro di Indonesia. Persoalan trend

pertumbuhan yang stagnan dan cenderung menurun pada BMT pun

akan dapat diatasi dengan strategi tersebut.

Dari hasil skor seluruh responden ahli, terdapat tiga aspek yang

memiliki tingkat kesepakatan relatif tinggi secara berurutan adalah: 1)

kesiapan IT (60,49%), 2) masalah legal (47,65%), dan 3) transformasi

badan hukum BMT (38,27%). Dengan mempertimbangkan tingkat

kesepakatan tersebut, maka tiga hal tersebut penting untuk dijadikan

fokus pengembangan pada BMT agar proses inklusi dan literasi keua-

ngan berjalan lebih baik dan sesuai dengan target pemerintah dimana

75% penduduk menikmati lembaga keuangan secara inklusif pada

akhir tahun 2019.

231

Bab VI PENUTUP

Bab ini merupakan bagian terakhir disertasi. Bab ini terdiri dari

dua bagian, yaitu simpulan dan saran. Simpulan merupakan jawaban

atas pertanyaan atau rumusan masalah yang dijelaskan pada Bab I,

sedangkan saran berisi masukan dan harapan Penulis yang ditujukan

kepada akademisi, peneliti dan masyarakat umum khususnya para

pelaku usaha mikro dan BMT yang menjadi objek penelitian ini.

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, bahwa BMT telah mampu

bertindak inklusif dan dapat memberikan pemahaman kepada masya-

rakat tentang keuangan (literasi keuangan) dalam menjalankan fungsi-

nya sebagai lembaga keuangan pada level mikro. Hal ini terlihat pada

meningkatnya pemanfaatan produk baik tabungan maupun pembia-

yaan pada BMT. Selanjutnya, penelitian ini menemukan jawaban atas

rumusan masalah penelitian sebagaimana disebutkan dalam bab perta-

ma, sebagai berikut:

1. Peran BMT dalam mendukung kebijakan keuangan inklusif

cukup optimal. Hal ini terwujud dalam peningkatan keterlibatan

jumlah anggota dalam memanfaatkan produk layanan keuangan

baik tabungan/simpanan maupun pembiayaan/pinjaman. Seba-

gai lembaga keuangan yang berada pada level mikro, BMT

mampu meningkatkan serapan produk keuangan dengan mela-

kukan sinergi dengan beberapa pihak, seperti bank syariah,

Apex (koperasi sekunder), maupun dengan sesama BMT dalam

meningkatkan kemampuan keuangannya sehingga mampu

melayani kebutuhan anggota secara lebih optimal.

2. Kendala yang dihadapi BMT dalam meningkatkan keuangan

inklusif secara berurutan adalah: masalah SDM, Produk, Legal,

dan Infrastruktur. Kendala SDM dan Produk merupakan kenda-

la dari sisi internal, sedangkan infrastruktur dan legal sebagai

kendala eksternal. Jumlah SDM berkualitas di BMT yang relatif

terbatas baik dari sisi kemampuan (spiritual, sosial, pengetahu-

an, keuangan, dan ekonomi) maupun keahlian (penguasaan pro-

duk, fiqih muamalah, konsep layanan, membina nasabah, dan

membangun jaringan). Masalah akan dapat diatasi dengan men-

232 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

jaring calon tenaga profesional yang memiliki kriteria di atas

dan memahami gerakan BMT yang berbeda dengan lembaga

keuangan pada umumnya. Sedangkan kendala produk (pengem-

bangan, pemahaman, dan keragaman) dapat diatasi dengan

meningkatkan keragaman, inovasi, dan menyesuaikan produk

dengan kebutuhan anggota yang didukung dengan riset berke-

lanjutan. Kendala legal (kebijakan yang tidak fair, proses trans-

formasi badan hukum BMT, aturan penguatan fungsi BMT,

serta konsistensi aturan). BMT memiliki keterbatasan peraturan

sehingga menghambat kiprah dan pengembangan BMT. Ku-

rangnya peraturan juga menimbulkan keraguan atas perilaku

para praktisi sehingga menghambat pertumbuhan dan keperca-

yaan terhadap lembaga BMT. Terakhir masalah infrastruktur

terkait dengan standardisasi sistem, ketersediaan dan kesiapan

IT, jejaring asosiasi, dan akselerasi teknologi. Pada tataran em-

piris, buku ini sejalan dengan hasil penelitian Zubair (2015) dan

Siswanto (2009) bahwa terdapat faktor internal dan eksternal

yang memengaruhi keberlanjutan BMT. Faktor internal yaitu

aspek SDM, kompetensi manajemen dan produk menjadi faktor

penting dalam meningkatkan kinerja BMT menuju sustainabi-

litas lembaga keuangan mikro syariah. Faktor eksternal yaitu

kolaborasi atau kerja sama dengan lembaga keuangan atau lain-

nya untuk meningkatkan keberlanjutan.

3. Peran BMT dalam memberdayakan usaha mikro cukup optimal,

yaitu dengan mengembangkan produk layanan yang berbasis

kebutuhan lokal dan sesuai dengan karakteristik ekonomi wila-

yah agar dapat menunjang kegiatan ekonomi para anggota.

Pemanfaatan produk pembiayaan di BMT masih didominasi

oleh pembiayaan murabahah dengan proporsi lebih dari 70%

terhadap total pembiayaan. Metode penyaluran pembiayaan

lebih banyak menggunakan sistem individual lending (pembia-

yaan individu) bukan group lending. Hal ini mengakibatkan

risiko dan pengawasan pelaksanaan pembiayaan harus dikenda-

likan secara lebih ketat. Dari sisi teoretis, peneliti sependapat

dengan Sadegh Bakhtiari (2006), Abdul Rahim Abdul Rahman

(2010), bahwa keuangan mikro dapat berkontribusi pada pe-

ningkatan alokasi sumber daya, promosi pasar, dan teknologi

yang baik dengan demikian keuangan mikro dapat membantu

dalam pertumbuhan ekonomi dan pembangunan dengan mena-

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 233

warkan skema etika yang dapat disesuaikan dengan tujuan

keuangan mikro bagi masyarakat miskin. Skema tersebut seper-

ti, skema qardhul hasan dalam lingkup pemberian modal, skema

murabahah dalam lingkup pengadaan barang kebutuhan, dan

terakhir skema ijarah yang berhubungan dengan sewa menye-

wa.

4. Strategi untuk meningkatkan inklusi dan literasi keuangan serta

kerberlanjutan BMT adalah strategi internal dibanding ekster-

nal. Strategi internal yaitu dengan melakukan penguatan fungsi

BMT, pelatihan SDM, menjaga karakter BMT dan meningkat-

kan benefit bagi anggota. Selanjutnya strategi eksternal dengan

melakukan standardisasi IT, memperbaiki strategi pemasaran

BMT dan bekerjasama dengan badan ekonomi kreatif

(BEKRAF).

B. Saran

Berdasarkan hasil simpulan penelitian, terdapat beberapa saran

dan rekomendasi terkait dengan upaya peningkatan literasi dan inklusi

keuangan pada BMT, yaitu:

1. Berkaitan dengan peningkatan kualitas SDM BMT, diperlukan

peningkatan kapasitas SDM dengan memberikan pelatihan ter-

kait peningkatan pemahaman tentang identitas dan fungsi BMT

sebagai lembaga keuangan mikro serta pengetahuan tentang

produk-produk BMT agar mereka dapat melayani anggota

secara profesional dan mampu bersaing dengan lembaga keua-

ngan lainnya. SDM BMT juga perlu dibekali dengan kemam-

puan mengelola dan membina masyarakat secara berkelompok

sehingga meningkatkan kapasitas sosial dan spiritualnya.

2. Untuk mengatasi masalah infrastruktur, diperlukan dukungan

pemerintah dengan memberikan peluang secara luas bagi BMT

untuk bekerjasama dengan lembaga terkait seperti Kementerian

Koperasi dan UKM serta Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF).

Pemerintah juga perlu menyediakan peraturan dan kebijakan

yang responsif terhadap perubahan yang terjadi di lingkungan

usaha maupun sosiologis masyarakat. Seperti halnya pemerin-

tah cukup responsif dalam memenuhi kebutuhan peraturan pada

perbankan, sehingga BMT dapat berkembang lebih dinamis dan

pro pada kepentingan UMKM.

234 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

3. Perlunya optimalisasi peran Apex atau lembaga penopang pem-

biayaan setingkat koperasi sekunder untuk mendukung kebutu-

han pembiayaan di tingkat BMT jika terjadi masalah keterba-

tasan likuiditas. Diperlukan adanya lembaga penjamin simpa-

nan (LPS) untuk meningkatkan minat dan kepercayaan anggota

pada BMT. Keberadaan LPS maupun Apex dapat menjaga

stabilitas likuiditas dan sebagai salah satu instrumen manajemen

risiko pada BMT.

4. Dibutuhkan dukungan software yang terstandardisasi dalam

rangka operasional sistem BMT baik dalam hal produk/jasa,

yang mendukung terhadap efektivitas pelayanan. Standardisasi

sistem dan software akan memudahkan BMT dalam melakukan

pelaporan dan pengawasan serta meningkatkan kualitas laya-

nannya.

5. Terkait masalah legal, dibutuhkan penegakan peraturan terkait

proses transformasi badan hukum bagi BMT yang ingin memi-

lih badan hukum koperasi maupun lembaga keuangan mikro

sehingga memberi kepastian bagi pelaksanaan operasional dan

pengawasannya.

235

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku

Al Arif, M. Nur Rianto, Dasar-dasar Elemen Ekonomi Islam, Solo:

Era Intermedia, 2011.

Al-Qur’an dan Terjemahannya. Asy-Syarif Madinah Al Munawwa-

rah,: Mujamma’ Al Malik Fahd Li Thiba’at Al Mush-haf ,1431

H.

Anderson, James E. Public Policy Making, New York: Holt, Rinehart

and Winston, 1984, cet. ke-3.

Asian Development Bank. Finance for the Poor: Microfinance

Development Strategy. Manila: ADB. 2000.

Aziz, M. Amin. Kegigihan Sang Perintis. Jakarta: Pinbuk Press. 2007.

Aziz, M. Amin. The Power Al- Fatehah. Jakarta: Pinbuk Press. 2008.

Bank Indonesia, Model Sistem Deteksi Dini BPR. Jakarta: Bank

Indonesia, 2000.

Buchori NS. Koperasi Syariah. Tangerang Selatan: Pustaka Aufa

Media, 2012.

Darsono, Sakti, Ali, Enny Tin Suryanti dkk., Memberdayakan Keua-

ngan Mikro Syariah Indonesia Peluang dan Tantangan ke

Depan, Tazkia Publisihing kerjasama Bank Indonesia: Jakarta,

2017.

Dye, Thomas R. Understanding Public Policy, (New Jersey: Pearson

Education Inc.), 2005.

Edwards, George C. III dan Ira Sharkansky, The Policy Predicament:

Making and Implementing Public Policy, (San Francisco: W.H.

Freeman and Company, 1978.

Effendi, Rustam, Produksi dalam Islam, Yogyakarta: Magistra Insania

Press bekerjasama dengan MSI UII, Cet I, 2003.

Elhadi, Sirag “MicroTakaful Opportunities and Need Egyptian

Experience”, (Egypt: Solidarity Family Takaful Egypt).

Hidajat, Taofik, Literasi Keuangan, Jateng: STIE Bank BPD Jateng,

2015.

Hornby, AS, Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current

English, Oxford: Oxford University Press, 1995, cet. ke-5.

236 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Huda, Nurul dan Heykal, Mohamad. Lembaga Keuangan Islam

Tinjauan Teoritis dan Praktis, Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, 2010.

Islamy, M. Irfan, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan

Negara, Jakarta: Bina Aksara, 1988, cet. ke-3.

Lewis, Mervyn K. dan Latifa M. Algoud, Perbankan Syariah: Prinsip,

Praktik, dan Prospek. Cet. I. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta,

2003.

Lin, Nan. Social Capital; A Theory of Social Structure and Action.

United Kingdom: Cambridge University Press. 2002

Mannan, Muhammad Abdul, Ekonomi Islam (Teori dan Praktik). Cet.

I. Jakarta: PT Intermasa, 1992.

Martowijoyo, Sumantoro. Dampak Pemberlakuan Sistem Bank

Perkreditan Rakyat terhadap Kinerja Lembaga Keuangan

Pedesaan. Yogyakarta: Disertasi Doktor UGM. 2001.

Mas’adi, Ghufran A. Fiqih Muamalah Kontekstual. Jakarta: PT

Rajagrafindo Persada, 2002.

Perhimpunan BMT Indonesia, Haluan BMT 2020. Jakarta: PBMT

Indonesia, November 2016.

Perwataatmaja, Karnaen dan Antonio, M. Syafi’i. Apa dan Bagaimana

Bank Islam. Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1992.

Porter ME. The Competitive Advantage of Nations. California: Free

Press, 1990.

Ridwan, Muhammad. Manajemen Baitul Mãl Wa Tamwîl. Yogya-

karta: UII Press, 2005.

Ridwan, Muhammad. Sistem dan Prosedur Pendirian Baitul Mal wat

Tamwil (BMT), Cet. I, Yogyakarta: Citra Media, 2006.

Salam, Abdul. Sustainabilitas Lembaga Keuangan Mikro Koperasi

Simpan Pinjam. Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana UGM, 2007.

Sanrego, Yulizar D. dan Moch Taufik, Fiqih Tamkin (Fiqih Pember-

dayaan). Jakarta: Qisthi Press, 2016.

Sudibyo, Bambang, Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia.

Yogyakarta: Aditya Media, 1995.

Susanto, Burhanuddin. Hukum Perbankan Syariah di Indonesia. Cet I.

Yogyakarta: UII Press, 2008.

Tanjung, Hendri. Metodologi Penelitian Ekonomi Islam. Jakarta:

Gramata Publishing, 2013.

Yasin, M. Nur. Hukum Ekonomi Islam: Geliat Perbankan di Indone-

sia. Malang: UIN Malang Press, 2009.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 237

B. Jurnal

Abdul Rahim Abdul Rahman. “Islamic Microfinance: An Ethical

Alternative to Poverty Alleviation.” Humanomics, 26 (4),

(2010): 54.

Abdullah,Mohamad Azni S. N. “Factors determining Islamic

Financial Literacy among Undergraduates”. Journal of

Emerging Economies and Islamic Research, 2017, p.67-76.

Abidin, M. Z. “Kebijakan Fiskal dan Peningkatan Peran Ekonomi

UMKM.” Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI,

diakses dari http://www.googlescholar.com/, 23 Maret 2018.

Ahmed, Habib. “Frontier of Islamic Banking: A Synthesis of Social

Role and Microfinance.” The European Journal of Management

and Public Policy, Vol. 3 (1), 2004.

American Institute of Certified Public Accountants (AICPA), 2013,

diakses dari http://www.encyclopedia.com/.

Antara, Purnomo M. dkk. “Bridging Islamic Financial Literacy and

Halal Literacy: The Way Forward in Halal Ecosystem”,

Procedia Economics and Finance, Vol. 37, 2016, h.199, diakses

dari http//www.sciencedirect.com, 20 Maret 2019.

Apriadi, Fiqih dan Muhammad Findi A, “Solusi Peningkatan Sumber-

daya Manusia Pada Baytul Maal wat Tamwil (BMT) di Indone-

sia Melalui Pendekatan Analytic Network Process (ANP),

Jurnal Al –Muzara’ah, 1 (2), (2013): 115.

Aribawa, Dwitya “Pengaruh Literasi Keuangan terhadap Keberlang-

sungan UMKM di Jawa Tengah.” Jurnal Siasat Bisnis, Vol.20

(1), (2016): 1-13.

Arsyad, Lincolin. 2005. “An Assesment of Performance and

Sustainability of Microfinance Institution: A Case Study of

Village Credit Institution in Gianyar, Bali”. Adelaide: Faculty

of Social Sciences, Flinders University Adelaide.

Ascarya, “The Persistence of Low Profit and Loss Sharing Financing

in Islamic Banking: The Case of Indonesia.” Review of Indone-

sia economic and Business Studies Vol. 1. LIPI Economic

Research Center, 2011.

Ascarya dan Yumamita, Diana, “Determinan dan Persistensi Margin

Perbankan Konvensional dan Syariah di Indonesia.” Working

paper series, No.WP/10/04, Pusat Pendidikan dan Studi

Kebanksentralan Bank Indonesia, 2010.

238 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Ashari. “Potensi Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dalam Pemba-

ngunan Ekonomi Perdesaan dan Kebijakan Pengembangannya.”

PSEKP. Vol.4 No.2 (2006).

Asnarulkhadi, Abu Samah & Fariborz Aref. “Empowerment as an

Approach for Community Development in Malaysia.” World

Rural Observation, 1(2) (2009): 63-68.

Bakhtiari, Sadegh. “Microfinance and Poverty Reduction: Some Inter-

national Evidence.” Jurnal Bisnis Internasional dan Penelitian

Ekonomi, Vol. 5 (Desember 2006).

Bashir, T., Arshad, A., Nazir, A., & Afzal, N. “Financial Literacy and

Influence of Psychosocial Factors.” European Scientific

Journal, Vol.9 (28) (Oktober 2013): 384-404.

Baskara. I Gde Kanjeng. “Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia.”

Jurnal Buletin Studi Ekonomi, Vol.18 No.2. (Agustus 2013).

Chen, H. & Volpe, R. P. “An Analysis of Financial Literacy Among

College Students.” Financial Services Review, 7(1) (1998):107–

128.

Damayanti, M., & Adam, L. “Program Kredit Usaha Rakyat (KUR)

sebagai Alat Pendorong Pengembangan UMKM di Indonesia.”

Naskah Kerja TNP2K 27 – 2015.

Dasuki, Asyraf Wajdi. “Banking for The Poor: The Role of Islamic

Banking in Microfinance Initiatives.” Humanomics. Vol.24,

No.1. 2008.

Faidal. “Model Efektivitas Peran Lembaga Keuangan Mikro (LKM)

dalam Penyediaan Permodalan UMKM Sektor Riil di Kabu-

paten Bangkalan Madura.” diunduh dari Journal.Trunojoyo.

ac.id/eco-enterpreneur/article/download/993/892 (diakses 3

Agustus 2016).

Feroz, Ehsan Habib dan Blake Goud. “Grameen La Riba Model: A

Strategy for Global Poverty Alleviation.” Jurnal Ekonomi

Islam, Perbankan dan Keuangan, Vol. 5 (2009): 77.

Galor, Oded. “From Stagnation to Growth: Unied Growth Theory." In

Handbook of Economic Growth. Vol IA, ed. Philippe Aghion

and Steven N. Durlauf, 171(293). Amsterdam, The Nether-

lands:Elsevier North-Holland. 2005.

Ginting, Isma Ilmi Hayati dan Sudardjat,Ilyda “Analisis Strategi

Pengembangan BMT (Baitul Maal Wat Tamwil) di Kota

Medan.” Jurnal Ekonomi dan Keuangan Vol.2 No.11, h. 683.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 239

Hariharan, Govind dan Markus Marktanner. “The Growth Potential

from Financial Inclusion.” Preliminary draft submitted for

Atlanta Fed/GSU International Development Economics Work-

shop (diunduh tanggal 27 Agustus 2014).

Hayati, Safaah Restuning “Strategi Penguatan BMT Berdasarkan

Perilaku Pedagang Di Pasar Tradisional.” Jurnal Masharif al-

Syariah: Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah, Vol. 2, No.

2, (2017): 17

Hendayana R dan Bustaman S. “Fenomena Lembaga Keuangan Mikro

Dalam Perspektif Pembangunan Ekonomi Perdesaan.” Working

Paper. 2006.

Hung, Angela and Parker, Andrew M. and Yoong, Joanne. “Defining

and Measuring Financial Literacy.” (September 2, 2009).

RAND Working Paper Series WR-708. Available at SSRN:

https://ssrn.com/abstract=1498674 or http://dx.doi.org/10.2139/

ssrn.1498674

Huston, S.J. “Measuring Financial Literacy.” Journal of Consumer

Affairs, 44(2), (2010): 296-316.

Jayaputra, A. “Pemetaan Kemiskinan dan Strategi Pengentasannya

Berbasis Institusi Lokal dan Berkelanjutan di Era Otonomi

Daerah di Provinsi Sumatera Barat.” [Working Paper], 2009.

Johansyah, D.A. “Inklusi Keuangan: Memperluas Akses Keuangan

untuk Bikin Rakyat Sejahtera.” Gerai Info-News Letter Bank

Indonesia. Edisi XV, Juni 2011 (Diakses dari http://www.

bi.go.id/NR/rdonlyres/9648CAB6-4807-48C5-8E0FB2C4FA05

D206/26533/GIed15_juni2011_low.pdf)

Kaddu, Michael. “Banking on Change: Breaking the Barriers to

Financial Inclusion.” NPM Platform for inclusive Finance,

Head of Corporate Affairs, Barclays Bank Uganda (Nov 2014)

pp.74

Kharchenko, O. “Financial Literacy in Ukraine: Determinants and

Implications for Saving Behavior”. Kyiv School of Economics,

2011.

Kim, K.A., & Nofsinger, J.R. “Behavioral Finance in Asia.” Pacific-

Basin Finance Journal, 16(1), (2008): 1-7.

Kimbal, Rahel Widiawati, “Modal Sosial dan Ekonomi Industri Kecil:

Sebuah Studi Kualitatif.” h.60, diakses dari http://www.books.

google.co.id/.

240 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Kiryanto, Ryan. “Strategi Implementasi Program Inklusi Keuangan di

Indonesia.” Info Bank, 27 August 2012, diunduh 4 Februari

2015.

Klapper, Jandu, Sintim-Aboagye. “The Little Data Book on Financial

Inclusion.” Finance and Private Sector Development Team of

World Bank, Washington DC, 2012 (diakses dari http://www.

data.worldbank.org/sites/default/files/the-little -data-book-on-

financial-inclusion-2012.pdf).

Kunt-Asli Demirguc dan Leora Klapper. “Measuring Financial Inclu-

sion: Explaining Variation in Use of Financial Services Across

and within Countries.” Brookings Papers on Economic Activity,

(Spring 2013), diunduh 27 Agustus 2014.

Lasmaya, S M. “Pengaruh Sistem Informasi SDM, Kompetensi Dan

Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan.” Jurnal Ekonomi,

Bisnis & Entrepreneurship. Vol.10 (1). 2016

Lusardi, A., & Mitchell, O.S. “Planning and Financial Literacy: How

do Woman Fare? “ National Bereau of Economic Research,

2008.

Mandell, L., & Klein L.S. “Motivation and Financial Literacy.”

Financial Services Review, 16(2), (2007):105.

Moore, D.L. “Survey of Financial Literacy in Washington State:

Knowledge, Behavior, Attitudes, and Experiences.” Washington

State Department of Financial Institutions. 2003.

Morduch, J. “Does Microfinance Really Help The Poor? New

Evidence From Flagship Programs in Bangladesh.” New York:

New York University: Diakses dari: http://www.nyu.edu/

projects/morduch/documents/1998-Does-MF-really-help-the-

poor.pdf

Morshed, SJ Turnovsky. 2004. “Sectoral Adjustment Costs And Real

Exchange Rate Dynamics In A Two-Sector Dependent Eco-

nomy.” Journal of International Economics. http://www.sci

encedirect.com/science/article/pii/ (diunduh, 2 Maret 2014).

Mu’alim, A. & Abidin, Z. (2005). “Profesionalisme Praktisi BMT di

Yogyakarta dan Kabupaten Sleman”, Millah Vol 4 (2), p. 68-

86.

Navickas, Mykolas, Tadas Gudaitis, Emília Krajnakova, “Influence on

Financial Literacy on Management of Personal Finances in A

Young Household”, Verslas: Teorija ir prakTika / Business:

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 241

Theory and pracTice 2014 15(1): 32–40. issn 1648-0627 / eissn

1822-4202, http://www.btp.vgtu.lt.

Nindita, Radyati Maria R. “Keuangan Inklusif Perbankan.” Published

on Universitas Trisakti. MMCSR & MMCE, 2012, diakses dari

http://www.mmcrusakti.org/

Nurawami, Shofia. “Peranan Lembaga Keuangan Mikro dan Kontri-

busi Kredit terhadap Pendapatan Kotor UKM Rumah Tangga

setelah Menjadi Kreditur Studi Kasus BMT Muamalat.” Jurnal

MEDIAGRO 1 Vol 5. No. 2, (2009): 1-11

Obaidulloh, Mohammed dan Amjed Muhammed Salem. “Innovation

in Islamic Microfinance: Lessons from Muslim AID’S Sri

Lanka.” Islamic Microfinance Working Paper Nomor 01(09).

(2008): 14.

Obaidullah, Mohammed. “Role of Microfinance in Poverty Allevia-

tion: Lesson from Experiences in Selected IDB Member Coun-

tries.” Jeddah: Islamic Research & Training Institute (IRTI)-

IDB, 2008.

Panggabean, Riana. “Kerjasama Bank, Koperasi dan Lembaga Keua-

ngan Mikro (LKM) Mendukung Pemberdayaan Usaha Mikro

Kecil dan Menengah (UMKM).” http://www.jurnal.smecda.

com/index.php/infokop/article/view/50/47, diunduh 31 Oktober

2016.

Prayitno, Ujianto Singgih. “Pengaruh Modal Sosial Terhadap Keta-

hanan Keluarga Miskin Di Bantaran Kali Ciliwung,” Jurnal

Aspirasi Vol. 3 No. 2, Desember 2012, h. 134, diakses dari

http://www.jurnal.dpr.go.id/index.php/aspirasi/article/view/271/

211/ tanggal 1 April 2018.

Purnomo M.Antara, dkk. “Bridging Islamic Financial Literacy and

Halal Literacy: The Way Forward in Halal Ecosystem”, Proce-

dia Economics and Finance, Vol. 37, 2016, h.199, diakses dari

http//www.sciencedirect.com, 20 Maret 2019.

Rakhmindyarto dan Syaifullah. “Keuangan Inklusif dan Pengentasan

Kemiskinan. Pegawai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian

Keuangan”. Diakses dari kemenkeu.go.id, 10 September 2017.

Rizki, “The Development of BMT from Year to Year.” 2013, diakses

dari http://www.puskopsyahlampung.com/

Rusby, Zulkifli dkk., “Analisa Permasalahan Baitul Maal Wat Tamwil

(BMT) melalui Pendekatan Analytical Network Process (ANP),”

Jurnal Al-Hikmah Vol. 13, No. 1, April 2016, ISSN 1412-5382.

242 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Sakti, Ali. “Mapping of Conditions and Potential of BMT: Partnership

to Expand the Market and Linkage of Islamic Banking Services

to the Micro Enterprises.” Jurnal al-Muzara’ah, I (1), 2013.

Samah, Asnarulkhadi Abu & Fariborz Aref. “Empowerment as an

Approach for Community Development in Malaysia.” World

Rural Observation, 1(2). (2009): 63-68.

Santoso, Ivan Rahmat. “Peran BMT dalam Pemberdayaan Sektor Riil

Studi Kasus di Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah BMT

HANIVA Imogiri Bantul Yogyakarta.”, diakses dari reposito-

ry.ung.ac.id/get/simlit_res/1/238/, 14 Agustus 2017.

Senjiati, Ifa Hanifia dkk., “Literasi Keuangan Syariah bagi Anak

School Age (Studi Kasus pada Siswa Kelas 2 SD Darul Hikam

Bandung),” Amwaluna, Vol 2 No. 2 Tahun 2018.

Setyawati, I., & Suroso, S. “Sharia Financial Literacy and Effect On

Social Economic Factors (Survey on Lecturer In Indonesia)".

International Journal Of Scientific and Technology Research,

2016.

Siswanto. “Strategi Pengembangan Baitul Maal Wattamwil (BMT)

Dalam Memberdayakan Usaha Kecil dan Menengah.” Tesis

pada Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, 2009.

Situmorang, Jannes. (tt). “Kaji Tindak Peningkatan Peran Koperasi

dan UM Sebagai Lembaga Keuangan Alternatif”. Laporan

penelitian tentang aspek kelembagaan dan keuangan usaha

BMT di 9 (sembilan) propinsi yang meliputi: Sumatera Selatan,

Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa

Timur, Bali, NTB dan Sulawesi.” Diakses dari http://www.

scribd.com/doc/39146258/BMT-UMK. tanggal 5 Maret 2018.

Soetrisno, Noer. “Ekonomi Rakyat Usaha Mikro dan UKM dalam

Perekonomian Indonesia, Sumbangan untuk Analisis Struktu-

ral”. STEKPI, Jakarta, 2005. Diakses dari http://www.fornas

lpumkm.wordpress.com/ tanggal 31 Maret 2018.

Sriyana, Jaka dan Raya, Fitri “Peran BMT dalam Mengatasi Kemis-

kinan di Kabupaten Bantul”, Inferensi, Jurnal Penelitian Sosial

Keagamaan, Vol. 7, No. 1, Juni 2013: 29-50, OJS, diakses 25

Maret 2019.

Staschen, Stefan. “Regulation and Supervision of Microfinance Insti-

tutions: State of Knowledge.” Eschborn: GTZ, 1999.

Suryawati, C. “Memahami Kemiskinan Secara Multidimensi.” Jurnal

Agroekonomi Vol. 08(03), September 2005.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 243

Suhendi, Hendi. “Strategi Optimalisasi Peran BMT Sebagai Pengge-

rak Sektor Usaha Mikro.” 2009. h.9 http://www.fe.unpad.ac.id/

forumdekan2009/downloads/p_hendi.pdf/. (diakses tanggal 5

Maret 2018.

Susilo, Edi. “Mengentaskan Kemiskinan dan Kebodohan Umat

melalui Inklusi Keuangan Syariah (Shariah Financial Inclusi-

on).” Proceeding Seminar Nasional dan Call for Paper “Mem-

bangun Indonesia Berbasis Nilai-nilai Agama” diselenggarakan

oleh ADPISI (Asosiasi Dosen Pendidikan Islam Indonesia) di

UNAIR, Surabaya 19-20 November 2015. Diakses dari https://

www.researchgate.net/.

Tjokrowinoto, Moeljarto. “Strategi Alternatif Pengentasan Kemis-

kinan.” Makalah untuk Seminar Bulanan P3PK UGM, atau

dalam kumpulan makalah “Kemiskinan dan Kesenjangan di

Indonesia (Yogyakarta: Aditya Media), (1993): 34-35.

Vitt, L.A.Andersen, C. Kent, J., Lyter, D.M., Siegenthaler, J.K., &

Ward, J. “Personal Finance and The Rush to Competence:

Financial Literacy Education in the US National Field Study

Commissioned by The Fannie Mae Foundation. “ Institute for

Socio-Financial Studies, 2000.

Waldman, Michael. “The Signaling Role of Promotion: Further

Theory and Empirical Evidence.” Journal of Labor Economic,

30(1), 2012.

Wibowo, Pungky. “Branchless Banking Setelah Multilicense: Anca-

man atau Peluang bagi Perbankan Nasional.” Bank Indonesia.

Jakarta. 2013.

Worthington, A.C. “Predicting Financial Literacy in Australia.”

Financial Services Review, (2006): 57-59.

C. Internet dan Lainnya

Booklet Keuangan Inklusif diunduh dari http://www.academia.

edu/10616062, diakses tanggal 3 Agustus 2016.

Data Induk Koperasi Syariah (Inkopsyah) per Oktober 2016, diambil

dari http://www.indukbmt.co.id/

Financial Inclusion Jadi Isu Global. Majalah Gemari XII/Edisi

131/Desember 2011.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, http://www.kbbi.id/

Laporan Global Financial Inclusion Index (Findex), 2012

244 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Laporan Tahunan Bank Indonesia Tahun 2011, diunduh dari

http://www.bi.go.id, diunduh tanggal 3 Agustus 2016

M. Dawam Rahardjo, Inklusi Finansial, Kompas, 6 Januari 2014,

diunduh tanggal 4 Februari 2015

Master Card, Mastercard Financial Literacy Index. Survei Nasional

Literasi Keuangan, EPK, 2014.http://ratihsurachman.com/2014/

09/29/epk-ojk-survei- nasional-literasi-keuangan/, 2013.

Pristiyanto, “Literasi dan Penumbuhan Usaha Simpan Pinjam dan

Pembiayaan Syariah”, Paparan dalam roadshow Divisi Pembia-

yaan Syariah di Kabupaten Madura. 2017

Republika.co.id. 2015, Sunday, March 22nd

. Indonesia BMT Assets

Reach Rp 4.7 Trillion.

Sailer, Arie. “Dasar Operasional dan Kelembagaan BMT”, http://

www.bilismera.com/2015/12/dasar-operasional-dan-kelemba

gaan-bmt.html.

Statistik Perbankan Indonesia, Oktober 2014, http://www.bi.go.id/

diunduh tanggal 2 Januari 2015.

Statistik Perbankan Syariah, April 2015, http://www.bi.go.id/ diunduh

27 April 2015.

Syaifullah, D. R. (tt). Keuangan Inklusif dan Pengentasan Kemis-

kinan. Pegawai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keua-

ngan.

Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia,

Konsep, Produk dan Implementasi Operasional Bank Syariah,

(Jakarta: Djambatan, 2001), hal. 180.

Undang-undang No.01 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan

Mikro.

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

Wahyudi S., S., & Malik, N., Peran Pembiayaan Perbankan Syariah

Terhadap Peningkatan Keunggulan Kompetitif Sektor UMKM,

2013, http://www.ojk.go.id/, Bahan Seminar OJK di Kendari

tentang Literasi, Edukasi dan Inklusi Keuangan, diunduh

tanggal 3 Agustus 2016.

http://www.gpfi.org/GlobalPartnership for Financial Inclusion

http://www.cgap.org/

http://www.bankingabout.com/

http://www.p2kp.org, konsep Social Capital

http://www.theindonesiainstitute.org/Teori Human Capital

http://www.glosaribusiness.com/

245

GLOSARI

al-maqasid al-syariah : tujuan-tujuan yang hendak dicapai

dari suatu penetapan hukum.

al-Qard al-Hasan

: pinjaman mengandung unsur ke-

bajikan (pertolongan), tanpa me-

ngenakan bagi hasil.

APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara

Asuransi mikro (Takaful

Mikro)

: lembaga asuransi bertujuan mem-

berikan manfaat perlindungan da-

sar atas risiko yang sangat umum

dihadapi oleh masyarakat ber-

penghasilan rendah. Selain itu,

produk asuransi mikro memiliki

polis, fitur dan proses administrasi

yang sederhana dan mudah dipa-

hami oleh semua masyarakat.

AFI (Association of

Financial Inclusion)

: organisasi terkemuka di dunia ten-

tang kebijakan dan regulasi inklu-

si keuangan. jaringan yang dimili-

ki anggota, kami mempromosikan

dan mengembangkan solusi kebi-

jakan berbasis bukti yang mening-

katkan kehidupan orang miskin

melalui kekuatan inklusi keua-

ngan.

APEC : Asia Pacific Economic Commu-

nity, masyarakat ekonomi Asia

Pasifik.

246 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

ASEAN : Association South East Asia Nati-

on, merupakan organisasi negara-

negara di wilayah Asia Tenggara.

BI : Bank Indonesia

BKF : Badan Kebijakan Fiskal Kemente-

rian Keuangan: unsur penunjang

di Kementerian Keuangan Repub-

lik Indonesia yang mempunyai

tugas melaksanakan analisis di

bidang kebijakan fiskal.

BMT : Baitul Maal wat Tamwil.

Branchless Banking : kegiatan menyediakan layanan

perbankan dan/atau layanan keua-

ngan lainnya yang dilakukan tidak

melalui jaringan kantor, namun

melalui kerjasama dengan pihak

lain dan perlu didukung dengan

penggunaan sarana teknologi in-

formasi.

Channel Barrier : hambatan berupa keterbatasan

sarana.

Demand : jumlah permintaan yang dilaku-

kan oleh konsumen atau masya-

rakat terkait dengan barang atau

jasa tertentu, pada kondisi harga

tertentu dan pada waktu tertentu.

Design Product Barrier : Hambatan berupa produk yang

tidak sesuai dengan kebutuhan.

Dewan Pengawas Syariah

(DPS)

: ahli syariah yang diangkat oleh

Rapat Umum Pemegang Saham

atas rekomendasi Majelis Ulama

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 247

Indonesia, dengan tugas membe-

rikan nasihat dan saran kepada

direksi serta mengawasi kegiatan

perusahaan agar sesuai dengan

prinsip syariah.

Financial Inclusion (FI) : suatu gerakan yang berupaya

untuk membuka akses layanan

perbankan yang seluas-luasnya

bagi masyarakat khususnya yang

sampai saat ini belum meman-

faatkan jasa layana perbankan.

GFII : Global Financial Inclusion Index.

GPFI : Global Partnership of Financial

Inclusion.

G-20 : Government 20, perkumpulan

negara-negara maju.

Human Development Index

(HDI)

: Indeks Pembangunan Manusia/

IPM.

Information Barrier : Hambatan berupa informasi yang

terbatas.

Index Financial Literacy

(IFL)

: Indeks Literasi Keuangan yaitu

tingkat pemahaman masyarakat

terhadap produk keuangan.

Irresponsible Finance : lembaga keuangan yang tidak

bertanggung jawab.

KJKS : Koperasi Jasa Keuangan Syariah.

Koperasi yang kegiatan usahanya

bergerak di bidang pembiayaan,

investasi dan simpanan sesuai

pola bagi hasil (syariah).

248 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Lembaga keuangan mikro

(LKM)

: lembaga keuangan yang khusus

didirikan untuk memberikan jasa

pengembangan usaha dan pem-

berdayaan masyarakat, baik mela-

lui pinjaman atau pembiayaan

dalam usaha skala mikro kepada

anggota dan masyarakat, pengelo-

laan simpanan, maupun pembe-

rian jasa konsultasi pengemba-

ngan usaha yang tidak semata-

mata mencari keuntungan.

Lembaga Keuangan Mikro

Syariah (LMKS)

: lembaga keuangan yang khusus

didirikan untuk memberikan jasa

pengembangan usaha dan pem-

berdayaan masyarakat, baik me-

lalui pinjaman atau pembiayaan

dalam usaha skala mikro kepada

anggota dan masyarakat, pengelo-

laan simpanan, maupun pembe-

rian jasa konsultasi pengemba-

ngan usaha yang tidak semata-

mata mencari keuntungan. LKM

ini menggunakan prinsip syariah

dalam operasionalnya.

OJK : Otoritas Jasa Keuangan.

Price Barrier : Biaya/harga yang mahal.

Profit Oriented : berorientasi pada keuntungan.

Profit Maximization : Memaksimalkan keuntungan.

RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional; Dokumen

perencanaan pembangunan untuk

periode lima tahunan.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 249

Shadow Banking : lembaga yang bertindak mirip

dengan bank biasa yakni dengan

cara mengambil uang dari inves-

tor (giran, penabung) dan memin-

jamkannya kepada peminjam

(kreditur), tetapi tidak diatur oleh

peraturan atau pengawasan yang

sama (layaknya pada sebuah

bank). Shadow banks dapat men-

cakup lembaga keuangan seperti

reksadana pasar uang, hedge fund,

perusahaan pembiayaan, dan

broker/dealer.

SNKI : Strategi Nasional Keuangan

Inklusif Strategi dalam konteks

nasional untuk meningkatkan

keuangan inklusif bagi masya-

rakat.

Supply : Jumlah yang ditawarkan oleh pro-

dusen pada tingkat harga tertentu

dan harga tertentu.

Survey Neraca Rumah

Tangga (SNRT)

: Kajian data ekonomi rumah tang-

ga yang terpadu dan konsisten.

Neraca tersebut menggambarkan

aktivitas ekonomi yang dilakukan

rumah tangga, mencakup aktivitas

produksi, konsumsi dan investasi.

TNP2K : Tim Nasional Percepatan Penang-

gulangan Kemiskinan. Tim yang

dibentuk di bawah kendali Sekre-

tariat Wakil Presiden dalam ranka

menangani percepatan penanggu-

langan kemiskinan di Indonesia.

250 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

User Oriented Firm : perusahaan yang berorientasi

kepada kepentingan konsumen/

pengguna.

UMKM : Usaha Mikro Kecil Menengah.

Unbanked : kondisi masyarakat yang tidak

dapat menjangkau bank/tidak

sesuai dengan kriteria perbankan.

251

DAFTAR INDEKS

A

A. Djazuli · 91

ABSINDO · 86, 96

account · 12, 168, 171

account officer · 171

akses keuangan · 2, 11, 42, 49, 100,

103, 159

Aksesibilitas · 147

Al Anood Bin · 73

Al- Jibaal · 112

Ali Sakti · 86, 87, 88, 160, 178, 210

Almenberg · 73

altruism · 185

American Institute of Certified Public

Accountants · 237

analisis deskriptif · 18

Analytic Network Process · 15, 26, 28,

191, 237

Andri Soemitra · 90, 91

APEX · 19, 86, 87, 149, 154

Arrondel · 73

Arshad · 63, 73, 238

ASEAN · 3, 74, 246

ASKOPINDO · 96

assymetric information · 37, 225

At-Tirmidzi · 84

B

Badan Kredit Desa · 77, 80

Badan Pusat Statistik · 25, 128

Baitul Maal wat Tamwil · 9, 14, 15,

20, 88, 89, 90, 164, 246, 257, 260

bank konvensional · 5, 12

Bank Syariah · 18, 84, 85, 159, 160,

161, 162, 194, 244

Bank Umum Syariah · 9

bankable · 48, 135, 159

Bashir · 63, 73, 238

basic concept · 74

Berkah Madani · 107, 108, 109, 110,

141, 150, 152, 153, 154, 173

Bhushan · 61, 62, 66, 73

Bina Usaha Sejahtera · 110, 111, 112,

122, 123, 141, 150, 152, 154, 163,

172, 173

BMT CENTER · 86

BMT Syariah Riyal · 116, 117, 120,

137, 141, 152, 154, 168, 173

borrowing concept · 74

Bourdieu · 184

Buchori NS · 91, 235

C

cashflow · 116, 136, 154

CGAP-GPFI · 7, 40, 41

Chambers · 133

chanelling · 87, 118, 160

channel sharing · 187

Chen · 60, 74, 238

collateral · 12, 93

D

Darsono · 82, 83, 87, 88, 235

Debbich · 73

Dependence condition · 29

depreviation trap · 133

Dimensi Keuangan Inklusif · 49

Dimensi Kualitas · 52

Dimensi Penggunaan · 50

Direktorat Pembiayaan · 79, 99

Dompet Dhuafa · 86, 142

Dreber · 73

Durkheim · 24

252 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

E

Economic capacity · 34, 195, 294, 298,

302, 306, 311, 316, 321, 327, 331,

336, 341, 346, 351, 356, 361, 366

Economic capital · 144, 145

Edi Susilo · 18, 133, 162

Edukasi Keuangan · 47

Emília Krajnakova · 126, 240

empowerment · 42

equality based · 82

equitable · 7

executing · 87

F

fa’y · 59

Faidal · 78, 79, 238

faktor internal · 11, 15, 17, 18, 21, 232

Fasilitas Keuangan Publik · 47

FATF · 7, 40, 41, 42

Financial assets · 132

Financial capacity · 34, 195, 294, 298,

302, 306, 311, 316, 321, 327, 331,

336, 341, 346, 351, 356, 361, 366

Financial Capital · 145

financial exclusion · 45, 46

financial inclusion · 6, 39, 42

financial intermediary · 90

financial satisfaction · 74

Financial Service Review · 60

Fiqih Apriadi · 190

Fonseca · 73

Fukuyama · 185

fungsi intermediasi · 140

G

Geometric mean · 32

Global Financial Inclusion Index · 2,

7, 243, 247

Global Financial Index · 6

Global Partnership of Financial

Inclusion · 3, 247

Grameen Bank · 14, 80, 202

group lending · 138, 163, 169, 170,

202, 225, 232

Gudaitis · 126, 240

H

hambatan nonharga · 5

Hascaryani · 185, 186

Hassan Al-Tamimi · 73

Homogenitas · 28

Houston · 60, 62, 64, 74

Hudson · 60

Human assets · 131

human capital · 143

Human Development Index · 6, 247

Hung · 62, 74, 239

I

indeks inklusi keuangan · 53

indepth interview · 25, 31, 262

individual lending · 162, 169, 170, 232

Indrawati · 67

Induk Koperasi Syariah

(INKOPSYAH) · 86

Inklusi keuangan · 1, 4, 5, 6, 7, 53, 101

irresponsible finance · 6

Islamic Microfinance · 13, 16, 81, 237,

241

Islamic Research & Training Institute ·

76, 241

J

J. Morduch · 76

joint financing · 87

K

Kaestner · 65

Kaly · 60

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 253

Kebijakan Keuangan Inklusif · 39, 45,

100

Kelompok Swadaya Masyarakat · 15,

77, 80

Kementerian Koperasi dan UMKM ·

95, 142, 144, 147

kesenjangan · 3, 6, 12, 17, 49, 83

keuangan mikro · 8, 9, 11, 13, 16, 17,

18, 20, 21, 22, 38, 42, 65, 75, 76,

77, 78, 79, 80, 81, 82, 83, 95, 96,

112, 117, 124, 138, 140, 141, 149,

159, 161, 162, 164, 165, 178, 179,

181, 194, 196, 202, 207, 208, 212,

220, 221, 224, 225, 227, 228, 230,

232, 233, 234, 248

Kharchenko · 64, 73, 239

Klapper · 1, 2, 16, 17, 240

Klein · 63, 73, 240

Knowledge capacity · 34, 193, 294,

298, 302, 306, 311, 316, 322, 327,

331, 336, 341, 346, 351, 356, 361,

366

Knowledge Capital · 145

Konsistensi · 28, 34, 210, 276, 283,

284, 298, 299, 303, 307, 308, 312,

313, 317, 318, 322, 323, 327, 328,

332, 333, 337, 338, 342, 343, 347,

348, 352, 353, 357, 358, 362, 363,

367, 368

Koperasi konvensional · 138, 139

Koperasi Simpan Pinjam · 8, 15, 77,

80, 143, 195, 205, 209, 236

Kredit Usaha Rakyat · 76, 238

Krishna · 60, 66

KSPPS · 34, 35, 36, 95, 142, 143, 144,

146, 147, 155, 156, 157, 158, 163,

164, 205, 209, 216, 263, 264, 265,

266, 267, 268, 269, 270, 271, 272,

273, 274, 275, 276, 277, 279, 280,

281, 282, 284, 285, 286, 288, 289,

290, 292, 293, 294, 295, 297, 299,

303, 308, 313, 318, 323, 328, 333,

338, 343, 348, 353, 358, 363, 368

Kualitas · 58, 144, 148, 173, 202

kuantifikasi model · 31

Kuantitas · 147

kuesioner · 23, 25, 26, 30, 31, 38, 121,

190, 262

L

LAZ · 141, 142

Lembaga Dana Kredit Pedesaan · 80

Lembaga Dana Kredit Perbankan · 77

Lembaga Penjamin Simpanan · 37,

158, 223, 229

linkage program · 18

LKM · 8, 16, 75, 76, 77, 78, 79, 80,

81, 82, 84, 87, 94, 96, 132, 133,

205, 212, 238, 241, 248

local wisdom · 20

low income trap · 6

LPDB-KUMKM · 155

Lusardi · 60, 63, 73, 240

M

Mandell · 63, 73, 240

Manfaat · 56, 123, 148, 173

marketer · 118, 120

Medury · 61, 62, 66, 73

Mitchell · 73, 240

mobile transaction · 154

Moelyarto · 134

Mohamad Heykal · 181, 183

Mohammed Obaidullah · 13, 76

money laundring · 41

Moore · 63, 240

moral hazard · 79, 163, 202

mu’amalah · 93

Mudharabah · 84, 111, 115, 166, 167

Mudharib · 160

Muhammad Ridwan · 88, 89, 90, 91,

93, 94, 191

Muhammad Sri Wahyudi · 160

Mullen · 73

Multiple Criteria Decision Making · 26

murabahah · 12, 14, 16, 59, 84, 108,

109, 111, 112, 114, 119, 123, 125,

138, 139, 143, 149, 169, 170, 171,

178, 232

mustahik · 139, 140

Musyarakah · 111, 115

254 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

N

Natural assets · 130

Navickas · 126, 240

Nazarudin Malik · 160

Nazir · 63, 73, 238

Non Performing Financing · 162

Non Performing Loan · 162

Nurul Huda · 181, 183

O

OECD · 3, 7, 62

Otoritas Jasa Keuangan · 18, 25, 39,

61, 68, 95, 209, 221, 248

P

Pairwise comparison · 32

panduan wawancara · 23

pelayanan perbankan · 1

Pembiayaan Mikro · 119

pemerataan pendapatan · 1

penelitian kualitatif · 23, 27

pengentasan kemiskinan · 1, 14, 125,

133, 135, 160, 263, 264, 265, 266,

267, 268, 269, 270, 271, 272, 273,

274, 275, 277, 278, 279, 281, 282,

283, 285, 286, 287, 289, 290, 291,

293, 294, 295, 296

Peraturan Bank Indonesia · 10

Permodalan Nasional Madani · 86

pertumbuhan ekonomi · 1, 5, 6, 13, 20,

22, 25, 62, 75, 100, 102, 132, 143,

232

Physical assets · 131

pooling of funds · 156

Poverty Alleviation · 14, 16, 237, 238

Prioritas · 28, 29, 30, 54, 192, 193,

197, 198, 200, 201, 203, 204, 205,

206, 207, 208, 210, 211, 212, 214,

215, 216, 217, 218, 219, 223

Pristiyanto · 99, 139, 142, 143, 244

profit and loss sharing · 82, 114

protection concept · 74

prudential banking · 135

Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil ·

86, 91, 96

Pusat Koperasi Syariah · 86

Q

qard al-hasan · 5

R

Rakhmindyarto · 135, 241

Ramadhan Khamis Al-Gharib · 96

Rasio Gini · 128

Rater agreement · 32

religiosity · 74

Remund · 61, 65

rentenir · 9, 21, 56, 150, 154, 174, 181,

182, 202, 224, 258

Reserve Bank of India · 7, 40, 41

Resiprokal · 28

retirement plan intention · 74

return sharing · 184

risk preference · 74

Rofaida · 66

RPJMN · 57, 248

S

Sari · 66

Savignac · 73

Saving Ledd microfinance · 80

saving/investment concept · 74

sektor keuangan informal · 13

Sektor Riil · 78, 79, 141, 175, 238, 242

self regulation · 163

Servon · 65

shadow banking · 6

Shariah Financial Inclusion · 133, 162

skala numerik · 31

SLKNI · 67

Social assets · 132

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 255

Social capacity · 34, 294, 298, 302,

306, 311, 316, 322, 327, 331, 336,

341, 346, 351, 356, 361, 366

social capital · 143, 169

Social Inclusion · 179, 225, 315, 316,

317, 318, 319, 320

Spiritual capacity · 34, 295, 298, 302,

306, 311, 316, 322, 327, 331, 336,

341, 346, 351, 356, 361, 366

Spiritual Capital · 144

stakeholder · 35, 67, 92, 107, 208, 214,

224, 226, 278, 297, 302, 306, 311,

316, 321, 326, 331, 336, 341, 346,

351, 356, 361, 365

super decision · 32

supermatriks · 29, 30, 32

Survei Neraca Rumah Tangga · 2

Suryawati · 130, 242

sustainabilitas BMT · 17

Syafi’i Antonio · 180

Syaifullah · 135, 241, 244

T

Tabungan siswa · 119

Tadas · 126, 240

Tamara · 119

Tamkin · 96, 97, 137, 236

Taofik Hidajat · 62, 64

technical assistance · 160

The bottom of pyramid · 8

the lender of the last resort · 87

Tim Nasional Percepatan

Penanggulangan Kemiskinan · 3,

44

trickle down effect · 137

triple helix · 187, 188

trust · 184, 185, 186

U

UMKM · 5, 10, 11, 48, 49, 54, 58, 65,

68, 73, 76, 78, 79, 80, 81, 95, 135,

136, 142, 144, 146, 147, 154, 155,

159, 160, 161, 162, 164, 180, 186,

187, 188, 197, 210, 233, 237, 238,

241, 244, 250

unbanked · 6, 8, 42, 48

Unit Simpan Pinjam · 15, 77, 209

urban · 120, 127, 133, 178, 179, 186

V

Volpe · 60, 74, 238

Vush · 60

W

wadiah · 113, 115, 119, 123

Weber · 24

well literate · 22, 68, 172

Widyawati · 60

workplace-based financial literacy · 68

Worthington · 63, 73, 243

Y

Yandi Janwari · 91

Yulizar D. Sanrego · 96, 97, 137

Z

Zamarro · 73

ZISWAHID · 89

256

Lampiran 1: Panduan Wawancara

INDEPTH INTERVIEW GUIDE |

PANDUAN WAWANCARA MENDALAM

Implementasi Kebijakan Inklusi dan Literasi Keuangan pada

Baitul Maal wat Tamwil (BMT)

A. Untuk Pengelola BMT

Nama BMT:

________________________________________________________

Alamat:

________________________________________________________

NASKAH PENGANTAR | TUJUAN WAWANCARA (5 minutes) Kita menyadari bahwa masalah inklusi dan literasi keuangan

merupakan bagian yang penting dalam rangka meningkatkan keterli-

batan masyarakat dalam lembaga keuangan.

Kami tertarik untuk mengetahui pandangan Bapak/Ibu menge-

nai masalah ini dan bagaimana masalah ini berlangsung di tempat

kerja Bapak/Ibu.

Kami berharap Bapak/Ibu dapat meluangkan waktu untuk

mendiskusikan masalah ini.

NASKAH PENGANTAR | PERKENALAN (5 minutes) Dapatkah Bapak/Ibu menerangkan nama dan sedikit keterangan

tentang diri anda, alamat dan tempat tinggal, tugas dan jabatan dalam

pengelolaan BMT, sebagai perkenalan.

WAWANCARA | PENGALAMAN PELAKSANAAN (10

minutes) Dapatkah kita membicarakan tugas-tugas Bapak/Ibu dalam

pengelolaan BMT?

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 257

WAWANCARA | PANDANGAN UMUM TENTANG INKLUSI

DAN LITERASI KEUANGAN (15 minutes) Dapatkah Bapak/Ibu menerangkan bagaimana peran BMT

dalam membantu pemerintah meningkatkan inklusi dan literasi keua-

ngan?

Menurut Bapak/Ibu hal-hal utama apa yang menyebabkan kon-

disi masyarakat banyak yang masih enggan berhubungan dengan

lembaga keuangan formal?

a. Faktor internal BMT:

1) Apakah karena faktor pemahaman sistem?

2) Apakah karena faktor produk?

3) Apakah karena pelayanan yang kurang?

4) Apakah karena modal kurang?

b. Faktor Eksternal:

1) Rendahnya pendapatan masyarakat

2) Takut berhubungan dengan lembaga keuangan

3) Administrasi dan persyaratan di lembaga keuangan terlalu

banyak dan memakan waktu

4) Adanya rentenir yang menawarkan cara cepat dan gampang

WAWANCARA | DESKRIPSI KEBIJAKAN INKLUSI DAN

LITERASI KEUANGAN SAAT INI (15 minutes)

1. Dapatkah Bapak/Ibu membicarakan dukungan BMT terhadap

kebijakan inklusi dan literasi keuangan?

2. Bagaimana penilaian Bapak/Ibu terhadap unsur pendukung

pelaksanaan kebijakan inklusi dan literasi di tingkat BMT,

apakah itu dalam hal:

a. Kesiapan sistem

b. Personal

c. Modal

d. Jaringan kantor

e. Agen

f. Kerjasama dengan pihak lain

258 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

3. Terkait dengan visi dan misi BMT yang bapak pimpin apakah

relevan kebijakan inklusi dan literasi ini serta sejalan dengan

prinsip syariah yang menjadi salah satu hal yang harus dipatuhi

BMT?

4. Bagaimana menyelaraskan prinsip kepatuhan pada syariah dan

keinginan meningkatkan jumlah nasabah, dana dan pembiayaan

yang disalurkan?

5. Apa saja program BMT dalam meningkatkan keberdayaan eko-

nomi dan kehidupan sosial masyarakat sekitar?

6. Apakah Bapak/Ibu percaya dan yakin dengan program dan

kegiatan BMT saat ini dapat membantu meningkatkan kesejah-

teraan masyarakat sekitar?

7. Kendala apa yang dihadapi dalam mencapai tujuan pemberda-

yaan masyarakat sekitar?

WAWANCARA | MANFAAT KEBIJAKAN MENURUT HARA-

PAN PENGELOLA BMT (15 minutes)

1. Bagaimana harapan Bapak/Ibu atas pelaksanaan kebijakan

tersebut?

2. Bagaimana mekanisme atau cara meningkatkan keterlibatan

masyarakat di lembaga keuangan menurut Bapak/Ibu?

PENUTUP | RINGKASAN (10 minutes)

1. Kita sudah membicarakan tentang pelaksanaan manajemen

BMT dan harapan Bapak/ Ibu terhadap pelaksanaan kebijakan

inklusi dan literasi keuangan. Sebelum wawancara ini diakhiri,

mungkin Bapak/Ibu ada saran-saran terkait kebijakan ke depan?

2. Terimakasih atas informasi dan partisipasi Bapak/Ibu.

259

INDEPTH INTERVIEW GUIDE |

PANDUAN WAWANCARA MENDALAM

Implementasi Kebijakan Inklusi dan Literasi Keuangan pada

Baitul Maal wat Tamwil (BMT)

B. Akademisi/Pembuat Kebijakan

NASKAH PENGANTAR | TUJUAN WAWANCARA (5 minutes) Kita menyadari bahwa masalah inklusi dan literasi keuangan

merupakan bagian yang penting dalam rangka meningkatkan keterli-

batan masyarakat dalam lembaga keuangan.

Kami tertarik untuk mengetahui pandangan Bapak/Ibu menge-

nai masalah ini dan harapan Bapak/Ibu terkait masalah tersebut ke

depan.

Kami berharap Bapak/Ibu dapat meluangkan waktu untuk men-

diskusikan masalah ini.

NASKAH PENGANTAR | PERKENALAN (5 minutes) Dapatkah Bapak/Ibu menerangkan nama dan sedikit keterangan

tentang diri anda, alamat dan tempat tinggal, pekerjaan, sebagai perke-

nalan.

Nama : ____________________________

Pekerjaan : ____________________________

Alamat : ____________________________

1. Apakah Tujuan Kebijakan Literasi dan Inklusi Keuangan yang

dilakukan OJK menurut Anda?

2. Faktor yang mendukung keberhasilan kebijakan tersebut:

a. Infrastruktur

b. System

c. Aplikasi

d. Kantor

e. Kerjasama

f. SDM

g. ………….

260 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

3. Idealnya suatu BMT harus didukung oleh apa saja agar efektif

dalam mendukung kebijakan tersebut?

.............................

4. Strategi apa yang memungkinkan dilakukan BMT dengan kondisi

saat ini agar keuangan inklusif meningkat?

.............................

5. Seberapa yakin bapak/Ibu tentang kiprah BMT dalam mening-

katkan kehidupan masyarakat menjadi lebih sejahtera?

..............................

6. Selain melalui BMT apakah ada hal lain yang dapat dilakukan agar

masyarakat lebih dekat dengan lembaga keuangan?

...........................

PENUTUP | RINGKASAN (10 minutes) 1. Kita sudah membicarakan tentang pelaksanaan manajemen BMT

dan harapan Bapak/ Ibu terhadap pelaksanaan kebijakan inklusi

dan literasi keuangan. Sebelum wawancara ini diakhiri, mungkin

Bapak/Ibu ada saran-saran terkait kebijakan ke depan?

........................................

2. Terimakasih atas informasi dan partisipasi Bapak/Ibu

261

Lampiran 2: KUESIONER ANP

KUESIONER PENELITIAN

INKLUSI DAN LITERASI KEUANGAN PADA BAITUL MAAL

WAT TAMWIL DENGAN METODE ANP (ANALYTICAL

NETWORK PROCESS)

Ykh. Bapak/Ibu Responden

di tempat

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Saya Husnul Khatimah sedang melakukan riset disertasi tentang stra-

tegi peningkatan inklusi dan literasi keuangan pada baitul mal wat tamwil.

Kuesioner ini merupakan kelanjutan dari hasil indepth interview yang telah

Saya lakukan kepada Bapak/Ibu beberapa waktu yang lalu. Setelah disusun

modelling, maka kami hasilkan kuesioner berikut. Kami mohon kesediaan

Bapak/Ibu untuk memberikan penilaian terhadap berbagai aspek berikut

dengan memberikan tanda check list (√) pada pilihan Bapak/Ibu.

Terima kasih yang mendalam atas kerjasama dan partisipasinya.

Wassalam

1. Berdasarkan aspek “penguasaan fiqh Muamalah”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Penguasaan Fiqh Muamalah –

Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Strategi Eksternal

Strategi Internal

2. Berdasarkan aspek “penguasaan fiqh Muamalah”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Penguasaan Fiqh Muamalah –

Strategi Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Dukungan LPS bagi BMT

Inovasi dalam membangun komunitas

Kebijakan yang fair agar BMT leluasa

262 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Penguasaan Fiqh Muamalah –

Strategi Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

bergerak

Kerjasama dengan BE KRAF

Konsep Social inclusion dalam

pengentasan kemiskinan

Memperkecil asymmetric information

Standardisasi IT sistem BMT

Strategi pemasaran produk yang

didukung IT

3. Berdasarkan aspek “penguasaan fiqh Muamalah”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Penguasaan Fiqh Muamalah –

Strategi Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Inovasi produk berbasis branchless

Menjaga karakter BMT yang unik

dibanding LK lainnya

Pelatihan SDM BMT

Penguatan fungsi BMT

Persiapan proses transformasi BMT

menjadi KSPPS/LKMS/LKMS

Merubah mindset pengurus dalam

pengelolaan jasa

Peningkatan benefit kepada

anggota/nasabah

4. Berdasarkan aspek “Penguasaan Produk”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Penguasaan Produk – Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Strategi Eksternal

Strategi Internal

5. Berdasarkan aspek “Penguasaan Produk”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat penga-

ruhnya!

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 263

Penguasaan Produk – Strategi

Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Dukungan LPS bagi BMT

Inovasi dalam membangun komunitas

Kebijakan yang fair agar BMT leluasa

bergerak

Kerjasama dengan BE KRAF

Konsep Social inclusion dalam

pengentasan kemiskinan

Memperkecil asymmetric information

Standardisasi IT sistem BMT

Strategi pemasaran produk yang

didukung IT

6. Berdasarkan aspek “Penguasaan Produk”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Penguasaan Produk – Strategi

Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Inovasi produk berbasis branchless

Menjaga karakter BMT yang unik

dibanding LK lainnya

Pelatihan SDM BMT

Penguatan fungsi BMT

Persiapan proses transformasi BMT

menjadi KSPPS/LKMS/LKMS

Merubah mindset pengurus dalam

pengelolaan jasa

Peningkatan benefit kepada

anggota/nasabah/nasabah

7. Berdasarkan aspek “Economic Capacity”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Economic Capacity – Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Strategi Eksternal

Strategi Internal

8. Berdasarkan aspek “Economic Capacity”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

264 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Economic Capacity – Strategi

Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Dukungan LPS bagi BMT

Inovasi dalam membangun komunitas

Kebijakan yang fair agar BMT leluasa

bergerak

Kerjasama dengan BE KRAF

Konsep Social inclusion dalam

pengentasan kemiskinan

Memperkecil asymmetric information

Standardisasi IT sistem BMT

Strategi pemasaran produk yang

didukung IT

9. Berdasarkan aspek “Economic Capacity”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Economic Capacity – Strategi

Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Inovasi produk berbasis branchless

Menjaga karakter BMT yang unik

dibanding LK lainnya

Pelatihan SDM BMT

Penguatan fungsi BMT

Persiapan proses transformasi BMT

menjadi KSPPS/LKMS/LKMS

Merubah mindset pengurus dalam

pengelolaan jasa

Peningkatan benefit kepada

anggota/nasabah

10. Berdasarkan aspek “Financial Capacity”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Financial Capacity – Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Strategi Eksternal

Strategi Internal

11. Berdasarkan aspek “Financial Capacity”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 265

Financial Capacity – Strategi

Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Dukungan LPS bagi BMT

Inovasi dalam membangun komunitas

Kebijakan yang fair agar BMT leluasa

bergerak

Kerjasama dengan BE KRAF

Konsep Social inclusion dalam

pengentasan kemiskinan

Memperkecil asymmetric information

Standardisasi IT sistem BMT

Strategi pemasaran produk yang

didukung IT

12. Berdasarkan aspek “Financial Capacity”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Financial Capacity – Strategi

Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Inovasi produk berbasis branchless

Menjaga karakter BMT yang unik

dibanding LK lainnya

Pelatihan SDM BMT

Penguatan fungsi BMT

Persiapan proses transformasi BMT

menjadi KSPPS/LKMS/LKMS

Merubah mindset pengurus dalam

pengelolaan jasa

Peningkatan benefit kepada

anggota/nasabah

13. Berdasarkan aspek “Knowledge Capacity”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Knowledge Capacity – Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Strategi Eksternal

Strategi Internal

14. Berdasarkan aspek “Knowledge Capacity”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

266 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Knowledge Capacity – Strategi

Eksternal

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Dukungan LPS bagi BMT

Inovasi dalam membangun komunitas

Kebijakan yang fair agar BMT leluasa

bergerak

Kerjasama dengan BE KRAF

Konsep Social inclusion dalam

pengentasan kemiskinan

Memperkecil asymmetric information

Standardisasi IT sistem BMT

Strategi pemasaran produk yang

didukung IT

15. Berdasarkan aspek “Knowledge Capacity”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Knowledge Capacity – Strategi

Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Inovasi produk berbasis branchless

Menjaga karakter BMT yang unik

dibanding LK lainnya

Pelatihan SDM BMT

Penguatan fungsi BMT

Persiapan proses transformasi BMT

menjadi KSPPS/LKMS/LKMS

Merubah mindset pengurus dalam

pengelolaan jasa

Peningkatan benefit kepada

anggota/nasabah

16. Berdasarkan aspek “Social Capacity”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Social Capacity – Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Strategi Eksternal

Strategi Internal

17. Berdasarkan aspek “Social Capacity”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 267

Social Capacity – Strategi Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Dukungan LPS bagi BMT

Inovasi dalam membangun komunitas

Kebijakan yang fair agar BMT leluasa

bergerak

Kerjasama dengan BE KRAF

Konsep Social inclusion dalam

pengentasan kemiskinan

Memperkecil asymmetric information

Standardisasi IT sistem BMT

Strategi pemasaran produk yang

didukung IT

18. Berdasarkan aspek “Social Capacity”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Social Capacity – Strategi Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Inovasi produk berbasis branchless

Menjaga karakter BMT yang unik

dibanding LK lainnya

Pelatihan SDM BMT

Penguatan fungsi BMT

Persiapan proses transformasi BMT

menjadi KSPPS/LKMS

Merubah mindset pengurus dalam

pengelolaan jasa

Peningkatan benefit kepada

anggota/nasabah

19. Berdasarkan aspek “Spiritual Capacity”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Spiritual Capacity – Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Strategi Eksternal

Strategi Internal

20. Berdasarkan aspek “Spiritual Capacity”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Spiritual Capacity – Strategi

Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Dukungan LPS bagi BMT

Inovasi dalam membangun komunitas

Kebijakan yang fair agar BMT leluasa

268 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Spiritual Capacity – Strategi

Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

bergerak

Kerjasama dengan BE KRAF

Konsep Social inclusion dalam

pengentasan kemiskinan

Memperkecil asymmetric information

Standardisasi IT sistem BMT

Strategi pemasaran produk yang

didukung IT

21. Berdasarkan aspek “Spiritual Capacity”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Spiritual Capacity – Strategi

Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Inovasi produk berbasis branchless

Menjaga karakter BMT yang unik

dibanding LK lainnya

Pelatihan SDM BMT

Penguatan fungsi BMT

Persiapan proses transformasi BMT

menjadi KSPPS/LKMS/LKMS

Merubah mindset pengurus dalam

pengelolaan jasa

Peningkatan benefit kepada

anggota/nasabah

22. Berdasarkan aspek “Spiritual Capacity”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Spiritual Capacity – Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Strategi Eksternal

Strategi Internal

23. Berdasarkan aspek “Spiritual Capacity”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Spiritual Capacity – Strategi

Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Dukungan LPS bagi BMT

Inovasi dalam membangun komunitas

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 269

Spiritual Capacity – Strategi

Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Kebijakan yang fair agar BMT leluasa

bergerak

Kerjasama dengan BE KRAF

Konsep Social inclusion dalam

pengentasan kemiskinan

Memperkecil asymmetric information

Standardisasi IT sistem BMT

Strategi pemasaran produk yang

didukung IT

24. Berdasarkan aspek “Spiritual Capacity”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Spiritual Capacity – Strategi

Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Inovasi produk berbasis branchless

Menjaga karakter BMT yang unik

dibanding LK lainnya

Pelatihan SDM BMT

Penguatan fungsi BMT

Persiapan proses transformasi BMT

menjadi KSPPS/LKMS/LKMS

Merubah mindset pengurus dalam

pengelolaan jasa

Peningkatan benefit kepada

anggota/nasabah

25. Berdasarkan aspek “Intermediasi keuangan”, bandingkan elemen-ele-

men pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Intermediasi keuangan – Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Strategi Eksternal

Strategi Internal

26. Berdasarkan aspek “Intermediasi keuangan”, bandingkan elemen-ele-

men pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

270 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Intermediasi keuangan – Strategi

Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Dukungan LPS bagi BMT

Inovasi dalam membangun komunitas

Kebijakan yang fair agar BMT leluasa

bergerak

Kerjasama dengan BE KRAF

Konsep Social inclusion dalam

pengentasan kemiskinan

Memperkecil asymmetric information

Standardisasi IT sistem BMT

Strategi pemasaran produk yang

didukung IT

27. Berdasarkan aspek “Intermediasi keuangan”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Intermediasi keuangan – Strategi

Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Inovasi produk berbasis branchless

Menjaga karakter BMT yang unik

dibanding LK lainnya

Pelatihan SDM BMT

Penguatan fungsi BMT

Persiapan proses transformasi BMT

menjadi KSPPS/LKMS/LKMS

Merubah mindset pengurus dalam

pengelolaan jasa

Peningkatan benefit kepada

anggota/nasabah

28. Berdasarkan aspek “kesejahteraan anggota/nasabah”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

kesejahteraan anggota/nasabah –

Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Strategi Eksternal

Strategi Internal

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 271

29. Berdasarkan aspek “kesejahteraan anggota/nasabah”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

kesejahteraan anggota/nasabah –

Strategi Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Dukungan LPS bagi BMT

Inovasi dalam membangun komunitas

Kebijakan yang fair agar BMT leluasa

bergerak

Kerjasama dengan BE KRAF

Konsep Social inclusion dalam

pengentasan kemiskinan

Memperkecil asymmetric information

Standardisasi IT sistem BMT

Strategi pemasaran produk yang

didukung IT

30. Berdasarkan aspek “kesejahteraan anggota/nasabah”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

kesejahteraan anggota/nasabah –

Strategi Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Inovasi produk berbasis branchless

Menjaga karakter BMT yang unik

dibanding LK lainnya

Pelatihan SDM BMT

Penguatan fungsi BMT

Persiapan proses transformasi BMT

menjadi KSPPS/LKMS

Merubah mindset pengurus dalam

pengelolaan jasa

Peningkatan benefit kepada

anggota/nasabah

31. Berdasarkan aspek “pemberdayaan ekonomi”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

pemberdayaan ekonomi – Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Strategi Eksternal

Strategi Internal

272 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

32. Berdasarkan aspek “pemberdayaan ekonomi”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

pemberdayaan ekonomi – Strategi

Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Dukungan LPS bagi BMT

Inovasi dalam membangun komunitas

Kebijakan yang fair agar BMT leluasa

bergerak

Kerjasama dengan BE KRAF

Konsep Social inclusion dalam

pengentasan kemiskinan

Memperkecil asymmetric information

Standardisasi IT sistem BMT

Strategi pemasaran produk yang

didukung IT

33. Berdasarkan aspek “pemberdayaan ekonomi”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

pemberdayaan ekonomi – Strategi

Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Inovasi produk berbasis branchless

Menjaga karakter BMT yang unik

dibanding LK lainnya

Pelatihan SDM BMT

Penguatan fungsi BMT

Persiapan proses transformasi BMT

menjadi KSPPS/LKMS/LKMS

Merubah mindset pengurus dalam

pengelolaan jasa

Peningkatan benefit kepada

anggota/nasabah

34. Berdasarkan aspek “pemberdayaan sosial”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

pemberdayaan sosial - Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Strategi Eksternal

Strategi Internal

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 273

35. Berdasarkan aspek “pemberdayaan sosial”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

pemberdayaan sosial – Strategi

Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Dukungan LPS bagi BMT

Inovasi dalam membangun komunitas

Kebijakan yang fair agar BMT leluasa

bergerak

Kerjasama dengan BE KRAF

Konsep Social inclusion dalam

pengentasan kemiskinan

Memperkecil asymmetric information

Standardisasi IT sistem BMT

Strategi pemasaran produk yang

didukung IT

36. Berdasarkan aspek “pemberdayaan sosial”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

pemberdayaan sosial – Strategi

Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Inovasi produk berbasis branchless

Menjaga karakter BMT yang unik

dibanding LK lainnya

Pelatihan SDM BMT

Penguatan fungsi BMT

Persiapan proses transformasi BMT

menjadi KSPPS/LKMS/LKMS

Merubah mindset pengurus dalam

pengelolaan jasa

Peningkatan benefit kepada

anggota/nasabah

37. Berdasarkan aspek “pengembangan usaha”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

pengembangan usaha – Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Strategi Eksternal

Strategi Internal

274 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

38. Berdasarkan aspek “pengembangan usaha “, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

pengembangan usaha – Strategi

Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Dukungan LPS bagi BMT

Inovasi dalam membangun komunitas

Kebijakan yang fair agar BMT leluasa

bergerak

Kerjasama dengan BE KRAF

Konsep Social inclusion dalam

pengentasan kemiskinan

Memperkecil asymmetric information

Standardisasi IT sistem BMT

Strategi pemasaran produk yang

didukung IT

39. Berdasarkan aspek “pengembangan usaha”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

pengembangan usaha – Strategi

Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Inovasi produk berbasis branchless

Menjaga karakter BMT yang unik

dibanding LK lainnya

Pelatihan SDM BMT

Penguatan fungsi BMT

Persiapan proses transformasi BMT

menjadi KSPPS/LKMS/LKMS

Merubah mindset pengurus dalam

pengelolaan jasa

Peningkatan benefit kepada

anggota/nasabah

40. Berdasarkan aspek “Infrastruktur”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Masalah Infrastruktur” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Infrastruktur – Masalah

infrastruktur 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Akselerasi teknologi

Jejaring Asosiasi dengan koperasi

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 275

Infrastruktur – Masalah

infrastruktur 1 2 3 4 5 6 7 8 9

sekunder

Kesiapan IT

Ketersediaan IT

Standarisasi Sistem

41. Berdasarkan aspek “legal”, bandingkan elemen-elemen pada cluster

“Masalah Legal” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Legal – Masalah Legal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Konsistensi Aturan pada

BMT/Kopsyah

Penguatan fungsi Baitul Mal

Transformasi badan hukum BMT

menuju KSPPS/LKMS

Unfairness kebijakan antar lembaga

keuangan

42. Berdasarkan aspek “produk”, bandingkan elemen-elemen pada cluster

“Masalah produk” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Produk – Masalah Produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keragaman produk

Pemahaman produk

Pengembangan produk berbasis local

genuine

43. Berdasarkan aspek “SDM”, bandingkan elemen-elemen pada cluster

“Masalah SDM” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

SDM – Masalah SDM 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keahlian

Kemampuan

44. Berdasarkan aspek “Akselerasi Teknologi”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Akselerasi Teknologi” dibawah ini menurut tingkat penga-

ruhnya!

Akselerasi Teknologi - Akselerasi

Teknologi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Adaptif terhadap perubahan teknologi

Layanan BMT dengan menggunakan

smartphone

SDM memiliki kemampuan dalam

276 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Akselerasi Teknologi - Akselerasi

Teknologi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

aplikasi berbasis smartphone

45. Berdasarkan aspek “Akselerasi Teknologi”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Akselerasi Teknologi – Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Strategi Eksternal

Strategi Internal

46. Berdasarkan aspek “Akselerasi Teknologi”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Akselerasi Teknologi – Strategi

Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Dukungan LPS bagi BMT

Inovasi dalam membangun komunitas

Kebijakan yang fair agar BMT leluasa

bergerak

Kerjasama dengan BE KRAF

Konsep Social inclusion dalam

pengentasan kemiskinan

Memperkecil asymmetric information

Standardisasi IT sistem BMT

Strategi pemasaran produk yang

didukung IT

47. Berdasarkan aspek “Akselerasi Teknologi”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Akselerasi Teknologi – Strategi

Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Inovasi produk berbasis branchless

Menjaga karakter BMT yang unik

dibanding LK lainnya

Pelatihan SDM BMT

Penguatan fungsi BMT

Persiapan proses transformasi BMT

menjadi KSPPS/LKMS

Merubah mindset pengurus dalam

pengelolaan jasa

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 277

Akselerasi Teknologi – Strategi

Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Peningkatan benefit kepada

anggota/nasabah

48. Berdasarkan aspek “Jejaring Asosiasi dengan koperasi”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Jejaring Asosiasi dengan koperasi” di

bawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Jejaring Asosiasi dengan koperasi -

Jejaring Asosiasi dengan koperasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Jejaring melalui ormas

Kerjasama dengan stakeholder di

lingkungan BMT

Komunikasi dengan koperasi sekunder

49. Berdasarkan aspek “Jejaring Asosiasi dengan koperasi”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Jejaring Asosiasi dengan koperasi -

Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Strategi Eksternal

Strategi Internal

50. Berdasarkan aspek “Jejaring Asosiasi dengan koperasi”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Jejaring Asosiasi dengan koperasi –

Strategi Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Dukungan LPS bagi BMT

Inovasi dalam membangun komunitas

Kebijakan yang fair agar BMT leluasa

bergerak

Kerjasama dengan BE KRAF

Konsep Social inclusion dalam

pengentasan kemiskinan

Memperkecil asymmetric information

Standardisasi IT sistem BMT

Strategi pemasaran produk yang

didukung IT

278 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

51. Berdasarkan aspek “Jejaring Asosiasi dengan koperasi Teknologi”,

bandingkan elemen-elemen pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini

menurut tingkat pengaruhnya!

Jejaring Asosiasi dengan koperasi –

Strategi Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Inovasi produk berbasis branchless

Menjaga karakter BMT yang unik

dibanding LK lainnya

Pelatihan SDM BMT

Penguatan fungsi BMT

Persiapan proses transformasi BMT

menjadi KSPPS/LKMS

Merubah mindset pengurus dalam

pengelolaan jasa

Peningkatan benefit kepada

anggota/nasabah

52. Berdasarkan aspek “kesiapan IT”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “kesiapan IT” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

kesiapan IT - kesiapan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pendayagunaan IT Berbasis

smartphone

Kerjasama dengan provider

telekomunikasi

53. Berdasarkan aspek “kesiapan IT”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

kesiapan IT – Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Strategi Eksternal

Strategi Internal

54. Berdasarkan aspek “kesiapan IT”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

kesiapan IT – Strategi Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Dukungan LPS bagi BMT

Inovasi dalam membangun komunitas

Kebijakan yang fair agar BMT leluasa

bergerak

Kerjasama dengan BE KRAF

Konsep Social inclusion dalam

pengentasan kemiskinan

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 279

kesiapan IT – Strategi Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Memperkecil asymmetric information

Standardisasi IT sistem BMT

Strategi pemasaran produk yang

didukung IT

55. Berdasarkan aspek “kesiapan IT”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

kesiapan IT – Strategi Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Inovasi produk berbasis branchless

Menjaga karakter BMT yang unik

dibanding LK lainnya

Pelatihan SDM BMT

Penguatan fungsi BMT

Persiapan proses transformasi BMT

menjadi KSPPS/LKMS

Merubah mindset pengurus dalam

pengelolaan jasa

Peningkatan benefit kepada

anggota/nasabah

56. Berdasarkan aspek “ketersediaan IT”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “ketersediaan IT” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Ketersediaan IT – ketersediaan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Mendukung operasional BMT

Sesuai dengan kebutuhan BMT

Up to date dengan perkembangan

teknologi

57. Berdasarkan aspek “ketersediaan IT”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Ketersediaan IT – Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Strategi Eksternal

Strategi Internal

58. Berdasarkan aspek “ketersediaan IT”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Ketersediaan IT – Strategi

Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Dukungan LPS bagi BMT

Inovasi dalam membangun komunitas

280 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Ketersediaan IT – Strategi

Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Kebijakan yang fair agar BMT leluasa

bergerak

Kerjasama dengan BE KRAF

Konsep Social inclusion dalam

pengentasan kemiskinan

Memperkecil asymmetric information

Standardisasi IT sistem BMT

Strategi pemasaran produk yang

didukung IT

59. Berdasarkan aspek “ketersediaan IT”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Ketersediaan IT – Strategi Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Inovasi produk berbasis branchless

Menjaga karakter BMT yang unik

dibanding LK lainnya

Pelatihan SDM BMT

Penguatan fungsi BMT

Persiapan proses transformasi BMT

menjadi KSPPS/LKMS

Merubah mindset pengurus dalam

pengelolaan jasa

Peningkatan benefit kepada

anggota/nasabah

60. Berdasarkan aspek “Standardisasi Sistem”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Standarisasi Sistem” dibawah ini menurut tingkat penga-

ruhnya!

Standarisasi Sistem – Standarisasi

Sistem 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Sistem Laporan keuangan

Sistem Manajemen dan Administrasi

BMT

Sistem Pelayanan nasabah

Sistem Rekrutmen dan Pengembangan

SDM

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 281

61. Berdasarkan aspek “Standarisasi Sistem”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Standarisasi Sistem – Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Strategi Eksternal

Strategi Internal

62. Berdasarkan aspek “Standarisasi Sistem”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Standarisasi Sistem – Strategi

Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Dukungan LPS bagi BMT

Inovasi dalam membangun komunitas

Kebijakan yang fair agar BMT leluasa

bergerak

Kerjasama dengan BE KRAF

Konsep Social inclusion dalam

pengentasan kemiskinan

Memperkecil asymmetric information

Standardisasi IT sistem BMT

Strategi pemasaran produk yang

didukung IT

63. Berdasarkan aspek “Standarisasi Sistem”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Standarisasi Sistem – Strategi

Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Inovasi produk berbasis branchless

Menjaga karakter BMT yang unik

dibanding LK lainnya

Pelatihan SDM BMT

Penguatan fungsi BMT

Persiapan proses transformasi BMT

menjadi KSPPS/LKMS

Merubah mindset pengurus dalam

pengelolaan jasa

Peningkatan benefit kepada

anggota/nasabah

282 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

64. Berdasarkan aspek “Konsistensi Aturan”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Konsistensi Aturan” dibawah ini menurut tingkat penga-

ruhnya!

Konsistensi Aturan – Konsistensi

Aturan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Efektifitas peraturan mempengaruhi

kinerja BMT

Peraturan tentang pengembangan

usaha

Konsistensi aturan dalam hal Ruang

lingkup usaha

65. Berdasarkan aspek “Konsistensi Aturan”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Konsistensi Aturan – Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Strategi Eksternal

Strategi Internal

66. Berdasarkan aspek “Konsistensi Aturan”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat penga-

ruhnya!

Konsistensi Aturan – Strategi

Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Dukungan LPS bagi BMT

Inovasi dalam membangun komunitas

Kebijakan yang fair agar BMT leluasa

bergerak

Kerjasama dengan BE KRAF

Konsep Social inclusion dalam

pengentasan kemiskinan

Memperkecil asymmetric information

Standardisasi IT sistem BMT

Strategi pemasaran produk yang

didukung IT

67. Berdasarkan aspek “Konsistensi Aturan”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 283

Konsistensi Aturan – Strategi

Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Inovasi produk berbasis branchless

Menjaga karakter BMT yang unik

dibanding LK lainnya

Pelatihan SDM BMT

Penguatan fungsi BMT

Persiapan proses transformasi BMT

menjadi KSPPS/LKMS

Merubah mindset pengurus dalam

pengelolaan jasa

Peningkatan benefit kepada

anggota/nasabah

68. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-ele-

men pada cluster “Penguatan fungsi BMT” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Penguatan fungsi BMT – Penguatan

fungsi BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Intermediasi keuangan

Kesejahteraan anggota/nasabah

Pemberdayaan ekonomi

Pembedayaan Sosial

Pengembangan usaha anggota/nasabah

69. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Penguatan fungsi BMT – Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Strategi Eksternal

Strategi Internal

70. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Penguatan fungsi BMT – Strategi

Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Dukungan LPS bagi BMT

Inovasi dalam membangun komunitas

Kebijakan yang fair agar BMT leluasa

bergerak

284 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Penguatan fungsi BMT – Strategi

Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Kerjasama dengan BE KRAF

Konsep Social inclusion dalam

pengentasan kemiskinan

Memperkecil asymmetric information

Standardisasi IT sistem BMT

Strategi pemasaran produk yang

didukung IT

71. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Penguatan fungsi BMT – Strategi

Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Inovasi produk berbasis branchless

Menjaga karakter BMT yang unik

dibanding LK lainnya

Pelatihan SDM BMT

Penguatan fungsi BMT

Persiapan proses transformasi BMT

menjadi KSPPS/LKMS

Merubah mindset pengurus dalam

pengelolaan jasa

Peningkatan benefit kepada

anggota/nasabah

72. Berdasarkan aspek “Transformasi Badan Hukum BMT”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Transformasi Badan Hukum BMT”

dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Transformasi Badan Hukum BMT -

Transformasi Badan Hukum BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Konsekuensi pilihan badan hukum

terhadap kinerja BMT

Pemahaman pengelola tentang

peraturan dan konsekuensi badan

hukum BMT

Sosialisasi aturan badan hukum BMT

kepada pengelola

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 285

73. Berdasarkan aspek “Transformasi Badan Hukum BMT”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Transformasi Badan Hukum BMT -

Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Strategi Eksternal

Strategi Internal

74. Berdasarkan aspek “Transformasi Badan Hukum BMT”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Transformasi Badan Hukum BMT –

Strategi Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Dukungan LPS bagi BMT

Inovasi dalam membangun komunitas

Kebijakan yang fair agar BMT leluasa

bergerak

Kerjasama dengan BE KRAF

Konsep Social inclusion dalam

pengentasan kemiskinan

Memperkecil asymmetric information

Standardisasi IT sistem BMT

Strategi pemasaran produk yang

didukung IT

75. Berdasarkan aspek “Transformasi Badan Hukum BMT”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Transformasi Badan Hukum BMT –

Strategi Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Inovasi produk berbasis branchless

Menjaga karakter BMT yang unik

dibanding LK lainnya

Pelatihan SDM BMT

Penguatan fungsi BMT

Persiapan proses transformasi BMT

menjadi KSPPS/LKMS

Merubah mindset pengurus dalam

pengelolaan jasa

Peningkatan benefit kepada

anggota/nasabah

286 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

76. Berdasarkan aspek “Unfairness kebijakan”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Unfairness kebijakan” dibawah ini menurut tingkat penga-

ruhnya!

Unfairness kebijakan- Unfairness

kebijakan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

BMT Diperlakukan berbeda dibanding

LK lainnya

Kebijakan tidak adil membuat BMT

kurang memiliki daya saing

Perbedaan kebijakan menyebabkan

BMT sulit berkembang

77. Berdasarkan aspek “Unfairness kebijakan”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Unfairness kebijakan – Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Strategi Eksternal

Strategi Internal

78. Berdasarkan aspek “Unfairness kebijakan”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat penga-

ruhnya!

Unfairness kebijakan – Strategi

Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Dukungan LPS bagi BMT

Inovasi dalam membangun komunitas

Kebijakan yang fair agar BMT leluasa

bergerak

Kerjasama dengan BE KRAF

Konsep Social inclusion dalam

pengentasan kemiskinan

Memperkecil asymmetric information

Standardisasi IT sistem BMT

Strategi pemasaran produk yang

didukung IT

79. Berdasarkan aspek “Unfairness kebijakan”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 287

Unfairness kebijakan – Strategi

Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Inovasi produk berbasis branchless

Menjaga karakter BMT yang unik

dibanding LK lainnya

Pelatihan SDM BMT

Penguatan fungsi BMT

Persiapan proses transformasi BMT

menjadi KSPPS/LKMS

Merubah mindset pengurus dalam

pengelolaan jasa

Peningkatan benefit kepada

anggota/nasabah

80. Berdasarkan aspek “Keragaman produk”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Keragaman produk” dibawah ini menurut tingkat penga-

ruhnya!

Keragaman produk - Keragaman

produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Diversifikasi produk dalam rangka

meningkatkan minat nasabah

Keragaman produk dapat

meningkatkan profit BMT

Produk yang dibutuhkan nasabah

81. Berdasarkan aspek “Keragaman produk”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Keragaman produk – Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Strategi Eksternal

Strategi Internal

82. Berdasarkan aspek “Keragaman produk”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat penga-

ruhnya!

Keragaman produk – Strategi

Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Dukungan LPS bagi BMT

Inovasi dalam membangun komunitas

Kebijakan yang fair agar BMT leluasa

bergerak

Kerjasama dengan BE KRAF

288 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Keragaman produk – Strategi

Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Konsep Social inclusion dalam

pengentasan kemiskinan

Memperkecil asymmetric information

Standardisasi IT sistem BMT

Strategi pemasaran produk yang

didukung IT

83. Berdasarkan aspek “Keragaman produk”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Keragaman produk – Strategi

Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Inovasi produk berbasis branchless

Menjaga karakter BMT yang unik

dibanding LK lainnya

Pelatihan SDM BMT

Penguatan fungsi BMT

Persiapan proses transformasi BMT

menjadi KSPPS/LKMS

Merubah mindset pengurus dalam

pengelolaan jasa

Peningkatan benefit kepada

anggota/nasabah

84. Berdasarkan aspek “Pemahaman produk”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Pemahaman produk” dibawah ini menurut tingkat penga-

ruhnya!

Pemahaman produk - Pemahaman

produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Kemampuan teller dan administrator

dalam memahami produk BMT

Pemahaman nasabah terhadap produk

BMT

Pemahaman tentang keamanan produk

BMT kepada nasabah

85. Berdasarkan aspek “Pemahaman produk”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 289

Pemahaman produk – Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Strategi Eksternal

Strategi Internal

86. Berdasarkan aspek “Pemahaman produk”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Pemahaman produk – Strategi

Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Dukungan LPS bagi BMT

Inovasi dalam membangun komunitas

Kebijakan yang fair agar BMT leluasa

bergerak

Kerjasama dengan BE KRAF

Konsep Social inclusion dalam

pengentasan kemiskinan

Memperkecil asymmetric information

Standardisasi IT sistem BMT

Strategi pemasaran produk yang

didukung IT

87. Berdasarkan aspek “Pemahaman produk”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Pemahaman produk – Strategi

Internal

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Inovasi produk berbasis branchless

Menjaga karakter BMT yang unik

dibanding LK lainnya

Pelatihan SDM BMT

Penguatan fungsi BMT

Persiapan proses transformasi BMT

menjadi KSPPS/LKMS

Merubah mindset pengurus dalam

pengelolaan jasa

Peningkatan benefit kepada

anggota/nasabah

290 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

88. Berdasarkan aspek “Pengembangan produk”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Pengembangan produk” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Pengembangan produk –

Pengembangan produk

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Adaptif terhadap perubahan pola

kegiatan ekonomi masyarakat

Produk berbasis keunggulan local

Riset dan analisis keunggulan

masyarakat sekitar

89. Berdasarkan aspek “Pengembangan produk”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Pengembangan produk - Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Strategi Eksternal

Strategi Internal

90. Berdasarkan aspek “Pengembangan produk”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Pengembangan produk – Strategi

Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Dukungan LPS bagi BMT

Inovasi dalam membangun komunitas

Kebijakan yang fair agar BMT leluasa

bergerak

Kerjasama dengan BE KRAF

Konsep Social inclusion dalam

pengentasan kemiskinan

Memperkecil asymmetric information

Standardisasi IT sistem BMT

Strategi pemasaran produk yang

didukung IT

91. Berdasarkan aspek “Pengembangan produk”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 291

Pengembangan produk – Strategi

Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Inovasi produk berbasis branchless

Menjaga karakter BMT yang unik

dibanding LK lainnya

Pelatihan SDM BMT

Penguatan fungsi BMT

Persiapan proses transformasi BMT

menjadi KSPPS/LKMS

Merubah mindset pengurus dalam

pengelolaan jasa

Peningkatan benefit kepada

anggota/nasabah

92. Berdasarkan aspek “Pengembangan produk berbasis local genuine”,

bandingkan elemen-elemen pada cluster “Pengembangan produk ber-

basis local genuine” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Pengembangan produk berbasis

local genuine – Pengembangan

produk berbasis local genuine

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Adaptif terhadap perubahan pola

kegiatan ekonomi masyarakat

Produk berbasis keunggulan local

Riset dan analisis keunggulan

masyarakat sekitar

93. Berdasarkan aspek “Pengembangan produk berbasis local genuine”,

bandingkan elemen-elemen pada cluster “Strategi” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Pengembangan produk berbasis

local genuine - Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Strategi Eksternal

Strategi Internal

94. Berdasarkan aspek “Pengembangan produk berbasis local genuine”,

bandingkan elemen-elemen pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah

ini menurut tingkat pengaruhnya!

Pengembangan produk berbasis

local genuine – Strategi Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Dukungan LPS bagi BMT

Inovasi dalam membangun komunitas

292 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Pengembangan produk berbasis

local genuine – Strategi Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Kebijakan yang fair agar BMT leluasa

bergerak

Kerjasama dengan BE KRAF

Konsep Social inclusion dalam

pengentasan kemiskinan

Memperkecil asymmetric information

Standardisasi IT sistem BMT

Strategi pemasaran produk yang

didukung IT

95. Berdasarkan aspek “Pengembangan produk berbasis local genuine”,

bandingkan elemen-elemen pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini

menurut tingkat pengaruhnya!

Pengembangan produk berbasis

local genuine – Strategi Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Inovasi produk berbasis branchless

Menjaga karakter BMT yang unik

dibanding LK lainnya

Pelatihan SDM BMT

Penguatan fungsi BMT

Persiapan proses transformasi BMT

menjadi KSPPS/LKMS

Merubah mindset pengurus dalam

pengelolaan jasa

Peningkatan benefit kepada

anggota/nasabah

96. Berdasarkan aspek “Keahlian”, bandingkan elemen-elemen pada cluster

“Keahlian” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Keahlian – Keahlian 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keahlian membangun jaringan

Keahlian membina nasabah

Pemahaman konsep pelayanan

Penguasaan fiqh muamalah

Penguasaan Produk

97. Berdasarkan aspek “Keahlian”, bandingkan elemen-elemen pada cluster

“Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 293

Keahlian – Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Strategi Eksternal

Strategi Internal

98. Berdasarkan aspek “Keahlian”, bandingkan elemen-elemen pada cluster

“Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Keahlian – Strategi Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Dukungan LPS bagi BMT

Inovasi dalam membangun komunitas

Kebijakan yang fair agar BMT leluasa

bergerak

Kerjasama dengan BE KRAF

Konsep Social inclusion dalam

pengentasan kemiskinan

Memperkecil asymmetric information

Standardisasi IT sistem BMT

Strategi pemasaran produk yang

didukung IT

99. Berdasarkan aspek “Keahlian”, bandingkan elemen-elemen pada cluster

“Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Keahlian – Strategi Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Inovasi produk berbasis branchless

Menjaga karakter BMT yang unik

dibanding LK lainnya

Pelatihan SDM BMT

Penguatan fungsi BMT

Persiapan proses transformasi BMT

menjadi KSPPS/LKMS

Merubah mindset pengurus dalam

pengelolaan jasa

Peningkatan benefit kepada

anggota/nasabah

100. Berdasarkan aspek “Kemampuan”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Kemampuan” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Kemampuan – Kemampuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Economic capacity

Financial capacity

Knowledge capacity

Social capacity

294 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Kemampuan – Kemampuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Spiritual capacity

101. Berdasarkan aspek “Kemampuan”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Strategi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Kemampuan - Strategi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Strategi Eksternal

Strategi Internal

102. Berdasarkan aspek “Kemampuan”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Kemampuan – Strategi Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Dukungan LPS bagi BMT

Inovasi dalam membangun komunitas

Kebijakan yang fair agar BMT leluasa

bergerak

Kerjasama dengan BE KRAF

Konsep Social inclusion dalam

pengentasan kemiskinan

Memperkecil asymmetric information

Standardisasi IT sistem BMT

Strategi pemasaran produk yang

didukung IT

103. Berdasarkan aspek “Kemampuan”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Kemampuan – Strategi Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Inovasi produk berbasis branchless

Menjaga karakter BMT yang unik

dibanding LK lainnya

Pelatihan SDM BMT

Penguatan fungsi BMT

Persiapan proses transformasi BMT

menjadi KSPPS/LKMS

Merubah mindset pengurus dalam

pengelolaan jasa

Peningkatan benefit kepada

anggota/nasabah

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 295

104. Berdasarkan aspek “Strategi Eksternal”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Masalah” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Strategi Eksternal – Masalah 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Infrastruktur

Legal

Produk

SDM

105. Berdasarkan aspek “Strategi Eksternal”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi Eksternal” dibawah ini menurut tingkat penga-

ruhnya!

Strategi Eksternal – Strategi

Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Dukungan LPS bagi BMT

Inovasi dalam membangun komunitas

Kebijakan yang fair agar BMT leluasa

bergerak

Kerjasama dengan BE KRAF

Konsep Social inclusion dalam

pengentasan kemiskinan

Memperkecil asymmetric information

Standardisasi IT sistem BMT

Strategi pemasaran produk yang

didukung IT

106. Berdasarkan aspek “Strategi Internal”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Masalah” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Strategi Internal - Masalah 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Infrastruktur

Legal

Produk

SDM

107. Berdasarkan aspek “Strategi Internal”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Strategi Internal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Strategi Internal – Strategi Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Inovasi produk berbasis branchless

Menjaga karakter BMT yang unik

dibanding LK lainnya

296 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Strategi Internal – Strategi Internal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pelatihan SDM BMT

Penguatan fungsi BMT

Persiapan proses transformasi BMT

menjadi KSPPS/LKMS

Merubah mindset pengurus dalam

pengelolaan jasa

Peningkatan benefit kepada

anggota/nasabah

108. Berdasarkan aspek “Dukungan LPS”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Akselerasi Teknologi” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Dukungan LPS - Akselerasi

Teknologi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Adaptif terhadap perubahan teknologi

Layanan BMT dengan menggunakan

smartphone

SDM memiliki kemampuan dalam

aplikasi berbasis smartphone

109. Berdasarkan aspek “Dukungan LPS”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Jejaring Asosiasi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Dukungan LPS - Jejaring Asosiasi

dengan koperasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Jejaring melalui ormas

Kerjasama dengan stakeholder di

lingkungan BMT

Komunikasi dengan koperasi sekunder

110. Berdasarkan aspek “Dukungan LPS”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Keahlian” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Dukungan LPS – Keahlian 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keahlian membangun jaringan

Keahlian membina nasabah

Pemahaman konsep pelayanan

Penguasaan fiqh muamalah

Penguasaan Produk

111. Berdasarkan aspek “Dukungan LPS”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Kemampuan” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 297

Dukungan LPS - Kemampuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Economic capacity

Financial capacity

Knowledge capacity

Social capacity

Spiritual capacity

112. Berdasarkan aspek “Dukungan LPS”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Keragaman produk” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Dukungan LPS - Keragaman

produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Diversifikasi produk dalam rangka

meningkatkan minat nasabah

Keragaman produk dapat

meningkatkan profit BMT

Produk yang dibutuhkan nasabah

113. Berdasarkan aspek “Dukungan LPS”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Kesiapan IT” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Dukungan LPS - kesiapan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pendayagunaan IT Berbasis

smartphone

Kerjasama dengan provider

telekomunikasi

114. Berdasarkan aspek “Dukungan LPS”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Ketersediaan IT” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Dukungan LPS – ketersediaan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Mendukung operasional BMT

Sesuai dengan kebutuhan BMT

Up to date dengan perkembangan

teknologi

115. Berdasarkan aspek “Dukungan LPS”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Konsistensi Aturan” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Dukungan LPS – Konsistensi

Aturan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Efektifitas peraturan mempengaruhi

kinerja BMT

298 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Dukungan LPS – Konsistensi

Aturan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Peraturan tentang pengembangan

usaha

Konsistensi aturan dalam hal Ruang

lingkup usaha

116. Berdasarkan aspek “Dukungan LPS”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Masalah Infrastruktur” dibawah ini menurut tingkat penga-

ruhnya!

Dukungan LPS – Masalah

infrastruktur 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Akselerasi teknologi

Jejaring Asosiasi dengan koperasi

sekunder

Kesiapan IT

Ketersediaan IT

Standarisasi Sistem

117. Berdasarkan aspek “Dukungan LPS”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Masalah Legal” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Dukungan LPS – Masalah Legal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Konsistensi Aturan pada

BMT/Kopsyah

Penguatan fungsi Baitul Mal

Transformasi badan hukum BMT

menuju KSPPS/LKMS

Unfairness kebijakan antar lembaga

keuangan

118. Berdasarkan aspek “Dukungan LPS”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Masalah Produk” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Dukungan LPS – Masalah Produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keragaman produk

Pemahaman produk

Pengembangan produk berbasis local

genuine

119. Berdasarkan aspek “Dukungan LPS”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Masalah SDM” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 299

Dukungan LPS – Masalah SDM 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keahlian

Kemampuan

120. Berdasarkan aspek “Dukungan LPS”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Pemahaman produk” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Dukungan LPS – Pemahaman

produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Kemampuan teller dan administrator

dalam memahami produk BMT

Pemahaman nasabah terhadap produk

BMT

Pemahaman tentang keamanan produk

BMT kepada nasabah

121. Berdasarkan aspek “Dukungan LPS”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Pengembangan produk” dibawah ini menurut tingkat penga-

ruhnya!

Dukungan LPS – Pengembangan

produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Adaptif terhadap perubahan pola

kegiatan ekonomi masyarakat

Produk berbasis keunggulan local

Riset dan analisis keunggulan

masyarakat sekitar

122. Berdasarkan aspek “Dukungan LPS”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Penguatan fungsi BMT” dibawah ini menurut tingkat penga-

ruhnya!

Dukungan LPS – Penguatan fungsi

BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Intermediasi keuangan

Kesejahteraan anggota/nasabah

Pemberdayaan ekonomi

Pembedayaan Sosial

Pengembangan usaha anggota/nasabah

123. Berdasarkan aspek “Dukungan LPS”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Standarisasi Sistem” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

300 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Dukungan LPS – Standarisasi

Sistem 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Sistem Laporan keuangan

Sistem Manajemen dan Administrasi

BMT

Sistem Pelayanan nasabah

Sistem Rekrutmen dan Pengembangan

SDM

124. Berdasarkan aspek “Dukungan LPS”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Transformasi Badan Hukum BMT” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Dukungan LPS - Transformasi

Badan Hukum BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Konsekuensi pilihan badan hukum

terhadap kinerja BMT

Pemahaman pengelola tentang

peraturan dan konsekuensi badan

hukum BMT

Sosialisasi aturan badan hukum BMT

kepada pengelola

125. Berdasarkan aspek “Dukungan LPS”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Unfairness kebijakan” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Dukungan LPS - Unfairness

kebijakan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

BMT Diperlakukan berbeda dibanding

LK lainnya

Kebijakan tidak adil membuat BMT

kurang memiliki daya saing

Perbedaan kebijakan menyebabkan

BMT sulit berkembang

126. Berdasarkan aspek “Inovasi”, bandingkan elemen-elemen pada cluster

“Akselerasi Teknologi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Inovasi - Akselerasi Teknologi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Adaptif terhadap perubahan teknologi

Layanan BMT dengan menggunakan

smartphone

SDM memiliki kemampuan dalam

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 301

Inovasi - Akselerasi Teknologi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

aplikasi berbasis smartphone

127. Berdasarkan aspek “Inovasi”, bandingkan elemen-elemen pada cluster

“Jejaring Asosiasi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Inovasi - Jejaring Asosiasi dengan

koperasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Jejaring melalui ormas

Kerjasama dengan stakeholder di

lingkungan BMT

Komunikasi dengan koperasi sekunder

128. Berdasarkan aspek “Inovasi”, bandingkan elemen-elemen pada cluster

“Keahlian” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Inovasi – Keahlian 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keahlian membangun jaringan

Keahlian membina nasabah

Pemahaman konsep pelayanan

Penguasaan fiqh muamalah

Penguasaan Produk

129. Berdasarkan aspek “Inovasi”, bandingkan elemen-elemen pada cluster

“Kemampuan” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Inovasi – Kemampuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Economic capacity

Financial capacity

Knowledge capacity

Social capacity

Spiritual capacity

130. Berdasarkan aspek “Inovasi”, bandingkan elemen-elemen pada cluster

“Keragaman produk” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Inovasi - Keragaman produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Diversifikasi produk dalam rangka

meningkatkan minat nasabah

Keragaman produk dapat

meningkatkan profit BMT

Produk yang dibutuhkan nasabah

131. Berdasarkan aspek “Inovasi”, bandingkan elemen-elemen pada cluster

“Kesiapan IT” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

302 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Inovasi - kesiapan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pendayagunaan IT Berbasis

smartphone

Kerjasama dengan provider

telekomunikasi

132. Berdasarkan aspek “Inovasi”, bandingkan elemen-elemen pada cluster

“Ketersediaan IT” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Inovasi – ketersediaan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Mendukung operasional BMT

Sesuai dengan kebutuhan BMT

Up to date dengan perkembangan

teknologi

133. Berdasarkan aspek “Inovasi”, bandingkan elemen-elemen pada cluster

“Konsistensi Aturan” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Inovasi – Konsistensi Aturan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Efektifitas peraturan mempengaruhi

kinerja BMT

Peraturan tentang pengembangan

usaha

Konsistensi aturan dalam hal Ruang

lingkup usaha

134. Berdasarkan aspek “Inovasi”, bandingkan elemen-elemen pada cluster

“Masalah Infrastruktur” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Inovasi – Masalah infrastruktur 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Akselerasi teknologi

Jejaring Asosiasi dengan koperasi

sekunder

Kesiapan IT

Ketersediaan IT

Standarisasi Sistem

135. Berdasarkan aspek “Inovasi”, bandingkan elemen-elemen pada cluster

“Masalah Legal” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Inovasi – Masalah Legal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Konsistensi Aturan pada

BMT/Kopsyah

Penguatan fungsi Baitul Mal

Transformasi badan hukum BMT

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 303

Inovasi – Masalah Legal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

menuju KSPPS/LKMS

Unfairness kebijakan antar lembaga

keuangan

136. Berdasarkan aspek “Inovasi”, bandingkan elemen-elemen pada cluster

“Masalah Produk” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Inovasi – Masalah Produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keragaman produk

Pemahaman produk

Pengembangan produk berbasis local

genuine

137. Berdasarkan aspek “Inovasi”, bandingkan elemen-elemen pada cluster

“Masalah SDM” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Inovasi – Masalah SDM 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keahlian

Kemampuan

138. Berdasarkan aspek “Inovasi”, bandingkan elemen-elemen pada cluster

“Pemahaman produk” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Inovasi – Pemahaman produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Kemampuan teller dan administrator

dalam memahami produk BMT

Pemahaman nasabah terhadap produk

BMT

Pemahaman tentang keamanan produk

BMT kepada nasabah

139. Berdasarkan aspek “Inovasi”, bandingkan elemen-elemen pada cluster

“Pengembangan produk” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Inovasi – Pengembangan produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Adaptif terhadap perubahan pola

kegiatan ekonomi masyarakat

Produk berbasis keunggulan local

Riset dan analisis keunggulan

masyarakat sekitar

140. Berdasarkan aspek “Inovasi”, bandingkan elemen-elemen pada cluster

“Penguatan fungsi BMT” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

304 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Inovasi – Penguatan fungsi BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Intermediasi keuangan

Kesejahteraan anggota/nasabah

Pemberdayaan ekonomi

Pembedayaan Sosial

Pengembangan usaha anggota/nasabah

141. Berdasarkan aspek “Inovasi”, bandingkan elemen-elemen pada cluster

“Standarisasi Sistem” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Inovasi – Standarisasi Sistem 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Sistem Laporan keuangan

Sistem Manajemen dan Administrasi

BMT

Sistem Pelayanan nasabah

Sistem Rekrutmen dan Pengembangan

SDM

142. Berdasarkan aspek “Inovasi”, bandingkan elemen-elemen pada cluster

“Transformasi Badan Hukum BMT” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Inovasi - Transformasi Badan

Hukum BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Konsekuensi pilihan badan hukum

terhadap kinerja BMT

Pemahaman pengelola tentang

peraturan dan konsekuensi badan

hukum BMT

Sosialisasi aturan badan hukum BMT

kepada pengelola

143. Berdasarkan aspek “Inovasi”, bandingkan elemen-elemen pada cluster

“Unfairness kebijakan” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Inovasi - Unfairness kebijakan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

BMT Diperlakukan berbeda dibanding

LK lainnya

Kebijakan tidak adil membuat BMT

kurang memiliki daya saing

Perbedaan kebijakan menyebabkan

BMT sulit berkembang

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 305

144. Berdasarkan aspek “Kebijakan yang fair”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Akselerasi Teknologi” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Kebijakan yang fair - Akselerasi

Teknologi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Adaptif terhadap perubahan teknologi

Layanan BMT dengan menggunakan

smartphone

SDM memiliki kemampuan dalam

aplikasi berbasis smartphone

145. Berdasarkan aspek “Kebijakan yang fair”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Jejaring Asosiasi” dibawah ini menurut tingkat penga-

ruhnya!

Kebijakan yang fair - Jejaring

Asosiasi dengan koperasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Jejaring melalui ormas

Kerjasama dengan stakeholder di

lingkungan BMT

Komunikasi dengan koperasi sekunder

146. Berdasarkan aspek “Kebijakan yang fair”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Keahlian” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Kebijakan yang fair – Keahlian 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keahlian membangun jaringan

Keahlian membina nasabah

Pemahaman konsep pelayanan

Penguasaan fiqh muamalah

Penguasaan Produk

147. Berdasarkan aspek “Kebijakan yang fair”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Kemampuan” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Kebijakan yang fair - Kemampuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Economic capacity

Financial capacity

Knowledge capacity

Social capacity

Spiritual capacity

306 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

148. Berdasarkan aspek “Kebijakan yang fair”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Keragaman produk” dibawah ini menurut tingkat penga-

ruhnya!

Kebijakan yang fair - Keragaman

produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Diversifikasi produk dalam rangka

meningkatkan minat nasabah

Keragaman produk dapat

meningkatkan profit BMT

Produk yang dibutuhkan nasabah

149. Berdasarkan aspek “Kebijakan yang fair”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Kesiapan IT” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Kebijakan yang fair - kesiapan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pendayagunaan IT Berbasis

smartphone

Kerjasama dengan provider

telekomunikasi

150. Berdasarkan aspek “Kebijakan yang fair”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Ketersediaan IT” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Kebijakan yang fair – ketersediaan

IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Mendukung operasional BMT

Sesuai dengan kebutuhan BMT

Up to date dengan perkembangan

teknologi

151. Berdasarkan aspek “Kebijakan yang fair”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Konsistensi Aturan” dibawah ini menurut tingkat penga-

ruhnya!

Kebijakan yang fair – Konsistensi

Aturan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Efektifitas peraturan mempengaruhi

kinerja BMT

Peraturan tentang pengembangan

usaha

Konsistensi aturan dalam hal Ruang

lingkup usaha

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 307

152. Berdasarkan aspek “Kebijakan yang fair”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Masalah Infrastruktur” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Kebijakan yang fair – Masalah

infrastruktur 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Akselerasi teknologi

Jejaring Asosiasi dengan koperasi

sekunder

Kesiapan IT

Ketersediaan IT

Standarisasi Sistem

153. Berdasarkan aspek “Kebijakan yang fair”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Masalah Legal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Kebijakan yang fair – Masalah

Legal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Konsistensi Aturan pada

BMT/Kopsyah

Penguatan fungsi Baitul Mal

Transformasi badan hukum BMT

menuju KSPPS/LKMS

Unfairness kebijakan antar lembaga

keuangan

154. Berdasarkan aspek “Kebijakan yang fair”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Masalah Produk” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Kebijakan yang fair – Masalah

Produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keragaman produk

Pemahaman produk

Pengembangan produk berbasis local

genuine

155. Berdasarkan aspek “Kebijakan yang fair”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Masalah SDM” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

308 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Kebijakan yang fair – Masalah SDM 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keahlian

Kemampuan

156. Berdasarkan aspek “Kebijakan yang fair”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Pemahaman produk” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Kebijakan yang fair – Pemahaman

produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Kemampuan teller dan administrator

dalam memahami produk BMT

Pemahaman nasabah terhadap produk

BMT

Pemahaman tentang keamanan produk

BMT kepada nasabah

157. Berdasarkan aspek “Kebijakan yang fair”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Pengembangan produk” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Kebijakan yang fair –

Pengembangan produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Adaptif terhadap perubahan pola

kegiatan ekonomi masyarakat

Produk berbasis keunggulan local

Riset dan analisis keunggulan

masyarakat sekitar

158. Berdasarkan aspek “Kebijakan yang fair”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Penguatan fungsi BMT” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Kebijakan yang fair – Penguatan

fungsi BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Intermediasi keuangan

Kesejahteraan anggota/nasabah

Pemberdayaan ekonomi

Pembedayaan Sosial

Pengembangan usaha anggota/nasabah

159. Berdasarkan aspek “Kebijakan yang fair”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Standarisasi Sistem” dibawah ini menurut tingkat penga-

ruhnya!

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 309

Kebijakan yang fair – Standarisasi

Sistem 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Sistem Laporan keuangan

Sistem Manajemen dan Administrasi

BMT

Sistem Pelayanan nasabah

Sistem Rekrutmen dan Pengembangan

SDM

160. Berdasarkan aspek “Kebijakan yang fair”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Transformasi Badan Hukum BMT” dibawah ini

menurut tingkat pengaruhnya!

Kebijakan yang fair - Transformasi

Badan Hukum BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Konsekuensi pilihan badan hukum

terhadap kinerja BMT

Pemahaman pengelola tentang

peraturan dan konsekuensi badan

hukum BMT

Sosialisasi aturan badan hukum BMT

kepada pengelola

161. Berdasarkan aspek “Kebijakan yang fair”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Unfairness kebijakan” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Kebijakan yang fair - Unfairness

kebijakan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

BMT Diperlakukan berbeda dibanding

LK lainnya

Kebijakan tidak adil membuat BMT

kurang memiliki daya saing

Perbedaan kebijakan menyebabkan

BMT sulit berkembang

162. Berdasarkan aspek “Kerjasama dengan BE KRAF”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Akselerasi Teknologi” dibawah ini

menurut tingkat pengaruhnya!

Kerjasama dengan BE KRAF -

Akselerasi Teknologi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Adaptif terhadap perubahan teknologi

Layanan BMT dengan menggunakan

310 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Kerjasama dengan BE KRAF -

Akselerasi Teknologi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

smartphone

SDM memiliki kemampuan dalam

aplikasi berbasis smartphone

163. Berdasarkan aspek “Kerjasama dengan BE KRAF”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Jejaring Asosiasi” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Kerjasama dengan BE KRAF -

Jejaring Asosiasi dengan koperasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Jejaring melalui ormas

Kerjasama dengan stakeholder di

lingkungan BMT

Komunikasi dengan koperasi sekunder

164. Berdasarkan aspek “Kerjasama dengan BE KRAF”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Keahlian” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Kerjasama dengan BE KRAF –

Keahlian 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keahlian membangun jaringan

Keahlian membina nasabah

Pemahaman konsep pelayanan

Penguasaan fiqh muamalah

Penguasaan Produk

165. Berdasarkan aspek “Kerjasama dengan BE KRAF”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Kemampuan” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Kerjasama dengan BE KRAF –

Kemampuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Economic capacity

Financial capacity

Knowledge capacity

Social capacity

Spiritual capacity

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 311

166. Berdasarkan aspek “Kerjasama dengan BE KRAF”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Keragaman produk” dibawah ini

menurut tingkat pengaruhnya!

Kerjasama dengan BE KRAF -

Keragaman produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Diversifikasi produk dalam rangka

meningkatkan minat nasabah

Keragaman produk dapat

meningkatkan profit BMT

Produk yang dibutuhkan nasabah

167. Berdasarkan aspek “Kerjasama dengan BE KRAF”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Kesiapan IT” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Kerjasama dengan BE KRAF -

kesiapan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pendayagunaan IT Berbasis

smartphone

Kerjasama dengan provider

telekomunikasi

168. Berdasarkan aspek “Kerjasama dengan BE KRAF”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Ketersediaan IT” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Kerjasama dengan BE KRAF –

ketersediaan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Mendukung operasional BMT

Sesuai dengan kebutuhan BMT

Up to date dengan perkembangan

teknologi

169. Berdasarkan aspek “Kerjasama dengan BE KRAF”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Konsistensi Aturan” dibawah ini

menurut tingkat pengaruhnya!

Kerjasama dengan BE KRAF –

Konsistensi Aturan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Efektifitas peraturan mempengaruhi

kinerja BMT

Peraturan tentang pengembangan

usaha

312 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Konsistensi aturan dalam hal Ruang

lingkup usaha

170. Berdasarkan aspek “Kerjasama dengan BE KRAF”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Masalah Infrastruktur” dibawah ini

menurut tingkat pengaruhnya!

Kerjasama dengan BE KRAF –

Masalah infrastruktur 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Akselerasi teknologi

Jejaring Asosiasi dengan koperasi

sekunder

Kesiapan IT

Ketersediaan IT

Standarisasi Sistem

171. Berdasarkan aspek “Kerjasama dengan BE KRAF”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Masalah Legal” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Kerjasama dengan BE KRAF –

Masalah Legal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Konsistensi Aturan pada

BMT/Kopsyah

Penguatan fungsi Baitul Mal

Transformasi badan hukum BMT

menuju KSPPS/LKMS

Unfairness kebijakan antar lembaga

keuangan

172. Berdasarkan aspek “Kerjasama dengan BE KRAF”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Masalah Produk” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Kerjasama dengan BE KRAF –

Masalah Produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keragaman produk

Pemahaman produk

Pengembangan produk berbasis local

genuine

173. Berdasarkan aspek “Kerjasama dengan BE KRAF”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Masalah SDM” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 313

Kerjasama dengan BE KRAF –

Masalah SDM 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keahlian

Kemampuan

174. Berdasarkan aspek “Kerjasama dengan BE KRAF”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Pemahaman produk” dibawah ini menu-

rut tingkat pengaruhnya!

Kerjasama dengan BE KRAF –

Pemahaman produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Kemampuan teller dan administrator

dalam memahami produk BMT

Pemahaman nasabah terhadap produk

BMT

Pemahaman tentang keamanan produk

BMT kepada nasabah

175. Berdasarkan aspek “Kerjasama dengan BE KRAF”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Pengembangan produk” dibawah ini

menurut tingkat pengaruhnya!

Kerjasama dengan BE KRAF –

Pengembangan produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Adaptif terhadap perubahan pola

kegiatan ekonomi masyarakat

Produk berbasis keunggulan local

Riset dan analisis keunggulan

masyarakat sekitar

176. Berdasarkan aspek “Kerjasama dengan BE KRAF”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Penguatan fungsi BMT” dibawah ini

menurut tingkat pengaruhnya!

Kerjasama dengan BE KRAF –

Penguatan fungsi BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Intermediasi keuangan

Kesejahteraan anggota/nasabah

Pemberdayaan ekonomi

Pembedayaan Sosial

Pengembangan usaha anggota/nasabah

314 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

177. Berdasarkan aspek “Kerjasama dengan BE KRAF”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Standarisasi Sistem” dibawah ini menu-

rut tingkat pengaruhnya!

Kerjasama dengan BE KRAF –

Standarisasi Sistem 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Sistem Laporan keuangan

Sistem Manajemen dan Administrasi

BMT

Sistem Pelayanan nasabah

Sistem Rekrutmen dan Pengembangan

SDM

178. Berdasarkan aspek “Kerjasama dengan BE KRAF”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Transformasi Badan Hukum BMT”

dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Kerjasama dengan BE KRAF -

Transformasi Badan Hukum BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Konsekuensi pilihan badan hukum

terhadap kinerja BMT

Pemahaman pengelola tentang

peraturan dan konsekuensi badan

hukum BMT

Sosialisasi aturan badan hukum BMT

kepada pengelola

179. Berdasarkan aspek “Kerjasama dengan BE KRAF”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Unfairness kebijakan” dibawah ini

menurut tingkat pengaruhnya!

Kerjasama dengan BE KRAF -

Unfairness kebijakan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

BMT Diperlakukan berbeda dibanding

LK lainnya

Kebijakan tidak adil membuat BMT

kurang memiliki daya saing

Perbedaan kebijakan menyebabkan

BMT sulit berkembang

180. Berdasarkan aspek “Konsep Social Inclusion”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Akselerasi Teknologi” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 315

Konsep Social Inclusion - Akselerasi

Teknologi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Adaptif terhadap perubahan teknologi

Layanan BMT dengan menggunakan

smartphone

SDM memiliki kemampuan dalam

aplikasi berbasis smartphone

181. Berdasarkan aspek “Konsep Social Inclusion”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Jejaring Asosiasi” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Konsep Social Inclusion - Jejaring

Asosiasi dengan koperasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Jejaring melalui ormas

Kerjasama dengan stakeholder di

lingkungan BMT

Komunikasi dengan koperasi sekunder

182. Berdasarkan aspek “Konsep Social Inclusion”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Keahlian” dibawah ini menurut tingkat penga-

ruhnya!

Konsep Social Inclusion - Keahlian 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keahlian membangun jaringan

Keahlian membina nasabah

Pemahaman konsep pelayanan

Penguasaan fiqh muamalah

Penguasaan Produk

183. Berdasarkan aspek “Konsep Social Inclusion”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Kemampuan” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Konsep Social Inclusion -

Kemampuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Economic capacity

Financial capacity

Knowledge capacity

Social capacity

Spiritual capacity

316 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

184. Berdasarkan aspek “Konsep Social Inclusion”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Keragaman produk” dibawah ini menurut ting-

kat pengaruhnya!

Konsep Social Inclusion -

Keragaman produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Diversifikasi produk dalam rangka

meningkatkan minat nasabah

Keragaman produk dapat

meningkatkan profit BMT

Produk yang dibutuhkan nasabah

185. Berdasarkan aspek “Konsep Social Inclusion”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Kesiapan IT” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Konsep Social Inclusion - kesiapan

IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pendayagunaan IT Berbasis

smartphone

Kerjasama dengan provider

telekomunikasi

186. Berdasarkan aspek “Konsep Social Inclusion”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Ketersediaan IT” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Konsep Social Inclusion –

ketersediaan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Mendukung operasional BMT

Sesuai dengan kebutuhan BMT

Up to date dengan perkembangan

teknologi

187. Berdasarkan aspek “Konsep Social Inclusion”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Konsistensi Aturan” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Konsep Social Inclusion –

Konsistensi Aturan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Efektifitas peraturan mempengaruhi

kinerja BMT

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 317

Konsep Social Inclusion –

Konsistensi Aturan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Peraturan tentang pengembangan

usaha

Konsistensi aturan dalam hal Ruang

lingkup usaha

188. Berdasarkan aspek “Konsep Social Inclusion”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Masalah Infrastruktur” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Konsep Social Inclusion – Masalah

infrastruktur 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Akselerasi teknologi

Jejaring Asosiasi dengan koperasi

sekunder

Kesiapan IT

Ketersediaan IT

Standarisasi Sistem

189. Berdasarkan aspek “Konsep Social Inclusion”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Masalah Legal” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Konsep Social Inclusion – Masalah

Legal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Konsistensi Aturan pada

BMT/Kopsyah

Penguatan fungsi Baitul Mal

Transformasi badan hukum BMT

menuju KSPPS/LKMS

Unfairness kebijakan antar lembaga

keuangan

190. Berdasarkan aspek “Konsep Social Inclusion”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Masalah Produk” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Konsep Social Inclusion – Masalah

Produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keragaman produk

Pemahaman produk

Pengembangan produk berbasis local

genuine

318 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

191. Berdasarkan aspek “Konsep Social Inclusion”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Masalah SDM” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Konsep Social Inclusion – Masalah

SDM 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keahlian

Kemampuan

192. Berdasarkan aspek “Konsep Social Inclusion”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Pemahaman produk” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Konsep Social Inclusion –

Pemahaman produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Kemampuan teller dan administrator

dalam memahami produk BMT

Pemahaman nasabah terhadap produk

BMT

Pemahaman tentang keamanan produk

BMT kepada nasabah

193. Berdasarkan aspek “Konsep Social Inclusion”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Pengembangan produk” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Konsep Social Inclusion –

Pengembangan produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Adaptif terhadap perubahan pola

kegiatan ekonomi masyarakat

Produk berbasis keunggulan local

Riset dan analisis keunggulan

masyarakat sekitar

194. Berdasarkan aspek “Konsep Social Inclusion”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Penguatan fungsi BMT” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Konsep Social Inclusion –

Penguatan fungsi BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Intermediasi keuangan

Kesejahteraan anggota/nasabah

Pemberdayaan ekonomi

Pembedayaan Sosial

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 319

Konsep Social Inclusion –

Penguatan fungsi BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pengembangan usaha anggota/nasabah

195. Berdasarkan aspek “Konsep Social Inclusion”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Standarisasi Sistem” dibawah ini menurut ting-

kat pengaruhnya!

Konsep Social Inclusion –

Standarisasi Sistem 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Sistem Laporan keuangan

Sistem Manajemen dan Administrasi

BMT

Sistem Pelayanan nasabah

Sistem Rekrutmen dan Pengembangan

SDM

196. Berdasarkan aspek “Konsep Social Inclusion”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Transformasi Badan Hukum BMT” dibawah ini

menurut tingkat pengaruhnya!

Konsep Social Inclusion -

Transformasi Badan Hukum BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Konsekuensi pilihan badan hukum

terhadap kinerja BMT

Pemahaman pengelola tentang

peraturan dan konsekuensi badan

hukum BMT

Sosialisasi aturan badan hukum BMT

kepada pengelola

197. Berdasarkan aspek “Konsep Social Inclusion”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Unfairness kebijakan” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Konsep Social Inclusion - Unfairness

kebijakan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

BMT Diperlakukan berbeda dibanding

LK lainnya

Kebijakan tidak adil membuat BMT

kurang memiliki daya saing

Perbedaan kebijakan menyebabkan

BMT sulit berkembang

320 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

198. Berdasarkan aspek “Memperkecil Assymetric Information”, banding-

kan elemen-elemen pada cluster “Akselerasi Teknologi” dibawah ini

menurut tingkat pengaruhnya!

Memperkecil Assymetric

Information - Akselerasi Teknologi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Adaptif terhadap perubahan teknologi

Layanan BMT dengan menggunakan

smartphone

SDM memiliki kemampuan dalam

aplikasi berbasis smartphone

199. Berdasarkan aspek “Memperkecil Assymetric Information”, banding-

kan elemen-elemen pada cluster “Jejaring Asosiasi” dibawah ini

menurut tingkat pengaruhnya!

Memperkecil Assymetric

Information - Jejaring Asosiasi

dengan koperasi

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Jejaring melalui ormas

Kerjasama dengan stakeholder di

lingkungan BMT

Komunikasi dengan koperasi sekunder

200. Berdasarkan aspek “Memperkecil Assymetric Information”, banding-

kan elemen-elemen pada cluster “Keahlian” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Memperkecil Assymetric

Information - Keahlian 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keahlian membangun jaringan

Keahlian membina nasabah

Pemahaman konsep pelayanan

Penguasaan fiqh muamalah

Penguasaan Produk

201. Berdasarkan aspek “Memperkecil Assymetric Information”, banding-

kan elemen-elemen pada cluster “Kemampuan” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Memperkecil Assymetric

Information – Kemampuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Economic capacity

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 321

Memperkecil Assymetric

Information – Kemampuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Financial capacity

Knowledge capacity

Social capacity

Spiritual capacity

202. Berdasarkan aspek “Memperkecil Assymetric Information”, banding-

kan elemen-elemen pada cluster “Keragaman produk” dibawah ini

menurut tingkat pengaruhnya!

Memperkecil Assymetric

Information - Keragaman produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Diversifikasi produk dalam rangka

meningkatkan minat nasabah

Keragaman produk dapat

meningkatkan profit BMT

Produk yang dibutuhkan nasabah

203. Berdasarkan aspek “Memperkecil Assymetric Information”, banding-

kan elemen-elemen pada cluster “Kesiapan IT” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Memperkecil Assymetric

Information - kesiapan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pendayagunaan IT Berbasis

smartphone

Kerjasama dengan provider

telekomunikasi

204. Berdasarkan aspek “Memperkecil Assymetric Information”, banding-

kan elemen-elemen pada cluster “Ketersediaan IT” dibawah ini menu-

rut tingkat pengaruhnya!

Memperkecil Assymetric

Information – ketersediaan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Mendukung operasional BMT

Sesuai dengan kebutuhan BMT

Up to date dengan perkembangan

teknologi

205. Berdasarkan aspek “Memperkecil Assymetric Information”, banding-

kan elemen-elemen pada cluster “Konsistensi Aturan” dibawah ini

menurut tingkat pengaruhnya!

322 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Memperkecil Assymetric

Information – Konsistensi Aturan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Efektifitas peraturan mempengaruhi

kinerja BMT

Peraturan tentang pengembangan

usaha

Konsistensi aturan dalam hal Ruang

lingkup usaha

206. Berdasarkan aspek “Memperkecil Assymetric Information”, banding-

kan elemen-elemen pada cluster “Masalah Infrastruktur” dibawah ini

menurut tingkat pengaruhnya!

Memperkecil Assymetric

Information – Masalah

infrastruktur

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Akselerasi teknologi

Jejaring Asosiasi dengan koperasi

sekunder

Kesiapan IT

Ketersediaan IT

Standarisasi Sistem

207. Berdasarkan aspek “Memperkecil Assymetric Information”, banding-

kan elemen-elemen pada cluster “Masalah Legal” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Memperkecil Assymetric

Information – Masalah Legal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Konsistensi Aturan pada

BMT/Kopsyah

Penguatan fungsi Baitul Mal

Transformasi badan hukum BMT

menuju KSPPS/LKMS

Unfairness kebijakan antar lembaga

keuangan

208. Berdasarkan aspek “Memperkecil Assymetric Information”, banding-

kan elemen-elemen pada cluster “Masalah Produk” dibawah ini

menurut tingkat pengaruhnya!

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 323

Memperkecil Assymetric

Information – Masalah Produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keragaman produk

Pemahaman produk

Pengembangan produk berbasis local

genuine

209. Berdasarkan aspek “Memperkecil Assymetric Information”, banding-

kan elemen-elemen pada cluster “Masalah SDM” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Memperkecil Assymetric

Information – Masalah SDM 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keahlian

Kemampuan

210. Berdasarkan aspek “Memperkecil Assymetric Information”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Pemahaman produk” dibawah ini menu-

rut tingkat pengaruhnya!

Memperkecil Assymetric

Information – Pemahaman produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Kemampuan teller dan administrator

dalam memahami produk BMT

Pemahaman nasabah terhadap produk

BMT

Pemahaman tentang keamanan produk

BMT kepada nasabah

211. Berdasarkan aspek “Memperkecil Assymetric Information”, banding-

kan elemen-elemen pada cluster “Pengembangan produk” dibawah ini

menurut tingkat pengaruhnya!

Memperkecil Assymetric

Information – Pengembangan

produk

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Adaptif terhadap perubahan pola

kegiatan ekonomi masyarakat

Produk berbasis keunggulan local

Riset dan analisis keunggulan

masyarakat sekitar

324 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

212. Berdasarkan aspek “Memperkecil Assymetric Information”, banding-

kan elemen-elemen pada cluster “Penguatan fungsi BMT” dibawah ini

menurut tingkat pengaruhnya!

Memperkecil Assymetric

Information – Penguatan fungsi

BMT

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Intermediasi keuangan

Kesejahteraan anggota/nasabah

Pemberdayaan ekonomi

Pembedayaan Sosial

Pengembangan usaha anggota/nasabah

213. Berdasarkan aspek “Memperkecil Assymetric Information”, banding-

kan elemen-elemen pada cluster “Standarisasi Sistem” dibawah ini

menurut tingkat pengaruhnya!

Memperkecil Assymetric

Information – Standarisasi Sistem 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Sistem Laporan keuangan

Sistem Manajemen dan Administrasi

BMT

Sistem Pelayanan nasabah

Sistem Rekrutmen dan Pengembangan

SDM

214. Berdasarkan aspek “Memperkecil Assymetric Information”, banding-

kan elemen-elemen pada cluster “Transformasi Badan Hukum BMT”

dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Memperkecil Assymetric

Information - Transformasi Badan

Hukum BMT

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Konsekuensi pilihan badan hukum

terhadap kinerja BMT

Pemahaman pengelola tentang

peraturan dan konsekuensi badan

hukum BMT

Sosialisasi aturan badan hukum BMT

kepada pengelola

215. Berdasarkan aspek “Memperkecil Assymetric Information”, banding-

kan elemen-elemen pada cluster “Unfairness kebijakan” dibawah ini

menurut tingkat pengaruhnya!

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 325

Memperkecil Assymetric

Information - Unfairness kebijakan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

BMT Diperlakukan berbeda dibanding

LK lainnya

Kebijakan tidak adil membuat BMT

kurang memiliki daya saing

Perbedaan kebijakan menyebabkan

BMT sulit berkembang

216. Berdasarkan aspek “Standarisasi IT”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Akselerasi Teknologi” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Standarisasi IT - Akselerasi

Teknologi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Adaptif terhadap perubahan teknologi

Layanan BMT dengan menggunakan

smartphone

SDM memiliki kemampuan dalam

aplikasi berbasis smartphone

217. Berdasarkan aspek “Standarisasi IT”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Jejaring Asosiasi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Standarisasi IT - Jejaring Asosiasi

dengan koperasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Jejaring melalui ormas

Kerjasama dengan stakeholder di

lingkungan BMT

Komunikasi dengan koperasi sekunder

218. Berdasarkan aspek “Standarisasi IT”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Keahlian” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Standarisasi IT – Keahlian 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keahlian membangun jaringan

Keahlian membina nasabah

Pemahaman konsep pelayanan

Penguasaan fiqh muamalah

Penguasaan Produk

219. Berdasarkan aspek “Standarisasi IT”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Kemampuan” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

326 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Standarisasi IT – Kemampuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Economic capacity

Financial capacity

Knowledge capacity

Social capacity

Spiritual capacity

220. Berdasarkan aspek “Standarisasi IT”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Keragaman produk” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Standarisasi IT - Keragaman

produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Diversifikasi produk dalam rangka

meningkatkan minat nasabah

Keragaman produk dapat

meningkatkan profit BMT

Produk yang dibutuhkan nasabah

221. Berdasarkan aspek “Standarisasi IT”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Kesiapan IT” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Standarisasi IT - kesiapan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pendayagunaan IT Berbasis

smartphone

Kerjasama dengan provider

telekomunikasi

222. Berdasarkan aspek “Standarisasi IT”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Ketersediaan IT” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Standarisasi IT – ketersediaan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Mendukung operasional BMT

Sesuai dengan kebutuhan BMT

Up to date dengan perkembangan

teknologi

223. Berdasarkan aspek “Standarisasi IT”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Konsistensi Aturan” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Standarisasi IT – Konsistensi

Aturan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Efektifitas peraturan mempengaruhi

kinerja BMT

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 327

Standarisasi IT – Konsistensi

Aturan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Peraturan tentang pengembangan

usaha

Konsistensi aturan dalam hal Ruang

lingkup usaha

224. Berdasarkan aspek “Standarisasi IT”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Masalah Infrastruktur” dibawah ini menurut tingkat penga-

ruhnya!

Standarisasi IT – Masalah

infrastruktur 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Akselerasi teknologi

Jejaring Asosiasi dengan koperasi

sekunder

Kesiapan IT

Ketersediaan IT

Standarisasi Sistem

225. Berdasarkan aspek “Standarisasi IT”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Masalah Legal” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Standarisasi IT – Masalah Legal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Konsistensi Aturan pada

BMT/Kopsyah

Penguatan fungsi Baitul Mal

Transformasi badan hukum BMT

menuju KSPPS/LKMS

Unfairness kebijakan antar lembaga

keuangan

226. Berdasarkan aspek “Standarisasi IT”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Masalah Produk” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Standarisasi IT – Masalah Produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keragaman produk

Pemahaman produk

Pengembangan produk berbasis local

genuine

227. Berdasarkan aspek “Standarisasi IT”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Masalah SDM” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

328 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Standarisasi IT – Masalah SDM 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keahlian

Kemampuan

228. Berdasarkan aspek “Standarisasi IT”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Pemahaman produk” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Standarisasi IT – Pemahaman

produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Kemampuan teller dan administrator

dalam memahami produk BMT

Pemahaman nasabah terhadap produk

BMT

Pemahaman tentang keamanan produk

BMT kepada nasabah

229. Berdasarkan aspek “Standarisasi IT”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Pengembangan produk” dibawah ini menurut tingkat penga-

ruhnya!

Standarisasi IT – Pengembangan

produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Adaptif terhadap perubahan pola

kegiatan ekonomi masyarakat

Produk berbasis keunggulan lokal

Riset dan analisis keunggulan

masyarakat sekitar

230. Berdasarkan aspek “Standarisasi IT”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Penguatan fungsi BMT” dibawah ini menurut tingkat penga-

ruhnya!

Standarisasi IT – Penguatan fungsi

BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Intermediasi keuangan

Kesejahteraan anggota/nasabah

Pemberdayaan ekonomi

Pembedayaan Sosial

Pengembangan usaha anggota/nasabah

231. Berdasarkan aspek “Standarisasi IT”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Standarisasi Sistem” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 329

Standarisasi IT – Standarisasi

Sistem 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Sistem Laporan keuangan

Sistem Manajemen dan Administrasi

BMT

Sistem Pelayanan nasabah

Sistem Rekrutmen dan Pengembangan

SDM

232. Berdasarkan aspek “Standarisasi IT”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Transformasi Badan Hukum BMT” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Standarisasi IT - Transformasi

Badan Hukum BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Konsekuensi pilihan badan hukum

terhadap kinerja BMT

Pemahaman pengelola tentang

peraturan dan konsekuensi badan

hukum BMT

Sosialisasi aturan badan hukum BMT

kepada pengelola

233. Berdasarkan aspek “Standarisasi IT”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Unfairness kebijakan” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Standarisasi IT - Unfairness

kebijakan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

BMT Diperlakukan berbeda dibanding

LK lainnya

Kebijakan tidak adil membuat BMT

kurang memiliki daya saing

Perbedaan kebijakan menyebabkan

BMT sulit berkembang

234. Berdasarkan aspek “Strategi Pemasaran Produk”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Akselerasi Teknologi” dibawah ini

menurut tingkat pengaruhnya!

Strategi Pemasaran Produk -

Akselerasi Teknologi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Adaptif terhadap perubahan teknologi

Layanan BMT dengan menggunakan

330 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Strategi Pemasaran Produk -

Akselerasi Teknologi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

smartphone

SDM memiliki kemampuan dalam

aplikasi berbasis smartphone

235. Berdasarkan aspek “Strategi Pemasaran Produk”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Jejaring Asosiasi” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Strategi Pemasaran Produk -

Jejaring Asosiasi dengan koperasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Jejaring melalui ormas

Kerjasama dengan stakeholder di

lingkungan BMT

Komunikasi dengan koperasi sekunder

236. Berdasarkan aspek “Strategi Pemasaran Produk”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Keahlian” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Strategi Pemasaran Produk -

Keahlian 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keahlian membangun jaringan

Keahlian membina nasabah

Pemahaman konsep pelayanan

Penguasaan fiqh muamalah

Penguasaan Produk

237. Berdasarkan aspek “Strategi Pemasaran Produk”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Kemampuan” dibawah ini menurut ting-

kat pengaruhnya!

Strategi Pemasaran Produk –

Kemampuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Economic capacity

Financial capacity

Knowledge capacity

Social capacity

Spiritual capacity

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 331

238. Berdasarkan aspek “Strategi Pemasaran Produk”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Keragaman produk” dibawah ini menu-

rut tingkat pengaruhnya!

Strategi Pemasaran Produk -

Keragaman produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Diversifikasi produk dalam rangka

meningkatkan minat nasabah

Keragaman produk dapat

meningkatkan profit BMT

Produk yang dibutuhkan nasabah

239. Berdasarkan aspek “Strategi Pemasaran Produk”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Kesiapan IT” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Strategi Pemasaran Produk -

kesiapan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pendayagunaan IT Berbasis

smartphone

Kerjasama dengan provider

telekomunikasi

240. Berdasarkan aspek “Strategi Pemasaran Produk”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Ketersediaan IT” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Strategi Pemasaran Produk –

ketersediaan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Mendukung operasional BMT

Sesuai dengan kebutuhan BMT

Up to date dengan perkembangan

teknologi

241. Berdasarkan aspek “Strategi Pemasaran Produk”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Konsistensi Aturan” dibawah ini menu-

rut tingkat pengaruhnya!

Strategi Pemasaran Produk –

Konsistensi Aturan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Efektifitas peraturan mempengaruhi

kinerja BMT

Peraturan tentang pengembangan

usaha

332 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Strategi Pemasaran Produk –

Konsistensi Aturan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Konsistensi aturan dalam hal Ruang

lingkup usaha

242. Berdasarkan aspek “Strategi Pemasaran Produk”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Masalah Infrastruktur” dibawah ini

menurut tingkat pengaruhnya!

Strategi Pemasaran Produk –

Masalah infrastruktur 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Akselerasi teknologi

Jejaring Asosiasi dengan koperasi

sekunder

Kesiapan IT

Ketersediaan IT

Standarisasi Sistem

243. Berdasarkan aspek “Strategi Pemasaran Produk”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Masalah Legal” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Strategi Pemasaran Produk –

Masalah Legal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Konsistensi Aturan pada

BMT/Kopsyah

Penguatan fungsi Baitul Mal

Transformasi badan hukum BMT

menuju KSPPS/LKMS

Unfairness kebijakan antar lembaga

keuangan

244. Berdasarkan aspek “Strategi Pemasaran Produk”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Masalah Produk” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Strategi Pemasaran Produk –

Masalah Produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keragaman produk

Pemahaman produk

Pengembangan produk berbasis local

genuine

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 333

245. Berdasarkan aspek “Strategi Pemasaran Produk”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Masalah SDM” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Strategi Pemasaran Produk –

Masalah SDM 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keahlian

Kemampuan

246. Berdasarkan aspek “Strategi Pemasaran Produk”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Pemahaman produk” dibawah ini menu-

rut tingkat pengaruhnya!

Strategi Pemasaran Produk –

Pemahaman produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Kemampuan teller dan administrator

dalam memahami produk BMT

Pemahaman nasabah terhadap produk

BMT

Pemahaman tentang keamanan produk

BMT kepada nasabah

247. Berdasarkan aspek “Strategi Pemasaran Produk”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Pengembangan produk” dibawah ini

menurut tingkat pengaruhnya!

Strategi Pemasaran Produk –

Pengembangan produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Adaptif terhadap perubahan pola

kegiatan ekonomi masyarakat

Produk berbasis keunggulan local

Riset dan analisis keunggulan

masyarakat sekitar

248. Berdasarkan aspek “Strategi Pemasaran Produk”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Penguatan fungsi BMT” dibawah ini

menurut tingkat pengaruhnya!

Strategi Pemasaran Produk –

Penguatan fungsi BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Intermediasi keuangan

334 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Strategi Pemasaran Produk –

Penguatan fungsi BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Kesejahteraan anggota/nasabah

Pemberdayaan ekonomi

Pembedayaan Sosial

Pengembangan usaha anggota/nasabah

249. Berdasarkan aspek “Strategi Pemasaran Produk”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Standarisasi Sistem” dibawah ini menu-

rut tingkat pengaruhnya!

Strategi Pemasaran Produk –

Standarisasi Sistem 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Sistem Laporan keuangan

Sistem Manajemen dan Administrasi

BMT

Sistem Pelayanan nasabah

Sistem Rekrutmen dan Pengembangan

SDM

250. Berdasarkan aspek “Strategi Pemasaran Produk”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Transformasi Badan Hukum BMT”

dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Strategi Pemasaran Produk -

Transformasi Badan Hukum BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Konsekuensi pilihan badan hukum

terhadap kinerja BMT

Pemahaman pengelola tentang

peraturan dan konsekuensi badan

hukum BMT

Sosialisasi aturan badan hukum BMT

kepada pengelola

251. Berdasarkan aspek “Strategi Pemasaran Produk”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Unfairness kebijakan” dibawah ini

menurut tingkat pengaruhnya!

Strategi Pemasaran Produk -

Unfairness kebijakan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

BMT Diperlakukan berbeda dibanding

LK lainnya

Kebijakan tidak adil membuat BMT

kurang memiliki daya saing

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 335

Perbedaan kebijakan menyebabkan

BMT sulit berkembang

252. Berdasarkan aspek “Inovasi Produk”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Akselerasi Teknologi” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Inovasi Produk - Akselerasi

Teknologi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Adaptif terhadap perubahan teknologi

Layanan BMT dengan menggunakan

smartphone

SDM memiliki kemampuan dalam

aplikasi berbasis smartphone

253. Berdasarkan aspek “Inovasi Produk”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Jejaring Asosiasi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Inovasi Produk - Jejaring Asosiasi

dengan koperasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Jejaring melalui ormas

Kerjasama dengan stakeholder di

lingkungan BMT

Komunikasi dengan koperasi sekunder

254. Berdasarkan aspek “Inovasi Produk”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Keahlian” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Inovasi Produk – Keahlian 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keahlian membangun jaringan

Keahlian membina nasabah

Pemahaman konsep pelayanan

Penguasaan fiqh muamalah

Penguasaan Produk

255. Berdasarkan aspek “Inovasi Produk”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Kemampuan” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Inovasi Produk – Kemampuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Economic capacity

Financial capacity

Knowledge capacity

Social capacity

336 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Spiritual capacity

256. Berdasarkan aspek “Inovasi Produk”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Keragaman produk” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Inovasi Produk - Keragaman

produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Diversifikasi produk dalam rangka

meningkatkan minat nasabah

Keragaman produk dapat

meningkatkan profit BMT

Produk yang dibutuhkan nasabah

257. Berdasarkan aspek “Inovasi Produk”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Kesiapan IT” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Inovasi Produk - kesiapan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pendayagunaan IT Berbasis

smartphone

Kerjasama dengan provider

telekomunikasi

258. Berdasarkan aspek “Inovasi Produk”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Ketersediaan IT” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Inovasi Produk – ketersediaan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Mendukung operasional BMT

Sesuai dengan kebutuhan BMT

Up to date dengan perkembangan

teknologi

259. Berdasarkan aspek “Inovasi Produk”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Konsistensi Aturan” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Inovasi Produk – Konsistensi

Aturan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Efektifitas peraturan mempengaruhi

kinerja BMT

Peraturan tentang pengembangan

usaha

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 337

Konsistensi aturan dalam hal Ruang

lingkup usaha

260. Berdasarkan aspek “Inovasi Produk”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Masalah Infrastruktur” dibawah ini menurut tingkat penga-

ruhnya!

Inovasi Produk – Masalah

infrastruktur 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Akselerasi teknologi

Jejaring Asosiasi dengan koperasi

sekunder

Kesiapan IT

Ketersediaan IT

Standarisasi Sistem

261. Berdasarkan aspek “Inovasi Produk”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Masalah Legal” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Inovasi Produk – Masalah Legal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Konsistensi Aturan pada

BMT/Kopsyah

Penguatan fungsi Baitul Mal

Transformasi badan hukum BMT

menuju KSPPS/LKMS

Unfairness kebijakan antar lembaga

keuangan

262. Berdasarkan aspek “Inovasi Produk”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Masalah Produk” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Inovasi Produk – Masalah Produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keragaman produk

Pemahaman produk

Pengembangan produk berbasis local

genuine

263. Berdasarkan aspek “Inovasi Produk”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Masalah SDM” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Inovasi Produk – Masalah SDM 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keahlian

338 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Kemampuan

264. Berdasarkan aspek “Inovasi Produk”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Pemahaman produk” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Inovasi Produk – Pemahaman

produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Kemampuan teller dan administrator

dalam memahami produk BMT

Pemahaman nasabah terhadap produk

BMT

Pemahaman tentang keamanan produk

BMT kepada nasabah

265. Berdasarkan aspek “Inovasi Produk”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Pengembangan produk” dibawah ini menurut tingkat penga-

ruhnya!

Inovasi Produk – Pengembangan

produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Adaptif terhadap perubahan pola

kegiatan ekonomi masyarakat

Produk berbasis keunggulan local

Riset dan analisis keunggulan

masyarakat sekitar

266. Berdasarkan aspek “Inovasi Produk”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Penguatan fungsi BMT” dibawah ini menurut tingkat penga-

ruhnya!

Inovasi Produk – Penguatan fungsi

BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Intermediasi keuangan

Kesejahteraan anggota/nasabah

Pemberdayaan ekonomi

Pembedayaan Sosial

Pengembangan usaha anggota/nasabah

267. Berdasarkan aspek “Inovasi Produk”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Standarisasi Sistem” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 339

Inovasi Produk – Standarisasi

Sistem 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Sistem Laporan keuangan

Sistem Manajemen dan Administrasi

BMT

Sistem Pelayanan nasabah

Sistem Rekrutmen dan Pengembangan

SDM

268. Berdasarkan aspek “Inovasi Produk”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Transformasi Badan Hukum BMT” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Inovasi Produk - Transformasi

Badan Hukum BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Konsekuensi pilihan badan hukum

terhadap kinerja BMT

Pemahaman pengelola tentang

peraturan dan konsekuensi badan

hukum BMT

Sosialisasi aturan badan hukum BMT

kepada pengelola

269. Berdasarkan aspek “Inovasi Produk”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Unfairness kebijakan” dibawah ini menurut tingkat penga-

ruhnya!

Inovasi Produk - Unfairness

kebijakan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

BMT Diperlakukan berbeda dibanding

LK lainnya

Kebijakan tidak adil membuat BMT

kurang memiliki daya saing

Perbedaan kebijakan menyebabkan

BMT sulit berkembang

270. Berdasarkan aspek “Menjaga karakter BMT”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Akselerasi Teknologi” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Menjaga karakter BMT - Akselerasi

Teknologi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Adaptif terhadap perubahan teknologi

Layanan BMT dengan menggunakan

340 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

smartphone

SDM memiliki kemampuan dalam

aplikasi berbasis smartphone

271. Berdasarkan aspek “Menjaga karakter BMT”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Jejaring Asosiasi” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Menjaga karakter BMT - Jejaring

Asosiasi dengan koperasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Jejaring melalui ormas

Kerjasama dengan stakeholder di

lingkungan BMT

Komunikasi dengan koperasi sekunder

272. Berdasarkan aspek “Menjaga karakter BMT”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Keahlian” dibawah ini menurut tingkat penga-

ruhnya!

Menjaga karakter BMT – Keahlian 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keahlian membangun jaringan

Keahlian membina nasabah

Pemahaman konsep pelayanan

Penguasaan fiqh muamalah

Penguasaan Produk

273. Berdasarkan aspek “Menjaga karakter BMT”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Kemampuan” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Menjaga karakter BMT -

Kemampuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Economic capacity

Financial capacity

Knowledge capacity

Social capacity

Spiritual capacity

274. Berdasarkan aspek “Menjaga karakter BMT”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Keragaman produk” dibawah ini menurut ting-

kat pengaruhnya!

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 341

Menjaga karakter BMT -

Keragaman produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Diversifikasi produk dalam rangka

meningkatkan minat nasabah

Keragaman produk dapat

meningkatkan profit BMT

Produk yang dibutuhkan nasabah

275. Berdasarkan aspek “Menjaga karakter BMT”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Kesiapan IT” dibawah ini menurut tingkat penga-

ruhnya!

Menjaga karakter BMT - kesiapan

IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pendayagunaan IT Berbasis

smartphone

Kerjasama dengan provider

telekomunikasi

276. Berdasarkan aspek “Menjaga karakter BMT”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Ketersediaan IT” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Menjaga karakter BMT –

ketersediaan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Mendukung operasional BMT

Sesuai dengan kebutuhan BMT

Up to date dengan perkembangan

teknologi

277. Berdasarkan aspek “Menjaga karakter BMT”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Konsistensi Aturan” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Menjaga karakter BMT –

Konsistensi Aturan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Efektifitas peraturan mempengaruhi

kinerja BMT

Peraturan tentang pengembangan

usaha

Konsistensi aturan dalam hal Ruang

lingkup usaha

342 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

278. Berdasarkan aspek “Menjaga karakter BMT”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Masalah Infrastruktur” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Menjaga karakter BMT – Masalah

infrastruktur 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Akselerasi teknologi

Jejaring Asosiasi dengan koperasi

sekunder

Kesiapan IT

Ketersediaan IT

Standarisasi Sistem

279. Berdasarkan aspek “Menjaga karakter BMT”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Masalah Legal” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Menjaga karakter BMT – Masalah

Legal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Konsistensi Aturan pada

BMT/Kopsyah

Penguatan fungsi Baitul Mal

Transformasi badan hukum BMT

menuju KSPPS/LKMS

Unfairness kebijakan antar lembaga

keuangan

280. Berdasarkan aspek “Menjaga karakter BMT”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Masalah Produk” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Menjaga karakter BMT – Masalah

Produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keragaman produk

Pemahaman produk

Pengembangan produk berbasis local

genuine

281. Berdasarkan aspek “Menjaga karakter BMT”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Masalah SDM” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 343

Menjaga karakter BMT – Masalah

SDM 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keahlian

Kemampuan

282. Berdasarkan aspek “Menjaga karakter BMT”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Pemahaman produk” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Menjaga karakter BMT –

Pemahaman produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Kemampuan teller dan administrator

dalam memahami produk BMT

Pemahaman nasabah terhadap produk

BMT

Pemahaman tentang keamanan produk

BMT kepada nasabah

283. Berdasarkan aspek “Menjaga karakter BMT”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Pengembangan produk” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Menjaga karakter BMT –

Pengembangan produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Adaptif terhadap perubahan pola

kegiatan ekonomi masyarakat

Produk berbasis keunggulan local

Riset dan analisis keunggulan

masyarakat sekitar

284. Berdasarkan aspek “Menjaga karakter BMT”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Penguatan fungsi BMT” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Menjaga karakter BMT –

Penguatan fungsi BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Intermediasi keuangan

Kesejahteraan anggota/nasabah

Pemberdayaan ekonomi

Pembedayaan Sosial

Pengembangan usaha anggota/nasabah

344 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

285. Berdasarkan aspek “Menjaga karakter BMT”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Standarisasi Sistem” dibawah ini menurut ting-

kat pengaruhnya!

Menjaga karakter BMT –

Standarisasi Sistem 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Sistem Laporan keuangan

Sistem Manajemen dan Administrasi

BMT

Sistem Pelayanan nasabah

Sistem Rekrutmen dan Pengembangan

SDM

286. Berdasarkan aspek “Menjaga karakter BMT”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Transformasi Badan Hukum BMT” dibawah ini

menurut tingkat pengaruhnya!

Menjaga karakter BMT -

Transformasi Badan Hukum BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Konsekuensi pilihan badan hukum

terhadap kinerja BMT

Pemahaman pengelola tentang

peraturan dan konsekuensi badan

hukum BMT

Sosialisasi aturan badan hukum BMT

kepada pengelola

287. Berdasarkan aspek “Menjaga karakter BMT”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Unfairness kebijakan” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Menjaga karakter BMT -

Unfairness kebijakan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

BMT Diperlakukan berbeda dibanding

LK lainnya

Kebijakan tidak adil membuat BMT

kurang memiliki daya saing

Perbedaan kebijakan menyebabkan

BMT sulit berkembang

288. Berdasarkan aspek “Merubah mindset pengurus”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Akselerasi Teknologi” dibawah ini me-

nurut tingkat pengaruhnya!

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 345

Merubah mindset pengurus -

Akselerasi Teknologi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Adaptif terhadap perubahan teknologi

Layanan BMT dengan menggunakan

smartphone

SDM memiliki kemampuan dalam

aplikasi berbasis smartphone

289. Berdasarkan aspek “Merubah mindset pengurus”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Jejaring Asosiasi” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Merubah mindset pengurus -

Jejaring Asosiasi dengan koperasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Jejaring melalui ormas

Kerjasama dengan stakeholder di

lingkungan BMT

Komunikasi dengan koperasi sekunder

290. Berdasarkan aspek “Merubah mindset pengurus”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Keahlian” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Merubah mindset pengurus –

Keahlian 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keahlian membangun jaringan

Keahlian membina nasabah

Pemahaman konsep pelayanan

Penguasaan fiqh muamalah

Penguasaan Produk

291. Berdasarkan aspek “Merubah mindset pengurus”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Kemampuan” dibawah ini menurut ting-

kat pengaruhnya!

Merubah mindset pengurus –

Kemampuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Economic capacity

Financial capacity

Knowledge capacity

Social capacity

Spiritual capacity

346 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

292. Berdasarkan aspek “Merubah mindset pengurus”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Keragaman produk” dibawah ini menu-

rut tingkat pengaruhnya!

Merubah mindset pengurus -

Keragaman produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Diversifikasi produk dalam rangka

meningkatkan minat nasabah

Keragaman produk dapat

meningkatkan profit BMT

Produk yang dibutuhkan nasabah

293. Berdasarkan aspek “Merubah mindset pengurus”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Kesiapan IT” dibawah ini menurut ting-

kat pengaruhnya!

Merubah mindset pengurus -

kesiapan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pendayagunaan IT Berbasis

smartphone

Kerjasama dengan provider

telekomunikasi

294. Berdasarkan aspek “Merubah mindset pengurus”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Ketersediaan IT” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Merubah mindset pengurus –

ketersediaan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Mendukung operasional BMT

Sesuai dengan kebutuhan BMT

Up to date dengan perkembangan

teknologi

295. Berdasarkan aspek “Merubah mindset pengurus”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Konsistensi Aturan” dibawah ini menu-

rut tingkat pengaruhnya!

Merubah mindset pengurus –

Konsistensi Aturan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Efektifitas peraturan mempengaruhi

kinerja BMT

Peraturan tentang pengembangan

usaha

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 347

Merubah mindset pengurus –

Konsistensi Aturan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Konsistensi aturan dalam hal Ruang

lingkup usaha

296. Berdasarkan aspek “Merubah mindset pengurus”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Masalah Infrastruktur” dibawah ini

menurut tingkat pengaruhnya!

Merubah mindset pengurus –

Masalah infrastruktur 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Akselerasi teknologi

Jejaring Asosiasi dengan koperasi

sekunder

Kesiapan IT

Ketersediaan IT

Standarisasi Sistem

297. Berdasarkan aspek “Merubah mindset pengurus”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Masalah Legal” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Merubah mindset pengurus –

Masalah Legal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Konsistensi Aturan pada

BMT/Kopsyah

Penguatan fungsi Baitul Mal

Transformasi badan hukum BMT

menuju KSPPS/LKMS

Unfairness kebijakan antar lembaga

keuangan

298. Berdasarkan aspek “Merubah mindset pengurus”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Masalah Produk” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Merubah mindset pengurus –

Masalah Produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keragaman produk

Pemahaman produk

Pengembangan produk berbasis local

genuine

348 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

299. Berdasarkan aspek “Merubah mindset pengurus”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Masalah SDM” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Merubah mindset pengurus –

Masalah SDM 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keahlian

Kemampuan

300. Berdasarkan aspek “Merubah mindset pengurus”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Pemahaman produk” dibawah ini menu-

rut tingkat pengaruhnya!

Merubah mindset pengurus –

Pemahaman produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Kemampuan teller dan administrator

dalam memahami produk BMT

Pemahaman nasabah terhadap produk

BMT

Pemahaman tentang keamanan produk

BMT kepada nasabah

301. Berdasarkan aspek “Merubah mindset pengurus”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Pengembangan produk” dibawah ini

menurut tingkat pengaruhnya!

Merubah mindset pengurus –

Pengembangan produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Adaptif terhadap perubahan pola

kegiatan ekonomi masyarakat

Produk berbasis keunggulan lokal

Riset dan analisis keunggulan

masyarakat sekitar

302. Berdasarkan aspek “Merubah mindset pengurus”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Penguatan fungsi BMT” dibawah ini

menurut tingkat pengaruhnya!

Merubah mindset pengurus –

Penguatan fungsi BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Intermediasi keuangan

Kesejahteraan anggota/nasabah

Pemberdayaan ekonomi

Pembedayaan Sosial

Pengembangan usaha anggota/nasabah

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 349

303. Berdasarkan aspek “Merubah mindset pengurus”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Standarisasi Sistem” dibawah ini menu-

rut tingkat pengaruhnya!

Merubah mindset pengurus –

Standarisasi Sistem 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Sistem Laporan keuangan

Sistem Manajemen dan Administrasi

BMT

Sistem Pelayanan nasabah

Sistem Rekrutmen dan Pengembangan

SDM

304. Berdasarkan aspek “Merubah mindset pengurus”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Transformasi Badan Hukum BMT”

dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Merubah mindset pengurus -

Transformasi Badan Hukum BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Konsekuensi pilihan badan hukum

terhadap kinerja BMT

Pemahaman pengelola tentang

peraturan dan konsekuensi badan

hukum BMT

Sosialisasi aturan badan hukum BMT

kepada pengelola

305. Berdasarkan aspek “Merubah mindset pengurus”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Unfairness kebijakan” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Merubah mindset pengurus -

Unfairness kebijakan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

BMT Diperlakukan berbeda dibanding

LK lainnya

Kebijakan tidak adil membuat BMT

kurang memiliki daya saing

Perbedaan kebijakan menyebabkan

BMT sulit berkembang

306. Berdasarkan aspek “Pelatihan SDM”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Akselerasi Teknologi” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

350 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Pelatihan SDM - Akselerasi

Teknologi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Adaptif terhadap perubahan teknologi

Layanan BMT dengan menggunakan

smartphone

SDM memiliki kemampuan dalam

aplikasi berbasis smartphone

307. Berdasarkan aspek “Pelatihan SDM”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Jejaring Asosiasi” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Pelatihan SDM - Jejaring Asosiasi

dengan koperasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Jejaring melalui ormas

Kerjasama dengan stakeholder di

lingkungan BMT

Komunikasi dengan koperasi sekunder

308. Berdasarkan aspek “Pelatihan SDM”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Keahlian” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Pelatihan SDM – Keahlian 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keahlian membangun jaringan

Keahlian membina nasabah

Pemahaman konsep pelayanan

Penguasaan fiqh muamalah

Penguasaan Produk

309. Berdasarkan aspek “Pelatihan SDM”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Kemampuan” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Pelatihan SDM – Kemampuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Economic capacity

Financial capacity

Knowledge capacity

Social capacity

Spiritual capacity

310. Berdasarkan aspek “Pelatihan SDM”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Keragaman produk” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 351

Pelatihan SDM - Keragaman

produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Diversifikasi produk dalam rangka

meningkatkan minat nasabah

Keragaman produk dapat

meningkatkan profit BMT

Produk yang dibutuhkan nasabah

311. Berdasarkan aspek “Pelatihan SDM”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Kesiapan IT” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Pelatihan SDM - kesiapan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pendayagunaan IT Berbasis

smartphone

Kerjasama dengan provider

telekomunikasi

312. Berdasarkan aspek “Pelatihan SDM”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Ketersediaan IT” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Pelatihan SDM – ketersediaan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Mendukung operasional BMT

Sesuai dengan kebutuhan BMT

Up to date dengan perkembangan

teknologi

313. Berdasarkan aspek “Pelatihan SDM”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Konsistensi Aturan” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Pelatihan SDM – Konsistensi

Aturan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Efektifitas peraturan mempengaruhi

kinerja BMT

Peraturan tentang pengembangan

usaha

Konsistensi aturan dalam hal Ruang

lingkup usaha

314. Berdasarkan aspek “Pelatihan SDM”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Masalah Infrastruktur” dibawah ini menurut tingkat penga-

ruhnya!

352 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Pelatihan SDM – Masalah

infrastruktur 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Akselerasi teknologi

Jejaring Asosiasi dengan koperasi

sekunder

Kesiapan IT

Ketersediaan IT

Standarisasi Sistem

315. Berdasarkan aspek “Pelatihan SDM”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Masalah Legal” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Pelatihan SDM – Masalah Legal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Konsistensi Aturan pada

BMT/Kopsyah

Penguatan fungsi Baitul Mal

Transformasi badan hukum BMT

menuju KSPPS/LKMS

Unfairness kebijakan antar lembaga

keuangan

316. Berdasarkan aspek “Pelatihan SDM”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Masalah Produk” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Pelatihan SDM – Masalah Produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keragaman produk

Pemahaman produk

Pengembangan produk berbasis local

genuine

317. Berdasarkan aspek “Pelatihan SDM”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Masalah SDM” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Pelatihan SDM – Masalah SDM 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keahlian

Kemampuan

318. Berdasarkan aspek “Pelatihan SDM”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Pemahaman produk” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Pelatihan SDM – Pemahaman

produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Kemampuan teller dan administrator

dalam memahami produk BMT

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 353

Pelatihan SDM – Pemahaman

produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pemahaman nasabah terhadap produk

BMT

Pemahaman tentang keamanan produk

BMT kepada nasabah

319. Berdasarkan aspek “Pelatihan SDM”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Pengembangan produk” dibawah ini menurut tingkat penga-

ruhnya!

Pelatihan SDM – Pengembangan

produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Adaptif terhadap perubahan pola

kegiatan ekonomi masyarakat

Produk berbasis keunggulan local

Riset dan analisis keunggulan

masyarakat sekitar

320. Berdasarkan aspek “Pelatihan SDM”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Penguatan fungsi BMT” dibawah ini menurut tingkat penga-

ruhnya!

Pelatihan SDM – Penguatan fungsi

BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Intermediasi keuangan

Kesejahteraan anggota/nasabah

Pemberdayaan ekonomi

Pembedayaan Sosial

Pengembangan usaha anggota/nasabah

321. Berdasarkan aspek “Pelatihan SDM”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Standarisasi Sistem” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Pelatihan SDM – Standarisasi

Sistem 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Sistem Laporan keuangan

Sistem Manajemen dan Administrasi

BMT

Sistem Pelayanan nasabah

Sistem Rekrutmen dan Pengembangan

SDM

354 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

322. Berdasarkan aspek “Pelatihan SDM”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Transformasi Badan Hukum BMT” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Pelatihan SDM - Transformasi

Badan Hukum BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Konsekuensi pilihan badan hukum

terhadap kinerja BMT

Pemahaman pengelola tentang

peraturan dan konsekuensi badan

hukum BMT

Sosialisasi aturan badan hukum BMT

kepada pengelola

323. Berdasarkan aspek “Pelatihan SDM”, bandingkan elemen-elemen pada

cluster “Unfairness kebijakan” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Pelatihan SDM - Unfairness

kebijakan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

BMT Diperlakukan berbeda dibanding

LK lainnya

Kebijakan tidak adil membuat BMT

kurang memiliki daya saing

Perbedaan kebijakan menyebabkan

BMT sulit berkembang

324. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Akselerasi Teknologi” dibawah ini menurut ting-

kat pengaruhnya!

Penguatan fungsi BMT - Akselerasi

Teknologi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Adaptif terhadap perubahan teknologi

Layanan BMT dengan menggunakan

smartphone

SDM memiliki kemampuan dalam

aplikasi berbasis smartphone

325. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Jejaring Asosiasi” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 355

Penguatan fungsi BMT - Jejaring

Asosiasi dengan koperasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Jejaring melalui ormas

Kerjasama dengan stakeholder di

lingkungan BMT

Komunikasi dengan koperasi sekunder

326. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Keahlian” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Penguatan fungsi BMT - Keahlian 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keahlian membangun jaringan

Keahlian membina nasabah

Pemahaman konsep pelayanan

Penguasaan fiqh muamalah

Penguasaan Produk

327. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Kemampuan” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Penguatan fungsi BMT -

Kemampuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Economic capacity

Financial capacity

Knowledge capacity

Social capacity

Spiritual capacity

328. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Keragaman produk” dibawah ini menurut ting-

kat pengaruhnya!

Penguatan fungsi BMT -

Keragaman produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Diversifikasi produk dalam rangka

meningkatkan minat nasabah

Keragaman produk dapat

meningkatkan profit BMT

Produk yang dibutuhkan nasabah

356 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

329. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Kesiapan IT” dibawah ini menurut tingkat penga-

ruhnya!

Penguatan fungsi BMT - kesiapan

IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pendayagunaan IT Berbasis

smartphone

Kerjasama dengan provider

telekomunikasi

330. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Ketersediaan IT” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Penguatan fungsi BMT –

ketersediaan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Mendukung operasional BMT

Sesuai dengan kebutuhan BMT

Up to date dengan perkembangan

teknologi

331. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Konsistensi Aturan” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Penguatan fungsi BMT –

Konsistensi Aturan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Efektifitas peraturan mempengaruhi

kinerja BMT

Peraturan tentang pengembangan

usaha

Konsistensi aturan dalam hal Ruang

lingkup usaha

332. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Masalah Infrastruktur” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Penguatan fungsi BMT – Masalah

infrastruktur 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Akselerasi teknologi

Jejaring Asosiasi dengan koperasi

sekunder

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 357

Penguatan fungsi BMT – Masalah

infrastruktur 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Kesiapan IT

Ketersediaan IT

Standarisasi Sistem

333. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Masalah Legal” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Penguatan fungsi BMT – Masalah

Legal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Konsistensi Aturan pada

BMT/Kopsyah

Penguatan fungsi Baitul Mal

Transformasi badan hukum BMT

menuju KSPPS/LKMS

Unfairness kebijakan antar lembaga

keuangan

334. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Masalah Produk” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Penguatan fungsi BMT – Masalah

Produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keragaman produk

Pemahaman produk

Pengembangan produk berbasis local

genuine

335. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Masalah SDM” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Penguatan fungsi BMT – Masalah

SDM 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keahlian

Kemampuan

336. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Pemahaman produk” dibawah ini menurut ting-

kat pengaruhnya!

358 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Penguatan fungsi BMT –

Pemahaman produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Kemampuan teller dan administrator

dalam memahami produk BMT

Pemahaman nasabah terhadap produk

BMT

Pemahaman tentang keamanan produk

BMT kepada nasabah

337. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Pengembangan produk” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Penguatan fungsi BMT –

Pengembangan produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Adaptif terhadap perubahan pola

kegiatan ekonomi masyarakat

Produk berbasis keunggulan lokal

Riset dan analisis keunggulan

masyarakat sekitar

338. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Penguatan fungsi BMT” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Penguatan fungsi BMT – Penguatan

fungsi BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Intermediasi keuangan

Kesejahteraan anggota/nasabah

Pemberdayaan ekonomi

Pembedayaan Sosial

Pengembangan usaha anggota/nasabah

339. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Standarisasi Sistem” dibawah ini menurut ting-

kat pengaruhnya!

Penguatan fungsi BMT – Standarisasi

Sistem 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Sistem Laporan keuangan

Sistem Manajemen dan Administrasi BMT

Sistem Pelayanan nasabah

Sistem Rekrutmen dan Pengembangan SDM

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 359

340. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Transformasi Badan Hukum BMT” dibawah ini

menurut tingkat pengaruhnya!

Penguatan fungsi BMT -

Transformasi Badan Hukum BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Konsekuensi pilihan badan hukum

terhadap kinerja BMT

Pemahaman pengelola tentang

peraturan dan konsekuensi badan

hukum BMT

Sosialisasi aturan badan hukum BMT

kepada pengelola

341. Berdasarkan aspek “Penguatan fungsi BMT”, bandingkan elemen-

elemen pada cluster “Unfairness kebijakan” dibawah ini menurut ting-

kat pengaruhnya!

Penguatan fungsi BMT - Unfairness

kebijakan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

BMT Diperlakukan berbeda dibanding

LK lainnya

Kebijakan tidak adil membuat BMT

kurang memiliki daya saing

Perbedaan kebijakan menyebabkan

BMT sulit berkembang

342. Berdasarkan aspek “Peningkatan Benefit”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Akselerasi Teknologi” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Peningkatan Benefit - Akselerasi

Teknologi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Adaptif terhadap perubahan teknologi

Layanan BMT dengan menggunakan

smartphone

SDM memiliki kemampuan dalam

aplikasi berbasis smartphone

343. Berdasarkan aspek “Peningkatan Benefit”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Jejaring Asosiasi” dibawah ini menurut tingkat penga-

ruhnya!

360 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Peningkatan Benefit - Jejaring

Asosiasi dengan koperasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Jejaring melalui ormas

Kerjasama dengan stakeholder di

lingkungan BMT

Komunikasi dengan koperasi sekunder

344. Berdasarkan aspek “Peningkatan Benefit”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Keahlian” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Peningkatan Benefit – Keahlian 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keahlian membangun jaringan

Keahlian membina nasabah

Pemahaman konsep pelayanan

Penguasaan fiqh muamalah

Penguasaan Produk

345. Berdasarkan aspek “Peningkatan Benefit”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Kemampuan” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Peningkatan Benefit - Kemampuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Economic capacity

Financial capacity

Knowledge capacity

Social capacity

Spiritual capacity

346. Berdasarkan aspek “Peningkatan Benefit”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Keragaman produk” dibawah ini menurut tingkat penga-

ruhnya!

Peningkatan Benefit - Keragaman

produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Diversifikasi produk dalam rangka

meningkatkan minat nasabah

Keragaman produk dapat

meningkatkan profit BMT

Produk yang dibutuhkan nasabah

347. Berdasarkan aspek “Peningkatan Benefit”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Kesiapan IT” dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Peningkatan Benefit - kesiapan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pendayagunaan IT Berbasis

smartphone

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 361

Peningkatan Benefit - kesiapan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Kerjasama dengan provider

telekomunikasi

348. Berdasarkan aspek “Peningkatan Benefit”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Ketersediaan IT” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Peningkatan Benefit – ketersediaan

IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Mendukung operasional BMT

Sesuai dengan kebutuhan BMT

Up to date dengan perkembangan

teknologi

349. Berdasarkan aspek “Peningkatan Benefit”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Konsistensi Aturan” dibawah ini menurut tingkat penga-

ruhnya!

Peningkatan Benefit – Konsistensi

Aturan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Efektifitas peraturan mempengaruhi

kinerja BMT

Peraturan tentang pengembangan

usaha

Konsistensi aturan dalam hal Ruang

lingkup usaha

350. Berdasarkan aspek “Peningkatan Benefit”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Masalah Infrastruktur” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Peningkatan Benefit – Masalah

infrastruktur 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Akselerasi teknologi

Jejaring Asosiasi dengan koperasi

sekunder

Kesiapan IT

Ketersediaan IT

Standarisasi Sistem

351. Berdasarkan aspek “Peningkatan Benefit”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Masalah Legal” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

362 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Peningkatan Benefit – Masalah

Legal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Konsistensi Aturan pada

BMT/Kopsyah

Penguatan fungsi Baitul Mal

Transformasi badan hukum BMT

menuju KSPPS/LKMS

Unfairness kebijakan antar lembaga

keuangan

352. Berdasarkan aspek “Peningkatan Benefit”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Masalah Produk” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Peningkatan Benefit – Masalah

Produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keragaman produk

Pemahaman produk

Pengembangan produk berbasis local

genuine

353. Berdasarkan aspek “Peningkatan Benefit”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Masalah SDM” dibawah ini menurut tingkat pengaruh-

nya!

Peningkatan Benefit – Masalah

SDM 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keahlian

Kemampuan

354. Berdasarkan aspek “Peningkatan Benefit”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Pemahaman produk” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Peningkatan Benefit – Pemahaman

produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Kemampuan teller dan administrator

dalam memahami produk BMT

Pemahaman nasabah terhadap produk

BMT

Pemahaman tentang keamanan produk

BMT kepada nasabah

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 363

355. Berdasarkan aspek “Peningkatan Benefit”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Pengembangan produk” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Peningkatan Benefit –

Pengembangan produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Adaptif terhadap perubahan pola

kegiatan ekonomi masyarakat

Produk berbasis keunggulan local

Riset dan analisis keunggulan

masyarakat sekitar

356. Berdasarkan aspek “Peningkatan Benefit”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Penguatan fungsi BMT” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Peningkatan Benefit – Penguatan

fungsi BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Intermediasi keuangan

Kesejahteraan anggota/nasabah

Pemberdayaan ekonomi

Pembedayaan Sosial

Pengembangan usaha anggota/nasabah

357. Berdasarkan aspek “Peningkatan Benefit”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Standarisasi Sistem” dibawah ini menurut tingkat penga-

ruhnya!

Peningkatan Benefit – Standarisasi

Sistem 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Sistem Laporan keuangan

Sistem Manajemen dan Administrasi

BMT

Sistem Pelayanan nasabah

Sistem Rekrutmen dan Pengembangan

SDM

358. Berdasarkan aspek “Peningkatan Benefit”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Transformasi Badan Hukum BMT” dibawah ini menu-

rut tingkat pengaruhnya!

Peningkatan Benefit - Transformasi

Badan Hukum BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Konsekuensi pilihan badan hukum

364 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Peningkatan Benefit - Transformasi

Badan Hukum BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

terhadap kinerja BMT

Pemahaman pengelola tentang

peraturan dan konsekuensi badan

hukum BMT

Sosialisasi aturan badan hukum BMT

kepada pengelola

359. Berdasarkan aspek “Peningkatan Benefit”, bandingkan elemen-elemen

pada cluster “Unfairness kebijakan” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Peningkatan Benefit - Unfairness

kebijakan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

BMT Diperlakukan berbeda dibanding

LK lainnya

Kebijakan tidak adil membuat BMT

kurang memiliki daya saing

Perbedaan kebijakan menyebabkan

BMT sulit berkembang

360. Berdasarkan aspek “Persiapan proses transformasi”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Akselerasi Teknologi” dibawah ini me-

nurut tingkat pengaruhnya!

Persiapan proses transformasi -

Akselerasi Teknologi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Adaptif terhadap perubahan teknologi

Layanan BMT dengan menggunakan

smartphone

SDM memiliki kemampuan dalam

aplikasi berbasis smartphone

361. Berdasarkan aspek “Persiapan proses transformasi”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Jejaring Asosiasi” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Persiapan proses transformasi -

Jejaring Asosiasi dengan koperasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Jejaring melalui ormas

Kerjasama dengan stakeholder di

lingkungan BMT

Komunikasi dengan koperasi sekunder

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 365

362. Berdasarkan aspek “Persiapan proses transformasi”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Keahlian” dibawah ini menurut tingkat

pengaruhnya!

Persiapan proses transformasi -

Keahlian 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keahlian membangun jaringan

Keahlian membina nasabah

Pemahaman konsep pelayanan

Penguasaan fiqh muamalah

Penguasaan Produk

363. Berdasarkan aspek “Persiapan proses transformasi”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Kemampuan” dibawah ini menurut ting-

kat pengaruhnya!

Persiapan proses transformasi -

Kemampuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Economic capacity

Financial capacity

Knowledge capacity

Social capacity

Spiritual capacity

364. Berdasarkan aspek “Persiapan proses transformasi”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Keragaman produk” dibawah ini menu-

rut tingkat pengaruhnya!

Persiapan proses transformasi -

Keragaman produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Diversifikasi produk dalam rangka

meningkatkan minat nasabah

Keragaman produk dapat

meningkatkan profit BMT

Produk yang dibutuhkan nasabah

365. Berdasarkan aspek “Persiapan proses transformasi”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Kesiapan IT” dibawah ini menurut ting-

kat pengaruhnya!

Persiapan proses transformasi -

kesiapan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pendayagunaan IT Berbasis

smartphone

366 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Persiapan proses transformasi -

kesiapan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Kerjasama dengan provider

telekomunikasi

366. Berdasarkan aspek “Persiapan proses transformasi”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Ketersediaan IT” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Persiapan proses transformasi –

ketersediaan IT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Mendukung operasional BMT

Sesuai dengan kebutuhan BMT

Up to date dengan perkembangan

teknologi

367. Berdasarkan aspek “Persiapan proses transformasi”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Konsistensi Aturan” dibawah ini menu-

rut tingkat pengaruhnya!

Persiapan proses transformasi –

Konsistensi Aturan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Efektifitas peraturan mempengaruhi

kinerja BMT

Peraturan tentang pengembangan

usaha

Konsistensi aturan dalam hal Ruang

lingkup usaha

368. Berdasarkan aspek “Persiapan proses transformasi”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Masalah Infrastruktur” dibawah ini

menurut tingkat pengaruhnya!

Persiapan proses transformasi –

Masalah infrastruktur 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Akselerasi teknologi

Jejaring Asosiasi dengan koperasi

sekunder

Kesiapan IT

Ketersediaan IT

Standarisasi Sistem

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 367

369. Berdasarkan aspek “Persiapan proses transformasi”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Masalah Legal” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Persiapan proses transformasi –

Masalah Legal 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Konsistensi Aturan pada

BMT/Kopsyah

Penguatan fungsi Baitul Mal

Transformasi badan hukum BMT

menuju KSPPS/LKMS

Unfairness kebijakan antar lembaga

keuangan

370. Berdasarkan aspek “Persiapan proses transformasi”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Masalah Produk” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Persiapan proses transformasi –

Masalah Produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keragaman produk

Pemahaman produk

Pengembangan produk berbasis local

genuine

371. Berdasarkan aspek “Persiapan proses transformasi”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Masalah SDM” dibawah ini menurut

tingkat pengaruhnya!

Persiapan proses transformasi –

Masalah SDM 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Keahlian

Kemampuan

372. Berdasarkan aspek “Persiapan proses transformasi”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Pemahaman produk” dibawah ini menu-

rut tingkat pengaruhnya!

Persiapan proses transformasi –

Pemahaman produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Kemampuan teller dan administrator

dalam memahami produk BMT

Pemahaman nasabah terhadap produk

BMT

368 | Dr. Husnul Khatimah, SE., M.Si

Persiapan proses transformasi –

Pemahaman produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pemahaman tentang keamanan produk

BMT kepada nasabah

373. Berdasarkan aspek “Persiapan proses transformasi”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Pengembangan produk” dibawah ini

menurut tingkat pengaruhnya!

Persiapan proses transformasi –

Pengembangan produk 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Adaptif terhadap perubahan pola

kegiatan ekonomi masyarakat

Produk berbasis keunggulan local

Riset dan analisis keunggulan

masyarakat sekitar

374. Berdasarkan aspek “Persiapan proses transformasi”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Persiapan proses transformasi” dibawah

ini menurut tingkat pengaruhnya!

Persiapan proses transformasi –

Persiapan proses transformasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Intermediasi keuangan

Kesejahteraan anggota/nasabah

Pemberdayaan ekonomi

Pembedayaan Sosial

Pengembangan usaha anggota/nasabah

375. Berdasarkan aspek “Persiapan proses transformasi”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Standarisasi Sistem” dibawah ini menu-

rut tingkat pengaruhnya!

Persiapan proses transformasi –

Standarisasi Sistem 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Sistem Laporan keuangan

Sistem Manajemen dan Administrasi

BMT

Sistem Pelayanan nasabah

Sistem Rekrutmen dan Pengembangan

SDM

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 369

376. Berdasarkan aspek “Persiapan proses transformasi”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Transformasi Badan Hukum BMT”

dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Persiapan proses transformasi -

Transformasi Badan Hukum BMT 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Konsekuensi pilihan badan hukum

terhadap kinerja BMT

Pemahaman pengelola tentang

peraturan dan konsekuensi badan

hukum BMT

Sosialisasi aturan badan hukum BMT

kepada pengelola

377. Berdasarkan aspek “Persiapan proses transformasi”, bandingkan

elemen-elemen pada cluster “Unfairness kebijakan” dibawah ini

menurut tingkat pengaruhnya!

Persiapan proses transformasi -

Unfairness kebijakan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

BMT Diperlakukan berbeda dibanding

LK lainnya

Kebijakan tidak adil membuat BMT

kurang memiliki daya saing

Perbedaan kebijakan menyebabkan

BMT sulit berkembang

378. Berdasarkan aspek “Strategi Peningkatan Inklusi dan Literasi Keua-

ngan pada BMT”, bandingkan elemen-elemen pada cluster “Masalah”

dibawah ini menurut tingkat pengaruhnya!

Strategi Peningkatan Inklusi

Keuangan dan Literasi – Masalah 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Infrastruktur

Legal

Produk

SDM

370

BIODATA PENULIS

Husnul Khatimah, lahir di Klungkung Bali, 1 Desember 1973

dari pasangan Abdullah Azra’i dan Zuhriyah Ahmad. Anak ketiga dari

lima bersaudara.

Suami : Rudiyanto, S.E., M.E

Anak :

1. Muhammad Alfi Hilman

2. Aliza Lula Iklima

3. Qanita Fania Nur Hudzaifa

4. Muhammad Azka Azfar

5. Amira Khansa Medina

Riwayat Pendidikan :

2014 - 2019

2002 – 2004

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta

Program Doktor Pengkajian Islam, Konsentrasi

Ekonomi Islam

Universitas Indonesia

Jakarta

Pasca Sarjana/M.Si, Kajian Timur Tengah & Islam,

Jurusan Ekonomi & Keuangan Syari’ah, Konsen-

trasi Manajemen Investasi Islam.

Strategi Inklusi dan Literasi Keuangan Baitul Mal Wat Tamwil ...| 371

1991 – 1995 Universitas Brawijaya

Malang, Jawa Timur

S1/S.E, Fakultas Ekonomi, Jurusan Ekonomi & Studi

Pembangunan, Konsentrasi Keuangan Perbankan

Pengalaman Pekerjaan:

1997 – sekarang: Dosen Fakultas Ekonomi UNISMA Bekasi

Pengalaman Organisasi:

1. Forum Dosen Ekonomi dan Bisnis Islam Korwil Jawa Barat,

Bidang Pendidikan dan Pengembangan, 2017-2019;

2. Ikatan Ahli Ekonomi Islam, Komisariat Bekasi, 2014-2016.